BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perawatan endodontik adalah perawatan yang melibatkan saluran akar
gigi. Perawatan ini bertujuan untuk menyelamatkan gigi dari tindakan pencabutan
sehingga gigi dapat dipertahankan lebih lama berada dalam rongga mulut,
sehingga fungsi estetik, pengunyahan, bicara dapat dipertahankan. Perawatan
endodontik selain untuk orang dewasa juga bisa dilakukan pada lansia.
Lansia akan lebih gembira dan bahagia hidupnya jika masih ada sisa gigi
yang bisa dipertahankan, misalnya dengan perawatan endodonti sehingga dalam
pemasangan gigi geligi tiruan akan dapat berfungsi dengan baik.
Namun, tidak semua perawatan saluran akar berhasil dengan baik. Pasien
harus selalu diberi tahu mengenai kemungkinan terjadinya kegagalan perawatan.
Prognosisnya sering berubah pada waktu sebelum, selama dan sesudah perawatan
bergantung kepada apa yang terjadi dan apa yang ditemukan selama atau setelah
perawatan. Prognosis memuaskan pada permulaan perawatan dapat berubah
menjadi prognosis yang lebih buruk atau tidak memuaskan pada akhir prosedur.
Dokter gigi harus memberikan pandangan umum bahwa hasil yang
mungkin terjadi adalah memuaskan, meragukan atau tidak memuaskan. Mereka
akan tahu bahwa segala sesuatunya mungkin tidak akan berjalan seperti yang
diharapkan. Pasien akan lebih menerima jika kegagalan terjadi. Selama prosedur
1
preparasi saluran akar, potensi untuk patahnya instrumen selalu ada. Banyak
dokter menghubungkan “instrumen patah” dengan file yang terpisah atau patah,
bagian dari lentulo yang patah, sebuah gates glidden drill, atau bahan gigi lainnya
yang tertinggal di dalam saluran akar.
Bedah endodonti meilputi daerah periapeks berupa pemotongan mahkota
dan akar yang dilakukan bersamaan. Dalam melaksanakn bedah endodonti,
operator harus mempunyai cukup keahlian bedah dan sanggup melakukan
perawatan endodonti pada gigi yang berakar lebih dari satu. Indikasi dan
kontraindikasi dari tindakan bedah endodonti pun harus diperhatikan terlebih
dahulu, sebelum tindakan dilakukan.
Hemiseksi adalah pembuangan sebuah akar dan separuh mahkota gigi
yang berakar dua. Hemikseksi maupun separasi gigi hanya dapat dilakukan jika
telah diindikasikan untuk pembuatan pilar suatu mahkota jembatan. Amputasi
akar pada umumnya dilakukan pada molar atas yang berakar tiga, tetapi kadang-
kadang juga dilakukan pada molar bawah. Dalam hal ini, akar yang kena penyakit
dipisahkan dari bagian akar koronal dengan cara pemotongan. Pada semua
tindakan di atas, pulpa harus dirawat secara endodonti terlebih dahulu.
2
1.2 Perumusan masalah
1 Bagaimana prosedur yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa?
2. Apa diagnosa dari gigi tersebut?
3. Bagaimana rencana perawatan terhadap pasien ini?
4. Apa persyaratan agar gigi dapat dilakukan obturasi?
5. Apa indikasi dan kontraindikasi ?
1.3 Tujuan Pembelajaran
1. Agar mahasiswa/i mengetahui bagaimana prosedur yang dilakukan
untuk menegakkan diagnosa?
2. Agar mahasiswa/i mengetahui apa diagnosa dari gigi tersebut?
3. Agar mahasiswa/I mengetahui bagaimana rencana perawatan terhadap
pasien ini?
4. Agar mahasiswa/I mengatahui apa persyaratan agar gigi dapat
dilakukan obturasi?
5. Agar mahasiswa/i mengetahui apa indikasi dan kontraindikasi ?
3
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
2.1. Pemeriksaan Subyektif
Pemeriksaan subyektif dilaksanakan dengan mengajukan pertanyaan yang
berkaitan dengan riwayat penyakit, lokasi, keparahan, durasi, karakter dan
stimulus yang menimbulkan nyeri. Nyeri yang timbul karena stimulus suhu dan
menyebar, besar kemungkinan berasal dari pulpa. Nyeri yang terjadi pada waktu
mastikasi atau ketika gigi berkontak dan jelas batasnya mungkin berasal dari
periaspeks. Tiga faktor penting yang membentuk kualitas dan kuantitas nyeri
adalah spontanitas, intensitas dan durasinya. Jika pasien mengeluhkan salah satu
gejala ini, besar kemungkinan terdapat lelainan yang cukup signifikan. Pertanyaan
yang hati-hati dan tajam akan mengorek informasi seputar sumber nyeri yang bisa
berasal dari pulpa atau periradikuler. Seorang klinisi yang pandai akan mampu
menetapkan diagnosis sementara melalui pemeriksaan subyektif yang teliti
sedangkan pemeriksaan obyektif dan radiograf digunakan untuk konfirmasi
(Cohen and Burn, 1994; Weine, 1996; Walton and Torabinejad, 2002).
2.1.1 Pemeriksaan Obyektif
Tes obyektif meliputi pemeriksaan wajah, jaringan keras dan lunak rongga
mulut. Pemeriksaan visual meliputi observasi pembengkakan, pemeriksaan
dengan kaca mulut dan sonde untuk melihat karies, ada tidaknya kerusakan
restorasi, mahkota yang berubah warna, karies sekunder atau adanya fraktur. Tes
periradikuler membantu mengidentifikasi inflamasi periradikuler sebagai asal
nyeri, meliputi palpasi diatas apeks; tekanan dengan jari atau menggoyangkan gigi
dan perkusi ringan dengan ujung gagang kaca mulut. Tes vitalitas pulpa tidak
begitu bermanfaat pada pasien yang sedanh menderita sakit akut karena dapat
menimbulkan kembali rasa sakit yang dikeluhkan. Tes dingin, panas, elektrik
4
dilakukan untuk memeriksa apakah gigi masih vital atau nekrosis (Cohen ang
Burn, 1994; Walton and Torabinejad, 2002).
2.1.2 Pemeriksaan Periodontium
Pemeriksaan jaringan periodontium perlu dilakukan dengan sonde
periodontium (periodontal probe) untuk membedakan kasus endodontik atau
periodontik. Abses periodontium dapat menstimuli gejala suatu abses apikalis
akut. Pada abses periodontium lokal, pulpa biasanya masih vital dan terdapat
poket yang terdeteksi. Sebaliknya, abses apikalis akut disebabkan oleh pulpa
nekrosis. Abses-abses ini kadang kadang berhubungan dengan sulkus sehingga
sulkus menjadi dalam. Jika diagnosis bandingnya sukar ditentukan, tes kavitas
mungkin dapat membantu mengidentifikasi status pulpa (Cohen and Burn, 1994;
Walton and Torabinejad, 2002).
2.1.3 Pemeriksaan Radiograf
Pemeriksaan radiograf berguna dalam menentukan perawatan darurat yang
tepat, memberikan banyak informasi mengenai ukuran, bentuk dan konfigurasi
sistem saluran akar. Pemeriksaan radiograf mempunyai keterbatasan, penting
diperhatikan bahwa lesi periradikuler mungkin ada, tetapi tidak terlihat pada
gambar radiograf karena kepadatan tulang kortikal, struktur jaringan sekitarnya
atau angulasi film. Demikian pul, lesi yang terlihat pada film, ukuran
radiolusensinya hanya sebagian dari ukuran kerusakan tulang sebenarnya (Bence,
1990, Cohen and Burn, 1994).
2.2 Iatrogenik Dentistry
Iatrogenik Dentistry merupakan iritasi yang ditimbulkan karena pekerjaan
dokter gigi yang tidak hati-hati dan adekuat sewaktu melakukan perawatan pada
gigi dan jaringan sekitarnya sehingga mengakibatkan kerusakan pada jaringan
sekitar gigi, misalnya :
5
- Ketika melakukan preparasi klas II amalgam. Preparasi bagian proksimal,
pemakaian matriks dan penambalan menggantung dapat menyebabkan
kerusakan jaringan periodontal bila tidak berhati-hati. Adaptasi atau kontak
yang salah, juga dapat menyebabkan terjadi penyakit periodontal.
- Ketika melakukan pencabutan, dimulai dari saat penyuntikkan, penggunaan,
bein sampai tang pencabutan dapat menimbulkan rusaknya gingiva bila tidak
hati-hati.
- Penyingkiran karang gigi (Manual atau ultra skeler) juga harus berhati-hati,
karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan gingiva.
Faktor iatrogenik meliputi adanya sumbatan pada saluran akar akibat
instrumen patah, bahan pengisi yang sangat keras, perforasi, birai dan prognosis
yang meragukan. Untuk melakukan perawatan ulang saluran perlu kerja sama
yang baik dengan pasien, karena kemungkinan akan terjadi kegagalan kembali.
Ketrampilan operator dan tersedianya alat-alat untuk perawatan ulang merupakan
persyaratan utama, karena pengalaman operator sangat menunjang keberhasilan
perawatan ulang saluran akar.
2.2.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Dan Kegagalan
Perawatan Saluran Akar
Seperti halnya seluruh perawatan gigi, penggabungan beberapa factor
mempengaruhi hasil suatu perawatan endodontik. Faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan perawatan saluran akar adalah faktor
patologi, factor penderita, faktor anatomi, faktor perawatan dan kecelakaan
prosedur perawatan. (Ingle, 1985; Cohen & Burn, 1994; Walton & Torabinejab,
1996).
A. Faktor Patologis
Keberadaan lesi di jaringan pulpa dan lesi di periapikal mempengaruhi
tingkat keberhasilan perawatan saluran akar. Beberapa penelitian menunjukan
bahwa tidak mungkin menentukan secara klinis besarnya jaringan vital yang
tersisa dalam saluranakar dan derajat keterlibatan jaringan peripikal. Faktor
6
patologi yang dapat mempengaruhi hasil perawatan saluran akar adalah (Ingle,
1985; Walton & Torabinejad, 1996) :
1. Keadaan patologis jaringan pulpa.
Beberapa peneliti melaporkan tidak ada perbedaan yang berarti dalam
keberhasilan atau kegagalan perawatan saluran akar yang melibatkan jaringan
pulpa vital dengan pulpa nekrosis. Peneliti lain menemukan bahwa kasus dengan
pulpa nekrosis memiliki prognosis yang lebih baik bila tidak terdapat lesi
periapikal.
2. Keadaan patologis periapikal
Adanya granuloma atau kista di periapikal dapat mempengaruhi hasil
perawatan saluran akar. Secara umum dipercaya bahwa kista apikalis
menghasilkan prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan lesi
granulomatosa. Teori ini belum dapat dibuktikan karena secara radiografis belum
dapat dibedakan dengan jelas ke dua lesi ini dan pemeriksaan histologi kista
periapikal sulit dilakukan.
3. Keadaan periodontal
Kerusakan jaringan periodontal merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi prognosis perawatan saluran akar. Bila ada hubungan antara
rongga mulut dengan daerah periapikal melalui suatu poket periodontal, akan
mencegah terjadinya proses penyembuhan jaringan lunak di periapikal. Toksin
yang dihasilkan oleh plak dentobakterial dapat menambah bertahannya reaksi
inflamasi.
4. Resorpsi internal dan eksternal
Kesuksesan perawatan saluran akar bergantung pada kemampuan
menghentikan perkembangan resorpsi. Resorpsi internal sebagian besar
prognosisnya buruk karena sulit menentukan gambaran radiografis, apakah
resorpsi internal telah menyebabkan perforasi. Bermacam-macam cara pengisian
saluran akar yang teresorpsi agar mendapatkan pengisian yang hermetis.
7
B. Faktor Penderita
faktor penderita yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan
suatu perawatan saluran akar adalah sebagai berikut (Ingle, 1985; Cohen & Burns,
1994;Walton &Torabinejad, 1996) :
1. Motivasi Penderita
Pasien yang merasa kurang penting memelihara kesehatan mulut dan
melalaikannya, mempunyai risiko perawatan yang buruk. Ketidaksenangan yang
mungkin timbul selama perawatan akan menyebabkan mereka memilih untuk
diekstraksi (Sommer, 1961).
2. Usia Penderita
Usia penderita tidak merupakan faktor yang berarti bagi kemungkinan
keberhasilan atau kegagalan perawatan saluran akar. Pasien yang lebih tua usianya
mengalami penyembuhan yang sama cepatnya dengan pasien yang muda. Tetapi
penting diketahui bahwa perawatan lebih sulit dilakukan pada orang tua karena
giginya telah banyak mengalami kalsifikasi. Hali ini mengakibatkan prognosis
yang buruk, tingkat perawatan bergantung pada kasusnya (Ingle, 1985).
3. Keadaan kesehatan umum
Pasien yang memiliki kesehatan umum buruk secara umum memiliki
risiko yang buruk terhadap perawatan saluran akar, ketahanan terhadap infeksi di
bawah normal. Oleh karena itu keadaan penyakit sistemik, misalnya penyakit
jantung, diabetes atau hepatitis, dapat menjelaskan kegagalan perawatan saluran
akar diluar kontrol ahli endodontis (Sommer, dkk, 1961; Cohen & Burns, 1994).
8
C. Faktor Perawatan
Faktor perawatan yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan
suatu perawatan saluran akar bergantung kepada :
1. Perbedaan operator
Dalam perawatan saluran akar dibutuhkan pengetahuan dan aplikasi ilmu
biologi serta pelatihan, kecakapan dan kemampuan dalam manipulasi dan
menggunakan instrumen-instrumen yang dirancang khusus. Prosedur-prosedur
khusus dalam perawatan saluran akar digunakan untuk memperoleh keberhasilan
perawatan. Menjadi kewajiban bagi dokter gigi untuk menganalisa pengetahuan
serta kemampuan dalam merawat gigi secara benar dan efektif (Healey,
1960;Walton &Torabinejad, 1996).
2. Teknik-teknik perawatan
Banyak teknik instrumentasi dan pengisian saluran akar yang tersedia bagi
dokter gigi, namun keuntungan klinis secara individual dari masing-masing
ukuran keberhasilan secara umum belum dapat ditetapkan. Suatu penelitian
menunjukan bahwa teknik yang menghasilkan penutupan apikal yang buruk, akan
menghasilkan prognosis yang buruk pula (Walton & Torabinejad, 1996).
3. Perluasan preparasi atau pengisian saluran akar.
Belum ada penetapan panjang kerja dan tingkat pengisian saluran akar
yang ideal dan pasti. Tingkat yang disarankan ialah 0,5 mm, 1 mm atau 1-2 mm
lebih pendek dari akar radiografis dan disesuaikan dengan usia penderita. Tingkat
keberhasilan yang rendah biasanya berhubungan dengan pengisian yang berlebih,
mungkin disebabkan iritasi oleh bahan-bahan dan penutupan apikal yang buruk.
Dengan tetap melakukan pengisian saluran akar yang lebih pendek dari apeks
radiografis, akan mengurangi kemungkinan kerusakan jaringan periapikal yang
lebih jauh (Walton & Torabinejad, 1996).
9
D. Faktor Anatomi Gigi
Faktor anatomi gigi dapat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan suatu
perawatan saluran akar dengan mempertimbangkan :
1. Bentuk saluran akar
Adanya pengbengkokan, penyumbatan,saluran akar yang sempit, atau bentuk
abnormal lainnya akan berpengaruh terhadap derajat kesulitan perawatan saluran
akar yang dilakukan yang memberi efek langsung terhadap prognosis (Walton &
Torabinejad, 1996).
2. Kelompok gigi
Ada yang berpendapat bahwa perawatan saluran akar pada gigi tunggal
mempunyai hasil yang lebih baik dari pada yang berakar jamak. Hal ini
disebabkan karena ada hubungannya dengan interpretasi dan visualisasi daerah
apikal pada gambaran radiografi. Tulang kortikal gigi-gigi anterior lebih tipis
dibandingkan dengan gigi-gigi posterior sehingga lesi resorpsi pada apeks gigi
anterior terlihat lebih jelas. Selain itu, superimposisi struktur radioopak daerah
periapikal untuk gigi-gigi anterior terjadi lebih sedikit, sehingga interpretasi
radiografinya mudah dilakukan. Radiografi standar lebih mudah didapat pada gigi
anterior, sehingga perubahan periapikal lebih mudah diobservasi dibandingkan
dengan gambaran radiologi gigi posterior (Walton & Torabinejad, 1989).
3. Saluran lateral atau saluran tambahan
Hubungan pulpa dengan ligamen periodontal tidak terbatas melalui bagian
apikal saja, tetapi juga melalui saluran tambahan yang dapat ditemukan pada
setiap permukaan akar. Sebagian besar ditemukan pada setengah apikal akar dan
daerah percabangan akar gigi molar yang umumnya berjalan langsung dari saluran
akar ke ligamen periodontal (Ingle, 1985).
Preparasi dan pengisian saluran akar tanpa memperhitungkan adanya
saluran tambahan, sering menimbulkan rasa sakit yang hebat sesudah perawatan
dan menjurus ke arah kegagalan perawatan akhir (Guttman, 1988).
10
E. Kecelakaan ProseduralKecelakaan pada perawatan saluran akar dapat memberi pengaruh pada hasil
akhir perawatan saluran akar, misalnya :
1. Terbentuknya ledge (birai) atau perforasi lateral.
Birai adalah suatu daerah artifikasi yang tidak beraturan pada permukaan
dinding saluran akar yang merintangi penempatan instrumen untuk
mencapaiujung saluran (Guttman, et all, 1992). Birai terbentuk karena
penggunaan instrumen yang terlalu besar, tidak sesuai dengan urutan; penempatan
instrument yang kurang dari panjang kerja atau penggunaan instrumen yang lurus
serta tidak fleksibel di dalam saluran akar yang bengkok (Grossman, 1988, Weine,
1996).
Birai dan ferforasi lateral dapat memberikan pengaruh yang merugikan
pada prognosis selama kejadian ini menghalangi pembersihan, pembentukan dan
pengisian saluran akar yang memadai (Walton & Torabinejad, 1966).
2. Instrumen patah
Patahnya instrumen yang terjadi pada waktu melakukan perawatan saluran
akar akan mempengaruhi prognosis keberhasilan dan kegagalan perawatan.
Prognosisnya bergantung pada seberapa banyak saluran sebelah apikal patahan
yang masih belum dibersihkan dan belum diobturasi serta seberapa banyak
patahannya. Prognosis yang baik jika patahan instrumen yang besar dan terjadi
ditahap akhir preparasi serta mendekati panjang kerja. Prognosis yang lebih buruk
jika saluran akar belum dibersihkan dan patahannya terjadi dekat apeks atau diluar
foramen apikalis pada tahap awal preparasi (Grossman, 1988; Walton &
Torabinejad, 1996).
3. Fraktur akar vertikal
Fraktur akar vertikal dapat disebabkan oleh kekuatan kondensasi aplikasi
yang berlebihan pada waktu mengisi saluran akar atau pada waktu penempatan
pasak. Adanya fraktur akar vertikal memiliki prognosis yang buruk terhadap hasil
11
perawatan karena menyebabkan iritasi terhadap ligamen periodontal (Walton
&Torabinejad, 1996).
2.2.2 Macam-Macam Penyebab Terjadinya Kegagalan Perawatan Saluran
Akar
Secara umum penyebab kegagalan dapat didaftar secara kasar dari yang
frekuensinya paling sering sampai ke yang paling jarang, yaitu kesalahan dalam
diagnosis dan rencana perawatan; kebocoran tambalan di mahkota; kurangnya
pengetahuan anatomi pulpa; debridement yang tidak memadai; kesalahan selama
perawatan; kesalahan dalam obturasi; proteksi tambalan yang tidak cukup; dan
fraktur akar vertikal.
Berbagai prosedur yang terkait dengan perawatan saluran akar dibagi
menjadi tiga tahap yaitu tahap praperawatan, selama perawatan dan pasca
perawatan. Mengingat kegagalan perawatan saluran akar terkait dengan tiap-tiap
tahap tersebut, maka penyebab kegagalannya pun diklasifikasi sesuai dengan
tahap-tahap itu (Cohen1994; Walton & Torabinejad, 1996).
2.2.3 Faktor Kegagalan Tahap Praperawatan
Kegagalan perawatan saluran akar pada tahap praperawatan sering
disebabkan oleh :
1. Diagnosis yang keliru
2. Kesalahan dalam perencanaan perawatan
3. Seleksi kasus yang buruk
4. Merawat gigi dengan prognosis yang buruk
2.2.4 Faktor Kegagalan Selama Perawatan
Banyak kegagalan perawatan saluran akar yang disebabkan oleh
kesalahankesalahan dalam prosedur perawatan, kesalahan dapat terjadi pada saat
pembukaan kamar pulpa, saat melakukan preparasi saluran akar dan saat
pengisian saluran akar.
12
2.2.5 Kesalahan Pembukaan Kamar Pulpa
Tujuan utama pembukaan kamar pulpa adalah untuk mendapatkan jalan
langsung ke foramen apikal tanpa adanya hambatan serta untuk memudahkan
penglihatan pada semua orofis saluran akar. Pembukaan kamar pulpa untuk setiap
gigi mempunyai desain yang berbeda, suatu pembukaan yang dilakukan dengan
baik akan menghilangkan kesulitan-kesulitan teknis yang dijumpai dalam
perawatan saluran akar (Grossman, 1988; Cohen, 1994; Walton & Torabinejad,
1996).
Kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi selama melakukan pembukaan
kamar pulpa adalah :
1. Perforasi Permukaan akar
Perforasi dapat terjadi ke arah proksimal atau labial. Perforasi disebabkan
karena preparasi pembukaan dilakukan dengan sudut yang tidak mengarah ke
kamar pulpa. Hal ini terjadi karena waktu melakukan preparasi akses, ditemui
kesulitan menemukan lokasi kamar pulpa walaupun dari gambaran foto Rontgen
jelas.
2. Perusakan dasar kamar pulpa
Bor yang memotong dasar kamar pulpa dapat menyebabkan terjadinya
perforasi pada furkasi. Selai itu, pemakaian bor fisur yang berujung datar akan
membuat dasar kamar pulpa menadi datar sehingga merusak bentuk corong
alamiah orifis yang akan menyulitkan pemasukan instrumen, paper point serta
bahan pengisian ke dalam saluran akar.
3. Preparasi saluran melalui tanduk pulpa
Preparasi yang terlalu dangkal akan menyebabkan saluran akar dicapai
melalui tanduk pulpa, selain itu akan menyulitkan pembersihan kamar pulpa dan
saluran akar dengan baik.
13
4. Membuat pembukaan proksimal
Pembukaan yang dilakukan melalui karies yang ada proksimal akan
menyebabkan instrumen yang dipakai untuk saluran akar harus dibengkokkan,
akibatnya preparasi saluran akar tidak tepat dan instrumen dapat patah dalam
saluran akar.
5. Membuat pembukaan yang terlalu kecil
Pembukaan yang terlalu kecil akan mengakibatkan terperangkapnya
jaringan pulpa terutama yang berada dibawah tanduk pulpa, juga akan
menyulitkan pencarian orifis sehingga saluran akar tidak dapat ditemukan.
6. Preparasi pembukaan melebar ke arah dasar kamar pulpa
Pada preparasi yang melebar ke arah dasar kamar pulpa akan
mengakibatkan melemahnya kemampuan menerima daya kunyah sehingga dapat
melepaskan tambalan sementara dan akhirnya terjadi kebocoran.
2.2.6 Kesalahan Selama Preparasi Saluran Akar
Tahap preparasi saluran akar mencakup proses pembersihan (cleaning) dan
pembentukan (shaping). Pada tahap ini dapat terjadi kegagalan perawatan saluran
akar yang disebabkan oleh :
1. Instrumentasi berlebih (over instrumentasi)
Instrumen menembus ke luar melalui foramen apikal sehingga dapat
menyebabakan terjadinya inflamasi periapikal. Instrumentasi yang melewati
konstriksi apikal dapat mentransfer mikroorganisme dan mendorong bubuk dentin
dari saluran akar ke jaringan periapikal sehingga dapat memperburuk hasil
perawatan (Grossman, 1988; Walton & Torabinejad, 1996).
2. Instrumentasi kurang (underinstrumentasi)
Instrumen tidak mencapai panjang kerja yang benar sehingga pembersihan
saluran akar tidak sempurna, masih meninggalkan jaringan nekrotik di dalam
saluran akar (Grossman, 1988; Walton & Torabinejad, 1996).
14
3. Preparasi berlebihan
Yang dimaksud dengan preparasi berlebihan adalah pengambilan jaringan
gigi yang berlebih dalam arah mesio-distal dan buko-lingual. Hal ini dapat terjadi
dibagian koronal atau pertengahan saluran sehingga melemahkan akar dan dapat
menyebabkan fraktur akarselama berlangsungnya kondensasi (Gutmann et all,
1992).
4. Preparasi yang kurang
Preparasi yang kurang adalah kegagalan dalam pengambilan jaringan
pulpa, kikiran dentin dan mikroorganisme dari sistem saluran akar. Saluran
dibentuk sempurna sehingga pengisian kurang hermetis (Gutmann et all, 1992).
5. Terbentuknya birai (ledge) dan perforasi
Terbentuknya birai atau perforasi laterala dapat menghalangi proses
pembersihan, pembentukan dan pengisian saluran akar yang sempurna. Adanya
birai atau perforasi lateral akan meninggalkan bahan iritasi dan atau akan
menambah buruk keadaan pada ligamen perodontal sehingga prognosisnya
menjadi buruk (Gossman, 1988; Cohen, 1994, Walton & Torabinejad, 1996).
6. Instrumen patah dalam saluran akar
Instrumen patah dalam saluran menyebabkan kesulitan tahap perawatan
saluran akar selanjutnya. Prognosisnya buruk bila saluran akar disebelah apical
patahan yang belum dibersihkan masih panjang atau fragmen patahan keluar dari
foramen apikal (Grossman, 1988; Weine, 1996).
7. Kesalahan pada waktu irigasi saluran akar
Bila bahan irigasi yang dipakai bersifat toksik, dapat menyebabkan iritasi
pada jaringan periapikal. Cara penyemprotan bahan irigasi terlalu keras atau
memasukkan jarumnya terlalu dalam dapat mendorong bubuk dentin dan
mikroorganisme keluar dari foramen apikal, sehingga dapat mengiritasi jaringan
periapikal.
15
8. Kesalahan dalam sterilisasi saluran akar
Mikroorganisme masih tersisa di dalam tubuli dentin, saluran lateral atau
ramifikasi saluran akar karena obat-obat disinfeksi yang digunakan kurang efektif,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya reinfeksi (Ingle, 1985; Weine, 1996).
2.2.7 Kesalahan Saat Pengisian Saluran Akar
Kegagalan perawatan saluran akar dapat disebabkan karena
kesalahankesalahan yang terjadi saat pengisian saluran akar, yaitu (Ingle, 1985;
Cohen, 1994;Walton & Torabinejad, 1996: Weine, 1996) :
1. Pengisian yang tidak sempurna
Pengisian yang berlebih (overfilling), pengisian yang kurang (underfilling)
atau pengisian yang tidak hermetis, dapat memicu terjadinya inflamasi jaringan
periapikal, saluran akar dapat terkontaminasi bakteri dari periapikal sehingga
terjadi reinfeksi.
2. Pengisian saluran akar dilakukan pada saat yang tidak tepat.
Pengisian saluran akar dilakukan pada keadaan belum steril, masih
terdapat eksudat yang persisten atau masih terdapat sisa jaringan yang terinfeksi.
3. Pengisian saluran akar dilakukan pada keadaan tidak steril.
Keadaan rongga mulut maupun alat-alat yang digunakan pada waktu dilakukan
pengisian saluran akar, tidak steril.
2.2.8 Faktor Penyebab Kegagalan Pasca Perawatan
Kejadian pasca perawatan dapat menyebabkan kegagalan perawatan secara
langsung atau tidak langsung, misalnya (Ingle, 1985; Walton & Torabinejad,
1996)
.
16
1. Restorasi yang kurang baik atau desain restorasi yang buruk.
Restorasi yang baik akan melindungi sisa gigi dan mencegah kebocoran
dari rongga mulut kedalam sistem saluran akar. Restorasi pasca perawatan saluran
akar yang kurang baik akan menyebabkan terbukanya semen dan menyebabkan
terkontaminasinya kamar pulpa dan saluran akar oleh saliva dan bakteri, sehingga
mengakibatkan kegagalan perawatan saluran akar.
2. Trauma dan fraktur
Kesalahan preparasi padawaktu pembuatan pasak dapat menyebabkan
kegagalan perawatan. Pengambilan dentin saluran akar yang terlalu banyak akan
melemahkan akar gigi, sehingga dapat menyebabkan terjadinya fraktur vertikal.
3. Terkenanya jaringan periodontal
Kegagalan bisa disebabkan karena non endodontik, walaupun perawatan
saluran akar dilakukan dengan baik. Hal ini dapat disebabkan karena efek
merusak dari perawatan ortodontik atau penyakit periodontium.
2.3 Perawatan Bedah Endodontik
2.3.1 Insisi
Tujuan insisi adalah untuk mengeluarkan eksudat purulen/pus dan darah
untuk mempercepat penyembuhan dan mengurangi rasa sakit akibat tekanan
serta iritasi yang toksik dari pembengkakan jaringan lunak. Indikasi insisi jika
drainase tidak dapat dilakukan melalui kavitas gigi, maka diperlukan drainase
melalui jaringan lunak. Prosedur insisi diawali dengan tindakan anestesi.
Kombinasi anestesi blok dan infiltrasi regional lebih efektif dari pada
infiltrasi subperiostal. Infiltrasi regional dimulai di tepi pembengkakan dan
selanjutnya pada pusat pembengkakan dengan tekanan ringan. Selain itu dapat
menggunakan etil khlorida secara topical pada daerah pembangkakan hingga
jaringan yang disemprot berwarna putih. Insisi dibuat secara horizontal/vertical
dengan scalpel tepat melalui periosteum ke tulang. Paling efektif jika
17
pembengkakan yang timbul telah mengalami fluktuasi, karena dengan cepat
eksudat purule dan dapat dikeluarkan dan rasa nyeri cepat berkurang. Apabila
diperlukan drainase setelah insisi, dapat memakai karet isolator yang dibentuk
segitiga atau memakai sepotong iodoform tampon ke dalam insisi. Drain
harus diangkat setelah 2 -3 hari.
2.3.2 Bedah Apeks
Jika pengisian saluran akar secara ortograd (melalui mahkota) tidak
dapat, maka alternatif pengisiannya secara retrograd melalui bedah apeks. Tujuan
bedah apeks adalah untuk menjamin penempatan suatu bahan pengisi untuk
menutup foramen apikal. Semakin baik penutupannya, maka semakin baik
prognosisnya.
Indikasi dan Kontraindikasi Bedah Apeks
A. Indikasi bedah apeks meliputi:
1. Saluran akar yang buntu atau bengkok yang tajam akan menghalangi preparasi
maupun pengisian saluran akar secara ortograd .
2. Pengisian yang tidak sempurna pada ujung akar mungkin diperlukan
pemotongan dan diisi seca ra retrograd.
3. Pada kasus ujung akar yang keluar dari tulang disertai keradangan dan rasa
tidak nyaman maupun pada kasus adanya resorpsi yang berlebihan pada ujung
akar, keadaan ini biasanya diperbaiki dengan memotong miring pada ujung
akar dan dilakukan pengisian secara retrograd.
4. Pada kegagalan perawatan akibat patahnya alat, terjadinya perforasi
maupun kelebihan bahan pengisi hingga masuk ke periapikal, maka diperlukan
tindakan bedah.
18
5. Pada perawatan ulang pada kasus adanya pasak pada saluran akar, maupun
bahan pengisi resin yang tidak dapat dikeluarkan, maka perlu dilakukan
tindakan bedah.
6. Adanya fraktur horizontal pada ujung akar kadang -kadang bagian apeks
menjadi nekrosis dan tidak dapat dirawat secara ko nvensional.
7. Adanya perforasi apikal yang tidak dapat ditutup dengan baik
8. Jika diperlukan tindakan biopsi.
B. Kontraindikasi tindakan bedah apeks meliputi :
1. Faktor anatomi adanya sinus maksilaris, fosa nasalis, kanalis mandibularis
atau dapat memutus pembuluh darah besar maka akan mempersulit faktor
pembedahan.
2. Pada kasus akar yang sangat pendek, kelainan apeks yang meluas, penyakit
periodonsium yang berat maupun gigi tidak dapat direstorasi kembali .
3. Masalah kesehatan sistemis pada penderita dengan kel ainan darah, diabetus
yang tak terkontrol, penyakit jantung yang berat, atau kelainan imunologis
maupun adanya rasa takut yang berlebihan merupakan kontraindikasi untuk
pembedahan.
4. Tindakan bedah untuk perawatan ulang yang penyebab kegagalannya tidak
diketahui kemungkinan tidak akan berhasil.
2.3.3 Tahap Perawatan Bedah Apeks
Untuk mengurangi kegelisahan pasien diperlukan konsultasi penjelasan
prosedur bedah bahwa pasien mendapat jaminan akan dirawat dengan baik
disamping persetujuan pasien sebelum tindakan bedah.
19
1. Premedikasi
Premedikasi menjadi penting jika pasien tetap sangat gelisah dan tidak
terpengaruh konsultasi. Obat-obatan yang dipilih harus dapat mengurangi
kegelisahan, mempertinggi efek anestesi dan mengurangi aliran saliva
(antisialalog), perdarahan (epinefrin), maupun infeksi sekunder (antibiotika).
Obat-obatan per oral yang sering digunakan sebagai penenang :
1. Golongan barbiturat seperti pentobarbital (Nembutal) dan secobarbital
(Seconal), sering digunakan untuk sedasi (obat penenang) dengan dosis 50-150
mg diberikan 30 menit sebelum operasi.
2. Golongan meprobromate (Equanil) dengan dosis 400 mg, 4 kali sehari
diberikan beberapa hari sebelum operasi .
3. Golongan diazepam (Valium) dengan dosis 5 mg diberikan 30 menit sebelum
operasi .
2. Teknik Anestesi
Untuk pembedahan periapikal pada rahang atas pada umumnya secara
infiltrasi ke arah subperioteal diatas tempat operasi meluas ke arah lateral pada
kedua sisi serta infiltrasi pada sisi palatal. Untuk daerah mandibula dengan
anestesi konduksi pada foramen mandibula serta infiltrasi pada mukosa di
sekeliling tempat operasi.
3. Pembuatan Flap
Dalam pembuatan desain flap perlu diperhatikan yaitu:
1. suplai darah pada jaringan lunak yang akan diangkat dengan cara pembuatan
dasar flap yang lebih lebar.
20
2. Desain flap dibuat secara maksimal untuk menghindari insisi di atas tulang
yang rusak atau di atas lesi peri apeks, karena resorpsi tulang periapeks lebih
besar dibanding gambaran radiolusens foto.
3. Dalam pembuatan flap jangan memotong p apila interdental. Jika diikutkan
dalam flap maka seluruh papila interdental harus di ikutkan, atau tidak sama
sekali.
4. Jika ada fistel, dimasukkan dalam pembuatan flap
Desain atau bentuk pembuatan flap:
1. Flap sub-marginal semilunar (melengkung)
Bentuk flap seperti bulan sabit dengan insisi bagian yang konveks
dekat gingiva pada struktur tulang alveolar paling sedikit 3 mm terhadap
krista gingiva berakhir pada gingiva cekat/berbintik. Teknik relatif sederhana
namun lapangan pandang terbatas.
2. Flap sub marginal rektangular (Leubke Oschenbein )
Bentuk flap segitiga/rektangular dengan insisi horizontal pada jarak sekitar
4 mm, melengkung sesuai dengan kontur gingiva. Lapangan pandang lebih
baik dibanding semilunar.
3. Flap mukoperiostal sulkular (penuh)
Bentuk flap segitiga / rektangular dengan insisi horizontal pada puncak
gingiva dengan pengangkatan seluruh papila interdental, tepi gingiva yang
bebas maupun cekat serta mukosa alveolar. Lapangan pandang lebih baik
dibanding flap semilunar maupun flap sub marginal. Desain ini memudahkan
kureta se periodonsiun maupun root planning. Kerugiannya sulit untuk
mengembalikan flap ke tepi gingiva yang bebas serta kemungkinan terjadinya
resesi gingiva.
21
4. Insisi dan refleksi
Bagian utama insisi adalah sisi horizontal yang mene ntukan perluasan
paling sedikit satu gigi pada tiap sisi yang dirawat dan pengangkatan jaringan
lunak yang menutup tulang, yaitu gingiva, mukosa dan periosteum. Insisi harus
dibuat melalui periosteum sampai ke tulang. Insisi dilakukan dengan gerak
yang kuat dan kontinyu tegak lurus dengan plat kortikal. Refleksi jaringan
menggunakan elevator dengan kekuatan terkontrol hingga elevator benar-benar
kontak dengan tulang. Refleksi jaringan dimulai dari insisi vertikal kemudian ke
horizontal sampai akses dan lapangan pandang ke daerah operasi memadai.
Refleksi jaringan mencakup periosteum, karena bagian yang tidak terangkat akan
mengakibatkan perdarahan dan menghalangi pandangan serta menghambat proses
penyembuhan. Jika desain flap tepat dan refleksi flap dilak ukan dengan hati-
hati, maka akses untuk pembedahan akan bagus dan proses penyembuhannya
akan cepat.
5. Pembuatan akses ke apeks
Bila flap sudah ditarik, tulang kortikal yang tampak diatas daerah
pembedahan sekitar apeks dilubangi dahulu pada sisi mesial, distal dan apikal
dengan bur bulat yang besar. Ketiga lubang tersebut dihubungkan dengan bur
fisur hingga tulang kortikal terpotong dan diambil dengan pahat. Daerah
operasi diperbesar dengan menggunakan bur tulang disertai irigasi salin steril
hingga apeks terlihat.
Pada beberapa kasus telah terjadi resorpsi tulang pada daerah apeks.
Jaringan lunak yang terinflamasi di daerah apeks dikelupas secara hati -hati,
idealnya dalam satu potongan dengan kuret yang tajam, sehingga diperoleh
rongga tulang yang bersih. Jika pengambilan jaringan yang patologik
terhalang akar gigi, ujung akar dipotong sekitar 1-3 mm menggunakan bur
fisur. Spesimen yang terambil dikirim untuk pemeriksaan histologi.
22
6. Reseksi apeks dan pengisian retrograde
Klasifikasi reseksi apeks, antara lain :
1. Reseksi akar dilakukan setelah pengisian secara ortograd dalam satu kali
kunjungan maupun setelah kunjungan beberapa kali.
2. Reseksi akar dengan pengisian secara retrograd dalam sekali kunjungan.
3. Reseksi akar dan pengisian secara retrograd setelah pengisian secara
ortograd dalam satu kali kunjungan maupun setelah kunjungan beberapa
kali.
A. Indikasi Reseksi Apeks
1. adanya perforasi akar
2. fraktur akar apikal
3. faktor anatomi saluran akar adanya pengapuran, bercabang, saluran lateral dan
aksesori
Tindakan ini meliputi pemotongan bagian apeks dan pengisian secara
retrograd. Pemotongan bagian apeks dilakukan dengan bentuk bevel dengan sudut
45o arah fasial lingual dengan menggunakan bur fisur dan irigasi salin.
Selanjutnya foramen saluran akar dipreparasi dengan bur inverted dengan
kedalaman 2-3 mm dan diisi dengan bahan pengisi seperti amalgam, gutta percha,
dan komposit. Selanjutnya daerah operasi dibersihkan dengan cermat dari sisa -
sisa serpihan tulang, jaringan lunak dan debris mengg unakan salin steril.
Kemudian flap dikembalikan seperti posisi semula dan ditahan dengan tekanan
sedang selama 5 menit, dengan tujuan untuk mengontrol timbulnya perdarahan
dibawah flap dan persiapan untuk penjahitan.
23
B. Penjahitan
Tepi flap yang dijahit sedapat mungkin terletak pada tulang kortikal
padat. Penjahitan pada umumnya dengan teknik terputus -putus menggunakan
benang sutera. Jarum jahit ditusukan ke dalam flap dahulu lalu ke jaringan
yang cekat dan diikat dengan simpul bedah. Simpul tidak boleh diletakkan di atas
garis insisi karena dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi serta menghambat
penyembuhan.
C. Pasca Operasi
Intruksi maupun penjelasan pasca operasi ditujukan untuk mengurangi
kegelisahan pasien. Kemungkinan timbulnya pembengkakan dan p erdarahan
dapat dikurangi dengan kompres menggunakan es selama 20 menit. Campuran
garam sebanyak 1 sendok teh ke dalam gelas berisi air hangat dapat digunakan
untuk kumur – kumur setelah satu hari selesai operasi. Sebaiknya diperbanyak
mi num dan makan makanan yang lunak dan halus. Pemberian Antibiotik dan
analgesik diperlukan untuk mencegah inflamasi timbulnya rasa nyeri pasca
operasi.
2.3.4 Amputasi Akar
Amputasi Akar adalah pengangkatan akar gigi salah satu atau lebih pada
gigi akar ganda, sedangkan mahkotanya dipertaha nkan tetap utuh. Setelah
perawatan saluran akar pada gigi yang dipertahankan selesai dan saluran akar
gigi yang akan dipotong diisi dengan amalgam sekitar orificenya hingga ke
dalam saluran akar sekitar 4 mm. Amputasi akar dilakukan dengan membuat
potongan horizontal untuk memisahkan akar dari mahkota.
A. Indikasi Amputasi Akar
1. Hilangnya jaringan pendukung / tulang akibat penyakit periodontal yang
melibatkan akar dan furkasinya.
24
2. Adanya alat yang patah, perforasi, karies, resorpsi maupun kalsifikasi saluran
akar pada salah satu akar yang tidak dapat dirawat secara konvensional
3. Adanya fraktur akar vertikal.
4. Sisa gigi cukup penting peranannya jika dipertahankan.
B. Kontra Indikasi Amputasi
1. Sisa akar gigi yang dipertahankan tidak mempunyai dukungan tul ang yang
cukup.
2. Akar mengalami fusi, sehingga sukar dipisahkan.
3. Perawatan saluran akar tidak dapat dilakukan secara tuntas pada sisa akar yang
dipertahankan.
2.3.5 Hemiseksi
Hemiseksi adalah pemisahan/pembelahan gigi akar ganda mulai
mahkota hingga furkasinya dan pencabutan salah satu/lebih belahan akar yang
rusak atau yang mengalami kelainan periodonsium. Pada gigi molar bawah
dibelah arah bukolingual sedangkan pada molar atas arah mesiodistal melalui
furkasi.
2.3.6 Bikuspidisasi
Bikuspidisasi adalah pemi sahan/pembelahan gigi akar ganda mulai
mahkota hingga bifurkasi arah bukolingual secara bedah dan kedua belahan
mahkota serta akar tersebut tetap dipertahankan. Biasanya dilakukan pada gigi
molar bawah yang mengalami kerusakan tulang yang terbatas pada dae rah
bifurkasi saja. Setelah gigi dibelah secara hemiseksi dan dikuret di daerah
bifurkasinya, masing -masing bagian dapat direstorasi menyerupai premolar
25
A. Indikasi Bikuspidisasi
1. Adanya perforasi pada bifurkasi
2. Kelainan periodonsium pada furkasi gigi
3. Karies pada daerah servikal kearah furkasi
B. Kontraindikasi Bikuspidisasi
1. Adanya furkasi yang dalam
2. Restorasi tidak dapat dilakukan
3. Adanya kelainan periodonsium
4. Perawatan saluran akar tidak dapat dilakukan
5. Adanya fusi pada akar gigi
2.4 PROGNOSIS
Setiap kasus prognosisnya berbeda-beda tergantung pada diagnosis,
seleksi kasus, ketepatan indikasi dan kontra indikasinya, hasil pemotongan gigi
tanpa menimbulkan kerusakan yang lain, restorasi yang jelek, adanya karies,
tekanan oklusal yang berlebihan, kesulitan perawatan saluran akar, atau penyakit
periodonsium. Faktor utama yang menyebabkan kegagalan adalah higiene
mulut penderita, terutama adanya pengumpulan plak pada daerah furkasinya
dan mengakibatkan terjadinya karies dan penyakit periodonsium. Semua
prosedur bedah endodonsi memerlukan pelatihan, pengalaman dan ketrampilan
yang lebih tinggi. Kemungkinan yang terjadi dan perlu diantisipasi diantaranya
parestesi akibat cedera syaraf, perforasi sinus, terbukanya jaringan lunak,
perdarahan dan infeksi . Bundel neurovaskuler di dekat premolar bawah dan
26
apeks palatal molar atas merupakan predisposisi untuk parestesi setelah
operasi atau perdarahan yang berlebihan.
2.4.1 REPLANTASI INTENSIONAL
Pengertian replantasi adalah mengembalikan gigi ke dalam alveolusnya.
Replantasi intensional adalah pencabutan gigi dengan sengaja untuk
menyelesaikan perawatan saluran akar atau penambalan secara retrograd,
kemudian mengembalikan kembali ke dalam alveolus yang sama.
A. Indikasi
1. Kasus perawatan saluran akar yang tidak dapat dirawat secara
konvensional akibat pembuntuan saluran akar, kesulitan membuka mulut, alat
yang patah, adanya pasak, perforasi maupun karies.
2. Kasus bedah yang tidak dapat dilakukan karena kesukaran anatomis dekat
dengan syaraf atau sinus.
B. Kontraindikasi
1. Pasien dengan fraktur rahang atau alveolus
2. Penyakit periodonsium yang parah dan gigi goyang.
3. Penyakit sistemik seperti hipertensi yang parah, infark jantung, kelainan
darah, diabetus yang tak terkontrol, dll.
C. Teknik Replantasi
Pencabutan gigi dilakukan dengan hati-hati terutama pada waktu luksasi.
Gigi dipegang pada mahkotanya saja untuk menghindari trauma jaringan
periodonsium. Pemeriksaan akar gigi secara teliti untuk melihat adanya
fraktur, perforasi maupun kerusakan yang lainnya. Ujung apeks gigi dipotong
27
dengan fisure bur kecepatan tinggi dan diirigasi dengan salin yang banyak.
Kemudian dilakukan preparasi pada foramen apikal dan pengisian secara
retrograd dengan kondensasi bahan tumpatan (amalgam/GIC/komposit). Akar gigi
dan dinding soket dijaga tetap basah untuk mempertahan sel -sel pada permukaan
akar tetap hidup. Gigi dikembalikan ke dalam soketnya secara hati -hati dan
dilakukan stabilisasi dengan kawat orto yang diikatkan pada gigi sebelahnya
dan diperkuat dengan resin komposit. Pengambilan radiograf dilakukan
langsung setelah replantasi selesai. Setelah 7-14 hari dilakukan evaluasi untuk
melihat tanda -tanda kegoyangan, kerusakan periodonsium, resorpsi akar,
maupun penyembuhannya. Kegagalan replantasi yang dapat terjadi yaitu
kerusakan periodon sium atau ankilosis dengan resopsi yang parah.
Suatu saluran akar dapat diobturasi bila giginya asimtomatik dan saluran
akar cukup kering. Meskipun kriteria abash lainnya, seperti mengobturasi setelah
mendapatkan biakan negative dan menutupnya fistula yang ada ditolak Karena
menghabiskan waktu atau tidak praktis, penelitian menunjukkan bahwa
penggunaan kriteria untuk obturasi ini meningkatkan persentase keberhasilan
endodontic. Penurunan jumlah mikroorganisme karena preparasi saluran dan
medikasi, meskipun sterilitas bakteri ologik mungkin tidak diperoleh seperti yang
ditentukan oleh biakan, akan meningkatkan kemungkinan penyembuhan dengan
hasil yang baik pada sekurang-kurangnya 10 persen kasus. Suatu saluran akar
sebaiknya tidak diobturasi bilater dapat fistula yang persisten.
2.5 Obturasi
Obturasi siap dilakukan setelah saluran akar dibersihkan dan dipreparasi
sesuai dengan ukuran dan kelembaban yang optimum. Menurut Grossman,
material saluran akar dibagi menjadi material plastis, solid, semen, dan pasta.
Grossman juga menyatakan bahwa terdapat 10 syarat material saluran akar yang
ideal, yang berlaku untuk material metal, plastisdan semen, yaitu:
1. harus mudah dimasukkan kesaluran akar
28
2. harus dapat mengisi dinding lateral saluran akar
3. mengalami pengerutan setelah dimasukkan kedalam saluran akar
4. Harus tahan terhadap kelembaban
5. Bersifat bakteri ostatik, atau dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
6. Bersifat radiopak
7. tidak member perwarnaan terhadap struktur gigi
8. tidak mengiritasi jaringan periradikular
9. bersifat steril
10. Mudah dikeluarkan dari saluran akar jika dibutuhkan
Syarat gigi dapat diobturasi:
1. Cleaning dan shaping saluran akar telah dilakukan secara optimal
2. Gigi asimtomatik
3. Saluran akar dapat dikeringkan
4. Bila dikultur, hasil sudah negative
29
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Skenario
Seorang pasien perempuan berumur 60 tahun mengeluhkan rasa sakit pada
gigi geraham kiri bawah dan tambalan gigi tersebut lepas 4 bulan yang lalu. Rasa
sakit itu telah diasakan sejak 2 tahun yang lalu setelah dilakukan perawatan
saluran akar pada gigi tersebut. Rasa sakit bertambah parah jika pasien menggigit
tetapi perubahan suhu tidak mempengaruhi rasa sakit. Pasien bercerita bahwa ada
alat yang patah di dalam saluran akarnya pada saat kunjungan kedua dan telah
diberitahu oleh dokter gigi yang merawatnya dulu. Pada kunjungan ketiga,
dilakukan pengisian saluran akar walaupun rasa sakit tidak mereda. Tumpatan
sementara ditempatkan pada kavitas gigi tetapi pasien tidak kembali lagi ke
dokter gigi karena merasa ada yang salah dengan perawatan tersebut.
3.2 Pembahasan
Berdasarkan skenario diatas pasien berusia 60 tahun dengan keluhan gigi
geraham kiri bawah sakit yang sebelumnya telah dilakukan perawatan saluran
akar. Pada waktu perawatan saluran akar dikunjungan kedua ada alat yang patah
dan pada kunjungan ketiga dilakukan obturasi walaupun pasien masih merasakan
sakit pada giginya. Dalam melakukan perawatan saluran akar ada beberapa factor
yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan antara lain ; faktor patologi,
faktor penderita, faktor anatomi, faktor perawatan dan kecelakaan prosedur
perawatan.
Berdasarkan skenario diatas yang menyebabkan kegagalan perawatan yang
menyebabkan pasien merasakan sakit pada giginya adalah kecelakan prosedur
yaitu patahnya instrumen yang terjadi pada waktu melakukan perawatan saluran
akar. Patahnya instrument ini akan mempengaruhi prognosis keberhasilan dan
kegagalan perawatan. Prognosisnya bergantung pada seberapa banyak saluran
30
sebelah apikal patahan yang masih belum dibersihkan dan belum diobturasi serta
seberapa banyak patahannya. Prognosis yang baik jika patahan instrumen yang
besar dan terjadi ditahap akhir preparasi serta mendekati panjang kerja. Prognosis
yang lebih buruk jika saluran akar belum dibersihkan dan patahannya terjadi dekat
apeks atau diluar foramen apikalis pada tahap awal preparasi. Pada kasus ini
diagnosanya adalah innfeksi iatrogenic.
Tindakan yang yang seharusnya dilakukan dokter gigi sebelum obturasi
kunjungan ketiga adalah menangani patahan jarum yaitu dengan mengeluarkan
patahan tersebut. Tindakan ini harus dilakukan dalam keadaan steril dan bebas
dari mikroorgnisme/ bekteri. Ada beberapa teknik pengambilan jarum yang patah
antara lain secara ultrasonic atau dengan file lain yang lebih kecil dengan
melakukan pelebaran saluran akar dan mengupayakan menjangkau patahan
tersebut dan mencoba menarik patahan. Namun apabila instrument patah ini tidak
dapat dikeluarkan maka tindakan selanjutnya adalah melakukan pembedahan
endodonti. Pembedahan ini harus dilakan oleh dokter gigi yang memiliki keahlian
dan bedahh endodontic.
31
Bab IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka kelompok kami
menyimpulkan bahwa keluhan rasa sakit pada gigi geraham kiri bawah yang telah
dilakukan perawatan saluran akar dan adanya patahan alat didalam saluran akar
pada saat kunjungan kedua yaitu pasien tersebut mengalami infeksi iatrogenik.
Infeksi iatrogenik merupakan infeksi yang terjadi karena kecelakaan pada
saat prosedur perawatan, yaitu salah satunya patahnya instrument pada waktu
melakukan perawatan saluran akar.Patahnya imstrumen tersebut sangat
mempengaruhi prognosis keberhasilan dan kegagalan perawatan.
Tindakan yang dilakukan dokter gigi sebelum melakukan obturasi pada
kunjungan ketiga adalah menangani patahan instrument tersebut dengan
mengeluarkan instrument tersebut dari saluran akar.tindakan ini harus dilakukan
karena syarat untuk dilakukannya obturasi adalah saluran akar harus bersih dan
steril dari mikroorganisme bakteri. Namun apabila instrument tersebut tidak
berhasil dikeluarkan maka tindakan selanjutnya adalah pembedahan endodontic
yang dilakukan oleh dokter gigi yang memiliki keahlian dalam bedah endodontik.
32
4.2 Saran
a. Untuk profesi dokter
1. Sebaiknya dokter gigi mampu melakukan prosedur perawatan
dengan benar dan tepat agar tercapainya keberhasilan keperawatan
2. Sebaiknya dokter gigi mampu mengambil tindakan yang tepat
apabila terjadi kecelakaan prosedur pada saat perawatan
3. Sebaiknya dokter gigi mampu mengetahui syarat dapat
dilakukannya obturasi.
b. untuk mahasiswa/i kedokteran gigi
1. Sebaiknya mahasiswa/I keokteran gigi mampu menegakkan
diagnose dan rencana perawatan yang tepat.
2. Sebaiknya mahasiswa/I kedokteran gigi mampu memahami dan
megetahui apa saja factor keberhasilan dan kegagalan dalam
prosedur perawatan saluran akar.
3. Sebaiknya mahasiswa/mahasiswi mampu memahami dan
mengetahui syarat dapat dilakukannya obturasi
c. Untuk masyarakat
1. Sebaiknya masyarakat lebih dini memeriksakan keluhan-keluhan
gigi pada dokter gigi agar cepat diambil tindakan.
2. Sebaiknya Masyarakat lebih kritis terhadap perawatan yang akan
dilakukan dokter gigi.
33
Daftar Pustaka
1. Abdal, K., et al,: Oral Surg., 53:614,1982
2. Aisenberg,M.S,: J.Am. Dent. Assoc., /8: 136,1931
3. American Dental Association: J. Am. Dent. Assoc, 68:333, 1964
4. Andreasen, J.O., and Rud. J,:int. J.Oral Surg., /:148, 1972
5. Arwill, T., et al.: Ordontol. Revy., 25:27, 1974.
6. Aurelio, J., et al,: Oral Surg.,58:98, 1984
7. Bence, R. 1990. Buku Pedoman Endodontik Klinik, terjemahan Sundoro. Jakarta :Penerbit Universitas Indonesia.
8. Cohen, S. and Burns, R.C. 1994. Pathway of the pulp. 6 th ed. St. Louis : Mosby.
9. Guttman, J.L. 1992. Problem Solving in Endodontics, Prevention, identification and management. 2 nd ed., St louis : mosby Year Book.
10. Grossman, L.I., Oliet, S. and Del Rio, C.E., 1988. Endodontics Practice. 11 th ed.Philadelphia : Lea & febiger.
11. Ingle, J.L. & Bakland, L.K. 1985. Endodontics. 3 rd ed. Philadelphia : Lea & Febiger.
12. Mardewi, S. K.S.A. 2003. Endodontologi, Kumpulan naskah. Cetakan I. Jakarta :Hafizh.
13. Tarigan, R. 1994. Perawatan Pulpa Gigi (endodonti). Cetakan I, Jakarta : Widya Medika.
14. Walton, R. and Torabinejad, M., 1996. Principles and Practice of Endodontics. 2 nded. Philadelphia : W.B. Saunders Co.
15. Weine, F.S. 1996. Endodontics Theraphy. 5 th ed. St. Louis : Mosby Year Book. Inc
34