REPORTASE BANGBANG WETAN BULAN FEBRUARI 2015
Transcript of REPORTASE BANGBANG WETAN BULAN FEBRUARI 2015
Ban
gban
g W
etan
– 0
5 F
ebru
ari 2
015
/ 1
5 R
abiu
l Akh
ir 1
43
6 H
1 | 25
REPORTASE BANGBANG WETAN BULAN FEBRUARI 2015
Oleh : Masfufatul Qibtiyah Y. feat Naqibatin Nadliriyah
Malam ini adalah malam pertama bagi forum maiyah Bangbang Wetan di tahun 2015,
setelah vacum bulan Januari kemarin. Nampak kerinduan jamaah setelah dua bulan tidak
berkumpul dan menyerap energi di forum Bangbang Wetan. Selepas melantunkan
sholawat bersama dan beberapa penampilan musik, mas Amin kemudian membuka
forum dengan memanggil para jamaah untuk segera merapat dan meminta mas Dudung,
mas Rio dan beberapa penggiat lain untuk naik ke panggung. Mas Amin menyampaikan
harapannya agar kita semua mampu mempunyai semangat perubahan yang lebih baik
dari tahun kemarin, jadi ada proses berhijrah dan mempunyai energi baru di tahun 2015
kali ini.
Mas Amin menjelaskan bahwa akan ada beberapa kuisioner yang disiapkan oleh
penggiat dan kuisioner yang sudah diisi oleh para jamaah nantinya akan dijadikan
sebagai sample pemetaan dan pendataan untuk merekatkan paseduluran antar jamaah
maiyah. Kemudian mas Rio menjelaskan, “di awal tahun ini kita memiliki banyak rencana-
rencana yang intinya adalah tidak ada lagi jarak antara jamaah yang duduk di panggung
dengan jamaah yang duduk di depan panggung. Sehingga langkah awal menuju kesana
yaitu melalui pendataan yang diisi oleh dulur-dulur dan nantinya data tersebut akan
dikalkulasikan dengan statistik.” Mas Amin kemudian bercerita bahwa banyak jamaah
yang bertanya kenapa BBW Januari tidak ada. Kemudian mas Rio menjelaskan bahwa
banyak alasan yang mendasarinya, dan diawal tahun ini kita mulai membuat suatu
perubahan-perubahan, contohnya yang paling kentara yaitu tampilan buletin.
AF’AL MAIYAH
Pak Dudung kemudian membuka penjelasannya perihal perubahan-perubahan apa saja
yang akan dilakukan di tahun 2015 ini dan sejak kapan perubahan-perubahan tersebut
dicetuskan.
“Di awal bulan Desember lalu, jamaah maiyah menyelenggarakan silaturrahim nasional
di Purwokerto yang dihadiri hampir semua perwakilan jamaah maiyah di seluruh
Nusantara, termasuk para penggiat BBW. Disana mencetuskan rekomendasi-
rekomendasi, salah satunya adalah semacam tuntutan untuk merumuskan kembali
bagaimana maiyah seharusnya. Karena kondisinya berbeda-beda di setiap wilayah,
maka perubahan-perubahan yang terjadi akan berbeda. Di masing-masing lingkaran
maiyah, mereka memiliki ciri-ciri dan kekhasan tersendiri. Namun secara umum, bahwa
di struktur maiyah dibentuk af’al maiyah, struktur organisasi yang mengadopsi dari
struktur thariqah. Yang tertinggi adalah Dzat, dibawahnya ada Sifat, kemudian Isim dan
yang terakhir adalah Jasad. Di maiyah pusat juga terdapat struktur af’al maiyah. Dimana
Dzat ini adalah sumber ilmu maiyah, dalam hal ini yang berperan adalah Cak Nun sendiri
Ban
gban
g W
etan
– 0
5 F
ebru
ari 2
015
/ 1
5 R
abiu
l Akh
ir 1
43
6 H
2 | 25
dan Cak Fuad. Sementara Sifat ini mencoba menerjemahkan apa saja yang telah
disampaikan oleh Dzat ke dalam langkah nyata dan mentransferkan apa saja yang
disampaikan Dzat ke Isim. Isim adalah penggiat di masing-masing wilayah, kemudian
Jasad adalah kita semua sebagai jamaah maiyah. Di Bangbang Wetan struktur af’al
maiyah ini pun juga kita adop dan sudah ditetapkan pada tanggal 22 Januari kemarin di
Grand Sumatera yang juga dihadiri Pak Toto Raharjo sebagai Sifat dan cak Zaki sebagai
Isim di maiyah pusat. Dan di Bangbang Wetan ini yang menjadi Sifat adalah Pak Suko,
Pak Parto, Cak Priyo, dan Mas Rahmad. Saya dan teman-teman lainnya disini sebagai
Isim yang bertanggungjawab terselenggaranya forum ini. Dengan terbentuknya struktur
maka akan lebih mengkristal dan lebih jelas apa saja tanggungjawabnya. Setelah final
nanti akan diadakan peresmian dalam bentuk kongres bersama yang nantinya akan
mengundang teman-teman jamaah untuk ikut terlibat. Para penggiat masih sangat butuh
sekali dukungan dari teman-teman terutama yang memiliki kelonggaran waktu yang bisa
disumbangkan untuk kegiatan ini. Karena itu mas Amin mempunyai suatu ide untuk
membuat kuisioner dengan harapan kita mendapatkan dukungan dari teman-teman
semua.”
Kemudian mas Amin menambahkan “Secara alamiah ternyata maiyah ini sendiri bersifat
cair, yang memiliki Dzat yang berlokasi di pusat dan di setiap wilayah memiliki Sifat, yaitu
orang-orang yang meng-influence kita atau mempengaruhi kita dengan paradigma di
wilayahnya masing-masing. Sementara Isim ini sama saja dengan jamaah yang sering
repot-repot sendiri seperti mengkoordinir sound, mantau terop dan sebagainya. Dan yang
terakhir adalah Jasad, yaitu kita semua sebagai jamaah maiyah. Harapan ke depan
nantinya akan menjadi masyarakat maiyah, dimana masyarakat maiyah ini menjadi entry
point atau visi bersama. Ketika sudah memiliki ilmu, memiliki kesadaran diri dan memiliki
pengalaman yang baik ataupun buruk, maka kewajiban yang utama adalah menularkan
atau memasyarakatkan dan bersama-sama bermaiyah.”
Pak Dudung kemudian menambahkan penjelasan sebelumnya, “ada satu perubahan lagi
yang akan terjadi. Kalau selama ini kita dimanjakan oleh khasanah ilmu yang
disampaikan oleh Cak Nun, dan bahkan Cak Nun berusaha untuk hadir di hampir semua
lingkaran maiyah. Ke depan peran itu akan dikurangi, ada level dibawah yang harus
tumbuh. Ada mas Sabrang, Kyai Muzamil, dan banyak tokoh yang dapat berbagi ilmu
dengan kita. Dan untuk memberikan kesempatan itu, maka kehadiran Cak Nun
dimanapun termasuk di Padhang Bulan akan mulai dikurangi. Ada semacam pembagian
wilayah, jika di Jogja soko gurunya Cak Nun, di Kenduri Cinta Cak Nur Shomad Khamba,
di Padhang Bulan ada Cak Fuad yang menjadi soko gurunya, sementara di Surabaya ini
kita kebingungan siapa yang nantinya akan rutin datang kesini? Dengan melihat banyak
potensi dan karakter dari jamaahnya adalah pemuda, maka yang ditugaskan untuk
menjadi sumber ilmu di Bangbang Wetan adalah mas Sabrang. Tapi bukan berarti Cak
nun tidak akan datang kesini, hanya persoalan penjadwalannya saja, mungkin dua kali
Ban
gban
g W
etan
– 0
5 F
ebru
ari 2
015
/ 1
5 R
abiu
l Akh
ir 1
43
6 H
3 | 25
mas Sabrang kemudian selanjutnya Cak Nun. Bahkan di Padhang Bulan nanti Cak Fuad
akan bergantian dengan Cak Nun. Nantinya Kyai Muzamil juga akan hadir disini untuk
menjadi sumber ilmu. Cak Nun menyampaikan bahwa aktifitasnya dalam forum seperti ini
akan turun 60%, dan yang dibawah akan dinaikkan 60%. Tinggal kita mempersiapkan diri
untuk tumbuh bersama dengan mas Sabrang, demikian juga kami membutuhkan tenaga
baru dan pemikiran-pemikiran baru dari teman-teman supaya kita juga tumbuh.”
Ahmad Faisol, salah satu jamaah memberikan pendapatnya tentang kebutuhan
Bangbang Wetan. “Yang dibutuhkan sekarang adalah adanya regenerasi, dan regenarsi
tersebut di-training agar kelak bukan hanya sekedar regenerasi tetapi juga bisa
menularkan ilmunya. Dan forum seperti ini sebaiknya terus di-istiqomah-kan, karena
hanya forum maiyah seperti ini yang tidak dikemas secara eksklusif dan diadakan di
hotel, di café, ataupun di restoran. Forum ini sangat merakyat, dan hanya disini ada kopi
hitam rokok lintingan.”
KEWAJIBAN MEMANCARKAN ENERGI
Salah satu jamaah yang baru dua kali menghadiri forum Bangbang Wetan, mengatakan
“Kebaikan yang tidak terstruktur akan kalah dengan kejahatan yang terstruktur. Setelah
saya amati setelah bergabung dengan Bangbang Wetan terakhir dua bulan, memang
perlu adanya formalisasi. Karena masyarakat sekarang memandang bahwa yang formal
lebih banyak diikuti. Seperti Hari Tanoe Sudibyo yang mendirikan organisasi perusahaan-
perusahaan Apindo yang sekarang sudah bermetamorfosa menjadi Perindo. Hal itu
sebagai cerminan kita bahwa formalisasi itu sangat penting di tataran masyarakat.
Karena forum yang cair ini sangat enak diikuti bagi sebagian orang, tapi ada keinginan
untuk menambah jamaah maka salah satu jembatannya adalah formalisasi.”
Pak Al-Juwaini Budi Santoso, salah satu jamaah yang sudah setahun mengikuti
Bangbang Wetan menceritakan pengalamannya selama bermaiyah dan apa saja yang
beliau lakukan. “Saya mempunyai jamaah ‘Bonek Tayang’, arek-arek Bonek sing tak
klumpukno tapi sembahyang. Saya juga punya jamaah namanya ‘Santri Wiritan’ santri-
santri sing wira-wiri nang prapatan. Arek-arek sing senengane balapan nang Demak tak
klumpukno tak jak tithik-tithik istighfar. Saya kepingin mengajak anak-anak saya tadi
untuk ikut kesini tapi setiap kali mau kesini saya baru mendapat sms siangnya atau
sorenya. Saya sangat senang acara ini, karena saya lihat yang datang kesini adalah
orang-orang muda. Jadi ketika tadi disuruh berdo’a, saya ngomong Allahumma hubbaka,
duh Gusti dadekno kabeh jamaah iki katresnan dumateng Sampean. Saya juga bilang wa
‘ammal ladzi yuballighuni hubbaka, dadekno penggaweane Bangbang Wetan niki
ndadekno kabeh dadi katresnan dumateng Jenengan. Mugo-mugo iki dadi kebagusan
kabeh, rek. Kita disini tidak menjadi anggota DPR tetapi paling tidak ide-ide yang
dihasilkan dari Bangbang Wetan ini bisa sampai. Dan satu lagi yang saya senangi dsini
adalah jamaah yang datang adalah wong-wong enom atau orang-orang muda dan ini
Ban
gban
g W
etan
– 0
5 F
ebru
ari 2
015
/ 1
5 R
abiu
l Akh
ir 1
43
6 H
4 | 25
sangat penting dalam kondisi seperti sekarang, forum Bangbang Wetan ini bisa menjadi
‘pagar’. Jadi saya minta tolong agar forum ini bisa dipublikasi, karena pernah ketika saya
memakai topi maiyah merah-putih saat jum’atan di bulan Desember kemarin saya
ditanyai orang kampung, ‘Ustadz, lha kok nggawe sinterklas?’ karena kejadian tersebut,
akhirnya setiap kali jum’atan saya memakai topi maiyah biar banyak orang yang tanya
‘maiyah iku opo pak?’ lha disitu saya bisa menjelaskan apa itu maiyah. Bangbang Wetan
ini kan sudah lama, tapi kenyataannya simbol ini saja banyak yang tidak tahu. Lha, hal itu
perlu dilakukan publikasi supaya informasi seperti ini bisa sampai ke masyarakat.”
Pak Dudung kemudian menengahi, “Teman-teman, pertumbuhan apa sih yang
diharapkan dari maiyah ini? Jangan berharap Bangbang Wetan ini nantinya akan menjadi
lebih besar dan jamaah menjadi banyak. Justru pertumbuhan-pertumbuhan seperti yang
dilakukan oleh Pak Juwaini lah yang diharapkan. Artinya dari forum ini memunculkan ide-
ide untuk melakukan sesuatu di daerah masing-masing, itu saja sudah cukup. Nggak
usah mbok jenengi maiyah yo gakpopo, nggak usah dijenengi Bangbang Wetan juga
ndak papa. Artinya ide-ide seperti mengumpulkan anak-anak jalanan untuk diajak ngaji
bareng itu sudah luar biasa dan mungkin nanti akan ada ide-ide baru dari teman-teman
untuk melakukan sesuatu di daerahnya masing-masing. Kita pernah terpikir untuk
membesarkan, caranya dengan mengadakan koperasi, Lembaga Amil Zakat, tapi
ternyata juga tidak awet.”
“Saya yakin pasca dari Bangbang Wetan ini, kita pasti akan menyebarkan energi. Entah
itu dalam pekerjaan, dalam keluarga atau dimanapun cuma skalanya berbeda.” Mas
Amin menambahkan pendapat dari pak Dudung bahwa kita mempunyai kewajiban untuk
mentransformasikan energi atau memancarkan energi setelah menyerap energi di
Bangbang Wetan ini.
***
Mas Amin membuka sesi bagi para jamaa’ah untuk memberikan pertanyaan atau
menceritakan pengalamannya bermaiyah. Marzuki salah seorang jamaah berpendapat
“Setelah Januari kemarin Bangbang Wetan ini vacum, saya dan teman-teman merasa
ada sesuatu yang hilang. Dan ketika ada kabar bahwa Cak Nun tidak akan rutin datang,
maka ketakutannya ketika waktunya Cak Nun datang, semua jamaah berbondong-
bondong datang. Tapi ketika Cak Nun tidak hadir, jamaah maiyah ini ikut tidak hadir.
Mungkin ketika adanya regenerasi nanti, hal ini juga dipikirkan.”
“Saya menganggap bahwa maiyah ini yang dititikberatkan adalah kualitas bukan
kuantitas, sehingga nanti bisa menghadirkan tokoh-tokoh inspiratif yang mampu
memberikan sumbangsih ilmunya di depan, dan siapa tahu nanti ketika saya kembali ke
kampung saya, saya bisa mengaplikasikannya.”
Ban
gban
g W
etan
– 0
5 F
ebru
ari 2
015
/ 1
5 R
abiu
l Akh
ir 1
43
6 H
5 | 25
Salah satu jamaah perempuan, Wahyu, yang baru bergabung dengan Bangbang Wetan
menyampaikan uneg-unegnya, “Saya disini penasaran dan ingin mengenal maiyah ini
seperti apa. Apakah sebuah aliran, apakah sebuah pergerakan keagamaan. Jadi manhaj
al fikr nya maiyah ini apa, sebuah landasannya untuk mencari solusi atas permasalahan
di kehidupan sehari-hari. Dan kurikulum apa yang digunakan oleh maiyah ini?”
Mas Amin menjelaskan bahwa secara prinsip, forum maiyah ini adalah untuk meluaskan
pemikiran kita, menambah jernih pemikiran kita, dan dalam Maiyah ini kita melakukan
proses penyadaran diri. Kita melakukan proses penjernihan berpikir. Ketika kita
melakukan hal yang baik, maka kebaikan itu harus disertai dengan kebenaran dan
keindahan. Artinya kebaikan itu harus berestetika. Ketika kita diluar maiyah, maka yang
harus kita lakukan adalah proses pengayoman. Dan kurikulum maiyah sesuai dengan
kebutuhan masing-masing.
***
Setelah para jamaah berdiskusi yang dimoderatori oleh mas Amin, mas Zainudin seorang
pengacara yang berjumpa secara energi di youtube dengan maiyah ataupun cak Nun
dipersilahkan untuk memberikan pengalamannya.
“Di tengah-tengah hiruk pikuk perpolitikan disana, telah membuat suatu edigiom yang
dirubah adalah mental, jadi revolusi mental. Sementara di maiyah ini adanya revolusi
berpikir. Di dalam maiyah ini kita diajarkan bahwa ketika kita menjalin hubungan cinta
segitiga antara aku, Allah dan Rasulullah, maka ketenangan itu ada dalam diri kita. Hiruk
pikuk itu semua terjadi ketika ada seorang yang dianggap tersangka, padahal kalau kita
lihat diri kita sendiri, bahwa kita ini semua merupakan calon-calon terdakwa ketika di
Padang Mahsyar, dimana kita dihisab. Ada pesan nabi kita yaitu laa ilaha anta
subhanaka inni kuntu mina dzolimin, kita harus selalu mengingat bahwa kita ini adalah
orang yang dzolim yang mencari ridlonya Allah dengan setulus hati. Dan adanya carut
marut di negeri seberang karena tidak adanya kesadaran diri bahwa dirinya adalah calon
terdakwa. Ketika saya bermaiyah, saya merasakan ketentraman.”
KESADARAN PERAN GENERASI
Mas Sabrang dipersilahkan untuk memberikan sumbangsih ilmunya kepada jamaah. Mas
Sabrang senang berdiskusi ketimbang berceramah.
“Betapa pentingnya yang namanya regenerasi, saya dulu pernah menulis konsep dimana
disitu ada generasi Larva, generasi yang mampu mendefinisikan siapa dirinya dan
menjadi penerus yang memiliki beberapa rumus. Dimana-mana pasti ada generasi muda
yang nantinya juga akan menjadi generasi tua juga. Ditransisi itu ada beberapa jenis
yang tergantung generasi tersebut memilih yang mana. Tipe pertama adalah tipe
generasi pendobrak, dia mendobrak cara lama menggantinya sama sekali dengan cara
Ban
gban
g W
etan
– 0
5 F
ebru
ari 2
015
/ 1
5 R
abiu
l Akh
ir 1
43
6 H
6 | 25
yang baru. Tipe yang kedua adalah generasi penerus, dia meneruskan apa yang sudah
diteruskan generasi sebelumnya. Yang ketiga adalah generasi pembangun, generasi
yang mampu belajar dari keberhasilan yang lebih tua dan mampu belajar dari kegagalan
yang lebih tua. Jadi dia mampu memilahnya, tetap bisa menghargai yang lebih tua,
karena yang tua mampu menjawab tantangan di zamannya. Dan yang muda pun harus
mampu menjawab tantangan zamannya juga. Generasi pembangun mampu mengambil
ilmu dari yang tua dan memperbarui apa yang belum berhasil dari generasi yang lebih
tua. Generasi pembangun ini ciri-cirinya ia akan mampu menempatkan generasi tua di
tempat yang mulia karena yang dilihat adalah ilmu bukan kegagalannya, jadi mampu
melihat kebaikannya dan keburukannya tidak dihujat tapi diperbaiki dari generasinya.
Menjadi generasi ini tidak gampang. Regenerasi itu pasti, tapi dia harus memilih menjadi
generasi apa. Dia mau menjadi pendobrak atau penerus atau mau membangun dari yang
sudah ada. Pertanyaan itu harus dijawab oleh generasi itu sendiri. Dan sekarang diumur
muda seperti sekarang memang sedang senangnya untuk berdiskusi dan mengolah
pikir.”
“Ada tujuh pola dalam kehidupan manusia, tapi pasti ada variable didalamnya. Sepuluh
tahun pertama mengenal siapa dirinya, mengenal keberadaannya. Anak kecil melakukan
apapun yang membuat dia merasa ‘aku ada’, aku dengan senengnya, aku dengan
gembiranya, dengan sedihnya, kecewanya, dia merasakan semua itu. Sepuluh tahun
kedua seharusnya ia mulai belajar tentang kehidupan, belajar bagaimana bertahan
hidup. Sepuluh tahun ketiga dia mengolah akal sekencang-kencangnya, dimana usia
paling produktif adalah usia 20-30 tahun. Dia benar-benar mengolah pikirnya dan
menentukan dia mau kemana. Sepuluh tahun yang keempat yaitu usia 30-40 tahun,
gelem ora gelem sinau tresno karena dia harus merawat rumah tangganya. Setelah dia
belajar cinta, dia melakukan kehiran kembali ketika masuk 40 tahun itu. Akalnya sudah
menentukan hidupnya dimana, dia sudah punya modal cinta dan dia sudah tahu
keberadaanya. Ia lahir kembali, karena memang 40 tahun adalah titiknya dimana ia lahir
dengan pilihannya sendiri. Di Sepuluh tahun kelima, dia belajar tentang kebijaksanaan.
Karena ketika sudah menentukan pilihannya sendiri, dia punya cinta, dia mampu
mengaplikasikan akalnya dan keputusan hidupnya di sepuluh tahun ketiga tadi, dia harus
laku didalam hidupnya, dia harus menyeimbangkan lakunya dengan kebijaksanaanya
yang dia miliki. Jadi ketika dia dikampleng orang lain, dia harus bisa memaafkan. Ketika
dia mau membalas maka membalasnya dengan konsep yang berbeda, dia marah tanpa
amarah. Sepuluh tahun yang keenam, dia sudah mulai mandhito. Dia sudah belajar kasih
sayang, sudah belajar kebijaksanaan, dan sudah mampu membungkus keseimbangan
antara kasih sayang dan kebijaksanaan yang dibungkus dalam kebijaksanaan. Pada titik
inilah generasi ini sudah menjadi generasi tua, generasi tua adalah generasi yang harus
bersedia diam membiarkan generasi muda menjawab tantangan zamannya. Dia mulai
mandhito dan menjadi sumber ilmu. Kalau ada yang salah dengan langkah generasi
muda, maka dia tidak boleh langsung mengintervensi. Dia adalah sumber ilmu, dia hanya
Ban
gban
g W
etan
– 0
5 F
ebru
ari 2
015
/ 1
5 R
abiu
l Akh
ir 1
43
6 H
7 | 25
menunggu genthongnya digali, karena generasi muda adanya waktunya dulu untuk
menjawab tantangannya sendiri. Maka itu pentingnya yang muda harus belajar pada
yang tua. Ketika sepuluh tahun keenam selesei, ia memasuki sepuluh tahun yang
ketujuh. Dimana ia benar-benar mandhito, menyiapkan dirinya untuk kembali kepada
Tuhan. Ketika setiap generasi benar-benar sadar perannya, maka kita akan menjadi
sebuah peradaban yang terbangun pada setiap zamannya.
***
Bambang, salah satu jamaah yang mengikuti maiyahan pada tahun 2008 sampai
sekarang dan membawa semangat Bangbang Wetan dalam membentuk komunitas
Literasi Jawa Timur, komunitas untuk meningkatkan minat baca. “Anak-anak muda
sekarang dihantam habis-habisan oleh media, hampir 60% waktunya dihabiskan untuk
menonton TV dan bermain-main. Generasi seperti ini termasuk generasi apa?”
Dahlan, salah seorang jamaah dari Gresik mengaku dia pernah mendengar bahwa Mas
Sabrang itu mengerti bagaimana orang dulu bisa memetik kelapa tanpa memanjat?
Maksudnya mungkin ini menyangkut keyakinan.
Selanjutnya salah satu jamaah dari Sidoarjo, Widodo melontarkan pertanyaan terkait
kesadaran atas peran tiap generasi. Bagaimana caranya agar seseorang bisa sadar
mengenal perannya dimana di dalam dirinya timbul ketakutan ketika menyangka
perannya adalah seperti ini, tapi ternyata perannya bukan seperti itu.
Choirul Suyanto, salah satu jamaah melontarkan pertanyaan sembari mengungkapkan
unek-uneknya tentang planet Mars yang konon katanya dulu pernah seperti Bumi
sekarang - ada kehidupan disana. Bahkan katanya kendaraan untuk mencapai planet
lain menggunakan piring. Ini berdasarkan dari jurnal ilmiah dri Eropa. Ada seorang
pemuda usia 17 tahun yang tiap malam tertentu di suatu perkumpulan didatangi utusan-
utusan yang mengaku berasal dari planet Mars. Mereka datang untuk mengingatkan
untuk tidak mengembangkan senjata nuklir terus menerus, karena pada puncaknya nanti
bisa menghancurkan planet Bumi seperti halnya Mars dahulu. Nah, kalau dulu Mars bisa
dihuni sekarang tidak, mungkinkah nasib Bumi akan seperti Mars bila Amerika jadi
menginvasi Ukraina atau Rusia, ataukah bila China lebih unggul dari Amerika ataukah
bila Jawa menjadi lebih unggul seperti jaman Jawa dwipa.
Kemudian salah satu jamaah dari Sepanjang menceritakan kegiatannya mengadakan
kumpul – kumpul diskusi tiap malam jumat dengan tagline forum Maiyah di Trosobo
diberi nama Maiyah Mentas. Lalu dia melontarkan pertanyaan, “Seperti dikatakan dalam
Q.S. Al Hujurat bahwa Tuhan menciptakan bersuku – suku bangsa yang dinilai adalah
ketaqwaannya. Sementara di forum lain ada perbandingan agama. Nah yang jadi
pertanyaan apa betul agama yang ada di dunia ini diperbandingkan atau semuanya
Ban
gban
g W
etan
– 0
5 F
ebru
ari 2
015
/ 1
5 R
abiu
l Akh
ir 1
43
6 H
8 | 25
salamah? Padahal kalau menurut kiasan Cak Nun tentang bluluh, cengkir, degan dan
kelapa itu kan hanya proses. Semuanya menjadi salamah.”
MENYIKAPI ARUS GLOBAL
Pertanyaan dan uneg-uneg dari jamaah kemudian ditanggapi Mas Sabrang satu persatu.
“Generasi pendobrak, generasi penerus dan generasi pembangun ini bukan berarti
pengklasifikasian generasi. Maksudnya ketiga generasi itu dia sebagai pemuda dia
memilih tipenya yang mana dan tergantung keputusan pemudanya bagaimana. Dunia
terus berkembang, karena itu setiap generasi memiliki tantangannya masing-masing
untuk dijawab. Ketika ada bapak berpikir bahwa dulu dizamannya tidak ada komputer
dan baik-baik saja kemudian menyuruh anaknya tidak usah memakai komputer, maka
bapaknya tidak menyiapkan anaknya untuk menjawab tantangan zamannya. Peran
orang tua disini mendampingi anaknya untuk mengolah pikir dan menjadikan apa saja
yang terjadi dizamannya sebagai proses berpikir dari anak. Dan di era digital sekarang,
masalah literasi ini berubah menjadi sangat mengerikan dimana minat baca orang
semakin rendah, orang-orang lebih suka membaca Twitter ketimbang membaca buku.
Koran New York Post sampai mengganti websitenya akibat Twitter, karena orang-orang
lebih suka membaca tulisan yang pendek-pendek. Itu semua bukan berarti lebih buruk
atau lebih baik. Semua bahan ataupun konsep yang ada di dunia, bisa menjadi baik dan
bisa menjadi buruk tergantung bagaimana anaknya mengolahnya. Bagaimana anak
mengolahnya, yaitu bagaimana orang tua membantu si anak untuk mengolah apa yang
ada disekitarnya. Dunia digital bisa sangat membantu, juga bisa sangat mengerikan.
Sama seperti zaman-zaman yang lain, pasti memiliki tantangannya juga. Jadi tidak bisa
kita mendefinisikan apakah dengan digital ini pasti buruk atau pasti baik. Bagaimana
orang tuanya sebagai generasi yang lebih tua mampu membuat konsep untuk menjaga si
anak tumbuh memanfaatkan lingkungannya dengan baik. Kalau dulu orang mendapatkan
informasi dari media massa koorporasi terbesar sehingga informasi itu bisa sangat
mudah untuk dikontrol, sekarang dengan adanya internet, informasi itu bisa datang dari
semua orang sehingga sangat susah untuk mengontrol informasi. Karena sekarang siapa
saja bisa menjadi wartawan, sehingga kebenaran informasi bisa saja menjadi tidak jelas.
Karena itu butuh kemampuan si anak untuk menyerap informasi dan membangun
konsistensi dari informasi tersebut. Jadi budaya berfikir anaknya memang sudah
dibangun dari awal, kalau softwarenya sudah jadi, apapun yang masuk akan bisa diolah.
Dunia pendidikan adalah dunia paling dinamis dimana menyiapkan setiap generasi agar
bisa menjawab tantangan zamannya. Jadi bagaimana kita bisa menyikapinya, bukan
melawan apa yang sudah datang. Sebagai manusia kita tidak kekurangan cara untuk
menghadapi apapun.”
PERIJINAN HIDUP DI MARS
Ban
gban
g W
etan
– 0
5 F
ebru
ari 2
015
/ 1
5 R
abiu
l Akh
ir 1
43
6 H
9 | 25
“Jagad raya itu memang akan hancur, karena Allah sendiri menjamin bahwa dunia pasti
hancur. Kalau dalam teori, 26.000 tahun sekali memang ada sebuah planet yang
melintasi bumi dan menjatuhkan meteor-meteor yang besar sehingga dinosaurus punah.
Di Fisika kita mengenal hukum entropi bahwa lama kelamaan dunia akan terkikis dan
hilang. Apakah di Mars itu ada kehidupan? Karena di Mars sendiri pun memiliki kanal air.
Namun ada yang aneh, ada daerah di Bumi yang lebih ekstrim daripada daerah di Mars.
Kalau di Mars tidak ada kehidupan, maka di belahan Bumi yang paling ekstrim melebihi
Mars seharusnya tidak ada kehidupan. Tapi di Bumi dimana ada tempat, disitu ada
kehidupan. Misalnya di daerah Meksiko, ada sebuah pengeboran minyak ditemukan
cavity, sebuah gua, dimana gua tersebut tertutup berjuta-juta tahun. Saking besarnya,
sehingga ada sebuah ekosistem tersendiri didalamnya. Disana tidak ada cahaya
matahari, namun tetap ada kehidupan didalamnya. Adalagi di danau yang banyak
mengandung arsenik, arsenik adalah bahan paling beracun untuk makhluk hidup, tetapi
ada bakteri yang hidup di dalam arsenik. Kehidupan itu tumbuh dengan apa yang ada di
sekitarnya. Ada teori dalam sains yang mengatakan sebuah planet itu ada kehidupan
atau tidak, itu ‘satu’ atau ‘nol’. Kalau ada satu kehidupan, maka di semua tempat di
planet itu akan ada kehidupan ditempat paling ekstrim sekalipun. Kalau kita hubungkan
dengan tauhid, ketika Bumi mengijinkan untuk menyedekahkan dirinya untuk dihidupi,
maka terjadilah kehidupan diseluruh belahan Bumi hingga dipojok Bumi segitu rupa.
Namun ketika Mars tidak mengijinkan, maka dimanapun di Mars tidak akan ditemukan
kehidupan. Dengan demikian apakah ada yang berterimakasih kepada Bumi karena kita
sudah hidup di Bumi, maka jangan lupa berterimakasih kepada Ibu Pertiwi sudah
mengijinkan kita menumpang hidup disini.”
Mas Sabrang pun menceritakan, kejadian kebocoran Nuklir dengan efek yang luar biasa
dengan radiasi yang sangat membahayakan. Orang-orang menganggap sudah tidak ada
lagi kehidupan, namun ditemukan laba-laba yang hidup dan bermutasi. Jadi hidup tidak
bisa dihentikan oleh apapun ketika Allah mengijinkan ada.
Kemudian mas sabrang mencoba mengkorelasikan dengan teknologi dan sains modern.
“Apakah mungkin dulu ada jenis teknologi yang berbeda, jenis pencarian yang berbeda.
Saya tidak bisa membuktikan secara empiris, tapi dengan peninggalan-peninggalan yang
ada maka sangat mungkin terjadi. Saiki isih ono wong ‘ngilang’, isih ono maling ngitung
arep mlayu nangdi, isih ono santet, hal-hal itulah yang tidak dikenal oleh perkembangan
sains modern, berarti dulu ada pengembangan pengetahuan dengan arah yang berbeda
sehingga outputnya tidak bisa dipahami dengan arah yang berbeda. Orang-orang dulu
pun bisa membuat Candi Borobudur, juga mampu membuat benteng di Papua sepanjang
128 km dengan tinggi 1,8 km. Bandingkan saja dengan zaman sekarang, membuat
busway saja korupsi. Saya yakin bahwa ada pengembangan teknologi yang berbeda dari
nenek moyang kita.”
Ban
gban
g W
etan
– 0
5 F
ebru
ari 2
015
/ 1
5 R
abiu
l Akh
ir 1
43
6 H
10 | 25
“Ada jurnal seorang kakek dari teman maiyah juga, dalam jurnalnya dia bercerita Aku
Dolan neng Mars, kalau secara logika mau naik apa kesana. Disitu dia ceritakan wadhaq
itu ada tujuh lapis, kemudian dia gelar satu dan yang lainnya dia lipat. Dia minta sama
Tuhan dia pengen dolan neng Mars, kemudian tiba-tiba datang telur berwarna perak dan
dia masuk ke telur itu. Setelah itu dia memegang payung, ‘teng’, tiba-tiba sudah sampai
di Mars. Disitu dia mendeskripsikan apa saja yang dia temui disana. Dan yang dia
deskripsikan itu kok sama dengan foto-foto yang saya temukan. Iso rono tenan tho iki?
Jadi itu agak mengerikan, teknologi yang sama sekali tidak bisa saya bayangkan.
Sekolahku ora kanggo untuk memahami itu. Piye carane dolen neng Mars dengan cara
seperti itu, dengan cara bertapa dan bersila seperti itu. Tapi saya belum bisa mencoret
bahwa itu khayalan atau tidak terjadi. Ha itu perlu saya letakkan pada kotak saya belum
tahu sebenarnya apa itu. Itu adalah PR pelajaran peradaban yang menyenangkan bagi
saya.”
HUKUM SEBAB AKIBAT
“Kalau anda takut bahwa mengira peran anda ‘a’ kemudian anda salah berperan. Lho,
siapa tahu peran anda adalah anda salah berperan untuk kemudian benar perannya. Iso
wae, gak masalah. Yang nomor satu adalah sebenarnya niat, bagaimana niat kita untuk
menjalani peran kita dengan sebenar-benarnya. Ada sebuah cara berpikir yang logis,
hidup adalah sebab-akibat. Anda tidur akibat dari mengantuk, anda makan akibat dari
lapar. Jadi hidup itu sebuah rangkaian sebab-akibat yang menerus. Bagaimana kita bisa
bicara peran, karena hidup adalah sebab-akibat yang menggelinding saja. Akibat karena
sebab yang baru dan mengakibatkan hal yang baru, sebab menjadi akibat yang
berikutnya, hal ini berlangsung terus. Terus diri kita mana yang berperan? Kemudian
pertanyaan utamanya adalah ‘sebab’ itu dari kita atau dari Tuhan? Kalau ‘sebab’ itu dari
Tuhan, maka kita berperan sesuai dengan yang Tuhan inginkan. Kalau ‘sebab’ itu dari
Tuhan, maka ‘akibat’nya juga dari Tuhan. Jadi titiknya adalah membuat ‘sebab’ itu dari
Tuhan. Gimana caranya? Ketika kita mendapatkan akibat, maka respon kita terhadap
‘akibat’ tersebut harus kita sambungkan dengan Tuhan. Nabi Muhammad sudah
memberikan gaman yang luar biasa, mau melakukan apapun pegangannya
bismillahirrohmanirrahim, karena Gusti Allah maka saya melakukan ini. Jadi bagaimana
kita tahu peran kita, ketika mau melakukan apapun kita bismillah maka dalam
perjalanannya nanti kita tahu mau ditugaskan apa. Karena kita mampu membuat semua
sebab itu kita sambungkan dengan Tuhan. Sehingga tidak ada kesedihan disitu,
kalaupun nanti susah, susahnya dari Tuhan. Susahnya pasti akan menyiapkanmu untuk
menghadapi sesuatu, susahnya akan membuatmu belajar sesuatu dan menjadi bekal
untuk masa depan. Selain mebuat semua sebab itu dari Tuhan, kita juga membuat
semua motif karena ingin mencari ridho dan cintanya Tuhan.”
***
Ban
gban
g W
etan
– 0
5 F
ebru
ari 2
015
/ 1
5 R
abiu
l Akh
ir 1
43
6 H
11 | 25
“Bagaimana dengan forum diskusi membandingkan agama dengan agama. Wes
menengno wae, Mas. Tidak usah untuk ikut – ikutan orang lain. Kalau kamu tahu itu tidak
baik maka jangan lakukan. Kita tidak punya hak sama sekali untuk ‘ndandani’ orang lain.
Alasan yang pertama kita tidak tahu pasti bahwa kita mengarahkan dia ke sesuatu hal
yang lebih benar. Siapa tahu dia sedang diperjalankan Tuhan untuk melalui itu
mendapatkan kesadaran yang lain. Yang kedua, Nabi ta dewe kok mbenerke wong?
Lisensi tidak punya. Lah lisensi apa? Wali bukan, nabi bukan apalagi rasul. Kewajiban
terhadap diri sendiri saja. Kalau seseorang salah ya biarkan saja asal kamu tidak ikutan
berbuat salah. Kalau orang itu benar ya diikuti tapi kalau salah ya tinggalkan. Kalau
konsep terhadap dirimu bagus dan kamu melakukan benar – benar serius orang akan
bertanya padamu kenapa kamu melakukan itu? Nah ketika seseorang bertanya padamu
berarti pikiran sudah terbuka, wadahnya sudah siap menerima ilmu dari kamu. Maka dari
itu dakwah paling baik adalah melakukan apa yang dipahami, bukan woro – woro minta
bayaran dengan sedekah,” papar Mas Sabrang
“Itu dijadikan bahan diskusi internal lagi tidak apa – apa Mas. Karena diskusi itu bahan
yang luar biasa untuk mengolah pemikiran, mengolah pemahaman, mengolah center of
balance nya kita dimana. Karena kita harus selalu tahu diri kita ada di posisi mana agar
mampu menghubungkan sebab akibat motif dari Tuhan tadi. Sekian untuk kali ini” tutup
Mas Sabrang pada sesi kali ini.
***
Dini hari Kyai Muzamil datang dari Bantul dan langsung ke atas menuju panggung. Sesi
selanjutnya masih dibuka pertanyaan dari para jamaah. Namun kali ini jamaah yang
mendengarkan semakin antusias dan bersemangat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
lebih banyak jamaah yang mengajukan pertanyaan. Salah seorang jamaah dari Sidoarjo,
Ari mengaku mengenal mas Sabrang sebagai Noe ‘Letto’ mengungkapkan bahwa lirik
Letto yang selama ini dia dengar tidak ada yang tahu maknanya. Liriknya memang puitis
namun maknanya membingungkan. Tapi selama ikut maiyah jadi tahu bahwa mas Letto
ini putra dari Cak Nun yang memiliki pemikiran tidak biasa. Jadi mungkin dari lirik lagu
Letto ada nilai – nilai yang tidak sampai di pecinta musik karena pecinta musik tahunya
tentang cinta. Dan mungkin Mas Letto berkenan menjelaskan liriknya terutama lagu
sebelum cahaya dan judul album Lethologica.
Aris, salah seorang jama’ah dari Surabaya ikut menyalurkan uneg – unegnya, “Saya
pernah mendengar Mas Sabrang ngomong bahwa ada orang NASA datang ke Yogya
bahas tentang buku. Saya penasaran, lalu cari di Google sampe elek gak ketemu.
Kenapa? Karena tiba – tiba ada film Interstellar. Saya penasaran apa benar seperti itu.
Dan saya pernah bertengkar dengan teman saya gara – gara masalah dinosaurus.
Bentuk dinosaurus itu seperti apa? Apa ya bentuknya begitu? Sementara Nabi Adam
segitu, kuda saja segitu. Bagaimana Nabi Adam menungganginya? Begitu pula Nabi
Ban
gban
g W
etan
– 0
5 F
ebru
ari 2
015
/ 1
5 R
abiu
l Akh
ir 1
43
6 H
12 | 25
Ibrahim yang akan menyembelih nabi Ismail yang diganti dengan kambing. Kambingnya
seberapa? Hal itu yang membuat saya geger dengan teman saya. Kemudian saya
browsing dan menemukan seorang Profesor yang mengatakan bahwa semua kehidupan
di bumi ini semakin lama semakin menyusut. Saya ingin bertanya penjelasan secara
ilmiahnya pada Mas Sabrang.”
Kemudian salah satu jamaah putri dari Surabaya yang bernama Rani – yang disambut
riuhan jamaah lainnya – melontarkan pertanyaan titipan dari temannya apa ada
hubungan antara pernyataan Rene Des Cartez, cogito ergo sum dengan hadits Nabi,
man ‘arofa nafsahu faqod ‘arofa Robbahu.
Selanjutnya Luthfi, salah seorang jamaah dari Gresik yang meminta tips kepada Mas
Sabrang untuk menghadapi UNAS selain belajar. Jamaah kembali ramai saat tahu Luthfi
masih menjadi pelajar SMA kelas 3.
“Saya tinggal di Surabaya sudah lama kerja di Yayasan Kristen. Darisana saya belajar
banyak sekali. Saya belajar toleransi dan belajar menjadi kelompok minoritas. Dulu saya
terbiasa menjadi mayoritas dalam hal agama. Yang saya tanyakan dalam posisi saya
sebagai minoritas. Saya harus belajar segalanya. Saya berada di antara teman – teman
kerja yang berbeda keyakinan maka bagaimana cara saya belajar dan hal apa yang
harus saya lakukan?” tanya Danang, salah satu jamaah yang berasal dari Blitar.
Setelah itu salah seorang jamaah ikut mengeluarkan suaranya, “Ucapan adalah doa.
Seperti kita ketahui bahwa lagu – lagu Indonesia pada umumnya cenderung mendoktrin
kita untuk menjadi karakter yang lemah. Kita bisa survei anggota band – terserah band
apa – yang liriknya seperti itu, cenderung mereka pada posisi mental rumah tangga yang
kacau, perceraian ataupun selingkuh. Yang mau saya tanyakan, hal ini akan
mendoktrinasi generasi muda kita secara tidak langsung. Contohnya kita bisa tanyakan
langsung pada anak TK sekarang lebih hafal lagu balonku ada lima atau sakitnya tuh
disini. Saya percaya mereka butuh trigger (pemicu) untuk menjadikan mereka generasi –
generasi pembangun yang tadi. Yang jadi permasalahan kita harus menjadi influencer
sebagai suatu penyebar kebaikan melalui forum ini. Bagaimana kita yang ada di forum ini
menjadi trigger bagi generasi muda agar tidak menjadi generasi yang lemah.”
Salah seorang jamaah lainnya meminta tanggapan kepada Kyai Muzammil mengenai
kyai jaman sekarang. Dulu nabi Muhammad tidak mengharap imbalan bahkan beliau
ikhlas ketika didholimi. Sementara kyai sekarang punya bandrol. Bila bandrolnya satu
juta dan ketika disewa di suatu kampung cuma diberi 500 ribu lalu tahun berikutnya
diundang lagi ke tempat yang sama dia tidak mau kembali kesana. Tolong ditanggapi
dan dikorelasikan dengan jaman Nabi Muhammad dakwahnya secara ikhlas dan kyai
sekarang seperti apa.
Ban
gban
g W
etan
– 0
5 F
ebru
ari 2
015
/ 1
5 R
abiu
l Akh
ir 1
43
6 H
13 | 25
Terakhir di sesi ini seorang jamaah dari Madura Ahsa kumbolo mengajukan pertanyaan
kepada Mas Sabrang, “Yang ingin saya tanyakan yaitu tentang jaman buto cakil, yaitu
ada statemen di buku Kyai Fahmi Basya, salah satu kyai yang mengkaji tentang studi
islam yang menyebutkan bahwa candi Borobudur merupakan peninggalan nabi Sulaiman
sedangkan candi Boko merupakan persembahan nabi Sulaiman kepada ratu Bilqis. Nah,
berarti ratu Biqis disini adalah orang Jawa. Yang saya tanyakan seistimewa apa tanah
Jawa ini sehingga peninggalan – peninggalan seperti Borobudur, candi Boko dsb kok ada
di tanah Jawa. Yang kedua pada era Majapahit. Di era Majapahit perkembangan
Majapahit sangat pesat. Bahkan saking pesatnya, negeri yang bernama Nusantara
adalah negeri paling maju di dunia. Maka jangan kalian berkecil hati menjadi orang Jawa
bahwa kalian orang Jawa pernah jaya di dunia. Lalu mendekati keruntuhannya ketika raja
Brawijaya mendengar sabda Palon. Intinya Sabda Palon mengatakan akan kembali
dalam waktu 500 tahun. Dan sekarang kira – kira kita sudah mencapai waktu 500 tahun.
Pertanyaan saya kenapa peninggalan – peninggalan Majapahit dibumihanguskan seolah
– olah tak ada satu peninggalan yang tersisa. Nah, ynag membukakakan peninggalan itu
adalah banyaknya teknologi yang menggempur generasi muda sekarang sehingga apa
yang ditinggalkan era Majapahit sedikit demi sedikit terbuka.”
MUSIK LETTO
Kemudian Mas Sabrang diminta menanggapi pertanyaan serta uneg – uneg dari para
jamaah “Orang membuat sebuah karya pasti ada keputusannya, lirik lagu banyak
konsepnya. Kamu bisa memotret sesuatu, bisa bercerita sesuatu, bisa mereminisance
sesuatu, bisa menyatakan gagasan. Banyak keputusan yang diambil untuk mengarahkan
sebuah band ini mau diarahkan kemana. Letto memilih lirik lagu yang mungkin bagi
sebagian orang akan susah dipahami. Memang sengaja seperti itu, itu merupakan
keputusan sadar, karena konsep kebenaran itu tidak bisa diklaim oleh siapapun.
Contohnya begini, ada satu gajah yang dikelilingi oleh lima puluh orang dan
menggambarnya, gambarnya ada yang sama tidak? Gambar gajah yang benar yang
mana? Benar semua walaupun gambarnya tidak ada yang sama semua. Nah, kebenaran
disini bermacam-macam. Itupun semirip-miripnya gambar gajah tetap bukan gajah. Untuk
mencapai kebenarannya gajah maka kamu harus menjadi gajah. Ketika sudah menjadi
gajah, kita lupa tahu mencari gajah itu seperti apa. Maka tingkat kebenaran itu berlapis-
lapis dan bertingkat-tingkat. Letto begini konsepnya, kita menyampaikan sesuatu itu tidak
lengkap, memang dia bersayap. Kamu mempunyai potret, mempunyai bahan dari lirik itu,
dan arti dari lirik itu bukanlah hanya yang ada dalam lirik itu, tapi konseptual apa yang
ada dalam dirimu dikawinkan dengan apa yang ada di liriknya akan menjadi arti
tersendiri. Letto konsepnya memang seperti itu, kita tidak membatasi arti lirik itu sendiri.
Karena bisa menjadi efek yang berbeda-beda pada setiap orang. Dan saya ingin setiap
orang mempunyai hak terhadap arti lagu itu. Itu konsep pilihan, bukan suatu pilihan yang
popular. Kita dihajar sama label, lirik opo ngene iki, ora paham. Tapi kita nggak masalah,
Ban
gban
g W
etan
– 0
5 F
ebru
ari 2
015
/ 1
5 R
abiu
l Akh
ir 1
43
6 H
14 | 25
kita nekad dengan itu. Kalau kita tidak ngomong sesuatu dalam lagu, terus kita punya
legitimasi apa membuat lagu. Kita memasukkan ‘harga diri’ dari apa yang kita katakan
dalam lagu tersebut, kita mempunyai alasan itu. Kita mempunyai suatu konsep.” Jelas
mas Sabrang yang disambut riuh tepuk tangan dari jamaah.
Kemudian mas Sabrang menjelaskan maksud Lethologica dalam albumnya, “Lethologica
adalah sebuah keadaan dimana kamu ingin mengatakan sesuatu tapi kamu lupa. Ning
ujung ilatmu iki kowe lali. Dalam psikologi namanya mental block. Lethologica kita angkat
menjadi sebuah judul karena konsepnya dalam suatu hidup kita kadang mengalami
mental block dan kita butuh pelepasan yaitu dengan cara mengikhlaskan mental block
tersebut. Dan secara psikologi mental block ini menular, dan bagaimana cara lepas dari
mental block itu? Maka butuh ada orang yang menjadi ‘penggagas’, disini konsep lagu
kita. Salah satu trik yang sering kita gunakan dalam lagu Letto adalah penempatan
subjek. Ketika ngomong ‘aku’, ‘kau’, atau ‘dia’, itu bisa diganti-ganti.
Kuteringat hati yang bertabur mimpi
Kemana kau pergi cinta…
Lirik itu bisa dimaknai orang bicara kepada orang lain, bisa dimaknai Tuhan bicara
kepada manusia, bisa juga dimaknai orang bicara kepada kekasihnya, bisa bermacam-
macam. Itu nanti mana yang paling cocok untukmu, yang terpenting adalah konsistensi.
Kalau kamu memaknai kamu bicara kepada orang lain tapi kemudian pada lirik
selanjutnya ternyata tidak cocok oleh subjeknya, maka subjeknya kamu ganti dengan
yang lain. Ketika saya buat lagu Sebelum Cahaya, itu konsepnya adalah Tuhan ngomong
kepada manusia.
Perjalan sunyi yang kau tempuh sendiri
Kuatkanlah hati, cinta…
Ingatkah engkau kepada embun pagi bersahaja
Yang menemanimu sebelum cahaya…
Dalam Bahasa Itali, Letto itu artinya berfikir. Dan saya senang sekali, tanpa sengaja
nama Letto dekat dengan Lotto, yaitu pohon bidara yang tak berduri. Saya dapat nama
Letto itu bukan tidak sengaja, karena ketika membuat band bersama teman-teman kita
belum ada nama, yang kita tahu adalah berkarya. Kita penasaran gimana caranya
membuat lagu dan kita mencoba memetakannya dengan perhitungan matematis.
Ternyata label tertarik, maka harus ada nama bandnya. Iki opo jenenge cah? ‘elek yo
band’ opo ‘Tambal band’ yo? ora ngerti wes. Setelah bangun tidur, tiba-tiba terbesit nama
Letto. Nek Letto piye? Oleh soko ngendi? Yo ngimpi, ora dong aku. Artine opo? Ora ono
artine. Lho nek ditakoni filosofine? Ngarang, gampang. Yowes jenenge Letto wae. Apa
filosofinya? Letto, adalah sebuah nama yang tak berarti, seperti kertas putih yang kita isi
Ban
gban
g W
etan
– 0
5 F
ebru
ari 2
015
/ 1
5 R
abiu
l Akh
ir 1
43
6 H
15 | 25
dengan tulisan-tulisan perjalanan kita.” Penjelasan mas Sabrang sembari bercanda pun
disambut audience dengan tertawa serentak.
PEMAKSIMALAN INDERA
“Saya ini orangnya malas, itulah kenapa saya memilih jurusan Matematika dan Fisika
karena itu PRnya paling sedikit dan ngapalnya paling sedikit. Asal tahu konsep, selesai.
Kalau pelajaran sosial kan menghafal, ini pendapat Frut gimana, pendapat Descartez
gimana. Mumet ngapalke pendapate wong, ruwet men uripe, mbok yo duwe konsep
dewe ngethoke pendapatmu dewe. Sebenarnya dulu saya ambil jurusan psikologi, tapi
saya keluar di tengah jalan. Mergo uripku kok ngapalne pendapate wong terus tho,
mosok bayar larang-larang dikongkon ngapalke pendapat. Setelah itu saya keluar dari
Psikologi. Bukan berarti psikologi jelek, iku aku wae sing kurang gawean utekku. UNAS
adalah efektivitas belajar. Dulu konsep saya ketika belajar itu seperti ini, nomor satu yang
harus saya ketahui adalah orangnya siapa yang memberi pelajaran kepada saya. Saya
baca profil pengarang bukunya, kelahiran tahun berapa, disitu kita bisa menebak seperti
apa tipenya. Kemudian saya membaca daftar isinya, kita bisa mengetahui gambar
besarnya sperti apa, petanya seperti apa. Dari daftar isi tersebut pengarang ingin
menyampaikan apa, jadi sudah terjadi kotak-kotak dikamar. Jadi ketika saya ingin tahu
informasi apa, maka saya sudah tahu mau masuk ke kamar mana, karena saya sudah
tahu peta besarnya. Setelah daftar isinya, saya paling membaca rangkumannya saja
karena merupakan inti sari dari tiap kotak-kotaknya. Ketika kamu belajar dengan
membaca, maka indera yang kamu gunakan adalah mata. Kalau kamu sama menulis,
indera yang kamu pakai ada dua, mata dan tangan, lebih besar area di otak yang akan
mengingat. Kalau kamu dengan bicara, membaca dengan bicara, maka otak akan
menyerapnya lebih lambat. Indera yang digunakan adalah mata kemudian mulut saat
mengucap dan telinga yang mendengar suara kita, maka kerja otakpun akan lambat
namun ingatan akan lebih menancap di otak. Ada lagi satu trik, misalnya ada suatu bau-
bauan ketika pelajaran praktek biologi, praktek kimia atau fisika, bau tersebut juga akan
menimbulkan suatu ingatan tersendiri dalam kinerja otak. Bau-bauan tersebut
mempunyai ruang dalam otak sehingga memunculkan suatu memori tertentu. Trik saya
dulu adalah menggunakan kelima indera saya agar saya mudah mengingat. Caranya
untuk menghadapi UNAS itu adalah bagaimana cara kamu memasukkan informasi ke
otak, semakin banyak area di otak terekspos pada informasi, maka semakin banyak
ruang untuk mengingat.”
EMPATI MAYORITAS
“Belajarlah menjadi minoritas, sebagaimana rasanya menjadi minoritas. Bagaimana kita
bisa mengerti orang lain? senjatanya adalah empati. Ketika kita kecil, orang tua sering
bilang jangan nyubit orang lain, gimana kalau kamu dicubit orang lain? Itu gimana kita
mengubah posisi empati sehingga kita bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain.
Ban
gban
g W
etan
– 0
5 F
ebru
ari 2
015
/ 1
5 R
abiu
l Akh
ir 1
43
6 H
16 | 25
Jadi ketika kita benar-benar memperjuangkan orang lain atau kita melakukan sesuatu
untuk orang lain, itu benar-benar karena kita ‘merasa’, bukan hanya sekedar konseptual
belaka. Di dalam lingkungan minoritas, kamu bisa merasakan menjadi minoritas, tapi di
lingkungan yang lebih luas, kamu bisa merasakan menjadi mayoritas dan bisa
merasakan empati karena pernah merasakan menjadi minoritas. Pada keadaan itu coba
melakukan riset yang kemudian bisa disharingkan di Bangbang Wetan ini, sehingga kita
semua bisa belajar dari pengalamanmu.”
PEMETAAN KEBENARAN
“Peta kebenaran seperti bukan antara hitam atau putih, bukan antara tahu dan tidak
tahu, tidak sesederhana itu. Sama seperti kamera yang diputar fokusnya atau lensanya,
bagaimana diputar akan semakin blur atau semakin jelas hingga benar-benar jelas.
Jangan berharap informasi yang kamu dapatnya akan sampai pada fokus yang
kebenarannya jelas. Ada yang limitasinya hanya sampai blur saja dan tidak bisa lagi
dikoyak kebenarannya, maka terimalah itu sebagai wacana yang blur, tidak terlalu benar
juga tidak terlalu salah. Kalau pertanyaannya Rene Descartez dengan man ‘arofa faqod
‘arofa robbahu ada hubungannya atau tidak, maka jelas ada hubungannya secara
konseptual. Sementara kalau pertanyaanya apakah dia dapat dari nabi Muhammad, itu
masuk area blur. Saya tidak tahu, dan tidak ada cara untuk mengkonfirmasinya. Kapan
mereka bertemu, itu tidak ada catatan sejarahnya. Ada seorang filusuf yang berfikir
sebuah konsep yang ternyata sama dengan ayat-ayat al-qur’an, berarti kita bisa saja
mencapai kebenaran dengan cara kita berfikir sendiri, kita olah pikir kita untuk mencari
sebuah kebenaran, mencari ayat yang ada di alam semesta ini dan ternyata cocok
dengan yang tertulis dalam al-qur’an. Itu menjadi suatu fakta yang menarik untuk digaris
bawahi.”
Mas Sabrang mengkorelasikan teori kebenaran dengan perkembangan teknologi dan
ilmu Sains. “Hilangkan anggapan bahwa Google itu Maha Tahu. Banyak informasi yang
ada dalam google, tapi bukan berarti semua informasi ada dalam google. Terutama
Indonesia, sumbangan kita terhadap Wikipedia pun sangat minim. Banyak buku yang
tidak ada dalam google. Saya juga tidak tahu kenapa, orang Indonesia ini sedikit sekali
untuk berbagi ilmu, mungkin tidak punya budaya bagi ilmu. Kitabnya bernama
Bonakosa, saya tidak tahu kitabnya ada dimana saja, yang saya tahu kitabnya ada di
tempat Pak Manu. Kitab itu berbahasa Sansekerta dan bahasa Kawi. Jadi ketika saya
ingin belajar tentang buku tersebut, maka saya belajarnya melalui pak Manu, karena
saya memiliki limitasi untuk itu. Kemudian saya putuskan untuk percaya dengan orang
yang punya bukunya, saya tidak punya resources untuk mempelajari sendiri.”
“Untuk Teori Menyusut itu berhubungan dengan kandungan oksigen yang ada dalam
udara, sehingga bisa jadi menyusut karena keterbatasannya oksigen di udara. Kita tidak
bisa mengatakan bahwa nabi Adam pernah naik dinosaurus atau tidak, karena kita tidak
punya fakta empiris yang menyatakan nabi Adam lahir tahun berapa. Itu termasuk
Ban
gban
g W
etan
– 0
5 F
ebru
ari 2
015
/ 1
5 R
abiu
l Akh
ir 1
43
6 H
17 | 25
informasi yang blur, kita percaya adanya cerita nabi Adam, tapi kita tidak tahu kapan
beliau ada. Kita tidak pernah tahu tentang itu, karena yang kita butuhkan bukan
kapannya, tetapi kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam cerita tersebut. Kalau dulu nabi
Nuh, nabi Ibrahim dan nabi-nabi lain yang umurnya mampu mencapai ratusan hingga
ribuan tahun, sekarang umur manusia menjadi pendek-pendek. Kita bisa
menghubungkannya dengan ilmu Sains, tentang Teori Telomeres, umur manusia bisa
menjadi setengah dari generasi sebelumnya, dan menjadi setengahya lagi, begitu
seterusnya. Disini kita mempunyai al-qur’an sebagai petunjuk, bukan informasi yang
literer. Al-qur’an bukan buku sejarah, tapi memberi petunjuk tentang sejarah. Alqur’an
bukan buku Sains, tapi memberi petunjuk tentang Sains. Dinosaurus sendiripun apakah
bentuknya seperti itu? Sampai sekarang pun masih dalam perdebatan. Jangan
menganggap bahwa Sains juga merupakan kebenaran yang Maha Benar, semua masih
banyak yang blur.”
PERAN DIRI SENDIRI
“Bagaimana kita bisa menjadi inspirator orang lain untuk generasi pembangun? Jangan
pernah bermimpi. Kita mempunyai prioritas nomor satu, yaitu bertanggungjawab atas diri
kita. Jadilah generasi pembangun, berkumpul dengan generasi pembangun, kalau itu
menjadi trigger orang lain, maka bersyukurlah kamu bisa bermanfaat untuk lingkungan
yang lebih luas, tapi menjadi inspirator bukan sebuah tujuan. Misalnya, kalau kamu
mencari istri, jangan cari pacar yang ideal, tapi jadilah pacar yang ideal. Kalau ingin
pacar rajin, maka jadilah rajin atau kualitas-kualitas yang ingin kamu capai. Logikanya
seperti itu. Semua timbangannya sama, yang terutama adalah kewajiban diri sendiri dulu,
yang diberikan Gusti Alloh adalah kekuasaan absolut atas dirimu sendiri, wadhaq-mu.
Berkumpulan dengan orang-orang yang mempunyai frekuensi sama. Kalau ingin berbuat
sesuatu, maka berbuatlah sesuatu karena keinginan kalian sendiri untuk mencari ridho
dan cintanya Tuhan.”
“Kalau menurut kamu band-band itu membawa kita menjadi manusia yang lemah? Ora,
ternyata guna dia untukmu adalah membuatmu sadar bahwa ada orang lemah da nada
orang yang kuat, sehingga kamu menghindari menjadi orang yang lemah untuk menjadi
orang yang kuat. Dia menjadi inspirator buruk agar kamu tidak menjadi seperti itu.
Misalnya cerita Fir’aun yang mengaku dirinya adalah Tuhan dan tidak mengakui Allah,
dia menjadi inspirator yang buruk sehingga kita tidak boleh menjadi seperti dia. Kita
berprasangka baik saja, semua menjalankan perannya sesuai dengan Tuhan.
Bagaimana aku bisa membuat semua yang ada di dunia ini untuk menjadi kaca atas
diriku sendiri agar aku bisa menemukan diriku sendiri sehingga aku bisa menemukan
Tuhanku dan berlaku sesuai Dia untuk melakukan apa yang harus aku lakukan.
Menyerahkan semuanya kepada Gusti Allah agar mencapai ketentraman.”
PERADABAN TANAH JAWA
Ban
gban
g W
etan
– 0
5 F
ebru
ari 2
015
/ 1
5 R
abiu
l Akh
ir 1
43
6 H
18 | 25
“Dalam diskusi martabat itu, nomor satu yang saya masukkan, kamu harus mempunyai
rumah di kepalamu. Rumah bagaimana kamu bisa memasukkan informasi. Informasi
yang ini jenisnya apa, setiap informasi kamu tahu tempatnya dimana. Jadi jangan
memasukkan suatu informasi pada tingkatan yang berbeda. Saya kurang sepakat
dengan membenarkan al-qur’an dengan teori Sains yang sekarang, karena teori Sains ini
akan terus berkembang, Sains bisa saja berubah menurut perkembangannya. Kalau teori
Sains berubah, berarti al-qur’an juga ikut salah bukan? Keduanya memiliki level yang
berbeda. Kekhawatiranku terhadap perkara Borobudur dan nabi Sulaiman adalah itu,
bagaimana informasi pada tataran yang berbeda disambungkan menjadi sebuah klausal
sebab-akibat pada level yang sama sehingga outputnya menjadi tidak reliable.”
Mas Sabrang kemudian melanjutkan penjelasannya yang mengatakan bahwa ada
informasi yang blur dan ada informasi yang tidak bisa dikatakan karena takut nantinya
akan menimbulkan asumsi yang tidak benar. Mas Sabrang mecoba menjelaskan satu
persatu pertanyaan jamaah.
“Kenapa Tanah Jawa punya peradaban yang tinggi? Saya jawab dengan Sains dan
logika dulu. Orang akan punya waktu untuk membangun peradaban ketika urusan
perutnya sudah selesei. Kalau sepabjang hari mung golek panganan, dia tidak akan bisa
membangun peradaban, waktunya tidak akan cukup. Maka orang yang mampu
membangun sebuah peradaban adalah orang yang memiliki punya banyak waktu
kosong, sehingga waktu kosongnya diisi dengan membangun peradaban untuk berfikir,
berfilosofi. Dan saya yakin, penanam pertama adalah wanita. Karena lelaki lebih banyak
menhabiskan waktunya untuk mencari uang, dan wanita menghabiskan waktunya
dirumah untuk menyusui anaknya. Pernyataan ini logis sebenarnya. Lantas kenapa Jawa
peradabannya tinggi, karena di Jawa itu kita tidak kekurangan, mau makan atau minum
kita tidak masalah sehingga banyak waktu kosong untuk mencari ilmu-ilmu diluar ilmu
tentang bertahan hidup. Kita mencoba untuk mengkorelasikan dengan data-data yang
ada. Jawa itu ‘Jatuh dari wilahannya buku’, jadi koordinatnya ilmu pengetahuan adalah
Pulau Jawa. Kalau menurut Sejarah, coba kita cari Syaikh-syaikh besar sudah pernah
ngamba Jawa belum, kenapa mereka memilih ngamba pulau Jawa, dan seterusnya.
Disini saya tidak berani bicara karena saya takut menjadi kesimpulan, tapi itu menarik
untuk digali dan mempelajarinya. Kesimpulan otak saya mengatakan bahwa memang
Jawa merupakan titik koordinat yang ditanggungi ilmu pengetahuan. Kalau dalam Islam
ada titik koordinat waktu yang istajabah untuk berdoa, misal pada saat dhuha, sepertiga
malam. Ada juga koordinat tempatnya juga, misal di Hajar Aswat. Dan pasti ada
koordinat lain dengan bidang yang berbeda pula. Di Jawa menjadi titik koordinat ilmu
pengetahuan selama orang itu tahu cara mengaksesnya bagaimana.”
“Lantas kenapa Majapahit dibumihanguskan? Terus terang saja saya tidak tahu
alasannya. Ora tahu ngobrol langsung marang Hayam Wuruk opo Gajah Mada.”
Ban
gban
g W
etan
– 0
5 F
ebru
ari 2
015
/ 1
5 R
abiu
l Akh
ir 1
43
6 H
19 | 25
“Tapi banyak kemungkinan teori yang tidak saya bicarakan sebagai kebenaran. Karena
mungkin saja bahwa pada masa itu hanya ada satu keraton di Jawa, sehingga keraton
yang lain harus dihancurkan karena tidak boleh ada dua pilar. Mungkin saja teknologi
sudah begitu tinggi dan bahan-bahan peninggalan Majapahit berasal dari alam, sehingga
pada waktu tertentu ia harus kembali kepada alam. Mana yang benar maka
membutuhkan penelitian lebih lanjut.”
Demikian mas Sabrang menutup sesi tanya-jawab yang kedua dan forum dikembalikan
kepada mas Amin. Kemudian mas Amin mempersilahkan Kyai Muzammil yang baru
pertama kali datang ke forum BBW untuk memberikan sumbangsih ilmunya kepada
jamaah. Kyai Muzamil ini berasal dari Madura yang sekarang berdomisili di Jogjakarta.
“Malam ini saya senang dengan mas Sabrang, karena umur mas Sabrang setingkat
dengan umur saya, kalau Cak Nun umurnya setingkat orang tua saya.” Maksud Kyai
Muzamil ini adalah umur keilmuannya. Beliau bicara tentang peta generasi yang
sebelumnya dibicarakan mas Sabrang.
“Orang sering keliru menganggap Madura itu bukan Jawa, karena sampai sekarang
belum disetujui bahwa Madura berdiri sendiri menjadi Propinsi, Jawa itu meliputi sampai
Madura. Jadi kalau tadi bilang orang Jawa hebat, itu termasuk Madura.” Sambutan kyai
Muzamil disambut riuh tepuk tangan dan tawa dari jamaah. Kyai Muzamil memulai
diskusinya dengan menjawab pertanyaan dari jama’ah yang menanyakan sikap kaum
minoritas.
ISLAM FORMALITAS
“Jangan dikira nabi Muhammad hanya bergaul dengan hanya orang Islam. Kalau dari
sejarah, kita lihat keakraban Nabi Muhammad dengan orang non-muslim. Nabi
Muhammad meninggal dunia dengan meninggalkan hutang dan menggadaikan baju
perangnya kepada orang Yahudi. Karena kalau sampai hutang-menghutangi, hubungan
mereka akrab sekali. Jadi kalau bisa mengetahui teman anda betul betul teman
sungguhan atau bukan, jaluken utang. Jadi jangan merasa kecil hati, nabi Muhammad
sendiri mencontohkan untuk bersahabat dengan orang Yahudi. Sebenarnya orang
dinyatakan Islam itu bukan sekedar identitas belaka, kalau orang lain yang non-Islam
ternyata perilakunya lebih baik, maka dia lebih Islam. Karena kita Islam formalitas,
sementara dia Islam secara substansial.”
Kemudian Kyai Muzamil menjawab pertanyaan dari Jamaah tentang kyai yang sekarang.
“Salahnya masyarakat yang gampang mengkyaikan orang. Jadi menganggap kyai ini
hanya sebatas penampilan saja, orang yang memakai peci atau sorban lantas dipanggil
sebagai kyai. Itu salah besar. Terus mas Sabrang karena memakai kaos dan tidak
memakai peci lantas bukan kyai? Sing tenanan kyai iku mas Sabrang. Kalau peci kan 20-
30 ribu sudah dapat. Saya pakai surban itu bukan bermaksud untuk dipanggil kyai, saya
tidak pernah beli surban karena saya selalu dikasih surban sama orang lain, jadi kalau
Ban
gban
g W
etan
– 0
5 F
ebru
ari 2
015
/ 1
5 R
abiu
l Akh
ir 1
43
6 H
20 | 25
tidak saya pakai kan mesakke. Jadi saya memakai surban ini hanya menyenangkan hati
orang yang ngasih saya surban. Maka jangan sekali-kali memanggil saya kyai, nanti
tertipu sampean. Karena saya di Jogja di Parang Tritis itu kumpulannya para lonte-lonte.”
“Suatu ketika Rasulullah mengutus Sa’ad bin Abdu Waqash, yang penting bukan Sa’ad
bin Abdu Waqash itu faktualitasnya seperti apa, orangnya tinggi atau tidak, berkulit putih
atau tidak, tetapi kebijaksanaan-kebijaksanaanya seperti cerita nabi Adam yang
diceritakan mas Sabrang tadi. Suatu saat ketika Sa’ad ini kembali setelah diutus oleh
Rasulullah, dia menceritakan bahwa dia bertemu dengan sekelompok masyarakat yang
antara manusia dengan hewan itu sama, karena pikiran orang-orang itu sama dengan
apa yang ada dalam pikirannya hewan. Jadi kalau ada Kyai yang dipikir mung urusan
wetheng thok, maka dia bukan kyai.”
PATUNG HALAL
Setelah rampung menjelaskan persoalan kyai sekarang, beliau menceritakan
pengalamannya ketika berceramah di daerah dekat dengan Borobudur. Disitu banyak
sekali pemahat yang yang membuat patung. “Saya bilang kepada mereka, anda ini
adalah orang hebat, karena anda ini keturunan orang yang membuat Borobudur.
Borobudur sudah dibangun ratusan tahun yang lalu, tapi anda masih melanjutkan
membuat patung-patung. Maka saya katakan bahwa membuat patung itu halal, asalkan
niatnya benar. Niat bagaimana? Jadi niat untuk memberikan nasihat. Memberikan
nasihat itu kan bukan hanya dengan lisan, kalau seorang penyair dia memberikan
nasihatnya lewat syairnya, pelukis memberikan nasihatnya melalui lukisannya, orang
yang bisa membuat lagu seperti mas Sabarang akan memberikan nasihatnya melalui
lagunya, sastrawan menasihati melalu karya sastranya, kalau bisa memahat maka
sampaikan nasihat dengan cara memahat. Silahkan memahat Semar, memberi tahu
pada dunia untuk mencontoh semar, berarti tidak haram bukan. Bahkan kalau perlu
silahkan memahat patung anjing untuk mengingatkan orang lain untuk berkaca, kita
sama anjing lebih baik mana. Karena sekarang orang terkadang kalah dengan anjing,
lebih baik anjing. Jadi jangan gampang-gampang menghukumi patung anjing itu haram.
Anjing itu kalau dikasih kebaikan dengan dikasih makan atau diopeni, anjing itu
berterimakasih dan setia kemudian menjaga tuannya dari bahaya. Anjing itu tau
berterimakasih, membalas kebaikan dengan lebih baik. Tapi sekarang banyak manusia
yang dikasih kebaikan oleh Tuhan tapi malah menggigit. Jadi perlu supaya nasihat itu
disampaikan melalui apa yang kita bisa. Kalau dulu patung termasuk berhala, sekarang
sudah bertransformasi menjadi benda yang tidak kelihatan, misal jabatan.”
***
Kemudian penjelasan Kyai Muzamil ini dijeda dengan penampilan musik dari jamaah dan
mas Sabrang menyanyikan lagu Sebelum Cahaya atas permintaan para jamaah.
Selepas mas Sabrang bernyayi yang diikuti oleh para jamaah, mas Amin bilang kepada
Ban
gban
g W
etan
– 0
5 F
ebru
ari 2
015
/ 1
5 R
abiu
l Akh
ir 1
43
6 H
21 | 25
mas Sabrang untuk tidak kapok datang ke Bangbang Wetan. Mas Sabrang menanggapi
mas Amin, “Sebenarnya tidak masalah. Dulu sekitar empat tahun yang lalu saya pernah
membuat diskusi bersama dengan anak-anak muda, yang namanya Diskusi Martabat
yang konsepnya saya berceramah. Saya membawa tema yang kemudian saya bercerita
dan memaparkan sebuah konsep, ternyata hanya bertahan selama 11 bulan. Saya tidak
kuat, saya sakit-sakitan waktu itu. Disana hanya berceramah dan bukan berdiskusi,
kemudian saya hentikan kegiatan itu. Dan berlanjut dengan sebuah grup diskusi (FGD)
yang berjalan hanya dengan 5-6 orang saja dan kita diskusi intens disitu. Setelah dua
setengah tahun FGD, Diskusi Martabat kembali dibuka lagi tiga bulan yang lalu. Dengan
konsep kita duduk melingkar tanpa mikrofon agar diskusinya lebih merapat, dan
temponya lebih cepat. Kalau jenengan khawatir saya kesal banyak dikasih pertanyaan,
ora usah khawatir, wes biasa. Iki ora enake dadi anake Cak Nun ngunu kuwi. Kalau saya
ora gelem, nanti dimarahi bapak saya. ‘Tetep surgomu kuwi aku bapake’. Pokoke saya
diomong gitu jawaban saya Nggih-nggih mawon. Arep ngomong tak pecat dadi bapak yo
ora iso tho. Wong ini sudah nasib, nasibnya nasab, ora iso diapak-apake. Jadi sudah
biasa sampai dua hari dua malam itu pernah sampai diiloke mertua saya. Karena waktu
itu saya berdiskusi berdua saja dengan Agus kriwil anak Semarang yang sekarang di
Ungaran. Waktu itu kita berdiskusi menggali tentang bagaimana tauhid bisa turun di
Mesir Kuno, dengan relief baca dan seterusnya. Dengan melihat tanda-tanda itu
sehingga kita bisa tahu kenapa Hameng Kubuwono seperti itu fotonya, kenapa dengan
ada buahnya, kenapa api lilin sebelah kanan kiri dan seterusnya kita belajar itu. Dua hari
dua malam kebetulan pas ada mertua saya, beliau Tanya kepada istri saya.
Kae bojomu nyambut gawe opo tho? Dino-dino ngobral ngobrol, adus yo gak, turu yo ora.
Kopa kopi, mandhege mung ngoyo karo ngising, mangan dilut terus diteruske.
Sampe saya itu sungkan sendiri sama mertua saya. Jadi kalau urusan ketahanan itu
santai wae, lanjut-lanjut wae. Aku menyiapkan diriku untuk takdir yang mengerikan.” mas
Sabrang menanggap mas Amin dengan bercanda dengan keluwesannya yang membuat
para jamaah merasa nyaman dan tertawa.
JALAN MAKRIFAT
Kyai Muzamil akan mencoba menjawab pertanyaan mbak Rani tentang hubungan
Descartez dengan man ‘arofa faqod arofa robbahu, mas Sabrang tadi menjelaskan
bahwa tidak ada fakta empiris tentang ketemunya Descartez dengan nabi Muhammad.
Kyai Muzamil kurang lancar menyebut nama Descartez yang asing dan menyikapi hal
tersebut dengan bercanda kepada jama’ah.
“Soalnya begini, kalau saya menampakkan bisa bahasa Itali kalian bisa sungkem
semua.” Disambut dengan tawa para jama’ah saat menjelang jam 3 pagi.
Ban
gban
g W
etan
– 0
5 F
ebru
ari 2
015
/ 1
5 R
abiu
l Akh
ir 1
43
6 H
22 | 25
“Jadi saya ini ethok ethok ra ngerti bahasa Inggris, bahasa itali, Perancis. Biar sampean
ini tidak menghargai saya. Nah, kalau saya ini menunjukkan ilmunya nanti malah
bahaya.” Lanjut gurauan serius Kyai Muzamil.
“Karena sabda Rasulullah sholallohu ‘alay wasallam itu la yazallul mar’u ‘aliman maa
tholabal ilmu, orang itu senantiasa disebut sebagai orang berilmu kalau dia masih mau
menuntut ilmu, jadi merasa bodoh. Fa’in dhonnah ’annahu qod ‘alima faqod jahila, ketika
dia menyangka dirinya sudah tahu maka dia sudah menjadi orang bodoh. Jadi setelah ini
maka semua harus merasa semakin bodoh. Semua wadah kalau diisi itu pasti bisa
penuh kan, misalnya gelas kalau diisi bisa meluap, perut juga bisa penuh. Yang tidak
bisa penuh itu apa? Yang tidak bisa penuh itu kan ilmu. Jadi sampean masukkan ilmu
apapun, otak sampean tidak akan merasa penuh. Maka akan semakin longgar, semakin
kosong dan semakin kosong. Orang semakin pinter merasa semakin bodoh, kecuali
orang-orang tertentu. Maka tidak ada ilmuwan yang berhenti belajar, jadi kalau berhenti
belajar maka bukan ilmuwan.”
“Man ‘arofa faqod arofa robbahu, ada kebenaran-kebenaran yang universal. Kalau
kebenaran universal, Allah bisa meminjam siapa saja. Jadi jangan melihat orangnya,
orangya muslim atau tidak. Kebenaran universal ini sama. Karena semua manusia ini
kan tajallinya Allah. Kata sayyidina Ali bin Abi Thalib, al hikmatu dhollatul mukminin. Saya
punya guru yang tidak memiliki televisi, Kyai Hasan As’adul Ghofi, karena menganggap
menonton TV itu haram. Sampe saya juga punya guru yang menghalalkan bunga bank,
Prof. Dr. Syaikh Hadi Purmono, SH, MA. Titlenya ini harus disebut semuanya, karena
beliau pasti marah-marah kalau tidak lengkap. Sekarang beliau sudah meninggal. Jadi
Prof. Dr. Syaikh Hadi Purmono, SH, MA, almarhum. Kyai Hasan dan Pak Syaikh ini
bertolak belakang. Satunya menganggap TV ini haram apalagi musik, terus kalau wanita
tampil di panggung kalau ada pengajian langsung pulang Kyai Hasan Abdul Ghofi ini,
pulang tidak pamit. Tapi saya ambil ilmu beliau. Gus Dur itu juga salut kepada beliau dan
menghargai beliau, meskipun pendapatnya seperti itu tapi karena beliau mempunyai
referensi kuat. Guru saya bapak Prof. Dr. Syaikh Hadi Purmono, SH, MA almarhum ini
menganggap bunga bank itu halal, karena hadits kullu qordhin jarro naf’an lil mukhlid
fahuwa harom itu hadits yang dhaif. Dari kedua guru tersebut saya belajar sesuatu yang
kontradiktif. Selain itu saya juga berguru kepada Kyai Abdul Wahid Zaini (alm), beliau
sudah jadi kyai dan pengurus PB tetapi masih mengajar di Unair. Beliau ini moderat,
beliau ini ipar dari KH Hasan Abdul Ghofi. Selama dua tahun, saya juga pernah tidak
percaya Tuhan itu ada. Jadi kalau ada yang tidak percaya sama Tuhan saya tenang-
tenang saja, karena pernah mengalami fase itu. Seperti man ‘arofa faqod arofa robbahu,
dia mengenal dirinya sehingga mengenal Tuhannya. Sementara waktu itu saya belum
tahu diri saya sehingga saya belum mengenal Tuhan. Dan itu terjadi ketika saya di
Pesantren, tiap hari saya sholat, bisa ngaji, bisa baca kitab kuning tapi saya tidak
percaya sama Tuhan. Sampai saya konsultasi dengan guru saya KH. Abdul Wahid Zaini
tadi, kemudian diberi amalan-amalan. Bahkan ketika membaca al-qur’an saya semakin
Ban
gban
g W
etan
– 0
5 F
ebru
ari 2
015
/ 1
5 R
abiu
l Akh
ir 1
43
6 H
23 | 25
tidak percaya Tuhan. Islam itu punya man arofa, man arofa itu bukan pikiran tapi pakai
hati, makrifat. Kalau ada manusia mengetahui Tuhan itu ada atau ada manusia yang
tidak mengetahui Tuhan itu ada, apa lantas adanya Tuhan itu tergantung dari
pengetahuan manusia? Tidak kan? Jadi manusia itu tahu atau tidak itu kan Tuhan tetap
ada, dan manusia percaya atau tidak, Tuhan itu akan tetap ada.
"Kemudian manusia bisa tahu Tuhan itu ada kan bermacam-macam jalannya. Ada yang
dengan inderanya, ada yang pakai akalnya jadi menggunakan logika untuk menemukan
Tuhan, ada juga yang pakai hati jadi tidak perlu berpikir. Dan saya gagal menemukan
Tuhan itu pakai akal. Dan akhirnya pun saya mengetahui adanya Tuhan itu tadi ya pakai
makrifat, saya memakai hati saya. Karena semakin saya pikirkan teori-teori adanya
Tuhan, otak saya semakin tidak bisa, sampai tidak bisa tidur. Saya percaya Tuhan salah
satunya itu dengan pengalaman, karena saya tidak lulus SMA. Dulu cita-cita saya itu
menjadi jaksa, begitu saya sudah siap belajar hingga bagaimana saya bisa lulus SMA
dengan nilai terbaik karena saya ingin kuliah di fakultas hukum, saya divonis tidak boleh
ikut EBTANAS. Saya tidak bisa ikut EBTANAS karena kehadiran saya tidak memenuhi
prosentase kehadiran. Kehadiran harus sampai 80%, sementara kehadiran saya tidak
sampai 80%. Padahal ketika lomba cerdas cermat saya biasa mewakili sekolah Al-
Ibrahimy, padahal sampai empat kali dan menjadi ketua OSIS. Jadi bagaimana mungkin
orang yang mewakili lomba cerdas cermat empat kali dan menjadi ketua OSIS tapi
divonis tidak bisa ikut EBTANAS, coba dipikir, bagaimana logikanya? Yang akhirnya
kandaslah cita-cita saya menjadi jaksa. Jadi disinilah saya percaya adanya Tuhan. Jadi
saya percaya adanya Tuhan dari pengalaman. Jadi arofa itu saya menganggapnya dari
hati. Makanya Ar-Rumy bilang, aku mencari Tuhan ke masjid-masjid ternyata Tuhan tidak
ada, sampai saya cari ke Mekkah, aku putari Ka’bah ternyata Tuhan juga tidak disana.
Akhirnya aku cari Tuhan didalam hatiku, ternyata Tuhan itu ada.”
***
Seusai Kyai Muzamil menceritakan pengalamannya mencari Tuhan, mas Amin kemudian
dhawuh bahwa Kyai Muzamil ini mendapat tugas dari Cak Nun untuk berkeliling dan
mengkomparasikan ilmu-ilmu di maiyah dengan ilmu-ilmu yang ada di pesantren. Pak
Muzamil kemudian menceritakan pesan Cak Nun.
“Saya memang ditugasi Cak Nun untuk menemani teman-teman. saya bukan orang
pintar, jadi jangan ditempatkan menjadi narasumber, jadi teman saja. Mas Sabrang ini
lebih top, dan saya yakin teman-teman ini lebih pintar dari saya. Saya hanya kebetulan
bisa baca kitab kuning dan bisa mengkomparasikannya dengan kitab putih. Meskipun
saya tidak lulus SMA, jadi harap dimaklumi kalau saya bodoh ya. Saya hanya berguru
kepada KH. Hasan Abdul Ghofi, KH. Abdul Wahid Zaini, Prof. Dr. Syaikh Hadi Purmono,
SH, MA (alm), KH. Muhid (Rois AWAMnya NU), KH. Ma’sum Syafi’I dari Banyuwangi,
kemudian saya bertemu Cak Nun. Karena saya berguru dengan orang-orang sufi dan
juga beberapa guru yang seperti pak Syaikh tadi. Pandangan saya sama dengan Cak
Ban
gban
g W
etan
– 0
5 F
ebru
ari 2
015
/ 1
5 R
abiu
l Akh
ir 1
43
6 H
24 | 25
Nun bahwa saya tidak anti syi’ah, tidak anti mu’tazilah, dan lain-lain. Di Jogja pun juga
menjadi ketua Lajnah Bahtsul Masa’il, PWNU Jogja. Jadi ini saya diamanahi Cak Nun
untuk menemani sampean-sampean semua. Dan semalam Cak Nun bilang mau
mandhito. Jadi kalau saya dan mas Sabrang salah, nanti Cak Nun akan mengingatkan.”
“Di Madura itu, orang kalau mengeluarkan hadits dan ayat itu malah dianggap orang
bodoh, jadi saya tidak mengeluarkan hadits dan ayat-ayat.” Kemudian jamaah tertawa
dengan gurauan Kyai Muzamil.
“Saya memang sedang ditugasi dengan cak Nun juga untuk menulis buku Fiqih, Fiqih
Muzammily. Jadi kalau salah, orang tidak perlu mengutuk Imam Syafi’i atau Hanafi.
Kalau saya ini kan berhak dikutuk atau segala macamnya. Bukan berarti saya
mengangkat diri setara dengan Imam Syafi’i. Karena saya menganggap bahwa buku
fiqih-fiqih sekarang itu banyak yang tidak ‘membumi’. Salah satu contoh tentang
perdebatan tentang aurat wanita yang antara wajah dan tangan atau menutup semua
sampai memakai cadar. Imam Syafi’i itu berpendapat bahwa perempuan itu harus
menutup seluruh tubuhnya dengan memakai cadar dan seterusnya. Itu harus kita akui
bagaimanapun bahwa Imam Syafi’I hidupnya di Mekah, Madinah, Iraq dan terakhir di
Mesir. Beliau tidak pernah melihat orang Papua, Spanyol, Perancis, beliau kan tidak
pernah. Sehingga beliau hidup dalam suatu kultur yang memang kultur Arab itu seperti
itu. Berarti muncul fiqih yang memang lahir dari Indonesia, jadi pandangannya memang
ada yang berubah. Dalam fiqih itu harus ada dialektika. Fiqih itukan hanya alat, jangan
dijadikan tujuan. Jadi jangan sampai menjadi pemicu jauhnya manusia dengan manusia,
jauhnya manusia dengan Tuhan.”
JALAN ‘AQLI
Setelah Kyai Muzamil merampungkan penjelasannya tentang tugas yang diamanahkan
Cak Nun, forum dikembalikan kepada mas Amin dan diberikan kesempatan kepada mas
Sabrang untuk menyampaikan sumbangsih ilmunya yang terakhir. Kemudian mas
Sabrang memulainya dengan menceritakan pengalamannya ketika belajar di luar negeri.
“Dulu saya sempat Atheis selama satu tahun. Kerjaan saya disana mencari telepon
umum agar bisa tidur disana dengan nyaman. Kemudian terpikir kenapa tidak tidur di
masjid, karena di masjid bisa menampung siapa saja. Akhirnya saya putuskan untuk
pergi kesana. Disitu saya mempunyai kesempatan untuk mengobrol dengan seorang
Syaikh.
Syaikh, kalau memang benar Gusti Allah itu ada dan Islam itu benar, saya mempunyai
pertanyaan, Syaikh. Katanya Tuhan Maha Adil, kata al-Quran setan masuk neraka.
Setan juga bisa berkembang biak kan, kalau syetan lahir satu detik sebelum kiamat
bagaimana? Dia belum sempat melakukan kesalahan apapun, lalu dia masuk surga atau
neraka? Kalau dia masuk surga, berarti al-Qur’an salah, Islam salah. Kalau masuk
neraka, berarti Tuhan tidak adil.
Ban
gban
g W
etan
– 0
5 F
ebru
ari 2
015
/ 1
5 R
abiu
l Akh
ir 1
43
6 H
25 | 25
Dalam batin saya modyar kowe, piye jawabe, hehe. Syaikh itupun tertawa kepada saya.
Kemudian beliau balik bertanya.
Kamu tahu syetan berkembangbiak dengan bagaimana?
Lantas saya berpikir, oh iya ya. Ya sama seperti manusia jawab saya. Kemudian Syaikh
itu melanjutkan pertanyaannya.
Apa kamu yakin syetan lahir karena persetubuhan kemudian melahirkan anak? Kamu
tahu informasinya darimana? Kalau misalnya dia berkembangbiak dengan membelah diri
seperti Amoeba bagaimana? Berarti entitas baru anaknya itu melakukan dosa juga
seperti orang tuanya. Berarti mungkin kan dia masuk neraka?
Batin saya, oh iya ya, sing pekok iki utekku wae koyoke. Setelah itu saya pikir, ini urusan
Gusti Allah, kita sebagai manusia percaya saja. Kalau ada yang tidak beres atau tidak
konsisten, berarti urusan otak kita saja yang belum beres. Ada pengetahuan yang belum
kita sampai, atau ada asumsi dalam diri yang belum diurai. Setelah itu saya Islam lagi,
dan percaya kepada Gusti Allah. Dan ternyata untuk menemukan jalan Tuhan itu
bermacam-macam, ada yang rumit dan ada yang sangat sederhana. Ada teman saya
bernama Merlis yang rupanya sangat jelek seperti gendruwo jadi kalau saya ditanya apa
dia teman saya, saya jawab bukan, ini setan pohon yang saya ambil. Karena anaknya
juga menyenangkan. Dia tidak memikir panjang, dia tidak percaya sama Tuhan. Terakhir
saya ketemu dia, dia sholat dengan rajin. Kemudian saya tanya. Piye, piye perjalananmu
nemokke Gusti Allah? Dia menjawab :
Dulu, aku iki gak percoyo karo Gusti Allah. Jare Gusti Allah iki Maha Besar, Maha iki,
Maha iki. Kok isok lho. Sak piro gedhene, gak masuk akal. Terus aku belajar matematika,
aku ngitung siji, loro, telu, papat dan seterusnya. Sampe sejuta itu masih ada lagi.
Sampai semilyar masih ada lagi, setriliun masih ada lagi, tak terbatas. Wong matematika
ngunu wae aku percoyo tak terbatas kok, Gusti Allah tak terbatas kok aku ora percoyo.
Sederhana sekali ketika ia ingin menemukan Tuhan. Mungkin Tuhan adil, untuk IQ melati
maka dibutuhkan bukti yang melati juga mungkin. Saya yakin bahwa Tuhan pasti
menyiapkan jalan untuk manusia kemana dia harus mencari. Semoga kita disini
bersama-sama bisa mencari kebenaran, bisa menemukan posisi kita, bisa menjalankan
tugas kita di dunia dengan selamat, direntangkan hidup kita, direntangkan nyawa kita
sampai kembali kepadaNya. Amin ya robbal ‘alamin. Maturnuwun..”
Setelah itu dilanjut dengan bersholawat bersama Gus Luthfi dan pada penghujung acara
Kyai Muzamil menutup forum Bangbang Wetan dengan doa bersama.