PROPASAL UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI MINYAK DI SUMUR PRODUKSI PARAFINIK UNIT BISNIS EP-LIRIK-RIAU...
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of PROPASAL UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI MINYAK DI SUMUR PRODUKSI PARAFINIK UNIT BISNIS EP-LIRIK-RIAU...
A. LATAR BELAKANG PENELITIAN
Anomali penurunan produksi yang terjadi di sumur LS-124
(JOB PLP Lirik), diperkirakan akibat kondisi Formation Damage
oleh endapan wax / kristal paraffin, sehingga sumur harus
diproduksikan secara Intermitten Production. Sumur produksi
yang mengalami kerusakan formasi akan menyebabkan indeks
produktifitas menurun, disebabkan adanya hambatan aliran
(flow) dari formasi batuan ke dalam lubang sumur. Hal tersebut
akan ter-indikasi pada laju penurunan produksi yang tiba-tiba,
padahal seluruh fasilitas produksi masih beroperasi secara
baik. Kerusakan formasi batuan dapat terjadi pada saat
perawatan sumur atau kerja ulang yang disebabkan oleh material
halus terbawa oleh cairan komplesi atau terbentuknya kristal
endapan paraffin akibat penurunan suhu di dalam lubang sumur.
Inovasi solvent dan surfactants digunakan untuk meningkatkan
nilai kelarutan endapan paraffin di sekitar lubang perforasi
agar laju alir fluida menjadi normal kembali.
Dari data formasi produktif struktur SAGO yang memiliki
temperatur reservoir 170 ° F, dengan paraffinic oil produce
bergravity 36° API dan 102° F pour point temperature serta
kandungan kadar garam/water salinity berkisar 300 – 1.200 ppm,
maka faktor sifat fisik fluida produksi merupakan hal yang
sangat penting/dominan diperhatikan di dalam upaya pemilihan
metode dengan menggunakan solvents & surfactants. Temperatur
reservoir, solid & wax content ataupun kandungan senyawa
aromatic, menjadi faktor yang berpengaruh langsung terhadap
1
kelangsungan produksi sumur dan umur / kinerja pompa,
frekuensi perawatan sumur serta kontinuitas produksi. Sumur
LS-124 dipilih untuk sebagai bahan penelitian, mengingat type
dan sejarah produksinya yaitu ‘commingle completion’ dan
‘Intermitten’ dengan ketebalan formasi produktif 14 ft,
produktif zone “L” dengan total depth @ 1425 ft, average
porositas 27% dan temperature reservoir 170° F., memiliki
data produksi sbb :
Sumur LS-124
- Status : Mei 2002
- Lifting type : THM
- Size : 2” (inch)
- Perforasi : L-1(1385 – 1393)
- L-2(1395 – 1401)
- Casing Size : 5 ½” @ 1611 ft
- Pump Intake : 1369 ft
- Produksi : Gross : 35 BFPD
- WC : 80 %
- Nett : 7 BOPD
(Intermitten Production)
B. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
- Membuktikan pengujian penggunaan injeksi surfactant dan
diikuti oleh larutan solvent pada sumur produksi
paraffinik di unit bisnis EP lirik-Riau dapat
meningkatkan produksi minyak.
2
- Menganalisa pengaruh penginjeksian surfactant dan solvent
terhadap laju produksi minyak.
- Memperbaiki permeabilitas dan mobilitas minyak hinggadapat terproduksi bebas ke permukaan.
- Mendapatkan pengetahuan mengenai salah satu cara yangdapat dilakukan jika oil well mengandung wax sekaligusdapat mengaplikasikannya didunia perminyakan.
C. TINJAUAN PUSTAKA
SEJARAH LAPANGAN SAGO
Struktur SAGO merupakan salah satu lapisan penghasil
minyak yang terletak di propinsi RIAU adalah suatu bagian
struktur Central Sumatra Basin Indonesia yang lebih dikenal
sebagai LIRIK TREND. Struktur ini pertama kali diketemukan
pada tahun 1939, diikuti program pengembangan lapangan pada
tahun-tahun berikut. Kedalaman rata-rata sumur penghasil di
struktur SAGO lapangan Lirik berkisar antara 1.600 – 1.800
ft, dengan jumlah sumur 107 bh terdiri atas 53 sumur produksi
aktif, 10 bh sumur injeksi, 10 bh sumur kering/ abandont dan
34 bh sumur lainnya dalam status ditutup sementara. Perkiraan
sisa cadangan minyak per 1-Januari-2004 adalah 36,269, 6 MSTB.
Lapisan “L” yang merupakan lapisan penghasil sumur LS-124,
memiliki jumlah titik serap 31, yang tersebar merata pada
Block II, III, IV VI dan VII. Produksi minyak pada lapisan “L”
pada tahun 2003 sebesar 243,8 MSTB. Kumulatif produksi minyak
berjumlah 10.758, 2 MSTB, dengan perkiraan sisa cadangan
minyak sebesar 8.153, 7 STB. Lapisan “L” sangat prospek dan
dapat dikembangkan, mengingat penyebarannya Lapangan ini
3
pertama dikelola oleh SVPM, yang berkantor di Sungai Gerong,
Palembang, Sumatra Selatan dan berkantor pusat di 26th,
Broadway, New York City, USA. Kegiatan eksplorasi dimulai
tahun 1925, pemboran eksplorasi pertama dilakukan pada tahun
1936. Sumur pertama yang menghasilkan minyak adalah sumur LR-
003. Pada tanggal 31 Maret 1941 dilakukan test awal pada sumur
LS-10 dan menghasilkan minyak 850 BOPD dengan kadar air 30 %.
Lapangan Sago diperkirakan dengan Initial Oil In Place (OOIP)
sebesar 284.328.805 barel oil, dan Ultimate Recovery (UR)
sebesar 213.246.603 barel oil dengan Recovery Factor (RF)
sekitar 75% dari jumlah awal minyak awal ditempat (OOIP).
Terhitung jumlah produksi komulatif hingga bulan Desember 2004
sebesar 201.873.451 barel oil, maka diperkirakan sisa cadangan
minyak pada 1 Januari 2005 adalah sebesar 11.373.152 barel
oil.
KERUSAKAN FORMASI
Kontak antara formasi dengan fluida lain adalah dasar
yang menyebabkan kerusakan formasi. Adapun yang dimaksud
fluida disini adalah lumpur pemboran, fluida workover, fluida
perforasi ataupun dari fluida reservoir itu sendiri dimana
karakteristik reservoirnya telah berubah (Zulfikar, 2009)
Zulfikar, (2009) menyatakan bahwa ada beberapa kemungkinan
mekanisme terjadinya kerusakan formasi meliputi :
1. Penyumbatan yang berasosiasi dengan padatan.
Penyumbatan oleh padatan dapat terjadi pada permukaan
formasi, lubang perforasi atau pada formasi itu sendiri.
Penyumbatan oleh padatan tersebut berupa material
4
pemberat, clay, material loss circulation, pengendapan
scale dan asphalt.
2. Padatan sangat kecil
Padatan yang dimaksud berupa oksida besi atau partikel
silikat lain. Padatan ini sering terbawa oleh aliran dan
akhirnya terendapkan dalam pori-pori pada permeabilitas
relatif formasi dan akan berkembang menjadi penyumbat
yang serius.
Kerusakan formasi sumur minyak bumi telah menyebabkan
menurunnya produktivitas sumur minyak. Kerusakan formasi
disebabkan oleh proses pemboran dan cara memproduksikan
hidrokarbon yang menyebabkan menurunnya permeabilitas sekitar
lubang sumur. Produktifitas sumur dapat dipengaruhi oleh sifat
kebasahan batuan (wettability) menjadi oil wet, tekanan
kapiler yang tinggi, water blocking, particle blocking dan
emulsion blocking (Mulyadi, 2000).
- Wettability merupakan ukuran yang menjelaskan apakah
permukaan dari batuan memiliki kemampuan lebih mudah
terlapisi oleh minyak atau oleh air. Surfaktan dapat
menyusup ke daerah antar muka antar cairan dengan batuan
dan dapat mengubah kutub dari permukaan batuan sehingga
akan mengubah wettability dari batuan tersebut (Ashayer
et. al., 2000). Sifat batuan yang cenderung basah air
disebut water wet sedangkan sifat batuan yang cenderung
basah minyak disebut oil wet. Pada kondisi water wet,
batuan diselubungi oleh air sedangkan pada kondisi oil
wet, batuan cenderung diselubungi oleh minyak. Pada
kondisi oil wet, keberadaan minyak yang menyelubungi
5
batuan menyebabkan meningkatnya ketebalan dari lapisan
pada batuan reservoir sehingga menyebabkan berkurangnya
laju alir. Sifat batuan oil wet dapat mengurangi
produktivitas sumur hingga 15–85% (Mulyadi, 2000).
- Tekanan kapiler adalah tekanan yang timbul karena adanya
perbedaan tegangan antar muka dari dua fluida yang
immiscible (tidak saling melarut) pada daerah penyempitan
pori-pori batuan. Tingginya tekanan kapiler berbanding
terbalik dengan jari-jari kapilernya dan berbanding lurus
dengan tegangan antar muka. Tekanan kapiler yang tinggi
akan menghambat aliran fluida minyak sehingga minyak akan
tertinggal di dalam pori-pori (Allen dan Robert, 1993).
- Water blocking merupakan kondisi dimana pori-pori
reservoir tertutup oleh air formasi dalam jumlah yang
banyak. Water blocking terjadi karena air yang bergerak
akibat adanya gaya kapilaritas air. Sifat air ini
menyebabkan air akan memby-passed minyak dan menyebabkan
minyak tertinggal di dalam pori-pori sebagai by-passed
oil. Salah satu cara dalam mengatasi water blocking
adalah dengan menginjeksikan 1–3% surfaktan dalam formasi
(Allen dan Robert, 1993).
- Particle blocking atau penyumbatan pori-pori oleh
partikel-partikel tertentu (lempung halus dan lumpur)
merupakan masalah umum yang sering dijumpai pada
reservoir. Particle blocking dapat diatasi dengan
melarutkan partikel-partikel penyumbat dengan menggunakan
surfaktan jenis tertentu. Surfaktan anionik dapat
melarutkan lempung pada larutan asam (Allen dan Robert,
6
1993). Menurut McCune (1976), melalui penginjeksian asam
ke dalam formasi reservoir carbonate yang padat dan
mengalami kerusakan biasa disebut stimulasi, diharapkan
asam tersebut akan bereaksi dengan beberapa mineral dan
menciptakan pori-pori dan saluran pori yang lebih besar
sehingga permeabilitas meningkat.
- Emulsion block merupakan emulsi kental minyak dan air
yang terbentuk pada lubang reservoir dimana dapat
mengurangi produksi minyak bumi (Mulyadi, 2000).
Emulsion block dapat dihancurkan dengan cara
menyuntikkan oil well stimulation agent ke dalam
reservoir. Oil well stimulation agent mampu
menghancurkan emulsi dengan cara menghilangkan kestabilan
emulsi (Allen dan Robert, 1993).
ENHANCED OIL RECOVERY (EOR)
Menurut Gomaa (1997), pengembangan Lapangan minyak dapat
dikelompokkan atas tiga fase yaitu fase primer (primary
phase), fase sekunder (secondary phase) dan fase tersier
(tertiary phase). Pada fase primer, produksi dikontrol dari
tenaga alami yang tergantung pada kandungan energi alam pada
reservoir. Optimasi produksi pada fase primer antara lain
stimulasi menggunakan metode asam (acidizing), metode
fracturing dan metode sumur horizontal (horizontal wells).
Pada fase sekunder diterapkan penambahan energi dari luar
seperti gas flood dan water flood. Metode pada fase tersier
sering juga disebut sebagai metode enhanced oil recovery
(EOR). 7
Metode Enhanced Oil Recovery (EOR) didefinisikan sebagai
suatu metode yang melibatkan proses penginjeksian dengan
penambahan material tertentu yang dapat menyebabkan perubahan
fluida dalam reservoir seperti komposisi minyak, rasio
mobilitas dan juga karakteristik interaksi batuan-fluida.
Metode EOR dapat dikelompokkan berdasarkan material yang
diijeksikan ke reservoir yaitu metode panas (air panas, steam
stimulation, steamflood, fireflood), metode kimia (polimer,
surfaktan, alkali), metode solvent miscible (pelarut
hidrokarbon, CO2, N2, gas hidrokarbon, campuran gas alam) dan
lainnya (busa, mikrobial). Meskipun metode EOR kadang disebut
sebagai recovery tersier, namun bukan berarti metode EOR ini
diterapkan setelah fase sekunder. Beberapa metode EOR dapat
diterapkan setelah fase primer atau pada awal pengembangan.
Menurut Haynes (1976), teknologi EOR sangat bergantung
karakteristik reservoir. Metode primer dan sekunder pada
recovery minyak bumi biasanya mencakup 1/3 bagian dari volume
minyak awal (OOIP) karena gaya kapilaritas yang tinggi mampu
memperangkap minyak dalam pori-pori. Gaya kapilaritas
merupakan hasil tegangan antar muka minyak-air menyebabkan
terikatnya fluida dalam pori-pori batuan sehingga recovery
hanya 1/3 bagian dari OOIP. Walaupun banyak metode yang telah
dilakukan dalam metode EOR, tetapi metode dalam menurunkan
tegangan antarmuka seperti surfactant flooding lebih
memberikan harapan yang besar dalam peningkatan recovery
(Zhang et. al., 2007). Menurut Wahyono (2009), waterflooding
merupakan injeksi air yang dilakukan pada tahap kedua produksi
(secondary recovery) yang menjadi salah satu pilihan EOR
8
Pertamina saat ini. Penginjeksian air (waterflooding) ke dalam
pori-pori reservoir bertujuan agar tekanan reservoir
meningkat sehingga minyak terdorong yang mengakibatkan
produksi naik atau penurunan produksi (decline) dapat
diturunkan.
Menurut Gulick dan William (1998), waterflooding telah
dikenal sejak tahun 1860 tetapi pada saat itu waterflooding
sebagai upaya proses peningkatan recovery minyak bumi tidak
dapat diterapkan secara luas. Hal ini dikarenakan
karakteristik reservoir yang berbeda-beda tiap wilayah.
Menurut Lake (1989), reservoir-reservoir minyak bumi berbeda
dalam hal kondisi geologis alamnya, kandungan air dalam
reservoir dan sebagainya. Berdasarkan hal tersebut, metode
optimum untuk merecovery minyak bumi dalam jumlah yang
maksimum pada suatu reservoir berbeda terhadap reservoir yang
lain.
Menurut Salager (1977), chemical flooding dengan
menggunakan formula surfaktan harus memperhatikan beberapa
faktor seperti :
- Tahan terhadap temperatur dan tekanan reservoir.
- Tidak menyebabkan tersumbatnya pori-pori batuan.
- Dapat menurunkan saturation residu oil (SOR) dan dapat
merubah sifat kebasahan (wettability) batuan .
- Dapat meningkatkan efisiensi displacement minyak dimana
formula surfaktan harus mampu .
- menurunkan tegangan antarmuka antara minyak mentah dengan
air formasi.
9
- Adsorbsi formula surfaktan yang rendah oleh batuan
reservoir dan tanah lempung untuk mengurangi lose
surfaktan.
- Kompatibilitas yang baik dengan fluida pada reservoir
khususnya terhadap senyawa kation dua valen seperti Mg2+
dan Ca2+
Menurut Ayirala (2002) ketika surfaktan diinjeksikan,
surfaktan menyebar ke dalam minyak dan air dan tegangan antar
muka yang rendah meningkatkan nilai kapilaritas. Hasilnya,
lebih banyak minyak yang tadinya dalam kondisi immobile
berubah menjadi mobile. Menyebabkan perbaikan rasio mobilitas
yang efektif. Reservoir minyak dan / atau gas bumi adalah
suatu batuan yang berpori-pori dan permeabletempat minyak
dan/atau gas bergerak serta berakumulasi. Secara teoritis
semua batuan, baik batuan beku maupun batuan metamorf dapat
bertindak sebagai batuan reservoir, tetapi pada kenyataan
lebih dari 90% batuan reservoir adalah batuan sedimen. Jenis
batuan reservoir akan berpengaruh terhadap besarnya porositas
dan permeabilitas (Rachmat, 2009). Porositas menurut Levorsen
(1954) adalah perbandingan antara volume total ruang pori-pori
dan volume total batuan yang disebut porositas total atau
absolut.
Permeabilitas menurut Koesoemadinata (1978) dapat dinyatakan
dalam rumus sebagai berikut :
10
dengan q adalah laju rata-rata aliran melalui media pori
(cm3/dt), k adalah permeabilitas (Darcy), A adalah luas alas
benda yang dilalui aliran (cm2), µ adalah viskositas fluida
yang mengalir (centipoise) dan μ adalah tekanan per panjangbenda (atm/cm).
Beberapa reservoir secara alami bersifat padat dan
memperlihatkan permeabilitas yang rendah yang diakibatkan oleh
kandungan endapan lumpur dan lempung yang tinggi serta ukuran
butiran yang kecil. Pada beberapa kasus, permeabilitas yang
rendah terjadi pada daerah sekitar sumur bor yang mengalami
penyumbatan selama proses pengeboran (drilling) berlangsung.
Sumur yang mengalami kerusakan akibat pengeboran dan ditambah
dengan reservoir yang padat akibat kandungan mineralnya
memperlihatkan laju produksi yang rendah sehingga sering
menjadi tidak ekonomis. Kondisi ini tetap akan ada walaupun
tekanan reservoir tinggi. Pada kondisi ini, pemberian tekanan
menggunakan injeksi fluida tidak akan memberikan keuntungan.
Injeksi tekanan akan menjadi terlalu tinggi akibat
permeabilitas reservoir yang rendah (Economides dan Nolte,
1989).
Menurut Rachmat (2009), fluida reservoir terdiri dari
minyak, gas dan air formasi. Minyak dan gas kebanyakan
merupakan campuran yang rumit berbagai senyawa hidrokarbon,
yang terdiri dari golongan naftan, paraffin, aromatik dan
sejumlah kecil gabungan oksigen, nitrogen, dan belerang. Air
formasi merupakan fluida reservoir yang tercampur dan
11
terangkat bersama minyak bumi ke permukaan. Sedangkan Air
injeksi merupakan air yang telah diolah untuk diinjeksikan
kembali kedalam batuan reservoir melalui sumur injeksi untuk
meningkatkan perolehan minyak pada secondary
phase pada sumur production well. Perbandingan kandungan
air formasi dan air injeksi tersaji pada gambar dibawah ini,
Irapati (2008) mengatakan bahwa secara umum komposisi
hidrokarbon minyak mentah terdiri dari dua komponen yaitu
komponen hidrokarbon dan non hidrokarbon. Berdasarkan sifat,
susunan atau komposisi kimia dalam minyak mentah dapat
digolongkan ke dalam tiga bagian yaitu komponen hidrokarbon
dan non hidrokarbon. Berdasarkan sifat, susunan atau komposisi
kimia dalam minyak mentah dapat digolongkan ke dalam tiga
12
bagian yaitu minyak mentah alkana, minyak mentah siklo alkana
dan minyak mentah campuran. Berikut adalah sifat dari jenis
minyak mentah :
• Minyak mentah alkana mempunyai kerapatan relatif yang
rendah, susunan hidrokarbonnya bersifat alkana, mengandung
kadar wax yang tinggi dan sedikit mengandung
komponenasphaltic, menghasilkan bensin dengan kualitas kurang
baik karena mempunyai angka oktan yang rendah, menghasilkan
kerosine, solar dan wax yang bermutu baik.
• Minyak mentah sikloalkana mempunyai kerapatan relatif yang
tinggi, susunan hidrokarbonnya bersifat siklo alkana, sedikit
sekali mengandung kadar lilin dan mengandung komponen
asphaltic, menghasilkan bensin dengan kualitas baik karena
mempunyai angka oktan yang tinggi, menghasilkan kerosine yang
kurang baik, solar bersifat ringan-berat sampai kurang baik,
dapat diproses untuk pembuatan asphalt dan fuel oil.
• Minyak mentah campuran mempunyai kerapatan relatif diantara
jenis parafinik dan naftenik, Susunan hidrokarbonnya
mengandung parafinik, naftenik dan aromatik, tipe minyak ini
dapat diproses menjadi berbagai jenis produk minyak bergantung
dari tipe unit pengolahannya.
Golongan parafinik merupakan senyawa HC jenuh alkana yang
memiliki rantai lurus dan bercabang dimana golongan ini
merupakan fraksi yang terbesar di dalam minyak mentah.
Golongan naftenik merupakan senyawa HC jenuh siklo alkana yang
memiliki lima cincin atau enam cincin. Golongan aromatik
merupakan senyawa HC tidak jenuh yang memiliki enam cincin
13
dimana golongan ini terdapat dalam jumlah kecil (Irapati,
2008).
D. LANDASAN TEORI
Adanya anomali penurunan ‘gross production’ di sumur LS-
124, telah ter-identifikasi sebagai akibat endapan kristal
paraffin di sekitar lubang sumur (perforasi) dan kemungkinan
terjadinya ‘wax deposition’ yang berasal dari komposisi kimia
produksi minyak sumur LS-124 yang cenderung paraffinik. Wax
Deposition memberikan pengaruh terjadinya ‘precipitation’
pada tubulars dan dinding pipa (pipe walls), sehingga
pembentukan wax / solid deposits paraffinic dapat mengurangi
diameter internal pipa, bahkan kondisi yang paling buruk
adalah menghambat aliran dari sumur ke lubang bor (kasus pada
cased hole completion), dan dapat berkembang luas dengan apa
yang disebut Formation Damage.
Wax/solid deposits paraffinik adalah endapan hidrokarbon
yang berat. Endapan ini biasanya terjadi pada pipa produksi
(tubing), perforasi, dan/atau formasi. Walaupun mekanisme
pengendapannya beragam dan cukup rumit, satu hal penyebab
utamanya adalah perubahan temperatur atau tekanan disekitar
lubang sumur. Fraksi berat hidrokarbon tidak larut dalam
minyak tetapi membentuk kristal akibat terjadinya penurunan
temperatur. Paraffin pada formasi terlihat dengan test sebagai
skin, pada pipa produksi ditandai dengan pressure drop yang
besar. Paraffin dapat hilang dengan pemanasan (T>150o F)
14
PENYEBAB FORMATION DAMAGE
Minyak mentah produksi LS-124 memiliki sifat paraffinic
dengan kandungan lilin cukup tinggi. Kristal lilin / paraffin
dari minyak produksi mulai terbentuk pada temperature < 180° F
sebesar 100 ppm dengan type C-45 – C-48, dimana pada suhu di
bawah 180° F akan makin meningkat hingga > 1000 ppm, sehingga
pembentukan kristal lilin akan semakin cepat. Pengaruh
langsung dari pembentukan kristal lilin tersebut adalah
terhadap laju produksi sumur. Ditandai dengan trend perolehan
produksi yang cenderung turun secara drastis. Kondisi ini
disebabkan faktor Flow Efficiency (FE) sumur menurun akibat
faktor kerusakan formasi (formation damage) di depan formasi
produktif. Dengan adanya pengaruh skin formasi mengakibatkan
tekanan dalir dasar sumur menurun sehingga solubility kristal
paraffin mengecil, dan memiliki potensi berdampak ‘plugged’ di
perforasi. Dengan demikian dampak yang lebih luas terhadap
laju produksi sumur menurun akibat PI (Productivity Index)
formasi mengecil, sehingga Flow Efficiency (FE) sumur
berkurang.
Pengaruh komposisi mineral batuan dari lapisan produktif
“L”, dimana 25 % merupakan mineral ‘clay’ yang dapat memiliki
pengaruh migrasi mineral clayillite pada lapisan sandstone
lapangan Sago, sehingga mempengaruhi pore lining antara
butiran pasir.
TREATMENT YANG DIGUNAKAN
15
- SOLVENT
Solvent adalah fluida yang mempunyai sifat atau karakteristik
terterntu yang dapat melarutkan material lain. Untuk beberapa
industri, seperti cat, farmasi, kosmetik dan tinta, solven
berperan penting baik sebagai bahan utama maupun pendukung.
Beberapa sifat penting solven antara lain:
1. Kemampuan melarutkan (solubility)
2. Kecepatan menguap
3. Trayek didih
4. Berat jenis (specific gravity)
5. Flashpoint
Berdasarkan sifat-sifat di atas, solven dapat dikategorikan
berdasarkan fungsinya sebagai berikut:
True solvent, melarutkan dalam proses ekstraksi, pemurnian
dalam pembuatan emulsi dan suspensi.
Diluent , untuk pengencer misalnya pada industri cat.
Latent solvent, meninggikan daya larut aktif solven.
Media reaksi, rekasi akan berlangsung lebih cepat dalam
fase cair.
Paint remover, untuk pembersih atau penghilang cat.
Solvent yang digunakan dalam treatment penanggulangan atau
peningkatan sumur parafin ini adalah Xylene, digunakan
sebagai pelarut paraffin / wax, merupakan bahan kimia aromatik
dengan ikatan CnH2n-6, memiliki daya larut sangat baik, dengan
flash point rendah sehingga mudah sekali menguap.
16
- SURFAKTAN
Surfactant adalah bahan/zat yang mengubah hubungan energi
pada permukaan sentuh, senyawa sintetik-organik yang
memperlihatkan aktivitas permukaan, mencakup bahan yang
berperan dalam pembasahan, pembersihan, perembesan,
penembusan, pembusaan, dan sebagainya. Bahan-bahan seperti iu
terjerap pada permukaan dan dengan demikian menurunkan
tegangan permukaan.
Tujuan digunakannya surfactant adalah menurunkan tegangan
permukaan (interfacial tension) minyak-air di dalam reservoir.
Dengan menurunnya tegangan permukaan, maka akan menurunkan
tekanan kapiler yang berpengaruh terhadap wettabilitas batuan.
Sehingga akan meningkatkan effisiensi pendesakan (Displacement
efficiency).
Surfactant juga didefinisikan sebagai bahan kimia yang
molekulnya selalu mencari tempat diantara dua fluida yang
tidak mau bercampur dan surfactant mengikat kedua fluida
tersebut menjadi emulsi. Surfactant yang berada di dalam slug
harus dibuat agar membentuk micelle, yaitu surfactant yang
aktif dan mampu mengikat air dan minyak pada konsentrasi
tertentu. Jika konsentrasinya masih kecil, maka campuran
surfactant tersebut masih berupa monomor (belum aktif). Untuk
itu setiap slug perlu diketahui CMC-nya (Critical Micelles
Cocentration) yaitu konsentrasi tertentu, sehingga campuran
surfactant yang semula monomor berubah menjadi micelle.
17
Surfactant yang umum dipakai dalam proses eksploitasi EOR
adalah sodium sulfonate yang ionik bermuatan negatif.
Sedangkan jenis lain jarang dipakai. Larutan surfactant yang
biasa digunakan di lapangan untuk pendesakan minyak sisa hasil
pendorongan air, terdiri dari komponen surfactant, air, minyak
dan alkohol sebagai kosurfactant. Campuran cairan surfactant
ini diijeksikan ke dalam reservoir sebagai slug kemudian
didorong oleh larutan polimer untuk memperbaiki mobilitas
aliran, selanjutnya diikuti pendorongan air agar hemat bahan
polimer. Slug yang biasa digunakan dari 5 - 15 % PV (Pore
Volume), diharapkan kemampuannya menghasilkan tambahan
perolehan diatas perolehan jika digunakan secondery recovery.
Surfactant yang digunakan pada penelitian ini adalah
ANTICOR PA-500, merupakan dispersant yang berfungsi memisahkan
deposits paraffin agar mudah kembali terproduksikan ke dalam
sumur, dan memiliki nilai kelarutan tinggi sehingga tidak
menimbulkan penyumbatan di depan lubang perforasi ataupun
menempel pada dinding-dinding pipa.
E. HIPOTESIS
Berdasarkan tinjauan pustaka dan landasan teori diatas,
maka penulis mencoba untuk memutuskan hipotesis yang akan
diuji kebenarannya, apakah hasil penelitian akan menerima atau
menolak hipotesis tersebut. Hipotesisnya yaitu “Terdapatnya
pengaruh solvent dan surfactant setelah diinjeksikan ke reservoir dimana sumur
produksi mengalami permeabilitas yang cukup tinggi dan mobilitas munyak pun
membesar”.
F. METODE PENELITIAN
18
Sumur paraffin adalah sumur yang berviskositas minyak
sangat tinggi (kental) karna mengandung wax/lilin dan jika
terjadi penurunan temperatur, minyak minyak dapat bergerak
bebas (mobilitas minyak mengecil) sehingga mengakibatkan
produktivitas minyak menurun. Oleh karna itu, salah satu upaya
untuk meningkatkan produktivitas minyak pada sumur paraffin
ini adalah dengan pemanfaatan teknologi solvent dan
surfactant.
Prinsip kerja dari penggunaan solvent :
- Solvent (jenis xylene) yang telah ditentukan
penggunaannya sesuai volume formasi di injeksikan kedalam
sumur injeksi, pada sumur injeksi solvent bereaksi dengan
reservoir.
- Pada reservoir, solvent yang berbentuk cairan/liquid
memiliki daya larut sangat baik, dengan flash point
rendah sehingga mudah sekali menguap dan mengakibatkan
minyak melebur membentuk campuran yang homogen sehingga
viscous (kekentalan) minyak menurun (encer),
permeabilitas minyak tersebut bagus dan mobilitas/minyak
dapat bergerak bebas untuk dapat mengalir dari sumur
produksi ke permukaan.
Prinsip kerja dari penggunaan surfactant:
- Surfactant (ANTICOR PA-500) yang telah disediakan sesuai
dengan kebutuhan diinjeksikan sama halnya seperti solvent
ke sumur injeksi.
- Pada sumur injeksi, surfactant bereaksi kedalam
reservoir. Disini surfactant bertugas memisahkan deposit
19
paraffin/lilin yang mengendap dengan penyaringan atau
sentrifugasi agar minyak mudah kembali terproduksi
kedalam sumur, dan pemisahan kembali pelarut dari minyak
bebas lilin agar dapat dipakai kembali(di lakukan
penyulingan/distilasi).
- Setelah minyak terproduksi kepermukaan, surfactant
merembes/membilas/membersihkan formasi sehingga porosity
dan debit alir fluida menjadi lancar dari sumur produksi
kepermukaan serta melarutkan material-material yang
menghambat/merusak pendistribusian minyak ke permukaan
sehingga tidak menimbulkan penyumbatan didepan lubang
perforasi ataupun menempel pada dinding pipa.
Setelah penggunaan dari injeksi solvent dan surfactant
pada sumur paraffin dapat memberikan laju produksi yang besar
(viskositas minyak rendah (encer) dan permeabilitas minyak
bagus) sehingga sumur dapat berproduksi secara kontinyu (tanpa
hambatan lagi).
Variabel penelitian ada adalah : waktu treatment selama 4
hari, solvent dan surfaktan sebagai bahan untuk treatment dan
sumur minyak yang mengandung paraffin/wax.
Parameter penelitian : permeabilitas minyak, mobilitas
minyak, dan volume/banyak nya solvent dan surfactant yang
digunakan dalam treatment.
Menentukan Pore Volume pada Formasi yang memungkinkan untuk
penggunaan solvents & surfactants, sbb :
V = ø x A x h
20
Dimana,
A = 1/4π x D2
ø = Porositas batuan (%)
D = 2 R
R = Jari-jari penetrasi max 3 ft
H = Tebal perforasi (ft)
Sehingga,
V = 0,27 x 4,71 x 14
= 17,8 ft3
= 133, 1529 Gallon
Pembiayaan treatment terdiri atas :
- Biaya sewa rig per hari :
US$.1942,07,-/Rp. 17.478.630,-
- Lama pekerjaan = 4 hari
- Total biaya / sewa rig :
US$.7768,28,-/Rp. 69.914.520,-
- Harga material Xylene :
US$88,-per drum/ Rp. 792.000,-
- Kebutuhan Xylene : 5,5 drum
- Total Biaya Xylene :
- US $ 484,- / Rp. 4.356.000,-
- Harga material ADO : 905 liter
- Harga ADO industri :
Rp. 2100,- per liter
21
- Total Biaya ADO:Rp.1.900.500,-
- Estimated Pay Out Time (POT):
= Rp.211.896.000,-/Rp.76.171.020,-
= 2, 78 bulan
= 2 bulan 23 hari
Analisa hasil :
A. Inovasi Solvent & Surfactants menggunakan komposisi Diesel
Oil, Xylene dan ANTICOR PA-500 tidak merusak lapisan produktif
“L”, yang ditandai dengan membaiknya Flow Effiiciency sumur
sehigga mampu berproduksi secara ‘continious production’ .
B. Scale dan Wax terbukti secara nyata terbentuk di sekitar
lubang perforasi pada sumur LS-124, dengan adanya respons
produksi yang cukup baik setelah pelaksanaan stimulasi
Solvents dan Surfactants, dengan perbandingan test produksi
sebelum dan setelah pelaksanaan pekerjaan, pada tabel 1
22
Analisa tabel:
- laju produksi minyak (dalam BFPD) meningkat setelah
dilakukan treatment dengan injeksi solvent dan surfaktant
yaitu 173 BFPD.
- Persentase kadar air menjadi 75%, berkurang 5% karena air
telah ikut terproduksi bersamaan dengan larutan solvent.
- Berat bersih minyak meningkat menjadi 43 BOPD, mengalami
peningkatan karena minyak sudah terpisah oleh parafin
setelah proses treatment.
- System produksi minyak menjadi kontinyu (dapat
berlangsung secara terus-menerus) dibandingakan treatment
sebelumnya yang intermitten (pertahap-tahap_ karena
terhambat oleh proses treament/pemulihan produksi minyak.
C. Inovasi solvents + surfactants secara effektif mampu
mengatasi problem wax / paraffin yang terjadi di sekitar
lubang bor pada sumur LS-124, terbukti adanya respons
peningkatan produksi sebesar 37 BOPD secara Continious
Production, yang dipantau dari pengukuran pergerakan cairan
dynamis (DFL).
F. Surfactants diperlukan untuk merubah wettabilitas batuan
yang akan membantu peningkatan permeabilitas relatif minyak
terhadap batuan, dan penggunaan paraffin solvents akan
melarutkan wax.
G. JADWAL PENELITIAN
Kegiatan Jadwal Jumlah waktu
23
Persiapan bahan 24 juli 2014 - 01
agustus 2014
8 hari
Penyiapan
sampel
30 juli 2014 – 07
agustus 2014
8 hari
Pengujian +
penelitian
10 agustus 2014 – 14
agustus 2014
4 hari
Penulisan akhir 16 agustus 2014 – 18
september 2014
1 bulan 8
hari
H. DAFTAR PUSTAKA
24
Panitia 100 tahun usaha petambangan minyak dan gas bumi.
1985. “Kamus minyak dan gas bumi’. Jakarta. Pusat penelitian dan
pengembangan teknologi minyak dan gas bumi “LEMIGAS”.
K.Permadi, Asep. 1999. “Formation damage analysis, acid stimulation
and well service”. Duri. Petroleum industrial training
consultant.
Amix. 1960. “Petroleum reservoir engineering”. New York. Chapter 6 Mc
Graw Hillnbook company.
Amperianto Agus, Skripsi Sarjana Perminyakan UPN “Veteran”
Yogyakarta (1994), “Evaluasi Penanggulangan Problem Scale pada
Lapangan Kawengan PERTAMINA UEP III CEPU”, Petroleum
Engineering.Dept.
Andrico dofa; Amperianto Agus dan Priyandoyo. (2007). “Upaya
peningkatan produksi minyak disumur produksi paraffinik unit bisnis EP Lirik –
Riau menggunakan inovasi solvent dan surfactant”,
<http://www.iatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/2007/2007-
42.pdf> (nov,17 2012)
Sudibjo Rachmat (2002). “Penelitian dalam penerapan EOR di Indonesia”.
<http://www.iatmi.or.id/assets/txt/SEOR/SEOR-08.txt> (nov,
17 2012)
Firdaus muhammad yusuf (2011).
“Hydrocarbon Solvent”.<http://muhammadyusuffirdaus.wordpress.c
om/2011/09/18/hydrocarbon-solvent/> (nov, 17 2012)
25