ADAPTASI NORMAL FISIK DAN PSIKOLOGIS PADA IBU POSTPARTUM
1. Definisi
Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh seorang ibu
berupa pengeluaran hasil konsepsi yang hidup di dalam uterus melalui vagina ke dunia
luar. Beberapa kasus seperti plasenta previa, preeklamsia, gawat janin, kelainan letak
janin dan besar, persalinan melalui vagina dapat meningkatkan resiko kematian pada
ibu dan bayi sehingga diperlukan satu cara alternatif lain dengan mengeluarkan hasil
konsepsi melalui pembuatan sayatan pada dinding uterus melalui dinding perut yang
disebut seksio sesarea (Mochtar, 1998).
Periode postpartum, masa nifas atau puerperium adalah masa setelah kelahiran
sampai uterus dan organ-organ tubuh yang lain kembali ke keadaan seperti sebelum
hamil, biasanya berlangsung sekitar 6 minggu atau 40 hari. Setelah kelahiran, ibu
mengalami perubahan anatomis dan fisiologis sesuai transisi tubuhnya pada status
tidak hamil. Secara psikologis, ibu melanjutkan pencapaian proses peran maternalnya
dan kelekatan bayi (Walsh, 2007).
Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung
selama kira-kira 6 minggu (Abdul, dkk, 2002)
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas
(puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali
alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi
lahir sampai organ-organ reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil
(Bobak, 2010).
Masa nifas adalah periode sejak mulai persalinan, selama dan segera sesudah
melahirkan, hal tersebut kemudian ditambah dengan minggu-minggu berikutnya dimana
alat reproduksi pulih kembali seperti keadaan tidak hamil. (Ptrichard, Macdonald, Gant,
1995)
Perubahan fisik yang terjadi pada ibu nifas yaitu uterus mengalami involusi atau
rahim kembali ke ukuran sebelum hamil, payudara pada ibu yang menyusui
mengeluarkan kolostrum, vagina kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil,
servik memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk
semula (Bobak, 2004).
Adaptasi psikologis, pada hari pertama dan kedua setelah melahirkan ibu
membutuhkan perlindungan dan pelayanan. Pada hari ketiga sampai akhir minggu
keempat atau kelima, ibu siap untuk menerima peran barunya dan belajar tentang
semua hal-hal baru sedangkan mulai minggu kelima sampai keenam, sistem keluarga
telah menyesuaikan diri dengan anggota barunya (Rubin dalam Hamilton, 1992 ).
Periode postpartum terdiri dari periode immediate postpartum, early postpartum
dan late postpartum. Immediate postpartum yaitu masa segera setelah plasenta lahir
sampai dengan dua puluh empat jam pertama. Periode early postpartum mulai dari
dua puluh empat jam sampai satu minggu dan periode late postpartum mulai satu
minggu pertama sampai lima minggu (Saleha, 2009). Sedangkaan periode late
postpartum terjadi mulai minggu kedua sampai minggu keenam sesudah melahirkan,
dan terjadi perubahan secara bertahap.
Selain itu juga ada pembagian masa nifas yang dibedakan dalam 3 tahap :
a) Puerperium dini
Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan jalan-
jalan. Agama islam menganggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari
b) Puerperium intermedial
Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalis yang
lamanya 6-8 minggu.
c) Remote puerperium
Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu bulanan, atau
tahunan.
2. Etiologi
Partus normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah cukup bulan
atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain, dengan bantuan.
Partus dibagi menjadi 4 kala yaitu:
a. Kala I, kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai
pembukaan lengkap. Pada permulaan his, kala pembukaan berlangsung tidak begitu
kuat sehingga parturien masih dapat berjalan-jalan. Lamanya kala I untuk
primigravida berlangsung 12 jam sedangkan multigravida sekitar 8 jam.
b. Kala II, gejala utama kala II adalah His semakin kuat dengan interval 2 sampai 3
menit, dengan durasi 50 sampai 100 detik. Menjelang akhir kala I ketuban pecah
yang ditandai dengan pengeluaran cairan secara mendadak. Ketuban pecah pada
pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan mengejan. Kedua kekuatan, His dan
mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga kepala membuka pintu. Kepala
lahir seluruhnya dan diikuti oleh putar paksi luar. Setelah putar paksi luar
berlangsung kepala dipegang di bawah dagu di tarik ke bawah untuk melahirkan
bahu belakang. Setelah kedua bahu lahir ketiak di ikat untuk melahirkan sisa badan
bayi yang diikuti dengan sisa air ketuban.
c. Kala III, setelah kala II kontraksi uterus berhenti 5 sampai 10 menit. Dengan
lahirnya bayi, sudah dimulai pelepasan plasenta. Lepasnya plasenta dapat
ditandai dengan uterus menjadi bundar, uterus terdorong ke atas, tali pusat
bertambah panjang dan terjadi perdarahan.
d. Kala IV, dimaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan post
partum paling sering terjadi pada 2 jam pertama, observasi yang dilakukan yaitu
tingkat kesadaran penderita, pemeriksaan tanda-tanda vital, kontraksi
uterus, terjadinya perdarahan. Perdarah dianggap masih normal bila jumlahnya tidak
melebihi 400 sampai 500 cc.
(Manuaba, 2007)
3. Adaptasi Fisiologi Ibu Post Partum
Bobak, Lowdermik, dan Jensen (2004) menyatakan bahwa periode post partum
ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke
keadaan sebelum hamil. Periode ini kadang-kadang disebut puerperium atau trimester
ke empat kehamilan. Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap
normal dimana proses – proses pada kehamilan berjalan terbalik.
Perubahan fisiologis pada masa pascasalin terjadi pada sistem reproduksi,
servik, perineum, vulva dan vagina, payudara, sistem perkemihan, sistem
gastrointestinal, sistem kardiovaskuler, sistem endokrin, sistem muskuloskeletal, dan
sistem integumen (Harnawatiaj, 2008).
Berikut adalah perubahan atau adaptasi anatomi secara fisiologi wanita setelah
melahirkan :
a. Perubahan system reproduksi
1) Involusio Uteri
Segera setelah pengeluaran plasenta, fundus korpus uteri yang
berkontraksi terletak kira-kira dipertengahan antara umbilicus dan simfisis, atau
sedikit lebih tinggi. Korpus uteri sekarang sebagian besar terdiri dari miometrium
yang dibungkus oleh serosa dan dilapisi erat (menempel), masing-masing
tebalnya 4-5 cm. Karena pembuluh darah tertekan karena kontraksi miometrium,
uterus nifas pada potongan tampak iskemik. Selama 2 hari berikutnya, uterus
masih tetap pada ukuran yang sama dan kemudian mengerut, sehingga dalam 2
minggu organ ini telah turun ke rongga panggul sejati dan tidak dapat lagi teraba
diatas simfisi. Normalnya organ ini mencapai ukuran tak hamil seperti semula
dalam waktu sekitar 4 minggu. Proses tersebut berjalan sangat cepat. Uterus
yang baru saja melahirkan kemudian beratnya sekitar 500 gram, pada akhir
minggu kedua turun menjadi 300 gram, dan segera sesuadahnya menjadi 100
gram atau kurang. Jumlah total sel otot tidak berkurang banyak, namun sel-
selnya sendiri kurang jelas sekali berkurang ukurannya. Involusio rangka
jaringan penyambung terjadi sama cepatnya. (Harnawatiaj, 2008)
Karena pelepasan plasenta dan membran-membran terutama
mengikutsertakan lapisan spongiosa desidua, bagian basal desidua tetapi ada di
uterus. Desidua yang tersisa mempunyai variasi ketebalan yang menyolok,
gambaran bergerigi yang tidak teratur dan terinfiltrasi oleh darah khususnya
tempat plasenta.
2) Kontraksi uterus
Intensitas kontraksi uteri menyangkut secara bermakna segera setelah
bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterine
yang sangat besar.
Hormone yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur
kontraksi uterus, mengompresi pembalut darah dan hemostrak
Selama 1-5 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa
berkurang dan menjadi tidak teratur karena penting sekali untuk
mempertahankan kontraksi uterus selama masa ini, biasanya suntikan oksitosin
(pitosin) secara intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta
keluar dan merupakan sumber pembentukan endometrium baru. Endometrium
berkembang dari proliferasi sisa-sisa kelenjar endometrium dan stoma jaringan
penyambung antar kelenjar tersebut.
Proses regenerasi endometrium berlangsung cepat, kecuali di tempat
plasenta. Di tempat lain, permukaan bebas tertutup oleh epitel dalam satu
minggu atau 10 hari dan seluruh endometrium pulih dalam minggu ketiga
3) Involusi tempat plasenta
Ekstrusi lengkap tempat plasenta perlu waktu sampai 6 minggu. Proses ini
mempunyai kepentingan klinik yang besar, karena kalau proses ini terganggu,
mungkin terjadi perdarahan nifas yang lama. Segera setelah kelahiran, tempat
plasenta kira-kira berukuran sebesar telapak tangan, tetapi dengan cepat
ukurannya mengecil. Pada akhir minggu kedua, diameternya 3-4 cm. Segera
setelah berakhirnya persalinan, tempat plasenta normalnya terdiri dari banyak
pembuluh darah yang mengalami thrombosis yang selanjutnya mengalami
organism thrombus secara khusus. Kalau involusio tempat plasenta yang
meliputi peristiwa ini, setiap kehamilan akan meninggalkan jaringa parut fibrosa
di endometrium dan miometrium dibawahnya, yang akhirnya membatasi jumlah
kehamilan yang akan datang. Namun luka bekas plasenta tidak meninggalkan
jaringan parut, hal ini disebabkan karena luka ini sembuh dengan cara
dilepaskan dari dasarnya dengan pertumbuhan endometrium dibawah
permukaan luka.
4) Perubahan di Serviks dan Segmen Bawah Uterus
Segera setelah selesai kala ketiga persalinan, serviks dan segmen bawah
uteri menjadi struktur yang tipis, kolap dan kendur. Tapi luar serviks, yang
tadinya os ekstrna biasanya mengalami laserasi, khususnya sebelah lateral.
Mulut serviks mengecil perlahan-lahan. Selam beberapa hari, segera setelah
persalinan, mulutnya dengan mudah dimasuki dua jari, terjadi pada akhir minggu
pertama, telah menjadi sedemikian sempit sehingga sulit untuk memasukkan
satu jari. Sewaktu mulut serviks sempit, seviks menbal dan salurannya terbentuk
kembali. Tetapi setelah selesai involusi os eksterna agak lebih lebar dan secara
tipikal depresi bilateral ditempat laserasi masih tetap sebagai perubahan
permanen yang menandai serviks paru.
Setelah kelahiran, miometrium segmen bawah uterus yang sangat tipis
berkontraksi dan berektraksi tetapi tidak sekut korpus uteri. Dalam perjalanan
beberapa minggu segen bawah diubah dari struktur yang jelas-jelas cukup besar
untuk memuat kebanyakan kepala janin cukup bulan menjadi isthimus uteri yang
hamper tidak dapat dilihat yang terletak diantara korpus uteri atas dan os interna
serviks di bawah.
5) Vagina dan Pintu Keluar Vagina
Vagina dan pintu keluar vagina pada bagian pertama masa nifas
membentuk lorong berdinding lunak dan luas yang ukurannya secara perlahan
mengecil tetapi jarang sekali kembali ke ukuran nullipra. Rugae terlihat kembali
pada minggu ketiga. Hymen muncul sebagai beberapa potong jaringan kecil,
yang selama proses sikatrisasi diubah menjadi carunculae mirtiformitis yang
khas pada wanita yang pernah melahirkan.
6) Perubahan di Perineum dan Dinding Abdomen
Ketika miometrium berkontraksi dan beretraksi setelah kelahiran, dan
beberapa hari sesudahnya, peritoneum yang membungkus sebagian besar
uterus dibentuk menjadi lipatan-lipatan dan kerutan – kerutan. Ligamentum
ratum dan rotundum jauh lebih kendor daripada kondisi tidak hamil, dan mereka
memerlukan waktu yang cukup lama untuk kembali dari peregangan dan
pengendoran yang telah dialaminya selama kehamilan tersebut.
Sebagai akibatnya putusnya serat – serat elastic kulit dan distensi yang
berlangsung lama akibat besarnya uterus hamil, dinding abdomen masih lunak
dan kendur untuk sementara waktu. Pemulihan dibantu dengan latihan. Kecuali
striae keperak-perakan dinding abdomen biasanya kembali ke keadaan sebelum
hamil, tetapi kalau otot-ototnya atonik, mungkin abdomen akan tetap kendor.
Mungkin ada pembelahan muskulus rektus yang jelas, atau diastasis. Pada
keadaan ini, dinding abdomen disekitar garis tengah hanya dibentuk oleh
peritoneum, fasia tipis, lemak subkutan, dan kulit.
7) Lokhea
Lokhea adalah cairan secret yang berasal dari cavum uteri dan vagina
dalam masa nifas. Lochea megandung darah dan sisa jaringan desidua yang
nekrotik dari dalam uterus. Lochea mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat
membuata organism berkembang lebih cepat daripada kondisi asam yang ada
pada vagina normal. Lokhea mempunyai bau amis/anyir seperti darah
menstruasi, meskipun tidah terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda
pada setiap wanita. Lokhea yang baunya tidak sedap menandakan adanya
infeksi. Lokhea mempunyai perubahan karena proses involusi.
Lokhea dibagi berdasarkan warna dan kandungannya yaitu :
a) Lokhea Rubra
Keluar pada hari pertama sampai hari ketida postpartum. Warna merah terdiri
dari darah, sel – sel desidua, verniks kaseosa, rambut lanugo, sisa mekonium
dan sisa – sisa selaput ketuban.
b) Lokhea Serosa
Mengandung sel darah tua, serum, leukosit dan sisa jaringan dengan warna
kuning kecoklatan, berlangsung hari keempat dan kesembilan postpartum.
c) Lokhea Alba
Berwarna putih kekuningan, tidak mengandung darh, berisi sel leukosit, sel-
sel epitel dan mukosa serviks. Dimulai pada hari ke-10 sampai minggu ke 2 -6
postpartum.
(Cunningham, 195 : 288)
Perdarahan lokhea menunjukkan keadaan normal. Jika pengeluaran
lokhea berkepanjangan, pengeluaran lokhea tertahan, lokhea yang purulenta
(nanah), rasa nyeri yang berlebihan, terdapat sisa plasenta yang merupakan
sumber perdarahan dan terjadi infeksi intrauterine.
b. Perubahan Kelenjar Mamae
1) Laktasi
Pada hari kedua postpartum sejumlah kolostrum, cairan yang disekresi
payudara selam lima hari pertama setelah kelahiran bayi, dapat diperas dari
putting susu.
2) Kolostrum
Disbanding dengan susu matur yang akhirnya disekresi oleh payudara,
kolostrum mengandung lebih banyak protein, yang sebagian besar adalah
globulin, dan lebih banyak mineral tetapi gula dan lemak lebih sedikit. Meskipun
demikian kolostrum mengandung globul lemak agak besar didalam yang disebut
korpustel kolostrum, yang oleh bebrapa ahli dianggap merupakan sel-sel epitel
sebagai fagosit mononuclear yang mengandung cukup banyak lemak. Sekresi
kolostrum bertahan selama sekitar lima hari, dengan perubahan bertahap
menjadi susu matur. Antibodi mudah ditemukan dalam kolostrum. Kandungan
immunoglobulin A mungkin memberikan perlindungan pada neonates melawan
infeksi enteric. Factor – factor kekebalan hospes lainnya, juga immunoglobulin-
immunoglobulin, terdapat didalam kolostrum manusia dan air susu. Factor ini
meliputi komponen komplemen, makrofag, limfosit, latoferin, laktoperoksidase,
dan lisozim.
3) Air Susu
Komponen utama air susu adalah protein, laktosa, air, dan lemak. Air susu
isotonic dengan plasma, dengan laktosa bertanggung jawab terhadap separuh
tekanan osmotic. Protein utama didalam air susu ibu disintesis didalam reticulum
endoplasmic kasar sel sekretorik alveoli. Asam amino essensial berasal dari
darah, dan asam amino non-essensial sebagian besar dari darah atau disintesis
dari kelenjar mamae. Kebanyakan protein air susu adalah protein – protein unik
yang tidak ditemukan dimanapun. Juga prolaktin secara aktif disekresi kedalam
air susu (Cunningham, 2005).
Prubahan besar yang terjadi 30-40 jam postpartum anatara lain peninggian
mendadak konsentrasi laktosa. Sintesis laktosa dari glukosa didalam sel-sel
sekretorik alveoli dikatalis oleh lactose sintetase. Beberapa laktosa meluap
masuk ke sirkulasi ibu dan mungkin diskresi oleh ginjal dan ditemukan didalam
urin kecuali kalau digunakan glukosa oksidase spesifik dalam pengujian
glikosuria (Cunningham, 2005).
Asam-asam lemak disintesis didalam alveoli dari glukosa. Butir-butir lemak
disekresi dengan proses semacam apokrin. Semua vitamin kecuali vitamin K ada
didalam susu manusia tetapi dalam jumlah yang berbeda. Kadar masing-masing
meninggi dengan pemberian makanan tambahan pada ibu. Karena ibu tidak
menyediakan kebutuhan bayi akan vitamin K, pemberian vitamin K pada bayi
segera setelah lahir ada manfaatnya untuk mencegah penyakit perdarahan pada
neonates (Cunningham, 2005).
Air susu manusia mengandung konsentrasi rendah besi. Tetapi besi
didalam air sus manusia absorbsinya lebaih baik daripada besi didalam susu
sapi. Simpanan besi ibu tampaknya tidak mempengaruhi jumlah besi didalam air
susu. Kelenjar mamae, seperti kelenjar tiroid, menghimpun iodium, yang muncul
didalam air susu (Cunningham, 2005).
c. Perubahan Sistem Pencernaan
Wanita mungkin menjadi lapar dan siap makan kembali dalam 1 sampai 2 jam
setelah melahirkan. Kontipasi dapat terjadi pada masa nifas awal dikarenakan
kekurangan bahan makanan selama persalinan dan pengendalian pada fase
defekasi.
d. Perubahan Sistem Perkemihan
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama. Kemungkinan terdapat
sfingter dan edema leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara
kepala janin dan tulang pubis selama persalinan. Urin dalam jumlah yang besar akan
dihasilkan dalam waktu 12 – 36 jam sesudah melahirkan. Setelah plasenta
dilahirkan, kadar hormone estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami
penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan diuresis. Ureter yang
berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 mingggu (Harnawatiaj, 2008).
Menurut Hadijono (2008) dieresis terjadi pada hari kedua-kelima postpartum.
Sering terjadi pengeluaran air seni sedikit yang normal sehingga dapat menyebabkan
infeksi saluran kemih akibat terjadi distensi yang berlebihan, pengosongan urine
yang tidak tuntas atau adanya residu urine yang berlebihan.
e. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Adaptasi musculoskeletal ibu terjadi selama kehamilan akan kembali seperti
semula pada puerperinium, adaptasi ini termasuk relaksasi dan mobilitas berlebihan
dari tulang sendi dan perubahan dalam pusat gravitasi ibu untuk merespon terhadap
pembesaran uterus. Tulang sendi akan kembali stabil semua dalam 6-8 minggu post
partum, walaupun seluruh tulang sendi seperti sebelum hamil tapi tidak demikian
dengan ukuran kaki ibu. Biasanya ibu mengatakan ukuran kakinya bertambah besar
(Bobak, 1993)
Pada sistem muskuloskletal, ambulasi pada umumnya dimulai 4-8 jam
postpartum. Ambulasi dini sangat membantu untuk mencegah komplikasi dan
mempercepat proses involusi. Penurunan melanin umumnya terjadi pada sistem
integumen setelah persalinan, menyebabkan berkurangnya hyperpigmentasi kulit
dan perubahan pembuluh darah yang tampak pada kulit karena kehamilan dan akan
menghilang pada saat estrogen menurun (Harnawatiaj, 2008).
f. Perubahan Sistem Endokrin
Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin yaitu plasenta penurunan HPL
(Human Placental Lactogen) estrogen, kortisol, serta enzim plasenta mengembalikan
efek diabetic janin, menghasilkan tinggi gula darah yang cukup pada nifas
pertengahan. Tingkat penurunan estrogen dan progesterone sangat mencolok
setelah pengeluaran plasenta yaitu terjadi satu minggu post partum. Penurunan
tersebut mencapai 10% dari nilai ketika hamil dalam 3 jam post partum. Tingkat
terendah terjadi pada hari ke-7 pada hormone pituitary keadaan prolatktin pada
darah meninggi selama kehamilan dan persalinan. Pada ibu yang tidak menyusui
prolaktin menurun sampai keadaa sebelum hamil pada waktu 2 minggu (Bobak,
1993)
g. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Tekanan darah perlu diukur setelah plasenta lahir, hasilnya perlu
dibandingkan dengan pengukuran sebelumnya. Perbedaan yang mencolok dari
perbandingan ini misalnya systole dari 100 menjadi 60 atau 50, menunjukkan bahwa
pekerjaan jantung kurang normal. Jika terlalu lambat memompakan darah ke dalam
arteri, dapat dianggap sebagai satu gejala permulaan shock.
Tanda-tanda vital persalinan adalah :
1) Suhu
Selama 24 jam pertama, mungkin meningkat sampai 100,40F (380C) sebagai
suatu akibat dari dehidrasi. Persalinan setelah 24 jam wanita tidak boleh
demam, bila demam berlangsung selama 2 hari kemungkinan lain adalah
mastitis atau endometritis.
2) Nadi
Bradikardi pada 6-8 jam pertama setelah persalinan ini merupakan suatu
konsukuensi peningkatan kardiak output dan stroke volume. Nadi kembali
normal setelah persalinan 50-70 kali per menit. Bila nadi cepat mungkin indikasi
hipofalemia sekunder dan perdarahan.
3) Tekanan Darah
TD sedikit berubah biasanya terjadi hipotensi yang diindikasikan dengan
perasaan pusing/pening setelah berdiri, berkembang dalam 24 jam pertama
sebagai suatu akibat ganggan daerah persarafan yang mungkin terjadi setelah
persalinan. Jika terjadi hipertensi pada periode pertama post partum, evaluasi
rutin tekanan darah bila diperlukan. Analgetik diberikan jika tensi tinggi dan
istirhat di tempat tidur.
4) Respirasi
Akan menurun sampai keadaan normal seperti sebelum hamil dalam 6 bulan
setelah persalinan. Bila terjadi peningkatan subarachnoid (spinal) block makan
akan terjadi hipoventilasi dan hipotensi.
h. Perubahan Sistem Hematologi
Pada 72 jam pertama persalinan kehilangan volume plasma dari sel darah.
Pada hari ke 3-7 setelah persalinan terjadi peningkatan keadaan hematokrit dan HB.
Masa puerpurium bukan penghancuran RBC, tetapi tambahan-tambahan akan
menghilang secara perlahan sesuai waktu hidup RBC. Hematokrit dan HB kembali
normal dalam 4-5 minggu post partum.
Jumlah Sel Darap Putih (SDP)
Luekositosis rata-rata pada ibu hamil 12000/mm3. Selama 10-12 jam pasca
persalinan bernilai 20000 – 25000/mm3. Neutropil lebih banyak dari sel darah
putih mungkin sulit diinterpretasikan jika terjadi.
Faktor Pembekuan
Aktivasi ekstensif terjadi setelah persalinan secara bersamaan dengan tidak
adanya pergerakan, trauma/sepsis yang mendorong terjadinya
tromboembolisme beberapa hari sampai keadaan sebelum hamil.
Trombosis
Kaki ibu diperiksa setiap hari untuk mengetahui adanya tanda-tanda thrombosis
yaitu nyeri hangat dan lemas, vena bengkak, kemerahan yang dirasakan
keras/padat ketika disentuh. Bila positif terdapat tanda-tanda Hoffmans yang
menyebabkan otot betis mengkonvulsi vena dan akan nyeri.
Varises
Varises pada kaki dan sekitar anus adalah umum dalam kehamilan. Varises
pada vulva berkurang dan akan kembali setelah persalinan.
i. Perubahan Sistem Neurologi
Perubahan neurologi selama puerperium merupakan kebalikan adaptasi neurologis
yang terjadi pada saat wanita hamil dan disebabkan trauma yang dalam bagi wanita
saat bersalin dan melahirkan. Rasa tidak nyaman neurologis yang diinduksi
kehamilan akan menghilang setelah wanita melahirkan.
4. Adaptasi Psikologi Ibu Post Partum
Adaptasi adalah suatu proses yang konstan dan berkelanjutan yang
membutuhkan perubahan dalam hal struktur, fungsi, dan perilaku sehingga seseorang
lebih sesuai dengan suatu lingkungan tertentu. Proses ini melibatkan interaksi indivisu
dan lingkungan. Hasil akhirnya tergantung pada tingkat keseseuaian antara ketrampilan
dan kapasitas seseorang dan symber dukungan sosialnya di satu sisi dan jenis
tantangan atau stressor yang dihadapi disisi lain. Maka adpatasi adalah suatu proses
individual dimana masing-masing individu mempunyai kemampuan untuk mengatasi
masalah atau berespon dengan tingkat berbeda-beda (Smeltzer S.C, 2001)
Secara psikologis, setelah melahirkan seorang ibu akan merasakan gejala-
gejala psikiatrik, demikian juga pada masa menyusui. Meskipun demikian, adapun ibu
yang tidak mengalami hal ini. Agar perubahan psikologi yang dialami tidak berlebihan,
ibu perlu mengetahui hal yang lebih lanjut. Wanita banyak mengalami perubahan emosi
selama masa nifas sementara ia menyesuaikan diri menjadi seorang ibu. Penting sekali
sebagai tenaga kesehatan mengetahui tentang penyesuaian psikologi normal dalam
masa nifas ini, suatu variasi atau penyimpangan dari penyesuaian yang normal umum
terjadi. Periode masa nifas merupakan waktu untuk terjadi stress, terutama ibu
primipara. Tidak perlu ditanyakan bahwa kehamilan dan menunggu kelahiran
menimbulkan kecemasan bagi wanita (Combes dan Schonveld, 1992)
Menurut Rubin (cit Bryar, 1995) terdapat tiga fase peruabahan adatasi
psikososial ibu postpartum yaitu :
a. Fase Taking In : periode tingkah laku bergantung. Fase raking in adalah waktu
refleksi bagi ibu, yang terjadi pada hari pertama sampai hari kedua gejalanya :
1) Ibu berfokus pada dirinya sendiri dan tergantung pada orang lain.
Ketergantungan ini sebagian karena ketidaknyamanan fisik (kemungkinan karena
jahitan di perineum, after pains, hemorrhoid) karena ketidakpastiannya merawat
bayi, dank arena kelelahan yang sangat setelah persalinan. Ibu biasanya
menginginkan untuk membicarakan tentang kehamilannya, khususnya tentang
persalinan dan kelahiran secara emosional, ia berusaha untuk mengintegrasikan
proses persalinan dan kelahiran kedalam pengalaman hidupnya.
2) Seorang ibu akan mengenang kejadian kelahiran secara berulang mencari
detailnya dan membadingkan penampilannya dengan hal yang diharapkannya,
pengalaman kelahiran sbellumnya, atau dari orang lain.
3) Energy yang ada pada ibu postpartum ini lebih dipusatkan pada kesehatan dan
kesejahteraannya sendiri, bukan kepada bayinya.
4) Tingkah laku ibu dapat bersifat pasif dan tergantung. Kebutuhan untuk istirahat,
makan dan membuat keputusan mungkin divervalisasikan dan bantuan dari
pemberi perawatan kesehatan akan dengan senang hati dihargai.
5) Ibu akan siap menerima bantuan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosinya.
6) Ibu membutuhkan waktu untuk beristirahat dan memperoleh kembali kekuatan
fisik dan untuk menyenangkan, menahan pikiran-pikiran yang beragam. Ibu dapat
menunjukkan sedikit ketertarikan untuk merawat bayinya.
Pada gambaran awal yang disampaikan Rubin, fase ini berlangsung selama
1-2 hari. Sekarang tingkah laku ini dapat diobservasi pada jam-jam pertama
kehamilan.
b. Taking Hold adalah pergerakan dari tergantung menuju tingkah laku mandiri.
1) Fase ini terjadi pada hari ke 2-4 hari post partum.
2) Secara bertahap, tingkat energy ibu bertambah dan akan merasa lebih nyama
serta mampu lebih berfokus pada bayinya dibandingkan pada dirinya sendiri.
3) Seorang ibu mulai berinisiatif untuk melakukan tindakan (melalukan mobilisasi),
melakukan aktivitas perawatan diri dan sering mengungkapkan perhatian-
perhatian tentang fungsi tubuh. Biasanya ibu mengungkapkan bahwa ia ingin
kondisi atau keadaannya segera pulih seperti keadaan sebelum melahirkan.
Meskipun demikian ibu masih sering merasa kelelahan karena pengaruh
perubahan hormonal, proses penyembuhan dar uterus dan perineum.
4) Ibu memperoleh control terhadap tubuhnya, dia menjadi lebih mampu untuk
bertanggung jawab untuk merawat bayinya yang baru dilahirkannya. Ibu yang
melahirkan tanpa bantuan anastesi mungkin mencapai fase kedua ini dalam
waktu beberapa jam setelah persalinan. Meskupun tindakan ibu menunjukkan
kemandirian yang kuat dalam waktu ini, seorang ibu postpartum masih sering
merasa tidak aman tentang kemampuannya merawat bayinya.
5) Menginterpretasikan kompetensi perawat sebagi refleksi dari
ketidakmampuannya dan memandang bahwa dirinya gagal, dalam hal ini butuh
pujian tentang segala sesuati yang sudah dilakukannya dengan baik untuk
memberikan rasa percaya diri, misalnya dukungan pada bayi, mulai menyusui,
dan menyendawakan bayi yang benar. Pujian yang positif dimulai ketika ibu
masih berada di tempat perawatan dan berlanjut setelah pulang kerumah,
maupun ketika control kembali. Oleh karena itu fase ini ideal untuk mengajarkan
tentang perawatan bayi dan perawatan diri, termasuk pendidikan kesehatan
dengan metode demostrasi.
Setelah fase ini sistem pendukung menjadi sangat bernilai bagi ibu muda
yang membuthkan sumber informasidan penyembuhan fisik, sehingga ia dapat
istirahat dengan baik. Mekanisme pertahanan diri pasien merupakan sumber penting
dalam fase ini, karena postpartum blues bisa terjadi. Layanan kunjungan rumah
(home visite) sangat dianjurkan terutama pada ibu muda.
c. Fasa Letting Go. Pada fase ketiga disebut letting go (mendifinisikan sebagai peran
barunya) oleh Rubin fase ini dimulai pada akhir minggu pertama postpartum yang
saat ini akan menuju fase letting go dengan peran barunya.
1) Menghilangkan fantasi tentang bayinya dan menerima keadaan bayinya yang
nyata.
2) Penyesuaian diri kembali menyangkut hubungan dengan pasangan, yang mirip
dengan apa yang terjadi selama masa kehamilan. Hal ini meluas dan terus
berlangsung selama masa pertumbuhan anak.
3) Timbul masa depresi ringan pada periode postpartum awal oleh karena berduka
dan bereorganisasi keluarga.
4) Mengakui bahwa mereka merasa tertinggal (abandonment) dan kurang penting
setelah kelahiran anaknya.
5) Bingung dengan perasaan yang sangat dekat dengan kecemburuan oleh karena
setiap orang hanya menanyakan tentang keadaan bayi hari ini dan bukan tentang
diri ibu. Setiap orang menanyakan kesehatan dan kesejahteraan dirinya sesaat
setekah kelahiran bayi yang menjadi perhatian utama, seperti setiap orang
menanyakan bayinya, kado-kado semua untuk bayi. Bagaimana bisa hal tersebut
terjadi ? Dalam hal ini perarawat dapat membantu ibu untuk mengungkapkan
tentang “banyak hal yang berubah”. Betapa aneh dan bahkan tidak nyaman,
yang harus ibu rasakan, ini adalah kata-kata unuk mengetahui sensasi yang
dialami oleh ibu, sementara ibu merasa tetap nyaman merupakan hal yang
normal.
6) Kekecewaan terhadap bayi. Selama kehamilan, ibu mungkin membayangkan
bayi yang gemuk, rambut keriting atau yang suka tersenyum. Ibu mengabaikan
anak yang kurus, tanpa rambut dan selalu menangis.
Merupakan hal yang sulit bagi orang tua untuk merasa positif terhadap
bayinya, yang tidak memenuhi harapan mereka. Jika jenis kelamin anak tidak sesuai
yang diinginkan, ibu dapat merasa gagal meskipun ibu memahami bahwa hal ini
adalah sesuatu yang berada diluar kontrolnya.
Kegagalan dalam adaptasi psikososial post partum dapat mengakibatkan
gangguan psikologis berupa postpartum blues. Postpartum blues merupakan bentuk
depresi postpartum yang paling ringan. Gangguan psikologis yang lebih berat lagi
berupa depresi postpartum dan psikosis postpartum (Reeder et al, 1997).
Steele dan Pollack (1968) menyatakan bahwa menjadi orang tua merupakan
suatu proses yang terdiri dari dua komponen. Komponen pertama, bersifat praktis atau
mekanis, melibatkan ketrampilan kognitif dan motorik, komponen kedua bersifat
emosional, melibatkan ketrampilan afektif dan kognitif. Kedua komponen ini penting
untuk perkembangan dan keberadaan bayi.
a. Komponen koginitif-motorik
Komponen pertama dalam proses menjadi orang tua melibatkan aktivitas perawatan
anak, seperti memberi makan, menggendogn, mengenakan pakaian, dan
membersihkan bayi, menjadi dari bahaya, dan kemungkinannya untuk bisa bergerak.
Kemampuan orangtua dalam hal ini dipengaruhi oleh pengalaman pribadinya dan
budayanya. Banyak orang tua harus belajar untuk melakukan tugas ini dan proses
belajar ini mungkin sukar bagi mereka. Akan tetapi, hamper semua orang tua yang
memiliki keinginan untuk belajar dan dibantu dukungan orang lain menjadi terbiasa
dengan aktivitas merawat anak.
b. Komponen koginitif-afektif
Komponen psikologis dalam menjadi orangtua, sifat keibuan tampaknya berakar dari
pengalaman orang tua di masa kecil saat mengalami dan menerima kasih saying dari
ibunya. Dalam hal ini orang tua bisa dikatakan mewarisi kemampuan untuk
menunjukkan perhatian dan kelembutan serta menyalurkan kemampuan ini ke
generasi berikutnya dengan meniru hubungan orang tua-anak yang pernah
dialaminya. Ketrampilan kognitif-afektif menjadi orang tua ini meliputi sikap yang
lembut, waspada dan memberi perhatian terhadp kebutuhan dan keinginan anak.
Komponen menjadi orang tua ini memiliki efek yang mendasar pada cara perawatan
anak yang dilakukan dengan praktis dan pada respon emosional anak terhadap
asuhan yang diterimanya.
5. Patofisiologi Post Partum
(terlampir)
6. Tanda – Tanda Bahaya Post Partum
Berikut ini adalah tanda-tanda bahaya pada ibu post partum menurut DEPKES
RI (1995) :
a. Perdarahan vagina yang hebat atau tiba-tiba bertambah banyak
b. Pegeluaran vagina yang baunya menusuk
c. Rasa sakit dibagian bawah abdomen atau punggung
d. Sakit kepala terus-menerus, nyeri ulu hati, atau masalah penglihatan
e. Pembengkakan di wajah/tangan
f. Demam, muntah, rasa sakit waktu BAK, merasa tidak enak badan
g. Payudara yang beubah menajdi merah, panas, dan/atau terasa sakit
h. Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama
i. Rasa sakit, merah, lunak, dan pembengkakan di kaki
j. Merasa sedih, merasa tidak mampu mengasuh sendiri bayinya/diri sendiri
k. Merasa sangat letih/nafas terengah-engah
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Darah
Beberapa uji laboratorium biasanya segera dilakukan pada periode pasca partum.
Nilai Hb dan Ht seringkali dibutuhkan pada hari pertama pada partum untuk menguji
kehilangan darah pada saat melahirkan.
b. Pengambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan cateter atau dengan
teknik pengambilan bersih (clean-cath) specimen ini dikirim ke laboratorium untuk
dilakukan pemeriksaan urinalisi rutin atau kultur dan sentivitas terutama jika kateter
indwelling dipakai selama pasca inpartum. Selain itu catatan prenatal ibu harus
dikaji untuk menentukan status rubella dan rhesus dan kebutuhan terapi yang
mungkin.
(Bobak, 2004)
8. Penatalaksanaan atau Perawatan Post Partum
Penatalaksanaan pada ibu post partum meliputi perawatan ibu post partum dan
bayinya. Pada pendekatan ini perawat dilatih untuk memberikan perawatan yang terbaik
bagi ibu dan bayinya. Berikut ini adalah penatalaksanaan bagi ibu post partum menurut
Bobak, Lowdermilk, Jensen (2004) :
Perawatan post partum dimulai sejak kala uri dan menghindarkan adanya
kemungkinan perdarahan post partum dan infeksi. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka
episiotomy, lakukan penjahitan dan perawatan luka dengan baik. Penolong harus tetap
waspada sekurang-kuranganya 1 jam post partum, untuk mengatasi kemungkinan
terjadinya perdarahan post partum. Delapan jam post partum harus tidur terlentang
untuk mencegah perdarahan post partum. Sesudah 8 jam, pasien boleh miring ke
kanan atau ke kiri untuk mencegah thrombosis. Ibu dan bayi dapat ditempatkan dalam
satu kamar. Pada hari seterusnya dapat duduk dan berjalan. Diet yang diberikan harus
cukup kalori, protein, cairan banyak buah-buahan. Miksi atau berkemih harus
secepatnya dapat dilakukan sendiri, bila pasien belum dapat berkemih sendiri
sebaiknya dilakukan kateterisasi. Defekasi harus ada dalam 3 hari post partum. Bila ada
obstipasi dan timbul komprestase hingga vekal tertimbun di rectum, mungkin akan
terjadi febris. Bila hal ini terjadi dapat dilakukan klisma atau diberi laksan per os. Bila
pasien mengeluh mules, dapat diberi analgetik atau sedative agar dapat beristirahat.
Perawatan mamae harus sudah dirawat selama kehamilan, areola dicuci secara teratur
agar tetap bersih dan lemas, setelah bersih barulah bayinya disusui.
9. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian Fokus
Pengkajian pada ibu post partum menurut Doenges, 2001 adalah sebagai
berikut :
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
a) Bagaimana keadaan ibu saat ini ?
b) Bagaimana perasaa ibu setelah melahirkan ?
2) Pola nutrisi dan metabolik
a) Apakah klien merasa kehausan setelah melahirkan?
b) Apakah klien merasa lapar setelah melahirkan ?
c) Apakah klien kehilangan nafsu makan atau merasa mual ?
d) Apakah ibu mengalami penurunan BB setelah melahirkan ?
3) Pola aktivitas setelah melahirkan
a) Apakah ibu tampak kelelahan atau keletihan?
b) Apakah ibu toleransi terhadap aktivitas sedang atau ringan ?
c) Apakah ibu tampak mengantuk ?
4) Pola eliminasi
a) Apakah ada diuresis setelah persalinan ?
b) Adakan nyeri dalam BAB pasca persalinan ?
5) Neuro sensori
a) Apakah ibu merasa tidak nyaman ?
b) Apakah ibu merasa nyeri di bagian tubuh tertentunya ?
c) Bagaimana nyeri yang ibu raskan ?
d) Kaji melalui pengkajian P, Q, R, S, T ?
e) Apakah nyerinya menggangu aktivitas dan istirahatnya ?
6) Pola persepsi dan konsep diri
a) Bagaimana pandangan ibu terhadap dirinya saat ini
b) Adakah permasalahan yang berhubungan dengan perubahan
penampilan tubuhnya saat ini ?
7) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Pemeriksaan TTV
Pengkajian tanda-tanda anemia
Pengkajian tanda-tanda edema atau tromboflebitis
Pemeriksaan reflek
Kaji adanya varises
Kaji CVAT ( cortical vertebra area tenderness )
b) Payudara
Pengkajian daerah areola ( pecah, pendek, rata )
Kaji adanya abses
Kaji adanya nyeri tekan
Observasi adanya pembengkakanatau ASI terhenti
Kaji pengeluaran ASI
c) Abdomen atau uterus
Observasi posisi uterus atau tiggi fundus uteri
Kaji adnanya kontraksi uterus
Observasi ukuran kandung kemih
d) Vulva atau perineum
Observasi pengeluaran lokhea
Observasi penjahitan lacerasi atau luka episiotomi
Kaji adanya pembengkakan
Kaji adanya luka
Kaji adanya hemoroid
b. Intervensi Keperawatan
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan laserasi atau trauma jalan
lahir.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam nyeri berkurang /
terkontrol
Kriteria Hasil :
Klien menyatakan tidak nyeri
Klien menyatakan nyaman
Skala nyeri berkurang
Klien dapat beraktivitas tnpa merasa nyeri
Ekspresi klien tidak menunjukkan adanya nyeri
Intervensi Rasional
1. Kaji karakteristik nyeri, tingkat
nyeri, tempat nyeri, dan skala
nyeri
2. Inspeksi daerah perineum dan
daerah episiotomy. Perhatikan
adanya oedem, nyeri tekan local,
1. Mengetahui seberapa berap
tingkat nyeri yang dialami pasien
2. Mengetahui apakah ada tanda-
tanda peradangan daerah sekitar
vulva
purulen
3. Ajarkan dan anjurkan teknik
relaksasi
4. Anjurkan klien berbaring
mengurangi aktivitas
5. Kolaborasi pemberian analgetik
3. Relaksasi dapata mengurangi
penegangan otot didaerah vagina
dan perut
4. Istirhata dapat meminimalkan
terjadinya peningkatan skala
nyeri
5. Analgetik dapat mengurangi nyeri
(Doenges, 2001)
2) Resiko infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang cara
perawatan ibu post partum
Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam tidak terjadi resiko infeksi
dan tingkat pengetahuan pasien bertambah.
Kriteria Hasil :
Klien menyertakan perawatan bagi dirinya
Klien bisa membersihkan vagina dan perineumnya secara mandiri
Perawatan pervaginam berkurang
Jahitan perineum besar
Vulva bersih dan tidak infeksi
Tanda-tanda vital dalam batas normal (Nadi 60-80 x/menit, suhu < 380C)
Intervensi Rasional
1. Pantau vital sign
2. Kaji daerah perineum dan vulva
3. Kaji pengetahuan pasien
mengenai cara perawatan ibu
post partum
4. Ajarkan perawatan vulva bagi
pasien
5. Anjurkan pasien mencuci tangan
sebelum memegang daerah
vulvanya
6. Lakukan personal hyegine
1. Peningkatan suhu dapat
mengidentifikasikan adanya
infeksi
2. Menentukan adakah tanda-tanda
peradangan didaerah vulva da
perineum
3. Pasien mengetahui cara
perawatan vulva bagi dirinya
4. Pasien mengetahui cara
perawatan vulva bagi dirinya
5. Meminimalkan terjadinya infeksi
6. Mencegah terjadinya infeksi dan
memberikan rasa nyaman bagi
7. Berikan antibiotic sesuai order
dan kolaborasi untuk
pemeriksaan leukosit.
pasien
7. Antibiotik bersifat bakterisida dan
adanya leukositosis merupakan
salah satu tanda infeksi.
(Carpenito, 1998)
3) Resiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan cara
perawatan payudara bagi ibu menyusui.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam pasien mengetahui
tentang cara perawatan payudara bagi ibu menyusui
Kriteria Hasil :
Klien mengetahui cara merawat payudara bagi ibu menyusui
ASI keluar
Payudara bersih
Payudara tidak bengkak dan tidak nyeri
Bayi mau menyusu
Intervensi Rasional
1. Kaji pengetahuan pasien mengenai
manajemen laktasi dan perawatan
payudara
2. Ajarkan cara merawat payudara dan
lakukan brest care
3. Jelaskan mengenai manfaat menyusui
dan mengenai gizi waktu menyusui
4. Jelaskan cara menyusui yang benar
dan nyaman
5. Bantu ibu selama menyusui pertama
dengan memberi posisi yang benar
1. Mengetahui tingkat pengetahuan
pasien dan untuk menentukan
intervensi selanjutnya
2. Meningkatkan pegetahuan pasien dan
mencegah terjadinya bengkak pada
payudara
3. Memberikan pengetahuan bagi ibu
mengenai manfaat ASI bagi bayi
4. Mencegah terjadinya aspirasi bagi bayi
5. Memberi pentahuan mengenai laktasi
(Bobak, 2004)
DAFTAR PUSTAKA
1. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi.
Jakarta : EGC.
2. Manuaba, Ida. 2007. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana
untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
3. DEPKES RI Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Jakarta. 1995. Pencegahan dan
Penanganan Perdarahan Pasca Persalinan. Jakarta : DEPKES RI.
4. Doenges, M. E. 2001. Nursing Care Plans, Guidelines for Planning and Documentating
Patient Care. Edisi III. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
5. Joseph, H.K dan Nugroho. 2010. Catatan Kuliah Ginekologi dan Obstetri (Obsgyn).
Yogayakarta : Nuha Medika.
6. Bobak, Lowdermilk, Jensen. ( 2004 ). Buku Ajar : Keperawatan maternitas edisi - 4.
Jakarta: EGC.
Top Related