PRAKTIKUM FARMAKOLOGIANESTESI LOKAL
Disusun olehKelompok 6
1. Agung Tri Anugrah 2012104103112162. M. Rasyidin 2012104103112263. Tenthnia Putri Pratiwi
2012104103112284. Muthmainnah 2012104103112305. Arisa Samhaniah 2012104103112316. Rikke Prenanda Yurosinta 2012104103112417. Neni Hartinah Dwitati
2012104103112438. Aeny Rizky Kurniasari
2012104103112519. Alfy Afifah At-Thakhirah 201210410311253
JURUSAN FARMASIFAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2013/2014A. Tujuan Percobaan
1. Memahami farmakokinetik obat anestesi lokal yang diberikan secara topikal pada
mukosa mata.
2. Membandingkan efek farmakologis anestesi lokal tanpa adrenalin dengan anestesi
lokal+adrenalin.
B. Dasar TeoriAnestesi adalah hilangnya semua bentuk sensasi termasuk sakit, sentuhan,
persepsi temperature dan tekanan dan dapat disertai dengan terganggunya fungsi
motorik. Bila hanya sebagian dari tubuh yang terpengaruh, dapat digunakan istilah
anestesi local atau amalgesia local.
Anestesi local menghambat impuls konduksi secara reversible sepanjang akson
saraf dan membrane eksitabel lainnya yang menggunakan saluran natrium sebagai alat
utama pembangkit potensial aksi. Secara klinik, kerja ini dimanfaatkan untuk
menghambat sensasi sakit dari atau impuls vasokonstriktor simpatis ke bagian tubuh
tertentu. Hingga saat ini belum ada obat anestesi yang ideal dan pengembangan obat
masih terus diteliti. Namun, walaupun relative mudah untuk mensintesis suatu zat kimia
yang mempunyai efek anestesi local tetapi sangat sulit mengurangi efek toksik yang
lebih kecil dari obat yang ada saat ini. Alasan utama kesulitan tersebut adalah kenyataan
bahwa toksisitas yang sangat serius dari obat anestesi local merupakan perluasan efek
terapinya pada otak dan sistem sirkulasi.
Penggolongan Obat
Anestesi local dibagi menjadi dua golongan yaitu ester dan amida. Ester adalah
golongan yang mudah terhidrolis sehingga waktu kerjanya cepat hilang, sementara
amida merupakan golongan yang tidak mudah terhidrolisis sehingga waktu kerjanya
lama.
Farmakokinetik
a) . Absorpsi
Absorpsi sistemik anestesi local dari tempat suntikan dipengaruhi oleh beberapa
factor antara lain:
Dosis
Tempat pemberian anastesi local
Ikatan obat-jaringan
Adanya bahan vasokonstriktor
Sifat fisiokimia obat
Aplikasi anestesi local pada daerah yang kaya vaskularisasi menyebabkan
penyerapan obat yang sangat cepat dan kadar obat dalam darah yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tempat yang perfusinya jelek
b) Distribusi
Anestesi local amida disebar meluas dalam tubuh setelah pemberian lobus
intravena. Bukti menunjukkan bahwa penyimpanan obat mungkin terjadi dalam lemak.
Setelah fase distribusi awal yang perfusinya tinggi seperti otak, hati, ginjal dan jantung
diikuti oleh fase distribusi lambat yang perfusinya sedang seperti otot dan usus. Karena
waktu paruh plasma yang sangat singkat dari obat tipe ester maka distribusinya tidak
diketahui.
c) Metabolisme dan Ekskresi
Anastesi local diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang mudah
larut dalam air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena anestesi local yang
bentuknya tak bermuatan maka mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak
ada sama sekali bentuk netralnya yang diekskresikan. Pengasaman urin akan
meningkatkan ionisasi basa tersier menjadi bentuk bermuatan yang mudah larut dalam
air, sehingga mudah dieksresikan karena bentuk ini tidak mudah diserap kembali oleh
tubulus ginjal.
Tipe anestesi local ester dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh
butirilkolinestrase (pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obat ini khas sekali
mempunyai waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 menit untuk prokain dan
kloroprokain.
Ikatan amida dari anestesi local amida dihidrolisis oleh enzim mikrosomal hati.
Kecepatan metabolisme senyawa amida di dalam hati ini bervariasi bagi setiap individu,
perkiraan urutannya adalah prilokain (tercepat) → editokain→ lidokain→
mepivakain→ bupivakain (terlambat). Akibatnya, toksisitas dari anestesi local tipe
amida ini akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi hati. Sebagai contoh,
waktu paruh lidokain rerata akan memanjang dari 1,8 jam pada pasien normal menjadi
lebih dari 6 jam pada pasien dengan penyakit yang berat.
Farmakodinamik
a. Mekanisme Kerja
Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium masuk ke dalam sel
dengan cepat mendepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial natrium
(+40mV). Sebagai akibat depolarisasi ini, maka saluran natrium menutup (inaktif) dan
saluran kalium terbuka. Aliran kalium keluar sel merepolarisasi membran ke arah
keseimbangan potensial kalium (sekitar -95mV); terjadi lagi repolarisasi saluran
natrium menjadi keadaan istirahat. Perbedaan ionic transmembran dipertahankan oleh
pompa natrium. Sifat ini mirip dengan yang terjadi pada otot jantung dan anestesi local
pun mempunyai efek yang sama pada kedua jaringa tersebut.
Anestesi local mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran dan menghambat
saluran dalam keadaan bergantung waktu dan voltase.
Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local digunakan pada
satu serabut saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat,
kecepatan muncul potensial aksinya menurun, amplitude potensial aksi mengecil dan
akhirnya kemampuan melepas satu potensial aksi hilang. Efek yang bertambah tadi
merupakan hasil dari ikatan anestesi local terhadap banyak dan makin banyak saluran
natrium; pada setiap saluran, ikatan menghasilkan hambatan arus natrium. Jika arus ini
dihambat melebihi titik kritis saraf, maka propagasi yang melintas daerah yang
dihambat ini tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk
menghambat propagasi, potensial istirahat jelas tidak terganggu.
Karakteristik Struktur-Aktivitas Anestesi Lokal
Makin kecil dan makin banyak molekul lipofilik, makin cepat pula kecepatan
interaksi dengan reseptor saluran natrium. Potensi mempunyai hubungan positif pula
dengan kelarutan lipid selama obat menahan kelarutan air yang cukup untuk berdifusi
ke tempat kerja. Lidokain, prokain, dan mepivakain lebih larut dalam air dibandingkan
tetrakain, etidokain, dan bupivakain. Obat yang terakhir lebih kuat dengan masa kerja
yang panjang. Obat-obat tadi terikat lebih ekstensif pada protein dan akan menggeser
atau digeser dari tempat ikatannya oleh obat-obatan lain.
b. Aksi Terhadap Saraf
Karena anestesi local mampu menghambat semua saraf, maka kerjanya tidak saja
terbatas pada hilangnya sensasi sakit dan nyeri yang diinginkan. Perbedaan tipe serabut
saraf akan membedakan dengan nyata kepekaannya terhadap penghambatan anestesi
local atas dasar ukuran dan mielinasi. Aplikasi suatu anestesi local terhadap suatu akar
serabut saraf, serabut paling kecil B dan C dihambat lebih dulu. Serabut delta tipe A
akan dihambat kemudian. Oleh karena itu, serabut nyeri dihambat permulaan; kemudian
sensasi lainnya menghilang; dan fungsi motor dihambat terakhir.
Adapun efek serabut saraf antara lain:
1. Efek diameter serabut
Anestesi local lebih mudah menghambat serabut ukuran kecil karena jarak di mana
propagasi suatu impuls listrik merambat secara pasif pada serabut tadi (berhubungan dengan
constant ruang) jadi lebih singkat. Selama mula kerja anestesi local, bila bagian pendek serabut
dihambat, maka serabut berdiameter kecil yang pertama kali gagal menyalurkan impuls.
Terhadap serabut yang bermielin, setidaknya tiga nodus berturut-turut dihambat oleh anestesi
local untuk menghentikan propagasi impuls. Makin tebal serabut saraf, makin terpisah jauh
nodus tadi yang menerangkan sebagian, tahanan yang lebih besar untuk menghambat serabut
besar tadi. Saraf bermielin cenderung dihambat serabut saraf yang tidak bermielin pada
ukuran yang sama. Dengan demikian, serabut saraf preganglionik B dapat dihambat sebelum
serabut C kecil yang tidak bermielin.
2. Efek frekuensi letupan
Alasan penting lain terhadap mudahnya penghambatan serabut sensoris mengikuti
langsung dari mekanisme kerja yang bergantung pada keadaan anestesi local. Serabut
sensoris, terutama serabut nyeri ternyata berkecukupan letupan tinggi dan lama potensial aksi
yang relative lama (mendekati 5 milidetik). Serabut motor meletup pada kecepatan yang lebih
lambat dengan potensial aksi yang singkat (0,5 milidetik). Serabut delta dan C adalah serabut
berdiameter kecil yang terlibat pada transmisi nyeri berfrekuensi tinggi. Oleh karena itu,
serabut ini dihambat lebih dulu dengan anestesi local kadar rendah dari pada serabut A alfa.
3. Efek posisi saraf dalam bundle saraf
Pada sekumpulan saraf yang besar, saraf motor biasanya terletak melingkari bundle dan
oleh karena itu saraf ini akan terpapar lebih dulu bila anestesi local diberikan secara suntikan
ke dalam jaringan sekitar saraf. Akibatnya bukan tidak mungkin saraf motor terhambat
sebelum penghambatan sensoris dalam bundle besar. Jadi, selama infiltrasi hambatan saraf
besar, anestesi muncul lebih dulu di bagian proksimal dan kemudian menyebar ke distal sesuai
dengan penetrasi obat ke dalam tengah bagian bundle saraf.
Anestesi local mempunyai efek menghambat otot saraf yang lemah dan tidak begitu
penting dalam klinik. Namun, efeknya terhadap membran sel otot jantung mempunyai makna
klinik yang penting.
Durasi Obat
Secara teoritis, lamanya waktu pemulihan dari sensasi harus sama dengan lamanya
waktu yang diperlukan untuk operasi. Namun, pada prakteknya, durasi anestesi biasanya lebih
lama dari pada durasi yang diperlukan untuk prosedur perawatan. Penambahan
vasokonstriktor pada larutan anestesi local akan mempengaruhi durasi anestesi.
Efek Samping
Seharusnya obat anestesi local diserap dari tempat pemberian obat. Jika kadar obat
dalam darah menigkat terlalu tinggi, maka akan timbul efek pada berbagai sistem organ.
a. Sistem Saraf Pusat
Efek terhadap SSP antara lain ngantuk, kepala terasa ringan, gangguan visual dan
pendengaran, dan kecemasan. Pada kadar yang lebih tinggi, akan timbul pula nistagmus dan
menggigil. Akhirnya kejang tonik klonik yang terus menerus diikuti oleh depresi SSP dan
kematian yang terjadi untuk semua anestesi local termasuk kokain.
Reaksi toksik yang paling serius dari obat anestesi local adalah timbulnya kejang karena
kadar obat dalam darah yang berlebihan. Keadaan ini dapat dicegah dengan hanya
memberikan anestesi local dalam dosis kecil sesuai dengan kebutuhan untuk anestesi yang
adekuat saja. Bila harus diberikan dalam dosis besar, maka perlu ditambahkan premedikasi
dengan benzodiapedin; seperti diazepam, 0,1-0,2 mg/kg parenteral untuk mencegah bangkitan
kejang.
b. Sistem Saraf Perifer (Neurotoksisitas)
Bila diberikan dalam dosis yang berlebihan, semua anestesi local akan menjadi toksik
terhadap jaringan saraf.
c. Sistem Kardiovaskular
Efek kardiovaskular anestesi local akibat sebagian dari efek langsung terhadap
jantung dan membrane otot polos serta dari efek secara tidak langsung melalui saraf
otonom. Anestesi local menghambat saluran natrium jantung sehingga menekan
aktivitas pacu jantung, eksitabilitas, dan konduksi jantung menjadi abnormal. Walaupun
kolaps kardiovaskular dan kematian biasanya timbul setelah pemberian dosis yang
sangat tinggi, kadang-kadang dapat pula terjadi dalam dosis kecil yang diberikan secara
infiltrasi.
d. Darah
Pemberian prilokain dosis besar selama anestesi regional akan menimbulkan
penumpukan metabolit o-toluidin, suatu zat pengoksidasi yang mampu mengubah
hemoglobin menjadi methemeglobin. Bila kadarnya cukup besar maka warna darah
menjadi coklat.
e. Reaksi alergi
Reaksi ini sangat jarang terjadi dan hanya terjadi pada sebagian kecil populasi.
VASOKONTRIKTOR
Vasokonstriktor adalah obat yang dapat mengkonstrksikan pembuluh darah dan
mengontrol perfusi jaringan. Penambahan sejumlah kecil vasokonstriktor pada larutan
anestesi local dapat memberi keuntungan sebagai berikut:
a. Mengurangi efek toksik melalui efek penghambat absorpsi konstituen.
b. Membatasi agen anestesi hanya pada daerah yang terlokalisir sehingga dapat
meningkatkan kedalaman dan durasi anestesi.
c. Menimbulkan daerah kerja yang kering (bebas bercak darah) untuk prosedur operasi.
d. Dapat menurunkan perfusi (aliran darah) dari tempat administrasi karena
mengkonstriksi pembuluh darah.
e. Absorpsi anestesi local ke sistem kardiovaskular melambat sehingga kadar dalam
plasma juga rendah.
f. Meminimumkan durasi aksi anestesi local.
g. Menurunkan perdarahan pada tempat injeksi sehingga berguna pada saat prosedur
pembedahan untuk mengantisipasi perdarahan.
Vasokonstriktor yang biasa digunakan adalah:
a) Adrenalin (epinefrin), suatu alkaloid sintetik yang hampir mirip dengan sekresi
medulla adrenalin alami.
b) Felypressin (Octapressin), suatu polipeptid sintetik yang hampir mirip dengan
sekresi glandula pituitary posterior manusia. Felypressin mempunyai sifat
vasokonstriktor yang lemah, yang tampaknya dapat diperkuat dengan
penambahan prilokain.
c) Indikasi:
a. Digunakan untuk menghindari bleeding.
b. Menurunkan perfusi.
d) Kontraindikasi:
a. Pada pasien dengan kardiovaskular dan penyakit kelainan tiroid.
b. Pada individu yang sensitive.
c. Pada individu yang terjadi reaksi obat-obatan yang tidak terantisipasi yang
menyebabkan PVC (Prematur Ventricular Contraction).
Perbandingan dan pengenceran
Larutan vasokonstriktor biasanya dinyatakan sebagai rasio (misalnya 1 sampai
1000, ditulis 1:1000). Konsentrasi 1:1000 diartikan bahwa ada 1 gram (atau 1000 mg)
obat yang terdapat pada 1000 mL larutan. Sehingga, larutan 1:1000 mengandung 1000
mg dalam 1000 mL atau 1,0 mg/mL.
Larutan vasokontriktor yang digunakan dalam larutan anestesi pada praktek dental
biasanya lebih encer. Untuk menghasilkan konsentrasi 1:10.000, 1 mL dari larutan
1:1000 ditambahkan dengan 9 mL pelarut (misalnya air steril) sehingga menjadi
1:10.000=0,1 mg/mL. Jika menginginkan pengenceran yang lebih, setiap konsentrasi
yang ada ditambahkan dengan 9 mL akuades.
C. Alat dan BahanAlat
a) Pipetb) Kapasc) Senterd) Penggaris
e) GuntingBahana) Pantokain b) Pantokain +adrenalinc) Kelinci
D. Prosedur Kerja
E. Tabel Pengamatan
Potong bulu mata kelinci sependek mungkin
Untuk tindakan kontrol, lakukan pengamatan awal (kondisi pembuluh darah,
kornea dan iritasi) (dilakukan 5 menit sebanyak 3 kali)
(
Setelah lampu dimatikan lakukan pengamatan seperti poin 2 dan diberi selang
waktu 5 menit
Teteskan lidocaine pada mata kanan dan mulai hitung selang waktu untuk
pengamatan 5 menit awal. Untuk mata kiri penetesan lidocaine + adrenalin dilakukan
dalam selang waktu 2 menit setelah penetesan pada mata kanan.
Lebar Pupil(mm) Cahaya
Pembuluh Darah Iritasi Kornea
Kontrol
5 menit 4 mm - (+) N (-) (+)10 menit 4 mm - (+) N (+) (+)15 menit 5 mm - (+) N (+) (+)
Lidokain
5 menit 7 mm (+) 3 mm (+) N (-) (-)
10 menit 4 mm (+) 3mm (+) N (-) (+)15 menit 4 mm (+) 3 mm (-) P (+) (+)20 menit 4 mm (+) 3mm (-) P (+) (+)25 menit 4 mm (+) 3mm (-) P (+) (+)
30 menit 4 mm (+) 3mm (+) N (+) (+)Lidokain + Adrenalin5 menit 5 mm (+) 4 mm (+) N (-) (+)10 menit 4mm (+) 3mm (+) N (+) (+)15 menit 4mm (+) 3mm (-) P (+) (+)20 menit 4mm (+) 3mm (-) P (+) (+)
25 menit 4mm (+) 3mm (-) P (+) (+)
30 menit 4mm (+) 3mm (+) N (+) (+)KETERANGAN :
Reflek Pembuluh Darah : N = normal merah P = pucatReflek Iritasi : (-) = tidak ada iritasi
(+) = ada iritasiReflek Kornea : (-) = tidak ada reflek
(+) = reflek menutupnya palpebra terhadap usapan kapas
F. PembahasanA. Farmakokinetika Obat Anastesi Lokal yang Digunakan
Lokasi Pemberian Obat Anastesi Lokal : Mukosa Mata
Obat yang digunakan
Pantocain
Nama Dagang : Pantocaine® (Cendo)
Kandungan : Tetrakain
Merupakan obat anastesi lokal yang biasa digunakan pada anastesi permukaan
khususnya pada bagian mukosa mata. Biasa juga digunakan pada bagian mukosa lain
seperti mukosa hidung, tenggorokan dan rektum. Obat ini memiliki efek dan toksisitas
10 x lebih kuat dibandingkan prokain. Pantocaine terkenal sebagai obat anastesi lokal
yang “ mematikan alarm “ peringatan nyeri di mata.
Dosis :
ijecttable dose : 0,2%, o,3%, 1%
Powder for ijection : 20 mg
Opthalmic solution : 0,2-5 %
Max adult topical dose : 50 mg
Max adult mucosal dose : 20 mg
Max pediatric mucosal dose : 0,75mg/kg
Karakteristik :
Protein Bond : sangat tinggi
Metabolisme : hepar
Mekanisme : mencegah konduksi impuls saraf dengan mengurangi
permeabilitas natrium dan meningkatkan ambang potensial aksi
Peak effect : 3-8 menit
Duration : 30-60 menit
Farmakokinetika :
Pada awal penggunaan (penetesan pertama) akan muncul reaksi berupa sensasi
sengatan sehingga memungkinkan terjadinya reaksi iritasi berupa keluarnya air mata.
Sensasi sengatan akan muncul selama beberapa menit sampai obat mulai bereaksi.
Setelah pemberian maka obat akan mengalami hal sebagai berikut :
Pemberian melalui mukosa mata maka pantokain akan terarbsorbsi menembus
kornea → aquos humor → iris ( daerah ini memiliki banyak pembuluh darah ) →
melalui konjungtiva → sclera → cilliary body ( banyak pembuluh darah) → vitreous
humor → saraf mata.
Pantokain memiliki karakteristik cepat diarbsorbsi di mukosa mata khususnya
jika terdapat mukosa mata yang terluka. Setelah teradsorbsi maka pantokain akan
dihidrolisis olehesterase dalam plasma menjadi PABA dan dietilaminoetanol. Adanya
ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal ( pada praktikum ini adalah
pantokain yang merupakan golongan ester), sebab pada degradasi dan inaktivasi di
dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolosis. Karena itu golongan ester
umumnyakurang stabil dan mudah mengalami metabolisme dibandingkan golongan
amida sehingga efek kerjanya lebih cepat hilang. Namun, dibandingkan dengan
procaine, pantocain 4x lebih lambat dimetabolisme.
ADRENALINSinonim : epinefrin
Adrenalin atau epinefrin merupakan suatu stimulan pada reseptor α dan β.
Bersifat adrenergik,sehingga efeknya terhadap organ target bersifat komplek. Epinefrin
dihasilkan oleh kelenjar adrenal dan merupakan suatu hormon saraf simpatis. Epinefrin
bekerja pada.
Semua reseptor adrenergik α1, α2, β1, dan β2. Epinefrin merupakan salah satu
obat vasopresor paling poten yang dikenal. Pada pemberian oral epinefrin tidak
mencapai dosis terapi karena sebagian besar dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang
banyak terdapat pada dinding usus dan hati. Pada penyuntikan SK, absorpsi lambat
karena vasokontriksi lokal, dapat dipercepat dengan memijat tempat suntikan. Absorpsi
yanglebih cepat terjadi dengan penyuntikan IM.Epinefrin stabil dalam darah. Pada
orang normal, jumlah Epinefrin yang utuh dalam urin hanya sedikit. Pada pasien
feokromositoma, urin mengandung Epi dan NE utuh dalam jumlah besar.Manfaat
epinefrin dalam klinik berdasarkan efeknya terhadap pembuluh darah, jantung, dan otot
polos bronkus. Penggunaannya adalah untuk mengatasi dengan cepat reaksi
hipersensitivitas, termasuk anafilaksis, terhadap obat dan alergen lainnya.Epinefrin juga
digunakan untuk memperpanjang masa kerja anestesi lokal sebagai vasokonstriktor.
KOMBINASI PANTOCAIN DAN ADRENALIN
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pantocain cepat diardsorbsi sehingga efek
toksisitas sangat tinggi namun durasi kerjanya sebentar sedangkan adrenalin merupakan
senyawa yang dapat berfungsi sebagai vasokonstriktor. Jika adrenalin ditambahkan
bersama dengan pantocain maka adrenalin akan memperkecil ukuran pembuluh darah
sehingga arbsorbsi sistemik pantokain diperkecil atau semakin lambat sehingga efek
toksisitas pantocaine akan menurun dan durasi kerja dapat diperpanjang.
EFEK PANTOKAIN TERHADAP SETIAP INDIKATOR PENGAMATAN
1. Terhadap reflek cahaya, pantokain akan mempengaruhi kinerja pupil yaitu
dengan memperbesar ukuran pupil.
2. Terhadap reflek pembuluh darah, pantokain tidak akan memberi perubahan
warna ( merah atau pucat) terhadap pembuluh darah kecuali penambahan
adrenalin karena adanya vasokonstriksi maka pembuluh darah akan lebih
pucat.
3. Terhadap reflek iritasi, pantokain akan meragsang keluarnya air mata karena
obat ini memberi sensasi menyengat pada awal pemberian.
Terhadap reflek kornea, obat ini akan membanti palpebra untuk kurang reaktif
terhadap rangsanga nyeri sehingga palpebra tidak akan menutup ketika ada
rangsang nyeri.
REFLEK CAHAYA :Pada pengamatan reflek cahaya, prosedur pertama setelah mata di tetesi pantokain
dan pantokain + adrenalin yang dilakukan adalah mengukur lebar pupil sebelum
dilewatkan cahaya, setelah itu mata dilewatkan cahaya dan pupil diukur kembali.
Sebelum dilewatkan cahaya :
Pantokain => pada menit ke-5 pupil melebar menjadi 7 mm dan pada
menit ke-10 kembali ke normal
Pantokain + adrenalin => pada menit ke-5 pupil melebar menjadi 5mm dan pada
menit ke-10 telah kembali normal
setelah dilewatkan cahaya :
Pantokain => pada menit ke-5 pupil mengecil sebesar 3 mm dan durasi
bertahan sampai menit ke -30
Pantokain + adrenalin => pada menit ke-5 pupil mengecil sebesar 3 mm dan
durasi
bertahan sampai menit ke -30
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa onset Pantokain dan Pantokain +
adrenalin dimulai pada menit ke-5 sedangkan untuk lama/durasi kerja obat baik
Pantokain maupun Pantokain + adrenalin adalah 30 menit. Penambahan adrenalin
sebagai vasokonstriktor akan membuat arbsorbsi sistemik diperlambat sehingga mula
kerja akan lebih lambat namun lama kerja akan semakin panjang. Dari data diatas hasil
pada mula kerja dan lama kerja adalah sama sehingga dimungkinkan terjadi kesalahan
selama perlakuan. Perbedaan yang terlihat dari data adalah diameter pupil pada mula
kerja yaitu dengan pemberian Pantokain => 3 mm sedangkan pada pemberian Pantokain
+ adrenalin => 4 mm. Data tersebut jika dibandingkan dengan tinjauan pustaka
Pantokain maka data yang dihasilkan dimungkinkan karena penambahan adrenalin
sebagai agen vasokonstriktor sehingga kadar Pantokain dalam darah lebih sedikit dan
jika dibandingkan dengan data dari hasil pemberian Pantokain saja, efek yang diberikan
lebih sedikit.
PEMBULUH DARAHHasil dari data pengamatan :
Lidokain => mula kerja = menit ke-15 ( dari normal ke pucat)
Lama kerja = 15 menit
Lidokain + adrenalin => mula kerja = menit ke-15
Lama kerja = 15 menit
Penambahan adrenalin sebagai vasokontriksi akan membuat pembuluh darah
menyempit sehingga terlihat lebih pucat dibandingkan jika Pantokain saja yang
diberikan. Namun dari data yang diberikan baik pemberian Pantokain dan Pantokain +
adrenalin tetap menunjukkan hasil pembuluh darah yang pucat serta hasil yang sama
dalam mula kerja dan durasi kerja obat. Kesalahan bagian yang diamat kemungkinan
menjadi penyebab terbesar data yang dihasilkan menjadi salah.
REFLEK IRITASIHasil dari data pengamatan
Lidokain => mula kerja = menit ke-5 ( dari normal ke pucat)
Lama kerja = 10 menit
Lidokain + adrenalin => mula kerja = menit ke-5
Lama kerja = 5 menit
Baik pemberian lidokain maupun Pantokain + adrenalin memberikan respon
iritasi yang cepat ( pada menit ke-5), hal ini mengindikasikan bahwa sediaan ini
didesain dapat menyebabkan iritasi pada pemakain anestesi pada mata. Lama kerja yang
lebih lama pada pemberian Pantokain dimungkinkan karena volume Pantokain lebih
banyak yang masuk ke mata dibandingkan dengan lidokain + adrenalin sebab pada
penetesan dimungkinkan obat tetes mata tersebut tidak masuk secara sempurna pada
mata.
REFLEK KORNEAPada reflek ini reaksi yang terlihat hanyalah pada pemberian Pantokain pada
menit ke-5 dan durasi kerja obat hanya 5 menit. hal ini kemungkinan oleh dua hal :1. Dikarenakan tidak ada data pembanding kemungkinan besar hal ini terjadi karena
kesalahan dari praktikan yang mengusapkan kapas terlalu dalam ke mata kelinci2. Efek dari Pantokain yang cepat ter-arbsorbsi sehingga pada menit ke-5 sudah dapat
mencapai onset, durasi obat yang singkat disebabkan oleh sifat Pantokain yang memang memiliki waktu kerja yang cepat. Disinilah fungsi adrenalin, yaitu untuk memperlama kerja obat.
G. KesimpulanPantokain merupakan obat anastesi lokal yang memiliki karakteristik biasa digunakan
sebagai anastesi permukaan ( khususnya pada mukosa mata), 10x lebih cepat diarbsorbsi dan
toksik dibandingkan dengan procaine namun 4 x lebih lambat di metabolisme, memiliki durasi
kerja 30-60 menit dan peak effect 3-8 menit. Jika diberikan melalui mukosa mata maka akan
mengalami farmokinetika sebagai berikut :
Pantokain akan terarbsorbsi menembus kornea → aquos humor → iris ( daerah
ini memiliki banyak pembuluh darah ) → melalui konjungtiva → sclera → cilliary
body ( banyak pembuluh darah) → vitreous humor → saraf mata.
Setelah teradsorbsi maka pantokain akan dihidrolisis oleh esterase dalam plasma
menjadi PABA dan dietilaminoetanol dan segera memberikan efek.
Anestesi lokal menggunakan pantokain menghasilkan reaksi yang cepat pada
beberapa indikator pengamatan yaitu reflek cahaya, reflek iritasi dan reflek kornea.
pantokain juga memiliki durasi kerja obat yang cukup singkat dilihat dari lama kerja
obat pada indikator reflek iritasi dan kornea namun lebih lama pada reflek cahaya.
Pemberian pantokain + adrenalin dapat menghasilkan durasi kerja obat yang lebih lama
dibandingkan dengan pemberian lpantokain saja disebabkan adrenalin memperlambat
abrsorbsi sistematik pantokain . Penambahan adrenalin juga membuat pembuluh darah
menjadi lebih pucat karena berfungsi sebagai vasokonstriktor. Namun, data yang
dihasilkan tidak sesuai dengan teori yang ada disebabkan oleh beberapa kesalahan yang
terjadi selama praktikum yaitu : Praktikan tidak tepat dan teliti dalam mengamati
indikator pengamatan misalnya pada diameter pupil dan pembuluh darah mana yang
harusnya di amati, pemberian tetes mata yang tidak tepat sehingga tidak semua volume
tetes mata yang diberikan masuk dengan tepat ke dalam mata sehingga volume yang
berkurang akan mengurangi kadar yang diberikan, pemberian sumber cahaya yang
kurang benar baik secara posis maupun jarak sumber cahaya sehingga reaksi pupil
hewan coba berubah-ubah
H. Daftar PustakaHeavner, J.E. (2008). Pharmacology of local anesthetics. In D.E. Longnecker et al (eds)
Anesthesiology. New York: McGraw-Hill Medical.Katzung, B.G. (1992). Section 1: basic principles. In B.G. Katzung Basic
& clinical pharmacology, 5th edition. Norwalk, Connecticut: Appleton and Lange. A journal Basic pharmacokinetics by Soraya Dhillon and Kiren GillTjay, T.H & Raharja. K (2007). Obat-obat penting edisi ke-6. Jakarta: Alex Media Komputindo