PROPASAL UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI MINYAK DI SUMUR PRODUKSI PARAFINIK UNIT BISNIS EP-LIRIK-RIAU...

25
A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Anomali penurunan produksi yang terjadi di sumur LS-124 (JOB PLP Lirik), diperkirakan akibat kondisi Formation Damage oleh endapan wax / kristal paraffin, sehingga sumur harus diproduksikan secara Intermitten Production. Sumur produksi yang mengalami kerusakan formasi akan menyebabkan indeks produktifitas menurun, disebabkan adanya hambatan aliran (flow) dari formasi batuan ke dalam lubang sumur. Hal tersebut akan ter-indikasi pada laju penurunan produksi yang tiba-tiba, padahal seluruh fasilitas produksi masih beroperasi secara baik. Kerusakan formasi batuan dapat terjadi pada saat perawatan sumur atau kerja ulang yang disebabkan oleh material halus terbawa oleh cairan komplesi atau terbentuknya kristal endapan paraffin akibat penurunan suhu di dalam lubang sumur. Inovasi solvent dan surfactants digunakan untuk meningkatkan nilai kelarutan endapan paraffin di sekitar lubang perforasi agar laju alir fluida menjadi normal kembali. Dari data formasi produktif struktur SAGO yang memiliki temperatur reservoir 170 ° F, dengan paraffinic oil produce bergravity 36° API dan 102° F pour point temperature serta kandungan kadar garam/water salinity berkisar 300 – 1.200 ppm, maka faktor sifat fisik fluida produksi merupakan hal yang sangat penting/dominan diperhatikan di dalam upaya pemilihan metode dengan menggunakan solvents & surfactants. Temperatur reservoir, solid & wax content ataupun kandungan senyawa aromatic, menjadi faktor yang berpengaruh langsung terhadap 1

Transcript of PROPASAL UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI MINYAK DI SUMUR PRODUKSI PARAFINIK UNIT BISNIS EP-LIRIK-RIAU...

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Anomali penurunan produksi yang terjadi di sumur LS-124

(JOB PLP Lirik), diperkirakan akibat kondisi Formation Damage

oleh endapan wax / kristal paraffin, sehingga sumur harus

diproduksikan secara Intermitten Production. Sumur produksi

yang mengalami kerusakan formasi akan menyebabkan indeks

produktifitas menurun, disebabkan adanya hambatan aliran

(flow) dari formasi batuan ke dalam lubang sumur. Hal tersebut

akan ter-indikasi pada laju penurunan produksi yang tiba-tiba,

padahal seluruh fasilitas produksi masih beroperasi secara

baik. Kerusakan formasi batuan dapat terjadi pada saat

perawatan sumur atau kerja ulang yang disebabkan oleh material

halus terbawa oleh cairan komplesi atau terbentuknya kristal

endapan paraffin akibat penurunan suhu di dalam lubang sumur.

Inovasi solvent dan surfactants digunakan untuk meningkatkan

nilai kelarutan endapan paraffin di sekitar lubang perforasi

agar laju alir fluida menjadi normal kembali.

Dari data formasi produktif struktur SAGO yang memiliki

temperatur reservoir 170 ° F, dengan paraffinic oil produce

bergravity 36° API dan 102° F pour point temperature serta

kandungan kadar garam/water salinity berkisar 300 – 1.200 ppm,

maka faktor sifat fisik fluida produksi merupakan hal yang

sangat penting/dominan diperhatikan di dalam upaya pemilihan

metode dengan menggunakan solvents & surfactants. Temperatur

reservoir, solid & wax content ataupun kandungan senyawa

aromatic, menjadi faktor yang berpengaruh langsung terhadap

1

kelangsungan produksi sumur dan umur / kinerja pompa,

frekuensi perawatan sumur serta kontinuitas produksi. Sumur

LS-124 dipilih untuk sebagai bahan penelitian, mengingat type

dan sejarah produksinya yaitu ‘commingle completion’ dan

‘Intermitten’ dengan ketebalan formasi produktif 14 ft,

produktif zone “L” dengan total depth @ 1425 ft, average

porositas 27% dan temperature reservoir 170° F., memiliki

data produksi sbb :

Sumur LS-124

- Status : Mei 2002

- Lifting type : THM

- Size : 2” (inch)

- Perforasi : L-1(1385 – 1393)

- L-2(1395 – 1401)

- Casing Size : 5 ½” @ 1611 ft

- Pump Intake : 1369 ft

- Produksi : Gross : 35 BFPD

- WC : 80 %

- Nett : 7 BOPD

(Intermitten Production)

B. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

- Membuktikan pengujian penggunaan injeksi surfactant dan

diikuti oleh larutan solvent pada sumur produksi

paraffinik di unit bisnis EP lirik-Riau dapat

meningkatkan produksi minyak.

2

- Menganalisa pengaruh penginjeksian surfactant dan solvent

terhadap laju produksi minyak.

- Memperbaiki permeabilitas dan mobilitas minyak hinggadapat terproduksi bebas ke permukaan.

- Mendapatkan pengetahuan mengenai salah satu cara yangdapat dilakukan jika oil well mengandung wax sekaligusdapat mengaplikasikannya didunia perminyakan.

C. TINJAUAN PUSTAKA

SEJARAH LAPANGAN SAGO

Struktur SAGO merupakan salah satu lapisan penghasil

minyak yang terletak di propinsi RIAU adalah suatu bagian

struktur Central Sumatra Basin Indonesia yang lebih dikenal

sebagai LIRIK TREND. Struktur ini pertama kali diketemukan

pada tahun 1939, diikuti program pengembangan lapangan pada

tahun-tahun berikut. Kedalaman rata-rata sumur penghasil di

struktur SAGO lapangan Lirik berkisar antara 1.600 – 1.800

ft, dengan jumlah sumur 107 bh terdiri atas 53 sumur produksi

aktif, 10 bh sumur injeksi, 10 bh sumur kering/ abandont dan

34 bh sumur lainnya dalam status ditutup sementara. Perkiraan

sisa cadangan minyak per 1-Januari-2004 adalah 36,269, 6 MSTB.

Lapisan “L” yang merupakan lapisan penghasil sumur LS-124,

memiliki jumlah titik serap 31, yang tersebar merata pada

Block II, III, IV VI dan VII. Produksi minyak pada lapisan “L”

pada tahun 2003 sebesar 243,8 MSTB. Kumulatif produksi minyak

berjumlah 10.758, 2 MSTB, dengan perkiraan sisa cadangan

minyak sebesar 8.153, 7 STB. Lapisan “L” sangat prospek dan

dapat dikembangkan, mengingat penyebarannya Lapangan ini

3

pertama dikelola oleh SVPM, yang berkantor di Sungai Gerong,

Palembang, Sumatra Selatan dan berkantor pusat di 26th,

Broadway, New York City, USA. Kegiatan eksplorasi dimulai

tahun 1925, pemboran eksplorasi pertama dilakukan pada tahun

1936. Sumur pertama yang menghasilkan minyak adalah sumur LR-

003. Pada tanggal 31 Maret 1941 dilakukan test awal pada sumur

LS-10 dan menghasilkan minyak 850 BOPD dengan kadar air 30 %.

Lapangan Sago diperkirakan dengan Initial Oil In Place (OOIP)

sebesar 284.328.805 barel oil, dan Ultimate Recovery (UR)

sebesar 213.246.603 barel oil dengan Recovery Factor (RF)

sekitar 75% dari jumlah awal minyak awal ditempat (OOIP).

Terhitung jumlah produksi komulatif hingga bulan Desember 2004

sebesar 201.873.451 barel oil, maka diperkirakan sisa cadangan

minyak pada 1 Januari 2005 adalah sebesar 11.373.152 barel

oil.

KERUSAKAN FORMASI

Kontak antara formasi dengan fluida lain adalah dasar

yang menyebabkan kerusakan formasi. Adapun yang dimaksud

fluida disini adalah lumpur pemboran, fluida workover, fluida

perforasi ataupun dari fluida reservoir itu sendiri dimana

karakteristik reservoirnya telah berubah (Zulfikar, 2009)

Zulfikar, (2009) menyatakan bahwa ada beberapa kemungkinan

mekanisme terjadinya kerusakan formasi meliputi :

1. Penyumbatan yang berasosiasi dengan padatan.

Penyumbatan oleh padatan dapat terjadi pada permukaan

formasi, lubang perforasi atau pada formasi itu sendiri.

Penyumbatan oleh padatan tersebut berupa material

4

pemberat, clay, material loss circulation, pengendapan

scale dan asphalt.

2. Padatan sangat kecil

Padatan yang dimaksud berupa oksida besi atau partikel

silikat lain. Padatan ini sering terbawa oleh aliran dan

akhirnya terendapkan dalam pori-pori pada permeabilitas

relatif formasi dan akan berkembang menjadi penyumbat

yang serius.

Kerusakan formasi sumur minyak bumi telah menyebabkan

menurunnya produktivitas sumur minyak. Kerusakan formasi

disebabkan oleh proses pemboran dan cara memproduksikan

hidrokarbon yang menyebabkan menurunnya permeabilitas sekitar

lubang sumur. Produktifitas sumur dapat dipengaruhi oleh sifat

kebasahan batuan (wettability) menjadi oil wet, tekanan

kapiler yang tinggi, water blocking, particle blocking dan

emulsion blocking (Mulyadi, 2000).

- Wettability merupakan ukuran yang menjelaskan apakah

permukaan dari batuan memiliki kemampuan lebih mudah

terlapisi oleh minyak atau oleh air. Surfaktan dapat

menyusup ke daerah antar muka antar cairan dengan batuan

dan dapat mengubah kutub dari permukaan batuan sehingga

akan mengubah wettability dari batuan tersebut (Ashayer

et. al., 2000). Sifat batuan yang cenderung basah air

disebut water wet sedangkan sifat batuan yang cenderung

basah minyak disebut oil wet. Pada kondisi water wet,

batuan diselubungi oleh air sedangkan pada kondisi oil

wet, batuan cenderung diselubungi oleh minyak. Pada

kondisi oil wet, keberadaan minyak yang menyelubungi

5

batuan menyebabkan meningkatnya ketebalan dari lapisan

pada batuan reservoir sehingga menyebabkan berkurangnya

laju alir. Sifat batuan oil wet dapat mengurangi

produktivitas sumur hingga 15–85% (Mulyadi, 2000).

- Tekanan kapiler adalah tekanan yang timbul karena adanya

perbedaan tegangan antar muka dari dua fluida yang

immiscible (tidak saling melarut) pada daerah penyempitan

pori-pori batuan. Tingginya tekanan kapiler berbanding

terbalik dengan jari-jari kapilernya dan berbanding lurus

dengan tegangan antar muka. Tekanan kapiler yang tinggi

akan menghambat aliran fluida minyak sehingga minyak akan

tertinggal di dalam pori-pori (Allen dan Robert, 1993).

- Water blocking merupakan kondisi dimana pori-pori

reservoir tertutup oleh air formasi dalam jumlah yang

banyak. Water blocking terjadi karena air yang bergerak

akibat adanya gaya kapilaritas air. Sifat air ini

menyebabkan air akan memby-passed minyak dan menyebabkan

minyak tertinggal di dalam pori-pori sebagai by-passed

oil. Salah satu cara dalam mengatasi water blocking

adalah dengan menginjeksikan 1–3% surfaktan dalam formasi

(Allen dan Robert, 1993).

- Particle blocking atau penyumbatan pori-pori oleh

partikel-partikel tertentu (lempung halus dan lumpur)

merupakan masalah umum yang sering dijumpai pada

reservoir. Particle blocking dapat diatasi dengan

melarutkan partikel-partikel penyumbat dengan menggunakan

surfaktan jenis tertentu. Surfaktan anionik dapat

melarutkan lempung pada larutan asam (Allen dan Robert,

6

1993). Menurut McCune (1976), melalui penginjeksian asam

ke dalam formasi reservoir carbonate yang padat dan

mengalami kerusakan biasa disebut stimulasi, diharapkan

asam tersebut akan bereaksi dengan beberapa mineral dan

menciptakan pori-pori dan saluran pori yang lebih besar

sehingga permeabilitas meningkat.

- Emulsion block merupakan emulsi kental minyak dan air

yang terbentuk pada lubang reservoir dimana dapat

mengurangi produksi minyak bumi (Mulyadi, 2000).

Emulsion block dapat dihancurkan dengan cara

menyuntikkan oil well stimulation agent ke dalam

reservoir. Oil well stimulation agent mampu

menghancurkan emulsi dengan cara menghilangkan kestabilan

emulsi (Allen dan Robert, 1993).

ENHANCED OIL RECOVERY (EOR)

Menurut Gomaa (1997), pengembangan Lapangan minyak dapat

dikelompokkan atas tiga fase yaitu fase primer (primary

phase), fase sekunder (secondary phase) dan fase tersier

(tertiary phase). Pada fase primer, produksi dikontrol dari

tenaga alami yang tergantung pada kandungan energi alam pada

reservoir. Optimasi produksi pada fase primer antara lain

stimulasi menggunakan metode asam (acidizing), metode

fracturing dan metode sumur horizontal (horizontal wells).

Pada fase sekunder diterapkan penambahan energi dari luar

seperti gas flood dan water flood. Metode pada fase tersier

sering juga disebut sebagai metode enhanced oil recovery

(EOR). 7

Metode Enhanced Oil Recovery (EOR) didefinisikan sebagai

suatu metode yang melibatkan proses penginjeksian dengan

penambahan material tertentu yang dapat menyebabkan perubahan

fluida dalam reservoir seperti komposisi minyak, rasio

mobilitas dan juga karakteristik interaksi batuan-fluida.

Metode EOR dapat dikelompokkan berdasarkan material yang

diijeksikan ke reservoir yaitu metode panas (air panas, steam

stimulation, steamflood, fireflood), metode kimia (polimer,

surfaktan, alkali), metode solvent miscible (pelarut

hidrokarbon, CO2, N2, gas hidrokarbon, campuran gas alam) dan

lainnya (busa, mikrobial). Meskipun metode EOR kadang disebut

sebagai recovery tersier, namun bukan berarti metode EOR ini

diterapkan setelah fase sekunder. Beberapa metode EOR dapat

diterapkan setelah fase primer atau pada awal pengembangan.

Menurut Haynes (1976), teknologi EOR sangat bergantung

karakteristik reservoir. Metode primer dan sekunder pada

recovery minyak bumi biasanya mencakup 1/3 bagian dari volume

minyak awal (OOIP) karena gaya kapilaritas yang tinggi mampu

memperangkap minyak dalam pori-pori. Gaya kapilaritas

merupakan hasil tegangan antar muka minyak-air menyebabkan

terikatnya fluida dalam pori-pori batuan sehingga recovery

hanya 1/3 bagian dari OOIP. Walaupun banyak metode yang telah

dilakukan dalam metode EOR, tetapi metode dalam menurunkan

tegangan antarmuka seperti surfactant flooding lebih

memberikan harapan yang besar dalam peningkatan recovery

(Zhang et. al., 2007). Menurut Wahyono (2009), waterflooding

merupakan injeksi air yang dilakukan pada tahap kedua produksi

(secondary recovery) yang menjadi salah satu pilihan EOR

8

Pertamina saat ini. Penginjeksian air (waterflooding) ke dalam

pori-pori reservoir bertujuan agar tekanan reservoir

meningkat sehingga minyak terdorong yang mengakibatkan

produksi naik atau penurunan produksi (decline) dapat

diturunkan.

Menurut Gulick dan William (1998), waterflooding telah

dikenal sejak tahun 1860 tetapi pada saat itu waterflooding

sebagai upaya proses peningkatan recovery minyak bumi tidak

dapat diterapkan secara luas. Hal ini dikarenakan

karakteristik reservoir yang berbeda-beda tiap wilayah.

Menurut Lake (1989), reservoir-reservoir minyak bumi berbeda

dalam hal kondisi geologis alamnya, kandungan air dalam

reservoir dan sebagainya. Berdasarkan hal tersebut, metode

optimum untuk merecovery minyak bumi dalam jumlah yang

maksimum pada suatu reservoir berbeda terhadap reservoir yang

lain.

Menurut Salager (1977), chemical flooding dengan

menggunakan formula surfaktan harus memperhatikan beberapa

faktor seperti :

- Tahan terhadap temperatur dan tekanan reservoir.

- Tidak menyebabkan tersumbatnya pori-pori batuan.

- Dapat menurunkan saturation residu oil (SOR) dan dapat

merubah sifat kebasahan (wettability) batuan .

- Dapat meningkatkan efisiensi displacement minyak dimana

formula surfaktan harus mampu .

- menurunkan tegangan antarmuka antara minyak mentah dengan

air formasi.

9

- Adsorbsi formula surfaktan yang rendah oleh batuan

reservoir dan tanah lempung untuk mengurangi lose

surfaktan.

- Kompatibilitas yang baik dengan fluida pada reservoir

khususnya terhadap senyawa kation dua valen seperti Mg2+

dan Ca2+

Menurut Ayirala (2002) ketika surfaktan diinjeksikan,

surfaktan menyebar ke dalam minyak dan air dan tegangan antar

muka yang rendah meningkatkan nilai kapilaritas. Hasilnya,

lebih banyak minyak yang tadinya dalam kondisi immobile

berubah menjadi mobile. Menyebabkan perbaikan rasio mobilitas

yang efektif. Reservoir minyak dan / atau gas bumi adalah

suatu batuan yang berpori-pori dan permeabletempat minyak

dan/atau gas bergerak serta berakumulasi. Secara teoritis

semua batuan, baik batuan beku maupun batuan metamorf dapat

bertindak sebagai batuan reservoir, tetapi pada kenyataan

lebih dari 90% batuan reservoir adalah batuan sedimen. Jenis

batuan reservoir akan berpengaruh terhadap besarnya porositas

dan permeabilitas (Rachmat, 2009). Porositas menurut Levorsen

(1954) adalah perbandingan antara volume total ruang pori-pori

dan volume total batuan yang disebut porositas total atau

absolut.

Permeabilitas menurut Koesoemadinata (1978) dapat dinyatakan

dalam rumus sebagai berikut :

10

dengan q adalah laju rata-rata aliran melalui media pori

(cm3/dt), k adalah permeabilitas (Darcy), A adalah luas alas

benda yang dilalui aliran (cm2), µ adalah viskositas fluida

yang mengalir (centipoise) dan μ adalah tekanan per panjangbenda (atm/cm).

Beberapa reservoir secara alami bersifat padat dan

memperlihatkan permeabilitas yang rendah yang diakibatkan oleh

kandungan endapan lumpur dan lempung yang tinggi serta ukuran

butiran yang kecil. Pada beberapa kasus, permeabilitas yang

rendah terjadi pada daerah sekitar sumur bor yang mengalami

penyumbatan selama proses pengeboran (drilling) berlangsung.

Sumur yang mengalami kerusakan akibat pengeboran dan ditambah

dengan reservoir yang padat akibat kandungan mineralnya

memperlihatkan laju produksi yang rendah sehingga sering

menjadi tidak ekonomis. Kondisi ini tetap akan ada walaupun

tekanan reservoir tinggi. Pada kondisi ini, pemberian tekanan

menggunakan injeksi fluida tidak akan memberikan keuntungan.

Injeksi tekanan akan menjadi terlalu tinggi akibat

permeabilitas reservoir yang rendah (Economides dan Nolte,

1989).

Menurut Rachmat (2009), fluida reservoir terdiri dari

minyak, gas dan air formasi. Minyak dan gas kebanyakan

merupakan campuran yang rumit berbagai senyawa hidrokarbon,

yang terdiri dari golongan naftan, paraffin, aromatik dan

sejumlah kecil gabungan oksigen, nitrogen, dan belerang. Air

formasi merupakan fluida reservoir yang tercampur dan

11

terangkat bersama minyak bumi ke permukaan. Sedangkan Air

injeksi merupakan air yang telah diolah untuk diinjeksikan

kembali kedalam batuan reservoir melalui sumur injeksi untuk

meningkatkan perolehan minyak pada secondary

phase pada sumur production well. Perbandingan kandungan

air formasi dan air injeksi tersaji pada gambar dibawah ini,

Irapati (2008) mengatakan bahwa secara umum komposisi

hidrokarbon minyak mentah terdiri dari dua komponen yaitu

komponen hidrokarbon dan non hidrokarbon. Berdasarkan sifat,

susunan atau komposisi kimia dalam minyak mentah dapat

digolongkan ke dalam tiga bagian yaitu komponen hidrokarbon

dan non hidrokarbon. Berdasarkan sifat, susunan atau komposisi

kimia dalam minyak mentah dapat digolongkan ke dalam tiga

12

bagian yaitu minyak mentah alkana, minyak mentah siklo alkana

dan minyak mentah campuran. Berikut adalah sifat dari jenis

minyak mentah :

• Minyak mentah alkana mempunyai kerapatan relatif yang

rendah, susunan hidrokarbonnya bersifat alkana, mengandung

kadar wax yang tinggi dan sedikit mengandung

komponenasphaltic, menghasilkan bensin dengan kualitas kurang

baik karena mempunyai angka oktan yang rendah, menghasilkan

kerosine, solar dan wax yang bermutu baik.

• Minyak mentah sikloalkana mempunyai kerapatan relatif yang

tinggi, susunan hidrokarbonnya bersifat siklo alkana, sedikit

sekali mengandung kadar lilin dan mengandung komponen

asphaltic, menghasilkan bensin dengan kualitas baik karena

mempunyai angka oktan yang tinggi, menghasilkan kerosine yang

kurang baik, solar bersifat ringan-berat sampai kurang baik,

dapat diproses untuk pembuatan asphalt dan fuel oil.

• Minyak mentah campuran mempunyai kerapatan relatif diantara

jenis parafinik dan naftenik, Susunan hidrokarbonnya

mengandung parafinik, naftenik dan aromatik, tipe minyak ini

dapat diproses menjadi berbagai jenis produk minyak bergantung

dari tipe unit pengolahannya.

Golongan parafinik merupakan senyawa HC jenuh alkana yang

memiliki rantai lurus dan bercabang dimana golongan ini

merupakan fraksi yang terbesar di dalam minyak mentah.

Golongan naftenik merupakan senyawa HC jenuh siklo alkana yang

memiliki lima cincin atau enam cincin. Golongan aromatik

merupakan senyawa HC tidak jenuh yang memiliki enam cincin

13

dimana golongan ini terdapat dalam jumlah kecil (Irapati,

2008).

D. LANDASAN TEORI

Adanya anomali penurunan ‘gross production’ di sumur LS-

124, telah ter-identifikasi sebagai akibat endapan kristal

paraffin di sekitar lubang sumur (perforasi) dan kemungkinan

terjadinya ‘wax deposition’ yang berasal dari komposisi kimia

produksi minyak sumur LS-124 yang cenderung paraffinik. Wax

Deposition memberikan pengaruh terjadinya ‘precipitation’

pada tubulars dan dinding pipa (pipe walls), sehingga

pembentukan wax / solid deposits paraffinic dapat mengurangi

diameter internal pipa, bahkan kondisi yang paling buruk

adalah menghambat aliran dari sumur ke lubang bor (kasus pada

cased hole completion), dan dapat berkembang luas dengan apa

yang disebut Formation Damage.

Wax/solid deposits paraffinik adalah endapan hidrokarbon

yang berat. Endapan ini biasanya terjadi pada pipa produksi

(tubing), perforasi, dan/atau formasi. Walaupun mekanisme

pengendapannya beragam dan cukup rumit, satu hal penyebab

utamanya adalah perubahan temperatur atau tekanan disekitar

lubang sumur. Fraksi berat hidrokarbon tidak larut dalam

minyak tetapi membentuk kristal akibat terjadinya penurunan

temperatur. Paraffin pada formasi terlihat dengan test sebagai

skin, pada pipa produksi ditandai dengan pressure drop yang

besar. Paraffin dapat hilang dengan pemanasan (T>150o F)

14

PENYEBAB FORMATION DAMAGE

Minyak mentah produksi LS-124 memiliki sifat paraffinic

dengan kandungan lilin cukup tinggi. Kristal lilin / paraffin

dari minyak produksi mulai terbentuk pada temperature < 180° F

sebesar 100 ppm dengan type C-45 – C-48, dimana pada suhu di

bawah 180° F akan makin meningkat hingga > 1000 ppm, sehingga

pembentukan kristal lilin akan semakin cepat. Pengaruh

langsung dari pembentukan kristal lilin tersebut adalah

terhadap laju produksi sumur. Ditandai dengan trend perolehan

produksi yang cenderung turun secara drastis. Kondisi ini

disebabkan faktor Flow Efficiency (FE) sumur menurun akibat

faktor kerusakan formasi (formation damage) di depan formasi

produktif. Dengan adanya pengaruh skin formasi mengakibatkan

tekanan dalir dasar sumur menurun sehingga solubility kristal

paraffin mengecil, dan memiliki potensi berdampak ‘plugged’ di

perforasi. Dengan demikian dampak yang lebih luas terhadap

laju produksi sumur menurun akibat PI (Productivity Index)

formasi mengecil, sehingga Flow Efficiency (FE) sumur

berkurang.

Pengaruh komposisi mineral batuan dari lapisan produktif

“L”, dimana 25 % merupakan mineral ‘clay’ yang dapat memiliki

pengaruh migrasi mineral clayillite pada lapisan sandstone

lapangan Sago, sehingga mempengaruhi pore lining antara

butiran pasir.

TREATMENT YANG DIGUNAKAN

15

- SOLVENT

Solvent adalah fluida yang mempunyai sifat atau karakteristik

terterntu yang dapat melarutkan material lain. Untuk beberapa

industri, seperti cat, farmasi, kosmetik dan tinta, solven

berperan penting baik sebagai bahan utama maupun pendukung.

Beberapa sifat penting solven antara lain:

1. Kemampuan melarutkan (solubility)

2. Kecepatan menguap

3. Trayek didih

4. Berat jenis (specific gravity)

5. Flashpoint

Berdasarkan sifat-sifat di atas, solven dapat dikategorikan

berdasarkan fungsinya sebagai berikut:

True solvent, melarutkan dalam proses ekstraksi, pemurnian

dalam pembuatan emulsi dan suspensi.

Diluent , untuk pengencer misalnya pada industri cat.

Latent solvent, meninggikan daya larut aktif solven.

Media reaksi, rekasi akan berlangsung lebih cepat dalam

fase cair.

Paint remover, untuk pembersih atau penghilang cat.

Solvent yang digunakan dalam treatment penanggulangan atau

peningkatan sumur parafin ini adalah Xylene, digunakan

sebagai pelarut paraffin / wax, merupakan bahan kimia aromatik

dengan ikatan CnH2n-6, memiliki daya larut sangat baik, dengan

flash point rendah sehingga mudah sekali menguap.

16

- SURFAKTAN

Surfactant adalah bahan/zat yang mengubah hubungan energi

pada permukaan sentuh, senyawa sintetik-organik yang

memperlihatkan aktivitas permukaan, mencakup bahan yang

berperan dalam pembasahan, pembersihan, perembesan,

penembusan, pembusaan, dan sebagainya. Bahan-bahan seperti iu

terjerap pada permukaan dan dengan demikian menurunkan

tegangan permukaan.

Tujuan digunakannya surfactant adalah menurunkan tegangan

permukaan (interfacial tension) minyak-air di dalam reservoir.

Dengan menurunnya tegangan permukaan, maka akan menurunkan

tekanan kapiler yang berpengaruh terhadap wettabilitas batuan.

Sehingga akan meningkatkan effisiensi pendesakan (Displacement

efficiency).

Surfactant juga didefinisikan sebagai bahan kimia yang

molekulnya selalu mencari tempat diantara dua fluida yang

tidak mau bercampur dan surfactant mengikat kedua fluida

tersebut menjadi emulsi. Surfactant yang berada di dalam slug

harus dibuat agar membentuk micelle, yaitu surfactant yang

aktif dan mampu mengikat air dan minyak pada konsentrasi

tertentu. Jika konsentrasinya masih kecil, maka campuran

surfactant tersebut masih berupa monomor (belum aktif). Untuk

itu setiap slug perlu diketahui CMC-nya (Critical Micelles

Cocentration) yaitu konsentrasi tertentu, sehingga campuran

surfactant yang semula monomor berubah menjadi micelle.

17

Surfactant yang umum dipakai dalam proses eksploitasi EOR

adalah sodium sulfonate yang ionik bermuatan negatif.

Sedangkan jenis lain jarang dipakai. Larutan surfactant yang

biasa digunakan di lapangan untuk pendesakan minyak sisa hasil

pendorongan air, terdiri dari komponen surfactant, air, minyak

dan alkohol sebagai kosurfactant. Campuran cairan surfactant

ini diijeksikan ke dalam reservoir sebagai slug kemudian

didorong oleh larutan polimer untuk memperbaiki mobilitas

aliran, selanjutnya diikuti pendorongan air agar hemat bahan

polimer. Slug yang biasa digunakan dari 5 - 15 % PV (Pore

Volume), diharapkan kemampuannya menghasilkan tambahan

perolehan diatas perolehan jika digunakan secondery recovery.

Surfactant yang digunakan pada penelitian ini adalah

ANTICOR PA-500, merupakan dispersant yang berfungsi memisahkan

deposits paraffin agar mudah kembali terproduksikan ke dalam

sumur, dan memiliki nilai kelarutan tinggi sehingga tidak

menimbulkan penyumbatan di depan lubang perforasi ataupun

menempel pada dinding-dinding pipa.

E. HIPOTESIS

Berdasarkan tinjauan pustaka dan landasan teori diatas,

maka penulis mencoba untuk memutuskan hipotesis yang akan

diuji kebenarannya, apakah hasil penelitian akan menerima atau

menolak hipotesis tersebut. Hipotesisnya yaitu “Terdapatnya

pengaruh solvent dan surfactant setelah diinjeksikan ke reservoir dimana sumur

produksi mengalami permeabilitas yang cukup tinggi dan mobilitas munyak pun

membesar”.

F. METODE PENELITIAN

18

Sumur paraffin adalah sumur yang berviskositas minyak

sangat tinggi (kental) karna mengandung wax/lilin dan jika

terjadi penurunan temperatur, minyak minyak dapat bergerak

bebas (mobilitas minyak mengecil) sehingga mengakibatkan

produktivitas minyak menurun. Oleh karna itu, salah satu upaya

untuk meningkatkan produktivitas minyak pada sumur paraffin

ini adalah dengan pemanfaatan teknologi solvent dan

surfactant.

Prinsip kerja dari penggunaan solvent :

- Solvent (jenis xylene) yang telah ditentukan

penggunaannya sesuai volume formasi di injeksikan kedalam

sumur injeksi, pada sumur injeksi solvent bereaksi dengan

reservoir.

- Pada reservoir, solvent yang berbentuk cairan/liquid

memiliki daya larut sangat baik, dengan flash point

rendah sehingga mudah sekali menguap dan mengakibatkan

minyak melebur membentuk campuran yang homogen sehingga

viscous (kekentalan) minyak menurun (encer),

permeabilitas minyak tersebut bagus dan mobilitas/minyak

dapat bergerak bebas untuk dapat mengalir dari sumur

produksi ke permukaan.

Prinsip kerja dari penggunaan surfactant:

- Surfactant (ANTICOR PA-500) yang telah disediakan sesuai

dengan kebutuhan diinjeksikan sama halnya seperti solvent

ke sumur injeksi.

- Pada sumur injeksi, surfactant bereaksi kedalam

reservoir. Disini surfactant bertugas memisahkan deposit

19

paraffin/lilin yang mengendap dengan penyaringan atau

sentrifugasi agar minyak mudah kembali terproduksi

kedalam sumur, dan pemisahan kembali pelarut dari minyak

bebas lilin agar dapat dipakai kembali(di lakukan

penyulingan/distilasi).

- Setelah minyak terproduksi kepermukaan, surfactant

merembes/membilas/membersihkan formasi sehingga porosity

dan debit alir fluida menjadi lancar dari sumur produksi

kepermukaan serta melarutkan material-material yang

menghambat/merusak pendistribusian minyak ke permukaan

sehingga tidak menimbulkan penyumbatan didepan lubang

perforasi ataupun menempel pada dinding pipa.

Setelah penggunaan dari injeksi solvent dan surfactant

pada sumur paraffin dapat memberikan laju produksi yang besar

(viskositas minyak rendah (encer) dan permeabilitas minyak

bagus) sehingga sumur dapat berproduksi secara kontinyu (tanpa

hambatan lagi).

Variabel penelitian ada adalah : waktu treatment selama 4

hari, solvent dan surfaktan sebagai bahan untuk treatment dan

sumur minyak yang mengandung paraffin/wax.

Parameter penelitian : permeabilitas minyak, mobilitas

minyak, dan volume/banyak nya solvent dan surfactant yang

digunakan dalam treatment.

Menentukan Pore Volume pada Formasi yang memungkinkan untuk

penggunaan solvents & surfactants, sbb :

V = ø x A x h

20

Dimana,

A = 1/4π x D2

ø = Porositas batuan (%)

D = 2 R

R = Jari-jari penetrasi max 3 ft

H = Tebal perforasi (ft)

Sehingga,

V = 0,27 x 4,71 x 14

= 17,8 ft3

= 133, 1529 Gallon

Pembiayaan treatment terdiri atas :

- Biaya sewa rig per hari :

US$.1942,07,-/Rp. 17.478.630,-

- Lama pekerjaan = 4 hari

- Total biaya / sewa rig :

US$.7768,28,-/Rp. 69.914.520,-

- Harga material Xylene :

US$88,-per drum/ Rp. 792.000,-

- Kebutuhan Xylene : 5,5 drum

- Total Biaya Xylene :

- US $ 484,- / Rp. 4.356.000,-

- Harga material ADO : 905 liter

- Harga ADO industri :

Rp. 2100,- per liter

21

- Total Biaya ADO:Rp.1.900.500,-

- Estimated Pay Out Time (POT):

= Rp.211.896.000,-/Rp.76.171.020,-

= 2, 78 bulan

= 2 bulan 23 hari

Analisa hasil :

A. Inovasi Solvent & Surfactants menggunakan komposisi Diesel

Oil, Xylene dan ANTICOR PA-500 tidak merusak lapisan produktif

“L”, yang ditandai dengan membaiknya Flow Effiiciency sumur

sehigga mampu berproduksi secara ‘continious production’ .

B. Scale dan Wax terbukti secara nyata terbentuk di sekitar

lubang perforasi pada sumur LS-124, dengan adanya respons

produksi yang cukup baik setelah pelaksanaan stimulasi

Solvents dan Surfactants, dengan perbandingan test produksi

sebelum dan setelah pelaksanaan pekerjaan, pada tabel 1

22

Analisa tabel:

- laju produksi minyak (dalam BFPD) meningkat setelah

dilakukan treatment dengan injeksi solvent dan surfaktant

yaitu 173 BFPD.

- Persentase kadar air menjadi 75%, berkurang 5% karena air

telah ikut terproduksi bersamaan dengan larutan solvent.

- Berat bersih minyak meningkat menjadi 43 BOPD, mengalami

peningkatan karena minyak sudah terpisah oleh parafin

setelah proses treatment.

- System produksi minyak menjadi kontinyu (dapat

berlangsung secara terus-menerus) dibandingakan treatment

sebelumnya yang intermitten (pertahap-tahap_ karena

terhambat oleh proses treament/pemulihan produksi minyak.

C. Inovasi solvents + surfactants secara effektif mampu

mengatasi problem wax / paraffin yang terjadi di sekitar

lubang bor pada sumur LS-124, terbukti adanya respons

peningkatan produksi sebesar 37 BOPD secara Continious

Production, yang dipantau dari pengukuran pergerakan cairan

dynamis (DFL).

F. Surfactants diperlukan untuk merubah wettabilitas batuan

yang akan membantu peningkatan permeabilitas relatif minyak

terhadap batuan, dan penggunaan paraffin solvents akan

melarutkan wax.

G. JADWAL PENELITIAN

Kegiatan Jadwal Jumlah waktu

23

Persiapan bahan 24 juli 2014 - 01

agustus 2014

8 hari

Penyiapan

sampel

30 juli 2014 – 07

agustus 2014

8 hari

Pengujian +

penelitian

10 agustus 2014 – 14

agustus 2014

4 hari

Penulisan akhir 16 agustus 2014 – 18

september 2014

1 bulan 8

hari

H. DAFTAR PUSTAKA

24

Panitia 100 tahun usaha petambangan minyak dan gas bumi.

1985. “Kamus minyak dan gas bumi’. Jakarta. Pusat penelitian dan

pengembangan teknologi minyak dan gas bumi “LEMIGAS”.

K.Permadi, Asep. 1999. “Formation damage analysis, acid stimulation

and well service”. Duri. Petroleum industrial training

consultant.

Amix. 1960. “Petroleum reservoir engineering”. New York. Chapter 6 Mc

Graw Hillnbook company.

Amperianto Agus, Skripsi Sarjana Perminyakan UPN “Veteran”

Yogyakarta (1994), “Evaluasi Penanggulangan Problem Scale pada

Lapangan Kawengan PERTAMINA UEP III CEPU”, Petroleum

Engineering.Dept.

Andrico dofa; Amperianto Agus dan Priyandoyo. (2007). “Upaya

peningkatan produksi minyak disumur produksi paraffinik unit bisnis EP Lirik –

Riau menggunakan inovasi solvent dan surfactant”,

<http://www.iatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/2007/2007-

42.pdf> (nov,17 2012)

Sudibjo Rachmat (2002). “Penelitian dalam penerapan EOR di Indonesia”.

<http://www.iatmi.or.id/assets/txt/SEOR/SEOR-08.txt> (nov,

17 2012)

Firdaus muhammad yusuf (2011).

“Hydrocarbon Solvent”.<http://muhammadyusuffirdaus.wordpress.c

om/2011/09/18/hydrocarbon-solvent/> (nov, 17 2012)

25