BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik
(guru) den peserta didik (siswa) untuk mencapai
tujuan-tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik,
dan tujuan pendidikan menipakan komponen utama dalam
pendidikan. Ketiganya membentuk suatu triangle, jika
hilang salah satu komponen hilang pulalah hakekat
pendidikan.
Perbaikan mutu secara terus menerus
berorientasi pada masukan, proses, luaran, dan
layanan pasca jual. Inti sumber perbaikan bukanlah
pada fisiknya, melainkan pada peningkatan
profesionalitas manusia pengelola atau pelaksana. Di
sinilah esensi kontinuitas profesionalisme, yang di
dalam dunia persekolahan banyak difokuskan pada
guru. Keterlambatan atau kegagalan peningkatan mutu
proses dan produk pembelajaran seringkali dikaitkan
1
dengan pertanyaan mengenai ada atau tidak kontinuasi
profesionalisme pada kalangan guru dan unsur
manajemen sekolah.
Pendidik atau guru harus ada dalam pendidikan,
sebagaimana ungkapan Arab, yang pernah disampaikan
A. Malik Fadjar, al-Tharrgah Ahammu min al Maddah
walakinna al-Muddaris Ahammu min alTharigah (Metode lebih
penting daripada materi, namun guru lebih penting
dari pada metode). Make dari itu, untuk menunjang
keberhasilan pendidikan dan peningkatan mutu
pendidikan, harus ada peningkatan profesionalisme
pendidik atau guru.
Salah satu cara untuk profesionalitas pendidik
atau guru yaitu adanya sertifikasi guru. Jika
ditelah dari kata-katanya, sertifikasi adalah
penyertifikasian pembuatan sertifikat. Menurut
Glickman guru profesional memiliki dua ciri yaitu
tingkat kemampuan yang tinggi dan komitmen yang
tinggi. Oleh sebab itu, pembinaan profesionalisme
guru harus diarahkan pada
2
dua hal tersebut. Dalam rangka peningkatan kemampuan
profesional guru perlu dilakukan sertifikasi dan
diuji kompetensi secara berkala agar kinerjanya
terus meningkat dan memenuhi syarat profesional.
Sedangkan sertifikasi pendidik atau guru dapat
diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan
bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk
melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan
pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi
yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi.
Dengan kata lain, sertifikasi guru adalah proses uji
kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan
penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan
pemberian sertifikat pendidik.
Sertifikasi guru merupakan langkah peningkatan
kualitas guru sesuai dengan disiplin ilmu yang
diajarkan pada anak didik. Sertifikasi ini
diharapkan menciptakan kondisi the right man in the right
place, sebagaimana yang kita harapkan. Guru-guru
diharapkan berada di tempat yang sesuai dengan latar
3
belakang pendidikannya. Namun perjalanan sertifikasi
tidak mudah seperti membalik telapak tangan. Banyak
guru yang belum mengetahui bagaimana perjalanan
kebijakan sertifikasi itu sendiri. Maka dari itu,
penulis akan menjelaskan lebih lanjut mengenai
kebijakan sertifikasi yang merupakan kebijakan
pendidikan Nasional.
Kebijakan sertifikasi bagi guru dan dosen
memang suatu langkah yang strategis untuk dapat
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Secara
formal, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah
Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan menyatakan bahwa guru adalah tenaga
profesional.
Guru profesional dan bermartabat akan
melahirkan anak-anak bangsa yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
4
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Beban kerja guru secara eksplisit
telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, namun demikian, masih
diperlukan penjelasan tentang rincian penghitungan
beban kerja guru dengan mempertimbangkan beberapa
tugastugas guru di sekolah selain tugas utamanya
sebagai pendidik.
Guru adalah bagian yang tak terpisahkan dari
komponen pendidikan lainnya seperti peserta didik,
kurikulum/program pendidikan, fasilitas, dan
manajemen. Perencanaan guru harus berbasis pada
jenis jurusan atau program keahlian, dan jumlah
rombongan belajar yang dibuka di sekolah. Terpenuhi
atau tidaknya beban mengajar 24 jam tatap muka per
minggu bagi jenis guru tertentu sebenarnya sudah
dapat dideteksi pada saat jumlah guru yang
dibutuhkan sudah dihitung. Sebagai contoh, apabila
jumlah guru menurut hitungan dibutuhkan 2,25 orang
5
dan disediakan sebanyak 2 orang saja, maka beban
mengajar kedua guru tersebut masing-masing sudah 28
jam per minggu. Apabila dibutuhkan 2.5 orang guru
dan tersedia 3 orang, maka salah satu guru tersebut
tidak memenuhi jam tatap muka minimal 24 jam.
Data tahun 2003/2014 menunjukkan bahwa di
kecamatan Musi Banyuasin terdapat 15 SNP yang
terdiri dari 13 SMPN dan 12 SMP Swasta. Dan dari
data yang didapat ada sekolah yang tidak mempunyai
gedung dan masih menumpang disekolah lainnya dan
guru yang mengajarpun adalah guru dari sekolah yang
ditumpangi. Berikut data jumlah guru yang telah
penulis dapat dari setiap sekolah :
Data SMP Di Kecamatan Sekayu
SMP Rombe JumlahSeluru
h
Jumlah Guru Guru PNSBelum
Setifika
GuruTidakTetap
DariSekolah
Dari LuarSekolah
SMP N 1 21 43 24 2 0 17SMP N 2 16 32 22 1 3 7SMP N 3 10 19 7 2 1 9SMP N 4 8 18 15 1 0 5SMP N 5 11 28 19 1 3 5SMP N 6 12 24 10 0 4 10SMP N 7 11 26 10 2 3 4SMP N 8 12 27 19 2 0 6SMP N 9 8 14 7 2 1 4SMP N 10 6 19 6 0 3 10SMP N Sekayu 5 0 1 0 5
6
SMPMuhammadiyahSeakyu
8 23 2 2 18
SMP IT Al-KarimNur Sekayu
5 21 2 4 16
Namun apabila dilihat secara detail pada jenis
guru tertentu di beberapa daerah dilaporkan terdapat
kekurangan guru atau kelebihan guru. Kondisi sekolah
yang memiliki kelebihan guru akan menyebabkan guru
tidak dapat memenuhi kewajiban mengajar 24 jam per
minggu. Sehingga terjadi persaingan antara guru-guru
sertifikasi dalam mendapatkan jam mengajar yang
cukup, guru sertifikasi yang tidak mencukupi 24 jam
mengajar tidak akan mendapat tunjangan profesi.
Dalam Pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah
Satu tujuan kemerdekaan negara RI adalah untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut
diterjemahkan lebih lanjut dalam peraturan di
bawahnya yang salah satunya adalah Undang-Undang
nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Banyak
hal yang diuangkapkan dalam undang-undang tersebut,
7
salah satunya adalah pasal 35 ayat 2 yang menyatakan
bahwa beban mengajar guru adalah minimal. 24 jam
tatap muka perminggu dan maksimal 40 jam tatap muka
perminggu. Pada ayat 3 selanjutnya disebutkan bahwa
ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja guru
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Menindak lanjuti hal tersebut diterbitkan Peraturan
Pemerintah nomor 74 tahun 2008 tentang Guru, pada
salah satu pasalnya yaitu pasal 52 ayat 2 menegaskan
kembali UU nomor 14 tahun 2005 pasal 35 ayat 2 yang
mewajibkan beban kerja guru minimal 24 jam tatap
muka perminggu dan maksima140 jam tatap muka
perminggu. Pasal 62 ayat 2 menyebutkan bahwa guru
yang tidak bisa memenuhi kewajiban beban mengajar
minimal 24 jam tatap muka perminggu dilulangkan
haknya untuk memperoleh tunjangan profesi, tunjangan
fungsional, subsidi tunjangan fungsional dan
maslahat tambahan.
Sertifikasi guru adalah salah satu isu sentral
dalam dunia pendidikan di mana guru yang telah lulus
8
ujian kompetensi guru dan telah mengukuti diklat
sertifikasi guru berhak mendapat tunjangan
setifikasi guru sebesar satu kali lipat gaji pokok
setiap bulannya. Tidak semua guru bisa lulus ujian
kompetensi guru karena perbedaan kualitas SDM guru.
Tidak semua guru yang telah lulus ujian kompetensi
guru bisa mengikuti diklat sertifikasi guru dengan
baik dan berhasil lulus diklat. Dan ternyata tidak
semua guru yang telah lulus sertifikasi guru bisa
mendapatkan tunjangan sertifikasi guru.
Saat awal sertifikasi diberlakukan para guru
diperbolehkan mengajar lebih dari satu mata
pelajaran untuk mencukupi syarat untuk mendapat uang
sertifikasi yakni mengajar 24 jam dalam satu minggu.
Seperti guru Bahasa Inggris karena dalam seminggu
cuma bisa mengajar 18 jam pelajaran, maka untuk
mencukupi 24 jam, 6 jam kekurangan boleh mengajar
mata pelajaran lain. Namun Depdikbud membuat aturan
baru, bahwa guru penerima uang sertifikasi sekarang
diharuskan hanya boleh mengajar satu mata pelajaran
9
24 jam penuh, tidak boleh mengambil mata pelajaran
lain. Full satu mata pelajaran. Depdikbud mengancam
bagi guru sertifikasi yang tidak bisa mengajar penuh
satu mata pelajaran 24 jam seminggu diharuskan
mengembalikan uang yang telah diterima. Beban
mengajar minimal 24 jam perminggu yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2008 tentang
Guru pasal 63 ayat 2 yang berisi "Guru yang tidak dapat
memenuhi kewajiban melaksanakan pembelajaran 24 (dua puluh
empat) jam tatap muka dan tidak mendapat pengecualian dari
Menteri dthilangkan haknya untuk mendapat tunjangan profesi,
tunjangan, fungsional atau subsidi tunjangan fungsional, dan
maslahat tambahan"
Kewajiban 24 jam mengajar perminggu tingkat
pemenuhannya memiliki banyak parameter, di antaranya
yang utama adalah jumlah murid dan jumlah guru mata
pelajaran sejenis. Bila jumlah murid mencukupi maka
kewajiban beban mengajar minimal 24 jam perminggu
bukanlah masalah dengan catatan perbandingan murid
dan perbandingan jumlah guru mata pelajaran sejenis
10
memiliki komposisi yang memungkinkan untuk membagi
jam pelajaran sehingga kewajiban beban mengajar
minimal 24 jam peminggu bisa terpenuhi. Masalah
muncul bila jumlah murid tidak terpenuhi akibat
fluktuasi jumlah murid pertahun yang tidak stabil.
Jumlah murid pertahun yang tidak stabil ini
berbanding lurus dengan tingkat kemajuan daerahnya.
Di daerah perkotaan jumlah murid bukan masalah
karena tingkat kepadatan penduduk perkotaan
cenderung bertambah. Di pedesaan terutama desa
terpencil jumlah murid memiliki fluktuasi cukup
tinggi. Bisa saja pada tahun tertentu jumlah murid
meningkat tapi di tahun lain jumlah murid sangat
kurang, bahkan untuk memenuhi ruang kelas
setengahnya saja tidak bisa dipenuhi. Pada kondisi
ini maka kewajiban beban mengajar 24 jam perminggu
menjadi tidak terpenuhi. Maka guru tersebut karena
tidak rela tunjangan sertifikasinya tidak
terbayarkan maka guru tersebut mencoba untuk
mengajar di sekolah lain. Pada daerah perkotaan
11
mencari jam mengajar di sekolah lain bukanlah
perkara sulit karena banyaknya sekolah di perkotaan.
Masalah muncul apabila guru tersebut mengajar di
desa yang mana biasanya di setiap desa hanya ada
satu sekolah SD, di tiap kecamatan hanya ada
beberapa sekolah SMP dan lebih sedikit lagi sekolah
SMU/SMK sederajat. Kondisi ini diperparah lagi
dengan jarak antar desa yang membawa konsekuensi
jarak antar sekolah menjadi tidak mudah untuk
dicapai terutama di daerah pegunungan, perbukitan,
pantai ataupun daerah yang berlalu lintas rendah
seperti sarana sungai. Secara umum bisa dikatakan
bahwa pencapaian kewajiban beban mengajar minimal 24
jam mengajar semakin mudah dipernuhi di perkotaan
dan semakin sulit dipenuhi di pedesaan. Namun
berbanding terbalik dengan kualitas pendidikan di
mana semakin ke desa maka kualitas pendidikan
semakin rendah.
Dari uraian diatas penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul "Analisis Dampak
12
Kebijakan Kecukupan Jam Mengajar Bagi Guru
Sertifikasi di Sekolah Menengah Pertama Kecamatan
Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin".
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian pada latar belakang di atas dapat
diidentifikasi masalahnya sebagai berikut :
1. Banyak Guru Sertifikasi yang jam mengajarnya belum
memenuhi 24 jam.
2. Guru sertifikasi yang belum memenuhi 24 jam
mengajar tidak mendapatkan tunjangan profesi.
13
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka
rumusan masalahya adalah Bagaimana Dampak Kebijakan
Kecukupan Jam Mengajar bagi Guru Sertifikasi di
Sekolah Menengah Pertama Kecamatan Sekayu Kabupaten
Musi Banyuasin?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui dan mendeskripsikan dampak kebijakan
kecukupan jam mengajar bagi guru sertifikasi di
sekolah menengah pertama kecamatan sekayu Kabupaten
Musi Banyuasin.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan memberi manfaat bagi pengembangan ilmu
administrasi publik, khususnya manajemen sumber
daya manusia dan kompetensinya.
2. Manfaat Praktis
14
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan bagi penelitian sendiri dan memberikan
masukkan pada guru sertifikasi di sekolah yang
diteliti dan sekolah yang diteliti.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kebijakan Publik
Lingkup dari studi kebijakan publik sangat
luas karena mencakup berbagai bidang dan sektor
seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, dan
sebagainya. Disamping itu dilihat dari hirarkirnya
kebijakan publik dapat bersifat nasional, regional
maupun lokal seperti undang-undang, peraturan
pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri,
peraturan pemerintah daerah/provinsi, keputusan
gubernur, peraturan daerah kabupaten/kota, dan
keputusan bupati/walikota.
Pressman dan Widavsky sebagaimana dikutip Budi
Winarno (2002: 17) mendefinisikan kebijakan publik
sebagai hipotesis yang mengandung kondisi-kondisi
awal dan akibat-akibat yang biasa diramalkan.
Kebijakan publik itu harus dibedakan dengan bentuk-
16
bentuk kebijakan yang lain misalnya kebijakan
swasta. Hal ini dipengaruhi oleh keterlibatan
faktor-faktor bukan pemerintah. Robert Eyestone
sebagaimana dikutip Leo Agustino (2008: 6)
mendefinisikan kebijakan publik sebagai "hubungan
antara unit pemerintah dengan lingkungannya". Banyak
pihak beranggapan bahwa definisi tersebut masih
terlalu luas untuk dipahami, karena apa yang
dimaksud dengan kebijakan publik dapat mencakup
banyak hal.
Menurut Nugroho, ada dua karakteristik dari
kebijakan publik, yaitu:1) kebijakan publik
merupakan sesuatu yang mudah untuk dipahami, karena
maknanya adalah hal-hal yang dikerjakan untuk
mencapai tujuan nasional; 2) kebijakan publik
merupakan sesuatu yang mudah diukur, 16 karena
ukurannya jelas yakni sejauh mana kemajuan
pencapaian cita-cita sudah ditempuh. Menurut Woll
sebagaimana dikutip Tangkilisan (2003:2) menyebutkan
bahwa kebijakan publik ialah sejumlah aktivitas
17
pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat,
baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga
yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Terdapat beberapa ahli yang mendefiniskan
kebijakan publik sebagai tindakan yang diambil oleh
pemerintah dalam merespon suatu krisis atau masalah
publik. Begitupun dengan Chandler dan Plano
sebagaimana dikutip Tangkilisan (2003: 1) yang
menyatakan bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan
yang strategis terhadap sumberdayasumberdaya yang
ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau
pemerintah. Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan
publik merupakan suatu bentuk intervensi yang
dilakukan secara terus-menerus oleh pemerintah demi
kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam
masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut
berpartisipasi dalam pembangunan secara luas.
Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut
dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah
serangkaian tindakan yang dilakukan atau
18
tidak dilakukan oleh pemerintah yang berorientasi
pada tujuan tertentu guna memecahkan masalah-masalah
publik atau demi kepentingan publik. Kebijakan untuk
melakukan sesuatu biasanya tertuang dalam ketentuan-
ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang
dibuat pemerintah sehingga memiliki sifat yang
mengikat dan memaksa.
2. Kebijakan Tentang Guru
Menurut UU No. 14 Tahun 2005, guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah. Implikasi dari UU No. 14
Tahun 2005, guru harus menjalani proses sertifikasi
untuk mendapatkan Sertifikat Pendidik. Guru yang
diangkat sejak diundangkannya UU ini, menempuh
19
program sertifikasi guru dalam jabatan, yang
diharapkan bisa tuntas sampai dengan tahun 2015.
Hingga kini masih muncul kesenjangan
pemerataan guru antar satuan pendidikan, antar
jenjang, dan antar jenis pendidikan, antar
kabupaten/kota, dan antar provinsi. Hal tersebut
menunjukkan betapa rumitnya persoalan yang berkaitan
dengan penataan dan pemerataan guru di negeri
tercinta ini.
Pemerintah berupaya mencari solusi terbaik
untuk memecahkan persoalan rumitnya penataan dan
pemerataan guru tersebut dengan menetapkan Peraturan
Bersama Lima Menteri, yaitu Mendiknas, Menneg
PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang
Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil.
Peraturan ini ditandatangani tanggal 3 Oktober 2011
dan mulai efektif tanggal 2 Januari 2012. Dalam
peraturan bersama ini antara lain dinyatakan, bahwa
untuk menjamin pemerataan guru antar satuan
pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis
20
pendidikan, antar kabupaten/kota, dan/atau antar
provinsi dalam upaya mewujudkan peningkatan dan
pemerataan mutu pendidikan formal secara nasional
dan pencapaian tujuan pendidikan nasional, guru
pegawai negeri sipil dapat dipindah tugaskan pada
satuan pendidikan di kabupaten/kota, dan provinsi
lain.
Dalam Peraturan bersama Mendiknas, Menneg PAN
dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang Penataan
dan Pemerataan Guru
Pegawai Negeri Sipil, tanggal 3 Oktober 2011 dan
mulai efektif tanggal 2
Januari 2012 secara eksplisit menyatakan bahwa:
a. Kebijakan standardisasi teknis dalam penataan dan
pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan, antar
jenjang, dan antar jenis pendidikan secara
nasional ditetapkan oleh Menteri Pendidikan
Nasional. Demikian juga Menteri Pendidikan
Nasional mengkoordinasikan dan memfasilitasi
pemindahan untuk penataan dan pemerataan guru PNS
21
pada provinsi yang berbeda berdasarkan data
pembanding dari Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Dalam memfasilitasi penataan dan pemerataan PNS di
daerah dan kabupaten/kota, Menteri Pendidikan
Nasional berkoordinasi dengan Menteri Agama.
b.Menteri Agama berkewajiban membuat
perencanaan, penataan, dan pemerataan guru
PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang,
dan antar jenis pendidikan yang menjadi
tanggung jawabnya.
c.Menteri Dalam Negeri berkewajiban untuk
mendukung pemerintah daerah dalam hal
penataan dan pemerataan guru PNS antar
satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar
jenis pendidikan untuk memenuhi
standardisasi teknis yang dikeluarkan oleh
Menteri Pendidikan Nasional serta
memasukkan unsur penataan dan pemerataan
22
guru PNS ini sebagai bagian penilaian
kinerja pemerintah daerah.
d.Menteri Keuangan berkewajiban untuk
mendukung penataan dan pemerataan guru PNS
antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan
antar jenis pendidikan sebagai bagian dari
kebijakan penataan PNS secara nasional
melalui aspek pendanaan di bidang
pendidikan sesuai dengan kemampuan keuangan
negara.
e.Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi mendukung
penataan dan pemerataan guru PNS antar
satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar
jenis pendidikan melalui penetapan formasi
guru PNS.
23
f.Gubenur atau Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya membuat perencanaan.
g.Penataan dan pemerataan guru PNS antar
satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar
jenis pendidikan yang menjadi tanggung
jawab masing-masing.
3. Dampak Kebijakan
Kesadaran untuk menghadirkan guru dan tenaga
kependidikan yang profesional sebagai sumber daya
utama pencerdas bangsa barangkali sama tuanya dengan
sejarah peradaban pendidikan. Di Indonesia, khusus
untuk guru, dilihat dari dimensi sifat dan
substansinya, alur untuk mewujudkan guru yang benar-
benar profesional, yaitu: (1) penyediaan guru
berbasis perguruan tinggi, (2) induksi guru pemula
berbasis sekolah, (3) profesionalisasi guru berbasis
prakarsa institusi, dan profesionalisasi guru
berbasis individu atau menjadi guru madam.
24
Berkaitan dengan penyediaan guru, UU No. 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan
Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru telah
menggariskan bahwa penyediaan guru menjadi kewenangan
lembaga pendidikan tenaga kependidikan, yang dalam
buku ini disebut sebagai penyediaan guru berbasis
perguruan tinggi. Menurut dua produk hukum ini,
lembaga pendidikan tenaga kependidikan dimaksud
adalah perguruan tinggi yang diberi tugas oleh
pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan
guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan
menengah, serta untuk menyelenggarakan dan
mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan.
Guru dimaksud harus memiliki kualifikasi
akademik sekurang-kurangnya S1/D-IV dan berseetifikat
pendidik. Jika seorang guru telah memiliki keduanya,
statusnya diakui oleh Negara sebagai guru
profesional, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen maupun PP No. 74 tentang Guru, telah
25
mengamanatkan bahwa ke depan, hanya yang
berkualifikasi S1/D-IV bidang kependidikan dan
nonkependidikan yang memenuhi syarat sebagai guru.
Itu pun jika mereka telah menempuh dan dinyatakan
lulus pendidikan profesi. Dua produk hukum ini
menggariskan bahwa peserta pendidikan profesi
ditetapkan oleh menteri, yang sangat mungkin didasari
atas kuota kebutuhan formasi.
Khusus untuk pendidikan profesi guru, beberapa
amanat penting yang dapat disadap dari dua produk
hukum ini. Pertama, calon peserta pendidikan profesi
berkualifikasi S1 /D-IV. Kedua, sertifikat pendidik
bagi guru diperoleh melalui program pendidikan
profesi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi
yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan
yang terakreditasi, baik yang diselenggarakan oleh
pemerintah maupun masyarakat, dan ditetapkan oleh
pemerintah. Ketiga, sertifikasi pendidik bagi calon
guru harus dilakukan secara objektif, transparan, dan
akuntabel.
26
Keempat, jumlah peserta didik program
pendidikan profesi setiap tahun ditetapkan oleh
Menteri. Kelima, program pendidikan profesi diakhiri
dengan uji kompetensi pendidik. Keenam, uji
kompetensi pendidik dilakukan melalui ujian tertulis
dan ujian kinerja sesuai dengan standar kompetensi.
Ketujuh, ujian tertulis dilaksanakan secara
komprehensif yang mencakup penguasaan: (1) wawasan
atau landasan kependidikan,
pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan
kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran, dan
evaluasi hasil belajar; (2) materi pelajaran secara
luas dan mendalam sesuai dengan standar isi mata
pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau program
yang diampunya dan (3) konsep-konsep disiplin
keilmuan, teknologi, atau seni yang secara konseptual
menaungi materi pelajaran, kelompok mata pelajaran,
dan/atau program yang diamunya. Kedelapan, ujian
kinerja dilaksanakan secara holistik dalam bentuk
ujian praktik pembelajaran yang mencerminkan
27
penguasaan kompetensi pedagogik, kepribadian,
professional, dan social pada sataun pendidikan yang
relevan.
Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74
Tahun 2008 mengisyaratkan bahwa ke depan hanya
seseorang yang berkualifikasi akademik sekurang-
kurangnya Sl atau D-IV dan memiliki sertifikat
pendidiklah yang "legal" direkruit sebagai guru. Jika
regulasi ini dipatuhi secara taat asas, harapannya
tidak ada alasan calon guna yang direkruit untuk
bertugas pada sekolah-sekolah di Indonesia
berkualitas di bawah standar. Namun demikian,
ternyata setelah mereka direkruit untuk menjadi guru,
yang dalam skema kepegawaian negara untuk pertama
kali berstatus sebagai calon pegawai negeri sipil
(PNS) guru, mereka belum bisa langsung bertugas penuh
ketika menginjakkan kaki pertama kali di kampus
sekolah. Melainkan, mereka masih harus memasuki fase
prakondisi yang disebut dengan induksi.
Ketika menjalani program indduksi,
28
diidealisasikan guru akan dibimbing dan dipandu oleh
mentor terpilih untuk kurun waktu sekitar satu tahun,
agar benar-benar siap menjalani tugas-tugas
profesional. Ini pun tentu tidak mudah, karena di
daerah pinggiran atau pada sekolah-sekolah yang jauh,
sangat mungkin akan menjadi tidak jelas guru seperti
apa yang tersedia dan bersedia menjadi mentor sebagai
tandem itu. Jadi, sunggupun guru yang direkruit telah
memiliki kualifkasi minimum dan sertifikat pendidik,
yang dalam produk hukum dilegitimasi sebagai telah
memiliki kewenangan penuh, masih diperluan program
induksi untuk memposisikan mereka menjadi guru yang
benar-benar profesional.
Pada banyak literatur akademik, program
induksi diyakini merupakan fase yang harus dilalui
ketika seseorang dinyatakan diangkat dan ditempatkan
sebagai guru. Program induksi merupakan masa transisi
bagi guru pemula (beginning teacher) terhitung mulai
dia petama kali menginjakkan kaki di sekolah atau
satuan pendidikan hingga benar-benar layak dilepas
29
untuk menjalankan tugas pendidikan dan pembelajaran
secara mandiri.
Dampak yang dapat dilihat dari kebijakan
kecukupan jam mengajar yaitu, setiap guru menjadi
bersaing dalam memperebutkan jam mengajar, guru
sertifikasi yang tidak cukup jam mengajar tidak
mendapatkan tunjangan propesi sebagaimana mestinya
karena tidak mendapatkan jam mengajar yang cukup
bukan karena kehendak guru tersebut melainkan tidak
kebagiannya jam unhik guru sertifikasi tersebut karna
tidak seimbangnya jumlah murid dan jumlah guru di
daerah terpencil.
4. Kompetensi Guru
Kompetensi profesional guru menurut Sudjana
(2002 17-19) dapat dikelompokkan menjadi tiga bidang
yaitu pedagogik, personal dan sosial. Kompetensi
pedagogik menyangkut kemampuan intelektual seperti
penguasaan mata pelajaran, pengetahuan menganai cara
mengajar, pengetahuan mengenai belajar dan tingkah
30
laku individu, pegetahuan tentang bimbingan
penyuluhan, pengetahuan tentang administrasi kelas,
pengetahuan tentang cara menilai hasil belajar,
pengetahuan tentang kemasyarakatan serta pengetahuan
umum lainnya.
Kompetensi bidang personal menyangkut kesiapan
dan kesediaan guru terhadap berbagai hal yang
berkenaan dengan tugas dan profesinya. Misalnya sikap
menghargai pekerjaannya, mencintai dan memiliki
perasaan senang terhadap mata pelajaran yang
dibinanya, sikap toleransi terhadap sesama teman
profesinya, memiliki kemauan yang keras untuk
meningkatkan hasil pekerjaannya.
Kompetensi sosial menyangkut kemampuan guru
dalam berbagai ketrampilan/berperilaku, seperti
ketrampilan mengajar, membimbing, menilai,
menggunakan alat Bantu pengajaran, bergaul atau
berkomunikasi dengan siswa, ketrampilan menumbuhkan
semangat belajar para siswa, ketrampilan menyusun
persiapan/perencanaan mengajar, ketrampilan
31
melaksanakan administrasi kelas, dan lain-lain.
Perbedaan dengan kompetensi kognitif terletak pada
sifatnya. Kompetensi kognitif berkenaan dengan aspek
teori atau pengetahuannya, pada kompetensi perilaku
yang diutamakan adalah praktek/ketrampilan
melaksanakannya.
Menurut Murniati (2007 : 2) salah satu ciri dari
profesi dituntut memiliki kecakapan yang memenuhi
persyaratan yang telah dibakukan oleh pihak yang
berwewenang (standar kompetensi guru). Istilah
kompetensi diartikan sebagai perpaduan antara
pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai yang
diwujudkan dalam pola berpikir dan bertindak atau
sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh
tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai
syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam
melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan
tertentu. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, guru
harus memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian,
32
profesional, dan sosial (Depdiknas, 2005 : 24, 90 -
91).
1. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang
berkenaan dengan pemahaman peserta didik dan
pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis.
Secara substantif kompetensi ini mencakup
kemampuan pemahaman terhadap peserta didik,
perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi
hasil belajar, dan pengembangan peserta didik
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.
2. Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan
personal yang mencerminkan kepribadian yang yang
mantap, arif, dewasa, dan berwibawa, menjadi
teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
3. Kompetensi profesional merupakan kemampuan yang
berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran
bidang studi secara luas dap mendalam yang
mencakup penguasaan substansi isi materi ktuikulum
matapelajaran di sekolah dan substansi keilmuan
33
yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta
menambah wawasan keilmuan sebagai guru.
4. Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan
pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan
peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar.
5. Sertifikasi Guru
Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat
pendidik untuk guru dan dosen. Sertifikasi pendidik
adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan
kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional (UU
RI No 14 Tahun 2005 dalam Depdiknas, 2004).
Berdasarkan pengertian tersebut, sertifikasi
guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian
pengakuan bahwa sesearang telah memiliki kompetensi
untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan
pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi
34
yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Dengan
kata lain, sertifikasi guru adalah proses uji
kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan
penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan
pemberian sertifikat pendidik (UU RI No 14 Tahun 2005
dalam Depdiknas, 2004).
Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat
pendidik untuk guru. Sertifikasi bagi guru dalam
jabatan dilakukan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan (LPTK) yang terakreditasi dan
ditetapkan pemerintah. Pelaksanaan sertifikasi bagi
guru dalain jabatan ini sesuai dengan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007,
yakni dilakukan dalam bentuk portofolio (Samani,
2007).
Sertifikasi guru merupakan kebijakan yang
sangat strategis, karena langkah dan tujuan
melakukan sertifikasi guru untuk meningkat kualitas
guru, memiliki kompetensi, mengangkat harkat dan
wibawa guru sehingga guru lebih dihargai dan untuk
35
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia
(Sanaky, 2004).
Menurut Mulyasa (2007), Sertifikasi guru
merupakan proses uji kompetensi bagi calon guru atau
guru yang ingin memperoleh pengakuan dan atau
meningkatkan kompetensi sesuai profesi yang
dipilihnya. Representasi pemenuhan standar
kompetensi yang telah ditetapkan dalam sertifikasi
guru adalah sertifikat kompetensi pendidik.
Sertifikat ini sebagai bukti pengakuan atas
kompetensi guru atau calon guru yang memenuhi
standar untuk melakukan pekerjaan profesi guru pada
jenis dan jenjang pendidikan tertentu. Dengan kata
lain sertifikasi guru merupakan pemenuhan kebutuhan
untuk meningkatkan kompetensi profesional. Oleh
karena itu, proses sertifikasi dipandnag sebagai
bagian esensial dalam upaya memperoleh sertifikat
kompetensi sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.
36
6. Dasar-Dasar Kebijakan Sertifikasi
Dasar kebijakan atau dasar hukum dari
sertifikasi guru yang pertama terdapat dalam UUD
1945 Bab XA Pasa1 28C ayat 1 dan 2, yang berbunyi:
Setiap yang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kuialilas hidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia. Setiap prang berhak untuk memajukan dirinya dalam
memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun
masyarakat, bangsa dan negaranya. Dalam pasal di atas,
memang tidak dijelaskan mengenai sertifikasi. Namun
pasal tersebut menjelaskan tentang hak seseorang,
termasuk didalamnya hak seorang guru, yaitu
peningkatan kesejahteraan hidupnya dengan memperoleh
gaji yang layak.
Perjuangan hak seorang guru tersebut nampaknya
terjawab dengan adanya sertifikasi pendidik, namun
guru harus memenuhi kualifikasi dan persyaratan
tertentu. Hal ini diatur dalam UU RI No. 20 Th. 2003
37
Tentang SISDIKNAS Bab XI Pasal 42 ayat 1, yang
berbunyi: Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan
sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. Pasal ini diperkuat dengan UU
RI No. 14 Th. 2005 Tentang Guru dan Dosen Bab IV
Pasal 8, yang berbunyi: Guru wajib memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Pasal tersebut diperkuat lagi dengan keterangan yang
terdapat dalam Permendiknas No. 16 Th.2007 Tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, yang berbunyi Setiap guru
wajib memenuhi standar kualiftkasi akademik dan kompetensi guru
yang berlaku secara nasional. Tanpa memenuhi persyaratan
tersebut, maka guru dapat dikatakan tidak layak
untuk menjadi seorang guru atau pendidik.
Setelah guru memenuhi persyaratan tersebut,
maka guru akan memperoleh keuntungan-keuntungan
tertentu, yaitu meningkatnya kesejahteraan yang
diatur oleh UU RI No. 20 Th. 2003 Tentang SISDIKNAS
38
Bab XI Pasal 43 ayat I dan 2, yang berbunyi: Promosi
dan penghargaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan
berdasarkan latar belakang pendidikan, pengalaman, kemampuan,
dan prestasi kerja dalam bidang pendidikan. Sertifikasi pendidik
diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program
pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi. Pasal di atas
selain menjelaskan mengenai penghargaan bagi
pendidik atau guru, juga menjelaskan mengenai
pelaksanaan sertifikasi yang dilakukan oleh LPTK.
Ini diperkuat dengan UU RI No. 14 Th. 2005 Tentang
Guru dan Dosen Bab IV Pasal 11 ayat 1-3, yang
berbunyi: Sertifrkat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Serttfikasi
pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki
program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan
ditetapkan oleh Pemerintah. Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara
objektif, transparan, dan akuntabel.
Kebijakan penguatan tentang apa itu
sertifikasi diperkuat lagi dalam UU RI No. 14 Th.
2005 Tentang Guru dan Dosen Bab I Pasal 1 ayat 11 -
39
12, yang berbunyi: Sertifikast adalah proses pemberian sertikat
pendidik untuk guru dan dosen. Sertifikasi pendidik adalah bukti
formal sebagai pengakuan yang diberilurn kepada guru dan dosen
sebagai tenaga professional.
Kebijakan di atas diperkuat dan diperjelas
oleh Peraturan Menteri Nasional No. 18 Tahun 2007
tentang Sertifikasi Bagi Guru dalam Jabatan Pasal 1
ayat 1-3 dan pasal 2 ayat 1, yang berbunyi: Sertifikasi
bagi guru dalam jabatan adalah proses pemberian sertifikat pendidik
untuk guru dalam jabatan. Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat diikuti oleh guru dalam jabatan yang telah memiliki
kualifikasi akademik sarjana (SI) atau diploma empat (D -IV). Sertifikasi
bagi guru dalam jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan
program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan
ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional. Pasal 2. Sertifikasi bagi
guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi untuk
memperoleh sertifikat pendidik.
Keterangan mengenai peserta sertifikasi
diperinci sebagai berikut: 1) Sertifikasi melalui
40
jalur pendidikan diorientasikan bagi guru yunior
yang berprestasi dan mengajar pada pendidikan dasar
(SD dan SMP). 2) Peserta diusulkan oleh dinas
pendidikan kabupaten/kota. 3) Seleksi peserta
terdiri alas seleksi administratif dan seleksi
akademik. Seleksi administratif dilakukan oleh dinas
pendidikan Kabupaten/Kota sedangkan seleksi akademik
dilakukan oleh LPTK difasilitasi oleh Ditjen Dikti.
Persyaratan peserta sertifikasi melalui jalur
pendidikan adalah sebagai berikut: 1) Memiliki
kualifikasi akademik minimal sarjana (S 1) atau
diploma empat (D-IV) dari program studi yang
terakreditasi. 2) Mengajar di sekolah umum di bawah
binaan Departemen Pendidikan Nasional. 3) Guru PNS
yang mengajar pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah atau guru
yang diperbantukan pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat. 4) Guru bukan PNS,
yaitu guru tetap yayasan (GTY) atau guru yang
mengajar pada satuan pendidikan yang diselenggarakan
41
oleh Pemerintah Daerah. 5) Memiliki Nomor Unik
Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). 6) Guru SD
yang meliputi guru kelas dan guru Pendidikan
Jasmani. Guru kelas diutamakan yang memiliki latar
belakang pendidikan S1 PGSD atau S 1 kependidikan
lainnya, sedangkan guru Pendidikan Jasmani
diutamakan yang memiliki latar belakang S1
keolahragaan. 7) Guru SMP (bidang studi PKn, Bahasa
Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA,
IPS, Kesenian, Pendidikan Jasmani, dan guru
bimbingan konseling) diutamakan yang mengajar sesuai
dengan latar belakang pendidikannya. 8) Memiliki
masa kerja sebagai guru minimal 5 tahun dengan usia
maksimal 40 tahun pada saat mendaftar. 9) Memiliki
prestasi akademik/non akademik dan karya
pengembangan profesi di tingkat kabupaten/kota,
provinsi, atau nasional yang diselenggarakan oleh
pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun
organisasi/lembaga. 10) Bersedia mengikuti
pendidikan selama 2 semester dan meninggalkan tugas
42
mengajar. 11) Disetujui oleh dinas pendidikan
kabupaten/kota dengan pertimbangan proses
pembelajaran di sekolah tidak terganggu.
7. Penyelenggara Sertifikasi Guru
Menurut Martinis Yamin (2006:3) lembaga
penyelenggara sertifikasi telah diatur oleh UU 14
tahun 2005, pasal 11 (ayat 2) yaitu perguruan tinggi
yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan
yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah.
Maksudnya penyelenggaraan dilakukan oleh perguruan
tinggi yang memiliki fakultas keguruan, seperti FKIP
clan Fakultas Tarbiyah UIN, IAIN, STAIN, STAIS yang
telah terakreditasi oleh Badan Akredittasi Nasional
Republik Indonesia dan ditetapkan oleh pemerintah.
Pelaksaan sertifikasi diatur oleh
penyelenggara, yaitu kerja sama antara Dinas
Pendidikan Nasional Daerah atau Departemen Agama
Provinsi dengan Perguruan Tinggi yang dittunjuk.
Kemudian pendanaan sertifikasi ditanggung oleh
pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana yang
43
terdapat dalam UU 14 tahun 2005 pasal 13 (ayat 1)
yaitu pemerintah dan pemerintah daerah wajib
menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi
akademik dan sertifikasi. pendidik bagi guru dalam
jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat.
8. Manfaat Uji Sertifikasi Guru
Menurut Wibowo dalam Mulyasa (2007:35), manfaat
sertifikasi adalah:
a. Melindungi profesi guru dari praktik layanan
pendidikan yang tidak kompeten sehingga dapat
merusak citra profesi guru itu sendiri.
b. Melindungi masyarakat dari praktik pendidikan yang
tidak berkualitas dan profesional yang akan
menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan
dan penyiapan sumber daya manusia di negeri ini.
c. Menjadi wahana penjamin mutu bagi LPTK yang
bertugas mempersiapkan calon guru dan juga
44
berfungsi sebagai kontrol mutu bagi penguna
layanan pendidikan.
d. Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan dari
keinginan internal dan eksternal yang potensial
dapat menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
9. Program Sertifikasi Guru
Sertifikasi Guru Melalui Penyusunan Portofolio
1) Pengertian dan Fungsi Portofolio Dalam Sertifikasi
Dalam konteks sertifikasi guru, portofolio adalah
bukti fisik (dokumen) yang menggambarkan
pengalaman berkarya / prestasi yang dicapai selama
menjalankan tugas profesi sebagai guru dalam
interval waktu tertentu. Portofolio ini terkait
dengan unsur pengalaman, karya, dan prestasi
selama guru yang bersangkutan menjalankan
peran sebagai agen pembelajaran. Keefektifan
pelaksanaan peran sebagai agen pembelajaran
tergantung pada tingkat kompetensi guru yang
bersangkutan, yang mencakup kompetensi
45
pedagogik, kompetensi pribadi, kompetensi
profesional, dan kompetensi sosial.
Fungsi portofolio dalam sertifikasi guru dalam
jabatan adalah untuk menilai kompetensi guru
sebagai pendidik dan agen pembelajaran.
Kompetensi pedagogik dinilai antara lain melalui
bukti fisik kualitas akademik, pendidikan dan
pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran. Kompetensi pribadi dan
kompetensi sosial yang dinilai antara lain
melalui bukti fisik penilaian dari atasan dan
pengawas. Kompetensi profesional yang dinilai
antara lain melalui bukti fisik kualifikasi
akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman
mengajar, perecanaan dan pelaksanaan
pembelajaran, prestasi akademik, dan karya
pengembangan profesi.
Menurut Muchlas Samani (2010:3) secara lebih
spesifik dalam kaitan dengan sertifikasi guru,
portofolio guru berfungsi sebagai;
46
a) Wahana guru untuk menampilkan dan/atau
membuktikan unjuk kerjanya yang melipti
produktifitas, kualitas, dan relevansi melalui
karyakarya utama dan pendukung.
b) informasi/ data dalam memberikan pertimbangan
tingkat kelayakan kompetensi seorang guru, bila
dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan.
c) Dasar menentukan kelulusan seorang guru yang
mengikuti sertifikasi (layak mendapatkan
sertifikat pendidikan atau belum).
d) Dasar memberikan rekomendasi bagi peserta yang
belum lulus untuk menentukan kegiatan lanjutan
sebagai representasi kegiatan pembinaan dan
pemberdayaan guru.
2) Pemetaan Komponen Portofolio dalam Konteks
Kompetensi Guru Penilaian portofolio dalam konteks
sertifikasi bagi guru dalam jabatan pada
hakikatnya adalah bentuk uji kompetensi untuk
memperoleh sertifikat pendidik. Oleh karena itu
penilaian portofolio guru dibatasi sebagai
47
penilaian terhadap kumpulan bukti fisik yang
mencerminkan rekan jejak prestasi guru dalam
menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan agen
pembelajaran, sebagai dasar untuk menentukan
tingkat profesionalitas guru yang bersangkutan.
Portofolio guru terdiri atas 10 komponen, yaitu:
a) kualifikasi akademik; b) pendidikan dan
pelatihan; c) pengalaman mengajar; d) perencanaan
dan pelaksanaan pembelajaran; e) penilaian dari
atasan dan pengawas; f) prestasi akademik; g)
karya pengembangan profesi; h) keikut sertaan
dalam forum ilmiah; i) pengalaman organisasi di
bidang kependidikan dan sosial; dan j) penghargaan
yang relevan dengan bidang pendidikan.
10. Prinsip Sertifikasi GuruMenurut Jalal (2007), prinsip sertifikasi guru
adalah sebagai berikut:
a. Dilaksanakan secara objektif, transparan, dan
akuntabel. Objektif yaitu mengacu kepada proses
perolehan sertifikat pendidik yang impartial,
tidak diskriminatif, dan memenuhi standar
pendidikan nasional. Transparan yaitu mengacu
48
kepada proses sertifikasi yang memberikan peluang
kepada para pemangku kepentingan pendidikan untuk
memperoleh akses informasi tentang proses dan hasil
sertifikasi. Akuntabel merupakan proses
sertifikasi yang dipertanggungjawabkan kepada
pemangku kepentingan pendidikan secara
administratif, finansial, dan akademik.
b. Berujung pada peningkatan mutu pendidikan nasional
melalui peningkatan guru dan kesejahteraan guru.
Sertifikasi guru merupakan upaya Pemerintah dalam
meningkatkan mutu guru yang dibarengi dengan
peningkatan kesejahteraan guns. Guru yang telah
lulus uji sertifikasi guru akan diberi tunjangan
profesi sebesar satu kali gaji pokok sebagai
bentuk upaya pemerintah dalam meningkatkan
kesejahteraan guru. Tunjangan tersebut berlaku,
baik bagi guru yang berstatus pegawai negeri sipil
(PNS) maupun bagi guru yang berstatus non-pegawai
negeri sipil (non PNS/swasta). Dengan peningkatan
mutu dan kesejahteraan guru maka diharapkan dapat
meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan
di Indonesia secara berkelanjutan.
c. Dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan
perundang-undangan. Program sertifikasi pendidik
49
dilaksanakan dalam rangka memenuhi amanat Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
d. Dilaksanakan secara terencana dan sistematis. Agar
pelaksanaan program sertifikasi dapat berjalan
dengan efektif dan efesien harus direncanakan
secara matang dan sistematis. Sertifikasi mengacu
pada kompetensi guru dan standar kompetensi guru.
Kompetensi guru mencakup empat kompetensi pokok
yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial,
dan profesional, sedangkan standar kompetensi guru
mencakup kompetensi inti guru yang kemudian
dikembangkan menjadi kompetensi guru TK/RA, guru
kelas SD/MI, dan guru mats pelajaran. Untuk
memberikan sertifikat pendidik kepada guru, perlu
dilakukan uji kompetensi melalui penilaian
portofolio.
50
e. Jumlah peserta sertifikasi guru ditetapkan oleh
pemerintah. Untuk alasan efektifitas dan
efisiensi pelaksanaan sertifikasi guru serta
penjaminan kualitas hasil sertifikasi, jumlah
peserta pendidikan profesi dan uji kompetensi
setiap tahunnya ditetapkan oleh pemerintah.
Berdasarkan jumlah yang ditetapkan pemerintah
tersebut, maka disusunlah kuota guru peserta
sertifikasi untuk masing-masing Provinsi dan
Kabupaten/Kota. Penyusunan dan penetapan kuota
tersebut didasarkan atas jumlah data individu guru
per Kabupaten/Kota yang masuk di pusat data
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan
Tenaga Kependidikan.
11. Dasar Hukum Pelaksanaan Program Sertifikasi Guru
Sertifikasi bagi guru dalam jabatan sebagai upaya
meningkatkan profesionalisme guru dan meningkatkan
mutu layanan dan hasil pendidikan di Indonesia,
diselenggarakan berdasarkan landasan hukum sebagai
berikut (Samani, 2007):
51
a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
b. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan.
d. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16
Tahun 2005 tentang standar Kualifikasi dan
Kompotensi Pendidik.
e. Fatwa/Pendapat Hukum Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor I.UM.01.02-253.
f. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18
Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam
Jabatan.
12. Tujuan Sertifikasi Guru
Menurut Jalal (2007), sertifikasi guru memiliki
beberapa tujuan diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas
sebagai agen
52
pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.
b. Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan.
c. Meningkatkan martabat guru
d. Meningkatkan profesionalitas guru.
13. Manfaat Sertifikasi Guru
Menurut Fajar (2006), manfaat uji sertifikasi guru
adalah sebagai berikut:
a. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik
layanan pendidikan yang tidak kompeten sehingga
dapat merusak citra profesi guru itu sendiri.
b. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik
pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional
yang akan dapat menghambat upaya peningkatan
kualitas pendidikan dan penyiapan sumber daya
manusia di negeri ini.
c. Menjadi wahana penjaminan mutu bagi LPTK yang
bertugas mempersiapkan calon guru dan juga
berfungsi sebagai kontrol mutu bagi pengguna
layanan pendidikan.
53
d. Menjaga lembaga penyelenggaran pendidikan dari
keinginan internal dan tekanan eksternal yang
potensial dapat menyimpang dari ketentuan-
ketentuan yang berlaku.
e. Memperoleh tunjangan profesi bagi guru yang lulus
ujian sertifikasi selungga dapat meningkatkan
kesejahteraan guru.
14. Kecukupan Jam Mengajar Bagi Guru Sertifikasi
Kewajiban guru sesuai Undang-undang Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 35 ayat (1)
mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai
hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta
didik, serta melaksanakan tugas tambahan. Pasal 35
ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen menyatakan bahwa beban kerja guru
sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dan sebanyak-
banyaknya 40 jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
Dalam melaksanakan tugas pokok yang terkait langsung
dengan proses pembelajaran, guru hanya melaksanakan
tugas mengampu 1 (satu) jenis mata pelajaran saja,
sesuai dengan kewenangan yang tercantum dalam
sertifikat pendidiknya.Disamping itu, guru sebagai bagian dari manajemen
54
sekolah, akan terlibat langsung dalam kegiatan
manajerial tahunan sekolah, yang terdiri dari
siklus kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi. Rincian kegiatan tersebut antara lain
penerimaan siswa baru, penyusunan kurikulum dan
perangkat lainnya, pelaksanaan pembelajaran termasuk
tes/ulangan, Ujian Nasional (UN), ujian sekolah, dan
kegiatan lain. Tugas tiap guru dalam siklus tahunan
tersebut secara spesifik ditentukan oleh manajemen
sekolah tempat guru bekerja.
Sebagai tenaga profesional, guru baik PNS maupun
bukan PNS dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban
memenuhi jam kerja yang setara dengan beban kerja
pegawai lainnya yaitu 37,5 (tiga puluh tujuh koma
lima) jam kerja (60 menit) per minggu. Dalam
melaksanakan tugas, guru mengacu pada jadwal tahunan
atau kalender akademik dan jadwal pelajaran.
Kegiatan tatap muka dalam satu tahun dilakukan
kurang lebih 38 minggu atau 19 minggu per semester.
Kegiatan tatap muka guru dialokasikan dalam jadwal
55
pelajaran yang disusun secara mingguan. Khusus
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ada kalanya jadwal
pelajaran tidak disusun secara mingguan, tapi
mengunakan sistim blok atau perpaduan antara sistim
mingguan dan blok. Pada kondisi ini, maka jadwal
pelajaran disusun berbasis semester, tahunan, atau
bahkan per tiga tahunan. Diluar kegiatan tatap muka,
guru akan terlibat dalam aktifitas persiapan
tahunan/semester, ujian sekolah maupun Ujian
Nasional (UN), dan kegiatan lain akhir
tahun/semester.
B. Penelitian Terdahulu Yang Relevan
Penelitian terdahulu yang relevan dengan
penelitian yang akan penulis lakukan adalah
penelitian dari Fatchurrohman, dengan judul "Pengaruh
Sertifikasi bagi peningkatan kinerja Guru SMP Negeri 1 Salatiga",
yang narasinya sebagai berikut :
Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui
bagaimana dampak sertifikasi guru terhadap
56
kinerjanya. Data yang diperoleh direkapitulasi dan
dianalisis secara kulitatif maupun kuantitatif
tergantung pada jenis datanya. Hasil penelitian
menunjuukan bahwa Hasil pengamatan Dampak
Sertifikasi bagi guru di SMP Negeri Salatiga tahun
2008, ada beberapa kesimpulan yang dapat
dikemukakan. Ditarik setelah menguraikan hasil
penelitian di atas, yaitu
1. Sistem rekrutmen calon peserta sertifikasi guru
di SMP Negeri I kota Salatiga dilakukan dengan
mengirimkan data base guru ke Dinas Pendidikan kota
Salatiga. Peserta yang memenuhi syarat kemudian
ditunjuk oleh dinas pendidikan kota untuk melengkapi
persyaratan yang diperlukan. Sekolah tidak mempunyai
kewenangan apapun terkait dengan penentuan talon
peserta sertifikasi. Cara rekrutmen demikian ada
kelebihan dan kekurangannya. Kelebihannya; (a)
Kepala sekolah terhindar dari tuduhan-tuduhan pilih
kasih dalam penentuan peserta; (b) Mengurangi
konflik internal di sekolah yang bersangkutan; (c)
57
Stabilitas di sekolah lebih terjaga. Sementara itu
kekurangannya; (a) Guru yang terpilih menjadi
peserta sertifikasi belum tentu guru yang terbaik;
(b) Semakin berkembang dan berkuasanya birokrat
dilembaga pendidikan; (c) Menciptakan iklim kerja
yang tidak harmonis, jika proses penentuan calon
peserta tidak fair dan transparan. 2. Dampak
sertifikasi terhadap kinerja para guru di SMP Negeri
1 kota Salatiga cukup positif terhadap guru-guru
yang memperoleh sertifikat pendidik, baik pada
kedisiplinan kerja dan kedisiplinan administratif
akademik. Pada sisi lain, program sertifikasi guru
tertentu kurang berdampak terhadap kinerja para guru
yang belum mendapatkannya. Mereka biasa-biasa saja
dalam bekerja, tidak terjadi peningkatan yang
berarti akibat program sertifikasi guru. 3. Dampak
sertifikasi terhadap perilaku profesionalisme kerja
bagi guru-guru di SMP Negeri I kota Salatiga cukup
positif. Para guru yang telah mendapatkan tunjangan
profesi mampu menyisihkan anggaran untuk peningkatan
58
profesionalisme kerjanya, seperti membeli laptop,
mengikuti seminar, workshop, membeli buku penunjang
pelajaran, membeli buku dan belajar power point.
Dalam kehidupan perekonomian para guru yang telah
mendapatkan sertifikat pendidik jelas ada perubahan
kualitas hidup, namun penibahan tersebut masih dalam
batas kewajaran. Dari sisi dampak sosial, di SMP
Negeri 1 kota Salatiga tidak timbal hal-hal yang
mengganggu relasi sosial antar guru. Mereka telah
saling menyadari akan hak, kewajiban, dan berbagai
konskwensi masing-masing kendatipun jurang
kesenjangan sosial itu ada. Kesenjangan tersebut
hanya mereka rasakan tidak sampai diekspresikan
dalam bentuk perilaku yang destruktif. Cara demikian
temyata dapat menyejukkan suasana dan mempertahankan
pola relasi sosial yang selama ini telah terjalin
dengan baik. 4. Para guru yang telah memperoleh
sertifikat pendidik tidak secara otomatis mendapat
apresiasi yang tinggi di hadapan peserta didik. Dari
empat guru yang telah mendapatkan sertifikat
59
pendidikan hanya seorang saja yang disebut oleh
peserta didik terkait dengan profile profesionalisme
dalam mengajar, itupun bukan pada ranking tiga
besar. Hal ini berarti masih banyak guru lain yang
dianggap profesional oleh peserta didik walaupun
mereka belum memperoleh sertifikat pendidik. Artinya
perolehan sertifikat pendidik tidak secara otomatis
guru yang bersangkutan mampu menunjukkan performa
yang 'menyenangkan' dan profesional di mata peserta
didik. Sertifikat pendidik hanyalah legitimasi
formal bahwa seseorang secara administratif telah
memenuhi syarat untuk memperoleh sertifikat
pendidik. Namun demikian, sertifikat pendidik
tersebut dapat mendorong seorang guru untuk dapat
meningkatkan profesionalisme dalam mengajar.
60
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Perspektif Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan teknik analisis
deskriptif kualitatif. Menurut Bigdan dan Taylor
(2000:3) bahwa metode kualitatif merupakan prosedur
penelitian yang menhasilkan data deskriptif yang
berupa kata-kata tertuiis maupun lisan dan orang-
orang dan prilaku yang diamati.
Dengan menggunakan pengukuran data kualitatif,
diharapkan peneliti dapat mempelajari sedalam-
dalamnya fenomena sosial yang terjadi, dalam hal ini
adalah fenomena sumber daya manusia yang diharapkan
dapat memberikan gambaran tentang dampak kebijakan
kecukupan jam mengajar bagi guru sertifikasi.
Metode deskriptif ini bertujuan untuk
menggambarkan sesuatu yang tengah berlangsung pada
saat riset dilakukan dan memeriksa sebabsebab dari
suatu gejala tertentu (Surakhmad, 1994:27). Lebih
61
jauh metode ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan
yang menyangkut sesuatu pada saat sedang
berlangsungnya proses riset. Metode ini dapat
digunakan dengan lebih banyak segi dan lebih luas
dari metode yang lain. Ia pun memberikan informasi
yang mutakhir sehingga bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan serta Iebih banyak dapat diterapkan
pada berbagai masalah.
B. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif
kualitatif yakni suatu jenis penelitian yang
dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai
status atau gejala yang ada yakni keadaan menurut
gejala apa adanya. Penelitian yang dimaksud tidak
hanya terbatas pada pengumpulan data tetapi juga
meliputi analisis dan interpretasi tentang arti data
tersebut. Penelitian deskriptif pada umumnya
merupakan penelitian non hipotesis, sehingga dalam
62
penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesis
(Suharsimi Arikunto, 1996:245).
Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan
maka dalam penelitian ini akan difokuskan pada
permasalahan sesuai dengan ruang lingkup penelitian.
Fokus menurut Moleong (1997:2) adalah bagian masalah
yang dirumuskan.
Adapun dalam penelitian ini yang menjadi fokus
penelitian adalah semua guru pada semua sekolah yang
berada di sekayu.
C. Variabel Penelitian
Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala
sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh
infonnasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2012:38).
Menurut Hatch dan Faraday (Sugiono, 2012:20),
variabel dapat didefinisikan sebagai atribut dari
seseorang atau objek yang mempunyai variasi antara
63
satu orang dengan yang lain atau objek dengan objek
yang lain.
1. Kalasifikasi Variabel
Variabel penelitian pada dasarnya adalah
segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian
ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2012:38).
Variabel dalam penelitian ini berupa variabel
mandiri yaitu analisis dampak kebijakan kecukupan
jam mengajar bagi guru sertifikasi di sekolah
menengah pertama di kecamatan sekayu Kabupaten Musi
Banyuasin. Variabel ini bersifat mandiri karena
tidak mempengaruhi dan dipengaruhi atau dihubungkan
dengan variabel lain.
2. Defmisi Konseptual
a. Dampak kebijakan adalah keseluruhan efek yang
ditimbulkan oleh suatu kebijakan dalam kondisi
64
kehidupan nyata. Semua bentuk manfaat dan biaya
kebijakan, baik yang langsung maupun yang akan
datang, hares diukur dalam bentuk efek simbolis
atau efek nyata. Output kebijakan adalah berbagai
hal yang dilakukan pemerintah. Kegiatan ini diukur
dengan standar tertentu. Angka yang terlihat hanya
memberikan sedikit informasi mengenai outcome atau
dampak kebijakan public, karena untuk menentukan
outcome kebajikan publik perlu diperhatikan
perubahan yang terjadi dalam lingkungan.
b. Kecukupan jam mengajar adalah kecukupan atau
kebanyaknya jam tatap muka atau beban kerja bagi
guru sertifikasi yang telah disesuaikan oleh
pemerintah.
c. Guru Sertifikasi adalah guru yang telah memperoleh
pengakuan dan atau meningkatkan kompetensi sesuai
propesi dan telah melakukan merupakan proses uji
kompetensi.
3. Defenisi Operasional
65
Definisi operasional diartikan oleh Sofian
Effendi dalam Singariumbun (2005:46-47) : “semacam
petunjuk pelaksanaan bagaimana cara mengukur dalam
suatu variabel. Definisi operasional adalah suatu
informasi ilmiah yang amat membantuan penelitian
lain yang ingin menggunakan variabel yang sama”.
Adapun definisi operasional dalam penelitian
ini mengacu pada teori efektifitas, secara rinci
tertera pada table di bawah ini :
Tabel 2
Variabel, Dimensi dan Indikator Penelitian
Variabel Dimensi Indikator
1. Kompetens Kecukupan jam tatap muka Analisis Guru sertifikasiDampak Pedagogik Kemampuan dan tanggung
Kebijakan guru sertifikasi Kecukupan Jam 2. Sertifikas Penyerahan BKGMengajar Bagi Guru Pembagian Tunjangan
GuruSertifikasi
D. Unit Analisis
Yang dimaksud unit analisis dalam penelitian
ini adalah lembaga dan individu. Unit analisis dalam
66
penelitian ini adalah Guru Sertifikasi di Sekolah
Menengah Pertama Kecamatan Sekayu Kabupaten Musi
Banyuasin
E. Informan
Dalam suatu penelitian kulitatif, peranan
informan sangat begitu penting, karena dari
informanlah semua data penelitian dapat diperoleh
dengan akurat dan dapat dipertanggungjawabkan,
(Setiaji, 2004:7).
Informan adalah orang yang dinilai paling
mengetahui tentang objek permasalahan yang sedang
diteliti yaitu Kepala Sekolah, Guru Sertifikas dan
Staf di Sekolah Menengah Pertama Kecamatan Sekayu
Kabupaten Musi Banyuasin.
F. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Jenis data dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Kualitatif, yaitu data yang disajikan dalam
bentuk kata-kata yang
mengandung makna.
67
b. Kuantitatif, yaitu data yang dipaparkan dalam
bentuk angka-
angka.
Sumber Data
Berkenaan dengan itu, sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Data primer adalah secara langsung diambil dari
objek / obyek penelitian oleh peneliti
perorangan maupun organisasi.
2. Data sekunder adalah data yang didapat tidak
secara langsung dari objek penelitian. Peneliti
mendapatkan data yang sudah jadi yang
dikumpulkan oleh pihak lain dengan berbagai
cara atau metode baik secara komersial maupun
non komersial.
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan guna
memperoleh informasi dalam penelitian ini
diantaranya meliputi :
1. Observasi
68
Observasi adalah pengamatan yang dilakukan
oleh peneliti di lapangan terhadap fenomena yang
terjadi pada saat proses penelitian sedang
berlangsung.
Pengamatan dilakukan dengan cara mengkaitkan
dua hal, yaitu informasi (apa yang terjadi) dengan
konteks (hal-hal yang berkaitan disekitarnya)
sebagai proses pencarian makna.
Menurut Nasution (1998:58), informasi yang
terlepas dari konteksnya akan kehilangan makna
yang berarti. Observasi ini menyangkut pula
pengamatan aktifitas atau kondisi prilaku
(behavioral observation) maupun pengamatan non perilaku
(non behavioral observation). Dengan pengamatan ini
diharapkan dapat mencatata pristiwa dalam situasi
yang berkaitan dengan pengetahuan proposional
maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari
data;
memahami situasi-situasi sulit yang berkembang di
lapangan, dan sebagai re-check data yang ada
69
sebagaimana dikemukakan oleh Guba dan Lincoln
(dalam Meleong,2001:125-126).
Selain itu menurut Patton (dalam Meleong,
2001:129) dalam pengamatan dibutuhkan juga
sentizising concept (konsep yang dirasakan) yang
memberikan kerangka dasar guna menarik inti
penting dari suatu pristiwa, kegiatan atau prilaku
tertentu.
2. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu usaha untuk
mengumpulkan data dan informasi dengan cara
mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan dan
untuk dijawab secara lisan pula melalui tanya
jawab yang terarah. Peneliti berpedoman kepada
pertanyaan-pertanyaan baru.
Validitas penelitian terletak pada kedalaman
menggali informasi yang mencakup beberapa hal,
yaitu : pertanyaan deskriptif, pertanyaan
komparatif dan pertanyaan analisis.
3. Dokumentasi
70
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data
dengan cara studi kepustakaan, meneliti dokumen-
dokumen, catatan-catatan, arsiparsip serta laporan
penelitian yang sudah ada sehingga dapat menunjang
pelaksanaan penelitian ini dari sumber-sumber
resmi yang dapat dipertanggung-jawabkan.
H. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini
adalah teknik analisis model interaktif (interactive
model of analisys) yang dikembangkan oleh Miles dan
Huberman (1992:15).
Teknik analisis data model interaktif
berlangsung dalam tiga tahap berikut :
1. Reduksi Data
Reduksi data dimaksudkan untuk menyusun data
hasil wawancara ke dalam bentuk uraian secara
lengkap dan rinci. Kemudian kepadanya
dilakukan reduksi atau pemilihan data yang
berkaitan dengan pokok atau penting yang hanya
berkaita dengan permasalahan penelitian.
71
Reduksi data dilakukan secara terns menerus
selama penelitian berlangsung sehingga dapat
disusun hasil wawancara (hasil penelitian)
secara lengkap.
2. Penyajian Data
Penyajian data (display data) dibuat guna
memeudahkam peneliti dalam melihat keseluruhan
data hasil wawancara atau melihat bagian
khusus dari basil wawancara. Dalam penelitian
ini, penyajian data disusun dalam bentuk teks
naratif (kumpulan kalimat) yang dirancang guna
menggabungkan informasi yang tersusun dalam
suatu bentuk yang mudah dibaca atau
diinterpretasikan.
Dengan cara ini peneliti dapat melihat apa
yang sedang terjadidan dapat menarik
kesimpulan secara tepat.
3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Penarikan kesimpulan dilakukan secara terus
menerus sepanjang proses penelitian dan
72
verifikasi dilakukan guna perbaikan dan
pencocokan data secara terus menerus selama
proses penelitian berlangsung.
Pada penelitian ini, kegiantan pengumpulan
data, reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan dan verifikasi merupakan
Suatu siklus kegiatan yang interaktif dan
komprehensif yang dilakukan secara teliti dan
rinci sehingga diperoleh hasil penelitian yang
akurat.
I. Rencana Sistematika Laporan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam
penulisan tesis ini adalah sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan, yang terdiri dari latar
belakang masalah,
identifikasi masalah, rumusan masalah,
tujuan
penelitian, dan manfaat penelitian.
BAB II : Tinjauan pustaka, yang berisi landasan
teori yang
73
digunakan dalam pembahasan penelitian
ini.
BAB III : Metodologi penelitian, yang
berisi perspektif
pendekatan penelitian, ruang lingkup
penelitian,
variabel penelitian, unit analisis,
informan, jenis dan
sumber data, teknik pengumpulan data,
dan rencana
sistematika laporan.
BAB IV : Deskriptif wilayah penelitian, yaitu
gambaran umum
1 keadaan umum dari lokasi
penelitian.
BAB V : Hasil penelitian dan pembahasan hasil
penelitian,
merupakan inti dari penulisan laporan
penelitian ini.
74
Top Related