RENCANA STRATEGIS 2010-2014 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

97
RENCANA STRATEGIS 2010-2014 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT J ENDERAL BINA MARGA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

Transcript of RENCANA STRATEGIS 2010-2014 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

RENCANA STRATEGIS

2010-2014

DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

RENCANA STRATEGIS

2010-2014

DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

DIREKTORAT BINA PROGRAM

Direktorat Jenderal Bina Marga. 2010. Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Bina

Marga. Kementerian Pekerjaan Umum. 89+ix h.

Rencana Strategis 2010-2014

v

KATA PENGANTAR Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional, Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pekerjaan

Umum 2010 – 2014, yang disebut juga sebagai Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)

Kementerian/Lembaga merupakan dokumen perencanaan Kementerian Pekerjaan Umum untuk

periode 5 (lima) tahun. Renstra ini merupakan kali yang kedua pemerintah menyiapkan Renstra

dalam periode pembangunan jangka panjang 2005-2025. Renstra pertama dibuat pada 2004–

2009, sedangkan yang kedua adalah 2010–2014. Kerangka isi Renstra merupakan kerangka isi

standar dan perbedaan mendasar antara Renstra pertama dengan Renstra sekarang adalah pada

kebijakan pemerintah, dimana Renstra sekarang pada pokoknya sebagai kelanjutan dari

program jangka menengah dan bagian dari program jangka panjang pemerintah.

Renstra Kementerian Pekerjaan Umum memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program,

dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian Pekerjaan Umum yang

disusun berdasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010–

2014 yang telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 pada tanggal 20

Januari 2010.

Renstra Direktorat Jenderal Bina Marga 2010–2014 merupakan bagian dari Renstra Kementerian

Pekerjaan Umum. Renstra ini memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan

kegiatan pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan jalan sesuai dengan tugas dan

fungsi Direktorat Jenderal Bina Marga yang disusun dengan berpedoman pada RPJMN 2010 –

2014 untuk bidang jalan dan jembatan.

Visi Program Penyelenggaraan Jalan untuk periode pembangunan tahun 2010 – 2014 adalah

“Terwujudnya sistem jaringan jalan yang andal, terpadu dan berkelanjutan di seluruh wilayah

nasional untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial”. Adapun misi yang

diemban adalah: (1) Mewujudkan jaringan Jalan Nasional yang berkelanjutan dengan mobilitas,

aksesibilitas dan keselamatan yang memadai, untuk melayani pusat-pusat kegiatan nasional,

wilayah dan kawasan strategis nasional; (2) Mewujudkan jaringan Jalan Nasional bebas

hambatan antar-perkotaan dan dikawasan perkotaan yang memiliki intensitas pergerakan

logistik tinggi yang menghubungkan dan melayani pusat-pusat kegiatan ekonomi utama

nasional; (3) Memfasilitasi agar kapasitas Pemerintah Daerah meningkat dalam

menyelenggarakan jalan daerah yang berkelanjutan dengan mobilitas, aksesibilitas, dan

keselamatan yang memadai.

Sebagai penjabaran atas Visi dan Misi Direktorat Jenderal Bina Marga, maka ditetapkan Tujuan

dan Sasaran Strategis dan Rinci untuk mencapainya. Sasaran utama yang ingin dicapai antara

lain yaitu persentase jaringan jalan nasional dalam kondisi mantap meningkat menjadi 94%,

penurunan waktu tempuh rata-rata antar Pusat Kegiatan Nasional sebesar 5%, penambahan

jalan sepanjang 13.000 lajur-kilometer, peningkatan kapasitas jalan sepanjang 19.370 kilometer,

Kata Pengantar

vi

serta penambahan jaringan jalan bebas hambatan sepanjang 700 kilometer, dan memfasilitasi

penyelenggaraan jalan daerah untuk menuju 60 % kondisi mantap.

Dengan diselesaikannya Renstra Direktorat Jenderal Bina Marga, maka acuan penyelenggaraan

jalan selama 5 tahun kedepan sudah tersedia sehingga Visi dan Misi Direktorat Jenderal Bina

Marga diharapkan dapat dicapai dan dapat mengakomodasi tuntutan pembangunan jalan dan

jembatan sampai akhir tahun 2014. Demikian juga sasaran dan target penyelenggaraan jalan

yang ditetapkan telah berbasis kinerja yang tidak hanya berorientasi pada input-output saja,

tetapi berorientasi pula pada manfaat dan/atau outcome yang diperoleh.

Sebagai dokumen perencanaan, Renstra Direktorat Jenderal Bina Marga harus menjadi acuan

dalam penyusunan program masing-masing unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Bina

Marga setiap tahun mulai tahun 2010, 2011, 2012, 2013, sampai dengan tahun 2014. Selaku

pimpinan Direktorat Jenderal Bina Marga, Saya mengharapkan agar jajaran Direktorat Jenderal

Bina Marga dapat secara konsekuen melaksanakan seluruh program dan kegiatan yang telah

ditetapkan sehingga segala upaya penyelenggaraan jalan, sebagaimana tertuang pada Renstra

ini, dapat dicapai guna memenuhi amanat RPJMN sekaligus dapat meningkatkan kualitas

pelayanan jalan dan jembatan kepada masyarakat.

Jakarta, Oktober 2010

Direktur Jenderal Bina Marga

Djoko Murjanto

Rencana Strategis 2010-2014

vii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar v

Daftar Isi vii

Bab 1 Pendahuluan Error! Bookmark not defined.

1.1 Latar Belakang ------------------------------------------------------------------------------ 2

1.2 Tujuan ----------------------------------------------------------------------------------------- 3

1.3 Mandat dan Kewenangan Direktorat Jenderal Bina Marga -------------------- 4

1.4 Peran Transportasi dan Prasarana Jalan--------------------------------------------- 5

Bab 2 Kondisi dan Pencapaian 2005-2009 Error! Bookmark not defined.

2.1 Organisasi dan Kelembagaan Periode 2005-2009------------------------------- 10

2.2 Pencapaian 2005-2009 ----------------------------------------------------------------- 11

Kondisi Jaringan Jalan Nasional ----------------------------------------------------------------- 11

Lajur Kilometer ------------------------------------------------------------------------------------- 12

Fasilitasi Penyelenggaraan Jalan Daerah ----------------------------------------------------- 13

Proyek-Proyek Strategis -------------------------------------------------------------------------- 13

Bab 3 Potensi dan Permasalahan 25

3.1 Potensi -------------------------------------------------------------------------------------- 26

Perkembangan Global ---------------------------------------------------------------------------- 26

Persepsi Badan Internasional terhadap Penyelenggaraan Jalan di Indonesia ------- 30

Penyelenggaraan Jalan --------------------------------------------------------------------------- 34

Pembentukan Unit Pengelola Dana Preservasi Jalan -------------------------------------- 35

Kebijakan Penyelenggaraan Expressway / Highgrade Highway Versus Jalan Tol -- 36

Desentralisasi dan Otonomi Daerah ----------------------------------------------------------- 37

Peningkatan Peran Swasta (Mitra Kerja & Investor) dan Masyarakat ---------------- 37

Sistem Pembiayaan dan Pola Investasi Bidang Jalan -------------------------------------- 38

Aset Jaringan Jalan --------------------------------------------------------------------------------- 38

Sumber Daya Manusia dan Organisasi yang Telah Tersedia ----------------------------- 39

Peralatan, Bahan dan Teknologi yang Sudah Dimiliki ------------------------------------- 39

3.2 Permasalahan ----------------------------------------------------------------------------- 39

Pengaruh Ekonomi Global Terhadap Fluktuasi Harga ------------------------------------- 40

Keadaan Alam dan Lingkungan yang Unik --------------------------------------------------- 40

Perubahan Iklim ------------------------------------------------------------------------------------ 41

Tingkat Pembangunan dan Kepadatan Penduduk yang Tidak Merata ---------------- 41

Sistem Jaringan Transportasi yang Belum Terpadu ---------------------------------------- 42

Pertumbuhan Kebutuhan Layanan Transportasi ------------------------------------------- 43

Daftar Isi

viii

Keselamatan Jalan dan Wawasan Lingkungan yang Belum Memadai ---------------- 44

Keterbatasan Pendanaan ------------------------------------------------------------------------ 44

Kualitas SDM yang Kurang Memadai dan Organisasi yang Kurang Efektif dan

Optimal ----------------------------------------------------------------------------------------------- 44

Hambatan dalam Proses Pengadaan Tanah ------------------------------------------------- 46

Permasalahan Eksternal Lainnya --------------------------------------------------------------- 46

3.3 Isu Utama ----------------------------------------------------------------------------------- 46

Bab 4 Visi, Misi dan Tujuan Error! Bookmark not defined.

4.1 Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Kementerian Pekerjaan Umum ------------- 50

Visi Kementerian Pekerjaan Umum ----------------------------------------------------------- 50

Misi Kementerian Pekerjaan Umum ----------------------------------------------------------- 50

Tujuan dan Sasaran Kementerian Pekerjaan Umum -------------------------------------- 50

4.2 Tata Nilai Direktorat Jenderal Bina Marga ---------------------------------------- 52

4.3 Visi Direktorat Jenderal Bina Marga ------------------------------------------------ 52

4.4 Misi Direktorat Jenderal Bina Marga ----------------------------------------------- 52

4.5 Tujuan dan Sasaran Direktorat Jenderal Bina Marga --------------------------- 53

4.6 Outcome Direktorat Jenderal Bina Marga ----------------------------------------- 53

Indikator Kinerja Utama -------------------------------------------------------------------------- 53

Outcome ---------------------------------------------------------------------------------------------- 53

Bab 5 Kebijakan dan Strategi 55

5.1 Arahan Kebijakan dan Strategi ------------------------------------------------------- 56

Arah Kebijakan dan Strategi Nasional dalam RPJPN dan RPJM ------------------------- 56

Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian PU ----------------------------------------------- 58

5.2 Kebijakan Direktorat Jenderal Bina Marga ---------------------------------------- 59

5.3 Strategi Direktorat Jenderal Bina Marga ------------------------------------------- 60

Strategi Reformasi Birokrasi --------------------------------------------------------------------- 62

Strategi Pengelolaan SDM dan Organisasi --------------------------------------------------- 63

Strategi Pemantapan Nilai-Nilai Penyelenggaraan Jalan --------------------------------- 63

Strategi Pendekatan Pembangunan yang Berbasis Kewilayahan----------------------- 63

Strategi Pembiayaan yang Berbasis Aset dan Kebutuhan Investasi ------------------- 65

Strategi Pengarus-utamaan Sasaran Strategis ---------------------------------------------- 67

Strategi Preservasi secara Proaktif ------------------------------------------------------------- 69

Strategi Pembangunan dan Peningkatan Kapasitas secara Selektif ------------------- 70

Strategi Peningkatan Pelayanan kepada Masyarakat ------------------------------------- 71

Strategi Pemberdayaan Peran Serta Masyarakat ------------------------------------------ 71

Strategi Penggunaan Teknologi Tepat Guna ------------------------------------------------- 71

Strategi Adaptasi dan Mitigasi Menghadapi Perubahan Iklim -------------------------- 73

Bab 6 Kegiatan dan Output Error! Bookmark not defined.

Rencana Strategis 2010-2014

ix

6.1 Struktur Organisasi, Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Bina Marga -- 78

Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Marga ------------------------------------------------- 78

Direktorat Bina Program ------------------------------------------------------------------------- 79

Direktorat Bina Teknik ---------------------------------------------------------------------------- 79

Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah I ------------------------------------------------------- 80

Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah II ------------------------------------------------------ 81

Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah III ------------------------------------------------------ 82

Kelompok Jabatan Fungsional ------------------------------------------------------------------ 82

Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional ------------------------------------------------------ 83

6.2 Kegiatan ------------------------------------------------------------------------------------ 84

6.3 Output -------------------------------------------------------------------------------------- 84

Kegiatan: Dukungan Manajemen, Koordinasi, Pengaturan, Pembinaan, dan

Pengawasan ----------------------------------------------------------------------------------------- 84

Kegiatan: Pengaturan, Pembinaan, Perencanaan, Pemrograman, dan

Pembiayaan Penyelenggaraan Jalan ---------------------------------------------------------- 84

Kegiatan: Pengaturan dan Pembinaan Teknis Preservasi, Peningkatan Kapasitas

Jalan --------------------------------------------------------------------------------------------------- 85

Kegiatan: Pembinaan Pelaksanaan Preservasi dan Peningkatan Kapasitas Jalan

Nasional dan Fasilitasi Jalan Daerah ---------------------------------------------------------- 85

Kegiatan: Pelaksanaan Preservasi dan Peningkatan Kapasitas Jalan Nasional ------ 86

Kegiatan: Pengaturan, Pengusahaan, Pengawasan Jalan Tol ---------------------------- 86

Bab 1 - Pendahuluan

0

Rencana Strategis 2010-2014

1 1

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

BAB 1

PENDAHULUAN

Bab 1 – Pendahuluan

2

1.1 LATAR BELAKANG

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional (SPPN) Pasal 4 ayat (2) menyebutkan bahwa Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional (RPJMN) merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program

Presiden. Dalam penyusunannya, RPJMN berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Nasional (RPJPN). Rencana tersebut utamanya memuat strategi dan kebijakan umum

pembangunan nasional. Disamping itu, RPJMN juga memuat arahan program

kementerian/lembaga dan lintas kementerian/lembaga, maupun kewilayahan dan lintas

kewilayahan. Selain itu juga memuat kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran

perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang

berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

Perencanaan pembangunan terdiri dari empat (4) tahapan, yaitu: penyusunan rencana,

penetapan rencana, pengendalian pelaksanaan rencana, dan evaluasi pelaksanaan rencana.

Tahap penyusunan rencana yang dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap suatu

rencana yang siap untuk ditetapkan, terdiri dari 4 (empat) langkah. Langkah pertama

adalah penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik, menyeluruh, dan

terukur. Langkah kedua, masing-masing instansi pemerintah menyiapkan rancangan rencana

kerja dengan berpedoman pada rancangan rencana pembangunan yang telah disiapkan.

Langkah ketiga melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan rencana

pembangunan yang dihasilkan masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah

perencanaan pembangunan. Terakhir, langkah keempat adalah penyusunan rancangan akhir

rencana pembangunan. RPJM Nasional yang juga dikenal sebagai Repenas (Rencana

Pembangunan Nasional) disusun atas 6 tahapan (Pasal 9 ayat (1), Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2006) :

1. Penyiapan Rancangan Awal RPJM Nasional;

2. Penyiapan Rancangan Renstra Kementerian/Lembaga;

3. Penyusunan Rancangan RPJM Nasional dengan menggunakan Rancangan Renstra

Kementerian/Lembaga;

4. Pelaksanaan Musrenbang Jangka Menengah Nasional;

5. Penyusunan Rancangan Akhir RPJM Nasional; dan

6. Penetapan RPJM Nasional.

Pada pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004, secara

eksplisit disebutkan bahwa Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas

menyiapkan rancangan awal RPJM Nasional sebagai penjabaran dari visi, misi, dan program

Presiden ke dalam strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program prioritas

Presiden, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara

menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal.

Rencana Strategis 2010-2014

3 3

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

Selanjutnya, dalam menyusun rancangan RPJM Nasional, Kepala Bappenas berpedoman pada

RPJP Nasional dan menggunakan rancangan Renstra K/L (Rencana Strategis Kementerian/

Lembaga) yang disiapkan Pimpinan Kementerian/Lembaga sesuai dengan tugas pokok dan

fungsinya dengan berpedoman kepada rancangan awal RPJM Nasional (Pasal 15 ayat 1 dan 2

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004).

Renstra K/L sendiri memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan

pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga yang disusun dengan

berpedoman pada RPJM Nasional dan bersifat indikatif (Pasal 6 ayat 1 UU 25/2004).

Sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Tahun 2009

tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II Periode 2009 – 2014, Kementerian Pekerjaan

Umum sebagai salah satu Kementerian dalam Kabinet Indonesia Bersatu II, mempunyai tugas

membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang

pekerjaan umum dan permukiman. Adapun fungsi Kementerian PU dalam Kepres tersebut

adalah: perumusan dan penetapan kebijakan nasional serta kebijakan teknis pelaksanaan di

bidang pekerjaan umum, permukiman, jasa konstruksi, dan penataan ruang; pengelolaan barang

milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya; pengawasan atas pelaksanaan tugas di

bidang pekerjaan umum, permukiman, jasa konstruksi, dan penataan ruang; pelaksanaan

bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan kementerian di daerah bidang

pekerjaan umum, permukiman, jasa konstruksi, dan penataan ruang; dan pelaksanaan kegiatan

teknis bidang pekerjaan umum, dan penataan ruang yang berskala nasional.

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja

Instansi Pemerintah mengharuskan setiap instansi pemerintah untuk menyusun Rencana

Strategis yang di dalamnya mengandung visi, misi, tujuan dan sasaran, serta strategi pencapaian

tujuan dan sasaran, dengan dilengkapi berbagai indikator kinerja, yang nantinya akan

dipertanggungjawabkan melalui mekanisme pelaporan akuntabilitas yang telah ditetapkan.

Dalam kaitan dengan Inpres tersebut, maka sebagai bagian dari upaya mewujudkan

penyelenggaraan pemerintahan yang berdayaguna dan berhasilguna, bersih dan

bertanggungjawab, khususnya dalam lingkup Direktorat Jenderal Bina Marga, disusun Rencana

Strategis Direktorat Jenderal Bina Marga Tahun 2010 – 2014.

1.2 TUJUAN

Tujuan disusunnya Rencana Strategis Bina Marga 2010 - 2014, yaitu :

1. Tersedianya acuan dalam pengalokasian sumber dana yang terbatas pada berbagai

kegiatan yang sifatnya strategis untuk pencapaian Visi dan Misi Direktorat Jenderal Bina

Marga yang telah ditetapkan.

2. Tersedianya acuan bagi seluruh unit kerja di Direktorat Jenderal Bina Marga dalam

melaksanakan kegiatan-kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi serta visi dan

misi yang telah ditetapkan.

Bab 1 – Pendahuluan

4

3. Tersedianya acuan untuk menilai pencapaian kinerja masing-masing unit kerja

Direktorat Jenderal Bina Marga, yang kemudian akan diakumulasikan menjadi

pencapaian kinerja Direktorat Jenderal Bina Marga secara keseluruhan.

4. Tersedianya acuan bagi Direktorat Jenderal Bina Marga dalam

mempertanggungjawabkan akuntabilitas kinerjanya.

1.3 MANDAT DAN KEWENANGAN DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

Direktorat Jenderal Bina Marga mempunyai tugas:

“Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang Bina Marga.”

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Direktorat Jenderal Bina Marga

menyelenggarakan fungsi:

1. perumusan kebijakan di bidang Bina Marga yang meliputi penyelenggaraan jalan

nasional, provinsi, kabupaten, kota, dan desa;

2. pelaksanaan kebijakan di bidang Bina Marga meliputi pengaturan, pembinaan,

pembangunan, dan pengawasan jalan nasional, provinsi, kabupaten, kota, dan desa;

3. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang Bina Marga dalam

penyelenggaraan jalan;

4. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang Bina Marga meliputi pengaturan,

pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan nasional, provinsi, kabupaten, kota,

dan desa; dan

5. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Marga.

Dalam menyelenggarakan mandat, tugas dan fungsinya, Direktorat Jenderal Bina Marga

mempunyai kewenangan sebagai berikut: penetapan kebijakan di bidang Bina Marga untuk

mendukung pembangunan secara makro; penetapan pedoman untuk menentukan standar

pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/kota di bidang Bina Marga;

penetapan persyaratan untuk penetapan status dan fungsi jalan; pengaturan dan penetapan

status jalan nasional; penetapan rencana umum jaringan jalan nasional, penetapan rencana

jangka panjang pengembangan jaringan jalan, serta kewenangan lain yang melekat dan telah

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kewenangan lain yang melekat tersebut adalah penetapan pedoman perencanaan,

pengembangan, pengawasan, dan pengendalian pembangunan prasarana jalan; penetapan

standar prasarana dan sarana wilayah untuk jaringan jalan; penetapan pedoman perizinan

penyelenggaraan jalan bebas hambatan lintas provinsi; serta pembangunan dan pemeliharaan

jaringan jalan nasional atau yang strategis nasional sesuai dengan kesepakatan Daerah. Dalam

hal pembangunan jalan daerah, kewenangan Direktorat Jenderal Bina Marga hanya meliputi

jalan daerah yang sudah ditetapkan jalan strategis nasional rencana, dan pemerintah daerah

yang berwenang belum mampu membiayai pembangunan jalan yang menjadi tanggung

jawabnya secara keseluruhan.

Rencana Strategis 2010-2014

5 5

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

1.4 PERAN TRANSPORTASI DAN PRASARANA JALAN

Transportasi merupakan urat-nadi kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan

keamanan nasional yang sangat vital perannya dalam ketahanan nasional. Sistem transportasi

yang handal—memiliki kemampuan daya dukung struktur tinggi dan kemampuan jaringan yang

efektif dan efisien—dibutuhkan untuk mendukung pengembangan wilayah, pembangunan

ekonomi, mobilitas manusia, barang, dan jasa. Prasarana jalan, sebagai bagian dari sistem

transportasi, diharapkan dapat menciptakan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Prasarana jalan di Indonesia mempunyai peran yang vital dalam transportasi nasional dengan

melayani sekitar 92% angkutan penumpang dan 90% angkutan barang pada jaringan jalan yang

ada. Sejauh ini total nilai kapitalisasi aset prasarana jalan Nasional saja telah melebihi dua ratus

triliun rupiah, yang perannya sangat strategis dalam menurunkan biaya transportasi. Apabila

prasarana jalan terus menerus dikembangkan agar semakin handal, maka jalan akan menjadi

salah satu faktor yang memberikan pengaruh positif bagi pembangunan ekonomi. Hal tersebut

juga akan meningkatkan daya saing ekonomi daerah dalam perekonomian nasional, yang

selanjutnya diharapkan meningkatkan daya saing ekonomi nasional terhadap perekonomian

internasional.

Pembangunan prasarana jalan memperlancar arus distribusi barang dan orang. Secara ekonomi

makro, ketersediaan jasa pelayanan prasarana jalan mempengaruhi tingkat produktivitas

marginal modal swasta. Sedangkan secara ekonomi mikro, prasarana jalan menekan ongkos

transportasi yang berpengaruh pada pengurangan biaya produksi. Prasarana jalan pun

berpengaruh penting bagi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia, antara lain

peningkatan nilai konsumsi, peningkatan produktivitas tenaga kerja, dan akses kepada lapangan

kerja. Disamping itu, pelayanan tersebut juga berpengaruh pada peningkatan kemakmuran

nyata dan terwujudnya stabilisasi makro ekonomi, yaitu: keberlanjutan fiskal, berkembangnya

pasar kredit, dan pengaruhnya terhadap pasar tenaga kerja. Hal ini sejalan dengan tiga strategi

pembangunan ekonomi: pro growth, pro jobs dan pro poor.

Dari sisi pasar tenaga kerja, pembangunan prasarana jalan dalam menciptakan peluang usaha

dan menampung angkatan kerja juga sangat besar dan berpotensi untuk memberikan multiplier

effect terhadap perekonomian lokal maupun kawasan. Contohnya adalah, pembangunan Jalan

Tol Cipularang sepanjang 58 km yang menelan biaya sekitar 1,6 triliun rupiah dan 100%

dikerjakan oleh tenaga lokal. Proyek pembangunan ini melibatkan 50 ribu tenaga kerja.

Disamping menyerap jumlah tenaga kerja yang banyak, pembangunan Jalan Tol Cipularang juga

meningkatkan nilai konsumsi dengan menggunakan 500 ribu ton semen, 25 ribu ton besi beton,

1,5 juta m3 agregat, dan 500 ribu m3 pasir.

Jaringan jalan sebagai prasarana distribusi sekaligus pembentuk struktur ruang wilayah harus

dapat memberikan pelayanan transportasi secara efisien (lancar), aman (selamat), dan nyaman.

Di samping itu, jaringan jalan juga harus dapat memfasilitasi peningkatan produktivitas

Bab 1 – Pendahuluan

6

masyarakat, sehingga secara ekonomi produk-produk yang dikembangkan menjadi lebih

kompetitif.

Pembangunan prasarana jalan harus memperhatikan secara bersamaan tiga aspek utama yang

sangat penting yaitu: aspek ekonomi, sosial dan lingkungan yang ada, karena jaringan jalan

merupakan bagian dari interaksi tata ruang dan sistem transportasi yang ada di sekitarnya

(Gambar-2). Dengan memperhatikan aspek

lingkungan, pembangunan infrastruktur juga

mendukung salah satu strategi pembangunan

pemerintah, pro green.

Peran prasarana jalan dalam menggerakkan

roda perekonomian sangat penting karena

ketersediaan prasarana jalan berpengaruh

besar terhadap pertumbuhan ekonomi

terutama berkaitan dengan Produk Domestik

Bruto (PDB). Setiap 1% pertumbuhan ekonomi

akan mengakibatkan pertumbuhan lalulintas

sebesar 1,5%, sehingga dari sini harus

diantisipasi kebutuhan tersebut baik dengan menyediakan penambahan kapasitas fisik maupun

melalui bentuk pengaturan dan pengendalian kebutuhan transportasi atau Transport Demand

Management (TDM).

Berdasarkan hasil pengamatan empirik di lapangan, pembangunan prasarana jalan memiliki

hubungan yang positif dan efek “saling ketergantungan” dengan harga tanah. Dengan adanya

prasarana jalan, harga tanah di sepanjang koridor yang ada umumnya dapat meningkat pada

tahun-tahun pertama. Untuk itu, di samping manfaat jangka panjang, pembangunan prasarana

jalan juga secara langsung berpotensi untuk menggairahkan dan menggerakkan roda

perekonomian pada jangka pendek.

Gambar - 2

Bab 2 – Kondisi dan Pencapaian 2005-2009

8

Rencana Strategis 2010-2014

9 9

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

BAB 2

KONDISI DAN

PENCAPAIAN 2005 - 2009

Bab 2 – Kondisi dan Pencapaian 2005-2009

10

2.1 ORGANISASI DAN KELEMBAGAAN PERIODE 2005-2009

Struktur Organisasi Departemen Pekerjaan Umum dan Direktorat Jenderal Bina Marga

berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 286/PRT/M 2006 tentang Organisasi dan

Tata Kerja Departemen Pekerjaan Umum, dapat dilihat pada bagan di atas ini.

Direktorat Jenderal Bina Marga mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan

dan standarisasi teknis di bidang Bina Marga.

Direktorat Jenderal Bina Marga menyelenggarakan fungsi:

• Perumusan kebijakan teknik di bidang jalan sesuai peraturan perundang-undangan.

• Penyusunan program dan anggaran serta evaluasi kinerja pelaksanaan kebijakan di

bidang jalan.

• Pelaksanaan kebijakan teknik di bidang jalan nasional meliputi jalan nasional, jalan

bebas hambatan dan sebagian jalan kota.

• Pembinaan teknis penyelenggaraan jalan provinsi / kabupaten / kota.

• Pengembangan sistem pembiayaan dan pola investasi bidang jalan.

• Penyusunan norma, standar, pedoman, dan manual di bidang jalan.

• Pelaksanaan urusan administrasi Direktorat Jenderal.

Dalam rangka pembangunan jalan nasional yang meliputi, perencanaan, pelaksanaan, dan

pengawasan teknis pembangunan jalan dan jembatan, Direktorat Jenderal Bina Marga

membentuk Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) dan Balai Besar Pelaksanaan Jalan

Nasional (BPJN). BBPJN dan BPJBN ditetapkan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum pada

tanggal 17 Juli 2006.

Rencana Strategis 2010-2014

11 11

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

-

50,000

100,000

150,000

200,000

250,000

300,000

Jalan Tol

Nasional Non-Tol

Provinsi

Kabupaten/Kota

BBPJN dan BPJN merupakan Unit Pelaksana Teknis yang bertanggung jawab kepada Direktur

Jenderal Bina Marga dan secara teknis dibina oleh direktur terkait. BBPJN dipimpin oleh seorang

kepala pejabat Eselon II-B, sedangkan BPJN dipimpin seorang kepala/pejabat Eselon III-A.

BBPJN dibedakan menjadi dua tipe; Tipe A dan Tipe B. Perbedaan ini menyangkut ruang lingkup

organisasinya. BPPJN Tipe A meliputi: Bagian Tata Usaha, Bidang Perencanaan dan Pengawasan

Teknis, Bidang Pelaksanaan, Bidang Sistem Manajemen Mutu, Bidang Pengujian dan Peralatan,

dan Kelompok Jabatan Fungsional. BBPJN Tipe B hampir sama dengan BBPJN Tipe A tetapi tidak

mempunyai Bidang Sistem Manajemen Mutu. Adapun organisasi BPJN meliputi: Subbagian Tata

Usaha, Seksi Perencanaan dan Pengawasan Teknis, Seksi Pelaksanaan, Seksi Pengujian dan

Peralatan, dan Kelompok Jabatan Fungsional.

2.2 PENCAPAIAN 2005-2009

Menurut status-nya, jalan di Indonesia

diklasifikasikan menjadi Jalan Nasional,

Jalan Provinsi, Jalan Kabupaten/Kota. Pada

periode pemerintahan 2005 – 2009, total

panjang jaringan jalan yang ada di

Indonesia mencapai 372.236 km yang

terdiri dari Jalan Tol sepanjang 741,97 km,

Jalan Nasional Non-Tol sepanjang 34.628

km, Jalan Provinsi sepanjang 48.681 km

dan Jalan Kabupaten/Kota sepanjang 288.185 km. Mulai akhir tahun 2009, jaringan Jalan

Nasional Non-Tol bertambah sepanjang 3.941 km menjadi 38.569.

Kondisi Jaringan Jalan Nasional Karena keterbatasan pendanaan, sejak tahun

2004-2007 pemerintah hanya melakukan operasi

pemeliharaan jalan nasional agar tetap berfungsi

dengan baik. Peningkatan kapasitas jalan mulai

dilaksanakan pada tahun 2008 sampai 2009.

Setelah itu, Pemerintah menambah lajur dari

59.107 lajur km tahun 2004 menjadi 82.190 lajur

km tahun 2008. Pada 2009, angka tersebut

bertambah menjadi 84.646 lajur km.

Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006

tentang Jalan, mengamanatkan bahwa lebar minimal jalan adalah 7 m, akan tetapi karena

kemampuan pendanaan pemerintah yang terbatas, sekitar 45% dari total panjang jalan nasional

masih sub standar atau di bawah 5,5 m.

Bab 2 – Kondisi dan Pencapaian 2005-2009

12

Meskipun peningkatan kapasitas jalan terus diupayakan, daya dukung Jalan Nasional masih

kurang mendapatkan perhatian. Daya dukung Jalan Nasional saat ini rata-rata masih sekitar 8

ton.

KONDISI JALAN NASIONAL 2005 – 2009

Saat ini, dari Jalan Nasional yang mencapai 34.628 km, tercatat kondisi jalan mantap mencapai

86,02 %, rusak ringan 11,59 %, rusak berat 0,92 %, dan tidak tembus 1,46 % (2009).

Dalam hal Jalan Tol, sampai akhir 2009, Jalan Tol yang ada di Indonesia baru mencapai 732,12

km. Panjang Jalan Tol belum mengalami pertumbuhan yang signifikan sejak pertama kali

dibangun pada tahun 1978, yaitu Jalan Tol Jagorawi sepanjang 59 km. Sejak tahun 1987, swasta

mulai ikut dalam investasi Jalan Tol. Sejumlah kendala investasi Jalan Tol memang masih ditemui

yaitu masalah pembebasan tanah, peraturan, belum intensifnya dukungan pemerintah daerah

dalam pengembangan jaringan Jalan Tol, walaupun pemerintah telah mengalokasikan dana land

capping sebagai upaya untuk mengurangi resiko pada investor yang terkait dengan pembebasan

tanah.

KONDISI JEMBATAN NASIONAL

Untuk jembatan nasional, pada akhir 2009, dikaji berdasarkan jumlahnya dari total 17.964 buah

jembatan, 42,81 % dalam kondisi baik sekali; 24,20 % dalam kondisi baik; 19,61 % dalam kondisi

rusak ringan; 8,51 % dalam kondisi rusak berat; 3,01 % dalam kondisi kritis; dan 1,86 % kondisi

runtuh. Sedangkan bila dikaji berdasarkan panjangnya dari total 344.376 m, 42,48 % dalam

kondisi baik sekali; 20,21 % dalam kondisi baik; 19,64 % dalam kondisi rusak ringan; 10,16 %

dalam kondisi rusak berat; 3,00 % dalam kondisi kritis; dan 4,50 % kondisi runtuh.

Lajur Kilometer Dari 2005 sampai 2009, lajur-km telah meningkat setiap tahunnya. Lajur-km akhir 2005 yang

mencapai 74.930 lajur-km, telah meningkat menjadi 84,646 lajur-km pada akhir 2009. Untuk

informasi lebih rinci tentang pencapaian lajur-km yang diharapkan pada 2005 sampai dengan

2009 dapat dilihat pada tabel berikut:

No Kondisi Jalan 2005 2006 2007 2008 2009

km % km % Km % km % Km %

1 Baik 17.041,08 49.2 10.696,7 30.9 10.666,9 30.8 17.200,9 49.7 16.694,8 48.2

2 Sedang 10.869,39 31.4 17.283,4 49.9 17.805,1 51.4 11.620,2 33.6 13.092,8 37.8

3 Rusak Ringan 2.885,26 8.3 3.854,2 11.1 4.536,4 13.1 4.617,9 13.3 4.014,7 11.6

4 Rusak Berat 3.833,06 11.1 2.794,6 8.1 1.620,5 4.7 1.189,9 3.4 320,3 0.9

5 Tidak Tembus - - - - - - - - 506,3 1.5

Total 34.628,8 34.628,8 34.628,8 34.628,8 34.628,8

Rencana Strategis 2010-2014

13 13

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

LAJUR KILOMETER JALAN NASIONAL 2005 – 2009

Total Panjang

(km)

Km Akhir

Tahun 2005

Km Akhir

Tahun 2006

Km Akhir

Tahun 2007

Km Akhir

Tahun 2008

Km Akhir

Tahun 2009

34.628,8 74.930 76.590 78.780 82.190 84.646

Fasilitasi Penyelenggaraan Jalan Daerah Tahun 2005 – Tahun 2009 Bina Marga telah melakukan fasilitasi penyelenggaraan jalan daerah

melalui penyusunan pedoman, petunjuk teknis, SOP, kajian kebijakan, inventarisasi data jalan

daerah sebagai bahan masukan perencanaan alokasi DAK, hingga sosialisasi dan bantuan teknis.

Pada tahun 2005, telah disusun 10 dokumen fasilitasi dalam bentuk Studi Kajian Kebijakan, Studi

Manfaat Sosial Ekonomi, Studi kajian Petunjuk Teknis Jalan, Studi Pengembangan Sosialisasi

Prosedur Perencanaan jalan, Studi Pengembangan Jaringan Jalan sekunder (Perkotaan), Studi

Optimalisasi Jaringan Jalan kabupaten, Studi Pengaruh Kendaraan Berat Pada Jaringan Jalan

Provinsi dan Kabupaten, dan Survey Kondisi Jalan Provinsi untuk masukan IIRMS.

Pada tahun berikutnya (2006), telah disusun 12 dokumen hasil Studi kajian, Survey Kondisi jalan

Provinsi untuk masukan IIRMS, Studi Pengembangan Jaringan Jalan, Studi Perencanaan Jaringan

Jalan, Studi Jaringan Jalan untuk Petunjuk Teknis Klasifikasi Fungsi Jalan Daerah, Studi Updating

Data Jaringan Jalan dan Jembatan Kabupaten dan Harga Satuan Pekerjaan Konstruksi Jalan dan

Jembatan Kabupaten, Studi Penyusunan Peta Jaringan Jalan Daerah, Studi Evaluasi dan Kinerja

Pelaksanaan, serta Penyusunan Standard Operating Procedure.

Selanjutnya pada tahun 2007 hingga 2009, telah disusun 25 dokumen hasil Studi Kajian Standar

Pelayanan Minimal, Studi Kajian Petunjuk Pelaksanaan Perhitungan Manfaat Pembangunan

Jalan dan Jembatan, Studi Kajian Model Evaluasi Pemberian Bantuan Penyelenggaraan jalan

Daerah, Studi Bantuan Teknis Pengembangan Infrastruktur, Survey Kondisi Jalan Provinsi untuk

masukan IIRMS, Studi Pengembangan Metoda dalam Penyelenggaraan Jalan Daerah, Studi

Workshop Penyelenggaraan Jalan Daerah, Studi Sosialisasi Klasifikasi Jalan Daerah, Review

Pengembangan Sistem Kabupaten Road Management System, Studi Penyusunan Pedoman

Rencana Umum jangka Panjang Jalan Daerah, Pedoman Penetapan Sifat Jalan Strategis

Permanen sebagai Dasar Dalam Pengelolaan dan Penyelenggaraan Jalan Daerah, serta Studi

Evaluasi Manfaat Bantuan Penanganan Jalan.

Adapun cakupan wilayah yang telah memiliki rencana pengembangan jaringan jalannya adalah

sebanyak … kabupaten/provinsi, sementara wilayah yang telah diinventarisasi data dan peta

jaringannya telah mencakup … kabupaten/provinsi.

Proyek-Proyek Strategis Di samping pencapaian 2005-2009 yang digambarkan secara umum melalui kondisi dan lajur

kilometer jalan, ada beberapa proyek yang dinilai strategis yang dapat memperjelas pencapaian

selama lima tahun sebelumnya:

Bab 2 – Kondisi dan Pencapaian 2005-2009

14

JEMBATAN SURAMADU

Jembatan Suramadu dengan total panjang 5,438 km merupakan jembatan terpanjang di

Indonesia, yang dalam pelaksanaannya dihadapi berbagai kompleksitas, terutama dalam aspek

teknik konstruksi, teknologi bahan, maupun manajemen pelaksanaan.

Dengan total panjang jembatan 5,438 km, dipilih teknik konstruksi cable stayed yang

menggunakan teknologi bahan box girder baja untuk bentang tengah sepanjang 0,818 km.

Untuk jembatan pendekat sepanjang 1,280 km digunakan konstruksi beton semen pra-tekan box

girder. Sedangkan untuk jembatan cause way sepanjang 3,247 km diterapkan konstruksi I girder

pra-cetak. Jembatan Suramadu dilengkapi dengan jalan pendekat sepanjang 15,850 km yang

terdiri dari 4,350 km untuk sisi Surabaya yang dibangun dengan menggunakan teknik konstruksi

perkerasan beton semen dan 11,500 km untuk sisi Madura yang konstruksinya menggunakan

perkerasan beton aspal.

Jembatan Suramadu dibangun dengan lebar 30 m, terdiri dari 2 lajur lalu lintas masing-masing

arah dengan lebar 3,5 m dan bahu jalan dengan lebar 2,25 m. Untuk mengakomodasi aspirasi

masyarakat Madura dan mempertimbangkan tingginya volume lalu lintas sepeda motor, maka

disediakan jalur khusus sepeda motor dengan lebar 3,05 m di masing-masing sisi.

Biaya pembangunan Jembatan Suramadu seluruhnya sekitar Rp 5 trilyun yang bersumber dari

APBN termasuk pinjaman dari Pemerintah China dan APBD Provinsi Jawa Timur.

JEMBATAN KELOK SEMBILAN

Sumatera Barat merupakan provinsi yang terletak di pantai barat Sumatera yang secara ekonomi

merupakan wilayah yang tumbuh lambat (slow economic growth) dibandingkan dengan wilayah

timur seperti Riau, Kepulauan Riau, Jambi, dan Sumatera Utara. Sesuai rekomendasi IMT-GT,

jalur strategis Padang – Dumai merupakan akses penting untuk arus barang dan jasa guna

mengakomodasi pertumbuhan ekonomi dan permintaan di pantai timur Sumatera yang sedang

meningkat.

Rencana Strategis 2010-2014

15 15

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

Pada saat ini, ruas jalan Payakumbuh –

Pekanbaru (ruas 043) pada daerah Kelok 9

diantara Km 143+000 dan 148+000 tidak

memenuhi standar geometri, baik

alinyemen horisontal maupun vertikal.

Terdapat banyak tanjakan tajam yang

memiliki radius kurang dari 30 m dan

kemiringan lebih dari 6% sehingga truk

bermuatan berat dan bus mengalami

kesulitan untuk berbelok dan mendaki.

Jalur ini merupakan satu-satunya jalan

utama yang dapat menampung kenaikan

lalu lintas untuk kegiatan pertanian dan

pariwisata diantara kedua provinsi.

Volume lalu lintas mencapai 6.800

kendaraan/hari pada hari kerja dan

meningkat menjadi 11.350 kendaraan/hari

pada akhir minggu akibat kegiatan

pariwisata. Untuk mengatasi

permasalahan tersebut, Pemerintah

Provinsi Sumatera Barat dan Pemerintah

Pusat merencanakan untuk membangun

jalan tembus. Jalan ini memiliki kemiringan

dan tanjakan yang lebih landai dengan

lebar yang besar sehingga dapat mengakomodasi arus lalu lintas yang lebih besar secara

signifikan. Pembangunan jembatan ini diperlukan untuk meningkatkan perekonomian dan

tingkat kehidupan masyarakat di wilayah tersebut.

Kegiatan pembangunan ini meliputi pelebaran jalan sepanjang 2.87 km, pembangunan jalan

baru sepanjang 1.89 km, dan pembangunan enam buah jembatan dengan total panjang 978.71

m.

Biaya pembangunan jembatan kelok sembilan sekitar Rp. 400 milyar yang bersumber dari APBN

dan APBD Provinsi.

JEMBATAN BATANGHARI II

Hinterland Kota Jambi di bagian utara mengandung kekayaan alam yang potensial berupa

Minyak Bumi dan Gas Alam (Migas) serta lahan perkebunan kelapa sawit sampai ke perbatasan

dengan Provinsi Riau, namun secara alami wilayah ini dipisahkan oleh Sungai Batanghari. Satu–

satunya akses yang menghubungkan wilayah ini adalah Jembatan Batanghari I. Semakin hari,

arus lalu lintas pada jembatan ini semakin padat, baik yang menuju atau yang datang dari

Provinsi Riau. Untuk itu, antisipasi perkembangan lalu lintas kedepan adalah dengan segera

membangun jembatan Batanghari II.

Bab 2 – Kondisi dan Pencapaian 2005-2009

16

Tujuan pembangunan jembatan ini adalah:

1. Mengantisipasi padatnya arus lalu lintas sebagai jembatan alternatif dari jembatan

Batanghari I yang ada dan juga untuk menghubungkan jalur lintas sumatera.

2. Sarana untuk memperlancar angkutan barang dan jasa

3. Memperpendek jarak tempuh dari kota Jambi ke Pelabuhan Muara Sabak: Semula

131,99 Km (Jambi-Bts. Kodya-Mendalo Darat-Sp.Tuan-Sp.Lagan-Ma. Sabak) menjadi

61,86 Km (Jembatan BH2-Niaso-Sp.Plabi-Ma.Sabak)

LINGKUP KEGIATAN

PEMBIAYAAN

APBN APBD PROV

APBD KOTA

APBD MA JAMBI

APBD TANJABTIM

TOTAL

PEMBANGUNAN JEMBATAN BATANGHARI II sepanjang 1.351,40 m

Rp. 63,8 milyar

Rp. 83,7 milyar

Rp. 7,0 milyar

Rp. 8,5 milyar

Rp. 7,0 milyar

Rp. 170,0 milyar

PENYELESAIAN JALAN TOL KEBON JERUK-PENJARINGAN (W1)

Pembangunan JORR Seksi W-1 yang dimulai sejak tahun 2007, dimaksudkan untuk menyediakan

jalur alternatif jalur utama di daerah perkotaan Provinsi DKI Jakarta. Jalan Tol JORR Seksi W-1

merupakan bagian dari Jakarta Outer Ring Road (JORR).

Tujuan pembangunan JORR Seksi W-1 adalah untuk melengkapi Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta,

mengurangi kemacetan yang terjadi di dalam kota dan meningkatkan kapasitas jaringan jalan,

serta memberikan kemudahan bagi lalu lintas menuju Bandara Soekarno-Hatta.

Pembangunan JORR Seksi W-1 direncanakan dua arah sepanjang ± 9,7 km dengan jumlah lajur 3

@3,5m untuk masing-masing arah. Pembangunan dilaksanakan oleh PT Jakarta Lingkar Barat-

Rencana Strategis 2010-2014

17 17

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

satu dengan biaya konstruksi sebesar Rp 1.169 milyar dan total biaya investasi sebesar Rp. 1.628

milyar.

JALAN TOL KANCI-PEJAGAN

Pembangunan Jalan Tol Kanci-Pejagan dimaksudkan untuk menyediakan jalan alternatif jalur

utama ekonomi Pantai Utara Jawa dengan tingkat pelayanan yang tinggi. Jalan Tol ini

merupakan bagian dari

rencana Jalan Tol Trans Jawa

koridor utama Jakarta-

Semarang. Tujuannya untuk

meningkatkan aksesibilitas dan

pelayanan pada jalur utama

ekonomi Pantai Utara guna

mendukung pertumbuhan

ekonomi dan pengembangan

wilayah.

SS KANCI

KM 233 + 000

SS PEJAGAN

KM 266+846

BARRIER GATE

KM 237+552

KABUPATEN CIREBON

KABUPATEN BREBES

SS CILEDUG

KM 251+675

START PROJECT

KM 233 + 000

END PROJECT

KM 268+000

SEKSI II

STA. 253+750 s/d STA . 268 +000

SEKSI I

STA. 233+000 s/d STA . 253+750

JALAN PANTURA

AKSES PEJAGAN

TEMPAT

ISTIRAHAT (2 BUAH)

Bab 2 – Kondisi dan Pencapaian 2005-2009

18

Pembangunan Jalan Tol Kanci-Pejagan sepanjang ± 35 km dengan jumlah lajur 2 @2 x 3,6 m

dilaksanakan oleh PT Semesta Marga Raya dengan biaya konstruksi sebesar Rp. 1.190 milyar

dan total biaya investasi sebesar Rp. 2,1 triliun.

RENCANA TOL AKSES TANJUNG PRIOK

Jalan Tol Akses Tanjung Priok merupakan bagian jaringan Jabodetabek yang terkoneksi dengan

Jakarta Outer Ring Road (JORR), yang akan terhubung dengan tol pelabuhan, tol dalam kota dan

tol Cibitung yang merupakan bagian JORR II. Keberadaan tol Akses Tanjung Priok sangat

signifikan untuk memperlancar arus kendaraan dan barang yang ingin masuk Pelabuhan Tanjung

Priok.

Pembangunan tol yang langsung mengakses ke Pelabuhan Tanjung Priok dibagi menjadi lima

seksi yakni seksi East-1 Rorotan-Cilincing (3,4 km), seksi East-2 Cilincing-Jampea (4,2 km), seksi

West-1 Jampea-Kp. Bahari (2,8 km), seksi West-2 Kp. Bahari-Harbour Toll Road (2,9 km) dan

seksi North South Jampea-Kebon Bawang (1,7 km).

Secara keseluruhan, tol Akses Tanjung Priok membutuhkan biaya Rp 4,5 triliun yang bersumber

dari APBN dan pinjaman luar negeri. Akses Tanjung Priok merupakan Jalan Tol pertama yang

dibangun langsung oleh pemerintah untuk kemudian ditenderkan saat pembangunannya selesai.

Hingga pertengahan tahun 2010, progres pembangunan Jalan Tol Akses Tanjung Priok Seksi E-1

dari Rorotan-Cilincing sepanjang 3,4 km telah mencapai 96%.

Rencana Strategis 2010-2014

19 19

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

JEMBATAN BANTAR III (DI YOGYAKARTA)

Jembatan Bantar III merupakan penghubung jalan arteri yang melintasi sungai Progo yang

membentang sepanjang 220 m, yang berada di wilayah perbatasan Kabupaten Kulon Progo dan

Kabupaten Bantul. Jembatan ini merupakan salah satu prasarana transportasi darat yang sangat

vital terutama untuk memperlancar pengangkutan barang dan jasa antar kabupaten di Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta dan merupakan jalur lintas selatan untuk lalu lintas regional.

Seiring dengan perkembangan transportasi baik dari jumlah maupun frekuensinya, maka

jembatan eksisting (Jembatan Bantar I dan II) dipandang sudah tidak mampu lagi mendukung hal

tersebut. Salah satu alternatif pengembangannya adalah dengan pembangunan jembatan baru

di samping jembatan lama untuk mendukung fungsi jembatan eksisting.

FO URIP SUMOHARJO (MAKASSAR)

Pembangunan Jembatan Layang Oerip Sumohardjo, Makassar dimaksudkan untuk mengatasi

kemacetan di persimpangan jalan AP. Pettarani dan Jl. Oerip Sumohardjo yang merupakan akses

dari jalan Trans Sulawesi Makassar-Marros menuju pelabuhan Makassar.

Pembangunan Jembatan Layang Oerip Sumohardjo meliputi pembangunan jembatan layang

sepanjang 900 m, ditambah pelebaran jalan Oerip Sumoharjo sampai batas sungai Pampang

dengan lebar 17,5 m.

Bab 2 – Kondisi dan Pencapaian 2005-2009

20

Manfaat yang diharapkan dari penyelesaian pembangunan jembatan layang ini adalah

terjaminnya kelancaran arus distribusi barang dari dan menuju pelabuhan Makassar sehingga

akan membantu pertumbuhan ekonomi di tingkat regional.

FO AMPLAS (MEDAN)

Flyover Amplas berada pada ruas Jalan Sisingamangaraja

Medan (persimpangan Amplas Medan). Tujuan

pembangunan FO ini untuk mengatasi atau mengurangi

kemacetan yang terjadi di persimpangan Amplas-Medan.

Diharapkan dengan adanya Pembangunan Bandara Kuala

Namu dapat memperlancar lalu-lintas bagi yang menuju

ke Bandara Kuala Namu.

PROYEK LAINNYA

Berikut adalah rangkuman berbagai pembangunan yang dilakukan Direktorat Jenderal Bina

Marga selama tahun 2005-2009:

Pembangunan di Bidang Jalan

Demak By Pass

Karawang By Pass

Ngawi Ring Road

Karang Ampel – Cirebon

Rencana Strategis 2010-2014

21 21

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

Upaya Penyelesaian Jalan Lintas Selatan Kalimantan (Gambar: Santan – Bontang, Kaltim)

Upaya Penyelesaian Jalan Lintas Barat Sulawesi (Gambar: Bitung –Manado-Worotican, Sulut)

Upaya Penyelesaian Jalan Lintas Timur Sumatera (Gambar: Bts.Tanjab – Merlung, Jambi)

Penanganan Jalan Lintas Barat Sumatera (Gambar: Tapan - Lunang, Sumbar)

Pembangunan di Bidang Jembatan

Jembatan Kapuas II, Kalbar

Jembatan Kahayan, Kalteng

Jembatan Rumpiyang, Kalsel

Jembatan Talumulo, Gorontalo

Bab 2 – Kondisi dan Pencapaian 2005-2009

22

Pembangunan Fly Over dan Under Pass

FO Ciputat

Underpass Semplak, Bogor

FO Simpang Polda, Palembang

Underpass CIledug, Tangerang

FO Arief Rahman Hakim

Underpass Sudirman

FO Cikarang

FO Cut Meutia, Bekasi

Bab 3 – Potensi dan Permasalahan

24

Rencana Strategis 2010-2014

25 25

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

BAB 3

POTENSI DAN

PERMASALAHAN

Bab 3 – Potensi dan Permasalahan

26

3.1 POTENSI

Perkembangan Global

Seiring dengan perkembangan global, hal-hal yang perlu diwaspadai adalah masuknya tenaga

ahli asing ataupun pekerja asing, yang nantinya akan berdampak negatif terhadap

perkembangan pekerja lokal secara keseluruhan. Perkembangan dan kompetisi global bagi

negara maju merupakan momentum untuk ekspansi. Hal tersebut sudah berlangsung walaupun

sebelum kompetisi global, ini terbukti dengan muatan-muatan yang dimuat dalam perjanjian

pinjaman luar negeri yang menetapkan preferensi perusahaan di negara pemberi pinjaman.

Dalam kompetisi global yang terjadi adalah market driving dimana daerah yang menarik dan

dapat dianggap menguntungkan akan dipilih walau mendapat pertentangan, hal ini akan terjadi

dan perlahan-lahan sudah dilaksanakan.

Untuk meningkatkan daya tarik suatu negara, diperlukan usaha-usaha konkrit untuk

meningkatkan competitiveness negara. Salah satu tingkat competitiveness yang menjadi

referensi para investor untuk menanamkan uangnya di wilayah adalah, keberadaan infrastruktur

dan kualitas infrastruktur, dan hal ini disebutkan dalam studi Asian Development Bank (2010:

Country Diagnostics Studies: Indonesia: Critical Development Constraints). Studi ADB ini melihat

peluang dan tantangan/masalah yang dihadapi Indonesia apabila ingin menjadi negara mandiri,

High level income country pada 2025. Ada beberapa rekomendasi yang dipersyaratkan ADB,

dengan membandingkan pattern dari negara-negara maju, serta kondisi serta progress

penyelenggaraan infrastruktur secara keseluruhan dan infrastruktur jalan secara khusus.

Temuan studi ADB (2010) paling tidak dapat dikategorikan jadi 3 golongan, yakni sebagai

berikut:

1. Infrastruktur yang tidak memadai dan

berkualitas rendah, terutama pada

jaringan transportasi dan penyediaan

listrik, serta penyediaan irigasi di

beberapa provinsi;

2. Kelemahan pada tata kelola pemerintahan

(governance) dan institusi terutama

kontrol terhadap korupsi, peningkatan

efektivitas pemerintahan, dan pencegahan

terhadap aksi terorisme dan kekerasan;

3. Akses pendidikan yang tidak merata dan

kualitas pendidikan yang rendah terutama

pada sekolah menengah dan kejuruan.1

1 Sumber: Asian Development Bank, 2010, Country Diagnostic Study: Indonesia critical Development constraints, halaman 29

Tanggapan Investor tentang Hambatan terkait Infrastruktur (% responden)

Rencana Strategis 2010-2014

27 27

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

Dalam temuan studi terutama dikaitkan dengan infrastruktur jalan adalah sebagai berikut:

Temuan-temuan tersebut merupakan hal-hal yang penting yang perlu ditindak lanjuti oleh

pemerintah untuk meningkatkan peran sektor jalan sebagai bagian dari pengembangan wilayah.

Tingkat Competitiveness merupakan persyaratan mutlak dari tingkat survival bagi negara-

negara. Competitiveness akan mengubah sesuatu menjadi lebih efisien dan efektif yang

berakibat pada pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi pada gilirannya akan

mengarahkan kita ke arah masyarakat yang sejahtera. Globalisasi mengakibatkan adanya joint

cooperation antar region, dan salah satunya di daerah Asia Tenggara, bentuk-bentuk kerjasama

seperti IMT-GT (Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle), BIMP EAGA (Brunei Indonesia

Malaysia Phillipine East Asian Growth Angle), ASEAN maupun Asian Highway yang dimotori oleh

PBB. Semua bentuk kerjasama tersebut apabila dikaitkan dengan bidang jalan mensyaratkan

adanya konektivitas dan kompatibilitas baik di bidang jalan maupun intermodal.

Sistem transportasi merupakan bagian dari konektivitas fisik atau dapat dikatakan sebagai “main

actor” dari physical connectivity. Transportasi jalan sebagai bagian atau elemen dari logistik

merupakan salah satu parameter kinerja yang dapat diukur. Dalam kaitannya dengan elemen

konektivitas pada transportasi, maka beberapa istilah seperti “missing link”, jalan rusak, jalan

banjir, jalan macet, kemacetan, aksesibilitas yang terhambat, dan jalan putus merupakan bagian

yang akan mengurangi optimalisasi dari konektivitas. Konektivitas juga terdiri dari quick win,

dimana pada quick win ini diartikan sebagai suatu proyek-proyek yang memiliki dampak yang

besar bagi pemerintah. Contoh quick win yang perlu ditindak lanjuti oleh pemerintah seperti

Jalan Tol Trans Jawa ataupun Jalan akses Tanjung Priok. Adapun fokus pengembangan

konektivitas adalah sebagai berikut:

a. Konektivitas intra Pulau yang meliputi pulau Jawa dan Sumatera sebagai pusat produksi

yang besar dan berfungsi sebagai hub nasional dan internasional. Sedangkan bagian lain

Kualitas Infrastruktur Utama (Peringkat dari 133 Negara)

Cakupan Jaringan Jalan

Bab 3 – Potensi dan Permasalahan

28

dari Indonesia menghubungkan perdesaan dengan pasar lokal, menghubungkan

pedalaman dengan pusat pertumbuhan, dan menghubungkan pusat-pusat

pertumbuhan satu sama lain.

b. Konektivitas antar pulau merupakan kunci untuk pendistribusian komoditas dasar dan

produk lain keluar pulau mapun membawa komoditas dari luar pulau ke jawa.

c. Logistik perdagangan internasional merupakan kemampuan untuk mengangkut barang

dan jasa antar negara secara cepat, murah, dan dengan tingkat prediktibilitas yang

tinggi sangat menentukan daya saing ekspor.

TRANS ASIA DAN ASEAN HIGHWAY

Di tengah-tengah permintaan yang tinggi terhadap prasarana jalan, Indonesia juga dihadapkan

pada perannya dalam kerjasama regional yang menuntut standardisasi dari infrastruktur yang

tersedia. Dalam kerjasama ASEAN, di Indonesia terdapat jaringan Trans Asia dan ASEAN

Highway. Jaringan Trans Asia di Indonesia terbentang mulai dari Pantai Timur Sumatera (AH-25),

Pantai Utara Jawa hingga Pantai Selatan Pulau Bali (AH-2). Sedangkan ASEAN Highway, meliputi

Jaringan Trans Asia ditambahkan lintas sebagian Lintas Selatan Pulau Kalimantan (AH-150),

sebagian Lintas Tengah Sumatera (AH-151), dan sebagian Lintas Tengah Jawa (AH-152).

Jaringan Trans Asia dan ASEAN Highway adalah jalan nasional dengan tahapan

pengembangannya dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama adalah penyelesaian konfigurasi

jaringan dan perancangan rute jalan nasional yang disepakati menjadi bagian dari sistem

jaringan Trans Asia dan ASEAN Highway. Tahap Kedua adalah pemasangan marka jalan sesuai

dengan standar yang disepakati dan Pelintasan Batas yang telah disepakati sudah dapat

beroperasi. Disamping itu, pada tahap kedua ini, diharapkan semua missing links dapat

terhubungkan dan semua jalan yang merupakan bagian dari rute ASEAN Highway telah sesuai

Rencana Strategis 2010-2014

29 29

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

dengan jalan Kelas III menurut standar ASEAN Highway. Sedangkan tahap ketiga adalah

peningkatan semua jalan yang termasuk dalam rute ASEAN Highway menjadi sesuai jalan Kelas I

untuk lalu lintas tinggi dan Kelas II untuk jalan dengan lalulintas rendah yang diharapkan dapat

dicapai pada 2020.

IMT-GT

Indonesia juga merupakan anggota dalam

kerjasama sub-regional Indonesia Malaysia

Thailand Growth Triangle (IMT-GT), yaitu

kerjasama sub-regional ASEAN yang misinya

adalah untuk mempromosikan kerjasama

ekonomi di antara negara bagian dan provinsi-

provinsi yang termasuk dalam kawasan sub-

regional tersebut, dengan mempercepat peran

sektor swasta dalam pertumbuhan ekonomi

melalui peningkatan perdagangan dan investasi

internal dan antar anggota IMT-GT. Kerjasama

ini dimulai sejak 1993 (hanya meliputi negara

bagian dan provinsi di kawasan perbatasan (10

daerah)). Saat ini, kerjasama sudah meliputi 10

Provinsi di Sumatera, 14 Provinsi di Thailand Selatan, dan 8 Negara Bagian di Semenanjung

Bab 3 – Potensi dan Permasalahan

30

Malaysia. Dalam Road Map IMT-GT 2007-2011, ada tiga program bidang jalan yang tengah

dipantau perkembangannya, yaitu: (1) Proyek Jalan Bebas Hambatan: Binjai-Medan-Tebing

Tinggi (AH-25 sebagian toll road) dan Medan-Bandara Baru Kualanamu; (2) sebagian AH-25

antara Banda Aceh dan Palembang, dan (3) AH-125 yang merupakan Pengumpan Timur-Barat

antara Pekanbaru-Bukittinggi-Padang, Tebing Tinggi-Pematang Siantar, Jambi-Sarolangun, dan

Bengkulu-Lubuk Linggau-Lahat, Baturaja-Bandar Lampung. Sementara itu, berdasarkan hasil

review Road Map IMT-GT, terdapat 3 proyek yang perlu diprioritaskan untuk mendukung

kerjasama IMT-GT, yaitu: Jalan Bebas Dumai-Pekanbaru, Palembang-Indralaya, dan Tegineneng-

Bakauheni.

BIMP-EAGA

Selain itu, beberapa Provinsi di

Indonesia yang berada di Pulau

Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan

Maluku, dan Pulau Papua

merupakan bagian dari kerjasama

sub-regional BIMP-EAGA (Brunei

Darussalam-Indonesia-Malaysia-

Phillipines East ASEAN Growth

Area). Dalam rencana aksi BIMP-

EAGA, terdapat 3 jaringan jalan di

Indonesia yang harus diselesaikan,

yaitu : (1) Pan-Borneo Highway Network Malinau-Sabah Border Section; (2) Pan-Borneo Highway

Network Pontianak-Palangkaraya-Banjarmasin-Balikpapan Section; dan (3) Tarakan-Tawau

Road. Bahkan, berdasarkan kajian review Road Map BIMP-EAGA, terdapat satu ruas prioritas

yang perlu diselesaikan selain Tarakan-Tawau Road, yaitu Pontianak-Entikong (Sarawak Border).

Persepsi Badan Internasional terhadap Penyelenggaraan Jalan di Indonesia Terdapat setidaknya beberapa badan internasional yang melakukan penelitian tentang

infrastruktur yang juga berkaitan dengan sektor transportasi. Hal ini perlu dicermati karena studi

yang mereka lakukan berdampak luas ke seluruh dunia dan akan mempengaruhi persepsi

komunitas internasional terhadap prasarana jalan.

LOGISTIC PERFORMANCE INDEX (LPI)

Indeks ini merupakan temuan dari studi Bank Dunia pada tahun 2010, studi ini pertama

dilakukan pada 2007 dengan melihat sekitar 155 negara dan hampir 1000 badan? swasta yang

bergerak pada logistik. Penilaian dilakukan dengan memperhatikan 6 elemen, yakni:

a. Tingkat Efisiensi dari proses bea cukai

b. Kualitas dari infrastruktur yang berhubungan dengan perdagangan dan infrastruktur

c. Tingkat kemudahan untuk menetapkan harga pengiriman via kapal yang kompetitif

d. Tingkat kompetensi dan kualitas dari pelayanan logistik

Rencana Strategis 2010-2014

31 31

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

e. Kemampuan untuk melakukan perkiraan serta prediksi tentang jadwal pengapalan dari

perusahaan

f. Frekwensi kedatangan kapal dibandingkan dengan jadwal dan perkiraan waktu yang

ada.

Berdasarkan data-data yang disimulasi dari

Logistic Performance Index dengan

membandingkan kondisi penyelenggaraan

asset jalan (keseluruhan jalan, bukan hanya

jalan nasional saja), Pada 2010, Indonesia

masuk dalam ranking 75 (menurun,

dibandingkan dengan ranking 43 pada 2007).

Fakta ini juga dapat dilihat dari data bahwa

tahun 2007 skornya 3.1, dibandingkan dengan

2010 yang hanya mencapai 2.76. Tabel

dibawah ini menunjukkan kualitas infrastruktur

(apabila dilihat dari aspek infrastruktur) sama

dengan rata-rata lower middle income country,

akan tetapi masih dibawah ASEAN+6.

Selain itu, apabila membedah kualitas dari

infrastruktur pada LPI 2010, terdapat

kenyataan bahwa kualitas jalan di Indonesia

Bab 3 – Potensi dan Permasalahan

32

(Jalan Nasional + Jalan Provinsi + Jalan Kabupaten/Kota + Jalan desa) masih dibawah peringkat

dibandingkan dengan ASEAN +6, yang mendekati adalah Telekom dan Warehousing.

Cara penilaian LPI adalah dengan membuat rating 1 s/d 5, semakin tinggi angka semakin baik

ratingnya. Indonesia yang secara global memiliki angka 2.76 tidak didukung oleh aspek

infrastruktur, karena angka infrastruktur lebih rendah dari peringkat LPI Indonesia.

GLOBAL COMPETITIVENESS INDEX (GCI)

Sejak 2005, World Economic Forum telah melakukan analisis daya saing terhadap negara-negara

di dunia berdasarkan Global Competitiveness Index (GCI)—indeks yang sangat komprehensif dan

mencakup dasar-dasar mikroekonomi serta makroekonomi daya saing nasional--. GCI

menunjukkan sejauh mana daya saing nasional sebagai fenomena yang kompleks, yang dapat

ditingkatkan hanya melalui serangkaian reformasi dalam bidang yang beragam yang

mempengaruhi produktivitas jangka panjang suatu negara. Reformasi ini mulai dari tata

pemerintahan yang baik dan stabilitas makroekonomi dengan efisiensi pasar faktor produksi,

adopsi teknologi, dan inovasi potensi (faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi 12

Pilar Daya Saing).

GCI telah digunakan oleh sejumlah negara-negara dan lembaga-lembaga sebagai tolak ukur daya

saing nasional yang jelas dan intuitif. Struktur kerangka GCI berguna bagi reformasi kebijakan

prioritas karena memungkinkan suatu negara untuk menentukan kekuatan dan kelemahan dari

lingkungan dan daya saing nasional untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang paling

menghambat pembangunan ekonomi masing-masing negara. Lebih spesifik lagi, GCI

menyediakan kerangka untuk berwacana antara pemerintah, bisnis, dengan masyarakat sipil,

yang dapat berfungsi sebagai alat ukur dalam reformasi peningkatan produktivitas, dengan

tujuan meningkatkan taraf hidup warga negara di dunia.

Dari simulasi data World Economic Forum 2008, 2009, dan 2010 ditemukan bahwa infrastruktur

jalan masih belum mendukung tingkat kompetitif Indonesia. Akan tetapi, infrastruktur tersebut

masih merupakan hambatan karena nilai yang diperoleh oleh infrastruktur alan (seluruh

infrastruktur jalan, tidak hanya jalan nasional saja) adalah lebih buruk daripada rating

competitiveness index yang dikeluarkan oleh World Economic Forum.

Tingkat kompetitif Indonesia dibandingkan Negara-negara tetangga 2008

Rencana Strategis 2010-2014

33 33

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

Tingkat kompetitif Indonesia dibandingkan Negara-negara tetangga 2009

Tingkat kompetitif Indonesia dibandingkan Negara-negara tetangga 2010

Tabel-tabel Tingkat Kompetitif Indonesia 2008-2010 diatas menggambarkan beberapa hal :

1. Simulasi ketiga tabel hanya terbatas pada kualitas infrastruktur saja dibandingkan

dengan total Global Competitiveness index. Semakin kecil angka yang diperoleh

semakin baik negara tersebut dalam kualitas penyelenggaraannya.

2. Dari ketiga tabel dapat disimpulkan bahwa Indonesia mengalami perbaikan dan

peningkatan peringkat kompetisi dari peringkat 55 pada 2008 menjadi tingkat 44 pada

2010

3. Perbaikan peringkat global diikuti pula dengan peningkatan peringkat dari kualitas

infrastruktur jalan di Indonesia, dari tingkat 105 pada 2008, meningkat pada tahun

2009 menjadi 94, dan semakin membaik di 2010 menjadi tingkat 84.

4. Walaupun ada peningkatan ataupun penyempurnaan, secara umum infrastruktur jalan

masih bukan sebagai pendukung rating kompetisi hal ini dibuktikan dengan angka

peringkat masih jauh dibawah peringkat Global Competitiveness Index. Ketika 2008 GCI

55, akan tetapi pada tahun yang sama kualitas infrastruktur jalan 105. Pada 2009 GCI

54, kualitas infrastruktur jalan 94, sedangkan tahun 2010 GCI 44 dan kualitas

infrastruktur jalan 84. Ini berarti secara keseluruhan dan total seluruh sektor, jalan

masih merupakan hambatan terhadap tingkat kompetisi bukan sebagai pendorong.

Yang menarik dalam elemen penilaian adalah kualitas infrastruktur dalam kaitannya dengan

transportasi. Apabila berasumsi pada tingkat penggunaan jalan diantara transportasi, yang

mencapai kurang lebih 90% (untuk penumpang 84% dan barang 90,4%) dari total transportasi,

maka kualitas infrastruktur yang dimaksud adalah transportasi jalan, baik sebagai sarana

transportasi maupun pintu menuju pelabuhan-pelabuhan.

Bab 3 – Potensi dan Permasalahan

34

World Competitiveness

Yearbook 2008

menempatkan Indonesia

pada ranking 55 dari 134

negara, dimana

ketersediaan infrastruktur

yang tidak memadai

(16,4%) merupakan

penyumbang kedua

sebagai faktor

problematik dalam

melakukan usaha, setelah

birokrasi pemerintah yang

tidak efisen (19,3%).

Dalam hal ketersediaan infrastruktur, Indonesia berada pada rangking 86, sedangkan untuk jalan

berada pada ranking 105. Pada 2009, terjadi peningkatan peringkat dimana Indonesia berada

pada posisi 54 dari 131 negara. Untuk ketersediaan infrastruktur, Indonesia berada pada

rangking 84, sedangkan untuk jalan berada pada ranking 94. Ketersediaan infrastruktur (14,8%)

tetap berada peringkat kedua sebagai faktor problematik dalam melakukan usaha, setelah

birokrasi pemerintah yang tidak efisen (20,2%). Pada tahun 2010 secara peringkat, ketersediaan

infrastruktur Indonesia menempati peringkat 82 dengan infrastruktur jalan berada pada

peringkat 84. Untuk lingkup negara-negara ASEAN, Competitiveness Index untuk Pilar

Infrastruktur pada tahun 2008 dan 2009, Indonesia hanya menggungguli Vietnam, namun pada

tahun 2010, justru Vietnam melejit ke peringkat 2 sementara peringkat Indonesia tetap ke-7 dari

8 negara. Indonesia hanya sempat mengunggguli Filipina yang pada tahun sebelumnya lebih

unggul. Akan tetapi, untuk kondisi jalan, Indonesia berada pada peringkat keenam dibawah

Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam dan Kamboja, lebih unggul dari Filipina dan

Vietnam.

Penyelenggaraan Jalan Adanya peraturan perundang-undangan yang terkait dengan bidang jalan seperti, Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 15 Tahun 2005, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006,

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009, memerlukan perangkat operasional

lainnya baik berupa Norma, Standar, Pedoman, ataupun Manual (NSPM), sehingga perangkat

peraturan tersebut dapat dilaksanakan yang artinya juga banyaknya perubahan arah kebijakan

dan aturan main di berbagai bagian dalam penyelenggaraan jalan. Meskipun UU Jalan sudah

berlaku semenjak tahun 2004, demikian pula peraturan pemerintah sebagai turunan dari UU

Jalan juga sudah ada. Akan tetapi, apabila diinvetarisir, peraturan pendukung dari undang-

undang tersebut baru dapat dipenuhi pada 2010.

Dalam kaitannya dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 tentang

Lalulintas dan Angkutan Jalan substansi tentang jalan secara jelas menyampaikan dan salah satu

0

1

2

3

4

5

6

7

8

Pilar Infrastruktur 2008

Pilar Infrastruktur 2009

Pilar Infrastruktur 2010

Kualitas Jalan 2009

Kualitas Jalan 2009

Kualitas Jalan 2010

Rencana Strategis 2010-2014

35 35

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

substansi adalah mengamanatkan adanya kebutuhan untuk preservasi jalan guna

mempertahankan kondisi jalan. Amanat UU No. 22 tersebut dengan tegas menyebutkan adanya

unit pengelola dana preservasi jalan yang bertugas untuk menyiapkan (mengumpulkan dan

mendistribusikan) dana preservasi yang dipergunakan untuk jalan. Faktor keseimbangan dalam

bidang jalan artinya dalam pendanaan tidak boleh ada jalan rusak. Apabila ada jalan rusak, maka

akan dikenakan sangsi terhadap penyelenggara jalan. Hal ini berarti kinerja jalan menjadi sangat

jelas, bahwa pemerintah harus memelihara jalan dan apabila jalan tidak dipelihara serta jalan

rusak, maka penyelenggara jalan terkena pidana.

Sejalan dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2004 tentang

Keuangan Negara yang mensosialisasikan adanya performance based budget dan kinerja sebagai

referensi. Selain kinerja, Pemerintah juga mulai mengenalkan multi-years contract dalam hal

spending, dan saat ini, berdasarkan kesepakatan, Direktorat Jenderal Bina Marga juga harus

menyiapkan MTEF (Medium Term Expenditures Framewwork) sebagai bagian dari multi-years

budget. Berbeda dengan Rensra, lingkup waktunya lima tahun, MTEF (KPJM) berlaku tiga

tahunan. Konsep MTEF sudah diakomodasi oleh Departemen Keuangan dan merupakan rincian

atau “cost” aspek dari Renstra. Konsep bersifat tidak rigid selama tiga tahun akan tetapi ada

evaluasi tahunan. Sejak itu, mulai berlaku prinsip Performance Based Budget dalam kerangka

MTEF (Medium Term Expenditures Framework) yakni sistem penganggaran pemerintah berbasis

tahun jamak (tiga tahun).

Pembentukan Unit Pengelola Dana Preservasi Jalan Pembentukan Unit pengelola Dana Preservasi Jalan merupakan terobosan baru yang

meninggalkan bentuk lama seperti kekakuan anggaran tahunan pemerintah yang biasanya

terlambat turun dan harus dikembalikan pada akhir tahun anggaran. Unit ini juga mengenalkan

model stakeholder sebagai bagian atau elemen yang tidak terpisahkan dalam penyelenggaraan

jalan. Demikian pula dalam model ini diperkenalkan adanya kontribusi pengguna jalan dalam

membiayai preservasi jalan karena pengguna jalan ikut dalam membiayai preservasi jalan. Oleh

sebab itu, pengguna jalan berhak penuh untuk dapat mengetahui pengelolaan jalan melalui

keterlibatan langsung dalam manajemen unit pengelola. Secara empiris internasional,

pelaksanaan pembiayaan preservasi yang terdiri dari kegaitan pemeliharaan, rehabilitasi, dan

peningkatan merupakan hal yang baru. Hal ini disebabkan dari negara-negara yang sudah

melakukan Road Fund memulai dari program pemeliharaan rutin, baru kemudian berkala dan

dilaksanakan pada jalan-jalan yang biasanya menjadi tanggung jawab pemerrintah pusat yang

memiliki kepentingan nasional artinya jalan nasional. Saat ini, sedang disiapkan Rancangan

Peraturan Presiden tentang organisasi dan tata kerja Unit Pengelola Dana Preservasi jalan diatur

dalam UU No.22 tahun 2009, sedangkan untuk substansi pendanaan masuk dalam Rancangan

Peraturan Pemerintah tentang sistem Jaringan lalu lintas. Memang sulit melakukan hal tersebut

secara sekaligus karena peraturan mengenai pendanaan yang ada, belum mendukung adanya

sumber dana diluar dari pajak yang dikenal dengan retribusi preservasi yang diambil dari

Retribusi Bahan Bakar Minyak (on top dari harga minyak setelah pajak).

Bab 3 – Potensi dan Permasalahan

36

Pendanaan lain dari Unit Pengelola Dana preservasi Jalan juga berasal dari Undang-Undang

Nomor 28 tahun 2009 mengenai Pajak daerah dan Retribusi Daerah, dimana di dalam salah satu

pasal disebutkan bahwa Pajak Kendaraan Bermotor nantinya dipergunakan untuk membiayai

preservasi jalan daerah (Provinsi + Kabupaten/kota) walaupun tidak cukup akan tetapi sudah

ada sumber dana yang mengakomodasi preservasi Jalan Daerah. Dalam pelaksanaannya akan

dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama adalah uji coba dan dilanjutkan dengan evaluasi

sebelum ditutup dengan implementasi secara penuh di seluruh provinsi di Indonesia.

Pemerintah juga mengenalkan model manajer ruas yang bertanggung jawab terhadap ruas

dalam program preservasi jalan. Sebenarnya, manager ruas juga harus dilengkapi dengan

pemberitaan informasi kepada masyarakat; siapa bertanggung jawab terhadap ruasnya dan

nomor telepon dari penanggung jawab tersebut, agar pengguna jalan dapat langsung

berinteraksi dengan mereka dalam kaitannya dengan perbaikan kondisi jalan.

Pengenalan model Performance Based Contract sebagai bagian dari penyelenggaraan jalan

merupakan bentuk reformasi kelembagaan di bidang jalan. Momentum penyelenggaraan jalan

ini dinilai tepat karena bersamaan dengan pengenalan model dana preservasi jalan. Empiris

internasional di negara-negara Sub Sahara dan Latin Amerika serta Karibia terbukti bahwa

bahwa negara-negara yang memperkenalkan performance based maintenance adalah negara

yang menyelenggarakan model dana preservasi atau Road Fund.

Kebijakan Penyelenggaraan Expressway / Highgrade Highway Versus Jalan

Tol

Pembangunan expressway/highgrade highway merupakan hal yang harus dilaksanakan dalam

jangkauan jangka panjang, sebagai bagian dari jalan lintas sebagai urat nadi transportasi, seperti

yang dicanangkan oleh pemerintah dalam program lima tahun 19.370 km (konektivitas

domestik). Selain hal tersebut, berdasarkan perjanjian kerjasama regional baik ASEAN maupun

ASIAN Highway telah ditetapkan adanya jalan intenasional seperti Lintas Timur Sumatera dan

Lintas Utama Pulau Jawa. Terlepas dari itu, diperlukan keberanian untuk menetapkan perlunya

“backbone” transportasi sebagai jalan utama yang memfasilitasi pergerakan barang dan orang di

pulau-pulau besar.

Pembangunan expressway dengan standard highgrade diperlukan, dan itu tidak perlu dengan

Jalan Tol, perlu dibiayai oleh pemerintah dahulu, Keinginan pemerintah untuk membangun

empat lintas utama, Jawa bagian utara, Sumatera bagian timur, Kalimantan bagian selatan dan

sebelah barat Sulawesi perlu diwujudkan dalam lima tahun terakhir ini untuk mempercepat

pergerakan barang dan orang tersebut. Bahkan di Pulau Sumatera hal ini dapat dilakukan pilot

project expressway Banda Aceh - Lampung.

Selain expressway, pembangunan Jalan Tol Trans Jawa merupakan keharusan bagi pemerintah

untuk mendukung pergerakan barang dari ujung barat ke ujung timur Pulau Jawa. Dalam studi

yang dilakukan oleh AUSAID dalam kaitannya dengan MTEF, disebutkan bahwa kebutuhan untuk

expressway sebagai “backbone” transportasi merupakan sesuatu yang harus dicermati untuk

Rencana Strategis 2010-2014

37 37

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

tetap mempertahankan pertumbuhan. Expressway yang ideal adalah yang sejajar dengan Lintas

Timur Sumatera, Lintas Utara Pulau Jawa, Lintas Selatan Kalimantan, dan Lintas Barat Sulawesi

merupakan sesuatu yang harus dipertimbangkan.

Desentralisasi dan Otonomi Daerah Otonomi daerah secara konkret saat ini dapat memungkinkan daerah melakukan inovasi. Yakni

secara tidak langsung akan mendorong pemerintah daerah untuk menggali potensi-potensi baru

yang dapat mendukung pelaksanaan urusan pemerintah pusat dan pembangunan sehari-hari

terutama dari sisi ekonomis serta penciptaan metode pelayanan yang dapat memuaskan

masyarakat sebagai pembayar pajak atas jasa pelayanan yang disediakan oleh pemerintah

daerah. Kebijakan desentralisasi atau otonomi daerah tersebut pada saat ini masih sangat

diperlukan oleh pemerintah daerah karena di dalamnya terdapat efisiensi, efektifitas, partisipasi,

dan demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Melalui pendelegasian kewenangan dan tugas-tugas pemerintahan atau pembangunan,

pemerintah pusat tidak harus selalu terlibat langsung. Dalam desentralisasi, yang menjadi ujung

tombak pembangunan adalah aparat-aparat di daerah yang akan lebih cepat mengetahui situasi

dan masalah serta akan dapat mencarikan jawaban bagi pemecahannya. Namun demikian, tetap

diperlukan perhatian pada pemerintah daerah tentang penyelenggaraan jalan daerah melalui

pembinaaan kepada penyelenggara Jalan Provinsi dan Jalan Kabupaten, yang selama ini

nampaknya kurang komunikasi, dan mengakibatkan besarnya backlog kondisi jalan, bahkan

backlog sumber daya manusia.

Peningkatan Peran Swasta (Mitra Kerja & Investor) dan Masyarakat Upaya untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik hanya dapat dilakukan apabila terjadi

keseimbangan peran ketiga pilar yaitu pemerintah, dunia usaha swasta, dan masyarakat.

Memang pada dasarnya bidang jalan adalah sektor yang tidak layak secara finansial, karena sifat

infrastruktur itu sendiri, sehingga hanya sebagian kecil dari total panjang jaringan jalan yang

dapat dikomersialkan. Pengalaman negara-negara seperti Malaysia (north and south) dan Korea

Selatan menunjukkan bahwa pada awalnya untuk mendongkrak keterlibatan swasta diperlukan

seperti kontribusi pemerintah untuk membangun Jalan Tol, setelah itu baru diserahkan kepada

swasta. Tidak hanya swasta saja, kerjasama antara pemerintah, swasta dan masyarakat

merupakan hal yang harus terus dikembangkan. Ketiganya mempunyai peran masing-masing.

Pemerintahan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) memainkan peran menjalankan dan

menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif bagi unsur-unsur lain dalam

pemerintahan. Dunia usaha swasta berperan dalam penciptaan lapangan kerja dan pendapatan.

Peran swasta dapat terkait dalam mitra kerja dimana pemerintah memerlukan bantuan dalam

hal peningkatan dan penyelesaian kegiatan pembangunan. Peran lain dari swasta adalah sebagai

salah satu sumber pendanaan bagi pemerintah (investor). Dengan adanya pendanaan yang

cukup, maka pembangunan oleh pemerintah akan lebih baik pelaksanaannya. Masyarakat

berperan dalam penciptaan interaksi sosial, ekonomi, dan politik. Masyarakat juga dapat

berperan sebagai pengawas pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Pada Undnag-

Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu Lintas dan Angkutan Jalan,

Bab 3 – Potensi dan Permasalahan

38

menjelaskan bahwa masyarakat juga memiliki andil dalam preservasi jalan. Ketiga unsur

tersebut dalam memainkan perannya masing-masing harus sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-

prinsip yang terkandung dalam tata kepemerintahan yang baik (Bappenas, 2007).

Sistem Pembiayaan dan Pola Investasi Bidang Jalan Sistem pembiayaan saat ini menggunakan sistem anggaran terpadu yang melebur anggaran

rutin dan pembangunan dalam satu format anggaran dengan pola investasi yang masih

bergantung pada anggaran pemerintah melalui APBN. Beberapa pola-pola investasi lain yang

telah diaplikasikan diantaranya seperti BOT (Build Operating Transfer) dan BTO (Build Transfer

Operating) dimana pemerintah yang membangun kemudian operasi dan pemeliharaan

diserahkan kepada swasta seperti Jembatan Tol Suramadu, maupun penggunaan Dana Bergulir.

Namun demikian, pola pembiayaan yang ada saat ini kurang dapat bersaing dengan tingginya

tuntutan kebutuhan infrastruktur. Oleh karena itu, diperlukan berbagai alternatif sistem dan

pola investasi bidang jalan agar target-target pembangunan dapat tercapai, yang disesuaikan

dengan kondisi aparatur pemerintah dan masyarakat, yang lebih akuntabel, berdaya saing, dan

berkeadilan.

Aset Jaringan Jalan Pada akhir 2009, total panjang jaringan jalan yang ada di Indonesia mencapai 372.236 km yang

terdiri dari Jalan Tol sepanjang 741,97 km, Jalan Nasional Non-Tol sepanjang 38.569 km, dan

sisanya sepanjang 332.925 km adalah jalan sub-nasional yang terdiri dari Jalan Provinsi dan Jalan

Kabupaten/Kota. Jika diasumsikan rata-rata nilai aset Jalan Tol sebesar Rp 25 milyar/km, Jalan

Nasional Non-Tol sebesar Rp 6 milyar/km dan jalan Sub-Nasional sebesar Rp 5 milyar/km, maka

total nilai aset jalan yang ada saat ini berjumlah Rp 1.914,59 triliun, atau rata-rata nilai aset jalan

sebesar Rp 5.1 milyar/km. Seluruh panjang jaringan jalan tersebut merupakan aset yang perlu

dipelihara untuk mempertahankan kondisi dan tetap fungsional.

KONDISI JALAN DAERAH

Jalan 2006 2007 2008 2009 2010

Provinsi

Panjang 46,498.71 48,680.98 48,680.98 48,358.18 49,280.93

Mantap 41.18% 40.00% 40.00% 56.32% 58.83%

Tidak Mantap 59.00% 60.00% 60.00% 43.69% 41.17%

Kabupaten/Kota

Panjang 280,312.40 283,321.96 288,185.39 359,020.65 370,629.41

Mantap 48.94% 49.36% 49.37% 51.81% 53.27%

Tidak Mantap 51.06% 50.64% 50.63% 48.19% 46.73%

Rencana Strategis 2010-2014

39 39

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

Kondisi Jalan Provinsi pada akhir tahun 2008 masih didominasi jalan yang tidak mantap. Dari

total panjang Jalan Provinsi yang ada sepanjang 48.681 km, 60 % diantaranya tidak mantap

dengan 28,21 % dalam kondisi rusak ringan dan 32,90 % rusak berat. Namun pada 2009 dan

2010 kecenderungannya semakin membaik, meskipun kondisi mantapnya belum mencapai 60 %

(hanya 56.32 % pada ahir 2009 dan 58.83 % pada akhir 2010).

Sementara itu untuk Jalan Kabupaten, dimana pada akhir tahun 2006 kondisi mantap-nya hanya

48.94 %, pada tahun-tahun berikutnya berangsur-angsur membaik hingga pada akhir 2009,

kondisi mantapnya mencapai 51.81 %. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi DItjen. Bina

Marga di masa mendatang.

Sumber Daya Manusia dan Organisasi yang Telah Tersedia Pada periode pemerintahan sebelumnya, Direktorat Jenderal Bina Marga telah hadir dan pada

akhir September 2009 memiliki pegawai sejumlah 6.801 orang yang tersebar pada 7 Unit Kerja

di Pusat dan 10 Unit Kerja di daerah. Dari jumlah tersebut, 1.169 PNS bekerja di kantor pusat

Ditjen. Bina Marga dan sebanyak 5.632 orang bekerja tersebar pada Balai Besar/Balai

Pelaksanaan Jalan Nasional. Komposisi pegawai Ditjen. Bina Marga berdasarkan tingkat

pendidikan maupun golongannya dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

Berdasarkan tingkat pendidikan, Pegawai dengan

pendidikan SLTA ke bawah (60%) sangat

mendominasi komposisi pegawai Ditjen. Bina Marga.

Proporsi pegawai yang berpendidikan S1 ke atas

adalah 34 %, sedangkan sisanya kelompok menengah

dengan pendidikan setingkat D3 sebanyak 6 %.

Sedangkan dari golongannya, komposisi pegawai

DJBM adalah golongan II sebanyak 58 %, Golongan III

sebanyak 30 %, golongan I sebanyak 9 % dan golongan IV

sebanyak 3 %. Saat ini, pegawai Ditjen. Bina Marga

sangat di dominasi oleh pegawai golongan II ke bawah

yaitu sekitar 67 % dan sisanya sebesar 33 % merupakan

pegawai golongan III ke atas.

Peralatan, Bahan dan Teknologi yang Sudah Dimiliki Ketersediaan peralatan yang ada pada Satker-Satker pemeliharaan dan pembangunan banyak

yang sudah mengalami penyusutan. Di samping itu, untuk meningkatkan kualitas pekerjaan jalan

di masa mendatang memerlukan bahan-bahan yang memenuhi standar. Oleh karena itu,

diperlukan pengembangan dan standardisasi terhadap bahan dan peralatan yang ada sesuai

dengan ketersediaan teknologi yang ada.

3.2 PERMASALAHAN

Bab 3 – Potensi dan Permasalahan

40

Pengaruh Ekonomi Global Terhadap Fluktuasi Harga Keadaan ekonomi global yang tengah mengalami resesi semenjak tahun 2008 yang lalu,

menyebabkan bertambahnya negara yang mengalami penyusutan Produk Domestik Bruto (PDB)

selama dua triwulan berturut-turut. Hal ini berdampak pada peningkatan angka pengangguran

karena penyusutan produksi barang dan jasa akibat berkurangnya permintaan. Di satu sisi,

rendahnya permintaan ini dapat menyebabkan turunnya harga barang di pasaran. Namun pada

sisi yang lain, penyusutan produksi yang mengikuti rendahnya permintaan tersebut, justru dapat

meningkatkan harga barang di pasaran. Kenaikan harga barang juga dapat disebabkan naiknya

harga minyak dunia yang memberikan dampak lanjutan pada rantai produksi dan distribusi

barang yang menggunakan minyak sebagai bahan baku atau bahan bakar transportasi. Fluktuasi

harga menyebabkan lingkungan investasi termasuk investasi pada prasarana jalan menjadi tidak

pasti.

Keadaan Alam dan Lingkungan yang Unik

Negara Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau terbesar di dunia (±

17.504 pulau), dengan proporsi jumlah daratannya hanya meliputi 30 % dari luas wilayah yang

ada, menyebabkan pemanfaatan ruang daratan termasuk pemanfaatan untuk jalur transportasi

darat menjadi terbatas.

Sebagian besar kepulauan di Indonesia berada pada jalur patahan tektonik, dimana Pulau

Sumatera, Jawa, Bali hingga Kepulauan Nusa Tenggara berada pada Sirkum Mediterania. Pulau

Sulawesi, Papua, dan Kepulauan Maluku berada pada Sirkum Pasifik. Bahkan, di Pulau Sumatera

terbentang Patahan Semangko yang memanjang sejajar pantai barat pulau tersebut. Hal ini

menyebabkan banyak wilayah di Indonesia termasuk dalam wilayah rawan bencana alam dan

Benua Asia

Benua Australia

Rencana Strategis 2010-2014

41 41

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

berdampak pada tidak meratanya sebaran lokasi pusat-pusat kegiatan yang potensial dan

adanya koridor-koridor transportasi tertentu yang lebih ekonomis di antara koridor lainnya.

Indonesia berada di Khatulistiwa di antara Benua Asia dan Australia sehingga umumnya musim

yang ada dipengaruhi oleh Muson Barat dan Timur yang menyebabkan di Indonesia hanya

terdapat dua musim utama yaitu musim kemarau dan musim hujan. Meskipun demikian,

panjang periode dan tidak menentunya musim hujan seringkali menjadi salah satu penyebab

semakin cepatnya kerusakan jalan dan penghambat pelaksanaan konstruksi jalan dan jembatan.

Perubahan Iklim Sebelas dari dua belas tahun terakhir (antara 1995-2006) merupakan tahun-tahun terpanas

sejak tahun 1850 (Hasil kajian IPCC – Intergovernmental Panel on Climate Change, 2007).

Kenaikan suhu rata-rata tersebut juga diikuti dengan kenaikan muka air laut rata-rata global

dengan laju peningkatan rata-rata 1,8 mm per tahun, dimana selama abad 20 diperkirakan total

kenaikan muka air laut mencapai 0,17 m. Pemanasan global yang terjadi sejak pertengahan abad

ke-20 ini juga dipengaruhi oleh kegiatan manusia dan diperkirakan akan terus mengalami

peningkatan secara signifikan pada abad ke-21 jika tidak ada upaya untuk menanganinya.

Dampak yang dirasakan saat ini adalah terjadinya perubahan iklim dan peningkatan frekuensi

dan intensitas iklim ekstrim. Kondisi ini menyebabkan rentannya sebagian wilayah di Indonesia

terhadap bencana yang diakibatkan perubahan iklim seperti banjir akibat air laut pasang

maupun akibat hujan yang berkepanjangan yang juga dapat menyebabkan longsor di beberapa

lokasi sehingga berdampak pada terputusnya jaringan transportasi jalan yang ada.

Tingkat Pembangunan dan Kepadatan Penduduk yang Tidak Merata Penyelenggaraan jalan di Indonesia dalam kenyataannya tidak dapat terlepas dari realita

timpangnya sebaran penduduk, perbedaan luas wilayah, dan keberagaman kondisi topografi

yang ada. Dari data luas wilayah, sebaran jumlah penduduk, panjang jalan, dan jumlah

kendaraan yang ada, memperlihatkan tidak merata. Pulau Jawa yang mencakup 7,2 % dari luas

wilayah Indonesia dihuni 57.49% penduduk, sementara Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku -

Papua yang luasnya 32.3%, 10.8% dan 25.0% dari luas wilayah Indonesia, masing-masing hanya

memiliki jumlah penduduk 5.8%, 7.31% dan 2.6% saja. Hasilnya, luas ketiga wilayah tersebut

yang mencakup 68,1%

hanya dihuni 15,71%

penduduk.

Lebih dari 70% jaringan

jalan yang ada pada saat

ini terdapat di Pulau

Sumatera, Jawa, dan Bali

yang luas wilayahnya

hanya mencakup sekitar

31% dari seluruh wilayah

Indonesia. Sisanya 30%

Bab 3 – Potensi dan Permasalahan

42

jaringan jalan berada di Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT, Maluku, dan Papua yang memiliki 69%

dari luas wilayah Nasional.

Selain itu, keseimbangan pembangunan antarwilayah terutama pembangunan Kawasan Timur

Indonesia (KTI), daerah tertinggal, daerah perbatasan, yang akhirnya dapat mengurangi

kesenjangan dalam pulau maupun antara kota dan desa, masih belum tercapai.

Sistem Jaringan Transportasi yang Belum Terpadu Meskipun sebagian besar wilayah Indonesia terdiri dari perairan, namun moda transportasi yang

dipergunakan masih dikuasai oleh moda transportasi yang menggunakan prasarana jalan.

Bappenas mencatat moda transportasi melalui jalan melayani 84% penumpang, sedangkan

kereta api baru 7,3%, udara 1,5%, laut 1,8%, dan sungai hanya 5,3%.

Untuk angkutan barang, moda jalan masih mendominasi dengan menguasai 90,4%, sisanya

dibagi ke moda lainnya yakni laut dan kereta api masing-masing 7% dan 0,6%, padahal moda ini

memiliki potensi angkutan barang berskala besar. (Bappenas, 2006)

Belum

berkembangnya

konsep transportasi

intermoda yang

dapat

menghubungkan

seluruh wilayah di

Indonesia secara

menerus dengan

biaya transportasi

yang ekonomis

maupun untuk

mendukung Sistem

Logistik Nasional.

Sistem jaringan

jalan dan spesifikasi

penyediaan parasarana jalan antara Jalan Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota pada

beberapa koridor lintas belum sinergis, sehingga memberikan kendala pada sarana transportasi

yang dipergunakan. Harus diakui bahwa belum tersinerginya Jalan Nasional dan Jalan Sub-

Nasional dikarenakan adanya pemisahan tegas yang tertera dalam Undang-Undang No.38/2004

tentang Jalan yang berdasarkan pemikiran desentralisasi bidang jalan. Padahal, pada kenyataan

di lapangan, seluruh jalan tanpa terkecuali merupakan bagian dari sektor transportasi, jika Jalan

Nasional saja yang mantap sementara jalan daerah (Jalan Provinsi dan Kabupaten/Kota) tidak

mantap, akhirnya biaya transportasi tetap tinggi karena ada bagian dari jalan yang rusak

kondisinya.

0

20

40

60

80

100

JalanKA

SungaiLaut

Udara

84

7.35.3

1.81.5

90.4

0.60 7

0

Penumpang Barang

Proporsi PenggunaanModa Transportasi (%)

Rencana Strategis 2010-2014

43 43

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

Pertumbuhan Kebutuhan Layanan Transportasi

KEBUTUHAN AKSESIBILTAS DI WILAYAH TERISOLIR, TERPENCIL, TERTINGGAL, PERBATASAN

DAN PULAU TERLUAR

Adanya wilayah tertinggal, terisolir dan terpencil salah satunya disebabkan minimnya

aksesibilitas masyarakat pada wilayah tersebut untuk mencapai pusat-pusat kegiatan untuk

memasarkan produk ataupun memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk di Pulau Papua, 11 ruas

strategis di Papua masih sangat kurang dalam mendukung pengembangan potensi wilayah.

Wilayah perbatasan dan pulau terluar memerlukan aksesibilitas yang memadai dalam rangka

pertahanan dan keamanan untuk menjaga kesatuan wilayah NKRI. Aspek integritas wilayah tidak

hanya ditinjau dari aspek pertahanan dan keamanan saja, melainkan juga aspek ekonomi, sosial

dan budaya yang dipengaruhi dengan ketersediaan infrastruktur yang memadai.

KEBUTUHAN AKSESIBILITAS DI KAWASAN PRODUKSI, INDUSTRI DAN OUTLET

Aksesibiltas di kawasan produksi, industri dan outlet tidak hanya dipandang dari sisi

keterhubungan, melainkan juga kompatibilitas prasarana dengan sarana yang dipergunakan

dalam transportasi logistik antara kawasan produksi, industri dan outlet. Hal ini diindikasikan

masih banyaknya kawasan produksi, industri maupun outlet yang belum dapat dilalui kendaraan

kargo baik karena keterbatasan struktur jalan ataupun keterbatasan geomterik jalan.

KEBUTUHAN MOBILITAS DI WILAYAH BERKEMBANG DAN LINTAS UTAMA

Jaringan jalan di lintas utama 4 (empat) pulau besar, yaitu Lintas Timur Sumatera, Pantai Utara

Jawa, Lintas Selatan Kalimantan, dan Lintas Barat Sulawesi masih belum memadai dalam

mendukung pertumbuhan ekonomi regional dan nasional.

Masih banyaknya titik kemacetan lalu-lintas pada jaringan jalan di perkotaan terutama di 8

(delapan) kota metropolitan (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya,

Denpasar, dan Makassar) dan kota non-metropolitan. Demikian pula beberapa jalan akses yang

menghubungkan pusat-pusat kegiatan nasional, seperti kawasan industri, pelabuhan laut

(outlet) dan pelabuhan udara yang masih mengalami kemacetan.

KEBUTUHAN AKSESIBILITAS DAN MOBILITAS MENDUKUNG DOMESTIC CONNECTIVITY DAN

PUSAT KEGIATAN EKONOMI KREATIF

Sebagai bagian dari komtimen Kementerian PU dalam mendukung Domestic Connectivity dan

Pusat Kegiatan Ekonomi Kreatif, diperlukan fokus prioritas penyediaan prasarana jalan yang

memadai dalam mengakomodasi aksesibiltas utuk melengkapi Domestic Connectivity dan

kebutuhan mobilitas menuju pusat-pusat kegiatan ekonomi kreatif.

Bab 3 – Potensi dan Permasalahan

44

Keselamatan Jalan dan

Wawasan Lingkungan yang

Belum Memadai

Lebih dari 30 % ruas jalan nasional

yang ada masih memiliki spesifikasi

penyediaan prasarana jalan sub-

standar, yang dapat meningkatkan

resiko keselamatan jalan.

Adanya beberapa ruas jalan pada

daerah dengan bentuk medan yang

berbukit, yang belum memenuhi standar geometerik jalan sehingga menyebabkan borosnya

penggunaan bahan bakar yang berdampak pada peningkatan emisi.

Kerusakan dini akibat kegagalan konstruksi dapat memberikan dampak negatif terhadap

keselamatan jalan.

Keterbatasan Pendanaan Keterbatasan pendanaan memberikan konsekuensi :

1. Adanya jalan dengan kemampuan struktur yang marginal meskipun sudah dapat

fungsional.

2. Penyelenggaraan jalan tidak dapat memenuhi Indikator Kinerja Utama dan dapat

menganggu aksesibilitas, mobilitas dan tingkat keselamatan.

3. Dukungan prasaran jalan terhadap transportasi terpadu (intermoda) belum maksimal

terutama dalam mendukung pelabuhan-pelabuhan utama/outlet.

4. Minimnya pembangunan jalan pada kawasan strategis

5. Sebagian besar usulan kebutuhan pembangunan jalan dan jembatan baru belum dapat

dipenuhi.

6. Usulan penambahan status jalan belum terakomodasi untuk penanganan

pemeliharaannya

7. Dukungan Pemerintah terhadap Jalan Tol sangat minim sehingga komitmen

pembangunan tidak dapat dipenuhi.

Kualitas SDM yang Kurang Memadai dan Organisasi yang Kurang Efektif

dan Optimal Dari total 6.801 pegawai yang dimiliki Ditjen. Bina Marga, pegawai dengan pendidikan SLTA ke

bawah (60%) sangat mendominasi. Proporsi pegawai yang berpendidikan S1 ke atas adalah 34

%, sedangkan sisanya kelompok menengah dengan pendidikan setingkat D3 sebanyak 6 %. Oleh

karena itu keberadaan perangkat dan sumber daya aparatur tersebut, tidak sepenuhnya mampu

mendorong pelaksanaan penyelenggaraan jalan secara efektif dan efisien.

Angka Kecelakaan Lalu Lintas Indonesia

2008 2009

Kejadian 59.164 kali 57.726 kali

Korban meninggal dunia 20.118 orang 18.205 orang

Korban luka berat 23.440 orang 21.289 orang

Korban luka ringan 55.772 orang 58.304 orang

Angka pelanggaran lalu

lintas5.311.228 kasus 5.817.386 kasus

TAHUN

Sumber : Mabes Polrii

Rencana Strategis 2010-2014

45 45

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

Dari aspek sumberdaya aparatur masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar

pelaksanaan organisasi dapat diselenggarakan secara lebih optimal, antara lain menyangkut

penyamaan dan penyempurnaan pola pikir serta budaya kerja yang lebih berorientasi pada hasil

dengan tingkat pengeluaran yang dapat ditekan seefisien mungkin, sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Masih banyak pegawai yang belum bekerja secara profesional

sebagaimana dituntut oleh para pemangku kepentingan. Walaupun secara kuantitas jumlah

pegawai sudah relatif banyak namun bila ditinjau dari aspek kualitas dan pemerataan distribusi

sesuai beban kerja masing-masing unit kerja, masih terjadi ketimpangan yang sangat besar. Hal

ini bermuara dari bentuk dan struktur serta susunan organisasi yang belum dapat menjawab

semua fungsi Direktorat Jenderal Bina Marga.

Comm.

Sense Sekr. Bipran Bintek JBHJK Wil Balai BPJT Sekr. Bipran Bintek Wil Balai BPJT

1

a Pembentukan Peraturan Perundang2an Tur

b Perumusan Kebijakan Perencanaan Tur

c Pengendalian Penyelenggaraan Secara Makro Tur

d Penetapan NSKP Pengaturan Jalan Tur

2

a Penetapan Fungsi Jalan untuk (A/K Prov/Sisjar Primer) Tur

b Penetapan Status Jalan Nasional Tur

c Penyusunan Renc. Umum Jaringan Jalan Nasional Tur

3

a Perumusan Kebijakan Perencanaan Tur

b Penyusunan Perencanaan Umum Tur

c Pembentukan Peraturan Perundang2an Tur

1

a Pengembangan Sistem Bimbingan, Penyuluhan dan Diklat Tur

b Pemberian Bimbingan, Penyuluhan dan Diklat Bin

c Pengkajian serta Litbang Teknologi Bin

d Pemberian Fasilitasi Penyelesaian Sengketa antar Provinsi Bin

e Penyusunan dan Penetapan NSKP Pembinaan Jalan Bin/Tur

2 Jalan Tol

a Penyusunan Pedoman dan Standar Teknis Tur

b Pelayanan Bin

c Penelitian dan Pengembangan Bin

1

a Penetapan Laik Fungsi Teknis Bang

b Penetapan Laik Fungsi Administratif Bang

c Pemeliharaan, Perawatan dan Pemeriksaan Bang

d Pembantuan Pembiayaan Pembangunan Bin

e Perencanaan Teknis Bin

f Pelaksanaan Konstruksi (Pembangunan dan Preservasi) Bin

g Pengoperasian dan Pemeliharaan (Preservasi) Bin

2

a Perencanaan Teknis Bang

b Pemrograman Bang

c Penganggaran Bang

d Pengadaan Lahan Bang

e Pelaksanaan Konstruksi (Pembangunan dan Preservasi) Bang

f Pengoperasian dan Pemeliharaan (Preservasi) Bang

g Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Manajemen TurBang

a Pendanaan Tur/Bin

b Perencanaan Teknis Bin

c Pelaksanaan Konstruksi Bin

d Pengoperasian dan/atau Pemeliharaan Bin

1

a Evaluasi dan Pengkajian Pelaksanaan Kebijakan Penyelenggaraan Bin

b Pengendalian Fungsi dan Manfaat Hasil Pembangunan Bin

c Penetapan Standar Pelayanan Minimal Bin

2

a Evaluasi Penyelenggaraan Bang `

b Pengendalian Fungsi dan Manfaat Hasil Pembangunan Bang

3

a Tertib Pengaturan Bin

b Tertib Pengusahaan Bin

c Tertib Pembinaan Bin

Jalan Nasional

Jalan Nasional

Secara Umum

PEMBANGUNAN

Secara Umum dan Jalan Nasional

PEMBINAAN

Jalan Tol

Secara Umum

PENGATURAN

Kondisi Kedepan

Secara Umum

Jalan Nasional

Jalan Tol

PENGAWASAN

AMANAH UNDANG-UNDANG 38/2004Kondisi Eksisting

PENGUSAHAAN

Comm.

Sense Sekr. Bipran Bintek JBHJK Wil Balai BPJT Sekr. Bipran Bintek Wil Balai BPJT

1

a Pembentukan Peraturan Perundang2an Tur

b Perumusan Kebijakan Perencanaan Tur

c Pengendalian Penyelenggaraan Secara Makro Tur

d Penetapan NSKP Pengaturan Jalan Tur

2

a Penetapan Fungsi Jalan untuk (A/K Prov/Sisjar Primer) Tur

b Penetapan Status Jalan Nasional Tur

c Penyusunan Renc. Umum Jaringan Jalan Nasional Tur

3

a Perumusan Kebijakan Perencanaan Tur

b Penyusunan Perencanaan Umum Tur

c Pembentukan Peraturan Perundang2an Tur

1

a Pengembangan Sistem Bimbingan, Penyuluhan dan Diklat Tur

b Pemberian Bimbingan, Penyuluhan dan Diklat Bin

c Pengkajian serta Litbang Teknologi Bin

d Pemberian Fasilitasi Penyelesaian Sengketa antar Provinsi Bin

e Penyusunan dan Penetapan NSKP Pembinaan Jalan Bin/Tur

2 Jalan Tol

a Penyusunan Pedoman dan Standar Teknis Tur

b Pelayanan Bin

c Penelitian dan Pengembangan Bin

1

a Penetapan Laik Fungsi Teknis Bang

b Penetapan Laik Fungsi Administratif Bang

c Pemeliharaan, Perawatan dan Pemeriksaan Bang

d Pembantuan Pembiayaan Pembangunan Bin

e Perencanaan Teknis Bin

f Pelaksanaan Konstruksi (Pembangunan dan Preservasi) Bin

g Pengoperasian dan Pemeliharaan (Preservasi) Bin

2

a Perencanaan Teknis Bang

b Pemrograman Bang

c Penganggaran Bang

d Pengadaan Lahan Bang

e Pelaksanaan Konstruksi (Pembangunan dan Preservasi) Bang

f Pengoperasian dan Pemeliharaan (Preservasi) Bang

g Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Manajemen TurBang

a Pendanaan Tur/Bin

b Perencanaan Teknis Bin

c Pelaksanaan Konstruksi Bin

d Pengoperasian dan/atau Pemeliharaan Bin

1

a Evaluasi dan Pengkajian Pelaksanaan Kebijakan Penyelenggaraan Bin

b Pengendalian Fungsi dan Manfaat Hasil Pembangunan Bin

c Penetapan Standar Pelayanan Minimal Bin

2

a Evaluasi Penyelenggaraan Bang `

b Pengendalian Fungsi dan Manfaat Hasil Pembangunan Bang

3

a Tertib Pengaturan Bin

b Tertib Pengusahaan Bin

c Tertib Pembinaan Bin

Jalan Nasional

Jalan Nasional

Secara Umum

PEMBANGUNAN

Secara Umum dan Jalan Nasional

PEMBINAAN

Jalan Tol

Secara Umum

PENGATURAN

Kondisi Kedepan

Secara Umum

Jalan Nasional

Jalan Tol

PENGAWASAN

AMANAH UNDANG-UNDANG 38/2004Kondisi Eksisting

PENGUSAHAAN

Organisasi 2005-2009

Asumsi Bobot Tupoksi (untuk pendekatan saja) 1 0.5 0.25

Bab 3 – Potensi dan Permasalahan

46

Aspek lain yang masih memerlukan pembenahan termasuk pengorganisasian satuan kerja di

lapangan, rumusan hubungan kerja antara Ditjen. Bina Marga dengan dinas di daerah, aspek

pengawasan internal agar praktek-praktek pelanggaran terhadap ketentuan terutama yang

berpotensi merugikan keuangan negara.

Hambatan dalam Proses Pengadaan Tanah Sebagian ruas-ruas baru yang dibangun termasuk Jalan Tol belum dapat berfungsi karena

hambatan proses penyediaan tanah. Umumnya permasalahannya adalah:

1. Ketersediaan tanah dan alokasi pengadaan tanah terbatas

2. Pelaksanaan di lapangan yang kompleks, kinerja P2T kurang optimal, dan konsinyasi

yang berjalan lambat

Permasalahan Eksternal Lainnya Permasalahan eksternal lainnya yang juga perlu mendapatkan perhatian diantaranya adalah

masalah kesalahan penggunaan dan pemanfaatan jalan pada ruas-ruas jalan nasional, seperti

pembebanan berlebih (overloading) masih terjadi terutama pada Lintas Pantura Jawa dan Lintas

Timur Sumatera; ataupun penggunaan Ruang Milik Jalan (Rumija) untuk penggunaan yang tidak

semestinya seperti untuk pasar tumpah maupun lahan parkir kendaraan.

3.3 ISU UTAMA

Beberapa hal yang telah dibahas dalam bab ini merupakan salah satu bagian yang penting dalam

renstra, karena kondisi sekarang, pengakuan tentang perlunya pemantapan ataupun penajaman

dimulai dari pemahaman terhadap potensi dan permasalahan. Beberapa kendala telah

disampaikan seperti: Asset Management yang perlu ditindak lanjuti sebagaimana manajemen

aset yang berlaku. Isu tentang multimoda juga merupakan isu yang perlu ditindak lanjuti,

bagaimana isu multimoda itu tersungkur ke jalan, sejalan dengan berkembang pesatnya

penggunaan sepeda motor, yang merupakan gambaran ketidak-percayaan masyarakat terhadap

pelayanan angkutan publik yang disediakan oleh pemerintah perlu diwaspadai secara “bijak”.

Selain hal tersebut, dalam kaitannya dengan pertanggungjawaban, sektor jalan secara “sistem

transportasi” terdiri dari jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten/kota dan bahkan jalan

desa. Tidak dapat dipisah-pisah, semua merupakan bagian dari biaya transportasi. Artinya,

walaupun jalan nasional baik, namun apabila jalan provinsi ataupun kabupaten kondisinya lebih

rendah dari baik, maka tetap saja, biaya transportasi itu tetap tinggi. Bahwa jalan belum

merupakan pendorong pertumbuhan, hal ini dibuktikan oleh salah satu temuan dari World

Economic Forum dimana dalam aspek kualitas jalan peringkatnya masih jauh bila dibandingkan

peringkat secara keseluruhan (terbukti dari misalnya competitiveness index Indonesia pada

tahun 2010 termasuk ranking 44, tapi competitiveness index untuk kualitas jalan masih jauh

dibawah 44, yakni 84). Walaupun demikian, peringkat kualitas jalan tersebut semakin membaik

( 2008 = 105, 2009 = 94, sedangkan 2010 membaik menjadi 84). Hal ini dikarenakan metodologi

yang dipergunakan adalah pendekatan survei yang hanya melihat jalan nasional saja, dan ini

berarti walaupun jalan belum merupakan pendorong, akan tetapi dari tahun ke tahun

Rencana Strategis 2010-2014

47 47

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

kualitasnya semakin membaik. Sedangkan, kondisi jalan secara keseluruhan dapat dilihat dari

temuan ADB 2010, dan persepsi World Bank dalam Logistic Performance Index, dimana

Indonesia jauh ketinggalan dari negara-negara tetangga, kecuali Vietnam dan Fillipina yang

masih berada dibawah ranking Indonesia.

Perkembangan jalan secara regional, juga merupakan perhatian pemerintah baru-baru ini,

dengan ditetapkannya konektivitas domestik sebagai prioritas ataupun program pemerintah,

pemerintah juga melakukan usaha-usaha serius dalam penanganan kemacetan di dalam pusat

kota ataupun pusat pengangkutan barang dan orang.

Tekanan lain yang perlu diwaspadai, adalah terbitnya UU no. 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas

dan Angkutan Jalan yang mensyaratkan pemerintah bahwa jalan harus dalam kondisi baik, dan

tidak boleh ada kerusakan. UU ini sudah mulai diterapkan dalam penyelenggaraan lalu lintas.

Untuk menyiasati kondisi tersebut, pemerintah tidak keberatan dengan pembentukan unit

preservasi jalan yang akan menyelenggarakan penyiapan dan pemungutan dana preservasi jalan

dari masyarakat, akan tetapi peraturan pemerintah tentang itu, masih sedang dibahas dan

merupakan salah satu dari sembilan RPP sebagai turunan dari UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

yang akan diajukan oleh pemerintah.

Peningkatan peran swasta dalam penyelenggaraan jalan juga sudah di inisiasi oleh pemerintah,

bahkan perbaikan internal, melalui pembentukan Kelompok Kerja untuk menangani pengadaan

barang dan jasa yang juga sudah dibentuk. Dari sisi good governance ini merupakan salah satu

terobosan untuk memutus mata rantai keterkaitan owner dengan penyedia jasa dan ini

merupakan tanda keseriusan pemerintah untuk berbuat lebih baik kepada masyarakat.

Memang keterbatasan pendanaan merupakan hal yang klasik untuk dibuat bagian dari

permasalahan, akan tetapi dengan peningkatan efisiensi, peningkatan inovasi (recycling,

performance based contract, maintenenace management system), maka kemampuan

pendanaan akan saling bersinergi dengan efisiensi, dan itu juga merupakan bagian dari

reformasi yang sedang dilaksanakan.

Mengingat segala isu yang dibahas disini, sudah selayaknya dalam penanganan sektor jalan

selain memperhatikan keseimbangan pembangunan wilayah, juga memperhatikan antusiasme

masyarakat, perkembangan yang ada dimasyarakat serta perlunya aksesibilitas yang lebih baik

bagi pulau-pulau di seluruh Indonesia.

Bab 4 – Visi, Misi dan Tujuan

48

Rencana Strategis 2010-2014

49 49

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

BAB 4

VISI, MISI DAN TUJUAN

Bab 4 – Visi, Misi dan Tujuan

50

4.1 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

Visi Kementerian Pekerjaan Umum

Kementerian Pekerjaan Umum menyelenggarakan pembangunan infrastruktur dalam rangka

mencapai visi :

“Tersedianya Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Permukiman yang Andal untuk Mendukung

Indonesia Sejahtera 2025”.

Misi Kementerian Pekerjaan Umum Untuk mencapai Visi Kementerian PU maka ditetapkan Misi Kementerian PU tahun 2010 – 2014,

yaitu:

1. Mewujudkan penataan ruang sebagai acuan matra spasial dari pembangunan nasional

dan daerah serta keterpaduan pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan

permukiman berbasis penataan ruang dalam rangka pembangunan berkelanjutan.

2. Menyelenggarakan pengelolaan SDA secara efektif dan optimal untuk meningkatkan

kelestarian fungsi dan berkelanjutan pemanfaatan SDA serta mengurangi resiko daya

rusak air.

3. Meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas wilayah dalam mendukung pertumbuhan

ekonomi dan meningkatkan kesejeahteraan masyarakat dengan penyediaan jaringan

jalan yang andal, terpadu dan berkelanjutan.

4. Meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman yang layak huni dan produktif melalui

pembinaan dan fasilitasi pengembangan infrastruktur permukiman yang terpadu, andal

dan berkelanjutan.

5. Menyelenggarakan industri konstruksi yang kompetitif dengan menjamin adanya

keterpaduan pengelolaan sektor konstruksi, proses penyelenggaraan konstruksi yang

baik dan menjadikan pelaku sektor konstruksi tumbuh dan berkembang.

6. Menyelenggarakan Penelitian dan Pengembangan serta Penerapan : IPTEK, norma,

standar, pedoman, manual dan/atau criteria pendukung infrastruktur bidang PU dan

permukiman.

7. Menyelenggarakan dukungan manajemen fungsional dan sumber daya yang akuntabel

dan kompeten, terintegrasi serta inovatif dengan menerapkan prinsip-prinsip good

governance.

8. Meminimalkan penyimpangan dan praktik-praktik KKN di lingkungan Kementerian PU

dengan meningkatkan kualitas dan pengawasan profesional.

Tujuan dan Sasaran Kementerian Pekerjaan Umum Tujuan yang akan dicapai Kementerian PU terkait bidang jalan berdasarkan penjabaran visi

Kementerian PU adalah:

Rencana Strategis 2010-2014

51 51

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

1. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan penataan ruang untuk terlaksananya

pengembangan wilayah dan pembangunan nasional serta daerah yang terpadu dan

sinergis bagi terwujudnya ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan.

2. Meningkatkan keandalan sistem jaringan infrastruktur pekerjaan umum dan

pengelolaan sumber daya air untuk meningkatkan daya saing melalui pertumbuhan

ekonomi nasional, ketahanan pangan, ketahanan air dan ketahanan energi.

3. Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman dan cakupan pelayanan infrastruktur

dasar bidang permukiman untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

4. Meningkatkan kapasitas pengawasan pengendalian pelaksanaan, dan akuntabilitas

kinerja untuk mencapai efektivitas dan efisiensi pelayanan publik bidang pekerjaan

umum.

5. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan SDM aparatur dan jasa konstruksi serta

penelitian dan pengembangan bidang pekerjaan umum dan permukiman untuk

meningkatkan kinerja pelayanan bidang pekerjaan umum dan jasa konstruksi.

Sedangkan sasaran yang hendak dicapai dari tujuan-tujuan tersebut adalah:

1. Meningkatnya keterlibatan masyarakat dalam setiap penyusunan Rencana Tata Ruang

(RTR) serta penerbitan Peraturan Presiden tentang RTR Pulau/Kepulauan dan peraturan

pendukungnya berupa Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria NSPK bidang penataan

ruang sesuai amanat RTRWN.

2. Meningkatnya ketersediaan air baku yang memadai (kuantitas, kualitas, dan

kontinuitas) guna pemenuhan berbagai kebutuhan baik untuk pemenuhan kebutuhan

air baku untuk air minum guna mendukung target MDGs 2015, maupun kebutuhan

pertanian dalam rangka mempertahankan swasembada pangan serta kebutuhan

sektor-sektor untuk meningkatkan produktivitas sektor produksi melalui

pembangun/peningkatan/rehabilitasi serta operasi dan pemeliharaan bendungan,

waduk/embung/bangunan penampung air lainnya serta prasarana penyediaan air baku,

jaringan irigasi dan jaringan rawa.

3. Meningkatnya kualitas pengendalian banjir secara terpadu dari hulu ke hilir dalam satu

wilayah dan perlindungan kawasan di sepanjang garis pantai dari bahaya abrasi.

4. Meningkatnya efisiensi sistem jaringan jalan di dalam sistem transportasi yang

mendukung perekonomian nasional dan sosial masyarakat serta pengembangan

wilayah melalui preservasi dan peningkatan kapasitas jalan lintas wilayah serta

pembangunan Jalan Tol Trans Jawa.

5. Meningkatnya taraf hidup masyarakat dan kualitas lingkungan permukiman melalui

pengembangan sistem jaringan penyediaan air minum untuk mendukung peningkatan

tingkat pelayanan penduduk perkotaan dan penduduk perdesaan, serta meningkatnya

pelayanan sanitasi sistem terpusat dan sistem berbasis masyarakat bagi penduduk

perkotaan, meningkatnya sistem pengelolaan drainase untuk mendukung pengurangan

luas genangan di perkotaan serta meningkatnya sistem pengelolaan persampahan

untuk mendukung peningkatan tingkat pelayanan penduduk, dan meningkatnya

Bab 4 – Visi, Misi dan Tujuan

52

kualitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah, serta penerapan 3R (Reduce, Reuse,

Recycle) di perkotaan.

6. Meningkatnya kemampuan pemerintah daerah dan stakeholders jasa konstruksi serta

masyarakat untuk mendukung tercapainya penguasaan pangsa pasar domestik oleh

pelaku konstruksi nasional serta pengurangan jumlah dan dampak ekonomi, sosial dan

lingkungan akibat kegagalan konstruksi/bangunan melalui peningkatan sistem

pembinaan teknis dan usaha jasa konstruksi.

4.2 TATA NILAI DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

Direktorat Jenderal Bina Marga menyadari bahwa tercapainya visi dan misi tersebut dapat

terwujud apabila didukung dengan penerapan tata nilai yang sesuai dan mendukung usaha-

usaha pelaksanaan misi dan pencapaian visi. Tata Nilai merupakan referensi dan sekaligus arah

bagi sikap dan perilaku seluruh aparat dalam menjalankan tugas.

Berdasarkan tata nilai yang sama, akan menuju pada penyatuan hati dan pikiran seluruh aparat

untuk mewujudkan layanan prima dalam penyelenggaraan jalan.

Tata nilai yang dimaksud adalah:

1. Pelayanan

2. Berwawasan ke depan

3. Akuntabel

4. Kerjasama

5. Transparansi

6. Integritas

4.3 VISI DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

Program penyelenggaraan jalan diselenggarakan dalam rangka mencapai visi jangka panjang :

“Terwujudnya sistem jaringan jalan yang andal, terpadu dan berkelanjutan di seluruh

wilayah nasional untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan

sosial”.

4.4 MISI DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

Dalam rangka mencapai visi program penyelenggaraan jalan, maka Misi Direktoraj Jenderal Bina Marga yang ditetapkan untuk periode tahun 2010-2014 adalah :

1. Mewujudkan jaringan Jalan Nasional yang berkelanjutan dengan mobilitas, aksesibilitas dan keselamatan yang memadai, untuk melayani pusat-pusat kegiatan nasional, wilayah dan kawasan strategis nasional.

Rencana Strategis 2010-2014

53 53

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

2. Mewujudkan jaringan Jalan Nasional bebas hambatan antar-perkotaan dan dikawasan perkotaan yang memiliki intensitas pergerakan logistik tinggi yang menghubungkan dan melayani pusat-pusat kegiatan ekonomi utama nasional.

3. Memfasilitasi agar kapasitas Pemerintah Daerah meningkat dalam menyelenggarakan jalan daerah yang berkelanjutan dengan mobilitas, aksesibilitas, dan keselamatan yang memadai.

4.5 TUJUAN DAN SASARAN DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

Sebagai penjabaran atas visi dan misi DIrektorat Jenderal Bina Marga dan untuk mencapai

tujuan Kementerian Pekerjaan Umum selama periode lima tahu ke depan, maka tujuan yang

hendak dicapai adalah : Meningkatkan keandalan sistem jaringan infrastruktur pekerjaan

umum dan pengelolaan sumber daya air untuk meningkatkan daya saing melalui

pertumbuhan ekonomi nasional, ketahanan pangan, ketahanan air dan ketahanan energi.

Sasaran yang diharapkan dicapai selama periode 2010-2014 adalah:

1. Meningkatnya kualitas layanan jalan nasional dan pengelolaan jalan daerah

2. Meningkatkan kapasitas jalan nasional sepanjang 19.370 km.

4.6 OUTCOME DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

Indikator Kinerja Utama 1. Meningkatnya kondisi mantap jaringan jalan nasional menjadi 94 %.

2. Meningkatnya penggunaan jalan pada ruas jalan nasional menjadi 91,55 milyar

kendaraan kilometer/tahun.

3. Meningkatnya fasilitasi penyelenggaraan jalan daerah untuk menuju 60 % kondisi

mantap.

4. Meningkatnya panjang peningkatan struktur/pelebaran jalan sebesar 17.525 km.

5. Meningkatnya panjang jalan baru yang dibangun sebesar 1.845 km.

Outcome Adapun outcome berdasarkan sasaran Direktorat jenderal Bina Marga, meliputi:

OUTCOME SASARAN 1 :

1. Meningkatnya kondisi mantap jaringan jalan nasional menjadi 94 %.

2. Meningkatnya penggunaan jalan pada ruas jalan nasional menjadi 91,55 milyar

kendaraan kilometer/tahun.

3. Meningkatnya fasilitasi penyelenggaraan jalan daerah untuk menuju 60 % kondisi

mantap.

OUTCOME SASARAN 2 :

1. Meningkatnya panjang peningkatan struktur/pelebaran jalan sebesar 17.525 km.

2. Meningkatnya panjang jalan baru yang dibangun sebesar 1.845 km.

Bab 5 – Kebijakan dan Strategi

54

Rencana Strategis 2010-2014

55 55

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

K E B I J A K A N D A N S T R A T E G I

BAB 5

KEBIJAKAN DAN

STRATEGI

Bab 5 – Kebijakan dan Strategi

56

5.1 ARAHAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI

Arah Kebijakan dan Strategi Nasional dalam RPJPN dan RPJM Pembangunan transportasi diarahkan untuk:

1. Mendukung kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya serta lingkungan dan dikembangkan

melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan

pemerataan pembangunan antardaerah;

2. Membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan pertahanan

dan keamanan nasional; serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan

sasaran pembangunan nasional.

3. Untuk itu, pembangunan transportasi dilaksanakan dengan mengembangkan jaringan

pelayanan secara antarmoda dan intramoda; menyelaraskan peraturan perundang-

undangan yang terkait dengan penyelenggaraan transportasi yang memberikan

kepastian hukum dan iklim usaha yang kondusif;

4. Mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berpartisipasi dalam penyediaan

pelayanan;

5. Meningkatkan iklim kompetisi secara sehat agar dapat meningkatkan efisiensi dan

memberikan alternatif bagi pengguna jasa dengan tetap mempertahankan

keberpihakan pemerintah sebagai regulator terhadap pelayanan umum yang

terjangkau kepada masyarakat;

6. Menyediakan pelayanan angkutan umum masal di daerah perkotaan yang didukung

pelayanan pengumpan, yang aman, nyaman, tertib, terjangkau dan ramah lingkungan

serta bersinergi dengan kebijakan tata guna lahan; serta meningkatkan budaya berlalu

lintas yang tertib dan disiplin.

7. Untuk pelayanan transportasi di daerah perbatasan, terpencil, dan perdesaan

dikembangkan sistem transportasi perintis yang berbasis masyarakat (community

based) dan wilayah.

Kebijakan RPJM ke – 2 (2010 – 2014) :

1. Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM ke-1, RPJM

ke-2 ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang

dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk

pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing

perekonomian.

2. Daya saing perekonomian meningkat melalui penguatan industri manufaktur sejalan

dengan penguatan pembangunan pertanian dan peningkatan pembangunan kelautan

dan sumber daya alam lainnya sesuai potensi daerah secara terpadu serta

meningkatnya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; percepatan

pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerja sama antara

pemerintah dan dunia usaha; peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan; serta

Rencana Strategis 2010-2014

57 57

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

penataan kelembagaan ekonomi yang mendorong prakarsa masyarakat dalam kegiatan

perekonomian.

3. Kondisi itu didukung oleh pengembangan jaringan infrastruktur transportasi, serta

pos dan telematika; peningkatan pemanfaatan energi terbarukan, khususnya bioenergi,

panas bumi, tenaga air, tenaga angin, dan tenaga surya untuk kelistrikan; serta

pengembangan sumber daya air dan pengembangan perumahan dan permukiman.

Bersamaan dengan itu, industri kelautan yang meliputi perhubungan laut, industri

maritim, perikanan, wisata bahari, energi dan sumber daya mineral dikembangkan

secara sinergi, optimal, dan berkelanjutan.

Fokus Pembangunan :

1. Integrasi Rencana Tata Ruang ke dalam dokumen perencanaan pembangunan dan

penegakan peraturan dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang.

2. Pengelolaan sumber daya air untuk peningkatkan ketersediaan air baku bagi

domestik, pertanian, dan industri secara berkelanjutan serta mengurangi tingkat

resiko akibat daya rusak air.

3. Pengembangan jaringan infrastruktur transportasi jalan bagi peningkatkan

kelancaran mobilitas barang dan manusia serta aksesibilitas wilayah.

4. Pengembangan perumahan dan permukiman untuk peningkatan hunian yang layak

dan produktif.

Sasaran Umum Pembangunan Transportasi 2010-2014 terkait Bidang Prasarana Jalan:

1. Kondisi mantap jalan nasional menjadi 90 persen;

2. Kecepatan rata-rata kendaraan menjadi 60 km/jam di jalan nasional (Kecepatan

Rencana).

Sasaran pembangunan transportasi jalan adalah:

1. Terpelihara dan meningkatnya daya dukung, kapasitas, dan kualitas pelayanan

prasarana jalan untuk daerah-daerah yang perekonomiannya berkembang pesat

dengan target penyelesaian pembangunan jalan lintas strategis sepanjang 19.370

km, khususnya Lintas Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT, dan

Papua;

2. Meningkatnya aksesibilitas wilayah yang sedang dan belum berkembang pada

koridor-koridor utama di tiap-tiap pulau, perdesaan, wilayah perbatasan,

terpencil, dan pulau-pulau kecil;

3. Terwujudnya partisipasi aktif pemerintah, BUMN, dan swasta dalam

penyelenggaraan pelayanan prasarana jalan; serta

4. Tersedianya mekanisme pendanaan untuk preservasi jalan dan terbentuknya

forum lalu lintas angkutan jalan sebagai amanat UU No. 22 Tahun 2009 tentang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Bab 5 – Kebijakan dan Strategi

58

Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian PU

Arah kebijakan umum pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman adalah

sebagai berikut:

1. Pembangunan infrastruktur sesuai dengan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah dan

pembangunan berkelanjutan di kawasan strategis, tertinggal, perbatasan, daerah

terisolir untuk mengurangi kesenjangan wilayah, daerah rawan bencana, serta

meningkatkan kualitas lingkungan perumahan dan permukiman dan cakupan pelayanan

dasar bidang pekerjaan umum dan permukiman untuk mewujudkan kesejahteraan

rakyat yang berkeadilan dan inklusif.

2. Pembangunan infrastruktur sesuai dengan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah dan

pembangunan berkelanjutan melalui peningkatan keandalan sistem di kawasan pusat

produksi dan ketahanan pangan guna mendukung daya saing dan mendorong industri

konstruksi untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkualitas.

3. Pembinaan penyelenggaraan infrastruktur melalui optimasi peran pelayanan publik

bidang pekerjaan umum dan permukiman untuk mendukung otonomi daerah dan

penerapan prinsip-prinsip perbaikan tata kelola pemerintahan, serta mendukung

reformasi birokrasi dan mewujudkan good governance.

Sedangkan Kebijakan Pembangunan Prasarana Jalan adalah :

1. Mempertahankan kinerja pelayanan prasarana jalan yang telah terbangun dengan

mengoptimalkan pemanfaatan prasarana jalan melalui pemanfaatan hasil penelitian

dan pengembangan teknologi jalan.

2. Mengharmonisasikan keterpaduan sistem jaringan jalan dengan kebijakan tata ruang

wilayah nasional yang merupakan acuan pengembangan wilayah dan meningkatkan

keterpaduannya dengan sistem jaringan prasarana lainnya dalam konteks pelayanan

intermoda dan sistem transportasi nasional (Sistranas) yang menjamin efisiensi

pelayanan transportasi.

3. Meningkatkan koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk

memperjelas hak dan kewajiban dalam penanganan prasarana jalan.

4. Mengembangkan rencana induk sistem jaringan prasarana jalan berbasis pulau (Jawa

dan Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua).

5. Melanjutkan dan merampungkan reformasi jalan melalui UU Nomor 38 tahun 2004

tentang Jalan serta peraturan pelaksanaannya.

6. Menumbuhkan sikap profesionalisme dan kemandirian institusi dan SDM bidang

penyelenggaraan prasarana jalan.

7. Mendorong keterlibatan peran dunia usaha dan masyarakat dalam penyelenggaran dan

penyediaan prasarana jalan.

Rencana Strategis 2010-2014

59 59

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

5.2 KEBIJAKAN DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

1. Kelembagaan, melalui peningkatan tertib penyelenggaraan jalan dan perkuatan institusi

untuk menunjang program preservasi dan meningkatkan tertib pengelolaan aset

termasuk memfungsikan pengamat kondisi jalan, yang dicapai melalui:

a. Peningkatan Kapasitas SDM

b. Legalisasi NSKP dan SOP

c. Inventarisasi dan revaluasi BMN

d. Melakukan Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Jalan

2. Organisasi Manajemen Pemeliharaan berkelanjutan, yang dicapai melalui:

a. Pembentukan Unit sistem Manajemen Mutu

b. Penerapan kegiatan preservasi dengan meningkatkan fungsi SATKER dan PPK

sebagai Area Manager yang dibantu penilik jalan dalam mengidentifikasi

kerusakan dini

3. Peningkatan peran Balai di daerah untuk melakukan koordinasi dalam rangka

meningkatkan kelancaran pelaksanaan, pembebasan tanah, beban berlebih, tertib

manfaat jalan, dan penanganan banjir sehingga perlu ditingkatkan koordinasi lintas

sektoral antara lain dengan Kementerian Perhubungan, BPN, Polisi Lalu Lintas dan

pemerintah daerah.

4. Penyusunan kebijakan dan rencana penyelenggaraan jalan (Klasifikasi Fungsi dan Status

Jalan, Renstra, KPJM, Rencana Umum Pengembangan Sistem Jaringan Jalan) yang

sesuai dengan RTRWN dan sistem logistik nasional.

5. Penyusunan program dan anggaran yang sesuai dengan rencana penyelenggaraan jalan

yang berkelanjutan

6. Penyusunan rencana teknik yang berbasis lingkungan melalui penyusunan dan

penerapan dokumen pengelolaan lingkungan (termasuk dukungan terhadap RAN-MAPI)

7. Penyusunan rencana teknis yang berbasis keselamatan jalan serta rencana

pengurangan segmen rawan kecelakaan akibat defisiensi jalan

8. Mengutamakan penanganan preservasi, untuk mempertahankan kinerja jalan dan

kondisi jalan yang ada tetap berfungsi

9. Pelebaran, perkuatan struktur dan pembangunan jalan baru, dalam rangka memenuhi

kebutuhan peningkatan kapasitas yang diakibatkan perkembangan lalulintas,

perkembangan wilayah dan untuk menambah tingkat pelayanan/aksesibilitas jaringan

jalan terutama pada lintas utama

10. Pemanfaatan inovasi teknologi praktis untuk meningkatkan tuntutan atas kualitas

produk disamping faktor lingkungan yang memberikan tekanan, yang dicapai melalui:

a. Akreditasi laboratorium/ sarana penelitian

b. Dukungan Bahan dan Peralatan

c. Pemanfaatan manajemen keselamatan selama masa konstruksi dan

penerapan Kontrak berbasis Kinerja dan Extended Warranty

d. Penerapan teknologi praktis dalam penanganan jalan

Bab 5 – Kebijakan dan Strategi

60

11. Pembangunan jalan yang berwawasan lingkungan dengan mengacu kepada dokumen

pengelolaan lingkungan bidang jalan dan jembatan

12. Penanganan segmen rawan kecelakaan (defisiensi jalan), dalam upaya peningkatan

keselamatan jalan

13. Pengembangan jaringan Jalan Tol, dalam bentuk pembangunan langsung atau fasilitasi

pengadaan lahan

14. Penanganan Jalan pada Kawasan Strategis dan melakukan kegiatan tanggap darurat

5.3 STRATEGI DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

Dalam menjalankan misi dan mencapai visi, Direktorat Jenderal Bina Marga menggunakan

strategi yang mempertimbangkan pengalaman terdahulu dan adanya dinamika perubahan

kebijakan pemerintah yang telah dituangkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan

terbaru serta evaluasi kinerja organisasi yang dilakukan oleh internal, serta perkembangan

mutakhir penyelenggaraan jalan di dunia.

Strategi Ditjen. Bina Marga merupakan cara dalam melakukan kebijakan untuk mencapai visi

dan misi. Oleh karena itu, strategi Ditjen. Bina Marga merupakan bagian dari alur pikir Rencana

Strategis DItjen. Bina Marga yang diturunkan dari visi & misi Ditjen. Bina Marga, untuk

menjawab permasalahan dan tantangan yang ada dan mengakomodasi tata nilai Dtijen. Bina

Marga. Selanjutnya visi dan misi diterjemahkan menjadi tujuan dan sasaran Ditjen. Bina Marga

yang juga mempertimbangkan tujuan Kementerian PU. Selanutnya sasaran tersebut

diterjemahkan dengan mempertimbangkan arahan kementerian PU dan RPJPN maupun RPJMN

menjadi kebijakan. Strategi Dtijen. Bina Marga akan menjadi dasar dalam menentukan kegiatan-

kegiatan DItjen. Bina Marga. ALUR PIKIR RENSTRA DITJEN. BINA MARGA

Renstra Ditjen. BinaMarga

Visi Ditjen. BinaMarga

Misi Ditjen. BinaMarga

Tujuan Ditjen. Bina Marga

Sasaran Ditjen. Bina Marga

Kebijakan Ditjen. Bina Marga

Strategi Ditjen. Bina Marga

Tata Nilai Ditjen. Bina Marga

Visi & MisiKementerian PU

Permasalahan & Tantangan

Kegiatan Ditjen. Bina Marga

Outcome Ditjen. Bina Marga

Output Ditjen. Bina Marga

IKU Ditjen. BinaMarga

Arahan RPJPN & RPJMN

Arahan & KebijakanKementerian PU

Sistem TransportasiNasional

Rencana Strategis 2010-2014

61 61

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

Kebijakan kelembagaan, melalui peningkatan tertib penyelenggaraan jalan dan perkuatan

institusi untuk menunjang program preservasi dan meningkatkan tertib pengelolaan asset

termasuk memfungsikan pengamat kondisi jalan, yang dicapai melalui : peningkatan kapasitas

SDM, legalisasi NSKP dan SOP, inventarisasi dan revaluasi BMN dan pembinaan serta

pengawasan penyelenggaraan jalan, dilaksanakan secara terpadu dengan kebijakan organisasi

manajemen pemeliharaan berkelanjutan, yang dicapai melalui : pembentukan Unit Sistem

Manajemen Mutu dan penerapan kegiatan preservasi dengan meningkatkan fungsi SATKER dan

PPK sebagai Area Manager yang dibantu penilik jalan dalam mengidentifikasi kerusakan dini.

Disamping itu, kebijakan tersebut juga disinkronisasikan dengan kebijakan peningkatan peran

Balai di daerah untuk melakukan koordinasi dalam rangka meningkatkan kelancaran

pelaksanaan, pembebasan tanah, beban berlebih, tertib manfaat jalan dan penanganan banjir

sehingga perlu ditingkatkan koordinasi lintas sektoral antara lain dengan Kementerian

Perhubungan, BPN, Polisi Lalulintas dan pemerintah daerah. Kebijakan-kebijakan tersebut

dilaksanakan melalui strategi reformasi birokrasi, strategi pengelolaan SDM dan organisasi dan

strategi pemantapan nilai-nilai penyelenggaraan jalan.

Kebijakan untuk penyusunan program dan anggaran yang sesuai dengan rencana

penyelenggaraan jalan yang berkelanjutan dilakukan dengan strategi pendekatan pembangunan

yang berbasis kewilayahan dan strategi pembiayaan yang berbasis aset dan kebutuhan investasi

beserta strategi pengarus-utamaan sasaran strategis.

Kebijakan untuk mengutamakan penanganan preservasi, untuk mempertahankan kinerja jalan

dan kondisi jalan yang ada tetap berfungsi dilaksanakan dengan strategi preservasi secara

proaktif. Kebijakan pelebaran, perkuatan struktur dan pembangunan jalan baru, dalam rangka

memenuhi kebutuhan peningkatan kapasitas yang diakibatkan perkembangan lalu-lintas,

perkembangan wilayah dan untuk menambah tingkat pelayanan/aksesibilitas jaringan jalan

terutama pada lintas utama dan kebijakan pengembangan jaringan Jalan Tol, dalam bentuk

pembangunan langsung atau fasilitasi pengadaan lahan, serta kebijakan penanganan Jalan pada

Kawasan Strategis dan melakukan kegiatan tanggap darurat dilaksanakan dengan strategi

pembangunan dan peningkatan kapasitas secara selektif, dimana pelaksanaannya secara

internal mengedepankan strategi peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan strategi

perbedayaan peran serta masyarakat.

Kebijakan untuk penyusunan rencana teknik yang berbasis lingkungan melalui penyusunan dan

penerapan dokumen pengelolaan lingkungan (termasuk dukungan terhadap RAN-MAPI);

kebijakan penyusunan rencana teknis yang berbasis keselamatan jalan serta rencana

pengurangan segmen rawan kecelakaan akibat defisiensi jalan; kebijakan pembangunan jalan

yang berwawasan lingkungan dengan mengacu kepada dokumen pengelolaan lingkungan bidang

jalan dan jembatan; dan kebijakan penanganan segmen rawan kecelakaan (defisiensi jalan),

dalam upaya peningkatan keselamatan jalan, sangat terkait erat dengan kebijakan pemanfaatan

inovasi teknologi praktis untuk meningkatkan tuntutan atas kualitas produk disamping faktor

lingkungan yang memberikan tekanan, yang dicapai melalui: akreditasi laboratorium/sarana

penelitian, dukungan bahan dan peralatan, pemanfaatan manajemen keselamatan selama masa

Bab 5 – Kebijakan dan Strategi

62

konstruksi dan penerapan kontrak berbasis kinerja dan Extended Warranty, penerapan teknologi

praktis dalam penanganan jalan. Kebijakan-kebijakan tersebut dilaksanakan dengan strategi

penggunaan teknologi tepat guna serta strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Strategi Reformasi Birokrasi Reformasi Birokrasi merupakan salah satu prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka

Panjang 2005-2025, RPJM 2004-2009 dan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang

Keuangan Negara. Secara lengkap Rencana Pembangunan Jangka Panjang menyatakan:

“Pembangunan aparatur Negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk meningkatkan

profesionalisme aparatur Negara dan untuk mewujudkan tata pemerintahan dibidang-bidang

lainnya”. Reformasi birokrasi tersebut harus menyentuh tiga komponen utama yaitu

kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (manajemen) dan sumber daya manusia aparatur.

Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum (selanjutnya disebut Ditjen. Bina

Marga), yang mendapat mandat dalam melaksanakan penyelenggaraan jalan secara umum dan

jalan nasional, juga sedang dalam tahap persiapan untuk melaksanakan reformasi birokrasi

dengan mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan Rencana

Strategis Ditjen.Bina Marga dan Grand Desain dan Road Map Reformasi Birokrasi serta Pedoman

Reformasi Birokrasi yang ditetapkan Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi (RB). Berbagai kegiatan yang perlu disiapkan dalam melaksanakan reformasi

birokrasi antara lain adalah sebagai berikut:

1. Penetapan kegiatan yang bersifat percepatan (quick wins)

2. Pelaksanaan manajemen perubahan yang antara lain mencakup road map RB, strategi

dan rencana aksi RB, penyusunan dan review mekanisme internal pelaksanaan RB,

sosialisasi RB

3. Penataan organisasi yang antara lain mencakup evaluasi kinerja organisasi, pemetaan

kewenangan dan fungsi unit kerja, perumusan visi, misi dan strategi organisasi,

restrukturisasi organisasi dan analisis beban kerja;

4. Penataan ketatalaksanaan yang antara lain mencakup analisis bisnis proses,

penyusunan SOP, pengembangan e-office dan e-government, dan sinkronisasi antar-

peraturan yang ada

5. Penataan manajemen SDMA yang antara lain mencakup evaluasi jabatan, pemanfaatan

assessment center, penyusunan uraian jabatan, profil kompetensi pegawai, standar

kompetansi jabatan, job grading dan job pricing, penerapan system penilaian kinerja,

penataan sistem pemberian tunjangan, pengembangan data dasar pegawai, dan

pengembangan pola karir pegawai.

6. Penguatan organisasi yang menangani organisasi, tatalaksana, SDMA, dan pelaksana

pelayanan publik serta perbaikan sarana dan prasarana.

7. Penataan peraturan perundang-undangan, penguatan pengawasan internal dan

akuntabilitas kinerja serta peningkatan kualitas pelayanan publik.

Rencana Strategis 2010-2014

63 63

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

Kesemua hal tersebut ditata agar dapat mendukung peningkatan kinerja Ditjen. Bina Marga

Kementerian Pekerjaan Umum termasuk membangun budaya organisasi yang sejalan dengan

nilai-nilai good governance dan kebijakan anggaran berbasis kinerja (performance base

budgeting policy) sesuai UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 38 Tahun

2004 tentang Jalan.

Strategi Pengelolaan SDM dan Organisasi Pelaksanaan evaluasi kinerja terhadap organisasi Ditjen. Bina Marga yang diarahkan antara lain

untuk lebih memahami aspek komitmen, kemampuan teknis, kemampuan interpersonal, dan

kemampuan konseptual pimpinan serta peran pimpinan dalam aspek informasi maupun

pengambilan keputusan, proses, kualitas, dan keselarasan perencanaan kinerja, aspek

organisasi, pelaksanaaan manajemen, pola penempatan pegawai, peningkatan kemampuannya

dan pengembangan karier, penerapan sanksi dan rewards, serta pengembangan informasi

pegawai. Aspek lain yang dinilai juga mencakup proses penganggaran, penyiapan standar

operating prosedur, pencapaian organisasi baik prosesnya maupun keluarannya dan lain

sebagainya. Dari hasil evaluasi kinerja tersebut dapat digambarkan postur kinerja organisasi

saat ini dan yang diharapkan di masa yang akan datang.

Strategi Pemantapan Nilai-Nilai Penyelenggaraan Jalan Untuk mendukung terlaksananya penyelenggaraan jalan yang baik selain diperlukan sumber

daya manusia, struktur organisasi, aset/infrastruktur, dan perangkat pengaturan baik

administratif maupun teknis yang memadai. Selain itu, diperlukan juga budaya dan lingkungan

kerja yang kondusif dengan nilai-nilai positif dalam membentuk etika dan etos kerja yang

mendukung produktivitas. Sehingga diperlukan suatu unit yang bertugas sebagai pengendali

agar penyelenggaraan jalan dapat berlangsung sesuai dengan jalur yang sebenarnya.

Strategi Pendekatan Pembangunan yang Berbasis Kewilayahan Pembangunan prasarana jalan dilandasi oleh kajian terhadap aspek penataan ruang nasional

serta peraturan dan perundangan terkait yang berlaku, faktor pengaruh lingkungan internal dan

eksternal dalam pengembangan wilayah maupun jaringan jalan.

Negara kesatuan Republik Indonesia merupakan Kawasan Kepulauan yang terbesar di dunia,

secara geografis membentang di antara Benua Asia dan Australia yang luas wilayahnya sama

dengan Eropa secara keseluruhan atau sama dengan Amerika Serikat.

Secara geopolitik terletak diantara Negara Maju dan Negara Berkembang serta dilalui oleh Alur

Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) 1, ALKI 2 dan ALKI 3 yang merupakan koridor pergerakan

ekonomi dunia yang menghubungkan negara-negara Asia, Pasifik, Amerika, dan Australia.

Dalam kaitan tersebut Indonesia harus mempertimbangkan lingkungan strategis dalam konteks

negara kepulauan yang terbesar di dunia yang mempunyai lima pulau besar dan kepulauan yang

terdiri dari gugus kepulauan pantai dan gugus kepulauan laut.

Bab 5 – Kebijakan dan Strategi

64

Secara garis besar, potensi dan kendala baik aspek geografis, geopolitik, dan geoekonomi di

dalam pengembangannya perlu memperhatikan Kerangka Pengembangan Strategis

berlandaskan pada Aspek Pengembangan Ekonomi, Keseimbangan antar wilayah (daerah

tertinggal dan daerah berkembang), dan Aspek Kesatuan Teritorial NKRI. Koridor Poros

Pengembangan Strategis (Koridor Pantai Timur Sumatera, Pantura Jawa-Bali, Koridor Pantai

Barat dan Pantai Timur Kalimantan dan seterusnya membentang dari Barat sampai ke Timur)

perlu mempertimbangkan alam konteks Kerangka Strategis Berorientasi Ekonomi (Investasi).

Dalam konteks orientasi tersebut, kawasan – kawasan koridor yang terdiri dari daerah tertinggal

seperti Kawasan Koridor Pantai Barat Sumatera, Pansela Jawa, Koridor Kalimantan Tengah dsb

pengembangannya diorientasikan kepada poros pengembangan strategis ekonomi sebagai

penggerak mula (prime-mover) terdahulu. Secara keseluruhan, pendekatan pengembangan

perlu diletakkan dalam presepsi pengembangan dalam rangka pemantapan teritorial NKRI.

Berdasarkan perbedaan karakteritik tingkat perkembangan penduduk, sumberdaya alam,

perkembangan teknologi, perkembangan kegiatan budidaya, maka wilayah Indonesia dapat

dibagi dalam 3 (tiga) wilayah pengembangan, yaitu:

1. Wilayah Telah Berkembang yang meliputi pulau Jawa, Bali dan Sumatera. Jaringan

jalan dalam wilayah ini meliputi jalan Pantura Jawa, Lintas Timur dan Lintas Tengah

Sumatera atau ruas-ruas jalan yang menjadi bagian dari jaringan ASEAN maupun ASIAN

Highway. Peran serta masyarakat diharapkan dapat secara penuh dalam mendukung

penyelenggaraan jalan di wilayah ini karena secara ekonomi maupun finansial dinilai

sudah layak.

Wilayah

pengembangan baru

Wilayah telah

berkembangWilayah sedang

berkembang

Pembangunan infrastruktur ke-PU-an di Indonesia menggunakan pendekatan pembangunan wilayah yang selaras dengan prinsip “infrastruktur bagi seluruh lapisan masyarakat” dan

“pembangunan berkelanjutan”

PENDEKATAN REGIONAL DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

Rencana Strategis 2010-2014

65 65

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

2. Wilayah Sedang Berkembang dengan wilayah meliputi pulau Kalimantan, Sulawesi dan

NTB. Jaringan jalan dalam wilayah ini yang relatif masih dalam pengembangan antara

lain seperti jalan lintas Kalimantan yang diantaranya merupakan bagian dari jaringan

ASEAN Highway dan Pan Borneo Highway, jalan lintas Sulawesi, dan rencana

pengembangan jalan dalam rangka kerjasama regional BIMP-EAGA. Peran serta

masyarakat dapat dirangsang dengan bantuan dari pemerintah untuk mendukung

penyelenggaraan jalan diwilyah ini.

3. Wilayah Pengembangan Baru meliputi kepulauan Maluku, Papua dan seluruh NTT.

Secara geografis, penyebaran lokasi kegiatan ekonomi di wilayah ini lebih menyebar

dan terisolasi satu dengan yang lainnya. Peran serta masyarakat di wilayah ini masih

kurang menarik secara ekonomi. Sehingga dana pemerintah masih sangat diperlukan

untuk mendukung penyelenggaraan jalan di wilayah ini.

Pendekatan pembangunan—dalam rangka penentuan prioritas—dilakukan dengan pendekatan

lintas. Jaringan jalan lintas pada dasarnya sudah termuat dalam PP No. 26 tahun 2008 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Adapun jaringan jalan lintas yang ada di

Indonesia adalah sebagaimana berikut:

Lintas Utama:

1. Lintas Timur Sumatera 2. Lintas Utara Jawa

3. Lintas Selatan Kalimantan 4. Lintas Barat Sulawesi

Lintas Lainnya:

1. Lintas Barat Sumatera 2. Pantai Selatan Jawa 3. Menuju Perbatasan Kalimantan 4. Lintas Utara Kalimantan 5. Lintas Selatan Bali 6. Lintas Pulau Lombok Kep.Nusa

Tenggara 7. Lintas Pulau Sumbawa Kep.Nusa

Tenggara 8. Lintas Pulau Flores Kep.Nusa

Tenggara 9. Lintas Pulau Timor Kep.Nusa

Tenggara 10. Lintas Tengah Jawa

11. Lintas Tengah Sumatera 12. Lintas Utara Bali 13. Lintas Tengah Sulawesi 14. Lintas Tengah Kalimantan 15. Lintas Selatan Jawa 16. Lintas Timur Sulawesi 17. Lintas Pulau Buru Kep.Maluku 18. Lintas Pulau Halmahera Kep.Maluku 19. Lintas Pulau Seram Kep.Maluku 20. Penghubung Lintas Jawa 21. Penghubung Lintas Sumatera 22. Penghubung Lintas Bali 23. Penghubung Lintas Kalimantan 24. Penghubung Lintas Sulawesi

Khusus untuk Pulau Papua, pendekatan prioritas pembangunan yang dipergunakan adalah

berdasarkan pendekatan cluster sebagaimana yang tertuang dalam 11 Ruas Strategis Papua.

Strategi Pembiayaan yang Berbasis Aset dan Kebutuhan Investasi Prioritas pendanaan Jalan difokuskan kepada preservasi yaitu pemeliharaan rutin dan berkala

serta peningkatan jalan, selanjutnya perluasan jalan (capex) dan pembangunan jalan baru.

Preservasi diadakan dalam rangka mempertahankan kinerja aset dan menjaga agar kondisi

jaringan jalan yang ada tetap berfungsi dan dapat melayani lalulintas sepanjang tahun selama

umur rencana. Sedangkan perluasan digunakan dalam rangka memenuhi kebutuhan

Bab 5 – Kebijakan dan Strategi

66

peningkatan kapasitas yang diakibatkan perkembangan lalulintas, perkembangan wilayah, dan

untuk menambah tingkat pelayanan/aksesibilitas jaringan jalan.

Strategi pendanaan bidang jalan dikaitkan dengan kebutuhan investasi bidang jalan untuk

mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi tertentu (pendekatan top-down). Sebagai pendekatan

umum, diperlukan investasi infrastruktur sebesar 5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk

memperoleh pertumbuhan ekonomi sekitar 6%. Total investasi untuk infrastruktur masih sekitar

3%, karena itu dibutuhkan tambahan investasi paling sedikit 2% atau sekitar US$ 6 Milyar per

tahun2.

Pengelolaan insfrastruktur ke-PU-an saat ini adalah sebesar 2% PDB yang sebagian merupakan

pengeluaran pemerintah pusat, yaitu 0,72% PDB. Kebutuhan investasi infrastruktur ke-PU-an

untuk tahun 2025 diperkirakan sebesar Rp 697-1.036 Trilyun atau setara dengan 2,7% dari PDB3.

Kebutuhan dimaksud merupakan gabungan investasi Pemerintah, BUMN/D, dan pihak swasta.

Untuk kurun waktu 2004-2007 alokasi anggaran untuk bidang jalan sekitar 0,2% PDB dan

meningkat tajam menjadi sekitar 0,3% PDB untuk tahun anggaran 2008-2009. Hal ini

menunjukkan komitmen Pemerintah yang semakin besar terhadap preservasi, peningkatan, dan

pembangunan bidang jalan.

Selanjutnya kebutuhan pendanaan bidang jalan dari sisi makro ekonomi dibandingkan dengan

kebutuhan penanganan jalan dari keluaran IRMS (untuk pemeliharaan dan peningkatan jalan),

peningkatan jalan sub-standar

menjadi standar, perluasan kapasitas

jalan, perkuatan struktur perkerasan

jalan, pembangunan jalan baru

(termasuk menghubungkan jaringan

jalan nasional yang terputus),

pengembangan Jalan Tol, dan

pengembangan Jalan Strategis

Nasional Rencana (pendekatan

bottom-up), baik yang didanai

Pemerintah, pinjaman lunak,

maupun swasta.

Prioritas pendanaan jalan difokuskan

kepada preservasi yaitu pemeliharaan rutin dan berkala, selanjutnya peningkatan jalan dan

pembangunan jalan baru. Dana pemerintah terutama digunakan untuk preservasi, sedangkan

untuk peningkatan jalan dan pembangunan jalan baru dapat menggunakan pinjaman lunak dari

Bank Dunia/ADB/JBIC/lembaga lainnya. Khusus untuk pengembangan Jalan Tol, diupayakan

menggunakan dana swasta, dimana proyek harus layak secara ekonomi dan finansial. Apabila

2 "Spending for Development: Making the Most of Indonesia's New Opportunities – Indonesia Public Expenditure Review 2007", Conference Edition,

GOI & the World Bank, 2007 & "Indonesia Averting an Infrastructure Crisis: A Framework for Policy and Action", the World Bank, 2004. 3"Infrastruktur ke-PU-an Indonesia Tahun 2025 dalam Perubahan Global dan Tantangan Pembangunan Nasional", Pusat Kajian Strategis (Pustra),

Dep. PU, 2007.

Anggaran Sektor Jalan (2001-2009)

0

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

16,000

18,000

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Tahun

Alo

kasi

An

gg

aran

(R

p M

ilyar)

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0.30

0.35

0.40

An

gg

aran

/P

DB

(%

)

Indonesia Sumatera Jawa & Bali Kalimantan

Nusa Tenggara Sulawesi Maluku & Papua Anggaran/PDB

Rencana Strategis 2010-2014

67 67

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

kelayakan finansial rendah/marjinal, perlu diupayakan dukungan pemerintah (government

support), baik melalui penyediaan tanah oleh pemerintah atau kontribusi pinjaman lembaga

bilateral/multilateral atau dikemas dalam skema kerjasama pemerintah dan swasta (KPS) yang

tepat (misalnya BOT, DBO, DBL, manajemen kontrak, dsb).

Di masa mendatang, kebutuhan pendanaan bidang jalan sebagian besar akan dipenuhi oleh

masyarakat pengguna jalan dengan membayar layanan infrastruktur yang disediakan (fee-for-

service). Dengan demikian dana pemerintah yang terbatas dapat digunakan untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat yang belum terlayani infrastruktur atau untuk meningkatkan kualitas

pelayanan infrastruktur.

Selain itu penggunaan alokasi anggaran jalan harus cukup fleksibel untuk menghindari rigiditas

program tahunan, dimana program/komitmen tahun jamak (multi-years) dapat dilakukan

termasuk kontrak pemeliharaan berbasis kinerja jalan (performance-based contract). Karena itu

kerangka pengeluaran jangka menengah (Medium Term Expenditure Framework/MTEF) perlu

dikembangkan sekaligus sebagai alat untuk justifikasi profesional dan mengurangi intervensi

non-profesional. Sebagai kurun waktu, dapat digunakan rentang 3-tahunan (2010-2012) atau 5-

tahunan (2010-2014) sebagaimana RPJM atau Renstra Kementerian/Lembaga.

MTEF (MEDIUM TERM EXPENDITURE FRAMEWORK)

Penggunaan alokasi anggaran jalan harus cukup fleksibel untuk menghindari rigiditas program

tahunan, dimana program/komitmen tahun jamak (multi-years) dapat dilakukan termasuk

kontrak pemeliharaan berbasis kinerja jalan (performance-based contract). Karena itu, kerangka

pengeluaran jangka menengah (Medium Term Expenditure Framework) perlu dikembangkan

sebagai rencana pembiayaan berbasis kinerja, sekaligus sebagai alat untuk justifikasi profesional

dan mengurangi intervensi non-profesional. Sebagai kurun waktu, digunakan rentang 3-tahunan

(2009-2011) yang merupakan bagian dari Rencana Pembiayaan Jangka Menengah (RPJM) 5-

tahunan (2010-2014) atau Renstra Kementerian/Lembaga.

Strategi Pengarus-utamaan Sasaran Strategis Untuk mengoperasionalkan visi, misi, dan strategi perlu ditetapkan seperangkat sasaran

strategis dengan indikatornya yang akan secara terus menerus dikomunikasikan oleh pimpinan

kepada para pejabat dan staf Direktorat Jenderal Bina Marga agar tercapai pada tahun 2014.

Sasaran harus bersifat strategis dan ditentukan dengan memperhatikan beberapa perspektif

agar terjadi keseimbangan dalam menjalankan misi. Fokus pada sasaran fisik semata akan

menimbulkan ketidakseimbangan pada komponen penting jalannya suatu organisasi, misalnya

tata laksana dan sumber daya manusia yang pada akhirnya akan berujung pula pada

menurunnya kualitas pekerjaan fisik. Setidaknya ada empat perspektif yaitu perspektif

stakeholder, perspektif pengguna jalan (customer), perspektif perbaikan proses internal, dan

perspektif perbaikan organisasi dan SDM (learning and growth).

PERSPEKTIF STAKEHOLDER

Bab 5 – Kebijakan dan Strategi

68

Direktorat Jenderal yang berwenang menyelenggarakan Jalan Nasional saat ini mengelola aset

jalan nasional sepanjang 38.569 km, pemerintah menginginkan bahwa jalan memainkan

peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Sasaran strategis pertama adalah peningkatan kondisi jalan nasional yang akan dilaksanakan

melalui kegiatan preservasi jalan yang meliputi pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala, dan

rekonstruksi. Disamping itu, keberadaan Jalan Tol sebagai bagian dari Jalan Nasional yang

memainkan peran vital dalam peningkatan mobilitas dan pertumbuhan ekonomi perlu juga

ditetapkan sebagai sasaran strategis kedua.

Kementerian PU harus memberikan pembinaan penyelenggaraan jalan kepada pemerintah

provinsi dalam penyelenggaran jalan provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam

penyelenggaran jalan kabupaten/kota. Saat ini terdapat 33 pemerintah provinsi dan 497

pemerintah kabupaten/kota dengan total panjang jalan daerah sekitar 288.185 km.

Penyelenggaraan jalan daerah dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya

dengan pembiayaan melalui APBD dan transfer dari pemerintah pusat melalui Dana Alokasi

Khusus (DAK) Jalan. Seperti halnya jalan nasional maka jalan daerah harus juga memberikan

sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi dan kualitas hidup masyarakat. Tugas Direktorat

Jenderal Bina Marga adalah melakukan monitoring dan evaluasi kinerja penyelenggaraan jalan

daerah, menyiapkan bahan pengaturan, pembinaan dan pengawasan yang diterbitkan melalui

keputusan/peraturan Menteri Pekerjaan Umum serta melakukan sosialisasi. Sasaran strategis

ketiga adalah peningkatan jumlah penyelenggara jalan daerah yang telah mendapatkan

sosialisasi.

PERSPEKTIF PENGGUNA JALAN

Pengguna jalan menginginkan jalan nasional yang aman, nyaman, berkualitas dan terpelihara.

Pada umumnya jalan nasional yang telah dibangun memenuhi standar keamanan, namun masih

terdapat beberapa lokasi rawan kecelakaan akibat sub-standar, perubahan tatar uang, dan

degradasi lingkungan. Sasaran strategis keempat adalah pengurangan lokasi rawan kecelakaan.

PERSPEKTIF PROSES INTERNAL

Proses internal terkait dengan manajemen operasi penyelenggaraan jalan nasional dan proses

manajemen pengaturan, pembinaan dan pengawasan jalan daerah. Dalam penyelenggaraan

jalan nasional, terutama Jalan Tol maka proses pengadaan tanah selama ini adalah yang paling

banyak menghabiskan waktu. Untuk mewujudkan pembangunan Jalan Tol maka sasaran

strategis kelima adalah pengurangan waktu yang diperlukan untuk pembebasan tanah.

Dalam proses manajemen turbinwas penyelenggaraan jalan daerah diperlukan lebih intensif

monitoring dan evaluasi atas penyelenggaran jalan daeran yang dilakukan secara berkala dan

kemudian diterbitkan peraturan Menteri PU untuk meningkatkan kinerja penyelenggara jalan

daerah. Sasaran strategis keenam adalah peningkatan jumlah NSPK.

Rencana Strategis 2010-2014

69 69

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

PERSPEKTIF PERBAIKAN ORGANISASI DAN SDM

Operation and maintenance jalan memerlukan manager yang berkantor permanen di sekitar

lokasi sehingga dapat melakukan inspeksi secara teratur dan dengan cepat dapat memberikan

respon atas kejadian kerusakan jalan serta tempat dimana masyarakat menyalurkan keluhan.

Pada tahun 2009 telah direncanakan pembentukan manajer ruas yang berkedudukan dan sub

manajer ruas yang berkedudukan di distrik. Sub-manajer ruas akan diisi oleh penilik jalan yang

akan melakukan pemantauan kondisi jalan dan unit pemeliharaan rutin. Sasaran strategis

ketujuh adalah pembentukan manajer ruas dan sub manajer ruas.

Jumlah pegawai Ditjen.Bina Marga termasuk pegawai harian proyek adalah 13.734 orang, 72%

diantaranya adalah non sarjana. Perubahan sifat pekerjaan dari pekerjaan proyek menjadi aset

manajemen/preservasi memerlukan peningkatan kompetensi pegawai. Sasaran strategis

kedelapan adalah peningkatan kompetensi pegawai.

Berdasarkan pendekatan perspektif tersebut, maka sasaran-sasaran yang dapat menjadi Sasaran

Strategis bagi Direktorat Jenderal Bina Marga adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan prosentase jaringan jalan nasional dalam kondisi mantap

2. Peningkatan jumlah panjang jalan bebas hambatan yang telah dibangun

3. Peningkatan prosentase fasilitasi penyelenggaraan jalan daerah (pemerintah provinsi

dan pemerintah kabupaten/kota)

4. Jumlah lokasi rawan kecelakaan pada jalan nasional yang berkurang

5. Jumlah norma, standar, pedoman dan kriteria yang diterbitkan dalam peraturan

menteri PU

Untuk menjamin bahwa Indikator Kinerja Utama beserta Sasaran Strategis Direktorat Jenderal

Bina Marga dapat dicapai maka akan dilakukan penjabaran (cascading) IKU Direktorat Jenderal

menjadi IKU setiap pejabat struktural dan fungsional. Disamping itu, suatu mekanisme

pengukuran kinerja juga akan dibentuk untuk secara periodik mengukur dan mereview

keberhasilan pencapaian.

Strategi Preservasi secara Proaktif Tingkat kerusakan jalan akibat pembebanan muatan lebih dan sistem preservasi jalan yang

belum memadai, diindikasikan sebagai penyebab utama rusaknya jaringan jalan sebelum umur

teknis dan ekonomis jalan tersebut tercapai yang membawa implikasi meningkatnya secara

signifikan biaya operasi kendaraan dan pada gilirannya menghambat pertumbuhan ekonomi

nasional. Oleh karena itu, disamping upaya yang sedang dilakukan untuk lebih menekankan

preservasi jalan yang dilakukan secara proaktif dan preventif dengan tidak menunggu terjadinya

lubang, pemerintah pusat bersama dengan pemerintah daerah terus melakukan pula upaya

terpadu mengurangi dan bahkan menghilangkan pembebanan muatan lebih kendaraan berat,

yang menurunkan umur jalan secara eskalatif tersebut, dengan rekomendasi agar jenis truk

bergandar tunggal, yang sesuai survei lapangan menunjukkan tekanan gandar jauh melampaui

daya dukung jalan dapat dimodifikasi menjadi bergandar ganda atau bahkan triple.

Bab 5 – Kebijakan dan Strategi

70

Strategi Pembangunan dan Peningkatan Kapasitas secara Selektif Terkait jangkauan pelayanan jaringan jalan yang belum tersambung secara menyeluruh dan

adanya kemacetan lalu lintas yang signifikan pada jalan nasional di sekitar perkotaan, diperlukan

”perluasan jalan”, baik melalui pelebaran jalan, pembangunan jalan layang atau perlintasan

tidak sebidang maupun pembangunan baru prasarana jalan. Langkah ini dilakukan terutama

untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan sebagai bagian pencapaian sasaran

RPJMN 2010-2014 untuk meningkatkan kecepatan rencana rata-rata pada jalan nasional

menjadi 60 km/jam. Namun demikian, perlu disadari bahwa kecepatan rata-rata kendaraan

tidak hanya dipengaruhi karena terbatasnya kapasitas yang diakibatkan rendahnya spesifikasi

prasarana jalan, melainkan juga karena terbatasnya kapasitas yang terkait manajemen lalu

lintas. Oleh karena itu, bidang Bina Marga, peningkatan kapasitas lebih diukur dengan

panjangnya lajur kilometer yang dihasilkan.

Terkait dengan upaya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, sebagai ilustrasi

keterbatasan kapasitas jaringan jalan di jalur-jalur ekonomi utama seperti jalan Pantai Utara

Jawa dan Lintas Timur Sumatera akan secara signifikan mengganggu jalannya roda

perekonomian nasional. Demikian pula lintas utama di masing-masing pulau yang belum

terhubungkan antara lain Kalimantan dan Sulawesi, apabila terus berlanjut dan tidak segera

diatasi melalui pembangunan jalan baru atau peningkatan kapasitas, akan menghambat

pertumbuhan ekonomi. Adapun prioritas penanganan jalan nasional terutama untuk

meningkatkan kapasitas jalan lintas utama memenuhi spesifikasi jalan raya dan mengurangi

panjang jalan lintas yang masih memiliki spesifikasi sub-standar seperti jalan Lintas Timur

Sumatera yang sudah seluruhnya memenuhi standar minimal jalan nasional dan jalan Pantura

Jawa, Jakarta–Surabaya yang seluruhnya memenuhi spesifikasi jalan raya dengan 4 lajur dengan

median. Disamping itu, pembangunan jalan juga diprioritaskan dalam rangka mendukung

domestic connectivity, pusat kegiatan ekonomi kreatif dan kawasan strategis serta wilayah

tertinggal.

Untuk meningkatkan daya saing jaringan jalan dilakukan pemacuan pembangunan jaringan jalan

dengan spesifikasi bebas hambatan (freeway) melalui sistem tol dan sejauh ini telah terbangun

lebih dari 700 km Jalan Tol. Perbaikan peraturan untuk menarik investasi swasta telah dilakukan

melalui Undang Undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan dan peraturan pelaksanaannya. Pada

saat ini fokus pengembangan Jalan Tol sedang dilakukan di koridor Pantai Utara Jawa, disamping

pula sedang dilakukan rounding up jaringan Jalan Tol lingkar dan radial di Jabodetabek.

Perluasan jaringan jalan, baik pelebaran jalan sub-standar dan pembangunan jalan raya dan

jalan bebas hambatan yang dilakukan secara selektif dapat meningkatkan kelancaran dan

menurunkan biaya angkutan yang pada akhirnya memberikan kerangka peningkatan daya saing

untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Sebagai gambaran preservasi jaringan jalan tahun 2005-2009 dilakukan pada seluruh jaringan

jalan nasional, agar seluruhnya fungsional, meskipun masih marginal. Prioritas penanganan

dilakukan per-segmen berdasarkan kebutuhan dan urgensinya, sehingga pada akhir suatu tahun

Rencana Strategis 2010-2014

71 71

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

anggaran tidak seluruh segmen mendapatkan penanganan efektif. Kedepan, pada periode 2010-

2014 preservasi jalan akan dilakukan secara menyeluruh pada suatu ruas yang jika

memungkinkan dilakukan dalam satu tahun anggaran. Dengan demikian diharapkan seluruh

segmen dalam suatu ruas yang prioritas akan mendapatkan penanganan efektif, sementara ruas

yang kurang prioritas yang berada di luar jangkauan constrain pembiayaan, tetap akan

dipreservasi agar fungsional. Hal ini dilakukan dengan harapan bahwa permasalahan suatu ruas

akan tuntas pada satu tahun, sehingga pada tahun berikutnya bisa dikonsentrasikan pada ruas

lain yang kurang prioritas dan belum mendapatkan penanganan efektif. Sehingga pada periode

2010-2014 penanganan akan berorientasi pada ruas/wilayah sementara pada periode

sebelumnya masih berorientasi pada jenis penanganan.

Sementara itu, untuk peningkatan daya saing sektor riil antara lain dilakukan melalui

peningkatan jalan dan jembatan nasional lintas terutama untuk Lintas Timur Sumatera, Pantai

Utara Jawa, Selatan Kalimantan, dan Barat Sulawesi. Dengan terlaksananya seluruh kegiatan

preservasi dan perluasan jaringan jalan tersebut akan meningkatkan domestic connectivity

(konektivitas domestik) pada wilayah strategis sehingga dapat memberikan dukungan pada

peningkatan daya saing.

Strategi Peningkatan Pelayanan kepada Masyarakat Peningkatan pelayanan kepada Masyarakat harus dilakukan melalui keterkaitan antara

pengguna jalan dengan pemerintah. Keterkaitan itu dimungkinkan melalui Unit Pengelola Dana

Preservasi Jalan. Didalam lima tahun kedepan, struktur dan organisasi serta SOP harus

melaksanakan interaksi yang cukup erat antar pemangku kepentingan jalan. Peningkatan

pelayanan kepada masyarakat harus dilakukan dengan membuktikan beberapa hal, antara lain

dengan membandingkan evaluasi tahun terdahulu dengan tahun yang berlaku. Ataupun dengan

mengacu pada penilaian yang dilakukan oleh organisasi internasional. seperti Studi World Bank

ataupun ADB dan lain-lain.

Strategi Pemberdayaan Peran Serta Masyarakat Peran serta masyarakat dalam proses penyelenggaraan jalan dirasakan semakin menguat mulai

dari perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan pengawasan pemanfaatan. Masukan dari

masyarakat yang berupa kritik, saran maupun usulan sudah cukup banyak. Selain itu kendala

akibat dari perilaku masyarakat yang kurang terpuji juga mempunyai dampak yang besar dalam

kelangsungan penyelenggaraan jalan, seperti tertib penggunaan jalan, tertib pemanfaatan ruang

milik jalan, dan terhambatnya proses pembebasan lahan untuk jalan akibat ulah beberapa

orang. Diharapkan tertib penggunaan dan pemanfaatan jalan serta lancarnya proses

penyelenggaraan jalan akan sangat berperan dalam meningkatkan efisiensi kehidupan ekonomi

masyarakat dan pembangunan nasional.

Strategi Penggunaan Teknologi Tepat Guna Pada tingkat manajemen jaringan jalan, telah dirintis pemanfaatan GPS dalam pendataan

jaringan jalan. Dalam pembangunan jalan terdapat beberapa teknologi yang dapat

dipergunakan, seperti: modifikasi cakar ayam dan teknologi Sosrobahu untuk jalan layang;

Bab 5 – Kebijakan dan Strategi

72

teknologi daur ulang, soil cement base, rigid pavement dengan penggunaan teknologi precast

beton untuk preservasi; serta teknologi sarang laba-laba, pile slab, slab fabrikasi, pelebaran

dengan Balok Kantilever yang dapat digunakan dalam kegiatan peningkatan kapasitas. Dalam

pembangunan jembatan, terdapat beberapa teknologi yang dapat dipergunakan seperti:

konstruksi Pra Tekan, Rangka Baja Pra Tegang, Gelagar Beton, Pelengkung Rangka Baja,

jembatan gantung dan cable stayed. Pemanfaatan produksi dalam negeri dan bahan bangunan

lokal perlu ditingkatkan semaksimal mungkin, seperti penggunaan asbuton, tailing dan bahan

lain untuk konstruksi jalan maupun jembatan. Inovasi bahan bangunan alternatif maupun

pengembangan teknologi konstruksi dibidang jalan dan jembatan perlu didorong untuk dapat

menjawab tantangan yang ada. Kegiatan penelitian dan pengembangan jalan dan jembatan

diharapkan dapat mendukung dalam terciptanya inovasi teknologi tersebut. Tidak kalah

pentingnya dengan pengembangan prosedur, metode, dan manajemen dalam penyelenggaraan

jalan juga sangat diperlukan.

IMPLEMENTASI TEKNOLOGI DAUR ULANG

Sistem daur ulang memiliki kelebihan dibandingkan dengan sistem lain. Bila dengan cara

menambal, aspal bekas dari jalan yang rusak dapat membuat kekerasan mendekati beton. Akan

tetapi, jalan menjadi lebih lentur. Jika tanah dasarnya turun, maka aspalnya ikut turun.

Penambalan dengan beton juga mengalami kelemahan. Bila tanah dasarnya turun, maka beton

akan retak sehingga jalan beton tersebut harus dibongkar. Hal ini kurang efisien karena

menambah biaya, tenaga dan waktu.

Teknik recycling dikerjakan dengan memanfaatkan material jalan yang lama, melalui

penggunaan recycling machine dan cold miling machine. Dengan teknik tersebut, maka biaya

preservasi dan rehabilitasi jalan akan lebih hemat antara 30-40 persen. Upaya recycling jalan

sangat tepat dilakukan ditengah suasana krisis ekonomi global yang terjadi. Preservasi jalan

dengan teknik recycling berbiaya lebih rendah dibandingkan teknik konvensional namun

menghasilkan mutu pekerjaan yang tidak berbeda.

Sistem daur ulang sangat ramah lingkungan karena mendaur ulang material yang sudah ada.

Teknologi ini menggunakan material bekas, seperti aspal, batu koral maupun bebatuan yang

terdapat di jalan yang sedang diperbaiki. Material bekas ini kemudian dimanfaatkan kembali.

Pengerjaan daur ulang pun bisa menyingkat waktu.

Teknologi daur ulang menghasilkan jalan yang lebih tahan lama. Hal ini disebabkan oleh dasar

jalan atau sub-based juga diperbaiki. Sistem daur ulang tidak hanya menambal di permukaan

jalan seperti yang terjadi selama ini. Selain itu, ketebalan jalan yang diperbaiki juga meningkat

hingga berkali lipat. Teknologi daur ulang telah diterapkan di beberapa ruas jalur pantura dan

ruas Boyolali - Kartasura.

Rencana Strategis 2010-2014

73 73

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

Untuk kondisi badan jalan yang permukaannya sudah mengalami keretakan melintang,

memanjang, acak, reflective, pelepasan batu atau kerikil dari permukaan jalan (ravelling), bekas

jalur roda kendaraan, deformasi, dan kerusakan tepi, sebaiknya diterapkan penanganan yang

efisien dan permanen yaitu mendaur ulang (recycling).

Umumnya pekerjaan daur ulang perkerasan dilakukan dengan proses pencampuran dingin (Cold

Recycling Process). Metode daur ulang dapat pula dibagi menjadi beberapa jenis tergantung

kepada sistem yang dipakai dalam pelaksanaannya, seperti:

1. Daur Ulang Permukaan

2. Daur Ulang di Tempat / di Lapangan

3. Daur Ulang di Asphalt Mixing Plant

Strategi Adaptasi dan Mitigasi Menghadapi Perubahan Iklim Adanya perubahan pola iklim di Indonesia berdampak pada penurunan jumlah periode musim

hujan disamping peningkatan curah hujan maksimum pada saat musim hujan, yang dapat

meningkatkan resiko kekeringan dan banjir. Berdasarkan kajian dari tim persiapan RAN MAPI

(Rencana Aksi Nasional Mitigasi dan Adaptasi terhadap Perubahan Iklim) telah didapatkan

bahwa resiko iklim yang paling banyak mengenai aktivitas ke-PU-an, khususnya bidang

jalan/jembatan adalah curah hujan yang ekstrim tinggi, dan Kenaikan Muka Air Laut (KMAL).

Manifestasi dari resiko iklim terhadap infrastruktur ke-PU-an khususnya jalan dan jembatan,

dalam hal ini banjir dan gelombang laut dapat mengakibatkan hambatan pada lalu lintas dan

kerugian akibat kerusakan infrastruktur. Selain itu, dalam mendukung program REDD (Reduce

Emission through Deforestation and Degrading Land) sebagai bagian dari RAN-MAPI, salah

satunya disebutkan bahwa pengembangan jaringan jalan harus dibatasi untuk tidak melalui

kawasan lindung dan konservasi. Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan jalan untuk

memenuhi kebutuhan mobilitas dan aksesiblitas yang lebih efisien agar dapat mengurangi

jumlah emisi karbondioksida sebagai bagian pencegahan pemanasan suhu secara global,

diperlukan strategi di bidang pembangunan dan penanganan jalan yang bertujuan:

1. Meningkatkan kelancaran arus lalu lintas pada ruas jalan nasional dengan jumlah lalu

lintas yang tinggi (diatas 3000 kend/hari)

2. Meningkatkan keamanan pengguna jalan dan penduduk di sekitar jalan/jembatan pada

saat terjadi bencana banjir dan gelombang pasang.

3. Mengurangi jumlah kerusakan kawasan hutan sebagai akibat tidak langsung dari

pembukaan/penebangan hutan untuk jalan.

4. Mengurangi jumlah emisi karbondioksida pada ruas-ruas jalan sebagai akibat geometri

jalan yang menyebabkan pemborosan energi.

5. Meminimalisasi dampak negatif lingkungan yang terjadi akibat kegiatan jalan melalui

penyusunan studi lingkungan dan implementasinya.

Bab 5 – Kebijakan dan Strategi

74

Untuk itu, strategi mitigasi dalam rangka menghadapi perubahan iklim adalah sebagaimana

berikut:

1. Penerapan Undang-Undang Tata Ruang dan Undang-Undang Jalan dalam

pembangunan jalan.

2. Untuk menjamin pengurangan/meminimalisasikan dampak negatif akibat proses

pembangunan dan pemanfaatan jalan :

3. Melakukan perbaikan ruas-ruas jalan yang boros energi.

4. Melakukan penghijauan pada rumija (ruang milik jalan) & ruwasja (ruang pengawasan

jalan) yang dilengkapi dengan drainase, landscape, reservoar air pada boundary gate

dan exit gate serta membuat buffer zone.

5. Penyiapan gardu pandang untuk lokasi yang mempunyai nilai estetika.

6. Mengurangi kemacetan lalu lintas di perkotaan melalui pelebaran jalan, pembangunan

jalan baru dan Fly Over (FO).

7. Mendorong pemanfaatan angkutan umum massal termasuk busway yang hemat

energi.

Sedangkan strategi adaptasinya adalah:

1. Mengidentifikasi jalan dan jembatan yang rawan terkena dampak banjir, longsor dan

ancaman gelombang laut/abrasi.

2. Melakukan perbaikan infrastruktur berupa penguatan tebing jalan pada lokasi rawan

longsor dan konstruksi penguatan terhadap abrasi.

3. Meningkatkan tipe sistem drainase dan perbaikan kondisi sistem drainase pada lokasi

rawan banjir.

4. Merencanakan jaringan jalan sesuai dengan tata ruang dan memenuhi standar

geometri yang hemat energi serta berwawasan lingkungan, dengan memperhatikan:

a. Perencanaan jalan yang mempertahankan kondisi fungsi tanah sebagai

resapan air/sensitive area.

b. Pengurangan pencemaran udara di areal basecamp maupun di areal konstruksi

pada pelaksanaan pekerjaan konstruksi jalan.

c. Penyusunan studi lingkungan untuk setiap pembangunan jalan dan melakukan

penerapan/rekomendasinya di dalam implementasinya.

5. Pemanfaatan material jalan dengan teknologi daur ulang (recycling)

6. Membatasi penggunaan peralatan konstruksi dan konstruksi dari kayu.

Bab 6 – Kegiatan dan Output

76

Rencana Strategis 2010-2014

77 77

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

BAB 6

KEGIATAN DAN OUTPUT

Bab 6 – Kegiatan dan Output

78

6.1 STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI DIREKTORAT JENDERAL

BINA MARGA

Direktorat Jenderal Bina Marga terdiri atas:

1. Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Marga;

2. Direktorat Bina Program;

3. Direktorat Bina Teknik;

4. Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah I;

5. Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah II

6. Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah III;

7. Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I s/d XI.

Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Marga Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Marga mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan

administratif kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Marga.Dalam

melaksanakan tugas tersebut, Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Marga menyelenggarakan

fungsi:

XI

Rencana Strategis 2010-2014

79 79

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

1. pengelolaan pegawai meliputi perencanaan, pembinaan, dan pengembangan,

pembinaan jabatan fungsional bidang jalan dan, koordinasi perijinan keluar negeri,

serta evaluasi dan penyusunan organisasi dan tata laksana;

2. penyusunan rencana pengelolaan, pelaporan keuangan, dan pembinaan administrasi

keuangan;

3. pengelolaan prasarana dan sarana perkantoran serta pelaksanaan urusan tata usaha

dan rumah tangga Direktorat Jenderal Bina Marga;

4. penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan, pembinaan hukum dan

pemberian bantuan hukum; dan

5. pengelolaan administrasi dan akuntansi barang milik negara Direktorat Jenderal Bina

Marga, dan leger jalan nasional.

Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Marga terdiri atas :

1. Bagian Kepegawaian, Organisasi dan Tatalaksana;

2. Bagian Keuangan dan Umum;

3. Bagian Hukum dan Perundang-undangan;

4. Bagian Pengelolaan Barang Milik Negara; dan

5. Kelompok Jabatan Fungsional.

Direktorat Bina Program Direktorat Bina Program mempunyai tugas menyusun kebijakan dan strategi, menyusun

program dan anggaran, menyusun sistem pembiayaan dan pola investasi, melakukan

pengembangan sistem dan melaksanakan evaluasi kinerja di bidang Bina Marga, serta

melaksanakan pengelolaan informasi dan komunikasi. Dalam melaksanakan tugas tersebut,

Direktorat Bina Program menyelenggarakan fungsi :

1. penyusunan kebijakan dan strategi penyelenggaraan jalan;

2. penyusunan rencana umum sistem penyelenggaraan jalan;

3. penyusunan program dan anggaran penyelenggaraan jalan;

4. penyusunan sistem pembiayaan jalan dan pola investasi serta pengelolaan kerjasama

luar negeri;

5. pengembangan sistem, pengolahan data dan evaluasi kinerja penyelenggaraan jalan;

6. pengelolaan informasi dan komunikasi; dan

7. pelaksanaan tata usaha Direktorat Bina Program

8. Kelompok Jabatan Fungsional.

Direktorat Bina Teknik Direktorat Bina Teknik mempunyai tugas melaksanakan pembinaan teknis jalan dan jembatan,

teknis lingkungan serta perencanaan teknik dan pengadaan tanah jalan bebas hambatan.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Teknik menyelenggarakan fungsi:

1. penyusunan norma, standar, pedoman, prosedur, kriteria teknik jalan, dan jembatan;

Bab 6 – Kegiatan dan Output

80

2. pembinaan teknik jalan dan jembatan;

3. pembinaan pengelolaan dan analisis lingkungan jalan dan jembatan termasuk mitigasi

bencana alam serta keselamatan jalan;

4. penyusunan perencanaan teknis jalan bebas hambatan dan pembinaan teknis jalan

perkotaan;

5. pengadaan tanah; dan

6. pelaksanaan tata usaha Direktorat Bina Teknik.

Direktorat Bina Teknik terdiri atas:

1. Subdirektorat Teknik Jalan;

2. Subdirektorat Teknik Jembatan;

3. Subdirektorat Teknik Lingkungan dan Keselamatan Jalan;

4. Subdirektorat Teknik Jalan Bebas Hambatan dan Jalan Perkotaan;

5. Subdirektorat Pengadaan Tanah;

6. Subbagian Tata Usaha; dan

7. Kelompok Jabatan Fungsional.

Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah I Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah I mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan jalan

nasional dan pembinaan teknik jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa di wilayah Pulau

Sumatera. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah I

menyelenggarakan fungsi:

1. penyiapan rencana kegiatan penyelenggaraan jalan nasional dan pembinaan teknik

termasuk bimbingan teknis penyelenggaraan jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa;

2. pembinaan pengadaan tanah jalan nasional;

3. penyiapan rekomendasi laik fungsi jalan nasional;

4. pembinaan penanggulangan darurat dan perbaikan kerusakan jalan akibat bencana

alam;

5. pembinaan pelaksanaan konstruksi dan penggunaan bahan dan peralatan;

6. penilaian usulan program penanganan jalan nasional dari Balai Besar Pelaksanaan Jalan

Nasional;

7. penilaian usulan program penanganan jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa yang

dibiayai oleh Dana Alokasi Khusus dan dana pusat lainnya;

8. pembinaan manajemen kontrak termasuk fasilitasi perubahan dokumen anggaran;

9. pelaksanaan bimbingan teknis pelaksanaan jalan nasional termasuk jalan bebas

hambatan;

10. pelaksanaan fasilitasi penyelenggaraan jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa

termasuk pengaturan, pembinaan, dan pengendalian fungsi dan manfaat jalan; dan

11. pelaksanaan tata usaha Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah I.

Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah I terdiri atas :

Rencana Strategis 2010-2014

81 81

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

1. Subdirektorat Sistem Pengendalian Wilayah I;

2. Subdirektorat Wilayah I A (Provinsi Aceh dan Riau);

3. Subdirektorat Wilayah I B (Provinsi Sumatera Utara dan Kepulauan Riau);

4. Subdirektorat Wilayah I C (Provinsi Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung);

5. Subdirektorat Wilayah I D (Provinsi Sumatera Selatan, Jambi, Bangka Belitung);

6. Subbagian Tata Usaha; dan

7. Kelompok Jabatan Fungsional.

Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah II Direktorat Bina pelaksanaan Wilayah II mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan jalan

nasional dan pembinaan teknik jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa di wilayah Pulau Jawa,

Bali, Kepulauan Nusa Tenggara, dan Kalimantan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat

Bina Pelaksanaan Wilayah II menyelenggarakan fungsi:

1. penyiapan rencana kegiatan penyelenggaraan jalan nasional dan pembinaan teknik

termasuk bimbingan teknis penyelenggaraan jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa;

2. pembinaan pengadaan tanah jalan nasional;

3. penyiapan rekomendasi laik fungsi jalan nasional;

4. pembinaan penanggulangan darurat dan perbaikan kerusakan jalan akibat bencana

alam;

5. pembinaan pelaksanaan konstruksi dan penggunaan bahan dan peralatan;

6. penilaian usulan program penanganan jalan nasional dari Balai Besar Pelaksanaan Jalan

Nasional;

7. penilaian usulan program penanganan jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa yang

dibiayai oleh Dana Alokasi Khusus dan dana pusat lainnya;

8. pembinaan manajemen kontrak termasuk fasilitasi perubahan dokumen anggaran;

9. pelaksanaan bimbingan teknis pelaksanaan jalan nasional termasuk jalan bebas

hambatan;

10. pelaksanaan fasilitasi penyelenggaraan jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa

termasuk pengaturan, pembinaan, dan pengendalian fungsi dan manfaat jalan; dan

11. pelaksanaan tata usaha Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah II.

Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah II terdiri atas :

1. Subdirektorat Sistem Pengendalian Wilayah II;

2. Subdirektorat Wilayah II A (Provinsi: Banten, Jabodetabek);

3. Subdirektorat Wilayah II B (ProvinsiJawa Barat, Jawa Tengah, DIY);

4. Subdirektorat Wilayah II C (ProvinsiJawa Timur, Bali, NTB, NTT);

5. Subdirektorat Wilayah II D (ProvinsiKalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan

Timur, Kalimantan Selatan)

6. Subbagian Tata Usaha; dan

7. Kelompok Jabatan Fungsional.

Bab 6 – Kegiatan dan Output

82

Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah III Direktorat Bina pelaksanaan Wilayah III mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan jalan

nasional dan pembinaan teknik jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa di wilayah Pulau

Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Papua. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina

Pelaksanaan Wilayah III menyelenggarakan fungsi:

1. penyiapan rencana kegiatan penyelenggaraan jalan nasional dan pembinaan teknik

termasuk bimbingan teknis penyelenggaraan jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa;

2. pembinaan pengadaan tanah jalan nasional;

3. penyiapan rekomendasi laik fungsi jalan nasional;

4. pembinaan penanggulangan darurat dan perbaikan kerusakan jalan akibat bencana

alam;

5. pembinaan pelaksanaan konstruksi dan penggunaan bahan dan peralatan;

6. penilaian usulan program penanganan jalan nasional dari balai besar pelaksanaan jalan

nasional;

7. penilaian usulan program penanganan jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa yang

dibiayai oleh Dana Alokasi Khusus dan dana pusat lainnya;

8. pembinaan manajemen kontrak termasuk fasilitasi perubahan dokumen anggaran;

9. pelaksanaan bimbingan teknis pelaksanaan jalan nasional termasuk jalan bebas

hambatan;

10. pelaksanaan fasilitasi penyelenggaraan jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa

termasuk pengaturan, pembinaan, dan pengendalian fungsi dan manfaat jalan; dan

11. pelaksanaan tata usaha Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah III.

Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah III terdiri atas:

1. Subdirektorat Sistem Pengendalian Wilayah III;

2. Subdirektorat Wilayah III A (Provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah);

3. Subdirektorat Wilayah III B (Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi

Tenggara);

4. Subdirektorat Wilayah III C (Provinsi Maluku, Maluku Utara)

5. Subdirektorat Wilayah III D (Provinsi Papua, Papua Barat)

6. Subbagian Tata Usaha; dan

7. Kelompok Jabatan Fungsional.

Kelompok Jabatan Fungsional Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan

fungsional masing–masing berdasarkan peraturan perundang–undangan yang berlaku.

Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari sejumlah tenaga fungsional yang terbagi dalam

berbagai kelompok jabatan fungsional sesuai dengan bidang keahliannya. Masing-masing

Kelompok Jabatan Fungsional tersebut dikoordinasikan oleh seorang tenaga fungsional senior

yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal. Jumlah tenaga fungsional tersebut ditentukan berdasarkan

Rencana Strategis 2010-2014

83 83

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

kebutuhan dan beban kerja. Jenis dan jenjang jabatan fungsional tersebut diatur berdasarkan

peraturan perundang–undangan yang berlaku.

Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional mempunyai tugas melaksanakan dan mengendalikan

jalan nasional dalam penyusunan program, perencanaan teknis, pelaksanaan dan pengawasan

konstruksi, pengendalian mutu, pelayanan dan penyediaan bahan dan peralatan. Dalam

melaksanakan tugas tersebut, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional menyelenggarakan fungsi:

1. Penyiapan data dan informasi, penyiapan bahan penyusunan program penanganan,

pelaksanaan dan pengendalian perencanaan teknik jalan dan jembatan, persetujuan

justifikasi/pertimbangan teknis;

2. Pelaksanaan audit keselamatan jalan;

3. Pelaksanaan analisis mengenai dampak lingkungan;

4. Pemantauan dan evaluasi standar pelayanan minimal jalan;

5. Pelaksanaan dan pengawasan konstruksi jalan nasional termasuk jalan bebas

hambatan;

6. Pengendalian fungsi dan manfaat jalan nasional;

7. Pelaksanaan pengadaan tanah jalan nasional;

8. Pelaksanaan pengamanan fisik dan sertifikasi hasil pengadaan tanah jalan nasional;

9. Pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan bencana yang berdampak pada jalan;

10. Penyediaan saran teknis penyelenggaraan jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa;

11. Pelaksanaan penerapan sistem manajemen mutu pada kegiatan balai besar

pelaksanaan jalan nasional;

12. Pengadaan, pemanfaatan, penyimpanan, pemeliharaan dan pelayanan bahan dan

peralatan jalan dan jembatan, serta pengujian mutu konstruksi;

13. Penyusunan Laporan akuntansi keuangan dan akuntansi Barang Milik Negara sebagai

Unit Akuntansi Wilayah; dan

14. Penatausahaan administrasi kepegawaian, keuangan, organisasi dan tatalaksana kerja

balai dan urusan rumah tangga serta pelaksanaan koordinasi dengan instansi terkait.

Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional terdiri dari:

1. Bagian Tata Usaha;

2. Bidang Perencanaan;

3. Bidang Pelaksanaan;

4. Bidang Sistem

Manajemen Mutu;

5. Bidang Pengujian dan

Peralatan; dan

6. Kelompok Jabatan

Fungsional;

Struktur Organisasi

Balai Besar

Pelaksanaan Jalan

Nasional

Bab 6 – Kegiatan dan Output

84

6.2 KEGIATAN

Dalam rangka melaksanakan kebijakan dan strategi yang ditetapkan, Program Penyelenggaraan

Jalan terdiri dari kegiatan-kegiatan sebagaimana berikut:

1. Dukungan manajemen, koordinasi, pengaturan, pembinaan, dan pengawasan

2. Pengaturan, pembinaan, perencanaan, pemrograman, dan pembiayaan

penyelenggaraan jalan

3. Pengaturan dan pembinaan teknik preservasi, peningkatan kapasitas jalan

4. Pembinaan pelaksanaan preservasi dan peningkatan kapasitas jalan nasional dan

fasilitasi jalan daerah

5. Pelaksanaan preservasi dan peningkatan kapasitas jalan nasional

6. Pengaturan, pengusahaan, pengawasan Jalan Tol.

6.3 OUTPUT

Kegiatan: Dukungan Manajemen, Koordinasi, Pengaturan, Pembinaan, dan

Pengawasan Kegiatan ini dilaksanakan oleh Unit Kerja Sekretariat Direktorat Jenderal dengan Output

sebagaimana berikut:

1. Dokumen administrasi dan pengelolaan kepegawaian / ortala

2. Dokumen laporan administrasi keuangan dan akuntansi

3. Dokumen Sistem Akuntansi Barang Milik Negara

4. Dokumen laporan penyelenggaraan kegiatan bantuan hukum

5. Bulan layanan publik (PNBP)

6. Prasarana dan sarana pemenuhan kebutuhan perkantoran

7. Bulan layanan perkantoran

8. Dokumen draft materi kebijakan / peraturan perundang-undangan yang diproses dan

dilegalisasi

9. Lokasi pembinaan penanggulangan penanganan tanggap darurat / pekerjaan

mendesak.

Kegiatan: Pengaturan, Pembinaan, Perencanaan, Pemrograman, dan

Pembiayaan Penyelenggaraan Jalan Kegiatan ini dilaksanakan oleh Unit Kerja Direktorat Bina Program dengan output sebagaimana

berikut:

1. Dokumen Pengaturan dan Penyiapan Pembiayaan Jalan Daerah dan Dana Masyarakat

2. Dokumen Program dan Anggaran Tahunan

3. Dokumen Penyiapan PHLN dan Administrasi Kerjasama Luar Negeri

4. Dokumen Pengembangan Sistem Manajemen Jalan dan Jembatan

5. Dokumen Evaluasi Kinerja Penyelenggara Jalan

Rencana Strategis 2010-2014

85 85

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

6. Dokumen Kebijakan dan Strategi Penyelenggaraan Jalan

7. Dokumen Penyiapan keputusan menteri tentang fungsi dan status jalan

8. Dokumen Pengendalian Pelaksanaan PHLN

9. Dokumen Informasi, Dokumentasi, Komunikasi, dan Publikasi Penyelenggaraan Jalan

10. Dokumen Laporan Monitoring dan Evaluasi Perencanaan, Pemrograman dan

Pembiayaan Penyelenggaraan Jalan

11. Prasarana dan sarana pemenuhan kebutuhan perkantoran

12. Bulan Layanan Perkantoran.

Kegiatan: Pengaturan dan Pembinaan Teknis Preservasi, Peningkatan

Kapasitas Jalan Kegiatan ini dilaksanakan oleh Unit Kerja Direktorat Bina Teknik dengan output sebagaimana

berikut:

1. Dokumen lingkungan Jalan dan Jembatan yang bersifat khusus

2. Dokumen Perencanaan dan Pengawasan Teknis Jalan dan Jembatan Khusus Serta

Perencanaan Teknis Jalan Bebas Hambatan

3. Dokumen Penyusunan dan pengesahan NSPK Jalan dan Jembatan termasuk Jalan

Daerah

4. Dokumen rekomendasi teknis penanganan lokasi rawan kecelakaan dan rawan

bencana jalan dan jembatan

5. Laporan Pembinaan teknik jalan dan jembatan

6. Laporan Pembinaan Jalan Bebas Hambatan

7. Luas Pengadaan tanah jalan bebas hambatan

8. Dokumen Kebijakan Investasi jalan bebas hambatan

9. Dokumen Monitoring dan evaluasi pembinaan teknik jalan dan jembatan

10. Prasarana dan sarana pemenuhan kebutuhan perkantoran

11. Bulan Layanan Perkantoran.

Kegiatan: Pembinaan Pelaksanaan Preservasi dan Peningkatan Kapasitas

Jalan Nasional dan Fasilitasi Jalan Daerah Kegiatan ini dilaksanakan oleh Unit Kerja Direktorat Jalan dan Jembatan Wilayah I, II, dan III

dengan output sebagaimana berikut:

1. Laporan Perencanaan pembinaan, penyiapan produk pembinaan, dan pembinaan

pelaksanaan jalan dan jembatan

2. Dokumen Pembinaan dan penilaian bahan usulan program 5 tahunan dan tahunan

3. Dokumen Penyelesaian permasalahan administrasi, teknis pelaksanaan dan aspek

hukum

4. Laporan Pembinaan teknis, pengendalian kepatuhan pelaksanaan, dan rekomendasi

laik fungsi jalan nasional

5. Prasarana dan sarana pemenuhan kebutuhan perkantoran

Bab 6 – Kegiatan dan Output

86

6. Bulan Layanan Perkantoran

7. Laporan Pembinaan teknis, fasilitasi perencanaan, program pembiayaan, pelaksanaan

dan evaluasi kinerja jalan daerah

8. Dokumen Monitoring dan evaluasi kinerja pembinaan dan pelaksanaan jalan dan

jembatan termasuk jalan daerah.

Kegiatan: Pelaksanaan Preservasi dan Peningkatan Kapasitas Jalan

Nasional Kegiatan ini dilaksanakan oleh Unit Kerja Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional dengan output

sebagaimana berikut:

1. Panjang Pemeliharaan rutin jalan

2. Panjang Pemeliharaan rutin jembatan

3. Panjang Pemeliharaan berkala / rehabilitasi jalan

4. Panjang Pemeliharaan berkala / rehabilitasi jembatan

5. Panjang Rekonstruksi / Peningkatan Struktur Jalan

6. Panjang Penggantian jembatan

7. Panjang Pembangunan jalan baru

8. Panjang Pembangunan jembatan baru

9. Panjang Pelebaran jalan

10. Panjang Pembangunan Fly Over / Underpass / terowongan

11. Panjang Pembangunan jalan bebas hambatan

12. Dokumen hasil pengumpulan data jalan dan jembatan

13. Dokumen Perencanaan dan pengawasan teknis jalan dan jembatan

14. Dokumen lingkungan jalan dan jembatan

15. Dokumen Pengujian / Manajemen Mutu

16. Panjang Pembangunan / pelebaran jalan di kawasan strategis, perbatasan, wilayah

terluar dan terdepan

17. Panjang Pembangunan / duplikasi jembatan di kawasan strategis, perbatasan, wilayah

terluar dan terdepan

18. Dokumen Monitoring dan evaluasi pelaksanaan jalan dan jembatan

19. Dokumen bahan usulan program tahunan dan 5 tahunan

20. Bahan jalan dan jembatan

21. Bahan dan peralatan jalan dan jembatan

22. Bulan Layanan Publik (PNBP)

23. Prasarana dan sarana pemenuhan kebutuhan perkantoran

24. Bulan Layanan perkantoran.

Kegiatan: Pengaturan, Pengusahaan, Pengawasan Jalan Tol Kegiatan ini dilaksanakan oleh Unit Kerja Badan Pengatur Jalan Tol dengan output berikut:

1. Laporan Kajian dan evaluasi penyiapan pengusahaan Jalan Tol dan data informasi Jalan

Tol

Rencana Strategis 2010-2014

87 87

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

2. Dokumen pengaturan, penyiapan, pelayanan dan pengendalian pengusahaan Jalan Tol

3. Laporan pengawasan dan pemantauan perjanjian pengusahaan Jalan Tol

4. Dokumen perjanjian layanan dana bergulir untuk pengadaan tanah Jalan Tol (BLU)

5. Laporan monitoring dan evaluasi layanan dana bergulir untuk pengadaan tanah Jalan

Tol (BLU)

6. Laporan pengelolaan dana hasil pengusahaan Jalan Tol (BLU)

7. Prasarana dan sarana pemenuhan kebutuhan perkantoran

8. Bulan Layanan Perkantoran

9. Bulan Layanan perkantoran (PNBP).