Isolasi dan Identifikasi Senyawa Tanin dari Ekstrak Kasar Daun A. bilimbi L dari
Berbagai Eluen dengan Kromatografi Lapis Tipis sebagi Penghambat Aktivitas Xanthin
Oksidase
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit asam urat sudah dikenal sejak 2000 tahun yang lalu dan menjadi salah satu
penyakit tertua yang dikenal manusia. Penyakit asam urat sangat berhubungan dengan
hiperurisemia. Hiperurisemia adalah peningkatan kadar asam urat di atas nilai normal dan
dipengaruhi oleh tingginya konsumsi makanan yang kaya akan purin seperti jeroan, kacang –
kacangan, makanan hasil laut dan makanan hasil fermentasi (Owen & Jhons, 1999).
Di Amerika jumlah penderita asam urat sekitar 8 juta orang, sedangkan di Indonesia
penelitian tentang jumlah penderita asam urat baru dilakukan untuk daerah – daerah tertentu.
Penelitian lapangan yang dilakukan oleh penduduk Kota Denpasar Bali mendapatkan
prevalensi hiperurisemia sebesar 18.2% (Wisesa dan Suastika, 2009). Sedangkan di Salem
pada bulan Februari sampai April 2009 tercatat 200 orang yang memeriksakan kadar asam
uratnya dan dari hasil pemeriksaan ditemukan sekitar 46 orang atau 23% mengalami kadar
asam urat diatas normal. Kemudian bulan Juni sampai Agustus 2009 tercatat 120 orang yang
memeriksakan kadar asam uratnya dan dari hasil pemeriksaan ditemukan 35 orang atau
29,75% mengalami kadar asam urat diatas normal. Dari data tersebut didapat bahwa selama
kurun waktu 3 – 4 bulan ditemukan kenaikan pemeriksaan kadar asam urat dengan hasil
diatas normal sebesar 6,75% (Data terolah Puskesmas Kecamatan Salem, 2009). Jika dilihat
dari data – data diatas maka kemungkinan masyarakat terkena penyakit asam urat semakin
meningkat.
Asam urat merupakan hasil akhir dari metabolisme purin. Pada reaksi tersebut, purin
yang dikandung oleh makanan akan diubah menjadi hipoxantin, selanjutnya akan terjadi
reaksi pembentukan xantin dari hipoxantin yang dikatalis oleh enzim Xantin Oxidase (XO).
Xantin yang terbentuk akan teroksidasi menjadi asam urat dalam reaksi yang juga dikatalisis
oleh enzim xantin oxidase (Murray, et al, 2003). Jadi xantin oxidase mengkatalis reaksi
hipoxantin dan xantin menjadi asam urat (Pacher; Nivorozhkin; dan Szabo, 2006).
Dewasa ini obat sintetik yang digunakan dalam pengobatan penyakit asam urat adalah
allopurinol (Connor, 2009). Allopurinol merupakan obat medis yang digunakan untuk
menghambat enzim xantin oxidase. Obat ini bereaksi sebagai inhibitor kompetitif terhadap
substrat pada enzim tersebut (Astari, 2008). Walaupun allopurinol merupakan obat yang
efektif untuk mengobati penyakit asam urat, tetapi tidak dapat dihindari bahwa obat sintetik
ini dapat menimbulkan efek samping yang merugikan bagi penggunanya, yaitu alergi, kulit
menjadi kemerahan, gangguan saluran cerna, depresi sumsum tulang, anemia,
trombositopenia dan radang hati (Ganiswarna, 1995). Oleh karena itu dicari suatu senyawa
dari tanaman obat yang memiliki kemampuan untuk menghambat aktivitas xantin oxidase
dan memberikan efek samping yang rendah. Senyawa tanin dan flavonoid pada tanaman obat
dapat berperan sebagai anti asam urat dengan menghambat kerja xantin oxidase (Cos et al.
1998; Milan et al.2004).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Andrian (2013) menyimpulkan bahwa proses
ekstraksi senyawa tanin pada daun putri malu dengan metode sonikasi menghasilkan yield
ekstrak sebesar 3.9% untuk pelarut akuades, 2.4% untuk pelarut aseton 70% dan 1.5% untuk
pelarut etanol 70%. Penelitian yang dilakukan oleh Yenny (2013) menyatakan bahwa
ekstraksi senyawa tanin daun jambu biji dengan metode sonikasi diperoleh yield dari ekstrak
aseton 70%, etanol 70% dan akuades berturut turut adalah 8.1%, 7.4% dan 6.3%. sedangkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Latifani (2013) menyimpulkan bahwa kadar tanin daun
belimbing wuluh pada ekstrak kasar etanol 70%, aseton 70% dan aquadest dengan metode
yang sama yaitu sonikasi adalah 3.12%, 2.86% dan 2.53%. dari ketiga hasil penelitian
tersebut dapat disimpulkan bahwa kadar senyawa tanin diperoleh paling banyak berturut –
turut dari daun jambu biji, belimbing wuluh dan putri malu dengan pelarut aseton 70%. Dari
hasil tersebut penulis memutuskan untuk menggunakan daun belimbing wuluh, karena
presepsi masyarakat selama ini yang mempunyai penilaian bahwa daun jambu biji biasanya
digunakan sebagai obat diare.
Tanaman belimbing wuluh dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari – hari. Bagian
yang dapat digunakan diantaranya bunga, buah, daun dan batangnya. Bunga belimbing wuluh
digunakan sebagai obat batuk dan sariawan. Buah belimbing wuluh dapat digunakan sebagai
bumbu masak, juga dapat digunakan sebagai obat menurunkan darah tinggi, gusi berdarah,
jerawat dan batuk. Secara tradisional daun belimbing wuluh dapat digunakan sebagai obat
batuk, kompres pada sakit gondongan, obat rematik, antidiare, sedangkan batang belimbing
wuluh dapat digunakan sebagai obat sakit perut (Atang, 2009).
Berdasarkan hasil pemeriksaan kandungan kimia yang dilakukan Herlih (1993)
menunjukkan bahwa daun belimbing wuluh mengandung tanin, sulfur, asam format,
peroksida, kalsium oksalat dan kalsium sitrat. Kadar tanin yang tinggi pada simplisia daun
belimbing wuluh muda adalah 1.6% dan pada daun belimbing wuluh tua sebesar 1.28%
(Nurliana, 2006). Lidyawati (2006) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa kadar tanin pada
daun belimbing wuluh sebesar 26.2%. Isolasi tanin dari daun belimbing wuluh dapat
dilakukan dengan pengambilan daun belimbing wuluh sekitar 20 cm dari pucuk daun,
sehingga tanpa merusak pertumbuhan dapat diperoleh tanin dari daunnya (Amnur, 2008).
Pansera (2004) menyatakan bahwa proses yang digunakan untuk mengekstrak tanin
adalah ekstraksi superkritikal fluida. Namun, hasil yang diperoleh dari proses ini tidak
memperoleh hasil yang baik. Uji coba mengekstrak tanin dengan ekstraksi soxhlet
menggunakan beberapa pelarut diantaranya etanol, dimetil eter, dan n-heksan, hasil
percobaan yang dipantau dengan kromatografi lapis tipis menunjukkan bahwa dimetil eter
dan n-heksan tidak dapat melarutkan senyawa tanin, sedangkan etanol dapat melarutkan
senyawa tanin.
Mengingat potensi senyawa tanin dan tingginya kandungan tanin di dalam tanaman
belimbing wuluh, maka menarik untuk dilakukan senyawa tanin dari daun belimbing wuluh
dengan metode sonikasi, kemudian dengan kromatografi lapis tipis kualitatif dan preparatif.
Identifikasi senyawa tanin dilakukan dengan spektofotometri UV-Vis
1.2 Rumusan Masalah
1. Eluen apakah yang paling baik dalam pemisahan ekstrak kasar senyawa tanin dari daun
belimbing wuluh (A. bilimbi ) dengan kromatografi lapis tipis?
2. Jenis senyawa tanin apa yang terdapat dalam ekstrak daun belimbing wuluh dari hasil
pemisahan dengan kromatografi lapis tipis?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui eluen terbaik dalam pemisahan ekstrak kasar senyawa tanin dari daun
belimbing wuluh (A. bilimbi ) dengan kromatografi lapis tipis.
2. Mengetahui jenis senyawa tanin yang terdapat dalam ekstrak daun belimbing wuluh dari
hasil pemisahan dengan kromatografi lapis tipis.