Strategi Pembelajaran IPA SD
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of Strategi Pembelajaran IPA SD
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebelum melakukan kegiatan pembelajaran, guru
harus memikirkan segala hal yang akan dilakukan di
dalam kelas. Hal penting yang harus dipikirkan adalah
pendekatan dan metode apa yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran dan sifat materi yang akan menjadi objek
pembelajaran. Dalam beberapa pembahasan kata
“pendekatan” sekalingkali dirangkai dengan kata
“metode” sebab kedua kata tersebut memang berhubungan
erat satu sama lain. Pendekatan dan metode, keduanya
membahas tentang strategi untuk melaksanakan kegiatan
pembelajaran. Namun, demikian diantara keduanya juga
terdapat perbedaan. Pendekatan (approach) lebih
menekankan pada strategi dalam tahap perencanaan,
sedangkan metode (method) lebih menekankan pada teknik
operasional pelaksanaannya.
Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam
pembelajaran IPA di SD, misalnya pendekatan konsep,
pendekatan lingkungan, pendekatan inkuiri dan
pendekatan keterampilan proses. KTSP menjelaskan bahwa
pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk
membelajarkan sains adalah pendekatan yang berorientasi
pada siswa. Sekalipun tidak menyebutkan pendekatan
tertentu yang dapat digunakan guru untuk membelajarkan
1
suatu topik. Namun ada sejumlah pendekatan yang
dianjurkan yaitu pendekatan inkuiri sains, pendekatan
berbasis konstruktivisme, pendekatan sains, lingkungan,
teknologi, dan masyarakat (salingtemas) dan pendekatan
pemecahan masalah.
Seperti halnya dalam memilih pendekatan, pemilihan
metode yang akan digunakan hendaknya juga
mempertimbangkan karakteristik siswa dan karakteristik
materi. Anak usia SD pada umumnya masih dalam taraf
berpikir kongkret, sehingga sangat dianjurkan guru
menggunakan metode pembelajaran yang mendorong siswa
untuk aktif baik pikiran maupun fisik dan juga
menyenangkan. Pada bagian berikut disajikan beberapa
alternatif pelaksanaan pembelajaran yang bisa dipilih
guru dalam membelajarkan IPA.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja strategi pembelajaran IPA di SD ?
2. Bagaimana strategi pada pembelajaran IPA di
SD ?
3. Bagaimanakah implementasi dalam strategi
pembelajaran IPA di SD ?
4. Apa saja kekurangan dan kelebihan strategi
pembelajaran IPA di SD ?
2
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui macam-macam strategi pembelajaran
IPA di SD.
2. Mengetahui teknik pelaksanaan pada setiap
strategi pembelajaran IPA di SD.
3. Dapat menjelaskan strategi yang dapat digunakan
dalam menjelaskan konsep-konsep IPA di SD.
4. Dapat menjelaskan implementasi dalam setiap
strategi pembelajaran IPA di SD.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Strategi Pembelajaran IPA
Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang dilakukan guru dengan tujuan proses
pembelajaran yang berlangsung di kelas dapat mencapai
tujuannya secara efektif dan efisien. Strategi juga
dapat dikatakan sebagai cara untuk mencapai tujuan yang
berupa rencana. Dengan kata lain , strategi merupakan
“a plan for achieving goals”. Menurut margono (1995),
strategi belajar mengajar adalah kegiatan guru dalam
proses belajar mengajar dapat memberikan kemudahan atau
fasilitas kepada peserta didik agar dapat mencapai
tujuan pengajaran yang telah ditetapkan.
Strategi pembelajaran barawal dari suatu proses
belajar mengajar yang bertujuan untuk membuat peserta
didik belajar dan berubah tingkah lakunya. Untuk
memperoleh tujuan ini, dirumuskan suatu strategi
pembelajaran yang efektif, efisien, dan ekonomis. Pada
akhirnya, untuk mengetahui apakah tujuan itu telah
tercapai dengan melakukan evaluasi.
4
Dari gambaran tersebut terlihat bahwa pembelajaran
itu tidak sederhana, tetapi kompleks dan terdiri dari
beberapa kompenen pembelajaran yang berkaitan dan
saling bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Kompenen- kompenen tersebut adalah tujuan,
materi, strategi pembelajaran, dan evaluasi dapat
dilihat pada gambar diatas. Dari gambar dijelaskan
bahwa dalam mencapai tujuan pembelajaran IPA yang telah
ditentukan oleh pemerintah, mulai dari SKL (Standar
Kompetensib Lulusan) yang diuraikan menjadi KI
(Kompetensi Inti) atau KD (Kompetensi Dasar) dilakukan
dengan cara memilih materi IPA yang mendukung tujuan
pembelajaran. Selanjutnya, ditentukan strategi
pembelajaran yang sesuai untuk materi tersebut dengan
memilih metode dan teknik mengajar yang disesuaikan
dengan ketersediaan media dan sumber belajar. Dalam
5
memilih strategi pembelajaran juga harus
memperhitungkan situasi dan kondisi guru dan peserta
didik. Kondisi guru dan peserta didik sekarang sangat
dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dan masyarakat.
Pada akhirnya, untuk mengetahui tercapainya tujuan
pembelajaran adalah dengan asesmen yang hasilnya akan
digunakan untuk meninjau kembali semua komponen dari
sistem pembelajaran IPA. Secara garis besar, macam-
macam strategi pembelajaran ditentukan oleh 4 hal
sebagai berikut.
a. Sumber Materi : Siapa yang menyusun materi atau
bahan belajar? Guru, dalam arti sempit atau dalam
arti luas (dengan hubungannya sumber lain), atau
merupakan teks terprogram seperti modul atau
bahkan oleh peserta didik sendiri.
b. Pembawa Materi : Siapa yang membawakan materi?
Perorangan, berkelompok, atau dipelajari
sendiri.
c. Pendekatannya : Bagaimana cara Materi itu
disajikan dengan pendekatan deduktif dan induktif
atau yang lain?
d. Penerima Materi : Bagaimana dan beberapa jumlah
penerima materi? Perorangan, Kelompok Kecil,
Kelompok Besar, Kelompok Heterogen, atau Homogen.
6
Kombinasi empat factor tersebut menimbulkan
berbagai macam strategi. Yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah strategi pembelajaran dilihat dari
cara penyampaian materi IPA, yaitu strategi
pembelajaran induktif dan deduktif. Pemilihan strategi
penyampaian materi IPA tersebut berdasarkan objek
proses pembelajaran IPA yang terdiri dari :
1. Produk IPA yang berupa fakta, konsep, prinsip,
hukum, dan teori
2. Nilai dan / atau sikap ilmiah IPA
3. Kerja dan / atau proses ilmiah IPA
4. Aplikasi IPA dalam kehidupan sehari- hari
5. Kreativitas dalam mempelajari IPA
Definisi strategi adalah cara untuk mencapai
tujuan jangka panjang. Strategi bisnis bisa berupa
perluasan geografis, diversifikasi, akusisi,
pengembangan produk, penetrasi pasar, rasionalisasi
karyawan, divestasi, likuidasi dan joint venture
(David, 2004).
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang
diberikan pendidik agar dapat terjadi proses
pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran
dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan
pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran
adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat
7
belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami
sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di
manapun dan kapanpun. Strategi pembelajaran merupakan
salah satu komponen penting yang harus dikuasai oleh
guru dan siswa dalam melaksanakan pembelajaran.
Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai rencana
dan cara-cara membawakan pengajaran agar segala prinsip
dasar dapat terlaksana dan segala tujuan pembelajaran
dapat dicapai secara efektif (Gulo, 2008:3). Cara-cara
membawakan pengajaran itu merupakan pola dan urutan
umum perbuatan guru dan murid dalam perwujudan kegiatan
pembelajaran.
Strategi pembelajaran berarti cara dan seni untuk
menggunakan semua sumber belajar dalam upaya
membelajarkan siswa. Sebagai suatu cara, strategi
pembelajaran dikembangkan dengan kaidah-kaidah tertentu
sehingga membentuk suatu bidang pengetahuan tersendiri.
Sedangkan sebagai suatu seni, strategi pembelajaran
kadang-kadang secara implisit dimiliki oleh seseorang
tanpa pernah belajar secara formal tentang ilmu
strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran digunakan
untuk mempermudah proses pembelajaran sehingga dapat
mencapai hasil yang optimal. Dalam Strategi
Pembelajaran (2006:124), Sanjaya mengartikan strategi
pembelajaran sebagai perencanaan yang berisi tentang
rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Dari pengertian tersebut, strategi
8
pembelajaran merupakan rencana tindakan termasuk
penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber
daya/kekuatan dalam pembelajaran, selain itu strategi
disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena
itu, sebelum menentukan strategi, perlu merumuskan
tujuan yang jelas dan dapat diukur keberhasilannya.
sebelum menentukan strategi, perlu merumuskan tujuan
yang jelas dan dapat diukur keberhasilannya.
Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan
bahwa strategi pembelajaran pada dasarnya masih
bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang
akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau penyusunan
suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan
rencana kerja belum sampai pada tindakan. Dilihat dari
strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam
dua bagian, yaitu exposition-discovery learning atau
strategi penyampaian penemuan dan group-individual
learning atau strategi pembelajaran individual
(Rowntree dalam Wina Sanjaya, 2006:126).
2.2 Macam-macam Strategi Pembelajaran IPA
1. Strategi Pembelajaran Kooperatif
Hidup ini pada hakikatnya adalah kerja kelompok
dan karya kelompok. Hampir tidak ada seorangpun di
dunia ini yang bisa hidup sendiri, terlepas sama sekali
9
dari orang lain. Karena kita memerlukan orang lain,
maka dalam kehidupan sehari-hari kita dituntut untuk
bisa bekerja sama. Dalam iklan-iklan lowongan pekerjaan
sering disebutkan bahwa pelamar harus bisa bekerja
dalam tim. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan bekerja
sama merupakan sesuatu yang sangat penting. Bisa kita
bayangkan apa yang kaan terjadi apabila dalam sebuah
tim ada seseorang yang sangat ahli, namun tidak bisa
bekerja sama dengan anggota tim lainnya. Dia mungkin
akan berjalan sendiri tanpa menghiraukan timnya.
Akibatnya bukan keberhasilan yang diperoleh tetapi
kegagalan. Perlukah kemampuan bekerja sama dilatihkan?
Sekalipun gotong-royong merupakan budaya bangsa
Indonesia, tidak berarti bahwa setiap orang Indonesia
secara otomatis memiliki kemampuan untuk bekerja sama.
Kemampuan bekerja sama menuntut lebih dari sekerdar
niat untuk bekerja sama, namun juga keterampilan-
keterampilan untuk bekerja sama, misalnya keterampilan
mendengarkan, keterampilan mengungkapkan pendapat,
keterampilan menyelesaikan konflik. Oleh karena itu,
perlu usaha yang sungguh-sungguh untuk dapat
mengembangkan keterampilan bekerja sama siswa.
Seringkali kita mengidentikkan kerja kelompok
dengan pembelajaran kooperatif. Walaupun pembelajaran
kooperatif dilakukan dalam bentuk kelompok, namun kerja
kelompok tidak selalu bersifat kooperatif. Ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan agar kerja kelompok bisa
10
menjadi pembelajaran yang kooperatif. Model
pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar
yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok
tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
dirumuskan. Ada empat unsur penting dalam Strategi
pembelajaran koopratif, yaitu :
adanya peserta dalam kelompok;
adanya aturan kelompok;
adanya upaya belajar setiap anggota kelompok; dan
adanya tujuan yang harus dicapai.
Peserta adalah siswa yang melakukan proses
pembelajaran dalam setiap kelompok belajar.
Pengelompokkan siswa bisa ditetapkan beberapa
pendekatan, diantaranya pengelompokkan yang didasarkan
atas minat dan bakat siswa, pengelompokkan yang
didasarkan atas latar belakang kemampuan,
pengelompokkan yang didasarkan atas campuran baik yang
ditinjau dari minat maupun campuran baik yang ditinjau
dari kemampuan. Pendekatan apapun yang digunakan,
tujuan pembelajaran haruslah menjadi pertimbangan
utama. Aturan kelompok adalah segala sesuatu yang
menjadi kesepakatan semua pihak yang terlibat, baik
siswa sebagai peserta didik, maupun siswa sebagai
anggota kelompok. Misalnya, aturan tentang pembagian
tugas setiap anggota kelompok, waktu dan tempat
pelaksanaan, dan lain sebagainya. Upaya belajar adalah
11
segala aktivitas siswa untuk meningkatkan kemampuannya
yang telah dimiliki maupun meningkatkan kemampuan baru,
baik kemampuan dalam aspek pengetahuan, sikap, maupun
keterampilan. Aktivitas pembelajaran tersebut dilakukan
dalam kegiatan kelompok, sehingga antar peserta dapat
saling belajar melalui tukar pikiran, pengalaman,
maupun gagasan-gagasan. Aspek tujuan dimaksudkan untuk
memberikan arah perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Melalui tujuan yang jelas, setiap anggota kelompok
dapat memahami sasaran setiap kegiatan belajar.
Salah satu strategi dari model pembelajaran kelompok
adalah strategi pembelajaran kooperatif (cooperative
learning). Strategi pembelajaran kooperatif merupakan
strategi pembelajaran kelompok yang akhir-akhir ini
menjadi perhatian dan dianjurkan para ahli pendidikan
untuk digunakan. Slavin (1995) mengemukakan dua
alasan :
Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa
penggunaan pembelajaran kooperatif dapat
meningkatkan pretasi belajar siswa sekaligus dapat
meningkatkan kemampuan hubungan sosial,
menumbuhkan sikap, menerima kekurangan diri dan
orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri.
Pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan
kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, memecahkan
masalah, dan mengintregasikan pengetahuan dengan
keterampilan.
12
Dari dua alasan tersebut, maka pembelajaran
kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat
memperbaiki sistem pembelajaran yang selama ini
memiliki kelemahan. Pembelajaran kooperatif merupakan
model pembelajaran dengan menggunakan sistem
pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara empat sampai
enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan
akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda
(heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap
kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan
(reward), jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang
dipersyaratkan. Dengan demikian, setiap anggota
kelompok akan mempunyai ketergantungan positif.
Ketergantungan semacam itulah yang selanjutkan akan
memunculkan tanggung jawab individu terhadap kelompok
dan keterampilan interpersonal dari setiap anggota
kelompok. Setiap individu akan saling membantu, mereka
akan mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok,
sehingga setiap individu akan memiliki kesempatan yang
sama untuk memberikan kontribusi demi keberhasilan
kelompok.
Strategi Pembelajaran Kooperatif mempunyai dua
komponen utama, yaitu komponen tugas kooperatif
(cooperative task) dan komponen struktur insentif
kooperatif (cooperative incentive structure). Tugas
kooperatif berkaitan dengan hal yang menyebabkan
13
anggota bekerja sama dalam menyelesaikan tugas
kelompok; sedangkan struktur insentif kooperatif
merupakan sesuatu yang membangkitkan motivasi individu
untuk bekerja sama mencapai tujuan kelompok. Struktur
insentif dianggap sebagai keunikan dari pembelajaran
kooperatif, karena melalui struktur insentif setiap
anggota kelompok bekerja keras untuk belajar, mendorong
dan memotivasi anggota lain menguasai materi pelajaran,
sehingga mencapai tujuan kelompok.
Jadi, hal yang menarik dari strategi pembelajaran
kooperatif adalah adanya harapan selain memiliki dampak
pembelajaran, yaitu berupa peningkatan prestasi belajar
peserta didik (student achievement) juga mempunyai
dampak pengiring seperti relasi sosial, penerimaan
terhadap peserta didik yang dianggap lemah, harga diri,
norma akademik, penghargaan terhadap waktu, dan suka
memberi pertolongan pada yang lain.
Strategi pembelajaran ini bisa digunakan
manakala :
Guru menekankan usaha kolektif disamping usaha
individual dalam belajar.
Jika guru menghendaki seluruh siswa (bukan hanya
siswa yang pintar saja) untuk memperoleh
keberhasilan dalam belajar.
Jika guru ingin menanamkan, bahwa siswa dapat
belajar dari teman lainnya, dan belajar dari
bantuan orang lain.
14
Jika guru menghendaki untuk mengembangkan
kemampuan komunikasi siswa sebagai dari bagian isi
kurikulum.
Jika guru menghendaki meningkatkan motivasi siswa
dan menambah tingkat partisipasi mereka.
Jika guru menghendaki berkembangnya kemampuan
siswa dalam memecahkan masalah dan menemukan
berbagai solusi pemecahan.
Adanya saling ketergantungan yang positif diantara
anggota kelompok. Setiap anggota kelompok mempunyai
kedudukan yang sama dalam tim walaupun peran mereka
bisa berbeda-beda. Adanya tanggung jawab setiap
anggota. Sebagian dari kelompok, setiap kelompok
mungkin mempunyai peran yang berbeda. Keberhasilan tim
akan sangat ditentukan oleh kinerja individu-individu
anggota kelompok. Oleh karena itu, setiap anggota
mempunyai tanggung jawab perorangan yang pada akhirnya
akan menentukan keberhasilan/kegagalan tim.
Adanya komunikasi antar anggota. Sebuah tim tentu perlu
berkomunikasi satu sama lain. Sebuah kelompok yang
anggotanya tidak saling berkomunikasi bukanlah tim yang
kooperatif.
Ada beberapa model pembelajaran kooperatif yang
bisa dipilih guru dalam pembelajaran IPA di sekolah.
Misalnya model think-pair-square (berpikir-berpasangan-
berempat), model to stay to stray (dua tinggal dua
15
pergi), jigsaw, dan beberapa model belajar kooperatif
yang lain. Sebagai contoh disini disajikan contoh
pelaksanaan model think-pair-square (berpikir-
berpasangan-berempat).
a. Kelas dibagi dalam kelompok-kelompok, masing-
masing kelompok jumlah anggotanya 4 orang.
b. Setiap siswa mendapatkan tugas yang harus
dipikirkan dan dikerjakan secara sendiri-sendiri.
c. Siswa berpasangan dan berdiskusi dengan
pasangannya dalam kelompok. Kedua pasangan bertemu
kembali dalam kelompok berempat dan kembali
berdiskusi tentang hasil pekerjaannya.
A. Karakteristik Strategi Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi
pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat
dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan
kepada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang
ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam
pengertian penguasaan bahan pelajaran, tetapi juga
adanya unsur kerja sama untuk penguasaan materi
tersebut. Adanya kerja sama inilah yang menjadi ciri
khas dari pembelajaran kooperatif.
Slavin, Abrani, dan Chambers (1996) berpendapat
bahwa pembelajaran melalui kooperatif dapat dijelaskan
16
dari beberapa perspektif, yaitu perspektif motivasi,
perspektif sosial, perspektif perkembangan kognitif,
dan perspektif elaborasi kognitif. Perspektif motivasi
artinya bahwa penghargaan yang diberikan kepada
kelompok memungkinkan setiap anggota kelompok akan
saling membantu. Dengan demikian, keberhasilan setiap
individu pada dasarnya adalah keberhasilan kelompok.
Hal semacam ini akan mendorong setiap anggota kelompok
untuk memperjuangkan keberhasilan kelompoknya.
Perspektif sosial artinya bahwa melalui kooperatif
setiap siswa akan saling membantu dalam belajar karena
mereka menginginkan semua anggota kelompok memperoleh
keberhasilan. Bekerja secara tim dengan mengevaluasi
keberhasilan sendiri oleh kelompok, merupakan iklim
yang bagus, dimana setiap anggota kelompok menginginkan
semuanya memperoleh keberhasilan.
Perspektif perkembangan kognitif artinya bahwa
dengan adanya interaksi antara anggota kelompok dapat
mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir mengolah
berbagai informasi. Elaborasi kognitif, artinya bahwa
setiap siswa akan berusaha untuk memahami dan menimba
informasi untuk menambah pengetahuan kognitifnya.
Dengan demikian, karakteristik strategi pembelajaran
kooperatif dijelaskan dibawah ini.
a. Pembelajaran Secara Tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara
tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh
17
karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa
belajar. Semua anggota tim (anggota kelompok) harus
saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Untuk itulah, kriteria keberhasilan pembelajaran
ditentukan oleh keberhasilan tim. Setiap anggota
bersifat heterogen. Artinya, kelompok terdiri atas
anggota yang memiliki kemampuan anggota akademik, jenis
kelamin, dan latar belakang sosial yang berbeda. Hal
ini dimaksudkan agar setiap anggota kelompok akan
saling memberikan pengalaman, saling memberi dan
menerima, sehingga diharapkan setiap anggota dapat
memberikan kontribusi terhadap keberhasilan kelompok.
b. Didasarkan pada Manajemen Kooperatif
Sebagaimana pada umumnya, manajemen mempunyai
empat fungsi pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi
organisasi, fungsi pelaksanaan, dan fungsi kontrol.
Demikian juga dalam pembelajaran kooperatif. Fungsi
perencanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif
memerlukan perencanaan yang matang agar proses
pembelajaran berjalan secara efektif misalnya tujuan
apa yang harus dicapai, bagaimana cara mencapainya, apa
yang harus digunakan untuk mencapai tujuan itu, dan
lain sebagainya. Fungsi pelaksanaan menunjukkan bahwa
pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan sesuai
dengan perencanaan, melalui langkah-langkah
pembelajaran yang sudah ditentukan termasuk ketentuan-
ketentuan yang sudah disepakati bersama. Fungsi
18
organisasi menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif
adalah pekerjaan bersama antar setiap anggota kelompok,
oleh sebab itu perlu diatur tugas dan tanggung jawab
setiap anggota kelompok. Fungsi control menunjukkan
bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan
kriteria keberhasilan baik melalui tes maupun non tes.
c. Kemauan untuk Bekerja Sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan
oleh keberhasilan secara kelompok. Oleh sebab itu,
prinsip bekerja sama perlu ditekankan dalam proses
pembelajaran kooperatif. Setiap anggota kelompok bukan
saja harus diatur tugas dan tanggung jawab masing-
masing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling
membantu. Misalnya, yang pintar perlu membantu yang
kurang pintar.
d. Keterampilan Bekerja Sama
Kemauan untuk bekerja sama itu kemudian
dipraktikkan melalui aktivitas dan kegiatan yang
tergambarkan dalam keterampilan bekerja sama. Dengan
demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup
berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain.
Siswa perlu dibantu mengatasi berbagai hambatan dalam
berinteraksi dan berkomunikasi, sehingga siswa dapat
menyampaikan ide, mengemukakan pendapat, dan memberikan
kontribusi kepada keberhasilan kelompok.
B. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif
19
Terdapat empat prinsip dasar pembelajaran
kooperatif seperti dijelaskan dibawah ini.
Prinsip Ketergantungan Positif (Positive
Interdependence)
Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu
penyelesaian tugas sangat tergantung kepada usaha yang
dilakukan setiap anggota kelompoknya. Oleh sebab itu,
perlu didasari oleh setiap anggota kelompoknya
keberhasilan penyelesaian tugas kelompok akan
ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota. Dengan
demikian, semua anggota dalam kelompok akan merasa
saling ketergantungan. Untuk terciptanya kelompok
kinerja yang efektif setiap anggota kelompok masing-
masing perlu membagi tugas sesuai dengan tujuan
kelompoknya. Tugas tersebut tentu saja disesuaikan
dengan kemampuan setiap anggota kelompok. Inilah
hakikat ketergantuangan positif, atrinya tugas kelompok
tidak mungkin bisa diselesakan manakala ada anggota
yang tidak bisa menyelesaikan tugasnya, dan semua ini
memerlukan kerja sama yang baik dari masing-masing
anggota kelompok. Anggota kelompok yang mempunyai
kemampuan lebih, diharapkan mau dan mampu membantu
temannya untuk menyelesaikan tugasnya.
Tanggung Jawab Perseorangan (Individual
Accountability)
Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip
yang pertama. Oleh karena keberhasilan kelompok
20
tergantung pada setiap anggotanya, maka setiap anggota
kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan
tugasnya. Setiap anggota harus memberikan yang terbaik
untuk keberhasilan kelompoknya. Untuk mencapai hal
tersebut, guru perlu memberikan penilaian terhadap
individu dan juga kelompok. Penilaian individu bisa
berbeda, akan tetapi penilaian kelompok harus sama.
Interaksi Tatap Muka (Face to Face Promotion
Interaction)
Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan
kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok
untuk bertatap muka saling memberikan informasi dan
saling memberlajarkan. Interaksi tatap muka akan
memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap
anggota kelompok untuk bekerja sama, menghargai setiap
perbedaan, memanfaatkan kelebihan masing-masing
anggota, dan mengisi kekurangan masing-masing. Kelompok
belajar kooperatif dibentuk secara heterogen, yang
berasal dari budaya, latar belakang sosial, dan
kemampuan akademik yang berbeda. Perbedaan semacam ini
akan menjadi modal utama dalam proses saling memperkaya
antar anggota kelompok.
Partisipasi dan Komunikasi (Participation
Communication)
21
Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat
mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Kemampuan
ini sangat penting sebagai bekal mereka dalam kehidupan
dimasyarakat kelak. Oleh sebab itu, sebelum melakukan
kooperatif, guru perlu membekali siswa dengan kemampuan
berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai kemampuan
berkomunikasi, misalnya kemampuan mendengarkan dan
kemampuan berbicara, padahal keberhasilan kelompok
ditentukan oleh partisipasi setiap anggotanya. Untuk
dapat melakukan partisipasi dan komunikasi, siswa perlu
dibekali dengan kemampuan-kemampuan berkomunikasi.
Misalnya, cara menyatakan ketidaksetujuan atau cara
menyanggah pendapat orang lain secara santun, tidak
memojokkan; cara menyampaikan gagasan dan ide-ide yang
dianggapnya baik dan berguna. Keterampilan
berkomunikasi memang memerlukan waktu. Siswa tidak
mungkin dapat menguasainya dalam waktu sekejap. Oleh
sebab itu, guru perlu terus melatih dan melatih, sampai
pada akhirnya setiap siswa memiliki kemampuan untuk
menjadi komunikator yang baik.
C. Prosedur Pembelajaran Kooperatif
Prosedur pembelajaran kooperatif pada prinsipnya
terdiri atas empat tahap, yaitu:
1) Penjelasan Materi
Tahap penjelasan diartikan sebagai proses
penyampaian pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa
22
belajar dalam kelompok. Tujuan utama dalam tahap ini
adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran.
Pada tahap ini guru memberikan gambaran umum tentang
materi pelajaran yang harus dikuasai yang selanjutnya
siswa akan memperdalam materi dalam pembelajaran
kelompok (tim). Pada tahap ini guru dapat menggunakan
metode ceramah, curah pendapat, dan tanya jawab, bahkan
kalau perlu guru dapat menggunakan demonstrasi.
Disamping itu, guru juga dapat menggunakan berbagai
media pembelajaran agar proses penyampaian dapat lebih
menarik siswa.
2) Belajar dalam Kelompok
Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang
pokok-pokok materi pelajaran, selanjutnya siswa diminta
untuk belajar pada kelompoknya masing-masing yang telah
dibentuk sebelumnya. Pengelompokkan dalam strategi
pembelajaran kooperatif bersifat heterogen, artinya
kelompok dibentuk berdasarkan perbedaan-perbedaan
setiap anggotanya, baik perbedaan gender, latar
belakang, sosial-ekonomi, dan etnik, serta perbedaan
kemampuan akademik. Dalam hal kemampuan akademis,
kelompok pembelajaran biasanya terdiri dari satu orang
berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan
kemampuan sedang, dan satu lainnya dari kelompok
kemampuan akademis kurang (Anita Lie, 2005).
Selanjutnya, Lie menjelaskan beberapa alasan lebih
disukainya pengelompokkan heterogen. Pertama, kelompo
23
heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar
(peertutoring) dan saling mendukung. Kedua, kelompok
ini meningkatkan relasi dan interaksi antarras, agama,
etnis, dan gender. Terakhir, kelompok heterogen
memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu
orang yang berkemampuan akademis tinggi, guru
mendapatkan satu asisten untuk setiap tiga orang.
Melalui pembelajaran dalam tim siswa didorong untuk
melakukan tukar menukar (sharing) informasi dan
pendapat, mendiskusikan permasalahan secara bersama,
membandingkan jawaban mereka, dan mengoreksi hal-hal
yang kurang tepat.
3) Penilaian
Penilaian dalam strategi pembelajaran kooperatif
bisa dilakukan dengan tes dan kuis. Tes atau kuis
dilakukan baik secara individual maupun secara
kelompok. Tes individual nantinya akan memberikan
informasi kemampuan setiap siswa, dan tes kelompok akan
memberikan informasi kemampuan setiap kelompok. Hasil
akhir setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan
dibagi dua. Nilai setiap kelompok memiliki nilai sama
dalam kelompoknya. Hal ini disebabkan nilai kelompok
adalah nilai bersama dalam kelompoknya yang merupakan
hasil kerja sama setiap anggota kelompok.
4) Pengakuan Tim
Pengakuan tim (team recognition) adalah penetapan
tim yang dianggap paling menonjol atau tim paling
24
berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau
hadiah. Pengakuan dan pemberian penghargaan tersebut
diharapkan dapat memotivasi tim untuk terus berpretasi
dan juga membangkitkan motivasi tim lain untuk lebih
mampu meningkatkan prestasi mereka.
D. Keunggulan dan Kelemahan Strategi Pembelajaran Kooperatif
Keunggulan Strategi Pembelajaran Kooperatif
Keunggulan pembelajaran kooperatif sebagai suatu
strategi pembelajaran di antaranya:
Melalui strategi pembelajaran kooperatif siswa
tidak terlalu menguntungkan pada guru, akan tetapi
dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir
sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber,
dan belajar dari siswa yang lain.
Strategi pembelajaran kooperatif dapat
mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau
gagasan dengan kata-kata secara verbal dan
membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
Strategi pembelajaran kooperatif dapat membantu
anak untuk respek pada orang lain dan menyadari
akan segala keterbatasannya serta menerima segala
perbedaan.
Strategi pembelajaran kooperatif dapat membantu
memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung
jawab dalam belajar.
25
Strategi pembelajaran kooperatif merupakan suatu
strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan
prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial,
termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan
interpersonal yang positif dengan yang lain,
mengembangkan keterampilan me-manage waktu, dan
sikap positif terhadap sekolah.
Melalui strategi pembelajaran kooperatif dapat
mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide
dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik.
Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa
takut membuat kesalahan, karna keputusan yang
dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.
Strategi pembelajaran kooperatif dapat
meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi
dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata
(riil).
Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat
meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan
untuk berpikir. Hal ini berguna untuk proses
pendidikan jangka panjang.
Kelemahan Strategi Pembelajaran Kooperatif
Disamping keunggulan, strategi pembelajaran
kooperatif juga memiliki kelemahan diantaranya :
Untuk memahami dan mengerti filosofis strategi
pembelajaran kooperatif memang butuh waktu. Sangat
26
tidak rasional kalau kita mengharapkan secara
otomatis siswa dapat mengerti dan memahami
filsafat cooperative learning. Untuk siswa yang
dianggap memiliki kelebihan, contohnya, mereka
akan terhambat oleh siswa yang dianggap kurang
memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan semacam ini
dapat mengganggu iklim kerja sama dalam kelompok.
Ciri utama dari strategi pembelajaran kooperatif
adalah bahwa siswa saling belajar. Oleh karena
itu, jika dibandingkan dengan pengajaran langsung
dari guru, strategi pembelajaran kooperatif tanpa
dibarengin peer teaching yang efektif maka siswa
tidak akan mencapai apa yang seharusnya dipelajari
dan dipahami oleh siswa.
Penilaian yang diberikan dalam strategi
pembelajaran kooperatif didasarkan kepada hasil
kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu
menyadari bahwa sebenarnya hasil atau prestasi
yang diharapkan adalah prestasi setiap siswa.
Keberhasilan strategi pembelajaran kooperatif
dalam upaya mengembangkan kesadaran kelompok
memerlukan periode waktu yang cukup panjang, dan
hal ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan
satu kali atau sekali-sekali penerapan strategi
ini.
Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan
kemampuan yang sangat penting untuk siswa akan
27
tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya
didasarkan kepada kemampuan secara individual.
Oleh karena itu idealnya melalui strategi
pembelajaran kooperatif selain siswa belajar
bekerja sama, siswa juga harus belajar bagaimana
membangun kepercayaan diri. Untuk mencapai kedua
hal itu dalam strategi pembelajaran kooperatif
memang bukan pekerjaan yang mudah.
2. Strategi Pembelajaran Inkuiri
Pengertian Inkuiri
Inkuiri berasal dari bahasa Inggris inquiry yang
dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari
tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang
diajukannya. Pertanyaan ilmiah adalah pertanyaan yang
dapat mengarahkan pada kegiatan penyelidikan terhadap
objek pertanyaan. Dengan kata lain, inkuiri adalah
suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi
dengan melakukan observasi dan atau eksperimen untuk
mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap
pertanyaan atau rumusan masalah.
Secara umum, inkuiri merupakan proses yang
bervariasi dan meliputi kegiatan-kegiatan
mengobservasi, merumuskan pertanyaan yang relevan,
meng-evaluasi buku dan sumber-sumber informasi lain
secara kritis, merencanakan penyelidikan atau
investigasi, mereview apa yang telah diketahui,
28
melaksanakan percobaan atau eksperimen dengan
menggunakan alat untuk memperoleh data, menganalisis
dan menginterpretasi data, serta membuat prediksi dan
mengkomunikasikan hasilnya. (Depdikbud, 1997).
Menurut Sanjaya (2009), penggunaan inkuiri harus
memperhatikan beberapa prinsip, yaitu berorientasi pada
pengembangan intelektual (pengembangan kemampuan
berfikir), prinsip interaksi (interaksi antara siswa
maupun interaksi siswa dengan guru bahkan antara siswa
dengan lingkungan), prinsip bertanya (guru sebagai
penanya), prinsip belajar untuk berfikir (learning how to
think), prinsip keterbukaan (menyediakan ruang untuk
memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan
hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran
hipotesis yang diajukan). Ada beberapa hal yang
menjadi ciri utama Strategi Pembelajaran Inkuiri:
Strategi inkuiri menekankan pada aktivitas siswa
secara maksimal untuk mencari dan menemukan,
artinya peserta didik jadikan subyek belajar.
Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan
untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari
suatu yang dipertanyakan. Strategi inkuiri ini
menempatkan guru sebagai fasilitator dan
motivator, bukan sebagai sumber belajar yang
menjelaskan saja.
Tujuan dari penggunaan strategi inkuiri adalah
mengembangkan kemampuan berpikir secara
29
sistematis, logis dan kritis atau mengembangkan
kemampuan intelektual sebagai bagian proses
mental.
Strategi Pembelajaran Inkuri efektif apabila :
Guru mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri
jawaban dari suatu permasalahan yang ingin
dipecahkan
Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak
berbentuk fakta atau konsep yang sudah jadi, akan
tetapi sebuah kesimpulan yang perlu pembuktian.
Jika proses pembelajaran berangkat dari ingin tahu
siswa terhadap sesuatu.
Jika akan mengajar pada sekelompok siswa yang
rata-rata memiliki kemampuan dan kemampuan
berpikir.
Jika siswa yang belajar tak terlalu banyak
sehingga bisa dikendalikan oleh guru.
Jika guru memiliki waktu yang cukup untuk
menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa.
Variasi pengembangan strategi pembelajaran di antaranya
adalah sebagai berikut:
Kelompok Pro-Kontra.
30
Pendidik membagi peserta didik dalam dua kelompok.
Misalnya kelompok pro dan kontra. Untuk menentukan dia
berada di kelompok pro atau kontra, maka pendidik
memberikan pertanyaan yang ditujukan kepada mereka.
Bagi yang memiliki jawaban “setuju”, maka ia masuk
dalam kelompok yang “pro”, begitu juga dengan yang
“tidak setuju”, maka ia akan masuk pada kelompok
“kontra”. Jumlah anggota dalam kelompok tidak harus
sama, karena disesuaikan dengan jawaban masing-masing
anak.
Lempar Bola Kertas Buta.
Pendidik membagi peserta didik dalam dua kelompok.
Misalnya kelompok A dan kelompok B. Untuk menentukan
dia berada di kelompok A atau B adalah dengan
menghitung secara acak, baik melalui absen ataupun
berhitung langsung dari urutan tempat duduk. Setelah
pendidik memberikan stimulus-stimulus berupa materi
yang akan dibahas, kemudian ia memerintah kepada
masing-masing peserta didik untuk membuat pertanyaan.
Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut nanti yang akan
membuat diskusi semakin berwarna, karena yang akan
menjawab adalah teman dari kelompok yang seberang.
Caranya yaitu: melempar bola kertas kepada kelompok
seberang dengan posisi badan menghadap ke belakang.
Bagi yang terkena bola kertas tersebut, maka dialah
yang harus menjawab pertanyaan dari yang melempar.
Begitu seterusnya secara estafet.
31
Bertamu ke Kelompok Tetangga.
Pendidik membagi peserta didik menjadi lima atau
enam kelompok. Dari masing-masing kelompok berdiskusi
dari selembar materi yang diberikan. Setelah itu,
anggota kelompok 7 singgah ke kelompok yang lain, hanya
satu orang yang masih tetap di kelompoknya. Satu orang
tersebut bertanggung jawab menjelaskan materi yang
telah didiskusikan kepada anggota pendatang. Begitu
seterusnya secara bergantian, sampai semuanya
mendapatkan bagian untuk menjelaskan materinya.
Bola Musik Asyik.
Pendidik memberi intruksi kepada peserta didik
untuk duduk dengan posisi membentuk lingkaran besar.
Masing-masing peserta didik harus membuat pertanyaan
dari materi yang telah diberikan. Bahan yang perlu
dipersiapkan adalah bola kertas dan musik/ringtone.
Kemudian pendidik meletakkan bola kertas tersebut dari
arah start. Setelah itu ia menghidupkan musik. Bola
kertas tersebut terus berputar dari satu siswa ke siswa
yang lain. Ketika musik tersebut mati, bola kertas pun
berhenti. Siswa yang mendapat bola kertas terakhir maka
dialah (siswa) yang harus menjawab pertanyaan dari
siswa yang menjadi start bola kertas. Begitu
seterusnya, secara memutar.
Prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran Inkuiri
Berorientasi pada Pengembangan Intelektual
32
Tujuan utama dari strategi inkuiri adalah
pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian,
strategi pembelajaran inkuiri ini selain berorientasi
pada hasil belajar juga berorientasi pada proses
belajar. Oleh karena itu, keberhaasilan dari proses
pembelajaran dengan menggunakan strategi inkuiri bukan
ditentukan oleh sejauh mana siswa dapat menguasai
materi pembelajaran, akan tetapi sejauh mana
beraktifitas mencari dan menemukan sesuatu.
Prinsip Interaksi
Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses
interaksi, baik interaksi antara siswa maupun interaksi
siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan
lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi,
artinya menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar,
tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur
interaksi itu sendiri. Guru perlu mengarahkan (directing)
agar siswa bisa mengembangkan kemampuan berpikirnya
melalui interaksi mereka.
Prinsip Bertanya
Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan
strategi pembelajaran inkuiri adalah guru sebagai
penanya. Dengan demikian, kemampuan siswa untuk
menjawab setiap 8 pertanyaan pada dasarnya sudah
merupakan sebagian dari proses berpikir. Oleh sebab
itu, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah
inkuiri sangat diperlukan.
33
Prinsip Belajar untuk Berpikir
Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan
tetapi belajar adalah proses berpikir, yaitu proses
mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kiri
maupun otak kanan. Pembelajaran berpikir adalah
pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.
Belajar yang hanya cenderung menggunakan otak kiri
dengan memaksa anak untuk berpikir logis dan rasional,
akan membuat anak dalam posisi “kering dan hampa”. Oleh
karena itu, belajar berpikir logis dan rasional perlu
didukung oleh pergerakan otak kanan.
Prinsip Keterbukaan
Belajar merupakan suatu proses mencoba berbagai
kemungkinan. Segala sesuatu mungkin saja terjadi. Oleh
sebab itu, anak perlu diberikan kebebasan untuk mencoba
sesuai dengan perkembangan kemampuan logika dan
nalarnya. Pembelajaran yang bermakna adalah
pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan
sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya.
Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan
kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan
secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang
diajukan.
Langkah Pelaksanaan Strategi Pembelajaran Inkuiri
Orientasi
34
Orientasi adalah langkah untuk membina suasana
atau iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah
ini guru mengondisikan agar siswa siap melaksanakan
proses pembelajaran. Pada langkah orientasi dalam
Strategi Pembelajaran Inkuiri, guru merangsang dan
mengajak siswa berpikir memecahkan masalah.
Keberhasilan orientasi tergantung pada kemauan siswa
untuk beraktivitas menggunakan kemampuannya dalam
memecahkan masalah tanpa kemauan dan kemampuan itu
tidak akan mungkin proses pembelajran akan beralan
dengan lancar.
Merumuskan Masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa
pada persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan
yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa
untuk berpikir memecahkan teka-teki. Proses pencarian
jawaban itulah yang sangat penting dalam strategi
inkuiri, oleh sebab itu melalui proses tersebut siswa
akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai
upaya mengmbangkan mental melalui proses berpikir.
Mengajukan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu
permasalahan yang sedang dikaji. Sebagai jawaban
sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya.
Kemampuan atau potensi individu untuk berpikir pada
dasarnya sudah dimiliki sejak individu itu lahir. Salah
satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan
35
kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak
adalah dengan mengajukan berbagai pertanyan yang dapat
mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban
sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan
kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang
dikaji.
Mengumpulkan Data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring
infirmasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang
diajuakan. Dalam strategi pembelajaran inkuiri,
mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat
penting dalam pengmbangan intelektual. Oleh sebab itu
tugas dan peran guru tahapan ini adalah mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk
berpikir mencari informasi yang dibutuhkan.
Menguji Hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban
yang dianggap diterima sesuai dengan data atau
informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data.
Yang terpenting dalam menguji hipotesis adalah mencari
tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan.
Artinya kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya
berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung
oleh data yang ditemukan dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Merumuskan Kesimpulan
36
Merumuskan kesimpulan adalah proses
mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil
pengujian hipotesis. Oleh karena itu, untuk mencapai
kesimpulan yang akurat hendaknya guru mampu menunjukkan
pada siswa data mana yang relevan.
Kesulitan – Kesulitan Implementasi Strategi Pembelajaran Inkuiri
Strategi Pembelajaran Inkuiri merupakan salah satu
strategi pembelajaran yang dianggap baru khususnya di
Indonesia. Sebagai suatu strategi baru, dalam
penerapannya terdapat beberapa kesulitan :
Strategi Pembelajaran Inkuiri merupakan strategi
pembelajaran yang menekankan kepada proses
berpikir yang bersandarkan kepada dua sayap yang
sama pentingnya, yaitu proses belajar dan hasil
belajar.
Sejak lama tertanam dalam budaya belajar siswa
bahwa belajar pada dasarnya adalah menerima materi
pelajaran dari guru, dengan demikian bagi mereka
guru adalah sumber belajar yang utama.
Berhubungan dengan sistem pendidikan kita yang
dianggap tidak konsisten.
Keunggulan Dan Kelemahan Strategi Pembelajaran Inkuiri
37
Keunggulan Strategi Pembelajaran Inkuiri
Strategi Pembelajaran Inkuiri merupakan strategi
pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan
aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara
seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi
ini dianggap lebih bermakna.
Strategi Pembelajaran Inkuiri dapat memberikan
ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan
gaya belajar mereka.
Strategi Pembelajaran Inkuiri merupakan strategi
yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi
belajar modern yang mengaggap belajar adalah
proses perubahan tingkah laku berkat adanya
pengalaman.
Strategi pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan
siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata.
Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar
bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah
dalam belajar.
Kelemahan Strategi Pembelajaran Inkuiri
Jika Strategi Pembelajaran Inkuiri digunakan
sebagai strategi pembelajaran, maka akan sulit
mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran
oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam
belajar.
38
Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya,
memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru
sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah
ditentukan.
Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan
oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran,
maka Strategi Pembelajaran Inkuiri akan sulit
diimplementasikan oleh setiap guru.
Strategi Pembelajaran inkuiri adalah rangkaian
kegiatan pembelajaran yang menekankankan pada proses
berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan
menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang
dipertanyakan. Dalam sistem belajar ini guru menyajikan
bahan pelajaran tidak dalam bentuk yang final, tetapi
anak didik diberi peluang untuk mencapai dan menemukan
sendiri dengan menggunakan teknik pendekatan pemecahan
masalah. Hasil belajar dengan cara ini lebih mudah
dihapal dan diingat, mudah ditransfer untuk memecahkan
masalah. Pendekatan belajar mengajar ini sangat cocok
untuk materi pelajaran yang bersifat kognitif.
Sedangkan beberapa kelemahannya adalah akan memakan
waktu yang cukup banyak, dan kalau kurang
terpimpin/terarah dapat menjurus kepada kekacauan dan
keakaburan atas materi yang dipelajari.
3. Strategi Pembelajaran Tematik
39
Orang dewasa mengenal bermacam-macam ilmu,
misalnya ilmu sosial, ilmu alam, ilmu bahasa dan ilmu
agama. Ilmu pada dasarnya hanyalah satu, namun
ketidakmampuan manusia untuk menguasai ilmu menyebabkan
manusia berusaha memisah-misahkan ilmu agar bisa
dikuasai. Disekolah dasar dan sekolah menengah pertama
dikenal pelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA) atau
sains. Disekolah menengah atas tidak ada lagi
pembelajaran IPA, yang ada ialah pelajaran biologi,
fisika, dan kimia, apabila kita kuliah dijurusan
biologi, pelajaran biologi tidak ada sebab yang ada
ialah eklogi, embriologi, fisiologi, genetika.
morfologi, taksonomi, dan sebagainya. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin kita mendalami suatu ilmu
maka akan muncul cabang-cabang ilmu baru.
Mengapa di pelajaran IPA di SMA harus dibagi
menjadi biologi, fisika, kimia atau bahkan di perguruan
tinggi biologi mesti dibagi menjadi bermacam-macam
ilmu? Seperti yang telah dikemukakan ilmu sangatlah
luas dan tidak mungkin manusia menguasai semuanya.
Manusia hanya bisa menguasai beberapa saja oleh karena
itu, dibuat cabang-cabang / bagian-bagian. Semakin
kecil cabang ilmu berarti semakin sempit dan khusus
ilmu tersebut.
Kemampuan anak usia SD untuk menguasai ilmu masih
sangatlah terbatas. Tentu tidak mungkin apabila anak SD
harus belajar genetika, kimia organic, atau fisika
40
nuklir. Anak usia sekolah dasar baru mampu belajar hal
yang sifatnya umum. Karena itu, kurang tepat apabila
pelajaran disajikan secara terpisah-pisah.
Ilmu/pengetahuan pada dasarnya berasal dari satu dan
barulah mulai terbentuk cabang-cabang. Oleh karena itu,
sangat wajar apabila aristoteles, misalnya namanya
dikaitkan pada berbagai cabang ilmu, baik ilmu-ilmu
sosial maupun ilmu-ilmu alam. Pada saat dia hidup
tentunya dia tidak menyatakan bahwa ini ilmu biologi,
ini filsafat dan sebagainya. Orang-orang yang
mempelajari belakangan, menempatkan pemikiran dan
temuan aristoteles dalam cabang-cabang ilmu yang
berbeda.
Orang dewasa mengenal bermacam-macam ilmu,
misalnya ilmu sosial, ilmu alam, ilmu bahasa dan ilmu
agama. Ilmu pada dasarnya hanyalah satu, namun
ketidakmampuan manusia untuk menguasai ilmu menyebabkan
manusia berusaha memisah-misahkan ilmu agar bisa
dikuasai. Disekolah dasar dan sekolah menengah pertama
dikenal pelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA) atau
sains. Disekolah menengah atas tidak ada lagi
pembelajaran IPA, yang ada ialah pelajaran biologi,
fisika, dan kimia, apabila kita kuliah dijurusan
biologi, pelajaran biologi tidak ada sebab yang ada
ialah eklogi, embriologi, fisiologi, genetika.
morfologi, taksonomi, dan sebagainya. Hal ini
41
menunjukkan bahwa semakin kita mendalami suatu ilmu
maka akan muncul cabang-cabang ilmu baru.
Mengapa di pelajaran IPA di SMA harus dibagi
menjadi biologi, fisika, kimia atau bahkan di perguruan
tinggi biologi mesti dibagi menjadi bermacam-macam
ilmu? Seperti yang telah dikemukakan ilmu sangatlah
luas dan tidak mungkin manusia menguasai semuanya.
Manusia hanya bisa menguasai beberapa saja oleh karena
itu, dibuat cabang-cabang / bagian-bagian. Semakin
kecil cabang ilmu berarti semakin sempit dan khusus
ilmu tersebut.
Kemampuan anak usia SD untuk menguasai ilmu masih
sangatlah terbatas. Tentu tidak mungkin apabila anak SD
harus belajar genetika, kimia organic, atau fisika
nuklir. Anak usia sekolah dasar baru mampu belajar hal
yang sifatnya umum. Karena itu, kurang tepat apabila
pelajaran disajikan secara terpisah-pisah.
Ilmu/pengetahuan pada dasarnya berasal dari satu dan
barulah mulai terbentuk cabang-cabang. Oleh karena itu,
sangat wajar apabila aristoteles, misalnya namanya
dikaitkan pada berbagai cabang ilmu, baik ilmu-ilmu
sosial maupun ilmu-ilmu alam. Pada saat dia hidup
tentunya dia tidak menyatakan bahwa ini ilmu biologi,
ini filsafat dan sebagainya. Orang-orang yang
mempelajari belakangan, menempatkan pemikiran dan
temuan aristoteles dalam cabang-cabang ilmu yang
berbeda.
42
Paparan diatas mengindikasikan bahwa pelajaran di
SD, terutama kelas-kelas awal hendaknya bersifat satu
kesatuan dan tidak dipisah-pisahkan. Pada saat kita
belajar membaca, apakah kita berpikir ini pelajaran
membaca IPA, ini pelajaran membaca IPS, ini pelajaran
membaca bahasa, dan sebagainya? Tentu tidak. Pada saat
kita belajar membaca, apapun isinya, pada saat itu pula
kita belajar tentang isi. Mungkin tujuan utamanya
adalah membaca, namun pada saat itu pula kita
mempelajari isi. Karena itulah penyajian pelajaran
secara tematik merupakan alternatif yang tepat untuk
kelas-kelas awal di SD.
Topik-topik pelajaran IPA dikelas awal
sesungguhnya sangat memungkinkan untuk disajikan secara
tematik karena topik-topik yang harus dikaji sangat
berkaitan erat dengan keseharian siswa, misalnya tubuh
siswa, benda-benda disekeliling siswa, fenomena alam
disekitar kita. Pelajaran tentang tubuh, misalnya dapat
didasarkan pada pelajaran bahasaIndonesia yang
bacaannya tentang tubuh manusia. Hal ini tentu saja
dapat dikaitkan dengan pelajaran matematika tentang
menghitung jumlah anggota tubuh, dan sebagainya.
43
Pengertian Pembelajaran Tematik
Dalam aspek perkembangan kognitif (berdasarkan
teori/tahap perkembangan kognitif Piaget), anak usia
ini berada pada tahap transisi dari tahap pra operasi
ke tahap operasi konkrit. Piaget, dalam hal ini,
menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri
dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan
lingkungannya. Menurutnya, setiap anak memiliki
struktur kognitif yang disebut schemata, yaitu sistem
konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman
terhadap berbagai objek yang ada dalam lingkungannya.
Pemahaman tentang obyek tersebut berlangsung melalui
proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep
yang sudah ada dalam pikirannya) dan akomodasi (proses
44
memanfaatkan konsep dalam pikiran untuk menafsirkan
objek).
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu
yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata
pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna
kepada siswa. Pembelajaran tematik dapat diartikan
suatu kegiatan pembelajaran dengan mengintegrasikan
materi beberapa mata pelajaran dalam satu tema/topik
pembahasan. Sutirjo dan Sri Istuti Mamik (2004: 6)
menyatakan bahwa pembelajaran tematik merupakan satu
usaha untuk mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan,
nilai, atau sikap pembelajaran, serta pemikiran yang
kreatif dengan menggunakan tema. Poerwadarminta (1984:
1.040) Tema adalah pokok pikiran; dasar cerita (yang
dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang,
mengarang sajak, dsb). Pembelajaran tematik adalah
pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema
tertentu. Dalam pembahasannya tema itu ditinjau dari
berbagai mata pelajaran. Sebagai contoh, tema “Air”
dapat ditinjau dari mata pelajaran IPA dan Matematika.
Lebih luas lagi, tema itu dapat ditinjau dari bidang
studi lain, seperti IPS, Bahasa Indonesia, Penjasorkes,
dan SBK. Pembelajaran tematik menyediakan keluasan dan
kedalaman implementasi kurikulum, menawarkan kesempatan
yang sangat banyak pada siswa untuk memunculkan
dinamika dalam pendidikan. Unit yang tematik adalah
epitome dari seluruh bahasa pembelajaran yang
45
memfasilitasi siswa untuk secara produktif menjawab
pertanyaan yang dimunculkan sendiri dan memuaskan rasa
ingin tahu dengan penghayatan secara alamiah tentang
dunia di sekitar mereka.
Proses belajar anak tidak sekedar menghafal
konsep-konsep dan fakta-fakta, tetapi merupakan
kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan
pemahaman yang lebih utuh. Belajar dimaknai sebagai
proses interaksi dari anak dengan lingkungannya. Anak
belajar dari halhal yang konkrit, yakni yang dapat
dilihat, didengar, diraba dan dibaui. Hal ini sejalan
dengan falsafah konstruksivisme yang menyatakan bahwa
manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi
dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya.
Pengetahuan ini tidak dapat ditransfer begitu saja dari
seorang guru kepada anak. Sejalan dengan tahapan
perkembangan dan karakteristik cara anak belajar
tersebut, maka pendekatan pembelajaran siswa SD kelas-
kelas awal adalah pembelajaran tematik.
Strategi pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan tematik (selanjutnya disebut pembelajaran
tematik) sebenarnya telah diisyaratkan sejak kurikulum
1994, akan tetapi karena keterbatasan kemampuan guru,
baik yang disebabkan oleh proses pendidikan yang
dilaluinya maupun kurangnya pelatihan tentang
pembelajaran tematik mengakibatkan pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan tematik tidak dapat diwujudkan
46
dengan baik. Terlebih lagi disadari, bahwa penerapan
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan ini
memerlukan persiapan yang tinggi dari guru, dalam hal
waktu, sumber, bahan ajar, serta perangkat pendukung
lainnya. Oleh karena itu penelitian tentang
implementasi model pembelajaran tematik di kelas rendah
Sekolah Dasar beserta faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilannya, terutama untuk meningkatkan kemampuan
dasar siswa SD dalam membaca, menulis dan berhitung,
sangat diperlukan.
Penetapan pendekatan tematik dalam pembelajaran di
kelas rendah oleh Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP) ini tidak lepas dari perkembangan akan konsep
pembelajaran terpadu. Menilik perkembangan konsep
pendekatan terpadu di Indonesia, pada saat ini model
pembelajaran yang dipelajari dan berkembang adalah
model pembelajaran terpadu yang dikemukakan oleh
Fogarty (1990). Model pembelajaran terpadu yang
dikemukakan oleh Fogarty ini berawal dari konsep
pendekatan interdisipliner yang dikembangkan oleh Jacob
(1989). Jacob (1989) dan Fogarty (1991) berpendapat
bahwa wujud penerapan pendekatan integratif itu
bersifat rentangan (continuum).
Bertolak dari konsep pendekatan integratif yang
dianut Jacob tersebut, Fogarty (1991) menyatakan bahwa
ada 10 model integrasi pembelajaran, yaitu model
fragmented, connected, nested, sequenced, shared,
47
webbed, threaded, integrated, immersed, dan networked.
Model-model itu merentang dari yang paling sederhana
hingga yang paling rumit, mulai dari separated-subject
sampai eksplorasi keterpaduan antar aspek dalam satu
bidang studi (model fragmented, connected, nested),
model yang menerpadukan antar berbagai bidang studi
(model sequenced, shared, webbed, threaded,
integrated), hingga menerpadukan dalam diri pembelajar
sendiri dan lintas pembelajar (model immersed dan
networked).
Adapun karakteristik dari pembelajaran tematik ini
menurut Tim Pengembang PGSD (1997:3-4) adalah : (1)
Holistik, suatu gejala atau peristiwa yang menjadi
pusat perhatian dalam pembelajaran tematik diamati dan
dikaji dari beberapa bidang studi sekaligus, tidak dari
sudut pandang yang terkotak-kotak. (2) Bermakna,
pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek,
memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar skemata
yang dimiliki oleh siswa, yang pada gilirannya nanti,
akan memberikan dampak kebermaknaan dari materi yang
dipelajari; (3) Otentik, pembelajaran tematik
memungkinkan siswa memahami secara langsung konsep dan
prinsip yang ingin dipelajari. (4) Aktif, pembelajaran
tematik dikembangkan dengan berdasar kepada pendekatan
diskoveri inkuiri dimana siswa terlibat secara aktif
dalam proses pembelajaran, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, hingga proses evaluasi.
48
Psikologi Gestalt sebagai Landasan Pengembangan Pembelajaran
Tematik
Berhasilnya suatu proses pendidikan, bergantung
pada proses pembelajaran yang terjadi di sekolah.
Kemampuan guru yang berhubungan dengan pemahaman guru
akan hakekat belajar akan sangat mempengaruhi proses
pembelajaran yang berlangsung. Guru yang memiliki
pemahaman hakekat belajar sebagai proses mengakumulasi
pengetahuan maka proses pembelajaran yang terjadi
hanyalah sekedar pemberian sejumlah informasi yang
harus dihapal siswa. Sebaliknya, apabila pemahaman guru
tentang belajar adalah proses memperoleh perilaku
secara keseluruhan, proses pembelajaran yang terjadi
mencerminkan suatu kesatuan yang mengandung berbagai
persoalan untuk dipahami oleh anak secara keseluruhan
dan terpadu. Seperti yang diungkapkan oleh Surya
(2002:84) bahwa belajar adalah suatu proses yang
dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri
dalam interaksinya dengan lingkungannya.
Dari definisi akan hakikat belajar di atas dapat
diketahui bahwa landasan pengembangan pembelajaran
tematik secara psikologis adalah merunut pada teori
belajar gestalt. Gestalt berasal dari bahasa Jerman
yang berarti ’whole configuration’ atau bentuk yang
utuh, pola, kesatuan dan keseluruhan. Teori ini
49
memandang kejiwaan manusia terikat pada pengamatan yang
berwujud pada bentuk menyeluruh. Menurut teori belajar
ini seorang belajar jika ia mendapat ”insight”. Insight
itu diperoleh bila ia melihat hubungan tertentu antara
berbagai unsur dalam situasi itu, sehingga hubungan itu
menjadi jelas baginya dan demikian memecahkan masalah
itu (Nasution, 2004; Slameto, 2003).
Pembelajaran tematik dapat diartikan suatu
kegiatan pembelajaran dengan mengintegrasikan materi
beberapa mata pelajaran dalam satu tema/topik
pembahasan. Sutirjo dan Sri Istuti Mamik (2004: 6)
menyatakan bahwa pembelajaran tematik merupakan satu
usaha untuk mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan,
nilai, atau sikap pembelajaran, serta pemikiran yang
kreatif dengan menggunakan tema. Dari pernyataan
tersebut dapat ditegaskan bahwa pembelajaran tematik
dilakukan dengan maksud sebagai upaya untuk memperbaiki
dan meningkatkan kualitas pendidikan, terutama untuk
mengimbangi padatnya materi kurikulum. Disamping itu
pembelajaran tematik akan memberi peluang pembelajaran
terpadu yang lebih menekankan pada
partisipasi/keterlibatan siswa dalam belajar.
Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat dari
aspek proses atau waktu, aspek kurikulum, dan aspek
belajar mengajar.
Dalam menerapkan dan melaksanakan pembelajaran
tematik, ada beberapa prinsip dasar yang perlu
50
diperhatikan yaitu 1) bersifat terintegrasi dengan
lingkungan, 2) bentuk belajar dirancang agar siswa
menemukan tema, dan 3) efisiensi. Agar diperoleh
gambaran yang lebih jelas berikut ini akan diurakan
ketiga prinsip tersebut, berikut ini. Bersifat
kontekstual atau terintegrasi dengan lingkungan.
Pembelajaran yang dilakukan perlu dikemas dalam suatu
format keterkaitan, maksudnya pembahasan suatu topik
dikaitkan dengan kondisi yang dihadapi siswa atau
ketika siswa menemukan masalah dan memecahkan masalah
yang nyata dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari
dikaitkan dengan topik yang dibahas. Bentuk belajar
harus dirancang agar siswa bekerja secara sungguh-
sungguh untuk menemukan tema pembelajaran yang riil
sekaligus mengaplikasikannya. Dalam melakukan
pembelajaran tematik siswa didorong untuk mampu
menemukan tema-tema yang benar-benar sesuai dengan
kondisi siswa, bahkan dialami siswa. Efisiensi.
Pembelajaran tematik memiliki nilai efisiensi antara
lain dalam segi waktu, beban materi, metode, penggunaan
sumber belajar yang otentik sehingga dapat mencapai
ketuntasan kompetensi secara tepat.
Karakteristik Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik memiliki ciri-ciri atau
karakteristik sebagaimana diungkapkan sebagai berikut
1) berpusat pada siswa, 2) Memberikan pengalaman
langsung kepada siswa, 3) Pemisahan mata pelajaran
51
tidak begitu jelas, 4) Menyajikan konsep dari berbagai
mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran., 5)
Bersifat fleksibel, 6) Hasil pembelajaran dapat
berkembang sesuai dengan minat, dan kebutuhan siswa.
Agar diperoleh gambaran yang lebih jelas tentang
karakteristik tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
Berpusat pada siswa. Proses pembelajaran yang dilakukan
harus menempatkan siswa sebagai pusat aktivitas dan
harus mampu memperkaya pengalaman belajar. Pengalaman
belajar tersebut dituangkan dalam kegiatan belajar yang
menggali dan mengembangkan fenomena alam di sekitar
siswa. Memberikan pengalaman langsung kepada siswa.
Agar pembelajaran lebih bermakna maka siswa perlu
belajar secara langsung dan mengalami sendiri. Atas
dasar ini maka guru perlu menciptakan kondisi yang
kondusif dan memfasilitasi tumbuhnya pengalaman yang
bermakna. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas.
Mengingat tema dikaji dari berbagai mata pelajaran dan
saling keterkaitan maka batas mata pelajaran menjadi
tidak begitu jelas. Menyajikan konsep dari berbagai
mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran.
Bersifat fleksibel. Pelaksanaan pembelajaran tematik
tidak terjadwal secara ketat antar mata pelajaran.
Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan
minat, dan kebutuhan siswa. Sehubungan dengan hal
tersebut diungkapkan pula bahwa karakteristik
pembelajaran terpadu/tematik sebagai berikut: 1)
52
pembelajaran berpusat pada anak, 2) menekankan
pembentukan pemahaman dan kebermaknaan, 3) belajar
melalui pengalaman langsung, 4) lebih memperhatikan
proses daripada hasil semata, 5) sarat dengan muatan
keterkaitan.
Landasan Pembelajaran Tematik
Yang dijadikan landasan operasional dalam
pembelajaran tematik di sekolah dasar adalah sebagai
berikut.
Landasan filosofis Dalam pembelajaran tematik
sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat yaitu:
progresivisme, konstruktivisme, dan humanisme. a)
Aliran progresivisme yang memandang proses pembelajaran
perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas,
pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah
(natural), dan memperhatikan pengalaman siswa, b)
Aliran konstruktivisme yang melihat pengalaman langsung
siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam
pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah
hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia
mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan
obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya.
Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari
seorang guru kepada anak, tetapi harus
diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa.
Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan
suatu proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan
53
siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat
berperan dalam perkembangan pengetahuannya, c) Aliran
humanisme yang melihat siswa dari segi keunikan/
kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya.
Landasan psikologis Dalam pembelajaran tematik terutama
berkaitan dengan psikologi perkembangan peserta didik
dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan
diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi
pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar
tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap
perkembangan peserta didik. Psikologi belajar
memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi
pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada siswa
dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya.
Landasan yuridis Dalam pembelajaran tematik berkaitan
dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung
pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar.
Landasan yuridis tersebut adalah: a) UU No. 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa
setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran
dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat
kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal
9), dan b) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta
didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan
pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuannya (Bab V Pasal 1-b).
54
Peran dan Pemilihan Tema dalam Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik dimaksudkan agar pelaksanaan
kegiatan pembelajaran lebih bermakna dan utuh. Dalam
pelaksanaan pembelajaran tematik perlu mempertimbangkan
alokasi waktu untuk setiap topik, banyak sedikitnya
bahan yang tersedia di lingkungan. Pilihlah tema yang
terdekat dengan siswa. Lebih mengutamakan kompetensi
dasar yang akan dicapai dari tema tersebut. Model
pembelajaran terpadu yang dikemukakan oleh Fogarty ini
berawal dari konsep pendekatan interdisipliner ini
dalam pembelajaran tematik memiliki peran antara lain
adalah sebagai berikut.
Siswa lebih mudah memusatkan perhatian pada satu
tema atau topik tertentu.
Siswa dapat mempelajari pengetahuan dan
mengembangkan berbagai kompetensi mata pelajaran
dalam tema yang sama.
Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih
mendalam dan berkesan
Kompetensi berbahasa bisa dikembangkan lebih baik
dengan mengaitkan mata pelajaran lain dan
pengalaman pribadi siswa.
Siswa lebih merasakan manfaat dan makna belajar
karena materi disajikan dalam konteks tema yang
jelas.
Siswa lebih bergairah belajar karena mereka bisa
berkomunikasi dalam situasi yang nyata.
55
Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran
yang disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan
sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3 kali.
Pemilihan tema dalam pembelajaran tematik dapat
berasal dari guru dan siswa. Pada umumnya guru memilih
tema dasar dan siswa menentukan unit temanya. Tema juga
dapat dipilih berdasarkan pertimbangan konsensus antar
siswa. Dari pernyataan tersebut dapat ditegaskan bahwa
pembelajaran tematik dilakukan dengan maksud sebagai
upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas
pendidikan, terutama untuk mengimbangi padatnya materi
kurikulum. Di samping itu pembelajaran tematik akan
memberi peluang pembelajaran terpadu yang lebih
menekankan pada partisipasi/keterlibatan siswa dalam
belajar. Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat
dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum,
dan aspek belajar mengajar. Pembelajaran tematik lebih
menekankan pada penerapan konsep belajar sambil
melakukan sesuatu. Oleh karena itu, guru perlu mengemas
atau merancang pengalaman belajar yang akan
mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa.
Prinsip-prinsip Pembelajaran Tematik
Dalam menerapkan dan melaksanakan pembelajaran
tematik, ada beberapa prinsip dasar yang perlu
diperhatikan yaitu: (1) bersifat terintegrasi dengan
lingkungan, (2) bentuk belajar dirancang agar siswa
56
menemukan tema, dan (3) efisiensi. Agar diperoleh
gambaran yang lebih jelas berikut ini akan diurakan
ketiga prinsip tersebut, berikut ini. Bersifat
kontekstual atau terintegrasi dengan lingkungan.
Pembelajaran yang dilakukan perlu dikemas dalam suatu
format keterkaitan, maksudnya pembahasan suatu topik
dikaitkan dengan kondisi yang dihadapi siswa atau
ketika siswa menemukan masalah dan memecahkan masalah
yang nyata dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari
dikaitkan dengan topik yang dibahas. Bentuk belajar
harus dirancang agar siswa bekerja secara sungguh-
sungguh untuk menemukan tema pembelajaran yang riil
sekaligus mengaplikasikannya. Dalam melakukan
pembelajaran tematik siswa didorong untuk mampu
menemukan tema-tema yang benar-benar sesuai dengan
kondisi siswa, bahkan dialami siswa. Efisiensi.
Pembelajaran tematik memiliki nilai efisiensi antara
lain dalam segi waktu, beban materi, metode, penggunaan
sumber belajar yang otentik sehingga dapat mencapai
ketuntasan kompetensi secara tepat. Sedangkan beberapa
hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan
pembelajaran tematik, antara lain adalah sebagai
berikut.
Pembelajaran tematik dimaksudkan agar pelaksanaan
kegiatan pembelajaran lebih bermakna dan utuh.
Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik perlu
mempertimbangkan alokasi waktu untuk setiap topik,
57
banyak sedikitnya bahan yang tersedia di
lingkungan.
Pilihlah tema yang terdekat dengan siswa.
Lebih mengutamakan kompetensi dasar yang akan
dicapai dari pada tema.
Keunggulan dan kekurangan Pembelajaran Tematik
Setiap pendekatan pembelajaran memiliki beberapa
kelemahan dan kekuatan. tidak ada satupun pendekatan
yang tidak memiliki kelemahan, begitu pula tidak ada
satupun pendekatan yang tidak memiliki keunggulan.
Pelaksanaan pembelajaran tematik memiliki beberapa
keuntungan dan juga kelemahan yang diperolehnya.
Keuntungan yang dimaksud yaitu:
Menyenangkan karena bertolak dari minat dan
kebutuhan siswa
Pengalaman dan kegiatan belajar relevan dengan
tingkat perkembangan dan kebutuhan siswa.
Hasil belajar akan bertahan lebih lama karena
lebih berkesan dan bermakna.
Menumbuhkan keterampilan sosial, seperti bekerja
sama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap
gagasan orang lain.
Melengkapi pendapat tersebut di atas, menurut
Kunandar (2007) pembelajaran tematik memiliki
kelebihan yaitu sebagai berikut.
58
Menyenangkan karena berangkat dari minat dan
kebutuhan peserta didik.
Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar
mengajar yang relevan dengan tingkat perkembangan
dan kebutuhan peserta didik.
Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih
berkesan dan bermakna.
Mengembangkan keterampilan berfikir anak didik
sesuai dengan persoalan yang dihadapi.
Menumbuhkan keterampilan sosial melalui kerja
sama.
Memiliki sikap toleransi komunikasi dan tanggap
terhadap gagasan orang lain.
Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai
dengan persoalan yang dihadapi dalam lingkungan
peserta didik
Pembelajaran tematik di samping memiliki beberapa
keuntungan sebagaimana dipaparkan di atas, juga
terdapat beberapa kekurangan yang diperolehnya.
Kekurangan yang ditimbulkannya yaitu:
Guru dituntut memiliki keterampilan yang
tinggi
Tidak setiap guru mampu mengintegrasikan
kurikulum dengan konsep-konsep yang ada dalam
mata pelajaran secara tepat.
Jenis-jenis Tema
59
Yang dimaksud dengan tema menurut Poerwadarminta
(1983) adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang
menjadi pokok pembicaraan. Penggunaan tema dimaksudkan
sebagai wadah/alat agar anak mampu mengenal berbagai
konsep secara lebih utuh, bermakna, mudah dan jelas.
Dalam konteks pembelajaran di SD tersedia berbagai
jenis tema yang dapat dipilih, seperti diri sendiri,
keluarga, lingkungan, transportasi, kesehatan,
kebersihan dan keamanan, hewan dan tumbuh-tumbuhan,
pekerjaan, gejala alam dan peristiwa, rekreasi, negara
dan alat komunikasi.
Prinsip Pemilihan Tema
Berbagai tema yang dipilih dan disampaikan kepada
siswa hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip pemilihan
sebagai berikut.
- Kedekatan, artinya tema hendaknya dipilih mulai
dari yang terdekat kepada tema yang semakin jauh
dari kehidupan anak
- Kesederhanaan, tema hendaknya dipilih mulai dari
yang mudah/sederhana sampai kepada yang lebih
rumit bagi anak
- Kemenarikan, artinya tema hendaknya dipilih tema
yang menarik minat anak
- Kekonkritan, artinya tema yang dipilih hendaknya
bersifat konkrit. Sesuai dengan tingkat
perkembangan anak
60
Alokasi Waktu Pembelajaran Tematik
Alokasi waktu yang tersedia untuk pembelajaran
tematik adalah 27 jam pelajaran dalam satu minggu,
dengan jatah waktu untuk masing-masing mata pelajaran
adalah sebagai berikut: 15% untuk agama, 50% untuk
membaca, menulis dan berhitung (calistung), 35% untuk
Pendidikan Kewarganegaraan, IPS, Pengetahuan Alam,
Kertakes dan Penjas. Perlu diketahui bahwa untuk kelas
I, II dan III tidak dikenal penjadualan mata pelajaran.
Jika terdapat indikator dalam berbagai matapelajaran
yang tidak dapat dipadukan dalam tema maka guru dapat
membuat tema khusus untuk indikator tersebut.
Matapelajaran agama yang memiliki karaktristik khusus
dapat diserahkan kepada guru agama, demikian pula mata
pelajaran pendidikan jasmani.
Tahap Persiapan Pelaksanaan Pembelajaran Tematik
Persiapan yang harus dilaksanakan guru sebelum
pelaksanaan pembelajaran tematik terdiri atas beberapa
tahap, yaitu :
Pemetaan Kompetensi Dasar
Kegiatan pemetaan ini dilakukan untuk memperoleh
gambaran secara menyeluruh dan utuh semua standar
kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator dari
berbagai matapelajaran yang dipadukan dalam tema yang
dipilih. Kegiatan yang dilakukan adalah:
Penjabaran standar kompetensi, kompetensi
dasar ke dalam indikator. Melakukan kegiatan
61
penjabaran standar kompetensi dan kompetensi
dasar dari setiap matapelajaran ke dalam
indikator, dengan memperhatikan hal-hal
berikut : 1) Indikator dikembangkan sesuai
dengan karakteristik peserta didik, 2)
Indikator dikembangkan sesuai dengan
karakteristik mata pelajaran, dan 3)
Dirumuskan dalam kata kerja operasional yang
terukur dan/atau dapat diamati.
Penentuan tema, dapat dilakukan melalui dua
cara, yaitu : 1) Mempelajari standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat
dalam masing-masing mata pelajaran,
dilanjutkan dengan menentukan tema yang
sesuai dan 2) Menetapkan terlebih dahulu
tema-tema pengikat keterpaduan, dilanjutkan
dengan mengidentifikasi kompetensi dasar dari
berbagai matapelajaran yang cocok dengan tema
yang telah ada. Untuk menentukan tema
tersebut guru dapat bekerjasama dengan siswa
sehingga sesuai dengan minat siswa.
Identifikasi dan analisis standar kompetensi,
kompetensi dasar dan indicator
Menetapkan Jaringan Tema
Pembuatan jaringan tema dilakukan dengan cara
menghubungkan kompetensi dasar dan indikator dengan
tema pemersatu. Dengan jaringan tema tersebut akan
62
terlihat kaitan antara tema, kompetensi dasar dan
indikator dari setiap matapelajaran. Jaringan tema ini
dapat dikembangkan sesuai dengan alokasi waktu yang
tersedia untuk setiap tema.
Penyusunan Silabus Pembelajaran Tematik
Hasil seluruh proses yang dilakukan pada tahap-
tahap sebelumnya dijadikan dasar dalam penyusunan
silabus. Komponen silabus terdiri dari standar
kompetensi, kompetensi dasar, indikator, pengalaman
belajar, alat/sumber, dan penilaian.
Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran, guru
perlu menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
RPP ini merupakan realisasi yang telah ditetapkan dalam
silabus pembelajaran. Komponen RPP tematik meliputi :
Identitas Mata Pelajaran yaitu nama
matapelajaran yang akan dipadukan, kelas,
semester, dan waktu/banyaknya jam
pelajaran yang dialokasikan
Kompetensi dasar dan indikator yang akan
dilaksanakan
Materi pokok beserta uraiannya yang perlu
dipelajari siswa dalam rangka mencapai
kompetensi dasar dan indicator
Strategi pembelajaran (kegiatan
pembelajaran secara konkrit yang harus
dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan
63
materi pembelajaran dan sumber belajar
untuk menguasai kompetensi dasar dan
indikator, kegiatan ini terdiri atas
kegiatan pembukaan, inti dan penutup
Alat dan media yang digunakan untuk
memperlancar pencapaian kompetensi dasar
serta sumber bahan yang digunakan dalam
kegiatan pembelajaran tematik sesuai
dengan kompetensi dasar yang harus
dikuasai.
Penilaian dan tindak lanjut (prosedur dan
instrumen yang akan digunakan untuk
menilai pencapaian hasil belajar peserta
didik serta tindak lanjut hasil
penilaian).
Implementasi Pembelajaran Tematik di Sekolah Dasar
Pembelajaran tematik di sekolah dasar merupakan
suatu hal yang relatif baru, sehingga dalam
implementasinya belum sebagaimana yang diharapkan.
Masih banyak guru yang merasa sulit dalam melaksanakan
pembelajaran tematik ini. Hal ini terjadi antara lain
karena guru belum mendapat pelatihan secara intensif
tentang pembelajaran tematik ini. Disamping itu juga
guru masih sulit meninggalkan kebiasan kegiatan
pembelajaran yang penyajiannya berdasarkan mata
pelajaran/bidang studi. Pelaksanaan pembelajaran
tematik di sekolah dasar pada saat ini difokuskan pada
64
kelas-kelas bawah (kelas 1 dan 2) atau kelas yang anak-
anaknya masih tergolong pada anak usia dini, walaupun
sebenarnya pendekatan pembelajaran tematik ini bisa
dilakukan di semua kelas sekolah dasar. Pembelajaran
tematik dilakukan dengan beberapa tahapan-tahapan
seperti penyusunan perencanaan, penerapan, dan
evaluasi/refleksi. tahap-tahap ini secara singkat dapat
diuraikan sebagai berikut.
Perencanaan Pembelajaran Tematik
Model pembelajaran tematik merupakan model
pembelajaran yang pengembangannya dimulai dengan
menentukan topik tertentu sebagai tema atau topik
sentral, setelah tema ditetapkan maka selanjutnya tema
itu dijadikan dasar untuk menentukan dasar sub-sub tema
dari bidang studi lain yang terkait (Fogarty, 1991 :
54). Penentuan tema dapat dilakukan oleh guru melalui
tema konseptual yang cukup umum tetapi produktif. Dapat
pula ditetapkan dengan negosiasi antara guru dengan
siswa, atau dengan cara diskusi sesama siswa.
Alwasilah, dkk (1998:16) menyebutkan bahwa tema dapat
diambil dari konsep atau pokok bahasan yang ada
disekitar lingkungan siswa, karena itu tema dapat
dikembangkan berdasarkan minat dan kebutuhan siswa yang
bergerak dari lingkungan terdekat siswa dan selanjutnya
beranjak ke lingkungan terjauh siswa. Berikut ini
ilustrasi yang diberikan dalam penentuan tema.
65
Mengingat perencanaan sangat menentukan
keberhasilan suatu pembelajaran tematik, maka
perencanaan yang dibuat dalam rangka pelaksanaan
pembelajaran tematik harus sebaik mungkin Oleh karena
itu ada beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam
merancang pembelajan tematik ini yaitu: 1) Pelajari
kompetensi dasar pada kelas dan semester yang sama dari
setiap mata pelajaran, 2) Pilihlah tema yang dapat
mempersatukan kompetensi-kompetensi untuk setiap kelas
dan semester, 3) Buatlah ”matriks hubungan kompetensi
dasar dengan tema”, 4) Buatlah pemetaan pembelajaran
tematik. Pemetaan ini dapat dapat dibuat dalam bentuk
matriks atau jareingan topik, 5) Susunlah silabus dan
rencana pembelajaran berdasarkan matriks/jaringan topik
pembelajaran tematik.
Pelaksanaan Pembelajaran Tematik
Tahap ini merupakan pelaksanaan kegiatan proses
belajar mengajar sebagai unsur inti dari aktivitas
pembelajaran, yang dalam pelaksanaannya disesuaikan
dengan rambu-rambu yang telah disusun dalam perencanaan
sebelumnya. Pelaksanaan pelambelajaran tematik
diterapkan ke dalam tiga langkah pembelajaran yaitu (1)
Kegiatan awal bertujuan untuk menarik perhatian siswa,
menumbuhkan motivasi belajar siswa,dan memberikan acuan
atau rambu-rambu tentang pembelajaran yang akan
dilakukan (Sanjaya, W., 2006:41) ; (2) Kegiatan inti,
merupakan kegiatan pokok dalam pembelajaran. Dimana
66
dilakukan pembahasan terhadap tema dan subtema melalui
berbagai kegiatan belajar dengan menggunakan multi
metode dan media sehingga siswa mendapatkan pengalaman
belajar yang bermakna. Pada waktu penyajian dan
pembahasan tema, guru dalam penyajiannya sehendaknya
lebih berperan sebagai fasilitator (Alwasilah:1988);
(3) Kegiatan akhir, dapat diartikan sebagai kegiatan
yang dilakukan oleh guru untuk mengakhiri pelajaran
dengan maksud untuk memberikan gambaran menyeluruh
tentang apa yang telah dipelajari siswa serta
keterkaitannya dengan pengalaman sebelumnya, mengetahui
tingkat keberhasilan siswa serta keberhasilan guru
dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Pada tahap ini
intinya guru melaksanakan rencana pembelajaran yang
telah disusun sebelumnya. Pembelajaran tematik ini akan
dapat diterapkan dan dilaksanakan dengan baik perlu
didukung laboratorium yang memadai. Laboratorium yang
memadai tentunya berisi berbagai sumber belajar yang
dibutuhkan bagi pembelajaran di sekolah dasar. Dengan
tersedianya laboratorium yang memadai tersebut maka
guru ketika menyelenggarakan pembelajaran tematik akan
dengan mudah memanfaatkan sumber belajar yang ada di
laboratorium tersebut, baik dengan cara membawa sumber
belajar ke dalam kelas maupun mengajak siswa ke ruang
laboratorium yang terpisah dari ruang kelasnya.
Pengevaluasian Pembelajaran Tematik
67
Menurut Raka Joni (1996 : 16), bahwa pada dasarnya
evaluasi dalam pembelajaran tematik tidak berbeda dari
evaluasi untuk kegiatan pembelajaran konvensional. Oleh
karena itu, semua asas-asas yang perlu diindahkan dalam
pembelajaran konvensional berlaku pula bagi penilaian
pembelajaran tematik. Bedanya dalam evaluasi
pembelajaran tematik lebih menekankan pada aspek proses
dan usaha pembentukan efek iringan (nurturant effect)
seperti kemampuan bekerja sama, tenggang rasa dan
sebagainya. Menurut Pusat Kurikulum (2002), penilaian
siswa di kelas I dan II SD belum mengikuti aturan
penilaian seperti mata pelajaran lain, mengingat anak
kelas I SD belum semua lancar membaca dan menulis, maka
cara penilaian di kelas I tidak ditekankan pada
penilaian secara tertulis. Evaluasi pembelajaran
tematik difokuskan pada evaluasi proses dan hasil.
Evaluasi proses diarahkan pada tingkat keterlibatan,
minat dan semangat siswa dalam proses pembelajaran,
sedangkan evaluasi hasil lebih diarahkan pada tingkat
pemahaman dan penyikapan siswa terhadap substansi
materi dan manfaatnya bagi kehidupan siswa sehari-hari.
Disamping itu evaluasi juga dapat berupa kumpulan karya
siswa selama kegiatan pembelajaran yang bisa
ditampilkan dalam suatu paparan/pameran karya siswa.
Instrumen yang dapat digunakan untuk mengungkap
pemahaman siswa terhadap materi pelajaran dapat
digunakan tes hasil belajar. dan untuk mengetahui
68
tingkat kemam puan siswa melakukan suatu tugas dapat
berupa tes perbuatan atau keterampilan dan untuk
mengungkap sikap siswa terhadap materi pelajaran dapat
berupa wawancara, atau dialog secara informal. Di
samping itu instrumen yang dikembangkan dalam
pembelajaran tematik dapat berupa: kuis, pertanyaan
lisan, ulangan harian, ulangan blok, dan tugas individu
atau kelompok, dan lembar observasi.
Implikasi Pembelajaran Tematik
Dalam implementasi pembelajaran tematik di sekolah
dasar mempunyai berbagai implikasi yang mencakup
beberapa hal sebagai berikut.
Implikasi bagi guru, Pembelajaran tematik
memerlukan guru yang kreatif baik dalam menyiapkan
kegiatan/pengalaman belajar bagi anak, juga dalam
memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran
dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih
bermakna, menarik, menyenangkan dan utuh.
Implikasi bagi siswa: (a) Siswa harus siap
mengikuti kegiatan pembelajaran yang dalam
pelaksanaannya; dimungkinkan untuk bekerja baik
secara individual, pasangan, kelompok kecil
ataupun klasikal, (b) Siswa harus siap mengikuti
kegiatan pembelajaran yang bervariasi secara aktif
misalnya melakukan diskusi kelompok, mengadakan
penelitian sederhana, dan pemecahan masalah.
69
Implikasi terhadap sarana, prasarana, sumber
belajar dan media: (a) Pembelajaran tematik pada
hakekatnya menekankan pada siswa baik secara
individual maupun kelompok untuk aktif mencari,
menggali dan menemukan konsep serta prinsip-
prinsip secara holistik dan otentik. Oleh karena
itu, dalam pelaksanaannya memerlukan berbagai
sarana dan prasarana belajar. (b) Pembelajaran
ini perlu memanfaatkan berbagai sumber belajar
baik yang sifatnya didesain secara khusus untuk
keperluan pelaksanaan pembelajaran (by design),
maupun sumber belajar yang tersedia di lingkungan
yang dapat dimanfaatkan (by utilization). (c)
Pembelajaran ini juga perlu mengoptimalkan
penggunaan media pembelajaran yang bervariasi
sehingga akan membantu siswa dalam memahami
konsep-konsep yang abstrak.(d) Penerapan
pembelajaran tematik di sekolah dasar masih dapat
menggunakan buku ajar yang sudah ada saat ini
untuk masing-masing mata pelajaran dan
dimungkinkan pula untuk menggunakan buku suplemen
khusus yang memuat bahan ajar yang terintegrasi.
Implikasi terhadap Pengaturan ruangan. Dalam
pelaksanaan kegiatan pembelajaran tematik perlu
melakukan pengaturan ruang agar suasana belajar
menyenangkan. Pengaturan ruang tersebut meliputi:
ruang perlu ditata disesuaikan dengan tema yang
70
sedang dilaksanakan, susunan bangku peserta didik
dapat berubah-ubah disesuaikan dengan keperluan
pembelajaran yang sedang berlangsung, peserta
didik tidak selalu duduk di kursi tetapi dapat
duduk di tikar/karpet, kegiatan hendaknya
bervariasi dan dapat dilaksanakan baik di dalam
kelas maupun di luar kelas, dinding kelas dapat
dimanfaatkan untuk memajang hasil karya peserta
didik dan dimanfaatkan sebagai sumber belajar,
alat, sarana dan sumber belajar hendaknya dikelola
sehingga memudahkan peserta didik untuk
menggunakan dan menyimpannya kembali.
Implikasi terhadap Pemilihan metode. Sesuai dengan
karakteristik pembelajaran tematik, maka dalam
pembelajaran yang dilakukan perlu disiapkan
berbagai variasi kegiatan dengan menggunakan multi
metode. Misalnya percobaan, bermain peran, tanya
jawab, demonstrasi, bercakap-cakap.
4. Strategi Pembelajaran Konstruktivis
Konstruktivisme merupakan teori pembelajaran yang
relatif baru. Meskipun demikian sejak kemunculannya di
tahun 1980an, prinsip-prinsip konstruktivisme sangat
sering digunakan dalam pendidikan sains, terutama dalam
tataran penelitian-penelitian.
Pengertian Pembelajaran Konstruktivis
71
Konstruktivisme lahir dari gagasan Piaget dan
Vigotsky, keduanya menyatakan bahwa perubahan kognitif
hanya terjadi jika konsepsi yang telah dipahami
sebelumnya diolah melalui proses ketidakseimbangan
dalam upaya memperoleh informasi baru. Lebih lanjut
menurut Piaget dan Vigotsky juga menekankan adanya
hakikat sosial dalam belajar. Keduanya menyarankan
bahwa dalam belajar dibentuk kelompok kecil yang
anggota dalam kelompok tersebut hiterogen untuk
mengupayakan terjadinya perubahan pengertian atau
belajar. Para ahli konstruktivisme memandang bahwa
manusia belajar dengan cara mengkonstruksi pengertian
atau pemahaman baru tentang fenomenafenomena dari
pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya. Maka dari
itu para ahli pendidikan yang menggunakan
konstruktivisme sebagai suatu pendekatan lebih
menekankan pentingnya keaktifan siswa untuk membangun
pengetahuan dan pengertian melalui adanya saling
keterkaitan antara apa yang sudah diketahui dengan apa
yang sedang dipelajari (Pudyo, 1999). Lebih lanjut
dinyatakan bahwa kunci dari teori konstruktivisme
adalah siswa belajar melalui informasi secara aktif
untuk membangun pengetahuan sendiri, membandingkan
informasi yang baru dengan pemahaman atau pengalaman
yang telah dimiliki. Barba, (1995) menambahkan bahwa
pengetahuan ilmiah dibangun secara bertahap dari waktu
ke waktu oleh siswa dalam konteks sosial melalui
72
serangkaian interaksi, jika informasi baru berinteraksi
dengan informasi lama sedemikian sehingga hasilnya
merupakan kesadaran tentang apa yang sedang dipelajari.
Teori konstruktivisme menganjurkan adanya peran
siswa aktif baik aktif fisik maupun mentalnya dalam
proses pembelajaran. Pendekatan konstruktivisme
merupakan pendekatan pembelajaran berpusat kepada
siswa/student centered instructions, peran guru
membantu siswa dalam menemukan fakta, konsep atau
prinsip bagi diri siswa sendiri (Nur, 2000). Prinsip
konstruktivisme adalah bahwa pengetahuan dibangun oleh
siswa sendiri baik secara personal maupun sosial,
pengetahuan tersebut diperoleh melalui aktivitas siswa
untuk bernalar. Siswa berinteraksi dengan lingkungan
menggunakan inderanya. Dengan melakukan penginderaan
diharapkan siswa mampu mengkonstruksi gambaran obyek
atau fenomena alam. Pendekatan konstruktivisme sesuai
diterapkan dalam pembelajaran IPA sebab dalam
pembelajaranini, siswa akan berpartisipasi secara aktif
dalam proses pembelajaran, siswa dapat mengembangkan
kemampuan belajar mandiri, siswa mampu mengembangkan
pengetahuannya sendiri, serta guru sebagai fasilitator,
mediator dan manajer dalam proses pembelajaran.
Konstruktivisme Dalam Pembelajaran IPA
Pada hakikatnya IPA dapat dipandang dari tiga
dimensi yaitu IPA sebagai proses, IPA sebagai produk
dan pengembangan sikap ilmih. Ketiga dimensi tersebut
73
saling terkait, pembelajaran IPA diharapkan dapat
mengembangkan ketiga aspek IPA tersebut (Sri
Sulistyorini, 2007). Dalam pembelajaran IPA lebih
menekankan pada proses dengan alasan bahwa IPA
berkembang dari hasil observasi manusia tentang
fenomena alam atau gejala alam baik gejala kebendaan
maupun gejala peristiwa alam. Dengan demikian dalam
pembelajaran IPA perlu diterapkan kegiatan-kegiatan
agar siswa mampu menemukan pengetahuan atau konsep
sendiri melalui pengalamannya sendiri dengan cara
melakuka pengamatan, percobaan dan diskusi tentang
gejala alam. Alternatif yang dapat ditempuh adalah
dalam pembelajaran menerapkan pendekatan
konstruktivisme.
Konstruktivisme mengajarkan tentang sifat dasar
bagaimana siswa belajar. Menurut konstruktivisme
belajar adalah Constructing understanding atau
knowledge dengan cara mencocokkan fenomena, ide atau
aktivitas yang baru dengan pengetahuan yang telah
dimiliki atau dipelajari. Kata kunci konstruktivisme
adalah to construct. Dalam pembelajaran konstruktivisme
peran guru membantu siswa agar informasi yang
dipelajari menjadi bermakna bagi siswa yaitu dengan
cara memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan
sendiri atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan
mengajak siswa agar sadar menggunakan strategi mereka
sendiri untuk belajar. Guru memberi tangga untuk
74
membantu siswa sehingga dapat mencapai tingkat
pemahaman yang lebih tinggi, namun demikian diupayakan
agar siswa sendiri yang memanjat tangga tersebut.
Karakteristik pendekatan konstruktivisme menurut Nur
( 2001) :
Pembelajaran ditekankan pada pembelajaran sosial,
meliputi pembelajaran kooperatif atau pembelajaran
berbasis penemuan.
Pembelajaran memperhatikan pemagangan kognitif
Pembelajaran menekankan scaffolding.
Pembelajaran menekankan Top-down.
Pembelajaran memperhatikan generative learning.
Pembelajaran dengan pengturan diri atau self
regulated.
Pembelajaran terbalik (Resiprokal),
Penjelasan masing-masing dari karakteristik
pembelajaran konstruktivisme diimplementasikan dalam
pembelajaran IPA sebagai berikut. Pembelajaran
kooperatif, dasar pemikiran pembelajaran kooperatif
adalah siswa akan lebih mudah belajar atau memahami
konsep yang sulit, jika masalah tersebut dipecahkan
atau didiskusikan bersama teman sebaya. Gambaran dalam
pembelajaran ini adalah siswa belajar dalam kelompok
untuk saling membantu dalam memecahkan permasalahan
IPA. Anggota dalam kelompok adalah hiterogen dalam hal
kemampuan, ras, jenis kelamin, atau status sosial.
75
Jumlah anggota kelompok kurang lebih 4 orang.
Pembelajaran kooperatif ada 4 model yaitu model STAD
( Student Team Achievement Devision), Jigsaw,
Investigasi Kelompok, dan Pendekatan Struktural
( Structural Approach).
Model STAD, dalam pembelajaran ini tim disusun
hiterogen saling membantu satu sama lain belajar
menggunakan bercagai cara misal tutorial, kuis,
atau diskusi.
Model jigsaw, pembelajaran model jiksaw siswa
dikelompokkan , tiap kelompok beranggotakan 5
orang, anggota kelompok hiterogen, dalam model
pembelajaran ini materi diberikan dalam bentuk
teks, setiap anggota kelompok bertanggung jawab
untuk mempelajari bagian tertentu. Anggota
kelompok lain belajar topik yang sama, mereka
berkumpul dan diskusi tentang topik tersebut.
Setelah selesai diskusi dengan kelompok lain,
anggota kelompok tersebut kembali ke kelompoknya
selanjutnya mengajarkan kepada anggota
kelompoknya.
Model investigasi kelompok, pembelajaran model
investigasi kelompok siswa bekerja sama dalam
kelompok, tiap kelompok beranggotakan 5 orang,
anggota kelompok hiterogen, siswa selain bekerja
sama juga dilibatkan dalam perencanaan topik untuk
76
dipelajari dan prosedur penyelidikan yang
digunakan.
Model Pendekatan struktural, dalam pembelajaran
ini tim ditekankan pada tujuan sosial dan tujuan
akademik. Model ini ada 4 langkah pembelajaran
yaitu:
penomoran: guru membagi kelompok
beranggotakan 3-5 orang siswa, tiap
anggota kelompok diberi nomor 1-5 orang,
guru mengajukan pertanyaan
siswa menyatukan pendapat terhadap jawaban
pertanyaan dan meyakinkan bahwa tiap
anggota tim mengetahui jawaban pertanyaan
tersebut
guru memanggil satu nomor tertentu,
kemudian siswa yang nomornya sesuai
mengacungkan jarimenjawab pertanyaan untuk
seluruh kelas.
Pembelajaran berbasis penemuan. Pada pembelajaran
ini siswa didorong untuk terlibat aktif baik fisik
maupun mentalnya melakukan pengamatan atau percobaan,
dan diskusi untuk menemukan perolehan atau untuk
menemukan konsep IPA. Peran guru dalam pembelajaran
berbasis penemuan sebagai fasilitator dan motivator dan
organisator (Slavin, 1997). Pembelajaran berbasis
penemuan memiliki beberapa keuntungan antara lain
memacu siswa inging tahu, memotivasi siswa untuk terus
77
bekerja sehingga dapat menemukan sendiri.jawabannya,
siswa dapat memecahkan masalah secara mandiri, terampil
berpikir kritis. Pembelajaran berbasis penemuan
mendorong siswa agar dapat menemukan konsep untuk
dirinya sendiri. Keuntungan belajar penemuan adalah
memacu keingintahuan siswa tentang materi yang sedang
dipelajari, dapat memotivasi belajar siswa untuk mampu
memecahkan masalah sendiri secara mandiri, di samping
itu juga pada diri siswa berkembang keterampilan
berpikir, karena siswa melakukan analisis terhadap
informasi yang diterimanya.
Pembelajaran menerapkan pemagangan kognitif,
berdasarkan teori Vigotsky dalam Slavin, (1997) pada
pembelajaran yang ditekankan pada pemagangan kognitif
adalah selama proses belajar seseorang akan memperoleh
pengetahuan dan keahlian tahap demi tahap selama
berinteraksi dengan seorang pakar. Yang dimaksud pakar
dapat seseorang yang dianggap lebih dewasa dari segi
umur atau seseorang yang lebih menguasai bidang yang
sedang dipelajari. Sebagai contoh dalam pemagangan
kerja seseorang didampingi oleh seorang pekerja yang
sudah lebih berpengalaman yang berfungsi sebagai model.
Pendampingan ini secara berangsur-angsur atau bertahap
akan mensosialisasikannya ke dalam norma atau perilaku
profesi tersebut. Dalam pembelajaran ini guru melakukan
dukungan tahap demi tahap untuk belajar memecahkan
masalah (scaffolding). Pembelajaran menekankan
78
scaffolding. Dalam pembelajaran ini guru sebagai agen
budaya yang memandu siswa sehingga siswa akan menguasai
secara tuntas keterampilan yang harus dikembangkan
berkaitan dengan fungsi kognitif yang lebih tinggi.
Implementasi konsep scaffolding misalnya berupa
pemberian bantuan yang lebih terstruktur kapada siswa
dengan maksud siswa lebih bertanggung jawab atas dasar
keputusannya sendiri. Konsep pembelajaran Top-down.
Pada pembelajaran ini siswa diberi tugas menyelesaikan
masalah yang kompleks. Mereka diberi bantuan secukupnya
untuk menyelesaikan masalah tersebut. Keterampilan
untuk dapat menyelesaikan masalah yang baru dapat
ditemukan dan dipelajari kemudian. Jadi dalam
pembelajaran ini siswa tidak diberi bantuan sedikit
demi sedikit komponen dari tugas yang kompleks, dan
selanjutnya suatu saat diharapkan siswa dapat
menyelesaikan tugas kompleks tersebut memanfaatkan
komponen–komponen kecil yang sudah dipelajari
terdahulu. Konsep Top-down sesuai untuk pembelajaran
kooperatif.
Pembelajaran terbalik (Resiprocal), pembelajaran
berdasarkan prinsip pengajuan pertanyaan. Pembelajaran
ini utamanya bagi mahasiswa yang rendah hasil
belajarnya dalam memahami materi pelajaran. Pengajaran
terbalik (Reciprocal Teaching) menghendaki guru menjadi
model dan membantu siswa mengembangkan keterampilan
kognitif dengan menciptakan pengalaman belajar. Dalam
79
proses pembelajaran siswa diajarkan empat strategi
pemahaman pengaturan diri spesifik yaitu perangkuman,
pengajuan pertanyaan, pengklasifikassian, dan peramalan
(prediksi). Pada saat proses pembelajaran situasi
terbalik, yaitu siswa yang mengambil giliran
melaksanakan peran guru. Sedangkan guru memberi
dukungan, umpan balik, dan semangat ketika siswa
belajar menggunakan strategi tersebut. Berikut
disajikan tahap kegiatan dan aktivitas yang dilakukan
guru pada proses pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan konstruktivisme menurut Martin, dkk, (1997)
Aktivitas Kegiatan GuruEksplorasi Memberi kesempatan kepada siswa untuk
terlibat secara aktif dalam proses
pembelajaran dengan melakukan eksplorasi
dengan seluruh pengetahuannya.
Mendorong terjadinya kerjasama dalam
kelompok selama penyelidikan dilakukan
dan menyodorkan beberapa pertanyaan.Eksplanasi Berinteraksi dengan siswa untuk menggali
ideidenya. Memberikan pertanyaan agar
siswa dapat melakukan refleksi terhadap
hal yang telah dipelajari. Membantu
siswa menggunakan idenya yang muncul
dari eksplorasi untuk mengkonstruk
konsep dan pengertian yang dapat
80
dipahaminya.Ekspansi Membantu siswa mengembangkan idenya
melalui aktivitas fisik dan mentalnya.
Membantu siswa mengembangkan
keterampilan proses ilmiah. Mendorong
tejadinya komunikasi melalui kerjasama
dalam kelompok dan pengalaman yang lebih
mengenai alam dan teknologi.Evaluasi Mengevaluasi konsep dengan menguji
perubahan pada pikiran siswa dan
penguasaan keterampilan proses ilmiah.
Menggunakan Hands-on assesment, pictoral
problem solving, dan reflective
questioning. Mendorong siswa agar
tertarik pada ide/pemikiran temannya.
Sesuai hakikat IPA Pembelajaran IPA dapat
dipandang dari aspek proses, produk, dan sikap ilmiah.
Untuk dapat mengembangkan ketiga aspek tersebut guru
dapat menerapkan pembelajaran IPA dengan menggunakan
pendekatan konstruktivisme. Menurut konstruktivisme,
belajar merupakan proses aktif bagi siswa untuk
mengkonstruksi arti, wacana, dialog, pengalaman fisik
dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses asimilasi
dan menghubungkan pengalaman atau informasi yang
dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki
siswa . Pembelajaran konstruktivisme siswa aktif
81
menyusun sendiri konsep IPA dalam struktur kognitifnya,
dengan cara mengaitkan materi yang dipelajari dengan
kehidupan nyata siswa melalui pengamatan dan percobaan.
Peran guru sebagai fasilitator, sebagai model dalam
pembelajaran melalui diskusi kelompok, diskusi
klasikal, sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi
siswa. Pembelajaran konstruktivisme menuntut guru lebih
kreatif dalam menciptakan pembelajaran yang inovatif,
kegiatan ini perlu diterapkan di sekolah dengan maksud
pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa.Dalam
melakukan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
konstruktivisme, kegiatan yang dilakukan dalam
pembelajaran hendaknya dipilih, disesuaikan dengan
tingkat perkembangan intelektual siswa. Agar
pembelajaran bermakna bagi siswa maka hendaknya guru
dalam melakukan kegiatan pembelajaran dapat mengaitkan
dengan situasi nyata dengan lingkungan sekitar.
Secara garis besar ada lima prinsip pendekatan-
pendekatan pembelajaran berbasis konstruktivisme
(Driver, 1989; Widodo, 2004) sebagai berikut.
Pembelajar telah memiliki pengetahuan awal. Tidak
ada pembelajar yang otaknya benar-benar kosong.
Pengetahuan awal yang dimiliki pembelajar
memainkan peran penting pada saat dia belajar
tentang sesuatu hal yang ada kaitannya dengan apa
yang telah diketahui.
82
Belajar merupakan proses pengkonstruksian suatu
pengetahuan berdasarkan pengetahuan yang telah
dimiliki. Pengetahuan tidak dapat ditransfer dari
suatu sumber ke penerima, namun pembelajar
sendirilah yang mengkonstruk pengetahuan
berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya.
Belajar adalah perubahan konsepsi pembelajar.
Karena pembelajar telah memiliki pengetahuan awal,
maka belajar adalah proses mengubah pengetahuan
awal sehingga sesuai dengan konsep yang diyakini
“benar” atau agar pengetahuan awal siswa bisa
berkembang menjadi suatu konstruk pengetahuan yang
lebih besar.
Proses pengkonstruksian pengetahuan berlangsung
dalam suatu konteks sosial tertentu. Sekalipun
proses pengkonstruksian pengetahuan berlangsung
dalam otak masing-masing individu, namun sosial
memainkan peran penting dalam proses tersebut
sebab individu tidak terpisah dari individu
lainnya.
Pembelajar bertanggung jawab terhadap proses
belajar. Guru atau siapapun tidak dapat memaksa
siswa untuk belajar sebab tidak ada seorangpun
yang bisa “mengatur” proses berpikir orang lain.
Guru hanyalah menyiapkan kondisi yang memungkinkan
siswa belajar, namun apakah siswa benar-benar
83
belajar tergantung sepenuhnya pada diri pembelajar
itu sendiri.
Literature tentang pembelajaran yang konstruktivis
pada umumnya menyatakan bahwa pembelajaran yang
konstruktivis mencakup adanya lingkungan belajar yang
konstruktivis dan urutan pembelajaran yang juga
konstruktivis. Lingkungan belajar yang konstruktivis
bukan hanya mengandung pengertian lingkungan fisik
(sarana dan prasarana), namun juga lingkungan non fisik
(suasana psikologis, lingkungan sosial, dan
sebagainya).
Lingkungan belajar yang konstruktivis paling tidak
mengandung 5 ciri utama. Adapun ciri-ciri utama
tersebut adalah sebagai berikut.
Fasilitas bagi siswa untuk mengkonstruk
pengetahuan. Aspek ini didasarkan pada prinsip
bahwa pembelajar secara aktif mengkonstruk
pengetahuan berdasarkan pengetahuan awal yang
dimilikinya. Oleh karena itu, dalam pembelajaran
guru hendaknya dapat mengaktifkan pengetahuan awal
siswa dan selanjutnya membantu siswa untuk
mengkonstruk pengetahuan baru berdasarkan
pengetahuan awal tersebut.
Pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa. Aspek
ini didasarkan pada prinsip bahwa pengkonstruksian
pengetahuan berlangsung pada koneks sosial dan
84
material tertentu. Oleh karena itu, dalam
pembelajaran guru hendaknya berusaha agar kegiatan
yang dilakukan siswa dalam rangka belajar sesuai
dengan minat dan kebutuhan mereka.
Lingkungan sosial yang kondusif. Hal ini
didasarkan pada prinsip bahwa pengetahuan
merupakan konstruk sosial. Lingkungan sosial
memegang peranan penting dalam proses
pengkonstrukstian pengetahuan. Oleh karena itu,
kegiatan pembelajaran hendaknya memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi baik
dengan sesama siswa maupun dengan guru dalam
berbagai seting sosial (kerja sendiri,
berkelompok, dalam kelas, dan sebagainya).
Dorongan kepada siswa untuk menjadi pembelajar
yang mandiri. Ciri ini didasarkan pada prinsip
bahwa pembelajarlah yang sesungguhnya memegang
tanggung jawab untuk belajar. Oleh karena itu,
siswa hendaknya diberi kesempatan untuk
mengembangkan kemandirian dalam belajar.
Pengenalan ke dalam kultur ilmiah. Ciri ini
didasarkan pada prinsip bahwa pengetahuan bersifat
tentative. Walaupun ilmuwan bekerja dengan
sungguh-sungguh dan hati-hati, namun seiring
dengan waktu sesuatu yang dulunya dianggap benar
bisa saja tidak tepat disuatu saar. Hal ini
merupakan sesuatu yang lazim dalam dunia ilmiah.
85
Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran hendaknya
bisa memperkenalkan siswa dalam kultur ilmiah yang
dimiliki ilmuwan. Dengan demikian siswa bukan
hanya mempelajari apa-apa yang telah diketahui
ilmuwan namun juga mempelajari bagaimana ilmuwan
bekerja dan bagaimana mereka menyikapi ilmu.
Literatur tentang pembelajaran yang konstruktivis
juga menyatakan bahwa lingkungan pembelajaran yang
konstruktivis tidak akan berarti banyak apabila tidak
disertai dengan urutan pembelajaran yang sistematis dan
logis. Ada sejumlah urutan pembelajaran yang
disarankan, namun secara garis besar pembelajaran
berbasis konstruktivisme terdiri dari lima tahapan yang
berurutan, yaitu :
Pendahuluan
Tahap ini memegang peranan penting sebab pada
tahap inilah dilakukan penyiapan pembelajar untuk
mengikuti kegiatan pembelajaran. Pada tahap ini guru
bisa menyajikan kegiatan yang bisa menarik minat dan
perhatian siswa untuk mengikuti pelajaran, menjelaskan
konteks pelajaran yang akan dipelajari, ataupun mencoba
menggali minat siswa berkaitan dengan topik yang akan
dipelajari.
Eksplorasi
Sesuai dengan prinsip konstruktivisme, pembelajar
memang telah memiliki pengetahuan awal. Meskipun
86
demikian pembelajar seringkali tidak berusaha
mengaktifkan pengetahuan awal yang dimilikinya sehingga
bisa dimanfaatkan untuk mempelajari topik yang baru.
Tahap eksplorasi merupakan tahap pengidentifikasian dan
pengaktifan pengetahuan awal pembelajar.
Restrukturisasi
Tahap restrukturisasi pengetahuan awal pembelajar
agar terbentuk konsep yang diharapkan. Berbagai
penelitian tentang usaha-usaha untuk mengubah konsepsi
siswa menunjukkan bahwa perubahan konsepsi sangat sulit
terjadi dan siswa cenderung mempertahankan konsepsi
yang telah dimilikinya. Oleh karena itu, salah satu
langkah penting dalam rangka mengubah konsepsi siswa
adalah meminta siswa mempertimbangkan kembali konsepsi
yang dimilikinya dan selanjutnya guru berusaha agar
siswa tidak puas dengan konsepsi yang dimiliki dan
berusaha mengkonstruk konsepsi yang baru.
Aplikasi
Pengintegrasian pengetahuan yang baru dikonstruk
ke skema pengetahuan yang telah dimiliki siswa akan
lebih mudah berlangsung apabila siswa melihat bahwa
pengetahuan yang baru bermanfaat baginya. Oleh karena
itu, siswa perlu didorong untuk mengaplikasikan
pengetahuan yang baru. Aplikasi dapat dilakukan pada
konteks/kondisi yang berbeda ataupun dalam kehidupan
sehari-hari.
Review dan Evaluasi
87
Tahap ini mempunyai fungsi ganda, yaitu :
Mendorong siswa meninjau kembali apa yang
telah dipelajari untuk menyadari apa yang
telah diketahui dan apa yang belum
diketahui.
Sebagai awal untuk siklus pembelajaran
berikutnya.
Tahapan-tahapan tersebut dapat dipresentasi dalam
diagram (Widodo, 2004) sebagai berikut.
5. Strategi Pembelajaran Salingtemas
Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat atau
salingtemas merupakan variasi dari “Science,
technology, and society atau STS. Penambahan kata
“lingkungan” dimaksudkan agar aspek lingkungan lebih
diperhatikan dalam penerapan pendekatan STM.
Pembelajaran dengan strategi salingtemas merupakan
88
perpaduan dari strategi pembelajaran STS
(Science,Technology, Society) dan EE (Environmental
Education). Secara mendasar dapat dikatakan bahwa
melalui pendekatan salingtemas, diharapkan peserta
didik memiliki kemampuan memandang sesuatu secara
terintegratif dengan memperhatikan keempat unsur
salingtemas, sehingga diperoleh pemahaman yang lebih
mendalam tentang pengetahuan yang dimilkinya. Sebagai
konsekuensinya, diharapkan agar pengetahuan yang
dipahaminya secara mendalam itu akan memungkinkan
mereka memanfaatkan pengetahuan yang dimilki dalam
kehidupan. Maksudnya ialah bahwa pendidikan salingtemas
ditunjukkan untuk membentuk peserta didik mengetahui
sains, perkembangannya dan bagaimana perkembangan sains
dapat mempengaruhi lingkungan, teknologi, dan
masyarakat secara timbal balik (Binadja, 2002 ).
Pendekatan STM muncul sebagai respon terhadap
perkembangan sains dan teknologi serta dampak yang
ditimbulkannya terhadap masyarakat dan lingkungan.
Kemajuan sains pada akhirnya akan melahirkan teknologi-
teknologi baru. Sebagai contoh, seiring dengan
berkembangnya pengetahuan tentang genetika maka
teknologi rekayasa genetika juga mengalami kemajuan
pesat. Beberapa tahun lalu misalnya, masyarakat dunia
dihebohkan dengan lahirnya domba dolly hasil cloning.
Berikutnya muncul perdebatan tentang cloning pada
manusia. Begitu perdebatan mulai menyangkut “manusia”,
89
pembicaraan tentang cloning bukan lagi terjadi
dikalangan ilmuwan dan akademisi, tetapi kini tokoh
masyarakat pemuka agama, dan pemerintah juga mulai
bicara. Gambaran singkat diatas menunjukkan bahwa
sains, teknologi, dan masyarakat saling terkait satu
sama lain.
Melalui pembelajaran salingtemas siswa belajar
tentang sains, teknologi, serta dampaknya terhadap
masyarakat dan lingkungan secara utuh sebagai satu
kesatuan. Melalui pembelajaran salingtemas, siswa
terlibat secara aktif dalam kegiatan yang akan
dilaksanakan dalam pengumpulan data, dan menguji
gagasan yang dimunculkan. Sebenarnya dalam
opembelajaran salingtemas, tercakup juga adanya
pemecahan masalah, tetapi masalah itu lebih ditekankan
pada masalah yang ditemukan sehari-hari, yang dalam
pemecahannya menggunakan langkah-langkah ilmiah.
Dapat disimpulkan bahwa model Salingtemas adalah
suatu pembelajaran yang dimaksudkan untuk mengetahui,
dimana ilmu (sains) dapat menghasilkan teknologi untuk
perbaikan lingkungan sehingga bermanfaat bagi
masyarakat, dan bagaimana situasi sosial atau isu yang
berkembang di masyarakat mengenai lingkungan dan
teknologi mempengaruhi perkembangan sains dan
teknologi, yang memberikan sumbangan terbaru bagi ilmu
pengetahuan. Pendidikan salingtemas mempunyai makna
pengajaran sains yang dikaitkan dengan unsur dalam
90
salingtemas. Sains tidak berdiri sendiri di masyarakat
karena keterkaitan dan ketergantungannya pada unsur-
unsur tersebut.
Pembelajaran dengan pendekatan STM adalah suatu
pendekatan yang mencakup seluruh aspek pendidikan yaitu
tujuan, topik/ masalah yang akan dieksplorasi, strategi
pembelajaran, evaluasi, dan persiapan kinerja/ guru.
Pendekatan ini melibatkan siswa dalam menentukan
tujuan, prosedur pelaksanaan, pencarian informasi, dan
evaluasi. Pendekatan STM memiliki karakteristik sebagai
berikut menurut Iskandar dalam Wulandari (2006: 18) :
a. Identifikasi masalah (oleh siswa) di dalam
masyarakat yang memiliki dampak negatif;
b. Mempergunakan masalah yang ada di dalam masyarakat
yang ditemukan siswa yang ada hubungannya dengan
ilmu pengetahuan alam sebagai wahana untuk
menyampaikan pokok bahasan;
c. Menggunakan sumber daya yang terdapat dalam
masyarakat baik materi maupun manusia sebagai nara
sumber untuk informasi ilmiah maupun informasi
teknologi yang dapat diterapkan dalam pemecahan
masalah nyata dari kehidupan sehari-hari
d. Meningkatkan kesadaran siswa akan dampak ilmu
engetahuan alam dan teknologi;
e. Mengikutsertakan siswa untuk mencari informasi
ilmiah maupun informasi teknologi yang dapat
91
diterapkan dalam pemecahan masalah nyata yang
diangkat dari kehidupan sehari-hari. Iskandar
dalam Wulandari (2006: 18)
Pendekatan STM, memang akan lebih mudah untuk
diterapkan apabila kurikulum memungkinkan adanya
fleksibilitas topik yang dibahas. KTSP sesungguhnya
memang memungkinkan untuk digunakannya pendekatan STM
karena guru mempunyai keleluasaan untuk menentukan
topik yang akan dibahasnya. Untuk melaksanakan
pembelajaran dengan pendekatan STM, guru bisa memulai
dengan mengidentifikasi permasalahan di masyarakat yang
terkait dengan sains. Masalah sampah, pencemaran,
kebakaran hutan, penyakit flu burung, demam berdarah
atau permasalahan lain yang berkembang di masyarakat
sangat cocok dijadikan topik pembahasan dengan
pendekatan STM.
Sasaran dan Tujuan Strategi Pembelajaran Salingtemas
Sasaran pengajaran salingtemas adalah cara membuat
siswa agar dapat melakukan penyelidikan untuk
mendapatkan pengetahuan yang berkaitan dengan sains,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat yang
berkaitan . Dengan kata lain, siswa dibawa pada suasana
yang dekat dengan kehidupan nyata siswa sehingga
diharapkan siswa dapat mengembangkan pengetahuan yang
telah mereka miliki untuk dapat menyelesaikan masalah-
92
masalah yang diperkirakan akan timbul disekitar
kehidupannya.
Pendekatan salingtemas harus memberikan kepada
siswa pengetahuan yang sesuai dengan tingkat
pendidikannya. Isi pendidikan salingtemas diberikan
sesuai dengan hasil pendidikan yang ditargetkan.
Hubungan yang tepat antara salingtemas dalam
pembahasannya adalah keterkaitan antara topik dengan
kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti bahwa bahasan
yang berkaitan dengan kehidupan siswa harus lebih
diutamakan.
Tujuan dari pendidikan salingtemas adalah untuk
menghasilkan individu- individu yang memiliki literasi
Sains dan Teknologi. (Yager, 1996:8-9; 1993:4-5 dalam
zaini, 1997:20) mengemukakan ciri-ciri individu yang
memiliki literasi sains dan teknlogi adalah sebagai
berikut:
Menggunakan konsep-konsep sains dan teknologi
untuk merefleksikan nilai- nilai etika dalam
pemecahan masalah dan merespon keputusan- keputuan
dalam kehidupan termasuk kegiatan sehari-hari.
Berpartisipasi dalam sains dan teknologi untuk
kebahagiaan dan kesejahteraan hidup.
Memiliki nilai- nilai penelitian ilmiah dan
teknik-teknik pemecahan masalah.
93
Mampu membedakan bukti- bukti sains dan teknologi
dengan opini individual serta antara informasi
yang layak dipercaya dan kurang dipercaya.
Memiliki keterbukaan terhadap bukti-bukti baru dan
pengetahuan teknologi/ilmiah yang bukan coba-coba.
Mengenali sains dan teknologi sebagai hasil usaha
manusia.
Memberikan tekanan kepada manfaat perkembangan
sains dan teknlogi.
Mengenali kekuatan-kekuatan dan keterbatasan-
keterbatasan sains dan teknologiuntuk melanjutkan
kesejahteraan manusia.
Mampu menganalisis interaksi antara sains,
teknologi, dan masyarakat.
Maka dapat disederhanakan bahwa model
Salingtemas dikembangkan dengan tujuan agar: 1)
peserta didik mampu menghubungkan realitas sosial
dengan topik pembelajaran di dalam kelas, 2) peserta
didik mampu menggunakan berbagai jalan/prespektif untuk
menyikapi berbagai isu/situasi yang berkembang di
masyarakat berdasarkan pandangan ilmiah, dan 3) peserta
didik mampu menjadikan dirinya sebagai warga masyarakat
yang memiliki tanggungjawab sosial.
Kelebihan dan kekurangan strategi pembelajaran STM
Pembelajaran STM memiliki beberapa
kelebihan yaitu:
94
a. Dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan
intelektualnya dalam berpikir logis dan memecahkan
masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari;
b. Dapat membantu siswa mengenal dan memahami sains
dan teknologi serta besarnya peranannya dalam
meningkatkan kualitas hidup dalam masyarakat;
c. Dapat membantu siswa memperoleh prinsip-prinsip
sains dan teknologi yang diperkirakan akan
dijumpainya dalam kehidupan kelak;
d. Siswa lebih bebas berkreativitas selama proses
pembelajaran berlangsung.
Kekurangan pembelajaran STM, antara lain :
a. Dilihat pada guru yang belum menguasai sains
teknologi sehingga guru susah untuk mentransfer
materi pembelajaran dengan sains teknologi
masyarakat;
b. Selain itu peserta didik khusunya siswa yang berada
di kelas rendah, belum mampu mengoperasikan sains
teknologi yang sudah ada;
c. Fasililitas pendukung pada beberapa sekolah kurang
atau hampir tidak ada itu yang menjadi kendala STM.
Implementasi strategi salingtemas dalam pembelajaran
95
Menurut Poedjiadi dalam Anonim
(2010), implementasi pendekatan ini dalam pembelajaran
biologi dapat kita lihat pada beberapa langkah
pembelajaran yang ada di bawah ini:
o Pendahuluan
Guru memberikan beberapa kemungkinan topik untuk
penyelidikan. Topik dapat bersifat global atau
lokal, tetapi harus merupakan minat siswa dan
memberikan wilayah yang cukup untuk penyelidikan
bagi siswa. Misalnya pada kompetensi dasar
menganalisis jenis-jenis limbah dan daur ulang
limbah. Guru memberikan apersepsi dengan
mengaitkan peristiwa yang telah diketahui siswa
dengan materi yang akan dibahas. Misalnya di
daerah sekitar pasar terjadi pencemaran udara
karena limbah pasar tersebut
o Pembentukan konsep
Pada tahap ini guru dan siswa mengidentifikasi
daerah kritis penyelidikan. Data-data dan
informasi dapat dikumpulkan melalui pertanyaan-
pertanyaan atau wawancara, kemudian menganalisis
informasi tersebut. Data dan informasi dapat pula
diperoleh melalui telekomunikasi, perpustakaan dan
sumber-sumber dokumen publik lainnya. Dari sumber-
sumber informasi, siswa dapat mengembangkan
penyelidikan berbasis ilmu pengetahuan. Guru dan
siswa melakukan penelitian ke daerah yang terkena
96
pencemaran udara, kemudian mengambil data misalnya
tentang jenis-jenis limbah yang dihasilkan di
pasar tersebut, bagaimana pengelolaan limbahnya,
dampaknya bagi penduduk di sekitar pasar dan
upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah
dan masyarakat setempat dalam menanggulangi
pencemaran tersebut. Dari data yang diperoleh
siswa dapat membuat hipotesis, yang nantinya akan
diuji pada tahap berikutnya. Pada tahap ini
diharapkan melalui konstruksi dan rekonstruksi
siswa menemukan konsep-konsep yang benar atau
konsep-konsep para ilmuan. Selanjutnya berbekal
pemahaman konsep yang benar siswa melanjutkan
analisis isu atau masalah yang disebut aplikasi
konsep dalam kehidupan.
o Aplikasi konsep
Pada tahap ini, siswa mengatur dan mensintesis
informasi yang mereka telah kembangkan sebelumnya
dalam penyelidikan. Proses ini termasuk komunikasi
lebih lanjut dengan para ahli di lapangan,
pengembangan lebih lanjut, memperbaiki, dan
menguji hipotesis mereka, dan kemudian
mengembangkan suatu solusi dan tindakan. Hasil
tersebut kemudian dilaporkan dan disajikan kepada
rekan-rekan kelas untuk menggambarkan temuan,
posisi yang diambil, dan tindakan yang diusulkan.
Pada tahap ini siswa dapat mengetahui jenis-jenis
97
limbah, dapat mendeskripsikan metode penanganan
limbah dan mengusulkan penanganan limbah yang
cocok untuk mengatasi pencemaran udara di sekitar
pasar.
o Pemantapan Konsep
Apabila selama proses pembentukan konsep dalam
tahap sebelumnya tidak tampak ada miskonsepsi yang
terjadi pada siswa, demikian pula setelah akhir
analisis isu dan penyelesaian masalah, guru tetap
harus melakukan pemantapan konsep melalui
penekanan pada konsep-konsep kunci yang penting
diketahui dalam bahan kajian tertentu. Hal ini
dilakukan karena konsep-konsep kunci yang
ditekankan pada akhir pembelajaran akan memiliki
retensi lebih lama dibandingkan dengan kalau tidak
dimantapkan atau ditekankan oleh guru pada akhir
pembelajaran. Misalnya menguatkan kembali
pemahaman siswa tentang defenisi limbah, jenis-
jenis limbah dan metode pengelolaan limbah. Di
akhir tahap ini guru sebaiknya mengarahkan siswa
untuk menerapkan temuan-temuan mereka dalam
beberapa bentuk aksi sosial. Jika tindakan ini
melibatkan masyarakat sebagai pelaksana, misalnya
membersihkan daerah pasar dan sekitarnya, siswa
dapat menghubungi pejabat publik yang dapat
mendukung pikiran dan temuan mereka.
o Evaluasi
98
Untuk mengungkap penguasaan pengetahuan sains dan
teknologi anak selama pembelajaran, dapat
dilakukan melalui suatu evaluasi. Misalnya
mengevaluasi siswa tentang jenis-jenis limbah dan
metode pengelolaannya.
Menurut Yagger (1994), penilaian terhadap proses
pembelajaran yang menggunakan pendekatan STM dapat
dilakukan dengan menggunakan lima domain, yaitu:
Konsep, yang meliputi penguasaan konsep dasar,
fakta dan generalisasi.
Proses, penggunaan proses ilmiah dalam menemukan
konsep atau penyelidikan.
Aplikasi, penggunaan konsep dan proses dalam
situasi yang baru atau dalam kehidupan.
Kreativitas, pengembangan kuantitas dan kualitas
pertanyaan, penjelasan, dan tes untuk mevalidasi
penjelasan secara personal.
Sikap, mengembangkan perasaan positif dalam sains,
belajar sains, guru sains dan karir sains.
Aisyah (2007), mengemukakan empat permasalahan
pembelajaran dengan pendekatan STM, yaitu waktu, biaya,
kompetensi guru, dan komunikasi dengan stakeholder
(orang tua, masyarakat, dan birokrat). Waktu merupakan
faktor penting untuk menentukan materi-materi apa yang
akan diajarkan pada siswa. Pelaksanaan seluruh fase
pembelajaran pada konten tertentu, kadang-kadang
99
membutuhkan waktu yang panjang sehingga memerlukan
analisa yang baik untuk memilih dan mengalokasikan
waktu untuk implementasinya. Siswa membutuhkan waktu
yang cukup lama untuk mengumpulkan data dari narasumber
secara mendetail. Oleh karena itu, siswa harus
kerjasama dengan baik antar anggota kelompok agar data
yang diperoleh dapat maksimal. Beberapa sekolah memilih
waktu di sore hari atau jalur ekstrakurikuler untuk
penerapan STM agar tidak terganggu dengan aktivitas
belajar yang lain. Bahkan, gelar kasus (show case) yang
dilanjutkan dengan refleksi diri, biasanya dilaksanakan
pada akhir semester.
Biaya merupakan faktor yang penting dalam
implementasi STM. Biaya dibutuhkan untuk mendukung
pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan STM dari
mulai identifikasi masalah, sampai pelaksanaan gelar
kasus (show case). Umumnya, pihak sekolah belum
mengalokasikan biaya untuk kegiatan pembelajaran STM.
Oleh karena itu, pihak sekolah khusunya hendaknya
memberi dorongan moril maupun materil untuk
terselenggaranya penerapan STM ini. Dalam hal dorongan
materil, dapat dirintis pembiayaan penerapan metode ini
secara swadaya (Aisyah ,2007). Kompetensi guru sangat
penting dalam pembelajaran STM, terutama dalam
penguasaan materi inti, problem solving dan hubungan
interpersonal. Umumnya guru belum memiliki pengetahuan
yang baik tentang pendekatan STM sehingga penerapan
100
pendekatan ini masih sangat jarang ditemukan. Selain
itu, paradigma guru dalam menginterpretasikan dan
mengembangkan kurikulum, masih berbasis konten sehingga
guru merasa dituntut untuk menyampaikan materi tepat
pada waktunya dan lupa berinovasi dalam pembelajaran.
Kerja sama antara sekolah dengan lembaga-lembaga
terkait diperlukan pada saat siswa merencanakan untuk
mengunjungi lembaga tertentu atau meninjau kawasan yang
menjadi tanggung jawab lembaga tertentu. Misalnya
mengunjungi rumah sakit daerah, observasi pada pabrik
produk bahan makanan dan sebagainya. Untuk kelancaran
kegiatan, anak perlu dibekali surat pengantar dari
sekolah, atau sekolah melakukan pemrosesan izin ke
lembaga yang terkait sebelum kegiatan dilaksanakan.
Selain itu, komunikasi dengan orang tua perlu
diintensifkan. Orang tua perlu diberi pemahaman
sehingga seluruh aktivitas anak yang menyita waktu
dapat dimaklumi atau mendapat support dari orang tua.
Menurut Aisyah (2007) hambatan lain dalam
penerapan pendekatan ini adalah siswa belum terbiasa
untuk berpikir kritis dan belajar mengambil pengalaman
di lapangan, sehingga dibutuhkan kesabaran dan
ketekunan guru untuk mengarahkan dan membimbing siswa
dalam pembelajaran. Untuk menerapkan pendekatan ini,
peranan guru dimulai dari perencanaan pengajaran,
pengelola pengajaran, penilai hasil belajar, motivator
101
dan pembimbing. Pendekatan STM menuntut kompetensi
pedagogik, kompetensi professional, kompetensi sosial
dan kompetensi kepribadian yang baik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang dilakukan guru dengan tujuan proses
pembelajaran yang berlangsung di kelas dapat mencapai
tujuannya secara efektif dan efisien. Pemilihan
strategi penyampaian materi IPA tersebut berdasarkan
objek proses pembelajaran IPA yang terdiri dari:
1. Produk IPA yang berupa fakta, konsep, prinsip,
hukum, dan teori
2. Nilai dan / atau sikap ilmiah IPA
3. Kerja dan / atau proses ilmiah IPA
4. Aplikasi IPA dalam kehidupan sehari- hari
5. Kreativitas dalam mempelajari IPA
Macam-macam strategi pembelajaran :
1. Strategi Pembelajaran Kooperatif
2. Strategi Pembelajaran Inkuiri
102
3. Strategi Pembelajaran Tematik
4. Strategi Pembelajaran Konstruktivis
5. Strategi Pembelajaran Salingtemas
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Sani, Ridwan. 2014. Pembelajaran Saintifik untuk
Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta : Bumi Aksara
Rustaman, Nuryati dkk. 2010. Materi dan Pembelajaran IPA SD.
Jakarta : Universitas Terbuka
Sanjaya,Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana
103
Zuliani, Rizki. 2014. Pembelajaran IPA
http://Sumsel. Kemenag. go.
Id/file/file/TULISAN/umvt1331613361.pdf
http://bidadariq-bidadariq.blogspot.com/2010/01/
pembelajaran-salingtemas-bab-i.html
http://ahyanstkip88.blogspot.com/
104