PROPOSAL ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN KECUKUPAN JAM MENGAJAR BAGI GURU SERTIFIKASI DI SEKOLAH MENENGAH...

75
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik (guru) den peserta didik (siswa) untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, dan tujuan pendidikan menipakan komponen utama dalam pendidikan. Ketiganya membentuk suatu triangle, jika hilang salah satu komponen hilang pulalah hakekat pendidikan. Perbaikan mutu secara terus menerus berorientasi pada masukan, proses, luaran, dan layanan pasca jual. Inti sumber perbaikan bukanlah pada fisiknya, melainkan pada peningkatan profesionalitas manusia pengelola atau pelaksana. Di sinilah esensi kontinuitas profesionalisme, yang di dalam dunia persekolahan banyak difokuskan pada guru. Keterlambatan atau kegagalan peningkatan mutu proses dan produk pembelajaran seringkali dikaitkan 1

Transcript of PROPOSAL ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN KECUKUPAN JAM MENGAJAR BAGI GURU SERTIFIKASI DI SEKOLAH MENENGAH...

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik

(guru) den peserta didik (siswa) untuk mencapai

tujuan-tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik,

dan tujuan pendidikan menipakan komponen utama dalam

pendidikan. Ketiganya membentuk suatu triangle, jika

hilang salah satu komponen hilang pulalah hakekat

pendidikan.

Perbaikan mutu secara terus menerus

berorientasi pada masukan, proses, luaran, dan

layanan pasca jual. Inti sumber perbaikan bukanlah

pada fisiknya, melainkan pada peningkatan

profesionalitas manusia pengelola atau pelaksana. Di

sinilah esensi kontinuitas profesionalisme, yang di

dalam dunia persekolahan banyak difokuskan pada

guru. Keterlambatan atau kegagalan peningkatan mutu

proses dan produk pembelajaran seringkali dikaitkan

1

dengan pertanyaan mengenai ada atau tidak kontinuasi

profesionalisme pada kalangan guru dan unsur

manajemen sekolah.

Pendidik atau guru harus ada dalam pendidikan,

sebagaimana ungkapan Arab, yang pernah disampaikan

A. Malik Fadjar, al-Tharrgah Ahammu min al Maddah

walakinna al-Muddaris Ahammu min alTharigah (Metode lebih

penting daripada materi, namun guru lebih penting

dari pada metode). Make dari itu, untuk menunjang

keberhasilan pendidikan dan peningkatan mutu

pendidikan, harus ada peningkatan profesionalisme

pendidik atau guru.

Salah satu cara untuk profesionalitas pendidik

atau guru yaitu adanya sertifikasi guru. Jika

ditelah dari kata-katanya, sertifikasi adalah

penyertifikasian pembuatan sertifikat. Menurut

Glickman guru profesional memiliki dua ciri yaitu

tingkat kemampuan yang tinggi dan komitmen yang

tinggi. Oleh sebab itu, pembinaan profesionalisme

guru harus diarahkan pada

2

dua hal tersebut. Dalam rangka peningkatan kemampuan

profesional guru perlu dilakukan sertifikasi dan

diuji kompetensi secara berkala agar kinerjanya

terus meningkat dan memenuhi syarat profesional.

Sedangkan sertifikasi pendidik atau guru dapat

diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan

bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk

melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan

pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi

yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi.

Dengan kata lain, sertifikasi guru adalah proses uji

kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan

penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan

pemberian sertifikat pendidik.

Sertifikasi guru merupakan langkah peningkatan

kualitas guru sesuai dengan disiplin ilmu yang

diajarkan pada anak didik. Sertifikasi ini

diharapkan menciptakan kondisi the right man in the right

place, sebagaimana yang kita harapkan. Guru-guru

diharapkan berada di tempat yang sesuai dengan latar

3

belakang pendidikannya. Namun perjalanan sertifikasi

tidak mudah seperti membalik telapak tangan. Banyak

guru yang belum mengetahui bagaimana perjalanan

kebijakan sertifikasi itu sendiri. Maka dari itu,

penulis akan menjelaskan lebih lanjut mengenai

kebijakan sertifikasi yang merupakan kebijakan

pendidikan Nasional.

Kebijakan sertifikasi bagi guru dan dosen

memang suatu langkah yang strategis untuk dapat

meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Secara

formal, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun

2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah

Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan menyatakan bahwa guru adalah tenaga

profesional.

Guru profesional dan bermartabat akan

melahirkan anak-anak bangsa yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

4

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab. Beban kerja guru secara eksplisit

telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005

tentang Guru dan Dosen, namun demikian, masih

diperlukan penjelasan tentang rincian penghitungan

beban kerja guru dengan mempertimbangkan beberapa

tugastugas guru di sekolah selain tugas utamanya

sebagai pendidik.

Guru adalah bagian yang tak terpisahkan dari

komponen pendidikan lainnya seperti peserta didik,

kurikulum/program pendidikan, fasilitas, dan

manajemen. Perencanaan guru harus berbasis pada

jenis jurusan atau program keahlian, dan jumlah

rombongan belajar yang dibuka di sekolah. Terpenuhi

atau tidaknya beban mengajar 24 jam tatap muka per

minggu bagi jenis guru tertentu sebenarnya sudah

dapat dideteksi pada saat jumlah guru yang

dibutuhkan sudah dihitung. Sebagai contoh, apabila

jumlah guru menurut hitungan dibutuhkan 2,25 orang

5

dan disediakan sebanyak 2 orang saja, maka beban

mengajar kedua guru tersebut masing-masing sudah 28

jam per minggu. Apabila dibutuhkan 2.5 orang guru

dan tersedia 3 orang, maka salah satu guru tersebut

tidak memenuhi jam tatap muka minimal 24 jam.

Data tahun 2003/2014 menunjukkan bahwa di

kecamatan Musi Banyuasin terdapat 15 SNP yang

terdiri dari 13 SMPN dan 12 SMP Swasta. Dan dari

data yang didapat ada sekolah yang tidak mempunyai

gedung dan masih menumpang disekolah lainnya dan

guru yang mengajarpun adalah guru dari sekolah yang

ditumpangi. Berikut data jumlah guru yang telah

penulis dapat dari setiap sekolah :

Data SMP Di Kecamatan Sekayu

SMP Rombe JumlahSeluru

h

Jumlah Guru Guru PNSBelum

Setifika

GuruTidakTetap

DariSekolah

Dari LuarSekolah

SMP N 1 21 43 24 2 0 17SMP N 2 16 32 22 1 3 7SMP N 3 10 19 7 2 1 9SMP N 4 8 18 15 1 0 5SMP N 5 11 28 19 1 3 5SMP N 6 12 24 10 0 4 10SMP N 7 11 26 10 2 3 4SMP N 8 12 27 19 2 0 6SMP N 9 8 14 7 2 1 4SMP N 10 6 19 6 0 3 10SMP N Sekayu 5 0 1 0 5

6

SMPMuhammadiyahSeakyu

8 23 2 2 18

SMP IT Al-KarimNur Sekayu

5 21 2 4 16

Namun apabila dilihat secara detail pada jenis

guru tertentu di beberapa daerah dilaporkan terdapat

kekurangan guru atau kelebihan guru. Kondisi sekolah

yang memiliki kelebihan guru akan menyebabkan guru

tidak dapat memenuhi kewajiban mengajar 24 jam per

minggu. Sehingga terjadi persaingan antara guru-guru

sertifikasi dalam mendapatkan jam mengajar yang

cukup, guru sertifikasi yang tidak mencukupi 24 jam

mengajar tidak akan mendapat tunjangan profesi.

Dalam Pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah

Satu tujuan kemerdekaan negara RI adalah untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut

diterjemahkan lebih lanjut dalam peraturan di

bawahnya yang salah satunya adalah Undang-Undang

nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Banyak

hal yang diuangkapkan dalam undang-undang tersebut,

7

salah satunya adalah pasal 35 ayat 2 yang menyatakan

bahwa beban mengajar guru adalah minimal. 24 jam

tatap muka perminggu dan maksimal 40 jam tatap muka

perminggu. Pada ayat 3 selanjutnya disebutkan bahwa

ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja guru

diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

Menindak lanjuti hal tersebut diterbitkan Peraturan

Pemerintah nomor 74 tahun 2008 tentang Guru, pada

salah satu pasalnya yaitu pasal 52 ayat 2 menegaskan

kembali UU nomor 14 tahun 2005 pasal 35 ayat 2 yang

mewajibkan beban kerja guru minimal 24 jam tatap

muka perminggu dan maksima140 jam tatap muka

perminggu. Pasal 62 ayat 2 menyebutkan bahwa guru

yang tidak bisa memenuhi kewajiban beban mengajar

minimal 24 jam tatap muka perminggu dilulangkan

haknya untuk memperoleh tunjangan profesi, tunjangan

fungsional, subsidi tunjangan fungsional dan

maslahat tambahan.

Sertifikasi guru adalah salah satu isu sentral

dalam dunia pendidikan di mana guru yang telah lulus

8

ujian kompetensi guru dan telah mengukuti diklat

sertifikasi guru berhak mendapat tunjangan

setifikasi guru sebesar satu kali lipat gaji pokok

setiap bulannya. Tidak semua guru bisa lulus ujian

kompetensi guru karena perbedaan kualitas SDM guru.

Tidak semua guru yang telah lulus ujian kompetensi

guru bisa mengikuti diklat sertifikasi guru dengan

baik dan berhasil lulus diklat. Dan ternyata tidak

semua guru yang telah lulus sertifikasi guru bisa

mendapatkan tunjangan sertifikasi guru.

Saat awal sertifikasi diberlakukan para guru

diperbolehkan mengajar lebih dari satu mata

pelajaran untuk mencukupi syarat untuk mendapat uang

sertifikasi yakni mengajar 24 jam dalam satu minggu.

Seperti guru Bahasa Inggris karena dalam seminggu

cuma bisa mengajar 18 jam pelajaran, maka untuk

mencukupi 24 jam, 6 jam kekurangan boleh mengajar

mata pelajaran lain. Namun Depdikbud membuat aturan

baru, bahwa guru penerima uang sertifikasi sekarang

diharuskan hanya boleh mengajar satu mata pelajaran

9

24 jam penuh, tidak boleh mengambil mata pelajaran

lain. Full satu mata pelajaran. Depdikbud mengancam

bagi guru sertifikasi yang tidak bisa mengajar penuh

satu mata pelajaran 24 jam seminggu diharuskan

mengembalikan uang yang telah diterima. Beban

mengajar minimal 24 jam perminggu yang diatur dalam

Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2008 tentang

Guru pasal 63 ayat 2 yang berisi "Guru yang tidak dapat

memenuhi kewajiban melaksanakan pembelajaran 24 (dua puluh

empat) jam tatap muka dan tidak mendapat pengecualian dari

Menteri dthilangkan haknya untuk mendapat tunjangan profesi,

tunjangan, fungsional atau subsidi tunjangan fungsional, dan

maslahat tambahan"

Kewajiban 24 jam mengajar perminggu tingkat

pemenuhannya memiliki banyak parameter, di antaranya

yang utama adalah jumlah murid dan jumlah guru mata

pelajaran sejenis. Bila jumlah murid mencukupi maka

kewajiban beban mengajar minimal 24 jam perminggu

bukanlah masalah dengan catatan perbandingan murid

dan perbandingan jumlah guru mata pelajaran sejenis

10

memiliki komposisi yang memungkinkan untuk membagi

jam pelajaran sehingga kewajiban beban mengajar

minimal 24 jam peminggu bisa terpenuhi. Masalah

muncul bila jumlah murid tidak terpenuhi akibat

fluktuasi jumlah murid pertahun yang tidak stabil.

Jumlah murid pertahun yang tidak stabil ini

berbanding lurus dengan tingkat kemajuan daerahnya.

Di daerah perkotaan jumlah murid bukan masalah

karena tingkat kepadatan penduduk perkotaan

cenderung bertambah. Di pedesaan terutama desa

terpencil jumlah murid memiliki fluktuasi cukup

tinggi. Bisa saja pada tahun tertentu jumlah murid

meningkat tapi di tahun lain jumlah murid sangat

kurang, bahkan untuk memenuhi ruang kelas

setengahnya saja tidak bisa dipenuhi. Pada kondisi

ini maka kewajiban beban mengajar 24 jam perminggu

menjadi tidak terpenuhi. Maka guru tersebut karena

tidak rela tunjangan sertifikasinya tidak

terbayarkan maka guru tersebut mencoba untuk

mengajar di sekolah lain. Pada daerah perkotaan

11

mencari jam mengajar di sekolah lain bukanlah

perkara sulit karena banyaknya sekolah di perkotaan.

Masalah muncul apabila guru tersebut mengajar di

desa yang mana biasanya di setiap desa hanya ada

satu sekolah SD, di tiap kecamatan hanya ada

beberapa sekolah SMP dan lebih sedikit lagi sekolah

SMU/SMK sederajat. Kondisi ini diperparah lagi

dengan jarak antar desa yang membawa konsekuensi

jarak antar sekolah menjadi tidak mudah untuk

dicapai terutama di daerah pegunungan, perbukitan,

pantai ataupun daerah yang berlalu lintas rendah

seperti sarana sungai. Secara umum bisa dikatakan

bahwa pencapaian kewajiban beban mengajar minimal 24

jam mengajar semakin mudah dipernuhi di perkotaan

dan semakin sulit dipenuhi di pedesaan. Namun

berbanding terbalik dengan kualitas pendidikan di

mana semakin ke desa maka kualitas pendidikan

semakin rendah.

Dari uraian diatas penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul "Analisis Dampak

12

Kebijakan Kecukupan Jam Mengajar Bagi Guru

Sertifikasi di Sekolah Menengah Pertama Kecamatan

Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin".

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian pada latar belakang di atas dapat

diidentifikasi masalahnya sebagai berikut :

1. Banyak Guru Sertifikasi yang jam mengajarnya belum

memenuhi 24 jam.

2. Guru sertifikasi yang belum memenuhi 24 jam

mengajar tidak mendapatkan tunjangan profesi.

13

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka

rumusan masalahya adalah Bagaimana Dampak Kebijakan

Kecukupan Jam Mengajar bagi Guru Sertifikasi di

Sekolah Menengah Pertama Kecamatan Sekayu Kabupaten

Musi Banyuasin?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui dan mendeskripsikan dampak kebijakan

kecukupan jam mengajar bagi guru sertifikasi di

sekolah menengah pertama kecamatan sekayu Kabupaten

Musi Banyuasin.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan memberi manfaat bagi pengembangan ilmu

administrasi publik, khususnya manajemen sumber

daya manusia dan kompetensinya.

2. Manfaat Praktis

14

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan

masukan bagi penelitian sendiri dan memberikan

masukkan pada guru sertifikasi di sekolah yang

diteliti dan sekolah yang diteliti.

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kebijakan Publik

Lingkup dari studi kebijakan publik sangat

luas karena mencakup berbagai bidang dan sektor

seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, dan

sebagainya. Disamping itu dilihat dari hirarkirnya

kebijakan publik dapat bersifat nasional, regional

maupun lokal seperti undang-undang, peraturan

pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri,

peraturan pemerintah daerah/provinsi, keputusan

gubernur, peraturan daerah kabupaten/kota, dan

keputusan bupati/walikota.

Pressman dan Widavsky sebagaimana dikutip Budi

Winarno (2002: 17) mendefinisikan kebijakan publik

sebagai hipotesis yang mengandung kondisi-kondisi

awal dan akibat-akibat yang biasa diramalkan.

Kebijakan publik itu harus dibedakan dengan bentuk-

16

bentuk kebijakan yang lain misalnya kebijakan

swasta. Hal ini dipengaruhi oleh keterlibatan

faktor-faktor bukan pemerintah. Robert Eyestone

sebagaimana dikutip Leo Agustino (2008: 6)

mendefinisikan kebijakan publik sebagai "hubungan

antara unit pemerintah dengan lingkungannya". Banyak

pihak beranggapan bahwa definisi tersebut masih

terlalu luas untuk dipahami, karena apa yang

dimaksud dengan kebijakan publik dapat mencakup

banyak hal.

Menurut Nugroho, ada dua karakteristik dari

kebijakan publik, yaitu:1) kebijakan publik

merupakan sesuatu yang mudah untuk dipahami, karena

maknanya adalah hal-hal yang dikerjakan untuk

mencapai tujuan nasional; 2) kebijakan publik

merupakan sesuatu yang mudah diukur, 16 karena

ukurannya jelas yakni sejauh mana kemajuan

pencapaian cita-cita sudah ditempuh. Menurut Woll

sebagaimana dikutip Tangkilisan (2003:2) menyebutkan

bahwa kebijakan publik ialah sejumlah aktivitas

17

pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat,

baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga

yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Terdapat beberapa ahli yang mendefiniskan

kebijakan publik sebagai tindakan yang diambil oleh

pemerintah dalam merespon suatu krisis atau masalah

publik. Begitupun dengan Chandler dan Plano

sebagaimana dikutip Tangkilisan (2003: 1) yang

menyatakan bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan

yang strategis terhadap sumberdayasumberdaya yang

ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau

pemerintah. Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan

publik merupakan suatu bentuk intervensi yang

dilakukan secara terus-menerus oleh pemerintah demi

kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam

masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut

berpartisipasi dalam pembangunan secara luas.

Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut

dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah

serangkaian tindakan yang dilakukan atau

18

tidak dilakukan oleh pemerintah yang berorientasi

pada tujuan tertentu guna memecahkan masalah-masalah

publik atau demi kepentingan publik. Kebijakan untuk

melakukan sesuatu biasanya tertuang dalam ketentuan-

ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang

dibuat pemerintah sehingga memiliki sifat yang

mengikat dan memaksa.

2. Kebijakan Tentang Guru

Menurut UU No. 14 Tahun 2005, guru adalah

pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,

dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak

usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,

dan pendidikan menengah. Implikasi dari UU No. 14

Tahun 2005, guru harus menjalani proses sertifikasi

untuk mendapatkan Sertifikat Pendidik. Guru yang

diangkat sejak diundangkannya UU ini, menempuh

19

program sertifikasi guru dalam jabatan, yang

diharapkan bisa tuntas sampai dengan tahun 2015.

Hingga kini masih muncul kesenjangan

pemerataan guru antar satuan pendidikan, antar

jenjang, dan antar jenis pendidikan, antar

kabupaten/kota, dan antar provinsi. Hal tersebut

menunjukkan betapa rumitnya persoalan yang berkaitan

dengan penataan dan pemerataan guru di negeri

tercinta ini.

Pemerintah berupaya mencari solusi terbaik

untuk memecahkan persoalan rumitnya penataan dan

pemerataan guru tersebut dengan menetapkan Peraturan

Bersama Lima Menteri, yaitu Mendiknas, Menneg

PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang

Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil.

Peraturan ini ditandatangani tanggal 3 Oktober 2011

dan mulai efektif tanggal 2 Januari 2012. Dalam

peraturan bersama ini antara lain dinyatakan, bahwa

untuk menjamin pemerataan guru antar satuan

pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis

20

pendidikan, antar kabupaten/kota, dan/atau antar

provinsi dalam upaya mewujudkan peningkatan dan

pemerataan mutu pendidikan formal secara nasional

dan pencapaian tujuan pendidikan nasional, guru

pegawai negeri sipil dapat dipindah tugaskan pada

satuan pendidikan di kabupaten/kota, dan provinsi

lain.

Dalam Peraturan bersama Mendiknas, Menneg PAN

dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang Penataan

dan Pemerataan Guru

Pegawai Negeri Sipil, tanggal 3 Oktober 2011 dan

mulai efektif tanggal 2

Januari 2012 secara eksplisit menyatakan bahwa:

a. Kebijakan standardisasi teknis dalam penataan dan

pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan, antar

jenjang, dan antar jenis pendidikan secara

nasional ditetapkan oleh Menteri Pendidikan

Nasional. Demikian juga Menteri Pendidikan

Nasional mengkoordinasikan dan memfasilitasi

pemindahan untuk penataan dan pemerataan guru PNS

21

pada provinsi yang berbeda berdasarkan data

pembanding dari Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Dalam memfasilitasi penataan dan pemerataan PNS di

daerah dan kabupaten/kota, Menteri Pendidikan

Nasional berkoordinasi dengan Menteri Agama.

b.Menteri Agama berkewajiban membuat

perencanaan, penataan, dan pemerataan guru

PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang,

dan antar jenis pendidikan yang menjadi

tanggung jawabnya.

c.Menteri Dalam Negeri berkewajiban untuk

mendukung pemerintah daerah dalam hal

penataan dan pemerataan guru PNS antar

satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar

jenis pendidikan untuk memenuhi

standardisasi teknis yang dikeluarkan oleh

Menteri Pendidikan Nasional serta

memasukkan unsur penataan dan pemerataan

22

guru PNS ini sebagai bagian penilaian

kinerja pemerintah daerah.

d.Menteri Keuangan berkewajiban untuk

mendukung penataan dan pemerataan guru PNS

antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan

antar jenis pendidikan sebagai bagian dari

kebijakan penataan PNS secara nasional

melalui aspek pendanaan di bidang

pendidikan sesuai dengan kemampuan keuangan

negara.

e.Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur

Negara dan Reformasi Birokrasi mendukung

penataan dan pemerataan guru PNS antar

satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar

jenis pendidikan melalui penetapan formasi

guru PNS.

23

f.Gubenur atau Bupati/Walikota sesuai dengan

kewenangannya membuat perencanaan.

g.Penataan dan pemerataan guru PNS antar

satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar

jenis pendidikan yang menjadi tanggung

jawab masing-masing.

3. Dampak Kebijakan

Kesadaran untuk menghadirkan guru dan tenaga

kependidikan yang profesional sebagai sumber daya

utama pencerdas bangsa barangkali sama tuanya dengan

sejarah peradaban pendidikan. Di Indonesia, khusus

untuk guru, dilihat dari dimensi sifat dan

substansinya, alur untuk mewujudkan guru yang benar-

benar profesional, yaitu: (1) penyediaan guru

berbasis perguruan tinggi, (2) induksi guru pemula

berbasis sekolah, (3) profesionalisasi guru berbasis

prakarsa institusi, dan profesionalisasi guru

berbasis individu atau menjadi guru madam.

24

Berkaitan dengan penyediaan guru, UU No. 14

Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan

Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru telah

menggariskan bahwa penyediaan guru menjadi kewenangan

lembaga pendidikan tenaga kependidikan, yang dalam

buku ini disebut sebagai penyediaan guru berbasis

perguruan tinggi. Menurut dua produk hukum ini,

lembaga pendidikan tenaga kependidikan dimaksud

adalah perguruan tinggi yang diberi tugas oleh

pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan

guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan

formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan

menengah, serta untuk menyelenggarakan dan

mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan.

Guru dimaksud harus memiliki kualifikasi

akademik sekurang-kurangnya S1/D-IV dan berseetifikat

pendidik. Jika seorang guru telah memiliki keduanya,

statusnya diakui oleh Negara sebagai guru

profesional, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen maupun PP No. 74 tentang Guru, telah

25

mengamanatkan bahwa ke depan, hanya yang

berkualifikasi S1/D-IV bidang kependidikan dan

nonkependidikan yang memenuhi syarat sebagai guru.

Itu pun jika mereka telah menempuh dan dinyatakan

lulus pendidikan profesi. Dua produk hukum ini

menggariskan bahwa peserta pendidikan profesi

ditetapkan oleh menteri, yang sangat mungkin didasari

atas kuota kebutuhan formasi.

Khusus untuk pendidikan profesi guru, beberapa

amanat penting yang dapat disadap dari dua produk

hukum ini. Pertama, calon peserta pendidikan profesi

berkualifikasi S1 /D-IV. Kedua, sertifikat pendidik

bagi guru diperoleh melalui program pendidikan

profesi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi

yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan

yang terakreditasi, baik yang diselenggarakan oleh

pemerintah maupun masyarakat, dan ditetapkan oleh

pemerintah. Ketiga, sertifikasi pendidik bagi calon

guru harus dilakukan secara objektif, transparan, dan

akuntabel.

26

Keempat, jumlah peserta didik program

pendidikan profesi setiap tahun ditetapkan oleh

Menteri. Kelima, program pendidikan profesi diakhiri

dengan uji kompetensi pendidik. Keenam, uji

kompetensi pendidik dilakukan melalui ujian tertulis

dan ujian kinerja sesuai dengan standar kompetensi.

Ketujuh, ujian tertulis dilaksanakan secara

komprehensif yang mencakup penguasaan: (1) wawasan

atau landasan kependidikan,

pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan

kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran, dan

evaluasi hasil belajar; (2) materi pelajaran secara

luas dan mendalam sesuai dengan standar isi mata

pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau program

yang diampunya dan (3) konsep-konsep disiplin

keilmuan, teknologi, atau seni yang secara konseptual

menaungi materi pelajaran, kelompok mata pelajaran,

dan/atau program yang diamunya. Kedelapan, ujian

kinerja dilaksanakan secara holistik dalam bentuk

ujian praktik pembelajaran yang mencerminkan

27

penguasaan kompetensi pedagogik, kepribadian,

professional, dan social pada sataun pendidikan yang

relevan.

Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74

Tahun 2008 mengisyaratkan bahwa ke depan hanya

seseorang yang berkualifikasi akademik sekurang-

kurangnya Sl atau D-IV dan memiliki sertifikat

pendidiklah yang "legal" direkruit sebagai guru. Jika

regulasi ini dipatuhi secara taat asas, harapannya

tidak ada alasan calon guna yang direkruit untuk

bertugas pada sekolah-sekolah di Indonesia

berkualitas di bawah standar. Namun demikian,

ternyata setelah mereka direkruit untuk menjadi guru,

yang dalam skema kepegawaian negara untuk pertama

kali berstatus sebagai calon pegawai negeri sipil

(PNS) guru, mereka belum bisa langsung bertugas penuh

ketika menginjakkan kaki pertama kali di kampus

sekolah. Melainkan, mereka masih harus memasuki fase

prakondisi yang disebut dengan induksi.

Ketika menjalani program indduksi,

28

diidealisasikan guru akan dibimbing dan dipandu oleh

mentor terpilih untuk kurun waktu sekitar satu tahun,

agar benar-benar siap menjalani tugas-tugas

profesional. Ini pun tentu tidak mudah, karena di

daerah pinggiran atau pada sekolah-sekolah yang jauh,

sangat mungkin akan menjadi tidak jelas guru seperti

apa yang tersedia dan bersedia menjadi mentor sebagai

tandem itu. Jadi, sunggupun guru yang direkruit telah

memiliki kualifkasi minimum dan sertifikat pendidik,

yang dalam produk hukum dilegitimasi sebagai telah

memiliki kewenangan penuh, masih diperluan program

induksi untuk memposisikan mereka menjadi guru yang

benar-benar profesional.

Pada banyak literatur akademik, program

induksi diyakini merupakan fase yang harus dilalui

ketika seseorang dinyatakan diangkat dan ditempatkan

sebagai guru. Program induksi merupakan masa transisi

bagi guru pemula (beginning teacher) terhitung mulai

dia petama kali menginjakkan kaki di sekolah atau

satuan pendidikan hingga benar-benar layak dilepas

29

untuk menjalankan tugas pendidikan dan pembelajaran

secara mandiri.

Dampak yang dapat dilihat dari kebijakan

kecukupan jam mengajar yaitu, setiap guru menjadi

bersaing dalam memperebutkan jam mengajar, guru

sertifikasi yang tidak cukup jam mengajar tidak

mendapatkan tunjangan propesi sebagaimana mestinya

karena tidak mendapatkan jam mengajar yang cukup

bukan karena kehendak guru tersebut melainkan tidak

kebagiannya jam unhik guru sertifikasi tersebut karna

tidak seimbangnya jumlah murid dan jumlah guru di

daerah terpencil.

4. Kompetensi Guru

Kompetensi profesional guru menurut Sudjana

(2002 17-19) dapat dikelompokkan menjadi tiga bidang

yaitu pedagogik, personal dan sosial. Kompetensi

pedagogik menyangkut kemampuan intelektual seperti

penguasaan mata pelajaran, pengetahuan menganai cara

mengajar, pengetahuan mengenai belajar dan tingkah

30

laku individu, pegetahuan tentang bimbingan

penyuluhan, pengetahuan tentang administrasi kelas,

pengetahuan tentang cara menilai hasil belajar,

pengetahuan tentang kemasyarakatan serta pengetahuan

umum lainnya.

Kompetensi bidang personal menyangkut kesiapan

dan kesediaan guru terhadap berbagai hal yang

berkenaan dengan tugas dan profesinya. Misalnya sikap

menghargai pekerjaannya, mencintai dan memiliki

perasaan senang terhadap mata pelajaran yang

dibinanya, sikap toleransi terhadap sesama teman

profesinya, memiliki kemauan yang keras untuk

meningkatkan hasil pekerjaannya.

Kompetensi sosial menyangkut kemampuan guru

dalam berbagai ketrampilan/berperilaku, seperti

ketrampilan mengajar, membimbing, menilai,

menggunakan alat Bantu pengajaran, bergaul atau

berkomunikasi dengan siswa, ketrampilan menumbuhkan

semangat belajar para siswa, ketrampilan menyusun

persiapan/perencanaan mengajar, ketrampilan

31

melaksanakan administrasi kelas, dan lain-lain.

Perbedaan dengan kompetensi kognitif terletak pada

sifatnya. Kompetensi kognitif berkenaan dengan aspek

teori atau pengetahuannya, pada kompetensi perilaku

yang diutamakan adalah praktek/ketrampilan

melaksanakannya.

Menurut Murniati (2007 : 2) salah satu ciri dari

profesi dituntut memiliki kecakapan yang memenuhi

persyaratan yang telah dibakukan oleh pihak yang

berwewenang (standar kompetensi guru). Istilah

kompetensi diartikan sebagai perpaduan antara

pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai yang

diwujudkan dalam pola berpikir dan bertindak atau

sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh

tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai

syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam

melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan

tertentu. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19

Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, guru

harus memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian,

32

profesional, dan sosial (Depdiknas, 2005 : 24, 90 -

91).

1. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang

berkenaan dengan pemahaman peserta didik dan

pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis.

Secara substantif kompetensi ini mencakup

kemampuan pemahaman terhadap peserta didik,

perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi

hasil belajar, dan pengembangan peserta didik

untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang

dimilikinya.

2. Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan

personal yang mencerminkan kepribadian yang yang

mantap, arif, dewasa, dan berwibawa, menjadi

teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.

3. Kompetensi profesional merupakan kemampuan yang

berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran

bidang studi secara luas dap mendalam yang

mencakup penguasaan substansi isi materi ktuikulum

matapelajaran di sekolah dan substansi keilmuan

33

yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta

menambah wawasan keilmuan sebagai guru.

4. Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan

pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk

berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan

peserta didik, sesama pendidik, tenaga

kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan

masyarakat sekitar.

5. Sertifikasi Guru

Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat

pendidik untuk guru dan dosen. Sertifikasi pendidik

adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan

kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional (UU

RI No 14 Tahun 2005 dalam Depdiknas, 2004).

Berdasarkan pengertian tersebut, sertifikasi

guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian

pengakuan bahwa sesearang telah memiliki kompetensi

untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan

pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi

34

yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Dengan

kata lain, sertifikasi guru adalah proses uji

kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan

penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan

pemberian sertifikat pendidik (UU RI No 14 Tahun 2005

dalam Depdiknas, 2004).

Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat

pendidik untuk guru. Sertifikasi bagi guru dalam

jabatan dilakukan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga

Kependidikan (LPTK) yang terakreditasi dan

ditetapkan pemerintah. Pelaksanaan sertifikasi bagi

guru dalain jabatan ini sesuai dengan Peraturan

Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007,

yakni dilakukan dalam bentuk portofolio (Samani,

2007).

Sertifikasi guru merupakan kebijakan yang

sangat strategis, karena langkah dan tujuan

melakukan sertifikasi guru untuk meningkat kualitas

guru, memiliki kompetensi, mengangkat harkat dan

wibawa guru sehingga guru lebih dihargai dan untuk

35

meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia

(Sanaky, 2004).

Menurut Mulyasa (2007), Sertifikasi guru

merupakan proses uji kompetensi bagi calon guru atau

guru yang ingin memperoleh pengakuan dan atau

meningkatkan kompetensi sesuai profesi yang

dipilihnya. Representasi pemenuhan standar

kompetensi yang telah ditetapkan dalam sertifikasi

guru adalah sertifikat kompetensi pendidik.

Sertifikat ini sebagai bukti pengakuan atas

kompetensi guru atau calon guru yang memenuhi

standar untuk melakukan pekerjaan profesi guru pada

jenis dan jenjang pendidikan tertentu. Dengan kata

lain sertifikasi guru merupakan pemenuhan kebutuhan

untuk meningkatkan kompetensi profesional. Oleh

karena itu, proses sertifikasi dipandnag sebagai

bagian esensial dalam upaya memperoleh sertifikat

kompetensi sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan.

36

6. Dasar-Dasar Kebijakan Sertifikasi

Dasar kebijakan atau dasar hukum dari

sertifikasi guru yang pertama terdapat dalam UUD

1945 Bab XA Pasa1 28C ayat 1 dan 2, yang berbunyi:

Setiap yang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan

kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh

manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi

meningkatkan kuialilas hidupnya dan demi kesejahteraan umat

manusia. Setiap prang berhak untuk memajukan dirinya dalam

memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun

masyarakat, bangsa dan negaranya. Dalam pasal di atas,

memang tidak dijelaskan mengenai sertifikasi. Namun

pasal tersebut menjelaskan tentang hak seseorang,

termasuk didalamnya hak seorang guru, yaitu

peningkatan kesejahteraan hidupnya dengan memperoleh

gaji yang layak.

Perjuangan hak seorang guru tersebut nampaknya

terjawab dengan adanya sertifikasi pendidik, namun

guru harus memenuhi kualifikasi dan persyaratan

tertentu. Hal ini diatur dalam UU RI No. 20 Th. 2003

37

Tentang SISDIKNAS Bab XI Pasal 42 ayat 1, yang

berbunyi: Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan

sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat

jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan

tujuan pendidikan nasional. Pasal ini diperkuat dengan UU

RI No. 14 Th. 2005 Tentang Guru dan Dosen Bab IV

Pasal 8, yang berbunyi: Guru wajib memiliki kualifikasi

akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani,

serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan

nasional. Pasal tersebut diperkuat lagi dengan keterangan yang

terdapat dalam Permendiknas No. 16 Th.2007 Tentang Standar

Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, yang berbunyi Setiap guru

wajib memenuhi standar kualiftkasi akademik dan kompetensi guru

yang berlaku secara nasional. Tanpa memenuhi persyaratan

tersebut, maka guru dapat dikatakan tidak layak

untuk menjadi seorang guru atau pendidik.

Setelah guru memenuhi persyaratan tersebut,

maka guru akan memperoleh keuntungan-keuntungan

tertentu, yaitu meningkatnya kesejahteraan yang

diatur oleh UU RI No. 20 Th. 2003 Tentang SISDIKNAS

38

Bab XI Pasal 43 ayat I dan 2, yang berbunyi: Promosi

dan penghargaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan

berdasarkan latar belakang pendidikan, pengalaman, kemampuan,

dan prestasi kerja dalam bidang pendidikan. Sertifikasi pendidik

diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program

pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi. Pasal di atas

selain menjelaskan mengenai penghargaan bagi

pendidik atau guru, juga menjelaskan mengenai

pelaksanaan sertifikasi yang dilakukan oleh LPTK.

Ini diperkuat dengan UU RI No. 14 Th. 2005 Tentang

Guru dan Dosen Bab IV Pasal 11 ayat 1-3, yang

berbunyi: Sertifrkat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8

diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Serttfikasi

pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki

program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan

ditetapkan oleh Pemerintah. Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara

objektif, transparan, dan akuntabel.

Kebijakan penguatan tentang apa itu

sertifikasi diperkuat lagi dalam UU RI No. 14 Th.

2005 Tentang Guru dan Dosen Bab I Pasal 1 ayat 11 -

39

12, yang berbunyi: Sertifikast adalah proses pemberian sertikat

pendidik untuk guru dan dosen. Sertifikasi pendidik adalah bukti

formal sebagai pengakuan yang diberilurn kepada guru dan dosen

sebagai tenaga professional.

Kebijakan di atas diperkuat dan diperjelas

oleh Peraturan Menteri Nasional No. 18 Tahun 2007

tentang Sertifikasi Bagi Guru dalam Jabatan Pasal 1

ayat 1-3 dan pasal 2 ayat 1, yang berbunyi: Sertifikasi

bagi guru dalam jabatan adalah proses pemberian sertifikat pendidik

untuk guru dalam jabatan. Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dapat diikuti oleh guru dalam jabatan yang telah memiliki

kualifikasi akademik sarjana (SI) atau diploma empat (D -IV). Sertifikasi

bagi guru dalam jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan

program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan

ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional. Pasal 2. Sertifikasi bagi

guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi untuk

memperoleh sertifikat pendidik.

Keterangan mengenai peserta sertifikasi

diperinci sebagai berikut: 1) Sertifikasi melalui

40

jalur pendidikan diorientasikan bagi guru yunior

yang berprestasi dan mengajar pada pendidikan dasar

(SD dan SMP). 2) Peserta diusulkan oleh dinas

pendidikan kabupaten/kota. 3) Seleksi peserta

terdiri alas seleksi administratif dan seleksi

akademik. Seleksi administratif dilakukan oleh dinas

pendidikan Kabupaten/Kota sedangkan seleksi akademik

dilakukan oleh LPTK difasilitasi oleh Ditjen Dikti.

Persyaratan peserta sertifikasi melalui jalur

pendidikan adalah sebagai berikut: 1) Memiliki

kualifikasi akademik minimal sarjana (S 1) atau

diploma empat (D-IV) dari program studi yang

terakreditasi. 2) Mengajar di sekolah umum di bawah

binaan Departemen Pendidikan Nasional. 3) Guru PNS

yang mengajar pada satuan pendidikan yang

diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah atau guru

yang diperbantukan pada satuan pendidikan yang

diselenggarakan oleh masyarakat. 4) Guru bukan PNS,

yaitu guru tetap yayasan (GTY) atau guru yang

mengajar pada satuan pendidikan yang diselenggarakan

41

oleh Pemerintah Daerah. 5) Memiliki Nomor Unik

Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). 6) Guru SD

yang meliputi guru kelas dan guru Pendidikan

Jasmani. Guru kelas diutamakan yang memiliki latar

belakang pendidikan S1 PGSD atau S 1 kependidikan

lainnya, sedangkan guru Pendidikan Jasmani

diutamakan yang memiliki latar belakang S1

keolahragaan. 7) Guru SMP (bidang studi PKn, Bahasa

Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA,

IPS, Kesenian, Pendidikan Jasmani, dan guru

bimbingan konseling) diutamakan yang mengajar sesuai

dengan latar belakang pendidikannya. 8) Memiliki

masa kerja sebagai guru minimal 5 tahun dengan usia

maksimal 40 tahun pada saat mendaftar. 9) Memiliki

prestasi akademik/non akademik dan karya

pengembangan profesi di tingkat kabupaten/kota,

provinsi, atau nasional yang diselenggarakan oleh

pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun

organisasi/lembaga. 10) Bersedia mengikuti

pendidikan selama 2 semester dan meninggalkan tugas

42

mengajar. 11) Disetujui oleh dinas pendidikan

kabupaten/kota dengan pertimbangan proses

pembelajaran di sekolah tidak terganggu.

7. Penyelenggara Sertifikasi Guru

Menurut Martinis Yamin (2006:3) lembaga

penyelenggara sertifikasi telah diatur oleh UU 14

tahun 2005, pasal 11 (ayat 2) yaitu perguruan tinggi

yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan

yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah.

Maksudnya penyelenggaraan dilakukan oleh perguruan

tinggi yang memiliki fakultas keguruan, seperti FKIP

clan Fakultas Tarbiyah UIN, IAIN, STAIN, STAIS yang

telah terakreditasi oleh Badan Akredittasi Nasional

Republik Indonesia dan ditetapkan oleh pemerintah.

Pelaksaan sertifikasi diatur oleh

penyelenggara, yaitu kerja sama antara Dinas

Pendidikan Nasional Daerah atau Departemen Agama

Provinsi dengan Perguruan Tinggi yang dittunjuk.

Kemudian pendanaan sertifikasi ditanggung oleh

pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana yang

43

terdapat dalam UU 14 tahun 2005 pasal 13 (ayat 1)

yaitu pemerintah dan pemerintah daerah wajib

menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi

akademik dan sertifikasi. pendidik bagi guru dalam

jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang

diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah,

dan masyarakat.

8. Manfaat Uji Sertifikasi Guru

Menurut Wibowo dalam Mulyasa (2007:35), manfaat

sertifikasi adalah:

a. Melindungi profesi guru dari praktik layanan

pendidikan yang tidak kompeten sehingga dapat

merusak citra profesi guru itu sendiri.

b. Melindungi masyarakat dari praktik pendidikan yang

tidak berkualitas dan profesional yang akan

menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan

dan penyiapan sumber daya manusia di negeri ini.

c. Menjadi wahana penjamin mutu bagi LPTK yang

bertugas mempersiapkan calon guru dan juga

44

berfungsi sebagai kontrol mutu bagi penguna

layanan pendidikan.

d. Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan dari

keinginan internal dan eksternal yang potensial

dapat menyimpang dari ketentuan yang berlaku.

9. Program Sertifikasi Guru

Sertifikasi Guru Melalui Penyusunan Portofolio

1) Pengertian dan Fungsi Portofolio Dalam Sertifikasi

Dalam konteks sertifikasi guru, portofolio adalah

bukti fisik (dokumen) yang menggambarkan

pengalaman berkarya / prestasi yang dicapai selama

menjalankan tugas profesi sebagai guru dalam

interval waktu tertentu. Portofolio ini terkait

dengan unsur pengalaman, karya, dan prestasi

selama guru yang bersangkutan menjalankan

peran sebagai agen pembelajaran. Keefektifan

pelaksanaan peran sebagai agen pembelajaran

tergantung pada tingkat kompetensi guru yang

bersangkutan, yang mencakup kompetensi

45

pedagogik, kompetensi pribadi, kompetensi

profesional, dan kompetensi sosial.

Fungsi portofolio dalam sertifikasi guru dalam

jabatan adalah untuk menilai kompetensi guru

sebagai pendidik dan agen pembelajaran.

Kompetensi pedagogik dinilai antara lain melalui

bukti fisik kualitas akademik, pendidikan dan

pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan

pelaksanaan pembelajaran. Kompetensi pribadi dan

kompetensi sosial yang dinilai antara lain

melalui bukti fisik penilaian dari atasan dan

pengawas. Kompetensi profesional yang dinilai

antara lain melalui bukti fisik kualifikasi

akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman

mengajar, perecanaan dan pelaksanaan

pembelajaran, prestasi akademik, dan karya

pengembangan profesi.

Menurut Muchlas Samani (2010:3) secara lebih

spesifik dalam kaitan dengan sertifikasi guru,

portofolio guru berfungsi sebagai;

46

a) Wahana guru untuk menampilkan dan/atau

membuktikan unjuk kerjanya yang melipti

produktifitas, kualitas, dan relevansi melalui

karyakarya utama dan pendukung.

b) informasi/ data dalam memberikan pertimbangan

tingkat kelayakan kompetensi seorang guru, bila

dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan.

c) Dasar menentukan kelulusan seorang guru yang

mengikuti sertifikasi (layak mendapatkan

sertifikat pendidikan atau belum).

d) Dasar memberikan rekomendasi bagi peserta yang

belum lulus untuk menentukan kegiatan lanjutan

sebagai representasi kegiatan pembinaan dan

pemberdayaan guru.

2) Pemetaan Komponen Portofolio dalam Konteks

Kompetensi Guru Penilaian portofolio dalam konteks

sertifikasi bagi guru dalam jabatan pada

hakikatnya adalah bentuk uji kompetensi untuk

memperoleh sertifikat pendidik. Oleh karena itu

penilaian portofolio guru dibatasi sebagai

47

penilaian terhadap kumpulan bukti fisik yang

mencerminkan rekan jejak prestasi guru dalam

menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan agen

pembelajaran, sebagai dasar untuk menentukan

tingkat profesionalitas guru yang bersangkutan.

Portofolio guru terdiri atas 10 komponen, yaitu:

a) kualifikasi akademik; b) pendidikan dan

pelatihan; c) pengalaman mengajar; d) perencanaan

dan pelaksanaan pembelajaran; e) penilaian dari

atasan dan pengawas; f) prestasi akademik; g)

karya pengembangan profesi; h) keikut sertaan

dalam forum ilmiah; i) pengalaman organisasi di

bidang kependidikan dan sosial; dan j) penghargaan

yang relevan dengan bidang pendidikan.

10. Prinsip Sertifikasi GuruMenurut Jalal (2007), prinsip sertifikasi guru

adalah sebagai berikut:

a. Dilaksanakan secara objektif, transparan, dan

akuntabel. Objektif yaitu mengacu kepada proses

perolehan sertifikat pendidik yang impartial,

tidak diskriminatif, dan memenuhi standar

pendidikan nasional. Transparan yaitu mengacu

48

kepada proses sertifikasi yang memberikan peluang

kepada para pemangku kepentingan pendidikan untuk

memperoleh akses informasi tentang proses dan hasil

sertifikasi. Akuntabel merupakan proses

sertifikasi yang dipertanggungjawabkan kepada

pemangku kepentingan pendidikan secara

administratif, finansial, dan akademik.

b. Berujung pada peningkatan mutu pendidikan nasional

melalui peningkatan guru dan kesejahteraan guru.

Sertifikasi guru merupakan upaya Pemerintah dalam

meningkatkan mutu guru yang dibarengi dengan

peningkatan kesejahteraan guns. Guru yang telah

lulus uji sertifikasi guru akan diberi tunjangan

profesi sebesar satu kali gaji pokok sebagai

bentuk upaya pemerintah dalam meningkatkan

kesejahteraan guru. Tunjangan tersebut berlaku,

baik bagi guru yang berstatus pegawai negeri sipil

(PNS) maupun bagi guru yang berstatus non-pegawai

negeri sipil (non PNS/swasta). Dengan peningkatan

mutu dan kesejahteraan guru maka diharapkan dapat

meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan

di Indonesia secara berkelanjutan.

c. Dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan

perundang-undangan. Program sertifikasi pendidik

49

dilaksanakan dalam rangka memenuhi amanat Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang

Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19

Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

d. Dilaksanakan secara terencana dan sistematis. Agar

pelaksanaan program sertifikasi dapat berjalan

dengan efektif dan efesien harus direncanakan

secara matang dan sistematis. Sertifikasi mengacu

pada kompetensi guru dan standar kompetensi guru.

Kompetensi guru mencakup empat kompetensi pokok

yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial,

dan profesional, sedangkan standar kompetensi guru

mencakup kompetensi inti guru yang kemudian

dikembangkan menjadi kompetensi guru TK/RA, guru

kelas SD/MI, dan guru mats pelajaran. Untuk

memberikan sertifikat pendidik kepada guru, perlu

dilakukan uji kompetensi melalui penilaian

portofolio.

50

e. Jumlah peserta sertifikasi guru ditetapkan oleh

pemerintah. Untuk alasan efektifitas dan

efisiensi pelaksanaan sertifikasi guru serta

penjaminan kualitas hasil sertifikasi, jumlah

peserta pendidikan profesi dan uji kompetensi

setiap tahunnya ditetapkan oleh pemerintah.

Berdasarkan jumlah yang ditetapkan pemerintah

tersebut, maka disusunlah kuota guru peserta

sertifikasi untuk masing-masing Provinsi dan

Kabupaten/Kota. Penyusunan dan penetapan kuota

tersebut didasarkan atas jumlah data individu guru

per Kabupaten/Kota yang masuk di pusat data

Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan

Tenaga Kependidikan.

11. Dasar Hukum Pelaksanaan Program Sertifikasi Guru

Sertifikasi bagi guru dalam jabatan sebagai upaya

meningkatkan profesionalisme guru dan meningkatkan

mutu layanan dan hasil pendidikan di Indonesia,

diselenggarakan berdasarkan landasan hukum sebagai

berikut (Samani, 2007):

51

a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional.

b. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru

dan Dosen.

c. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan.

d. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16

Tahun 2005 tentang standar Kualifikasi dan

Kompotensi Pendidik.

e. Fatwa/Pendapat Hukum Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia Nomor I.UM.01.02-253.

f. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18

Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam

Jabatan.

12. Tujuan Sertifikasi Guru

Menurut Jalal (2007), sertifikasi guru memiliki

beberapa tujuan diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas

sebagai agen

52

pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan

nasional.

b. Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan.

c. Meningkatkan martabat guru

d. Meningkatkan profesionalitas guru.

13. Manfaat Sertifikasi Guru

Menurut Fajar (2006), manfaat uji sertifikasi guru

adalah sebagai berikut:

a. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik

layanan pendidikan yang tidak kompeten sehingga

dapat merusak citra profesi guru itu sendiri.

b. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik

pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional

yang akan dapat menghambat upaya peningkatan

kualitas pendidikan dan penyiapan sumber daya

manusia di negeri ini.

c. Menjadi wahana penjaminan mutu bagi LPTK yang

bertugas mempersiapkan calon guru dan juga

berfungsi sebagai kontrol mutu bagi pengguna

layanan pendidikan.

53

d. Menjaga lembaga penyelenggaran pendidikan dari

keinginan internal dan tekanan eksternal yang

potensial dapat menyimpang dari ketentuan-

ketentuan yang berlaku.

e. Memperoleh tunjangan profesi bagi guru yang lulus

ujian sertifikasi selungga dapat meningkatkan

kesejahteraan guru.

14. Kecukupan Jam Mengajar Bagi Guru Sertifikasi

Kewajiban guru sesuai Undang-undang Nomor 14 Tahun

2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 35 ayat (1)

mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan

pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai

hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta

didik, serta melaksanakan tugas tambahan. Pasal 35

ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang

Guru dan Dosen menyatakan bahwa beban kerja guru

sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dan sebanyak-

banyaknya 40 jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.

Dalam melaksanakan tugas pokok yang terkait langsung

dengan proses pembelajaran, guru hanya melaksanakan

tugas mengampu 1 (satu) jenis mata pelajaran saja,

sesuai dengan kewenangan yang tercantum dalam

sertifikat pendidiknya.Disamping itu, guru sebagai bagian dari manajemen

54

sekolah, akan terlibat langsung dalam kegiatan

manajerial tahunan sekolah, yang terdiri dari

siklus kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi. Rincian kegiatan tersebut antara lain

penerimaan siswa baru, penyusunan kurikulum dan

perangkat lainnya, pelaksanaan pembelajaran termasuk

tes/ulangan, Ujian Nasional (UN), ujian sekolah, dan

kegiatan lain. Tugas tiap guru dalam siklus tahunan

tersebut secara spesifik ditentukan oleh manajemen

sekolah tempat guru bekerja.

Sebagai tenaga profesional, guru baik PNS maupun

bukan PNS dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban

memenuhi jam kerja yang setara dengan beban kerja

pegawai lainnya yaitu 37,5 (tiga puluh tujuh koma

lima) jam kerja (60 menit) per minggu. Dalam

melaksanakan tugas, guru mengacu pada jadwal tahunan

atau kalender akademik dan jadwal pelajaran.

Kegiatan tatap muka dalam satu tahun dilakukan

kurang lebih 38 minggu atau 19 minggu per semester.

Kegiatan tatap muka guru dialokasikan dalam jadwal

55

pelajaran yang disusun secara mingguan. Khusus

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ada kalanya jadwal

pelajaran tidak disusun secara mingguan, tapi

mengunakan sistim blok atau perpaduan antara sistim

mingguan dan blok. Pada kondisi ini, maka jadwal

pelajaran disusun berbasis semester, tahunan, atau

bahkan per tiga tahunan. Diluar kegiatan tatap muka,

guru akan terlibat dalam aktifitas persiapan

tahunan/semester, ujian sekolah maupun Ujian

Nasional (UN), dan kegiatan lain akhir

tahun/semester.

B. Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Penelitian terdahulu yang relevan dengan

penelitian yang akan penulis lakukan adalah

penelitian dari Fatchurrohman, dengan judul "Pengaruh

Sertifikasi bagi peningkatan kinerja Guru SMP Negeri 1 Salatiga",

yang narasinya sebagai berikut :

Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui

bagaimana dampak sertifikasi guru terhadap

56

kinerjanya. Data yang diperoleh direkapitulasi dan

dianalisis secara kulitatif maupun kuantitatif

tergantung pada jenis datanya. Hasil penelitian

menunjuukan bahwa Hasil pengamatan Dampak

Sertifikasi bagi guru di SMP Negeri Salatiga tahun

2008, ada beberapa kesimpulan yang dapat

dikemukakan. Ditarik setelah menguraikan hasil

penelitian di atas, yaitu

1. Sistem rekrutmen calon peserta sertifikasi guru

di SMP Negeri I kota Salatiga dilakukan dengan

mengirimkan data base guru ke Dinas Pendidikan kota

Salatiga. Peserta yang memenuhi syarat kemudian

ditunjuk oleh dinas pendidikan kota untuk melengkapi

persyaratan yang diperlukan. Sekolah tidak mempunyai

kewenangan apapun terkait dengan penentuan talon

peserta sertifikasi. Cara rekrutmen demikian ada

kelebihan dan kekurangannya. Kelebihannya; (a)

Kepala sekolah terhindar dari tuduhan-tuduhan pilih

kasih dalam penentuan peserta; (b) Mengurangi

konflik internal di sekolah yang bersangkutan; (c)

57

Stabilitas di sekolah lebih terjaga. Sementara itu

kekurangannya; (a) Guru yang terpilih menjadi

peserta sertifikasi belum tentu guru yang terbaik;

(b) Semakin berkembang dan berkuasanya birokrat

dilembaga pendidikan; (c) Menciptakan iklim kerja

yang tidak harmonis, jika proses penentuan calon

peserta tidak fair dan transparan. 2. Dampak

sertifikasi terhadap kinerja para guru di SMP Negeri

1 kota Salatiga cukup positif terhadap guru-guru

yang memperoleh sertifikat pendidik, baik pada

kedisiplinan kerja dan kedisiplinan administratif

akademik. Pada sisi lain, program sertifikasi guru

tertentu kurang berdampak terhadap kinerja para guru

yang belum mendapatkannya. Mereka biasa-biasa saja

dalam bekerja, tidak terjadi peningkatan yang

berarti akibat program sertifikasi guru. 3. Dampak

sertifikasi terhadap perilaku profesionalisme kerja

bagi guru-guru di SMP Negeri I kota Salatiga cukup

positif. Para guru yang telah mendapatkan tunjangan

profesi mampu menyisihkan anggaran untuk peningkatan

58

profesionalisme kerjanya, seperti membeli laptop,

mengikuti seminar, workshop, membeli buku penunjang

pelajaran, membeli buku dan belajar power point.

Dalam kehidupan perekonomian para guru yang telah

mendapatkan sertifikat pendidik jelas ada perubahan

kualitas hidup, namun penibahan tersebut masih dalam

batas kewajaran. Dari sisi dampak sosial, di SMP

Negeri 1 kota Salatiga tidak timbal hal-hal yang

mengganggu relasi sosial antar guru. Mereka telah

saling menyadari akan hak, kewajiban, dan berbagai

konskwensi masing-masing kendatipun jurang

kesenjangan sosial itu ada. Kesenjangan tersebut

hanya mereka rasakan tidak sampai diekspresikan

dalam bentuk perilaku yang destruktif. Cara demikian

temyata dapat menyejukkan suasana dan mempertahankan

pola relasi sosial yang selama ini telah terjalin

dengan baik. 4. Para guru yang telah memperoleh

sertifikat pendidik tidak secara otomatis mendapat

apresiasi yang tinggi di hadapan peserta didik. Dari

empat guru yang telah mendapatkan sertifikat

59

pendidikan hanya seorang saja yang disebut oleh

peserta didik terkait dengan profile profesionalisme

dalam mengajar, itupun bukan pada ranking tiga

besar. Hal ini berarti masih banyak guru lain yang

dianggap profesional oleh peserta didik walaupun

mereka belum memperoleh sertifikat pendidik. Artinya

perolehan sertifikat pendidik tidak secara otomatis

guru yang bersangkutan mampu menunjukkan performa

yang 'menyenangkan' dan profesional di mata peserta

didik. Sertifikat pendidik hanyalah legitimasi

formal bahwa seseorang secara administratif telah

memenuhi syarat untuk memperoleh sertifikat

pendidik. Namun demikian, sertifikat pendidik

tersebut dapat mendorong seorang guru untuk dapat

meningkatkan profesionalisme dalam mengajar.

60

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Perspektif Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan teknik analisis

deskriptif kualitatif. Menurut Bigdan dan Taylor

(2000:3) bahwa metode kualitatif merupakan prosedur

penelitian yang menhasilkan data deskriptif yang

berupa kata-kata tertuiis maupun lisan dan orang-

orang dan prilaku yang diamati.

Dengan menggunakan pengukuran data kualitatif,

diharapkan peneliti dapat mempelajari sedalam-

dalamnya fenomena sosial yang terjadi, dalam hal ini

adalah fenomena sumber daya manusia yang diharapkan

dapat memberikan gambaran tentang dampak kebijakan

kecukupan jam mengajar bagi guru sertifikasi.

Metode deskriptif ini bertujuan untuk

menggambarkan sesuatu yang tengah berlangsung pada

saat riset dilakukan dan memeriksa sebabsebab dari

suatu gejala tertentu (Surakhmad, 1994:27). Lebih

61

jauh metode ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan

yang menyangkut sesuatu pada saat sedang

berlangsungnya proses riset. Metode ini dapat

digunakan dengan lebih banyak segi dan lebih luas

dari metode yang lain. Ia pun memberikan informasi

yang mutakhir sehingga bermanfaat bagi perkembangan

ilmu pengetahuan serta Iebih banyak dapat diterapkan

pada berbagai masalah.

B. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif

kualitatif yakni suatu jenis penelitian yang

dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai

status atau gejala yang ada yakni keadaan menurut

gejala apa adanya. Penelitian yang dimaksud tidak

hanya terbatas pada pengumpulan data tetapi juga

meliputi analisis dan interpretasi tentang arti data

tersebut. Penelitian deskriptif pada umumnya

merupakan penelitian non hipotesis, sehingga dalam

62

penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesis

(Suharsimi Arikunto, 1996:245).

Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan

maka dalam penelitian ini akan difokuskan pada

permasalahan sesuai dengan ruang lingkup penelitian.

Fokus menurut Moleong (1997:2) adalah bagian masalah

yang dirumuskan.

Adapun dalam penelitian ini yang menjadi fokus

penelitian adalah semua guru pada semua sekolah yang

berada di sekayu.

C. Variabel Penelitian

Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala

sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh

infonnasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2012:38).

Menurut Hatch dan Faraday (Sugiono, 2012:20),

variabel dapat didefinisikan sebagai atribut dari

seseorang atau objek yang mempunyai variasi antara

63

satu orang dengan yang lain atau objek dengan objek

yang lain.

1. Kalasifikasi Variabel

Variabel penelitian pada dasarnya adalah

segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga

diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian

ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2012:38).

Variabel dalam penelitian ini berupa variabel

mandiri yaitu analisis dampak kebijakan kecukupan

jam mengajar bagi guru sertifikasi di sekolah

menengah pertama di kecamatan sekayu Kabupaten Musi

Banyuasin. Variabel ini bersifat mandiri karena

tidak mempengaruhi dan dipengaruhi atau dihubungkan

dengan variabel lain.

2. Defmisi Konseptual

a. Dampak kebijakan adalah keseluruhan efek yang

ditimbulkan oleh suatu kebijakan dalam kondisi

64

kehidupan nyata. Semua bentuk manfaat dan biaya

kebijakan, baik yang langsung maupun yang akan

datang, hares diukur dalam bentuk efek simbolis

atau efek nyata. Output kebijakan adalah berbagai

hal yang dilakukan pemerintah. Kegiatan ini diukur

dengan standar tertentu. Angka yang terlihat hanya

memberikan sedikit informasi mengenai outcome atau

dampak kebijakan public, karena untuk menentukan

outcome kebajikan publik perlu diperhatikan

perubahan yang terjadi dalam lingkungan.

b. Kecukupan jam mengajar adalah kecukupan atau

kebanyaknya jam tatap muka atau beban kerja bagi

guru sertifikasi yang telah disesuaikan oleh

pemerintah.

c. Guru Sertifikasi adalah guru yang telah memperoleh

pengakuan dan atau meningkatkan kompetensi sesuai

propesi dan telah melakukan merupakan proses uji

kompetensi.

3. Defenisi Operasional

65

Definisi operasional diartikan oleh Sofian

Effendi dalam Singariumbun (2005:46-47) : “semacam

petunjuk pelaksanaan bagaimana cara mengukur dalam

suatu variabel. Definisi operasional adalah suatu

informasi ilmiah yang amat membantuan penelitian

lain yang ingin menggunakan variabel yang sama”.

Adapun definisi operasional dalam penelitian

ini mengacu pada teori efektifitas, secara rinci

tertera pada table di bawah ini :

Tabel 2

Variabel, Dimensi dan Indikator Penelitian

Variabel Dimensi Indikator

1. Kompetens Kecukupan jam tatap muka Analisis Guru sertifikasiDampak Pedagogik Kemampuan dan tanggung

Kebijakan guru sertifikasi Kecukupan Jam 2. Sertifikas Penyerahan BKGMengajar Bagi Guru Pembagian Tunjangan

GuruSertifikasi

D. Unit Analisis

Yang dimaksud unit analisis dalam penelitian

ini adalah lembaga dan individu. Unit analisis dalam

66

penelitian ini adalah Guru Sertifikasi di Sekolah

Menengah Pertama Kecamatan Sekayu Kabupaten Musi

Banyuasin

E. Informan

Dalam suatu penelitian kulitatif, peranan

informan sangat begitu penting, karena dari

informanlah semua data penelitian dapat diperoleh

dengan akurat dan dapat dipertanggungjawabkan,

(Setiaji, 2004:7).

Informan adalah orang yang dinilai paling

mengetahui tentang objek permasalahan yang sedang

diteliti yaitu Kepala Sekolah, Guru Sertifikas dan

Staf di Sekolah Menengah Pertama Kecamatan Sekayu

Kabupaten Musi Banyuasin.

F. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Jenis data dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

a. Kualitatif, yaitu data yang disajikan dalam

bentuk kata-kata yang

mengandung makna.

67

b. Kuantitatif, yaitu data yang dipaparkan dalam

bentuk angka-

angka.

Sumber Data

Berkenaan dengan itu, sumber data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Data primer adalah secara langsung diambil dari

objek / obyek penelitian oleh peneliti

perorangan maupun organisasi.

2. Data sekunder adalah data yang didapat tidak

secara langsung dari objek penelitian. Peneliti

mendapatkan data yang sudah jadi yang

dikumpulkan oleh pihak lain dengan berbagai

cara atau metode baik secara komersial maupun

non komersial.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan guna

memperoleh informasi dalam penelitian ini

diantaranya meliputi :

1. Observasi

68

Observasi adalah pengamatan yang dilakukan

oleh peneliti di lapangan terhadap fenomena yang

terjadi pada saat proses penelitian sedang

berlangsung.

Pengamatan dilakukan dengan cara mengkaitkan

dua hal, yaitu informasi (apa yang terjadi) dengan

konteks (hal-hal yang berkaitan disekitarnya)

sebagai proses pencarian makna.

Menurut Nasution (1998:58), informasi yang

terlepas dari konteksnya akan kehilangan makna

yang berarti. Observasi ini menyangkut pula

pengamatan aktifitas atau kondisi prilaku

(behavioral observation) maupun pengamatan non perilaku

(non behavioral observation). Dengan pengamatan ini

diharapkan dapat mencatata pristiwa dalam situasi

yang berkaitan dengan pengetahuan proposional

maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari

data;

memahami situasi-situasi sulit yang berkembang di

lapangan, dan sebagai re-check data yang ada

69

sebagaimana dikemukakan oleh Guba dan Lincoln

(dalam Meleong,2001:125-126).

Selain itu menurut Patton (dalam Meleong,

2001:129) dalam pengamatan dibutuhkan juga

sentizising concept (konsep yang dirasakan) yang

memberikan kerangka dasar guna menarik inti

penting dari suatu pristiwa, kegiatan atau prilaku

tertentu.

2. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu usaha untuk

mengumpulkan data dan informasi dengan cara

mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan dan

untuk dijawab secara lisan pula melalui tanya

jawab yang terarah. Peneliti berpedoman kepada

pertanyaan-pertanyaan baru.

Validitas penelitian terletak pada kedalaman

menggali informasi yang mencakup beberapa hal,

yaitu : pertanyaan deskriptif, pertanyaan

komparatif dan pertanyaan analisis.

3. Dokumentasi

70

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data

dengan cara studi kepustakaan, meneliti dokumen-

dokumen, catatan-catatan, arsiparsip serta laporan

penelitian yang sudah ada sehingga dapat menunjang

pelaksanaan penelitian ini dari sumber-sumber

resmi yang dapat dipertanggung-jawabkan.

H. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini

adalah teknik analisis model interaktif (interactive

model of analisys) yang dikembangkan oleh Miles dan

Huberman (1992:15).

Teknik analisis data model interaktif

berlangsung dalam tiga tahap berikut :

1. Reduksi Data

Reduksi data dimaksudkan untuk menyusun data

hasil wawancara ke dalam bentuk uraian secara

lengkap dan rinci. Kemudian kepadanya

dilakukan reduksi atau pemilihan data yang

berkaitan dengan pokok atau penting yang hanya

berkaita dengan permasalahan penelitian.

71

Reduksi data dilakukan secara terns menerus

selama penelitian berlangsung sehingga dapat

disusun hasil wawancara (hasil penelitian)

secara lengkap.

2. Penyajian Data

Penyajian data (display data) dibuat guna

memeudahkam peneliti dalam melihat keseluruhan

data hasil wawancara atau melihat bagian

khusus dari basil wawancara. Dalam penelitian

ini, penyajian data disusun dalam bentuk teks

naratif (kumpulan kalimat) yang dirancang guna

menggabungkan informasi yang tersusun dalam

suatu bentuk yang mudah dibaca atau

diinterpretasikan.

Dengan cara ini peneliti dapat melihat apa

yang sedang terjadidan dapat menarik

kesimpulan secara tepat.

3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Penarikan kesimpulan dilakukan secara terus

menerus sepanjang proses penelitian dan

72

verifikasi dilakukan guna perbaikan dan

pencocokan data secara terus menerus selama

proses penelitian berlangsung.

Pada penelitian ini, kegiantan pengumpulan

data, reduksi data, penyajian data, dan

penarikan kesimpulan dan verifikasi merupakan

Suatu siklus kegiatan yang interaktif dan

komprehensif yang dilakukan secara teliti dan

rinci sehingga diperoleh hasil penelitian yang

akurat.

I. Rencana Sistematika Laporan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam

penulisan tesis ini adalah sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan, yang terdiri dari latar

belakang masalah,

identifikasi masalah, rumusan masalah,

tujuan

penelitian, dan manfaat penelitian.

BAB II : Tinjauan pustaka, yang berisi landasan

teori yang

73

digunakan dalam pembahasan penelitian

ini.

BAB III : Metodologi penelitian, yang

berisi perspektif

pendekatan penelitian, ruang lingkup

penelitian,

variabel penelitian, unit analisis,

informan, jenis dan

sumber data, teknik pengumpulan data,

dan rencana

sistematika laporan.

BAB IV : Deskriptif wilayah penelitian, yaitu

gambaran umum

1 keadaan umum dari lokasi

penelitian.

BAB V : Hasil penelitian dan pembahasan hasil

penelitian,

merupakan inti dari penulisan laporan

penelitian ini.

74

BAB VI : Kesimpulan dan saran, yang merupakan

begian akhir

dari penulisan laporan ini.

75