6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat IPA
IPA didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan tentang objek dan fenomena
alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan dengan
keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. Definisi ini memberi
pengertian bahwa IPA merupakan cabang pengetahuan yang dibangun berdasarkan
pengamatan dan klasifikasi data, dan biasanya disusun dan diverifikasi dalam hukum-
hukum yang bersifat kuantitatif, yang melibatkan aplikasi penalaran matematis dan analisis
data terhadap gejala-gejala alam. Dengan demikian, pada hakikatnya IPA meliputi tiga
cakupan yaitu IPA sebagai produk, IPA sebagai proses dan IPA sebagai sarana
pengembangan sikap ilmiah. ( Sapriati,Amalia,2009 : 3.7 ).
Menurut Leo Sutrisno dalam Tim Sertifikasi 2007 IPA merupakan usaha manusia
dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta
mengguanakan prosedur yang benar dan dijelaskan dengan penalaran yang valid
sehingga dihasilkan kesimpulan yang benar. Jadi, IPA mengandung tiga hal :
proses(usaha manusia memahami alam semesta),prosedur(pengamatan yang tepat dan
prosedurnya benar),dan produk (kesimpulannya betul ).
Jadi menurut penulis Ilmu Pengetahan Alam (IPA) berhubungan dengan cara
mencari tahu tentang alam secara sistematis,bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahan yang berupa fakta konsep, atau prinsip prinsip saja tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta
didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih
lanjut dalam menerapkannya didalam kehidupan sehari – hari. Proses pembelajarnannya
menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi
agar menjelajahi dan mempelajari alam sekitarsecara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan
untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
7
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari hari untuk memenuhi kebutuhan manusia
melalui pemecahabn masalah – masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA
perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di
tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajran salingtemas yang diarahkan pada
pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan IPA
dan kompetensi ilmiah secara bijak. ( KTSP : 2006 )
Menurut Wahyudi dan Kriswandani (2013), siswa akan kreatif , bila diberi
kesempatan merancang / membuat sesuatu, menuliskan ide / gagasan. hal tersebut akan
membuat rasa keingintahuan mereka terpenuhi dan juga imajinasi mereka berkembang.
apabila suasana belajar yang aktif dan kreatif terjadi maka akan mendorong siswa untuk
menyenangi dan memotivasi mereka untuk terus belajar.
Pembelajaran merupakan persiapan di masa depan, dalam hal ini masa depan
kehidupan anak yang ditentukan orang tua. Oleh karenanya, sekolah mempersiapkan
mereka untuk hidup dalam masyarakat yang akan datang. Pembelajaran merupakan suatu
proses penyampaian pengetahuan, yang dilaksanakan dengan menuangkan pengetahuan
kepada siswa (Oemar Hamalik, 2008: 25). Bila pembelajaran dipandang sebagai suatu
proses, maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka
membuat siswa belajar. Proses tersebut dimulai dari merencanakan progam pengajaran
tahunan, semester dan penyusunan persiapan mengajar (lesson plan) berikut persiapan
perangkat kelengkapannya antara lain berupa alat peraga dan alat-alat evaluasinya
(Hisyam Zaini, 2004: 4). Berdasar beberapa pendapat diatas maka disimpulkan
pembelajaran adalah suatu proses dan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka
membuat siswa belajar, pembelajaran juga merupakan persiapan di masa depan dan
sekolah mempersiapkan mereka untuk hidup dalam masyarakat yang akan datang.
Sebagai ilmu pengetahuan, IPA juga mempunyai ciri khusus sebagaimanan ilmu
pengetahuan yang lain. Ciri-ciri khusus tersebut dipaparkan berikut ini.
a. IPA mempunyai nilai ilmiah artinya kebenaran dalam IPA dapat dibuktikan lagi oleh
semua orang dengan menggunakan metode ilmiah dan prosedur seperti yang dilakukan
terdahulu oleh penemunya.
8
b. IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, dan
dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangan
IPA selanjutnya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta saja, tetapi juga ditandai
oleh munculnya “metode ilmiah” (scientific methods) yang terwujud melalui suatu
rangkaian ”kerja ilmiah” (working scientifically), nilai dan “sikapi lmiah” (scientific attitudes)
(Depdiknas, 2006).
Dari berbagai pendapat yang telah dikemukakan para ahli di atas penulis
berpendapat bahwa hakikat IPA dicondongkan pada proses penemuan suatu fakta atau
konsep dimana kita dan siswa diajak berpikir kreatif analisis dan agar terbentuk dorongan
ingin tahu.. Hal ini mendorong munculnya sekelompok orang berfikir. Pemikiran dilakukan
secara terpola sehingga dipahami oleh orang lain. Dorongan ingin tahu meningkat untuk
mencari kepuasan dan penggunannya.
Penemuan yang dapat diuji kebenarannya oleh orang lain dapat diterima secara
universal. Dengan demikian dari pengetahuan akan berkembang menjadi ilmu
pengetahuan. Perolehan yang didapat melalui percobaan, didukung fakta menggunakan
metode berfikir secara sistematis dapat diterima sebagai ilmu pengetahuan yang
selanjutnya disebut produk. Sedangkan langkah – langkah dilakukan merupakan suatu
proses. Langkah – langkah atau proses ditempuh dalam mengembangkan ilmu menjadi
cara atau metode memungkinkan berkembangnya pengetahuan.
2.1.2 Hakikat Pembelajaran IPA di SD
Para penganut teori perilaku (behaviourist) berpendapat, bahwa sudah cukup bagi
siswa untuk megasosiasikan stimulus-stimulus dan respon-respon, dan diberi penguatan
bila mereka memberikan respon yang benar. Para penganut teori ini tidak mempersoalkan
apa yang terjadi dalam pikiran siswa sebelum dan sesudah respon dibuat. Salah satu
bentuk realisasi pembelajaran behavioristik adalah seperti yang dikemukakan oleh Gagne
yang dikenal dengan sebutan teori Hierarki Belajar Gagne. Prosedur yang ditempuh
adalah yang dimulai dari (a) menetapkan secara verbal deskripsi operasional sejumlah
variabel kemampuan yang diharapkan (sekarang disebut tujuan pembelajaran/sasaran
belajar), (b) membuat hipotesis hubungan hirarki antar variabel, (c) menetapkan model
hirarki belajar untuk mewujudkan hubungan antar variabel yang dihipotesiskan, serta (d)
menetapkan sejumlah tata cara untuk memvalidasi hirarki. ( sugandi ahmad,2004:34)
9
Belajar menurut paradigma kontruktivistik adalah merupakan proses membangun
pengetahuan yang bermakna melalui pencarian hubungan antara pengetahuan awal siswa
dengan pengetahuan yang sedang dipelajari, siswa berinteraksi multi arah dengan
memanipulasi alat dan bahan di lingkungan sekitar sebagai wahana proses belajarnya
yang dalam pelaksanaannya difasilitasi oleh guru. Empat (4) ciri utama belajar dan
pembelajaran konstruktiivistik adalah: (a) pengetahuan awal siswa menjadi bagian penting
dalam pembelajaran; (b) siswa aktif belajar dan menghubungkan pengetahuan awal yang
dimiliki dengan pengetahuan yang sedang dipelajari; (c) siswa membangun pengetahuan
sendiri sehingga pengetahuan tersebut bermakna bagi dirinya; dan (d) selalu beriteraksi
multi arah (guru-siswa, siswa-siswa)
Dampak pengertian belajar dan pembelajaran konstruktivistik terhadap
pembelajaran IPA SD/MI adalah seperti bagan alur pembelajaran berikut ini. Menggali
pengetahuan awal siswa yang terkait dengan materi baru yang akan dipelajari, melakukan
investigasi/penyelidikan, memberi kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk
mengumpulkan bukti-bukti/fakta-fakta sebagai bahan untuk mengkonstruksi
pengetahuannya atas bantuan guru (atau melalui kerja sama dengan teman) (Nuryani
Rustaman,2012:2.4).
Teori gagne dalam noehi nasution 1998: 43 dalam wahyudi kriswandani 2013:33
mengatakan belajar sebagai suatu proses yang memungkinkan seseorang mengubah
tingkah lakunya cukup tepat dan perubahan tersebut bersifat relative sehingga perubahan
yang serupa tidak perlu terjadi. Model pembelajran Gagne :
a. Mengaktifkan motivasi
b. Memberi tahu tujuan pembelajarn
c. Mengarahkan perhatian
d. Merangsang ingatan
e. Menyediakan bimbingan
f. Membantu transfer belajar
g. Memperhatikan dan member feedback
Tujuan Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar siswa:
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
keberadaan keindahan dan keteraturan alam ciptaanNya.
10
2). Mengembangkan rasa ingin tahu dan suatu sikap positif terhadap sains, teknologi dan
masyarakat.
3) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan
masalah dan membuat keputusan.
4) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep sains yang akan
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
5) Mengembangkan kesadaran tentang peran dan pentingnya sains dalam kehidupan
sehari-hari.
6) Mengalihkan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman ke bidang pengajaran lain.
7) Ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. Menghargai
berbagai macam bentuk ciptaan Tuhan di alam semesta ini untuk dipelajari
(KTSP,2006:12)
Jadi hakikat pembelajaran IPA menurut penulis pembelajaran IPA sebaiknya
dilaksanakan secara inkuiriilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan
bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannyan sebagai aspek penting kecakapan hidup.
Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman
belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan ketrampilan proses dan
sikap ilmiah.
2.1.3 Hakikat Model Pembelajaran
Model pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat juga
diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran.Model
pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang paling tergambar dari
awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.Dengan kata lain, model
pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan ,
metode, dan teknik pembelajaran.Dengan kata laian, apabila antara pendekatan,strategi,
metode,teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi suatu kesatuan
yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran.
(Sudrajat,2008 ).
Pada dasarnya karakteristik suatu model pembelajaran dapat dideskripsikan secara
sistematis atas beberapa komponennya. Komponen – komponen mencakup hakikatnya,
11
teori belajar terkait sebagai landasan teoritiknya, tujuan pengembangan model tersebut,
sintaks, lingkungan belajar dan pengelolaannya ( Depdiknas 2008 )
Jadi,menurut penulis sebenarnya model pembelajaran memiliki arti yang sama
dengan pendekatan, strategi atau metode pembelajaran. Saat ini telah banyak
dikembangkan berbagai macam model pembelajaran, dari yang sederhana sampai model
yang agak kompleks dan rumit karena memerlukan banyak alat bantu dalam
penerapannya.
Ada beberapa ciri-ciri model pembelajaran secara khusus diantaranya adalah :
1. Rasional teoritik yang logis yangdisusun oleh para pencipta atau pengembangnya.
2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar.
3. Tingkah laku mengajar yang diperlukanagar model tersebut dapat
dilaksanakandengan berhasil.
4. Lingkungan belajar yang duperlukanagar tujuan pembelajaran dapat
tercapai.(rustaman nuryani,2012:8.18)
Sedangkan model pembelajaran menurut Kardi dan Nur ada lima model
pembelajaran yang dapat digunakan dalam mengelola pembelajaran, yaitu: pembelajaran
langsung; pembelajaran kooperatif; pembelajaran berdasarkan masalah; diskusi; dan
learning strategi.
Menurut pendapat penulis sebagai seorang guru harus mampu memilih model
pembelajaran yang tepat bagi peserta didik. Karena itu dalam memilih model
pembelajaran, guru harus memperhatikan keadaan atau kondisi siswa, bahan pelajaran
serta sumber-sumber belajar yang ada agar penggunaan model pembelajaran dapat
diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan belajar siswa.
Seorang guru diharapkan memiliki motivasi dan semangat pembaharuan dalam
proses pembelajaran yang dijalaninya. Menurut Sardiman A. M. (2004 : 165), guru yang
kompeten adalah guru yang mampu mengelola program belajar-mengajar. Mengelola di
sini memiliki arti yang luas yang menyangkut bagaimana seorang guru mampu menguasai
keterampilan dasar mengajar, seperti membuka dan menutup pelajaran, menjelaskan,
menvariasi media, bertanya, memberi penguatan, dan sebagainya, juga bagaimana guru
menerapkan strategi, teori belajar dan pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran
yang kondusif.
12
Setiap guru harus memiliki kompetensi adaptif terhadap setiap perkembangan ilmu
pengetahuan dan kemajuan di bidang pendidikan, baik yang menyangkut perbaikan
kualitas pembelajaran maupun segala hal yang berkaitan dengan peningkatan prestasi
belajar peserta didiknya.
2.1.4 Model Pembelajaran IPA
Model pembelajaran IPA menurut teori konstruktifistik memperhatikan dan
mempertimbangkan pengetahuan awal siswa yang mungkin diperoleh diluar sekolah.
Menurut pandangan konstruktifistik dal;am proses pembelajaran IPA seyogianyanya
disediakan serangkaian pengalaman berupa kegiatan nyata yang rasional atau dapat
dimengerti siswa dan memungkinkan terjadi interaksi social. Dengan kata lain saat proses
belajar berlangsung siswa harus terlibat secara langsung dalam kegiatan
nyata.Pembentukan pengetahuan mewarnai pembentukan system konseptual IPA bagi
yang mempelajarinya. Model pembelajaran IPA dipilih sesuai dengan sifat IPA sebagai
pengetahuan deklaratif maupun pengetahuan procedural. Komponen komponen
pembentuk model pembelajaran dirumuskan sesuai dengan sifat model pembelajaran
yang disusun dan terutama ditentukan oleh tujuan yang ingin dicapai melalui pembelajaran
tersebut.(SutarnoNono,2009:8.5).
Menurut piaget dalam Sapriati Amalia 2012 :1.18 ada sediokitnya 3 hal yang perlu
diperhatikanh oleh guru dalam merancang pembelajaran IPA Yaitu:
1. Seluruh anak melewati tahapan yang sama secara berurutan
2. Anak mempunyai tanggapan yang berbeda terhadap suatu benda atau kejadian.
3. Apabila hanya kegiatan fisik yang diberikan kepada anak, tidaklah cukup menjamin
perkembangan intelektuan anak.
Dalam pembelajaran di kelas, Bruner mengembangkan model pembelajaran
penemuan.Model ini pada prinsipnya memberikan kesempatan kepada siswa untuk
memperoleh informasi sendiri dengan bantyuan guru dan biasanya menggunakan barang
yang nyata . perana guru dalam pembelajaran ini bukanlah sebagai seorang pemberi
informasi melainkan seorang penuntun anak mendapatkan informasi. Guru harus
mempunyai cara yang baik untuk tidak secara langsung memberikan informasin yang
dibutuhkan oleh siswa. Model pembelajaran ini mempunyai banyak manfaatnya antara lain
bahwa siswa akan mudah mengingatnya apabila informasi tersebut didapatkan sendiri,
13
bukan merupakan informasi 0perolehan . manfaat lainnya adalah siswa telah memperoleh
informasi, maka dia akan mengingat lebih lama. ( sapriatiamali,2012:1.18)
Menurut penulis dalam pembelajaran IPA sebaiknya memadukan berbagai metode
pembelajaran seperti Eksperimen yang memang harus ada dan metode metode lain yang
mendukung terciptanya pembelajaran inkuirri sehingga siswa menyerap hasil belajar
secara optimal.
2.1.5 Model Pembelajaran Problem Posing dan Problem Promting ( Probing-Prompting)
Menurut arti katanya, probing adalah penyelidikan, pemeriksaan dan prompting adalah
mendorong atau menuntun. Penyelidikan atau pemeriksaan disini bertujuan untuk
memperoleh sejumlah informasi yang telah ada pada diri siswa agar dapat digunakan
untuk memahami pengetahuan atau konsep baru.Teknik probing-prompting adalah
pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian petanyaan yang sifatnya
menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan
setiap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari.
Selanjutnya siswa mengkonstruksi konsep-prinsip-aturan menjadi pengetahuan baru,
dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan.Dengan model pembelajaran ini
proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa
mau tidak mau harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari prses
pembelajaran, setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab. Kemungkinan akan
terjadi susana tegang, namun demikian bisa dibiasakan. Untuk mengurangi kondisi
tersebut, guru hendaknya serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara
menyejukkan, nada lembut. Ada canda, senyum, dan tertawa, sehingga suasana menjadi
nyaman, menyenangkan, dan ceria. Jangan lupa, bahwa jawaban siswa yang salah harus
dihargai karena salah adalah cirinya dia sedang belajar, ia telah berpartisipasi. (Slameto
dalam Tim Sertifikasi Unnes 2011:8)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Priatna (Sudarti, 2008) menyimpulkan bahwa
proses probing dapat mengaktifkan siswa dalam belajar yang penuh tantangan,
membutuhkan konsentrasi dan keaktifan sehingga aktivitas komunikasi matematika cukup
tinggi. Selanjutnya, perhatian siswa terhadap pembelajaran yang sedang dipelajari
cenderung lebih terjaga karena siswa selalu mempersiapkan jawaban sebab mereka harus
siap jika tiba-tiba ditunjuk oleh guru. Hal yang sama diungkapkan oleh Suherman (2001)
14
bahwa dengan menggunakan metode tanya jawab siswa menjadi lebih aktif daripada
belajar mengajar dengan metode ekspositori.
Terdapat dua aktivitas siswa yang saling berhubungan dalam pembelajaran probing
prompting, yaitu aktivitas siswa yang meliputi aktivitas berpikir dan aktivitas fisik yang
berusaha membangun pengetahuannya, serta aktivitas guru yang berusaha membimbing
siswa dengan menggunakan sejumlah pertanyaan yang memerlukan pemikiran tingkat
rendah sampai pemikiran tingkat tinggi (Suherman, 2001:55).
Langkah-langkah pembelajaran probing prompting dijabarkan melalui tujuh tahapan
teknik probing (Sudarti, 2008:14) yang dikembangkan dengan prompting adalah sebagai
berikut:
1. Guru menghadapkan siswa pada situasi baru, misalkan dengan memperhatikan
gambar, rumus, atau situasi lainnya yang mengandung permasalahan.
2. Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk
merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam merumuskannya.
3. Guru mengajukan persoalan kepada siswa yang sesuai dengan tujuan pembelajaran
khusus (TPK) atau indikator kepada seluruh siswa.
4. Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk
merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam merumuskannya.
5. Menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan.
6.Jika jawabannya tepat maka guru meminta tanggapan kepada siswa lain tentang
jawaban tersebut untuk meyakinkan bahwa seluruh siswa terlibat dalam kegiatan yang
sedang berlangsung. Namun jika siswa tersebut mengalami kemacetan jawab dalam hal
ini jawaban yang diberikan kurang tepat, tidak tepat, atau diam, maka guru mengajukan
pertanyaan-pertanyaan lain yang jawabannya merupakan petunjuk jalan penyelesaian
jawab. Lalu dilanjutkan dengan pertanyaan yang menuntut siswa berpikir pada tingkat
yang lebih tinggi, sampai dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan kompetensi dasar
atau indikator. Pertanyaan yang dilakukan pada langkah keenam ini sebaiknya diajukan
pada beberapa siswa yang berbeda agar seluruh siswa terlibat dalam seluruh kegiatan
probing prompting.
7. Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda untuk lebih menekankan
bahwa TPK/indikator tersebut benar-benar telah dipahami oleh seluruh siswa.
15
Menurut penulis model Pembelajaran Probing Prompting adalah sebuah model
pembelajaran yang mampu mengoptimalkan kamampuan kognitif siswa dalam menyerap
materi pembelajaran. Model ini layaknya sebuah kuis yang menuntut siswa berfikir
tanggap dan cepat sehingga diharapkan hasil belajar mereka meniingkat.
2.1.6 Hakikat Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA
Kata hasil belajar sering disebut prestasi belajar. Kata prestasi berasal dari belanda
yaitu “prestatie” kemudian dalam bahasa Indonesia disebut prestasi yang artinya hasil
usaha. Kata prestasi juga beraarti kemampuan,ketrampilansikap seorang dalam
menyelesaikan sesuatu( Tim Sertifikasi,2011:11).
Jadi sebagaimana di ketahui bahwa tujuan dari pembelajaran yang dilakukan oleh guru
baik di rumah, sekolah atau belajar dimanapun adalah agar dapat memperoleh hasil
belajar yang dianggap baik yaitu yang telah memenuhi standar hasil belajar yang telah
ditetapkan atau melebihinya sehingga dapat digolongkan menjadi hasil belajar yang baik.
Dalam proses memperoleh hasil belajar yang baik itu diperlukan metode pembelajaran
yang tepat artinya yang sesuai dengan kondisi dan keadaan kehidupan sehari-hari yang
atau kontekstual,sehingga apa yang menjadi hasil belajar dapat terpenuhi dengan jumlah
pengukuran hasil belajar di atas standar yang ada, selain metode ada juga yang
menggunakan LKS Lembar Kerja Siswa dalam proses pembelajaran di sekolah.
Setiap proses belajar yang dilaksanakan oleh peserta didik akan menghasilkan hasil
belajar. Di dalam proses pembelajaran, guru sebagai pengajar sekaligus pendidik
memegang peranan dan tanggung jawab yang besar dalam rangka membantu
meningkatkan keberhasilan peserta didik dipengaruhi oleh kualitas pengajaran dan faktor
intern dari siswa itu sendiri.
Dalam setiap mengikuti proses pembelajaran di sekolah sudah pasti setiap peserta
didik mengharapkan mendapatkan hasil belajar yang baik, sebab hasil belajar yang baik
dapat membantu peserta didik dalam mencapai tujuannya. Hasil belajar yang baik hanya
dicapai melalui proses belajar yang baik pula. Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit
diharapkan terjadinya hasil belajar yang baik.
Menurut Hamalik (2001:159) bahwa hasil belajar menunjukkan kepada prestasi belajar,
sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya derajat perubahan tingkah laku
siswa.Menurut Nasution (2006:36) hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak
16
belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan
guru.Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:36) hasil belajar adalah hasil yang
ditunjukkan dari suatu interaksi tindak belajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes
yang diberikan guru.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan
hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses pembelajaran yang ditunjukkan
dengan nilai tes yang diberikan oleh guru setiap selesai memberikan materi pelajaran pada
satu pokok bahasan.
Tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik jika hasil belajar sesuai dengan
standar yang diharapkan dalam proses pembelajaran tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa
hasil belajar harus dirumuskan dengan baik untuk dapat dievaluasi pada akhir
pembelajaran. Hasil belajar seseorang tidak langsung kelihatan tanpa orang itu melakukn
sesuatu untuk memperlihatkan kemampuan yang diperolehnya melalui belajar. Namun
demikian, hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam
sikap dan tingkah lakunya.
Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam mengikuti program
belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan yang meliputi aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor. Syah, Muhibbin (1997: 91-92) menyatakan bahwa hasil
belajar juga dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu secara kuantitatif, institusional, dan
kualitatif. Aspek kuantitatif menekankan pada pengisian dan pengembangan kemampuan
kognitif dengan fakta-fakta yang berarti. Aspek insitusional atau kelembagaan
menekankan pada ukuran seberapa baik perolehan belajar siswa yang dinyatakan dalam
angka-angka. Sedangkan aspek kualitatif menekankan pada seberapa baik pemahaman
dan penafsiran siswa terhadap lingkungan di sekitarnya. Sehingga dapat memecahkan
masalah yang dihadapinya dalam kehidupansehari-hari.
Berdasarkan definisi dan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang dapat diamati setelah mengikuti
program belajar mengajar dalam bentuk tingkat penguasaan siswa terhadap pengetahuan
dan ketrampilan. Dengan demikian, hasil belajar IPA harus dikaitkan dengan tujuan
pendidikan IPA yang telah tercantum dalam kurikulum dengan tidak melupakan hakiakt
IPA itu sendiri. Hasil belajar IPA dikelompokkan berdasarkan hakikat sains yang meliputi
17
IPA sebagai produk, proses, dan sikap ilmiah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar IPA meliputi pencapaian IPA sebagai produk, proses dan sikap ilmiah.
Dalam segi produk, siswa daharapkan dapat memahami konsep-konsep IPA dan
keterkaitannya dalam kehidupan sehari-hari. Dari segi proses, siswa diharapkan memiliki
kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan, pengetahuan, dan
menerapkan konsep yang diperolehnya untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi
dalam kehidupan sehahri-hari. Dari segi ilmiah, siswa diharapkan mempunyai minat untuk
mempelajari benda-benda di sekitarnya, bersikap ingin tahu, tekun, kritis, mawas diri,
bertanggung jawab, dapat bekerja sama dan mandiri, serta mengenal dan
mengembangkan rasa cinta terhadap alam sekitar dan Tuhan Yang Maha Esa. Dengan
demikian, hasil belajar hasil belajar yang dikembangkan di SD adalah hasil belajar yang
mencakup penguasaan produk, proses, dan sikapilmiah.
2.1.7 Pembelajaran IPA dengan metode Probing Prompting
Mata pelajaran IPA selama ini dianggap sebagai mata pelajaran yang bersi fat umum,
kurang menyenangkan , monoton dan tidak menarik. penerapan metode Probing
Prompting menurut peneliti adalah inovasi baru, karenadari metode ini siswa mau tidak
mau akan berpartisipasi aktif dalam mengikuti pembelajaran. Dimulai dari keaktifan siswa
dalam berfikir dan mengembangkan kemampuan kognitifnya untuk menjawab persoalan
atau masalah yang disajikan oleh guru. Disisni peran guru juga minimal un tuk menggali
kemampuan berfikir siswa guru sebelumnya menyajikan gambar atau video yang
berhubungan dengan materi IPA dan tentunya membutuhkan jawaban dari peserta didik.
Selanjutnya apabila teknik Probing Prompting dipadukan dengan diskusi kelompok akan
sangat maksimal untuk pembelajaran tematik karena disana akan terjadi interaksi dan
kerjasama didalam kelompok yang tentunya terjadi interaksi social dan mendukung mata
pelajaran IPS. metode Probing prompting untuk mata pelajaran IPA menurut peneliti
merupakan salah satu metode yang nantinya dapat membuat kelas menjadi hidup, karena
siswa akan berlomba lomba dalam menjawab pertanyaan dari guru apabila siswa yang
ditunjuk tidak mampu menjawab.selain itu siswa juga akan berkompetisi dalam
menanggapi jawaban atau pendapat dari temannya. sehingga akan tercipta PAKEM (
pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan )( Tim Sertifikasi,2011).
18
Selain itu siswa akan lebih tertantang dalam mengikuti pembelajaran, mereka lebih
tertarik. apabila ketertarikan siswa terhadap pembelajaran meningkat maka motivasi
mereka juga akan meningkat sehingga pemahaman dan hasil belajar pun meningkat.
Menurut peneliti metode Probing Prompting memiliki kelebihan dan kekurangan
seperti metode lainnya. Kelebihan dari metode Probing Prompting adalah mampu
menmbuat siswa berfikir cepat dan tangkas dalam menemukan idea tau gagasan untuk
memahami suatu konsep, selain itu metode ini juga merupakan metode baru yang
inovatif yang memadukan berbagai metode seperti diskusi, tanya jawab, demonstrasi, dll
sehingga apabila menerapkan metode ini siswa tidak akan merasa bosan karena
pembelajaran berlangsung variatif. Sedangkan kelemahan dari metode ini adalah karena
metode Probing Prompting termasuk metode baru maka dalam menerapkan metode ini
dalam proses pembelajaran guru harus benar benar menuntun siswa agar memahami
alur pembelajaran selain itu sumber belajar yang digunakan untuk menerapkan metode
ini juga harus bervariatif agar dalam memahami suatu konsep siswa bisa berfikir kritis
dan cepat. Sehingga guru harus ekstra kreatif dalam menemukan media yang bervariasi.
Metode ini juga belum memiliki ciri yang spesifik untuk dijadikan sebagai keunggulannya
apabila dalam penerapannya guru kurang kreatif.
2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nur Azizah
(http://digilib.umg.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jipptumg--nurazizah-906) yang
berjudul PENGGUNAAN METODE INQUIRY DENGAN TEKNIK PROBING PROMPTING
PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA POKOK BAHASAN KESEBANGUNAN DI KELAS
IX D SMP YPI DARUSSALAM 1 CERME – GRESIK. Berdasar hasil analisis data dan
pembahasan tentang pembelajaran dengan menggunakan metode probing prompting
dapat disimpulkan bahwa :
1) Metode pembelajaran merupakan cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan
yang telah disusun tercapai secara optimal. Oleh karena itu, penggunaan metode
pembelajaran di gunakan sebagai cara untuk mengatasi masalah penjenjangan jalur
pendidikan.
19
2) Metode pembelajaran ini digunakan untuk membantu peserta didik yang
mengalami kesulitan dalam pemahaman konsep.
3) Melalui metode pembelajaran diharapkan peserta didik dapat berperan aktif dan
belajar bersama-sama dengan bimbingan guru dalam proses belajar mengajar.
4) Metode Inquiry dengan teknik probing prompting merupakan salah satu mtode
yang menjadikan peserta didik sebagai subyek aktif dalam proses belajar, sedangkan guru
sebagai pembimbing yang mengarahkan peserta didik dengan pertanyaan yang
mengarah.
Hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa aktivitas guru dalam mengelola
pemebelajaran dengan menggunakan metode inquiry dengan teknik probing prompting
dikatakan baik, aktivitas peserta didik yang paling dominan dalam kategori menjawab
pertanyaan guru dengan persentase tertinggi 23,8%, peserta didik tuntas belajar sebesar
87,1% sesuai dengan kurikulum SMP YPI Darussalam 1 Cerme-Gresik secara klasikal
ketuntasan belajar tercapai.
Sedangkan berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Fithria Aisyah Rahmawati
yang berjudul MODEL PEMBELAJARAN PROBING-PROMPTING SEBAGAI UPAYA
UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DI
KELAS VIII C SMP N 5 SLEMAN dapat disimpulkan bahwa :
1). Terjadi peningkatan motivasi dan prestasi belajar matematika siswa setelah diberikan
tindakan berupa pembelajaran matematika dengan model pembelajaran probing-
prompting. Pelaksanaan pembelajaran diawali dengan menghadapkan siswa pada
situasibaru, kemudian diskusi siswa, pengajuan pertanyaan oleh guru, siswa diberi waktu
untuk merumuskan jawaban, siswa menjawab pertanyaan, siswa lain memberi
tanggapan atas jawaban
siswa tersebut, kemudian guru mengajukan pertanyaan akhir kepada siswa untuk
menunjukkan bahwa indikator pembelajaran benar-benar telah dipahami dan yang
terakhir siswa member kesimpulan atas materi pelajaran yang diberikan dengan
bimbingan dari guru.
2). Angket motivasi belajar siswa mengalami peningkatan dari pra tindakan yaitu 64,5
dalamkategori sedang menjadi 69,875 dalam kategori tinggi pada siklus I sehingga pada
siklus II menjadi 75,625 dalam kategori tinggi. Hal ini sejalan dengan hasil observasi
20
motivasi belajar siswa kelas VIII C yang mengalami peningkatan dari siklus I yaitu 69,05
dalam kategori tinggi menjadi 75,89 dalam kategori tinggi pada siklus II. Selain itu,
berdasarkan rata-rata nilai hasil tes akhir siklus siswa diketahui prestasi belajar
matematika siswa meningkat dari siklus I sebesar 85,47 menjadi 93,94 pada siklus II.
Selain itu, jumlah siswa yang memperoleh nilai lebih atau sama dengan 70 juga
meningkat dari siklus I yaitu 32 siswa atau 94, 12 % menjadi 33 siswa atau 97,06%.
2.3 Kerangka Berpikir
Penggunaan metode probing prompting untuk mata pelajaran IPA di SD kelas VI akan
dapat menumbuhkan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran sehingga pemahaman
mereka terhadap materi yang sedang disajikan akan meningkat dan hasil belajar yang
diinginkan akan tercapai. Metode Probing Prompting ini dapat membuat suasana kelas
menjadi lebih hidup, tercipta PAIKEM dan terjadi interaksi serta kerjasama sederhana
antar siswa yang dapat mendukung kegiatan pembelajaran.
21
Gambar 2.1
skema kerangka pikir
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka pikir di atas dapat dibuat hipotesis bahwa Metode probing
prompting dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas VI SD N Bulu 01 Kecamatan
Banyuputih Batang Semester I Tahun Pelajaran 2013/2014.
KONDISI
AWAL
TINDAKAN
SIKLUS II
perbaikan proses
pembelajaran sklus I
dengan metode
probing prompting
hasil belajar ≥ KKM
SIKLUS I
penerapan metode probing
prompting
Hasil mningkat tetapi belum tuntas 100 %
PENERAPAN
METODE
PROBING
PROMPTING
KONDISI
AKHIR
HASIL BELAJAR
SISWA RENDAH
KBM
KONVENSIONAL
MELALUI METODE
PROBING PROMPTING
HASIL BELAJAR SISWA
MENINGKAT
≥ KKM
Top Related