SOCIAL SKILL PELAKU PEDOFILIA (STUDI ...

147
SOCIAL SKILL PELAKU PEDOFILIA (STUDI FENOMENOLOGIS PADA NARAPIDANA LANSIA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II B MUARO SIJUNJUNG) SKRIPSI Ditulis Sebagai Syarat Untuk Penyelesaian Studi (S-1) Jurusan Psikologi Islam Oleh: Nurhadi Muhammad Sukry NIM 1730306022 JURUSAN PSIKOLOGI ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BATUSANGKAR 2021

Transcript of SOCIAL SKILL PELAKU PEDOFILIA (STUDI ...

SOCIAL SKILL PELAKU PEDOFILIA

(STUDI FENOMENOLOGIS PADA NARAPIDANA LANSIA DI

LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II B MUARO

SIJUNJUNG)

SKRIPSI

Ditulis Sebagai Syarat Untuk Penyelesaian Studi

(S-1)

Jurusan Psikologi Islam

Oleh:

Nurhadi Muhammad Sukry

NIM 1730306022

JURUSAN PSIKOLOGI ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

BATUSANGKAR

2021

BIODATA PENULIS

Nama :

Tempat/Tanggal Lahir :

Alamat :

E-mail :

Nama Orang Tua

- Ayah :

- Ibu :

Jumlah Saudara :

Anak Ke :

Motto Hidup :

Nurhadi Muhammad Sukry

Dharmasraya, 10 Agustus 1997

Jorong Tanah Abang, Nagari Sungai Rumbai,

Kecamatan Sungai Rumbai, Kabupaten

Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat.

[email protected]

Taswirman

Anis

5 (Lima) Bersaudara

3 (Tiga)

“Maminteh sabalun anyuik, malantai sabalun

lapuak, ingek-ingek sabalun kanai”.

Riwayat Pendidikan

1. SDN 26 Sungai Rumbai

2. SMPN 01 Sungai Rumbai

3. SMANurul Hidayah Cikupa, Tangerang, Banten.

4. S1 IAIN Batusangkar Pada Tahun

Riwayat Organisasi

1. Koordinator SEMA FUAD

2. Koordinator HMJ Psikologi

KATA PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan

rahmat dan karunia-Nya, yang telah membantu hamba untuk menyelesaikan

skripsi ini. Shalawat dan salam selalu selalu terlimpahkan kepada Rasulullah

Muhammad SAW. Segala syukur saya ucapkan kepada-Mu Ya Allah karena telah

menghadirkan mereka yang selalu memberikan semangat dan doa disaat saya

tertatih. Karena-Mu lah skripsi ini terselesaikan. Hanya pada-Mu tempat saya

mengadu dan hanya kepadaMu lah saya mengucapkan syukur.

Terimakasih kepada kedua orang tua saya Ibu (Anis)dan Ayah (Taswirman). Ibu

terimaksih atas jasamu yang tak ternilai harganya, tak mampu ku menjelaskannya

dengan kata-kata, tak cukup dengan seucap kata persembahan untuk

menggantinya. Kini engkau tidak lagi bersama kami, kami percaya tuhan tengah

merindui sosok malaikat cantik yang tinggal di bumi.Semoga tuhan menerima

segala amal ibadahmu Ibu, dan mengahapus semua dosa mu. Untuk Ayah

terimakasih untuk semua perjuangan, untuk segala pengorbanan, untuk tiap tetes

peluh yang kau cucurkan, untuk segala doa dan keselamatan yang kau mohonkan,

untuk semua harapan yang telah engkau berikan, setidaknya pencapaian kecilku

ini bisa menjadi sedikit penghapus lelahmu Ayah.

Terimakasih juga saya ucapkan kepada saudara saya ( kakak Nurhadita Rahayu

Siska, abang Nurhadi Yatullah, adik Nurhadi Muhammad Agung, dan adik kecil

saya Al Fadil Akbar) dengan hadirnya mereka menjadikan saya selalu termotivasi

untuk menjadi lebih baik lagi, dapat menjadi contoh yang baik bagi adik-adik

saya. Untuk sepupu seperjuangan saya (Desgia), terimakasih atas bantuannya

selama berada di rantau yang sama, jangan pernah menyerah untuk menggapai

masa depan.

Terimakasih juga untuk teman-teman seperjuangan Psikologi Islam 17 yang sudah

saya anggap sebagai keluarga selama menyelesaikan proses perkuliahan ini.

Semoga kita semua menjadi orang-orang besar yang kemudian memiliki hati yang

besar. (Uwan anggi, Zaki, Siil, Abdul, Valen, Vivi, Anita, Laras, Nadya, Dita,

Yani, Yandri, Wildan, Laily, Simus, Dea, Devi, Nurul, Ola, Siska Mifta, Watis,

Sri, Intan, Asri, Diana, Ezy, Riska, Rindu, Vani, Jeni, Tuti, Miza, Lindri, Alka,

Anggia).

Terimakasih juga untuk teman-teman organisasi HMJ Psikologi, SEMA Fakultas

Ushuluddin Adab dan Dakwah, yang telah menjadi keluarga untuk bertukar

fikiran dan pengalaman selama empat tahun ini.

Terimakasih juga untuk guru-guru Pijar (buk Ayu yang selalu menyemangatiku,

yang selalu mendukungku, yang selalu memberikan kepercayaan kepadaku, thank

you very much buk Ayu.

Untuk kak Nadya, S. Psi yang humble dengan suara merdunya, cikgu Vivi, S.Psi

yang selalu menjadi sumber informasiku, cikgu Anita, S.Psi yang selalu

meminjamkan uang di tanggal tuaku, dan kak Mus, S.Psi idola baru anak-anak

Pijar).

Terimaksih juga kepada anak band Avenged KW Super (Godok calon pak KUA,

Alwi Youtuber Fishing,) telah menjadi keluarga untuk penyaluran hobiku, dan

sebagai tempat pelipur laraku.

Keluarga Besar Kos Panukuik (Bang Iqbal, Bang Akil, Bang Ahda, Bang Wafi,

David, Megi, Fadlan, Al, Rio, Arif, Nanda,Andi Siregar, Mikey Arifa, Rafli)

sudah menjadi keluarga serta saudara di tempat perantauan.

Terimakasih juga kepada (Tek Enha dan Pak Pen)telah menjadi tentangga yang

baik hati selama di perantauan.

Terimakasih juga kepada Sri Santika Afni yang sudah memotivasi, menghibur,

mengingatkan untuk setiap kegiatan yang dilakukan, sukses perkuliahan sukses

wisuda.

Kata persembahan ini tak lebih tak kurang hanya untuk mengaturkan perasaan

syukur saya kepada Allah SWT dan seluruh pihak yang telah membantu yang tak

mungkin saya sebutkan satu-persatu dan orang-orang yang selalu mengirimkan

doa, semoga doa yang baik dikabulkan kemudian dikembalikan kepada orang-

orang baik yang mendoakan, Terimakasih semuanya.

By : Nurhadi Muhammad Sukry

i

ii

iii

iv

ABSTRAK

Nurhadi Muhammad Sukry. NIM 1730306022 (2021). Judul Skripsi:

“Social Skill Pelaku Pedofilia (Studi Fenomenologis Pada Narapidana Lansia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung)”. Program

Pascasarjana Psikologi Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar.

Permasalahan penelitian dalam SKRIPSI ini adalah tentang penyebab

pedofilia dilihat dari social skills pada narapidana lansia di Lembaga

Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung, seperti bagaimana pandangan lansia

terhadap seksualitas pada usia lanjut, bagaimana hubungan lansia dengan

pasangannya, apakah lansia pernah mengalami pelecehan seksual pada masa lalu,

dan berbagai keterampilan sosial lainnya pada lansia dalam kehidupan

bersmasyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab

pedofilia dilihat dari sosial skills pada narapidana lansia di Lembaga

Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung.

Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. dengan

menggunakan pendekatan fenomenologis, yaitu penelitian naturalistik yang

digunakan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek

penelitian, berdasarkan hakikat dari pengalaman partisipan. Teknik pengumpulan

data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, dan dokumen

untuk menunjang hasil penelitian. Teknik analisis data dalam penelitian yang

peneliti lakukan adalah mencari dan menyusun secara sistematis data yang

diperoleh dari hasil wawancara dan dokumen, sehingga temuannya mudah

dipahami dan di informasikan dengan baik. Proses analisis data yang peneliti

lakukan dimulai dari proses pembuatan verbatim dan coding.

Dari penelitian yang peneliti lakukan di lapangan dapat disimpulkan

bahwa penyebab lansia menjadi pelaku pedofilia adalah karena faktor perceraian,

buruknya hubungan dengan pasangan, dan pelecehan di masa lalu sehingga

menimbulkan perilaku penyimpangan seksual pdofilia. Pada penelitian ini peneliti

juga melihat gejala perilaku dari empat aspek social skill lansia yaitu,

Environmental behavior, Interpersonal.behavior, Self.related.behavior, dan Task

related.behavior.

v

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT karena hanya berkat

rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan

skripsi yang berjudul ”Social Skill Pelaku Pedofilia (Studi Fenomenologis Pada

Narapidana Lansia di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Muaro

Sijunjung)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi

pada jurusan Psikologi Islam IAIN Batusangkar.

Sholawat serta salam kita kirimkan buat qudwah kita yakni baginda nabi

Muhammad SAW yang telah berjuang demi tegaknya agama Islam dan membawa

kita dari alam kejahilan ke alam penuh pendidikan.

Dengan selesainya skripsi ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh

karena itu selayaknyalah jika pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Bapak Dr. Marjoni Imamora, M.Sc selaku Rektor IAIN Batusangkar yang

telah banyak memberikan dorongan dan fasilitas belajar kepada penulis

selama mengikuti pendidikan dan penyelesaian penulisan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Akhyar Hanif, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Adab

dan Dakwah yang telah banyak memberikan dorongan dan fasilitas belajar

kepada penulis selama mengikuti pendidikan dan penyelesaian penulisan

skripsi.

3. Ibu Sisrazeni, S.Psi., M.Pd selaku Ketua Jurusan Psikologi Islam yang telah

banyak memberikan motivasi dan fasilitas belajar kepada penulis selama

mengikuti pendidikan dan penyelesaian penulisan skripsi ini.

4. DR. Wahidah Fitriani, S.Psi., M.A selaku Pembimbing Akademik yang telah

membimbing peneliti dalam akademik dan selaku Penguji I yang telah

memberikan masukan dan nasehat atas penulisan skripsi ini.

5. Ibu Sri Putri Rahayu Z, M.A selaku Pembimbing yang telah meluangkan

vi

waktu, mencurahkan pikiran dan tenaga, menasehati, membimbing dan

mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi.

6. Bapak dan Ibu dosen yang banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada

penulis selama menuntut ilmu di Institut Agama Islam Negeri Batusangkar

sehingga memperluas cakrawala keilmuan penulis.

7. Kepada Semua teman-teman seperjuangan Jurusan Psikologi Islam angkatan

“17” yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam menyelesaikan

skripsi ini. Terkhususnya seluruh Mahasiswa Jurusan Psikologi Islam yang

tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Mudah-mudahan Allah Swt membalas segala bantuan yang telah

diberikan dengan pahala dan kebaikan yang berlipat ganda. Semoga skripsi ini

bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan dapat digunakan sebagai

dasar untuk penelitian selanjutnya.

Batusangkar, 26 Juni 2021

Penulis

Nurhadi Muhammad Sukry

Nim. 1730306022

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.......................................................i

LEMBAR PENGESAHAN PERSTUJUAN PENGUJI.....................................ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI...........................................iii

ABSTRAK.............................................................................................................iv

KATA PENGANTAR...........................................................................................vi

DAFTAR ISI.........................................................................................................vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah...............................................................................1

B. Fokus Penelitian...........................................................................................7

C. Sub Fokus Penelitian....................................................................................7

D. Pertanyaan Penelitian...................................................................................7

E. Tujuan penelitian..........................................................................................8

F. Manfaat dan Luaran Penelitian....................................................................8

G. Definisi Istilah..............................................................................................9

BAB II KAJIAN TEORI

A. Landasan Teori...........................................................................................11

1. Social Skill...........................................................................................11

a. Pengertian Social Skill...................................................................11

b. Aspek-Aspek Social Skill...............................................................12

2. Pedofilia...............................................................................................15

a. Pengertian Pedofilia.......................................................................15

b. Kriteria Diagnostik.........................................................................16

c. Faktor Prognostik Pedofilia............................................................18

3. Social Skill Pedofilia............................................................................20

4. Lanjut Usia...........................................................................................21

a. Penegertian Lansia.........................................................................21

b. Ciri-Ciri Usia Lanjut......................................................................22

c. Seksualitas Pada Lansia.................................................................24

5. Narapidana...........................................................................................26

a. Pengertian Narapidana...................................................................26

b. Hukum Bagi Pelaku Pedofilia di Indonesia...................................26

6. Lembaga Pemasyarakatan....................................................................28

viii

a. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan............................................28

b. Tujuan Lembaga Pemasyarakatan..................................................26

B. Penelitian Relevan......................................................................................29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian...........................................................................................34

B. Tempat dan Waktu Penelitian....................................................................35

C. Subjek Penelitian........................................................................................35

D. Instrumen Penelitian...................................................................................35

E. Sumber Data...............................................................................................36

F. Teknik Pengumpulan Data.........................................................................36

G. Teknik Analisis Data dan Interpretasi Data...............................................38

H. Teknik Penjamin Keabsahan Data.............................................................39

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Temuan Penelitian......................................................................................40

B. Pembahasan................................................................................................64

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................................75

B. Saran...........................................................................................................76

DATAR PUSTAKA..............................................................................................77

LAMPIRAN..........................................................................................................81

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dari tahun ke tahun populasi lansia meningkat dengan sangat

cepat. Antara tahun 2015 dan tahun 2050, proporsi atau perbandingan

jumlah populasi di dunia untuk usia enam puluh tahun ke atas meningkat

hampir dua kali lipat dari jumlah populasi, dari 12% menjadi 22% jumlah

populasi. Pada tahun 2020, jumlah populasi manusia dengan usia enam

puluh tahun ke atas akan melebihi dari jumlah populasi anak yang berusia

di bawah lima tahun, (WHO, 2018). Berdasarkan data proyeksi penduduk

indonesia, pada tahun 2017 diperkirakan terdapat 23,66 juta jiwa lansia di

Indonesia. Pada tahun 2020 diperkirakan terdapat 27,08 juta jiwa lansia di

Indonesia, pada tahun 2025 sebanyak 33,69 juta jiwa, pada tahun 2030

sebanyak 40,95 juta jiwa, dan pada tahun 2035 sebanyak 48,19 juta jiwa

lansia di Indonesia. Persentase penduduk lansia pada tahun 2017 telah

mencapai 9,03% dari populasi penduduk Indonesia (KEMENKESRI,

2017).

Setiap manusia akan mengalami proses menua. Menua atau lanjut

usia adalah periode penutup dalam rentang kehidupan, yaitu suatu periode

dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode sebelumnya, Hurlock

(2012:380). WHO memulai usia enam puluh tahun menjadi awal usia

peralihan menuju ke segmen penduduk tua (Desmita, 2007:115).

Menjadi tua pada proses perkembangan manusia adalah proses

alami yang ditandai dengan adanya perubahan kondisi fisik, mental, dan

interaksi sosial yang berkaitan satu sama lain (Saputra, Daharmis, dan

Yarmis, 2016:33). Ini dapat dipahami dari perjalanan hidup manusia,

sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam QS. Ghafir 40:

Ayat 67.

2

يخرجكم طفلا ثم هو الذي خلقكم مه تراب ثم مه وطفة ثم مه علقة ثم

ا ومىكم مه يتوفى مه قبل ولتبلغوا أجلا لتبلغوا أشدكم ثم لتكوووا شيوخا

ى ولعلكم تعقلون مسم

Artinya: "Dialah yang menciptakanmu dari tanah, kemudian dari

setetes mani, lalu dari segumpal darah, kemudian kamu dilahirkan sebagai

seorang anak, kemudian dibiarkan kamu sampai dewasa, lalu menjadi tua.

Tetapi di antara kamu ada yang dimatikan sebelum itu. (Kami perbuat

demikian) agar kamu sampai kepada kurun waktu yang ditentukan, agar

kamu mengerti."

Maksud dari ayat di atas adalah siapa yang dipanjangkan umurnya

sampai keadaan lanjut usia maka akan dikembalikan menjadi lemah seperti

keadaan semula. Keadaan tersebut ditandai dengan adanya penurunan dan

perubahan fisik, mental, dan interaksi sosial. Bagi yang sudah mencapai

usia lanjut, seperti firman oleh Allah SWT, maka bersiaplah untuk

mengalami keadaan seperti itu. Karena itu, lansia sangat rentan terhadap

serangan berbagai macam penyakit. Dengan kondisi demikian, terkadang

orang lanjut usia dianggap sebagai “beban” bagi anggota keluarga. Namun

disisi lain, kelompok lansia juga sering dianggap sebagai sumber kearifan

dan menjadi panutan bagi keluarga yang lebih muda (Desmita, 2007:114).

Meskipun lansia menjadi sumber kearifan dan panutan bagi

keluarganya yang lebih muda, namun nyatanya masih ada ditemukan

lansia yang melakukan kejahatan, salah satunya adalah kejahatan seksual.

Seiring dengan bertambahnya usia seharusnya kemampuan seksual pada

lansia sudah menurun.

Menurut Desmita (2007:127) seks adalah salah satu masalah

kesehatan yang dipengaruhi oleh keadaan fisik, emosional, mental, dan

spiritual. Menua menyebabkan beberapa perubahan dalam kemampuan

seksualitas seseorang, lebih banyak pada pria daripada wanita.

Pertambahan usia memicu menurunnya produksi hormon testosteron,

sehingga berpengaruh terhadap kemampuan seksualitas seseorang. Seluruh

aspek kesehatan akan semakin menurun, badan mudah sakit atau lelah,

3

lebih sensitif dan seterusnya. Jika kondisi ini diabaikan dan dianggap

sebagai bagian dari proses penuaan maka kehidupan seks mungkin akan

menurun dan bahkan berhenti sama sekali.

Walaupun secara teori adanya penurunan seksual pada lansia, tapi

kenyataanya masih ada lansia yang hasrat seksualnya masih tinggi,

sehingga masih membutuhkan pemenuhan seksual. Di Perancis, seorang

pensiunan ahli bedah, Joel Le Scouarnec berusia 70 tahun, di hukum lima

belas tahun penjara karena pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap

empat orang anak. Putusan ini dibacakan dalam bagian pertama kasus

pedofilia terbesar di negara Perancis (Puspaningrum, 2020, Desember 04).

Di Indonesia, seorang lansia di Kecamatan Karangsembung, Kabupaten

Kebumen, Jawa Tengah, berinisial EN berusia 67 tahun diduga telah

menyetubuhi anak di bawah umur. Akibat perbuatannya, tersangka

mendapat ancaman penjara paling lama 15 tahun (Kompas, 2020, Juli 05).

Feonomena yang peneliti temui yaitu adanya lansia yang

melakukan kejahatan seksual. Sebagai seseorang yang berada pada akhir

periode masa hidupnya, tidak sepatutnya lagi lansia melakukan kejahatan

seksual. Lansia seharusnya memperbanyak amal ibadah dan mendekatkan

diri kepada tuhan. Ketika melakukan wawancara dengan AS, salah seorang

informan dalam penelitian ini, ia mengatakan bahwa:

“Kalau bini kaduo yo salah dek inyo mah pak mako tajadi nan

modeko ka awak pak. Yo maaf kecek lah yo pak, hari dek puaso.

Apabilo wak nak ingin, susah lu. Bcakak dulu.Yo awak nak ingin

basetubuah e. Manolak e taruih, yo bacakak lah dulu, cakak-cakak

muluik e, haa tu baru namuah e”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Kalau isteri yang kedua itu iya kesalahan dia sehingga terjadi lah

yang seperti ini pada saya pak. Ya maaf sebelumnya pak, karena

hari puasa, apabila saya kepingin, bertengkar dulu, ya saya ingin

bersetubuh, dia selalu menolak, bertengkar lah dulu, ya bertengkar

mulut. Setelah itu baru mau”. (Wawancara, 24 April 2021)

Berdasarkan wawancara di atas, disimpulkan bahwa, AS menjadi

pelaku kejahatan seksual karena tidak terpenuhi kebutuhan biologisnya,

sehingga berbelok melakukan penyimpangan seksual pada anak-anak. Hal

4

terkait peneliti temui di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Muaro

Sijunjung pada tanggal 30 Oktober 2020, peneliti menemukan enam orang

narapidana lansia yang melakukan kejahatan seksual, yang parahnya

kejahatan seksual tidak dilakukan pada orang dewasa atau sebayanya,

melainkan kepada anak-anak pra pubertas atau yang lebih dikenal dengan

istilah pedofilia. Informan dalam penelitian ini adalah narapidana lansia

dengan kasus perlindungan anak dan regu pengamanan Lembaga

Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung. Informan pertama adalah DT,

berusia 61 tahun, asal desa Sumangaya, Kecamatan Pagai Utara,

Kabupaten Mentawai. DT diduga dengan sengaja membujuk anak di

bawah umur untuk melakukan persetubuhan. DT terjerat Pasal 81 Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2016, dengan lama pidana selama delapan

tahun, atau denda seratus juta rupiah. Informan kedua adalah S, berusia 65

tahun, asal Koto Baru, Kecamatan IV Nagari, Kabupaten Sijunjung. S

diduga telah melakukan persetubuhan dengan anak di bawah umur. S

terjerat Pasal 75 D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, dengan lama

pidana sepuluh tahun, atau denda sebesar satu miliar ruiah. Informan AS,

61 tahun, asal Muaro Bodi, Kecamatan IV Nagari, Kabupaten Sijunjung.

AS di pidana atas tindakan persetubuhan anak di bawah umur. AS

terjerat Pasal 81 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, dengan lama

pidana selama sembilan tahun penjara atau denda sebesar delapan ratus

juta rupiah.

Freud mendefinisikan pedofilia sebagai daya tarik seksual terhadap

anak-anak pra pubertas (Wardhani dan Kurniasari, 2016:317). Kebanyakan

pelaku pedofilia ini adalah seorang pria, mereka memiliki ketertarikan

seksual dengan anak yang usianya di bawah 13 tahun. Menurut Nevid,

Rathus, dan Greene (2005:82) definisi klinis pedofilia dikemukakan ketika

ketertarikan seksual pada anak terjadi secara berulang dan terus-menerus.

Sejumlah penganiaya mengalami dorongan pedofilia hanya pada saat-saat

tertentu saja. Bentuk terkuatnya dari pedofilia mencerminkan preferensi

seksual eksklusif anak praremaja, dimana individu pedofil memiliki minat

5

hubungan seksual yang kuat pada anak-anak yang tidak menunjukkan

tanda-tanda perkembangan seksual sekunder dan tidak memiliki minat

seksual pada orang dewasa yang matang secara seksual (Seto, 2012:3).

Menurut Dennison & Leclerc, beberapa faktor yang memicu

kejahatan seksual yaitu faktor dalam diri yang meliputi rasa tidak aman,

keterampilan sosial yang buruk, konsentrasi yang buruk dan gelisah, dan

implusif (Rochmah dan Nuqul, 2015:91). Menurut Ames & Houston

(dalam Nevid et al, 2005:83), beberapa kasus cocok dengan stereotip

orang yang lemah, pemalas, mempunyai hubungan sosial yang canggung,

dan seorang penyendiri yang merasa terancam berhubungan dengan orang

dewasa dan kemudian berbelok pada anak-anak untuk mendapat kepuasan

seksual karena anak-anak tidak banyak menuntut.

Berdasarkan penjelasan di atas di dapatkan bahwa pelaku kejahatan

seksual memilki keterampilan sosial yang buruk. Menurut Michelson,

Sugai, Wood, dan Kazdin, social skill atau yang selanjutnya di

terjemahkan dengan keterampilan sosial merupakan kemampuan untuk

melakukan interaksi sosial baik itu secara verbal ataupun nonverbal, dan

pola berpikir yang positif (Nugrhaini dan Ramdhani, 2016:186). Menurut

Thompson, keterampilan sosial merupakan keterampilan yang digunakan

untuk mengatur pikiran dan perasaan yang kemudian dinyatakan dalam

suatu perbuatan yang tidak merugikan diri sendiri serta orang lain (Putri

dan Purnamasari, 2014:72). Menurut Cohen, Clark, dan Sherrod

(1986:964), kemungkinan orang dengan lebih besar keterampilan sosial

akan lebih mampu mengkomunikasikan kebutuhan membantu tanpa

memintanya secara langsung.

Berdasarkan penjelasan di atas, di simpulkan bahwa social skill

pelaku pedofilia adalah, ketidakmampuan atau buruknya keterampilan

sosial pada diri individu dapat memicu perilaku penyimpangan seksual,

sehingga berbelok pada anak di bawah umur untuk mendapat kepuasan

seksual.

6

Pada penelitian ini peneliti meenggunakan pendekatan studi

fenomenologi yaitu berusaha untuk memahami makna dan mencari esensi

dari pengalaman. Perbedaan studi fenomenologi dengan studi yang lainnya

yaitu pendekatan fenomenologis lebih menekankan pada berbagai aspek

subjektif dari perilaku manusia agar dapat memahami tentang bagaimana

dan apa makna yang mereka bentuk dari berbagai peristiwa dalam

kehidupan sehari- hari (Bogdan & Biklen, dalam Sutopo, 2002:27).

Fakta di lapangan menunjukan bahwa perilaku pedofilia seringkali

terjadi berulang, berantai, dan tidak terdeteksi. Perilaku yang dialami pada

saat sekarang tidak lepas dari pengalaman masa lalu yang pernah terjadi.

Banyak psikolog mempraktikan teknik yang sama, sepakat bahwa

pengalaman masa lalu membantu membentuk masa kini. Sebagai contoh

psikolog klinis berusaha memahami klien dewasa mereka dengan

mengeksplorasi masa kanak-kanak mereka, mengkaji tekanan-tekanan dan

peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pasien bertingkah laku atau

berpikir dalam cara tertentu. Dengan mengumpulkan sejarah kasus, para

psikolog klinis merekonstruksi evolusi kehidupan klien mereka, dan proses

itu seringkali menuntun kepada pola-pola dan perilaku saat ini. Mereka

yakin bahwa tingkah laku ditentukan oleh pengalaman-pengalaman yang

dan pengkondisian sebelumnya. Dengan kata lain kondisi seseorang saat

ini dapat dijelaskan melalui sejarah hidupnya. Keadaan kita dulu dapat

memberitahukan kepada kita tentang keadaan kita sekarang (Schultz dan

Schultz, 2015:03).

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka

muncul pertanyaan peneliti, yaitu bagaimana social skill pada seorang

lansia sehingga membuatnya menjadi pelaku pedofilia, sehingga peneliti

berkeinginan untuk mangangkat penelitian ini dengan judul “Social Skill

Pelaku Pedofilia (Studi Fenomenologis Pada Narapidana Lansia di

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Muaro Sijunjung)”.

7

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah, fokus penelitian ini akan

membahas penyebab pedofilia, dan gejala perilaku pedoflia di lihat dari

social skill pada narapidana lansia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B

Muaro Sijunjung.

C. Sub Fokus Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian di atas, yang menjadi sub fokus

dalam penelitian ini adalah:

1. Penyebab Perilaku Pedofilia Pada Lansia di Lembaga Pemasyarakatan

Klas II B Muaro Sijunjung.

2. Environmental Behavior (Perilaku Terhadap Lingkungan) Pada Lansia

Pelaku Pedofilia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro

Sijunjung.

3. Interpersonal Behavior (Perilaku Interpersonal) Pada Lansia Pelaku

Pedofilia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung.

4. Self related Behavior (Perilaku Berhubungan Dengan Diri Sendiri) Pada

Lansia Pelaku Pedofilia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro

Sijunjung.

5. Task-related Behavior (Perilaku Berhubungan Dengan Tugas) Pada

Lansia Pelaku Pedofilia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro

Sijunjung.

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan sub fokus penelitian di atas, pertanyaan dalam

penelitian ini adalah:

1. Apa Yang Menyebabkan Perilaku Pedofilia Pada Lansia di Lembaga

Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung?

2. Bagaimana Environmental Behavior (Perilaku Terhadap Lingkungan)

Pada Lansia Pelaku Pedofilia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B

Muaro Sijunjung?

8

3. Bagaimana Interpersonal Behavior (Perilaku Interpersonal) Pada

Lansia Pelaku Pedofilia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro

Sijunjung?

4. Bagaimana Self related Behavior (Perilaku Berhubungan Dengan Diri

Sendiri) Pada Menjadi Pelaku Pedofilia di Lembaga Pemasyarakatan

Klas II B Muaro Sijunjung?

5. Bagaimana Task-related Behavior (Perilaku Berhubungan Dengan

Tugas) Pada Lansia Pelaku Pedofilia di Lembaga Pemasyarakatan Klas

II B Muaro Sijunjung?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka

tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab pedofilia, dan

gejala perilaku pedofilia dilihat dari social skill pada narapidana lansia di

Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung.

F. Manfaat dan Luaran Penelitian

1. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Memberi sumbangan pengetahuan khususnya dalam kajian

psikologi sehingga nantinya dapat menjadi rujukan bagi penelitian

selanjutnya dalam kajian yang sama tetapi pada ruang lingkup yang

lebih luas dan mendalam.

b. Manfaat Praktis

1) Bagi peneliti, peneliti dapat menggunakan hasil penelitian ini

sebagai pengetahuan baru mengenai fenomena masyarakat

yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

2) Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan memberikan

pengetahuan tentang bahaya dari pelecehan seksual kepada

anak yang bisa dilakukan oleh orang dewasa termasuk lansia.

3) Bagi peneliti selanjutnya, hasil dari penelitian ini dapat

menjadi referensi baru guna menambah pengetahuan tentang

9

paraphilia pedofilia yang dilakukan oleh lansia.

2. Luaran Penelitian

Luaran dari penelitian ini, semoga dapat diterbitkan pada jurnal

atau artikel ilmiah, dijadikan rujukan bagi penelitian selanjutnya pada

kajian yang sama namun pada ruang lingkup yang lebih luas.

G. Definisi Istilah

Untuk membantu peneliti dalam memahami judul, serta

menghindari adanya pemahaman yang berbeda dengan maksud peneliti.

Maka peneliti akan menguraikan secara singkat istilah-istilah penting

yang penulis gunakan pada judul:

Social Skill. Keterampilan sosial adalah kemampuan untuk

melakukan interaksi sosial, berkomunikasi efektif baik secara verbal

maupun non verbal, dan mengatur pikiran dan perasaan yang dinyatakan

dalam satu tindakan atau perubahan yang tidak merugikan diri sendiri dan

orang lain. Social skill memiliki beberapa aspek yaitu environmental

behavior, environmental behavior, interpersonal behavior, self related

behavior dan task related behavior.

Pedofilia. Pedofilia merupakan daya tarik seksual yang ditandai

dengan adanya dorongan seksual yang kuat serta melibatkan fantasi yang

membangkitkan gairah seksual secara intens kepada anak-anak pra

pubertas (umumnya berusia 13 tahun atau lebih muda), yang mana dalam

penelitian ini pelaku adalah lansia yang berusia 60 tahun ke atas. Tipe

pedofilia dalam penelitian ini adalah tipe non eksklusif, yaitu tentukan jika

tertarik secara seksual pada pria, tertarik secara seksual pada wanita

dewasa, tertarik secara seksual pada keduanya, dan tentukan jika terbatas

pada inses.

Lansia. Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60

tahun ke atas. lansia identik dengan penurunan, kelemahan, meningkatnya

kerentanan terhadap berbagai penyakit, dan perubahan fisiologis yang

10

terkait dengan penuaan.

Narapidana. Menurut Pasal 1 ayat 7 Undang-Undang Nomor.12

Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, menyatakan bahwa narapidana

adalah terpidana yang sedang menjalani pidana (hilang kemerdekaan) di

Lembaga Pemasyarakatan Menurut Pasal 1 ayat 6 Undang-Undang Nomor

12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, terpidana adalah seseorang yang

dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap.

Lembaga Pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan adalah

tempat pembinaan terhadap narapidana atau warga binaan supaya nantinya

dapat diterima kembali ke masyarakat dengan baik. Tempat pada

penelitian ini berada di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro

Sijunjung.

11

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Landasan Teori

1. Social Skills

a. Pengertian Social Skill

Keterampilan sosial berasal dari kata social (sosial) dan

skill (keterampilan). Menurut kamus psikologi social

menyinggung relasi antara dua atau lebih individu (Chaplin,

1981:469). Skill adalah satu kemampuan bertingkat tinggi yang

memungkinkan seseorang melakukan tindakan yang kompleks

dengan lancar disertai ketepatan (Chaplin, 1981:466).

Menurut Michelson, Sugai, Wood, dan Kazdin,

keterampilan sosial atau social skills adalah kemampuan untuk

melakukan interaksi sosial, baik secara verbal maupun

nonverbal dan berpola pikir yang baik (Nugrhaini dan

Ramdhani, 2016:186). Thompson menjelaskan bahwa

keterampilan sosial merupakan keterampilan untuk mengatur

pikiran serta perasaan yang dinyatakan dalam satu tindakan yang

tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain (Putri dan

Purnamasari, 2014:72).

Keterampilan sosial juga dapat diartikan sebagai

kemampuan seseorang untuk berkomunikasi secara efektif

dengan orang lain, baik secara verbal maupun non verbal sesuai

situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, yang mana

keterampilan ini yaitu perilaku yang dipelajari (Amin,

2019:103). Patrick (dalam Behshtifar dan Norozy, 2013:75),

menjelaskan keterampilan sosial adalah seseorang yang

berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain, didasarkan

12

pada norma sosial masyarakat kita dan mereka memberi tahu

tentang perilaku yang dianggap normal, dapat diterima dan

diharapkan dalam situasi sosial tertentu. Menurut Cohen, Clark,

dan Sherrod (1986:964), kemungkinan orang dengan lebih besar

keterampilan sosial akan lebih mampu mengkomunikasikan

kebutuhan membantu tanpa memintanya secara langsung.

Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan

bahwa keterampilan sosial adalah kemampuan untuk melakukan

interaksi sosial, berkomunikasi efektif baik secara verbal

maupun non verbal, mengatur pikiran dan perasaan yang

dinyatakan dalam satu tindakan yang tidak merugikan diri

sendiri dan orang lain.

b. Aspek-Aspek Sosial Skills

Cartledge dan Milburn menjelaskan bahwa keterampilan

sosial mempunyai empat aspek dalam pengembangan perilaku

sosial individu, (Istihana, 2015:295-299).

1) Environmental Behavior

Perilaku terhadap lingkungan adalah kepedulian

terhadap lingkungan, keadaan darurat dan juga kegiatan di

lingkungan untuk menciptakan suasana sosial yang

tenteram. Kepedulian terhadap lingkungan adalah perilaku

menjaga kesehatan, kebersihan, dan sesuatu yang

bermanfaat untuk lingkungan, seperti membuang sampah

pada tempatnya. Kepedulian terhadap keadaan darurat

adalah demonstrasi membantu seseorang yang mengalami

kecelakaan, misalnya membantu merawat seseorang yang

sedang mengalami kecelakaan. Kegiatan dalam lingkungan

adalah melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi orang lain,

misalnya tidak membuat ulah di lingkungan tempat tinggal.

13

2) Interpersonal Behavior

Perilaku interpersonal adalah kemampuan untuk

mengakui pengaruh atau dampak dari orang lain, mengelola

dan menyelesaikan permasalahan atau konflik, mendapatkan

perhatian, bertegur sapa, membantu orang lain, membangun

diskusi, berkoordinasi, bersikap positif terhadap orang lain,

bergaul dengan santai, dan menjaga milik orang lain yang di

pinjam. Pengakuan dampak orang lain, khususnya

kemampuan untuk mengakui dampak atau pengaruh orang

lain yang memiliki otoritas yang tinggi dan aturan yang

berlaku di suatu tempat, mematuhi peraturan pemerintah.

Mengatasi konflik yaitu kemampuan untuk menghadapi dan

mengatasi masalah dengan cara yang baik. Mendapatkan

perhatian adalah kemampuan yang cukup menonjol untuk di

perhatikan supaya mendapatkan pengakuan dari lingkungan,

misalnya ramah tamah saat bertemu dengan rekan kerja.

Bertegur sapa dengan orang lain, khususnya memberi salam,

menanyakan kabar kepada orang lain. Membantu orang lain

adalah kesediaan memberikan bantuan untuk meringankan

beban orang lain. Diskusi adalah membangun percakapan

atau berdiskusi dengan baik tanpa ada masalah dengan orang

lain. Bekerjasama dengan orang lain adalah kemampuan

untuk membangun hubungan yang baik dengan orang lain

untuk mempermudah dalam menangani suatu pekerjaan.

Bersikap positif terhadap orang lain adalah kemampuan

untuk menghargai orang lain, misalnya memberi pujian.

Pergaulan yang baik adalah kemampuan untuk menjalin

hubungan yang dekat dan hangat dengan orang lain.

Menjaga sesuatu milik sendiri atau orang lain, kesiapan

untuk meminjamkan dan juga memanfaatkan milik orang

14

lain secara waja. Aspek-aspek social skill ini adalah indikasi

yang jelas dan langsung untuk mengidentifikasi diri dengan

orang lain. Selanjutnya, sudut-sudut ini adalah pusat social

skill.

3) Self related Behavior

Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri

adalah kapasitas untuk menanggung konsekuensi, bertindak

dengan baik atau secara moral, mengungkapkan perasaan,

bersikap positif, tanggung jajwab, dan merawat diri sendiri

untuk membuat asosiasi dengan orang lain. Menanggung

konsekuensi, khususnya memiliki pilihan untuk mengakui

kesalahan dan siap menerima akibat dari perbuatan. Perilaku

moral adalah kemampuan untuk mengenali sesuatu yang

baik dan buruk mengungkapkan perasaan adalah

mengungkapkan perasaan kepada seseorang dan merasakan

perasaan dari orang lain. Memiliki sikap yang positif

terhadap diri sendiri berarti menoleransi kondisi pada saat

ini dan berusaha memperbaiki diri untuk merubah keadaan.

Tanggung jawab adalah menoleransi dan melaksanakan

standar yang relevan. Peduli pada diri sendiri adalah

memfokuskan pada diri sendiri agar tampak ramah,

sempurna, bersih, dan sehat

4) Task related Behavior

Perilaku yang berhubungan dengan tugas adalah

keterampilan untuk mengerjakan sebuah tugas melingkupi

mengajukan dan mencatat pertanyaan, menampilkan

perilaku, berpartisipasi, dan kualitas ketika bekerja.

Mengajukan dan mencatat pertanyaan adalah kemampuan

untuk bertanya dan menjawab pertanyaan sesuai

kapasitasnya, menampilkan perilaku adalah keterampilan

15

untuk melakukan pekerjaan yang diberikan oleh orang lain.

berpasrtisipasi adalah keterampilan untuk ikut andil dalam

sebuah kegiatan dan bermanfaat bagi masyarakat. kualitas

ketika bekerja menyiratkan kemampuan untuk

menyelesaikan tugas dengan baik dan menerima masukan

untuk meningkatkan kualitas dalam bekerja.

2. Pedofilia

a. Pengertian Pedofilia

Pedofilia atau (pedophilia) diambil dari bahasa Yunani

paidos, yang berarti "anak". Ciri utama pedofilia adalah hasrat

dan fantasi seksual yang solid dan monoton yang mencakup

tindakan seksual dengan anak-anak remaja (usia 13 tahun atau

lebih muda). Pelecehan seksual terhadap anak-anak mungkin

saja terjadi atau tidak. Untuk mendiagnosis seorang pedofil,

individu tersebut sekurangnya berusia 16 tahun dan sekitar lima

tahun lebih tua daripada anak-anak atau anak-anak yang mereka

rasa tertarik secara seksual. Pada beberapa kasus pedofilia,

seseorang hanya memiliki ketertarikan pada anak-anak, dalam

kasus lain ada juga minat pada orang dewasa. penjelasan klinis

untuk pedofilia dikemukakan hanya ketika daya pikat fisik untuk

anak-anak terjadi terus-menerus dan berulang-ulang. Sejumlah

pelaku pelecehan seksual mendapatkan dorongan pedofil hanya

pada kesempatan tertentu atau ketika ada kesempatan (Nevid et

al, 2005:82).

Freud mendefinisikan pedofilia sebagai daya pikat fisik

kepada anak-anak prapubertas. Kebanyakan pedofil adalah laki-

laki, mereka memiliki daya pikat fisik kepada anak-anak di

bawah 13 tahun. Para pedofil memiliki ketertarikan seksual

dengan dorongan yang aneh, khususnya kepuasan seksual pada

16

anak-anak (Wardhani dan Kurniasari, 2016:317).

Pelaku pedofilia melibatkan aktivitas seksual dengan

anak pra pubertas (umumnya berusia 13 tahun atau lebih muda).

Gangguan tersebut mencakup, sejumlah gejala mulai dari fantasi

seksual yang tidak pantas dan melibatkan anak melalui aktivitas

seksual langsung dengan anak di bawah umur. Karena bentuknya

yang berubah dan konstruksi dalam sejarah, istilah ini telah

digunakan secara bergantian dengan istilah lain seperti pelaku

pelecehan seksual anak, pemerkosa anak, dan penganiaya anak.

Intinya, ini istilah mewakili konstruksi terpisah dari hubungan

seksual antara orang dewasa dan anak-anak (Bowman,

2010:444).

Dari beberapa definisi tentang pedofilia, dapat

disimpulkan bahwa pedofilia merupakan daya tarik seksual yang

ditandai dengan adanya dorongan seksual yang kuat serta

melibatkan fantasi yang membangkitkan gairah seksual secara

intens kepada anak-anak pra pubertas (berusia 13 tahun atau

lebih muda).

b. Kriteria Diagnostik

1) Menurut DSM-5 (APA, 2013), ada beberapa kriteria

diagnostik pedofilia, yaitu:

a) Selama rentang waktu minimal enam bulan, fantasi yang

membangkitkan gairah seksual yang intens, dorongan

seksual, atau perilaku yang melibatkan aktivitas seksual

dengan anak pra remaja atau anak-anak (berusia 13 tahun

atau lebih muda).

b) Individu telah bertindak atas dorongan seksual ini, atau

fantasi yang menyebabkan tekanan atau kesulitan

interpersonal yang nyata.

c) Individu setidaknya berusia 16 tahun dan setidaknya 5

17

tahun lebih tua dari anak-anak (jangan sertakan seseorang

di masa dewasa remaja akhir yang terlibat dalam

hubungan seksual berkelanjutan dengan anak berusia 12

atau 13 tahun)

Menurut DSM-5 (APA, 2013), ada dua tipe pedofilia,

yang pertama tipe eksklusif (hanya untuk anak-anak). Kedua

tipe non eksklusif, yaitu tertarik secara seksual pada pria,

tertarik secara seksual pada wanita dewasa, tentukan jika

terbatas pada inses.

2) Menurut PPDGJ-III (Maslim, 2013:113) ada beberapa

kriteria diagnostik pedofilia, yaitu:

a) Kecenderungan seksual untuk anak-anak, umumnya

prapubertas atau remaja awal, baik untuk pria maupun

wanita muda.

b) Pedofilia tidak sering ditemukan pada wanita.

c) Kecenderungan seksual harus berulang kemudian

menetap.

d) Termasuk pada pria dewasa yang memiliki partner

seksual dewasa, tetapi karena ketidakpuasan terus-

menerus untuk mencapai hubungan seksual, maka pada

saat itu kecenderungan untuk beralih ke anak-anak

sebagai pengganti.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan

bahwa kriteria diagnostik dari pelaku pedofilia adalah

ketertarikan seksual terhadap anak-anak, biasanya pada anak-

anak pra pubertas atau awal masa pubertas, baik laki- laki

maupun perempuan namun jarang ditemukan pada

perempuan. Pedofilia bertindak atas dorongan seksual yang

menyebabkan tekanan dan kesulitan yang nyata, termasuk

18

laki-laki dewasa yang mengalami frustasi yang kronis untuk

mencapai hubungan seksualnya dengan pasangan, sehingga

beralih kepada anak-anak sebagai penggantinya.

c. Faktor Prognostik Pedofilia

1) Menurut DSM-5 (APA, 2013), ada beberapa faktor

prognostik pedofilia, yaitu:

a) Emosional

Tampaknya ada interaksi antara pedofilia dan

antisosialitas, sehingga laki-laki dengan kedua sifat

tersebut lebih cenderung berperilaku seksual dengan

anak-anak. Dengan demikian, gangguan kepribadian

antisosial dapat dianggap sebagai faktor risiko gangguan

pedofil pada laki-laki dengan pedofilia.

b) Lingkungan.

Laki-laki dewasa dengan pedofilia sering

melaporkan bahwa mereka mengalami pelecehan seksual

saat masih anak- anak. Namun, tidak jelas apakah

korelasi ini mencerminkan pengaruh kausal dari

pelecehan seksual masa kanak-kanak pada pedofilia

dewasa.

c) Genetik dan fisiologis.

Karena pedofilia adalah kondisi yang diperlukan

untuk gangguan pedofil, faktor apa pun yang

meningkatkan kemungkinan pedofilia juga meningkatkan

risiko gangguan pedofil. Ada beberapa bukti bahwa

gangguan perkembangan saraf dalam rahim

meningkatkan kemungkinan berkembangnya minat

pedofil.

19

2) Menurut (Khaidir, 2007:84), ada beberapa faktor perilaku

pedofilia, yaitu:

a) Kekhawatiran berinteraksi sosial dengan wanita.

b) Kemampuan sosial yang tidak adekuat.

c) Ketidakmampuan terangsang secara seksual oleh wanita

dewasa.

3) Menurut Jamin (2016:46-47), ada beberapa faktor. penyebab

mengapa negara Indonesia menjadi sasaran pelaku pedofilia,

sebagai berikut:

a) Hukum perlindunhgan anak yang lemah dan

implementasinya di Indonesia, misalnya dalam KUHP,

pelaku pelecehan seksual terhadap anak diancam

hukuman penjara maksimal 9 tahun, lalu pada Undang-

Undang Perlindungan Anak dihukum 15 tahun

sedangkan seperti di negara Filipina pelaku pedofilia di

hukum mati.

b) perangkat keamanan yang lemah di Indonesia dalam

mengelola aktivitas pedofilia yang tidak dapat disangkal,

seperti pelaku pedofilia menggunakan jejaring internet

untuk menemukan mangsanya.

c) Faktor kemiskinan di Indonesia yang saat ini semakin

memburuk membuat anak-anak semakin tidak berdaya

menghadapi beberapa jenis kejahatan seksual.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan

bahwa faktor prognostik pedofilia adalah adanya interaksi

antara pedofilia dan antisosialitas yang membuat

kekhawatiran berinteraksi sosial dengan wanita dan lebihh

cenderung berperilaku seksual pada anak-anak. Faktor

ketidakmampuan terangsang secara seksual oleh wanita

20

dewasa juga merupakan penyebab dari pedofilia, serta

genetik dan pengalaman masa lalu sebagai korban kekerasan

seksual.

3. Social Skill Pedofilia

Menurut Dennison & Leclerc, faktor-faktor pemicu

kejahatan seksual adalah faktor dalam diri yang meliputi rasa tidak

aman, keterampilan sosial yang buruk, konsentrasi yang buruk dan

gelisah, dan implusif. (Rochmah dan Nuqul, 2015:91). Menurut

Ames & Houston (dalam Nevid et al, 2005:83), sejumlah kasus

cocok dengan stereotip orang yang lemah, pemalas, mempunyai

hubungan sosial yang canggung, dan seorang penyendiri yang

merasa terancam oleh hubungan dengan orang dewasa sehingga

berbelok pada anak-anak untuk mendapat kepuasan seksual karena

anak-anak tidak banyak menuntut.

Menurut Dennison dan Leclerc, faktor yang memicu

penyimpangan seksual adalah faktor dalam diri yang mencakup rasa

ketidak nyamanan, social skill yang buruk, fokus yang buruk,

kecemasan, dan impulsif. (Rochmah dan Nuqul, 2015:91). Seperti

yang dikemukakan oleh Ames dan Houston, berbagai kasus sesuai

dengan stereotip dari individu yang lemah, pemalas, apatis,

hubungan sosial yang canggung, dan seorang introvert yang merasa

terganggu oleh hubungan dengan orang dewasa, sehingga mereka

beralih kepada anak-anak untuk mendapatkan kepuasan seksual

karena anak-anak tidak banyak menuntut (Nevid et al, 2005:83).

Kejahatan seksual yang berbelok pada anak-anak untuk

mendapat kepuasan di kenal dengan istilah pedofilia. Freud

mendefinisikan pedofilia sebagai daya pikat fisik kepada anak-anak

prapubertas. Kebanyakan pedofil adalah laki-laki, mereka memiliki

daya pikat fisik kepada anak-anak di bawah 13 tahun. Para pedofil

memiliki ketertarikan seksual dengan dorongan yang aneh,

21

khususnya kepuasan seksual pada anak-anak (Wardhani dan

Kurniasari, 2016:317).

Berdasarkan penjelasan di atas, di dapatkan bahwa pelaku

kejahatan seksual memilki keterampilan sosial yang buruk. Menurut

Michelson, Sugai, Wood, dan Kazdin, social skills atau

yang.selanjutnya di terjemahkan dengan keterampilan sosial adalah

kemampuan untuk melakukan interaksi sosial baik secara verbal

maupun nonverbal, dan pola pikir yang positif. (Nugrhaini dan

Ramdhani, 2016:186).

Dari beberapa penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa

social skill pelaku pedofilia adalah, ketidakmampuan atau buruknya

keterampilan sosial pada diri individu dapat memicu perilaku

penyimpangan seksual, sehingga berbelok pada anak-anak untuk

mendapat kepuasan seksual.

4. Lanjut Usia

a. Pengertian Lanjut Usia

Menurut Desmita (2007:114), masa dewasa akhir atau

lansia adalah periode penutup dan mendekati akhir.siklus

kehidupan manusia di dunia. Pada masa dewasa akhir, penuaan

dan penurunan fisik serta mental semakin terlihat jelas

dibandingkan pada masa dewasa tengah. Karena itu, orang lanjut

usia sangat rentan terhadap serangan berbagai penyakit. Dengan

kondisi demikian, terkadang orang lanjut usia dianggap sebagai

“beban” bagi anggota keluarga. Namun disisi lain, kelompok

lansia juga sering dianggap sebagai sumber.kearifan, orang yang

patut dihormati, orang yang merestui, melindungi, dan menjadi

panutan bagi keluarga yang lebih muda.

Menurut Hurlock (2012:380), usia tua adalah periode

penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu periode dimana

seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu. Pada usia

22

enam puluhan biasanya dipandang sebagai garis pemisah antara

usia madya dan usia lanjut. Menurut Kiik, Sahar, dan

Permatasari (2018:110), lanjut usia identik dengan berbagai

penurunan terutama status kesehatan fisik. Berbagai teori

tentang proses menua menunjukkan hal yang. sama. Status

kesehatan lansia yang menurun seiring dengan bertambahnya

usia akan mempengaruhi kualitas hidup lansia. Bertambahnya

usia akan di iringi dengan timbulnya berbagai penyakit.

Menurut Kholifah (2016:3), lansia adalah kondisi

individu yang mencapai usia enam puluh tahun ke atas. Menjadi

tua bukanlah penyakit, namun merupakan interaksi yang secara

bertahap membawa kepada perubahan total, berkurangnya daya

tahan tubuh dari rangsangan dari dalam dan luar tubuh.

Bertambah tua merupakan suatu kondisi yang terjadi dalam

kehidupan manusia. Menjadi tua adalah siklus sepanjang hidup,

tidak dimulai dari waktu tertentu, namun dimulai dari awal

kehidupan. Menjadi tua adalah siklus karakteristik yang berarti

bahwa seseorang telah menjalani tiga fase kehidupan, yaitu

anak-anak, orang dewasa dan tua.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa

lansia adalah periode penutup dalam rentang. hidup seseorang,

umumnya telah mencapai usia enam puluh tahun ke atas yang

identik dengan penuaan dan penurunan fisik serta mental.

b. Ciri-Ciri Lanjut Usia

Lanjut usia ditandai dengan perubahan fisik dan

psikologis tertentu. Efek-efek tersebut menentukan, apakah pria.

atau wanita lanjut usia akan melakukan penyesuaian diri yang

baik atau buruk. Akan tetapi ciri-ciri lanjut usia cenderung

menuju dan membawa penyesuaian diri yang buruk daripada

yang baik (Hurlock, 2012:380).

23

Menurut Kholifah (2016:4), ciri-ciri lanjut usia adalah

sebagai berikut :

1) Lansia merupakan periode kemunduran.

Penurunan kemampuan pada lansia sebagian berasal

dari variabel aktual dan elemen mental. motivasi berperan

penting dalam penurunan kemampuan pada lansia, misalnya

orang tua yang memiliki motivasi rendah dalam beraktifitas,

akan mempercepat proses penurunan kemampuannya, namun

ada juga orang tua yang memiliki motivasi tinggi, maka pada

saat itu sebenarnya penurunan kemampuan akan lebih lama

terjadi.

2) Lansia memiliki status kelompok minoritas.

Keadaan sekarang merupakan akibat dari pandangan

sosial yang tidak diinginkan terhadap lansia dan didukung

oleh perasaan tidak menyenangkan, misalnya lansia yang

kuat dengan pendapatnya, sikap sosial di dalam

bermasyarakat menjadi buruk, namun ada juga orang tua

yang memiliki rasa toleransi terhadap orang lain sehingga

hubungan sosial dalam bermasyarakat menjadi baik.

3) Menjadi tua membutuhkan perubahan peran.

Terjadinya perubahan peran ini dilakukan dengan

alasan bahwa lansia mulai menghadapi penurunan

kemampuan di berbagai hal. Perubahan peran orang lanjut

usia seharusnya dilakukan berdasarkan keinginan mereka

sendiri bukan berdasarkan tekanan dari lingkungan tempat

tinggalnya. Contohnya, orang lanjut usia yang memiliki

jabatan tertentu tidak di berhentikan hanya karena usianya

4) Penyesuaian yang buruk pada lansia.

Perlakuan yang negatif kepada orang lanjut usia

membuat mereka pada umumnya akan menumbuhkan

gambaran diri yang buruk sehingga mereka dapat

24

menunjukkan perilaku yang buruk. Karena perlakuan yang

buruk ini, penyesuaian diri lansia menjadi buruk juga.

Misalnya, lansia yang tinggal bersama keluarganya

seringkali tidak di ikut sertakan dalam menentukan pilihan

karena memiliki pandangan yang kuno, kondisi ini membuat

lansia menarik diri dari lingkungannya, mudah tersinggung

dan memiliki self esteem yang rendah.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-

ciri usia lanjut cenderung menuju pada penyesuaian yang buruk

dikarenakan lansia merupakan periode kemunduran, lansia

merupakan kelompok minoritas, terjadinya perubahan peran pada

lansia, serta penyesuaian yang buruk pada lansia.

c. Seksualitas Pada Lansia

Seks merupakan salah satu masalah kesehatan yang

dipengaruhi oleh kondisi fisik, emosional, mental, dan spiritual.

Penuaan menyebabkan beberapa perubahan dalam kemampuan

seksualitas manusia, lebih banyak pada laki-laki dari pada

wanita. Pertambahan usia menyebabkan menurunnya produksi

hormon testosteron, sehingga berpengaruh terhadap kemampuan

seks seseorang. Seluruh aspek kesehatan akan semakin menurun,

badan mudah sakit atau lelah, lebih sensitif dan seterusnya. Jika

kondisi ini diabaikan dan dianggap sebagai bagian dari proses

penuaan maka kehidupan seks mungkin akan menurun dan

bahkan berhenti sama sekali. Hampir setiap orang.yang

memasuki usia lanjut akan mengalami masalah. seksual.

Sebagian besar menghadapinya sebagai hal yang tabu untuk di

bicarakan, sebagian lagi menganggapnya sebagai bagian dari

proses penuaan yang alamiah dan tidak perlu diperbaiki.

Pertambahan usia menyebabkan respons faali organ seks

25

seseorang menurun. Kecepatan rangsang terhadap stimulasi

(rangsangan) seksual menjadi lambat (Desmita,2007:127).

Menurut Kholifah (2016:23), faktor-faktor psikologis yang

mempengaruhi penurunan kemampuan seksual pada lansia

antara lain:

1) Perasaan tabu atau malu saat mempertahan kehidupan

seksual.

2) Perilaku keluarga dan masyarakat yang kurang mendukung

dan diperkuat oleh adat dan budaya.

3) Kelelahan karena tidak adanya keragaman dalam kehidupan.

4) Pasangan yang telah meninggal.

5) Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah

kesehatan jiwa lainnya seperti kecemasan, keputusasaan,

demensia, dan sebagainya

Menurut Stanley & Beare, hilangnya seksualitas jelas

bukan aspek yang tak terhindarkan dari proses penuaan dan

sebagian besar individu yang sehat tmasih aktif melakukan

hubungan seks secara teratur sampai lanjut usia. Meskipun

demikian, siklus penuaan membawa perubahan tertentu dalam

reaksi seksual fisiologis laki-laki ataupun perempuan, diikuti

oleh berbagai penyakit yang umum terjadi pada orang lanjut

usia juga berperan penting dalam terjadinya disfungsi seksual

patogen pada orang lanjut usia (Pambudi, Dwidiyanti, dan

Wijayanti, 2018:156).

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

seksualitas pada lansia dipengaruhi oleh kondisi fisik,

emosional, mental, dan spiritual. Penuaan menyebabkan

beberapa perubahan dalam kemampuan seksualitas manusia.

26

Pertambahan usia menyebabkan menurunnya produksi hormon

testosteron, sehingga berpengaruh terhadap kemampuan seks

seseorang. Selain itu perasaan tabu atau malu saat mempertahan

kehidupan seksual mempengaruhi penurunan kemampuan

seksual, perilaku keluarga dan masyarakat yang kurang

mendukung dan diperkuat oleh adat dan budaya, kelelahan

karena tidak adanya keragaman dalam kehidupan, pasangan

yang telah meninggal, serta disfungsi seksual karena perubahan

hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya seperti

kecemasan, keputusasaan, demensia, dan sebagainya.

5. Narapidana

a. Pengertian Narapidana

Di dalam Pasal 1 ayat 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun

1995 Tentang Pemasyarakatan, menyatakan bahwa narapidana

adalah terpidana yang sedang menjalani pidana (kehilang

kemerdekaan) di Lembaga Pemasyarakatan. Menurut Pasal 1

ayat 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang

Pemasyarakatan, menyatakan bahwa terpidana adalah seseorang

yang di pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa

narapidana adalah seseorang yang kehilangan kemerdekaannya,

dan sedang menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan.

b. Hukuman Bagi Pelaku Pedofilia di Indonesia

Hukuman bagi narapidana pedofilia diatur dalam Undang-

undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

Dihukum minimal 15 tahun penjara serta di denda maksimal

sebanyak Rp.300 juta (Setiawan, 2016:12). Pada Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2020 tentang

27

tata cara pelaksanaan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi

elektronik, rehabilitasi, dan pengumuman identitas pelaku

kekerasan seksual terhadap anak. Menimbang bahwa untuk

mengatasi kekerasan seksual terhadap anak, memberi efek jera

terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual

terhadap anak, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang

Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan

Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman

Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak.

Menurut Pasal 1 ayat 2 Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 70 Tahun 2020, tindakan kebiri kimia adalah

pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain,

yang dilakukan kepada pelaku yang pernah dipidana karena

melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak

melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain,

sehingga menimbulkan korban lebih dari satu orang,

mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular,

terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, atau korban

meninggal dunia, untuk menekan hasrat seksual berlebih yang

disertai rehabilitasi.

Dari penjelasan Undang-undang dan Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia di atas dapat disimpulkan bahwa pelaku

pedofilia dihukum minimal 15 tahun penjara dan denda

maksimal Rp.300 juta, serta untuk memberi efek jera terhadap

pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap

anak, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara

Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat

Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas

Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak.

28

6. Lembaga Pemasyarakatan

a. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut

LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan

Narapidana dan Anak Didik. Pemasyarakatan diatur dalam Pasal

1 ayat 3 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan. Sedangkan dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-

undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yang

dimaksud dengan pemasyarakatan adalah kegiatan untuk

melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan

berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan

yang.merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata

peradilan pidana.

Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa Lembaga

Pemasyarakatan adalah tempat pembinaan terhadap narapidana

atau warga binaan supaya nantinya dapat diterima kembali ke

masyarakat dengan baik.

b. Tujuan Lembaga Pemasyarakatan

Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun

1995 tentang Pemasyarakatan menyebutkan bahwa sistem

pemasyarakatan di selenggarakan dalam rangka membentuk

Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya,

menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi

tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan

masyarakat, dapat aktif. berperan dalam pembangunan, dan

dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan

bertanggung jawab. Selanjutnya, tujuan dari Lembaga

Pemasyarakatan adalah:

29

1) Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan yang

ditahan di Rumah Tahanan Negara dan Cabang Rumah

Tahanan Negara dalam rangka memperlancar proses

penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang

pengadilan.

2) Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan / para

pihak berperkara serta keselamatan dan keamanan benda-

benda yang disita untuk keperluan barang bukti pada tingkat

penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang

pengadilan serta benda- benda yang dinyatakan dirampas

untuk negara berdasarkan putusan pengadilan.

Menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995

tentang Pemasyarakatan fungsi dari lembaga pemasyarakatan

.adalah untuk menyiapkan warga binaan pemasyarakatan agar

dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga

dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang

bebas dan bertanggung jawab.

Berdasarkan bunyi dari Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dapat

diketahui bahwa tujuan dari sistem pemasyarakatan adalah

untuk mengembalikan warga binaan menjadi warga yang baik

sehingga dapat diterima kembali di dalam masyarakat.

B. Penelitian Relevan

Penelitian ini tentang sosial skills psikologis pelaku pedofilia

(studi fenomenologis pada lansia di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB

Muaro Sijunjung). Berdasarkan eksplorasi peneliti, di temukan beberapa

tulisan yang berkaitan dengan penelitian ini, sebagai berikut:

30

1. Jurnal penelitian dengan judul “Keterampilan Sosial Menjaga

Kesejahteraan Psikologis Pengguna Internet” oleh Indah Nugraini

dan Neila Ramdhani dalam Jurnal Psikologi Volume 43, Nomor 3,

2016. Kesamaan yang peneliti temui dalam jurnal ini dengan

penelitian yang sedang peneliti lakukan adalah, sama-sama

membahas tentang Keterampilan sosial. Pada penelitian yang

dilakukan oleh Indah Nugraini dan Neila Ramdhani bertujuan untuk

menguji peran social skill dalam memediasi hubungan antara

penggunaan internet berlebihan dengan kesejahteraan psikologis

pada remaja. Pada penelitian yang peneliti lakukan yaitu

menjelaskan social skills lansia sehingga menjadi pelaku pedofilia

di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Muaro Sijunjung.

2. Jurnal penelitian dengan judul “Keterampilan Sosial Pada Siswa

Taman Kanak-Kanak Tahfidz” oleh Silvia Dyah Nur Octavia Putri,

dan Alfi Purnamasari dalam Jurnal Psikologi Integratif, Vol. 2, No.

1, Juni 2014. Kesamaan yang peneliti temui dalam jurnal ini dengan

penelitian yang sedang peneliti lakukan adalah sama-sama

membahas tentang Keterampilan sosial. Pada penelitian yang

dilakukan oleh Silvia Dyah Nur Octavia Putri, dan Alfi Purnamasari

bertujuan untuk mengetahui bentuk dan faktor-faktor yang

mempengaruhi keterampilan sosial pada siswa Taman Kanak-Kanak

tahfidz. Pada penelitian yang peneliti lakukan yaitu menjelaskan

social skills lansia sehingga menjadi pelaku pedofilia di Lembaga

Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung.

3. Jurnal penelitian dengan judul “Peran Social Skill Training Dalam

Meningkatkan Keterampilan Sosial Pasien Skizofrenia Katatonik”

oleh Muhamad Febrian Al Amin dalam Jurnal Intervensi Psikologi,

Volume 11, Nomor 2, Desember 2019. Kesamaan yang peneliti

temui dalam jurnal ini dengan penelitian yang sedang peneliti

lakukan adalah, sama-sama membahas tentang Keterampilan sosial.

31

Pada penelitian yang dilakukan oleh Muhamad Febrian Al Amin di

maksudkan untuk mengetahui peranan Social Skill Training dalam

meningkatkan keterampilan sosial pasien skizofrenia katatonik. Pada

penelitian yang peneliti lakukan yaitu menjelaskan social skills

lansia sehingga menjadi pelaku pedofilia di Lembaga

Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung.

4. Jurnal penelitian dengan judul “Dinamika Psikologis Anak Pelaku

Kejahatan Seksual”, oleh Khoirunita Ulfiyatun Rochmah dan Fathul

Lubabin Nuqul dalam Jurnal Psikologi Tabularasa Volume 10, No.1,

April 2015. Kesamaan yang peneliti temui dalam jurnal ini dengan

penelitian yang sedang peneliti lakukan adalah, sama-sama

membahas tentang dan kejahatan seksual. Pada penelitian yang

dilakukan oleh Khoirunita Ulfiyatun Rochmah dan Fathul Lubabin

Nuqul menunjukan bahwa anak melakukan kejahatan seksual di

karenakan faktor.dorongan atau dukungan teman sebaya, dorongan

seksual remaja yang meningkat, dan hubungan dengan keluarga

yang berantakan. Pada penelitian yang peneliti lakukan yaitu

menjelaskan social skills lansia sehingga menjadi pelaku pedofilia di

Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung.

5. Jurnal penelitian dengan judul “Keterampilan Hubungan Sosial

Santri di Pesantren” oleh Istihana dalam Jurnal Pendidikan Islam,

Volume 6, November 2015. Kesamaan yang peneliti temui dalam

jurnal ini dengan penelitian yang sedang peneliti lakukan adalah,

sama-sama membahas tentang Keterampilan sosial. Pada penelitian

yang dilakukan oleh Istihana dimaksudkan untuk mengetahui

keterampilan hubungan sosial santri di pesantren. Pada penelitian

yang peneliti lakukan yaitu menjelaskan social skills lansia sehingga

menjadi pelaku pedofilia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B

Muaro Sijunjung.

6. Tesis dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap Tindak Pidana

Pedofilia (Kelainan Orientasi Seksual) Mennurut Hukum Positif”

32

oleh Jamin dalam Tesis Program Magister (S2) Ilmu Hukum

Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

2016. Kesamaan yang peneliti temui dalam jurnal ini dengan

penelitian yang.sedang peneliti lakukan adalah sama-sama

membahas tentang pedofilia. Pada penelitian yang dilakukan oleh

Jamin bertujuan untuk mengetahui dasar kebijakan tindak pidana

pedofilia dalam perundang-undangan Indonesia, untuk mengetahui

efektifnya sanksi tindak pidana pedofilia terhadap tingkat kejahatan

dan untuk mengetahui hambatan peraturan yang ada di lapangan dan

solusinya. Pada penelitian yang peneliti lakukan yaitu menjelaskan

social skills lansia sehingga menjadi pelaku pedofilia di Lembaga

Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung.

7. Jurnal penelitian dengan judul “Pedhopilia As Hidden Threat

of.Children”, oleh Yurika Fauzia Wardhani dan Alit Kurniasari

dalam Jurnal SosioInforma Volume 2, Nomor 3 September-

Desember, Tahun 2016. Kesejahteraan Sosial. Kesamaan yang

peneliti temui dalam jurnal ini dengan penelitian yang sedang

peneliti lakukan adalah, sama-sama membahas tentang pedofilia.

Pada penelitian yang di lakukan oleh Yurika Fauzia Wardhani dan

Alit Kurniasari menunjukkan bahwa Pedofilia merupakan suatu

bentuk penyimpangan seksual. Korbannya adalah anak- anak di

bawah umur yang berasal dari keluarga miskin, lemah dari

pengawasan dan perhatian orang tua. Dampak pedofilia membawa

efek negatif pada perkembangan jiwa anak serta dapat melahirkan

pedofil- pedofil baru. Pemberian hukuman kebiri sebagai efek jera

bagi pelaku pedofil tidak cukup, di butuhkan terapi psikologis dan

medis sebagai upaya penyembuhan penyakitnya. Pada penelitian

yang peneliti lakukan yaitu menjelaskan social skills lansia sehingga

menjadi pelaku pedofilia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B

Muaro Sijunjung.

33

8. Jurnal Penelitian dengan judul ”Pandangan Lansia tentang

Seksualitas pada Lanjut Usia” oleh Hubertus Agung Pambudi,

Meidiana Dwidiyanti, Diyan Yuli Wijayanti dalam Jurnal

Kesehatan, Volume 9, Nomor 1, April 2018. Kesamaan yang

peneliti temui dalam jurnal ini dengan penelitian yang sedang

peneliti lakukan adalah, sama-sama membahas tentang seksualitas

pada lansia. Pada penelitian ini menunjukan bahwa hubungan

seksual pada lanjut usia merupakan bagian dari ibadah dan upaya

untuk menjaga keharmonisan keluarga. Berdasarkan hasil penelitian,

di sarankan kepada layanan kesehatan agar bekerjasama dengan

kader.posyandu lansia untuk memberikan informasi yang benar

melalui pendidikan kesehatan tentang seksualitas pada lansia,

agar lansia dapat mendapatkan pemahaman seksualitas untuk

meningkatkan kualitas hidup mereka. Pada penelitian yang peneliti

lakukan yaitu menjelaskan social skills lansia sehingga menjadi

pelaku pedofilia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro

Sijunjung.

34

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Menurut Sugiyono (2013: 8), metode penelitian kualitatif sering

disebut metode penelitian naturalistik dengan alasan bahwa eksplorasi

dilakukan dalam kondisi alamiah (natural setting). Penelitian kualitatif

adalah penelitian yang mengharapkan untuk memahami fenomena dari apa

yang di alamai oleh subjek penelitian seperti tingkah laku, moticasi,

persepsi, dan aktivitas secara keseluruhan dengan natural setting dengan

menggunakan berbagai metode alamiah (Moleong, 2006:6).

Fenomenologi yang diterapkan sebagai sebuah metode dalam

penelitian bertujuan untuk menemukan inti dari pengalaman. Targetnya

adalah memahami pengalaman sebagaimana yang telah dijelaskan.

Fenomenologi sangat persuasif dalam metode penelitian, karena akan

memahami arti yang disampaikan oleh partisipan, (Raco, 2010:85).

Penelitian ini menggunakan jenis deskriptif kualitatif, di mana

peneliti mencoba untuk mengungkap sebanyak mungkin data tentang

permaslahan yang menjadi subjek eksplorasi dengan berfokus pada

informasi verbal. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologis.

Kajian dengan pendekatan fenomenologis mencoba memahami pentingnya

pengalaman dan mencari substansi dari pengalaman. Perbedaan studi

fenomenologi dengan studi yang lainnya yaitu pendekatan fenomenologis

menekankan pada asbek subjektif dari perilaku manusia untuk melihat

bagaimana dan implikasi dan apa yang mereka bentuk dari berbagai

kejadian dalam kehidupan sehari-hari (Bogdan dan Biklen, dalam Sutopo,

2002:27).

35

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B

Muaro Sijunjung selama kurang lebih tujuh bulan, mulai dari bulan

Oktober 2020 sampai dengan April 2021.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah tiga orang narapidana

lansia dengan kasus perlindungan anak berusia enam puluh tahun ke atas

yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Muaro Sijunjung.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian kualitatif atau yang menjadi alat

penelitian adalah Instrumen dalam penelitian kualitatif atau alat eksplorasi

adalah peneliti itu sendiri. Peneliti sebagai instrumen juga harus "di

validasi" seberapa jauh penelitian kualitatif dan penelitian selanjutnya

turun ke lapangan. Persetujuan atau validasi peneliti sebagai instrumen

meliputi persetujuan pemahaman metode penelitian kualitatif, dominasi

terhadap bidang yang di teliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek

dalam sebuah penelitian baik secara akademik maupun maupun

logistiknya. peneliti sebagai human instrument, kapasitas untuk

memutuskan titik fokus eksplorasi, memilih informan sebagai sumber

data, mengumpulkan data, mengevaluasi kualitas data, analisis data,

menafsirkan data, dan membuat sebuah kesimpulan dari temuannya

(Sugiyono, 2013: 222).

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa dalam

penelitian ini yang menjadi instrumen penelitiannya adalah peneliti

sendiri. Ketika fokus penelitian sudah jelas, maka akan di kembangkan

suatu instrumen untuk menganalisis data, menafsirkan data yang di

temukan melalui hasil dan wawancara, dan membuat kesimpulan atas

temuannya.

36

E. Sumber Data

Menurut Lofland & Lofland sumber data utama dalam penelitian

kualitatif. adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan

seperti dokumen dan lain-lain. Pada penelitian ini, peneliti

mengeksplorasikan jenis data kualitatif yang berkaitan dengan masing-

masing fokus penelitian yang sedang di amati, (Moleong, 2017:157).

Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer.dan sekunder.

Menurut Sugiyono (2013:137), sumber primer adalah sumber data yang

langsung memberikan data kepada pengumpul data, contohnya dalam

penelitian ini adalah tiga orang lansia dengan kasus perlindungan anak di

Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung, yaitu informan DT,

S, dan AS.

Sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau

dokumen. Contohnya dalam penelitian ini adalah wawancara peneliti

dengan J, salah satu Regu Pengamanan di Lembaga Pemasyarakatan Klas

II B Muaro Sijunjung, dan arsipan dokumen terkait terkait subjek di

Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik dalam pengumpulan informasi adalah langkah paling

penting dalam sebuah penelitian, karena motivasi mendasar di balik

penelitian adalah pengumpulan data. Tanpa mengetahui teknik

pengumpulan data, peneliti tidak akan mendapatkan informasi yang

memenuhi pedoman data yang ditetapkan. Jika dilihat dari segi strategi

atau prosedur pengumpulan data, metode pengumpulan data dapat

dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview (wawancara),

dokumentasi quesioner (angket), dan gabungan keempatnya (Sugiyono,

2013:224-225).

Menurut Lincoln & Guba pengumpulan data adalah menggunakan

wawancara, observasi dan dokumen (catatan atau arsip). Wawancara,

37

observasi berperan serta (participant observation) dan kajian dokumen

saling mendukung dan melengkapi dalam mengumpulkan informasi yang

diperlukan sebagai titik fokus penelitian. Data yang dikumpulkan dicatat

dalam catatan lapangan (Salim dan Syahrum, 2012:114).

Berdasarkan pemaparan diatas, maka teknik pengumpulan data

yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, dan

dokumen untuk menunjang hasil penelitian.

1. Wawancara

Wawancara adalah membicarakan sesuatu dengan maksud

tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua belah pihak, yaitu

pewawancara (interviewer) dan yang di wawancara (interviewee),

(Moleong, 2006:186). Menurut Esterberg (dalam Sugiyono, 2013:231),

wawancara adalah pertemuan dua individu untuk bertukar data dan

pikiran melalui tanya jawab, sehingga dapat dikembangkan makna

pada topik tertentu.

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data

apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan

permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga dengan asumsi penelti

perlu mengetahui hal-hal dari responden secara lebih mendalam.

Teknik pengumpuln data data ini bergantung pada pelaporan diri

sendiri (self report), atau mungkin pada informasi dan kepastian yang

dekat dengan rumah (Sugiyono, 2013:231).

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan jenis wawancara

semi terstruktur, Wawancara semi terstruktur tidak berfokus pada

pedoman wawancara seperti pada penelitian kuantitatif. Peneliti bisa

mengembangkan pertanyaan dan memutuskan mana topik yang akan

di munculkan (Rachmawati, 2007:35).Wawancara semi terstruktur

digunakan untuk mendapatkan informasi yang lebih kaya. Wawancara

ini dimulai dari isu yang di cakup dalam pedoman wawancara, lalu

akan ada pertanyaan-pertanyaan tambahan diluar pedoman guna untuk

38

menunjang penerimaan informasi. Jadi tidak hanya terbatas pada

pedoman yang sudah ada.

2. Dokumen

Menurut Salim dan Syahrum (2012:125) ada banyak jenis

dokumen yang bisa digunakan peneliti terkait dengan penelitian

kualitatif. Dokumen tersebut antara lain adalah, dokumen resmi,

dokumen pribadi dan foto.

Dokumen yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah

dokumen resmi. Jenis dokumen semacam dokumen internal, seperti

catatan kecil tentang subjek penelitian yang ada dalam suatu instansi.

G. Teknik Analisis Data dan Interpretasi Data

Menurut Bodgan dan Biklen (dalam Moleong, 2006:248), analisis

data merupakan usaha yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,

mengorganisasikan data, memilahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,

mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang

penting dan apa yang bisa dipelajari, kemudian memutuskan apa yang

dapat dibagikan kepada orang lain.

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan ketika sebelum

memasuki lapangan, selama berada di lapangan, dan setelah memasuki

lapangan (Sugiyono, 2013:245). Pada proses analisis data ini, peneliti

menggunakan analisis data model Miles dan Huberman adalah proses tiga

tahap yang dilakukan secara interaktif, yaitu data reduction (reduksi data),

data displays (penyajian data), dan conclusion/verification (penarikan

kesimpulan dan verifikasi data), (Sugiyono, 2013:246).

Teknik analisis data dalam penelitian yang peneliti lakukan adalah

mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil

wawancara dan dokumen, sehingga temuannya mudah dipahami dan di

informasikan dengan baik. Proses analisis data yang peneliti lakukan

dimulai dari proses pembuatan verbatim dan coding.

39

H. Teknik Penjamin Keabsahan Data

Untuk menguji keabsahan data yang telah diperoleh sehingga

benar-benar sesuai dengan tujuan penelitian, peneliti menggunakan

metode triangulasi. Triangulasi data adalah metode pemeriksaan data yang

menggunakan sesuatu di luar data untuk pembanding data tersebut. Denzin

membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang

memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori (Moleong,

2017:330).

Triangulasi dengan metode ada dua sistem, yaitu pengecekan

tingkat kepercayaan terhadap penemuan-penemuan eksplorasi dengan

beberapa prosedur pengumpulan data dan pengecekan tingkat kepercayaan

data beberapa sumber informasi dengan teknik serupa. Triangulasi dengan

penyidik adalah memanfaatkan peneliti atau saksi mata yang berbeda

untuk memeriksa kembali kepercayaan dari tingkat kepastian data

(Moleong 2017:330-331). Triangulasi dengan teori seperti yang di jelaskan

oleh Lincoln dan Guba, tergantung pada pemahaman bahwa realitas tidak

dapat diperiksa dengan setidaknya satu atau lebih teori (Moleong

2006:331).

Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi

dengan sumber. Patton (dalam Moleong, 2017:330), triangulasi dengan

sumber menyiratkan perbandingan dan mengecek tingkat kepastian suatu

data diperoleh melalui waktu dan berbagai perangkat dalam metode

kualitatif.

40

BAB IV

TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Temuan Penelitian

Penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif kualitatif yaitu

penelitian yang berusaha mengungkapkan fenomena di lapangan dengan

mengumpulkan data berupa kata-kata, gambar, dengan cara pengamatan,

pengamatan, wawancara, foto, atau penelaahan dokumen (Moleong,

2006). Pada bab ini peneliti memaparkan hasil dari penelitian tentang

social skill pada lansia pelaku pedofilia di Lembaga Pemasyarakatan Klas

II B Muaro Sijunjung. Untuk memperoleh data dalam penelitian ini

penulis menggunakan metode yaitu metode wawancara dan dokumen.

Informan dalam penelitian ini adalah narapidana lansia dengan

kasus perlindungan anak dan regu pengamanan Lembaga Pemasyarakatan

Klas II B Muaro Sijunjung. Informan yang pertama adalah DT, berusia 61

tahun, asal desa Sumangaya, Kecamatan Pagai Utara, Kabupaten

Mentawai. DT diduga dengan sengaja membujuk anak di bawah umur

untuk melakukan persetubuhan dengannya. DT terjerat Pasal 81 Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2016, dengan lama pidana selama delapan

tahun, atau denda seratus juta rupiah. Informan kedua adalah S, berusia 65

tahun, asal Koto Baru, Kecamatan IV Nagari, Kabupaten Sijunjung. S

diduga telah melakukan tindak pidana persetubuhan terhadap anak di

bawah umur. S terjerat Pasal 75 D Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2014, dengan lama pidana sepuluh tahun, atau denda sebesar satu miliar

ruiah. Informan AS, 61 tahun, asal Muaro Bodi, Kecamatan IV Nagari,

Kabupaten Sijunjung. AS di pidana atas tindakan persetubuhan anak di

bawah umur. AS terjerat Pasal 81 Undang-Undang Nomor.35 Tahun 2014,

dengan lama pidana selama sembilan tahun penjara atau denda sebesar

delapan ratus juta rupiah.

Pengumpulan data dengan metode wawancara menggunakan

pedoman wawancara sebagai panduan dan pertanyaan pendukung diluar

41

pedoman wawancara untuk menanyakan mengenai fokus dan sub

fokus yang akan diungkap terkait social skill pada lansia pelaku pedofilia

di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung. Sebelum peneliti

menguraikan lebih lanjut, peneliti memaparkan beberapa sub fokus yang

berhubungan dengan sosial skill pada lansia pelaku pedofilia di Lembaga

Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung, sebagai berikut:

1. Bentuk Environmental Behavior Pada Lansia Pelaku Pedofilia di

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Muaro Sijunjung.

Perilaku terhadap lingkungan adalah kepedulian terhadap

lingkungan, keadaan darurat dan juga kegiatan di lingkungan untuk

menciptakan suasana sosial yang tenteram.

a. Bagaimana suasana dan upaya anda menjaga lingkungan tempat

tinggal anda?

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan

pelaku pedofilia sebagai berikut :

1) Informan DT

“Suasana tempat tinggal saya biasa-biasa aja. Kalo di dalam

menyapu ada, jaga kebersihan ada, tiap pagi bangun tidur buka

pintu kami menyapu di halaman, bersih-bersih ruangan di luar,

bersihin WC juga. Di luar dulu juga sama”. (Wawancara, 24

April 2021)

2) Informan S

“Suasana tampek tingga kalau di dalam lumayan lah pak. Yo

lamak lah. Kalau manjago kebersihan yo di sapunyo pak, atau

di semprot pakai sabun, di lua mode tu lo pak, di sapu, di

cabuik rumpuik”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Suasana tempat tinggal kalau di dalam lumayan enak. Kalo

menjaga kebersihan ya di sapu pak, atau di semprot pakai

sabun, di luar pun seperti itu, di sapu dan di cabut rumput”.

(Wawancara, 24 April 2021)

42

3) Informan AS

“Suasana tampek tingga wak aman-aman jo nyo pak. Kok

barasiah-barasiah lai lo pak. Tadi jo sore patang wak

mengepel, kadang maisi aia bantu-bantu si Boy, buang

sampah, lai lah pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Suasana tempat tinggal aman-aman saja pak. Kalo bersih-

bersih ada pak. Tadi dan sore kemarin saya mengepel, kadang

mengisi air bantu-bantu si Boy, membuang sampah”.

(Wawancara, 24 April 2021)

Hal ini juga di dukung oleh pernyataan regu pengaman

(RUPAM) yang menyatakan bahwa:

“Lingkungan tempat tinggal mereka ya seperti itulah,

namanya juga penjara. Mereka sering bersih-bersih di

kamar, di halaman juga seperti menyapu, mencabut

rumput”. (Wawancara, 26 April 2021)

Berdasarkan data di atas, tentang social skill pada lansia

pelaku pedofilia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro

Sijunjung dapat di jelaskan terkait dengan upaya menjaga

lingkungan tempat tinggal sangat baik. Kondisi tersebut ditambah

lagi dengan pernyataan salah satu regu pengamanan (RUPAM)

yang menyatakan bahwa para lansia melakukan tugasnya dengan

sangat baik.

b. Bagaimana perilaku anda untuk menghindari pemakaian produk

yang menyebabkan limbah?

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan

pelaku pedofilia sebagai berikut :

1) Informan DT

“Saya jarang beli-beli itu, di sini gada uang, keluarga gada

datang, karena Covid ini kan, ya mau gimana lagi. Makan di

sini ada di kasih petugas. Kalo dulu saya biasa beli nasi

bungkus, goreng, kalau makanan ringan atau minum- minuman

itu jarang. Sampahnya nanti di buang tempat sampah”.

(Wawancara, 24 April 2021)

43

2) Informan S

“Ndak ado pak, kalo di siko wak balanjo yo bali rokok e nyo

pak. Kalau dulu kok nak makan pak, wak nanak nasi surang.

Kok balanjo-balanjo yo kurang pak, apolai makanan ringan t

pak, dk do wak bali-bali itu do. Kok balanjo wak paling bali

ubek nyamuak untuk di ladang, tu lah nyo. Kok ado sampah yo

wak buang ka tampek sampah pak, atau di kumpuan, sudah tu

di baka”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Tidak ada pak, disini saya kalau belanja cuma beli rokok pak.

Kalau dulu makan saya masak nasi sendiri. Kalau berbelanja

saya jarang pak. Kalau saya belanja itu pun hanya membeli

obat nyamuk untuk di kebun. Kalau ada sampah saya buang di

tempat sampah, atau dikumpulkan dan setelah itu dibakar ”.

(Wawancara, 24 April 2021)

3) Informan AS

“Wak jarang balanjo pak, piti jo ndk ado, kok ado petugas

minta tolong wak bantu pak, beko nyo agiah pitih dak rokok,

itu nyo pak. Kok di dalam balanjo rokoknyo pak. Kok dulu

mode itu lo pak, jadi limbah kecek pak tu yo dak ado do pak.

Kok makan di rumah, kok dak di kadai nasi”. (Wawancara, 24

April 2021)

“Saya jarang belanja pak, uang tidak ada, kalau ada petugas

minta tolong saya bantu nanti di kasih duit atau rokok. Di

dalam saya cuma beli rokok pak. Kalau dulu seperti itu juga

pak, limbah plastik yang bapak maksud tidak ada pak. Kalo

makan saya makan di rumah atau di kedai nasi. (Wawancara,

24 April 2021)

Hal ini juga didukung oleh pernyataan regu pengaman

(RUPAM) yang menyatakan bahwa:

“Ya untuk bapak-bapak tu memang jarang belanja, apalagi

semenjak Covid 19 ini tidak diperbolehkan berkunjung

secara langsung, sepertinya jarang juga mendapat kiriman

makanan dan uang. Kalau untuk menghindari limbah, di

sini sampah dari masing-masing kamar bisa kita lihat

sendiri, di sediakan tempat sampah. Apabila sampah sudah

penuh nanti di antar ke belakang, tempat pembuangan

44

sampah dan setelah itu dibakar”. (Wawancara, 26 April

2021)

Berdasarkan data di atas, tentang social skill pada lansia

pelaku pedofilia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro

Sijunjung dapat dijelaskan terkait dengan menghindari pemakaian

produk yang menyebabkan limbah sangat baik, dilihat dari lansia

yang menghindari membeli makanan kemasan yang menyebabkan

limbah dan membakar sampah yang telah terkumpul. Kondisi

tersebut ditambah lagi dengan pernyataan salah satu regu

pengamanan (RUPAM) yang menyatakan bahwa untuk

menghindari limbah, narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas

II B Muaro Sijunjung di sediakan tempat sampah untuk membuang

sampah, dan apabila sampah sudah penuh nantinya akan dibuang

dan dibakar di pembuangan sampah yang ada di Lembaga

Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung.

c. Bagaimana anda memanfaatkan sampah yang bisa didaur ulang?

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan

pelaku pedofilia sebagai berikut:

1) Informan DT

“Kalau disini gak ada, kalau dulu saya ada kumpulin botol-

botol plastik bekas, paku-paku bekas untuk di jual”.

(Wawancara, 24 April 2021)

2) Informan S

“Ndak ado pak. Kok dulu, barang yang masih bisa dipakai yo

wak pakai jo pak, yo nampak lah buruak e, tapi kok elok jo

dipakai sayang dibuang pak, yo wak urang susah ko pak. Wak

dak do bali barang-barang ancak tu do pak, saumpamonyo

masih elok di pakai tu wak pakai, kalau indak baru buang

pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Tidak ada pak. Kalau dulu barang yang masih bisa di pakai

saya pakai, memang terlihat tidak bagus, tapi kalau masih bisa

di pakai sayang di buang pak, ya saya orang susah pak, tidak

ada beli-beli barang bagus, seumpamanya masih bisa di pakai

saya pakai pak, kalau tidak baru di buang”. (Wawancara, 24

45

April 2021)

3) Informan AS

“Kalau di siko kaleng-kaleng bekas minuman tu wak buek jadi

asbak rokok pak hehe. Kok dulu mode itu lo pak, wak kan

mangaleh sate, kadang asoi tu wak jadi tampek sarok katupek

pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Kalau di sini kaleng-kaleng bekas minuman itu pak saya buat

jadi asbak rokok hehe. Kalau dulu gitu juga pak, saya kan

jualan sate, terkadang kantong plastik itu saya jadikan tempat

sampah pak. (Wawancara, 24 April 2021)

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui cara

lansia mendaur ulang sampah agar bermanfaat, seperti yang

dilakukan DT dengan cara mengumpulkan barang bekas dan

kemudian di jual. S yang tetap menghemat penggunaan barang

yang masih dipakai, dan AS yang cukup kreatif dengan

menggunakan kaleng bekas untuk membuat asbak dan kantong

plastik untuk tempat sampah.

d. Bagaimana sikap anda saat terjadi kecelakaan di depan mata anda?

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan pelaku

pedofilia sebagai berikut :

1) Informan DT

“Saya lihat, saya bantu bawa kerumah sakit. Kalo di dalam ini pak

jarang ada kecelakaan-kecelakan. Ya paling kita panggil petugas

untuk menolongnya”. (Wawancara, 24 April 2021)

2) Informan S

“Kok ado urang kecelakaan pak, pasti wak tolong. Agiah ubek,

samo-samo baok ka rumah sakik. Kalau disiko ndak ado

kecelakaan pak, paliang mode tajatuah, tapeleset, itunyo pak”.

(Wawancara, 24 April 2021)

“Kalo ada orang kecelakaan pak, pasti saya tolong, saya kasih obat,

bersama-sama bawa kerumah sakit. Kalau disini tidak ada

46

kecelakaan pak, mungkin cuma kayak jatuh, kepeleset, hanya itu

pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

3) Informan AS

“Caliak baa kecelakaan e nyo pak, kalau ndak parah, wak tolong

ubek surang, tapi kok lah parah bawok ka rumah sakik. Kok di siko

pak, umpamonyo ado nan sakik pasti langsuang kami panggia

petugas, beko di bawok ka tampek pak Ref, disitu beko di agiah

ubek”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Tergantung bagaimana kecelakaannya pak, kalo tidak parah, saya

tolong obati sendiri, kasih obat tapi kalo sudah parah dibawa

kerumah sakit. Kalo disini pak, misal kalau ada yang sakit pasti

langsung kami panggil petugas, dan dibawa ke tempat pak Ref pak

dan disitu dikasih obat”. (Wawancara, 24 April 2021)

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa

narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung

memiliki sikap kepedulian terhadap emergency yang baik. Terbukti

dengan bagaimana sikap narapidana ketika menolong orang yang

sedang mengalami kecelakaan kecelakaan

2. Bentuk Interpersonal Behavior Pada Lansia Pelaku Pedofilia di

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Muaro Sijunjung.

Perilaku interpersonal adalah kemampuan untuk mengakui

pengaruh atau dampak dari orang lain, mengelola dan menyelesaikan

permasalahan atau konflik, mendapatkan perhatian, bertegur sapa,

membantu orang lain, membangun diskusi, berkoordinasi, bersikap

positif terhadap orang lain, bergaul dengan santai, dan menjaga milik

orang lain yang di pinjam. Aspek-aspek keterampilan hubungan sosial

tersebut merupakan perwujudan yang nyata dan langsung berhubungan

dengan orang lain. Oleh karena itu, aspek-aspek social skill ini adalah

indikasi yang jelas dan langsung untuk mengidentifikasi diri dengan

orang lain. Selanjutnya, sudut-sudut ini adalah pusat social skill.

47

a. Bagaimana anda menerima otoritas dalam kehidupan ?

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan

pelaku pedofilia sebagai berikut:

1) Informan DT

“Kalau disuruh kumpul sama petugas, kami ngumpul, seperti

kesini, pake masker kata petugas kami pake. Kalau dulu patuh

sama pemerintah”. (Wawancara, 24 April 2021)

2) Informan S

“Lai tarimo pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Saya terima pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

3) Informan AS

“Yo baa lai pak, di siko ma bisa manulak haha. Kok dulu lai lo

pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Ya mau gimana lagi kan pak, disini mana bisa nolak haha.

Kalau dulu juga pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan regu pengaman

(RUPAM) yang menyatakan bahwa:

“Mereka yang tua ini aman-aman saja, lebih mudah di atur

di banding napi yang muda”. (Wawancara, 26 April 2021)

Berdasarkan data di atas, tentang menerima otoritas dalam

kehidupan, dalam penjara ini tentunya narapidana mematuhi setiap

perintah yang diberikan, hal yang sama juga mereka lakukan ketika

berada di luar. Hal ini sesuai dengan pernyataan salah satu

RUPAM yang mengatakan bahwa lansia lebih mudah di atur di

banding napi yang muda.

b. Bagaimana anda mengatasi konflik yang terjadi pada diri anda?

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan

pelaku pedofilia sebagai berikut:

1) Informan DT

“Gada, ya aman-aman aja, ya mau gimana lagi”. (Wawancara,

48

24 April 2021)

2) Informan S

“Wak dari dulu kok ado masalah, salasaian caro damai nyo

pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Saya dari dulu kalau ada masalah, selesaikan secara damai

saja pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

3) Informan AS

“Salasaian sacaro damainyo pak, pasrah se nyo”.

(Wawancara, 24 April 2021)

“Selesaikan secara damai saja pak, pasrah saja”. (Wawancara,

24 April 2021)

Hal ini juga didukung oleh pernyataan regu pengaman

(RUPAM) yang menyatakan bahwa:

“Ya bapak DT, S, dan AS ini tidak ada berbuat masalah,

sejauh ini mereka aman-aman saja di dalam”. (Wawancara,

26 April 2021)

Berdasarkan data di atas mengenai mengatasi konflik

didapatkan bahwa narapidana lansia mengatasi masalahnya dengan

cara damai saja. Hal sesuai dengan pernyataan salah satu regu

pengaman (RUPAM) yang mengatakan bahwa DT, S, dan AS

sejauh ini aman-aman saja di dalam.

c. Bagaimana anda menarik perhatian orang untuk mendapat

pengakuan?

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan

pelaku pedofilia sebagai berikut:

1) Informan DT

“Gak ada, saya gak ada mencari-cari perhatian. Santai-santai

aja”. (Wawancara, 24 April 2021)

49

2) Informan S

“Eeh wak dak ado cari-cari paratian ka urang do pak, wak

dulu sibuk larajo di ladang pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Eh saya tidak ada cari-cari perhatian ke orang pak, saya dulu

sibuk kerja di ladang pak” (Wawancara, 24 April 2021)

3) Informan AS

“Ndak ado cari-cari parhatian do pak”. (Wawancara, 24 April

2021)

“Tidak ada cari-cari perhatian pak”. (Wawancara, 24 April

2021)

Berdasarkan data hasil wawancara di atas dapat di

simpulkan bahwa untuk mendapatkan pengakuan, narapidana di

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Muaro Sijunjung dapat

di lihat dari pernyataan informan DT yang mengatakan bahwa dia

tidak ada mencari-cari perhatian, begitupun dengan informan S dan

AS.

d. Bagaimana cara anda memberi salam kepada orang lain?

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan

pelaku pedofilia sebagai berikut:

1) Informan DT

“Kalo ada petugas yang lewat saya sapa. Kalo yang lain gada,

kalo saya disapa, saya sapa balik. Kalo dulu di luar sapa juga”.

(Wawancara, 24 April 2021)

2) Informan S

“Berjabat tangan pak, manyapo”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Berjabat tangan pak, menyapa”. (Wawancara, 24 April 2021)

3) Informan AS

“Ucapkan salam pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

Hal serupa juga disampaikan oleh salah satu Regu

50

Pengamanan (RUPAM) sebagai berikut.

“Ya, narapidana di sini kalau ada petugas atau pegawai

lainya mereka pasti menyapa”. (Wawancara, 26 April 2021)

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat di jelaskan

bahwa dalam memberi salam tampak lansia hanya menyapa para

petugas yaitu orang yang diseganinya dan memberi salam balik ke

orang yang menyapanya, seperti yang dilakukan DT. Selanjutnya

dalam memberi salam kepada orang lain lansia tampak hanya pada

sebatas berjabat tangan dan mengucapkan salam, seperti yang

dilakukan oleh S dan AS. Hal sesuai dengan pernyataan salah satu

regu pengaman (RUPAM) yang mengatakan bahwa narapidana

pasti menyapa petugas atau pegawai yang lewat.

e. Bagaimana perilaku anda dalam menolong orang lain?

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan

pelaku pedofilia sebagai berikut:

1) Informan DT

“Ya di dalam kalo ada teman minta urut saya bantu urut, kalo

ada rokok saya bagi, kalo ada makanan saya bagi”.

(Wawancara, 24 April 2021)

2) Informan S

“Kok ado kawan mintak tolong wak tolong pak, kalau ado okok

balabiah wak agiah, yo saliang mangarati ajo di dalam ko pak.

Cuman wak yo dak nio mamintak do pak, kok di agiah wak

tarimo”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Kalau ada teman minta tolong saya tolong pak, kalau ada

berlebih rokok saya kasih.Ya saling mengerti saja di dalam sini

pak. Cuma saya tidak mau meminta pak, kalau di kasih saya

terima”. (Wawancara, 24 April 2021)

3) Informan AS

“Kok ado kawan mintak tolong, wak tolong, mode tu lo

sebaliknyo”. (Wawancara, 24 April 2021)

51

“Kalau ada teman minta tolong, saya tolong, begitu pun

sebaliknya”. (Wawancara, 24 April 2021)

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat di jelaskan bahwa

perilaku membantu orang lain yang dilakukan lansia seperti DT

membantu mengurut teman serta membagi makanan dan rokok,

begitupun dengan S dan DT yang akan siap membantu orang lain

selagi bisa.

f. Bagaimana anda membangun percakapan dengan orang lain?

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan

pelaku pedofilia sebagai berikut:

1) Informan DT

“Saya jarang bicara sama orang. Kalo gak ada diajak bicara,

saya gak bicara”. (Wawancara, 24 April 2021)

2) Informan S

“Yo batanyo-tanyo pak, kayak mananyo kaba kalau lamo dak

basobok pak. Yo kayak gitu lah pak”. (Wawancara, 24 April

2021)

“Ya dengan bertanya-tanya sih pak, seperti menanyakan kabar

kalo udah lama gak ketemu pak. Ya seperti gitu lah pak”.

(Wawancara, 24 April 2021)

3) Informan AS

“Batanyo-tanyo dulu pak, sekedar manyapo tu nanyo kaba. Yo

basa basi lah pak, awak urang minang ko. Waktu di lua pak,

kok pai ka kadai, nyo ado jo kawan di sinan pak. Kok di kadai

yo dak ado tanyo-tanyo kaba do pak, awak-awak jo di

sinannyo, yo gitu lah pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Bertanya-tanya terlebih dahulu pak, sekedar sapa lalu bertanya

kabar pak. Ya basa basi lah pak, kita orang minang. Waktu

diluar pak, kalo pergi ke warung, kadang ada saja teman. Kalo

di warung ya gak ada nanya-nanya kabar pak. Kita-kita aja di

sana pak. Ya begitulah pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

Berdasarkan data di atas di temukan bahwa dalam

membangun percakapan kepada lawan bicara, DT canggung untuk

52

memulai pembicaraan, apabila ditanya DT jawab dan apabila tidak

ditanya DT tidak menjawab. Berbeda dengan S dan AS yang

memulai percakapan dengan menanyakan kabar dan basa basi.

g. Bagaimana anda bersikap positif kepada orang lain?

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan

pelaku pedofilia sebagai berikut:

1) Informan DT

“Ya begitu lah, gada”. (Wawancara, 24 April 2021)

2) Informan S

“Ndak ado pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Tidak ada pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

3) Informan AS

“Ndak ado pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Tidak ada pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

Berdasarkan pernyataan di atas dapat di simpulkan bahwa

perilaku positif seperti menghargai orang lain dan memuji orang

lain tidak satupun dari lansia yang menunjukan perilaku tersebut.

h. Bagaimana anda menjaga barang orang lain yang anda pinjam?

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan

pelaku pedofilia sebagai berikut:

1) Informan DT

“Kalo saya jarang meminjam barang orang, ya namanya

minjam pasti dikembalikan”. (Wawancara, 24 April 2021)

2) Informan S

“Kalau maminjam barang teman, pastinyo wak jago elok-elok

pak, yo pasti e dibaliakan dak pak, dak lamak lo wak pinjam

barang urang lamo-lamo pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Kalau meminjam barang teman, pasti saya jaga dengan baik

pak dan di balikin pak, tidak enak meminjam barang orang

53

lama-lama pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

3) Informan AS

“Awak jago elok-elok pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Saya jaga dengan baik pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

Berdasarkan pernyataan di atas tentang menjaga barang

orang, terlihat sikap yang baik dari lansia seperti S dan AS yang

menjaga barang yang dipinjam dengan baik, namun beda halnya

dengan pernyataan DT yang jarang meminjam barang orang lain.

i. Bagaimana hubungan dengan orang di lingkungan tempat tinggal?

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan

pelaku pedofilia sebagai berikut:

1) Informan DT

“Aman-aman saja, kami di dalam gada masalah. Kalo dulu

waktu diluar senang-senang aja”. (Wawancara, 24 April 2021)

2) Informan S

“Elok-elok jo nyo pak. Kok dulu aman pak, tapi awak dari

ketek acok ka ladang jo ibu bapak. Dari ladang ka tampek

kawan tu jauah pak, yoo jarang wak kumpua jo kawan-

kawannyo pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Baik-baik saja pak. Kalo dulu aman juga pak, tapi saya dari

kecil sering ke ladang sama ibu, bapak, jarak dari ladang

ketempat teman itu jauh pak. Jadi jarang saya berkumpul

dengan teman-teman dulu pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

3) Informan AS

“Aman pak, kok ado kawan minta tolong wak tolong, mode tu

lo sebaliaknyo. Kok sabalum masuak di siko aman-aman lo nyo

pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Aman pak, kalau ada teman minta tolong saya bantu,

begitupun sebaliknya. Kalau sebelum masuk disini aman- aman

juga pak.” (Wawancara, 24 April 2021)

Hal ini juga di dukung oleh pernyataan regu pengaman

54

(RUPAM) yang menyatakan bahwa:

“Kalo yang tua-tua itu di dalam aman-aman saja,

tidak ada berbuat masalah. Dari mereka bertiga, yang abang

perhatikan, bapak DT dan S kurang berbaur dengan napi-

napi yang lain, mereka lebih sering menghabiskan waktu di

dalam kamar mereka. Kalo bapak AS yang nampak sama

abang, ia sering menonton tv di luar sama teman-taman

napi yang lain”. (Wawancara, 26 April 2021)

Berdasarkan data di atas, tentang hubungan dengan orang di

lingkungan tempat tinggal pada lansia pelaku pedofilia di Lembaga

Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung ditemukan hasil bahwa

ketiga informan merasa aman berhubungan dengan orang di tempat

tinggalnya.

Kondisi berbeda dari pernyataan salah satu regu

pengamanan (RUPAM) tentang hubungan dengan orang di

lingkungan tempat tinggal menyatakan bahwa pada informan DT

dan S yang kurang bisa berbaur dengan orang-orang di dalam dan

lebih sering menghabiskan waktu di dalam kamar. Berbeda dengan

AS yang lebih sering di luar menonton TV bersama teman-teman

napi yang lain.

j. Bagaimana riwayat pendidikan anda?

1) Informan DT

“Sampai SMP”. (Wawancara, 24 April 2021)

2) Informan S

“Ada dulu sekolah pak, ada sekolah satu, dua tahun, sudah tu

gak sekolah lagi”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Ada dulu sekolah pak, kelas satu dua tahun, setelah itu tidak

ada lagi”. (Wawancara, 24 April 2021)

3) Informan AS

“SD kelas satu nyo pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Hanya kelas satu SD pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

55

Berdasarkan pernyataan di atas dapat dijelaskan bahwa

informan memiliki riwayat pendidikan yang buruk. Dari ketiga

informan hanya DT yang bersekolah hingga jenjang SMP,

sedangkan AS dan S sama-sama hanya bersekolah sampai kelas

satu SD.

k. Adakah kegiatan keagamaan yang di ikuti?

1) Informan DT

“Kegiatan gereja ada saya buat”. (Wawancara, 24 April 2021)

2) Informan S

“Dak do pak. Yo disiko lai ado mangaji-ngaji hari jumak,

sabalun urang jumak e! Wak mangaji dak pandai pak.

Sumbayang indak lo”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Tidak pak, disini ada kegiatan mengaji hari jum‟at sebelum

orang sholat jum‟at. Saya tidak bisa mengaji. Sembahyang

juga tidak”. (Wawancara, 24 April 2021)

3) Informan AS

“Indak pak, Awak dak pandai mangaji do pak, kok sambayang

lai, samanjak di siko lo lai sambayang pak”. (Wawancara, 24

April 2021)

“Tidak pak, saya tidak pandai mengaji, kalau sembayang

seenjak disini saja pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

Berdasarkan pernyataan di atas dapat dijelaskan bahwa,

spiritualitas DT terlihat cukup baik dengan membuat kegiatan

gereja di Lembaga Pemasyarakatan. Pada informan S dan AS

terlihat tingkat spiritualitasnya sangat buruk, S dan AS tidak bisa

mengaji dan jarang sholat.

l. Bagaimana pandangan anda tentang seksualitas pada usia lanjut?

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan

pelaku pedofilia sebagai berikut:

56

1) Informan DT

“Eeh! Minta sama istri. Saat mau tidur pegang badanya trus

bilang “aku mau nih” gitu. Kalo nolak gak usah di paksa lagi”.

(Wawancara, 24 April 2021)

2) Informan S

“Biaso-biaso se nyo pak. Lah lamo lo indak, awak carai masih

mudo jo bini wk nyo pak.”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Biasa-biasa saja pak, sudah lama tidak, saya bercerai ketika

isteri saya masih muda pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

3) Informan AS

“Kok awak masih kuek pak. Tu lah heran wak. Kawan-kawan

wak pun heran pak, ko bukan kecek-kecek kumuah lah pak.

Kalo sakali se samalam tu dak lamak perasaan awak do pak.

Sekurang-kurang e duo atau tigo. Memang awak ko lah tuo pak

e. Memang kuek wak kalo tentang seks ko. Memang wak akui”.

(Wawancara, 24 April 2021)

“Kalo saya masih kuat pak. Itulah pak heran saya pak. Teman-

teman saya pun heran. Ini bukan bicara kotor ya pak, kalau

hanya sekali dalam semalam itu, tidak enak perasaan saya pak,

minimal dua sampai tiga kali. Memang saya sudah tua pak.

Saya akui kalau tentang seks ini saya kuat”. (Wawancara, 24

April 2021)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dijelaskan bahwa

hubungan intim di masa tua oleh DT yaitu DT tidak memaksa

pasangan jika tidak mau melakukan hubungan intim. S sudah lama

tidak merasakan hubungan intim dengan pasangan lantaran

disebabkan faktor perceraian. Masalah seksualitas di usia lanjut,

AS mengakui kalau AS kuat tentang seks, dan apabila hanya sekali

berhubungan badan dalam semalam, AS merasa tidak nyaman.

m. Bagaimana hubungan anda dengan keluarga?

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan

pelaku pedofilia sebagai berikut:

57

1) Informan DT

“Keluarga ya! Saya jarang di hubungi, HP gada. Anak istri ada.

Istri tu ndak pernah ada kunjungan. Karena jauh dan kami

orang miskin juga”. (Wawancara, 24 April 2021)

2) Informan S

“Kok kini ndak tau pak, baiak mati, sakik, di lua kini dak tau

pak. Jo istri lah lamo bacarai, alah 10 taun. Kok anak ado, tapi

hubungan jo anak ndak ado”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Kalau sekarang tidak tahu pak, baik mati, sakit, di luar

sekarang tidak tau pak. Dengan istri sudah lama bercerai, sudah

10 tahun. Kalo anak ada, tapi hubungan dengan anak tidak

ada”. (Wawancara, 24 April 2021)

3) Informan AS

“Jo bini patamo lai aman jo nyo pak, yo salah dek awak jo nyo

pak. Kalau bini kaduo yo salah dek inyo mah pak mako tajadi

nan modeko ka awak pak. Yo maaf kecek lah yo pak, hari dek

puaso. Apabilo wak nak ingin, susah lu. Bcakak dulu.Yo awak

nak ingin basetubuah e. Manolak e taruih, yo bacakak lah

dulu, cakak-cakak muluik e, haa tu baru namuah e. Kalau jo

keluarga yang lain elok-elok jo nyo, namun semenjak corona

ko dak do lai pak, HP dak ado, nomor HP e dak lo ado”.

(Wawancara, 24 April 2021)

“Dengan Isteri yang pertama aman-aman saja pak, yah karena

kesalahan saya juga. Kalau isteri yang kedua itu iya kesalahan

dia sehingga terjadi lah yang seperti ini pada saya pak. Ya maaf

sebelumnya pak, karena hari puasa, apabila saya kepingin,

bertengkar dulu, ya saya ingin bersetubuh, dia selalu menolak,

bertengkar lah dulu, ya bertengkar mulut. Setelah itu baru mau.

Kalau dengan keluarga yang lain, baik-baik saja, namun

semenjak corona tidak ada lagi pak, HP tidak ada, nomor HP

nya juga tidak ada”. (Wawancara, 24 April 2021)

Berdasarkan data di atas, tentang perilaku interpersonal

narapidana lansia pelaku pedoflia di Lembaga Pemasyarakatan

Kelas II B Muaro Sijunjung dapat dijelaskan terkait dengan

hubungan dalam berinteraksi dengan keluarga, hubungan yang

buruk dengan keluarga ini disebabkan narapidana lansia tidak

mampu berkomunikasi dengan baik dengan keluarga lantaran

58

kondisi yang mereka alami, seperti yang dialami Subyek S yang

sudah tidak peduli dengan kabar keluarganya. Berdasarkan hal

tersebut dapat dimaknai bahwa perilaku interpersonal narapidana

lansia terganggu karena tidak mampu berkomunikasi dengan baik

dengan keluarga.

Selanjutnya efek dari ketidakmampuan lansia dalam

berhubungan dengan keluarga menjadikan lansia pemurung dan

lebih suka menyendiri, seperti pada subyek S yang tidak

diperdulikan oleh keluarganya. Perilaku interpersonal lansia yang

kurang baik ini diperparah dengan buruknya perilaku interpersonal

lansia dengan istrinya, pada subyek AS buruknya hubungan dengan

istri adalah yang memicu perilaku penyimpanganya. artinya lansia

yang mengalami perilaku interpersonal yang buruk dengan

pasangannya berakibat menjadi seorang pedofilia.

Berdasarkan penjelasan di atas, ditemukan bahwa

narapidana lansia pelaku pedofilia tidak mampu berinteraksi

dengan baik, baik dengan keluarga, pasangan maupun dengan

lingkungan disebabkan oleh komunikasi yang kurang baik. Efek

yang ditimbulkan lansia menjadi tertutup dan melakukan perilaku

penyimpangan seksual.

n. Apakah anda memiliki teman bicara untuk permasalahan yang

anda alami?

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan pelaku

pedofilia sebagai berikut:

1) Informan DT

“Nggak ada”. (Wawancara, 24 April 2021)

2) Informan S

“Indak ado pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Tidak ada pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

59

3) Informan AS

“Ndak ado pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Tidak ada pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

Berdasarkan data di atas, tentang perilaku interpersonal

narapidana lansia pelaku pedoflia di Lembaga Pemasyarakatan

Kelas II B Muaro Sijunjung dapat dijelaskan bahwa interaksi

narapidana lansia dengan teman yang tertutup dan tidak memiliki

teman untuk berbagi cerita.

3. Self Related Behavior Pada Lansia Pelaku Pedofilia di Lembaga

Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung

Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri adalah kapasitas

untuk menanggung konsekuensi, bertindak dengan baik atau secara

moral, mengungkapkan perasaan, bersikap positif, tanggung jajwab,

dan merawat diri sendiri untuk membuat asosiasi dengan orang lain.

a. Apakah memikirkan konsekuensi dari apa yang diperbuat ?

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan

pelaku pedofilia sebagai berikut:

1) Informan DT

“Enggak”. (Wawancara, 24 April 2021)

2) Informan S

“Ndak pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Tidak pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

3) Informan AS

“Ndak”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Tidak”. (Wawancara, 24 April 2021)

Berdasarkan pernyataan di atas dapat di lihat bahwa

narapidana lansia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro

Sijunjung tidak memikirkan konsekuensi dari apa yang

60

dilakukannya.

b. Apakah anda bertanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari?

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan

pelaku pedofilia sebagai berikut:

1) Informan DT

“Gak juga”. (Wawancara, 24 April 2021)

2) Informan S

“Ndak pak, sholat jarang, mengaji ndak bisa. Samanjak di

dalam ko lah awak mulai sholat pak, dulu pas di lua ndak ado

pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Tidak pak, sholat jarang, mengaji tidak bisa. Semenjak di

dalam ini lah saya mulai sholat lagi pak, dulu ketika di luar

tidak ada pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

3) Informan AS

“Ko lai indak nyo pak a, wak maninggaan bini nan sayang ka

awak pak. Pas wak pulang dak di tarimo dek anak lai pak.

Wak di usia dek anak pak, yo mode nan wak sabuik tadi pak, di

suruah sholat wak dak nio, yo memang kesalahan wak pak,

baa lai kan”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Ini buktinya tidak pak, saya meninggalkan istri yang sayang

sama saya. Ketika pulang tidak diterima lagi sama anak saya

pak. Saya di usir sama anak pak, seperti yang saya bilang tadi

pak, disuruh sholat saya tidak mau, yah memang ini semua

salah saya pak, tapi mau gimana lagi”. (Wawancara, 24 April

2021)

Berdasarkan pernyataan diatas dapat di lihat bahwa

narapidana lansia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II.B

Muaro Sijunjung tidak bertanggung jawab dalam kehidupan

sehari-hari.

c. Apakah anda merasa kesepian di saat banyak orang dan lebih

memilih menyendiri?

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan

pelaku pedofilia sebagai berikut:

61

1) Informan DT

“Saya lebih suka sendiri, saat ramai itu pusing kepala saya”.

(Wawancara, 24 April 2021)

2) Informan S

“Pas surang wak suko menyendiri, pas rami suko lo”.

(Wawancara, 24 April 2021)

“Ketika sendiri suka menyendiri, ketika ramai suka juga”.

(Wawancara, 24 April 2021)

3) Informan AS

“Awak suko rami-rami pak, bakumpua jo kawan-kawan”.

(Wawancara, 24 April 2021)

“Saya suka keramaian pak, berkumpul dengan teman-teman”.

(Wawancara, 24 April 2021)

Hal ini juga di dukung oleh pernyataan regu pengaman

(RUPAM) yang menyatakan bahwa:

“Iya ki, bapak DT dan S ini memang lebih sering di kamar,

kalau bapak AS iya sering kumpul-kumpul kelihatan sama

bang”. (Wawancara, 24 April 2021)

Berdasarkan data di atas, tentang perilaku yang

berhubungan dengan diri sendiri pada narapidana lansia di

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Muaro Sijunjung dapat

dikaitkan dengan efek dari buruknya hubungan perilaku

interpersonal, yaitu lebih suka menyendiri. Subyek DT lebih suka

menyendiri, karena pada saat ramai DT merasakan pusing.

Selanjutnya pada subyek S yang jawabannya relatif dan pada

subyek AS yang lebih suka berkumpul bersama teman. Hal ini

sesuai dengan pernyataan salah satu regu pengaman (RUPAM)

yang mengatakan bahwa DT dan AS lebih sering di kamar, dan AS

yang terlihat sering berkumpul dengan teman-teman.

62

d. Apakah anda merasa depresi selama berada di dalam penjara?

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan

pelaku pedofilia sebagai berikut:

1) Informan DT

“Gada stress, yang terlalu panik juga gada”. (Wawancara, 24

April 2021)

2) Informan S

“Owh ndak ado pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Owh tidak ada pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

3) Informan AS

“Ndak ado pak, ndk ado nan paralu disesali”. (Wawancara, 24

April 2021)

“Tidak ada pak. Tidak ada yang perlu disesali”. (Wawancara,

24 April 2021)

Berdasarkan data di atas, tentang perilaku yang

berhubungan dengan diri sendiri pada narapidana lansia di

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Muaro Sijunjung di dapatkan

bahwa dari ketiga informan tidak ada satu orang pun yang

mengalami stres dan depresi selama masuk penjara.

e. Apakah anda pernah mengalami pelecehan saat masih kecil :

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan

pelaku pedofilia sebagai berikut:

1) Informan DT

“Dulu waktu kecil sering orang yang lebih besar lecehkan-

lecehkan kita. Kalo kita gak mau di tamparnya kita haha”.

(Wawancara, 24 April 2021)

63

2) Informan S

“Ndak ado pak, kok bacakak jo kawan ado pak”. (Wawancara,

24 April 2021)

“Tidak ada pak, kalo berkelahi sama teman ada pak”.

(Wawancara, 24 April 2021)

3) Informan AS

“Ndak ado pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Tidak ada pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

Berdasarkan data di atas, tentang perilaku yang

berhubungan dengan diri sendiri pada narapidana lansia di

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Muaro Sijunjung d dapatkan

bahwa dari ketiga informan hanya ada satu orang yang mengalami

pelecehan seksual saat masih kecil.

4. Task related Behavior Pada Lansia Pelaku Pedofilia di Lembaga

Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung,

Task-related behavior merupakan bentuk perilaku atau respon

individu terhadap sejumlah tugas.

a. Bagaimana sikap anda saat mengerjakan tugas yang diberikan

kepada anda?

1) Informan DT

“Enggak ada menolak, kalo di suruh menyapu saya sapu, di

suruh mengepel saya pel, gada tolak-tolak”. (Wawancara, 24

April 2021)

2) Informan S

“Dikarajoan pak, kami di dalam saling bantu membantu”.

(Wawancara, 24 April 2021)

“Dikerjakan pak, kami di dalam saling bantu membantu”.

(Wawancara, 24 April 2021)

64

3) Informan AS

“Kok ado tugas dari petugas di dalam yo dikarajoan pak, kok

kawan mintak tolong salagi bisa wak tolong, kalo ndak bisa yo

ndak. Kadang awak nan di tolong, di dalam tu saling tolong

menolongnyo pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

“Kalo ada tugas dari petugas di dalam ya dikerjakan pak, kalo

teman minta tolong selagi bisa saya tolong, kalo gak bisa ya

enggak. Kadang saya yang di tolong, di dalam tu saling tolong

menolong aja pak”. (Wawancara, 24 April 2021)

Hal ini didukung oleh pernyataan salah satu Regu

Pengamanan (RUPAM) yang mengatakan bahwa:

“Ya sama seperti yang tadi juga, kalau yang tua-tua itu

mereka selalu mengerjakan tugas yang diberikan, mereka

lebih mudah diatur daripada napi yang muda-muda. Kalo

bapak DT, S, dan AS ini mereka hanya di bagian dalam,

tidak ada kebagian untuk kegiatan berladang di belakang.

Jadi kalo untuk kebersihan di dalam mereka melakukannya

dengan baik”. (Wawancara, 24 April 2021)

Berdasarkan data di atas, tentang sosial skill pada lansia

pelaku pedofilia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro

Sijunjung dapat dijelaskan terkait dengan perilaku yang

berhubungan dengan tugas sangat baik, terbukti dengan pernyataan

dari ketiga informan yang mengatakan bahwa mereka mengerjakan

setiap tugas yang diberikan, dan saling membantu dalam

mengerjakan tugasnya. Kondisi ini sesuai dengan pernyataan salah

satu regu pengamanan (RUPAM) yang menyatakan bahwa para

lansia melakukan tugasnya dengan sangat baik.

B. Pembahasan

1. Bentuk Environmental Behavior Pada Lansia Pelaku Pedofilia di

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Muaro Sijunjung.

Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan kepada

65

narapidana lansia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro

Sijunjung terkait dengan environmental behavior atau perilaku

terhadap lingkungan, di temukan perilaku yang baik. Perilaku

terhadap lingkungan menjadi hal dasar yang harus dilakukan demi

menjaga keberlangsungan lingkung tempat tinggal kita. Disamping

itu perilaku terhadap lingkungan yang baik juga memberikan

kenyamanan dan kesenangan tersendiri. Environmental behavior

lansia dalam penelitian ini bisa dilihat dari bagaimana lansia

menjaga kebersihan tempat tinggal, perilaku berkenaan dengan

keadaan darurat, perilaku menghindari pemakaian barang yang

menyebabkan limbah, dan pemanfaatan sampah yang bisa didaur

ulang oleh narapidana lansia.

Narapidana lansia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B

Muaro Sijunjung menjaga kebersihan lingkungan dengan membuang

sampah pada tempatnya, menyapu, mengepel, membersihkan WC,

dan memotong rumput seperti yang dilakukan oleh DT, S, dan AS.

AS mengatakan bahwa Hal ini dilakukan atas kesadaran dan

kenyamanan diri sendiri. Kondisi tersebut ditambah lagi dengan

pernyataan salah satu regu pengamanan (RUPAM) yang menyatakan

bahwa para lansia melakukan tugasnya dengan sangat baik.

Ketika terjadi kecelakaan, perilaku yang dilakukan oleh

lansia adalah dengan memberikan pertolongan pertama serta

membawa kerumah sakit, seperti yang di lakukan oleh DT yang

mengatakan bahwa kalau terjadi kecelakaan di depan matanya di

akan melihat dan membawa kerumah sakit. S dan AS juga demikian,

membawa kerumah atau memberikan pertolongan pertama terlebih

dahulu. Sebelum masuk dalam LAPAS, lansia juga cenderung

mendaur ulang barang yang bisa digunakan seperti AS yang

memakai kantong plastik sebagai tempat sampah dan membuat

asbak rokok dari kaleng bekas. S yang lebih memilih memakai

barang yang jelek dari pada di buang, dan DT memisahkan sampah

66

non organik untuk dijual kembali ke tempat penjualan barang bekas.

Narapidana lansia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B

Muaro Sijunjung jarang membeli barang dan makanan yang

menggunakan kemasan. Sebelum masuk ke Lembaga

Pemasyarakatan, DT, S, dan DT sering memakan masakan buatan

tangan sendiri ketimbang membeli makanan kemasan untuk makan

setiap harinya. S dan AS juga cenderung membeli rokok untuk di

konsumsi setiap harinya, di mana kemasan rokok di bungkus dengan

kertas.

Karena daya beli narapidana lansia kurang, maka sampah

dari makanan kemasan dan produk lainnya yang dihasilkan sangat

sedikit. Kondisi tersebut ditambah lagi dengan pernyataan salah satu

regu pengamanan (RUPAM) yang menyatakan bahwa untuk

menghindari limbah, narapidana di Lembaga pemasyarakatan Klas

II B Muaro Sijunjung disediakan tempat sampah untuk membuang

sampah, dan apabila sampah sudah penuh nantinya akan dibuang

dan dibakar di pembuangan sampah yang ada di Lembaga

pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung. Berdasarkan hal

tersebut dapat dimaknai bahwa perilaku terhadap lingkungan oleh

narapidana lansia sangat baik. Dapat dijelaskan dengan bagaimana

mereka menjaga kebersihan lingkungannya. menurut Ames &

Houston (dalam Nevid et al, 2005:83), tentang pelaku pedofilia yang

sejumlah kasus cocok dengan stereotip orang.yang lemah, pemalas,

mempunyai hubungan sosial yang canggung. Fakta dalam penelitian

ini pada aspek environmental behavior menunjukan bahwa pelaku

pedofilia tidak pemalas.

2. Bentuk Interpersonal Behavior Pada Lansia Pelaku Pedofilia di

Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung.

Berdasarkan hasil penelitian tentang prilaku interpersonal

narapidana lansia pelaku pedoflia di Lembaga Pemasyarakatan Klas

67

II B Muaro Sijunjung dapat dijelaskan bahwa semenjak berada

dalam penjara tentunya penerimaan pengaruh orang lain atau

menerima otoritas selalu dipatuhi lansia seperti pernyataan DT, S,

dan AS. Ketika berada diluar kondisi serupa tetap dilaksanakan

dengan mengikuti peraturan yang ada seperti DT mematuhi anjuran

pemerintah. Hal ini sesuai dengan pernyataan salah satu (RUPAM)

yang mengatakan bahwa lansia lebih mudah di atur di banding napi

yang muda.

Pada realitas kehidupan sosial, konflik sering muncul sebagai

sifat yang dipandang buruk. Terlepas dari kecurigaan yang muncul

hanya sebagai spekulasi dalam menganaliasis sebuah fenomena

sosial, namun pada saat yang sama kehadiran pertentangan masih

ditempatkan sebagai entitas yang memilukan bagi orang-orang yang

menyelidikinya dalam perspektif linieritas. Jelas, pandangan utama

para ahli, khususnya sosiolog, juga menggambarkan probabilitas

eksistensi ini (Mas’udi, 2015:179). Konflik yang terjadi pada

masyarakat disebabkan oleh perbedaan kepentingan yang kerap

membuat ketakutan, kegelisahan, kemalangan, dan kehancuran.

Salah satu dampak dari konflik adalah individu tidak dapat

melakukan kegiatan sebagaimana mestinya untuk mencari rezeki

(Ahmadin, 2017:224).

Salah satu cara yang dilakukan narapidana lansia di Lembaga

Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung dalam mengatasi konflik

yaitu dengan cara damai seperti S dan AS. Berbeda dengan DT yang

merasa baik-baik saja dan tidak memiliki konflik. Pernyataan salah

satu regu pengaman (RUPAM) juga mendukung apa yang

disampaikan lansia bahwa DT, S, dan AS sejauh ini aman-aman

saja di dalam. Ini sejalan dengan pernyataan Sriyono dan Surajiyo

(2020:10) yang menyampaikan bahwa penanganan konflik secara

damai dan komprehensif sangat diperlukan. karena penyelesaiannya

adalah dengan cara menemukan sumber/dasar masalah perselisihan

68

dan menanganinya dengan memasukkan semua pihak ke dalam

perselisihan dan untuk situasi ini otoritas publik harus

memfasilitasinya.

Perubahan fisik dan kemunduran yang dialami lansia

membuat kurangnya minat untuk mencari perhatian kepada orang

lain di sekitarnya. Hal ini sejalan dengan ciri-ciri lansia menurut

Kholifah (2016:4), yaitu lansia merupakan periode kemunduran.

Penurunan kemampuan pada lansia sebagian datang dari keadaan

fisik dan keadaan psikologis. Motivasi mempunyai peran yang

penting dalam penurunan kemampuan pada lansia.

Perilaku memberi salam yang dilakukan S dan AS adalah

berjabat tangan dan mengucapkan salam. Kemudian perilaku

memberi salam pada narapidana lansia tampak hanya menyapa para

petugas dan orang yang diseganinya, dan memberi salam balik ke

orang yang menyapanya seperti pernyataan DT. Menurut salah satu

regu pengaman (RUPAM), bahwa narapidana lansia pasti menyapa

petugas atau pegawai yang lewat. Menurut Agus, dalam kajian

sosiolinguistik, kata sapaan merupakan salah satu bentuk pemarkah

linguistik yang sangat berpengaruh terhadap wujud pemakaian

bahasa, khususnya dalam hal penggunaan kata sapaan yang

digunakan oleh penutur wanita dan pria. (Pujiati, 2017:2).

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa

adanya bantuan orang lain, perilaku tolong-menolong sudah

sepatutnya dilakukan oleh setiap orang, hal tersebut juga dilakukan

oleh narapidana lansia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro

Sijunjung dalam kehidupan sehari-hari seperti DT yang membantu

mengurutkan teman, S dan AS memberi rokok, membagi makanan,

dan membantu teman yang memerlukan bantuan. Menurut Clark

dan Baston perilaku sosial adalah perilaku prososial yang.dipandang

sebagai segala tindakan yang ditujukan untuk memberikan

keuntungan pada satu dan banyak orang, (Rahman, 2014:220).

69

Narapidana lansia membangun percakapan dengan cukup

bagus. Percakapan merupakan wujud penggunaan bahasa yang

sangat komprehensif (Fakhruddin, 2017:42). AS dan S membangun

percakapan dengan menanyakan kabar dan menyampaikan maksud

dari tujuan yang ingin disampaikan. Kemudian DT yang enggan

untuk memulai bicara dan hanya berbicara ketika ditanya.

Sikap positif terhadap orang lain seperti memuji, memberi

penghargaan tidak pernah dilakukan oleh lansia baik itu DT, S, dan

AS. Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa ketika

ditanya tentang perilaku positif kepada lansia, ketiganya

menunjukan respon yang sama seperti tertegun sejenak memikirkan

apa yang telah mereka perbuat. Padahal perilaku positif yang

peneliti maksudkan sudah dijelaskan seperti menghargai orang lain

dan memuji. Menurut Wiguna (2017:50), sikap sosial adalah sikap

seseorang yang berkenaan antara dirinya dengan orang lain atau

masyarakat, yang mana sikap ini dilakukan dalam rangka menjaga

hubungan baik seseorang dengan orang lain sehingga bisa hidup

bersama berdampingan dengan baik dan saling memberi manfaat.

Menurut Peale berpikir positif adalah aplikasi langsung yang praktis

dari teknik spiritual untuk mengatasi kekalahan dan memenangkan

kepercayaan serta menciptakan suasana yang menguntungkan bagi

perkembangan hasil yang positif. (Kholidah dan Alsa, 2012:70).

Cartledge dan Milburn menyatakan, kepemilikan diri sendiri

dan orang lain adalah kesediaan meminjamkan dan atau

mengunakan milik orang lain dengan benar (Istihana, 2015:297).

Hal ini juga dilakukan oleh lansia, mereka menjaga barang orang

lain yang mereka pinjam dengan baik. Narapidana lansia dalam

penelitian ini merupakan orang yang minim akan pendidikan,

diketahui dari S dan AS yang bersekolah hanya sampai kelas satu

SD, dan hanya DT yang bersekolah sampai SMP. Lalu pada perilaku

70

spiritualitasnya, spiritualitas DT terlihat cukup baik dengan

membuat kegiatan gereja di Lembaga Pemasyarakatan. Pada

informan S dan AS terlihat tingkat spiritualitasnya sangat buruk, S

dan AS tidak bisa mengaji dan jarang sholat. Menurut hasil

penelitian ahli psikologi agama, kehidupan spiritual individu

meningkatkan pada usia lanjut. Dari sebuah penelitian dengan

sampel 1200 orang berusia 60-100 tahun menunjukkan adanya

kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan yang

semakin meningkat. Sementara pengakuan terhadap realitas tentang

kehidupan akhirat baru muncul sampai 100% setelah usia 90 tahun.

Seringkali kecenderungan meningkatnya kegairahan dalam bidang

spiritualitas ini dihubungkan dengan penurunan kegairahan seksual.

Menurut pendapat ini, individu usia lanjut mengalami frustasi di

bidang seksual sejalan dengan penurunan kemampuan fisik. Frustasi

semacam ini dinilai sebagai satu-satunya faktor yang membentuk

sikap keagaman (Desmita, 2007:163).

Pandangan lansia terhadap seksualitas di usia lanjut yaitu,

hubungan intim di masa tua oleh DT yang tidak memaksa

pasangannya jika tidak mau melakukan hubungan intim. S sudah

lama tidak merasakan hubungan intim dengan pasangan lantaran

disebabkan faktor perceraian. Masalah seksualitas di usia lanjut, AS

mengakui kalau dirinya kuat tentang seks, dan apabila hanya sekali

berhubungan badan dalam semalam, AS merasa tidak nyaman. Seks

merupakan salah satu masalah kesehatan yang di pengaruhi oleh

kondisi fisik, emosional, mental, dan spiritual. Penuaan

menyebabkan beberapa perubahan dalam kemampuan seksualitas

manusia, lebih banyak pada laki-laki daripada wanita. Pertambahan

usia menyebabkan menurunnya produksi hormon testosteron,

sehingga berpengaruh terhadap kemampuan seks seseorang. Seluruh

aspek kesehatan akan semakin menurun, badan mudah sakit atau

lelah, lebih sensitif dan seterusnya. Jika kondisi ini diabaikan dan

71

dianggap sebagai bagian dari proses penuaan maka kehidupan seks

mungkin akan menurun dan bahkan berhenti sama sekali (Desmita,

2007: 127).

Terkait dengan hubungan dalam berinteraksi secara informal

dengan orang lain, tidak memiliki teman dekat dan ditambah lagi

dengan interaksi narapidana lansia yang tertutup membuatnya tidak

memiliki teman untuk berbagi cerita. Hubungan lansia dengan

keluarga juga sangat buruk, disebabkan narapidana lansia tidak

mampu berkomunikasi baik dengan keluarga lantaran kondisi yang

mereka alami. Berdasarkan hal tersebut dapat dimaknai bahwa

perilaku interpersonal narapidana lansia yang buruk disebabkan

tidak mampu berkomunikasi dengan baik dengan keluarga dan juga

karena tidak adanya teman untuk berbagi cerita akan

permasalahannya.

Efek dari buruknya hubungan lansia dengan keluarga dan

teman, menjadikan lansia pemurung dan lebih suka menyendiri

seperti yang dialami DT dan S. Buruknya hubungan dengan

pasangan juga mempengaruhi keberlangsungan untuk melakukan

hubungan suami istri, sehingga tidak terpenuhinya kebutuhan

biologis menimbulkan perilaku penyimpangan seksual pada lansia

seperti yang dialami AS.

Berdasarkan penjelasan di atas, ditemukan bahwa narapidana

lansia pelaku pedofilia tidak mampu berinteraksi dengan baik, baik

dengan keluarga, pasangan, maupun dengan lingkungan disebabkan

oleh komunikasi yang kurang baik. Efek yang ditimbulkan lansia

menjadi tertutup dan melakukan perilaku penyimpangan seksual.

3. Bentuk Self related Behavior Pada Lansia Pelaku Pedofilia di

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Muaro Sijunjung.

Berdasarkan data di atas, tentang perilaku yang berhubungan

dengan diri sendiri pada narapidana lansia di Lembaga

72

Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung dapat di kaitkan dengan

efek dari buruknya hubungan perilaku interpersonal, yaitu seperti

DT yang lebih suka menyendiri, merasa pusing saat keramaian, dan

ada juga yang suka berkumpul seperti AS dan S. Tetapi S

menunjukan sifat yang relatif, yaitu saat sendiri ataupun keramaian

dia tetap suka. Hal ini sesuai dengan pernyataan salah satu regu

pengaman (RUPAM) yang mengatakan bahwa DT dan AS lebih

sering menghabiskan waktu di kamar, dan AS yang terlihat sering

berkumpul dengan teman-teman. Menurut Deeken reaksi pertama

orang lansia adalah menarik diri dari lingkungan dan menyendiri

dengan penuh kenangan masa lalunya (Desmita, 2007:144). Secara

garis besarnya, kesepian di sebabkan oleh dua faktor utama, yaitu

precipitating events dan predisposing and maintaining factors.

Precipitating events merupakan peristiwa yang memicu timbulnya

kesepian pada diri individu. Peristiwa ini dibedakan atas dua yaitu,

perubahan relasi sosial individu secara aktual yang membawa

hubungan ke tingkat di bawah kondisi optimal, dan terjadinya

perubahan dan hasrat sosial individu. Predisposing and maintaining

factors yaitu, perasaan kesepian yang disebabkan oleh faktor variasi

kepribadian dan situasi yang dialami individu, (Peplau & perlman,

dalam Desmita, 2007:148-149).

Terkait dengan perilaku yang berhubungan dengan diri

sendiri, ketiga informan lansia, DT, S, dan AS tidak merasa depresi

dan tidak memikirkan konsekuensi dari apa yang dilakukannya.

Menurut Berger, terdapat sembilan kriteria penerimaan diri,

diantaranya adalah individu tidak mengandalkan diri pada tekanan

eksternal melainkan berdasarkan standar-standar internal sebagai

panduan dalam berperilaku, selanjutnya memiliki keyakinan diri

dalam menjalani hidup, bertanggung jawab dan menerima

konsekuensi atas perilakunya, menerima pujian dan kritikan secara

objektif, individu tidak berusaha untuk menolak dan mengingkari

73

keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki, merasa berharga dan

sederajat dengan orang.lain, tidak merasa bahwa orang.lain akan

menolaknya, tidak menganggap dirinya aneh, abnormal, dan berbeda

dengan orang lain, serta tidak merasa malu atau self-conscious

terhadap orang lain (Nisa dan Sari, 2019:16).

Narapidana lansia juga tampak buruk juga dalam bersikap

positif pada diri sendiri, seperti yang dialami DT. S yang

mengatakan AS yang tidak mensyukuri apa yang dia punya, seperti

meninggalkan keluarga, tidak bertanggung jawab, dan menyiakan

orang yang telah berbuat baik kepadanya. Tanggung jawab dalam

arti yaitu harus memikul beban kewajiban yang harus dilakukan

dalam setiap individu. Tanggung jawab berhubungan dengan

kualitas untuk bertanggung jawab secara moral, hukum dan mental

(Akila, 2020:227).

Narapidana lansia lebih suka memendam apa yang dirasakan

sendiri tanpa memberitahukannya pada orang lain. Banyak hal yang

dilakukannya menjadi tidak baik bagi dirinya maupun bagi orang-

orang yang berada di luar lingkungannya. Mereka yang seperti itu

cenderung melakukan aksi penyelesaian masalahnya dengan

memendam rasa emosinya, dan tidak menyalurkannya (Kurniawaty,

2012:14).

Pada pengalaman masa lalu narapidana lansia, informan DT

pernah mengalami pelecehan seksual saat masih kecil. Menurut

DSM-5, laki-laki dewasa dengan pedofilia sering melaporkan bahwa

mereka mengalami pelecehan seksual saat masih anak-anak. Namun,

tidak jelas apakah korelasi ini mencerminkan pengaruh kausal dari

pelecehan seksual masa kanak-kanak pada pedofilia dewasa (APA,

2013). Pada penelitian ini peneliti menemukan korelasi pengaruh

kausal dari pelecehan seksual masa kanak-kanak pada pedofilia

dewasa, yaitu pada salah satu lansia yang mengalami kekerasan

seksual oleh orang dewasa pada masa kanak-kanak.

74

4. Bentuk Task-related Behavior Pada Lansia Pelaku Pedofilia di

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Muaro Sijunjung.

Perilaku yang berhubungan dengan tugas pada narapidana

lansia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung

terlihat bagus dari bagaimana lansia mengerjakan tugas atas

kesadaran sendiri tanpa disuruh petugas. Tugas yang dikerjakan oleh

lansia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung di

antaranya adalah menjaga kebersihan lingkungan. Seperti DT yang

menyapu, S dan AS yang saling bantu membantu teman.

Lingkungan yang bersih menumbuhkan kesenangan dan

kenyamanan tersendiri bagi narapidana lansia. Kondisi ini sesuai

dengan pernyataan salah satu regu pengamanan (RUPAM) yang

menyatakan bahwa para lansia melakukan tugasnya dengan sangat

baik.

Manusia wajib menjaga kebersihan badan dan kebersihan

lingkungannya. Kebersihan lingkungan merupakan kebersihan yang

ada di sekitar manusia, yaitu kebersihan tempat umum, kebersihan

rumah, dan kebersihan tempat kerja. Kebersihan lingkungan dimulai

dari menjaga kebersihan halaman dan jalan di depan rumah dari

sampah (Irawati, B, dan Marcella, 2019:47).

75

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang peneliti lakukan di lapangan dapat

disimpulkan bahwa penyebab lansia menjadi pelaku pedofilia adalah

karena faktor perceraian, buruknya hubungan dengan pasangan, dan

pelecehan di masa lalu sehingga menimbulkan perilaku penyimpangan

seksual. Pada penelitian ini peneliti melihat penyebab perilaku dari empat

aspek social skill lansia yaitu: (1) Environmental behavior, lansia

menghindari pemakaian produk yang menyebabkan limbah. Mendaur

ulang sampah. Sikap terhadap emergency yang baik. (2) Interpersonal

behavior, lansia yang menerima otoritas. Mengatasi masalah dengan

damai. Sikap yang enggan untuk mencari perhatian. Hanya menyapa orang

yang diseganinya, lalu berjabat tangan dan mengucapkan salam. Lansia

menunjukan perilaku menolong. Sikap canggung untuk memulai

pembicaraan, dan ada juga yang memulai percakapan dengan menanyakan

kabar dan basa-basi. Perilaku positif seperti menghargai orang lain dan

memuji orang lain tidak satupun dari lansia yang menunjukan perilaku

tersebut. Lansia menjaga barang yang dipinjamnya dengan baik. (3) Self

related behavior, lansia tidak memikirkan konsekuensi dari apa yang

dilakukannya. Tidak bertanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih suka menyendiri, dan ada juga yang lebih suka berkumpul bersama

teman. Selama berada di dalam penjara narapidana lansia tidak merasakan

stress. Dari ketiga informan hanya ada satu orang yang mengalami

pelecehan seksual saat masih kecil. (4) Task related behavior, lansia

mengerjakan setiap tugas yang diberikan, dan saling membantu dalam

mengerjakan tugas. Perilaku yang terjadi pada lansia tidak terlepas dari

pengalaman masa lalunya, dengan kata lain kondisi pada saat ini dapat

dijelaskan melalui masa lalu. Keadaan masa lalu dapat memberitahukan

keadaan pada masa sekarang.

76

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian tentang social skill pelaku pedofilia

(studi fenomenologis pada narapidana lansia di Lembaga Pemasyarakatan

Klas II B Muaro Sijunjung) penulis menyarankan sebagai berikut:

1. Saran untuk orang tua

Orang tua hendaknya menanamkan nilai-nilai agama dalam

kehidupan sehari-hari kepada anak, menerapkan pola asuh yang baik,

memberikan pengetahuan seksualitas pada anak sejak usia dini, dan

lebih mengawasi anak agar tidak menjadi korban pedofil

2. Saran untuk pasangan suami isteri

Hendaknya saling mengerti satu sama lain, menjaga komitmen

yang telah dibuat sebelum menikah, menjalani hubungan suami isteri

dengan baik supaya terpenuhi kebutuhan biologisnya, agar tidak terjadi

perceraian dan penyimpangan seksual.

3. Saran untuk penelitian selanjutnya

Pembaca hendaknya dapat melanjutkan penelitian terkait

dengan pelaku pedofilia, bisa menngunakan aspek lain selain

keterampilan soisal, seperti aspek biologis, intelegensi, dan lain-lain.

Pembaca juga sebaiknya bisa memahami karakteristik lansia sebelum

melakukan penelitian terkait. Pembaca hendaknya lebih memahami

bagaimana cara menyikapi pelaku penyimpangan seksual dalam

kehidupan bermasyarakat khususnya pelaku pedofilia.

77

DAFTAR.PUSTAKA

Akila. 2020. Pengaruh Tanggung Jawab dan Loyalitas Kerja Terhadap Kinerja

Karyawan Pada Wisma Grand Kemala Palembang. Jurnal Media Wahana

Ekonomika 17(3): 227.

Ahmadin. 2017. Konflik Sosial Antar Desa Dalam Perspektif Sejarah di Bima.

JIME.3(1): 224.

Amin, M. F. A. 2019. Peran Sosial Skill Training Dalam Meningkatkan

Keterampilan Sosial Pasien Skizofrenia Katatonik. Jurnal Intervensi

Psikologi 11(2): 103.

American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and. Statistical Manual.of

Mental Disorders DSM-5. fifth edition. American Psychiatric Publishing.

Washington, DC.

Beheshtifar. M., dan T. Norozy. 2013. Social Skills: A Factor to Employees'

Success. International Journal of Academic Research in Business and

Social Sciences 3(3): 75.

Bowman, B. 2010. Children, pathology and politics: a genealogy of the

paedophile in South Africa between 1944 and 2004. South African Journal

of Psychology 40(4): 444.

Chaplin, J. P. 1981. Dictionary of Psychology. Cetakan ketujuh. Dell Publishing.

New York. Terjemahan Kartono, K. 2014. Kamus Lengkap Psikologi.

Cetakan Keenam belas. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Cohen. S., M. S. Clark., dan D. R. Sherrod. 1986. Social Skills and the Stress-

Protective Role of Social Support. Journal of Personality and Social

Psychology 50(5): 964.

Desmita. 2007. Psikologi Orang Dewasa. Cetakan pertama. STAIN Batusangkar

Pers. Batusangkar.

Fakhrudin, M. 2017. Penerapan Kaidah Berbahasa Dalam Percakapan Berbahasa

Indonesia. Journal of Language learning and Research 1(1): 42.

Hurlock, E. B. 2012. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan. Edisi Kelima Erlangga. Jakarta.

Irawati, D. Y., Y. H. B., dan O. Marcella. 2019. Peningkatan Lingkungan Bersih

78

dan Sehat di Kampung Kalisari Timur I, Surabaya. Jurnal Bakti Saintek

3(2): 47.

Istihana. 2015. Keterampilan Hubungan Sosial Santri di Pesantren. Jurnal

Pendidikan Islam 6:295-298.

Jamin. 2016. Analisis Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pedofilia .(Kelainan

Orientasi Seksual) Menurut Hukum Positif. Tesis. Program Magister (S2)

Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

Kementerian Kesehatan RI. Lansia di Indonesia. 2017 (Brochure). Jakarta

Selatan, Indonesia.

Khaidir, M. 2007. Penyimpangan Seks (Pedofilia). Jurnal Kesehatan Masyarakat

1(2):84.

Kholidah, E. N., dan A. Alsa. 2012. Berpikir Positif.untuk Menurunkan Stres

Psikologis. Jurnal Psikologi 39(1): 70.

Kholifah, S. N. 2016. Keperawatan Gerontik. Cetakan Pertama. Kementerian

Kesehatan Republik RI. Jakarta Selatan.

Kiik, S. M., J. Sahar., dan H. Permatasari. 2018. Peningkatan Kualitas Hidup

Lanjut Usia (Lansia) di Kota Depok Dengan Latihan Keseimbangan. Jurnal

Keperawatan Indonesia 21(2): 110.

Kurniawaty, R. 2012. Dinamika Psikologis Pelaku Self.Injury (Studi Kasus Pada

Wanita Dewasa Awal). Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi 1(1):

14.

Kompas. 2020. Setubuhi gadis di bawah umur lima kali, lansia di kebumen

ditangkap. https://kompas.com/ diakses pada 23 Januari 2021.

Maslim, R. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan

DSM-5. Cetakan kedua. PT. Nuh Jaya. Jakarta.

Mas‟udi. 2015. Akar-Akar Teori Konflik: Dialektika Konflik; Core Perubahan

Sosial dalam Pandangan Karl Marx dan George Simmel. Jurnal.Ilmu

Aqidah dan Studi Keagamaan 3(1): 179.

Moleong, L. J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cetakan keduapuluh dua.

PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Moleong, L. J. 2017. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cetakan ketigapuluh

enam. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

79

Nevid, J.S., S. A. Rathus., dan B. Greene. 2003. Abnormal Psychology In a

Changing World Fifth edition. Pearson Education. New York. Terjemahan

Basri. A. S., A. Ginanjar., E. K. Poerwandari., i. Saraswati., S. Musabia., F.

Nurwianti., I. S. Hutauruk., F. Fausiah., D. Oriza., dan D. R. Bintar.

2005. Psikologi Abnormal. 2005. Edisi kelima. Erlangga. Jakarta.

Nisa, H., dan M, Y. Sari. 2019. Peran Keberfungsian Keluarga Terhadap

Penerimaan Diri Remaja. Psikoislamedia Jurnal Psikologi 4(1): 16.

Nugraini, I., dan N. Ramdhani. 2016. Keterampilan Sosial Menjaga Kesejahteraan

Psikologis Pengguna Internet. Jurnal Psikologi 43(3): 186.

Pambudi, H. A., Dwidiyanti. M., dan Wijayanti, D.Y. 2018. Pandangan Lansia

Tentang Seksualitas Pada Lanjut Usia. Jurnal Kesehatan 09(1): 155-1556.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2020 Tentang Tata

Cara.Pelaksanaan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik,

Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual

Terhadap Anak. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

6585. Jakarta.

Pujiati, T. 2017. Penggunaan Bentuk Sapaan Berdasarkan Perspektif.Gender Pada

Mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia Universitas Pamulang: Kajian

Sosiopragmatik. Jurnal.Sasindo Unpam 5(2): 2.

Puspaningrum, B. A. 2020. Terlibat kasus pedofil terbesar di Perancis, dokter

bedah di penjara 15 tahun. https://amp.kompas.com/diakses pada 12 Januari

2021.

Putri, S. D. N. O., dan A. Purnamasari. 2014. Keterampilan Sosial Pada Siswa

Taman Kanak-Kanak Tahfidz. Journal Psikologi Integratif 2(1): 72.

Rachmawati, I. N. 2007. Pengumpulan Data Dalam Penelitian Kualitatif:

Wawancara. Jurnal Keperawatan Indonesia 11(1): 35.

Raco, J. R. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Jenis, Karakteristik, dan

Keunggulannya. Cetakan pertama. PT Grasindo. Jakarta.

Rahman, A. A. 2014. Psikologi Sosial Integrasi Pengetahuan Wahyu dan

Pengetahuan Empirik. Cetakan Kedua. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Salim., dan Syahrum. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cetakan kelima.

Ciptapustaka Media. Bandung.

80

Saputra, R. Daharmis., dan Yarmis. 2016. Ketercapaian Tugas Perkembangan

Usia Lanjut Ditinjau dari Jenis Kelamin dan Latar Belakang Budaya serta

Implikasinya pada Bimbingan dan Konseling. JPPI. 2(1): 33-34.

Schultz, D.P., dan S. E, Schultz. 2011. A History of Modern Psychology. Edisi

Kesepuluh. Wadswoth. USA. Terjemahan Hardian. L. 2015. Sejarah

Psikologi Modern. Cetakan pertama. Nusa Media Bandung.

Seto, M. C. 2008. Pedohopilia and Sexual Offending Againt Children, Theory.

Assessment, and Intervention. Edisi pertama. American Psychological

Association. Washington DC.

Setiawan, E. 2016. Kejahatan Seksual Pedofilia Dalam Perspektif Hukum Pidana

dan Islam. Jurnal.Hukum Islam 14(2): 12.

Sriyono, dan Surajiyo. 2020. Efektifitas Penyelesaian Konflik Sosial Secara

Damai. Prosiding Seminar Nasional. dan Call Paper “Psikologi Positif

menuju Mental.Wellness”. 17-18 Juni: 10.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Cetakan

kesembilan belas. Alfabeta. Bandung.

Sutopo, H. B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Pertama. Sebelas

Maret Universty Press. Surakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Tentang

Pemasyarakatan. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3614. Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002

Nomor 109. Jakarta.

Wardhani, Y. F., dan A. Kurniasari. 2016. Pedofilia Sebagai Ancaman

Tersembunyi Bagi Anak. Sosio Informa 2(3): 317.

WHO. 2018. Ageing And Health. 06 Januari 2021 (23:35)

Wiguna, A. 2017. Upaya mengembangkan Sikap Spiritual dan Sosial Peserta

Didik Berbasis Psikologi Positif di Sekolah. Journal Of Basic Education

1(2): 50.

81

LAMPIRAN

VERBATIM WAWANCARA

Interviewee : DT

Tanggal Wawancara : 24 April 2021

Lokasi Wawancara : Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro

Sijunjung

Jenis wawancara : Semi Terstruktur

Sumber data : Primer

Nama Verbatim Analisis Gejala/

Coding

NMS Selamat pagi pak

DT Pagi

NMS Bagaimana kabarnya pak

DT Baik baik

NMS Lancar puasanya pak

DT Maaf saya orang kristen

NMS Owh.. non muslim.

Jadi gini pak, saya mahasiswa Psikologi

Islam IAIN Batusangkar, saya ingin sedikit

berbincang-bincang dengan bapak tentang

kehidupan.

Sebelumnya jelas kedengeran suara saya

pak?

DT Jelas jelas

NMS Maaf sebelumnya pak, dengan bapak siapa

ya?

DT D

NMS Bapak D kampungnya dimana?

DT Di mentawai

NMS Baik pak, pertama saya ingin bertanya

mengenai keluarga bapak. Bagaimana

hubungan bapak dengan keluarga bapak?

DT Keluarga ya! Saya jarang di hubungi,

HP gada. Kalo dulu aman-aman saja.

Interpersonal

Behavior:

Hubungan DT

dengan keluarga

sepertinya baik-

baik saja, namun

semenjak pandemi

Covid 19. DT

jarang

mendapatkan

kunjungan

sehingga tidak ada

komunikasi dengan

keluarga.

NMS Owh.. kunjungan pun gada ya pak?

DT Kunjungan gada

NMS Maaf sebelumnya pak maksud saya

hubungan dengan anak istri?

DT Anak istri ada. Istri tu ndak pernah ada

kunjungan. Karena jauh, dan kami

orang miskin juga

NMS Ok sekarang saya mau nanya mengenai

lingkungan tempat tinggal bapak sekarang

di dalam

DT Banyak makan

NMS Maaf sebelumnya pak, masksud saya

lingkungannya pak

DT Lingkungan disini?

NMS Iya pak

DT Bangun tidur maraton dikit, kalo ada air

saya mandi, kadang-kadang gada air saya

enggak mandi, istirahat dulu, kalo ada nasi

saya makan, kan saya gak puasa, karena

saya orang kristen juga, kalo gada gak usah

makanlah hahaha

NMS Hahaha apa juga yang mau di makan kalau

gada makanan ya pak.

Nah gini pak, lingkungan yang saya

maksud ini seperti susanananya gimana,

kebersihannya, dan lain-lain.

DT Suasana tempat tinggal saya biasa-biasa

aja.

Environmental

Behavior: Perilaku

menjaga

lingkungan yang di

lakukan DT yaitu

menyapu ruangan

dan halaman.

NMS Hmmm ok pak, dari yang biasa-biasa

tersebut, gimana sih bapak menjaga

kebersihan lingkungan tempat tinggal

bapak?

DT Yah begitulah, gimana mau jelasinya, gak

tau aku

NMS Berarti bapak gada menyapu-menyapu ya

DT Kalo di dalam menyapu ada, jaga

kebersihan ada, tiap pagi bangun tidur

buka pintu kami menyapu di halaman,

bersih-bersih ruangan di luar, bersihin

WC juga.

NMS Kalau di luar sebelum masuk di sini

bagaimana pak, apakah bapak masih

melakukannya

DT Di luar dulu juga sama

NMS Beararti bapak sudah merasa menjaga

lingkungan tempat tinggal dengan sangat

baik ya

DT Iya

NMS Kalau begitu, bagaimana perilaku bapak

untuk menghindari pemakaian produk

yang menyebabkan limbah?

DT Maksudnya?

NMS Maksudnya untuk tidak menimbulkan

limbah sampah, apa yang bapak lakukan.

Membeli barang dengan kemasan

contohnya!

DT Saya jarang beli-beli itu, di sini gada

uang, keluarga gada datang, karena

Covid ini kan, ya mau gimana lagi.

Environmental

Behavior: DT

jarang membeli

produk yang

menghasilkan

limbah.

NMS Kalau makan gimana pak? Ada gak

membeli makanan-makanan kemasan?

DT Makan di sini ada di kasih petugas.

NMS Kalau dulu waktu masih bebas gimana

pak, ya cara bapak agar mengurangi

limbah itu lah

DT Kalo dulu saya biasa beli nasi bungkus,

goreng, kalau makanan ringan atau

minum-minuman itu jarang.

Sampahnya nanti di buang tempat

sampah, di bakar.

NMS Baik pak, selanjutnya saya ingin tanya

bagaimana bapak memanfaatan sampah

yang bisa di daur ulang?

DT Kalau disini gak ada. Environmental

Behavior: DT

mengumpulkan

barang-barang

bekas untuk di jual.

NMS Kalau dulu pak?

DT Kalau dulu saya ada kumpulin botol-

botol plastik bekas, paku-paku bekas

untuk di jual.

NMS Waah, lumayan yah pak, buat nambah-

nambah uang. Saya di rumah juga begitu

pak, nanti pas banyak saya jual,

lumayanlah buat nambah uang saku.

Hmm baik pak, bagaimana hubungan

bapak dengan orang di dalam?

DT Aman-aman saja, kami di dalam gada

masalah.

Interpersonal

Behavior: DT

mengatakan bahwa

hubungannya

dengan lingkuan

tempat tinggalnya

aman-aman saja

dan senang-senang

saja ketika di luar

dulu.

NMS Jadi bapak merasa cocok

DT Iya cocok

NMS Lalu bagaimana dengan tempat tinggal

bapak yang dulu?

DT Iya sama aja, biasa-biasa aja. Maksudnya

tempat tinggal yang mana ya?

NMS Di kampung sebelum bapak masuk kesini

DT Di kampung di ladang aja

NMS Bagaimna bapak menjalin hubungan

dengan orang di kampung dulu

DT Zaman dulu? Haha Gada pun gada yang

kasih tau gada bicara-bicara

NMS Kenapa bisa begitu pak

DT Ya karena jauh juga

NMS Enggak maksud saya dulu sebelum bapak

masuk di sini

DT Kalo dulu waktu di luar senang-senang

aja

NMS Senang-senang aja ya pak. Pernah gak

bapak tu merasa di abaikan kucilkan sama

lingkungan bapak

DT Pernah!

NMS Gimana tu pak

DT Yah dulu sama teman, pas mau masuk LP

bilang kesehatan di jaga, jangan berbuat

ulah

NMS Owh begitu ya pak.

Jadi dulu waktu bapak masih diluar, masih

bebas maksudnya, saat melakukan

kegiatan sehari-hari, pernah gak bapak tu

merasa orang orang tu gak menginginkan

bapak

DT Yah pernah juga, pas masuk di LP

NMS Maaf sebelumnya bapak. Sebelum masuk

disini maksudnya

DT Hahaha

NMS Haha Jadi bapak merasa didukung oleh

lingkunagan tempat tinggal bapak ya

DT Yah saya di dukung

NMS Di dukung seperti apa pak

DT Yah... senang

NMS Kalau misal ada kecelakaan di depan mata

bapak, apa yang bapak lakukan?

DT Saya lihat, saya bantu bawa kerumah

sakit. Kalo didalam ini pak jarang ada

kecelakaan-kecelakan. Ya paling kita

panggil petugas untuk menolongnya.

Environmental

Behavior: DT

membantu orang

yang kecelakaan

dengan membawa

ke rumah sakit.

NMS Ok pak, bagaimana bapak menjaga barang

orang lain yang bapak pinjam?

DT Kalo saya jarang meminjam barang

orang, ya namnya minjam pasti di

Interpersonal

Behavior: DT

kembalikan terlihat jarang

meminjam barang

orang, dan kalau

pun meminjam,

pasti di

kembalikan.

NMS Baik pak, yang namanya manusia pasti

punya masalah, ketika bapak ada masalah,

siapa sih teman bapak untuk berbagi cerita.

Misalkan gini, bapak ada masalah nih, trus

bapak ingin cerita sama orang, ada gak

teman bapak?

DT Gada Interpersonal

Behavior: DT tidak

memiliki teman

untuk berbagi

cerita akan

permasalahannya.

NMS Lalu bagaimana bapak mengatasi konflik

yang terjadi pada diri bapak?

DT Gada, ya aman-aman aja, ya mau

gimana lagi

Interpersonal

Behavior: DT

terlihat tidak bisa

mengatasi konflik

yang ada pada

dirinya.

NMS Baik pak, apakah bapak memikirkan

konsekuensi dari perbuatan bapak?

DT Enggak. Self related

Behavior: DT tidak

memikirkan

konsekuensi dari

apa yang di

lakukannya.

NMS Bagaimana bapak berperilaku positif

kepada orang lain?

DT Ya begitu lah pak, gada Interpersonal

Behavior: DT tidak

menunjukan sikap

seperti memuji dan

menghargai orang.

NMS Bagaimana bapak membangun percakapan

dengan orang lain?

DT Saya jarang bicara sama orang. Kalo

gak ada diajak bicara, saya gak bicara

Interpersonal

Behavior: DT

terlihat tidak bisa

membangun

percakapan dengan

orang. DT hanya

akan bicara kalau

di ajak bicara

duluan.

NMS Terus bagaimana bapak menarik perhatian

orang untuk mendapat pengakuan?

DT Gak ada, saya gak ada mencari-cari

perhatian. Santai-santai aja.

Interpersonal

Behavior: DT

terlihat tidak bisa

mencari perhatian

untuk sebuah

pengakuan kepada

orang lain.

NMS Misalakan orang minta tolong ke bapak

gimana ?

DT Ya di dalam kalo ada teman minta urut

saya bantu urut, kalo ada rokok saya

bagi, kalo ada makanan saya bagi

Interpersonal

Behavior: DT

membantu

mengurut teman,

dan membagi

rokok dan makanan

kepada teman.

NMS Baik pak, misal kalo ada orang lewat,

gimana bapak memberi salam atau

menyapa orang tersebut?

DT Kalo ada petugas yang lewat saya sapa.

Kalo yang lain gada, kalo saya di sapa,

saya sapa balik.

Interpersonal

Behavior: DT

menyapa orang

yang di segani

seperti petugas, dan

tidak menyapa

orang lain kalau

tidak di sapa

duluan.

NMS Kalau di tempat tinggal dulu gimana pak?

DT Kalo dulu di luar sapa juga

NMS Baik pak, masalah tempat tinggal tadi pak.

Bapak dulu dimana tinggal?

DT Di mentawai

NMS Kampung kecilnya pak

DT Di Saumanganyak

NMS Disitu banyak gak anak anak main dulu

DT Iya banyak, di lingkungan banyak anak

anak yang main, Cucu, teman cucu

NMS Dekat gak bapak dengan anak anak

DT Dekat ya gk juga, kalo sama cucu dekat

NMS Lalu gimana bapak membujuk anak anak

supaya dekat dengan bapak

DT Gak, gada, kalau cucu, disuruh mandi dia

mandi, kalau minta jajan “kek minta jajan

seibu” ha dikasih kalo ada uang haha

NMS Ok pak, sekarang saya mau nanya

mengenai diri bapak, bisa gak bapak

menjelaskan tentamg diri bapak

DT Tentang diri aku? Bisa. Semenjak aku di

luar aku berladang terus. Bisa berkawan

dengan kawan. Berladang dengan

keluarga, kebersamaan kan. Kadang

pulang sore, mandi, masak, makan

bersama. Apa lagi?

NMS Ok baik bak, maksud saya disini bisa gak

bapak menjelaskan mengenai kelebihan

dan kekurangan bapak

DT Kelebihan, gada, kakurangan yang banyak

haha

NMS Kekurangan seperti apa pak

DT Kadang sambal gada kan kekurangan,

rokok gada haha

NMS Haha iya pak, itu kan kekurangan secara

materi kalo di diri bapak

DT Ya kalo sakit barobat kerumah sakit, ke

pesukesmas. Saya nih sering sakit, sejak

tahun 2013, ini kepala sakit terus, berobat

terus. Sampai disini aku berobat terus,

kayak terbakar di kepala.

NMS Udah lama banget ya pak, trus disini

obatnya apa pak?

DT Itu obatnya ada di kasih pak Ref. Ini

kepala sakit terus.

NMS Kalo kegiatan di dalam bapak gada pergi

berladang ke belakang

DT Gada

NMS Kenapa gak coba

DT Ya saya sakit terus

NMS Kan dengan kerja bisa keluar keringat jadi

tambah sehat daripada tidur terus di kamar,

mungkin bisa d coba pak

DT Ya di coba lah kalau bisa

NMS Baik pak, saat bersama istri dulu

bagaimana bapak menjalin hubungan intim

dengan istri

DT Dulu?

NMS Ya dulu sekarang mana bisa kan pak haha

DT Hahaha kalo dulu senang-senang aja

NMS Gada masalah ya pak

DT Iya gada masalah

NMS Gimana bapak mintaknya

DT Eeh? Minta sama istri.

Saat mau tidur pegang badanya trus

bilang “aku mau nih” gitu

Interpersonal

Behavior: DT tidak

memaksa

pasangannya saat

berhubungan

badan.

NMS Pernah nolak gak pak

DT Ndak!

Eeh.. pernah dia nolak.

Kalo nolak gak usah di paksa lagi

DT Baik pak, bapak tu merasa jadi panutan

gak bagi keluarga

NMS Iyalah

DT Dari mana bapak melihatnya

NMS Dari pemikiran sendiri

DT Melihat sama kawan juga.

Apa yang menurut orang baik kita buat

yang terbaik.

NMS Baik pak, apakah ketika keramaian bapak

merasa sepi.

Maksudnya saat sedang ramai bapak

merasa panik gak

DT Ya panik. Gak suka keramaian ya pak,

lebih suka sendiri. Saya lebih suka

sendiri, saat ramai itu pusing kepala

saya

Self related

Behavior: DT

tipikal orang yang

tidak menyukai

keramaian, di

keramain DT

merasakan pusing

di kepala.

NMS Apakah bapak merasa depresi gak pak,

stress atau panik gitu?

DT Gada stress, yang terlalu panik juga

gada

Self related

Behavior: DT tidak

ada mengalami

stress saat di dalam

penjara.

NMS Baik pak Jika saya menanyakan tentang

masa kecil bapak, apakah bapak masih

menginatnya gak?

DT Hahaha mana lah ingat

NMS Owh begitu.

Bapak dulu sekolah gak pak?

DT Owh, sekolah!

NMS Sampai mana pak?

DT Sampai SMP Interpersonal

Behavior: DT

bersekolah hanya

sampai SMP.

NMS Kalo masa SD masih ingat pak?

DT Iya masih lah haha

NMS Pernah gak bapak dulu waktu SD di buly

sama teman bapak?

DT Sama kawan kecil?

NMS Iya, sama kawan SD, SMP

DT Iya pernah

NMS Seperti apa itu pak?

DT Ehh.. maksudnya gimana?

NMS Di buly sperti apa bapak, atau di lecehkan

pernah gak bapak dulu?

DT Dak pernah aku di lecehkan.

Dulu baik-baik aja sama teman, dulu gada

leceh-lecehkan.

Apalagi kalo disini, kan senang-senang aja

sama teman.

NMS Maksudnya waktu kecil pak?

Dulu waktu kecil sering orang yang

lebih besar lecehkan-lecehkan kita. Kalo

kita gak mau di tamaparnya kita haha

Self related

Behavior: DT

pernah mengalami

pelecehan saat

masih kecil oleh

orang yang lebih

besar darinya.

NMS Baik pak, kalo disini aman-aman aja sama

teman ya

DT Iya disini aman

NMS Ok pak, ada gak prestasi bapak waktu

sekolah dulu?

DT Owh gada

NMS Juara kelas?

DT Juara enggak.

Dak da prestasi

NMS Kalo kegiatan di dalam sekarang gimana

pak, kan ada kegiatan mental rohani dan

kemandirian

DT Kegiatan gereja saya buat Iinterpersonal

Behavior: DT

membuat kegiatan

gereja di LAPAS

NMS Kegiatan seperti apa tu pak?

S Ya gitulah

NMS Owh.. ada gak kegiatan lomba-lombanya

pak?

DT Ada waktu 17 Agustus

NMS Pernah gak bapak menang lomba

DT Gak pernah menang lomba

NMS Baik pak, bagaimana bapak bertanggung

jawab dalam kehidpan sehari-hari?

DT Gak juga Self related

Behavior: DT

merasa tidak

bertanggung jawab

dalam kehidupan

sehari-hari.

NMS Baik pak, sekarang saya mau nanya

bagaimana bapak menerima otoritas dalam

kehidupan. Maksudnya mematuhi perintah

orang yang berkuasa di atas bapak?

DT Gak tau saya

NMS Ya kalo disini seperti petugas, atau dulu

kayak pemerintah, atau juga seperti orang

yang bapak segani lah.

DT Kalau di suruh kumpul sama petugas,

kami ngumpul, seperti kesisni, pake

masker kata petugas kami pake. Kalau

dulu patuh sama pemerintah

Interpersonal

Behavior: DT

menerima otoritas

dari petugas dan

pemerintah.

NMS Baik pak, selanjutnya bagaimana sikap

bapak saat mengerjakan tugas yang di

berikan kepada bapak?

DT Enggak ada menolak, kalo di suruh

menyapu saya sapu, di suruh mengepel

saya pel, gada tolak-tolak.

Task Related

Behavior: DT

mengerjakan tugas

yang di berikan

dengan baik.

NMS Ok baik pak, kayaknya hanya itu yang

ingin saya tanyakan kepada bapak,

terimakasih banyak pak atas waktunya

karena telah bersedia di wawancara.

DT Iya sama-sama

VERBATIM WAWANCARA

Interviewee : S

Tanggal Wawancara : 24 April 2021

Lokasi Wawancara : Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro

Sijunjung

Jenis wawancara : Semi Terstruktur

Sumber data : Primer

Nama Verbatim Analisis Gejala/

Coding

NMS Selamat pagi pak

S Pagi

NMS Bagaimana kabarnya pak?

S Baik pak

NMS Lancar puasanya pak?

S Alhamdulillah pak

NMS Alhamdulillah.

Jadi gini pak, saya mahasiswa Psikologi

Islam IAIN Batusangkar, saya ingin sedikit

berbincang-bincang atau wawancara

dengan bapak.

S Baik pak

NMS Ok pertama bisa gak bapak menjelaskan

tentang diri bapak?

S Tentang diri yang bagaimana pak?

NMS Contohnya seperti perkenalan diri dan

menjelaskan kelebihan serta kekurangan,

hobi, pekerjaan. Sperti itu kira kira pak

S Owh, iyo pak. Kalau pekerjaan saya mulai

pandai bausaho lah pak yo, karajo pai ka

urang, mamotong karet, ka sawah, dak

karajo baladang

NMS Baik pak

Ada gak kelebihan dan kekurangan bapak

S Eeeh, kekurangan saya banyak pak

Partamo, indak sekolah do pak

NMS Hmm berarti dari awal emang bapak gak

pernah sekolah ya pak?

S Ada dulu sekolah pak, ada sekolah satu,

dua tahun, sudah tu gak sekolah lagi

Interpersonal

Behavior: S hanya

bersekolah sampai

kelas satu SD.

NM Sekolah satu SD ya pak

S Iyo sekolah satu SD

NMS Maaf sebelumnya pak, kalau susah bahasa

indonesia, pakai bahasa minang gapapa

pak

S Wak tampek tingga jauh, kedalam rimbo

ten a

NMS Owh begitu ya pak, menurut bapak

suasana tempat tinggal di dalam

bagaimana pak?

S Suasana tampek tingga kalau di dalam

lumayan lah pak.

Environmental

Behavior: S menjaga

kebersihan

lingkungannya

dengan menyapu,

mengepel, dan

mencanut rumput. S

NMS Lumayan maksudnya pak?

S Yo lamak lah.

NMS Berarti bapak nyamanlah di dalam ya

S Iya nyaman

NMS Jadi bagaimana bapak menjaga kebersihan

di dalam? juga merasa nyaman

dengan lingkungan

tempat tinggalnya

S Kalau manjago kebersihan yo di

sapunyo pak, atau di semprot pakai

sabun, di lua mode tu lo pak, di sapu, di

cabuik rumpuik

NMS Owh berarti bapak sudah menjaga

kebersihan tempat tinggal bapak dengan

baik ya.

S Iya sudah lah pak

NMS Bagaimana bapak menghindari pemakaian

produk yang menyebabkan limbah, seperti

makanan kemasan, barang-barang yang

bebungkus plastik gitu pak.

S Ndak ado pak, kalo di siko wak balanjo

yo bali rokok e nyo pak.

Environmental

Behavior: untuk

menghindari

pemakaian barang

yang menghasilkan

limbah, S jarang

berebelanja,

adapaun itu, S hanya

membeli rokok dan

obat nyamuk. Kalau

untuk untuk

memebeli makanan,

S lebih memilih

untuk memasak

makanan sendiri.

NMS Kalau dulu gimana pak?

S Kalau dulu kok nak makan pak, wak

nanak nasi surang. Kok balanjo-balanjo

yo kurang pak, apolai makanan ringan t

pak, dak do wak bali-bali itu do. Kok

balanjo wak paling bali ubek nyamuak

untuk di ladang, tu lah nyo. Kok ado

sampah yo wak buang ka tampek

sampah pak, atau di kumpuan, sudah tu

di baka.

NMS Sampah seperti apa yang bapak buang itu?

S Yo sampah palastik, sarok-sarok pak.

NMS Ada gak bapak mendaur ulang sampah

untuk di gunakan, ya sekiranya

memanfaatkan barang yang jelek untuk di

gunakan gitu pak.

S Ndak ado pak. Kok dulu, barang yang

masih bisa di pakai yo wak pakai jo pak,

yo nampak lah buruak e, tapi kok elok

jo di pakai sayang di buang pak, yo wak

urang susah ko pak. Wak dak do bali

barang-barang ancak tu do pak,

saumpamonyo masih elok di pakai tu

wak pakai, kalau indak baru buang pak.

Environmental

Behavior: S tidak

ada mendaur ulang

sampah, namun S

masih memakai

barang yang terlihat

jelek dari pada di

buang.

NMS Baik pak, bagaimana hubungan bapak

dengan orang di lingkungan tempat tinggal

bapak?

S Elok-elok jo nyo pak. Iterpesonal

Behavior: S memilki

hubungan yang baik

dengan orang di

lingkungan tempat

tinggalnya.

NMS Apakah gada orang yang ga suka kepada

bapak?

S Gada pak, aman-aman aja

NMS Berarti bapak cocok di dalam ya

S Iyo lai cocok pak

NMS Cocok bana ko dak pak!

S Hahaha, eeh kok cocok bana indak lo lah

pak, masih ado pangana untuk pulang haha

NMS Haha baru masuk pak aa!

S Eeh dak baru do pak

NMS Lebih kurang lah 3 tahun

S Lah lamo jo yo pak.

NMS Kalau hubungan di lingkungan tempat

tinggal dulu gimana pak?

S Kok dulu aman pak, tapi awak dari

ketek acok ka ladang jo ibu bapak. Dari

ladang ka tampek kawan tu jauah pak,

yoo jarang wak kumpua jo kawan-

kawannyo pak.

NMS Pernah bapak merasa di abaikan oleh orang

di dalam?

S Enggak pernah pak

NMS Berarti bapak merasa di dukung oleh

lingkungan bapak ya

S Iyo pak

NMS Kalau ada kecelakaan di depan mata

bapak, apa yang bapak lakukan?

S Kok ado urang kecelakaan pak, pasti

wak tolong. Agiah ubek, samo-samo

baok ka rumah sakik. Kalau di siko

ndak ado kecelakaan pak, paliang mode

tajatuah, tapeleset, itunyo pak

Environmental

Behavior: S

menolong orang

yang mengalami

kecelakaan dengan

memberi obat dan

membawawnya ke

rumah sakit.

NMS Owh, kan lai ndak pak galakan lo kalau

tapeleset dak haha

S Haha indak lah pak

NMS Ok baik pak, kalau hubungan bapak

dengan keluarga bapak gimana?

S Kok kini ndak tau pak, baiak mati,

sakik, di lua kini dak tau pak. Jo istri

lah lamo bacarai, alah 10 taun.

Iterpesonal

Behavior: S

memiliki hubungan

yang buruk dengan NMS Seorang pun gada pak?

S Dak ada pak keluarga.

NMS Bagaimana dengan anak pak?

S Kok anak ado, tapi hubungan jo anak

ndak ado

NMS Selama tiga tahun ini ya pak, kalo awal-

awal masuk dulu gimana pak?

S Awal-awal lai kamarinyo, anak-anak tu,

baik kamanakan lai kamarinyo

NMS Owh gitu pak, isteri ada berapa pak?

S Bini sorangnyo, anak sado baranam tapi

berdua meninggal, tinggal berempat lai

nyo pak

NMS Bagaiaman dengan cucu bapak

S Cucu sekitar balimo uranglah sado e pak

NMS Banyak jo cucu pak ye

S Iyo pak

NMS Sebanyak tu dak do yang peduli samo apak

do

S Indak pak

Lah labiah duo tahun dak do nan tibo

kamari

Yo samo-samo kawan di dalam ko nyo lai

pak

Kok marokok di kasih kawan

NMS Hmm kok taragak mintak ka kawan yo pak

S Eeh kalo mintak dak muah wk do pak

NMS Eeh, dak nio pak tu

S Indak pak.

Kok lai di kasih dk kawan lai wk tarimo

pak kok indak wk dak amuah mintak pak

NMS Baa kok dak amauah mintak apak

S Kok di indak an dek kawan sakik hati wak

dek e pak

NMS Haa iyo pak, tapakso tatahan marokok dek

e dak

S Haha yo ka baa lai pak, piti ndak ado

NMS Dak do pak saraso di pabudak di dalam?

S Dak ado pak

NMS Kalo kawan-kawan yang lain?

S Dak do pak

NMS Berarti aman ya pak

S Aman pak

NMS Kalau hubungan bapak jo bini baa pak?

S Kalo jo bini lah lamo carai pak, lah 10

tahun labiah

NMS Semenjak tu dak do babini lai pak?

S Dk do pak

NMS Apo yang mambuaek apak bacarai jo bini

pak tu

S Yo dek bansaik iduiknyo pak

NMS Pak nikah lah bara lamo

S Sekitar 30 tahun ko lah pak

NMS Berarti lah lamo pak dak merasokan

hubungan intim jo padusi

S Iyo lah lamo pak

NMS Kalau dulu ingin basatubuah jo bini pak

baa

S Kalo itu biasa pak, cuma pas lah mandakek

ka carai tu dak amuah e lai pak

NMS Baik pak, jadi pak merasa keluarga bapak

dak memperhatikan bapak do yo

S Tu lai indak ado pak

NMS Baik pak, dulu waktu di luar bapak

memiliki kawan dekat gak

S Kawan dakek banyak pak

Katiko di rumah lai banyak pak, katiko di

kadai, main karumah kawan.

NMS Kalo disiko baa pak?

S Klo disiko main ka kamar kawan sarik nyo

pak, wak di kamar wak jo nyo

NMS Berarti bapak lebih suka menyendiri ya

pak

S Pas surang wak suko menyendiri, pas

rami suko lo

Self Realated

Behavior: S

menyukai keramaian

dan kesendirian.

NMS Kalau seperti itu gimana cara bapak

menarik perharian orang untuk dapat

pengakuan gitu pak?

S Eeh wak dak ado cari-cari paratian ka

urang do pak, wak dulu sibuk karajo di

ladang pak

Iterpesonal

Behavior: S tidak

ada mencari

perhatian orang

untuk mendapat

penagkuan lantaran

sibuk ke ladang.

NMS Terus kalau seperti cara memberi salam ke

orang apa yang bapak lakukan?

S Berjabat tangan pak, manyapo Iterpesonal

Behavior: S

memberi salam dan

menyapa dan

berjabat tangan.

NMS Seperti apa tu pak?

S Yo kalau ado petugas lewat tu wak sapo

pak. Kok dulu sobok jo kawan, basalaman

NMS Kalau kayak membangun percakapan tu

baa pak?

S Apo pak?

NMS Seperti memulai pembicaraan samo urang,

apo yang apak lakukan?

S Yo batanyo-tanyo pak, kayak mananyo

kaba kalau lamo dak basobok pak. Yo

kayak gitu lah

Iterpesonal

Behavior: S

memulai percakapan

dengan memulai

bertanya duluan,

seperti menanyakan

kabar.

NMS Hmm.. lai ado apak bantu-bantu kawan di

dalam?

S Kok ado kawan mintak tolong wak

tolong pak, kalau ado okok balabiah

wak agiah, yo saliang mangarati ajo di

dalam ko pak. Cuman wak yo dak nio

mamintak do pak, kok di agiah wak

tarimo

Iterpesonal

Behavior: S

membantu teman

yang memerlukan

bantuan.

NMS Owh, lalu bagaimana bapak mengatsi

konflik atau permaslahan yang ado pada

diri bapak?

S Wak dari dulu kok ado masalah, Iterpesonal

salasaian caro damai nyo pak Behavior: S

mengatasi masalah

dengan cara damai.

NMS Iya iya pak, kalo dulu berarti bapak kan lai

pernah main jo cucu cucu

S Lai lah pak

Cucu nan ketek kini umua 3, 4 tahunan lah

pak

NMS Owh, kalo anak-anak ketek banyak dak di

situ dulu pak?

S Banyak dak lo lah pak

Sekitar agak 5 atau 6 urang lah pak

NMS Owh itu cucu pak

S Kok baik nyo ka wak tu lah cucu dek wak

dak pak

Tapi dak sasuku lo do

Kalo cucu wak ketek-ketek baru pak

NMS Berarti acok jo apak dulu main jo anak

anak ketek yo

S Lai pak

NMS Baa pak mambujuak nyo

S Dk ado wk mambujuak do pak

Dek lah cucu jo e dek wk, acoknyo main

ka pondok

Kok mambujuak dak do pak, deknyo ka

mambiak aia pai e ka pondok, “salang

sabun yek, salang anduak yek", wk suruh

jo ambiak pak

NMS Berarti baa raso hati apak katiko mancaliak

anak-anak bamain

S Raso hati wk dk do do pak

NMS Dak do raso sanang e pak?

S Dak do pak

NMS Kok nyo ganggu pak biaso-biaso jo nyo?

S Kok nyo ganggu paliang nyo ka pai ka

tang aia, buliah kato dak bakainnyo pak,

baanduak jo e nyo. Wak masih tidua pagi-

pagi tu, kiro kiro jam limo lah

Kok mintak sabun kok mintak anduk nyo

gacak gacak wk pak, itu nyo

NMS Hmm baik pak, kini wk nio nanyo yang

lain lai pak, pak umuah pak bara pak?

S Klo di KK 62, tapi kalau manuruik lahia

65 pak

NMS Menurut apak, hubungan intim di maso tuo

tu baa?

S Biaso-biaso se nyo pak Interpersonal

Behavior: perceraian

dengan pasangan

membuat S tidak

dapat merasakan

lagi hubungan

seksual.

NMS Dak do gai dek lah tuo ko bini manolak

S Lah lamo lo indak, awak carai masih

mudo jo bini wk nyo pak.

NMS Kalo dulu hubungan apak j anak-anak baa?

S Baiknyo pak

NMS Lai nyo haragoi apak sebagai urang tuo?

S Lai lah pak

NMS Jadi panutan lah pak dulu yo

S Iyo pak

NMS Apakah bapak memikirkan konsekuensi

atau akibat dari apa yang bapak lakukan?

S Ndak pak Self Realated

Behavior: S tidak

memikirkan

konsekuensi dari apa

yang di lakukannya.

NMS Bagaimana bapak berperilaku positif kepda

orang lain, seprti memuji orang atau

mengahrgai orang?

S Ndak ado pak Iterpesonal

Behavior: S tidak

ada berperilaku

positif kepada orang

lain.

NMS Baik pak, apakah bapak merasa

bertanggung jawab dalam kehidupan

sehari-hari?

S Ndak pak, sholat jarang, mengaji ndak

bisa. Samanjak di dalam ko lah awak

mulai sholat pak, dulu pas di lua ndak

ado pak

Self Realated

Behavior: S tidak

merasa bertanggung

jawab dalam

kehidupan sehari-

hari.

NMS Baik pak, kalau ada masalah ado dak,

tempek mangadu apak?

S Kalau masalah di lua tu ado pak, tampek

mangadu yo ka pangulu suku awak pak, ka

mak rumah di kampung awak

NMS Kok jo kawan dk do yo pak?

S Indak ado pak Iterpesonal

Behavior: S tidak

memilki teman

untuk berbagi cerita

akan permaslahanya.

NMS Kok kawan di dalam baa pak

S Dak lo do pak

NMS Tu dak do pak bacarito-carito jo kawan di

dalam do

S Kok di tanyo dk kawan “baa anak lai

kamari e nyo” kok kini tu ndak do do nyo

den, itu jo jowek e dek den nyo pak

NMS Pak asli urang ma pak?

S Koto baru Mundam

NMS Kok minjam-barang barang kawan dak lo

pernah pak?

S Lai

NMS Kalo bapak meminjam barang teman,

bagaimana bapak menjaga barang

tersebut?

S Kalau maminjam barang teman,

pastinyo wak jago elok-elok pak, yo

pasti e di baliakan dk pak, dak lamak lo

wak pinjam barang urang lamo-lamo

pak

Self Realated

Behavior: S menjaga

barang orang yang

di pinjamnya dengan

baik.

NMS Baik pak, baa sih apak manarimo otoritas

dalam kehidupan sehari-hari, maksudnyo

kayak menerima perintah dari atasan,

urang yang lebih berkuaso lah dari apak

gitu, kayak pemerintah, pak wali, atau yag

lain e pak?

S Lai tarimo pak Interpersonal

Behavior: S bisa

menerima otoritas.

NMS Bagaimana sikap terhadap tugas yang di

berikan kepada bapak?

S Dikarajoan pak, kami di dalam saling

bantu membantu

Task Realated

Behavior: S

mengerjakan tugas

dan bekerja sama

dalam mengerjakan

tugas

NMS Ado dak apak mengikuti kegiatan mental

rohani dan kemandirian di dalam?

S Dak do pak Interpersonal

Behavior:

Spiritualitas S

sangat kurang

terlihat dari S yang

tidak bisa mengaji

dan sholat.

NMS Baa tu pak?

S Yo disiko lai ado mangaji-ngaji hari

jumak, sabalun urang jumak e!

NMS Tu dak ikuik pak?

S Wak mangaji dak pandai pak.

Sumbayang indak lo.

NMS Tu salamo di siko dk do sambayang-

sembayang?

S Lai pak, samanjak di siko nye.

NMS Alhamdulillah la pak.

Ok pak, kalo waktu ketek pernah dak pak

di lecehkan?

S Ndak ado pak, kok bacakak jo kawan ado

pak

Self Realated

Behavior: S tidak

pernah mengalami

pelecehan saat kecil.

NMS Selamo di panjaro ko ado dak apak meraso

depresi atau stres, kayak panik gitu pak?

S Owh ndak ado pak Self Realated

Behavior: S tidak

merasakan stres atau

depresi selama

berada dalam

penjara.

NMS Baik pak, mungkin itu aja dulu ya pak

S Iyo pak makasih pak

NMS Iyo samo samo pak, maskih lo pak

S Iyo samo samo

VERBATIM WAWANCARA

Interviewee : S

Tanggal Wawancara : 24 April 2021

Lokasi Wawancara : Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro

Sijunjung

Jenis wawancara : Semi Terstruktur

Sumber data : Primer

Nama Verbatim Analisis Gejala/

Coding

NMS Selamat pagi pak

S Pagi

NMS Bagaimana kabarnya pak?

S Baik pak

NMS Lancar puasanya pak?

S Alhamdulillah pak

NMS Alhamdulillah.

Jadi gini pak, saya mahasiswa Psikologi

Islam IAIN Batusangkar, saya ingin sedikit

berbincang-bincang atau wawancara

dengan bapak.

S Baik pak

NMS Ok pertama bisa gak bapak menjelaskan

tentang diri bapak?

S Tentang diri yang bagaimana pak?

NMS Contohnya seperti perkenalan diri dan

menjelaskan kelebihan serta kekurangan,

hobi, pekerjaan. Sperti itu kira kira pak

S Owh, iyo pak. Kalau pekerjaan saya mulai

pandai bausaho lah pak yo, karajo pai ka

urang, mamotong karet, ka sawah, dak

karajo baladang

NMS Baik pak

Ada gak kelebihan dan kekurangan bapak

S Eeeh, kekurangan saya banyak pak

Partamo, indak sekolah do pak

NMS Hmm berarti dari awal emang bapak gak

pernah sekolah ya pak?

S Ada dulu sekolah pak, ada sekolah satu,

dua tahun, sudah tu gak sekolah lagi

Interpersonal

Behavior: S hanya

bersekolah sampai

kelas satu SD.

NM Sekolah satu SD ya pak

S Iyo sekolah satu SD

NMS Maaf sebelumnya pak, kalau susah bahasa

indonesia, pakai bahasa minang gapapa

pak

S Wak tampek tingga jauh, kedalam rimbo

ten a

NMS Owh begitu ya pak, menurut bapak

suasana tempat tinggal di dalam

bagaimana pak?

S Suasana tampek tingga kalau di dalam

lumayan lah pak.

Environmental

Behavior: S menjaga

kebersihan

lingkungannya

dengan menyapu,

mengepel, dan

mencanut rumput. S

NMS Lumayan maksudnya pak?

S Yo lamak lah.

NMS Berarti bapak nyamanlah di dalam ya

S Iya nyaman

NMS Jadi bagaimana bapak menjaga kebersihan

di dalam? juga merasa nyaman

dengan lingkungan

tempat tinggalnya

S Kalau manjago kebersihan yo di

sapunyo pak, atau di semprot pakai

sabun, di lua mode tu lo pak, di sapu, di

cabuik rumpuik

NMS Owh berarti bapak sudah menjaga

kebersihan tempat tinggal bapak dengan

baik ya.

S Iya sudah lah pak

NMS Bagaimana bapak menghindari pemakaian

produk yang menyebabkan limbah, seperti

makanan kemasan, barang-barang yang

bebungkus plastik gitu pak.

S Ndak ado pak, kalo di siko wak balanjo

yo bali rokok e nyo pak.

Environmental

Behavior: untuk

menghindari

pemakaian barang

yang menghasilkan

limbah, S jarang

berebelanja,

adapaun itu, S hanya

membeli rokok dan

obat nyamuk. Kalau

untuk untuk

memebeli makanan,

S lebih memilih

untuk memasak

makanan sendiri.

NMS Kalau dulu gimana pak?

S Kalau dulu kok nak makan pak, wak

nanak nasi surang. Kok balanjo-balanjo

yo kurang pak, apolai makanan ringan t

pak, dak do wak bali-bali itu do. Kok

balanjo wak paling bali ubek nyamuak

untuk di ladang, tu lah nyo. Kok ado

sampah yo wak buang ka tampek

sampah pak, atau di kumpuan, sudah tu

di baka.

NMS Sampah seperti apa yang bapak buang itu?

S Yo sampah palastik, sarok-sarok pak.

NMS Ada gak bapak mendaur ulang sampah

untuk di gunakan, ya sekiranya

memanfaatkan barang yang jelek untuk di

gunakan gitu pak.

S Ndak ado pak. Kok dulu, barang yang

masih bisa di pakai yo wak pakai jo pak,

yo nampak lah buruak e, tapi kok elok

jo di pakai sayang di buang pak, yo wak

urang susah ko pak. Wak dak do bali

barang-barang ancak tu do pak,

saumpamonyo masih elok di pakai tu

wak pakai, kalau indak baru buang pak.

Environmental

Behavior: S tidak

ada mendaur ulang

sampah, namun S

masih memakai

barang yang terlihat

jelek dari pada di

buang.

NMS Baik pak, bagaimana hubungan bapak

dengan orang di lingkungan tempat tinggal

bapak?

S Elok-elok jo nyo pak. Iterpesonal

Behavior: S memilki

hubungan yang baik

dengan orang di

lingkungan tempat

tinggalnya.

NMS Apakah gada orang yang ga suka kepada

bapak?

S Gada pak, aman-aman aja

NMS Berarti bapak cocok di dalam ya

S Iyo lai cocok pak

NMS Cocok bana ko dak pak!

S Hahaha, eeh kok cocok bana indak lo lah

pak, masih ado pangana untuk pulang haha

NMS Haha baru masuk pak aa!

S Eeh dak baru do pak

NMS Lebih kurang lah 3 tahun

S Lah lamo jo yo pak.

NMS Kalau hubungan di lingkungan tempat

tinggal dulu gimana pak?

S Kok dulu aman pak, tapi awak dari

ketek acok ka ladang jo ibu bapak. Dari

ladang ka tampek kawan tu jauah pak,

yoo jarang wak kumpua jo kawan-

kawannyo pak.

NMS Pernah bapak merasa di abaikan oleh orang

di dalam?

S Enggak pernah pak

NMS Berarti bapak merasa di dukung oleh

lingkungan bapak ya

S Iyo pak

NMS Kalau ada kecelakaan di depan mata

bapak, apa yang bapak lakukan?

S Kok ado urang kecelakaan pak, pasti

wak tolong. Agiah ubek, samo-samo

baok ka rumah sakik. Kalau di siko

ndak ado kecelakaan pak, paliang mode

tajatuah, tapeleset, itunyo pak

Environmental

Behavior: S

menolong orang

yang mengalami

kecelakaan dengan

memberi obat dan

membawawnya ke

rumah sakit.

NMS Owh, kan lai ndak pak galakan lo kalau

tapeleset dak haha

S Haha indak lah pak

NMS Ok baik pak, kalau hubungan bapak

dengan keluarga bapak gimana?

S Kok kini ndak tau pak, baiak mati,

sakik, di lua kini dak tau pak. Jo istri

lah lamo bacarai, alah 10 taun.

Iterpesonal

Behavior: S

memiliki hubungan

yang buruk dengan NMS Seorang pun gada pak?

S Dak ada pak keluarga.

NMS Bagaimana dengan anak pak?

S Kok anak ado, tapi hubungan jo anak

ndak ado

NMS Selama tiga tahun ini ya pak, kalo awal-

awal masuk dulu gimana pak?

S Awal-awal lai kamarinyo, anak-anak tu,

baik kamanakan lai kamarinyo

NMS Owh gitu pak, isteri ada berapa pak?

S Bini sorangnyo, anak sado baranam tapi

berdua meninggal, tinggal berempat lai

nyo pak

NMS Bagaiaman dengan cucu bapak

S Cucu sekitar balimo uranglah sado e pak

NMS Banyak jo cucu pak ye

S Iyo pak

NMS Sebanyak tu dak do yang peduli samo apak

do

S Indak pak

Lah labiah duo tahun dak do nan tibo

kamari

Yo samo-samo kawan di dalam ko nyo lai

pak

Kok marokok di kasih kawan

NMS Hmm kok taragak mintak ka kawan yo pak

S Eeh kalo mintak dak muah wk do pak

NMS Eeh, dak nio pak tu

S Indak pak.

Kok lai di kasih dk kawan lai wk tarimo

pak kok indak wk dak amuah mintak pak

NMS Baa kok dak amauah mintak apak

S Kok di indak an dek kawan sakik hati wak

dek e pak

NMS Haa iyo pak, tapakso tatahan marokok dek

e dak

S Haha yo ka baa lai pak, piti ndak ado

NMS Dak do pak saraso di pabudak di dalam?

S Dak ado pak

NMS Kalo kawan-kawan yang lain?

S Dak do pak

NMS Berarti aman ya pak

S Aman pak

NMS Kalau hubungan bapak jo bini baa pak?

S Kalo jo bini lah lamo carai pak, lah 10

tahun labiah

NMS Semenjak tu dak do babini lai pak?

S Dk do pak

NMS Apo yang mambuaek apak bacarai jo bini

pak tu

S Yo dek bansaik iduiknyo pak

NMS Pak nikah lah bara lamo

S Sekitar 30 tahun ko lah pak

NMS Berarti lah lamo pak dak merasokan

hubungan intim jo padusi

S Iyo lah lamo pak

NMS Kalau dulu ingin basatubuah jo bini pak

baa

S Kalo itu biasa pak, cuma pas lah mandakek

ka carai tu dak amuah e lai pak

NMS Baik pak, jadi pak merasa keluarga bapak

dak memperhatikan bapak do yo

S Tu lai indak ado pak

NMS Baik pak, dulu waktu di luar bapak

memiliki kawan dekat gak

S Kawan dakek banyak pak

Katiko di rumah lai banyak pak, katiko di

kadai, main karumah kawan.

NMS Kalo disiko baa pak?

S Klo disiko main ka kamar kawan sarik nyo

pak, wak di kamar wak jo nyo

NMS Berarti bapak lebih suka menyendiri ya

pak

S Pas surang wak suko menyendiri, pas

rami suko lo

Self Realated

Behavior: S

menyukai keramaian

dan kesendirian.

NMS Kalau seperti itu gimana cara bapak

menarik perharian orang untuk dapat

pengakuan gitu pak?

S Eeh wak dak ado cari-cari paratian ka

urang do pak, wak dulu sibuk karajo di

ladang pak

Iterpesonal

Behavior: S tidak

ada mencari

perhatian orang

untuk mendapat

penagkuan lantaran

sibuk ke ladang.

NMS Terus kalau seperti cara memberi salam ke

orang apa yang bapak lakukan?

S Berjabat tangan pak, manyapo Iterpesonal

Behavior: S

memberi salam dan

menyapa dan

berjabat tangan.

NMS Seperti apa tu pak?

S Yo kalau ado petugas lewat tu wak sapo

pak. Kok dulu sobok jo kawan, basalaman

NMS Kalau kayak membangun percakapan tu

baa pak?

S Apo pak?

NMS Seperti memulai pembicaraan samo urang,

apo yang apak lakukan?

S Yo batanyo-tanyo pak, kayak mananyo

kaba kalau lamo dak basobok pak. Yo

kayak gitu lah

Iterpesonal

Behavior: S

memulai percakapan

dengan memulai

bertanya duluan,

seperti menanyakan

kabar.

NMS Hmm.. lai ado apak bantu-bantu kawan di

dalam?

S Kok ado kawan mintak tolong wak

tolong pak, kalau ado okok balabiah

wak agiah, yo saliang mangarati ajo di

dalam ko pak. Cuman wak yo dak nio

mamintak do pak, kok di agiah wak

tarimo

Iterpesonal

Behavior: S

membantu teman

yang memerlukan

bantuan.

NMS Owh, lalu bagaimana bapak mengatsi

konflik atau permaslahan yang ado pada

diri bapak?

S Wak dari dulu kok ado masalah, Iterpesonal

salasaian caro damai nyo pak Behavior: S

mengatasi masalah

dengan cara damai.

NMS Iya iya pak, kalo dulu berarti bapak kan lai

pernah main jo cucu cucu

S Lai lah pak

Cucu nan ketek kini umua 3, 4 tahunan lah

pak

NMS Owh, kalo anak-anak ketek banyak dak di

situ dulu pak?

S Banyak dak lo lah pak

Sekitar agak 5 atau 6 urang lah pak

NMS Owh itu cucu pak

S Kok baik nyo ka wak tu lah cucu dek wak

dak pak

Tapi dak sasuku lo do

Kalo cucu wak ketek-ketek baru pak

NMS Berarti acok jo apak dulu main jo anak

anak ketek yo

S Lai pak

NMS Baa pak mambujuak nyo

S Dk ado wk mambujuak do pak

Dek lah cucu jo e dek wk, acoknyo main

ka pondok

Kok mambujuak dak do pak, deknyo ka

mambiak aia pai e ka pondok, “salang

sabun yek, salang anduak yek", wk suruh

jo ambiak pak

NMS Berarti baa raso hati apak katiko mancaliak

anak-anak bamain

S Raso hati wk dk do do pak

NMS Dak do raso sanang e pak?

S Dak do pak

NMS Kok nyo ganggu pak biaso-biaso jo nyo?

S Kok nyo ganggu paliang nyo ka pai ka

tang aia, buliah kato dak bakainnyo pak,

baanduak jo e nyo. Wak masih tidua pagi-

pagi tu, kiro kiro jam limo lah

Kok mintak sabun kok mintak anduk nyo

gacak gacak wk pak, itu nyo

NMS Hmm baik pak, kini wk nio nanyo yang

lain lai pak, pak umuah pak bara pak?

S Klo di KK 62, tapi kalau manuruik lahia

65 pak

NMS Menurut apak, hubungan intim di maso tuo

tu baa?

S Biaso-biaso se nyo pak Interpersonal

Behavior: perceraian

dengan pasangan

membuat S tidak

dapat merasakan

lagi hubungan

seksual.

NMS Dak do gai dek lah tuo ko bini manolak

S Lah lamo lo indak, awak carai masih

mudo jo bini wk nyo pak.

NMS Kalo dulu hubungan apak j anak-anak baa?

S Baiknyo pak

NMS Lai nyo haragoi apak sebagai urang tuo?

S Lai lah pak

NMS Jadi panutan lah pak dulu yo

S Iyo pak

NMS Apakah bapak memikirkan konsekuensi

atau akibat dari apa yang bapak lakukan?

S Ndak pak Self Realated

Behavior: S tidak

memikirkan

konsekuensi dari apa

yang di lakukannya.

NMS Bagaimana bapak berperilaku positif kepda

orang lain, seprti memuji orang atau

mengahrgai orang?

S Ndak ado pak Iterpesonal

Behavior: S tidak

ada berperilaku

positif kepada orang

lain.

NMS Baik pak, apakah bapak merasa

bertanggung jawab dalam kehidupan

sehari-hari?

S Ndak pak, sholat jarang, mengaji ndak

bisa. Samanjak di dalam ko lah awak

mulai sholat pak, dulu pas di lua ndak

ado pak

Self Realated

Behavior: S tidak

merasa bertanggung

jawab dalam

kehidupan sehari-

hari.

NMS Baik pak, kalau ada masalah ado dak,

tempek mangadu apak?

S Kalau masalah di lua tu ado pak, tampek

mangadu yo ka pangulu suku awak pak, ka

mak rumah di kampung awak

NMS Kok jo kawan dk do yo pak?

S Indak ado pak Iterpesonal

Behavior: S tidak

memilki teman

untuk berbagi cerita

akan permaslahanya.

NMS Kok kawan di dalam baa pak

S Dak lo do pak

NMS Tu dak do pak bacarito-carito jo kawan di

dalam do

S Kok di tanyo dk kawan “baa anak lai

kamari e nyo” kok kini tu ndak do do nyo

den, itu jo jowek e dek den nyo pak

NMS Pak asli urang ma pak?

S Koto baru Mundam

NMS Kok minjam-barang barang kawan dak lo

pernah pak?

S Lai

NMS Kalo bapak meminjam barang teman,

bagaimana bapak menjaga barang

tersebut?

S Kalau maminjam barang teman,

pastinyo wak jago elok-elok pak, yo

pasti e di baliakan dk pak, dak lamak lo

wak pinjam barang urang lamo-lamo

pak

Self Realated

Behavior: S menjaga

barang orang yang

di pinjamnya dengan

baik.

NMS Baik pak, baa sih apak manarimo otoritas

dalam kehidupan sehari-hari, maksudnyo

kayak menerima perintah dari atasan,

urang yang lebih berkuaso lah dari apak

gitu, kayak pemerintah, pak wali, atau yag

lain e pak?

S Lai tarimo pak Interpersonal

Behavior: S bisa

menerima otoritas.

NMS Bagaimana sikap terhadap tugas yang di

berikan kepada bapak?

S Dikarajoan pak, kami di dalam saling

bantu membantu

Task Realated

Behavior: S

mengerjakan tugas

dan bekerja sama

dalam mengerjakan

tugas

NMS Ado dak apak mengikuti kegiatan mental

rohani dan kemandirian di dalam?

S Dak do pak Interpersonal

Behavior:

Spiritualitas S

sangat kurang

terlihat dari S yang

tidak bisa mengaji

dan sholat.

NMS Baa tu pak?

S Yo disiko lai ado mangaji-ngaji hari

jumak, sabalun urang jumak e!

NMS Tu dak ikuik pak?

S Wak mangaji dak pandai pak.

Sumbayang indak lo.

NMS Tu salamo di siko dk do sambayang-

sembayang?

S Lai pak, samanjak di siko nye.

NMS Alhamdulillah la pak.

Ok pak, kalo waktu ketek pernah dak pak

di lecehkan?

S Ndak ado pak, kok bacakak jo kawan ado

pak

Self Realated

Behavior: S tidak

pernah mengalami

pelecehan saat kecil.

NMS Selamo di panjaro ko ado dak apak meraso

depresi atau stres, kayak panik gitu pak?

S Owh ndak ado pak Self Realated

Behavior: S tidak

merasakan stres atau

depresi selama

berada dalam

penjara.

NMS Baik pak, mungkin itu aja dulu ya pak

S Iyo pak makasih pak

NMS Iyo samo samo pak, maskih lo pak

S Iyo samo samo

VERBATIM WAWANCARA

Interviewee : J (RUPAM)

Tanggal Wawancara : 26 April 2021

Lokasi Wawancara : Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro

Sijunjung

Jenis wawancara : Semi Terstruktur

Sumber Data : Skunder

Nama Verbatim Analisis Gejala/

Coding

NMS Permisi bang!

J Eh iya ada apa ki

NMS Sibuk bang?

J Ya beginilah kerja di penjara, ada apa?

NMS Maaf ganggu waktu abang sebentar ya!

J Iya gapapa

NMS Jadi gini bang, Uki mau tanya-tanya dikit

sama bang tentang bapak DT, S, dan AS ini.

Kebetulan mereka sekamar jadi Uki tanya

sama bang sekaligus.

J Iya ki

NMS Bagaimana suasana dan upaya menjaga

lingkungan tempat tinggal bapak-bapak ini

bang?

J Lingkungan tempat tinggal mereka ya

seperti itulah, namnya juga penjara.

Environtal Behavior:

Narapidana lansia

sering bersih-bersih di NMS Ooh gitu bang

J Mereka sering bersih-bersih di kamar, di

halaman juga seperti menyapu, mencabut

rumput.

kamar dan di halaman

tempat tinggal

mereka.

NMS Begitu ya bang. Kalau mngehindari

pemakaian barang yang menyebabkan limbah

bagaimana bang?

J Maksudnya ki?

NMS Kata bapak-bapak tu kan, mereka jarang

berbelanja, jadi gada memakai barang yang

menghasilkan limbah sampah, apa iya bang?

J Ya untuk bapak-bapak tu memang jarang

belanja, apalagi semenjak Covid 19 ini

tidak di perbolehkan berkunjung secara

langsung, sepertinya jarang juga mendapat

kiriman makanan dan uang. Kalau untuk

menghindari limbah, di sini sampah dari

masing-masing kamar bisa kita liat sendiri,

di sediakan tempat sampah. Apabila

sampah sudah penuh nanti di antar ke

belakang, tempat pembuangan sampah

dan setelah itu di bakar.

Environtal Behavior:

Narapidana lansia

membakar sampah

yang terkumpul.

NMS Hmm, baik bang. Apakah bapak-bapak ini,

sulit di atur bang?

J Mereka yang tua ini aman-aman saja, lebih

mudah di atur di banding napi yang muda

Interpersonal

Behavior:

Narapidana lansia,

lebih mudah di atur di

banding yang muda.

NMS Ooh. Kalau ada masalah di dalam, gimana

cara bapak-bapak ni mengatasinya bang?

J Ya bapak DT, S, dan AS ini tidak ada

berbuat masalah, sejauh ini mereka aman-

aman saja di dalam.

Interpersonal

Behavior: Narapidana

lansia tidak ada

berbuat masalah.

NMS Kalau napi yang lain gimana bang?

J Kalo sekarang gada ki. Dulu sering mereka

buat maslah di dalam

NMS Owh gitu ya bang. Ok bang. Kata bapak-

bapak ni kemaren mereka ada menyapa-nyapa

petugas ya bang?

J Ya, narapidana di sini kalau ada petugas

atau pegawai lainya mereka pasti menyapa

Interpersonal

Behavior: narapidana

lansia jika ada

petugas pasti

menyapa

NMS Kalo hubungan bapak-bapak ini dengan napi

yang lain gimana bang?

J Kalo yang tua-tua itu di dalam aman-aman

saja, tidak ada berbuat masalah.

Interpersonal

Behavior: DT dan S

kurang berbaur

dengan napi-napi

yang lain. AS sering

menonton TV di luar

NMS Kalau bergaul dengan yang lain gimana bang?

sama teman-taman

napi yang lain.

J Dari mereka bertiga, yang abang

perhatikan, bapak DT dan S kurang

berbaur dengan napi-napi yang lain,

mereka lebih sering menghabiskan waktu

di dalam kamar mereka. Kalo bapak AS

yang nampak sama abang, ia sering

menonton TV di luar sama teman-taman

napi yang lain.

NMS Lebih suka menyendiri ya bang?

J Iya ki, bapak DT dan S ini memang lebih

sering di kamar, kalau bapak AS iya sering

kumpul-kumpul kelihatan sama bang

Self Related

Behavior: DT dan S

lebih sering di kamar.

AS sering kumpul-

kumpul dengan

teman.

NMS Hmm.. baik bang, kalau ada tugas, bagaimana

bapak-bapak ini mengerjakannya bang?

Task Related

Behavior: Narapidana

lansia mengerjakan

tugas yang di berikan.

J Ya sama seperti yang tadi juga, kalau yang

tua-tua itu mereka selalu mengerjakan

tugas yang di berikan, mereka lebih mudah

di atur dari pada napi yang muda-muda.

Kalo bapak DT, S, dan AS ini mereka

hanya di bagian dalam, tidak ada kebagian

untuk kegiatan berladang di belakang.

Jadi kalo untuk kebersihan di dalam

mereka melakukannya dengan baik.

NMS Hmm.. mungkin kayak gitu aja dulu bang.

Terimakasih banyak ya bang.

Sekali lagi maaf udah ganggu waktu bang

kerja.

J Iya ki gapapa