INDONESIAN URBANTRANSPORT INSTITUTE
ANALISIS BESARAN PERMINTAAN DANPEMILIHAN RUTE PENGUMPAN
TRANSJAKARTA
(KORIDOR DEPOK – DKI JAKARTA)
Alvinsyah
Working Paper 01April 2014
AlvinsyahEdy Hadian
Anggit Cahyo
IUTRI [email protected] www.iutri.org
WP-01
IUTRI - Institusi Transportasi Urban Indonesia 1
ANALISIS BESARAN PERMINTAAN DAN PEMILIHAN RUTE PENGUMPAN
TRANSJAKARTA KORIDOR DEPOK – DKI JAKARTA
Alvinsyaha, Edy HADIANb, Anggit CAHYOc
a, b,c Indonesian Urban Transport Institutea E-mail : [email protected] E-mail : [email protected] E-mail : [email protected]
PENDAHULUAN
Di wilayah JABODETABEK sejak 20 tahun terakhir mengalami permasalahan sistem
transportasi dan lalu lintas dengan tingkat kompleksitas yang sangat tinggi yang
tercermin dari kemacetan lalu lintas sepanjang waktu pada hampir semua ruas jalan
utama. Salah satu penyebabnya adalah layanan sistem angkutan umum yang masih
lemah dan sistem pendukung lainnya yang belum beroperasi secara optimal dan
terintegrasi. Sejak tahun 2004 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengoperasikan
sistem angkutan massal berbasis jalan (Transjakarta) yang sampai saat ini panjang total
dari jaringanya sudah mencapai kurang lebih 200 km untuk wilayah DKI Jakarta dan
beberapa tahun terakhir didukung oleh beberapa layanan antar kota yang terintegrasi
dengan Transjakarta (APTB) dari beberapa wilayah di Bodetabek.
Namun sampai saat ini layanan seperti APTB ini belum menjangkau wilayah kota
Depok yang sebagian penduduknya beraktifitas di DKI Jakarta. Mengingat wilayah kota
Depok dengan jumlah penduduk sebesar 1.8 juta orang yang cukup luas, maka potensi
permintaan terhadap layanan angkutan umum akan cukup signifikan terlepas dari
keberadaan layanan KRL Jabodetabek. Oleh karenanya perlu dilakukan upaya untuk
mengembangkan rute-rute layanan angkutan massal berbasis jalan yang
menghubungkan wilayah kota Depok dengan DKI Jakarta sebagai komplemen dari
KRL Jabodetabek yang cakupan layanannya terbatas.
Prediksi permintaan atau jumlah penumpang merupakan parameter penting untuk
merancang sistem angkutan umum seperti rencana operasional dan analisis kelayakan
finansial serta penentuan tarif layanan. Oleh karena itu tahap awal dalam menentukan
rute suatu layanan angkutan umum lazimya didasarkan pada besaran permintaan di
masing-masing rute. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mencari rute layanan bis
pengumpan dari wilayah kota Depok ke wilayah DKI Jakarta yang paling optimal yang
didasarkan dari besarnya potensi permintaan penumpang.
Bagian selanjutnya dari makalah ini akan dibahas kajian literatur sebagai basis dari
analisis, kerangka pikir dari kajian, proses pemutakhiran model analisis, pemetaan
kondisi saat ini, uji simulasi dan analisis dan bagian terakhir merupakan kesimpulan
dari hasil kajian.
WP-01
IUTRI - Institusi Transportasi Urban Indonesia 2
REVIEW LITERATUR
Konsep Dasar Perencanaan Jaringan Angkutan Massal Berbasiskan Jalan
Semakin besar jumlah penumpang yang diangkut oleh sistem angkutan massal, semakin
baik sistem ini melayani kebutuhan penduduk dan kota. Oleh karena itu ada beberapa
fitur perencanaan jaringan yang mempengaruhi kualitas pelayanan angkutan massal dan
mempengaruhi besarnya jumlah penumpang yang menggunakannya, seperti antara lain
(Giannopoulos, 1981);
a. Cakupan layanan
b. Kecepatan operasional
c. Pola perjalanan
d. Directness of Travel
e. Kesederhanaan,konektifitas dan kemudahan transfer
Kajian terhadap berbagai literatur tidak didapati suatu kriteria praktis yang jelas atau
terukur untuk melakukan evaluasi keseuaian rute angkutan umum dan perbandingan
sekelompok rute untuk tingkat jaringan. Hal yang paling komprehensif yang didapati
ialah bahwa perencanaan rute angkutan umum harus ditinjau secara simultan dari tiga
perspektif yaitu pengguna (user), perusahaan (operator) dan pemerintah (regulator).
Untuk mengukur kualitas suatu rute angkutan umum ada empat kriteria yang dapat
dipertimbangkan yaitu; waktu (minimum) tunggu penumpang; waktu (minimum)
kursi/ruang kosong; perbedaaan waktu (minimum) dari rute tersingkat; dan jumlah
armada (minimum). Terkait dengan tiga aktor pemeran dalan sistem angkutan umum,
kriteria pertama terkait dengan perspektif pengguna (user), kriteria kedua dan ke empat
terkait dengan perspektif perusahaan (operator) dan kriteria ke tiga terkait dengan
perspektif pemerintah (operator).
Terkait dengan situasi dimana sudah ada jaringan rute angkutan umum (sudah
beroperasi), ada dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk melakukan penataan
(restrukturisasi) jaringan tersebut yaitu; pada tingkat rute atau sekelompok rute dan;
pada tingkat jaringan. Untuk pendekatan pertama dianjurkan bahwa proses penataan
dilakukan dengan menyederhanakan rute, mengakomodasikan pola perjalanan baru,
memudahkan atau menghapuskan perpindahan moda (transfer), menghilangkan rute
memutar (melingkar) atau merubah/menukar konfigurasi rute (TRB, 2004).
Proses pemilihan rute layanan akan menentukan berbagai karakteristik operasional yang
secara langsung mempengaruhi waktu tempuh dan kemudahan pengguna. Tidak ada
suatu sistem yang benar-benar dapat melayani semua kemungkinan asal tujuan
perjalanan dalam suatu wilayah. Perpindahan diantara rute yang ada tidak mungkin
WP-01
IUTRI - Institusi Transportasi Urban Indonesia 3
dihindarkan untuk beberapa kombinasi asal tujuan perjalanan. Akan tetapi sistem rute
yang baik dan terencana akan dapat mengoptimalkan waktu tempuh dan kemudahan
perjalanan dari sebagian besar pengguna dan mengurangi secara signifikan biaya
operasional. Suatu jaringan rute yang efektif dapat dicapai dengan mengikuti beberapa
prinsip berikut (ITDP, 2007);
a. Meminimalkan kebutuhan perpindahan moda melalui proses permutasi rute
yang efisien;
b. Menyediakan pelayanan reguler, patas dan ekspres dalam sistem;
c. Memperpendek rute sepanjang koridor untuk fokus pada segmen terpadat.
Konsep Jaringan Angkutan Massal Berbasis Jalan Jabodetabek
Konsep jaringan (trunk) utama angkutan massal berbasis jalan di wilayah jabodetabek
melanjutkan konsep struktur jaringan TransJakarta untuk menciptakan keterpaduan
jaringan dan sistem seperti ditunjukan dalam Gambar 1. Pewarnaan jaringan seperti
dalam Gambar 1 dimaksudkan untuk membedakan koridor-koridor Trans-Jakarta (biru
padat & putus-putus) dan koridor-koridor di wilayah Bodetabek (merah padat & putus-
putus). Sesuai dengan UU LLAJ no. 22/2009, bagi angkutan perkotaan tidak
disyaratkan untuk berawal dan berakhir di terminal, sehingga awal dan akhir pelayanan
dapat ditetapkan pada titik-titik yang memiliki potensi penumpang dan lokasinya tidak
jauh dari pusat-hunian atau pusat aktifitas sosial ekonomi lainnya. Selain itu layanan
pada jaringan (trunk) utama ini harus menggunakan lajur khusus yang tidak digunakan
oleh lalu lintas lain.
Mengacu kepada gambar 1, jaringan yang berwarna merah (garis solid dan garis putus-
putus) dalam lingkup jabodetabek merupakan jaringan pengumpan sedangkan untuk
lingkup lokal wilayah masing-masing merupakan jaringan utama. Sedangkan garis
putus-putus merah merupakan usulan yang masih perlu dikonfirmasikan ulang dengan
wilayah terkait.
Dari studi strategi implementasi sistem angkutan umum di Jabodetabek (JapTraPIS)
yang dilalukan oleh JICA (2012) diusulkan berbagai rute BRT dan rute Intermediate
seperti yang ditunjukan dalam Gambar 2. Rute-rute yang menghubungkan Depok
dengan DKI Jakarta adalah Depok ke Bank Indonesia Via Manggarai (rute no. 10),
Bogor Raya ke Dukuh Atas (rute no. 18), Depok ke Cawang Uki melalui Tol Jagowari
(rute no. 28) dan Blok M – Depok (rute no. 43).
WP-01
IUTRI - Institusi Transportasi Urban Indonesia 4
Sumber: PTM Jabodetabek (BSTP, 2009)
Gambar 1. Jaringan Utama Angkutan Massal Jalan Raya Jabodetabek
Sumber: JAPTraPIS (JICA, 2012)
Gambar 2. Jaringan Rute BRT Tahun 2020
Model Transportasi
Untuk keperluan melakukan prediksi potensi permintaan angkutan umum ada beberapa
pendekatan seperti (TRB, 2007);
a. Menggunakan hasil survey pada trayek eksisting (faktor muat, frekuensi,
jumlah naik turun penumpang, waktu tempuh, kondisi geometrik dan
jumlah trayek yang bisa dikonversikan)
b. Menggunakan faktor pertumbuhan dan hasil survey preferensi
WP-01
IUTRI - Institusi Transportasi Urban Indonesia 5
c. Menggunakan metoda elastisitas
d. Menggunakan model Pilihan ( model logit)
e. Menggunakan model perencanaan 4 tahap
Dalam kajian ini, prediksi besarnya permintaan di rute layanan angkutan massal jalan
akan menggunakan model perencanaan 4 tahap (Bangkitan Perjalanan, Distribusi
Perjalanan, Pemilihan Moda dan Pembebanan Jaringan) seperti yang ditunjukan dalam
Gambar 3.
Dasar pertimbangan menggunakan pendekatan ini, karena telah tersedianya basis data
OD wilayah Jabodetabek,keempat model tersebut diatas yang dibangun dari studi
terdahulu dan lingkup analisis yang bersifat lintas wilayah dengan skala jaringan yang
cukup besar. Oleh karenanya model analisis dalam kajian ini dikembangkan melalui
proses pemutakhiran model jaringan dan model permintaan yang sudah ada.
Sistem zonasi dalam kajian ini mengacu ke studi sebelumnya (JICA,2004) yang terdiri
dari 454 zona internal berbasis kelurahan dan 4 zona eksternal di wilayah Jabodetabek
seperti yang ditunjukan dalam Gambar 4.
Gambar 3. Alur Pemodelan 4 Tahap
Zone &Demographics Trip Rate
Network Model
Trip End Model
Trip Distribution Model
Transit Assignment
Impedance Matrix
Home-Based WorkProduction&Attraction
Home-BasedOther
Production&Attraction
Non-HomeBased
WorkProduction&Attraction
Home-Based WorkPerson Trip
Table
Home-BasedOther
Person TripTable
Non-HomeBased
WorkPerson Trip
Table
Special Generator
Passenger Profile
WP-01
IUTRI - Institusi Transportasi Urban Indonesia 6
Gambar 4. Model Zonasi & Jaringan Jabodetabek
Begitu pula model jaringan yang merepresentasikan data geometrik jalan, kapasitas ruas
dan simpul, jumlah trayek dan jenis moda angkutan umum, kapasitas jalur, senjang
waktu jalur ditunjukan dalam Gambar 4.
Model Bangkitan Perjalanan
Mengacu pada model perjalanan yang dikembangkan oleh studi SITRAMP (JICA,
2004) seperti yang ditunjukan dalam Tabel 1, bangkitan perjalanan dibagi menjadi 4
kategori yaitu; Home Based Work (HBW), Home Based School (HBS), Home Based
Others (HBO), Non Home Based Business (NHBB), dan Non Home Based Others
(NHBO)
Tabel 1. Trip Rate berdasarkan Purpose & Income (perjalanan-orang/hari)
Hometo
Work
Workto
Home
Hometo
School
Schoolto
Home
HomeTo
Others
Othersto
HomeNHBB NHBO Total
High 0.35 0.31 0.3 0.26 0.34 0.39 0.08 0.27 2.3
Middle 0.33 0.3 0.29 0.27 0.35 0.37 0.04 0.17 2.11
Low 0.25 0.23 0.26 0.25 0.33 0.3 0.05 0.07 1.74
All 0.29 0.26 0.27 0.26 0.34 0.33 0.05 0.12 1.93
Sumber: SITRAMP II (JICA, 2004)
Sistem Zonasi
Jaringan jalan
Jaringan Angkutan Umum
Jaringan Kereta
WP-01
IUTRI - Institusi Transportasi Urban Indonesia 7
Distribusi Perjalanan
Model distribusi perjalanan dikembangkan dari hasil survei rumah tangga (JICA, 2004)
dan survey OD penumpang Bus (CTS, 2002&2004) melalui prosedur kalibrasi grafik
distribusi panjang perjalanan untuk masing-masing jenis moda melalui formulasi umum
(Papacostas,1987).
xixixx
ijijj
iijKFA
KFAPT
..
..
(1)
Dimana:
Tij = Jumlah perjalanan dari zona i ke zona j
Pi = Total bangkitan dari zona i
Aj = Total tarikan perjalanan ke zona j
Fij = Nilai konstanta yang merupakan hubungan terbalik dengan nilai
biaya/waktu perjalanan
cij
ijd
F1
(2)
dimana,
dij = Faktor hambatan (impedance/waktu) antar zona i dan zona j
Kij = Faktor penyesuaian pengaruh sosial ekonomi
Matriks perjalanan yang telah dikalibrasi kemudian diuji kesesuaiannya terhadap data
lapangan. Selanjutnya proses penyeimbangan pola distribusi perjalanan antar zona
dilakukan dengan menggunakan metoda/model Furness (Salter, 1976).
Model Pembebanan Angkutan Umum (Transit Assignment)
Dalam model pembebanan untuk moda angkutan umum dimulai dengan memetakan
trayek-trayek yang ada dan memasukkan parameter operasionalnya pada model
jaringan. Matriks perjalanan orang/penumpang kemudian dibebankan kepada sistem
jaringan tersebut. Sementara proses validasi mengacu kepada hasil survai primer untuk
menentukan nilai parameter yang realistis. Pembebanan jaringan angkutan umum
(transit assignment) dilakukan dengan menggunakan fungsi dasar pembebanan jaringan
(standard transit assignment), sedangkan asumsi yang dipakai dalam penentuan rute
angkutan umum biasanya menggunakan metode strategi optimum (optimal strategy)
WP-01
IUTRI - Institusi Transportasi Urban Indonesia 8
yang meminimumkan waktu berpindah kendaraan, waktu tunggu dan waktu di dalam
kendaraan (INRO,2003).
METODOLOGI
Mengacu pada hasil diskusi dengan pemangku kepentingan, kajian ini diawali dengan
pengumpulan data lapangan berupa karakteristik operasional, jumlah dan jenis trayek
serta lokasi halte angkutan umum eksisting. Berdasarkan informasi dari lapangan
ditetapkan asumsi dasar yang terkait dengan rencana dan skenario operasional sistem
pengumpan yang akan diusulkan untuk digunakan dalam proses uji simulasi dengan
model untuk prediksi besarnya permintaan. Bersamaan dengan proses penentuan asumsi
dan skenario operasional dilakukan pemutakhiran dari model permintaan dan jaringan
yang ada berdasarkan data operasional lapangan yang diperoleh dari langkah
sebelumnya. Dengan menggunakan model prediksi yang telah dimutakhirkan dilakukan
simulasi terhadap asumsi dan skenario operasional untuk masing-masing alternatif rute
yang ditetapkan untuk mendapatkna potensi besarnya permintaan di masing-masing
rute. Langkah selanjutnya adalah melakukan pemilihan rute yang paling baik dari sisi
besarnya permintaan dan juga dari sisi kesiapan pemerintah sebagai regulator serta
kendala fisik untuk tiap-tiap alternatif rute. Alternatif rute yang terpilih kemudian diuji
kembali dengan menggunakan asumsi dan skenario operasional yang
mempertimbangkan aspek kendala dan realitas dilapangan. Secara diagramatis kerangka
pikir kajian ini ditunjukan Dalam Gambar 5.
PEMUTAKHIRAN MODEL
Karena model prediksi permintaan merupakan hal yang sentral dalam kajian ini, maka
dilakukan pembahasan khusus untuk proses pemutakhiran dari model yang digunakan
sebagai berikut;
Model Bangkitan Perjalanan
Besarnya bankitan perjalanan dari masing-masing zona ditunjukan dalam Gambar 6.
WP-01
IUTRI - Institusi Transportasi Urban Indonesia 9
Gambar 5. Kerangka Pikir Kajian
Gambar. 6. Produksi & Atraksi Perjalanan Angkutan Umum di Jabodetabek
EKSISTING: HALTE TRAYEK FREKUENSI OKUPANSI WAKTU TEMPUH
HIPOTESIS:o ALTERNATIF RUTEo HALTEo FREKUENSIo TARIFo KECEPATAN
RENCANAo PANJANG RUTEo KAPASITAS BUS
PRAKIRAANPERMINTAAN
MODELEKSISTING
PEMUTAKHIRAN MODEL:
SUPPLY DEMAND
PEMILIHANRUTE
o KESIAPAN REGULATORo KENDALA FISIK
POTENSIPERMINTAAN
SKENARIO:• OPSI RUTE• HALTE• TARIF• OPERASIONAL
WP-01
IUTRI - Institusi Transportasi Urban Indonesia 10
Distribusi Perjalanan
Dengan menggunakan data waktu tempuh dari hasil survey di tahun 2012, dilakukan
kalibrasi terhadap TLFD berbagai moda angkutan umum seperti yang ditunjukan dalam
Gambar 7.
Gambar 7. Distribusi Frekuensi Panjang Perjalanan (Per moda)
Berdasarkan hasil kalibrasi, maka pola distribusi perjalanan angkutan umum untuk
wilayah Jabodetabek yang telah diseimbangkan antara zona produksi dan atraksi
ditunjukan dalam Gambar 8.
Gambar 8. Pola Distribusi Perjalanan Angkutan Umum di Jabodetabek
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
14.00%
16.00%
18.00%
20.00%
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Minutes
Trips Length Frequency Distribution (Weight Factor Travel Time 2010)
Expon. (Railway) Expon. (Large Bus (PAC)) Expon. (Large Bus (Patas-Reguler))
Expon. (Medium Bus) Expon. (Small Bus) Expon. (Motorcycle)
Expon. (Private Car)
WP-01
IUTRI - Institusi Transportasi Urban Indonesia 11
Pembebanan Angkutan Umum (Transit Assignment)
Berbeda dengan pembebanan jaringan jalan, untuk angkutan umum meliputi ruas dan
bagian dari ruas yang menghubungkan dua tempat henti (halte atau setasiun). Konsep
kapasitas ruas terkait dengan kapasitas moda dan frekuensi layanannya. Komponen
atribut lainnya adalah waktu berkendaraan, waktu tunggu di halte, waktu menuju halte,
waktu dari halte ke tujuan akhir, dan besaran tarif. Kesemua atribut tersebut
diagregasikan secara linier kedalam bentuk yang dinamakan generalised cost.
Sebelum proses pembebanan, dilakukan prosedur validasi volume penumpang dengan
menggunakan data jumlah bis dan penumpang yang melewati titik pengamatan. Data
jumlah bis dan penumpang diperoleh melalui survey statis dan dinamis, sedangkan data
waktu tempuh/kecepatan diperoleh dengan menggunakan perangkat GPS. Hasil validasi
terhadap besarnya arus penumpang pada titik-titik pengamatan dilapangan ditunjukan
dalam Gambar 9.
Gambar 9. Perbandingan Hasil Model vs Data Lapangan (pax/jam)
Menggunakan model yang telah di validasi, besarnya arus penumpang pada jaringan
angkutan umum di Jabodetabek ditunjukan dalam Gambar 10.
Passenger Volume by
Passenger Volume by
WP-01
IUTRI - Institusi Transportasi Urban Indonesia 12
Gambar 10. Arus Penumpang di Jaringan Angkutan Umum Jabodetabek
KONDISI EKSISTING
Dari hasil pengumpulan data di lapangan teridentifikasi dua alternatif rute yang melalui
jalan non tol yaitu rute Depok – Pasar Rebo via jalan raya Bogor dan Depok - Ragunan
via Jalan Ir. Juanda – Lenteng Agung. Secara umum prasarana angkutan umum seperti
terminal, halte, dan prasarana pendukung lainnya relatif cukup lengkap. Namun di
beberapa lokasi kapasitasnya banyak yang kurang memadai, selain itu perilaku operator
angkutan umum dan pemakai jalan juga memperparah kesemrawutan lalulintas
disepanjang kedua alternatif rute tersebut.
Koridor Bogor Raya
Dari hasil survai frekuensi dan okupansi angkutan umum di beberapa segmen
pengamatan di koridor jalan Raya Bogor diperoleh gambaran volume di jam sibuk
untuk arah pergerakan ke Jakarta mencapai 467 kendaraan/jam (atau 117
kendaraan/menit) dan jumlah penumpangnya sebesar 2198 penumpang/jam. Secara
rata-rata, faktor muat (load factor) angkutan umum di koridor ini sebesar 0,62 untuk
pergerakan menuju Jakarta. Sedangkan untuk arah sebaliknya volume mencapai 612
kendaraan/jam (atau 153 kendaraan/menit) dan jumlah penumpangnya sebesar 4017
penumpang/jam. Secara rata-rata, faktor muat (load factor) angkutan umum di koridor
ini sebesar 0,53 untuk pergerakan menuju Bogor.
Kinerja kecepatan lalu lintas di jam sibuk pagi untuk pergerakan ke utara di koridor ini
sebesar 9.84 km/jam dan 12.79 km/jam di jam sibuk sore. Sedangkan untuk pergerakan
WP-01
IUTRI - Institusi Transportasi Urban Indonesia 13
ke arah Selatan di jam sibuk pagi sebesar 17.28 km/jam dan 11.99 km/jam di jam sibuk
sore.
Koridor Margonda
Hasil survai frekuensi dan okupansi angkutan umum di beberapa segmen pengamatan di
koridor jalan Margonda Raya menunjukkan volume kendaraan untuk arah pergerakan
ke Depok mencapai 345 kendaraan/jam (atau 86 kendaraan/menit) di jam sibuk dan
jumlah penumpangnya sebesar 4026 penumpang/jam. Secara rata-rata, faktor muat
(load factor) angkutan umum di koridor ini sebesar 0,71 untuk pergerakan menuju
Depok.
Sedangkan untuk arah sebaliknya volume angkutan umum mencapai 246 kendaraan/jam
di jam sibuk (atau 62 kendaraan/menit) dan jumlah penumpangnya sebesar 3025
penumpang/jam. Secara rata-rata, faktor muat (load factor) angkutan umum di koridor
ini sebesar 0,62 untuk pergerakan menuju Jakarta.
Kinerja kecepatan lalu lintas di koridor jalan Raya Margonda di jam sibuk pagi untuk
pergerakan ke Utara rata-rata 16.37 km/jam dan 15.99 km/jam di jam sibuk sore.
Sedangkan untuk pergerakan ke arah Selatan di jam sibuk pagi sebesar 18.77 km/jam
dan 15.06 km/jam di jam sibuk sore.
Koridor TB Simatupang
Koridor Jl.TB Simatupang Koridor ini memiliki banyak simpang dan ruas yang
bermasalah sebagai dampak pertumbuhan pusat kegiatan yang memicu konflik
pergerakan di setiap akses yang ada. Beberapa flyover telah dibangun untuk mengurangi
kemacetan, namun pesatnya pertumbuhan lalu lintas mengakibatkan kemacetan di
sekitar flyover masih cukup terasa. Flyover yang sudah dibangun disekitar koridor ini
adalah flyover Ps Rebo dan Lenteng Agung.
Permasalahan lainnya yang juga terjadi adalah adanya konflik lalu lintas di sekitar on-
off ramp tol. Pada beberapa lokasi ramp, kondisi kemacetan yang terjadi sudah cukup
berat. Hasil survai kecepatan pada koridor ini ditunjukan dalam Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Kecepatan Segmen Koridor TB. Simatupang (km/jam)
Segmen Pagi Sore
Ps Rebo –Tanjung Barat 11.2 17.14
Lenteng Agung – Ragunan 13.56 7.18
Ragunan - Lenteng Agung 40.08 33.22
Lenteng Agung - Ps Rebo 21.38 13.22
IUTRI - Institusi Transportasi Urban Indonesia
Kecepatan Angkutan Umum
Kinerja kecepatan angkutan umum merupakan salah satu indikator tingkat kinerja
angkutan umum. Dilapangan,
dibawah rata-rata kecepatan lalu lintas yang ada. Hal ini diakibatkan adanya
peningkatan waktu tempuh ak
lengkap hasil survai kinerja kecepatan angkutan umum
Gambar 11. Kecepatan Angkutan umum di sebagian wilayah Jabodetabek
Dari hasil survey lapangan diidentifikasi rute
Raya Bogor dan jalan Margonda Raya sebagaimana ditunjukan dalam
Tabel 3. Rute Angkutan Umum
Kode
D112 Term.DepokT15 Pd. Rangon
CijantungM19 Terminal Depok
AgungD37 CibinongT14 CiracasMB Bogor
M 06 GandariaMD DepokMB BogorT11 Cijantung13 Cijantung
D117 Ps. PALT16 Cibubur27
Institusi Transportasi Urban Indonesia
Kecepatan Angkutan Umum
Kinerja kecepatan angkutan umum merupakan salah satu indikator tingkat kinerja
angkutan umum. Dilapangan, kecepatan angkutan umum sebagian besar berada
rata kecepatan lalu lintas yang ada. Hal ini diakibatkan adanya
peningkatan waktu tempuh akibat kegiatan naik dan menurunkan penumpang. Secara
lengkap hasil survai kinerja kecepatan angkutan umum ditunjukan dalam
ecepatan Angkutan umum di sebagian wilayah Jabodetabek
Dari hasil survey lapangan diidentifikasi rute-rute angkutan umum yang melalui jalan
Raya Bogor dan jalan Margonda Raya sebagaimana ditunjukan dalam Tabel 3
. Rute Angkutan Umum di Jl. Raya Bogor & Jl. Margonda
Trayek Jenis Bis
Term.Depok-Ciracas.Kp.Rambutan MikroletPd. Rangon – Jl. Raya Bogor –Cijantung
Mikrolet
Terminal Depok – Margonda – Lt.Agung-Kp. RambutanCibinong-Kp.Rambutan MikroletCiracas – Jl. Raya Bogor - Cijantung MikroletBogor – Kp. Rambutan Bis SedangGandaria – Kp.Melayu MikroletDepok – Kp. Rambutan MikroletBogor – Pasar Minggu Bis SedangCijantung – Ps. PAL - Margonda MikroletCijantung – Ps. PAL MikroletPs. PAL - Cijantung MikroletCibubur – Jl. Raya Bogor - Cijantung Mikrolet
Mikrolet
WP-01
14
Kinerja kecepatan angkutan umum merupakan salah satu indikator tingkat kinerja
kecepatan angkutan umum sebagian besar berada
rata kecepatan lalu lintas yang ada. Hal ini diakibatkan adanya
menurunkan penumpang. Secara
itunjukan dalam Gambar 11.
ecepatan Angkutan umum di sebagian wilayah Jabodetabek
m yang melalui jalan
Tabel 3.
Jl. Margonda
Jenis Bis
MikroletMikrolet
MikroletMikrolet
Bis SedangMikroletMikrolet
Bis SedangMikroletMikroletMikroletMikroletMikrolet
WP-01
IUTRI - Institusi Transportasi Urban Indonesia 15
Kode Trayek Jenis BisD41 Citeurup-Cibinong-Kp.Rambutan Mikrolet
M 129 Pasar Minggu – Lt. Agung –Mekarsari
Mikrolet
D11 Terminal Depok-AksesUI-Pal MikroletM03 Term.Depok-Ps Minggu MikroletM04 Depok Timur-Psr Minggu Mikrolet
SIMULASI DAN ANALISIS
Pada jalur antara wilayah kota Depok dan DKI Jakarta ada dua alternatif potensi lokasi
asal perjalanan yaitu yang berawal dari Terminal Depok dan dari Kawasan Hunian
Depok Timur seperti yang ditunjukan dalam Gambar 12.
Gambar 12. Alternatif Rute Pengumpan Depok – DKI Jakarta
1. Alt1-Depok : Depok Timur – Depok Tengah – Juanda – Margonda –
Lenteng Agung – Ragunan
2. Alt2-Depok : Depok Timur – Jl. Bogor Raya – Juanda – Margonda –
Lenteng Agung – Ragunan
3. Alt3-Depok : Depok Timur – Jl. Bogor Raya – Cililitan
4. Alt4-Depok :Terminal Depok – Margonda – Lenteng Agung – Ragunan
5. Alt5-Depok : Terminal Depok – Margonda – Juanda-Jl Bogor Raya –
Cililitan
Term Depok
Depok Timur
Ragunan
Ke Cililitan
Alt1 -Depok
Alt2- Depok
Alt3 -Depok
Alt4 -Depok
Alt5 -Depok
WP-01
IUTRI - Institusi Transportasi Urban Indonesia 16
Pemilihan Rute Terbaik
Untuk menentukan prioritas rute layanan, dilakukan analisis besaran permintaan dengan
asumsi parameter operasional sebagai berikut;
a. Beroperasi pada jalur lalu lintas campuran (mixed lane)
b. Kecepatan tempuh rata-rata : 14 - 20 km/jam
c. Frekuensi layanan : 5 menit – 10 menit
d. Karakteristik layanan : Patas
e. Sistem tarif: terpisah & terintegrasi (dengan TransJakarta)
f. Halte transfer : Terminal akhir koridor TransJakarta.
g. Jam Operasional : sesuai dengan TransJakarta
Dari hasil analisis dengan menggunakan model yang dikembangkan, permintaan di
tahun 2013 untuk alternatif rute 5 memiliki jumlah penumpang naik (boarding) tertinggi
sebesar 10,726 pax/jam disusul Alternatif rute 2 dengan nilai total boarding 9,995
pax/jam. Namun nilai arus penumpang maksimum terjadi di ruas alternatif rute 3.
Secara keseluruhan, hasil simulasi untuk semua alternatif layanan dari Depok ke DKI
Jakarta disarikan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Prediksi Jumlah Penumpang Layanan Pengumpan Depok–DKI Jakarta
Opsi Rute Ittenerary Tarif
Penumpang
Naik(pax/jam)
Arusrata-2
(pax/jam)
ArusMaks.
(pax/jam)Alternatif-1
Depok Timur – Depok Tengah –Juanda – Margonda – LentengAgung - Ragunan
5,000 7,808 2,363 3,693
Alternatif-2
Depok Timur – Jl. Bogor Raya –Juanda – Margonda – LentengAgung – Ragunan
5,000 12,249 3,549 7,336
Alternatif-3
Depok Timur – Jl. Bogor Raya –Cililitan/UKI Cawang
5,000 9,430 2,962 5,947
Alternatif-4
Terminal Depok – Margonda –Lenteng Agung – Ragunan
5,000 11,768 4,259 7,758
Alternatif-5
Terminal Depok – Margonda –Juanda-Jl Bogor Raya –Cililitan/UKI
5,000 10,143 2,782 4,478
Prioritas Rute Berdasarkan Kesiapan Regulator
Dari hasil analisis permintaan dan kondisi geometrik untuk koridor Depok – DKI
Jakarta ada dua alternatif rute yang dapat ditindak lanjuti ke tingkat yang lebih rinci
yaitu alternatif rute Terminal Depok–Pasar Rebo–Cililitan/UKI (akternatif 5) dan
WP-01
IUTRI - Institusi Transportasi Urban Indonesia 17
alternatif rute Depok Timur– Margonda–Ragunan (Alternatif 2). Mengacu kepada hasil
diskusi dengan tim Dishub Kota Depok, diusulkan penyesuaian lokasi awal layanan dari
Depok ke DKI Jakarta dengan pertimbangan; kondisi geometrik jalan, kondisi layanan
eksisting, potensi konflik dengan operator eksisting, rencana pengembangan jalan
Pemerintah Kota Depok, serta kewenangan dari sebagian besar koridor yang berada
dibawah Pemerintah Pusat. Dengan berbagai parameter konsiderasi tersebut, titik asal
layanan diusulkan di lokasi Pool PPD (Kawasan Depok Timur) dengan alternatif rute
(Gambar 13) sebagai berikut ;
Gambar 13. Rute Terpilih Jalur Pengumpan Bodetabek (Depok – DKI Jakarta)
1. Pool PPD – Jalan Gema Insani – Jl. Juanda – Simpang Raya Bogor – Jl. Raya
Bogor – Simpang Pasar Rebo.
2. Pool PPD – Jl. Gema Insani – Jl. Juanda – Simpang Margonda – Jl Margonda
Raya – Jl Lenteng Agung – Jl. TB Simatupang – Ragunan.
Besaran Permintaan untuk Skenario Operasional Mixed-lane
Mengacu kepada kondisi geometrik yang ada, untuk tahap awal layanan pengumpan ini
diasumsikan beropeasi dengan sistem mixed lane, sampai dengan adanya kesiapan
Pemerintah untuk menyediakan prasarana lajur khusus untuk sistem BRT
JABODETABEK. Sistem mixed-lane adalah sistem pengoperasian seperti angkutan
umum jalan raya lainnya. Untuk sistem mixed-lane diasumsikan tingkat layanan dan
kenyamanannya lebih baik dibanding dengan layanan angkutan umum yang ada saat ini
pada umumnya. Besarnya potensi permintaan untuk alternatif rute yang dianalisis
didasarkan atas asumsi berikut:
a. Kecepatan tempuh rata-rata : sesuai kondisi eksisting;
b. Frekuensi pelayanan : 5 menit
c. Karakteristik layanan : Regular (berhenti di tiap halte)
d. Sistem tarif : terintegrasi (dengan TransJakarta);
e. Tarif layanan : Rp 3,500 untuk pengguna non TransJakarta dan
Rp 6,500 untuk pengguna TransJakarta
(Integrasi);
f. Halte transfer :Terminal Akhir Koridor TransJakarta;
g. Jam operasional : Sesuai dengan TransJakarta.
Rute Depok – DKI Jakarta
WP-01
IUTRI - Institusi Transportasi Urban Indonesia 18
Titik awal layanan di wilayah Depok diasumsikan dimulai dari Terminal Depok, Depok
Timur dan Pool PPD. Berikut adalah opsi rute yang akan disimulasikan:
1. Opsi Depok Timur-Ragunan dan terminal Depok – Pasar Rebo
2. Opsi Pool PPD–Ragunan dan Pool PPD-Pasar Rebo
Dari kedua opsi tersebut akan dicoba uji skenario implementasi secara sendiri-sendiri
(single route) dan bersama-sama (multiple routes).
Opsi-1: Depok Timur-Ragunan dan Terminal Depok -Pasar Rebo
Jika dioperasikan secara sendiri-sendiri (single route), rute Depok Timur (via jalan raya
Bogor)–Ragunan memiliki demand sedikit lebih baik dibanding rute Terminal Depok–
Pasar Rebo. Arus maksimum yang terjadi di kedua rute juga hampir sama. Saat kedua
rute dioperasikan secara bersamaan (multiple routes), terjadi pembagian demand untuk
kedua nya. Total demand kedua rute tersebut adalah sebesar 3,662 penumpang/jam
(tidak termasuk jumlah penumpang yang berpindah antar rute). Secara rinci hasil
simulasi untuk opsi-1 ini ditunjukan dalam tabel 5.
Tabel 5. Potensi Permintaan untuk Opsi 1
MIXED-LANE Naik Arus max. Arus rata-2
Single Route:
Depok-Ragunan 3,503 1,083 266
Depok-Pasar Rebo 3,447 1,071 352
Multi Routes:
Depok-Ragunan 1,855 683 310
Depok-Pasar Rebo 1,808 647 335
Total Multi Routes 3,663 683 323
Opsi-2 : Pool PPD-Ragunan dan Pool PPD-Pasar Rebo
Pada opsi-2 ini terjadi fenomena yang perlu dicermati dimana nilai demand pengguna
rute Depok-Ragunan 25% lebih baik dibanding skenario opsi-1. Secara total demand
jika kedua rute dibangun/dioperasikan secara bersamaan maka opsi-1 memiliki nilai
demand sedikit lebih baik (+2%) dibanding opsi-2.
WP-01
IUTRI - Institusi Transportasi Urban Indonesia 19
Tabel 6. Potensi Perminaan untuk Opsi-2
Mixed-lane Naik Arus maks. Arus rata-2
Single Route:
Depok-Ragunan 3,025 1,518 600
Depok-Pasar Rebo 1,688 717 276
Multi Routes:
Depok-Ragunan 2,315 1,131 349
Depok-Pasar Rebo 1,259 510 197
Total Multi Routes 3,574 1,131 273
KESIMPULAN
1. Dari aspek potensi permintaan terpilih 2 alternatif rute yang terbaik untuk
koridor ini ya itu rute Depok Timur – Ragunan dan Teminal Depok – Pasar
Rebo,
2. Dari aspek kesiapan Regulator (Dishub Kota Depok) titik asal dari alternatif
kedua rute tersebut dirubah ke lokasi Pool PPD di wilayah Depok Timur.
3. Dari aspek permintaan opsi rute dari Pool PPD sedikit lebih kecil dibanding
opsi rute dari Depok Timur dan Terminal Depok.
4. Alternatif rute dengan tujuan Pasar Rebo rata-rata memiliki nilai faktor muat
lebih baik.
WP-01
IUTRI - Institusi Transportasi Urban Indonesia 20
DAFTAR PUSTAKA
BSTP (2012), Detail Engineering Design Trayek Pengumpan Terpilih Bodetabek Tahap II,
Laporan Antara, Direktorat Jendral Perhubungan Darat, Kementrian Perhubungan
BSTP (2009), Penyusunan Master Plan Pola Transportasi Makro (PTM) Jabodetabek Tahap I,
Laporan Akhir, Direktorat Jendral Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan
CTS (2002), Jakarta Public Transport Origin-Destination off-Board Survey, Final Report
CTS (2004), Jakarta Public Transport Origin-Destination on-Board Survey, Final Report
Dodson, J. et.al. (2011), The Principles of Public Transport Network Planning: A review of the
emergingliterature with select examples, Urban Research Program, Issues Paper 15, Griffith
University, Brisbane
Giannopoulos, G.A. (1989), Bus Planning and Operation in Urban Areas: A Practical Guide.
Avebury-Gower Publishing Company Ltd., England
INRO (2003), User Manual, EMME Suite, Montreal
ITDP (2007). Bus Rapid Transit Planning Guide. ITDP, NewYork.
JICA (2012), A Study on Jabodetabek Public Transport Implementation Strategy (JapTraPIS),
Final Report.
JICA (2004), Studi on an Integrated Transport Master Plan for Jabodetabek Area, Final Report
Papacostas, C.S. (1987), Fundamentals of Transportation Engineering. Prentice Hall Inc., New
Jersey
Salter, R.J., (1976), Highway Traffic Analysis and Design, the Macmillan Press Ltd., London
TRB (2004), Bus Routing and Coverage. TCRP Report 95-Chapter 10. Washington D.C
TRB, (2007), Bus Rapid Transit Practitioner’s Guide. TCRP Report 118. Washington D.C
Top Related