BANGUNAN MAKAM MENURUT HUKUM ISLAM DAN PERDA DKI JAKARTA...
Transcript of BANGUNAN MAKAM MENURUT HUKUM ISLAM DAN PERDA DKI JAKARTA...
BANGUNAN MAKAM MENURUT HUKUM ISLAM DAN PERDA DKI
JAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEMAKAMAN
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh :
SIGIT BUDIYONO
108043200012
KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/ 2015 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang
berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 2 Januari 2015
Sigit Budiyono
108043200012
ABSTRAK
Sigit Budiyono. NIM 108043200012. Bangunan Makam Menurut Hukum Islam Dan
Perda DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Pemakaman. Program Studi Perbandingan
Madzhab dan Hukum, Konsentrasi Perbandingan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/ 2014 M. xv + 75 halaman + 4 Halaman Lampiran+
Lampiran Perda DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Pemakaman.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pandangan Hukum Islam terhadap Perda DKI
Jakarta Tentang Pemakaman, khususnya dalam hal bangunan makam Karena pada saat ini
masih banyak masyarakat yang tidak sesuai menerapkan bentuk makam yang sesuai dengan
hukum Islam ataupun sesuai dengan Perda DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang
Pemakaman.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif. Dengan meneliti bahan-
bahan tertulis dari sumber data yang berada di perpustakaan atau buku-buku yang terkait
pada pembahasan ini dan Perda DKI Jakarta No 3 Tahun 2007 Tentang Pemakaman maupun
buku-buku atau kitab-kitab dalam literatur hukum Islam. Di analisis secara kualitatif yang
dilakukan dengan pengumpulan data, memilah-memilihnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, mencari dan menentukan apa yang penting dan apa yang dipelajari serta
memutuskan apa yang dapat dibaca dan diinterpretasikan atau mudah dipahami dan
diinformasikan kepada orang lain.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pandangan hukum Islam melihat Perda
Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Pemakaman yang mengatur tentang
pemakaman sangat sejalan. Perda Provinsi DKI Jakarta No 3 Tahun 2007 Tentang
Pemakaman ini dibuat sangat sesuai dengan apa yang diatur dalam hukum Islam. Namun,
pada beberapa makam yang ada di DKI Jakarta belum sepenuhnya menjalankan atau
menerapkan apa yang diatur oleh Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang
Pemakaman mengenai bentuk makam. Hal ini juga melanggar apa yang telah diatur dalam
hukum Islam. Dibeberapa taman pemakaman umum di DKI Jakarta, Masih ada makam yang
di atasnya dibangun bangunan yang tidak diperbolehkan Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 3
Tahun 2007 Tentang Pemakaman maupun hukum Islam.
Kata kunci : Perda, Pemakaman, Hukum Islam, Bangunan Makam.
Pembimbing : Dra.Hj.Afidah Wahyuni, M.Ag dan Ali Mansur, S.Ag. MA.
Daftar Pustaka : Tahun 1949 s.d Tahun 2014.
vi
بسم هللا الرحمن الرحيم
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
Tuhan semesta alam yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam penulis haturkan
kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW beserta Keluarganya dan para Sahabat-
sahabatnya.
Setelah melewati berbagai hambatan dalam penulisan skripsi ini akhirnya
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semua ini tentunya tidaklah
menjadi kenyataan , tanpa bantuan dan keterikatan semua pihak, untuk itu
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibunda Tercinta Hj. Siti Masfufah dan Ayahanda H. Giyono. Dua orang
yang penulis sangat sayangi, dan penulis Banggakan. Yang telah
membesarkan penulis dengan penuh kesabaran. Selama dalam penulisan
skripsi ini mereka berdualah yang selalu memberikan semangat dengan
kata-kata dan doa-doa yang membuat penulis semakin semangat untuk
menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Phil. J.M. Muslimin, Ph.d. Selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ketua Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum Bapak Dr. H.
Khamami Zada, MA dan Sekertaris Program Studi Ibu Hj. Siti Hana,
S.Ag, LC, MA.
4. Mantan Ketua Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum Bapak
Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag dan Mantan Sekertaris Program Studi
Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag, M.Si.
5. Ibu Dra.Hj.Afidah Wahyuni, M.Ag dan Bapak Ali Mansur, S.Ag. MA
selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan
pikirannya di sela-sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan,
vii
arahan, dan masukan serta kritikan pada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
6. Penguji I Bapak Drs. Wahyu Widiana, MA dan Penguji II Bapak Afwan
Faizin, MA sebagai penguji penulis di dalam sidang munaqasah yang telah
memberikan masukan-masukan yang menjadi sempurnanya skripsi ini.
7. Kepala Seksi Pengendalian Makam Dinas Pertamanan dan Pemakaman
Jakarta Pusat, Bapak Iwa Kuswita.
8. Pimpinan Perspustakaan, baik perpustakaan pusat maupun perpustakaan
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan berupa buku
atau literatur lainnya sehingga penulis memperoleh informasi.
9. Bapak dan Ibu Dosen Khususnya Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada
penulis selama masa pendidikan berlangsung.
10. Kedua kebanggaan, “Soul Sister” penulis Susi Budiyani / Sakinatun Nisa
dan Selvia Budiyeni yang selalu memberikan keceriaan selama penulisan
skripsi ini.
11. Rekan-rekan PH (Perbandingan Hukum) Angkatan Tahun 2008, Ryan
Cungkring, Nawa Ul, Ara, Akhsan, Roby Dobir, Imam, Rizky Bokek,
Imron, Ve’i Penyok, Gesha, Rudi, Fandy, Kang Maman. Dan rekan-rekan
PMH Angkatan 2008 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Kalian semua adalah teman seperjuangan di kampus yang kita cintai dan
semua kenangan-kenangan kita selalu terekam tak pernah mati.
12. Sahabat-sahabat RASTA74, Kalian adalah keluarga Kedua bagi penulis.
Kita semua seperti saudara, tumbuh bersama sampai kita tua. Senang
ataupun susah selalu ceria Long Live My Family.
13. Kamu!!! Iya kamu, kamu yang kelak menjadi istriku nanti.
Tidak ada yang bisa penulis berikan sebagai balas jasa kepada mereka yang
telah berdoa dan memberikan dukungan kepada penulis, kecuali dengan Do’a
yang penulis panjatkan, Semoga Allah SWT membalas segala amal baik kalian.
viii
Akhirnya, penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini tidak terlepas dari
keterbatasan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mebutuhkan
kritikan dan masukan yang membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini
membawa manfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya.
Amin ya robbal’alamin.
Jakarta: 2 Januari 2015
Sigit Budiyono
ix
Pedoman Transliterasi
Yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan Arab ke
tulisan Latin. Pedoman ini diperlukan terutama bagi mereka yang dalam teks
karya tulisnya ingin menggunakan beberapa istilah Arab yang belum dapat
dianggap sebagai kata bahasa Indonesia atau masih terbatas penggunaannya.
a. Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin:
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا
b be ب
t te خ
ts te dan es ث
j Je ج
h ha dengan garis bawah ح
kh ka dan ha خ
d De د
dz de dan zet ذ
r er ر
z zet س
s es س
sy es dan ye ش
s es dengan garis bawah ص
d de dengan garis bawah ض
t te dengan garis bawah ط
z zet dengan garis bawah ظ
koma terbalik di atas hadap „ ع
kanan
gh ge dan ha غ
f ef ف
q ki ق
x
k ka ك
l el ل
m em م
n en ن
w we و
h ha ه
apostrop ` ء
y ye ي
b. Vokal
Dalam bahasa Arab vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia
memiliki vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau
diftong. Untuk vokal tunggal atau monoftong, ketentuan alih aksaranya
adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
a fathah
i kasrah
u dammah
Adapun untuk vokal rangkap atau diftong, ketentuan alih aksaranya
adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ي ai a dan i
و au a dan u
c. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa
Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
â a dengan topi di atas ا
î i dengan topi di atas إ
û u dengan topi di atas أ
xi
d. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan
huruf (ال), dialihaksarakan menjadi “I” (el), baik diikuti huruf
syamsiyyah maupun huruf qomariyyah. Misalnya:
al-ijtihâd = اإلختها د
al-rukhsah, bukan ar-rukhsah = الز خصح
e. Tasydîd (Syaddah)
Dalam alih aksara, syaddah atau tasydîd dilambangkan dengan
huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah
itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda
syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf
syamsiyyah. Misalnya:
al-syuf‟ah, tidak ditulis asy-syuf‟ah = عحالشف
f. Ta Marbûtah
Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat
contoh 1) atau diikuti oleh sifat (na‟t) (lihat contoh 2), maka huruf ta
marbûtah tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Dan jika
huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf
tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “t” (te) (lihat contoh 3).
No Kata Arab Alih Aksara
Syarî‟ah شز يعح .1
al-syarî‟ah al-islâmiyyah الشزيعح اإلسال ميح .2
Muqâranat al-madzâhib مقا رنح المذاهة .3
g. Huruf Kapital
Walaupun dalam tulisam bahasa Arab tidak dikenal adanya huruf
kapital, namun transliterasi, huruf kapital ini tetap digunakan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dalam Ejaan yang disempurnakan
xii
(EYD). Perlu diperhatikan, bahwa jika nama diri didahului oleh kata
sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal
nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Misalnya:
al-Bukâri, tidak ditulis Al-Bukhâri = الثخا ري
Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkan dalam
alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring atau
cetak tebal. Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama yang
berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan
meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya : Nuruddin
al-Raniri, tidak ditulis Nûr al-Dîn al-Rânîrî.
h. Cara penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi‟l), kata benda (ism) atau huruf
(harf), ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih
aksara dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas :
No Kata Arab Alih Aksara
al-darûrah tubîhu al-mahzûrât الضزورج تثيح المحظىراخ .1
al-iqtisâd al-islâmî اإلقتصا داإل سالميي .2
usûl al-fiqh أصىل الفقه .3
في األشياء اإلتاححاألصل .4 al-asl fî al-asyyâ al-ibâhah
al-maslahah al-mursalah المصلحح المزسلح .5
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... ii
PENGESAHAN PENGUJI .......................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... iv
ABSTRAK .................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................. vi
PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................................. ix
DAFTAR ISI ................................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................. 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................... 5
D. Review Kajian Terdahulu ............................................... 5
E. Metode Penelitian ........................................................... 7
F. Sistematika Penulisan ..................................................... 9
BAB II PEMAKAMAN DAN HAL-HAL YANG BERKAITAN
DENGAN PEMAKAMAN MENURUT HUKUM ISLAM
A. Jenazah Dan Hak-hak Jenazah ........................................ 11
xiv
B. Kewajiban Ahli Waris .................................................... 18
C. Pemakaman .................................................................... 20
D. Sejarah Pemakaman ....................................................... 22
E. Pemakaman di Zaman Rasulullah SAW ........................ 28
F. Fungsi dan Tujuan Makam .................................................... 30
G. Bentuk dan Aturan Makam Menurut Hukum Islam .............. 30
BAB III BANGUNAN MAKAM MENURUT PERDA DKI JAKARTA
NO 3 TAHUN 2007 TENTANG PEMAKAMAN
A. Pengertian Dan Asas-asas Peraturan Daerah .................. 42
B. Latar Belakang Lahirnya Perda No 3 Tahun 2007 ......... 46
C. Pengertian Pemakaman ................................................... 48
D. Hal-hal Yang Berkaitan Dengan Pemakaman ................ 49
E. Aturan Bangunan Makam ............................................... 57
F. Bentuk Petak Makam ...................................................... 58
G. Sanksi Pelanggaran Terkait Pemakaman ........................ 60
BAB IV ANALISIS PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP
BANGUNAN MAKAM DALAM PERDA DKI JAKARTA
NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEMAKAMAN
A. Bangunan Makam Menurut Hukum Islam ...................... 62
B. Penerapan Perda DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang
Pemakaman Mengenai Bangunan Makam ...................... 66
xv
C. Pandangan Hukum Islam Terhadap Bangunan Makam Dalam
Perda DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang
Pemakaman .................................................................... 66
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................... 69
B. Saran-saran ...................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 72
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kematian adalah sesuatu yang pasti akan dialami oleh setiap manusia dan
makhluk hidup. Kematian merupakan pintu gerbang menuju kehidupan
selanjutnya, yaitu kehidupan akhirat. Ini adalah suatu bukti kekuasaan Allah
SWT, bukti adanya kebangkitan dan bukti yang meyakinkan bahwa manusia akan
berada di hadapan Allah SWT, Tuhan alam semesta. Kematian juga sebagai bukti
akan kehidupan kekal yang dikehendaki oleh Allah SWT, dengan ukuran-ukuran
yang telah diketahui dan timbangan amal yang baik dan Adil.
Kematian makhluk hidup, termasuk manusia merupakan kenyataan yang
pasti, karena kenyataanya tidak ada manusia yang hidup selamanya. Jika telah tiba
waktu yang ditentukan, maka tidaklah satupun orang yang dapat mengundurkan
atau mendahulukan dari waktu yang telah ditetapkan-Nya. Hal ini dijelaskan di
dalam QS. Ali „Imran (3): 185
(3:185عمران /)آل
Artinya : “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada
hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka
dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan
dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan”.
2
Ayat Al-Qur‟an di atas menjelaskan petunjuk akan datangnya waktu
untuk merasakan kematian. Kematian adalah hal yang pasti terjadi pada diri
semua makhluk hidup di alam semesta ini. Karena setiap yang bernyawa pasti
akan merasakan sebuah kematian. Kematian berasal dari kata mati yang secara
etimologis berarti padam, diam, dan tenang, maksudnya yang tidak memiliki roh.
Selain itu juga bermakna terputusnya hubungan dan terpisahnya roh dengan
badan. Kematian juga merupakan siklus hidup yang pasti dilalui oleh setiap orang.
Arti kematian mengandung makna bahwa hal tersebut akan memisahkan manusia
terhadap segala sesuatu yang dicintainya dalam kehidupan dunia ini.1
Sebagaimana ajaran Nabi Muhammad SAW ketika seseorang yang
meninggal, maka orang yang masih hidup berkewajiban mengurus jenazah orang
yang telah meninggal. Perawatan atau pengurusan jenazah yang dimaksud
meliputi: memandikan, mengkafani, menshalati,dan menguburkan. Hukum
pengurusan jenazah adalah fardhu kifayah yakni, kewajiban yang bersifat kolektif
bagi umat Islam pada suatu tempat, jika salah satu orang sudah menjalankan maka
yang lainnya tidak mempunyai kewajiban untuk menjalankannya.2
Pada beberapa waktu yang lalu media memberitakan tentang
meninggalnya salah satu ulama muda di Indonesia, Ustadz Jefry Al-Bukhari.
Beliau meninggal pada tanggal 26 April 2013. Kematian Ustadz Jefry disebabkan
kecelakaan tunggal menabrak pohon palem di kawasan Pondok Indah,
sepulangnya dari kawasan Kemang. Jenazah lalu dibawa ke rumah sakit Pondok
1 Sudirman Tebba, Kiat Sukses Menjemput Maut, (Tangerang: Pusataka Irvan, 2006), cet
1 h.11 2 Ahmad Mufid A.R, Risalah Kematian, (Yogyakarta:Total Media,2007), cet 1 h.14
3
Indah. Namun demikian diperjalanan menuju rumah sakit Ustadz Jefry
menghembuskan nafas terakhirnya. Pihak rumah sakit Pondok Indahpun
menyatakan kalau da‟i gaul ini memang tidak bernyawa lagi. Tepat saat selesai
shalat Jum‟at, jenazah Ustadz Jefry langsung dishalatkan di Masjid Istiqlal dengan
imam shalat jenazah Habib Jindan bin Noufal bin Jindan. Kemudian jenazah
dibawa ke pemakaman umum Karet Bivak untuk dikebumikan.
Kabar ramainya kematian Ustadz Jefry ini tidak hanya menghebohkan
pada saat meninggalnya saja. Setelah beberapa hari Ustadz Jefry dimakamkan,
pemugaran bangunan pemakaman dimana Ustadz Jefry dimakamkan tersandung
masalah dengan Perda DKI Nomor 3 Tahun 2007 pasal 35 Tentang Pemakaman.
Menurut Yonathan Pasodung, sebagai kepala dinas pertamanan dan pemakaman
DKI Jakarta, pemugaran makam Ustadz Jefry telah melanggar peraturan daerah
(Perda). Aturan makam menurut Perda DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang
Pemakaman adalah makam yang tingginya tidak boleh melebihi 10 sentimeter
(cm), panjang lebarnya 2 meter x 1 meter dan hanya ada plakat nisan di makam
almarhum.3
Melihat pada Peraturan Perda DKI Nomor 3 Tahun 2007, pasal 35 ayat 1
disebutkan bahwa, Ukuran perpetakan tanah makam terdiri atas panjang maksimal
2,50 (dua koma lima puluh) meter dan lebar 1,50 (satu koma lima puluh) meter,
3 Okezone, “Kepala Dinas Pertamanan: Makam Uje Langgar Standar”, artikel diakses
pada 7 oktober 2013 dari http://celebrity.okezone.com/read/2013/09/27/33/873013/kepala-dinas-
pertamanan-makam-uje-langgar-standar
4
dengan kedalaman minimal 1,50 (satu koma lima puluh) meter, kecuali apabila
keadaan tanahnya tidak memungkinkan.4
Dari pemaparan di atas penulis tertarik untuk menulis dan meneliti
bagaimana pandangan hukum Islam dalam hal bangunan makam menurut para
fuqoha (para ahli fiqh) dan pandangan Perda DKI Nomor 3 Tahun 2007 tentang
pemakaman dalam masalah bangunan pemakaman untuk dituangkan sebagai
karya ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul “BANGUNAN MAKAM
MENURUT HUKUM ISLAM DAN PERDA DKI JAKARTA NOMOR 3
TAHUN 2007 TENTANG PEMAKAMAN”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dan melihat luasnya pembahasan ini,
maka penulis akan membatasi masalah yang berkaitan dengan bangunan
pemakaman yang merujuk pada peraturan daerah DKI Jakarta No 3 Tentang
Pemakaman dan hukum Islam melihat dari pendapat para fuqaha.
Adapun permasalahannya penulis rumuskan dalam bentuk pertanyaan
sebagai berikut :
1. Bagaimana aturan bangunan pemakaman menurut Perda DKI Jakarta No 3
tahun 2007 tentang pemakaman?
2. Bagaimana aturan bangunan pemakaman menurut Hukum Islam?
3. Bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap bangunan makam yang diatur
dalam Perda DKI Jakarta No 3 Tahun 2007 tentang Pemakaman?
4 Perda DKI No 3 Tahun 2007 tentang Pemakaman
5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk membahas bentuk
bangunan makam yang sesuai dengan hukum Islam dan Perda DKI Jakarta Nomor
3 tentang pemakaman. Tujuan utama dari penelitian ini adalah :
1. Untuk menjelaskan bagaimana aturan bangunan pemakaman menurut Perda
DKI Jakarta No. 3 tahun 2007 tentang pemakaman.
2. Untuk menjelaskan bagaimana aturan bangunan pemakaman menurut Hukum
Islam.
3. Untuk menjelaskan pandangan hukum Islam mengenai bangunan makam
dalam Perda DKI Jakarta No 3 Tahun 2007 tentang pemakaman.
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat ilmiah dan manfaat praktis
bagi beberapa pihak di antaranya:
1. Untuk akademis, penelitian ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan
dan literatur pada instansi akademisi tentang bangunan pemakaman menurut
Perda DKI Jakarta dan Hukum Islam.
2. Bagi Pemerintah Daerah atau masyarakat, penelitian ini diharapkan bisa
menambah wawasan dan pengetahuan agar lebih memahami tentang bangunan
pemakaman menurut Perda DKI Jakarta dan Hukum Islam.
D. Review Kajian Terdahulu
Penelitian yang memfokuskan tentang pembahasan masalah pemakaman
yang sudah dilakukan diantaranya sebagai berikut:
6
Muhammad Maimun, Fakultas Syariah dan Hukum 2006, berjudul
Peraturan Perundang-undangan Daerah DKI Jakarta tentang pemakaman umum
dalam perspektif hukum Islam. Skripsi ini membahas mengenai pandangan
hukum Islam tentang Perda DKI Jakarta No.2 Tahun 1992 tentang pemakaman
umum. Dengan membatasi tentang tempat pemakaman, tentang pemindahan dan
penggalian jenazah dan tentang retribusi.
Sugeng Pramono, Fakultas Syariah dan Hukum 2008, berjudul
Pembongkaran makam dan pemindahan kerangka jenazah menurut perspektif
Hukum Islam. Skripsi ini membahas mengenai bagaimana prosedur
pembongkaran makam dan pemindahan kerangka jenazah dengan melihat dari
sudut pandang hukum Islam.
Miftah Rahmatullah, Fakultas Syariah dan Hukum 2011, berjudul Bisnis
Pemakaman Dalam perspektif Islam (Studi Komparatif Antara TPU Pondok Gede
dan TPU Pondok Rangon). Skripsi ini membahas mengenai jual beli tanah
khususnya tanah wakaf yang digunakan untuk pemakaman dengan dikaitkan
kepada pendapat fuqoha mengenai masalah tersebut. Dengan mengambil data
salah satu jasa pemakaman umum yang berada wilayah Pondok Gede dan Pondok
Rangon.
Perbedaan skripsi yang saya jelaskan ini dengan skripsi yang telah dibahas
rekan-rekan sebelumnya adalah saya menjelaskan tentang masalah bangunan
pemakaman yang merujuk pada Perda DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang
Pemakaman dan Hukum Islam. Sedangkan skripsi-skripsi sebelumnya
menjelaskan mengenai pemindahan dan penggalian jenazah yang diatur dalam
7
Perda DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Pemakaman, sedangkan skripsi
lainnya membahas Prosedur pembongkaran makam dan pemindahan kerangka
jenazah dari sudur pandang hukum Islam. Skripsi terakhir membahas jual beli
tanah wakaf yang digunakan untuk pemakaman disertai pendapat para fuqoha
dengan pengambilan data di wilayah Pondok Gede dan Pondok Rangon.
E. Metode Penelitian
Untuk mengkaji permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini, penulis
menggunakan metode sebagai berikut:
1. Jenis penelitian
Dalam penelitian hukum ada beberapa jenis penelitian. Jenis penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yang
bersifat normatif,5 yaitu penelitian yang memuat deskritif tentang masalah yang
diteliti berdasarkan bahan-bahan tertulis.
2. Sumber data
Adapun sumber data yang digunakan skripsi ini, penulis menggunakan
dua jenis sumber data, sumber data primer dan sumber data sekunder yaitu:
a. Sumber data primer yaitu data yang didapat dari bahan-bahan yang
diperlukan dalam hal ini, yaitu Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta No 3 Tahun 2007 tentang Pemakaman.
b. Sumber sekunder yaitu, data pendukung atau pelengkap data penelitian yang
diperoleh dari buku-buku maupun kitab-kitab dari hukum Islam. Melalui
5 Fahmi Muhammad Ahmadi, Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:
lembaga penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Cet. 1 h. 10
8
kajian pustaka, majalah-majalah serta surat kabar yang berkaitan dengan
masalah bangunan pemakaman.
3. Teknik pengumpulan data
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi
pustaka (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengkaji
buku-buku atau sumber-sumber yang diperlukan6.Dalam hal ini adalah
Peraturan daerah provinsi daerah khusus Ibukota Jakarta No 3 Tahun 2007
tentang Pemakaman sebagai rujukan utama dan buku-buku Hukum Islam yang
berkaitan tentang masalah-masalah bangunan pemakaman yang ada
relevansinya dengan skripsi ini. Selain menggunakan metode studi
pustaka,teknik pengumpulan data dalam penelitian ini juga menggunakan
metode wawancara dengan Kepala Seksi Pengendalian Makam Dinas
Pertamanan dan Pemakaman Jakarta Pusat.
4. Teknik analisis data
Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah analisis
kualitatif. Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan secara bersama
dengan pengumpulan data, memilah serta memilihnya menjadi satuan yang
dapat dikelola, mencari dan menentukan apa yang penting dan apa yang
dipelajari serta memutuskan apa yang dapat dibaca dan diinterpretasikan atau
mudah dipahami dan diinformasikan kepada orang lain. Dengan teknik ini
penulis berusaha untuk mengkualifikasikan data-data yang diperoleh, disusun
6 Ibid, h.12
9
dan dideskripsikan7. Analisis kualitatif juga berarti menentukan isi atau makna
dalam aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan
permasalahan hukum yang menjadi objek kajian8.
5. Teknik penulisan skripsi
Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis menggunakan Buku
Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Jakarta, UIN Pres, 2007 yang merupakan pedoman dari penulisan karya
ilmiah mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta9.
F. Sistematika Penulisan
Untuk lebih memudahkan pembahasan penulisan skripsi ini, penulis
menyusun dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I adalah Pendahuluan. Dalam bab ini, penulis membahas mengenai
latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, review kajian terdahulu, metode penelitian,dan sistematika
penulisan.
BAB II adalah Pemakaman Dan Hal-hal Yang Berkaitan Dengan
Pemakaman Menurut Hukum Islam. Dalam bab ini, penulis akan membahas
tentang hal-hal yang berkaitan dengan pemakaman yang meliputi : jenazah dan
hak-hak jenazah, kewajiban Ahli waris, pemakaman, sejarah pemakaman,
7 Lexy.j.Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, cet 1, (Bandung: PT.Remaja
Rosdakarya, 2004), h. 248 8 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 107
9 Fakultas Syari‟ah dan Hukum, Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: UIN Jakarta
Pres, 2007), h. 36.
10
pemakaman dizaman Rasulullah SAW, fungsi dan tujuan makam, bentuk dan
aturan makam menurut hukum Islam.
BAB III adalah Bangunan pemakaman menurut Perda DKI Jakarta Nomor
3 Tahun 2007 tentang Pemakaman. Dalam bab ini, penulis akan membahas
tentang bangunan pemakaman menurut Perda DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007
yang meliputi : pengertian dan asas-asas peraturan daerah, latar belakang lahirnya
perda Nomor 3 tahun 2007 tentang pemakaman, pengertian pemakaman, hal-hal
yang berkaitan dengan pemakaman, aturan bangunan makam, bentuk petak
makam, sanksi pelanggaran terkait pemakaman.
BAB IV adalah Analisis pandangan hukum Islam terhadap bangunan
makam dalam perda DKI Jakarta No. 3 Tahun 2007 tentang Pemakaman. Dalam
bab ini, penulis membahas tentang bagaimana pandangan hukum Islam mengenai
bangunan makam yang diatur dalam perda DKI Jakarta No. 3 Tahun 2007 tentang
pemakaman.
BAB V berisi Penutup. Dalam bab penutup ini, berisikan kesimpulan
akhir dari seluruh rangkaian pembahasan dalam penulisan skripsi yang berisikan
kesimpulan dan saran persoalan yang diangkat dari awal sampai akhir.
11
BAB II
PEMAKAMAN DAN HAL-HAL YANG BERKAITAN DENGAN
PEMAKAMAN MENURUT HUKUM ISLAM
A. Jenazah Dan Hak-hak Jenazah
Pengertian jenazah berasal dari kata arab “janâzah” artinya “tubuh
mayyit” sedangkan kata “jinâzah” yang artinya “tandu pembawa mayat” berasal
dari kata “janaza” yang berarti “menutupi”. Dinamakan jenazah karena tubuh
mayit itu harus ditutupi1. Arti jenazah dalam enksiklopedia Islam yaitu segala
yang berkaitan dengan proses pemakaman dan kain kafan bagi si mayat2.
Sedangkan kata mayat, selanjutnya disebut jenazah, berasal dari kata bahasa Arab
“al-mayyit” yang berarti orang yang meninggal, sebagaimana diungkapkan di
dalam Al-qur‟an QS.Al-Mu‟minuun (23):15
)15:23/املؤمنون(
Artinya : ” Kemudian, sesudah itu, Sesungguhnya kamu sekalian benar-benar
akan mati”.
Pada ayat diatas kata al-mayyit digunakan untuk manusia yang telah
meninggal, meski demikian dalam bahasa Indonesia kata “mayat” lebih sering
dipakai.
1 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya:Pustaka
progresif,2002), cet.ke 25, h.214. 2 Cepil Glase, Ensksiklopedia Islam:Ringkas,(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 1990),
h.192.
12
Menurut Hasby Ash-Shiddiqie kata jenazah dalam bahasa Arab bersifat
umum artinya kata jenazah digunakan untuk manusia yang meninggal dunia
maupun untuk binatang yang mati. Akan tetapi di dalam bahasa Indonesia kata
jenazah dikhususkan kepada manusia yang meninggal dunia3.
Mengenai hak-hak jenazah, Jenazah memiliki hak yang harus dipenuhi
oleh keluarga dan kerabatnya serta teman-temannya, yaitu empat hak.
Kesemuanya fardhu kifayah4, artinya jika sudah ada sebagian muslim yang
mengurus jenazah maka gugurlah kewajiban sebagian yang lain. Hak atau
kewajiban melakukan proses pengurusan jenazah yaitu memandikan, mengkafani,
menshalati, dan mengkuburkan.5 Semua proses-proses pengurusan jenazah
tersebut diterangkan dalam beberapa Hadits Nabi Muhammad SAW.
Hak yang pertama dilakukan adalah memandikan jenazah. Memandikan
jenazah adalah fardhu kifayah hukumnya. Berkenaan dengan memandikan
jenazah, berdasarkan hadits dari Aisyah ra. bahwa ia mendengar Nabi Muhammad
SAW bersabda:
ل م عت أن النب صلى اللو عليو وسلم: من غس يتا فادى فيو الما نة ي عن عن عائشة سو قالت ف ق ل اان االي فشي عليو ما يكون منو عند ذلك كا ن من ذن وبو كي وم ولد تو ام
رب أىلو رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم وليلو أ ي علم ال ن منو إن كان ي علم فإ ن كاق 6)رواه أمحد(ا من ور ع أو أما نة.ف ليلو منكم من ت رون ان عند ه حظ
3 Hasby Ash-Shiddiqie, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1971), h.245.
4 Othan Mukim Hassan, Khulasah Kifayah Himpunan 600 Masalah Jenazah, (Malaysia:
Pustaka Ilmi, 1995), h.2. 5 Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam 2, penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani, dkk (Jakarta:
Gema Insani, 2010), h.533 6 Ahmad ibn Muhammad ibn Hambal ibn Asad ibn Idris ibn Abdullah ibn Hasan al-
syaibaniy, Musnad al-Imam Ahmad bin Hambal, (Kairo: Dar al-Ma‟arif, 1949), h. 342.
13
Artinya: “Dari Aisyah Aku Mendengar dari Nabi SAW : “Siapa yang
memandikan mayyit, ia laksanakan dengan amanat, tidak menyebarkan
(menceritakan) apa yang ada pada mayyit ketika memandikannya, maka ia keluar
dari dosanya seperti waktu ibunya melahirkan dirinya.” Ia berkata “hendaklah ia
memandikan oleh orang yang paling dekat dengan kalian, jika dia mengetahui
(dengan baik persoalan mayyit). Tetapi jika ia tidak mengetahui, maka hendaknya
yang memandikannya orang yang memiliki sifat wara‟ dan amanah.” (HR.
Ahmad)
Perkataan beliau “hendaklah ia memandikan oleh orang yang paling dekat
dengan kalian” maksudnya bahwa yang paling berhak memandikan jenazah
adalah orang yang paling dekat kepada jenazah, dengan syarat ia seorang yang
mengetahui ilmu yang dibutuhkan untuk itu. Imam Yahya mengatakan bahwa
orang yang lebih dekat (kaum kerabat) harus didahulukan dari yang lainnya.7
Adapun ucapan Rasulullah SAW, “maka hendaknya yang memandikannya
orang yang memiliki sifat wara‟ dan amanah” mengandung dalil yang dipegang
oleh Madzhab Hadawiyah8 bahwa orang yang memandikan jenazah disyaratkan
orang yang adil. Akan tetapi jumhur (mayoritas) ulama berbeda dengan mereka
mengenai persoalan tersebut. Mereka mengatakan : orang yang memandikan itu
(sebagaimana setiap muslim lain) dibebankan dengan beban syara‟, dan
memandikan jenazah termasuk di antaranya. Jika tidak maka tidak sah setiap
perbuatan yang dibebankan kepadanya, dan ini menyalahi ijmak. Mereka
bersandar pada dalil-dalil yang tidak dapat disebutkan disini. Akan tetapi, yang
7 Abdul Lathif Asyur, Adzab al-Qabri wa Na‟imuhu wa izhat al-Maut, diterjemahkan
oleh Syatiri Matrais dengan Judul ”Pesan Nabi Tentang Mati”, (Jakarta: Cendikia, 2001), h. 78-79. 8 Madzhab Hadawiyah ialah madzhab yang nisbah ke salah satu madzhab fikih orang-
orang syi‟ah, yaitu madzhab Zaidiyah atau disebut juga madzhab Syi‟ah Zaidiyah Hadawiyah.
Zaidiyah nisbah kepada Zaid ibn „Ali Zain al-„Aabidiin ibn Husein ibn „Ali ibn Abi Thalaib yang
kebanyakan di Yaman dan Hadawiyah ini nisbah kepada Al-Haddy Yahya ibn al-Husein
(w.298H). Salah satu kitab madzhab Hadawiyah ialah “kitab Hadaa‟iqul Azhaar yang disyarh oleh
al-Imam Syaukaany“ dan sedangkan syarahnya berjudul “al-Sail al-Jarraar al-Mutadaffiq „Ala
Hadaaiq al-Azhaar.”
14
tidak diragukan adalah bahwa apabila orang yang memandikan memiliki sifat
adil, hal itu sangat utama.9
Dalam memandikan jenazah ada beberapa hal yang disunahkan dalam
memandikan jenazah. Diantaranya, Mewudhukan jenazah sebagaimana wudhu
orang yang masih hidup, yaitu dengan basuhan pertama setelah menghilangkan
najis dan kotoran. Menggunakan air yang dicampur dan daun bidara dan sabun
pada semua basuhan, serta menggunakan kapur pada basuhan yang terakhir.
Menganjilkan basuhan pada jenazah. Menekan perut jenazah ketika
memandikannya secara lembut untuk mengeluarkan kotoran dari perutnya.
Mengalirkan air yang banyak pada bagian qubul dan dubur untuk membersihkan
dari kotoran/ najis. Memakai sarung tangan bagi orang yang memandikannya
ketika membasuh bagian-bagian yang termasuk aurat. Mendahulukan yang kanan,
yaitu membasuh bagian yang kanan lalu yang kiri, dimulai dari kepala bagian
belakang , pundak sampai telapak.10
Hak yang kedua dalam proses pengurusan jenazah setelah dimandikan
adalah mengkafani jenazah. Hukum mengkafani jenazah adalahfardhu kifayah
bagi muslim yang menghadirinya. Mengkafankannya itu dilakukan langsung
setelah jenazah selesai dimandikan. Sebaiknya orang yang mengkafani adalah
orang yang terdekat dengannya- sebagaimana yang telah disebutkan diatas.
9 Abdul Lathif asyur, Adzab al-Qabri wa Na‟imuhu wa izhat al-Maut, diterjemahkan oleh
Syatiri Matrais dengan Judul ”Pesan Nabi Tentang Mati”,h. 78-79. 10
Sayyid Sabbiq, Fiqhussunnah, diterjemahkan oleh Mahyudin Syaf dengan judul Fiqh
Sunnah 4, cet 1,(Bandung: PT. Alma‟Arif, 1978), h. 94-98.
15
Hikmah dari mengkafankan jenazah adalah untuk menutupinya dari
pandangan mata dan sebagai penghormatan padanya. Karena menutupi auratnya
dan menghormatinya adalah wajib selagi ia masih hidup, begitu pula ketika ia
telah meninggal.11
Macam-macam kafan terbagi menjadi tiga. Jenis kafan yang pertama,
kafan wajib (Kafan ad-Darurah), yaitu baju yang menutupi seluruh badan,
dimana tidak ada kekurangan pada bagian bawah badan. Kedua, kafan yang
cukup (Kafan al-Kifayah), yaitu dua baju yang menutupi seluruh badan
(dibawahnya tidak kurang). Kain dan lipatan keduanya harus menutupi seluruh
badan. Mencukupkan dengan keduanya dibolehkan dan tidak makruh. Ketiga,
kafan sunnah (Kafan as-Sunnah), yaitu baju untuk laki-laki yang telah baligh dan
yang hampir baligh menurut ulama Hanafi dan para ulama fuqaha dari berbagai
madzhab; baju, kain, dan penutup atau lipatan. Pakaian gamis menutupi dari leher
hingga kaki, tanpa lengan baju, tidak terbuka pada dada dan sisi lambung.
Bawahnya tidak usah lebar-lebar seperti orang hidup, tetapi harus sejajar.12
Begitu pula pada kain harus menutupi seluruh badan, lalu memakai
penutup untuk tubuhnya dari kepala sampai kaki. Seluruhnya jenazah itu ditutupi
tiga pakaian.
11
Welvis Noverzhandy,”Tata Cara Pengurusan Jenazah Mutilasi di Rumah Sakit dr.
Cipto Mangunkusumo Dalam Perspektif Hukum Islam”, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Negeri Jakarta, 2003), h.19. 12
Abdul Lathif asyur, Adzab al-Qabri wa Na‟imuhu wa izhat al-Maut, diterjemahkan
oleh Syatiri Matrais dengan Judul ”Pesan Nabi Tentang Mati”, h. 86-88.
16
Beberapa hal yang disunahkan dalam mengkafankan jenazah
diantaranya13
; membaguskan kafan,yaitu dengan menggunakan kafan yang bersih,
wangi, bisa menutupi seluruh anggota badan, bukan yang diharamkan seperti
sutra, dan penggunaanya tidak berlebihan. Dianjurkan menggunakan kafan
berwarna putih. Bagi jenazah laki-laki kain kafan tiga helai, dan bagi jenazah
perempuan kain kafan lima helai.14
Hendaknya salah satu dari kain-kain tersebut
salah satunya adalah kain-kain yang bergaris-garis jika hal itu memungkinkan.15
Hak yang ketiga dalam proses pengurusan jenazah setelah mengkafani
adalah menshalati jenazah. Menshalati jenazah hukumnya fardhu kifayah bagi
orang muslim yang menghadirinya. Adapun keutamaan menshalati jenazah
berdasarkan hadits dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:
صل اللو عليو وسلم: من صلى على جنا زة ول ا ىريرة قا ل:قال رسول اللو أب ن ع را طا ن قا ل أصغر ها مث را طا ن قيل وما القي راط فإ ن تبعها ف لو قي ل أحد ي تب عها ف لو قي
16)رواه مسلم(
Artinya: “ Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa
yang menshalati jenazah dan tidak mengiringkannya sampai di kuburnya maka ia
mendapatkan pahala satu qirath dan jika dia ikut mengiringkannya maka dia
mendapatkan pahala dua qirath” Ditanyakan kepadanya “Apa yang dimaksud
dengan dua qirath?” Rasulullah SAW bersabda “Yang terkecil dari keduanya
seperti gunung Uhud” (HR.Muslim)
13
Ibid.,h.89. 14
Ibid.,h.89. 15
Abu Ahmad Arif Fathul Ulum, 1 Jam Belajar Mengurus Jenazah panduan praktis tata
cara penyelenggaraan jenazah dan hukum-hukumnya, Cet. 1, (Jakarta: Pustaka Darul Ilmi, 2009)
h.38. 16
Abî al-Husein Muslim bin Hajjaj al Qusyairi al Nasaburi, Shahih Muslim, (Kairo: Dar
Ihya al Kutub al Arabiyah, 1968), Juz 2,h.653.
17
Hak yang terakhir dalam proses pengurusan jenazah setelah menshalati
jenazah adalah menguburkan jenazah. Menguburkan jenazah hukumnya fardhu
kifayah; yaitu menguburkan jenazah di dalam tanah, agar tidak tercium baunya,
tidak dimakan oleh binatang buas, dan agar tidak memungkinkan pencuri
mengambil kain kafannya dengan mudah.
Dalam menguburkan jenazah, hal-hal yang disunahkan dalam
menguburkan jenazah;
1. Mengubur jenazah di kuburan yang jauh dari rumah. Karena mengubur di
rumah hanya dikhususkan untuk jenazah para Nabi.
2. Orang yang mengubur adalah yang berhak menjadi imam shalat jenazah.
Jika ia tidak memiliki ilmu tentang cara penguburan, sebaiknya dilakukan
oleh kaum muslim yang mengetahui akan hal itu.
3. Menutup kubur dengan kain ketika meletakkan jenazah di dalam kubur,
untuk menutupi jenazah, baik jenazah laki-laki maupun wanita, dan
melepaskan ikatan kafan, karena jenazah itu tidak diikat kecuali untuk
menahan tergelincir.
4. Memasukkan jenazah dari sisi kakinya, jika memungkinkan bagi pengubur
maka ia boleh memasukkannya dari sisi kepalanya.
5. Dihadapkan jenazah ke arah kiblat. Hal itu dimaksudkan agar jenazah
beristirahat di lambung kanannya dan wajahnya menghadap kiblat.
6. Orang yang meletakkan jenazah mengucapkan:
اللو بسم اللو وعلى ملة الرسول
18
Artinya:“Dengan nama Allah dan berdasarkan agama Rasulullah”
7. Menempelkan pipi jenazah yang kanan dan diletakkan di atas ganjalan
atau batu atau tanah.
8. Meletakkan sesuatu di belakangnya dari tanah atau lainnya agar ia tidak
jatuh dan selalu meghadap kiblat.
9. Orang yang menghadiri penguburan jenazah hendaknya memegang tiga
gumpalan tanah diatas kubur di sisi kepala jenazah kemudian
menaburkannya dengan kedua tangannya.
10. Berdiri di sisi kubur sambil mendoakan keteguhan bagi jenazah,
memohonkan ampun baginya, dan memerintahkan orang-orang yang hadir
agar melakukan hal yang serupa.17
B. Kewajiban Ahli Waris
Setelah pemakaman jenazah selesai, masih ada beberapa hak dan
kewajiban yang harus dilaksanakan oleh ahli waris maupun kerabat selain yang
dipaparkan diatas. Diantaranya adalah yang menyangkut dengan harta
peninggalan dan harus diselesaikan oleh keluarga yang ditinggalkan, yakni:
1. Mengurus dan membiayai pemakaman jenazah.
Seorang muslim yang meninggal dunia dan mewariskan harta
benda maka, dari harta tersebut digunakan untuk membiayai pengurusan
jenazahnya. Misalnya membeli kain kafan, kapas, dan perlengkapan
pemakaman yang lainnya.
17
Abdul Lathif Asyur, Adzab al-Qabri wa Na‟imuhu wa izhat al-Maut, diterjemahkan
oleh Syatiri Matrais dengan Judul ”Pesan Nabi Tentang Mati”, h.103
19
2. Melunasi Hutang Piutang
Seorang Muslim yang masih mempunyai tanggungan hutang
sampai ia meninggal maka ahli waris wajib menyelesaikan hutangnya
dengan harta peninggalan. Adapun, jika jenazah tidak memiliki harta
maka, bagi ahli waris tetap mempunyai kewajiban untuk
menyelesaikannya.
Dari Abu Hurairah ra bahwasannya Rasulullah SAW bersabda:
معلقة بدينو ا ىريرة قا ل:قال رسول اللو صل اللو عليو وسلم: ن فس المؤمن أب ن ع 18جو(احت ي قضى عنو )رواه إبن م
Artinya: “Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah SAW bersabda : “Jiwa
orang mukmin itu tegantung-gantung (tak sampai kehadirat Allah)
disebabkan hutangnya, sampai utang tersebut terlunasi.”(HR.Ibnu Majah).
Selain hutang kepada manusia, hutang kepada Allah pun juga harus
diselesaikan. Misalnya, belum membayar zakat, mengqadhani shalatnya
orang yang meninggal dunia (yang tidak melaksanakan shalat saat sakit),
kewajiban membayar fidyah karena meninggalkan puasa fardhu dan lain
sebagainya.
3. Melaksanakan wasiat
Wasiat adalah pesan tentang sesuatu kebaikan untuk dilaksanakan.
Sebaiknya wasiat diketahui oleh beberapa orang sebagai saksi atau ada
bukti-bukti yang dapat dipertanggung jawabkan, sehingga terhindar dari
penipuan atau penyalahgunaan. Sebab, pada umumnya wasiat berkaitan
18
Abu Abdullah Muhammad bin Yazid al- Qazwini Ibnu Mâjah, Sunan Ibnu Mâjah juz
2, (Beirut : al-Ihya al-Turath al-Araby, 1975) h.806
20
dengan harta benda. Wasiat harus diselesaikan sebelum pembagian
warisan dan besarnya tidak boleh lebih dari 1/3 harta waris (wasiat berupa
harta) dengan persetujuan ahli waris lainnya.19
Wasiat juga bisa berupa pesan lain selain harta. Misalnya, wasiat
untuk pendidikan anaknya, mengurus pekerjannya yang tertunda dan lain-
lain.
4. Memberikan harta waris kepada yang berhak.
Setelah semua urusan di atas diselesaikan dan masih mempunyai
sisa harta warisan maka, pembagian harta waris tersebut harus diatur
sesuai hukum waris (fara‟idh) dengan penuh persaudaraan dan bijaksana.
Jika ahli waris sudah dewasa, hendaknya diselesaikan pembagiannya
sampai tuntas. Tetapi, jika ada yang masih kecil maka, harta tersebut
dikuasakan kepada orang yang sudah dewasa dan amanah.
Sedangkan dalam konteks hukum di Indonesia pembagian harta
waris menurut Kompilasi Hukum Islam terdapat pada BAB III tentang
besarnya bahagian dari pasal 176 sampai pasal 191. Dalam Kitab Undang-
undang Hukum Perdata, pembahasan tentang kewarisan secara umum
diatur dalam pasal 830 sampai 873.
C. Pemakaman
Tempat penguburan orang yang telah meninggal disebut kuburan atau
makam. Makam menurut kamus besar bahasa Indonesia sama halnya dengan
kubur. Yaitu tempat untuk memakamkan jenazah atau lubang dalam tanah yang
19
Kompilasi Hukum Islam, (Surabaya: Kesindo Utama,2010), h.259
21
digunakan sebagai tempat untuk menyimpan atau menguburkan orang yang telah
meninggal.20
Dalam bahasa Arab, makam berasal dari kata maqam yang berarti tempat,
status, atau hirarki. Tempat menyimpan jenazah sendiri dalam bahasa Arab
disebut Qabr. Baik kata makam atau kubur biasanya memperoleh akhiran an.
Sehingga jika diungkapkan kuburan makaman atau pemakaman yang umumnya
digunakan untuk menyebut tempat menguburkan atau memakamkan mayat atau
jenazah.21
Didalam Al-Qur‟an kata makam tidak ditemukan, yang ada hanya kata
maqam. Maqam yang dimaksud dalam Al-Qur‟an pada QS. Al-Baqarah (2) 125
)2 :125) البقرة/
Artinya : “Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat
berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. dan Jadikanlah sebahagian
maqam Ibrahim tempat shalat. dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan
Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf,
yang ruku' dan yang sujud.”
Kata maqam pada ayat tersebut berarti tempat berdiri Nabi Ibrahim AS di
waktu membuat Ka'bah. Bukan berarti tempat perquburan Nabi Ibrahim. Didalam
Al-qur‟an juga tidak ditemukannya kata maqam selain merujuk pada ayat ini.
20
Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed 3, cet.4, (Jakarta:Balai
Pustaka, 2007) h.546. 21
Nur Syam, Islam Pesisir. (Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara, 2005). h. 138-139.
22
Kata ( القبور) alqubûri dalam Al-Qur‟an dipakai sebanyak delapan kali.
Kata tersebut berarti kuburan jamak dari kata qabr.Qabr yang berartimemendam,
melupakan, memasukkan, mengebumikan dantempat dikuburkannya manusia
yang telah meninggal.
Kata pemakaman juga dikenal sebagai maqbaroh (المقبرة), maqbaroh
adalah kata serapan bahasa Arab yang lazim dipakai oleh kalangan pesantren
untuk menyebut “kuburan” (tempat pemakaman umum). Walaupun kuburan dan
maqbaroh adalah dua kata yang bermakna sama dan bersumber dari kata dasar
yang sama pula, yakni “qobbaro”/kubur, namun kadang penerapannya memiliki
klasifikasi berbeda. Kata maqbaroh identik digunakan oleh kaum santri,
sementara kuburan umumnya dipakai oleh kalangan di luaran santri.22
D. Sejarah Pemakaman
Peristiwa bagaimana cara manusia dikuburkan pertama kali didunia ini
berasal dari kisah tentang dua putra Nabi Adam AS yang saling berseteru
mengenai siapa yang akan menikahi dua putri Nabi Adam AS dengan melalui cara
penyerahan kurban. Sebagaiman diketahui bahwa Nabi Adam AS dan Siti Hawa
melahirkan dua pasang anak kembar, pertama lahir pasangan Qabil dan adik
perempuannya yang diberi nama Iqlima, kemudian menyusul pasangan kembar
kedua Habil dan adik perempuannya yang diberi nama Lubuda.
22
Abee azra, “Maqbaroh”, artikeldiakses pada 18 November 2014
darihttp://magarsari.blogspot.com/2011/05/maqbaroh.html
23
Menginjak usia dewasa kepada Nabi Adam AS Allah SWT memberi ilham
dan petunjuk agar kedua puteranya dinikahkan dengan puterinya. Qabil
dinikahkan dengan adik Habil yang bernama Lubuda dan Habil dengan adik Qabil
yang bernama Iqlima. Akan tetapi dengan tanpa diduga dan disangka rancangan
yang diputuskan itu ditolak mentah-mentah oleh Qabil dan menyatakan bahwa ia
tidak mau mengawini Lubuda adik Habil, dengan mengemukakan alasan bahwa
Lubuda adalah buruk dan tidak secantik adiknya sendiri Iqlima. Ia berpendapat
bahwa ia lebih patut mempersunting adiknya sendiri Iqlima sebagai isteri dan
sekali-kali tidak rela menyerahkannya untuk dinikahkan oleh Habil.23
Melihat peristiwa tersebut Nabi Adam AS menghindari penggunaan
kekerasan atau paksaan yang dapat menimbulkan perpecahan di antara kedua
putranya tersebut. Nabi Adam AS secara bijaksana mengusulkan agar
menyerahkan masalah perjodohan itu kepada Allah SWT untuk menentukannya.
Caranya ialah bahwa masing- masing dari Qabil dan Habil harus menyerahkan
kurban kepada Allah SWT dengan catatan, barang siapa di antara kedua saudara
itu diterima kurbannya ialah yang berhak menentukan pilihan jodohnya.
Kedua putra Nabi Adam AS itupun menerima dengan baik jalan
penyelesaian yang ditawarkan oleh ayahnya. Habil pergi dan membawa kambing
peliharaannya yang sangat baik dan gemuk, sedangkan Qabil membawa sekarung
gandum yang dipilih dari hasil perkebunannya yang telah rusak dan busuk.
Kemudian diletakkan kedua kurban itu (kambing Habil dan gandum Qabil) di atas
23
Muhammad yudhy Herlambang, Mencari Makna, (t.t.,Ildisegno, 2010), h.110-111
24
sebuah bukit lalu pergilah mereka berdua menyaksikan dari jauh apa yang akan
terjadi atas dua jenis korban itu.
Setelah kedua kurban itu diletakkan, terlihat api besar yang turun dari
langit menyambar kambing binatang kurban Habil yang seketika itu musnah
termakan oleh api sedang karung gandum kepunyaan Qabil tidak tersentuh sedikit
pun oleh api dan tetap utuh. Maka dengan demikian keluarlah Habil sebagai
pemenang dalam pertaruhan itu karena kurban kambing telah diterima oleh Allah
SWT sehingga dialah yang mendapat keutamaan untuk memilih siapakah di
antara kedua gadis saudaranya itu yang akan dipersandingkan menjadi isterinya.24
Qabil tidak merasa puas dengan keputusan tersebut dan menaruh dendam
kepada Habil dengan cara membunuhnya. Pada saatnya tiba Qabilpun
mengutarakan bahwa ia akan membunuh habil saudaranya. Qabil berkata kepada
Habil:"Aku datang ke mari untuk membunuhmu. Masanya telah tiba untuk aku
lenyapkan engkau dari atas bumi ini.""Apa salahku?"tanya Habil. Dengan alasan
apakah engkau hendak membunuhku?"Qabil berkata:" Ialah kerana kurbanmu
diterima oleh Allah SWT sedangkan korbanku ditolak yang berarti bahwa engkau
akan mengawini adikku Iqlima yang cantik dan molek itu dan aku harus
mengawini adikmu yang buruk dan tidak mempunyai gaya yang menarik itu."
Habil berkata:" Adakah berdosa aku bahwa Allah SWT telah menerima
kurbanku dan menolak kurbanmu? Tidakkah engkau telah menyetujui cara
24
Ahmad Bahjat, Qishahul Hayawan fil Qur‟an : Kisah-kisah Hewan dalam Al-Qur‟an,
Penerjemah Yendri Juaniadi, (Jakarta: Gema Insani Press, 2007), h.5
25
penyelesaian yang diusulkan oleh ayah sebagaimana telah kita laksanakan?
Janganlah tergesa-gesa wahai saudaraku, mempertaruhkan hawa nafsu dan ajakan
syaitan! jagalah perasaanmu dan fikirlah masak- masak akan akibat perbuatanmu
kelak! Ketahuilah bahwa Allah SWT hanya menerima korban dari orang-orang
yang bertakwa, yang menyerahkan dengan tulus ikhlas dari hati yang suci dan niat
yang murni. Adakah mungkin bahwa kurban yang engkau serahkan itu engkau
pilihkannya dari gandummu yang telah rusak dan busuk dan engkau berikan
secara terpaksa bertentangan dengan kehendak hatimu, sehingga Allah SWT
menolak kurbanmu, berlainan dengan kambing yang aku serahkan sebagai korban
yang sengaja aku pilihkan dari perternakanku yang paling baik, sehat dan kucintai
dan ku serahkannya dengan tulus ikhlas disertai permohonan diterimanya oleh
Allah SWT. 25
Kisah diatas terdapat dalam QS. Al-Maidah (5): 27
) 5: 27) المآئدة /
Artinya: “ Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan
Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban,
Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima
dari yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". berkata
Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang
bertakwa".
Setelah mendengar nasihat dari saudaranya, Qabilpun tidak mengikuti
nasihat dari Habil. Kedengkian yang telah memuncak tersebut membuat Qabil
berniat agar secepatnya membunuh Habil, tetapi Qabil tidak mengetahui
25
Ibid, h. 7
26
bagaimana cara untuk membunuh Habil. Menjelmalah Iblis sebagai seekor burung
yang dipukul kepalanya dengan batu sampai mati. Contoh yang diberikan oleh
Iblis itu diterapkannya atas diri Habil yang kemudian lalu Qabil membunuh Habil
dengan penuh nafsu syaitan yang telah mendorongnya. Maka terjadilah
pembunuhan pertama didunia. Kisah tentang terbunuhnya Habil itupun terdapat
dalam QS. Al-Maidah (5): 30. 26
) 5: 30)المآئدة /
Artinya: “ Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah
membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, Maka jadilah ia seorang
diantara orang-orang yang merugi.”
Qabil merasa gelisah dan bingung menghadapi mayat saudaranya.ia tidak
tahu apa yang harus diperbuat dengan tubuh saudaranya yang semakin lama
semakin busuk itu. Ia meletakkan tubuh adiknya di sebuah peti yang dipikulnya
seraya mondar-mandir oleh Qabil dalam keadaan sedih melihat burung-burung
sedang berterbangan hendak menyerbu tubuh jenazah Habil yang sudah busuk itu.
Kebingungan dan kesedihan Qabil tidak berlangsung lama kerana ditolong
oleh suatu contoh yang diberikan oleh Allah SWT kepadanya sebagaimana ia
harus menguburkan jenazah saudaranya itu. Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi
Maha Bijaksana, tidak rela melihat mayat hamba-Nya yang soleh dan tidak
berdosa itu tersia-sia demikian rupa, maka dipertunjukkanlah kepada Qabil,
bagaimana seekor burung gagak menggali tanah dengan kaki dan paruhnya, lalu
mendorong gagak lain yang sudah mati dalam pertarungan ke dalam lubang yang
telah digalinya, dan menutupi kembali dengan tanah. Melihat contoh dan
26
Ibid, h. 8
27
pengajaran yang diberikan oleh burung gagak itu, termenunglah Qabil sejenak
lalu berkata pada dirinya sendiri:"Alangkah bodohnya aku, tidakkah aku dapat
berbuat seperti burung gagak itu dan mengikuti caranya menguburkan mayat
saudaraku ini?" lalu Qabilpun mulai menggali tanah untuk membuat lubang yang
diperuntukkan menguburkan mayat saudaranya dan memasukkan tubuh Habil
kedalamnya. Setelah tubuh Habil berada didalam lubang kubur, maka Qabil
menutupnya kembali dengan tanah yang tadi ia gali. Kisah ini diterangkan dalam
QS. Al-Maidah (5): 31 27
) 5: 31)المآئدة /
Artinya: “ kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi
untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan
mayat saudaranya. berkata Qabil: "Aduhai celaka Aku, mengapa aku tidak mampu
berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku
ini?" karena itu jadilah Dia seorang diantara orang-orang yang menyesal.”
Inilah sejarah bagaimana cara menguburkan jenazah orang yang telah mati
untuk dikembalikan sebagaimana suatu hal yang berasal dari tanah harus kembali
lagi menjadi tanah.28
Dari kisah tentang bagaimana manusia menguburkan jenazah yang telah
meninggal, maka jika ada keluarga atau kerabat yang meninggal maka bagi orang
yang masih hidup harus menguburkannya di tempat pemakaman. Mengenai
sejarah tentang pemakaman, setalah banyaknya orang yang meninggal maka para
27
Muhammad yudhy Herlambang, Mencari Makna, h. 113-114. 28
Artikel Diakses pada 18 November 2014 darihttp://harmoni-
my.org/arkib/kisahnabi/index.htm#page=kisahhabildanqabilputeranabiadamas.htm
28
manusia pada zaman dahulu menguburkan jenazah saudara-saudaranya pada suatu
tempat yang dikenal dengan nama pemakaman atau tempat dimana para orang-
orang yang telah meninggal dikuburkan.
E. Pemakaman di Zaman Rasulullah SAW
Pada zaman Rasulullah SAWpemakaman yang sangat terkenal adalah
pemakaman Baqi‟ dan pemakaman Ma‟la. Pemakaman Baqi‟ biasa disebut
dengan Baqi‟ al-Gharqad. Menurut bahasa, Baqi‟ berarti tempat di mana terdapat
tumbuh berbagai jenis pohon.Karena disini dahulu kala tumbuh pohon-pohon
Gharqad (gerumbul-gerumbul pohon Gharqad/ sejenis pohon-pohon yang
berdaun kecil dan berduri). Dari arti itulah dinamakan Baqi‟ Al-Gharqad. Al-
Gharqad adalah pohon berduri yang sangat besar.Namun, karena kaum Muslimin
ingin sekali dikuburkan di Baqi‟ mereka pun menebang pepohonan yang ada di
sana untuk dijadikan pemakaman.
Baqi‟ Al-Gharqad terletak sekitar 30 meter dari sebelah timur Masjid
Nabawi. Tanah disini terdiri dari tanah yang lembut dan tidak berbatu-batuan,
sehingga cocok untuk dijadikan sebagai pekuburan. Pemakaman Baqi‟ adalah
pemakaman penduduk Madinah sejak zaman Rasulullah SAW hingga kini. Lebih
dari 10.000 sahabat, Ahli Bait, keturunan, paman, dan istri Rasulullah (selain
Khadijah dan Maimunah) serta para tabi‟in dimakamkan di sana. Baqi‟ Al-
Gharqad adalah pemakaman penduduk Madinah dan berada di dalam Kota
Madinah. Orangyang pertama kali dikubur di baqi‟ adalah sahabat yang mulia,
29
Utsman bin Mazh‟un. Kemudian di sampingnya dimakamkan Ibrahim, putra
Rasulullah.
Mengenai pemakaman Ma‟la, di hadapan Jabal Assayyidah (Bukit siti
Khadijah) di daerah al-Hujun terbentang pemakaman kuno Ma‟la yang
mempunyai nilai penting dalam sejarah Islam. Pemakaman ini sudah berusia
lebih dari 1700 tahun dan sampai sekarang masih tetap bertahan keberadaanya.
Manusia pertama yang dikubur di Ma‟la adalah Qushay bin Kilab (kakek
bangsa Quraish). Kemudian kakek-kakek Nabi Muhammad SAW lainnya di
antaranya; Abdu Manaf bin Qushay, Hasyim bin Abdu Manaf, Abdul Muthalib
bin Hasyim. Selain kakek-kakek Rasulallah SAW, terdapat juga kuburan Abu
Thalib paman Nabi SAW, al-Walid ibnu Al-Mughirah, Al-Qasim dan At-Thayib
(dua putra Nabi SAW), Sumayyah bin al-Khabbath (wanita pertama yang mati
syahid), Abdullah bin Yasir (saudara „Ammar bin Yasir), Asma‟ binti Abubakkar
Siddiq, Abdurahman bin Abubakar Siddiq, Abdullah bin Umar bin Khattab,
Abdullah bin Zubair, dan masih banyak lagi sahabat Nabi SAW yang
dimakamkan di Ma‟la yang tidak bisa disebut satu persatu.
Pemakaman Ma‟la adalah pemakaman keluarga besar Bani Hasyim,
keluarga Rasulullah SAW, yang kemudian dijadikan pemakaman umum, terletak
sekitar satu kilometer ke arah utara Masjidil Haram. Pemakaman ini dikenal juga
dengan nama Jannatul Ma‟la yang artinya surga Ma‟la.
30
Itulah keadaan kedua makam yang sangat terkenal dizaman Rasulullah
SAW. Tempat pekuburan tersebut adalah tempat pekuburan yang penghuninya
akan dibangkitkan pertama kali setelah Rasulullah bangkit dari kuburnya.29
F. Fungsi dan Tujuan Makam
Pemakaman dimanapun tempatnya mempunyai fungsi dan tujuan yang
hampir sama. Setiap pemakaman berfungsi sebagai tempat dikuburkannya orang
yang telah meninggal. Selain itu, pemakaman bertujuan untuk jasad orang yang
telah meninggal dimasukkan kedalam tanah untuk mencegah terciumnya bau
busuk yang dapat menganggu orang yang masih hidup serta ancaman penggalian
atau untuk mencegah binatang buas membongkar galian kubur.30
G. Bentuk dan Aturan Makam Menurut Hukum Islam
Membahas makam atau kubur tidak terlepas mengenai bagaimana
bangunan makam atau kubur tersebut dibangun. Bangunan makam yang dimaksud
adalah bangunan yang dibangun di sekitar makam. Mengenai bentuk bangunan
yang dibangun di sekitar makam ada beberapa yang sering dijumpai dalam
masyarakat. Diantaranya adalah makam yang ditinggikan, makam yang dipagari
baik berupa tembok atau yang lainnya, bangunan menyerupai rumah yang
didalamnya ada makam.
29
Hasan Husen Assagaf, Makkah Sekitar Maqam Dan Zam-Zam (T.tp., Cahaya Ilmu,
2010), h,254 30
Abdul Lathif asyur, Adzab al-Qabri wa Na‟imuhu wa izhat al-Maut, diterjemahkan
oleh Syatiri Matrais dengan Judul ”Pesan Nabi Tentang Mati”, h. 104.
31
Mengenai bentuk makam, makam memiliki beberapa sifat yang terdapat
pada sunnah Nabi SAW dan tergantung kebutuhan, di antaranya sebagai berikut:
1. Memperdalam galiannya untuk mencegah terciumnya bau busuk dan
ancaman penggalian dan untuk mencegah bahaya dari binatang buas untuk
membongkar galian kubur.
2. Meluaskan panjang, lebar dan kedalamannya agar leluasa ketika
menurunkan jenazah tersebut, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW
ketika menguburkan para sahabat yang gugur pada perang uhud. Dari
Hisyam bin Amir mengadu kepada Rasulullah SAW, lalu Nabi Muhammad
SAW bersabda:
بن عامرقال: قال رسول اللو صل اللو عليو وسلم: احفروا وأعمقوا ا عن ىشام 31ث ن ي والثالثة ف ق ب واحد )رواه أنسا عي(دفنوا اال وأحسنوا و
Artinya: “ Dari Hisyam bin Amir, Rasulullah SAW bersabda: “Galilah,
perdalam, baguskan, dan makamkanlah dua atau tiga orang dalam satu
liang lahat” (HR. an-Nasa‟i).
Berdasarkan hadis diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
memdalamkan kuburan dapat mengindari bau yang menganggu orang
hidup, menjauhkan kemungkinan binatang buas untuk menggalinya dan
mampu menutupi mayat. Selain dari itu, ini menjadi dalil hujjah
dibolehkannya menguburkan lebih dari satu mayat di dalam liang lahat
Menurut Imam Syafi‟i dan mayoritas ulama Hambali
memperdalam kuburan itu kira-kira seukuran orang laki-laki umumnya
31
Abî Abdurrahman Ahmad bin Syu‟aib an-Nasa‟i, Sunan an-Nasa‟i, (Beirut : Dar Ihya
al-Turats al-Arabi, t.th). h. 348
32
berdiri tegak, yaitu berdiri dengan dengan mengangkat merentangkan
kedua tangannya keatas, karena Umar r.a. mewasiatkan hal tersebut, dan
tidak ada seorangpun yang mengingkarinya, yaitu seukuran empat
setengah hasta. Imam Ahmad berkata “kuburan itu diperdalam hingga
sampai dada, laki-laki ataupun perempuan dalam hal ini sama saja.”
Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, kedalamannya kira-kira
seukuran orang setengah berdiri, atau sampai batas dada. Jika lebih sampai
ukuran orang bediri itu lebih baik. Dengan demikian batas minimalnya
adalah setengah ukuran orang berdiri dan maksimalnya seperti orang
berdiri. Adapun panjangnya, kira-kira seukuran panjang mayat dan
lebarnya kira-kira setengah dari panjangnya.
Imam Malik berpendapat, kuburan disunnahkan untuk tidak terlalu
dalam, melainkan kira-kira seukuran satu hasta saja jika ada lubang lahat.
3. Berdasarkan kesepakatan ulama fiqh bahwa liang lahat itu lebih baik dari
pada syaqq.
Maksud dari liang lahat adalah menggali lubang kecil di sebelah
depan kuburan sebagai tempat untuk meletakkan mayat yang kira-kira
ukuran luasnya mayat itu dan mampu menutupinya. Sedangkan syaqq,
menggali bagian dasar kuburan seperti sungai, atau melapisi dinding
sampingnya dengan batu atau sejenisnya yang tidak bisa tersentuh api, dan
membuat diantara keduannya lubang agak menjorok ke bawah untuk
meletakkan mayat, lalu ditutupi atasnya dengan ubin, batu, atau kayu, dan
33
sejenisnya. Bagian atasnya ditinggikan sedikit agar tidak menyentuh
mayat. Syaqq ini makruh hukumya menurut Imam Ahmad bin Hambal,
sebagimana sabda Nabi SAW dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Muhammad
SAW berkata;
ق لغينا ل عن ابن عباس، قال رسول اللو صل اللو عليو وسلم: اللحد نا والش32)رواه اترمذي(
Artinya: “ Dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW besabda: “lahat adalah
kebiasaan kami (muslim) sedang syaqq untuk kebiasaan selain kami
(bukan muslim). (HR.At-Tirmidzi).
Madzhab Hanafi, Maliki, dan Syafi‟i menerangkan dengan rinci
tentang hal ini, mereka berpendapat liang lahat lebih baik jika kondisi
tanahnya keras, jika kondisi tanahnya gembur atau basah maka syaqq lebih
baik karena khawatir longsor atau ambruk.
Meletakkan mayat dalam kubur dengan menghadap kiblat dan
menyandarkan wajahnya ke tembok kubur, serta menyandarkan
punggungnya dengan batu bata atau sejenisnya untuk mencegah jatuh
terlentang, wajib hukumnya menurut kalangan Syafi‟i dan Hambali,
sedang sunnah menurut pengikut Maliki dan Hanafi.
4. Meninggikan kuburan seukuran jengkal saja agar diketahui bahwa itu
kuburan seseorang, dan bisa berhati-hati, dimintakan rahmat untuk
32
Abu Isa Muhammad bin Isa at-Tirmidzi, Jami‟ at-Tirmidzi, (Riyadh: Dar Assalam,
1999) h. 252
34
penghuninya, karena kuburan Rasulullah SAW sendiri ditinggikan seukuran
satu jengkal.33
Imam Syafi‟i meriwayatkan dari Jabir:
ره ى اللو عليو وسلم أ أن النب صل عن جابر لد ونصب عليو اللب نصبا ورفع ق ب . )رواه إبن حبان والب 34يهقي(منا الرض نوا من شب
Artinya: “ Dari Jabir, Bahwasanya Nabi SAW dibuatkan lahad baginya,
ditimbunkan batu bata di atasnya, dan ditinggikan kuburnya dari tanah
sekitar sejengkal.” (HR. Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi)
5. Menurut mayoritas ulama, dibuatkan gundukan tanah lebih baik daripada
rata saja, sesuai dengan perkataan Sufyan at-tammar;
ر النب صلى اللو عليو وسلم مسنما ار، أنو حد ثو أنو رأى ق ب عن سفيان التم35)رواه البخارى(
Artinya: “ Dari Sufyan at-Tammar, Bahwasannya Aku melihat kubur Nabi
SAW berbentuk gundukan Tanah.” (HR.Al-Bukhari)
Begitu juga kuburan para sahabat setelah beliau. Mahdzab
Hambali, mengecualikan di daerah perang jika sulit untuk memindahkan
mayat maka lebih baik untuk meratakan kubur dengan tanah dan
menutupinya, khawatir akan digali ataupun sejenisnya.
Mahdzab Syafi‟i berpendapat, hal yang benar adalah meratakan
kuburan lebih baik daripada membuat gundukan, sebagaimana yang
dilakukan pada kuburan Rasulullah SAW dan dua sahabatnya.
33
Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam 2, penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, h.587 34
Abu Bakar Ahmad bin al-Husein bin Ali al-Baihaqi, Sunan al-Kubra, h.410. 35
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari, h.130
35
6. Makruh hukumnya mencat kuburan dan membangunnya, menuliskan
padanya, dan menginap di kuburan, menjadikan masjid, menciumya,
thawaf, dan memberikan wewangian padanya, serta meminta kesembuhan
dari penyakit pada makam. Begitu juga makruh untuk melincinkan tanah
menurut Madzhab Maliki dan Hanafi.36
Adapun Tajsis, yaitu memutihkan (cat) atau memplester dengan
kapur dan semisalnya; mengukir, dan memahat kuburan, membuatkan
bangunan seperti kubah atau rumah maka hukumnya makruh karena
dilarang. Jika bangunan di atas kuburan itu untuk berbangga diri atau
berada di tanah yang khusus untuk penguburan sesuai dengan kebiasaan,
atau tanah waqaf maka haram hukumnya dan harus dirobohkan, karena
untuk pamer seperti bangga diri dan sombong yang terlarang, begitu juga
bila berada di tanah waqaf dan tanah kepemilikan umum, karena hal
tersebut menyebabkan sempit dan menyusahkan orang lain.
Adapun tulisan pada kuburan adalah makruh hukumnya menurut
mayoritas ulama, baik nama mayat tersebut atau lainnya, di sisi kepala
atau lainnya, tulisan halus atau tebal, dan haram menulis Al-qur‟an pada
kuburan menurut Madzhab Maliki. Dalil mereka adalah hadits yang
diriwayatkan Jabir r.a.
36
Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam 2, penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, h.587
36
عد تصيص القبور وأن يك ن هى رسول اللو صلى اللو عليو وسلم عن عن جابر ها ها )رواه مسلم(وأن ي علي 37بن علي
Artinya: “ Dari Jabir, Rasulullah SAW melarang untuk mencat kuburan
atau menuliskan padanya atau membuat bangunan di atasnya.” (HR.
Muslim).
Madzhab Hanafi berpendapat, boleh saja menuliskan pada kuburan
jika dibutuhkan sehingga bekasnya tidak hilang dan terabaikan. Al-hakim
telah mentakhrij hadits yang melarang hal tersebut dari berbagai jalur
sanad, lalu ia berkomentar, semua jalur sanad ini shahih. Para pemuka
umat Islam dari timur sampai barat makamnya telah ditulis sesuatu. Ini
adalah perkara yang diambil oleh ulama sekarang dari ulama terdahulu.
Dikuatkan pula hadits yang ditakhrij oleh Abu Dawud dengan sanad yang
bagus, bahwa Rasulullah SAW, “Membawa batu, lalu meletakkannya di
sisi kepala Utsman bin Madz‟un seraya bersabda:
ر عن كشي بن زيدالمدن، قال رسول اللو صل اللو عليو وسلم: أت علم با ق ب 38ود(اد وباأخي وأدفن إليو من ما ت من أىلي )رواه
Artinya: “ Dari Katsir bin Zaid al-Madani, Bahwa Rasulullah SAW
bersabda: “Aku memberi tanda pada kuburan saudaraku dan aku akan
menguburkan bersamanya orang yang meninggal dari keluargaku”. (HR.
Abu Dawud)
Menulis pada makam adalah cara untuk mengenali kuburan
tersebut. Kesimpulannya, larangan untuk menulis pada kuburan adalah
bagi orang yang tidak berkepentingan, dan menulis tanpa adanya alasan,
37
Abî al-Husein Muslim bin Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim, (Riyadh:
Dar-Assalam, 1998) h.389 38
Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy‟ats al-Adzi as-Sijistani, Sunan Abu Dawud, (Beirut:
Dar Ibnu Hazm, 1998) h.500
37
ataupun menulis Al-Qur‟an, sya‟ir, ataupun pujian, dan semisalnya maka
hal inilah yang dimakruhkan.
Adapun membuat masjid berada di atas kuburan adalah makruh
hukumnya, dan haram menurut sebagian ulama hadits dan mazhab
hambali, sesuai riwayat Aisyah ketika nabi SAW sakit menjelang
wafatnya, beliau bersabda:
عائشة قال رسول اللو صل اللو عليو وسلم: لعن اهلل الي هود والنصارى،اتذوا ق بور عن 39ري(اخب الهم مسجدا)رواه ئ أنبيا
Artinya: “Dari Aisyah Rasulullah SAW bersabda: “Allah mengutuk orang-
orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan Nabi mereka sebagai
masjid” (HR. Bukhari)
Secara dzahir, mereka menjadikan kuburan tersebut sebagai masjid
dan melakukan shalat di dalamnya. Akan tetapi, Ibnu Qasim, murid Imam
Malik menyebutkan bahwa boleh saja membangunan masjid pada kuburan
untuk kebaikan, dan makruh hukumnya jika selain untuk hal baik.40
Mengenai masalah tentang bangunan pada makam, bangunan yang
dimaksud adalah bangunan yang berdiri di atas makam. Mengenai permasalahan
bangunan di atas makam, tak satupun dari ulama yang mengharamkan
membangun bangunan di atas kuburan secara mutlak, tetapi makruh. Adapun
39
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut: Dar Al-
Fikr, t.th) h.112 40
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam 2, cet.1, h.584.
38
yang diharamkan adalah membangun bangunan di sekitar pekuburan yang
diwakafkan saja. 41
Imam nawawi berkata dalam kitab Majmu : Imam Syafi‟i dan para ashab
(pengikut Imam Syafi‟i) berkata : dimakruhkan untuk memperbaiki kuburan
dengan keramik atau semisalnya, menulis nama (seperti kubah atau lainnya),
pendapat ini dalam madzhab Syafi‟i tidak ada perbedaaan sama sekali, pendapat
ini pula yang dipendapatkan oleh Imam Malik, Imam Ahmad bin Hambal, Abu
Dawud dan pembesar-pembesar para ulama.
Para ashab Syafi‟i berpendapat, tidak ada perbedaan dalam masalah
bangunan, antara dibangun kubah, rumah atau selainya kemudian diperinci :
apabila kuburan tersebut adalah kuburan yang diwakafkan (kuburan umum) bukan
tanah milik pribadi maka hukumya haram. Para ashab berpendapat bangunan
tersebut boleh dihancurkan tanpa ada perbedaan sama sekali dalam madzhab.
Imam Syafi‟i dalam kitab Al Umm berkata: “dan aku telah menyaksikan dari pada
pemimpin yang menghancurkan atau merobohkan bangunan yang dibangun di
atas kuburan, dan saya tidak melihat para fuqoha yang mencela hal tersebut”.
Karena membangun bangunan di atas kuburan juga menyempitkan atau
mengurangi jatah hak orang lain.42
41
Alwi bin Abdullah Al Aidrus, Permasalahan Penting Berhubungan Dengan Rumah
Allah (Masjid), (Jakarta: Al Wafa Bi Ahdillah, 2014), h. 21. 42
Ibid. h. 23.
39
Para ashab berkata: kalau memang membangun bangunan diatas kuburan
di tanah miliknya sendiri maka hukumnya boleh tapi makruh dan tidak boleh
dihancurkan.
Para ashab berkata : tulisan yang ada di nisan kuburan, baik di atas
kepalanya sebagaimana sebagian orang atau di tempat lainnya semua hal tersebut
hukumnya makruh.
Para ashab berkata: dimakruhkannya memperbaiki kuburan dengan
keramik atau semisalnya baik di tanah miliknya sendiri atau di pekuburan umum,
adapun menumpuk tanah di atas kuburan maka menurut pendapat Imam Ghazali
hukumnya makruh. Abu Isa At-Turmudzi menyebutkan dalam kitab jami‟nya :
bahwasanya Imam Syafi‟i berpendapat melapisi lubang kuburan dengan tembok
hukumnya mubah, dan tidak terdapat pendapat dari para ashab Imam Syafi‟i yang
berpendapat bahwa dengan pendapat tersebut dilarang, maka yang shohih dari
madzhab bahwasanya hukumnya tidak makruh sebagaimana yang dinashkan oleh
Imam Syafi‟i dan tidak ada larangan sama sekali.43
Adapun hadits yang diriwayatkan dari sahabat Jabir r.a.
ر، وأن ي قعد عليو،وأن جابر عن ن هى رسول اللو صلى اللو عليو وسلم أن يصص القب ن عليو )رواه مسلم( 44ي ب
Artinya: “ Dari Jabir, Rasulullah SAW melarang untuk mengkeramik kuburan,
duduk diatasnya dan membangun bangunan diatasnya.” (HR. Muslim).
43
Ibid. h. 23. 44
Abî al-Husein Muslim bin Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim,(Riyadh:
Dar-Assalam, 1998) h.389.
40
Imam Nawawi dalam syarah muslim berkata: dalam hadits ini tentang
dimakruhkannya memperbaiki kuburan dengan keramik atau semisalnya dan
membangun di atasnya (kubah atau yang lainnya), dan diharamkan duduk di atas
kuburan. Ini adalah madzhab Imam Syafi‟i dan pembesar-pembesar ulama.
Mengenai tentang yang dilarang pada hadits di atas adalah makruh dengan
dalil bahwasanya kuburan Rasulullah SAW ditinggikan satu jengkal. Imam
Nawawi dalam kitab Majmu menyebutkan : disunahhkan untuk meninggikan atau
membuat gundukan di atas kuburan kurang lebih satu jengkal sebagaimana yang
terdapat dalam nash dan disepakati oleh Imam Syafi‟i dan para ashab, hanya saja
pengarang kitab At-Tatimmah mengecualikan masalah, apabila jenazah tersebut
dikuburkan di kota orang kafir, maka hendaknya diratakan sekira tidak nampak,
ditakutkan diusik oleh orang-orang kafir setelah keluarnya kaum muslimin dari
kota tersebut.45
Imam nawawi juga menyebutkan: Al Imam Syafi‟i berkata dalam kitab Al
Muhtashor : disunnahkan untuk tidak menambahkan di atas kuburan tanah dari
galian kuburan tersebut. Imam Syafi‟i dan Ashab mengatakan “kami tidak
disunnahkan untuk ditambahkan diatasnya supaya tidak terlihat terlalu tinggi.
Imam Syafi‟i mengatakan kalau memang lebih maka hukumnya mubah.
Mengenai tentang meninggikan di atas kuburan secara merata (At tastih)
Imam Nawawi mengatakan “yang Shahih bahwasanya At tastih lebih utama
45
Alwi bin Abdullah Al Aidrus, Permasalahan Penting Berhubungan Dengan Rumah
Allah (Masjid), h. 25.
41
sebagaimana yang tertera dalam nash Imam Syafi‟i dalam kitab Al Umm dan
Muhtashor Al Muzani. 46
Menurut pendapat penulis terkait dengan hukum membangun makam
kuburan adalah dilihat dari tujuan pembangunan makam tersebut, apabila tujuan
dari membangun makam tersebut adalah untuk mendatangkan kebaikan dan
manfaat, maka hukumnya adalah makruh, mengikuti pendapat Imam Syafi‟i dan
Imam Ghazali. Jika dalam pembangunan makam tersebut hanya untuk
menyombongkan diri, maka dalam hal ini dilarang.
46
Ibid. h. 27.
42
BAB III
BANGUNAN MAKAM MENURUT PERDA DKI JAKARTA NO 3 TAHUN
2007 TENTANG PEMAKAMAN
A. Pengertian dan Asas-asas Peraturan Daerah
Sesuai dengan ketentuan undang-undang No. 10 tahun 2004, tentang
pembentukan perundang-undangan, yang dimaksud Peraturan Daerah (Perda)
adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.1 Definisi
lain dari Peraturan Daerah (perda) adalah peraturan perundang-undangan yang
dibentuk bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan Kepala
Daerah baik di Provinsi maupun di Kabupaten/Kota.2
Dalam undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
(undang-undang pemerintah daerah) peraturan daerah dibentuk dalam rangka
penyelenggaran ekonomi daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dan tugas pembantuan
serta merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. 3
Sesuai ketentuan pasal 12 undang-undang No. 10 tahun 2004 tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan, materi atau muatan Perda adalah
seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan ekonomi daerah dan tugas
1 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
2 Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
3 Pasal 136 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
43
pembantuan dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Pengertian lain dari Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan
yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan
bersama Kepala Daerah, dalam hal ini seperti Gubernur, Bupati, Walikota.4
Materi muatan peraturan daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka
penyelenggaraan ekonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi
khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi.5
Peraturan Daerah (Perda) merupakan salah satu jenis peraturan perundang-
undangan yang merupakan bagian dari sistem hukum nasional berdasarkan
pancasila.6
Sebelum membentuk suatu Perda yang akan diberlakukan, maka
pembentukkan Perda harus berdasarkan pada asas-asas pembentukan peraturan
perundang-undangan. Dalam hal ini Pembentukan perda harus berdasarkan pada
asas pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai berikut :7
1. Kejelasan tujuan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-
undangan mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai;
4 Pengertian peraturan pemerintah, internet diakses pada 17 September 2014 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Peraturan_perundang-undangan_Indonesia#Peraturan_Daerah 5 Ibid.
6 Fungsi perda dalam peraturan perundang-undangan, internet diakses pada 17 September
2014dari http://jdih.bphn.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=262&Itemid=18 7 Pasal 137 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
44
2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, yaitu setiap jenis peraturan
perudang-undangan harus dibuat oleh lembaga/ pejabat pembentuk
peraturan perundang-undangan yang berwenang dan dapat dibatalkan atau
batal demi hukum bila dibuat oleh lembaga/ pejabat yang tidak berwenang;
3. Kesesuain antara jenis dan materi muatan, yaitu dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi
mautan yang tepat dengan jenis peraturan perudang-undangan;
4. Dapat dilaksanakan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-
undangan harus memperhatikan efektifitas peraturan perundang-undangan
tersebut didalam masyarakat;
5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan, yaitu setiap peraturan perundang-
undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat
dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
6. Kejelasan rumusan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan harus
memenuhi persyaratan teknis penyusunan, sistematika dan pilihan kata atau
terminology, serta bahan hukumnya jelas dan mudah mengerti sehingga
tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaanya;
7. Keterbukaan, yaitu dalam proses pembentukan peraturan perundang-
undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan
bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan
masyarakat mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk memberikan
masukan dalam proses pembutan peraturan perundang-undangan.
45
Di samping itu materi muatan Perda harus mengandung asas-asas sebagai
berikut:8
1. Asas pengayoman, bahwa setiap materi muatan Perda harus berfungsi
memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman
masyarakat;
2. Asas kemanusiaan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan
perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan
martabat setiap warga dan Negara dan penduduk Indonesia secara
proposional;
3. Asas kebangsaan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan
sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan
tetap menjaga prinsip Negara kesatuan Republik Indonesia;
4. Asas kekeluargaan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan
musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan;
5. Asas kenusantaraan, bahwa setiap materi muatan Perda senantiasa
memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan
Perda merupakan bagian dari hukum nasional yang berdasarkan Pancasila;
6. Asas Bhineka Tunggal Ika, bahwa setiap materi muatan Perda harus
memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku, dan golongan, kondisi
daerah dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitive
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
8 Pasal 138 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
46
7. Asas keadilan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan
keadilan proposional bagi setiap warga Negara tanpa terkecuali;
8. Asas kesamaan dalam hukum dan pemerintahan, bahwa setiap materi
muatan Perda tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan
berdasarkan latar belakang, antara lain agama, suku, ras, golongan, gender,
atau status sosial;
9. Asas ketertiban dan kepastian hukum, bahwa setiap materi muatan Perda
harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan
adanya kepastian hukum;
10. Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, bahwa setiap materi
muatan Perda harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan
keselarasan antara individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan
Negara;
11. Asas lain sesuai substansi Perda yang bersangkutan.
B. Latar Belakang Lahirnya Perda No 3 Tahun 2007 Tentang Pemakaman
Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dengan wilayah yang
pertambahan penduduk begitu pesat, senantiasa masih menghadapi masalah tanah
untuk pemakaman. Selain itu, tempat pemakaman merupakan kebutuhan setiap
warga masyarakat dengan tetap memperhatikan keyakinan agamanya masing-
masing maka sangat diperlukan adanya suatu peraturan yang mengatur tentang
pemakaman.
47
Keterbatasan lahan pemakaman merupakan hambatan utama dalam
penyediaan prasarana dan sarana pemakaman. Hal tersebut sangat dirasakan oleh
Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan luas tanah yang
terbatas untuk pemakaman, pertumbuhan penduduk yang cukup pesat, serta
dihuni oleh penduduk dengan latar belakang agama dan tradisi yang berbeda-
beda, dengan menyediakan prasarana dan sarana pemakaman yang berbeda-beda
pula. Di samping itu peningkatan kualitas hidup menuntut pula peningkatan
pelayanan baik kuantitas maupun kualitas.
Namun upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta melalui intensifikasi atua pengelolaan lahan pemakaman dengan
menggunakan berbagai sarananya, belum mampu mengatasi keterbatasan lahan
pemakaman. Seiring dengan itu, upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, disamping ekstensifikasi atau memperluas lahan
untuk pemakaman yang baru, juga diupayakan peran serta masyarakat dalam
penyediaan lahan pemakaman sesuai dengan kapasitasnya sebagai bagian dari
taman yang dapat berfungsi sebagai ruang terbuka hijau, yang berfungsi sebagai
taman kota, resapan air, dan paru-paru kota yang sangat mendukung dalam
pembangunan berwawasan lingkungan.
Peraturan yang mengatur mengenai pemakaman dimulai pada masa
Gubernur ke 4 DKI Jakarta, Bapak Ali Sadikin yang menjabat dari Tahun 1966-
1977. Salah satu program kerjanya yaitu tentang pengelolaan makam. Demi
suksesnya pelaksanaan Master Plan Jakarta, perlu dilakukan penertiban tempat-
tempat pemakaman yang bukan dalam pengawasan, pengurusan, dan pengelolaan
48
Pemda DKI. Misalnya, makam desa, makam wakaf, makam keluarga, dan lain-
lain.
Langkah berikutnya adalah dibuatnya Perda DKI Jakarta Nomor 2 Tahun
1973 tentang Pemakaman Umum Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta,
Perda tersebut adalah Perda pertama DKI Jakarta yang mengatur tentang
pemakaman. Yang isinya mengatur semua pemakaman yang berada di Provinsi
DKI Jakarta dibawah pengawasan, pengurusan, dan pengelolaan Pemda, kecuali
makam dibawah pengelolaan pemerintahan pusat. 9
Sebelum Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2007 tentang Pemakaman ini lahir,
pemerintah daerah DKI Jakarta sudah mempunyai Peraturan Daerah Khusus
Ibukota Jakarta No. 2 Tahun 1992 Tentang Pemakaman Umum dalam wilayah
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, namun Perda ini perlu ditinjau kembali dan sudah
tidak sesuai lagi dengan kondisi dan perkembangan Kota Jakarta saat ini, serta
penyelenggaraannya dalam pemerintah daerah. Setelah mempertimbangkan
alasan-alasan tersebut, maka untuk lebih meningkatkan pelayanan pemakaman,
perlu membentuk peraturan daerah tentang pemakaman yang baru, maka
dibuatlah Perda No. 3 Tahun 2007 tentang Pemakaman.
C. Pengertian Pemakaman
Pemakaman berasal dari kata makam yang berarti kubur atau pekuburan.
Dengan arti lain tempat tinggal, kediaman.10
Dalam kamus besar bahasa Indonesia
9 Wawancara Pribadi dengan Iwa Kuswita, Kepala Seksi Pengendalian makam Dinas
Pertamanan dan Pemakaman Jakarta Pusat Jakarta 24 September 2014. 10
Idris Thaha, “Makam Atau Maqam”, artikel diakses pada 9 Desember 2014 dari
http://al-amien.ac.id/2011/03/30/makam-atau-maqam/
49
pemakaman adalah pekuburan atau tempat mengubur.11
Pemakaman biasa disebut
dengan tempat pemakaman umum (TPU). Tempat pemakaman dalam perda DKI
Jakarta No. 3 Tahun 2007 tentang Pemakaman adalah lahan yang digunakan
untuk memakamkan jenazah yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana.
Tempat pemakaman umum merupakan kawasan tempat pemakaman yang
biasanya dikuasai oleh pemerintah daerah dan disediakan untuk masyarakat
umum yang membutuhkannya. TPU ini berada dalam pengawasan, pengurusan
dan pengelolaan pemerintah daerah itu sendiri. 12
D. Hal-hal yang berkaitan dengan pemakaman.
Dalam peraturan daerah Provinsi DKI Jakarta No 3 Tahun 2007 Tentang
Pemakaman banyak disinggung tentang segala hal dalam pemakamann.
Di dalam Perda DKI Jakarta No. 3 Tahun 2007 tentang Pemakaman Bab II
tentang taman pemakaman pasal 2 disebutkan setiap ahli waris dan atau pihak
yang bertanggungg jawab memakamkan jenazah, wajib memakamkan jenazah di
taman pemakaman sesuai dengan ketentuan agama atau kepercayaan yang dianut
oleh jenazah yang bersangkutan. Taman pemakaman yang dimaksud meliputi
taman pemakaman milik pemerintahan daerah dan taman pemakaman bukan milik
pemerintah daerah, yaitu seperti tanah wakaf.
11
Tim penyusun kamus pusat pembinaan dan pengembangan bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka) 1988, h. 546. 12
Peraturan Pemerintah RI Nomor 9 Tahun 1987 tentang Penyediaan dan Penggunaan
tanah Untuk Keperluan Tempat Pemakaman
50
Taman pemakaman diperuntukkan bagi warga masyarakat Provinsi DKI
Jakarta yang meninggal dunia di dalam atau di luar wilayah Provinsi DKI Jakarta,
atau bisa juga warga masyarakat lainnya yang meninggal dunia di wilayah
Provinsi DKI Jakarta.13
Selain tempat pemakaman umum, Perda DKI Jakarta No. 3 Tahun 2007
tentang Pemakaman juga mengatur pemakaman khusus yaitu dengan
menyediakan blok-blok khusus yang diperuntukkan bagi pahlawan nasional atau
perintis kemerdekaan, pejabat negara, pejabat daerah, dan tokoh masyarakat.
Selain blok-blok khusus, juga disediakan blok-blok tanah makam berdasarkan
agama.14
Dalam melaksanakan pelayanan makam, Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) juga melakukan usaha pelayanan pemakaman, diantaranya pelayanan
jasa pengurusan jenazah, angkutan jenazah, pembuatan peti jenazah, perawatan
jenazah, pelayanan rumah duka, pengabuan atau kremasi, tempat penyimpanan
abu jenazah dan kegiatan atau usaha lain di bidang pelayanan pemakaman.15
Usaha-usaha pelayanan pemakaman tersebut dilakukan oleh SKPD yang
bertanggung jawab di bidang pemakaman dan masyarakat. Namun bila mana
tidak dilakukan oleh SKPD, yang melaksanakan usaha pelayanan tersebut harus
berbentuk yayasan dan wajib mendapat izin operasional dari kepala SKPD yang
13
Pasal 3 Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Pemakaman. 14
Pasal 4 Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Pemakaman. 15
Pasal 9 Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Pemakaman.
51
bertanggung jawab di bidang pemakaman.16
Tetapi ahli waris atau pihak yang
bertanggung jawab memakamkan jenazah dapat juga melakukan pelayanan
pemakaman baik secara perorangan maupun kekeluargaan.17
Mengenai penyelenggaraan pemakaman dalam Perda DKI Jakarta No. 3
Tahun 2007 Tentang Pemakaman Bab ke VI dibagi menjadi enam bagian.
Pada bagian pertama yaitu pemakaman jenazah. Pemakaman jenazah oleh
ahli waris atau pihak yang bertanggung jawab memakamkan dilakukan dalam
waktu kurang dari 24 jam setelah memperoleh izin penggunaan tanah makam dari
kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang pemakaman.18
Dalam memperoleh izin penggunaan tanah makam dari kepala SKPD harus
melampirkan beberapa syarat untuk diajukannya izin penggunaan tanah makam.
Setiap jenazah yang dimakamkan di taman pemakaman, ahli waris atau
pihak yang bertanggung jawab memakamkan jenazah melampirkan :
1. Surat keterangan laporan kematian dari lurah setempat;
2. Surat keterangan pemeriksaan jenazah dari rumah sakit atau puskesmas;
3. Foto kopi kartu keluarga;
4. Foto kopi kartu tanda penduduk orang yang meninggal.19
16
Pasal 10 Ayat 2 Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang
Pemakaman. 17
Pasal 10 Ayat 3 Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang
Pemakaman. 18
Pasal 16 Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Pemakaman. 19
Pasal 17 Ayat 1 Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang
Pemakaman.
52
Setiap jenazah dari luar daerah yang akan dimakamkan di taman
pemakaman, ahli waris atau pihak yang bertanggung jawab memakamkan jenazah
melampirkan :
1. Surat keterangan pemeriksaan jenazah dari rumah sakit/ atau puskesmas
daerah asal orang yang meninggal;
2. Surat keterangan laporan kematian dari lurah atau kepala desa daerah asal
orang yang meninggal;
3. Surat pengantar kematian dari kepala SKPD yang bertanggung jawab di
bidang kesehatan daerah asal orang yang meninggal;
4. Foto kopi kartu keluarga;
5. Foto kopi tanda penduduk orang yang meninggal.20
Setiap jenazah dari luar negeri yang akan dimakamkan di taman
pemakaman, ahli waris atau pihak yang bertanggung jawab memakamkan jenazah
melampirkan :
1. Surat keterangan pemeriksaan jenazah dari rumah sakit negara asal orang
yang meninggal;
2. Surat keterangan dari Duta Besar atau kepala perwakilan Negara Republik
Indonesia di negara tempat orang yang meninggal;
3. Surat keterangan dari Menteri Luar Negeri atau Pejabat yang ditunjuk;
4. Foto kopi kartu keluarga;
5. Foto kopi tanda penduduk orang yang meninggal.
20
Pasal 17 Ayat 2 Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang
Pemakaman.
53
Setiap jenazah yang akan dibawa keluar daerah, ahli waris atau pihak yang
bertanggung jawab memakamkan jenazah wajib melaporkan kepada kepala SKPD
dengan melampirkan :
1. Surat keterangan pemeriksaan jenazah dari rumah sakit atau puskesmas
setempat;
2. Surat keterangan laporan kematian dari Lurah setempat;
3. Surat keterangan dari kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang
kesehatan;
4. Foto kopi kartu keluarga;
5. Foto kopi kartu tanda penduduk orang yang meninggal.21
Setiap jenazah yang akan dibawa ke luar negeri, ahli waris atau pihak yang
bertanggung jawab memakamkan jenazah wajib melaporkan kepada kepala SKPD
yang bertanggung jawab di bidang pemakaman dengan melampirkan :
1. Surat keterangan pemeriksaan jenazah dari rumah sakit pemerintah;
2. Surat keterangan dari Duta Besar atau Kepala Perwakilan Negara asal orang
yang meninggal;
3. Surat keterangan dari Menteri Luar Negeri atau Pejabat yang ditunjuk;
4. Kelengkapan dokumen keimigrasian.22
21
Pasal 18 Ayat 1 Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang
Pemakaman. 22
Pasal 18 Ayat 2 Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang
Pemakaman.
54
Perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang pemakaman, wajib
mengurus dan melaksanakan pemakaman bagi jenazah orang terlantar dan
keluarga miskin atas beban biaya pemerintah daerah.23
Pada bagian kedua yaitu penundaan waktu pemakaman. Jenazah yang akan
dimakamkan lebih dari 24 jam, ahli waris atau pihak yang bertanggung jawab
wajib memiliki izin penundaan waktu pemakaman dari kepala SKPD yang
bertanggung jawab di bidang pemakaman. Izin penundaan waktu pemakaman
paling lama lima hari sejak orang yang bersangkutan meninggal, dan dapat
diperpanjang sesuai kebutuhan, kecuali jenazah penderita penyakit menular.
Jenazah yang pemakamannya ditunda, harus disimpan dalam peti jenazah yang
sesuai dengan standar yang ditetapkan kepala SKPD yang bertanggung jawab di
bidang pemakaman.24
Bagian ketiga yaitu pengangkutan dan pengawalan jenazah. Jenazah yang
akan dimakamkan di taman pemakaman yang menggunakan kendaraan bermotor,
wajib menggunakan kendaraan jenazah yang memenuhi persyaratan. Mengenai
persyatarannya meliputi :
1. Kendaraan harus sesuai peruntukannya, memenuhi persyaratan teknis dan
layak jalan;
2. Warna kendaraan harus berwarna putih atau hitam;
3. Dipasang serine dan lampu serine pada bagian atas kendaraan dan
dinyalakan atau dibunyikan saat membawa jenazah;
23
Pasal 20 Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Pemakaman. 24
Pasal 22 Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Pemakaman.
55
4. Dilengkapi dengan alat pengusung jenazah disertai dengan kain lurus
berwarna hijau atau hitam;
5. Berpintu satu pada sisi kanan dan kiri depan, serta dua pintu pada bagian
belakang kedaraan;
6. Pada sisi kanan dan kiri kendaraan bertuliskan “Mobil Jenazah” dan nama
yayasan pengelola;
7. Memiliki izin operasional kendaraan pengangkutan jenazah dari kepala
SKPD yang bertanggung jawab di bidang pemakaman;
8. Memiliki izin pengangkutan jenazah dari kepala SKPD yang bertanggung
jawab di bidang pemakaman.25
Warga masyarakat, keluarga atau kerabat dapat juga mengiringi kendaraan
jenazah dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Kendaraan harus sesuai peruntukannya, memenuhi persyaratan teknis dan
layak jalan;
2. Dilengkapi dengan tanda berupa bendera berwarna kuning;
3. Harus menghidupkan lampu atau tanda-tanda lain;
4. Harus mematuhi peraturan lalu lintas dan angkutan jalan.26
Bagian keempat yaitu pemindahan dan penggalian jenazah atau kerangka.
Pemindahan jenazah atau kerangka dari satu petak tanah makam ke petak makam
lainnya, dapat dilakukan atas permintaan ahli waris atau pihak yang bertanggung
jawab memakamkan jenazah. Pemindahan ini dapat dilakukan terhadap jenazah
25
Pasal 23 Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Pemakaman. 26
Pasal 24 Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Pemakaman.
56
atau kerangka yang telah dimakamkan paling sedikit satu tahun, dan harus
mendapatkan izin tertulis dari kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang
pemakaman. Gubernur juga dapat melakukan pemindahan jenazah atau kerangka
untuk kepentingan umum dengan persetujuan dari DPRD.27
Penggalian jenazah atau kerangka dapat dilakukan untuk kepentingan
penyidikan dalam rangka penyelesaian suatu perkara atas permintaan pejabat yang
berwenang, setelah mendapat izin dari kepala SKPD yang bertanggung jawab di
bidang pemakaman. Untuk mendapatkan izin, pemohon harus menyampaikan
permohonan penggalian kepada kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang
pemakaman dengan melampirkan surat keterangan dari ahli waris atau
penanggung jawab penggalian jenazah atau kerangka, dan surat keterangan dari
kepolisian.28
Bagian kelima yaitu waktu pemakaman. Waktu memakamkan dan
memindahkan, serta mengabukan atau kremasi jenazah, dilakukan antara pukul
06.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB, kecuali apabila kepala SKPD yang
bertanggung jawab di bidang pemakaman mengizinkan dilakukan pekerjaan
tersebut di luar waktu dimaksud.29
Bagian keenam yaitu upacara pemakaman. Kepala SKPD yang bertanggung
jawab di bidang pemakaman memfasilitasi pemakaman jenazah pejabat negara,
pejabat daerah, dan tokoh masyarakat dalam upacara pemakaman. Upacara
27
Pasal 26 Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Pemakaman. 28
Pasal 27 Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Pemakaman. 29
Pasal 30 Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Pemakaman.
57
pemakaman yang dimaksud berupa, penempatan atau penglepasan jenazah di
rumah duka, persemayaman atau penglepasan jenazah di tempat persemayaman,
prosesi pengurusan jenazah di liang lahat, dan penurunan jenazah ke liang lahat
atau pemakaman.30
E. Aturan Bangunan Makam
Setelah kita mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan pemakaman, penulis
akan membahas tentang aturan bangunan makam dilihat dari fungsi Perda DKI
Jakarta No. 3 Tahun 2007 tentang Pemakaman, yaitu menjadikan makam yang
Hijau, Indah, Tertib, Teratur.31
Mengenai fungsi Perda DKI Jakarta No.3 Tahun 2007 tentang Pemakaman,
Dalam aturan bangunan makam di DKI Jakarta, Perda DKI Jakarta No 3 Tahun
2007 tentang Pemakaman pasal 42 melarang ahli waris atau pihak yang
bertanggung jawab :
1. Mendirikan bangunan yang bersifat permanen di atas petak tanah
pemakaman;
2. Mendirikan, memasang, menempatkan, menggantungkan benda apapun di
atas atau di dalam petak makam serta yang dapat memisahkan makam yang
satu dengan yang lain, kecuali plakat makam dan lambang pahlawan;
30
Pasal 31 Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Pemakaman. 31
Wawancara Pribadi dengan Iwa Kuswita, Kepala Seksi Pengendalian makam Dinas
Pertamanan dan Pemakaman Jakarta Pusat, Jakarta 24 September 2014.
58
3. Menanam pohon di atas petak makam kecuali tanaman hias yang letak dan
jenisnya ditentukan kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang
pemakaman.
Selain fungsi-fungsi beberapa hal di atas, fungi dari Perda DKI Jakarta No.3
Tahun 2007 tentang Pemakaman juga berfungsi agar pemakaman itu teratur dan
tertib. Selain itu, Perda DKI Jakarta No.3 Tahun 2007 tentang Pemakaman ini
juga terkait dengan fungsi dari Taman Pemakamn Umum yaitu;
a. Fungsi Khusus : Sebagai tempat pemakaman
b. Fungsi Ekologis : Sebagai daerah resapan air, pertumbuhan vegetasi
tanaman, pencipta iklim mikro.
c. Fungsi Sosial : Sebagai tempat interaksi sosial dan penziarahan.
d. Fungsi Estetis : Untuk memperindah wajah kota.
e. Fungsi Lainnya : Sebagai tempat evakuasi bencana.32
F. Bentuk Petak Makam
Didalam Perda DKI Jakarta No 3 Tahun 2007 Tentang pemakaman
mengenai bentuk petak makam telah diatur dalam pasal 35. Sebelum jenazah
dimakamkan, pihak ahli waris dari jenazah harus mendapatkan izin penggunaan
tanah makam dari kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang pemakaman.
32
Wawancara Pribadi dengan Iwa Kuswita, Kepala Seksi Pengendalian makam Dinas
Pertamanan dan Pemakaman Jakarta Pusat, Jakarta 24 September 2014.
59
Untuk mendapatkan izin, pihak ahli waris mengajukan permohonan secara tertulis
kepada kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang pemakaman.33
Izin penggunaan tanah makam ini hanya berlaku untuk jangka waktu tiga
tahun dan dapat diperpanjang setiap tiga tahun. Jika ingin memperpanjang, Sama
seperti jika mengajukan izin penggunaan tanah makam pihak ahli waris harus
mengajukan permohonan secara tertulis kepada kepala SKPD yang bertanggung
jawab di bidang pemakaman paling lambat tiga bulan setelah masa izin
penggunaan tanah makam berakhir.34
Ukuran perpetakan makam makam terdiri atas panjang maksimal 2,50 meter
dan lebar 1,50 meter, dengan kedalaman minimal 1,50 meter, kecuali apabila
tanahnya tidak memungkinkan. Yang dimaksud dengan keadaan tanah makam
tidak memungkinkan adalah secara teknis keadaam tanahnya mengandung air
dengan kedalaman 1,50 meter. Setiap perpetakan tanah makam harus diberi tanda
nisan berupa plakat makam. Yang dimaksud plakat makam adalah tanda nisan
yang dibuat dari beton dengan lapisan marmer, granit, porselin, dan keramik.35
Perda DKI Jakarta No.3 Tahun 2007 tentang Pemakaman memang belum
mengatur tentang tinggi makam, tetapi dengan inisiatif kepala taman pemakaman
biasanya hanya ditinggikan sejengkal dari tanah.36
33
Pasal 32 Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Pemakaman. 34
Pasal 33 Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Pemakaman. 35
Pasal 35 Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Pemakaman. 36
Wawancara Pribadi dengan Iwa Kuswita, Kepala Seksi Pengendalian makam Dinas
Pertamanan dan Pemakaman Jakarta Pusat, Jakarta 24 September 2014.
60
G. Sanksi Pelanggaran Terkait Pemakaman
Setiap hal apapun yang mengikat dalam hukum pastilah ada aturan yang
mengatur jika ada hal-hal yang melanggar dalam hukum tersebut. Dalam hal ini,
Perda DKI Jakarta juga mengatur bagaimana jika ada yang melanggar ketentuan
yang sudah diatur dalam Perda tersebut. Dalam pasal 47 Perda DKI Jakarta No. 3
Tahun 2007 Tentang Pemakaman, disebutkan sanksi administrasi terhadap
yayasan yang telah memiliki izin operasional tetapi melanggar ketentuan dalam
Perda ini, maka dikenakan sanksi administrasi berupa:
1. Peringatan Tertulis;
2. Pembatalan Perizinan;
3. Pencabutan Perizinan.
Dalam hal pelanggaran yang dipidanakan, Perda DKI Jakarta No 3 Tahun
2007 Tentang Pemakaman, pada bab XVI tentang Ketentuan Pidana pasal 49
menyebutkan :
1. Setiap orang dan atau yayasan yang melanggar terhadap ketentuan dalam
pasal 2 ayat 1 mengenai memakamkan jenazah di tempat pemakaman sesuai
dengan ketentuan agama atau kepercayaan yang dianut oleh jenazah yang
bersangkutan, pasal 10 ayat 5 mengenai kegiatan administrasi usaha
pelayanan pemakaman oleh yayasan yang dilakukan di areal atau lokasi
taman pemakaman, pasal 22 ayat 1 mengenai izin penudaan waktu
pemakaman yang melibihi waktu 24 jam, pasal 23 mengenai pengangkutan
jenazah, pasal 32 mengenai izin penggunaan tanah makam, pasal 42
61
mengenai laranngan-larangan terkait bangunan makam, pasal 43 mengenai
tata tertib menggunakan prasarana dan sarana dalam pemakaman, dalam
perda ini diancam dengan sanksi pidana kurungan paling lama 3 bulan atau
denda paling banyak Rp.50.000.000,00 ;
2. Setiap orang dan atau yayasan yang menyelenggarakan pelayanan
pemakaman yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pasal
10 mengenai pelayanan pemakaman dan pasal 23 mengenai pengangkutan
jenazah dalam perda ini diancam dengan sanksi pidana kurungan paling
lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp.50.000.000,00 ;
3. Sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada 2 ayat diatas adalah tindak
pidana pelanggaran;
4. Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat 3, dapat dibebani
biaya paksaan penegakan hukum;
5. Besarnya biaya paksaan penegakan hukum sebagaimana dimaksud pada
ayat 4 ditetapkan dengan keputusan Gubernur.
62
BAB IV
ANALISIS PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP BANGUNAN
MAKAM DALAM PERDA DKI JAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2007
TENTANG PEMAKAMAN
A. Bangunan Makam Menurut Hukum Islam
Dalam hal bangunan makam yang akan dibahas ini adalah tentang bentuk
petak makam. Wahbah zuhaili dalam Fiqh Islam menjelaskan bahwa ada 6 sifat
yang harus ada dalam bentuk makam, di antaranya :
1. Memperdalam galiannya agar tercegah terciumnya bau dan bahaya dari
binatang buas.
2. Meluaskan panjang, lebar dan kedalamannya. Menurut Imam Syafi’i dan
mayoritas ulama Hambali memperdalam kuburan itu kira-kira seukuran
orang laki-laki umumnya berdiri tegak, yaitu berdiri dengan dengan
mengangkat merentangkan kedua tangannya ke atas, atau seukuran empat
setengah hasta.
Imam Ahmad bin Hambal berkata “kuburan itu diperdalam hingga sampai
dada, laki-laki ataupun perempuan dalam hal ini sama saja. Sedangkan
menurut Imam Abu Hanifah, kedalamannya kira-kira seukuran orang
setengah berdiri, atau sampai batas dada. Jika lebih sampai ukuran orang
bediri itu lebih baik. Dengan demikian batas minimalnya adalah setengah
ukuran orang berdiri dan maksimalnya seperti orang berdiri. Adapun
panjangnya, kira-kira seukuran panjang mayat dan lebarnya kira-kira
setengah dari panjangnya.
63
Imam Malik berpendapat, kuburan disunnahkan untuk tidak terlalu dalam,
melainkan kira-kira seukuran satu hasta saja jika ada lubang lahat.
3. Berdasarkan kesepakatan ulama fiqh bahwa liang lahad itu lebih baik dari
pada syaqq.1 Syaqq ini makruh hukumya menurut Imam Ahmad bin
Hambal. Madzhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’i menerangkan dengan rinci
tentang hal ini, mereka berpendapat liang lahad lebih baik jika kondisi
tanahnya keras, jika kondisi tanahnya gembur atau basah maka syaqq lebih
baik digunakan karena dikhawatirkan tanah menjadi longsor atau ambruk.
Wajib hukumnya menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal,
sedang sunnah menurut Imam Malik dan Imam Abu Hanifah, meletakkan
mayat dalam kubur dengan menghadap kiblat dan menyandarkan
wajahnya ke tembok kubur.
4. Meninggikan kuburan seukuran jengkal saja agar diketahui bahwa itu
kuburan seseorang.
5. Menurut mayoritas ulama, dibuatkan gundukan tanah lebih baik daripada
rata saja. Mahdzab Hambali, mengecualikan di daerah perang jika sulit
untuk memindahkan mayat maka lebih baik untuk meratakan kubur
dengan tanah dan menutupinya, khawatir akan digali ataupun sejenisnya.
Mahdzab Syafi’i berpendapat, hal yang benar adalah meratakan kuburan
lebih baik daripada membuat gundukan.
1 Syaqq adalah menggali bagian dasar kuburan seperti sungai, atau melapisi dinding
sampingnya dengan batu atau sejenisnya yang tidak bisa tersentuh api, dan membuat diantara
keduanya lubang agak menjorok ke bawah untuk meletakkan jenazah, lalu ditutupi atasnya dengan
ubin, batu, atau kayu dan sejenisnya.
64
6. Berkaitan dengan bangunan kuburan serta hal-hal yang belum dibahas di
sini, terdapat beberapa hal yang dimakruhkan yaitu, tentang hukumnya
mencat kuburan dan membangunnya, menuliskan, dan menginap di
kuburan, menjadikan masjid, menciumya, thawaf, dan memberikan
wewangian, serta meminta kesembuhan dari penyakit pada makam. Begitu
juga makruh untuk melincinkan tanah menurut Maliki dan Hanafi.
Adapun tajsis, yaitu memutihkan (cat) atau memplester dengan kapur dan
semisalnya; mengukir, dan memahat kuburan, membuatkan bangunan
seperti kubah atau rumah maka hukumnya makruh karena dilarang. Jika
bangunan di atas kuburan itu untuk berbangga diri atau berada di tanah
yang khusus untuk penguburan sesuai dengan kebiasaan, atau tanah waqaf
maka haram hukumnya dan harus dirobohkan, karena untuk pamer seperti
bangga diri dan sombong yang terlarang, begitu juga bila berada di tanah
waqaf dan tanah kepemilikan umum, karena hal tersebut menyebabkan
sempit dan menyusahkan orang lain.
Adapun tulisan pada kuburan adalah makruh hukumnya menurut
mayoritas ulama, baik nama mayat tersebut atau lainnya, disisi kepala atau
lainnya, tulisan halus atau tebal, dan haram menulis Al-qur’an pada
kuburan menurut madzhab Maliki.
Madzhab Hanafi berpendapat, boleh saja menuliskan pada kuburan jika
dibutuhkan sehingga bekasnya tidak hilang dan terabaikan.
Kesimpulannya, larangan untuk menulis pada kuburan adalah bagi orang
yang tidak berkepentingan, dan menulis tanpa adanya alasan, ataupun
65
menulis Al-Qur’an, sya’ir, ataupun pujian, dan semisalnya maka hal inilah
yang dimakruhkan.
Adapun membuat masjid berada di atas kuburan adalah makruh
hukumnya, dan haram menurut sebagian ulama hadits dan mazhab
Hambali.
Melihat dari penjelasan di atas, penulis menarik kesimpulan dari bentuk
makam yang baik menurut hukum Islam adalah makam harus diperdalam
galiannya seukuran minimal 1,50 meter. Mengenai panjang dan lebarnya di
tentukan dari panjang tubuh jenazah yang akan dikubur, begitu pula lebarnya di
ambil setengah dari panjang jenazah. Kuburan dibuat liang lahad dan tidak
berbentuk liang syaqq. Jika sudah selesai dimakamkan, maka tanah dibuat
gundukan dan jangan diaratakan.
Adapun Tinggi gundukan diperkirakan seukuran satu jengkal saja. Tidak
ada bangunan apapun di atas makam, hanya ada tanda atau tulisan nama jenazah
yang biasanya ada pada di atas kepala jenazah. Ini dimaksudkan untuk mengenali
identitas jenazah agar memudahkan jika ingin berziarah.
Ketika memakamkan jenazah, harus menguburkan jenazah ditempat
pemakaman umum atau di tanah waqaf yang diperuntukkan untuk pemakaman,
biasanya ini adalah tanah waqaf bagi keluarga. Makruh hukumnya memakamkan
di dalam masjid, kalau di pelataran atau di luar area masjid atau tempat shalat
tidak apa-apa atau diperbolehkan.
66
B. Penerapan Perda DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang
Pemakaman Mengenai Bangunan Makam
Setelah kita mengetahui bentuk makam dalam hukum Islam, maka penulis
juga akan membahasa tentang bentuk makam dilihat dari Perda DKI Jakarta No 3
Tahun 2007 Tentang Pemakaman.
Ukuran perpetakan makam terdiri atas panjang maksimal 2,50 meter dan
lebar 1,50 meter, dengan kedalaman minimal 1,50 meter, kecuali apabila tanahnya
tidak memungkinkan. Keadaan tanah makam yang tidak memungkinkan adalah
secara teknis keadaan tanahnya mengandung air dengan kedalaman 1,50 meter.
Setiap perpetakan tanah makam harus diberi tanda nisan berupa plakat makam.
Plakat makam yang dimaksud adalah tanda nisan yang dibuat dari beton dengan
lapisan marmer, granit, porselin, dan keramik.
Dilarang mendirikan, memasang, menempatkan, menggantungkan benda
apapun di atas atau didalam petak makam serta yang dapat memisahkan makam
yang satu dengan yang lainnya, kecuali plakat makam dan lambang pahlawan.
Tidak diperbolehkan menanam pohon di atas petak makam kecuali tanaman hias
yang letak dan jenisnya ditentukan oleh kepala SKPD pemakaman. Mengenai
tinggi dalam petak makam ada baiknya hanya seukuran satu jengakal saja.
C. Pandangan Hukum Islam Terhadap Bangunan Makam Dalam Perda
DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Pemakaman
Sebagaimana yang dijelaskan di atas, hukum Islam telah mengatur
berbabagai masalah yang berkaiatan dengan bangunan makam. Melihat dari sudut
67
pandang hukum Islam tentang bangunan makam, Peraturan Daerah Nomor 3
Tahun 2007 Tentang Pemakaman, sangat sejalan dengan apa yang dijelaskan
dalam Hukum Islam. Mulai dari pengaturan tentang tanah makam yang ukuran
panjangnya maksimal 2.50 meter dan lebarnya maksimal 1.50 meter dengan
kedalaman minimal 1.50 meter, ini sejalan dengan apa yang dijelaskan dalam
aturan hukum Islam untuk panjang makam mengikuti ukuran panjang dan
lebarnya jenazah serta kedalamannya pun juga menggunakan ukuran minimal
setengah orang berdiri.
Namun dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007
Tentang Pemakaman ini mengharuskan memberi tanda nisan berupa plakat nisan
makam, hukum Islam ada beberapa pendapat yang menganggap bahwa hal ini
adalah makruh kalau hanya menulis nama jenazah, namun haram menurut
Madzhab Maliki jika menuliskan beserta ayat-ayat Al-qur’an pada tanda tersebut.
Mengenai hal-hal yang dilarang dalam Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 3
Tahun 2007 Tentang Pemakaman ini yaitu mendirikan bangunan yang bersifat
permanen di atas petak tanah pemakaman, mendirikan, memasang, menempatkan,
menggantungkan benda apapun diatas atau di dalam petak tanah makam serta
yang dapat memisahkan makam yang satu dengan yang lain sangat sejalan dengan
apa yang dijelaskan dalam Hukum Islam, hanya saja dalam hukum Islam ada yang
memberi hukum Makruh dalam hal mendirikan bangunan yang bersifat permanen,
asalkan makam tersebut tidak berada pemakaman umum, melainkan berada pada
makam yang tanah tersebut adalah tanah wakaf keluarga atau yang lainnya.
Mengingat ada yang berpendapat bahwa membangun kubah atau semacamnya itu,
68
hanya semata untuk menghormati orang yang dimakamkan dimakam tersebut.
Biasanya makam yang berkubah adalah makam-makam para Raja-raja, wali-wali,
ulama-ulama besar. Dengan dibangunnya Kubah yang dimaksudkan selain untuk
menghormati yang dimakamkan disitu juga agar para peziarah bisa merasa
nyaman jika berziarah ke makam tersebut.
69
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka
kesimpulan penelitian ini adalah:
1. Bentuk makam yang diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta
Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Pemakaman adalah Ukuran perpetakan
makam terdiri atas panjang maksimal 2,50 meter dan lebar 1,50 meter,
dengan kedalaman minimal 1,50 meter. Setiap perpetakan tanah makam
harus diberi tanda nisan berupa plakat makam. Dilarang mendirikan,
memasang, menempatkan, menggantungkan benda apapun di atas atau di
dalam petak makam serta yang dapat memisahkan makam yang satu
dengan yang lainnya. Tidak diperbolehkan menanam pohon di atas petak
makam kecuali tanaman hias yang letak dan jenisnya ditentukan oleh
kepala SKPD pemakaman. Mengenai tinggi dalam petak makam ada
baiknya hanya seukuran satu jengakal saja.
2. Menurut hukum Islam bentuk bangunan makam harus memperdalam
galian makam, dan panjang serta luasnya kira-kira mengikuti jenazah.
Meninggikan gundukan tanah dengan ukuran sejengkal dari tanah, agar
diketahui bahwa itu adalah makam. Tidak mencat kuburan, membuat
bangunan di atas kuburan, tidak mendirikan makam di dalam masjid,
70
makruh jika membaguskan makam jika tidak ada hal-hal yang membawa
kebaikan.
3. Pandangan hukum Islam melihat Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 3
Tahun 2007 Tentang Pemakaman yang mengatur tentang bangunan
pemakaman sangat sejalan. Perda Provinsi DKI Jakarta No 3 Tahun 2007
Tentang Pemakaman ini dibuat sangat sesuai dengan apa yang diatur
dalam hukum Islam. Hal-hal yang diatur dalam hukum Islam juga berguna
untuk kemashalatan dan kebaikan manusia. Namun pada beberapa makam
yang ada di DKI Jakarta belum sepenuhnya menjalankan atau menerapkan
apa yang diatur oleh Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2007
Tentang Pemakaman mengenai bentuk bangunan makam. Hal ini juga
melanggar apa yang telah diatur dalam hukum Islam. Dibeberapa taman
pemakaman umum di DKI Jakarta, Masih ada makam yang di atasnya
dibangun bangunan yang tidak diperbolehkan Perda Provinsi DKI Jakarta
Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Pemakaman maupun hukum Islam.
B. Saran-saran
Sesuai dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, maka saran yang
harus ditindaklanjuti dalam penelitian ini adalah:
1. Bagi Masyarakat atau ahli waris jika ada saudara atau kerabat yang
meninggal diharapkan agar mengikuti aturan-aturan yang telah dibuat oleh
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, jika jenazah ingin dimakamkan di
71
wilayah DKI Jakarta atau di tanah wakaf yang letaknya berada di wilayah
DKI Jakarta.
2. Bagi pihak Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau pemerintah
terkait yang bertugas di bidang pemakaman harap menindaklanjuti jika ada
beberapa makam yang belum sesuai dengan aturan Peraturan Daerah ini.
3. Bagi tokoh masyarakat atau lembaga-lembaga daerah yang terkait dengan
pemakaman, agar memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang aturan
mengenai bangunan makam menurut Perda DKI Jakarta Nomor 3 Tahun
2007 Tentang Pemakaman dan hukum Islam.
72
DAFTAR PUSTAKA
Al Aidrus, Alwi bin Abdullah. Permasalahan Penting Berhubungan Dengan
Rumah Allah (Masjid). Jakarta: Al Wafa Bi Ahdillah, 2014.
Al Asqalani, Ibnu Hajar. Fathul Baari Syarah Shahih Bukhari. diterjemahkan
oleh Amiruddin, Lc.Jakarta:Pustaka Azzam, 2004.
Al Baihaqi, Abu Bakar Ahmad bin al-Husein bin Ali. Sunan al-Kubra. Beirut:
Dar el-Fikr, tanpa tahun.
Al Bani, Muhammad Nashiruddin. Tuntunan Lengkap Mengurus Jenazah.
Penerjemah A.M. Basalamah. Jakarta: Gema Insani, 1999.
Al Mubarak, Syeikh Faisal bin Abdul Aziz. Nailul Authar. diterjemahkan oleh
Mu‟amal Hamidy, dkk dengan judul Terjemahan Nailul Authar jilid 3.
Surabaya: PT. Bina Ilmu,tt.
Al Nasaburi, Abi al Husein Muslim bin al Haj al Qusyairi. Shahih Muslim. Kairo:
Dar Ihya al Kutub al Arabiyah, 1968.
Al Nasaburi, Abi al Husein Muslim bin al Haj al Qusyairi. Shahih Muslim.
Riyadh: Dar-Assalam, 1998.
Al Sajastani, Abu Dawud Sulaiman Ibn al-Asy‟ats. Sunan Abu Dawud. Kairo: Dar
al-Hadits,1988.
Al Sajastani, Abu Dawud Sulaiman Ibn al-Asy‟ats. Sunan Abu Dawud. Beirut:
Dar Ibnu Hazm, 1998.
Al Syaibaniy, Ahmad ibn Muhammad ibn Hambal ibn Asad ibn Idris ibn
Abdullah ibn Hasan. Musnad al-Imam Ahmad bin Hambal. Kairo: Dar al-
Ma‟arif, 1949.
Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.
An Nasa‟i, Abi Abdurrahman Ahmad bin Syu‟aib. Sunan an-Nasa’i. Beirut : Dar
Ihya al-Turats al-'Arabi, t.th.
As Sagaf, Hasan Husen. Makkah Sekitar Maqam Dan Zam-Zam. T.tp., Cahaya
Ilmu, 2010.
As Sulaiman, Fahd bin Nashir bin Ibrahim. Fatwa-Fatwa Lengkap Seputar
Jenazah oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaîmin. Penerjemah
Muhammad Iqbal Ghazali. Jakarta: Darul Haq, 2006.
73
Ash Shiddiqie, Hasby. Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1971.
Asyur, Abdul Lathif. Adzab al-Qabri wa Na’imuhu wa izhat al-Maut,
diterjemahkan oleh Syatiri Matrais dengan Judul ”Pesan Nabi Tentang
Mati”.Jakarta: Cendikia, 2001.
At Tirmidzi as-Sullami, Muhammad bin „Isa Abu. Sunan at-Tirmidzi. Beirut: Dar-
Ihya at-Turats al-Arabi, tanpa tahun.
At Tirmidzi, Abu Isa Muhammad bin Isa. Jami’ at-Tirmidzi. Riyadh: Dar
Assalam, 1999.
Az Zuhaili, Wahbah. Fiqh Islam 2. Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani, dkk.
Jakarta: Gema Insani, 2010.
Bahjat, Ahmad. Qishahul Hayawan fil Qur’an: Kisah-kisah Hewan dalam Al-
Qur’an. Penerjemah Yendri Junaidi. Jakarta: Gema Insani Press, 2007.
Fakultas Syari‟ah dan Hukum, Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta: UIN Jakarta
Pres, 2007.
Fathul Ulum, Abu Ahmad Arif. 1 Jam Belajar Mengurus Jenazah panduan
praktis tata cara penyelenggaraan jenazah dan hukum-hukumnya. Jakarta:
Pustaka Darul Ilmi, 2009.
Glase, Cepil. Ensksiklopedia Islam:Ringkas. Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,
1990.
Hassan, Othan Mukim. Khulasah Kifayah Himpunan 600 Masalah Jenazah.
Malaysia: Pustaka Ilmi, 1995.
Herlambang, Muhammad Yudhy. Mencari Makna. Ttp: Ildisegono, 2010.
Ibn Ibrahim, Abdullah Muhammad Ibn Isma‟il. Shahih al-Bukhari. Beirut: Dar al-
Fikr, tanpa tahun.
Ibn Majah, Abdullah Ibn Yazid al Qazweni. Sunan Ibnu Majah. Beirut: Dar al-
Ihya al-Turath al-Araby, 1975.
Kompilasi Hukum Islam, Surabaya: Kesindo Utama,2010.
Moleong, Lexy.J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2004.
Mufid A.R, Ahcmad. Risalah Kematian. Yogyakarta: Total Media, 2007.
Muhammad Ahmadi, Fahmi dan Jaenal Arifin. Metode penelitian Hukum.
Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif hidyatullah, 2004.
74
Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia. Surabaya:
Pustaka Progresif, 2002.
Ni‟amurrahman, Nanang dkk, ed., Ensiklopedia Hadits, vol. 1-8. Jakarta:
Almahira, 2013.
Noverzhandy, Welvis. Tata Cara Pengurusan Jenazah Mutilasi di Rumah Sakit
dr. Cipto Mangunkusumo Dalam Perspektif Hukum Islam. Skripsi S1
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Negeri Jakarta, 2003.
Peraturan Daerah Provinsi Jakarta Nomor 3 tahun 2007 Tentang Pemakaman.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1987 Tentang
Penyediaan dan Penggunaan Tanah Untuk Keperluan Tempat Pemakaman.
Sabbiq, Sayyid. Fiqhussunnah, diterjemahkan oleh Mahyudin Syaf dengan judul
Fiqh Sunnah 4. Bandung: PT. Alma‟Arif, 1978.
Shalih, Muhammad al-utsaimin. Fatwa-fatwa Lengkap Tentang Jenazah. Jakarta:
Darul Haq, 2006.
Syam, Nur. Islam Pesisir. Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara, 2005.
Tebba, Sudirman. Kiat Sukses Menjemput Maut. Banten: Pustaka irVan, 2006.
Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,
2007.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.
Wawancara Pribadi dengan Iwa Kuswita. Kepala Seksi Pengendalian makam
Dinas Pertamanan dan Pemakaman Jakarta Pusat. Jakarta. 24 September
2014.
Zuhaili, Wahbah. Fiqih Islam 2, penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani, dkk.
Jakarta: Gema Insani, 2010.
Website:
Abee azra, “Maqbaroh”, artikeldiakses pada 18 November 2014
darihttp://magarsari.blogspot.com/2011/05/maqbaroh.html
Artikel Diakses pada 18 November 2014 darihttp://harmoni-
my.org/arkib/kisahnabi/index.htm#page=kisahhabildanqabilputeranabiada
mas.htm
Bersama dakwah, “Hukum Mendirikan Bangunan diatas kuburan Menurut
Madzhab Syafi‟i”, artikel diakses pada 7 Oktober 2013 dari
http://www.bersamadakwah.com/2013/09/hukum-mendirikan-bangunan-
di-atas.html
75
Fungsi perda dalam peraturan perundang-undangan, internet diakses pada 17
September2014darihttp://jdih.bphn.go.id/index.php?option=com_content&
view=article&id=262&Itemid=18
Idris Thaha, “Makam Atau Maqam”, artikel diakses pada 9 Desember 2014 dari
http://al-amien.ac.id/2011/03/30/makam-atau-maqam/
Okezone, “Kepala Dinas Pertamanan: Makam Uje Langgar Standar”, artikel
diakses pada 7 oktober 2013 dari
http://celebrity.okezone.com/read/2013/09/27/33/873013/kepala-dinas-
pertamanan-makam-uje-langgar-standar
Pengertian peraturan pemerintah, internet diakses pada 17 September 2014 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Peraturan_perundang-
undangan_Indonesia#Peraturan_Daerah
1
Wawanacara dengan Bapak Iwa Kuswita, selaku Kepala Seksi Pengendalian Makam Dinas
Pertamanan dan Pemakaman Jakarta Pusat Jakarta, Hari Rabu, 24 September 2014 pukul
08.30-09.45 WIB
1. Siapa nama bapak?
-Iwa Kuswita
2. Bapak menjabat sebagai apa? Sudah berapa lama menjabat?
-Kepala Seksi Pengendalian Makam Dinas Pertamanan dan Pemakaman Jakarta
Pusat, saya menjabat sudah hampir 1 tahun.
3. Langsung saja pak, pengertian pemakaman menurut bapak itu seperti apa?
-Kalau saya mengacu pada Buku Besar, pemakaman itu adalah Tempat Pemakaman
4. Didalam masalah pemakaman, ada perda DKI Jakarta yang mengatur tentang
pemakaman, tolong bapak jelaskan bagaimana filosofis terbentuknya perda ini?
-dimulai pada masa Gubernur ke 4 DKI Jakarta, Bapak Ali Sadikin yang menjabat
dari Tahun 1966-1977. Salah satu program kerjanya yaitu tentang pengelolaan
makam. Demi suksesnya pelaksanna Master Plan Jakarta, perlu dilakukan penertiban
tempat-tempat pemakaman yang bukan dalam pengawasan, pengurusan, dan
pengelolaan Pemda DKI. Misalnya, makam desa, makam wakaf, makam keluarga, dll.
Langkah berikutnya adalah dibuatnya Perda Nomor 2 Tahun 1973 (ini adalah Perda
pertama tentang pemakaman). Yang isinya mengatur semua pemakaman yang berada
di Provinsi DKI Jakarta dibawah pengawasan, pengurusan, dan pengelolaan Pemda,
kecuali makam dibawah pengelolaan pemerintahan pusat.
Seiring berjalannya waktu Perda Nomor 2 Tahun 1973 mengalami perubahan menjadi
Perda Nomor 1 Tahun 1978- Perda Nomor 2 Tahun 1992- Perda Nomor 3 Tahun
2007.
5. Landasan yuridis dibentuknya perda ini apa pak?
-landasan yuridis atau landasan hukum di bentuknya perda ini (No 3 Tahun 2007)
adalah:
a. UU No 26/2007
b. Peraturan Pemerintah No 9/1987 tentang penyediaan dan penggunaan
Tanah untuk keperluan pemakaman
c. Keputusan Mendagri No 26/1989 Tentang pedoman pelaksanaan PP
No 9/1987
d. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 1/2007 tentang penataan kawasan
ruang terbuka hijau perkotaan
e. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 5/2008 tentang penyediaan
dan pemanfaatan ruang terbuka hijau kawasan perkotaan
f. keputusan Gubernur No 697/ 1985 tentang blok makam khusus di
wilayah DKI Jakarta dan kriteria penggunaanya.
2
6. Mengenai bentuk makam, bagaimana sebenarnya bentuk makam sesuai perda?
-kalau melihat perda, memang belum di atur secara spesifik bagaimana bentuk makam
yang seharusnya. Tetapi dalam perda sudah mengatur bahwa bentuk atau petak
makam panjang maksimal 2,5 m dan lebar maksimal 1,5 m, serta kedalaman makam
minimal 1,5m. Perda memang belum mengatur tentang tinggi makam, tetapi dengan
inisiatif kepala taman pemakaman biasanya hanya ditinggikan sejengkal. Mungkin
kedepannya akan diatur tentang tinggi makam yang seharusnya.
7. Dalam aturan bangunan makam, apa saja yang dilarang dalam hal bangunan
makam?
-mengenai pelarangan dalam hal bangunan diatas makam, bisa melihat pada perda No
3/2007 tentang pemakamn, yang isinya dilarang:
a. mendirikan bangunan yang bersifat permanen di atas petak tanah
pemakaman
b. mendirikan, memasang, menempatkan, menggantungkan benda apapun
di atas atau didalam petak makam serta yang dapat memisahkan
makam yang satu dengan yang lainnya, kecuali plakat makam dan
lambang pahlawan.
c. menggunakan peti jenazah yang tidak mudah hancur, dan
d. menanam pohon diatas petak tanah makam kecuali tanaman hias yang
letak dan jenisnya ditentukan kepala SKPD yang bertanggung jawab di
bidang pemakaman.
8. Didalam perda ini, ada beberapa sanksi secara administrasi tehadap perda ini
yang ditujukan hanya pada yayasan, apakah ada sanksi juga bagi ahli waris
yang melanngar perda ini? Sanksi seperti apa pak?
-perda ini memang sudah mengatur tentang sanksi jika ada yang melanggar, tetapi
pelaksanaanya belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Mengenai sanksi yang
ditujukan kepada yayasan, dalam hal ini yayasan atau ahli waris sama saja sanksinya.
9. Kalau untuk sanksi jika melanggar aturan bentuk atau petak makam
bagaimana?
-ya biasanya kita akan menegur dahulu, setelah itu kita akan memberikan peringatan
tertulis, pembatalan perizinan, pencabutan perizinan.
10. Bagaimana tahapan-tahapan diberikannya sanksi tersebut?
sama saja ya, yang pertama kita akan memberikan teguran, setelah kita tegur tetapi
tidak ditanggapi, maka kita akan tegur secara tertulis, kalau tidak melaksanakan apa
yang telah diperintah oleh teguran tertulis, maka terpaksa kita akan eksekusi
pelanggaran terkait. Tetapi jika pada tahap eksekusi sampai saat ini hanya beberapa
yang melaksanakannya.
3
11. Selama bapak menjabat sebagai Kepala Seksi Pengendalian Makam, sudah
berapa kali yang melanggar perda ini terkait bentuk petak makam atau
bangunan makam?
-kalau selama saya menjabat, banyak juga yang melanggar, tetapi itu pelan-pelan
sudah kita beri penjelasan tentang perda ini terkait bagaimana bentuk atau petak
makam yang sesuai dengan perda.
12. Bagaimana pandangan bapak, mengenai makam-makam yang sudah lama dan
masih ada beberapa yang bangunan makamnya tidak mengikuti aturan perda
ini?
-sebenarnya dalam Program DKI Jakarta tentang pemakaman ada yang namanya
plaketisasi makam, yaitu penyeragaman bentuk makam yang bertujuan menjadikan
makam yang Hijau, Indah, Tertib, Teratur. Namun memang sampai sekarang belum
semuanya terlaksanakan.
13. Apakah perda ini hanya berlaku untuk Taman pemakaman Umum yang
dikelola Pemprov DKI saja atau juga berlaku untuk pemakaman yang tidak
dikelola Pemprov DKI (tanah wakaf)? Bagaimana jika pemakaman tanah wakaf
itu melanggar perda ini?
-perda ini hanya berlaku khusus bagi makam-makam yang dikelola oleh Pemprov
DKI Jakarta. Kalau seandainya ada tanah wakaf yang diperuntukkan sebagai makam
tetapi tidak mengikuti hal-hal yang berada di perda ini, tidak apa-apa, sejauh tidak ada
pihak yang dirugikan.
14. Kembali lagi pak mengenai perda ini, sebenarnya fungsi dari perda ini apa pak?
-fungi dari perda ini agar pemakaman itu teratur dan tertib. Dan juga perda ini terkait
dengan fungsi dari Taman Pemakamn Umum yaitu;
a. Fungsi Khusus : Sebagai Tempat Pemakaman
b. Fungsi Ekologis : Sebagai Daerah resapan air, Pertumbuhan
Vegetasi tanaman, pencipta iklim mikro
c. Fungsi Sosial : sebagai tempat Interaksi Sosial dan
Penziarahan
d. Fungsi Estetis : Untuk memperindah wajah Kota
e. Fungsi Lainnya : sebagai tempat evakuasi bencana
15. Apakah sudah sesuai dengan apa yang diharapkan dari fungsi-fungsi tersebut?
-belum 100% sesuai, tetapi kedepannya kita akan berupaya agar tercapai dengan apa
yang diharapkan.
16. Terakhir pak, apa program kedepan pemerintah dalam hal pemakaman?
-program-progran yang sudah ada kita akan lanjutkan.
Seperti tadi ya, plaketisasi makam, lalu penataan Taman Pemakaman Umum,
menjadikan Taman pemakaman umum sebagai interaksi sosial, dengan itu kita akan
membangun disetiap TPU, taman bermain anak-anak untuk wilayah sekitar makam,
4
ataupu bagi anak-anak peziarah yang diharapkan agar orang tua dari anak-anak
tersebut tidak merasa terganggu oleh anak-anak mereka jika akan berziarah.
Kesemuanya ini agar tidak menjadi doktrin dimasyarakat bahwa makam itu tidak lagi
seram atau tidak terurus, tetapi makam adalah Taman bagi masyarakat, taman yang
hijau, indah, teratur, dan tertib
PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 3 TAHUN 2007
TENTANG
PEMAKAMAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang : a. bahwa Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dengan wilayah yang
sangat te batas serta pertambahan penduduk yang pesat, senantiasa masih menghadapi masalah tanah untuk pemakaman;
b. bahwa tempat pemakaman merupakan kebutuhan setiap warga masyarakat dengan tetap memperhatikan keyakinan agamanya masing-masing;
c. bahwa Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2 Tahun 1992
tentang Pemakaman Umum Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi dan perkembangan kota Jakarta serta penyelenggaraan pemerintahan daerah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk lebih meningkatkan pelayanan pemakaman, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pemakaman;
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495);
4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5301);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
6. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah
Khusus ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3878);
7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048);
8. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4132) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Namor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4430);
9. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1987 tentang Penyediaan dan
Penggunaan Tanah Untuk Keperluan Tempat Pemakaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 33050);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas
Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3721);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan
Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609);
17. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006;
18. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 1989 tentang Pedoman
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1987 tentang Penyediaan dan Penggunaan Tanah Untuk Keperluan Tempat Pemakaman;
19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah;
20. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 1967 tentang Pemberian Penghargaan Kepada Seseorang dan/atau Badan yang Berjasa Kepada Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1967 Nomor 57);
21. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1986 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di
Lingkungan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1986 Nomor 86);
22. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1999 Nomor 23);
23. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Bentuk Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2001 Nomor 66);
24. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pokok-pokok Pengelolaan
Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2001 Nomor 92);
25. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Keprotokolan Di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2004 Nomor 6);
26. Peraturah Daerah Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Barang Daerah
(Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2004 Nomor 72);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
Dan
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PEMAKAMAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksudkan dengan : 1. Daerah adalah Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
3. Gubernur adalah Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
5. Perangkat Daerah adalah Perangkat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta yang terdiri dari Sekretaris Daerah, Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Dinas Teknis, Lembaga Teknis Daerah, Kotamadya/Kabupaten Administrasi, Kecamatan dan Kelurahan.
6. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Satuan
Kerja Perangkat Daerah pada Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
7. Yayasan adalah yayasan yang berbentuk badan hukum yang bergerak dibidang sosial keagamaan dan kemanusiaan.
8. Taman pemakaman adalah lahan yang digunakan untuk memakamkan jenazah
yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana.
9. Krematorium adalah tempat pembakaran jenazah dan/atau kerangka jenazah.
10. Jenazah adalah jasad orang meninggal dunia secara medis.
11. Tempat penyimpanan abu jenazah adalah tempat yang dibangun di lingkungan krematorium yang dipergunakan untuk menyimpan abu jenazah setelah dilakukan perabuan (kremasi).
12. Rumah duka adalah tempat persemayanan jenazah sementara menunggu
pelaksanaan pemakaman dan/atau perabuan jenazah (kremasi).
13. Usaha pelayanan pemakaman adalah kegiatan atau usaha yang bergerak di bidang pelayanan pemakaman.
BAB II
TAMAN PEMAKAMAN
Pasal 2
1) Setiap ahli waris dan/atau pihak yang bertanggung jawab memakamkan jenazah,
wajib memakamkan jenazah di taman pemakaman sesuai dengan ketentuan agama atau kepercayaan yang dianut oleh jenazah yang bersangkutan.
2) Taman pemakaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi ; taman pemakaman milik Pemerintah Daerah dan taman pemakaman bukan milik Pemerintah Daerah meliputi antara lain Tanah Wakaf.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan taman pemakaman milik Pemerintah
Daerah dan taman pemakaman yang bukan milik Pemerintah Daerah diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 3
Taman pemakaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, diperuntukan bagi:
a. warga masyarakat Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang meninggal dunia
didalam/luar wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
b. \warga masyarakat lainnya yang meninggal dunia di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Pasal 4
1) Dalam taman pemakaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dapat
disediakan blok khusus yang diperuntukan bagi:
a. pahlawan nasional dan/atau perintis kemerdekaan;
b. pejabat negara;
c. pejabat daerah; dan
d. tokoh masyarakat.
2) Penetapan mengenai kriteria pahlawan nasional dan/atau perintis kemerdekaan serta pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai blok khusus serta kriteria pejabat daerah dan tokoh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d, diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 5
Dalam taman pemakaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, terdiri atas bagian-bagian atau blok-blok tanah makam berdasarkan agama.
BAB III
KREMATORIUM DAN TEMPAT PENYIMPANAN ABU JENAZAH
Pasal 6
1) Pembakaran jenazah dan/atau kerangka jenazah sesuai ketentuan agama atau
kepercayaan yang dianutnya, dilakukan di Krematorium.
2) Pengelolaan krematorium sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan oleh yayasan.
Pasal 7
Gubernur menetapkan lokasi pembakaran jenazah dan/atau kerangka jenazah serta tempat penyimpanan abu jenazah yang dibangun di lingkungan krematorium sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dengan ketentuan :
a. tidak berada dalam wilayah padat penduduk;
b. memperhatikan keserasian dan keselarasan lingkungan hidup;
c. mencegah pengrusakan tanah dan lingkungan hidup; dan
d. mencegah penyalahgunaan tanah yang berlebihan.
Pasal 8
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pengelolaan krematorium dan tempat penyimpanan abu jenazah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7, diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB IV
USAHA PELAYANAN PEMAKAMAN
Pasal 9
Usaha pelayanan pemakaman meliputi:
a. pelayanan jasa pengurusan jenazah;
b. angkutan jenazah;
c. pembuatan peti jenazah;
d. perawatan jenazah;
e. pelayanan rumah duka;
f. pengabuan atau kremasi;
g. tempat penyimpanan abu jenazah; dan
h. kegiatan atau usaha lain di bidang pelayanan pemakaman.
Pasal 10
1) Usaha Pelayanan pemakaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dilakukan
oleh SKPD yang bertanggungjawab di bidang pemakaman dan masyarakat.
2) Usaha pelayanan pemakaman yang dilakukan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbentuk yayasan dan wajib mendapat izin operasional dari Kepala SKPD yang bertanggungjawab di bidang pemakaman.
3) Ahli waris dan/atau pihak yang bertanggungjawab memakamkan jenazah dapat
juga melakukan pelayanan pemakaman baik secara perorangan maupun kekeluargaan.
4) Izin operasional pelayanan pemakaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
berlaku selama yayasan masih berjalan dengan ketentuan setiap 3 (tiga) tahun harus didaftar ulang kepada Kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang Pemakaman.
5) Kegiatan administrasi usaha pelayanan pemakaman oleh yayasan dilarang
dilakukan di areal/lokasi Taman Pemakaman.
6) Tarif usaha pelayanan pemakaman yang ditetapkan oleh yayasan wajib dilaporkan kepada Kepala SKPD yang bertanggungjawab di bidang pemakaman.
7) Usaha pelayanan pemakaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenakan
retribusi, yang besarannya ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Pasal 11
Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur- tarif, tata cara, dan persyaratan perizinan pelayanan pemakaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10, diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB V
PERENCANAAN DAN PENGADAAN
Pasal 12
1) Kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang pemakaman menyusun rencana
induk pemakaman yang memuat kebutuhan lahan pemakaman, lokasi pemakaman, dan kebutuhan prasarana dan sarana pemakaman sebagai bagian dari rencana pembangunan daerah.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana induk pemakaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 13
Gubernur dengan persetujuan DPRD, menetapkan penutupan dan/atau perubahan peruntukan taman pemakaman.
Pasal 14
1) Rencana kebutuhan lahan pemakaman, tempat penyimpanan abu jenazah, dan
rumah duka serta kebutuhan prasarana dan sarana pemakaman, sesuai standardisasi penggunaan lahan makam, tempat penyimpanan abu jenazah, rumah duka, prasarana dan sarana, serta standar biaya pelayanan pemakaman.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai standardisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 15
1) Yayasan dapat mengadakan tempat penyimpanan abu jenazah, dan rumah duka,
serta prasarana dan sarana pemakaman sesuai standar dan persyaratan yang ditetapkan.
2) Persyaratan yayasan dalam pengadaan tempat penyimpanan abu jenazah, dan rumah duka, serta prasarana dan sarana pemakaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus berbentuk badan hukum.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara yayasan dalam
pengadaan tempat penyimpanan abu jenazah, dan rumah duka serta prasarana dan sarana pemakaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB VI
PENYELENGGARAAN PEMAKAMAN
Bagian Kesatu
Pemakaman Jenazah
Pasal 16
Pemakaman jenazah oleh ahli waris atau pihak yang bertanggungjawab memakamkan dilakukan dalam waktu kurang dari 24 (dua puluh empat) jam setelah memperoleh izin
penggunaan tanah makam dari Kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang pemakaman.
Pasal 17
1) Setiap jenazah yang akan dimakamkan di taman pemakaman, ahli waris atau
pihak yang bertanggung jawab memakamkan jenazah wajib memperoleh izin dari Kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang pemakaman dengan melampirkan :
a. surat keterangan laporan kematian dari Lurah setempat;
b. surat keterangan pemeriksaan jenazah dari rumah sakit atau Puskesmas;
c. foto kopi kartu keluarga; dan
d. foto kopi kartu tanda penduduk orang yang meninggal.
2) Setiap jenazah dari luar daerah yang akan dimakamkan di taman pemakaman, ahli
waris atau pihak yang bertanggung jawab memakamkan jenazah wajib memperoleh izin dari Kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang pemakaman dengan melampirkan:
a. surat keterangan pemeriksaan jenazah dari rumah sakit atau Puskesmas
daerah asal orang yang meninggal,
b. surat keterangan laporan kematian dari Lurah/Kepala Desa daerah asal orang yang meninggal;
c. surat pengantar kematian dari Kepala SKPD yang bertanggungjawab di bidang
Kesehatan daerah asal orang yang meninggal;
d. foto kopi kartu keluarga; dan
e. foto kopi kartu tanda penduduk orang yang meninggal.
3) Setiap jenazah dari luar negeri yang akan dimakamkan di taman pemakaman, ahli waris atau pihak yang bertanggung jawab memakamkan jenazah wajib memperoleh izin dari Kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang pemakaman, dengan melampirkan :
a. surat keterangan pemeriksaan jenazah dari rumah sakit negara asal orang
yang meninggal;
b. surat keterangan dari Duta Besar atau Kepala Perwakilan Negara Republik Indonesia di negara tempat orang yang meninggal;
c. surat keterangan dari Menteri Luar Negeri atau Pejabat yang ditunjuk;
d. paspor yang bersangkutan;
e. foto kopi kartu keluarga; dan
f. foto kopi kartu tanda penduduk orang yang meninggal.
Pasal 18
1) Setiap jenazah yang akan dibawa keluar daerah, ahli waris atau pihak yang bertanggung jawab memakamkan jenazah wajib melaporkan kepada Kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang pemakaman, dengan melampirkan: a. surat keterangan pemeriksaan jenazah dari rumah sakit atau Puskesmas
setempat;
b. surat keterangan laporan kematian dari Lurah setempat;
c. surat keterangan dari Kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang kesehatan;
d. foto kopi kartu keluarga; dan
e. foto kopi kartu tanda penduduk orang yang meninggal,
2) Setiap jenazah yang akan dibawa ke luar negeri, ahli waris atau pihak yang
bertanggung jawab memakamkan jenazah wajib melaporkan kepada Kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang pemakaman, dengan melampirkan :
a. surat keterangan pemeriksaan jenazah dari Rumah Sakit Pemerintah;
b. surat keterangan dari Duta Besar atau Kepala Perwakilan Negara asal orang
yang meninggal;
c. surat keterangan dari Menteri Luar Negeri atau Pejabat yang ditunjuk; dan
d. kelengkapan dokumen keimigrasian.
Pasal 19
Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 18, Kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang pemakaman mengeluarkan izin penggunaan tanah makam dan/atau izin pengangkutan jenazah.
Pasal 20
Perangkat Daerah yang bertanggung jawab di bidang pemakaman, wajib mengurus dan melaksanakan pemakaman bagi jenazah orang terlantar dan keluarga miskin atas beban biaya Pemerintah Daerah.
Pasal 21
Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pemakaman jenazah, izin penggunaan tanah makam, dan izin pengangkutan jenazah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 20, diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Kedua
Penundaan Waktu Pemakaman
Pasal 22
1) Jenazah yang akan dimakamkan lebih dari 24 (dua puluh empat) jam, ahli waris
atau pihak yang bertanggungjawab wajib memiliki izin penundaan waktu pemakaman dari Kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang pemakaman.
2) Izin penundaan waktu pemakaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 5 (lima) hari sejak orang bersangkutan meninggal, dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan, kecuali jenazah penderita penyakit menular.
3) Jenazah yang pemakamannya ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
harus disimpan dalam peti jenazah yang sesuai dengan standar yang ditetapkan Kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang pemakaman.
Bagian Ketiga
Pengangkutan dan Pengawalan Jenazah
Pasal 23
1) Jenazah yang akan dimakamkan di taman pemakaman yang menggunakan
kendaraan bermotor, wajib menggunakan kendaraan jenazah yang memenuhi persyaratan.
2) Persyaratan kendaraan jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. kendaraan harus sesuai peruntukannya, memenuhi persyaratan teknis, dan laik jalan;
b. warna kendaraan harus putih atau hitam;
c. dipasang sirene dan lampu serine pada bagian atas kendaraan dan dinyalakan atau dibunyikan saat membawa jenazah;
d. dilengkapi dengan alat pengusung jenazah disertai dengan kain lurub
berwarna hitam atau hijau;
e. berpintu satu pada sisi kanan dan kiri depan, serta dua pintu pada bagian belakang kendaraan;
f. pada sisi kanan dan kiri kendaraan bertuliskan "Mobil Jenazah", dan nama
Yayasan Pengelola;
g. memiliki izin operasional kendaraan pengangkutan jenazah dari Kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang pemakaman; dan
h. memiliki izin pengangkutan jenazah dari Kepala SKPD yang bertanggung
jawab di bidang pemakaman.
Pasal 24
Warga masyarakat dapat mengiringi kendaraan jenazah dengan ketentuan sebagai berikut:
a. kendaraan harus sesuai peruntukannya, memenuhi persyaratan teknis, dan laik
jalan;
b. dilengkapi dengan tanda berupa bendera warna kuning;
c. harus menghidupkan lampu atau tanda-tanda lain; dan
d. harus mematuhi peraturan lalu lintas dan angkutan jalan.
Pasal 25
Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pengangkutan dan pengawalan jenazah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan Pasal 24, diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Keempat
Pemindahan dan Penggalian Jenazah/Kerangka
Pasal 26
1) Pemindahan jenazah/kerangka dari satu petak tanah makam ke petak tanah makam lainnya, dapat dilakukan atas permintaan ahli waris atau pihak yang bertanggung jawab memakamkan jenazah.
2) Pemindahan jenazah/kerangka sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan terhadap jenazah/kerangka yang telah dimakamkan paling singkat satu tahun, dan harus mendapatkan izin tertulis dari Kepala SKPD yang bertanggungjawab di bidang pemakaman.
Pasal 27
1) Penggalian jenazah/kerangka dapat dilakukan untuk kepentingan penyidikan dalam
rangka penyelesaian suatu perkara atas permintaan pejabat yang berwenang, setelah mendapat izin dari Kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang pemakaman.
2) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon menyampaikan permohonan penggalian kepada Kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang pemakaman dengan melampirkan surat keterangan dari ahli waris
atau penanggung jawab penggalian jenazah/kerangka, dan surat keterangan dari Kepolisian.
Pasal 28
Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur-dan tata cara pemindahan dan penggalian jenazah/kerangka sebagaimana dimaksud aalam Pasal 26 dan Pasal 27, diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 29
Gubernur atas persetujuan DPRD dapat melakukan pemindahan jenazah/kerangka untuk kepentingan umum.
Bagian Kelima
Waktu Pemakaman
Pasal 30
Waktu memakamkan dan memindahkan, serta mengabukan atau kremasi jenazah, dilakukan antara pukul 06.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB, kecuali apabila Kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang pemakaman mengizinkan dilakukan pekerjaan tersebut di luar waktu dimaksud.
Bagian Keenam
Upacara Pemakaman
Pasal 31
1) Kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang pemakaman memfasilitasi
pemakaman jenazah pejabat negara, pejabat daerah, dan tokoh masyarakat dalam upacara pemakaman.
2) Tata cara upacara pemakaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VII
PENGGUNAAN TANAH MAKAM
Bagian Kesatu
Izin Penggunaan Tanah Makam
Pasal 32
1) Setiap penggunaan tanah makam di taman pemakaman wajib mendapatkan izin
penggunaan tanah makam dari Kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang pemakaman.
2) Untuk mendapatkan izin penggunaan tanah makam sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ahli waris atau penanggung jawab pemakaman mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang pemakaman.
Pasal 33
1) Izin penggunaan tanah makam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang setiap 3 (tiga) tahun.
2) Untuk mendapatkan perpanjangan izin penggunaan tanah makam sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ahli waris atau penanggung jawab atas penggunaan tanah makam, harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang pemakaman paling lama 3 (tiga) bulan setelah masa izin penggunaan tanah makam berakhir
Pasal 34
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pengajuan permohonan dan pemberian izin penggunaan tanah makam serta perpanjangan izin penggunaan tanah makam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan Pasal 33, diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Kedua
Petak Tanah Makam
Pasal 35
1) Ukuran perpetakan tanah makam terdiri atas panjang maksimal 2,50 (dua koma lima puluh) meter dan lebar 1,50 (satu koma lima puluh) meter, dengan kedalaman minimal 1,50 (satu koma lima puluh) meter, kecuali apabila keadaan tanahnya tidak memungkinkan.
2) Setiap perpetakan tanah makam harus diberi tanda nisan berupa plakat makam.
3) Kepala SKPD yang bertanggungjawab dibidang pemakaman dapat menetapkan perpetakan tanah makam selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila terdapat pemakaman secara massal.
Pasal 36
1) Setiap petak tanah makam di taman pemakaman harus digunakan untuk
pemakaman dengan cara bergilir atau berulang pada tiap berakhirnya penggunaan tanah makam.
2) Tiap petak tanah makam di taman pemakaman dipergunakan untuk pemakaman tumpangan, kecuali keadaan tanahnya tidak memungkinkan.
3) Pemakaman tumpangan dilakukan diantara jenazah anggota keluarga dan apabila
bukan anggota keluarga, harus ada izin tertulis dari keluarga ahli waris atau pihak yang bertanggung jawab atas tanah makam yang ditumpangi.
4) Pemakaman tumpangan dapat dilakukan di atas atau di samping jenazah yang
telah dimakamkan, dengan ketentuan jarak antara jenazah dengan permukaan tanah paling rendah satu meter.
5) Pemakaman tumpangan dapat dilakukan sesudah jenazah lama dimakamkan
paling singkat 3 (tiga) tahun.
Pasal 37
Petak tanah makam hanya diperuntukar bagi jenazah atau kerangka dan tidak diperbolehkan untuk pesanan persediaan bagi orang yang belum meninggal dunia.
BAB VIII
PEMANFAATAN PRASARANA DAN SARANA PEMAKAMAN
Pasal 38
1) Ahli waris atau penanggung jawab jenazah dan/atau yayasan dapat memanfaatkan
prasarana dan sarana pelayanan pemakaman yang dimiliki SKPD yang bertanggung jawab di bidang pemakaman.
2) Setiap pemanfaatan sarana pelayanan pemakaman sebagaimana dimaksud ayat (1), dikenakan retribusi.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara untuk memanfaatkan
prasarana dan sarana pelayanan pemakaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 39
Kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang pemakaman menyediakan prasarana dan sarana lingkungan taman pemakaman
BAB IX
DATA DAN INFORMASI PEMAKAMAN
Pasal 40
1) Kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang pemakaman mengumpulkan,
mengolah, menganalisis, menyimpan, menyajikan, dan menyebarluaskan data dan informasi pemakaman kepada SKPD terkait dan masyarakat.
2) Kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang pemakaman membentuk dan mengembangkan sistem informasi pemakaman sebagai pusat data dan informasi pemakaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
3) Sistem informasi dan data pemakaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh Kepala SKPD, masyarakat dan seluruh pengguna data dan informasi pemakaman.
BAB X
RETRIBUSI
Pasal 41
Atas pelayanan izin penggunaan tanah makam, perizinan, penggunaan sarana pelayanan pemakaman milik Pemerintah Daerah, dikenakan retribusi yang besarnya ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
BAB XI
LARANGAN DAN TATA TERTIB
Bagian Kesatu
Larangan
Pasal 42
Setiap ahli waris dan/atau pihak yang bertanggungjawab memakamkan jenazah dilarang:
a. mendirikan bangunan yang bersifat permanen di atas petak tanah pemakaman;
b. mendirikan, memasang, menempatkan, menggantungkan benda apapun di atas
atau di dalam petak tanah makam serta yang dapat memisahkan makam yang satu dengan yang lain, kecuali plakat makam dan lambang pahlawan;
c. menggunakan peti jenazah yang tidak mudah hancur; dan
d. menanam pohon di atas petak tanah makam kecuali tanaman hias yang letak dan
jenisnya ditentukan Kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang pemakaman.
Bagian Kedua
Tata Tertib
Pasal 43
1) Setiap orang yang menggunakan prasarana dan sarana di taman pemakaman wajib mengindahkan tata tertib.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai taUs tertib di taman pemakaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB XII
KERJASAMA
Pasal 44
1) Gubernur dapat melakukan kerjasama dalam penyelenggaraan pelayanan
pemakaman dengan Pemerintah Daerah lain atau yayasan.
2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan keputusan bersama atau perjanjian kerjasama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 45
1) Pembinaan penyelenggaraan pelayanan pemakaman dilakukan oleh SKPD yang
bertanggungjawab di bidang pemakaman.
2) Pembinaan penyelenggaraan pelayanan pemakaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada masyarakat dengan melakukan :
a. penyediaan prasarana dan sarana yang dibutuhkan dalam rangka
penyelenggaraan pelayanan pemakaman;
b. bimbingan dan/atau penyuluhan; dan
c. menyiapkan petunjuk teknis.
3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan bekerja sama dengan masyarakat dan/atau lembaga/organisrasi kemasyarakatan.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 46
1) SKPD yang bertanggungjawab di bidang pelayanan pemakaman melakukan
pengawasan terhadap penyelenggaraan pemakaman.
2) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaporkan kepada Gubernur paling lama 1 (satu) tahun sekali atau sesuai dengan kebutuhan.
BAB XIV
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 47
Terhadap yayasan yang telah memiliki izin operasional tetapi melanggar ketentuan dalam Peraturan Daerah ini dikenakan sanksi administrasi berupa :
a. peringatan tertulis;
b. pembatalan perizinan;
c. pencabutan perizinan.
BAB XV
PENYIDIKAN
Pasal 48
1) Selain pejabat penyidik Polri yang bertugas menyidik tindak pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Peratu an Daerah ini dapat dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) d lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, pejabat penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang :
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
pelanggaran;
b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka;
d. melakukan penyitaan benda dan/atau surat;
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g. mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk bahwa tidak
terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pelanggaran dan selanjutnya memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya; dan
i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung
jawabkan.
3) Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik PPNS tidak berwenang melakukan penangkapan dan penahanan.
4) Penyidik PPNS membuat berita acara setiap tindakan tentang :
a. pemeriksaan tersangka;
b. pemasukan rumah;
c. penyitaan benda;
d. pemeriksaan surat;
e. pemeriksaan saksi;
f. pemeriksaan di tempat kejadian; dan
g. mengirimkan berkasnya kepada Pengadilan Negeri dan tembusannya kepada Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia.
BAB XVI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 49
1) Setiap orang dan/atau yayasan yang melanggar terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 10 ayat (5), Pasal 22 ayat (1), Pasal 23, Pasal 32, Pasal 42 dan Pasal 43 dalam Peraturan Daerah ini diancam dengan sanksi pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
2) Setiap orang dan/atau yayasan yang menyelenggarakan pelayanan pemakaman yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 dan Pasal 23 dalam Peraturan Daerah ini diancam dengan sanksi pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
3) Sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah tindak
pidana pelanggaran.
4) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat dibebani biaya paksaan penegakan hukum.
5) Besarnya biaya paksaan penegakan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
ditetapKan dengan Keputusan Gubernur.
BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 50
Izin menggunakan petak tanah makam dan izin operasional usaha pelayanan pemakaman yang diberikan berdasarkan Peraturan Daerah yang lama tetap berlaku sampai berakhirnya izin.
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 51
Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2 Tahun 1992 tentang Pemakaman Umum Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Tahun 1992 Nomor 43), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 52
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Ditetapkan di Jakarta Padi tanggal 9 April 2007 GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
SUTIYOSO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 13 April 2007 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA,
RITOLA TASMAYA NIP 140091657 LEMBARAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2007 NOMOR 3
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 3 TAHUN 2007
TENTANG
PEMAKAMAN
I. UMUM Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, pemakaman termasuk prasarana dan sarana umum yang merupakan urusan wajib yang harus dilaksanakan Pemerintahan Daerah.
Keterbatasan lahan pemakaman merupakan hambatan utama dalam penyediaan prasarana dan sarana pemakaman. Hal tersebut sangat dirasakan oleh Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan luas yang terbatas, pertumbuhan jumlah penduduk yang cukup pesat, serta dihuni oleh penduduk dengan latar belakang agama dan tradisi berbeda-beda, menuntut penyediaan prasarana dan sarana pemakaman yang berbeda-beda pula. Di samping itu peningkatan kualitas hidup menuntut pula peningkatan pelayanan baik kuantitas maupun kualitas.
Upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta melalui intensifikasi lahan pemakaman, belum mampu mengatasi keterbatasan lahan pemakaman. Seiring dengan itu, upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, di samping ekstensifikasi juga diupayakan peran serta masyarakat dalam penyediaan lahan pemakaman termasuk pengembang wajib menyediakan lahan pemakaman sesuai dengan kapasitasnya sebagai bagian dari taman yang dapat berfungsi sebagai ruang terbuka hijau, yang berfungsi sebagai taman kota, resapan air, dan paru-paru kota yang sangat mendukung dalam pembangunan berwawasan lingkungan.
Sehubungan hal tersebut di atas, penyediaan prasarana dan sarana pemakaman bukan hanya menjadi wewenang dan tanggung jawab SKPD yang bertanggungjawab dibidang pemakaman saja, akan tetapi merupakan wewenang dan tanggung jawab SKPD yang bertanggungjawab dibidang Pertamanan, SKPD yang bertanggungjawab dibidang Pekerjaan Umum, SKPD yang bertanggungjawab dibidang Penerangan Jalan Umum dan Sarana Jaringan Utilitas, SKPD yang bertanggungjawab di bidang Tata Kota dan Pertanahan, SKPD yang bertanggung jawab di bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup, SKPD yang bertanggungjawab di bidang Bintal dan Kesos, dan Perangkat Daerah lainnya yang terkait.
Dalam rangka peningkatan pelayanan pemakaman, Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1992 tentang Pemakaman Umum Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang menjadi dasar hukum dalam pelayanan prasarana dan sarana pemakaman selama ini perlu ditinjau kembali. Di samping itu, beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum penetapan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1992 sudah dicabut atau tidak berlaku lagi, seperti Undang-Undang Nomor 12 Drt Tahun 1967 tentang Peraturan Umum Retribusi Daerah telah dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 9 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah telah dicabut dan telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta telah dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2 Ayat(1)
Yang dimaksud dengan kepercayaan adalah keyakinan yang dianut warga masyarakat di luar agama Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha dan Kong Hu Chu.
Ayat (2)
Yang dimaksud taman pemakaman bukan milik Pemerintah Daerah adalah taman pemakaman milik perorangan atau umum yang telah dihibahkan atau diwakafkan untuk kepentingan keluarga dan ahli warisnya serta masyarakat sekitar. Terhadap taman pemakaman ini, Pemerintah Daerah dapat menyediakan prasana dan sarana apabila anggaran memungkinkan dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 3
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Ketentuan ini tidak berlaku bagi pegawai, pensiunan, dan pejabat pemerintah Provinsi DKI Jakarta serta anggota/mantan anggota DPRD yang berdomisili diluar wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Pasal 4
Ayat(1) Yang dimaksud dengan blok khusus adalah blok atau petak makam khusus yang disediakan untuk pemakaman jenazah atau kerangka jenazah pahlawan nasional dan/atau perintis kemerdekaan yang tidak bersedia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, dan pejabat negara, pejabat daerah, serta tokoh masyarakat yang diakui Pemerintah.
Huruf a Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud pejabat negara adalah sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Huruf c
Yang dimaksud pejabat daerah adalah pejabat yang menduduki jabatan struktural dalam organisasi pemerintahan daerah
Huruf d
Yang dimaksud tokoh masyarakat adalah seseorang yang ditempatkan sebagai tokoh oleh masyarakat dan/atau secara luas dikenal dengan tokoh termasuk di dalamnya mantan pejabat negara dan tokoh agama.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 5
Yang dimaksud dengan blok-blok tanah makam adalah bagian-bagian dari Taman Pemakaman yang terdiri atas petak-petak makam.
Pembagian blok-blok tanah makam dimaksudkan untuk mempermudah pengelolaan dan pengawasan tanah makam. Blok-blok tanah makam terdiri atas : a. blok AA I;
b. blok AA II; c. blok A l ; d. blok A II; e. blok A III.
Pasal 6
Ayat(1) Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 7 Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9 Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d Cukup jelas.
Huruf e Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan kegiatan lain di bidang pemakaman adalah kegiatan yang meliputi: 1. penyewaaan tenda, kursi dan sound system; 2. pengadaan plakat makam dan perumputan; dan 3. pemakaian lokasi Taman Pemakaman untuk shooting film.
Pasal 10 Ayat(1)
Yang dimaksud dengan yayasan adalah yayasan yang telah memperoleh pengesahan dari Departemen Hukum dan HAM yang dalam praktek kegiatannya semata-mata tidak mencari keuntungan.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan dilaporkan adalah sebagai kontrol tarif oleh Kepala SKPD yang bertanggungjawab dibidang pemakaman untuk menghindari tarif tersebut dapat memberatkan masyarakat.
Ayat (7) Cukup jelas
Pasal 11
Yang dimaksud dengan tarif adalah bukan atas besaran rupiahnya akan tetapi batasan kewajaran dan kemampuan masyarakat atas beban/biaya yang harus dibayar.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13 Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas. Pasal 15
Ayat(1) Cukup jelas Bentuk Yayasan berbadan hukum dalam ayat ini sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang Yayasan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 16 Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1) Huruf a
Cukup jelas
Huruf b Cukup jelas
Huruf c
Bagi penduduk yang belum memiliki identitas kependudukan cukup melampirkan surat keterangan kematian dari Lurah dan Rumah Sakit atau Puskesmas.
Huruf d
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19 Cukup jelas
Pasal 20
Yang dimaksud orang terlantar adalah orang yang meninggal tanpa diketahui identitas, kerabat dan/atau ahli warisnya sebagai akibat antara lain kerusuhan, bencana alam, dan kecelakaan lalu lintas. Yang dimaksud dengan keluarga miskin adalah orang yang karena faktor ekonomi dan sosial atau sebab lain mengalami kesulitan dan kekurangan dalam memenuhi kebutuhan dasar hidup layak yang dibuktikan dengan
kepemilikan kartu keluarga miskin (GAKIN) dan/atau surat keterangan tidak mampu dari kelurahan.
Pasal 21
Cukup jelas Pasal 22
Cukup jelas Pasal 23
Persyaratan dalam Pasal ini dimaksudkan, agar penyelenggaraan pemakaman tidak menganggu ketertiban umum.
Pasal 24
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Bendera warna kuning dimaksud terbuat dari kertas warna kuning sebagai tanda atau simbol.
Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas
Pasal 25 Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas. Pasal 27
Cukup jelas. Pasal 28
Cukup jelas. Pasal 29
Cukup jelas. Pasal 30
Cukup jelas. Pasal 31
Ayat(1) Upacara pemakaman berupa : a. penempatan/penglepasan jenazah di rumah duka; b. persemayaman/penglepasan jenazah di tempat persemayaman; c. prosesi pengurusan jenazah di liang lahat; dan d. penurunan jenazah ke liang lahat/pemakaman.
Ayat (2)
Yang dimaksud dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan adalah peraturan perundang-undangan daerah di bidang keprotokolan
Pasal 32
Cukup jelas. Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34 Cukup jelas.
Pasal 35
Ayat(1) Yang dimaksud dengan keadaan tanah makam tidak memungkinkan adalah secara teknis keadaan tanahnya mengandung air dengan kedalaman 1,50 (satu koma lima puluh) meter.
Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3)
Yang dimaksud pemakaman secara massal adalah akibat bencana alam, kerusuhan, dan sebagainya.
Pasal 36
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Yang dimaksudkan keadaan tanahnya tidak memungkinkan adalah secara teknis tidak memungkinkan untuk dilakukan pemakaman tumpangan karena mengandung air.
Ayat (3) Yang dimaksud pemakaman tumpangan adalah pemakaman jenazah dalam tanah makaman yang masih behsi kerangka jenazah
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5) Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas. Pasal 38
Ayat(1) Yang dimaksud prasarana dan sarana lingkungan taman pemakaman adalah antara lain: jalan, tempat parkir, sistem drainase, kantor, lampu penerangan jalan, taman dan kelengkapannya, musholla, dan sebagainya
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas,
Pasal 39
Cukup jelas. Pasal 40
Cukup jelas. Pasal 41 Cukup Jelas Pasal 42
Huruf a Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan plakat makam adalah tanda nisan yang dibuat dari beton dengan lapisan marmer, granit, porselin dan keramik.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas. Pasal 43
Cukup jelas. Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45 Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas. Pasal 47
Cukup jelas. Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49 Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas. Pasal 51
Cukup jelas. Pasal 52
Cukup jelas.