TINJAUAN SOSIO-YURIDIS TERHADAP KEBIJAKAN
MENGENAI PEMBANGUNAN BIDANG KELUARGA
BERENCANA DALAM PENGENDALIAN PERTUMBUHAN
PENDUDUK DI KOTA SEMARANG (Studi Undang-
UndangNomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan
Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga Di Kota Semarang)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum
Disusun oleh :
FREDY BAGUS KUSUMANING YANDI
8111411292
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah mendapatkan persetujuan oleh Pembimbing pada :
Hari :
Tanggal :
Judul : TINJAUAN SOSIO-YURIDIS TERHADAP KEBIJAKAN
MENGENAI PEMBANGUNAN BIDANG KELUARGA
BERENCANA DALAM PENGENDALIAN PERTUM-
BUHAN PENDUDUK DI KOTA SEMARANG (Studi
Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang
Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan
Keluarga Di Kota Semarang)
Mengetahui, Menyetujui,
Dosen Pembimbing Pembantu Dekan Bid. Akademik
Windiahsari, S. Pd., M.Pd. Drs. Suhadi, S.H., M.Si.
NIP. 198011282008122001 NIP. 196711161993091001
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini benar-benar hasil
karya sendiri, bukan buatan orang lain, dan tidak menjiplak karya ilmiah orang
lain, baik sebagian maupun seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang
terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang,
Penulis,
Fredy Bagus Kusumaning Yandi
8111411292
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
1. Orang yang melanggar hukum adalah sampah, namun orang yang
membiarkan temannya terluka, maka mereka jauh lebih rendah daripada
sampah
2. Sesali masa lalu karena ada kekecewaan dan kesalahan-kesalahan, tetapi
jadikan penyesalan itu sebagai senjata untuk masa depan agar tidak terjadi
kesalahan lagi.
3. Agar dapat membahagiakan seseorang, isilah tangannya dengan kerja,
hatinyadengan kasih sayang, pikirannya dengan tujuan, ingatannya dengan
ilmu yang bermanfaat, masa depan nya dengan harapan, dan perutnya
dengan makanan.
PERSEMBAHAN
Skripsiinipenulispersembahkanuntuk papah dan mamahkutercinta yang
telahmengorbankansegalanya, yang doanyatakpernahhenti, yang
keringatnyaselalutercurah, yangkesabarannyaselalumengalir, yang
ikhlasdilakukan memberikan semangat dan dorongan agar terus belajar demi
kebaikandan keberhasilan penulis.
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul TINJAUAN SOSIO-YURIDIS TERHADAP KEBIJAKAN MENGENAI
PEMBANGUNAN BIDANG KELUARGA BERENCANA DALAM
PENGENDALIAN PERTUMBUHAN PENDUDUK DI KOTA SEMARANG
(Studi Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan
Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga Di Kota Semarang). Skripsi ini
disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan program Sarjana (S1)
Jurusan Ilmu Hukum Universitas Negeri Semarang.Dalam penyusunan skripsi ini
penulis banyak mendapat bimbingan, bantuan, masukan, serta dukungan dari
berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang.
2. Drs. Sartono Sahlan, M.H, Dekan Fakultas Hukum Universitas Negeri
Semarang.
3. Drs. Suhadi, S.H.,M.Si, Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas
Hukum Universitas Negeri Semarang.
4. Drs. Herry Subondo, M.Hum, Pembantu Dekan Bidang Administrasi
Umum Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.
5. Ubaidillah Kamal, S.H., M.H, Pembantu Dekan Bidan Kemahasiswaan
Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.
6. Tri Sulistiyono, S.H., M.H, Ketua Bagian Hukum Tata Negara.
7. Windiahsari, S.Pd., M.Pd, Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu sabar
memberikan pengarahan kepada penulis.
8. Ristina Yudhanti, S.H.,M.H, Dosen Wali.
9. Bimbong Yogatama, S.H Kepala Badan Bapermas Kota Semarang.
10. Dra. Siti Maimunah Kabag Bidang KB Bapermas Kota Semarang.
11. Drs. Sri Haryanto Sub Bidang \Jejaring dan Informasi KB Bapermas Kota
Semarang.
12. Syahroni, S.H, Bagian Tata Usaha dan Kepegawaian Bapermas Kota
Semarang.
13. Kakak saya, Freda Dyah Ayu Kusumaning Yandi yang selalu memberikan
dukungan agar skripsi ini cepat terselesaikan.
14. Ellectrananda, Heni Asmorowati, Eko Kusuma, Najmul Afad, Faikar
Aufa, Arif Budiprasetyo, Daniel Praditya, Ferry Putra, Fadhilah
Riayati,Harry Setiawan, Rizal Habiburohman, Ahmad Solikhin, Boby
Antengdan Elly Zunafikhahselaku pihak dan sahabat yang membantu saya
sampai terselesaikannya skripsi ini.
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas bantuan
baik materiil maupun moril sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan mereka dan senantiasa
melimpahkan pahala yang sebesar-besarnya. Harapan penulis semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik masa kini maupun masa yang akan
datang. Kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat
diharapkan
Semarang, 2015
Penulis,
Fredy Bagus Kusumaning Yandi
NIM. 8111411292
ABSTRAK
Yandi, Fredy Bagus Kusumaning. 2015. Tinjauan Sosio-Yuridis Terhadap Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga Di Kota Semarang (Perencanaan Kebijakan Mengenai Pembangunan Bidang Keluarga Berencana Dalam Pengendalian Pertumbuhan Penduduk Di Kota Semarang).. Skripsi, Progam Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing : Windiahsari., S. Pd., M. Pd
Kata Kunci: Kependudukan.Pembangunan, Keluarga Berencana
Salah satu masalah kependudukan yang cukup besar di Indonesia adalah jumlah kepadatan penduduk yang sangat besar. Hal ini menimbulkan berbagai masalah lain. Untuk itu,pemerintah mencanangkan program Keluarga Berencana (KB) yaitu pembatasan jumlah anak yakni dua untuk setiap keuarga. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga Di Kota Semarang menyatakan bahwa Menurut Undang Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, kependudukan adalah hal ihwal yang berkaitan dengan jumlah, struktur, pertumbuhan, persebaran, mobilitas, penyebaran, kualitas, dan kondisi kesejahteraan yang menyangkut politik, ekonomi, social budaya, agama serta lingkungan penduduk setempat. Di samping itu di sebutkan pula perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga adalah upaya terencana untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan mengembangkan kualitas penduduk pada seluruh dimensi penduduk.Dari latar belakang tersebut tiga permasalahan pokok yaitu: (1) Bagaimana peran dan fungsi Bapermas Per dan KB pembangunan terkait program Keluarga Berencana di Kota Semarang; (2)Apa saja kendala yang timbul dalam kebijakan Bapermas Per dan KB pembangunan terkait program keluarga berencana di Kota Semarang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif-diskriptif melalui pendekatan yuridis sosiologis. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi pustaka dan observasi. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Dengan fokus penelitian di Badan Pemeberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Semarang yang akan mengkaji proses pelaksanaan program – program dibidang KB dan peran, fungsi serta kendala yang dialami Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana dalam menangani pembangunan kependudukan di Kota Semarang.Hasil penelitian ini menunujukan adannya faktor yang berpengaruh dalam peningkatan jumlah penduduk seperti pernikahan usia dini, kurangnnya kesadaran masyarakat dalamhalmenjalankan program pemerintah serta tingkat kelahiran yang tinggi. Hal inilah yang menjadi tugas yang harus diselesaikan oleh Bapermas,Per, dan KB Kota Semarang.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dunia ini kita mengenal adanya istilah “Negara maju” dan “Negara
Berkembang”, keduanya dapat ditinjau dari segi taraf hidup yang dicapai
masyarakat di Negara tersebut. Negara maju adalah Negara yang sudah efektif
menggunakan teknologi modern pada sebagian besar faktor produksi dan
kekayaan alamnya, serta perhatian masyarakatnya lebih menekan kepada
masalah-masalah konsumsi dan kesejahteraan, tidak lagi kepada masalah
produksi, sedangkan negara berkembang adalah Negara pada masa transisi
dimana suatu masyarakat telah mempersiapkan dirinya atau dipersiapkan dari
luar, untuk mencapai pertumbuhan yang mempunyai kekuatan untuk terus
berkembang.
Menurut Undang Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, kependudukan
adalah hal ihwal yang berkaitan dengan jumlah, struktur, pertumbuhan,
persebaran, mobilitas, penyebaran, kualitas, dan kondisi kesejahteraan yang
menyangkut politik, ekonomi, sosial budaya, agama serta lingkungan
penduduk setempat. Di samping itu di sebutkan pula perkembangan
kependudukan dan pembangunan keluarga adalah upaya terencana untuk
mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan mengembangkan kualitas
penduduk pada seluruh dimensi penduduk.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang ada di dunia.
Masalah yang di hadapi Indonesia untuk mencapai kemakmuran sehingga
menjadi sebuah Negara maju masih terus dihadapi, meskipun telah melewati
kurang lebih enam dekade tapi perjalanan lepas landas masih diambang pintu.
Ini merupakan tantangan untuk Indonesia agar tetap menyatukan tekad
menuju visi Negara sebagai warga Negara Indonesia kita berhak memiliki
keinginan untuk hidup yang makmur dan berkewajiban menjalankan segala
kebijakan yang ada untuk mewujudkan hak kita. Dalam pencapaian hak
tersebut, kebijakan yang ditetapkan harus dijalankan.Salah satu kebijakan
pemerintah adalah Keluarga Berencana. Tingkat pertumbuhan penduduk yang
tinggi di Indonesia merupakan satu dari faktor-faktor penghambat menuju
keselarasan dengan Negara maju. Keluarga berencana merupakan bagian
dalam pembatasan pertumbuhan penduduk.
Pembangunan pada hakikatnya bertujuan untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat yang dilaksanakan oleh pemangku kepentingan
pembangunan terutama oleh aparat pemerintah sebagai pengemban amanat
untuk mewujudkan kesejahteraan. Selanjutnya guna menjamin agar kegiatan
pembangunan dapat berjalan efektif, efisien,tepat sasaran dan berke-
sinambungan diperlukan perencanaan pembangunan berkualitas agar mampu
mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan.
Masalah yang dihadapi beberapa negara berkembang dewasa ini adalah
mengurangi jumlah kemiskinan dengan menggunakan berbagai cara baik
melalui peningkatkan infrastruktur ekonomi seperti membangun jalan,
jembatan, pasar, serta sarana lain, maupun membangun derajat dan partisipasi
masyarakat melalui peningkatan pendidikan maupun kesehatan. Kendala utama
yang dihadapi hampir semuanya sama, yang umumnya bersumber pada
permasalahan kependudukan. Mulai dari masih tingginya angka kematian bayi,
dan ibu melahirkan, rendahnya kesadaran masyarakat tentang hak-hak
reproduksi, serta masih cukup tingginya laju pertumbuhan penduduk, yang
tidak sebanding dengan daya dukung lingkungan
Salah satu masalah kependudukan yang cukup besar di Indonesia
adalah jumlah kepadatan penduduk yang sangat besar. Hal ini menimbulkan
berbagai masalah lain. Untuk itu,pemerintah mencanangkan program Keluarga
Berencana (KB) yaitu pembatasan jumlah anak yakni dua untuk setiap
keluarga. Program KB di Indonesia mengalami kemajuan yang pesat dan
diakui di tingkat internasional. Hal ini terlihat dari angka kesertaan ber-KB
meningkat dari 26% pada tahun 1980, menjadi 50% pada tahun 1991, dan
terakhir menjadi 57% pada tahum 1997. Program Keluarga Berencana telah
berjalan selama kurun waktu 4 pelita dengan hasil yang cukup
menggembirakan, baik secara normatif maupun demografis. Berdasarkan hasil
Survey Pravalensi Indonesia (PSI) tahun 1987 ternyata tingkat kelahiran kasar
telah menurun menjadi sekitar 28-29/1000 dan TFR (Total Fertility Rate)
menjadi 3,4-3,6.
Kota Semarang merupakan suatu wilayah yang tidak luput dari sasaran
program Keluarga Berencana Nasional. Pelaksanaan program KB di wilayah
ini telah dilaksanakan dalam kurun waktu yang lama. Dalam rangka kesetaraan
gender, peran serta pria dalam program KB pun mulai digalakkan. Bukan
hanya wanita / istri saja yang berperan serta aktif dalam program KB namun
pria / suami pun dapat ikut turut serta dalam program tersebut. Sejak dahulu
wanita selalu dijadikan objek dalam penggunaan alat-alat kontrasepsi baik
berupa pil, suntik maupun Medis Operatif Wanita (MOW). Seiring dengan
perkembangan jaman, kini mulai tersedia alat kontrasepsi pria berupa kondom
dan vasektomi atau Medis Operatif Pria (MOP).
Dalam pelaksanaan program KB bagi Pria, diharapkan adanya peran
serta dari berbagai pihak baik dari wanita / istri maupun pria / suami. Kendala
dalam peningkatan peran serta pria antara lain disebabkan oleh rendahnya
pengetahuan pria akan metode KB yang ada. Mereka tidak mengetahui tujuan,
fungsi, efek dari penggunaan metode yang ada.
Selain itu diketemukan pula penyebab keengganan mereka dalam ber-
KB karena banyaknya rumor yang berkembeng. Selain itu, masyarakat dengan
pendidikan rendah pun masih beranggapan bahwa dengan banyak anak maka
banyak rejeki jadi untuk apa ikut KB.
Salah satu hal yang dapat dilakukan pemerintah ialah memeberikan
sosialisasi langsung kepada masyarakat atau ajakan-ajakan yang dapat merubah
pola pikir masyarakat tentang perlunya meminimalisir jumlah pertumbuhan
penduduk, dan untuk menunjang keberhasilan proses ini peran aktif masyarakat
juga sangat diperlukan, karena apabila masyarakat hanya menjadi pendengar
saja tanpa ada respon yang dilakukan, semuanya hanya akan menjadi suatu
yang tidak berarti dan boleh dikatakan tidak ada manfaat yang dapat mereka
peroleh.
Dalam pelaksanaannya masih sering terjadi hambatan-hambatan dalam
menjalankan program ini. Hal ini disebabkan oleh hal-hal teknis dan non teknis
yang dapat mempengaruhi misalnya, kurangnya kemampuan dalam
mengemban dan menjalankan tugasnya serta penyediaan fasilitas yang terbatas.
Hal ini sangat berkaitan erat dengan proses untuk meminimalisir pertumbuhan
penduduk yang ada di Negara kita baik dalam skala nasional maupun di tingkat
daerah, bertolak dari hal itu dapat dijadikan suatu tantangan tersendiri bagi
penyelenggaran pemerintahan yang berkaitan dengan proses pertumbuhan
penduduk.
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan diatas, maka peneliti
tertarik untuk mengambil judul, TINJAUAN SOSIO-YURIDIS TERHADAP
UNDANG-UNDANG NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG
PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN
KELUARGA DI KOTA SEMARANG (Perencanaan Kebijakan Mengenai
Pembangunan Bidang Keluarga Berencana Dalam Pengendalian
Pertumbuhan Penduduk Di Kota Semarang).
1.2 Idenifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasikan masalah
sebagai berikut :
1. Rendahnya pencapaiannya.kesertaan pria dalam program Keluarga
Berencana (KB) masih rendah,
2. Rendahnya kemampuan berkomunikasi tenaga pelaksana di tingkat
lapangan (Penyuluh Keluarga Berencana) dalam memberikan
penyuluhan tentang permasalahan KB pria.
3. Kurang adanya kepastian bentuk organisasi pelaksana di Koa
Semarang yang menangani program KB, karena kurang adanya
dukungan politis yang memadai.
4. Masih sangat terbatasnya pilihan alat kontrasepsi yang tersedia bagi
pria/bapak.
5. Sumber daya manusia pelaksana di tingkat lapangan yang kurang
baik.
1.3 Pembahasan Masalah
1. Fokus
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penelitian akan difokuskan
terhadap Kurang adanya kepastian bentuk organisasi pelaksana di
Kota Semarang yang menangani program KB, karena kurang adanya
dukungan politis yang memadai
2. Lokus
Lokus atau tempat penelitian adalah di Kota Semarang
3. Tempos
Tempos atau waktu penelitian direncanakan akan dimulai pada bulan
Maret tahun 2015 sampai dengan selesai.
1.4 Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran dan fungsi Bapermas Per dan KB pembangunan
terkait program Keluarga Berencana di Kota Semarang ?
2. Apa saja kendala yang timbul dalam kebijakan Bapermas Per dan KB
pembangunan terkait program keluarga berencana di Kota
Semarang?
1.5. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan peran dan fungsi Bapermas Per dan KB
pembangunan terkait program Keluarga Berencana di Kota
Semarang
2. Mengetahui kendala kebijakan Bapermas Per dan KB pembangunan
terkait program keluarga berencana di Kota Semarang
1.6 Manfaat Peneliian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yaitu :
1. Manfaat teoritis :
a. Sebagai media pembelajaran metode penelitian hukum sehingga
dapat menunjang kemampuan individu mahasiswa dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
b. Menambah pengetahuan bagi masyarakat umumnya dan bagi
peneliti khususnya terhadap pentingnya program Keluarga
Berencana
c. Dapat dijadikan acuan atau referensi dalam program pemerintah
2. Manfaat praktis :
a. Dapat ditemukan berbagai persoalan yang dihadapi dalam hal
perencanaan kebijakan program keluarga berencana di Kota
Semarang
b. Dapat diketahui bagaimana sebenarnya proses perencanaan
program KB
1.7 Sisematika Penulisan
Sistematika adalah gambaran singkat secara menyeluruh dari suatu
karya ilmiah. Sistematika penulisan dalam hal ini bertujuan agar dengan
mudah dapat memahami karya tulis ini, serta tersusunya skripsi yang teratur
dan sistematis.
Untuk memberikan kemudahan dalam memahami tugas akhir serta
memberikan gambaran yang menyeluruh secara garis besar, sistematika
tugas akhir dibagi menjadi tiga bagian. Adapun sistematikanya adalah :
1. Bagian Awal Skripsi
Bagian awal skripsi mencakup halaman sampul depan, halaman judul,
abstrak, halaman pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar,
daftar isi, daftar gambar, daftar table, dan daftar lampiran.
2. Bagian Isi Skripsi
Bagian isi skripsi mengandung lima (5) bab yaitu, pendahuluan,
landasan teori, metode penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan serta
penutup.
BAB I PENDAHULUAN menguraikan latar belakang, perumusan
dan pembatasan masalah, tujuan, manfaat, penegasan istilah dan
sistematika penulisan
BAB II LANDASAN TEORI Landasan Teori, berisi tentang teori yang
memperkuat penelitian seperti teori welfare, teori pembangunan dan hal –
hal yang berkenaan dengan itu.
BAB III METODE PENELITIAN Berisi tentang dasar penelitian,
pendekatan penelitian, lokasi penelitian, fokus penelitian,sumber data
penelitian, alat dan teknik pengumpulan data, keabsahan data, metode
analisi data, dan prosedur penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN membahas tentang Bagaimana
Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga Di Kota
Semarang Mengenai Pembangunan Bidang Keluarga Berencana Dalam
Pengendalian Pertumbuhan Penduduk Di Kota Semarang
BAB V PENUTUP SKRIPSI Pada bagian ini merupakan bab terakhir
yang berisi kesimpulan dari pembahasan yang diuraikan diatas.
3. Bagian Akhir Skripsi
Bagian akhir dari skripsi ini sudah berisi tentang daftar pustaka dan
lampiran. Isi daftar pustaka merupakan keterangan sumber literatur yang
digunakan dalam penyusunan skripsi. Lampiran dipakai untuk mendapatkan
data dan keterangan yang melengkapi uraian skripsi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Teori dan Pengertian Kependudukan
Untuk memahami keadaan kependudukan suatu daerah atau negara
maka perlu di dalami kajian demografi. Para ahli biasanya membedakan
antara ilmu kependudukan (demografi) dengan studi-studi tentang
kependudukan (population studies). Demografi berasal dari kata
Yunani demos – penduduk dan Grafien – tulisan atau dapat diartikan
tulisan tentang kependudukan adalah studi ilmiah tentang jumlah,
persebaran dan komposisi kependudukan serta bagaimana ketiga faktor
tersebut berubah dari waktu ke waktu. Berdasarkan Multilingual
Demografic Dictionary (IUSSP, 1982) defenisi demografi adalah sebagai
berikut.
Demography is the scientific study of human population in primarily with the respect to their size, their structure (composition) and their development (change). (Multilingual Demografic Dictionary (IUSSP, 1982)
Artinya dalam bahasa Indonesia adalah “Demografi mempelajari penduduk (suatu wilayah) terutama mengenai jumlah, struktur (komposisi penduduk) dan perkembangannya (perubahannya).
Sedangkan Philip M. Hauser dan Duddley Duncan (1959)
mengusulkan defenisi demografi sebagai berikut.
Demography is the study of the size, territorial distribution and composition of population, changes there in and the components of such changes which maybe identified as natality, teritorial movement (migration), and social mobility (change of states). (Philip M. Hauser dan Duddley Duncan (1959))
Yang dalam bahasa Indonesia adalah “Demografi mempelajari
jumlah, persebaran, teritorial dan komposisi penduduk serta perubahan -
perubahannya dan sebab sebab perubahan itu, yang biasanya timbul
karena natalitas (fertilitas), mortalitas, gerakan teritorial (migrasi) dan
mobilitas sosial (perubahan status).
Dari kedua defenisi di atas dapatlah kita menyimpulkan bahwa demografi
mempelajari struktur dan proses penduduk di suatu wilayah. Namun dalam
kesempatan ini kita akan hanya membahas lebih lanjut mengenai kemampuan
pemerintah untuk mengatasi masalah kependudukan ini. Ilmu demografi juga ada
yang bersifat kuantitatif dan yang bersifat kualitatif, Demografi yang bersifat
kuantitatif (kadang-kadang disebut Formal Demography – Demography Formal)
lebih banyak menggunakan perhitungan statistik dan matematik.Tetapi Demografi
yang bersifat kualitatif lebih banyak menerangkan aspek-aspek kependudukan
secara deskriptif analitik.
Sedangkan studi-studi kependudukan mempelajari secara sistematis
perkembangan, fenomena dan masalah-masalah penduduk dalam kaitannya
dengan situasi sosial di sekitarnya. Ilmu kependudukan yang perlu mendapat
perhatian kita sekarang adalah lebih menyerupai studi antar disiplin ilmu yang
dipadu dengan analisis demografi yang lazim diberi istilah “Demografi Sosial”.
Dalam mempelajari demografi tiga komponen terpenting yang perlu selalu
kita perhatikan, cacah kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas) dan migrasi.
Sedangkan dua faktor penunjang lainnya yang penting ialah mobilitas sosial dan
tingkat perkawinan. Ketiga komponen pokok dan dua faktor penunjang kemudian
digunakan sebagai variabel (perubah) yang dapat menerangkan hal ihwal tentang
jumlah dan distribusi penduduk pada tempat tertentu, tentang pertumbuhan masa
lampau dan persebarannya. Tentang hubungan antara perkembangan penduduk
dengan berbagai variabel (perubah) sosial, dan tentang prediksi pertumbuhan
penduduak di masa mendatang dan berbagai kemungkinan akibat-akibatnya
Berbagai macam informasi tentang kependudukan sangat berguna bagi berbagai
pihak di dalam masyarakat.
Bagi pemerintah informasi tentang kependudukan sangat membantu di
dalam menyusun perencanaan baik untuk pendidikan, perpajakan, kesejahteraan,
pertanian, pembuatan jalan-jalan atau bidang-bidang lainnya. Bagi sektor swasta
informasi tentang kependudukan juga tidak kalah pentingnya. Para pengusaha
industri dapat menggunakan informasi tentang kependudukan untuk perencanaan
produksi dan pemasaran. Studi kependudukan (population studies) lebih luas dari
kajian demografi murni, karena di dalam memahami struktur dan proses
kependudukan di suatu daerah, faktor – faktor non demografi ikut dilibatkan.
2.1.1 Teori Kesejahteraan Masyarakat (Welfare)
Menurut Suharto (2006:3) kesejahteraan atau yang disebut social
sevice juga termasuk sebagai suatu proses atau usaha terencana yang
dilakukan oleh perorangan, lembaga-lembaga sosial, masyarakat maupun
badan-badan pemerintah untuk meningkatkan kualitas kehidupan melalui
pemberian pelayanan sosial dan tunjangan sosial
Sedangkan definisi masyarakat menurut An-Nabhani adalah
sekelompok individu seperti manusia yang memiliki pemikiran perasaan,
serta sistem aturan yang sama, dan terjadi interaksi antara sesama karena
kesamaan tersebut untuk kebaikan masyarakat itu sendiri dan warga
masyarakat.
Menurut BKKBN (Badan koordinasi Keluarga Berencana
Nasional, Kesejahteraan keluarga digolongan kedalam 3 golongan yaitu :
1.Keluarga Sejahtera Tahap I dengan kriteria sebagai berikut :
1. Anggota keluarga melaksanakan ibadah agama
2. Pada umumnya anggota keluarga makan 2 kali sehari atau lebih.
3. Anggota keluarga memiliki pakaian berbeda dirumah / pergi/bekerja.
4. Bagian lantai yang terluas bukan dari tanah.
5. Anak sakit ataupun pasangan usia subur (PUS) yang ingin ber KB
dibawa kesarana kesehatan.
2.Keluarga Sejahtera Tahap II, meliputi :
1. Anggota keluarga melaksanakan ibadah agama secara teratur
2. Paling kurang sekali seminggu lauk daging / ikan / telur
3. Setahun terakhir anggota keluarga menerima satu stel pakaian baru
4. Luas lantai paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni
5. Tiga bulan terakhir anggota keluarga dalam keadaan sehat dapat
melaksanakan tugas
6. Ada anggota keluarga umur 15 tahun keatas berpenghasilan tetap.
7. Anggota keluarga umur 10 – 60 th. bisa baca tulis latin
8. Anak umur 7 – 15 th. bersekolah
9. PUS dengan anak hidup 2 atau lebih saat ini memakai alat kontrasepsi
3.Keluarga Sejahtera Tahap III, meliputi
1. Keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agama
2. Sebagian penghasilan keluarga ditabung
3. Keluarga makan bersama paling kurang sekali sehari untuk berko-
munikasi
4. Keluarga sering ikut dalam kegiatan mesyarakat di lingkungan tempat
tinggal.
5 Keluarga rekreasi bersama paling kurang sekali dalam enam bulan.
6. Keluarga memperoleh berita dari surat kabar/majalah/TV/radio.
7. Anggota keluarga menggunakan sarana transportasi setempat.
4.Keluarga Sejahtera Tahap III Plus, meliputi :
1. Keluarga secara teratur memberikan sumbangan
2. Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus yayasan /institusi
masyarakat
2.1.2 Teori Pembangunan
Media adalah salah satu cara untuk menyampaikan informasi.
Salah satu contoh media adalah flip chart yang sering disebut sebagai
bagan balik yang merupakan kumpulan ringkasan, skema, gambar, tabel
yang dibuka secara berurutan berdasarkan topik materi pembelajaran
yang cocok untuk pembelajaran kelompok kecil yaitu 30 orang (Nursalam,
2008).
Selain itu bagan ini mampu memberikan ringkasan butir-butir
penting dari suatu presentasi untuk menyampaikan pesan atau kesan
tertentu akan tetapi mampu untuk mempengaruhi dan memotivasi
tingkah laku seseorang (Syafrudin, 2008).
Badan dari pemerintah yang mengurus program keluarga
berencana adalah BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional. Badan ini mempunyai tugas melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan
keluarga berencana. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009,
BKKBN menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan kebijakan nasional di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana
b. Penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana;
c. Pelaksanaan advokasi dan koordinasi di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana;
d. Penyelenggaraan komunikasi, informasi, dan edukasi di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana;
e. Penyelenggaraan pemantauan dan evaluasi di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana;
f. Pembinaan, pembimbingan, dan fasilitasi di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana.( Pasal 43 Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009)
Berbicara tentang partisipasi masyarakat Indonesia terhadap
pelaksanaan KB, pastinya terdapat kelebihan serta kekurangan dalam
partisipasinya. Partisipasi bersentuhan langsung dengan peran serta
masyarakat, baik dalam mengikuti program tersebut ataupun sebagai aktor
pendukung program Keluarga Berencana.
Untuk itu kita akan berbicara mengenai kedua hal tersebut, serta
bagaimana seharusnya kita berperan dalam mendukung kesuksesan KB
juga akan sedikit kita bahas. Pertama, berbicara terkait partisipasi
masyarakat terhadap pelaksanaan KB yang ternyata kenaikannya hanya
sedikit bahkan bisa juga disebut dengan stagnan.
Dalam media massa kompas.com disebutkan bahwa: Dalam lima
tahun terakhir, jumlah peserta keluarga berencana hanya bertambah 0,5
persen, dari 57,4 persen pasangan usia subur yang ada pada 2007 menjadi
57,9 persen pada tahun 2012. Sementara itu jumlah rata-rata anak tiap
pasangan usia subur sejak 2002-2012 stagnan diangka 2,6 per pasangan.
Rendahnya jumlah peserta KB dan tingginya jumlah anak yang dimiliki
membuat jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2030 diperkirakan
mencapai 312,4 juta jiwa. Padahal jumlah penduduk saat itu sebenarnya
bisa ditekan menjadi 288,7 juta jiwa. (tanggal akses 12Juli 2015)
Tingginya jumlah penduduk ini mengancam pemanfaatan jendela
peluang yang bisa dialami Indonesia pada tahun 2030.Jendela peluang
adalah kondisi negara dengan tanggungan penduduk tidak produktif, oleh
penduduk produktif paling sedikit.
Kondisi ini hanya terjadi sekali dalam sejarah tiap bangsa. Menurut
teori ketergantungan penduduk (dependency ratio) angka ketergantungan
penduduk maksimal adalah 44 persen. Artinya, ada 44 penduduk tidak
produktif, baik anak-anak maupun orangtua, yang ditanggung 100
penduduk usia produktif berumur 15 tahun hingga 60 tahun.
Menurut Julianto dalam buku Mobilitas Penduduk Inonesia:
Tinjuan Lintas Disipli, untuk mencapai angka ketergantungan 44 persen,
jumlah peserta KB minimal harus mencapai 65 persen dari pasangan usia
subur yang ada pada tahun 2015.
Sementara itu jumlah anak per pasangan usia subur juga harus
ditekan hingga menjadi 2,1 persen anak pada 2014. Akan tetapi, target ini
masih jauh dari kondisi yang ada. Angka ketergantungan pada 2010 masih
mencapai 51,33 persen, turun 2,43 persen dibandingkan dengan tahun
2000. Provinsi yang memiliki angka ketergantungan 44 persen pada tahun
2000 ada lima provinsi, tetapi pada 2010 hanya tinggal satu provinsi, yaitu
DKI Jakarta.
Sebaliknya, laju pertumbuhan penduduk justru naik dari 1,45
persen pada tahun 2000 menjadi 1,49 persen pada 2010. Persentase
kehamilan pada ibu berumur 15-49 tahun pun naik dari 3,9 persen pada
2007 menjadi 4,3 persen pada 2012. Jumlah pasangan usia subur yang ikut
KB pada 2012 hanya 57,9 persen. Adapun masyarakat yang ingin ber-
KB tetapi tidak terjangkau layanan KB hanya turun dari 9,1 persen
pada 2007 ke 8,5 persen pada 2012.
Terbatasnya dana untuk program KB dan kependudukan menjadi
penyebab utamanya."BKKBN menargetkan angka ketergantungan 44
persen dapat dicapai pada 2020.Dengan demikian, jika hasilnya tidak
tercapai, masih ada waktu perbaikan menuju2030,"tambahnya. Ketua
Umum Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Nurdadi Saleh
mengatakan, jika jumlah penduduk tak dikendalikan, persoalan fasilitas
pendidikan dan fasilitas kesehatan yang berkualitas dan penyediaan
lapangan kerja akan terus menjadi masalah. Karena itu, semua pihak harus
mendorong kembali agar pelaksanaan KB di Indonesia bisa sukses
kembali seperti pada dekade 1990-an.
Angka kenaikan yang cukup stagnan ini tentunya menjadi sebuah
pertanyaan besar, sebenarnya apa yang menjadi permasalahan sehingga
partisipasi masyarakat untuk ikut KB sangat minim. Kita sudah tahu
permasalahan yang akan muncul ketika laju pertumbuhan penduduk tidak
dapat dibendung, mulai dari masalah kemiskinan, SDM rendah dan lain
sebagainya. Kalau kita lihat proses sosialisasi KB sendiri masih menemui
banyak kendala, mulai dari masyarakat yang tidak atau kurang peduli
dengan program tersebut sampai pada pelaksanaan program KB tersebut.
Saat ini peran Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) masih
minim dalam menjalankan tugasnya. Hal ini juga ada kaitannya dengan
jumlah petugas yang hanya sedikit, sampai-sampai satu orang harus
menghandle 3-4 desa dengan jumlah penduduk yang mencapai ratusan
bahkan ribuan.Seharusnya ada peran dari masyarakat, misal ibu-ibu PKK
dalam mendukung terwujudnya program ini.Ada pula indikasi bahwa
metode KB yang diterapkan saat ini kurang tepat, sehingga tidak berjalan
maksimal.
Untuk mengatasi permasalahan KB tersebut perlu peran dari semua
lapisan kehidupan, baik pemerintah (dari pusat-kota) hingga masyarakat
itu sendiri. Kepedulian akan tujuan bersama harus ditingkatkan. Perlu juga
pelaksanaan KB yang aman dengan sosialisasi yang baik dari satu
keluarga ke keluarga lain.
Penyediaan tempat untuk informasi dan layanan KB yang baik.
Pemberian reward and punishment juga perlu dijalankan dengan baik, agar
peraturan yang ada tidak dilanggar dengan seenaknya saja.Akan tetapi
yang paling penting adalah kesadaran masyarakat itu sendiri dalam
melaksanakan program KB bagi dirinya, keluarga, serta masyarakat.
Sebenarnya ada beberapa faktor yang dapat mendorong terlaksananya
program KB dengan baik, diantaranya : faktor ideologi, penyediaan alat
kontrasepsi, faktor ekonomi, faktor lokasi sosialisasi program KB, dan
faktor kebijakan negara.
Kedua, kita akan berbicara terkait partisipasi masyarakat terhadap
program KB sebagaimana mereka bertindak sebagai aktor pendukung.
Aktor pendukung bisa berasal dari kalangan mahasiswa, akademisi, medis,
sampai aparat pemrintah (kota sampai desa). Partisipasi mereka dalam
meyerukan program KB demi menekan laju pertumbuhan penduduk
serta masalah lain yang mungkin timbul masih belum maksimal.
Seharusnya bekal pendidikan juga bisa dimaksimalkan untuk
sosialisasi, demi partisipasi aktif berbagai elemen dalam mendukung
pelaksanaan program Keluarga Berencana. Sedangkan peran yang perlu
kita lakukan dalam mendukung peningkatan partisipasi masyarakat dalam
program KB diantaranya; Peran kita dalam mensosialisasikan program KB
mulai dari keluarga sendiri, sampai tetangga kita. Memaksimalkan
organisasi masyarakat seperti Karang Taruna dan PKK untuk mendukung
sosialisasi KB di masyarakat dan terakhir kita perlu membangun jaringan
kuat yang mampu berinergi mendukung program KB agar terlaksana
dengan efektif dan efisien.
Keluarga Berencana merupakan salah satu sarana bagi setiap
keluarga baru untuk merencanakan pembentukan keluarga ideal, keluarga
kecil bahagia dan sejahtera lahir dan bathin. Melalui program KB
diharapkan lahir manusia Indonesia yang berkualitas prima, yaitu manusia
Indonesia yang memiliki kualitas diri antara lain beriman, cerdas, trampil,
kreatif, mandiri, menguasai iptek, memiliki daya juang, bekerja keras,
serta berorientasi ke depan. Karena itu KB seharusnya bukan hanya
menjadi program pemerintah tetapi program dari setiap keluarga
masyarakat Indonesia.Masyarakat memiliki kebebasan untuk memilih
metode kontrasepsi yang diinginkan.
Dari hasil wawancara terhadap 40 ibu-ibu di desa “X”, 10 orang di
antara mereka memilih untuk menggunakanmetode kontrasepsi sederhana
tanpa alat dan 30 orang lainnya memilih untuk tidak menggunakan
metode kontrasepsi ini. Responden memiliki alasan yang beragam
mengenai keputusan untuk menggunakan atau tidak menggunakan metode
kontrasepsi sederhana tanpa alat.
Masyarakat pengguna metode kontrasepsi sederhana tanpa alat
memiliki alasan yang berbeda-beda mengenai hal yang mendorong mereka
lebih memilih kontrasepsi tersebut. Adapun faktor pendorong masyarakat
memilih metode ini dengan alasan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk
alat kontrasepsi. Mereka bisa memanfaatkan keuangan untuk keperluan
rumah tangga yang lain sehingga dapat menghemat pengeluara serta dapat
melibatkan suami dalam penggunaan kontrasepsi ini seperti pada
senggama terputus dimana suami yang memegang peranan penting,
sehingga tidak istri saja yang harus menggunakan kontrasepsi. Mereka
juga beranggapan, dengan tidak menggunakan alat dapat terhindar dari
efek merugikan bahan kimia yang terkandung di dalam alat kontrasepsi.
Hal ini juga dapat menghindarkan diri dari kemungkinan alergi yang
ditimbulkan oleh karena pemakaian alat kontrasepsi.
Selain itu, alat kontrasepsi menurut mereka dapat menyebabkan
sakit dalam pamakaiannya, seperti penggunaan KB suntik 3 bulan dimana
akseptor akan mengalami sakit akibat tusukan jarum setiap 3 bulannya.
Siklus menstruasi dapat menjadi tidak teratur serta berat badan akan naik
pada umumnya, sehingga akan mengurangi daya tarik bagi suami mereka
karena kenaikan berat badan yang bertahap. Oleh sebab itu, mereka lebih
memilih untuk menggunakan metode kontrasepsi sederhana tanpa alat.
2.2 Penelitian Terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan
dicantumkan beberapa hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti
yang pernah penulis baca diantaranya :
Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Windyastuti tahun 1999,
dengan judul“Implementasi Kebijakan Program Keluarga Berencana di
Kabupaten Batang StudiKasus Peningkatan Kesertaan KB Pria di
Kecamatan Batang”, pada penelitian tersebut dijelaskan sikap upaya
peningkatan kesertaan KB pria di Kabupaten Batang.
Penelitian yang dilakukan oleh Hanafiyatul Ulfa tahun 2009 yaitu
fokus pada faktor-faktor yang melatarbelakangi masyarakat desa
Gembongan lebih memilih pelayanan program KB swasta dibandingkan
layanan program KB, dimana tempat penelitian dilakukan di kabupaten
Banjarnegara, dan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis
menggunakan metode kualitatif.
Penelitian yang akan dilakukan Anastasya Oktaviani yaitu focus
pada Implementasi Program Keluarga Berencana guna memfokuskan
pada mutu para kader kader KB dalam rangka untuk menyukseskan
program Keluarga Berencana di Kota Semarang.
Sedangkan penelitian yang penulis lakukan yaitu mengacu pada
Efektifkah Undang-Undang yang telah diberlakukan atau kebijakan, peran,
dan fungsi Bapermas mengenai pembangunan kependudukan serta
permasalahan apa saja yang timbul terkait program keluarga berencana di
Kota Semarang
2.1.1 Sejarah KB
Usaha pemerintah dalam menghadapi kependudukan salah satunya
adalah keluarga berencana. Visi program keluarga berencana nasional
telah diubah mewujudkan keluarga yang berkualitas tahun 2015.
Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat,
maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan,
bertanggung jawab, harmonis (Saifudin, 2003). Program Keluarga
Berencana Nasional merupakan salah satu program dalam rangka
menekan laju pertumbuhan penduduk. Salah satu pokok dalam program
Keluarga Berencana Nasional adalah menghimpun dan mengajak segenap
potensi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam melembagakan dan
membudayakan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera dalam rangka
meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia.
KB merupakan program yang berfungsi bagi pasangan untuk
menunda kelahiran anak pertama (post poning), menjarangkan anak
(spacing) atau membatasi (limiting) jumlah anak yang diinginkan sesuai
dengan keamanan medis serta kemungkinan kembalinya fase kesuburan
(ferundity) ( Sheilla,2000). Penyuluhan kesehatan merupakan aspek
penting dalam pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi
karena selain membantu klien untuk memilih dan memutuskan jenis
kontrasepsi yang akan digunakan sesuai pilihannya, juga membantu klien
dalam menggunakan kontrasepsinya lebih lama sehingga klien lebih puas
dan pada akhirnya dapat meningkatkan keberhasilan program KB.
Penyuluhan kesehatan tidak hanya memberikan suatu informasi, namun
juga memberikan keahlian dan kepercayaan diri yang berguna untuk
meningkatkan kesehatan (Efendy, 2003). Dengan kesadaran karena
adanya informasi tentang berbagai macam alat kontrasepsi dengan
kelebihannya masing-masing, maka ibu-ibu akan termotivasi untuk
menggunakan alat kontrasepsi. Motivasi merupakan dorongan untuk
melakukan suatu perbuatan atau tingkah laku, motivasi bisa berasal dari
dalam diri maupun luar (Moekijat, 2002).
2.1.2 Undang Undang Nomor 10 Tahun 1992
Keluarga Berencana menurutUUNo10tahun1992 (tentang
perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera)
adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui
pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan
ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan
sejahtera (Handayani, 2010) Sasaran utama dari pelayanan KB
adalahPasangan Usia Subur (PUS).
Pelayanan KB diberikan di berbagai unit pelayanan baik oleh
pemerintah maupunswastadari tingkat desa hingga tingkat kota dengan
kompetensi yang sangat bervariasi.Pemberi layanan KBantara lain adalah
Rumah Sakit, Puskesmas, dokter praktek swasta, bidan praktek swasta dan
bidan desa.
2.1.3 Undang Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
Untuk menindak lanjuti penafsiran Undang Undang Dasar 1945
terutamaPasal 28 ayat (1) di atas, negara memberikan kewenangan kepada
penyelenggarapemerintah(terutama bidang kependudukan) untuk
mengundangkan Undang–Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga pada tanggal
29 Oktober 2009, menggantikan Undang Undang sebelumnyaNomor 10
Tahun 1992.
Dalam Undang Undang ini dapat terlihat jelas peraturanyang
mengatur masalah kependudukan dan suatu landasan yang digunakan
untuk membuat program kerja dalam usaha untuk menanggulangi masalah
laju pertumbuhan penduduk yang merupakan “pekerjaan rumah” bagi
pemerintah dari tahun ke tahun.
Pada Pasal 20 UU Nomor 52 tahun 2009 mengatakan.
Untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga
berkualitas, Pemerintah menetapkan kebijakan keluarga berencana
melalui penyelenggaraan program keluarga berencana.
Pasal ini menunjukan komitmen awal pemerintah dalam mengatasi
masalah kependudukan yang ada di negara kita khususnnya di daerah –
daerah yang masih besar laju pertumbuhan penduduknya.
Untuk masalah kebijakan keluarga pemerintah juga diatur dalam
Undang Undang ini yaitu pada Pasal 21 dan Pasal 22. Pada Pasal 21 ayat
(1) mengatakan.
Kebijakan keluarga berencana dilaksanakan untuk membantu calon atau pasangan suamiistri dalam mengambil keputusan dan mewujudkan hak reproduksi secara bertanggung jawab tentang:
a. Usia ideal perkawinan b.Usia ideal untuk melahirkanc.Jumlah ideal anakd.Jarak ideal kelahiran anake.Penyuluhan kesehatan reproduksi.
pada Pasal 22 ayat (1) mengatakan.
Kebijakan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilakukan upaya :a.Peningkatan keterpaduan dan peran serta masyarakat b.Pembinaan keluargac.Pengaturan kehamilan dengan memperhatikan agama,kondisi perkembangan sosialekonomi dan budaya, sertatata nilai yang hidup dalam masyarakat.
Pada Pasal ini sudah sangat jelas perlunya kesadaran masyarakat dalam
menjalankan program pemerintah.
Pasal 23 ayat (1) undang Undang Nomor 52 tahun 2009
memaparkan.
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib meningkatkan akses dan kualitass informasi,pendidiikan, konseling, dan pelayanan kontrasepsi dengan cara:a. menyediakan metode kontrasepsi sesuai dengan pilihan
pasangan suami istri dengan mempertimbangkan usia, paritas, jumlah anak, kondisi kesehatan, dan norma agama
b. menyeimbangkan kebutuhan laki-laki dan perempuan\c. menyediakan informasi yang lengkap, akurat, dan mudah
diperoleh tentang efek samping, komplikasi, dan kegagalan kontrasepsi, termasuk manfaatnya dalam pencegahan penyebaran virus penyebab penyakit penurunan daya tahan tubuh dan infeksi menular karena hubungan sesksual.
d. Meningkatkan keamanan, keterjangkauan, jaminan kesehatan, serta ketersediaan alat, obat dan cara kontrasepsi yang bermutu tinggi
e. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia petugas keluarga berencana
f. Menyediakan pelayanan ulang dan penanganan efek samping dan komplikasi pemakaian alat kontrasepsi
g. Menyediakan pelayanan kesehatan reproduksi esensial di tingkat primer dan komprehensif pada tingkat rujukan
h. Melakukan promosi pentingnya ASI serta menyusui secara eksklusif untuk mencegah kehamilan 6 bulan pasca kelahiran, meningkatkan derajat kesehatan ibu, bayi dan anak
i. Melalui pemberian informasi tentang pencegahan terjadinya ketidakmampuan pasangan untuk mempunyai anak setelah 12 bulan tanpa menggunakan alat pengaturan kehamilan bagi pasangan suami istri
Sementara untuk Pasal 24 sendiri khususnya ayat (3) mengatakan
Penyelenggaraan pelayanan kontrasepsi dilakukan dengan cara yang dapat dipertanggung jawabkan dari segi agama, norma budaya, etika, serta segi kesehatan.
Menyikapi pasal 23 tadi pada Pasal 25 ayat (1) menindaklanjutinya
dengan cara sesuai dengan isinya yaitu:
Suami dan/atau istri mempunyai mempunyai kedudukan hak, dan kewaijabn yang sama dalam melaksanakan keluarga berencana.
Hal diatas juga sesuai dengan Pasal 5 dan 6 mengenai Hak dan kewajiban
penduduk.
Isi dari pasal tersebut diperkuat dengan adanya Pasal 26 ayat (1)
yang menyatakan:
Penggunaan alat, obat, dan cara kontrasepsi yang menimbulkan risiko terhadap kesehatan dilakukan atas persetujuan suami istri setelah mendapatkan informasi daritenaga kesehatan yang memiliki dan kewenangan untuk itu.
Sementara untuk Pasal 27 sendiri mengatakan
Setiap orang dilarang memalsukan dan menyalahgunakan alat, obat, dan cara kontrasepsi di luar tujuan dan prosedur yang ditetapkan.
Dari Pasal 27 tadi kita perlu mendapatkan informasi yang lebih
akurat mengenai alat kontrasepsi itu sendiri sesuai bunyi dari Pasal 28
yaitu.
Penyemapaian informasi dan/atau peragaan alat, obat, dan cara kontrasepsi hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan dan tenaga lain yang terlatih serta dilaksanankan di tempat dan dengan cara yang layak
Untuk peredaran alat dan obat mengenai kontrasepsi pemerintah
wajib untukmengatur guna menghindari penyalahgunaannya.Hal tersebut
sebagaimana diatur dalamPasal 29 ayat (1) berbunyi:
Pemerintah dan pemerintah daerah mengatur pengadaan dan penyebaran alat dan obat kontrasepsi berdasarkan keseimbangan antara kenutuhan, penyediaan, dan pemerataan pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
2.1.4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun
1994 Tentang Pengelolaan Perkembangan Kependudukan
Hakikat pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila
dan UUD`1945 adalah pembangunan manusia seutuhnya. Pembangunan
nasional mencakup semua dimensi dan aspek kehidupan termasuk
perkembangan kependudukan danpembangunankeluarga.
Perkembangan kependudukan masih menjadi masalah utama di
Indonesia, dengan fakta – fakta laju pertumbuhan penduduk tetap tinggi,
kematian anak dan ibu tetap tinggi, akses terhadap pelayanan kesehatan
dan keluarga berencana yang masih kurang ditambah lagi dengan kualitas
penduduk Indonesia yang semakin menurun dan sangat memprihatinkan.
Pada Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tahun
1994 Tentang Pengelolaan Perkembangan Kependudukan mengatakan
bahwa:
Pengelolaan perkembangan kependudukan adalah upaya penyelenggaraan kegiatan yang berkaitan dengan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, penyuluhan, pengendalian, dan evaluasi masalah perkembangan kependudukan.
Hal yang dapat kita simpulkan bahwa keseriusan pemerintah dalam
mengatasi masalah kependudukan yang ada dari tahun ke tahun.
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga harus menda-
patkan perhatian khusus dalam rangka pembangunan nasional yang
berkelanjutan, penduduk harus menjadi titik sentral pembanggunan agar
setiap penduduk dan generasinya mendatang dapat hidup sehat, sejahtera,
produktif dan hormunis dengan lingkungannya serta menjadi sumber daya
manusia yang berkualitas bagi pembangunan,
5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2010
Tentang Badan Kependudkan dan Keluarga Berencana Nasional
Pada peraturan presiden ini menjelaskan Tujuan dan Fungsi utama
dari BKKBN sesuai dengan yang tertera pada pasal 2 dan pasal 3 ayat (1)
dan ayat (2). Untuk lebih rincinnya tugas BKKBN diatur oleh perpres
iniyang terdapat pada pasal 2 yang berbunyi:
BKKBN mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintah dibidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana
Sedangkan untuk fungsinya sendiri tertera pada Pasal 3 ayat (1),
yang berbunyi
a. Perumusan kebijakan nasional di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana
b. Penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengedalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana
c. Pelaksanaan advokasi dan koordinasi di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana
d. Penyelenggaraan komunikasi, informasi, dan edukasi di bidang pengendalianpenduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana
e. Penyelenggaraanpemantauan dan evaluasi di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraankeluarga berencana
f. Pembinaan, pembimbingan, dan fasilitasi di bidang pengendalian pertumbuhan penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana.
.
Bagan 1
TINJAUAN SOSIO-YURIDIS EFEKTIVITAS PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI
KOTA SEMARANG
1. Rendahnya kesertaan pria dalam program Keluarga
Berencana (KB),yang persentase pencapaiannya masih
rendah.
2. Rendahnya kemampuan berkomunikasi tenaga
pelaksana di tingkatlapangan (Penyuluh Keluarga
Berencana) dalam memberikanpenyuluhan tentang
permasalahan KB pria.
3. Kurang adanya kepastian bentuk organisasi pelaksana
di Kota Semarang yang menangani program KB, karena
kurangadanya dukungan politis yang memadai.
4. Masih sangat terbatasnya pilihan alat kontrasepsi yang
tersedia bagipria/bapak.
5. Sumber daya manusia pelaksana di tingkat
lapangan yang kurang baik
1.Proses di BAPERMAS KB SEMARANG
a. Komunikasi
b. Pengambilan keputusan
c. Pengembangan pegawai
d. Sosialisasi
2. Efisiensi BAPERMAS KOTA SEMARANG:
a. Biaya
b. Waktu
3. Kepuasaan BAPERMAS KOTA SEMARANG:
a. Tingkat kinerja aparatur
b. Tingkat publik/masyarakat
4. Keunggulan BAPERMAS KOTA SEMARANG:
a. Kepuasan
b. Konsisten
c. Struktur birokrasi BAPERMAS KOTA SEMARANG
5. Pengembangan BAPERMAS Kota Semarang:
a. Stategi intervensi
b. Pencapaian tujuan
KEBERHASILAN BAPERMAS KOTA SEMARANG PADA PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA (KB) DI WILAYAH KOTA SEMARANG
2.3 Kerangka Berfikir
Pelaksanaan Program KB
Salah satu cara untuk mewujudkan keluarga yang sakinah adalah
mengikuti program Keluarga Berencana (KB). KB secara prinsipil dapat
diterima oleh Islam, bahkan KB dengan maksud menciptakan keluarga
sejahtera yang berkualitas dan melahirkan keturunan yang tangguh sangat
sejalan dengan tujuan syari`at Islam yaitu mewujudkan kemashlahatan bagi
umatnya, KB merupakan salah satu upaya pemerintah yang dikoordinir oleh
Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB), dengan
program untuk membangun keluarga-keluarga bahagia dan sejahtera serta
menjadikan keluarga yang berkualitas.
KB dapat dipahami juga sebagai suatu program nasional yang dijalankan
pemerintah untuk mengurangi populasi penduduk, karena diasumsikan
pertumbuhan populasi penduduk tidak seimbang dengan ketersediaan barang
dan jasa. Pelaksanaan program tersebut salah satunya adalah dengan cara
menganjurkan. setiap keluarga agar mengatur dan merencanakan kelahiran
anak, dengan menggunakan alat kontrasepsi modern. Sebab, dengan mengatur
kelahiran anak, keluarga biasanya akan lebih mudah menyeimbangkan antara
keadaan dan kebutuhan, pendapatan dan pengeluaran. Dan pada akhirnya
dapat lebih mudah membentuk sebuah keluarga bahagia dan sejahtera. Bila
pertumbuhan penduduk dapat ditekan, makamasalah yang dihadapi tidak
seberat menghadapi pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Dasar Penelitian
Penelitian adalah sebuah kegiatan yang dipergunakan oleh seseorang
dalam rangka untuk memperoleh data dan bahan-bahan yang diperlukan dalam
kegiatan penelitian. Dalam penelitiannya, penulis menggunakan metode kualitatif.
Metode kualitatif yaitu mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi
dengan mereka, memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya.
(Nasution, 2002:5). Sehingga penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati. Dalam hal ini, penulis terjun langsung dalam kehidupan masyarakat
sasaran untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan.
Analisis kualitatif ini bersifat deskriptif. Dalam kegiatan analisisnya bertitik
dari analisis sosio-yuridis. Menurut Soerjono Soekanto dalam bukunya Aturan-
Aturan Metode Sosiologis, Sosio-yuridis adalah metode penelitian hukum yang
dilakukan dengan meneliti secara analistis dan empiris yang menganalisis atau
mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial
lainnya. Hal tersebut dilakukan karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan
perundang-undangan sebagai norma hukum positif yang menjadi dasar
TINJAUAN SOSIO-YURIDIS TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 52
TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN
PEMBANGUNAN KELUARGA DI KOTA SEMARANG (Perencanaan
Kebijakan Mengenai Pembangunan Bidang Keluarga Berencana Dalam
Pengendalian Pertumbuhan Penduduk Di Kota Semarang)
3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan
Keluarga Berencana Kota Semarang yang terletak di Jalan Prof. Soedarto 116
Semarang
3.3 Jenis dan Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yakni:
a. Data Primer
Menurut Loflan dalam Moleong (2004: 157) menjelaskan bahwa ”data
primer dapat diperoleh dari kata-kata, tindakan, dan data tambahan seperti
dokumen dan lain sebagainya. Berkaitan dengan hal itu, pada bagian ini jenis
data tersebut dibagi dalam dalam kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis,
foto, dan statistik.”
Moleong (2004: 157) berpendapat bahwa sumber data utama dapat
diperoleh dari “kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau
diwawancarai. Sumber utama ini dicatat melalui catatan tertulis atau rekaman
video atau audio tape, pengambilan foto, atau film. Pencatatan sumber data
utama melalui wawancara hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat,
mendengar, dan bertanya”. Dari penjelasan diatas, penulis hanya
menggunakan catatan tertulis dan pengambilan foto untuk mendapatkan
sember data.
Data primer yaitu data yang diperoleh dan hasil wawancara langsung,
dalam hal ini berupa data yang terhimpun dari responden yang terkait. Penulis
melakukan observasi secara langsung. Sebelum melakukan observasi, penulis
membuat surat ijin penelitian dari kampus yang ditujukan untuk Bapermas,Per
KB Kota Semarang. Setelah surat ijin untuk melakukan riset dari pihak
kampus untuk lembaga telah disetujui, kemudian penulis terjun langsung
dalam pada saat akan melakukan wawancara dengan narasumber yang
diwawancarainya dengan membawa instrumen penelitian yang sudah
disiapkan sebelumya. Penulis mencatat melalui buku dan keadaan atau
suasana yang dilihatnya ketika wawancara dengan responden dalam hal ini
Kepala Sub Bidang Keluarga Berencana (BAPERMAS, PER DAN KB) Kota
Semarang dan Kepala Bidang Keluarga Berencana dan Kependudukan atau
yang ditunjuk.
b. Data Sekunder
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji (1986:28) menjelaskan bahwa :
“Ruang lingkup sumber data sekunder sangat luas, meliputi: surat-surat
pribadi, buku-buku harian, buku-buku, sampai pada dokumen-dokumen resmi
yang di keluarkan oleh pemerintah”.
Buku-Buku yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
a. Solusi bagi Pembangunan Bangsa,Info Demografi, Wahana Peningkatan
Pengetahuan Kependudukan
b. Panduan Pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi
Berwawasan Gender.
c. Buku Penyuluh Keluarga Berencana.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
A. Penelitian Pustaka
Menurut Muhammad Muhammad Abdul Kadir (2004:126) penelitian
dilaksanakan dengan mengumpulkan data dan landasan teoritis dengan
mempelajari buku, karya ilmiah, hasil penelitian terdahulu, artikel-artikel,
serta sumber-sumber bacaan lain yang ada relevansinya dengan permasalahan
yang diteliti. Data sekunder dan data primer di peroleh di Bapermas Kota
Semarang.
B. Penelitian Lapang
1. Observasi
Sutrisno Hadi mengemukakan bahwa observasi adalah suatu proses
yang sangat kompleks,suatu proses yang tersusun dari pelbagai biologis dan
psikologis. Proses yang paling penting adalah proses pengamatan dan ingatan
(Sugiyono,2013:203). Observasi adalah penelitian yang dilakukan dengan
terjun langsung ke lapangan untuk melihat kondisi yang sebenarnya guna
mencari data dan fakta yang konkret. Setelah melakukan observasi, lalu akan
diadakan wawancara dengan orang atau pihak terkait untuk menguatkan
penelitian. Peneliti akan melakukan riset tentang berbagai macam kebijakan
program-program KB yang telah dikeluarkakan oleh Bapermas, Per dan KB.
Penelitian ini akan dilakukan di Bapermas, Per dan KB Kota Semarang pada
saat akan melakukan wawancara dengan Kepala Sub Bidang Keluarga
Berencana BAPERMAS, PER DAN KB Kota Semarang.
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. “Percakapan
itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang
memberikan atas pertanyaan itu.” (Moleong 2004:186).
Wawancara adalah teknik pengumpulan data di lapangan dalam
penelitian ini dilakukan dengan Wawancara, yakni melakukan pembicaraan
dengan pihak terkait untuk mengetahui kebenaran.Wawancara dilakukan
untuk mengumpulkan data yang bersifat primer dan ada relevansinya dengan
permasalahan. Teknik wawancara tidak didasarkan pada daftar pertanyaan
tertulis dan tersusun, tetapi wawancara langsung tanpa membacakan daftar
pertanyaan. Wawancara dilakukan secara resmi dengan mendatangi Kepala
Sub Bidang Keluarga Berencana di Badan Pemberdayaan Masyarakat,
Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Semarang di tempat bekerjanya.
a. Analisis Data
Pola analisis data dalam penelitian ini didasarkan pada metode kualitatif,
yakni melalui penafsiran secara kualitatif terhadap data yang terkumpul baik
data primer maupun data sekunder.Analisis kualitatif yang bersifat deskriptif
analistis ini dalam kegiatan analisisnya bertitik dari analisis sosio-
yuridis.Menurut Soerjono Soekanto dalam bukunya Aturan-Aturan Metode
Sosiologis, Sosio-yuridis adalah metode penelitian hukum yang dilakukan
dengan meneliti secara analistis dan empiris yang menganalisis atau
mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial
lainnya. Hal tersebut dilakukankarena penelitian ini bertitik tolak dari
peraturan perundang-undangan sebagai norma hukum positif yang menjadi
dasar Tinjauan Sosio-Yuridis Terhadap Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 Tentang Perencanaan Kebijakan Mengenai Pembangunan Bidang
Keluarga Berencana Di Kota Semarang.
3.5 Validitasi Data
Vailiditasi data menggunakan trianggulasi sumber. Teknik trianggulasi
adalah “teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan suatu yang
lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
terhadap data itu” (Moleong, 2007:330). Triangulasi dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik yang berbeda yaitu wawancara, observasi dan dokumen.
Triangulasi ini selain digunakan untuk mengecek kebenaran data juga
dilakukan untuk memperkaya data. Triangulasi pada hakikatnya merupakan
pendekatan multimetode yang dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan
dan menganalisis data. Ide dasarnya adalah bahwa fenomena yang diteliti
dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika
didekati dari berbagai sudut pandang. Memotret fenomena tunggal dari sudut
pandang yang berbeda-beda akan memungkinkan diperoleh tingkat kebenaran
yang handal. Karena itu, triangulasi ialah usaha mengecek kebenaran data
atau informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang
berbeda dengan cara mengurangi sebanyak mungkin bias yang terjadi pada
saat pengumpulan dan analisis data.
Sebagaimana diketahui dalam penelitian kualitatif peneliti itu sendiri
merupakan instrumen utamanya. Karena itu, kualitas penelitian kualitatif
sangat tergantung pada kualitas diri penelitinya, termasuk pengalamannya
melakukan penelitian merupakan sesuatu yang sangat berharga. Semakin
banyak pengalaman seseorang dalam melakukan penelitian, semakin peka
memahami gejala atau fenomena yang diteliti. Namun demikian, sebagai
manusia, seorang peneliti sulit terhindar dari bias atau subjektivitas. Karena
itu, tugas peneliti mengurangi semaksimal mungkin bias yang terjadi agar
diperoleh kebenaran utuh. Pada titik ini para penganut kaum positivis
meragukan tingkat ke’ilmiah’an penelitan kualitatif. Malah ada yang secara
ekstrim menganggap penelitian kualitatif tidak ilmiah.
Teknik triangulasi dapat ditempuh dengan jalan sebagai berikut :
1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara.
2) Membandingkan dengan apa yang dikatakan orang di depan umum
dengan yang dikatakan secara pribadi.
3)Membandingkan suatu wawancara dengan suatu dokumen yang
berkaitan (Moleong, 2004:178).
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil Kota Semarang
Kota Semarang mempunyai jumlah penduduk yang hampir mencapai 2
juta jiwa dan siang hari bisa mencapai 2,5 juta jiwa. Bahkan, Area Metropolitan
Kedungsapur (Kendal, Demak, Ungaran Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan
Purwodadi Kabupaten Grobogan) dengan penduduk sekitar 6 juta jiwa,
merupakan Wilayah Metropolis terpadat keempat, setelah Jabodetabek (Jakarta),
Gerbangkertosusilo (Surabaya), dan Bandung Raya. Dalam beberapa tahun
terakhir, perkembangan Semarang ditandai pula dengan munculnya beberapa
gedung pencakar langit di beberapa sudut kota. Sayangnya, pesatnya jumlah
penduduk membuat kemacetan lalu lintas di dalam Kota Semarang semakin
macet. Kota Semarang dipimpin oleh wali kota Hendrar Prihadi, S.E, M.M. Kota
ini terletak sekitar 558 km sebelah timur Jakarta, atau 512 km sebelah barat
Surabaya, atau 621 km sebalah barat daya Banjarmasin (via udara). Semarang
berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten Demak di timur, Kabupaten
Semarang di selatan, dan Kabupaten Kendal di barat.Luas Kota 373.67 km2.
Daerah dataran rendah di Kota Semarang sangat sempit, yakni sekitar 4
kilometer dari garis pantai. Dataran rendah ini dikenal dengan sebutan kota
bawah. Kawasan kota bawah seringkali dilanda banjir, dan di sejumlah kawasan,
banjir ini disebabkan luapan air laut (rob). Di sebelah selatan merupakan dataran
tinggi, yang dikenal dengan sebutan kota atas, di antaranya meliputi Kecamatan
Candi, Mijen, Gunungpati,Tembalang, dan Banyumanik.
. 4.2 Gambaran Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga
Berencana
4.2.1 Sejarah Berdirinya Bapermasper Kota Semarang
Lokasi Kantor Sekretariat BAPERMASPER & KB Kota Semarang
terletak di Jalan Raya Prof. Sudarto 116, Tembalang, Semarang, Jawa Tengah.
Kantor yang letaknya berada tidak jauh dari pusat Kota, menjadi instansi yang
mengkoordinasikan seluruh Kantor Keluarga Berencana yang ada di Kota
Semarang. Letak Kantor BAPERMAS KB Kota Semarang sangat strategis, yaitu
terletak di didaerah Universitas Negeri Diponegoro.
BAPERMASPER KB Kota Semarang telah memiliki Visi dan Misi,
adapun Visi dari BAPERMASPER KB Kota Semarang yaitu “Ayo Ikut KB” dan
Misinya adalah “Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera”, setelah
BAPERMAS KB di Kota Semarang berdiri, masyarakat di Kota Semarang
menjadi mengerti akan peran dan fungsi BAPERMAS KB itu sendiri.
4.2.2 Dasar Hukum
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 13 Tahun 2008
pasal 15, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana
(BAPERMAS,PEREMPUAN & KB) adalah merupakan unsur pendukung tugas
Walikota. Selain itu juga Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan
Keluarga Berencana dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Walikota melalui Sekretaris
Daerah.
Setiap badan atau lembaga dalam pemerintahan baik dalam sekala nasional
maupun daerah, memiliki susunan organisasi masing-masing terkait dengan
Tupoksinya. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 13 Tahun
2008, susunan organisasi BAPERMAS,PEREMPUAN& KB terdiri dari :
4.3 Peranan dan Fungsi Serta Tugas Badan Keluarga Berencana dan
Pemberdayaan Perempuan Kota Semarang Dalam Mengendalikan
Laju Pertumbuhan Penduduk di Kota Semarang.
Pemerintah memiliki tugas yang sangat berat dalam mengatasi laju
pertumbuhan penduduk, sehingga pemerintah membentuk suatu badan yang di
tugaskan untuk mengatasi hal tersebut yaitu BKKBN dan sesuai dengan Pepres
Nomor 62 Tahun 2010. Strategi untuk melaksanankan arah kebijakan Nasional di
bidang pengendalian pertumbuhan penduduk dan pembangunan keluarga telah
ditetapkan strategi utama di mana BKKBN sebagai badan yang ditunjuk untuk
mengambil kebijakan yang berkaitan dengan hal pertumbuhan penduduk telah
mengeluarkan kebijakannya yaitu, meliputi :
1. Menyerasikan kebijakan pengendalian penduduk dan pembangunan KB
2. Menggerakan dan memberdayakan para pemangku kepentingan
(stakeholders), mitra kerja serta masyarakat
3. Menata kelembagaan
4. Memperkuat sunber daya manusia, pegawai dan tenaga penyuluh
5. Meningkatkan pembiayaan.
Melihat kebijakan di atas di tiap-tiap daerah juga memiliki kebijakan
sendiri tetapi harus berdasarkan kebijakan dari pusat, salah satunya daerah Kota
Semarang, kalimat ini di benarkan oleh kepala BAPERMAS-KB KOTA
SEMARANGibu Dra Romlah , yang menyatakan:
“dalam membuat program kerja di daerah harus berdasarkan perpaduan antara kebijakan nasional dan kebijakan yang ada di daerah”
(Hasil wawancara Tanggal, 20April 2015)
Selain arah kebijakan yang dikeluarkan, BKKBN pusat maupun yang ada
didaerah mempunyai tugas yang harus mereka jalankan, khususnya untuk daerah
Kota Semarang sendiri BAPERMAS KB mempunyai tugas yang dapat
menunjukan apakah peran dan fungsi BAPERMAS KBsebagai instansi yang
mengendalikan laju pertumbuhan penduduk dapat berjalan sesuai dengan posisi
dan koridornya masing – masing terutama para pegawai yang mempunyai peran
tersendiri sesuai dengan jabatan yang mereka miliki.
Dalam suatu instansi tidak terkecuali Badan Keluarga Berencana untuk
menjalankan tugas yang sudah ditentukan, mereka membentuk berbagai bidang
yang akan menjalankan fungsinya sesuai dengan peraturan dari pusat. Dalam hal
pengendalian pertumbuhan penduduk Badan Keluarga Berencana Kota Semarang
telah menentukan bidang – bidang yang akan mengatasi hal tersebut sesuai
dengan fungsi dan peran yang mereka miliki. Semua bidang yang ada dalam
Badan Keluarga Berencana hampir memiliki fungsi untuk mengendalikan
pertumbuhan penduduk, namun ada beberapa yang sangat vital dalam hal tersebut.
4.3.1 Tugas, Peran dan Fungsi Badan Keluarga Berencana Kota
Semarang
Kita dapat mengeluarkan pendapat kalau laju pertumbuhan
penduduk di Indonesia tidak dapat kita pungkiri boleh dikatakan sangat
tinggi, seperti juga yang terdapat di Jawa Tengah tapi khusus di Kota
Semarang jumlah pertumbuhan penduduknya tidaklah terlalu tinggi. Hal ini
dikarenakan instansi pemerintah dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Hal ini sesuai dengan data perolehan jumlah penduduk 3 tahun terakhir
di Kota Semarang yang tertera pada tabel frekuensi dan grafik
pertumbuhan penduduk sebagai berikut
Tabel 4.1
Jumlah penduduk Kota Semarang
Kecamatan2011 2012 2013
L P Total L P Total L P Total
Mijen 27.61
7
27.25
8
54.875 28.47
9
28.09
1
56.570 29.19
2
28.69
5
57.887
Gunungpati 36.75
0
36.70
9
73.459 37.53
4
37.49
3
75.027 37.96
3
37.92
2
75.885
Banyumanik 63.21
6
63.96
0
127.17
6
63.58
9
64.52
5
128.11
4
64.11
2
66.32
6
130.43
8
Gajah
Mungkur
31.55
6
31.57
9
63.135 31.72
7
31.65
3
63.380 31.82
7
31.71
7
63.544
Semarang
Selatan
41.41
9
41.70
4
83.123 41.35
0
41.57
1
82.921 40.75
2
41.53
4
82.286
Candisari 39.64
9
40.28
9
79.938 39.64
1
40.24
9
79.890 39.50
9
40.18
5
79.694
Tembalang 69.82
4
68.53
3
138.35
7
72.23
2
70.70
4
142.93
6
74.62
7
72.93
1
147.55
8
Pedurungan 86.01
2
87.99
3
174.00
5
86.80
1
88.85
1
175.65
2
87.36
4
89.67
7
177.04
1
Genuk 44.63 44.32 88.967 42.92 45.59 91.527 46.91 46.52 93.439
8 9 8 9 2 7
Gayamsari 36.83
2
36.22
0
73.052 37.09
9
36.48
5
73.857 37.25
4
36.49
1
73.745
Semarang
Timur
39.11
7
40.45
6
79.573 38.82
7
40.03
0
78.857 38.65
7
39.93
3
78.590
Semarang
Utara
61.94
2
65.45
3
127.39
5
62.32
5
65.57
2
127.89
7
62.24
2
65.76
0
128.00
2
Semarang
Tengah
35.29
1
36.85
5
72.146 34.84
1
36.42
2
71.263 34.58
4
36.20
6
70.790
Semarang
Barat
79.35
2
80.75
0
72.146 79.20
9
79.76
2
158.97
1
78.95
5
79.68
8
158.64
3
Tugu 15.05
5
14.75
2
29.807 15.39
3
15.51
1
30.904 15.64
2
15.63
7
31.279
Ngaliyan 59.17
6
59.27
1
118.44
7
60.35
6
60.53
1
120.88
7
61.15
7
61.36
3
122.52
0
Sumber Data : RKPD Kota Semarang Tahun 2015
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa total jumlah penduduk pria dan
wanita terbanyak di Kota Semarang pada tahun 2011 terdapat di Kecamatan
Pedurungan dengan total 174.005 penduduk dan yang terendah terdapat di
Kecamatan Tugu dengan total 29.807 penduduk. Sementara pada tahun 2012
dapat diketahui bahwa total jumlah penduduk pria dan wanita terbanyak di Kota
Semarang terdapat di Wilayah Semarang Barat dengan total 158.791 penduduk
dan yang terendah terdapat di Kecamatan Tugu dengan total 30.904 penduduk.
Sedangkan pada tahun 2013 diketahui bahwa total jumlah penduduk pria dan
wanita terbanyak di Kota Semarang terdapat di Kecamatan Pedurungan dengan
total 177.041 penduduk dan yang terendah terdapat di Kecamatan Tugu dengan
15.367 penduduk.
Selain tabel di atas berikut tabel jumlah penduduk yang membedakan jenis
kelamin antara laki – laki dan perempuan:
Tabel 4.2
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kota Semarang
Tahun Jenis Kelamin
Laki – laki Perempuan
2012 775.793 jiwa 783.405 jiwa
2013 781.176 jiwa 790.929 jiwa
Sumber Data : RKPD Kota Semarang 2015
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa total jumlah penduduk terbanyak
berdasarkan jenis kelamin di Kota Semarang yakni pada tahun 2012 jumlah
penduduk dengan jenis kelamin laki-laki mencapai 775.793 jiwa dan jumlah
penduduk dengan jenis kelamin perempuan mencapai 783.405. Sementara pada
tahun 2013 jumlah penduduk dengan jenis kelamin laki-laki mencapai 781.176
jiwa dan jumlah penduduk dengan jenis kelamin perempuan mencapai 790.929
jiwa
Tabel 4.3
Jumlah Pertumbuhan Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan Tingkat
Kelahiran di Kota Semarang
Tahun Jumlah Penduduk Laju Pertumbuhan (persen)
2011 1.544.358 1,11
2012 1.559.198 0,96
2013 1.572.105 0,83
Sumber Data : BPS Kota Semarang
Dari tabel frekuensi dan grafik dapat kita lihat adanya peningkatan
jumlah penduduk yang tidak terlalu signifikan, khusunya tingkat kelahiran
yang ada di Kota Semarang dari tahun 2011 sampai 2013 boleh dikatakan
cukup berhasil dalam proses penekanan jumlah penduduk. Hal ini tidak
terlepas dari upaya yang dilakukan oleh pihak pemerintah khususnya
BAPERMASPER-KB, peningkatan jumlah kelahiran yang terjadi di tahun
2011 tidak lepas dari turunnya peserta KB aktif di tahun 2012, belajar dari
kejadian itulah pihak Bapermasper KB Kota Semarang melakukan tindakan
yang lebih aktif dan hasilnya jumlah kelahiran di tahun 2012 dan tahun 2013
mengalami penurunan. Hal yang dilakukan BAPERMAS-KB diantaranya
adanya peningkatan jumlah alat kontrasepsi. Untuk lebih jelasnya berikut
tabel jumlah peserta KB aktif dan alat kontrasepsi yang digunakan:
Tabel 4.4
Piramida Penduduk
Sumber Data : BPS Kota Semarang dalam buku Semarang dalam Angka 2015
Komposisi penduduk Kota Semarang didominasi oleh penduduk
muda/dewasa. Kelompok usia produktif (Kelompok usia 25-39) terlihat
sangat mendominasi, dimana kelompok usia ini adalah mereka yang terlibat
aktif dalam lapangan pekerjaan. Mereka pada umumnya telah menyelesaikan
pendidikan tinggi maupun sudah berumah tangga.Kondisi seperti ini tentunya
harus menjadi perhatian pemerintah dalam mengambil langkah-langkah
kebijakan di bidang kependudukan utamanya ketersediaan lapangan
pekerjaan. Sehingga diharapkan bisa menjadi penggerak roda perekonomian,
bukanmalah sebaliknya menjadi beban pembangunan
Tabel 4.5
Peserta KB Aktif dan Alat Kontrasepsi Yang Digunakan Tahun 2013
BULAN PIL IUD KONDOM SUNTIK
JANUARI 536 466 226 1555
FEBRUARI 375 468 114 1525
MARET 361 435 142 1659
APRIL 397 441 263 1652
MEI 302 528 152 1386
JUNI 384 526 347 1595
JULI 335 434 160 1477
AGUSTUS 322 457 329 1593
SEPTEMBER 341 541 462 1591
OKTOBER 321 505 463 1573
NOVEMBER 368 505 361 1700
DESEMBER 374 539 82 1359
Dalam tabel diatas bahwa peserta keluarga berencana memiliki
kecenderungan menggunakan metode suntik. Penggunaan metode suntik ini
berada dalam 1555 orang peserta namun jumlah peserta metode suntik ini
memiliki kecenderungan menurun dalam setiap bulannya.
Berdasarkan hal diatas penulis dapat mengatakan hal ini perlu
dipertahankan atau bahkan di tekan agar bisa lebih baik lagi. Hal di atas juga
senada dengan pendapat kepala BAPERMAS-KB ibu Dra Romlah .Beliau
mengatakan.
“Selama ini jumlah penduduk yang ada di Kota Semarang masih sedikit dan masih bisa terkendali, dan yang jelasnya komitmen pemerintah (pimpinan daerah) untuk menanggulangi masalah pertumbuhan penduduk perlu ditingkatkan”
(Hasil wawancara Tanggal, 20 April 2015)
Pendapat kepala kantor hampir sama dengan pendapat yang dilontarkan
oleh Ibu Hasnia, S.Ip yaitu:
“Jumlah penduduk di sebagian kawasan Kota Semarang masih dapat dikendalikan walaupun sebagian lagi masih cukup tinngi, salah satu Kecamatan yang penduduknya masih dapat dikendalikan yaitu penduduk yang ada di Kota Semarang”
(Hasil wawancara Tanggal, 20 April 2015)
Selain melihat fungsi dan perannya, salah satu cara untuk mengukur
tingkat keberhasilan suatu instansi apakah mereka berhasil atau tidak yaitu
dengan menilai hasil karja mereka dalam menjalankan tugas yang mereka
miliki. Tidak terkecuali Badan Keluarga Berencana Kota Semarang dalam
mengendalikan laju pertumbuhan penduduk yang ada di kawasan Kota
Semarang, mereka memiliki tugas – tugas yang harus dijalankan diantaranya:
4.3.1.1. Menumbuhkan Serta Meningkatkan Kepedulian
Masyarakat Dalam Rangka Pembudayaan Keluarga
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 13
Tahun 2008 paragraf 2 pasal 16 Badan Pemberdayaan Masyarakat,
Perempuan dan Keluarga Berencana (BAPERMAS, PEREMPUAN
&KB) mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan
kebijakan daerah yang bersifat spesifik di bidang pemberdayaan
masyarakat, perempuan dan keluarga berencana.
Bidang yang bersifat spesifik tersebut diantaranya terkait
dengan bidang pengembangan sumber daya alam (SDA), lingkungan
hidup (LH) dan teknologi tepat guna (TTG), bidang kelembagaan dan
sosial budaya masyarakat, bidang pengembangan ekonomi
masyarakat; bidang pemberdayaan perempuan serta bidang keluarga
berencana.
Dalam hal ini Badan Keluarga Berencana lebih
memfokuskan kapada masalah pendewasaan usia pernikahan,
pengaturan kelahiran, dan pembinaan ketahanan keluarga serta
peningkatan kesejahteraan keluarga. Untuk pendewasaan usia
pernikahan Badan Keluarga Berencana memiliki batasan umur
tersendiri yaitu 25 tahun bagi laki – laki dan untuk wanita sendiri harus
menginjak usia antara 20 - 21 tahun. Hal ini senada dengan yang
disampaiakan oleh Bapak Sukiman selaku Kasubid. Data dan Evaluasi
Program, beliau mengatakan:
“Dalam menekan pertumbuhan penduduk di Indonesia khususnya Kab. Enrekang, Badan Keluarga Berencana memberi penekanan dalam menekan pertumbuhan penduduk hal yang dilakukan yaitu menunda usia pernikahan, bagi laki – laki dalam usia 25 tahun dan wanita dalam usia 20 tahun.”
(Hasil wawancara tanggal, 21 April 2015)
Untuk menyikapi masalah pernikahan dini yang menjadi salah satu penyebab
terjadinya pertumbuhan penduduk, Ibu Dra Romlah mengungkapkan beberapa
cara yang dapat kita lakukan dan merupakan langkah – langkah yang dilakukan
oleh Badan Keluarga Berencana, beliau mengatakan:
Hal – hal yang dapat dilakukan Pemerintah (BAPERMAS-KB) yaitu:
Mengajak para remaja baik pria maupun wanita supaya menikah sesuai dengan usia yang di anjuran BKB-PP
Apabila pernikahan di usia muda tidak dapat dihindari di anjurkan memakai salah satu alat kontrasepsi sampai umur cukup ideal untuk melahirkan
Apabila sudah melahirkan anak pertama di harapakan untuk ber KB
(Hasil wawancara tanggal, 21 April 2015)
Pengaturan kelahiran di sini maksudnya yaitu mengatur jarak kelahiran dari
anak pertama ke anak berikutnya.Dalam hal ini pengaturan jarak kelahiran.
Pemerintah (Bapermas-KB) memiliki cara tersendiri untuk menjalankan tugas
ini, salah satunya dengan cara mengadakan sosialisasi langsung ke masyarakat
dan menganjurkan masyarakat untuk mengikuti anjuran yang diberikan oleh
pihak Badan Keluarga Berencana tentang pentingnya mengatur jarak kelahiran.
Setelah melewati fase ini pembinaan ketahanan keluarga juga sangat penting
untuk dijalankan agar supaya dapat tercipta keluarga yang sejahtera.
Berdasarkan Rakernas Program KB tahun 2000, yang mengamanatkan
perlunya ditingkatkan peran pria/laki-laki dalam Keluarga Berencana, ditindak
lanjuti melalui Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan/Kepala
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor 10/HK-010/B5/2001
tanggal 17 Januari 2001 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional,dengan membentuk Direktorat Partisipasi Pria di
Bawah Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi yang
bertugas merumuskan kebijakan operasional Peningkatan Partisipasi pria,
diputuskan perlunya
intervensi khusus melalui program peningkatan partisipasi pria yang tujuan
akhirnya ”Terwujudnya keluarga berkualitas melalui upaya peningkatan kualitas
pelayanan, promosi KB dan kesehatan reproduksi yang berwawasan gender pada
tahun 2015”. Salah satu sasaran programnya adalah meningkatkan pria/suami
sebagai peserta KB, motivator dan kader, serta mendukung istri dalam KB dan
kesehatan reproduksi, yang tolok ukurnya
(1)Meningkatnya peserta KB Kondom dan Medis Operasi Pria (MOP) 10 %,
dan (2) Meningkatnya motivator/kader pria 10 %. Untuk mendukung efektifitas
pelaksanaan di lapangan, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Kepala
BKKBN melalui Keputusan nomor : 70/HK-010/B5/2001, Tentang Organisasi
dan Tata Kerja Badan KoordinasiKeluarga Berencana Nasional Propinsi dan
Kabupaten/Kota membentuk Seksi khusus Peningkatan Patisipasi Pria di bawah
Bidang Pengendalian Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi yang
bertugas menyusun paket informasi sesuai kondisi sosial, menyiapkan, dan
mengembangkan segmentasi sasaran dalam rangka peningkatan partisipasi KB
pria yang pelaksanaanya secara tekhnis di kecamatan dan desa dilaksanakan oleh
PLKB dan PPLKB.
Upaya peningkatan kesertaan KB pria diperkuat Melalui Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 disebutkan bahwa :
“Sasaran pembangunan kependudukan dan pembangunan keluarga kecil
berkualitas adalah terkendalinya pertumbuhan penduduk dan
meningkatnya keluarga kecil berkualitas ditandai dengan : (1)
Menurunnya rata-rata laju pertumbuhan penduduk menjadi sekitar 1,14
persen per tahun; Total fertilitas rate (TFR) menjadi 2,2 per perempuan;
persentase pasangan usia subur yang tidak terlayani menjadi 6 persen; (b)
Meningkatnyakesertaan KB laki-laki menjadi 4,5 persen, (c)
Meningkatnya penggunaan kontrasepsi yang efektif dan efisien, (d)
Meningkatnya usia kawin pertamaperempuan menjadi 21 tahun, (e)
Meningkatnya partisipasi keluarga dalam tumbuh kembang anak, (f)
Meningkatnya keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I yang aktif dalam
uasaha ekonomi produktif; dan (g) Meningkatnya jumlah institusi
masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan keluarga berencana dan
kesehatan reproduksi.(RPJMN Tahun 2004-2009 halaman 45)
Perkembangan pelaksanaan program peningkatan kesertaan KB pria di
lapangan ternyata belum seperti apa yang diharapkan. Dalam kenyataannya
terdapat beberapa permasalahan yang muncul dalam implementasi program yang
dilaksanakan, antara lain : Operasionalisasi program yang dilaksanakan selama
ini lebih mengarah kepada wanita sebagai sasaran, penyiapan tempat pelayanan,
tenaga pelayanan dan juga penyediaan alat dan obat kontrasepsi (Alokon) untuk
pria sangat terbatas, hampir semuanya adalah untuk wanita, demikian juga
adanya prioritas peng-gunaan Metoda Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) juga
hampir semuanya untuk wanita. Kondisi demikian ini ikut mempengaruhi
kemampuan dan keterampilan petugas (PLKB) dalam mengkomunikasikan dan
memasarkan alat kontrasepsi bagi pria, karena kurang terbiasa dan sangat
terbatasnya pilihan kontrasepsinya.
Berdasarkan rangkaian tugas di atas, pemerintah mempunyai bidang yang
menjalankan tugas tersebut, yaitu Bidang KB dan KS. Untuk bidang KB dan KS
ini sangat berpengaruh karena melalui bidang inilah kita dapat mengetahui alat –
alat kontrasepsi yang baik dan yang dianjurkan oleh pemerintah untuk digunakan
dalam mengatur jarak kelahiran serta perencanaan keluaraga yang baik, fungsi
yang mereka harus jalankan yaitu diantaranya:
a. Perumusan kebijakan teknis di bidang keluarga berencana dan
keluarga sejahtera
b. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di
bidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang keluarga berencana dan
keluarga sejahtera
Sebelum menjalankan tugas di atas mereka harus melihat bidang yang
tepat dansesuai dengan fungsinya untuk melaksanankan tugas tersebut agar dapat
berjalan sesuai dengan yang diinginkan.Selain itu peran Badan Keluarga
Berencana harus berjalan dengan baik, sehingga keinginan untuk mengendalikan
laju pertumbuhan penduduk dapat tercapai. Salah satu cara untuk menunjukan
perannya yaitu dengan cara menjalankan program kerja yang telah dibuat, berikut
program kerja yang telah dibuat yang sesuai dengan tugas dan fungsi dari bidang
yang dimaksudkan pada uraian di atas yaitu :
1.Koordinasi Pengelolaan dan Pelayanan Program KB
Adanya koordinasi antara pemerintah dan masyarakat sangat dibutuhkan
untuk keberhasilan program pemerintah, tidak terkecuali program yang disajikan
oleh Badan Keluarga Berencana.Khususnya di Kota Semarang sendiri koordinasi
ini sangat dibutuhkan karena pelayanan program KB langsung tertuju kepada
masyarakat. Hal ini senada dengan Ibu Dra Romlah yang mengatakan:
“respon masyarakat sudah cukup bagus, karena pada setiap
mengadakan penyuluhan masyarakat yang hadir sangat tinggi”
(Hasil wawancara tanggal, 20 April 2015)
2.Pengadaan Alat Kontrasepsi
Adanya keinginan pemerintah untuk mengendalikan jumlah penduduk
yang ada di Kota Semarang khususnya di Kota Semarang pengadaan alat
kontrasepsi sangat dibutuhkan.Karena dengan alat kontrasepsi inilah masyarakat
dapat mengatasi masalah kependudukan salah satunya mengatur jarak kelahiran
yang ideal sesuai dengan yang dianjurkan oleh pemerintah. Alat kontrasepsi yang
digunakan juga sudah bertaraf internasional dan aman digunakan, tetapi harus
sesuai melalui konsultasi terlebih dahulu kepada pihak yang lebih mengerti
sebelum menggunakannya, berikut ini alat – alat kontrasepsi yang disediakan oleh
BAPERMASPER-KB untuk masyarakat khususnya Kota Semarang:
4.3.1.2 Melakukan Pendekatan Kepada Masyarakat Dalam Hal
Perencanaan Keluarga Secara Cermat
Perencanaan yang dilakukan oleh keluarga sebaiknya
dilakukan mengacu pada tahap perkembangan siklus hidup keluarga.
Karena dalam membuat sebuah perencanaan, pada hakikatnya kita akan
dihadapkan pada masalah yang fundamental (mendasar), yaitu
penyesuaian terhadap tugas perkembangan manusia dalam menuju
harapan sosial. Membuat rencana keluarga berdasarkan tahap-tahap
perkembangan manusia merupakan fokus utama yang harus dilakukan
bila ingin sumber daya yang dihasilkan dapat berkualitas, kompetitif,
dan unggul. Alasannya dari tahap-tahap perkembangan inilah muncul
kebutuhan-kebutuhan lainnya yang menjadi pelengkap dalam sebuah
perencanaan. Dalam hal merencanakan keluarga secara cermat peran
dari suami dan isteri sangat penting, karena mereka dapat mengatur
jarak kelahiran serta alat kontrasepsi apa yang baik untuk mereka
gunakan sesuai dengan kebutuhannya. Dalam hal ini Badan Keluarga
Berencana mempunyai tugas untuk melakukan pendekatan dan
memberikan pengarahan kepada masyarakat tentang perencanaan
keluarga yang baik.
Dalam menjalankan tugas ini Bidang Penggerak
Masyarakat dan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB)
memiliki andil yang sangat besar, karena merekalah yang akan terjun
langsung ke masyarakat guna memberikan informasi tentang
pentingnnya ber KB. Pada bidang penggerak masyarakat hal yang perlu
diperhatikan adalah hubungan dengan masyarakat, dalam hal ini
pengadaan sosialisasi secara berkelanjutan sangan penting, sehingga
masyarakat yang tadinya kurang memahami pentingnya berKB sudah
mulai tahu dan mulai menyadari bahwa pentingnya untuk ber KB.
Fungsi yang mereka harus jalankan diantaranya:
a. Perumusan kebijakan teknis di bidang Pergerakan Masyarakat
b. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di
bidang Pergerakan Masyarakat
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang Pergerakan
Masyarakat.
Selain itu pada PLKB sendiri juga harus mempunyai
kecakapan yang cukup baik dalam beinteraksi dengan masyarakat agar
supaya dalam memberikan pengarahan tentang KB, masyarakat dapat
memahami maksud dan tujuan yang disampaikan. PLKB memiliki
fungsi yang berkaitan dengan upayanya melakukan pendekatan kepada
masyarakat, yaitu:
1. Perumusan kebijakan teknis khusunya dalam pelaksanaan program
kerja KB di lapangan
2. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dalam pelaksanaan program
kerja KB di lapangan
3. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
Data PPLKB/PLKB Provinsi Jawa Tengah
Sebelum
Desentralisasi
Setelah
Sentralisasi
Keterangan
PPLKB 543 480 -11,31%
PLKB 3375 3157 -11,95%
Melihat fungsi di atas serta tugas yang harus di jalankan,
perumusan kegiatan mutlak untuk dilakukan guna tercapainya tujuan
yang diinginkan. Khususnya pada indikator tugas kali ini peran PLKB
akan sangat dibutuhkan, dan dalam melakukan suatu kegiatan PLKB
didampingi oleh pengawas dari Badan Keluaraga Berencana itu sendiri
serta tenaga ahli yang sesuai dengan kegiatan yang dilakukan, melalui
kegiatan inilah peran mereka dapat terlihat.Namun sayangnya di
provinsi Jawa Tengah sendiri jumlah PPLKB sangat terbatas yakni 480
orang jauh menurun apabila dibandingkan keadaan PPLKB sebelum
diadakan desentralisai kebijakan keluarga berencana. Kegiatan yang
dijalankan oleh PLKB dan bidang yang berkaitan dengan tugas ini
sudah terprogram dalam program pemerintah yang mereka telah buat,
diantaranya:
d. Pembinaan Keluarga Berencana
Dalam hal ini pemerintah selaku pelaksana yang sangat
berpengaruh, sudah melakukan pembinaan kepada masyarakat agar
dapat mengerti program pemerintah yang bertujuan membina suatu
keluarga dengan cara melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
Dalam menggerakkan masyarakat peduli KB sangat
dibutuhkan, karena masyarakatlah yang berperan dalam
keberhasilan program – program yang disajikan oleh pihak badan
Keluarga Berencana. Salah satu cara untuk mengenalkan program
keluarga berencana adalah adanya program Penyiapan Kehidupan
Berkeluarga Bagi Remaja melalui PIK-REMAJA. Adapun jumlah
PIK-REMAJA hingga November 2014 adalah 46 Kelompok PIK-
REMAJA tumbuh, 7 Tegak dan Tegar 8 Kelompok untuk wilayah
Kota Semarang. Keberadaan PIK-KRR ini masih ditambah dengan
lembaga swasta dari Persatuan Keluarga Berencana Indonesia yang
peduli terhadap program pendidikan seks usia remaja serta sebagai
upaya tambahan adanya lembaga sosialisasi keluarga berencana di
Kota Semarang.)
e. Pelayanan Konseling KB
Pelayanan konseling dalam hal KB sangat penting, karena ada
beberapa masyarakat yang malu – malu untuk mengatakan
masalahnya secara terbuka.Dengan adanya pelayanan khusus
masyarakan juga sudah tidak merasa malu untuk mengatakan
permasalahannya khususnya masalah alat – alat kontrasepsi yang
aman dan baik untuk digunakan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
f. Pengelolaan Jasa Pelayanan/pemasangan
Dalam pengeloalaan ini adanya jasa pelayanan/pemasangan alat
kontrasepsi yang dianjurkan oleh pemerintah, sangat membantu
sehingga masyarakat sudah tidak merasa takut lagi untuk
menggunakan alat kontrasepsi karena adanya tenaga ahli yang
diturunkan pemerintah untuk menanggulangi pelayanan ini, sehingga
program pemerintah dapat berjalan dengan baik. Pelayanan ini di
lakukan dengan bekerjasama dengan bidan-bidan yang ada baik
Bidan Praktek Swasta maupun Bidan Delima Proses pelayanan
Program Keluarga Berencana berawal dari masyarakat sebagai calon
peserta KB dengan datang secara langsung ke klinik KB terdekat
baik itu bidan, dokter maupun puskesmas. Setelah tiba di klinik
masyarakat akan diberikan pengarahan berupa konseling, pada tahap
ini masyarakat akan dijelaskan tentang Program KB secara lebih
detail. Setelah melakukan konseling masyarakat akan diperiksa
kesehatannya jika ingin ikut KB, kemudian baru menentukan produk
apa yang ingin digunakan dan setelah menemukan pilihan yang
dirasa tepat kemudian dilakukan pemasangan alat dan jadilah
masyarakat menjadi peserta KB aktif baru.
Prosedur pelayanan dalam pelayanan KB oleh Badan
Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana
Kota Semarang dibantu oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang
menunjukan kejelasan yang diperoleh masyarakat. masyarakat
yang tidak paham dapat bertanya langsung kepada bidan, dokter
maupun petugas puskesmas
g. Pelayanan dan Penanggulangan Side Effect Pasca Pemasangan
Alat Kontrasepsi
Demi kenyamanan masyarakat setelah menggunakan alat
kontrasepsi, pemerintah juga terus memantaunya dan ini sudah
dilakukan BKB di Kota Semarang dengan adanya pelayanan dan
sosialisasi awal kepada masyarakat tentang efek yang dapat timbul
setelah menggunakan alat ini sehingga masyarakat sudah siap
menerima resiko yang ada.
Kompetensi petugas pemberi pelayanan KB terus diasah
dan dikembangkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan
KB.Pengembangan dan peningkatan kompetensi tersebut dilakukan
dengan menyelenggarakan pelatihan.
Pelatihan yang diselenggarakan berasal dari Pusdiklat
BKKBN baik yang berada di provinsi maupun yang berada di
pusat.Pelatihan dilakukan setiap satu tahun sekali dengan mengirim
peserta secara bergilir tiap tahunnya supaya pengembangan
kompetensi petugas yang ada dapat dilakukan secara merata.
Dengan adanya pelatihan ini, kompetensi petugas semakin tahun
akan semakin membaik karena kekurangan-kekurangan yang ada
dapat diminimalisir dan kelebihan dari tiap-tiap petugas dapat
semakin digali dan dioptimalkan
4.3.1.3. Meningkatkan Upaya Pemberdayaan Perempuan
Pada dasarnya perempuan merupakan sosok yang boleh
dikatakan lebih lemah dari pihak laki – laki. Oleh karena itu sebagian
besar kalangan wanita lebih bergantung dari pihak laki – laki apalagi
yang sudah menjalini kehidupan berumah tangga. Dalam kehidupan
berumah tangga wanita sangat berpengaruh dalam proses peningkatan
jumlah penduduk, hal inilah yang mendorong Badan Keluarga
Berencana untuk melakukan upaya pemberdayaan perempuan dan
menyetarakan gender. Hal ini dilakukan dengan harapan perempuan
dapat mengurangi ketergantungan dari pihak laki – laki terutama dalam
urusan jumlah keturunan. Selain itu perlunya pemberdayaan perempuan
juga dikemukakan oleh Ibu Suryani, SKM selaku Staf. Pemberdayaan
Perempuan di BAPERMAS, PER dan KB Kota Semarang, beliau
mengungkapkan,
Pemberdayaan perempuan dilakukan untuk:
Memperbaiki kehidupan perempuan dalam pembangunan
Untuk mengejar ketertinggalan perempuan dalam pembangunan
Mengejar kesetaraan gender yaitu kesetaraan perempuan dan laki – laki
(Hasil wawancara tanggal, 21 April 2015)
Dari hal yang disampaikan dapat dilihat bahwa perempuan harus
menyetarakan kedudukannya dengan pihak laki – laki, sehingga dengan
adanya kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan inilah
pertumbuhan penduduk dapat dikendalikan.Hal ini dikarenakan adanya
kepentingan masing – masing pihak yang secara tidak langsung
keinginan untuk dapat memiliki keturunan dapat diatur sesuai dengan
hasil kesepakatan yang dibuat antara kedua pihak (wanita dan laki –
laki). Hal ini juga diungkapkan oleh ibu Suryani, SKM pada saat
wawancara, beliau mengungkapkan bahwa:
Dengan adanya kesetaraan dan keadilan gender serta pemberdayaan perempuan pertumbuhan penduduk dapat dikendalikan karena salah satu yang dapat mendukung adalah kesepakatan dalam merencanakan keluarga dapat mempengaruhi dimana hak dan kewajiban sudah setara antara suami dan isteri sehingga sangat memperhatikan adanya keadilan dalam rumah tangga.
(Hasil wawancara tanggal, 27 April 2015)
Dari pendapat diatas dapat kita katakan bahwa wanita sangatlah penting
dalam kehidupan dan sangat berpengaruh dalam menentukan jumlah
penduduk apakah akan bertambah atau dapat dikendalikan sesuai
dengan keinginan Badan Keluarga Berencana
Tabel 4.5
Rasio Kepadatan Penduduk
Jumlah penduduk Kota Semarang mencapai1,45 juta jiwa
pada tahun 2007. Angka ini terus meningkat dan pada tahun 2009 telah
mencapai 1,50 juta jiwa. Tingkat pertumbuhan penduduk pada tiga
tahun terakhir berfluktuatif. Dimana tercatat pada tahun 2007 sebesar
1,43% kemudian meningkat agak tajam menjadi 1,86% di tahun 2008
dan terakhir mengalami sedikit penurunan 0,15% di tahun 2009.
Dengan luas wilayah sekitar 377 km2, ini berarti setiap
km2 ditempati penduduk sebanyak 4.032 orang pada tahun 2009. Selain
itu anggota rumah tangga dalam setiap rumah tangga terlihat cenderung
menurun.
Secara umum jumlah penduduk perempuan lebih banyak
dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Pada tahun 2009, untuk setiap
100 penduduk perempuan terdapat 98 penduduk laki-laki.
Agar supaya dalam menjalankan tugasnya untuk
meningkatkan upaya pemberdayaan perempuan Badan Keluarga
Berencana membentuk suatu bidang yang akan mengatasi hal ini.
Bidang yang dimaksud adalah Bidang Pemberdayaan Perempuan,
Dalam hal pemberdayaan perempuan yang sangat perlu dilakukan
adalah memberikan gambaran kapada pihak perempuan bahwa dengan
adanaya kesetaraan gender yang dimilki maka dapat membuat
pengendalian pertumbuhan penduduk dapat terpenuhi dengan cara
adanya kesepakatan yang dibuat oleh pihak wanita dan pria yang sesuai
dengan anjuran dari pihak Badan Keluarga Berencana mengenai waktu
melahirkan. Fungsi yang harus dijalankan diantaranya:
a. Perumusan kebijakan teknis di bidang Pemberdayaan Perempuan
b. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di
bidang Pemberdayaan Perempuan
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di Pemberdayaan perempuan
Dari beberapa pendapat yang dikemukakan diatas, dapat dilihat
bahwa pertumbuhan penduduk di Kota Semarang masih perlu untuk di
kendalikan walaupun jumlahnya boleh dikatakan tidak terlalu tinggi
meskipun ada peningkatan jumlah penduduknya dua tahun kemarin antara
tahun 2009 sampai tahun 2010, untuk mengatasinya atau menstabilkan
jumlah pertumbuhan penduduk ada beberapa terobosan program kerja yang
dikeluarkan oleh pihak Badan Keluarga Berencana, dan disinilah kita dapat
melihat peran yang sangat penting di pegang oleh Badan Keluarga Berencana
untuk mengatasi masalah ini di antaranya:
a. Sebagai instansi utama pembuat program penanggulangan masalah
kependudukan
b. Sebagai instansi yang terjun langsung dalam penyuluhan masalah
kependudukan
c. sebagai penyedia data jumlah penduduk
terlepas dari itu kita juga harus mengingat kalau peran pemerintah daerah
juga sangat dibutuhkan.
Berdasarkan uraian dan program yang telah ada di atas dapat kita katakan
bahwa fungsi dan peran Badan Keluaraga Berencana sangatlah penting dalam
mengendalikan pertumbuhan penduduk.Dari fungsi yang dikemukakan diatas
tadi, apabila dapat berjalan dengan baik sudah dapat dipastikan bahwa
pengendalian jumlah pertumbuhan penduduk dapat dikendalikan. Selain itu
tujuan dari fungsi yang diatas tadi sesuai dengan fungsi yang terdapat pada
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2010 tentang Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional pada Pasal 3 ayat (1) poin a
yang berbunyi:
Perumusan kebijakan nasional di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana.
Selain fungsi yang mereka jalankan, peran yang dimikili Badan Keluarga
Berencanadalam mengendalikan jumlah pertumbuhan penduduk juga harus
diperhatikan, fungsi ini baru bisa dikatakan berjalan dengan baik ketika sudah
menjalankan perannya dengan baik dan sesuai dengan peraturan yang telah ada.
Salah satu cara untuk menunjukan perannya yaitu dengan menjalankan program
kerja yang telah dibuat sebelumnya.
Keberhasilan program pemerintah utamanya program Badan Keluarga
Berencana dalam mengendalikan jumlah penduduk sangat bergantung dari ikut
sertanya dan kesadaran seluruh masyarakat di daerah Kota Semarang dan
detailnya untuk masyarakat kec.Enrekang. Salah satu jalan yang dapat ditempuh
yaitu sosialisasi langsung atau denagn kata lain terjun langsung dan bertemu
langsung dengan objek yang akan diberikan pengarahan yaitu masyarakat sendiri
untuk melakukan perkenalan terhadap program yang akan diterapkan. Sosialisasi
ini di anggap sangat efektif untuk diterapkan bukan hanya Badan Keluarga
Berencana yang melakukan hal ini tetapi hampir semua instansi melakukannya
untuk mengenalkan program mereka masing-masing. Dalam hal pengendalian
penduduk, sosialisasi sangat dibutuhkan dan Badan Keluarga Berencana
meresponnya dengan memebentuk tim penyuluh yang langsung terjun
kemasyarakat untuk memeberikan pengarahan kepada masyarakat. Di samping
tenaga penyuluh yang masih kurang serta letak topografi kawasan kota Semarang
yang terkenal dengan kawasan pegunungannya, alokasi dana dari pemerintah
daerah juga sangat penting dalam proses penyuluhan ini. Dengan adanya
komitmen serius dari pemerintah daerah untuk menaggulangi masalah
kependudukan ini akan mudah juga dana kegiatan akan diperoleh. Namun yang
terjadi di lapangan dana yang dikeluarkan untuk tiap penyuluhan masih sangat
minim, hal ini juga diungkapkan oleh kepala Badan Keluarga Berencana pada saat
proses wawancara, beliau mengatakan:
“untuk dana yang dialokasikan kepadan kita (BAPERMASPER-KB)
dari pemerintah daerah masih sangat minim”
(Hasil wawancara tanggal, 20 April 2015)
Disamping itu adanya penyimpangan alokasi dana yang dilakukan oleh Kabid
kepada Staf pelaksana juga menjadi hambatan yang sangat berpengaruh, dan bisa
jadi mengakibatkan keterlambatan dalam malaksanakan penyuluhan sehingga
program pemerintah tertunda pelaksanaannya.
Terkait dengan tugasnya, berdasarkan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 13 Tahun 2008 paragraf 3 pasal 17 BAPERMAS,PEREMPUAN & KB mempunyai sejumlah fungsi sebagai berikut :a. Perumusan kebijakan teknis di bidang pengembangan keluarga berencana; b. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang pengembangan sumber daya alam, lingkungan hidup dan teknologi tegat guna, kelembagaan dan sosial budaya masyarakat, pengembangan ekonomi masyarakat, pemberdayaan perempuan dan keluarga berencana;c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas (Penyusunan rencana program dan rencana kerja anggaran Badan) di bidang pengembangan sumber daya alam, lingkungan
dan teknologi tepat guna, kelembagaan dan sosial budaya masyarakat, pengembangan ekonomi masyarakat, pemberdayaan perempuan dan keluarga berencana;
d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya, yang meliputi:
1. Pengkoordinasian pelaksanaan tugas Badan Pemberdayaan Masyarakat, 2. Perempuan dan keluarga Berencana;3.Pelaksanaan kajian teknis atau rekomendasi di bidang pemberdayaan masyarakat, perempuan dan keluarga berencana
4. Pengelolaan urusan kesekretariatan Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan keluarga Berencana;
5. Pelaksanaan pembinaan, pemantauan, pengawasan dan pengendalian serta monitoring, evaluasi terhadap UPTB;
6. Pelaksanaan pembinaan, pemantauan, pengawasan dan pengendalian serta monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan keluarga berencana. sumber daya alam, lingkungan hidup dan teknologi tepat guna, kelembagaan dan sosial budaya masyarakat, pengembangan ekonomi masyarakat, pemberdayaan perempuan dan keluarga berencana;
4.1.2 Faktor – Faktor Yang Berpengaruh Dalam Peningkatan Jumlah
Pertumbuhan Penduduk di Kota Semarang
Tingkat pertumbuhan penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun selalu
mengalami peningkatan tidak terkecuali di Kota Semarangtidak terlalu signifikan
dan masih dapat dikendalikan, berkaitan dengan masalah peningkatan jumlah
penduduk tersebut terdapat beberapa faktor yang sangat berpengaruh yang bisa
menjadi penyebab utamanya, beberapa faktor tersebut diantaranya
4.1.2.1.Pernikahan Yang Dilakukan Pada Usia Yang Masih Muda
( pernikahan usia dini )
Menurut pandangan beberapa kalangan, pernikahan merupakan hal yang
sangat sakral dilakukan, sehingga sebelum memutuskan untuk melakukan
pernikahan kita harus memikirkannya secara matang dan baik sehingga dapat
terskema dengan baik. Terlepas dari itu pemerintah pusat juga membuat peraturan
mengenai masalah pernikahan yang tertuang dalam Undang – Undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan, pada Pasal 7 ayat (1) berbunyi:
Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.
Berdasarkan Undang Undang di atas, hal tersebut dapat memicu terjadinya
pernikahan diusia yang boleh dikatakan remaja. Hal ini senada dengan argumen
yang diungkapkan oleh Bapak Nurhasan selaku Ka. Bid. Data dan Informasi,
beliau mengatakan:
“usia pernikahan yang disebutkan oleh Undang – Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan tidak ssuai dengan keinginan Badan Keluarga Berencana, sebab keinginan BKB usia perkawinan yang ideal adalah umur 25 tahun bagi pria dan umur 21 tahun. Apabila peraturan pemerintah mengenai usia pernikahan ( 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita ) sangat beresiko tinggi untuk menambah jumlah pertumbuhan penduduk.”
(Hasil wawancara tanggal, 26April 2014)
Menurut Sanderowitz dan Paxman, pernikahan di usia muda juga sering
terjadi karena remaja berfikir secara emosional untuk melakukan pernikahan,
mereka berfikir telah saling mencintai dan siap untuk menikah. Disamping itu
adanya campur tangan orang tua dalam urusan pernikahan anak mereka juga dapat
menimbulkan terjadinya pernikahan yang sangat cepat.
Untuk di kawasan daerah – daerah pedalaman memiliki permasalahan
mengenai pernikahan usia dini yang berbeda, masih rendahnya kualitas ekonomi
dan kesenjangan pendidikan masih merupakan hal memicu terjadinya pernikahan
di usia muda. Hal ini disebabkan karena lokasi penyuluhannya sangat sulit untuk
dijangkau, karena akses menuju daerah tersebut masih sangat buruk.
Letak topografi Kota Semarangyang berada di kawasan perbukitan sangat
mempengaruhi sosialoisi yang dilakukan oleh pemerintah, Hal ini sama dengan
yang diungkapkan oleh Kepala BAPERMASPERKB Kota Semarangyaitu :
“untuk wilayah seperti daerah kita (daerah perbukitan) efesiennya satu penyuluh untuk tiga desa, tidak sama dengan daerah yang topografinya rata mereka bisa mengadakan penyuluhan lima desa sekaligus dengan menggunakan satu tenaga penyuluh”.
(Hasil wawancara tanggal, 20 April 2015)
4.1.2.2. Minimnya Pemanfaatan Program Pemerintah
Masalah lain yang timbul dimasyarakat pada umumnya yang
dapat memicu peningkatan jumlah penduduk adalah minimnya
pemanfaatan program pemerinah, dan salah satu programnya
yaitu penggunaan alat kontrasepsi. Hal ini berbanding terbalik
dari program Badan Keluarga Berencana Yaitu “Dua Anak Lebih
Baik”. Adanya perbedaan tingkat pola pikir masyarakat mengenai
alat kontrasepsi menjadi pemicu utama, misalnya:
Kurang pahamnya masyarakat tertentu tentang alat kontrasepsi
Kurang mengetahui kegunaan alat kontrasepsi
Ketakutan untuk menggunakan alat kontrasepsi
Kesadaran masyarakat terhadap ledakan penduduk
Selain itu efek yang timbul dari penggunaan alat ini masih
menjadi momok bagi masyarakat kita.
Di samping itu hal yang menjadi hambatannya yaitu
ketersediannya tenaga penyuluh, Pengadaan tenaga penyuluh
yang ada di lapangan dengan topografi seperti yang ada di Kota
Semarangsangat membantu bahkan menjadi tumpuan bagi Badan
Keluarga Berencana.Namun demikian dalam mengadakan
penyuluhan ke masyarakat jumlah tenaga penyuluh yang dimiliki
masih sangat kurang sehingga belum bisa mengcover banyak
kawasan sekaligus dalam mengadakan penyuluhan. Menurut Ibu
Dra Romlah:
“jumlah personel (tenaga penyuluh) yang ada di lapangan masih sangat kurang dan tidak sebanding dengan jumlah keluarga dan luas wilayah yang dilayani”
(Hasil wawancara tanggal, 20 April 2015)
4.1.2.3Tingkat Kelahiran Yang Sangat Tinggi
Tingkat keberhasilan program pemerintah dalam mengatasi
laju/ledakan penduduk masih sangat minim. Salah satu
pemicunya adalah jumlah kelahiran dari tahun ke tahun semakin
meningkat, hal ini dikarenalan dua hal dia atas yaitu pernikahan
yang dilakukan di usia muda dan tingkat penggunaan alat
kontrasepsi yang masih rendah. Dalam hal tingkat kelahiran ini
tidak teraturnya jarak kelahiran dari anak yang satu ke anak yang
berikutnya menjadi faktornya, karena dengan tidak terkontrolnya
jarak kelahiran ini kita tidak tahu lagi berapa banyak jumlah
penduduk Indonesia nantinya pada umumnya tidak terkecuali
Kota Semarang sendiri.Selain itu partisipasi masyarakat juga
menjadi sorotan yang patut diperhatikan, masih adanya pemikiran
masyarakat bahwa “banyak anak banyak rejeki” masih
menghambat keberhasilan penyuluhan yang dilakukan oleh
pemerintah (BAPERMAS-KB) Kota Semarang. Pola pemikiran
inilah yang menjadi pekerjaan dan harus cepat dihilangkan
masyarakat, apalagi bagi masyarakat yang ada di kawasan yang
sulit dijangkau. Selain itu masyarakat yang ada didaerah juga
masih kurang memahami pentingnya ber KB sesuai dengan
keinginan pemerintah.
Dari beberapa hambatan yang didapatkan oleh Badan BAPERMAS-KB
dalam menjalankan tugas, fungsi dan perannya, tidak lepas dari tujuan mereka
untuk mengendalikan jumlah pertumbuhan penduduk.Dengan adanya keseriuasan
dari pemerintah dan kesediaan dari masyarakat untuk menerima program –
program yang diajukan oleh pemerintah sudah dapat dipastikan bahwa jumlah
pertumbuhan penduduk dapat dikendalikan sesuai dengan yang diinginkan oleh
pemerintah.
4.2. Kebijakan BAPERMASPER-KB Dalam Pembangunan Terkait Program
Keluarga Berencana di Kota Semarang
4.2.1 Urusan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
BAPERMASPER-KB
Pelayanan adalah kunci keberhasilan dalam berbagai usaha atau
kegiatan yang bersifat jasa. Perannya akan lebih besar dan bersifat
menentukan manakala dalam kegiatan-kegiatan jasa di masyarakat itu
terdapat kompetisi dalam usaha merebut pasaran atau langganan. Begitu
pula di bidang Pemerintahan, masalah pelayanan perannya sangat besar
karena menyangkut kepentingan umum, bahkan kepentingan rakyat secara
keseluruhan. Karena pelayanan peranan umum yang diselenggarakan oleh
pemerintah melibatkan seluruh aparat Pegawai Negeri makin terasa
dengan adanya peningkatan kesadaran bernegara dan bermasyarakat, maka
pelayanan telah meningkat kedudukannya di mata masyarakat menjadi
suatu hak, yaitu hak atas pelayanan.
Salah satu instansi penyedia pelayanan yang masih dipertanyakan
kualitas pelayanannya adalah Badan Pemberdayaan Masyarakat,
Perempuan dan Keluarga Berencana. Terutama yang disorot dalam
pelaksanaannya adalah program Keluarga Berencana yang berfungsi
menekan laju pertumbuhan. Setelah program KB yang semula dipegang
oleh BKKBN ini melebur untuk tingkat kota dan kabupaten, yang mana
untuk tingkat kota Semarang sendiri pelaksanaannya dijalankan oleh
Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana,
mulai muncul semacam keraguan apakah Badan Pemberdayaan
Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana dapat meneruskan tren
positif pelaksanaan program KB.
Berdasarkan Perda Kota Semarang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Dan Badan Pelayanan
Perijinan Terpadu Kota Semarang, Badan Pemberdayaan Masyarakat,
Perempuan Dan Keluarga Berencana merupakan Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) baru sebagai salah satu unsur perangkat pemerintah kota
yang membidangi urusan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan
Keluarga Berencana sebagaimana tertuang dalam Peraturan Walikota
Semarang Nomor 46 Tahun 2008 Tentang Penjabaran Tugas dan Fungsi
Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan Dan Keluarga Berencana
(BAPERMAS,PEREMPUAN & KB) Kota Semarang dengan Unit
Pelaksana Teknis Badan yang diatur dengan Peraturan Walikota
Semarang, Nomor 89 Tahun 2008 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja
Unit Pelaksana Teknis Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan Dan
Keluarga Berencana (UPTB) Kecamatan Kota Semarang.
Penyelenggaraan pelayanan masyarakat dididang Pemberdayaan
Masyarakat, Perempuan Dan Keluarga Berencana pada Tahun 2009 dan
2010 melayani urusan urusan sebagai berikut :
1. Urusan Pemerintahan Umum
Program Peningkatan Sistem Pengawasan Internal dan
Pengendalian PelaksanaanKebijakan KDH ; dengan kegiatan :
1) Pelaksanaan pengawasan internal secara berkala
2) Pelaksanaan wasdal bantuan infrastruktur pemerintah yg lebih tinggi
3) Pelaksanaan pengawasan internal secara berkala
4) Pelaksanaan wasdal bantuan infrastruktur pemerintah yg lebih tinggi
2. Urusan Perencanaan
Program Pengembangan Data Informasi dengan kegiatan :
1) Pengembangan Sistem Informasi Profil Kelurahan
3. Urusan Kesehatan
Program Perbaikan Gizi Masyarakat ; dengan kegiatan :
1) Pemberian Tambahan Makanan Dan Vitamin
4. Urusan Sosial
Program pemberdayaan kelembagaan kesejahteraan sosial ; dengan
kegiatan :
1) Peningkatan kapasitas dan jaring kelembagaan pemberdayaan
perempuan dan anak (SERUNI)
5. Urusan Pemberdayaan Perempuan
1) Program Pelayanan Administrasi Perkantoran
2) Program peningkatan sarana dan prasarana aparatur
3) Program peningkatan pengembangan sistem pelaporan capaian
kinerja dan keuangan
4) Program peningkatan pelayanan kedinasan KDH
5) Program keserasian kebijakan peningkatan kualitas anak &
perempuan ; dengan kegiatan perumusan kebijakan peningkatan
peran dan posisi perempuan dibidang politik dan jabatan publik
6) Program penguatan kelembagaan pengarusutamaan Gender dan
Anak ; dengankegiatan :
1) Advokasi dan fasilitasi PUG bagi perempuan
2) Penguatan kelembagaan pengarusutamaan Gender dan Anak ;
3) Peningkatan kapasitas & jaringan kelembagaan pemberd PA
4) Pameran hasil karya perempuan
7) Program Peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan;
dengan kegiatan fasilitasi upaya perlindungan perempuan terhadap
tindak kekerasan
8). Program peningkatan peran serta dan kesetaraan gender dalam
pembangunan ; dengan kegiatan :
1) Pembinaan organisasi perempuan
2) Diklat peningkatan peran serta dan kesetaraan gender
6. Urusan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera:
a. Program Keluarga Berencana ; dengan kegiatan :
1) Penyediaan Pelayanan KB & Alkon bagi Keluarga Miskin ;
2) Pembinaan KB
b. Program Kesehatan Reproduksi Remaja ; dengan kegiatan :
1) Advokasi & KIE ttg Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR)
2) Memperkuat dukungan dan partisipasi masyarakat
c. Program Pelayanan Kontrasepsi ; dengan kegiatan :
1) Pelayanan Pemasangan Kontrasepsi KB ;
2) Pelayanan KB MO ;
3) Pengadaan Sarana Pelayanan KB
d. Program pembinaan peran serta masyarakat dalam pelayanan
KB/KR yang mandiri ; dengan kegiatan :
1) Fasilitasi pembentukan kelompok masyarakat peduli KB
e. Program pengembangan pusat pelayanan informasi dan konseling
KRR ; dengan kegiatan :
1) Fasilitasi forum pelayanan KKR bagi kelompok remaja dan
kelompok sebaya di luar sekolah
f, Program pengembangan bahan informasi tentang pengasuhan dan
pembinaan tumbuh kembang anak
g. Program Peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan;
dengan kegiatan :
1) Fasilitasi upaya perlindungan perempuan terhadap tindak
kekerasan
h. Program peningkatan peran serta dan kesetaraan gender dalam
pembangunan ; dengan kegiatan :
1) Pembinaan organisasi perempuan
2) Diklat peningkatan peran serta dan kesetaraan gender
i. Program peningkatan peran perempuan di perdesaan ; dengan
kegiatan :
1) Pelatihan perempuan di perdesaan dalam bidang usaha ekonomi
produk
Urusan KB dan KS pada Bapermas perempuan & KB, menjadi tupoksi
Bidang Keluarga Berencana dan sebagian pada Bidang Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat. Peningkatan perekonomian daerah akan menjadi tidak signifikan atau
mempunyai nilai pada pertumbuhan ekonomi keluarga apabila secara bersamaan
pertambahan jumlah penduduk menjadi tidak terkendali. Program Keluarga
Berencana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang
perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera merupakan
upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan
usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga,
peningkatan kesejahteraan keluarga. Laju Pertumbuhan Penduduk mendorong
pemerintah dalam pemberdayaan KB dengan pencanangan Era Kebangkitan
Keluarga Berencana, sejalan dengan hal tersebut amanat UU No 25 Tahun 2000
Tentang program nasional bahwa Program KB mencakup 4 (empat) program
pokok yaitu Keluarga Berencana, Kesehatan Reproduksi Remaja, Ketahanan dan
Pemberdayaan Keluarga serta Penguatan Kelembagaan Keluarga Kecil
Berkualitas dan Jaringan KB. Tingkat partisipasi masyarakat Kota Semarang
dalam ber KB Tahun 2009 sebesar 198.086 dengan PUS 250.891 (78,95 %) dan
pada Tahun 2010 sebesar 198.040 dengan PUS 254.798 (77,72 %) menunjukkan
peningkatan. Peserta KB baru Tahun 2009 sebesar 35.967 dari Target 33.810
(106,38%) dan pada Tahun 2010 sebesar 20.499 dari target 39.347 (52,10%)
Penundaan Usia Perkawinan (PUS ˂ 20 Tahun dibanding total PUS) dapat
dipertahankan ˂ 1 % , Tahun 2009 dan 2010 realisasi 0,5 % .
Pelayanan pemberdayaan KB dan KS meliputi :
1) Program Keluarga Berencana, untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk ber KB melalui penyediaan Pelayanan KB & Alkon bagi
Keluarga Miskin serta Pembinaan KB.
Kegiatan pelayanan KB dengan dukungan Klinik Keluarga
Berencana (KKB) dan rumah sakit yang ada diperoleh hasil peserta KB
baru sebanyak 2.749 (6,99%)
Akseptor, dengan metode kontrasepsi IUD 185, MOW 215, MOP
5, Implant 93, Suntik 1.698, Pil 445, Kondom 108, dari jumlah peserta
KB baru tersebut apabila dilihat berdasarkan tempat pelayanan adalah
sebagai berikut Klinik Pemerintah 766 (27,86%), Klinik Swasta 850
(30,92%), Dokter Praktek Swasta 263 (9,57%) dan Bidan Praktek Swasta
870 (31,65%). Tingkat partisipasi masyarakat sebanyak 196.699 (77,35%)
dari Pasangan Usia Subur (PUS) sebesar 254.307 dengan alkon, IUD
14.454, MOW 13.716, MOP2.246, Implant 11.155, Suntik 113.555, Pil
28.408, Kondom 13.165.
2) Program Kesehatan Reproduksi Remaja, untuk memberikan informasi dan
konseling dalam upaya mempertahankan angka kelahiran (TFR) bagi
Remaja, Sebaya maupun Pasangan Usia Subur (PUS) melalui advokasi &
KIE tentang Kesehatan Reproduksi Remaja(KRR) serta memperkuat
dukungan dan partisipasi masyarakat.
3) Program Pelayanan Kontrasepsi, untuk menjaga pelayanan ketersediaan
Alat Kontrasepsi KB kepada masyarakat melalui pengadaan sarana
pelayanan KB hingga fasilitasi Pelayanan Pemasangan Kontrasepsi KB
serta Pelayanan KB MO.
4) Program pembinaan peran serta masyarakat dalam pelayanan KB/KR yang
mandiri, untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelayanan
KB/KR melalui Fasilitasi pembentukan kelompok masyarakat peduli KB.
5) Program pengembangan pusat pelayanan informasi dan konseling KRR,
untuk merintis pembentukan kelompok di tingkat basis dalam
penyampaian informasi dan konseling tentang Kesehatan Reproduksi
Remaja (KRR) serta penyuluhan tentang Narkoba dan HIV/AIDS melalui
Fasilitasi forum pelayanan KKR bagi kelompok remaja dan kelompok
sebaya di luar sekolah. Kota Semarang pada Tahun 2009 telah terbentuk
29 Kelompok Pusat Informasi dan Konseling – Kesehatan Reprodukasi
Remaja (PIK-KRR) dan Tahun 2010 meningkat menjadi 40 Kelompok,
tersebar di 16 Kecamatan.
6) Program pengembangan bahan informasi tentang pengasuhan dan
pembinaan tumbuh kembang anak, untuk memberikan ketersediaan
informasi tentang pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak
melalui Pengumpulan bahan informasi tentang pengasuhan & pembinaan
tumbuh kembang anak.
7) Program penyiapan tenaga pendamping kelompok bina keluarga, untuk
meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga pendamping kelompok bina
keluarga melalui Pelatihan tenaga pendamping kelompok bina keluarga
di Kecamatan serta Pengadaan BKB Kit.
4.2.2 Kendala Program Keluarga Berencana di Kota Semarang
Pada Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga
Berencana (BAPERMASPER & KB) salah satu bidang yang penting yaitu
bidang keluarga berencana. Hal ini terkait dengan masih rendahnya tingkat
kesadaran masyarakat mengenai pentingnya turut serta mensukseskan program
KB. Selain itu juga masih terdapat beberapa permasalahan yang terkait dengan
KB di Kota Semarang sebagai berikut:
1. Rendahnya Kesejahteraan dan Ketahanan Keluarga
Ketahanan dan pemberdayaan keluarga berhubungan dengan bagaimana
suatukeluarga dapat melangsungkan hidupnya, dan bertahan pada kondisi yang
baik dari segala bentuk permasalahan kehidupan keluarga. Ketahanan dan
pemberdayaan ini dapat dikaitkan dengan bagaimana suatu keluarga dapat
memenuhi kebutuhan kesehatan dan gizi keluarga serta bekerja. Akan tetapi
secara umum sebagian besar keluarga di Kota Semarang kesadaran mengenai
pemenuhan gizi dan kebutuhan kesehatan masih relatif rendah. Hal ini dibuktikan
dengan Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) di Kota
Semarang pada tahun 2008 yang hanya berjumlah 1066 kelompok dengan
jumlah anggota UPPKS sebanyak 23.345 orang. Dari angka tersebut sekitar
17.392 orang (74,50%) merupakan anggota penerima bantuan modal, 10.888
orang (46,64%) anggota yang berusaha dan 12.475 (56,36%) merupakan anggota
yang tidak berusaha. Selain itu, jika ditinjau dari beberapa aspek peran serta
masyarakat untuk ikut dalam UPPKS sebagian mengalami kenaikan dan
penurunan dari 2007 ke 2008.
Tabel 4.6
UMK Jawa Tengah tahun 2014
Dari tabel di atas Upah Minimum Kota Semarang menjadi upah minimum
tertinggi di Jawa Tengah.Namun hal tersebut diiringi dengan tingginya biaya
hidup di Kota Semarang.
Tabel 4.7
Struktur Ekonomi di Semarang
Dalam tabel diatas menunjukkan bahwa dalam Kota Semarang sebagian
besar dari UMK yang diterima berasal dari perdagangan dan industri pengolahan
dimana industri tersebut merupakan industru padat karya yang mudah terpengaruh
oleh gejolak ekonomi.
Permasalahan gizi buruk pada anak balita sebagaimana telah diuraikan
diatas erat kaitannya dengan tingkat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Hal
ini dikarenakan pada balita pada keluarga dengan tingkat kesejahteraan rendah
biasanya asupan gizi dan kondisi kesehatannya kurang diperhatikan.Kurangnya
berat badan balita di Kota Semarang dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain
kurangnya gizi atau adanya kemungkinan menderita penyakit lain. Kekurangan
gizi sangat dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan masyarakat, kontaminasi
makanan dan minuman balita akibat lingkungan yang tidak sehat dan prioritas
hidup lainnya selain makanan bergizi. Di sisi lain, anggaran khusus untuk
mengantisipasi bergesernya kasus BGM menjadi gizi buruk belum maksimal.
Oleh karenanya, diperlukan suatu tindakan tegas dari semua pihak untuk
mengurangi jumlah balita penderita gizi kurang dan buruk demi peningkatan
kualitas sumber daya manusia Kota Semarang yang lebih baik.
Indikasi lain dari rendahnya kesejahteraan dan ketahanan keluarga adalah
tingginya angka kematian ibu melahirkan. Hal ini didasarkan pada profile
kesehatan Kota Semarang bahwa pada tahun 2005 angka kematian ibu melahirkan
di Kota Semarang mencapai 449 jiwa dan cenderung berfluktuasi dari tahun ke
tahun. Apabila dibandingkan dengan angka kematian ibu di tingkat nasional (307
jiwa), angka tersebut dinilai lebih tinggi, walaupun jika dibandingkan dengan
angka kematian ibu melahirkan di tingkat Jawa Tengah (509 jiwa) masih lebih
rendah (Kartu Penilaian Pengentasan Kemiskinan Kota Semarang, 2005 dan
Profil Kesehatan Kota Semarang, 2005).
2. Pertumbuhan Penduduk yang Relatif Tinggi
Tingginya pertumbuhan penduduk diakibatkan salah satunya oleh angka
pertumbuhanalamiah dimana tingkat fertilitas yang masih relatif tinggi. Hal ini
disebabkan karena tingkat kesadaran masyarakat di Kota Semarang untuk
mengikuti program keluarga berencana (KB) masih sangat rendah. Pada tahun
2008 pencapaian peserta KB baru Kota Semarang adalah PB 39.286 jiwa atau
117,57% dari jumlah PPM yakni 33.414 jiwa. Sedangkan pencapaian peserta KB
baru adalah 196.876 jiwa atau 79,63% dari total pasangan usia subur (PUS)
sebanyak 247.228 jiwa.
Partisipasi dalam mengadopsi IUD juga sangat rendah. Hal ini dapat
ditunjukkan dengan data penggunaan IUD tahun 2008 bagi peserta KB baru
sebanyak 2.235 (5,69%) yang mengalami kenaikan dari tahun 2007 sebanyak
1.724 jiwa. Sedangkan untuk peserta KB lama penggunaan IUD mengalami
penurunan pada tahun 2008 sebanyak 15.346 jiwa (6,21%) dan 2007 sebanyak
15.403 jiwa.
Masih adanya kasus komplikasi kegagalan KB diduga menjadi penyebab
lain belum optimalnya pembudayaan KB guna menekan pertumbuhan penduduk.
Pada tahun 2008 kasus komplikasi dan kegagalan KB mengalami
kenaikan.Dimana untuk kasus komplikasi KB pada tahun 2007 sebanyak 6 kasus
dan pada 2008 menjadi 12 kasus. Sedangkan untuk kegagalan KB pada tahun
2007 sebanyak 10 kasus dan 2008 menjadi 15 kasus.Permasalahan tingginya laju
pertumbuhan alami penduduk terkait juga dengan tidak berfungsinya secara
optimal kelembagaan dan jejaring KB. Program Penguatan Kelembagaan dan
jaringan KB di Kota Semarang, erat kaitannya dengan Institusi Masyarakat
Perkotaan (IMP).
Institusi ini merupakan institusi di tingkat lini lapangan (kelurahan ke
bawah) sebagai tenaga relawan yang mempunyai peran bantu pelaksanaan
program keluarga berencana, sehingga mempunyai peran yang sangat strategis
serta sebagai ujung tombak suksesnya program KB Nasional. IMP ini dapat
diklasifikasikan:
Tabel 4.8
Klasifikasi IMP di Kota Semarang
NO
URAIAN
PPKBD SUB PPKBD KLP KS
JUM
LAH
% JUMLAH % JUMLAH %
1 DASAR 0 0 176 12,12 1,789 20,79
2 BERKEMBANG 25 14,12 593 43,62 3,374 43,40
3 MANDIRI 152 87,88 595 43,62 3,080 38,80
Berdasarkan data di atas maka dapat disimpulkan permasalahan bidang
Program Penguatan Kelembagaan dan jaringan KB adalah sebagai berikut: (1)
Keterbatasan kuantitas dan kulitas Kader terkait dengan adanya kesulitan
pengkaderan; (2) Dana Operasional bari sampai di tingkat PPKBD/ SKD; dan (3)
Pemahaman Program KB Sebagai investasi jangka panjang belum dipahami
masyarakat luas.
Pertumbuhan penduduk yang tinggi juga terkait dengan kurang efektifnya
penanganan permasalahan kesehatan dan reproduksi remaja (KRR). Pada
kenyataannya masih sedikit masyarakat Kota Semarang yang memahami
pengetahuan dan permasalahan yang terkait dengan reproduksi remaja. Akibatnya
muncul permasalahan terkait dengan reproduksi remaja yakni masih sangat
terbatasnya akses informasi tentang KRR di masyarakat. Hal ini mendorong
ketidaktahuan remaja yang memasuki usia perkawinan pada usia yang belum
matang. Di Kota Semarang jumlah PUS yang berada di bawah usia 20 tahun
yakni sebesar 1 %. Kondisi ini juga didukung dengan masih sedikitnya Pusat
Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK KRR) yang hanya
berjumlah 19 kelompok di Kota Semarang.
3. Komunikasi
Komunikasi dalam penyampaian informasi mengenai dampak positif
Keluarga Berencana terutama di kalangan pria sebagai sasaran dari program KB,
tidak mempercayai rumor yang ada dan berkembang di masyarakat. Pelaksanaan
program KB mengalami berbagai kendala, antara lain sikap dari masyarakat
cenderung dipengaruhi oleh keadaan masa lampaunya yang memandang bahwa
KB itu tugas wanita bukan pria. Wanitalah yang mengandung dan melahirkan jadi
wanita harus ber-KB. Selain itu muncul juga parasangka yang memandang KB
Pria itu berbahaya dan dapat menyebabkan impotensi sehingga baik dari pihak
pria / suami maupun wanita / istri tidak setuju pada program KB Pria melalui
KONTAP.
4. Tingginya Kekerasan pada Anak dan Perempuan
Kekerasan terhadap perempuan masih sering terjadi dalam bentuk yang
cukup variatif.Kekerasan terhadap perempuan ini tidak lagi memandang korban
dari satu dimensi saja.Namun, banyak dimenasi. Seperti usia, jenis kelamin, status
sosial, dan sebagainya. Tindak kekerasan masih menempatkan perempuan sebagai
objek korban. Kekerasan terhadap kaum hawa ini dapat dikatagorikan ke dalam
beberapa hal antara lain penyelundupan, kekerasan rumah tangga, penyekapan,
pemerkosaan, perampokan, penganiayaan, pembunuhan, dan trafiking atau
perdagangan perempuan dan anak-anak.
Penyelundupan ini dilakukan dengan modus adopsi sampai penjualan
organ-organ tubuh korban.Selain itu, perkosaan juga menempatkan perempuan
sebagai korban dan peristiwa ini sering kali dilakukan oleh orang dekat atau orang
lainnya.Bahkan, pelaku pemerkosaan bisa saja orang yang memiliki hubungan
darah seperti ayah, kakak, kakek, atau malah paman sendiri. Parahnya lagi, tindak
pemerkosaan ini sebagian dilakukan tidak cukup hanya sekali, bahkan sering kali
hingga korban hamil dan melahirkan anak hasil hubungan gelapnya.
Kekerasan terhadap perempuan terjadi akibat dua faktor utama yaitu faktor
kultur dan struktur. Keduanya saling mempengaruhi dan saling memperkuat,
sehingga memberantas kekerasan terhadap perempuan memerlukan komitmen
bersama untuk secara sungguh-sungguh, sistematis dan berlanjut dalam
memeranginya. Faktor kultur ini bermula dari nilai-nilai dan norma-norma yang
menempatkan laki-laki sebagai pihak pengambil keputusan yang memiliki
kekuasaan atau power, serta merupakan pihak yang mengevaluasi dan memonitor
segala yang dimiliki dan dilakukan perempuan. Paham ini disebut ideologi
patriarkhi. Idelogi patriarkhi akan melahirkan paham gender.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti ambil, maka penulis dapat
menarik kesimpulan :
1. Berdasarkan Peraturan Walikota Semarang Nomor 46 Tahun 2008 Tentang
Penjabaran Tugas dan Fungsi Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan
dan Keluarga Berencana , tugas pokok Badan Pemberdayaan Masyarakat,
Perempuan dan Keluarga Berencana adalah melaksanakan penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik di bidang Pengembangan
Sumber Daya Alam, Lingkungan dan Teknologi Tepat Guna; bidang
Kelembagaan dan Sosial Budaya Masyarakat; bidang Pengembangan Ekonomi
Masyarakat; bidang Pemberdayaan Perempuan serta bidang Keluarga
Berencana ( pasal 3 ) . Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud,
Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana
mempunyai fungsi ( pasal 4 ) : Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan
dan Keluarga Berencana mempunyai fungsi ( pasal 4 ) :
a. Perumusan kebijakan teknis di bidang Pengembangan Sumber Daya Alam, Lingkungan dan Teknologi Tepat Guna; bidang Kelembagaan dan Sosial Budaya Masyarakat; bidang Pengembangan Ekonomi Masyarakat; bidang Pemberdayaan Perempuan serta bidang Keluarga Berencana ;
b. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang Pengembangan Sumber Daya Alam, Lingkungan dan Teknologi Tepat Guna; bidang Kelembagaan dan Sosial Budaya Masyarakat; bidang Pengembangan Ekonomi Masyarakat; bidang Pemberdayaan Perempuan serta bidang Keluarga Berencana;
c. Penyusunan rencana program dan rencana kerja anggaran Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana
d. Pengkoordinasian pelaksanaan tugas Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana;
e. Pelaksanaan kajian teknis atau rekomendasi di bidang pemberdayaan masyarakat, perempuan dan keluarga berencana;
f. Pengelolaan urusan kesekretariatan Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana;
g. Pelaksanaan pembinaan, pemantauan, pengawasan dan pengendalian serta monitoring, evaluasi terhadap UPTB;
h. Pelaksanaan pembinaan, pemantauan, pengawasan dan pengendalian serta monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana;
i. Penyelenggaraan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan bidang tugasnya.
2. Kendala dalam pelaksanaan kebijakan program KB guna mengatasi masalah
laju pertumbuhan penduduk di Kota Semarang, dan faktor yang paling
berpengaruh adalah pernikahan yang terjadi diusia dini, serta dekatnya jarak
kelahiran anak karena kurang memaksimalkan program pemerintah dalam
penggulangan masalah ini terutama program pemerintah yaitu penggunaan alat
kontrasepsi. Dalam menjalankan program yang telah dibuat dan disetujui oleh
pemerintah daerah melalui serangkain musyawarah rencana pembangunan, ada
beberapa hambatan yang didapatkan dan yang paling menonjol yaitu keadaan
topografi wilayah Kota Semarang yang berada pada kawasan berbukit sehingga
dalam proses penyuluhan agak sulit dilakukan, apalagi ketika memasuki daerah
yang sulit untuk dijangkau.
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut diatas, peneliti mengambil saran sebagai
berikut:
1. Perlu dilakukan kegiatan sosialisasi tentang pentingnya keluarga berencana dan
melakukan kegiatan seperti Pelatihan atau contoh cara untuk melakukan
keluarga berencana dengan benar agar masyarakat mengetahui pentingnya
program keluarga berencana.
2. Perlu dilakukan penambahan anggota penyuluh keluarga berencana atau
adanya penambahan personel pelaksana lapangan sehingga dapat menjangkau
seluruh kawasan yang tadinya sulit untuk dijangkau.ditempat yang cukup sulit
dijangkau seperti di kawasan Gunung Pati dan sekitarnya.
3. Perlu strategi guna meningkatkan partisipasi masyarakat untuk ikut Keluarga
Berencana. Maka proses di Bapermasper KB Semarang harus dilakukan
dengan benar mulai dari komunikasi, sosialisasi, hingga proses dilapangan agar
keberhasilan program Keluarga Berencana dapat tercapai guna mengurangi
pertumbuhan penduduk.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
, 2009, Memahami Kebijakan Administrasi Kependudukan, Jakarta, The
Indonesian Legal Resource Center (ILRC).
Bagoes Mantra, Ida, 2009, Demografi Umum, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar.
Darwin, Muhadjir. 2000, Aspek Kemanusiaan Dalam Pengendalian
Pertumbuhan Penduduk, Aditya Media.
Faturochman dan Agus Dwiyanto (Editor). 2000, Reorientasi Kebijakan
Kependudukan. Aditya Media.
Haris, Abdul & Nyoman Andika (eitor). 2003, Dinamika Kependudukan
dan Pembangunan di Indonesia: Dari Perspektif Makro ke Realitas
Mikro. Lesfi.
Hasibuan, Malayu, S. P, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia (cet. 6),
Jakarta, PT Bumi Aksara.
Suharto, Edi. 2010 Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat
(kajian strategis pembangunan kesejahteraan sosial dan pekerjaan
sosial), Bandung, Refika Aditama.
Soeroso, Santoso. 2004 Mengarusutamakan Pembangunan Berwawasan
Kependudukan di Indonesia, Jakarta, Buku Kedokteran EGC.
Tjiptoherijanto, Prijono. 2004 Kependudukan Birokrasi dan Reformasi
Ekonomi, Jakarta, Rineke Cipta.
Tukiran, et all (Eds). 2002 Mobilitas Penduduk Inonesia: Tinjuan Lintas
Disiplin, Yogyakarta, CPPS, UGM.
B. Internet
http://id.wikipedia.org/wiki/Penduduk, tentang pengertian penduduk,
diakses pada 22 Maret 2015 pada pukul 16.21 WIB
http://slamet-triyono.blogspot.com/2009/11/macam-macam-pertumbuhan-
penduduk.html , tentang dampak pertumbuhan penduduk diakses pada tanggal 22
Maret 2015 pada pukul 16.29 WIB
http://syadiashare.com/penduduk-indonesia.html, tentang pengertian
penduduk diakses pada tanggal 26 Maret 2015 pada pukul 22.15 WIB
http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/220/220/ , tentang
data keluarga berencana di Indonesia diakses pada tanggal 26 Maret pada pukul
22.37 WIB
http://www.tribunnews.com/2010/08/16/jumlah-penduduk-indonesia-
nomor-4- terbesar-di-dunia. , tentang jumlah penduduk di Indonesia diakses pada
tanggal 26 Maret 2015 pada pukul 2253 WIB
C. Peraturan Perundang-undangan Dan Peraturan Pemerintah
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan
Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan
Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 1994 Tentang Pengelolaan
Perkembangan Kependudukan.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 57 Tahun 2009 tentang perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1994 Tentang Pengelolaan
Perkembangan Kependudukan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2010 Tentang
Badan Kependudkan dan Keluarga Berencana Nasional
LAMPIRAN
Daftar Pertanyaan
A. Identitas Narasumber :
Nama :
Jabatan :
B. Pertanyaan :
1. Apakah menurut Bapak/Ibu jumlah penduduk di Kota Semarang bisa
dikatakan cukup tinggi ?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah pertumbuhan penduduk di Kota Semarang sudah dapat
dikendalikan?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah peraturan yang sudah ada dalam pengendalian pertumbuhan
penduduk sudah diterapkan di Kota Semarang ?
a. Ya
b. Tidak
4. Menurut Bapak/Ibu, berhasilkah penerapan peraturan pemerintah
mengenai pengendalian pertumbuhan penduduk di Kota Semarang ?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah sosialisasi mengenai masalah kependudukan khususnya
pengendalian pertumbuhan penduduk di Kota Semarang sudah dilakukan ?
a. Ya
b. Tidak
6. Apakah ada hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan sosialisai masalah
pengendalian pertumbuhan penduduk ?
a. Ya
b. Tidak
7. Apakah menurut Bapak/Ibu sosialisasi mengenai pengendalian
pertumbuhan penduduk perlu dilakukan ?
a. Ya
b. Tidak
8. Menurut Bapak/Ibu apakah pola pikir masyarakat yaitu “banyak anak
banyak rejeki” masih memepengaruhi tingkat pertumbuhan penduduk ?
a. Ya
b. Tidak
9. Apakah perlu dilakukan pembaruan peraturan khususnya mengenai
masalah pengendalian pertumbuhan penduduk ?
a. Ya
b. Tidak
10. Bagaimana seharusnya sikap pemerintah dalam mengatasi masalah
pertumbuhan penduduk saat ini di Kota Semarang ?
Jawaban : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .