RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya
penulis selesai menyusun laporan kasus ini guna memenuhi persyaratan Kepaniteraan
Klinik Senior di bagian Anak RSU dr. Pirngadi Medan dengan judul “DEMAM
TIFOID”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dr.Masyitah Sp.A.
yang telah memberikan bimbinngan dan arahan dalam menyelesaikan penulisan laporan
kasus ini. Dan semua staff pengajar di SMF anak RSU dr. Pirngadi Medan.serta teman-
teman di kepaniteraan klinik.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini memiliki banyak
kekurangan baik dari kelengkapan teori maupun penuturan bahasa, karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan laporan kasus ini.
Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat member manfaat bagi kita semua
Medan, Maret 2011
Penulis
1
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN ANAK
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
DAFTAR ISI
Kata pengantar………………………………………………………………….................1
Daftar
isi……………………………………………………………………………………….....2
Pendahuluan………………………………………………………………………….…...3
Definisi…………………………………………………………………………………....3
Etiologi................................................................................................................................3
Cara penularan………………………………………………………………………….....4
Epidemiologi dan distribusi penyakit..................................................................................4
Patogenesis………………………………………………………………..………….....4-5
Manifestasiklinis………………………………….…………………………..………...5-6
Pemeriksaanpenunjang………………………………………….…………………......6-10
Diagnosis……………………………………………………………………………..10-11
Diagnosis banding…………………………………………………………………...…..11
Komplikasi........................................................................................................................11
Tatalaksana…………………………………………………………………………........12
Pencegahan...................................................................................................................12-13
Prognosis………………………………………………………………………………...13
Daftar
Rujukan……………………………………………………………………………….…14
2
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN ANAK
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
DEMAM TIFOID
I. PENDAHULUAN
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik yang bersifat akut
yang disebabkan oleh salmonella thyphi yang berada diusus halus.Demam
tifoid masih merupakan penyakit endemik di indonesia .penyakit ini termasuk
penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang no 6 tahun1962
tentang wabah ,sampai saat ini demam tifoid masih merupakan masalah
kesehatan, hal ini disebabkan oleh sanitasi kesehatan lingkungan yang kurang
memadai,penyediaan air minum yang tidak memenuhi syarat mis lingkungan
yang kumuh ,dan serta tingkat sosial ekonomi dan tingkat pendidikan
masyarakat yang kurang.walaupun pengobatan demam tifoid tidak terlalu
menjadi masalah,namun diagnosis kadang-kadang menjadi masalah,terutama
ditempat yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan kuman maupun
pemeriksaan laboratorium penunjang.mengingat hal tersebut
diatas,pengenalan gejala klinis menjadi sangat penting untuk membantu
diagnosis.(¹)
II. DEFENISI
Demam Tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu,gangguan pada saluran
pencernaan dan gangguan kesadaran.(²)
III. ETIOLOGI
Salmonella Thiposa
Adalah bakteri gram negatif, yang bergerak dengan rambut getar dan tidak
berspora.Mempunyai sekurang-kurangnya 3macam anti gen yaitu anti gen
O(somatik),antigen H(flagela) dan antigen Vi(kapsul).(¹,³)
3
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN ANAK
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
IV. CARA PENULARAN
Kuman ini ditularkan melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh
kotoran / tinja dari seorang pengidap atau penderita demam tifoid. Kuman ini
masuk melalui mulut ke saluran pencernan. Penderita tifoid carier akan menjadi
sumber penularan bagi subyek manusia yang lain. Oleh karena hal ini, maka
penting untuk menjaga penderita, karier/pengidap kuman serta higiene sanitasi
perseorangan dan lingkungan.
V. EPIDEMIOLOGI DAN DISRIBUSI PENYAKIT
Demam tifoid saat ini dijumpai kosmopolit,saat ini terutama dijumpai di negara
berkembang dengan kepadatan penduduk tinggi,serta kesehatan lingkungan tidak
memenuhi syarat.Diperkirakan insidensi demam tifoid pada tahun 1985 di
indonesia sebagai berikut:
Umur 0-4 tahun : 25,32%
Umur 5-9 tahun :35,59%
Umur 10-15 tahun:39,09%
Surveilans Departemen Kesehatan RI frekuensi kejadian demam tifoid di
indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan
frekuensi menjadi 15,4 per 10000 penduduk
Survei kesehatan rumah tangga 1995/1986 menunjukan demam tifoid (klinis)
1200/105 penduduk/tahun.Umur penderita yang terkena di indonesia (daerah
endemis) di laporkan antara 3-19 tahun mencapai 91% kasus.
Angka kejadian penyakit ini tidak berbeda antara anak laki-laki dan
perempuan. Pengaruh cuacap terutama meningkat pada musim hujan,sedangkan
dari kepustakaan berat barat dilaporkan terutama pada musim panas.(¹)
4
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN ANAK
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
Case fatality rate(CFR) demam tifoid ditahun 1996 sebesar 1,08% dari seluruh
kematian di Indonesia
Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan
sanitasi lingkungan misal: perbedaan insidens diperkotaan berhubungan erat
dengan dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi
lingkungan dengan pembuangan sampah yg kurang memenuhi syarat kesehatan
lingkungan ,jadi disetiap kota yg bersih tentu angka morbiditas dan angka
mortilitas lebih kecil di banding kan dengan daerah yg sanitasi lingkungan nya
buruk
VI. PATOGENESIS
Masuknya kuman salmonella typhi(s.typi) dan salmonela
paratyphy(s.paratyphi)kedalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang
terkontaminasi .Sebagian kuman yang masuk dimusnahkan oleh
lambung,sebahagian lolos masuk masuk kedalam usus dan selanjutnya
berkembang biak.bila respon imunitas humoral mukosa(igA) usus kurang baik
maka kuman akan menembus sel-sel epitalial(terutama sel m)dan selanjutnya ke
lamina propria.Dilamina propria kuman berkembang biak dan di fagosit oleh sel-
sel fagosit terutama oleh makrofag.Kuman dapat hidup dan berkembang biak di
dalam makrofag dan selanjut nya di bawa ke plaque Pyeri ileum distal dan
kemudian ke kelenjar getah bening mesentrika .Selanjutnya melalui duktus
torasikus kuman yg terdapat dalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi
darah(mengakibatkan bakteremia pertama yg asimptomatik)dan meyebar ke
seluruh organ retikuloendotelial sytem terutama organ hati dan limpa.Diorgan-
organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak
diluar selatau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk kedalam sirkulasi darah lagi
mengakibatkan baktremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tandadan
gejala penyakit infeksi sistemik.
Didalam hati,kuman masuk ke dalam kandung empedu,berkembang biak,dan
bersama cairan empedu diekresikan secara”intermittent”ke dalam lumen
usus.Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam
5
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN ANAK
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
sirkulasi setelah menembus usus.Proses yang terulang lagi,berhubung makrofak
ter aktivasidan hiperaktif maka saat fagositosis kuman salmonella terjadi
pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan
gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam,malaise,sakit kepala,sakit
perut,instabilitas vaskuler,gangguan mental dan koagulasi.
Di dalam plaque peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiper plasia
jaringan (S.typhi intra makrofag menginduksi reaksihipersensitivitas tipe
lambat,hiperplasia jaringan dan nekrosis organ).
Pendarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plaque
peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-
selmononuklear di dinding usus.proses patologis jaringan limfoid ini dapat
berkembang hingga ke lapisan otot,serosa usus dan mengakibatkan perforasi.
Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat
timbulnyatimbulnya komplikasi seperti gangguan neuro psikiatrik,kardio vaskular
penafasan dan gangguan organ lain nya (2,3,5)
VII. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika
dibandingkan dengan dengan penderita dewasa.Masa tunas rata-rata 10-20
hari.Yang tersering adalah 4 hari jika infeksi terjadi melalui
makanan,sedangkan yang terlama sampai 30 hari jika infeksi melalui
minuman.Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal,yaitu
prasaan tidak enak badan,lesu,nyeri kepala pusing dan tidak bersemangat.
Kemudian menyusul gejala klinis yang ditemukan,yaitu:
1.Demam
Pada kasus-kasus yang khas,demam berlangsung 3minggu.Bersifat febris
remiten dan suhu tidak terlalu tinggi.Selaama minggu pertama,suhu tubuh
berangsur-angsur meningkat setiap hari.Biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat pada sore dan malam hari.dalam minggu kedua gejala-gejala
6
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN ANAK
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
menjadi lebih jelas berupa demamdengan bradikardi relatif(bradikardi relatif
adalah peningkatan 1oC tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit)
, keadaan demam.dalam minggu ketiga suhu badan berangsur-angsur turun dan
normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2.Gangguan Pada Saluran Pencernaan
Pada mulut terdapat nafas tidak sedap,bibir kering dan lidah pecah-pecah
(ragaden).Lidah ditutupi selaput putih kotor(coated tongue),ujung dan
tepinya ,jarang kemerahan jarang disertai tremor,Pada abdomen mungkin
ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus).Hati dan limfa membesar
disertai nyeri pada perabaan.
Biasanya didapat konstipasi,akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat
terjadi diare.
3.Gangguan Kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walau tidak terlalu dalam,yaitu apatis
sampai somnolen.Jarang terjadi koma,sopor atau gelisah.Selain gejala-gejala yang
biasanya ditemukan tersebut, mungkin pula ditemukan gejala lain seperti Rose
spot yaitu suatu makulopapular yang berwarna kemerahan dengan ukuran1-5mm,
biasanya terdapat pada abdomen,torak, punggung dan anggota gerak gejala ini
biasanya ditemukan pada anak kulit putih,tidak pernah dilaporkan ditemukan
pada anak indonesia.Biasanya ditemukan pada hari ke 7-10 dan bertahan 2-3
hari.Kadang-kadang juga ditemukan Bradikardia pada anak besar dan mungkin
pula ditemukan epistaksis.(1,2,3,5,6)
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Tepi
Pada pemeriksaan darah tepi sering ditemukan eritosit normositik
normokrom,leukopenia,trombositopenia ringan anesofilia sehingga
gambarannya dapat shift to the left.
2. Pemeriksaan Darah Rutin
7
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN ANAK
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
Hb:menurun
LED:meningkat
3. Pemeriksaan sumsum tulang.
Terdapat gambaran sumsum tulang berupa hiper aktivasi RES dengan
adanya sel makrofag,sedangkan sistem eritropoisi,granulopoesis dan
trombopoisis berkurang.
4. Biakan empedu
Basil salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah penderita biasanya
dalam minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam
urin dan feses dan mungkin akan tetap positif untuk waktu yang lama.
Oleh karena itu pemeriksaan yang positif dari contoh darah digunakan
untuk menegakkan diagnosis, sedangkan pemeriksaan negatif dari contoh
urin dan feses 2 kali berturut – turut digunakan untuk menentukan bahwa
penderita benar – benar sembuh dan tidak menjadi pembawa kuman
(karier).
5. Pemeriksaan Widal
Dasar pemeriksaan ialah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum
penderita dicampur dengan suspensi antigen salmonella
typhosa.pemeriksaan yang positif adalah bila terjadi reaksi
aglutinasi.untuk membuat diagnosis yang diperlukan adalah titer zat anti
terhadap titer O.titer yang bernilai 1/160 atau lebih dan atau menunjukan
kenaikan yang progresif digunakan untuk membuat diagnosis.
6. Tes TubexR
Uji tubex merupakan uji semi-kuantitatif kolometrik yang cepat
(beberapa menit) dan mudah untuk dikerjakan. Uji ini mendeteksi antibodi
anti-S.typhi O9 pada serum pasien, dengan cara menghambat ikatn antara
IgM anti O9 yang terkonjugasi pada partikel latex yang berwarna dengan
lipopolisakarida S.typhi yang terkonjugasi pada partikel magnetik latex. 8
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN ANAK
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
Hasil positif uji tubex ini menunjukkan terdapat infeksi salmonella
serogroup D walau tidak secara spesifik menunjukkan pada S.typhi.
infeksi oleh S.paratyphi akan memberikan hasil negatif.
Secara imunologi, antigen O9 bersifat immunodominan sehingga dapat
merangsang respon imun secara independen terhadap timus dan
merangsang mitosis sel B tanpa bantuan dari sel T. karena sifat-sifat
tersebut, respon terhadap anti-gen O9 berlangsung cepat sehingga deteksi
terhadap anti-gen O9 dapat dilakukan lebih dini, yaitu pada hari ke 4-5
untuk infeksi primer dan hari ke 2-3 untuk infeksi sekunder. Perlu
diketahui bahwa uji tubex hanya dapat mendeteksi IgM dan tidak dapat
mendeteksi IgG sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai modalitas
untuk mendeteksi lampau.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan 3 macam komponen,
meliputi :
1. Tabung berbentuk V, yang juga berfungsi untuk meningkatkan sensitifitas.
2. Reagen A, yang mengandung partikel magnetik yang diselubungi dengan antigen
S.typhi O9.
3. Reagen B, yang mengandung partikel latex berwarna biru yang diselubungi
dengan antibodi monoklonal spesifik untuk antigen O9. Untuk melakukan
prosedur pemeriksaan ini, satu tetes serum (25 µL) dicampur ke dalam tabung
dengan satu tetes (25 µL) reagen A. setelah itu dua tetes reagen B (50 µL)
ditambahkan kedalam tabung. Hal tersebut dilakukan pada kelima tabung lainnya.
Tabung-tabung tersebut kemudian diletakkan pada rak tabung yang mengandung
magnet dan diputar selama 2 menit dengan kecepatan 2 rpm . interpretasi hasil
dilakukan berdasarkan warna larutan campuran yang dapat bervariasi dari
kemerahan sampai kebiruan. Berdasarkan warna inilah ditentukan skor, yang
interpretasinya dapat dilihat pada table berikut:
Table interpretasi hasil uji tabex:
9
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN ANAK
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
skor Interpretasi
<2 Negatif Tidak menunjukkan infeksi tifoid aktif
3 Borderline Pengukuran tidak dapat disimpulkan. Ulangi
pengujian, apabila masih meragukan lakukan
pengulangan beberapa hari kemudian.
4-5 Positif Menunjukkan infeksi tifoid aktif
>6 Positif Indikasi kuat infeksi tifoid
Konsep pemeriksaan ini dapat diterangkan sebagai berikut:
Jika serum tidak mengandung antibodi terhadap O9, reagen B bereaksi dengan
reagen A. ketika diletakkan pada daerah mengandung medan magnet (magnet
rak), komponen magnet yang dikandung reagen A akan tertarik pada magnet rak,
dengan membawa serta pewarna yang dikandung oleh reagen B. sebagai
akibatnya, terlihat warna merah pada tabung yang sesungguhnya merupakan
gambaran serum yang lisis. Sebaliknya, bila serum mengandung antibodi terhadp
O9, antibodi pasien akan berikatan dengan reagen A dan menyebabkan reagen B
tidak tertarik pada magnet rak dan memberikan warna biru pada larutan.
7. Elisa Test
Elisa dipakai untuk melacak antibiotik IgG, IgM dan IgA terhadap antigen
LPS O9, antibodi IgG terhadap antigen flagella d(Hd) dan antibodi
terhadap antigen Vi S. Typhi. Uji ELISA yang sering dipakai untuk
mendeteksi adanya antigen S.typhi dalam spesies klinis adalah double
antibody sandwich ELISA. Chaicumpa dkk (1992) mendapatkan
sensitivitas uji ini sebesar 95 % pada sampel darah 73% pada sampel feses
dan 40% pada sampel sumsum tulang. Pada penderita yang didapatkan
S.typhi pada darahnya, uji ELISA pada sampel urien didapatkan
sensitivitas65% pada satu kali pemeriksaan dan 95% pada pemeriksaan
serial serta spesifisitas 100%.18 penelitian oleh Fedeel dkk(2004) terhadap
sampel urien penderita demam tifoid mendapatkan sensitivitas uji ini
sebesar 100% pada deteksi antigen Vi serta masing – masing 44% pada
10
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN ANAK
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
deteksi antigen O9 dan antigen Hd. Pemeriksaan terhadap antigen Vi
urine ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut akan tetapi tampaknya
cukup menjanjikan, terutama bila dilakukan pada minggu pertama
sesudah panas timbul, namun juga perlu diperhitungkan adanya nilai
positif juga pada kasus dengan Brucellosis.
8. Pemeriksaan Dipstik
Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda
dimana dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS
S.typhi sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM antihuman
immobilized sebagai reagen kontrol. Pemeriksaan ini menggunakan
komponen yang sudah distabilkan, tidak memerlukan alat yang
spesifik dan dapat digunakan ditempat yang tidak mempunyai asilitas
laboratotium yang lengkap.
9. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Metode ini untuk identifikasi bakteri S.typhi yang akurat adalah
mendeteksi DNA ( asam nukleat ) gen flagellin bakteri S.typhi dalam
darah dengan teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA
dengan cara Polymerase Chain Reaction (PCR) melalui identifikasi
antigen Vi yang spesifik untuk S.typhi.
10. Biakan Feces dan urine
Biakan ini positif biasanya pada minggu ke dua dan ketiga.(2,4)
IX. DIAGNOSIS
Menegakkan diagnosis demam tifoid pada anak dengan didasarkan
Anamnesa, Menifestasi klinis,Pemeriksaan fisik,Pemeriksaan penunjang.
ANAMNESA(allo anamnesa):
Riwatyat demam
Riwayat adanya gangguan saluran pencernaan.
Adanya gangguan kesadaran.
11
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN ANAK
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
MANIFESTASI KLINIS
Demam lebih dari 1 minggu / 7 hari,turun pada pagi hari dan
kembali naik pada sore dan malam hari nya.
Bibir kering dan pecah – pecah, lidah ditutupi selaput putih kotor
( coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan dan tremor pada
perut ditemukan meteorismus ( kembung ) hati dan limpah
membesar.
Kesadaran menurun dari apatis sampai somnolen
PEMERIKSAAN FISIK
Mulut :ditemukan lidah selaput putih kotor,tepi kemerahan,dan
biasanya tremor.
Ektremitas:Ditemukan Rose spot
Abdomen :Pada palpasi teraba hati dan limfa membesar.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah tepi
Sumsum tulang
Biakan empedu
Widal test
Tubek tes
Diptik test
ELISA
PCR
Feses dan urien (1,2,4,6)
X. DIAGNOSIS BANDING
Demam paratifoid A,B,C
Bronkitis
Bronkonumoni
Malaria
12
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN ANAK
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
Meningitis(1,2)
XI. KOMPLIKASI
Komplikasi pada usus halus :
1. Pendarahan
2. Perforasi
3. Peritonitis
Komplikasi diluar usus halus :
1. Bronkitis
2. Bronkopneumonia
3. Kolesistitis
4. Meningitis
5. Miokarditis.(1)
XII. PENATA LAKSANAAN
Tirah baring
IVFD sesuai umur
First Line (Obat pilihan pertama) Kloramfenikol 50-100mg/ kgBB/4
dosis/i.v sampai 10-14 hari atau 5-7 hari bebas demam.
Tiamfenikol 50-100 mg/kgBB/hari, selama 10-14 hari.
Kotrimoksasol 30-40 mg/kgBB/hari.
Ampisilin dan Amoksisilin100 – 200 mg/kgBB/4 dosis.
Seftriakson 50-100 mg/kgBB/2 dosis
Sefotaksim 150-200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis
Siprofloksasin 2 * 200-400 mg oral pada anak berumur lebih dari 10 tahun
Antipiretik Paracentamol 10-15 mg/kgBB/x beri
Tranfusi darah bila terdapat pendarahan
Pemberian cukup cairan, kalori, dan tinggi protein, tidak boleh
mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun menimbulkan
banyak gas.(1,2,3)
XIII. PENCEGAHAN
13
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN ANAK
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
Meningkatkan higienis dengan cara memperhatikan kualitas makanan dan
minuman banyak dikonsumsi.
Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 57oC beberapa menit juga dapat
mematikan kuman salmonella typhi.
Penurunan endemitas suatu negara / daerah tergantung pada baik
buruknya pengadaan sarana air dan pengaturan pembuangan sampah
Vaksinasi:
Saat sekarang dikenal tiga macam vaksin untuk penyakit demam tifoid,
yaitu yang berisi kuman yang dimatikan, kuman hidup dan komponen Vi
dari Salmonella typhi. Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi ,S.
Paratyphi A, S. Paratyphi B yang dimatikan (TAB vaccine) telah puluhan
tahun digunakan dengan cara pemberian suntikan subkutan; namun vaksin
ini hanya memberikan daya kekebalan yang terbatas, disamping efek
samping lokal pada tempat suntikan yang sering. Vaksin Ty-21a diberikan
pada anak berumur diatas 2 tahun. Pada penelitian di lapangan didapat
hasil efikasi proteksi yang berbanding terbalik dengan derajat transmisi
penyakit. Vaksin yang berisi komponen Vi dari Salmonella Typhi
diberikan secara suntikan intramuskular memberikan perlindungan 60 - 70
% selama 3 tahun.(2,3)
XIV. PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada umur, keadaan umum, gizi, derajat kekebalan
penderita, cepat dan tepatnya pengobatan serta komplikasi yanng ada.(1)
14
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN ANAK
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
DAFTAR RUJUKAN
1.Rampengan,T.H.”DEMAM TIFOID” Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak,
Buku Kedokteran EGC,jakarta:2007 hal.46-62
2.Hassan.R, Alatas.H . “TIFUS ABDOMINALIS”, Ilmu Kesehatan Anak II,
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI, Jakarta : 1985, hal.593-598.
3.Poorwo Soedarmo,Soemarmo S dkk.”Demam Tifoid”Buku ajar Infeksi&Pediatrik
Tropis,Ikatan Dokter Indonesia edisi II,jakarta:2010,hal.338-345.
4.Prasetio,Riski Vitria,Ismodoedijanto.”Metode Diagnosa Demam Tifoid Pada
Anak”Devisi tropik dan penyakit infeksi FK UNAIR/RSU Dr.Soetomo surabaya
5.Mansjoer.A,dkk . “Tifus Abdominalis”, Kapita Selekta Kedokteran”, Edisi Ketiga, Jilid
II, Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, Jakarta : 2000, hal.432-433
6.Nelson,Waldo E.”infeksi salmonella”ILMU KESEHATAAN ANAK,kedokteran EGC,
Jakarta:2000, hal 965-973.
7bradley D.jones.SALMONELLOSIS:Host imuno responses and bacterial virulence
Determinants .Annu.Rev.immunol.1996
15
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN ANAK