skripsi hubungan determinan dengan kualitas hidup pada ...

144
SKRIPSI HUBUNGAN DETERMINAN DENGAN KUALITAS HIDUP PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK TAHUN 2020 Oleh: Avelina Simanjuntak NIM. 032016050 PROGRAM STUDI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTA ELISABETH MEDAN 2020

Transcript of skripsi hubungan determinan dengan kualitas hidup pada ...

SKRIPSI

HUBUNGAN DETERMINAN DENGAN

KUALITAS HIDUP PADA PASIEN

GAGAL GINJAL KRONIK

TAHUN 2020

Oleh:

Avelina Simanjuntak

NIM. 032016050

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTA ELISABETH

MEDAN

2020

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

ii

SKRIPSI

HUBUNGAN DETERMINAN DENGAN

KUALITAS HIDUP PADA PASIEN

GAGAL GINJAL KRONIK

TAHUN 2020

Memperoleh Untuk Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Dalam Program Studi Ners

Pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Santa Elisabeth Medan

Oleh:

Avelina Simanjuntak

NIM. 032016050

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTA ELISABETH

MEDAN

2020

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Avelina Simanjuntak

NIM : 032016050

Program Studi : S1 Keperawatan

Judul : Hubungan Determinan Dengan Kualitas Hidup Pada

Pasien Gagal Ginjal Kronik Tahun 2020.

Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan skripsi yang telah saya buat

ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di

kemudian hari penulisan skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan

terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan

sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di STIKes Santa

Elisabeth Medan.

Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak

dipaksakan.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

iv

PROGRAM STUDI NERS

STIKes SANTA ELISABETH MEDAN

Tanda Persetujuan

Nama : Avelina Simanjuntak

NIM : 032016050

Judul : Hubungan Determinan Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal

Ginjal Kronik Tahun 2020.

Menyetujui Untuk Diujikan Pada Ujian Jenjang Sarjana Keperawatan

Medan, Juli 2020

Pembimbing II Pembimbing I

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

v

HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI

Telah diuji

Pada tanggal 06 Juli 2020,

PANITIA PENGUJI

Ketua : Mestiana Br. Karo M.Kep., DNSc

Anggota :1. Lindawati F.T. S.Kep.,Ns.,M.Kep

2. Jagentar P. Pane S.Kep., Ns., M.Kep

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

vi

PROGRAM STUDI NERS

STIKes SANTA ELISABETH MEDAN

Tanda Pengesahan

Nama : Avelina Simanjuntak

NIM : 032016050

Judul : Hubungan Determinan Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal

Ginjal Kronik Tahun 2020.

Telah Disetujui, Diperiksa Dan Dipertahankan Dihadapan

Tim Penguji Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Jenjang Sarjana

Medan, 06 Juli 2020

TIM PENGUJI: TANDA TANGAN

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

vii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIKA

Sebagai sivitas akademika Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Santa Elisabeth

Medan, saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : AVELINA SIMANJUNTAK

NIM : 032016050

Program Studi : Ners

Jenis Karya : Skripsi (Sistematik Review)

Dengan perkembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan

kepada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Santa Elisabeth Medan Hak Bebas Loyalti

Non-ekslusif (Non-exclusive Royalti Free Right) atas karya ilmiah saya yang

berjudul “Hubungan Determinan Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal

Ginjal Kronik Tahun 2020”, beserta perangkat yang ada jika diperlukan.

Dengan Hak Bebas Loyalti Non-ekslusif ini Seoklah Tinggi Ilmu Kesehtan

Santa Elisabeth Medan berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengolah

dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas

akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis atau pencipta

dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Medan, 06 Juli 2020

Yang Menyatakan

(Avelina Simanjuntak)

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

viii

ABSTRAK

Avelina Simanjuntak 032016050

Hubungan Determinan Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik

Tahun 2020

Prodi S1 Keperawatan 2020

Kata kunci: Determinan, Kualitas Hidup, Pasien Gagal Ginjal Kronik

(xvi + 119 + lampiran)

Penyakit Ginjal Kronik merupakan masalah kesehatan masyarakat global

dengan prevalensi gagal ginjal yang meningkat, prognosis yang buruk dan biaya

yang tinggi. Kondisi perawatan dan perkembangan penyakit kronis membatasi

karier penderita Gagal Ginjal Kronik (GGK). GGK memicu stres, isolasi sosial,

penurunan aktivitas fisik, ketergantungan dan perasaan takut menjadi penyebab

penurunan kualitas hidup pada pasien GGK. Pasien berjenis kelamin perempuan,

usia >60 tahun dan pendidikan rendah cenderung memiliki kualitas hidup yang

buruk. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan determinan

dengan kualitas hidup pada pasien GGK Tahun 2020. Rancangan penelitian yang

digunakan adalah penelitian deskriptif dengan metode penelitian systematic

review. Penulis mengumpulkan 20 jurnal terkait topik melalui penulusaran dari

database online Proquest dan Google Scholar untuk di telaah dan dianalisis.

Hasil penelitian dari 10 jurnal ditemukan adanya hubungan jenis kelamin dengan

kualitas hidup pada pasien GGK sebanyak (60%). Hasil penelitian dari 10 jurnal

ditemukan adanya hubungan usia dengan kualitas hidup pada pasien GGK

sebanyak (80%). Dan hasil penelitian dari 10 jurnal ditemukan adanya

hubungan pendidikan dengan kualitas hidup pada pasien GGK sebanyak (60%).

Jenis kelamin memiliki hubungan dengan kualitas hidup pada pasien GGK. Usia

memiliki hubungan yang signifikan dengan kualitas hidup pada pasien GGK.

Dan pendidikan memiliki hubungan dengan kualitas hidup pada pasien GGK.

Daftar Pustaka Indonesia ( 2010– 2020)

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

ix

ABSTRACT

Avelina Simanjuntak 032016050

Relationship between Determinants and Quality of Life in Chronic Kidney

Disease Patients in 2020

Academic nursing study program 2020

Keywords: Determinant, Quality of Life, Patients with Chronic Kidney Disease

(xvi + 119 + attachments)

Chronic Kidney Disease (CKD) is a global public health problem with an

increasing prevalence of kidney failure, a poor prognosis and high costs.

Conditions of treatment and development of chronic diseases limit the careers of

patients with Chronic Kidney Failure. CKD triggers stress, social isolation,

decreased physical activity, dependence and feelings of fear are the causes of

decreased quality of life in CKD patients. Patients of female sex, age> 60 years

and low education tend to have poor quality of life. This study aims to identify

the relationship of determinants with quality of life in CKD patients in 2020. The

study design used was a descriptive study with a systematic review research

method. The author collected 20 journals related to the topic through

transmission from the Proquest and Google Scholar online databases to be

analyzed and analyzed. The results of research from 10 journals found a gender

relationship with quality of life in CKD patients (60%). The results of research

from 10 journals found an association of age with quality of life in CKD patients

(90%). And research results from 10 journals found an association of education

with quality of life in CKD patients (60%). Sex has a significant relationship

with quality of life in patients with chronic renal failure. Age has a significant

relationship with quality of life in CKD patients. And education has a significant

relationship with quality of life in CKD patients.

.

References (2010–2020)

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

dan kurnia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik dan tepat

pada waktunya. Adapun judul proposal ini adalah “Hubungan Determinan

dengan Kualitas Hidup pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Tahun 2020”.

Penelitian ini bertujuan untuk melengkapi tugas dalam menyelesaikan pendidikan

Program Studi Ners STIKes Santa Elisabeth Medan.

Penyusunan penelitian ini telah banyak mendapatkan bantuan, bimbingan,

dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

terimakasih kepada:

1. Mestiana Br. Karo M.Kep., DNSc selaku dosen pembimbing I dan penguji I

sekaligus selaku Ketua STIKes Santa Elisabeth Medan yang telah sabar dan

banyak memberikan waktu dalam membimbing dan memberikan arahan

sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.

2. Samfriati Sinurat, S.Kep., Ns., MAN selaku Ketua Program Studi Ners

STIKes Santa Elisabeth Medan yang yang telah mengizinkan dan

memberikan kesempatan untuk menyelesaikan penelitian ini dengan baik.

3. Lindawati F. Tampubolon S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing II

sekaligus penguji II yang telah sabar dan banyak memberikan waktu, dalam

membimbing dan memberikan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian ini dengan baik.

4. Jagentar Parlindungan Pane S.Kep., Ns., M.Kep selaku penguji III sekaligus

dosen Pembimbing Akademik membimbing, mendidik, dan memotivasi dan

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

xi

membantu penulis serta memberikan arahan sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian ini dengan baik.

5. Seluruh staf dosen dan pegawai STIKes program studi Ners Santa Elisabeth

Medan yang telah membimbing, mendidik, dan memotivasi dan membantu

penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.

6. Teristimewa kepada orangtua tercinta Ayahanda Kotaris Simanjuntak, Ibunda

Tiromsa Pangaribuan, Kakak-kakak saya Sr.Skolastika, Veronika, Hermala,

Lamhot, dan Abang- abang saya Septamor, Boston, Maradona, Yanto,

P.Thomas Simanjuntak OFM.Cap, P.Merdin Sitanggang OFM.Cap yang tak

hentinya memberi dukungan dan motivasi selama proses pendidikan dan

penyusunan penelitian ini.

7. Terkhusus kepada orang terdekat dengan penulis Hafry Sitanggang, Jeshica

Simanjuntak, Meliantina, Yenny, Maria LG, Maria Sitepu, Mariella, Sry

Malem, Puspa, Jesis, Nia, Esrida, dan Aprilya yang sudah membantu dan

memotivasi penulis selama menyelesaikan penelitian ini khususnya dimasa

pandemi covid-19 ini.

8. Kepada koordinator asrama dan tim yang telah memberikan nasihat dan

senantiasa memberikan dukungan, motivasi dan semangat dalam

penyelesaian penelitian ini.

9. Seluruh teman- teman mahasiswa program studi Ners STIKes Santa Elisabeth

Medan angkatan ke X Tahun 2016 yang memberikan motivasi dan dukungan

selama proses pendidikan dan penyusunan penelitian ini.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

xii

Penulis menyadari terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan

proposal ini, maka saya mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan ke masa

yang akan datang. Akhir kata, semoga skripsi ini berguna bagi kita semua.

Medan, 06 Juli 2020

Penulis

( Avelina Simanjuntak)

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DEPAN .......................................................................................... i

SAMPUL DALAM ......................................................................................... ii

SURAT PERNYATAAN ............................................................................... iii

PERSETUJUAN ............................................................................................. iv

PENGESAHAN .............................................................................................. vi

SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI ........................................................ vii

ABSTRAK ...................................................................................................... viii

KATA PENGANTAR ................................................................................... x

DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvi

DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xvii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah .................................................................... 8

1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................ 8

1.3.1 Tujuan umum ..................................................................... 8

1.3.2 Tujuan khusus ................................................................... 9

1.4. Manfaat ....................................................................................... 9

1.4.1 Manfaat teoritis .................................................................. 9

1.4.2 Manfaat praktisi ................................................................. 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 10

2.1. Rumah Sakit ................................................................................ 10

2.1.1 Definisi Rumah Sakit ......................................................... 10

2.1.2 Klasifikasi Rumah Sakit .................................................... 11

2.1.3 Tugas dan fungsi Rumah Sakit .......................................... 12

2.1.4 Kewajiban dan hak Rumah Sakit ....................................... 13

2.1.5 Kewajiban dan hak pasien ................................................. 16

2.1.6 Manajemen layanan keperawatan .................................... 18

2.1.7 Indikator mutu pelayanan keperawatan ............................. 19

2.1.8 Prinsip-prinsip yang mendasari manajemen

keperawatan .................................................................... 20

2.1.9 Tujuan dan prinsip manajemen keperawatan ..................... 21

2.2. Kualitas Hidup ............................................................................ 24

2.2.1 Definisi ............................................................................... 24

2.2.2 Klasifikasi .......................................................................... 25

2.2.3 Aspek ................................................................................. 26

2.2.4 Faktor yang mempengaruhi kualitas hidup ........................ 28

2.2.5 Penilaian kualitas hidup ..................................................... 30

2.2.6 Faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

xiv

gagal ginjal kronik ............................................................. 39

2.2.7 Penatalaksanaan ................................................................. 42

2.3. Gagal Ginjal Kronik .................................................................... 44

2.3.1 Defenisi ........................................................................... 44

2.3.2 Klasifikasi ....................................................................... 45

2.3.3 Etiologi ............................................................................ 45

2.3.4 Fisiologi .......................................................................... 46

2.3.5 Patofisiologi .................................................................... 48

2.3.6 Manifestasi klinis ............................................................ 52

2.3.7 Komplikasi ...................................................................... 55

2.3.8 Penatalaksanaan .............................................................. 55

2.4. Determinan .................................................................................. 58

2.4.1 Definisi ............................................................................... 58

2.4.2 Faktor-faktor determinan ................................................... 58

2.4.3 Faktor-faktor determinan kualitas hidup pasien

gagal ginjal kronik ............................................................. 65

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ........ 69

3.1. Kerangka Konsep ....................................................................... 69

3.2. Hipotesa ...................................................................................... 70

BAB 4 METODE PENELITIAN ................................................................ 71

4.1. Rancangan Penelitian .................................................................. 71

4.2. Populasi dan Sampel ................................................................... 71

4.2.1 Populasi .............................................................................. 71

4.2.2 Sampel ............................................................................... 72

4.3. Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional ............................ 73

4.3.1 Variabel Penelitian ............................................................. 73

4.3.2 Definisi Operasional .......................................................... 74

4.4. Instrumen Penelitian ................................................................... 75

4.5. Lokasi Dan Waktu Penenlitian ................................................... 75

4.6. Prosedur Pengambilan Dan Teknik Pengumupalan Data ........... 76

4.7. Kerangka Operasional ................................................................. 77

4.8. Analisis Data ............................................................................... 77

4.9. Etika Penelitian ........................................................................... 78

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 79

5.1. Seleksi Study ............................................................................... 79

5.2. Hasil Telaah Jurnal ..................................................................... 97

5.3. Pembahasan................................................................................. 107

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 120

6.1. Simpulan ..................................................................................... 120

6.2 Saran ............................................................................................ 120

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

xv

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 122

LAMPIRAN 1 Jadwal Kegiatan (Flowchart)

2 Lembar Usulan pengajuan judul penelitian

3 Lembar Pengajuan judul penelitian

4 Hasil Review Etik Penelitian Kesehatan

5 Buku bimbingan

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Tabel GFR Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik ............................... 45

Tabel 4.2. Tabel Definisi Operasional Hubungan Determinan Dengan

Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Tahun 2020. ... 74

Tabel 5.3 Tabel Determinan Pada Pasien GGK Tahun 2020........................... 81

Tabel 5.4 Tabel Kualitas Hidup Pada Pasien GGK Tahun 2020. .................... 88

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

xvii

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1. Bagan Lapisan Determinan ............................................................ 60

Bagan 4.2. Kerangka Operasional Hubungan Determinan Dengan Kualitas

Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Tahun 2020................... 34

Bagan 5.3. Determinan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Tahun 2020 .......... 79

Bagan 5.4. Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Tahun 2020 ..... 80

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut WHO (World Health Organization) (1957) rumah sakit adalah

bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi

menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit

(kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit

juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian

medik (Is Sadi, 2015). Kualitas rumah sakit sebagai institusi yang menghasilkan

produk jasa kesehatan tergantung pada kualitas pelayanan medis dan pelayanan

keperawatan yang diberikan kepada pasien. Peningkatan mutu pelayanan

keperawatan adalah derajat memberikan pelayanan secara efisien dan efektif

sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan yang dilaksanakan secara

menyeluruh sesuai dengan kebutuhan pasien, memanfaatkan teknologi tepat

guna dan hasil penelitian dalam pengembangan pelayanan

kesehatan/keperawatan sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal

(Nursalam, 2015).

Gagal Ginjal Kronik (GGK) atau Chronic Kidney Disease (CKD)

melibatkan hilangnya fungsi ginjal secara progresif dan ireversibel. Menurut The

Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDQOI) of Kidney Foundation

mendefinisikan CKD sebagai adanya kerusakan ginjal atau penurunan GFR

kurang dari 60 Ml/min/1.73 m2 selama lebih dari 3 bulan (Lewis et all, 2011).

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif

1

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

2

dan irreversible dimana ginjal gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit, yang menyebabkan uremia (retensi urea dan

sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer, 2010). CKD adalah kerusakan

ginjal yang berkelanjutan sehingga memerlukan terapi pengganti ginjal secara

terus-menerus, kondisi penyakit pasien telah masuk ke stadium akhir atau sering

disebut Gagal Ginjal tahap akhir (Lewis et all, 2011).

Penyakit Ginjal Kronik merupakan masalah kesehatan masyarakat global

dengan prevalensi dan insidens gagal ginjal yang meningkat, prognosis yang

buruk dan biaya yang tinggi. Menurut hasil global burden of disease tahun 2010,

penyakit ginjal kronik merupakan penyebab kematian peringkat ke-27 di dunia

tahun 1990 dan meningkat menjadi urutan ke-18 pada tahun 2010. Sedangkan di

Indonesia, perawatan penyakit ginjal merupakan ranking ke-2 pembiayaan

terbesar BPJS kesehatan setelah penyakit jantung (Kementerian Kesehatan RI,

2017).

Prevalensi pasien Gagal Ginjal yang rawat jalan dan menjalani

haemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan meningkat

setiap tahunnya. Tahun 2017 sejumlah 276 orang, tahun 2018 sejumlah 393 dan

pada tahun 2019 sejumlah 437 orang. Dan data kunjungan haemodialisa dari

tahun ke tahun juga mengalami peningkatan yaitu tahun 2017 sejumlah 11.356

orang, tahun 2018 sejumlah 15.262 orang dan tahun 2019 sejumlah 15.586

orang. Dari data yang didapat dari ruangan haemodialisa sekitar 70 orang setiap

hari. Prevalensi pasien yang menjalani haemodialisa lebih banyak laki-laki

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

3

daripada perempuan (Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

Medan, 2020).

Menurut WHO (1996) mendefinisikan kualitas hidup sebagai suatu konsep

multidimensi yang menyangkut tentang kesejahteraan fisik, emosional dan

sosial. Penyakit GGK dapat menimbulkan kelelahan, menurunkan kemampuan

aktivitas fisik, respon imun dan menurunkan kualitas hidup yang meningkatkan

mobiditas dan mortalitas (J. et al., 2017). Kualitas hidup adalah kompleks,

membangun multifaset yang memerlukan beberapa pendekatan dari sudut teoritis

yang berbeda (Theofilou, 2013). Pengukuran kualitas hidup mendapat peran

yang lebih penting dalam perawatan kesehatan, khususnya dalam perawatan

medis yaitu menjadi mampu untuk memperpanjang hidup (Shafei et all, 2018).

Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah

kerusakan ginjal atau penurunan fungsi ginjal kurang dari 60% ginjal normal

bersifat progresif dan irreversibel, menyebabkan ketidakmampuan ginjal untuk

membuang toksin dan produk sisa dari darah serta tidak dapat berfungsi secara

maksimal, dimana kerusakan ginjal tersebut ditandai dengan albuminuria (>30

mg albumin urin per garam dari kreatinin urin), Glomerular Filtration Rate

(GFR)/Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) <60 mL/menit/1,73 m2 dengan jangka

waktu lebih dari 3 bulan (Smeltzer & Bare, 2001).

Patofisiologi CKD pada awalnya tergantung pada penyakit yang

mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang

lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi structural dan

fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

4

kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth

factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh

peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini

berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sclerosis

nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi

nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.

(Smeltzer, 2010). Penyebab GGK adalah karena infeksi, kelebihan cairan atau

dehidrasi ginjal. Hal ini meyebabkan nefron ginjal mengalami kerusakan

sehingga mempengaruhi kreatinin serum, asam urat, fosforus dan tingkat Blood

Urea Nitrogen (BUN). Apabila berlangsung terus menerus dan tidak diobati

akan menimbulkan keparahan dan GGK (Ignatavicius dkk, 2010).

Manifestasi klinis adalah hasil dari zat yang ditahan, termasuk urea,

kreatinin, fenol, hormon elektrolit, dan air. Uremia adalah suatu sindrom di mana

fungsi ginjal menurun ke titik bahwa gejala dapat berkembang dalam berbagai

sistem tubuh (Lewis et all, 2011). Pada stadium paling dini CKD, terjadi

kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal GFR

masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan

terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan

peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada GFR sebesar 60%,

pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi

peningkatan kadar urea dan kreatinin serum (Ignatavicius dkk, 2010).

GFR sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturia,

badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. GFR

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

5

dibawah 30% pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti,

anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolism fosfor dan kalsium,

pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi

seperi infeksi saluran kemih infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna.

Pada GFR di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius,

dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement

therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien

dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal (Ignatavicius dkk, 2010).

Perubahan metabolik pada gagal ginjal juga menyebabkan gangguan

eksresi BUN dan kreatinin. Kreatinin sebagian dieksresikan oleh tubulus ginjal

dan penurunan fungsi ginjal berdampak pada pembentukan serum kreatinin.

Adanya peningkatan konsentrasi BUN dan kreatinin dalam darah disebuta

zotemia dan merupakan salah satu petunjuk gagal ginjal. Perubahan kardiak

pada CKD menyebabkan sejumlah gangguan sistem kardiovaskuler. Manifestasi

umumnya diantaranya anemia, hipertensi, gagal jantung kongestif, dan

perikaraitis, anemia disebabkan oleh penurunan tingkat eritropoietin, penurunan

masa hidup sel darah merah akibat dari uremia, defisiensi besi dan asam laktat

dan perdarahan gastrointestinal. Hipertropi terjadi karena peningkatan tekanan

darah akibat overlood cairan dan sodium dan kesalahan fungsi sistem renin.

Angiostin aldosteron CRF menyebabkan peningkatan beban kerja jantung karena

anemia, hipertensi, dan kelebihan cairan (Ignatavicius dkk, 2010).

Kualitas hidup merupakan kondisi dimana pasien kendati penyakit yang

dideritanya dapat tetap merasa nyaman secara fisik, psikologis, sosial maupun

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

6

spiritual. Depresi berkaitan erat dengan kulitas hidup pasien. Berdasarkan teori

kulitas hidup pasien dapat dilihat dari aspek fisik, psikologis, sosial, dan

spiritual. Kulitas hidup pasien yang baik dari segi fisik dapat dilihat dari

sedikitnya keluhan fisik yang dialami seperti lelah, sesak, kesulitan beraktivitas,

pusing, mual, odema, dan lain-lain (Rustandi dkk, 2018). Lacson dalam Mulia

dkk (2018) menjelaskan bahwa pada pasien gagal ginjal kronik terjadi penurunan

kualitas hidup khususnya pada pasien yang menjalani hemodialisa, kualitas

hidup menjadi hal yang perlu diperhatikan oleh paramedis (Mulia dkk, 2018).

Pengukuran kualitas hidup penting, dan hanya ada sedikit penelitian

mengenai kualitas hidup pada anak-anak dan remaja dengan penyakit ginjal

kronik yang melakukan terapi dialisis atau setelah transplantasi ginjal. Pada

pasien anak-anak yang mengalami gagal ginjal akan mengalami perubahan baik

dibidang kemampuan akademis, sosial dengan teman, stres psikologis karena

mereka harus megikuti diet ketat dan melakukan pengobatan seperti hemodialisis

untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Dan terlihat jelas bahwa penyakit gagal

ginjal kronik memberi dampak yang negatif pada seluruh dimensi kehidupan

(Shafei et all, 2018).

Determinan kesehatan sosial didefinisikan sebagai kondisi dimana orang

dilahirkan, tumbuh, hidup, bekerja dan berumur. Yang temasuk faktor

determinan seperti status sosial ekonomi (pendapatan, pekerjaan, pendidikan),

faktor psikososial (dukungan sosial) dan akses ke pelayanan kesehatan serta

lngkungan hidup. Faktor-faktor deteteminan ini bepengaruh pada kesehatan,

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

7

morbiditas dan mortalitas sehingga berpengaruh juga pada kualitas hidup pasien

GGK (Norton et all, 2016).

Determinan kesehatan sosial yang dipelajari dari gagal ginjal kronik

adalah ukuran kesejahteraan sosial dan ekonomi, sering dinilai melalui tiga

aspek: pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan. Status ekonomi sosial yang

rendah dikaitkan dengan peningkatan mortalitas dan berbagai penyakit kronis.

Memahami faktor-faktor determinan kesehatan sosial dan menghargai perbedaan

mendasar terkait dengan pengobatan nefrologi klinis pada seluruh pasien yang

mengalami gagal ginjal kronik adalah cara yang optimal. Mengubah determinan

kesehatan sosial merupakan hal yang sulit, tetapi bisa mewujudkan upaya

kebijakan yang penting dengan tujuan akhir meningkatkan hasil bagi pasien yang

menderita gagal ginjal kronik dan meminimalkan kesenjangan antar kelompok

(Norton et all, 2016).

Penyakit Gagal Ginjal Kronik (GGK) dan terutama End Stage Renal

Disease (ESRD) memiliki efek yang merugikan pada harapan hidup kedua

pasien, serta pada Kesehatan Kualitas Terkait Hidup (HRQOL). Erythropoietin

dapat meningkatkan kualitas hidup pasien CKD yang menjalani hemodialisis

rutin, sementara erythropoietin beta memberikan lebih banyak perbaikan. pasien

CKD yang menjalani hemodialisis rutin menggunakan erythropoietin

ditampilkan kualitas hidup yang lebih baik (J. et al., 2017). Penderita gagal ginjal

kronik tahap akhir membutuhkan terapi pengganti ginjal seperti hemodialisis,

peritoneal dialisis dan transplantasi ginjal. Tindakan hemodialisis yang

melibatkan bidang nefrologi dan psikologi sebagai timmulti disiplin untuk

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

8

meningkatkan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik secara efektif (Alqahtani

et all, 2019).

Dukungan sosial mengacu pada jaringan orang-orang yang bertukar

emosional, informasi, dan dukungan materi pada setiap individu. Pasien GGK

menerima dukungan termasuk sumber daya, informasi/saran, atau empati/

pemahaman dari berbagai sumber, termasuk pasangan, anggota keluarga,

penyedia layanan kesehatan, anggota masyarakat, anggota kelompok berbasis

agama, dan sesama pasien. Tingkat yang lebih tinggi dari dukungan sosial telah

dikaitkan dengan peningkatan kepatuhan pengobatan, meningkatkan kepuasan

pasien, persepsi peningkatan kualitas hidup, rawat inap menurun, dan

menurunkan angka kematian (Norton et all, 2016).

Penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul “hubungan determinan

dengan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik Tahun 2020”.

1.2. Rumusan Masalah

Masalah penelitian yang disusun berdasarkan latar belakang adalah

“apakah ada hubungan determinan dengan kualitas hidup pada pasien gagal

ginjal kronik Tahun 2020?”

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Menganalisa hubungan apakah ada hubungan determinan dengan kualitas

hidup pada pasien gagal ginjal kronik Tahun 2020.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

9

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi determinan (jenis kelamin, usia, pendidikan) pada pasien

gagal ginjal kronik Tahun 2020.

2. Mengidentifikasi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik Tahun 2020.

3. Menganalisa hubungan determinan dengan kualitas hidup pada pasien

gagal ginjal kronik Tahun 2020.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

Hasil penelitian diharapkan menjadi sumber informasi kepada pihak

pasien di rumah sakit tentang adanya hubungan determinan dengan kualitas

hidup pada pasien gagal ginjal kronik Tahun 2020.

1.4.2 Manfaat praktis

1. Bagi Institusi pendidikan STIKes Santa Elisabeth Medan

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai materi/bahan ajar

dalam mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah

2. Bagi pasien gagal jantung kongestif

Sebagai informasi bagi pasien gagal ginjal kronik tentang faktor

determinan dengan kualitas hidupnya.

3. Bagi Mahasiswa/i STIKes Santa Elisabeth Medan

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang

sehingga mampu memberi pelayanan yang baik saat dinas di rumah sakit

khususnya pada pasien gagal ginjal kronik.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumah Sakit

2.1.1 Definisi

Menurut WHO (World Health Organization) (1957) rumah sakit adalah

bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi

menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit

(kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit

juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian

medik (Is Sadi, 2015). Menurut Kementrian Kesehatan RI (2011) rumah sakit

adalah institusi pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna atau

menyeluruh yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat

darurat (Manurung, 2015). Pasien adalah setiap orang yang melakukan

konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang

diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung di Rumah Sakit (Mentri

Kesehatan RI, 2018). Rumah sakit dibagi menjadi 2 Menurut Kementrian

Kesehatan RI (2011) rumah sakit dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan

kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Secara umum, Rumah

Sakit Umum (RSU) dibagi pula menjadi dua, yaitu Rumah Sakit Umum

(RSU) milik pihak Swasta, dan Rumah Sakit Umum (RSU) milik

pemerintah. Rumah Sakit Umum (RSU) Swasta adalah Rumah Sakit yang

memberikan pelayanan kesehatan semua jenis penyakit mulai dari yang

10

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

11

bersifat dasar, spesialistik, hingga sub spesialistik yang diselenggarakan

dan dikelola oleh pihak swasta, baik perseorangan maupun kelompok.

Sedangkan Rumah Sakit Umum (RSU) Pemerintah adalah Rumah Sakit

yang memberikan pelayanan kesehatan semua jenis penyakit mulai dari

yang bersifat dasar, spesialistik, hingga sub spesialistik yang

diselenggarakan dan dikelola olehpihak pemerintah baikpusat, daerah,

departemen pertahanan dan keamanan maupun badan usaha milik Negara.

2. Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan

utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan

disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan

lainnya (Kementrian Kesehatan RI, 2011). Jenis Rumah Sakit Khusus

(RSK) antara lain Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak (RSIA), Jantung,

Kanker, Orthopedi, Paru, Jiwa, Kusta, Mata, Ketergantungan Obat,

Stroke, Penyakit Infeksi, Bersalin, Gigi dan Mulut, Rehabilitasi Medik,

Telinga Hidung Tenggorokan, Bedah, Ginjal, serta Kulit dan

Kelamin.Namun jika dibedakan berdasarkan fasilitas dan kemampuan

pelayanannya, sama halnya dengan Rumah Sakit Umum (RSU), Rumah

Sakit Khusus (RSK) pun diklasifikasikan kedalam kelas A, B, dan C

(Manurung, 2015).

2.1.2 Klasifikasi rumah sakit berdasarkan tipenya

Rumah sakit berdasarkan kelasnya dibedakan atas rumah sakit kelas A, B

(pendidikan dan non-pendidikan), kelas C, kelas D.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

12

1. Rumah sakit umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan

subspesialistik luas.

2. Rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya sebelas

spesialistik dan subspesialistik terbatas.

3. Rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.

4. Rumah sakit umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar (Kementrian Kesehatan

RI, 2011).

2.1.3 Tugas dan fungsi rumah sakit

Dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009 tentang

Rumah Sakit pada pasal 4 dan 5 dijelaskan bahwa Rumah Sakit mempunyai

tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Dan untuk

menjalankan tugas sebagaimana dimaksud, Rumah Sakit mempunyai fungsi

sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan rumah sakit.

2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan

medis.

3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

13

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikanetika ilmu pengetahuan bidang kesehatan (Manurung,

2015).

2.1.4 Kewajiban dan hak rumah sakit

Setiap Institusi pasti memiliki kewajiban dan hak yang harus dipenuhi,

demikian pula kewajiban dan hak Rumah Sakit yang telah diatur dalam Undang-

undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada

pasal 29 dan pasal 30. Adapun kewajiban dari setiap Institusi Rumah Sakit

adalah:

1. Setiap Rumah Sakit memiliki kewajiban:

a. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan rumah sakit

kepada masyarakat.

b. Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi,

dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan

standar pelayananrumah sakit.

c. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan

kemampuan pelayanannya.

d. Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana,

sesuai dengan kemampuan pelayanannya.

e. Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau

miskin;uang muka, ambulangratis, pelayanan korban bencana dan

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

14

kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan.

f. Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas

pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat

tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan

kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan.

g. Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan

kesehatan di rumah sakit sebagai acuan dalam melayani pasien.

h. Menyelenggarakan rekam medis.

i. Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana

ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita

menyusui, anak-anak, lanjut usia.

j. Melaksanakan sistem rujukan.

k. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi

dan etika serta peraturan perundang-undangan.

l. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan

kewajiban pasien.

m. Menghormati dan melindungi hak-hak pasien.

n. Melaksanakan etika rumah sakit.

o. Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana.

p. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara

regional maupun nasional.

q. Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau

kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

15

r. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal rumah sakit (hospital

by laws).

s. Melindungi dan memberikan bantuan hokum bagi semua petugas

rumah sakit dalam melaksanakan tugas.

t. Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan

tanpa rokok.

2. Pelanggaran atas kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dikenakan sanksiadmisnistratif berupa:

a. Teguran.

b. Teguran tertulis.

c. Denda dan pencabutan izin rumah sakit.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban Rumah Sakit sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2011) Hak dari Rumah Sakit adalah

sebagai berikut :

1. Setiap Rumah Sakit mempunyai hak:

a. Menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia

sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit.

b. Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi,

insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

c. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka

mengembangkan pelayanan.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

16

d. Menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangundangan.

e. Menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian.

f. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan

pelayanan kesehatan.

g. Mempromosikan layanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

h. Mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit publik dan Rumah

Sakit yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit pendidikan .

2.1.5 Kewajiban dan hak pasien

Kewajiban dan hak pasien Rumah Sakit diatur dalam Undang-undang

Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada pasal 31

dan pasal 32. Kewajiban dari setiap pasien Rumah Sakit adalah:

1. Setiap pasien mempunyai kewajiban terhadap Rumah Sakit atas

pelayanan yang diterimanya.

2. Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pasien diatur dengan

Peraturan Menteri.

Hak dari pasien adalah sebagai berikut:

1. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di

Rumah Sakit.

2. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien.

3. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi.

4. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

17

profesi dan standar prosedur operasional.

5. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar

dari kerugian fisik dan materi.

6. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan.

7. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan

peraturan yang berlaku di Rumah Sakit.

8. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain

yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar

Rumah Sakit.

9. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk

data- data medisnya.

10. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis,

tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang

mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta

perkiraan biaya pengobatan.

11. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan

oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya.

12. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.

13. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya

selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.

14. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan

di Rumah Sakit.

15. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakua. Rumah Sakit terhadap

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

18

dirinya.

16. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama

dan kepercayaan yang dianutnya.

17. Menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga

memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara

perdata ataupun pidana.

18. Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar

pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan

peraturan perundangundangan (Kementrian Kesehatan RI, 2011).

2.1.6 Manajemen layanan keperawatan

Manajemen adalah proses untuk melaksanakan pekerjaan melalui orang

lain (Gillies,1989). Menurut Siagian (1999) manajemen berfungsi untuk

melakukan semua kegiatan yang perlu dilakukan dalam rangka mencapai tujuan

dalam batas – batas yang telah ditentukan pada tingkat administrasi. Menurut

Liang Lie Manajemen adalah suatu ilmu dan seni perencanaan, pengarahan,

pengorganisasian dan pengontrolan dari benda dan manusia untuk mencapai

tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Swanburg (2000) mendefinisikan

manajemen sebagai ilmu atau seni tentang bagaimana menggunakan sumber

daya secara efisien, efektif dan rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang

telah ditetapkan sebelumnya (Mugianti, 2016). Kualitas rumah sakit sebagai

institusi yang menghasilkan produk jasa kesehatan tergantung pada kualitas

pelayanan medis dan pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien.

Peningkatan mutu pelayanan keperawatan adalah derajat memberikan pelayanan

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

19

secara efisien dan efektif sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan yang

dilaksanakan secara menyeluruh sesuai dengan kebutuhan pasien, memanfaatkan

teknologi tepat guna dan hasil penelitian dalam pengembangan pelayanan

kesehatan/keperawatan sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal.

Menurut Nursalam (2016) ada enam indikator utama kualitas pelayanan

kesehatan di rumah sakit, yaitu:

1. Keselamatan pasien (patient safety), yang meliputi: angka infeksi

nosokomial, angka kejadian pasien jatuh/kecelakaan, dekubitus, kesalahan

dalam pemberian obat, dan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan

kesehatan.

2. Pengelolaan nyeri dan kenyamanan.

2. Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan.

3. Perawatan diri.

4. Kecemasan pasien.

5. Perilaku (pengetahuan, sikap, keterampilan) pasien.

2.1.7 Indikator mutu pelayanan keperawatan

Menurut Nursalam (2014) ada lima indikator mutu pelayanan yang

berhubungan dengan pelayanan keperawatan prima secara umum, yaitu:

1. Empati (empathy) berupa pemberian pelayanan dengan penuh perhatian

dan sesuai kebutuhan pasien.

2. Keterandalan (reliabilitas), yang terdiri atas kemampuan perawat untuk

memberikan pelayanan yang diharapkan secara akurat.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

20

3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan untuk membantu dan

menyediakan pelayanan yang dibutuhkan dengan segera.

4. Komunikasi (communication) berarti selalu memberikan informasi yang

sebaik-baiknya dan mendengarkan segala apa yang disampaikan oleh

pasien.

5. Caring yaitu mudah dihubungi dan selalu memberi perhatian kepada

pasien.

2.1.8 Prinsip-prinsip yang mendasari manajemen keperawatan

Menurut Mugiati (2016) prinsip-prinsip yang mendasari manajemen

keperawatan adalah:

1. Manajemen keperawatan seyogianya berlandaskan perencanaan karena

melalui fungsi perencanaan, pimpinan dapat menurunkan resiko

pengambilan keputusan, pemecahan masalah yang afektif dan terencana.

2. Manajemen keperawatan dilaksanakan melalui penggunaan waktu yang

efektif. Manajer keperawatan menghargai waktu akan menyusun

perencanaan yang terprogram dengan baik dan melaksanakan kegiatan

sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya.

3. Manajemen keperawatan akan melibatkan pengambilan keputusan berbagai

situasi maupun permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan kegiatan

keperawatan memerlukan pengambilan keputusan di berbagai tingkat

manajerial.

4. Memenuhi kebutuhan asuhan keperawatan pasien merupakan fokus

perhatian manajer keperawatan dengan mempertimbangkan apa yang

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

21

pasien lihat, fikir, yakini dan ingini. Kepuasan pasien merupakan point

utama dari seluruh tujuan keperawatan.

5. Manajemen keperawatan harus terorganisir. Pengorganisasian dilakukan

sesuai dengan kebutuhan organisasi untuk mencapai tujuan.

6. Pengarahan merupakan elemen kegiatan manajemen keperawatan yang

meliputi proses pendelegasian, supervisi, koordinasi dan pengendalian

pelaksanaan rencana yang telah diorganisasikan.

7. Manejer keperawatan yang baik adalah manajer yang dapat memotivasi staf

untuk memperlihatkan penampilan kerja yang baik.

8. Manajemen keperawatan menggunakan komunikasi yang efektif.

Komunikasi yang efektif akan mengurangi kesalahpahaman dan

memberikan persamaan pandangan arah dan pengertian diantara bawahan.

9. Pengembangan staf penting untuk dilaksanakan sebagai upaya

mempersiapkan perawat pelaksana untuk menduduki posisi yang lebih

tinggi ataupun upaya manajer untuk meningkatkan pengetahuan karyawan.

2.1.9 Tujuan manajemen keperawatan

Menurut Mugiati (2016) tujuan manajemen keperawatan, yaitu:

1. Mengarahkan seluruh kegiatan yang direncanakan.

2. Mencegah/mengatasi permasalahan manajerial.

3. Pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan efisien dengan melibatkan

seluruh komponen yang ada.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

22

4. Meningkatkan metode kerja keperawatan sehingga staf perawatan bekerja

lebih efektif dan efisien, mengurangi waktu kerja yang sia-sia, mengurangi

duplikasi tenaga dan upaya.

2.1.9 Prinsip manajemen keperawatan

Berikut dibawah ini akan dijelaskan maksud dari prinsip-prinsip

manajemen tersebut.

1. Perencanaan (Planning).

Perencanaan adalah fungsi dasar dan pertama dalam manajemen

(the first function of management). Semua fungsi manajemen tergantung

dari perencanaan. Perencanaan adalah suatu proses berpikir atau proses

mental untuk membuat keputusan dan peramalan (forecasting).

Perencanaan harus berorientasi ke masa depan dan memastikan

kemungkinan hasil yang diharapkan (Swansburg & Swansburg, 1999).

Dalam perencanaan, salah satu hal penting yang menjadi pusat perhatian

adalah rencana pengaturan sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya

yang lain yang relevan. Perencanaan yang baikakan meningkatkan

capaian tujuan dan pembiayaan yang efektif.

2. Penggunaan waktu efektif (Effective utilization of time).

Penggunaan waktu efektif berhubungan dengan pola pengaturan

dan pemanfaatan waktu yang tepat dan memungkinkan berjalannya roda

organisasi dan tercapaianya tujuan organisasi. Waktu pelayanan dihitung,

dan kegiatan perawat dikendalikan.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

23

3. Pengambilan keputusan (Decision making).

Pengambilan keputusan adalah suatu hasil atau keluaran dari

proses mental atau kognitif yang membawa pada pemilihan di antara

beberapa alternatif yang tersedia yang dilakukan oleh seorang pembuat

keputusan. Keputusan dibuat untuk mencapai tujuan melalui

pelaksanaan/implementasi dari pilihan keputusan yang diambil.

4. Pengelola/Pemimpin (Manager/leader).

Manajer yang bertugas mengatur manajemen memerlukan

keahlian dan tindakan nyata agar para anggota menjalankan tugas dan

wewenang dengan baik. Adanya manajer yang mampu memberikan

semangat, mengontrol dan mengajak mencapai tujuan merupakan sumber

daya yang sangat menentukan.

5. Tujuan sosial (Social goal).

Manajemen yang baik harus memiliki tujuan yang jelas dan

ditetapkan dalam bentuk visi, misi dan tujuan organisasi.

6. Pengorganisasian (Organizing).

Pengorganisasian adalah pengelompokan sejumlah aktivitas untuk

mencapai tujuan yang diharapkan. Penugasan pada masing-masing

kelompok dilakukan berdasarkan supervisi, ada koordinasi dengan unit

lain baik secara horizontal maupun secara vertikal (Swansburg &

Swansburg, 1999).

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

24

7. Perubahan (Change)

Perubahan (Change) adalah proses penggantian dari suatu hal

dengan yang lainnya yang berbeda dari sebelumnya (Douglas, 1988).

Perubahan, di dalam manajemen keperawatan perubahan dijadikan prinsip

karena sifat layanan yang dinamis mengikuti karakteristik pasien yang

akan anda layani (Mugianti, 2016).

2.2. Kualitas Hidup

2.2.1 Definisi

Menurut WHO (1996) mendefinisikan kualitas hidup atau Quality of Life

(QOL) sebagai suatu konsep multidimensi yang menyangkut tentang

kesejahteraan fisik, emosional dan sosial. Penyakit GGK dapat menimbulkan

kelelahan, menurunkan kemampuan aktivitas fisik, respon imun dan menurunkan

kualitas hidup yang meningkatkan mobiditas dan mortalitas (J. et al., 2017).

Kualitas hidup adalah kompleks, membangun multifaset yang memerlukan

beberapa pendekatan dari sudut teoritis yang berbeda (Theofilou, 2013).

Kualitas hidup adalah kumpulan interaksi yang diukur secara objektif dan

subjektif. Kualitas hidup adalah konsep yang dinamis, bagian-bagiannya juga

saling mempengaruhi. Kualitas hidup ini erat kaitannya dengan kesehatan pada

model patologi dan ketegantungan, fokus pengukurannya yaitu pada penurunan

fungsi fisik dan mental, gangguan peran dan fungsi sosial. Skala pengukuran

status kesehatan lebih sering digunakan dengan mengukur kualitas hidup. Tujuan

memasukkan kualitas hidup dalam indikator tingkat kesehatan adalah untuk

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

25

melakukan tindakan responsif setelah evaluasi terhadap perawatan mereka

(Higginson & Robinson, 2003).

Definisi tentang kualitas hidup sangat beragam. Kesehatan dan kualitas

hidup sering kali dihubungkan dan keduanya menekankan pada komponen

kebahagiaan dan kepuasan hidup. Banyak konsep individu yang mengatakan

bahwa kualitas hidup itu adalah tentang fungsi emosional dan kelelahan. Namun,

jelas bahwa arti kualitas hidup itu berbeda bagi setiap orang, dan juga memiliki

makna yang berbeda sesuai dengan area tempat tinggalnya masing-masing. Oleh

karna itu, kuesioner tentang kualitas hidup dikembangkan dalam berbagai skala

pengukuran yang multi-item (Fayers P.M & Machin, 2000).

2.2.2 Klasifikasi utama pengukuran

Penilain kualitas hidup sangat penting dilakukan bagi semua orang

khususnya bagi penderita penyakit yang bersifat kronik atau tidak dapat

disembuhkn seperti kanker, HIV, dan penyakit kronis lainnya. Ketika

mengevaluasi pengobatan yang berpotensi menyembuhkan, penilaian kualitas

hidup mungkin saja tidak terlalu penting untuk dilakukan, namun banyak kasus

yang harus mempertimbangkan implikasi kualitas hidupnya. Gotay dan Moore

(1992) klasifikasi utama dilakukan pada beberapa kejadian, yaitu:

1. Kualitas hidup menjadi titik akhir utama. Ini sering dilakukan dalam

perawatan paliatif atau ketika pasien sakit parah dengan penyakit yang

tidak dapat disembuhkan,

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

26

2. Perawatan diharapkan sejalan dengan kemanjuran pengobatan, dan

pengobatan baru akan dianggap baik bila memberikan manfaat pada

peningkatan kualitas hidup,

3. Perawatan baru menunjukkan sedikit manfaat dalam tingkat kesembuhan

atau lama bertahan hidup, tetapi ini diimbangi dengan penurunan kualitas

hidup,

4. Perawatan mungkin berbeda jauh dengan kemanjuran jangka pendek, tetapi

jika tingkat kegagalan keseluruhan tinggi maka masalah kualitas hidup

harus dipertimbangkan.

Selain itu, terlepas dari optimisme untuk meningkatkan kualitas

hidup, penilaian kualaitas hidup tersebut juga berdampak pada penurunan

kualitas hidup bila dilakukan terlalu sering. Sehingga, pengobatan dan

penilaian kualitas hidup harus diselaraskan dan dipertimbangkan efek

negatifnya (Fayers P.M & Machin, 2000).

2.2.3 Aspek

1. Aspek kesehatan fisik

Kesehatan fisik dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk

melakukan aktivitas. Aktivitas yang dilakukan individu akan memberikan

pengalaman-pengalaman baru yang merupakan modal perkembangan ke

tahap selanjutnya. Kesehatan fisik mencakup aktivitas sehari-hari,

ketergantungan pada obat-obatan dan bantuan medis, energi dan

kelelahan, mobilitas (keadaan mudah bergerak), sakit dan ketidak

nyamanan, tidur dan istirahat, kapasitas kerja.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

27

2. Aspek psikologis

Aspek psikologis yaitu terkait dengan keadaan mental individu.

Keadaan mental mengarah pada mampu atau tidaknya individu

menyesuaikan diri terhadap berbagai tuntutan perkembangan sesuai

dengan kemampuannya, baik tuntutan dari dalam diri maupun dari luar

dirinya. Aspek psikologis juga terkait dengan aspek fisik, dimana individu

dapat melakukan suatu aktivitas dengan baik bila individu tersebut sehat

secara mental. Kesejahteraan psikologis mencakup body image dan

appearance, perasaan positif, perasaan negatif, self esteem,

spiritual/agama/keyakinan pribadi, berpikir, belajar, memori dan

konsentrasi.

3. Aspek hubungan sosial

Aspek hubungan sosial yaitu hubungan antara dua individu atau

lebih dimana tingkah laku individu tersebut akan saling mempengaruhi,

mengubah, atau memperbaiki tingkah laku individu lainnya. Mengingat

manusia adalah mahluk sosial maka dalam hubungan sosial ini, manusia

dapat merealisasikan kehidupan serta dapat berkembang menjadi manusia

seutuhnya. Hubungan sosial mencakup hubungan pribadi, dukungan

sosial, aktivitas seksual.

4. Aspek lingkungan

Aspek lingkungan yaitu tempat tinggal individu, termasuk di

dalamnya keadaan, ketersediaan tempat tinggal untuk melakukan segala

aktivitas kehidupan, termasuk di dalamnya adalah saran dan prasarana

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

28

yang dapat menunjang kehidupan. Hubungan dengan lingkungan

mencakup sumber financial, kebebasan, keamanan dan keselamatan fisik,

perawatan kesehatan dan social care termasuk aksesbilitas dan kualitas;

lingkungan rumah, kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi

baru maupun keterampilan (skill), partisipasi dan mendapat kesempatan

untuk melakukan rekreasi dan kegiatan yang menyenangkan di waktu

luang, lingkungan fisik termasuk polusi/kebisingan/keadaan air/iklim,

serta transportasi (Power, 2004).

2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi

Faktor-faktor yang mempengaruhi kulitas hidup, yaitu:

1. Jenis kelamin

Fadda dan Jiron (1999) mengatakan bahwa laki-laki dan

perempuan memiliki perbedaan dalam peran serta akses dan kendali

terhadap berbagai sumber sehingga kebutuhan atau hal-hal yang penting

bagi laki-laki dan perempuan juga akan berbeda. Hal ini mengindikasikan

adanya perbedaan aspek-aspek kehidupan dalam hubungannya dengan

kualitas hidup pada laki-laki dan perempuan. Ryff dan Singer (1998)

mengatakan bahwa secara umum, kesejahteraan laki-laki dan perempuan

tidak jauh berbeda, namun perempuan lebih banyak terkait dengan aspek

hubungan yang bersifat positif sedangkan kesejahteraan tinggi pada pria

lebih terkait dengan aspek pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

29

2. Usia

Menurut Wagner et all (2004) terdapat perbedaan yang terkait

dengan usia dalam aspek-aspek kehidupan yang penting bagi individu.

Menurut Ryff dan Singer (1998) individu dewasa mengekspresikan

kesejahteraan yang lebih tinggi pada usia dewasa madya. Umur manusia

dapat dibagi menjadi beberapa rentang atau kelompok dimana masing-

masing kelompok menggambarkan tahap pertumbuhan manusia tersebut.

3. Pendidikan

Pendidikan juga merupakan faktor kualitas hidup, kualitas hidup

akan meningkat seiring dengan lebih tingginya tingkat pendidikan yang

didapatkan oleh individu. Barbareschi et all (2011) mengatakan bahwa

tingkat pendidikan adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

kualitas hidup, mengatakan bahwa tingginya signifikansi perbandingan

dari pasien yang berpendidikan tinggi meningkat dalam keterbatasan

fungsional yang berkaitan dengan masalah emosional dari waktu ke waktu

dibandingkan dengan pasien yang berpendidikan rendah serta menemukan

kualitas hidup yang lebih baik bagi pasien berpendidikan tinggi dalam

domain fisik dan fungsional, khususnya dalam fungsi fisik,

energi/kelelahan, social fungsi, dan keterbatasan dalam peran berfungsi

terkait dengan masalah emosional.

4. Pekerjaan

Menurut Hultman et all (2006) menunjukkan dalam hal kualitas

hidup juga diperoleh hasil penelitian yang tidak jauh berbeda dimana

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

30

individu yang bekerja memiliki kualitas hidup yang lebih baik

dibandingkan individu yang tidak bekerja.

5. Status pernikahan

Glenn dan Weaver mengatakan bahwa individu yang menikah

memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi dari pada individu yang tidak

menikah, bercerai, ataupun janda atau duda akibat pasangan meninggal

6. Finansial

Menurut Hultman et all (2006) menunjukkan bahwa aspek finansial

merupakan salah satu aspek yang berperan penting mempengaruhi

kualitas hidup individu yang tidak bekerja.

7. Standar referensi

Menurut O’Connor (1993) mengatakan bahwa kualitas hidup dapa

dipengaruhi oleh standar referensi yang digunakan seseorang seperti

harapan, aspirasi, perasaan mengenai persamaan antara diri individu

dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan definisi kualitas hidup yang

dikemukakan oleh WHOQOL bahwa kualitas hidup akan dipengaruhi

oleh harapan, tujuan, dan standard dari masing-masing individu (Power,

2004).

2.2.5 Penilaian kualitas hidup

Terdapat beberapa instrumen untuk menganalisis kualitas hidup yang

meliputi persepsi fisik, psikologi dan hubungan sosial pasien, seperti Sickness

Impact Profile, Karnofsky Scales, Kidney Disease Quality of Life (KDQL)

kuesioner dan Medical Outcomes Study 36-Item Short-Form Health Survey (SF-

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

31

36) yang telah banyak digunakan dalam mengevaluasi kualitas hidup pasien

penderita penyakit-penyakit kronis. SF-36 adalah salah satu instrumen untuk

menilai kualitas hidup, sederhana, mudah dan secara luas telah dipakai untuk

mengevaluasi kualitas hidup pada penyakit ginjal stadium akhir. Instrumen non

spesifik biasanya digunakan pada hampir semua penelitian penyakit kronis dan

bisa juga digunakan untuk menilai kualitas hidup pada populasi yang sehat

(Arfai, 2014).) Kidney Disease Quality of Life Short Form 1,3 (KDQOL-SF 1,3)

yang merupakan pengembangan dari Short Form 36 (SF-36). Alat ukur ini

merupakan alat ukur khusus yang digunakan untuk menilai kualitas hidup pasien

penyakit ginjal kronik dan pasien yang menjalani dialisis (Hays et al., 1997).

Kelebihan kuisioner ini adalah menilai kualitas hidup dari dua aspek yaitu

spesifik penyakit tertentu (disease-specific) dan generik (generic instrument)

yang sudah meliputi domain fisik, psikologis, sosial maupun lingkungan.

Domain yang mencakup target untuk penyakit ginjal meliputi:

gejala/permasalahan klinis yang dialami, efek dari penyakit ginjal, tingkat

penderitaan oleh karena sakit ginjal, status pekerjaan, fungsi kognitif, kualitas

interaksi social, fungsi seksual, kualitas tidur, dukungan sosial, kualitas

pelayanan staf unit dialisis, dan kepuasan pasien. Sementara skala survei SF-36

yang bersifat generik mengukur fungsi fisik, peran fisik, persepsi rasa sakit,

persepsi kesehatan umum, emosi, peran emosional, fungsi social, dan

energi/kelelahan. Dalam penelitian ini digunakan alat ukur generik yaitu SF-36,

karena kuesioner ini adalah instrumen genericdimana dengan kuesioner ini

dapat dipergunakanuntuk bermacam penyakitnamun tetap memiliki batas

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

32

usia. Subjek yang dapat menggunakan kuesioner ini harus berusia diatas 14

tahun. Kuesioner SF-36 inidapat digunakan oleh subjek wanita maupun

pria (Auliana putri, 1998).

Menurut Mc Dowell, (2006) kuisioner yang spesifik untuk penyakit

tertentu biasanya berisikan pertanyaan-pertanyaan khusus yang sering terdapat

pada penyakit tersebut, misalnya pasien penyakit ginjal diukur dengan Kidney

Disease Quality of Life Short From (KDQOL SF), keuntungan alat pengukuran

ini adalah dapat mendeteksi lebih tepat keluhan/hal khusus yang sangat berperan

pada penyakit tertentu, misalnya kram otot, kulit kering, sesak nafas merupakan

hal yang penting pada pasien penyakit ginjal maka hal tersebut tergambarkan

pada pertanyaan kuisioner. SF-36 berisi 36 pertanyaan yang terdiri dari 8 skala

antara lain :

1. Fungsi fisik (physical function)

Terdiri dari 10 pertanyaan yang menilai kemampuan aktivitas

seperti berjalan, menaiki tangga, membungkuk, mengangkat dan gerak

badan. Nilai yang rendah menunjukkan keterbatasan semua aktivitas

tersebut, sedangkan nilai yang tinggi menunjukkan kemampuan

melakukan semua aktivitas fisik termasuk latihan berat.

2. Keterbatasan akibat masalah fisik (role of physical)

Terdiri dari 4 pertanyaan yang mengevaluasi seberapa besar

kesehatan fisik mengganggu pekerjaan dan aktivitas sehari-hari lainnya.

Nilai yang rendah menunjukkan bahwa kesehatan fisik menimbulkan

masalah terhadap aktivitas sehari-hari, antara lain tidak dapat

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

33

melakukannya dengan sempurna, terbatas dalam melakukan aktivitas

tertentu atau kesulitan di dalam melakukan aktivitas. Nilai yang tinggi

menunjukkan kesehatan fisik tidak menimbulkan masalah terhadap

pekerjaan ataupun aktivitas sehari-hari.

3. Perasaan sakit/nyeri (bodily pain)

Terdiri dari 2 pertanyaan yang mengevaluasi intensitas rasa nyeri

dan pengaruh nyeri terhadap pekerjaan normal baik di dalam maupun di

luar rumah. Nilai yang rendah menunjukkan rasa sakit yang sangat berat

dan sangat membatasi aktivitas. Nilai yang tinggi menunjukkan tidak ada

keterbatasan yang disebabkan oleh rasa nyeri.

4. Persepsi kesehatan umum (general health)

Terdiri dari 5 pertanyaan yang mengevaluasi kesehatan termasuk

kesehatan saat ini, ramalan tentang kesehatan dan daya tahan terhadap

penyakit. Nilai yang rendah menunjukkan perasaan terhadap kesehatan

diri sendiri buruk atau memburuk. Nilai yang tinggi menunjukkan

perasaan terhadap kesehatan diri sendiri sangat baik.

5. Energi/fatique (vitality)

Terdiri dari 4 pertanyaan yang mengevaluasi tingkat kelelahan,

capek dan lesu. Nilai yang rendah menunjukkan perasaan lelah, capek dan

lesu sepanjang waktu. Nilai yang tinggi menunjukkan perasaan penuh

semangat dan energi selama 4 minggu yang lalu.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

34

6. Fungsi sosial (social function)

Terdiri dari 2 pertanyaan yang mengevaluasi tingkat kesehatan

fisik atau masalah emosional mengganggu aktivitas sosial yang normal.

Nilai yang rendah menunjukkan gangguan yang sering dan sangat

terganggu. Nilai yang tinggi menunjukkan tidak ada gangguan selama 4

minggu yang lalu.

7. Keterbatasan akibat masalah emosional (role emotional)

Terdiri dari 3 pertanyaan yang mengevaluasi tingkat dimana

masalah emosional mengganggu pekerjaan atau aktivitas sehari-hari

lainnya. Nilai yang rendah menunjukkan masalah emosional mengganggu

aktivitas termasuk menurunnya waktu yang dihabiskan untuk aktivitas,

pekerjaan menjadi kurang sempurna dan bahkan tidak dapat bekerja

seperti biasanya. Nilai yang tinggi menunjukkan tidak ada gangguan

aktivitas karena masalah emosional.

8. Kesejahteraan mental (mental health)

Terdiri dari 5 pertanyaan yang mengevaluasi kesehatan mental

secara umum. Nilai yang rendah menunjukkan perasaan tegang dan

depresi sepanjang waktu. Nilai yang tinggi menunjukkan perasaan penuh

kedamaian, bahagia dan tenang sepanjang 4 minggu yang lalu.

Kuesioner tentang kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisa:

1. Secara umum bagaimana kondisi kesehatan anda sekarang?

a. Sangat-sangat baik

b. Sangat baik

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

35

c. Baik

d. Sedang

e. Buruk

2. Dibandingkan dengan setahun yang lalu bagaiman kondisi kesehatan anda

sekarang?

a. Lebih baik daripada setahun yang lalu

b. Kadang-kadang lebih baik dari setahun yang lalu

c. Sama seperti setahun yang lalu

d. Kadang-kadang lebih buruk dari setahun yang lalu

e. Lebih buruk sekarang dibandingkan setahun yang lalu

3. Hal berikut ini mengenai aktivitas yang mungkin anda lakukan dalam

kehidupan sehari-hari. Apakah kesehatan anda membatasi aktifitas anda?

Jika ya seberapa besar (pilihan jawaban: ya, sangat terbatas/ya, tidak tidak

terbatas/dan tidak, tidak terbatas sama sekali)

a. Aktifitas berat, seperti berlari, mengangkat benda yang berat,

berpartisipasi dalam olahraga

b. Aktifitas sedang, seperti mengangkat meja, mengepel lantai,

mendorong vacum cleaner, bowling, atau bermain golf

c. Mengangakat atau membawa belanjaan, mengangkat barang yang

ringan 7-10 kg

d. Menaiki anak tangga beberapa lantai

e. Menaiki anak tangga 1 lantai/jalan mendaki ±100m

f. Membungkuk, berlutut atau jongkok

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

36

g. Berjalan lebih dari 1 km

h. Berjalan beberapa ratus meter (±500m)

i. Mandi dan berpakaian sendiri

4. Selama 1 bulan terakhir, apakah anda mempunyai masalah pada pekerjaan

anda atau aktivitas rutin yang lain disebabkan oleh kesehatan fisik anda?

Seperti berikut:

a. Mengurangi waktu dalam melakukan perkerjaan (tetap) atau aktivitas

lain

b. Tidak dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sempurna

c. Hanya dapat melakukan pekerjaan/aktivitas tertentu

d. Sulit melaksanakan pekerjaan atau aktivitas pokok atau anda

membutuhkan harga ekstra untuk melakukan hal tersebut

5. Selama 1 bulan terakhir, apakah pekerjaan anda atau aktivitas rutin yang

lain terganggu karena masalah emosional seperti berikut ini

(depresi/stress/cemas). Jawab “Ya” bila “Ya” dan “Tidak” bila “Tidak”

a. Mengurangi waktu dalam melakukan pekerjaan (tetap) atau aktivitas

lain

b. Tidak dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sempurna

c. Tidak melakukan pekerjaan (rutin) atau aktivitas lain secermat

biasanya

6. Selama 1 bulan terakhir, seberapa besar kesehatan fisik atau masalah

emosional menghalangi aktifitas sosial anda dengan normal, bersama

keluarga, teman, tetangga atau kelompok?

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

37

a. Tidak sama sekali

b. Sedikit

c. Lumayan

d. Agak besar

e. Sangat besar

7. Seberapa besar rasa nyeri pada tubuh yang anda rasakan selama 1 bulan

terakhir ini?

a. Tidak ada sama sekali

b. Nyeri sangat ringan

c. Nyeri ringan

d. Nyeri sedang

e. Nyeri sekali

f. Luar biasa nyeri

8. Selama 1 bulan terakhir, apakah sering rasa nyeri tersebut mengganggu

pekerjaan normal anda (termasuk pekerjaan di dalam dan di luar rumah)

a. Tidak sama sekali

b. Sedikit

c. Sedang-sedang

d. Cukup sering

e. Sangat sering

9. Pertanyaan ini mengenai perasaaan anda dan bagaimana pikiran anda

selama 1 bulan terakhir. Setiap pertanyaan berikut ini satu jawaban yang

mendekati dengan apa yang anda rasakan dalam 1 bulan terakhir dengan

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

38

pilihan jawabnnya ( pilihan jawaban: stiap waktu/ sering/ kadang-kadang/

sekali-sekali/ jarang /tidak pernah)

a. Apakah penuh semangat

b. Apakah anda selalu ragu-ragu dalam menghadapi sesuatu

c. Pernahkah anda merasa begitu tenteram

d. Apakah anda merasa begitu tenteram

e. Apakah anda merasa penuh energi

f. Apakah anda merasa kecewa atau sedih

g. Apakah anda merasa lelah atau loyo

h. Apakah anda merasa orang yang bahagia

i. Apakah anda merasa capek

10. Selama 1 bulan terakhir seberapa lama kesehatan fisik atau masalah emosi

yang mengganggu aktifitas sosial anda (seperti mengunjungi kawan,

saudara dan yang lainnya)

a. Selalu

b. Sering sekali

c. Kadang-kadang

d. Sekali-sekali

e. Tidak pernah

11. Menurut anda seberapa besar pernyataan dibawah ini yang sesuai dengan

anda. Kalau sesuai seberapa benar, kalau tidak sesuai seberapa salah)

(pilihan jawaban: sangat benar/ benar/ tidak tahu/ salah/ salah sama sekali)

a. Saya kelihatan lebih mudah sakit dibandingkan dengan orang lain

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

39

b. Saya merasa sam sehatnya seperti orang lain yang saya kenal

c. Saya merasa kesehatan saya akan memburuk

d. Kesehatan saya baik luar biasa

Skala SF-36 ini kemudian dibagi menjadi 2 dimensi, dimana persepsi

kesehatan umum, energi, fungsi sosial dan keterbatasan akibat masalah

emosional disebut sebagai dimensi Kesehatan Mental (Mental Component Scale)

dan fungsi fisik, keterbatasan akibat masalah fisik, perasaan sakit/nyeri, persepsi

kesehatan umum dan energi disebut sebagai dimensi Kesehatan Fisika (Physical

Component Scale). Masing-masing skala dinilai dengan kemungkinan cakupan

nilai 0-100, dimana skor yang lebih tinggi menandakan kualitas hidup yang lebih

baik (m fahmi arfai, 2014)

2.2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pada pasien GGK

1. Usia

Kualitas hidup menurun dengan meningkatnya umur. Penderita

GGK usia muda akan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik oleh

karena biasanya kondisi fisiknya yang lebih baik dibanding yang berusia

tua. Penderita yang dalam usia produktif merasa terpacu untuk sembuh

mengingat dia masih muda mempunyai harapan hidup yang tinggi,

sementara yang sudah berusia tua lebih menyerahkan keputusan pada

keluarga atau anak-anaknya. Tidak sedikit dari mereka merasa sudah tua,

capek hanya menunggu waktu, akibatnya mereka kurang motivasi dalam

menjalani terapi hemodialisis.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

40

2. Jenis kelamin

Laki-laki mempunyai kualitas hidup lebih jelek dibanding

perempuan.

3. Status nutrisi

Penderita gagal ginjal terminal yang dilakukan hemodialisa kronis

sering mengalami protein kalori malnutrisi. Malnutrisi akan menyebabkan

defisiensi respon imun, sehingga penderita mudah mengalami infeksi dan

septikemia. Ternyata semakin jelek status nutrisi semakin jelek kualitas

hidup penderita gagal ginjal terminal. Malnutrisi pada gagal ginjal

terminal disebabkan oleh toksin uremi dan oleh prosedur hemodialisa.

4. Pendidikan

Pada penderita yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan

mempunyai pengetahuan yang lebih luas juga memungkinkan pasien itu

dapat mengontrol dirinya dalam mengatasi masalah yang dihadapi,

mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, berpengalaman, dan mempunyai

perkiraan yang tepat bagaimana mengatasi kejadian serta mudah mengerti

tentang apa yang dianjurkan oleh petugas kesehatan, akan dapat

mengurangi kecemasan sehingga dapat membantu individu tersebut dalam

membuat keputusan. Perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih

langgeng daripada yang tidak didasari pengetahuan.

5. Pekerjaan

Pekerjaan adalah merupakan sesuatu kegiatan atau aktifitas

seseorang yang bekerja pada orang lain atau instasi, kantor, perusahaan

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

41

untuk memperoleh penghasilan yaitu upah atau gaji baik berupa uang

maupun barang demi memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Penghasilan yang rendah akan berhubungan dengan pemanfaatan

pelayanan kesehatan maupun pencegahan. Seseorang kurang

memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada mungkin karna tidak

mempunyai cukup uang untuk membeli obat atau membayar tranportasi.

6. Lama hemodialisa

Pada awal menjalani hemodialisa respon pasien seolah-olah tidak

menerima atas kehilangan fungsi ginjalnya, marah dengan kejadian yang

ada dan merasa sedih dengan kejadian yang dialami sehingga memerlukan

penyesuaian diri yang lama terhadap lingkungan yang baru dan harus

menjalani hemodialisa dua kali seminggu. Waktu yang diperlukan untuk

beradaptasi masing-masing pasien berbeda lamanya, semakin lama pasien

menjalani hemodialisa adaptasi pasien semakin baik karena pasien telah

mendapat pendidikan kesehatan atau informasi yang diperlukan semakin

banyak dari petugas kesehatan.

7. Anemia

Anemia adalah kondisi klinis yang dihasilkan akibat insufisiensi

suplai darah merah yang sehat, volume sel darah merah, dan atau jumlah

hemoglobin (Hb) dengan hasil pemeriksaan laboratorium kadar Hb <11

gr/dl. Nilai Hb yang direkomendasikan pada pasien gagal ginjal kronik

berdasarkan National Kidney Foundation’s Kidney Disease Quality

Initiative (NKF-K/DOQI) adalah pada level 11-12 gr/dl.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

42

8. Hipertensi

Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap

pembuluh darah. Tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas

pembuluh darah. Peningkatan tekanan darah disebabkan peningkatan

volume darah atau elastisitas pembuluh darah. Sebaliknya, penurunan

volume darah akan menurunkan tekanan darah, adapun klsifikasi tekanan

darah (m fahmi arfai, 2014).

2.2.7 Penatalaksaan

Penyakit Gagal Ginjal Kronik (GGK) dan terutama End Stage Renal

Disease (ESRD) memiliki efek yang merugikan pada harapan hidup kedua

pasien, serta pada Kesehatan Kualitas Terkait Hidup (HRQOL). Efek merugikan

dari GGK dan perawatan dialisis pada HRQOL telah dikonfirmasi di tiga benua

yang berbeda (Malindretos, 2012). Erythropoietin dapat meningkatkan kualitas

hidup pasien CKD yang menjalani hemodialisis rutin, sementara erythropoietin

beta memberikan lebih banyak perbaikan. pasien CKD yang menjalani

hemodialisis rutin menggunakan erythropoietin beta ditampilkan QOL lebih baik

dibandingkan dengan pasien CKD menggunakan erythropoietin alpha tapi secara

keseluruhan mereka tidak berbeda secara signifikan (Sihombing dkk, 2016).

Menurut peneliti Deddy bahwa semakin lama penderita menjalani hemodialisa

maka penderita gagal ginjal kronik (GGK) semakin dapat beradaptasi dengan

segala aktivitas-aktivitas rutin yang dijalaninya sehingga hal tersebut akan

mendukung kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik (GGK). Menurut

Nurcahyati (2010) bahwa semakin lama responden manjalani hemodialisa maka

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

43

responden akan semakin patuh untuk menjalani terapi hemodialisa karena pada

tahap ini responden telah mencapai tahap menerima dan ditambah responden

juga mendapatkan pengetahuan pendidikan kesehatan dari perawat atau pun

dokter tentang penyakitnya dan pentingnya melaksanakan hemodialisa secara

teratur (Sarastika et al., 2019).

Penderita gagal ginjal kronis tidak dapat bertahan hidup jika tidak

melakukan terapi penggantian ginjal (hemodialisa) (Juwita, 2018). Hemodialisis

(HD) adalah salah satu pilihan terapi pada pasien dengan ESRD. Penyakit ginjal

kronik terutama dengan terapi HD akan mempengaruhi berbagai aspek

kehidupan seperti aspek fisiologis, psikologis dan sosial ekonomi. Hal tersebut

tidak hanya berdampak pada diri sendiri tapi juga berdampak pada keluarga dan

masyarakat (Mayuda, 2017). Pola diet dan cairan pada pasien GGK sangat

penting diperhatikan karena asupan cairan yang berlebihan dapat meningkatkan

kenaikan berat badan, edema, bronkhi basah dalam paru - paru, kelopak mata

yang bengkak dan sesak nafas yang diakibatkan oleh berlebihnya cairan didalam

tubuh. Pengalaman pasien GGK dalam mengatur pola makan dan cairan adalah

dengan membatasi minuman dan makanan dengan frekuensi yang sama serta

menghindari pantangan (Juwita, 2018).

Hasil penelitian pada tema ketiga didapatkan motivasi terdiri dari motivasi

internal dan motivasi eksternal. Motivasi internal yaitu adanya keyakinan diri,

kesadaran diri, keharusan untuk melakukan HD, usaha untuk sembuh, semangat

dari diri sendiri, rutin minum obat, rutin HD, dan pasrah kepada Allah.

Sedangkan motivasi eksternal terdiri dari adanya dukungan keluarga, perhatian

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

44

keluarga, semangat keluarga, motivasi dari anak, pengawasan keluarga,

didampingi keluarga, dukungan tentangga, dan perawat yang ramah. Lingkungan

juga memegang peranan dalam membantu pasien hemodialisa dalam menjaga

kesehatan pasien. Selama sakit interaksi pasien dan lingkungan juga memberikan

dampak terhadap kesehatan pasien. Adapun harapan dari pasien terhadap

lingkungan adalah adanya perilaku saling membantu antara tetangga sekitar.

Apalagi bagi pasien yang tidak memiliki suami sehingga keluarga terdekat

adalah tetangga pasien (Juwita, 2018).

2.3. Gagal Ginjal Kronik

2.3.1 Definisi

Gagal Ginjal Kronik (GGK) atau Chronic Kidney Disease (CKD)

melibatkan hilangnya fungsi ginjal secara progresif dan ireversibel. Menurut The

Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDQOI) of Kidney Foundation

mendefinisikan CKD sebagai adanya kerusakan ginjal atau penurunan GFR

kurang dari 60 Ml/min/1.73 m2 selama lebih dari 3 bulan (Lewis et all, 2011).

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif

dan irreversible dimana ginjal gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit, yang menyebabkan uremia (retensi urea dan

sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer, 2010). CKD adalah kerusakan

ginjal yang berkelanjutan sehingga memerlukan terapi pengganti ginjal secara

terus-menerus, kondisi penyakit pasien telah masuk ke stadium akhir atau sering

disebut Gagal Ginjal tahap akhir (William and Wilkins, 2013). GGK merupakan

kerusakan ginjal dan nefron yang progresif dan tidak bisa dipulihkan

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

45

(irreversible) (Ignatavicius dan Workman, 2009). GGK atau CKD atau End

Stage Renal Disease (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif

dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia

(retensi uremia dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer and Bare,

2002).

2.3.2 Klasifikasi

Tahap gangguan ginjl menjadi GGK apabila terjadi dalam 5 tahap

berdasarkan estimasi Glomerulal Filtration Rate (GFR) yaitu:

Tabel 2.1. Tabel GFR Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik

Stage Penjelasan GFR (mL/menit/1,73)

0 Memiliki faktor resiko ≥90 dengan faktor

resiko

1 Kerusakan ginjal dengan

GFR normal atau meningkat

≥90

2 Kerusakan ginjal dengan

GFR ringan

60-89

3 Kerusakan ginjal dengan

GFR sedang

30-59

4 Kerusakan ginjal dengan

GFR berat

15-29

5 Gagal Ginjal <15

(Lewis et all, 2011).

2.3.3 Etiologi

Menurut Brunner and Suddart dalam Smeltzer and Bare (2002) GGK

disebabkan oleh penyakit sistemik seperti diabetes melitus, glomerulonefritis

kronis, hipertensi yang tidak dapat dikontrol, pielonefritis, obstruksi traktus

urinarius, lesi herediter seperti penyakit ginjal polikistik, gangguan vaskulera,

infeksi, medikasi atau agen toksik. Lingkungan dan agen berbahaya yang

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

46

mempengaruhi gagal ginjal kronis mencakup timah, kadmium, merkuri, dan

kromium (Smeltzer and Bare, 2002). Lebih dari 100 proses penyakit yang

berbeda dapat mengakibatkan gangguan ginjal yang bersifat progresif. Penyebab

GGK ada 2 yaitu sebagai berikut:

1. Morfologi, yaitu:

a. Tubular penyakit glomerular, seperti glomerulonefritis, penyakit

membrane, glomerulonefritis interkapilari.

b. Penyakit, seperti hiperkalsemia kronik, deplesi potasium kronik,

sindrom fanconi, keracunan logam berat.

c. Penyakit ginjal vaskular, seperti penyakit ginjal iskemik, stenosis erteri

ginjal bilateral, neprosklerosis, hiperparatiroidisme.

d. Penyakit saluran kemih yaitu uropati obstruktif seperti ginjal

hipoplastik, penyakit kistik meduler, penyakit ginjal polikistik.

2. Etiologi, yaitu:

a. Infeksi seperti pyelonefritis, tuberkulosis.

b. Penyakit vaskular sistemik seperti hipertensi renovaskuler intrarenal,

renovaskuler ekstrarenal.

c. Penyakit ginjal metabolik sperti amiloidosis, nefropati diabetik

(Ignatavicius dan workman, 2009).

2.3.4 Fisiologi

Ginjal merupakan suatu organ yang terletak retroperitoneal pada dinding

abdomen di kanan dan kiri columna vertebralis setinggi vertebra T12 hingga L3.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

47

Ginjal kanan terletak lebih rendah dari yang kiri karena besarnya lobus hepar.

Ginjal dibungkus oleh tiga lapis jaringan. Jaringan yang terdalam adalah kapsula

renalis, jaringan pada lapisan kedua adalah adiposa, dan jaringan terluar adalah

fascia renal. Ketiga lapis jaringan ini berfungsi sebagai pelindung dari trauma

dan memfiksasi ginjal (Tortora, 2011).

Ginjal memiliki korteks ginjal di bagian luar yang berwarna coklat terang

dan medula ginjal di bagian dalam yang berwarna coklat gelap. Korteks ginjal

mengandung jutaan alat penyaring disebut nefron. Setiap nefron terdiri dari

glomerulus dan tubulus. Medula ginjal terdiri dari beberapa massa-massa

triangular disebut piramida ginjal dengan basis menghadap korteks dan bagian

apeks yang menonjol ke medial. Piramida ginjal berguna untuk mengumpulkan

hasil ekskresi yang kemudian disalurkan ke tubulus kolektivus menuju pelvis

ginjal (Tortora, 2011). Ginjal menjalankan fungsi tubuh sebagai pengatur volume

dan komposisi darah dan lingkaran dalam tubuh . kelebihan zat terlarut dan air di

ekskresi keluar tubuh dalam urin melalui sistem pengumpulan urin (Syaifuddin

2011). Menurut Sherwood (2011), ginjal memiliki fungsi yaitu:

1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.

2. Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan dalam

pengaturan jangka panjang tekanan darah.

3. Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada tubuh.

4. Mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme tubuh.

5. Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

48

Ginjal mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri. Ginjal

kemudian akan mengambil zat-zat yang berbahaya dari darah. Zat-zat yang

diambil dari darah pun diubah menjadi urin. Urin lalu akan dikumpulkan dan

dialirkan ke ureter. Setelah ureter, urin akan ditampung terlebih dahulu di

kandung kemih. Bila orang tersebut merasakan keinginan berkemih dan keadaan

memungkinkan, maka urin yang ditampung dikandung kemih akan di keluarkan

lewat uretra (Sherwood, 2011).

Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin, yaitu

filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi

sejumlah besar cairan yang hampir bebas protein dari kapiler glomerulus ke

kapsula Bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein, di filtrasi

secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula

bowman hampir sama dengan plasma. Awalnya zat akan difiltrasi secara bebas

oleh kapiler glomerulus tetapi tidak difiltrasi, kemudian di reabsorpsi parsial,

reabsorpsi lengkap dan kemudian akan dieksresi (Sherwood, 2011).

2.3.5 Patofisiologi

Patofisiologi CKD pada awalnya tergantung pada penyakit yang

mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang

lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi structural dan

fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya

kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth

factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh

peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

49

berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sclerosis

nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi

nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.

Adanya peningkatan aktifitas renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut

memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sclerosis dan

progresifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiotensin-

aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth

factor (TGF- ) (Smeltzer, 2010). Namun menurut Ignatavicius dkk penyebab

GGK adalah karena infeksi, kelebihan cairan atau dehidrasi ginjal. Hal ini

meyebabkan nefron ginjal mengalami kerusakan sehingga mempengaruhi

kreatinin serum, asam urat, fosforus dan tingkat Blood Urea Nitrogen (BUN).

Apabila berlangsung terus menerus dan tidak diobati akan menimbulkan

keparahan dan GGK (Ignatavicius dkk, 2010)

Manifestasi klinis adalah hasil dari zat yang ditahan, termasuk urea,

kreatinin, fenol, hormon elektrolit, dan air. Uremia adalah suatu sindrom di mana

fungsi ginjal menurun ke titik bahwa gejala dapat berkembang dalam berbagai

sistem tubuh (Lewis et all, 2011). Pada stadium paling dini CKD, terjadi

kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal GFR

masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan

terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan

peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada GFR sebesar 60%,

pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi

peningkatan kadar urea dan kreatinin serum (Ignatavicius dkk, 2010).

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

50

GFR sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturia,

badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berab badan. GFR

dibawah 30% pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti,

anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolism fosfor dan kalsium,

pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi

seperi infeksi saluran kemih infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna.

Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hypervolemia,

gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan

keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada GFR di bawah

15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah

memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain

dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada

stadium gagal ginjal (Ignatavicius dkk, 2010)

Disfungsi ginjal mengakibatkan keadaan patologik yang komplek

termasuk diantaranya penurunan GFR (Glumerular Filtration Rate), pengeluaran

produksi urine dan eksresi air yang abnormal, ketidakseimbangan elektrolit dan

metabolik abnormal. Homeostatis dipertahankan oleh hipertropi nefron. Hal ini

terjadi karena hipertrofi nefron hanya dapat mempertahankan eksresi dan sisa-

sisa produksi dengan jalan menurunkan reabsorbsi air sehingga terjadi

hipostenuria (kehilangan kemampuan memekatkan urin) dan polyuria adalah

peningkatan output ginjal. Hipostenuria dan polyuria adalah tanda awal CKD

dan dapat menyebabkan dehidrasi ringan. Perkembanganpenyakit selanjutnya,

kemampuan memekatkan urin menjadi semakinberkurang. Osmolitasnya

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

51

(isotenuria). Jika fungsi ginjal mencapai tingkat ini serum BUN meningkat

secara otomatis, dan pasien akan beresiko kelebihan beban cairan seiring dengan

output urin yang makin tidak adekuat. Pasien dengan CKD mungkin menjadi

dehidrasi/ mengalami kelebihan beban cairan tergantung pada tingkat gagal

ginjal (Ignatavicius dkk, 2010)

Perubahan metabolik pada gagal ginjal juga menyebabkan gangguan

eksresi BUN dan kreatinin. Kreatinin sebagian dieksresikan oleh tubulus ginjal

dan penurunan fungsi ginjal berdampak pada pembentukan serum kreatinin.

Adanya peningkatan konsentrasi BUN dan kreatinin dalam darah disebuta

zotemia dan merupakan salah satu petunjuk gagal ginjal. Perubahan kardiak

pada CKD menyebabkan sejumlah gangguan sistem kardiovaskuler. Manifestasi

umumnya diantaranya anemia, hipertensi, gagal jantung kongestif, dan

perikaraitis, anemia disebabkan oleh penurunan tingkateritropetin, penurunan

masa hidup sel darah merah akibat dari uremia, defisiensi besi dan asam laktat

dan perdarahan gastrointestinal. Hipertropi terjadi karena peningkatan tekanan

darah akibat overlood cairan dan sodium dan kesalahan fungsi sistem renin.

Angiostin aldosteron CRF menyebabkan peningkatan beban kerja jantung karena

anemia, hipertensi, dan kelebihan cairan (Ignatavicius dkk, 2010).

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

52

2.3.6 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis adalah hasil dari zat yang ditahan, termasuk urea,

kreatinin, fenol, hormon elektrolit, dan air. Uremia adalah suatu sindrom di mana

fungsi ginjal menurun ke titik bahwa gejala dapat berkembang dalam berbagai

sistem tubuh (Lewis et all, 2011). GGK mempengaruhi sistem tubuh yang lain.

Tanda dan gejala GGK adalah sebagai berikut:

1. Manifestasi neurologi:

a. Letargi dan ngantuk siang hari.

b. Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi atau berkurangnya rentang

perhatian.

c. Kejang.

d. Koma.

e. Bicara tidak jelas.

f. Tremor.

g. Asterixis.

h. Mioklonus.

i. Ataxia (perubahan gait).

j. Paretesias.

2. Manifestasi kardiologi:

a. Kardiomiopati.

b. Hipertensi.

c. Edema perifer.

d. Gagal jantung.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

53

e. Perikarditis uremik.

f. Efusi perikardial.

g. Gesekan perikardial.

h. Temponade jantung.

3. Manifestasi respiratorik:

a. Uremik halitosis.

b. Takipnea.

c. Menguap sambil menghela napas.

d. Pernapasan kussmaul.

e. Edema pumonal.

f. Efusi pleura.

g. Refleks batuk.

h. Crackles.

4. Manifestasi gastrointestinal:

a. Anoreksia.

b. Nausea.

c. Vomiting.

d. Diare.

e. Stomatitis.

f. Konstipasi.

g. Fetor uremik.

h. Gastritis uremik.

i. Kolitis uremik.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

54

j. Perubahan dalam rasa ketajaman dan sensasi.

5. Manifestasi urinaria:

a. Poliuria.

b. Nokturia.

c. Anuria.

d. Proteinuria.

6. Manifestasi integumen:

a. Kerusakan turgor kulit.

b. Pucat pasi.

c. Kulit kering.

d. Pruritus.

e. Purpura.

f. Ecimosis.

7. Manifestasi muskuluskletal:

a. Kram otot.

b. Nyeri pada tulang.

c. Lemah otot.

8. Manifestasi reproduktif

a. Kesuburan menurun.

b. Menstruasi jarang.

c. Tidak ada penurunan libido.

d. Impotensi (ignatavicius dan workman, 2009).

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

55

2.3.7 Komplikasi

Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik ada beberapa, yaitu:

1. Hiperkalemia

Hiperkalemia terjadi akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,

katabolisme, dan masukan diet berlenihan.

2. Anemia

Anemia terjadi akibat penurunan eitropoietin, penurunan rentang usia

sel darah merah, perdarahan gastrointstinal akibat iritasi oleh toksin, dan

kehilangan darah selama hemodialisa.

3. Hipertensi

Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi renin-

angiotensin-aldosteron.

4. Perikaditis, efusi pleura, dan tamponade jantung

Perikarditis, efusi pleura, dan tamponade jantung akibat retensi produk

sampah uremik dan dialisis yang idak adekuat

5. Penyakit tulang

Penyakit tulang serta klasifikasi metastatik akibat retensi fosfor, kadar

kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang tidak normal dan

peningkatan kadar aluminium.

2.3.8 Penatalaksanaan

Terapi pada penderita GGK adalah dengan melakukaan hemodialisa (HD).

HD merupakan salah satu dari beberapa terapi pengganti ginjal. HD

menyingkirkan cairan dan produk limbah yang berlebihan dan memulikan

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

56

keseimbangan kimia dan elektrolit. HD melibatkan blood passing pada pasien

melalui sebuah membran semipermiabel buatan untuk mengganti fungsi ginjal

dalam menyaring dan mengekskresi darah (Ignatavicius dan Workman, 2009).

Dialisis dilakukan ketika pasien mengalami keadaan uremik yang tidak bisa

dilakukan tindakan konservatif yang lebih lama dan sewaktu GFR kurang dari 5-

10 ml/menit. Namun, kriteria untuk tindakan dialisis ini berbeda-beda tergantung

dengan situasi klinis dan kapan dokter menganjurkan untuk dilakukan tindakan

dialisis berdasarkan keadaan pasien.tindakan dialisis harus segera dilaksanakan

ketika terjadi komplikasi uremik tertentu seperti ensefalopati, neuropati,

hiperkalemia tak terkontrol, perikarditis, dan tekanan darah tinggi (Lewis et all,

2011).

Hasil penelitian pada tema ketiga didapatkan motivasi pasien GGK terdiri

dari motivasi internal dan motivasi eksternal. Motivasi internal yaitu adanya

keyakinan diri, kesadaran diri, keharusan untuk melakukan HD, usaha untuk

sembuh, semangat dari diri sendiri, rutin minum obat, rutin HD, dan pasrah

kepada Allah. Sedangkan motivasi eksternal terdiri dari adanya dukungan

keluarga, perhatian keluarga, semangat keluarga, motivasi dari anak, pengawasan

keluarga, didampingi keluarga, dukungan tentangga, dan perawat yang ramah.

Lingkungan juga memegang peranan dalam membantu pasien hemodialisa dalam

menjaga kesehatan pasien. Selama sakit interaksi pasien dan lingkungan juga

memberikan dampak terhadap kesehatan pasien. Adapun harapan dari pasien

terhadap lingkungan adalah adanya perilaku saling membantu antara tetangga

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

57

sekitar. Apalagi bagi pasien yang tidak memiliki suami sehingga keluarga

terdekat adalah tetangga pasien (Juwita, 2018).

Penderita GGK yang mengalami anemia ditangani dengan epogen

(eritropoetin manusia rekombinasi). Anemia pada pasien (hematokrit kurang dari

30%) muncul tanpa gejala spesifik seperti malaise, keletihan umum, dan

penurunn toleransi aktivitas. Terapi epogen diberikan untuk memperoleh nilai

hematokrit sebesar 33% sampai 38%, yang biasanya memulihkan gejala anemia.

Pasien yang yang mendapat epogen dilaporkan menurunkan kadar keletihannya,

rasa sejahtera meningkat, kadar energi yang tinggi dan toleransi aktivitasnya

membaik (Smeltzer and Bare, 2002).

Semua orang yang mengalami GGK dan menjalani terapi HD mempunyai

pembatasan nutrisi, meskipun kebutuhan individual sangat bervariasi. Untuk

memenuhi kebutuhan diit, kebiasaan makan seumur hidup harus diubah,

membuat aktivitas pasien sangat terbatas. Pembatasan natrium diperlukan agar

tidak terjadi retensi natrium (Hudak dan Gallo, 1996). Pola diet dan cairan

selama hemodialisis pada pasien HD sangat penting diperhatikan karena asupan

cairan yang berlebihan dapat meningkatkan kenaikan berat badan, edema,

bronkhi basah dalam paru - paru, kelopak mata yang bengkak dan sesak nafas

yang diakibatkan oleh berlebihnya cairan didalam tubuh. Pengalaman pasien

selama HD dalam mengatur pola makan dan cairan adalah dengan membatasi

minuman dan makanan dengan frekuensi yang sama serta menghindari

pantangan (Juwita, 2018).

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

58

Intervensi diet diperlukan pada gangguan fungsi renal dan mencakup

pengaturan yang cermat terhadap masukan protein, masukan cairan untuk

mengganti cairan yang hilang, masukan natrium untuk mengganti natrium yang

hilang dan pembatasan kalium. Pada saat yang sama, masukan kalori yang

adekuat dan suplemen vitamin harus dianjurkan. Pemberian vitamin dianjurkan

karena diet rendah protein tidak cukup memberikan komplemen vitamin yang

diperlukan (Smeltzer and Bare, 2002).

2.4. Determinan

2.4.1 Definisi

Menurut (Kamus Besar Bahasa Indonesia) KBBI deterninan adalah faktor-

faktor yang menentukan. Kerangka konsep determinan kesehatan yang diterima

luas dewasa ini adalah bahwa tingkat kesehatan individu dan distribusi kesehatan

yang adil dalam populasi ditentukan oleh banyak faktor yang tersebar di berbagai

level (Ridlo et al., 2019). Menurut WHO Kesehatan adalah keadaan

kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya tidak

adanya penyakit atau kelemahan. Kesehatan sosial adalah suatu kemampuan

untuk hidup bersama dengan masyarakat dilingkungannya. Kesehatan fisik

adalah suatu keadaan dimana bentuk fisik dan fungsinya tidak ada ganguan

sehingga memungkinkan perkembangan psikologis, dan social serta dapat

melaksanakan kegiatan sehari-hari dengan optimal (Kuntari, 2012).

2.4.2 Faktor-faktor determinan

Menurut Teori Lawrence Green ada dua determinan masalah kesehatan

yaitu:

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

59

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yaitu faktor-faktor yang

mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang,

antgara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nila-nilai, dan

tradisi.

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) yaitu faktor-faktor yang

memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku serta tindakan. Faktor

pemungkin adalah saran dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya

perilaku kesehatan, misalnya puskesmas, posyandu, rumah sakit, tempat

pembuangan air.

3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) yaitu faktor-faktor yang

mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku (kuntari, 2019).

Pengembangan baru ilmu kesehatan menuntut adopsi pada kerangka yang

lebih luas dan kaya, bahwa kesehatan bukan hanya dipengaruhi faktor risiko

yang dimiliki seseorang. Faktor yang mempengaruhi status kesehatan dapat

ditemukan pada berbagai level makro, antara lain

1. Perbedaan kesejahteraan.

2. Perilaku individu.

3. Level mikro seperti genetik (laksono and rachmawati dalam ridlo dkk,

2019).

Dalam teori determinan sosial kesehatan, Dhalgren dan Whitehead (1991)

menjelaskan bahwa kesehatan individu dipengaruhi oleh beberapa faktor yang

terletak di berbagai lapisan lingkungan. Sebagian besar determinan kesehatan

tersebut dapat diubah (modifiable factors). Model pelangi dalam determinan

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

60

sosial kesehatan menggambarkan bahwa status kesehatan individu atau

masyarakat dalam setengah lingkaran yang berlapis. Individu yang kesehatannya

ingin ditingkatkan terletak di pusat, dengan faktor genetik dan sistem

lingkungan. Bagian-bagian dari lapisan tersebut adalah sebagai brikut:

Bagan 2.1. Bagan Lapisan Determinan

(Dhalgren dan Whitehead, 1991)

1. Lapisan pertama determinan kesehatan meliputi perilaku dan gaya hidup

individu, yang meningkatkan ataupun merugikan kesehatan, misalnya

pilihan untuk merokok atau tidak merokok. Pada level mikro, faktor

genetik berinteraksi dengan paparan lingkungan dan memberikan

perbedaan apakah individu lebih rentan atau lebih kuat menghadapi

paparan lingkungan yang merugikan. Perilaku dan karakteristik individu

dipengaruhi oleh pola keluarga, pola pertemanan, dan norma-norma di

dalam komunitas. Salah satu pembagian kelompok umur atau kategori

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

61

umur dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI (2009) dalam situs

resminya yaitu depkes.go.id sebagai berikut:

a. Masa balita = 0 –5 tahun,

b. Masa kanak-kanak = 6 –11 tahun.

c. Masa remaja Awal = 12 –16 tahun.

d. Masa remaja Akhir = 17 –25 tahun.

e. Masa dewasa Awal = 26 –35 tahun.

f. Masa dewasa Akhir = 36 –45 tahun.

g. Masa Lansia Awal = 46 –55 tahun.

h. Masa Lansia Akhir = 56 –65 tahun.

i. Masa Manula = 65 –atas (Al Amin, 2017).

2. Lapisan kedua adalah pengaruh sosial dan komunitas, yang meliputi

norma komunitas, nilai-nilai sosial, lembaga komunitas, modal sosial,

jejaring sosial, dan sebagainya. Faktor sosial pada level komunitas dapat

memberikan dukungan bagi anggota-anggota komunitas pada keadaan

yang menguntungkan bagi kesehatan. Sebaliknya faktor yang ada pada

level komunitas dapat juga memberikan efek negatif bagi individu dan

tidak memberikan dukungan sosial yang diperlukan bagi kesehatan

anggota komunitas;

3. Lapisan ketiga meliputi faktor-faktor struktural: lingkungan pemukiman

yang baik, ketersediaan pangan, ketersediaan energi, kondisi di tempat

bekerja, kondisi sekolah, penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan,

akses terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu, akses terhadap

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

62

pendidikan yang berkualitas, lapangan kerja yang layak. Menurut

kementerian pendidikan dan kebudayaan (2016), tingkat pendidikan di

Indonesia terdiri atas:

a. Taman Kanak-kanak / Kindergarten.

b. Sekolah Dasar / Primary School.

c. Sekolah Menengah Pertama / Junior Secondary School.

d. Sekolah Menengah / Senior Secondary School.

e. Pendidikan tinggi.

4. Lapisan terluar meliputi kondisi-kondisi dan kebijakan sosial-ekonomi,

budaya, dan politik umumnya, serta lingkungan fisik. Termasuk beberapa

faktor makro yang terletak di lapisan luar adalah kebijakan publik,

stabilitas sosial, ekonomi, dan politik, hubungan internasional, investasi

pembangunan ekonomi, peperangan/ perdamaian, perubahan iklim dan

cuaca, ekosistem, bencana alam maupun bencana buatan manusia seperti

kebakaran hutan. Berdasarkan model determinan ekologi sosial kesehatan

Dahlgren dan Whitehead (1991) dapat dijelaskan bahwa kesehatan

individu, kelompok, dan komunitas yang optimal membutuhkan:

a. Realisasi potensi penuh dari individu. Beberapa potensi individu

tersebut antara lain fisik, psikologis, sosial, spiritual, dan ekonomi.

b. Pemenuhan ekspektasi peran seseorang dalam keluarga komunitas,

tempat bekerja.

c. Realisasi kebijakan makro (ridlo et al., 2019).

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

63

Dapat disimpulkan bahwa penanggulangan yang hanya berfokus pada

faktor risiko pada level individu saja tidak dapat memberikan hasil yang optimal.

Perlu diperhatikan secara seimbang faktor penyebab pada level sosial (Ridlo et

al., 2019). Dampaknya terhadap kebijakan adalah bahwa diperlukan kebijakan

yang baik langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan tidak hanya

kesehatan individu melainkan juga kesehatan komunitas/masyarakat, serta

menciptakan pemerataan pembangunan kesehatan. Pada perkembangannya

terjadinya perubahan dinamika yang terjadi di masyarakat serta transisi

epidemiologi penyakit mengakibatkan semakin berkembangnya permasalahan

kesehatan. Tingginya mortalitas, meningkatnya penyakit infeksi, meluasnya

penyakit degeneratif seperti kanker, hipertensi, diabetes dan penyakit lainnya

merupakan serangkaian bentuk permasalahan kesehatan yang mengakibatkan

penurunan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat (Ridlo et al., 2019).

Perubahan situasi global yang dinamakan dengan berubahnya era industri

menuju pada fase perubahan ke-empat dan derasnya arus informasi secara tidak

langsung berpengaruh pada pola hidup masyarakat. Pergeseran pola penyakit

serta dampaknya terhadap kesehatan dapat dilihat dari meningkatnya kasus

penyakit degeneratif lebih dini. Di satu sisi beberapa kasus penyakit infeksi

masih ada. Dengan kata lain, terjadi pergeseran pola demografi usia di

masyarakat (Ridlo et al., 2019). Pola transisi tersebut menimbulkan masalah

yang mengakibatkan beban ganda (double burden). Transisi tersebut meliputi

demografi, epidemiologi, gizi dan juga perilaku. Transisi demografi dijelaskan

dengan meningkatnya Angka Harapan Hidup (AHH) sehingga penduduk usia

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

64

lanjut meningkat walaupun Indonesia sedang menikmati bonus demografi (Ridlo

et al., 2019).

AHH di Jawa Timur misalnya, terpantau meningkat pada tahun 2017

dibanding tahun sebelumnya (Ridlo et al., 2019). Derajat kesehatan masyarakat

tidak hanya dilihat dari AHH, akan tetapi juga perlu memperhatikan indikator

lain seperti Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), dan

Angka Kesakitan/Morbiditas akibat penyakit menular dan tidak menular. Hasil

pencapaian MDGs di Indonesia menunjukkan belum tercapainya target antara

lain dalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), akses kepada sanitasi dan

air minum, dan penurunan prevalensi AIDS dan HIV (Ridlo et al., 2019).

Pendekatan demografi membuka sudut pandang yang lebih luas, serta

mengarah pada langkah penyelesaian masalah yang lebih efektif sesuai dengan

karakteristik kelompok masyarakat yang menjadi sasaran. Kelompok rentan yang

masih menjadi pusat perhatian bidang kesehatan antara lain bayi, balita, ibu

hamil dan lansia (World Health Organization dalam Ridlo et al., 2019).

Piagam Ottawa tahun (1986) menegaskan bahwa untuk menciptakan

kesehatan individu dan populasi dibutuhkan sejumlah pra syarat. Pra syarat

tersebut meliputi 9 faktor, yaitu:

1. Perdamaian atau keamanan (peace).

2. Tempat tinggal (shelter).

3. Pendidikan (education).

4. Makanan (food).

5. Pendapatan (income).

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

65

6. Ekosistem yang stabil dan seimbang (a stable eco-sistem).

7. Sumber daya yang berkesinambungan (sustainable resources).

8. Keadilan sosial (social justice).

9. Pemerataan (equity) (world health organization dalam Ridlo dkk, 2019).

Teori klasik H. L. Blum menyatakan bahwa ada empat faktor yang

mempengaruhi derajat kesehatan secara berturut-turut, yaitu:

1. Gaya hidup (life style).

2. Lingkungan (sosial, ekonomi, politik, budaya).

3. Pelayanan kesehatan.

4. Faktor genetik (keturunan).

Keempat determinan tersebut saling berinteraksi dan mempengaruhi status

kesehatan seseorang. Sering banyak menjadi perhatian adalah determinan

pelayanan kesehatan. Meski yang sering menjadi fokus adalah pelayanan

kesehatan, namun itu bukanlah satu-satunya determinan yang penting. Pelayanan

kesehatan hanya satu dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan

individu (Blum dalam Ridlo dkk, 2019).

2.4.3 Faktor-faktor determinan kualitas hidup pasien GGK

Determinan kesehatan sosial didefinisikan sebagai kondisi dimana orang

dilahirkan, tumbuh, hidup, bekerja dan berumur. Yang temasuk faktor

determinan seperti status sosial ekonomi (pendapatan, pekerjaan, pendidikan),

faktor psikososial (dukungan sosial) dan akses ke pelayanan kesehatan serta

lngkungan hidup. Faktor-faktor deteteminan ini bepengaruh pada kesehatan,

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

66

morbiditas dan mortalitas sehingga berpengaruh juga pada kualitas hidup pasien

GGK (Norton et all, 2016).

Determinan kesehatan sosial yang dipelajari dari gagal ginjal kronik

adalah ukuran kesejahteraan sosial dan ekonomi, sering dinilai melalui tiga

aspek: pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan. Status ekonomi sosial yang

rendah dikaitkan dengan peningkatan mortalitas dan berbagai penyakit kronis.

Memahami faktor-faktor determinan kesehatan sosial dan menghargai perbedaan

mendasar terkait dengan pengobatan nefrologi klinis pada seluruh pasien yang

mengalami gagal ginjal kronik adalah cara yang optimal. Mengubah determinan

kesehatan sosial merupakan hal yang sulit, tetapi bisa mewujudkan upaya

kebijakan yang penting dengan tujuan akhir meningkatkan hasil bagi pasien yang

menderita gagal ginjal kronik dan meminimalkan kesenjangan antar kelompok.

(Norton et all, 2016).

Menurut Norton (2016) faktor determinan kesehatan sosial kualitas hidup

dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:

1. Faktor biologis/klinis

Faktor biologis/klinis seperti usia, jenis kelamin, genetik, ras/suku

komorbiditas, pengobatan. Hal yang paling terlihat dalam perbedaan

kualitas hidup pasien GGK adalah ras. Di Amerikas serikat, ras kulit hitam

memiliki tingkat kualitas hidup, mortalitas dan morbiditas yang lebih baik

daripada ras kulit hitam.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

67

2. Status sosial ekonomi

Status sosial ekonomi menjadi penentu sosial yang paling dipelajari

dari penderita GGK. Ukuran kesejahteraan sosial dan ekonomi dinilai dari

3 aspek yaitu pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan. Semakin rendah

status sosial ekonomi, maka akan meningkatkan mortalitas dan berbagai

penyakit kronis.

3. Faktor psikososial

Faktor psikososial termasuk stres, depresi, dan dukungan sosiaapl.

stres pada pasien GGK dapat menyebabkan peningkatan beban alostatik

yang berhubungan pada penurunan peran dan fungsi ginjal. Depresi dapat

memperburuk keadaan pasien GGK, meningkatkan angka rawat inap,

morbiditas dan mortalitasnya. Dukungan sosial mengacu pada setiap orang

yang saling memberi informasi, memberi bantuan material dan emosional.

Dukungan sosial mampu meningkatkan kepuasan pasien dalam hidup,

meningkatkan kualitas hidup, penurunan angka rawat inap dan

menurunkan angka kematian.

4. Akses pelayanan kesehatan

Akses pelayanan kesehatan sangat mempengaruhi perawatan yang

optimal pada penderita GGK. Hal ini dihubungkan dengan tingkat akses

dalam memperoleh, mengolah, dan memahami informasi dan layanan yang

dibutuhkan untuk mengambil keputusan yang tepat tentang dasar

kesehatan.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

68

5. Lingkungan

Kondisi lingkungan seperti kualtas udara, aman untuk melakukan

aktivitas fisik, sumber makanan seperti supermarket, makan cepat saji dan

paparan timbal. Kondisi lingkungan mampu menghambat pengelolaan

aktifitas fisik sehingga mempengaruhi kebiasaan diet yang buruk pada

pasien GGK. Akibatnya kualitas hidup menurun, dan angka kematian

meningkat.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

69

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Konsep

Model konseptual, kerangka konseptual dan skema konseptual adalah

suatu pengorganisasian fenomena yang kurang formal daripada teori. Seperti

teori, model konseptual berhubungan dengan abstraksi (konsep) yang disusun

berdasarkan prelevansinya dengan tema umum (Polit & Beck , 2012).

Bagan 3.2. Kerangka Konseptual Hubungan Determinan Dengan Kualitas

Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Rumah Sakit Umum

Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2020

Determinan:

1. Jenis kelamin

2. Usia

3. Pendidikan

4. Suku

5 Pekerjaan

6 Perilaku dan

Gaya hidup

7 Pengaruh Sosial

dan komunitas

8 Lingkungan

hidup

9 Ekonomi

10 Politik

Kualitas hidup:

1. Klasifikasi utama

pengukuran

2. Aspek

3. Faktor yang

mempengaruhi

secara umum

4. Penilaian kualitas

hidup SF-36

5. penatalaksanaan

Gagal ginjal kronik

1. Klasifikasi

2. Etiologi

3. Manifestasi klinis

4. Komplikasi

5. Penatalaksanaan

1. Hemodialisa 2. Dukungan

Eksternal 3. Dukungan internal 4. Eritropoietin

VA

RI

AB

EL

IN

DE

PE

ND

EN

VA

RI

AB

EL

DE

PE

ND

EN

HU

BU

NG

AN

69

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

70

Keterangan:

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

: Menghubungkan antar variabel

3.2. Hipotesa Penelitian

Hipotesa adalah prediksi, hampir selalu merupakan prediksi tentang

hubungan antar variabel. Hipotesa ini diprediksi bisa menjawab pertanyaan.

Hipotesa kadang-kadang mengikuti dari kerangka teoritis. Validitas teori

dievaluasi melalui pengujian hipotesa (Polit & Beck, 2012).

Di dalam penelitian ini, tidak menggunakan hipotesa karena penulis

menggunakan metode systematic review.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

71

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian adalah keseluruhan rencana untuk mendapatkan

jawaban atas pertanyaan yang sedang dipelajari dan untuk menangani berbagai

tantangan terhadap bukti penelitian yang layak. Dalam merencanakan penelitian

ini, peneliti memutuskan mana spesifik yang akan diadopsi dan apa yang akan

mereka lakukan untuk meminimalkan bias dan meningkatkan interpretabilitas

hasil (Creswell, 2014). Penelitian studi literature review adalah menulis

ringkasan berdasarkan masalah penelitian (Polit & Beck, 2012).

Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan rancangan systematic

review. Systematic review ini akan diperoleh dari penelusuran artikel penelitian-

penelitian ilmiah dari rentang tahun 2010-2020 dari Google Scholar dan

Proquest dengan menggunakan database determinan gagal ginjal kronik, kualitas

hidup pasien gagal ginjal kronik, dan gagal ginjal kronik. penelitian ini bertujuan

untuk mengidentifikasi adanya hubungan determinan dengan kualitas hidup pada

pasien gagal ginjal kronik Tahun 2020.

4.2. Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan kumpulan kasus dimana seorang peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian. Suatu populasi menunjukkan pada

sekelompok subjek yang menjadi objek atau sasaran penelitian dan anggota

71

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

72

populasi didalam penelitian harus dibatasi secara jelas (Polit & Beck, 2012).

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh jurnal yang

terdapat di Google Scholar dan Proquest dengan kata kunci determinan gagal

ginjal kronik, kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik, dan gagal ginjal kronik.

Populasi yang terdapat dari Google Scholar dan Proquest tentang determinan

pada pasien gagal ginjal kronik sebanyak 60 jurnal. Populasi untuk kualitas

hidup Google Scholar dan Proquest pada pasien gagal ginjal kronik sebanyak 50

jurnal.

4.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian atau elemen dari populasi yang diharapkan dapat

mewakili karakteristik populasi tersebut (Polit & Beck, 2012). Sampel dalam

penelitian ini adalah jurnal yang telah di seleksi oleh penulis dan memenuhi

kriteria inklusi yang telah ditetapkan oleh penulis.

Kriteria inklusi:

1. Diterbitkan full text selama periode 2010-2020

2. Hanya diterbitkan dalam bahasa Inggris

3. Penelitian kuantitatif (data primer)

4. Penelitian yang terkait dengan determinan dan kualitas hidup pada pasien

gagal ginjal kronik

5. Penelitian menampilkan ada hubungan dan tidak ada hubungan antara

determinan dengan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik

6. Menampilkan analisa data

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

73

7. Jurnal yang memenuhi standar publikasi dan mendapatkan nomor

identifikasi jurnal atau artikel seperti Digital Object Identifier (DOI),

International Standard Serial Number (ISSN), dan International Standard

Book Number (ISBN).

Ada 2 jenis sampel dalam penelitian ini. Sampel pada variabel independen

yaitu determinan dan sampel pada variabel independen yaitu kualitas hidup

masing-masing sebanyak 10 artikel.

4.3. Variabel Dan Defenisi Operasional

4.3.1 Variabel penelitian

Variabel independen adalah intervensi yang dimanipulasi atau bervariasi

oleh peneliti untuk menciptakan efek pada variabel dependen (Grove, 2014).

Variabel independen dalam proposal ini adalah determinan (jenis kelamin, usia,

pendidikan, dan suku). Variabel dependen adalah hasil yang peneliti ingin

prediksi atau jelaskan (Grove, 2014). Yang menjadi variabel dependen dalam

penelitian ini adalah kualitas hidup.

4.3.2 Definisi operasional

Defenisi operasional adalah berasal dari seperangkat prosedur atau

tindakan progresif yang dilakukan peneliti untuk menerima kesan sensorik vang

menunjukkan adanya atau tingkat eksistensi suatu variabel (Grove, 2014).

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

74

Tabel 4.2. Definisi Operasional Hubungan Determinan Dengan Kualitas

Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Tahun 2020.

Variabel Definisi Indikator Alat

ukur

Skala

ukur Skor

Independen

Determinan

Determinan

adalah faktor-

faktor yang

menentukan

terjadinya suatu

hal yang

meliputi jenis

kelamin, usia,

pendidikan,

suku.

Jenis

kelamin

Jenis kelamin

adalah

perbedaan

bentuk, sifat,

dan fungsi

biologi laki-laki

dan perempuan

yang

menentukan

perbedaan

peran mereka

dalam

menyelenggara

kan upaya

meneruskan

garis keturunan.

1. Perempuan

2. Laki-laki

Systemat

ic

review:

jurnal

1. Pere

mpu

an

2. Laki

-laki

Usia Jumlah tahun

masa kehidupan

responden

mulai dari lahir

hingga waktu

penelitian

dilakukan.

Usia dalam

tahun

Systemat

ic

review:

jurnal

1.17-25

tahun

2.26-35

tahun

3.36-45

tahun

4.46-55

tahun

5.56-65

tahun

6.65

tahun-

atas

Pendidikan Pendidikan

adalah usaha

untuk

menanamkan

ilmu pada

makhluk hidup

agar tumbuh

pemahaman,

sikap dan

perilaku positif

1. 1.Tidak

sekolah

2. 2.Primery

school

3. 3.Junior

Secondary

School

4. 4.Senior

Secondary

school

Systemat

ic

review:

jurnal

7. 1.Tidak

sekolah

8. 2.Prime

ry

school

9. 3.Junior

Second

ary

School

10. 4.Senior

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

75

Variabel Definisi Indikator Alat

ukur

Skala

ukur Skor

pada individu

yang

bersangkutan

dengan

mengurangi

faktor perilaku

dan sosial

budaya yang

negatif.

5. 5.Pendidikan

Tinggi

6.

Second

ary

school

5.Pendi

dikan

Tinggi

Depeden

Kualitas

hidup

Kualitas hidup

adalah sebuah

persepsi yang

menggambarka

n keadaan

dirinya saat ini.

Kualitas hidup Systemat

ic

review:

jurnal

1. baik

2. buruk

<50=

Buruk

≥50=

Baik

4.4. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan

data agar penelitian dapat berjalan dengan baik (Polit & Beck, 2012). Dalam

penelitian ini, penulis menggunakan instrumen penelitian yaitu diagram

Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta –Analisys

(PRISMA) dan Buku Panduan Systematic Review Tahun 2020. Penulis

menggunakan beberapa jurnal yang diperoleh dari Google Scholar dan Proquest

dari tahun 2006-2020 yang kembali di telaah dalam bentuk systematic review.

4.5. Lokasi Dan Waktu Penelitian

4.5.1 Lokasi penelitian

Penulis tidak akan melakukan penelitian di sebuah tempat, karena

penelitian ini merupakan systematic review. Namun, penulis mengambil data dari

website yaitu Google Scholar dan Proquest. Keterbatasan penelitian ini adalah

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

76

penulis tidak dapat langsung terjun ke lapangan untuk melakukan penelitian

mengenai hubungan determinan dengan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal

kronik, dikarenakan dampak dari Covid-19 di seluruh dunia sehingga penulis

melakukan metode systematic review.

4.5.2 Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2020.

4.6. Prosedur Pengambilan Data dan Pengumpulan Data

4.6.1 Pengambilan data

Pengambilan data diperoleh dari data sekunder berdasarkan hasil atau

temuan penulis dalam membaca dan menelaah beberapa jurnal dalam bentuk

systematic review.

4.6.2 Teknik pengumpulan data

Jenis pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

jenis data sekunder yakni memperoleh data secara tidak langsung melalui jurnal

atau hasil penelitian sebelumnya yang terkait dengan determinan dan kualitas

hidup pada pasien gagal ginjal kronik. Pengumpulan data akan dilakukan setelah

peneliti mendapat izin dari Ketua STIKes Santa Elisabeth Medan. Setelah

mendapatkan izin, penulis akan mencari beberapa jurnal yang akan ditelaah terkait

dengan determinan dan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik.

4.6.3 Uji validitas dan reabilitas

Penulis tidak melakukan uji validitas dan reliabilitas karena penelitian ini

menggunakan metode systematic review.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

77

4.7 Kerangka Operasional

Bagan 4.2 Kerangka Operasional Hubungan Determinan Dengan Kualitas

Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Tahun 2020

4.8. Analisis Data

Analisis data merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai

tujuan pokok penelitian, yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang

mengungkap fenomena, melalui berbagai macam uji statistik. Statistik

merupakan alat yang sering dipergunakan pada penelitian kuantitatif. Salah satu

fungsi statistik adalah menyederhanakan data yang berjumlah sangat besar

menjadi informasi yang sederhana dan mudah dipahami oleh pembaca untuk

membuat keputusan, statistik memberikan metode bagaimana memperoleh data

dan menganalisis data dalam proses mengambil suatu kesimpulan berdasarkan

data tersebut (Nursalam, 2020).

Dalam penelitian ini, penulis menganalisis data dengan metode

systematic review. Awalnya penulis mengumpulkan jurnal tentang determinan

dan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik, hingga terkumpul 20 jurnal

Menarik kesimpulan Seminar Hasil

Pengajuan judul Ijin etik penelitian

Seleksi study Melakukan seleksi

dalam bentuk tabel

pembahasan

Melakukan telaah

jurnal

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

78

yang sesuai dengan kriteria inklusi yang telah ditentukan oleh penulis. Lalu

penulis memasukkan ke dalam tabel, menganalisis dan menarik kesimpulan.

4.9. Etika Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, penulis terlebih dahulu harus mengajukan

ijin etik dan mendapat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan

(KEPK) STIKes Santa Elisabeth Medan (sesuai SR/ minta izin). Prinsip etik

yang digunakan oleh penulis dalam penelitin ini adalah anti plagiarisme, yaitu

penulis tidak melakukan plagiarisme. Penulis menyertakan nama pemilik jurnal

dan memasukkan ke sumber pustaka.

Penelitian ini telah lulus uji etik dari komisi etik penelitian kesehatan

STIKes Santa Elisabeth Medan dengan nomor surat No.0193/KEPK-SE/PE-

DT/VI/2020.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

79

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Seleksi Studi

Bagan 5.3. Determinan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Tahun 2020

Identification

Screening

Elligibility

Included

N= 1.600 jurnal penelitian

berdasarkan penelusuran

melalui Google Scholar.

N= 60 artikel dikumpulkan oleh peneliti

N= 60 jurnal diseleksi melalui

pemilihan judul yang sesuai

N= 20 jurnal penelitian tidak

sesuai kriteria inklusi.

N =40 jurnal penelitian

diseleksi melaui pemilihan

abstrak yang sesuai

N = 10 jurnal penelitian tidak

sesuai dengan kriteria inklusi

N = 30 full text jurnal dikaji

apakah memenuhi persyaratan

atau kelayakan

N = 20 jurnal penelitian tidak

sesuai dengan kriteria inklusi

N = 10 jurnal penelitian termasuk kriteria inklusi

N= 700 jurnal penelitian

berdasarkan penelusuran

melalui Proquest.

79

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

80

Bagan 5.4. Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Tahun 2020

Identification

Screening

Eligibility

Included

N= 1.900 jurnal penelitian

berdasarkan penelusuran

melalui Google Scholar

N=50 jurnal dikumpulkan oleh peneliti

N= 50 jurnal diseleksi melalui

pemilihan judul yang sesuai

judul sesusi

N = 35 jurnal penelitian

diseleksi melaui pemilihan

abstrak yang sesuai

N = 25 full text jurnal dikaji

apakah memenuhi persyaratan

atau kelayakan

N= 15 jurnal penelitian tidak

sesuai kriteria inklusi.

inklusi

N = 10 jurnal penelitian tidak

sesuai dengan kriteria inklusi

N = 15 jurnal penelitian tidak

sesuai dengan kriteria inklsi

N = 10 jurnal penelitian termasuk kriteria inklusi

N= 850 jurnal penelitian

berdasarkan penelusuran

melalui Proquest

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

81

5.1.1 Seleksi study determinan pada pasien gagal ginjal kronik Tahun

2020

Tabel 5.3 Tabel Determinan Pada Pasien GGK Tahun 2020

N

o

Jurnal Tujuan Design Sampel Instrument Hasil Rekomendasi

1 Determinants and

burden of chronic

kidney disease in the

population-based

CoLaus study: a

cross-sectional

analysis

Nephrol Dial

Transplant (2013) 28:

2329–2339

doi:

10.1093/ndt/gft206

Ponte, et all (2013)

Switzerland

Tujuan

penelitian ini

adalah untuk

mengeksplorasi

faktor-faktor

yang terkait

dengan penyakit

ginjal kronis

Metode

cross-

sectional

Lausanne,Swiss

(2003) - 2006)

yaitu sebanyak

2.810 pria dan

3.111 wanita

berusia 35 - 75.

Dengan teknik

nonstratified

random

sampling

Alat

pengumpulan

data adalah

menggunakan

kuesioner

sosiodemografi

Usia dan obesitas lebih

kuat terkait dengan CKD

pada pria. Hipertensi,

diabetes tipe 2, serum

homocysteine dan asam

urat secara positif terkait

secara independen dengan

CKD pada pria dan wanita.

Satu dari 10 orang dewasa

menderita CKD di populasi

Lausanne. Homosistein

serum dan kadar asam urat

dikaitkan dengan CKD

terlepas dari faktor risiko

klasik seperti usia,

hipertensi, dan diabetes.

2 Dialysis-Related

Factors Affecting

Quality of Life in

Patients

on Hemodialysis

IJKD 2011;5:9-14

Penelitian ini

bertujuan untuk

menilai kualitas

hidup pasien

pada

hemodialisis

dan

Desain

cross-

sectional

Sampel

sebanyak 125

pasien yang

menjalani

hemodialisis

selama lebih

dari 3 bulan.

Alat

pengumpulan

data adalah

kuesioner

sosiodemografi

dan WHOQOL-

BREF

Di antara 125 pasien yang

menjalani hemodialisis, 89

(71,2%) adalah laki-laki,

99 (79,2%) menikah, 84

(67,2%) melek huruf, 103

(82,4%) menganggur, dan

75 (60,0%) berusia lebih

Penelitian ini menemukan

bahwa kualitas hidup pasien

hemodialisis buruk

dibandingkan dengan

pengasuh pasien (orang

sehat), terutama penderita

diabetes. Juga, durasi dialisis

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

82

Anees, et all (2011) membandingkan

nya dengan

faktor

penyebabnya.

dari 45 tahun. Seratus

pasien (80,0%) adalah

penduduk di daerah

perkotaan dan 77 (61,6%)

menggunakan dialisis

selama lebih dari 8 bulan.

Penghasilan bulanan

kurang dari US $ 90 pada

sebagian besar pasien

(60,8%). Pasien yang

menjalani hemodialisis

memiliki kualitas hidup

yang lebih buruk

dibandingkan dengan

orang sehat di semua

domain kecuali untuk

domain 4 (lingkungan).

memiliki korelasi terbalik

dengan kualitas hidup.

3 Quality of Life of

Chronic Kidney

Disease Patients in a

Nigerian Teaching

Hospital

Journal of Biology,

Agriculture and

Healthcare

ISSN 2224-3208

(Paper) ISSN 2225-

093X (Online)

Vol.4, No.5, 2014

Ayanda, et all (2014)

Nigeria

Penelitian ini

bertujuan untuk

menilai faktor

yang

mempengaruhi

kualitas hidup

pasien gagal

ginjal

studi

cross

sectional

113 pasien

penyakit ginjal

kronis dewasa

berturut-turut

yang

menghadiri

klinik ginjal

universitas

rumah sakit

pendidikan

Ilorin, Ilorin,

Nigeria.

Pengumpulan

data dilakukan

dengan cara

wawancara dan

menggunakan

kuesioner

sosiodemografi

dan World

Health

Organization

quality of life

instrument

(WHOQOL-

BREF)

Usia pasien gagal ginjal

kronik dibagi menjadi 3

kelompok yaitu 18-40

tahun (41,6%), 41-60

(32,7%) dan >60 tahun

(25,7%). Pasien dengan

usia >60 tahun memiliki

korelasi negatif dengan

kualitas hidup. Pria

(51,3%) dan perempuan

(48,7%). Tidak ada

pendidikan/sekolah dasar

(40,7%) dan

sekunder/tersier (59,3).

Faktor sisiodemografi

memengaruhi kualitas hidup

pasien penyakit ginjal

kronis. Namun, upaya dibuat

pada deteksi dini dan

pengobatan serta bantuan

sosial dapat membantu

mengurangi dampak

negatifnya mempengaruhi

kualitas hidup pasien ini.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

83

4 Quality of life in

patients with chronic

kidney disease

CLINICS

2011;66(6):991-995

DOI:10.1590/S1807-

59322011000600012

Cruz, et all (2011)

Brazil

Tujuan

penelitian ini

adalah untuk

membandingkan

dimensi kualitas

hidup pada

tahap penyakit

ginjal kronis

dan pengaruh

data

sosiodemografi,

klinis dan

laboratorium.

Desain

cross-

sectional

202 pasien yaitu

165 pasien

dalam stadium

1-5 penyakit

ginjal kronis

dan 37 di

hemodialisis

dengan teknik

systematic

random

sampling

Kuesioner

sosiodemografi

dan Medical

Outcomes Study

Short Form 36-

Item( SF-36)

Peneliti mengamati

dampak negatif pada

kualitas hidup pasien pada

tahap awal CKD,

meskipun kami tidak dapat

mendeteksi hubungan yang

signifikan antara tahap

penyakit dan domain SF-

36. Namun, ditetapkan

faktor risiko

sosiodemografi, klinis dan

laboratorium untuk

kualitas hidup yang lebih

buruk dalam populasi ini

(tingkat pendidikan, jenis

kelamin, pendapatan

individu, aktivitas

profesional, usia, kadar

hemoglobin, kadar fosfor

serum, diabetes dan

komorbiditas).

Meskipun beberapa

variabel yang dikaitkan

dengan perubahan dalam

kualitas hidup tidak dapat

diubah (misalnya, usia, jenis

kelamin, etnis), upaya harus

dilakukan untuk mengurangi

efekdari faktor-faktor yang

dapat diubah, seperti

meningkatkan kadar

hemoglobin dan secara

memadai mengelola

komorbiditas.

5 The role of

sociodemographic

factors in health -

related quality of life

of patients with end -

stage renal disease

International Journal

of Caring Sciences

2011 January-April

Vol 4 Issue 1

Paraskevi, Theofilou

Tujuan

penelitian ini

adalah untuk

mengidentifikas

i hubungan

kualitas hidup

dan variabel

kesehatan

mental terhadap

sosiodemografi.

cross-

sectional

study

144 pasien di

pusat

hemodialisis

(HD) dengan

teknik total

sampling

Pengumpulan

data dilakukan

melalui

wawancara dan

kuesioner World

Health

Organization

QoL instrument

(WHOQOLBR

EF)

Jenis kelamin, usia,

pendidikan memiliki

hubungan yang signifikan

dengan kualitas hidup

pasien gagal ginjal. 86 pria

(59,7%) dan 58 wanita

(40,3%), dengan usia rata-

rata 60,6 tahun ± 14.9.

pendidikan Elementary

(33,7 %) Secondary

(40,7%) University Total

(25,6 %)

1.wanita memiliki kualitas

Temuan memberikan bukti

bahwa variabel

sosiodemografi, seperti

perempuan, lebih tua,

kurang berpendidikan dan

bercerai / janda,

berhubungan dengan

seorang QoL yang

dikompromikan.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

84

(2011)

Greece

hidup lebih baik daripada

pria.

2.pasien yang lebih

berpendidikan (> 9 tahun)

menunjukkan skor kualitas

hidup yang lebih tinggi

(baik).

3. pasien yang lebih muda

(<45 tahun) menunjukkan

kualitas hidup baik.

4. janda menunjukkan skor

kualitas hidup yang

lebih rendah

6 Validation of the

Kidney Disease

Quality of

Life-Short Form: a

cross-sectional study

of a

dialysis-targeted

health measure in

Singapore

BMC Nephrology

2010, 11:36 doi:10.1186/1471-

2369-11-36

Joshi et all (2010)

Singapore

Penelitian

bertujuan

untuk

menentukan

keandalan dan

validitas

KDQOL-SF ™

untuk pasien

hemodialisis di

Singapura.

Studi

cross-

sectional

980 pasien

hemodialisis

sesuai kriteria

inklusi dan

eksklusi yang

ditemtukan oleh

peneliti.

Pengumpulan

data

menggunakan

kuesioner yaitu

kuesioner

sosiodemografi

dan kuesioner

Kidney Disease

Quality Of Life-

Short Form

(KDQOL-SF™)

Dari sampel 980 orang,

pria penderita gagal ginjal

550 (56.1%), usia >60

tahun 350 (35.8%) dan

pendidikan sekolah dasar

394 (41.3%). Subskala

kesehatan umum

ditemukan memiliki

hubungan yang signifikan

dengan usia, pendapatan

dan pendidikan,

mengukuhkan validitas

konvergen dan divergen

menemukan bahwa

peningkatan usia dikaitkan

dengan penurunan fungsi

fisik dan kesehatan umum.

Pendidikan dan pendapatan

ditemukan terkait dengan

sejumlah KDQOL-SF ™

sub-skala, yang

menunjukkan bahwa sub-

skala ini terbukti sangat

berguna dalam populasi

yang beragam secara sosial

ekonomi dengan penyakit

ginjal kronis

7 Quality of life of

patients with chronic

kidney disease

Penelitian ini

bertujuan untuk

mengevaluasi

Desain

cross-

sectional

Sampel terdiri

dari 39 subjek

Pengumpulan

data dilakukan

dengan cara

Penelitian ini termasuk

pasien dari kedua jenis

kelamin: 54% pria dan

profesional kesehatan

semakin berusaha untuk

menginformasikan pasien

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

85

undergoing

Hemodialysis

Enfermería Global Nº

43 Julio 2016

Costa, et all (2016)

Brazil

kualitas hidup

pasien dengan

penyakit ginjal

kronis yang

menjalani

perawatan

hemodialisis,

serta

mengkarakterisa

si mereka,

mengidentifikas

i faktor-faktor

yang

mempengaruhi

dan

mempengaruhi

mereka.

membagikan

Kuesioner

Sosio-

demografis dan

WHOQOL-

BREF

46% wanita, mengenai

kelompok usia yaitu 18-30

tahun (10,25 %), 31-50

tahun (33,34 %), dan >51

tahun (56,41%). Secara

umum, domain yang

paling terpengaruh di

antara peserta adalah

domain fisik (FD), rata-

rata 59,44, dan yang paling

terpelihara adalah domain

sosial, rata-rata 72,87 yang

mencerminkan Kualitas

Hidup (QOL) pasien.

tentang penyakit, kondisi

individu, batas yang

ditentukan oleh modalitas

pengobatan dan mengetahui

kebutuhan, keinginan dan

ketakutan; bertujuan untuk

mengklarifikasi, mendorong

pembelajaran, sehingga

target audiens yang

bersangkutan, dapat

mengetahui pentingnya

kesinambungan pengobatan,

dan mengembangkan

perawatan diri yang lebih

baik dan kualitas hidup yang

lebih baik.

8 A Comparison of

Health-related

Quality of Life in

Patients with Renal

Failure under

Hemodialysis and

Healthy Participants

Saudi J Kidney Dis

Transpl

2017;28(1):133-140

Hajian-Tilaki, et all

(2017)

Iran

Tujuan dari

penelitian ini

adalah untuk

mengevaluasi

kualitas hidup

terkait

kesehatan

(kualitas hidup)

pasien di bawah

hemodialisis

(HD) dan untuk

membandingkan

ini dengan

peserta yang

sehat.

studi

kasus

kontrol

Sampel yang

digunkan

sebanyak 154

pasien HD

dengan 308

kontrol

yang sehat

berdasarkan usia

dan jenis

kelamin yang

direkrut dari

Rumah Sakit

Shahid Beheshti

di Babol, Iran

Utara

Data kualitas

hidup dalam

delapan

subskala

dikumpulkan

dengan

wawancara

menggunakan

kuesioner

SF_36. Data

demografis dan

berat kering

serta tinggi

badan diukur.

Pengaruh independen usia,

jenis kelamin, dan

tingkat pendidikan sebagai

prediktor kualitas hidup

adalah signifikan di

berbagai subskala ( P =

0,001). usia rata-rata

prospektif pasien dan

kontrol adalah 54,2 ± 16,3

dan 51,6 ± 16,0 tahun,

masing masing ( P = 0,12),

dan 85 (55,2%) pasien dan

70 (55,2%) dari kontrol

adalah laki-laki.

Temuan dari penelitian ini

menunjukkan bahwa skor

rata-rata kualitas hidup

pasien dialisis secara

signifikan lebih rendah

daripada peserta yang sehat

di semua subskala setelah

disesuaikan dengan usia,

jenis kelamin, status

perkawinan, tingkat

pendidikan, dan BMI.

9 Prevalence and some Penelitian ini cross 276 peserta Data Penyakit ginjal kronis Penyakit ginjal kronis sering

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

86

of determinant

factors of chronic

kidney diseases

among Saudi elderly

in Arar, KSA

The Egyptian Journal

of Hospital Medicine

(October 2018) Vol.

73 (4), Page 6522-

6530

Alruwaili, et all

(2018)

KSA

bertujuan untuk

menentukan

prevalensi dan

beberapa faktor

penentu

penyakit ginjal

kronis di

kalangan lansia

Saudi di Arar,

KSA.

sectional berusia 60 tahun

dan lebih

dengan teknik

Systematic

random

sampling

dikumpulkan

melalui

wawancara

pribadi dengan

populasi sampel

dan mengisi

kuesioner

sosiodemografi.

sering terjadi pada orang

tua di kota Arar, Arab

Saudi Utara. 6,5%

mengalami insufisiensi

ginjal, 5,8% mengalami

nefropati diabetik, 1,4%

mengalami gagal ginjal

kronis, dan 1,4%

mengalami reseksi ginjal.

Mayoritas peserta adalah

perempuan (55,2%),

memiliki usia rata-rata 60

tahun, 62,3% menikah dan

48,6% buta huruf. Sekitar

7,2% dari mereka adalah

perokok.

terjadi pada orang tua di

kota Arar. Diperlukan studi

berbasis masyarakat skala

besar dengan investigas

terperinci. Pendidikan

kesehatan diarahkan kepada

populasi lansia dan pemberi

perawatan mereka tentang

penyakit ginjal dan faktor

risikonya wajib.

10 Prevalence of

Chronic Kidney

Disease and Its

Determinants in

Rural

Pondicherry, India-A

Community Based

Cross-Sectional

Study

The Open Urology &

Nephrology Journal,

2019, Volume 12 15

DOI:

10.2174/1874303X01

912010014, 2019, 12,

14-22

Tujuan

penelitian ini

adalah untuk

mengetahui

prevalensi dan

penentu

Penyakit Ginjal

Kronis (CKD)

di antara orang

dewasa di

pedesaan

Pondicherry,

India

studi

analitik

cross

sectional

berbasis

komunita

s

Sampel

representatif

dari 422 orang

dewasa berusia

lebih dari atau

sama dengan 50

tahun dari kedua

jenis kelamin

dipilih

berdasarkan

populasi yang

sebanding

dengan metode

ukuran. Di

setiap cluster,

14 rumah

tangga dipilih

Data

dikumpulkan

oleh tim

fakultas terlatih

dalam

Kedokteran

Komunitas,

yang dilatih

dalam

perawatan

paliatif, seorang

perawat, dan

dokter magang.

Data

dikumpulkan

selama jam

malam dan pagi,

Prevalensi CKD

ditemukan 24,2% dalam

sampel penelitian

responden 50 tahun atau

lebih. Sebagian besar

(73,5%) dari kasus CKD

berada pada tahap 2.

Faktor penentu CKD

adalah (60-69 tahun), gizi

buruk (kurang berat badan,

kelebihan berat badan dan

obesitas) status gizi buruk,

kelebihan berat badan,

obesitas dan adanya

setidaknya satu

komorbiditas kronis

Prevalensi CKD yang lebih

tinggi di wilayah tempat

penelitian, penapisan yang

ditargetkan pada populasi

orang dewasa harus

dilakukan sebagai alat

deteksi dini, diagnosis,

pengobatan dan tindak lanjut

pada individu yang berisiko

untuk mencegah

perkembangan CKD lebih

lanjut. Implikasi utama

lainnya adalah bahwa jika

dapat mendeteksi CKD lebih

awal, pada tahap 2 dan 3,

perubahan gaya hidup yang

drastis dapat membantu

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

87

P Kumar, et all

(2019)

India

secara acak. ketika

sebagian besar

orang tersedia di

rumah mereka.

Setelah

mendapatkan

persetujuan,

dokter yang

terlatih

memberikan alat

skrining -

Screening for

Occult Renal

Disease.

sensitivitas-92%

dan

spesifisitas

68%) untuk

menyaring

peserta yang

dipilih. Juga

menggunakan

kuesioner Socio-

Economic Status

(SES) dan

Physical

Activity

Questionnaire

untuk

mengumpulkan

informasi

tentang aktivitas

fisik yang

rendah

dalam pencegahan dan

perkembangan CKD.

Memperoleh bukti bahwa

intervensi saat ini untuk

mengurangi risiko CKD di

obesitas efektif dan dapat

digunakan, merupakan

prioritas mendesak untuk

menetapkan tujuan dan

sarana untuk modifikasi

risiko. Karena CKD juga

merupakan faktor risiko

utama untuk morbiditas dan

mortalitas kardiovaskular,

deteksi dini CKD sangat

penting.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

88

Tabel 5.4 Tabel Kualitas Hidup Pada Pasien GGK Tahun 2020

N

o

Judul Tujuan Design Sampel Instrument Hasil Rekomendasi

1 Quality of life among

patients with chronic

renal failure on

hemodialysis at the

military hospital in

southern region of

Saudi Arabia

MOJ Anat & Physiol.

2019;6(5):155‒158.

Alqahtani, et all

(2019)

Saudi Arabia

Tujuan

penelitian ini

adalah untuk

mengetahui

kualitas hidup

pasien penyakit

ginjal kronis

pada

hemodialisis

dan untuk

menilai gaya

hidup dan

hubungan sosial

mereka.

Studi

cross-

sectional

Menggunakan

teknik total

sampling 164

pasien yang

menjalani

hemodialisis

yang berusia 20

tahun ke

atas dari kedua

jenis kelamin

dan pada

hemodialisis

tiga kali per

minggu selama

setidaknya

tiga bulan. Studi

ini

mengecualikan

pasien dengan

keganasan atau

kegagalan

sistem organ

multipel

(penyakit hati-

penyakit

jantung-stroke

COPD), dan

Pasien yang

menjalani

Data

dikumpulkan

menggunakan

kuesioner yang

terdiri dari dua

bagian utama:

Bagian pertama

termasuk

demografi

pasien, dan

Bagian kedua

termasuk skala

Kualitas

Penyakit Ginjal

(KDQOL-SF-

1.3).

Tingkat kualitas hidup

(QoL) jauh lebih

rendah/buruk untuk

Pasien gagal ginjal kronik

daripada populasi umum.

Ada korelasi negatif yang

antara kualitas hidup

pasien dan usia, ini berarti

bahwa kesehatan pasien

secara keseluruhan

menurun dengan

bertambahnya usia dan

karenanya penurunan

kualitas hidup. Rentang

usia peserta adalah 20-93

tahun dengan rata-rata 58

tahun. Korelasi negatif

antara usia dan semua

subskala yang dinilai,

kecuali dalam efek

penyakit Ginjal. Juga,

dalam penelitian ini

korelasi negatif yang

ditemukan antara

kesehatan keseluruhan

pasien dan durasi dialisis (r

= -0,159), ini

menunjukkan bahwa

peningkatan durasi hasil

Peneliti merekomendasikan

supaya dilakukan penelitian

observasional dan intervensi

lebih lanjut mengenai

peningkatan kualitas hidup

yang diperlukan untuk

perawatan yang berpusat

pada pasien.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

89

hemodialisis

rutin tetapi

kurang dari tiga

bulan.

dialisis menurunkan

kesehatan secara

keseluruhan dan kualitas

hidup secara keseluruhan,

sehingga diagnosis dini

sangat penting untuk

menghindari perlunya

dialisis yang lama.

Ditemukan bahwa ada

hubungan negatif antara

kualitas hidup dan durasi

dialisis. Penurunan

kualitas hidup pada pasien

yang telah menjalani

dialisis untuk waktu yang

lama.

2 Quality of life in

people with chronic

hemodialysis:

association with

sociodemographic,

medical-clinical and

laboratory variables

Rev. Latino-Am.

Enfermagem

2012 Sept.-

Oct.;20(5):838-46\

Guerra-Guerrero, et

all (2012)

Chile

Penelitian ini

bertujuan untuk

menentukan

kualitas hidup

orang dengan

hemodialisis

kronis dan

hubungannya

dengan variabel

sosiodemografi,

medis-klinis,

dan

laboratorium.

Desain

cross-

sectional

354 sampel

dengan teknik

stratified

probability

sampling

Pengumpulan

data Kualitas

hidup dinilai

menggunakan

KDQOL-36

Hasil penelitian

inimengungkapkan profil

sosiodemografi dan

karakteristik medis-klinis

dan laboratorium

pasien hemodialisis

berkontribusi pada tingkat

kualitas hidup yang

rendah. Usia yang lebih

tinggi, pendidikan yang

rendah, tinggal di daerah

pedesaan, berpenghasilan

rendah, lamanya perawatan

hemodialisis, rawat inap

dan tidak adanya

transplantasi adalah

beberapa aspek terkait.

Strategi untuk meningkatkan

tingkat kesehatan dalam

populasi ini mungkin harus

fokus pada aspek-aspek

yang mempengaruhi kualitas

hidup. Penelitian lebih

lanjut dapat melibatkan

subjektivitas orang-orang

untuk mendapatkan

pemahaman yang lebih

dalam tentang aspek-aspek

terkait QoL lainnya,

memungkinkan tim

kesehatan untuk

memberikan perawatan

holistik kepada populasi ini.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

90

3 Correlation between

quality of life and

adherence to

treatment in

hemodialysis patients

Journal of Renal

Injury Prevention,

Volume 8, Issue 1,

March 2019

DOI:

10.15171/jrip.2019.0

5

Naderifar,et all

(2018)

Iran

Penelitian ini

bertujuan untuk

menentukan

kualitas hidup

pada pasien

hemodialisis

yang datang ke

pusat

hemodialisis

yang berafiliasi

dengan

Universitas Ilmu

Kedokteran

Shahid

Beheshti,

Teheran, Iran,

berdasarkan

kepatuhan pada

pengobatan.

penelitia

n

deskriptif

-analitik

korelasio

nal

Sampel dalam

penelitian ini

sebanyak

200 pasien yang

menjalani

hemodialisis.

memilih sampel

berdasarkan

kriteria inklusi.

Kuesioner

informasi

demografis,

KDQOL-SF dan

The standard

questionnaire of

adherence to

treatment in

end-stage

chronic renal

failure patients

(ESRD-AQ)

dalam

pengumpulan

data.

Sebagian besar responden

penelitian (23%)

berusia 51-60 tahun. Skor

total rata-rata kualitas

hidup pasien adalah 46,43

(25,47%) . Penelitian ini

menunjukkan bahwa

kualitas hidup pasien

hemodialisis dalam batas

normal. Dan tidak ada

korelasi yang signifikan

antara variabel demografis

(tingkat pendidikan, status

pekerjaan, dan waktu

hemodialisis) dengan

kualitas hidup dan

kepatuhan terhadap

pengobatan, namun

terdapat korelasi yang

signifikan antara skor total

kualitas hidup dan tingkat

kepatuhan terhadap

pengobatan, hal ini

menunjukkan bahwa

kepatuhan terhadap

pengobatan mempengaruhi

kualitas hidup secara

signifikan. Dengan kata

lain, kepatuhan terhadap

pengobatan dapat

memprediksi kualitas

Penelian ini menunjukkan

bahwa sebagian besar pasien

yang diteliti menunjukkan

kepatuhan terhadap

pengobatan yang

mempengaruhi kualitas

hidup mereka secara

signifikan. Oleh karena itu,

mengidentifikasi faktor-

faktor yang mempengaruhi

kurangnya kepatuhan pasien

terhadap pengobatan dapat

diterapkan untuk mendorong

kualitas hidup pada pasien

ini. Perawat dapat

memainkan peran penting

dalam meningkatkan

kepatuhan terhadap

pengobatan pada pasien

hemodialisis melalui

membangun hubungan

suportif yang kuat dengan

pasien. Dalam penelitian ini

mengatakan bahwa

kuesioner yang terlalu

panjang membuat pasien

menjadi kelelahan untuk

mengisi.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

91

hidup pada pasien yang

menjalani hemodialisis.

4 A Study of Quality of

Life and its

Determinants among

Hemodialysis

Patients

Using the KDQOL-

SF Instrument in One

Center in Saudi

Arabia

Arab Journal of

Nephrology and

Transplantation

DOI:

10.4314/ajnt.v4i3.710

24 · Source: PubMed

AL-Jumaih, et all

(2011)

Saudi Arabia

Tujuan

penelitian ini

adalah untuk

menilai kualitas

hidup (QOL) di

antara pasien

hemodialisis

(HD) dan

dampak pada

kualitas hidup

dari faktor

demografi dan

klinis tertentu.

Metode

deskriptif

kuantitati

f

100 pasien yang

menjalani HD

yaitu Pasien

laki-laki

sebanyak 68

orang dan

pasien

perempuan 32

orang,

menggunakan

teknik simple

random

sampling

Alat

pengumpulan

data adalah

menggunakan

kuesioner

KDQOL-SF36.

Survei ini berisi

36 pertanyaan,

di antaranya 15

pertanyaan

tentang data

demografis dan

sisanya

mencakup 19

domain QOL.

19 domain ini

dikelompokkan

menjadi tiga

domain utama.

Skor rata-rata kualitas

hidup keseluruhan adalah

60,4. Efek gender, usia,

status perkawinan, tingkat

pendidikan, penyebab

gagal ginjal, durasi dialisis

dan pendapatan pada tiga

skor komposit utama. Skor

KDC, MCS dan PCS

semuanya secara

signifikan lebih tinggi

pada pria dibandingkan

dengan wanita. Skor PCS

secara signifikan lebih

tinggi di antara pasien

berusia <40 tahun. Skor

KDC secara signifikan

lebih tinggi di antara yang

menikah. Skor MCS dan

PCS secara signifikan

lebih tinggi di antara

kelompok pendapatan

yang lebih tinggi.

Sampel pasien HD dalam

penelitian ini memiliki skor

yang lebih rendah dalam

domain peran-emosional,

peran-fisik dan fungsi

kognitif. Di sisi lain, pasien

kami mendapat skor lebih

tinggi dalam domain kualitas

interaksi sosial, kepuasan

pasien dan dorongan staf staf

dialisis. Temuan ini dapat

dijelaskan oleh fakta bahwa

di masyarakat kita memiliki

dukungan sosial yang kuat,

ikatan keluarga, staf terlatih

dan pusat dialisis yang

mapan.

5 Quality of life among

patients with

moderate to

advanced chronic

kidney

disease in Ghana - a

single centre study

BMC Nephrology

Penelitian ini

bertujuan untuk

menilai kualitas

hidup pada

pasien dengan

CKD sedang

hingga lanjut

(bukan dialisis)

dan menetapkan

penelitia

n

observasi

onal

cross

sectional

202 pasien

dengan penyakit

ginjal krinis

yang tidak

menjalani

dialisis

Pengumpulan

data

menggunakan

kuesioner

RAND 36-Item

Health

Survey

Kualitas hidup keseluruhan

pada pasien dengan CKD

sedang sampai lanjut

buruk. Jenis kelamin laki-

laki telah dikaitkan dengan

perkembangan penyakit

ginjal yang lebih cepat

dibandingkan dengan

perempuan. Usia rata-rata

Kualitas hidup keseluruhan

pada pasien dengan CKD

sedang sampai lanjut adalah

buruk. Skor MCS secara

signifikan lebih buruk

daripada skor PCS. Ada

kebutuhan untuk dukungan

pemerintah untuk pasien

dengan CKD untuk

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

92

(2019) 20:122

doi.org/10.1186/s128

82-019-1316-z

Tannor, et all (2019)

Ghana

faktor penentu. dalam kelompok kami

diatas 46 tahun. Pasien

dengan CKD sedang

sampai lanjut memiliki

status pendapatan rendah,

menderita penyakit lanjut

dan memiliki kualitas

hidup yang buruk. Anemia

dan status penghasilan

rendah secara signifikan

terkait dengan kualitas

hidup yang buruk.

meningkatkan kualitas hidup

mereka. Penilaian kualitas

hidup harus diperkenalkan

untuk tinjauan klinis rutin

untuk mengidentifikasi

mereka yang memiliki

kualitas hidup buruk untuk

manajemen yang tepat

berdasarkan pada

determinan kualitas hidup

buruk. Seorang psikolog dan

atau psikiater harus

dilibatkan dalam manajemen

pasien dengan CKD sedang

hingga lanjut untuk fokus

pada komponen mental yang

mempengaruhi kualitas

hidup untuk meningkatkan

kesehatan keseluruhan

pasien dengan CKD sedang

hingga lanjut di Ghana..

6 Quality of life and its

predictors among

patients with chronic

kidney disease: A

hospital-based cross

sectional study

PLOS ONE |

https://doi.org/10.137

1/journal.pone.02121

84

Kefale, et all (2019)

penelitian ini

bertujuan untuk

menilai kualitas

hidup dan

prediktornya di

antara pasien

dengan CKD di

Tikur Anbessa

Specialized

Hospital

(TASH).

study

cross-

sectional

Sampel dalam

penelitian ini

sebanyak 256

pasien direkrut

melalui

pengambilan

systematic

random

sampling.

Pengumpulan

data

menggunakan

kuesioner

Medical

Outcomes Study

Short Form 36-

Items (SF-36).

Dalam penelitian ini,

kualitas hidup menurun di

semua tahap CKD.

Penurunan fungsi fisik (p =

0,03), nyeri tubuh (p =

0,004), vitalitas (p =

0,019) dan fungsi sosial (p

= 0,002) diamati secara

progresif di seluruh

tahap CKD. Status

pendapatan tinggi dan

kadar hemoglobin lebih

dari 11 g / dl ditemukan

Kualitas hidup semakin

menurun di 5 tahap CKD.

Domain yang membentuk

kualitas fisik kehidupan

lebih terganggu daripada

domain yang membentuk

kualitas mental kehidupan.

Peserta penelitian dengan

pendapatan rendah dan

tingkat hemoglobin

dianggap memiliki kualitas

hidup yang lebih buruk

dalam ringkasan komponen

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

93

Ethiopia

sebagai prediktor semua

domain skor tinggi SF-36.

Penghasilan keluarga

tinggi (p <0,001), status

pendidikan tinggi (p

<0.001), dan he moglobin

11 g / dl (<0,001) adalah

prediktor kualitas hidup

yang lebih baik dalam

ringkasan komponen fisik,

sedangkan tidak adanya

CKD komplikasi (p =

0,014), pendapatan

keluarga tinggi (p <0,001)

dan hemoglobin 11 g / dl

(p = 0,001) adalah

prediktor kualitas hidup

yang lebih baik dalam

ringkasan komponen

mental.

fisik dan mental.

7 The Health-Related

Quality of Life of

Chinese Patients

on Hemodialysis and

Peritoneal Dialysis

Patient (2017)

10:799–808

DOI 10.1007/s40271-

017-0256-6

Chen, et all (2017)

Hongkong

Penelitian ini

bertujuan untuk

mengevaluasi

kualitas hidup

pasien gagal

ginjal di

Tiongkok yang

menjalani HD

atau PD

menggunakan

ukuran penyakit

tertentu.

cross-

sectional

study

Sampel pada

penelitian ini

adalah 253

pasien

hemodialisis

(HD) dan 103

pasien dialisis

peritoneal (PD)

yang direkrut

pada tahun

2014-2015.

Menggunakan

kuesioner

Kidney Disease

and Quality of

Life-36

(KDQOL-36).

Jenis kelamin, usia, tingkat

pendidikan, dan

perkawinan dikaitkan

dengan hasil kualitas

hidup. Pasien yang wanita,

lebih muda, menikah, dan

kurang berpendidikan

dan memiliki riwayat

penyakit kardiovaskular

dan tidak mencapai target

kadar hemoglobin dan

albumin memiliki hasil

HRQOL yang lebih buruk.

1. kualitas hidup yang

Untuk meningkatkan

kualitas hidup di antara

pasien dengan pemeliharaan

dialisis, lebih banyak

perhatian harus diberikan

kepada mereka yang

memiliki faktor risiko

demografis, mencegah

cardiovascular disease

(CVD), dan memenuhi

target hasil dialisis klinis

seperti kadar hemoglobin

dan albumin.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

94

lebih buruk pada wanita

daripada pasien ESRD pria

2. efek penyakit pada

kehidupan sehari-hari

dikaitkan dengan usia yang

lebih muda yang memiliki

kualits hidup lebih buruk.

3. pendidikan tinggi dapat

mengembangkan

keterampilan koping dan

manajemen diri yang lebih

baik sehingga kualitas

hidup lebih baik.

8 Factors associated

with healthrelated

quality of life in

elderly

patients on

hemodialysis

Braga et all (2011)

Brasil

Penelitian ini

bertujuan Untuk

mengidentifikas

i faktor-faktor

yang terkait

dengan kualitas

hidup pada

pasien usia

lanjut pada

hemodialisis

cross-

sectional

study

223 pasien

berusia ≥ 60

tahun pada

hemodialisis

yang dilakukan

di pusat-pusat

dialisis di kota

Belo Horizonte,

Brasil tenggara

Pengumpulan

data dilakukan

dengan Kidney

Disease Quality

of Life Short

Form (KDQOL-

SF)

Asosiasi negatif

independen yang

signifikan ditemukan

antara penyakit ginjal dan

komponen mental dan

jumlah penyakit kronis dan

durasi pengobatan.

Komponen fisik yang lebih

rendah terlihat di antara

wanita, mereka yang

memiliki usia lebih lanjut,

lebih banyak dirawat di

rumah sakit, dan tiga atau

lebih penyakit kronis.

Faktor-faktor terkait yang

diidentifikasi termasuk usia

lanjut, jenis kelamin

perempuan, jumlah

rawat inap di rumah sakit

dan lamanya perawatan

dapat memberikan masukan

untuk merencanakan

tindakan kesehatan yang

dapat secara lebih memadai

memenuhi kebutuhan

populasi ini.

9 Health-related

quality of life and

wellbeing

in people over 75

years of age

with end-stage kidney

disease managed

Penelitia ini

bertujuan untuk

mengukur

kualitas hidup

terkait

kesehatan

(HRQoL) dan

cross-

sectional

study

Sampel dalam

penelitian ini

sebanyak 129

pasien dengan

ESKD dikelola

dengan dialisis

atau dengan

Pengumpulan

data dengan

cara wawancara

dan

menggunkan

kuesioner

Kidney Disease

Kualitas hidup dan

kesejahteraan yang lebih

rendah untuk pasien yang

lebih tua dengan ESKD

yang dikelola dengan

dialisis dibandingkan

dengan perawatan

mengukur kesejahteraan

menggunakan indeks

kemampuan, memberikan

wawasan tambahan tentang

dampak dialisis pada orang

tua daripada pengukuran

HRQoL saja dan memiliki

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

95

with dialysis or

comprehensive

conservative care: a

cross-sectional study

in the UK and

Australia

Shah KK, et al. BMJ

Open

2019;9:e027776.

doi:10.1136/bmjopen

-2018-027776

Shah, et all (2018)

Australia

kesejahteraan

pada orang tua

dengan penyakit

ginjal stadium

akhir.

perkiraan filtrasi

glomerulus ≤10

mL / mnt / 1,73

m 2 dan dikelola

dengan

perawatan

konservatif,

non-dialitik

yang

komprehensif.

Quality of Life

(KDQOL-36)

(0–100

scale).

konservatif yang

komprehensif. Usia rata-

rata 81 tahun. Kualitas

hidup lebih buruk pada

wanita daripada pria (p =

0,004). Kualitas hidup

lebih buruk pada kelompok

dialisis daripada kelompok

perawatan konservatif (p

<0,001).

potensi untuk meningkatkan

evaluasi ekonomi

pengobatan untuk

ESKD.

10 To assess the quality

of life in patients with

chronic

kidney disease

undergoing

hemodialysis at a

satellite clinic,

comparing patients

from a median low-

income

household with

patients from median

middle- and

upper-income

households: cross-

sectional study

Forte, et all (2016)

Penelitian ini

bertujuan untuk

menilai kualitas

hidup pasien

dengan penyakit

ginjal kronis

pada

hemodialisis di

klinik satelit di

Recife,

Northeast

Brazil.

cross-

sectional

study

Semua pasien

(N = 225)

berusia ≥ 18

tahun dan telah

menjalani

hemodialisis

konvensional

setidaknya tiga

kali seminggu

selama empat

jam selama

periode

minimum tiga

bulan.

Pengumpulan

data

menggunakan

Kuesioner

Penelitian

Medical

Outcomes Study

Questionnaire

Short Form 36

Health Survey

(SF-36)

diterapkan,

bersama dengan

wawancara

pelengkap

dengan data

sosio-

demografis

Skor kualitas hidup yang

paling buruk dengan SF-36

terkait dengan fungsi fisik

dan rasa sakit. Skor terbaik

dikaitkan dengan

kesehatan mental, fungsi

sosial, kesehatan umum

dan vitalitas tanpa

perbedaan antara

pendapatan rumah tangga.

Ada hubungan positif

antara pendidikan,

peran-emosional dan

fungsi fisik. Waktu

perawatan hemodialisis

yang lebih lama

menunjukkan hubungan

positif dengan aspek

Pengobatan hemodialisis

berpengaruh negatif

terhadap kualitas hidup

pasien dengan penyakit

ginjal kronis. Pendidikan

tampaknya membantu

pasien untuk lebih

memahami dan menerima

pengobatan, dengan

meningkatkan skor fungsi

fisik dan peran-fisik. Tahun

pertama hemodialisis

tampaknya memberikan

pengaruh yang lebih negatif

pada kualitas hidup. Di

antara semua pasien, rasa

sakit dan aspek fisik

tampaknya menjadi poin

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

96

Brazil

untuk semua

pasien di klinik

hemodialisis

konvensional.

Hasil:

kesehatan umum.

Pasien yang telah

menjalani hemodialisis

antara satu dan lima tahun

menunjukkan skor kualitas

hidup yang lebih baik

dengan SF-36.

penting, terlepas dari kelas

sosial atau pendapatan.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

99

Systematic review ini dimulai dengan mencari beberapa jurnal

internasional yang berkaitan dengan determinan dan kualitas hidup pasien gagal

ginjal kronik. Awal pencarian menemukan ribuan referensi. Pencarian referensi

terbatas pada artikel yang diterbitkan antara tahun 2010-2020. Artikel terkait

yang menjelaskan tentang determinan dengan kualitas hidup pada pasien gagal

ginjal kronik dikumpulkan. Kata kunci dalam pencarian adalah determinan,

kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik, dan gagal ginjal kronik. Data yang

relevan diekstrak dengan memilih artikel yang sesuai dengan kriteria

inklusi/eksklusi yang telah ditetapkan untuk kemudian dilakukan sintesis narasi.

Kriteria inklusi terdiri dari laporan penelitian primer yang mengeksplorasi

deteminan dan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang ditulis dalam

bahasa Inggris.

Pada tabel systematic review ini, instrumen yang digunakan adalah

instrument pada variabel determinan dan kualitas hidup. Dari 10 jurnal, pada

variabel kualitas hidup, kuesioner KDQOL-SF-1.3 (1), KDQOL-SF- 36 (7),

kuesioner RAND 36-Item Health Survey, SF-36 (2). Sedangkan pada variabel

determinan, instrumen yang digunakan adalah kuesioner Socio-Economic Status

(SES) (1) dan kuesioner sosiodemografi (9).

5.2 Hasil Telaah Jurnal

5.2.1. Determinan pada pasien gagal ginjal kronik Tahun 2020

Penulis berhasil mereview jurnal-jurnal tentang determinan pada pasien

GGK, yaitu:

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

100

1. Penelitian Ponte, dkk (2013) dari keseluruhan sampel 5.921 orang, laki-

laki penderita penyakit ginjal kronik sebanyak 2.810 orang (47,4%)

sedangkan wanita sebanyak 3.111 orang (52,6%). Prevalensi meningkat

dengan bertambahnya usia terutama pada subjek yang berusia lanjut ≥55

tahun, lebih dari 25% setelah 65 tahun. Pendidikan pria >9 tahun (82,8%)

dan wanita <9 tahun (76,2%).

2. Menurut Anees, dkk (2011) di antara 125 pasien yang menjalani

hemodialisis, 89 orang (71,2%) adalah laki-laki, 75 orang (60,0%) berusia

lebih dari 45 tahun dan 84 orang (67,2%) melek huruf.

3. Penelitian Ayanda, dkk (2014) sampel yang digunakan 113 sampel.

Penderita gagal ginjal kronik wanita sebanyak 58 orang (51,3%) dan laki-

laki 55 orang (48,7%). Usia digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu 18-

40 tahun sebanyak 47 orang (41,6%), 41-60 tahun sebanyak 37 orang

(32,7 %) dan >60 tahun sebanyak 29 orang (25,7%). Pendidikan dibagi

menjadi 2 kelompok, tidak sekolah-primer 46 orang (40,7%) dan

sekunder-tersier 67 orang (59,3%).

4. Penelitian Cruz, dkk (2011) Pembagian determinan pada pasien penyakit

ginjal kronik berdasarkan stadium. Jenis kelamin pria sebanyak 108 orang

(56,4%) dan wanita 83 orang (43,6%). Usia rata-rata 55 tahun dan

pendidikan dibagi menjadi 3, yaitu buta huruf sebanyak 18 orang (9,4%),

tidak sekolah-primer 110 orang (57,8%) dan sekunder-tersier 63 orang

(32,8%).

5. Penelitian Paraskevi (2011) menggunakan sampel sebanyak 144 orang

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

101

Karakteristik pasien dengan gagal ginjal kronik sesuai jenis kelamin, laki-

laki 86 orang (59,7%) dan perempuan 58 orang (40,3%). Rata-rata usia

laki-laki 59,90 dan perempuan 61,84. Pendidikan dibagi menjadi 3

kelompok yaitu primer 62 orang (43,0%), sekunder sebanyak 56 orang

(39,0%) dan universitas sebanyak 26 orang (18,0%).

6. Penelitian Joshi, dkk (2010) menunjukkan data dari sampel 980 orang,

pria penderita gagal ginjal 550 orang (56.1%) dan wanita 430 orang

(43.9%). Usia <40 tahun 84 orang (8.6%), 40-50 tahun 213 orang

(21.7%), 50-60 tahun 333 orang (34.0%) dan >60 tahun 350 orang

(35.8%) dan pendidikan dibagi menjadi 4 kelompok dan sekolah dasar

394 orang (41.3%).

7. Penelitian Costa, dkk (2016) Sampel dalam penelitian ini termasuk pasien

dari kedua jenis kelamin: 21 0rang (54%) pria dan 18 orang (46%)

wanita, mengenai kelompok usia yaitu 18-30 tahun (10,25 %), 31-50

tahun (33,34 %), dan >51 tahun (56,41%). Pendidikan dibagi menjadi 7

kelompok yaitu tidak dapat membaca dan menulis 6 orang (17%), literasi

2 orang (5%), tidak lengkap sekolah dasar 19 orang (53%), sekolah dasar

lengkap 2 orang (5%), sekolah menengah tidak lengkap 1 orang (3%),

sekolah menengah atas 6 orang (17%), sekolah teknik 1 orang (3%), dan

pendidikan tinggi 2 orang (5%).

8. Sampel penderita gagal ginjal dalam penelitian Hajian-Tilaki, dkk (2017)

mendapat data tentang karakteristik pasien gagal ginjal dan grup kontrol.

Usia (rata-rata) pada pasien 54,2. Mayoritas penderita gagal ginjal adalah

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

102

laki-laki (55,2%). Pendidikan dikelompokkan menjadi 5 dan pasien dan

grup kontrol yang tidak sekolah adalah yang baling banyak (64,9%).

9. Penelitian Alruwaili, dkk (2018) dari sampel sebanyak 276 orang,

mayoritas peserta adalah perempuan (55,2%). Usia dibagi menjadi 3

bagian, yaitu <60 tahun 180 0rang (65,2%), 60-70 72 orang (26,1%) dan

>80 tahun 24 orang (8,7%), sehingga memiliki usia rata-rata 60 tahun.

Pendidikan dibagi menjadi 5, yaitu buta huruf 134 orang (48,7%),

primer54 orang (19,6%), persiapan 22 orang (8,0%), sekunder 22 orang

(8,0%), dan universitas 44 orang (15,9%).

10. Penelitian P Kumar, dkk (2019) penderita penyakit ginjal kronik dalam

penelitian ini sebanyak 422 orang sampel. Jenis kelamin pria sebanyak

187 orang (44,3%) sedangkan wanita 235 orang (55,7%). Usia

dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu 50-59 tahun 194 orang (46%),

60-69 tahun 138 orang (32,7%), 70-79 tahun 68 orang (16,1%) dan >80

tahun 22 orang (5,2%). Pendidikan dibagi menjadi 7 kelompok yaitu

paling banyak pasien tidak terpelajar 191 orang (45,3%).

Dari 10 jurnal yang telah diuraikan di atas, sebanyak (6) jurnal menunjukkan

prevalensi penderita GGK terbanyak adalah laki-laki, sebanyak (4) jurnal

menunjukkan prevalensi penderita GGK terbanyak adalah perempuan.

Berdasarkan usia, sebanyak (1) jurnal menunjukkan prevalensi terbanyak

penderita GGK pada usia 18-40 tahun, sebanyak (1) jurnal menunjukkan

prevalensi terbanyak penderita GGK pada usia >40 tahun, sebanyak (7) jurnal

menunjukkan prevalensi terbanyak penderita GGK pada usia >50 tahun, dan

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

103

sebanyak (1) jurnal menunjukkan prevalensi terbanyak penderita GGK pada usia

<60 tahun. Berdasarkan pendidikan, sebanyak (5) jurnal menunjukkan prevalensi

penderita GGK terbanyak pada pasien yang tidak sekolah, sebanyak (1) jurnal

menunjukkan prevalensi penderita GGK terbanyak pada pasien yang tidak

sekolah sampai dengan berpendidikan primer, sebanyak (3) jurnal menunjukkan

prevalensi penderita GGK terbanyak pada pasien dengan pendidikan primer, (1)

jurnal menunjukkan prevalensi penderita GGK terbanyak pada pasien

berpendidikan sekunder sampai dengan tersier dan (1) jurnal menunjukkan

prevalensi penderita GGK terbanyak pada pasien berpendidikan tersier.

5.2.2. Kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik Tahun 2020

Penulis berhasil mereview jurnal-jurnal tentang kualitas hidup pada pasien

GGK, yaitu:

1. Menurut penelitian Alqahtani, dkk (2019), penelitian ini dilakukan pada

164 pasien. Kuesioner KDQOL yang digunakan untuk menyelidiki

kualitas hidup bergantung pada 5 subskala termasuk beban penyakit

ginjal. Skor <50 adalah kualitas hidup buruk. Mengenai beban penyakit

ginjal, ada (75%) pasien memiliki skor kurang dari 50 poin, menurut

fungsi fisik ada (80%) pasien mendapat skor kurang dari 50 poin dan

(60%) pasien mendapat skor kurang dari 50 poin mengenai fungsi mental.

Secara keseluruhan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal memiliki

kualitas hidup buruk (<50 poin).

2. Menurut Guerra-Guerrero, dkk (2012) dari 354 peserta, skor persentase

tinggi dari pasien yang mencetak di bawah nilai referensi 50 poin (skala

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

104

dari 1 hingga 100 poin) ditemukan di tiga dari lima KDQOL-36 TM

subskala. Tanda dan gejala 74,61 poin, efek penyakit 56,92 poin, beban

penyakit 31,88 poin, PCS 37,63 poin dan MCS 43,49 poin. Secara

keseluruhan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal memiliki kualitas

hidup buruk yaitu 48,906 poin (<50 poin).

3. Hasil penelitian Naderifar, dkk (2017) dari 200 orang yang ditentukan

sebagai sampel dalam penelitian ini, penilaian kualitas hidup pada pasien

gagal ginjal menggunakan Kidney Disease Quality of Life Questionnaire

(KDQOL). Penelitian ini menunjukkan bahwa skor total rata-rata kualitas

hidup pada pasien hemodialisis adalah 46,43 poin (25,47%). Sehingga

skor total rata-rata kualitas hidup pada pasien hemodialisis ini tergolong

buruk (<50 poin).

4. Penelitian AL-Jumaih, dkk (2011) menilai kualitas hidup pada pasien

gagal gijal kronik menggunakan kuesioner Kidney Disease Quality of Life

Instrument Short Form (KDQOL-SF). Dari 100 orang sampel, rata-rata

keseluruhan adalah 60,4 (SD 27,3). Skor untuk ringkasan komponen

penyakit ginjal (KDCS), ringkasan komponen mental (MCS) dan

ringkasan komponen fisik (PCS) masing-masing adalah 59,7, 54,2 dan

52.7. Secara keseluruhan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal memiliki

kualitas hidup baik (≥50 poin).

5. Penelitian Tannor, dkk (2019) dari 202 pasien dengan CKD, kualitas

hidup dinilai dengan menggunakan (RAND®) 36-Item Health Survey

questionnaire. Skor berkisar dari 0 hingga 100 dengan 100 mewakili skor

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

105

QOL terbaik dan 0 mewakili skor QOL terburuk. Rata-rata skor ringkasan

komponen mental (MCS) (37,3 poin) secara signifikan lebih rendah

daripada skor rata-rata ringkasan komponen fisik (PCS) (43,3 poin). Nilai

QOL rata-rata keseluruhan adalah (40,3 poin). Kualitas hidup keseluruhan

pada pasien dengan CKD ini adalah 40,3 poin dan kategori buruk (<50

poin).

6. Penelitian yang dilakukan oleh Kefale, dkk (2019) kualitas hidup pada

pasien penyakit ginjal kronik semakin menurun seiring meningkat tahap

atau stage penyakit. Pengumpulan data kualitas hidup dengan

menggunakan kuesioner Medical Outcomes Study Short Form 36-Items

(SF-36). Kualitas hidup rata-rata dari 63 pasien penyakit ginjal kronik

yaitu 41,31 poin, sehingga kualita hidup pada pasien gagal ginjal kronik

dalam penelitian Kefale, dkk adalah buruk (<50 poin).

7. Penelitian yang dilakukan oleh Chen, dkk (2017) dari 344 pasien gagal

ginjal, menunjukkan dampak yang merugikan pada kualitas hidup terkait

kesehatan (HRQOL). KDQOL-SF 36 rata-rata: PCS 38,43 dan MCS

50,65. Skor total keseluruhan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal ini

adalah 44,54, sehingga kualitas hidup pada pasien ini adalah buruk (<50

poin).

8. Penelitian Braga, dkk (2011) menunjukkan pada 223 orang sampel dalam

dari KDQOL-SF nilai rata-rata KDCS adalah 69,27, jauh lebih tinggi dari

rata-rata PCS (38,28) dan skor MCS (41,45). Skor rata-rata keseluruhan

adalah 49,66, sehingga masuk kategori kualitas hidup buruk (skor <50).

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

106

9. Penelitian Shah, dkk (2018) menunjukkan skor KDQOL rata-rata dari 129

paien pada lima domain dengan data lengkap adalah sebagai berikut: Skor

PCS dari 32.41, Skor MCS 47,25, Nilai Beban Penyakit Ginjal 44,46,

Gejala / Masalah skor Penyakit Ginjal 72,78, dan Efek dari Penyakit

Ginjal skor 70,24. Skor rata-rata keseluruhan adalah 53,42 . KDQOL

menunjukkan hasil QOL baik (≥50).

10. Penelitian Forte, dkk (2016) 225 pasien yang menjalani hemodialisa

dinilai kualitas hidupnya menggunakan kuesioner Medical Outcomes

Study Questionnaire Short Form 36 Health Survey (SF-36). Rata-rata

kualitas hidup keseluruhan adalah 48,92 poin sehingga masuk dalam

kategori buruk (<50 poin).

Dari 10 jurnal yang telah diuraikan di atas, sebanyak (8) jurnal menunjukkan

kualitas hidup pada pasien GGK adalah buruk atau sesuai dengan skor kualitas

hidup yang telah ditentukan oleh penulis yaitu buruk (<50 poin) dan sebanyak

(2) jurnal menunjukkan kualitas hidup pada pasien GGK adalah baik atau sesuai

dengan skor kualitas hidup yang telah ditentukan oleh penulis yaitu baik (≥50

poin).

5.2.3. Hubungan determinan dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal

kronik Tahun 2020

1. Penelitian Braga, dkk (2011) menunjukkan pada 223 orang sampel

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia dan

jenis kelamin dengan kualitas hidup (p<0,001) pada pasien gagal ginjal,

namun pendidikan tidak memiliki pengaruh dengan kualitas hidup

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

107

(p=0,995).

2. Penelitian AL-Jumaih, dkk (2011) Statistik signifikan ( P nilai < 0,05).

dari 100 orang sampel skor KDC, MCS dan PCS semuanya secara

signifikan lebih tinggi pada pria dibandingkan dengan wanita (p=0,001).

Skor PCS secara signifikan lebih tinggi di antara pasien berusia <40 tahun

(p=0,02). Skor tidak dipengaruhi secara signifikan oleh tingkat

pendidikan, durasi dialisis atau penyebab gagal ginjal (p=0,7).

3. Penelitian Tannor, dkk (2019) dari 202 pasien dengan CKD, kualitas

hidup tidak memiliki hubungan dengan usia, jenis kelamin dan status

pendidikan. Statistik signifikan ( P nilai < 0,001). Usia memiliki nilai

(p=0,678), jenis kelamin (p=0,268), dan pendidikan (p=0,806).

4. Penelitian Kefale, dkk (2019) Statistik signifikan ( P nilai < 0,05).

Terdapat korelasi yang signifikan antara usia dan pendidikan dengan

kualitas hidup pada pasien dengan gagal ginjal yaitu dengan (p < 0,001),

sedangkan jenis kelamin tidak memiliki hubungan dengan kuallitas hidup

pada pasien dengan gagal ginjal (p = 0,093).

5. Penelitian yang dilakukan oleh Chen, dkk (2017) dari 456 pasien gagal

ginjal, Pasien yang wanita, lebih muda, dan kurang berpendidikan

memiliki hasil HRQOL yang lebih buruk. Jenis kelamin, usia dan

pendidikan memiliki hubungan dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal

kronik ( p<0,05).

6. Berdasarkan penelitian Ayanda dkk (2014), jumlah responden sebanyak

113 orang penderita GGK. Kualitas hidup dibagi menjadi 4 domain dan

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

108

tiap domain dihubungkan dengan data sosiodemografi pasien gagal ginjal

kronik, sehingga didapatkan hubungan yang signifikan antara pasien

berusia >60 tahun dengan kualitas hidup yang buruk (p nilai=0,001),

sedangkan jenis kelamin (p nilai = 0,541) dan pendidikan (p nilai = 0,

437) atau tidak ada hubungan.

7. Penelitian Guerra-Guerrero, dkk (2012) dari 354 pasien hemodialisis yang

diteliti, terdapat korelasi antara jenis kelamin dengan kualitas hidup yang

lebih buruk (p<0,005), usia dengan kualitas hidup yang lebih buruk

(p<0,005), dan pendidikan dengan kualitas hidup yang lebih buruk pada

pasien dengan gagal ginjal kronik (p<0,005).

8. Penelitian Paraskevi (2011) menggunakan sampel sebanyak 149 orang

Karakteristik pasien dengan gagal ginjal kronik sesuai jenis kelamin, Jenis

kelamin laki-laki, lebih muda (<45 tahun), dan lebih berpendidikan

tampaknya memiliki efek yang menguntungkan pada beberapa aspek

kualitas hidup pasien (p<0,05).

9. Penelitian Forte, dkk (2016). Dari 225 pasien hemodialisa ditemukan

adanya hubungan positif antara pendidikan dengan kualitas hidup pada

domain peran-emosional dan fungsi fisik (p=0,003) atau (p<0,005).

Namun tidak ditemukan hubungan antara jenis kelamin dengan kualitas

hidup(p>0,005) dan hubungan usia dengan kualitas hidup (p>0,005).

10. Sampel penderita gagal ginjal dalam penelitian Hajian-Tilaki, dkk (2017)

di semua delapan sub-skala, setelah disesuaikan dengan karakteristik

demografis, pasien memiliki kualitas hidup yang lebih rendah secara

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

109

signifikan daripada kontrol ( P = 0,001). Selain itu, pengaruh independen

usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan sebagai prediktor kualitas

hidup adalah signifikan di berbagai subskala (P = 0,001).

Dari 10 jurnal yang telah diuraikan di atas, sebanyak (6) jurnal menunjukkan ada

hubungan jenis kelamin dengan kualitas hidup pada pasien GGK dan sebanyak

(4) jurnal menunjukkan tidak ada hubungan jenis kelamin dengan kualitas hidup

pada pasien GGK. Sebanyak (8) jurnal menunjukkan ada hubungan usia dengan

kualitas hidup pada pasien GGK dan sebanyak (2) jurnal menunjukkan tidak ada

hubungan usia dengan kualitas hidup pada pasien GGK. Sebanyak (6) jurnal

menunjukkan ada hubungan pendidikan dengan kualitas hidup pada pasien GGK

dan sebanyak (4) jurnal menunjukkan tidak ada hubungan pendidikan dengan

kualitas hidup pada pasien GGK.

5.3 Pembahasan

5.3.1. Determinan pada pasien gagal ginjal kronik

Determinan pada pasien dengan gagal ginjal kronik dalam penelitian ini

adalah jenis kelamin, usia dan pendidikan. Dari systematic review ini didapat

hasil bahwa prevalensi terbanyak menderita gagal ginjal kronik adalah laki-laki

sebanyak 6 jurnal (60%) dan yang menyatakan prevalensi terbanyak adalah

perempuan sebanyak 4 jurnal (40%). Jenis kelamin laki-laki lebih memiliki

risiko mengalami penyakit gagal ginjal kronik dibandingkan dengan perempuan.

Hal ini dikarenakan pola hidup sehat lebih dijaga dan diperhatikan oleh

perempuan. Menurut Karundeng (2015) gagal ginjal kronik banyak terjadi pada

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

110

laki-laki karena pada pola hidup yang tidak sehat seperti: merokok, minuman

keras dan makanan olahan, istirahat yang kurang, mengkonsumsi banyak

makanan yang mengandung kolestrol dan kurang olah raga. Menurut

Morningstar et al dalam Pranandari dan Supadmi (2015) secara klinik laki-laki

mempunyai risiko mengalami gagal ginjal kronik 2 kali lebih besar daripada

perempuan. Hal ini dimungkinkan karena perempuan lebih memperhatikan

kesehatan dan menjaga pola hidup sehat dibandingkan laki-laki, sehingga laki-

laki lebih mudah terkena gagal ginjal kronik dibandingkan perempuan.

Perempuan lebih patuh dibandingkan laki-laki dalam menggunakan obat karena

perempuan lebih dapat menjaga diri mereka sendiri serta bisa mengatur tentang

pemakaian obat.

Dalam systematic review ini didapat hasil prevalensi terbanyak usia

penderita gagal ginjal kronik adalah >50 tahun (70%). Usia yang paling banyak

menderita gagal ginjal kronik adalah yang lebih tua. Penuaan sebagai faktor

risiko untuk CKD telah muncul sebagai tema yang signifikan dalam beberapa

tahun terakhir. Pertambahan usia mempengaruhi berbagi aspek dalam hidup

manusia terutama fisik. Semakin bertambahnya usia, maka fungsi tubuh

seseorang juga akan mengalami penurunan, temasuk fungsi ginjal. Sehingga

semakin tua, maka akan semakin beresiko mengalami penyakit gagal ginjal

kronik.

Menurut Nurcahayati (2010) semakin bertambahnya usia seseorang maka

terjadi penurunan fungsi ginjal, ginjal menjadi kurang kemampuannya. Bahwa

pada usia 40 tahun akan terjadi penuruan laju filtrasi glomerulus, dan akhirnya

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

111

berdampak terjadinya gagal ginjal kronik. Sejalan dengan pendapat Pranandari

dan Supadmi (2015) yang mengatakan secara klinik pasien usia >60 tahun

mempuyai risiko 2,2 kali lebih besar mengalami gagal ginjal kronik

dibandingkan dengan pasien usia <60 tahun. Hal ini disebabkan karena semakin

bertambah usia, semakin berkurang fungsi ginjal dan berhubungan dengan

penurunan kecepatan ekskresi glomerulus dan memburuknya fungsi tubulus.

Penurunan fungsi ginjal dalam skala kecil merupakan proses normal bagi setiap

manusia seiring bertambahnya usia, namun tidak menyebabkan kelainan atau

menimbulkan gejala karena masih dalam batas-batas wajar yang dapat

ditoleransi ginjal dan tubuh. Namun, akibat ada beberapa faktor risiko dapat

menyebabkan kelainan dimana penurunan fungsi ginjal terjadi secara cepat atau

progresif sehingga menimbulkan berbagai keluhan dari ringan sampai berat,

kondisi ini disebut gagal ginjal kronik (GGK).

Menurut Arruda, dkk (2016) peningkatan insiden gagal ginjal kronik

seiring bertambahnya usia. Menurut KDIGO dalam Sorat (2019) faktor risiko

penyakit ginjal kronik yang paling menonjol adalah diabetes, usia >60 tahun,

jenis kelamin laki-laki, menjadi perokok, dan penggunaan alkohol berat juga

merupakan prediktor penyakit ginjal kronik.

Dalam systematic review ini didapat hasil tingkat pendidikan pasien gagal

ginjal kronik adalah rendah (tidak sekolah hingga pendidikan primer) (80%).

Pendidikan menjadi faktor penyebab gagal ginjal kronik karena pasien yang

berpendidikan lebih cenderung mengikuti pengobatan yang tepat dan mengatasi

diagnosis mereka dengan lebih sukses. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

112

Tan, dkk (2010) menunjukkan hampir semua peserta (96%) melaporkan bahwa

pasien GGK setidaknya telah menyelesaikan sekolah menengah. Pada peserta

yang menyadari diagnosis CKD mereka, (31,5%) tidak tahu tingkat kreatinin

serum mereka dan hampir (5%) membantah memiliki CKD meskipun berada di

kantor ahli nefrologi. Pasien yang berpendidikan lebih cenderung mengikuti

pengobatan yang tepat dan mengatasi diagnosis mereka dengan lebih sukses, dan

berpartisipasi dalam keputusan perawatan kesehatan yang mempengaruhi hasil

mereka.

5.3.2. Kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik

Hasil systematic review oleh penulis, 8 jurnal (80%) menunjukkan bahwa

kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik adalah buruk (skor <50) dan 2

jurnal (20%) menunjukkan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik baik

(skor ≥50). Gagal ginjal kronik mempengaruhi kualitas hidup pasien. Penderita

gagal ginjal kronik akan mengalami perburukan kualitas hidup akibat penurunan

kesehatan fisik, psikologis dan lingkungan pada pasien gagal ginjal kronik ini.

Ketidakterimaan terhadap penyakit memicu stress sehingga berampak pada

penurunan kualias hidup pasien GGK.

Menurut Poppe, dkk (2013) kualitas hidup yang rendah (buruk) dikaitkan

dengan evolusi penyakit ginjal kronis menjadi penyakit ginjal stadium akhir dan

mortalitas pada pasien pada tahap akhir penyakit. Kesehatan mental misalnya

depresi, tekanan psikologis yang tinggi dan gangguan kejiwaan, sering terjadi di

antara pasien penyakit ginjal kronik. Dan kesehatan mental ini merupakan

prediktor negatif kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik. Ketidakterimaan

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

113

terhadap penyakit merupakan salah satu penyebab perburukan kualitas hidup

pasien penyakit ginjal kronik. Menurut Costa, dkk (2016) kondisi perawatan dan

perkembangan penyakit kronis membatasi karier penderita gagal ginjal kronik.

Hal tersebut menjadi faktor agresif yang memicu stres, isolasi sosial serta

keterbatasan untuk kemungkinan penggerak dan wisata, penurunan aktivitas

fisik, ketergantungan dan perasaan takut serta ketidakpastian mengenai

kesehatan dan kesejahteraan menjadi salah satu penyebab penurunan kualitas

hidup pada pasien gagal ginjal kronik.

Menurut Shera, dkk (2018) menunjukkan bahwa fisik, psikologis,

lingkungan yang merupakan domain kualitas hidup terpengaruh pada pasien

gagal ginjal kronik tersebut. Dan menurut Alqahtani, et all (2019) secara

keseluruhan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal adalah sedang-buruk.

Menurut Mbeje, dkk (2019) jumlah pasien dengan gagal ginjal akan meningkat

hingga hampir 60% pada tahun 2020, dengan potensi untuk sangat

mempengaruhi kualitas hidup pasien (QOL). Dan Menurut Chen, dkk (2017)

menjelaskan bahwa Penyakit ginjal stadium akhir memiliki dampak yang

merugikan pada kualitas hidup terkait kesehatan.

5.3.3. Hubungan determinan dengan kualitas hidup pada pasien gagal

ginjal kronik

1. Ada hubungan determinan (jenis kelamin, usia, pendidikan) dengan

kualitas hidup pada pasien GGK

Berdasarkan hasil systematic review ini, sebanyak 2.039 orang

jumlah keseluruhan responden dalam 10 jurnal yang menghubungkan

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

114

antara determinan dan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik.

Didapatkan bahwa adanya hubungan usia dengan kualitas hidup pada

pasien gagal ginjal kronik sebanyak 6 jurnal (60%). Jenis kelamin

memiliki hubungan dengan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik

karena jenis kelamin laki-laki mempunyai kualitas hidup lebih buruk

dibandingkan perempuan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan pekerjaan,

kebiasaan hidup, dan genetik antara laki-laki dan perempuan. Peneliti

Yuliaw (2010) mengemukakan bahwa bahwa jenis kelamin laki-laki

mempunyai kualitas hidup lebih buruk dibandingkan perempuan. Hal ini

disebabkan oleh perbedaan pekerjaan, kebiasaan hidup, dan genetik.

Menurut Chen, dkk (2017) untuk faktor sosiodemografi, jenis kelamin,

usia, dan tingkat pendidikan, dikaitkan dengan hasil kualitas hidup.

Berdasarkan hasil systematic review ini, sebanyak 2.039 orang

jumlah keseluruhan responden dalam 10 jurnal yang menghubungkan

antara usia dan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik.

Didapatkan bahwa jurnal yang mengatakan adanya hubungan usia dengan

kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik sebanyak 8 jurnal (80%).

Pasien dengan usia yang lebih tua memiliki kualitas hidup yang lebih

buruk daripada yang lebih muda, karena semakin bertambah usia fungsi

tubuh yang semakin menurun dan kerentanan terjadinya komplikasi

sehingga mempengaruhi harapan hidup atau kualitas hidup pada pasien

GGK.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

115

Menurut Putri (2014) meningkatnya usia seseorang akan

memberikan dampak pada penurunan fungsi-fungsi tubuh sehingga

semakin rentan terhadap penyakit. Usia juga berpengaruh pada prognosis

suatu penyakit dan harapan hidup, usia responden penderita gagal ginjal

kronik yang lebih dari 50 tahun tentunya lebih mudah untuk terjadi

komplikasi dibandingkan dengan dengan penderita yang usianya dibawah

40 tahun. Menurut Guerra-Guerrero, dkk (2012) Orang yang berusia di

atas 60 tahun memperoleh skor kualitas hidup yang lebih rendah daripada

orang di bawah usia itu.

Berdasarkan hasil systematic review ini, sebanyak 2.039 orang

jumlah keseluruhan responden dalam 10 jurnal yang menghubungkan

antara pendidikan dan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik.

Didapatkan bahwa jurnal yang menjelaskan adanya hubungan pendidikan

dengan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik sebanyak 6 jurnal

(60%), sehingga pendidikan berhubungan dengan kualitas hidup pada

pasien gagal ginjal kronik. Pada tingkat pendidikan, semakin tinggi

tingkat pendidikan pasien, maka kualitas hidup akan semakin baik karena

tingkat pendidikan mempengaruhi tingkat kesadaran seseorang terhadap

kesehatan.

Salah satu faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup adalah

pendidikan, bahwa pada pasien yang berpendidikan rendah berisiko

memiliki penyakit ginjal (Suparti, 2016). Penelitian dilakukan oleh Fitri

(2015) bahwa pendidikan mempengaruhi kualitas hidup pasien, pasien

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

116

dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah memiliki kualitas hidup

yang lebih buruk dibandingkan dengan pasien berpendidikan tinggi,

karena tingkat pendidikan mempengaruhi tingkat kesadaran seseorang

terhadap kesehatan.

Sama seperti penjelasan yang diberikan oleh Chen, dkk (2017)

yang mengatakan bahwa tingkat pendidikan, pasien dengan pendidikan

tinggi dapat mengembangkan keterampilan koping dan manajemen diri

yang lebih baik, berkontribusi pada kualitas hidup domain mental yang

lebih baik daripada mereka yang kurang pendidikan. Hal tersebut sesuai

dengan teori Ghozally dalam Fadlilah (2019), kualitas hidup akan

meningkat seiring dengan tingginya tingkat pendidikan yang didapatkan

oleh individu, hasil penelitian menunjukkan tingginya signifikasi

perbandingan dari pasien yang berpendidikan tinggi meningkat dalam

keterbatasan fungsional yang berkaitan dengan masalah emosional dari

waktu ke waktu dibandingkan dengan pasien yang berpendidikan rendah

serta menemukan kualitas hidup yang lebih baik bagi pasien

berpendididkan tinggi dalam domain fisik dan fungsional, khususnya

dalam fungsi fisik, energi/kelelahan, sosial fungsi, dan keterbatasan dalam

peran berfungsi terkait dengan masalah emosional.

Penelitian Dewi (2015) responden penderita gagal ginjal kronik

yang mempunyai pendidikan tinggi akan mempunyai pengetahuan yang

lebih luas sehingga membuat pasien dapat lebih mudah mengerti tentang

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

117

penyakit yang dideritanya yang akan berdampak pula pada peningkatan

kualitas hidup responden itu sendiri.

2. Tidak ada hubungan determinan (jenis kelamin, usia, pendidikan)

dengan kualitas hidup pada pasien GGK

Berdasarkan hasil systematic review ini, sebanyak 2.039 orang

jumlah keseluruhan responden dalam 10 jurnal yang menghubungkan

antara jenis kelamin dan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik.

Didapatkan bahwa jurnal yang menjelaskan tidak ada hubungan jenis

kelamin dengan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik sebanyak 4

jurnal (40%). Menurut asumsi penulis jenis kelamin tidak mempengaruhi

kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik (GGK). Hal ini disebabkan

karena setiap penyakit menyerang siapa saja baik laki-laki maupun

perempuan.

Menurut Nurcahayati (2010) pada pasien gagal ginjal kronik yang

menjalani terapi hemodialisa tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, antara

laki-laki dan perempuan. Keduanya memiliki resiko yang sama untuk

menderita penyakit gagal ginjal kronik. Pada umumnya penyakit gagal

ginjal kronik diawali oleh penyakit hipertensi, dimana penyakit ini dapat

disebabkan karena gaya hidup yang tidak baik seperti merokok dan

mengkonsumsi kafein, hipertensi yang berkepanjangan merupakan salah

satu faktor resiko gagal ginjal kronik.

Berdasarkan hasil systematic review ini, sebanyak 2.039 orang

jumlah keseluruhan responden dalam 10 jurnal yang menghubungkan

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

118

antara usia dan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik. Didapatkan

bahwa Jurnal mengatakan tidak ada hubungan usia dengan kualitas hidup

pada pasien gagal ginjal kronik sebanyak 2 jurnal (20%). Usia tidak

mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik (GGK) karena

suatu penyakit dapat menyerang setiap orang pada semua golongan usia.

Menurut Handy dkk (2018) mengemukan bahwa suatu penyakit dapat

menyerang pada semua golongan usia, tergantung dari tingkat terpaparnya

seperti: faktor pekerjaan, kebiasaan hidup, dan penyalahgunaan obat.

Penelitian Sarastika, dkk (2019) bahwa usia tidak mempengaruhi kualitas

hidup pasien gagal ginjal kronik (GGK) yang menjalani terapi

hemodialisa. Hal ini disebebkan karena suatu penyakit dapat menyerang

setiap orang pada semua golongan usia.

Berdasarkan hasil systematic review ini, sebanyak 2.039 orang

jumlah keseluruhan responden dalam 10 jurnal yang menghubungkan

antara pendidikan dan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik.

Didapatkan bahwa jurnal menjelaskan tidak ada hubungan pendidikan

dengan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik sebanyak 4 jurnal

(40%). Pendidikan tidak mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal

kronik (GGK). Setiap penyakit menyerang dari berbagai golongan

pendidikan dan semakin rendah tingkat pendidikan pasien tidak

berpengaruh terhadap kualitas hidupnya.

Menurut Ahmad (2018) bahwa kualitas hidup pasien gagal ginjal

kronik tidak dipengaruhi dari tingkat pendidikan karena dapat disebabkan

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

119

dari faktor lain baik dari segi demografi, biomedis, mau pun psikososial.

Menurut Sarastika, dkk (2019) pendidikan tidak mempengaruhi kualitas

hidup pasien gagal ginjal kronik (GGK) yang menjalani terapi

hemodialisa. Setiap penyakit menyerang dari berbagai golongan

pendidikan dan semakin rendah tingkat pendidikan pasien tidak

berpengaruh terhadap kualitas hidupnya.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

120

BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

6.1.1. Determinan pada pasien gagal ginjal kronik

Prevalensi terbanyak menderita gagal ginjal kronik adalah laki-laki. Usia

rata-rata penderita gagal ginjal kronik adalah >50 tahun. Dan tingkat pendidikan

pasien gagal ginjal kronik adalah rendah tidak sekolah.

6.1.2. Kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik

Prevalensi terbanyak kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik adalah

buruk (skor<50).

6.1.3. Hubungan determinan dengan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal

kronik

Ada hubungan jenis kelamin dengan kualitas hidup pada pasien gagal

ginjal kronik. Ada hubungan usia dengan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal

kronik. Ada hubungan pendidikan dengan kualitas hidup pada pasien gagal

ginjal kronik.

6.2 Saran

Penulis menyarankan kepada petugas kesehatan agar memberi edukasi

kepada penderita GGK tentang penyakit GGK dan aspek-aspek yang terkait

dengan kualitas hidup pada pasien GGK tersebut, sehingga pasien GGK tersebut

mampu meningkatkan kualitas hidup mereka.

Penderita gagal ginjal kronik cenderung memiliki kualitas hidup rendah

baik dari aspek fisik, psikologis dan lingkungan. Dukungan sosial sangat

120

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

121

dibutuhkan oleh pasien GGK, sehingga diharapkan kepada keluarga untuk selalu

memberi dukungan untuk meningkatkan kualitas penderita GGK tersebut dan

dapat menerima keadaannya.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

122

DAFTAR PUSTAKA

Al Amin, M. (2017). Klasifikasi Kelompok Umur Manusia Berdasarkan Analisis

Dimensifraktal Box Counting Dari Citra Wajah Dengan Deteksi Tepi

Canny. MATHunesa, 2(6).

AL-Jumaih, Ahmed; Al-Onazi, Kamel; Binsalih, Salih; Hejaili, Fayez; & Al-

Sayyari, Abdulla. (2011). A Study of Quality of Life and its

Determinants among Hemodialysis Patients Using the KDQOL-SF

Instrument in One Center in Saudi Arabia. Arab Journal of Nephrology

and Transplantation. 2011 Sep;4(3):125-30

Alruwaili, Ajaweed Saud Muharrab; Alrowili, Amjad Saud Mhrb; Alshammari,

Manal Nashi O; Alanazi, Fahad Saad Salem; Alanazi Nouf Saad;

Alanazi, Mona Theyab; Alanazi, Reem Abdullaha; Almarjan , Mubark

Saleh Mubark, Alenezi , Mohammad Humood Meshref; & Aljamal

Mohammed Sulaiman . (2018). Prevalence and some of determinant

factors of chronic kidney diseases among Saudi elderly in Arar, KSA.

The Egyptian Journal of Hospital Medicine (October 2018) Vol. 73 (4),

Page 6522-6530.

Alqahtani, Norah Ayed; Al-Metrek, Metrek Ali; Al-Alsheikh, Khalid; & Elnazer,

Weam Helmy. (2019). Quality of life among patients with chronic renal

failure on hemodialysis at the military hospital in southern region of

Saudi Arabia. MOJ Anat & Physiol. 2019;6(5):155‒158.

Anees M, Hameed F, Mumtaz A, Ibrahim M, Saeed Khan MN. Dialysis related

factors affecting quality of life in patient on hemodialysis. Iran J

Kidney Dis. 2011;5:9-14.

Cruz M, Andrade C, Urrutia M, Draibe S, Nogueira-Martins L, De Castro R.

Quality of life in patients with chronic kidney disease. Clinics.

2011;66(6):991-995.

Creswell, J. W. (2014). Proceedings of the Annual Conference of the

International Speech Communication Association, INTERSPEECH.

Proceedings of the Annual Conference of the International Speech

Communication Association, INTERSPEECH.

Dhalgren G, Whitehead M., 1991. Policies and Strategies to Promote

Social Equity in Health. Stockholm: Ins�tute for Future Studies.

Fadda G, Jiron P (1999).Quality of Life and Gender : a Methodology for

UrbanResearch. Environment and Urbanization. P 261-70

Fayers P.M & Machin, D. (2000). Quality of Life. Assessment, Analysis and

122

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

123

Interpretation (Vol. 7).

Guerra-Guerrero V, Sanhueza-Alvarado O, Caceres-Espina M. Quality of life in

people with chronic hemodialysis: association with sociodemographic,

medical-clinical and laboratory variables. Rev Latino Am Enfermagem.

2012:20(5):838–846.

Higginson, I. J., & Robinson, P. G. (2003). Quality of Life Quality of Life.

Textbook of Palliative Care, 142.

Hasrat, Kresensia Trisnawati. (2016). Evaluasi Kualitas Hidup Responden

Hipertensi Menggunakan Instrumen SF-36: Kajian Faktor Usia Dan Jenis

Kelamin Di Kecamatan Kalasan, Slema, DIY. Fakultas farmasi:

Yogyakarta

Hultman, B., Hemlin, S., & Hörnquist, J.O. (2006). Quality of life among

unemployed and employed people in northern Sweden. Are there any

differences?

Infodatin pusat data dan informasi kementerian kesehatan RI. (2017) Situasi

penyakit ginjal kronis. ISSN 2442-7659

Is, Muhammad Sadi. (2015). Etika Hukum Kesehatan. Jakarta: Kencana.

J., S., L., H., M., A. T., & F., I. (2017). Quality of Life of Chronic Kidney

Disease Patients With Routine Hemodialysis in General Hospitals in

Sleman Yogyakarta. International Journal of Pharmacy and

Pharmaceutical Sciences, 9(2), 213.

Juwita, L., & Kartika, I. R. (2019). Pengalaman Menjalani Hemodialisa Pada

Pasien Gagal Ginjal Kronis. Jurnal Endurance, 4(1), 97.

Joshi, V. D. (2014). Quality of life in end stage renal disease patients. W orld

journal of nephrology, 3(4), 308.

Kazel, Francois Folefack et all. (2015). Prevalence and determinants of chronic

kidney disease in rural and urban Cameroonians: a cross-sectional study.

Kaze et al. BMC Nephrology (2015) 16:117 DOI 10.1186/s12882-015-

0111-8

Kementerian Kesehatan RI. (2017). Pusat Data dan Informasi. Jakarta

Selatan.

Larasati TA.Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RS Abdul

MoelockPropinsi Lampung.Jurusan Kedokteran dan Kesehatan Universitas

lampung.2012; Vol.2, No.: 17-20.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

124

Lewis, Sharon L et al. 2011. Medical Surgical Nursing Volume 1. United States

America : Elsevier Mosby.

Mailani, Fitri. (2014). Hubungan Penambahan Berat Badan Interdialisis Dengan

Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani

Hemodialisis. Tesis USU Medan.

Mayuda, A., Chasani, S., & Saktini, F. (2017). Hubungan Antara Lama

Hemodialisis Dengan Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik (Studi

Di Rsup Dr.Kariadi Semarang). Jurnal Kedokteran Diponegoro, 6(2), 167–

176.

Mulia, Dewi Sari et all. (2018). Kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani hemodialisis di rsud dr. Doris sylvanus palangka raya. Quality of

Life of Chronic Kidney Disease Patients on Hemodialysis at Dr. Doris

Sylvanus Hospital Palangka Raya. Borneo Journal of Pharmacy, Volume 1

Issue 1, May 2018, Page 19 – 21 e-ISSN: 2621-4814

Mugianti, Sri. (2016). Manajemen dan Kepemimpinan Dalam Praktik

Keperawatan. Jakarta; Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Pusdik

SDM Kesehatan

Naderifar, Mahin; Tafreshi, Mansoureh Zagheri; Ilkhani, Mahnaz; Akbarizadeh,

Magid Reza; & Ghaljaei, Fereshteh. (2018). Correlation between quality of

life and adherence to treatment in hemodialysis patients. J Renal Inj Prev.

2019; 8(1): 22-27.

Ningrum, Windy Astuti cahya. (2016). Kualitas Hidup Pasien Urolithiasis Pada

Komponen Fisik Dan Komponen Mental Dengan Instrumen Short Form-36

(Sf-36). Jurnal Care Vol. 4, No.3, Tahun 2016 Yogyakarta.

Norton et all. (2016). Social determinan of racial disparities in CKD. J Am Soc

Nephrol

Nur, E. (2012). Determinan Kualitas Hidup Penderita Penyakit Ginjal Kronik

Yang Menjalani Hemodialisa. Jurnal Skala Husada, 9(1), 90–96.

Nursalam, 2016, metode penelitian. (2013). Metodologi Penelitian Kesehatan.

Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Nursalam. (2015). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik

Keperawatan Profesional Edisi 5. Jakarta; Penerbit Salemba Medika

P, Ravi Kumar, et all. (2019). Prevalence of Chronic Kidney Disease and Its

Determinants in Rural Pondicherry, India-A Community Based Cross-

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

125

Sectional Study. The Open Urology & Nephrology Journal, 2019, Volume

12.

Peraturan Menteri Kesehatan RepublikIndonesia. (2014). Tentang Klasifikasi

dan Perizinan Rumah Sakit. Nomor 56 Tahun 2014; Menteri

Kesehatan Republik Indonesia.

Ponte, Belén; Pruijm, Menno; Marques-Vidal, Pedro; Martin, Pierre-Yves;

Burnier, Michel; Paccaud, Fred; Waeber, Gérard; Vollenweider, Peter; &

Bochud, Murielle. (2013). Determinants and burden of chronic kidney

disease in the population-based CoLaus study: a cross-sectional analysis.

Nephrol Dial Transplant (2013) 28: 2329–2339.

Rezaei, Satar, et all. (2017). Determinants of health-related quality of life in

Iranian adults: evidence from a cross-sectional study. Epidemiol Health

Volume: 39, Article ID: e2017038, 8 pages.

Ridlo, I. A., Laksono, A. D., ridwanah, azizah andzar, & Yoto, M. (2019).

Intervensi Berbasis Komunitas: Sebuah Pengantar. May.

https://doi.org/10.31227/osf.io/2fpjz

Russel, C & Swanburg R,J (1999) Introductory Management and

Leadership for Nurses London : Jones and Bartlett Publishers, Inc

Sarastika, Y., Kisan, K., Mendrofa, O., & Siahaan, J. V. (2019). Faktor-Faktor

Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik (Ggk)

Yang Menjalani Terapi Hemodialisa Di Rsu Royal Prima Medan. Jurnal

Riset Hesti Medan Akper Kesdam I/BB Medan, 4(1), 53.

Shafei, Arwa M. El; Hegazy, Ibrahim Soliman; Fadel, Fatina Ibrahim; & Nagy,

Eman M. (2018). Assessment of Quality of Life among Children with End-

Stage Renal Disease: A Cross-Sectional Study. Journal of Environmental

and Public Health Volume 2018, Article ID 8565498, 6 pages.

Sherwood, LZ., 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8.

Jakarta: EGC, 595-677.

Siregar, Bangun Tua. (2014). Hubungan modifikasi kadar natrium dialisat

dengan kualitas hidup yang diukur dengan sf-36 pada pasien

hemodialisis reguler. Skripsi.

Tannor, Elliot K. Tanno; Norman, Betty R.; Adusei, Kwame K.; Sarfo, Fred S.;

Davids, Mogamat R.; & Bedu-Addo, George. (2019). Quality of life

among patients with moderate to advanced chronic kidney disease in

Ghana - a single centre study.. BMC Nephrology (2019) 20:122.

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

126

Theofilou, P. (2013). Quality of life: Definition and measurement. Europe’s

Journal of Psychology, 9(1), 150–162.

Tortora, 2011. (2011). Anatomi Dan Fisiologi Ginjal. Anatomi Dan Fisiologi

Ginjal, 8–22.

Wan, E. Y., Chen, J. Y., Choi, E. P., Wong, C. K., Chan, A. K., Chan, K. H., &

Lam, C. L. (2015). Patterns of health-related quality of life and associated

factors in Chinese patients undergoing haemodialysis. Health and quality

of life outcomes, 13(1), 108

Wagner JA, Abbott G, Lett S. (2004).Age related difference in individual

qualityof life domains in youth with type I diabetes, Health Qual L

ife Outcomes2;54.

Wardhani, Vini. (2006). Gambaran Kualitas Hidup Dewasa Muda Berstatus

Lajang melalui Adaptasi Instrumen WHOQOL-BREF dan SRPB. Thesis.

Depok: Pascasarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

World Health Organization. (1996). WHOQOL-BREF: Introduction,

administration, scoring and generic version of the assessment. Geneva:

WHO.

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23825103/

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/21189427/

https://www.researchgate.net/publication/327623644_Quality_of_Life_of_Chron

ic_Kidney_Disease_Patients_in_a_Nigerian_Teaching_Hospital

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3130152/#:~:text=Quality%20o

f%20life%20is%20decreased,of%20life%20in%20this%20population.

https://www.semanticscholar.org/paper/The-role-of-sociodemographic-factors-

in-health-re-Theofilou/d3ffa8dac2549226449fff006baa11f45f69be2e

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/21172008/

http://scielo.isciii.es/pdf/eg/v15n43/en_clinica3.pdf

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28098114/

http://egyptianjournal.xyz/734_22.pdf

https://benthamopen.com/FULLTEXT/TOUNJ-12-14

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

127

https://medcraveonline.com/MOJAP/quality-of-life-among-patients-with-

chronic-renal-failure-on-hemodialysis-at-the-military-hospital-in-southern-

region-of-saudi-arabia.html

https://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0104-

11692012000500004&lng=en&tlng=en

file:///C:/Users/acer/Downloads/jrip-8-22%20(4).pdf

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/22026335/

https://bmcnephrol.biomedcentral.com/track/pdf/10.1186/s12882-019-1316-z

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6392259/pdf/pone.0212184.pdf

https://link.springer.com/article/10.1007/s40271-017-0256-6

https://www.scielo.br/pdf/rsp/v45n6/en_2844.pdf

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6530299/pdf/bmjopen-2018-

027776.pdf

https://www.researchgate.net/publication/340191829_To_assess_the_quality_of_

life_in_patients_with_chronic_kidney_disease_undergoing_hemodialysis_at_a_s

atellite_clinic_comparing_patients_from_a_median_low-

income_household_with_patients_from_median_midd/fulltext/5e7d01a1a6fdcc1

39c08c9cf/To-assess-the-quality-of-life-in-patients-with-chronic-kidney-disease-

undergoing-hemodialysis-at-a-satellite-clinic-comparing-patients-from-a-

median-low-income-household-with-patients-from-median-mid.pdf

STIKes Santa Elisabeth Medan

STIKes Santa Elisabeth Medan

HUBUNGAN DETERMINAN DENGAN KUALITAS HIDUP

PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK

TAHUN 2020

No Kegiatan

Waktu Penelitian

Jan Feb April Mei Juni Juli

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

1 Pengajuan Judul

2 Penyususnan Proposal

Penelitian

3 Seminar Proposal

4 Prosedur Izin Penelitian

5 Mencarian dan analisa jurnal

6 Revisi : Sistematik Review

7 Hasil

8 Seminar Hasil

9 Revisi Skripsi

10 Pengumpulan Skripsi