UPDATING PETA PENUTUPAN LAHAN KABUPATEN PEMALANG

74
1 UPDATING PETA PENUTUPAN LAHAN KABUPATEN PEMALANG LAPORAN KERJA PRAKTEK BALAI PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN XI WILAYAH JAWA- MADURA OLEH: Dwi Puji Astuti 11/315480/DGE/0904 PROGRAM DIPLOMA

Transcript of UPDATING PETA PENUTUPAN LAHAN KABUPATEN PEMALANG

1

UPDATING PETA PENUTUPAN LAHAN KABUPATENPEMALANG

LAPORAN KERJA PRAKTEKBALAI PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN XI WILAYAH JAWA-

MADURA

OLEH:

Dwi Puji Astuti11/315480/DGE/0904

PROGRAM DIPLOMA

2

PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASIGEOGRAFIS

SEKOLAH VOKASI UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang

Maha Esa, karena atas limpahan rahmat, taufiq, dan

hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan kerja praktek

(magang) dan penyusunan laporan kerja praktik ini tepat

waktu tanpa banyak kendala yang berarti. Selama

melaksanakan kerja praktek di kantor Balai Pemantapan

Kawasan Hutan Wilayah XI Jawa-Madura ini saya banyak

mendapatkan pengalaman dan ilmu-ilmu baru mengenai GIS

dan pemetaan khususnya Kawasan Hutan yang ada di wilayah

Jawa-Madura.

Oleh karena pengalaman dan ilmu yang saya dapat itu,

saya mengucapkan banyak terima kasih pihak-pihak yang

ikut terlibat dalam kerja praktik ini, diantaranya:

1. Bapak Ir.Heryadi M.M selaku kepala balai yang

telah mengizinkan saya untuk kerja praktik di

Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XI Jawa-

Madura.

2. Bapak Pandam Sulistya, S.S sekalu pembimbing kerja

praktek yang telah memberikan pengarahan serta

bimbingan selama kerja praktek.

3

3. Seluruh pegawai BPKH Wilayah XI Jawa-Madura yang

telah memberikan ilmu, berbagi pengalaman serta

membantu selama kerja praktek.

4. Anisa Nurma Sari, Diah Fitriyani Witanti, Amanda

Meyer dan Safirah Fakhria selaku patner yang telah

bekerja sama saat mendapatkan dan menyelesaikan

tugas-tugas yang diberikan selama kerja praktek.

Setiap manusia tidak pernah lepas dari kesalahan dan

kekurangan, oleh karena itu saya meminta maaf apa bila

ada kesalahan yang saya perbuat dan banyak kekurangan

selama saya kerja praktek di Balai Pemantapan Kawasan

Hutan Wilayah XI Jawa-Madura. Dan semoga laporan kerja

praktek ini dapat bermanfaat dikemudian hari.

Hormat Saya

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa

hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

4

lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

dipisahkan (menurut Undang Undang Nomor 41 tahun

1999 tentang Kehutanan).

Pertumbuhan jumlah penduduk dan pembangunan

yang relatif cepat dari tahun ketahun membuat lahan

hutan semakin berkurang. Jumlah penduduk yang kian

bertambah membutuhkan lahan untuk digunakan sebagai

tempat tinggal. Namun kenyataanya kapasitas lahan

yang terbatas membuat masyarakat membuka lahan hutan

untuk digunakan sebagai lahan permukiman.

Aktifitas manusia juga berdampak pada semakin

perkurangnya lahan kawasan hutan, dimana lahan hutan

digunakan oleh masyarakan untuk lahan pertanian,

lahan permukiman, pariwisata atau fasilitas lain

yang menunjang hidup masyarakat. Sering kali

masyarakat merubah fungsi lahan kawasan hutan

menjadi non hutan tampa mempertimbangkan dampak yang

dapat terjadi akibat semakin berkurangnya lahan

hutan. Lahan hutan yang beralih fungsi menjadi lahan

non hutan dapat mengakibatkan degradasi lahan yang

dapat menimbulkan bencana seperti banjir, kekeringan

dan longsor. Lahan hutan yang semakin sedikit juga

dapat perdampak pada kondisi udara dimuka bumi.

Untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul

akibat bertambahnya jumlah penduduk dan aktifitas

manusia yang berdampak dengan berkurangnya lahan

5

kawasan hutan dimuka bumi maka perlu diadakanya

monitoring terhadap perubahan penggunaan lahan hutan

guna mengantisipasi masalah-masalah yang timbul,

serta menentukan tindakan apa yang harus

diambil/dilakukan guna menanggulangi masalah-masalah

tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

Sumber daya hayati di Indonesia paling banyak

dieksploitasi pemanfaatannya adalah sumber daya

hutan, akibatnya pemanfaatan yang tidak selaras

dengan alam akan menimbulkan ketidaksesuaian dalam

siklus alam. Hal tersebut menjadi salah satu

permasalahan yang mampu merubah fungsi Kawasan Hutan

sebagai tempat tinggal makhluk hidup dan sumber

oksigen. Sehingga penggunaan Penginderaan Jauh dan

Sistem Informasi Geografi di bidang Kehutanan

diharapkan mampu menyelesaikan dan meminimalisir

kerusakan Kawasan Hutan dapat teramati perubahan

penutupan lahannya.

1.3. Tujuan

Mengetahui perubahan penutupan lahan terdapat

dikabupaten pemalang, serta menyajikan penutupan

lahan Kabupaten Pemalang dalam bentuk peta.

1.4. Manfaat

6

Kegiatan ini bermanfaat untuk menambah

pemahaman, pengetahuan dan informasi mengenai

penutup lahan yang ada di Kabupaten Pemalang.

1.5. Waktu Dan Tempat

Kerja Praktek (Magang) tahun 2013 dilaksanakan

pada :

1.Waktu

Kerja Praktek (Magang) dilaksanakan selama 2

bulan, yakni dimulai pada 03 Februari - 03 April

2014

2.Tempat

Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah Xi Jawa-

Madura Jl. Ngeksigondo No.53

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan (land use) adalah setiap

bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap

lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik

material maupun spiritual (Vink, 1975). Penggunaan

lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok

besar yaitu (1) pengunaan lahan pertanian dan (2)

7

penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan

secara umum tergantung pada kemampuan lahan dan pada

lokasi lahan. Untuk aktivitas pertanian, penggunaan

lahan tergantung pada kelas kemampuan lahan yang

dicirikan oleh adanya perbedaan pada sifat-sifat

yang menjadi penghambat bagi penggunaannya seperti

tekstur tanah, lereng permukaan tanah, kemampuan

menahan air dan tingkat erosi yang telah terjadi.

Penggunaan lahan juga tergantung pada lokasi,

khususnya untuk daerah-daerah pemukiman, lokasi

industri, maupun untuk daerah-daerah rekreasi

(Suparmoko, 1995).

2.2. Perubahan Pengunaan Lahan

Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya

suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke

penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya

tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke

waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan

pada kurun waktu yang berbeda (Wahyunto et al.,

2001). Perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan

pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan

tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya

keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang

makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan

8

meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih

baik.

Kenampakan penggunaan lahan berubah 

berdasarkan waktu, yakni keadaan kenampakan

penggunaan lahan atau posisinya berubah pada kurun

waktu tertentu. Perubahan penggunaan lahan dapat

terjadi secara sistematik dan non-sistematik.

Perubahan sistematik terjadi dengan ditandai oleh

fenomena yang berulang, yakni tipe perubahan

penggunaan lahan pada lokasi yang sama.

Kecenderungan perubahan ini dapat ditunjukkan

dengan  peta multiwaktu. Fenomena yang ada dapat

dipetakan berdasarkan seri waktu, sehingga perubahan

penggunaan lahan dapat diketahui. Perubahan non-

sistematik terjadi karena kenampakan luasan lahan

yang mungkin bertambah, berkurang, ataupun tetap.

Perubahan ini pada umumnya tidak linear karena

kenampakannya berubah-ubah, baik penutup lahan

maupun lokasinya (Murcharke, 1990).

2.3. Klasifikasi Penggunaan Lahan

Sistem klasifikasi penggunaan lahan yang

digunakan juga ikut menentukan ketelitiaan dalam

identifikasi penggunaan lahan. Beberapa masalah

yang terkait dengan sistem klasifikasi penggunaan

lahan adalah : (a) pemberian batasan istilah /

9

katagori pengunaan lahan yang tidak seragam, (b)

kesesuaian dengan tujuan pemetaan yang dilakukan,

dan (c) kesulitan dalam penyusunan sistem

klasifikasi secara hirarkhis, yaitu bertingkat dari

skala tinjau sampai dengan skala besar.

2.4. Klasifikasi Hutan

Berdasarkan surat keputusan Menteri Pertanian

Nomor : 837/Kpts/Um/11/1980 untuk menetapkan

perlunya hutan lindung dalam suatu wilayah, maka

nilai dari sejumlah parameter dijumlahkan setelah

masing-masing dikalikan dengan nilai timbang sesuai

dengan besarnya pengaruh relatif terhadap erosi.

Nilai timbangan adalah 20 untuk lereng lapangan, 15

untuk jenis tanah dan 10 untuk intensitas hujan.

Menurut surat keputusan tersebut penetapan hutan

lindung haruslah memiliki kriteria kemiringan lereng

≥ 40% atau memiliki nilai total ≥ 175 dari hasil

penjumlahan tiap parameter yang telah dikalikan

dengan nilai timbangan.

2.5. Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk

memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah,

atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh

10

dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan

obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji.

Penginderaan jauh dapat diartikan sebagai suatu

proses membaca (Lillesand & Kiefer, 1990). Sutanto

(1979) menjelaskan bahwa penginderaan jauh atau

remote sensing merupakan cara memperoleh informasi

atau pengukuran dari pada obyek atau gejala, dengan

menggunakan sensor dan tanpa ada hubungan langsung

dengan obyek atau gejala tersebut. Karena tanpa

kontak langsung, maka diperlukan media supaya obyek

atau gejala tersebut dapat diamati dan didekati oleh

si penafsir. Media ini berupa citra (images atau

gambar).

Citra penginderaan jauh merupakan gambaran muka

bumi beserta obyek - obyek yang ada atau nampak

padanya dan pembuatan gambarannya dilakukan dengan

sensor (alat pengindera) buatan yang dipasang pada

balon, pesawat terbang, satelit, dan sebagainya.

Interpretasi setidak-tidaknya akan meliputi tiga

pekerjaan mental yang dapat dilaksanakan secara

bersamaan maupun tidak, yakni:

a. Deteksi obyek pada citra

b. Identifikasi obyek pada citra

c. Penggunaan yang tepat dari informasi yang

diperoleh untuk memecahkan masalah yang

sedang dihadapi

11

Identifikasi merupakan pengejaan ciri-ciri

obyek yang dikaji. Tiap obyek mempunyai ciri-ciri

atau karakteristik tersendiri dimana karakteristik

ini dapat dilacak pada citra (Sutanto, 1979).

Citra penginderaan jauh terbagi menjadi dua

jenis citra, yaitu citra foto dan citra non foto.

Pembeda dari kedua jenis citra tersebut adalah jenis

sensor, jenis detektor, dan proses perekamannya.

Citra foto udara biasanya dicetak dalam skala besar,

sedangkan citra non foto biasanya dicetak dalam

skala kecil. Untuk dapat memahami prinsip

penginderaan jauh, terdapat 5 komponen yang terdapat

pada sistem penginderaan jauh meliputi :

a. Matahari sebagai sumber energi utama

karena temperaturnya tinggi 5

b. Atmosfer sebagai medium yang bersikap

menyerap, memantulkan, menghamburkan

(scatter) dan melewatkan radiasi

elektromagnetik

c. Obyek atau target di muka bumi yang

diterima atau memancarkan spektrum

elektromagnetik dari dalam obyek tersebut

d. Radiasi yang dipantulkan atau dipancarkan

e. Alat pengindera (sensor), yaitu alat untuk

menerima dan merekam radiasi atau emisi

12

spektrum elektromagnetik yang datang dari

obyek.

2.6. Interpretasi Citra

Interpretasi citra (image interpretation) merupakan

proses untuk memperoleh informasi dengan citra

sebagai sumber atau sebagai perantaranya (Sutanto,

1979). Untuk dapat melakukan interpretasi, penafsir

memerlukan unsurunsur pengenal pada obyek atau

gejala yang terekam pada citra. Unsur-unsur pengenal

ini secara individual maupun secara kolektif mampu

membimbing penafsir ke arah pengenalan yang benar.

Unsur-unsur ini disebut unsur-unsur interpretasi dan

meliputi 8 hal, yaitu:

a. Rona (tone) mengacu ke kecerahan relatif

obyek pada citra. Rona biasanya dinyatakan

dalam derajat keabuan (gray scale), misalnya

hitam/sangat gelap, agak gelap, cerah, sangat

cerah/putih. Apabila citra yang digunakan itu

berwarna, maka unsur interpretasi yang

digunakan ialah warna, meskipun penyebutannya

masih terkombinasi dengan rona; misalnya

merah, hijau, biru, coklat kekuningan, biru

kehijauan agak gelap, dan sebagainya.

b. Bentuk (shape) sebagai unsur interpretasi

mengacu ke bentuk secara umum, konfigurasi,

13

atau garis besar wujud obyek secara

individual. Bentuk beberapa obyek kadang-

kadang begitu berbeda dari yang lain,

sehingga obyek tersebut dapat dikenali

semata-mata dari unsur bentuknya saja.

c. Ukuran (size) obyek pada foto harus

dipertimbangkan dalam konteks skala yang ada.

Penyebutan ukuran juga tidak selalu dapat

dilakukan untuk semua jenis obyek.

d. Pola (pattern) terkait dengan susunan

keruangan obyek. Pola biasanya terkait pula

dengan adanya pengulangan bentuk umum atau

sekelompok obyek dalam 6 ruang. Istilah-

istilah yang digunakan untuk menyatakan pola

misalnya adalah teratur, tidak teratur,

kurang teratur; namun kadang-kadang pula

perlu digunakan istilah yang lebih ekspresif,

misalnya melingkar, memanjang terputus-putus,

konsentris, dan sebagainya.

e. Bayangan (shadows) sangat penting bagi

penafsir, karena dapat memberikan dua macam

efek yang berlawanan. Pertama, bayangan mampu

menegaskan bentuk obyek pada citra karena

outline obyek menjadi lebih tajam/jelas;

begitu pula kesan ketinggiannya. Kedua,

14

bayangan justru kurang memberikan pantulan

obyek ke sensor, sehingga obyek yang diamati

menjadi tidak jelas.

f. Tekstur (texture) merupakan ukuran frekuensi

perubahan rona pada gambar obyek. Tekstur

dapat dihasilkan oleh pengelompokan suatu

kenampakan yang terlalu kecil untuk dapat

dibedakan secara individual, misalnya

dedaunan pada pohon dan bayangannya,

serombongan satwa liar di gurun, ataupun

bebatuan yang terserak di atas permukaan

tanah. Kesan tekstur juga bersifat relatif,

tergantung pada skala dan resolusi citra yang

digunakan.

g. Situs (site) atau letak merupakan penjelasan

tentang lokasi obyek relatif terhadap obyek

atau kenampakan lain yang lebih mudah untuk

dikenali dan dipandang dapat dijadikan dasar

untuk identifikasi obyek yang dikaji. Obyek

dengan rona cerah, berbentuk silinder, ada

bayangannya, dan tersusun dalam pola teratur

dapat dikenali sebagai kilang minyak, apabila

terletak di dekat perairan pantai.

h. Asosiasi (association) merupakan unsur yang

memperlihatkan keterkaitan antara suatu obyek

15

atau fenomena dengan obyek atau fenomena

lain, yang digunakan sebagai dasar untuk

mengenali obyek yang dikaji. Misalnya pada

foto udara skala besar dapat terlihat adanya

bangunan berukuran lebih besar daripada

rumah, mempunyai halaman terbuka, terletak di

tepi jalan besar, dan terdapat kenampakan

menyerupai tiang bendera (terlihat dengan

adanya bayangan tiang) pada halaman tersebut.

Bangunan ini dapat ditafsirkan sebagai

bangunan kantor, berdasarkan asosiasi tiang

bendera dengan kantor (terutama kantor

pemerintahan).

2.7. Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografi merupakan suatu

sistem hasil pengembangan perangkat keras dan

perangkat lunak untuk tujuan pemetaan, sehingga

fakta wilayah dapat disajikan dalam satu sitem

berbasis komputer. Sistem informasi ini semua data

yang ditampilkan bereferensi spasial (berkaitan

dengan ruang/tempat/posisi absolut) demikian pula

dengan data atributnya, karena yang membedakan

sistem ini dengan sistem informasi lainnya terletak

di aspek spasialnya (kaitan dengan ruang), semua

data dapat dirujuk lokasinya di atas peta yang

menjadi peta dasarnya. Ketelitian lokasi data

16

ditentukan oleh sumber petanya dengan segala

aspeknya antara lain kedar/skala, proyeksi, tahun

pembuatan, saat pengambilan (untuk citra satelit),

koreksi geometris dan lain sebagainya. Menurut

Prahasta (2001) Sistem Informasi Geografis merupakan

sistem yang berbasis komputer yang digunakan untuk

menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi

geografi khussunya data spasial.

Komponen SIG terdiri atas : komponen perangkat

keras, perangkat lunak, data dan informasi geografi,

dan manajemen data, sedangkan sebagai sistem SIG

terdiri atas subsistem : data input, data output, data

management dan data manipulation serta analysis, sehingga

pada dasarnya dapat dikatakan bahwa peranan data

sangat vital dalam menjalankan proyek-proyek SIG.

Pengorganisasian data perlu dibentuk sistem basis

data/data base yang bertujuan memudahkan dalam

kegiatan pengembangan selajutnya ataupun manipulasi

ulang.

SIG merupakan suatu sistem informasi yang

berbasis spasial, maka untuk dapat memberikan

informasi yang akurat diperlukan data yang akurat,

tepat waktu, berkesinambungan dan sesuai kebutuhan.

Usaha untuk mendukung hal tersebut diperlukan peta

dasar berupa peta terbaru, peta digital dan citra

satelit sedangkan data atribut (berupa teks, tabel

17

dan grafis), harus selalu diperbaharui sesuai dengan

perubahan kondisi dan dikumpulkan dari sumber-sumber

yang berkompeten.

Salah satu unggulan pertama SIG adalah terletak

pada kemampuannya untuk mendapatkan informasi-

informasi yang tidak terprediksi sebelumnya.

Penggunaan SIG terutama untuk pengelolaan sumberdaya

alam, yang meyangkut perencanaan, pemanfaatan, dan

pengendalian sumberdaya alam dan lingkungan hidup

(Prahasta, 2001).

Secara umum SIG terdiri dari sub sistem

(Prahasta,2001), yaitu :

1. Data masukan (Input Data) : Subsistem ini

bertugas untuk mengumpulkan dan

mempersiapkan data spasial dan atribut dari

berbagai sumber. Sub sistem ini pula yang

bertanggung jawab dalam mengkonversikan

atau mentransformasikan format-format data

aslinya ke dalam format yang dapat

digunakan oleh SIG.

2. Data Keluaran (Output Data) : Subsistem

ini menampilkan atau menghasilkan keluaran

seluruh atau sebagian data baik dalam

bentuk softcopy maupun dalam hardcopy seperti

tabel, grafik, dan peta.

18

3. Data Manajemen : Subsitem ini

mengorganisasikan baik data spasial maupun

atribut ke dalam sebuah basis data

sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil,

diupdate, dan diedit.

4. Data Manipulasi dan Analisis : Subsistem

ini menentukan informasi-informasi yang

dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu,

subsistem ini juga melakukan manipulasi dan

pemodelan data untuk menghasilkan informasi

yang diharapkan.

Subsistem masukan data dimaksudkan sebagai

upaya mengumpulkan dan mengolah data spasial dari

sumber (peta, data penginderaan jauh, dan basis data

lain). Subsistem penyimpanan dan pemanggilan kembali

dilakukan untuk mengorganisasi data dalam bentuk

yang mudah dan cepat dapat diambil kembali, dan

memungkinkan pemutakhiran serta koreksi cepat dan

akurat. Sistem manipulasi data dan analisis data

dilaksanakan untuk mengubah data sesuai permintaan

pengguna, atau menghasilkan parameter dan hambatan

bagi berbagai optimasi atau pemodelan menurut ruang

dan waktu. Subsistem keluaran mampu menayangkan

sebagian atau seluruh basis data asli maupun data

yang telah dimanipulasi, serta keluaran dari model

spasial dalam bentuk tabel dan peta.Sistem Informasi

19

Geografis (SIG) bukan sekedar alat pembuat peta, dan

walaupun produk SIG lebih sering disajikan dalam

bentuk peta, namun kekuatan SIG yang sebenarnya

terletak pada kemampuannya untuk melakukan analisis.

SIG dapat mengolah data dengan volume yang besar.

Dengan demikian, pengetahuan mengenai bagaimana

mengekstrak data tersebut dan bagaimana

menggunakannya merupakan fungsi analisis dalam SIG

(Prahasta, 2001).

Informasi keruangan (data spasial) diperlukan

untuk berbagai kajian sumberdaya lahan, memecahkan

berbagai masalah keruaangan, seperti analisis

bencana alam, kebakaran hutan, banjir, konversi

lahan, studi kualitas permukiman, dan perencanan

tata ruang. Informasinya dapat diperoleh dan

dianalisis melalui teknologi Sistem Informasi

Geografis (SIG).Pemanfaatan Sistem Informasi

Geografis secara terpadu dalam pengolahan citra

digital adalah untuk memperbaiki hasil klasifikasi.

Dengan demikian, peranan teknologi Sistem Informasi

Geografis dapat diterapkan pada operasionalisasi

penginderaan jauh satelit. Mengingat sumber data

sebagian besar berasal dari data penginderaan jauh

baik satelit maupun terestrial terdigitasi, maka

teknologi Sistem Informasi geografis erat kaitannya

dengan teknologi penginderaan jauh. Namun demikian,

20

penginderaan jauh bukan merupakan satu-satunya ilmu

pendukung bagi sistem ini. Sumber data lain berasal

dari hasil survey terestrial atau uji lapangan dan

data-data sekunder lainnya seperti sensus, catatan,

dan laporan yang terpercaya. Data spasial dari

penginderaan jauh dan survey terestrial tersimpan

dalam basis data yang memanfaatkan teknologi

komputer digital untuk pengelolaan dan pengambilan

keputusan.

Perkembangan perangkat lunak SIG saat ini sudah

sangat pesat, saat ini sudah ada berbagai jenis

software antara lain : Arc/info, Arcview, Mapinfo,

Ermapper, Erdas, SpansGIS, MGE, Ilwis, PCI GEOMATICS

dan lain-lain, yang pada umumnya dapat kompatibel

satu dengan lainya termasuk dengan penggunaan basis

data yang ada (langsung dapat diaplikasikan atau

melalui proses konversi terlebih dahulu).

21

BAB III

DESKRIPSI PEKERJAAN

3.1. Tanggal 3 – 28 Februari

3.1.1 Minggu Pertama

Minggu pertama ini saya memulainya dengan

melakukan adaptasi lingkungan bersama dengan teman-

teman kerja praktek saya. Pertama saya dan teman-

teman diberitahu tentang tata tertib yang ada

dikantor BPKH seperti jam kerja yakni mulai pukul

07.30 - 16.00 WIB untuk hari senin hingga kamis,

sedangkan hari jumat mulai pukul 07.30-16.30 WIB.

Waktu istirahat untuk hari senin hingga kamis pukul

12.00 – 13.00 WIB, sedangkan hari jumat mulai pukul

11.30 – 13.00 WIB. Tata terbib lainya seperti aturan

berkaian yakni untuk hari senin dan selasa

menggunakan pakaian hitam-putih sedangkan hari rabu

hingga jumat menggunakan pakaian bebas tetapi sopan.

Selain itu, hal lain yang diberi tahu yakni tentang

22

kebiasaan kantor BPKH yang melakukan upacara/apel

pagi setiap hari senin yang dilakukan tepat pukul

07.30 WIB.

Minggu pertama ini saya dan teman-teman belum

mendapat tugas dari kantor BPKH. Kegiatan yang kami

lakukan hanya sekitar membaca buku-buku yang ada

dikantor dan pembagian sistem kerja magang yang akan

saya dan teman-teman jalani yakni untuk satu bulan

pertama magang dilakukan pada seksi PKH (Pemolaan

Kawasan Hutan) dan satu bulan terakhir pada seksi

ISDH (Informasi Sumber Daya Hutan). Selain itu juga

diberitahu sedikit tentang tugas-tugas atau kegiatan

yang dilakukan oleh seksi PKH dan ISDH. Tugas seksi

PKH ini salah satunya yaitu untuk memetakan batas

kawasan hutan yang ada di jawa dan madura, sedangkan

tugas seksi ISDH diantaranya melaksanakan pengamatan

dan pengolahan data pertumbuhan kondisi hutan serta

penyajian informasi sumberdaya hutan.

3.1.2 Minggu Ke Dua

Minggu kedua ini saya dan teman-teman mulai

mandapat tugas dari seksi PKH yakni untuk menscan

beberapa peta tata batas kawasan hutan AB yang ada

dikabupaten Gunungkidul. Peta yang telah saya dan

teman-teman saya scan kemudian digeorefencing.

23

Georeferencing merupakan proses penempatan objek

berupa raster atau image yang belum mempunyai acuan

sistem koordinat ke dalam sistem koordinat dan

proyeksi tertentu. Software yang digunakan adalah

arcGIS 10.1. Dalam melakukan proses georeferencing ini

saya dan teman-teman bagi tugas yakni satu anak

mendapat tugas melakukan georefencing 2-3 peta yang

telah discan.

Proses georefencing ini dilakukan dengan

menggunakan nemu toolbar Georefencing yang ada pada

software arcgis 10.1. Dalam melakukan georeferencing

memerlukan minimal 4 titik kontrol dimana titik

kontrol tersebut ditentukan berdasarkan koordinat X

dan Y. Setelah menentukan 4 titik konrol maka hasil

koreksi kita di update dengan cara pilih Update

Georefencing pada toolbar Georefencing. Proses

selanjudnya yaitu menampalkan peta dengan shapfile

jalan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah

georeferencing yang telah dilakukan tepat atau tidak,

bila posisi jalan yang ada di peta telah sesuai

dengan yang ada di shapfile maka georeferncing sudah

benar. Namun jika posisi jalan belum tepat maka

perlu dilakukan koreksi ulang yakni dengan cara

menarik jalan pada peta tepat pada shapfile. Setelah

posisi jalan yang ada pada peta bertampalan dengan

24

jalan yang ada di shapfile maka dilakukan proses

rectyfi.

Kesulitan yang saya alami saat melakukan proses

georeferncing ini yaitu ketika memasukkan koordinat X

dan Y. Karena pada beberapa peta menggunakan

koordinat geografis yang nilai koordinatnya

menggunakan koordinat jakarta sebagai acuanya.

Selain itu kesulian yang saya alami ketika

menentukan titik kontrol karena tidak semua peta

menampilkan garis grid pada muka peta.

Setelah proses georefencing peta-peta tata batas

kawasan hutan AB langkah selanjudnya yaitu melakukan

digitasi batas kawasan hutan AB. Sebelum melakukan

digitasi, langkah pertama yang saya lakukan yaitu

membangun database dimana feature class yang dibuat

ada 2 yaitu nomor pal dengan tipe point dan batas

hutan dengan tipe polygon. Feature class nomor pal diisi

dengan mendigitasi nomor pal yang ada di peta secara

berurutan kemudian mengisi atributnya sesuai dengan

nomor pal yang tertera pada peta. Sedangkan untuk

batas hutan berisi luas hutan yang didapat dari

perhitungan menggunakan claculate geometri.

3.1.3 Minggu Ke Tiga

Tugas yang harus saya dan teman-teman kerjakan

di minggu ketiga ini yaitu membuat peta kerja untuk

25

tata batas kawasan hutan AB yang ada didesa sebagian

kabupaten Gunungkidul. Saat membuat peta kerja ini

saya dan teman-teman mendapat tantangan dimana kami

harus membuat layout sedemikian rupa supaya peta

kerja yang kami buat manjadi mudah dimengerti dan

informatif.

Selain membuat peta kerja saya dan teman-teman

juga diperintahkan untuk melakukan scanning peta-

peta Belanda wilayah Jawa Timur dan Taman Nasiaonal

Merubetiri. Peta Belanda yang telah kami scan

kemudian dilakukan proses Scaling guna memposisikan

peta sesuai dengan jarak yang ada di lapangan.

3.1.4 Minggu Ke Empat

Minggu keempat ini saya dan teman-teman

mendapat tugas untuk ikut survei penetapan batas

kawasan hutan AB yang ada di sebagian Kabupaten

Gunungkidul. Untuk survei ini kami mendapat giliran

satu per satu. Saya dan patner saya mendapat giliran

terakhir yakni pada hari Kamis tanggal 27 Februari

2014.

Survei kali ini menggunakan GPS Trimble GeoXT.

Karena sebelumnya saya belum pernah menggunakan GPS

tersebut maka sebelum terjun kelapangan untuk

pemetaan batas kawasan hutan AB yang belum ditata

batas, saya diajari terlebih dahulu bagaimana cara

26

menggunakan GPS tersebut. Kesulitan yang saya alami

saat survei batas kawasan hutan AB ini yaitu medan

yang sulit karena harus melewati bukit-bukit yang

ada di Kabupaten Gunungkidul, akses jalan menuju

lokasi yang sulit serta kesulitan saat menentukan

batas kawasah hutan AB di lapangan karena saat di

lapangan tidak ada batas yang jelas yang menandakan

suatu kawasan hutan AB.

3.2. Tanggal 1 maret – 3 april

Setelah selesai mengerjakan tugas yang

diberikan oleh seksi PKH, saya dan teman-teman

giliran mendapat tugas dari seksi ISDH. Dari seksi

ISDH ini kami diberi tugas untuk melakukan updet

hasil penafsiran penggunaan lahan. Di tugas ini kami

harus melakukan langkah-langkah sesuai dengan yang

ada pada Petunjuk Teknis Penafsiran Citra Resolusi

Sedang Untuk Menghasilkan Data Penutupan Lahan Tahun

2013.

Sebelum melakukan koreksi hasil penafsiran,

kami harus menyiapkan citra yang akan digunakan. Di

sini saya ditugaskan untuk mengkompositkan citra

landsat yang akan digunakan. Komposit yang biasanya

digunakan oleh seksi ISDH yakni komposit 654.

Setelah citra dikompositkan kemudian citra dipotong

berdasarkan batas administrasi setiap kabupatennya.

27

Seksi ISDH memberi 11 kabupaten dan saya mendapatkan

2 kabupaten yaitu Kabupaten Pemalang dan Kabupaten

Kuningan.

Setelah citra dikomposit kemudian citra

dipotong dengan menggunakan tool yang bernama Clip.

Untuk melakukan penafsiran saya harus membuat

database terlebih dahulu. Pembuatan database juga

harus sesuai dengan yang ada pada petunjuk teknis

penafsiran citra. Dalam membangun database juga

dilakukan topology guna menghilangkan adanya batas

polygon yang Gaps/bercelah atau polypon yang Overlap.

Sistem klasifikasi yang digunakan untuk koreksi

hasil penafsiran ini menggunkan Sistem Klasifikasi

Penutupan Lahan (23 klas) disertai kode layer dan

kode topomini yang ada pada petunjuk teknis

penafsiran penutupan lahan.

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1. Karakteristik Lokasi dan Wilayah

4.1.1.1. Luas dan Batas Wilayah Admisnistrasi

Kabupaten Pemalang merupakan salah satu

kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Tengah.

Dengan Luas wilayah sebesar 111.530 Ha,

sebagian besar wilayah merupakan tanah kering

28

seluas 72.836 Ha (65,30%) dan lainnya tanah

persawahan seluas 38.694 Ha (34,7%). Adapun

Batas-batas wilayah Kabupaten Pemalang, sebagai

berikut:

Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Timur : Kabupaten Pekalongan

Sebelah Selatan : Kabupaten Purbalingga dan

Kabupaten Banyumas

Sebelah Barat : Kabupaten Tegal

4.1.1.2. Letak dan Kondisi Geografis

Kabupaten Pemalang terletak pada 1090 17’

30’– 1090 40’ 30’ Bujur Timur (BT) dan 8052’

30’ – 7o20’ 11’ Lintang Selatan (LS)

4.1.1.3. Topografi

Secara topografis, wilayah Kabupaten

Pemalang memiliki keunikan wilayah, yang dapat

dikelompokkan menjadi empat (4) kategori, yaitu

sebagai berikut :

1. Daerah dataran pantai: daerah ini memiliki

ketinggian rata-rata antara 1-5 meter

diatas permukaan air laut (DPL); meliputi

17 desa dan 1 kelurahan yang terletak di

bagian utara yang termasuk kawasan pantai.

2. Daerah dataran rendah: daerah ini memiliki

ketinggian rata-rata antara 6-15 meter DPL

29

yang meliputi 94 desa dan 4 kelurahan di

bagian selatan dari wilayah pantai.

3. Daerah dataran tinggi: daerah ini memiliki

ketinggian rata-rata antara 16 – 212 meter

DPL yang meliputi 35 desa, terletak di

bagian tengah dan selatan.

4. Daerah pegunungan: terbagi menjadi dua,

yaitu:

5. Daerah dengan ketinggian antara 213 – 924

meter diatas permukaan laut, meliputi 55

desa yang terletak dibagian selatan.

6. Daerah berketinggian 925 meter diatas

permukaan laut yang terletak di bagian

selatan. Daerah ini meliputi 10 desa dan

berbatasan langsung dengan Kabupaten

Purbalingga.

4.1.1.4. Geologi

Jenis tanah di Kabupaten Pemalang dibagi

menjadi tiga bagian antara lain sebagai berikut

:

a. Tanah alluvial : terutama terdapat

di dataran rendah

b. Tanah regosol : terdiri dari batu-

batuan pasir dan intermedier

didaerah bukit sampai gunung.

30

c. Tanah latosol : terdiri dari batu bekuan

pasir dan intermedier di

daerah perbukitan sampai

gunung.

4.1.1.5. Hidrologi

Kondisi hidrologi Kabupaten Pemalang

terbagi atas :

1. Air Permukaan

Kabupaten Pemalang dialiri sungai yaitu

Sungai Waluh yang terletak kurang lebih 4 km

dari pusat kota dan sungai comal yang terletak

kurang lebih 14 km dari pusat kota.

2. Mata air

Kabupaten Pemalang memiliki potensi

berupa mata air antara lain :

a. Mata air Gung Agung yang terletak di Desa

Kebongede Kecamatan Bantarbolang, dengan

debet air kurang lebih 10 liter/detik,

terletak pada ketinggian kurang lebih 70

meter diatas permukaan air laut.

b. Mata air Telaga Gede yang terletak di

Desa Sikasur Kecamatan Belik.

c. Mata air Asem yang terletak di Desa

Bulakan, dengan debet air kurang lebih 160

meter/detik;

d. Mata air yang lain.

31

3. Air Tanah

Kabupaten Pemalang terbagi menjadi dua

wilayah air tanah sebagai berikut :

a. Daerah dataran rendah

Tanah terdiri dari endapan-endapan lepas

yang mempunyai sifat lulus air. Pada daerah

ini kandungan air tanahnya cukup besar hanya

saja karena dekat pantai maka terjadi

intrusi air laut.

b. Daerah Perbukitan tua dan Perbukitan muda

Daerah perbukitan tua : ditempati batu-

batuan dari formasi mioson dan floosen yang

mempunyai sifat kelulusan air yang sangat

kecil, terutama serpih dan Nepal. Adapun

yang berukuran kasar seperti pasir mempunyai

sifat kelulusan air, namun karena kelerengan

yang cukup terjal maka air tanahnya belum

terbentuk. Daerah perbukitan muda: ditempati

batuan tafaan hasil gunung berapi,

litologinya bersifat lulus air, tetapi

morphologinya berupa perbukitan dengan

lereng yang cukup terjal dimungkinkan air

tanahnya baru mulai terbentuk. Pada satuan

tafaan litologinya bersifat lulus air, maka

kemungkinan sudah mengandung air tanah.

32

Kabupaten Pemalang memiliki beberapa bagian

wilayah hutan, terdiri dari hutan lindung

dengan luas 1.858,60 ha, hutan suaka alam

dan wisata luas 24,10 ha, hutan produksi

tetap sebesar 26.757,60 ha, hutan produksi

terbatas sebesar 3.980,70 ha, hutan bakau

dengan luas 1.672,50 ha, dan hutan rakyat

seluas 22.874,78 ha. Luas hutan

dibandingkan dengan luas wilayah sebesar

49,57%. Gambaran ini menunjukkan keadaan

yang cukup baik terkait dengan kemampuan

wilayah untuk menyimpan air tanah (catchment

area).

4.1.1.6. Klimatologi

Temperatur Kabupaten Pemalng tidak banyak

mengalami perubahan pada musim kemarau maupun

penghujan, berkisar antara 300C dengan rata-

rata curah hujan selama 1 tahun sebesar 302 mm.

Curah hujan tertinggi berada pada Bulan Januari

yaitu 739 mm, sedangkan curah hujan terendah

berada di Bulan Juli, yaitu sebesar 47 mm.

4.1.2. Kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Pemalang,

berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010

adalah 1.262.013 orang, yang terdiri dari 625.642

33

laki-laki dan 636.371 perempuan. Dari data

tersebut 3 kecamatan menempati urutan teratas

jumlah penduduknya yaitu Kecamatan Pemalang

sebesar 173.217 orang, Kecamatan Taman sebesar

157.298 orang serta Kecamatan Petarukan sebesar

143.816 orang.

Kecamatan Warungpring, Bodeh dan Pulosari

adalah 3 kecamatan urutan terbawah dengan jumlah

penduduk paling sedikit masing-masing berjumlah

37.839 orang, 53.040 orang dan 54.295 orang.

Sedangkan Kecamatan Belik dan Kecamatan

Randudongkal merupakan kecamatan yang paling

banyak penduduknya untuk wilayah punggung (bagian

selatan) dengan jumlah penduduk masing-masing

sebanyak 102.386 orang dan 95.598 orang.

Dengan luas wilayah Kabupaten Pemalang

sekitar 1.115,30 kilometer persegi yang didiami

oleh 1.262.013 orang maka rata-rata tingkat

kepadatan penduduk Kabupaten Pemalang adalah

sebanyak 1.132 orang per kilometer persegi.

Kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatan

penduduknya adalah Kecamatan Comal yakni sebanyak

3.240 orang per kilometer persegi, sedangkan yang

paling rendah adalah Kecamatan Warungpring dengan

kepadatan sebanyak 492 orang per kilometer

persegi.

34

4.1.3. Kondisi Ekonomi

4.1.3.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB Kabupaten Pemalang tahun 2010**

(angka sementara) atas dasar harga berlaku

sebesar Rp. 8.066.313,66 juta sedangkan PDRB

atas dasar harga konstan sebesar Rp.

3.455.736,95 juta. Kontribusi sektoral

terbesar penyumbang PDRB pada tahun 2010

adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran

28,42%, sektor pertanian 25,42% dan industri

pengolahan sebesar 22,59%.

4.1.3.2 Pertumbuhan Ekonomi

Kinerja ekonomi daerah Kabupaten Pemalang

pada tahun 2010 menunjukkan gambaran yang

terus meningkat, hal ini ditunjukkan dengan

PDRB Kabupaten Pemalang atas dasar harga

berlaku pada tahun 2010 sebesar Rp.

8.066.313,66 juta, sedangkan PDRB atas dasar

harga konstan sebesar Rp. 3.455.736,95 juta.

PDRB per kapita menurut harga berlaku yaitu

6,329 juta rupiah dan laju pertumbuhan ekonomi

pada tahun 2010 sebesar 4,94 persen.

4.1.3.3 Pendapatan Per kapita

Pendaptan per kapita Kabupaten Pemalang

pada tahun 2010 atas dasar harga konstan

35

sebesar Rp.2.738.000,00 per orang** (angka

sangat sementara). Angka tersebut meningkat

secara nominal daripada tahun 2009 sebesar Rp.

2.373.358,00, Tahun 2008 sebesar Rp.

2.255.100,00 per orang dan tahun 2007 yaitu

sebesar Rp. 2.166.279,00.

4.1.3.4 Laju Inflasi

Tingkat inflasi di Kabupaten Pemalang

pada Tahun 2010 ** (angka sangat sementara)

diperkirakan sebesar 7,38%. Kondisi ini

menurun apabila dibandingkan dengan laju

inflasi pada Tahun 2009 yang sebesar 8,71%.

Kondisi tersebut mengindikasikan terjadi

stabilisasi perekonomian daerah, meskipun

demikian secara makro kondisi tersebut perlu

dijaga agar nilai inflasi juga tidak terlalu

rendah.

4.1.3.5 Potensi Unggulan Daerah

Beberapa potensi yang bisa dijadikan

komoditas unggulan dalam rangka mendukung

pengembangan Kabupaten Pemalang meliputi :

industri tekstil, tenun dan konveksi, kawasan

agropolitan, hasil pertanian dan perkebunan,

obyek wisata, dan perikanan tangkap dan

budidaya.

36

4.2 Alat Dan Bahan

4.2.1 Alat

1. Seperangkat komputer

2. Software GIS : Arcgis 10.1

4.2.2 Bahan

1. Citra satelit landsat tahun 2013 Jawa-Madura

2. Data shapefile penutupan lahan Kabupaten

Pemalang

3. Data shapefile wilayah administrasi Kabupaten

Pemalang

4.3. LANGKAH KERJA

4.3.1. Tahap Pengumpulan Data

Tahap pengumpulan data merupakan tahap

dalam mengumpulkan alat dan bahan penelitian,

serta pemilihan metode penelitian yang akan

digunakan. Penggunaan data untuk penelitian

merupakan data sekunder yang di dapat dari

Kantor Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XI

Jawa-Madura. Dimana data tersebut terdiri dari

data citra satelit landsat tahun 2013 Jawa-

Madura, data shapefile penutupan lahan Jawa-

Madura tahun 2012, data shapefile wilayah

administrasi Jawa-Madura

37

4.3.2. Tahap Analisis Data

Komposit Band

1. Membuka software ArcGIS 10.1

2. Add citra yang akan di gunkan dengan band 4,5

dan 6

3. Mengkompositkan citra agar tampilan citra

menjadi berwarna. Komposit citra dapat

dilakukan dengan menggunakan Data Management

Tools Raster Raster Processing Composite

Bands pada ArctoolBox. Komposit citra yang

digunakan adalah komposit 654

38

Hasil citra yang telah dikompositkan

4. Add data shapefile batas administrasi

kabupaten Pemalang.

5. Memotong citra yg telah dikomposit dengan

menggunakan clip (data managemen). Pemotongan

citra ini berdasarkan batas administrasi

Kabupaten Pemalang.

6. Hasil citra yang telah dipotong sesuai dengan

batas administrasi kabupaten Pemalang.

Membangun Database

1. Membuat folder dengan nama Penafsiran 2013

39

2. Klik kanan kemudian pilih New File

Geodatabase

3. Merubah nama file Geodatabase menjadi

bpkhxi_penutupanlahan dengan cara klik kanan

pada file geodatabase kemudian pilih rename

4. Setelah merubah nama file geodatabase menjadi

bpkhxi_penutupan lahan, klik kanan kemudian

pilih Feature Dataset. Membuat feature dataset

dengan nama Kab_Pemalang Geographic koordinate

system pilih WGS 1984 Vertical Coordinate System

pilih WGS 1984 Finish

40

5. Melakukan import data penggunaan lahan tahun

2012 dengan cara klik kanan pada Feature Dataset

Kab_Pemalang Import Feature Class (Single).

Pada jendela Feature Class to Feature Class masukkan

input Feature pl2012 dengan Output Feature Class

pl12. Pastikan pada Field Map (optional)

PL12_ID(Long).

6. Melakukan topology guna menghilangkan adanya

polygon yang Gaps ataupun Overlap. Topology

dilakukan dengan cara klik kanan pada

Kab_Pemalang kemudian pilih New Topology.

41

7. Pada tampilan pertama New Topology klik Next

setelah itu masukkan nama topology

“Kab_Pemalang_Topology” Next. Select pl12

kemudian klik Next. Add Rule pilih Features of

feature class pl12 dengan Rule Must Not Overlap

OK. Add Rule lagi namun kali ini pilih Rule Must

Not Have Gaps OK. Jika Rule Overlap dan Gaps

telah terbentuk maka klik Next Finish

42

8. Menunggu hingga proses topology selasai

berjalan masukkan hasil topologi dalam layer

9. Untuk melakukan topology maka perlu dilakukan

Start Editing kemudian klik tool Error Inspector

10. Pilih target pl12 – Must Not Overlap untuk

menghilangkan polygon yang overlap Search Now.

Tidak ada polygon yang Overlap

43

11. Memilih target Must Not Have Gaps Search

Now. Untuk menghilangkan polygon yang Gaps

maka klik kanan pada Must Not Have Gaps kemudian

pilih Mask as Expretions

12. Melakukan Import data penggunaan lahan

yang telah ditopology dengan cara klik kanan

Import Feature Class (Single)

13. Memasukkan Input Feature pl12 output

Feature Class lp13. Tunggu hingga proses Import

selesai

44

14. Tampilan pada jendela arcMap

Digitasi

1. Membuka atribut pl13 dengan cara klik kanan

pada pl13 Open Attributs Table

2. Menambahkan atribut baru dengan nama cara Add

Field. Buat field dengan nama pl13_ID type

Long Integer

45

3. Klik kanan pada kolom pl13_ID yang telah

dibuat sebelumnya kemudian pilih Field Calculator

klik 2 kali pada field pl12_ID OK

4. Memulai melakukan digitasi penutup lahan.

Digitasi dilakukan berdasarkan polygon yang

telah ada sebelumnya. Digitasi dilakukan

pada kenampakan pada citra yang mengalami

perubahan. Penentuan penutupan lahan

46

dilakukan dengan menggunakan klasifikasi

penutupan lahan 23 kelas

5. Setelah selesai makakukan digitasi perubahan

penutupan lahan, simpan hasil digitasi dengan

cara Save Editing Stop Editing.

47

4.4. Diagram Alir Penelitian

Citra satelit

Landsat liputan

Komposit

Band 654

Clip

Management

Data Penutupan

Lahan tahun

Import Data

kedalan Database

Topology

Error

Import data kedalam

Database dengan

nama penutupan

Data shapefile

wilayah

administrasi

Citra Satelit

Landsat Kabupaten

Pemalang

Digita

Peta Tentatif Penutupan Lahan Tahun 2013

Kabupaten Pemalang

Layout

48

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil

Peta Tentatif Penutupan Lahan Tahun 2013 Kabupaten

Pemalang Skala 1:200.000 (Terlampir)

5.2. Pembahasan

Perubahan penutupan lahan terjadi dalam kurun

waktu yang relatif cepat khusunya penutupan lahan

kawasan hutan. Adanya perubahan penutupan lahan

inilah yang membuat perlunya dilakukan

identifikasi/monitoring perubahan yang terjadi guna

mengetahuai pergerakan perubahanya serta dapat

menentukan tindakan-tindakan yang perlu diambil

49

untuk mengatasi perubahan penutupan lahan hutan

menjadi non hutan. Perubahan penutupan lahan ini

terjadi disetiap wilayah diindonesia. Untuk kali ini

identifikasi perubahan penutupan lahan dilakukan

pada kabupaten Pemalang.

Identifikasi penutupan lahan Kabupaten Pemalang

ini menggunakan citra satelit skala sedang yakni

citra satelit Landsat. Klasifikasi yang digunakan

untuk identifikasi penutupan lahan Kabupaten

Pemalang ini menggunakan klasifikasi penutup lahan

23 klasifikasi. Komposit citra yang digunakan yakni

komposit 654 sehingga pada citra kenampakannya

seperti kenampakan aslinya. Misalnya untuk vegetasi

akan berwarna hijau dan obyek yang mengandung air

seperti tambak/tubuh air akan berwarna gelap.

Komposit citra ini akan memudahkan dalam

mengenali/identifikasi jenis penutupan lahan apa

saja yang ada di Kabupaten Pemalang ini. Untuk

membedakan setiap penutupan lahan yang tampak pada

citra dapat ditentukan dengan memperhatikan

rona/warna, tekstur serta polanya.

Kabupaten Pemalang sendiri memiliki penutupan

lahan yang beragam. Berdasarkan hasil identifikasi,

penutupan lahan yang ada di Kabupaten Pemalang

berupa Hutan Lahan Kering Sekunder/bekas Tebangan,

Hutan Tanaman, Semak Belukar, Perkebunan/Kebun,

50

Permukiman/Lahan Terbangun, Semak Belukar, Pertanian

Lahan Kering Campur, Semak/Kebun Campur, Sawah,

Tambak, Tubuh Air, serta Pertanian Lahan Kering.

Penutupan lahan Hutan Tanaman dapat diidentikasi

dari citra dengan kenampakan memiliki rona cerah

dengan warna hijau tua, bertektur kasar dengan pola

yang mengelompok. Tutupan lahan ini banyak terdapat

pada daerah tinggi.

Selain penutupan lahan Hutan Tanaman, tutupan

lahan lain yang tampak jelas pada citra yakni

tutupan lahan sawah. Tutpan lahan sawah ini, rona

terlihat gelap, berwarna magenta, bertekstur halus

berbentuk kotak-kotak dengan pola yang teratur.

Penutupan lahan sawah ini bnyak terdapat pada bagian

utara Kabupaten Pemalang dengan topografi yang

cenderung datar dan berada pada dataran rendah.

Untuk tutpan lahan Permukiman/lahan terbangun tampak

berwarna magenta dengan rona cerah, lebih cerah dari

tutupan lahan sawah. Tekstur penutupan lahan sawah

terlihat sekikit kasar dengan bercak-bercak, berpola

mengelompok berasosiasikan olah jalan dan banyak

berada pada daerah rendah/dataran rendah. Penutupan

lahan sawah dan permukiman ini hampir sama. Hal yang

terlihat jelas unuk membedakan penutupan lahan ini

yakni pada rona atau warnanya. Penutupan lahan sawah

terlihat lebih gelap karena sawah mengandung air

51

dimana komposit citra yang digunakan adalah komposit

654 dimana band biru diberi band infrared yang

membuat air akan tampak berwarna gelap/hitam.

Penutupan lahan yang berhasil diidentifikasi

berupa pertanian lahan kering dimana pada citra akan

tampak berwarna hijau magenta dengan kestur sedikit

halus dan berpola tidak teratur. Pertanian lahan

kering ini terdapat hampir diseluruh wilayah

Kabupaten Pemalang, terutama pada daerah yang

bergelombang. Bila dilihat dari citra penutupan

lahan ini tampak seperti penutupan lahan sawah,

namun terdapat perbedaan pada teksturnya yang

sedikit lebih kasar dengan rona yang cerah.

Bedanya penutupan lahan pertanian lahan kering

dengan pertanian lahan kering campur semak/kebun

campur terlihat jelas pada warna, teksturnya.

Pertanian lahan kering campur semak/kebun campur

berwarna hijau tua dengan tekstur kasar dan terdapat

pada daerah yang tinggi tepatnya pada bagian selatan

Kabupaten Pemalang.

Penutupan lahan yang berhasil diidentifikasi

selanjudnya yaitu tambak. Pernutupan lahan ini

terdapat pada bagian utara Kabupaten Pemalang dan

letaknya dipinggir pantai/dekat laut. Tambak pada

citra berwarna gelap kerena mengandung air dimana

52

pada komposit citra yang digunakan air akan berwarna

gelap dengan tekstur yang halus.

Perubahan penutupan lahan yang ada di Kabupaten

Pemalang tahun 2013 ini tidak selalu penutupan lahan

tersebut memang mengalami perubahan. Namun bisa jadi

adanya kesalahan saat identifikasi penutupan lahan

sebelum atau tahun 2012. Hal ini dikarenakan

identifikasi perubahan penutupan lahan tahun 2013

ini didasarkan pada hasil identifikasi perubahan

penutupan lahan tahun sebelumnya.

Dalam melakukan identifikasi perubahan

penutupan lahan ini menggunakan panduan petunjuk

teknis citra resolusi sedang yang didalamnya berisi

aturan serta tata cara ketika akan melakukan

identifikasi penggunaan lahan.

Identifikasi perubahan penutupan lahan ini

sangat bergantung pada kemampuan interpreter dalam

menentukan jenis penutupan lahan. Selain itu

kualitas citra juga sangat mempengaruhi hasil

identifikasi karena kejelasan kenampakan penutupan

lahan pada citra sangat membantu interpreter dalam

mengidentifikasi penutupan lahan tertentu.

Pengetahuan interpreter tentang lokasi/wilayah yang

diidentifikasi juga sangat membantu dan memudahkan

53

untuk mentukan jenis penutupan lahan yang tampak

pada citra.

Kelemahan/kesulitan yang dialami saat melakukan

identifikasi perubahan penutupan lahan ini yakni

kesulitan saat menentukan jenis perubahan yang

terjadi. Hai ini dikarenakan citra yang digunakan

merupakan citra skala sedang dengan tingkat

kedetailan obyek sedang. Selain itu citra skala

sedang ini cenderung terdapat tutupan awan sehingga

tidak dapat ditentukan penutupan lahan apa yang ada

pada lokasi yang tertutup oleh awan tersebut.

54

BAB VI

PENUTUP

6.1. Kesimpulan

1. Perubahan penutupan lahan yang terjadi tidak luput

dari aktifitas manusia itu sendiri

2. Penutupan lahan yang mengalami peruhan di

Kabupaten Pemalang meliputi hutan tanaman,

pertanian lahan kering, pertanian lahan kering

bercampur semak/belukar, sawah dan

permukiman/lahan terbangun

55

3. Perubahan yang terjadi pada penutupan lahan di

Kabupaten Pemalang ini tidak luput dari aktifitas

penutupan lahan lain disekitarnya.

4. Ketepatan hasil indentifikasi perubahan penutupan

lahan tergantung pada kemampuan interpreter,

pengalaman interpreter dalam identifikasi suatu

kenampakan citra, pengetahuan interpreter terhadap

lokasi penelitian serta kualias citra yang

digunakan

6.2. Saran

1. Identifikasi perubahan penutupan lahan sebaiknya

dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan penuh

ketelitian guna mendapatkan hasil identifikasi

yang tepat dan baik.

2. Hasil identifikasi akan lebih baik jika

menggunakan data-cata atau citra dengan kualitas

yang bagus dan dilakukan oleh interpreter yang

sudah ahli dibidangnya

DAFTAR PUSTAKA

56

Khakim, Nurul. 1999. Petunjuk Praktikum Penggunaan Peta.

Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada,

Prahasta, Eddy. 2001. Konsep – Konsep Dasar Sistem Informasi

Geografi. Informatika. Bandung.

Sudaryatno. Drs. MSi. 2002. Pedoman Praktikum Kartografi

Tematik. Fakultas Geografi. Universitas Gadjah

Mada. Yogyakarta,

Sutanto. 1979. Penginderaan Jauh Jilid 1. Gadjah Mada

University Press.Yogyakarta

57

LAMPIRAN

1

2

PROFIL INSTANSI

Balai Pemantapan

Kawasan Hutan (disingkat

BPKH) adalah unit

pelaksana teknis di

bawah Direktorat

Jenderal Planologi.

Kehutanan Kementerian

Kehutanan Indonesia. Lembaga ini memiliki 3 tugas pokok

yaitu melaksanaan pemantapan kawasan hutan, penilaian

perubahan status dan fungsi hutan, dan penyajian data

dan informasi sumberdaya hutan. Selain ketiga tugas

tersebut BPHK juga memiliki fungsi tertentu, yakni :

1. Pelaksanaan identifikasi lokasi dan

potensi kawasan hutan yang akan ditunjuk

2. Pelaksanaan penataan batas dan pemetaan

kawasan hutan konservasi

3. Pelaksanaan identifikasi fungsi dan

penggunaan dalam rangka penagunaan kawasan

hutan

3

4. Penilaian hasil tata batas dalam rangka

penatagunaan kawasan hutan

5. Pelaksanaan identifikasi dan penilaian

perubahan status dan fungsi kawasan hutan

6. Pelaksanaan identifikasi pembentukan

unit pengelolaan hutan konservasi serta lindung

dan hutan produksi lintas administrasi

pemerintahan

7. Penyusunan dan penyajian data informasi

sumberdaya hutan serta neraca sumberdaya hutan

8. Pengelolaan sistem informasi geografis

dan perpetaan kehutanan

Balai Pemantapan Kawasan Hutan mempunyai 1 (satu)

Sub Bagian Tata Usaha dan 2 (dua) seksi yaitu Seksi

Informasi Sumber Daya Hutan, Seksi Pemolahan Kawasan

Hutan serta Kelompok Jabatan Fungsional. Adapun tugas

masing-masin seksi adalah sebagal berikut :

a) Sub Bagian Tata Usaha :

Melaksanakan urusan kepegawaian

Melaksanakan urusan keuangan

4

Melaksanakan urusan tata persuratan

Melaksanakan urusan perlengkapan dan rumah

tangga.

b) Seksi Informasi Sumberdaya Hutan :

Melaksanakan penyusunan program, anggaran dan

evaluasi

Melaksanakan penginderaan jauh

Melaksanakan pengelolaan sistem informasi

geografis

Melaksanakan perpetaan dan pemasangan jaringan

titik kontrol

Melaksanakan penyusunan neraca sumberdaya hutan

Melaksanakan pengamatan danpengolahan data

pertumbuhan kondisi hutan serta penyajian

informasi sumberdaya hutan.

c) Seksi Pemolaan Kawasan Hutan :

Melaksanakan identifikasi lokasi dan potensi

kawasan hutan yang akan ditunjuk

Melaksanakan penataan batas dan pemetaan kawasan

hutan konservasi

Melaksanakan identifikasi fungsi dan penggunaan

dalam rangka penatagunaan kawasan hutan

Melaksanakan penilaian hasil tata batas dalam

rangka penetapan kawasan Hutan lindung dan hutan

produksi

5

Melaksanakan identifikasi dan penilaian

perubahan status dan fungsi kawasan hutan

Melaksanakan identifikasi pembentukan unit

pengelolaan hutan konservasi, serta hutan

lindung dan hutan produksi lintas administrasi

pemerintah

KEPALA BPKH WILAYAH XI JAWA DAN MADURA(Ir.HERYADI,MM)

6

SBTU(SUB BAGIAN TATA USAHA)

1. POKJA PERSYARATAN DANPELAPORAN

2. POKJA KEPEGAWAIAN3. POKJA ANGGARAN, STATISTIK4. POKJA KEUANGAN5. POKJA KOORDINATOR

PENYUSUNAN PERENCENAANPROGRAM ANGGARAN, EVLUASILAPANGAN DAN PELAPORAN

SEKSI ISDH1. POKJA PENGELOAAN SISTEM INFORMASI

GEOGRAFI DAN PERPETAAN KEHUTANAN2. POKJA INVENTARISASI, PENYAJIAN NERACA

SUMBERDAYA HUTAN DAN INFORMASISUMBERDAYA HUTAN

3. POKJA PENILAIAN PENGGUNAAN KAWASAN HUTANDAN PERENCANAAN KAWASAN HUTAN

SEKSI PKH1. POKJA KPH (KESATUAN PENGELOLAAN

KAWASAN HUTAN)2. POKJA PENATAGUNAAN WILAYAH

PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN3. POKJA PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN

Kelompok JabatanFungsional

7

8

No Kelas

Kode

layer/

toponimi

Keterangan

1 Hutan lahan

kering

primer

Hp /

2001

Seluruh kenampakan hutan

dataran rendah, perbukitan

dan pegunungan (dataran

tinggi dan subalpin) yang

belum menampakkan bekas

penebangan, termasuk hutan

kerdil, hutan kerangas,

hutan diatas batuan kapur,

hutan di atas batuan ultra

basa, hutan daun jarum,

hutan luruh daun dan hutan

lumut.2 Hutan lahan

kering

sekunder /

bekas

tebangan

Hs /

2002

Seluruh kenampakan hutan

dataran rendah, perbukitan

dan pegunungan yang telah

menampakkan bekas penebangan

(kenampakan alur dan bercak

bekas tebang), termasuk

hutan kerdil,

hutan kerangas, hutan di

atas batuan kapur, hutan di

atas batuan ultra basa,

hutan daun jarum, hutan

9

luruh daun dan hutan lumut.

Daerah berhutan bekas tebas

bakar yang ditinggalkan,

bekas kebakaran atau yang

tumbuh kembali dari bekas

tanah terdegradasi juga

dimasukkan dalam kelas ini.

Bekas tebangan parah bukan

areal HTI, perkebunan atau

pertanian dimasukkan sav

anna, semak belukar atau

lahan terbuka3 Hutan rawa

primer

Hrp /

2005

Seluruh kenampakan hutan di

daerah berawa, termasuk rawa

payau dan rawa gambut y ang

belum menampakkan bekas

penebangan, termasuk hutan

sagu.4 Hutan rawa

sekunder /

bekas

tebangan

Hrs /

20051

Seluruh kenampakan hutan di

daerah berawa, termasuk rawa

payau dan rawa gambut y ang

telah menampakkan bekas

penebangan, termasuk hutan

sagu dan hutan rawa bekas

terbakar. Bekas tebangan

parah jika tidak

10

memperlihatkan tanda

genangan (liputan air)

digolongkan tanah terbuka,

sedangkan jika

memperlihatkan bekas

genangan atau tergenang

digolongkan tubuh air (rawa)5 Hutan

mangrove

primer

Hmp /

2004

Hutan bakau, nipah dan

nibung yang berada di

sekitar pantai yang belum

menampakkan bekas

penebangan. Pada beberapa

lokasi, hutan mangrove

berada lebih ke pedalaman6 Hutan

mangrove

sekunder /

bekas

tebangan

Hms /

20041

Hutan bakau, nipah dan

nibung yang berada di

sekitar pantai yang telah

memperlihatkan bekas

penebangan dengan pola alur,

bercak, dan genangan atau

bekas terbakar. Khusus untuk

bekas tebangan yang telah

berubah fungsi menjadi

tambak/sawah digolongkan

menjadi tambak/sawah,

sedangkan yang tidak

11

memperlihatkan pola dan

masih tergenang digolongkan

tubuh air (rawa).7 Hutan

tanaman

Ht /

2006

Seluruh kawasan hutan

tanaman yang sudah ditanami,

termasuk hutan tanaman untuk

reboasasi. Identifikasi

lokasi dapat diperoleh

dengan Peta Persebaran Hutan

Tanaman. Catatan: Lokasi

hutan tanaman yang

didalamnya adalah tanah

terbuka dan atau semak-

belukar maka didelineasi

sesuai dengan kondisi

tersebut dan diberi kode

sesuai dengan kondisi

tersebut misalnya tanah

terbuka (2014) dan

semakbelukar

(2007).8 Perkebunan

/ Kebun

Pk /

2010

Seluruh kawasan perkebunan,

yang sudah ditanami. Identif

ikasi lokasi dapat diperoleh

dengan Peta Persebaran

Perkebunan. Perkebunan

12

rakyat yang biasanya

berukuran kecil akan sulit

diidentif ikasikan dari

citra maupun peta

persebaran, sehingga

memerlukan informasi lain,

termasuk data lapangan.

Catatan: Lokasi

perkebunan/kebun yang

didalamnya adalah tanah

terbuka dan atau semak-

belukar maka didelineasi

sesuai dengan kondisi

tersebut dan diberi kode

sesuai dengan kondisi

tersebut misalnya tanah

terbuka (2014) dan

semakbelukar (2007)9 Semak

belukar

B / 2007 Kawasan bekas hutan lahan

kering yang telah tumbuh

kembali atau kawasan dengan

liputan pohon jarang (alami)

atau kawasan dengan dominasi

vegetasi rendah (alami).

Kawasan ini biasanya tidak

menampakkan lagi

13

bekas/bercak tebangan10 Semak

belukar

rawa

Br /

20071

Kawasan bekas hutan rawa /

mangrove yang telah tumbuh

kembali atau kawasan dengan

liputan pohon jarang (alami)

atau kawasan dengan dominasi

vegetasi rendah (alami).

Kawasan ini biasanya tidak

menampakkan lagi bekas /

bercak tebangan11 Savanna/

Padang

rumput

S / 3000 Kenampakan non hutan alami

berupa padang rumput,

kadang-kadang dengan sedikit

semak atau pohon. Kenampakan

ini merupakan kenampakan

alami di sebagian Sulawesi

Tenggara, Nusa Tenggara

Timur dan bagian Selatan

Papua. Kenampakan ini dapat

terjadi pada lahan kering

ataupun rawa (rumput rawa).12 Pertanian

lahan

kering

Pt /

20091

Semua aktiv itas pertanian

di lahan kering seperti

tegalan, kebun campuran dan

ladang13 Pertanian Pc / Semua jenis pertanian lahan

14

lahan

kering

campur

semak

/kebun

campur

20092 kering y ang berselang-

seling dengan semak, belukar

dan hutan bekas tebangan.

Sering muncul pada areal

perladangan berpindah, dan

rotasi tanam lahan karst.

Kelas ini juga memasukkan

kelas kebun campuran14 Sawah Sw /

20093

Semua aktivitas pertanian

lahan basah yang dicirikan

oleh pola pematang. Yang

perlu diperhatikan oleh

penafsir adalah fase rotasi

tanam yang terdiri atas fase

penggenangan, fase tanaman

muda, fase tanaman tua dan

fase bera. Kelas ini juga

memasukkan sawah musiman,

sawah tadah hujan, sawah

irigasi. Khusus untuk sawah

musiman di daerah rawa

membutuhkan inf ormasi

tambahan dari

lapangan15 Tambak Tambak Aktiv itas perikanan darat

(ikan / udang) atau

15

penggaraman yang tampak

dengan pola pematang

(biasanya) di sekitar panta16 Permukiman

/

Lahan

terbangun

Pm /

2012

Kawasan permukiman, baik

perkotaan, perdesaan,

industri dll. Yang

memperlihatkan pola alur

rapat.17 Transmigras

i

Tr /

20122

Kawasan permukiman

transmigrasi beserta

pekarangan di sekitarnya.

Kawasan pertanian atau

perkebunan di sekitarnya

yang teridentif ikasi jelas

sebaiknya dikelaskan menurut

pertanian atau perkebunan.

Kawasan transmigrasi yang

telah berkembang sehingga

polanya menjadi kurang

teratur dikelaskan menjadi

permukiman perdesaan.18 Lahan

terbuka

T / 2014 Seluruh kenampakan lahan

terbuka tanpa vegetasi

(singkapan batuan puncak

gunung, puncak bersalju,

kawah v ulkan, gosong pasir,

16

pasir pantai, endapan

sungai), dan lahan terbuka

bekas kebakaran.

Kenampakan lahan terbuka

untuk pertambangan

dikelaskan pertambangan,

sedangkan lahan terbuka

bekas pembersihan lahanland

clearing dimasukkan kelas lahan

terbuka. Lahan terbuka dalam

kerangka rotasi tanam

sawah / tambak tetap

dikelaskan sawah / tambak19 Pertambanga

n

Tb /

20141

Open pit (spt.: batubara,

timah, tembaga dll.), serta

lahan pertambangan tertutup

skala besar y ang dapat

diidentif ikasikan dari

citra berdasar asosiasi

kenampakan objeknya,

termasuk tailing ground

(penimbunan limbah

penambangan). Lahan

pertambangan tertutup skala

kecil atau yang tidak

teridentifikasi dikelaskan

17

menurut kenampakan

Permukaannya20 Tubuh air A / 5001 Semua kenampakan perairan,

terasuk laut, sungai, danau,

waduk, terumbu karang,

padang lamun dll. Kenampakan

tambak, sawah dan rawa-rawa

telah digolongkan tersendiri21 Rawa Rw /

50011

Kenampakan lahan rawa yang

sudah tidak berhutan22 Awan Aw /

2500

Kenampakan awan yang

menutupi lahan suatu kawasan

dengan ukuran lebih dari 4

cm2 pada skala penyajian.

Jika liputan awan tipis

masih memperlihatkan

kenampakan di bawahnya dan

memungkinkan ditafsir tetap

didelineasi.23 Bandara /

Pelabuhan

Bdr/

Plb /

20121

Kenampakan bandara dan

pelabuhan yang berukuran

besar dan memungkinkan untuk

didelineasi tersendiri.