TERAPI CKD
a. Terapi Farmakologi
1. Hipertensi
(Kidney Clinic Nephrologist, 2011)
(Kidney Clinic Nephrologist, 2011)
- Pasien tanpa diabetes
Pasien dengan proteinuri CKD (rasio urin albumin terhadap kreatinin > 30
mg/mmol. terapi antihipertensi yang sebaiknya digunakan termasuk dari golongan
ACE inhibitor atau ARB pada kasus pasien yang intoleransi terhadap ACE inhibitor.
Tekanan darah pasien ditargetkan untuk mencapai < 130/80 mmHg. Golongan anti
hipertensi yang diperbolehkan pada pasien CKD adalah ACE inhibitor, ARB, thiazid
diuretik, β-blocker (pasien berumur 60 tahun atau kurang), atau long acting calcium
channel blocker (CCB) (Adeera et al, 2008).
- Pasien dengan diabetes
Terapi antihipertensi yang sebaiknya digunakan adalah golongan ACE inhibitor
atau ARB. Tekanan darah pasien ditargetkan untuk mencapai <130/80 mmHg
(Adeera et al, 2008).
- Pasien dengan large-vessel renal vascular disease
Hipertensi renovascular sebaiknya diterapi dengan perlakuan yang sama dengan
pasien tanpa diabetes, nonproteinuric CKD. Perhatian terhadap penggunaaan ACE
inhibitoe atau ARB karena risiko terjadinya gagal ginjal akut (Adeera et al, 2008).
2. Diabetes
- Kontrol Glikemi
Target untuk kontrol glikemi, adalah hemoglobin A1< 7.0%, fasting plasma
glucose 4-7 mmol/L. Kontrol glikemi merupakan bagian dari strategi multifaktorial
intervensi yang berhubungan dengan kontrol tekanan darah, dan risiko
kardiovaskular, dan penyaranan penggunaan obat ACE inhibitor, ARB, statin, dan
asam asetilsalisilat (Adeera et al, 2008).
- Penggunaan metformin pada diabetes tipe 2
Metformin direkomendasikan pada pasien dengan diabetes tipe 2 dengan gagal
ginjal kronik stage 1 atau 2 yag memiliki fungsi ginjal stabil yang tidak berubah lebih
dari 3 bulan terakhir. Metformin tetap dilanjutkan pada pasien dengan CKD stage 3
stabil (Adeera et al, 2008).
Rekomendasi studi klinik: metformin harus dihentikan jika terjadi perubahan akut
pada fungsi ginjal atau selama periode sakit yang mengakibatkan perubahan pada
gangguan gastrointestinal atau dehidrasi, atau menyebabkan hipoksia (gagal jantung
atau respiratory). Perlu diperhatikan juga pada pasien yang menggunakan ACE
inhibitor, ARB, NSAID atau diuretik, atai setelah administrasi kontras intravena
karena risiko gagal ginjal akut, dan akumulasi asam laktat (Adeera et al, 2008).
- Pilihan agen penurun glukosa lain
Sesuaikan pilihan agen penurun glukosa lain (termasuk insulin) dengan pasien
individu, level fungsi ginjal dan komorbiditas. Risiko hipoglikemi sebaiknya terus
dimonitor pada pasien yang menggunakan insulin. Pasien harus diberitahu mengenai
cara mengetahui, mendeteksi dan menangani hipoglikemi (Adeera et al, 2008).
Rekomendasi studi klinik: short acting sulfonilurea (gliclazide) lebih disukai
dibandingkan long acting pada pasien dengan CKD (Adeera et al, 2008).
3. Dislipidemia
(Kidney Clinic Nephrologist, 2011)
(Kidney Clinic Nephrologist, 2011)
- Screening
Profil lipid (total kolesterol, LDL kolesterol, HDL kolesterol dan trigliserid) harus
diukur pada orang dewasa dengan CKD stage 1-3. Profil lipid harus diukur pada
pasien dengan stage 4 CKD hanya jika hasilnya mempengaruhi pilihan untuk inisiasi
terapi atau modifikasi terapi (Adeera et al, 2008).
- Frekueensi pengukuran profil lipid
Profil lipid diukur setelah satu hari penuh (ideal > 12 jam durasi). Total kolesterol
, LDL kolesterol, HDL kolesterol dan TG juga diukur. Profil lipid diukur setidaknya
kurang dari 6 minggu setelah inisiasi dosis atau perubahan terapi farmakologi. Setelah
itu, profil lipid dimonitoring setiap 6-12 bulan (Adeera et al, 2008).
- Terapi
Terapi statin diberikan kepada pasien dengan CKD stage 1-3 . Pada stage tersebut,
perlu dipertimbangan untuk titrasi dosis statin. Klinisi perlu mempertimbangkan
inisisiai terapi statin untuk pasien dengan CKD stage 4 dan titraasi dosis untuk
mencapai LDL kolesterol level <2.00 mmol/L dan rasio total kolesterol terhadap
HDL kolesterol <4.0 mmol/L (Adeera et al, 2008).
Gemfibrozil (1200 mg perhari) diberikan sebagai alternatif terapi statin bagi
pasien dengan CKD stage 1-3 dengan risiko kardiovaskular intermediate atau tinggi
dengan konkomitan level rendal HDL kolesterol (<1.0 mmol/L) (Adeera et al, 2008).
- Monitoring Efek Samping Terapi
Monitoring berkelanjutan dari kreatinin kinase dan alanin aminotransferase tidak
diperlukan pada pasien asymptomatic dengan CKD (stage apapun) yang
menggunakan statin dosis rendah hingga sedang (< 20 mg/d simvastatin atau
atorvastatin, atau dosis ekivalen dari statin lain). Kreatinin kinase dan alanin
aminotransferase sebaiknya dukur setiap 3 bulan pada pasien dengan CKD stage 4
yang menerima statin dosis sedang hingga tinggi (> 40 mg/d simvastatin atau
atorvastatin, atau dosis ekivalen dai statin lain) (Adeera et al, 2008).
Statin dan fibrat sebaiknya tidak disarankan pada pasien dengan CKD stage 4
karena adanya risiko rhabdomyolisis. Gemfibrozil aman digunakan pada psien
dengan CKD. Preparasi fibrat lain (fenofibrat) sebaiknya dihindari atau dosis dapat
diturunkan secara signifikan pada pasien dengan CKD stage 2-4 karena dapat
meningkatkan risiko toksisitas (Adeera et al, 2008).
4. Proteinuria
- Pengukuran proteinuria
Screening proteinuria perlu dilakuakn pada semua pasien yang memiliki risiko
tinggi terkena penyakit ginjal (pasien dengan diabetes, hipertensi, vascular disease,
penyakit autoimun, estimasi filtrasi glomerular < 60 mL/min/1.73 m2 atau edema).
Screening dilakukan menggunakan sampel random urine untuk mengukur rasio
protein terhadap kreatinin atau albumin terhadap kreatinin. Pada paien dengan
diabetes, uji rasio albumin terhadap kreatinin dilakukan untuk screening terhadap
penyakit ginjal. Rasio protein kreatinin >100 mg/mmol atau rasio albumin terhadap
kreatinin >60 mg/mmol dilakukan untuk indikasi risiko tinggi progresi terhadap
penyakit ginjal stage akhir (Adeera et al, 2008).
- Terapi
Pasien dengan diabetes dan albuminuria persisten (rasio albumin terhadap
kreatinin >2.0 mg/mmol untuk pria, >2.8 mg/mmol untuk wanita) sebaiknya
menerima ACE inhibitor atau ARB untuk menunda progresi dari CKD. ACE inhibitor
dan ARB adalah pilihan obat untuk menurunkan proteinuria. Pada beberapa pasien,
aldosterone-reseptor antagonis dapat menurunkan proteinuria. Diet kontrol protein
dan penurunan berat badan (untuk pasien dengan elevasi BMI) dapat membantu
menurunkan proteinuria (Adeera et al, 2008).
5. Anemia Pada Pasien dengan CKD stage 3-5
(Kidney Clinic Nephrologist, 2011)
- Assessment
Disebu anemia jika level hemoglobin <135 g/L untuk pria dan <120 g/L untuk
wanita (Adeera et al, 2008).
- Evaluasi awal
Mempertimbangkan uji pada pasien dengan level hemoglobil <120 g/L untuk
mengetahui: level hemoglobin, jumlah leukosit, jumlah platelet, indeks eritrosit,
jumlah absolut retikulosit, serum ferritin dan saturasi transferrin (Adeera et al, 2008).
- Penggunaan agen stimulasi eritropoiesis
Untuk pasien dengan anemia, agen stimulasi eritropoiesis , target level
hemoglobin sebaiknya 110 g/L. Hemoglobin yang diterima berada pada rentang 100-
120 g/L (Adeera et al, 2008).
- Penggunaan terapi zat besi
Pada pasien yang tidak menerima agen stimulasi eritropoiesis dan memiliki level
hemoglobin <100 g/L, zat besi harus diberikan untuk menjaga level dari ferritin >100
ng/mL dan saturasi transferrin >20%. Pada pasien yang menerima agen stimulasi
eritropoiesis, zat besi diberikan untuk menjaga level ferritin >100 ng/mL dan saturasi
transferrin >20 %. Pemberian zat besi secara oral lebih disukai sebagai terapi lini
pertama untuk pasien dengan CKD. Pasien yang tidak mencapai target serum ferritin
atau saturasi transferrin ketika menerima zat besi oral tau tidak toleransi zat besi oral,
maka harus menerima zat besi secara intravena (Adeera et al, 2008).
6. Abnormalitas Metabolisme Mineral
(Kidney Clinic Nephrologist, 2011)
- Assessment dan Target Terapi
Serum kalsium, fosfat, dan hormon paratiroid level sebaiknya diukur pada pasien
dengan CKD stage 4 dan 5, dan pada pasien dengan stage CKD dengan kerusakan
fungsi ginjal progresif. Serum fosfat dan kalisum perlu dijaga pada rentang normal
(Adeera et al, 2008).
- Pilihan terapi
Restriksi diet fosfat tetap diberikan untuk menangani hiperfosfatemia. Terapi
dengan calcium-containing phoospate binder (kalsium karbonat atau kalsium asetat)
sebaiknya diinisiasi jika restriksi diet fosfat tidak berhasil untuk mengontrol
hiperfosfatemia dan jika tidak ada hiperkalsemia. Jika terdapat hiperkalsemia, maka
dosis calcium-containing phoospate binder diturunkan atau analog vitamin D
diturunkan (Adeera et al, 2008).
Hipokalsemia sebaiknya segera diterapi bila terdapat peningkatan hormon
paratiroid. Pertimbangkan pemberian analog vitamin D jika serum level dari hormon
paratiroid adalah > 53 pmol/L. Terapi dapat dihentikan jika hiperkalsemia atau
hiperfosfatemia semakin parah atau jika level hormon paratiroid < 10.6 pmol/L
(Adeera et al, 2008).
7. Asidosis
(Kidney Clinic Nephrologist, 2011)
- Terapi
Pasien dengan CKD dan asidosis sebaiknya diterapi dengan natrium bicarbonat.
Perlu diperhatikan penggunaan yang berlebihan dapat mengakibatkan peningkatan
cairan dalam tubuh. Oleh karena itu, salah satu cara yan dapat dilakuakn untuk
menguragi penggunaan natrium bicarbonat yang berlebihan dengan cara diet protein.
(Adeera et.al, 2008)
8. Preparasi Untuk Inisiasi Terapi Transplatasi Ginjal
- Komponen Untuk Inisiasi
Jika memungkinkan pasien dengan estimasi GFR <30 mL/min/m2 sebaiknya
menerima perhatian pada pengaturan multidisiplin yang mencakup dokter, perawat,
ahli gizi, dan pekerja sosial. Program edukasi predialisis mencakup modifikasi gaya
hidup, manajemen medikasi, seleksi modalitas dan akses vaskular (Adeera et al,
2008).
- Waktu inisiasi
Pasien dengan estimasi GFR <20 mL/min/m2 diinisiasi dengan terapi transplatasi
ginjal jika: terdapat gejala uremia, komplikasi refraktori metabolisme (hiperkalemia,
asidosis), kelebihan cairan (manifestasi sebagai edema resisten atau hipertensi) atau
penurunan status nutrii (melalui pengukuran serum albumin, penurunan masa tubuh).
Donor dapat dilakukan jika pendonor memiliki estimasi GFR <20 mL/min/m2
(Adeera et al, 2008).
b. Terapi Non Farmakologi
Terapi yang dapat dilakukan selama pengobatan CKD adalah dengan mengubah gaya
hidup.
1. Menghentikan merokok
Menghentikan penggunaan rokok perlu dilakukan untuk menurunkan risiko
perkembangan CKD dan stadium akhir penyakit ginjal, dan untuk mengurangi risiko
penyakit cardiovaskular (grade D)
2. Menurunkan Berat Badan
Orang dengan obesitas (BMI >30.0 kg/m2) dan kelebihan berat badan (BMI 25.0-
29.9 kg/m2) perlu menurunkan berat badan untuk mengurangi risiko perkembangan
CKD dan stadium akhir penyakit ginjal (grade D)
Mempertahankan berat badan (BMI 18.5-24.9 kg/m2, lingkar pinggang < 102 cm
untuk pria dan < 88 cm untuk wanita) direkomendasikan untuk mencegah hipertensi
(grade C) atau untuk menurunkan tekanan darah pada hipertensi (grade B).
3. Kontrol Diet Protein
Kontrol diet protein (0.8-1.0 g/kg/hari) direkomendasikan untuk orang deawa
dengan CKD (grade D). Restriksi diet protein <0.7 g/kg/hari sebaiknya juga mencakup
monitoring klinik dan marker biokimia dari defisiensi nutrisi (grade D)
4. Olahraga
Orang tanpa hipertensi (untuk menurunkan risiko kemungkinan terjadi hipertensi)
atau dengan hipertensi (untuk menurunkan tekanan darah) harus mengakumulasikan
olahraga selama 30-60 menit (jalan-jalan, jogging, bersepeda, atau berenang) 4-7 hari
tiap minggu (grade D). Intensitas olahraga yang lebih tinggi tidak lebih efektif
5. Diet Garam
Untuk mencegah hipertensi, direkomendasikan penggunaan sodium <100
mmol/hari. Pasien dengan hipertensi harus membatasi intake diet garam hingga 65-
100/hari
(Adeera et.al, 2008)
DAFTAR PUSTAKA
Adeera Levin MD, Brenda Hemmelgarn MD PhD, Bruce Culleton MSc, et al. 2008. Guidelines
for the Management of Chronic Kidney Disease. Canadian: Canadian Society of
Nephrology Guidelines Comittee
Kidney Clinic Nephrologist. 2011. Medication Commonly Used In Chronic Kidney Disease.
HealthPartners Kidney Health Clinic
Menjawab Pertanyaan:
Pak Rudi
2. Jelaskan target terapi yang ingin dicapai sesuai dengan permasalahn terkait obat yang
dialami pasien
Target terapi yang diaharapkan adalah tekanan darah predialisis <140/90 mmHg, tekanan
darah postdialisis <130/80 mmHg, kadar Hb 10-11 g/dL, kadar LDL <100 mg/dL dan kadar TG
<200 mg/dL.
Bu Ema
2. Berikan komentar Anda terkait data klinik dan data lab Px!
- Data Lab
- BUN 280.5 dan Scr 20.6 tinggi karena kadar ureum yang tinggi akibat tidak dapat
tereksresi oleh ginjal (meningkatnya toksisitas ureum) dan protein tidak dapat terfiltrasi.
- Asidosis metabolik karena produksi NH3 meningkat sehingga terjadi penurunan filtrasi ,
selain itu juga terjadi reabsorbsi bikarbonat di tubulus proksimal sehingga sekresi H+ menurun.
Keadaan ini akan menyebabkan penurunan pH pada arteri.
- Kadar elektrolit turun karena tidak tereabsorbsi dengan baik, Ketidakseimbangan
elektrolit ini akan menyebabkan pasien mengalami mual muntah
- Kadar Hb turun menyebabkan pasien mengalami anemia. Pasien mengalami anemia
normotik karena MCV, MCH, dan MCHc normal. Anemia disebabkan karena fungsi ginjal yang
rusak sehingga produksi hormon eritropoetin yang dihasilkan ginjal mengalami penurunan.
Hormon ini berperan dalam maturalisasi dari sel darah merah menurun.
- Data Klinik
Pasien mengalami CKD stage 5 dilihat dari tekanan darah pasien yang tinggi 170/80
mmHg dan dan nilai BUN dan kreatinin yang tinggi. Hipovolemi mengakibatkan penurunan
tekanan arteri afferent sehingga memicu penurunan reabsorbsi NaCl karena penurunan Cl dan
peningkatan sekresi renin sehingga meningkatkan angiotensinogen menjadi angiotensi 1 dan
diubah menjadi angiotensi 2 serta peningkatan sekresi aldosteron pada adrenal korteks dan ADH
yang menyebabkan rtensi Na dan peningkatan tekanan darah. Mekanisme tersebut, juga memicu
peningkatan RR dan nadi, sehingga pada pasien ini RR dan Nadi meningkat
Top Related