Signifikansi Pemekaran Daerah di Indonesia

18
Hubungan Pusat dan Daerah Signifikansi Pemekaran Daerah di Indonesia Dita Tetyarini [11/312043/SP/24480] Clara Stella A [11/312339/SP/24534] Dias Prasongko [11/312395/SP/24543] Laras Manjali [11/317817/SP/24706] Alan Griha Y [11/317917/SP/24800] Ariesta Budi [08/267271/SP/22838] Jurusan Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada

Transcript of Signifikansi Pemekaran Daerah di Indonesia

Hubungan Pusat dan Daerah

Signifikansi Pemekaran Daerah di Indonesia

Dita Tetyarini [11/312043/SP/24480]

Clara Stella A [11/312339/SP/24534]

Dias Prasongko [11/312395/SP/24543]

Laras Manjali [11/317817/SP/24706]

Alan Griha Y [11/317917/SP/24800]

Ariesta Budi [08/267271/SP/22838]

Jurusan Politik dan PemerintahanUniversitas Gadjah Mada

2012

Latar Belakang Pada era Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto,

penyelenggaraan negara ditandai oleh pola-pola kepemerintahan

yang otoriter dan sangat sentralistik. Akibatnya, pemerintah

sangat mendominasi hampir seluruh aspek kehidupan

masyarakat, dengan bukti konkrit yakni, pengekangan kebebasan

berbicara, berserikat dan berkumpul. Namun demikian, rezim ini

mulai menunjukkan kehancuran pada medio ‘90an. Saat itu,

gelombang demokratisasi mulai ‘menjangkiti’ Indonesia.

Akhirnya, pada 1998 era Orde Baru benar-benar runtuh.

Keruntuhan rezim Orde Baru ditandai dengan mundurnya Presiden

Soeharto dari kursi kepresidenan yang telah diduduki selama

lebih dari tiga dasa warsa. Keruntuhuan ini merupakan akibat

dari kegagalan Orde Baru dalam mewujudkan negara Indonesia

yang demokratis. Oleh sebab itu, jatuhnya Presiden Soeharto

dari tampuk kekuasaan berdampak pada perubahan pola-pola

pemerintahan di Indonesia.

Runtuhnya rezim Orde Baru tersebut nampaknya membawa

angin segar bagi masyarakat Indonesia. Pemerintahan Indonesia

mulai berubah dan mengarah pada pemerintahan yang lebih

demokratis. Pemerintahan yang dinilai lebih demokratis ini

kemudian ditandai dengan banyaknya kewenangan yang dimiliki

daerah setelah keruntuhan Orde Baru. Proses demokratisasi

tersebut salah satunya diwujudkan dengan adanya otonomi daerah

dalam pola-pola desentralisasi. Seiring dengan pelaksanaan

otonomi daerah di Indonesia, hubungan antara pemerintahan

pusat dengan daerah yang dulu timpang kini lebih seimbang,

sehingga pemerintah pusat tidak bisa lagi sewenang-wenang

untuk mengatur pemerintah daerah.

Tujuan utama dari dilaksanakannya otonomi daerah adalah

supaya masyarakat di daerah lebih makmur dan lebih sejahtera.

Selain itu, adanya otonomi daerah yang dilaksanakan melalui

desentraslisasi ini, adalah upaya dari pemerintah pusat untuk

lebih mendekatkan kepada masyarakat daerah, dan menciptakan

pelayanan publik yang lebih baik. Era setelah keruntuhan Orde

Baru, juga menyebabkan menjamurnya daerah-daerah baru (daerah

otonomi baru akibat diberlakukannya pemekaran daerah) di

Indonesia yang lebih mandiri dan otonom. Menjamurnya daerah

baru ini juga tidak lepas akibat dari diberlakukannya

kebijakan otonomi derah dalam pola desentralisasi tersebut.

Namun demikian, otonomi daerah yang diamanatkan oleh

Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun 1999 yang diubah lagi ke dalam

UU No. 32 Tahun 2004, nyatanya hanyalah semacam slogan, yang

utopis. Saat ini, pelaksanaan otonomi daerah dalam wujud

pemekaran daerah yang dilaksanakan secara nyata belum mampu

mensejahterakan masyarakat di daerah seperti yang diharapkan

pada awalnya. Kebijakan ini yang dahulu dilakukan guna

mengantisipasi adanya penimbunan kekuasaan oleh pemeritah

pusat, dijadikan alasan oleh daerah sebagai upaya mencari

‘keuntungan’ semata, melalui dana-dana dari APBN. Selain itu,

pemekaran daerah telah kehilangan autentiksitasnya, karena

hanya dipakai sebagai alat untuk mengejar kekuasaan semata.

Munculnya fenomena ‘raja-raja’ kecil di daerah menjadi bukti

yang sahih tetang hal tersebut. Parahnya, pelaksanan

pemekaran daerah kini sering di barengi dengan kemunculan

konflik-konflik yang timbul akibat pemekaran daerah.

Oleh sebab itu, tulisan ini ingin mencoba melihat kembali

tentang signifikansi pemekaran daerah di Indonesia. Melihat

implikasinya yang sangat luas, pemekaran daerah atau

pembentukan daerah baru perlu memiliki aturan-aturan yang

jelas serta dapat dipertanggung jawabkan oleh daerah.

Menggingat untuk saat ini daerah di Indonesia yang telah

banyak dimekarkan sejak tahun 1999 sampai sekarang setelah

dilakukan evaluasi masih belum mampu menciptakan masyarakat

yang makmur dan sejahtera.

Dalam tulisan ini, Kalimantan Utara (Kaltara) menjadi

salah satu objek yang ingin kita kaji lebih dalam mengenai

pelaksanaan pemekaran daerah di sana. Daerah ini memang sampai

sekarang masih hangat dibicarakan oleh para ahli politik

karena baru saja diresmikan menjadi daerah otonom baru.

Tulisan ini juga ingin melihat dinamika perjalanan daerah

tersebut hingga mencapai kesepatan untuk dimekarkan, yang

dikontekskan dengan tingkat kehidupan perekonomian dan sosial

masyarakat daerah itu.

Perspektif TeoritikKami menggunakan teori desentralisasi dalam menjelaskan

tentang pemekaran daerah di Indonesia. Teori tersebut

berhubungan dengan desentralisasi dalam arti sempit (devolution)

yang akan berkaitan dengan dua hal (Smith dalam Abdullah,

2011: 20). Pertama, adanya subdivisi teritori dari suatu negara

yang mempunyai ukuran otonomi. Subdivisi teritori ini memiliki

self governing melalui lembaga politik yang memiliki akar dalam

wilayah sesuai dengan batas yuridis. Wilayah ini tidak

diadministrasikan oleh pemerintah di atasnya tetapi diatur

oleh lembaga yang dibentuk secara politik di wilayah tersebut.

Kedua, lembaga-lembaga tersebut akan direkrut secara

demokratis. Berbagai keputusan akan diambil berdasarkan

prosedur demokratis.

Smith (Dalam Abdullah 2011: 21) juga mengungkapkan bahwa

desentralisasi mencakup beberapa elemen penting. Pertama,

desentralisasi memerlukan pembatasan area, yang bisa

didasarkan pada tiga hal, yaitu pola spasial kehidupan sosial

dan ekonomi, rasa identitas politik, dan efisiensi pelayanan

publik yang bisa dilaksanakan. Hal inilah yang kami analisa

sebagai kekuatan suatu daerah untuk menuntut diadakannya

pemekaran daerah, dari daerah induk ke dalam daerah-daerah

otonom baru. Kedua, desentralisasi meliputi pula pendelegasian

wewenang, baik itu kewenangan politik maupun kewenangan

birokratik.

Menurut Abdullah (2011: 22) penjelasan lebih lanjut

tentang pertimbangan efisiensi ekonomi yang menjadi dasar bagi

penentuan batas daerah otonomi baru meliputi:

(1) biaya perjalanan dan komunikasi rendah;

(2) sejauh mana pemerintah daerah mampu memenuhi kebutuhan

finansial, tanah, dan sumber daya lainnya dari dalam daerahnya

sendiri sehingga meminimalkan ketergantungan ekonomi,

(3) minimalisasi biaya yang berasal dari akibat aktivitas

dalam suatu daerah yang ber-spill over dan menyebabkan biaya

lainnya;

(4) fasilitasi kolaborasi dan koordinasi diantara pelayanan

yang diberikan;

(5) menyesuaikan wilayah dengan badan swasta, sukarela, dan

publik beserta kepentingan terkait untuk memfasilitasi kerja

sama dan koordinasi guna kepentingan bersama dan

interdependensi.

Pemekaran daerah otonom itu bukan hal yang baru dalam

tata kelola pemerintahan di Indonesia. Menurut Pratikno (2006)

sejak sistem pemerintahan di Indonesia cenderung sentralistis

pada masa Orde Baru, pemerintah juga telah banyak dilakukan

pembentukan daerah otonom baru. Distrik-distrik yang semakin

menguat karakter urbannya kemudian menjadi Kota Administratif,

kemudian dalam perkembangan lebih lanjut akan menjadi

Kotamadya setingkat Kabupaten.

Setelah dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 konsep

pemekaran daerah otonom mengalami peningkatan yang signifikan.

Seperti yang dikatakan oleh Pratikno (2006) dalam waktu kurang

dari lima tahun, jumlah daerah otonom baru di Indonesia

bertambah lebih dari 30 persen. Kebijakan pemekaran daerah ini

menjadi pro dan kontra atas fenomena yang terjadi. Namun jika

diteliti secara mendalam, arah kebijakan pemekaran daerah

otonom yang ada saat ini belum banyak mempertimbangkan

kepentingan nasional.

Pemekaran Daerah Pemekaran daerah berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 adalah

suatu proses membagi satu daerah administratif (daerah otonom)

yang sudah ada menjadi dua atau lebih daerah otonom baru.

Sedangkan menurut Effendy (2008: 2), pemekaran daerah

merupakan suatu proses pembagian wilayah menjadi lebih dari

satu wilayah, dengan tujuan meningkatkan pelayanan dan

mempercepat pembangunan. Pemekaran wilayah juga diharapkan

dapat menciptakan kemandirian daerah sebagai salah satu kunci

dari keberhasilan otonomi daerah. 

Upaya pemekaran wilayah dipandang sebagai sebuah

terobosan untuk mempercepat pembangunan melalui peningkatan

kualitas dan kemudahan memperoleh pelayanan bagi masyarakat.

Pemekaran wilayah juga merupakan bagian dari upaya untuk

meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam memperpendek

rentang kendali pemerintah pusat sehingga meningkatkan

efektifitas penyelenggaraan pemerintah dan pengelolaan

pembangunan. Pemekaran daerah merupakan pembentukan daerah

baru di tingkat provinsi, kabupaten, maupun kota dari

induknya. Dasar hukum mengenai pembentukan pemekaran daerah

yakni UU No. 22 Tahun 1999, yang kemudian direvisi menjadi UU

No. 32 Tahun 2004. Selain itu, ada juga Peraturan Pemerintah

(PP) No. 72 Tahun 2005 tentang Desa, yang di dalamnya

disebutkan bahwa syarat minimal pemekaran desa yaitu 1000 jiwa

atau 200 Kepala Keluarga (KK). Selain itu, ada pula PP yang

mengatur syarat pembentukan kecamatan.

Syarat pembentukan kecamatan baru, dimana sesuai

ketentuan yang diatur dalam PP No. 19 Tahun 2008,

pembentukannya harus memenuhi syarat administratif, teknis,

dan fisik  kewilayahan, namun syarat yang paling utama dari

pemekaran suatu daerah atau Kecamatan adalah luas wilayah,

jumlah penduduk dan potensi yang ada di Kecamatan atau daerah

tersebut. Terkait masalah syarat administratif dan Teknis,

untuk syarat administratif pembentukan kecamatan harus

meliputi batas usia penyelenggaraan pemerintahan dimana harus

minimal lima tahun sudah berjalan, Keputusan DPRD, keputusan

Kepala Desa, dan Keputusan Gubernur, sedangkan untuk

persyaratan teknis diatur dalam pasal 3 PP No. 19 Tahun 2008

antara lain mengatur minimal jumlah penduduk, luas wilayah,

rentang kendali penyelenggaraan pelayanan pemerintahan,

aktifitas perekonomian yang berjalan ditengah masyarakat, dan

ketersediaan sarana dan prasarana.

Jadi, jika ingin memekarkan suatu Kecamatan, syarat-

syarat inilah yang harus dipenuhi. Selain itu, pemekaran

kecamatan harus juga diatur oleh peraturan daerah kabupaten

atau kota tentang pembentukan kecamatan dan paling sedikit

yang dimuat adalah nama kecamatan, nama ibukota kecamatan,

batas wilayah dan nama desa yang berada didalam kecamatan yang

akan dimekarkan.

Prosedur Pemekaran Daerah Fenomena pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) merupakan

implikasi langsung dari pemberlakuan UU No. 22 Tahun 1999 dan

penggantinya, UU No. 32 Tahun 2004. Kedua UU tersebut telah

mengakomodasi peluang daerah untuk membentuk daerah baru

termasuk melalui format pemekaran. Meskipun begitu UU terbaru

yaitu UU No. 32 Tahun 2004 tidak secara lugas mengatur tentang

tujuan memekarkan daerah otonom. Legalisasi pemekaran daerah

menemukan titik terang melalui PP No. 78 Tahun 2007 yang

memuat tentang tata cara pembentukan, penghapusan, dan

penggabungan daerah. Dalam peraturan tersebut ditegaskan bahwa

tujuan pembentukan daerah otonom seluas-luasnya diperuntukkan

bagi kesejahteraan masyarakat.

Mengingat tujuan pemekaran yang memiliki makna mendalam,

kebijakan memekarkan daerah perlu disikapi secara hati-hati.

Diperlukan pertimbangan yang matang dan proses detail sebelum

meluluskan permintaan pemekaran daerah otonom. Untuk itu,

pembentukan daerah otonom hanya dapat dilaksanakan apabila

telah memnuhi tiga persyaratan pokok. Pertama, syarat

administratif baik untuk level provinsi maupun kabupaten/kota.

Syarat administratif untuk provinsi meliputi adanya

persetujuan masing-masing DPRD kabupaten/kota dan

Bupati/Walikota yang akan menjadi cakupan wilayah calon

provinsi, persetujuan DPRD provinsi induk dan gubernur untuk

membentuk calon provinsi, serta rekomendasi Menteri Dalam

Negeri. Sementara itu, syarat administratif yang harus

dipenuhi kabupaten/kota meliputi persetujuan DPRD

kabupaten/kota induk dan persetujuan Bupati/Walikota induk,

persetujuan DPRD provinsi dan gubernur tentang pembentukan

calon kabupaten/kota, serta Rekomendasi Menteri Dalam Negeri.

Kedua, syarat teknis sebagai kumpulan berbagai faktor yang

menjadi dasar pembentukan daerah baru. Syarat yang dimaksud

meliputi kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya,

sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan,

keamanan, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan

masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan

daerah. Ketiga adalah persyaratan fisik kewilayahan yang

meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana dan

prasarana pemerintahan. Secara lebih rinci, cakupan wilayah

mensyaratkan pembentukan minimal 5 (lima) kabupaten/kota untuk

provinsi serta pembentuan kabupaten paling sedikit terdiri 5

(lima) kecamatan dan untuk kota diperlukan 4 (empat)

kecamatan.

Selain memenuhi syarat, pemekaran daerah otonom harus

mengikuti proses dasar yang telah ditentukan oleh pemerintah.

Proses paling awal yang dilakukan pemerintah pusat dalam suatu

pembahasan pemekaran daerah terdiri dari dua tahapan besar.

Tahapan pertama adalah proses teknokrasi yang meliputi kajian

kelayakan daerah baik dari segi teknis maupun administratif.

Tahap kedua merupakan proses politik dimana proposal pemekaran

yang diajukan daerah harus memperoleh persetujuan secara

politis oleh DPR. Kemudian mekanisme dan prosedur dalam

pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah diperinci

dalam PP No. 129 Tahun 2000 dan penggantinya PP No. 78 Tahun

2007. Pratikno (2006: 181-182) menjelaskan bahwa peraturan

tersebut menegaskan beberapa poin tentang prosedur dalam

pemekaran daerah, diantaranya:

1. Adanya aspirasi dari pemerintah daerah dan sebagian besar

masyarakat setempat;

2. Didukung oleh kajian awal oleh pemerintah daerah;

3. Usul pembentukan Provinsi disampaikan kepada pemerintah

melalui Mendagri dan Otonomi Daerah melalui Gubernur dengan

dilampirkan hasil penelitian daerah dan persetujuan DPRD

Kabupaten/Kota serta persetujuan provinsi, yang dituangkan

dalam keputusan DPRD;

4. Usul pembentukan kabupaten/kota disampaikan kepada

pemerintah melalui Mendagri dan Otonomi Daerah melalui

Gubernur dengan melampirkan hasil penelitian daerah dan

persetujuan DPRD kabupaten/kota serta persetujuan DPRD

Provinsi yang tertuang dalam keputusan DPRD;

5. Dengan memperhatikan usulan Gubernur, Menteri Dalam Negeri

dan Otonomi Daerah memproses lebih lanjut dan dapat menugaskan

Tim untuk melakukan observasi ke daerah yang hasilnya menjadi

bahan rekomendasi kepada Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah;

6. Berdasarkan rekomendasi pada huruf e, Ketua Dewan

Pertimbangan Otonomi Daerah meminta tanggapan para anggota

Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah dan dapat menugaskan Tim

Teknis Sekretariat Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah untuk

melakukan penelitian lebih lanjut di lapangan;

7. Para anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah memberikan

saran dan pendapat secara tertulis kepada Ketua Dewan

Pertimbangan Otonomi Daerah. Selanjutnya usul pembentukan

suatu daerah diputuskan dalam rapat anggota Dewan Pertimbangan

Otonomi Daerah;

8. Apabila berdasarkan hasil keputusan rapat anggota Dewan

Pertimbangan Otonomi Daerah menyetujui usul pembentukan

Daerah, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah selaku Ketua

Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah mengajukan usul pembentukan

Daerah tersebut beserta Rancangan Undang-Undang Pembentukan

Daerah kepada Presiden;

9. Apabila Presiden telah menyetujui usul dimaksud, Rancangan

Undang-undang pemekaran daerah, maka selanjutnya disampaikan

kepada DPR-RI untuk mendapat persetujuan.

Prosedur diatas menunjukkan bahwa proses pemekaran suatu

daerah tidaklah mudah. Dibutuhkan proses panjang dan rumit

bagi daerah untuk sampai pada tahap memekarkan diri. Selain

adanya tuntutan untuk menjalankan segala bentuk prosedur,

pemekaran daerah juga mesti memenuhi tiga syarat pokok yang

telah disampaikan di awal. Idealnya, syarat dan prosedur yang

tercapai secara beriringan akan mempercepat pemekaran dalam

suatu daerah. Implikasi yang diharapkan dengan adanya

pemekaran daerah yaitu mampu mewujudkan kesejahteraan

masyarakat melalui peningkatan pelayanan di sektor publik.

Sekelumit tentang Kalimatan UtaraProvinsi Kalimantan Utara merupakan provinsi yang baru

dimekarkan pada 25 Oktober 2012. Provinsi baru ini awalnya

merupakan bagian dari Provinsi Kalimantan Timur. Penyebab

dimekarkannya menjadi Provinsi Kalimantan Utara antara lain

karena wilayah Kalimantan Timur saat itu terlalu luas,

sehingga kurang mampu melayani masyarakat kalimantan timur

secara layak dan memadai, sehingga dalam hal ini pelayanan

publik yang telah berlangsung masih belum berjalan dengan baik

akibat dari keadaan geografis yang memang luas. Akhirnya

beberapa kabupaten di wilayah Kalimantan Timur tersebut

dimekarkan menjadi Provinsi Kalimantan Utara. Alasan lainnya

yakni, disebabkan oleh karena kebanyakan masyarakat disana

mencari nafkah di daerah perbatasan antara Indonesia dengan

Malaysia atau secara terang-terangan bekerja di Malaysia.

Mengingat daerah Kalimantan Utara ini merupakan perbatasan

Indonesia dengan Malaysia, akibatnya, masyarakat di wilayah

tersebut sudah sangat akrab dan familiar dengan malaysia.

Parahnya lagi, mereka sebagai warga Negara Indonesia lebih

mengenal ringgit ketimbang rupiah.

Oleh karena itu, pemerintah mengabulkan permintaan

masyarakat di wilayah tersebut untuk dimekarkan, dengan maksud

masyarakat sendiri lebih mandiri dan berdaulat dalam mengelola

dan mencari penghidupan. Hal itu juga didorong karena potensi

alam Kalimantan Utara yang melimpah, seperti minyak, gas, dan

bahan tambang.

Sebab lain yang mendorong masyarakat menuntut dimekarkan

adalah adanya persepsi bahwa selama ini masyarakat berada jauh

dari pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah. Padahal mereka memiliki potensi alam yang

yang selama ini dieksplorasi kekayaannya untuk pembangunan di

luar daerah mereka. Oleh karena itu, kehidupan yang sejahtera

jauh dari masyarakat Kalimantan Utara. Mereka merasa jauh atas

akses ekonomi, pendidikan, bahkan politik. Maka dari itu

setelah berdirinya provinsi baru tersebut, masyarakat sangat

berharap akan adanya perbaikan akses terhadap pelayanan publik

yang baik dan memadai, yang selama ini kurang mereka rasakan.

Sebagai masyarakat yang tinggal di perbatasan mereka kemudian

berharap agar lebih dapat tersentuh oleh aspek-aspek

pertumbuhan ekonomi, akses politik, dan sekolah bisa lebih

diperhatikan dan tepat sasaran. Intinya, masyarakat sangat

berharap agar lebih diperhatikan kesejahteraannya dengan

adanya pemekaran tersebut melalui pengontrolan birokrasi yang

ada.

Signifikasi Pemekaran Daerah Pemekaran daerah yang terjadi di Indonesia nyatanya masih

menyisakan ’kerikil-kerikil’ yang siap menghambat terciptanya

kesejahteraan rakyat. Disebutkan dalam salah satu pidato

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2006 bahwa

pemerintah perlu melakukan penataan kembali mengenai konsep-

konsep pemekaran daerah. Pernyataan presiden yang demikian

juga di dukung fakta bahwa sebagian besar pemekaran daerah

yang dilakukan malah membebani negara dalam hal pendanaannya

(Harmantyo, 2007).

Pendapat presiden tersebut juga di dukung dari hasil

evaluasi yang dilakukan Ditjen Otonomi Daerah, Kementrian

Dalam Negeri (2009) mengenai pertambahan daerah-daerah yang

dimekarkan baik itu kota, kabupaten atau wilayah di Indonesia

terus meningkat sejak 1999-2009. Hingga tahun 2009 kemarin

masih ada sejumlah 20 RUU mengenai pemekaran daerah yang masih

akan dibahas oleh DPR. Pertambahan yang terus meningkat

tersebut ternyata, tidak di barengi dengan pertambahan atau

peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah. Akibatnya,

rakyat menjadi terlantar, pelayanan publik yang tadinya

digadang-gadang bisa terlaksana dalam mekanisme pemekaran

daerah nyatanya tidak terwujud.

Selain menimbulkan pembengkakan biaya bagi anggaran APBN

negara, pemekaran daerah ini juga menimbulkan permasalahan

baru yakni adanya konflik mengenai batas wilayah (keruangan).

Konflik keruangan seperti yang terjadi di kabupaten Mamasa

propinsi Sulawesi Barat, perebutan pulau Berhala antara

propinsi Riau Kepulauan dan propinsi Jambi, perebutan salah

satu pulau di kepulauan Seribu antara propinsi DKI Jakarta dan

propinsi Banten. Berbagai persoalan tersebut merupakan

sebagian permasalahan yang menyangkut pelaksanaan prinsip

desentralisasi/otonomi dan pemekaran daerah (Harmantyo, 2007).

Konflik-konflik yang terjadi di sini terkadang di ikuti dengan

konflik-konflik yang berujung pada adu fisik. Akibatnya,

mengancam keamanan dan ketertiban di daerah, sehingga

masyarakat yang dicita-citakan sejahtera setelah adanya

pemekaran daerah tidak terlaksana seutuhnya.

Sedangkan bagi daerah sendiri, pemekaran daerah tersebut

ternyata malah lebih banyak merugikan perekonomian daerah yang

tidak siap dengan pemekaran. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang

masuk di daerah nyatanya tidak dibarengi dengan penurunan Dana

Perimbangan yang diterima daerah dari Pemerintah Pusat

(Fatmawati, 2011). Dana Perimbangan yang di berikan oleh

Pemerintah Pusat merupakan dana yang di bagikan kepada daerah-

daerah untuk membangun fasilitas-fasilitas publik dan

insfrastruktur di daerah. Dengan demikian, kemandirian daerah

yang seharusnya tercipta setelah adanya pemekaran daerah juga

tidak terwujud. Karena dengan peningkatan bertambahnya Dana

Perimbangan suatu daerah, menunjukkan bahwa daerah masih

membutuhkan suntikan dana dalam upaya pembangunan daerah.

KesimpulanDari pemaparan yang telah dijabarkan tersebut diatas,

maka sudah selayaknya pemekaran daerah disini perlu dikaji

ulang. Kajian ulang mengenai diadakannya pemekaran daerah

disini merupakan akibat dari banyaknya daerah yang telah

dimekarkan sehingga malah membebani Negara dalam hal

pendanaan. Selain itu, pemekaraan daerah sampai saat ini

nyatanya malah menimbulkan konflik-konflik baru seperti

konflik keruangan maupun batas wilayah. Kemudian memang

pemerintah pusat dalam hal ini perlu secara tegas dalam

menentukan daerah mana saja yang berpontensi serta memenuhi

syarat-syarat pemekaran berdasarkan bukti-bukti yang ada

dilapangan. Selain itu, ada baiknya jika pemerintah bisa

memberikan daerah masa ‘percobaan’ terlebih dahulu dalam hal

melaksanakaan pemekaran di daerah.

Referensi

Muh. Tang Abdullah. Menelaah Kebijakan Pemekaran Daerah Di IndonesiaSuatu Perspektif Teori dan Prakte., Spirit Publik Vol 7, No. 1 April2011 Hal. 15-28.

Lay, Cornelis dan Santoso, Purwo (ed.), 2006. Perjuangan MenujuPuncak. Yogyakarta: Program Pascasarjana (S2) Politik Lokal danOtonomi Daerah.

Pratikno. 2006. Politik Kebijakan “Pemekaran Daerah” , dalam

Blue Print Otonomi Daerah Indonesia. M.Z Mubarak, M.A Susilo, dan A.

Pribadi (ed). Jakarta : Yayasan Harkat Bangsa.

Kementrian Dalam Negeri. 2010. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor

21 tahun 2010 Tentang Pedoman Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran Setelah

Berlakunya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Fatmawati. 2011. Faktor-faktor Keberhasilan Pemekaran Wilayah

Kabupaten/Kota di Indonesia. Merupakan Sripsi untuk memenuhi

syarat mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi di Departemen Ilmu

Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institute Pertanian

Bogor

Harmantyo, Djoko. PEMEKARAN DAERAH DAN KONFLIK KERUANGAN: Kebijakan

Otonomi Daerah dan Implementasinya di Indonesia dalam Jurnal MAKARA,

SAINS, VOL. 11, NO. 1, APRIL 2007: 16-22

Undang-Undang

UU No. 19 Tahun 1999

UU No. 32 Tahun 2004

PP No. 129 Tahun 2000

PP No. 78 Tahun 2007

PP No. 72 Tahun 2005

Portal Berita

http://www.depdagri.go.id/news/2010/05/10/syarat-pemekaran-

daerah-diperketat

http://www.radarbangka.co.id/berita/detail/global/9665/

pemekaran-kecamatan-tunggu-2014.html

http://www.dumaipos.com/berita.php?act=full&id=2343&kat=14

http://www.ditjen-otda.depdagri.go.id/index.php/categoryblog/157-rakyat-yang-tentukan

http://www.ditjen-otda.depdagri.go.id/index.php/categoryblog/317-dpr-sahkan-5-daerah-otonom-baru

http://www.antaranews.com/berita/327118/tiga-kecamatan-pemekaran-di-barito-utara-diresmikan

http://nasional.news.viva.co.id/news/read/361625-faktor-malaysia-di-balik-pembentukan-provinsi--kalut-