ANALISIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL DAN
KECERDASAN SPIRITUAL TERHADAP KINERJA
KARYAWAN
(Studi Kasus Pada Karyawan Lembaga ESQ Leadership Center Jakarta)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E.)
Oleh :
SYIFA FAUZIAH JAMAL
NIM: 1112081000040
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/ 2016 M
i
HALAMAN PERSEMBAHAN
بسم هللا الرحمن الرحيم
“Teguhlah pada mimpi-mimpimu sebab jika mimpimu pupus maka hidup ibarat burung dengan sayap patah sehingga tak mampu terbang.”
_Langston Hughes_
“…dan Aku bersamanya ketika ia berzikir kepada Ku”
_HR. Bukhari_
PERSEMBAHAN:
Skripsi ini ku persembahkan teruntuk Mamaku tercinta yang mencintaiku dengan seluruh hidupnya dan selalu
menyebutku dalam doa di pertiga malam Papaku tercinta yang selalu memberiku pengajaran untuk melihat kehidupan
secara luas dan bijak memaknai Kakakku tersayang yang selalu menyemangatiku dan meyakinkanku bahwa aku
berharga dengan cahayaku sendiri Adikku tersayang yang selalu membuat hariku ramai dengan tawa dan canda
( Syifa Fauziah Jamal )
ii
iii
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Syifa Fauziah Jamal
Tempat tanggal lahir : Jakarta, 14 Agustus 1991
Nama Ayah : Djamaludin
Nama Ibu : Supini
Alamat : Jalan Anggrek 14 AS.28 No.13 RT 007 RW 014
Kel. Jatisampurna, Kec. Jatisampurna, Bekasi
17433
Telepon : 089670402160
E-mail : [email protected]
II. PENDIDIKAN
TK Syarrifatunnisa Tahun 1997-1998
SDN Jatisampurna 06 Tahun 1998-2004
SMPN 196 Jakarta Tahun 2004-2007
SMAN 105 Jakarta Tahun 2007-2010
S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012-2016
III. PENGALAMAN ORGANISASI
2007-2009 : Anggota Paskibra SMAN 105 Jakarta
2008-2010 : Anggota dan pengurus Rohis SMAN 105 Jakarta
2013- 2014 : Anggota dan pengurus Komisariat Dakwah
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2014-2015 : Anggota dan pengurus Lembaga Dakwah Kampus
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vii
ANALYSIS THE INFLUENCE OF EMOTIONAL INTELLIGENCE AND
SPIRITUAL INTELLIGENCE ON THE EMPLOYEE PERFORMANCE
(Case Study On Employee ESQ Leadership Center Jakarta)
Syifa Fauziah Jamal
Abstract
This study aims to identify and analyze the influence of emotional
intelligence and spiritual intelligence on employee performance. This study uses
primary data by distributing questionnaires to the respondents, are employees of
the agency ESQ Leadership Center Jakarta totaling 63 employees. Sampling was
done by using Non-Probability Sampling method and sampling technique by using
Purposive Sampling. The analysis in this study using multiple linear regression.
Results from this study showed that emotional intelligence and spiritual intelligence
partially or simultaneously significant effect on employee performance, with a
coefficient of determination (Adjusted 𝑅2) of 0.776, these results provide an
understanding that the dependent variable is the performance of employees can be
explained by emotional intelligence and spiritual intelligence with a value of
77.6%.
Keywords: Emotional Intelligence, Spiritual Intelligence and Employee
Performance
viii
ANALISIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL DAN
KECERDASAN SPIRITUAL TERHADAP KINERJA KARYAWAN
(Studi Kasus pada Karyawan Lembaga ESQ Leadership Center Jakarta)
Syifa Fauziah Jamal
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh
kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap kinerja karyawan.
Penelitian ini menggunakan data primer dengan menyebarkan kuesioner kepada
responden, yaitu karyawan dari lembaga ESQ Leadership Center Jakarta yang
berjumlah 63 karyawan. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan
metode Non-Probability Sampling dan teknik penentuan sampel dengan
menggunakan Purposive Sampling. Analisis pada penelitian ini menggunakan uji
regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual secara parsial maupun simultan berpengaruh
signifikan terhadap kinerja karyawan, dengan angka koefisien determinasi
(Adjusted 𝑅2) sebesar 0,776, hasil tersebut memberikan pengertian bahwa variabel
dependen yaitu kinerja karyawan dapat dijelaskan oleh variabel kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual dengan nilai sebesar 77,6%.
Kata kunci: Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Spiritual, dan Kinerja Karyawan
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Besar yang Maha Agung yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawt serta salam semoga senantiasa
tercurah kepada baginda Rasulullah SAW yang merupakan suri tauladan terbaik
umat manusia hingga akhir zaman nanti.
Alhamdulillah dan rasa syukur yang tak terhingga penulis panjatkan karena
berkat rahmat dan izin-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini degan
judul “Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual terhadap
Kinerja Karyawan” yang disusun guna memenuhi tugas sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana (S1) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini penlis tidaklah
mampu bekerja sendiri tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian skripsi ini terutama kepada:
1. Kedua orangtua tercinta yang telah memberikan segalanya dengan tulus dan
ikhlas kepada penulis serta tidak henti-hentinya berdoa untuk kebaikan penulis.
2. Kakak dan adik penulis yang selalu menyemangati dan membantu penulis
secara teknis.
3. Bapak Arif Mufraini, Lc., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Titi Dewi Warninda, SE, MBA selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Ela Patriana, MM selaku sekertaris Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi
dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Indo Yama Nasarudin, SE, MBA selaku dosen Pembimbing Akademik
penulis.
x
7. Bapak Suhendera, S,Ag, MM selaku dosen Pembimbing Skripsi I yang telah
berkenan memberikan banyak ilmu dan solusi pada setiap permasalahan atas
kesulitan penulis dalam proses penyusunan skripsi.
8. Bapak Lili Supriyadi, S.Pd, MM selaku dosen Pembimbing Skripsi II yang telah
berkenan meluangkan waktunya untuk mengarahkan dan membimbing penulis
dalam proses penyusunan skripsi ini.
9. Seluruh Bapak/Ibu dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah bersedia membagi ilmunya dan mengajar
penulis dengan baik selama masa perkuliahan.
10. Ibu Gita Ramadhan dan seluruh karyawan ESQ Leadership Center yang telah
membantu penulis dalam memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam
penyusunan skripsi ini.
11. Sahabat-sahabat penulis tersayang: Liska Damiati, Nur laily, Wilda Kholiilaa,
Robiatul Adawiyah, Fifi, Nisa, Devi, Syilva, Wida, dan keluarga besar
manajemen SDM serta tim GGC yang telah mendukung dan selalu
menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis sangat menyadari bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT
semata, begitu juga dalam penyusunan skripsi ini pasti tidaklah luput dari kesalahan
dikarenakan masih terbatasnya pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki
dalam penyusunan karya ilmiah. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan
masukan maupun kritikan yang dapat. Namun penulis berharap semoga hasil karya
ilmiah sederhana ini dapat memberikan manfaat untuk orang lain.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan mohon maaf apabila
dalam penyajian skripsi ini banyak ditemukan kesalahan dan kekurangan.
Jakarta, September 2015
Penulis
Syifa Fauziah Jamal
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSEMBAHAN …….…………………………………………. i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ………………………..……………….. ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF …….……………… iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI …………………………..…... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH …………….…. v
DAFRAT RIWAYAT HIDUP …………………………………………….…. vi
ABSTRACT …………………………………………………………………... vii
ABSTRAK ……………………………………………………………………. viii
KATA PENGANTAR ………………………………………………………… ix
DAFTAR ISI …………………………………………………………………... xi
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………. xiv
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………..... xv
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….......... xvi
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang Penelitian .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah Penelitian............................................................ 10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.......................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 12
A. Landasan Teori ................................................................................ 12
1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia .................... 12
2. Teori Manajemen Sumber Daya Manusia............................. 13
B. Kinerja Karyawan ............................................................................ 14
1. Pengertian Kinerja Karyawan................................................. 14
2. Teori Kinerja Karyawan.......................................................... 14
3. Penilaian Kinerja Karyawan…………………........................ 16
4. Manfaat Penilaian Kinerja………………………….……….. 17
5. Dimensi Kinerja Karyawan ………….………….………….. 19
C. Kecerdasan Emosional..................................................................... 24
xii
1. Pengertian Kecerdasan Emosional.......................................... 24
2. Teori Kecerdasan Emosional................................................... 25
3. Dimensi Kecerdasan Emosional.............................................. 28
4. Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Peningkatan Kinerja
Organisasai.............................................................................. 32
D. Kecerdasan Spiritual......................................................................... 33
1. Pengertian Kecerdasan Spiritual.............................................. 33
2. Teori Kecerdasan Emosional................................................... 34
3. Dimensi Kecerdasan Spiritual................................................. 39
4. Peran Manajer dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiritual
Karyawan................................................................................. 41
E. Hubungan Antar Variabel................................................................. 43
1. Hubungan Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja
Karyawan…………………………………………………… 43
2. Hubungan Kecerdasan Spiritual terhadap Kinerja Karyawan.. 49
3. Hubungan Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual
terhadap Kinerja Karyawan ………………………………... 53
E. Penelitian Terdahulu......................................................................... 54
F. Kerangka Pemikiran.......................................................................... 57
G. Hipotesis........................................................................................... 59
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 60
A. Ruang Lingkup Penelitian................................................................. 60
B. Metode Penentuan Sampel................................................................ 60
C. Metode Pengumpulan Data................................................................ 62
D. Metode Analisis Data........................................................................ 64
1. Statistik Deskriptif.................................................................... 64
2. Uji Kualitas Data....................................................................... 65
3. Uji Asumsi Klasik..................................................................... 67
4. Analisis Regresi Linier Berganda.............................................. 71
5. Pengujian Hipotesis................................................................... 72
xiii
E. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional.................................... 77
1. Variabel Penelitian.................................................................... 77
2. Definisi Operasional.................................................................. 78
BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ........................................ 84
A. Gambaran Umum Objek Penelitian................................................. 84
1. Sejarah Singkat dan Perkembangan ESQ Leadership Center
Jakarta .................................................................................... 84
2. Visi, Misi, dan Tujuan ESQ Leadership Center Jakarta
................................................................................................ 87
3. Kedudukan, Tugas, dan Fungsi ESQ Leadership Center Jakarta
.................................................................................................. 87
4. Struktur ESQ Leadership Center Jakarta ................................. 91
B. Analisis Deskriptif Responden ........................................................ 92
1. Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ................... 93
2. Deskripsi Responden Berdasarkan Usia .................................. 95
3. Deskripsi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan........... 97
4. Deskripsi Responden Berdasarkan Masa Kerja ....................... 98
5. Deskripsi Responden Berdasarkan Jabatan …........................ 100
6. Deskripsi Distribusi Jawaban Responden ................................ 100
C. Analisis Data dan Pembahasan ........................................................ 106
1. Uji Analisis Statistik Deskriptif .............................................. 106
2. Uji Kualitas Data .................................................................... 108
3. Uji Asumsi Klasik................................................................... 113
4. Analisis Regresi Linier Berganda ........................................... 119
5. Pengujian Hipotesis ................................................................ 122
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 132
A. Kesimpulan..................................................................................... 132
B. Saran............................................................................................... 133
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..… 134
LAMPIRAN ………………………………………………………..…........... 138
xiv
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
1.1. Laporan Kasus Pekerja dan Perusahaan ……………………………. 7
2.1. Kerangka Kerja kecakapan Emosi …………………………………. 30
2.2 Perbedaan Bisnis Konvensional dan Bisnis Berbasis Spiritual.……. 39
2.3. Peneliti Terdahulu …………………………………………...…….. 55
3.1. Definisi Oprasional Variabel Penelitian ……………………………. 79
4.1. Proses Penyebaran dan Penerimaan Kuesioner ……………..……… 92
4.2. Presentase Jawaban Responden Variabel Kecerdasan Emosional .. 101
4.3. Presentase Jawaban Responden Variabel Kecerdasan Spiritual ….. 103
4.4. Presentase Jawaban Responden Variabel Kinerja Karyawan …….. 105
4.5. Hasil Uji Statistik Deskriptif ……………………………………… 107
4.6. Hasil Uji Validitas Variabel Independen Kecerdasan Emosional … 106
4.7. Hasil Uji Validitas Variabel Independen Kecerdasan Spiritual ….... 110
4.8. Hasil Uji Validitas Variabel Dependen Kinerja Karyawan ………. 111
4.9. Hasil Uji Reliabilitas ……………………………………………… 112
4.10. Hasil Uji Normalitas dengan Komogorov-Smirnov Test …………. 115
4.11. Hasil Uji Glejser ………………………………………………….. 117
4.12. Hasil Uji Multikolinieritas ………………………………………… 119
4.13. Hasil Analisis Regresi dengan SPSS versi 23 …………………….. 120
4.14. Hasil Uji Koefisien Determinasi (𝑅2) …………………………….. 123
4.15. Hasil Uji Statistik t ………………………………………………… 124
4.16. Hasil Uji Statistik F ……………………………………………...... 129
xv
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
2.1. Pengelompokan Kinerja………………………………………….... 20
2.2. Domain Kinerja Pegawai …………………………………………. 21
2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis ……………………………………... 63
4.1. Struktur ESQ Leadership Center ………………………………….. 91
4.2. Presentase Pengembalian Kuesioner …………………………….... 92
4.3. Deskripsi responden Betrdasarkan Jenis Kelamin ………………... 94
4.4. Deskripsi Responden Berdasarkan Usia ………………………….. 95
4.5. Deskripsi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ………….. 97
4.6. Deskripsi Responden Berdasarkan Masa Kerja …………………... 99
4.7. Hasil Uji Normalitas dengan Grafik Histogram ………………….. 114
4.8. Hasil Uji Normalitas dengan P-Plot Normality …………………... 114
4.9. Hasil Uji Heteroskedastisitas ……………………………………... 116
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman
1 Lembar Kuesioner ………………………………………………… 138
2 Data Mentah Jawaban Kuesioner …………………………………. 143
3 Hasil Uji Statistik Deskriptif ….………………………………….. 157
4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ……………………………….. 158
5 Hasil Uji Asumsi Klasik …………………………………….…….. 161
6 Hasil Uji Regresi Linier Berganda ………………………………... 163
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Salah satu faktor yang keberadaannya perlu diperhatikan oleh sebuah
organisasi dalam upaya mengikuti perkembangan dan perubahan yang terjadi
adalah faktor sumber daya manusia. SDM saat ini dipandang sebagai aset
strategis yang memegang peranan penting di dalam organisasi menjadikan
perusahaan menyadari bahwa perlunya me-manage dan melakukan
maintenance terhadap SDM yang mereka miliki secara tepat dan bijak. Hal ini
membuat semakin banyak organisasi memfokuskan perhatian mereka secara
khusus dalam hal pengupayaan peningkatan kualitas SDM melalui investasi
yang dilakukan pada kegiatan pelatihan dan pengembangan kemampuan
karyawan. Dengan sumber daya manusia yang terlatih dan berkualitas diharap
kedepannya dapat memudahkan jalan organisasi dalam mencapaian tujuan
organisasi secara efektif dan efisien.
Salah satu organisasi di sektor perusahaan Indonesia yang telah
mencoba melakukan inovasi terhadap upaya pelatihan dan pengembangan
sumber daya manusianya, yaitu PT. Elnusa. Elnusa melakukan penerapan
implementasi Spiritual Company model ESQ ke dalam perusahaan. Hasilnya
Spiritual Company yang diterapkan seperti itu berdampak pada peningkatan
pertumbuhan bisnis perusahaan sebesar 10-15% per tahun yang diperoleh oleh
PT. Elnusa (majalah Human Capital, Maret 2005).
2
Terobosan tersebut telah memberikan inspirasi bagi banyak kalangan
dan mendapatkan respon positif. Elnusa berupaya menjadi sebuah organisasi
sukses berkesinambungan mencoba mewujudkannya dengan menyeimbangkan
antara spirit dan strategi. Ini yang kemudian dikenal sebagai tren Emotional
Spiritual Quotient yang masuk dikalangan perusahaan. Dari perspektif ini
sumber daya manusia dilihat sebagai aset strategis yang memegang peranan
penting dalam organisasi serta merupakan investasi bernilai yang dapat
menghasilkan banyak manfaat jika dilatih dan dikembangkan secara tepat.
Pada sebagian besar masyarakat umum saat ini masih ada saja yang
sangat mengagungkan kemampuan otak dan daya nalar (IQ) dan sangat
memprioritaskan pengembangannya. Kemampuan berpikir dianggap sebagai
yang paling penting dan memegang peran dalam kehidupan seseorang. Dengan
pola pikir dan cara pandang yang demikian melahirkan manusia terdidik yang
cerdas namun sikap, perilaku, dan pola hidupnya kontras dengan kemamupan
intelektualnya. Banyak orang cerdas secara akademis saat ini namun gagal
dalam pekerjaan dan kehidupan sosial mereka. Mereka memiliki keperibadian
terbelah (split personality) sehingga tidak terjadi integrasi antara otak dan hati.
Sebenarnya pada tahun 1990-an masalah seperti itu sudah pernah
diprediksi dan ditemukan solusinya. Pada tahun 1990-an muncul teori
kecerdasan emosional (EQ) yang dipopulerkan oleh Daniel Goleman untuk
menjawab dan mengatasi isu-isu tersebut. Goleman (2015:42) melalui teorinya
berpendapat bahwa kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang sekitar
3
20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-
kekuatan lain, salah satunya yaitu kecerdasan emosional (EQ). Pada saat itu
dengan adanya penemuan teori ini membuka pengetahuan baru, tidak hanya
dikalangan masyarakat namun juga merambah kedunia bisnis akan pentingnya
EQ di dalam mengelolah bisnis, khususnya dibidang jasa. Orang mulai
menyadari bawa kesuksesan dapat dicapai bila ada keseimbangan antara IQ dan
EQ. Sehingga hal ini menjadikan EQ sebagai tren yang diperhatikan dan
ditinjau manfaatnya.
Beberapa organisasi bahkan merujuk beberapa hasil penelitian serta
praktik perusahaan dunia yang berhasil dalam menerapkan konsep EQ.
Penelitian Boyatzis pada tahun 1999 (Martin, 2000:26) menemukan bahwa
beberapa konsultan dan agen penjualan yang memiliki skor kompetensi EQ
yang tinggi ternyata menghasilkan kinerja dan hasil pendapatan yang lebih baik.
Perkembangan dalam usaha untuk menguak rahasia kecerdasan manusia
menjadi tren yang terus bergulir dan diteliti oleh pakar ilmuan. Pasangan suami
istri Danah Zohar dan Ian Marshall yang meneliti ini kemudian menamakan
kecerdasan baru sebagai pelengkap, yaitu kecerdasan spiritual (SQ) sebagai
landasan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara baik dan merupakan
kecerdasan yang mampu mengoptimalkan kerja kecerdasan yang lain.
Pencarian terhadap aspek spirtualitas terus tumbuh subur di tengah
masyarakat. Dalam perbincangan mengenai peningkatan kualitas karyawan
pada seminar dan eksibisi tanggal 6 - 7 Mei 2015 di Ritz Carlton Hotel – Mega
4
Kuningan, Jakarta, yang bertajuk Indonesia Spiritual Capital Development:
“Enrich The Transforming Human Capital, Accelerate Corporate
Performance”, menginformasikan bahwa saat ini dunia Human Capital telah
masuk ke dalam ranah yang jauh lebih dalam lagi, yaitu spiritual. Transformasi
Human Capital berbasis spiritual menjadi sebuah kebutuhan perusahaan. Jika
dulu seorang karyawan diberikan ragam pelatihan hardskill dan softskill. Saat
ini perusahaan memfasilitasi karyawannya dengan pelatihan yang mengarah ke
spiritual skill (http://portalhr.com).
Di Indonesia, hal ini menjadi sebuah tantangan juga merupakan suatu
kesempatan. Transformasi pengembangan sumber daya manusia dengan
pendekatan emosional dan spiritual merupakan suatu hal yang patut dicoba
sebagai solusi inovatif yang cepat dan tepat untuk melakukan pengelolaan
dalam peningkatan kompetensi dan kinerja karyawan.
Fenomena ini menjadi satu hal yang menarik dalam pengembangan
SDM di tanah air melalui peningkatan EQ dan SQ yang menjadikan Emotional
Spiritual Quotient sebagai tren dikalangan masyarakat dan pembisnis saat ini.
Sejauh mana ESQ dapat mempengaruhi proses bisnis di perusahaan, bagaimana
perusahaan maupun individu dapat secara efektif mendapatkan manfaat dari
pengembangan emosional-spiritual mereka, bagaimana bentuk implementasi
pengembangan ESQ bagi perusahaan merupakan rahasia yang masih terus
dicoba untuk digali saat ini.
Dari uraian di atas terlihat bahwa isu kecerdasan emosional dan
5
kecerdasan spiritual memiliki tren dan daya tarik yang cukup tinggi dalam
menarik perhatian dikalangan perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, saya
sebagai penulis tertarik untuk meneliti kecerdasan emosional dan kecerdasan
spiritual sebagai variabel yang diteliti.
Menurut Yuniningsih (2002:18), kesuksesan dan kinerja perusahaan
bisa dilihat dari kinerja yang telah dicapai oleh karyawannya, oleh sebab itu
perusahaan menuntut agar para karyawan mampu menampilkan kinerja yang
optimal karena baik buruknya kinerja yang dicapai oleh karyawan akan
berpengaruh pada kinerja dan keberhasilan perusahaan secara keseluruhan.
Kinerja karyawan tidak hanya dilihat dari kemampuan kerja yang sempurna
(IQ), tetapi juga kemampuan menguasai dan mengelolah diri sendiri (EQ) serta
kemampuan dalam membina hubungan dengan orang lain (SQ) (Martin,
2000:22).
Dengan kata lain sebuah perusahaan yang tangguh mempunyai pondasi
yang kuat. Individu-individu “hebat” di dalamnya merupakan salah satu faktor
kunci keberhasilan. Penggunaan kemajuan teknologi informasi tidak serta-
merta menjadikan sebuah perusahaan unggul di dalam dunia bisnis. Kompetisi
yang ketat, tuntutan yang semakin tinggi dan beragam, membuat bisnis
memerlukan solusi inovatif yang cepat dan tepat untuk melakukan pengelolaan
di segala bidang, termasuk dalam peningkatan kompetensi dan kinerja
karyawan. Hal ini menjadi salah satu penyebab mengapa perusahaan selalu
berupaya untuk melakukan peningkatan dan senantiasa menjaga stabilitas
6
kinerja karyawan di dalam perusahaan. Sehingga isu-isu dan problem terkait
ketenagakerjaan yang dapat berdampak pada kinerja merupakan permasalahan
yang akan mendapatkan perhatian dan penanganan secara khusus dan yang akan
selalu dihadapi oleh pihak manajemen perusahaan, oleh karena itu manajemen
perlu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan.
Berdasarkan hal di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian di
ranah perusahaan, khususnya mengenai kinerja karyawan yang merupakan
salah satu faktor kunci keberhasilan bagi perusahaan.
Di dalam sebuah negara perusahaan mempunyai banyak peran andil
dalam upaya peningkatan pembangunan ekonomi negara, diantaranya:
memberikan pelayanan bagi masyarakat baik berupa penyedian jasa maupun
produk, mengurangi pengangguran, meningkatkan pendapatan perkapital
masyarakat, melancarkan kegiatan ekonomi serta menarik investor asing
maupun lokal untuk dapat menanam modal di Indonesia. Maka dari itu
dibuatlah peraturan Good Corporate Governance oleh pemerintah untuk
mengatur jalanya kegiatan di sektor perusahaan.
Good Corporate Governance (GCG) atau tata kelola perusahaan yang
baik saat ini sudah menjadi satu hal penting yang harus diperhatikan
perusahaan-perusahaan, baik itu BUMN maupun swasta. Pelaksanaan prinsip
GCG didasarkan pada Peraturan Menteri BUMN No. Per-01/MBU/2011
tanggal 1 Agustus 2011 tentang Penerapan Praktik GCG pada Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) yang menyebutkan ketentuan serta pedoman
7
pelaksanaan GCG di Perusahaan. Dengan peraturan yang sudah ada dan tepat
seperti GCG, hal ini masih belum mampu membuat praktek yang dilakukan
perusahaan dan pekerja di lapangan mengikuti penerapan pengelolaan GCG
sepenuhnya. Kenyataanya di lapangan masih jauh berbeda dari tujuan yang
diharapkan. Di media masa kasus-kasus mengenai tindak pelanggaran yang
dilakukan oleh perusahaan maupun pekerjanya masih ramai memenuhi topik
berita bahkan tidak jarang menjadi headline dimedia, diantaranya terangkum
dalam tabel 1.1. berikut ini:
Tabel 1.1.
Laporan Kasus Pekerja dan Perusahaan
Tahun Keterangan
Kasus
Angka Sumber
2016 Perusahaan tidak
bayar pajak
2.000 Perusahaan
tidak membayar
pajak
Direktorat Jendral Pajak
Kementrian keuangan
(www.metrotvnews.com)
2015 Penipuan nasabah
oleh karyawan
Bank Permata
Penipuan nasabah
hingga Rp. 29
miliar
Direktur Tindak Pidana
Ekonomi dan Khusus
Bereskrim Polri
(www.okezone.com)
2014 Perusahaan PMA
tidak pernah bayar
pajak
4.000 Perusahaan
PMA
Mentri Keuangan
(www.tempo.co)
2010 -
2011
Pengelolaan
lingkungan yang
tidak sesuai
49 Perusahaan
berperingkat hitam
dan ditindaklanjuti
Kementrian Lingkungan
Hidup
(www.menlh.go.id) Sumber: diolah dari berbagai sumber yang tercantum di atas
Dari data di atas menggambarkan bahwa penerapan implementasi GCG
masih baru masuk pada tahap tataran sistem saja belum menyetuh ketitik pusat
dan menjadi prinsip yang mendarah daging dilingkungan perusahaan. Menurut
pendapat penulis hal ini menandakan ada sesuatu yang menjadi masalah
sebenarnya dalam sektor perusahaan, yang menjadikan GCG ini belum mampu
diimplementasikan sesuai tujuan dan ini menjadi tanda tanya besar bagi kita
8
untuk memecahkannya. Hal ini yang kemudian mendorong penulis berpikir,
apakah karena rendahnya kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual
seseorang di dalam sektor perusahaan yang menjadi salah satu faktor penyebab
GCG belum mampu untuk diimplementasikan sesuai dengan tujuan peraturan
pemerintah yang telah dibuat di atas.
Pendapat penulis ini sejalan dengan statement Samiyanto (2011) yang
mengatakan bahwa munculnya berbagai persoalan spiritualitas yang dihadapi
organisasi, masyarakat negara digambarkan melekat dengan sejumlah gejala
seperti krisis ekonomi, runtuhnya perusahaan-perusahaan besar, praktek
pengelolaan perusahaan yang tidak sehat, penyalahgunaan wewenang,
merebaknya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Selama ini, ketiga potensi
tersebut terpisah dan tidak didayagunakan secara optimum untuk membangun
sumber daya manusia. Akibatnya, terjadi krisis moral dan split personality yang
berdampak pada turunnya kinerja. Lebih buruk lagi, mereka menjadi manusia
yang kehilangan makna hidup serta jati dirinya. Maka dari latar belakang
penelitian yang telah dipaparkan di atas, dalam skripsi ini penulis mengambil
pembahasan, yaitu pengaruh kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual
terhadap kinerja karyawan, dengan case study pada lembaga ESQ Leadership
Center Jakarta.
Dalam studi kasus penelitian skripsi ini, kegiatan perusahaan yang
dikelola oleh ESQ Leadrship Center dalam upaya internalisasi misi, visi, dan
nilainya mampu menjadikan ketiga potensi (IQ, EQ dan SQ) menjadi sebuah
9
keyakinan pribadi (personal beliefs). Dampak bagi karyawannya adalah
menemukan makna bekerja dan termotivasi oleh sebuah alasan spiritual
sedangkan manfaat bagi perusahaan adalah meningkatkan produktivitas dan
loyalitas karyawan. Selain itu ESQ merupakan salah satu lembaga pelatihan
sumber daya manusia berbasis spiritual terbesar di Indonesia dan terpercaya.
Dalam upaya meningkatkan kualitas SDM dengan memperhatikan
pengembangan potensi IQ, EQ dan SQ karyawan, lembaga ESQ melakukan
pentrainingan rutin terhadap karyawannya sebanyak tiga kali dalam setahun
secara serentak untuk keseluruhan karyawan dan melakukan pentrainingan
khusus secara terpisah perdepartemen atau unit bagian perusahaan. Perusahaan
juga memfasilitasi waktu khusus setiap pekan hari selasa untuk melakukan
knowledge sharing yang diisi langsung oleh pimpinan perusahaan, Ary
Ginanjar Agustian untuk berdiskusi mengenai keilmuan, perkembangan
tantangan global dan sebagai ajang untuk mem-follow up hasil-hasil dari
pentrainingan sebelumnya.
Berdasarkan hasil observasi pra penelitian dan wawancara kepada
beberapa karyawan lembaga ESQ, menunjukan bahwa program training dan
knowledge sharing yang dilakukan oleh perusahaan tersebut tidak memiliki
presentase yang pasti mengenai substansi materi berapa besar presenan untuk
pengembangan EQ dalam usaha meningkatkan kecerdasan emosional khusus
untuk karyawan dan berapa besar substansi presenan materi untuk
pengembangan SQ dalam usaha meningkatkan kecerdasan spiritual
10
karyawannya. Pada prakteknya, pihak manajemen dan pimpinan perusahaan
hanya melihat kondisi pada situasi saat itu, apa yang dikira diperlukan oleh
karyawannya dan apa yang paling penting diangkat dalam pembahasannya pada
training-training dan pekanan knowledge sharing tersebut.
Fokus dan orientasi lembaga ESQ Leadership Center sangat berkaitan
dengan pembentukan kualitas SDM yang tidak hanya mengutamakan
kecerdasan intelektual saja, namun juga memperhatikan kecerdasan emosional
dan kecerdasan spiritual dalam rangka peningkatan kompetensi dan kinerja
karyawan. Hal inilah yang menjadikan ketertarikan penulis untuk mengangkat
dan menganalisa sejauh mana kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual
mempengaruhi kinerja karyawan lembaga ESQ Leadership Center Jakarta.
Dengan demikian tema penelitian ini, “Analisis Pengaruh Kecerdasan
Emosional dan Kecerdasan Spiritual terhadap Kinerja Karyawan dengan
Studi Kasus pada Karyawan Lembaga ESQ Leadership Center Jakarta”.
B. Perumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh kecerdasan emosional (EQ) terhadap kinerja
karyawan?
2. Bagaimana pengaruh kecerdasan spiritual (SQ) terhadap kinerja karyawan?
3. Bagaimana pengaruh kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual
(SQ) secara simultan terhadap kinerja karyawan?
11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka
dapat ditetapkan bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk:
a. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh dari kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual dengan kinerja karyawan pada
karyawan lembaga ESQ Leadership Center Jakarta baik secara parsial
maupun secara simultan.
b. Untuk memenuhi salah satu tugas akhir perkuliahan dalam rangka
memperoleh gelar Strata 1.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini, antara lain:
a. Bagi Perusahaan
Sebagai bahan masukan bagi pimpinan dalam merumuskan kebijakan
yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja karyawan di perusahaan.
b. Bagi Akademisi
Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya terkait dengan
Manjemen Sumber Manusia khususnya di bidang kinerja karyawan.
c. Bagi Penulis
Sebagai bahan pembekalan dan pengetahuan di masa depan dalam
memecahkan masalah yang berkaitan dengan kinerja karyawan.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah
kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki oleh suatu
individu, artinya kemampuan setiap manusia sangat ditentukan oleh daya
fisik dan daya fikirnya (wikipedia.com).
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) manajemen sumber
daya manusia (MSDM) diartikan sebagai suatu proses untuk menangani
berbagai macam masalah pada ruang lingkup pegawai, karyawan, buruh,
manajer serta tenaga kerja yang lainnya guna menunjang aktivitas
organisasi maupun perusahaan demi mencapai sebuah tujuan yang sudah
ditentukan. Pada hakikaktnya, SDM adalah manusia yang dipekerjakan di
suatu organisasi yang nantinya akan menjadi penggerak untuk bisa
mencapai tujuan organisasi itu sendiri. Manajemen sumber daya manusia
(MSDM) adalah suatu ilmu atau cara bagaimana mengatur hubungan dan
peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh individu secara
efisien dan efektif serta dapat digunakan secara maksimal sehingga tercapai
tujuan (goal) bersama perusahaan, karyawan dan masyarakat menjadi
maksimal. MSDM didasari pada suatu konsep bahwa setiap karyawan
13
adalah manusia bukan mesin dan bukan semata menjadi sumber daya bisnis.
2. Teori Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah rancangan
sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan
penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan
organisasi (Mathis dan Jackson, 2006:3). Hasibuan (2006:10)
mendefinisikan manajemen sumber daya manusia yakni ilmu dan seni
mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien
membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
Sedangkan Rivai (2005:1) mendefinisikan manajemen sumber daya
manusia sebagai salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi
segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksana dan pengendalian.
Dengan menguraikan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari
manajemen keorganisasian yang menekankan pada unsur sumber daya
manusia dan sudah menjadi tugas manajemen sumber daya manusia untuk
mengelola unsur manusia secara baik dalam upaya memperoleh tenaga kerja
yang tepat sesuai pekerjaan, sehingga mampu bekerja optimal demi
tercapainya tujuan perusahaan atau organisasi.
14
B. Kinerja Karyawan
1. Pengertian Kinerja Karyawan
Istilah kinerja berasal dari kata “Job Performance” atau “Actual
Performance” yang berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang
dicapai oleh seseorang (Mangkunegara, 2010).
Secara etimologi dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) kata
kinerja berarti suatu yang hendak dicapai, prestasi yang diperlihatkan,
kemampuan kerja. Dalam Dictionary Contemporary English Indonesia,
istilah kinerja digunakan bila seseorang menjalankan suatu proses dengan
terampil sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang ada. Kinerja adalah
sebuah kata dalam bahasa indonesia dari kata dasar "kerja" yang
menerjemahkan kata dari bahasa asing prestasi. Bisa pula berarti hasil kerja.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kinerja merupaka prestasi yang dicapai oleh
seseorang.
2. Teori Kinerja Karyawan
Kinerja cendrung dilihat sebagai hasil dari suatu proses pekerjaan
yang pengukurannya dilakukan dalam kurun waktu tertentu (Bernardin dan
Russel, 2007). Menurut pandangan Wibowo (2007), kinerja mempunyai
makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja tetapi termaksud bagaimana
proses pekerjaan berlangsung.
15
Menurut pendekatan perilaku dalam manajemen, kinerja adalah
kuantitas atau kualitas sesuatu yang dihasilkan atau jasa yang diberikan oleh
seseorang yang melakukan pekerjaan (Luthans, 2005). Sedangkan jika
menurut pendapat Sedarmayanti (2011:260), kinerja merupakan terjemahan
dari performance yang berarti hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses
manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja
tersebut harus dapat ditunjukkan buktinya secara konkrit dan dapat diukur
(dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan).
Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara
keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas
dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja,
target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu telah
disepakati bersama (Rivai, 2011:14).
Menurut Wirawan (2009), kinerja merupakan keluaran yang
dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau
suatu profesi dalam waktu tertentu. Secara sederhananya menurut Dassler
(2006) kinerja pegawai merupakan prestasi kerja, yaitu perbandingan antara
hasil kerja yang dilihat secara nyata dengan standar kerja yang telah
ditetapkan oleh organisasi. Dan menurut pandangan Mathis dan Jackson
(2006:65), mereka menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa
yang dilakukan atau tidak dilakukan pegawai. Manajemen kinerja adalah
keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja
16
perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan
kelompok kerja di perusahaan tersebut.
Dengan menguraikan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa kinerja adalah suatu hasil kerja baik secara kuantitas maupun kualitas
yang dicapai oleh seorang pekerja sesuai dengan tanggung jawab tugas yang
diberikan, yang kemudian dibandingkan dengan standar dan kriteria yang
telah ditetapkan dalam kurun waktu tertentu oleh organisasi.
3. Penilaian Kinerja Karyawan
Penilaian kinerja digunakan perusahaan untuk menilai kinerja
karyawannya atau mengevaluasi hasil pekerjaan karyawan. Penilaian
kinerja diartikan pula sebagai sebuah mekanisme yang baik untuk
mengendalikan karyawan. Penilaian kinerja juga disebut pemeringkatan
karyawan, evaluasi karyawan, tinjauan kerja, evaluasi kinerja, dan penilaian
hasil. Menurut Sedarmayanti (2011:261), penilaian kinerja adalah sistem
formal untuk memeriksa atau mengkaji dan mengevaluasi secara berkala
kinerja seseorang.
Menurut Bernardin dan Russel (2007), mengemukakan bahwa
penilaian kinerja adalah cara mengukur kontribusi individu (karyawan)
pada organisasi tempat mereka bekerja. Mathis dan Jackson (2006:382)
menyatakan bahwa penilaian kinerja (performance appraisal) adalah
sebagai suatu proses mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan
17
pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar yang telah
ditentukan, dan kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut kepada
karyawan. Sasaran yang menjadi objek dalam penilaian kinerja adalah
kecakapan, kemampuan karyawan dalam melaksanakan suatu pekerjaan
atau tugas yang dievaluasi dengan menggunakan tolak ukur tertentu secara
objektif dan dilakukan secar berkala. Penilaian kinerja yang baik tidak
hanya dilihat dari hasil yang dikerjakannya, namun juga dilihat dari proses
karyawan tersebut dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Menurut Michael Adryanto dalam bukunya “Tips and Tricks for
Driving Productivity: Strategi dan Teknik Mengelola Kinerja untuk
Meningkatkan Produktivitas”, penilaian kinerja hanya akan efektif bila
dilakukan secara fair dan objektif. Fair adalah berdasarkan standar yang
telah disepakati, sedangkan objektif adalah nilai-nilai yang diberikan sesuai
dengan tingkat pencapaian.
4. Manfaat Penilaian Kinerja
Manfaat penilaian kinerja bagi semua pihak adalah agar bagi mereka
mengetahui manfaat yang dapat mereka harapkan. (Rivai dan Basri,
2004:55) Pihak-pihak yang berkepentingan dalam penilaian adalah orang
yang dinilai (karyawan), penilai (atasan, supervisor, pimpinan, manager,
konsultan), dan perusahaan.
18
Manfaat keuntungan pelaksanaan penilaian kinerja bagi karyawan
yang dinilai (Rivai dan Basri, 2004:58) yaitu:
a. Meningkatkan motivasi
b. Meningkatkan kepuasan hidup
c. Adanya kejelasan standard hasil yang diterapkan mereka
d. Umpan balik dari kinerja lalu yang kurang akurat dan konstruktif
e. Membangun kekuatan dan mengurangi kelemahan karyawan
f. Peningkatan pengertian tentang nilai pribadi
g. Kesempatan untuk mendiskusikan permasalahan pekerjaan dan
bagaimana mereka mengatasinya
Manfaat pelaksanaan penilaian kinerja bagi penilai
supervisor/manager/penyelia (Rivai dan Basri, 2004:60) yaitu:
a. Kesempatan untuk mengukur dan mengidentifikasikan kecenderungan
kinerja karyawan untuk perbaikan manajeman selanjutnya
b. Kesempatan untuk mengembangkan suatu pandangan umum tentang
pekerjaan individu dan departemen yang lengkap
c. Memberikan peluang untuk mengembangkan sistem pengawasan baik
untuk pekerjaan manajer sendiri maupun pekerjaan dari bawahannya
d. Mengidentifikasi gagasan untuk peningkatan tentang nilai pribadi
e. Pemahaman yang lebih baik terhadap karyawan, tentang rasa takut, rasa
grogi, harapan, dan aspirasi mereka
f. Menigkatkan kepuasan kerja baik terhadap karyawan dari para manajer
maupun dari para karyawan
19
Manfaat penilaian kinerja bagi perusahaan (Rivai dan Basri,
2004:62) yaitu:
a. Meperbaiki seluruh simpul unit-unit yang ada dalam perusahaan karena
komunikasi menjadi lebih efektif mengenai tujuan perusahaan dan nilai
budaya perusahaan
b. Meningkatan rasa kebersamaan dan loyalitas
c. Meningkatan kemampuan dan kemauan manajer untuk menggunakan
keterampilan dan keahlian memimpinnya untuk memotivasi karyawan
dan mengembangkan kemauan dan keterampilan karyawan
d. Meningkatkan keharmonisan hubungan dalam pencapaian tujuan
perusahaan
e. Mengenali lebih jelas pelatihan dan pengembangan yang dibutuhkan
5. Dimensi Kinerja Karyawan
Menurut Wirawan (2014), kinerja organisasi dapat dikelompokan
menjadi berbagai jenis kinerja menurut kriteria tertentu untuk keperluan
penelitian, seperti dilukiskan pada gambar 2.1. berikut ini:
20
Gambar 2.1.
Pengelompokan Kinerja
Sumber: Wirawan (2014)
Pada kinerja pegawai, Wirawan (2014:733) mengelompokan
menjadi tiga jenis dimensi, yaitu: hasil kerja (kuantitas dan kualitas hasil
kerja pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya), prilaku kerja (ketika
berada di tempat kerja dan melaksanakan pekerjaannya, pegawai melakukan
dua jenis prilaku yaitu prilaku kerja dan prilaku pribadinya), dan sifat
pribadi yang ada hubungannya dengan pekerjaan (sifat pribadi yang
diperlukan oleh pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya). Dalam
evaluasi kinerja, domain kinerja pegawai terdiri dari komposisi presentasi
ketiga dimensi kerja tersebut, seperti terlihat pada gambar 2.2. berikut ini:
Kinerja
Kinerja Sumber Daya
Manusia
Kinerja Non Sumber
Daya Manusia
Kinerja Individu Pegawai
Kinerja kelompok
Kinerja Produksi
Kinerja Pemasaran
Kinerja Peralatan
Kinerja Keuangan
21
Domain Kinerja
Gambar 2.2.
Domain Kinerja Pegawai
Sumber: Wirawan (2014)
Mathis dan Jackson lebih lanjut memberikan standar kinerja
seseorang yang dilihat dari kuantitas output, kualitas output, jangka waktu
output, kehadiran di tempat kerja dan sikap kooperatif (2002:78). Standar
kinerja tersebut ditetapkan berdasarkan kriteria pekerjaan yaitu menjelaskan
apa-apa saja yang sudah diberikan organisasi untuk dikerjakan oleh
karyawannya, oleh karena itu kinerja individual dalam kriteria pekerjaan
haruslah diukur, dibandingkan dengan standar yang ada dan hasilnya harus
dikomunikasiksn kepada seluruh karyawan.
Lebih lengkapnya, Bernardin (2007) menjelaskan bahwa kinerja
seseorang dapat diukur berdasarkan 6 kriteria yang dihasilkan dari
pekerjaan yang bersangkutan. Keenam kriteria tersebut yaitu sebagai
berikut:
1. Kualitas, tingkatan dimana hasil akhir yang dicapai mendekati
sempurna dalam arti memenuhi tujuan yang diharapkan oleh
perusahaan. Pada dimensi ini dapat dilihat beberapa unsur indikatornya,
yaitu diantaranya kerja sesuai dengan standar perusahaan, kemampuan
Sifat Pribadi
Prilaku Kerja
Hasil Kerja
22
dalam ketelitian, dan disiplin.
2. Kuantitas, jumlah yang dihasilkan yang dinyatakan dalam istilah
sejumlah unit kerja ataupun merupakan jumlah siklus aktivitas yang
dihasilkan. Pada dimensi ini dapat dilihat beberapa unsur indikatornya,
yaitu diantarannya memiliki target dalam bekerja, mencapai suatu
target, dan menyelesaikan tugas-tugas pekerjaan dengan tepat dan
efisien.
3. Ketepatan Waktu, tingkat aktivitas di selesaikannya pekerjaan tersebut
pada waktu awal yang diinginkan. Waktu adalah hal yang penting dalam
mendukung kinerja karyawan oleh karena itu dapat dilihat beberapa
indikatornya, yaitu diantaranya menyelesaikan pekerjaan sesuai jangka
waktu yang ditentukan, tidak menunda-nunda waktu dalam bekerja serta
memiliki kecepatan dalam memanfaatkan waktu
4. Efektivitas, merupakan suatu tingkatan yang paling maksimal dari
penggunaan sumber daya (manusia, keuangan, teknologi) yang dimiliki
perusahaan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal atau
mengurangi kerugian dari masing-masing unit atau sebagai pengganti
dari penggunaan sumber daya. Efektivitas atau tidaknya suatu pekerjaan
dapat dilihat dari beberapa indikator diantaranya yaitu mampu
memperoleh keuntungan yang lebih, hadir tepat waktu serta mampu
berinovasi dalam melakukan pekerjaan.
5. Kemandiriam, karyawan dapat melakukan fungsi kerjanya tanpa
meminta bantuan dari orang lain. Adapun indikator dari dimensi
23
kemandirian yaitu suka terhadap tantangan, mengandalkan diri sendiri
dalam bertindak, dan berupaya untuk menjadi pekerja yang bisa
diandalkan.
6. Komitmen, berarti karyawan mempunyai tanggung jawab penuh
terhadap pekerjaannya. Hal ini mencakup beberapa indikator
diantarannya yaitu kemampuan karyawan dalam bertanggungjawab,
loyalitas terhadap perusahaan, dan bekerja sepenuh hati.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa indikator kinerja
karyawan adalah kerja sesuai dengan standar perusahaan, kemampuan
dalam ketelitian, disiplin, memiliki target dalam bekerja, mencapai suatu
target, menyelesaikan tugas-tugas pekerjaan dengan tepat dan efisien,
menyelesaikan pekerjaan sesuai jangka waktu yang ditentukan, tidak
menunda-nunda waktu dalam bekerja, memiliki kecepatan dalam
memanfaatkan waktu, mampu memperoleh keuntungan yang lebih, hadir
tepat waktu, mampu berinovasi dalam melakukan pekerjaan, suka terhadap
tantangan, mengandalkan diri sendiri dalam bertindak, berupaya untuk
menjadi pekerja yang bisa diandalkan, kemampuan karyawan dalam
bertanggungjawab, loyalitas terhadap perusahaan, dan bekerja sepenuh hati.
24
C. Kecerdasan Emosional (EQ)
1. Pengertian Kecerdasan Emosional
Akar kata emosi adalah movere, kata kerja Bahasa Latin yang berarti
“menggerakkan, bergerak”, ditambah awalan “e” untuk memberi arti
“bergerak menjauh”, menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak
merupakan hal mutlak dalam emosi (Goleman, 2007:7).
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi ketiga,
kecerdasan emosional adalah kecerdasan yang berkenaan dengan hati dan
kepedulian antar sesama manusia, makhluk lain dan alam sekitar (Pusat
Bahasa Depdiknas, 2007:209)
Istilah “kecerdasan emosional” pertama kali dilontarkan pada tahun
1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer
dari University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas
emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Daniel Goleman
(2007:411) menganggap emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-
pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian
kecendrungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan
untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan
dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong
perubahan hati seseorang, seingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi
sedih mendorong untuk menangis.
25
2. Teori Kecerdasan Emosional
Model pelopor teori tentang kercerdasan emosional pertama kali
muncul dalam disertasi doktor Reuven Bar-On, seorang psikolog Israel
yang berjudul, “The Development of a Concept and Test of Psychological
Well-being” pada tahun 1980-an. Modelnya menjabarkan mengenai
kecerdasan emosi sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi, dan
sosial yang mempengaruhi kemampauan seseorang untuk berhasil dalam
mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan. Di dalam disertasinya kelima
belas kemampuan pokok itu dibagi kedalam lima gugus umum, yaitu:
keterampilan intrapribadi (kemampuan menyadari diri, memahami emosi,
dan mengungkapkan perasaan serta gagasan), keterampilan antarpribadi
(kemampuan menyadari dan memahami perasaan orang lain, peduli kepada
orang lain secara umum, dan menjalin hubungan akrab), adaptabilitas
(kemampuan menguji perasaan diri, kemampuan mengukur situasi sesaat
dengan teliti, luwes mengubah perasan dan pikiran diri, lalu
menggunakannya untuk memecahkan masalah), strategi pengelolaan stres
(kemampuan mengatasi stres dan luapan emosi), dan faktor-faktor yang
terkait motivasi dan suasana hati (bersikap optimis,menikmati diri sendiri,
menikmati kebersamaan, merasakan serta mengekspresikan kebahagiaan)
(Goleman, 2005:513).
Di antara pakar-pakar teori tentang kecerdasan emosional paling
berpengaruh yang menunjukkan perbedaan nyata antara kemampuan
26
intelektual dan emosi adalah Howard Gardner pada tahun 1983, seorang
psikolog Harvard. Gardner dalam bukunya yang berjudul “Frame of Mind”
mengatakan bahwa bukan hanya satu jenis kecerdasan yang monolitik yang
penting untuk meraih sukses dalam kehidupan, melainkan ada spektrum
kecerdasan yang lebar dengan tujuh varietas utama yaitu linguistik,
matematika/logika, spasial, kinestetik, musik, interpersonal dan
intrapersonal. Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner sebagai kecerdasan
pribadi yang oleh Daniel Goleman disebut sebagai kecerdasan emosional.
Kecerdasan lain itu disebut dengan emotional intelegence atau kecerdasan
emosi (Goleman, 2015).
Sebuah teori yang komprehensif tentang kecerdasan emosional
diajukan pada tahun 1990 oleh dua orang psikolog, Peter Salovey dari
Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire
untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting
bagi keberhasilan. Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan
emosional sebagai kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan
sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk
memandu pikiran dan tindakan (Goelman, 2005). Salovey juga memberikan
definisi dasar tentang kecerdasan emosi dalam lima wilayah utama, yaitu:
kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri
sendiri, mengenali emosi orang lain, dan kemampuan membina hubungan
dengan orang lain (Goleman, 2015:55). Yang kemudian oleh Daniel
Goleman, model Salovey-Mayer ini diadaptasi ke dalam versinya yang
27
dirasa paling bermanfaat untuk memahami cara kerja bakat-bakat tersebuat
dalam kehidupan kerja (Goleman, 2005).
Daniel Goleman merupakan salah seorang yang paling
mempopulerkan jenis kecerdasan manusia lainnya yang dianggap sebagai
faktor penting yang dapat mempengaruhi prestasi seseorang pada tahun
1996 dan melalui bukunnya yang berjudul “Emotional Intelligence” yang
dipublikasikan secara luas hingga ke luar negeri. Goleman mengemukakan
bahwa kecerdasan emosi atau emotional intelligence merujuk kepada
kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain,
kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi
dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.
Kecerdasan emosi mencakup kemampuan-kemampuan yang berbeda, tetapi
saling melengkapi dengan kecerdasan akademik (academic intelligence),
yaitu kemampuan-kemampuan kognitif murni yang diukur dengan IQ
(Goleman, 2005).
Menurut Goleman (2005), garis pembagi utama kecakapan-
kecakapan yang kita miliki terletak antara pikiran dan hati, atau secara lebih
teknis, antara kognisi dan emosi. Sebagian kecakapan bersifat murni
kognitif, misalnya panalaran analitis atau keahlian teknis. Sedangkan
kecakapan lainnnya merupakan perpaduan pikiran dan perasaan, inilah yang
disebut Goleman “kecerdasan emosi”. Kecerdasan emosi menentukan
potensi kita untuk mempelajari keterampilan-keterampilan praktis.
28
Sedangkan Agustian (2007:9) menerjemahkan bahwa kecerdasan
emosional adalah kemampuan untuk merasa. Kunci kecerdasan emosi
adalah pada kejujuran suara hati. Suara hati itulah yang harusnya dijadikan
pusat prinsip yang mampu memberi rasa aman, pedoman, kekuatan serta
kebijaksanaan.
Dengan menguraikan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk
memahami emosi diri sendiri dan orang lain, memotivasi diri sendiri, serta
berusaha menjalin hubungan baik dengan orang lain.
3. Dimensi Kecerdasan Emosional
Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau
keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik
pada tingkatan konseptual maupun di dunia nyata. Tingkat kecerdasan
emosi seseorang tidak terikat dengan faktor genetis, tidak juga hanya dapat
dapat berkembang selama kanak -kanak. Tidak seperti IQ, yang berubah
hanya sedikit sesudah melewati usia remaja, kecerdasan emosi lebih banyak
diperoleh lewat belajar, dan terus berkembang sepanjang hidup sambil
belajar dari pengalaman sendiri (Goleman, 2005).
Secara konseptual, kerangka kerja kecerdasan emosional dapat
diukur dari beberapa aspek-aspek yang ada. Goleman (2005)
mengemukakan lima kecakapan dasar individu dalam kecerdasan emosi,
29
yaitu:
1. Kesadaran Diri (Self Awarness). Kemampuan untuk mengetahui apa
yang dirasakan dalam dirinya dan menggunakannya untuk memandu
pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis
atas kemampuan diri sendiri dan kepercayaan diri yang kuat.
2. Pengaturan Diri (Self Management). Kemampuan seseorang dalam
mengendalikan dan menangani emosinya sendiri sedemikian rupa
sehingga berdampak positif pada pelaksanaan tugas, memiliki kepekaan
pada kata hati, serta sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya
suatu sasaran dan mampu pulih kembali dari tekanan emosi.
3. Motivasi Diri (Self Motivation). Hasrat yang paling dalam untuk
menggerakkan dan menuntun diri menuju sasaran, membantu
pengambilan inisiatif serta bertindak sangat efektif, dan mampu untuk
bertahan dan bangkit dari kegagalan dan frustasi.
4. Empati (Emphaty). Kemampuan merasakan apa yang dirasakakan orang
lain, mampu memahami perspektif orang lain dan menumbuhkan
hubungan saling percaya, serta mampu menyelaraskan diri dengan
berbagai tipe hubungan.
5. Keterampilan Sosial (Relationship Management). Kemampuan untuk
menangani emosi dengan baik ketika berhubungan sosial dengan orang
lain, mampu membaca situasi dan jaringan sosial secara cermat,
berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan ini untuk
mempengaruhi, memimpin, bermusyawarah, menyelesaikan
30
perselisihan, serta bekerja sama dalam tim.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Daniel Goleman dalam bentuk tabel
sebagai berikut (2005:42):
Tabel 2.1.
Kerangka Kerja Kecakapan Emosi
Kecakapan Pribadi
Kecakapan ini menentukan
bagaimana kita mengelila diri
sendiri
Kecakapan Sosial
Kecakapan ini menentukan
bagaimana kita menangani suatu
hubungan
Kesadaran Diri
Mengetahui kondisi diri sendiri,
kesukaan, sumber daya, dan intuisi
Kesadaran emosi: mengenali emosi
diri sendiri dan efeknya.
Penilaian diri secra teliti:
mengetahui kekuatan dan batasan-
batasan diri sendiri.
Percaya diri: keyakinan tentang
harga diri dan kemampuan sendiri.
Empati
Kesadaran terhadap perasaan,
kebutuhan, dan kepentingan orang
lain
Memahami orang lain:
mengindrakan perasaan dan
perspektif orang lain, dan
menunjukan minat aktif terhadap
kepentingan mereka.
Orientasi pelayanan:
mengantisipasi, mengendalikan, dan
berusaha memenuhi kebutuhan
pelanggan.
Mengembangkan orang lain:
merasakan kebutuhan
perkembangan orang lain dan
berusaa menumbuhkan kemampuan
mereka.
Mengatasi keragaman:
menumbukan peluang melalui
pergaulan dengan macam-macam
orang.
Kesadaran politis: mampu membaca
arus-arus emosi sebuah kelompok
dan hubunganya dengan kekuasaan.
Pengaturan Diri
Mengelola kondisi, implus, dan
sumber daya diri sendiri
Kendali diri: mengelola emosi-
emosi dan desakan-desakan hati
yang merusak.
Sifat dapat dipercaya: memelihara
norma kejujuran dan integritas.
Kewaspadaan: bertanggungjawab
atas kinerja pribadi.
Adaptibilitas: keluesan dalam
menghadapai perubahan.
Inovasi: mudah menerima dan
terbuka terhadap gagasan,
pendekatan, dan informasi-informasi
baru.
31
Motivasi Diri
Kecendrungan emosi yang
mengantar atau memudahkan
peraihan sasaran
Dorongan prestasi: dorongaan
untuk menjadi lebih baik.
Komitmen: menyesuaikan diri
dengan sasaran kelompok atau
perusahaan.
Inisiatif: kesiapan ntuk
memanfaatkan kesempatan.
Optimisme: kegigihan dalam
memperjuangkan sasaran kendati
ada halangan atau gagal.
Keterampilan Sosial
Keterampilan dalam menggugah
anggapan yang dikehendaki pada
orang lain
Pengaruh: melakukan taktik-taktik
untuk melakukan persuasi.
Komunikasi: mengirimkan pesan
yang jelas dan meyakinkan.
Kepemimpinan: membangkitkan
inspirasi dan memandu kelompok
dan orang lain.
Katalisator perubahan: memulai
dan mengelola perubahan.
Manajemen konflik: negosiasi dan
pemecahan silang pendapat.
Pengikat jaringan: menumbhkan
hubngan sebagai alat.
Kolaborasi dan kooprerasi: kerja
sama dengan orang lain demi tujuan
bersama.
Kemampuan tim: menciptakan
sinergi kelompok dalam
memperjuangkan tujuan bersama.
Sumber: Goleman (2005)
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa indikator
kecerdasan emosional adalah dengan mengenali emosi diri sendiri dan
efeknya, mengetahui kekuatan dan batasan-batasan diri, keyakinan tentang
harga diri dan kemampuan sendiri, mengelola emosi dan desakan hati yang
merusak, memelihara norma kejujuran dan integritas, bertanggungjawab
atas kinerja pribadi, keluesan menghadapai perubahan, mudah menerima
dan terbuka (terhadap gagasan, pendekatan, dan informasi baru), memiliki
dorongaan menjadi lebih baik, menyesuaikan diri dengan sasaran
kelompok, kesiapan memanfaatkan kesempatan, kegigihan
memperjuangkan sasaran, mengindrakan perasaan dan perspektif orang lain
32
serta menunjukan minat aktif terhadap kepentingan mereka, memenuhi
kebutuhan pelanggan, merasakan kebutuhan perkembangan orang lain dan
menumbuhkan kemampuan mereka, menumbukan peluang melalui
pergaulan, mampu membaca arus-arus emosi kelompok dan hubunganya
dengan kekuasaan, melakukan taktik-taktik melakukan persuasi,
mengirimkan pesan yang jelas dan meyakinkan, membangkitkan inspirasi
dan memandu kelompok dan orang lain, memulai dan mengelola perubahan,
mampu bernegosiasi dan pemecahan silang pendapat, menumbuhkan
hubungan sebagai alat, dapat kerja sama dengan orang lain, dan
menciptakan sinergi kelompok.
4. Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Peningkatan Kinerja
Organisasai
Manusia memiliki 3 modal dalam bekerja yaitu modal materil atau
fisik (keterampilan atau pengetahuan), modal sosial (rasa kebersamaan serta
keterikatan emosi), dan modal spiritual (kemampuan mengenal diri dan
memaknai lebih). Untuk mengelola ketiga modal tadi, diperlukan tiga jenis
kecerdasan. Fungsi IQ adalah “What I think” (apa yang saya pikirkan) untuk
mengelola kekayaan fisik atau materi; fungsi EQ adalah “What I feel” (apa
yang saya rasakan) untuk mengelola kekayaan sosial; dan fungsi SQ adalah
“Who am I” (siapa saya) untuk mengelola kekayaan spiritual. Agar dapat
melahirkan manusia yang memiliki motivasi total, maka tidak cukup hanya
dengan mengasah potensi kecerdasan intelektual (IQ), namun perlu
33
dipertajam potensi emosi (EQ) dan juga dilandasi potensi spiritual (SQ).
Ketika setiap elemen masyarakat di dalam perusahaan telah mengaktifkan
EQ dan SQ mereka dengan baik dalam dunia kerja. Maka dampak bagi
individu adalah menemukan makna bekerja dan termotivasi oleh sebuah
alasan spiritual sedangkan bagi insitusi tempatnya bekerja adalah
meningkatkan produktivitas dan loyalitas pekerja (www.esqway165.com).
Beberapa organisasi bahkan merujuk beberapa hasil penelitian serta
praktik perusahaan dunia yang berhasil dalam menerapkan konsep
kecerdasan emosi. Penelitian Boyatzis pada tahun 1999 (dalam Martin,
2000) menemukan bahwa beberapa konsultan dan agen penjualan yang
memiliki skor kompetensi EQ yang tinggi ternyata menghasilkan kinerja
dan hasil pendapatan yang lebih baik. Laporan tambahan dari Hay/Mcber
Research, menghasilkan riset yang menunjukan bahwa kecerdasan emosi
ternyata mampu meningkatkan rata-rata kinerja tenaga penjualan (Sala,
2004:1).
D. Kecerdasan Spiritual (SQ)
1. Pengertian Kecerdasan Spiritual
Pengertian kecerdasan spiritual dalam buku, “Spiritual Capital”,
Danah Zohar dan Ian Marshall menerangakan bahwa spiritual berasal dari
bahasa Latin Spiritus yang berarti prinsip yang memfasilitasi suatu
organisme, bisa juga dari bahasa Latin sapientia (sophia dalam bahasa
Yunani) yang berarti kearifan−kecerdasan kearifan (wisdom intelligence).
34
Sedangkan, menurut Buzan (2003:6) spiritual berasal dari kata spirit yang
berasal dari bahasa Latin Spritus yang berarti napas.
Dalam istilah modern mengacu kepada energi batin yang non-
jasmani meliputi emosi dan karakter. Dalam kamus psikologi, spirit adalah
suatu zat atau makhluk immaterial, biasanya bersifat ketuhanan menurut
aslinya, yang diberi sifat dari banyak ciri karakteristik manusia, kekuatan,
tenaga, semangat, vitalitas energi disposisi, moral atau motivasi.
2. Teori Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan spiritual (SQ) merupakan temuan terkini secara ilmiah,
yang pertama kali digagas oleh sepasang suami istri Danah Zohar dan Ian
Marshall, yang masing-masing dari Harvard University dan Oxford
University melalui riset yang sangat komperhensif. Beberapa pembuktian
ilmiah tentang kecerdasan spiritual dipaparkan Dahan Zohar dan Ian
Marshall dalam bukunya “Spiritual Quotient, The Ultimate Intelligence”.
Eksistensi mengenai kecerdasan baru (SQ) ini diperkuat lagi dengan
kajian Michael Persinger serta temuan dari V.S. Ramachandran mengenai
adanya “Titik Tuhan” (God Spot) dalam otak manusia−built in sebagai
pusat spiritual (spiritual center) yang terletak dibagian depan otak. Pada
penemuan ini adanya “Titik Tuhan” (God Spot) tidak membuktikan adanya
Tuhan, tetapi menunjukan bahwa otak telah berkembang untuk menanyakan
“pertanyaan-pertanyaan pokok”, untuk memiliki dan menggunakan
35
kepekaan terhadap makna dan nilai yang lebih luas (Zohar dan Marshall,
2001:10).
Danah Zohar dan Ian Marshall (2002:4) mendefinisikan kecerdasan
spiritual (SQ) sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau
value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan prilaku dan hidup kita dalam
konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa
tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan
yang lainnya. SQ merupakan persyaratan bagi berfungsinya IQ dan EQ
secara efektif (Zohar dan Marshall, 2005:4). Zohar dan Marshall (2005)
mengungkapkan bahwa SQ mengintegrasikan semua kecerdasan kita (IQ,
EQ, dan SQ) dan menjadikan kita makhluk yang benar-benar utuh
intelektual, emosional, dan spiritual. Hal tersebut seperti juga ditullis oleh
Mudali (2002:3) bahwa menjadi pintar tidak hanya dinyatakan dengan
memiliki IQ yang tinggi, tetapi untuk menjadi sungguh-sungguh pintar
sesorang haruslah memiliki kecerdasan spiritual (SQ).
Dalam teorinya, Zohar dan Marshall (2005) menjelaskan bahwa
spiritualitas tidak harus dikaitkan dengan kedekatan seseorang dengan
aspek ketuhanan (agama), sebab seorang humanis atau atheis pun dapat
memiliki spiritualitas tinggi. Kecerdasan spiritual lebih berkaitan dengan
pencerahan jiwa (kecerdasan jiwa).
Akan tetapi, beberapa penelitian menunjukan bahwa seseorang yang
memiliki kepercayaan atau mejalankan agam, umunya memiliki tingkat
36
kecerdasan spiritual yang lebih tinggi dibangingkan dengan mereka yang
tidak memiliki kepercayaan atau tidak menjalankan agama. Seperti
misalnya penelitian yan dilakukan Harold G. Koening dan kawan-kawan
yang telah dipublikasikan Oxford University Pers dalam bentuk buku yang
berjudul “Handbook of Religion and Health. Penelitian yang mereka
lakukan menemukan bahwa disetiap tingkatan pendidikan dan usia, orang
yang pergi ketempat ibadah (mesjid, gereja, vihara atau lainnya), berdoa dan
membaca kitab suci secara rutin, ternyata hidup lebih lama sekitar tujuh
sampai empat belas tahun dan memiliki kesehatan fisik yang lebih baik
dibandingkan dengan orang yang tidak menjalankan ritual keagamaan
(Wahab dan Umiarso, 2011:17).
Dalam pandangan Wahab dan Umiarso (2011), kecerdasan spiritual
(SQ) adalah kecerdasan yang sudah ada dalam setiap manusia sejak lahir
yang membuat manusia menjalani hidup ini dengan penuh makna, selalu
mendengarkan suara hati nuraninya, tak pernah sia-sia, semua yang
dijalaninya selalu bernilai. Jadi SQ dapat membantu sesorang untuk
membangun dirinya secara utuh. Semua yang dijalaninya tidak hanya
berdasarkan proses berpikir rasio saja, tetapi juga menggunakan hati nurani
karena hati nurani adalah pusat kecerdasan spiritual. Secara singkat SQ
merupakan kemampuan menghidupkan kebenaran yang paling dalam.
Marsha Sinetar, yang terkenal luas sebagai pendidik, penasehat,
pengusaha, dan penulis buku-buku best seller, menafsirkan kecerdasan
37
spiritual (SQ) sebagai pemikiran yang terilhami, yang maksudnya adalah
kecerdasan yang diilhami oleh dorongan dan efektivitas, keberadaan atau
hidup keilahian yang mempersatukan kita sebagai bagian-bagian. Dalam
pandangan Imam Supriyanto mendefinisikan SQ sebagai kesadaran tentang
gambaran besar atau gambaran menyeluruh tentang diri sseorang dan jagat
raya (Supriyanto, 2006:75).
Agustian (2007) mendefinisikan kecerdasan spiritual (SQ) sebagai
kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan
kegiatan melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah,
menuju manusia yang seutuhnya dan memiliki pola pemikiran integralistik,
serta berprinsip hanya karena Allah. Menurutnya kecerdasan spiritual (SQ)
adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara
efektif dan merupakan kecerdasan tertinggi kita. Kecerdasan spiritual
mampu mengoptimalkan kerja kecerdasan yang lain. Individu yang
mempunyai kebermaknaan (SQ) yang tinggi, mampu menyandarkan jiwa
sepenuhnya berdasarkan makna yang ia peroleh, dari sana ketenangan hati
akan muncul. Jika hati telah tenang (EQ) akan memberi sinyal untuk
menurunkan kerja simpatis menjadi para simpatis. Bila ia telah tenang
karena aliran darah telah teratur maka individu akan dapat berfikir secara
optimal (IQ), sehingga ia lebih tepat dalam mengambil keputusan.
Manajemen diri untuk mengolah hati dan potensi kemanusiaan tidak cukup
hanya dengan IQ dan EQ, kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang
sangat berperan dalam diri manusia sebagai pembimbing kecerdasan lain.
38
Tikollah dkk (2006) menyatakan bahwa kecerdasan intelektual,
kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual tak terpisahkan dalam
kehidupan seseorang, oleh karena itu dalam upaya pembentukan dan
pengembangan sikap maka ketiga kecerdasan tersebut saling melengkapi.
Kecerdasan tidak dapat dipisahkan dari ilmu karena orang yang cerdas
biasanya adalah orang yang berilmu, demikian juga orang yang berilmu
akan menjadi orang yang cerdas. Orang yang mempunyai kecerdasan, baik
itu kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosional akan kurang
sempurna bila tidak mempunyai kecedasan spiritual.
Sedangkan menurut pendapat Khavari (2006:28) menyatakan bahwa
kecerdasan spiritual adalah kecerdasan pada jiwa manusia. Kecerdasan
spiritual memberikan kemampuan untuk melihat nilai positif dalam setiap
masalah dan kearifan untuk menangani masalah terhadap perilaku atau jalan
kehidupan seseorang.
Dengan menguraikan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk menelaah dan melihat
suatu keadaan secara menyeluruh sehingga dapat menemukan pemahaman
makna yang mendalam yang akhirnya memunculkan ketenangan hati dari
keadaan yang dihadapi.
39
3. Dimensi Kecerdasan Spiritual
Zohar dan Marshall (2005) dalam buku terbarunya “Spiritual
Capital”, mengemukakan perbedaan antara bisnis konvensional dengan
bisnis berbasis spiritual (bisnis bermodal spiritual), yang terdapat
manajemen spiritual di dalam lingkup perusahaan, sebagai berikut pada
tabel 2.2.:
Tabel 2.2.
Perbedaan Bisnis Konvensional dengan Bisnis Berbasis Spiritual
Bisnis Konvensional Bisnis Berbasis Spiritual
Memerosotkan sumber daya
Mengabaikan generasi mendatang
Menyebarkan departasi personal
Melahirkan kepemimpinan
egoistic
Memicu stress
Menonjolkan kepentingan diri
Menyultkan kerusuhan
Menimbulkan ketakutan
Memelihara dan
memperbaharui sumber daya
Memelihara generasi
mendatang sebagai stakeholder
Mengilhami
Menyikapi kepemimpinan
sebagai panggilan jiwa
Mendatangkan kepuasan
Menaggulangi kesenjangan dan
kemarahan
Melahirkan harapan
Sumber: Zohar dan Marshall (2005)
Tanda-tanda dari kecerdasan spiritual yang telah berkembang
dengan baik antara lain mencakup fleksibilitas, tingkat kesadaran diri yang
tinggi, mampu menghadapi dan memanfaatkan penderitaan dan rasa sakit,
kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai, keengganan untuk
menyebabkan kerugian, melihat keterkaitan antara berbagai hal
(berpandangan holistik), dan kecenderungan mencari jawaban-jawaban
mendasar (Zohar dan Marshall, 2005).
40
Sukidi (2002) menjelaskan tentang nilai-nilai kecerdasan spiritual
berdasarkan kajian kecerdasan spiritual Zohar dan Marshall yang banyak
dibutuhkan dalam dunia bisnis, yaitu sebagai berikut:
1. Mutlak Jujur. Kata kunci pertama untuk sukses di dunia bisnis adalah
mutlak jujur, yaitu berkata benar dan konsisten akan kebenaran. Ini
merupakan hukum spiritual dalam dunia usaha. Pada dimensi ini
indikatornya berupa keyakinan untuk jujur, enggan melakukan
kecurangan, dan bekerja dengan benar.
2. Keterbukaan. Keterbukaan merupakan sebuah hukum alam di dunia
bisnis, maka logikanya apabila seseorang bersikap fair atau terbuka
maka ia telah berpartisipasi di jalan menuju dunia yang baik. Pada
dimensi ini indikatornya berupa keterbukaan dalam bekerja, dapat
menerima kritikan, dan mampu memberi saran atau masukan untuk
perusahaan.
3. Pengetahuan Diri. Pengetahuan diri menjadi elemen utama dan sangat
dibutuhkan dalam kesuksesan sebuah usaha karena dunia usaha sangat
memperhatikan dalam lingkungan belajar yang baik. Pada dimensi ini
indikatornya berupa paham akan tugas diri serta kemampuan berinovasi
dan mengembangkan diri sendiri.
4. Fokus pada Kontribusi. Dalam dunia usaha terdapat hukum yang lebih
mengutamakan memberi daripada menerima, hal ini penting berhadapan
dengan kecenderungan manusia untuk menuntut hak ketimbang
memenuhi kewajiban. Untuk itulah orang harus pandai membangun
41
kesadaran diri untuk lebih terfokuas pada kontribusi. Untuk dimensi
fokus pada kontribusi indikatornya adalah bersungguh-sungguh dalam
bekerja dan fokus dalam menangani tugas.
5. Spiritual Non Dogmatis. Komponen ini merupakan nilai kecerdasan
spiritual dimana di dalamnya terdapat kemampuan untuk bersikap
fleksibel, memiliki tingkat kesadaran yang tinggi, serta kemampuan
untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan serta memiliki
kualitas hidup yang didasari oleh visi dan nilai-nilai.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa indikator
kecerdasan spiritual adalah keyakinan untuk jujur, enggan melakukan
kecurangan, bekerja dengan benar, keterbukaan dalam bekerja, dapat
menerima keritikan, mampu memberi saran atau masukan untuk
perusahaan, paham akan tugas diri, kemampuan berinovasi dan
mengembangkan diri sendiri, bersungguh-sungguh dalam bekerja, fokus
dalam menangani tugas, kemampuan untuk bersikap fleksibel, memiliki
tingkat kesadaran yang tinggi, serta kemampuan untuk menghadapi dan
memanfaatkan penderitaan, memiliki kualitas hidup yang didasari oleh visi
dan nilai.
4. Peran Manajer dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiritual Karyawan
Manajer di dalam suatu organisasi memiliki peran sebagai
pemimpin yang dapat mempengaruhi organisasi dalam pencapaian
keseluruhan tujuan organisasi. Sehingga dalam pengembangan individu dan
42
penguatan organisasi memerlukan pemimpin yang dapat diandalkan sebagai
penunjuk jalan yang mampu membangkitkan optimis dan keyakinan dalam
merealisasikan gagasan-gagasan besar organisasi (Hendrawan, 2009).
Dalam kajian mengenai kecerdasan spiritual, Sisk dan Torence
dalam Hendrawan (2009) mengemukakan bahwa karakteristik
kepemimpinan (manager) yang memiliki kecerdasan spiritual ditandai
dengan mereka yang memiliki presepsi dan nilai-nilai yang mencerminkan
presepsi lebih besar, dan sebagai dampaknya perkataan dan tindakan
mereka dapat mempengaruhi bawahannya untuk membangun kesadaran
karyawan tentang kebenaran universal dalam pandangan kinerja mereka.
Pemimpin (manajer) dalam peranan ini tergolong sebagai para pencari jalan
spiritual (spiritual pathfinder) bagi bawahanya karena kekuatanya
memperbahrui karyawan, membangun harapan, dan meningkatkan cita-
citanya.
Kualitas spiritual pathfinder inilah yang dimaksudkan dengan
manajer sebagai pemimpin yang berperan dalam penunjuk atau pengarah
jalan. Kualitas semacam itu mampu menumbuhkan rasa keterpanggilan
pada tugas, peran, dan rasa keanggotaan pada karyawan yang paling dalam
serta pemenuhan makna pada organisasi korporat. Dan kita membutuhkan
kualitas spiritual pathfinder ini mengingat kecendrungan kompleksifikasi
organisasi korporat dewasa ini.
43
Secara ringkas peran manajer dalam meningkatkan kecerdasan
spiritual karyawanya adalah sebagai berikut:
a. Penunjuk jalan yang mampu membangkitkan optimis dan keyakinan
dalam merealisasikan gagasan
b. Mempengaruhi karyawannya untuk membangun kesadaran karyawan
tentang kebenaran universal dalam pandangan kinerja
c. Memberi kekuatan dalam memperbahrui karyawan, membangun
harapan, dan meningkatkan cita-cita karyawan
d. Menumbuhkan rasa keterpanggilan pada tugas, peran, dan rasa
keanggotaan pada karyawan yang paling dalam
e. Pemenuhan makna bagi karyawan pada organisasi korporat
E. Hubungan Antar Variabel
1. Hubungan Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja Karyawan
Dunia kerja mempunyai berbagai masalah dan tantangan yang
harus dihadapi oleh karyawan, misalnya persaingan ketat, tuntutan
tugas, suasana kerja yang tidak nyaman dan masalah hubungan dengan
orang lain. Masalah-masalah tersebut dalam dunia kerja bukanlah suatu
hal yang hanya membutuhkan kemampuan intelektualnya saja, tetapi
dalam menyelesaikan masalah tersebut kemampuan emosi atau
kecerdasan emosi lebih banyak diperlukan. Bila seseorang dapat
menyelesaikan masalah-masalah di dunia kerja yang berkaitan dengan
emosinya maka dia akan menghasilkan kerja yang lebih baik (Agustian,
44
2006:36). Agustian juga berpendapat bahwa keberadaan kecerdasan
emosional yang baik akan membuat seorang karyawan menampilkan
kinerja dan hasil kerja yang lebih baik, hal ini berdasarkan pada
penelitian dan pengalamannya dalam memajukan perusahaan (baik
miliknya sendiri maupun yang menjadi mitra bisnisnya).
Menurut Daniel Goleman dalam bukunya “Working with
Emotional Intelligence”, kini aturan bekerja telah berubah. Kita dinilai
berdasarkan tolak ukur baru, tidak hanya berdasarkan kepandaian atau
berdasarkan pelatihan dan pengalaman tetapi juga berdasarkan seberapa
baik kita mengelola diri sendiri dan berhubungan dengan orang lain.
Tolak ukur ini memusatkan perhatian pada kualitas pribadi, seperti:
inisiatif dan empati, adaptabilitas, dan kemampuan persuasi, yang
semuanya terangkum ke dalam makna kecerdasan emosi.
Agustian (2006:41) menyatakan bahwa banyak orang disekitar
kita memiliki kecerdasan otak saja, memiliki gelar tinggi, belum tentu
sukses berkiprah di dunia pekerjaan. Seringkali justru yang
berpendidikan formal lebih rendah, banyak yang ternyata mampu lebih
berhasil. Kebanyakan program pendidikan hanya berpusat pada
kecerdasan akal (IQ), padahal diperlukan pula bagaimana
mengembangkan kecerdasan emosi seperti ketangguhan, inisiatif,
optimisme, kemampuan beradaptasi. Selain itu juga begitu banyak
orang berpendidikan yang tampak begitu menjanjikan, mengalami
45
kemandekan dalam kariernya, lebih buruk lagi mereka tersingkir akibat
rendahnya kecerdasan emosional.
Claudio Fernandez Araoz, ketika bertugas sebagi pemburu
eksekutif di kawasan Amerika Latin dari kantor perwakilan Ergon
Zehnder Internasional di Buenos Aires, membandingkan 227 eksekutif
yang sangat sukses dengan 23 lainnya yang gagal dalam pekerjaan
mereka. Ia menemukan bahwa para manajer yang gagal hampir selalu
mempunyai keahlian dan IQ yang sangat tinggi dalam bidang mereka.
Kelemahan fatal mereka dalam setiap kasus yang dijumpai adalah dalam
domain kecerdasan emosi−yakni sombong, terlalu mengandalkan otak,
ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan kebijakan-kebijakan
ekonomi yang terkadang berubah dikawasan tersebut, dan meremehkan
kolaborasi atau kerja sama tim (Goleman, 2005:65).
Doug Lennick, seorang Executive Vice President di Amerika
Express Financial Services dalam Goleman (2005:36) mengatakan,
“yang Anda perlukan untuk sukses dimulai dengan keterampilan
intelektual, tetapi orang juga memerlukan kecakapan emosi untuk
memanfaatkan potensi bakat mereka secara penuh. Penyebab kita tidak
mencapai potensi maksimum adalah karena ketidakterampilan emosi”.
Pendek kata, emosi yang lepas kendali dapat membuat orang pandai
menjadi bodoh. Tanpa kecerdasan emosi, orang tidak akan bisa
menggunakan kemampuan-kemampuan kognitif mereka sesuai dengan
46
potensi yang maksimum.
Hal ini diperkuat dengan sebuah studi dari hasil survei nasional
yang dilakukan Goleman terhadap apa yang diinginkan oleh para
pemberi kerja dari pekerjanya, apa yang dicari oleh perusahaan dari para
MBA yang melamar, menghasilkan sebuah daftar hampir sama, yaitu
tiga kemampuan yang paling diinginkan adalah keterampilan
berkomunikasi, keterampilan antarpribadi, dan inisiatif.
Dalam makalah McClelland tahun 1973 dalam Goleman
(2005:25-27), “Testing for Competence Rather than Intelligence”, ia
berpendapat bahwa kemampuan akademik bawaan, nilai rapot, dan
predikat kelulusan pendidikan tinggi tidak memprediksi seberapa baik
kinerja sesorang sesudah bekerja atau seberapa tinggi sukses yang
dicapainya dalam hidup. Ia menemukan bahwa inti kemampuan pribadi
dan sosial yang sama yang terbukti menjadi kunci utama keberhasilan
seseorang adalah kecerdasan emosi. Menurutnya kecerdasan emosilah
yang lebih berperan untuk menghasilkan kinerja yang cemerlang.
Pandangan McClelland berakar dari pengalamanya sendiri dalam
menangani perusahaan-perusahaan yang dipegangnya. Seperangkat
kecakapan khusus seperti: empati, disiplin diri, dan inisiatif akan
membedakan antara mereka yang sukses sebagai bintang kinerja dengan
yang hanya sebatas bertahan di lapangan pekerjaan.
Dari hasil penelitian Goleman menyatakan bahwa Kecerdasan
47
intelektual (IQ) hanya menyumbang sekitar 20% bagi kesuksesan,
sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, salah
satunya yaitu kecerdasan emosional (EQ). Goleman mengatakan bahwa
untuk mencapai kesuksesan dalam dunia kerja, seorang karyawan bukan
hanya membutuhkan kecerdasan kognitif saja, tetapi membutuhkan
kecerdasan emosional. Ia mengemukakan bahwa peran IQ dalam
keberhasilan di dunia kerja hanya menempati posisi kedua sesudah
kecerdasan emosi dalam menentukan peraihan prestasi puncak dalam
pekerjaan, hal ini didasari dari hasil pengembangan riset Ruth Jacobs
dan Wei Chen, para peneliti Hay/McBer di Boston. Untuk ringkasnya ia
menyimpulkan bahwa kecakapan emosi dua kali lebih penting daripada
kemampuan konigtif murni agar berprestasi tinggi dalam semua jabatan,
di setiap bidang. Dan kecakapan emosi hampir separuhnya penting
berperan dalam menciptakan keunggulan agar sukses di jenjang
tertinggi dalam posisi pemimpin (Goleman, 2005).
Dalam suatu penelitian yang pernah dilakukan oleh Boyatzis dan
Chermiss (1998, dalam Febiola, 2005) terhadap beberapa subjek
penelitian dalam beberapa perusahaan maka hasil yang didapat
menunjukan bahwa karyawan yang memiliki sekor kecerdasan emosi
yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang lebih baik yang dapat
dilihat dari bagaimana kualitas dan kuantitas yang diberikan karyawan
tersebut terhadap perusahaan. Chermiss juga mengungkapkan bahwa
walaupun seseorang tersebut memiliki kinerja yang cukup baik tapi
48
apabila ia memiliki sifat yang tertutup dan tidak berinteraksi dengan
orang lain secara baik maka kinerjanya tidak akan dapat berkembang.
Seorang praktisi kaliber internasional, Linda Keegan, Vice
President bidang pengembangan eksekutif Citibank disalah satu negara
Eropa, mengatakan bahwa kecerdasan emosi (EQ) harus menjadi dasar
dalam setiap pelatihan manajemen (Agustian, 2007:8). Atau
sebagaimana diringkaskan oleh Kevin Murray, Direktur Komunikasi di
British Airways, “Perusahaan yang harus menghadapi perubahan paling
besar adalah yang paling memerlukan kecerdasan emosi”, (Goleman,
2005:66). Hal ini tepat sekali jika dijadikan masukan untuk menghadapi
zaman dengan teknologi yang sekarang ini, dimana saat ini
perkembangan teknologi yang pesat hampir menyentuh diseluruh aspek
kehidupan, serba canggih dan menjadikan dunia bisnis kian dinamis
dengan perubahan yang berlangsung cepat dalam waktu yang relatif
singkat.
Hal tersebut telah disadari perusahaan-perusahaan raksasa dunia
saat ini. Mereka menyimpulkan bahwa, “inti kemampuan pribadi dan
sosial yang merupakan kunci utama keberhasilan seseorang
sesungguhnya adalah kecerdasan emosi”. Kecerdasan otak (IQ)
berperan sebatas syarat minimal meraih keberhasilan, namun
kecerdasan emosilah yang sesungguhnya mengantarkan seseorang
menuju puncak prestasi (Agustian, 2007).
49
2. Hubungan Kecerdasan Spiritual terhadap Kinerja Karyawan
Victor E. Frankl mengatakan, “People have enough to live, but
nothing to live for, They have the means, but no meaning”. Bahwanya
manusia ataupun korporasi dewasa ini membutuhkan “meaning and
value” dalam setiap langkah hidup: Kebutuhan akan makna ini ternyata
tidak bisa hanya kita penuhi dengan EQ saja. Karena jika mempunyai
EQ yang tinggi tanpa dilengkapi dengan SQ, yang terjadi selama ini EQ
bisa dimanfaatkan untuk orientasi materi semata, hanya mengejar
kebendaan, berarti hanya mencakup satu tujuan saja, dan menggapai
keberhasilan di dunia namun mengalami kekosongan pada jiwa
(Agustian, 2007:10).
Manusia yang merasakan kekosongan jiwa atau mengalami
krisis makna akan menjalani hidup seperti dibayang-bayangi rasa
gelisah atau kegelisahan. Hal ini dapat menganggun aktivitas individu
tersebut dan menjadikan hidup kurang tenang. Seperti merasakan ada
sesuatu yang hampa menggelayuti ruang hati namun tidak tau apa dan
kenapa seperti itu. Penyakit seperti ini, saat ini banyak menerpa tidak
hanya pada kalangan orang biasa namun juga pada orang-orang sukses.
Banyak orang sukses saat ini dengan karir yang cemerlang namun masih
tidak menemukan kebahagiaan yang sebenarnya menurut yang ia
rasakan, yang akhirnya kondisi ini menjadikannya tidak bahagia dan
selalu merasa ada yang kurang walaupun ia sudah berada di puncak
50
kesuksesan dunia. Hal ini dikarenakan ketidakhadiran SQ sebagai
pelengkap yang memberikan makna pada pencapaian individu tersebut.
Agustian mengemukakan dalam bukunya “Emotional Spiritual
Quotient”, bahwa ketika sesorang dengan kemampuan EQ dan IQ-nya
berhasil mendaki kesuksesan, acapkali ia disergap oleh perasaan
“kosong” dan hampa dalam celah batinnya. Setelah prestasi puncak
telah dipijak, ketika semua pemuasan kebendaan telah diraih, setelah
uang hasil jerih usaha berada dalam genggaman, ia tak lagi tahu ke mana
harus melagkah, untuk apa semua prestasi itu diraihnya, hingga tidak
tahu dan mengerti untuk apa ia hidup dan dimana ia harus berpijak.
Disinilah peran SQ dapat menjawab permasalahan tersebut. Jawaban
dari kekosongan batin sang jiwa (Agustian, 2007).
Penelitian Oxford University menunjukan bahwa spiritualitas
berkembang karena manusia krisis makna, jadi kehadiran organisasi
seharusnya juga memberi makna apa yang menjadi tujuan
organisasinya. Makna yang muncul dalam suatu organisasi akan
membuat setiap orang yang bekerja di dalamnya lebih dapat
mengembangkan diri mereka. Hasilnya mereka juga dapat bekerja lebih
baik (Fabiola, 2005).
Sedangkan Zohar dan Marshall dalam bukunya “Spiritual
Quotient, The Ultimate Intelligence”, menyebutkan bahwa budaya
modern itu secara spiritual bodoh, tidak hanya di Barat tetapi juga di
51
negara-negara Asia yang semakin terpengaruh oleh Barat. Maksud
“secara spiritual bodoh” adalah kita telah kehilangan pemahaman
terhadap nilai-nilai mendasar. Menurutnya awal abad ke-21 ini dicirikan
di dunia Barat dengan keegoisan, materialisme, tak adanya moral, nilai-
nilai, rasa kekeluargaan, dan akhirnya tak adanya makna. Dengan
ketiadaan makna ini begitu merajalela. Tanpa SQ, baik IQ dan EQ tak
dapat berfungsi dengan benar. Menurutnya ini lah yang kini terjadi, SQ
kini terabaikan sehingga menggerogoti individu dan masyarakat.
Kebutuhan akan makna sangatlah mendasar bagi umat manusia
dan budaya populer Barat gagal memenuhinya, kata Zohar. “SQ dalam
sebuah budaya yang sehat mengikuti visi spiritual budaya tersebut”.
Kecerdasan spiritual merupakan perasaan terhubung dengan diri
sendiri, orang lain dan alam semesta secara utuh. Pada saat orang
bekerja, maka ia dituntut untuk mengarahkan intelektualnya, tetapi
banyak hal yang membuat sesorang senang dengan pekerjaannya.
Seorang pekerja dapat menunjukan kinerja yang prima apabila ia sendiri
mendapatkan kesempatan untuk mengekspresikan seluruh potensi diri
sebagai manusia. Hal tersebut dapat muncul bila sesorang dapat
memaknai setiap pekerjaannya dan dapat menyelaraskan emosi,
perasaan dan otak. Kecerdasan spiritual mengajarkan orang untuk
mengekspresikan dan memberi makna pada setiap tindakannya,
sehingga bila ingin menampilkan kinerja yang baik maka dibutuhkan
52
kecerdasan spiritual (Munir, 2000:32).
Penelitian yang dilakukan Wiersma (2002:500) memberikan
bukti tentang pengaruh kecerdasan spiritual dalam dunia kerja. Ia
meneliti tentang bagaimana pengaruh spiritualitas dalam perilaku
pengembangan karir. Penelitian ini dilakukan selama tiga tahun dengan
melakukan studi kualitatif terhadap 16 responden. Hasil penelitian yang
dilakukan ternyata menunjukan bahwa kecerdasan spiritual
mempengaruhi tujuan sesorang dalam mencapai karirnya di dunia kerja.
Seseorang yang membawa makna spiritualitas dalam kerjanya akan
merasakan hidup dan pekerjaannya lebih berarti. Hal ini mendorong dan
memotivasi dirinya untuk lebih meningkatkan kinerja yang dimilikinya,
sehingga dalam karir ia dapat berkembang lebih maju.
Menurut pendapat Hoffman (2002:133), mereka yang dapat
memberikan makna pada hidup mereka dan membawa spiritualitas ke
dalam lingkungan kerja mereka akan membuat mereka menjadi orang
yang lebih baik, sehingga kinerja yang dihasilkan juga lebih baik
dibandingkan mereka yang bekerja tanpa memiliki kecerdasan spiritual.
Kecerdasan spiritual yang dimiliki setiap orang tidaklah sama.
Hal tersebut tergantung dari masing-masing pribadi orang tersebut
dalam memberikan makna pada hidupnya. Kecerdasan spiritual lebih
bersifat luas dan tidak terbatas pada agama saja. Perbedaan yang
dimiliki masing-massing individu akan membuat hasil kerjanyapun
53
berbeda (Idrus, 2002).
3. Hubungan Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual
terhadap Kinerja Karyawan
Menurut Agustian (2006:47) walaupun kecerdasan emosional
dan kecerdasan spiritual berbeda, tetapi EQ dan SQ ini memiliki muatan
yang sama pentingnya untuk dapat bersinergi antara satu sama lain
dalam pengaruhnya terhadap kinerja seseorang, fungsinya memberikan
sinergi yang baik untuk perilaku dan kegiatan yang dilakukan agar baik
dan terarah.
Manusia memiliki 3 modal dalam bekerja yaitu modal materil
atau fisik (keterampilan atau pengetahuan), modal sosial (rasa
kebersamaan serta keterikatan emosi), dan modal spiritual (kemampuan
mengenal diri dan memaknai lebih). Untuk mengelola ketiga modal tadi,
diperlukan tiga jenis kecerdasan. Fungsi IQ adalah “What I think” (apa
yang saya pikirkan) untuk mengelola kekayaan fisik atau materi; fungsi
EQ adalah “What I feel” (apa yang saya rasakan) untuk mengelola
kekayaan sosial; dan fungsi SQ adalah “Who am I” (siapa saya) untuk
mengelola kekayaan spiritual. Agar dapat melahirkan manusia yang
memiliki motivasi total, maka tidak cukup hanya dengan mengasah
potensi kecerdasan intelektual (IQ), namun perlu dipertajam potensi
emosi (EQ) dan juga dilandasi potensi spiritual (SQ). Ketika setiap
elemen masyarakat di dalam perusahaan telah mengaktifkan EQ dan SQ
54
mereka dengan baik dalam dunia kerja. Maka dampak bagi individu
adalah menemukan makna bekerja dan termotivasi oleh sebuah alasan
spiritual sedangkan bagi insitusi tempatnya bekerja adalah
meningkatkan produktivitas dan loyalitas pekerja
(www.esqway165.com).
Mantan perdana mentri Singapura Goh Chok Tong (Patton,
1998) menyebutkan bahwa, “Karakter menentukan apakah seseorang
dapat berhasil dalam hidup atau tidak, IQ yang tinggi saja tidaklah
cukup, kepemimpinan bukanlah yang utama selain sebagai seni
membujuk orang untuk bekerja mencapai suatu tujuan bersama ini
semua membutuhkan keterampilan antarpribadi (interpersonal) dan
kecerdasan sosial yang tinggi”.
F. Peneliti Terdahulu
Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya sangat penting untuk
diungkapkan karena dapat dipakai sebagai sumber informasi dan bahan acuan
yang sangat berguna bagi penulis. Penelitian terdahulu yang terkait kecerdasan
emosional, kecerdasan spiritual, dan kinerja karyawan dapat dilihat pada tabel
2.3. berikut ini:
55
Tabel 2.3.
Peneliti Terdahulu
No. Peneliti
(Tahun)
Judul Hasil Penelitian Metodologi Penelitian
Perbedaan Persamaan
1. Beheshtifar
ct. All
(2010)
Effect of Spirituality
in Workplace on
Job Performance
Hasil penelitian menunjukan
spiritualitas terbukti dapat
meningkatkan kesejahteraan karyawan
dan kualitas hidup. Pada penelitian ini
filosofis persepektif menerangkan
bahwa spiritualitas memberikan
karyawan rasa tujuan dan makna di
tempat kerja sedangkan interpersonal
perspektif memperikan karyawan rasa
ketertarikan dalam bermasyarakat.
Dalam penelitian ini
tidak membahas lebih
dalam mengenai
kesejahteraan dan
kualitas hidup
karyawan, hanya
menyinggung kualitas
hidup karyawan
secara psikologi
karyawan saja.
Penulisan jurnal
dan penulisa skripsi
sama-sama meneliti
mengenai
hubungan
kecerdasan spiritual
terhadap kinerja
karyawan.
2. Tilkollah
ct. All
(2006)
Pengarh
Kecerdasan
Intelektual,
Kecerdasan
Emosional, dan
Kecerdasan
Spiritual terhadap
Sikap Etis
Mahasiswa
Akuntansi
Hasil penelitian menunjukan bahwa
kecerdasan intelektual, kecerdasan
emosional, dan kecerdasan spiritual
secara stimulasi berpengaruh
signifikan terhadap sikap etis
mahasiwa akuntansi.
Dalam penelitian ini
tidak membahas lebih
dalam mengenai
kecerdasan
intelektual terhadap
sikap etis mahasiswa,
hanya menyinggung
kecerdasan
intelektual sedikit
saja.
Penulisan jurnal
dan penulisa skripsi
sama-sama meneliti
mengenai
kecerdasan
emosional dan
kecerdasan
spiritual.
3. Fabio Sala
(2004)
Do Program
Designed to
Increase Emotional
Hasil penelitian menemukan bahwa
ada hubungan positif yang signifikan
antara bakat dan kemampuan untuk
Dalam penelitian ini
tidak menggunakan
tes eksperimen
Penulisan jurnal
dan penulisa skripsi
sama-sama meneliti
56
Intelligence at
Work
memperbaiki kualitas kecerdasan
emosi seseorang.
dengan pembuatan
kelompok-kelompok
tertentu untuk
menganalisis
pengaruh kecerdasan
emosional.
mengenai
kecerdasan
emosional.
4. Wiersma
(2002)
The Influence of
Spiritual “meanin-
making” on Career
Behavior
Hasil dari pisiko-biografi studi
partisipatif yang meneliti efek
spiritualitas pada perilaku karir
ditemukan bahwa spiritualitas sebagai
makna pembuatan konstruk
mempengaruhi empat tujuan karir,
rasa keputusan, dan koherensi yang
pada gilirannya mempengaruhi
perilaku karir.
Dalam penelitian ini
tidak membahas lebih
dalam mengenai
pengaruh kecerdasan
spiritual terhadap
prilaku karir.
Penulisan jurnal
dan penulisa skripsi
sama-sama meneliti
mengenai
kecerdasan
spiritual.
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
57
F. Kerangka Pemikiran Teoritis
Dari hasil uraian di atas, maka kerangka pemikiran teoritis yang
dikembangkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.3. sebagai
berikut:
Gambar 2.3.
Kerangka Pemikiran Teoritis
Ha3
Ha1 Ha2
Variabel Independen
Kecerdasan Emosional (X1)
1. Kesadaran diri
2. Pengaturan diri
3. Motivasi diri
4. Empati
5. Ketrampilan Sosial
Variabel Independen
Kecerdasan Spiritual (X2)
1. Mutlak Jujur
2. Keterbukaan
3. Pengetahuan diri
4. Fokus pada kontribusi
5. Spiritual non
Variabel Dependen
Kinerja Karyawan (Y)
1. Kualitas
2. Kuantitas
3. Ketepatan waktu
4. Efektivitas
5. Kemandirian
6. Komitmen
Metodologi Penelitian
Uji Kualitas Data
Uji Asumsi Klasik
Uji Regresi Berganda
Hasil/Implikasi
Kesimpulan dan Saran
58
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh yang terjadi antara
variabel independen yaitu kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual
terhadap variabel dependen yaitu kinerja karyawan. Data yang digunakan dalam
penelitian ini berupa data primer yang diperoleh dari hasil penggunaan
kuesioner yang diberikan kepada karyawan yang ada di lembaga ESQ
Leadership Center Jakarta.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini berupa metode regresi
berganda. Dengan langkah awal yang digunakan adalah dengan melakukan uiji
kualitas data, yaitu uji validitas dan uji reliabilitas, lalu proses selanjutnya
dengan melakukan uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji
heteroskerastisitas, dan uji multikolinieritas. Setelah proses uji semuanya tadi
telah terlewati dan data dinyatakan lolos uji, maka kemudian baru dilanjutkan
dengan langkah menguji hipotesis, yaitu dengan melakukan uji koefisien
determinasi, uji t statistik, dan uji F statistik. Setelah serangkaian pengujian
dilakukan dan telah dinyatakan selesai, maka proses terakhir yang dilakukan
yaitu membuat atau menarik kesimpulan dari hasil-hasil pengujian yang telah
dilakukan terkait untuk menjawab rumusan hipotesis dalam penelitian ini
apakah sesuai atau tidak.
59
G. Hipotesis
Berdasarkan uraian dalam telaah pustaka yang telah dijelaskan
sebelumnya di atas dan hasil penelitian terdahulu serta kerangka pemikiran
teoritis maka muncul tiga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu:
Ha1: Kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan
lembaga ESQ Leadership Center Jakarta.
Ha2: Kecerdasan spiritual berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan
lembaga ESQ Leadership Center Jakarta.
Ha3: Kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan lembaga ESQ
Leadership Center Jakarta.
60
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
1. Lokasi, Fokus, dan Waktu Penelitian
a) Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di lembaga ESQ Leadership Center Jakarta
yang beralamat di Jalan TB Simatupang Kav 1, Cilandak, Jakarta
Selatan. Telp. (021) 788 48 165, 2940 6969, 781 4229. Email
b) Fokus
Penelitian yang dilakukan berfokus pada pengaruh kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual terhadap kinerja karyawan.
c) Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan yaitu pada bulan Desember 2015
sampai dengan bulan Maret 2016 di ESQ Leadership Center Jakarta.
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian. Populasi adalah
wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari
yang kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Dalam penelitian ini
yang menjadi objek peneliti adalah karyawan lembaga ESQ Leadership Center
Jakarta, dengan kriteria responden merupakan karyawan tetap dan minimal
61
telah bekerja selama dua tahun di perusahaan tersebut. Hal ini didasarkan alasan
agar kinerja yang diteliti menggambarkan kualitas kinerja yang sebenarnya, jika
yang menjadi respondennya kurang dari dua tahun bekerja dianggap masih
belum memperlihatkan kinerja yang maksimal, masih pada fase penyesuaian-
penyesuaian di dalam lingkup perusahaan yang baru dimasukinya. Adapun
karakteristik populasi secara kuantitatif berjumlah 116 karyawan yang tersebar
di berbagai divisi dalam perusahaan ESQ Leadership Center Jakarta.
Selanjutnya untuk menentukan sampel penelitian, peneliti
menggunakan teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik Non-
Probability Sampling, yang berarti peneliti tidak memberikan peluang atau
kesempatan yang sama pada tiap anggota sampel untuk menjadi responden
dalam penelitian. Sedangkan teknik yang digunakan dalam menentukan sampel
adalah Purposive Sampling, yaitu teknik yang dilakukan berdasarkan kriteria
tertentu yang disesuaikan dengan tujuan atau pertimbangan peneliti (Thoifah,
2015).
Sebenarnya tidak ada ketentuan yang eksak tentang besar sampel
minimum yang dapat dipakai sebagai pedoman. Pada prinsipnya, makin besar
sampel makin baik. Semakin besar jumlah sampel pada umumnya semakin
respresentatif dan hasil penelitian lebih dapat disamaratakan (Thoifah, 2015).
Adapun penentuan jumlah sampel yang dikembangkan oleh Rosco dalam
Sugiyono (2010) adalah antara sampel 30 sampai dengan 500, sebagai ukuran
sampel yang layak dalam sebuah penelitian.
62
Jumlah total karyawan ESQ Leadership Center Jakarta tahun 2016
adalah sebanyak 116 karyawan. Berdasarkan jumlah total karyawan ESQ
Leadership Canter Jakarta, maka jumlah sampel yang peneliti tetapkan untuk
dapat mengisi kuesioner penelitian ini adalah sebanyak 63 responden. Jumlah
tersebut diperoleh dari hasil jumlah populasi setelah ditetapkan kriteria-kriteria
tertentu oleh peneliti yang sebelumnya telah didiskusikan secara langsung
dengan pihak admin departemen Human Capital ESQ Leadership Center
Jakarta.
C. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini didapat sejumlah data yang relevan dengan
masalah penelitian. Jenis dan sumber data dalam penelitian ini dibagi
dikelompokan menjadi dua, yaitu:
1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumber aslinya,
yang secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan seputar ruang lingkup penelitian ini berupa data dari hasil
observasi, wawancara dan kuesioner. Dan data primer ini merupakan data
pokok dalam penyusunan penelitian ini.
2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung atau melalui
media perantara, dalam penelitian ini berupa data dari dokumentasi
perusahaan dan kajian kepustakaan. Data sekunder yang diperoleh dari
dokumentasi perusahaan berasal dari arsip dokumentasi yang ada pada
lembaga ESQ Leadership Center Jakarta. Dan data yang diperoleh dari
63
kajian kepustakaan berasal dari peneliti terdahulu, literature, jurnal dan
majalah pendidikan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian ini.
Sedangkan metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan
metode survei atau penelitian lapangan (Field Research). Peneliti melakukan
penelitian dengan datang langsung ke kantor ESQ Leadership Center Jakarta
untuk memperoleh data-data yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan,
dengan cara:
1. Observasi, dalam hal ini peneliti melakukan peninjauan lansung ke lokasi
dan mengadakan pengamatan pada kantor ESQ Leadership Center Jakarta
guna memperoleh data sebagai bahan penyusunan skripsi.
2. Wawancara, merupakan teknik pengumpulan data dengan cara
menggunakan pertanyaan lisan kepada responden. Hal tersebut dilakukan
untuk mendapatkan informasi dan gambaran permasalahan yang biasanya
terjadi, namun kerena keterbatasan yang ada tidak dapat dijelaskan dengan
kuesioner.
3. Kuesioner, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
menyebarkan sejumlah daftar pertanyaan yang sudah tersedia alternatif
jawaban yang berhubungan dengan penelitian dengan menggunakan skala
likert (1 s.d 5).
4. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data dengan cara mengunakan laporan
maupun data statistik yang ada pada kantor lembaga ESQ Leadership
Center Jakarta.
64
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah
untuk mendapatkan informasi dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara
ilmiah ialah kegiatan penelitian ini didasari pada ciri-ciri keilmuan, yaitu:
rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian dilakukan
dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran
manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan dalam penelitian dapat
diamati oleh indra manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan
mengetahui cara-cara yang digunakan. Sistematis berarti proses yang
digunakan dalam penelitian menggunakan langkah-langkah tertentu yang
bersifat logis (Sugiyono, 2010).
Dalam penelitian ini metode penelitian yang peneliti pilih adalah
dengan cara analisis kuantitatif, yaitu analisis data yang berbentuk angka.
Analisis data dilakukan dengan analisis menggunakan bantuan program
komputer yaitu SPSS (Software Statistics Product for the Social Science). Ada
beberapa tekhnik analisis data yang digunakan dalam penelitian, yaitu:
1. Statistik Deskriptif
Dalam analisis deskriptif, statistik yang digunakan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data
yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2010).
65
Sehingga statistik deskriptif merupakan proses transformasi data penelitian
dalam bentuk tabulasi sehingga mudah dipahami dan mudah
diinterpretasikan. Statistik deskriptif umumnya digunakan oleh peneliti
untuk memberikan informasi mengenai karakteristik variabel penelitian
yang utama. Ukuran yang digunakan dalam statistik deskriptif antara lain
frekuensi, tendensi sentral (rata-rata, median, modus), disperse (deviasi
standar dan varian) dan koefisien korelasi antar variabel penelitian ini
(Indriantoro dan Supomo, 1999).
2. Uji Kualitas Data
Keabsahan suatu hasil penelitian sangat ditentukan oleh alat
pengukuran yang digunakan untuk mengukur variabel yang akan diteliti.
Mengingat peneliti menggunakan kuesioner dalam pengumpulan data,
maka kuesioner tersebut harus mengukur apa yang ingin diukurnya. Apabila
alat yang dipakai dalam proses pengumpulan data tidak valid dan tidak
dapat dipercaya maka hasil penelitian yang diperoleh tidak akan
menggambarkan keadaan sebenarnya. Oleh sebab itu, suatu alat pengukur
perlu di uji dengan menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas. Menurut
Ghozali (2012) Uji kualitas data dilakukan untuk menguji kecukupan dan
kelayakan data yang digunakan dalam penelitian. Kualitas data bertujuan
untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen sebab berpengaruh
pada kualitas data.
66
a. Uji Validitas Data
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya
suatu kuesioner. Kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada
kuesioner mampu untuk mengungkapkan suatu yang akan diukur oleh
kuesioner tersebut. Uji signifikan dilakukan dengan cara
membandingkan nilai r hitung dengan r tabel untuk degree of freedom
(df) = n-2, dalam hal ini n adalah jumlah sampel. Untuk menguji
masing-masing indikator valid atau tidak, dapat dilihat dari tampilan
output Cronbach Alpha (α) pada kolom Correlated Item-Total
Correlation. Jika r hitung (koefisien korelasi) lebih besar dari r tabel
(nilai kritis) pada taraf signifikansi 5% atau 0,05 dan bernilai positif
maka butir dari pernyataan atau indikator tersebut dinyatakan valid
(Ghozali, 2012).
b. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang
merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner
dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap
pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali,
2012). Uji reliabilitas ini menggunakan reliabilitas konsistensi internal
yaitu tekhnik Cronbach Alpha (α). Uji reliabilitas dapat dilakukan
dengan program SPSS, hasil analisis tersebut akan diperoleh melalui
Cronbach Alpha (α). Apabila hasil pengujian Cronbach Alpha (α) >
67
0,60 maka dapat dikatakan bahwa konstruk atau variabel ini adalah
reliabel (Nunnally, 1967: Ghozali, 2012).
3. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui apakah model regresi
yang dibuat dapat digunakan sebagai alat prediksi yang baik tanpa adanya
bias di dalam penganalisisan data penelitian (Ghozali, 2012). Uji asumsi
klasik yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu: Uji Normalitas, Uji
Heteroskedastisitas, dan Uji Multikolinearitas.
a. Uji Normalitas
Uji Normalitas digunakan untuk mengetahui apakah dalam
model regresi, variabel independen dengan variabel dependen keduanya
mempunyai hubungan distribusi normal atau tidak dengan
menggunakan uji P-Plot Normality (Ghozali, 2012). Normal
probability plot adalah membandingkan distribusi kumulatif data yang
sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari distribusi normal
(hypothetical distribution). Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi
dengan melihat penyebaran dua titik pada sumbu diagonal dari grafik
atau dengan melihat histrogram dari residualnya. Dasar pengambilan
keputusan uji normalitas adalah (Ghozali, 2012):
1) Jika data menyebar di sekitar diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal atau grafik histrogramnya menunjukan pola distribusi
68
normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti
arah garis diagonal atau grafik histrogramnya tidak menunjukan
pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi
normalitas.
Data dikatakan terdistribusi normal secara statistik dengan
menggunakan uji kolmogorov-smirnov. Asumsi normalitas dapat
diketahui dengan melihat nilai signifikansi pada table kolmogorov-
smirnov. Jika menunjukan nilai sig > α (taraf signifikansi = 0,05 −
derajat kepercayaan yang digunakan), maka dapat disimpulkan bahwa
data sampel berdistribusi normal.
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lainnya. Jika variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas
dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik
adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.
Dalam penelitian ini untuk mendeteksi ada atau tidaknya
heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik scatter plot antara
standardized residual (*SRESID) terhadap standardized predicted
value (*ZPRED). Dalam model regresi tidak terjadi heterokedastisitas
69
jika titik-titik menyebar secara acak di atas angka 0 pada sumbu Y. Pada
grafik plot jika ada pola tertetu, seperti titik-titik yang ada membentuk
pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian
menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas
dan jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik meyebar di atas dan
dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas
(Ghozali, 2012).
Untuk memperkuat bahwa data bebas dari heteroskedastisitas,
sebaiknya data diuji kembali dengan menggunakan uji glejser. Uji
glejser digunakan untuk memberikan angka-angka yang lebih detail
untuk menguatkan apakah data yang diolah mengalami
heteroskedastisitas dapat dilihat dari nilai signifikansi variabel bebas
terhadap variabel terikat. Apabila hasil dari uji glejser kurang dari atau
sama dengan 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data mengalami
heteroskedastisitas dan sebaliknya (Ghozali, 2012).
c. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas menunjukkan suatu keadaan dimana satu atau
lebih variable dinyatakan sebagai kombinasi linier dari variabel
independen lainnya. Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji
apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas
(independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi
diantara variabel independen. Jika terdapat korelasi yang tinggi diantara
70
variabel-variabel bebasnya, maka hubungan antara variabel bebas
(independen variabel) tehadap variabel terikatnya (dependen variabel)
menjadi terganggu. Selain itu deteksi terhadap multikolinearitas juga
bertujuan untuk menghindari kebiasan dalam proses pengambilan
kesimpulan mengenai pengaruh pada uji t-parsial masing-masing
variabel independen terhadap variabel depeneden. Untuk mendeteksi
adanya multikolinearitas adalah dengan melihat besaran tolerance
(TOL) dan Variance Inflation Factor (VIF). Tolerance mengukur
variabilitas variabel independen yang dipilih yang tidak dijelaskan oleh
variabel independen lainnya. Nilai tolerance yang rendah sama denan
nilai VIF tinggi, karena VIF = 1/Tolerance. Semakin tinggi nilai VIF,
maka semakin besar peluang terjadinya multikolinearitas antar variabel,
dengan ketentuan (Ghozali, 2012):
1) Jika nilai VIF (Variance Inflation Factor) > 10, maka ada kasus
multikolinearitas.
2) Jika nilai VIF (Variance Inflation Factor) < 10, maka tidak ada
kasus multikolinearitas.
Jika hasil SPSS VIF menunjukan angka 1, maka dapat dikatakan
tidak terjadi multikolinearitas, sebaliknya jika lebih dari 10 maka dalam
data tersebut terjadi multikolinearitas.
71
4. Analisis Regresi Linier Berganda
Selanjutnya untuk menguji hipotesis data yang valid dan reliabel,
pengujian hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis
regresi linier berganda. Metode analisis regresi linier berganda dipilih
dengan alasan untuk memprediksi hubungan antar variabel dependen
dengan dua variabel independen. Dalam penelitian ini variabel independen
terdiri dari Kecerdasan Emosional (X1) dan Kecerdasan Spritual (X2),
sedangkan variabel dependen adalah Kinerja Karyawan (Y). Sehingga
analisis regresi linier berganda pada penelitian ini digunakan untuk
mengetahui pengaruh Kecerdasan Emosional (X1) dan Kecerdasan
Spiritual (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Y). Persamaan rumus yang
dikembangkan untuk regresi linier berganda adalah sebagai berikut:
Dimana:
Y = Kinerja Karyawan
a = Konstanta
b1 = Koefisien regresi untuk variabel X1
b2 = Koefisien regresi untuk variabel X2
X1 = Kecerdasan Emosional
X2 = Kecerdasan Spiritual
e = Standard error (tingkat kesalahan)
Adapun kesatuan penerimaan dan penolakan hipotesis dengan
kesatuan apabila angka signifikan dibawah 0,05 maka hipoesis nol (Ho) di
Y= a + b1X1 + b2X2 + e
72
tolak. Sebaliknya, apabila angka signifikan di atas 0,05 maka hipoesis nol
(Ho) di terima.
5. Pengujian Hipotesis
Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel bebas terdapat
variabel terikat, maka dilakukan pengujian terhadap hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini. Tujuan uji hipotesis adalah untuk menguji apakah data
yang ada sudah cukup kuat untuk menggambarkan populasinya (Santoso,
2010). Metode pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan:
Uji Koefisien Determinasi (𝑅2), Uji Statistik t (uji parsial/signifikan
parameter individu/goodness of fit), dan Uji Statistik F (uji
simultan/ANOVA).
a. Uji Koefisien Determinasi (𝑹𝟐)
Uji Koefisien Determinasi (𝑅2) digunakan untuk mengukur
seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variable
dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Jika
nilai 𝑅2 yang diperoleh hasilnya semakin besar atau mendekati satu (1)
maka sumbangan variabel independen terhadap variabel dependen
semakin besar, hal ini berarti variabel-variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi
variabel dependen. Sebaliknya, jika diperoleh hasil semakin kecil atau
mendekati nol (0), maka sumbangan variabel independen terhadap
73
variabel dependen semakin kecil, hal ini berarti kemampuan variabel-
variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat
terbatas (Ghozali, 2012).
Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah
bias terhadap jumlah variable independen yang dimasukkan kedalam
model. Setiap tambahan satu variable independen, maka 𝑅2 pasti
meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu banyak peneliti
menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted 𝑅2 pada saat
mengevaluasi mana model regresi terbaik. Tidak seperti 𝑅2, nilai
Adjusted 𝑅2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen
ditambahkan ke dalam mode (Ghozali, 2012).
b. Uji Statistik t (Uji Parsial/ Parameter Individu)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua
variabel independen secara individu (parsial) berpengaruh terhadap
variabel dependen. Pada dasarnya uji t menunjukan seberapa jauh
variabel penjelas (variabel independen) secara individual dalam
menerangkan variabel dependen (Ghozali, 2012).
Dengan demikian secara umum hipotesis dalam penelitian ini
dituliskan sebagai berikut:
74
1) Ha: adanya pengaruh positif variabel independen (X) terhadap
variabel dependen (Y) secara parsial.
2) Ho: tidak adanya pengaruh positif variabel independen (X) terhadap
variabel dependen (Y) secara parsial.
Uji t dilakukan dengan cara membandingkan perbedaan antara
nilai dua rata-rata dengan standar error dari perbedaan rata-rata dua
sampel. Adapun ketentuan penerimaan atau penolakan pengujian ini
yaitu apabila angka signifikan kurang dari 0,05 maka hipotesis alternatif
diterima dan hipotesis nol ditolak (Ghozali, 2012). Pengujian hipotesis
juga dapat dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara t hitung
dengan t tabel dengan ketentuan:
1) Berdasarkan dari t hitung dan t tabel, kriterianya adalah:
- Jika t hitung > t tabel, maka Ho ditolak (ada pengaruh yang
signifikan).
- Jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima (tidak ada pengaruh yang
signifikan).
2) Berdasarkan dasar signifikansi, kriterianya adalah:
- Jika signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya
ada pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat
secara parsial.
- Jika signifikansi > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya
artinya tidak ada pengaruh antara variabel bebas terhadap variable
terikat secara parsial.
75
Hasil uji ini pada output SPSS dapat dilihat pada hasil
coefficients pada uji t dan membandingkan nilai t hitung dengan t tabel,
jika t hitung lebih besar dari t tabel (dihitung dari level of significant
yang ditentukan dan df = n-k , k merupakan jumlah variabel yang
diteliti) berarti signifikan.
c. Uji Statistik F (Uji Simultan/ANOVA)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua
variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai
pengaruh secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen
(Ghozali, 2012). Dalam penelitian ini pengujian ipotesis secara simultan
dimaksudkan untuk mengukur besarnya pengaruh kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual secara bersama-sama terhadap
variabel terikat yaitu kinerja karyawan.
Dengan demikian secara umum hipotesis dalam penelitian ini
dituliskan sebagai berikut:
1) Ha: adanya pengaruh signifikan variabel independen (X) terhadap
variabel dependen (Y) secara simultan.
2) Ho: tidak adanya pengaruh signifikan variabel independen (X)
terhadap variabel dependen (Y) secara simultan.
Pengujian dilakukan dengan menggunakan significance level
0,05 (α = 5%). Uji F digunakan untuk uji ketepatan model, apakah nilai
76
prediksi mampu menggambarkan kondisi sesungguhnya:
1) Berdasarkan dari F hitung dan F tabel, kriterianya adalah:
- Jika F hitung > F tabel, maka Ho ditolak (ada pengaruh yang
signifikan).
- Jika F hitung < F tabel, maka Ho diterima (tidak ada pengaruh
yang signifikan).
2) Berdasarkan dasar signifikansi, kriterianya adalah:
- Jika signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya
ada pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat
secara simultan.
- Jika signifikansi > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya
artinya tidak ada pengaruh antara variabel bebas terhadap variable
terikat secara simultan.
Hasil uji F pada output SPSS dapat dilihat pada tabel ANOVA.
Hasil F-tes menunjukan variabel independen secara simultan
berpengaruh terhadap variabel dependen jika P-value lebih kecil dari
level of significant yang ditentukan, atau F hitung lebih besar dari F
tabel.
77
E. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari
orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2010). Dalam penelitian ini terdapat 2 jenis operasionalisasi
variabel yang digunakan yaitu variabel independen (X) dan variabel
dependen (Y). Berdasarkan landasan teori dan perumusan hipotesis yang
ada maka yang menjadi variabel independen (X) dan variabel dependen
(Y) dalam penelitian ini adalah:
a. Variabel Independen (X). Variabel ini juga sering disebut dengan
istilah variable bebas, yaitu variabel yang mempengaruhi atau
menjadi sebab adanya perubahan pada variabel dependen. Variabel
independen dalam penelitian ini adalah kecerdasan emosional dan
kecerdasan spiritual, dengan skala pengukuran yang digunakan
dalam kuesioner penelitian yaitu skala likert yang mempunyai nilai
1 s.d 5.
b. Variabel Dependen (Y). Variabel ini juga sering disebut dengan
istilah variable terikat, yaitu variabel yang dipengaruhi atau
menjadi akibat dari adanya variabel independen. Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah kinerja karyawan, dengan
skala pengukuran yang digunakan dalam kuesioner penelitian yaitu
78
skala likert yang mempunyai nilai 1 s.d.5.
Penelitian ini terdiri dari tiga variabel yaitu dua variabel
independen dan satu variabel dependen. Dengan variabel independen
dalam penelitian ini adalah kecerdasan emosional dan kecerdasan
spiritual sedangkan variabel dependennya adalah kinerja karyawan yang
akan diukur dengan skala likert yang terdiri dari lima point, yaitu:
“sangat setuju” bernilai 5, “setuju” bernilai 4, “netral” bernilai 3, “tidak
setuju” bernilai 2, dan “sangat tidak setuju” bernilai 1.
2. Definisi Operasional
Definisi operasional variabel ialah segala sesuatu yang berbentuk
apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2010).
Pengembangan instrumen ditempuh melalui beberapa langkah,
yaitu: mendefinisikan operasional variabel penelitian, menentukan
dimensi yang diambil beserta sub dimensinya, menentukan indikator-
indikator variabel penelitian, dan menyusun instrumen (kuesioner
penelitian), yang secara ringkas dapat dilihat pada tabel 3.1. berikut ini:
79
Tabel 3.1.
Definisi Operasional Variabel Penelitian
No. Variabel Dimensi Sub Dimensi Indikator Pengukuran
1. Kecerdasan Emosional (X1)
Daniel Goleman (2005):
mendefinisikan kecerdasan
emosi adalah kemampuan
mengenali perasaan kita
sendiri dan perasaan orang
lain, kemampuan
memotivasi diri sendiri,
dan kemampuan mengelola
emosi dengan baik pada
diri sendiri dan dalam
hubungan dengan orang
lain.
Kecakapan
Pribadi
1. Kesadaran
Diri
2. Pengaturan
Diri
a) Kesadaran emosi dengan mengenali
emosi diri sendiri dan efeknya.
b) Penilaian diri secra teliti dengan
mengetahui kekuatan dan batasan-
batasan diri sendiri
c) Percaya diri dengan keyakinan tentang
harga diri dan kemampuan sendiri.
a) Kendali diri dengan mengelola emosi-
emosi dan desakan-desakan hati yang
merusak.
b) Sifat dapat dipercaya dengan
memelihara norma kejujuran dan
integritas.
c) Kewaspadaan dengan
bertanggungjawab atas kinerja pribadi.
d) Adaptibilitas dengan keluesan dalam
menghadapai perubahan.
e) Inovasi dengan mudah menerima dan
terbuka terhadap gagasan, pendekatan,
dan informasi-informasi baru.
Skala Likert
1 s.d 5
80
Kecakapan
Sosial
3. Motivasi Diri
1. Empati
a) Dorongan prestasi dengan dorongaan
untuk menjadi lebih baik.
b) Komitmen dengan menyesuaikan diri
dengan sasaran kelompok atau
perusahaan.
c) Inisiatif dengan kesiapan untuk
memanfaatkan kesempatan.
d) Optimisme dengan kegigihan dalam
memperjuangkan sasaran kendati ada
halangan atau gagal.
a) Memahami orang lain dengan
mengindrakan perasaan dan perspektif
orang lain, dan menunjukan minat
aktif terhadap kepentingan mereka.
b) Orientasi pelayanan dengan
mengantisipasi, mengendalikan, dan
berusaha memenuhi kebutuhan
pelanggan.
c) Mengembangkan orang lain dengan
merasakan kebutuhan perkembangan
orang lain dan berusaha
menumbuhkan kemampuan mereka.
d) Mengatasi keragaman dengan
menumbukan peluang melalui
pergaulan dengan macam-macam
orang.
81
2. Keterampilan
Sosial
e) Kesadaran politis dengan mampu
membaca arus-arus emosi sebuah
kelompok dan hubunganya dengan
kekuasaan.
a) Pengaruh dengan melakukan taktik-
taktik untuk melakukan persuasi.
b) Komunikasi dengan mengirimkan
pesan yang jelas dan meyakinkan.
c) Kepemimpinan dengan
membangkitkan inspirasi dan
memandu kelompok dan orang lain.
d) Katalisator perubahan dengan
memulai dan mengelola perubahan.
e) Manajemen konflik dengan negosiasi
dan pemecahan silang pendapat.
f) Pengikat jaringan dengan
menumbuhkan hubungan sebagai alat.
g) Kolaborasi dan kooprerasi dengan
kerja sama dengan orang lain demi
tujuan bersama.
h) Kemampuan tim dengan menciptakan
sinergi kelompok dalam
memperjuangkan tujuan bersama.
2. Kecerdasan Spiritual (X2)
Danah Zohar dan Ian
Marshall (2002):
Spiritual
dalam
Dunia
Bisnis
1. Mutlak Jujur
a) Keyakinan untuk jujur.
b) Keengganan melakukan kecurangan.
c) Bekerja dengan benar.
Skala Likert
1 s.d 5
82
mendefinisikan kecerdasan
spiritual sebagai
kecerdasan untuk
menghadapi persoalan
makna atau value, yaitu
kecerdasan untuk
menempatkan prilaku dan
hidup kita dalam konteks
makna yang lebih luas dan
kaya, kecerdasan untuk
menilai bahwa tindakan
atau jalan hidup seseorang
lebih bermakna
dibandingkan dengan yang
lainnya.
2. Keterbukaan
3. Pengetahuan
Diri
4. Fokus pada
Kontribusi
5. Spiritual Non
Dogmatis
a) Keterbukaan dalam bekerja.
b) Menerima keritikan.
c) Mampu memberi saran atau masukan
untuk perusahaan.
a) Paham akan tugas diri.
b) Kemampuan berinovasi dan
mengembangkan diri sendiri.
a) Bersungguh-sungguh dalam bekerja.
b) Fokus dalam menangani tugas.
a) Kemampuan untuk bersikap fleksibel.
b) Memiliki tingkat kesadaran diri yang
tinggi.
c) Kemampuan untuk menghadapi dan
memanfaatkan penderitaan.
d) Memiliki kualitas hidup yang didasari
oleh visi dan nilai-nilai.
3. Kinerja Karyawan (Y)
Bernandin (2007):
mendefinisikan kinerja
cendrung dilihat sebagai
hasil dari suatu proses
pekerjaan yang
pengukurannya dilakukan
Hasil Kerja
Individu
1. Kualitas
2. Kuantitas
a) Kerja sesuai standar perusahaan.
b) Kemampuan dalam ketelitian bekerja.
c) Disiplin dalam bekerja.
a) Memiliki target dalam bekerja.
b) Mencapai suatu target kerja.
c) Menyelesaikan tugas-tugas pekerjaan
dengan tepat dan efisienn
Skala Likert
1 s.d 5
83
dalam kurun waktu
tertentu.
3. Ketepatan
Waktu
4. Efektivitas
5. Kemandirian
6. Komitmen
a) Menyelesaikan pekerjaan sesuai
jangka waktu yang ditentukan.
b) Tidak menunda-nunda waktu dalam
bekerja.
c) Memiliki kecepatan dalam
memanfaatkan waktu.
a) Mampu memperoleh keuntungan
yang lebih.
b) Hadir tepat waktu.
c) Berinovasi dalam melakukan
pekerjaan.
a) Suka terhadap tantangan.
b) Mengandalkan diri sendiri dalam
bertindak.
c) Berupaya untuk menjadi pekerja yang
bisa diandalkan.
a) Kemampuan karyawan dalam
bertanggungjawab.
b) Loyalitas terhadap perusahaan.
c) Bekerja sepenuh hati.
Sumber: Teori para ahli yang tercantum pada bab 2
84
BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Sejarah Singkat dan Perkembangan ESQ Leadership Center
Sesuatu yang besar tentu bermula dari satu titik saja. Begitu pula
dengan keberadaan ESQ di Indonesia. Bermula dari sebuah buku yang
diterbitkan dan dipasarkan sendiri oleh penulisnya Ary Ginanjar, ESQ
kemudian bertransformasi menjadi sebuah pelatihan sumber daya manusia.
Menyadari bahwa proses sama pentingnya dengan hasil akhir, ESQ terus
bergerak berbenah dalam wadah ESQ Leadership Center, dan sebuah
gerakan pencerahan pun dimulai oleh ESQ Leadership Center.
ESQ LC adalah lembaga training sumber daya manusia yang
bertujuan membentuk karakter melalui penggabungan 3 potensi manusia
yaitu kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual. Selama ini, ketiga
potensi tersebut terpisah dan tidak didayagunakan secara optimum untuk
membangun sumber daya manusia. Akibatnya, terjadi krisis moral dan split
personality yang berdampak pada turunnya kinerja. Lebih buruk lagi,
mereka menjadi manusia yang kehilangan makna hidup serta jati dirinya.
Training ESQ adalah solusi untuk menjawab permasalahan tersebut
dengan menggunakan metode spiritual engineering yang komprehensif
serta berkelanjutan. Melalui training ESQ, ketiga potensi manusia
85
digabungkan dan dibangkitkan sehingga terbentuk karakter yang tangguh,
komprtensi secara total dan peningkatan produktivitas sekaligus melahirkan
kehidupan yang bahagia dan penuh makna.
Setelah 16 tahun berdiri, sejak 16 Mei 2000, ESQ LC telah menjadi
salah satu lembaga pelatihan sumber daya manusia terbesar di Indonesia.
Setiap bulan terselenggara rata-rata 100 event training di dalam maupun luar
negeri, dan menghasilkan alumni per bulan rata-rata 10.000-15.000 orang.
Sampai dengan saat ini, telah terselenggara 9.375 kelas angkatan training
(data per Juli 2015) dengan total alumni 1.374.942 orang (data per Juli
2015). Untuk melaksanakan itu semua, ESQ LC saat ini didukung lebih dari
500 orang karyawan.
Sejak tahun 2006, mulai diselenggarakan training di luar negeri
seperti Malaysia, Brunei, Singapura, Belanda, Amerika Serikat, dan
Australia. Tahun 2009, beberapa negara lainnya seperti Jepang, Dubai,
Mesir pun menunggu untuk terselenggaranya training ESQ. Khusus di
Malaysia, sejak bulan April 2007 secara resmi dibuka cabang ESQ di
Malaysia. Terhitung pada tahun 2016 jumah jaringan wilayah yang
dijangkau oleh ESQ LC meliputi wilayah, baik di dalam maupun luar
negeri, diantaranya: Aceh, Balikpapan, Bandung, Banjarmasin, Denpasar,
Medan, Makasar, Padang, Palembang, Pekanbaru, Semarang, Surabaya, DI.
Yogyakarta, Batam, Kepri, dan Malaysia, dengan jumlah total perusahaan
yang menjadi klien ESQ LC sebanyak 4.213 perusahaan (data per Juli
86
2015), diantaranya: Adira, Astra Internasional, Bank Mandiri. Bank
Indonesia, Bukit Asam, Chevron, Indonesia Power, JNE, Karangkraf, KPK,
Mondelez, Patria, Proton, Pertamina, PUSRI, PZ Coussons, SAJ, Telkom
Indonesia, Telkomsel, Toyota, Ultra, United Tractors, TRAC, KPP, Padang
Cement Indonesia, dan lain-lain.
Pada Maret 2007, Ary Ginanjar juga telah berhasil memperkenalkan
ESQ di Oxford, Inggris. Dalam sebuah pertemuan yang diselenggarakan
oleh The Oxford Academy of Total Intelligence tersebut Ary Ginanjar telah
memukau sejumlah pakar Spiritual Quotient (SQ) dari berbagai negara
seperti Amerika Serikat, Australia, Denmark, Belanda, Nepal dan India.
Dan pada Desember 2007, konsep The ESQ Way 165 sebagai metode
pembangunan karakter juga telah diakui secara akademis melalui
penganugerahan gelar Doctor Honoris Causa oleh Universitas Negeri
Yogyakarta kepada Ary Ginanjar. Ary Ginanjar juga mendapat kepercayaan
untuk mengajar mata kuliah “Strategi Pendidikan Karakter” diprogram
pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Penghargaan serta pengakuan
atas konsep The ESQ Way 165 sebagai metode pembangunan karakter terus
mengalir.
87
2. Visi, Misi, dan Tujuan ESQ Leadership Center
Visi, misi, dan tujuan dari lembaga ESQ Leadership Center adalah
sebagai berikut:
Visi ESQ Leadership Center
Terwujud Peradaban Emas dan kehidupan yang penuh arti bagi berjuta
manusia
Misi ESQ Leadership Center
Melakukan transformasi karakter dan budaya bangsa
Tujuan ESQ Leadership Center
Membangun landmark dengan berlandaskan cita-cita Alumni ESQ yang
mempunyai kebanggaan bahwa akan lahir suatu Era Kebangkitan
Bangsa.
Meningkatkan akhlak dan moral bangsa agar tercipta individu yang
bersih dan suci.
Terus membangun dan menciptakan kreatifitas secara mandiri.
Meningkatkan nilai perusahaan untuk keuntungan para pemegang
saham.
3. Kedudukan, Tugas, dan Fungsi ESQ Leadership Center
Training ESQ dengan menggunakan konsep The ESQ Way 165
adalah sebuah metode training yang mampu menggabungkan tiga potensi
dasar manusia, yaitu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional
88
(EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ) sehingga memberikan motivasi
intelektual, emosional, dan spiritual dalam upaya meraih kebahagiaan
hakiki. Dalam kaitannya dengan upaya internalisasi misi, visi, dan nilai,
ESQ Training mampu menjadikan ketiga hal itu menjadi sebuah keyakinan
pribadi (personal beliefs). Dampak bagi individu adalah menemukan makna
bekerja dan termotivasi oleh sebuah alasan spiritual sedangkan bagi insitusi
tempatnya bekerja adalah meningkatkan produktivitas dan loyalitas pekerja.
Training ESQ memiliki metode training yang khusus dengan
beberapa kekhususan yang menjadi ciri khas tersendiri diantarannya yaitu:
Penyampaian materi di dalam program ESQ Training menggunakan
pendekatan nilai-nilai spiritual yang berlaku umum pada semua keyakinan.
Pendekatan ini sangat efektif dan telah diakui oleh sebagian besar alumni,
yang sampai dengan saat ini berjumlah sudah melebihi 1 juta orang, baik
dari dalam negeri maupun luar negara.
Seluruh modul training menggunakan 100% modul berlisensi dan
bukan merupakan hasil duplikat platihan lain dalam rangka menjamin
orisinalitas dan mutu pelatihan. Melakukan pengimplementasian metode
Quantum Learning, dimana peserta menggunakan seluruh indera dalam
menyimak materi training, baik penglihatan, pendengaran maupun
kinestetik. Teknik training yang diterapkan dalam ESQ sangat beragam
mulai dari role play, games, group discussion, case study, project serta
lecturing.
89
Dalam penyelenggaraan in house training, ESQ akan melakukan
penyesuaian materi (customization) agar materi training menjawab
permasalahan yang sedang terjadi dan sesuai dengan kebutuhan.
Sebagai sebuah metode pembangunan karakter yang komperhensif
dan integratif, training ESQ disampaikan secara berkelanjutan melalui
beberapa tingkatan. Setiap tingkat mempunyai fokus dan objektif masing-
masing sehingga seluruh materi akan tuntas apabila peserta mengikutinya
hingga tingkat ke-empat yaitu ESQ Total Action Training. Berikut
merupakan 4 Steps of Character Building dari program ESQ Training:
1) Character Building 1 (Personal Transformation)
Berupa pelatihan pengembangan SDM dan pembangunan
karakter yang mampu menggabungkan tiga potensi intelektual, emosi,
dan spiritual dalam tiga kecerdasan yaitu IQ, EQ, dan SQ, yang selama
ini terpisah. Penggabungan tersebut akan menghasilkan sebuah totalitas
kompetensi yang didorong oleh tiga motivasi, dimana hidup dan bekerja
bukan hanya dilandasi oleh motivasi materi maupun emosi, namun juga
motivasi spiritual.
2) Character Building 2 (Mission & Character Building)
Training 2 akan mengintegrasikan misi kehidupan yang
seringkali terpisah: antara pribadi dengan institusi tempat bekerja, antara
dunia dengan akhirat, antara pribadi dengan pasangan dan keluarga.
90
3) Character Building 3 (Self Control & Collaboration)
Mengelola kekuatan agar potensi yang dimiliki dapat
dikeluarkan serta membangun kolaborasi antar individu maupun antar
bagian. Dan membantu untuk mendeteksi kekuatan setiap individu atau
bagian yang dapat mempengaruhi kinerja serta menyinergikannya.
4) Character Building 4 (Total Action)
Visi telah ditetapkan, misi telah ditentukan, nilai telah
terinternalisasi kokoh ke dalam karakter yang komit untuk menghadapi
segala ujian dan tantangan. Training 4 akan menanamkan sebuah
kesadaran bahwa waktu yang dimiliki untuk mewujudkan visi, sangat
terbatas dan kesempatan tidak datang untuk kedua kali.
Selain dari ke-empat Steps of Character Building di atas ESQ
Leadership Center juga menyedikan beberapa program lainnya yaitu:
1) ESQ Outbound
Pelatihan pembentukan karakter pribadi yang tangguh dan
berkualitas dengan semangat Experience the Nature of Spiritual Journey
melalui Fun, Inspiring, and Spiritual Games (FIS), Challenge Games,
dan Adventure Games.
2) ESQ Parenting
Pelatihan yang mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai
spiritual dan kecerdasan emosional kepada keluarga. Dengan ESQ
Parenting, orangtua mampu menmbuhkan dan mengelola potensi anak.
91
Training ini diikuti agar orangtua dapat memahami kebutuhan emosi
anak dan membantu mereka memenuhi tujuan spiritual kehidupannya.
4) ESQ for Kids
Pelatihan pengembangan dan pembangunan karakter yang
disediakan khusus untuk anak-anak.
5) ESQ for Teens
Pelatihan pengembangan dan pembangunan karakter yang
disediakan khusus untuk remaja.
4. Struktur ESQ Leadership Center
Gambar 4.1.
Struktur ESQ Leadership Center
Sumber: ESQ Leadership Center Jakarta
92
B. Analisis Deskriptifi Responden
Responden dalam penelitian ini adalah karyawan Lembaga ESQ
Leadership Center Jakarta yang berjumlah 63 karyawan. Jumlah tersebut
diperoleh dari hasil jumlah populasi setelah ditetapkan kriteria-kriteria tertentu
oleh peneliti yang sebelumnya telah didiskusikan secara langsung dengan pihak
admin departemen Human Capital ESQ Leadership Center Jakarta.
Proses penyebaran kuesioner dan penerimaan kuesioner dilakukan
dengan cara meminta partisipasi langsung kepada responden yang sebelumnya
telah mendapatkan persetujuan perizinan penyebaran kuesioner oleh pimpinan
lembaga ESQ Leadership Center Jakarta. Secara lebih rinci dapat dilihat pada
table 4.1. sebagai berikut:
Tabel 4.1.
Proses Penyebaran dan Penerimaan Kuesioner
Responden Jumlah Pesentase
Kuesioner yang disebar 63 eksemplar 100%
Kuesioner yang tidak dikembalikan 0 eksemplar 0%
Kuesioner yang tidak dapat diolah 0 eksemplar 0%
Kuesioner yang dikembalikan 63 eksemplar 100%
Kuesioner yang dapat diolah 63 eksemplar 100% Sumber: Data primer yang diolah
Gambar 4.2.
Presentase Pengembalian Kuesioner
Sumber: Data primer yang diolah
100%
0%
Tingkat Pengembalian
63 eks Kembali
0 eks Tidak Kembali
93
Berdasarkan table dan gambar di atas menerangkan bahwa kuesioner
yang telah disebar kepada responden sebanyak 63 eksemplar memiliki tingkat
pengembalian sebesar 100%, hal ini berarti terdapat 63 kuesioner yang siap
diolah oleh peneliti.
Gambaran umum responden bisa dilihat melalui demografi responden.
Demografi responden dalam penelitian ini berdasarkan karakteristik menurut
jenis kelamin, usia, pendidikan formal terakhir, masa kerja dan jabatan. Faktor-
faktor demogerafi tersebut dipandang berpengaruh terhadap kinerja karyawan
yang menjadi variabel dependen dalam penelitian ini. Untuk lebih rincin
mengenai karakteristik dari demografi responden dapat dilihat sebagai berikut
ini, yang disajikan dalam bentuk diagram pie yang menunjukan besaran dalam
jumlah berikut presentasenya.
1. Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin responden perlu ditampilkan agar dapat mengetahui
komposisi karyawan di ESQ Leadership Center Jakarta. Komposisi jenis
kelamin akan dapat menggambarkan lebih dominan manakah perusahaan
diisi atau memilih karyawannya, perempuan atau laki-laki, atau malah
seimbang antara keduanya di dalam perusahaan.
Berdasarkan data primer yang dikumpulkan melalui penyebaran
kuesioner, diperoleh profil responden menurut jenis kelamin sebagaimana
terlihat pada gambar 4.3. berikut ini:
94
Gambar 4.3.
Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Sumber: Data primer yang diolah
Berdasarkan pada keterangan gambar di atas dapat diketahui bahwa
responden dalam penelitian ini yaitu karyawan ESQ Leadership Center
Jakarta, terdapat 34 karyawan laki-laki dan 29 karyawan perempuan. Hal
ini menujukan bahwa komposisi antara karyawan laki-laki dan perempuan
tidak memiliki perbedaan yang besar walaupun responden di dalam
penelitian ini menunjukan bahwa perusahaan lebih didominasi oleh
karyawan laki-laki. Hal ini dikarenakan pihak manajemen perusahaan
merekrut para trainernya banyak didominasi oleh laki-laki, selain lebih
fleksibel untuk mobile menjadi trainer, kemampuan kapasitas pensyaratan
menjadi trainer juga lebih cocok banyak dimiliki oleh laki-laki, mungkin
karena kaum laki-laki lebih baik dalam menggunakan akal dan pikirannya
dalam bekerja dibandingkan perempuan berdasarkan riset ilmiah.
54%46%
Jenis Kelamin
34 karyawan laki-laki
29 karyawan perempuan
95
2. Deskripsi Responden Berdasarkan Usia
Terdapat suatu keyakinan yang meluas bahwa kinerja sesorang
merosot dengan semakin tuanya orang tersebut. Keterampilan seseorang
individu terutama kecepatan, kecekatan dan kekuatan mengalami
penurunan dengan bertambahnya usia. Kebosanan yang berlarut-larut dan
kurangnya rangsangan intelektual semuanya menyumbat pada
berkurangnya kinerja (Robbins 1996: Febiola 2005).
Berdasarkan data primer yang dikumpulkan melalui penyebaran
kuesioner, diperoleh profil responden menurut usia sebagaimana terlihat
pada gambar 4.4. berikut ini:
Gambar 4.4.
Deskripsi Responden Berdasarkan Usia
Sumber: Data primer yang diolah
Berdasarkan pada keterangan gambar di atas dapat diketahui bahwa
responden dalam penelitian ini yaitu karyawan ESQ Leadership Center
Jakarta, terdapat 1 orang karyawan yang berusia dibawah 20 tahun, 38 orang
karyawan yang berusia antara 21 sampai 30 tahun, 19 orang karyawan yang
2%
60%30%
6%2% Usia
1 karyawan (< 20 thn)
38 karyawan (21-30 thn)
19 karyawan (31-40 thn)
4 karyawan (40-50 thn)
1 karyawan (> 50 thn)
96
berusia antara 31 sampai 40 tahun, 4 orang karyawan yang berusia antara
41 sampai 50 tahun, dan 1 orang karyawan yang berusia di atas 50 tahun.
Hal ini menunjukan bahwa responden di dalam penelitian ini lebih
banyak didominasi oleh mereka yang berusia antara 21 sampai 30 tahun,
yaitu sebanyak 38 karyawan (60%). Dan dari hal ini juga dapat dilihat
bahwa pihak manajemen ESQ Leadership Center Jakarta lebih dominan
memilih dan memberikan kesempatan karir kepada karyawan-karyawan
yang masih muda, usia antara 21 sampai 40 tahun (sebanyak 90%) dan
tentunnya paling banyak didominasi oleh usia 21 sampai 30 tahun
(menyumbang 60% dari jumlah 90%). Hal ini dikarenakan pada masa-masa
usia tersebutlah yang dianggap paling produktif bagi pihak manajemen
perusahaan untuk seseorang dipekerjakan. Di usia 21 sampai 40 tahun
seseorang cendrung di anggap paling produktif untuk menghasilkan dan
menampilkan kinerja yang prima, dimana orang-orang pada usia ini
memiliki gairah semangat kerja yang tinggi, rasa ingin tahu yang besar,
semangat mempelajari dan mencoba hal-hal baru. Dan pada usia 31 sampai
dengan 40 tahun umumnya seseorang telah banyak memiliki pengalaman-
pengalaman dalam dunia kerja, cendrung lebih mapan dalam berfikir dan
bertindak, memiliki banyak ide-ide cemerlang dari kayanya wawasan
pengetahuan dan belajar yang dimilikinya, sudah dapat beradaptasi dan
terbiasa memecahkan berbagai persoalan-persoalan di lingkungan kerja,
sehingga mereka cendrung lebih efektif dalam pengambilan keputusan.
Pada usia-usia 31 sampai 40 tahun inilah seseorang karyawan umumnya
97
sudah dipercayakan untuk memegang dan menduduki jabatan yang lebih
atas pada jejeran jabatan di dalam sebuah struktur organisasi.
3. Deskripsi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah suatu unsur penting untuk menentukan
kemampuan kerja dan kinerja. Tingkat pendidikan responden dapat
membantu kemampuan responden selaku karyawan dalam menyelesaikan
pekerjaannya. Melalui pendidikan maka dapat diketahui bagaimana orang
yang berbeda-beda tingkatan pendidikan dapat melakukan pekerjaannya
dengan baik (Robbins, 1996: Febiola, 2005).
Berdasarkan data primer yang dikumpulkan melalui penyebaran
kuesioner, diperoleh profil responden menurut usia sebagaimana terlihat
pada gambar 4.5. berikut ini:
Gambar 4.5.
Deskripsi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Sumber: Data primer yang diolah
Berdasarkan pada keterangan gambar di atas dapat diketahui bahwa
responden dalam penelitian ini yaitu karyawan ESQ Leadership Center
5%10%
82%
3%
Tingkat Pendidikan
3 karyawan SMA
6 karyawan Diplomat
52 karyawan Sarjana
2 karyawan Lainnya
98
Jakarta, terdapat 3 karyawan yang berpendidikan formal terakhir SMA, 6
karyawan yang berpendidikan formal terakhir Diplomat, 52 karyawan yang
berpendidikan formal terakhir Sarjana, dan 2 karyawan yang berpendidikan
formal terakhir diluar dari 3 kriteria sebelumnya di atas. Hal ini menunjukan
bahwa responden di dalam penelitian ini tingkat pendidikannya lebih
banyak didominasi oleh mereka yang berpendidikan dari lulusann sarjana,
yaitu 52 karyawan (sebanyak 82%). Dari sini terlihat bahwa tingkat
pendidikan karyawan di ESQ Leadership Center Jakarta sudah cukup baik
dan hal ini juga menunjukan bukti bahwa pihak manajemen ESQ sangat
memperhatikan benar dalam memilih tingkat pendidikan untuk seseorang
dapat direkrut menjadi karyawannya, namun tetap faktor pengalaman dalam
bekerja lebih diutamakan dibandingkan dengan pendidikan akhir yang
dimiliki seorang karyawan bagi pihak manajemen ESQ, mereka yang
berpengalaman diharapkan kinerjanya akan jauh lebih baik dari pada yang
belum berpengalaman.
4. Deskripsi Responden Berdasarkan Masa Kerja
Masa kerja dipandang sebagai lamanya seseorang bekerja dalam
perusahaan dan pengalaman yang ia peroleh selama masa kerja tersebut.
Masa kerja tidak hanya menunjukan waktu tetapi juga soal perolehan
tambahan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan. Pentingnya masa
kerja ini akan adalah karena masa kerja sering merupakan variabel yang
ampuh untuk menjelaskan turnover pegawai dan peramalan masa lalu
99
dianggap sebagai peramalan terbaik untuk masa depan (Robbins, 1996:
Febiola, 2005).
Berdasarkan data primer yang dikumpulkan melalui penyebaran
kuesioner, diperoleh profil responden menurut usia sebagaimana terlihat
pada gambar 4.6. berikut ini:
Gambar 4.6.
Deskripsi Responden Berdasarkan Masa Kerja
Sumber: Data primer yang diolah
Berdasarkan pada keterangan gambar di atas dapat diketahui bahwa
responden dalam penelitian ini yaitu karyawan ESQ Leadership Center
Jakarta, terdapat 42 karyawan yang telah bekerja selama 2 sampai 5 tahun,
16 karyawan yang telah bekerja selama 6 sampai 10 tahun, 3 karyawan yang
telah bekerja selama 11 sampai 15 tahun, dan 2 karyawan yang telah bekerja
selama lebih dari 15 tahun. Hal ini menunjukan bahwan responden di dalam
penelitian ini lebih banyak didominasi oleh mereka yang telah bekerja
selama 2 sampai 5 tahun, yaitu sebanyak 42 karyawan (67%). Masa kerja
adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan kerja dan
67%
25%
5% 3%Masa Kerja
42 karyawan (2-5 thn)
16 karyawan (6-10 thn)
3 karyawan (11-15 thn)
2 karyawan (>15 thn)
100
pengetahuan karyawan mengenai lingkungan kerja dan pekerjaan.
Karyawan yang memiliki masa kerja yang lebih lama cendrung lebih mapan
dalam berpikir dan bertindak serta lebih mudah untuk beradaptasi saat
pengambilan keputusan dan memecahkan berbagai persoalan-persoalan di
dalam dunia kerja, dikarenakan telah memahami struktur dan lingkungan
tempat kerjannya dengan baik.
5. Deskripsi Responden Berdasarkan Jabatan
Dalam kegiatan bisnis yang dijalankan oleh perusahaan ESQ
Leadership Center Jakarta pada prakteknya perusahaan menggunakan
struktur metrik yang memungkinkan seorang karyawan untuk menduduki
lebih dari satu posisi jabatan di dalam perusahaan sesuai dengan kualifikasi
yang mereka miliki. Penggunaan struktur metrik ini oleh pihak manajemen
perusahaan dianggap lebih efektif dalam menumbuhkan kreatifitas dan
pengembangan inovasi para karyawannya untuk menghasilkan produk
terbaik di dalam kegiatan perusahaan, sehingga penulis memutus untuk
tidak memasukan deskripsi responden berdasarkan jabatan untuk diteliti
lebih lanjut guna menghindari adanya bias dalam pendeskripsian kriteria
tersebut.
6. Distribusi Jawaban Responden
Sebelum dilakukan pengujian data secara statistik, peneliti terlebih
dahulu melakukan pendeskripsian terhadap jawaban responden yang ada
101
pada tiap variabel penelitian yang diteliti. Pendistribusian jawaban
responden ini dimaksud agar dapat memberikan gambaran mengenai
masing-masing variabel yang diteliti melalui presentase jawaban yang telah
diberikan oleh responden, yaitu berjumlah 63 karyawan terhadap tiga
variabel yang masig-masingnya berjumlah: 25 pertanyaan untuk variabel
kecerdasan emosional, 14 pertanyaan untuk variabel kecerdasan spiritual,
dan 18 pertanyaan untuk variabel kinerja karyawan. Secara rinci presentase
jawaban responden dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel yang
menunjukan besaran presentase yang dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.2.
Presentase Jawaban Responden Variabel Kecerdasan Emosional (X1)
No. Pernyataan Presentase
STS TS N S SS
1. Saya mengetahui kadar emosi diri
saya
0% 0% 14,3% 60,3% 25,4%
2. Saya mengetahui betul
kemampuan kerja saya
0% 0% 1,6% 60,3% 38,1%
3. Saya memiliki kepercayaan diri
yang kuat
0% 0% 15,9% 60,3% 23,8%
4. Saya cendrung dapat mengontrol
emosi ketika marah
0% 3,2% 28,6% 61,9% 6,3%
5. Saya adalah tipe orang yang dapat
dipercaya
0% 0% 3,2% 81% 15,9%
6. Saya bertanggungjawab atas
pekerjaan saya
0% 0% 7,9% 66,7% 25,4%
7. Saya dapat beradaptasi dengan
lingkungan baru
0% 0% 7,9% 71,4% 20,6%
8. Saya terbuka akan adanya
informasi-informasi baru
0% 0% 1,6% 54% 44,4%
9. Saya sering memotivasi diri untuk
menjadi lebih baik
0% 0% 3,2% 54% 42,9%
10. Saya memiliki komitmen pada
perusahaan
0% 0% 12,7% 76,2% 11,1%
11. Saya cendrung memanfaatkan
kesempatan yang ada
0% 0% 3,2% 82,5% 14,3%
12. Saya tidak langsung menyerah
ketika gagal
0% 0% 4,8% 76,2% 19%
102
13. Saya cendrung mampu
memahami perasaan orang lain
0% 0% 4,8% 85,7% 9,5%
14. Pelayanan terhadap pelanggan
merupakan prioritas
0% 0% 6,3% 65,1% 28,6%
15. Saya suka membantu orang lain
untuk dapat lebih baik
0% 0% 1,6% 52,4% 46%
16. Saya dapat mengambil manfaat
dari pergaulan dengan bermacam-
macam orang
0% 0% 15,9% 74,6% 9,5%
17. Saya dapat melihat garis-garis
wewenang di lingkungan kantor
0% 0% 1,6% 27% 71,4%
18. Saya dapat mempengaruhi orang
lain
0% 0% 9,5% 82,5% 7,9%
19. Saya dapat berkomunikasi dengan
baik kepada orang lain
0% 0% 3,2% 65,1% 31,7%
20. Saya memiliki jiwa
kepemimpinan
0% 0% 11,1% 79,4% 9,5%
21. Saya dapat menginspirasi orang
lain untuk membuat perubahan
0% 0% 34,9% 60,3% 4,8%
22. Saya dapat menjadi penengah
ketika terjadi perselisihan
0% 0% 1,6% 82,5% 15,9%
23. Saya memiliki teman yang dapat
dijadikan koneksi
0% 0% 3,2% 81% 15,9%
24. Saya dapat bekerja sama dengan
orang lain
0% 0% 1,6% 84,1% 14,3%
25. Saya dapat membangun sinergi
dalam kelompok
0% 1,6% 15,9% 77,8% 4,8%
Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23
Berdasarkan keterangan yang ada pada table 4.2. di atas terlihat
bahwa dari 63 karyawan ESQ Leadership Center Jakarta yang menjadi
responden dalam penelitian ini mayoritas memilih jawaban “setuju” dan
“sangat setuju” pada lembar kuesioner yang berisi seluruh pernyataan yang
berkaitan dengan variabel kecerdasan emosional yang diteliti. Dengan 24
butir pernyataan yang menjadikan “setuju” sebagai pilihan jawaban yang
terbanyak dan diikuti dengan sisannya 1 butir pernyataan dengan jawaban
“sangat setuju” sebagai pilihan jawaban terbanyak. Hal ini menunjukan
bahwa mayoritas karyawan ESQ Leadership Center Jakarta memiliki
103
tingkat kecerdasan emosional yang tinggi sesuai dengan pandangan teori
Daniel Goleman (2005) dan hal ini juga mengindikasikan bahwa persepsi
karyawan terhadap kecerdasan emosional yang dimiliki mereka juga sangat
baik, walaupun terdapat beberapa jawaban “netral” dan “tidak setuju” yang
menandakan adanya keraguan dan penolakan pada diri responden terhadap
pernyataan tersebut, hal ini dapat disebabkan karena berbeda-bedanya
intensitas kehadiran karyawan dalam mengikuti program training dan
knowledge sharing yang diadakan oleh perusahaan serta perbedaan
pemahaman mengenai maksud dari pernyataan yang terdapat pada lembar
kuesioner.
Tabel 4.3.
Presentase Jawaban Responden Variabel Kecerdasan Spiritual (X2)
No. Pernyataan Presentase
STS TS N S SS
1. Kejujuran merupakan prinsip
hidup saya
0% 0% 0% 57,1% 42,9%
2. Saya tidak suka melakukan
kecurangan
0% 0% 0% 52.4% 47,6%
3. Saya bekerja dengan benar 0% 0% 0% 54% 46%
4. Jika ada kesulitan pada
pekerjaan saya mendiskusikan
dengan rekan yang saya anggap
mampu
0% 0% 1,6% 63,5% 34,9%
5. Saya dapat menerima kritikan
dari orang lain
0% 0% 12,7% 68,3% 19%
6. Saya dapat memberikan saran
untuk perusahaan
0% 0% 12,7% 71,4% 15,9%
7. Saya paham akan tugas saya 0% 0% 1,6% 34,9% 63,5%
8. Saya dapat berinovasi untuk
mengembangkan diri
0% 0% 15,9% 66,7% 17,5%
9. Saya bersungguh-sungguh dalam
bekerja
0% 0% 3,2% 73% 23,8%
10. Saya cendrung fokus dalam
menyelesaikan tugas
0% 0% 4,8% 61,9% 33,3%
11. Saya dapat secara spontan
beradaptasi dengan suasana baru
0% 0% 12,7% 71,4% 15,9%
104
12. Saya memiliki kesadaran diri
yang tinggi
0% 0% 20,6% 60,3% 19%
13. Masalah merupakan tantangan
yang dapat membuat saya
berkembang
0% 0% 6,3% 66,7% 27%
14. Saya memiliki visi dengan nilai-
nilai yang saya pegang
0% 0% 15,9% 55,6% 28,6%
Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23
Berdasarkan keterangan yang ada pada table 4.3. di atas terlihat
bahwa dari 63 karyawan ESQ Leadership Center Jakarta yang menjadi
responden dalam penelitian ini mayoritas memilih jawaban “setuju” dan
“sangat setuju” pada lembar kuesioner yang berisi seluruh pernyataan yang
berkaitan dengan variabel kecerdasan spiritual yang diteliti. Dengan 13 butir
pernyataan yang menjadikan “setuju” sebagai pilihan jawaban yang
terbanyak dan diikuti dengan sisannya 1 butir pernyataan dengan jawaban
“sangat setuju” sebagai pilihan jawaban terbanyak. Hal ini menunjukan
bahwa mayoritas karyawan ESQ Leadership Center Jakarta memiliki
tingkat kecerdasan spiritual yang tinggi sesuai dengan pandangan teori
Dahan Zohar dan Ian Marshall (2005) dan hal ini juga mengindikasikan
bahwa persepsi karyawan terhadap kecerdasan spiritual yang dimiliki
mereka juga sangat baik, walaupun terdapat beberapa jawaban “netral” yang
menandakan adanya keraguan pada diri responden terhadap pernyataan
tersebut, hal ini dapat disebabkan karena berbeda-bedanya intensitas
kehadiran karyawan dalam mengikuti program training dan knowledge
sharing yang diadakan oleh perusahaan.
105
Tabel 4.4.
Presentase Jawaban Responden Variabel Kinerja Karyawan (Y)
No. Pernyataan Presentase
STS TS N S SS
1. Saya bekerja mengikuti standar
perusahaan
0% 0% 1,6% 34,9% 63,5%
2. Saya cendrung teliti dalam
melaksanakan tugas
0% 0% 6,3% 66,7% 27%
3. Saya disiplin dalam bekerja 0% 0% 17,5% 77,8% 4,8%
4. Saya memiliki target dalam bekerja 0% 0% 3,2% 68,3% 28,6%
5. Saya berusaha mencapai target 0% 0% 1,6% 22,2% 76,2%
6. Saya menyelesaikan pekerjaan
dengan efisien
0% 0% 11,1% 63,5% 25,4%
7. Saya tepat waktu dalam
menyelesaikan pekerjaan saya
0% 0% 23,8% 68,3% 7,9%
8. Saya cendrung tidak menunda-
nunda waktu dalam bekerja
0% 0% 27% 66,7% 6,3%
9. Saya dapat menyelesaikan beberapa
pekerjaan dalam sehari
0% 0% 3,2% 71,4% 25,4%
10. Saya mengerjakan pekerjaan
dengan maksimal agar memperoleh
hasil terbaik
0% 0% 1,6% 63,5% 34,9%
11. Saya cenderung hadir tepat waktu 0% 0% 1,6% 58,7% 39,7%
12. Saya suka berinovasi dalam
melakukan pekerjaan
0% 0% 6,3% 79,4% 14,3%
13. Saya menyukai tantangan 0% 0% 4,8% 81% 14,3%
14. Saya sering mengandalkan diri
sendiri dalam bertindak
0% 6,3% 27% 54% 12,7%
15. Saya berusaha menjadi pekerja
yang dapat diandalkan
0% 0% 1,6% 55,6% 42,9%
16. Saya bertanggungjawab atas tugas
yang dibebankan kepada saya
0% 0% 7,9% 68,3% 23,8%
17. Saya memiliki loyalitas terhadap
perusahaan
0% 0% 7,9% 79,4% 12,7%
18. Saya bekerja sepenuh hati dalam
menyelesaikan tugas
0% 0% 22,2% 60,3% 17,5%
Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23
Berdasarkan keterangan yang ada pada table 4.4. di atas terlihat
bahwa dari 63 karyawan ESQ Leadership Center Jakarta yang menjadi
responden dalam penelitian ini mayoritas memilih jawaban “setuju” dan
“sangat setuju” pada lembar kuesioner yang berisi seluruh pernyataan yang
berkaitan dengan variabel kinerja karyawan yang diteliti. Dengan 16 butir
106
pernyataan yang menjadikan “setuju” sebagai pilihan jawaban yang
terbanyak dan diikuti dengan sisannya 2 butir pernyataan dengan jawaban
“sangat setuju” sebagai pilihan jawaban terbanyak. Hal ini menunjukan
bahwa mayoritas karyawan ESQ Leadership Center Jakarta memiliki
tingkat kinerja yang tinggi sesuai dengan pandangan teori Bernardin dan
Russel (2007) dan hal ini juga mengindikasikan bahwa persepsi karyawan
terhadap kinerja yang dimiliki mereka juga sangat baik, walaupun terdapat
beberapa jawaban “netral” dan “tidak setuju” yang menandakan adanya
keraguan dan penolakan pada diri responden terhadap pernyataan tersebut,
hal ini dapat disebabkan karena berbeda-bedanya intensitas kehadiran
karyawan dan perbedaan pemahaman mengenai maksud dari pernyataan
yang terdapat pada lembar kuesioner.
C. Analisis Data dan Pembahasan
1. Uji Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis data
dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah
terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan
secara umum. Sehingga statistik deskriptif merupakan proses transformasi
data penelitian dalam bentuk tabulasi sehingga mudah dipahami dan mudah
diinterpretasikan (Sugiyono, 2010). Variabel-variabel dalam penelitian ini
meliputi kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan kinerja karyawan
107
ketika diuji secara statistik deskriptif maka akan terlihat seperti pada table
4.5. sebagai berikut:
Tabel 4.5.
Hasil Uji Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Min Max Sum Mean
Std.
Deviation
Statistic
Std.
Error Statistic
Total EQ 63 72 125 6508 103.30 1.050 8.331
Total SQ 63 45 70 3734 59.27 .677 5.377
Total KK 63 53 90 4718 74.89 .797 6.327
Valid N
(listwise) 63
Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23
Berdasarkan keterangan yang ada pada table 4.5. di atas menunjukan
bahwa jumlah karyawan ESQ Leadership Center Jakarta yang menjadi
responden dalam penelitian ini berjumlah 63 karyawan dengan skor nilai
variabel kecerdasan emosional terendah adalah 72 dan nilai tertingginya
adalah 125, sedangkan nilai rata-rata variabel kecerdasan emosionalnya
adalah 103,30 dengan standar deviasi sebesar 8,331.
Untuk variabel kecerdasan spiritual skor nilai terendahnya adalah 45
dan nilai tertinggi adalah 70, sedangkan nilai rata-rata variabel kecerdasan
spiritualnya adalah 59,27 dengan standar deviasi sebesar 5,377.
Dan untuk variabel kinerja karyawan skor nilai terendahnya adalah
53 dan nilai tertinggi adalah 90, sedangkan nilai rata-rata variabel
108
kecerdasan emosionalnya adalah 74,89 dengan standar deviasi sebesar
6,327.
2. Uji Kualitas Data
Uji kualitas data dilakukan untuk menguji kecukupan dan kelayakan
data yang digunakan dalam penelitian. Kualitas data bertujuan untuk
mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen.
a. Uji Validitas Data
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya
suatu kuesioner. Pengukuran ini dilakukan dengan cara membandingkan
nilai r hitung dengan r tabel untuk degree of freedom (df) = n-2, dalam
hal ini n adalah jumlah sampel. Sehingga nilai r tabel dalam penelitian
ini adalah 0,209 (df = 63-2 = 61) pada taraf signifikansi 5% atau 0,05.
Untuk menguji masing-masing indikator valid atau tidak, dapat dilihat
dari tampilan output Cronbach Alpha (α) pada kolom Correlated Item-
Total Correlation. Jika r hitung (koefisien korelasi) lebih besar dari r
tabel (nilai kritis) pada taraf signifikansi 5% atau 0,05 dan bernilai
positif maka butir dari pernyataan atau indikator tersebut dinyatakan
valid (Ghozali, 2012). Untuk hasil lengkap dari uji validitas dapat dilihat
pada table 4.6. berikut ini:
109
Tabel 4.6.
Hasil Uji Validitas Variabel Independen Kecerdasan Emosional
Pernyataan Corrected Item-Total
Correlation
R Tabel Keterangan
EQ 1 0,617 0,209 Valid
EQ 2 0,616 0,209 Valid
EQ 3 0,586 0,209 Valid
EQ 4 0,579 0,209 Valid
EQ 5 0,749 0,209 Valid
EQ 6 0,535 0,209 Valid
EQ 7 0,643 0,209 Valid
EQ 8 0,508 0,209 Valid
EQ 9 0,629 0,209 Valid
EQ 10 0,670 0,209 Valid
EQ 11 0,695 0,209 Valid
EQ 12 0,472 0,209 Valid
EQ 13 0,564 0,209 Valid
EQ 14 0,680 0,209 Valid
EQ 15 0,634 0,209 Valid
EQ 16 0,555 0,209 Valid
EQ 17 0,547 0,209 Valid
EQ 18 0,713 0,209 Valid
EQ 19 0,678 0,209 Valid
EQ 20 0,651 0,209 Valid
EQ 21 0,603 0,209 Valid
EQ 22 0,759 0,209 Valid
EQ 23 0,695 0,209 Valid
EQ 24 0,768 0,209 Valid
EQ 25 0,691 0,209 Valid Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23
Berdasarkan keterangan yang ada pada table 4.6. di atas dapat
diketahui bahwa Corrected Item-Total Correlation dari setiap butir
pernyataan variabel independen kecerdasan emosional yang diberikan
kepada responden lebih besar dari nilai r tabelnya, yaitu 0,209 yang
berarti semua butir pernyataan dari variabel independen kecerdasan
emosional ini telah memenuhi syarat untuk sebuah butir pernyataan atau
indikator dapat dinyatakan valid dan dapat dilanjutkan ke proses
pengujian selanjutnya.
110
Tabel 4.7.
Hasil Uji Validitas Variabel Independen Kecerdasan Spiritual
Pernyataan Corrected Item-
Total Correlation
R Tabel Keterangan
SQ 1 0,698 0,209 Valid
SQ 2 0,657 0,209 Valid
SQ 3 0,708 0,209 Valid
SQ 4 0,599 0,209 Valid
SQ 5 0,660 0,209 Valid
SQ 6 0,727 0,209 Valid
SQ 7 0,572 0,209 Valid
SQ 8 0,638 0,209 Valid
SQ 9 0,624 0,209 Valid
SQ 10 0,582 0,209 Valid
SQ 11 0,467 0,209 Valid
SQ 12 0,610 0,209 Valid
SQ 13 0,698 0,209 Valid
SQ 14 0,815 0,209 Valid Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23
Berdasarkan keterangan yang ada pada table 4.7. di atas dapat
diketahui bahwa Corrected Item-Total Correlation dari setiap butir
pernyataan variabel independen kecerdasan spiritual yang diberikan
kepada responden lebih besar dari nilai r tabelnya, yaitu 0,209 yang
berarti semua butir pernyataan dari variabel independen kecerdasan
spiritual ini telah memenuhi syarat untuk sebuah butir pernyataan atau
indikator dapat dinyatakan valid dan dapat dilanjutkan ke proses
pengujian selanjutnya.
111
Tabel 4.8.
Hasil Uji Validitas Variabel Dependen Kinerja Karyawan
Pernyataan Corrected Item-
Total Correlation
R Tabel Keterangan
KK 1 0,688 0,248 Valid
KK 2 0,765 0,248 Valid
KK 3 0,669 0,248 Valid
KK 4 0,597 0,248 Valid
KK 5 0,576 0,248 Valid
KK 6 0,567 0,248 Valid
KK 7 0,606 0,248 Valid
KK 8 0,533 0,248 Valid
KK 9 0,537 0,248 Valid
KK 10 0,683 0,248 Valid
KK 11 0,548 0,248 Valid
KK 12 0,672 0,248 Valid
KK 13 0,548 0,248 Valid
KK 14 0,411 0,248 Valid
KK 15 0,653 0,248 Valid
KK 16 0,639 0,248 Valid
KK 17 0,668 0,248 Valid
KK 18 0,731 0,248 Valid Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23
Berdasarkan keterangan yang ada pada table 4.8. di atas dapat
diketahui bahwa Corrected Item-Total Correlation dari setiap butir
pernyataan variabel dependen kinerja karyawan yang diberikan kepada
responden lebih besar dari nilai r tabelnya, yaitu 0,209 yang berarti
semua butir pernyataan dari variabel dependen kinerja karyawan ini
telah memenuhi syarat untuk sebuah butir pernyataan atau indikator
dapat dinyatakan valid dan dapat dilanjutkan ke proses pengujian
selanjutnya.
112
b. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur suatu kuesioner yang
merupakan indikator dari variabel apakah kuesioner tersebut dapat
dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap
pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali,
2012). Pengukuran ini dilakukan dengan cara menggunakan reliabilitas
konsistensi internal yaitu tekhnik Cronbach Alpha (α). Apabila hasil
pengujian Cronbach Alpha (α) > 0,60 maka dapat dikatakan bahwa
konstruk atau variabel ini adalah reliabel (Nunnally, 1967: Ghozali,
2012). Untuk hasil lengkap dari uji reliabilitas dapat dilihat pada table
4.9. berikut ini:
Tabel 4.9.
Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Cronbach Alpha (α)
(>0,60)
Keterangan
Kecerdasan Emosional 0,945 Reliabel
Kecerdasan Spiritual 0,921 Reliabel
Kinerja Karyawan 0,923 Reliabel Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23
Berdasarkan keterangan yang ada pada table 4.9. di atas dapat
diketahui bahwa nilai Cronbach’s Alpha untuk kecerdasan emosional
sebesar 0,945, kecerdasan spiritual sebesar 0,921, dan kinerja
karyawan sebesar 0,923, sehingga keseluruhannya memiliki nilai lebih
besar dari 0,60 yang berarti seluruh butir pernyataan yang berkaitan
dengan variabel independen (kecerdasan emosional dan kecerdasan
spiritual) dan variabeel dependen (kinerja karyawan) dalam lembar
113
kuesioner penelitian ini dapat dinyatakan reliabel. Dengan kata lain
bahwa seluruh instrument pengukuran pada penelitian ini memiliki
tingkat kehandalan yang baik dan dapat digunakan dalam analisis pada
penelitian ini.
3. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik digunakan untuk mengetahui apakah model
regresi yang dibuat dapat digunakan sebagai alat prediksi yang baik tanpa
adanya bias di dalam penganalisisan data penelitian. Uji asumsi klasik yang
dilakukan dalam penelitian ini, yaitu: uji normalitas, uji heteroskedastisitas,
dan uji multikolinieritas.
a. Uji Normalitas
Uji Normalitas digunakan untuk mengetahui apakah dalam
model regresi, variabel independen dengan variabel dependen keduanya
mempunyai hubungan distribusi normal atau tidak (Ghozali, 2012).
Pengukuran ini dilakukan dengan cara melihat grafik dan tabel dari hasil
output SPSS. Jika data menyebar di sekitar diagonal dan mengikuti arah
garis diagonal atau grafik histrogramnya menunjukan pola distribusi
normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Sedangkan
pada uji kolmogrov-smirnov jika nilai sig > α, maka data berdistribusi
normal. Untuk hasil lengkap dari uji normalitas dapat dilihat pada
gambar dan tabel berikut ini:
114
Gambar 4.7.
Hasil Uji Normalitas dengan Grafik Histogram
Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23
Berdasarkan keterangan yang ada pada gambar 4.7. di atas dapat
diketahui bahwa bentuk histogram menggambarkan data yan
berdistribusi normal atau mendekati normal dikarenakan membentuk
seperti lonceng (bell shaped) dan tidak terjadi kemiringan, sehingga
asumsi normalitas dalam penelitian ini dapat terpenuhi. Selain
menggunakan grafik histogram, uji normalitas data dapat dilakukan
dengan menggunakan P-Plot Normality, sebagai berikut:
Gambar 4.8.
Hasil Uji Normalitas dengan P-Plot Normality
Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23
115
Berdasarkan keterangan yang ada pada gambar 4.8. di atas dapat
diketahui bahwa grafik normal probability plot terlihat titik-titik
menyebar disekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti arah
garis diagonal, sehingga asumsi normalitas dalam penelitian ini dapat
terpenuhi. Dan selain menggunakan grafik histogram dan P-Plot
Normality, uji normalitas data dapat dilakukan secara statistik, yaitu
dengan menggunakan uji kolmogorov-smirnov, sebagai berikut:
Tabel 4.10.
Hasil Uji Normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov
Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23
Berdasarkan keterangan yang ada pada table 4.10. di atas dapat
diketahui bahwa nilai kolmogorov-smirnov adalah sebesar 0,106
dengan signifikansi 0,77, hal ini berarti nilai signifikansi kolmogorov-
smirnov berada di atas cut off value yang telah ditetapkan, yaitu 0,05,
maka dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini terdistribusi
secara normal. Secara keseluruhan dengan menggunakan metode grafik
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 63
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation 2.94798379
Most Extreme Differences Absolute .106
Positive .106
Negative -.064
Test Statistic .106
Asymp. Sig. (2-tailed) .077c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
116
dan statistik dapat dinyatakan bahwa asumsi normalitas telah terpenuhi
dalam penelitian ini.
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan varience dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lainnya. Pengukuran ini dilakukan dengan
cara mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas, yaitu dengan
melihat grafik scatterplot antara standardized residual (*SRESID)
terhadap standardized predicted value (*ZPRED) (Ghozali, 2012).
Dalam model regresi tidak terjadi heterokedastisitas jika titik-titik
menyebar secara acak di atas angka 0 pada sumbu Y. Untuk hasil
lengkap dari uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada gambar berikut
ini:
Gambar 4.9.
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23
117
Berdasarkan keterangan yang ada pada gambar 4.9. di atas dapat
diketahui bahwa distribusi data pada grafik scatterplot tidak teratur dan
tidak pula membentuk suatu pola tertentu, serta tersebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada
model regresi di dalam penelitian ini tidak terjadi masalah
heteroskedastisitas.
Untuk memperkuat bahwa data bebas dari heteroskedastisitas,
maka data akan diuji kembali dengan menggunakan uji glejser. Apabila
hasil dari uji glejser kurang dari atau sama dengan 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa data mengalami heteroskedastisitas dan sebaliknya
(Ghozali, 2012). Untuk hasil lengkap dari uji glejser dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 4.11.
Hasil Uji Glejser
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B
Std.
Error Beta
1 (Constant) 4.529 3.076 1.472 .146
EQ -.095 .062 -.406 -1.541 .129
SQ .126 .096 .348 1.321 .192
a. Dependent Variable: RES2
Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23
Berdasarkan keterangan yang ada pada table 4.11. di atas dapat
diketahui bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas pada persamaan
regresi di dalam penelitian ini. Dikarenakan tidak adanya variabel
118
independen atau bebas yang memiliki nilai signifikansi di bawah 0,05.
Variabel kecerdasan emosional memiliki nilai signifikansi sebesar 0,129
sedangkan variabel kecerdasan spiritual memiliki nilai signifikansi
sebesar 0,192. Dengan demikian secara keseluruhan dengan
menggunakan metode grafik dan statistik dapat disimpulkan bahwa
model regresi yang digunakan dalam penelitian ini layak digunakan
untuk mendeteksi kinerja karyawan ESQ Leadership Center Jakarta
berdasarkan variabel yang mempengaruhinya.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen)
dalam suatu model regresi linear berganda dan juga untuk menghindari
kebiasan dalam proses pengambilan kesimpulan mengenai pengaruh
pada uji t-parsial masing-masing variabel independen terhadap variabel
depeneden. Pengukuran ini dapat dilakukan dengan cara melihat besaran
tolerance (TOL) dan Variance Inflation Factor (VIF) (Ghozali, 2012).
Jika hasil SPSS VIF menunjukan angka 1, maka dapat dikatakan tidak
terjadi multikolinearitas, sebaliknya jika lebih dari 10 maka dalam data
tersebut terjadi multikolinearitas. Untuk hasil lengkap dari uji
multikolinearitas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
119
Tabel 4.12.
Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity
Statistics
B
Std.
Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 4.529 3.076 1.472 .146
EQ -.095 .062 -.406 -1.541 .129 .231
4.32
2
SQ .126 .096 .348 1.321 .192 .231
4.32
2
a. Dependent Variable: RES2
Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23
Berdasarkan keterangan yang ada pada table 4.12. di atas pada
hasil coefficients dapat diketahui bahwa asumsi multikolinearitas dalam
penelitian ini telah terpenuhi oleh seluruh variabel independen yang ada,
yaitu variabel kecerdasan emosional dan variabel kecerdasan sepiritual.
Dikarenkan nilai tolerance kedua variabel independen ini lebih besar
dari 0.10 dan nilai VIF yang tidak lebih dari 10. Nilai tolerance untuk
variabel kecerdasan emosional dan variabel kecerdasan spiritual adalah
sebesar 0,231 dengan nilai VIF sebesar 4,322.
4. Analisis Regresi Linier Berganda
Setelah model regresi linear berganda dalam penelitian ini terbukti
telah terbebas dari penyimpangan asumsi klasik, selanjutnya dilakukan
analisis terhadap persamaan regresi yang dihasilkan oleh model regresi
tersebut. Metode analisis regresi linier berganda dipilih dengan alasan untuk
memprediksi sejauh mana hubungan antar variabel dependen dengan dua
120
variabel independen. Dalam penelitian ini variabel independen terdiri dari
Kecerdasan Emosional (X1) dan Kecerdasan Spritual (X2), sedangkan
variabel dependen adalah Kinerja Karyawan (Y).
Tabel 4.13.
Hasil Analisis Regresi dengan SPSS versi 23
Variabel Independen Variabel Dependen
Kinerja Karyawan (Y)
Koefisien Regresi t hitung
Kecerdasan Emosional (X1)
Kecerdasan Spiritual (X2)
0,216
0,735
1,898 (p= 0,062)
2,277 (p= 0,26)
4,994 (p= 0,000)
𝑅2
Adjusted 𝑅2
Standard Error of Estimate
F hitung
0,783
0,776
2,997
108,204
(p= 0,000)
Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23
Berdasarkan keterangan yang ada pada tabel 4.13. di atas dapat
diketahui bahwa variabel independen kecerdasan spiritual merupakan
variabel yang berpengaruh paling besar terhadap kinerja karyawan dalam
penelitian ini. Hal ini dikarenakan nilai koefisien regresinya 0,735 dan lebih
besar dari pada nilai koefisien variabel kecerdasan emosional, yaitu 0,216.
Analisis regresi linier berganda pada penelitian ini digunakan untuk
mengetahui pengaruh Kecerdasan Emosional (X1) dan Kecerdasan
Spiritual (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Y). Adapun persamaan rumus
yang dikembangkan untuk regresi linier berganda pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:
121
atau
Dimana:
Y = Kinerja Karyawan
a = Konstanta
b1 = Koefisien regresi untuk variabel X1
b2 = Koefisien regresi untuk variabel X2
X1 = Kecerdasan Emosional
X2 = Kecerdasan Spiritual
Pada nilai kostanta sebesar 8,989 hal ini menunjukan bahwa jika
tidak ada variabel independen yaitu kecerdasan emosional dan kecerdasan
spiritual maka nilai variabel dependen kinerja karyawan adalah sebesar
8,989, yang berarti bahwa variabel independen kecerdasan emosional dan
kecerdasan spiritual sangat berpengaruh terhadap variabel dependen kinerja
karyawan.
Pada nilai koefisien X1, yaitu sebesar 0,095 hal ini menunjukan
bahwa setiap adanya peningkatan kecerdasan emosional sebesar 1% maka
akan berdampak pada peningkatan kinerja karyawan sebesar 0,095 atau
9,5%.
Sedangkan pada nilai koefisien X2, yaitu sebesar 0,147 hal ini
menunjukan bahwa setiap adanya peningkatan kecerdasan spiritual sebesar
1% maka akan berdampak pada peningkatan kinerja karyawan sebesar
0,147 atau 14,7%.
Y= a + b1X1 + b2X2
Y= 8,989 + 0,095X1 + 0,147X2
122
5. Pengujian Hipotesis
Tujuan uji hipotesis adalah untuk menguji apakah data yang ada
sudah cukup kuat untuk menggambarkan populasinya atau tidak (Santoso,
2010). Pengujian terhadap hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda baik secara
parsial maupun simultan. Metode pengujian hipotesis dalam penelitian ini
dilakukan dengan: uji koefisien determinasi (𝑅2), uji statistik t (uji
parsial/signifikan parameter individu/goodness of fit), dan uji Statistik F (uji
simultan/ANOVA).
a. Uji Koefisien Determinasi (𝑹𝟐)
Uji Koefisien Determinasi (𝑅2) digunakan untuk mengukur
seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variable
dependen. Pengukuran ini dilakukan dengan cara melihat nilai Adjusted
𝑅2, jika nilai Adjusted 𝑅2 yang diperoleh hasilnya semakin besar atau
mendekati satu (1) maka sumbangan variabel independen terhadap
variabel dependen semakin besar, hal ini berarti variabel-variabel
independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan
untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2012). Adjusted
R Square berkisar pada angka 1-0, dengan asumsi bahwa semakin besar
angka Adjusted R Square maka akan semakin kuat hubungan dari ketiga
variabel dalam model regresi. Untuk hasil lengkap dari uji koefisien
determinasi (𝑅2) dapat dilihat pada tabel berikut ini:
123
Tabel 4.14.
Hasil Uji Koefisien Determinasi (𝑹𝟐)
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .885a .783 .776 2.997
a. Predictors: (Constant), SQ, EQ
b. Dependent Variable: KK
Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23
Berdasarkan keterangan yang ada pada table 4.14. di atas pada
bagian hasil model summary dapat disimpulkan bahwa koefisien
determinasi yang telah disesuaikan (Adjusted R Square) adalah sebesar
0,776 atau 77,6%, hal ini menunjukan bahwa variasi variabel kinerja
karyawan dapat dijelaskan oleh kedua variabel independen, yaitu
kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual dalam penelitian ini
adalah sebesar 77,6% dan selebihnya 22,4% dijelaskan oleh faktor-
faktor dari variabel lain di luar model regresi linier berganda.
b. Uji Statistik t (Uji Parsial/ Parameter Individu)
Uji statistik t digunakan untuk mengetahui apakah semua
variabel independen secara individu (parsial) berpengaruh terhadap
variabel dependen. Pada dasarnya uji t menunjukan tingkat signifikansi
pengaruh atau seberapa jauh variabel penjelas (variabel independen)
secara individual dalam menerangkan variabel dependen (Ghozali,
2012). Pengambilan keputusan dalam penelitian ini akan menggunakan
perbandingan antara t hitung dengan t tabel dengan ketentuan, jika t
hitung > t tabel, maka Ho ditolak (adanya pengaruh) dan sebaliknya.
124
Atau jika dilihat berdasarkan nilai signifikansinya ketentuan
penerimaan atau penolakan pengujian ini yaitu apabila angka signifikan
kurang dari 0,05 maka hipotesis alternatif diterima dan hipotesis nol
ditolak (Ghozali, 2012).
Hasil uji ini pada output SPSS dilihat dari hasil coefficients pada
uji t dan membandingkan nilai t hitung dengan t tabel, jika t hitung lebih
besar dari t tabel (t tabel = 0,678, dihitung dari level of significant yang
ditentukan dalam uji satu arah dan df = n-k (63-3 = 60), k merupakan
jumlah variabel yang diteliti) berarti signifikan. Untuk hasil lengkap dari
uji statistik t dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.15.
Hasil Uji Statistik t
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 8.989 4.736 1.898 .062
EQ .216 .095 .285 2.277 .026
SQ .735 .147 .625 4.994 .000
a. Dependent Variable: KK
Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23
Berdasarkan keterangan yang ada pada tabel 4.15. di atas pada
bagian hasil coefficients dapat diketahui pembahasan uji parsial antara
kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap kinerja
karyawan pada ESQ Leadership Center Jakarta dan menjawab rumusan
hipotesis 1 dan hipotesis 2 dalam penelitian ini, sebagai berikut:
125
Uji Hipotesis 1: Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap
Kinerja Karyawan
Ha1: Kecerdasan emosional berpengaruh positif secara parsial terhadap
kinerja karyawan lembaga ESQ Leadership Center Jakarta.
Ho1: Kecerdasan emosional tidak berpengaruh positif secara parsial
terhadap kinerja karyawan lembaga ESQ Leadership Center
Jakarta.
Hasil uji t untuk variabel kecerdasan emosional terhadap
variabel kinerja karyawan menunjukan nilai sig sebesar 0,026 dan nilai
t hitung sebesar 2,277. Hal ini berarti nilai sig yang diperoleh lebih kecil
dari nilai probabilitas 0,05 (0,026 < 0,05) dan nilai t hitung yang
diperoleh lebih besar dari t tabel (2,277 > 0,678), maka penelitian ini
memenuhi asumsi untuk menyatakan Ho1 ditolak dan Ha1 diterima.
Sehingga dari hasil pengelolaan data dengan analisis regresi
memberikan bukti empiris bahwa adanya pengaruh positif dan
signifikan secara individu atau parsial antara kecerdasan emosional
terhadap kinerja karyawan pada ESQ Leadership Center Jakarta dalam
penelitian ini.
Hasil penelitian ini mendukung asumsi Agustian (2006) yang
menyatakan bahwa keberadaan kecerdasan emosional yang baik akan
membuat karyawan menampilkan kinerja dan hasil kerja yang lebih
baik, hal ini berdasarkan pada penelitian dan pengalamannya dalam
126
memajukan perusahaan (baik miliknya sendiri maupun yang menjadi
mitra bisnisnya). Penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian
lainnya yang dilakukan oleh Boyatzis (1999, dalam Fabiola 2005) yang
menemukan bahwa beberapa konsultan dan agen penjualan yang
memiliki skor kompetensi EQ yang tinggi ternyata menghasilkan
kinerja dan hasil pendapatan yang lebih baik, serta laporan tambahan
dari Hay/Mcber Research yang menunjukan hasil riset bahwa
kecerdasan emosi ternyata mampu meningkatkan rata-rata kinerja
tenaga penjualan (Sala, 2004:1).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin baik
kecerdasan emosional yang dimiliki oleh seorang karyawan maka akan
berdampak pada peningkatan atau semakin baiknya kinerja karyawan
yang bersangkutan, dengan asumsi bahwa variabel-variabel independen
lainnya konstan.
Uji Hipotesis 2: Pengaruh Kecerdasan Spiritual terhadap Kinerja
Karyawan
Ha2: Kecerdasan spiritual berpengaruh positif secara parsial terhadap
kinerja karyawan lembaga ESQ Leadership Center Jakarta.
Ho2: Kecerdasan spiritual tidak berpengaruh positif secara parsial
terhadap kinerja karyawan lembaga ESQ Leadership Center
Jakarta.
127
Hasil uji t untuk variabel kecerdasan spiritual terhadap variabel
kinerja karyawan menunjukan nilai sig sebesar 0,000 dan nilai t hitung
sebesar 4,994. Hal ini berarti nilai sig yang diperoleh lebih kecil dari
nilai probabilitas 0,05 (0,000 < 0,05) dan nilai t hitung yang diperoleh
lebih besar dari t tabel (4,9947 > 0,678), maka penelitian ini memenuhi
asumsi untuk menyatakan Ho2 ditolak dan Ha2 diterima. Sehingga dari
hasil pengelolaan data dengan analisis regresi berganda memberikan
bukti empiris bahwa adanya pengaruh positif dan signifikan secara
individu atau parsial antara kecerdasan spiritual terhadap kinerja
karyawan pada ESQ Leadership Center Jakarta dalam penelitian ini.
Hasil penelitian ini mendukung asumsi penelitian dari Oxford
University yang menyatakan bahwa spiritualitas berkembang karena
manusia krisis makna, jadi kehadiran organisasi seharusnya juga
memberi makna apa yang menjadi tujuan organisasinya. Makna yang
muncul dalam suatu organisasi akan membuat setiap orang yang bekerja
di dalamnya lebih dapat mengembangkan diri mereka. Hasilnya mereka
juga dapat bekerja lebih baik (Fabiola, 2005). Penelitian ini juga sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan Wiersma (2002:500) yang
menunjukan bukti tentang pengaruh kecerdasan spiritual dalam dunia
kerja yang menunjukan bahwa kecerdasan spiritual mempengaruhi
tujuan sesorang dalam mencapai karirnya di dunia kerja. Seseorang
yang membawa makna spiritualitas dalam kerjanya akan merasakan
hidup dan pekerjaannya lebih berarti. Hal ini mendorong dan
128
memotivasi dirinya untuk lebih meningkatkan kinerja yang dimilikinya,
sehingga dalam karir ia dapat berkembang lebih maju.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin baik
kecerdasan spiritual yang dimiliki oleh seorang karyawan maka akan
berdampak pada peningkatan atau semakin baiknya kinerja karyawan
yang bersangkutan, dengan asumsi bahwa variabel-variabel independen
lainnya konstan.
c. Uji Statistik F (Uji Simultan/ANOVA)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua
variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai
pengaruh secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen
(Ghozali, 2012). Dalam penelitian ini pengujian hipotesis secara
simultan dimaksudkan untuk mengukur besarnya pengaruh kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual secara bersama-sama terhadap
variabel terikat yaitu kinerja karyawan. Pengambilan keputusan dalam
penelitian ini akan menggunakan hasil uji F pada output SPSS pada
tabel ANOVA, jika P-value lebih kecil dari level of significant yang
ditentukan, atau F hitung lebih besar dari F tabel (dengan melihat df1
(df1 = k-1, 3-1 = 2) dan df2 (df2 = n-k, 63-3 = 60) berarti hal ini
menunjukan bahwa variabel independen secara simultan berpengaruh
terhadap variabel dependen.
129
Tabel 4.16.
Hasil Uji Statistik F
ANOVAa
Model
Sum of
Squares Df
Mean
Square F Sig.
1 Regression 1943.404 2 971.702 108.204 .000b
Residual 538.818 60 8.980
Total 2482.222 62
a. Dependent Variable: KK
b. Predictors: (Constant), SQ, EQ Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23
Berdasarkan keterangan yang ada pada tabel 4.16. di atas pada
bagian ANOVA dapat diketahui pembahasan uji simultan antara
kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap kinerja
karyawan pada ESQ Leadership Center Jakarta dan menjawab rumusan
hipotesis 3 dalam penelitian ini, sebagai berikut:
Uji Hipotesis 3: Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan
Spiritual terhadap Kinerja Karyawan
Ha3: Kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual berpengaruh
signifikan secara simultan terhadap kinerja karyawan lembaga
ESQ Leadership Center Jakarta.
Ho3: Kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual tidak berpengaruh
signifikan secara simultan terhadap peningkatan kinerja
karyawan lembaga ESQ Leadership Center Jakarta.
Hasil uji F variabel kecerdasan emosional dan kecerdasan
spiritual terhadap variabel kinerja karyawan menunjukan nilai sig
sebesar 0,000 dan nilai F hitung sebesar 108,204. Hal ini berarti nilai sig
130
yang diperoleh lebih kecil dari nilai probabilitas 0,05 (0,000 < 0,05) dan
nilai F hitung yang diperoleh lebih besar dari F tabel (108,204 > 3,15),
maka penelitian ini memenuhi asumsi untuk menyatakan Ho3 ditolak
dan Ha3 diterima. Sehingga dari hasil pengelolaan data dengan analisis
regresi berganda memberikan bukti empiris bahwa adanya pengaruh
signifikan secara simultan antara kecerdasan emosional dan kecerdasan
spiritual terhadap kinerja karyawan karyawan pada ESQ Leadership
Center Jakarta dalam penelitian ini.
Hasil penelitian ini mendukung asumsi Agustian yang
menyatakan bahwa bila setiap elemen masyarakat di dalam perusahaan
telah mengaktifkan EQ dan SQ mereka dengan baik dalam dunia kerja.
Maka dampak bagi individu adalah menemukan makna bekerja dan
termotivasi oleh sebuah alasan spiritual sedangkan bagi insitusi
tempatnya bekerja adalah meningkatkan produktivitas dan loyalitas
pekerja, hal ini berdasarkan pada penelitian dan pengalamannya dalam
memajukan perusahaan (baik miliknya sendiri maupun yang menjadi
mitra bisnisnya). Martin (2000:22) juga menyatakan bahwa kinerja
karyawan tidak hanya dilihat dari kemampuan kerja yang sempurna
(IQ), tetapi juga kemampuan menguasai (EQ) dan mengelolah diri
sendiri serta kemampuan dalam membina hubungan dengan orang lain.
Penelitian ini juga sejalan dan mendukung hasil penelitian yang
dilakukan oleh Daniel Goleman (2005) yang menunjukan bahwa
kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang sekitar 20% bagi
131
kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-
kekuatan lain, salah satunya yaitu kecerdasan emosional (EQ).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin baik
kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual secara bersamaan yang
dimiliki oleh seorang karyawan maka akan berdampak pada
peningkatan atau semakin baiknya kinerja karyawan yang bersangkutan,
dengan asumsi bahwa variabel-variabel independen lainnya konstan.
.
132
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual terhadap kinerja karyawan. Responden
dalam penelitian ini adalah karyawan pada lembaga ESQ Leadership Center
Jakarta yang berjumlah 63 karyawan. Berdasarkan data yang diperoleh serta
serangkaian pengujian yang telah dilakukan dengan menggunakan model
analisis regresi berganda, maka penarikan kesimpulan yang diambil oleh
peneliti adalah sebagai berikut:
1. Kecerdasan emosional secara parsial mempunyai pengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja karyawan. Dengan hasil uji t sebesar 0,216. Dari
hasil tersebut dapat diketahui bahwa semakin baik kecerdasan emosional
yang dimiliki oleh seorang karyawan maka akan berdampak pada
peningkatan atau semakin baiknya kinerja karyawan yang bersangkutan,
dengan asumsi bahwa variabel-variabel independen lainnya konstan.
2. Kecerdasan spiritual mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja karyawan. Dengan hasil uji t sebesar 0,735. Dari hasil tersebut dapat
diketahui bahwa semakin baik kecerdasan spiritual yang dimiliki oleh
seorang karyawan maka akan berdampak pada peningkatan atau semakin
baiknya kinerja karyawan yang bersangkutan, dengan asumsi bahwa
variabel-variabel independen lainnya konstan.
133
3. Secara simultan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual
berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Dengan hasil uji F
sebesar 108,204. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa semakin baik
kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual secara bersamaan yang
dimiliki oleh seorang karyawan maka akan berdampak pada peningkatan
atau semakin baiknya kinerja karyawan yang bersangkutan, dengan asumsi
bahwa variabel-variabel independen lainnya konstan.
B. Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan kepada pihak lain terkait hasil
penelitian ini yaitu:
1. Bagi perusahaan dan organisasi lain.
Hasil penelitianm ini menginformasikan kepada pihak menejemen
pengelola atau perusahan akan adanya pengaruh yang signifikan antara
kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual baik secara parsial maupun
simultan terhadap peningkatan kinerja karyawan. Untuk itu disarankan
kepada para manajer dalam merumuskan kebijakan meningkatkan kinerja
karyawan hendaknya memperhatikan kedua aspek tersebut (EQ dan SQ).
2. Bagi para akademisi
Hasil penelitian ini disarankan dapat dijadikan bahan referensi bagi
penelitian selanjutnya. Terutama penelitian yang berkaitan denan
manajemen sumber daya manusia, khususnya dalam aspek kinerja,
kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual.
134
DAFTAR PUSTAKA.
Agustian, Ary Ginanjar. “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional dan
Spiritual (ESQ) Secara Harmoni”, Nuansa, Bandung, 2001.
……………………... “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan
Spiritua”, Arga Wijaya Persada, Jakarta, 2006.
……………………... “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan
Spiritual, ESQ: Emotional Spiritual Quotient berdasarkan 6 Rukun Iman
dan 5 Rukun Islam”, Arga Wijaya Persada, Jakarta, 2007.
A. Prabu Mangkunegoro. “Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia”, PT. Rifeka
Aditama, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010.
Beheshtifar, Malikeh: Zare, Elham. “Effect of Spirital Business Organization and
Employee Statisfication”, Easten academy of Management, 2010.
Bernardin, J. “The Function of the Executive”, Cambridge, Ma. Research of
Harvard University, 1993.
Bernardin dan Russel. “Pinter Manajer, Aneka Pandangan Kontemporer”, Alih
Bahasa Agus Maulana, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta, 2007.
Boyatzis, R, E, Ron, S. “Unleashing the Power of Self Directed Learning”, Case
Wastern Reserve University, Cleveland, Ohio, USA, 2001.
Buzan, Toni. “Kekuatan ESQ: 10 Langkah Meningkatkan Kecerdasan Emotional
Spiritual”, Terjemah: ana Budi Kuswandani. PT. Pustaka Delapratosa,
2003.
Dassler, Garry. “Manajemen Sumber Daya Manusia”, PT. Indeks, Jakarta, 2006.
Gardner, H. ”Pendidikan Emosional Usia Dini”, C.V Tirta, Bandung, 1983.
Goleman, Daniel. “Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi”, Cetakan
Keenam, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005.
………………... “Emotinal Intelligence: Kecerdasan Emosional. Mengapa EQ
lebih Penting daripada IQ”, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2015.
Ghozali, Imam. “Aplikasi analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19”,
Badan Penerbit Universitas Diponogoro, Semaramg, 2012.
Hoffman, E. “Psychological Testing At Work”, Mc Graw Hill, New York, 2002.
135
Idrus, Muhammad. “Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta”, Psikologi
Phronesis, Jurnal Ilmiah dan Terapan, Vol.4 No.8, Desember 2002.
Indriantoro, Nur, dan Bambang Supomo. “Metodologi penelitian Bisnis Untuk
Akuntansi dan Manajemen”, Edisi Pertama, BPFE-Yogyakarta,
Yogyakarta, 1999.
Ivancevich, J, M. “Human Resource Management”, Edition 8th, McGraw Hill. New
York, 2001.
Khavari. Khalil, A. “The Art of Happiness: Menciptakan Kebahagiaan dalam
Setiap Keadaa”, PT Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2006.
Thoifah, I’anatut. “Statistika Pendidikan dan Metode Penelitian Kuantitatif”,
Madani, Malang, 2015.
Luthans, F. “Organizational Behavior”, McGraw-Hill, New York, 2005.
Mathis, R, I, dan Jackson. “Human Resource Management: Manajemen Sumber
Daya Manusia”, Terjemahan Dian Angelia, Salemba Empat, Jakarta, 2006.
Ningky Munir. “Spiritual dan Kinerja”, Majalah Manajemen, Vol. 124, Juli 2000.
Rivai, Vethzal dan Ella Jauvania Sagala. “PeforManajemen Sumbar Daya Manusia
untuk Perusahan”, PT. Raja Jakarta, 2011.
Patton, P. ”Kecerdasan Emosional di Tempat Kerja”, Alih Bahasa : Zaini Dahlan,
Pustaka Delaprata, Jakarta, 1998.
Peraturan Menteri BUMN. “Penerapan Praktik Good Corporate Governance
(GCG)”, No. Per-01/MBU/2011, tanggal 1 Agustus 2011.
Robbins, S, P. “Perilaku Organisasi”, PT. Prehallindo, Jakarta, 1996.
Sala, F. “Do Programs Designed to Increase Emotional Intelligence at Work”,
Emotional Inteligence Consortium Research Journal. Boston, 2004.
Samiyanto. “Konstrak Spiritualitas dan Pengaruhnya terhadap Psychological
capita, Servant Leadership dan Kinerja Manajer”, Ringkasan Disertasi
Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta, 2011.
Santoso, Singgih. “Buku Latihan SPSS”, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta,
2010.
Sedarmayanti. “Manajemen Sumber Daya Manusia: Reformasi Birokrasi dan
Manajemen Pegawai Negeri Sipil”, PT. Refika Aditama, Bandung, 2011.
136
Sugiyono, ”Metode Penilaian Pendidikan”, Alfabeta, Bandung, 2010.
Sukidi. “Rahasia Sukses Hidup Bahagia Kecerdasan Spiritual: Mengapa SQ Lebih
Penting Daripada IQ dan EQ”, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002.
Supriyanto, Imam. “FSQ: Memahami, Mengukur, dam Melejitkan Financial
Spiritual Quetient ntuk Kenggulan Diri, Perusahaan, dan Masyarakat”,
Lutfansh, Surabaya, 2006.
Tikollah, M. Ridwan, Iwan Triyuwono, dan H. Unti Ludigdo. “Pengaruh
Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosional, dan Kecerdasan Spiritual
Terhadap Sikap Etis Mahasiswa Akuntansi (Studi pada Perguruan Tinggi
Negeri di Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan)”, Simposium
Nasional Akuntansi 9, halaman 1-25, 23-26 Agustus 2006.
Trihandini, R.A. Fabiola Meirnayati. “Analisis Pengaruh Kecerdasan Intelektual,
Kecerdasan Emosi, dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Kinerja Karyawan
(Studi Kasus Pada Hotel Horison Semarang)”, Tesis Program Pascasarjana
Universitas Diponegoro, 2005.
Wahab, Abd dan Umiarso. “Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan
Spiritual”, Ar Ruzz Media, Jogjakarta, 2011.
Wiersma, M, L. “The Influence of Spiritual “Meaning-Making” On Career
Behaviour”, Journal of Management Development, Vool.21 No.7. pp. 497-
520, 2002.
Wirawan. “Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia”, Salemba Empat, Jakarta,
2009.
Yuninigsih. “Membangun Komitmen dan Menciptakan Kinerja Sumber Daya
Manusia Untuk Memperoleh Keberhasilan Perusahaan”, Fokus Ekonomi
Vol.1, April 2002.
Zohar, D, Marshal, I. “The Ultimate Intelligence”, Mizam Media Utama, Bandung,
2001.
………………………. “SQ: Memanfaatkan SQ dalam Berpikir Holistik untuk
Memaknai Kehidupan”, Cetakan Kelima. Mizan, Bandung. Diterjemahkan
oleh Rahmani Astuti, Ahmad Nadjib Burhani & Ahmad Baiquni dari SQ:
Spiritual Intelligence–The Ultimate Intelligence, 2000®, 2002.
………………………. “Spiritual Capital: Memberdayakan SQ di Dunia Bisnis”,
Mizan, Bandung, 2005.
137
Sumber Website:
Hartawan, Tony. “4 Ribu Perusahaan PMA Tidak Pernah Bayar Pajak”, artikel
diakses pada tanggal 28 Desember 2015, dari
https://m.tempo.co/read/news/2015/01/15/090634961/4-ribu-perusahaan-
pma-tidak-pernah-bayar-pajak.
Kementrian Lingkungan Hidup RI. “Hasil Penilaian Program Peringkat Kinerja
Perusahaan (PROPER) Dalam perlindngan dan Pengelolaan Lingkungan
Priode 2011-2012”, artikel diakses pada tanggal 28 Desember 2015, dari
http://www.menlh.go.id/hasil-penilaian-program-peringkat-kinerja-
perusahaan-proper-dalam-perlindungan-dan-pengelolaan-lingkungan-
periode-2011-2012/.
Mudali. “Qoute: How High Is Yous Spiritual Inteligence?”, diakses pada tanggal
15 Juni 2005, dari http://www.eng.usf.eddu/gopalakr/artcles/spiritual.html.
Octavianus, Fanny. “ICW: Jumlah Pejabat Pemda Koruptor Meningkat”, artikel
diaskses pada tanggal 28 Desember 2015, dari
https://m.tempo.co/read/news/2014/08/04/063596981/icw-jumlah-pejabat-
pemda-koruptor-meningkat.
Sedya, Suci Utami. “Ini Penyebab 2.000 Perusahaan tidak membayar pajak”,
artikel diakses pada tanggal 29 Maret 2016, dari
http://m.metrotvnews.com/read/2016/03/28/504737/ini-penyebab-2-000-
perusahaan-tidak-bayar-pajak.
Septianto, Bayu. “Bank Permata Tak Tahu Karyawan Tipu Nasabah hingga Rp29
M”, artikel diakses pada tanggal 28 Desember 2015, dari
http://m.okezone.com/read/2015/06/30/337/1173842/bank-permata-tak-
tahu-karyawan-tipu-nasabah-hingga-rp29-m.
139
ANALISIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL DAN
KECERDASAN SPIRITUAL TERHADAP KINERJA KARYAWAN
(Studi Empiris Pada Karyawan Lembaga ESQ Leadership Center
Jakarta)
A. Data Diri Responden
Nama :
Jabatan Pekerjaan :
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan
Usia : ( ) ≤ 20 th ( ) 41 - 50 th
( ) 21 - 30 th ( ) > 50 th
( ) 31 - 40 th
Pendidikan Formal Terakhir : ( ) SMA/Sederajat ( ) Sarjana
( ) Diploma ( ) Lainnya
Masa Kerja : ( ) 1 - 5 th ( ) 11 - 15th
( ) 6 - 10 th ( ) > 15th
B. Pertanyaan Inti
Petunjuk: Berikan tanda ceklist (√) pada jawaban yang menurut anda sesuai
dengan kondisi anda pada pilihan lembar jawaban yang telah disediakan.
Keterangan: STS (1) = Sangat Tidak Setuju
TS (2) = Tidak Setuju
N (3) = Netral
S (4) = Setuju
SS (5) = Sangat Setuju
140
Pertanyaan yang berhubungan dengan Kecerdasan Emosional (EQ) (X1)
NO. Pernyataan STS
(1)
TS
(2)
N
(3)
S
(4)
SS
(5)
Pengenalan Diri
1. Saya mengetahui kadar emosi diri saya
2. Saya mengetahui betul kemampuan kerja
saya
3. Saya memiliki kepercayaan diri yang kuat
Pengaturan Diri
4. Saya cendrung dapat mengontrol emosi
ketika marah
5. Saya adalah tipe orang yang dapat
dipercaya
6. Saya bertanggungjawab atas pekerjaan
saya
7. Saya dapat beradaptasi dengan lingkungan
baru
8. Saya terbuka akan adanya informasi-
informasi baru
Motivasi Diri
9. Saya sering memotivasi diri untuk menjadi
lebih baik
10. Saya memiliki komitmen pada perusahaan
11. Saya cendrung memanfaatkan kesempatan
yang ada
12. Saya tidak langsung menyerah ketika
gagal
Empati
13. Saya cendrung mampu memahami
perasaan orang lain
14. Pelayanan terhadap pelanggan merupakan
prioritas
15. Saya suka membantu orang lain untuk
dapat lebih baik
16. Saya dapat mengambil manfaat dari
pergaulan dengan bermacam-macam
orang
17. Saya dapat melihat garis-garis wewenang
di lingkungan kantor
Keterampilan Sosial
18. Saya dapat mempengaruhi orang lain
19. Saya dapat berkomunikasi dengan baik
kepada orang lain
20. Saya memiliki jiwa kepemimpinan
21. Saya dapat menginspirasi orang lain untuk
membuat perubahan
22. Saya dapat menjadi penengah ketika
terjadi perselisihan
23. Saya memiliki teman yang dapat dijadikan
koneksi
141
24. Saya dapat bekerja sama dengan orang
lain
25. Saya dapat membangun sinergi dalam
kelompok
Pertanyaan yang berhubungan dengan Kecerdasan Spiritual (SQ) (X2)
NO. Pernyataan STS
(1)
TS
(2)
N
(3)
S
(4)
SS
(5)
Kejujuran
1. Kejujuran merupakan prinsip hidup saya
2. Saya tidak suka melakukan kecurangan
3. Saya bekerja dengan benar
Keterbukaan
4. Jika ada kesulitan pada pekerjaan saya
mendiskusikan dengan rekan yang saya
anggap mampu
5. Saya dapat menerima kritikan dari orang
lain
6. Saya dapat memberikan saran untuk
perusahaan
Pengetahuan Diri
7. Saya paham akan tugas saya
8. Saya dapat berinovasi untuk
mengembangkan diri
Fokus pada Kontribusi
9. Saya bersungguh-sungguh dalam bekerja
10. Saya cendrung focus dalam menyelesaikan
tugas
Spiritual Non Dogmatis
11. Saya dapat secara spontan beradaptasi
dengan suasana baru
12. Saya memiliki kesadaran diri yang tinggi
13. Masalah merupakan tantangan yadapat
membuuat saya berkembang
14. Saya memiliki visi dengan nilai-nilai yang
saya pegang
Pertanyaan yang berhubungan dengan Kinerja Karyawan (Y)
NO. Pernyataan STS
(1)
TS
(2)
N
(3)
S
(4)
SS
(5)
Kualitas
1. Saya bekerja mengikuti standar
perusahaan
2. Saya cendrung teliti dalam melaksanakan
tugas
3. Saya disiplin dalam bekerja
142
Kuantitas
4. Saya memiliki target dalam bekerja
5. Saya berusaha mencapai target
6. Saya menyelesaikan pekerjaan dengan
efisien
Ketepatan Waktu
7. Saya tepat waktu dalam menyelesaikan
pekerjaan saya
8. Saya cendrung tidak menunda-nunda
waktu dalam bekerja
9. Saya dapat menyelesaikan beberapa
pekerjaan dalam sehari
Efektivitas
10. Saya mengerjakan pekerjaan dengan
maksimal agar memperoleh hasil terbaik
11. Saya cenderung hadir tepat waktu
12. Saya suka berinovasi dalam melakukan
pekerjaan
Kemandirian
13. Saya menyukai tantangan
14. Saya sering mengandalkan diri sendiri
dalam bertindak
15. Saya berusaha menjadi pekerja yang dapat
diandalkan
Komitmen
16. Saya bertanggungjawab atas tugas yang
dibebankan kepada saya
17. Saya memiliki loyalitas terhadap
perusahaan
18. Saya bekerja sepenuh hati dalam
menyelesaikan tugas
143
Lampiran 2: Data Mentah Jawaban Kuesioner
Tabulasi Jawaban Kuesioner Variabel Kecerdasan Emosional (EQ) (X1)
No.
Responden EQ 1 EQ 2 EQ 3 EQ 4 EQ 5 EQ 6 EQ 7 EQ 8 EQ 9
EQ
10
EQ
11
EQ
12
EQ
13
EQ
14
EQ
15
EQ
16
EQ
17
Responden 1 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5
Responden 2 4 4 3 4 4 5 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 5
Responden 3 5 5 3 4 4 4 5 5 5 4 4 5 4 5 4 4 5
Responden 4 5 5 4 4 5 5 4 5 5 4 4 5 4 5 5 4 5
Responden 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Responden 6 5 5 3 5 4 4 3 4 5 4 4 4 5 3 5 3 5
Responden 7 4 4 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 5 4 5
Responden 8 5 5 5 4 5 5 4 4 5 4 5 4 4 5 5 4 5
Responden 9 5 5 4 5 4 4 5 5 5 4 5 4 5 4 5 4 5
Responden 10 3 3 5 3 4 4 4 5 4 3 5 4 4 4 4 4 5
Responden 11 5 5 4 4 5 4 3 4 4 4 4 3 4 5 5 3 5
Responden 12 3 3 4 3 3 4 3 4 3 3 4 4 3 3 4 3 4
Responden 13 4 4 4 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4
Responden 14 3 3 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4
Responden 15 4 4 3 3 4 5 4 4 4 4 3 4 3 4 4 3 5
Responden 16 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4
Responden 17 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Responden 18 5 5 5 4 5 4 5 4 5 5 5 4 4 5 5 5 5
Responden 19 5 5 5 4 4 5 4 5 5 4 5 4 4 5 5 4 5
144
No.
Responden
EQ
18
EQ
19
EQ
20
EQ
21
EQ
22
EQ
23
EQ
24
EQ
25 Total EQ
Responden 1 5 5 5 5 5 5 5 5 123
Responden 2 4 4 4 3 4 4 4 4 102
Responden 3 4 4 4 3 4 4 4 4 106
Responden 4 4 5 4 4 5 4 4 4 111
Responden 5 4 4 4 4 4 4 4 4 101
Responden 6 3 4 3 3 4 4 4 4 99
Responden 7 4 5 4 3 4 4 4 3 105
Responden 8 4 5 5 4 4 5 5 4 114
Responden 9 4 5 4 4 5 5 5 4 113
Responden 10 3 4 4 3 4 4 4 3 98
Responden 11 4 5 3 3 4 4 4 4 102
Responden 12 3 4 3 3 4 4 4 3 87
Responden 13 4 4 4 3 4 4 4 3 94
Responden 14 4 4 4 4 4 4 4 4 96
Responden 15 3 4 4 3 4 4 4 4 95
Responden 16 4 5 4 4 4 4 4 4 104
Responden 17 5 5 5 5 5 5 5 5 125
Responden 18 5 5 4 4 5 5 5 4 117
Responden 19 4 5 4 4 4 4 4 4 110
145
No.
Responden EQ 1 EQ 2 EQ 3 EQ 4 EQ 5 EQ 6 EQ 7 EQ 8 EQ 9
EQ
10
EQ
11
EQ
12
EQ
13
EQ
14
EQ
15
EQ
16
EQ
17
Responden 20 4 5 5 4 4 5 4 5 5 4 4 5 4 5 5 5 5
Responden 21 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5
Responden 22 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5
Responden 23 5 4 5 5 4 5 5 5 5 4 4 4 4 5 5 4 5
Responden 24 5 5 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 5
Responden 25 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 3 5
Responden 26 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 5 4 5
Responden 27 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5
Responden 28 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Responden 29 4 4 4 4 4 4 5 5 4 3 4 4 4 4 4 5 5
Responden 30 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5
Responden 31 4 5 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5
Responden 32 3 4 4 3 4 4 4 5 4 3 4 4 4 4 4 4 4
Responden 33 4 4 3 3 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4
Responden 34 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Responden 35 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Responden 36 4 5 4 4 4 5 5 5 5 4 4 4 4 5 4 4 5
Responden 37 4 5 5 4 5 4 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5
Responden 38 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 5
Responden 39 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Responden 40 4 5 4 4 4 5 5 5 5 4 4 5 4 4 5 4 5
Responden 41 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
146
No.
Responden
EQ
18
EQ
19
EQ
20
EQ
21
EQ
22
EQ
23
EQ
24
EQ
25 Total EQ
Responden 20 4 4 4 4 4 4 4 4 110
Responden 21 4 4 4 4 4 4 4 4 103
Responden 22 4 4 4 4 4 4 4 4 102
Responden 23 4 5 5 4 4 4 4 4 111
Responden 24 4 4 4 4 5 4 4 4 106
Responden 25 4 4 4 4 4 4 4 3 100
Responden 26 4 4 4 4 4 4 4 4 104
Responden 27 4 4 4 3 4 4 4 4 99
Responden 28 4 4 4 4 4 4 4 4 100
Responden 29 4 5 4 4 4 5 4 4 105
Responden 30 4 4 4 4 4 4 4 4 99
Responden 31 4 4 4 3 4 4 4 4 100
Responden 32 4 4 4 3 4 4 4 3 96
Responden 33 4 4 4 3 4 4 4 4 98
Responden 34 4 4 4 4 4 4 4 4 98
Responden 35 3 3 3 3 3 3 3 2 72
Responden 36 4 5 4 4 4 4 4 4 108
Responden 37 5 5 5 5 5 5 5 4 119
Responden 38 4 4 4 4 4 4 4 4 102
Responden 39 4 4 3 3 4 4 4 3 95
Responden 40 4 5 4 4 5 4 4 4 110
Responden 41 4 4 4 4 4 4 4 4 100
147
No.
Responden EQ 1 EQ 2 EQ 3 EQ 4 EQ 5 EQ 6 EQ 7 EQ 8 EQ 9
EQ
10
EQ
11
EQ
12
EQ
13
EQ
14
EQ
15
EQ
16
EQ
17
Responden 42 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 5
Responden 43 4 4 3 3 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 5
Responden 44 4 4 4 4 4 5 4 4 5 5 4 4 4 4 5 3 5
Responden 45 4 4 4 4 4 5 4 4 5 4 4 5 4 4 5 4 5
Responden 46 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5
Responden 47 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 5
Responden 48 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Responden 49 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 5 4 5
Responden 50 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Responden 51 4 5 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5
Responden 52 4 5 5 3 4 4 4 5 5 4 4 5 4 4 5 4 5
Responden 53 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Responden 54 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 5
Responden 55 5 5 5 4 5 5 5 5 4 5 4 4 5 5 5 4 5
Responden 56 4 5 4 3 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4
Responden 57 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5
Responden 58 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 5 4 5
Responden 59 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Responden 60 3 5 5 2 4 4 5 5 4 3 4 4 4 5 4 4 5
Responden 61 5 5 4 4 5 4 3 4 4 4 4 3 4 5 5 3 5
Responden 62 4 4 4 3 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 4 3 5
Responden 63 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
148
No.
Responden EQ
18
EQ
19
EQ
20
EQ
21
EQ
22
EQ
23
EQ
24
EQ
25 Total EQ
Responden 42 4 4 4 4 4 4 4 4 102
Responden 43 4 4 3 3 4 4 4 3 98
Responden 44 4 4 4 4 4 3 4 4 103
Responden 45 4 4 5 4 4 4 4 4 106
Responden 46 4 4 4 4 4 4 4 4 102
Responden 47 5 5 5 4 5 5 5 5 122
Responden 48 4 4 4 4 4 4 4 4 98
Responden 49 4 5 4 4 4 4 4 4 106
Responden 50 4 4 4 4 4 4 4 4 100
Responden 51 4 3 3 3 4 4 4 4 98
Responden 52 4 5 4 4 4 4 4 4 107
Responden 53 4 4 4 4 4 4 4 4 100
Responden 54 4 4 4 4 4 4 4 4 103
Responden 55 4 4 4 4 5 5 5 4 115
Responden 56 4 5 4 4 4 4 4 4 104
Responden 57 4 4 4 3 4 4 4 4 99
Responden 58 4 4 4 4 4 4 4 4 105
Responden59 4 4 4 4 4 4 4 4 100
Responden 60 4 4 4 3 4 4 4 4 101
Responden 61 4 5 4 3 4 5 5 4 105
Responden 62 3 4 4 3 4 4 4 3 98
Responden 63 4 4 4 3 4 4 4 3 97
149
Tabulasi Jawaban Kuesioner Variabel Kecerdasan Spiritual (SQ) (X2)
No.
Responden SQ 1 SQ 2 SQ 3 SQ 4 SQ 5 SQ 6 SQ 7 SQ 8 SQ 9
SQ
10
SQ
11
SQ
12
SQ
13
SQ
14 Total SQ
Responden 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 70
Responden 2 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 57
Responden 3 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 59
Responden 4 5 5 5 5 4 5 5 4 5 4 4 5 4 5 65
Responden 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 56
Responden 6 5 5 5 4 4 4 5 3 5 5 3 5 4 4 61
Responden 7 5 5 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 61
Responden 8 5 5 5 5 5 4 5 4 4 4 4 5 5 5 65
Responden 9 5 5 5 5 5 4 5 4 4 4 5 5 5 5 66
Responden 10 4 4 4 4 3 3 5 3 4 3 4 4 3 3 51
Responden 11 4 5 4 5 4 4 4 5 4 5 3 4 5 4 60
Responden 12 4 4 4 4 3 3 4 3 4 4 3 3 3 3 49
Responden 13 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 3 52
Responden 14 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 53
Responden 15 4 4 4 4 4 4 5 3 5 4 3 3 4 4 55
Responden 16 5 5 5 4 4 4 5 4 4 4 4 5 5 5 63
Responden 17 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 70
Responden 18 5 5 4 5 4 4 5 4 5 5 4 4 5 5 64
Responden 19 4 4 5 4 5 4 5 4 5 5 4 5 4 4 62
150
No.
Responden SQ 1 SQ 2 SQ 3 SQ 4 SQ 5 SQ 6 SQ 7 SQ 8 SQ 9
SQ
10
SQ
11
SQ
12
SQ
13
SQ
14 Total SQ
Responden 20 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 4 4 4 5 65
Responden 21 4 4 4 4 5 4 5 4 4 4 4 5 4 4 59
Responden 22 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 57
Responden 23 5 5 5 4 5 5 5 4 4 5 5 5 4 4 65
Responden 24 5 5 5 5 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 62
Responden 25 5 5 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 60
Responden 26 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 57
Responden 27 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 3 4 3 52
Responden 28 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 56
Responden 29 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 59
Responden 30 5 5 5 4 3 4 5 4 4 5 4 4 5 4 61
Responden 31 4 4 4 5 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 59
Responden 32 5 5 5 5 3 3 5 4 4 5 4 3 4 4 59
Responden 33 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 58
Responden 34 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 55
Responden 35 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 44
Responden 36 5 5 5 4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 62
Responden 37 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 4 5 5 67
Responden 38 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 57
Responden 39 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 54
Responden 40 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 5 4 4 5 66
151
No.
Responden SQ 1 SQ 2 SQ 3 SQ 4 SQ 5 SQ 6 SQ 7 SQ 8 SQ 9
SQ
10
SQ
11
SQ
12
SQ
13
SQ
14 Total SQ
Responden 41 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 56
Responden 42 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 58
Responden 43 4 4 4 4 3 3 4 3 4 4 4 3 4 3 51
Responden 44 4 4 5 5 4 4 5 5 5 5 4 4 5 5 64
Responden 45 5 5 5 4 4 4 5 4 5 5 4 4 5 5 64
Responden 46 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 58
Responden 47 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 68
Responden 48 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 54
Responden 49 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 68
Responden 50 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 56
Responden 51 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 3 53
Responden 52 4 4 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 5 60
Responden 53 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 56
Responden 54 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 57
Responden 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 70
Responden 56 5 5 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 5 63
Responden 57 4 4 4 5 4 4 5 4 4 5 4 3 4 3 57
Responden 58 5 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 59
Responden 59 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 56
Responden 60 4 5 4 4 4 4 5 4 4 4 3 3 4 4 56
Responden 61 5 5 5 5 4 5 4 5 4 5 4 4 5 4 64
152
No.
Responden SQ 1 SQ 2 SQ 3 SQ 4 SQ 5 SQ 6 SQ 7 SQ 8 SQ 9
SQ
10
SQ
11
SQ
12
SQ
13
SQ
14 Total SQ
Responden 62 4 4 4 5 4 3 4 4 4 5 3 3 4 3 54
Responden 63 5 5 5 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 58
153
Tabulasi Jawaban Kuesioner Variabel Kinerja Karyawan (KK) (Y)
No.
Responden
KK
1
KK
2
KK
3
KK
4
KK
5
KK
6
KK
7
KK
8
KK
9
KK
10
KK
11
KK
12
KK
13
KK
14
KK
15
KK
16
KK
17
KK
18
Total
KK
Responden 1 5 5 5 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 87
Responden 2 5 4 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 76
Responden 3 5 4 4 4 5 5 3 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 72
Responden 4 5 4 4 4 5 4 3 4 3 5 4 4 4 5 5 4 4 4 75
Responden 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 72
Responden 6 5 5 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 5 78
Responden 7 4 4 4 5 5 4 4 3 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 76
Responden 8 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 76
Responden 9 5 4 4 4 5 5 4 4 5 4 5 4 4 3 4 4 4 4 76
Responden 10 4 4 3 4 5 3 3 3 4 4 4 4 4 5 5 4 3 3 69
Responden 11 5 5 4 5 5 5 4 3 4 5 4 5 4 4 5 4 4 4 79
Responden 12 4 4 3 3 4 4 3 3 4 4 4 3 3 4 4 4 3 3 64
Responden 13 4 3 3 4 4 3 3 3 4 4 4 3 4 3 4 3 3 3 62
Responden 14 4 4 3 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 67
Responden 15 5 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 76
Responden 16 5 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 5 5 4 4 4 4 4 77
Responden 17 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 90
Responden 18 5 5 4 4 5 4 4 4 5 5 5 4 4 4 5 4 5 5 81
Responden 19 5 5 4 5 5 5 5 4 4 5 5 4 4 4 5 5 4 5 83
154
No.
Responden
KK
1
KK
2
KK
3
KK
4
KK
5
KK
6
KK
7
KK
8
KK
9
KK
10
KK
11
KK
12
KK
13
KK
14
KK
15
KK
16
KK
17
KK
18
Total
KK
Responden 20 5 5 4 5 5 4 5 5 5 4 4 4 4 4 5 5 4 4 81
Responden 21 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 74
Responden 22 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 76
Responden 23 5 5 4 4 5 5 5 4 5 5 5 4 4 4 5 5 4 4 82
Responden 24 5 4 4 4 5 4 4 4 4 5 5 4 4 3 5 4 4 4 76
Responden 25 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 75
Responden 26 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 71
Responden 27 4 4 4 4 5 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 3 69
Responden 28 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 70
Responden 29 5 4 4 4 5 5 4 4 5 4 4 4 4 2 4 4 4 4 74
Responden 30 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 4 5 3 5 4 4 4 82
Responden 31 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 3 4 3 4 3 70
Responden 32 5 5 4 4 5 5 4 4 4 5 5 4 4 3 5 4 3 3 76
Responden 33 5 4 3 5 5 4 3 3 4 4 5 4 4 3 4 4 4 3 71
Responden 34 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 71
Responden 35 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 53
Responden 36 5 4 3 5 5 4 3 3 4 5 4 4 4 4 5 5 4 4 75
Responden 37 5 5 4 5 5 5 4 4 4 5 5 4 4 4 5 4 5 5 82
Responden 38 5 4 4 4 5 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 73
Responden 39 4 3 4 4 5 4 4 3 4 5 5 4 3 3 4 4 4 4 71
Responden 40 5 4 4 5 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 5 4 4 79
155
No.
Responden
KK
1
KK
2
KK
3
KK
4
KK
5
KK
6
KK
7
KK
8
KK
9
KK
10
KK
11
KK
12
KK
13
KK
14
KK
15
KK
16
KK
17
KK
18
Total
KK
Responden 41 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 72
Responden 42 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 3 4 4 4 4 74
Responden 43 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 75
Responden 44 5 5 4 4 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4 5 5 5 5 81
Responden 45 5 5 4 5 5 4 4 4 5 5 5 4 4 5 5 5 4 5 83
Responden 46 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 75
Responden 47 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 87
Responden 48 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 69
Responden 49 5 5 4 5 5 4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 5 5 81
Responden 50 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 72
Responden 51 4 4 3 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 67
Responden 52 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 75
Responden 53 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 72
Responden 54 5 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 76
Responden 55 5 5 4 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 86
Responden 56 5 4 4 5 5 4 4 3 4 5 4 5 5 4 4 4 4 4 77
Responden 57 4 4 3 4 5 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 3 68
Responden 58 5 4 4 4 5 4 4 4 5 4 5 4 4 2 5 4 4 4 75
Responden 59 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 72
Responden 60 4 3 3 4 5 4 4 3 4 4 5 4 4 5 5 4 4 3 72
Responden 61 5 5 4 5 5 5 4 5 4 5 5 5 4 5 5 4 4 4 83
156
No.
Responden
KK
1
KK
2
KK
3
KK
4
KK
5
KK
6
KK
7
KK
8
KK
9
KK
10
KK
11
KK
12
KK
13
KK
14
KK
15
KK
16
KK
17
KK
18
Total
KK
Responden 62 4 4 4 4 5 5 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 71
Responden 63 5 4 3 5 5 3 3 3 4 4 4 3 4 3 4 4 4 3 68
157
Lampiran 3: Hasil Uji Statistik Deskriptif
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 63 100.0
Excludeda 0 .0
Total 63 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Sum Mean Std. Deviation
Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic
Total_EQ 63 72 125 6508 103.30 1.050 8.331
Total_SQ 63 45 70 3734 59.27 .677 5.377
Total_KK 63 53 90 4718 74.89 .797 6.327
Valid N
(listwise) 63
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.930 3
158
Lampiran 4: Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Hasil Uji Validitas Variabel Kecerdasan Emosional (EQ) (X1)
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
EQ1 99.19 62.899 .617 .943
EQ2 98.95 63.465 .616 .943
EQ3 99.22 63.143 .586 .944
EQ4 99.59 63.182 .579 .944
EQ5 99.17 64.179 .749 .942
EQ6 99.13 64.338 .535 .944
EQ7 99.17 63.759 .643 .943
EQ8 98.87 64.790 .508 .945
EQ9 98.90 63.539 .629 .943
EQ10 99.32 63.898 .670 .943
EQ11 99.19 64.705 .695 .943
EQ12 99.16 65.587 .472 .945
EQ13 99.25 65.805 .564 .944
EQ14 99.08 63.139 .680 .942
EQ15 98.86 63.737 .634 .943
EQ16 99.37 64.655 .555 .944
EQ17 98.60 64.792 .547 .944
EQ18 99.32 64.414 .713 .942
EQ19 99.02 63.500 .678 .942
EQ20 99.32 64.414 .651 .943
EQ21 99.60 63.727 .603 .943
EQ22 99.16 64.426 .759 .942
EQ23 99.17 64.534 .695 .942
EQ24 99.17 64.566 .768 .942
EQ25 99.44 63.606 .691 .942
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Kecerdasan Emosional (EQ) (X1)
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.945 25
159
Hasil Uji Validitas Variabel Kecerdasan Spiritual (SQ) (X2)
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
SQ1 54.84 25.168 .698 .914
SQ2 54.79 25.328 .657 .915
SQ3 54.81 25.092 .708 .913
SQ4 54.94 25.577 .599 .917
SQ5 55.21 24.876 .660 .915
SQ6 55.24 24.733 .727 .913
SQ7 54.65 25.618 .572 .918
SQ8 55.25 24.870 .638 .916
SQ9 55.06 25.641 .624 .916
SQ10 54.98 25.371 .582 .917
SQ11 55.24 26.055 .467 .921
SQ12 55.29 24.659 .610 .917
SQ13 55.06 24.835 .698 .913
SQ14 55.14 23.286 .815 .909
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Kecerdasan Spiritual (SQ) (X2)
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.921 14
160
Hasil Uji Validitas Variabel Kinerja Karyawan (KK) (Y)
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
KK1 70.27 35.491 .688 .917
KK2 70.68 34.833 .765 .915
KK3 71.02 36.145 .669 .918
KK4 70.63 36.139 .597 .919
KK5 70.14 36.512 .576 .920
KK6 70.75 35.676 .567 .920
KK7 71.05 35.788 .606 .919
KK8 71.10 36.249 .533 .921
KKK9 70.67 36.613 .537 .921
KK10 70.56 35.638 .683 .917
KK11 70.51 36.318 .548 .920
KK12 70.81 36.189 .672 .918
KK13 70.79 36.812 .584 .920
KK14 71.16 35.684 .411 .927
KK15 70.48 35.641 .653 .918
KK16 70.73 35.587 .639 .918
KK17 70.84 36.168 .668 .918
KK18 70.94 34.222 .731 .916
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Kinerja Karyawan (Y)
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.923 18
161
Lampiran 5: Hasil Uji Asumsi Klasik
Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 63
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation 2.94798379
Most Extreme Differences Absolute .106
Positive .106
Negative -.064
Test Statistic .106
Asymp. Sig. (2-tailed) .077c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
162
Hasil Uji Heteroskredastisitas
Uji Heteroskredastisitas dengan Uji Glejser
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 4.529 3.076 1.472 .146
EQ -.095 .062 -.406 -1.541 .129
SQ .126 .096 .348 1.321 .192
a. Dependent Variable: RES2
Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 4.529 3.076 1.472 .146
EQ -.095 .062 -.406 -1.541 .129 .231 4.322
SQ .126 .096 .348 1.321 .192 .231 4.322
a. Dependent Variable: RES2
163
Lampiran 6: Hasil Uji Regresi Linier Berganda
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .885a .783 .776 2.997
a. Predictors: (Constant), SQ, EQ
b. Dependent Variable: KK
Hasil Uji Statistik t
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 8.989 4.736 1.898 .062
EQ .216 .095 .285 2.277 .026
SQ .735 .147 .625 4.994 .000
a. Dependent Variable: KK
Hasil Uji Statistik F
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1943.404 2 971.702 108.204 .000b
Residual 538.818 60 8.980
Total 2482.222 62
a. Dependent Variable: KK
b. Predictors: (Constant), SQ, EQ
Top Related