Turnover Intention Pada Karyawan Generasi Y dalam Budaya Kolektivisme
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of Turnover Intention Pada Karyawan Generasi Y dalam Budaya Kolektivisme
Penelitian Psikologi Lintas Budaya
Turnover Intention Pada Karyawan Generasi Y dalam Budaya
Kolektivisme
Oleh :
Mirza Alnadya 111111157
Kelas C
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
TAHUN 2014
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era globalisasi ini persaingan dalam dunia
industri menjadi sangat ketat. Setiap perusahaan
berlomba-lomba untuk menjadi perusahaan yang maju dan
berkompeten di bidangnya, yaitu dengan memaksimalkan
fungsi sumber daya yang dimilikinya. Sumber daya
manusia salah satunya yang mampu menunjang kesuksesan
setiap perusahaan. Walaupun saat ini sudah banyak
tekhnologi yang canggih namun keberadaan manusia tetap
tidak bisa digantikan. Itulah mengapa karyawan
merupakan aset yang sangat penting di perusahaan. Saat
ini kebutuhan perusahaan tidak hanya memenuhi produksi
melain kan, perusahaan juga melakukan recruitment dan
training pada setiap karyawannya dengan harapan
memberikan kinerja yang sesuai dengan tujuan dari
perusahaan. Setiap perusahaan memiliki kebijakan-
kebijakan untuk setiap karyawan, seperti adanya
kompensasi, bonus, dan cuti setiap tahun dengan harapan
karyawan tidak berpindah-pindah ke perusahaan yang
lain. Apabila karyawan berpindah-pindah pekerjaan dapat
mengakibatkan kerugian pada perusahaan dalam segi
finansial.
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 2
Pengaruh budaya termasuk salah satu faktor yang
mampu menyebabkan terjadinya intention turnover. Budaya
kolektivisme begitu banyak dibicarakan saat ini.
Terutama untuk budaya individualisme yang sering
diasosiasikan untuk mayarakat yang maju dan modern,
sedangkan untuk budaya yang kolektivisme identik bagi
masyarakat yang tradisional dan primitif (Trompenaar &
Turner, 1997 dalam Septarini B.G dkk, 2010).
Menurut Hofstede (1991 dalam Septarini B.G dkk,
2010) Budaya kolektivisme merupakan budaya yang
memiliki ikatan kelompok yang kuat sepanjang masa hidup
mereka untuk saling memberikan perlindungan satu sama
lain. Tidak menutup kemungkinan budaya kolektivisme
hanya pada masyarakat tradisional sebab pada negara
maju yang memiliki tingkat kolektivisme tinggi maka
mereka memiliki kepedulian terhadap orang lain dalam
kelompok serta mengharapkan orang lain untuk peduli
terhadap dirinya secara timbal balik. Sedangkan menurut
Hofstede (2005 dalam Susana T., 2006) individualisme
merupakan hubungan antara seseorang yang longgar tidak
adanya saling bergantung satu sama lain. Setiap orang
yang memiliki tingkat individualisme yang tinggi
cenderung untuk mengharapkan agar mampu menjaga dirinya
sendiri dan keluarga dekatnya saja.
Indonesia merupakan negara yang cenderung pada
budaya kolektivisme yang memiliki interaksi sosial
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 3
kepada orang lain yang tinggi. Ini terbukti dari
penelitian yang dilakukan Hofstede (1991 dalam
Septarini B.G dkk, 2010) bahwa masyarakat Indonesia
memiliki tingkat kolektivisme yang tinggi dibandingkan
India, Jepang, Malaysia, Philipina dan negara-negara
Arab. Ini juga terbukti hasil observasi Schuetzendorf
(dalam Ruky, 2002 dalam Septarini B.G dkk, 2010) pada
tahun 1989 di Indonesia budaya kolektivisme ditunjukkan
dengan kecenderungan anggota kelompok yang saling
mendukung (diistilahkan dengan ‘Gotong Royong’)
befungsi untuk menerima perlindungan dari anggota
lainnya untuk menciptakan keharmonisan.
Saat ini Indonesia memiliki generasi Y yang cukup
tinggi, berdasarkan data statistik yang didapatkan dari
Dunamis Consulting pada bulan Oktober 2013 jika jumlah
karyawan Generasi Y pada perusahaan sekitar 37%
(Sibarani R, 2013). Dimana angka tersebut cukup besar
sekali. Itulah mengapa Generasi Y ini merupakan penerus
sebagai pengganti generasi boomers kedepannya. Itulah
bukti yang harus diwaspadai oleh setiap perusahaan di
Indonesia sebab budaya yang terbentuk di Indonesia
adalah kolektivisme, namun adanya generasi Y yang
bertolak belakang dengan budaya kolektivisme tersebut.
Maka itu menjadikan tantangan bagi perusahaan harus
memikirkan atas kedatangan generasi Y pada perusahaan
mereka agar tidak menjadi turnover intention.
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 4
Fenomena turnover merupakan hal sangat merugikan
pada perusahaan, sebab pada lembaga pemasyarakatan pada
suatu negara harus kehilangan $21 juta USD dalam satu
tahun dari pergantian staf (Bonhan, 2007 dalam
Griffin, Marie L dkk, 2013). Itulah salah contoh dari
kerugian yang terjadi jika intensitas turnover tinggi
pada perusahaan. Selain itu dampak dari turnover, adanya
kerugian yang harus ditanggung perusahaan meliputi
rekruitmen karyawan dan pelatihan untuk staf baru
yang harus menghabiskan biaya ribuan dollar (Kiekbusch,
Price, & Theis, 2003 dalam Griffin, Marie L dkk, 2013).
Oleh karena itu perusahaan harus terus menjaga
kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan karyawan, demi
menunjang kepuasang karyawan agar tidak beralih ke
perusahaan yang lainnya.
Turnover merupakan berakhirnya suatu pekerjaan resmi
antara seseorang dengan perusahaan yang
memperkerjakannya (Hom & Griffeth, 1995 dalam Griffin,
Marie L dkk, 2013). Selain itu menurut Price (2001,
dalam Long dkk, 2012) bahwa turnover merupakan suatu
tindakan individu melewati batas keanggotaan dari
sebuah organisasi. Para karyawan memiliki niatan untuk
berpindah pekerjaan itulah salah satu tanda-tanda awal
akan terjadinya turnover dalam organisasi (Nahusona,
2004 dalam Riyanto, 2008).
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 5
Turnover intention menurut March dan Simon (1958)
merupakan adanya keinginan atau niatan dan kesempatan
untuk mengakhiri hubungan antara karyawan dengan
organisasi saat mereka bekerja (Jeswani S dkk, 2012).
Selain itu terdapat faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi turnover intention yaitu faktor organisasi,
faktor individual , serta harapan yang berkaitan dengan
pekerjaan dan pasar tenaga kerja (Mobley dkk, 1979
dalam Jeswani S dkk, 2012). Pada penelitian terdahulu
jika intention to leave (keinginan untuk pindah) merupakan
penyabab langsung dari terjadinya turnover (Lee dan
Mowday, 1987,Michael & Spector, 1982 dalam Riyanto,
2008). Saat karyawan merasa ingin pindah kerja
dikarenakan diluar terdapat tawaran pekerjaan yang
lebih baik, namun jika tidak ada tawaran yang lebih
baik maka emosional dan mental mereka akan menunjukkan
performa yang sangat menurun seperti sering datang
terlambat, sering bolos dan kurangnya produktivitas
dalam bekerja (Rus dan McNeily, 1995 dalam Riyanto,
2008). Selain itu terdapat penelitian terdahulu yang
menyatakan jika turnover dan turnover intention dapat terjadi
akibat dari kharakteristik individu dan faktor tempat
mereka bekerja (Minor et al., 2011 dalam dalam
Griffin, Marie L dkk, 2013). Namun pada penelitian yang
dilakukan Mitchell (et al., 2000 dalam Griffin, Marie L
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 6
dkk, 2013) mengatakan bahwa tidak hubungan antara
kharakteristik individu yaitu umur dengan turnover.
Itulah mengapa pada penelitian kualitatif ini
penulis berharap dapat menemukan gambaran umum mengenai
turnover intention pada karyawan generasi Y dalam budaya
kolektivisme. Setelah mengetahui gambaran umum mengenai
turnover intention karyawan pada generasi Y pada budaya
kolektivisme tersebut, pada tahap rekruitmen karyawan
ataupun pengelolaan saat sudah diterima, perusahaan
diharapkan mampu memberikan kompetensi atau
karakteristik tertentu. Serta mampu mengatasi karyawan
generasi Y dengan mempertimbangkan budaya sehingga
mampu terus bertahan pada perusahaan tersebut tanpa
adanya turnover. Dengan begitu, kerugian finansial
perusahaan akibat adanya turnover karyawan dapat
diminimalisir.
1.2 Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
permasalahan penelitian dapat dirumuskan dalam grand tour
question berikut "Bagaimana gambaran turnover intention pada
karyawan generasi Y dalam budaya kolektivisme ?”
1.3 Signifikansi Penelitian
Berdasarkan beberapa studi literatur, bahwa
fenomena dilapangan mengenai penelitian tentang turnover
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 7
telah dilakukan sebelumnya, namun yang membedakan
literatur tersebut sangat minim menggunakan penelitian
kualitatif. Beberapa studi mengenai turnover lebih
menggunakan penelitian kuantitatif yang dihubungkan
dengan komitmen kerja, kepribadian pegawai, dan
kepuasan kerja.
Turnover merupakan ancaman bagi setiap perusahaan
yang sebaiknya dihindari. Sebab dari peristiwa tersebut
memiliki dampak secara langsung maupun tidak langsung
bagi perusahaan. Terdapat penelitian yang mengatakan
jika kepribadian merupakan menjadi faktor adanya
turnover intention. Penelitian ini dilakukan oleh Saket
Jeswani & Sumita Dave di negara India untuk mengujii
efek kepribadian terhadap itensi turnover pada Dosen
Fakultas Institut Pendidikan Tekhnologi India, dan
penelitian tersebut menggunakan kuesioner yang disebar
pada 1000 dosen di seluruh India secara online, namun
yang merespon hanya 261 orang. Itu terbukti jika model
kepribadian Big Five dari Goldberg (1981) hasilnya
significant denan turnover intention.
Selain itu terdapat aspek lain yang membahas
penyebab dari turnover intention yaitu jenis kelamin, ras,
pendidikan dan umur. Ini terbukti dari penelitian yang
dilakukan Griffin, Marie L. dkk (2013) yang
menghasilkan jika terdapat hubungan yang berkorelasi
positif antara ke empat aspek tersebut dengan turnover
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 8
intention. Selain itu lingkungan kerja juga termasuk
faktor yang mampu menyebabkan fenomena tersebut. Pada
penelitian ini turnover intention berkorelasi positif pada
lingkungan kerja. Sebab ketika karyawan merasa tidak
nyaman dengan lingkungannya ada kemungkinan dia memilih
untuk meninggalkan perusahaan tersebut.
Banyak spekulasi atau pendapat mengenai penyebab
terjadinya intention turnover. Apabila ketidakpuasan
karyawan tidak diperhatikan secara mendetail maka
permasalahan mungkin akan terus berkembang, yang
nantinya akan berakhir meninggalkan organisasi (Ali,
2002 dalam Tnay dkk, 2013). Pada penelitian yang
dilakukan Tnay,dkk (2013) menjelaskan jika terdapat
beberapa permasalahan yang nantinya akan memicu
perilaku turnover pada karyawan, salah satunya dengan
menemukan pengaruh dari kepuasaan kerja (kepuasan
terhadap gaji, dukungan dari atasan, dll) dan komitmen
organisasi pada karyawan. Penelitian ini menggunakan
survey kuesioner sejumlah 100 buah yang didistribusikan
kepada karyawan manajemen dan non-manajemen. Namun yang
hanya terkumpul sebanyak 85 kuesioner. Hasilnya
menunjukkan jika adanya hubungan yang signifikan
hubungan antara kepuasan terhadap pendapatan dengan
intensi turnover pada karyawan, signifikan hubungan
antara dukungan supervisor dengan intensi turnover pada
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 9
karyawan dan signifikan hubungan antara komitmen
organisasi dengan intensi turnover pada karyawan
Beberapa peneliti melakukan riset dengan subyek
karyawan biasa tanpa ada kriteria khusus. Generasi Y
merupakan generasi yang menjadi topik hangat akhir-
akhir ini. Disebabkan kharateristiknya yang begitu
berbeda dengan generasi lainnya. Pada penelitian yang
dilakukan Crampton, Suzanne M. dkk (2009). Dijelaskan
secara mendetail generasi-generasi dari beberapa
periode dari Veteran, Baby boomers, generasi X, hingga
generasi Y. Dijelaskan jika banyak sekali perusahaan
harus melakukan penanganan khusus terhadap generasi Y,
ditambah lagi generasi Y merupakan penerus dari
generasi seblumnya. Oleh karena itu Crampton, Suzzanne
M., dkk (2009) berharap jika setiap perusahaan mampu
mengelola generasi Y dengan cara yang baik dan tidak
mudah melakukan intention turnover.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui
bagaimana gambaran intention turnover pada karyawan
generasi Y dengan budaya kolektivisme sehingga
perusahaan-perusahaan di Indonesia mengetahui mengenai
kecenderungan generasi Y tersebut untuk melakukan
turnover. Hal tersebut diharapkan dapat memberikan
pertolongan kepada perusahaan – perusahaan di era tahun
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 10
2000an ini, agar tidak terjadi kerugian yang disebabkan
oleh turnover karyawan pada generasi Y.
1.5 Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini, peneliti berharap dapat
memberi manfaat, baik secara teoritis maupun praktis.
A. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan
tambahan literatur dan memperkaya teori tentang
turnover dan turnover intention pada karyawan generasi Y
dalam budaya kolektivisme. Selain itu dengan adanya
penelitian ini mampu memberikan pengembangan teori
turnover intention dalam lingkup Psikologi Industri dan
Organisasi.
B. Manfaat praktis
Mampu memberikan wawasan atau informasi secara
langsung maupun tidak langsung kepada perusahaan-
perusahaan di Indonesia terutama di bidang HRM
mengenai gambaran turnover intention pada karyawan
generasi Y dalam budaya kolektivisme.
Memberikan sumbangan acuan yang digunakan
praktisi HRM untuk membuat rancangan atau strategi
dalam rekrutmen training maupun pelatihan lainnya yang
digunakan untuk mencegah atau meminimalisir kerugian
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 11
yang disebabkan oleh turnover intention pada karyawan
generasi Y dalam budaya kolektivisme.
.
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 12
BAB II
PERSPEKTIF TEORITIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Kolektivisme
Hofstede (2005 dalam Susana T., 2006) mengartikan
kolektivisme sebagai ikatan emosional begitu kuat yang
dimiliki oleh setiap individu. Masyarakat kolektivisme
sangat menekankan ketergantungan emosi, solidaritas,
sharing, keputusan kelompok, kewajiban dan keharusan
dan keinginan akan persahabatan yang stabil dan
memuaskan.
Menurut (Koentjaraningrat, 1997 dalam Septarini B.G
dkk, 2010) berpendapat jika kolektivisme merupakan suatubudaya yang dimili bangsa yang memuat beberapa aspek
negative dan positif dalam kinerja sumber daya manusia
Indonesia. Untuk aspek negatif, praktek kolektivisme di
Indonesia merupakan salah satu penyebab penghambat
kemajuan sumber daya manusia Indonesia dan termasuk
kondisi yang tradisional dan primitif (Trompenaars &
Turner, 1997 dalam Septarini B.G dkk, 2010).
Kolektivisme menurut Triandis (1995 dalam Susana
T., 2006)) mendefenisikan kolektivisme sebagai budaya
yang condong untuk saling tergantung bersama individu
satu dengan individu yang lainnya, serta lebih
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 13
mengutamakan kepentingan kelompok dibandingkan untuk
kepentingan pribadi dan mampu mendefiniskan diri
sebagai bagian dari kelompok.
Berdasarkan penjelasan mengenai definisi
kolektivisme maka dapat disimpulkan bahwa kolektivisme
merupakan suatu budaya yang identik untuk saling
bergantung anatar satu individu dengan yang lainnya.
Selain itu kolektivisme juga memiliki aspek positif dan
negatif bagi sumber daya manusia di Indonesia.
2.1.1.1 Dimensi Kolektivisme
Pespektif Hofstede (dalam Septarini B.G dkk, 2010)
mengenai kolektivisme dalam dimensi berikut :
1. Hubungan antara subordinat dengan ordinat
Dalam keluarga patriarki masyarakat kolektif,
tokoh ayah sebagai kepala keluarga yang mempunyai
kekuasaan dan otoritas moral yang kuat digunakan
untuk mengatur keluarganya. Dalam dunia kerja, atasan
menempati kedudukan ordinat dan bawahan adalah
subordinatnya. Adanya hubungan atasan dan bawahan
yang seperti dalam kehidupan keluarga, memiliki
hubungan moral yang lebih utama
2. Hubungan antara individu dengan kelompok
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 14
Masyarakat kolektivis, anak-anak dilahirkan dan
dibesarkan ditengah keluarga besar. Itu yang
menyebabkan dalam perkembangan anak mampu
identifikasi dirinya bahwa dirinya bagian dari
kelompok, sebagai bagian dari ‘kami’ yang memiliki
perbedaan dengan ‘mereka’ dari kelompok lain.
Kesetiaan individu terhadap kelompok merupakan hal
yang tidak perlu dipertanyakan lagi. Hal ini dapat
berarti sebagai pemerataan kesejahteraan, dimana
individu dengan pendapatan lebih wajib membantu
keluarganya yang kekurangan. Budaya malu dikembangkan
bila individu melakukan kesalahan. Individu cenderung
merasa malu terhadap kelompoknya bila ia melakukan
penyimpangan, bukan merasa bersalah yang lebih
mengarah pada introspeksi pribadi. Hal ini berkaitan
dengan kuatnya ikatan kelompok, sehingga kesalahan
individu seringkali disamakan dengan kesalahan
kelompok yang harus ditanggung bersama.
3. Pengambilan keputusan
Keputusan merupakan hasil konsensus yang
mengutamakan kepentingan bersama. Pendapat pribadi
ditentukan oleh kelompok, bila perlu diadakan
pertemuan keluarga besar untuk membahas persoalan
anggota kelompok. Individu yang mempunyai pendapat
yang tidak sesuai dengan pendapat kelompok dianggap
memiliki karakter yang tidak baik.
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 15
4. Harmonisasi
Harmoni merupakan kunci ketahanan kelompok.
Konfrontasi langsung sedapat mungkin harus dihindari
karena dianggap sebagai kekasaran dan tidak
diharapkan terjadi. Kata ‘tidak’ jarang digunakan
sebab diasosiasikan dengan penolakan yang mengarah
pada konfrontasi dan memicu konflik.
5. Komunikasi
Komunikasi masyarakat kolektivis merupakan high
context communication, demikian menurut Edward T. Hall
(dalam Hofstede, 1991), dimana informasi tidak perlu
dikatakan atau disampaikan secara verbal seluruhnya,
melainkan secara eksplisit melalui pertanda dan
bahasa tubuh tertentu. Kata ‘ya’ bukan berarti
persetujuan, namun lebih diartikan sebagai
penghargaan atas pendapat seseorang, karena kata
‘tidak’ senantiasa dihindari dalam masyarakat
kolektivis agar tidak mengecewakan orang lain.
Komunikasi dilakukan secara tidak langsung. Evaluasi
dan teguran terhadap kinerja seseorang tidak
disampaikan secara langsung terhadap yang
bersangkutan, karena dianggap menyinggung dan
mempermalukan perasaan seseorang, sehingga
disampaikan melalui arbitrator yang dapat dipercaya
oleh kedua pihak atau melalui cara non verbal.
6. Sistem manajemen
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 16
Manajemen dalam masyarakat kolektivis merupakan
manajemen oleh kelompok. Secara emosional anggota
menggabungkan dirinya dalam suatu kelompok kerja
tertentu berdasar latar belakang yang sama. Etnis dan
perbedaan antar kelompok merupakan pertimbangan dalam
penempatan kerja. Bonus dan penghargaan diberikan
pada kelompok, bukan terhadap individu, karena
keberhasilan kerja dihasilkan oleh kerja kelompok,
bukan kinerja pribadi.
2.1.2 Karyawan
Pada umumnya karyawan lebih dikenal dengan istilah
tenaga kerja dibandingkan karyawan. Istilah tersebut
biasanya berkaitan dengan lembaga tempat dimana
karyawan tersebut bekerja, sehingga dikenal dengan
karyawan sebuah perusahaan tertentu.. Berdasarkan Pasal
1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengenai
Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa tenaga kerja merupakan
orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan
sendiri maupun untuk masyarakat. Maka itulah karyawan
merupakan bagian yang sangat penting dalam pelaksanaan
kegiatan perusahaan.
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 17
Karyawan merupakan kunci utama dalam proses
produktif, disebabkan tanpa adanya karyawan suatu
perusahaan tidak dapat beroprasi. Memperlakukan
karyawan pasti lebih istimewa dibandingkan dengan alat
produksi lain seperti mesin atau modal. Karyawan
merupakan manusia atau makhluk yang bermartabat
sehingga membutuhkan dukungan dari perusahaan demi
menghasilkan kinerja yang baik. (Simanjuntak, 2002).
Itulah mengapa jika perusahaan ingin maji maka harus
juha memperhatikan kemajuan dan kesejahteraan karyawan
pada perusahaan tersebut.
2.1.3 Generasi Y
Setiap perkembangan jaman di dunia ini akan
membentuk kharakteristik manusia yang sangat beragam
dari setiap periode waktu tertentu. Khususnya pada
lingkungan kerja, kita akan menemukan beberapa orang
dari generasi tertentu yang saling bekerja dalam satu
perusahaan. Namun saat ini untuk generasi yang sudah
cukup tua yaitu disebut dengan generasi Matures yang
lahir sekitar tahun 1929-1945, selanjutnya terdapat
generasi Boomers yang lahir sekitar tahun 1946-1964,
dan yang terakhir generasi Xers lahir sekitar tahun
1965-1979 (De Meuse, 2010). Itulah untuk era tahun ini
generasi Y akan menjadi generasi yang dominan dan
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 18
sebagai penerus dari suatu perusahaan nantinya
(Crampton, Suzanne M. dkk, 2009).
Generasi Y adalah manusia dengan kelahiran sekitar
tahun 1980 sampai 1999, merupakan generasi yang lahir
pada jaman yang sudah modern dan proses belajar sudah
mampu diakses dengan muda. Itu yang menyebabkan
generasi ini termasuk generasi yang paling memiliki
pendidikan yang baik dibandingkan generasi yang
lainnya. Serta merupakan generasi yang hidup dengan
kecanggihan tekhnologi seperti komputer, telpon seluler
(HP) dan internet sehingga dijadikan mereka suatu hal
yang begitu penting (Crampton, Suzanne M. dkk, 2009).
Menurut Tulgan dan Martin 2001 (dalam Crampton,
Suzanne M. dkk, 2009) bahwa generasi Y hampir mirip
kharakteristiknya dengan generasi X. Generasi Y
memiliki kharakteristik yaitu independen, berkemampuan
tekhnologi yang begitu baik, bekerja keras,
kewirausahaan dan berkembang secara fleksibel. Namun
generasi Y lebih kuat kharakteristiknya dibandingkan
dengan generasi X. Generasi X dan Y adalah kurang
berkomitmen untuk bekerja dibandingkan dengan generasi
sebelumnya yaitu Baby Boomers ataupun Matures.
2.1.4 Karyawan Generasi Y
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 19
Merupakan tenaga kerja yang lahir pada tahun
sekitar tahun 1980 sampai 1999 (Crampton, Suzanne M.
dkk, 2009). Pada era 2000an ini karyawan generasi Y
merupakan karyawan yang memiliki umur masih muda dan
mereka akan bertugas sebagai pengganti dari generasi
sebelumnya pada perusahaan. Karyawan generasi Y ini
akan menjadi generasi yang dominan untuk beberapa tahun
kedepan dan memiliki jenjang pendidikan yang sudah
modern(Crampton, Suzanne M. dkk, 2009). Sehingga
generasi Y sudah tidak untuk diragukan lagi
keberadaanya.
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 20
2.1.5 Turnover
Turnover merupakan berakhirnya suatu pekerjaan resmi
antara seseorang dengan perusahaan yang
memperkerjakannya (Hom & Griffeth, 1995 dalam Griffin,
Marie L dkk, 2013). Turnover menurut Price (2001, dalam
Long dkk, 2012) yaitu suatu tindakan individu melewati
batas keanggotaan dari sebuah organisasi. Perilaku
turnover ini merupakan hal yang begitu sulit untuk
dihindari oleh setiap perusahaan. Banyak sekali
perusahaan yang mengeluhkan tindakan ini atas perilaku
karyawannya tersebut.
Menurut Price (2001, dalam Griffin, Marie L dkk,
2013) menjelaskan bahwa terdapat dua jenis turnover pada
karyawan, yaitu voluntary dan involuntary turnover. Voluntary
turnover yaitu adanya keputusan yang ditetapkan karyawan
secara sukarela untuk meninggalkan keanggotaan dari
sebuah oranganiasi. Sedangkan involuntary turnover tindakan
yang dilakukan perusahaan untuk melakukan pergerakan
melewati keanggotaan suatu organisasi yang tidak
berdasarkan keinginan karyawan sendiri. Pada beberapa
kasus di perusahaan yang melakukan involuntary turnover
memberikan keuntungan bagi organisasi sebab jika
terdapat karyawan yang tidak produktif akan langsung
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 21
dihapus (Orrick, 2005 dalam Griffin, Marie L dkk,
2013)
Tindakan karyawan yang melakukan turnover secara
sukarela atau yang biasa disebut dengan voluntary turnover
itu berkaitan dengan pertimbangan-pertimbangan pribadi
yang dialami oleh karyawan tersebut sehingga memutuskan
untuk meninggalkan perusahaan. Misalnya seperti
kehamilan karyawati sehingga memutuskan untuk berhenti
bekerja, ingin pindah pekerjaan atau sudah diterima di
pekerjaan yang lebih menjanjikan atau terkadang
berkaitan dengan masalah yang ada di kantor seperti
masalah dengan pimpinan atau lingkungan kerja. Hal
tersebut sangat sulit untuk dihindari perusahaan.
Sedangkan karyawan yang melakukan involuntary turnover yang
biasanya muncul dikarenakan adanya kematian, phk,
ataupun pemecatan karena ketidakcocokan antara
organisasi dengan karyawan lagi.
Menurut Mobley (1986, dalam Nisa Happy D.W. dkk,
2012) faktor-faktor yang mampu mempengaruhi turnover
karyawan dapat dibedakan menjadi dua faktor, yaitu
faktor organisasional dan faktor individual. Berikut
adalah faktor-faktor tersebut :
Faktor Organisasional yang mempengaruhi turnover
karyawan
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 22
a) Kategori-kategori jabatan
Price (1979) dalam penelitiannya berkesimpulan
bahwa pergantian karyawan lebih banyak terjadi
pada: (1) tenaga kerja kasar daripada tenaga
kerja halus, (2) tingkat-tingkat keterampilan
yang lebih rendah di kalangan tenaga kasar, (3)
kategori-kategori yang bukan manajerial.
b) Besar kecilnya Organisasi
Secara konseptual, besar-kecilnya organisasi
berhubungan dengan pergantian karyawan yang
tidak begitu banyak, karena organisasi-
organisasi lebih besar memiliki kesempatan-
kesempatan mobilitas intern yang lebih banyak,
seleksi personalia yang canggih, proses
manajemen sumber daya manusia, sistem imbalan
yang lebih bersaing, serta penelitian-penelitian
yang dicurahkan bagi pergantian karyawan.
c) Besar Kecilnya Unit Kerja
Besar kecilnya unit kerja berkaitan dengan
pergantian karyawan melalui faktor-faktor lain
seperti keterpaduan kelompok, personalisasi, dan
komunikasi.
d) Penggajian
Pergantian karyawan ada pada tingkat tertinggi
dalam industri-industri yang membayar
karyawannya dengan rendah.
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 23
e) Bobot Kerja
Maksud dari bobot kerja disini adalah hubungan
antara pergantian karyawan dengan ciri-ciri
pekerjaan tertentu, termasuk rutinitas atau
pengulangan tugas, autonomi dan tanggung jawab
pekerjaan.
Faktor Individual
a. Usia
Karyawan yang lebih muda lebih besar
kemungkinannya untuk keluar. Karyawan yang lebih
muda seringkali merasa mempunyai kesempatan lebih
banyak untuk mendapat pekerjaan baru dan memiliki
tanggung jawab kekeluargaan yang lebih kecil,
sehingga lebih mudah dalam menjalani mobilitas
pekerjaan.
b. Masa kerja
Turnover karyawan jauh lebih banyak terdapat
pada karyawan-karyawan dengan masa kerja lebih
singkat. Mangione (1973, dalam Happy D.W. dkk,
2012) dalam suatu telaah nasional yang
bervariasi, mendapati bahwa panjangnya masa
kerja adalah faktor peramal pergantian karyawan
yang terbaik.
c. Jenis Kelamin
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 24
Jenis kelamin dapat berpengaruh terhadap faktor-
faktor yang lain seperti jabatan dan tanggung
jawab keluarga.
d. Pendidikan
Kajian mengenai pendidikan banyak didasarkan
pada individu-individu dengan pendidikan yang
sama, makna pendidikan sebagai suatu faktor pun
patut untuk dipertanyakan jika mengingat
besarnya perbedaan mutu pendidikan.
e. Data Biografik
Menurut (Muchinsky dan Turtle, 1979 dalam Happy
D.W. dkk, 2012) kebanyakan dari sumber yang ada
menunjukkan bahwa data biografik bermanfaat bagi
prediktor turnover karyawan.
f. Kepribadian
Menurut Porter dan Steers (1973, dalam Happy
D.W. dkk, 2012), orang-orang yang meninggalkan
organisasi cenderung memiliki ujung batas
faktor-faktor kepribadian, seperti prestasi,
agresi, kemandirian dan kepercayaan pada diri
sendiri.
g. Minat
Apabila minat karyawan memiliki kemiripan atau
bahkan sama dengan syarat-syarat pekerjaan yang
diajukan oleh perusahaan, maka laju terjadinya
turnover karyawan akan semakin rendah.
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 25
h. Bakat dan kemampuan.
Apabila organisasi mempergunakan bakat yang
dimiliki oleh karyawan dalam pekerjaannya, maka
hal ini dapat menjadi faktor prediktor bagi
turnover karyawan.
2.1.6 Turnover Intention
Turnover intention menurut March dan Simon (1958)
merupakan adanya keinginan atau niatan dan
kesempatan untuk mengakhiri hubungan antara
karyawan dengan organisasi saat mereka bekerja
(Jeswani S dkk, 2012). Tidak seperti aktual
turnover, niat berpindah kerja (turnover intention)
bersifat tidak eksplisit dan merupakan suatu
pernyataan mengenai ketertarikan individu terhadap
perilaku tertentu (Berndt, 1981 dalam Long dkk,
2012). Pada penelitian sebelumnya dikatakan jika
intention to leave (keinginan untuk pindah) merupakan
penyabab langsung dari terjadinya turnover (Michael
& Spector, 1982, Lee dan Mowday, 1987 dalam
Riyanto, 2008). Saat karyawan merasa ingin pindah
kerja dikarenakan diluar terdapat tawaran pekerjaan
yang lebih baik, namun jika tidak ada tawaran yang
lebih baik maka emosional dan mental mereka akan
menunjukkan performa yang sangat menurun seperti
sering datang terlambat, sering bolos dan kurangnya
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 26
produktivitas dalam bekerja atau disebut dengan
kinerja yang menurun (Rus dan McNeily, 1995 dalam
Riyanto, 2008). Selain itu terdapat faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi turnover intention yaitu faktor
organisasi, faktor individual , serta harapan yang
berkaitan dengan pekerjaan dan pasar tenaga kerja
(Mobley dkk, 1979 dalam Jeswani S dkk, 2012).
2.2 Perspektif Teori
Budaya Kolektivisme yaitu cenderung untuk saling
bergantung dengan orang lain dan memiliki ikatan
emosional yang lebih besar yang dimiliki oleh setiap
individu (Hofstede 2005 dalam Susana T., 2006).
Terutama di Indonesia termasuk memiliki tingkat
kolektivisme yang tinggi. Ini menjadi suatu fenonema
yang hangat diperbincangkan sebab generasi Y merupakan
generasi yang lebih mementingkan kepentingnan sendiri,
dikarenakan generasi Y ini lahir pada jaman yang sudah
modern dan proses belajar sudah mampu diakses dengan
muda. Itu yang menyebabkan generasi ini termasuk
generasi yang paling memiliki pendidikan yang baik
dibandingkan generasi yang lainnya (Crampton, Suzanne
M. dkk, 2009).
Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin mengetahui
lebih lanjut, bagaimana gambaran turnover intention pada
karyawan yang khususnya karyawan generasi Y pada budaya
kolektivisme. Dikarenakan terdapat penelitian terdahulu
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 27
menyatakan jika turnover dan turnover intention dapat terjadi
akibat dari khrakateristik individu dan faktor tempat
bekerja (Minor et al., 2011 dalam dalam Griffin, Marie
L dkk, 2013). Namun pada penelitian yang dilakukan
Mitchell (et al., 2000 dalam Griffin dalam Griffin,
Marie L dkk, 2013) mengatakan bahwa tidak hubungan
antara kharakteristik individu yaitu umur dengan
turnover . Terdapat masalah lain yaitu adanya
kharakteristik yang tidak sesuai dengan masyarakat
Indonesia yang tergolong memiliki budaya kolektivisme
namun pada generasi Y lebih mengedepankan
kepentingannya sendiri.
Turnover intention merupakan sinyal awal akan
terjadinya turnover pada karyawan di perusahaan dia
bekerja. Pada penelitian sebelumnya dikatakan jika
intention to leave (keinginan untuk pindah) merupakan
penyabab langsung dari terjadinya turnover (Michael &
Spector, 1982, Lee dan Mowday, 1987 dalam Riyanto,
2008). Ketika karyawan sudah memiliki niatan untuk
pindah kerja, maka karyawa tersebut secara aktif akan
berusaha mencari kesempatan untuk bekerja lagi ditempat
yang berbeda. Disaat tempat kerja yang di dapatkan
lebih menjanjikan daripada perusahaan sebelumnya maka
karyawan akan semakin yakin untuk meninggalkan
pekerjaannya. Walaupun nantinya karyawan tersebut tidak
mendapatkan tempat bekerja yang lebih baik daripada
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 28
tempat kerja sebelumnya maka akan berdampak kepada
emosional dan mental mereka yang nantinya akan
menunjukkan performa yang sangat menurun seperti sering
datang terlambat, sering bolos dan kurangnya
produktivitas dalam bekerja atau disebut dengan kinerja
yang menurun (Rus dan McNeily, 1995 dalam Riyanto,
2008).
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 29
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian
Penelitian yang dilakukan penulis mengenai turnover
intention pada karyawan generasi Y dalam budaya
kolektivisme menggunakan pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif memiliki prosedur-prosedur yang
menghasilkan temuan yang didapatkan dari data-data yang
dikumpulkan melalui berbagai sarana. Penelitian
kualitatif ini terdapat prosedur-prosedur yang harus
digunakan sehingga menghasilkan data yang deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang diamati (Moleong, 2007). Pendekatan
ini dapat mengungkap dan memahami sesuatu di balik
fenomena karena pendekatan ini diarahkan pada latar dan
individu tersebut secara holistik (Moleong, 2007).
Dalam penelitian, peneliti secara sadar atau
tidak, dalam dirinya ada cara memandang hal atau
peristiwa. Cara memandang ini akan menjadi dasar
peneliti untuk bertindak dan berperilaku tertentu dalam
penelitiannya. Cara pandang ini memungkinkan peneliti
untuk membentuk perangkat kepercayaan dalam dirinya
yang didasarkan atas asumsi-asumsi tertentu yang
dinamakan aksioma atau paradigma. Untuk itu, perlu
pemahaman konsep mengenai paradigma dalam penelitian
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 30
(Moleong, 2007). Paradigma sendiri mengandung
pernyataan tentang dunia, cara pandang untuk
menyederhanakan kompleksitas dunia, dan karenanya,
dalam konteks pelaksanaan penelitian, memberi gambaran
pada kita mengenai apa yang penting, apa yang dianggap
mungkin dan sah untuk dilakukan, apa yang diterima akal
sehat (Patton dalam Poerwandari, 2005) sehingga dengan
sendirinya, paradigma yang diyakini, terlepas dari hal
tersebut tepat atau kurang tepat, bersifat self-validating
(Poerwandari, 2001).
Ada berbagai macam paradigma dalam penelitian
kualitatif. Sarantakos menyebutkan adanya dua paradigma
besar yang mendasari perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya ilmu-ilmu sosial dan ilmu tentang manusia,
yakni paradigma positivistik dan dan paradigma
interpretif. Sarantakos masih menyebutkan satu
paradigma lagi, yakni paradigma kritikal, yang menyusul
berkembang dan memberi banyak masukan bagi ilmu
pengetahuan (Sarantakos dalam Poerwandari, 2001).
Dari ketiga paradigma yaitu positivisme,
interpretative/ fenomenologis dan critical (kritis)
penulis menggunakan paradigma
interpretative/fenomenologis. Paradigma memiliki
pendapat bahwa penelitian sosial tidak selalu dan
memiliki nilai instrumental untuk sampai pada peramalan
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 31
dan pengendalian fenomena sosial. Penelitian dilakukan
untuk mengembangkan pemahaman peneliti dengan mengerti
dan menginterpretasi apa yang ada di balik peristiwa,
latar belakang belakang pemikiran manusia yang terlibat
di dalamnya, serta bagaimana manusia meletakan makna
pada peristiwa yang terjadi. Pengembangan hukum umum
tidak menjadi tujuan penelitian, upaya-upaya
mengendalikan atau meramalkan juga tidak menjadi aspek
penting. Aspek subjektif manusia menjadi aspek penting
seperti yang diuraikan Sarantakos (Sarakantos dalam
Poerwandari, 2001).
Secara epistemologi, melalui pendekatan ini peneliti
dan subjek penelitian dapat saling berinteraksi. Sementara
dari sisi aksiologis, peneliti akan memperlakukan nilai,
etika, dan pilihan moral sebagai bagian integral dari
penelitian. Peneliti berperan sebagai fasilitator yang
menjembatani subyektivitas subyek dalam rangka memberikan
data mengenai fenomena yang ada. Melalui metode penelitian
fenomenologi ini, peneliti dapat mengetahui bagaimana
gambaran turnover intention pada karyawan generasi Y dalam
budaya kolektivisme mengetahui mengenai kecenderungan
generasi Y dalam budaya kolektivisme tersebut untuk
melakukan turnover.
Penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi
bertujuan untuk memberikan data secara mendetail dan
mendalam mengenai fenomena yang ada di laporan dan lapangan,
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 32
serta penulis merasakan kecocokan dengan kharakteristik
penelitian yang akan dilakukan dengan harapan mampu
mengeksplorasi mengenai penelitian turnover intention pada
karyawan generasi Y dalam budaya kolektivisme.
3.2. Unit Analisis
Unit analisis secara fundamental berkaitan dengan
masalah penelitian apa yang dimaksud dengan kasus dalam
penelitian yang dilakukan. Setiap studi kasus dan unit
analisis harus sejalan dengan apa yang dikaji peneliti
lain sebelumnya atau berbeda secara jelas dan
operasional. Dalam penelitian ini yang menjadi unit
analisis adalah :
1. Budaya Kolektivisme pada Negara Indonesia
2. Karyawan
Orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat
(UU Republik Indonesia No. 13 tahun 2003 Pasal 1)
3. Generasi Y
Generasi yang lahir sekitar tahun 1980- akhir
tahun 1990 (De Meuse, 2010)
4. Turnover Intention
Merupakan adanya keinginan atau niatan dan
kesempatan untuk mengakhiri hubungan antara
karyawan dengan organisasi saat mereka bekerja
(Jeswani S dkk, 2012)Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 33
3.3. Subjek Penelitian
Prosedur pemilihan sampel dalam penelitian
kualitatif umumnya menampilkan karakteristik:
1. Mengarahkan untuk tidak pada jumlah dengan
sampel yang besar, dan untuk kasus-kasus tipikal
sesuai dengan kekhususan masalah penelitian.
2. Menenentukannya tidak kaku, tetapi mampu berubah
jika dalam hal jumlah mapun kharakteristik
sampelnya, sesuai dengan pemahaman konspetual yang
berkembang dalam penelitian.
3. Tidak diarahkan pada keterwakilan (dalam arti
jumlah/peristiwa acak) melainkan pada kecocokan
konteks. (Sarantakos, 1993, dalam Poerwandari,
2001)
Berdasarkan karakteristik yang disebutkan diatas,
jumlah sampel dalam penelitian kualitatif tidak dapat
ditentukan secara tegas diawal penelitian (Poerwandari,
2001). Walaupun jumlah sampel tidak bisa ditentukan
secara tegas di awal penelitian, pemilihan sampel
menjadi subjek penelitian tetap ada. Untuk memilih
subjek, penelitian ini menggunakan pendekatan purposive,
yaitu sampel yang akan menjadi subjek peneltian tidak
diambil secara acak tetapi dipilih mengikuti kriteria
tertentu (Poerwandari, 2001). Sampel yang akan menjadi
subjek penelitian dipilih dengan kriteria tertentu,
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 34
berdasarkan teori atau konstruk operasional sesuai
studi-studi sebelumnya, atau sesuai tujuan penelitian
(Poerwandari, 2001). Adapun kriteria subjek penelitian
ini adalah:
1. Karyawan yang bekerja pada suatu perusahaan dalam
budaya kolektivisme
2. Karyawan minimal lama bekerja selama 1 tahun
3. Karyawan dengan usia 24 th- 19th
4. Karyawan yang memiliki niatan turnover intention
berdasarkan hasil skala likert yang telah penulis
sebar.
3.4 Teknik Penggalian Data
Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan untuk
menggali data adalah teknik skala likert dan wawancara:
3.4.1 Skala Likert
Anticipated Turnover Scale merupakan skala yang
dikembangkan oleh
Hinshaw dan Atwood pada tahun 1978 yang digunkan
untuk mengukur persepsi atau pendapat karyawan
mengenai kemungkinan untuk secara sukarela berhenti
dari pekerjaanya saat ini (Hinshaw & Atwood, 1984).
Skala ini terdiri dari 12 aitem dalam bentuk skala
likert dengan 7 pilihan respon jawaban (sangat
setuju (1) – sangat tidak setuju (7)).
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 35
Aitem-aitem pada skala ini berhubungan dengan
lamanya jangka waktu yang diantisipasi karyawan
untuk melakukan berhenti pada perusahaan dia
bekerja dan mengenai kepastian untuk berhenti
bekerja dari pekerjaannya. Ini digunakan untuk
memberikan informasi kepada peneliti terkait subjek
yang mengalami turnover intention yang nantinya dapat
langsung dilanjutkan pada tahap selanjutnya yaitu
penggalian data menggunakan wawancara.
Skor total yang didapatkan pada skala ini
dengan menjumlahkan tiap aitem dalam skala
berdasarkan angka dari tiap-tiap aitemnya. Semakin
tinggi skor individu menunjukkan semakin besar
keinginannya untuk meninggalkan posisi atau
pekerjaannya sekarang. Hasil respon memiliki rata-
rata > 3,5 dianggap sebagai indikasi untuk turnover
intention (Armstrong, 2004 dalam Almalki, 2012).
Menurut Hinshaw dan Atwood (1984), konstruk
validitas untuk ATS ini diperkirakan menggunakan
komponen utama faktor analisis dengan internal
konsistensi reliabilitas Alpha Cronbach sebesar
0,84 (Hinshaw & Atwood, 1984).
3.4.2 Wawancara
Wawancara adalah proses percakapan dan tanya
jawab yang dilakukan untuk mencapai tujuan
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 36
tertentu. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan
pengetahuan mengenai makan-makna subjektif yang
dipahami individu yang berkenaan dengan topik yang
diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi
terhadap isu tersebut (Banister dkk., 1994, dalam
Poerwandari, 2005).
Jenis wawancara yang akan dilakukan pada
penelitian ini adalah wawancara dengan pedoman
umum, dengan mencatumkan isu-isu yang harus dibahas
tanpa harus menentukan urutan pertanyaan. Agar
proses wawancara tidak terasa kaku dan mampu
mendapatkan informasi yang sesuai dengan fokus
penelitian. Selain itu, tema pertanyaan yang akan
dijawab subjek adalah tema yang masih bisa
berkembang dalam pelaksanaan wawancara nantinya.
Untuk memberikan hasil yang maksimal pada
penelitian kualitatif ini peneliti menggunakan
sumber informasi dari minimal 2 sumber yang berbeda
dan adanya proses wawancara dengan significant others
yang dekat dengan subjek selama di tempat kerja.
3.4.3. Catatan Lapangan
Saat wawancara peneliti juga melakukan pencatatan
lapangan selama proses pengambilan data dilakukan.
Pencatatan lapangan dilakukan untuk memberikan data
pendukung dan kredibilitas, dengan cara mendeskripsikan
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 37
mengenai hal-hal yang diamati yang di rasa penting oleh
peneliti. Penulisan catatan lapangan dapat dilakukan
dengan cara yang berbeda-beda, yang terpenting dapat
diingat adalah catatan lapangan mutlak dibuat secara
lengkap, dengan keteranga tanggal dan waktu yang juga
lengkap.
Bila pencatatan tidak mungkin dilakukan di
lapangan, maka hal tersebut harus dilaukukan sesegera
mungkin setelah peneliti meninggalkan lapangan.
Peneliti harus menyadari bahwa peneliti tidak hanya
dapat mengandalkan ingatannya saja, dan bila ia tidak
sesegera mencatat apa yang diamatinya, sangat mungkin
peneliti kehilangan nuansa apa yangdi amatinya. Catatan
lapangan harus dekriptif, diberi tanggal dan waktu dan
dicatat denga menyertakan informasi-informasi
dasarseperti dimana observasi dilakukan. Catatan
lapangan akan menjadi sangat penting saat peneliti
melakukan analisis serta menyusun laporannya
(Poerwandari 2001)
Banister, dkk (1994) mengusulkan agar hal-hal
dibawah ini diperhatikan saat melakukan pencatatan
lapangan :
a. Deskripsi konteks
b. Deskripsi tentang siapa yang melakukan
observasi
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 38
c. Deskripsi tentang perilaku yang ditampilkan
d. Interprestasi sementara peneliti terhadap
kejadian yang di amati
(dipisahkan dari catatan deskriptif)
e. Pertimbangan tentang alternatif interpretasi
lainnya
f. Eksplorasi perasaan dan penghayatan peneliti
terhadap kejadian yang diamati
Bila relevan dan memungkinkan, catatan lapangan
juga perlu diisi kutipan-kutipan langsung apa yang
dikatakan obyek yang diamati sealama proses wawancara
atau observasi berlangsung (Poerwandari 2001)
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 39
3.5 Teknik Pengorganisasian dan Analisis Data
Setelah mendapatkan data yang relevan, tahap
selanjutnya adalah melakukan analisis data. Dalam
menganalisis data pada penelitian ini, peneliti
merujuk pada model analisis data yang dikemukakan
oleh Poerwandari (2001), yaitu:
3.5.1 Pengorganisasian Data
Pengolahan dan analisis data yang sesungguhnya,
dimulai dengan mengorganisasikan data. Highlen dan
Finley (1996) mengemukakan bahwa organisasi data
yang sistemastis memungkinkan peneliti untuk :
a.Memperoleh kualitas data yang baik
b.Mendokumentasikan analisis yang dilakukan
c.Menyimpan data dan analisis yang berkaitan
dalam penyelesaian penelitian.
Hal–hal yang penting untuk disimpan dan
diorganisasi adalah (Poerwandari, 2005) :
a.Data mentah (hasil rekaman)
b.Data yang sudah diproses sebagiannya
(transkripsi wawancara, catatan refleksi
peneliti)
c.Data yang sudah ditandai/dibubuhi kode–kode
spesifik
d.Penjabaran kode–kode dan kategori–kategori
secara luas melalui skema
e.Memo dan draft insight untuk analisis data
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 40
f.Catatan pencarian dan penemuan, yang disusun
untuk memudahkan pencarian berbagai kategori
data.
g.Display data melalui skema atau jaringan
informasi dalam bentuk padat atau esensial
h.Episode analisis (dokumentasi dari langkah–
langkah dan proses penelitian)
i.Dokumentasi umum yang kronologis mengenai
pengumpulan data dan langkah analisis
j.Daftar indeks dari semua material
k.Teks laporan
3.5.2 Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan adalah analisis
tematik. Penggunaan analisis tematik memungkinkan
peneliti menelukan “pola” yang pihak lain tidak
melihatnya secara jelas. Pola atau tema tersebut
tampil seolah secara acak dalam tumpukan informasi
yang tersedia. Setelah kita menemukan pola, kita
akan mengklasifikasikan atau mengkode pola
tersebut dengan memberi label, definisi atau
deskripsi (Boyatzis, dalam Poerwandari, 2005)
Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasi
dan mensistematisasi data secara lengkap dan
mendetail sehingga dapat memunculkan gambaran
tentang topik yang dipelajari (Poerwandari, 2005).
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 41
Dalam menganalisis transkrip, peneliti dapat
pula mengikuti langkah–langkah analisis yang
disarankan Strauss dan Corbin (dalam Poerwandari,
2005):
a. Koding terbuka (open coding) dalam tahap open
coding memungkinkan peneliti mengidentifikasi
kategori–kategori, property–property dan dimensi–
dimensinya.
b. Koding Axial (axial coding), mengorganisasi data
melalui dikembangkannya hubungan–hubungan
(koneksi) diantara kategori–kategori, atau
diantara kategori dengan sub kategori–kategori
dibawahnya.
c. Koding Selektif (selective coding), melalui mana
peneliti menyeleksi kategori yang paling
mendasar, secara sistematis menghubungkannya
dengan kategori–kategori lain dan memvalidasi
hubungan–hubungan tersebut.
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 42
3.6 Teknik Pemantapan Kredibilitas Penelitian
Menurut Lincoln dan Guba, paling sedikit ada empat
kriteria utama gunamenjamin keabsahan hasil
penelitian kualitatif (Poerwandari, 2005), yaitu:
a.Transferbilitas
Berupa pertanyaan yang empirik tidak dijawab oleh
peneliti itu sendiri, tetapi dijawab dan dinilai
oleh pembaca laporan penelitian. Hasil penelitian
kualitatif mempunyai standar transferbilitas yang
tinggi apabila para pembaca laporan penelitian
memperoleh gambaran dan pemahaman yang jelas
tentang konteks dan fokus penelitian.
b.Kredibilitas
Istilah validitas dan reliabilitas penelitian
dalam penelitian kualitatif yang paling sering
digunakan adalah kredibilitas (Jorgensen, 1989;
Patton, 1990; Leininger, 1994 ; Lincoln dan Cuba
dalam Marshall dan Rosman, 1995 dalam Poerwandari,
2005). Kredibilitas studi kualitatif terletak pada
keberhasilannya mampu mencapai eksplorasi masalah
atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok
sosial atau pola interaksi yang kompleks.
Deskripsi yang mendalam yang menjelaskan
kemajemukan (kompleksitas) aspek–aspek yang
terkait dan interaksi dari berbagai aspek menjadi
salah satu ukuran kredibilitas penelitianPenelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 43
kualitatif (Poerwandari, 2005). Adapun upaya yang
dilakukan peneliti untuk mencapai kredibilitas
adalah dengan cara sebagai berikut:
1. Konsisten pada satu paradigma awal
penelitian.
2. Peneliti melakukan pendekatan
personal terlebih dahulu dengan subyek.
3. Membuat pertanyaan panduan yang
merujuk pada konsep personal brand sebagai
kerangka agar selama proses wawancara dan
analisa data tidak melebar.
c. Konfirmabilitas
Konfirmabilitas (Confirmability) merupakan konstruk
terakhir untuk menggantikan konsep mengenai
obyektifitas. Obyektifitas dapat diartikan sebagai
sesuatu yang muncul (emergent) dari hubungan subyek–
subyek yang terinteraksi. Hal tersebut membuat
obyektivitas dilihat sebagai konsep
intersubyektivitas, terutama dalam rangka
‘pemindahan’ dari data yang subyektivitas kearah
generalisasi data (data obyektif) (Poerwandari,
2005). Upaya yang ditempuh oleh peneliti untuk
mencapai obyektivitas pada penelitian mengenai
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 44
perkembangan psikososial intimasi kali ini adalah
dengan mengungkapkan proses dan elemen–elemen
penelitiannya kepada orang lain secara terbuka
sehingga memungkinkan orang lain menilai hasil
penelitian ini.
d.Dependabilitas
Lincoln dan Guba (dalam Poerwandari, 2005)
mengusulkan suatu konstruk lain untuk menggantikan
istilah reliabilitas dalam penelitian kualitatif
yakni dependabilitas. Adapun jenisnya antara lain :
1. Koherensi, yakni bahwa metode yang dipilih
memang mencapai tujuan yang diinginkan.
2. Keterbukaan, sejauh mana peneliti membuka
diri dengan memanfaatkan metode–metode yang
berbeda untuk mencapai tujuan.
3. Diskursus, sejauh mana dan seintensif apa
peneliti mendiskusikan temuan dan analisisnya
dengan orang lain (Sarantoks, 1993 dalam
Poerwandari, 2005)
Melalui konstruk ini peneliti memperhitungkan
perubahan–perubahan yang mungkin terjadi menyangkut
fenomena–fenomena yang diteliti, juga perubahan
dalam desain sebagai hasil pemahaman yang lebih
mendalam tentang setting yang diteliti
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 45
(Poerwandari, 2005). Upaya yang dilakukan peneliti
agar memenuhi standar dependibilitas :
1. Mencatat hal–hal penting serinci mungkin,
mencakup catatan pengamatan obyektif terhadap
setting, partisipan, atau hal lain yang
terkait. Terutama ketika proses wawancara
dilakukan.
2. Konsultasi dengan dosen terkait dengan tema
penelitian, serta membaca referensi tambahan
berkaitan dengan personal branding serta
mengevaluasi proses wawancara.
3. Melakukan pengecekan kembali data terkait
dengan hasil-hasil wawancara.
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 46
DAFTAR PUSTAKA
Almalki, Mohammed Jubran. (2012). Quality of Work Life and
Turnover Intention in Primary Healthcare Organisations: A Cross-
Sectional0 x=h Study of Registered Nurses in Saudi Arabia.
Queensland University of Technology.
Crampton, Suzanne M., dkk. (2009). Generation Y: Unchartered
Territory. Journal of Business & Economics Research –
April, 2009 Volume 7, Number 4.
De Meuse, Kenneth P., Mlodzki, Kevin J. 2010. A Second
Look at Generational Differences in the Workforce : Implications for HR
and Talent Management. Korn/Ferry Leadership and Talent
Consulting, 33, 2, 51-58
Griffin, Marie L., Nancy L. Hogan dan Eric G. Lambert.
2013. Career Stage Theory and Turnover Intent Among Correctional
Officers. Criminal Justice and Behavior. 2014 41: 4
originally published online 16 September 2013.
Jeswani , Saket dan Sumita Dave. 2012. Impact of Individual
Personality on Turnover Intention: A Study on Faculty Members.
Journal of Management and Labour Studies 2012 37:253
Long, Choi Sang., Perumal, Panniruky., Ajagbe, M.A.
(2012). The Impact of HRM Practices on Employees’ Turnover
Intention: A Conceptual Model. Journal of Contemporary
Research in Business, 4 (2), 629-641.
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 47
Nisa, Happy D.W., Suharsono, Yudi., Ingarianti, Tri M.
(2012). Hubungan antara Iklim Organisasi dengan
Intensi Turnover pada Karyawan. Prosiding Seminar
Nasional Peran Budaya Organisasi Terhadap Efektivitas dan
Efisiensi Organisasi, Indonesia, 74-94.
Poerwandari, E.K. (2001). Pendekatan Kualitatif dalam
Penelitian Psikologi. Jakarta: LPSP3 Fakultas Psikologi
UI
Riyanto, Makmun. (2008). Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Keinginan Karyawan Berpindah Kerja.
Jurnal Pengembangan Humaniora, 8 (3), 115-121.
Schultz, Duane and Sydney. 2010. Psychologhy and Work Today.
Upper Saddle River : Prentice Hall.
Septarini, B.G dan Ino, Yuwono. 2010. Pengaruh Budaya
Kolektivisme terhadap Kompetensi Inti pada Kelompok Lini Manajerial
PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Fakultas Psikologi
Universitas Airlangga
Sibarani R. (2013) 37% Karyawan di Indonesia adalah Generasi Y,
Sudah Siapkah Organisasi
Anda?.www.dunamis.co.id/index.php/knowledge/details/press/155
Diakses pada tanggal 12 April 2014.
Simanjuntak, Payaman, J. (2002). Undang-Undang yang Baru
tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Kantor Perburuhan
Internasional: Jakarta
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 48
Susana, Tjipto. (2006). Evaluasi Terhadap Asumsi Teoritis
Individualisme dan
Kolektivisme: Sebuah Studi Meta Analisis. Jurnal Psikologi
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Volume
33 No. 1, 33-49
Tnay, e., Othman, A.E.A., Siong, H.C., dan Lim, S.L.O.
(2013). The influences of job satisfaction and
organizational commitment on turnover intention.
Procedia – social and behavioral sciences, 97, 201-208.
Undang- Undang Republik Indonesia. (2003). UNDANG-
UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003
TENTANG KETENAGAKERJAAN.
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_13_03.htm Diakses
pada tanggal 7 Juli 2014.
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 49