E-27
5. Pendekatan Teknis dan Metodologi
5.1. Pendekatan Teknis
5.1.1. Konsep Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Dalam pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan di daerah memerlukan
sumber penerimaan yang dapat diandalkan bagi daerah. Dengan adanya otonomi
daerah, daerah dipacu untuk dapat berkreasi mencari sumber penerimaan daerah
yang dapat mendukung pembiayaan pengeluaran daerah.
Koswara mengemukakan bahwa ciri utama yang menunjukan suatu daerah otonom
mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerah, artinya daerah
otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-
sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakannya untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Ketergantungan kepada bantuan pusat
harus seminimal mungkin sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi bagian
sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan
pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara
(Abdul Halim, 2002:370).
Dalam Bab VIII UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 155 disebutkan bahwa “Penyelenggaraan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban
anggaran pendapatan dan belanja daerah”. Anggaran pendapatan dan belanja
daerah terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan. Sumber
pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan,
dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan
pendapatan yang diperoleh daeri potensi ekonomi yang dimiliki daerahnya masing-
masing.
Penyelenggaran fungsi pemerintah daerah akan terlaksana secara optimal apabila
penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber
E-27
penerimaan yang cukup kepada daerah dengan mengacu kepada UU tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, dimana
besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara
pemerintah dan daerah. Sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan
pemerintah yang diserahkan semua kepada daerah menjadi sumber keuangan
daerah.
Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan, antara lain berupa
kepastian tersedianya pendanaan dari pemerintah seseuai dengan urusan
pemerintahan yang diserahkan , kewenangan memungut dan mendayagunakan
pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-
sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya, hak
untuk mengelola kekayaan di daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan
lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan (HAW Wijaya, 2005:143).
Hal tersebut senada dengan yang dikemukakan oleh Abdul Halim (2002:2), bahwa
salah satu kewenangan yang dimiliki oleh daerah otonom adalah dalam bidang
keuangan daerah yang meliputi:
1. Pemungutan sumber-sumber pendapatan daerah.
2. Penyelenggaraan pengurusan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan
daerah.
3. Penetapan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (3) tentang
Perimbangan Keuangan Aset Antara Pusat dan Daerah, disebutkan bahwa:
“Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah
suatu sistem pembagian keuangan yang adil, profesional, demokratis, transparan dan
efisiensi dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi dengan
mempertimbangkan potensi, kondisi dan kebudayaan daerah, serta besarnya dana
penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan”.
Undang-Undang tersebut bertujuan untuk memberdayakan dan meningkatkan
kemampuan perekonomian daerah. Adapun upaya yang digunakan untuk
meningkatkan kemampuan perekonomian daerah yaitu dengan meningkatkan dan
mengoptimalkan kontribusi bagi pendapatan daerah. Salah satu sumber penerimaan
yang digunakan untuk membiayai kegiatan daerah adalah Pendapatan Asli Daerah
(PAD).
Menurut UU No. 33 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (13), yang dimaksud dengan Pendapatan Daerah adalah:
“Pendapatan Daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan”.
Menurut Pasal 157 UU No. 32 Tahun 2004, sumber pendapatan daerah terdiri dari:
E-27
1. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD, meliputi:
a. Pajak daerah.
b. Retribusi daerah, termasuk hasil pelayanan Badan Layanan Umum (BLU)
daerah.
c. Hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan, antara lain bagian laba dari
BUMD, hasil kerja sama dengan pihak ketiga.
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.
2. Dana Perimbangan, meliputi:
a. Dana bagi hasil (DBH), antara lain: penerimaan pajak dan sumber daya alam.
b. Dana Alokasi Umum (DAU).
c. Dana Alokasi Khusus (DAK).
3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah, antara lain hibah, dana darurat dan lain-
lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah.
Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut UU No. 33 Tahun 2004 Pasal 1
ayat (18) sebagai berikut:
“Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah dari
berbagai sumber yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan”.
Dalam menyelenggaraan otonomi daerah, menurut Pasal 21 UU No. 32 Tahun 2004,
daerah mempunyai hak sebagai berikut:
Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya.
Memilih pemimpin daerah.
Mengelola aparatur daerah.
Mengelola kekayaan daerah.
Memungut pajak daerah dan retribusi daerah.
Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya yang berada di daerah.
Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah.
Mendapatkan hal lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal (6) UU No. 33 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menetapkan bahwa:
“Sumber penerimaan daerah meliputi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari
pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,
antara lain bagian laba, deviden dan penjualan saham milik daerah, dan lain-lain PAD
yang sah, antara lain hasil penjualan aset tetap daerah dan jasa giro”.
PAD ini merupakan sumber penerimaan daerah yang dikelola dan dipungut oleh
pemerintah daerah sendiri berdasarkan potensi, jenis dan tarif pungutan sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Dalam UU No. 33 Tahun 2004 Pasal 3, PAD bertujuan
memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan
E-27
otonomi daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah sebagai perwujudan
desentralisasi. Dalam upaya meningkatkan PAD dilarang:
a. Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi
biaya tinggi;
b. Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas
penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan ekspor/impor.
PAD merupakan pendapatan daerah yang berasal dari sumber-sumber penerimaan
murni daerah. PAD dipergunakan untuk pembiayaan penyelenggaraan otonomi
daerah. Untuk itu, PAD harus diupayakan agar selalu meningkat seiring dengan
peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
Dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia, sejak Indonesia merdeka sampai
saat ini pajak daerah dan retribusi daerah telah menjadi sumber penerimaan yang
dapat diandalkan bagi daerah. Akan tetapi, secara umum untuk kabupaten/kota,
besarnya kontribusi dari pajak daerah dan retribusi daerah terhadap APBN sangat
bervariatif sesuai potensi yang dimiliki daerah masing-masing.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya penerimaan PAD suatu daerah,
menurut Doli Siregar (2004:360) antara lain adalah:
1. Banyak sumber pendapatan di kabupaten/kota yang besar tetapi digali oleh
instansi yang lebih tinggi, misalnya: pajak kendaraan bermotor dan pajak bumi
dan bangunan.
2. BUMD belum banyak memberikan keuntungan kepada pemerintah daerah.
3. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, retribusi dan
pungutan lainnya.
4. Adanya kebocoran-kebocoran/kolusi.
5. Biaya pungutan masih tinggi.
6. Adanya kebijakan pemerintah yang berakibat menghapus atau mengurangi
penerimaan PAD.
7. Banyak peraturan daerah yang perlu disesuaikan dan disempurnakan baik
besaran tarifnya maupun sistem pemungutannya.
8. Kemampuan masyarakat untuk membayar pajak yang masih rendah.
Untuk memperoleh target PAD yang lebih dapat dipertanggungjawabkan
penyusunannya perlu mempertimbangkan berbagai faktor. Kiki Ach. Zakiyah
(1997:34), menyebutkan faktor-faktor tersebut adalah:
1. Realisasi penerimaan. Pendapatan daerah dari tahun anggaran yang lalu dengan
memperhatikan faktor pendukung yang menyebabkan tercapainya realisasi
tersebut serta faktor-faktor penghambatnya.
E-27
2. Kemungkinan pencairan tunggakan tahun-tahun sebelumnnya yang diperkirakan
dapat ditagih.
3. Data potensi obyek dan estimasi.
4. Kemungkinan adanya perubahan/penyesuaian tarif dan penyempurnaan sistem
pungutan.
5. Keadaan sosial ekonomi dan tingkat kesadaran masyarakat selaku wajib pajak.
6. Kebijakan dibidang ekonomi dan moneter.
7. Dukungan saran, prasana dan biaya moneter.
Selain itu untuk mengetahui potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat dilihat dari
beberapa indikator:
1. Landasan hukum pungutan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang mencakup:
objek, subjek dan tarif pungutan.
2. Prestasi pemungutan dari aparatur pengelola pendapatan daerah.
Mengetahui potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di daerah sangat penting artinya
guna mengetahui prospek penerimaan, sebagai alat pengukur keberhasilan
pencapaian penerimaan, dan sebagai dasar pertimbangan menetapkan lebih lanjut
atas upaya langkah dan kendala yang dihadapi.
Ditinjau dari fungsi daerah bagaimana pun Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan
salah satu tolak ukur dari tingkat kemandirian daerah dalam melaksanakan
pemerintahan, juga berhubungan dengan tingkat kemampuan daerah dalama
memobilitas sumber-sumber dana daerah dalam melaksanakan pembangunan.
Berdasarkan ketentuan dan definisi tersebut diatas, maka PAD dapat disimpulkan
sebagai berikut:
a. PAD merupakan sumber pendapatan daerah dengan mengelola dan
memanfaatkan potensi daerahnya.
b. Di dalam mengelola, mengolah dan memanfaatkan potensi daerah, PAD dapat
berupa pemungutan pajak, retribusi dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
5.1.2. Konsep Pajak
5.1.2.1 Pengertian Pajak
Pajak merupakan sarana yang digunakan pemerintah untuk memperoleh dana dari
rakyat, hasil penerimaan pajak tersebut untuk mengisi anggaran negara sekaligus
membiayai keperluan belanja negara (belanja rutin dan belanja pembangunan).
Untuk itu, negara memerlukan dana yang cukup besar guna membiayai kegiatan
pembangunan yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan.
Disamping sebagai sumber dana untuk mengisi anggaran negara, pajak juga
digunakan sebagai sumber kebijakan di bidang moneter dan investasi yang
E-27
berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi sehingga kesejahteraan rakyat
semakin baik.
Pajak adalah iuran kepada negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan), dimana rakyat sebagai pembayar pajak tidak dapat menerima imbalan
secara langsung, imbalan berupa pelayanan yang bermutu oleh negara baik secara
fisik maupun non fisik. Pelayanan ini bisa berupa fasilitas umum yang digunakan
secara bersama-sama berdasarkan definsi tersebut.
Ada beberapa definisi pajak yang diungkapkan oelh para ahli, antara lain:
1. Pajak menurut definisi Perancis, termuat dalam buku Leroy Beaulieau “Traite
de la Science des Finances, 1906” pajak adalah bantuan, baik secara langsung
maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari
barang, untuk menutup belanja pemerintah.
2. Prof. R.A Seligman dalam “Essays in Taxation” :
“Tax is compulsory contribution from the person, to the government to
defray the expenses incurred in the common interest of all, without
reference to special benefit conferred”.
3. Philip E Taylor dalam “The Economics of Public Finance” :
“Tax is compulsory contribution from the person, to the government to
defray the expenses incurred in the common interest of all, with little
reference to special benefit conferred”.
4. Mr. Dr. N.J. Feldmann, artinya:
“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terhutang kepada
penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum) tanpa
adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup
pengeluaran-pengeluaran umum.”
5. Prof. Dr. M.J.H. Smeets pakar dari Jerman:
Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terhutang melalui norma-norma
umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adakalanya kontraprestasi yang dapat
ditunjukan dalam hal individual, maksudnya adalah untuk membiayai
pengeluaran pemerintah.
6. Prof. Dr. Rahmat Sumitro dalam “Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak
Pendapatan.”
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan UU (yang dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa-timbal (kontraprestasi), yang langsung
dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
E-27
7. Prof. Dr. Rahmat Soemitro dalam “Pajak dan Pembangunan”
Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan “surplus”nya digunakan untuk public saving
yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
8. S.I. Djajadiningrat, “Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian
kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian dan
perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai
hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat
dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk
memelihara kesejahteraan secara umum” (Resmi, 2008).
9. Rimsky K. Judisseno, “Pajak merupakan suatu kewajiban kenegaraan berupa
pengabdian serta peran aktif warga negara dan anggota masyarakat lainnya
untuk membiayai keperluan negara berupa pembangunan nasional yang
pelaksanaannya diatur dalam undang-undang dan peraturan untuk tujuan
kesejahteraan bangsa dan negara” (Judisseno, 2005).
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri pajak antara lain1:
1. Merupakan iuran rakyat kepada negara, yang berhak memungut pajak hanyalah negara, Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
2. Berdasarkan undang-undang, pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan.
3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi langsung secara individual yang diberikan oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas dan apabila masih surplus dipergunakan untuk membiayai public investment.
5. Pajak dipungut oleh negara baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Karena sifat pajak adalah paksaan terhadap masyarakat, maka utang pajak dapat
ditagih dengan menggunakan kekerasan seperti surat paksa, sita maupun
penyanderaan terhadap wajib pajak.
5.1.2.2. Fungsi Pajak
Devano dan Kurnia Rahayu (2006:25) mengemukanan definisi fungsi pajak adalah :
”fungsi pajak adalah kegunaan pokok, manfaat pokok pajak”. Sebagai alat untuk
politik perekonomian, pajak memiliki kegunaan dan manfaat pokok dalam
meningkatkan kesejahteraan umum, suatu negara tidak akan mungkin menghendaki
merosotnya kehidupan ekonomi masyarakatnya. Adapun fungsi pajak yang dimaksud
adalah sebagai berikut:
1. Fungsi Budgetair
1 Universitas Kristen Petra: Pajak Reklame - 2004
E-27
Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara diperlukan biaya. Demikian juga
dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional. Dalam menjalankan
fungsinya, pemerintah membutuhkan pengeluaran yang akan dibiayai dengan
penerimaan pajak. Pajak berfungsi sebagai alat untuk memasukan uang dari
sektor swasta (rakyat) ke dalam kas negara atau anggaran negara berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
Fungsi budgetair ini merupakan fungsi utama pajak atau fungsi fiskal (fiskal
function), yaitu suatu fungsi pajak yang digunakan sebagai alat untuk memasukan
dana secara optimal ke kas negara berdasarkan Undang-Undang perpajakan yang
berlaku disebut sebagai fungsi utama karena secara historis pertama kali muncul,
pajak digunakan sebagai alat untuk menghimpun dana dari masyarakat tanpa ada
kontraprestasi secara langsung.
2. Fungsi Regulerend
Fungsi regulerend disebut juga fungsi mengatur yaitu pajak merupakan alat
kebijakan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Di samping usaha untuk
melaksanakan masuknya uang kegunaan kas negara, pajak dimaksudkan juga
sebagai usaha pemerintah untuk ikut andil dalam hal mengatur dan bilamana
perlu mengubah susunan pendapatan dan kekayaan dalam sektor swasta.
Menurut pendapat lain (Susanti, 2007:17) terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi
budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regulerend (mengatur).
1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)
Pajak mempunyai fungsi budgetair artinya pajak merupakan salah satu sumber
penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun
pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya
memasukan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut
ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak
melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan,
Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan
Bangunan, dan lain-lain.
2. Fungsi Regulerend (Mengatur)
Pajak mempunyai fungsi mengatur artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, dan
mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Beberapa contoh
penerapan pajak sebagai fungsi mengatur adalah:
a. Pajak yang tinggi digunakan terhadap barang-barang mewah. Pajak penjualan
atas Barang Mewah (PPn-BM) dikenakan pada saat terjadi transaksi jual beli
barang mewah. Semakin mewah suatu barang maka tarif pajaknya semakin
tinggi sehingga barang tersebut semakin mahal harganya. Pengenaan pajak ini
E-27
dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba-lomba untuk mengkonsumsi barang
mewah (mengurangi gaya hidup mewah).
b. Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan, dimaksudkan agar pihak
yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi (membayar
pajak) yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan pendapatan.
c. Tarif pajak ekspor adalah 0%, dimaksudkan agar para pengusaha terdorong
mengekspor hasil produksinya di pasar dunia sehingga akhirnya dapat
memperbesar devisa negara.
d. Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil industri tertentu
seperti industri semen, industri rokok, industri baja, dan lain-lain, dimaksudkan
agar terdapat penekanan produksi terhadap industri tersebut karena dapat
mengganggu lingkungan atau populasi (membahayakan kesehatan).
e. Pembebasan Pajak Penghasilan atas sisa hasil usaha kopersai yang diperoleh
sehubungan dengan transaksi dengan anggota, dimaksudkan untuk
mendorong perkembangan koperasi di Indonesia.
f. Pemberlakuan tax holiday, dimaksudkan untuk menarik investor asing agar
menanamkan modalnya di Indonesia.
Pada Klik pajak (2010) disebutkan bahwa pajak mempunyai peranan yang sangat
penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan
pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk
membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.
Berdasarkan hal tersebut maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
1. Fungsi Anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara
dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat
diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk
pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan
lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari
tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran
rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai
kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan terutama
diharapkan dari setor pajak.
2. Fungsi Mengatur (Regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak.
Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai
tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam
negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan
pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah
menetapkan besa masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
E-27
3. Fungsi Stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan
yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan,
hal ini bisa dilakukan antara lain dengan mengatur peredaran uang di
masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
4. Fungsi Re-distribusi Pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai
semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan
sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat.
5.1.2.3. Jenis Pajak
Selanjutnya berdasarkan jenisnya, pajak dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:
a. Pajak Langsung
Pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh
Wajib Pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain.
Contoh: Pajak Penghasilan.
b. Pajak Tidak Langsung
Pajak tidak langsung adalah pajak yang beban pembayarannya bisa
digeserkan pada pihak lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPn).
5.1.2.4. Pajak Berdasarkan Lembaga Pemungut
Sedangkan berdasarkan lembaga yang dapat memungut pajak, maka pajak terdiri
dari:
a. Pajak Pusat atau Pajak Negara yaitu pajak yang wewenang pemungutannya
ada pada Pemerintah Pusat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Kementerian
Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Materai, Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan.
b. Pajak Daerah yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah (Pemerintah
Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota) yang digunakan untuk
membiayai pengeluaran penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan
pembangunan daerah. Contoh Pajak Provinsi: Pajak Kendaraan Bermotor
(PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Kendaraan di Atas
Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), dan Pajak Pengambilan
dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
5.1.2.5. Pengertian Pajak Daerah
E-27
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
(UU 34/2000), Pasal 1 ayat 6 dapat dijelaskan sebagai berikut:
“Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh
orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang,
yang dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan
pembangunan Daerah”.
Pajak Daerah harus ditetapkan dengan Peraturan Daerah setelah mendapatkan
persetujuan DPRD dan tidak boleh bertentangan dengan pajak Pusat. Dengan
demikian, sebelum diundangkan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah, Pemerintah
Daerah harus memberitahukan kepada Pemerintah Pusat untuk mendapatkan
persetujuan. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya pemungutan pajak ganda
pada Obyek Pajak yang sama. Oleh karena itu, penetapan pajak Pemerintah Pusat
maupun Pajak Daerah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Dari definisi dan penjelasan tentang pajak Daerah sebagaimana tersebut di atas,
dapat disimpulkan bahwa Pajak Daerah adalah:
a. Pajak Daerah adalah pajak yang diserahkan pengelolaannya oleh Pemerintah
Pusat kepada Pemerintah Daerah.
b. Penyerahan pajak daerah berdasarkan kepada Undang-Undang.
c. Pajak Daerah tidak boleh bertentangan dengan Pajak Pemerintah Pusat.
d. Pajak Daerah harus ditetapkan dengan Peraturan Daerah berdasarkan
peraturan perundangan yang berlaku.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 2 di dalam
menetapkan Pajak Daerah, harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Bersifat Pajak dan bukan Retribusi.
b. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah Daerah Kabupaten atau Kota
yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya
melayani masyarakat di wilayah Daerah Kabupaten atau Kota yang
bersangkutan.
c. Obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan
umum.
d. Obyek pajak bukan merupakan objek pajak Provinsi dan/atau objek pajak
Pusat.
e. Potensinya memadai.
f. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif.
g. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat.
h. Menjaga kelestarian lingkungan.
E-27
5.1.2.5.1. Jenis Pajak Daerah
Jenis Pajak Daerah Kabupaten/Kota mulai dari tahun ke tahun selalu mengalami
perkembangan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan
perundangan yang berlaku saat ini tentang Pajak Daerah adalah UU 34/2000 pasal 2
yang menegaskan bahwa Pajak Daerah dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu Pajak
Daerah Provinsi dan Pajak Daerah Kabupaten/Kota. Adapun Pajak Daerah
Kabupaten/Kota, terdiri atas:
Pajak Hotel;
Pajak Restoran;
Pajak Hiburan;
Pajak Reklame;
Pajak Penerangan Jalan;
Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;
Pajak Parkir.2
5.1.2.6. Syarat Pemungutan Pajak
Berdasarkan atas pemungutan pajak dan untuk menghindari perlawanan pajak, maka
pemungutan pajak harus memenuhi syarat-syarat dibawah ini:
1. Pemungutan Pajak Harus Adil
Pemungutan pajak yang adil berarti pajak yang dipungut harus adil dan
merata, sehingga harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak
sesuai dengan manfaat yang diminta wajib pajak dari pemerintah.
2. Pemungutan Pajak Harus Berdasarkan Undang-Undang
Untuk mewujudkan pemungutan pajak yang adil, pemungut pajak harus dapat
memberikan kepastian hukum bagi negara dan warga negaranya. Untuk itu
pemungutan pajak harus didasarkan atas undang-undang yang disahkan oleh
lembaga legislatif dan untuk mewujudkannya pemungutan pajak dilandaskan
atas undang-undang yaitu pasal 23 ayat 22 UUD 1945.
3. Pemungutan Pajak Tidak Mengganggu Perekonomian
Negara mengehendaki agar perekonomian negera dan masyarakat dapat
senantiasa meningkat. Oleh karena itu pemungutan pajak tidak boleh
mengganggu kelancaran kegiatan produksi dan perdagangan yang akan
mengakibatkan kelesuan perekonomian negara. Oleh karena itu dimungkinkan
pemberian fasilitas yang akan mengakibatkan kelesuan perekonomian negara.
4. Pemungutan Pajak Harus Efisien
Biaya untuk pemungutan pajak harus seminimal mungkin dan hasil
pemungutan pajak hendaknya digunakan secara optimal untuk membiayai
2 Panca Kurniawan, dkk, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, (Malang: Bayu Media, 2004), hal. 79-78
E-27
pengeluaran negara seperti yang tercantum dalam APBN. Oleh karena itu
pemungutan pajak harus menggunakan prinsip cost and benefit analysis,
dalam artian biaya pemungutan pajak harus lebih kecil pada pajak yang
dipungut.
5. Sistem Pemungutan Pajak Harus Sederhana
Pemungutan pajak hendaknya dilaksanakan secara sederhana sehingga syarat
kesederhanaan akan memudahkan wajib pajak untuk memenuhi kewajiban
perpajakannya dengan demikian kesadaran wajib pajak untuk membayar
pajak dapat terwujud.
5.1.3. Pajak Parkir
1. Pengertian Pajak Parkir
Parkir adalah memangkalkan/menempatkan kendaraan bermotor diluar badan
jalan baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang
disediakan sebagai suatu usaha termasuk penyediaan tempat penitipan
kendaraan bermotor.3
Pajak parkir adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir
diluar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan
berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha.
Termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi
kendaraan bermotor yang memungut bayaran.
2. Objek Pajak Parkir
Objek pajak parkir yakni penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan,
baik yang disediakan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai
suatu usaha. Termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan
garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.
3. Pengecualian Pajak Parkir
Pajak Parkir dapat dikecualikan terhadap objek berikut:
Penyelenggara pajak parkir oleh pemerintah pusat dan pemerintah
daerah.
Penyelenggara tempat parkir oleh keduataan, konsultan, perwakilan
asing, dan lembaga-lembaga internasional dengan asas timbal balik.
Penyelenggara tempat parkir lainnya diatur dalam peraturan daerah.
4. Subjek Pajak Parkir
Subjek pajak parkir adalah orang pribadi/badan yang melakukan pembayaran
atas tempat parkir.
5. Wajib pajak parkir
3 Kesit Bambang Prakosa, Pajak dan Retribusi Daerah, hal. 131
E-27
Wajib pajak parkir adalah orang pribadi/badan yang menyelenggarakan
pembayaran atas tempat parkir.
6. Tarif Pajak Parkir
Tarif pajak parkir ditentukan dalam Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001
tentang pajak parkir. Tarif tersebut berlakunya sama dengan tarif yang
terdapat dalam UU pajak daerah, namun sebenarnya dalam UU pajak daerah 3
ayat (2) di tetapkan tentang ketentuan tarif pajak kabupaten/kota yang
mengatakan bahwa tarif pajak kabupaten/kota di tetapkan paling tinggi
sebesar:
10% untuk pajak hotel.
10% untuk pajak restoran.
35% untuk pajak hiburan.
25% untuk pajak reklame.
10% untuk pajak penerangan jalan.
20% untuk pajak pengambilan bahan galian.
20% untuk pajak parkir.
Keterangan ketentuan diatas memberikan kesempatan bagi pemerintah
daerah kabupaten/kota untuk mengatur sendiri besarnya tarif yang
diberlakukan dalam rangka pemungutan pajak kabupaten atau kota di wilayah
masing-masing, sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat di daerah
masing-masing, termasuk membebaskan pajak bagi masyarakat yang tidak
mampu.
Penerapan tarif untuk pajak kabupaten/kota yakni perlakuan dan penetapan
tarif pajak kabupaten/kota dalam suatu peraturan daerah tidak boleh melebihi
tarif tertinggi/maksimal yang ditentukan oleh UU pajak daerah.4
5.1.4. Pajak Reklame
5.1.4.1. Pengertian Pajak Reklame
Pajak reklame adalah salah satu pajak daerah dan salah satu sumber pendapatan asli
daerah yang menunjukan posisi strategis dalam hal pendanaan pembiayaan daerah.
Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Penyelengaraan reklame
adalah orang atau badan yang menyelenggarakan reklame, baik untuk dan atas
namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya.
Pajak sebagai alat kebijakan fiskal yang digunakan terus menerus oleh
negara. Pajak Reklame adalah pajak daerah yang penerimaanya diserahkan dan
digunakan untuk kepentingan pemerintah daerah. Pajak reklame tersebut dikenakan
terhadap objek pajak yaitu berupa reklame dan nilai sewa reklame dan didasarkan
pada besarnya biaya pemasangan reklame, besarnya biaya pemeliharaan reklame,
4 Panca Kurniawan. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Hal.76-79
E-27
lama pemasangan reklame, nilai strategis pemasangan reklame dan jenis reklam5.
Pajak reklame adalah pajak daerah, sebagaimana dimaksud dalam UU No 18 Tahun
1997 yang diperbaharui dengan UU No 34 tahun 2000. Pembaharuan Undang-undang
didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat sehingga harus dipatuhi oleh
masyarakat dan pihak lain yang terkait, (Marihot P. Siahaan, 2005) dan juga untuk
memberikan peluang kepada daerah Kabupaten/Kota untuk memungut pajak jenis
pajak daerah lain yang dipandang memenuhi syarat dan potensial di daerah. Hal ini
dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah Kabupaten/Kota dalam
mengantisipasi kondisi serta perkembangan perekonomian daerah pada masa
mendatang yang mengakibatkan perkembangan potensi pajak dengan tetap
memperhatikan kesederhanaan jenis pajak dan aspirasi masyarakat serta memenuhi
kriteria yang ditetapkan (Marihot P. Siahaan, 2005).
5.1.4.2. Dasar Hukum Pajak Reklame
Dasar hukum pajak reklame pada suatu Kabupaten atau Kota adalah Undang-Undang
No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Peraturan Walikota Serang
Nomor 26 tentang Pengaturan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Kota Serang Tahun 2011. Asas yang mendasari penagihan dan pembebanan Pajak
Reklame menurut Mardiasmo (2000) meliputi:
1. Memberikan kemudahan dan kesederhanaan.
2. Kepastian hukum.
3. Mudah dimengerti dan adil.
4. Menghindari pajak berganda.
Pajak reklame merupakan pajak daerah yang hasil penerimaannya harus seluruhnya
diserahkan kepada Daerah Kabupaten/Kota. Khususnya Pajak Rekalme yang dipungut
oleh pemerintah kota sebagain diperuntukan bagi desa diwilayah daerah kota tempat
pemungutan Pajak Reklam5. Hasil penerimaan Pajak Reklame tersebut diperuntukan
paling sedikit sepuluh persen bagi desa di wilayah kota yang bersangkutan.
Pembaharuan Undang-Undang dan sistemm pajak daerah diharapkan kesadaran
masyarakat akan meningkat sehingga penerimaan Pajak Daerah yang umumnya dan
Pajak Reklame pada khususnya juga akan meningkat.
Pajak ini dikenakan atas semua penyelenggaraan reklame. Seperti diketahui Pajak
Reklame dikenakan atas semua penyelenggaraan reklame, otomatis yang mejadi
objeknya adalah semua penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat,
perbuatan, media yang menurut bentuk dan corak ragamnya memiliki tujuan
komerisal, digunakan untuk memeprkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu
barang, jasa atau orang ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatau
barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca dan atau
didengar dari suatu tempat oleh umum , kecuali yang dilakukan oleh pemerintah.
5.1.4.3. Jenis-Jenis Reklame dan Ruang Lingkup Pajak Reklame
E-27
Penyelenggaraan reklame yang ditetapkan menjadi objek Pajak Reklame adalah
sebagaimana tersebut dibawah ini:5
a. Reklame Papan/Billboard
yaitu reklame yang terbuat dari papan, kayu termasuk seng atau bahan lain yang
sejenis, dipasang atau digantung atau dibuat pada bangunan, tembok, dinding,
pagar, pohon, tiang dan sebagainya baik bersinar maupun yang disinari.
b. Reklame Megatron/Videotron/Large Electronic Display (LED)
Yaitu reklame yang menggunakan layar monitor besar berupa program reklame
atau iklan bersinar dengan gambar dan atau tulisan berwarna yang dapat
berubah-ubah, terprogram dan difungsikan dengan tenaga listrik.
c. Reklame Kain
Yaitu reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan bahan kain, termasuk
kertas, plastik, karet atau bahan lain yang sejenis dengan itu.
d. Reklame Melekat (Stiker/Poster)
Yaitu reklame yang berbentuk lembaran lepas, diselenggarakan dengan cara
disebarkan, dipasang, digantung pada suatu benda dengan ketentuan luasnya
tidak lebih dari 200 cm² perlembar.
e. Reklame Selebaran
yaitu reklame yang berbentuk lembaran lepas, diselenggarakan dengan cara
disebarkan, diberikan atau dapat diminta dengan ketentuan tidak untuk
ditempelkan, diletakkan, dipasang atau digantungkan pada suatu benda lain.
f. Reklame Berjalan
yaitu reklame yang ditempatkan pada kendaraan yang diselenggarakan dengan
menggunakan kendaraan atau dengan cara dibawa oleh orang.
g. Reklame Udara
yaitu reklame yang diselenggarakan diudara dengan menggunakan gas, laser,
pesawat atau alat lain yang sejenis.
h. Reklame Suara
yaitu reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan kata-kata yang
diucapkan atau dengan suara yang ditimbulkan dari atau oleh perantara alat.
i. Reklame Film/Slide
yaitu reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan klise berupa kaca atau
film, ataupun bahan-bahan sejenis, sebagai alat untuk diproyeksikan dan atau
dipancarkan pada layar atau benda lain yang ada di ruangan.
j. Reklame Peragaan
yaitu reklame yang diselenggarakan dengan cara memperagakan suatu barang
dengan atau tanpa disertai suara.
5 Perda Kota Semarang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pajak Reklame.
E-27
Semua reklame yang termasuk dalam kategori di atas adalah objek pajak reklame.
Prinsip Pajak Reklame mencerminkan keadilan ditunjukan oleh pengecualian
terhadap objek yang tidak dikenakan pajak karena secara teoritis harus
mempertimbangkan Overhead ekonomi (M.L Jhingan, 2000). Menurut DPKD Kota
Semarang pada Pajak Reklame, tidak semua penyelenggaraan reklame dikenakan
pajak antara lain:
1. Penyelenggaraan reklame lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah,
misalnya penyelenggaraan reklame yang diadakan khusus untuk sosial,
pendidikan, keagamaan dan politik tanpa sponsor.
2. Penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta
mingguan, warta bulanan dan sejenisnya.
3. Penyelenggaraan reklame semata-mata untuk kepentingan umum dalam jangka
waktu yang ditentukan oleh Walikota.
4. Penyelenggaraan reklame yang ditempatkan pada bangunan dan atau tanah
tempat penyelenggaraan pertunjukkan yang semata-mata berhubungan dengan
pertunjukkan yang sedang atau akan diselenggarakan.
5. Penyelenggaraan Reklame oleh Perwakilan Diplomatik, Perwakilan Konsulat,
Perwakilan PBB serta badan-badan khususnya Badan-Badan atau Lembaga-
Lembaga Organisasi Internasional pada lokasi Badan-Badan yang dimaksud.
6. Penyelenggaran oleh organisasi politik atau organisasi sosial politik yang semata-
mata mengenai politik.
Ditinjau dari obyek pajak, subyek pajak, wajib pajak dan dasar pengenaan pajak
reklame menurut Peraturan Daerah No. 22 tahun 2002 adalah:
No Keterangan Pajak Reklame
1. Obyek Pajak Semua Penyelenggaraan reklame.
2. Subyek Pajak Orang pribadi atau badan yang
menyelenggarakan atau memesan reklame.
3. Wajib Pajak Orang pribadi atau badan yang
menyelenggarakan reklame.
4. Dasar Pengenaan Pajak Nila Sewa Reklame (NSR).
Sumber: Marihot P. Siahaan, 2005
Menurut Peraturan Daerah No. 22 tahun 2002 tentang pajak reklame juga
disebutkan, pajak reklame adalah pungutan daerah atas penyelenggaraan reklame.
Adapun yang dimaksud reklame adalah benda, alat atau perbuatan yang menurut
bentuk, susunan dan atau corak ragamnya digunakan untuk memperkenalkan,
E-27
menganjurkan atau memuji kepada sesuatu barang, jasa atau seseorang ataupun
untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau seseorang yang
diselenggarakan/ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca dan atau didengar dari suatu
tempat oleh umum.
Pengenaan Pajak Reklame tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau
daerah kota seluruh Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan
kepada pemerintah Kabupaten atau Kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan
suatu jenis pajak Kabupaten atau Kota. Untuk dapat dipungut pada suatu daerah
Kabupaten atau Kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan
peraturan daerah tentang Pajak Reklame yang akan menjadi landasan hukum
operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak reklame di
daerah Kabupaten atau Kota yang bersangkutan.
5.1.4.4. Tarif Dasar Pengenaan dan Cara Menghitung Pajak Terhutang
Tarif Pajak Reklame dikenakan atas objek reklame adalah paling tinggi sebesar dua
puluh lima persen dari nilai sewa reklame dan ditetapkan dengan peraturan daerah
kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan
keleluasaan kepada pemerintah Kabupaten/Kota untuk menetapkan tarif pajak yang
dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah Kabupaten/Kota. Dengan
demikian setiap daerah Kabupaten/Kota diberikan kewenangan untuk menetapakan
tarif pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainya, asalkan tidak lebih
dari dua puluh lima persen.
Besarnya tarif pajak reklame untuk daerah dapat bervariasi asalkan tidak lebih dari
dua puluh lima persen. Sebelum menentukan dasar pengenaan dan menghitung
besarnya pajak reklame perlu dipahami dahulu pengertaian Nilai Sewa Reklame
(NSR) adalah nilai yang ditetapkan sebagai dasar perhitungan penetapan besarnya
pajak reklam5. NSR ditentukan melalui nilai jual objek reklame dan nilai strategis
pemasangan reklam5. Cara perhitungan NSR ditetapkan dengan peraturan daerah.
Umumnya peraturan daerah akan menetapkan bahwa NSR ditetapkan oleh
bupati/walikota dengan persetujuan DPRD Kabupaten/Kota yang bersangkutan
dengan berpedoman pada Keputusan Menteri Dalam Negeri. Hasil perhitungan NSR
ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota. Pada dasarnya Nilai Sewa Reklame
dihitung dengan mempertimbangkan (Marihot P. Siahaan, 2005):
Besarnya biaya pemasangan reklame.
Besarnya biaya pemeliharaan reklame.
Jenis dan jangka waktu pemasangan reklame.
Nilai strategis lokasi.
Ukuran media reklame.
Yang dimaksud dengan:
Nilai Jual Obyek Pajak Reklame (NJOPR).
E-27
NJOPR adalah keseluruhan pembayaran/pengeluaran yang dikeluarkan oleh
pemilik dan atau penyelenggaraan reklame, konstruksi, instalasi listrik,
pembayaran/ongkos perakitan pemancaran, peragaan, penayangan, pengecatan,
pemasangan dan transportasi yang bersangkutan dan lain sebagainya sampai
dengan bangunan reklame selesai dipancarkan, diperagakan, ditayangkan, dan
atau terpasang ditempat yang telah diizinkan. Perhitungan NJOPR didasarkan
pada besarnya komponen biaya penyelenggaraan reklame, yang meliputi
indikator :
Biaya pembuatan/konstruksi.
Biaya pemeliharaan.
Lama pemasangan.
Jenis reklam5.
Luas bidang reklam5.
Ketinggian reklam5.
Nilai Strategis Pemasangan Reklame (NSPR) adalah ukuran nilai yang ditetapkan
pada titik lokasi pemasangan reklame tersebut, berdasarkan kriteria kepadatan
pemanfaatan tata ruang kota untuk berbagai aspek kegiatan di bidang usaha.
Perhitungan nilai strategis didasarkan pada besarnya ukuran reklame, dengan
indikator: nilai fungsi ruang (NFR) lokasi pemasangan; nilai fungsi jalan (NFJ); dan
nilai sudut pandang (NSP).
Sedangkan dasar pengenaan pajak terutang dihitung dengan mengkalikan tarif pajak
dengan dasar pengenaan pajak. Contoh; besarnya masing-masing NJOPR (Nilai Jual
Obyek Pajak Reklame), NSPR (Nilai Strategis Pemasangan Reklame), dan NSR (Nilai
Sewa Reklame), yaitu :6
Tabel 5.1Nilai Sewa Reklame Kota Semarang
No
Jenis Reklame NJOPR NSPR NSR
1 2 3 4 5A Reklame Megatron 21,000,000,00/M2/
Th1. Kawasan Khusus 1,950,000,00/M2/
Th22,950,000,00/
M2/Th2. Kawasan Sentral
Bisnis700,000,00/M2/Th 21,700,000,00/
M2/Th3. Kawasan Bisnis 200,000,00/M2/Th 21,200,000,00/
M2/Th4. Kawasan Jalan A 50,000,00/M2/Th 21,050,000,00/
M2/Th
6 Keputusan Walikota Semarang No. 973/266 Tahun 2002
E-27
No
Jenis Reklame NJOPR NSPR NSR
1 2 3 4 55. Kawasan Jalan B 20,000,00/M2/Th 21,020,000,00/
M2/Th6. Kawasan Jalan C 5,000,00/M2/Th 21,005,000,00/
M2/ThB Reklame Papan
Multivision 2-4 Penayangan 600,000/M2/ThKawasan Khusus 1,950,000,00/M2/
Th2,250,000,00/M2/
ThKawasan Sentral Bisnis 700,000,00/M2/Th 1,300,000,00/M2/
ThKawasan Bisnis 200,000,00/M2/Th 800,000,00/M2/ThKawasan Jalan A 50,000,00/M2/Th 650,000,00/M2/ThKawasan Jalan B 20,000,00/M2/Th 620,000,00/M2/ThKawasan Jalan C 5,000,00/M2/Th 605,000,00/M2/Th5-8 Penayangan 800,000/M2/Th1. Kawasan Khusus 1,950,000,00/M2/
Th2,750,000,00/M2/
Th2. Kawasan Sentral Bisnis
700,000,00/M2/Th 1,500,000,00/M2/Th
3. Kawasan Bisnis 200,000,00/M2/Th 1,000,000,00/M2/Th
4. Kawasan Jalan A 50,000,00/M2/Th 850,000,00/M2/Th5. Kawasan Jalan B 20,000,00/M2/Th 820,000,00/M2/Th6. Kawasan Jalan C 5,000,00/M2/Th 805,000,00/M2/ThLebih dari 8 kali Penayangan
1,000,000/M2/Th
1. Kawasan Khusus 1,950,000,00/M2/Th
2,950,000,00/M2/Th
2. Kawasan Sentral Bisnis
700,000,00/M2/Th 1,700,000,00/M2/Th
3. Kawasan Bisnis 200,000,00/M2/Th 1,200,000,00/M2/Th
4. Kawasan Jalan A 50,000,00/M2/Th 1,050,000,00/M2/Th
5. Kawasan Jalan B 20,000,00/M2/Th 1,020,000,00/M2/Th
6. Kawasan Jalan C 5,000,00/M2/Th 1,005,000,00/M2/Th
Billboard 300,000/M2/Th1. Kawasan Khusus 1,950,000,00/M2/
Th2,250,000,00/M2/
Th2. Kawasan Sentral Bisnis
700,000,00/M2/Th 1,000,000,00/M2/Th
3. Kawasan Bisnis 200,000,00/M2/Th 500,000,00/M2/Th4. Kawasan Jalan A 50,000,00/M2/Th 350,000,00/M2/Th5. Kawasan Jalan B 20,000,00/M2/Th 320,000,00/M2/Th6. Kawasan Jalan C 5,000,00/M2/Th 305,000,00/M2/Th
C Reklame Kain Cover 300,000/M2/Th1. Kawasan Khusus 1,950,000,00/M2/
Th2,250,000,00/M2/
Th2. Kawasan Sentral Bisnis
700,000,00/M2/Th 1,000,000,00/M2/Th
3. Kawasan Bisnis 200,000,00/M2/Th 500,000,00/M2/Th4. Kawasan Jalan A 50,000,00/M2/Th 350,000,00/M2/Th5. Kawasan Jalan B 20,000,00/M2/Th 320,000,00/M2/Th6. Kawasan Jalan C 5,000,00/M2/Th 305,000,00/M2/Th
Layar Toko, Tenda, 8,500,00/M2/Minggu
E-27
No
Jenis Reklame NJOPR NSPR NSR
1 2 3 4 5Bannie 1. Kawasan Khusus 22,500,00/M2/
Minggu31,000,00/M2/
Minggu2. Kawasan Sentral Bisnis
7,000,00/M2/Minggu
15,500,00/M2/Minggu
3. Kawasan Bisnis 6,000,00/M2/Minggu
14,500,00/M2/Minggu
4. Kawasan Jalan A 5,000,00/M2/Minggu
13,500,00/M2/Minggu
5. Kawasan Jalan B 4,500,00/M2/Minggu
13,000,00/M2/Minggu
6. Kawasan Jalan C 4,000,00/M2/Minggu
12,500,00/M2/Minggu
Spanduk, Umbul-Umbul
8,500,00/M2/Minggu
1. Kawasan Khusus 22,500,00/M2/Minggu
31,000,00/M2/Minggu
2. Kawasan Sentral Bisnis
7,000,00/M2/Minggu
15,500,00/M2/Minggu
3. Kawasan Bisnis 6,000,00/M2/Minggu
14,500,00/M2/Minggu
4. Kawasan Jalan A 5,000,00/M2/Minggu
13,500,00/M2/Minggu
5. Kawasan Jalan B 4,500,00/M2/Minggu
13,000,00/M2/Minggu
6. Kawasan Jalan C 4,000,00/M2/Minggu
12,500,00/M2/Minggu
Flag Chain 10,000,00/M2/3 Bl 30,000,00/M Lari/3BI
40,000,00/M Lari/3 Bl
D Reklame Melekat1.Tinplate 10,000/Folio/3 Bl 30,000/Folio/3 Bl 40,000/Folio/3 Bl2.Stiker 1,500/Folio/1Bl 2,500/Folio/1Bl 4,000/Folio/Bl3.Poster 500/Folio/1Bl 2,500/Folio/1Bl 3,000/Folio/Bl
E Reklame SelebaranBerwarna 500/Folio 300/Folio 800/FolioTidak Berwarna 100/Folio 300/Folio 400/Folio
F Reklame Berjalan 10,000,00/M2/Th 140,000,00/M2/Th
240,000,00/M2/Th
G Reklame Kendaraan 10,000,00/M2/Th 140,000,00/M2/Th
240,000,00/M2/Th
H Reklame Udara 1,500,000,00/ Bh 500,000,00/ Bh 2,000,000,00/ BhI Reklame Film/Slide - - -J Reklame Suara - - -K Reklame Peragaan - 50,000,00/M2/
Minggu50,000,00/M2/
MingguSumber: DPKD Kota Semarang, Tahun 2010
Pajak Reklame ini mempunyai potensi yang cukup besar dan tidak terkena dampak
krisis secara berarti. Ada kecenderungan bahwa segmen pajak ini mayoritas adalah
golongan kaya yaitu para pengusaha dan investor baik lokal maupun asing, karena
kelompok ini cenderung membelanjakan uangnya dengan porsi yang lebih besar dari
pada pendapatannya untuk memasang reklam5. Dalam menentukan nilai dan
memungut pajak tidaklah sulit (Devas, dkk,1989) tetapi dalam hal kontrolnya sangat
E-27
lemah. Nilai kena pajak pada prakteknya ditetapkan melalui perundingan antara
petugas pajak dengan pihak yang menyelenggaraan reklame sehingga dapat
memberi peluang terjadinya kebocoran-kebocoran dan penyelewengan. Selain itu
hanya kota-kota besarlah yang dapat menggali penerimaan dari pajak ini.
5.1.4.4. Aturan Teknis Pelaksanaan Pajak Reklame
Pelaksanaan Pajak Reklame dimulai dari proses pendaftaran usahanya kepada
Bupati/Walikota, dalam praktiknya umumnya kepada Dinas Pendapatan Keuangan
Daerah (DPKD), dalam jangka waktu tertentu selambat-lambatnya tiga puluh hari
sebelum dimulainya kegiatan usaha untuk dikukuhkan dan diberikan Nomor Pokok
Wajib Pajak Daerah (NPWPD). Apabila pengusaha penyelengaraan reklame tidak
mendaftarkan usahanya dalam jangka waktu yang ditentukan, maka kepala Dinas
Pendapatan Keuangan Daerah akan menetapkan pengusaha tersebut sebagai wajib
pajak secara jabatan, penetapan tersebut dimakasudkan untuk pemberian nomor
pengukuhan dan NPWPD dan bukan merupakan penetapan besarnya wajib pajak
terutang. Tata cara pelaporan dan pengukuhan wajib pajak ditetapkan oleh
Bupati/Walikota dengan surat keputusan. Sebelum proses pendaftaran terlebih
dahulu mendeskripsikan pengertian Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD).
Pengertian SPTPD adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan
perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak, dan atau bukan objek pajak
dan atau harta serta kewajiban, menurut peraturan perundang-undangan perpajakan
daerah. Wajib pajak yang telah memiliki NPWPD setiap awal masa pajak wajib
mengisi SPTPD. Berdasarkan SPTPD, Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk oleh
Bupati/Walikota menetapkan Pajak Reklame yang terutang dengan menerbitkan
Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD). SKPD disini adalah surat ketetapan yang
menentukan besarnya jumlah pokok pajak. SKPD harus dilunasi oleh wajib pajak
paling lama tiga puluh hari sejak diterimanya SKPD oleh wajib pajak atau jangka
waktu lain yang ditetapkan oleh bupati atau walikota. Apabila setelah lewat waktu
yang ditentukan wajib pajak tidak atau kurang membayar pajak terutang dalam
SKPD, wajib pajak dikenakan sanksi adminnistrasi berupa bunga sebesar dua persen
sebulan dan ditagih dengan menerbitkan Surat Tagih Pajak Daerah.
Untuk melihat lebih jelas bagaimana proses pemungutan Pajak Reklame ditunjukan
oleh gambar dibawah ini:
Gambar 5.1 Sistem Pemungutan Pajak Reklame
E-27
Sumber: DPKD Kota Semarang, 2010
Keterangan:
1. NPWPD : Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah
2. SPTPD : Surat Pemberitahuan Pajak Daerah
3. SKPD : Surat Ketetapan Pajak Daerah
4. SKPDKB : Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar
5. SKPDN : Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil
6. SKPDKBT : Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan
7. SSPD : Surat Setoran Pajak Daerah
5.1.5 Hubungan Antara Penduduk Dengan Pajak Reklame
Penduduk melakukan permintaan atas sesuatu barang dalam rangka memenuhi atau
memuaskan kebutuhan hidup. Semakin meningkat jumlah penduduk. Maka
kebutuhan akan barang-barang pemuas kebutuhan akan mengalami peningkatan.
Pertambahan jumlah penduduk yang tidak seiring dengan perkembangan
kesempatan kerja, akan mengakibatkan meningkatkan pengangguran (Sadono
Soekirno,2003).
Menurut Syuhada Sofian (1997) penduduk merupakan salah satu faktor yang
signifikan berpengaruh terhadap jumlah Penerimaan Pajak Reklam5. Pertumbuhan
penduduk dianggap sebagai salah satu faktor yang positif dalam memacu
pertumbuhan ekonomi. Penduduk dianggap sebagai pemacu pembangunan.
Banyaknya jumlah penduduk akan memacu kegiatan produksi, konsumsi dari
penduduk inilah yang akan menimbulkan permintaan agregat. Pada gilirannya,
peningkatan konsumsi agregat memungkinkan usaha-usaha produktif berkembang,
begitu pula perekonomian secara keseluruhan. Dengan adanya penduduk yang
E-27
padat, maka kegiatan ekonomi akan berlangsung secara baik, jika kebijakan terhadap
penduduk sejalan dengan kebijakan di dalam suatu daerah/wilayah.
5.1.6 Hubungan Antara Industri dengan Pajak Reklame
Jumlah industri adalah jumlah usaha industri baik industri kecil, menengah, maupun
besar. Jumlah industri merupakan salah satu faktor positif pemicu pertumbuhan
ekonomi. Menurut Sutrisno (2002) jumlah industri berpengaruh terhadap penerimaan
pajak reklame. Penilaian tersebut sesuai dengan penilaian yang dilakukan oleh
Devas, dkk (1989), bahwa sebagian besar pemerintah daerah tingkat II (sekarang
Kabupaten/Kota) menarik pajak atas benda papan reklame di daerah. Pajak ini cocok
untuk sumber penerimaan daerah, karena tempat objek pajak dapat mudah
diketahui.
Jumlah industri yang menggunakan jasa pemasangan reklame juga berpengaruh
terhadap penerimaaan pajak reklame. Hal ini disebabkan apabila suatu industri yang
ingin memasarkan produknya dapat menggunakan atau memasang reklame agar
dapat diketahui oleh masyarakat. Hal tersebut dapat menambah jumlah penerimaan
pajak itu sendiri. Bertambahnya jumlah industri yang memasang reklame
mengakibatkan obyek pajak bertambah luas, sehingga penerimaan daerah pun
meningkat (Syuhada Sofian, 1997).
5.1.7 Hubungan Antara PDRB dengan Pajak Reklame
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah dan jasa akhir yang
dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam satu tahun dan dinyatakan dalam harga
pasar. Baik PDB atau PDRB merupakan ukuran yang global sifatnya, dan bukan
merupakan alat ukur pertumbuhan ekonomi yang tepat, karena belum dapat
mencerminkan kesejahteraan penduduk yang sesungguhnya, padahal sesungguhnya
kesejahteraan harus dinikmati oleh setiap penduduk di Negara atau daerah yang
bersangkutan.
Produk domestik regional bruto perkapita pada skala daerah dapat digunakan
sebagai pengukur pertumbuhan ekonomi yang lebih baik karena lebih tepat
mencerminkan kesejahteraan penduduk suatu Negara daripada nilai PDB atau PDRB
saja. Produk domestik bruto perkapita baik di tingkat nasional maupun di daerah
adalah jumlah PDB nasional atau PDRB suatu daerah dibagi dengan jumlah penduduk
di Negara maupun di daerah yang bersangkutan. atau dapat disebut juga sebagai
PDB atau PDRB rata-rata. Besar kecilnya penerimaan pajak sangat ditentukan oleh
PDRB, jumlah penduduk dan kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah, jadi
PDRB dan jumlah penduduk berpengaruh terhadap penerimaan masing-masing jenis
pajak daerah tersebut (Musgrave, 1993).
5.1.2 METODOLOGI
E-27
Berikut ini uraian metodologi dari pekerjaan Penyusunan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Kota Serang:
a) Sumber Data
Sumber data dari pekerjaan Penyusunan PAD Kota Serang adalah subjek darimana
data diperoleh (Suharsimi Arikunto, 2006:129), yaitu menggunakan data sekunder
dengan dokumen atau catatan yang menjadi sumbernya.
b) Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan
data dan keterangan-keterangan lainnya dalam pekerjaan yang dilakukan.
Metode Studi Dokumentasi.
Telaah Kepustakaan.
Wawancara.
c) Teknis Analisis Data
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih
mudah dibaca dan diinterprestasikan. Metode analisis data yang digunakan dalam
pekerjaan ini adalah metode kuantitatif dengan data sekunder, yang dilakukan
untuk mengukur suatu fenomena penelitian dengan menggunakan infikator ratio
keuangan daerah, yang dipergunakan untuk memperoleh gambaran mengenai
mekanisme penerimaan pajak reklame dan parkir di kota Serang. Dari data
kuantitatif serta untuk mengetahui efektivitas penerimaan pajak reklame dan
parkir serta kontribusinya terhadap PAD dalam rangka menujua kemandirian
daerah yang terdiri dari:
Laju Pertumbuhan
Laju pertumbuhan Pajak Reklame dan Parkir menunjukan kemapuan
pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatakan
keberhasilannya dalam memungut pajak reklam5. Rumus untuk menghitung
laju pertumbuhan adalah:
(Abdul Halim, 2004:162)
Keterangan:
GX = laju pertumbuhan pajak reklame per tahun
Xt = realisasi penerimaan pajak reklame per tahun
X(t-1) = realisasi penerimaan pajak reklame tahun sebelumnya
GX = Xt – X( t-1 ) x 100%X(t-1)
E-27
Efektivitas
Efektivitas adalah perbandingan atau rasio antara penerimaan dengan target
pajak reklame yang telah ditetapkan setiap tahunnya berdasarkan potensi
yang sesungguhnya. Adapun rumus perhitungan efektivitas menurut Abdul
Halim (2004:93) adalah sebagai berikut:
Efektivitas = Realisasi Pajak Reklame 100%X Potensi Pajak Reklame
Dan sebagai pembanding digunakan rumus efektivitas berdasarkan target
yang telah ditentukan sebagai berikut:
Efektivitas = Realisasi Penerimaan Pajak Reklame X 100% Target Penerimaan Pajak Reklame
Dalam perhitungan efektivitas menurut Abdul Halim (2008:234) apabila yang
dicapai minimal satu atau 100% maka rasio efektivitas semakin baik, artinya
semakin efektif pajak reklame.
Demikian pula sebaliknya, semakin kecil persentase efetivitasnya menunjukan
pemungutan pajak reklame semakin tidak efektif. Untuk mengukur nilai
efektivitas secara lebih rinci digunakan kriteria berdasarkan Kepmendagri No.
690.900.327 tahun 1997 tentang pedoman penilaian dan kinerja keuangan
yang disusun dalam tabel berikut:
Tabel 5.2 Kriteria Kinerja Keuangan
Persentase Kinerja Keuangan Kriteria
Di atas 100% Sangat efektif
90% - 100% Efektif
80% - 90% Cukup Efektif
60% - 80% Kurang
Kurang dari 60% Tidak Efektif
Sumber: Depgagri, Kepmendagri No.690.900.327 tahun 1996 (Yuni Mariana, 2005:26)
Kontribusi Pajak Reklame terhadap PAD
Untuk menghitung sumbangan dan penerimaan pajak reklame dan parkir terhadap pajak daerah
dan sumbangannya terhadap PAD maka digunakan formula sebagai berikut:
Kontribusi Pajak Reklame terhadap PAD = X X 100% z
Kontribusi pajak Reklame Terhadap Pajak Daerah = X X 100%
E-27
ySumber: Abdul Halim (2004:163)
Keterangan:
X = Realisasi Penerimaan Pajak Reklame
Y = Realisasi Penerimaan Pajak Daerah
Z = Realisasi Penerimaan PAD
Kontribusi pajak reklame terhadap PAD, kemudian dinilai berdasarkan kriteria
yang telah disusun oleh Tim Litbang Depdagri Fisipol UGM tahun 1991 yang
disusun dalam tabel berikut ini:
Tabel 5.3 Kriteria Kinerja Keuangan
Persentase Kinerja Keuangan Kriteria
0 – 10,00% Sangat kurang
10,10 – 20,00% Kurang
20,10 – 30,00% Cukup
30,10 – 40,00% Sedang
40,10 – 50,00% Baik
>50,00% Sangat baik
Sumber : Yuni Mariana (2005:26)
Menghitung Tingkat Kemandirian Daerah
Menghitung tingkat kemandirian Kota Serang berdasarkan perhitungan ratio
PAD terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD). Abdul Halim (2004:24)
menjelaskan perhitungan dengan menggunakan rumus:
Rasio PAD terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD) :
Hasil dari perhitungan tersebut, kemudian dideskripsikan, dibantu dengan tabel pola hubungan dan
tingkat kemampuan daerah berikut ini:
Kemampuan
Keuangan
Kemandirian Pola Hubungan
Rendah Sekali 0% - 25% Instruktif
PADTPD
X 100%
E-27
Rendah 25% - 50% Konsultatif
Sedang 50% - 75% Partisipatif
Tinggi 75% - 100% Delegatif
Sumber: Abdul Halim (2004:189)
5.2. PROGRAM KERJA
Pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Serang, dilaksanakan dengan
mengumpulkan data sekunder dari 6 Kecamatan dan 7 SKPD di wilayah Kota Serang. Untuk mewujudkan
hasil yang maksimal, konsultan menyertakan tenaga ahli dengan kualifikasi yang memang ahli di
bidangnya. dalam pekerjaan ini waktu yang dibutuhkan adalah 3 (tiga) bulan kalender. Dengan waktu yang
sesingkat ini, konsultan akan bekerja dengan aktif, supaya hasil selesai tepat waktu dan hasil yang sesuai.
Berikuti ini kami sampaikan program kerja dalam pekerjaan Penyusunan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kota Serang, yaitu:
Tahapan Uraian Keterangan
Diskusi bersama tim menentukan metoda yang
akan digunakan dan
pembagian jadual kegiatan
-
Pencarian Data Dilakukan oleh seluruh tim Koordinasi dengan 6
Kecamatan, 7 SKPD
Pengolahan Data Dilakukan oleh seluruh tim Koordinasi dengan tim
leader
Finsihing Seluruh tim Diskusi dengan pemberi
kerja
5.3. Organisasi dan Personil
Penyusunan organisasi pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Kota Serang, ini menyangkut hubungan antara pemberi kerja
dengan pelaksana kerja (konsultan), yang terdiri dari tenaga-tenaga ahli dari
berbagai bidang.
Pemberi tugas adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA) Kota Serang, sedangkan pelaksana kerja dalam hal ini adalah
Konsultan Perencana. Dalam pelaksanaan pekerjaan, konsultan akan
bertanggung jawab kepada Pimpinan Kegiatan dan akan melakukan
konsultasi teknis dengan tim teknis yang telah ditunjuk atau ditetapkan.
E-27
Pembagian tugas dan tanggung jawab dalam organisasi tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Pimpinan Kegiatan merupakan pemberi tugas :
Menyusun Kerangka Acuan Tugas dan spesifikasi teknis yang jelas sesuai dengan pekerjaan.
Memberikan informasi yang diperlukan Tim Penyusun PAD Kota Serang.
Melakukan konsultasi, perundingan dan negosiasi yang bersifat administrasi maupun teknis dengan Tim Penyusun PAD Kota Serang melalui Manajer Proyek/PPTK.
Memberikan saran, usul dan kritik terhadap hasil rancangan yang dihasilkan Tim Penyusun PAD Kota Serang apabila kurang sesuai dengan permasalahan yang ada.
Menyelesaikan urusan administrasi dan keuangan tepat waktu sesuai dengan kesepakatan (kontrak kerjasama) dengan Tim Penyusun PAD Kota Serang.
2. Tim Teknis/Tim Supervisi. Merupakan tim yang dibentuk oleh Bappeda Kota
Serang untuk :
Memberikan arahan pelaksanaan kegiatan agar kegiatan yang dilaksanakan berada dalam track/lajur yang selaras dengan tujuan akhir pekerjaan.
Memberikan bimbingan/konsultasi dan mensupervisi kemajuan pelaksanaan pekerjaan yang telah dilaksanakan konsultan.
Memberikan fasilitasi terhadap kelancaran pelaksanaan pekerjaan sejauh kewenangan yang dimiliki.
3. Konsultan, kewajiban konsultan perencana dalam proses Penyusun PAD Kota
Serang adalah sebagai berikut :
Konsultan berkewajiban dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap
pelaksanaan Penyusun PAD Kota Serang, sesuai dengan ketentuan perjanjian
kerjasama yang telah ditetapkan.
Konsultan berkewajiban menyusun PAD Kota Serang berdasarkan ketentuan
yang telah ditetapkan dalam Kerangka Acuan Kerja.
Konsultan diwajibkan mengekspose draft penyusunan pekerjaan tersebut,
sesuai dengan tahapan pekerjaan yang ditetapkan dalam ketentuan perjanjian
kerjasama.
Konsultan dalam melaksanakan pekerjaan harus berkonsultasi secara intensif
dengan “Quality Control” serta Tim Teknis yang telah ditetapkan oleh
Pengguna Anggaran.
E-27
Dalam rangka alih teknologi maka Konsultan berkewajiban untuk memberikan
hardcopy dari dokumen Penyusun PAD Kota Serang serta data dan informasi
yang diperoleh selama melakukan pekerjaan.
Dibawah ini adalah organisasi pelaksana pekerjaan Penyusunan PAD Kota
Serang :
Gambar 5.3
Organisasi Pelaksan Pekerjaan PAD Kota Serang
Team Pelaksana Teknis PekerjaanTeam Pelaksana Teknis Pekerjaan
TENAGA AHLI UTAMATENAGA AHLI UTAMA
BAPPEDA KOTA SERANGBAPPEDA KOTA SERANG
Direktur Perusahaan
Direktur Perusahaan
Tim Supervisi
Tim Supervisi
Team LeaderTeam Leader
Pejabat Pembuat Komitmen
Pejabat Pembuat Komitmen
Tenaga Pendukung Teknis & Non Teknis
Top Related