Survei Darah Jari di Kabupaten Tanjung Jabung Timur ...

10
https://doi.org/10.22435/vektorp.v12i2.839 Survei Darah Jari di.......... (Yenelza Supranelfy, et. al.) Survei Darah Jari di Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi Tahun 2017 Finger Blood Survey in Tanjung Jabung Timur District Jambi Province 2017 Balai Litbangkes Baturaja, Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI Jl. Jend. A. Yani KM 7 Kemelak, Baturaja, Sumatera Selatan, Indonesia INFO ARTIKEL Article History: Received: 28 Nov. 2018 Revised: 10 Jul. 2019 Accepted: 10 Jul. 2019 Keywords: Evaluation; Filariasis; Microfilaria rate; Tanjung Jabung Timur. Tanjung Jabung Timur Regency conducted Mass Drug Prevention (POPM) Filariasis for five consecutive years (2012 up to 2016). The results of the evaluation of the prevalence of microfilaria in the third year (2014) indicated POPM Mf rate in the Regency Tanjung Jabung Timur of 0.83%. Activities conducted after implementation of the POPM filariasis fifth-year evaluation survey was the survey of filariasis transmission. The purpose of this survey was to detect filarial worms in the community, assessed filarial numbers (Microfilaria rate/Mf rate) in the study area, identified the characteristics of the research subjects (age, sex, education, occupation, history of recurrent fever) and identified treatment history and behavior in society. Survey conducted in Nibung Putih Village and Rantau Karya Village in July 2017. Site selection was conducted by the Tanjung Jabung Timur District Health Office based on the results of research conducted in 2014 and villages bordering filariasis endemic villages. The activities conducted were blood finger examination and interview to the respondent which was done from 20.00 until 00.00. Samples collected were 602 individuals. The collected blood specimen was then stained using Giemsa 5% for 30 minutes then read under a microscope to determine the species of filarial worm found. The survey results obtained two new filariasis sufferers in Nibung Putih Village, with Brugia malayi species. The Mf rate in East Tanjung Jabung Regency is 0.33 percent or less than 1%. The results of the pre-TAS previously in the same year obtained a Mf rate in Tanjung Jabung Timur District of 0.82%. with a Mf rate of 1.29% in sentinel villages. Based on the two survey results, it shows that there is still a high risk of filariasis transmission, then POPM is continued for at least 2 years in succession (6th and 7th POPM filariasis). The administration of drugs to positive patients is in accordance with the treatment procedure and increases the coverage of treatment in the 6th and 7th years, namely to supervise taking medication by ensuring the drug is taken directly in front of the health worker or cadre. ABSTRACT/ABSTRAK Kata kunci: Evaluasi; Filariasis; mikrofilaria rate; Tanjung Jabung Timur; Kabupaten Tanjung Jabung Timur telah melaksanakan kegiatan pemberian obat pencegahan massal (POPM) filariasis selama lima tahun berturut-turut (2012-2016). Hasil evaluasi prevalensi mikrofilaria pada tahun ketiga POPM (2014) menunjukkan mikrofilaria rate (Mf rate) di Kabupaten Tanjung Jabung Timur sebesar 0,83%. Kegiatan yang dilakukan setelah pelaksanaan POPM filariasis tahun kelima adalah survei evaluasi penularan filariasis. Tujuan survei ini adalah untuk mendeteksi cacing filaria pada masyarakat, menilai angka filaria (Microfilaria rate/Mf rate) di daerah penelitian, identifikasi karakteristik subyek penelitian (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, riwayat demam berulang) serta identifikasi riwayat pengobatan dan perilaku pada masyarakat. Survei dilakukan di Desa Nibung Putih dan Desa Rantau Karya pada Juli 2017. Pemilihan lokasi dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tanjung Jabung Timur berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2014 dan desa yang berbatasan dengan desa endemis filariasis. Kegiatan yang dilakukan adalah pemeriksaan darah jari dan wawancara kepada responden yang dilakukan mulai pukul 20.00 WIB sampai dengan 00.00 WIB. Sampel yang dikumpulkan sebanyak 602 individu. Spesimen darah yang telah terkoleksi kemudian dilakukan pewarnaan dengan menggunakan Giemsa 5% selama 30 menit lalu dibaca di bawah mikroskop untuk menentukan spesies cacing filaria yang ditemukan. Hasil survei mendapatkan dua orang penderita baru filariasis di Desa Nibung Putih, dengan spesies Brugia malayi Angka Mf rate di Kabupaten Tanjung Jabung Timur sebesar 0,33 persen atau kurang dari 1 %. Hasil pre-TAS sebelumnya di tahun yang sama didapatkan angka Mf rate Kontribusi: Kontributor Utama dalam artikel ini adalah Yanelza Supranelfy, Nungki Hapsari S., dan Santoso. Adapun yang berperan sebagai Kontributor Anggota adalah Sulfa Esi Warni, Nur Inzana, Ade Verientic Satriani, Deriansyah Eka Putra, dan Betriyon. 87 Yanelza Supranelfy*, Sulfa Esi Warni, Nur Inzana, Ade Verientic Satriani, Deriansyah Eka Putra, Betriyon, Nungki Hapsari S., dan Santoso

Transcript of Survei Darah Jari di Kabupaten Tanjung Jabung Timur ...

https://doi.org/10.22435/vektorp.v12i2.839

SurveiDarahJaridi..........(YenelzaSupranelfy,et.al.)

SurveiDarahJaridiKabupatenTanjungJabungTimurProvinsiJambiTahun2017

FingerBloodSurveyinTanjungJabungTimurDistrictJambiProvince2017

BalaiLitbangkesBaturaja,BadanLitbangKesehatan,KementerianKesehatanRIJl.Jend.A.YaniKM7Kemelak,Baturaja,SumateraSelatan,Indonesia

INFOARTIKEL

ArticleHistory:Received:28Nov.2018Revised:10Jul.2019Accepted:10Jul.2019

Keywords:Evaluation;Filariasis;Microfilariarate;TanjungJabungTimur.

TanjungJabung TimurRegencyconductedMassDrugPrevention(POPM)Filariasisforfiveconsecutiveyears(2012upto2016).Theresultsoftheevaluationoftheprevalenceofmicrofilaria in the third year (2014) indicatedPOPMMf rate in theRegencyTanjungJabungTimurof0.83%.ActivitiesconductedafterimplementationofthePOPMfilariasisfifth-yearevaluationsurveywasthesurveyoffilariasistransmission.Thepurposeofthissurvey was to detect filarial worms in the community, assessed filarial numbers(Microfilariarate/Mfrate)inthestudyarea,identifiedthecharacteristicsoftheresearchsubjects (age, sex, education, occupation, history of recurrent fever) and identifiedtreatmenthistoryandbehaviorinsociety.SurveyconductedinNibungPutihVillageandRantauKaryaVillageinJuly2017.SiteselectionwasconductedbytheTanjungJabungTimurDistrictHealthOfficebasedontheresultsofresearchconductedin2014andvillagesbordering filariasis endemic villages. The activities conducted were blood fingerexaminationand interview to the respondentwhichwasdone from20.00until 00.00.Samplescollectedwere602individuals.ThecollectedbloodspecimenwasthenstainedusingGiemsa5%for30minutesthenreadunderamicroscopetodeterminethespeciesoffilarialwormfound.ThesurveyresultsobtainedtwonewfilariasissufferersinNibungPutihVillage,withBrugiamalayispecies.TheMfrateinEastTanjungJabungRegencyis0.33 percent or less than 1%. The results of the pre-TAS previously in the same yearobtainedaMfrateinTanjungJabungTimurDistrictof0.82%.withaMfrateof1.29%insentinelvillages.Basedonthetwosurveyresults,itshowsthatthereisstillahighriskoffilariasistransmission,thenPOPMiscontinuedforatleast2yearsinsuccession(6thand7thPOPMfilariasis).Theadministrationofdrugstopositivepatientsisinaccordancewiththetreatmentprocedureandincreasesthecoverageoftreatmentinthe6thand7thyears,namelytosupervisetakingmedicationbyensuringthedrugistakendirectlyinfrontofthehealthworkerorcadre.

ABSTRACT/ABSTRAK

Kata kunci:Evaluasi;Filariasis;mikrofilaria rate;Tanjung Jabung Timur;

Kabupaten Tanjung Jabung Timur telah melaksanakan kegiatan pemberian obat pencegahan massal (POPM) filariasis selama lima tahun berturut-turut (2012-2016). Hasil evaluasi prevalensi mikrofilaria pada tahun ketiga POPM (2014) menunjukkan mikrofilaria rate(Mf rate) di Kabupaten Tanjung Jabung Timur sebesar 0,83%. Kegiatan yang dilakukan setelah pelaksanaan POPM filariasis tahun kelima adalah survei evaluasi penularan filariasis. Tujuan survei ini adalah untuk mendeteksi cacing filaria pada masyarakat, menilai angka filaria (Microfilaria rate/Mf rate) di daerah penelitian, identifikasi karakteristik subyek penelitian (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, riwayat demam berulang) serta identifikasi riwayat pengobatan dan perilaku pada masyarakat. Survei dilakukan di Desa Nibung Putih dan Desa Rantau Karya pada Juli 2017. Pemilihan lokasi dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tanjung Jabung Timur berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2014 dan desa yang berbatasan dengan desa endemis filariasis. Kegiatan yang dilakukan adalah pemeriksaan darah jari dan wawancara kepada responden yang dilakukan mulai pukul 20.00 WIB sampai dengan 00.00 WIB. Sampel yang dikumpulkan sebanyak 602 individu. Spesimen darah yang telah terkoleksi kemudian dilakukan pewarnaan dengan menggunakan Giemsa 5% selama 30 menit lalu dibaca di bawah mikroskop untuk menentukan spesies cacing filaria yang ditemukan. Hasil survei mendapatkan dua orang penderita baru filariasis di Desa Nibung Putih, dengan spesies BrugiamalayiAngka Mf rate di Kabupaten Tanjung Jabung Timursebesar 0,33 persen atau kurang dari 1 %. Hasil pre-TAS sebelumnya di tahun yang sama didapatkan angka Mf rate

Kontribusi:K o n t r i b u t o r U t a m a dalam artikel ini adalah Ya n e l z a S u p r a n e l f y, Nungki Hapsari S., dan Santoso. Adapun yang b e r p e r a n s e b a g a i Kontributor Anggota adalah Sulfa Esi Warni, Nur Inzana, Ade Verientic Satriani, Deriansyah Eka Putra, dan Betriyon.

87

Yanelza Supranelfy*, Sulfa Esi Warni, Nur Inzana, Ade Verientic Satriani,Deriansyah Eka Putra, Betriyon, Nungki Hapsari S., dan Santoso

88

*Alamat Korespondensi : email:[email protected]

© 2019 Jurnal Vektor Penyakit. All rights reserved

sebesar 0,82%. dengan angka Mfrate 1,29% di desa sentinel. Berdasarkan kedua hasil survei tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat risiko penularan filariasis yang tinggi, maka POPM dilanjutkan minimal dua tahun berturut-turut (POPM filariasis tahun ke-6 dan ke-7). Pemberian obat kepada penderita positif sesuai dengan prosedur pengobatan serta meningkatkan cakupan pengobatan pada tahun ke-6 dan ke-7 yaitu melakukan pengawasan minum obat dengan memastikan obat diminum langsung di depan petugas kesehatan atau kader.

Kegiatan di Loka Litbang P2B2 Baturaja diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Dinas Kesehatan dalam mengatasi masalah kesehatan yang berhubungan dengan vektor. Salah satu kerjasama yang telah dilakukan adalah penelitian mengenai �i lariasis bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Tanjung Jabung Timur mulai tahun 2013. Hasil penelitian tahun 2013 menunjukkan bahwa adanya pemberian promosi kesehatan meningkatkan persentase penduduk yang bersedia minum obat

1pencegahan �ilariasis. Permintaan penelitian berlanjut pada tahun 2014 dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tanjung Jabung Timur untuk mengevaluasi prevalensi mikro�ilaria setelah POPM �ilariasis tahun ketiga. Hasil yang didapatkan dari penelitian adalah angka Micro�ilaria rate (Mf rate) di Kabupaten

2Tanjung Jabung Timur sebesar 0,83%.

Kabupaten Tanjung Jabung Timur telah melakukan Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) selama lima tahun dari 2012-2016. Tahapan yang dilakukan sesudah POPM tahun kelima adalah evaluasi prevalensi mikro�ilaria (pre-TAS) pada 6-11 bulan setelah pelaksanaan POPM yang dilakukan di desa sentinel dan desa spot pada saat

3 , 4pemetaan �ilariasis. Dinas Kesehatan Kabupaten Tanjung Jabung Timur telah melakukan permohonan secara tertulis kepada Loka Litbang P2B2 Baturaja untuk melaksanakan pemeriksaan darah jari sebagai bahan evaluasi dari hasil pelaksanaan POPM menuju Eliminasi Filariasis 2020.

Pelaksanaan pre-TAS yang sebelumnya akan dilakukan oleh Loka Litbang P2B2 Baturaja, telah dilakukan terlebih dahulu oleh subdit �ilariasis Dirjen P2PTVZ dengan hasil Mf rate 1,29% di desa Talang Babat (sentinel). Hasil ini menunjukkan bahwa masih terdapat

PENDAHULUAN

LokasidanWaktuPenelitian. Survei Darah Jari (SDJ) dilakukan di dua desa yaitu Desa Rantau Karya dan Desa Nibung Putih Kabupaten Tanjung Jabung Timur pada bulan Juli 2017. SurveiDarah Jari.Pengambilan darah bagi keluarga dan tetangga penderita hanya dilakukan satu kali untuk pemeriksaan mikroskopis. Pengambilan darah keluarga dan tetangga dilakukan yang telah disepakati. Mengingat periodisitas �ilaria di Provinsi

6Jambi bersifat sub periodik nokturnal, dan sesuai dengan pedoman dari Kementerian Kesehatan RI (2012) dan pedoman WHO (2011) pemeriksaan darah jari dilakukan pada malam hari dimulai pada pukul 20.00

7WIB sampai dengan selesai. Langkah pemeriksaan darah jari adalah :

risiko penularan �ilariasis yang tinggi, maka POPM dilanjutkan minimal dua tahun berturut-turut (POPM �ilariasis tahun ke-6 dan ke-7) dengan cakupan minum obat minimal 65% dari total jumlah penduduk. Tindakan untuk hasil yang positif adalah pemberian obat sesuai dengan pengobatan

5 penderita �ilariasis.

Berdasarkan hal tersebut, maka survei yang dilakukan oleh Loka Litbang P2B2 Baturaja kemudian diarahkan untuk desa yang bukan termasuk dalam desa sentinel dan spot . Tujuan survei ini adalah untuk mendeteksi cacing �ilaria pada masyarakat, menilai angka �ilaria (Micro�ilaria rate/Mfrate) di daerah penelitian, identi�ikasi karakteristik subyek penelitian (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, riwayat demam berulang) serta identi�ikasi riwayat pengobatan dan perilaku pada masyarakat.

BAHANDANMETODE

Me m p e rs i a p ka n fo rm u l i r S D J S e t i a p penduduk yang akan diambil sediaan darah

Pembuatan Larutan Giemsa. Membuat cairan buffer pH 7,2 dengan cara melarutkan 1 tablet buffer forte ke dalam 1.000ml air bersih dan jernih. Cairan buffer dapat diganti dengan a i r m i n e r a l y a n g m e m i l i k i p H 7 , 2

®(Aqua ).Membuat larutan giemsa dengan melarutkan cairan giemsa dengan cairan buffer dengan perbandingan 1 : 20. Untuk mewarnai 500 sediaan darah jari dibutuhkan larutan giemsa sebanyak + 500 ml (25 ml cairan giemsa dan 500 ml cairan buffer pH

87,2). Pewarnaan Sediaan Darah Jari. Sediaan darah jari diletakkan sejajar di tempat yang datar. Sebelum diwarnai, sediaan darah dihemolisis dengan aquadest kemudian di�iksasi dengan metanol absolut. Sediaan darah jari diwarnai dengan cara ditetesi dengan larutan giemsa sampai semua permukaan sediaan tergenang larutan giemsa dan diamkan selama 30 menit. Setelah 30 menit, bilas sediaan dengan air bersih dan dikeringkan dalam suhu kamar selama 24 –

8 72 jam.Pemeriksaan Mikroskopis. Sediaan darah yang sudah diwarnai selanjutnya diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran rendah (10 x 10). Hal yang perlu dicatat dari hasil pemeriksaan diantaranya yaitu kepadatan m i k r o � i l a r i a . P e n e n t u a n k e p a d a t a n mikro�ilaria diperoleh dengan cara mencatat jumlah seluruh mikro�ilaria dan spesies yang ditemukan dalam sediaan darah. Tulis hasil

dicatat dalam formulis SDJ, yaitu nomor urut, nama, umur, jenis kelamin dan kode. Kaca benda (slide) yang sudah bersih diberi nomor sesuai dengan nomor penduduk yang diperiksa. Ujung jari manis dibersihkan dengan kapas alkohol 70% dan setelah kering ditusuk tegak lurus alur garis pada jari tangan dengan lancet sehingga darah menetes keluar. Tetesan darah pertama yang keluar dihapus dengan kapas kering, kemudian tetesan darah selanjutnya diteteskan sebanyak tiga tetes (diperkirakan 60µl) pada kaca benda yang telah disiapkan. Tetesan darah dilebarkan dengan menggunakan ujung kaca objek yang lain sehingga membentuk spesimen darah tebal yang berbentuk tiga garis paralel masing-masing berukuran 0,5x4 cm/20µl. Sediaan darah dikeringkan selama 24 – 72 jam pada suhu kamar dengan menyimpan di slideboxdan diletakkan di tempat yang aman.

Angka mikro�ilaria (Mfrate) dihitung dengan rumus:

Spesies mikro�ilaria. Penentuan spesies mikro�ilaria dengan memeriksa di bawah mikroskop dengan perbesaran tinggi (10 x 40). Terdapat tiga spesies mikro�ilaria penyebab �ilariasis di Indonesia, yaitu Brugiamalayi, Brugia timori dan Wuchereriabancrofti. Perbedaan spesies berdasarkan morfologi/karakteristik mikro�ilaria yang ditemukan. Cacing W.bancrofti berbentuk melengkung mulus, perbandingan lebar dan panjang kepala 1:1, sarung tidak berwarna, ukuran panjang 240-300µ, dan inti badan tersusun rapi. Bentuk cacing B.malayimelengkung kaku dan patah, perbandingan lebar dan panjang kepala 1:2, warna sarung merah muda, panjang 175-230µ, inti badan berkelompok, jumlah inti pada ekor dua buah, ujung ekor agak tumpul. Spesies cacing B.timori memiliki bentuk melengkung kaku dan patah, perbandingan lebar dan panjang kepala 1:3, sarung tidak berwarna, panjang 265-325µ, inti badan berkelompok, terdapat

Faktor pengali ditetapkan berdasarkan volume darah yang diambil. Berikut tabel faktor pengali untuk menghitung kepadatan

9rata-rata mikro�ilaria.

pemeriksaan dalam kaca benda dan formulir hasil pemeriksaan. Kepadatan rata-rata mikro�ilaria hasil survei darah jari di satu desa adalah angka rata-rata mikro�ilaria per mililiter darah dengan rumus :

Kepadatan =Jumlah seluruh mikrofilaria

Jumlah orang yang positifx faktor pengal i

Tabel1. Volume darah pada spesimen darah jari dan faktor pengali

No Volumedarah Faktorpengali

1 2 3 4 5

20 µL 40 µL 60 µL 80 µL

100 µL

50 25

16,75 12,5

10

Mf rate = x 100%Jumlah sediaan positif mikro�ilaria

Jumlah sediaan darah diperiksa

89

SurveiDarahJaridi..........(YenelzaSupranelfy,et.al.)

Penduduk yang diperiksa darahnya berumur antara 5-85 tahun dengan rerata umur 34 tahun. Proporsi umur dan jenis kelamin yang paling dominan diperiksa

dua buah inti tambahan, ujung ekor agak 8tumpul.

HASIL KarakteristikSubyekSurvei.

adalah 26-35 tahun dan berjenis kelamin laki-laki. Pendidikan yang paling banyak adalah lulusan sekolah dasar. Sebanyak 602 responden yang diwawancarai mempunyai pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sisanya bekerja sebagai petani, swasta, wiraswasta dan PNS. Sebanyak 5,32% menyatakan pernah mengalami demam berulang dalam satu tahun terakhir.

No KarakteristikSubyekSurvei Jumlah Persen(%)1

2

3

4

5

Kelompokumur(tahun)<15 16-25 26-35 36-45 46-55 >55

Jeniskelamin

Laki-laki Perempuan

PendidikanBelum sekolah Tidak tamat SD SD SMP SMA Diploma S1

Pekerjaan

PNS Petani Swasta Wiraswasta IRT Lainnya Tidak bekerja

Riwayatdemamberulang

Ya Tidak

91 85

157 129 65 75

309 293

6 46

237 128 147 12 26

30 119 109 16

173 6

149

32 570

15,12 14,12 26,08 21,43 10,80 12,46

51,33 48,67

1,00 7,64

39,37 21,26 24,42 1,99 4,32

5,00 19,80 18,10 2,70

28,70 1,00

24,80

5,32 94,68

Tabel2. � Karakteristik responden di Desa Nibung Putih dan Rantau Karya, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi Tahun 2017

90

Jumlah se luruh penduduk yang diperiksa sebanyak 602 orang yang terbagi menjadi 300 penduduk di Desa Nibung Putih dan 302 penduduk di Desa Rantau Karya. Hasil pemeriksaan didapatkan dua orang positif mikro�ilaria di Desa Nibung Putih. Jenis mikro�ilaria yang ditemukan adalah Brugia malayi dengan kepadatan masing-masing empat. Angka mikro�ilaria rate (Mf rate) berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan di dua desa sebesar 0,33%,

HasilSDJdi MasyarakatdanMikro�ilariarate.

Desa Jumlah diperiksa (orang)

Jumlah positif diperiksa (orang)

Mfrate (%)

Kepadatan rata -rata mikrofilaria (per mL darah)

Nibung Putih 300 2 0,67 66,8 Rantau Karya 302 0 0 - Total 602 2 0,33 -

Id Subyek

Umur/ Jenis

Kelamin Pend idikan

Pekerjaan

Alamat

Riwayat Demam

Berapa kali

minum obat

Hasil pemeriksaan Kepad

atan

L P Ya Tdk Slide

NP.1 37 SMA Wira

swasta

Desa Nibung Putih RT 01

√ 1 kali +

4

NP.2 45 Tidak tamat

SD Petani

Desa Nibung Putih RT 03

√ 1 kali +

4

D u a o ra n g p o s i t i f m i k r o � i l a r i a merupakan penderita baru yang ditemukan di Desa Nibung Putih. Jumlah penderita dengan mikro�ilaria di Desa Nibung Putih menurut hasil penelitian sebelumnya tahun 2014 sebanyak 16 orang. Berdasarkan penelusuran melalui wawancara didapatkan responden yang positif mikro�ilaria hanya sekali minum obat pencegahan �ilariasis. Hasil pemeriksaan sediaan darah jari dan karakterist ik responden positif mikro�ilaria disajikan pada Tabel 3 dan 4.

sedangkan Mfrate untuk Desa Nibung Putih sebesar 0,67%.

Tabel3. Hasil pemeriksaan sediaan darah jari di Desa Nibung Putih dan Desa Rantau Karya, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi Tahun 2017

Tabel4. Riwayat dan perilaku pengobatan responden di Desa Nibung Putih dan Rantau Karya, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi tahun 2017

RiwayatdanPerilakuPengobatan. Proporsi responden yang pernah minum obat sebanyak 92,03%, sedangkan sisanya menyatakan tidak minum obat dengan alasan yang paling banyak adalah tidak mau minum obat karena merasa sehat.

Berdasarkan riwayat minum obat, dari 554 orang yang minum obat hanya 29,78% yang minum obat sebanyak lima kali sesuai dengan lima tahun putaran pemberian obat �ilariasis (Tabel 5.).

91

SurveiDarahJaridi..........(YenelzaSupranelfy,et.al.)

Spesies yang ditemukan dari penderita posit i f adalah Brugia malayi dengan kepadatan mikro�ilaria masing-masing adalah empat. Penularan �ilariasis melibatkan banyak faktor yaitu cacing �ilaria sebagai agen penyakit, hospes sebagai inang, nyamuk yang berperan sebagai vektor dan lingkungan. Apabila terdapat penderita positif maka akan berpotensi menularkan ke hospes yang lain melalui perantara nyamuk vektor. Penelitian Santoso melaporkan nyamuk Mansoniaindiana yang dikoleksi dari Kabupaten Tanjung Jabung Timur menggunakan teknik PCR berpotensi sebagai vektor Brugiamalayi.¹⁴

B e r d a s a r k a n k e l o m p o k u m u r penduduk yang diperiksa, proporsi terbanyak pada kelompok umur 26-35 tahun dan berjenis kelamin laki-laki. Sedangkan penderita positif yang ditemukan semuanya adalah laki-laki dan memiliki umur 37 tahun dan 45 tahun. Risiko �ilariasis terlihat lebih banyak terjadi pada penduduk yang berusia produktif dan berjenis kelamin laki-laki. Hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Muaro Jambi melaporkan bahwa kelompok umur ≥ 25 tahun memiliki risiko 3,685 untuk terkena �ilariasis dibandingkan penduduk yang berumur < 25 tahun, berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan di Sulawesi Tengah mengemukakan bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan infeksi �ilaria i n i , s e h i n g ga s e m u a g o l o n ga n u m u r mempunyai kesempatan yang sama untuk

14,15terinfeksi �ilariasis.

UmurdanJenisKelamin

kerja kader.¹³

Karakteristiksubyeksurvei

Tingginya risiko laki-laki untuk tertular �ilariasis dipengaruhi oleh perilaku. Perilaku s e r i n g k e l u a r m a l a m h a r i t a n p a menggunakan pelindung diri terhadap gigitan nyamuk lebih banyak dilakukan oleh laki-laki dibandingkan wanita, misalnya untuk pemenuhan na�kah atau keperluan anggota keluarga, ronda, mengobrol atau kegiatan lainnya.¹⁶ Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Agam, Sumatera Barat yang menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih berisiko terinfeksi �ilariasis dibanding wanita .¹⁷

H a s i l p e n e l i t i a n m e n u n j u k k a n penderita positif yang ditemukan memiliki tingkat pendidikan lulusan SMA dan tidak tamat SD. Hasil penelitian Nazeh et al di Malaysia dan Gardjito di Sulawesi Tengah didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara

181, 9pendidikan dengan kejadian �ilariasis. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Santoso menyatakan bahwa pendidikan rendah memiliki risiko sembilan kali terkena �ilariasis dibandingkan dengan pendidikan

15tinggi. Tingkat pendidikan berhubungan dengan pengetahuan seseorang. Penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi relatif lebih mudah menerima informasi yang diberikan oleh petugas kesehatan sehingga cenderung b e r p e r i l a k u l e b i h p o s i t i f t e r h a d a p pencegahan suatu penyakit.

RiwayatDemamBerulang

PendidikandanPekerjaan

P e n e l i t i a n y a n g d i l a k u k a n Noerjoedianto di salah satu kabupaten lainnya di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Muaro Jambi menyatakan menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jenis pekerjaan dengan kejadian �ilariasis.²⁰ Jenis pekerjaan penderita positif �ilariasis adalah wiraswasta yaitu sebagai pekerja di bengkel motor, dan petani. Pekerjaan di bengkel motor merupakan pekerjaan utama selain b e r t a n i . P e k e r j a a n s e b a g a i p e t a n i perkebunan karet merupakan salah satu pekerjaan yang berisiko untuk terjadinya penularan �ilariasis. Kebiasaan yang biasa dilakukan oleh petani karet adalah berangkat ke kebun pada pagi hari dan pulang pada sore harinya. Selain itu kebiasaan untuk bermalam di kebun juga meningkatkan risiko untuk kontak dengan nyamuk vektor �ilariasis. Upaya pencegahan yang bisa dilakukan untuk mengurangi kontak dengan nyamuk vektor �ilariasis saat melakukan aktivitas di kebun adalah menggunakan pakaian panjang atau

20obat lotion antinyamuk.

� G e j a l a y a n g d i t i m b u l k a n p a d a penderita klinis akut berupa limfadenitis, limfangitis, adenolimfangitis yang disertai demam. Gejala awal �ilariasis berupa demam s e r i n g d i a n g g a p d e m a m b i a s a o l e h masyarakat . Penderita biasanya baru mengetahui penyakitnya setelah timbul gejala kronis berupa pembengkakan di kaki

93

No Riwayat dan Peri laku Pengobatan Jumlah Penduduk Persen (%)

1

2

3

Minumobat Ya Tidak

Frekuensiminumobat 1 kali 2 kali 3 kali 4 kali 5 kali Tidak ingat

Alasantidakminumobat Ditunda* Sakit ringan Belum pernah mendapat obat Pendatang Pusing Tidak berada ditempat Tidak mau (merasa sehat) Takut Lupa

554 48

133 26

155 48

165 27

7 2 2 1 1 2

19 10 4

92,03 7,97

24,01 4,69

27,98 8,66

29,78 4,87

14,58 4,17 4,17 2,08 2,08 4,17

39,58 20,83 8,33

Tabel5. Riwayat dan perilaku pengobatan responden di Desa Nibung Putih dan Rantau Karya, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi tahun 2017

*) ibu hamil, penderita gangguan fungsi ginjal, hati, epilepsi, jantung, sakit kronis �ilariasis, anak kwarsiorkor/marasmus

Dua orang positif mikro�ilaria di Desa Nibung Putih merupakan penderita baru yang pada penelitian sebelumnya (2014) belum terdeteksi. Dua penderita positif mempunyai potensi sebagai sumber penularan apabila t i d a k s e g e ra d i l a ku ka n p e n g o b a t a n , meskipun terdapat penurunan Mfratedi Desa Nibung Putih.

PEMBAHASAN

Penurunan Mf rate dari 2,08% pada evaluasi prevalensi mikro�ilaria pada tahun ketiga POPM (2014) menjadi 0,67% pada saat pre TAS tidak lepas dari cakupan POPM yang dilakukan setelah tahun ketiga.¹⁰ Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Papua Nugini yang menunjukkan bahwa pemberian obat massal dapat menurunkan Mf rate dari 18,6% sebelum pengobatan massal menjadi 1,3% setelah pemberian obat massal tahun ketiga.¹¹ Hasil berbeda yang dilakukan Yahya di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batanghari, Jambi menunjukkan Mfrate masih di atas 1% yaitu 1,49% pasca

Angka Mf rate >1% dan penemuan penderita baru dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan POPM pada tahun ke-6 dan ke-7 a g a r l e b i h o p t i m a l d a r i l i m a t a h u n sebelumnya sehingga cakupan pengobatan di masing-masing desa terpenuhi. Terkait cakupan POPM �ilariasis yang terpenting adalah kepatuhan dalam minum obat. Identi�ikasi masalah terkait cakupan minum obat yang rendah, distribusi obat dan p e l a p o r a n p e r l u d i k a j i u l a n g a g a r pelaksanaan POPM ke-6 dan ke-7 dapat berjalan lebih baik. Kendala lain yang dihadapi terkait kegiatan pengobatan adalah sulitnya akses masyarakat ke sarana kesehatan.¹² Hasil penelitian mengenai cakupan pengobatan yang dilakukan Mara Ipa menyebutkan bahwa perlunya perencanaan ketersediaan SDM dalam hal ini adalah kader yang melakukan distr ibusi obat dan pengawasan minum obat sehingga dapat menjangkau semua penduduk di wilayah

POPM tahap ketiga.⁶

92

SurveiDarahJaridi..........(YenelzaSupranelfy,et.al.)

21maupun tangan. Penelitian yang dilakukan oleh Santoso10 di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi, melaporkan ada hubungan bermakna antara riwayat demam berulang dengan kejadian �ilariasis.

RiwayatdanperilakupengobatanHasil wawancara yang dilakukan pada

masyarakat didapatkan 92,03% pernah minum obat pencegahan �ilariasis. Akan tetapi dari 92,03% tersebut hanya 29,78% yang minum obat sebanyak lima kali. Masih ditemukannya penderita baru setelah berakhirnya POPM dan rendahnya persentase masyarakat yang minum obat sebanyak lima kali putaran minum obat menunjukkan belum optimalnya pelaksanaan POPM. Berdasarkan hasil wawancara terhadap dua penderita positif menyatakan bahwa masing-masing hanya pernah minum obat �ilariasis sebanyak satu kali. Penemuan penderita �ilariasis baru di Desa Nibung Putih menunjukkan masih besarnya potensi adanya penularan �ilariasis di wilayah tersebut.

Hasil survei yang dilakukan oleh Santoso di Kabupaten Muaro Jambi tahun 2013 mendapatkan bahwa jumlah responden

Keberhasilan kegiatan POPM tidak lepas dari peran petugas kesehatan dan masyarakat (termasuk kepala desa dan para kader yang memiliki pengetahuan lebih mengenai penyakit �ilariasis ini). Pemantauan petugas kesehatan agar pelaksanaan kegiatan POPM dapat mencapai standar cakupan pengobatan yaitu dengan memastikan obat b e n a r - b e n a r d i m i n u m d i d e p a n kader/petugas kesehatan. Selain itu, keberhasilan pengobatan �ilariasis juga tergantung pada penyampaian program p e n g o b a t a n ke p a d a m a sya ra ka t d a n pengetahuan dari masyarakat sebagai penerima program tersebut. Informasi mengenai kejadian ikutan pasca pemberian obat harus disampaikan kepada masyarakat untuk meminimalkan keraguan masyarakat dalam minum obat. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di kabupaten Batanghari, Jambi yang menemukan bahwa ketidaktahuan responden terhadap kegiatan pengobatan �ilariasis di daerahnya dan kurangnya sosialisasi memiliki hubungan yang bermakna dengan kesediaan minum

22obat.

yang mendapatkan obat pada kegiatan POPM �ilariasis sebesar 80%, dan setelah kegiatan p e n e l i t i a n m e n i n gka t m e n j a d i 9 5 % . Peningkatan juga terjadi pada penduduk yang minum obat. Sebelum penelitian hanya sebesar 70,1% dan meningkat sebesar 88,9%

15setelah penelitian.

Ditemukan adanya penderita baru positif �ilariasis spesies B.malayi di Desa Nibung Put ih dengan Mf rate < 1%. Karakterist ik masyarakat di wilayah penelitian mayoritas berumur 26-35 tahun dengan jenis kelamin laki-laki. Pendidikan paling banyak adalah lulusan sekolah dasar dengan jenis pekerjaan didominasi sebagai ibu rumah tangga. Mayoritas masyarakat belum pernah mengalami gejala klinis �ilariasis berupa demam berulang. Riwayat pengobatan masyarakat yang minum obat sebanyak lima kali sesuai putaran POPM masih sangat rendah.

UCAPANTERIMAKASIH

SARAN

KESIMPULAN

1. Santoso. Laporan Hasil Penelitian Metode Penanggulangan Filariasis Dengan Peningkatan Kepatuhan Minum Obat Melalui Promosi Kesehatan Di Provinsi Jambi. Baturaja; 2013.

2. Santoso dkk. Laporan Hasil Survei Darah Jari Di Kabupaten Tanjung Jabung Timur Tahun 2014. Baturaja; 2014.

Pengawasan minum obat yang ketat dan pemantauan terhadap penderita positif fi l a r i a s i s y a n g b a r u d i t e m u k a n . Meningkatkan cakupan pengobatan �ilariasis pada POPM selanjutnya dengan cara memastikan masyarakat minum obat �ilariasis di depan petugas kesehatan atau kader.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bpk Yulian Taviv, SKM, M.Si, Bpk Yahya, SKM, M.Si serta Bpk Anif Budiyanto, SKM, M.Epid, yang membantu dalam penyempurnaan artikel ini, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jambi beserta staf, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tanjung Jabung Timur beserta staf serta seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama kegiatan penelitian.

DAFTARPUSTAKA�

94

6. Yahya; Santoso. Studi Endemisitas Filariasis di Wilayah Kecamatan Pemayung, Kabupaten Batanghari Pasca Pengobatan Massal Tahap III. Bul Penelit Kesehat. 2012;41(1):18-25.

11. Weil GJ. The Impact of Repeated Rounds of M a s s D r u g A d m i n i s t r a t i o n w i t h Diethylcarbamazine Plus Albendazole on Bancroftian Filariasis in Papua New Guinea. Plos Neglected Trop Dis. 2008;2(12):1-7.

7. World Health Organization. Lymphatic Filariasis. A Manual for National Elimination Programmmes. Geneva: World Heal th Organization; 2011.

8. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2014 Tentang Penanggulangan Filariasis. Jakarta; 2016:1-139.

10. Santoso, Yenni A, Oktarina R, Wurisastuti T. Efektivitas Pengobatan Massal Filariasis Tahap II Menggunakan Kombinasi DEC dengan Albendazole terhadap Prevalensi Brugia malayi. Bul Penelit Kesehat. 2015;18(2):161-168.

9. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Repubik Indonesia Nomor 94 Tahun 2014, Tentang Penanggulangan Filariasis. Jakarta; 2014:1-118.

12. Santoso. Risiko Kejadian Filariasis pada Masyarakat dengan Akses Pelayanan Kesehatan yang Sulit. J Pembang Kesehat. 2011;5(2).

13. Ipa M, Astuti EP, Yuliasih Y, et al. Kinerja Kader Kesehatan dalam Pengobatan Massal Filariasis di Kecamatan Cibeureum dan Cibingbin , K a b u p a t e n K u n i n g a n . 2 0 1 8 : 1 - 8 .

3. Santoso. Laporan Hasil Penelitian Penentuan Tingkat Endemisitas Filariasis (Microfilaria Rate/Mf Rate) Di Wilayah Pasca Pengobatan Massal Filariasis Di Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi.; 2014.

4. Arini, Sawaraswati LD, Ginandjar P, Martini. P r e v a l e n s i F i l a r i a s i s D a n G a m b a r a n Pengobatan Masal Di Wilayah Kerja Puskesmas Jembatan Mas Kabupaten Batang Hari. J Kesehat Masy. 2018;6:178-190.

5. Di r jen Pengenda l ian Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Tindak Lanjut Hasil Survei Evaluasi Pasca POPM Filariasis Pre TAS. 2017.

20. Dwi N. Dinamika Penularan Dan Faktor Risiko Kejadian Filariasis Di Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2014 D. J Penelit Univ Jambi Seri Sains. 2016;18(1):56-6 3 . h t t p s : / / o n l i n e -journal.unja.ac.id/index.php/sains/article/view/2944/2190.

21. Santoso, Taviv Y. Situasi Filariasis Setelah Pengobatan Massal di Kabupaten Muaro Jambi, Jambi. Bul Penelit Kesehat. 2014;42(3):153-160.

15. Santoso, Hotnida, S dan Oktarina R. Faktor Risiko Filariasis Di Kabupaten Muaro Jambi. Bul Penelit Kesehat. 2013;41(3):152-162.

14. Santoso, Yahya, Suryaningtyas NH, Rahayu KS. Deteksi mikrofilaria Brugia Malayi pada nyamuk Mansonia spp dengan pembedahan dan metode PCR di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Aspirator. 2015;7(1):29-35.

22. Ambarita L, Taviv Y, Sitorus H, Pahlepi RI, Kasnodihardjo. Perilaku Masyarakat Terkait Penyakit Kaki Gajah Dan Program Pengobatan Massal Di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batanghari, Jambi. Media Penelit dan Pengemb Kesehat. 2014;24:191-198.

19. Garjito, TA; Jastal; Rosmini; Anastasia, H; Srikandi, Y; Labatjo Y. Filariasis Dan Beberapa F a k t o r Ya n g B e r h u b u n g a n d e n g a n Penularannya di Desa Pangku Tolole, Kecamatan Ampibabo, Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah. J Vektora. 2013;V(2):54-65.

16. Oktarina R, Santoso, Taviv Y. Gambaran Angka Prevalens i Mikrofilar ia d i Kabupaten Banyuasin Pasca Pengobatan Massal Tahap III. Balaba. 2017;13(1):11-20.

17. Jontari H, Hari K, Supargiyono S, Hamim S. Risk Factors of Lymphatic Filariasis in West Sumatera Province , Indonesia , 2010. OSIR J. 2014;7(1):9-15.

doi:10.22435/mpk.v28i1.5954.1-8.

18. Al-Abd, NM; Nor, ZM; Ahmed, A; Al-Adhroey, AH; Mansor, M and Kassim M. Lymphatic Filariasis in Peninsular Malaysia: A Cross-Sectional Survey of the Knowledge, Attitudes, and Practices of Residents. Parasit Vectors. 2014;7(545):1-9.

95

SurveiDarahJaridi..........(YenelzaSupranelfy,et.al.)

96