Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

37
E-27 5. Pendekatan Teknis dan Metodologi 5.1. Pendekatan Teknis 5.1.1. Konsep Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan di daerah memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan bagi daerah. Dengan adanya otonomi daerah, daerah dipacu untuk dapat berkreasi mencari sumber penerimaan daerah yang dapat mendukung pembiayaan pengeluaran daerah. Koswara mengemukakan bahwa ciri utama yang menunjukan suatu daerah otonom mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerah, artinya daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakannya untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi bagian sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara (Abdul Halim, 2002:370). Dalam Bab VIII UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 155 disebutkan bahwa “Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah”. Anggaran pendapatan dan belanja daerah terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan. Sumber pendapatan daerah terdiri dari

description

pembahasan mengenai metodologi pelaksanaan pada penyusunan analisas PAD yang ada di kota serang.

Transcript of Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

Page 1: Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

E-27

5. Pendekatan Teknis dan Metodologi

5.1. Pendekatan Teknis

5.1.1. Konsep Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Dalam pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan di daerah memerlukan

sumber penerimaan yang dapat diandalkan bagi daerah. Dengan adanya otonomi

daerah, daerah dipacu untuk dapat berkreasi mencari sumber penerimaan daerah

yang dapat mendukung pembiayaan pengeluaran daerah.

Koswara mengemukakan bahwa ciri utama yang menunjukan suatu daerah otonom

mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerah, artinya daerah

otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-

sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakannya untuk membiayai

penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Ketergantungan kepada bantuan pusat

harus seminimal mungkin sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi bagian

sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan

pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara

(Abdul Halim, 2002:370).

Dalam Bab VIII UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 155 disebutkan bahwa “Penyelenggaraan

urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban

anggaran pendapatan dan belanja daerah”. Anggaran pendapatan dan belanja

daerah terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan. Sumber

pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan,

dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan

pendapatan yang diperoleh daeri potensi ekonomi yang dimiliki daerahnya masing-

masing.

Penyelenggaran fungsi pemerintah daerah akan terlaksana secara optimal apabila

penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber

Page 2: Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

E-27

penerimaan yang cukup kepada daerah dengan mengacu kepada UU tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, dimana

besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara

pemerintah dan daerah. Sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan

pemerintah yang diserahkan semua kepada daerah menjadi sumber keuangan

daerah.

Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan, antara lain berupa

kepastian tersedianya pendanaan dari pemerintah seseuai dengan urusan

pemerintahan yang diserahkan , kewenangan memungut dan mendayagunakan

pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-

sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya, hak

untuk mengelola kekayaan di daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan

lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan (HAW Wijaya, 2005:143).

Hal tersebut senada dengan yang dikemukakan oleh Abdul Halim (2002:2), bahwa

salah satu kewenangan yang dimiliki oleh daerah otonom adalah dalam bidang

keuangan daerah yang meliputi:

1. Pemungutan sumber-sumber pendapatan daerah.

2. Penyelenggaraan pengurusan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan

daerah.

3. Penetapan anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (3) tentang

Perimbangan Keuangan Aset Antara Pusat dan Daerah, disebutkan bahwa:

“Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah

suatu sistem pembagian keuangan yang adil, profesional, demokratis, transparan dan

efisiensi dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi dengan

mempertimbangkan potensi, kondisi dan kebudayaan daerah, serta besarnya dana

penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan”.

Undang-Undang tersebut bertujuan untuk memberdayakan dan meningkatkan

kemampuan perekonomian daerah. Adapun upaya yang digunakan untuk

meningkatkan kemampuan perekonomian daerah yaitu dengan meningkatkan dan

mengoptimalkan kontribusi bagi pendapatan daerah. Salah satu sumber penerimaan

yang digunakan untuk membiayai kegiatan daerah adalah Pendapatan Asli Daerah

(PAD).

Menurut UU No. 33 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (13), yang dimaksud dengan Pendapatan Daerah adalah:

“Pendapatan Daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai

kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan”.

Menurut Pasal 157 UU No. 32 Tahun 2004, sumber pendapatan daerah terdiri dari:

Page 3: Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

E-27

1. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD, meliputi:

a. Pajak daerah.

b. Retribusi daerah, termasuk hasil pelayanan Badan Layanan Umum (BLU)

daerah.

c. Hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan, antara lain bagian laba dari

BUMD, hasil kerja sama dengan pihak ketiga.

d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.

2. Dana Perimbangan, meliputi:

a. Dana bagi hasil (DBH), antara lain: penerimaan pajak dan sumber daya alam.

b. Dana Alokasi Umum (DAU).

c. Dana Alokasi Khusus (DAK).

3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah, antara lain hibah, dana darurat dan lain-

lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah.

Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut UU No. 33 Tahun 2004 Pasal 1

ayat (18) sebagai berikut:

“Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah dari

berbagai sumber yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan”.

Dalam menyelenggaraan otonomi daerah, menurut Pasal 21 UU No. 32 Tahun 2004,

daerah mempunyai hak sebagai berikut:

Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya.

Memilih pemimpin daerah.

Mengelola aparatur daerah.

Mengelola kekayaan daerah.

Memungut pajak daerah dan retribusi daerah.

Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya

lainnya yang berada di daerah.

Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah.

Mendapatkan hal lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal (6) UU No. 33 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menetapkan bahwa:

“Sumber penerimaan daerah meliputi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari

pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,

antara lain bagian laba, deviden dan penjualan saham milik daerah, dan lain-lain PAD

yang sah, antara lain hasil penjualan aset tetap daerah dan jasa giro”.

PAD ini merupakan sumber penerimaan daerah yang dikelola dan dipungut oleh

pemerintah daerah sendiri berdasarkan potensi, jenis dan tarif pungutan sesuai

dengan peraturan yang berlaku. Dalam UU No. 33 Tahun 2004 Pasal 3, PAD bertujuan

memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan

Page 4: Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

E-27

otonomi daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah sebagai perwujudan

desentralisasi. Dalam upaya meningkatkan PAD dilarang:

a. Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi

biaya tinggi;

b. Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas

penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan ekspor/impor.

PAD merupakan pendapatan daerah yang berasal dari sumber-sumber penerimaan

murni daerah. PAD dipergunakan untuk pembiayaan penyelenggaraan otonomi

daerah. Untuk itu, PAD harus diupayakan agar selalu meningkat seiring dengan

peningkatan pelayanan kepada masyarakat.

Dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia, sejak Indonesia merdeka sampai

saat ini pajak daerah dan retribusi daerah telah menjadi sumber penerimaan yang

dapat diandalkan bagi daerah. Akan tetapi, secara umum untuk kabupaten/kota,

besarnya kontribusi dari pajak daerah dan retribusi daerah terhadap APBN sangat

bervariatif sesuai potensi yang dimiliki daerah masing-masing.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya penerimaan PAD suatu daerah,

menurut Doli Siregar (2004:360) antara lain adalah:

1. Banyak sumber pendapatan di kabupaten/kota yang besar tetapi digali oleh

instansi yang lebih tinggi, misalnya: pajak kendaraan bermotor dan pajak bumi

dan bangunan.

2. BUMD belum banyak memberikan keuntungan kepada pemerintah daerah.

3. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, retribusi dan

pungutan lainnya.

4. Adanya kebocoran-kebocoran/kolusi.

5. Biaya pungutan masih tinggi.

6. Adanya kebijakan pemerintah yang berakibat menghapus atau mengurangi

penerimaan PAD.

7. Banyak peraturan daerah yang perlu disesuaikan dan disempurnakan baik

besaran tarifnya maupun sistem pemungutannya.

8. Kemampuan masyarakat untuk membayar pajak yang masih rendah.

Untuk memperoleh target PAD yang lebih dapat dipertanggungjawabkan

penyusunannya perlu mempertimbangkan berbagai faktor. Kiki Ach. Zakiyah

(1997:34), menyebutkan faktor-faktor tersebut adalah:

1. Realisasi penerimaan. Pendapatan daerah dari tahun anggaran yang lalu dengan

memperhatikan faktor pendukung yang menyebabkan tercapainya realisasi

tersebut serta faktor-faktor penghambatnya.

Page 5: Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

E-27

2. Kemungkinan pencairan tunggakan tahun-tahun sebelumnnya yang diperkirakan

dapat ditagih.

3. Data potensi obyek dan estimasi.

4. Kemungkinan adanya perubahan/penyesuaian tarif dan penyempurnaan sistem

pungutan.

5. Keadaan sosial ekonomi dan tingkat kesadaran masyarakat selaku wajib pajak.

6. Kebijakan dibidang ekonomi dan moneter.

7. Dukungan saran, prasana dan biaya moneter.

Selain itu untuk mengetahui potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat dilihat dari

beberapa indikator:

1. Landasan hukum pungutan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang mencakup:

objek, subjek dan tarif pungutan.

2. Prestasi pemungutan dari aparatur pengelola pendapatan daerah.

Mengetahui potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di daerah sangat penting artinya

guna mengetahui prospek penerimaan, sebagai alat pengukur keberhasilan

pencapaian penerimaan, dan sebagai dasar pertimbangan menetapkan lebih lanjut

atas upaya langkah dan kendala yang dihadapi.

Ditinjau dari fungsi daerah bagaimana pun Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan

salah satu tolak ukur dari tingkat kemandirian daerah dalam melaksanakan

pemerintahan, juga berhubungan dengan tingkat kemampuan daerah dalama

memobilitas sumber-sumber dana daerah dalam melaksanakan pembangunan.

Berdasarkan ketentuan dan definisi tersebut diatas, maka PAD dapat disimpulkan

sebagai berikut:

a. PAD merupakan sumber pendapatan daerah dengan mengelola dan

memanfaatkan potensi daerahnya.

b. Di dalam mengelola, mengolah dan memanfaatkan potensi daerah, PAD dapat

berupa pemungutan pajak, retribusi dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

5.1.2. Konsep Pajak

5.1.2.1 Pengertian Pajak

Pajak merupakan sarana yang digunakan pemerintah untuk memperoleh dana dari

rakyat, hasil penerimaan pajak tersebut untuk mengisi anggaran negara sekaligus

membiayai keperluan belanja negara (belanja rutin dan belanja pembangunan).

Untuk itu, negara memerlukan dana yang cukup besar guna membiayai kegiatan

pembangunan yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan.

Disamping sebagai sumber dana untuk mengisi anggaran negara, pajak juga

digunakan sebagai sumber kebijakan di bidang moneter dan investasi yang

Page 6: Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

E-27

berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi sehingga kesejahteraan rakyat

semakin baik.

Pajak adalah iuran kepada negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

dipaksakan), dimana rakyat sebagai pembayar pajak tidak dapat menerima imbalan

secara langsung, imbalan berupa pelayanan yang bermutu oleh negara baik secara

fisik maupun non fisik. Pelayanan ini bisa berupa fasilitas umum yang digunakan

secara bersama-sama berdasarkan definsi tersebut.

Ada beberapa definisi pajak yang diungkapkan oelh para ahli, antara lain:

1. Pajak menurut definisi Perancis, termuat dalam buku Leroy Beaulieau “Traite

de la Science des Finances, 1906” pajak adalah bantuan, baik secara langsung

maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari

barang, untuk menutup belanja pemerintah.

2. Prof. R.A Seligman dalam “Essays in Taxation” :

“Tax is compulsory contribution from the person, to the government to

defray the expenses incurred in the common interest of all, without

reference to special benefit conferred”.

3. Philip E Taylor dalam “The Economics of Public Finance” :

“Tax is compulsory contribution from the person, to the government to

defray the expenses incurred in the common interest of all, with little

reference to special benefit conferred”.

4. Mr. Dr. N.J. Feldmann, artinya:

“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terhutang kepada

penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum) tanpa

adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup

pengeluaran-pengeluaran umum.”

5. Prof. Dr. M.J.H. Smeets pakar dari Jerman:

Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terhutang melalui norma-norma

umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adakalanya kontraprestasi yang dapat

ditunjukan dalam hal individual, maksudnya adalah untuk membiayai

pengeluaran pemerintah.

6. Prof. Dr. Rahmat Sumitro dalam “Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak

Pendapatan.”

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan UU (yang dapat

dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa-timbal (kontraprestasi), yang langsung

dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Page 7: Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

E-27

7. Prof. Dr. Rahmat Soemitro dalam “Pajak dan Pembangunan”

Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk

membiayai pengeluaran rutin dan “surplus”nya digunakan untuk public saving

yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.

8. S.I. Djajadiningrat, “Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian

kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian dan

perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai

hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat

dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk

memelihara kesejahteraan secara umum” (Resmi, 2008).

9. Rimsky K. Judisseno, “Pajak merupakan suatu kewajiban kenegaraan berupa

pengabdian serta peran aktif warga negara dan anggota masyarakat lainnya

untuk membiayai keperluan negara berupa pembangunan nasional yang

pelaksanaannya diatur dalam undang-undang dan peraturan untuk tujuan

kesejahteraan bangsa dan negara” (Judisseno, 2005).

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri pajak antara lain1:

1. Merupakan iuran rakyat kepada negara, yang berhak memungut pajak hanyalah negara, Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

2. Berdasarkan undang-undang, pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan.

3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi langsung secara individual yang diberikan oleh pemerintah.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas dan apabila masih surplus dipergunakan untuk membiayai public investment.

5. Pajak dipungut oleh negara baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.

Karena sifat pajak adalah paksaan terhadap masyarakat, maka utang pajak dapat

ditagih dengan menggunakan kekerasan seperti surat paksa, sita maupun

penyanderaan terhadap wajib pajak.

5.1.2.2. Fungsi Pajak

Devano dan Kurnia Rahayu (2006:25) mengemukanan definisi fungsi pajak adalah :

”fungsi pajak adalah kegunaan pokok, manfaat pokok pajak”. Sebagai alat untuk

politik perekonomian, pajak memiliki kegunaan dan manfaat pokok dalam

meningkatkan kesejahteraan umum, suatu negara tidak akan mungkin menghendaki

merosotnya kehidupan ekonomi masyarakatnya. Adapun fungsi pajak yang dimaksud

adalah sebagai berikut:

1. Fungsi Budgetair

1 Universitas Kristen Petra: Pajak Reklame - 2004

Page 8: Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

E-27

Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara diperlukan biaya. Demikian juga

dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional. Dalam menjalankan

fungsinya, pemerintah membutuhkan pengeluaran yang akan dibiayai dengan

penerimaan pajak. Pajak berfungsi sebagai alat untuk memasukan uang dari

sektor swasta (rakyat) ke dalam kas negara atau anggaran negara berdasarkan

peraturan perundang-undangan.

Fungsi budgetair ini merupakan fungsi utama pajak atau fungsi fiskal (fiskal

function), yaitu suatu fungsi pajak yang digunakan sebagai alat untuk memasukan

dana secara optimal ke kas negara berdasarkan Undang-Undang perpajakan yang

berlaku disebut sebagai fungsi utama karena secara historis pertama kali muncul,

pajak digunakan sebagai alat untuk menghimpun dana dari masyarakat tanpa ada

kontraprestasi secara langsung.

2. Fungsi Regulerend

Fungsi regulerend disebut juga fungsi mengatur yaitu pajak merupakan alat

kebijakan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Di samping usaha untuk

melaksanakan masuknya uang kegunaan kas negara, pajak dimaksudkan juga

sebagai usaha pemerintah untuk ikut andil dalam hal mengatur dan bilamana

perlu mengubah susunan pendapatan dan kekayaan dalam sektor swasta.

Menurut pendapat lain (Susanti, 2007:17) terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi

budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regulerend (mengatur).

1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Pajak mempunyai fungsi budgetair artinya pajak merupakan salah satu sumber

penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun

pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya

memasukan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut

ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak

melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan,

Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan

Bangunan, dan lain-lain.

2. Fungsi Regulerend (Mengatur)

Pajak mempunyai fungsi mengatur artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau

melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, dan

mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Beberapa contoh

penerapan pajak sebagai fungsi mengatur adalah:

a. Pajak yang tinggi digunakan terhadap barang-barang mewah. Pajak penjualan

atas Barang Mewah (PPn-BM) dikenakan pada saat terjadi transaksi jual beli

barang mewah. Semakin mewah suatu barang maka tarif pajaknya semakin

tinggi sehingga barang tersebut semakin mahal harganya. Pengenaan pajak ini

Page 9: Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

E-27

dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba-lomba untuk mengkonsumsi barang

mewah (mengurangi gaya hidup mewah).

b. Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan, dimaksudkan agar pihak

yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi (membayar

pajak) yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan pendapatan.

c. Tarif pajak ekspor adalah 0%, dimaksudkan agar para pengusaha terdorong

mengekspor hasil produksinya di pasar dunia sehingga akhirnya dapat

memperbesar devisa negara.

d. Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil industri tertentu

seperti industri semen, industri rokok, industri baja, dan lain-lain, dimaksudkan

agar terdapat penekanan produksi terhadap industri tersebut karena dapat

mengganggu lingkungan atau populasi (membahayakan kesehatan).

e. Pembebasan Pajak Penghasilan atas sisa hasil usaha kopersai yang diperoleh

sehubungan dengan transaksi dengan anggota, dimaksudkan untuk

mendorong perkembangan koperasi di Indonesia.

f. Pemberlakuan tax holiday, dimaksudkan untuk menarik investor asing agar

menanamkan modalnya di Indonesia.

Pada Klik pajak (2010) disebutkan bahwa pajak mempunyai peranan yang sangat

penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan

pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk

membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.

Berdasarkan hal tersebut maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

1. Fungsi Anggaran (budgetair)

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara

dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat

diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk

pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan

lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari

tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran

rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai

kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan terutama

diharapkan dari setor pajak.

2. Fungsi Mengatur (Regulerend)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak.

Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai

tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam

negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan

pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah

menetapkan besa masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

Page 10: Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

E-27

3. Fungsi Stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan

yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan,

hal ini bisa dilakukan antara lain dengan mengatur peredaran uang di

masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

4. Fungsi Re-distribusi Pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai

semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan

sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat

meningkatkan pendapatan masyarakat.

5.1.2.3. Jenis Pajak

Selanjutnya berdasarkan jenisnya, pajak dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:

a. Pajak Langsung

Pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh

Wajib Pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain.

Contoh: Pajak Penghasilan.

b. Pajak Tidak Langsung

Pajak tidak langsung adalah pajak yang beban pembayarannya bisa

digeserkan pada pihak lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPn).

5.1.2.4. Pajak Berdasarkan Lembaga Pemungut

Sedangkan berdasarkan lembaga yang dapat memungut pajak, maka pajak terdiri

dari:

a. Pajak Pusat atau Pajak Negara yaitu pajak yang wewenang pemungutannya

ada pada Pemerintah Pusat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Kementerian

Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak

Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Materai, Bea Perolehan

Hak atas Tanah dan Bangunan.

b. Pajak Daerah yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah (Pemerintah

Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota) yang digunakan untuk

membiayai pengeluaran penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan

pembangunan daerah. Contoh Pajak Provinsi: Pajak Kendaraan Bermotor

(PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Kendaraan di Atas

Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), dan Pajak Pengambilan

dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

5.1.2.5. Pengertian Pajak Daerah

Page 11: Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

E-27

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

(UU 34/2000), Pasal 1 ayat 6 dapat dijelaskan sebagai berikut:

“Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh

orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang,

yang dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang

digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan

pembangunan Daerah”.

Pajak Daerah harus ditetapkan dengan Peraturan Daerah setelah mendapatkan

persetujuan DPRD dan tidak boleh bertentangan dengan pajak Pusat. Dengan

demikian, sebelum diundangkan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah, Pemerintah

Daerah harus memberitahukan kepada Pemerintah Pusat untuk mendapatkan

persetujuan. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya pemungutan pajak ganda

pada Obyek Pajak yang sama. Oleh karena itu, penetapan pajak Pemerintah Pusat

maupun Pajak Daerah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Dari definisi dan penjelasan tentang pajak Daerah sebagaimana tersebut di atas,

dapat disimpulkan bahwa Pajak Daerah adalah:

a. Pajak Daerah adalah pajak yang diserahkan pengelolaannya oleh Pemerintah

Pusat kepada Pemerintah Daerah.

b. Penyerahan pajak daerah berdasarkan kepada Undang-Undang.

c. Pajak Daerah tidak boleh bertentangan dengan Pajak Pemerintah Pusat.

d. Pajak Daerah harus ditetapkan dengan Peraturan Daerah berdasarkan

peraturan perundangan yang berlaku.

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 2 di dalam

menetapkan Pajak Daerah, harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Bersifat Pajak dan bukan Retribusi.

b. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah Daerah Kabupaten atau Kota

yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya

melayani masyarakat di wilayah Daerah Kabupaten atau Kota yang

bersangkutan.

c. Obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan

umum.

d. Obyek pajak bukan merupakan objek pajak Provinsi dan/atau objek pajak

Pusat.

e. Potensinya memadai.

f. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif.

g. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat.

h. Menjaga kelestarian lingkungan.

Page 12: Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

E-27

5.1.2.5.1. Jenis Pajak Daerah

Jenis Pajak Daerah Kabupaten/Kota mulai dari tahun ke tahun selalu mengalami

perkembangan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan

perundangan yang berlaku saat ini tentang Pajak Daerah adalah UU 34/2000 pasal 2

yang menegaskan bahwa Pajak Daerah dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu Pajak

Daerah Provinsi dan Pajak Daerah Kabupaten/Kota. Adapun Pajak Daerah

Kabupaten/Kota, terdiri atas:

Pajak Hotel;

Pajak Restoran;

Pajak Hiburan;

Pajak Reklame;

Pajak Penerangan Jalan;

Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;

Pajak Parkir.2

5.1.2.6. Syarat Pemungutan Pajak

Berdasarkan atas pemungutan pajak dan untuk menghindari perlawanan pajak, maka

pemungutan pajak harus memenuhi syarat-syarat dibawah ini:

1. Pemungutan Pajak Harus Adil

Pemungutan pajak yang adil berarti pajak yang dipungut harus adil dan

merata, sehingga harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak

sesuai dengan manfaat yang diminta wajib pajak dari pemerintah.

2. Pemungutan Pajak Harus Berdasarkan Undang-Undang

Untuk mewujudkan pemungutan pajak yang adil, pemungut pajak harus dapat

memberikan kepastian hukum bagi negara dan warga negaranya. Untuk itu

pemungutan pajak harus didasarkan atas undang-undang yang disahkan oleh

lembaga legislatif dan untuk mewujudkannya pemungutan pajak dilandaskan

atas undang-undang yaitu pasal 23 ayat 22 UUD 1945.

3. Pemungutan Pajak Tidak Mengganggu Perekonomian

Negara mengehendaki agar perekonomian negera dan masyarakat dapat

senantiasa meningkat. Oleh karena itu pemungutan pajak tidak boleh

mengganggu kelancaran kegiatan produksi dan perdagangan yang akan

mengakibatkan kelesuan perekonomian negara. Oleh karena itu dimungkinkan

pemberian fasilitas yang akan mengakibatkan kelesuan perekonomian negara.

4. Pemungutan Pajak Harus Efisien

Biaya untuk pemungutan pajak harus seminimal mungkin dan hasil

pemungutan pajak hendaknya digunakan secara optimal untuk membiayai

2 Panca Kurniawan, dkk, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, (Malang: Bayu Media, 2004), hal. 79-78

Page 13: Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

E-27

pengeluaran negara seperti yang tercantum dalam APBN. Oleh karena itu

pemungutan pajak harus menggunakan prinsip cost and benefit analysis,

dalam artian biaya pemungutan pajak harus lebih kecil pada pajak yang

dipungut.

5. Sistem Pemungutan Pajak Harus Sederhana

Pemungutan pajak hendaknya dilaksanakan secara sederhana sehingga syarat

kesederhanaan akan memudahkan wajib pajak untuk memenuhi kewajiban

perpajakannya dengan demikian kesadaran wajib pajak untuk membayar

pajak dapat terwujud.

5.1.3. Pajak Parkir

1. Pengertian Pajak Parkir

Parkir adalah memangkalkan/menempatkan kendaraan bermotor diluar badan

jalan baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang

disediakan sebagai suatu usaha termasuk penyediaan tempat penitipan

kendaraan bermotor.3

Pajak parkir adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir

diluar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan

berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha.

Termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi

kendaraan bermotor yang memungut bayaran.

2. Objek Pajak Parkir

Objek pajak parkir yakni penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan,

baik yang disediakan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai

suatu usaha. Termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan

garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.

3. Pengecualian Pajak Parkir

Pajak Parkir dapat dikecualikan terhadap objek berikut:

Penyelenggara pajak parkir oleh pemerintah pusat dan pemerintah

daerah.

Penyelenggara tempat parkir oleh keduataan, konsultan, perwakilan

asing, dan lembaga-lembaga internasional dengan asas timbal balik.

Penyelenggara tempat parkir lainnya diatur dalam peraturan daerah.

4. Subjek Pajak Parkir

Subjek pajak parkir adalah orang pribadi/badan yang melakukan pembayaran

atas tempat parkir.

5. Wajib pajak parkir

3 Kesit Bambang Prakosa, Pajak dan Retribusi Daerah, hal. 131

Page 14: Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

E-27

Wajib pajak parkir adalah orang pribadi/badan yang menyelenggarakan

pembayaran atas tempat parkir.

6. Tarif Pajak Parkir

Tarif pajak parkir ditentukan dalam Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001

tentang pajak parkir. Tarif tersebut berlakunya sama dengan tarif yang

terdapat dalam UU pajak daerah, namun sebenarnya dalam UU pajak daerah 3

ayat (2) di tetapkan tentang ketentuan tarif pajak kabupaten/kota yang

mengatakan bahwa tarif pajak kabupaten/kota di tetapkan paling tinggi

sebesar:

10% untuk pajak hotel.

10% untuk pajak restoran.

35% untuk pajak hiburan.

25% untuk pajak reklame.

10% untuk pajak penerangan jalan.

20% untuk pajak pengambilan bahan galian.

20% untuk pajak parkir.

Keterangan ketentuan diatas memberikan kesempatan bagi pemerintah

daerah kabupaten/kota untuk mengatur sendiri besarnya tarif yang

diberlakukan dalam rangka pemungutan pajak kabupaten atau kota di wilayah

masing-masing, sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat di daerah

masing-masing, termasuk membebaskan pajak bagi masyarakat yang tidak

mampu.

Penerapan tarif untuk pajak kabupaten/kota yakni perlakuan dan penetapan

tarif pajak kabupaten/kota dalam suatu peraturan daerah tidak boleh melebihi

tarif tertinggi/maksimal yang ditentukan oleh UU pajak daerah.4

5.1.4. Pajak Reklame

5.1.4.1. Pengertian Pajak Reklame

Pajak reklame adalah salah satu pajak daerah dan salah satu sumber pendapatan asli

daerah yang menunjukan posisi strategis dalam hal pendanaan pembiayaan daerah.

Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Penyelengaraan reklame

adalah orang atau badan yang menyelenggarakan reklame, baik untuk dan atas

namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya.

Pajak sebagai alat kebijakan fiskal yang digunakan terus menerus oleh

negara. Pajak Reklame adalah pajak daerah yang penerimaanya diserahkan dan

digunakan untuk kepentingan pemerintah daerah. Pajak reklame tersebut dikenakan

terhadap objek pajak yaitu berupa reklame dan nilai sewa reklame dan didasarkan

pada besarnya biaya pemasangan reklame, besarnya biaya pemeliharaan reklame,

4 Panca Kurniawan. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Hal.76-79

Page 15: Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

E-27

lama pemasangan reklame, nilai strategis pemasangan reklame dan jenis reklam5.

Pajak reklame adalah pajak daerah, sebagaimana dimaksud dalam UU No 18 Tahun

1997 yang diperbaharui dengan UU No 34 tahun 2000. Pembaharuan Undang-undang

didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat sehingga harus dipatuhi oleh

masyarakat dan pihak lain yang terkait, (Marihot P. Siahaan, 2005) dan juga untuk

memberikan peluang kepada daerah Kabupaten/Kota untuk memungut pajak jenis

pajak daerah lain yang dipandang memenuhi syarat dan potensial di daerah. Hal ini

dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah Kabupaten/Kota dalam

mengantisipasi kondisi serta perkembangan perekonomian daerah pada masa

mendatang yang mengakibatkan perkembangan potensi pajak dengan tetap

memperhatikan kesederhanaan jenis pajak dan aspirasi masyarakat serta memenuhi

kriteria yang ditetapkan (Marihot P. Siahaan, 2005).

5.1.4.2. Dasar Hukum Pajak Reklame

Dasar hukum pajak reklame pada suatu Kabupaten atau Kota adalah Undang-Undang

No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Peraturan Walikota Serang

Nomor 26 tentang Pengaturan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Kota Serang Tahun 2011. Asas yang mendasari penagihan dan pembebanan Pajak

Reklame menurut Mardiasmo (2000) meliputi:

1. Memberikan kemudahan dan kesederhanaan.

2. Kepastian hukum.

3. Mudah dimengerti dan adil.

4. Menghindari pajak berganda.

Pajak reklame merupakan pajak daerah yang hasil penerimaannya harus seluruhnya

diserahkan kepada Daerah Kabupaten/Kota. Khususnya Pajak Rekalme yang dipungut

oleh pemerintah kota sebagain diperuntukan bagi desa diwilayah daerah kota tempat

pemungutan Pajak Reklam5. Hasil penerimaan Pajak Reklame tersebut diperuntukan

paling sedikit sepuluh persen bagi desa di wilayah kota yang bersangkutan.

Pembaharuan Undang-Undang dan sistemm pajak daerah diharapkan kesadaran

masyarakat akan meningkat sehingga penerimaan Pajak Daerah yang umumnya dan

Pajak Reklame pada khususnya juga akan meningkat.

Pajak ini dikenakan atas semua penyelenggaraan reklame. Seperti diketahui Pajak

Reklame dikenakan atas semua penyelenggaraan reklame, otomatis yang mejadi

objeknya adalah semua penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat,

perbuatan, media yang menurut bentuk dan corak ragamnya memiliki tujuan

komerisal, digunakan untuk memeprkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu

barang, jasa atau orang ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatau

barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca dan atau

didengar dari suatu tempat oleh umum , kecuali yang dilakukan oleh pemerintah.

5.1.4.3. Jenis-Jenis Reklame dan Ruang Lingkup Pajak Reklame

Page 16: Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

E-27

Penyelenggaraan reklame yang ditetapkan menjadi objek Pajak Reklame adalah

sebagaimana tersebut dibawah ini:5

a. Reklame Papan/Billboard

yaitu reklame yang terbuat dari papan, kayu termasuk seng atau bahan lain yang

sejenis, dipasang atau digantung atau dibuat pada bangunan, tembok, dinding,

pagar, pohon, tiang dan sebagainya baik bersinar maupun yang disinari.

b. Reklame Megatron/Videotron/Large Electronic Display (LED)

Yaitu reklame yang menggunakan layar monitor besar berupa program reklame

atau iklan bersinar dengan gambar dan atau tulisan berwarna yang dapat

berubah-ubah, terprogram dan difungsikan dengan tenaga listrik.

c. Reklame Kain

Yaitu reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan bahan kain, termasuk

kertas, plastik, karet atau bahan lain yang sejenis dengan itu.

d. Reklame Melekat (Stiker/Poster)

Yaitu reklame yang berbentuk lembaran lepas, diselenggarakan dengan cara

disebarkan, dipasang, digantung pada suatu benda dengan ketentuan luasnya

tidak lebih dari 200 cm² perlembar.

e. Reklame Selebaran

yaitu reklame yang berbentuk lembaran lepas, diselenggarakan dengan cara

disebarkan, diberikan atau dapat diminta dengan ketentuan tidak untuk

ditempelkan, diletakkan, dipasang atau digantungkan pada suatu benda lain.

f. Reklame Berjalan

yaitu reklame yang ditempatkan pada kendaraan yang diselenggarakan dengan

menggunakan kendaraan atau dengan cara dibawa oleh orang.

g. Reklame Udara

yaitu reklame yang diselenggarakan diudara dengan menggunakan gas, laser,

pesawat atau alat lain yang sejenis.

h. Reklame Suara

yaitu reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan kata-kata yang

diucapkan atau dengan suara yang ditimbulkan dari atau oleh perantara alat.

i. Reklame Film/Slide

yaitu reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan klise berupa kaca atau

film, ataupun bahan-bahan sejenis, sebagai alat untuk diproyeksikan dan atau

dipancarkan pada layar atau benda lain yang ada di ruangan.

j. Reklame Peragaan

yaitu reklame yang diselenggarakan dengan cara memperagakan suatu barang

dengan atau tanpa disertai suara.

5 Perda Kota Semarang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pajak Reklame.

Page 17: Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

E-27

Semua reklame yang termasuk dalam kategori di atas adalah objek pajak reklame.

Prinsip Pajak Reklame mencerminkan keadilan ditunjukan oleh pengecualian

terhadap objek yang tidak dikenakan pajak karena secara teoritis harus

mempertimbangkan Overhead ekonomi (M.L Jhingan, 2000). Menurut DPKD Kota

Semarang pada Pajak Reklame, tidak semua penyelenggaraan reklame dikenakan

pajak antara lain:

1. Penyelenggaraan reklame lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah,

misalnya penyelenggaraan reklame yang diadakan khusus untuk sosial,

pendidikan, keagamaan dan politik tanpa sponsor.

2. Penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta

mingguan, warta bulanan dan sejenisnya.

3. Penyelenggaraan reklame semata-mata untuk kepentingan umum dalam jangka

waktu yang ditentukan oleh Walikota.

4. Penyelenggaraan reklame yang ditempatkan pada bangunan dan atau tanah

tempat penyelenggaraan pertunjukkan yang semata-mata berhubungan dengan

pertunjukkan yang sedang atau akan diselenggarakan.

5. Penyelenggaraan Reklame oleh Perwakilan Diplomatik, Perwakilan Konsulat,

Perwakilan PBB serta badan-badan khususnya Badan-Badan atau Lembaga-

Lembaga Organisasi Internasional pada lokasi Badan-Badan yang dimaksud.

6. Penyelenggaran oleh organisasi politik atau organisasi sosial politik yang semata-

mata mengenai politik.

Ditinjau dari obyek pajak, subyek pajak, wajib pajak dan dasar pengenaan pajak

reklame menurut Peraturan Daerah No. 22 tahun 2002 adalah:

No Keterangan Pajak Reklame

1. Obyek Pajak Semua Penyelenggaraan reklame.

2. Subyek Pajak Orang pribadi atau badan yang

menyelenggarakan atau memesan reklame.

3. Wajib Pajak Orang pribadi atau badan yang

menyelenggarakan reklame.

4. Dasar Pengenaan Pajak Nila Sewa Reklame (NSR).

Sumber: Marihot P. Siahaan, 2005

Menurut Peraturan Daerah No. 22 tahun 2002 tentang pajak reklame juga

disebutkan, pajak reklame adalah pungutan daerah atas penyelenggaraan reklame.

Adapun yang dimaksud reklame adalah benda, alat atau perbuatan yang menurut

bentuk, susunan dan atau corak ragamnya digunakan untuk memperkenalkan,

Page 18: Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

E-27

menganjurkan atau memuji kepada sesuatu barang, jasa atau seseorang ataupun

untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau seseorang yang

diselenggarakan/ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca dan atau didengar dari suatu

tempat oleh umum.

Pengenaan Pajak Reklame tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau

daerah kota seluruh Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan

kepada pemerintah Kabupaten atau Kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan

suatu jenis pajak Kabupaten atau Kota. Untuk dapat dipungut pada suatu daerah

Kabupaten atau Kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan

peraturan daerah tentang Pajak Reklame yang akan menjadi landasan hukum

operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak reklame di

daerah Kabupaten atau Kota yang bersangkutan.

5.1.4.4. Tarif Dasar Pengenaan dan Cara Menghitung Pajak Terhutang

Tarif Pajak Reklame dikenakan atas objek reklame adalah paling tinggi sebesar dua

puluh lima persen dari nilai sewa reklame dan ditetapkan dengan peraturan daerah

kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan

keleluasaan kepada pemerintah Kabupaten/Kota untuk menetapkan tarif pajak yang

dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah Kabupaten/Kota. Dengan

demikian setiap daerah Kabupaten/Kota diberikan kewenangan untuk menetapakan

tarif pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainya, asalkan tidak lebih

dari dua puluh lima persen.

Besarnya tarif pajak reklame untuk daerah dapat bervariasi asalkan tidak lebih dari

dua puluh lima persen. Sebelum menentukan dasar pengenaan dan menghitung

besarnya pajak reklame perlu dipahami dahulu pengertaian Nilai Sewa Reklame

(NSR) adalah nilai yang ditetapkan sebagai dasar perhitungan penetapan besarnya

pajak reklam5. NSR ditentukan melalui nilai jual objek reklame dan nilai strategis

pemasangan reklam5. Cara perhitungan NSR ditetapkan dengan peraturan daerah.

Umumnya peraturan daerah akan menetapkan bahwa NSR ditetapkan oleh

bupati/walikota dengan persetujuan DPRD Kabupaten/Kota yang bersangkutan

dengan berpedoman pada Keputusan Menteri Dalam Negeri. Hasil perhitungan NSR

ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota. Pada dasarnya Nilai Sewa Reklame

dihitung dengan mempertimbangkan (Marihot P. Siahaan, 2005):

Besarnya biaya pemasangan reklame.

Besarnya biaya pemeliharaan reklame.

Jenis dan jangka waktu pemasangan reklame.

Nilai strategis lokasi.

Ukuran media reklame.

Yang dimaksud dengan:

Nilai Jual Obyek Pajak Reklame (NJOPR).

Page 19: Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

E-27

NJOPR adalah keseluruhan pembayaran/pengeluaran yang dikeluarkan oleh

pemilik dan atau penyelenggaraan reklame, konstruksi, instalasi listrik,

pembayaran/ongkos perakitan pemancaran, peragaan, penayangan, pengecatan,

pemasangan dan transportasi yang bersangkutan dan lain sebagainya sampai

dengan bangunan reklame selesai dipancarkan, diperagakan, ditayangkan, dan

atau terpasang ditempat yang telah diizinkan. Perhitungan NJOPR didasarkan

pada besarnya komponen biaya penyelenggaraan reklame, yang meliputi

indikator :

Biaya pembuatan/konstruksi.

Biaya pemeliharaan.

Lama pemasangan.

Jenis reklam5.

Luas bidang reklam5.

Ketinggian reklam5.

Nilai Strategis Pemasangan Reklame (NSPR) adalah ukuran nilai yang ditetapkan

pada titik lokasi pemasangan reklame tersebut, berdasarkan kriteria kepadatan

pemanfaatan tata ruang kota untuk berbagai aspek kegiatan di bidang usaha.

Perhitungan nilai strategis didasarkan pada besarnya ukuran reklame, dengan

indikator: nilai fungsi ruang (NFR) lokasi pemasangan; nilai fungsi jalan (NFJ); dan

nilai sudut pandang (NSP).

Sedangkan dasar pengenaan pajak terutang dihitung dengan mengkalikan tarif pajak

dengan dasar pengenaan pajak. Contoh; besarnya masing-masing NJOPR (Nilai Jual

Obyek Pajak Reklame), NSPR (Nilai Strategis Pemasangan Reklame), dan NSR (Nilai

Sewa Reklame), yaitu :6

Tabel 5.1Nilai Sewa Reklame Kota Semarang

No

Jenis Reklame NJOPR NSPR NSR

1 2 3 4 5A Reklame Megatron 21,000,000,00/M2/

Th1. Kawasan Khusus 1,950,000,00/M2/

Th22,950,000,00/

M2/Th2. Kawasan Sentral

Bisnis700,000,00/M2/Th 21,700,000,00/

M2/Th3. Kawasan Bisnis 200,000,00/M2/Th 21,200,000,00/

M2/Th4. Kawasan Jalan A 50,000,00/M2/Th 21,050,000,00/

M2/Th

6 Keputusan Walikota Semarang No. 973/266 Tahun 2002

Page 20: Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

E-27

No

Jenis Reklame NJOPR NSPR NSR

1 2 3 4 55. Kawasan Jalan B 20,000,00/M2/Th 21,020,000,00/

M2/Th6. Kawasan Jalan C 5,000,00/M2/Th 21,005,000,00/

M2/ThB Reklame Papan

Multivision 2-4 Penayangan 600,000/M2/ThKawasan Khusus 1,950,000,00/M2/

Th2,250,000,00/M2/

ThKawasan Sentral Bisnis 700,000,00/M2/Th 1,300,000,00/M2/

ThKawasan Bisnis 200,000,00/M2/Th 800,000,00/M2/ThKawasan Jalan A 50,000,00/M2/Th 650,000,00/M2/ThKawasan Jalan B 20,000,00/M2/Th 620,000,00/M2/ThKawasan Jalan C 5,000,00/M2/Th 605,000,00/M2/Th5-8 Penayangan 800,000/M2/Th1. Kawasan Khusus 1,950,000,00/M2/

Th2,750,000,00/M2/

Th2. Kawasan Sentral Bisnis

700,000,00/M2/Th 1,500,000,00/M2/Th

3. Kawasan Bisnis 200,000,00/M2/Th 1,000,000,00/M2/Th

4. Kawasan Jalan A 50,000,00/M2/Th 850,000,00/M2/Th5. Kawasan Jalan B 20,000,00/M2/Th 820,000,00/M2/Th6. Kawasan Jalan C 5,000,00/M2/Th 805,000,00/M2/ThLebih dari 8 kali Penayangan

1,000,000/M2/Th

1. Kawasan Khusus 1,950,000,00/M2/Th

2,950,000,00/M2/Th

2. Kawasan Sentral Bisnis

700,000,00/M2/Th 1,700,000,00/M2/Th

3. Kawasan Bisnis 200,000,00/M2/Th 1,200,000,00/M2/Th

4. Kawasan Jalan A 50,000,00/M2/Th 1,050,000,00/M2/Th

5. Kawasan Jalan B 20,000,00/M2/Th 1,020,000,00/M2/Th

6. Kawasan Jalan C 5,000,00/M2/Th 1,005,000,00/M2/Th

Billboard 300,000/M2/Th1. Kawasan Khusus 1,950,000,00/M2/

Th2,250,000,00/M2/

Th2. Kawasan Sentral Bisnis

700,000,00/M2/Th 1,000,000,00/M2/Th

3. Kawasan Bisnis 200,000,00/M2/Th 500,000,00/M2/Th4. Kawasan Jalan A 50,000,00/M2/Th 350,000,00/M2/Th5. Kawasan Jalan B 20,000,00/M2/Th 320,000,00/M2/Th6. Kawasan Jalan C 5,000,00/M2/Th 305,000,00/M2/Th

C Reklame Kain Cover 300,000/M2/Th1. Kawasan Khusus 1,950,000,00/M2/

Th2,250,000,00/M2/

Th2. Kawasan Sentral Bisnis

700,000,00/M2/Th 1,000,000,00/M2/Th

3. Kawasan Bisnis 200,000,00/M2/Th 500,000,00/M2/Th4. Kawasan Jalan A 50,000,00/M2/Th 350,000,00/M2/Th5. Kawasan Jalan B 20,000,00/M2/Th 320,000,00/M2/Th6. Kawasan Jalan C 5,000,00/M2/Th 305,000,00/M2/Th

Layar Toko, Tenda, 8,500,00/M2/Minggu

Page 21: Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

E-27

No

Jenis Reklame NJOPR NSPR NSR

1 2 3 4 5Bannie 1. Kawasan Khusus 22,500,00/M2/

Minggu31,000,00/M2/

Minggu2. Kawasan Sentral Bisnis

7,000,00/M2/Minggu

15,500,00/M2/Minggu

3. Kawasan Bisnis 6,000,00/M2/Minggu

14,500,00/M2/Minggu

4. Kawasan Jalan A 5,000,00/M2/Minggu

13,500,00/M2/Minggu

5. Kawasan Jalan B 4,500,00/M2/Minggu

13,000,00/M2/Minggu

6. Kawasan Jalan C 4,000,00/M2/Minggu

12,500,00/M2/Minggu

Spanduk, Umbul-Umbul

8,500,00/M2/Minggu

1. Kawasan Khusus 22,500,00/M2/Minggu

31,000,00/M2/Minggu

2. Kawasan Sentral Bisnis

7,000,00/M2/Minggu

15,500,00/M2/Minggu

3. Kawasan Bisnis 6,000,00/M2/Minggu

14,500,00/M2/Minggu

4. Kawasan Jalan A 5,000,00/M2/Minggu

13,500,00/M2/Minggu

5. Kawasan Jalan B 4,500,00/M2/Minggu

13,000,00/M2/Minggu

6. Kawasan Jalan C 4,000,00/M2/Minggu

12,500,00/M2/Minggu

Flag Chain 10,000,00/M2/3 Bl 30,000,00/M Lari/3BI

40,000,00/M Lari/3 Bl

D Reklame Melekat1.Tinplate 10,000/Folio/3 Bl 30,000/Folio/3 Bl 40,000/Folio/3 Bl2.Stiker 1,500/Folio/1Bl 2,500/Folio/1Bl 4,000/Folio/Bl3.Poster 500/Folio/1Bl 2,500/Folio/1Bl 3,000/Folio/Bl

E Reklame SelebaranBerwarna 500/Folio 300/Folio 800/FolioTidak Berwarna 100/Folio 300/Folio 400/Folio

F Reklame Berjalan 10,000,00/M2/Th 140,000,00/M2/Th

240,000,00/M2/Th

G Reklame Kendaraan 10,000,00/M2/Th 140,000,00/M2/Th

240,000,00/M2/Th

H Reklame Udara 1,500,000,00/ Bh 500,000,00/ Bh 2,000,000,00/ BhI Reklame Film/Slide - - -J Reklame Suara - - -K Reklame Peragaan - 50,000,00/M2/

Minggu50,000,00/M2/

MingguSumber: DPKD Kota Semarang, Tahun 2010

Pajak Reklame ini mempunyai potensi yang cukup besar dan tidak terkena dampak

krisis secara berarti. Ada kecenderungan bahwa segmen pajak ini mayoritas adalah

golongan kaya yaitu para pengusaha dan investor baik lokal maupun asing, karena

kelompok ini cenderung membelanjakan uangnya dengan porsi yang lebih besar dari

pada pendapatannya untuk memasang reklam5. Dalam menentukan nilai dan

memungut pajak tidaklah sulit (Devas, dkk,1989) tetapi dalam hal kontrolnya sangat

Page 22: Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

E-27

lemah. Nilai kena pajak pada prakteknya ditetapkan melalui perundingan antara

petugas pajak dengan pihak yang menyelenggaraan reklame sehingga dapat

memberi peluang terjadinya kebocoran-kebocoran dan penyelewengan. Selain itu

hanya kota-kota besarlah yang dapat menggali penerimaan dari pajak ini.

5.1.4.4. Aturan Teknis Pelaksanaan Pajak Reklame

Pelaksanaan Pajak Reklame dimulai dari proses pendaftaran usahanya kepada

Bupati/Walikota, dalam praktiknya umumnya kepada Dinas Pendapatan Keuangan

Daerah (DPKD), dalam jangka waktu tertentu selambat-lambatnya tiga puluh hari

sebelum dimulainya kegiatan usaha untuk dikukuhkan dan diberikan Nomor Pokok

Wajib Pajak Daerah (NPWPD). Apabila pengusaha penyelengaraan reklame tidak

mendaftarkan usahanya dalam jangka waktu yang ditentukan, maka kepala Dinas

Pendapatan Keuangan Daerah akan menetapkan pengusaha tersebut sebagai wajib

pajak secara jabatan, penetapan tersebut dimakasudkan untuk pemberian nomor

pengukuhan dan NPWPD dan bukan merupakan penetapan besarnya wajib pajak

terutang. Tata cara pelaporan dan pengukuhan wajib pajak ditetapkan oleh

Bupati/Walikota dengan surat keputusan. Sebelum proses pendaftaran terlebih

dahulu mendeskripsikan pengertian Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD).

Pengertian SPTPD adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan

perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak, dan atau bukan objek pajak

dan atau harta serta kewajiban, menurut peraturan perundang-undangan perpajakan

daerah. Wajib pajak yang telah memiliki NPWPD setiap awal masa pajak wajib

mengisi SPTPD. Berdasarkan SPTPD, Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk oleh

Bupati/Walikota menetapkan Pajak Reklame yang terutang dengan menerbitkan

Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD). SKPD disini adalah surat ketetapan yang

menentukan besarnya jumlah pokok pajak. SKPD harus dilunasi oleh wajib pajak

paling lama tiga puluh hari sejak diterimanya SKPD oleh wajib pajak atau jangka

waktu lain yang ditetapkan oleh bupati atau walikota. Apabila setelah lewat waktu

yang ditentukan wajib pajak tidak atau kurang membayar pajak terutang dalam

SKPD, wajib pajak dikenakan sanksi adminnistrasi berupa bunga sebesar dua persen

sebulan dan ditagih dengan menerbitkan Surat Tagih Pajak Daerah.

Untuk melihat lebih jelas bagaimana proses pemungutan Pajak Reklame ditunjukan

oleh gambar dibawah ini:

Gambar 5.1 Sistem Pemungutan Pajak Reklame

Page 23: Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

E-27

Sumber: DPKD Kota Semarang, 2010

Keterangan:

1. NPWPD : Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah

2. SPTPD : Surat Pemberitahuan Pajak Daerah

3. SKPD : Surat Ketetapan Pajak Daerah

4. SKPDKB : Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar

5. SKPDN : Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil

6. SKPDKBT : Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan

7. SSPD : Surat Setoran Pajak Daerah

5.1.5 Hubungan Antara Penduduk Dengan Pajak Reklame

Penduduk melakukan permintaan atas sesuatu barang dalam rangka memenuhi atau

memuaskan kebutuhan hidup. Semakin meningkat jumlah penduduk. Maka

kebutuhan akan barang-barang pemuas kebutuhan akan mengalami peningkatan.

Pertambahan jumlah penduduk yang tidak seiring dengan perkembangan

kesempatan kerja, akan mengakibatkan meningkatkan pengangguran (Sadono

Soekirno,2003).

Menurut Syuhada Sofian (1997) penduduk merupakan salah satu faktor yang

signifikan berpengaruh terhadap jumlah Penerimaan Pajak Reklam5. Pertumbuhan

penduduk dianggap sebagai salah satu faktor yang positif dalam memacu

pertumbuhan ekonomi. Penduduk dianggap sebagai pemacu pembangunan.

Banyaknya jumlah penduduk akan memacu kegiatan produksi, konsumsi dari

penduduk inilah yang akan menimbulkan permintaan agregat. Pada gilirannya,

peningkatan konsumsi agregat memungkinkan usaha-usaha produktif berkembang,

begitu pula perekonomian secara keseluruhan. Dengan adanya penduduk yang

Page 24: Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

E-27

padat, maka kegiatan ekonomi akan berlangsung secara baik, jika kebijakan terhadap

penduduk sejalan dengan kebijakan di dalam suatu daerah/wilayah.

5.1.6 Hubungan Antara Industri dengan Pajak Reklame

Jumlah industri adalah jumlah usaha industri baik industri kecil, menengah, maupun

besar. Jumlah industri merupakan salah satu faktor positif pemicu pertumbuhan

ekonomi. Menurut Sutrisno (2002) jumlah industri berpengaruh terhadap penerimaan

pajak reklame. Penilaian tersebut sesuai dengan penilaian yang dilakukan oleh

Devas, dkk (1989), bahwa sebagian besar pemerintah daerah tingkat II (sekarang

Kabupaten/Kota) menarik pajak atas benda papan reklame di daerah. Pajak ini cocok

untuk sumber penerimaan daerah, karena tempat objek pajak dapat mudah

diketahui.

Jumlah industri yang menggunakan jasa pemasangan reklame juga berpengaruh

terhadap penerimaaan pajak reklame. Hal ini disebabkan apabila suatu industri yang

ingin memasarkan produknya dapat menggunakan atau memasang reklame agar

dapat diketahui oleh masyarakat. Hal tersebut dapat menambah jumlah penerimaan

pajak itu sendiri. Bertambahnya jumlah industri yang memasang reklame

mengakibatkan obyek pajak bertambah luas, sehingga penerimaan daerah pun

meningkat (Syuhada Sofian, 1997).

5.1.7 Hubungan Antara PDRB dengan Pajak Reklame

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah dan jasa akhir yang

dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam satu tahun dan dinyatakan dalam harga

pasar. Baik PDB atau PDRB merupakan ukuran yang global sifatnya, dan bukan

merupakan alat ukur pertumbuhan ekonomi yang tepat, karena belum dapat

mencerminkan kesejahteraan penduduk yang sesungguhnya, padahal sesungguhnya

kesejahteraan harus dinikmati oleh setiap penduduk di Negara atau daerah yang

bersangkutan.

Produk domestik regional bruto perkapita pada skala daerah dapat digunakan

sebagai pengukur pertumbuhan ekonomi yang lebih baik karena lebih tepat

mencerminkan kesejahteraan penduduk suatu Negara daripada nilai PDB atau PDRB

saja. Produk domestik bruto perkapita baik di tingkat nasional maupun di daerah

adalah jumlah PDB nasional atau PDRB suatu daerah dibagi dengan jumlah penduduk

di Negara maupun di daerah yang bersangkutan. atau dapat disebut juga sebagai

PDB atau PDRB rata-rata. Besar kecilnya penerimaan pajak sangat ditentukan oleh

PDRB, jumlah penduduk dan kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah, jadi

PDRB dan jumlah penduduk berpengaruh terhadap penerimaan masing-masing jenis

pajak daerah tersebut (Musgrave, 1993).

5.1.2 METODOLOGI

Page 25: Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

E-27

Berikut ini uraian metodologi dari pekerjaan Penyusunan Pendapatan Asli Daerah

(PAD) Kota Serang:

a) Sumber Data

Sumber data dari pekerjaan Penyusunan PAD Kota Serang adalah subjek darimana

data diperoleh (Suharsimi Arikunto, 2006:129), yaitu menggunakan data sekunder

dengan dokumen atau catatan yang menjadi sumbernya.

b) Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan

data dan keterangan-keterangan lainnya dalam pekerjaan yang dilakukan.

Metode Studi Dokumentasi.

Telaah Kepustakaan.

Wawancara.

c) Teknis Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih

mudah dibaca dan diinterprestasikan. Metode analisis data yang digunakan dalam

pekerjaan ini adalah metode kuantitatif dengan data sekunder, yang dilakukan

untuk mengukur suatu fenomena penelitian dengan menggunakan infikator ratio

keuangan daerah, yang dipergunakan untuk memperoleh gambaran mengenai

mekanisme penerimaan pajak reklame dan parkir di kota Serang. Dari data

kuantitatif serta untuk mengetahui efektivitas penerimaan pajak reklame dan

parkir serta kontribusinya terhadap PAD dalam rangka menujua kemandirian

daerah yang terdiri dari:

Laju Pertumbuhan

Laju pertumbuhan Pajak Reklame dan Parkir menunjukan kemapuan

pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatakan

keberhasilannya dalam memungut pajak reklam5. Rumus untuk menghitung

laju pertumbuhan adalah:

(Abdul Halim, 2004:162)

Keterangan:

GX = laju pertumbuhan pajak reklame per tahun

Xt = realisasi penerimaan pajak reklame per tahun

X(t-1) = realisasi penerimaan pajak reklame tahun sebelumnya

GX = Xt – X( t-1 ) x 100%X(t-1)

Page 26: Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

E-27

Efektivitas

Efektivitas adalah perbandingan atau rasio antara penerimaan dengan target

pajak reklame yang telah ditetapkan setiap tahunnya berdasarkan potensi

yang sesungguhnya. Adapun rumus perhitungan efektivitas menurut Abdul

Halim (2004:93) adalah sebagai berikut:

Efektivitas = Realisasi Pajak Reklame 100%X Potensi Pajak Reklame

Dan sebagai pembanding digunakan rumus efektivitas berdasarkan target

yang telah ditentukan sebagai berikut:

Efektivitas = Realisasi Penerimaan Pajak Reklame X 100% Target Penerimaan Pajak Reklame

Dalam perhitungan efektivitas menurut Abdul Halim (2008:234) apabila yang

dicapai minimal satu atau 100% maka rasio efektivitas semakin baik, artinya

semakin efektif pajak reklame.

Demikian pula sebaliknya, semakin kecil persentase efetivitasnya menunjukan

pemungutan pajak reklame semakin tidak efektif. Untuk mengukur nilai

efektivitas secara lebih rinci digunakan kriteria berdasarkan Kepmendagri No.

690.900.327 tahun 1997 tentang pedoman penilaian dan kinerja keuangan

yang disusun dalam tabel berikut:

Tabel 5.2 Kriteria Kinerja Keuangan

Persentase Kinerja Keuangan Kriteria

Di atas 100% Sangat efektif

90% - 100% Efektif

80% - 90% Cukup Efektif

60% - 80% Kurang

Kurang dari 60% Tidak Efektif

Sumber: Depgagri, Kepmendagri No.690.900.327 tahun 1996 (Yuni Mariana, 2005:26)

Kontribusi Pajak Reklame terhadap PAD

Untuk menghitung sumbangan dan penerimaan pajak reklame dan parkir terhadap pajak daerah

dan sumbangannya terhadap PAD maka digunakan formula sebagai berikut:

Kontribusi Pajak Reklame terhadap PAD = X X 100% z

Kontribusi pajak Reklame Terhadap Pajak Daerah = X X 100%

Page 27: Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

E-27

ySumber: Abdul Halim (2004:163)

Keterangan:

X = Realisasi Penerimaan Pajak Reklame

Y = Realisasi Penerimaan Pajak Daerah

Z = Realisasi Penerimaan PAD

Kontribusi pajak reklame terhadap PAD, kemudian dinilai berdasarkan kriteria

yang telah disusun oleh Tim Litbang Depdagri Fisipol UGM tahun 1991 yang

disusun dalam tabel berikut ini:

Tabel 5.3 Kriteria Kinerja Keuangan

Persentase Kinerja Keuangan Kriteria

0 – 10,00% Sangat kurang

10,10 – 20,00% Kurang

20,10 – 30,00% Cukup

30,10 – 40,00% Sedang

40,10 – 50,00% Baik

>50,00% Sangat baik

Sumber : Yuni Mariana (2005:26)

Menghitung Tingkat Kemandirian Daerah

Menghitung tingkat kemandirian Kota Serang berdasarkan perhitungan ratio

PAD terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD). Abdul Halim (2004:24)

menjelaskan perhitungan dengan menggunakan rumus:

Rasio PAD terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD) :

Hasil dari perhitungan tersebut, kemudian dideskripsikan, dibantu dengan tabel pola hubungan dan

tingkat kemampuan daerah berikut ini:

Kemampuan

Keuangan

Kemandirian Pola Hubungan

Rendah Sekali 0% - 25% Instruktif

PADTPD

X 100%

Page 28: Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

E-27

Rendah 25% - 50% Konsultatif

Sedang 50% - 75% Partisipatif

Tinggi 75% - 100% Delegatif

Sumber: Abdul Halim (2004:189)

5.2. PROGRAM KERJA

Pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Serang, dilaksanakan dengan

mengumpulkan data sekunder dari 6 Kecamatan dan 7 SKPD di wilayah Kota Serang. Untuk mewujudkan

hasil yang maksimal, konsultan menyertakan tenaga ahli dengan kualifikasi yang memang ahli di

bidangnya. dalam pekerjaan ini waktu yang dibutuhkan adalah 3 (tiga) bulan kalender. Dengan waktu yang

sesingkat ini, konsultan akan bekerja dengan aktif, supaya hasil selesai tepat waktu dan hasil yang sesuai.

Berikuti ini kami sampaikan program kerja dalam pekerjaan Penyusunan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Kota Serang, yaitu:

Tahapan Uraian Keterangan

Diskusi bersama tim menentukan metoda yang

akan digunakan dan

pembagian jadual kegiatan

-

Pencarian Data Dilakukan oleh seluruh tim Koordinasi dengan 6

Kecamatan, 7 SKPD

Pengolahan Data Dilakukan oleh seluruh tim Koordinasi dengan tim

leader

Finsihing Seluruh tim Diskusi dengan pemberi

kerja

5.3. Organisasi dan Personil

Penyusunan organisasi pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Pendapatan Asli

Daerah (PAD) Kota Serang, ini menyangkut hubungan antara pemberi kerja

dengan pelaksana kerja (konsultan), yang terdiri dari tenaga-tenaga ahli dari

berbagai bidang.

Pemberi tugas adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(BAPPEDA) Kota Serang, sedangkan pelaksana kerja dalam hal ini adalah

Konsultan Perencana. Dalam pelaksanaan pekerjaan, konsultan akan

bertanggung jawab kepada Pimpinan Kegiatan dan akan melakukan

konsultasi teknis dengan tim teknis yang telah ditunjuk atau ditetapkan.

Page 29: Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

E-27

Pembagian tugas dan tanggung jawab dalam organisasi tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Pimpinan Kegiatan merupakan pemberi tugas :

Menyusun Kerangka Acuan Tugas dan spesifikasi teknis yang jelas sesuai dengan pekerjaan.

Memberikan informasi yang diperlukan Tim Penyusun PAD Kota Serang.

Melakukan konsultasi, perundingan dan negosiasi yang bersifat administrasi maupun teknis dengan Tim Penyusun PAD Kota Serang melalui Manajer Proyek/PPTK.

Memberikan saran, usul dan kritik terhadap hasil rancangan yang dihasilkan Tim Penyusun PAD Kota Serang apabila kurang sesuai dengan permasalahan yang ada.

Menyelesaikan urusan administrasi dan keuangan tepat waktu sesuai dengan kesepakatan (kontrak kerjasama) dengan Tim Penyusun PAD Kota Serang.

2. Tim Teknis/Tim Supervisi. Merupakan tim yang dibentuk oleh Bappeda Kota

Serang untuk :

Memberikan arahan pelaksanaan kegiatan agar kegiatan yang dilaksanakan berada dalam track/lajur yang selaras dengan tujuan akhir pekerjaan.

Memberikan bimbingan/konsultasi dan mensupervisi kemajuan pelaksanaan pekerjaan yang telah dilaksanakan konsultan.

Memberikan fasilitasi terhadap kelancaran pelaksanaan pekerjaan sejauh kewenangan yang dimiliki.

3. Konsultan, kewajiban konsultan perencana dalam proses Penyusun PAD Kota

Serang adalah sebagai berikut :

Konsultan berkewajiban dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap

pelaksanaan Penyusun PAD Kota Serang, sesuai dengan ketentuan perjanjian

kerjasama yang telah ditetapkan.

Konsultan berkewajiban menyusun PAD Kota Serang berdasarkan ketentuan

yang telah ditetapkan dalam Kerangka Acuan Kerja.

Konsultan diwajibkan mengekspose draft penyusunan pekerjaan tersebut,

sesuai dengan tahapan pekerjaan yang ditetapkan dalam ketentuan perjanjian

kerjasama.

Konsultan dalam melaksanakan pekerjaan harus berkonsultasi secara intensif

dengan “Quality Control” serta Tim Teknis yang telah ditetapkan oleh

Pengguna Anggaran.

Page 30: Data Teknis 5. Uraian Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

E-27

Dalam rangka alih teknologi maka Konsultan berkewajiban untuk memberikan

hardcopy dari dokumen Penyusun PAD Kota Serang serta data dan informasi

yang diperoleh selama melakukan pekerjaan.

Dibawah ini adalah organisasi pelaksana pekerjaan Penyusunan PAD Kota

Serang :

Gambar 5.3

Organisasi Pelaksan Pekerjaan PAD Kota Serang

Team Pelaksana Teknis PekerjaanTeam Pelaksana Teknis Pekerjaan

TENAGA AHLI UTAMATENAGA AHLI UTAMA

BAPPEDA KOTA SERANGBAPPEDA KOTA SERANG

Direktur Perusahaan

Direktur Perusahaan

Tim Supervisi

Tim Supervisi

Team LeaderTeam Leader

Pejabat Pembuat Komitmen

Pejabat Pembuat Komitmen

Tenaga Pendukung Teknis & Non Teknis