Refrat
APENDICITIS AKUT
OLEH :
Disusun oleh:
Asih Anggraini G99141082
Larissa Amanda G99141091
Pembimbing:
dr. Junardi, Sp.B, FinaCS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD PANDANARANG BOYOLALI
2015
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Apendiks merupakan organ digestif yang terletak pada rongga abdomen
bagian kanan bawah. Apendiks berbentuk tabung dengan panjang ksaran 10 cm dan
berpangkal utama di sekum. Apendiks memiliki beberapa kemungkinan posisi,
yang didasarkan pada letak terhadap struktur-struktur sekitarnya, seperti sekum
dan ileum. 30% terletak pelvikum artinya masuk ke rongga plevis, 65% terletak di
belakang sekum, 2% terletak preileal, dan kurang dari 1% yang terletak retroileal. 1,2
Gambar 1. Lokasi Apendiks1 Gambar 2. Variasi Letak Apendiks1
Apendiks mendapatkan persarafan otonom parasimpatis dari nervus vagus
dan persarafan simpatis dari nervus torakalis X. Persarafan ini yang menyebabkan
radang pada apendiks akan dirasakan periumbilikal. Vaskularisasi apendiks
adalah oleh arteri apendikularis yang tidak memiliki kolateral.2,3
Fungsi apendiks dalam tubuh manusia sampai saat ini masih belum
sepenuhnya dipahami. Salah satu yang dikatakn pentik adalah terjadi produksi
imunglobulin oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang menghasilkan
IgA. GALT ini sama dengan lapisan pada sepanjang saluran cerna lainnya.
Karena jumlahnya yang sedikit dan minimal,pengangkatan apendiks dikatakan
tidak mempengaruhi sistem perhanan mukosa saluran cerna. Apendiks juga
menghasilkan lendir sebanyak 1-2 mL setiap harinya. Aliran ini akan dialirkan ke
sekum dan berperan untuk menjaga kestabilan mukosa apendiks. Apendisitis
seringkali terjadi karena gangguan aliran cairan apendiks ini.1,2,4
2
B. PATOFISIOLOGI
Apendisitis akut secara umum terjadi karena proses inflamasi pada apendiks
akibat infeksi. Penyebab utama terjadinya infeksi adalah karena terdapat obstruksi.
Obstruksi yang terjadi mengganggu fisiologi dari aliran lendir apendiks, dimana
menyebbakan tekanan intralumen meningkat sehingga terjadi kolonisasi bakteri
yang dapat menimbulkan infeksi pada daerah tersebut. Pada sebagaian kecil kasus,
infeksi dapat terjadi semerta-merta secara hematogen dari tempat lain sehingga tidak
ditemukan adanya obstruksi.4,5
Infeksi terjadi pada tahap mukosa yang kemudian melibatkan seluruh
dinding apendiks pada 24-48 jam pertama. Adaptasi yang dilakukan tubuh terhadap
inflamasi lokal ini adalah menutup apendiks dengan struktur lain yaitu omentum,
usus halus, dan adneksa. Hal ini yang menyebabkan terbentuknya masa
periapendikuler, yang disebut juga infiltrat apendiks. Pada infilitrat apendiks,
terdapat jaringan nekrotik yang dapat saja terbentuk menjadi abses sehingga
menimbulkan risiko perforasi yang berbahaya pada pasien apendisits. Pada sebagian
kasus, apendisitis dapat melewati fase akut tanpa perlu dilakukannya operasi. Akan
tetapi, nyeri akan seringkali berulang dan menyebabkan eksaserbasi akut sewaktu-
waktu dan dapat langsung berujung pada komplikasi perforasi. Pada anak-anak dan
geriatri, daya tahan tubuh yang rendah dapat meyebabkan sulitnya terbentuk
infiltrat apendisitis sehingga risiko perforasi lebih besar.,3,4,6
C. ETIOLOGI
Sesuai dengan patofisiologi apendisitis akut, etiologi dari penyakit ini yang
berhubungan dengan sumbatan pada lumen apendiks.2,3,7
Hal-hal yang dapat menyebabkan, antara lain :
1. Hiperplasia jaringan limfa
2. Masa fekalith
3. Sumbatan oleh cacing ascaris
4. Sumbatan karena fungsional, yang terjadi karena kurangnya makanan
berserat sehingga menimbulkan konstipasi. Konstipasi menyebabkan
peningkatan pertumbuhan flora normal kolon.
3
5. Keruskaan struktur sekitar, seperti erosi mukosa apendiks akibat infeksi
Entamoeba hystolitica.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri Perut
Nyeri perut merupakan keluhan utama yang biasanya dirasakan pasien
dengan apendisitis akut. Karakteristik nyeri perut penting untuk diperhatikan
klinisi karena nyeri perut pada apendisitis memiliki ciri-ciri dan perjalanan
penyakit yang cukup jelas.2,7,9
Nyeri pada apendisitis muncul mendadak (sebagai salah satu jenis dari
akut abdomen) yang kemudian nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul.
Nyeri merupakan suatu nyeri viseral yang dirasakan biasanya pada daerah
epigastrium atau periumbilikus. Nyeri viseral terjadi terus menerus kemudian
nyeri berubah menjadi nyeri somatik dalam beberapa jam. Lokasi nyeri somatik
umumnya berada di titik McBurney, yaitu pada 1/3 lateral dari garis khayalan
dari spina iliaka anterior superior (SIAS) dan umbilikus. Nyeri somatik
dirasakan lebih tajam, dengan intesitas sedang sampai berat. Pada suatu
metaanalisis, ditemukan bahwa neyri perut yang berpindah dan berubah dari
viseral menjadi somatik merupakan salah satu bukti kuat untuk menegakkan
diagnosis apendisitis.2,3,8
Sesuai dengan anatomi apendiks, pada beberapa manusia letak apendiks
berada retrosekal atau berada pada rongga retroperitoneal. Keberadaan apendiks
retrosekal menimbulkan gejala nyeri perut yang tidak khas apendisitis
karena terlindungi sekum sehingga rangsangan ke peritoneum minimal. Nyeri
perut pada apendisitis jenis ini biasanya muncul apabila pasien berjalan dan
terdapat kontraksi musculus psoas mayor secara dorsal.2,3
2. Mual dan Muntah
Gejala mual dan muntah sering menyertai pasien apendisitis. Nafsu
makan atau anoreksia merupakan tanda-tanda awal terjadinya apendisitis.2,3
3. Gejala Gastrointestinal
4
Pada pasien apendisitis akut, keluhan gastrointestinal dapat terjadi baik
dalam bentuk diare maupun konstipasi. Pada awal terjadinya penyakit, sering
ditemukan adanya diare 1-2 kali akibat respons dari nyeri viseral. Diare terjadi
karena perangsangan dinding rektum oleh peradangan pada apendiks pelvis atau
perangsangan ileum terminalis oleh peradangan apendiks retrosekal. Akan
tetapi, apabila diare terjadi terus menerus perlu dipikirkan terdapat penyakit
penyerta lain. Konstipasi juga seringkali terjadi pada pasien apendisitis, terutama
dilaporkan ketika pasien sudah mengalami nyeri somatik.2,3,9
E. TANDA
1. Keadaan Umum
Secara umum, pasien apendisitis akut memiliki tanda-tanda pasien
dengan radang atau nyeri akut. Takikardia dan demam ringan-sedang sering
ditemukan. Demam pada apendisitis umumnya sekitar 37,5 – 38,5°C. Demam
yang terus memberat dan mencapai demam tinggi perlu dipikirkan sudah
terjadinya perforasi.2,3,9
2. Keadaan Lokal
Pada apendisitis, tanda-tanda yang ditemukan adalah karena
perangsangan langsung pada peritoneum oleh apendiks atau perangsangan tidak
langsung. Perangsangan langsung menyebabkan ditemukannya nyeri tekan dan
nyeri lepas pada perut kanan bawah, terutama pada titik McBurney. Selain itu
pada inspeksi dan palpasi abdomen akan mudah dilihat terdapat deffense
muscular sebagai respons dari nyeri somatik yang terjadi secara lokal.3,8,9
Perangsangan tidak langsung ditunjukkan oleh beberapa tanda, antara
lain Rovsing sign yang menandakan nyeri pada perut kiri bawah apabila
dilakukan penekanan pada titik McBurney. Begitupula Blumberg sign adalah
nyeri pada perut kiri bawah apabila dilakukan pelepasan pada titik McBurney.2,3
Pada apendisitis retrosekal, tanda-tanda umum di atas seringkali tidak
muncul akan tetapi dapat cukup khas ditegakkan dengan Psoas sign dan
Obturator sign. Tanda psoas adalah nyeri timbul apabila pasien melakukan
ekstensi maksimal untuk meregangkan otot psoas. Secara praktis adalah dengan
fleksi aktif sendi panggul kanan kemudian paha kanan diberikan tahanan. Hal ini
5
akan menimbulkan rangsangan langsung antara apendiks dengan otot psoas
sehingga timbul nyeri. Tanda obturator muncul apabila dilakukan fleksi dan
endorotasi sendi panggul yang menyebabkan apendiks bersentuhan
langsung dengan muskulus obturator internus. Biasanya untuk mengetahui
terdapat tanda psoas maupun obturator, dapat pula diperdalam mengenai
timbulnya nyeri saat berjalan, bernafas, dan beraktivitas berat.3,7,8
F. DIAGNOSIS
Diagnosis apendisitis bergantung pada penemuan klinis, yaitu dari
anamnesis mengenai gejala-gejala dan pemeriksaan fisik untuk menemukan tanda-
tanda yang khas pada apendisitis. Anamnesis mengenai gejala nyeri perut beserta
perjalanan penyakitnya, gejala penyerta seperti mual-muntah-anoreksia, dan ada
tidaknya gejala gastrointestinal.2,5
Pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh karena tanda-tanda vital juga
sudah dapat mengarah ke diagnosis apendisitis. Takikardia dan demam sedang
merupakan tanda- tanda yang sering ditemukan. Pada pemeriksaan gigi dan mulut,
sering ditemukana adanya lidah kering dan terdapat fethor oris. Pada pemeriksaan
abdomen dilakukan cermat pada tiap tahap. Dari auskultasi sering ditemukan bising
usus menurun karena terjadi ileus paralitik. Pada inspeksi, dapat ditemukan bahwa
dinding perut terlihat kaku dan kemudian dikonfirmasi dengan palpasi. Pada palpasi,
ditemukan nyeri tekan dan nyeri lepas serta terdapat tahanan (deffense muscular).
Palpasi dilakukan pada beberapa titik diagnostik apendisitis yaitu titik McBurney,
uji Rovsig, dan uji Blomberg. Uji psoas dan uji obturator juga dapat dilakukan
terutama pada kecurigaan apendisitis yang terjadi secara retrosekal.2,3,9
Pemeriksaan penunjang kurang bermakna pada diagnosis apendisitis
karena penegakan diagnosis umumnya cukup berasal dari penemuan klinis.
Pemeriksaan urin dan darah perifer lengkap dapat membantu dengan menunjukkan
adanya tanda-tanda inflamasi secara umum, yaitu adanya leukositosis dan
keberadaan pyuria.2,7,9
Dengan penemuan klinis dan pemeriksaan laboratorium, dapat digunakan
suatu alat bantu untuk diagnosis apendisitis akut, yaitu Alvarado Score. Dengan
memperoleh nilai lebih dari 7, maka apendisitis akut sudah umumnya dapat
ditegakkan.5 Komponen Alvarado Score adalah : Pemeriksaan radiologi dapat
6
membantu diagnosis apendisitis secara lebih cepat dan pasti, akan tetapi secara
value-based kurang disarankan.
Gambaran kemampuan diagnositik dari beberapa modalitas radiologi
terhadap diagnosis apendisitis adalah sebagai berikut4,6:
1. Foto Polos : Tidak bermakna dalam diagnosis, walaupun seringkali penemuan
fecalith dapat dilakukan
2. USG Abdomen : Sensitivitas 86%, Spesifisitas 81%
3. CT-Scan : Sensitiitas 94%, Spesifisitas 95%
4. Magnetic Resonance Imaging : Belum ada penelitian yang mengkaji, namun
sangat jarang dilakukan
Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan, disimpulkan bahwa
penggunaan modalitas radiologi pada diagnosis apendisitis akut hanya dilakukan
apabila diagnosis dengan mengandalkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium
tidak dapat dilakukan. Modalitas yang disarankan adalah CT-Scan karena USG
masih bersifat operator-dependent.4,9
G. TATA LAKSANA
7
Setelah penegakan diagnosis apendisitis dilakukan, tata laksana utama
pada apendisitis adalah Apendektomi. Tata laksana mulai diarahkan untuk
persiapan operasi untuk mengurangi komplikasi pasca-operasi dan meningkatkan
keberhasilan operasi.3,8
1. Medikamentosa
Persiapan operasi dilakukan dengan pemberian medikamentosa berupa
analgetik dan antibiotik spektrum luas, dan resusitasi cairan yang adekuat.
Pasien apendisitis seringkali datang dengan kondisi yang tidak stabil karena
nyeri hebat sehingga analgetik perlu diberikan. Antibiotik diberikan untuk
profilaksis, dengan cara diberikan dosis tinggi, 1-3 kali dosis biasanya.
Antibiotik yang umum diberikan adalah cephalosporin generasi 2/ generasi 3
dan Metronidazole. Hal ini secara ilmiah telah dibuktikan mengurangi terjadinya
komplikasi post operasi seperti infeksi luka dan pembentukan abses
intraabdominal.3,4,9
Pilihan antibiotik lainnya adalah ampicilin-sulbactam, ampicilin-asam
klavulanat, imipenem, aminoglikosida, dan lain sebagainya. Waktu
pemberian antibiotik juga masih diteliti. Akan tetapi beberapa protokol
mengajukan apendisitis akut diberikan dalam waktu 48 jam saja. Apendisitis
dengan perforasi memerlukan administrasi antibiotik 7-10 hari.6,8
2. Apendektomi
Sampai saat ini, penentuan waktu untuk dilakukannya apendektomi yang
diterapkan adalah segera setelah diagnosis ditegakkan karena merupakan suatu
kasus gawat-darurat. Beberapa penelitian retrospektif yang dilakukan
sebenarnya menemukan operasi yang dilakukan dini (kurang dari 12 jam setelah
nyeri dirasakan) tidak bermakna menurunkan komplikasi post-operasi dibanding
yang dilakukan biasa (12-24 jam). Akan tetapi ditemukan bahwa setiap
penundaan 12 jam waktu operasi, terdapat penambahan risiko 5% terjadinya
perforasi.6,7,8
Teknik yang digunakan dapat berupa, (1) operasi terbuka, dan (2) dengan
Laparoskopi. Operasi terbuka dilakukanndengan insisi pada titik McBurney
yang dilakukan tegak lurus terhadap garis khayalan antara SIAS dan umbilikus.
Di bawah pengaruh anestesi, dapat dilakukan palpasi untuk menemukan massa
8
yang membesar. Setelah dilakukan insiis, pemebdahan dilakukan dengan
identiifkasi sekum kemudian dilakukan palpasi ke arah posteromedial untuk
menemukan apendisitis posisi pelvik. Mesoapendiks diligasi dan dipisahkan.
Basis apendiks kemudian dilakukan ligasi dan transeksi.3,6
Apendektomi dengan bantuan laparoskopi mulai umum dilakukan saat
ini walaupun belum ada bukti yang menyatakan bahwa metode ini memberikan
hasil operasi dan pengurangan kejadian komplikasi post-operasi. Apendekotmi
laparoskopi harus dilakukan apabila diagnosis masih belum yakin ditegakkan
karena laparoskopi dapat sekaligus menjadi prosedur diagnostik. Sampai saat ini
penelitian-penelitian yang dilakukan masih mengatakan keunggulan dari metode
ini adalah meningkatkan kualitas hidup pasien. Perbaikan nfeksi luka tidak
terlalu berpengaruh karena insisi pada operasi terbuka juga sudah dilakukan
dengan sangat minimal.2,3,4
Komplikasi pasca-operasi dari apendektomi adalah terjadinya infeksi
luka dan abses inttraabdomen. Infeksi luka umumnya sudah dapat dicegah
dengan pemberian antibiotik perioperatif. Abses intra-abdomen dapat muncul
akibat kontaminasi rongga peritoneum.4,8
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling berbahaya dari apendisitis apabila tidak dilakuka
penanganan segera adalah perforasi. Sebelum terjadinya perforasi, biasanya
diawali dengan adanya masa periapendikuler terlebih dahulu.5,9
Masa periapendikuler terjadi apabila gangren apendiks masih berupa
penutupan lekuk usus halus. Sebenarnya pada beberapa kasus masa ini dapat
diremisi oleh tubuh setelah inflamasi akut sudah tidak terjadi. Akan tetapi, risiko
terjadinya abses dan penyebaran pus dalam infilitrat dapat terjadei sewaktu-
waktu sehingga massa periapendikuler ini adalah target dari operasi
apendektomi.4,9
Perforasi merupakan komplikasi yang paling ditakutkan pada apendisitis
karena selain angka morbiditas yang tinggi, penanganan akan menjadi semakin
kompleks. Perforasi dapat menyebabkan peritonitis purulenta yang ditandai
nyeri hebat seluruh peruhk, demam tinggi, dan gejala kembung pada perut. Bisis
9
usus dapat menurun atau bahkan menghilang karena ileus paralitik yang terjadi.
Pus yang menyebar dapat menjadi abses inttraabdomen yang paling umum
dijumpai pada rongga pelvis dan subdiafragma. Tata laksana yang dilakukan
pada kondisi berat ini adalah laparotomi eksploratif untuk membersihkan pus-
pus yang ada. Sekarang ini sudah dikembangkan teknologi drainase pus
dengan laparoskopi sehingga pembilasan dilakukan lebih mudah.2,7
DAFTAR PUSTAKA
10
1. Putz R Pabst R. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia. Jilid 2. Jakarta: EGC; 2010.
2. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC;2011.
hal 755-64.
3. Humes DJ, Simpson J. Clinical Review: Acute appendicitis. BMJ. 2007.
333:540-34.
4. Tjandra JJ, Clunie GJA, Kaye AH, Smith JA. Textbook of Surgery. 3rd ed.
Blackwell Publishing; 2006. H. 123-27.
5. Brunicardi FC. Schwartz’s Manual of Surgery. 8th edition. London: McGraw-
Hill. 2006. p. 784-95
6. Morris PJ, Wood WC. Oxford’s Textbook of Surgery. 2nd ed. Oxford. eBook.
7. Williams NS, Bulstrode CJK, O’Connell PR. Bailey & Love’s Short Practice of
Surgery. 25th edition. London: Edward Arnold. 2008. p. 1204-18
8. Grace PA, Borley NR. Surgery at a Glance. 2nd edition. Victoria: Blackwell
Science. 2002. p. 28
9. Kartono D. Apendisitis Akuta. Dalam Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu
Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara. h. 115-117
11
Top Related