SOCIAL SKILL PELAKU PEDOFILIA (STUDI ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
Transcript of SOCIAL SKILL PELAKU PEDOFILIA (STUDI ...
SOCIAL SKILL PELAKU PEDOFILIA
(STUDI FENOMENOLOGIS PADA NARAPIDANA LANSIA DI
LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II B MUARO
SIJUNJUNG)
SKRIPSI
Ditulis Sebagai Syarat Untuk Penyelesaian Studi
(S-1)
Jurusan Psikologi Islam
Oleh:
Nurhadi Muhammad Sukry
NIM 1730306022
JURUSAN PSIKOLOGI ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
BATUSANGKAR
2021
BIODATA PENULIS
Nama :
Tempat/Tanggal Lahir :
Alamat :
E-mail :
Nama Orang Tua
- Ayah :
- Ibu :
Jumlah Saudara :
Anak Ke :
Motto Hidup :
Nurhadi Muhammad Sukry
Dharmasraya, 10 Agustus 1997
Jorong Tanah Abang, Nagari Sungai Rumbai,
Kecamatan Sungai Rumbai, Kabupaten
Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat.
Taswirman
Anis
5 (Lima) Bersaudara
3 (Tiga)
“Maminteh sabalun anyuik, malantai sabalun
lapuak, ingek-ingek sabalun kanai”.
Riwayat Pendidikan
1. SDN 26 Sungai Rumbai
2. SMPN 01 Sungai Rumbai
3. SMANurul Hidayah Cikupa, Tangerang, Banten.
4. S1 IAIN Batusangkar Pada Tahun
Riwayat Organisasi
1. Koordinator SEMA FUAD
2. Koordinator HMJ Psikologi
KATA PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, yang telah membantu hamba untuk menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat dan salam selalu selalu terlimpahkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW. Segala syukur saya ucapkan kepada-Mu Ya Allah karena telah
menghadirkan mereka yang selalu memberikan semangat dan doa disaat saya
tertatih. Karena-Mu lah skripsi ini terselesaikan. Hanya pada-Mu tempat saya
mengadu dan hanya kepadaMu lah saya mengucapkan syukur.
Terimakasih kepada kedua orang tua saya Ibu (Anis)dan Ayah (Taswirman). Ibu
terimaksih atas jasamu yang tak ternilai harganya, tak mampu ku menjelaskannya
dengan kata-kata, tak cukup dengan seucap kata persembahan untuk
menggantinya. Kini engkau tidak lagi bersama kami, kami percaya tuhan tengah
merindui sosok malaikat cantik yang tinggal di bumi.Semoga tuhan menerima
segala amal ibadahmu Ibu, dan mengahapus semua dosa mu. Untuk Ayah
terimakasih untuk semua perjuangan, untuk segala pengorbanan, untuk tiap tetes
peluh yang kau cucurkan, untuk segala doa dan keselamatan yang kau mohonkan,
untuk semua harapan yang telah engkau berikan, setidaknya pencapaian kecilku
ini bisa menjadi sedikit penghapus lelahmu Ayah.
Terimakasih juga saya ucapkan kepada saudara saya ( kakak Nurhadita Rahayu
Siska, abang Nurhadi Yatullah, adik Nurhadi Muhammad Agung, dan adik kecil
saya Al Fadil Akbar) dengan hadirnya mereka menjadikan saya selalu termotivasi
untuk menjadi lebih baik lagi, dapat menjadi contoh yang baik bagi adik-adik
saya. Untuk sepupu seperjuangan saya (Desgia), terimakasih atas bantuannya
selama berada di rantau yang sama, jangan pernah menyerah untuk menggapai
masa depan.
Terimakasih juga untuk teman-teman seperjuangan Psikologi Islam 17 yang sudah
saya anggap sebagai keluarga selama menyelesaikan proses perkuliahan ini.
Semoga kita semua menjadi orang-orang besar yang kemudian memiliki hati yang
besar. (Uwan anggi, Zaki, Siil, Abdul, Valen, Vivi, Anita, Laras, Nadya, Dita,
Yani, Yandri, Wildan, Laily, Simus, Dea, Devi, Nurul, Ola, Siska Mifta, Watis,
Sri, Intan, Asri, Diana, Ezy, Riska, Rindu, Vani, Jeni, Tuti, Miza, Lindri, Alka,
Anggia).
Terimakasih juga untuk teman-teman organisasi HMJ Psikologi, SEMA Fakultas
Ushuluddin Adab dan Dakwah, yang telah menjadi keluarga untuk bertukar
fikiran dan pengalaman selama empat tahun ini.
Terimakasih juga untuk guru-guru Pijar (buk Ayu yang selalu menyemangatiku,
yang selalu mendukungku, yang selalu memberikan kepercayaan kepadaku, thank
you very much buk Ayu.
Untuk kak Nadya, S. Psi yang humble dengan suara merdunya, cikgu Vivi, S.Psi
yang selalu menjadi sumber informasiku, cikgu Anita, S.Psi yang selalu
meminjamkan uang di tanggal tuaku, dan kak Mus, S.Psi idola baru anak-anak
Pijar).
Terimaksih juga kepada anak band Avenged KW Super (Godok calon pak KUA,
Alwi Youtuber Fishing,) telah menjadi keluarga untuk penyaluran hobiku, dan
sebagai tempat pelipur laraku.
Keluarga Besar Kos Panukuik (Bang Iqbal, Bang Akil, Bang Ahda, Bang Wafi,
David, Megi, Fadlan, Al, Rio, Arif, Nanda,Andi Siregar, Mikey Arifa, Rafli)
sudah menjadi keluarga serta saudara di tempat perantauan.
Terimakasih juga kepada (Tek Enha dan Pak Pen)telah menjadi tentangga yang
baik hati selama di perantauan.
Terimakasih juga kepada Sri Santika Afni yang sudah memotivasi, menghibur,
mengingatkan untuk setiap kegiatan yang dilakukan, sukses perkuliahan sukses
wisuda.
Kata persembahan ini tak lebih tak kurang hanya untuk mengaturkan perasaan
syukur saya kepada Allah SWT dan seluruh pihak yang telah membantu yang tak
mungkin saya sebutkan satu-persatu dan orang-orang yang selalu mengirimkan
doa, semoga doa yang baik dikabulkan kemudian dikembalikan kepada orang-
orang baik yang mendoakan, Terimakasih semuanya.
By : Nurhadi Muhammad Sukry
iv
ABSTRAK
Nurhadi Muhammad Sukry. NIM 1730306022 (2021). Judul Skripsi:
“Social Skill Pelaku Pedofilia (Studi Fenomenologis Pada Narapidana Lansia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung)”. Program
Pascasarjana Psikologi Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar.
Permasalahan penelitian dalam SKRIPSI ini adalah tentang penyebab
pedofilia dilihat dari social skills pada narapidana lansia di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung, seperti bagaimana pandangan lansia
terhadap seksualitas pada usia lanjut, bagaimana hubungan lansia dengan
pasangannya, apakah lansia pernah mengalami pelecehan seksual pada masa lalu,
dan berbagai keterampilan sosial lainnya pada lansia dalam kehidupan
bersmasyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab
pedofilia dilihat dari sosial skills pada narapidana lansia di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung.
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. dengan
menggunakan pendekatan fenomenologis, yaitu penelitian naturalistik yang
digunakan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek
penelitian, berdasarkan hakikat dari pengalaman partisipan. Teknik pengumpulan
data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, dan dokumen
untuk menunjang hasil penelitian. Teknik analisis data dalam penelitian yang
peneliti lakukan adalah mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara dan dokumen, sehingga temuannya mudah
dipahami dan di informasikan dengan baik. Proses analisis data yang peneliti
lakukan dimulai dari proses pembuatan verbatim dan coding.
Dari penelitian yang peneliti lakukan di lapangan dapat disimpulkan
bahwa penyebab lansia menjadi pelaku pedofilia adalah karena faktor perceraian,
buruknya hubungan dengan pasangan, dan pelecehan di masa lalu sehingga
menimbulkan perilaku penyimpangan seksual pdofilia. Pada penelitian ini peneliti
juga melihat gejala perilaku dari empat aspek social skill lansia yaitu,
Environmental behavior, Interpersonal.behavior, Self.related.behavior, dan Task
related.behavior.
v
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT karena hanya berkat
rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi yang berjudul ”Social Skill Pelaku Pedofilia (Studi Fenomenologis Pada
Narapidana Lansia di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Muaro
Sijunjung)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi
pada jurusan Psikologi Islam IAIN Batusangkar.
Sholawat serta salam kita kirimkan buat qudwah kita yakni baginda nabi
Muhammad SAW yang telah berjuang demi tegaknya agama Islam dan membawa
kita dari alam kejahilan ke alam penuh pendidikan.
Dengan selesainya skripsi ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu selayaknyalah jika pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Dr. Marjoni Imamora, M.Sc selaku Rektor IAIN Batusangkar yang
telah banyak memberikan dorongan dan fasilitas belajar kepada penulis
selama mengikuti pendidikan dan penyelesaian penulisan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Akhyar Hanif, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Adab
dan Dakwah yang telah banyak memberikan dorongan dan fasilitas belajar
kepada penulis selama mengikuti pendidikan dan penyelesaian penulisan
skripsi.
3. Ibu Sisrazeni, S.Psi., M.Pd selaku Ketua Jurusan Psikologi Islam yang telah
banyak memberikan motivasi dan fasilitas belajar kepada penulis selama
mengikuti pendidikan dan penyelesaian penulisan skripsi ini.
4. DR. Wahidah Fitriani, S.Psi., M.A selaku Pembimbing Akademik yang telah
membimbing peneliti dalam akademik dan selaku Penguji I yang telah
memberikan masukan dan nasehat atas penulisan skripsi ini.
5. Ibu Sri Putri Rahayu Z, M.A selaku Pembimbing yang telah meluangkan
vi
waktu, mencurahkan pikiran dan tenaga, menasehati, membimbing dan
mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi.
6. Bapak dan Ibu dosen yang banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada
penulis selama menuntut ilmu di Institut Agama Islam Negeri Batusangkar
sehingga memperluas cakrawala keilmuan penulis.
7. Kepada Semua teman-teman seperjuangan Jurusan Psikologi Islam angkatan
“17” yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam menyelesaikan
skripsi ini. Terkhususnya seluruh Mahasiswa Jurusan Psikologi Islam yang
tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Mudah-mudahan Allah Swt membalas segala bantuan yang telah
diberikan dengan pahala dan kebaikan yang berlipat ganda. Semoga skripsi ini
bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan dapat digunakan sebagai
dasar untuk penelitian selanjutnya.
Batusangkar, 26 Juni 2021
Penulis
Nurhadi Muhammad Sukry
Nim. 1730306022
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.......................................................i
LEMBAR PENGESAHAN PERSTUJUAN PENGUJI.....................................ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI...........................................iii
ABSTRAK.............................................................................................................iv
KATA PENGANTAR...........................................................................................vi
DAFTAR ISI.........................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...............................................................................1
B. Fokus Penelitian...........................................................................................7
C. Sub Fokus Penelitian....................................................................................7
D. Pertanyaan Penelitian...................................................................................7
E. Tujuan penelitian..........................................................................................8
F. Manfaat dan Luaran Penelitian....................................................................8
G. Definisi Istilah..............................................................................................9
BAB II KAJIAN TEORI
A. Landasan Teori...........................................................................................11
1. Social Skill...........................................................................................11
a. Pengertian Social Skill...................................................................11
b. Aspek-Aspek Social Skill...............................................................12
2. Pedofilia...............................................................................................15
a. Pengertian Pedofilia.......................................................................15
b. Kriteria Diagnostik.........................................................................16
c. Faktor Prognostik Pedofilia............................................................18
3. Social Skill Pedofilia............................................................................20
4. Lanjut Usia...........................................................................................21
a. Penegertian Lansia.........................................................................21
b. Ciri-Ciri Usia Lanjut......................................................................22
c. Seksualitas Pada Lansia.................................................................24
5. Narapidana...........................................................................................26
a. Pengertian Narapidana...................................................................26
b. Hukum Bagi Pelaku Pedofilia di Indonesia...................................26
6. Lembaga Pemasyarakatan....................................................................28
viii
a. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan............................................28
b. Tujuan Lembaga Pemasyarakatan..................................................26
B. Penelitian Relevan......................................................................................29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian...........................................................................................34
B. Tempat dan Waktu Penelitian....................................................................35
C. Subjek Penelitian........................................................................................35
D. Instrumen Penelitian...................................................................................35
E. Sumber Data...............................................................................................36
F. Teknik Pengumpulan Data.........................................................................36
G. Teknik Analisis Data dan Interpretasi Data...............................................38
H. Teknik Penjamin Keabsahan Data.............................................................39
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Penelitian......................................................................................40
B. Pembahasan................................................................................................64
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................75
B. Saran...........................................................................................................76
DATAR PUSTAKA..............................................................................................77
LAMPIRAN..........................................................................................................81
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dari tahun ke tahun populasi lansia meningkat dengan sangat
cepat. Antara tahun 2015 dan tahun 2050, proporsi atau perbandingan
jumlah populasi di dunia untuk usia enam puluh tahun ke atas meningkat
hampir dua kali lipat dari jumlah populasi, dari 12% menjadi 22% jumlah
populasi. Pada tahun 2020, jumlah populasi manusia dengan usia enam
puluh tahun ke atas akan melebihi dari jumlah populasi anak yang berusia
di bawah lima tahun, (WHO, 2018). Berdasarkan data proyeksi penduduk
indonesia, pada tahun 2017 diperkirakan terdapat 23,66 juta jiwa lansia di
Indonesia. Pada tahun 2020 diperkirakan terdapat 27,08 juta jiwa lansia di
Indonesia, pada tahun 2025 sebanyak 33,69 juta jiwa, pada tahun 2030
sebanyak 40,95 juta jiwa, dan pada tahun 2035 sebanyak 48,19 juta jiwa
lansia di Indonesia. Persentase penduduk lansia pada tahun 2017 telah
mencapai 9,03% dari populasi penduduk Indonesia (KEMENKESRI,
2017).
Setiap manusia akan mengalami proses menua. Menua atau lanjut
usia adalah periode penutup dalam rentang kehidupan, yaitu suatu periode
dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode sebelumnya, Hurlock
(2012:380). WHO memulai usia enam puluh tahun menjadi awal usia
peralihan menuju ke segmen penduduk tua (Desmita, 2007:115).
Menjadi tua pada proses perkembangan manusia adalah proses
alami yang ditandai dengan adanya perubahan kondisi fisik, mental, dan
interaksi sosial yang berkaitan satu sama lain (Saputra, Daharmis, dan
Yarmis, 2016:33). Ini dapat dipahami dari perjalanan hidup manusia,
sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam QS. Ghafir 40:
Ayat 67.
2
يخرجكم طفلا ثم هو الذي خلقكم مه تراب ثم مه وطفة ثم مه علقة ثم
ا ومىكم مه يتوفى مه قبل ولتبلغوا أجلا لتبلغوا أشدكم ثم لتكوووا شيوخا
ى ولعلكم تعقلون مسم
Artinya: "Dialah yang menciptakanmu dari tanah, kemudian dari
setetes mani, lalu dari segumpal darah, kemudian kamu dilahirkan sebagai
seorang anak, kemudian dibiarkan kamu sampai dewasa, lalu menjadi tua.
Tetapi di antara kamu ada yang dimatikan sebelum itu. (Kami perbuat
demikian) agar kamu sampai kepada kurun waktu yang ditentukan, agar
kamu mengerti."
Maksud dari ayat di atas adalah siapa yang dipanjangkan umurnya
sampai keadaan lanjut usia maka akan dikembalikan menjadi lemah seperti
keadaan semula. Keadaan tersebut ditandai dengan adanya penurunan dan
perubahan fisik, mental, dan interaksi sosial. Bagi yang sudah mencapai
usia lanjut, seperti firman oleh Allah SWT, maka bersiaplah untuk
mengalami keadaan seperti itu. Karena itu, lansia sangat rentan terhadap
serangan berbagai macam penyakit. Dengan kondisi demikian, terkadang
orang lanjut usia dianggap sebagai “beban” bagi anggota keluarga. Namun
disisi lain, kelompok lansia juga sering dianggap sebagai sumber kearifan
dan menjadi panutan bagi keluarga yang lebih muda (Desmita, 2007:114).
Meskipun lansia menjadi sumber kearifan dan panutan bagi
keluarganya yang lebih muda, namun nyatanya masih ada ditemukan
lansia yang melakukan kejahatan, salah satunya adalah kejahatan seksual.
Seiring dengan bertambahnya usia seharusnya kemampuan seksual pada
lansia sudah menurun.
Menurut Desmita (2007:127) seks adalah salah satu masalah
kesehatan yang dipengaruhi oleh keadaan fisik, emosional, mental, dan
spiritual. Menua menyebabkan beberapa perubahan dalam kemampuan
seksualitas seseorang, lebih banyak pada pria daripada wanita.
Pertambahan usia memicu menurunnya produksi hormon testosteron,
sehingga berpengaruh terhadap kemampuan seksualitas seseorang. Seluruh
aspek kesehatan akan semakin menurun, badan mudah sakit atau lelah,
3
lebih sensitif dan seterusnya. Jika kondisi ini diabaikan dan dianggap
sebagai bagian dari proses penuaan maka kehidupan seks mungkin akan
menurun dan bahkan berhenti sama sekali.
Walaupun secara teori adanya penurunan seksual pada lansia, tapi
kenyataanya masih ada lansia yang hasrat seksualnya masih tinggi,
sehingga masih membutuhkan pemenuhan seksual. Di Perancis, seorang
pensiunan ahli bedah, Joel Le Scouarnec berusia 70 tahun, di hukum lima
belas tahun penjara karena pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap
empat orang anak. Putusan ini dibacakan dalam bagian pertama kasus
pedofilia terbesar di negara Perancis (Puspaningrum, 2020, Desember 04).
Di Indonesia, seorang lansia di Kecamatan Karangsembung, Kabupaten
Kebumen, Jawa Tengah, berinisial EN berusia 67 tahun diduga telah
menyetubuhi anak di bawah umur. Akibat perbuatannya, tersangka
mendapat ancaman penjara paling lama 15 tahun (Kompas, 2020, Juli 05).
Feonomena yang peneliti temui yaitu adanya lansia yang
melakukan kejahatan seksual. Sebagai seseorang yang berada pada akhir
periode masa hidupnya, tidak sepatutnya lagi lansia melakukan kejahatan
seksual. Lansia seharusnya memperbanyak amal ibadah dan mendekatkan
diri kepada tuhan. Ketika melakukan wawancara dengan AS, salah seorang
informan dalam penelitian ini, ia mengatakan bahwa:
“Kalau bini kaduo yo salah dek inyo mah pak mako tajadi nan
modeko ka awak pak. Yo maaf kecek lah yo pak, hari dek puaso.
Apabilo wak nak ingin, susah lu. Bcakak dulu.Yo awak nak ingin
basetubuah e. Manolak e taruih, yo bacakak lah dulu, cakak-cakak
muluik e, haa tu baru namuah e”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Kalau isteri yang kedua itu iya kesalahan dia sehingga terjadi lah
yang seperti ini pada saya pak. Ya maaf sebelumnya pak, karena
hari puasa, apabila saya kepingin, bertengkar dulu, ya saya ingin
bersetubuh, dia selalu menolak, bertengkar lah dulu, ya bertengkar
mulut. Setelah itu baru mau”. (Wawancara, 24 April 2021)
Berdasarkan wawancara di atas, disimpulkan bahwa, AS menjadi
pelaku kejahatan seksual karena tidak terpenuhi kebutuhan biologisnya,
sehingga berbelok melakukan penyimpangan seksual pada anak-anak. Hal
4
terkait peneliti temui di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Muaro
Sijunjung pada tanggal 30 Oktober 2020, peneliti menemukan enam orang
narapidana lansia yang melakukan kejahatan seksual, yang parahnya
kejahatan seksual tidak dilakukan pada orang dewasa atau sebayanya,
melainkan kepada anak-anak pra pubertas atau yang lebih dikenal dengan
istilah pedofilia. Informan dalam penelitian ini adalah narapidana lansia
dengan kasus perlindungan anak dan regu pengamanan Lembaga
Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung. Informan pertama adalah DT,
berusia 61 tahun, asal desa Sumangaya, Kecamatan Pagai Utara,
Kabupaten Mentawai. DT diduga dengan sengaja membujuk anak di
bawah umur untuk melakukan persetubuhan. DT terjerat Pasal 81 Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2016, dengan lama pidana selama delapan
tahun, atau denda seratus juta rupiah. Informan kedua adalah S, berusia 65
tahun, asal Koto Baru, Kecamatan IV Nagari, Kabupaten Sijunjung. S
diduga telah melakukan persetubuhan dengan anak di bawah umur. S
terjerat Pasal 75 D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, dengan lama
pidana sepuluh tahun, atau denda sebesar satu miliar ruiah. Informan AS,
61 tahun, asal Muaro Bodi, Kecamatan IV Nagari, Kabupaten Sijunjung.
AS di pidana atas tindakan persetubuhan anak di bawah umur. AS
terjerat Pasal 81 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, dengan lama
pidana selama sembilan tahun penjara atau denda sebesar delapan ratus
juta rupiah.
Freud mendefinisikan pedofilia sebagai daya tarik seksual terhadap
anak-anak pra pubertas (Wardhani dan Kurniasari, 2016:317). Kebanyakan
pelaku pedofilia ini adalah seorang pria, mereka memiliki ketertarikan
seksual dengan anak yang usianya di bawah 13 tahun. Menurut Nevid,
Rathus, dan Greene (2005:82) definisi klinis pedofilia dikemukakan ketika
ketertarikan seksual pada anak terjadi secara berulang dan terus-menerus.
Sejumlah penganiaya mengalami dorongan pedofilia hanya pada saat-saat
tertentu saja. Bentuk terkuatnya dari pedofilia mencerminkan preferensi
seksual eksklusif anak praremaja, dimana individu pedofil memiliki minat
5
hubungan seksual yang kuat pada anak-anak yang tidak menunjukkan
tanda-tanda perkembangan seksual sekunder dan tidak memiliki minat
seksual pada orang dewasa yang matang secara seksual (Seto, 2012:3).
Menurut Dennison & Leclerc, beberapa faktor yang memicu
kejahatan seksual yaitu faktor dalam diri yang meliputi rasa tidak aman,
keterampilan sosial yang buruk, konsentrasi yang buruk dan gelisah, dan
implusif (Rochmah dan Nuqul, 2015:91). Menurut Ames & Houston
(dalam Nevid et al, 2005:83), beberapa kasus cocok dengan stereotip
orang yang lemah, pemalas, mempunyai hubungan sosial yang canggung,
dan seorang penyendiri yang merasa terancam berhubungan dengan orang
dewasa dan kemudian berbelok pada anak-anak untuk mendapat kepuasan
seksual karena anak-anak tidak banyak menuntut.
Berdasarkan penjelasan di atas di dapatkan bahwa pelaku kejahatan
seksual memilki keterampilan sosial yang buruk. Menurut Michelson,
Sugai, Wood, dan Kazdin, social skill atau yang selanjutnya di
terjemahkan dengan keterampilan sosial merupakan kemampuan untuk
melakukan interaksi sosial baik itu secara verbal ataupun nonverbal, dan
pola berpikir yang positif (Nugrhaini dan Ramdhani, 2016:186). Menurut
Thompson, keterampilan sosial merupakan keterampilan yang digunakan
untuk mengatur pikiran dan perasaan yang kemudian dinyatakan dalam
suatu perbuatan yang tidak merugikan diri sendiri serta orang lain (Putri
dan Purnamasari, 2014:72). Menurut Cohen, Clark, dan Sherrod
(1986:964), kemungkinan orang dengan lebih besar keterampilan sosial
akan lebih mampu mengkomunikasikan kebutuhan membantu tanpa
memintanya secara langsung.
Berdasarkan penjelasan di atas, di simpulkan bahwa social skill
pelaku pedofilia adalah, ketidakmampuan atau buruknya keterampilan
sosial pada diri individu dapat memicu perilaku penyimpangan seksual,
sehingga berbelok pada anak di bawah umur untuk mendapat kepuasan
seksual.
6
Pada penelitian ini peneliti meenggunakan pendekatan studi
fenomenologi yaitu berusaha untuk memahami makna dan mencari esensi
dari pengalaman. Perbedaan studi fenomenologi dengan studi yang lainnya
yaitu pendekatan fenomenologis lebih menekankan pada berbagai aspek
subjektif dari perilaku manusia agar dapat memahami tentang bagaimana
dan apa makna yang mereka bentuk dari berbagai peristiwa dalam
kehidupan sehari- hari (Bogdan & Biklen, dalam Sutopo, 2002:27).
Fakta di lapangan menunjukan bahwa perilaku pedofilia seringkali
terjadi berulang, berantai, dan tidak terdeteksi. Perilaku yang dialami pada
saat sekarang tidak lepas dari pengalaman masa lalu yang pernah terjadi.
Banyak psikolog mempraktikan teknik yang sama, sepakat bahwa
pengalaman masa lalu membantu membentuk masa kini. Sebagai contoh
psikolog klinis berusaha memahami klien dewasa mereka dengan
mengeksplorasi masa kanak-kanak mereka, mengkaji tekanan-tekanan dan
peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pasien bertingkah laku atau
berpikir dalam cara tertentu. Dengan mengumpulkan sejarah kasus, para
psikolog klinis merekonstruksi evolusi kehidupan klien mereka, dan proses
itu seringkali menuntun kepada pola-pola dan perilaku saat ini. Mereka
yakin bahwa tingkah laku ditentukan oleh pengalaman-pengalaman yang
dan pengkondisian sebelumnya. Dengan kata lain kondisi seseorang saat
ini dapat dijelaskan melalui sejarah hidupnya. Keadaan kita dulu dapat
memberitahukan kepada kita tentang keadaan kita sekarang (Schultz dan
Schultz, 2015:03).
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka
muncul pertanyaan peneliti, yaitu bagaimana social skill pada seorang
lansia sehingga membuatnya menjadi pelaku pedofilia, sehingga peneliti
berkeinginan untuk mangangkat penelitian ini dengan judul “Social Skill
Pelaku Pedofilia (Studi Fenomenologis Pada Narapidana Lansia di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Muaro Sijunjung)”.
7
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah, fokus penelitian ini akan
membahas penyebab pedofilia, dan gejala perilaku pedoflia di lihat dari
social skill pada narapidana lansia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B
Muaro Sijunjung.
C. Sub Fokus Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian di atas, yang menjadi sub fokus
dalam penelitian ini adalah:
1. Penyebab Perilaku Pedofilia Pada Lansia di Lembaga Pemasyarakatan
Klas II B Muaro Sijunjung.
2. Environmental Behavior (Perilaku Terhadap Lingkungan) Pada Lansia
Pelaku Pedofilia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro
Sijunjung.
3. Interpersonal Behavior (Perilaku Interpersonal) Pada Lansia Pelaku
Pedofilia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung.
4. Self related Behavior (Perilaku Berhubungan Dengan Diri Sendiri) Pada
Lansia Pelaku Pedofilia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro
Sijunjung.
5. Task-related Behavior (Perilaku Berhubungan Dengan Tugas) Pada
Lansia Pelaku Pedofilia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro
Sijunjung.
D. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan sub fokus penelitian di atas, pertanyaan dalam
penelitian ini adalah:
1. Apa Yang Menyebabkan Perilaku Pedofilia Pada Lansia di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung?
2. Bagaimana Environmental Behavior (Perilaku Terhadap Lingkungan)
Pada Lansia Pelaku Pedofilia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B
Muaro Sijunjung?
8
3. Bagaimana Interpersonal Behavior (Perilaku Interpersonal) Pada
Lansia Pelaku Pedofilia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro
Sijunjung?
4. Bagaimana Self related Behavior (Perilaku Berhubungan Dengan Diri
Sendiri) Pada Menjadi Pelaku Pedofilia di Lembaga Pemasyarakatan
Klas II B Muaro Sijunjung?
5. Bagaimana Task-related Behavior (Perilaku Berhubungan Dengan
Tugas) Pada Lansia Pelaku Pedofilia di Lembaga Pemasyarakatan Klas
II B Muaro Sijunjung?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab pedofilia, dan
gejala perilaku pedofilia dilihat dari social skill pada narapidana lansia di
Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung.
F. Manfaat dan Luaran Penelitian
1. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Memberi sumbangan pengetahuan khususnya dalam kajian
psikologi sehingga nantinya dapat menjadi rujukan bagi penelitian
selanjutnya dalam kajian yang sama tetapi pada ruang lingkup yang
lebih luas dan mendalam.
b. Manfaat Praktis
1) Bagi peneliti, peneliti dapat menggunakan hasil penelitian ini
sebagai pengetahuan baru mengenai fenomena masyarakat
yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
2) Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan memberikan
pengetahuan tentang bahaya dari pelecehan seksual kepada
anak yang bisa dilakukan oleh orang dewasa termasuk lansia.
3) Bagi peneliti selanjutnya, hasil dari penelitian ini dapat
menjadi referensi baru guna menambah pengetahuan tentang
9
paraphilia pedofilia yang dilakukan oleh lansia.
2. Luaran Penelitian
Luaran dari penelitian ini, semoga dapat diterbitkan pada jurnal
atau artikel ilmiah, dijadikan rujukan bagi penelitian selanjutnya pada
kajian yang sama namun pada ruang lingkup yang lebih luas.
G. Definisi Istilah
Untuk membantu peneliti dalam memahami judul, serta
menghindari adanya pemahaman yang berbeda dengan maksud peneliti.
Maka peneliti akan menguraikan secara singkat istilah-istilah penting
yang penulis gunakan pada judul:
Social Skill. Keterampilan sosial adalah kemampuan untuk
melakukan interaksi sosial, berkomunikasi efektif baik secara verbal
maupun non verbal, dan mengatur pikiran dan perasaan yang dinyatakan
dalam satu tindakan atau perubahan yang tidak merugikan diri sendiri dan
orang lain. Social skill memiliki beberapa aspek yaitu environmental
behavior, environmental behavior, interpersonal behavior, self related
behavior dan task related behavior.
Pedofilia. Pedofilia merupakan daya tarik seksual yang ditandai
dengan adanya dorongan seksual yang kuat serta melibatkan fantasi yang
membangkitkan gairah seksual secara intens kepada anak-anak pra
pubertas (umumnya berusia 13 tahun atau lebih muda), yang mana dalam
penelitian ini pelaku adalah lansia yang berusia 60 tahun ke atas. Tipe
pedofilia dalam penelitian ini adalah tipe non eksklusif, yaitu tentukan jika
tertarik secara seksual pada pria, tertarik secara seksual pada wanita
dewasa, tertarik secara seksual pada keduanya, dan tentukan jika terbatas
pada inses.
Lansia. Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60
tahun ke atas. lansia identik dengan penurunan, kelemahan, meningkatnya
kerentanan terhadap berbagai penyakit, dan perubahan fisiologis yang
10
terkait dengan penuaan.
Narapidana. Menurut Pasal 1 ayat 7 Undang-Undang Nomor.12
Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, menyatakan bahwa narapidana
adalah terpidana yang sedang menjalani pidana (hilang kemerdekaan) di
Lembaga Pemasyarakatan Menurut Pasal 1 ayat 6 Undang-Undang Nomor
12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, terpidana adalah seseorang yang
dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
Lembaga Pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan adalah
tempat pembinaan terhadap narapidana atau warga binaan supaya nantinya
dapat diterima kembali ke masyarakat dengan baik. Tempat pada
penelitian ini berada di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro
Sijunjung.
11
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Landasan Teori
1. Social Skills
a. Pengertian Social Skill
Keterampilan sosial berasal dari kata social (sosial) dan
skill (keterampilan). Menurut kamus psikologi social
menyinggung relasi antara dua atau lebih individu (Chaplin,
1981:469). Skill adalah satu kemampuan bertingkat tinggi yang
memungkinkan seseorang melakukan tindakan yang kompleks
dengan lancar disertai ketepatan (Chaplin, 1981:466).
Menurut Michelson, Sugai, Wood, dan Kazdin,
keterampilan sosial atau social skills adalah kemampuan untuk
melakukan interaksi sosial, baik secara verbal maupun
nonverbal dan berpola pikir yang baik (Nugrhaini dan
Ramdhani, 2016:186). Thompson menjelaskan bahwa
keterampilan sosial merupakan keterampilan untuk mengatur
pikiran serta perasaan yang dinyatakan dalam satu tindakan yang
tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain (Putri dan
Purnamasari, 2014:72).
Keterampilan sosial juga dapat diartikan sebagai
kemampuan seseorang untuk berkomunikasi secara efektif
dengan orang lain, baik secara verbal maupun non verbal sesuai
situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, yang mana
keterampilan ini yaitu perilaku yang dipelajari (Amin,
2019:103). Patrick (dalam Behshtifar dan Norozy, 2013:75),
menjelaskan keterampilan sosial adalah seseorang yang
berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain, didasarkan
12
pada norma sosial masyarakat kita dan mereka memberi tahu
tentang perilaku yang dianggap normal, dapat diterima dan
diharapkan dalam situasi sosial tertentu. Menurut Cohen, Clark,
dan Sherrod (1986:964), kemungkinan orang dengan lebih besar
keterampilan sosial akan lebih mampu mengkomunikasikan
kebutuhan membantu tanpa memintanya secara langsung.
Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa keterampilan sosial adalah kemampuan untuk melakukan
interaksi sosial, berkomunikasi efektif baik secara verbal
maupun non verbal, mengatur pikiran dan perasaan yang
dinyatakan dalam satu tindakan yang tidak merugikan diri
sendiri dan orang lain.
b. Aspek-Aspek Sosial Skills
Cartledge dan Milburn menjelaskan bahwa keterampilan
sosial mempunyai empat aspek dalam pengembangan perilaku
sosial individu, (Istihana, 2015:295-299).
1) Environmental Behavior
Perilaku terhadap lingkungan adalah kepedulian
terhadap lingkungan, keadaan darurat dan juga kegiatan di
lingkungan untuk menciptakan suasana sosial yang
tenteram. Kepedulian terhadap lingkungan adalah perilaku
menjaga kesehatan, kebersihan, dan sesuatu yang
bermanfaat untuk lingkungan, seperti membuang sampah
pada tempatnya. Kepedulian terhadap keadaan darurat
adalah demonstrasi membantu seseorang yang mengalami
kecelakaan, misalnya membantu merawat seseorang yang
sedang mengalami kecelakaan. Kegiatan dalam lingkungan
adalah melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi orang lain,
misalnya tidak membuat ulah di lingkungan tempat tinggal.
13
2) Interpersonal Behavior
Perilaku interpersonal adalah kemampuan untuk
mengakui pengaruh atau dampak dari orang lain, mengelola
dan menyelesaikan permasalahan atau konflik, mendapatkan
perhatian, bertegur sapa, membantu orang lain, membangun
diskusi, berkoordinasi, bersikap positif terhadap orang lain,
bergaul dengan santai, dan menjaga milik orang lain yang di
pinjam. Pengakuan dampak orang lain, khususnya
kemampuan untuk mengakui dampak atau pengaruh orang
lain yang memiliki otoritas yang tinggi dan aturan yang
berlaku di suatu tempat, mematuhi peraturan pemerintah.
Mengatasi konflik yaitu kemampuan untuk menghadapi dan
mengatasi masalah dengan cara yang baik. Mendapatkan
perhatian adalah kemampuan yang cukup menonjol untuk di
perhatikan supaya mendapatkan pengakuan dari lingkungan,
misalnya ramah tamah saat bertemu dengan rekan kerja.
Bertegur sapa dengan orang lain, khususnya memberi salam,
menanyakan kabar kepada orang lain. Membantu orang lain
adalah kesediaan memberikan bantuan untuk meringankan
beban orang lain. Diskusi adalah membangun percakapan
atau berdiskusi dengan baik tanpa ada masalah dengan orang
lain. Bekerjasama dengan orang lain adalah kemampuan
untuk membangun hubungan yang baik dengan orang lain
untuk mempermudah dalam menangani suatu pekerjaan.
Bersikap positif terhadap orang lain adalah kemampuan
untuk menghargai orang lain, misalnya memberi pujian.
Pergaulan yang baik adalah kemampuan untuk menjalin
hubungan yang dekat dan hangat dengan orang lain.
Menjaga sesuatu milik sendiri atau orang lain, kesiapan
untuk meminjamkan dan juga memanfaatkan milik orang
14
lain secara waja. Aspek-aspek social skill ini adalah indikasi
yang jelas dan langsung untuk mengidentifikasi diri dengan
orang lain. Selanjutnya, sudut-sudut ini adalah pusat social
skill.
3) Self related Behavior
Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri
adalah kapasitas untuk menanggung konsekuensi, bertindak
dengan baik atau secara moral, mengungkapkan perasaan,
bersikap positif, tanggung jajwab, dan merawat diri sendiri
untuk membuat asosiasi dengan orang lain. Menanggung
konsekuensi, khususnya memiliki pilihan untuk mengakui
kesalahan dan siap menerima akibat dari perbuatan. Perilaku
moral adalah kemampuan untuk mengenali sesuatu yang
baik dan buruk mengungkapkan perasaan adalah
mengungkapkan perasaan kepada seseorang dan merasakan
perasaan dari orang lain. Memiliki sikap yang positif
terhadap diri sendiri berarti menoleransi kondisi pada saat
ini dan berusaha memperbaiki diri untuk merubah keadaan.
Tanggung jawab adalah menoleransi dan melaksanakan
standar yang relevan. Peduli pada diri sendiri adalah
memfokuskan pada diri sendiri agar tampak ramah,
sempurna, bersih, dan sehat
4) Task related Behavior
Perilaku yang berhubungan dengan tugas adalah
keterampilan untuk mengerjakan sebuah tugas melingkupi
mengajukan dan mencatat pertanyaan, menampilkan
perilaku, berpartisipasi, dan kualitas ketika bekerja.
Mengajukan dan mencatat pertanyaan adalah kemampuan
untuk bertanya dan menjawab pertanyaan sesuai
kapasitasnya, menampilkan perilaku adalah keterampilan
15
untuk melakukan pekerjaan yang diberikan oleh orang lain.
berpasrtisipasi adalah keterampilan untuk ikut andil dalam
sebuah kegiatan dan bermanfaat bagi masyarakat. kualitas
ketika bekerja menyiratkan kemampuan untuk
menyelesaikan tugas dengan baik dan menerima masukan
untuk meningkatkan kualitas dalam bekerja.
2. Pedofilia
a. Pengertian Pedofilia
Pedofilia atau (pedophilia) diambil dari bahasa Yunani
paidos, yang berarti "anak". Ciri utama pedofilia adalah hasrat
dan fantasi seksual yang solid dan monoton yang mencakup
tindakan seksual dengan anak-anak remaja (usia 13 tahun atau
lebih muda). Pelecehan seksual terhadap anak-anak mungkin
saja terjadi atau tidak. Untuk mendiagnosis seorang pedofil,
individu tersebut sekurangnya berusia 16 tahun dan sekitar lima
tahun lebih tua daripada anak-anak atau anak-anak yang mereka
rasa tertarik secara seksual. Pada beberapa kasus pedofilia,
seseorang hanya memiliki ketertarikan pada anak-anak, dalam
kasus lain ada juga minat pada orang dewasa. penjelasan klinis
untuk pedofilia dikemukakan hanya ketika daya pikat fisik untuk
anak-anak terjadi terus-menerus dan berulang-ulang. Sejumlah
pelaku pelecehan seksual mendapatkan dorongan pedofil hanya
pada kesempatan tertentu atau ketika ada kesempatan (Nevid et
al, 2005:82).
Freud mendefinisikan pedofilia sebagai daya pikat fisik
kepada anak-anak prapubertas. Kebanyakan pedofil adalah laki-
laki, mereka memiliki daya pikat fisik kepada anak-anak di
bawah 13 tahun. Para pedofil memiliki ketertarikan seksual
dengan dorongan yang aneh, khususnya kepuasan seksual pada
16
anak-anak (Wardhani dan Kurniasari, 2016:317).
Pelaku pedofilia melibatkan aktivitas seksual dengan
anak pra pubertas (umumnya berusia 13 tahun atau lebih muda).
Gangguan tersebut mencakup, sejumlah gejala mulai dari fantasi
seksual yang tidak pantas dan melibatkan anak melalui aktivitas
seksual langsung dengan anak di bawah umur. Karena bentuknya
yang berubah dan konstruksi dalam sejarah, istilah ini telah
digunakan secara bergantian dengan istilah lain seperti pelaku
pelecehan seksual anak, pemerkosa anak, dan penganiaya anak.
Intinya, ini istilah mewakili konstruksi terpisah dari hubungan
seksual antara orang dewasa dan anak-anak (Bowman,
2010:444).
Dari beberapa definisi tentang pedofilia, dapat
disimpulkan bahwa pedofilia merupakan daya tarik seksual yang
ditandai dengan adanya dorongan seksual yang kuat serta
melibatkan fantasi yang membangkitkan gairah seksual secara
intens kepada anak-anak pra pubertas (berusia 13 tahun atau
lebih muda).
b. Kriteria Diagnostik
1) Menurut DSM-5 (APA, 2013), ada beberapa kriteria
diagnostik pedofilia, yaitu:
a) Selama rentang waktu minimal enam bulan, fantasi yang
membangkitkan gairah seksual yang intens, dorongan
seksual, atau perilaku yang melibatkan aktivitas seksual
dengan anak pra remaja atau anak-anak (berusia 13 tahun
atau lebih muda).
b) Individu telah bertindak atas dorongan seksual ini, atau
fantasi yang menyebabkan tekanan atau kesulitan
interpersonal yang nyata.
c) Individu setidaknya berusia 16 tahun dan setidaknya 5
17
tahun lebih tua dari anak-anak (jangan sertakan seseorang
di masa dewasa remaja akhir yang terlibat dalam
hubungan seksual berkelanjutan dengan anak berusia 12
atau 13 tahun)
Menurut DSM-5 (APA, 2013), ada dua tipe pedofilia,
yang pertama tipe eksklusif (hanya untuk anak-anak). Kedua
tipe non eksklusif, yaitu tertarik secara seksual pada pria,
tertarik secara seksual pada wanita dewasa, tentukan jika
terbatas pada inses.
2) Menurut PPDGJ-III (Maslim, 2013:113) ada beberapa
kriteria diagnostik pedofilia, yaitu:
a) Kecenderungan seksual untuk anak-anak, umumnya
prapubertas atau remaja awal, baik untuk pria maupun
wanita muda.
b) Pedofilia tidak sering ditemukan pada wanita.
c) Kecenderungan seksual harus berulang kemudian
menetap.
d) Termasuk pada pria dewasa yang memiliki partner
seksual dewasa, tetapi karena ketidakpuasan terus-
menerus untuk mencapai hubungan seksual, maka pada
saat itu kecenderungan untuk beralih ke anak-anak
sebagai pengganti.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan
bahwa kriteria diagnostik dari pelaku pedofilia adalah
ketertarikan seksual terhadap anak-anak, biasanya pada anak-
anak pra pubertas atau awal masa pubertas, baik laki- laki
maupun perempuan namun jarang ditemukan pada
perempuan. Pedofilia bertindak atas dorongan seksual yang
menyebabkan tekanan dan kesulitan yang nyata, termasuk
18
laki-laki dewasa yang mengalami frustasi yang kronis untuk
mencapai hubungan seksualnya dengan pasangan, sehingga
beralih kepada anak-anak sebagai penggantinya.
c. Faktor Prognostik Pedofilia
1) Menurut DSM-5 (APA, 2013), ada beberapa faktor
prognostik pedofilia, yaitu:
a) Emosional
Tampaknya ada interaksi antara pedofilia dan
antisosialitas, sehingga laki-laki dengan kedua sifat
tersebut lebih cenderung berperilaku seksual dengan
anak-anak. Dengan demikian, gangguan kepribadian
antisosial dapat dianggap sebagai faktor risiko gangguan
pedofil pada laki-laki dengan pedofilia.
b) Lingkungan.
Laki-laki dewasa dengan pedofilia sering
melaporkan bahwa mereka mengalami pelecehan seksual
saat masih anak- anak. Namun, tidak jelas apakah
korelasi ini mencerminkan pengaruh kausal dari
pelecehan seksual masa kanak-kanak pada pedofilia
dewasa.
c) Genetik dan fisiologis.
Karena pedofilia adalah kondisi yang diperlukan
untuk gangguan pedofil, faktor apa pun yang
meningkatkan kemungkinan pedofilia juga meningkatkan
risiko gangguan pedofil. Ada beberapa bukti bahwa
gangguan perkembangan saraf dalam rahim
meningkatkan kemungkinan berkembangnya minat
pedofil.
19
2) Menurut (Khaidir, 2007:84), ada beberapa faktor perilaku
pedofilia, yaitu:
a) Kekhawatiran berinteraksi sosial dengan wanita.
b) Kemampuan sosial yang tidak adekuat.
c) Ketidakmampuan terangsang secara seksual oleh wanita
dewasa.
3) Menurut Jamin (2016:46-47), ada beberapa faktor. penyebab
mengapa negara Indonesia menjadi sasaran pelaku pedofilia,
sebagai berikut:
a) Hukum perlindunhgan anak yang lemah dan
implementasinya di Indonesia, misalnya dalam KUHP,
pelaku pelecehan seksual terhadap anak diancam
hukuman penjara maksimal 9 tahun, lalu pada Undang-
Undang Perlindungan Anak dihukum 15 tahun
sedangkan seperti di negara Filipina pelaku pedofilia di
hukum mati.
b) perangkat keamanan yang lemah di Indonesia dalam
mengelola aktivitas pedofilia yang tidak dapat disangkal,
seperti pelaku pedofilia menggunakan jejaring internet
untuk menemukan mangsanya.
c) Faktor kemiskinan di Indonesia yang saat ini semakin
memburuk membuat anak-anak semakin tidak berdaya
menghadapi beberapa jenis kejahatan seksual.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan
bahwa faktor prognostik pedofilia adalah adanya interaksi
antara pedofilia dan antisosialitas yang membuat
kekhawatiran berinteraksi sosial dengan wanita dan lebihh
cenderung berperilaku seksual pada anak-anak. Faktor
ketidakmampuan terangsang secara seksual oleh wanita
20
dewasa juga merupakan penyebab dari pedofilia, serta
genetik dan pengalaman masa lalu sebagai korban kekerasan
seksual.
3. Social Skill Pedofilia
Menurut Dennison & Leclerc, faktor-faktor pemicu
kejahatan seksual adalah faktor dalam diri yang meliputi rasa tidak
aman, keterampilan sosial yang buruk, konsentrasi yang buruk dan
gelisah, dan implusif. (Rochmah dan Nuqul, 2015:91). Menurut
Ames & Houston (dalam Nevid et al, 2005:83), sejumlah kasus
cocok dengan stereotip orang yang lemah, pemalas, mempunyai
hubungan sosial yang canggung, dan seorang penyendiri yang
merasa terancam oleh hubungan dengan orang dewasa sehingga
berbelok pada anak-anak untuk mendapat kepuasan seksual karena
anak-anak tidak banyak menuntut.
Menurut Dennison dan Leclerc, faktor yang memicu
penyimpangan seksual adalah faktor dalam diri yang mencakup rasa
ketidak nyamanan, social skill yang buruk, fokus yang buruk,
kecemasan, dan impulsif. (Rochmah dan Nuqul, 2015:91). Seperti
yang dikemukakan oleh Ames dan Houston, berbagai kasus sesuai
dengan stereotip dari individu yang lemah, pemalas, apatis,
hubungan sosial yang canggung, dan seorang introvert yang merasa
terganggu oleh hubungan dengan orang dewasa, sehingga mereka
beralih kepada anak-anak untuk mendapatkan kepuasan seksual
karena anak-anak tidak banyak menuntut (Nevid et al, 2005:83).
Kejahatan seksual yang berbelok pada anak-anak untuk
mendapat kepuasan di kenal dengan istilah pedofilia. Freud
mendefinisikan pedofilia sebagai daya pikat fisik kepada anak-anak
prapubertas. Kebanyakan pedofil adalah laki-laki, mereka memiliki
daya pikat fisik kepada anak-anak di bawah 13 tahun. Para pedofil
memiliki ketertarikan seksual dengan dorongan yang aneh,
21
khususnya kepuasan seksual pada anak-anak (Wardhani dan
Kurniasari, 2016:317).
Berdasarkan penjelasan di atas, di dapatkan bahwa pelaku
kejahatan seksual memilki keterampilan sosial yang buruk. Menurut
Michelson, Sugai, Wood, dan Kazdin, social skills atau
yang.selanjutnya di terjemahkan dengan keterampilan sosial adalah
kemampuan untuk melakukan interaksi sosial baik secara verbal
maupun nonverbal, dan pola pikir yang positif. (Nugrhaini dan
Ramdhani, 2016:186).
Dari beberapa penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa
social skill pelaku pedofilia adalah, ketidakmampuan atau buruknya
keterampilan sosial pada diri individu dapat memicu perilaku
penyimpangan seksual, sehingga berbelok pada anak-anak untuk
mendapat kepuasan seksual.
4. Lanjut Usia
a. Pengertian Lanjut Usia
Menurut Desmita (2007:114), masa dewasa akhir atau
lansia adalah periode penutup dan mendekati akhir.siklus
kehidupan manusia di dunia. Pada masa dewasa akhir, penuaan
dan penurunan fisik serta mental semakin terlihat jelas
dibandingkan pada masa dewasa tengah. Karena itu, orang lanjut
usia sangat rentan terhadap serangan berbagai penyakit. Dengan
kondisi demikian, terkadang orang lanjut usia dianggap sebagai
“beban” bagi anggota keluarga. Namun disisi lain, kelompok
lansia juga sering dianggap sebagai sumber.kearifan, orang yang
patut dihormati, orang yang merestui, melindungi, dan menjadi
panutan bagi keluarga yang lebih muda.
Menurut Hurlock (2012:380), usia tua adalah periode
penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu periode dimana
seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu. Pada usia
22
enam puluhan biasanya dipandang sebagai garis pemisah antara
usia madya dan usia lanjut. Menurut Kiik, Sahar, dan
Permatasari (2018:110), lanjut usia identik dengan berbagai
penurunan terutama status kesehatan fisik. Berbagai teori
tentang proses menua menunjukkan hal yang. sama. Status
kesehatan lansia yang menurun seiring dengan bertambahnya
usia akan mempengaruhi kualitas hidup lansia. Bertambahnya
usia akan di iringi dengan timbulnya berbagai penyakit.
Menurut Kholifah (2016:3), lansia adalah kondisi
individu yang mencapai usia enam puluh tahun ke atas. Menjadi
tua bukanlah penyakit, namun merupakan interaksi yang secara
bertahap membawa kepada perubahan total, berkurangnya daya
tahan tubuh dari rangsangan dari dalam dan luar tubuh.
Bertambah tua merupakan suatu kondisi yang terjadi dalam
kehidupan manusia. Menjadi tua adalah siklus sepanjang hidup,
tidak dimulai dari waktu tertentu, namun dimulai dari awal
kehidupan. Menjadi tua adalah siklus karakteristik yang berarti
bahwa seseorang telah menjalani tiga fase kehidupan, yaitu
anak-anak, orang dewasa dan tua.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
lansia adalah periode penutup dalam rentang. hidup seseorang,
umumnya telah mencapai usia enam puluh tahun ke atas yang
identik dengan penuaan dan penurunan fisik serta mental.
b. Ciri-Ciri Lanjut Usia
Lanjut usia ditandai dengan perubahan fisik dan
psikologis tertentu. Efek-efek tersebut menentukan, apakah pria.
atau wanita lanjut usia akan melakukan penyesuaian diri yang
baik atau buruk. Akan tetapi ciri-ciri lanjut usia cenderung
menuju dan membawa penyesuaian diri yang buruk daripada
yang baik (Hurlock, 2012:380).
23
Menurut Kholifah (2016:4), ciri-ciri lanjut usia adalah
sebagai berikut :
1) Lansia merupakan periode kemunduran.
Penurunan kemampuan pada lansia sebagian berasal
dari variabel aktual dan elemen mental. motivasi berperan
penting dalam penurunan kemampuan pada lansia, misalnya
orang tua yang memiliki motivasi rendah dalam beraktifitas,
akan mempercepat proses penurunan kemampuannya, namun
ada juga orang tua yang memiliki motivasi tinggi, maka pada
saat itu sebenarnya penurunan kemampuan akan lebih lama
terjadi.
2) Lansia memiliki status kelompok minoritas.
Keadaan sekarang merupakan akibat dari pandangan
sosial yang tidak diinginkan terhadap lansia dan didukung
oleh perasaan tidak menyenangkan, misalnya lansia yang
kuat dengan pendapatnya, sikap sosial di dalam
bermasyarakat menjadi buruk, namun ada juga orang tua
yang memiliki rasa toleransi terhadap orang lain sehingga
hubungan sosial dalam bermasyarakat menjadi baik.
3) Menjadi tua membutuhkan perubahan peran.
Terjadinya perubahan peran ini dilakukan dengan
alasan bahwa lansia mulai menghadapi penurunan
kemampuan di berbagai hal. Perubahan peran orang lanjut
usia seharusnya dilakukan berdasarkan keinginan mereka
sendiri bukan berdasarkan tekanan dari lingkungan tempat
tinggalnya. Contohnya, orang lanjut usia yang memiliki
jabatan tertentu tidak di berhentikan hanya karena usianya
4) Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang negatif kepada orang lanjut usia
membuat mereka pada umumnya akan menumbuhkan
gambaran diri yang buruk sehingga mereka dapat
24
menunjukkan perilaku yang buruk. Karena perlakuan yang
buruk ini, penyesuaian diri lansia menjadi buruk juga.
Misalnya, lansia yang tinggal bersama keluarganya
seringkali tidak di ikut sertakan dalam menentukan pilihan
karena memiliki pandangan yang kuno, kondisi ini membuat
lansia menarik diri dari lingkungannya, mudah tersinggung
dan memiliki self esteem yang rendah.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-
ciri usia lanjut cenderung menuju pada penyesuaian yang buruk
dikarenakan lansia merupakan periode kemunduran, lansia
merupakan kelompok minoritas, terjadinya perubahan peran pada
lansia, serta penyesuaian yang buruk pada lansia.
c. Seksualitas Pada Lansia
Seks merupakan salah satu masalah kesehatan yang
dipengaruhi oleh kondisi fisik, emosional, mental, dan spiritual.
Penuaan menyebabkan beberapa perubahan dalam kemampuan
seksualitas manusia, lebih banyak pada laki-laki dari pada
wanita. Pertambahan usia menyebabkan menurunnya produksi
hormon testosteron, sehingga berpengaruh terhadap kemampuan
seks seseorang. Seluruh aspek kesehatan akan semakin menurun,
badan mudah sakit atau lelah, lebih sensitif dan seterusnya. Jika
kondisi ini diabaikan dan dianggap sebagai bagian dari proses
penuaan maka kehidupan seks mungkin akan menurun dan
bahkan berhenti sama sekali. Hampir setiap orang.yang
memasuki usia lanjut akan mengalami masalah. seksual.
Sebagian besar menghadapinya sebagai hal yang tabu untuk di
bicarakan, sebagian lagi menganggapnya sebagai bagian dari
proses penuaan yang alamiah dan tidak perlu diperbaiki.
Pertambahan usia menyebabkan respons faali organ seks
25
seseorang menurun. Kecepatan rangsang terhadap stimulasi
(rangsangan) seksual menjadi lambat (Desmita,2007:127).
Menurut Kholifah (2016:23), faktor-faktor psikologis yang
mempengaruhi penurunan kemampuan seksual pada lansia
antara lain:
1) Perasaan tabu atau malu saat mempertahan kehidupan
seksual.
2) Perilaku keluarga dan masyarakat yang kurang mendukung
dan diperkuat oleh adat dan budaya.
3) Kelelahan karena tidak adanya keragaman dalam kehidupan.
4) Pasangan yang telah meninggal.
5) Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah
kesehatan jiwa lainnya seperti kecemasan, keputusasaan,
demensia, dan sebagainya
Menurut Stanley & Beare, hilangnya seksualitas jelas
bukan aspek yang tak terhindarkan dari proses penuaan dan
sebagian besar individu yang sehat tmasih aktif melakukan
hubungan seks secara teratur sampai lanjut usia. Meskipun
demikian, siklus penuaan membawa perubahan tertentu dalam
reaksi seksual fisiologis laki-laki ataupun perempuan, diikuti
oleh berbagai penyakit yang umum terjadi pada orang lanjut
usia juga berperan penting dalam terjadinya disfungsi seksual
patogen pada orang lanjut usia (Pambudi, Dwidiyanti, dan
Wijayanti, 2018:156).
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
seksualitas pada lansia dipengaruhi oleh kondisi fisik,
emosional, mental, dan spiritual. Penuaan menyebabkan
beberapa perubahan dalam kemampuan seksualitas manusia.
26
Pertambahan usia menyebabkan menurunnya produksi hormon
testosteron, sehingga berpengaruh terhadap kemampuan seks
seseorang. Selain itu perasaan tabu atau malu saat mempertahan
kehidupan seksual mempengaruhi penurunan kemampuan
seksual, perilaku keluarga dan masyarakat yang kurang
mendukung dan diperkuat oleh adat dan budaya, kelelahan
karena tidak adanya keragaman dalam kehidupan, pasangan
yang telah meninggal, serta disfungsi seksual karena perubahan
hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya seperti
kecemasan, keputusasaan, demensia, dan sebagainya.
5. Narapidana
a. Pengertian Narapidana
Di dalam Pasal 1 ayat 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1995 Tentang Pemasyarakatan, menyatakan bahwa narapidana
adalah terpidana yang sedang menjalani pidana (kehilang
kemerdekaan) di Lembaga Pemasyarakatan. Menurut Pasal 1
ayat 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan, menyatakan bahwa terpidana adalah seseorang
yang di pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa
narapidana adalah seseorang yang kehilangan kemerdekaannya,
dan sedang menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan.
b. Hukuman Bagi Pelaku Pedofilia di Indonesia
Hukuman bagi narapidana pedofilia diatur dalam Undang-
undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Dihukum minimal 15 tahun penjara serta di denda maksimal
sebanyak Rp.300 juta (Setiawan, 2016:12). Pada Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2020 tentang
27
tata cara pelaksanaan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi
elektronik, rehabilitasi, dan pengumuman identitas pelaku
kekerasan seksual terhadap anak. Menimbang bahwa untuk
mengatasi kekerasan seksual terhadap anak, memberi efek jera
terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual
terhadap anak, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan
Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman
Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak.
Menurut Pasal 1 ayat 2 Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 70 Tahun 2020, tindakan kebiri kimia adalah
pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain,
yang dilakukan kepada pelaku yang pernah dipidana karena
melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak
melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain,
sehingga menimbulkan korban lebih dari satu orang,
mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular,
terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, atau korban
meninggal dunia, untuk menekan hasrat seksual berlebih yang
disertai rehabilitasi.
Dari penjelasan Undang-undang dan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia di atas dapat disimpulkan bahwa pelaku
pedofilia dihukum minimal 15 tahun penjara dan denda
maksimal Rp.300 juta, serta untuk memberi efek jera terhadap
pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap
anak, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara
Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat
Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas
Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak.
28
6. Lembaga Pemasyarakatan
a. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut
LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan
Narapidana dan Anak Didik. Pemasyarakatan diatur dalam Pasal
1 ayat 3 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan. Sedangkan dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-
undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yang
dimaksud dengan pemasyarakatan adalah kegiatan untuk
melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan
berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan
yang.merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata
peradilan pidana.
Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa Lembaga
Pemasyarakatan adalah tempat pembinaan terhadap narapidana
atau warga binaan supaya nantinya dapat diterima kembali ke
masyarakat dengan baik.
b. Tujuan Lembaga Pemasyarakatan
Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1995 tentang Pemasyarakatan menyebutkan bahwa sistem
pemasyarakatan di selenggarakan dalam rangka membentuk
Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya,
menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi
tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan
masyarakat, dapat aktif. berperan dalam pembangunan, dan
dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan
bertanggung jawab. Selanjutnya, tujuan dari Lembaga
Pemasyarakatan adalah:
29
1) Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan yang
ditahan di Rumah Tahanan Negara dan Cabang Rumah
Tahanan Negara dalam rangka memperlancar proses
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang
pengadilan.
2) Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan / para
pihak berperkara serta keselamatan dan keamanan benda-
benda yang disita untuk keperluan barang bukti pada tingkat
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
pengadilan serta benda- benda yang dinyatakan dirampas
untuk negara berdasarkan putusan pengadilan.
Menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995
tentang Pemasyarakatan fungsi dari lembaga pemasyarakatan
.adalah untuk menyiapkan warga binaan pemasyarakatan agar
dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga
dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang
bebas dan bertanggung jawab.
Berdasarkan bunyi dari Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dapat
diketahui bahwa tujuan dari sistem pemasyarakatan adalah
untuk mengembalikan warga binaan menjadi warga yang baik
sehingga dapat diterima kembali di dalam masyarakat.
B. Penelitian Relevan
Penelitian ini tentang sosial skills psikologis pelaku pedofilia
(studi fenomenologis pada lansia di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB
Muaro Sijunjung). Berdasarkan eksplorasi peneliti, di temukan beberapa
tulisan yang berkaitan dengan penelitian ini, sebagai berikut:
30
1. Jurnal penelitian dengan judul “Keterampilan Sosial Menjaga
Kesejahteraan Psikologis Pengguna Internet” oleh Indah Nugraini
dan Neila Ramdhani dalam Jurnal Psikologi Volume 43, Nomor 3,
2016. Kesamaan yang peneliti temui dalam jurnal ini dengan
penelitian yang sedang peneliti lakukan adalah, sama-sama
membahas tentang Keterampilan sosial. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Indah Nugraini dan Neila Ramdhani bertujuan untuk
menguji peran social skill dalam memediasi hubungan antara
penggunaan internet berlebihan dengan kesejahteraan psikologis
pada remaja. Pada penelitian yang peneliti lakukan yaitu
menjelaskan social skills lansia sehingga menjadi pelaku pedofilia
di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Muaro Sijunjung.
2. Jurnal penelitian dengan judul “Keterampilan Sosial Pada Siswa
Taman Kanak-Kanak Tahfidz” oleh Silvia Dyah Nur Octavia Putri,
dan Alfi Purnamasari dalam Jurnal Psikologi Integratif, Vol. 2, No.
1, Juni 2014. Kesamaan yang peneliti temui dalam jurnal ini dengan
penelitian yang sedang peneliti lakukan adalah sama-sama
membahas tentang Keterampilan sosial. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Silvia Dyah Nur Octavia Putri, dan Alfi Purnamasari
bertujuan untuk mengetahui bentuk dan faktor-faktor yang
mempengaruhi keterampilan sosial pada siswa Taman Kanak-Kanak
tahfidz. Pada penelitian yang peneliti lakukan yaitu menjelaskan
social skills lansia sehingga menjadi pelaku pedofilia di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung.
3. Jurnal penelitian dengan judul “Peran Social Skill Training Dalam
Meningkatkan Keterampilan Sosial Pasien Skizofrenia Katatonik”
oleh Muhamad Febrian Al Amin dalam Jurnal Intervensi Psikologi,
Volume 11, Nomor 2, Desember 2019. Kesamaan yang peneliti
temui dalam jurnal ini dengan penelitian yang sedang peneliti
lakukan adalah, sama-sama membahas tentang Keterampilan sosial.
31
Pada penelitian yang dilakukan oleh Muhamad Febrian Al Amin di
maksudkan untuk mengetahui peranan Social Skill Training dalam
meningkatkan keterampilan sosial pasien skizofrenia katatonik. Pada
penelitian yang peneliti lakukan yaitu menjelaskan social skills
lansia sehingga menjadi pelaku pedofilia di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung.
4. Jurnal penelitian dengan judul “Dinamika Psikologis Anak Pelaku
Kejahatan Seksual”, oleh Khoirunita Ulfiyatun Rochmah dan Fathul
Lubabin Nuqul dalam Jurnal Psikologi Tabularasa Volume 10, No.1,
April 2015. Kesamaan yang peneliti temui dalam jurnal ini dengan
penelitian yang sedang peneliti lakukan adalah, sama-sama
membahas tentang dan kejahatan seksual. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Khoirunita Ulfiyatun Rochmah dan Fathul Lubabin
Nuqul menunjukan bahwa anak melakukan kejahatan seksual di
karenakan faktor.dorongan atau dukungan teman sebaya, dorongan
seksual remaja yang meningkat, dan hubungan dengan keluarga
yang berantakan. Pada penelitian yang peneliti lakukan yaitu
menjelaskan social skills lansia sehingga menjadi pelaku pedofilia di
Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung.
5. Jurnal penelitian dengan judul “Keterampilan Hubungan Sosial
Santri di Pesantren” oleh Istihana dalam Jurnal Pendidikan Islam,
Volume 6, November 2015. Kesamaan yang peneliti temui dalam
jurnal ini dengan penelitian yang sedang peneliti lakukan adalah,
sama-sama membahas tentang Keterampilan sosial. Pada penelitian
yang dilakukan oleh Istihana dimaksudkan untuk mengetahui
keterampilan hubungan sosial santri di pesantren. Pada penelitian
yang peneliti lakukan yaitu menjelaskan social skills lansia sehingga
menjadi pelaku pedofilia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B
Muaro Sijunjung.
6. Tesis dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap Tindak Pidana
Pedofilia (Kelainan Orientasi Seksual) Mennurut Hukum Positif”
32
oleh Jamin dalam Tesis Program Magister (S2) Ilmu Hukum
Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
2016. Kesamaan yang peneliti temui dalam jurnal ini dengan
penelitian yang.sedang peneliti lakukan adalah sama-sama
membahas tentang pedofilia. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Jamin bertujuan untuk mengetahui dasar kebijakan tindak pidana
pedofilia dalam perundang-undangan Indonesia, untuk mengetahui
efektifnya sanksi tindak pidana pedofilia terhadap tingkat kejahatan
dan untuk mengetahui hambatan peraturan yang ada di lapangan dan
solusinya. Pada penelitian yang peneliti lakukan yaitu menjelaskan
social skills lansia sehingga menjadi pelaku pedofilia di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung.
7. Jurnal penelitian dengan judul “Pedhopilia As Hidden Threat
of.Children”, oleh Yurika Fauzia Wardhani dan Alit Kurniasari
dalam Jurnal SosioInforma Volume 2, Nomor 3 September-
Desember, Tahun 2016. Kesejahteraan Sosial. Kesamaan yang
peneliti temui dalam jurnal ini dengan penelitian yang sedang
peneliti lakukan adalah, sama-sama membahas tentang pedofilia.
Pada penelitian yang di lakukan oleh Yurika Fauzia Wardhani dan
Alit Kurniasari menunjukkan bahwa Pedofilia merupakan suatu
bentuk penyimpangan seksual. Korbannya adalah anak- anak di
bawah umur yang berasal dari keluarga miskin, lemah dari
pengawasan dan perhatian orang tua. Dampak pedofilia membawa
efek negatif pada perkembangan jiwa anak serta dapat melahirkan
pedofil- pedofil baru. Pemberian hukuman kebiri sebagai efek jera
bagi pelaku pedofil tidak cukup, di butuhkan terapi psikologis dan
medis sebagai upaya penyembuhan penyakitnya. Pada penelitian
yang peneliti lakukan yaitu menjelaskan social skills lansia sehingga
menjadi pelaku pedofilia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B
Muaro Sijunjung.
33
8. Jurnal Penelitian dengan judul ”Pandangan Lansia tentang
Seksualitas pada Lanjut Usia” oleh Hubertus Agung Pambudi,
Meidiana Dwidiyanti, Diyan Yuli Wijayanti dalam Jurnal
Kesehatan, Volume 9, Nomor 1, April 2018. Kesamaan yang
peneliti temui dalam jurnal ini dengan penelitian yang sedang
peneliti lakukan adalah, sama-sama membahas tentang seksualitas
pada lansia. Pada penelitian ini menunjukan bahwa hubungan
seksual pada lanjut usia merupakan bagian dari ibadah dan upaya
untuk menjaga keharmonisan keluarga. Berdasarkan hasil penelitian,
di sarankan kepada layanan kesehatan agar bekerjasama dengan
kader.posyandu lansia untuk memberikan informasi yang benar
melalui pendidikan kesehatan tentang seksualitas pada lansia,
agar lansia dapat mendapatkan pemahaman seksualitas untuk
meningkatkan kualitas hidup mereka. Pada penelitian yang peneliti
lakukan yaitu menjelaskan social skills lansia sehingga menjadi
pelaku pedofilia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro
Sijunjung.
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Menurut Sugiyono (2013: 8), metode penelitian kualitatif sering
disebut metode penelitian naturalistik dengan alasan bahwa eksplorasi
dilakukan dalam kondisi alamiah (natural setting). Penelitian kualitatif
adalah penelitian yang mengharapkan untuk memahami fenomena dari apa
yang di alamai oleh subjek penelitian seperti tingkah laku, moticasi,
persepsi, dan aktivitas secara keseluruhan dengan natural setting dengan
menggunakan berbagai metode alamiah (Moleong, 2006:6).
Fenomenologi yang diterapkan sebagai sebuah metode dalam
penelitian bertujuan untuk menemukan inti dari pengalaman. Targetnya
adalah memahami pengalaman sebagaimana yang telah dijelaskan.
Fenomenologi sangat persuasif dalam metode penelitian, karena akan
memahami arti yang disampaikan oleh partisipan, (Raco, 2010:85).
Penelitian ini menggunakan jenis deskriptif kualitatif, di mana
peneliti mencoba untuk mengungkap sebanyak mungkin data tentang
permaslahan yang menjadi subjek eksplorasi dengan berfokus pada
informasi verbal. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologis.
Kajian dengan pendekatan fenomenologis mencoba memahami pentingnya
pengalaman dan mencari substansi dari pengalaman. Perbedaan studi
fenomenologi dengan studi yang lainnya yaitu pendekatan fenomenologis
menekankan pada asbek subjektif dari perilaku manusia untuk melihat
bagaimana dan implikasi dan apa yang mereka bentuk dari berbagai
kejadian dalam kehidupan sehari-hari (Bogdan dan Biklen, dalam Sutopo,
2002:27).
35
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B
Muaro Sijunjung selama kurang lebih tujuh bulan, mulai dari bulan
Oktober 2020 sampai dengan April 2021.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah tiga orang narapidana
lansia dengan kasus perlindungan anak berusia enam puluh tahun ke atas
yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Muaro Sijunjung.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian kualitatif atau yang menjadi alat
penelitian adalah Instrumen dalam penelitian kualitatif atau alat eksplorasi
adalah peneliti itu sendiri. Peneliti sebagai instrumen juga harus "di
validasi" seberapa jauh penelitian kualitatif dan penelitian selanjutnya
turun ke lapangan. Persetujuan atau validasi peneliti sebagai instrumen
meliputi persetujuan pemahaman metode penelitian kualitatif, dominasi
terhadap bidang yang di teliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek
dalam sebuah penelitian baik secara akademik maupun maupun
logistiknya. peneliti sebagai human instrument, kapasitas untuk
memutuskan titik fokus eksplorasi, memilih informan sebagai sumber
data, mengumpulkan data, mengevaluasi kualitas data, analisis data,
menafsirkan data, dan membuat sebuah kesimpulan dari temuannya
(Sugiyono, 2013: 222).
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa dalam
penelitian ini yang menjadi instrumen penelitiannya adalah peneliti
sendiri. Ketika fokus penelitian sudah jelas, maka akan di kembangkan
suatu instrumen untuk menganalisis data, menafsirkan data yang di
temukan melalui hasil dan wawancara, dan membuat kesimpulan atas
temuannya.
36
E. Sumber Data
Menurut Lofland & Lofland sumber data utama dalam penelitian
kualitatif. adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan
seperti dokumen dan lain-lain. Pada penelitian ini, peneliti
mengeksplorasikan jenis data kualitatif yang berkaitan dengan masing-
masing fokus penelitian yang sedang di amati, (Moleong, 2017:157).
Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer.dan sekunder.
Menurut Sugiyono (2013:137), sumber primer adalah sumber data yang
langsung memberikan data kepada pengumpul data, contohnya dalam
penelitian ini adalah tiga orang lansia dengan kasus perlindungan anak di
Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung, yaitu informan DT,
S, dan AS.
Sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau
dokumen. Contohnya dalam penelitian ini adalah wawancara peneliti
dengan J, salah satu Regu Pengamanan di Lembaga Pemasyarakatan Klas
II B Muaro Sijunjung, dan arsipan dokumen terkait terkait subjek di
Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik dalam pengumpulan informasi adalah langkah paling
penting dalam sebuah penelitian, karena motivasi mendasar di balik
penelitian adalah pengumpulan data. Tanpa mengetahui teknik
pengumpulan data, peneliti tidak akan mendapatkan informasi yang
memenuhi pedoman data yang ditetapkan. Jika dilihat dari segi strategi
atau prosedur pengumpulan data, metode pengumpulan data dapat
dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview (wawancara),
dokumentasi quesioner (angket), dan gabungan keempatnya (Sugiyono,
2013:224-225).
Menurut Lincoln & Guba pengumpulan data adalah menggunakan
wawancara, observasi dan dokumen (catatan atau arsip). Wawancara,
37
observasi berperan serta (participant observation) dan kajian dokumen
saling mendukung dan melengkapi dalam mengumpulkan informasi yang
diperlukan sebagai titik fokus penelitian. Data yang dikumpulkan dicatat
dalam catatan lapangan (Salim dan Syahrum, 2012:114).
Berdasarkan pemaparan diatas, maka teknik pengumpulan data
yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, dan
dokumen untuk menunjang hasil penelitian.
1. Wawancara
Wawancara adalah membicarakan sesuatu dengan maksud
tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua belah pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) dan yang di wawancara (interviewee),
(Moleong, 2006:186). Menurut Esterberg (dalam Sugiyono, 2013:231),
wawancara adalah pertemuan dua individu untuk bertukar data dan
pikiran melalui tanya jawab, sehingga dapat dikembangkan makna
pada topik tertentu.
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data
apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga dengan asumsi penelti
perlu mengetahui hal-hal dari responden secara lebih mendalam.
Teknik pengumpuln data data ini bergantung pada pelaporan diri
sendiri (self report), atau mungkin pada informasi dan kepastian yang
dekat dengan rumah (Sugiyono, 2013:231).
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan jenis wawancara
semi terstruktur, Wawancara semi terstruktur tidak berfokus pada
pedoman wawancara seperti pada penelitian kuantitatif. Peneliti bisa
mengembangkan pertanyaan dan memutuskan mana topik yang akan
di munculkan (Rachmawati, 2007:35).Wawancara semi terstruktur
digunakan untuk mendapatkan informasi yang lebih kaya. Wawancara
ini dimulai dari isu yang di cakup dalam pedoman wawancara, lalu
akan ada pertanyaan-pertanyaan tambahan diluar pedoman guna untuk
38
menunjang penerimaan informasi. Jadi tidak hanya terbatas pada
pedoman yang sudah ada.
2. Dokumen
Menurut Salim dan Syahrum (2012:125) ada banyak jenis
dokumen yang bisa digunakan peneliti terkait dengan penelitian
kualitatif. Dokumen tersebut antara lain adalah, dokumen resmi,
dokumen pribadi dan foto.
Dokumen yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah
dokumen resmi. Jenis dokumen semacam dokumen internal, seperti
catatan kecil tentang subjek penelitian yang ada dalam suatu instansi.
G. Teknik Analisis Data dan Interpretasi Data
Menurut Bodgan dan Biklen (dalam Moleong, 2006:248), analisis
data merupakan usaha yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang bisa dipelajari, kemudian memutuskan apa yang
dapat dibagikan kepada orang lain.
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan ketika sebelum
memasuki lapangan, selama berada di lapangan, dan setelah memasuki
lapangan (Sugiyono, 2013:245). Pada proses analisis data ini, peneliti
menggunakan analisis data model Miles dan Huberman adalah proses tiga
tahap yang dilakukan secara interaktif, yaitu data reduction (reduksi data),
data displays (penyajian data), dan conclusion/verification (penarikan
kesimpulan dan verifikasi data), (Sugiyono, 2013:246).
Teknik analisis data dalam penelitian yang peneliti lakukan adalah
mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara dan dokumen, sehingga temuannya mudah dipahami dan di
informasikan dengan baik. Proses analisis data yang peneliti lakukan
dimulai dari proses pembuatan verbatim dan coding.
39
H. Teknik Penjamin Keabsahan Data
Untuk menguji keabsahan data yang telah diperoleh sehingga
benar-benar sesuai dengan tujuan penelitian, peneliti menggunakan
metode triangulasi. Triangulasi data adalah metode pemeriksaan data yang
menggunakan sesuatu di luar data untuk pembanding data tersebut. Denzin
membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang
memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori (Moleong,
2017:330).
Triangulasi dengan metode ada dua sistem, yaitu pengecekan
tingkat kepercayaan terhadap penemuan-penemuan eksplorasi dengan
beberapa prosedur pengumpulan data dan pengecekan tingkat kepercayaan
data beberapa sumber informasi dengan teknik serupa. Triangulasi dengan
penyidik adalah memanfaatkan peneliti atau saksi mata yang berbeda
untuk memeriksa kembali kepercayaan dari tingkat kepastian data
(Moleong 2017:330-331). Triangulasi dengan teori seperti yang di jelaskan
oleh Lincoln dan Guba, tergantung pada pemahaman bahwa realitas tidak
dapat diperiksa dengan setidaknya satu atau lebih teori (Moleong
2006:331).
Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi
dengan sumber. Patton (dalam Moleong, 2017:330), triangulasi dengan
sumber menyiratkan perbandingan dan mengecek tingkat kepastian suatu
data diperoleh melalui waktu dan berbagai perangkat dalam metode
kualitatif.
40
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Penelitian
Penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif kualitatif yaitu
penelitian yang berusaha mengungkapkan fenomena di lapangan dengan
mengumpulkan data berupa kata-kata, gambar, dengan cara pengamatan,
pengamatan, wawancara, foto, atau penelaahan dokumen (Moleong,
2006). Pada bab ini peneliti memaparkan hasil dari penelitian tentang
social skill pada lansia pelaku pedofilia di Lembaga Pemasyarakatan Klas
II B Muaro Sijunjung. Untuk memperoleh data dalam penelitian ini
penulis menggunakan metode yaitu metode wawancara dan dokumen.
Informan dalam penelitian ini adalah narapidana lansia dengan
kasus perlindungan anak dan regu pengamanan Lembaga Pemasyarakatan
Klas II B Muaro Sijunjung. Informan yang pertama adalah DT, berusia 61
tahun, asal desa Sumangaya, Kecamatan Pagai Utara, Kabupaten
Mentawai. DT diduga dengan sengaja membujuk anak di bawah umur
untuk melakukan persetubuhan dengannya. DT terjerat Pasal 81 Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2016, dengan lama pidana selama delapan
tahun, atau denda seratus juta rupiah. Informan kedua adalah S, berusia 65
tahun, asal Koto Baru, Kecamatan IV Nagari, Kabupaten Sijunjung. S
diduga telah melakukan tindak pidana persetubuhan terhadap anak di
bawah umur. S terjerat Pasal 75 D Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2014, dengan lama pidana sepuluh tahun, atau denda sebesar satu miliar
ruiah. Informan AS, 61 tahun, asal Muaro Bodi, Kecamatan IV Nagari,
Kabupaten Sijunjung. AS di pidana atas tindakan persetubuhan anak di
bawah umur. AS terjerat Pasal 81 Undang-Undang Nomor.35 Tahun 2014,
dengan lama pidana selama sembilan tahun penjara atau denda sebesar
delapan ratus juta rupiah.
Pengumpulan data dengan metode wawancara menggunakan
pedoman wawancara sebagai panduan dan pertanyaan pendukung diluar
41
pedoman wawancara untuk menanyakan mengenai fokus dan sub
fokus yang akan diungkap terkait social skill pada lansia pelaku pedofilia
di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung. Sebelum peneliti
menguraikan lebih lanjut, peneliti memaparkan beberapa sub fokus yang
berhubungan dengan sosial skill pada lansia pelaku pedofilia di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung, sebagai berikut:
1. Bentuk Environmental Behavior Pada Lansia Pelaku Pedofilia di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Muaro Sijunjung.
Perilaku terhadap lingkungan adalah kepedulian terhadap
lingkungan, keadaan darurat dan juga kegiatan di lingkungan untuk
menciptakan suasana sosial yang tenteram.
a. Bagaimana suasana dan upaya anda menjaga lingkungan tempat
tinggal anda?
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan
pelaku pedofilia sebagai berikut :
1) Informan DT
“Suasana tempat tinggal saya biasa-biasa aja. Kalo di dalam
menyapu ada, jaga kebersihan ada, tiap pagi bangun tidur buka
pintu kami menyapu di halaman, bersih-bersih ruangan di luar,
bersihin WC juga. Di luar dulu juga sama”. (Wawancara, 24
April 2021)
2) Informan S
“Suasana tampek tingga kalau di dalam lumayan lah pak. Yo
lamak lah. Kalau manjago kebersihan yo di sapunyo pak, atau
di semprot pakai sabun, di lua mode tu lo pak, di sapu, di
cabuik rumpuik”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Suasana tempat tinggal kalau di dalam lumayan enak. Kalo
menjaga kebersihan ya di sapu pak, atau di semprot pakai
sabun, di luar pun seperti itu, di sapu dan di cabut rumput”.
(Wawancara, 24 April 2021)
42
3) Informan AS
“Suasana tampek tingga wak aman-aman jo nyo pak. Kok
barasiah-barasiah lai lo pak. Tadi jo sore patang wak
mengepel, kadang maisi aia bantu-bantu si Boy, buang
sampah, lai lah pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Suasana tempat tinggal aman-aman saja pak. Kalo bersih-
bersih ada pak. Tadi dan sore kemarin saya mengepel, kadang
mengisi air bantu-bantu si Boy, membuang sampah”.
(Wawancara, 24 April 2021)
Hal ini juga di dukung oleh pernyataan regu pengaman
(RUPAM) yang menyatakan bahwa:
“Lingkungan tempat tinggal mereka ya seperti itulah,
namanya juga penjara. Mereka sering bersih-bersih di
kamar, di halaman juga seperti menyapu, mencabut
rumput”. (Wawancara, 26 April 2021)
Berdasarkan data di atas, tentang social skill pada lansia
pelaku pedofilia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro
Sijunjung dapat di jelaskan terkait dengan upaya menjaga
lingkungan tempat tinggal sangat baik. Kondisi tersebut ditambah
lagi dengan pernyataan salah satu regu pengamanan (RUPAM)
yang menyatakan bahwa para lansia melakukan tugasnya dengan
sangat baik.
b. Bagaimana perilaku anda untuk menghindari pemakaian produk
yang menyebabkan limbah?
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan
pelaku pedofilia sebagai berikut :
1) Informan DT
“Saya jarang beli-beli itu, di sini gada uang, keluarga gada
datang, karena Covid ini kan, ya mau gimana lagi. Makan di
sini ada di kasih petugas. Kalo dulu saya biasa beli nasi
bungkus, goreng, kalau makanan ringan atau minum- minuman
itu jarang. Sampahnya nanti di buang tempat sampah”.
(Wawancara, 24 April 2021)
43
2) Informan S
“Ndak ado pak, kalo di siko wak balanjo yo bali rokok e nyo
pak. Kalau dulu kok nak makan pak, wak nanak nasi surang.
Kok balanjo-balanjo yo kurang pak, apolai makanan ringan t
pak, dk do wak bali-bali itu do. Kok balanjo wak paling bali
ubek nyamuak untuk di ladang, tu lah nyo. Kok ado sampah yo
wak buang ka tampek sampah pak, atau di kumpuan, sudah tu
di baka”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Tidak ada pak, disini saya kalau belanja cuma beli rokok pak.
Kalau dulu makan saya masak nasi sendiri. Kalau berbelanja
saya jarang pak. Kalau saya belanja itu pun hanya membeli
obat nyamuk untuk di kebun. Kalau ada sampah saya buang di
tempat sampah, atau dikumpulkan dan setelah itu dibakar ”.
(Wawancara, 24 April 2021)
3) Informan AS
“Wak jarang balanjo pak, piti jo ndk ado, kok ado petugas
minta tolong wak bantu pak, beko nyo agiah pitih dak rokok,
itu nyo pak. Kok di dalam balanjo rokoknyo pak. Kok dulu
mode itu lo pak, jadi limbah kecek pak tu yo dak ado do pak.
Kok makan di rumah, kok dak di kadai nasi”. (Wawancara, 24
April 2021)
“Saya jarang belanja pak, uang tidak ada, kalau ada petugas
minta tolong saya bantu nanti di kasih duit atau rokok. Di
dalam saya cuma beli rokok pak. Kalau dulu seperti itu juga
pak, limbah plastik yang bapak maksud tidak ada pak. Kalo
makan saya makan di rumah atau di kedai nasi. (Wawancara,
24 April 2021)
Hal ini juga didukung oleh pernyataan regu pengaman
(RUPAM) yang menyatakan bahwa:
“Ya untuk bapak-bapak tu memang jarang belanja, apalagi
semenjak Covid 19 ini tidak diperbolehkan berkunjung
secara langsung, sepertinya jarang juga mendapat kiriman
makanan dan uang. Kalau untuk menghindari limbah, di
sini sampah dari masing-masing kamar bisa kita lihat
sendiri, di sediakan tempat sampah. Apabila sampah sudah
penuh nanti di antar ke belakang, tempat pembuangan
44
sampah dan setelah itu dibakar”. (Wawancara, 26 April
2021)
Berdasarkan data di atas, tentang social skill pada lansia
pelaku pedofilia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro
Sijunjung dapat dijelaskan terkait dengan menghindari pemakaian
produk yang menyebabkan limbah sangat baik, dilihat dari lansia
yang menghindari membeli makanan kemasan yang menyebabkan
limbah dan membakar sampah yang telah terkumpul. Kondisi
tersebut ditambah lagi dengan pernyataan salah satu regu
pengamanan (RUPAM) yang menyatakan bahwa untuk
menghindari limbah, narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas
II B Muaro Sijunjung di sediakan tempat sampah untuk membuang
sampah, dan apabila sampah sudah penuh nantinya akan dibuang
dan dibakar di pembuangan sampah yang ada di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung.
c. Bagaimana anda memanfaatkan sampah yang bisa didaur ulang?
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan
pelaku pedofilia sebagai berikut:
1) Informan DT
“Kalau disini gak ada, kalau dulu saya ada kumpulin botol-
botol plastik bekas, paku-paku bekas untuk di jual”.
(Wawancara, 24 April 2021)
2) Informan S
“Ndak ado pak. Kok dulu, barang yang masih bisa dipakai yo
wak pakai jo pak, yo nampak lah buruak e, tapi kok elok jo
dipakai sayang dibuang pak, yo wak urang susah ko pak. Wak
dak do bali barang-barang ancak tu do pak, saumpamonyo
masih elok di pakai tu wak pakai, kalau indak baru buang
pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Tidak ada pak. Kalau dulu barang yang masih bisa di pakai
saya pakai, memang terlihat tidak bagus, tapi kalau masih bisa
di pakai sayang di buang pak, ya saya orang susah pak, tidak
ada beli-beli barang bagus, seumpamanya masih bisa di pakai
saya pakai pak, kalau tidak baru di buang”. (Wawancara, 24
45
April 2021)
3) Informan AS
“Kalau di siko kaleng-kaleng bekas minuman tu wak buek jadi
asbak rokok pak hehe. Kok dulu mode itu lo pak, wak kan
mangaleh sate, kadang asoi tu wak jadi tampek sarok katupek
pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Kalau di sini kaleng-kaleng bekas minuman itu pak saya buat
jadi asbak rokok hehe. Kalau dulu gitu juga pak, saya kan
jualan sate, terkadang kantong plastik itu saya jadikan tempat
sampah pak. (Wawancara, 24 April 2021)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui cara
lansia mendaur ulang sampah agar bermanfaat, seperti yang
dilakukan DT dengan cara mengumpulkan barang bekas dan
kemudian di jual. S yang tetap menghemat penggunaan barang
yang masih dipakai, dan AS yang cukup kreatif dengan
menggunakan kaleng bekas untuk membuat asbak dan kantong
plastik untuk tempat sampah.
d. Bagaimana sikap anda saat terjadi kecelakaan di depan mata anda?
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan pelaku
pedofilia sebagai berikut :
1) Informan DT
“Saya lihat, saya bantu bawa kerumah sakit. Kalo di dalam ini pak
jarang ada kecelakaan-kecelakan. Ya paling kita panggil petugas
untuk menolongnya”. (Wawancara, 24 April 2021)
2) Informan S
“Kok ado urang kecelakaan pak, pasti wak tolong. Agiah ubek,
samo-samo baok ka rumah sakik. Kalau disiko ndak ado
kecelakaan pak, paliang mode tajatuah, tapeleset, itunyo pak”.
(Wawancara, 24 April 2021)
“Kalo ada orang kecelakaan pak, pasti saya tolong, saya kasih obat,
bersama-sama bawa kerumah sakit. Kalau disini tidak ada
46
kecelakaan pak, mungkin cuma kayak jatuh, kepeleset, hanya itu
pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
3) Informan AS
“Caliak baa kecelakaan e nyo pak, kalau ndak parah, wak tolong
ubek surang, tapi kok lah parah bawok ka rumah sakik. Kok di siko
pak, umpamonyo ado nan sakik pasti langsuang kami panggia
petugas, beko di bawok ka tampek pak Ref, disitu beko di agiah
ubek”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Tergantung bagaimana kecelakaannya pak, kalo tidak parah, saya
tolong obati sendiri, kasih obat tapi kalo sudah parah dibawa
kerumah sakit. Kalo disini pak, misal kalau ada yang sakit pasti
langsung kami panggil petugas, dan dibawa ke tempat pak Ref pak
dan disitu dikasih obat”. (Wawancara, 24 April 2021)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung
memiliki sikap kepedulian terhadap emergency yang baik. Terbukti
dengan bagaimana sikap narapidana ketika menolong orang yang
sedang mengalami kecelakaan kecelakaan
2. Bentuk Interpersonal Behavior Pada Lansia Pelaku Pedofilia di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Muaro Sijunjung.
Perilaku interpersonal adalah kemampuan untuk mengakui
pengaruh atau dampak dari orang lain, mengelola dan menyelesaikan
permasalahan atau konflik, mendapatkan perhatian, bertegur sapa,
membantu orang lain, membangun diskusi, berkoordinasi, bersikap
positif terhadap orang lain, bergaul dengan santai, dan menjaga milik
orang lain yang di pinjam. Aspek-aspek keterampilan hubungan sosial
tersebut merupakan perwujudan yang nyata dan langsung berhubungan
dengan orang lain. Oleh karena itu, aspek-aspek social skill ini adalah
indikasi yang jelas dan langsung untuk mengidentifikasi diri dengan
orang lain. Selanjutnya, sudut-sudut ini adalah pusat social skill.
47
a. Bagaimana anda menerima otoritas dalam kehidupan ?
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan
pelaku pedofilia sebagai berikut:
1) Informan DT
“Kalau disuruh kumpul sama petugas, kami ngumpul, seperti
kesini, pake masker kata petugas kami pake. Kalau dulu patuh
sama pemerintah”. (Wawancara, 24 April 2021)
2) Informan S
“Lai tarimo pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Saya terima pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
3) Informan AS
“Yo baa lai pak, di siko ma bisa manulak haha. Kok dulu lai lo
pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Ya mau gimana lagi kan pak, disini mana bisa nolak haha.
Kalau dulu juga pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan regu pengaman
(RUPAM) yang menyatakan bahwa:
“Mereka yang tua ini aman-aman saja, lebih mudah di atur
di banding napi yang muda”. (Wawancara, 26 April 2021)
Berdasarkan data di atas, tentang menerima otoritas dalam
kehidupan, dalam penjara ini tentunya narapidana mematuhi setiap
perintah yang diberikan, hal yang sama juga mereka lakukan ketika
berada di luar. Hal ini sesuai dengan pernyataan salah satu
RUPAM yang mengatakan bahwa lansia lebih mudah di atur di
banding napi yang muda.
b. Bagaimana anda mengatasi konflik yang terjadi pada diri anda?
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan
pelaku pedofilia sebagai berikut:
1) Informan DT
“Gada, ya aman-aman aja, ya mau gimana lagi”. (Wawancara,
48
24 April 2021)
2) Informan S
“Wak dari dulu kok ado masalah, salasaian caro damai nyo
pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Saya dari dulu kalau ada masalah, selesaikan secara damai
saja pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
3) Informan AS
“Salasaian sacaro damainyo pak, pasrah se nyo”.
(Wawancara, 24 April 2021)
“Selesaikan secara damai saja pak, pasrah saja”. (Wawancara,
24 April 2021)
Hal ini juga didukung oleh pernyataan regu pengaman
(RUPAM) yang menyatakan bahwa:
“Ya bapak DT, S, dan AS ini tidak ada berbuat masalah,
sejauh ini mereka aman-aman saja di dalam”. (Wawancara,
26 April 2021)
Berdasarkan data di atas mengenai mengatasi konflik
didapatkan bahwa narapidana lansia mengatasi masalahnya dengan
cara damai saja. Hal sesuai dengan pernyataan salah satu regu
pengaman (RUPAM) yang mengatakan bahwa DT, S, dan AS
sejauh ini aman-aman saja di dalam.
c. Bagaimana anda menarik perhatian orang untuk mendapat
pengakuan?
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan
pelaku pedofilia sebagai berikut:
1) Informan DT
“Gak ada, saya gak ada mencari-cari perhatian. Santai-santai
aja”. (Wawancara, 24 April 2021)
49
2) Informan S
“Eeh wak dak ado cari-cari paratian ka urang do pak, wak
dulu sibuk larajo di ladang pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Eh saya tidak ada cari-cari perhatian ke orang pak, saya dulu
sibuk kerja di ladang pak” (Wawancara, 24 April 2021)
3) Informan AS
“Ndak ado cari-cari parhatian do pak”. (Wawancara, 24 April
2021)
“Tidak ada cari-cari perhatian pak”. (Wawancara, 24 April
2021)
Berdasarkan data hasil wawancara di atas dapat di
simpulkan bahwa untuk mendapatkan pengakuan, narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Muaro Sijunjung dapat
di lihat dari pernyataan informan DT yang mengatakan bahwa dia
tidak ada mencari-cari perhatian, begitupun dengan informan S dan
AS.
d. Bagaimana cara anda memberi salam kepada orang lain?
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan
pelaku pedofilia sebagai berikut:
1) Informan DT
“Kalo ada petugas yang lewat saya sapa. Kalo yang lain gada,
kalo saya disapa, saya sapa balik. Kalo dulu di luar sapa juga”.
(Wawancara, 24 April 2021)
2) Informan S
“Berjabat tangan pak, manyapo”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Berjabat tangan pak, menyapa”. (Wawancara, 24 April 2021)
3) Informan AS
“Ucapkan salam pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
Hal serupa juga disampaikan oleh salah satu Regu
50
Pengamanan (RUPAM) sebagai berikut.
“Ya, narapidana di sini kalau ada petugas atau pegawai
lainya mereka pasti menyapa”. (Wawancara, 26 April 2021)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat di jelaskan
bahwa dalam memberi salam tampak lansia hanya menyapa para
petugas yaitu orang yang diseganinya dan memberi salam balik ke
orang yang menyapanya, seperti yang dilakukan DT. Selanjutnya
dalam memberi salam kepada orang lain lansia tampak hanya pada
sebatas berjabat tangan dan mengucapkan salam, seperti yang
dilakukan oleh S dan AS. Hal sesuai dengan pernyataan salah satu
regu pengaman (RUPAM) yang mengatakan bahwa narapidana
pasti menyapa petugas atau pegawai yang lewat.
e. Bagaimana perilaku anda dalam menolong orang lain?
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan
pelaku pedofilia sebagai berikut:
1) Informan DT
“Ya di dalam kalo ada teman minta urut saya bantu urut, kalo
ada rokok saya bagi, kalo ada makanan saya bagi”.
(Wawancara, 24 April 2021)
2) Informan S
“Kok ado kawan mintak tolong wak tolong pak, kalau ado okok
balabiah wak agiah, yo saliang mangarati ajo di dalam ko pak.
Cuman wak yo dak nio mamintak do pak, kok di agiah wak
tarimo”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Kalau ada teman minta tolong saya tolong pak, kalau ada
berlebih rokok saya kasih.Ya saling mengerti saja di dalam sini
pak. Cuma saya tidak mau meminta pak, kalau di kasih saya
terima”. (Wawancara, 24 April 2021)
3) Informan AS
“Kok ado kawan mintak tolong, wak tolong, mode tu lo
sebaliknyo”. (Wawancara, 24 April 2021)
51
“Kalau ada teman minta tolong, saya tolong, begitu pun
sebaliknya”. (Wawancara, 24 April 2021)
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat di jelaskan bahwa
perilaku membantu orang lain yang dilakukan lansia seperti DT
membantu mengurut teman serta membagi makanan dan rokok,
begitupun dengan S dan DT yang akan siap membantu orang lain
selagi bisa.
f. Bagaimana anda membangun percakapan dengan orang lain?
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan
pelaku pedofilia sebagai berikut:
1) Informan DT
“Saya jarang bicara sama orang. Kalo gak ada diajak bicara,
saya gak bicara”. (Wawancara, 24 April 2021)
2) Informan S
“Yo batanyo-tanyo pak, kayak mananyo kaba kalau lamo dak
basobok pak. Yo kayak gitu lah pak”. (Wawancara, 24 April
2021)
“Ya dengan bertanya-tanya sih pak, seperti menanyakan kabar
kalo udah lama gak ketemu pak. Ya seperti gitu lah pak”.
(Wawancara, 24 April 2021)
3) Informan AS
“Batanyo-tanyo dulu pak, sekedar manyapo tu nanyo kaba. Yo
basa basi lah pak, awak urang minang ko. Waktu di lua pak,
kok pai ka kadai, nyo ado jo kawan di sinan pak. Kok di kadai
yo dak ado tanyo-tanyo kaba do pak, awak-awak jo di
sinannyo, yo gitu lah pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Bertanya-tanya terlebih dahulu pak, sekedar sapa lalu bertanya
kabar pak. Ya basa basi lah pak, kita orang minang. Waktu
diluar pak, kalo pergi ke warung, kadang ada saja teman. Kalo
di warung ya gak ada nanya-nanya kabar pak. Kita-kita aja di
sana pak. Ya begitulah pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
Berdasarkan data di atas di temukan bahwa dalam
membangun percakapan kepada lawan bicara, DT canggung untuk
52
memulai pembicaraan, apabila ditanya DT jawab dan apabila tidak
ditanya DT tidak menjawab. Berbeda dengan S dan AS yang
memulai percakapan dengan menanyakan kabar dan basa basi.
g. Bagaimana anda bersikap positif kepada orang lain?
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan
pelaku pedofilia sebagai berikut:
1) Informan DT
“Ya begitu lah, gada”. (Wawancara, 24 April 2021)
2) Informan S
“Ndak ado pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Tidak ada pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
3) Informan AS
“Ndak ado pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Tidak ada pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
Berdasarkan pernyataan di atas dapat di simpulkan bahwa
perilaku positif seperti menghargai orang lain dan memuji orang
lain tidak satupun dari lansia yang menunjukan perilaku tersebut.
h. Bagaimana anda menjaga barang orang lain yang anda pinjam?
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan
pelaku pedofilia sebagai berikut:
1) Informan DT
“Kalo saya jarang meminjam barang orang, ya namanya
minjam pasti dikembalikan”. (Wawancara, 24 April 2021)
2) Informan S
“Kalau maminjam barang teman, pastinyo wak jago elok-elok
pak, yo pasti e dibaliakan dak pak, dak lamak lo wak pinjam
barang urang lamo-lamo pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Kalau meminjam barang teman, pasti saya jaga dengan baik
pak dan di balikin pak, tidak enak meminjam barang orang
53
lama-lama pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
3) Informan AS
“Awak jago elok-elok pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Saya jaga dengan baik pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
Berdasarkan pernyataan di atas tentang menjaga barang
orang, terlihat sikap yang baik dari lansia seperti S dan AS yang
menjaga barang yang dipinjam dengan baik, namun beda halnya
dengan pernyataan DT yang jarang meminjam barang orang lain.
i. Bagaimana hubungan dengan orang di lingkungan tempat tinggal?
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan
pelaku pedofilia sebagai berikut:
1) Informan DT
“Aman-aman saja, kami di dalam gada masalah. Kalo dulu
waktu diluar senang-senang aja”. (Wawancara, 24 April 2021)
2) Informan S
“Elok-elok jo nyo pak. Kok dulu aman pak, tapi awak dari
ketek acok ka ladang jo ibu bapak. Dari ladang ka tampek
kawan tu jauah pak, yoo jarang wak kumpua jo kawan-
kawannyo pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Baik-baik saja pak. Kalo dulu aman juga pak, tapi saya dari
kecil sering ke ladang sama ibu, bapak, jarak dari ladang
ketempat teman itu jauh pak. Jadi jarang saya berkumpul
dengan teman-teman dulu pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
3) Informan AS
“Aman pak, kok ado kawan minta tolong wak tolong, mode tu
lo sebaliaknyo. Kok sabalum masuak di siko aman-aman lo nyo
pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Aman pak, kalau ada teman minta tolong saya bantu,
begitupun sebaliknya. Kalau sebelum masuk disini aman- aman
juga pak.” (Wawancara, 24 April 2021)
Hal ini juga di dukung oleh pernyataan regu pengaman
54
(RUPAM) yang menyatakan bahwa:
“Kalo yang tua-tua itu di dalam aman-aman saja,
tidak ada berbuat masalah. Dari mereka bertiga, yang abang
perhatikan, bapak DT dan S kurang berbaur dengan napi-
napi yang lain, mereka lebih sering menghabiskan waktu di
dalam kamar mereka. Kalo bapak AS yang nampak sama
abang, ia sering menonton tv di luar sama teman-taman
napi yang lain”. (Wawancara, 26 April 2021)
Berdasarkan data di atas, tentang hubungan dengan orang di
lingkungan tempat tinggal pada lansia pelaku pedofilia di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung ditemukan hasil bahwa
ketiga informan merasa aman berhubungan dengan orang di tempat
tinggalnya.
Kondisi berbeda dari pernyataan salah satu regu
pengamanan (RUPAM) tentang hubungan dengan orang di
lingkungan tempat tinggal menyatakan bahwa pada informan DT
dan S yang kurang bisa berbaur dengan orang-orang di dalam dan
lebih sering menghabiskan waktu di dalam kamar. Berbeda dengan
AS yang lebih sering di luar menonton TV bersama teman-teman
napi yang lain.
j. Bagaimana riwayat pendidikan anda?
1) Informan DT
“Sampai SMP”. (Wawancara, 24 April 2021)
2) Informan S
“Ada dulu sekolah pak, ada sekolah satu, dua tahun, sudah tu
gak sekolah lagi”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Ada dulu sekolah pak, kelas satu dua tahun, setelah itu tidak
ada lagi”. (Wawancara, 24 April 2021)
3) Informan AS
“SD kelas satu nyo pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Hanya kelas satu SD pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
55
Berdasarkan pernyataan di atas dapat dijelaskan bahwa
informan memiliki riwayat pendidikan yang buruk. Dari ketiga
informan hanya DT yang bersekolah hingga jenjang SMP,
sedangkan AS dan S sama-sama hanya bersekolah sampai kelas
satu SD.
k. Adakah kegiatan keagamaan yang di ikuti?
1) Informan DT
“Kegiatan gereja ada saya buat”. (Wawancara, 24 April 2021)
2) Informan S
“Dak do pak. Yo disiko lai ado mangaji-ngaji hari jumak,
sabalun urang jumak e! Wak mangaji dak pandai pak.
Sumbayang indak lo”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Tidak pak, disini ada kegiatan mengaji hari jum‟at sebelum
orang sholat jum‟at. Saya tidak bisa mengaji. Sembahyang
juga tidak”. (Wawancara, 24 April 2021)
3) Informan AS
“Indak pak, Awak dak pandai mangaji do pak, kok sambayang
lai, samanjak di siko lo lai sambayang pak”. (Wawancara, 24
April 2021)
“Tidak pak, saya tidak pandai mengaji, kalau sembayang
seenjak disini saja pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
Berdasarkan pernyataan di atas dapat dijelaskan bahwa,
spiritualitas DT terlihat cukup baik dengan membuat kegiatan
gereja di Lembaga Pemasyarakatan. Pada informan S dan AS
terlihat tingkat spiritualitasnya sangat buruk, S dan AS tidak bisa
mengaji dan jarang sholat.
l. Bagaimana pandangan anda tentang seksualitas pada usia lanjut?
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan
pelaku pedofilia sebagai berikut:
56
1) Informan DT
“Eeh! Minta sama istri. Saat mau tidur pegang badanya trus
bilang “aku mau nih” gitu. Kalo nolak gak usah di paksa lagi”.
(Wawancara, 24 April 2021)
2) Informan S
“Biaso-biaso se nyo pak. Lah lamo lo indak, awak carai masih
mudo jo bini wk nyo pak.”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Biasa-biasa saja pak, sudah lama tidak, saya bercerai ketika
isteri saya masih muda pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
3) Informan AS
“Kok awak masih kuek pak. Tu lah heran wak. Kawan-kawan
wak pun heran pak, ko bukan kecek-kecek kumuah lah pak.
Kalo sakali se samalam tu dak lamak perasaan awak do pak.
Sekurang-kurang e duo atau tigo. Memang awak ko lah tuo pak
e. Memang kuek wak kalo tentang seks ko. Memang wak akui”.
(Wawancara, 24 April 2021)
“Kalo saya masih kuat pak. Itulah pak heran saya pak. Teman-
teman saya pun heran. Ini bukan bicara kotor ya pak, kalau
hanya sekali dalam semalam itu, tidak enak perasaan saya pak,
minimal dua sampai tiga kali. Memang saya sudah tua pak.
Saya akui kalau tentang seks ini saya kuat”. (Wawancara, 24
April 2021)
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dijelaskan bahwa
hubungan intim di masa tua oleh DT yaitu DT tidak memaksa
pasangan jika tidak mau melakukan hubungan intim. S sudah lama
tidak merasakan hubungan intim dengan pasangan lantaran
disebabkan faktor perceraian. Masalah seksualitas di usia lanjut,
AS mengakui kalau AS kuat tentang seks, dan apabila hanya sekali
berhubungan badan dalam semalam, AS merasa tidak nyaman.
m. Bagaimana hubungan anda dengan keluarga?
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan
pelaku pedofilia sebagai berikut:
57
1) Informan DT
“Keluarga ya! Saya jarang di hubungi, HP gada. Anak istri ada.
Istri tu ndak pernah ada kunjungan. Karena jauh dan kami
orang miskin juga”. (Wawancara, 24 April 2021)
2) Informan S
“Kok kini ndak tau pak, baiak mati, sakik, di lua kini dak tau
pak. Jo istri lah lamo bacarai, alah 10 taun. Kok anak ado, tapi
hubungan jo anak ndak ado”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Kalau sekarang tidak tahu pak, baik mati, sakit, di luar
sekarang tidak tau pak. Dengan istri sudah lama bercerai, sudah
10 tahun. Kalo anak ada, tapi hubungan dengan anak tidak
ada”. (Wawancara, 24 April 2021)
3) Informan AS
“Jo bini patamo lai aman jo nyo pak, yo salah dek awak jo nyo
pak. Kalau bini kaduo yo salah dek inyo mah pak mako tajadi
nan modeko ka awak pak. Yo maaf kecek lah yo pak, hari dek
puaso. Apabilo wak nak ingin, susah lu. Bcakak dulu.Yo awak
nak ingin basetubuah e. Manolak e taruih, yo bacakak lah
dulu, cakak-cakak muluik e, haa tu baru namuah e. Kalau jo
keluarga yang lain elok-elok jo nyo, namun semenjak corona
ko dak do lai pak, HP dak ado, nomor HP e dak lo ado”.
(Wawancara, 24 April 2021)
“Dengan Isteri yang pertama aman-aman saja pak, yah karena
kesalahan saya juga. Kalau isteri yang kedua itu iya kesalahan
dia sehingga terjadi lah yang seperti ini pada saya pak. Ya maaf
sebelumnya pak, karena hari puasa, apabila saya kepingin,
bertengkar dulu, ya saya ingin bersetubuh, dia selalu menolak,
bertengkar lah dulu, ya bertengkar mulut. Setelah itu baru mau.
Kalau dengan keluarga yang lain, baik-baik saja, namun
semenjak corona tidak ada lagi pak, HP tidak ada, nomor HP
nya juga tidak ada”. (Wawancara, 24 April 2021)
Berdasarkan data di atas, tentang perilaku interpersonal
narapidana lansia pelaku pedoflia di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II B Muaro Sijunjung dapat dijelaskan terkait dengan
hubungan dalam berinteraksi dengan keluarga, hubungan yang
buruk dengan keluarga ini disebabkan narapidana lansia tidak
mampu berkomunikasi dengan baik dengan keluarga lantaran
58
kondisi yang mereka alami, seperti yang dialami Subyek S yang
sudah tidak peduli dengan kabar keluarganya. Berdasarkan hal
tersebut dapat dimaknai bahwa perilaku interpersonal narapidana
lansia terganggu karena tidak mampu berkomunikasi dengan baik
dengan keluarga.
Selanjutnya efek dari ketidakmampuan lansia dalam
berhubungan dengan keluarga menjadikan lansia pemurung dan
lebih suka menyendiri, seperti pada subyek S yang tidak
diperdulikan oleh keluarganya. Perilaku interpersonal lansia yang
kurang baik ini diperparah dengan buruknya perilaku interpersonal
lansia dengan istrinya, pada subyek AS buruknya hubungan dengan
istri adalah yang memicu perilaku penyimpanganya. artinya lansia
yang mengalami perilaku interpersonal yang buruk dengan
pasangannya berakibat menjadi seorang pedofilia.
Berdasarkan penjelasan di atas, ditemukan bahwa
narapidana lansia pelaku pedofilia tidak mampu berinteraksi
dengan baik, baik dengan keluarga, pasangan maupun dengan
lingkungan disebabkan oleh komunikasi yang kurang baik. Efek
yang ditimbulkan lansia menjadi tertutup dan melakukan perilaku
penyimpangan seksual.
n. Apakah anda memiliki teman bicara untuk permasalahan yang
anda alami?
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan pelaku
pedofilia sebagai berikut:
1) Informan DT
“Nggak ada”. (Wawancara, 24 April 2021)
2) Informan S
“Indak ado pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Tidak ada pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
59
3) Informan AS
“Ndak ado pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Tidak ada pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
Berdasarkan data di atas, tentang perilaku interpersonal
narapidana lansia pelaku pedoflia di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II B Muaro Sijunjung dapat dijelaskan bahwa interaksi
narapidana lansia dengan teman yang tertutup dan tidak memiliki
teman untuk berbagi cerita.
3. Self Related Behavior Pada Lansia Pelaku Pedofilia di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung
Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri adalah kapasitas
untuk menanggung konsekuensi, bertindak dengan baik atau secara
moral, mengungkapkan perasaan, bersikap positif, tanggung jajwab,
dan merawat diri sendiri untuk membuat asosiasi dengan orang lain.
a. Apakah memikirkan konsekuensi dari apa yang diperbuat ?
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan
pelaku pedofilia sebagai berikut:
1) Informan DT
“Enggak”. (Wawancara, 24 April 2021)
2) Informan S
“Ndak pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Tidak pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
3) Informan AS
“Ndak”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Tidak”. (Wawancara, 24 April 2021)
Berdasarkan pernyataan di atas dapat di lihat bahwa
narapidana lansia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro
Sijunjung tidak memikirkan konsekuensi dari apa yang
60
dilakukannya.
b. Apakah anda bertanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari?
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan
pelaku pedofilia sebagai berikut:
1) Informan DT
“Gak juga”. (Wawancara, 24 April 2021)
2) Informan S
“Ndak pak, sholat jarang, mengaji ndak bisa. Samanjak di
dalam ko lah awak mulai sholat pak, dulu pas di lua ndak ado
pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Tidak pak, sholat jarang, mengaji tidak bisa. Semenjak di
dalam ini lah saya mulai sholat lagi pak, dulu ketika di luar
tidak ada pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
3) Informan AS
“Ko lai indak nyo pak a, wak maninggaan bini nan sayang ka
awak pak. Pas wak pulang dak di tarimo dek anak lai pak.
Wak di usia dek anak pak, yo mode nan wak sabuik tadi pak, di
suruah sholat wak dak nio, yo memang kesalahan wak pak,
baa lai kan”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Ini buktinya tidak pak, saya meninggalkan istri yang sayang
sama saya. Ketika pulang tidak diterima lagi sama anak saya
pak. Saya di usir sama anak pak, seperti yang saya bilang tadi
pak, disuruh sholat saya tidak mau, yah memang ini semua
salah saya pak, tapi mau gimana lagi”. (Wawancara, 24 April
2021)
Berdasarkan pernyataan diatas dapat di lihat bahwa
narapidana lansia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II.B
Muaro Sijunjung tidak bertanggung jawab dalam kehidupan
sehari-hari.
c. Apakah anda merasa kesepian di saat banyak orang dan lebih
memilih menyendiri?
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan
pelaku pedofilia sebagai berikut:
61
1) Informan DT
“Saya lebih suka sendiri, saat ramai itu pusing kepala saya”.
(Wawancara, 24 April 2021)
2) Informan S
“Pas surang wak suko menyendiri, pas rami suko lo”.
(Wawancara, 24 April 2021)
“Ketika sendiri suka menyendiri, ketika ramai suka juga”.
(Wawancara, 24 April 2021)
3) Informan AS
“Awak suko rami-rami pak, bakumpua jo kawan-kawan”.
(Wawancara, 24 April 2021)
“Saya suka keramaian pak, berkumpul dengan teman-teman”.
(Wawancara, 24 April 2021)
Hal ini juga di dukung oleh pernyataan regu pengaman
(RUPAM) yang menyatakan bahwa:
“Iya ki, bapak DT dan S ini memang lebih sering di kamar,
kalau bapak AS iya sering kumpul-kumpul kelihatan sama
bang”. (Wawancara, 24 April 2021)
Berdasarkan data di atas, tentang perilaku yang
berhubungan dengan diri sendiri pada narapidana lansia di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Muaro Sijunjung dapat
dikaitkan dengan efek dari buruknya hubungan perilaku
interpersonal, yaitu lebih suka menyendiri. Subyek DT lebih suka
menyendiri, karena pada saat ramai DT merasakan pusing.
Selanjutnya pada subyek S yang jawabannya relatif dan pada
subyek AS yang lebih suka berkumpul bersama teman. Hal ini
sesuai dengan pernyataan salah satu regu pengaman (RUPAM)
yang mengatakan bahwa DT dan AS lebih sering di kamar, dan AS
yang terlihat sering berkumpul dengan teman-teman.
62
d. Apakah anda merasa depresi selama berada di dalam penjara?
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan
pelaku pedofilia sebagai berikut:
1) Informan DT
“Gada stress, yang terlalu panik juga gada”. (Wawancara, 24
April 2021)
2) Informan S
“Owh ndak ado pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Owh tidak ada pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
3) Informan AS
“Ndak ado pak, ndk ado nan paralu disesali”. (Wawancara, 24
April 2021)
“Tidak ada pak. Tidak ada yang perlu disesali”. (Wawancara,
24 April 2021)
Berdasarkan data di atas, tentang perilaku yang
berhubungan dengan diri sendiri pada narapidana lansia di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Muaro Sijunjung di dapatkan
bahwa dari ketiga informan tidak ada satu orang pun yang
mengalami stres dan depresi selama masuk penjara.
e. Apakah anda pernah mengalami pelecehan saat masih kecil :
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan
pelaku pedofilia sebagai berikut:
1) Informan DT
“Dulu waktu kecil sering orang yang lebih besar lecehkan-
lecehkan kita. Kalo kita gak mau di tamparnya kita haha”.
(Wawancara, 24 April 2021)
63
2) Informan S
“Ndak ado pak, kok bacakak jo kawan ado pak”. (Wawancara,
24 April 2021)
“Tidak ada pak, kalo berkelahi sama teman ada pak”.
(Wawancara, 24 April 2021)
3) Informan AS
“Ndak ado pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Tidak ada pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
Berdasarkan data di atas, tentang perilaku yang
berhubungan dengan diri sendiri pada narapidana lansia di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Muaro Sijunjung d dapatkan
bahwa dari ketiga informan hanya ada satu orang yang mengalami
pelecehan seksual saat masih kecil.
4. Task related Behavior Pada Lansia Pelaku Pedofilia di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung,
Task-related behavior merupakan bentuk perilaku atau respon
individu terhadap sejumlah tugas.
a. Bagaimana sikap anda saat mengerjakan tugas yang diberikan
kepada anda?
1) Informan DT
“Enggak ada menolak, kalo di suruh menyapu saya sapu, di
suruh mengepel saya pel, gada tolak-tolak”. (Wawancara, 24
April 2021)
2) Informan S
“Dikarajoan pak, kami di dalam saling bantu membantu”.
(Wawancara, 24 April 2021)
“Dikerjakan pak, kami di dalam saling bantu membantu”.
(Wawancara, 24 April 2021)
64
3) Informan AS
“Kok ado tugas dari petugas di dalam yo dikarajoan pak, kok
kawan mintak tolong salagi bisa wak tolong, kalo ndak bisa yo
ndak. Kadang awak nan di tolong, di dalam tu saling tolong
menolongnyo pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
“Kalo ada tugas dari petugas di dalam ya dikerjakan pak, kalo
teman minta tolong selagi bisa saya tolong, kalo gak bisa ya
enggak. Kadang saya yang di tolong, di dalam tu saling tolong
menolong aja pak”. (Wawancara, 24 April 2021)
Hal ini didukung oleh pernyataan salah satu Regu
Pengamanan (RUPAM) yang mengatakan bahwa:
“Ya sama seperti yang tadi juga, kalau yang tua-tua itu
mereka selalu mengerjakan tugas yang diberikan, mereka
lebih mudah diatur daripada napi yang muda-muda. Kalo
bapak DT, S, dan AS ini mereka hanya di bagian dalam,
tidak ada kebagian untuk kegiatan berladang di belakang.
Jadi kalo untuk kebersihan di dalam mereka melakukannya
dengan baik”. (Wawancara, 24 April 2021)
Berdasarkan data di atas, tentang sosial skill pada lansia
pelaku pedofilia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro
Sijunjung dapat dijelaskan terkait dengan perilaku yang
berhubungan dengan tugas sangat baik, terbukti dengan pernyataan
dari ketiga informan yang mengatakan bahwa mereka mengerjakan
setiap tugas yang diberikan, dan saling membantu dalam
mengerjakan tugasnya. Kondisi ini sesuai dengan pernyataan salah
satu regu pengamanan (RUPAM) yang menyatakan bahwa para
lansia melakukan tugasnya dengan sangat baik.
B. Pembahasan
1. Bentuk Environmental Behavior Pada Lansia Pelaku Pedofilia di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Muaro Sijunjung.
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan kepada
65
narapidana lansia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro
Sijunjung terkait dengan environmental behavior atau perilaku
terhadap lingkungan, di temukan perilaku yang baik. Perilaku
terhadap lingkungan menjadi hal dasar yang harus dilakukan demi
menjaga keberlangsungan lingkung tempat tinggal kita. Disamping
itu perilaku terhadap lingkungan yang baik juga memberikan
kenyamanan dan kesenangan tersendiri. Environmental behavior
lansia dalam penelitian ini bisa dilihat dari bagaimana lansia
menjaga kebersihan tempat tinggal, perilaku berkenaan dengan
keadaan darurat, perilaku menghindari pemakaian barang yang
menyebabkan limbah, dan pemanfaatan sampah yang bisa didaur
ulang oleh narapidana lansia.
Narapidana lansia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B
Muaro Sijunjung menjaga kebersihan lingkungan dengan membuang
sampah pada tempatnya, menyapu, mengepel, membersihkan WC,
dan memotong rumput seperti yang dilakukan oleh DT, S, dan AS.
AS mengatakan bahwa Hal ini dilakukan atas kesadaran dan
kenyamanan diri sendiri. Kondisi tersebut ditambah lagi dengan
pernyataan salah satu regu pengamanan (RUPAM) yang menyatakan
bahwa para lansia melakukan tugasnya dengan sangat baik.
Ketika terjadi kecelakaan, perilaku yang dilakukan oleh
lansia adalah dengan memberikan pertolongan pertama serta
membawa kerumah sakit, seperti yang di lakukan oleh DT yang
mengatakan bahwa kalau terjadi kecelakaan di depan matanya di
akan melihat dan membawa kerumah sakit. S dan AS juga demikian,
membawa kerumah atau memberikan pertolongan pertama terlebih
dahulu. Sebelum masuk dalam LAPAS, lansia juga cenderung
mendaur ulang barang yang bisa digunakan seperti AS yang
memakai kantong plastik sebagai tempat sampah dan membuat
asbak rokok dari kaleng bekas. S yang lebih memilih memakai
barang yang jelek dari pada di buang, dan DT memisahkan sampah
66
non organik untuk dijual kembali ke tempat penjualan barang bekas.
Narapidana lansia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B
Muaro Sijunjung jarang membeli barang dan makanan yang
menggunakan kemasan. Sebelum masuk ke Lembaga
Pemasyarakatan, DT, S, dan DT sering memakan masakan buatan
tangan sendiri ketimbang membeli makanan kemasan untuk makan
setiap harinya. S dan AS juga cenderung membeli rokok untuk di
konsumsi setiap harinya, di mana kemasan rokok di bungkus dengan
kertas.
Karena daya beli narapidana lansia kurang, maka sampah
dari makanan kemasan dan produk lainnya yang dihasilkan sangat
sedikit. Kondisi tersebut ditambah lagi dengan pernyataan salah satu
regu pengamanan (RUPAM) yang menyatakan bahwa untuk
menghindari limbah, narapidana di Lembaga pemasyarakatan Klas
II B Muaro Sijunjung disediakan tempat sampah untuk membuang
sampah, dan apabila sampah sudah penuh nantinya akan dibuang
dan dibakar di pembuangan sampah yang ada di Lembaga
pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung. Berdasarkan hal
tersebut dapat dimaknai bahwa perilaku terhadap lingkungan oleh
narapidana lansia sangat baik. Dapat dijelaskan dengan bagaimana
mereka menjaga kebersihan lingkungannya. menurut Ames &
Houston (dalam Nevid et al, 2005:83), tentang pelaku pedofilia yang
sejumlah kasus cocok dengan stereotip orang.yang lemah, pemalas,
mempunyai hubungan sosial yang canggung. Fakta dalam penelitian
ini pada aspek environmental behavior menunjukan bahwa pelaku
pedofilia tidak pemalas.
2. Bentuk Interpersonal Behavior Pada Lansia Pelaku Pedofilia di
Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung.
Berdasarkan hasil penelitian tentang prilaku interpersonal
narapidana lansia pelaku pedoflia di Lembaga Pemasyarakatan Klas
67
II B Muaro Sijunjung dapat dijelaskan bahwa semenjak berada
dalam penjara tentunya penerimaan pengaruh orang lain atau
menerima otoritas selalu dipatuhi lansia seperti pernyataan DT, S,
dan AS. Ketika berada diluar kondisi serupa tetap dilaksanakan
dengan mengikuti peraturan yang ada seperti DT mematuhi anjuran
pemerintah. Hal ini sesuai dengan pernyataan salah satu (RUPAM)
yang mengatakan bahwa lansia lebih mudah di atur di banding napi
yang muda.
Pada realitas kehidupan sosial, konflik sering muncul sebagai
sifat yang dipandang buruk. Terlepas dari kecurigaan yang muncul
hanya sebagai spekulasi dalam menganaliasis sebuah fenomena
sosial, namun pada saat yang sama kehadiran pertentangan masih
ditempatkan sebagai entitas yang memilukan bagi orang-orang yang
menyelidikinya dalam perspektif linieritas. Jelas, pandangan utama
para ahli, khususnya sosiolog, juga menggambarkan probabilitas
eksistensi ini (Mas’udi, 2015:179). Konflik yang terjadi pada
masyarakat disebabkan oleh perbedaan kepentingan yang kerap
membuat ketakutan, kegelisahan, kemalangan, dan kehancuran.
Salah satu dampak dari konflik adalah individu tidak dapat
melakukan kegiatan sebagaimana mestinya untuk mencari rezeki
(Ahmadin, 2017:224).
Salah satu cara yang dilakukan narapidana lansia di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung dalam mengatasi konflik
yaitu dengan cara damai seperti S dan AS. Berbeda dengan DT yang
merasa baik-baik saja dan tidak memiliki konflik. Pernyataan salah
satu regu pengaman (RUPAM) juga mendukung apa yang
disampaikan lansia bahwa DT, S, dan AS sejauh ini aman-aman
saja di dalam. Ini sejalan dengan pernyataan Sriyono dan Surajiyo
(2020:10) yang menyampaikan bahwa penanganan konflik secara
damai dan komprehensif sangat diperlukan. karena penyelesaiannya
adalah dengan cara menemukan sumber/dasar masalah perselisihan
68
dan menanganinya dengan memasukkan semua pihak ke dalam
perselisihan dan untuk situasi ini otoritas publik harus
memfasilitasinya.
Perubahan fisik dan kemunduran yang dialami lansia
membuat kurangnya minat untuk mencari perhatian kepada orang
lain di sekitarnya. Hal ini sejalan dengan ciri-ciri lansia menurut
Kholifah (2016:4), yaitu lansia merupakan periode kemunduran.
Penurunan kemampuan pada lansia sebagian datang dari keadaan
fisik dan keadaan psikologis. Motivasi mempunyai peran yang
penting dalam penurunan kemampuan pada lansia.
Perilaku memberi salam yang dilakukan S dan AS adalah
berjabat tangan dan mengucapkan salam. Kemudian perilaku
memberi salam pada narapidana lansia tampak hanya menyapa para
petugas dan orang yang diseganinya, dan memberi salam balik ke
orang yang menyapanya seperti pernyataan DT. Menurut salah satu
regu pengaman (RUPAM), bahwa narapidana lansia pasti menyapa
petugas atau pegawai yang lewat. Menurut Agus, dalam kajian
sosiolinguistik, kata sapaan merupakan salah satu bentuk pemarkah
linguistik yang sangat berpengaruh terhadap wujud pemakaian
bahasa, khususnya dalam hal penggunaan kata sapaan yang
digunakan oleh penutur wanita dan pria. (Pujiati, 2017:2).
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa
adanya bantuan orang lain, perilaku tolong-menolong sudah
sepatutnya dilakukan oleh setiap orang, hal tersebut juga dilakukan
oleh narapidana lansia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro
Sijunjung dalam kehidupan sehari-hari seperti DT yang membantu
mengurutkan teman, S dan AS memberi rokok, membagi makanan,
dan membantu teman yang memerlukan bantuan. Menurut Clark
dan Baston perilaku sosial adalah perilaku prososial yang.dipandang
sebagai segala tindakan yang ditujukan untuk memberikan
keuntungan pada satu dan banyak orang, (Rahman, 2014:220).
69
Narapidana lansia membangun percakapan dengan cukup
bagus. Percakapan merupakan wujud penggunaan bahasa yang
sangat komprehensif (Fakhruddin, 2017:42). AS dan S membangun
percakapan dengan menanyakan kabar dan menyampaikan maksud
dari tujuan yang ingin disampaikan. Kemudian DT yang enggan
untuk memulai bicara dan hanya berbicara ketika ditanya.
Sikap positif terhadap orang lain seperti memuji, memberi
penghargaan tidak pernah dilakukan oleh lansia baik itu DT, S, dan
AS. Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa ketika
ditanya tentang perilaku positif kepada lansia, ketiganya
menunjukan respon yang sama seperti tertegun sejenak memikirkan
apa yang telah mereka perbuat. Padahal perilaku positif yang
peneliti maksudkan sudah dijelaskan seperti menghargai orang lain
dan memuji. Menurut Wiguna (2017:50), sikap sosial adalah sikap
seseorang yang berkenaan antara dirinya dengan orang lain atau
masyarakat, yang mana sikap ini dilakukan dalam rangka menjaga
hubungan baik seseorang dengan orang lain sehingga bisa hidup
bersama berdampingan dengan baik dan saling memberi manfaat.
Menurut Peale berpikir positif adalah aplikasi langsung yang praktis
dari teknik spiritual untuk mengatasi kekalahan dan memenangkan
kepercayaan serta menciptakan suasana yang menguntungkan bagi
perkembangan hasil yang positif. (Kholidah dan Alsa, 2012:70).
Cartledge dan Milburn menyatakan, kepemilikan diri sendiri
dan orang lain adalah kesediaan meminjamkan dan atau
mengunakan milik orang lain dengan benar (Istihana, 2015:297).
Hal ini juga dilakukan oleh lansia, mereka menjaga barang orang
lain yang mereka pinjam dengan baik. Narapidana lansia dalam
penelitian ini merupakan orang yang minim akan pendidikan,
diketahui dari S dan AS yang bersekolah hanya sampai kelas satu
SD, dan hanya DT yang bersekolah sampai SMP. Lalu pada perilaku
70
spiritualitasnya, spiritualitas DT terlihat cukup baik dengan
membuat kegiatan gereja di Lembaga Pemasyarakatan. Pada
informan S dan AS terlihat tingkat spiritualitasnya sangat buruk, S
dan AS tidak bisa mengaji dan jarang sholat. Menurut hasil
penelitian ahli psikologi agama, kehidupan spiritual individu
meningkatkan pada usia lanjut. Dari sebuah penelitian dengan
sampel 1200 orang berusia 60-100 tahun menunjukkan adanya
kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan yang
semakin meningkat. Sementara pengakuan terhadap realitas tentang
kehidupan akhirat baru muncul sampai 100% setelah usia 90 tahun.
Seringkali kecenderungan meningkatnya kegairahan dalam bidang
spiritualitas ini dihubungkan dengan penurunan kegairahan seksual.
Menurut pendapat ini, individu usia lanjut mengalami frustasi di
bidang seksual sejalan dengan penurunan kemampuan fisik. Frustasi
semacam ini dinilai sebagai satu-satunya faktor yang membentuk
sikap keagaman (Desmita, 2007:163).
Pandangan lansia terhadap seksualitas di usia lanjut yaitu,
hubungan intim di masa tua oleh DT yang tidak memaksa
pasangannya jika tidak mau melakukan hubungan intim. S sudah
lama tidak merasakan hubungan intim dengan pasangan lantaran
disebabkan faktor perceraian. Masalah seksualitas di usia lanjut, AS
mengakui kalau dirinya kuat tentang seks, dan apabila hanya sekali
berhubungan badan dalam semalam, AS merasa tidak nyaman. Seks
merupakan salah satu masalah kesehatan yang di pengaruhi oleh
kondisi fisik, emosional, mental, dan spiritual. Penuaan
menyebabkan beberapa perubahan dalam kemampuan seksualitas
manusia, lebih banyak pada laki-laki daripada wanita. Pertambahan
usia menyebabkan menurunnya produksi hormon testosteron,
sehingga berpengaruh terhadap kemampuan seks seseorang. Seluruh
aspek kesehatan akan semakin menurun, badan mudah sakit atau
lelah, lebih sensitif dan seterusnya. Jika kondisi ini diabaikan dan
71
dianggap sebagai bagian dari proses penuaan maka kehidupan seks
mungkin akan menurun dan bahkan berhenti sama sekali (Desmita,
2007: 127).
Terkait dengan hubungan dalam berinteraksi secara informal
dengan orang lain, tidak memiliki teman dekat dan ditambah lagi
dengan interaksi narapidana lansia yang tertutup membuatnya tidak
memiliki teman untuk berbagi cerita. Hubungan lansia dengan
keluarga juga sangat buruk, disebabkan narapidana lansia tidak
mampu berkomunikasi baik dengan keluarga lantaran kondisi yang
mereka alami. Berdasarkan hal tersebut dapat dimaknai bahwa
perilaku interpersonal narapidana lansia yang buruk disebabkan
tidak mampu berkomunikasi dengan baik dengan keluarga dan juga
karena tidak adanya teman untuk berbagi cerita akan
permasalahannya.
Efek dari buruknya hubungan lansia dengan keluarga dan
teman, menjadikan lansia pemurung dan lebih suka menyendiri
seperti yang dialami DT dan S. Buruknya hubungan dengan
pasangan juga mempengaruhi keberlangsungan untuk melakukan
hubungan suami istri, sehingga tidak terpenuhinya kebutuhan
biologis menimbulkan perilaku penyimpangan seksual pada lansia
seperti yang dialami AS.
Berdasarkan penjelasan di atas, ditemukan bahwa narapidana
lansia pelaku pedofilia tidak mampu berinteraksi dengan baik, baik
dengan keluarga, pasangan, maupun dengan lingkungan disebabkan
oleh komunikasi yang kurang baik. Efek yang ditimbulkan lansia
menjadi tertutup dan melakukan perilaku penyimpangan seksual.
3. Bentuk Self related Behavior Pada Lansia Pelaku Pedofilia di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Muaro Sijunjung.
Berdasarkan data di atas, tentang perilaku yang berhubungan
dengan diri sendiri pada narapidana lansia di Lembaga
72
Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung dapat di kaitkan dengan
efek dari buruknya hubungan perilaku interpersonal, yaitu seperti
DT yang lebih suka menyendiri, merasa pusing saat keramaian, dan
ada juga yang suka berkumpul seperti AS dan S. Tetapi S
menunjukan sifat yang relatif, yaitu saat sendiri ataupun keramaian
dia tetap suka. Hal ini sesuai dengan pernyataan salah satu regu
pengaman (RUPAM) yang mengatakan bahwa DT dan AS lebih
sering menghabiskan waktu di kamar, dan AS yang terlihat sering
berkumpul dengan teman-teman. Menurut Deeken reaksi pertama
orang lansia adalah menarik diri dari lingkungan dan menyendiri
dengan penuh kenangan masa lalunya (Desmita, 2007:144). Secara
garis besarnya, kesepian di sebabkan oleh dua faktor utama, yaitu
precipitating events dan predisposing and maintaining factors.
Precipitating events merupakan peristiwa yang memicu timbulnya
kesepian pada diri individu. Peristiwa ini dibedakan atas dua yaitu,
perubahan relasi sosial individu secara aktual yang membawa
hubungan ke tingkat di bawah kondisi optimal, dan terjadinya
perubahan dan hasrat sosial individu. Predisposing and maintaining
factors yaitu, perasaan kesepian yang disebabkan oleh faktor variasi
kepribadian dan situasi yang dialami individu, (Peplau & perlman,
dalam Desmita, 2007:148-149).
Terkait dengan perilaku yang berhubungan dengan diri
sendiri, ketiga informan lansia, DT, S, dan AS tidak merasa depresi
dan tidak memikirkan konsekuensi dari apa yang dilakukannya.
Menurut Berger, terdapat sembilan kriteria penerimaan diri,
diantaranya adalah individu tidak mengandalkan diri pada tekanan
eksternal melainkan berdasarkan standar-standar internal sebagai
panduan dalam berperilaku, selanjutnya memiliki keyakinan diri
dalam menjalani hidup, bertanggung jawab dan menerima
konsekuensi atas perilakunya, menerima pujian dan kritikan secara
objektif, individu tidak berusaha untuk menolak dan mengingkari
73
keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki, merasa berharga dan
sederajat dengan orang.lain, tidak merasa bahwa orang.lain akan
menolaknya, tidak menganggap dirinya aneh, abnormal, dan berbeda
dengan orang lain, serta tidak merasa malu atau self-conscious
terhadap orang lain (Nisa dan Sari, 2019:16).
Narapidana lansia juga tampak buruk juga dalam bersikap
positif pada diri sendiri, seperti yang dialami DT. S yang
mengatakan AS yang tidak mensyukuri apa yang dia punya, seperti
meninggalkan keluarga, tidak bertanggung jawab, dan menyiakan
orang yang telah berbuat baik kepadanya. Tanggung jawab dalam
arti yaitu harus memikul beban kewajiban yang harus dilakukan
dalam setiap individu. Tanggung jawab berhubungan dengan
kualitas untuk bertanggung jawab secara moral, hukum dan mental
(Akila, 2020:227).
Narapidana lansia lebih suka memendam apa yang dirasakan
sendiri tanpa memberitahukannya pada orang lain. Banyak hal yang
dilakukannya menjadi tidak baik bagi dirinya maupun bagi orang-
orang yang berada di luar lingkungannya. Mereka yang seperti itu
cenderung melakukan aksi penyelesaian masalahnya dengan
memendam rasa emosinya, dan tidak menyalurkannya (Kurniawaty,
2012:14).
Pada pengalaman masa lalu narapidana lansia, informan DT
pernah mengalami pelecehan seksual saat masih kecil. Menurut
DSM-5, laki-laki dewasa dengan pedofilia sering melaporkan bahwa
mereka mengalami pelecehan seksual saat masih anak-anak. Namun,
tidak jelas apakah korelasi ini mencerminkan pengaruh kausal dari
pelecehan seksual masa kanak-kanak pada pedofilia dewasa (APA,
2013). Pada penelitian ini peneliti menemukan korelasi pengaruh
kausal dari pelecehan seksual masa kanak-kanak pada pedofilia
dewasa, yaitu pada salah satu lansia yang mengalami kekerasan
seksual oleh orang dewasa pada masa kanak-kanak.
74
4. Bentuk Task-related Behavior Pada Lansia Pelaku Pedofilia di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Muaro Sijunjung.
Perilaku yang berhubungan dengan tugas pada narapidana
lansia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung
terlihat bagus dari bagaimana lansia mengerjakan tugas atas
kesadaran sendiri tanpa disuruh petugas. Tugas yang dikerjakan oleh
lansia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro Sijunjung di
antaranya adalah menjaga kebersihan lingkungan. Seperti DT yang
menyapu, S dan AS yang saling bantu membantu teman.
Lingkungan yang bersih menumbuhkan kesenangan dan
kenyamanan tersendiri bagi narapidana lansia. Kondisi ini sesuai
dengan pernyataan salah satu regu pengamanan (RUPAM) yang
menyatakan bahwa para lansia melakukan tugasnya dengan sangat
baik.
Manusia wajib menjaga kebersihan badan dan kebersihan
lingkungannya. Kebersihan lingkungan merupakan kebersihan yang
ada di sekitar manusia, yaitu kebersihan tempat umum, kebersihan
rumah, dan kebersihan tempat kerja. Kebersihan lingkungan dimulai
dari menjaga kebersihan halaman dan jalan di depan rumah dari
sampah (Irawati, B, dan Marcella, 2019:47).
75
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang peneliti lakukan di lapangan dapat
disimpulkan bahwa penyebab lansia menjadi pelaku pedofilia adalah
karena faktor perceraian, buruknya hubungan dengan pasangan, dan
pelecehan di masa lalu sehingga menimbulkan perilaku penyimpangan
seksual. Pada penelitian ini peneliti melihat penyebab perilaku dari empat
aspek social skill lansia yaitu: (1) Environmental behavior, lansia
menghindari pemakaian produk yang menyebabkan limbah. Mendaur
ulang sampah. Sikap terhadap emergency yang baik. (2) Interpersonal
behavior, lansia yang menerima otoritas. Mengatasi masalah dengan
damai. Sikap yang enggan untuk mencari perhatian. Hanya menyapa orang
yang diseganinya, lalu berjabat tangan dan mengucapkan salam. Lansia
menunjukan perilaku menolong. Sikap canggung untuk memulai
pembicaraan, dan ada juga yang memulai percakapan dengan menanyakan
kabar dan basa-basi. Perilaku positif seperti menghargai orang lain dan
memuji orang lain tidak satupun dari lansia yang menunjukan perilaku
tersebut. Lansia menjaga barang yang dipinjamnya dengan baik. (3) Self
related behavior, lansia tidak memikirkan konsekuensi dari apa yang
dilakukannya. Tidak bertanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari.
Lebih suka menyendiri, dan ada juga yang lebih suka berkumpul bersama
teman. Selama berada di dalam penjara narapidana lansia tidak merasakan
stress. Dari ketiga informan hanya ada satu orang yang mengalami
pelecehan seksual saat masih kecil. (4) Task related behavior, lansia
mengerjakan setiap tugas yang diberikan, dan saling membantu dalam
mengerjakan tugas. Perilaku yang terjadi pada lansia tidak terlepas dari
pengalaman masa lalunya, dengan kata lain kondisi pada saat ini dapat
dijelaskan melalui masa lalu. Keadaan masa lalu dapat memberitahukan
keadaan pada masa sekarang.
76
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian tentang social skill pelaku pedofilia
(studi fenomenologis pada narapidana lansia di Lembaga Pemasyarakatan
Klas II B Muaro Sijunjung) penulis menyarankan sebagai berikut:
1. Saran untuk orang tua
Orang tua hendaknya menanamkan nilai-nilai agama dalam
kehidupan sehari-hari kepada anak, menerapkan pola asuh yang baik,
memberikan pengetahuan seksualitas pada anak sejak usia dini, dan
lebih mengawasi anak agar tidak menjadi korban pedofil
2. Saran untuk pasangan suami isteri
Hendaknya saling mengerti satu sama lain, menjaga komitmen
yang telah dibuat sebelum menikah, menjalani hubungan suami isteri
dengan baik supaya terpenuhi kebutuhan biologisnya, agar tidak terjadi
perceraian dan penyimpangan seksual.
3. Saran untuk penelitian selanjutnya
Pembaca hendaknya dapat melanjutkan penelitian terkait
dengan pelaku pedofilia, bisa menngunakan aspek lain selain
keterampilan soisal, seperti aspek biologis, intelegensi, dan lain-lain.
Pembaca juga sebaiknya bisa memahami karakteristik lansia sebelum
melakukan penelitian terkait. Pembaca hendaknya lebih memahami
bagaimana cara menyikapi pelaku penyimpangan seksual dalam
kehidupan bermasyarakat khususnya pelaku pedofilia.
77
DAFTAR.PUSTAKA
Akila. 2020. Pengaruh Tanggung Jawab dan Loyalitas Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan Pada Wisma Grand Kemala Palembang. Jurnal Media Wahana
Ekonomika 17(3): 227.
Ahmadin. 2017. Konflik Sosial Antar Desa Dalam Perspektif Sejarah di Bima.
JIME.3(1): 224.
Amin, M. F. A. 2019. Peran Sosial Skill Training Dalam Meningkatkan
Keterampilan Sosial Pasien Skizofrenia Katatonik. Jurnal Intervensi
Psikologi 11(2): 103.
American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and. Statistical Manual.of
Mental Disorders DSM-5. fifth edition. American Psychiatric Publishing.
Washington, DC.
Beheshtifar. M., dan T. Norozy. 2013. Social Skills: A Factor to Employees'
Success. International Journal of Academic Research in Business and
Social Sciences 3(3): 75.
Bowman, B. 2010. Children, pathology and politics: a genealogy of the
paedophile in South Africa between 1944 and 2004. South African Journal
of Psychology 40(4): 444.
Chaplin, J. P. 1981. Dictionary of Psychology. Cetakan ketujuh. Dell Publishing.
New York. Terjemahan Kartono, K. 2014. Kamus Lengkap Psikologi.
Cetakan Keenam belas. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Cohen. S., M. S. Clark., dan D. R. Sherrod. 1986. Social Skills and the Stress-
Protective Role of Social Support. Journal of Personality and Social
Psychology 50(5): 964.
Desmita. 2007. Psikologi Orang Dewasa. Cetakan pertama. STAIN Batusangkar
Pers. Batusangkar.
Fakhrudin, M. 2017. Penerapan Kaidah Berbahasa Dalam Percakapan Berbahasa
Indonesia. Journal of Language learning and Research 1(1): 42.
Hurlock, E. B. 2012. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Edisi Kelima Erlangga. Jakarta.
Irawati, D. Y., Y. H. B., dan O. Marcella. 2019. Peningkatan Lingkungan Bersih
78
dan Sehat di Kampung Kalisari Timur I, Surabaya. Jurnal Bakti Saintek
3(2): 47.
Istihana. 2015. Keterampilan Hubungan Sosial Santri di Pesantren. Jurnal
Pendidikan Islam 6:295-298.
Jamin. 2016. Analisis Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pedofilia .(Kelainan
Orientasi Seksual) Menurut Hukum Positif. Tesis. Program Magister (S2)
Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.
Kementerian Kesehatan RI. Lansia di Indonesia. 2017 (Brochure). Jakarta
Selatan, Indonesia.
Khaidir, M. 2007. Penyimpangan Seks (Pedofilia). Jurnal Kesehatan Masyarakat
1(2):84.
Kholidah, E. N., dan A. Alsa. 2012. Berpikir Positif.untuk Menurunkan Stres
Psikologis. Jurnal Psikologi 39(1): 70.
Kholifah, S. N. 2016. Keperawatan Gerontik. Cetakan Pertama. Kementerian
Kesehatan Republik RI. Jakarta Selatan.
Kiik, S. M., J. Sahar., dan H. Permatasari. 2018. Peningkatan Kualitas Hidup
Lanjut Usia (Lansia) di Kota Depok Dengan Latihan Keseimbangan. Jurnal
Keperawatan Indonesia 21(2): 110.
Kurniawaty, R. 2012. Dinamika Psikologis Pelaku Self.Injury (Studi Kasus Pada
Wanita Dewasa Awal). Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi 1(1):
14.
Kompas. 2020. Setubuhi gadis di bawah umur lima kali, lansia di kebumen
ditangkap. https://kompas.com/ diakses pada 23 Januari 2021.
Maslim, R. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan
DSM-5. Cetakan kedua. PT. Nuh Jaya. Jakarta.
Mas‟udi. 2015. Akar-Akar Teori Konflik: Dialektika Konflik; Core Perubahan
Sosial dalam Pandangan Karl Marx dan George Simmel. Jurnal.Ilmu
Aqidah dan Studi Keagamaan 3(1): 179.
Moleong, L. J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cetakan keduapuluh dua.
PT Remaja Rosdakarya. Bandung.
Moleong, L. J. 2017. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cetakan ketigapuluh
enam. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.
79
Nevid, J.S., S. A. Rathus., dan B. Greene. 2003. Abnormal Psychology In a
Changing World Fifth edition. Pearson Education. New York. Terjemahan
Basri. A. S., A. Ginanjar., E. K. Poerwandari., i. Saraswati., S. Musabia., F.
Nurwianti., I. S. Hutauruk., F. Fausiah., D. Oriza., dan D. R. Bintar.
2005. Psikologi Abnormal. 2005. Edisi kelima. Erlangga. Jakarta.
Nisa, H., dan M, Y. Sari. 2019. Peran Keberfungsian Keluarga Terhadap
Penerimaan Diri Remaja. Psikoislamedia Jurnal Psikologi 4(1): 16.
Nugraini, I., dan N. Ramdhani. 2016. Keterampilan Sosial Menjaga Kesejahteraan
Psikologis Pengguna Internet. Jurnal Psikologi 43(3): 186.
Pambudi, H. A., Dwidiyanti. M., dan Wijayanti, D.Y. 2018. Pandangan Lansia
Tentang Seksualitas Pada Lanjut Usia. Jurnal Kesehatan 09(1): 155-1556.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2020 Tentang Tata
Cara.Pelaksanaan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik,
Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual
Terhadap Anak. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6585. Jakarta.
Pujiati, T. 2017. Penggunaan Bentuk Sapaan Berdasarkan Perspektif.Gender Pada
Mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia Universitas Pamulang: Kajian
Sosiopragmatik. Jurnal.Sasindo Unpam 5(2): 2.
Puspaningrum, B. A. 2020. Terlibat kasus pedofil terbesar di Perancis, dokter
bedah di penjara 15 tahun. https://amp.kompas.com/diakses pada 12 Januari
2021.
Putri, S. D. N. O., dan A. Purnamasari. 2014. Keterampilan Sosial Pada Siswa
Taman Kanak-Kanak Tahfidz. Journal Psikologi Integratif 2(1): 72.
Rachmawati, I. N. 2007. Pengumpulan Data Dalam Penelitian Kualitatif:
Wawancara. Jurnal Keperawatan Indonesia 11(1): 35.
Raco, J. R. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Jenis, Karakteristik, dan
Keunggulannya. Cetakan pertama. PT Grasindo. Jakarta.
Rahman, A. A. 2014. Psikologi Sosial Integrasi Pengetahuan Wahyu dan
Pengetahuan Empirik. Cetakan Kedua. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Salim., dan Syahrum. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cetakan kelima.
Ciptapustaka Media. Bandung.
80
Saputra, R. Daharmis., dan Yarmis. 2016. Ketercapaian Tugas Perkembangan
Usia Lanjut Ditinjau dari Jenis Kelamin dan Latar Belakang Budaya serta
Implikasinya pada Bimbingan dan Konseling. JPPI. 2(1): 33-34.
Schultz, D.P., dan S. E, Schultz. 2011. A History of Modern Psychology. Edisi
Kesepuluh. Wadswoth. USA. Terjemahan Hardian. L. 2015. Sejarah
Psikologi Modern. Cetakan pertama. Nusa Media Bandung.
Seto, M. C. 2008. Pedohopilia and Sexual Offending Againt Children, Theory.
Assessment, and Intervention. Edisi pertama. American Psychological
Association. Washington DC.
Setiawan, E. 2016. Kejahatan Seksual Pedofilia Dalam Perspektif Hukum Pidana
dan Islam. Jurnal.Hukum Islam 14(2): 12.
Sriyono, dan Surajiyo. 2020. Efektifitas Penyelesaian Konflik Sosial Secara
Damai. Prosiding Seminar Nasional. dan Call Paper “Psikologi Positif
menuju Mental.Wellness”. 17-18 Juni: 10.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Cetakan
kesembilan belas. Alfabeta. Bandung.
Sutopo, H. B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Pertama. Sebelas
Maret Universty Press. Surakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3614. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 109. Jakarta.
Wardhani, Y. F., dan A. Kurniasari. 2016. Pedofilia Sebagai Ancaman
Tersembunyi Bagi Anak. Sosio Informa 2(3): 317.
WHO. 2018. Ageing And Health. 06 Januari 2021 (23:35)
Wiguna, A. 2017. Upaya mengembangkan Sikap Spiritual dan Sosial Peserta
Didik Berbasis Psikologi Positif di Sekolah. Journal Of Basic Education
1(2): 50.
VERBATIM WAWANCARA
Interviewee : DT
Tanggal Wawancara : 24 April 2021
Lokasi Wawancara : Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro
Sijunjung
Jenis wawancara : Semi Terstruktur
Sumber data : Primer
Nama Verbatim Analisis Gejala/
Coding
NMS Selamat pagi pak
DT Pagi
NMS Bagaimana kabarnya pak
DT Baik baik
NMS Lancar puasanya pak
DT Maaf saya orang kristen
NMS Owh.. non muslim.
Jadi gini pak, saya mahasiswa Psikologi
Islam IAIN Batusangkar, saya ingin sedikit
berbincang-bincang dengan bapak tentang
kehidupan.
Sebelumnya jelas kedengeran suara saya
pak?
DT Jelas jelas
NMS Maaf sebelumnya pak, dengan bapak siapa
ya?
DT D
NMS Bapak D kampungnya dimana?
DT Di mentawai
NMS Baik pak, pertama saya ingin bertanya
mengenai keluarga bapak. Bagaimana
hubungan bapak dengan keluarga bapak?
DT Keluarga ya! Saya jarang di hubungi,
HP gada. Kalo dulu aman-aman saja.
Interpersonal
Behavior:
Hubungan DT
dengan keluarga
sepertinya baik-
baik saja, namun
semenjak pandemi
Covid 19. DT
jarang
mendapatkan
kunjungan
sehingga tidak ada
komunikasi dengan
keluarga.
NMS Owh.. kunjungan pun gada ya pak?
DT Kunjungan gada
NMS Maaf sebelumnya pak maksud saya
hubungan dengan anak istri?
DT Anak istri ada. Istri tu ndak pernah ada
kunjungan. Karena jauh, dan kami
orang miskin juga
NMS Ok sekarang saya mau nanya mengenai
lingkungan tempat tinggal bapak sekarang
di dalam
DT Banyak makan
NMS Maaf sebelumnya pak, masksud saya
lingkungannya pak
DT Lingkungan disini?
NMS Iya pak
DT Bangun tidur maraton dikit, kalo ada air
saya mandi, kadang-kadang gada air saya
enggak mandi, istirahat dulu, kalo ada nasi
saya makan, kan saya gak puasa, karena
saya orang kristen juga, kalo gada gak usah
makanlah hahaha
NMS Hahaha apa juga yang mau di makan kalau
gada makanan ya pak.
Nah gini pak, lingkungan yang saya
maksud ini seperti susanananya gimana,
kebersihannya, dan lain-lain.
DT Suasana tempat tinggal saya biasa-biasa
aja.
Environmental
Behavior: Perilaku
menjaga
lingkungan yang di
lakukan DT yaitu
menyapu ruangan
dan halaman.
NMS Hmmm ok pak, dari yang biasa-biasa
tersebut, gimana sih bapak menjaga
kebersihan lingkungan tempat tinggal
bapak?
DT Yah begitulah, gimana mau jelasinya, gak
tau aku
NMS Berarti bapak gada menyapu-menyapu ya
DT Kalo di dalam menyapu ada, jaga
kebersihan ada, tiap pagi bangun tidur
buka pintu kami menyapu di halaman,
bersih-bersih ruangan di luar, bersihin
WC juga.
NMS Kalau di luar sebelum masuk di sini
bagaimana pak, apakah bapak masih
melakukannya
DT Di luar dulu juga sama
NMS Beararti bapak sudah merasa menjaga
lingkungan tempat tinggal dengan sangat
baik ya
DT Iya
NMS Kalau begitu, bagaimana perilaku bapak
untuk menghindari pemakaian produk
yang menyebabkan limbah?
DT Maksudnya?
NMS Maksudnya untuk tidak menimbulkan
limbah sampah, apa yang bapak lakukan.
Membeli barang dengan kemasan
contohnya!
DT Saya jarang beli-beli itu, di sini gada
uang, keluarga gada datang, karena
Covid ini kan, ya mau gimana lagi.
Environmental
Behavior: DT
jarang membeli
produk yang
menghasilkan
limbah.
NMS Kalau makan gimana pak? Ada gak
membeli makanan-makanan kemasan?
DT Makan di sini ada di kasih petugas.
NMS Kalau dulu waktu masih bebas gimana
pak, ya cara bapak agar mengurangi
limbah itu lah
DT Kalo dulu saya biasa beli nasi bungkus,
goreng, kalau makanan ringan atau
minum-minuman itu jarang.
Sampahnya nanti di buang tempat
sampah, di bakar.
NMS Baik pak, selanjutnya saya ingin tanya
bagaimana bapak memanfaatan sampah
yang bisa di daur ulang?
DT Kalau disini gak ada. Environmental
Behavior: DT
mengumpulkan
barang-barang
bekas untuk di jual.
NMS Kalau dulu pak?
DT Kalau dulu saya ada kumpulin botol-
botol plastik bekas, paku-paku bekas
untuk di jual.
NMS Waah, lumayan yah pak, buat nambah-
nambah uang. Saya di rumah juga begitu
pak, nanti pas banyak saya jual,
lumayanlah buat nambah uang saku.
Hmm baik pak, bagaimana hubungan
bapak dengan orang di dalam?
DT Aman-aman saja, kami di dalam gada
masalah.
Interpersonal
Behavior: DT
mengatakan bahwa
hubungannya
dengan lingkuan
tempat tinggalnya
aman-aman saja
dan senang-senang
saja ketika di luar
dulu.
NMS Jadi bapak merasa cocok
DT Iya cocok
NMS Lalu bagaimana dengan tempat tinggal
bapak yang dulu?
DT Iya sama aja, biasa-biasa aja. Maksudnya
tempat tinggal yang mana ya?
NMS Di kampung sebelum bapak masuk kesini
DT Di kampung di ladang aja
NMS Bagaimna bapak menjalin hubungan
dengan orang di kampung dulu
DT Zaman dulu? Haha Gada pun gada yang
kasih tau gada bicara-bicara
NMS Kenapa bisa begitu pak
DT Ya karena jauh juga
NMS Enggak maksud saya dulu sebelum bapak
masuk di sini
DT Kalo dulu waktu di luar senang-senang
aja
NMS Senang-senang aja ya pak. Pernah gak
bapak tu merasa di abaikan kucilkan sama
lingkungan bapak
DT Pernah!
NMS Gimana tu pak
DT Yah dulu sama teman, pas mau masuk LP
bilang kesehatan di jaga, jangan berbuat
ulah
NMS Owh begitu ya pak.
Jadi dulu waktu bapak masih diluar, masih
bebas maksudnya, saat melakukan
kegiatan sehari-hari, pernah gak bapak tu
merasa orang orang tu gak menginginkan
bapak
DT Yah pernah juga, pas masuk di LP
NMS Maaf sebelumnya bapak. Sebelum masuk
disini maksudnya
DT Hahaha
NMS Haha Jadi bapak merasa didukung oleh
lingkunagan tempat tinggal bapak ya
DT Yah saya di dukung
NMS Di dukung seperti apa pak
DT Yah... senang
NMS Kalau misal ada kecelakaan di depan mata
bapak, apa yang bapak lakukan?
DT Saya lihat, saya bantu bawa kerumah
sakit. Kalo didalam ini pak jarang ada
kecelakaan-kecelakan. Ya paling kita
panggil petugas untuk menolongnya.
Environmental
Behavior: DT
membantu orang
yang kecelakaan
dengan membawa
ke rumah sakit.
NMS Ok pak, bagaimana bapak menjaga barang
orang lain yang bapak pinjam?
DT Kalo saya jarang meminjam barang
orang, ya namnya minjam pasti di
Interpersonal
Behavior: DT
kembalikan terlihat jarang
meminjam barang
orang, dan kalau
pun meminjam,
pasti di
kembalikan.
NMS Baik pak, yang namanya manusia pasti
punya masalah, ketika bapak ada masalah,
siapa sih teman bapak untuk berbagi cerita.
Misalkan gini, bapak ada masalah nih, trus
bapak ingin cerita sama orang, ada gak
teman bapak?
DT Gada Interpersonal
Behavior: DT tidak
memiliki teman
untuk berbagi
cerita akan
permasalahannya.
NMS Lalu bagaimana bapak mengatasi konflik
yang terjadi pada diri bapak?
DT Gada, ya aman-aman aja, ya mau
gimana lagi
Interpersonal
Behavior: DT
terlihat tidak bisa
mengatasi konflik
yang ada pada
dirinya.
NMS Baik pak, apakah bapak memikirkan
konsekuensi dari perbuatan bapak?
DT Enggak. Self related
Behavior: DT tidak
memikirkan
konsekuensi dari
apa yang di
lakukannya.
NMS Bagaimana bapak berperilaku positif
kepada orang lain?
DT Ya begitu lah pak, gada Interpersonal
Behavior: DT tidak
menunjukan sikap
seperti memuji dan
menghargai orang.
NMS Bagaimana bapak membangun percakapan
dengan orang lain?
DT Saya jarang bicara sama orang. Kalo
gak ada diajak bicara, saya gak bicara
Interpersonal
Behavior: DT
terlihat tidak bisa
membangun
percakapan dengan
orang. DT hanya
akan bicara kalau
di ajak bicara
duluan.
NMS Terus bagaimana bapak menarik perhatian
orang untuk mendapat pengakuan?
DT Gak ada, saya gak ada mencari-cari
perhatian. Santai-santai aja.
Interpersonal
Behavior: DT
terlihat tidak bisa
mencari perhatian
untuk sebuah
pengakuan kepada
orang lain.
NMS Misalakan orang minta tolong ke bapak
gimana ?
DT Ya di dalam kalo ada teman minta urut
saya bantu urut, kalo ada rokok saya
bagi, kalo ada makanan saya bagi
Interpersonal
Behavior: DT
membantu
mengurut teman,
dan membagi
rokok dan makanan
kepada teman.
NMS Baik pak, misal kalo ada orang lewat,
gimana bapak memberi salam atau
menyapa orang tersebut?
DT Kalo ada petugas yang lewat saya sapa.
Kalo yang lain gada, kalo saya di sapa,
saya sapa balik.
Interpersonal
Behavior: DT
menyapa orang
yang di segani
seperti petugas, dan
tidak menyapa
orang lain kalau
tidak di sapa
duluan.
NMS Kalau di tempat tinggal dulu gimana pak?
DT Kalo dulu di luar sapa juga
NMS Baik pak, masalah tempat tinggal tadi pak.
Bapak dulu dimana tinggal?
DT Di mentawai
NMS Kampung kecilnya pak
DT Di Saumanganyak
NMS Disitu banyak gak anak anak main dulu
DT Iya banyak, di lingkungan banyak anak
anak yang main, Cucu, teman cucu
NMS Dekat gak bapak dengan anak anak
DT Dekat ya gk juga, kalo sama cucu dekat
NMS Lalu gimana bapak membujuk anak anak
supaya dekat dengan bapak
DT Gak, gada, kalau cucu, disuruh mandi dia
mandi, kalau minta jajan “kek minta jajan
seibu” ha dikasih kalo ada uang haha
NMS Ok pak, sekarang saya mau nanya
mengenai diri bapak, bisa gak bapak
menjelaskan tentamg diri bapak
DT Tentang diri aku? Bisa. Semenjak aku di
luar aku berladang terus. Bisa berkawan
dengan kawan. Berladang dengan
keluarga, kebersamaan kan. Kadang
pulang sore, mandi, masak, makan
bersama. Apa lagi?
NMS Ok baik bak, maksud saya disini bisa gak
bapak menjelaskan mengenai kelebihan
dan kekurangan bapak
DT Kelebihan, gada, kakurangan yang banyak
haha
NMS Kekurangan seperti apa pak
DT Kadang sambal gada kan kekurangan,
rokok gada haha
NMS Haha iya pak, itu kan kekurangan secara
materi kalo di diri bapak
DT Ya kalo sakit barobat kerumah sakit, ke
pesukesmas. Saya nih sering sakit, sejak
tahun 2013, ini kepala sakit terus, berobat
terus. Sampai disini aku berobat terus,
kayak terbakar di kepala.
NMS Udah lama banget ya pak, trus disini
obatnya apa pak?
DT Itu obatnya ada di kasih pak Ref. Ini
kepala sakit terus.
NMS Kalo kegiatan di dalam bapak gada pergi
berladang ke belakang
DT Gada
NMS Kenapa gak coba
DT Ya saya sakit terus
NMS Kan dengan kerja bisa keluar keringat jadi
tambah sehat daripada tidur terus di kamar,
mungkin bisa d coba pak
DT Ya di coba lah kalau bisa
NMS Baik pak, saat bersama istri dulu
bagaimana bapak menjalin hubungan intim
dengan istri
DT Dulu?
NMS Ya dulu sekarang mana bisa kan pak haha
DT Hahaha kalo dulu senang-senang aja
NMS Gada masalah ya pak
DT Iya gada masalah
NMS Gimana bapak mintaknya
DT Eeh? Minta sama istri.
Saat mau tidur pegang badanya trus
bilang “aku mau nih” gitu
Interpersonal
Behavior: DT tidak
memaksa
pasangannya saat
berhubungan
badan.
NMS Pernah nolak gak pak
DT Ndak!
Eeh.. pernah dia nolak.
Kalo nolak gak usah di paksa lagi
DT Baik pak, bapak tu merasa jadi panutan
gak bagi keluarga
NMS Iyalah
DT Dari mana bapak melihatnya
NMS Dari pemikiran sendiri
DT Melihat sama kawan juga.
Apa yang menurut orang baik kita buat
yang terbaik.
NMS Baik pak, apakah ketika keramaian bapak
merasa sepi.
Maksudnya saat sedang ramai bapak
merasa panik gak
DT Ya panik. Gak suka keramaian ya pak,
lebih suka sendiri. Saya lebih suka
sendiri, saat ramai itu pusing kepala
saya
Self related
Behavior: DT
tipikal orang yang
tidak menyukai
keramaian, di
keramain DT
merasakan pusing
di kepala.
NMS Apakah bapak merasa depresi gak pak,
stress atau panik gitu?
DT Gada stress, yang terlalu panik juga
gada
Self related
Behavior: DT tidak
ada mengalami
stress saat di dalam
penjara.
NMS Baik pak Jika saya menanyakan tentang
masa kecil bapak, apakah bapak masih
menginatnya gak?
DT Hahaha mana lah ingat
NMS Owh begitu.
Bapak dulu sekolah gak pak?
DT Owh, sekolah!
NMS Sampai mana pak?
DT Sampai SMP Interpersonal
Behavior: DT
bersekolah hanya
sampai SMP.
NMS Kalo masa SD masih ingat pak?
DT Iya masih lah haha
NMS Pernah gak bapak dulu waktu SD di buly
sama teman bapak?
DT Sama kawan kecil?
NMS Iya, sama kawan SD, SMP
DT Iya pernah
NMS Seperti apa itu pak?
DT Ehh.. maksudnya gimana?
NMS Di buly sperti apa bapak, atau di lecehkan
pernah gak bapak dulu?
DT Dak pernah aku di lecehkan.
Dulu baik-baik aja sama teman, dulu gada
leceh-lecehkan.
Apalagi kalo disini, kan senang-senang aja
sama teman.
NMS Maksudnya waktu kecil pak?
Dulu waktu kecil sering orang yang
lebih besar lecehkan-lecehkan kita. Kalo
kita gak mau di tamaparnya kita haha
Self related
Behavior: DT
pernah mengalami
pelecehan saat
masih kecil oleh
orang yang lebih
besar darinya.
NMS Baik pak, kalo disini aman-aman aja sama
teman ya
DT Iya disini aman
NMS Ok pak, ada gak prestasi bapak waktu
sekolah dulu?
DT Owh gada
NMS Juara kelas?
DT Juara enggak.
Dak da prestasi
NMS Kalo kegiatan di dalam sekarang gimana
pak, kan ada kegiatan mental rohani dan
kemandirian
DT Kegiatan gereja saya buat Iinterpersonal
Behavior: DT
membuat kegiatan
gereja di LAPAS
NMS Kegiatan seperti apa tu pak?
S Ya gitulah
NMS Owh.. ada gak kegiatan lomba-lombanya
pak?
DT Ada waktu 17 Agustus
NMS Pernah gak bapak menang lomba
DT Gak pernah menang lomba
NMS Baik pak, bagaimana bapak bertanggung
jawab dalam kehidpan sehari-hari?
DT Gak juga Self related
Behavior: DT
merasa tidak
bertanggung jawab
dalam kehidupan
sehari-hari.
NMS Baik pak, sekarang saya mau nanya
bagaimana bapak menerima otoritas dalam
kehidupan. Maksudnya mematuhi perintah
orang yang berkuasa di atas bapak?
DT Gak tau saya
NMS Ya kalo disini seperti petugas, atau dulu
kayak pemerintah, atau juga seperti orang
yang bapak segani lah.
DT Kalau di suruh kumpul sama petugas,
kami ngumpul, seperti kesisni, pake
masker kata petugas kami pake. Kalau
dulu patuh sama pemerintah
Interpersonal
Behavior: DT
menerima otoritas
dari petugas dan
pemerintah.
NMS Baik pak, selanjutnya bagaimana sikap
bapak saat mengerjakan tugas yang di
berikan kepada bapak?
DT Enggak ada menolak, kalo di suruh
menyapu saya sapu, di suruh mengepel
saya pel, gada tolak-tolak.
Task Related
Behavior: DT
mengerjakan tugas
yang di berikan
dengan baik.
NMS Ok baik pak, kayaknya hanya itu yang
ingin saya tanyakan kepada bapak,
terimakasih banyak pak atas waktunya
karena telah bersedia di wawancara.
VERBATIM WAWANCARA
Interviewee : S
Tanggal Wawancara : 24 April 2021
Lokasi Wawancara : Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro
Sijunjung
Jenis wawancara : Semi Terstruktur
Sumber data : Primer
Nama Verbatim Analisis Gejala/
Coding
NMS Selamat pagi pak
S Pagi
NMS Bagaimana kabarnya pak?
S Baik pak
NMS Lancar puasanya pak?
S Alhamdulillah pak
NMS Alhamdulillah.
Jadi gini pak, saya mahasiswa Psikologi
Islam IAIN Batusangkar, saya ingin sedikit
berbincang-bincang atau wawancara
dengan bapak.
S Baik pak
NMS Ok pertama bisa gak bapak menjelaskan
tentang diri bapak?
S Tentang diri yang bagaimana pak?
NMS Contohnya seperti perkenalan diri dan
menjelaskan kelebihan serta kekurangan,
hobi, pekerjaan. Sperti itu kira kira pak
S Owh, iyo pak. Kalau pekerjaan saya mulai
pandai bausaho lah pak yo, karajo pai ka
urang, mamotong karet, ka sawah, dak
karajo baladang
NMS Baik pak
Ada gak kelebihan dan kekurangan bapak
S Eeeh, kekurangan saya banyak pak
Partamo, indak sekolah do pak
NMS Hmm berarti dari awal emang bapak gak
pernah sekolah ya pak?
S Ada dulu sekolah pak, ada sekolah satu,
dua tahun, sudah tu gak sekolah lagi
Interpersonal
Behavior: S hanya
bersekolah sampai
kelas satu SD.
NM Sekolah satu SD ya pak
S Iyo sekolah satu SD
NMS Maaf sebelumnya pak, kalau susah bahasa
indonesia, pakai bahasa minang gapapa
pak
S Wak tampek tingga jauh, kedalam rimbo
ten a
NMS Owh begitu ya pak, menurut bapak
suasana tempat tinggal di dalam
bagaimana pak?
S Suasana tampek tingga kalau di dalam
lumayan lah pak.
Environmental
Behavior: S menjaga
kebersihan
lingkungannya
dengan menyapu,
mengepel, dan
mencanut rumput. S
NMS Lumayan maksudnya pak?
S Yo lamak lah.
NMS Berarti bapak nyamanlah di dalam ya
S Iya nyaman
NMS Jadi bagaimana bapak menjaga kebersihan
di dalam? juga merasa nyaman
dengan lingkungan
tempat tinggalnya
S Kalau manjago kebersihan yo di
sapunyo pak, atau di semprot pakai
sabun, di lua mode tu lo pak, di sapu, di
cabuik rumpuik
NMS Owh berarti bapak sudah menjaga
kebersihan tempat tinggal bapak dengan
baik ya.
S Iya sudah lah pak
NMS Bagaimana bapak menghindari pemakaian
produk yang menyebabkan limbah, seperti
makanan kemasan, barang-barang yang
bebungkus plastik gitu pak.
S Ndak ado pak, kalo di siko wak balanjo
yo bali rokok e nyo pak.
Environmental
Behavior: untuk
menghindari
pemakaian barang
yang menghasilkan
limbah, S jarang
berebelanja,
adapaun itu, S hanya
membeli rokok dan
obat nyamuk. Kalau
untuk untuk
memebeli makanan,
S lebih memilih
untuk memasak
makanan sendiri.
NMS Kalau dulu gimana pak?
S Kalau dulu kok nak makan pak, wak
nanak nasi surang. Kok balanjo-balanjo
yo kurang pak, apolai makanan ringan t
pak, dak do wak bali-bali itu do. Kok
balanjo wak paling bali ubek nyamuak
untuk di ladang, tu lah nyo. Kok ado
sampah yo wak buang ka tampek
sampah pak, atau di kumpuan, sudah tu
di baka.
NMS Sampah seperti apa yang bapak buang itu?
S Yo sampah palastik, sarok-sarok pak.
NMS Ada gak bapak mendaur ulang sampah
untuk di gunakan, ya sekiranya
memanfaatkan barang yang jelek untuk di
gunakan gitu pak.
S Ndak ado pak. Kok dulu, barang yang
masih bisa di pakai yo wak pakai jo pak,
yo nampak lah buruak e, tapi kok elok
jo di pakai sayang di buang pak, yo wak
urang susah ko pak. Wak dak do bali
barang-barang ancak tu do pak,
saumpamonyo masih elok di pakai tu
wak pakai, kalau indak baru buang pak.
Environmental
Behavior: S tidak
ada mendaur ulang
sampah, namun S
masih memakai
barang yang terlihat
jelek dari pada di
buang.
NMS Baik pak, bagaimana hubungan bapak
dengan orang di lingkungan tempat tinggal
bapak?
S Elok-elok jo nyo pak. Iterpesonal
Behavior: S memilki
hubungan yang baik
dengan orang di
lingkungan tempat
tinggalnya.
NMS Apakah gada orang yang ga suka kepada
bapak?
S Gada pak, aman-aman aja
NMS Berarti bapak cocok di dalam ya
S Iyo lai cocok pak
NMS Cocok bana ko dak pak!
S Hahaha, eeh kok cocok bana indak lo lah
pak, masih ado pangana untuk pulang haha
NMS Haha baru masuk pak aa!
S Eeh dak baru do pak
NMS Lebih kurang lah 3 tahun
S Lah lamo jo yo pak.
NMS Kalau hubungan di lingkungan tempat
tinggal dulu gimana pak?
S Kok dulu aman pak, tapi awak dari
ketek acok ka ladang jo ibu bapak. Dari
ladang ka tampek kawan tu jauah pak,
yoo jarang wak kumpua jo kawan-
kawannyo pak.
NMS Pernah bapak merasa di abaikan oleh orang
di dalam?
S Enggak pernah pak
NMS Berarti bapak merasa di dukung oleh
lingkungan bapak ya
S Iyo pak
NMS Kalau ada kecelakaan di depan mata
bapak, apa yang bapak lakukan?
S Kok ado urang kecelakaan pak, pasti
wak tolong. Agiah ubek, samo-samo
baok ka rumah sakik. Kalau di siko
ndak ado kecelakaan pak, paliang mode
tajatuah, tapeleset, itunyo pak
Environmental
Behavior: S
menolong orang
yang mengalami
kecelakaan dengan
memberi obat dan
membawawnya ke
rumah sakit.
NMS Owh, kan lai ndak pak galakan lo kalau
tapeleset dak haha
S Haha indak lah pak
NMS Ok baik pak, kalau hubungan bapak
dengan keluarga bapak gimana?
S Kok kini ndak tau pak, baiak mati,
sakik, di lua kini dak tau pak. Jo istri
lah lamo bacarai, alah 10 taun.
Iterpesonal
Behavior: S
memiliki hubungan
yang buruk dengan NMS Seorang pun gada pak?
S Dak ada pak keluarga.
NMS Bagaimana dengan anak pak?
S Kok anak ado, tapi hubungan jo anak
ndak ado
NMS Selama tiga tahun ini ya pak, kalo awal-
awal masuk dulu gimana pak?
S Awal-awal lai kamarinyo, anak-anak tu,
baik kamanakan lai kamarinyo
NMS Owh gitu pak, isteri ada berapa pak?
S Bini sorangnyo, anak sado baranam tapi
berdua meninggal, tinggal berempat lai
nyo pak
NMS Bagaiaman dengan cucu bapak
S Cucu sekitar balimo uranglah sado e pak
NMS Banyak jo cucu pak ye
S Iyo pak
NMS Sebanyak tu dak do yang peduli samo apak
do
S Indak pak
Lah labiah duo tahun dak do nan tibo
kamari
Yo samo-samo kawan di dalam ko nyo lai
pak
Kok marokok di kasih kawan
NMS Hmm kok taragak mintak ka kawan yo pak
S Eeh kalo mintak dak muah wk do pak
NMS Eeh, dak nio pak tu
S Indak pak.
Kok lai di kasih dk kawan lai wk tarimo
pak kok indak wk dak amuah mintak pak
NMS Baa kok dak amauah mintak apak
S Kok di indak an dek kawan sakik hati wak
dek e pak
NMS Haa iyo pak, tapakso tatahan marokok dek
e dak
S Haha yo ka baa lai pak, piti ndak ado
NMS Dak do pak saraso di pabudak di dalam?
S Dak ado pak
NMS Kalo kawan-kawan yang lain?
S Dak do pak
NMS Berarti aman ya pak
S Aman pak
NMS Kalau hubungan bapak jo bini baa pak?
S Kalo jo bini lah lamo carai pak, lah 10
tahun labiah
NMS Semenjak tu dak do babini lai pak?
S Dk do pak
NMS Apo yang mambuaek apak bacarai jo bini
pak tu
S Yo dek bansaik iduiknyo pak
NMS Pak nikah lah bara lamo
S Sekitar 30 tahun ko lah pak
NMS Berarti lah lamo pak dak merasokan
hubungan intim jo padusi
S Iyo lah lamo pak
NMS Kalau dulu ingin basatubuah jo bini pak
baa
S Kalo itu biasa pak, cuma pas lah mandakek
ka carai tu dak amuah e lai pak
NMS Baik pak, jadi pak merasa keluarga bapak
dak memperhatikan bapak do yo
S Tu lai indak ado pak
NMS Baik pak, dulu waktu di luar bapak
memiliki kawan dekat gak
S Kawan dakek banyak pak
Katiko di rumah lai banyak pak, katiko di
kadai, main karumah kawan.
NMS Kalo disiko baa pak?
S Klo disiko main ka kamar kawan sarik nyo
pak, wak di kamar wak jo nyo
NMS Berarti bapak lebih suka menyendiri ya
pak
S Pas surang wak suko menyendiri, pas
rami suko lo
Self Realated
Behavior: S
menyukai keramaian
dan kesendirian.
NMS Kalau seperti itu gimana cara bapak
menarik perharian orang untuk dapat
pengakuan gitu pak?
S Eeh wak dak ado cari-cari paratian ka
urang do pak, wak dulu sibuk karajo di
ladang pak
Iterpesonal
Behavior: S tidak
ada mencari
perhatian orang
untuk mendapat
penagkuan lantaran
sibuk ke ladang.
NMS Terus kalau seperti cara memberi salam ke
orang apa yang bapak lakukan?
S Berjabat tangan pak, manyapo Iterpesonal
Behavior: S
memberi salam dan
menyapa dan
berjabat tangan.
NMS Seperti apa tu pak?
S Yo kalau ado petugas lewat tu wak sapo
pak. Kok dulu sobok jo kawan, basalaman
NMS Kalau kayak membangun percakapan tu
baa pak?
S Apo pak?
NMS Seperti memulai pembicaraan samo urang,
apo yang apak lakukan?
S Yo batanyo-tanyo pak, kayak mananyo
kaba kalau lamo dak basobok pak. Yo
kayak gitu lah
Iterpesonal
Behavior: S
memulai percakapan
dengan memulai
bertanya duluan,
seperti menanyakan
kabar.
NMS Hmm.. lai ado apak bantu-bantu kawan di
dalam?
S Kok ado kawan mintak tolong wak
tolong pak, kalau ado okok balabiah
wak agiah, yo saliang mangarati ajo di
dalam ko pak. Cuman wak yo dak nio
mamintak do pak, kok di agiah wak
tarimo
Iterpesonal
Behavior: S
membantu teman
yang memerlukan
bantuan.
NMS Owh, lalu bagaimana bapak mengatsi
konflik atau permaslahan yang ado pada
diri bapak?
S Wak dari dulu kok ado masalah, Iterpesonal
salasaian caro damai nyo pak Behavior: S
mengatasi masalah
dengan cara damai.
NMS Iya iya pak, kalo dulu berarti bapak kan lai
pernah main jo cucu cucu
S Lai lah pak
Cucu nan ketek kini umua 3, 4 tahunan lah
pak
NMS Owh, kalo anak-anak ketek banyak dak di
situ dulu pak?
S Banyak dak lo lah pak
Sekitar agak 5 atau 6 urang lah pak
NMS Owh itu cucu pak
S Kok baik nyo ka wak tu lah cucu dek wak
dak pak
Tapi dak sasuku lo do
Kalo cucu wak ketek-ketek baru pak
NMS Berarti acok jo apak dulu main jo anak
anak ketek yo
S Lai pak
NMS Baa pak mambujuak nyo
S Dk ado wk mambujuak do pak
Dek lah cucu jo e dek wk, acoknyo main
ka pondok
Kok mambujuak dak do pak, deknyo ka
mambiak aia pai e ka pondok, “salang
sabun yek, salang anduak yek", wk suruh
jo ambiak pak
NMS Berarti baa raso hati apak katiko mancaliak
anak-anak bamain
S Raso hati wk dk do do pak
NMS Dak do raso sanang e pak?
S Dak do pak
NMS Kok nyo ganggu pak biaso-biaso jo nyo?
S Kok nyo ganggu paliang nyo ka pai ka
tang aia, buliah kato dak bakainnyo pak,
baanduak jo e nyo. Wak masih tidua pagi-
pagi tu, kiro kiro jam limo lah
Kok mintak sabun kok mintak anduk nyo
gacak gacak wk pak, itu nyo
NMS Hmm baik pak, kini wk nio nanyo yang
lain lai pak, pak umuah pak bara pak?
S Klo di KK 62, tapi kalau manuruik lahia
65 pak
NMS Menurut apak, hubungan intim di maso tuo
tu baa?
S Biaso-biaso se nyo pak Interpersonal
Behavior: perceraian
dengan pasangan
membuat S tidak
dapat merasakan
lagi hubungan
seksual.
NMS Dak do gai dek lah tuo ko bini manolak
S Lah lamo lo indak, awak carai masih
mudo jo bini wk nyo pak.
NMS Kalo dulu hubungan apak j anak-anak baa?
S Baiknyo pak
NMS Lai nyo haragoi apak sebagai urang tuo?
S Lai lah pak
NMS Jadi panutan lah pak dulu yo
S Iyo pak
NMS Apakah bapak memikirkan konsekuensi
atau akibat dari apa yang bapak lakukan?
S Ndak pak Self Realated
Behavior: S tidak
memikirkan
konsekuensi dari apa
yang di lakukannya.
NMS Bagaimana bapak berperilaku positif kepda
orang lain, seprti memuji orang atau
mengahrgai orang?
S Ndak ado pak Iterpesonal
Behavior: S tidak
ada berperilaku
positif kepada orang
lain.
NMS Baik pak, apakah bapak merasa
bertanggung jawab dalam kehidupan
sehari-hari?
S Ndak pak, sholat jarang, mengaji ndak
bisa. Samanjak di dalam ko lah awak
mulai sholat pak, dulu pas di lua ndak
ado pak
Self Realated
Behavior: S tidak
merasa bertanggung
jawab dalam
kehidupan sehari-
hari.
NMS Baik pak, kalau ada masalah ado dak,
tempek mangadu apak?
S Kalau masalah di lua tu ado pak, tampek
mangadu yo ka pangulu suku awak pak, ka
mak rumah di kampung awak
NMS Kok jo kawan dk do yo pak?
S Indak ado pak Iterpesonal
Behavior: S tidak
memilki teman
untuk berbagi cerita
akan permaslahanya.
NMS Kok kawan di dalam baa pak
S Dak lo do pak
NMS Tu dak do pak bacarito-carito jo kawan di
dalam do
S Kok di tanyo dk kawan “baa anak lai
kamari e nyo” kok kini tu ndak do do nyo
den, itu jo jowek e dek den nyo pak
NMS Pak asli urang ma pak?
S Koto baru Mundam
NMS Kok minjam-barang barang kawan dak lo
pernah pak?
S Lai
NMS Kalo bapak meminjam barang teman,
bagaimana bapak menjaga barang
tersebut?
S Kalau maminjam barang teman,
pastinyo wak jago elok-elok pak, yo
pasti e di baliakan dk pak, dak lamak lo
wak pinjam barang urang lamo-lamo
pak
Self Realated
Behavior: S menjaga
barang orang yang
di pinjamnya dengan
baik.
NMS Baik pak, baa sih apak manarimo otoritas
dalam kehidupan sehari-hari, maksudnyo
kayak menerima perintah dari atasan,
urang yang lebih berkuaso lah dari apak
gitu, kayak pemerintah, pak wali, atau yag
lain e pak?
S Lai tarimo pak Interpersonal
Behavior: S bisa
menerima otoritas.
NMS Bagaimana sikap terhadap tugas yang di
berikan kepada bapak?
S Dikarajoan pak, kami di dalam saling
bantu membantu
Task Realated
Behavior: S
mengerjakan tugas
dan bekerja sama
dalam mengerjakan
tugas
NMS Ado dak apak mengikuti kegiatan mental
rohani dan kemandirian di dalam?
S Dak do pak Interpersonal
Behavior:
Spiritualitas S
sangat kurang
terlihat dari S yang
tidak bisa mengaji
dan sholat.
NMS Baa tu pak?
S Yo disiko lai ado mangaji-ngaji hari
jumak, sabalun urang jumak e!
NMS Tu dak ikuik pak?
S Wak mangaji dak pandai pak.
Sumbayang indak lo.
NMS Tu salamo di siko dk do sambayang-
sembayang?
S Lai pak, samanjak di siko nye.
NMS Alhamdulillah la pak.
Ok pak, kalo waktu ketek pernah dak pak
di lecehkan?
S Ndak ado pak, kok bacakak jo kawan ado
pak
Self Realated
Behavior: S tidak
pernah mengalami
pelecehan saat kecil.
NMS Selamo di panjaro ko ado dak apak meraso
depresi atau stres, kayak panik gitu pak?
S Owh ndak ado pak Self Realated
Behavior: S tidak
merasakan stres atau
depresi selama
berada dalam
penjara.
NMS Baik pak, mungkin itu aja dulu ya pak
S Iyo pak makasih pak
NMS Iyo samo samo pak, maskih lo pak
S Iyo samo samo
VERBATIM WAWANCARA
Interviewee : S
Tanggal Wawancara : 24 April 2021
Lokasi Wawancara : Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro
Sijunjung
Jenis wawancara : Semi Terstruktur
Sumber data : Primer
Nama Verbatim Analisis Gejala/
Coding
NMS Selamat pagi pak
S Pagi
NMS Bagaimana kabarnya pak?
S Baik pak
NMS Lancar puasanya pak?
S Alhamdulillah pak
NMS Alhamdulillah.
Jadi gini pak, saya mahasiswa Psikologi
Islam IAIN Batusangkar, saya ingin sedikit
berbincang-bincang atau wawancara
dengan bapak.
S Baik pak
NMS Ok pertama bisa gak bapak menjelaskan
tentang diri bapak?
S Tentang diri yang bagaimana pak?
NMS Contohnya seperti perkenalan diri dan
menjelaskan kelebihan serta kekurangan,
hobi, pekerjaan. Sperti itu kira kira pak
S Owh, iyo pak. Kalau pekerjaan saya mulai
pandai bausaho lah pak yo, karajo pai ka
urang, mamotong karet, ka sawah, dak
karajo baladang
NMS Baik pak
Ada gak kelebihan dan kekurangan bapak
S Eeeh, kekurangan saya banyak pak
Partamo, indak sekolah do pak
NMS Hmm berarti dari awal emang bapak gak
pernah sekolah ya pak?
S Ada dulu sekolah pak, ada sekolah satu,
dua tahun, sudah tu gak sekolah lagi
Interpersonal
Behavior: S hanya
bersekolah sampai
kelas satu SD.
NM Sekolah satu SD ya pak
S Iyo sekolah satu SD
NMS Maaf sebelumnya pak, kalau susah bahasa
indonesia, pakai bahasa minang gapapa
pak
S Wak tampek tingga jauh, kedalam rimbo
ten a
NMS Owh begitu ya pak, menurut bapak
suasana tempat tinggal di dalam
bagaimana pak?
S Suasana tampek tingga kalau di dalam
lumayan lah pak.
Environmental
Behavior: S menjaga
kebersihan
lingkungannya
dengan menyapu,
mengepel, dan
mencanut rumput. S
NMS Lumayan maksudnya pak?
S Yo lamak lah.
NMS Berarti bapak nyamanlah di dalam ya
S Iya nyaman
NMS Jadi bagaimana bapak menjaga kebersihan
di dalam? juga merasa nyaman
dengan lingkungan
tempat tinggalnya
S Kalau manjago kebersihan yo di
sapunyo pak, atau di semprot pakai
sabun, di lua mode tu lo pak, di sapu, di
cabuik rumpuik
NMS Owh berarti bapak sudah menjaga
kebersihan tempat tinggal bapak dengan
baik ya.
S Iya sudah lah pak
NMS Bagaimana bapak menghindari pemakaian
produk yang menyebabkan limbah, seperti
makanan kemasan, barang-barang yang
bebungkus plastik gitu pak.
S Ndak ado pak, kalo di siko wak balanjo
yo bali rokok e nyo pak.
Environmental
Behavior: untuk
menghindari
pemakaian barang
yang menghasilkan
limbah, S jarang
berebelanja,
adapaun itu, S hanya
membeli rokok dan
obat nyamuk. Kalau
untuk untuk
memebeli makanan,
S lebih memilih
untuk memasak
makanan sendiri.
NMS Kalau dulu gimana pak?
S Kalau dulu kok nak makan pak, wak
nanak nasi surang. Kok balanjo-balanjo
yo kurang pak, apolai makanan ringan t
pak, dak do wak bali-bali itu do. Kok
balanjo wak paling bali ubek nyamuak
untuk di ladang, tu lah nyo. Kok ado
sampah yo wak buang ka tampek
sampah pak, atau di kumpuan, sudah tu
di baka.
NMS Sampah seperti apa yang bapak buang itu?
S Yo sampah palastik, sarok-sarok pak.
NMS Ada gak bapak mendaur ulang sampah
untuk di gunakan, ya sekiranya
memanfaatkan barang yang jelek untuk di
gunakan gitu pak.
S Ndak ado pak. Kok dulu, barang yang
masih bisa di pakai yo wak pakai jo pak,
yo nampak lah buruak e, tapi kok elok
jo di pakai sayang di buang pak, yo wak
urang susah ko pak. Wak dak do bali
barang-barang ancak tu do pak,
saumpamonyo masih elok di pakai tu
wak pakai, kalau indak baru buang pak.
Environmental
Behavior: S tidak
ada mendaur ulang
sampah, namun S
masih memakai
barang yang terlihat
jelek dari pada di
buang.
NMS Baik pak, bagaimana hubungan bapak
dengan orang di lingkungan tempat tinggal
bapak?
S Elok-elok jo nyo pak. Iterpesonal
Behavior: S memilki
hubungan yang baik
dengan orang di
lingkungan tempat
tinggalnya.
NMS Apakah gada orang yang ga suka kepada
bapak?
S Gada pak, aman-aman aja
NMS Berarti bapak cocok di dalam ya
S Iyo lai cocok pak
NMS Cocok bana ko dak pak!
S Hahaha, eeh kok cocok bana indak lo lah
pak, masih ado pangana untuk pulang haha
NMS Haha baru masuk pak aa!
S Eeh dak baru do pak
NMS Lebih kurang lah 3 tahun
S Lah lamo jo yo pak.
NMS Kalau hubungan di lingkungan tempat
tinggal dulu gimana pak?
S Kok dulu aman pak, tapi awak dari
ketek acok ka ladang jo ibu bapak. Dari
ladang ka tampek kawan tu jauah pak,
yoo jarang wak kumpua jo kawan-
kawannyo pak.
NMS Pernah bapak merasa di abaikan oleh orang
di dalam?
S Enggak pernah pak
NMS Berarti bapak merasa di dukung oleh
lingkungan bapak ya
S Iyo pak
NMS Kalau ada kecelakaan di depan mata
bapak, apa yang bapak lakukan?
S Kok ado urang kecelakaan pak, pasti
wak tolong. Agiah ubek, samo-samo
baok ka rumah sakik. Kalau di siko
ndak ado kecelakaan pak, paliang mode
tajatuah, tapeleset, itunyo pak
Environmental
Behavior: S
menolong orang
yang mengalami
kecelakaan dengan
memberi obat dan
membawawnya ke
rumah sakit.
NMS Owh, kan lai ndak pak galakan lo kalau
tapeleset dak haha
S Haha indak lah pak
NMS Ok baik pak, kalau hubungan bapak
dengan keluarga bapak gimana?
S Kok kini ndak tau pak, baiak mati,
sakik, di lua kini dak tau pak. Jo istri
lah lamo bacarai, alah 10 taun.
Iterpesonal
Behavior: S
memiliki hubungan
yang buruk dengan NMS Seorang pun gada pak?
S Dak ada pak keluarga.
NMS Bagaimana dengan anak pak?
S Kok anak ado, tapi hubungan jo anak
ndak ado
NMS Selama tiga tahun ini ya pak, kalo awal-
awal masuk dulu gimana pak?
S Awal-awal lai kamarinyo, anak-anak tu,
baik kamanakan lai kamarinyo
NMS Owh gitu pak, isteri ada berapa pak?
S Bini sorangnyo, anak sado baranam tapi
berdua meninggal, tinggal berempat lai
nyo pak
NMS Bagaiaman dengan cucu bapak
S Cucu sekitar balimo uranglah sado e pak
NMS Banyak jo cucu pak ye
S Iyo pak
NMS Sebanyak tu dak do yang peduli samo apak
do
S Indak pak
Lah labiah duo tahun dak do nan tibo
kamari
Yo samo-samo kawan di dalam ko nyo lai
pak
Kok marokok di kasih kawan
NMS Hmm kok taragak mintak ka kawan yo pak
S Eeh kalo mintak dak muah wk do pak
NMS Eeh, dak nio pak tu
S Indak pak.
Kok lai di kasih dk kawan lai wk tarimo
pak kok indak wk dak amuah mintak pak
NMS Baa kok dak amauah mintak apak
S Kok di indak an dek kawan sakik hati wak
dek e pak
NMS Haa iyo pak, tapakso tatahan marokok dek
e dak
S Haha yo ka baa lai pak, piti ndak ado
NMS Dak do pak saraso di pabudak di dalam?
S Dak ado pak
NMS Kalo kawan-kawan yang lain?
S Dak do pak
NMS Berarti aman ya pak
S Aman pak
NMS Kalau hubungan bapak jo bini baa pak?
S Kalo jo bini lah lamo carai pak, lah 10
tahun labiah
NMS Semenjak tu dak do babini lai pak?
S Dk do pak
NMS Apo yang mambuaek apak bacarai jo bini
pak tu
S Yo dek bansaik iduiknyo pak
NMS Pak nikah lah bara lamo
S Sekitar 30 tahun ko lah pak
NMS Berarti lah lamo pak dak merasokan
hubungan intim jo padusi
S Iyo lah lamo pak
NMS Kalau dulu ingin basatubuah jo bini pak
baa
S Kalo itu biasa pak, cuma pas lah mandakek
ka carai tu dak amuah e lai pak
NMS Baik pak, jadi pak merasa keluarga bapak
dak memperhatikan bapak do yo
S Tu lai indak ado pak
NMS Baik pak, dulu waktu di luar bapak
memiliki kawan dekat gak
S Kawan dakek banyak pak
Katiko di rumah lai banyak pak, katiko di
kadai, main karumah kawan.
NMS Kalo disiko baa pak?
S Klo disiko main ka kamar kawan sarik nyo
pak, wak di kamar wak jo nyo
NMS Berarti bapak lebih suka menyendiri ya
pak
S Pas surang wak suko menyendiri, pas
rami suko lo
Self Realated
Behavior: S
menyukai keramaian
dan kesendirian.
NMS Kalau seperti itu gimana cara bapak
menarik perharian orang untuk dapat
pengakuan gitu pak?
S Eeh wak dak ado cari-cari paratian ka
urang do pak, wak dulu sibuk karajo di
ladang pak
Iterpesonal
Behavior: S tidak
ada mencari
perhatian orang
untuk mendapat
penagkuan lantaran
sibuk ke ladang.
NMS Terus kalau seperti cara memberi salam ke
orang apa yang bapak lakukan?
S Berjabat tangan pak, manyapo Iterpesonal
Behavior: S
memberi salam dan
menyapa dan
berjabat tangan.
NMS Seperti apa tu pak?
S Yo kalau ado petugas lewat tu wak sapo
pak. Kok dulu sobok jo kawan, basalaman
NMS Kalau kayak membangun percakapan tu
baa pak?
S Apo pak?
NMS Seperti memulai pembicaraan samo urang,
apo yang apak lakukan?
S Yo batanyo-tanyo pak, kayak mananyo
kaba kalau lamo dak basobok pak. Yo
kayak gitu lah
Iterpesonal
Behavior: S
memulai percakapan
dengan memulai
bertanya duluan,
seperti menanyakan
kabar.
NMS Hmm.. lai ado apak bantu-bantu kawan di
dalam?
S Kok ado kawan mintak tolong wak
tolong pak, kalau ado okok balabiah
wak agiah, yo saliang mangarati ajo di
dalam ko pak. Cuman wak yo dak nio
mamintak do pak, kok di agiah wak
tarimo
Iterpesonal
Behavior: S
membantu teman
yang memerlukan
bantuan.
NMS Owh, lalu bagaimana bapak mengatsi
konflik atau permaslahan yang ado pada
diri bapak?
S Wak dari dulu kok ado masalah, Iterpesonal
salasaian caro damai nyo pak Behavior: S
mengatasi masalah
dengan cara damai.
NMS Iya iya pak, kalo dulu berarti bapak kan lai
pernah main jo cucu cucu
S Lai lah pak
Cucu nan ketek kini umua 3, 4 tahunan lah
pak
NMS Owh, kalo anak-anak ketek banyak dak di
situ dulu pak?
S Banyak dak lo lah pak
Sekitar agak 5 atau 6 urang lah pak
NMS Owh itu cucu pak
S Kok baik nyo ka wak tu lah cucu dek wak
dak pak
Tapi dak sasuku lo do
Kalo cucu wak ketek-ketek baru pak
NMS Berarti acok jo apak dulu main jo anak
anak ketek yo
S Lai pak
NMS Baa pak mambujuak nyo
S Dk ado wk mambujuak do pak
Dek lah cucu jo e dek wk, acoknyo main
ka pondok
Kok mambujuak dak do pak, deknyo ka
mambiak aia pai e ka pondok, “salang
sabun yek, salang anduak yek", wk suruh
jo ambiak pak
NMS Berarti baa raso hati apak katiko mancaliak
anak-anak bamain
S Raso hati wk dk do do pak
NMS Dak do raso sanang e pak?
S Dak do pak
NMS Kok nyo ganggu pak biaso-biaso jo nyo?
S Kok nyo ganggu paliang nyo ka pai ka
tang aia, buliah kato dak bakainnyo pak,
baanduak jo e nyo. Wak masih tidua pagi-
pagi tu, kiro kiro jam limo lah
Kok mintak sabun kok mintak anduk nyo
gacak gacak wk pak, itu nyo
NMS Hmm baik pak, kini wk nio nanyo yang
lain lai pak, pak umuah pak bara pak?
S Klo di KK 62, tapi kalau manuruik lahia
65 pak
NMS Menurut apak, hubungan intim di maso tuo
tu baa?
S Biaso-biaso se nyo pak Interpersonal
Behavior: perceraian
dengan pasangan
membuat S tidak
dapat merasakan
lagi hubungan
seksual.
NMS Dak do gai dek lah tuo ko bini manolak
S Lah lamo lo indak, awak carai masih
mudo jo bini wk nyo pak.
NMS Kalo dulu hubungan apak j anak-anak baa?
S Baiknyo pak
NMS Lai nyo haragoi apak sebagai urang tuo?
S Lai lah pak
NMS Jadi panutan lah pak dulu yo
S Iyo pak
NMS Apakah bapak memikirkan konsekuensi
atau akibat dari apa yang bapak lakukan?
S Ndak pak Self Realated
Behavior: S tidak
memikirkan
konsekuensi dari apa
yang di lakukannya.
NMS Bagaimana bapak berperilaku positif kepda
orang lain, seprti memuji orang atau
mengahrgai orang?
S Ndak ado pak Iterpesonal
Behavior: S tidak
ada berperilaku
positif kepada orang
lain.
NMS Baik pak, apakah bapak merasa
bertanggung jawab dalam kehidupan
sehari-hari?
S Ndak pak, sholat jarang, mengaji ndak
bisa. Samanjak di dalam ko lah awak
mulai sholat pak, dulu pas di lua ndak
ado pak
Self Realated
Behavior: S tidak
merasa bertanggung
jawab dalam
kehidupan sehari-
hari.
NMS Baik pak, kalau ada masalah ado dak,
tempek mangadu apak?
S Kalau masalah di lua tu ado pak, tampek
mangadu yo ka pangulu suku awak pak, ka
mak rumah di kampung awak
NMS Kok jo kawan dk do yo pak?
S Indak ado pak Iterpesonal
Behavior: S tidak
memilki teman
untuk berbagi cerita
akan permaslahanya.
NMS Kok kawan di dalam baa pak
S Dak lo do pak
NMS Tu dak do pak bacarito-carito jo kawan di
dalam do
S Kok di tanyo dk kawan “baa anak lai
kamari e nyo” kok kini tu ndak do do nyo
den, itu jo jowek e dek den nyo pak
NMS Pak asli urang ma pak?
S Koto baru Mundam
NMS Kok minjam-barang barang kawan dak lo
pernah pak?
S Lai
NMS Kalo bapak meminjam barang teman,
bagaimana bapak menjaga barang
tersebut?
S Kalau maminjam barang teman,
pastinyo wak jago elok-elok pak, yo
pasti e di baliakan dk pak, dak lamak lo
wak pinjam barang urang lamo-lamo
pak
Self Realated
Behavior: S menjaga
barang orang yang
di pinjamnya dengan
baik.
NMS Baik pak, baa sih apak manarimo otoritas
dalam kehidupan sehari-hari, maksudnyo
kayak menerima perintah dari atasan,
urang yang lebih berkuaso lah dari apak
gitu, kayak pemerintah, pak wali, atau yag
lain e pak?
S Lai tarimo pak Interpersonal
Behavior: S bisa
menerima otoritas.
NMS Bagaimana sikap terhadap tugas yang di
berikan kepada bapak?
S Dikarajoan pak, kami di dalam saling
bantu membantu
Task Realated
Behavior: S
mengerjakan tugas
dan bekerja sama
dalam mengerjakan
tugas
NMS Ado dak apak mengikuti kegiatan mental
rohani dan kemandirian di dalam?
S Dak do pak Interpersonal
Behavior:
Spiritualitas S
sangat kurang
terlihat dari S yang
tidak bisa mengaji
dan sholat.
NMS Baa tu pak?
S Yo disiko lai ado mangaji-ngaji hari
jumak, sabalun urang jumak e!
NMS Tu dak ikuik pak?
S Wak mangaji dak pandai pak.
Sumbayang indak lo.
NMS Tu salamo di siko dk do sambayang-
sembayang?
S Lai pak, samanjak di siko nye.
NMS Alhamdulillah la pak.
Ok pak, kalo waktu ketek pernah dak pak
di lecehkan?
S Ndak ado pak, kok bacakak jo kawan ado
pak
Self Realated
Behavior: S tidak
pernah mengalami
pelecehan saat kecil.
NMS Selamo di panjaro ko ado dak apak meraso
depresi atau stres, kayak panik gitu pak?
S Owh ndak ado pak Self Realated
Behavior: S tidak
merasakan stres atau
depresi selama
berada dalam
penjara.
NMS Baik pak, mungkin itu aja dulu ya pak
S Iyo pak makasih pak
NMS Iyo samo samo pak, maskih lo pak
S Iyo samo samo
VERBATIM WAWANCARA
Interviewee : J (RUPAM)
Tanggal Wawancara : 26 April 2021
Lokasi Wawancara : Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Muaro
Sijunjung
Jenis wawancara : Semi Terstruktur
Sumber Data : Skunder
Nama Verbatim Analisis Gejala/
Coding
NMS Permisi bang!
J Eh iya ada apa ki
NMS Sibuk bang?
J Ya beginilah kerja di penjara, ada apa?
NMS Maaf ganggu waktu abang sebentar ya!
J Iya gapapa
NMS Jadi gini bang, Uki mau tanya-tanya dikit
sama bang tentang bapak DT, S, dan AS ini.
Kebetulan mereka sekamar jadi Uki tanya
sama bang sekaligus.
J Iya ki
NMS Bagaimana suasana dan upaya menjaga
lingkungan tempat tinggal bapak-bapak ini
bang?
J Lingkungan tempat tinggal mereka ya
seperti itulah, namnya juga penjara.
Environtal Behavior:
Narapidana lansia
sering bersih-bersih di NMS Ooh gitu bang
J Mereka sering bersih-bersih di kamar, di
halaman juga seperti menyapu, mencabut
rumput.
kamar dan di halaman
tempat tinggal
mereka.
NMS Begitu ya bang. Kalau mngehindari
pemakaian barang yang menyebabkan limbah
bagaimana bang?
J Maksudnya ki?
NMS Kata bapak-bapak tu kan, mereka jarang
berbelanja, jadi gada memakai barang yang
menghasilkan limbah sampah, apa iya bang?
J Ya untuk bapak-bapak tu memang jarang
belanja, apalagi semenjak Covid 19 ini
tidak di perbolehkan berkunjung secara
langsung, sepertinya jarang juga mendapat
kiriman makanan dan uang. Kalau untuk
menghindari limbah, di sini sampah dari
masing-masing kamar bisa kita liat sendiri,
di sediakan tempat sampah. Apabila
sampah sudah penuh nanti di antar ke
belakang, tempat pembuangan sampah
dan setelah itu di bakar.
Environtal Behavior:
Narapidana lansia
membakar sampah
yang terkumpul.
NMS Hmm, baik bang. Apakah bapak-bapak ini,
sulit di atur bang?
J Mereka yang tua ini aman-aman saja, lebih
mudah di atur di banding napi yang muda
Interpersonal
Behavior:
Narapidana lansia,
lebih mudah di atur di
banding yang muda.
NMS Ooh. Kalau ada masalah di dalam, gimana
cara bapak-bapak ni mengatasinya bang?
J Ya bapak DT, S, dan AS ini tidak ada
berbuat masalah, sejauh ini mereka aman-
aman saja di dalam.
Interpersonal
Behavior: Narapidana
lansia tidak ada
berbuat masalah.
NMS Kalau napi yang lain gimana bang?
J Kalo sekarang gada ki. Dulu sering mereka
buat maslah di dalam
NMS Owh gitu ya bang. Ok bang. Kata bapak-
bapak ni kemaren mereka ada menyapa-nyapa
petugas ya bang?
J Ya, narapidana di sini kalau ada petugas
atau pegawai lainya mereka pasti menyapa
Interpersonal
Behavior: narapidana
lansia jika ada
petugas pasti
menyapa
NMS Kalo hubungan bapak-bapak ini dengan napi
yang lain gimana bang?
J Kalo yang tua-tua itu di dalam aman-aman
saja, tidak ada berbuat masalah.
Interpersonal
Behavior: DT dan S
kurang berbaur
dengan napi-napi
yang lain. AS sering
menonton TV di luar
NMS Kalau bergaul dengan yang lain gimana bang?
sama teman-taman
napi yang lain.
J Dari mereka bertiga, yang abang
perhatikan, bapak DT dan S kurang
berbaur dengan napi-napi yang lain,
mereka lebih sering menghabiskan waktu
di dalam kamar mereka. Kalo bapak AS
yang nampak sama abang, ia sering
menonton TV di luar sama teman-taman
napi yang lain.
NMS Lebih suka menyendiri ya bang?
J Iya ki, bapak DT dan S ini memang lebih
sering di kamar, kalau bapak AS iya sering
kumpul-kumpul kelihatan sama bang
Self Related
Behavior: DT dan S
lebih sering di kamar.
AS sering kumpul-
kumpul dengan
teman.
NMS Hmm.. baik bang, kalau ada tugas, bagaimana
bapak-bapak ini mengerjakannya bang?
Task Related
Behavior: Narapidana
lansia mengerjakan
tugas yang di berikan.
J Ya sama seperti yang tadi juga, kalau yang
tua-tua itu mereka selalu mengerjakan
tugas yang di berikan, mereka lebih mudah
di atur dari pada napi yang muda-muda.
Kalo bapak DT, S, dan AS ini mereka
hanya di bagian dalam, tidak ada kebagian
untuk kegiatan berladang di belakang.
Jadi kalo untuk kebersihan di dalam
mereka melakukannya dengan baik.
NMS Hmm.. mungkin kayak gitu aja dulu bang.
Terimakasih banyak ya bang.
Sekali lagi maaf udah ganggu waktu bang
kerja.
J Iya ki gapapa