CASE REPORT
PERIODIK PARALISIS e.c HIPOKALEMIA
Pembimbing :
dr. Tiroy Sari Bumi Simanjuntak, SpPD
Disusun oleh :
Sari Octavyanti Napitupulu
0961050047
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia
2014
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Kalium (potassium) adalah kation utama intrasel. Konsentrasi kalium plasma normal
adalah 3,5 – 5,5 mmol/L, sedangkan konsentrasi di dalam sel sekitar 150 mmol/L. Perbandingan
kadar kalium intrasel terhadap ekstrasel (normalnya 38 : 1) adalah penentu utama potensial
membrane sel pada jaringan yang dapat tereksitasi seperti otot jantung dan otot rangka. Pompa
Na-K-ATPase secara aktif memompa natrium keluar sel dan kalium ke dalam sel dengan
perbandingan 2 : 3. Aktivitas pompa elektrik ini distimulasi oleh naiknya kadar Na intrasel dan
dihambat oleh keadaan intoksikasi digoksin, atau pada keadaan sakit kronis, seperti gagal liver
atau ginjal.1
Keseimbangan Kalium
Sembilan puluh persen dari absorpsi kalium ke dalam tubuh berasal dari traktus
gastrointestinal. Pada orang dewasa sehat, asupan kalium harian adalah sekitar 50 – 100 mEq.1,2
Untuk mencegah terjadinya peningkatan ganda pada plasma, absorpsi dari kalium harus diikuti
oleh ekskresi lewat ginjal beberapa jam kemudian. Kalium yang dimakan akan diabsorpsi ke
dalam sel terlebih dahulu, dan kurang dari 20% akan diekskresikan lewat feses dan keringat.
Jadi, fase dari kalium diabsorpsi masuk ke dalam sel dan diekskresikan lewat ginjal adalah
mekanisme agar kalium tidak meningkat konsentrasinya di dalam darah. Hal ini difasilitasi oleh
hormone insulin dan kadar basal katekolamin. Kadar kalium yang hilang di feses dapat
meningkat hingga 50 – 60% (dari intake makanan) pada insufisiensi renal kronis.1,3 Di samping
itu, sekresi kalium dari usus terangsang pada pasien yang menderita diare dengan volume besar,
yang berpotensial menyebabkan deplesi kalium.1,2,3
Ekskresi Kalium
Ekskresi ginjal adalah jalur eliminasi utama akan kalium yang didapat dari makanan dan
sumber kalium yang berlebihan di tempat lain. Banyaknya kalium yang difilterisasi (GFR x
konsentrasi Kalium plasma = 180 L/d x 4 mmol/L = 720 mmol/d) adalah sepuluh kali lipat lebih
besar daripada jumlah kalium ekstrasel. Ekskresi kalium lewat ginjal dipengaruhi oleh hormon
aldosteron, natrium tubulus distal dan laju pengeluaran urin. Aldosteron adalah hormon yang
disekresikan di sel-sel zona glomerulosa pada korteks adrenal sebagai respon terhadap
peningkatan renin dan angiotensin II atau hiperkalemia. Sekresi aldosteron terangsang oleh
jumlah natrium yang mencapai tubulus distal dan peningkatan kalium serum diatas normal
(hiperkalemia) dan tertekan bila kadarnya menurun.1
Sebagian besar kalium difiltrasi lewat glomerulus dan akan direabsorpsi pada tubulus
proksimal. Aldosteron yang meningkat menyebabkan lebih banyak kalium yang tersekresi ke
dalam tubulus distal sebagai penukar bagi reabsorpsi natrium atau ion hydrogen (H+). Kalium
yang tersekresi akan diekskresikan sebagai urin. Sekresi kalium pada tubulus distal juga
tergantung dari pada arus pengaliran, sehingga peningkatan jumlah cairan pada tubulus distal
juga akan meningkatkan ekskresi kalium. Sehingga, pada keadaan kekurangan kalium yang
berat, terdapat sekresi yang menurun pada kalium dan reabsorpsinya ditingkatkan pada duktus
kolektivus bagian medulla dan korteks.1
Definisi
Hipokalemia adalah keadaan konsentrasi kalium plasma kurang dari 3,5 mmol/L. Hanya
2% dari kalium tubuh yang berada di cairan ekstrasel sehingga kadar kalium serum tidak
mencerminkan kalium tubuh total. Lagipula, pH darah mempengaruhi kadar kalium serum.
Untuk setiap penurunan pH sebanyak 0,1 unit, kalium serum meningkat sebanyak 0,5 mEq/L,
begitu juga sebaliknya.1,2,3
Etiologi
Prinsipnya, hipokalemia disebabkan oleh satu dari yang berikut ini: 1). Intake yang
berkurang, 2).Pengeluaran yang banyak, 3).Perpindahan kalium ke sel akibat
alkalosis.Hipokalemia sedang dapat disebabkan oleh kurangnya asupan kalium dalam makanan
sehari-hari.Semua pasien sakit berat yang tidak mendapatkan makanan melalui mulut perlu
mendapatkan kalium tambahan dalam cairan infusnya, karena ekskresi kalium melalui ginjal
terus berlangsung, meskipun tidak ada asupan. Tabel berikut ini menyajikan berbagai etiologi
hipokalemia.1,4
Intake yang menurun Kelaparan/puasa
Geofagia Redistribusi ke dalam sel Gangguan keseimbangan asam-basa:
- Alkalosis metabolikHormonal
- Insulin- Adrenergik beta-2 agonis- Adrenergik alfa antagonis
Status anabolic - Asam folat dan vitamin B12
produksi leukosit- Granulocyte-macrophage colony
stimulating factor Lain-lain
- Pseudohipokalemia- Hipotermia- Paralisis periodic hipokalemia- Intoksikasi barium
Pengeluaran yang berlebihan Non-renal - Diare- Berkeringat
Renal - Aliran ke tubulus distal meningkat :
diuretic, dieresis osmotic. - Sekresi kalium meningkat
kelebihan mineralokortikoid (hiperaldosteronisme primer dan sekunder, hyperplasia adrenal kongenital, sindroma Cushing, sindroma Bartter, konsumsi tembakau, karbenoksolon.
- Lain-lain : amfoterisin B, sindroma Liddle, hipomagnesemia
Redistribusi ke Sel
Alkalosis metabolik banyak berhubungan dengan hipokalemia dimana kalium mengalami
redistribusi kembali ke dalam sel atau pengeluaran banyak kalium lewat ginjal.2,3
Ekskresi kalium meningkat pada keadaan dieresis osmotic, sehingga pada pasien
ketoasidosis diabetic dapat terjadi kekurangan kalium.Zat terlarut yang dapat menyebabkan
poliuria ialah glukosa dan anion asam-asam keton.Asidosis dan kekurangan insulin
menyebabkan kalium berpindah ke ekstrasel sebagai pertukaran ion H+ ke intrasel dalam rangka
kompensasi asidosis.Maka yang terlihat adalah kalim serum tetap berada dalam batas normal,
meskipun kalium tubuh total menurun oleh karena secara kalium akan tetap dieliminasi oleh
ginjal secara kontinyu. Koreksi ketoasidosis diabetikum juga dapat mengakibatkan hipokalemia
karena induksi insulin.Insulin menyebabkan peningkatan perangsangan pada pompa Na-K-ATP-
ase. Pada keadaan yang lain seperti hiperglikemia yang tak terkontrol, dapat menyebabkan
hipokalemia karena osmosis dieresis (yang selanjutnya menyebabkan poliuria – peningkatan laju
aliran urin).2
Katekolamin yang menginduksi stress, atau penggunaan agonis B2 adrenergik akan
meningkatkan kemampuan ambilan sel terhadap kalium dan menstimulasi sekresi insulin dari
sel-sel beta pancreas. Paralisis periodic karena hipokalemia merupakan suatu kondisi ditandai
oleh kelemahan atau paralisis berulang yang episodik.3,5
Eliminasi Kalium Non-renal
Gangguan saluran cerna yang dicirikan dengan muntah, penyedotan nasogastrik (NGT),
diarem atau kehilangan melalui sekresi lainnya mungkin merupakan penyebab hipokalemia
tersering. Penurunan kalium pada keadaan muntah atau penyedotan lewat NGT tidaklah
disebabkan oleh kehilangan kalium melalui sekresi lambung. Kadar kalium dalam sekresi
lambung hanya 5 – 10 mEq sehingga hipokalemia pada keadaan muntah terjadi akibat
meningkatnya ekskresi kalium oleh ginjal yang melibatkan tiga mekanisme: 1). Kehilangan asam
lambung menyebabkan alkalosis metabolik yang selanjutnya merangsang perpindahan kalium ke
sel-sel tubulus ginjal, 2).Alkalosis metabolic menyebabkan lebih banyak NaHCO3 dan cairan
menuju tubulus distal, dan bikarbonat meningkatkan ekskresi kalium, 3).Kehilangan cairan
lambung menyebabkan berkurangnya volume ekstrasel sehingga merangsakng peningkatan
sekresi aldosteron melalui mekanisme rennin-angitensin-aldosteron (RAA). Aldosteron
kemudian merangsang ekskresi kalium dan membantu mempertahankan hipokalemia.2,5
Kadar kalium dalam feses biasanya berkisar antara 40 – 70 mEq/L. Keluarnya feses
dalam jumlah banyak menyebabkan terjadinya kekurangan volume ekstrasel, asidosis metabolic,
dan deplesi kalium. Hal ini biasanya terjadi pada diare sekretorik yang profus. Adenoma vilosa,
duatu keganasan pada kolon, juga mengakibatkan kehilangan cairan melalui diare yang
mengandung kalium dalam kadar tinggi.2
Kehilangan Kalium melalui Ginjal
Pada penderita hiperaldosteronisme primer, sekresi aldosteron yang tak terkontrol oleh
karena adanya adenoma adrenal (sindroma Conn), sehingga menyebabkan hipokalemia akibat
terbuangnya kalium melalui ginjal.Sindroma Liddle adalah penyakit keturunan yang jarang
(autosomal dominan) yang ditandai oleh hipertensi, alkalosis metabolic, eliminasi kalium yang
meningkat pada ginjal. Ion natrium yang mencapai tubulus distal dalam jumlah banyak akan
meningkatkan ekskresi dari kalium.Secara klasik, dapat ditemukan pada renal tubular acidosis
tipe 2 (proksimal) dan pada muntah.RTA (renal tubular acidosis) tipe-1 berhubungan dengan
hipokalemia karena peningkatan ekskresi kalium lewat ginjal.
Tingginya kadar hormon glukokortikoid dapat memengaruhi efek mineralokortikoid
(aldosteron) sehingga terjadi hipokalemia. Dengan demikian hipokalemia dapat terjadi pada
sindroma Cushing atau pada pemberian pengobatan kortikosteroid eksogen. Beberapa antibiotic
seperti karbenisilin dapat menyebabkan terjadinya hipokalemia dengan bekerja sebagai anion
dan meningkatkan ekskresi kalium. Deplesi magnesium juga dapat mengakibatkan deplesi
kalium melalui urin dan feses meskipun mekanismenya belum sepenuhnya diketahui.
Hipomagnesemia dan hipokalemia sering terjadi bersamaan pada peminum alkohol.5
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis hipokalemia sangat bervariasi di tiap-tiap individu dan keparahannya
tergantung dari derajat hipokalemia yang terjadi. Gejala biasanya jarang terlihat jelas kecuali
pada konsentrasi kalium <3 mmol/L. Fatigue, mialgia dan kelemahan otot pada ekstremitas
inferior merupakan keluhan yang lazim dan disebabkan oleh potensial membrane istirahat yang
dalam (hampir negatif). Parastesia dan menurunnya refleks tendon dalam adalah tanda-tanda
lainnya. Keparahan lebih lanjut dari hipokalemia dapat menyebabkan kelemahan progresif,
hipoventilasi oleh karena keterlibatan otot pernapasan, dan akhirnya terjadi paralisis komplit.
Fungsi otot polos juga akan terganggu dan dimanifestasikan sebagai ileus paralitik dan distensi
abdomen (kembung). Perubahan gambaran EKG terhadap hipokalemia disebabkan karena
repolarisasi ventrikel yang berkepanjangan (delayed) dan tidak terlalu berhubungan dengan
konsentrasi kalium plasma. Perubahan dini yang terjadi ialah berupa gelombang T mendatar atau
inverse, gelombang U yang nyata, dan depresi segmen ST, serta interval QU memanjang.
Deplesi kalium yang berat menyebabkan interval PR memanjang dan kompleks QRS yang
melebar, dan adanya resiko terjadi perubahan kepada aritmia ventrikel, terutama pada pasien
dengan riwayat infark miokard atau hipertrofi ventrikel kiri. Hipokalemia juga dapat
meningkatkan toksisitas obat digitalis akibat peningkatan kepekaan oleh deplesi kalium.
Penyebab hipokalemia biasanya jelas diketahui melalui anamnesis. Perlu dilakukan pemantauan
dengan pemeriksaan EKG, gejala dan tanda hipokalemia, serta kadar kalium serum.1,2
Berikut adalah gambaran EKG yang menunjukkan hipokalemia pada berbagai tingkatan
keparahannya:
Diagnosis Hipokalemia
Anamnesis mengenai riwayat muntah berulang dan pemakaian obat-obatan diuretik
terkadang menyulitkan namun harus disingkirkan. Pertama-tama pastikan bahwa
pseudohipokalemia disingkirkan. Pseudohipokalemia terjadi karena ambilan kalium oleh
leukosit-leukosit abnormal, biasanya ditemukan pada penderita leukemia. Kedua, pertimbangkan
mengenai apakah kemungkinan terjadi redistribusi kalium dari ekstra ke intrasel atau tidak yang
bertanggungjawab atas kejadian hipokalemia. Jika kedua hal diatas tidak mungkin, maka
pertinbangkan apakah pasien memiliki riwayat diet rendah kalium atau tidak. Jika tidak ada
masalah, maka kemungkinan terjadi eliminasi kalium dari kulit, traktus intestinal atau dari
ekskresi ginjal. Pengeluaran kalium lewat keringat dapat ditegakkan melalui anamnesis, apakah
pasien sudah lama terpajan dan beraktivitas dibawah lingkungan yang panas dan kering sehingga
mudah berkeringat banyak.1
Riwayat diare, muntah berulang, riwayat penggunaan suction nasogastrik juga harus
digali untuk mengkonfirmasi adakah kemungkinan deplesi kalium lewat traktus gastrointestinal
atau tidak, namun, bagaimana pun pemeriksaan feses lengkap perlu dilakukan untuk menyokong
diagnosis. Jika tidak mungkin, maka perlu adanya dugaan pengeluaran kalium lewat ginjal.
Deplesi kalium lewat ginjal yang paling lazim terjadi adalah penggunaan lama obat-obatan
diuretik, juga adanya riwayat sakit liver, jantung atau sindroma nefrotik yang menyebabkan
terjadinya hiperaldosteronisme sekunder perlu ditanyakan. Penyebab-penyebab yang jarang
lainnya mengenai kehilangan kalium lewat ginjal adalah RTA dan ketoasidosis diabetikum.
Yang terakhir menyebabkan hipokalemia yaitu hiperaldosteronisme primer. Skema sebelumnya
memperlihatkan evaluasi diagnostik pasien dengan hipokalemia.1
Koreksi Hipokalemia
Hipokalemia secara umum dapat ditatalaksana dengan cara mengoreksi sesuai proses
penyakit yang diduga, misalnya diare, atau dengan usaha memutuskan konsumsi obat-obatan
yang berhubungan dengan hipokalemia, misalnya thiazid diuretic atau loop diuretic,
dikombinasikan dengan suplementasi KCl oral. Bagaimanapun koreksi hipokalemia tidak dapat
berhasil pada keadaan hipomagnesemia dimana kedua keadaan tersebut juga harus dikoreksi.
Hipomagnesemia yang dapat menyebabkan deplesi kalium juga, sebaiknya dilakukan koreksi
terhadap kadar magnesium terlebih dahulu serta evaluasi rutin kadar magnesium darah. Resiko
hipokalemia harus seimbang dengan resiko terapi yang akan diberikan. Resiko yang paling
diperhatikan sebaiknya pada resiko yang berhubungan dengan kardiovaskuler, terutama koreksi
yang agresif, yang menyebabkan fibrilasi ventrikel oleh karena hiperkalemia. Terkadang koreksi
yang tidak tepat untuk hipokalemia dapat menyebabkan efek kardiovaskuler yang lebih parah.
Kondisi yang membutuhkan keadaan-keadaan emergensi jarang didapatkan. Biasanya pada
pasien yang akan menjalani pembedahan, dan diketahui memiliki riwayat infark miokard,
penyakit arteri koroner, atau sedang dalam terapi digitalis. Pada keadaan-keadaan seperti itu
masih mungkin diberikan 5 – 10 mEq dalam 15 – 20 menit, agar dapat meningkatkan kadar
kalium sampai diatas 3,0 mEq/liter. Setelah itu pasien perlu diawasi lengkap dengan EKG untuk
menurunkan resiko hiperkalemia.
Pada beberapa kondisi, pilihan untuk diberikannya pengobatan secara parenteral atau oral
tergantung dari kemampuan pasien untuk dapat makan obat oral atau tidak dan tidak adanya
gangguan fungsi pencernaan. Pada banyak kasus, seperti pasien dengan infark miokard, paralisis,
dan ensefalopati hepatikum dengan aman dapat mengkonsumsi secara oral. KCl (Kalium klorida)
yang diberikan melalui injeksi intravena, koreksi dapat terjadi jika diberikan pada dosis KCl 10
mEq/jam. Bagaimanapun, terapi koreksi hipokalemia sebaiknya diberikan secara oral jika
mungkin. Pada pasien non-diabetes, infus atau cairan parenteral dengan dekstrosa akan
menstimulasi sekresi insulin dalam tubuh, yang kemudian menyebabkan residtribusi kalium dari
ekstrasel ke intra sel, sehingga justru secara paradoks menyebabkan hipokalemia. Pada banyak
kasus, KCl secara parenteral dapat dicampur dengan cairan parenteral normal saline. Jika KCl
yang dibutuhkan banyak (konsentrasinya besar), maka KCl diberikan dengan dosis normal saline
sebagian untuk mencegah terjadinya hipertonisitas.
Biasanya koreksi hipokalemia secara oral mendatangkan hasil yang baik pada pasien.
Pasien hipokalemia karena pemakaian diuretik, sebaiknya dipertimbangkan kebutuhan diuretic
untuk pasien tersebut. Jika penggunaan diuretik masih harus dilanjutkan, maka perlu adanya
pertimbangan untuk menggunakan diuretic dengan potassium-sparing, seperti amiloride,
triamterene, atau spironolakton. Jika perlu, penambahan agen beta bloker atau Angiotensin
converting enzyme inhibitors (ACEI) dapat menjadi tambahan dalam rangka mempertahankan
kadar kalium yang ada di dalam plasma.1
PARALISIS PERIODIK HIPOKALEMIA (PPH)
Pendahuluan
Paralisis periodik hipokalemik (PPH) merupakan salah satu spektrum klinis akibat hipokalemia
yang disebabkan oleh redistribusi kalium secara akut ke dalam cairan intraselular. Paralisis
periodik hipokalemik dapat terjadi secara familial atau didapat. PPH didapat bisa ditemui pada
keadaan tirotoksikosis, disebut thyrotoxic periodic paralysis, sedangkan bentuk PPH familial
disebut familial hypokalemic periodic paralysis. Periodik paralisis merupakan kelainan pada
membran yang sekarang ini dikenal sebagai salah satu kelompok kelainan penyakit
chanellopathies pada otot skeletal. Kelainan ini ditandai dengan terjadinya suatu kelemahan
episodik tiba-tiba yang disertai gangguan pada kadar kalium serum. Periodik paralisis ini dapat
terjadi pada suatu keadaan hiperkalemia atau hipokalemia.6
Epidemiologi
Familial hypokalemic periodic paralysis (paralisis periodik hipokalemik familial/PPHF)
merupakan kelainan yang diturunkan secara autosomal dominan, ditandai dengan kelemahan otot
atau paralisis flaksid akibat hipokalemia karena proses perpindahan kalium ke ruang intraselular
otot rangka. Periodik paralisis hipokalemi (HypoPP/ PPH) jarang terjadi tetapi berpotensial
mengancam jiwa. Insidensinya yaitu 1 dari 100.000.1,2 HypoPP banyak terjadi pada pria daripada
wanita dengan rasio 3-4 : 1.2,3 Usia terjadinya serangan pertama bervariasi dari 1-20 tahun,
frekuensi serangan erbanyak di usia 15-35 tahun dan kemudian menurun dengan peningkatan
usia.2
Sindroma paralisis hipokalemi disebabkan oleh penyebab yang heterogen dimana karakteristik
dari sindroma ini ditandai dengan hipokalemi dan kelemahan sistemik yang akut. Kebanyakan
kasus terjadi secara familial atau disebut juga hipokalemi periodik paralisis primer. Bila gejala-
gejala dari sindroma tersebut dapat dikenali dan diterapi secara benar maka pasien dapat sembuh
dengan sempurna.2,3,6
Definisi
Periodik paralisis hipokalemia adalah kelainan yang ditandai dengan kadar kalium (kalium) yang
rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat serangan, disertai riwayat episode kelemahan sampai
kelumpuhan otot skeletal. Pada hipokalemia sedang kadar kalium serum 2,5-3 mEq/L, dan
hipokalemia berat kadar kalium serumnya kurang dari 2,5 mEq/L. 6
Etiologi dan Patofisiologi
Kalium memiliki fungsi mempertahankan membran potensial elektrik dalam tubuh dan
menghantarkan aliran saraf di otot.Kalium mempunyai peranan yang dominan dalam hal
eksitabilitas sel, terutama sel otot jantung, saraf, dan otot lurik.2,3
Kalium mempunyai peran vital di tingkat sel dan merupakan ion utama intrasel. Ion ini
akan masuk ke dalam sel dengan cara transport aktif, yang memerlukan energi. Fungsi kalium
akan nampak jelas bila fungsi tersebut terutama berhubungan dengan aktivitas otot jantung, otot
lurik, dan ginjal. Eksitabilitas sel sebanding dengan rasio kadar kalium di dalam dan di luar sel.
Berarti bahwa setiap perubahan dari rasio ini akan mempengaruhi fungsi dari sel – sel yaitu tidak
berfungsinya membrane sel yang tidak eksitabel, yang akan menyebabkan timbulnya keluhan –
keluhan dan gejala – gejala sehubungan dengan tidak seimbangnya kadar kalium.3,4
Kadar kalium normal intrasel adalah 135 – 150 mEq/L dan ekstrasel adalah 3,5 – 5,5
mEq/L. Perbedaan kadar yang sangat besar ini dapat bertahan, tergantung pada metabolisme sel.
Dengan demikian situasi di dalam sel adalah elektronegatif dan terdapat membrane potensial
istirahat kurang lebih sebesar -90 mvolt.
Hipokalemia dapat terjadi pada keaadan sebagai berikut:
Setelah olah raga
Pada saat olah raga jaringan melepaskan kalium yang meningkatkan konsentrasi lokal kalium.
Hal ini menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah, dimana hal tersebut akan menghalangi
treshold sistemik dari kalium itu sendiri akibat vasodilatasi pembuluh darah. Hal ini dapat
menyebabkan kerusakan sel dan rhabdomiolisis.
Hiperinsulinemia
Insulin juga dapat mempengaruhi kelainan ini pada banyak penderita, karena insulin akan
meningkatkan aliran kalium ke dalam sel. Pada saat serangan akan terjadi pergerakan kalium dari
cairan ekstra selular masuk ke dalam sel, sehingga pada pemeriksaan kalium darah terjadi
hipokalemia.5
Obat-obatan tertentu
Kalium bisa hilang lewat urin karena beberapa alasan. Yang paling sering adalah akibat
penggunaan obat diuretik tertentu yang menyebabkan ginjal membuang natrium, air dan kalium
dalam jumlah yang berlebihan. Obat-obatan asma (albuterol, terbutalin dan teofilin),
meningkatkan perpindahan kalium ke dalam sel dan mengakibatkan hipokalemia. Tetapi
pemakaian obat - obatan ini jarang menjadi penyebab tunggal terjadinya hipokalemia. Tabel
berikut menyajikan beberapa obat yang sementara ditemukan dapat menginduksi kejadian
hipokalemia.7
Sindroma Cushing
Pada Sindroma Cushing, kelenjar adrenal menghasilkan sejumlah besar hormon kostikosteroid
termasuk aldosteron. Aldosteron adalah hormon yang menyebabkan ginjal mengeluarkan kalium
dalam jumlah besar.4
Asupan yang kurang
Hipokalemia jarang disebabkan oleh asupan yang kurang karena kalium banyak ditemukan
dalam makanan sehari-hari.4 Asupan K+ normal adalah 40—120 mmol/hari. Umumnya ini
berkurang pada pasien bedah yang sudah anoreksia dan tidak sehat.6
Kehilangan kalium
Ginjal yang normal dapat menahan kalium dengan baik.Jika konsentrasi kalium darah terlalu
rendah, biasanya disebabkan oleh ginjal yang tidak berfungsi secara normal atau terlalu banyak
kalium yang hilang melalui saluran pencernaan (karena diare, muntah, menstruasi).1,2,6,7
Kelainan genetik autosomal dominan
Hipokalemia periodik paralisis (HypoPP) merupakan bentuk umum dari kejadian
periodik paralisis yang diturunkan dimana kelainan ini diturunkan secara autosomal dominan.3,4
Dari kebanyakan kasus pada periodik paralisis hipokalemi terjadi karena mutasi dari gen reseptor
dihidropiridin pada kromosom 1q. Reseptor ini merupakan calcium channel yang bersama
dengan reseptor ryanodin berperan dalam proses coupling pada eksitasi-kontraksi otot.4,5
Fontaine et.al telah berhasil memetakan mengenai lokus gen dari kelainan HypoPP ini terletak
tepatnya di kromosom 1q2131. Dimana gen ini mengkode subunit alfa dari L-type calcium
channel dari otot skeletal secara singkat di kode sebagai CACNL1A3. Mutasi dari CACNL1A3
ini dapat disubsitusi oleh 3 jenis protein arginin (Arg) yang berbeda, diantaranya Arg-528-His,
Arg-1239-His, dan Arg-1239-Gly. Pada Arg-528-His terjadi sekitar 50 % kasus pada periodik
paralisis hipokalemi familial dan kelainan ini kejadiannya lebih rendah pada wanita dibanding
pria.1,3 Pada wanita yang memiliki kelainan pada Arg-528-His dan Arg-1239-His sekitar
setengah dan sepertiganya tidak menimbulkan gejala klinis.8
Sinyal listrik pada otot skeletal, jantung, dan saraf merupakan suatu alat untuk
mentransmisikan suatu informasi secara cepat dan jarak yang jauh. Kontraksi otot skeletal
diinisiasi dengan pelepasan ion kalsium oleh retikulum sarkoplasma yang kemudian terjadi aksi
potensial pada motor end-plate yang dicetuskan oleh depolarisasi dari transverse tubule (T
tubule). Ketepatan dan kecepatan dari jalur sinyal ini tergantung aksi koordinasi beberapa kelas
voltage-sensitive kanal ion. Mutasi gen dari kanal ion tersebut akan menyebabkan kelainan yang
diturunkan pada manusia dan kelainannya disebut chanelopathies yang cenderung menimbulkan
gejala yang paroksismal : miotonia atau periodik paralisis dari otot-otot skeletal. Defek pada
kanal ion tersebut dapat menyebabkan hipokalemia namun mekanismenya belum diketahui.
Defek ini dapat meningkatkan eksitasi elektrik suatu sel, menurunkan kemampuan eksitasi,
bahkan dapat menyebabkan kehilangan kemampuan eksitasi. Dan kehilangan dari eksitasi listrik
pada otot skeletal merupakan kelainan dasar dari periodik paralisis.3
Gejala Klinis
Gejala biasanya muncul pada kadar kalium serum <2,5 mEq/L. Sebagai gejala klinis dari
periodik paralisis hipokalemi ini ditandai dengan: 3,5
- Mual dan muntah
- Diare
- Poliuria
- Fatigue dapat menjadi gejala awal yang timbul sebelum serangan namun hal ini tidak
selalu diikuti dengan terjadinya serangan kelemahan.
- Nyeri otot/kram
- kelemahan otot-otot skeletal
- Distribusi kelemahan otot dapat bervariasi. Kelemahan pada tungkai biasanya terjadi
lebih dulu daripada lengan, dapat juga terjadi sebaliknya dimana kelemahan lebih
dulu terjadi pada lengan yang kemudian diikuti kelemahan pada kedua tungkai. Otot-
otot lain yang jarang sekali lumpuh diantaranya otot-otot dari mata, wajah, lidah,
pharing, laring, diafragma, namun pada kasus tertentu kelemahan ini dapat saja
terjadi.
- tidak ada gangguan dari sensoris ataupun kognitif yang berhubungan dengan kadar
kalium yang rendah di dalam darah
- jantung berdebar-debar
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan: 1,2,3,4,5,7
o Refleks tendon menurun
o Kelemahan anggota gerak
o Kekuatan otot menurun
o Rasa sensoris masih baik
o Aritmia jantung
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Kadar elektrolit serum dan urin
i. Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan suatu
keadaan klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia.6
ii. Pada konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi
lebih berat terutama pada bagian proximal dari tungkai.
2. Ketika serum kalium turun hingga dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan
struktural dari otot, termasuk rhabdomiolisis dan miogobinuria.
3. Fungsi ginjal
4. Kadar glukosa darah pengambilan glukosa darah ke dalam sel menyebabkan kalim
berpindah dari luar sel (darah) ke dalam sel-sel tubuh
5. pH darah dibutuhkan untuk menginterpretasikan K+ yang rendah.
a. Alkalosis biasa menyertai hipokalemia dan menyebabkan pergeseran K+ ke
dalam sel.
6. Hormon tiroid: T3,T4 dan TSH untuk menyingkirkan penyebab sekunder hipokalemia.
7. EKG dan EMG1
Penatalaksanaan
Koreksi hipokalemia
Koreksi hipokalemia pertama-tama dihitung berdasarkan rumus berikut:
Rute pemberian kalium yaitu dapat peroral atau injeksi intravena.
Oral. KCl merupakan suplemen oral yang efektif. Dapat diberikan sebagai liquid ( rasanya tidak
enak) atau pil. Kalium yang terdapat pada makanan kurang begitu efektif dibanding suplemen
KCl oral.
IV. Dapat secara cepat meningkatkan kadar kalium. Mudah diberikan. Dapat mengiritasi vena.
Perlu hati-hati dalam memberikannya.
Dosis
Oral. Perlu dibatasi hingga 40 mEq dalam 4-6 jam.
IV10 mEq per jam dengan peripheral lines and 20 mEq perjam dengan central lines.
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. WS
Jenis Kelamin : Pria
Umur : 36 tahun
Alamat : Jl. Cip. Bali no. 83 RT 008/03 Cipinang Melayu
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal Masuk RS : 13 Oktober 2014 (os dari IGD)
DATA DASAR
I. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 14 Oktober 2014 pukul 07.00 di bangsal E
RS UKI
Keluhan Utama : Kaki kanan dan kiri tidak bisa digerakkan
Keluhan Tambahan : Lemas dan sesak
Riwayat Penyakit Sekarang
Os seorang pria datang ke RS UKI dengan keluhan kaki kanan dan kiri tidak dapat
digerakkan secara mendadak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Os mencoba
menggerakkan namun tidak bisa walau sudah sekuat tenaga. Awalnya os sudah
merasa lemas sejak pagi nya sebelum berangkat kerja namun pasien tetap
memaksakan untuk kerja karena pegawai baru tidak diperbolehkan untuk cuti dari
kerja nya dengan alasan apapun. Sepulang nya dari kerja yakni sore os istirahat di
rumah dan mulai merasa berat untuk menggerakkan kaki kanan dan kiri nya.
Keesokan harinya os hendak berangkat kerja seperti biasa. Tiba-tiba saat os hendak
beranjak dari kamar ke ruang makan di rumahnya os spontan tidak bisa
menggerakkan kaki nya sama sekali. Kaki os terasa berat dan os juga merasakan
lemas. Oleh istri os lalu os dibawa ke UGD RS UKI untuk diperiksa lebih lanjut.
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi tidak terkontrol (os pernah meminum captopril 3 x 12,5 mg namun
berhenti begitu saja)
Riwayat Penyakit Keluarga
-
Riwayat Kebiasaan Pribadi
Os adalah pegawai swasta di sebuah pabrik di daerah Bekasi. Os merupakan tulang
punggung di keluarga nya dan mempunyai 2 orang anak. Os jarang makan sehari hari
karena kesibukannya bekerja mengejar deadline sehingga os hanya jajan seadanya
saja tanpa bekal dari rumah. os juga jarang minum air dengan alasan tidak sempat
membeli minuman saat bekerja. Os sering lembur karena statusnya yang masih
pegawai baru.
II. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan tanggal 13 Oktober 2014
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V5)
Frekuensi Nadi : 100 x / menit (kuat angkat, reguler)
Respiratory Rate : 24 x / menit (reguler)
Tekanan Darah : 150/100 mmHg
Suhu (axilla) : 37,5 0C
Kepala : Normocephali, distribusi rambut merata
Mata : Konjungtiva pucat +/+, Sklera ikterik -/-
THT : Telinga : normotia, sekret (-)
Hidung : septum nasi tepat di tengah, sekret (-)
Mulut : Mukosa bibir kering dan mengelupas, lidah tidak kotor
Leher : Limfadenopati (-)
Toraks : Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : Vokal fremitus simetris kanan kiri
Perkusi : Sonor kanan kiri
Auskultasi : Bunyi nafas dasar vesikuler, Wheezing (-/-),
Ronkhi (-/-)
Bunyi Jantung I II reguler, Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen : Inspeksi : Perut datar
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), Shifting Dullness (-)
Hepar tidak teraba
Lien tidak teraba
Perkusi : Timpani, Nyeri ketok (-)
Auskultasi : BU 6x / menit
Ekstremitas atas : Akral hangat, Pergerakan ke segala arah, normotonus, derajat kekuatan
otot (5555/5555), Capillary refill time < 2 detik
Ekstremitas bawah : Akral hangat, Pergerakan terbatas, normotonus, derajat kekuatan otot
(3333/3333), Capillary refill time < 2 detik
Integumen : tidak ditemukan kelainan
III. Pemeriksaan Laboratorium
Lab tanggal 13 Oktober 2014 (pukul 9.44 WIB)
Natrium : 144
Kalium : 1,6
Chlorida : 106
Hemoglobin : 12,6
Leukosit : 17,3
Hematokrit : 37,5
Trombosit : 404
GDS : 103 mg/dL
Keterangan 9.44 WIB 20.00 WIB
Natrium 144 145
Kalium 1,6 1,5
Chlorida 106 109
IV. DIAGNOSIS KERJA
Periodic Paralysis Hipocalemia
V. DIAGNOSIS BANDING
-
VI. PENATALAKSANAAN
Diet : biasa
IVFD : I RL + 25 mEq KCl/ 24 jam
Medikamentosa : Ceftriaxone 2 x 1 gr (iv)
KSR 3 x 1 tab (po)
FOLLOW UP PASIEN
14 Oktober 2014
S : Masih lemas namun kaki kanan dan kiri sudah dapat digerakkan sedikit demi sedikit
O : Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Frekuensi Nadi : 90 x / menit (kuat angkat, reguler)
Respiratory Rate : 20 x / menit (reguler)
Tekanan Darah : 140 / 90 mmHg
Suhu (axilla) : 36,8 0C
Kepala : Normocephali, distribusi rambut merata
Mata : Konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-
Mulut : Mukosa bibir kering dan mengelupas
Toraks : Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : Vokal fremitus suara simetris kanan kiri
Perkusi : Sonor simetris kanan kiri
Auskultasi : Bunyi nafas dasar Vesikuler, Wheezing (-/-),
Ronkhi (-/-)
Bunyi Jantung I II normal, Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen : Inspeksi : Perut datar
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), Shifting Dullness (-)
Hepar tidak teraba
Lien tidak teraba
Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)
Auskultasi : BU 5x / menit
Ekstremitas atas : Akral hangat, Pergerakan ke segala arah, normotonus, derajat kekuatan
otot (5555/5555), Capillary refill time < 2 detik
Ekstremitas bawah : Akral hangat, Pergerakan terbatas, normotonus, derajat kekuatan otot
(4444/4444), Capillary refill time < 2 detik
Laboratorium :
Natrium : 143
Kalium : 2,3
Chlorida : 103
Ureum : 105
Kreatinin : 1,53
SGOT : 73
SGPT : 42
A : Periodic Paralysis Hipocalemia
P : Diet : Biasa
IVFD : I RL + 25 mEq KCl / 12 jam I RL + 25 mEq KCl / 12 jam
Medikamentosa : Ceftriaxone 2 x 1 gr (iv)
KSR 3 x 1 (po)
15 Oktober 2014
S : Kaki sudah bisa digerakkan dan lemas sudah jauh berkurang
O : Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Kompos Mentis
Frekuensi Nadi : 88 x / menit (kuat angkat, reguler)
Respiratory Rate : 16 x / menit (regular)
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Suhu (axilla) : 37 0C
Kepala : Normocephali, distribusi rambut merata tipis
Mata : Konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-
Mulut : Mukosa bibir kering dan mengelupas
Toraks : Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : Vokal fremitus suara simetris kanan kiri
Perkusi : Sonor simteris kanan kiri
Auskultasi : Bunyi nafas dasar Vesikuler, Wheezing (-/-),
Ronkhi (-/-)
Bunyi Jantung I II normal, Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen : Inspeksi : Perut datar
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-)
Perkusi : Hipertimpani semua kuadran
Auskultasi : BU 5x / menit
Ekstremitas atas : Akral hangat, Pergerakan ke segala arah, normotonus, derajat kekuatan
otot (5555/5555), Capillary refill time < 2 detik
Ekstremitas bawah : Akral hangat, Pergerakan terbatas, normotonus, derajat kekuatan otot
(5555/5555), Capillary refill time < 2 detik
Laboratorium :
Natrium : 141
Kalium : 3,3
Chlorida : 103
Elektrolit urine : Natrium urine : 246 mmol
Kalium urine : 13 Lt
Chlorida urine : 192 Lt
A : Periodic Paralysis Hipocalemia
P : Diet : Biasa
IVFD : II RL / 24 jam
Medikamentosa : Ceftriaxone 2 x 1 gr (iv)
KSR 3x1 tab (po)
Amlodipine 1x 5 mg (po)
- Pasien diperbolehkan pulang besok jika keadaan stabil
16 Oktober 2014 : Pasien diizinkan pulang
BAB III
PEMBAHASAN
Berikut penanganan rumah sakit saat os masuk dengan keluhan kaki kanan dan kiri tidak bisa
digerakkan.
Kepustakaan
Anamnesis meliputi Identitas Lengkap,
Keluhan, Pemeriksaan fisik termasuk
pengukuran tinggi dan berat badan
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesis dan pemeriksaan fisk wajib
dilakukan untuk menilai penyebab dan
mengetahui kronologis os mendapat
keluhan tersebut
Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap
terutama elektrolit meliputi natrium, kalium
dan chlorida
2.Pemeriksaan Elektrolit darah
Penilaian kadar kalium diharuskan
mengingat keluhan os dicurigai adanya
hipokalemia
Untuk pemeriksaan laboratorium dilakukan
akses vena
3.Akses Vena
Akses vena penting untuk mempersiapkan
terapi cairan terutama caira yang berhubungan
dengan kalium jika keadaan gawat (KCl
infusan)
Melakukan Pemantauan keadaan umum
termasuk hasil laboratorium elektrolit per hari
4.Evaluasi hasil kalium per hari termasuk
balance cairan untuk mengetahui
kemajuan keadaan os
Jadi pada pasien ini penatalaksanaannya sudah tepat. Penanganan untuk meningkatkan jumlah
kalium pada pasien ini sudah sesuai dengan kepustakaan tentang penanganan hipokalemia
sehingga keadaan os dapat seger membaik pada perawatan hari ketiga.
Namun, sebaiknya penanganan tidak hanya untuk meningkatkan jumlah kalium os saja
melainkan mencari penyebabnya. Dikhawatirkan kalau penyebab nya tidak tertangani
kemungkinan os akan datang lagi dengan keadaan yang sama tanpa diketahui penyebab awalnya.
BAB IV
KESIMPULAN
Hipokalemia adalah keadaan konsentrasi kalium plasma kurang dari 3,5 mmol/L. Hanya
2% dari kalium tubuh yang berada di cairan ekstrasel sehingga kadar kalium serum tidak
mencerminkan kalium tubuh total. Prinsipnya, hipokalemia disebabkan oleh satu dari yang
berikut ini: 1). Intake yang berkurang, 2).Pengeluaran yang banyak, 3).Perpindahan kalium ke
intrasel akibat alkalosis.
Paralisis periodik hipokalemik (PPH) merupakan salah satu spektrum klinis akibat
hipokalemia yang disebabkan oleh redistribusi kalium secara akut ke dalam cairan intraselular.
Paralisis periodik hipokalemik dapat terjadi secara familial atau didapat. PPH didapat bisa
ditemui pada keadaan tirotoksikosis, disebut thyrotoxic periodic paralysis, sedangkan bentuk
PPH familial disebut familial hypokalemic periodic paralysis. PPH banyak terjadi pada pria
daripada wanita dengan rasio 3-4 : 1.2,3 Usia terjadinya serangan pertama bervariasi dari 1-20
tahun, frekuensi serangan erbanyak di usia 15-35 tahun dan kemudian menurun dengan
peningkatan usia.
Kehilangan dari eksitasi listrik pada otot skeletal merupakan kelainan dasar dari periodik
paralisis. Gejala klinis bervariasi, dimulai dari diare atau konstipasi, rasa lemas, kram, berdebar-
debar, dan sebagainya. Sedangkan pada pemeriksaan fisik utamanya didapatkan lemahnya
kekuatan otot tanpa ada gangguan sensibilitas, serta adanya aritmia jantung. Diagnosis dapat
cukup ditegakkan lewat anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang, terutama kadar kalium
plasma yang menurun. Khasnya adalah, pasien akan membaik dengan koreksi kalium.
Pada kasus ini penanganan terhadap Tn. WS sudah sesuai dengan kepustakaan penulis
dimana terapi KCl harus dilakukan secara tepat dan sesuai penghitungan yang berlaku
disesuaikan dengan keadaan umum pasien meliputi derajat kekuatan otot dan keluhan pasien.
Namun, lebih baik lagi jika dicari penyebab keadaan hipokalemia tersebut agar pasien tidak
kembali datang dengan keluhan yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
1. Longo, DL, Fauci AS, Kasper DL, et al. Harrison’s manual of medicine. 18 th ed. United
States; McGraw-Hill Companies; 2013.p.10-20
2. Wilson LM. Gangguan volume, osmolalitas, dan elektrolit cairan. Dalam: Price SA,
Wilson LM, ed. Pendit BU, Hartanto H, Wulansari P, et al, terj. Patofisiologi konsep
klinis proses-proses penyakit. 64th ed. Jakarta: EGC; 2005.p.342-4
3. Huether SE. Fluids and electrolytes, acids and bases. In: Huether SE, McCance LA.
Understanding pathophysiology. 5th ed. United States: Elsevier; 2008.p.106-8
4. Palmer BF, Dubose TD. Disorders of potassium metabolism. In: Schrier RW, editor.
Renal and electrolyte disorders. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2010. p. 137-64.
5. Lang F. Ginjal, keseimbangan air dan garam. Dalam: Sibernagl L, Lang F, ed. Setiawan
I, Muchtar I, terj. Teks dan atlas berwarna patofisiologi. Jakarta: EGC;2006.p.94-9
6. Venace SL, Cannon SC, Fialho D, Fontain B, Hanna MG, Ptacek LJ. The primary
periodic paralysis: diagnosis, pathogenesis, and treatment. Brain. 2006;129:8-17
7. Hypokalemia periodic paralysis [Internet]. 2011 [cited 2011 Apr 20]. Available from:
http://www.hkpp.org.
8. Stemberg D, Maisonobe T, Jurkat RK, Nicole S, Launay E, Chauveau D, et al.
hypokalaemic periodic paralysis type 2 caused by mutations at codon 672 in the muscle
sodium channel gene SCN4A. Brain. 2011;124:1091-9.