Pengaruh Persiapan Lahan dan Penataan Lahan terhadap ...

10
J. Hort. Indonesia, Agustus 2019, 10(2): 102-111 p-ISSN 2087-4855 e-ISSN 2614-2872 DOI: http://dx.doi.org/10.29244/jhi.10.2.102-111 Terakreditasi No: 2/E/KPT/2015 Tersedia online di http://journal.ipb.ac.id/index.php/jhi Pengaruh Persiapan Lahan dan Penataan Lahan terhadap Sifat Tanah, Pertumbuhan dan Hasil Cabai Merah (Capsicum annum) di Lahan Gambut Effect of Land Preparation and Land Arragement on Soil Properties, Growth and Yield of Red Pepper (Capsicum annum) in Peat land Eni Maftuah 1 * dan Afiah Hayati 2 Diterima 04 Feruari 2019/Disetujui 18 Juni 2019 ABSTRACT Peatlands are potential to be used as red pepper development areas. The technology of land preparation and land management is indispensable in the utilization of peatlands. The study aimed to study the effect of land preparation on soil fertility, growth and yield of red peppers. The research was carried out on peatland in Kalampangan village, Sebangau Sub-District, Kodya Palangkaraya, (-2 O 179’9’’S, 144 O 1’31’’ E, 53,8m) from June to October, 2017. The experiment used Split Plot design, 3 replications. The main plot is types of land arrangement (U1 = without rise beds and U2 = with rise beds). The plot is a type of land preparation (A1=slash, burn, A2=slash, compost, A3=slash, mulch, A4= slash, compost, plastic mulch). Observations were made on plant growth, soil pH and P available on soil and red pepper yields. The highest yield of red pepper was reached on the treatment of land arrangement of beds system combined with land clearing system, then compostable materials+plastic mulch, while the lowest yield on the without bed + soil treatment on slash and weed was used for mulch. The result of pepper plant in peat soil is influenced by soil pH and P concentration is available in soil. Keywords: bed system, slash-burn, slash-compost, slash-mulch, plastic mulch ABSTRAK Lahan gambut berpotensi untuk dijadikan areal pengembangan tanaman cabai, namun diperlukan teknologi pengelolaan lahan yang tepat. Salah satu teknologi yang diperlukan adalah teknologi persiapan lahan tanpa bakar dan penataan lahan. Penelitian bertujuan untuk mempelajari pengaruh persiapan dan penataan lahan terhadap kesuburan, pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah. Penelitian dilaksanakan di lahan gambut di desa Kalampangan, Kecamatan Sebangau, Kodya Palangkaraya, pada bulan Juni sampai Oktober 2017. Rancangan percobaan menggunakan Split Plot yang diulang 3 kali. Petak utama adalah jenis penataan lahan (U1= tanpa bedengan dan U2 = bedengan tinggi 30 cm). Anak Petak adalah jenis persiapan lahan (A1= semprot, tebas, bakar, A2 = tebas, kompos, A3 = tebas, mulsa, A4 = tebas, kompos, mulsa plastik). Pengamatan meliputi tinggi tanaman dan hasil tanaman cabai, pH tanah dan kadar P tersedia di tanah. Perlakuan yang memberikan hasil cabai tertinggi adalah perlakuan penataan lahan sistem guludan yang dikombinasikan dengan sistem persiapan lahan tebas, kemudian bahan dikomposkan+mulsa plastik, sedangkan hasil paling rendah pada perlakuan penataan lahan tanpa guludan pada sistem persiapan lahan tebas dan gulma digunakan untuk mulsa. Hasil tanaman cabai di tanah gambut berhubungan dengan pH tanah dan konsentrasi P tersedia di tanah. Kata kunci: mulsa plastik, sistem bedengan, tebas-bakar, tebas-kompos, tebas-mulsa 1) Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) Jl. Kebun Karet, Loktabat, Banjarbaru, South Kalimatan, Indonesia 2) Universitas Lambung Mangkurat - Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian E-mail : [email protected] (*Penulis korespondensi)

Transcript of Pengaruh Persiapan Lahan dan Penataan Lahan terhadap ...

J. Hort. Indonesia, Agustus 2019, 10(2): 102-111 p-ISSN 2087-4855 e-ISSN 2614-2872

DOI: http://dx.doi.org/10.29244/jhi.10.2.102-111 Terakreditasi No: 2/E/KPT/2015

Tersedia online di http://journal.ipb.ac.id/index.php/jhi

102 Eni Maftuah dan A. Hayati

Pengaruh Persiapan Lahan dan Penataan Lahan terhadap

Sifat Tanah, Pertumbuhan dan Hasil Cabai Merah

(Capsicum annum) di Lahan Gambut

Effect of Land Preparation and Land Arragement on Soil Properties, Growth and

Yield of Red Pepper (Capsicum annum) in Peat land

Eni Maftuah1* dan Afiah Hayati2

Diterima 04 Feruari 2019/Disetujui 18 Juni 2019

ABSTRACT

Peatlands are potential to be used as red pepper development areas. The technology of land

preparation and land management is indispensable in the utilization of peatlands. The study aimed to study the effect of land preparation on soil fertility, growth and yield of red peppers. The research was

carried out on peatland in Kalampangan village, Sebangau Sub-District, Kodya Palangkaraya, (-2 O179’9’’S, 144O1’31’’ E, 53,8m) from June to October, 2017. The experiment used Split Plot design,

3 replications. The main plot is types of land arrangement (U1 = without rise beds and U2 = with rise

beds). The plot is a type of land preparation (A1=slash, burn, A2=slash, compost, A3=slash, mulch, A4= slash, compost, plastic mulch). Observations were made on plant growth, soil pH and P available

on soil and red pepper yields. The highest yield of red pepper was reached on the treatment of land

arrangement of beds system combined with land clearing system, then compostable materials+plastic mulch, while the lowest yield on the without bed + soil treatment on slash and weed was used for

mulch. The result of pepper plant in peat soil is influenced by soil pH and P concentration is available in soil.

Keywords: bed system, slash-burn, slash-compost, slash-mulch, plastic mulch

ABSTRAK

Lahan gambut berpotensi untuk dijadikan areal pengembangan tanaman cabai, namun

diperlukan teknologi pengelolaan lahan yang tepat. Salah satu teknologi yang diperlukan adalah

teknologi persiapan lahan tanpa bakar dan penataan lahan. Penelitian bertujuan untuk mempelajari

pengaruh persiapan dan penataan lahan terhadap kesuburan, pertumbuhan dan hasil tanaman cabai

merah. Penelitian dilaksanakan di lahan gambut di desa Kalampangan, Kecamatan Sebangau, Kodya

Palangkaraya, pada bulan Juni sampai Oktober 2017. Rancangan percobaan menggunakan Split Plot yang diulang 3 kali. Petak utama adalah jenis penataan lahan (U1= tanpa bedengan dan U2 = bedengan

tinggi 30 cm). Anak Petak adalah jenis persiapan lahan (A1= semprot, tebas, bakar, A2 = tebas,

kompos, A3 = tebas, mulsa, A4 = tebas, kompos, mulsa plastik). Pengamatan meliputi tinggi tanaman

dan hasil tanaman cabai, pH tanah dan kadar P tersedia di tanah. Perlakuan yang memberikan hasil

cabai tertinggi adalah perlakuan penataan lahan sistem guludan yang dikombinasikan dengan sistem

persiapan lahan tebas, kemudian bahan dikomposkan+mulsa plastik, sedangkan hasil paling rendah

pada perlakuan penataan lahan tanpa guludan pada sistem persiapan lahan tebas dan gulma digunakan

untuk mulsa. Hasil tanaman cabai di tanah gambut berhubungan dengan pH tanah dan konsentrasi P

tersedia di tanah.

Kata kunci: mulsa plastik, sistem bedengan, tebas-bakar, tebas-kompos, tebas-mulsa

1) Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra)

Jl. Kebun Karet, Loktabat, Banjarbaru, South Kalimatan, Indonesia 2) Universitas Lambung Mangkurat - Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian E-mail : [email protected] (*Penulis korespondensi)

J. Hort. Indonesia 10(2): 102-111. Agustus 2019

Pengaruh Persiapan Lahan …. 103

PENDAHULUAN

Cabai merupakan salah satu komoditas

strategis dan memegang peranan penting dalam

stabilitas ekonomi nasional. Cabai merupakan

komoditas potensial yang memiliki nilai

ekonomi tinggi dan berpotensi untuk terus

dikembangkan (Tsurayya dan Kartika, 2015).

Komoditas cabai bukan termasuk pangan

pokok bagi masyarakat Indonesia, akan tetapi

perannya sebagai bumbu pelengkap masakan,

ditunjang harganya yang selalu fluktuatif, tak

jarang cabai menyumbang inflasi bagi

perekonomian nasional (Yanuarti dan Afsari,

2016). Salah satu strategi untuk mengatasi

kebutuhan cabai yaitu dengan meningkatkan

luas areal tanam terutama pada saat musim

hujan (Anwarudin et al., 2015). Semakin

meningkatnya kebutuhan cabai menuntut untuk

dilakukan upaya peningkatan produksi cabai

nasional. Salah satu program pemerintah saat

ini adalah swasembada cabai, dengan target

produksi cabai pada tahun 2019 sekitar 1.209

juta ton (Kementerian Pertanian, 2015).

Tanaman cabai menghendaki kondisi

tanah yang subur dan tidak tergenang dengan

ketebalan gambut kurang dari 100 cm. Lahan

gambut ketebalan 50-100 cm sesuai untuk

tanaman pangan, palawija, dan hortikultura,

sedangkan gambut dengan ketebalan > 2 m

terkategori sesuai bersyarat atau bahkan tidak

sesuai pada kubah gambut (dome), sedangkan

pada kedalaman > 3 m untuk kawasan lindung

(konservasi) (Ritung dan Sukarman, 2014).

Kesesuaian lahan untuk tanaman cabai merah

ditentukan oleh beberapa faktor yaitu; suhu

udara, ketersediaan air, ketersediaan oksigen

(kondisi drainase), media perakaran, retensi

hara, toksisitas, bahaya erosi dan penyiapan

lahan (Sitorus, 2017).

Lahan gambut terutama gambut dangkal

telah lama dimanfaatkan oleh petani sebagai

areal pertanian. Berbagai jenis tanaman mampu

tumbuh di lahan gambut dangkal sampai

sedang, terutama tanaman palawija dan

sayuran, seperti cabai, terong, nenas, kacang

panjang dan tanaman hortikultura lainnya (Tim

Sintesis Kebijakan, 2008). Tanaman

hortikultura telah lama dikembangkan di lahan

gambut, seperti di Kalampangan Kaliamantan

Tengah dan Rasau Jaya serta Siantan,

Kalimantan Barat (Alwi dan Hairani, 2007).

Namun dalam pemanfaatan lahan gambut ini

masih sering dijumpai beberapa masalah yang

berkaitan dengan kesuburan tanah yang rendah

serta emisi gas rumah kaca (GRK). Emisi di

lahan gambut berasal dari dekomposisi bahan

gambut itu sendiri, respirasi akar serta dari

kebakaran lahan.

Saat ini petani masih banyak yang

menggunakan sistem tebas bakar (slash and

burn) baik untuk persiapan lahan maupun untuk

mendapatkan abu sebagai bahan amelioran

(pembenah tanah), sehingga meningkatkan

emisi karbon dan menurunkan umur pakai

gambut. Teknologi persiapan lahan tanpa bakar

perlu dikembangkan untuk menjaga kelestarian

gambut. Salah satu teknologi persiapan lahan

dengan memanfaatkan gulma sebagai bahan

baku kompos, dan kemudian kompos tersebut

dikembalikan sebagai bahan pembenah tanah.

Bahan pembenah tanah sangat

diperlukan untuk memperbaiki sifat tanah

gambut, sehingga dapat mendukung

pertumbuhan tanaman. Kesuburan tanah sangat

menentukan keberhasilan pemanfaatan gambut

untuk cabai (Alwi dan Hairani, 2007). Pada

umumnya lahan gambut mempunyai kesuburan

tanah rendah, serta dinamika air yang tidak

mendukung pertumbuhan tanaman.

Peningkatan kesuburan tanah di lahan gambut

dapat dilakukan melalui pemberian amelioran

(Maftuah et al., 2013).

Kegiatan budidaya yang berpengaruh

terhadap keberhasilan usaha tani cabai di lahan

gambut diantaranya adalah persiapan lahan.

Persiapan lahan yang tidak tepat selain

menyebabkan kegagalan dalam budidaya

tanaman juga dapat meningkatkan kerentanan

dan emisi di lahan gambut. Upaya untuk

mengurangi kerentanan kebakaran dapat

dilakukan dengan meningkatkan kelembaban

pada permukaan gambut. Teknologi tanpa

bakar dapat dilakukan dengan persiapan lahan

secara manual maupun mekanik dan

dilanjutkan dengan pemberian dekomposer

untuk mendekomposisi gulma, kayu dan

ranting-ranting sisa tanaman. Persiapan lahan

selanjutnya adalah penataan lahan. Penataan

lahan dimaksudkan untuk memberikan kondisi

tanah dan lingkungan yang optimal untuk

mendukung pertumbuhan tanaman. Pada lahan

yang tergenang dapat dibuat surjan, sedangkan

lahan yang tidak dipengaruhi oleh genangan

(tegalan) dengan membuat guludan-guludan

kecil (Nursyamsi et al., 2015). Tujuan

penelitian ini adalah untuk mempelajari

pengaruh persiapan dan penataan lahan

J. Hort. Indonesia 10(2): 102-111. Agustus 2019

104 Eni Maftuah dan Afiah Hayati

terhadap kesuburan tanah, pertumbuhan dan

hasil tanaman cabai merah.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di lahan gambut

terdegradasi di Desa Kalampangan, Kecamatan

Sebagau, Kodya Palangkaraya, pada bulan Juni

sampai Oktober 2017. Berdasarkan hasil

analisis tanah awal lahan gambut yang

digunakan mempunyai kesuburan tanah yang

sangat rendah yang ditandai oleh hasil

pengukuran pH H2O menggunakan pH meter

(1:5) nilai pH 4.67, P tersedia menggunakan

Spektrofotometer dengan ekstraksi Bray II nilai

40.98 mg kg-1, K-dd menggunakan

Flamefotometer dengan pengestrak HCl 25%

dengan nilai K-dd sebesar 3.94 cmol (+) kg-1

(Balittra, 2017).

Penelitian ini merupakan penelitian

lapangan dengan perlakuan jenis persiapan

lahan dan jenis penataan lahan. Rancangan

percobaan menggunakan Split Plot yang

diulang 3 kali. Petak utama adalah jenis

penataan lahan (U1= tanpa bedengan dan U2 =

bedengan tinggi 30 cm). Anak Petak adalah

jenis persiapan lahan (A1= semprot, tebas,

bakar, A2 = tebas, kompos, A3 = tebas, mulsa,

A4 = tebas, kompos, mulsa plastik).

Persiapan Lahan

Persiapan lahan dilakukan sesuai

perlakuan. Persiapan lahan sistem tebas-bakar

mempresentasikan kebanyakan yang dilakukan

oleh petani, yaitu lahan terlebih dahulu

disemprot dengan menggunakan herbisida,

kemudian rumput atau gulma yang sudah mati

dikumpulkan dan dibakar untuk digunakan

sebagai bahan pembenah tanah (A1). Persiapan

lahan sistem tebas - kompos (A2), dilakukan

tanpa penyemprotan herbisida yaitu gulma

ditebas kemudian dikumpulkan untuk

dikomposkan. Persiapan lahan sistem tebas -

mulsa (A3), gulma/rumput ditebas kemudian

dikumpulkan untuk digunakan sebagai mulsa.

Persiapan lahan pada perlakuan A4 sama dengan

A2, namun diberi mulsa plastik.

Setelah lahan dibersihkan sesuai

perlakuan, kemudian lahan diolah (dicangkul)

sedalam 30-40 cm sampai gembur. Ukuran

petak yang digunakan dalam percobaan ini

untuk masing-masing perlakuan yaitu lebar 5 m

dan panjang 6 m sehingga luas setiap petak 30

m2. Penataan lahan dilakukan sesuai perlakuan

(dengan bedengan) dan tanpa bedengan, di

sekeliling petakan dibuat saluran dengan

kedalaman 30 cm. Pada perlakuan bedengan,

pembuatan bedengan dengan lebar 1.2 m, tinggi

30 cm, dan jarak antar bedengan 30 cm. Lubang

tanam sesuai jarak tanam dengan jarak 50 cm x

40 cm, sehingga setiap bedengan ada 2 baris.

Varietas cabai merah yang digunakan adalah

Hot Chilli.

Persemaian

Persemaian dilakukan pada polibag

kecil, dengan media pupuk kandang dan tanah

gambut dengan perbandingan 1:1, selanjutnya

diberi sedikit kapur (sekitar 5%) dari bahan

media semai. Sebelum disemai, benih cabai

merah direndam dalam air hangat selama 1 jam.

Perendaman benih tersebut bertujuan untuk

menghilangkan hama atau penyakit yang

menempel pada biji dan untuk mempercepat

perkecambahan. Kalau ada biji yang

mengambang, berarti benih kurang baik, jadi

harus disingkirkan. Benih-benih yang

tenggelam bisa langsung disemai. Tempat

persemaian diberi naungan yang terbuat dari

paranet atau dari rumbia. Bibit berada di

persemaian selama 3 minggu sampai 1 bulan.

Dua minggu sebelum bibit dipindahkan ke

lapangan, naungan dikurang atau dijarangkan

seeara bertahap dan 5 hari sebelum dipindahkan

naungan dibuka seluruhnya.

Penanaman

Penanaman dilakukan saat bibit sudah

berumur 1 bulan (mempunyai 4 - 5 helai daun).

Tanam bibit dilakukan pada lubang tanam yang

telah dibuat yang berjarak 50 cm x 40 cm.

Selanjutnya diberi insektisida berbahan aktif

karbofuran (furadan) 1 g per tanaman 2 hari

sebelum tanam. Setelah pindah tanam, disiram

air kurang lebih 250 mL per lubang tanam, pagi

atau sore agar dapat tumbuh dan tidak stress.

Dan selanjutnya disiram pagi dan sore.

Penyulaman maksimal 3-7 hari setelah tanam.

Pemupukan dan Pemeliharaan

Dosis pemupukan urea (N), SP-36

(P2O5), dan KCl (K2O) adalah 100-200-120 kg

ha-1. Pupuk urea diberikan 3 tahap, 1/3 saat

tanam 1/3 saat umur 1 bulan dan 1/3 saat umur

J. Hort. Indonesia 10(2): 102-111. Agustus 2019

Pengaruh Persiapan Lahan …. 105

2 bulan. Pemberian pupuk dengan cara dilarik.

Pemeliharaan tanaman meliputi pembersihan

gulma, pemasangan ajir, pewiwilan dan

pengendalian HPT. Pengendalian hama dan

penyakit dilakukan secara teratur apabila ada

gejala awal serangan. Dosis rekomendasi urea

(N), SP-36 (P2O5), dan KCl (K2O) adalah 100-

200-120 kg ha-1 (BPTP Riau, 1999). Pupuk

urea diberikan 3 tahap, 1/3 saat tanam 1/3 saat

umur 1 bulan dan 1/3 saat umur 2 bulan.

Pengambilan Sampel dan Analisis

Pengamatan sampel tanah periodik

dilakukan pada fase vegetatif (bulan ke-1),

akhir vegetatif (bulan ke-2) dan generatif/akhir

(bulan ke-3). Analisis tanah meliputi pH tanah

dan P-tersedia. Analisa pH tanah menggunakan

pH meter dengan ekstraksi H2O dengan

perbandingan 1:5, sedangkan P tersedia

menggunakan Spektrofotometer dengan

pengestrak Bray II (Balitanah, 2005).

Pengamatan pertumbuhan tanaman cabai yaitu

tinggi tanaman pada umur 2, 4 dan 6 minggu

setelah tanam (MST), jumlah buah per tanaman,

dan berat buah cabai. Pengukuran tinggi

tanaman dengan cara melakukan pengukuran

tanaman mulai dari pangkal akar sampai ujung

daun. Jumlah buah dihitung dari buah yang

dipanen pada periode panen tertentu,

sedangkan berat buah dihitung dari 10 sampel

buah yang di panen dari tanaman contoh. Pada

penelitian ini, periode panen sampai buah pada

tanaman habis terpanen sebanyak 12 kali panen.

Tanaman contoh yang diamati sebanyak 8

tanaman setiap petak. Hasil tanaman cabai

diperoleh dari rata-rata per petak kemudian di

konversi ke hektar.

Analisis data dilakukan terhadap

variabel pengamatan berupa analisis ragam

dilanjutkan dengan uji Duncan 5%. Analisis

korelasi digunakan untuk mengetahui keeratan

hubungan antar variabel pengamatan dan

regresi digunakan untuk mengetahui tingkat

pengaruh perlakuan dan parameter yang

memiliki hubungan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Tanaman

Perlakuan jenis persiapan dan penataan

lahan tidak memberikan interaksi nyata terhadap

tinggi tanaman (Tabel 1). Namun dari keragaan

tanaman dapat terlihat bahwa perlakuan guludan

menghasilkan tinggi tanaman cabai lebih baik

dibandingkan tanpa guludan. Meskipun tidak

berbeda nyata secara statistika, jenis persiapan

lahan yang memberikan pengaruh lebih baik

terhadap pertumbuhan tanaman cabai adalah

perlakuan A4 yaitu gulma ditebas kemudian

dikomposkan dan dikembalikan ke tanah

sebagai bahan pembenah tanah + mulsa plastik

(Tabel 1).

Perlakuan A4 selain menggunakan

kompos sebagai bahan pembenah tanah juga

menggunakan mulsa plastik. Penggunaan mulsa

plastik menyebabkan pertumbuhan tanaman

lebih seragam, dibandingkan yang tidak diberi

mulsa. Mulsa menghasilkan buah dengan

kandungan klorofil-a, klorofil-b dan total

klorofil tertinggi dan juga meningkat jumlah

buah per tanaman dan hasil panen cabai

(Ashrafuzzaman et al., 2011; Bhardwaj et al.,

2011; Sarolia dan Bhardwaj, 2012).

Tabel 1. Pengaruh jenis penataan dan persiapan lahan terhadap tinggi tanaman cabai

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)

2 MST 4 MST 6 MST

Petak utama; Penataan lahan U1= tanpa bedengan 20.79 49.85 56.79

U2= bedengan tinggi 30 cm 21.00 46.04 55.00

Anak petak; Persiapan lahan A1= semprot, tebas, bakar 21.79 46.42 57.58

A2= tebas, kompos 19.83 45.58 52.50

A3= tebas, mulsa 20.83 46.21 52.54

A4= tebas, kompos, mulsa plastik 21.13 53.58 61.00

Rerata ± SD 20.89±0.81 47.95±3.77 55.89±4.16

J. Hort. Indonesia 10(2): 102-111. Agustus 2019

106 Eni Maftuah dan Afiah Hayati

Berdasarkan hasil pengamatan keragaan

tanaman pertumbuhan tanaman cabai sangat

dipengaruhi oleh mulsa yang digunakan.

Perlakuan tanpa mulsa plastik hitam perak (baik

yang diberi mulsa gulma insitu maupun tanpa

mulsa) terlihat tingkat serangan OPT lebih tinggi

dibandingkan yang menggunakan mulsa plastik

hitam perak. Perlakuan A3 (penggunaan mulsa

dari gulma insitu/alang-alang) meningkatkan

serangan hama Trips yang menyebabkan daun

keriting. Mulsa dari bahan organik tersebut

digunakan oleh hama trips untuk meletakkan

telurnya sehingga populasi hama trips

meningkat. Seperti disampaikan Setiawati et al. (2013) penggunaan mulsa dari jerami atau

sejenisnya dapat meningkatkan serangan hama

trips, karena mulsa jerami dapat digunakan

untuk peletakan telur hama tersebut.

Lahan gambut mempunyai

kelembaban tanah tinggi, terutama saat musim

hujan. Curah hujan dan kelembaban tinggi

dapat meningkatkan serangan hama trips. Jenis

mulsa di lahan gambut yang sesuai adalah

mulsa hitam perak. Mulsa hitam perak dapat

menurunkan populasi trips karena dapat

merefleksikan cahaya dan suhu (Kareem et al.,

2012). Refleksi cahaya selain dapat menekan

trips, juga dapat meningkatkan penangkapan

cahaya oleh tanaman. Fahrurrozi et al. (2001)

menyatakan bahwa penangkapan cahaya yang

lebih tinggi mengakibatkan proses fotosintesis

yang meningkat sehingga hasil tanaman juga

meningkat.

Komponen Hasil dan Hasil Cabai

Perlakuan bedengan tinggi 30 cm (U2)

memberikan pengaruh lebih baik terhadap

produksi cabai dibandingkan dengan tanpa

bedengan (U1). Berat buah pada perlakuan

jenis penataan lahan model bedengan (U2)

lebih tinggi dibandingan tanpa bedengan (U1),

dan tidak berbeda nyata pada semua jenis

persiapan lahan (A) (Tabel 2). Jumlah buah

tidak menunjukkan perbedaan pada perlakuan

penataan lahan, namun pada perlakuan

persiapan lahan menunjukkan perbedaan

(Tabel 2).

Salah satu komponen yang menentukan

hasil cabai adalah jumlah buah (Chozin dan

Ganefianti, 2013). Berdasarkan data tersebut

diketahui model bedengan memberikan

pengaruh lebih baik dibandingkan tanpa

bedengan terhadap berat dan ukuran buah cabai

merah. Pembuatan bedengan dapat mengurangi

pelindian unsur hara bersamaan dengan aliran

air permukaan, meningkatkan pemadatan tanah

sehingga perakaran menjadi lebih kokoh, serta

mampu menjaga agar lahan tidak tergenang saat

banjir.

Tabel 2. Pengaruh jenis penataan lahan dan persiapan lahan terhadap berat buah dan jumlah buah cabai

Perlakuan

Komponen Hasil

Berat per Buah

(g) Jumlah

Petak utama; Penataan lahan

U1= tanpa bedengan 9.83 a 22.51

U2= bedengan tinggi 30 cm 10.45 b 20.82

Anak petak; Persiapan lahan

A1= semprot, tebas, bakar 10.76 28.40

A2= tebas, kompos 11.11 22.00

A3= tebas, mulsa 10.67 26.46

A4= tebas, kompos, mulsa plastik 10.82 24.40

Rerata ± SD 10.61 ± 0.43 24±2.89

J. Hort. Indonesia 10(2): 102-111. Agustus 2019

Pengaruh Persiapan Lahan …. 107

Gambar 1. Pengaruh persiapan dan penataan lahan terhadap hasil buah cabai.

Jenis penataan lahan dan persiapan lahan

menunjukkan interaksi terhadap hasil tanaman

cabai baik cabai yang dipanen merah, hijau

maupun total (merah+hijau) (Gambar 1).

Perlakuan yang memberikan hasil cabai

tertinggi mencapai 9.8 ton ha-1 adalah

perlakuan penataan lahan sistem bedengan

yang dikombinasikan dengan sistem persiapan

lahan tebas, kemudian bahan dikomposkan +

mulsa plastik (U2A4), sedangkan hasil paling

rendah pada perlakuan penataan lahan tanpa

guludan pada sistem persiapan lahan tebas dan

gulma digunakan untuk mulsa (U1A2)

mencapai 4.5 ton ha-1. Hasil penelitian ini lebih

tinggi dibandingkan dengan rata-rata produksi

cabai di Kalimantan Tengah yaitu sekitar 3.13

ton ha-1 (Anto, 2014).

Perubahan Sifat Tanah (pH dan P tersedia)

Perlakuan jenis penataan lahan dan

persiapan lahan tidak memberikan pengaruh

nyata terhadap pH tanah pada periode

pengamatan bulan ke-2 dan ke-3, namun pada

bulan pertama menunjukkan perbedaan (Tabel

3). Secara umum terjadi penurunan pH tanah

pada perlakuan tanpa bedengan (U1) pada

pengamatan bulan ke-2, sedangkan pada bulan

ke-3 terjadi peningkatan pH. Kemasaman tanah

gambut erat kaitannya dengan keberadaan asam-

asam organik. Dekomposisi bahan organik akan

melepaskan asam-asam organik sehingga dapat

meningkatkan kemasaman gambut. Karbon

organik akan menyumbangkan H+ dalam

sintesis asam-asam organik. Asam organik

memberikan kontribusi yang nyata terhadap

rendahnya pH tanah gambut (Susanti, 2015).

Menurut Sabiham (2006), faktor-faktor

yang mempengaruhi beragamnya kesuburan

tanah gambut adalah ketebalan lapisan gambut,

tingkat dekomposisi, komposisi bahan tanaman

penyusun gambut, bahan tanah mineral yang

berada di bawah lapisan gambut, dan kualitas

air atau lingkungan selama proses pembentukan

gambut. Keberagaman sifat kimia tanah

gambut juga disebabkan oleh kesudahan

reklamasi dan intensitas pemanfaatannya.

Pengaruh jenis penataan lahan dan

persiapan lahan terhadap P tersedia tanah

seperti disajikan pada Tabel 4. Pada bulan

pertama tidak terjadi perbedaan nyata antara

penataan lahan sistem bedengan dengan

bedengan tinggi 30 cm, namun pada bulan ke-2

dan ke-3 terjadi perbedaan. Ketersediaan P

pada tanah gambut umumnya rendah, yang

disebabkan kemampuan gambut dalam

menjerap pupuk P rendah. Gugus-gugus reaktif

seperti karboksilat menjerap P dengan kekuatan

ikatan yang lemah (Stevenson, 1994).

J. Hort. Indonesia 10(2): 102-111. Agustus 2019

108 Eni Maftuah dan Afiah Hayati

Pemberian pupuk P dan bahan pembenah tanah

dapat meningkatkan ketersediaan P.

Ketersediaan P tertinggi ditunjukkan oleh

perlakuan bedengan, dengan persiapan lahan

sistem tebas, kemudian gulma dikomposkan

untuk bahan pembenah tanah dan diberi mulsa

plastik (U2A4).

Penataan lahan menggunakan bedengan

tinggi 30 cm meningkatkan ketersediaan P

tanah. Perlakuan penyiapan lahan dengan

gulma ditebas kemudian dibuat kompos untuk

bahan pembenah tanah dan diberi mulsa plastik

(A4) dapat meningkatkan ketersediaan hara P

pada tanah gambut. Peningkatan konsentrasi P

tersedia tanah pada perlakuan ini dapat terjadi

secara langsung maupun tidak langsung.

Peningkatan konsentrasi P secara langsung

melalui sumbangan hara dari kompos tersebut,

sedangkan tidak langsung melalui pengurangan

kehilangan P melalui pelindian dari areal

perakaran akibat terikat oleh kation logam.

Pembuatan bedengan menyebabkan hara lebih

lama bertahan pada lingkungan perakaran.

Penambahan bahan pembenah tanah dengan

kation-kation basa diharapkan dapat

mengurangi jumlah P yang terlindi, karena

kation tersebut dapat berperan sebagai

jembatan kation (Maftuah, 2012).

Tabel 3. Pengaruh jenis penataan lahan dan persiapan lahan terhadap pH tanah

Perlakuan pH

Bulan Ke-1 Bulan Ke-2 Bulan Ke-3

Petak utama: Penataan lahan

U1= tanpa bedengan 4.67 a 4.33 4.58

U2= bedengan tinggi 30 cm 4.28 b 4.37 4.43

Anak petak: Penyiapan lahan

A1= semprot, tebas, bakar 4.67 a 4.39 4.51

A2= tebas, kompos 4.29 c 4.37 4.56

A3= tebas, mulsa 4.49 b 4.36 4.46

A4= tebas, kompos, mulsa plastik 4.46 b 4.28 4.49

Rerata ± SD 4.47±0.17 4.35±0.14 4.50±0.06 Keterangan: Angka yang disertai huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5%.

Tabel 4. Pengaruh jenis penataan lahan dan persiapan lahan terhadap P tersedia tanah

Perlakuan P Tersedia (mg kg-1)

Bulan Ke-1 Bulan Ke-2 Bulan Ke-3

Petak utama: Penataan lahan

U1= tanpa bedengan 198.50 a 199.50 b 99.25 b

U2= bedengan tinggi 30 cm 165.50 a 262.00 a 120.88 a

Anak petak: Penyiapan lahan A1= semprot, tebas, bakar 203.00 a 214.00 b 89.50 c

A2= tebas, kompos 167.50 b 209.50 b 113.75 b

A3= tebas, mulsa 193.00 a 133.50 c 76.75 c

A4= tebas, kompos, mulsa plastik 164.50 b 366.00 a 160.25 a

Rerata ± SD 182±32.32 230±34.17 110±24.74 Keterangan: angka yang disertai huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5%.

Tabel 5. Koefisien korelasi antar variabel pengamatan

J. Hort. Indonesia 10(2): 102-111. Agustus 2019

Pengaruh Persiapan Lahan …. 109

Variabel

Pengamatan

Tinggi

Tanaman

Berat

Buah

Jumlah Buah

per Tanaman

Hasil per

ha

pH

Tanah P Tersedia

Tinggi tanaman

Berat buah -0.41

Jumlah buah per

tanaman

0.29 0.34

Hasil per ha 0.36 0.62** 0.94**

pH tanah 0.38 0.27 0,29 0.36

P tersedia 0.56* 0.24 0.03 0.07 0.56*

Korelasi Antar Variabel Pengamatan

Hasil analisis korelasi antar variabel

pengamatan tinggi tanaman, hasil tanaman

cabai dan sifat tanah (pH dan P tersedia), seperti

disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan hasil

analisis korelasi tinggi tanaman dan hasil

tanaman cabai berhubungan positif dengan sifat

tanah yaitu pH tanah dan P tersedia tanah.

Menurut Nazir et al. (2017) terdapat hubungan

pH tanah dengan ketersediaan unsur hara.

Kadar P dalam tanah berhubungan dengan

pertumbuhan dan produksi cabai. Kadar P tanah

sangat terkait dengan kadar P dalam tanaman.

Tanaman mengandung P sekitar 0.2% dari berat

kering (Bagyaraj et al., 2015). Unsur P

berkaitan erat dengan penyusunan bagian

penting tanaman seperti asam nukleat pada inti

sel, berperan dalam reaksi biokimia dalam

metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.

Senyawa fosfolipid bertindak sebagai

intermedier, menyimpan dan penyedia energi

reaksi-reaksi khusus seperti pada respirasi dan

fermentasi (Soepardi, 1983).

Fosfor merupakan unsur yang paling

kritis dibandingkan unsur-unsur lainnya bagi

tanaman (Tanwar et al., 2013). Dibandingkan

dengan nutrisi utama lainnya, fosfor merupakan

unsur hara yang kurang tersedia untuk tanaman

(Khan et al., 2007). Kekurangan unsur tersebut

dapat menyebabkan tanaman tidak mampu

menyerap unsur lainnya, meskipun jumlah

unsur fosfor yang diangkut tanaman sedikit,

akan tetapi karena efisiensi penggunaan fosfor

dari pupuk sangat penting. Unsur P sangat

penting bagi tanaman antara lain untuk

pembelahan sel, perkembangan akar,

pembentukan bunga dan buah. Sejalan dengan

pertumbuhan vegetatif tanaman yang memiliki

tinggi tanaman dan bobot kering tanaman yang

relatif tinggi cendrung menghasilkan buah

cabai yang lebih tinggi pula (Rosliani, 1997).

KESIMPULAN

Perlakuan jenis persiapan dan penataan

lahan tidak memberikan pengaruh nyata

terhadap tinggi tanaman cabai, namun

berpengaruh nyata terhadap hasil cabai.

Perlakuan yang memberikan hasil cabai

tertinggi adalah perlakuan penataan lahan

sistem bedengan yang dikombinasikan dengan

sistem persiapan lahan tebas, kemudian bahan

dikomposkan + mulsa plastik (U2A4),

sedangkan hasil paling rendah pada perlakuan

penataan lahan tanpa guludan pada sistem

persiapan lahan tebas dan gulma digunakan

untuk mulsa (U1A2). Perlakuan yang dapat

meningkatkan ketersediaan P adalah perlakuan

guludan dan sistem persiapan lahan tebas,

kemudian bahan dikomposkan + mulsa plastik

(U2A4).

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada

Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian

yang telah mendanai penelitian ini dengan proyek

SMARTD melalui program Kerjasama

Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan

Pertanian Strategis (KP4S).

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, M., A. Hairani. 2007. Karakteristik kimia

lahan gambut dangkal dan potensinya

untuk pertanaman cabai dan tomat. Bul.

Agron. 35(1): 36-43.

Anto, A. 2014. Uji adaptasi lima varietas cabai

merah di lahan gambut Palangkaraya

Kalimantan Tengah. Agripura. 8(1):

1037-1040.

Syah, M.J.A, A.L. Sayekti, A.M. Kiloes, Y.

Hilman. 2015. Dinamika produksi dan

volatilitas harga cabai: antisipasi strategi

J. Hort. Indonesia 10(2): 102-111. Agustus 2019

110 Eni Maftuah dan Afiah Hayati

dan kebijakan pengembangan.

Pengembangan Inovasi Pertanian. 8(1):

33-42.

Ashrafuzzaman, M., A. Halim, M.R. Ismail,

S.M. Shahidullah, M.A. Hossain. 2011.

Effect of plastic mulch on growth and

yield of chilli (Capsicum annuum L.).

Brazilian Archives of Biology and

Technology. 54(2): 321-330.

Balittra. 2017. Laporan Akhir Hasil Penelitian.

Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa.

Banjarbaru.

Balittanah. 2005. Petunjuk Teknis Analisis

Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk.

Badan Litbang Pertanian. Departemen

Pertanian. Bogor. 313 Halaman.

BPTP Riau. 1999. Budidaya Cabai di Lahan

Gambut. Liptan. Kementerian Pertanian.

Bagyaraj, D.J., M.P. Sharma, D. Maiti. 2015.

Phosphorus nutrition of crops through

arbuscular mycorrhizal fungi. Current

Science. 108(7): 1288-1292.

Bhardwaj, R.L. 2011. Bench mark survey on

effect of mulching material on crop

production. Krishi Vigyan Kendrs,

Sirohi, MPUAT Udaipur. pp. 12-15.

Fahrurrozi, K.A. Stewart, S. Jenni. 2001. The

early growth of muskmelon in

mulched mini-tunnel containing a

thermal-water tube. i. the carbon dioxide

concentration in the tunnel. J. Amer.

Soc. For Hort. Sci. 126: 757- 763.

Chozin, M., D.W. Ganefianti. 2013.

Correlation and path analysis for

determination of selection criteria in

chilli pepper breeding for fruit yield

improvement. Proceedings The 3th

International Symposium for

Sustainable Humanosphere (ISSH). A

Forum of Humanosphere Science School

(HSS), Bengkulu, pp. 114-117.

Kementerian Pertanian, 2015. Rencana strategis

Kementerian Pertanian tahun 2015-2019.

Khan, M. S., A. Zaidi, P.A. Wani. 2007. Role

of phosphate - solubilizing

microorganisms in sustainable

agriculture – A review. Agron. Sustain.

Dev. 27: 29-43.

Khan, M.J., W. Drochner, H. Steingass, K.M.S.

Islam. 2008. Nutritive evaluation of

some tree leaves from Bangladesh for

feeding ruminant animals. Indian J.

Anim. Sci. 78(11): 1273-1277.

Kareem, K.T., O.O. Alamu, R.K. Egberongbe,

O. Arogundade. 2012. Effect of different

mulch materials on the incidence and

severity of okra mosaic virus (OMV) in

okra plants. Journal of Applied

Horticulture. 14(1): 1-14.

Maftuah, E. 2012. Ameliorasi lahan gambut

terdegradasi dan pengaruhnya terhadap

produksi tanaman jagung manis.

Disertasi. Universitas Gadjah Mada.

Yogyakarta. 251 hal.

Maftuah, E., A. Maas, A. Syukur, B.H.

Purwanto. 2013. Efektivitas amelioran

pada lahan gambut terdegradasi untuk

meningkatkan pertumbuhan dan serapan

NPK tanaman jagung manis (Zea mays L. saccharata). J. Agron. Indonesia.

41(1): 16-23.

Nazir, M., Syakur, Muyassir. 2017. Pemetaan

kemasaman tanah dan analisis kebutuhan

kapur di kecamatan Keumala Kabupaten

Pidie. JIM Pertanian Unsyiah. 2(1): 21-30.

Nursyamsi, D., M. Noor, Haryono. 2015. Sistem

surjan. Model Pertanian Lahar Rawa

Adaptif Perubahan Iklim. IAARD Press.

Ritung, S., Sukarman. 2014. Kesesuaian Lahan

Gambut Untuk Pertanian. Hal: 61-83.

Dalam F. Agus, M. Anda, A. Jamil,

Masganti (Eds). Lahan Gambut

Indonesia: Pembentukan, Karakteristik,

Dan Potensi Mendukung Ketahanan

Pangan. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Kementerian

Pertanian.

Rosliani, R. 1997. Pengaruh pemupukan

dengan pupuk majemuk makro

berbentuk tablet terhadap pertumbuhan

J. Hort. Indonesia 10(2): 102-111. Agustus 2019

Pengaruh Persiapan Lahan …. 111

dan hasil cabai merah. J. Hort. 7: 773-

780.

Sabiham, S. 2006. Pengelolaan Lahan Gambut

Indonesia Berbasis Keunikan Ekosistem.

Orasi Ilmiah Guru Besar tetap

Pengelolaan Tanah. Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sarolia, D.K., R.L. Bhardwaj. 2012. Effect of

mulching on crop production under

rainfed condition: A Review. Int. J. Res.

Chem. Environ. 2: 8-20.

Setiawati, W., N. Sumarni, Y. Koesandriani, A.

Hasyim, T.S. Uhan, R. Sutarya. 2013.

Penerapan teknologi pengendalian hama

terpadu pada tanaman cabai merah untuk

mitigasi dampak perubahan iklim

(Implementation of integrated pest

management for mitigation of climate

change on chili peppers. J. Hort. 23(2):

174-183.

Sitorus, A. 2017. Evaluasi kesesuian lahan

untuk budidaya komoditi unggulan di

Kecamatan Siempat Rube Kabupaten

Pakpak Bharat. Tesis. USU. Medan. Hal:

219.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah.

Fakultas Pertanian, Pustaka Buana,

Bandung.

Stevenson, F.J. 1994. Humus Chemistry:

Genesis, composition, and reaction.

Edisi ke 2. John Wiley & Sons, Inc. New

York.

Susanti, M.A. 2015. Dampak penggunaan

pestisida dan pengelolaan air terhadap

kualitas lingkungan dan emisi karbon di

lahan gambut yang disawahkan.

Disertasi. Institut Pertanian Bogor,

Bogor. Hal: 122.

Tanwar, A., A. Aggarwal, N. Kadian, A. Gupta.

2013. Arbuscular mycorrhizal

inoculation and super phosphate

application influence plant growth and

yield of Capsicum annuum. Journal of

Soil Science and Plant Nutrition. 13(1):

55-66.

Tim Sintesis Kebijakan. 2008. Pemanfaatan

dan konservasi lahan rawa gambut di

Kalimantan. Pengembangan Inovasi

Pertanian. 1(2): 149-156.

Tsurayya, S., L. Kartika, 2015. Kelembagaan

dan strategi peningkatan daya saing

komoditas cabai Kabupaten Garut.

Jurnal Manajemen & Agribisnis. 12(1):

1-13.

Yanuarti A.R., M.D. Afsari. 2016. Profil

komoditas barang kebutuhan pokok dan

barang penting komoditas cabai. 1-67.