Turnover Intention Pada Karyawan Generasi Y dalam Budaya Kolektivisme

49
Penelitian Psikologi Lintas Budaya Turnover Intention Pada Karyawan Generasi Y dalam Budaya Kolektivisme Oleh : Mirza Alnadya 111111157 Kelas C FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA TAHUN 2014

Transcript of Turnover Intention Pada Karyawan Generasi Y dalam Budaya Kolektivisme

Penelitian Psikologi Lintas Budaya

Turnover Intention Pada Karyawan Generasi Y dalam Budaya

Kolektivisme

Oleh :

Mirza Alnadya 111111157

Kelas C

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

TAHUN 2014

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada era globalisasi ini persaingan dalam dunia

industri menjadi sangat ketat. Setiap perusahaan

berlomba-lomba untuk menjadi perusahaan yang maju dan

berkompeten di bidangnya, yaitu dengan memaksimalkan

fungsi sumber daya yang dimilikinya. Sumber daya

manusia salah satunya yang mampu menunjang kesuksesan

setiap perusahaan. Walaupun saat ini sudah banyak

tekhnologi yang canggih namun keberadaan manusia tetap

tidak bisa digantikan. Itulah mengapa karyawan

merupakan aset yang sangat penting di perusahaan. Saat

ini kebutuhan perusahaan tidak hanya memenuhi produksi

melain kan, perusahaan juga melakukan recruitment dan

training pada setiap karyawannya dengan harapan

memberikan kinerja yang sesuai dengan tujuan dari

perusahaan. Setiap perusahaan memiliki kebijakan-

kebijakan untuk setiap karyawan, seperti adanya

kompensasi, bonus, dan cuti setiap tahun dengan harapan

karyawan tidak berpindah-pindah ke perusahaan yang

lain. Apabila karyawan berpindah-pindah pekerjaan dapat

mengakibatkan kerugian pada perusahaan dalam segi

finansial.

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 2

Pengaruh budaya termasuk salah satu faktor yang

mampu menyebabkan terjadinya intention turnover. Budaya

kolektivisme begitu banyak dibicarakan saat ini.

Terutama untuk budaya individualisme yang sering

diasosiasikan untuk mayarakat yang maju dan modern,

sedangkan untuk budaya yang kolektivisme identik bagi

masyarakat yang tradisional dan primitif (Trompenaar &

Turner, 1997 dalam Septarini B.G dkk, 2010).

Menurut Hofstede (1991 dalam Septarini B.G dkk,

2010) Budaya kolektivisme merupakan budaya yang

memiliki ikatan kelompok yang kuat sepanjang masa hidup

mereka untuk saling memberikan perlindungan satu sama

lain. Tidak menutup kemungkinan budaya kolektivisme

hanya pada masyarakat tradisional sebab pada negara

maju yang memiliki tingkat kolektivisme tinggi maka

mereka memiliki kepedulian terhadap orang lain dalam

kelompok serta mengharapkan orang lain untuk peduli

terhadap dirinya secara timbal balik. Sedangkan menurut

Hofstede (2005 dalam Susana T., 2006) individualisme

merupakan hubungan antara seseorang yang longgar tidak

adanya saling bergantung satu sama lain. Setiap orang

yang memiliki tingkat individualisme yang tinggi

cenderung untuk mengharapkan agar mampu menjaga dirinya

sendiri dan keluarga dekatnya saja.

Indonesia merupakan negara yang cenderung pada

budaya kolektivisme yang memiliki interaksi sosial

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 3

kepada orang lain yang tinggi. Ini terbukti dari

penelitian yang dilakukan Hofstede (1991 dalam

Septarini B.G dkk, 2010) bahwa masyarakat Indonesia

memiliki tingkat kolektivisme yang tinggi dibandingkan

India, Jepang, Malaysia, Philipina dan negara-negara

Arab. Ini juga terbukti hasil observasi Schuetzendorf

(dalam Ruky, 2002 dalam Septarini B.G dkk, 2010) pada

tahun 1989 di Indonesia budaya kolektivisme ditunjukkan

dengan kecenderungan anggota kelompok yang saling

mendukung (diistilahkan dengan ‘Gotong Royong’)

befungsi untuk menerima perlindungan dari anggota

lainnya untuk menciptakan keharmonisan.

Saat ini Indonesia memiliki generasi Y yang cukup

tinggi, berdasarkan data statistik yang didapatkan dari

Dunamis Consulting pada bulan Oktober 2013 jika jumlah

karyawan Generasi Y pada perusahaan sekitar 37%

(Sibarani R, 2013). Dimana angka tersebut cukup besar

sekali. Itulah mengapa Generasi Y ini merupakan penerus

sebagai pengganti generasi boomers kedepannya. Itulah

bukti yang harus diwaspadai oleh setiap perusahaan di

Indonesia sebab budaya yang terbentuk di Indonesia

adalah kolektivisme, namun adanya generasi Y yang

bertolak belakang dengan budaya kolektivisme tersebut.

Maka itu menjadikan tantangan bagi perusahaan harus

memikirkan atas kedatangan generasi Y pada perusahaan

mereka agar tidak menjadi turnover intention.

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 4

Fenomena turnover merupakan hal sangat merugikan

pada perusahaan, sebab pada lembaga pemasyarakatan pada

suatu negara harus kehilangan $21 juta USD dalam satu

tahun dari pergantian staf (Bonhan, 2007 dalam

Griffin, Marie L dkk, 2013). Itulah salah contoh dari

kerugian yang terjadi jika intensitas turnover tinggi

pada perusahaan. Selain itu dampak dari turnover, adanya

kerugian yang harus ditanggung perusahaan meliputi

rekruitmen karyawan dan pelatihan untuk staf baru

yang harus menghabiskan biaya ribuan dollar (Kiekbusch,

Price, & Theis, 2003 dalam Griffin, Marie L dkk, 2013).

Oleh karena itu perusahaan harus terus menjaga

kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan karyawan, demi

menunjang kepuasang karyawan agar tidak beralih ke

perusahaan yang lainnya.

Turnover merupakan berakhirnya suatu pekerjaan resmi

antara seseorang dengan perusahaan yang

memperkerjakannya (Hom & Griffeth, 1995 dalam Griffin,

Marie L dkk, 2013). Selain itu menurut Price (2001,

dalam Long dkk, 2012) bahwa turnover merupakan suatu

tindakan individu melewati batas keanggotaan dari

sebuah organisasi. Para karyawan memiliki niatan untuk

berpindah pekerjaan itulah salah satu tanda-tanda awal

akan terjadinya turnover dalam organisasi (Nahusona,

2004 dalam Riyanto, 2008).

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 5

Turnover intention menurut March dan Simon (1958)

merupakan adanya keinginan atau niatan dan kesempatan

untuk mengakhiri hubungan antara karyawan dengan

organisasi saat mereka bekerja (Jeswani S dkk, 2012).

Selain itu terdapat faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi turnover intention yaitu faktor organisasi,

faktor individual , serta harapan yang berkaitan dengan

pekerjaan dan pasar tenaga kerja (Mobley dkk, 1979

dalam Jeswani S dkk, 2012). Pada penelitian terdahulu

jika intention to leave (keinginan untuk pindah) merupakan

penyabab langsung dari terjadinya turnover (Lee dan

Mowday, 1987,Michael & Spector, 1982 dalam Riyanto,

2008). Saat karyawan merasa ingin pindah kerja

dikarenakan diluar terdapat tawaran pekerjaan yang

lebih baik, namun jika tidak ada tawaran yang lebih

baik maka emosional dan mental mereka akan menunjukkan

performa yang sangat menurun seperti sering datang

terlambat, sering bolos dan kurangnya produktivitas

dalam bekerja (Rus dan McNeily, 1995 dalam Riyanto,

2008). Selain itu terdapat penelitian terdahulu yang

menyatakan jika turnover dan turnover intention dapat terjadi

akibat dari kharakteristik individu dan faktor tempat

mereka bekerja (Minor et al., 2011 dalam dalam

Griffin, Marie L dkk, 2013). Namun pada penelitian yang

dilakukan Mitchell (et al., 2000 dalam Griffin, Marie L

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 6

dkk, 2013) mengatakan bahwa tidak hubungan antara

kharakteristik individu yaitu umur dengan turnover.

Itulah mengapa pada penelitian kualitatif ini

penulis berharap dapat menemukan gambaran umum mengenai

turnover intention pada karyawan generasi Y dalam budaya

kolektivisme. Setelah mengetahui gambaran umum mengenai

turnover intention karyawan pada generasi Y pada budaya

kolektivisme tersebut, pada tahap rekruitmen karyawan

ataupun pengelolaan saat sudah diterima, perusahaan

diharapkan mampu memberikan kompetensi atau

karakteristik tertentu. Serta mampu mengatasi karyawan

generasi Y dengan mempertimbangkan budaya sehingga

mampu terus bertahan pada perusahaan tersebut tanpa

adanya turnover. Dengan begitu, kerugian finansial

perusahaan akibat adanya turnover karyawan dapat

diminimalisir.

1.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka

permasalahan penelitian dapat dirumuskan dalam grand tour

question berikut "Bagaimana gambaran turnover intention pada

karyawan generasi Y dalam budaya kolektivisme ?”

1.3 Signifikansi Penelitian

Berdasarkan beberapa studi literatur, bahwa

fenomena dilapangan mengenai penelitian tentang turnover

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 7

telah dilakukan sebelumnya, namun yang membedakan

literatur tersebut sangat minim menggunakan penelitian

kualitatif. Beberapa studi mengenai turnover lebih

menggunakan penelitian kuantitatif yang dihubungkan

dengan komitmen kerja, kepribadian pegawai, dan

kepuasan kerja.

Turnover merupakan ancaman bagi setiap perusahaan

yang sebaiknya dihindari. Sebab dari peristiwa tersebut

memiliki dampak secara langsung maupun tidak langsung

bagi perusahaan. Terdapat penelitian yang mengatakan

jika kepribadian merupakan menjadi faktor adanya

turnover intention. Penelitian ini dilakukan oleh Saket

Jeswani & Sumita Dave di negara India untuk mengujii

efek kepribadian terhadap itensi turnover pada Dosen

Fakultas Institut Pendidikan Tekhnologi India, dan

penelitian tersebut menggunakan kuesioner yang disebar

pada 1000 dosen di seluruh India secara online, namun

yang merespon hanya 261 orang. Itu terbukti jika model

kepribadian Big Five dari Goldberg (1981) hasilnya

significant denan turnover intention.

Selain itu terdapat aspek lain yang membahas

penyebab dari turnover intention yaitu jenis kelamin, ras,

pendidikan dan umur. Ini terbukti dari penelitian yang

dilakukan Griffin, Marie L. dkk (2013) yang

menghasilkan jika terdapat hubungan yang berkorelasi

positif antara ke empat aspek tersebut dengan turnover

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 8

intention. Selain itu lingkungan kerja juga termasuk

faktor yang mampu menyebabkan fenomena tersebut. Pada

penelitian ini turnover intention berkorelasi positif pada

lingkungan kerja. Sebab ketika karyawan merasa tidak

nyaman dengan lingkungannya ada kemungkinan dia memilih

untuk meninggalkan perusahaan tersebut.

Banyak spekulasi atau pendapat mengenai penyebab

terjadinya intention turnover. Apabila ketidakpuasan

karyawan tidak diperhatikan secara mendetail maka

permasalahan mungkin akan terus berkembang, yang

nantinya akan berakhir meninggalkan organisasi (Ali,

2002 dalam Tnay dkk, 2013). Pada penelitian yang

dilakukan Tnay,dkk (2013) menjelaskan jika terdapat

beberapa permasalahan yang nantinya akan memicu

perilaku turnover pada karyawan, salah satunya dengan

menemukan pengaruh dari kepuasaan kerja (kepuasan

terhadap gaji, dukungan dari atasan, dll) dan komitmen

organisasi pada karyawan. Penelitian ini menggunakan

survey kuesioner sejumlah 100 buah yang didistribusikan

kepada karyawan manajemen dan non-manajemen. Namun yang

hanya terkumpul sebanyak 85 kuesioner. Hasilnya

menunjukkan jika adanya hubungan yang signifikan

hubungan antara kepuasan terhadap pendapatan dengan

intensi turnover pada karyawan, signifikan hubungan

antara dukungan supervisor dengan intensi turnover pada

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 9

karyawan dan signifikan hubungan antara komitmen

organisasi dengan intensi turnover pada karyawan

Beberapa peneliti melakukan riset dengan subyek

karyawan biasa tanpa ada kriteria khusus. Generasi Y

merupakan generasi yang menjadi topik hangat akhir-

akhir ini. Disebabkan kharateristiknya yang begitu

berbeda dengan generasi lainnya. Pada penelitian yang

dilakukan Crampton, Suzanne M. dkk (2009). Dijelaskan

secara mendetail generasi-generasi dari beberapa

periode dari Veteran, Baby boomers, generasi X, hingga

generasi Y. Dijelaskan jika banyak sekali perusahaan

harus melakukan penanganan khusus terhadap generasi Y,

ditambah lagi generasi Y merupakan penerus dari

generasi seblumnya. Oleh karena itu Crampton, Suzzanne

M., dkk (2009) berharap jika setiap perusahaan mampu

mengelola generasi Y dengan cara yang baik dan tidak

mudah melakukan intention turnover.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui

bagaimana gambaran intention turnover pada karyawan

generasi Y dengan budaya kolektivisme sehingga

perusahaan-perusahaan di Indonesia mengetahui mengenai

kecenderungan generasi Y tersebut untuk melakukan

turnover. Hal tersebut diharapkan dapat memberikan

pertolongan kepada perusahaan – perusahaan di era tahun

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 10

2000an ini, agar tidak terjadi kerugian yang disebabkan

oleh turnover karyawan pada generasi Y.

1.5 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini, peneliti berharap dapat

memberi manfaat, baik secara teoritis maupun praktis.

A. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan

tambahan literatur dan memperkaya teori tentang

turnover dan turnover intention pada karyawan generasi Y

dalam budaya kolektivisme. Selain itu dengan adanya

penelitian ini mampu memberikan pengembangan teori

turnover intention dalam lingkup Psikologi Industri dan

Organisasi.

B. Manfaat praktis

Mampu memberikan wawasan atau informasi secara

langsung maupun tidak langsung kepada perusahaan-

perusahaan di Indonesia terutama di bidang HRM

mengenai gambaran turnover intention pada karyawan

generasi Y dalam budaya kolektivisme.

Memberikan sumbangan acuan yang digunakan

praktisi HRM untuk membuat rancangan atau strategi

dalam rekrutmen training maupun pelatihan lainnya yang

digunakan untuk mencegah atau meminimalisir kerugian

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 11

yang disebabkan oleh turnover intention pada karyawan

generasi Y dalam budaya kolektivisme.

.

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 12

BAB II

PERSPEKTIF TEORITIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Kolektivisme

Hofstede (2005 dalam Susana T., 2006) mengartikan

kolektivisme sebagai ikatan emosional begitu kuat yang

dimiliki oleh setiap individu. Masyarakat kolektivisme

sangat menekankan ketergantungan emosi, solidaritas,

sharing, keputusan kelompok, kewajiban dan keharusan

dan keinginan akan persahabatan yang stabil dan

memuaskan.

Menurut (Koentjaraningrat, 1997 dalam Septarini B.G

dkk, 2010) berpendapat jika kolektivisme merupakan suatubudaya yang dimili bangsa yang memuat beberapa aspek

negative dan positif dalam kinerja sumber daya manusia

Indonesia. Untuk aspek negatif, praktek kolektivisme di

Indonesia merupakan salah satu penyebab penghambat

kemajuan sumber daya manusia Indonesia dan termasuk

kondisi yang tradisional dan primitif (Trompenaars &

Turner, 1997 dalam Septarini B.G dkk, 2010).

Kolektivisme menurut Triandis (1995 dalam Susana

T., 2006)) mendefenisikan kolektivisme sebagai budaya

yang condong untuk saling tergantung bersama individu

satu dengan individu yang lainnya, serta lebih

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 13

mengutamakan kepentingan kelompok dibandingkan untuk

kepentingan pribadi dan mampu mendefiniskan diri

sebagai bagian dari kelompok.

Berdasarkan penjelasan mengenai definisi

kolektivisme maka dapat disimpulkan bahwa kolektivisme

merupakan suatu budaya yang identik untuk saling

bergantung anatar satu individu dengan yang lainnya.

Selain itu kolektivisme juga memiliki aspek positif dan

negatif bagi sumber daya manusia di Indonesia.

2.1.1.1 Dimensi Kolektivisme

Pespektif Hofstede (dalam Septarini B.G dkk, 2010)

mengenai kolektivisme dalam dimensi berikut :

1. Hubungan antara subordinat dengan ordinat

Dalam keluarga patriarki masyarakat kolektif,

tokoh ayah sebagai kepala keluarga yang mempunyai

kekuasaan dan otoritas moral yang kuat digunakan

untuk mengatur keluarganya. Dalam dunia kerja, atasan

menempati kedudukan ordinat dan bawahan adalah

subordinatnya. Adanya hubungan atasan dan bawahan

yang seperti dalam kehidupan keluarga, memiliki

hubungan moral yang lebih utama

2. Hubungan antara individu dengan kelompok

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 14

Masyarakat kolektivis, anak-anak dilahirkan dan

dibesarkan ditengah keluarga besar. Itu yang

menyebabkan dalam perkembangan anak mampu

identifikasi dirinya bahwa dirinya bagian dari

kelompok, sebagai bagian dari ‘kami’ yang memiliki

perbedaan dengan ‘mereka’ dari kelompok lain.

Kesetiaan individu terhadap kelompok merupakan hal

yang tidak perlu dipertanyakan lagi. Hal ini dapat

berarti sebagai pemerataan kesejahteraan, dimana

individu dengan pendapatan lebih wajib membantu

keluarganya yang kekurangan. Budaya malu dikembangkan

bila individu melakukan kesalahan. Individu cenderung

merasa malu terhadap kelompoknya bila ia melakukan

penyimpangan, bukan merasa bersalah yang lebih

mengarah pada introspeksi pribadi. Hal ini berkaitan

dengan kuatnya ikatan kelompok, sehingga kesalahan

individu seringkali disamakan dengan kesalahan

kelompok yang harus ditanggung bersama.

3. Pengambilan keputusan

Keputusan merupakan hasil konsensus yang

mengutamakan kepentingan bersama. Pendapat pribadi

ditentukan oleh kelompok, bila perlu diadakan

pertemuan keluarga besar untuk membahas persoalan

anggota kelompok. Individu yang mempunyai pendapat

yang tidak sesuai dengan pendapat kelompok dianggap

memiliki karakter yang tidak baik.

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 15

4. Harmonisasi

Harmoni merupakan kunci ketahanan kelompok.

Konfrontasi langsung sedapat mungkin harus dihindari

karena dianggap sebagai kekasaran dan tidak

diharapkan terjadi. Kata ‘tidak’ jarang digunakan

sebab diasosiasikan dengan penolakan yang mengarah

pada konfrontasi dan memicu konflik.

5. Komunikasi

Komunikasi masyarakat kolektivis merupakan high

context communication, demikian menurut Edward T. Hall

(dalam Hofstede, 1991), dimana informasi tidak perlu

dikatakan atau disampaikan secara verbal seluruhnya,

melainkan secara eksplisit melalui pertanda dan

bahasa tubuh tertentu. Kata ‘ya’ bukan berarti

persetujuan, namun lebih diartikan sebagai

penghargaan atas pendapat seseorang, karena kata

‘tidak’ senantiasa dihindari dalam masyarakat

kolektivis agar tidak mengecewakan orang lain.

Komunikasi dilakukan secara tidak langsung. Evaluasi

dan teguran terhadap kinerja seseorang tidak

disampaikan secara langsung terhadap yang

bersangkutan, karena dianggap menyinggung dan

mempermalukan perasaan seseorang, sehingga

disampaikan melalui arbitrator yang dapat dipercaya

oleh kedua pihak atau melalui cara non verbal.

6. Sistem manajemen

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 16

Manajemen dalam masyarakat kolektivis merupakan

manajemen oleh kelompok. Secara emosional anggota

menggabungkan dirinya dalam suatu kelompok kerja

tertentu berdasar latar belakang yang sama. Etnis dan

perbedaan antar kelompok merupakan pertimbangan dalam

penempatan kerja. Bonus dan penghargaan diberikan

pada kelompok, bukan terhadap individu, karena

keberhasilan kerja dihasilkan oleh kerja kelompok,

bukan kinerja pribadi.

2.1.2 Karyawan

Pada umumnya karyawan lebih dikenal dengan istilah

tenaga kerja dibandingkan karyawan. Istilah tersebut

biasanya berkaitan dengan lembaga tempat dimana

karyawan tersebut bekerja, sehingga dikenal dengan

karyawan sebuah perusahaan tertentu.. Berdasarkan Pasal

1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengenai

Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa tenaga kerja merupakan

orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan

barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan

sendiri maupun untuk masyarakat. Maka itulah karyawan

merupakan bagian yang sangat penting dalam pelaksanaan

kegiatan perusahaan.

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 17

Karyawan merupakan kunci utama dalam proses

produktif, disebabkan tanpa adanya karyawan suatu

perusahaan tidak dapat beroprasi. Memperlakukan

karyawan pasti lebih istimewa dibandingkan dengan alat

produksi lain seperti mesin atau modal. Karyawan

merupakan manusia atau makhluk yang bermartabat

sehingga membutuhkan dukungan dari perusahaan demi

menghasilkan kinerja yang baik. (Simanjuntak, 2002).

Itulah mengapa jika perusahaan ingin maji maka harus

juha memperhatikan kemajuan dan kesejahteraan karyawan

pada perusahaan tersebut.

2.1.3 Generasi Y

Setiap perkembangan jaman di dunia ini akan

membentuk kharakteristik manusia yang sangat beragam

dari setiap periode waktu tertentu. Khususnya pada

lingkungan kerja, kita akan menemukan beberapa orang

dari generasi tertentu yang saling bekerja dalam satu

perusahaan. Namun saat ini untuk generasi yang sudah

cukup tua yaitu disebut dengan generasi Matures yang

lahir sekitar tahun 1929-1945, selanjutnya terdapat

generasi Boomers yang lahir sekitar tahun 1946-1964,

dan yang terakhir generasi Xers lahir sekitar tahun

1965-1979 (De Meuse, 2010). Itulah untuk era tahun ini

generasi Y akan menjadi generasi yang dominan dan

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 18

sebagai penerus dari suatu perusahaan nantinya

(Crampton, Suzanne M. dkk, 2009).

Generasi Y adalah manusia dengan kelahiran sekitar

tahun 1980 sampai 1999, merupakan generasi yang lahir

pada jaman yang sudah modern dan proses belajar sudah

mampu diakses dengan muda. Itu yang menyebabkan

generasi ini termasuk generasi yang paling memiliki

pendidikan yang baik dibandingkan generasi yang

lainnya. Serta merupakan generasi yang hidup dengan

kecanggihan tekhnologi seperti komputer, telpon seluler

(HP) dan internet sehingga dijadikan mereka suatu hal

yang begitu penting (Crampton, Suzanne M. dkk, 2009).

Menurut Tulgan dan Martin 2001 (dalam Crampton,

Suzanne M. dkk, 2009) bahwa generasi Y hampir mirip

kharakteristiknya dengan generasi X. Generasi Y

memiliki kharakteristik yaitu independen, berkemampuan

tekhnologi yang begitu baik, bekerja keras,

kewirausahaan dan berkembang secara fleksibel. Namun

generasi Y lebih kuat kharakteristiknya dibandingkan

dengan generasi X. Generasi X dan Y adalah kurang

berkomitmen untuk bekerja dibandingkan dengan generasi

sebelumnya yaitu Baby Boomers ataupun Matures.

2.1.4 Karyawan Generasi Y

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 19

Merupakan tenaga kerja yang lahir pada tahun

sekitar tahun 1980 sampai 1999 (Crampton, Suzanne M.

dkk, 2009). Pada era 2000an ini karyawan generasi Y

merupakan karyawan yang memiliki umur masih muda dan

mereka akan bertugas sebagai pengganti dari generasi

sebelumnya pada perusahaan. Karyawan generasi Y ini

akan menjadi generasi yang dominan untuk beberapa tahun

kedepan dan memiliki jenjang pendidikan yang sudah

modern(Crampton, Suzanne M. dkk, 2009). Sehingga

generasi Y sudah tidak untuk diragukan lagi

keberadaanya.

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 20

2.1.5 Turnover

Turnover merupakan berakhirnya suatu pekerjaan resmi

antara seseorang dengan perusahaan yang

memperkerjakannya (Hom & Griffeth, 1995 dalam Griffin,

Marie L dkk, 2013). Turnover menurut Price (2001, dalam

Long dkk, 2012) yaitu suatu tindakan individu melewati

batas keanggotaan dari sebuah organisasi. Perilaku

turnover ini merupakan hal yang begitu sulit untuk

dihindari oleh setiap perusahaan. Banyak sekali

perusahaan yang mengeluhkan tindakan ini atas perilaku

karyawannya tersebut.

Menurut Price (2001, dalam Griffin, Marie L dkk,

2013) menjelaskan bahwa terdapat dua jenis turnover pada

karyawan, yaitu voluntary dan involuntary turnover. Voluntary

turnover yaitu adanya keputusan yang ditetapkan karyawan

secara sukarela untuk meninggalkan keanggotaan dari

sebuah oranganiasi. Sedangkan involuntary turnover tindakan

yang dilakukan perusahaan untuk melakukan pergerakan

melewati keanggotaan suatu organisasi yang tidak

berdasarkan keinginan karyawan sendiri. Pada beberapa

kasus di perusahaan yang melakukan involuntary turnover

memberikan keuntungan bagi organisasi sebab jika

terdapat karyawan yang tidak produktif akan langsung

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 21

dihapus (Orrick, 2005 dalam Griffin, Marie L dkk,

2013)

Tindakan karyawan yang melakukan turnover secara

sukarela atau yang biasa disebut dengan voluntary turnover

itu berkaitan dengan pertimbangan-pertimbangan pribadi

yang dialami oleh karyawan tersebut sehingga memutuskan

untuk meninggalkan perusahaan. Misalnya seperti

kehamilan karyawati sehingga memutuskan untuk berhenti

bekerja, ingin pindah pekerjaan atau sudah diterima di

pekerjaan yang lebih menjanjikan atau terkadang

berkaitan dengan masalah yang ada di kantor seperti

masalah dengan pimpinan atau lingkungan kerja. Hal

tersebut sangat sulit untuk dihindari perusahaan.

Sedangkan karyawan yang melakukan involuntary turnover yang

biasanya muncul dikarenakan adanya kematian, phk,

ataupun pemecatan karena ketidakcocokan antara

organisasi dengan karyawan lagi.

Menurut Mobley (1986, dalam Nisa Happy D.W. dkk,

2012) faktor-faktor yang mampu mempengaruhi turnover

karyawan dapat dibedakan menjadi dua faktor, yaitu

faktor organisasional dan faktor individual. Berikut

adalah faktor-faktor tersebut :

Faktor Organisasional yang mempengaruhi turnover

karyawan

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 22

a) Kategori-kategori jabatan

Price (1979) dalam penelitiannya berkesimpulan

bahwa pergantian karyawan lebih banyak terjadi

pada: (1) tenaga kerja kasar daripada tenaga

kerja halus, (2) tingkat-tingkat keterampilan

yang lebih rendah di kalangan tenaga kasar, (3)

kategori-kategori yang bukan manajerial.

b) Besar kecilnya Organisasi

Secara konseptual, besar-kecilnya organisasi

berhubungan dengan pergantian karyawan yang

tidak begitu banyak, karena organisasi-

organisasi lebih besar memiliki kesempatan-

kesempatan mobilitas intern yang lebih banyak,

seleksi personalia yang canggih, proses

manajemen sumber daya manusia, sistem imbalan

yang lebih bersaing, serta penelitian-penelitian

yang dicurahkan bagi pergantian karyawan.

c) Besar Kecilnya Unit Kerja

Besar kecilnya unit kerja berkaitan dengan

pergantian karyawan melalui faktor-faktor lain

seperti keterpaduan kelompok, personalisasi, dan

komunikasi.

d) Penggajian

Pergantian karyawan ada pada tingkat tertinggi

dalam industri-industri yang membayar

karyawannya dengan rendah.

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 23

e) Bobot Kerja

Maksud dari bobot kerja disini adalah hubungan

antara pergantian karyawan dengan ciri-ciri

pekerjaan tertentu, termasuk rutinitas atau

pengulangan tugas, autonomi dan tanggung jawab

pekerjaan.

Faktor Individual

a. Usia

Karyawan yang lebih muda lebih besar

kemungkinannya untuk keluar. Karyawan yang lebih

muda seringkali merasa mempunyai kesempatan lebih

banyak untuk mendapat pekerjaan baru dan memiliki

tanggung jawab kekeluargaan yang lebih kecil,

sehingga lebih mudah dalam menjalani mobilitas

pekerjaan.

b. Masa kerja

Turnover karyawan jauh lebih banyak terdapat

pada karyawan-karyawan dengan masa kerja lebih

singkat. Mangione (1973, dalam Happy D.W. dkk,

2012) dalam suatu telaah nasional yang

bervariasi, mendapati bahwa panjangnya masa

kerja adalah faktor peramal pergantian karyawan

yang terbaik.

c. Jenis Kelamin

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 24

Jenis kelamin dapat berpengaruh terhadap faktor-

faktor yang lain seperti jabatan dan tanggung

jawab keluarga.

d. Pendidikan

Kajian mengenai pendidikan banyak didasarkan

pada individu-individu dengan pendidikan yang

sama, makna pendidikan sebagai suatu faktor pun

patut untuk dipertanyakan jika mengingat

besarnya perbedaan mutu pendidikan.

e. Data Biografik

Menurut (Muchinsky dan Turtle, 1979 dalam Happy

D.W. dkk, 2012) kebanyakan dari sumber yang ada

menunjukkan bahwa data biografik bermanfaat bagi

prediktor turnover karyawan.

f. Kepribadian

Menurut Porter dan Steers (1973, dalam Happy

D.W. dkk, 2012), orang-orang yang meninggalkan

organisasi cenderung memiliki ujung batas

faktor-faktor kepribadian, seperti prestasi,

agresi, kemandirian dan kepercayaan pada diri

sendiri.

g. Minat

Apabila minat karyawan memiliki kemiripan atau

bahkan sama dengan syarat-syarat pekerjaan yang

diajukan oleh perusahaan, maka laju terjadinya

turnover karyawan akan semakin rendah.

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 25

h. Bakat dan kemampuan.

Apabila organisasi mempergunakan bakat yang

dimiliki oleh karyawan dalam pekerjaannya, maka

hal ini dapat menjadi faktor prediktor bagi

turnover karyawan.

2.1.6 Turnover Intention

Turnover intention menurut March dan Simon (1958)

merupakan adanya keinginan atau niatan dan

kesempatan untuk mengakhiri hubungan antara

karyawan dengan organisasi saat mereka bekerja

(Jeswani S dkk, 2012). Tidak seperti aktual

turnover, niat berpindah kerja (turnover intention)

bersifat tidak eksplisit dan merupakan suatu

pernyataan mengenai ketertarikan individu terhadap

perilaku tertentu (Berndt, 1981 dalam Long dkk,

2012). Pada penelitian sebelumnya dikatakan jika

intention to leave (keinginan untuk pindah) merupakan

penyabab langsung dari terjadinya turnover (Michael

& Spector, 1982, Lee dan Mowday, 1987 dalam

Riyanto, 2008). Saat karyawan merasa ingin pindah

kerja dikarenakan diluar terdapat tawaran pekerjaan

yang lebih baik, namun jika tidak ada tawaran yang

lebih baik maka emosional dan mental mereka akan

menunjukkan performa yang sangat menurun seperti

sering datang terlambat, sering bolos dan kurangnya

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 26

produktivitas dalam bekerja atau disebut dengan

kinerja yang menurun (Rus dan McNeily, 1995 dalam

Riyanto, 2008). Selain itu terdapat faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi turnover intention yaitu faktor

organisasi, faktor individual , serta harapan yang

berkaitan dengan pekerjaan dan pasar tenaga kerja

(Mobley dkk, 1979 dalam Jeswani S dkk, 2012).

2.2 Perspektif Teori

Budaya Kolektivisme yaitu cenderung untuk saling

bergantung dengan orang lain dan memiliki ikatan

emosional yang lebih besar yang dimiliki oleh setiap

individu (Hofstede 2005 dalam Susana T., 2006).

Terutama di Indonesia termasuk memiliki tingkat

kolektivisme yang tinggi. Ini menjadi suatu fenonema

yang hangat diperbincangkan sebab generasi Y merupakan

generasi yang lebih mementingkan kepentingnan sendiri,

dikarenakan generasi Y ini lahir pada jaman yang sudah

modern dan proses belajar sudah mampu diakses dengan

muda. Itu yang menyebabkan generasi ini termasuk

generasi yang paling memiliki pendidikan yang baik

dibandingkan generasi yang lainnya (Crampton, Suzanne

M. dkk, 2009).

Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin mengetahui

lebih lanjut, bagaimana gambaran turnover intention pada

karyawan yang khususnya karyawan generasi Y pada budaya

kolektivisme. Dikarenakan terdapat penelitian terdahulu

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 27

menyatakan jika turnover dan turnover intention dapat terjadi

akibat dari khrakateristik individu dan faktor tempat

bekerja (Minor et al., 2011 dalam dalam Griffin, Marie

L dkk, 2013). Namun pada penelitian yang dilakukan

Mitchell (et al., 2000 dalam Griffin dalam Griffin,

Marie L dkk, 2013) mengatakan bahwa tidak hubungan

antara kharakteristik individu yaitu umur dengan

turnover . Terdapat masalah lain yaitu adanya

kharakteristik yang tidak sesuai dengan masyarakat

Indonesia yang tergolong memiliki budaya kolektivisme

namun pada generasi Y lebih mengedepankan

kepentingannya sendiri.

Turnover intention merupakan sinyal awal akan

terjadinya turnover pada karyawan di perusahaan dia

bekerja. Pada penelitian sebelumnya dikatakan jika

intention to leave (keinginan untuk pindah) merupakan

penyabab langsung dari terjadinya turnover (Michael &

Spector, 1982, Lee dan Mowday, 1987 dalam Riyanto,

2008). Ketika karyawan sudah memiliki niatan untuk

pindah kerja, maka karyawa tersebut secara aktif akan

berusaha mencari kesempatan untuk bekerja lagi ditempat

yang berbeda. Disaat tempat kerja yang di dapatkan

lebih menjanjikan daripada perusahaan sebelumnya maka

karyawan akan semakin yakin untuk meninggalkan

pekerjaannya. Walaupun nantinya karyawan tersebut tidak

mendapatkan tempat bekerja yang lebih baik daripada

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 28

tempat kerja sebelumnya maka akan berdampak kepada

emosional dan mental mereka yang nantinya akan

menunjukkan performa yang sangat menurun seperti sering

datang terlambat, sering bolos dan kurangnya

produktivitas dalam bekerja atau disebut dengan kinerja

yang menurun (Rus dan McNeily, 1995 dalam Riyanto,

2008).

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 29

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Penelitian yang dilakukan penulis mengenai turnover

intention pada karyawan generasi Y dalam budaya

kolektivisme menggunakan pendekatan kualitatif.

Pendekatan kualitatif memiliki prosedur-prosedur yang

menghasilkan temuan yang didapatkan dari data-data yang

dikumpulkan melalui berbagai sarana. Penelitian

kualitatif ini terdapat prosedur-prosedur yang harus

digunakan sehingga menghasilkan data yang deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

dan perilaku yang diamati (Moleong, 2007). Pendekatan

ini dapat mengungkap dan memahami sesuatu di balik

fenomena karena pendekatan ini diarahkan pada latar dan

individu tersebut secara holistik (Moleong, 2007).

Dalam penelitian, peneliti secara sadar atau

tidak, dalam dirinya ada cara memandang hal atau

peristiwa. Cara memandang ini akan menjadi dasar

peneliti untuk bertindak dan berperilaku tertentu dalam

penelitiannya. Cara pandang ini memungkinkan peneliti

untuk membentuk perangkat kepercayaan dalam dirinya

yang didasarkan atas asumsi-asumsi tertentu yang

dinamakan aksioma atau paradigma. Untuk itu, perlu

pemahaman konsep mengenai paradigma dalam penelitian

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 30

(Moleong, 2007). Paradigma sendiri mengandung

pernyataan tentang dunia, cara pandang untuk

menyederhanakan kompleksitas dunia, dan karenanya,

dalam konteks pelaksanaan penelitian, memberi gambaran

pada kita mengenai apa yang penting, apa yang dianggap

mungkin dan sah untuk dilakukan, apa yang diterima akal

sehat (Patton dalam Poerwandari, 2005) sehingga dengan

sendirinya, paradigma yang diyakini, terlepas dari hal

tersebut tepat atau kurang tepat, bersifat self-validating

(Poerwandari, 2001).

Ada berbagai macam paradigma dalam penelitian

kualitatif. Sarantakos menyebutkan adanya dua paradigma

besar yang mendasari perkembangan ilmu pengetahuan

khususnya ilmu-ilmu sosial dan ilmu tentang manusia,

yakni paradigma positivistik dan dan paradigma

interpretif. Sarantakos masih menyebutkan satu

paradigma lagi, yakni paradigma kritikal, yang menyusul

berkembang dan memberi banyak masukan bagi ilmu

pengetahuan (Sarantakos dalam Poerwandari, 2001).

Dari ketiga paradigma yaitu positivisme,

interpretative/ fenomenologis dan critical (kritis)

penulis menggunakan paradigma

interpretative/fenomenologis. Paradigma memiliki

pendapat bahwa penelitian sosial tidak selalu dan

memiliki nilai instrumental untuk sampai pada peramalan

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 31

dan pengendalian fenomena sosial. Penelitian dilakukan

untuk mengembangkan pemahaman peneliti dengan mengerti

dan menginterpretasi apa yang ada di balik peristiwa,

latar belakang belakang pemikiran manusia yang terlibat

di dalamnya, serta bagaimana manusia meletakan makna

pada peristiwa yang terjadi. Pengembangan hukum umum

tidak menjadi tujuan penelitian, upaya-upaya

mengendalikan atau meramalkan juga tidak menjadi aspek

penting. Aspek subjektif manusia menjadi aspek penting

seperti yang diuraikan Sarantakos (Sarakantos dalam

Poerwandari, 2001).

Secara epistemologi, melalui pendekatan ini peneliti

dan subjek penelitian dapat saling berinteraksi. Sementara

dari sisi aksiologis, peneliti akan memperlakukan nilai,

etika, dan pilihan moral sebagai bagian integral dari

penelitian. Peneliti berperan sebagai fasilitator yang

menjembatani subyektivitas subyek dalam rangka memberikan

data mengenai fenomena yang ada. Melalui metode penelitian

fenomenologi ini, peneliti dapat mengetahui bagaimana

gambaran turnover intention pada karyawan generasi Y dalam

budaya kolektivisme mengetahui mengenai kecenderungan

generasi Y dalam budaya kolektivisme tersebut untuk

melakukan turnover.

Penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi

bertujuan untuk memberikan data secara mendetail dan

mendalam mengenai fenomena yang ada di laporan dan lapangan,

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 32

serta penulis merasakan kecocokan dengan kharakteristik

penelitian yang akan dilakukan dengan harapan mampu

mengeksplorasi mengenai penelitian turnover intention pada

karyawan generasi Y dalam budaya kolektivisme.

3.2. Unit Analisis

Unit analisis secara fundamental berkaitan dengan

masalah penelitian apa yang dimaksud dengan kasus dalam

penelitian yang dilakukan. Setiap studi kasus dan unit

analisis harus sejalan dengan apa yang dikaji peneliti

lain sebelumnya atau berbeda secara jelas dan

operasional. Dalam penelitian ini yang menjadi unit

analisis adalah :

1. Budaya Kolektivisme pada Negara Indonesia

2. Karyawan

Orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk

memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat

(UU Republik Indonesia No. 13 tahun 2003 Pasal 1)

3. Generasi Y

Generasi yang lahir sekitar tahun 1980- akhir

tahun 1990 (De Meuse, 2010)

4. Turnover Intention

Merupakan adanya keinginan atau niatan dan

kesempatan untuk mengakhiri hubungan antara

karyawan dengan organisasi saat mereka bekerja

(Jeswani S dkk, 2012)Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 33

3.3. Subjek Penelitian

Prosedur pemilihan sampel dalam penelitian

kualitatif umumnya menampilkan karakteristik:

1. Mengarahkan untuk tidak pada jumlah dengan

sampel yang besar, dan untuk kasus-kasus tipikal

sesuai dengan kekhususan masalah penelitian.

2. Menenentukannya tidak kaku, tetapi mampu berubah

jika dalam hal jumlah mapun kharakteristik

sampelnya, sesuai dengan pemahaman konspetual yang

berkembang dalam penelitian.

3. Tidak diarahkan pada keterwakilan (dalam arti

jumlah/peristiwa acak) melainkan pada kecocokan

konteks. (Sarantakos, 1993, dalam Poerwandari,

2001)

Berdasarkan karakteristik yang disebutkan diatas,

jumlah sampel dalam penelitian kualitatif tidak dapat

ditentukan secara tegas diawal penelitian (Poerwandari,

2001). Walaupun jumlah sampel tidak bisa ditentukan

secara tegas di awal penelitian, pemilihan sampel

menjadi subjek penelitian tetap ada. Untuk memilih

subjek, penelitian ini menggunakan pendekatan purposive,

yaitu sampel yang akan menjadi subjek peneltian tidak

diambil secara acak tetapi dipilih mengikuti kriteria

tertentu (Poerwandari, 2001). Sampel yang akan menjadi

subjek penelitian dipilih dengan kriteria tertentu,

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 34

berdasarkan teori atau konstruk operasional sesuai

studi-studi sebelumnya, atau sesuai tujuan penelitian

(Poerwandari, 2001). Adapun kriteria subjek penelitian

ini adalah:

1. Karyawan yang bekerja pada suatu perusahaan dalam

budaya kolektivisme

2. Karyawan minimal lama bekerja selama 1 tahun

3. Karyawan dengan usia 24 th- 19th

4. Karyawan yang memiliki niatan turnover intention

berdasarkan hasil skala likert yang telah penulis

sebar.

3.4 Teknik Penggalian Data

Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan untuk

menggali data adalah teknik skala likert dan wawancara:

3.4.1 Skala Likert

Anticipated Turnover Scale merupakan skala yang

dikembangkan oleh

Hinshaw dan Atwood pada tahun 1978 yang digunkan

untuk mengukur persepsi atau pendapat karyawan

mengenai kemungkinan untuk secara sukarela berhenti

dari pekerjaanya saat ini (Hinshaw & Atwood, 1984).

Skala ini terdiri dari 12 aitem dalam bentuk skala

likert dengan 7 pilihan respon jawaban (sangat

setuju (1) – sangat tidak setuju (7)).

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 35

Aitem-aitem pada skala ini berhubungan dengan

lamanya jangka waktu yang diantisipasi karyawan

untuk melakukan berhenti pada perusahaan dia

bekerja dan mengenai kepastian untuk berhenti

bekerja dari pekerjaannya. Ini digunakan untuk

memberikan informasi kepada peneliti terkait subjek

yang mengalami turnover intention yang nantinya dapat

langsung dilanjutkan pada tahap selanjutnya yaitu

penggalian data menggunakan wawancara.

Skor total yang didapatkan pada skala ini

dengan menjumlahkan tiap aitem dalam skala

berdasarkan angka dari tiap-tiap aitemnya. Semakin

tinggi skor individu menunjukkan semakin besar

keinginannya untuk meninggalkan posisi atau

pekerjaannya sekarang. Hasil respon memiliki rata-

rata > 3,5 dianggap sebagai indikasi untuk turnover

intention (Armstrong, 2004 dalam Almalki, 2012).

Menurut Hinshaw dan Atwood (1984), konstruk

validitas untuk ATS ini diperkirakan menggunakan

komponen utama faktor analisis dengan internal

konsistensi reliabilitas Alpha Cronbach sebesar

0,84 (Hinshaw & Atwood, 1984).

3.4.2 Wawancara

Wawancara adalah proses percakapan dan tanya

jawab yang dilakukan untuk mencapai tujuan

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 36

tertentu. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan

pengetahuan mengenai makan-makna subjektif yang

dipahami individu yang berkenaan dengan topik yang

diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi

terhadap isu tersebut (Banister dkk., 1994, dalam

Poerwandari, 2005).

Jenis wawancara yang akan dilakukan pada

penelitian ini adalah wawancara dengan pedoman

umum, dengan mencatumkan isu-isu yang harus dibahas

tanpa harus menentukan urutan pertanyaan. Agar

proses wawancara tidak terasa kaku dan mampu

mendapatkan informasi yang sesuai dengan fokus

penelitian. Selain itu, tema pertanyaan yang akan

dijawab subjek adalah tema yang masih bisa

berkembang dalam pelaksanaan wawancara nantinya.

Untuk memberikan hasil yang maksimal pada

penelitian kualitatif ini peneliti menggunakan

sumber informasi dari minimal 2 sumber yang berbeda

dan adanya proses wawancara dengan significant others

yang dekat dengan subjek selama di tempat kerja.

3.4.3. Catatan Lapangan

Saat wawancara peneliti juga melakukan pencatatan

lapangan selama proses pengambilan data dilakukan.

Pencatatan lapangan dilakukan untuk memberikan data

pendukung dan kredibilitas, dengan cara mendeskripsikan

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 37

mengenai hal-hal yang diamati yang di rasa penting oleh

peneliti. Penulisan catatan lapangan dapat dilakukan

dengan cara yang berbeda-beda, yang terpenting dapat

diingat adalah catatan lapangan mutlak dibuat secara

lengkap, dengan keteranga tanggal dan waktu yang juga

lengkap.

Bila pencatatan tidak mungkin dilakukan di

lapangan, maka hal tersebut harus dilaukukan sesegera

mungkin setelah peneliti meninggalkan lapangan.

Peneliti harus menyadari bahwa peneliti tidak hanya

dapat mengandalkan ingatannya saja, dan bila ia tidak

sesegera mencatat apa yang diamatinya, sangat mungkin

peneliti kehilangan nuansa apa yangdi amatinya. Catatan

lapangan harus dekriptif, diberi tanggal dan waktu dan

dicatat denga menyertakan informasi-informasi

dasarseperti dimana observasi dilakukan. Catatan

lapangan akan menjadi sangat penting saat peneliti

melakukan analisis serta menyusun laporannya

(Poerwandari 2001)

Banister, dkk (1994) mengusulkan agar hal-hal

dibawah ini diperhatikan saat melakukan pencatatan

lapangan :

a. Deskripsi konteks

b. Deskripsi tentang siapa yang melakukan

observasi

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 38

c. Deskripsi tentang perilaku yang ditampilkan

d. Interprestasi sementara peneliti terhadap

kejadian yang di amati

(dipisahkan dari catatan deskriptif)

e. Pertimbangan tentang alternatif interpretasi

lainnya

f. Eksplorasi perasaan dan penghayatan peneliti

terhadap kejadian yang diamati

Bila relevan dan memungkinkan, catatan lapangan

juga perlu diisi kutipan-kutipan langsung apa yang

dikatakan obyek yang diamati sealama proses wawancara

atau observasi berlangsung (Poerwandari 2001)

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 39

3.5 Teknik Pengorganisasian dan Analisis Data

Setelah mendapatkan data yang relevan, tahap

selanjutnya adalah melakukan analisis data. Dalam

menganalisis data pada penelitian ini, peneliti

merujuk pada model analisis data yang dikemukakan

oleh Poerwandari (2001), yaitu:

3.5.1 Pengorganisasian Data

Pengolahan dan analisis data yang sesungguhnya,

dimulai dengan mengorganisasikan data. Highlen dan

Finley (1996) mengemukakan bahwa organisasi data

yang sistemastis memungkinkan peneliti untuk :

a.Memperoleh kualitas data yang baik

b.Mendokumentasikan analisis yang dilakukan

c.Menyimpan data dan analisis yang berkaitan

dalam penyelesaian penelitian.

Hal–hal yang penting untuk disimpan dan

diorganisasi adalah (Poerwandari, 2005) :

a.Data mentah (hasil rekaman)

b.Data yang sudah diproses sebagiannya

(transkripsi wawancara, catatan refleksi

peneliti)

c.Data yang sudah ditandai/dibubuhi kode–kode

spesifik

d.Penjabaran kode–kode dan kategori–kategori

secara luas melalui skema

e.Memo dan draft insight untuk analisis data

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 40

f.Catatan pencarian dan penemuan, yang disusun

untuk memudahkan pencarian berbagai kategori

data.

g.Display data melalui skema atau jaringan

informasi dalam bentuk padat atau esensial

h.Episode analisis (dokumentasi dari langkah–

langkah dan proses penelitian)

i.Dokumentasi umum yang kronologis mengenai

pengumpulan data dan langkah analisis

j.Daftar indeks dari semua material

k.Teks laporan

3.5.2 Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan adalah analisis

tematik. Penggunaan analisis tematik memungkinkan

peneliti menelukan “pola” yang pihak lain tidak

melihatnya secara jelas. Pola atau tema tersebut

tampil seolah secara acak dalam tumpukan informasi

yang tersedia. Setelah kita menemukan pola, kita

akan mengklasifikasikan atau mengkode pola

tersebut dengan memberi label, definisi atau

deskripsi (Boyatzis, dalam Poerwandari, 2005)

Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasi

dan mensistematisasi data secara lengkap dan

mendetail sehingga dapat memunculkan gambaran

tentang topik yang dipelajari (Poerwandari, 2005).

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 41

Dalam menganalisis transkrip, peneliti dapat

pula mengikuti langkah–langkah analisis yang

disarankan Strauss dan Corbin (dalam Poerwandari,

2005):

a. Koding terbuka (open coding) dalam tahap open

coding memungkinkan peneliti mengidentifikasi

kategori–kategori, property–property dan dimensi–

dimensinya.

b. Koding Axial (axial coding), mengorganisasi data

melalui dikembangkannya hubungan–hubungan

(koneksi) diantara kategori–kategori, atau

diantara kategori dengan sub kategori–kategori

dibawahnya.

c. Koding Selektif (selective coding), melalui mana

peneliti menyeleksi kategori yang paling

mendasar, secara sistematis menghubungkannya

dengan kategori–kategori lain dan memvalidasi

hubungan–hubungan tersebut.

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 42

3.6 Teknik Pemantapan Kredibilitas Penelitian

Menurut Lincoln dan Guba, paling sedikit ada empat

kriteria utama gunamenjamin keabsahan hasil

penelitian kualitatif (Poerwandari, 2005), yaitu:

a.Transferbilitas

Berupa pertanyaan yang empirik tidak dijawab oleh

peneliti itu sendiri, tetapi dijawab dan dinilai

oleh pembaca laporan penelitian. Hasil penelitian

kualitatif mempunyai standar transferbilitas yang

tinggi apabila para pembaca laporan penelitian

memperoleh gambaran dan pemahaman yang jelas

tentang konteks dan fokus penelitian.

b.Kredibilitas

Istilah validitas dan reliabilitas penelitian

dalam penelitian kualitatif yang paling sering

digunakan adalah kredibilitas (Jorgensen, 1989;

Patton, 1990; Leininger, 1994 ; Lincoln dan Cuba

dalam Marshall dan Rosman, 1995 dalam Poerwandari,

2005). Kredibilitas studi kualitatif terletak pada

keberhasilannya mampu mencapai eksplorasi masalah

atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok

sosial atau pola interaksi yang kompleks.

Deskripsi yang mendalam yang menjelaskan

kemajemukan (kompleksitas) aspek–aspek yang

terkait dan interaksi dari berbagai aspek menjadi

salah satu ukuran kredibilitas penelitianPenelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 43

kualitatif (Poerwandari, 2005). Adapun upaya yang

dilakukan peneliti untuk mencapai kredibilitas

adalah dengan cara sebagai berikut:

1. Konsisten pada satu paradigma awal

penelitian.

2. Peneliti melakukan pendekatan

personal terlebih dahulu dengan subyek.

3. Membuat pertanyaan panduan yang

merujuk pada konsep personal brand sebagai

kerangka agar selama proses wawancara dan

analisa data tidak melebar.

c. Konfirmabilitas

Konfirmabilitas (Confirmability) merupakan konstruk

terakhir untuk menggantikan konsep mengenai

obyektifitas. Obyektifitas dapat diartikan sebagai

sesuatu yang muncul (emergent) dari hubungan subyek–

subyek yang terinteraksi. Hal tersebut membuat

obyektivitas dilihat sebagai konsep

intersubyektivitas, terutama dalam rangka

‘pemindahan’ dari data yang subyektivitas kearah

generalisasi data (data obyektif) (Poerwandari,

2005). Upaya yang ditempuh oleh peneliti untuk

mencapai obyektivitas pada penelitian mengenai

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 44

perkembangan psikososial intimasi kali ini adalah

dengan mengungkapkan proses dan elemen–elemen

penelitiannya kepada orang lain secara terbuka

sehingga memungkinkan orang lain menilai hasil

penelitian ini.

d.Dependabilitas

Lincoln dan Guba (dalam Poerwandari, 2005)

mengusulkan suatu konstruk lain untuk menggantikan

istilah reliabilitas dalam penelitian kualitatif

yakni dependabilitas. Adapun jenisnya antara lain :

1. Koherensi, yakni bahwa metode yang dipilih

memang mencapai tujuan yang diinginkan.

2. Keterbukaan, sejauh mana peneliti membuka

diri dengan memanfaatkan metode–metode yang

berbeda untuk mencapai tujuan.

3. Diskursus, sejauh mana dan seintensif apa

peneliti mendiskusikan temuan dan analisisnya

dengan orang lain (Sarantoks, 1993 dalam

Poerwandari, 2005)

Melalui konstruk ini peneliti memperhitungkan

perubahan–perubahan yang mungkin terjadi menyangkut

fenomena–fenomena yang diteliti, juga perubahan

dalam desain sebagai hasil pemahaman yang lebih

mendalam tentang setting yang diteliti

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 45

(Poerwandari, 2005). Upaya yang dilakukan peneliti

agar memenuhi standar dependibilitas :

1. Mencatat hal–hal penting serinci mungkin,

mencakup catatan pengamatan obyektif terhadap

setting, partisipan, atau hal lain yang

terkait. Terutama ketika proses wawancara

dilakukan.

2. Konsultasi dengan dosen terkait dengan tema

penelitian, serta membaca referensi tambahan

berkaitan dengan personal branding serta

mengevaluasi proses wawancara.

3. Melakukan pengecekan kembali data terkait

dengan hasil-hasil wawancara.

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 46

DAFTAR PUSTAKA

Almalki, Mohammed Jubran. (2012). Quality of Work Life and

Turnover Intention in Primary Healthcare Organisations: A Cross-

Sectional0 x=h Study of Registered Nurses in Saudi Arabia.

Queensland University of Technology.

Crampton, Suzanne M., dkk. (2009). Generation Y: Unchartered

Territory. Journal of Business & Economics Research –

April, 2009 Volume 7, Number 4.

De Meuse, Kenneth P., Mlodzki, Kevin J. 2010. A Second

Look at Generational Differences in the Workforce : Implications for HR

and Talent Management. Korn/Ferry Leadership and Talent

Consulting, 33, 2, 51-58

Griffin, Marie L., Nancy L. Hogan dan Eric G. Lambert.

2013. Career Stage Theory and Turnover Intent Among Correctional

Officers. Criminal Justice and Behavior. 2014 41: 4

originally published online 16 September 2013.

Jeswani , Saket dan Sumita Dave. 2012. Impact of Individual

Personality on Turnover Intention: A Study on Faculty Members.

Journal of Management and Labour Studies 2012 37:253

Long, Choi Sang., Perumal, Panniruky., Ajagbe, M.A.

(2012). The Impact of HRM Practices on Employees’ Turnover

Intention: A Conceptual Model. Journal of Contemporary

Research in Business, 4 (2), 629-641.

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 47

Nisa, Happy D.W., Suharsono, Yudi., Ingarianti, Tri M.

(2012). Hubungan antara Iklim Organisasi dengan

Intensi Turnover pada Karyawan. Prosiding Seminar

Nasional Peran Budaya Organisasi Terhadap Efektivitas dan

Efisiensi Organisasi, Indonesia, 74-94.

Poerwandari, E.K. (2001). Pendekatan Kualitatif dalam

Penelitian Psikologi. Jakarta: LPSP3 Fakultas Psikologi

UI

Riyanto, Makmun. (2008). Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Keinginan Karyawan Berpindah Kerja.

Jurnal Pengembangan Humaniora, 8 (3), 115-121.

Schultz, Duane and Sydney. 2010. Psychologhy and Work Today.

Upper Saddle River : Prentice Hall.

Septarini, B.G dan Ino, Yuwono. 2010. Pengaruh Budaya

Kolektivisme terhadap Kompetensi Inti pada Kelompok Lini Manajerial

PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Fakultas Psikologi

Universitas Airlangga

Sibarani R. (2013) 37% Karyawan di Indonesia adalah Generasi Y,

Sudah Siapkah Organisasi

Anda?.www.dunamis.co.id/index.php/knowledge/details/press/155

Diakses pada tanggal 12 April 2014.

Simanjuntak, Payaman, J. (2002). Undang-Undang yang Baru

tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Kantor Perburuhan

Internasional: Jakarta

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 48

Susana, Tjipto. (2006). Evaluasi Terhadap Asumsi Teoritis

Individualisme dan

Kolektivisme: Sebuah Studi Meta Analisis. Jurnal Psikologi

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Volume

33 No. 1, 33-49

Tnay, e., Othman, A.E.A., Siong, H.C., dan Lim, S.L.O.

(2013). The influences of job satisfaction and

organizational commitment on turnover intention.

Procedia – social and behavioral sciences, 97, 201-208.

Undang- Undang Republik Indonesia. (2003). UNDANG-

UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003

TENTANG KETENAGAKERJAAN.

http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_13_03.htm Diakses

pada tanggal 7 Juli 2014.

Penelitian Psikologi Lintas Budaya Mirza Alnadya - 111111157 Page 49