Pengaruh Persiapan Lahan dan Penataan Lahan terhadap ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
2 -
download
0
Transcript of Pengaruh Persiapan Lahan dan Penataan Lahan terhadap ...
J. Hort. Indonesia, Agustus 2019, 10(2): 102-111 p-ISSN 2087-4855 e-ISSN 2614-2872
DOI: http://dx.doi.org/10.29244/jhi.10.2.102-111 Terakreditasi No: 2/E/KPT/2015
Tersedia online di http://journal.ipb.ac.id/index.php/jhi
102 Eni Maftuah dan A. Hayati
Pengaruh Persiapan Lahan dan Penataan Lahan terhadap
Sifat Tanah, Pertumbuhan dan Hasil Cabai Merah
(Capsicum annum) di Lahan Gambut
Effect of Land Preparation and Land Arragement on Soil Properties, Growth and
Yield of Red Pepper (Capsicum annum) in Peat land
Eni Maftuah1* dan Afiah Hayati2
Diterima 04 Feruari 2019/Disetujui 18 Juni 2019
ABSTRACT
Peatlands are potential to be used as red pepper development areas. The technology of land
preparation and land management is indispensable in the utilization of peatlands. The study aimed to study the effect of land preparation on soil fertility, growth and yield of red peppers. The research was
carried out on peatland in Kalampangan village, Sebangau Sub-District, Kodya Palangkaraya, (-2 O179’9’’S, 144O1’31’’ E, 53,8m) from June to October, 2017. The experiment used Split Plot design,
3 replications. The main plot is types of land arrangement (U1 = without rise beds and U2 = with rise
beds). The plot is a type of land preparation (A1=slash, burn, A2=slash, compost, A3=slash, mulch, A4= slash, compost, plastic mulch). Observations were made on plant growth, soil pH and P available
on soil and red pepper yields. The highest yield of red pepper was reached on the treatment of land
arrangement of beds system combined with land clearing system, then compostable materials+plastic mulch, while the lowest yield on the without bed + soil treatment on slash and weed was used for
mulch. The result of pepper plant in peat soil is influenced by soil pH and P concentration is available in soil.
Keywords: bed system, slash-burn, slash-compost, slash-mulch, plastic mulch
ABSTRAK
Lahan gambut berpotensi untuk dijadikan areal pengembangan tanaman cabai, namun
diperlukan teknologi pengelolaan lahan yang tepat. Salah satu teknologi yang diperlukan adalah
teknologi persiapan lahan tanpa bakar dan penataan lahan. Penelitian bertujuan untuk mempelajari
pengaruh persiapan dan penataan lahan terhadap kesuburan, pertumbuhan dan hasil tanaman cabai
merah. Penelitian dilaksanakan di lahan gambut di desa Kalampangan, Kecamatan Sebangau, Kodya
Palangkaraya, pada bulan Juni sampai Oktober 2017. Rancangan percobaan menggunakan Split Plot yang diulang 3 kali. Petak utama adalah jenis penataan lahan (U1= tanpa bedengan dan U2 = bedengan
tinggi 30 cm). Anak Petak adalah jenis persiapan lahan (A1= semprot, tebas, bakar, A2 = tebas,
kompos, A3 = tebas, mulsa, A4 = tebas, kompos, mulsa plastik). Pengamatan meliputi tinggi tanaman
dan hasil tanaman cabai, pH tanah dan kadar P tersedia di tanah. Perlakuan yang memberikan hasil
cabai tertinggi adalah perlakuan penataan lahan sistem guludan yang dikombinasikan dengan sistem
persiapan lahan tebas, kemudian bahan dikomposkan+mulsa plastik, sedangkan hasil paling rendah
pada perlakuan penataan lahan tanpa guludan pada sistem persiapan lahan tebas dan gulma digunakan
untuk mulsa. Hasil tanaman cabai di tanah gambut berhubungan dengan pH tanah dan konsentrasi P
tersedia di tanah.
Kata kunci: mulsa plastik, sistem bedengan, tebas-bakar, tebas-kompos, tebas-mulsa
1) Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra)
Jl. Kebun Karet, Loktabat, Banjarbaru, South Kalimatan, Indonesia 2) Universitas Lambung Mangkurat - Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian E-mail : [email protected] (*Penulis korespondensi)
J. Hort. Indonesia 10(2): 102-111. Agustus 2019
Pengaruh Persiapan Lahan …. 103
PENDAHULUAN
Cabai merupakan salah satu komoditas
strategis dan memegang peranan penting dalam
stabilitas ekonomi nasional. Cabai merupakan
komoditas potensial yang memiliki nilai
ekonomi tinggi dan berpotensi untuk terus
dikembangkan (Tsurayya dan Kartika, 2015).
Komoditas cabai bukan termasuk pangan
pokok bagi masyarakat Indonesia, akan tetapi
perannya sebagai bumbu pelengkap masakan,
ditunjang harganya yang selalu fluktuatif, tak
jarang cabai menyumbang inflasi bagi
perekonomian nasional (Yanuarti dan Afsari,
2016). Salah satu strategi untuk mengatasi
kebutuhan cabai yaitu dengan meningkatkan
luas areal tanam terutama pada saat musim
hujan (Anwarudin et al., 2015). Semakin
meningkatnya kebutuhan cabai menuntut untuk
dilakukan upaya peningkatan produksi cabai
nasional. Salah satu program pemerintah saat
ini adalah swasembada cabai, dengan target
produksi cabai pada tahun 2019 sekitar 1.209
juta ton (Kementerian Pertanian, 2015).
Tanaman cabai menghendaki kondisi
tanah yang subur dan tidak tergenang dengan
ketebalan gambut kurang dari 100 cm. Lahan
gambut ketebalan 50-100 cm sesuai untuk
tanaman pangan, palawija, dan hortikultura,
sedangkan gambut dengan ketebalan > 2 m
terkategori sesuai bersyarat atau bahkan tidak
sesuai pada kubah gambut (dome), sedangkan
pada kedalaman > 3 m untuk kawasan lindung
(konservasi) (Ritung dan Sukarman, 2014).
Kesesuaian lahan untuk tanaman cabai merah
ditentukan oleh beberapa faktor yaitu; suhu
udara, ketersediaan air, ketersediaan oksigen
(kondisi drainase), media perakaran, retensi
hara, toksisitas, bahaya erosi dan penyiapan
lahan (Sitorus, 2017).
Lahan gambut terutama gambut dangkal
telah lama dimanfaatkan oleh petani sebagai
areal pertanian. Berbagai jenis tanaman mampu
tumbuh di lahan gambut dangkal sampai
sedang, terutama tanaman palawija dan
sayuran, seperti cabai, terong, nenas, kacang
panjang dan tanaman hortikultura lainnya (Tim
Sintesis Kebijakan, 2008). Tanaman
hortikultura telah lama dikembangkan di lahan
gambut, seperti di Kalampangan Kaliamantan
Tengah dan Rasau Jaya serta Siantan,
Kalimantan Barat (Alwi dan Hairani, 2007).
Namun dalam pemanfaatan lahan gambut ini
masih sering dijumpai beberapa masalah yang
berkaitan dengan kesuburan tanah yang rendah
serta emisi gas rumah kaca (GRK). Emisi di
lahan gambut berasal dari dekomposisi bahan
gambut itu sendiri, respirasi akar serta dari
kebakaran lahan.
Saat ini petani masih banyak yang
menggunakan sistem tebas bakar (slash and
burn) baik untuk persiapan lahan maupun untuk
mendapatkan abu sebagai bahan amelioran
(pembenah tanah), sehingga meningkatkan
emisi karbon dan menurunkan umur pakai
gambut. Teknologi persiapan lahan tanpa bakar
perlu dikembangkan untuk menjaga kelestarian
gambut. Salah satu teknologi persiapan lahan
dengan memanfaatkan gulma sebagai bahan
baku kompos, dan kemudian kompos tersebut
dikembalikan sebagai bahan pembenah tanah.
Bahan pembenah tanah sangat
diperlukan untuk memperbaiki sifat tanah
gambut, sehingga dapat mendukung
pertumbuhan tanaman. Kesuburan tanah sangat
menentukan keberhasilan pemanfaatan gambut
untuk cabai (Alwi dan Hairani, 2007). Pada
umumnya lahan gambut mempunyai kesuburan
tanah rendah, serta dinamika air yang tidak
mendukung pertumbuhan tanaman.
Peningkatan kesuburan tanah di lahan gambut
dapat dilakukan melalui pemberian amelioran
(Maftuah et al., 2013).
Kegiatan budidaya yang berpengaruh
terhadap keberhasilan usaha tani cabai di lahan
gambut diantaranya adalah persiapan lahan.
Persiapan lahan yang tidak tepat selain
menyebabkan kegagalan dalam budidaya
tanaman juga dapat meningkatkan kerentanan
dan emisi di lahan gambut. Upaya untuk
mengurangi kerentanan kebakaran dapat
dilakukan dengan meningkatkan kelembaban
pada permukaan gambut. Teknologi tanpa
bakar dapat dilakukan dengan persiapan lahan
secara manual maupun mekanik dan
dilanjutkan dengan pemberian dekomposer
untuk mendekomposisi gulma, kayu dan
ranting-ranting sisa tanaman. Persiapan lahan
selanjutnya adalah penataan lahan. Penataan
lahan dimaksudkan untuk memberikan kondisi
tanah dan lingkungan yang optimal untuk
mendukung pertumbuhan tanaman. Pada lahan
yang tergenang dapat dibuat surjan, sedangkan
lahan yang tidak dipengaruhi oleh genangan
(tegalan) dengan membuat guludan-guludan
kecil (Nursyamsi et al., 2015). Tujuan
penelitian ini adalah untuk mempelajari
pengaruh persiapan dan penataan lahan
J. Hort. Indonesia 10(2): 102-111. Agustus 2019
104 Eni Maftuah dan Afiah Hayati
terhadap kesuburan tanah, pertumbuhan dan
hasil tanaman cabai merah.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di lahan gambut
terdegradasi di Desa Kalampangan, Kecamatan
Sebagau, Kodya Palangkaraya, pada bulan Juni
sampai Oktober 2017. Berdasarkan hasil
analisis tanah awal lahan gambut yang
digunakan mempunyai kesuburan tanah yang
sangat rendah yang ditandai oleh hasil
pengukuran pH H2O menggunakan pH meter
(1:5) nilai pH 4.67, P tersedia menggunakan
Spektrofotometer dengan ekstraksi Bray II nilai
40.98 mg kg-1, K-dd menggunakan
Flamefotometer dengan pengestrak HCl 25%
dengan nilai K-dd sebesar 3.94 cmol (+) kg-1
(Balittra, 2017).
Penelitian ini merupakan penelitian
lapangan dengan perlakuan jenis persiapan
lahan dan jenis penataan lahan. Rancangan
percobaan menggunakan Split Plot yang
diulang 3 kali. Petak utama adalah jenis
penataan lahan (U1= tanpa bedengan dan U2 =
bedengan tinggi 30 cm). Anak Petak adalah
jenis persiapan lahan (A1= semprot, tebas,
bakar, A2 = tebas, kompos, A3 = tebas, mulsa,
A4 = tebas, kompos, mulsa plastik).
Persiapan Lahan
Persiapan lahan dilakukan sesuai
perlakuan. Persiapan lahan sistem tebas-bakar
mempresentasikan kebanyakan yang dilakukan
oleh petani, yaitu lahan terlebih dahulu
disemprot dengan menggunakan herbisida,
kemudian rumput atau gulma yang sudah mati
dikumpulkan dan dibakar untuk digunakan
sebagai bahan pembenah tanah (A1). Persiapan
lahan sistem tebas - kompos (A2), dilakukan
tanpa penyemprotan herbisida yaitu gulma
ditebas kemudian dikumpulkan untuk
dikomposkan. Persiapan lahan sistem tebas -
mulsa (A3), gulma/rumput ditebas kemudian
dikumpulkan untuk digunakan sebagai mulsa.
Persiapan lahan pada perlakuan A4 sama dengan
A2, namun diberi mulsa plastik.
Setelah lahan dibersihkan sesuai
perlakuan, kemudian lahan diolah (dicangkul)
sedalam 30-40 cm sampai gembur. Ukuran
petak yang digunakan dalam percobaan ini
untuk masing-masing perlakuan yaitu lebar 5 m
dan panjang 6 m sehingga luas setiap petak 30
m2. Penataan lahan dilakukan sesuai perlakuan
(dengan bedengan) dan tanpa bedengan, di
sekeliling petakan dibuat saluran dengan
kedalaman 30 cm. Pada perlakuan bedengan,
pembuatan bedengan dengan lebar 1.2 m, tinggi
30 cm, dan jarak antar bedengan 30 cm. Lubang
tanam sesuai jarak tanam dengan jarak 50 cm x
40 cm, sehingga setiap bedengan ada 2 baris.
Varietas cabai merah yang digunakan adalah
Hot Chilli.
Persemaian
Persemaian dilakukan pada polibag
kecil, dengan media pupuk kandang dan tanah
gambut dengan perbandingan 1:1, selanjutnya
diberi sedikit kapur (sekitar 5%) dari bahan
media semai. Sebelum disemai, benih cabai
merah direndam dalam air hangat selama 1 jam.
Perendaman benih tersebut bertujuan untuk
menghilangkan hama atau penyakit yang
menempel pada biji dan untuk mempercepat
perkecambahan. Kalau ada biji yang
mengambang, berarti benih kurang baik, jadi
harus disingkirkan. Benih-benih yang
tenggelam bisa langsung disemai. Tempat
persemaian diberi naungan yang terbuat dari
paranet atau dari rumbia. Bibit berada di
persemaian selama 3 minggu sampai 1 bulan.
Dua minggu sebelum bibit dipindahkan ke
lapangan, naungan dikurang atau dijarangkan
seeara bertahap dan 5 hari sebelum dipindahkan
naungan dibuka seluruhnya.
Penanaman
Penanaman dilakukan saat bibit sudah
berumur 1 bulan (mempunyai 4 - 5 helai daun).
Tanam bibit dilakukan pada lubang tanam yang
telah dibuat yang berjarak 50 cm x 40 cm.
Selanjutnya diberi insektisida berbahan aktif
karbofuran (furadan) 1 g per tanaman 2 hari
sebelum tanam. Setelah pindah tanam, disiram
air kurang lebih 250 mL per lubang tanam, pagi
atau sore agar dapat tumbuh dan tidak stress.
Dan selanjutnya disiram pagi dan sore.
Penyulaman maksimal 3-7 hari setelah tanam.
Pemupukan dan Pemeliharaan
Dosis pemupukan urea (N), SP-36
(P2O5), dan KCl (K2O) adalah 100-200-120 kg
ha-1. Pupuk urea diberikan 3 tahap, 1/3 saat
tanam 1/3 saat umur 1 bulan dan 1/3 saat umur
J. Hort. Indonesia 10(2): 102-111. Agustus 2019
Pengaruh Persiapan Lahan …. 105
2 bulan. Pemberian pupuk dengan cara dilarik.
Pemeliharaan tanaman meliputi pembersihan
gulma, pemasangan ajir, pewiwilan dan
pengendalian HPT. Pengendalian hama dan
penyakit dilakukan secara teratur apabila ada
gejala awal serangan. Dosis rekomendasi urea
(N), SP-36 (P2O5), dan KCl (K2O) adalah 100-
200-120 kg ha-1 (BPTP Riau, 1999). Pupuk
urea diberikan 3 tahap, 1/3 saat tanam 1/3 saat
umur 1 bulan dan 1/3 saat umur 2 bulan.
Pengambilan Sampel dan Analisis
Pengamatan sampel tanah periodik
dilakukan pada fase vegetatif (bulan ke-1),
akhir vegetatif (bulan ke-2) dan generatif/akhir
(bulan ke-3). Analisis tanah meliputi pH tanah
dan P-tersedia. Analisa pH tanah menggunakan
pH meter dengan ekstraksi H2O dengan
perbandingan 1:5, sedangkan P tersedia
menggunakan Spektrofotometer dengan
pengestrak Bray II (Balitanah, 2005).
Pengamatan pertumbuhan tanaman cabai yaitu
tinggi tanaman pada umur 2, 4 dan 6 minggu
setelah tanam (MST), jumlah buah per tanaman,
dan berat buah cabai. Pengukuran tinggi
tanaman dengan cara melakukan pengukuran
tanaman mulai dari pangkal akar sampai ujung
daun. Jumlah buah dihitung dari buah yang
dipanen pada periode panen tertentu,
sedangkan berat buah dihitung dari 10 sampel
buah yang di panen dari tanaman contoh. Pada
penelitian ini, periode panen sampai buah pada
tanaman habis terpanen sebanyak 12 kali panen.
Tanaman contoh yang diamati sebanyak 8
tanaman setiap petak. Hasil tanaman cabai
diperoleh dari rata-rata per petak kemudian di
konversi ke hektar.
Analisis data dilakukan terhadap
variabel pengamatan berupa analisis ragam
dilanjutkan dengan uji Duncan 5%. Analisis
korelasi digunakan untuk mengetahui keeratan
hubungan antar variabel pengamatan dan
regresi digunakan untuk mengetahui tingkat
pengaruh perlakuan dan parameter yang
memiliki hubungan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan Tanaman
Perlakuan jenis persiapan dan penataan
lahan tidak memberikan interaksi nyata terhadap
tinggi tanaman (Tabel 1). Namun dari keragaan
tanaman dapat terlihat bahwa perlakuan guludan
menghasilkan tinggi tanaman cabai lebih baik
dibandingkan tanpa guludan. Meskipun tidak
berbeda nyata secara statistika, jenis persiapan
lahan yang memberikan pengaruh lebih baik
terhadap pertumbuhan tanaman cabai adalah
perlakuan A4 yaitu gulma ditebas kemudian
dikomposkan dan dikembalikan ke tanah
sebagai bahan pembenah tanah + mulsa plastik
(Tabel 1).
Perlakuan A4 selain menggunakan
kompos sebagai bahan pembenah tanah juga
menggunakan mulsa plastik. Penggunaan mulsa
plastik menyebabkan pertumbuhan tanaman
lebih seragam, dibandingkan yang tidak diberi
mulsa. Mulsa menghasilkan buah dengan
kandungan klorofil-a, klorofil-b dan total
klorofil tertinggi dan juga meningkat jumlah
buah per tanaman dan hasil panen cabai
(Ashrafuzzaman et al., 2011; Bhardwaj et al.,
2011; Sarolia dan Bhardwaj, 2012).
Tabel 1. Pengaruh jenis penataan dan persiapan lahan terhadap tinggi tanaman cabai
Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)
2 MST 4 MST 6 MST
Petak utama; Penataan lahan U1= tanpa bedengan 20.79 49.85 56.79
U2= bedengan tinggi 30 cm 21.00 46.04 55.00
Anak petak; Persiapan lahan A1= semprot, tebas, bakar 21.79 46.42 57.58
A2= tebas, kompos 19.83 45.58 52.50
A3= tebas, mulsa 20.83 46.21 52.54
A4= tebas, kompos, mulsa plastik 21.13 53.58 61.00
Rerata ± SD 20.89±0.81 47.95±3.77 55.89±4.16
J. Hort. Indonesia 10(2): 102-111. Agustus 2019
106 Eni Maftuah dan Afiah Hayati
Berdasarkan hasil pengamatan keragaan
tanaman pertumbuhan tanaman cabai sangat
dipengaruhi oleh mulsa yang digunakan.
Perlakuan tanpa mulsa plastik hitam perak (baik
yang diberi mulsa gulma insitu maupun tanpa
mulsa) terlihat tingkat serangan OPT lebih tinggi
dibandingkan yang menggunakan mulsa plastik
hitam perak. Perlakuan A3 (penggunaan mulsa
dari gulma insitu/alang-alang) meningkatkan
serangan hama Trips yang menyebabkan daun
keriting. Mulsa dari bahan organik tersebut
digunakan oleh hama trips untuk meletakkan
telurnya sehingga populasi hama trips
meningkat. Seperti disampaikan Setiawati et al. (2013) penggunaan mulsa dari jerami atau
sejenisnya dapat meningkatkan serangan hama
trips, karena mulsa jerami dapat digunakan
untuk peletakan telur hama tersebut.
Lahan gambut mempunyai
kelembaban tanah tinggi, terutama saat musim
hujan. Curah hujan dan kelembaban tinggi
dapat meningkatkan serangan hama trips. Jenis
mulsa di lahan gambut yang sesuai adalah
mulsa hitam perak. Mulsa hitam perak dapat
menurunkan populasi trips karena dapat
merefleksikan cahaya dan suhu (Kareem et al.,
2012). Refleksi cahaya selain dapat menekan
trips, juga dapat meningkatkan penangkapan
cahaya oleh tanaman. Fahrurrozi et al. (2001)
menyatakan bahwa penangkapan cahaya yang
lebih tinggi mengakibatkan proses fotosintesis
yang meningkat sehingga hasil tanaman juga
meningkat.
Komponen Hasil dan Hasil Cabai
Perlakuan bedengan tinggi 30 cm (U2)
memberikan pengaruh lebih baik terhadap
produksi cabai dibandingkan dengan tanpa
bedengan (U1). Berat buah pada perlakuan
jenis penataan lahan model bedengan (U2)
lebih tinggi dibandingan tanpa bedengan (U1),
dan tidak berbeda nyata pada semua jenis
persiapan lahan (A) (Tabel 2). Jumlah buah
tidak menunjukkan perbedaan pada perlakuan
penataan lahan, namun pada perlakuan
persiapan lahan menunjukkan perbedaan
(Tabel 2).
Salah satu komponen yang menentukan
hasil cabai adalah jumlah buah (Chozin dan
Ganefianti, 2013). Berdasarkan data tersebut
diketahui model bedengan memberikan
pengaruh lebih baik dibandingkan tanpa
bedengan terhadap berat dan ukuran buah cabai
merah. Pembuatan bedengan dapat mengurangi
pelindian unsur hara bersamaan dengan aliran
air permukaan, meningkatkan pemadatan tanah
sehingga perakaran menjadi lebih kokoh, serta
mampu menjaga agar lahan tidak tergenang saat
banjir.
Tabel 2. Pengaruh jenis penataan lahan dan persiapan lahan terhadap berat buah dan jumlah buah cabai
Perlakuan
Komponen Hasil
Berat per Buah
(g) Jumlah
Petak utama; Penataan lahan
U1= tanpa bedengan 9.83 a 22.51
U2= bedengan tinggi 30 cm 10.45 b 20.82
Anak petak; Persiapan lahan
A1= semprot, tebas, bakar 10.76 28.40
A2= tebas, kompos 11.11 22.00
A3= tebas, mulsa 10.67 26.46
A4= tebas, kompos, mulsa plastik 10.82 24.40
Rerata ± SD 10.61 ± 0.43 24±2.89
J. Hort. Indonesia 10(2): 102-111. Agustus 2019
Pengaruh Persiapan Lahan …. 107
Gambar 1. Pengaruh persiapan dan penataan lahan terhadap hasil buah cabai.
Jenis penataan lahan dan persiapan lahan
menunjukkan interaksi terhadap hasil tanaman
cabai baik cabai yang dipanen merah, hijau
maupun total (merah+hijau) (Gambar 1).
Perlakuan yang memberikan hasil cabai
tertinggi mencapai 9.8 ton ha-1 adalah
perlakuan penataan lahan sistem bedengan
yang dikombinasikan dengan sistem persiapan
lahan tebas, kemudian bahan dikomposkan +
mulsa plastik (U2A4), sedangkan hasil paling
rendah pada perlakuan penataan lahan tanpa
guludan pada sistem persiapan lahan tebas dan
gulma digunakan untuk mulsa (U1A2)
mencapai 4.5 ton ha-1. Hasil penelitian ini lebih
tinggi dibandingkan dengan rata-rata produksi
cabai di Kalimantan Tengah yaitu sekitar 3.13
ton ha-1 (Anto, 2014).
Perubahan Sifat Tanah (pH dan P tersedia)
Perlakuan jenis penataan lahan dan
persiapan lahan tidak memberikan pengaruh
nyata terhadap pH tanah pada periode
pengamatan bulan ke-2 dan ke-3, namun pada
bulan pertama menunjukkan perbedaan (Tabel
3). Secara umum terjadi penurunan pH tanah
pada perlakuan tanpa bedengan (U1) pada
pengamatan bulan ke-2, sedangkan pada bulan
ke-3 terjadi peningkatan pH. Kemasaman tanah
gambut erat kaitannya dengan keberadaan asam-
asam organik. Dekomposisi bahan organik akan
melepaskan asam-asam organik sehingga dapat
meningkatkan kemasaman gambut. Karbon
organik akan menyumbangkan H+ dalam
sintesis asam-asam organik. Asam organik
memberikan kontribusi yang nyata terhadap
rendahnya pH tanah gambut (Susanti, 2015).
Menurut Sabiham (2006), faktor-faktor
yang mempengaruhi beragamnya kesuburan
tanah gambut adalah ketebalan lapisan gambut,
tingkat dekomposisi, komposisi bahan tanaman
penyusun gambut, bahan tanah mineral yang
berada di bawah lapisan gambut, dan kualitas
air atau lingkungan selama proses pembentukan
gambut. Keberagaman sifat kimia tanah
gambut juga disebabkan oleh kesudahan
reklamasi dan intensitas pemanfaatannya.
Pengaruh jenis penataan lahan dan
persiapan lahan terhadap P tersedia tanah
seperti disajikan pada Tabel 4. Pada bulan
pertama tidak terjadi perbedaan nyata antara
penataan lahan sistem bedengan dengan
bedengan tinggi 30 cm, namun pada bulan ke-2
dan ke-3 terjadi perbedaan. Ketersediaan P
pada tanah gambut umumnya rendah, yang
disebabkan kemampuan gambut dalam
menjerap pupuk P rendah. Gugus-gugus reaktif
seperti karboksilat menjerap P dengan kekuatan
ikatan yang lemah (Stevenson, 1994).
J. Hort. Indonesia 10(2): 102-111. Agustus 2019
108 Eni Maftuah dan Afiah Hayati
Pemberian pupuk P dan bahan pembenah tanah
dapat meningkatkan ketersediaan P.
Ketersediaan P tertinggi ditunjukkan oleh
perlakuan bedengan, dengan persiapan lahan
sistem tebas, kemudian gulma dikomposkan
untuk bahan pembenah tanah dan diberi mulsa
plastik (U2A4).
Penataan lahan menggunakan bedengan
tinggi 30 cm meningkatkan ketersediaan P
tanah. Perlakuan penyiapan lahan dengan
gulma ditebas kemudian dibuat kompos untuk
bahan pembenah tanah dan diberi mulsa plastik
(A4) dapat meningkatkan ketersediaan hara P
pada tanah gambut. Peningkatan konsentrasi P
tersedia tanah pada perlakuan ini dapat terjadi
secara langsung maupun tidak langsung.
Peningkatan konsentrasi P secara langsung
melalui sumbangan hara dari kompos tersebut,
sedangkan tidak langsung melalui pengurangan
kehilangan P melalui pelindian dari areal
perakaran akibat terikat oleh kation logam.
Pembuatan bedengan menyebabkan hara lebih
lama bertahan pada lingkungan perakaran.
Penambahan bahan pembenah tanah dengan
kation-kation basa diharapkan dapat
mengurangi jumlah P yang terlindi, karena
kation tersebut dapat berperan sebagai
jembatan kation (Maftuah, 2012).
Tabel 3. Pengaruh jenis penataan lahan dan persiapan lahan terhadap pH tanah
Perlakuan pH
Bulan Ke-1 Bulan Ke-2 Bulan Ke-3
Petak utama: Penataan lahan
U1= tanpa bedengan 4.67 a 4.33 4.58
U2= bedengan tinggi 30 cm 4.28 b 4.37 4.43
Anak petak: Penyiapan lahan
A1= semprot, tebas, bakar 4.67 a 4.39 4.51
A2= tebas, kompos 4.29 c 4.37 4.56
A3= tebas, mulsa 4.49 b 4.36 4.46
A4= tebas, kompos, mulsa plastik 4.46 b 4.28 4.49
Rerata ± SD 4.47±0.17 4.35±0.14 4.50±0.06 Keterangan: Angka yang disertai huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5%.
Tabel 4. Pengaruh jenis penataan lahan dan persiapan lahan terhadap P tersedia tanah
Perlakuan P Tersedia (mg kg-1)
Bulan Ke-1 Bulan Ke-2 Bulan Ke-3
Petak utama: Penataan lahan
U1= tanpa bedengan 198.50 a 199.50 b 99.25 b
U2= bedengan tinggi 30 cm 165.50 a 262.00 a 120.88 a
Anak petak: Penyiapan lahan A1= semprot, tebas, bakar 203.00 a 214.00 b 89.50 c
A2= tebas, kompos 167.50 b 209.50 b 113.75 b
A3= tebas, mulsa 193.00 a 133.50 c 76.75 c
A4= tebas, kompos, mulsa plastik 164.50 b 366.00 a 160.25 a
Rerata ± SD 182±32.32 230±34.17 110±24.74 Keterangan: angka yang disertai huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5%.
Tabel 5. Koefisien korelasi antar variabel pengamatan
J. Hort. Indonesia 10(2): 102-111. Agustus 2019
Pengaruh Persiapan Lahan …. 109
Variabel
Pengamatan
Tinggi
Tanaman
Berat
Buah
Jumlah Buah
per Tanaman
Hasil per
ha
pH
Tanah P Tersedia
Tinggi tanaman
Berat buah -0.41
Jumlah buah per
tanaman
0.29 0.34
Hasil per ha 0.36 0.62** 0.94**
pH tanah 0.38 0.27 0,29 0.36
P tersedia 0.56* 0.24 0.03 0.07 0.56*
Korelasi Antar Variabel Pengamatan
Hasil analisis korelasi antar variabel
pengamatan tinggi tanaman, hasil tanaman
cabai dan sifat tanah (pH dan P tersedia), seperti
disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan hasil
analisis korelasi tinggi tanaman dan hasil
tanaman cabai berhubungan positif dengan sifat
tanah yaitu pH tanah dan P tersedia tanah.
Menurut Nazir et al. (2017) terdapat hubungan
pH tanah dengan ketersediaan unsur hara.
Kadar P dalam tanah berhubungan dengan
pertumbuhan dan produksi cabai. Kadar P tanah
sangat terkait dengan kadar P dalam tanaman.
Tanaman mengandung P sekitar 0.2% dari berat
kering (Bagyaraj et al., 2015). Unsur P
berkaitan erat dengan penyusunan bagian
penting tanaman seperti asam nukleat pada inti
sel, berperan dalam reaksi biokimia dalam
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
Senyawa fosfolipid bertindak sebagai
intermedier, menyimpan dan penyedia energi
reaksi-reaksi khusus seperti pada respirasi dan
fermentasi (Soepardi, 1983).
Fosfor merupakan unsur yang paling
kritis dibandingkan unsur-unsur lainnya bagi
tanaman (Tanwar et al., 2013). Dibandingkan
dengan nutrisi utama lainnya, fosfor merupakan
unsur hara yang kurang tersedia untuk tanaman
(Khan et al., 2007). Kekurangan unsur tersebut
dapat menyebabkan tanaman tidak mampu
menyerap unsur lainnya, meskipun jumlah
unsur fosfor yang diangkut tanaman sedikit,
akan tetapi karena efisiensi penggunaan fosfor
dari pupuk sangat penting. Unsur P sangat
penting bagi tanaman antara lain untuk
pembelahan sel, perkembangan akar,
pembentukan bunga dan buah. Sejalan dengan
pertumbuhan vegetatif tanaman yang memiliki
tinggi tanaman dan bobot kering tanaman yang
relatif tinggi cendrung menghasilkan buah
cabai yang lebih tinggi pula (Rosliani, 1997).
KESIMPULAN
Perlakuan jenis persiapan dan penataan
lahan tidak memberikan pengaruh nyata
terhadap tinggi tanaman cabai, namun
berpengaruh nyata terhadap hasil cabai.
Perlakuan yang memberikan hasil cabai
tertinggi adalah perlakuan penataan lahan
sistem bedengan yang dikombinasikan dengan
sistem persiapan lahan tebas, kemudian bahan
dikomposkan + mulsa plastik (U2A4),
sedangkan hasil paling rendah pada perlakuan
penataan lahan tanpa guludan pada sistem
persiapan lahan tebas dan gulma digunakan
untuk mulsa (U1A2). Perlakuan yang dapat
meningkatkan ketersediaan P adalah perlakuan
guludan dan sistem persiapan lahan tebas,
kemudian bahan dikomposkan + mulsa plastik
(U2A4).
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada
Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian
yang telah mendanai penelitian ini dengan proyek
SMARTD melalui program Kerjasama
Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan
Pertanian Strategis (KP4S).
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, M., A. Hairani. 2007. Karakteristik kimia
lahan gambut dangkal dan potensinya
untuk pertanaman cabai dan tomat. Bul.
Agron. 35(1): 36-43.
Anto, A. 2014. Uji adaptasi lima varietas cabai
merah di lahan gambut Palangkaraya
Kalimantan Tengah. Agripura. 8(1):
1037-1040.
Syah, M.J.A, A.L. Sayekti, A.M. Kiloes, Y.
Hilman. 2015. Dinamika produksi dan
volatilitas harga cabai: antisipasi strategi
J. Hort. Indonesia 10(2): 102-111. Agustus 2019
110 Eni Maftuah dan Afiah Hayati
dan kebijakan pengembangan.
Pengembangan Inovasi Pertanian. 8(1):
33-42.
Ashrafuzzaman, M., A. Halim, M.R. Ismail,
S.M. Shahidullah, M.A. Hossain. 2011.
Effect of plastic mulch on growth and
yield of chilli (Capsicum annuum L.).
Brazilian Archives of Biology and
Technology. 54(2): 321-330.
Balittra. 2017. Laporan Akhir Hasil Penelitian.
Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa.
Banjarbaru.
Balittanah. 2005. Petunjuk Teknis Analisis
Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk.
Badan Litbang Pertanian. Departemen
Pertanian. Bogor. 313 Halaman.
BPTP Riau. 1999. Budidaya Cabai di Lahan
Gambut. Liptan. Kementerian Pertanian.
Bagyaraj, D.J., M.P. Sharma, D. Maiti. 2015.
Phosphorus nutrition of crops through
arbuscular mycorrhizal fungi. Current
Science. 108(7): 1288-1292.
Bhardwaj, R.L. 2011. Bench mark survey on
effect of mulching material on crop
production. Krishi Vigyan Kendrs,
Sirohi, MPUAT Udaipur. pp. 12-15.
Fahrurrozi, K.A. Stewart, S. Jenni. 2001. The
early growth of muskmelon in
mulched mini-tunnel containing a
thermal-water tube. i. the carbon dioxide
concentration in the tunnel. J. Amer.
Soc. For Hort. Sci. 126: 757- 763.
Chozin, M., D.W. Ganefianti. 2013.
Correlation and path analysis for
determination of selection criteria in
chilli pepper breeding for fruit yield
improvement. Proceedings The 3th
International Symposium for
Sustainable Humanosphere (ISSH). A
Forum of Humanosphere Science School
(HSS), Bengkulu, pp. 114-117.
Kementerian Pertanian, 2015. Rencana strategis
Kementerian Pertanian tahun 2015-2019.
Khan, M. S., A. Zaidi, P.A. Wani. 2007. Role
of phosphate - solubilizing
microorganisms in sustainable
agriculture – A review. Agron. Sustain.
Dev. 27: 29-43.
Khan, M.J., W. Drochner, H. Steingass, K.M.S.
Islam. 2008. Nutritive evaluation of
some tree leaves from Bangladesh for
feeding ruminant animals. Indian J.
Anim. Sci. 78(11): 1273-1277.
Kareem, K.T., O.O. Alamu, R.K. Egberongbe,
O. Arogundade. 2012. Effect of different
mulch materials on the incidence and
severity of okra mosaic virus (OMV) in
okra plants. Journal of Applied
Horticulture. 14(1): 1-14.
Maftuah, E. 2012. Ameliorasi lahan gambut
terdegradasi dan pengaruhnya terhadap
produksi tanaman jagung manis.
Disertasi. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta. 251 hal.
Maftuah, E., A. Maas, A. Syukur, B.H.
Purwanto. 2013. Efektivitas amelioran
pada lahan gambut terdegradasi untuk
meningkatkan pertumbuhan dan serapan
NPK tanaman jagung manis (Zea mays L. saccharata). J. Agron. Indonesia.
41(1): 16-23.
Nazir, M., Syakur, Muyassir. 2017. Pemetaan
kemasaman tanah dan analisis kebutuhan
kapur di kecamatan Keumala Kabupaten
Pidie. JIM Pertanian Unsyiah. 2(1): 21-30.
Nursyamsi, D., M. Noor, Haryono. 2015. Sistem
surjan. Model Pertanian Lahar Rawa
Adaptif Perubahan Iklim. IAARD Press.
Ritung, S., Sukarman. 2014. Kesesuaian Lahan
Gambut Untuk Pertanian. Hal: 61-83.
Dalam F. Agus, M. Anda, A. Jamil,
Masganti (Eds). Lahan Gambut
Indonesia: Pembentukan, Karakteristik,
Dan Potensi Mendukung Ketahanan
Pangan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Kementerian
Pertanian.
Rosliani, R. 1997. Pengaruh pemupukan
dengan pupuk majemuk makro
berbentuk tablet terhadap pertumbuhan
J. Hort. Indonesia 10(2): 102-111. Agustus 2019
Pengaruh Persiapan Lahan …. 111
dan hasil cabai merah. J. Hort. 7: 773-
780.
Sabiham, S. 2006. Pengelolaan Lahan Gambut
Indonesia Berbasis Keunikan Ekosistem.
Orasi Ilmiah Guru Besar tetap
Pengelolaan Tanah. Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sarolia, D.K., R.L. Bhardwaj. 2012. Effect of
mulching on crop production under
rainfed condition: A Review. Int. J. Res.
Chem. Environ. 2: 8-20.
Setiawati, W., N. Sumarni, Y. Koesandriani, A.
Hasyim, T.S. Uhan, R. Sutarya. 2013.
Penerapan teknologi pengendalian hama
terpadu pada tanaman cabai merah untuk
mitigasi dampak perubahan iklim
(Implementation of integrated pest
management for mitigation of climate
change on chili peppers. J. Hort. 23(2):
174-183.
Sitorus, A. 2017. Evaluasi kesesuian lahan
untuk budidaya komoditi unggulan di
Kecamatan Siempat Rube Kabupaten
Pakpak Bharat. Tesis. USU. Medan. Hal:
219.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah.
Fakultas Pertanian, Pustaka Buana,
Bandung.
Stevenson, F.J. 1994. Humus Chemistry:
Genesis, composition, and reaction.
Edisi ke 2. John Wiley & Sons, Inc. New
York.
Susanti, M.A. 2015. Dampak penggunaan
pestisida dan pengelolaan air terhadap
kualitas lingkungan dan emisi karbon di
lahan gambut yang disawahkan.
Disertasi. Institut Pertanian Bogor,
Bogor. Hal: 122.
Tanwar, A., A. Aggarwal, N. Kadian, A. Gupta.
2013. Arbuscular mycorrhizal
inoculation and super phosphate
application influence plant growth and
yield of Capsicum annuum. Journal of
Soil Science and Plant Nutrition. 13(1):
55-66.
Tim Sintesis Kebijakan. 2008. Pemanfaatan
dan konservasi lahan rawa gambut di
Kalimantan. Pengembangan Inovasi
Pertanian. 1(2): 149-156.
Tsurayya, S., L. Kartika, 2015. Kelembagaan
dan strategi peningkatan daya saing
komoditas cabai Kabupaten Garut.
Jurnal Manajemen & Agribisnis. 12(1):
1-13.
Yanuarti A.R., M.D. Afsari. 2016. Profil
komoditas barang kebutuhan pokok dan
barang penting komoditas cabai. 1-67.