1
BAB I
PENDAHULUAN
Tinea korporis merupakan istilah untuk menunjukkan adanya infeksi jamur
golongan dermatofita pada badan, tungkai dan lengan, tetapi tidak termasuk lipat
paha, tangan dan kaki. Sedangkan istilah tinea kruris digunakan untuk infeksi
jamur dermatofita pada daerah kulit lipat paha, daerah pubis, perineum dan
perianal serta gluteus.1,2,3
Tinea korporis dan tinea kruris dapat digolongkan
menjadi tinea glabrosa karena keduanya terdapat pada kulit yang tidak berambut.
Walaupun secara klinis terdapat murni tinea kruris atau korporis, namun bisa
ditemukan tinea kruris et korporis bersamaan.3
Insidensi dermatomikosis di Indonesia masih cukup tinggi. Dari data
beberapa rumah sakit di Indonesia pada tahun 1998 didapatkan persentase
dermatomikosis terhadap seluruh kasus dermatosis bervariasi dari 2,93%
(Semarang) sampai 27,6% (Padang).4 Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar
pada tahun 2008 terdapat 274 (7,02%) kasus baru dermatomikosis superfisialis, 58
kasus (21,16%) diantaranya adalah tinea korporis dan 61 kasus (22,26%) adalah
tinea kruris.
Berikut dilaporkan suatu kasus tinea korporis et kruris yang kronis terjadi
pada seorang perempuan berusia 55 tahun sudah menikah dan bekerja sebagai ibu
rumah tangga, tinggal di Tanjung Pauh Talang Palipa Dusun Mekar Jaya,
Mestong.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Autoanamnesis pada tanggal 12 Februari 2015
Seorang perempuan berusia 55 tahun sudah menikah dan bekerja sebagai
ibu rumah tangga, tinggal di Tanjung Pauh Talang Palipa Dusun Mekar Jaya,
Mestong, datang dengan keluhan ada penebalan kemerahan dan terasa gatal pada
kulit pantat, tungkai bawah kanan dan kiri sejak ± 2 tahun SMRS.
Ketika riwayat perjalanan penyakitnya ditelusuri, didapatkan ± sejak 2 tahun
SMRS, os mengeluh timbul penebalan kulit kemerahan berbentuk lingkaran kecil
sebesar koin Rp. 25,- mula-mula di tungkai bawah kanan. Penebalan tersebut
terasa gatal sehingga os menggaruk penebalan tersebut. Ketika digaruk, penebalan
tersebut semakin melebar bahkan menimbulkan penebalan-penebalan kulit baru
yang tidak beraturan. Gatal pada penebalan kulit tersebut dirasakan hilang timbul.
Ketika os merasakan gatal, os menggaruk penebalan kulitnya, gatal hilang
sebentar kemudian timbul kembali. Gatal akan semakin terasa jika os mencuci
pakaian, setelah mandi, dan di malam hari. Sebaliknya, os merasa gatalnya
berkurang jika di sekitar penebalan dalam keadaan kering. Selain itu, tidak ada
keluhan lain yang dirasakan pada penebalan merahnya, seperti panas (-), nyeri (-),
kebas (-). Os juga tidak mengeluhkan demam (-).
Dua bulan setelah timbul penebalan kemerahan di tungkai bawah kanan,
lalu timbul bercak kemerahan di pantat. Bercak timbul terlebih dahulu di pantat
sebelah kiri. Os mengatakan bahwa bercak kemerahan di pantat awalnya kecil,
berwarna lebih merah daripada yang sekarang, dan terasa gatal. Lalu, os sering
menggaruk-garuknya sehingga bercak semakin melebar dan menebal seperti
sekarang ini bahkan semakin gatal. Gatal semakin terasa jika os keringatan dan
daerah pantat sedang lembab. Untuk keluhan lainnya sama seperti keluhan pada
tungkai bawah kanannya.
Dari awal sakit sampai sekarang, os terbiasa mandi menggunakan sabun
mandi “L” batangan dan dipakai oleh seluruh keluarga. Namun, tidak ada
keluarga lain yang menderita keluhan yang sama. Selain itu, os terbiasa
mengganti pakaian dalamnya setiap kali mandi yaitu dua kali sehari (pagi dan
3
sore). Namun, pakaian rumahnya hanya diganti satu kali sehari. Os jarang
menjemur alat tidurnya. Untuk kebersihan rumah, os terbiasa membersihkannya
sendiri. Os terbiasa menyapu rumah satu kali sehari di pagi hari dan mengepel
satu kali seminggu. Untuk lingkungan sekitar rumahnya, os sudah jarang
membersihkannya karena sudah tidak terlalu kuat. Selain itu, os tidak ada
memelihara binatang apapun.
Os pernah menggunakan sabun khusus untuk gatal-gatal, namun tidak ada
perubahan. Oleh karena itu, os memakai salep yang ia beli sendiri (merk, warna,
dan keterangan lain os lupa). Keluhan tidak hilang sehingga os berobat ke
puskesmas dan diberikan salep (merk, warna, dan keterangan lain os lupa).
Namun, tidak ada perubahan dari pemberian salep tersebut.
Akhirnya ± 1,5 tahun SMRS, Os baru berobat ke RS. Mattaher untuk
berobat yang pertama kalinya. Os diberikan obat oleh dokter yang sama dengan
yang mengobatinya sekarang, Os diberikan obat pil minum dan salep. Setelah
minum obat, keluhan berkurang dan os tidak melakukan kontrol ulang. Beberapa
bulan kemudian, keluhan timbul lagi sehingga os berobat lagi untuk yang kedua
kalinya dengan keluhan yang sama dan diberikan obat lagi. Keluhan gatal yang os
rasakan berkurang sehingga os berhenti memakai obat dan os tidak melakukan
kontrol ulang.
± 3 bulan yang lalu, keluhan menjalar ke paha kiri dan tungkai bawah kiri.
Keluhannya yaitu timbul penebalan di tungkai bawah kiri dan bercak kemerahan
di paha kiri. Selama 3 bulan ini, os tidak menggunakan obat apapun sehingga
bercak dan penebalan semakin hari semakin gatal. Oleh karena itu, os berobat ke
RS Mattaher lagi (berobat yang ketiga kalinya).
Berdasarkan riwayat penyakit dahulu, selain keluhan penyakit ini, os tidak
pernah mengalami keluhan kulit lainnya. Os mengatakan bahwa ia pernah berobat
ke RS ini dan diduga memiliki sakit gula. Os pernah mengalami keputihan
sewaktu remaja sekarang tidak lagi. Selain itu, os tidak pernah mengalami sakit
lainnya seperti alergi (-), hipertensi (-), gangguan ginjal (-).
Berdasarkan riwayat penyakit keluarga, tidak ada anggota keluarga yang
memiliki keluhan yang sama seperti os. Keluhan kulit lainnya juga tidak ada.
4
Pada pemeriksaan fisik status generalis didapatkan keadaan umum os
tampak sakit ringan, kesadaran kompos mentis, vital sign yang didapatkan dari
pemeriksaan yaitu tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 82 x/menit, respirasi 22
x/menit dan suhu 36,5ºC. Pada pemeriksaan fisik kepala : bentuk normocephal
dan tidak terdapat efloresensi pada kepala, pada mata tidak terdapat konjungtiva
anemis maupun sklera ikterik, pupil anisokor kanan-kiri, dan tidak terdapat
efloresensi pada palpebra. THT dalam batas normal dan tidak terdapat adanya
efloresensi. Pada pemeriksaan leher tidak terdapat pembesaran KGB, namun
terdapat ruam. Pada pemeriksaan thorak anterior maupun posterior tidak tampak
efloresensi. Pemeriksaan inspeksi pulmo : tidak terdapat pelebaran sela iga kanan-
kiri, tidak terdapat retraksi ; palpasi : stemfremitus sama kiri-kanan ; perkusi :
sonor kiri-kanan ; auskultasi nafas vesikuler, tidak terdapat ronkhi maupun
wheezing. Pemeriksaan inspeksi jantung : iktus kordis tidak terlihat, palpasi iktus
kordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra, perkusi batas-batas jantung
dalam batas normal dan auskultasi bunyi jantung I/II reguler, tidak terdapat
murmur ataupun gallop. Pada pemeriksaan abdomen; Inspeksi : abdomen datar,
tidak terdapat efloresensi, palpasi teraba supel, tidak terdapat pembesaran hepar
maupun lien, perkusi terdengar timpani dan auskultasi terdengar bising usus
normal. Pada pemeriksaan ekstremitas superior kiri dan kanan akral teraba hangat,
edema (-), dan terdapat ruam pada ekstremitas inferior dekstra-sinistra.
5
Pemeriksaan status dermatologis pada regio gluteus sinistra terdapat plak
eritema sebagian hiperpigmentasi, jumlah solitar, bentuk polisiklik, ukuran 18 x
10 x 0,1 cm - 18 x 12 x 0,1 cm, sirkumskrip. Lesi ditutupi skuama kutikular
diatasnya warna putih. Tepi aktif berupa papul eritema sebagian hiperpigmentasi,
multiple, anular, miliar, konfluens, sirkumskrip, ditutupi skuama kutikular warna
putih. Pada regio 2/3 distal gluteus sinistra, intergluteus, sekitar anus, perineum,
sampai inguinalis bilateral lesi disertai likenifikasi, jumlah multiple, bentuk
polisiklik, ukuran 8 x 6 x 0,1 – 14 x 6 x 0,1 cm, konfluens, sirkumskrip ditutupi
skuama lameral diatasnya warna putih. Tepi aktif berupa papul eritema sebagian
hiperpigmentasi, multiple, anular, miliar, konfluens, sirkumskrip, ditutupi skuama
psoriasiformis warna putih. (Gambar 1)
Pada regio gluteus dekstra terdapat plak eritema, multiple, anular, ukuran 3
x 2 x 0,1 cm, diskret, sirkumskrip. Tepi aktif berupa papul eritema, multiple,
anular, miliar, konfluens, sirkumskrip, ditutupi skuama pitiriasiformis warna
putih. (gambar 1)
Gambar 1. Lesi di regio gluteus
6
Regio femoris posterior sinistra terdapat makula eritematosa, multiple,
anular – polisiklik, ukuran 3 x 2 cm - 10 x 8 cm, diskret, sirkumskrip, ditutupi
skuama kutikular warna putih. Tepi aktif berupa papul eritema, multiple, anular
miliar, konfluens, sirkumskrip, ditutupi skuama pitiriasiformis warna putih.
(Gambar 2)
Gambar 2. Regio femoris
Regio cruris medial sinistra terdapat plak eritematosa, multiple, anular,
ukuran diameter 2-3 cm, diskret, sirkumskrip, tepi aktif berupa papul eritema,
multiple, anular, miliar, diskret, sirkumskrip ditutupi skuama pitiriasiformis warna
putih. (Gambar 3)
Gambar 3. Regio cruris inferior medial sinistra
7
Regio cruris sinistra 1/3 distal lateral terdapat makula hiperpigmentasi,
multiple, anular, ukuran diameter 1 – 2 cm, diskret, sirkumskrip. (Gambar 4)
Gambar 4. Regio cruris sinistra 1/3 distal
Regio cruris dekstra terdapat plak eritematosa, multiple, anular, ukuran 2 –
3 x 0,1 cm, diskret, sirkumskrip. Tepi aktif berupa papul eritema, multiple, anular,
ukuran 0,1 cm, diskret, sirkumskrip ditutupi skuama pitiriasiformis warna putih.
(gambar 5)
Gambar 5. Regio cruris dekstra
8
Hasil Pemeriksaan Penunjang kerokan kulit dengan KOH 10% pada regio
gluteus ditemukan hifa (+), jamur (+). Selain itu, hasil pemeriksaan laboratorium
darah rutin dan glukosa darah dalam batas normal.
Diagnosis banding pada kasus ini adalah eritrasma, kandidiasis, psoriasis,
pitiriasis rosea, neurodermatitits sirkumskripta. Diagnosis kerja pada kasus ini
adalah tinea corporis et cruris. Penatalaksanaan umum adalah memberikan
edukasi pada os yaitu meningkatkan kebersihan badan seperti mandi pakai sabun,
ganti pakaian setiap hari, ganti sprei, ganti handuk dan cuci dengan teratur. Selain
itu, hindari keadaan lembab misalnya hindari pakaian yang tidak menyerap
keringat, hindari pakaian yang panas (karet dan nylon). Selanjutnya, hindari
sumber penularana seperti binatang (kuda, sapi, kucing, anjing) dan kontak pasien
lain (hindari menggunakan pakaian dan alat mandi yang sama dengan anggota)
keluarga lain. Lalu, hindari garukan. Penatalaksanaan secara khusus yaitu sistemik
dan topikal. Obat sistemik diberikan obat oral ketokonazol 200 mg/hari, 1 x 1,
selama 14 hari, pada pagi hari setelah makan. Untuk mengurangi rasa gatalnya
diberikan antihistamin cetirizin 10 mg, 1 x 1, selama 14 hari. Obat topikal yang
diberikan adalah salep yang terbuat dari antimikotik ketokonazol 2% dalam pot 3
x 1 selama 14 hari. Jika ditatalaksana dengan baik, prognosis pada kasus ini quo
ad vitam, fungisonam, sanationam adalah dubia ad bonam.
9
BAB III
PEMBAHASAN
Diagnosis tinea korporis dan kruris pada kasus ini didapat dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dermatologis dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis
diketahui bahwa seorang perempuan berusia 55 tahun sudah menikah dan
bekerja sebagai ibu rumah tangga, tinggal di Tanjung Pauh Talang Palipa Dusun
Mekar Jaya, Mestong, datang dengan keluhan ada penebalan kemerahan dan
terasa gatal pada kulit pantat, tungkai bawah kanan dan kiri sejak ± 2 tahun
SMRS.
Penebalan kulit mula-mula timbul di tungkai bawah kanan, lalu meluas
membentuk bercak di pantat yang lama kelamaan berubah menjadi penebalan, lalu
penebalan juga timbul di tungkai bawah kiri. Penebalan awalnya kecil dan gatal,
lalu digaruk dan akhirnya melebar bahkan menimbulkan penebalan-penebalan
kulit baru yang tidak beraturan. Gatal hilang timbul dan semakin terasa jika os
mencuci pakaian, setelah mandi, dan di malam hari sedangkan di daerah
pantat gatal semakin hebat jika berkeringat dan lembab.
Dari awal sakit sampai sekarang, os terbiasa mandi menggunakan sabun
mandi “L” batangan dan dipakai oleh seluruh keluarga. Selain itu, os terbiasa
mengganti pakaian dalamnya setiap kali mandi yaitu dua kali sehari (pagi dan
sore). Namun, pakaian rumahnya hanya diganti satu kali sehari. Os jarang
menjemur alat tidurnya. Untuk kebersihan rumah, os terbiasa membersihkannya
sendiri. Os terbiasa menyapu rumah satu kali sehari di pagi hari dan mengepel
satu kali seminggu. Untuk lingkungan sekitar rumahnya, os sudah jarang
membersihkannya. Selain itu, os tidak ada memelihara binatang apapun.
Os sudah pernah menggunakan salep yang dibeli sendiri dan salep yang
diberikan dari puskesmas. Selain itu, ini merupakan pengobatan yang ketiga
kalinya karena os biasanya menghentikan pengobatan dan tidak kontrol ulang
jika keluhannya telah berkurang.
Dari anamnesis ini, jika dibahas berdasarkan tinjauan pustaka, didapatkan
gejala klinis yang mengarah ke dermatofitosis yaitu penyakit pada jaringan yang
10
mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan
kuku yang disebabkan golongan jamur dermatofita.5,6
Ada banyak jenis penyakit yang tergolong dalam dermatofitosis, salah
satunya adalah tinea korporis dan tinea kruris. Tinea korporis adalah penyakit
kulit yang disebabkan oleh jamur superfisial golongan dermatofita, menyerang
daerah kulit tak berambut pada wajah, badan, lengan, dan tungkai. Tinea kruris
adalah infeksi jamur dermatofita pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar
anus. 5,6,7
Penyakit pasien ini mengarah kepada tinea corporis et cruris. Hal ini
dikarenakan keluhan utama, tambahan, dan riwayat perjalanan penyakit pasien ini
sesuai dengan tinjauan pustaka gejala klinis dari tinea korporis et kruris yaitu :7
Gejala subjektif : Keluhan gatal, terutama jika berkeringat.
Gejala objektif : Makula hiperpigmentasi / plak dengan tepi
yang lebih aktif. Oleh karena gatal dan digaruk, lesi akan meluas,
terutama pada daerah kulit yang lembap. Pada perjalanan penyakit
kronik dapat dijumpai likenifikasi.
Selain itu, lokalisasi yang dikeluhkan pada pasien ini yaitu di tungkai
bawah kanan dan kiri, pantat dan sekitarnya, serta paha juga sesuai dengan
tinjauan pustaka lokalisasi tinea korporis et kruris.5,7
Dari anamnesis juga didapatkan bahwa pasien ini memiliki karakteristik
epidemiologi untuk terkena tinea korporis et kruris. Pertama, umur pasien,
berdasarkan teori tinea korporis et kruris terjadi pada semua umur, tetapi lebih
sering menyerang orang dewasa.7 Kedua, jenis kelamin, tinea korporis et kruris
bisa menyerang wanita ataupun pria. Ketiga, pasien tinggal di daerah tropis, tinea
korporis et kruris sering terjadi di daerah tropis.7
Pasien ini juga memiliki faktor risiko terjadinya tinea korporis dan kruris.
Faktor risiko tersebut adalah kurangnya kebersihan pada pasien7
yang ditandai
dengan penggunaan alat mandi yang sama dengan anggota keluarga lainnnya, alat
tidur yang jarang dijemur, pakaian rumah yang hanya diganti satu kali sehari dan
11
lingkungan yang jarang dibersihkan. Selain itu, pasien ini sering menghentikan
pengobatan dan tidak kontrol ulang sehingga pengobatan tidak efektif.
Pemeriksaan fisik pada kasus ini dalam batas normal dan pemeriksaan
dermatologinya ditemukan :
Pemeriksaan status dermatologis pada regio gluteus sinistra terdapat plak
eritema sebagian hiperpigmentasi, jumlah solitar, bentuk polisiklik, ukuran 18 x
10 x 0,1 cm - 18 x 12 x 0,1 cm, sirkumskrip. Lesi ditutupi skuama kutikular
diatasnya warna putih. Tepi aktif berupa papul eritema sebagian hiperpigmentasi,
multiple, anular, miliar, konfluens, sirkumskrip, ditutupi skuama kutikular warna
putih. Pada regio 2/3 distal gluteus sinistra, intergluteus, sekitar anus, perineum,
sampai inguinalis bilateral lesi disertai likenifikasi, jumlah multiple, bentuk
polisiklik, ukuran 8 x 6 x 0,1 – 14 x 6 x 0,1 cm, konfluens, sirkumskrip ditutupi
skuama lameral diatasnya warna putih. Tepi aktif berupa papul eritema sebagian
hiperpigmentasi, multiple, anular, miliar, konfluens, sirkumskrip, ditutupi skuama
psoriasiformis warna putih. (Gambar 1)
Pada regio gluteus dekstra terdapat plak eritema, multiple, anular, ukuran 3
x 2 x 0,1 cm, diskret, sirkumskrip. Tepi aktif berupa papul eritema, multiple,
anular, miliar, konfluens, sirkumskrip, ditutupi skuama pitiriasiformis warna
putih. (gambar 1)
Regio femoris posterior sinistra terdapat makula eritematosa, multiple,
anular – polisiklik, ukuran 3 x 2 cm - 10 x 8 cm, diskret, sirkumskrip, ditutupi
skuama kutikular warna putih. Tepi aktif berupa papul eritema, multiple, anular
miliar, konfluens, sirkumskrip, ditutupi skuama pitiriasiformis warna putih.
(Gambar 2)
Regio cruris medial sinistra terdapat plak eritematosa, multiple, anular,
ukuran diameter 2-3 cm, diskret, sirkumskrip, tepi aktif berupa papul eritema,
multiple, anular, miliar, diskret, sirkumskrip ditutupi skuama pitiriasiformis warna
putih. (Gambar 3)
Regio cruris sinistra 1/3 distal lateral terdapat makula hiperpigmentasi,
multiple, anular, ukuran diameter 1 – 2 cm, diskret, sirkumskrip. (Gambar 4)
Regio cruris dekstra terdapat plak eritematosa, multiple, anular, ukuran 2 –
3 x 0,1 cm, diskret, sirkumskrip. Tepi aktif berupa papul eritema, multiple, anular,
12
ukuran 0,1 cm, diskret, sirkumskrip ditutupi skuama pitiriasiformis warna putih.
(gambar 5)
Pemeriksaan dermatologi ini sesuai dengan tinjauan pustaka efloresensi
tinea korporis et kruris yaitu :
1. Lesi dapat berbentuk makula / plak yang merah / hiperpigmentasi.
Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong
berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama kadang - kadang dengan
vesikel dan papul ditepi. Daerah tengahnya lebih tenang. Kadang -
kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi – lesi pada
umumnya merupakan bercak – bercak terpisah satu dengan yang
lain. Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi dengan pinggir –
pinggir yang polisiklik karena beberapa lesi kulit menjadi satu.
2. Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang mendadak biasanya
tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh
dan bersama-sama dengan kelainan pada sela paha. Dalam hal ini
disebut tinea corporis et cruris atau sebaliknya tinea cruris et corporis.
3. Garukan terus-menerus dapat menimbulkan gambaran penebalan
kulit. Apabila kelainan menjadi menahun maka efloresensi yang nampak
hanya macula yang hiperpigmentasi disertai skuamasi dan likenifikasi.5,6,7
Hasil Pemeriksaan penunjang kerokan kulit dengan KOH 10% pada regio
gluteus ditemukan hifa (+), jamur (+). Selain itu, hasil pemeriksaan laboratorium
darah rutin dan glukosa darah dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang
kerokan kulit dengan KOH 10% sesuai dengan tinjauan pustaka yaitu positif bila
memperlihatkan elemen jamur berupa hifa panjang dan artrospora. (gambar 6)
13
Gambar hifa panjang pada pemeriksaan mikroskopis dari bagian tepi
lesi dalam KOH 10%.8
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan dermatologi, dan pemeriksaan
penunjang dapat disimpulkan diagnosis pada kasus ini adalah tinea korporis et
kruris. Pada kasus ini, diagnosis bandingnya adalah : eritrasma, kandidiasis,
psoriasis, pitiriasis rosea, neurodermatitits sirkumskripta. Untuk memastikan
diagnosis dengan pemeriksaan penunjang. Namun, untuk membedakannya secara
klinis dengan tinea korporis et kruris terlihat sebagai berikut :5,6,7
Penyakit Persamaan Perbedaan
Eritrasma Berlokalisasi di sela
paha.
Efloresensi yang sama
yaitu eritema dan
skuama.
Teraba panas seperti kena cabai.
Terkadang terdapat erosif.
Sulit dibedakan sehingga membutuhkan
sinar wood. Fluoresensi merah bata yang
khas disinari dengan sinar wood.
Kandidiasis
Berlokalisasi di sela
lipat paha.
Gatal
Memiliki konfigurasi hen and chicken.
Bisanya vesikel-vesikel atau pustul-
pustul.
Basah dan berkrusta.
Pada wanita ada flour albus.
Psoriasis Plak eritematosa
berbatas tegas ditutupi
skuama.
Lokalisasi di sela
paha.
Biasanya ada tempat predileksi lain yaitu
pada daerah ekstensor yaitu lutut, siku
dan punggung.
Lesi biasanya lebih merah.
Skuama nya lebih tebal, berlapis-lapis dan
14
berwarna putih mengkilat.
Terdapat tiga fenomena yaitu :
- Bila di gores dengan benda tumpul
menunjukkan tanda tetesan lilin.
- Kemudian bila skuama dikelupas satu
demi satu sampai dasarnya akan tampak
bintik-bintik perdarahan,dikenal dengan
nama Auspitz sign.
- Adanya fenomena Koebner / reaksi
isomorfik yaitu timbul lesi-lesi yang sama
dengan kelainan psoriasis akibat bekas
trauma / garukan.
Pitiriasis rosea Makula eritematosa
dengan tepi sedikit
meninggi, ada papula,
skuama
Distribusi kelainan kulitnya biasanya
simetris dan terbatas pada tubuh dan
bagian proksimal anggota badan.
Sulit dibedakan dengan tinea korporis,
adanya herald patch dapat
membedakannya dengan tinea korporis.
Diameter panjang lesi menuruti garis
kulit.
Neurodermatitis
sirkumsripta
Makula eritematosa
berbatas tegas
Ada likenifikasi
Daerah predileksinya terutama pada
daerah tengkuk, lipat lutut, dan lipat siku.
Kadang-kadang terdapat ekskoriasi.
Sulit dibedakan, mikroskopis tinea
korporis ditemukan elemen jamur.
Penatalaksanaan pada kasus ini terdiri atas penatalaksanaan umum dan
khusus. Penatalaksanaan umum adalah memberikan edukasi pada os yaitu
meningkatkan kebersihan badan seperti mandi pakai sabun, ganti pakaian setiap
hari, ganti sprei, ganti handuk dan cuci dengan teratur. Selain itu, hindari keadaan
lembab misalnya hindari pakaian yang tidak menyerap keringat, hindari pakaian
yang panas (karet dan nylon). Selanjutnya, hindari sumber penularan seperti
binatang (kuda, sapi, kucing, anjing) dan kontak pasien lain (hindari
menggunakan pakaian dan alat mandi yang sama dengan anggota) keluarga lain.
Lalu, hindari garukan. Penatalaksanaan secara khusus yaitu sistemik dan topikal.
Obat sistemik diberikan obat oral ketokonazol 200 mg/hari, 1 x 1, selama 14 hari,
pada pagi hari setelah makan. Untuk mengurangi rasa gatalnya diberikan
antihistamin cetirizin 10 mg, 1 x 1, selama 14 hari. Obat topikal yang diberikan
15
adalah salep yang terbuat dari antimikotik ketokonazol 2% dalam pot 3 x 1 selama
14 hari.
Obat sistemik yang diberikan pada kasus ini adalah obat oral ketokonazol
200 mg/hari, 1 x 1, selama 10 hari, pada pagi hari setelah makan. Obat sistemik
diberikan dengan alasan lesi sudah meluas dan menutupi sebagian bagian tubuh
dan terapi topikal tidak memberikan perubahan yang berarti.9 Ketokonazol dipilih
karena berdasarkan tinjauan pustaka, obat ini efektif untuk dermatofitosis dan
lebih mudah diabsorbsi dan lebih murah dibanding imidazol dan obat lainnya.10
Selain itu, jika dibandingkan dengan griseofulvin obat ini efeknya lebih baik dan
lebih terbaru.11
Diberikan cukup 14 hari karena diharapkan efek terapi telah terjadi dalam
14 hari dan mencegah terjadinya efek samping hepatotoksik jika diberikan lebih
dari 10 - 14 hari.5
Untuk mengurangi rasa gatalnya diberikan antihistamin antagonis H1
generasi kedua yaitu cetirizin 10 mg, 1 x 1, selama 14 hari. Berdasarkan teori,
untuk mengurangi rasa gatal pemberian antihistamin sangat diperlukan.
Pemberian antihistamin yang digunakan adalah antihistamin golongan antagonis
H1. Antagonis H1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitifitas atau
keadaan lain yang disertai pelepasan histamin endogen berlebihan.10
Antagonis H1 dapat merangsang maupun menghambat SSP. Efek samping
yang kadang-kadang terlihat biasanya ialah insomnia, gelisah dan eksitasi. Selain
itu, antagonis H1 berguna untuk mengobati alergi tipe eksudatif akut misalnya
pada urtikaria. Efeknya bersifat paliatif, membatasi dan menghambat efek
hisatamin yang dilepaskan sewaktu reaksi antigen-antibodi terjadi. Antihistamin
H1 generasi pertama pada ummnya menimbulkan efek samping sedasi dan
mempunyai efek seperti senyawa kolinergik dan adrenergik yang tidak
diinginkan. Contoh anthistamin antagonis h1 generasi pertama adalah
klofeniramin maleat. Oleh karena itu, dikembangkan antagonis h1 generasi kedua,
seperti cetirizin HCl dan loratadin. Antihistamin h1 yang ideal adalah bila
memenuhi syarat sebagai berikut : 10,12
1. Senyawa mempunyai afinitas yang tinggi terhadap reseptor h1.
2. Tidak menimbulkan efek sedasi.
16
3. Afinistas rendah terhadap reseptor kolinergik dan adrenergik.
Generasi pertama seperti golongan kloreniramin maleat biasanya
menimbulkan rasa kantuk yang hebat serta memiliki dampak kurang nyaman pada
pasien seperti jantung berdebar-debar. Berbeda dengan antihistamin generasi
pertama, anthistamin generasi terbaru umumnya bersifat mengurangi efek sedasi
dan sebagian lagi bersifat antiinflamasi ringan. Antihistamin generasi kedua
seperti Cetirizin HCL dan loratadin lebih sedikit menimbulkan efek sedasi pada
pasien dibandingkan generasi pertama. Selain itu, antihistamin generasi kedua ini
tidak menimbulkan rasa berdebar-debar dan penggunaannya cukup sekali sehari.
Cetirizin relatif lebih aman diberikan jangka panjang, mengingat obat
antihistamin diberikan jika diperlukan saja. Cetirizin menurunkan gejala urtikaria
berupa bentol-bentol kemerahan lebih besar dibandingkan dengan Loratadin.
Pengurangan bentol-bentol dengan Cetirizin mencapai 95% dibandingkan 70%
dengan Loratadin. Sedangkan kemerahan berkurang 90% dengan pemberian
Cetirizin dibandingkan dengan 62% pemberian Loratadin.
Oleh karena itu, berdasarkan kasus, pemberian Cetirizin untuk mengurangi
rasa gatal sudah sesuai dengan tinjauan kepustakaan di atas.
Obat topikal yang diberikan pada kasus ini adalah salep yang terbuat dari
antimikotik ketokonazol 2% dalam pot. Fungsi dari pemberian obat topikal ini
adalah :
1. Memperoleh reaksi lokal dari obat ini.
2. Mempertahankan hidrasi lapisan kulit.
3. Melindungi permukaan kulit, mengurangi iritasi lokal.
4. Mengatasi infeksi.
Alasan diberikan salep ketokonazol adalah ketokonazol kerjanya mirip
dengan mikonazol dan meliputi banyak fungi patogen berkhasiat fungisid kuat
dengan spektrum kerja lebar sekali. Selain itu, obat ini lebih aktif dan efektif
terhadap dermatofit biasa dan kandida daripada fungistatika lainnya dan lebih
murah. 10
Pada kasus ini diberikan dalam bentuk salep karena lesi pada kasus ini
sifatnya kering pada prinsipnya dermatosis kering diberikan vehikulum yang
17
kering. Salep ialah bahan berlemak atau seperti lemak, yang pada suhu kamar
berkonsistensi seperti mentega. Bahan dasar biasanya vaselin, tetapi dapat pula
lanolin atau minyak. Indikasinya adalah dermatosis yang kering dan kronik,
dermatosis yang dalam dan kronik dan dermatosis yang bersisik dan berkrusta.
Kontraindikasinya adalah dermatitis madidans. Jika kelainan kulit terdapat pada
bagian badan yang berambut, penggunaan salep tidak dianjurkan dan salep jangan
dipakai di seluruh tubuh.5
Pada kasus ini diberikan 3 kali karena berdasarkan
tinjauan pustaka efek terapi pemberian obat ini akan tercapai jika diberikan 2-4
kali per hari.10
Pada kasus ini tidak diberikan antibiotik. Hal ini dikarenakan, dari tinjauan
pustaka diketahui bahwa antibiotik hanya diberikan jika ada tanda-tanda infeksi
sekunder. Pada kulit jika timbul infeksi sekunder, maka ruam pada kulit akan
menjadi polimorf (pustul, eskoriasi, dan lain-lain) dan disertai demam ataupun
pembesaran kelenjar getah bening. Antibiotik bisa diberikan topikal ataupun oral.
Umumnya diberikan golongan penisilin dan turunannya. Oleh karena itu, pada
kasus ini tidak diberikan antibiotik sudah sesuai dengan tinjauan pustaka.
Prognosis tinea korporis dan kruris berdasarkan teori adalah Jika
ditatalaksana dengan baik, prognosis pada kasus ini quo ad vitam, fungisonam,
sanationam adalah dubia ad bonam. 7
Pada kasus ini juga berlaku hal yang sama,
jika pasiennya melakukan edukasi yang dianjurkan dan menggunakan obat
dengan tepat prognosis pada kasus ini quo ad vitam, fungisonam, sanationam
adalah dubia ad bonam.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Goedadi M, Suwito PS. Tinea Korporis dan Tinea Kruris. In : Budimulja
U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, editors.
Dermatomikosis Superfisialis, 2nd Ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,
2004, p : 31-35
2. Adiguna MS. Epidemiologi Dermatomikosis di Indonesia. In : Budimulja
U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, editors.
Dermatomikosis Superfisialis, 2nd Ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,
2004, p : 1-6
3. Register Pasien Poliklinik Kulit dan Kelamin Divisi Mikologi RS Sanglah
Denpasar 2008
4. Kuswadji, Budimulja U. Penatalaksanaan Dermatofitosis di Indonesia.
MDVI 1997;24(1):36-39
5. Djuanda A dkk.:Hamzah M dkk, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Edisi Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.
hal. 95-99.
6. Wolf K et.al. Fitzpatrick dermatology ini general medicine. Ed 7th
. New
York University.
7. Siregar R. S Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta:
EGC; 2004. hal. 13-15.
8. Gadithya GD. Jurnal laporan kasus tinea korporis et kruris.2013
9. Selven T. Comparative evaluation of newer topical antifungal agents in the
treatment of superficial fungal infections (tinea or dermatophytic).
International research journal of pharmacy. 2013
10. Nafrialdi, Setawati A. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI; 2007
11. Amierezza E, et al. Comparative efficiency of Itraconazole and
Griseofulvin in the treatment of tinea corporis and cruris. Scholars
research library.Iran.2012
12. Jauregui I Ferrer M, Montoro J, Davila I, Batra J, Del C A, et al.
Antihistamin in the treatment of chronic urticaria. J investig Allergolclin
Immunol. 2007; 17 Suppl 2:41-52.