Sesi 3 Manajemen Perpajakan (Materi Kuliah) Dari Bapak Soni Samiono, SE, M.Si, Ak, CA.
-
Upload
bpbdlandak -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of Sesi 3 Manajemen Perpajakan (Materi Kuliah) Dari Bapak Soni Samiono, SE, M.Si, Ak, CA.
Pajak Penghasilan`
Pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam tahun pajak.
Ps. 1 UU PPh
UU No. 7/1983 Pajak PenghasilanUU No. 7/1991Perubahan PertamaUU No. 10/1994 Perubahan KeduaUU No. 17/2000 Perubahan KetigaUU No. 36/2008 Perubahan Keempat
UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
(stdtd) UU No. 36 Tahun 2008
UU PPh
UU No. 6/1983 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan UU No. 9/1994 Perubahan PertamaUU No. 16/2000 Perubahan KeduaUU No. 28/2007 Perubahan KetigaUU No. 16/2009 Penetapan Perpu No.5 tahun 2008
ttg Perubahan Keempat atas UU No. 6/1983 sebagai UU
UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan (stdtd) UU No. 16 Tahun 2009
UU KUP
Syarat Pengenaan PPh
Subjek Pajak
harusjelas
Objek Pajak
Tarif PajakProsedur
Perpajakannya
UU
PPh
UU PPh &
UU KUP
BAB I KETENTUAN UMUM : Pasal 1BAB II SUBYEK PAJAK : Pasal 2 - Pasal 3BAB III OBYEK PAJAK : Pasal 4 - Pasal 15BAB IV CARA MENGHITUNG PAJAK : Pasal 16 - Pasal 19.BAB V PELUNASAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN :
Pasal 20 - Pasal 27BAB VI PERHITUNGAN PAJAK PADA AKHIR TAHUN :
Pasal 28 - Pasal 31BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN : Pasal 32BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN : Pasal 33 - Pasal 34BAB IX KETENTUAN PENUTUP : Pasal 35 - Pasal 36
SISTEMATIKA UU PPh
PENGHASILAN (Ph )
BIAYA, ZAKAT/ SUMBANGAN KEAGAMAAN
Ph NETO
KOMPENSASI KERUGIAN (KK)
Ph NETO SETELAH KK
PTKP
PhKP OP PhKP BADAN/ BUT
TARIF PS.17 (1)
PPh TERUTANG
KREDIT PAJAK
PPh KURANG (LEBIH) DIBAYAR
SUBJEK PAJAK
Orang yang dituju oleh Undang-undang untuk dikenakan pajak
R. Mansury (Pajak Penghasilan Lanjutan: 1996 hal. 33-34)
Orang tersebut merupakan pihak-pihak yang dituju oleh UU untuk dikenakan pajak, bisa Orang Pribadi dan Badan
(termasuk BUT)
Pihak yang menjadi sasaran atau yang dimaksud oleh Undang-undang untuk membayar pajak atau memikul beban
pajak.Muda Markus & Lalu Hendry Yujana (Pajak Penghasilan, Petunjuk Umum Pemajakan Bulanan dan Tahunan Berdasarkan UU Terbaru: 2002 hal. 19)
SUBJEK
PAJAK
Yang Menjadi Subjek Pajak
a. 1. orang pribadi 2. warisan yang belum terbagi
sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
b. badan
c. bentuk usaha tetap
Ps. 2(1) UU PPh
sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Ps. 2(1)b UU PPh
Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama
Setiap unit tertentu dari badan Pemerintah, misalnya lembaga, badan, dsb. yg dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yg menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan subjek pajak.
Badan
Subjek Pajak DalamNegeri
a. OP yg bertempat tinggal di Indonesia
OP yg berada di Indonesia >183 hari dlm jk wkt 12 bl
OP yg dlm th pajak berada di Indonesia dan berniat bertp tinggal di Indonesia
b. badan yg didirikan/ bertp kedudukan di Indonesia kecuali unit ttt dari badan pemerintah yg memenuhi kriteria ttt
c. warisan yg belum terbagi, sebagai satu kesatuan menggantikan yg berhak
Ps. 2(3) UU PPh
1. pembentukannya bds ketentuan peraturan perundang-undangan;
3. penerimaannya dimasukkan dlm anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
Ps. 2(3) UU PPh
Kriteria Unit
Badan Peme-rintah yang
Bukan SP
b
2. pembiayaannya bersumber dr APBN/APBD;
Subjek Pajak Luar
Negeri
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia
orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
Ps. 2(4) UU PPh
yang menjalankan
usaha/ melakukan
kegiatan melalui BUT di
Indonesia
yg dapat menerima/
memperoleh Ph dr Indonesia
tidak dr menjalankan
usaha/ melakukan
kegiatan melalui BUT di
Indonesia
a.
b.
Orang Pribadi yang Bertempat Tinggal di Indonesia Yaitu Orang pribadi yang:a. mempunyai tempat tinggal (place of residence) di Indonesia
yang digunakan oleh orang pribadi sebagai tempat untuk:1) berdiam (permanent dwelling place), yang tidak bersifat sementara dan
tidak sebagai tempat persinggahan,2) melakukan kegiatan sehari-hari atau menjalankan kebiasaanya (ordinary
course of life),3) tempat menjalankan kebiasaan (place of habitual abode), atau
b. mempunyai tempat domisili (place of domicile) di Indonesia, yaitu orang pribadi yang dilahirkan di Indonesia yang masih berada di Indonesia.
Pasal 7 Ayat (1) PER-43/PJ/2011
Berada di Luar Negeri dan Dianggap Tidak Bertempat Tinggal di IndonesiaOrang pribadi WNI yg berada di LN dianggap tidak bertempat tinggal di Indonesia apabila bertempat tinggal tetap di LN yg dibuktikan dengan salah satu dokumen tanda pengenal resmi yg masih berlaku sebagai penduduk di LN, yaitu:
• Green Card,• identity card,• student card,• pengesahan alamat di luar negeri pada paspor oleh Kantor
Perwakilan RI di LN,• surat keterangan dari Kedutaan Besar RI atau Kantor
Perwakilan RI di luar negeri, atau• tertulis resmi di paspor oleh Kantor Imigrasi negara setempat.
Pasal 8 Ayat (2) PER-43/PJ/2011
Subjek Pajak Orang Pribadi Dianggap Mempunyai Niat Untuk Bertempat Tinggal Di IndonesiaSubjek Pajak orang pribadi dianggap mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia sdd Pasal 3 ayat (1) huruf a angka 3) dalam hal:a. Subjek Pajak orang pribadi menunjukkan niatnya secara tegas untuk
bertempat tinggal di Indonesia, yang dapat dibuktikan dengan dokumen berupa:1) Visa bekerja, atau2) Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS),lebih dari 183 hari hari atau kontrak/perjanjian untuk melakukan pekerjaan, usaha, atau kegiatan yang dilakukan di Indonesia selama lebih 183 hari.
b. Subjek Pajak orang pribadi melakukan tindakan yang menunjukkan bahwa dirinya akan bertempat tinggal di Indonesia atau bersiap untuk bertempat tinggal di Indonesia, seperti menyewa atau mengontrak tempat, termasuk menyewa tempat tinggal di Indonesia, memindahkan anggota keluarga atau memperoleh tempat yang disediakan oleh pihak lain.
Pasal 11 PER-43/PJ/2011
Pasal 12 PER-43/PJ/2011(1) Orang pribadi yg merupakan WNI yang bekerja di luar negeri lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan merupakan subjek pajak luar negeri.
(2) Orang pribadi sdp ayat (1) tetap merupakan subjek pajak dalam negeri apabila tidak memiliki atau tidak dapat menunjukkan salah satu dokumen tanda pengenal resmi yang masih berlaku sebagai penduduk di luar negeri sdd Pasal 8 ayat (2).
(3) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi sdp ayat
(1) sehubungan dengan pekerjaannya di luar Indonesia dan penghasilannya bersumber dari luar Indonesia, tidak dikenai Pajak Penghasilan di Indonesia.
(4) Dalam hal orang pribadi sdp ayat (1) menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia, penghasilan tersebut dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku.
Subjek Pajak Badan yang Didirikan Di Indonesia
Subjek Pajak badan yg didirikan di Indonesia sdd Pasal 3 ayat
(1) huruf b adalah badan sdd UU No.6 Th 1983 tentang KUP stdtd UU No. 16 Th 2009, tidak termasuk BUT, yang pendirian atau pembentukannya:a. berdasarkan ketentuan perundang-undangan di Indonesia,b. didaftarkan di Indonesia berdasarkan ketentuan perundang-undangan di
Indonesia, atauc. di dalam wilayah hukum Indonesia.
Pasal 14 PER-43/PJ/2011
Badan yang Bertempat Kedudukan di Indonesia (1) Badan yg bertempat kedudukan di Indonesia sdd Pasal 3
ayat (1) huruf b adalah Subjek Pajak badan yang:a. mempunyai tempat kedudukan berada di Indonesia sebagaimana
tercantum dalam akta pendirian badan, b. mempunyai kantor pusat di Indonesia,c. mempunyai tempat kedudukan pusat administrasi dan/atau pusat
keuangan di Indonesia, d. mempunyai tempat kantor pimpinan yang berada di Indonesia yang
melakukan pengendalian, e. pengurusnya melakukan pertemuan di Indonesia untuk membuat
keputusan strategis, atau f. pengurusnya bertempat tinggal atau berdomisili di Indonesia.
(2)Tempat kedudukan badan sebagaimana dimaksud ayat (1) ditentukan berdasarkan keadaan atau kenyataan yang sebenarnya.
Pasal 15 PER-43/PJ/2011
BENTUK USAHA TETAP (BUT)
bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yg tidak bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia
untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia
Ps. 2(5) UU PPh
BE NTUK
USAHA
TETAP
a. tempat kedudukan manajemen b. cabang perusahaan
c. kantor perwakilan
e. pabrik
g. gudang
i. pertambangan dan penggalian sumber alam
k. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan,atau
kehutanan
m. pemberian jasa dlm bentuk apa pun oleh pegawai /orang
lain, sepanjang dilakukan lebih dr 60 hari dlm jk waktu 12 bln
d. gedung kantor
f. bengkel
h. ruang untuk promosi dan penjualan
j. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
l. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan
n. Orang/badan yg bertindak selaku agen yg kedudukannya
tidak bebas
p. komputer, agen elektronik/ peralatan otomatis yg dimiliki, disewa/digunakan o/ penye-
lenggara transaksi elektronik u/ menjalankan kegiatan usaha
melalui internet
o. agen / pegawai dr prsh asuransi yg tidak didirikan dan
tidak bertp kedudukan di Indonesia yg menerima premi asuransi/menanggung risiko di
Indonesia
Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan
dengan subjek pajak badan.
Ps. 2(1a) UU PPh
URAIAN WP DALAM NEGERI WP LUAR NGERI1.
2.
3.
4.
RUANG LINGKUP PENGHASILAN YANG DAPAT DI- KENAKAN PAJAK
DASAR PENGENA AN PAJAK
TARIF
SPT TAHUNAN
PENGHASILAN YANG DI-TERIMA ATAU DIPER- OLEH DARI INDONESIA MAUPUN DARI LUAR INDONESIA
PENGHASILAN NETO
TARIF UMUM
WAJIB MENYAMPAIKAN SPT TAHUNAN
PENGHASILAN YG BERASAL DARI SUM- BER PENGHASILAN DI INDONESIA
PENGHASILAN BRUTO
TARIF SEPADAN
TIDAK WAJIB ME- NYAMPAIKAN SPT TAHUNAN
PERBEDAAN PERLAKUAN PAJAK ANTARA WP DN DENGAN WP LN
KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI
ORANG PRIBADIMULAI : SAAT DILAHIRKAN SAAT BERADA ATAU BERNIAT TINGGAL DI INDONESIABERAKHIR : SAAT MENINGGAL DUNIA MENINGGALKAN INDONESIA UNTUK SELAMANYA
BADANMULAI : SAAT DIDIRIKAN/BERTEMPATKEDUDUKAN DI INDONESIABERAKHIR : SAAT DIBUBARKAN ATAU TIDAK LAGI
BERTEMPATKEDUDUKAN DI INDONESIA
Pasal 2A UU PPh
KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI
SELAIN BUTMULAI :• SAAT MENERIMA/MEMPEROLEH PENGHASILAN DARI INDONESIABERAKHIR :• SAAT TIDAK LAGI MENERIMA/MEMPEROLEH PENGHASILAN DARI
INDONESIA
BUTMULAI :• SAAT MELAKUKAN USAHA/KEGIATAN MELALUI BUT DI INDONESIABERAKHIR :• SAAT TDK LAGI MENJALANKAN USAHA/KEGIATAN MELALUI BUT DI
INDONESIA.
Pasal 2A UU PPh
KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIFSUBJEK PAJAK DN : WARISAN YG BELUM TERBAGI
MULAI :• SAAT TIMBULNYA WARISAN
BERAKHIR : • SAAT WARISAN SELESAI DIBAGIKAN
Pasal 2A UU PPh
BUKAN
SUBJEK
PAJAK
Ps. 3 UU PPh
a. kantor perwakilan negara asing
b. pejabat2 perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat2 lain dr negara asing dan orang2 yg diperbantukan kpd mereka yg bekerja pada dan bertp tinggal ber-sama2 mereka dg syarat:
c. organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
d. pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c, dengan syarat
bukan WNI dan di Indonesia tidak menerima/memperoleh Ph di luar
jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara ybs memberikan perlakuan timbal balik
1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan2. tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.
bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Ps. 3(2) UU PPhPMK no. 215/PMK.03/2008 stdd PMK no. 15/PMK.03/2010
Organisasi-Organisasi Internasional yang Tidak Termasuk Subjek Pajak
Ada 4 kelompok:1. Badan-Badan Internasional dari PBB (ada 29)
2. Kerjasama Tehnik (ada 28)3. Kerjasama Kebudayaan (ada 4)4. Organisasi-Organisasi Internasional lainnya
(ada 63)
OBJEK PAJAK
Penghasilan
setiap tambahan kemampuan ekonomis yg diterima atau diperoleh WP baik yg berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia yg dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan WP yg bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Konsep Penghasilan dalam arti luas
Ps.4(1) UU PPh
PENGHASILAN
Dikenakan Pajak dengan Tarif Umum/Tarif Ps.17(1)
Dikenakan Pajak dengan Tarif Khusus dan Bersifat
Final
Objek Pajak
Dikecuali-kan dari /
Bukan Objek Pajak
Tidak digabungkan dengan
Penghasilan yang dikenakan Pajak
dengan Tarif Umum
PENGHASILAN (Ph) BRUTO
PENGELUARAN/BIAYA
Ph-OP Non Final
Ph-OP Final Ph-BOP
terkait terkaitterkait
Boleh Dikurangkan (Ps.6(1) UU PPh)
Tidak Boleh Dikurangkan(PP 94/2010)
Tidak boleh dikurangkan berdasarkan
Ps. 9(1) UU PPhdan Peratutan
Pelaksanaan lainnya
Pengeluaran yg mempunyai
masa manfaat tidak lebih dari
1 tahun
Pengeluaran yg mempunyai
masa manfaat lebih dari 1
tahun
Biaya tahun
ybs.
Pembebanannya melalui
penyusutan/ amortisasi
Penjelasan Ps. 6 (1) UU PPh
PENGHASILAN
Sumber Penggunaan
dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan
pekerjaan bebas
dari usaha dan kegiatan
dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak
gerak
lain-lain
konsumsi
menambah kekayaan Wajib Pajak
Penjelasan Ps.4(1) UU PPh
semua jenis Ph yg diterima atau diperoleh dlm suatu th pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak.
UU PPh Menganut Pengertian Penghasilan yg Luas
Untuk menghitung PPh
apabila suatu jenis Ph dikenai pajak dgn tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari obyek pajak, maka Ph tsb tidak boleh digabungkan dgn Ph lain yg dikenai tarif umum.
apabila dlm satu th pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, kerugian tsb dikompensasikan dgn Ph lainnya (kompensasi horizontal), kecuali kerugian yg diderita di luar negeri.
Penjelasan Ps.4(1) UU PPh
Contoh-Contoh Penghasilan
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam UU PPh
c. laba usaha
Ps. 4(1) UU PPh
1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal
3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dgn nama dan dalam bentuk apa pun
Ps. 4(1) UU PPh: Penghasilan
2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yg diberikan kpd keluarga sedarah dlm garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yg menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan PMK (PMK No. 245/PMK.03/ 2008 tgl 31-12-2008), sepanjang tidak ada hubungan dgn usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak ybs.
5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dlm pembiayaan, atau permodalan dlm perusahaan pertambangan
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan hartatermasuk:
e. penerimaan kembali pembayaran pajak yg telah dibebankan sbg biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak
f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang
Ps. 4(1) UU PPh: Penghasilan
Ps. 4(1) UU PPh : Penghasilan
g. dividen, dgn nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian SHU koperasi
1) pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun;
2) pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
3) pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham; (ada pengecualian berdas. PP 94/2010)
4) pembagian laba dalam bentuk saham;5) pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa
penyetoran;6) jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima
atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;
Termasuk Pengertian Dividen
7) pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;
8) pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;
9) bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;10) bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;11) pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;12)pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham
yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Termasuk Pengertian Dividen
Tidak Termasuk Pengertian Dividen(Ps. 2 PP 94/2010)
Objek pajak berupa dividen sdd Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh tidak termasuk pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari:a. kapitalisasi agio saham kepada pemegang saham yang telah
menyetor modal atau membeli saham di atas harga nominal, sepanjang jumlah nilai nominal saham yang dimilikinya setelah pembagian saham bonus tidak melebihi jumlah setoran modal; dan
b. kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) UU PPh.
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dgn penggunaan harta
h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak
j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dgn jumlah tertentu yg ditetapkan dengan PP (PP 130 Tahun 2000 tgl 15-12-2000)
Ps. 4(1) UU PPh : Penghasilan
Ps. 4(1) UU PPh: Penghasilan
e. Kerugian selisih kurs mata uang asingPs. 6(1) UU PPh: Boleh dikurangkan
l. keuntungan selisih kurs mata uang asing
p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak
m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
n. premi asuransi
o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
q. penghasilan dari usaha berbasis syariah
r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam UU KUP
s. surplus Bank Indonesia
Ps. 4(1) UU PPh: Penghasilan
Penghasilan yg Dikecualikan dari Objek Pajak
a.1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yg diterima oleh badan amil zakat atau lembaga
amil zakat yg dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yg diterima oleh penerima zakat yg berhak atau
sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yg diterima oleh lembaga keagamaan yg dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yg diterima oleh penerima sumbangan yg berhak,
yg ketentuannya diatur dgn atau berdasarkan PP (PP 18/2009 tgl 09-02-2009); dan
Ps. 4(3) UU PPh
Penghasilan yg Dikecualikan dari Objek Pajak
a.2. harta hibahan yg diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yg menjalankan usaha mikro dan kecil, yg ketentuannya diatur dgn atau berdasarkan PMK (PMK no. 245/PMK.03/2008 tgl 31 Des 2008)
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak ybs;
b. warisan;c. harta termasuk setoran tunai yg diterima oleh badan sdd
Ps. 2(1)b UU PPh sbg pengganti saham atau sbg pengganti penyertaan modal;
Ps. 4(3) UU PPh
Penghasilan yg Dikecualikan dari Objek Pajak
d. penggantian atau imbalan sehub. dgn pekerjaan atau jasa yg diterima atau diperoleh dlm bentuk natura dan/atau kenikmatan dari WP atau Pemerintah, kecuali yg diberikan oleh bukan WP, WP yg dikenakan pajak secara final atau WP yg menggunakan norma penghitungan khusus
(deemed profit) sdd Ps. 15 UU PPh;e. pembayaran dr perusahaan asuransi kpd orang pribadi
sehub. dgn asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
Ps. 4(3) UU PPh
Penghasilan yg Dikecualikan dari Objek Pajak
f. dividen atau bagian laba yg diterima atau diperoleh PT sbg WPDN, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pd badan usaha yg didirikan dan bertempat kedudukan di Ind. dgn syarat:1. dividen berasal dari cadangan laba yg ditahan; dan2. bagi PT, BUMN dan BUMD yg menerima dividen,
kepemilikan saham pada badan yg memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yg disetor;
g. iuran yg diterima atau diperoleh dana pensiun yg pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yg dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
Ps. 4(3) UU PPh
Penghasilan yg Dikecualikan dari Objek Pajak
h. Ph dr modal yg ditanamkan oleh dana pensiun sbgmana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yg ditetapkan dgn KMK (PMK No. 234/PMK.03/2009 tgl 29 Des 2009);
i. bagian laba yg diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yg modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
j. dihapus;
Ps. 4(3) UU PPh
PMK No. 234/PMK.03/2009Ph yg diterima atau diperoleh dana pensiun yg pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan dari penanaman modal berupa:a. bunga, diskonto, dan imbalan dari deposito, sertifikat deposito, dan
tabungan, pada bank di Indonesia yg melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah, serta SBI;
b. bunga, diskonto, dan imbalan dari obligasi, obligasi syariah (sukuk), Surat Berharga Syariah Negara, dan Surat Perbendaharaan Negara, yang diperdagangkan dan/atau dilaporkan perdagangannya pada bursa efek di Indonesia; atau
c. dividen dari saham pada perseroan terbatas yang tercatat pada bursa efek di Indonesia,
dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan.
Pasal 1
Penghasilan yg Dikecualikan dari Objek Pajak
k. penghasilan yg diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yg didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dgn syarat badan pasangan usaha tersebut:1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang
menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yg diatur dgn atau berdasarkan PMK (KMK No. 250/KMK.04/1995 tgl 2 Juni 1995); dan
2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Ind.;l. beasiswa yg memenuhi persyaratan ttt yg ketentuannya diatur
lebih lanjut dgn atau berdasarkan PMK (PMK no.246/ PMK.03/2008 tgl 31-12-2008 stdd PMK no.154/PMK.03/2009 tgl 30-09-2009);
Ps. 4(3) UU PPh
PMK No.246/PMK.03/2008 stdd PMK No.154/PMK.03/2009
Pasal 1(1) Atas Ph berupa beasiswa yg diterima atau diperoleh WNI dari WP
pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal dan/atau pendididikan nonformal yg dilaksanakan di DN dan/atau di LN dikecualikan dari objek PPh.
(1a) Pendidikan formal sdp ayat (1) adalah jalur pendidikan yg terstruktur dan berjenjang yg terdiri atas tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
(1b) Pendidikan nonformal sdp ayat (1) adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
(2) Ketentuan sdp pada ayat (1) tidak berlaku apabila penerima beasiswa mempunyai hubungan istimewa dengan Pemilik, Komisaris, Direksi atau Pengurus dari Wajib Pajak pemberi beasiswa.
Penghasilan yg Dikecualikan dari Objek Pajak
m. sisa lebih yg diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yg bergerak dlm bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yg telah terdaftar pada instansi yg membidanginya, yg ditanamkan kembali dlm bentuk sarana dan prasarana
kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dlm jk wkt paling lama 4 th sejak diperolehnya sisa lebih tsb., yg ketentuannya diatur lebih lanjut dgn atau berdasarkan PMK (PMK no. 80/PMK.03/2009 tgl 22-04-2009);
n. bantuan atau santunan yg dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kpd WP ttt, yg ketentuannya diatur lebih lanjut dgn atau berdasarkan PMK (PMK No. 247/PMK.03/2008 tgl 31-12-2008).
Ps. 4(3) UU PPh
PMK No. 80/PMK.03/2009 Pasal 1(1) Sisa lebih yg diperoleh badan atau lembaga nirlaba yg ditanamkan kembali
dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan yg diselenggarakan bersifat terbuka kepada pihak manapun, dalam jangka waktu paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tsb dikecualikan sebagai objek PPh.
(2) Sisa lebih sdp ayat (1) adalah selisih dari seluruh penerimaan yg merupakan objek PPh selain penghasilan yang dikenakan PPh tersendiri, dikurangi dengan pengeluaran untuk biaya operasional sehari-hari badan atau lembaga nirlaba.
(3) Badan atau lembaga nirlaba sdp ayat (1) adalah badan atau lembaga nirlaba yg bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yg telah terdaftar pada instansi yang membidanginya.
PMK No. 80/PMK.03/2009 Pasal 1(4) Sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan sdp ayat (1) meliputi: a. pembelian atau pembangunan gedung dan prasarana pendidikan,
penelitian dan pengembangan termasuk pembelian tanah sebagai lokasi pembangunan gedung dan prasarana tersebut;
b. pengadaan sarana dan prasarana kantor, laboratorium dan perpustakaan;
c. pembelian/pembangunan asrama mahasiswa, rumah dinas guru, dosen atau karyawan, dan sarana prasarana olahraga, sepanjang berada di lingkungan/lokasi lembaga pendidikan formal.
PMK No. 247/PMK.03/2008 Pasal 1Bantuan atau santunan yg dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu dikecualikan dari Objek PPh.Pasal 2Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sdd Pasal 1 meliputi :a. Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(JAMSOSTEK);b. Perusahaan Perseroan (Persero) Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri
(TASPEN);c. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (ASABRI);d. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES);
dan/ataue. badan hukum lainnya yang dibentuk untuk menyelenggarakan Program
Jaminan Sosial.
PMK No. 247/PMK.03/2008 Pasal 3Wajib Pajak tertentu sdd Pasal 1 adalah :a. Wajib Pajak atau anggota masyarakat yang tidak mampu;b. Wajib Pajak atau anggota masyarakat yang sedang mengalami bencana
alam; dan/atauc. Wajib Pajak atau anggota masyarakat yang tertimpa musibah.
Objek Pajak BUTa. penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap
tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai;b. penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan,
penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia;
c. penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.
Ps. 5(1) UU PPh
Biaya-biaya yang berkenaan dengan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c boleh dikurangkan dari penghasilan bentuk usaha tetap.
Ps. 5(2) UU PPh
PENGHASILANBUT DARI
- USAHA/KEGIATAN BUT- HARTA YANG DIMILI KI /
DIKUASAI BUT
PENGHASILAN KANTOR PUSAT DARI
- USAHA / KEGIATAN- PENJUALAN
BARANG-BARANG- PEMBERIAN JASA
YG SEJENIS DGN YG DILAKUKAN BUT DI INDONESIA
PENGHASILAN YG TSB DLM PS.26 YG DITE- RIMA /DIPEROLEH KANTOR
PUSAT
DI INDONESIA
SEPANJANG ADA HUBUNGAN EFEKTIF ANTARA BUT DGN HARTA/KEGIATAN YG MEMBERI KAN PENGHASILAN
OBJEK PAJAK BUT Pasal 5 ayat (1)
a.
c.
b.
OBJEK BUT Ps.5(1)b UU PPh
BANK DI LUAR
INDONESIA
BANK BUT DI INDONESIA
PT. A DI INDONESIA PINJAMAN
BUNGA
PT. B DI INDONESIA
PINJAMAN
PENGHASILAN DARI USAHA YG SEJENIS DGNYG DILAKUKAN BUT DI INDONESIA
BUNGA
OBJEK BUT PS.5(1)c
JASA MANAJEMEN;JASA PEMASARAN;
JASA PRODUKSI
PERJANJIAN/ LISENSIPENGGUNAAN MERK “X Inc”
X. Inc DI LUARINDONESIA BUT
DI INDONESIA
PT. Y DI INDONESIA
ROYALTI
HUBUNGAN EFEKTIF ANTARA BUT DGN HARTA/KEGIATAN YG MEMBERIKAN PENGHASILAN
Dalam Menentukan Besarnya Laba Suatu Bentuk Usaha Tetap: a. biaya administrasi kantor pusat yg diperbolehkan untuk
dibebankan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT, yg besarnya ditetapkan oleh Dirjen Pajak (KEP-62/PJ./1995 tgl 24-7-1995);
b. pembayaran kpd kantor pusat yg tidak diperbolehkan dibebankan sbg biaya adalah: 1) royalti atau imbalan lainnya sehubungan penggunaan harta,
paten, atau hak-hak lainnya;2) imbalan sehubungan dgn jasa manajemen dan jasa lainnya;3) bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha
perbankan;c. pembayaran sebagaimana tsb pada huruf b yg diterima atau
diperoleh dari kantor pusat tidak dianggap sbg Objek Pajak, kecuali bunga yg berkenaan dgn usaha perbankan.
Ps. 5(3) UU PPh
PENGHITUNGAN PPh PASAL 26 AYAT (4)
Dalam menghitung PPh sdd Ps. 26 ayat (4) UU PPh, terhadap BUT yg terutang PPh pada suatu tahun pajak,
kerugian fiskal tidak dapat dikompensasikan lagi dgn PhKP setelah dikurangi dgn PPh.
Ps. 22 PP 94/2010
Contoh:Ph neto komersial BUTdi Ind. th 2009 sebesar Rp16.000.000.000 dan penyesuaian fiskal positif sebesar Rp1.500.000.000. Sisa kerugian th sebelumnya yg masih dapat dikompensasikan dalam tahun 2009 sebesar Rp7.500.000.000.
Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 17 dan Pasal 26 ayat (4) sebagai berikut:Uraian PPh Pasal 17 PPh Pasal 26 (4)Penghasilan Neto Komersial 16.000.000.000 Penyesuaian Fiskal Positif 1.500.000.000 Penghasilan Neto Fiskal 17.500.000.000 Kompensasi Kerugian 7.500.000.000 Penghasilan Kena Pajak (PhKP) 10.000.000.000 PPh Badan Terutang 28% 2.800.000.000 PhKP setelah dikurangi pajak 7.200.000.000PPh Pasal 26 (4) = 20% 1.440.000.000
Dalam menghitung PPh Ps. 26 ayat (4), kompensasi kerugian sebesar Rp7.500.000.000 tsb tidak boleh diperhitungkan sebagai pengurang PhKP setelah dikurangi pajak (Rp7.200.000.000,00).
Ps. 22 PP 94/2010
PELUNASAN PPh PASAL 26 AYAT (4)
(1) PPh yg terutang dari PhKP sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia sdd Pasal 26 ayat (4) UU PPh harus dibayar lunas sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan.
(2) Dalam hal WP BUT memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh sdp ayat (1), PPh yg terutang berdasarkan penghitungan sementara harus dibayar lunas sebelum penyampaian pemberitahuan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh.
Ps. 23 PP 94/2010
Sesuai dengan ketentuan Ps. 3 ayat (3) UU KUP, batas akhir penyampaian SPT Tahunan PPh bagi Wajib Pajak badan adalah paling lama 4 bulan setelah akhir Tahun Pajak. Dengan demikian, pelunasan PPh yg terhutang harus dilakukan sebelum batas akhir penyampaian SPT Tahunan tsb.
PENGHASILAN (Ph) BRUTO
PENGELUARAN/BIAYA
Ph-OP Non Final
Ph-OP Final Ph-BOP
terkait terkaitterkait
Boleh Dikurangkan (Ps.6(1) UU PPh)
Tidak Boleh Dikurangkan(PP 94/2010)
Tidak boleh dikurangkan berdasarkan
Ps. 9(1) UU PPh dan ketentuan lainnya
Ph-OP NPPN/NPK
terkait
Pengeluaran yg mempunyai
masa manfaat tidak lebih dari
1 tahun
Pengeluaran yg mempunyai
masa manfaat lebih dari 1
tahun
Biaya tahun
ybs.
Pembebanannya melalui
penyusutan/ amortisasi
Penjelasan Ps. 6 (1) UU PPh
BIAYA
3M
Ph
NON
FINAL
a. Terkait dg kegiatan usaha baik secara langsung/tidak langsung
h. Piutang yg nyata-nyata tidak dapat ditagih dgn syarat ttt
b. Penyusutan dan amortisasi sdd Ps. 11 & 11A UU PPh
c. Iuran kepada Dana Pensiun yg pendiriaannya disahkan MenKeu d. Kerugian krn penjualan/
pengalihan harta yg dimiliki dan digunakan/dimiliki untuk 3M Ph e. Kerugian selisih kurs mata
uang asing
i. Sumbangan dlm rangka penanggulangan bencana
nasional
f. Biaya litbang perusahaan yg dilakukan di Indg. Biaya beasiswa, magang, dan
pelatihan
j. Sumbangan dlm rangka penelitian dan pengembangan
yang dilakukan di Ind k. Biaya pembangunan
infrastruktur sosial
m. Sumbangan dlm rangka pembinaan olah raga
l. Sumbangan fasilitas pendidikan
BIAYA BOLEH DIKURANGKAN BAGI WP DN & BUT(Ps. 6 Ayat (1) UU PPh
Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dgn kegiatan usahaantara lain:1. biaya pembelian bahan;2. biaya berkenaan dgn pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,
honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
3. bunga, sewa, dan royalti;4. biaya perjalanan;5. biaya pengolahan limbah;6. premi asuransi;7. biaya promosi dan penjualan yg diatur dgn atau berdasarkan
PMK (PMK No. 02/PMK.03/2010) tgl 08-01-2010 mb-s 01-01-2009);
8. biaya administrasi; dan9. pajak kecuali Pajak Penghasilan.
PAJAK MASUKAN YG TIDAK DAPAT DIKREDITKAN
(1) Pajak Masukan yg tidak dapat dikreditkan sdd Ps. 9 ayat (8) UU PPN dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sepanjang dapat dibuktikan Pajak Masukan tsb:a. benar-benar telah dibayar; danb. berkenaan dgn pengeluaran yg berhubungan dgn
kegiatan untuk 3M penghasilan. (2) Pajak Masukan yg dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto sdp ayat (1) sehubungan dgn pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan/atau harta tidak berwujud serta biaya lainnya yg mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun sdd Ps. 11 dan Ps. 11A UU PPh, harus dikapitalisasi dgn pengeluaran atau biaya tsb dan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi.
Ps. 10 PP 94/2010
Dana Pensiun A yg pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan memperoleh penghasilan bruto yg terdiri dari:a. penghasilan yg bukan merupakan objek pajak Rp100.000.000sesuai dgn Pasal 4 ayat (3) huruf h UU PPh b. penghasilan bruto lainnya (tidak final) Rp300.000.000 (+)
Jumlah penghasilan bruto Rp400.000.000
Apabila seluruh biaya adalah sebesar Rp 200.000.000, berapa biaya yg boleh dikurangkan untuk 3M penghasilan ?
Biaya yang boleh dikurangkan untuk 3M penghasilan adalah sebesar 3/4 x Rp200.000.000 = Rp150.000.000.
Bunga atas pinjaman yg dipergunakan untuk membeli saham tidak dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang dividen yg diterimanya tidak merupakan objek pajak sdd Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh.
Bunga pinjaman yg tidak boleh dibiayakan tsb. dapat dikapitalisasi sebagai penambah harga perolehan saham.
Pengeluaran-pengeluaran yg dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus dilakukan dalam batas-batas yg wajar sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yg baik.
Apabila pengeluaran yg melampaui batas kewajaran dipengaruhi oleh hubungan istimewa, jumlah yg melampaui batas kewajaran tsb. tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
Mengenai pengeluaran untuk promosi perlu dibedakan antara biaya yg benar-benar dikeluarkan untuk promosi dan biaya yg pada hakikatnya merupakan sumbangan.
Pajak-pajak yg menjadi beban perusahaan dalam rangka usahanya selain PPh, misalnya PBB, BM, Pajak Hotel, dan Pajak Restoran, dapat dibebankan sebagai biaya.
BIAYA PROMOSI
Biaya Promosi adalah bagian dari biaya penjualan yg dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk baik langsung maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan.
PMK No. 02/PMK.03/2010
BIAYA PROMOSI
Besarnya Biaya Promosi yg dapat dikurangkan dari penghasilan bruto merupakan akumulasi dari jumlah :a. biaya periklanan di media elektronik, media
cetak, dan/atau media lainnya;b. biaya pameran produk;c. biaya pengenalan produk baru;dan/ataud. biaya sponsorship yg berkaitan dgn promosi produk.
PMK No. 02/PMK.03/2010
a. Pemberian imbalan berupa uang dan/atau fasilitas, dengan nama dan dalam bentuk apapun, kepada pihak lain yang tidak berkaitan langsung dengan penyelenggaraan kegiatan promosi.
b. Biaya Promosi untuk 3M penghasilan yg bukan merupakan objek pajak dan yg telah dikenai pajak bersifat final.
Tidak Termasuk Biaya Promosi
PMK No. 02/PMK.03/2010
Dalam hal promosi dilakukan dalam bentuk pemberian sampel produk, besarnya biaya yg dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar harga pokok sampel produk yg diberikan, sepanjang belum dibebankan dalam perhitungan harga pokok penjualan.
Biaya promosi yg dikeluarkan kepada pihak lain dan merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan wajib dilakukan pemotongan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
BIAYA PROMOSI
PMK No. 02/PMK.03/2010
Wajib Pajak wajib membuat daftar nominatif atas pengeluaran Biaya Promosi yg dikeluarkan kepada pihak lain.
Daftar nominatif paling sedikit harus memuat data penerima berupa nama, NPWP, alamat, tanggal, bentuk dan jenis biaya, besarnya biaya, nomor bukti pemotongan dan besarnya PPh yg dipotong.
Daftar nominatif dibuat sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran PMK ini.
Daftar nominatif dilaporkan sebagai lampiran saat Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan.
Dalam hal persyaratan tsb. di atas tidak dipenuhi, Biaya Promosi tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
BIAYA PROMOSI
PMK No. 02/PMK.03/2010
No. UrutData Penerima: Nama NPWP Alamat Tanggal Bentuk dan Jenis Biaya Jumlah (Rp) KeteranganPemotongan PPh Jumlah PPh Nomor Bukti Potong
Tempat, Tanggal, Tanda Tangan dan Nama Wajib Pajak yang menandatangani
DAFTAR NOMINATIF BIAYA PROMOSI
Pengeluaran Berupa Pembayaran di Muka misalnya sewa untuk beberapa
tahun yang dibayar sekaligus, pembebanannya dapat dilakukan
melalui alokasi.
87
JAMSOSTEK
JPKJKK JKM JHT
=
PREMI ASURANSI
KARYAWAN KARYAWAN PEMBERI KERJA
=
IPEN-DP (MK)
Penghasilan Objek
Pph Pasal 21
Pengenaan PPh-nya
ditangguhkanBoleh Dikurangkan
SE-02/PJ.31/1996, 5-Jun-96
Dibayar pemberi kerja Dibayar pemberi kerja
Iuran Pensiun/JHT, JPK, JKK, JKM Iuran pensiun yg dibayarkan kepada dana pensiun yg
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan JHT yg dibayarkan kepada PT Jamsostek oleh WP Orang Pribadi boleh dikurangkan dari penghasilan bruto WP Orang Pribadi tsb.
JPK, JKK, JKM yg dibayarkan kepada PT Jamsostek/premi asuransi kesehatan, premi asuransi kecelakaan, premi asuransi jiwa, premi asuransi beasiswa dan premi asuransi dwiguna yg dibayarkan oleh WP Orang Pribadi tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto WP Orang Pribasi tsb. kecuali dibayarkan oleh pemberi kerja dan premi tsb. merupakan penghasilan bagi karyawan/orang pribadi tsb.
Kerugian karena Penjualan/ Pengalihan Harta Boleh dikurangkan:
Kerugian karena penjualan/pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan/3M penghasilan.
Tidak boleh dikurangkan:Kerugian karena penjualan/pengalihan harta yang dimiliki tetapi tidak digunakan dalam perusahaan/3M penghasilan.
Kerugian Selisih Kurs Mata Uang Asing
Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang
dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi
Keuangan yang berlaku di Indonesia.
Biaya Penelitian dan Pengembangan yang Dilakukan di Indonesia
Yang dimaksud dgn biaya penelitian dan pengembangan adalah biaya yg nyata-nyata dikeluarkan untuk pengembangan produksi (product development), serta biaya untuk meningkatkan efisiensi perusahaan termasuk teknologi untuk pengembangan proses (process technology).
KMK No. 769/KMK.04/1990
Pembebanan biaya penelitian dan pengembangan dibedakan dalam 3 (tiga) kategori :1. Biaya yg dikeluarkan dlm rangka penelitian dan
pengembangan yg menurut ket. peraturan per-UU-an perpajakan harus disusutkan/diamortisasi.
2. Biaya yg dikeluarkan dalam rangka penelitian dan pengembangan yg menurut ketentuan peraturan per-UU-an perpajakan merupakan biaya usaha sehari-hari, dibebankan sebagai biaya dalam tahun pajak ybs.
3. Biaya di luar biaya sdd butir 1 dan butir 2 antara lain biaya konsultan, perlakuan perpajakannya disesuaikan dgn prinsip-prinsip akuntansi yg berlaku.
Biaya Penelitian dan Pengembangan yang Dilakukan di Indonesia
KMK No. 769/KMK.04/1990
Biaya Beasiswa, Magang, dan PelatihanBiaya yg dikeluarkan u/ keperluan beasiswa, magang, dan pelatihan dlm rangka peningkatan kualitas SDM dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan dgn memperhatikan kewajaran, termasuk beasiswa yg dapat dibebankan
sebagai biaya adalah beasiswa yg diberikan kepada pelajar, mahasiswa, dan pihak lain.
Piutang yang Nyata-nyata Tidak Dapat DitagihSyarat:1. telah dibebankan sbg biaya dlm laporan laba rugi
komersial;2. WP harus menyerahkan daftar piutang yg tidak dapat
ditagih kepada DJP; dan3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada
Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yg menangani piutang negara; atau
adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau
Piutang yang Nyata-nyata Tidak Dapat Ditagih
telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau
adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k UU PPh;
yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dgn atau berdasarkan PMK (PMK No. 105/PMK.03/2009 stdd PMK No. 57/PMK.03/2010)
Piutang yang Nyata-nyata Tidak Dapat Ditagih Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih adalah
piutang yang timbul dari transaksi bisnis yang wajar sesuai dengan bidang usahanya
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tidak termasuk piutang yang berasal dari transaksi bisnis dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan Wajib Pajak.
Persyaratan tidak berlaku untuk piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil atau debitur kecil lainnya.
Piutang yang Nyata-nyata Tidak Dapat DitagihYang dimaksud dengan penerbitan tidak hanya berarti penerbitan berskala nasional, melainkan juga penerbitan internal asosiasi dan sejenisnya.
PMK No.105/PMK.03/2009 stdd PMK No.57/PMK.03/2010 Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil adalah
piutang debitur kecil yang jumlahnya tidak melebihi Rp100.000.000,00, yang merupakan gunggungan jumlah piutang dari beberapa kredit yang diberikan oleh suatu institusi bank/lembaga pembiayaan dalam negeri sebagai akibat adanya pemberian:a. Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra);b. Kredit Usaha Tani (KUT);c. Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS;d. Kredit Usaha Kecil (KUK);e. Kredit Usaha Rakyat (KUR; dan/atauf. Kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan Bank
Indonesia dalam mengembangkan usaha kecil dan koperasi. Piutang yang nyata-nyata tidak ditagih kepada debitur kecil lainnya
adalah piutang debitur kecil lainnya yang jumlahnya tidak melebihi Rp5.000.000,00.
PMK No.105/PMK.03/2009 stdd PMK No.57/PMK.03/2010 Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang diserahkan
kepada Direktorat Jenderal Pajak harus mencantumkan identitas debitur berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat dan jumlah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.
Bukti/dokumen yang harus dilampirkan:a. fotokopi bukti penyerahan perkara penagihannya ke Pengadilan Negeri
atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; ataub. fotokopi perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang usaha yang telah dilegalisir oleh notaris;atau
c. fotokopi bukti publikasi dalam penerbitan umum atau penerbitan khusus; atau
d. surat yang berisi pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan yang disetujui oleh kreditur tentang penghapusan piutang untuk jumlah utang tertentu,yang disetujui oleh kreditur.
Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan bukti/dokumen yang harus dilampirkan harus disampaikan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.
PMK No.105/PMK.03/2009 stdd PMK No.57/PMK.03/2010
Apabila Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibayar seluruhnya atau dibayar sebagian oleh debitur, jumlah piutang yang dibayar seluruhnya atau dibayar sebagian tersebut merupakan penghasilan bagi kreditur pada tahun pajak diterimanya pembayaran.
SumbanganPs. 6(1) huruf i,j,k,l,m UU PPh jo PP 93/2010
• Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional
• Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia
• Biaya pembangunan infrastruktur sosial• Sumbangan fasilitas pendidikan• Sumbangan dalam rangka pembinaan
olahraga
Sumbangan dan/atau Biaya Yang Dapat Dikurangkan Sampai Jumlah Tertentu
a.Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, yg mrpk sumbangan untuk korban bencana nasional yg disampaikan scr langsung melalui badan penanggulangan
bencana atau disampaikan scr tidak langsung melalui lembaga atau pihak yg telah mendapat izin dari instansi/lembaga yg berwenang untuk pengumpulan dana penanggulangan bencana;
b.Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan, yg merupakan sumbangan untuk penelitian dan
pengembangan yg dilakukan di wilayah RI yg disampaikan melalui lembaga penelitian dan
pengembangan;
Ps. 1 PP 93/2010
Sumbangan dan/atau Biaya Yang Dapat Dikurangkan Sampai Jumlah Tertentu
c. Sumbangan fasilitas pendidikan, yg merupakan sumbangan berupa fasilitas pendidikan yg disampaikan melalui lembaga pendidikan;d.Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga, yg merupakan sumbangan untuk membina,
mengembangkan dan mengoordinasikan suatu atau gabungan organisasi cabang/jenis olahraga prestasi
yg disampaikan melalui lembaga pembinaan olah raga; dane.Biaya pembangunan infrastruktur sosial merupakan biaya yg dikeluarkan untuk keperluan
membangun sarana dan prasarana untuk kepentingan umum dan bersifat nirlaba.
Ps. 1 PP 93/2010
Syarat Sumbangan dan/atau Biaya Agar Dapat Dikurangkan
a. WP mempunyai penghasilan neto fiskal berdasarkan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak sebelumnya;
b. pemberian sumbangan dan/atau biaya tidak menyebabkan rugi pada Tahun Pajak sumbangan diberikan;
c. didukung oleh bukti yang sah; dand. lembaga yang menerima sumbangan dan/atau
biaya memiliki NPWP, kecuali badan yg dikecualikan sebagai subjek pajak sdd UU PPh.
Ps. 2 PP 93/2010
Contoh:PT Gunung Raya pada tahun 2009 mempunyai penghasilan neto fiskal sebesar Rp1.000.000.000,00. Pada tahun 2010 Wajib Pajak memberikan sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga melalui lembaga pembinaan olahraga sebesar Rp.40.000.000,00. Pada tahun 2010 Wajib Pajak mempunyai penghasilan neto fiskal sebesar Rp30.000.000,00. Wajib Pajak tidak diperkenankan mengurangkan sumbangan tersebut dari penghasilan bruto tahun 2010 karena akan menyebabkan rugi sebesar Rp10.000.000,00.
Batas Sumbangan dan/atau Biaya yang Dapat Dikurangkan
Besarnya nilai sumbangan dan/atau biaya pembangunan infrastruktur sosial yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sdd Pasal 1 untuk 1 (satu) tahun
dibatasi tidak melebihi 5% dari penghasilan neto fiskal Tahun Pajak sebelumnya.
Ps. 3 PP 93/2010
Contoh:Penghasilan neto fiskal Wajib Pajak adalah Rp60.000.000.000,00 maka jumlah sumbangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto yaitu maksimal 5% atau sebesar Rp3.000.000.000,00.
Apabila Wajib Pajak memberikan sumbangan sebesar Rp5.000.000.000,00 maka yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto hanya sebesar Rp3.000.000.000,00 .
Kondisi Sumbangan dan/atau Biaya Tidak Dapat Dikurangkan
Sumbangan dan/atau biaya sdd Pasal 1 tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto bagi pihak pemberi
apabila sumbangan dan/atau biaya diberikan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sdd UU PPh.
Ps. 4 PP 93/2010
Yang dimaksud dengan "hubungan istimewa" adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 UU PPh.
Bentuk Sumbangan dan/atau Biaya yang Dapat Dikurangkan
(1) Sumbangan sdd Pasal 1 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d dapat diberikan dalam bentuk uang dan/atau barang.
(2) Biaya pembangunan infrastruktur sosial sdd Pasal 1 huruf e diberikan hanya dalam bentuk sarana dan/atau prasarana.
Ps. 5 PP 93/2010
Yang dimaksud "barang" dapat berupa barang yang diproduksi atau diperoleh oleh Wajib Pajak pemberi sumbangan.
Yang dimaksud dengan "sarana dan/atau prasarana" antara lain rumah ibadah, sanggar seni budaya, dan poliklinik.
Penentuan Nilai Sumbangan dan/atau Biaya yang Dapat Dikurangkan
(1) Nilai sumbangan dalam bentuk barang sdd Pasal 5 ayat (1) ditentukan berdasarkan:a. nilai perolehan, apabila barang yg disumbangkan belum
disusutkan;b. nilai buku fiskal, apabila barang yg disumbangkan sudah
disusutkan; atauc. harga pokok penjualan, apabila barang yg disumbangkan
mrpk barang produksi sendiri.(2) Nilai biaya pembangunan infrastruktur sosial sdd Pasal 5
ayat (2) ditentukan berdasarkan jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan untuk membangun sarana dan/atau prasarana.
Ps. 6 PP 93/2010
BIAYA PENGEMBANGAN TANAMAN INDUSTRI DAN PEMELIHARAAN TERNAK
(1) Biaya pengembangan tanaman industri yg berumur lebih dari 1 tahun dan hanya 1 kali memberikan hasil, dikapitalisasi selama periode pengembangan dan merupakan bagian dari harga pokok penjualan
pada saat hasil tanaman industri dijual.
Ps. 11 PP 94/2010
Yang dimaksud dengan "biaya pengembangan" adalah seluruh pengeluaran yang terkait dengan tanaman industri termasuk pembelian bibit,
pemeliharaan, dan pembesaran tanaman sampai dijual.
BIAYA PENGEMBANGAN TANAMAN INDUSTRI DAN PEMELIHARAAN TERNAK
(2) Biaya pemeliharaan ternak yang berumur lebih dari 1 tahun dan hanya 1 kali memberikan hasil, dikapitalisasi selama periode pemeliharaan dan merupakan bagian dari harga pokok penjualan
pada saat ternak dijual.
Ps. 11 PP 94/2010
Yang dimaksud dengan "biaya pemeliharaan" adalah seluruh pengeluaran yang terkait dengan ternak termasuk pembelian bibit, pemeliharaan, dan
pembesaran ternak sampai dijual.
TIDAK
BOLEH
DIKURANGKAN
a. pembagian Laba dgn nama & dlm bentuk apapun seperti
dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang
polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi
f. jumlah yg melebihi kewajaran sehub pekerjaan yg dibayarkan kpd pemegang saham/pihak yg
punya hub. istimewasebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan yang dilakukan
b. untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau
anggota
c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan
kecuali cadangan untuk usaha/lembaga tertentuyang
ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan PMK
d. premi asuransi kesehatan, premi asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea
siswa, yg dibayar oleh WP OP, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai
penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan
e. penggantian atau imbalan sehub. dgn pekerjaan atau jasa
yg diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali
natura dan kenikmatan tertentuyang diatur dengan
atau berdasarkan PMK
Ps. 9(1) UU PPh
TIDAK
BOLEH
DIKURANGKAN
k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa
denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-
undangan di bidang perpajakan
g. harta yg dihibahkan, bantuan/sumbangan, dan warisan sebgmn dimaksud
dlm Pasal 4 (3) a, b UU PPh, kecuali sumbangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai
dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan
amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan
yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah
h. Pajak Penghasilan
j. gaji yg dibayarkan kpd anggota persekutuan, firma,
atau CV yg modalnya tdk terbagi atas saham
i. biaya yg dibebankan/ dikeluarkan u/ kepentingan pribadi WP/tanggungannya
Ps. 9(1) UU PPh
Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan tidak boleh dikurangkan
kecuali:1. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha
lain yg menyalurkan kredit, sewa guna usaha dgn hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yg dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan;6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan
limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yg ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan PMK (PMK No. 81/PMK.03/2009).
Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan yang Boleh Dikurangkan(PMK No. 81/PMK.03/2009)a. cadangan piutang tak tertagih, yang meliputi:
1) cadangan piutang tak tertagih untuk: a) bank umum - kegiatan usaha konvensional; b) bank umum - kegiatan usaha prinsip syariah; c) bank perkreditan rakyat - kegiatan usaha
konvensional; d) bank perkreditan rakyat - kegiatan usaha prinsip
syariah; 2) cadangan khusus penyisihan pembiayaan untuk
badan usaha selain bank umum dan bank perkreditan rakyat yg menyalurkan kredit kepada masyarakat, yang meliputi : a) Koperasi simpan pinjam; dan b) PT Permodalan Nasional Madani (Persero);
Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan yang Boleh Dikurangkan(PMK No. 81/PMK.03/2009)3) cadangan piutang tak tertagih untuk SGU dengan
hak opsi yaitu cadangan piutang tak tertagih untuk kegiatan pembiayaan dgn menyediakan barang modal untuk digunakan oleh penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran dengan hak opsi (Finance Lease);
4) cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan pembiayaan konsumen yaitu cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran;
Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan yang Boleh Dikurangkan(PMK No. 81/PMK.03/2009)5. cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan
anjak piutang yaitu cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan yg melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tsb.
Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan yang Boleh Dikurangkan(PMK No. 81/PMK.03/2009)
b. cadangan untuk usaha asuransi, yang meliputi : 1) cadangan premi tanggungan sendiri dan klaim
tanggungan sendiri untuk perusahaan asuransi kerugian;
2) cadangan premi untuk perusahaan asuransi jiwa;
Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan yang Boleh Dikurangkan(PMK No. 81/PMK.03/2009)c. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin
Simpanan, yaitu cadangan penjaminan untuk lembaga yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya;
d. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yaitu cadangan biaya untuk kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya;
Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan yang Boleh Dikurangkan(PMK No. 81/PMK.03/2009)
e. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan, yaitu cadangan biaya penanaman kembali bagi perusahaan yang diwajibkan melakukan penanaman kembali atas hutan yg telah dieksploitasi untuk usaha yg terkait dgn sistem pengurusan yg bersangkut paut dgn hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yg diselenggarakan secara terpadu; dan
f. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yaitu cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan bagi perusahaan yang mengolah limbah industri yg mencakup kegiatan penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan limbah industri dan penimbunan hasil pengolahan limbah industri.
Besarnya Cadangan Piutang Tak Tertagih:a. 1% dari piutang dgn kualitas lancar, tidak termasuk SBI dan
SUN; b. 5% dari piutang dgn kualitas dalam perhatian khusus setelah
dikurangi nilai agunan; c. 15% dari piutang dgn kualitas kurang lancar setelah dikurangi
nilai agunan; d. 50% dari piutang dgn kualitas diragukan setelah dikurangi
nilai agunan; dan e. 100% dari piutang dgn kualitas macet setelah dikurangi nilai
agunan.
Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan paling tinggi adalah : a. 100% dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan b.75% dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yg ditetapkan
perusahaan penilai.
Bank Umum - KonvensionalCadangan Piutang Tak Tertagih Bank Umum – Konvensional
Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan adalah pokok pinjaman yang diberikan oleh bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional.
Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih.
Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian tsb di atas, jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.
Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian tsb di atas namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian.
Bank Umum - KonvensionalCadangan Piutang Tak Tertagih Bank Umum – Konvensional
Besarnya Cadangan Piutang Tak Tertagih:a. 1% dari piutang dgn kualitas lancar, tidak termasuk Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia dan surat berharga yang diterbitkan Pemerintah berdasarkan prinsip syariah;
b. 5 % dari piutang dgn kualitas dalam perhatian khusus setelah dikurangi nilai agunan;
c. 15% dari piutang dgn kualitas kurang lancar setelah dikurangi nilai agunan;
d. 50% dari piutang dgn kualitas diragukan setelah dikurangi nilai agunan; dan
e. 100% dari piutang dgn kualitas macet setelah dikurangi nilai agunan.
Besamya nilai agunan yang dapat diperhitungkan paling tinggi adalah : a. 100% dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan b. 75% dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yg ditetapkan
perusahaan penilai.
Bank Umum – SyariahCadangan Piutang Tak Tertagih Bank Umum – Syariah
Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan adalah pokok pinjaman yang diberikan oleh bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih.
Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian tsb di atas, jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.
Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian tsb di atas namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian.
Bank Umum – SyariahCadangan Piutang Tak Tertagih Bank Umum – Syariah
Besarnya cadangan piutang tak tertagih:a. 0,5% dari piutang dgn kualitas lancar tidak termasuk SBI; b. 10% dari piutang dgn kualitas kurang lancar setelah dikurangi
nilai agunan; c. 50% dari piutang dgn kualitas diragukan setelah dikurangi
nilai agunan; dan d. 100% dari piutang dgn kualitas macet setelah dikurangi nilai
agunan.
Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan paling tinggi adalah : a. 100% dari nilai agunan yang bersifat likuid; danb. 75% dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yg ditetapkan
perusahaan penilai.
BPR - KonvensionalCadangan Piutang Tak Tertagih BPR – Konvensional
Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan adalah pokok pinjaman yang diberikan oleh bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional.
Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih.
Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian tsb di atas, jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.
Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian tsb di atas namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian.
BPR - KonvensionalCadangan Piutang Tak Tertagih BPR – Konvensional
Besarnya cadangan piutang tak tertagih:a. 0,5% dari piutang dgn kualitas lancar tidak termasuk Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia; b. 10% dari piutang dgn kualitas kurang lancar setelah dikurangi
nilai agunan;c. 50% dari piutang dgn kualitas diragukan setelah dikurangi
nilai agunan; dan d. 100% dari piutang dgn kualitas macet setelah dikurangi nilai
agunan.
Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan paling tinggi adalah : a. 100% dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan b. 75% dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yg
ditetapkan perusahaan penilai.
BPR - SyariahCadangan Piutang Tak Tertagih BPR – Syariah
Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan adalah pokok pinjaman yang diberikan oleh bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih.
Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian tsd di atas, jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.
Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian tsb di atas namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian.
BPR - SyariahCadangan Piutang Tak Tertagih BPR – Syariah
Besarnya Cadangan Piutang Tak Tertagih :a. 0,5% dari piutang dgn kualitas lancar; b. 10% dari piutang dgn kualitas kurang lancar setelah dikurangi
nilai agunan; c. 50% dari piutang dgn kualitas diragukan setelah dikurangi
nilai agunan; dan d. 100% dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi
nilai agunan.
Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan paling tinggi adalah : a. 100% dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan b. 75% dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yg ditetapkan
perusahaan penilai.
Koperasi Simpan PinjamCadangan Piutang Tak Tertagih Koperasi Simpan Pinjam
Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan adalah pokok pinjaman yang diberikan oleh koperasi simpan pinjam.
Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih.
Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian tsb di atas, jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.
Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian tsb di atas namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian.
Koperasi Simpan PinjamCadangan Piutang Tak Tertagih Koperasi Simpan Pinjam
Besarnya cadangan khusus penyisihan ditetapkan sebagai berikut :a. 2,5% dari baki debet yang digolongkan dalam perhatian khusus setelah
dikurangi nilai agunan;b. 5% dari baki debet yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi dengan
nilai agunan;c. 50% dari baki debet yang digolongkan diragukan setelah dikurangi dengan
nilai agunan; dand. 100% dari baki debet yang digolongkan macet setelah dikurangi dengan nilai
agunan.
Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan paling tinggi adalah : a. 100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan b. 75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai
yang ditetapkan perusahaan penilai.
PT Permodalan Nasional Madani (Persero)Cadangan Piutang Tak Tertagih PT Penanaman Modal Madani (Persero)
Jumlah baki debet yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana adalah pokok baki debet yang diberikan oleh PT Permodalan Nasional Madani (Persero).
Kerugian yang berasal dari pembiayaan yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan khusus penyisihan pembiayaan.
Dalam hal jumlah cadangan khusus penyisihan pembiayaan seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian tsb di atas, jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.
Dalam hal jumlah cadangan khusus penyisihan pembiayaan dipakai untuk menutup kerugian tsb di atas namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian.
PT Permodalan Nasional Madani (Persero)Cadangan Piutang Tak Tertagih PT Penanaman Modal Madani (Persero)
Besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan sewa guna usaha dengan hak opsi ditetapkan paling tinggi sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang.
Kerugian sebenarnya yang disebabkan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih.
Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian tsb di atas, jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.
Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian tsb di atas, namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian.
Cadangan Piutang Tak Tertagih Perusahaan SGU – Hak Opsi
Besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan pembiayaan konsumen ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen) dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang.
Kerugian sebenarnya yang disebabkan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih.
Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian tsb. di atas, jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.
Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian tsb. di atas namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian.
Cadangan Piutang Tak Tertagih Perusahaan Pembiayaan Konsumen
Besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan anjak piutang ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen) dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang.
Kerugian sebenarnya yang disebabkan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih.
Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian tsb di atas, jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.
Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian tsb di atas namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian.
Cadangan Piutang Tak Tertagih Perusahaan Anjak Piutang
Dalam hal Wajib Pajak secara bersamaan melakukan kegiatan usaha sewa guna usaha dengan hak opsi, pembiayaan konsumen, dan/atau anjak piutang,
besarnya cadangan piutang tak tertagih yang dapat dibiayakan dihitung berdasarkan besarnya piutang untuk masing-masing usaha.
Cadangan Piutang Tak Tertagih Secara Bersamaan Usaha SGU-Hak Opsi, Pembiayaan Konsumen, dan Anjak
Piutang
Besarnya cadangan premi tanggungan sendiri untuk perusahaan asuransi kerugian adalah sebesar 40% (empat puluh persen) dari jumlah premi tanggungan sendiri yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak yang bersangkutan.
Cadangan premi tanggungan sendiri merupakan premi yang sudah diterima atau diperoleh akan tetapi belum merupakan penghasilan pada tahun pajak yang bersangkutan.
Cadangan premi tanggungan sendiri merupakan penghasilan pada tahun pajak berikutnya.
Cadangan Premi Tanggungan Sendiri Perusahaan Asuransi Kerugian
Besarnya cadangan klaim tanggungan sendiri untuk perusahaan asuransi kerugian adalah sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah klaim yang sudah disepakati tetapi belum dibayar dan klaim yang sudah dilaporkan dan sedang dalam proses, tetapi tidak termasuk klaim yang belum dilaporkan.
Cadangan klaim tanggungan sendiri dibentuk pada akhir tahun pajak. Jumlah klaim yang sebenarnya dibayar oleh perusahaan asuransi
kerugian dibebankan kepada perkiraan cadangan klaim tanggungan sendiri.
Dalam hal jumlah cadangan klaim tanggungan sendiri seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian tsb di atas, jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.
Dalam hal jumlah klaim tanggungan sendiri dipakai untuk menutup kerugian tsb di atas namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut boleh dibebankan sebagai biaya.
Cadangan Klaim Tanggungan Sendiri Perusahaan Asuransi Kerugian
Besarnya cadangan premi untuk perusahaan asuransi jiwa ditentukan sesuai dengan penghitungan aktuaria yang telah mendapat pengesahan dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.
Kenaikan jumlah saldo akhir dibanding dengan saldo awal tahun dari cadangan premi merupakan biaya dalam tahun yang bersangkutan.
Apabila terjadi pembayaran klaim kepada tertanggung jumlah tersebut dibebankan kepada perkiraan cadangan premi.
Cadangan Premi Perusahaan Asuransi Jiwa
Besarnya cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan adalah 80% (delapan puluh persen) dari surplus yang diperoleh Lembaga Penjamin Simpanan dari kegiatan operasional selama 1 (satu) tahun yang diakumulasikan sesuai peraturan perundang-undangan mengenai Lembaga Penjamin Simpanan.
Cadangan PenjaminanLembaga Penjamin Simpanan
Besarnya cadangan biaya reklamasi untuk perusahaan yang melakukan usaha pertambangan adalah yang sebenarnya dibebankan pada perkiraan cadangan biaya reklamasi.
Cadangan biaya reklamasi untuk perusahaan yang melakukan usaha dihitung sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan energi dan sumber daya mineral.
Apabila setelah berakhirnya masa kontrak atau selesainya penambangan terdapat selisih antara jumlah cadangan biaya reklamasi dengan jumlah biaya reklamasi yang sebenarnya dikeluarkan, selisih tersebut merupakan penghasilan atau kerugian pada tahun yang bersangkutan.
Cadangan Biaya ReklamasiPerusahaan Pertambangan
Besarnya cadangan biaya penanaman kembali untuk perusahaan yang melakukan usaha kehutanan adalah yang sebenarnya dibebankan pada perkiraan cadangan biaya penanaman kembali.
Cadangan biaya penanaman kembali untuk perusahaan yang melakukan usaha kehutanan dihitung sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan.
Apabila setelah berakhirnya masa kontrak terdapat selisih antara jumlah cadangan biaya penanaman kembali dengan jumlah biaya penanaman kembali yang sebenamya dikeluarkan, selisih tersebut merupakan penghasilan atau kerugian pada tahun yang bersangkutan.
Cadangan Biaya Penanaman Kembali Perusahaan Kehutanan
Besarnya cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri adalah yang sebenarnya dibebankan pada perkiraan cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah.
Besarnya cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan dihitung sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
Apabila setelah berakhirnya masa kontrak terdapat selisih antara jumlah cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah dengan jumlah biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah yang sebenarnya dikeluarkan, selisih tersebut merupakan penghasilan atau kerugian pada tahun yang bersangkutan.
Cadangan Biaya Penutupan dan Pemeliharaan Tempat Pembuangan Limbah Industri
a. Pengeluaran untuk penyediaan makanan dan/atau minuman bagi Pegawai yang meliputi: pemberian makanan dan/atau minuman yang
disediakan oleh pemberi kerja di tempat kerja, atau
pemberian kupon makanan dan/atau minuman bagi Pegawai yang karena sifat pekerjaannya tidak dapat memanfaatkan pemberian sebagaimana dimaksud pada huruf a, meliputi Pegawai bagian pemasaran, bagian transportasi, dan dinas luar lainnya.
Pemberian Natura Dan Kenikmatan Yang Dapat Dikurangkan Bagi Pemberi Kerja Dan Bukan Penghasilan Bagi Pegawai
(PMK No. 83/PMK.03/2009)
b. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu dalam rangka menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah tersebut: sarana dan fasilitas di lokasi kerja untuk :
a. tempat tinggal, termasuk perumahan bagi Pegawai dan keluarganya;
b. pelayanan kesehatan; c. pendidikan bagi Pegawai dan keluarganya; d. peribadatan; e. pengangkutan bagi Pegawai dan keluarganya; f. olahraga bagi Pegawai dan keluarganya tidak termasuk golf, power
boating, pacuan kuda, dan terbang layang, sepanjang sarana dan fasilitas tersebut tidak tersedia, sehingga pemberi kerja
harus menyediakannya sendiri. Pengeluaran untuk pembangunan sarana dan fasilitas tsb di atas yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun disusutkan.
Pemberian Natura Dan Kenikmatan Yang Dapat Dikurangkan Bagi Pemberi Kerja Dan Bukan Penghasilan Bagi Pegawai
(PMK No. 83/PMK.03/2009)
c. Pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya: meliputi pakaian dan peralatan untuk
keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan (satpam), sarana antar jemput Pegawai, serta penginapan untuk awak kapal, dan yang sejenisnya.
Pemberian Natura Dan Kenikmatan Yang Dapat Dikurangkan Bagi Pemberi Kerja Dan Bukan Penghasilan Bagi Pegawai
(PMK No. 83/PMK.03/2009)
Pengeluaran dan biaya yg tidak boleh dikurangkan dalam menentukan besarnya PhKP bagi WPDN dan BUT, termasuk:a. biaya untuk 3M penghasilan yang:
1) bukan merupakan objek pajak;2) pengenaan pajaknya bersifat final; dan/atau3) dikenakan pajak berdasarkan NPPN sdd Ps. 14 UU PPh
dan NPK sdd Ps. 15 UU PPh.b. PPh yg ditanggung oleh pemberi penghasilan.
Ps. 13 PP 94/2010
Biaya yg berkenaan dgn Ph yg dikenakan pajak tersendiri, baik Ph yg dikenakan pemotongan, pemungutan, atau pembayaran PPh yg bersifat
final sdd Ps. 4 ayat (2) maupun Ph yg dikenai pajak berdas. NPPN sdd Ps. 14 UU PPh dan NPK sdd Ps. 15 UU PPh, telah diperhitungkan dlm tarif pajak ataupun norma penghitungan yg berlaku untuk Ph tsb. Oleh karena itu,
biaya-biaya tsb tidak boleh lagi dikurangkan dari Ph bruto lainnya yg pengenaan pajaknya dilakukan berdas. tarif sdd Ps. 17 UU PPh.
(1) Apabila jumlah rata-rata pinjaman sama besarnya dengan atau lebih kecil dari jumlah rata-rata dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atu tabungan lainnya,maka bunga yang dibayar ataut erutang atas pinjaman tersebut seluruhnya tidak dapat dibebankan sebagai biaya.
(2) Apabila jumlah rata-rata pinjaman lebih besar dari jumlah rata-rata dana yang ditempatkan dalam bentuk deposito atau tabungan lainnya,maka bunga atas pinjaman yang boleh dibebankan sebagai biaya adalah bunga yang dibayar atau terutang atas rata-rata pinjaman yang melebihi jumlah rata-rata dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau tabungan lainnya.
Perlakuan Biaya Bunga Pinjaman Apabila Terdapat Penghasilan Bunga Deposito
SE-46/PJ.4/1995
a. BPHTB adalah pajak yg dibayar dalam rangka dan merupakan bagian dari biaya pengeluaran untuk memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan;
b. PBB adalah pajak yang dibayar sehubungan dengan pemilikan hak atau perolehan manfaat atas tanah dan atau pemilikan, penguasaan, atau perolehan manfaat atas bangunan, yang merupakan biaya/pengeluaran rutin setiap tahun;
c. BPHTB atas hak atas tanah yg dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan, atau dimiliki untuk 3m penghasilan, dapat dikurangkan sebagai biaya dalam penghitungan PhKP melalui amortisasi hak atas tanah sepanjang hak atas tanah tsb dapat diamortisasi sesuai ketentuan Pasal 11A UU PPh;
Perlakuan PPh atas Pengeluaran BPHTB dan PBB
SE- 01/PJ.42/2002
d. BPHTB atas hak atas bangunan yg dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan, atau dimiliki untuk 3m penghasilan dapat dikurangkan sebagai biaya dalam penghitungan PhKP melalui penyusutan bangunan tsb sesuai ketentuan Pasal 11 UU PPh;
e. PBB atas tanah dan bangunan yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan, atau dimiliki untuk 3m penghasilan, dapat dikurangkan sekaligus sebagai biaya dalam penghitungan PhKP;
f. Penegasan dimaksud pada huruf-huruf c, d, dan e di atas, berlaku atas penghasilan yg tidak berkaitan dengan penerimaan/perolehan penghasilan yang dikenakan PPh yg bersifat final dan atau dikenakan berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto/Norma Penghitungan Khusus.
Perlakuan PPh atas Pengeluaran BPHTB dan PBB
SE- 01/PJ.42/2002
a. Atas biaya perolehan atau pembelian telepon seluler yang dimiliki dan di pergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya,dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dari jumlah biaya perolehan atau pembelian melalui penyusutan aktiva tetap kelompok I.
b. Atas biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya,dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dari jumlah biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan dalam tahun pajak yang bersangkutan
c. Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan atau perbaikan besar kendaraan bus,minibus,atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk antar jemput para pegawai ,dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II .
Perlakuan PPh Atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler Dan Kendaraan Perusahaan
KEP-220/PJ/2002 SE-09/PJ.42/2002
d. Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan bus,minibus,atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk antar jemput para pegawai ,dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan dalam tahun pajak yang bersangkutan
e. Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan atau perbaikan besar kendaraan sedan ,atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya,dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dari jumlah biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II.
Perlakuan PPh Atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler Dan Kendaraan Perusahaan
KEP-220/PJ/2002 SE-09/PJ.42/2002
f. Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sedan ,atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya,dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dari jumlah iaya pemeliharaan atau perbikan rutin dalam tahun pajak yang bersangkutan
g. Apabila atas penghasilan Wajib Pajak yang dapat dibebani biaya-biaya dikenakan PPh yang bersifat Final atau berdasekan Norma Perhitungan Khusus,maka pembebanan biaya biaya tersebut telah termasuk dalam penghitungan PPh Final atau berdasarkan Norma Peghitungan khusus
h. Atas biaya biaya yang dapat dibebankan tersebut tidak merupakan penghasilan bagi para pegawai perusahaan yang bersangkutan
Perlakuan PPh Atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler Dan Kendaraan Perusahaan
KEP-220/PJ/2002 SE-09/PJ.42/2002
a. Perangkat lunak komputer merupakan harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun dan termasuk dalam kelompok I ,Pasal 11 A ayat (2) Undang undang PPh.
b. Perangkat lunak komputer berupa program aplikasi umum diperlakukan sebagai pengeluaran atau biaya operasional rutin.
c. Atas pengeluaran/biaya perolehan dan upgrade perangkat lunak komputer berupa program aplikasi umum yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan ,menagih dan memelihara penghasilan yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan umum UU Pajak Penghasilan,pembebanannya dilakukan sekaligus dalam bulan pengeluaran .
Perlakuan PPh Atas Biaya Perolehan Perangkat Lunak (Software) Komputer
KEP- 316/PJ./ 2002
d. Dalam hal program aplikasi umum tersebut diperoleh sebagai bagian dari harga pembelian perangkat keras komputer,maka pembebanannya sudah termasuk dalam penyusutan perangkat keras komputer tersebut ( kelompok I).
e. Atas pengeluaran/biaya perolehan dan upgrade perangkat lunak komputer berupa program aplikasi khusus yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan ,menagih dan memelihara penghasilan yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan umum UU Pajak Penghasilan,pembebanannya dilakukan melalui amortisasi harta tak berwujud ( kelompok I)
Perlakuan PPh Atas Biaya Perolehan Perangkat Lunak (Software) Komputer
KEP- 316/PJ./ 2002
f. Dalam hal pengeluaran/biaya upgrade program aplikasi khusus , pengeluaran/biaya perolehan dan upgrade perangkat lunak komputer pengeluaran tersebut terlebih dahulu ditambahkan pada nil;ai sisa buku fiskal yang masih ada dan amortisasinya dilakukan dengan masa manfaat baru/penuh terhitung mulai bulan dilakukan upgrade.
g. Atas pengeluaran/biaya perolehan dan upgrade perangkat lunak komputer berupa program aplikasi khusus yang diperoleh sebelum berlakunya Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini,sepanjang belum dibebankan atau baru dibebankan sebagian melalui amortisasi,dapat diamortisasi mulai tahun pajak 2002 berdasarkan sisa masa manfaat untuk kelompok I.
Perlakuan PPh Atas Biaya Perolehan Perangkat Lunak (Software) Komputer
KEP- 316/PJ./ 2002
Pasal 6 Ayat (3) UU PPh
(3) Kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 (UU PPh).
(1) Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun diberikan paling sedikit sebesar:a. Rp24.300.000,00 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;b. Rp2.025.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;c. Rp24.300.000,00 tambahan untuk seorang isteri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sdd Pasal 8 ayat (1) (UU PPh); dan
d.Rp 2.025.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
Ps. 7(1) UU PPh
BESARAN PTKP
Yang dimaksud dengan "anggota keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya"
adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan seluruh biaya
hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak.
Contoh 1 Wajib Pajak A mempunyai seorang isteri dengan
tanggungan 4 orang anak. Apabila isterinya memperoleh penghasilan dari satu
pemberi kerja yang sudah dipotong PPh Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga lainnya,
Berapa besarnya PTKP? Besarnya PTKP yang diberikan kepada Wajib Pajak A
adalah sebesar Rp32.400.000,00 {Rp24.300.000,00 + Rp2.025.000,00 + (3 x Rp2.025.000,00)}, sedangkan untuk isterinya, pada saat pemotongan PPh Pasal 21 oleh pemberi kerja diberikan PTKP sebesar Rp 24.300.000,00.
Contoh 2 Data sama kasus 1, tetapi isteri berpenghasilan yang
harus digabung dengan penghasilan suami, Berapa besarnya PTKP? Besarnya PTKP yang diberikan kepada Wajib Pajak A
adalah sebesar Rp56.700.000,00 (Rp32.400.000,00 + Rp24.300.000,00).
PMK No. 162/KM.01/2012 tanggal 22 Oktober 2012
163
TK/... : Tidak kawin,ditambah banyaknya tanggungan ... orang yang berhak atas PTKP.
K/ .... : Kawin,ditambah banyaknya tanggungan ... orang yang berhak atas PTKP.
K/ I/... : Kawin, penghasilan istri digabung dgn penghasilansuami, ditambah banyaknya tanggungan ... orang yang
berhak atas PTKP.PH : Wajib Pajak kawin,kondisi Pisah Harta & Penghasilan.HB/… : Wajib Pajak kawin kondisi Hidup Berpisah,ditambah
banyaknya tanggungan ... orang yang berhak atas PTKP.
Karyawati kawin pada dasarnya PTKP hanya untuk diri sendiri saja ( TK/0)
NOTASI PTKP
Keadaan Yang Harus Diperhatikan Dalam Penerapan PTKP
(2) Penerapan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak.
Misalnya, pada tanggal 1 Januari 2009 Wajib Pajak B berstatus kawin dgn tanggungan 1 orang anak. Apabila anak yang kedua lahir setelah tanggal 1 Januari 2009, besarnya PTKP yg diberikan kepada Wajib Pajak B untuk tahun pajak 2009 tetap dihitung berdasarkan status kawin dgn 1 orang anak.
Ps. 7(2) UU PPh
Penyesuaian Besarnya PTKP(3) Penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Ps. 7(3) UU PPh
JUAL BELIHarga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima.
Ps. 10 (1) UU PPh
Termasuk dalam harga perolehan adalah harga beli dan biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh harta tersebut, seperti bea masuk, biaya pengangkutan dan biaya pemasangan.
TUKAR MENUKARHarta yang diperoleh berdasarkan transaksi tukar-menukar dengan harta lain, nilai perolehan atau nilai penjualannya adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar.
Ps. 10 (2) UU PPh
Contoh :PT. A PT. B
( Harta X ) ( Harta Y )
Nilai sisa buku Rp 10.000.000,00 Rp 12.000.000,00Harga Pasar Rp 20.000.000,00 Rp 20.000.000,00
Antara PT. A dan PT. B terjadi pertukaran harta. Walaupun tidak terdapat realisasi pembayaran antara pihak-
pihak yang bersangkutan, namun karena harga pasar harta yang dipertukarkan adalah Rp 20.000.000,00, maka jumlah sebesar Rp.20.000.000,00 merupakan nilai perolehan yang seharusnya dikeluarkan atau nilai penjualan yang seharusnya diterima.
Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang dipertukarkan merupakan keuntungan yang dikenakan pajak. PT. A memperoleh keuntungan sebesar Rp 10.000.000,00
(Rp20.000.000,00 - Rp 10.000.000,00), dan PT. B memperoleh keuntungan sebesar Rp 8.000.000,00
(Rp 20.000.000,00 - Rp.12.000.000,00).
Contoh Tukar Menukar (Lanjutan)
LIKUIDASI, PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PEMEKARAN, PEMECAHAN, ATAU PENGAMBILALIHAN USAHA
Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan (PMK nomor 43/PMK.03/2008 13 Maret 2008).
Ps. 10 (3) UU PPh
Pada prinsipnya apabila terjadi pengalihan harta, penilaian harta yang dialihkan dilakukan berdasarkan harga pasar. Namun dalam rangka menyelaraskan dengan kebijakan di bidang sosial, ekonomi, investasi, moneter dan kebijakan lainnya, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan nilai lain selain harga pasar, misalnya atas dasar nilai sisa buku ("pooling of interest").
PT A PT BNilai sisa buku Rp 200.000.000,00 Rp 300.000.000,00Harga pasar Rp 300.000.000,00 Rp 450.000.000,00
Pada dasarnya, adalah harga pasar dari harta.
Laba PT A : Rp100.000.000,00 (Rp300.000.000,00 - Rp200.000.000,00)
Laba PT B: Rp150.000.000,00 (Rp450.000.000,00 - Rp300.000.00,00).
PT C membukukan dg harga perolehan Rp750.000.000,00 (Rp 300.000.000,00 + Rp 450.000.000,00).
Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan nilai lain selain harga pasar, yaitu atas dasar nilai sisa buku ("pooling of interest"). PT C membukukan penerimaan harta dari PT A dan PT B tersebut sebesar Rp500.000.000,00 (43/PMK.03/2008)
Contoh Peleburan:
PMK Nomor 43/PMK.03/2008
Wajib Pajak yang melakukan merger dapat menggunakan nilai buku.
Merger sebagaimana tsb di atas meliputi penggabungan usaha atau peleburan usaha.
Penggabungan usaha sebagaimana tsb di atas adalah penggabungan dari dua atau lebih Wajib Pajak Badan yang modalnya terbagi atas saham dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha yang tidak mempunyai sisa kerugian atau mempunyai sisa kerugian yang lebih kecil.
Peleburan usaha sebagaimana tsb di atas adalah penggabungan dari dua atau lebih Wajib Pajak Badan yang modalnya terbagi atas saham dengan cara mendirikan badan usaha baru.
PMK Nomor 43/PMK.03/2008
Wajib Pajak yang melakukan pemekaran usaha yang dapat menggunakan nilai buku adalah: a. Wajib Pajak yang belum Go Public yang akan melakukan
penawaran umum perdana (Initial Public Offering); ataub. Wajib Pajak yang telah Go Public sepanjang seluruh badan
usaha hasil pemekaran melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering).
Pemekaran usaha sebagaimana tsb di atas adalah pemisahan satu Wajib Pajak Badan yang modalnya terbagi atas saham menjadi dua Wajib Pajak Badan atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian harta dan kewajiban kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melakukan likuidasi badan usaha yang lama.
PMK Nomor 43/PMK.03/2008
Persyaratan untuk bisa menggunakan nilai buku adalah:a. mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak
dengan melampirkan alasan dan tujuan melakukan merger dan pemekaran usaha;
b. melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait; dan
c. memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test).
WP yang menerima pengalihan harta : • mencatat nilai perolehan harta dengan nilai sisa buku• Penyusutan berdasarkan masa manfaat yang tersisa.• angsuran PPh ps 25 tidak boleh lebih kecil.• Kredit dan potput PPh, dapat dipindahbukukan• min 1 tahun setelah persetujuan menggunakan NSB, harus
telah mengajukan pernyataan pendaftaran ke BAPEPAM-LK pernyataan pendaftaran tsb telah menjadi efektif.
• Jangka waktu dapat diperpanjang karena force mayeur dg persetujuan DJP.
• tidak memenuhi ketentuan dihitung kembali berdasarkan nilai pasar.
Kompensasi kerugian WP yg di lebur tdk dpt digabungkan
BANTUAN, SUMBANGAN, HIBAH & WARISAN
Apabila terjadi pengalihan harta :a. yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (3) huruf a dan huruf b, maka dasar penilaian bagi yang menerima pengalihan sama dengan nilai sisa buku dari pihak yang melakukan pengalihan atau nilai yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak;
b. yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a, maka dasar penilaian bagi yang menerima pengalihan sama dengan nilai pasar dari harta tersebut.
Ps. 10 (4) UU PPh
Apabila Wajib Pajak tidak menyelenggarakan pembukuan sehingga nilai sisa buku tidak diketahui, maka nilai perolehan atas harta ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
HARTA SEBAGAI SETORAN MODAL
Apabila terjadi pengalihan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf c, maka dasar penilaian harta bagi badan yang menerima pengalihan sama dengan nilai pasar dari harta tersebut.
Ps. 10 (5) UU PPh
Wajib Pajak PT X menyerahkan 20 unit mesin bubut yang nilai bukunya adalah Rp 25.000.000,00 kepada PT Y sebagai pengganti penyertaan sahamnya dengan nilai nominal Rp 20.000.000,00. Harga pasar mesin-mesin bubut adalah Rp40.000.000,00.
WP X HSB Mesin 25.000.000 HPsr 40.000.000Keuntungan 15.000.000
PT Y : Harga perolehan mesin Rp. 40.000.000
Contoh
PENILAIAN PERSEDIAAN
Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama.
Ps. 10 (6) UU PPh
Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan HPP dinilai berdasarkan harga perolehan dengan metode rata-rata atau FIFO
Pasal 10 (6)
Persediaan Awal 100 satuan @ Rp 9,00 Pembelian 100 satuan @ Rp 12,00 Pembelian 100 satuan @ Rp 11,25 Penjualan/dipakai 100 satuan Penjualan/dipakai 100 satuan
No
didapat dipakai Sisa/Persediaan
1 100 @ Rp 9.00 = Rp 900.00
2 100 @ Rp12.00 = Rp1,200.00 200 @ Rp10.50 = Rp2,100.00
3 100 @ Rp11.25 = Rp1,125.00 300 @ Rp10.75 = Rp3,225.00
4 100 @ Rp10.75 = Rp1,075.00 200 @ Rp10.75 = Rp2,150.00
5 100 @ Rp10.75 = Rp1,075.00 100 @ Rp10.75 = Rp1,075.00
No didapat dipakai Sisa/Persediaan
1 100 @ Rp 9.00 = Rp 900.00
2 100 @ Rp12.00 =Rp1,200.00 100 @ Rp 9.00 = Rp 900.00100 @ Rp12.00 = Rp1.200.00
3 100 @ Rp11.25 = Rp1,125 100 @ Rp 9.00 = Rp 900.00100 @ Rp12.00 = Rp1,200.00100 @ Rp11.25 = Rp1,125.00
4 100 @ Rp 9.00 = Rp 900.00 100 @ Rp12.00 = Rp1,200.00100 @ Rp11.25 = Rp1,125.00
5 100 @ Rp12.00 = Rp1,200.00 100 @ Rp11.25 = Rp1,125.00
Rata-rata
FIFO
Metode garis lurus (bagian-bagian yg sama besar) atau straight-line method
Pengeluaran untuk
pembelian, pendirian,
penambahan, perbaikan, atau
perubahan harta berwujud
1 Tahun
Kecuali tanah yg berstatus HM, HGB, HGU dan hak pakai yg pertama kali (nilai tdk berkurang)
Metode saldo menurun (bagian-bagian yg menurun) atau declining balance method (sekaligus pada akhir masa manfaat)
Dilakukan secara taat asas
Bangunan disusutkan dengan straight-line method
Small tools yg sejenis dapat disusutkan dlm 1 golongan
Penyusutan mm
Ps.11(1),(2) UU PPh
MASA MANFAAT DAN TARIF PENYUSUTAN Pasal 11 ayat (6) dan (11)
KELOMPOK HARTA BERWUJUD
MASA MANFAAT
METODE PENYUSUTAN
GARIS LURUS
SALDO MENURN
BUKAN BANGUNAN KELOMPOK 1 KELOMPOK 2 KELOMPOK 3 KELOMPOK 4
4 TAHUN8 TAHUN16 TAHUN20 TAHUN
25%12,5%6,25%
5%
50%25%
12,5%10%
BANGUNANPERMANENTIDAK PERMANEN
20 TAHUN10 TAHUN
5%10%
--
185
PENENTUAN KELOMPOK HARTA BERWUJUD BUKAN BANGUNAN DITETAPKAN DG PMK No. 96/PMK.03/2009 TGL 15 Mei 2009
Straight line method:Gedung HP : Rp 100.000.000,00 masa manfaatnya 20 tahun, penyusutannya / th = Rp. 5.000.000,00 (= Rp 100.000.000,00 : 20).
Tahun Tarif Penyusutan Nilai Sisa BukuHarga Perolehan 150,000,000.00
2000 50% 75,000,000.00 75,000,000.00
2001 50% 37,500,000.00 37,500,000.00
2002 50% 18,750,000.00 18,750,000.002003 Sekaligus 18,750,000.00 0.00
Mesin (kel.1) perolehan Januari 2000 , HP Rp 150.000.000,00. Masa manfaat 4 tahun, Tarif penyusutan 50%
declining balance method
Tahun Tarif Penyusutan Nilai Sisa Buku
Harga Perolehan 100,000,000.00
2000 1/2 x 50% 25,000,000.00 75,000,000.00
2001 50% 37,500,000.00 37,500,000.00
2002 50% 18,750,000.00 18,750,000.00
2003 50% 9,375,000.00 9,375,000.000
2004 Sekaligus 9,375,000.00 0.00
Contoh
Sebuah mesin (kel.1) yg dibeli dan ditempatkan pada bln Juli 2000.Harga Perolehan : Rp 100.000.000,00. Masa manfaat 4 (empat) tahun. Tarif penyusutan 50%
SAAT MULAI PENYUSUTAN
Pasal 11 ayat (3) & (4)
Pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yg masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tsb.
Pengeluaran pembangunan gedung adalah sebesar Rp100.000.000,00. Pembangunan dimulai bulan Oktober 2000 dan selesai dikerjakan/dibangun bulan Maret 2001. Penyusutan atas harga perolehan bangunan gedung tsb dimulai pada bulan Maret tahun pajak 2001.
Contoh :
Contoh : PT X di bidang perkebunan membeli traktor pada tahun 1999. Perkebunan tersebut mulai menghasilkan (panen) pada tahun 2000. Dengan persetujuan DJP, penyusutan traktor tsb dapat dilakukan mulai tahun 2000.
Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, WP diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tsb digunakan untuk 3M penghasilan atau pada bulan harta ybs mulai menghasilkan.
SAAT MULAI PENYUSUTAN
Apabila WP melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkan ketentuan sdd Pasal 19, maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tsb.
Pasal 11 ayat (5) UU PPh
Apabila hasil penggantian asuransi yg akan diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti di masa kemudian, maka dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak jumlah sebesar kerugian sdp ayat (8) UU PPh dibukukan sebagai beban masa kemudian tsb.
Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta sdd Pasal 4 ayat (1) huruf d (UU PPh) atau penarikan harta karena sebab lainnya, maka jumlah nilai sisa buku harta tsb dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yg diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan harta tsb.
Ps.11(8) UU PPh
Ps.11(9) UU PPh
Apabila terjadi pengalihan harta yg memenuhi syarat sdd Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, yg berupa harta berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tsb tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yg mengalihkan.
Ps.11(10) UU PPh
Pasal 11A (1),(2) UU PPh
Amortisasi • atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud
dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan HGB, HGU, hak pakai, dan muhibah (goodwill)
• masa manfaat lebih dari 1 tahun • dipergunakan untuk 3M Ph Non Final
Metode: Garis Lurus (Stright Line Method), Saldo Menurun (Declining Balance Method).
Taat azas
Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha tertentu diatur dgn PMK.
MASA MANFAAT DAN TARIF AMORTISASI Pasal 11A ayat (2) UU PPh
KELOMPOK HARTA TAK BERWUJUD
MASA MANFAAT
TARIF AMORTISASI BERDASARKAN
METODE GARIS LURUS
SALDO MENURN
KELOMPOK 1 KELOMPOK 2 KELOMPOK 3 KELOMPOK 4
4 TAHUN8 TAHUN16 TAHUN20 TAHUN
25%12,5%6,25%
5%
50%25%
12,5%10%
Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuai dengan ketentuan sdd ayat (2) (UU PPh).
Pasal 11A (3) UU PPh
Amortisasi atas perolehan hak dan pengeluaran lain yg mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi.
Pasal 11A (4) UU PPh
Metode satuan produksi dilakukan dengan menerapkan persentase amortisasi yg besarnya setiap tahun sama dengan persentase perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun ybs dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi di lokasi tsb yg dapat diproduksi. Apabila ternyata jumlah produksi yg sebenarnya lebih kecil dari yg diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh hak atau pengeluaran lain, maka atas sisa pengeluaran tsb boleh dibebankan sekaligus dalam tahun pajak ybs.
Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain Migas, HPH , dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya yg mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun, dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi paling tinggi 20% setahun.
Ps.11A (5) UU PPh
HPH harga perolehan Rp500.000.000,00 Potensi 10.000.000 ton kayu, Jika dalam satu tahun pajak ternyata jumlah produksi mencapai 3.000.000 ton = 30% dari potensi yg tersedia, besarnya amortisasi yg diperkenankan pada tahun tsb adalah 20% atau Rp100.000.000,00.
Contoh :
Pengeluaran yg dilakukan sebelum operasi komersial yg mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun, dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi sesuai dengan ketentuan sdd ayat (2) (UU PPh.
Ps.11A (6) UU PPh
Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak-hak sdd ayat (1), ayat (4), dan ayat (5), maka nilai sisa buku harta atau hak-hak tsb dibebankan sebagai kerugian dan jumlah yg diterima sebagai penggantian merupakan penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan tsb.
PT X harga perolehan hak penambangan migas :Rp500.000.000,00. Taksiran jumlah kandungan minyak 200.000.000 barel.Telah produksi 100.000.000 barel, PT X menjual hak penambangan tersebut sebesar Rp300.000.000,00.
Harga perolehan Rp 500.000.000,00Amortisasi yang telah dilakukan100.000.000/200.000.000 barel (50%)
Rp 250.000.000,00
Nilai buku harta Rp 250.000.000,00Harga jual harta Rp 300.000.000,00
NSB sebesar Rp 250.000.000,00 dibebankan sbg kerugian penjualan Rp 300.000.000,00 dibukukan sbg penghasilan
Ps.11A (7) UU PPh
Apabila terjadi pengalihan harta yg memenuhi syarat sdd Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b (UU PPh), yang berupa harta tak berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tsb tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yg mengalihkan.
Ps.11A (8) UU PPh
WP OP yg melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan WP badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan
Dikecualikan kewajiban pembukuan:• WP OP yg melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yg diperbolehkan menggunakan NPPN.
• WP OP yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Pasal 28 UU KUP
(1) NPPN untuk menentukan Ph neto, dibuat dan disempurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 14 UU PPh
Norma Penghitungan adalah pedoman untuk menentukan besarnya Ph neto yg diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak dan disempurnakan terus-menerus. Penggunaan Norma Penghitungan tsb pada dasarnya dilakukan dalam hal-hal:a. tidak terdapat dasar penghitungan yg lebih baik, yaitu
pembukuan yang lengkap, ataub. pembukuan atau catatan peredaran bruto WP ternyata
diselenggarakan secara tidak benar. Norma Penghitungan disusun sedemikian rupa berdasarkan
hasil penelitian atau data lain, dan dengan memperhatikan kewajaran.
Norma Penghitungan akan sangat membantu WP yg belum mampu menyelenggarakan pembukuan untuk menghitung Ph neto.
(2) WP OP yg melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yg peredaran brutonya dalam 1 tahun kurang dari Rp4.800.000.000 boleh menghitung Ph neto dengan menggunakan NPPN sdp ayat (1), dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak ybs.
(3) WP sdp ayat (2) yang menghitung Ph netonya dengan menggunakan NPPN wajib menyelenggarakan pencatatan sdd Undang-Undang yg mengatur mengenai KUP.
Wajib menyelenggarakan pencatatan tentang peredaran brutonya
Pencatatan tsb dimaksudkan untuk memudahkan penerapan norma dalam menghitung Ph neto.
(4) WP sdp ayat (2) yg tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menghitung Ph neto dengan menggunakan NPPN, dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.
Apabila WP OP yg berhak bermaksud untuk menggunakan NPPN, tetapi tidak memberitahukannya kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu yg ditentukan, WP tsb dianggap memilih menyelenggara-kan pembukuan.
(5) WP yg wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, termasuk WP sdp ayat (3) dan ayat (4), yg ternyata tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pencatatan atau pembukuan atau tidak memperlihatkan pencatatan atau bukti-bukti pendukungnya maka Ph netonya dihitung berdasarkan NPPN dan peredaran brutonya dihitung dengan cara lain yg diatur dengan atau berdasarkan PMK.
WP yg wajib menyelenggarakan pembukuan, wajib menyelenggarakan pencatatan, atau dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan, tetapi:a. tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan kewajiban pencatatan
atau pembukuan; ataub. tidak bersedia memperlihatkan pembukuan atau pencatatan atau bukti-
bukti pendukungnya pada waktu dilakukan pemeriksaansehingga mengakibatkan peredaran bruto dan Ph neto yg sebenarnya tidak
diketahui maka peredaran bruto WP ybs dihitung dengan cara lain yg diatur dengan atau berdasarkan PMK dan Ph netonya dihitung dengan menggunakan NPPN.