pola relasi rumah tangga hakim wanita di pengadilan

164
POLA RELASI RUMAH TANGGA HAKIM WANITA DI PENGADILAN AGAMA (Studi Pada Regulasi Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang Pembaruan Pola Promosi Dan Mutasi Hakim Di Lingkungan Peradilan Agama) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh : NUR INDAH FARADHIYAH NIM : 1113044000027 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1438 H / 2017 M

Transcript of pola relasi rumah tangga hakim wanita di pengadilan

i

POLA RELASI RUMAH TANGGA HAKIM WANITA DI PENGADILAN

AGAMA (Studi Pada Regulasi Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014

Tentang Pembaruan Pola Promosi Dan Mutasi Hakim

Di Lingkungan Peradilan Agama)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu

persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :

NUR INDAH FARADHIYAH

NIM : 1113044000027

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1438 H / 2017 M

i

i

ii

ii

iii

iii

iv

ABSTRAK

Nur Indah Faradhiyah. NIM 1113044000027. POLA RELASI RUMAH

TANGGA HAKIM WANITA DI PENGADILAN AGAMA (Studi Pada Regulasi

Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang Pembaruan Pola Promosi

Dan Mutasi Hakim Di Lingkungan Peradilan Agama). Konsentrasi Peradilan Agama,

Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah jakarta, 1438 H/ 2017 M.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari Regulasi Mahkamah

Agung tentang Mutasi Hakim Pengadilan Agama terhadap Hakim Wanita, selain itu

untuk mengetahui bagaimana Pola Relasi Pemenuhan Hak Dan Kewajiban serta Pola

Pergeseran tanggungjawab dalam urusan Rumah Tangga hakim wanita pasca

disahkannya regulasi ini.

Penelitian ini berjenis penelitian kualitatif dengan pendekatan yang dilakukan

berupa pendekatan hukum sosiologi atau penelitian hukum empirik. Sumber data

terdiri dari sumber data primer dari wawancara langsung kepada tujuh orang

informan hakim wanita di Pengadilan Agama Badung dan Denpasar, serta sumber

data sekunder yang didapat dari Undang-Undang dan Ketentuan Mahkamah Agung

terkait. Teknik pengumpulan data digunakan melalui sumber lisan berupa wawancara

dan studi pustaka Adapun analisis data menggunakan metode induktif sehingga

menghasilkan kesimpulan dari data-data yang telah terkumpul.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aturan mutasi menyebabkan pemisahan

hakim tersebut dengan keluarganya yang berdampak hubungan antara suami dan istri

menjadi kurang maksimal, karena istri tidak dapat melayani dan mendampingi suami

dan anak-anaknya dengan baik. Adapun Pola Relasi Pemenuhan Hak Dan Kewajiban

Dalam Rumah Tangga hakim wanita yaitu dengan menjaga komunikasi dan juga

menyempatkan waktu untuk berkumpul bersama suami dan anak-anak. Berkaitan

dengan pergeseran tanggungjawab urusan domestik rumah tangga, hakim wanita

mengaku tidak terjadi pergeseran tanggungjawab istri kepada suaminya.

Kata kunci : Mutasi, Pengadilan Agama, hakim wanita

Dosen Pembimbing : Hj. Hotnidah Nasution, MA

Bahan Pustaka : 1987 sampai dengan 2016

iv

v

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, Shalawat dan Salam tak lupa

dipanjatkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan

umatnya hingga akhir zaman.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini penulis menyadari bahwa banyak

rintangan dan hambatan yang datang silih berganti, namun berkat bantuan baik moril

maupun materil serta bimbingan dan dorongan yang tak henti-hentinya dari berbagai

pihak, dan atas izin Allah SWT akhirnya penulis dapat merampungkan skripsi ini.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan tak mengurangi rasa

hormat, penulis menghaturkan terimakasih yang tak terhingga kepada semua pihak

yang telah sangat berjasa dalam proses pengerjaan skripsi ini, tentunya kepada:

1. Bapak Asep Saepudin Jahar, MA., selaku Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta serta para

jajarannya

2. Bapak Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. selaku ketua Program Studi Hukum

Keluarga dan juga kepada Bapak Arip Purqon, M.Ag., selaku sekretaris

Program Studi Hukum Keluarga yang telah bekerja dengan maksimal.

v

vi

3. Ibu Hotnidah Nasution MA., sebagai pembimbing skripsi yang telah

banyak membimbing, memberikan pencerahan, ilmu, serta dukungan

kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.

4. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah mencurahkan

segala kemampuannya guna memberikan ilmu-ilmu yang tak ternilai

harganya. Serta kepada civitas academika UIN Syarif Hidayatullah yang

telah memberikan pelayanan terbaiknya.

5. Teristimewa kepada kedua orang tua penulis yaitu ayahanda Drs. H.

Zaenal Musthofa, S.H, M.H dan Dra Hj. Hulailah M.H, yang telah

mencurahkan segenap kasih sayangnya, serta tak putus-putusnya

memberikan dukungan dan doa kepada penulis dalam menempuh

pendidikan. Juga kepada kakak-kakak penulis Aulia Selviana S.Sy dan

juga Abduloh S.Hi. M.H atas segala motivasinya sehingga penulis dapat

sampai pada jenjang terakhir sebagai mahasiswa.

6. Teruntuk pengisi hari-hari penulis Dhanar Zulfikar Ali, Azriyani, Utami

Zurraidah, Faraidhika Muadhina, Vicky Fauziah, Hikmah, Irma Zhafira,

Indah Ayu, Putri Azizah Helena, Melia Rosdiana, dan teman-teman

sepermainan lain yang tidak bisa di sebutkan satu persatu, atas segala

dukungann, masukan, saran, dan motivasi kepada penulis

7. Teman-teman Program Studi Hukum Keluarga angkatan 2013 yang

telah memberikan saran dan dukungan pada penulis.

vi

vii

Akhirnya, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak baik yang tertulis

maupun tidak, penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Karena itu, penulis memohon saran dan kritik yang sifatnya

membnagun demi kesempurnaannya. Besar harapan semoga skripsi ini dapat

bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca. Bagi para

pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini semoga segala amal dan

kebaikannya mendapat balasan berlimbah dari Allah SWT. Amin

Wassalamualaikum. Wr. Wb

Ciputat, 26 April, 2017

Penulis

vii

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................................ ii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................................ iii

ABSTRAK .................................................................................................................. iv

KATA PENGANTAR ................................................................................................. v

DAFTAR ISI ............................................................................................................. viii

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1

B.Identifikasi Masalah ................................................................................. 5

C.Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ........................................ 6

D.Tujuan dan manfaat penelitian................................................................. 7

E.Review studi Terdahulu ........................................................................... 8

F.Metodologi penelitian ............................................................................ 10

G.Sistematika Penulisan ............................................................................ 13

BAB II HAK DAN KEWAJIBAN ISTRI MENURUT HUKUM ISLAM DAN

HUKUM POSITIF INDONESIA

A.Wanita Karir Dalam Bingkai Islam ....................................................... 15

B.Hak dan Kewajiban Istri Menurut Hukum Islam ................................... 18

1.Hak-hak istri ...................................................................................... 20

viii

ix

2.Kewajiban-kewajiban istri ................................................................. 30

C.Hak dan Kewajiban Istri Menurut Hukum Positif Indonesia................. 37

1.Undang - Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ............... 37

2.Kompilasi Hukum Islam .................................................................... 38

BAB III OBJEK PENELITIAN DAN KETENTUAN MUTASI

A.Profil Pengadilan Agama Denpasar ....................................................... 41

B.Profil Pengadilan Agama Badung .......................................................... 43

C.Profil Informan ...................................................................................... 46

1.Hakim Wanita di Pengadilan Agama Denpasar ................................ 46

2.Hakim Wanita di Pengadilan Agama Badung ................................... 47

D.Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim .............................................. 49

E.Pandangan hakim wanita terkait hak dan kewajiban istri bagi wanita karir

.............................................................................................................. 50

F.Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang

Pembaruan Pola Promosi Dan Mutasi Hakim Di Lingkungan Peradilan

Agama ................................................................................................... 52

BAB IV ANALISIS PEMENUHAN HAK DAN KEWAJIBAN SEBAGAI ISTRI

BAGI HAKIM WANITA PASCA PEMBARUAN POLA MUTASI DI

PENGADILAN AGAMA

A. Pandangan Hakim Wanita Berkaitan Dengan Aturan Mutasi Di

Pengadilan Agama................................................................................... 56

B. Dampak Aturan Mutasi Terhadap Peranan Hakim Wanita Sebagai Istri 59

C. Pemenuhan Hak Dan Kewajiban Hakim Wanita Sebagai Istri Pasca

Aturan Mutasi .......................................................................................... 65

D. Pola Pergeseran Tanggung Jawab Hakim Wanita Sebagai Istri Pasca

Pembaruan Aturan Mutasi ....................................................................... 69

BAB V PENUTUP

ix

x

A. Kesimpulan.............................................................................................. 72

B. Saran ........................................................................................................ 73

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….74

LAMPIRAN

x

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan menimbulkan akibat hukum keperdataan di antara suami dan

istri.Karena tujuan perkawinan yang begitu mulia, yakni membina keluarga bahagia,

kekal, dan abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perlu diatur hak dan

kewajiban suami dan istri masing-masing. Apabila hak dan kewajiban suami dan istri

terpenuhi, maka dambaan suami istri dalam bahtera rumah tangganya akan dapat

terwujud dengan didasari rasa cinta dan kasih sayang.

Ketenangan dan ketentraman yang panjang serta kebahagiaan yang langgeng

antara suami-istri akan didapat dalam sebuah keluarga jika masing-masing pihak

melaksanakan hak dan kewajibannya dengan benar dan penuh tanggungjawab.1Salah

satu hak yang wajib dipenuhi oleh seorang suami terhadap istrinya adalah

bertanggung jawab sepenuhnya untuk memberikan nafkahnya. Hal ini telah

ditetapkan oleh Alquran, hadist dan ijma‟ kecuali sang istri nusyuz (membangkang)

dan tidak taat pada suaminya.

Perempuan sebagai pemimpin rumah tangga suami dan anak-anaknya

mengandung pengertian, bahwa peran kepemimpinan yang utama bagi perempuan

adalah merawat, mengasuh, mendidik, dan memelihara anak-anaknya agar kelak

menjadi orang yang mulia di hadapan Allah. Disamping itu, ia pun berperan

1 Abdul Hamid Kisyik, Bimbingan Islam Untuk Mencapai Keluarga Sakinah (Bandung: Al-

Bayan, 1997) hlm. 120-122.

2

membina, mengatur, dan menyelesaikan urusan rumah tangga agar memberikan

ketentraman dan kenyamanan bagi anggota keluarga yang lain.2

Berkaitan dengan hak, Islam telah memberikan keleluasaan bagi laki-laki dan

perempuan untuk melaksanakan aktifitas perdagangan, perindustrian, pertanian,

melakukan transkasi, serta memiliki setiap jenis harta dan mengembangkannya.Oleh

karena itu Islam tidak melarang perempuan bekerja, asalkan tidak melalaikan

kewajiban utamanya sebagai ibu dan pengelola rumah tangga serta tidak menyalahi

aturan Allah dan Rasul-Nya; seperti tidak berkhalwat, bukan pekerjaan yang

mengeksploitasi sisi keperempuanannya, serta memenuhi kewajiban-kewajiban yang

berkaitan dengan aktifitas perempuan diluar rumah.3

Kewajiban istri mengatur seluruh keperluan rumah tangga sejatinya sangat

berat apalagi bagi istri yang juga mencari nafkah.Berdasarkan sejumlah penelitian,

urusan rumah tangga yang biasanya dikerjakan oleh istri terdiri dari (house keeping,

child care, dan child socialization).The housekeeper role yaitu peran yang terkait

dengan tanggungjawab untuk menjaga kebersihan rumah, mencuci pakaian dan

perabot rumah tangga, berbelanja dan menyiapakan makanan serta mengatur

keuangan rumah tangga.The child care adalah peran merawat anak secara fisik

seperti memberi makan, mengenakan pakaian, memandikan dan menjaga anak,

sedangkan the child socialization role adalah peran untuk mengajarakan nilai-nilai

2Najmah Sa‟ida dan Husnul Khatimah, Revisi Politik Perempuan, (Bogor: CV. Idea Pustaka

Utama, 2003) hlm. 126. 3Najmah Sa‟ida dan Husnul Khatimah, Revisi Politik Perempuan hlm. 130-131.

3

moral pada anak, sikap-sikap, keterampilan-keterampilan, dan perilaku yang sejalan

dengan norma masyarakat.4

Di Indonesia lembaga yang melaksanakan tugas pergerakan hukum dan

keadilan demi terciptanya suatu ketertiban dan kedamaian di negara hukum Republik

Indonesia adalah kekuasaan kehakiman, dengan salah satu institusi pelaksanaannya

adalah Peradilan Agama.Kewenangannya ialah untuk menerima, memeriksa dan

mengadili serta menyelesaikan perkara-perkara tertentu yang diajukan kepadanya

dari golongan rakyat yang beragama Islam atau dari golongan yang menundukkan

dirinya kepada hukum Islam.Dengan Hakim yang merupakan pejabat pelaku

kekuasaan kehakiman tesebut.5

Tidak ada nash yang secara tegas melarang wanita menjadi hakim. Pada

dasarnya yang terpenting ialah kemampuan seseorang menguasai alat-alat untuk

memutuskan perkara, baik pria maupun wanita. Imam Abu Hanifah membolehkan

wanita menjadi hakim kecuali mengenai perkara-perkara yang ancaman hukumannya

had atau qishas, karena pada umumnya wanita tidak tega menjatuhkan hukuman

yang berat.6

Berkaitan dengan adanya Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI No. 192/

KMA/SK/XI/2014 Tentang Pembaruan Pola Promosi Dan Mutasi Hakim Di

4Durrotun Nafisah, “Positivisasi Hukum Keluarga Islam di Indonesia Dalam Perspektif

Gender”,Al-Manahij Vol. VII No 1,(Januari 2013) hlm.43. diakses pada tanggal 11 Oktober 2017

pukul 11.00 WIB dari http://ejournal.iainpurwokerto.ac.id/index.php 5 Taufiq Hamami, Peradilan Agama Dalam Reformasi Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia,(

Jakarta: Tatanusa, 2013) hlm. 23. 6 Halimah Ismail, “Kedudukan Hakim Wanita Dalam Islam”, Ahkam, No. 01 (Januari 1998):

hlm. 48

4

Lingkungan Peradilan Agama yang mengatur tentang pengalih tempatan tugas

seorang hakim atau pimpinan Pengadilan dari satu tempat ke tempat tugas baru,

dalam posisi jabatan yang tetap sebagai hakim, wakil ketua atau ketua Pengadilan.

Hal ini dilakukan salah satunya untuk penyegaran bagi hakim yang bersangkutan

agar proses pelaksaan tugas pokok dalam memberikan pelayanan hukum dan

keadilan kepada masyarakat dapat berjalan optimal.

Berkaitan dengan pemenuhan hak dan kewajiban seorang ibu yang memiliki

kewajiban utama sebagai pengelola rumah tangga seperti yang telah disinggung pada

pemaparan diatas, timbul pertanyaan mengenai bagaimanakah hakim wanita

menyikapi aturan mutasi yang secara tidak langsung mengharuskannya untuk hidup

berpindah-pindah daerah mengikuti Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh

Mahkamah Agung ini.

Dilihat dari paparan latar belakang diatas yang menjelaskan secara singkat mengenai

hak dan kewajiban istri dalam keluarga dan pembahasan seputar hakim wanita beserta

kebijakan terkait mutasi yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung maka penulis

tertarik untuk melakukan penelitian hukum yang berjudul “Pola Relasi Rumah

Tangga Hakim Wanita Di Pengadilan Agama (Studi Pada Regulasi Mahkamah

Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang Pembaruan Pola Promosi Dan

Mutasi Hakim Di Lingkungan Peradilan Agama)”

5

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dipetik beberapa persoalan

yang berhubungan dengan pola relasi dalam rumah tangga keluarga hakim wanita.

1. Bagaimana pola relasi hubungan rumah tangga istri wanita karir

terhadap suaminya?

2. Apakah pengaruh adanya Peraturan Mahkamah Agung Tentang

Mutasi Jabatan Hakim terhadap rumah tangga keluarga hakim?

3. Bagaimana pandangan hakim wanita terhadap hubungan hak dan

kewajiban suami istri?

4. Bagaimana sikap istri selaku hakim wanita yang paham akan hukum

terhadap keluarganya?

5. Apakah ada peralihan tanggung jawab untuk mengurusi kebutuhan

rumah tangga antara suami dan istri wanita karir?

6. Adakah peralihan fungsi mencari nafkah antara suami dan istri wanita

karir?

7. Bagaimana perihal peran ganda wanita karir dalam keluarganya?

8. Adakah kelalaian istri menunaikan kewajiban karena profesinya?

9. Apakah hak dan kewajiban dalam rumah tangga bagi wanita karir dan

ibu rumah tangga adalahsama?

10. Apakah terdapat Hak lebih bagi istri yang menjadi tulang punggung

keluarga?

6

C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Mengingat begitu banyaknya permasalahan yang penulis singgung

dalam identifikasi masalah diatas, maka dalam pembatasan masalah ini

penulis perlu membatasi pada pembahasan terkait dengan wilayah tempat

kerja hakim wanita, yang terletak pada Pengadilan Agama di wilayah Bali

yaitu di Pengadilan Agama Denpasar dan Pengadilan Agama Badung

2. Perumusan Masalah

Agar penulisan ini berjalan secara sistematis, maka perlu dibuat

perumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana dampak dari keputusan Ketua Mahkamah Agung RI

tentang Pembaruan Pola Promosi Dan Mutasi Hakim Di

Lingkungan Peradilan Agama terhadap rumah tangga hakim

wanita di Pengadilan Agama Denpasar dan Badung?

b. Bagaimana pola relasi pemenuhan hak dan kewajiban dalam

rumah tangga keluarga hakim wanita di Pengadilan Agama

Denpasar dan Badung pasca disahkannya aturan mutasi?

c. Bagaimana pola pergeseran tanggung jawab dalam urusan Rumah

tangga keluarga hakim wanita di Pengadilan Agama Denpasar dan

Badung pasca disahkannya aturan mutasi?

7

D. Tujuan dan manfaat penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok penelitian diatas, maka tujuan penelitian dapat

dirumuskan sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui dampak dari keputusan Ketua Mahkamah

Agung RI tentang Pembaruan Pola Promosi Dan Mutasi Hakim di

Lingkungan Peradilan Agama terhadap rumah tangga hakim

wanita di Pengadilan Agama Denpasar dan Badung

b. Untuk mengetahui pola relasi pemenuhan hak dan kewajiban

dalam rumah tangga keluarga hakim wanita di Pengadilan Agama

Denpasar dan Badung pasca disahkannya aturan mutasi

c. Untuk mengetahui pola pergeseran tanggung jawab dalam urusan

Rumah tangga keluarga hakim wanita di Pengadilan Agama

Denpasar dan Badung pasca disahkannya aturan mutasi

2. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih

positif dan manfaat dari segi akademik maupun praktik, yaitu:

a. Secara Akademis

Dapat menjadi aspek pendukung dalam pengembangan ilmu

pengetahuan yang berkaitan dengan Hukum Keluarga, serta agar

penelitian ini dapat menjadi bahan pendukung kepada seluruh

kalangan akademisi, mahasiswa, maupun dosen.

8

b. Secara Praktis

Memberikan informasi yang berharga dalam menambah

pengetahuan tentang pemenuhan hak dan kewajiban istri selaku

wanita karir yang berperan ganda dalam urusan pekerjaan dan

rumah tangga.

E. Review Studi Terdahulu

Review atau kajian terdahulu ini akan memaparkan beberapa penelitian yang

sudah dilakukan, baik berupa skripsi, tesis, ataupun penelitian-penelitian lainnya

yang pernah membahas atau berkaitan dengan pola relasi hak dan kewajiban wanita

karir terhadap keluarganya, yaitu:

1. Artikel dengan judul “Kedudukan Hakim Wanita Dalam Islam” ditulis

oleh Dra. Hj. Halimah Ismail yang dimuat dalam Jurnal ”AHKAM” No.

01/1/1998, berisi tentang wanita dalam aktifitas di masyarakat, dasar

hukum dan macam-macam aktifitas tersebut, serta mengenai hakim

wanita menurut hukum islam. Pada artikel ini pembahasan hanya di

fokuskan kepada bagaimana pendapat ulama mengenai boleh tidaknya

wanita menjadi hakim, tidak disinggung bagaimana pola relasi rumah

tangganya bersama suami.

2. Skripsi dengan judul “Hak dan Kewajiban istri Bagi wanita Karir di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta (perspektif Hukum Islam dan Hukum

Positif)” oleh Nabila Alhalabi (11110441000200/ Hukum Keluarga/

9

Syariah dan Hukum) Pada skripsi ini membahas mengenai bagaimana hak

dan kewajiban istri yang berprofesi sebagai wanita karir khususnya yang

bekerja di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam pandangan

Hukum Islam dan hukum Positif. Dan kesimpulan yang dapat ditarik dari

skripsi ini adalah bahwasanya menurut hukum islam dan hukum positif

istri yang menjadi wanita karir maupun yang tidak sama saja dalam segi

pemenuhan hak dan kewajibannya

3. Skripsi yang berjudul “Hak dan Kewajiban Istri Sebagai Tenaga Kerja

Wanita Dalam Pandangan Islam (Studi Pada PT Bakhtir Ihkwan Condet

Jakarta )”oleh Faris Jamal Trianto (1111044100055/ Hukum Keluarga/

Syariah dan Hukum). Pada skripsi ini pembahasan di fokuskan mengenai

hak dan kewajiban seorang istri yang bekerja sebagai TKW di luar negeri

guna memenuhi kebutuhan keluarganya, sehingga memiliki kewajiban

yang tidak jauh berbeda dengan kewajiban seorang suami untuk

memberikan nafkah dalam keluarga, begitu pula dengan hak-haknya,

sehingga secara tidak langsung hak dan kewajiban suami istri pada

keluarga TKW tidak sesuai dengan hak dan kewajiban suami istri yang

terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam dan UU. No. 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan

10

F. Metodologi penelitian

Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk

memperkuat, membina serta mengembangkan ilmu pengetahuan yang tersusun

secara sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran dan pengetahuan yang

mana senantiasa dapat diperiksa dan di telaah secara kritis, dan akan berkembang

terus menerus.7

Apabila seorang peneliti akan melakukan kegiatan-kegiatan penelitian, maka

sebelumnya dia perlu memahami metode dan sistematika penelitian. Maka tanpa

metode atau metodologi, seorang peneliti tak akan mampu untuk menemukan,

merumuskan, menganalisa, maupun memecahkan masalah-masalah tertentu, untuk

mengungkapkan kebenaran. Metodologi timbul dari karakteristik-karakteristik

tertentu dari masalah-masalah yang khusus.8

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian kualitatif

yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang

dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan,

dan lain-lain. Yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.9Penelitian kualitatif berpijak

dari realita atas peristiwa yang berlangsung di lapangan.Apa yang dihadapi

7 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1986, cet. Ke-3, Ed.

Revisi) hlm. 3 8Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum hlm. 13

9 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2013, Cet. Ke-31, Ed. Revisi), hlm. 4

11

dalam penelitian adalah sosial kehidupan sehari-hari. Penelitian seperti

memandang apa yang sedang terjadi dalam dunia tersebut dan meletakkan

temuan-temuan yang diperoleh di dalamnya. Oleh karena itu, apa yang

dilakukan oleh peneliti selama di lapangan termasuk dalam suatu posisiyang

berdasarkan kasus10

2. Pendekatan penelitian

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini berupa pendekatan

hukum sosiologi atau penelitian hukum empirik, yaitu penelitian yang

berdasarkan bukti kenyataan di lapangan atau realita sosial.Dalam skripsi ini

metode penelitian yang digunakan adalah melalui pendekatan analisis

kualitatif, yaitu pendekatan yang ditunjukkan untuk meneliti hasil wawancara

mendalam (deep interview) untuk Kemudian menganalisis hasil data yang

diperoleh guna mendapatkan kesimpulan penelitian.Pendekatan ini

dimaksudkan untuk mengetahui pandangan hakim wanita yang bekerja di

Pengadilan Agama Denpasar dan Pengadilan Agama Badung.

3. Sumber data

Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian terbagi menjadi dua

sumber, yaitu:

a. Data primer, yaitu: hasil wawancara penulis dengan hakim wanita

di Pengadilan Agama Denpasar dan Badung.

10

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2001, Cet. 3) hlm. 82.

12

b. Data sekunder, yaitu: Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam (KHI), Putusan

Ketua Mahkamah Agung RI, Al-Quran, As-Sunnah, buku, jurnal,

koran, artikel, ensiklopedia, dan situs-situs internet yang dapat

dipertanggungjawabkan dan tentunya memiliki keterkaitan dengan

masalah skripsi

4. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:

a. Sumber Lisan (Wawancara)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud

tertentu.Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu

pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan, dan

terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang

diberikan.11

Semua keterangan yang dituturkan adalah pengalaman

berumah tangga informan (hakim-hakim wanita dalam lingkungan

Pengadilan Agama Denpasar dan Pengadilan Agama Badung)

yang berkaitan dengan masalah dalam skripsi ini yang dilakukan

untuk mendapatkan data mengenai pola relasi dalam rumah

tangganya.

11

Lexy J. Moleong , Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm. 186.

13

b. Studi Pustaka

Dilakukan untuk mendapatkan data tentang teori-teori yang

berkaitan dengan hak dan kewajiban istri baik hukum Islam

maupun hukum positif di Indonesia

5. Teknik penulisan

Teknik penulisan skripsi ini telah berdasarkan pada buku “Pedoman

Penulisan Skripsi” yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri Syraif Hidayatullah Jakarta, 2012.

6. Metode Analisis Data

Tahap terakhir dalam penelitian adalah analisis data. Tahapan tersebut

dilakukan dengan cara menganalisis data yang telah terkumpul dengan tujuan

memperoleh suatu kesimpulan dalam penelitian. Sedangkan kesimpulan

ditarik dari metode induktif, yaitu menghimpun data dari Al-Qur‟an, Hadist,

serta ditunjang dalam perundang-undangan, Keputusan Mahkamah Agung

tentang Aturan Mutasi Hakim dan hasil wawancara terhadap hakim wanita di

Pengadilan Agama Denpasar dan Badung. Data yang terkumpul tersebut

dianalisis dan ditarik kesimpulan sehingga dapat menjawab rumusan masalah

penelitian.

14

G. Sistematika penulisan

Untuk mempermudah penulisan skripsi ini, penulis membagi pembahasan

menjadi beberapa bab yang diuraikan dalam sistematika sebagai berikut:

BAB I merupakan bab pendahuluan yang memuat tentang latar belakang

masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan

Manfaat Penulisan, Review Studi Terdahulu, Metode Penelitian, dan Sistematika

Penulisan

BAB II Merupakan landasan teori yang mencakup hak dan kewajiban suami

istri dalam rumah tangga menurut hukum Islam dan juga menurut hukum positif

Indonesia

BAB III Berisi Tentang Objek Penelitian Berupa Profil Pengadilan Agama

Denpasar Dan Pengadilan Agama Badung, Kemudian Profil Informan Yang

Merupakan Hakim Wanita Di Pengadilan Agama Denpasar Dan Badung, Kode Etik

Dan Pedoman Perilaku Hakim. Selain Itu Berkaitan Dengan Keputusan Ketua

Mahkamah Agung Tentang Pembaruan Pola Promosi Dan Mutasi Hakim Di

Lingkungan Peradilan Agama.

BAB IV Pandangan Hakim Wanita Berkaitan Dengan Aturan Mutasi Di

Pengadilan Agama.Dampak Aturan Mutasi Terhadap Peranan Hakim Wanita Sebagai

Istri.Pemenuhan Hak Dan Kewajiban Hakim Wanita Sebagai Istri Pasca Aturan

Mutasi.Pola Pergeseran Tanggung Jawab Hakim Wanita Sebagai Istri Pasca

Pembaruan Aturan Mutasi

BAB V berisi tentang penutup yang meliputi Kesimpulan dan Saran

15

BAB II

HAK DANKEWAJIBAN ISTRI MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM

POSITIF INDONESIA

A. Wanita Karir Dalam Bingkai Islam

Cukup banyak ayat Al-Qur‟an maupun hadist Nabi yang memberikan

pemahaman esensial bahwa Islam mendorong wanita maupun pria untuk berkarir,

dalam surat An-Nisa ayat 32, Allah SWT berfirman:

Artinya:

...

Artinya:

“Bagi kaum pria ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita

pun ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah

sebagian dari karunia-Nya, sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu”

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa dalam hal beribadah maupun berkarya,

wanita memperoleh imbalan dan pahala yang tidak berbeda dengan pria.Islam tidak

membedakan pengakuan dan apresiasi terhadap kinerja atas dasar jenis kelamin.

Dengan demikian, jelaslah kiranya bahwa wanita bisa berkarier dan dapat mencapai

16

prestasi sama dengan pria atau bahkan melebihinya, bergantung pada usaha dan

doanya.12

Penegasan Allah SWT bahwa wanita dan pria diberi hak dan peluang yang

sama baik dalam hal beramal, bekerja maupun berprestasi dapat disimak pula dalam

QS. An-Nisa ayat 124 yang berbunyi:

Artinya:

“Barangsiapa mengerjakan amal-amal saleh baik pria atau wanita, sedang ia

beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya

sedikitpun”

Ayat ini menjamin (memotivasi) wanita maupun pria yang ingin berkarir

dalam bidang apa saja yang tergolong pekerjaan baik (halal) akan mendapatkan

keberhasilan dan kebahagiaan (masuk surga), dan tidak pula akan dirugikan.13

12

Siti Muri‟ah, Wanita Karir dalam Bingkai Islam, (Bandung, Penerbit Angkasa). hlm. 191 13

Siti Muri‟ah, Wanita Karir dalam Bingkai Islam, hlm. 192.

17

Selain itu dalam QS. An-Nahl ayat 97 yang berbunyi:

Artinya:

“barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik pria maupun wanita dalam

keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan balasan kepada mereka

dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”

Dalam ayat ini Allah SWT menjanjikan bahwa kepada pria dan wanita yang

beriman yang perbuatannya sesuai dengan kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya akan

dikaruniakan kebahagiaan, rezeki yang halal dan melimpah, dan kebaikan lainnya,

dalam hal ini tidak ada perbedaan sedikitpun antara pria dan wanita.14

Tidak ada nash yang secara tegas melarang wanita menjadi hakim. Pada

dasarnya yang terpenting ialah kemampuan seseorang menguasai alat-alat untuk

memutuskan perkara, baik pria maupun wanita. Imam Abu Hanifah membolehkan

wanita menjadi hakim kecuali mengenai perkara-perkara yang ancaman hukumannya

had atau qishas, karena pada umumnya wanita tidak tega menjatuhkan hukuman

yang berat.15

14

Siti Muri‟ah, Wanita Karir dalam Bingkai Islam, hlm. 202. 15

Halimah Ismail, “Kedudukan Hakim Wanita Dalam Islam”, Ahkam, No. 01 (Januari 1998):

hlm. 48

18

Dari ayat Al-Quran dan penjelasan di atas cukup menjadi bukti bahwa ajaran

Islam menjunjung tinggi hak-hak wanita.Islam memberikan motivasi yang kuat agar

para muslimah mampu berkarir di segala bidang sesuai dengan kodrat dan

martabatnya. Masalah yang timbul kini berkaitan dengan keterlibatan wanita dalam

kegiatan profesi yang ruang geraknya di sektor publik, sedangkan disisi lain wanita

juga sebagai ra‟iyah fi baiti zaujiha (penanggungjawab dalam masalah-masalah

intern rumah tangga).16

B. Hak dan Kewajiban Istri Menurut Hukum Islam

Apabila akad nikah telah berlangsung dan sah memenuhi syarat dan rukunnya,

maka akan menimbulkan akibat hukum. Dengan demikian akan menimbulkan pula

hak dan kewajibannya selaku suami istri dalam keluarga,17

sebagai pelaksanaan bagi

prinsip keseimbangan, kesetaraan dan persamaan berbagai pihak yang melaksanakan

akad. Jika suami istri sama-sama menjalankan tanggungjawabnya masing-masing,

maka akan terwujudlah ketentraman dan ketenangan hati, sehingga sempurnalah

kebahagiaan hidup berumah tangga. Dengan demikian tujuan hidup berkeluarga akan

terwujud sesuai dengan tuntutan agama, yaitu sakinah, mawaddah wa rahmah.

Al-Quran yang mulia telah mengisyaratkan prinsip ini, dengan tetapnya hak-

haknya serta kewajiban. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur‟an Surah An-nisa ayat 4

yang berbunyi:

16

Siti Muri‟ah, Wanita Karir dalam Bingkai Islam, hlm. 194 17

Abd. Rahmat Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, 2003) hlm. 155

19

Artinya:

“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikah) sebagai pemberian

dengan penuh kerelaan, kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian

dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu

(sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”(An-Nisa‟: 4)

Maksudnya, istri memiliki berbagai hak yang harus dipenuhi oleh laki-laki,

sebagaimana halnya istri juga memiliki berbagai kewajiban yang harus dia penuhi

untuk si suami.Landasan pembagian hak-hak dan kewajiban tersebut adalah tradisi

dan fitrah, serta prinsip setiap hak dibalas dengan kewajiban.18

Ajaran islam tentang kehidupan rumah tangga terbentuk dalam keterpaduan

antara ketentraman dan kasih sayang yang terdiri atas istri yang patuh dan setia,

suami yang jujur dan tulus, ayah yang penuh kasih dan ramah, ibu yang lemah lembut

dan berperasaan halus, putra putri yang patuh dan taat, serta kerabat yang saling

membina silaturrahim dan tolong-menolong. Hal demikian dapat tercapai apabila

masing-masing anggota keluarga tersebut mengetahui hak-haknya dan melaksanakan

18

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, (Depok: Gema Insani, 2007, Jilid. 9, Cet.

10) hlm. 294

20

kewajibannya.Karena itu, Islam mengatur hak dan kewajiban suami istri dengan jelas

dan tegas agar kehidupan rumah tangga dapat berjalan dengan harmonis.19

Masing-masing suami istri mempunyai hak atas yang lainnya.Hal ini berarti

bila istri mempunyai hak dari suaminya, maka suaminya mempunyai kewajiban atas

istrinya.Demikian juga sebaliknya suami mempunyai hak dari istrinya, dan istrinya

mempunyai kewajiban atas suaminya.Hak tidak dapat dipenuhi, apabila tidak ada

yang menunaikan kewajiban.20

Adapun hak-hak isteri yang menjadi kewajiban suami dapat dibagi menjadi

dua, yaitu: Hak-hak kebendaan atau materil, yaitu mahar (maskawin) dan nafkah, dan

hak-hak yang bersifat bukan kebendaan atau non-materil, misalnya berbuat adil di

antara para isteri (dalam perkawinan poligami), tidak berbuat yang merugikan isteri

dan sebagainya.21

1. Hak-Hak Istri

a. Hak-hak Kebendaan (Materil)

1) Mahar (Maskawin)

Mahar adalah sesuatu yang diberikan kepada seorang wanita berupa

harta atau yang serupa dengannya ketika dilaksanakan akad.Seolah-olah ini

adalah pengibaratan dari kebaikan niat seorang laki-laki kepada perempuan,

dan permulaan keterikatan yang baik antara keduanya, yang berasaskan

19

Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, (Bogor: Penerbit Ghalia, 2010)

hlm. 69 20

Ali Hasan, Berumah Tangga Dalam Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2003) hlm. 152 21

Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2007, Cet. 11)

hlm. 223-225

21

kecintaan dan kerelaan serta hubungan baik.Secara kebahasaan, kata al-

mahr berarti sesuatu yang diberikan suami kepada istrinya ketika

melangsungkan akad pernikahan.Adapun secara istilah, al-mahr adalah

pemberian yang berhak diterima oleh seorang perempuan karena telah

dinikahi atau disetubuhi.22

Allah SWT berfirman dalam penggalan Al-

Qur‟an surat An-Nisa‟ ayat 4 yang berbunyi:

“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)

sebagai pemberian dengan penuh kerelaan (QS. An-Nisa‟ (4): 4)

Syariat Islam tidak mengikat jumlah mahar dengan batas terendah

dan tertinggi bahkan mengesampingkannya.Hal ini sesuai dengan

kesepakatan antara kedua belah pihak dan kerelaan wanita yang diberikan

mahar dan memudahkan dalam pelaksanaanya serta memperhatikan

keadaan suami.Ia merupakan hak wanita, tidak sah menghilangkannya,

berapapun nilainya.23

Islam hanya menganjurkan kepada perempuan agar

tidak berlebih-lebihan dalam meminta jumlah mahar kepada

suami.Anjuran ini merupakan perwujudan dari menghindari kesukaran

dan kesusahan (raf‟ al- haraj) dan mengutamakan kemudahan (al-taisîr).

22

Abd. Al-Qadir Manshur, Buku Pintar Fikih Wanita, (Jakarta: Zaman, 2009) hlm. 237 23

Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga, (Jakarta, AMZAH, 2012, cet. 2) hlm. 174

22

Dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama (Al-

Hajj [22]: 78)24

.

Artinya: “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang

sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak

menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.(Ikutilah) agama

orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-

orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini,

supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua

menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang,

tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah

Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik

Penolong”

Mahar bukan merupakan harga bagi wanita, tetapi itu adalah

ketentuan dan isyarat untuk memuliakan dan membahagiakannya. Mazhab

Hanafi berpendapat mengenai standar mahar yang paling rendah adalah

sepuluh dirham, sedangkan mazhab Maliki berpendapat bahwa standar

mahar yang paling rendah adalah seperempat dinar atau tiga dirham perak

24

Abd. Al-Qadir Manshur, Buku Pintar Fikih Wanita. hlm. 240

23

murni yang sama sekali tidak mengandung kepalsuan, atau dengan barang-

barang yang suci dan terbebas dari najis yang sebanding dengan harganya.

Sedangkan mazhab Syafi‟i dan Hambali berpendapat bahwa tidak ada

batasan terendah bagi mahar.Sahnya mahar tidak ditentukan dengan

sesuatu.Oleh karena itu sah jika mahar adalah harta yang sedikit atau

banyak.Batasannya adalah semua yang sah untuk dijual atau yang memiliki

nilai sah untuk menjadi mahar.25

2) Nafkah

Nafakah berarti “belanja”, “kebutuhan pokok”.Maksudnya ialah

kebutuhan pokok yang diperlukan oleh orang-orang yang

membutuhkannya.Pengertian nafkah dalam perkawinan ialah

tanggungjawab utama seorang suami dan hak utama istrinya.26

Nafkah

menjadi hak dari berbagai hak istri atas suaminya sejak mendirikan

kehidupan rumah tangga.akad nikah yang sah yang telah dilakukan oleh

suami istri menyebabkan istri terikat dengan hak suaminya dan haram

dinikahi oleh orang lain. Ikatan tersebut menyebabkan istri tidak dapat

mencari nafkah untuk dirinya sendiri, karena itu ia berhak mendapat

nafakah dari orang yang mengikatnya, yaitu suaminya. Hak istri terhadap

25

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, hlm. 235-236 26

Ali yusuf As-Subki, Fikih Keluarga Pedoman Brkeluarga Dalam Islam, (Jakarta: Amzah,

2010) hlm.183

24

nafakah itu tetap dimilikinya, apakah ia kaya atau miskin, selama ia masih

terikat dengan kewajiban-kewajiban terhadap suaminya.27

Para Ulama sepakat mengenai kewajiban nafkah, namun terdapat

perbedaan pendapat mengenai waktu kewajibannya.Malikmengatakan

bahwa suami tidak wajib memberikan nafkah hingga dia menggauli istrinya

atau diajak untuk menggaulinya dan istrinya termasuk orang yang dapat

digauli dan suaminya juga sudah dewasa, Abu Hanifahdan

Syafi‟iberpendapat bahwa suami yang belum dewasa wajib memberikan

nafkah jika istri sudah dewasa, adapun jika suami sudah dewasa sedangkan

istri belum dewasa, dalam hal ini Syafi‟imemiliki dua pendapat; pertama,

seperti pendapat Malik dan kedua, bahwa dia berhak mendapatkan nafkah

secara mutlak.28

Firman Allah SWT dalam QS. Ath-Thalaq ayat 7:

Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut

kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah

memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak

memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah

berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah

kesempitan.”

27

Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: PT Bulan

Bintang, 1987. Cet.2) hlm.131 28

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007, jilid 2) hlm. 107

25

Sesuai dengan gambaran Al-Quran dan hadist itu, maka para

pengikut Imam Syafi‟i dan sebagian pengikut Imam Hanafi sepakat

bahwa kadar nafkah itu didasarkan kepada kemampuan dan keadaan

suami. Apabila suami miskin ia memberi nafakah sesuai dengan

kemiskinannya, apabila suami kaya ia memberi nafakah sesuai dengan

kemampuannya sebagai seorang kaya. Sekalipun demikian Imam Syafi‟I

menetapkan pula batas minimum dari nafkah yang diwajibkan suami

untuk dibayarkan kepada istrinya. Dasar yang beliau gunakan ialah

dengan meng-qiyas-kan nafkah kepada kafarat (ialah semacam denda

yang dikenakan kepada orang-orang yang melanggar sumpahnya atau

mengerjakan larangan-larangan Allah)29

b. Hak-hak Bukan Kebendaan (Non-Materi)

1) Suami menggauli istrinya dengan baik.

Firman Allah Q.S. An-Nisa: 19

29

Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, hlm.133

26

“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai

wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka

karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu

berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji

yang nyata.Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila

kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu

tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan

yang banyak”

Kalimat وعاشروهه بالمعروف dalam ayat diatas merupakan titik tekan

dalam pembahasan hak dan kewajiban suami istri. Menurut Al-Thabari

kata عاشرsama dengan العشرة yang merupakan sinonim dari kata المصاحبت

yang berarti pergaulan.30

Ayat diatas memerintahkan kepada suami untuk meperlakukan dan

bergaul dengan istri dengan cara yang baik. Ada sebagian ulama yang

memahaminya dalam arti perintah untuk berbuat baik kepada istri yang

dicintai maupun tidak.Kata معروف mereka pahami mencakup tidak

mengganggu tidak memaksa, dan juga lebih dari itu, yakni berbuat ihsan

dan berbaik-baik kepadanya. Al-Sya‟rawi, sebagaimana dikutip oleh

30

Al-Thabari, Tafsir al-Quran Al-„Azhim, (Beirut: Dar Al-Quran Al-Karim, 1990)jilid IV.hlm.

207

27

Quraish Sihab mempunyai pandangan lain. Dia menjadikan perintah di atas

tertuju kepada para suami yang tidak lagi mencintai istrinya.31

Suami tetap memberikan hak istri, meski suami tidak menyenangi

sesuatu yang dilakukan oleh istri, sebagaimana ayat diatas telah

menjelaskan di antara hak istri adalah bahwa suami harus instrospeksi,

mungkin saja ia khilaf dalam melihat faktor-faktor yang mendorongnya

menjadi benci, disamping itu, mungkin saja si istri melakukan banyak

kebaikan, tetapi suami tidak mampu memperhatikan karena keterbatasan

dirinya.32

Masing-masing setiap pasangan suami-istri harus memperlakukan

yang lain dengan penuh kebaikan. Dengan cara menemaninya dengan baik,

dan tidak menganiayanya. Jangan sampai dia tahan haknya yang sesuai

dengan kemampuannya. Dan menampakkan ketidak senangannya terhadap

apa yang dia berikan. Suami diwajibkan mengeluarkan apa yang menjadi

hak istrinya yang harus dia penuhi dengan tanpa penangguhan, diantaranya

menggauli dengan baik.33

Menurut Azhar Basyir, menggauli istri dengan baik ini mencakup:

31

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2004) hlm. 364 32

Mahmud Assabagh, Keluarga Bahagia Dalam Islam, (Solo: CV. Pustaka Mantiq,1993. Cet.

5) hlm. 149 33

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, hlm. 9

28

1) Sikap menghargai, menghormati, dan perlakuan-perlakuan yang baik

serta meningkatkan taraf hidupnya dalam bidang agama, akhlak, dan

ilmu pengetahuan yang diperlukan.

2) Melindungi dan menjaga nama baik istri. hal ini tidak berarti suami

harus menutup-nutupi kesalahan istri. namun menjadi kewajiban

untuk tidak membeberkan kesalahan atau keburukan istri kepada

orang lain.

3) Memenuhi kebutuhan biologis yang merupakan kodrat pembawa

hidup. Oleh karena itu, suami wajib memperhatikan hak istri, dalam

hal ini ketentraman dan keserasian perkawinan antara lain ditentukan

oleh hajat biologis ini.34

2) Persamaan hak dan kewajiban

Al-Quran Al-karim telah menentukan hak istri dari suaminya.Hak

pertama untuk si istri adalah persamaan dalam hak dan kewajiban di antara

keduanya.Hal ini sesuai dengan penggalan firman Allah dalam QS. Al-

Baqarah ayat 228 yang berbunyi:

34

Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, jogjakarta: UII Press, 1999. hlm. 58-60

29

Artinya; “…Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan

kewajibannya menurut cara yang ma'ruf”.

Nash Alquran ini menegaskan persamaan antara hak dan kewajiban

istri terhadap suaminya, sebab hak suami dan istri adalah sama dengan hak

istri dari suaminya, tanpa dibedakan atas pertimbangan jenis

kelamin.35

Adapun suami dipilih sebagai pemegang kepemimpinan dalam

keluarga sebab watak pekerja suami mengharuskan mencari rezeki di luar

rumah.Sekaligus mengatur secara tidak berlebihan nafkah keluarga demi

merealisir cita-cita hidup bahagia.Sebaliknya sifat pekerjaan wanita

mengharuskannya mendidik anak-anaknya di dalam rumah.Tidak di

ragukan lagi bahwa usaha untuk mendapatan rezeki, memberikan

keistimewaan khusus kepada suami dalam memahami kondisi eksternal

yang mempengaruhi keluarga yang tidak mungkin dihadapi oleh wanita

yang berada di dalam rumah.36

Tafsir Abu al-Su‟ad yang dikutip oleh Dr. „Abd al-Qadir Manshur

dalam bukunya disebutkan bahwa: ada suatu alasan kenapa kaum laki-laki

menjadi pemimpin bagi kaum perempuan, yaitu wahbî (yang terberikan

oleh dan berasal dari Allah) dan kasbî (yang berasal dari faktor eksternal).

Kepemimpinan tersebut disebabkan oleh keutamaan dan kelebihan yang

diberikan Allah kepada kaum laki-laki, mereka memiliki akal yang

sempurna, pendapat yang kuat, mampu mengatur segala urusan dengan

35

Mahmud assabagh.Keluarga Bahagia Dalam Islam, hlm. 139 36

Mahmud assabagh.Keluarga Bahagia Dalam Islam, hlm. 141

30

baik, bisa bekerja dengan keras, dan bisa memegang prinsip dengan teguh.

Oleh karena itu, mereka diistimewakan Allah SWT untuk menjadi

pemimpin.37

Tugas-tugas perempuan tidaklah ringan dan mudah, yaitu

diantaranya mengandung, menyusui, dan merawat hasil hubungan cinta

kasihnya dengan laki-laki, oleh sebab itu kemudian sangat adil jika tugas

laki-laki dengan segala keistimewaan yang telah diberikan Allah adalah

untuk memenuhi kebutuhan pokok dan memberi rasa aman kepada istri

sehingga mereka bisa melaksanakan tugas beratnya itu dengan tenang.

3) Diajak berdiskusi bersama

Diantara hak istri lainnya adalah suami mengajaknya berdiskusi

tentang berbagai persoalan hidup yang sedang mereka hadapi, baik

menyangkut keluarga, politik, maupun selainnya. Allah SWT. Telah

berfirman, dan ajaklah mereka bermusyawarah dalam (membahas) suatu

masalah.Orang pertama yang mesti diajak suami untuk berdiskusi adalah

pasangan hidupnya yaitu istri.ini dikarenakan istri adalah orang yang tahu

betul akan pertimbangan-pertimbangan khusus dan umum yang dimiliki

suaminya, hal yang tidak banyak diketahui orang. Rasulullah SAW sendiri

sering mengajak istri-istrinya mendiskusikan persoalan politik yang

terbilang penting.38

37

„Abd al-Qadir Manshur.Buku Pintar Fikih Wanita, hlm. 308 38

„Abd al-Qadir Manshur.Buku Pintar Fikih Wanita. hlm. 333

31

4) Suami wajib berlaku adil terhadap semua istri bagi suami yang

mempunyai istri lebih dari satu39

Termasuk hak istri jika mempunyai satu madu atau lebih, untuk

mendapatkan perlakuan adil dari suaminya di hadapan madu-

madunya.Sang suami wajib berlaku adil terhdap semua istrinya, tanpa

membedakan antara satu dengan yang lainnya.Dalam buku karangan

„Abd al-Qadir Manshur yang mengutip kitab Ihya‟ Ulumu al-Din karya

Al-Ghazali menegaskan bahwa “keadilan yang dimaksud adalah dalam

hal kebutuhan hidup dan tempat tinggal.Adapun cinta dan hubungan

suami istri (al-wiqa) tidak termasuk didalamnya.Karena suami tidak akan

pernah bisa berlaku adil dalam membagi ketertarikan hati dan cinta

kasih”.40

2. Kewajiban-Kewajiban Istri

Hak suami yang wajib dipenuhi oleh istri hanya merupakan hak-hak yang

bukan kebendaan, sebab menurut hukum Islam istri tidak dibebani hak kebendaan

yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga.Hak-hak suami yang

39

As-sayyid sabiq, fiqh Al-Sunnah, (Kairo: Dar Al-Fath Li Al- A‟lam Al-Araby, 1997, Jilid

2).hlm. 293 40

„Abd al-Qadir Manshur, Buku Pintar Fikih Wanita, hlm. 344

32

menjadi kewajiban istri pada pokoknya ialah hak ditaati mengenai hal-hal yang

menyangkut hidup perkawinan.41

Kewajiban seorang istri dalam sebuah bangunan rumah tangga, memegang

peranan penting yang tidak kalah dibandingkan dengan peranan seorang suami untuk

mewujudkan sebuah keluarga yang surgawi dan penuh taburan rahmat dari Allah

SWT. Menurut Imam Syafi‟I dan Hambali, seorang istri tidak wajib melakukan

pekerjaan yang berkaitan dengan kebutuhan rumah tangga sehari-hari, juga tidak

perlu mengurusinya, karena yang benar-benar menjadi kewajiban bagi seorang istri

adalah memberikan pelayanan yang baik kepada “kebutuhan” suaminya. Menurut

Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Abu Ishak Al-Juzjani, bahwa seorang istri harus

punya peran dan bertanggungjawab terhadap pekerjaan yang berkaitan dengan

keperluan sehari-hari rumah tangganya.42

Sebagai bentuk kesejajaran suami dan istri dalam konsep keluarga muslim

adalah adanya kewajiban bagi istri yang menjadi hak bagi suaminya. Kewajiban

tersebut termuat dalam Al-Qur‟an surat al-Nisa ayat 34:

41

Mohammad Ikrom, “Hak dan Kewajiban Suami istri Perspektif Al-Quran”, Qolamuna 1.

No. 1 (Juli 2015) diakses pada 26 Desember 2016 pukul 21.30 dari

http://ejournal.stismu.ac.id/ojs/index.php/qolamuna 42

Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan, (Yogyakarta:

Darussalam, 2004) hlm. 210

33

Artinya: “laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah

melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan

karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu

maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika

suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).Wanita-wanita

yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah

mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka

mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk

menyusahkannya.Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar."

Menurut Ibn Abbas yang dimaksud dengan qanitaat ialah taat kepada

suaminya. Artinya seorang istri wajib mentaati suaminya dalam hal-hal yang tidak

bertentangan dengan agama, serta tidak bertentangan dengan hak pribadi sang istri

secara mutlak. Seorang istri wajib mentaati suaminya selama yang dilakukan ataupun

yang diperintah oleh suami berada dalam kerangka pemenuhan kewajibannya sebagai

istri.43

Ayat tersebut sebenarnya tidak merinci apa yang harus dijaga oleh seorang istri,

ayat itu hanya menyampaikan bahwa seorang istri wajib untuk menjaga diri ketika

suaminya sedang tidak hadir atau bepergian.44

Adapun diantara kewajiban istri adalah sebagai berikut:

a. Berdiam di rumah dan tidaklah keluar kecuali dengan izin suami

Allah Ta‟ala berfirman,

43

Nur Taufiq Sanusi, Fikih Rumah Tangga Perspektif Al-Qur‟an dalam Mengelola Konflik

Menjadi Harmoni, (Tangerang: ElSas, 2011). hlm. 67 44

Fatimah Zuhrah, “Relasi suami dan istri dalam Keluarga Muslim”. Analytica Islamica Vol.

2, No. 1, 2013.hlm. 187, diakses pada 21 Desember 2016 pukul 13.00 dari http//:jurnal.uinsu.ac.id

34

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan

bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu…..” (QS. Al

Ahzab: 33).

Banyak ulama membaca ayat diatas dengan kasrah pada huruf qȃf yakni

qirna.Ini terambil dari kata (قرار)qarȃryakni berada di tempat.Dengan

demikian ayat ini memerintahkan istri-istri Nabi SAW untuk berada di tempat

yang dalam hal ini adalah rumah-rumah mereka.Ibn „Athiyyah membuka

kemungkinan memahami kata qirna terambil dari kata (وقار) waqȃr yakni

wibawa dan hormat. Ini berarti perintah untuk berada di rumah karena itu

mengundang wibawa dan kehormatan untuk istri.45

Seorang istri tidak boleh keluar dari rumahnya kecuali dengan izin

suaminya. Baik si istri keluar untuk mengunjungi kedua orangtuanya ataupun

untuk kebutuhan yang lain, sampai untuk keperluan shalat di masjid.

b. Taat kepada perintah-perintah suami, kecuali apabila melanggar

larangan Allah.

كنج آمرا أحدا ان يسجد لحد لمرث المرأة ان حسجد لزوجها لى

“Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka

aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya. (HR. Abu

Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)

45

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002. Vol. 11) hlm. 263

35

Kewajiban taat kepada suami hanyalah dalam hal-hal yang dibenarkan

agama, bukan dalam hal kemaksiatan kepada Allah SWT.Jika suami

menyuruh istri untuk berbuat maksiat, maka si istri harus

menolaknya.Diantara ketaatan istri kepada suaminya adalah tidak keluar

rumah, kecuali dengan seizinnya.46

Wanita shalihah senantiasa mentaati

keputusan yang diambil suaminya, bertaqwa kepada Tuhan, dan menjaga

rahasia suami, yang oleh Allah memang tidak boleh dibicarakan.47

c. Memelihara dan mendidik anak sebagai amanah Allah

Syariat Islam telah menjelaskan mengenai fungsi anak dan

pengaruhnya terhadap kehidupan keluarga, Allah SWT berfirman:

Artinya: “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan

(bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (Q.S. At-Tagabun: 15)

Ayat diatas dapat diketahui bahwa fungsi anak di dalam kehidupan

keluarga adalah sebagai cobaan dan ujian bagi kehidupan suami-istri, sejauh

mana keduanya mampu memanfaatkan nikmat anak itu untuk taat dan patuh

kepada Allah atau sebaliknya anak itu laknat dan maksiat kepada-Nya.48

46

Abd Rahman Ghazaly, Fiqh Munakhat, (Jakarta: Prenada Media, 2003) hlm. 159 47

Mahmud ash-shabbagh, Keluarga Bahagia dalam Islam, hlm. 142 48

Abdul Qadir Jaelani, Keluarga Sakinah. (Surabaya: PT. Bina Ilmu Offset, 1995) hlm. 207

36

Wanita mempunyai peranan penting dalam melahirkan umat terbaik,

wanita harus menjadi istri yang baik, ibu yang baik dan sekolah yang baik.

Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Ibrahim Rahimahullah: “ibu

adalah sekolah, jika engkau mempersiapkannya maka ia akan mempersiapkan

generasi bermoral baik”49

d. Taat pada suami ketika diajak ke ranjang

Syariat islam telah mewajibkan kepada setiap istri dalam kondisi

objektif, baik biologis maupun psikologis untuk melayani suaminya dengan

baik, apabila diajak bersenggama. Istri dilarang menolak ajakan itu, kecuali

ketika haid, nifas, dan shaum (puasa).50

Hal ini sesuai dengan hadist Nabi Dari

Abu Hurairah RA, Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:

جل امرأحه الى فراشه فأبج ان حجىء لعنخها الملئكت حخى اذا دعا الر

حصبح

“Jika seorang pria mengajak istrinya ke ranjang, lantas si istri enggan

memenuhinya, maka malaikat akan melaknatnya hingga waktu Shubuh”

(HR. Bukhari dan Muslim)

49

Muhammad Albar, Wanita Karir dalam Timbangan Islam, (Jakarta: Daar Al-Muslim,

Beirut) hlm. 61 50

Abdul Qadir Djaelani.Keluarga Sakinah.hlm. 155

37

C. Hak dan Kewajiban Istri menurut hukum positif di Indonesia

1. Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Dalam UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan terdapat beberapa pasal

yang mengatur tentang hak dan kewajiban suami istri.Yaitu diantaranya dalam

Pasal 30, 31, 32, 33, 34. Dalam Pasal 30disebutkan mengenai dasar rumah tangga

antara suami dan istri yang berbunyi “Suami isteri memikul kewajiban yang luhur

untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan

masyarakat.” Dalam Pasal 31lebih ditekankan mengenai kedudukan baik suami

maupun kedudukan istri, yang diantaranya berbunyi “ (1) Hak dan kedudukan isteri

adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga

dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. (2) Masing-masing pihak berhak

untuk melakukan perbuatan hukum. (3) Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu

rumah tangga.”

Pasal 32 diatur mengenai tempat kediaman suami dan istri, yang berbunyi

sebagai berikut ”(1)Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap. (2)

Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan oleh

suami isteri bersama.”Dalam Pasal 33 berbunyi “Suami isteri wajib saling cinta-

mencintai hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu

kepada yang lain.”Selain itu pada Pasal 34 disebutkan mengenai kewajiban baik

suami maupun istri, serta konsekuensi yang dapat dijalankan apabila melalaikan

kewajibannya, yang berbunyi “(1) Suami wajib melindungi isterinya dan

memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan

38

kemampuannya. (2) Isteri wajib mengatur urusan rumah-tangga sebaik-baiknya. (3)

Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan

gugutan kepada Pengadilan.”

2. Kompilasi Hukum Islam

Berkaitan dengan kewajiban isteri, dalam Kompilasi Hukum Islam terdapat

dua pasal yang mengaturnya, yaitu diantaranya pada Pasal 83 yang berbunyi

“Kewajiban utama bagi seoarang isteri ialah berbakti lahir dan batin kepada suami

di dalam yang dibenarkan oleh hukum Islam. Isteri menyelenggarakan dan

mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya.”Dalam Pasal

84 lebih ditekankan mengenai konsekuensi yang diterima istri apabila tidak

menjalankan kewajibannya, yang berbunyi “(1) Isteri dapat dianggap nusyuz jika ia

tidak mau melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal

83 ayat (1) kecuali dengan alasan yang sah. (2) Selama isteri dalam nusyuz,

kewajiban suami terhadap isterinya tersebut pada pasal 80 ayat (4) huruf a dan b

tidak berlaku kecuali hal-hal untuk kepentingan anaknya. (3) Kewajiban suami

tersebut pada ayat (2) di atas berlaku kembali sesuadah isteri nusyuz. (4) Ketentuan

tentang ada atau tidak adanya nusyuz dari isteri harus didasarkan atas bukti yang

sah51

51

Departemen Agama R.I, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Islam, Kompilasi

Hukum Islam Di Indonesia, (1997/1998). hlm. 43-44

39

Baik Undang-undang Perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam telah

merumuskan secara jelas mengenai tujuan sebuah perkawinan, yaitu untuk

membentuk keluarga atau rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah

berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena suatu perkawinan merupakan

perbuatan hukum, maka tentu saja ia akan menimbulkan akibat hukum, yaitu

timbulnya hak-hak dan kewajiban-kewajiban.52

Dari pasal-pasal yang membahas mengenai hak dan kewajiban seorang istri

diatas, dapat diambil kesimpulan bahwasanya tidak terdapat aturan yang secara jelas

mengatur tentang bagaimana hak dan kewajiban seorang istri selaku wanita

karir.Dimana aturan tersebut seharusnya dianggap perlu untuk dicantumkan,

mengingat zaman sekarang dengan realitas yang ada, banyak sekali istri yang bekerja

diluar rumah karena tuntutan ekonomi. Apalagi bagi wanita karir yang terpaksa

untuk berpisah rumah baik dengan suami maupun dengan anak-anaknya, yang secara

tidak langsung akan menyebabkan sulitnya istri untuk mengatur urusan rumah

tangganya seperti yang termuat dalam pasal 34 ayat 2 Undang-Undang Perkawinan.

52

Yayan Sopyan, Islam Negara, (Jakarta: PT. Semesta Rakyat Merdeka, 2012, cet. 2)

hlm.127

40

BAB III

OBJEK PENELITIAN DAN KETENTUAN MUTASI

A. Profil Pengadilan Agama Denpasar

1. Sekilas tentang Pengadilan Agama Denpasar

Pengadilan Agama Denpasar berdiri sejak tahun 1972 yang pada awalnya

bertempat di jalan Imam Bonjol kota Denpasar, namun kemudian berpindah ke

Jln. Cokroaminoto Gg. Katalia I No. 2 Ubung, Denpasar, Provinsi Bali. Dengan

menempati gedung seluas 392,90 m² dan berlantai 2 (dua) bernuansa sentuhan

arsitektur khas Bali dengan tanah seluas 10.068 m² yang diperoleh dari proyek

APBN Departemen Agama. Adapun pembangunan gedung tersebut melalui

proyek bertahap yaitu sejak tahun 2000 dan selesai pada tahun 2004. Dan

digunakan sebagai kantor hingga saat ini.53

Kota Denpasar merupakan salah satu tujuan wisata dunia dengan

keeksotisan tempat-tempat wisatanya yang menarik minat turis lokal maupun

mancanegara untuk berkunjung maupun berinvenstasi di Bali. Interaksi antara

warga pendatang dengan masyarakat asli Bali, khususnya yang beragama Islam

menyebabkan terjadi perkawinan, sehingga segala hal yang timbul akibat adanya

hubungan keperdataan tersebut merupakan kewenangan Pengadilan Agama

Denpasar.54

53

Sejarah Pengadilan, diakses pada tanggal 9 Januari 2017 pukul 13.30 WITA dari

http://www.pa-denpasar.go.id/index.php/sejarah-pengadilan 54

Sejarah Pengadilan, diakses pada tanggal 9 Januari 2017 pukul 13.30 WITA dari

http://www.pa-denpasar.go.id/index.php/sejarah-pengadilan

41

Berdasarkan hasil laporan perkara, warga pendatang maupun warga negara

asing yang berperkara di Pengadilan Agama Denpasar setiap tahunnya mengalami

kenaikan yang signifikan.Karakteristik perkara yang masuk di Pengadilan Agama

Denpasar cukup variatif bahkan cenderung dinamis, hal ini disebabkan kondisi

masyarakat di Kota Denpasar yang heterogen. Dimaksudkan dengan variatif

dinamis karena perkara pada umumnya kumulatif yang terdiri dari perkara cerai

yang digabung dengan hadlonah dan harta bersama55

2. Wilayah Hukum Pengadilan Agama Denpasar

Luas wilayah hukum Pengadilan Agama Denpasar saat ini meliputi seluruh

kecamatan di kota Denpasar yang meliputi 4 Kecamatan dan 43 Desa. Adapun 4

kecamatan yang dimaksud diantaranya yaitu Denpasar Barat, Denpasar Timur,

Denpasar Selatan, dan Denpasar Utara.Dengan batas wilayah di Sebelah Utara

yaitu Kabupaten Badung, di Sebelah TimurKabupaten Gianyar, Sebelah

SelatanKabupaten Badung, dan Sebelah BaratKabupaten Tabanan.56

55

Sejarah Pengadilan, diakses pada tanggal 9 Januari 2017 pukul 13.30 WITA dari

http://www.pa-denpasar.go.id/index.php/sejarah-pengadilan 56

Wilayah hukum, diakses pada tanggal 9 Januari 2017 pukul 13.30 WITA dari

http://www.pa-denpasar.go.id/index.php/wilayah-hukum

42

3. Struktur Kepegawaian Pengadilan Agama Denpasar kelas IA

Struktur diatas menunjukkan bahwa jumlah hakim wanita di Pengadilan

Agama Denpasar ialah sebanyak 2 orang dari total keseluruhan Hakim yang

berjumlah 11 orang.

B. Profil Pengadilan Agama Badung

1. Sekilas tentang Pengadilan Agama Badung

Pada tahun 1992 dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1992

tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Denpasar maka IbuKota

43

Kabupaten Badung perlu dipindahkan dari wilayah Denpasar ke wilayah Kabupaten

Badung.57

Pengadilan Agama Badung termasuk Pengadilan Agama dalam wilayah

Pengadilan Tinggi Agama Mataram (yang pada saat ini selaku Ketua diijabat oleh Dr.

H. Bahruddin Muhammad, S.H., M.H.) Pengadilan Agama Badung diresmikan pada

bulan April 1999 sebagai konsekuensi dari pemekaran wilayah di Propinsi Bali pada

tahun 1992, yang sebelumnya Pengadilan Agama Denpasar mewilayahi yuridiksi

Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Dengan adanya pemekaran tersebut, maka

Pengadilan Agama Denpasar mewilayahi Kota Denpasar sedangkan Pengadilan

Agama Badung mewilayahi Kabupaten Badung yang terdiri dan 6 Kecamatan (16

Kelurahan dan 46 Desa).58

Saat ini personil Pengadilan Agama Badung berjumlah 22 orangtanpa tenaga

honorer.Yaitu terdiri dari 9 orang Hakim (Termasuk Ketua dan Wakil Ketua), dan 13

Pegawai.Yang pertama kali menjabat Ketua Pengadilan Agama Badung adalah Bapak

Drs. Asep Imaduddin, akan tetapi tidak lama kemudian beliau memilih pindah dan

menjadi Hakim di Pengadilan Agama Cianjur, kemudian pimpinan Pengadilan

Agama Badung dipimpin oleh Wakil Ketua ketika itu yaitu Bapak Drs. H. Ahmad

Shiddiq yang kemudian digantikan oleh Bapak Drs. H. Cecep Habibullah, SH. dan

selanjutnya digantikan oleh Drs. H. KT. Madhuddin Djamal, SH MM. Adapun saat

57

Penjelasan Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2009 Tentang

Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Badung Dari Wilayah Kota Denpasar Ke Wilayah Kecamatan

Mengwi Kabupaten Badung Provinsi Bali 58

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (LAKIP) Pengadilan Agama Badung

Tahun 2014, hlm. 1

44

ini jabatan Ketua Pengadilan Agama Badung dipegang oleh Bapak Drs. Moh. Hifni,

MA yang merupakan Ketua Kelima sejak Pengadilan Agama Badung berdiri, sebagai

wakilnya dijabat oleh Ibu Baiq Halkiyah, S.Ag., sedangkan Panitera/Sekretaris

dijabat oleh Mursal, SH.59

2. Wilayah Hukum Pengadilan Agama Badung

Kabupaten Badung terletak pada posisi 08°14'17" - 08

°50'57" Lintang Selatan

dan 115°05'02" - 115

°15' 09" Bujur Timur membentang di tengah-tengah Pulau

Bali. Secara administratif Kabupaten Badung terbagi menjadi 6 ( enam ) wilayah

Kecamatan yang menjadi wewenang yurisdiksi Pengadilan Agama Badung yaitu

terbentang dari bagian Utara ke Selatan yang terdiri dari 16 Kelurahan, 46 Desa, 369

Banjar Dinas, 164 Lingkungan 8 Banjar Dinas Persiapan dan 8 Lingkungan

Persiapan. Adapun 6 kecamatan yang dimaksud adalah sebagai berikut: a) Petang, b)

Abiansemal, c) Mengwi, d) Kuta, e) Kuta Utara, f) Kuta Selatan. Kabupaten Badung

berbatasan dengan Kabupaten Buleleng di sebelah utara, Kabupaten Tabanan di barat

dan di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bangli, Gianyar serta kota

Denpasar.60

59

Profil Pengadilan, diakses pada tanggal 30 Januari 2017 pukul 20.40 WITA dari pa-

badung.go.id/index.php/profile-pa-badung 60

Profil Wilayah Kabupaten Badung, diakses pada tanggal 30 Januari 2017 pukul 20.40

WITA dari http://badungkab.go.id/menu/2/wilayah.html

45

3. Struktur organisasi Pengadilan Agama Badung Kelas II61

Struktur diatas menunjukkan bahwa hakim wanita di Pengadilan Agama Badung

berjumlah 5 orang, yang terdiri dari 4 orang hakim dan 1 orang wakil ketua.

C. Profil Informan

1. Hakim Wanita di Pengadilan Agama Denpasar

a) Dra. Hj. Andi Bungawali, M.H. dengan golongan Pembina (IV/c). studi

pendidikan Menengah Tingkat Pertama di PGAN Ujung Pandang

Sulawesi Selatan, Pendidikan Menengah tingkat atas di PGAN Ujung

Pandang Sulawesi Selatan, Studi kesarjanaan S1 di peroleh dari IAIN

Alauddin Ujung Pandang Sulawesi Selatan, pendidikan S2 di peroleh dari

61

Struktur organisasi, diakses pada tanggal 30 Januari 2017 pukul 20.40 WITA dari pa-

badung.go.id/index.php/strukur-organisasi

46

Universitas Muslim Indonesia (UMI) Ujung Pandang Sulawesi Selatan.

Jumlah anak 4 orang, yang pertama berusia 28 tahun, kedua 26 tahun,

ketiga 23 tahun dan yang terakhir 17 tahun.62

b) Dra. Siti Nursalmi Muhammad. dengan golongan Pembina (IV/c). Studi

pendidikan Menengah Tingkat Pertama di MTsN kota Bima, Pendidikan

Menengah tingkat atas di PGAN Kota Bima, Studi kesarjanaan S1 di

peroleh dari IAIN Alauddin Ujung Pandang. Jumlah anak 4 orang, yang

pertama berusia 22 tahun, kedua telah meninggal dunia, ketiga 20 Tahun,

dan yang terakhir 16 tahun63

2. Hakim Wanita di Pengadilan Agama Badung

a) Baiq Halkiyah S.Ag., M.H., Jabatan wakil ketua Pengadilan Agama

Badung dengan golongan Pembina (IV/a). Studi pendidikan Menengah

Tingkat Pertama di SMPN 1 Praya Barat, Lombok Tengah Nusa

Tenggara Barat, Pendidikan Menengah tingkat atas di Madrasah Aliyah

Darunnajah Jakarta, Studi kesarjanaan S1 di peroleh dari Fak. Syariah

IAIN Sunan Ampel Mataram, dan pendidikanS2 di peroleh dari

Universitas Mataram. Memilki 3 orang anak yang pertama berusia 26

tahun, kedua 25 Tahun dan yang terakhir 15 tahun.64

62

Andi Bungawali, Hakim Wanita PA. Denpasar, Wawancara pribadi, Denpasar, 9 Januari

2017 pukul 10.00 WITA 63

Siti Nursalmi Muhammad, Hakim Wanita PA. Denpasar, Wawancara pribadi, Denpasar, 9

Januari 2017, pukul 13.00 WITA 64

Baiq Halkiyah, Wakil Ketua PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 11 Januari 2017

pukul 09.30 WITA

47

b) Hj. Mahmudah Hayati, S.Ag., M.H.I. Jabatan Hakim Madya Pratama

dengan golongan Pembina (IV/a). Studi pendidikan Menengah Tingkat

Pertama di Mts Nurul Hakim Kediri Lombok Barat Nusa Tenggara Barat,

Pendidikan Menengah tingkat atas di MA Nurul Hakim Kediri Lombok

Barat Nusa Tenggara Barat, Studi kesarjanaan S1 di peroleh dari Fak.

Syariah Universitas muhammadiyah Surakarta Jawa Tengah, dan

pendidikanS2 di peroleh dari Hk. Bisnis, IAIN Antasari Banjarmasin.

Memilki 3 orang anak yang pertama berusia 19 tahun, kedua 15 Tahun

dan yang terakhir 11 tahun.65

c) Hj. Maryani, S.H., Jabatan Hakim Madya Muda dengan golongan

Pembina (IV/b), Studi pendidikan Menengah Tingkat Pertama di SMP

XVI Udayana Denpasar, Pendidikan Menengah tingkat atas di SMEA

Negeri Denpasar, Studi kesarjanaan S1 di peroleh dari Univ.

Warmadewa. Memilki 3 orang anak yang pertama berusia 33 tahun,

kedua 30 Tahun dan yang terakhir 20 tahun66

d) Ema Fatma Nuris, S.H.I, Jabatan Hakim Madya Pratama dengan

golongan Penata Muda Tk.I (III/c), Studi pendidikan Menengah Tingkat

Pertama di SMPN I Pecangaan, Pendidikan Menengah tingkat atas di

MA. Darul Ulum, Purwogondo, Studi kesarjanaan S1 di peroleh dari

65

Mahmudah Hayati, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 12 Januari

2017, pukul 13.30 WITA 66

Maryani, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 13 Januari 2017, pukul

09.50 WITA

48

IAIN, Sunan Kalijaga Yogyakarta. Memilki 3 orang anak yang pertama

berusia 12 tahun, kedua 2,5 Tahun dan yang terakhir 6 bulan.67

e) Hapsah, S.H.I Jabatan Hakim Pratama Muda dengan golongan Penata

Muda Tk.I (III/b), Studi pendidikan Menengah Tingkat Pertama di Mts.

Darul Rahman, Jakarta, Pendidikan Menengah tingkat atas di MA. Darul

Rahman, Jakarta, Studi kesarjanaan S1 di peroleh dari UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Memilki 2 orang anak yang pertama berusia 9

tahun, dan yang kedua berusia 1 Tahun.68

D. Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim

Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman

dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama telah

menyebutkan bahwa tugas Pengadilan ialah tidak boleh menolak untuk memeriksa,

mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum

tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.69

Hakim dalam menjalankan tugasnya, memiliki kebebasan untuk membuat

keputusan terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh lainnya.70

Artinya hakim

67

Ema Fatma Nuris, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 11 Januari

2017 pukul 14.00 WITA 68

Hapsah, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 12 Januari 2017, pukul

10.40 WITA 69

Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 16 Ayat (1)

dan lihat Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama Pasal 56 ayat (1) 70

Cik Hasan Bisri, Peradilan Islam Dalam Tatanan Masyarakat Indonesia, (Bandung :

Rosda Karya , 1997), hlm. 104.

49

sebagai unsur pengadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai

hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.71

Prinsip-prinsip dasar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim

diimplementasikan dalam 10 (sepuluh) aturan perilaku yaitu:Berperilaku Adil,

Berperilaku Jujur, Berperilaku Arif Dan Bijaksana, Bersikap Mandiri, Berintegritas

Tinggi, Bertanggungjawab, Menjunjung Tinggi Harga Diri, Berdisiplin Tinggi,

Berprilaku Rendah Hati, Bersikap Profesional.72

E. Pandangan Hakim Wanita Terkait Hak Dan Kewajiban Istri Bagi Wanita

Karir

Penulis telah melakukan wawancara dengan 7 (tujuh) orang hakim wanita di

Pengadilan Agama Denpasar dan Badung terkait pandangan mereka terhadap hak dan

kewajiban seorang istri selaku wanita karir, dandari wawancara tersebut dapat

disimpulkan bahwasanya terdapat kesamaan persepsi mengenai tanggungjawabnya

selaku istri yang juga wanita karir, walaupun dengan bahasa yang berbeda namun

secara tegas dinyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan pandangan mengenai hak

dan kewajiban dalam rumah tangga antara seorang ibu rumah tangga dengan istri

wanita karir, sekalipun pada praktiknya diakui bahwa wanita karir tidak dapat

melaksanakan kewajibannya secara maksimal. Akan tetapi menurut mereka urusan

rumah tangga tetap menjadi tanggungjawab seorang istri.

71

Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 28 Ayat (1) 72

Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor

047/KMA/SKB/IV/2009 dan 02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim

50

Argumen menarik dapat dipetik dari wawancara penulis dengan para hakim

wanita mengenai hal diatas, salah satunya ialah yang dituturkan oleh Baiq Halkiyah,

S.Ag, M.H yaitu

Tidak ada perbedaan, hak dan kewajiban sebagai wanita karir dan sebagai ibu

rumah tangga harus dilaksanakan sejalan, bukan berarti dengan menjadi wanita karir

menjadikan kita lepas tanggung jawab pada urusan rumah, tidak seperti itu.Dengan

menjadi wanita karir kita juga harus siap untuk melakoni peran ganda atau dua

tanggungjawab.Urusan rumah tangga tidak boleh juga dikesampingkan.Memang

dengan memilih menjadi wanita karir konsekuensi yang harus dirasakan ialah waktu

untuk keluarga jadi sangat berkurang ya wajar kalau pelaksanaan tanggungjawab

terhadap keluarga jadi berkuang tidak sesempurna ibu rumah tangga yang lainnya,

namun dibalik itu ada kebanggaan tersendiri loh, kita dapat membantu ekonomi

keluarga namun kita juga masih memiliki kesempatan untuk bertanggungjawab

mengurusi keluarga, disitulah kelebihan wanita karir.73

Selain itu ketujuh informan yang peneliti wawancarai ketika ditanya mengenai

gugurnya hak nafkah dari suami, mereka memiliki jawaban yang serupa.Diantaranya

Seperti yang diungkapkan oleh Hj. Maryani, S.H. yaitu “setelah melakukan

kewajibannya, istri juga berhak mendapatkan haknya, termasuk juga hak untuk

mendapatkan nafkah” adapun mengenai besar kecilnya nafkah tersebut beliau

berpendapat bahwa “untuk besar kecilnya ya itu harus di musyawarahkan, yang

terpenting adalah tanggungjawab suami untuk tetap menafkahi istrinya”.74

Selain itu

Hapsah S.Hi juga menyatakan bahwa “suami masih harus memberikan hak nafkah

kepada istri, walaupun misalnya penghasilan suami lebih kecil dan istrinya lebih

besar tetap harus ada nafkah untuk istri, seberapapun suami mampu menafkahi itu

73

Baiq Halkiyah, Wakil Ketua PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 11 Januari 2017

pukul 09.30 WITA 74

Maryani, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 13 Januari 2017, pukul

09.50 WITA

51

tidak dipermasalahkan yang diutamakan ialah pemenuhan hak istri yang berupa

nafkah itu.”75

Kesimpulan penulis dari wawancara yang telah dilakukan, bahwasanya

tidaklah gugur hak nafkahistri bagi wanita karir, karena istri yang berkarir sifatnya

hanya untuk membantu ekonomi keluarga, jadi hak nafkah tetap tidak boleh gugur

hanya karena istri memiliki penghasilan sendiri.

F. Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang

Pembaruan Pola Promosi Dan Mutasi Hakim Di Lingkungan Peradilan

Agama

Pola promosi dan mutasi hakim Peradilan Agama yang berlaku dan

dilaksankan selama ini berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989

Tentang Peradilan Agama (yang sudah mengalami dua kali perubahan melalui

Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 dan Undang-undang Nomor 50 tahun 2009),

dan juga keputusan Dirjen Badan Peradilan Agama Nomor

2246/DJA/OT.01.3/SK/XI/2013 Tentang Pedoman Pola Karir Tenaga Teknis

Peradilan Agama. Oleh karena itu perlu adanya penetapan Keputusan Ketua

Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang Pembaruan Pola Promosi dan Mutasi

Hakim di Lingkungan Peradilan Agama, untuk memperbarui pedoman yang sudah

75

Hapsah, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 12 Januari 2017, pukul

10.40 WITA

52

berjalan selama ini agar selaras dengan perubahan dan perkembangan yang sudah

terjadi di lingkungan Peradilan Agama.76

Promosi diartikan sebagai perpindahan tugas seorang hakim atau pimpinan

pengadilan ke jabatan yang lebih tinggi atau perpindahan tugas ke Pengadilan dengan

kelas yang lebih tinggi.Sedangkan mutasi (alih tempat) adalah perpindahan tugas

seorang hakim atau pimpinan Pengadilan dari satu tempat ke tempat tugas baru,

dalam posisi jabatan yang tetap sebagai hakim, wakil ketua atau ketua Pengadilan.

Adapun tujuannya antara lain untuk mengisi kekosongan formasi suatu Pengadilan,

sebagai penyegaran bagi hakim yang bersangkutan agar proses pelaksanaan tugas

pokok dalam memberikan pelayanan hukum dan keadilan kepada masyarakat dapat

berjalan optimal, untuk mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di

lingkungan Peradilan Agama, untuk memberikan pengalama regional dan nasional

bagi hakim yang bersangkutan, untuk proses pembinaan karir hakim yang

berimplikasi terhadap peningkatan motivasi dan kinerja hakim, dan sebagai bentuk

pelaksanaan prinsip reward dan punishment.77

Promosi dan Mutasi dilaksanakan sesuai dengan pengalaman tugas serta

mempertimbangkan kemampuan yang dimiliki oleh hakim yang

bersangkutan.Kemampuan teknis, integritas, kinerja/prestasi kerja, kualifikasi

pendidikan serta pengalaman pendidikan dan pelatihan juga merupakan faktor yang

76

Lampiran I Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang

Pembaruan Pola Promosi dan Mutasi Hakim di Lingkungan Peradilan Agama. 77

Lampiran I Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang

Pembaruan Pola Promosi dan Mutasi Hakim di Lingkungan Peradilan Agama.

53

harus dipertimbangkan. Setiap hakim mempunyai kesempatan yang sama dalam hal

pelaksanaan mutasi dan promosi jabatan.78

Adapun sifat Mutasi dan Promosi dibagi menjadi beberapa aturan yang di

kelompokkan sebagai berikut:

Mutasi untuk kepentingan dinas

Mutasi untuk kebutuhan pribadi

Pelaksanaan tugas, sejak hasil rapat mutasi diumumkan secara resmi,

maka hakim yang dimutasikan tidak diberikan perkara baru. Dan

pelaksanaan tugas di tempat baru dilakukan paling lambat 1 (satu)

bulan sejak hakim tersebut menerima SK Promosi / mutasi79

Adapun jenis Promosi dan Mutasi diantaranya: Penempatan calon hakim

sebagai hakim, Mutasi Hakim pada Pengadilan Agama / Mahkamah Syar‟iyah kelas

II, Mutasi Hakim pada Pengadilan Agama / Mahkamah Syar‟iyah kelas IB, Mutasi

Hakim pada Pengadilan Agama / Mahkamah Syar‟iyah kelas IA, Mutasi Hakim pada

Pengadilan Agama / Mahkamah Syar‟iyah kelas IA Tertentu, Hakim Pengadilan

Tinggi Agama / Mahkamah Syar‟iyah Aceh, Persyaratan untuk menduduki jabatan

Pimpinan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar‟iyah kelas II, Persyaratan untuk

menduduki jabatan Pimpinan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar‟iyah kelas IB,

Persyaratan untuk menduduki jabatan Pimpinan Pengadilan Agama / Mahkamah

78

Lampiran I Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang

Pembaruan Pola Promosi dan Mutasi Hakim di Lingkungan Peradilan Agama. 79

Lampiran I Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang

Pembaruan Pola Promosi dan Mutasi Hakim di Lingkungan Peradilan Agama.

54

Syar‟iyah kelas IA Tertentu dan Kelas IA, Persyaratan untuk menduduki jabatan

Pimpinan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar‟iyah Aceh, Persyaratan hakim yang

akan ditempatkan sebagai hakim yang dipekerjakan pada Mahkamah Agung untuk

tugas-tugas Peradilan/ Yustisial.80

80

Lampiran I Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang

Pembaruan Pola Promosi dan Mutasi Hakim di Lingkungan Peradilan Agama.

55

BAB IV

ANALISIS PEMENUHAN HAK DAN KEWAJIBAN SEBAGAI ISTRI BAGI

HAKIM WANITA PASCA PEMBARUAN POLA MUTASI DI PENGADILAN

AGAMA

A. Pandangan Hakim Wanita Berkaitan Dengan Aturan Mutasi Di Pengadilan

Agama

Menurut salah seorang hakim agung yaitu Irfan Fachruddin dalam tulisannya

yang berjudul Model Ideal Promosi dan Mutasi Aparatur Peradilan Agamapada

Jurnal Hukum Dan Peradilan, mengatakan bahwaterdapat kekurangan prinsip tour of

duty dan tour of areaini, diantaranya :

1. Menyedot anggaran negara yang tidak sedikit guna merealisasikan

perpindahan.

2. Tour of duty dan tour of area adalah membuka peluang praktek kolusi antara

hakim dengan pihak yang memiliki kewenangan untuk memutuskan mutasi.

3. Tidak mendorong hakim untuk berprilaku positif, karena tidak khawatir nama

baiknya tercoreng di masyarakat setempat karena selalu punya kesempatan

pindah ke daerah lain dan memulai hidup baru.

4. Berdampak yang kurang baik bagi keluarga hakim yang telah berkeluarga.

5. Prinsip tour of duty dan tour of area menyebabkan tidak tertariknya

mahasiswa Fakultas Hukum yang berkualitas menonjol untuk menjadi calon

hakim. Karena ia sudah membayangkan bahwa akan hidup berpindah-pindah

56

dari suatu tempat ketempat lain tanpa dapat merencanakannya sendiri. Kecuali

harus berkolusi dan membina kedekatan dengan otoritas dan menyingkirkan

jauh-jauh suara hati.

6. Prinsip tour of area adalah berpotensi untuk mengekang independensi

peradilan. Karena itu di beberapa negara bahkan di negara civil law, tidak

merekomendasaikan perpindahan hakim dari suatu wilayah ke wilayah lain.

Kelemahan ini bukan tidak beralasan, hal ini dirasakan oleh hakim kita pada

masa pembinaan dua atap. Putusan pengadilan yang tidak sesuai dengan

kehendakpemegang otoritas akan berakibat mutasi ke daerah terpencil.

7. Prinsip tour of area tidak mendorong munculnya hakim-hakim yang berasal

dari putra daerah yang berkeinginan untuk hanya bertugas di wilayah tempat

asal mereka atau di wilayah sekitarnya.

8. Prinsip tour of area membuat komposisi hakim pada pengadilan kelas II

(kecil) senioritasnya tidak bertingkat. Terputus generasi antara pimpinan dan

hakim-hakim yunior. Bukankah pada pengadilan harus ada pimpinan, hakim

senior dan hakim yunior. Supaya tetap ada pembinaan pimpinan dan hakim

senior terhadap hakim yang lebih yunior.81

Irfan Fakhruddin pada intinya menyatakan bahwa pelaksanaan promosi dan

mutasi sudah berjalan dengan relatif baik, namun demikian masih perlu adanya

perbaikan karena kadang kala dirasakan tidak adil,Tidak jarang pula terjadi hakim

81

Irfan Fachruddin, “Model Ideal Promosi dan Mutasi Aparatur Peradilan Indonesia”, Jurnal

Hukum Dan Peradilan, Vol 1, No 1 (2012), Diakses pada tanggal 3 April 2017, pukul 17.50 dari

http://www.jurnalhukumdanperadilan.org/index.php/jurnalhukumperadilan/article/view/147

57

yang dipandang sangat layak oleh rekan-rekannya tidak mendapat promosi dan

mutasi yang patut sedangkan sebaliknya hakim yang dinilai kurang baik dan

bermasalah mendapat promosi yang sangat baik, Tidak konsistennya antara pola yang

berlaku atau janji yang disampaikan secara lisan berbeda dengan pelaksnaan di

lapangan, Banyak terjadi pasca promosi dan mutasi hakim penurunan kualitas hidup

karena tidak adanya fasilitas perumahan dan perlengkapannya, serta berpisah dengan

isteri/suami dan anak-anak, selain itu adanya perbedaan perlakuan yang dirasakan

para hakim berdasarkan kepada hubungan kenal dan tidak kenal.82

Berkaitan dengan hal diatas Hakim wanita di Pengadilan Agama Denpasar dan

Badung memiliki berbagai pandangan terkait KMA No. 192/KMA/SK/XI/2014

Tentang Pembaruan Pola Promosi dan Mutasi Hakim di Lingkungan Peradilan

Agama, berdasarkan wawancara yang telah penulis lakukan dapat ditarik 2 argumen

pokok, yaitu disatu sisi regulasi ini berdampak baik bagi kinerja para hakim

dikarenakan akan memotivasi hakim agar semakin meningkatkan kinerjanya dan

menghindari adanya KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dengan adanya

penyegaran lingkungan kerja. Namun di sisi lainnya regulasi ini memisahkan antara

suami dengan istri, ibu dengan anaknya, dan anak-anak yang masih bersekolahpun

turut dipaksa berpisah dengan teman-temannya dan harus beradaptasi dengan teman-

teman dan lingkungan yang baru.Seperti yang diungkapkan oleh Dra. Hj. Andi

Bungawali, M.H,

82

Irfan Fachruddin, Model Ideal Promosi dan Mutasi Aparatur Peradilan Indonesia, Jurnal

Hukum Dan Peradilan Vol 1, No 1 (2012), hlm. 119-120.

58

“Sudah bagus sih, Ada sisi baiknya dengan ada aturan mutasi ini maka ada

penyegaran dalam lingkungan kerja hakim khususnya, tapi ya buruknya juga sudah

pasti ada, ya itu jadi jauh dengan keluarga, apalagi kalo harus ditempatkan didaerah

yang terpencil kan susah juga kalau mau kemana-mana tanpa suami, ya jadi harus

mandiri, tapi namanya sudah konsekuensi tetap harus dijalankan bagaimanapun

keadaanya”.83

Dengan aturan mutasi terbaru yang dikeluarkan oleh MA yaitu KMA No.

192/KMA/SK/XI/2014 ini oleh sebagian hakim yang penulis wawancarai dianggap

telah cukup mengakomodir keinginan para hakim untuk menjaga keutuhan rumah

tangganya dengan memberikan ruang bagi hakim tersebut untuk mengajukan mutasi,

namun pada praktiknya realisasi dari Surat Keputusan tersebut belum berlaku secara

merata dan maksimal. Seperti yang di ungkapkan oleh Hapsah S.Hi “Bagus, itu salah

satu upaya Mahkamah Agung untuk membenahi sistem mutasi yang selama ini

dikeluhkan oleh para hakim, namun saya kira realisasi dari Surat Keputusan itu belum

berlaku secara merata terhadap para hakim itu sendiri.”84

B. Dampak Aturan Mutasi Terhadap Peranan Hakim Wanita Sebagai Istri

Ibu rumah tangga pada dasarnya memiliki 2 tipe peranan, pertama, peranan

ibu rumah tangga seutuhnya yakni dalam hal pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan

pemeliharaan hidup seperti pemenuhan kebutuhan semua anggota keluarga seperti

memasak, mendidik anak-anak dan melayani suami, kedua peranan ibu rumah tangga

yang mempunyai peran ganda, yaitu perubahan dalam hal mencari nafkah,

83

Andi Bungawali, Hakim Wanita PA. Denpasar, Wawancara pribadi, Denpasar, 9 Januari

2017 pukul 10.00 WITA 84

Hapsah, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 12 Januari 2017, pukul

10.40 WITA

59

samahalnya berprofesi menjadi hakim wanita seperti bahasan pada tulisan ini. Dalam

hal ini jelas terlihat bahwa ibu-ibu rumah tangga yang notabene-nyaharus

menjalankan fungsi-fungsi keluarga harus berperan sebagai pekerja di sektor publik

seperti halnya laki-laki.85

Peran ganda bagi wanita karier bukanlah situasi yang mudah untuk

diselesaikan. Kedua peran tersebut menuntut kinerja yang sama baiknya. Apabila

wanita karier lebih memprioritaskan pekerjaan, maka ia dapat mengorbankan banyak

hal untuk keluarganya. Sebaliknya apabila wanita karier lebih memprioritaskan

keluarga, maka ia cenderung akan menurunkan kinerjanya di dalam pekerjaan. inilah

yang disebut konflik keluarga dan pekerjaan.86

Pekerjaan domestik rumah tangga dianggap menjadi tanggungjawab kaum

perempuan, yang mengakibatkan kaum perempuan harus menanggung semua beban

pekerjaan domestik.Pemberian beban kerja ini dirasakan sangat berat bagi kaum

perempuan, terutama bagi perempuan pekerja,87

sebab mereka selain dituntut mampu

menyelesaikan tugas-tugas rumah tangga yang di masyarakat selalu dipersepsikan

sebagai kewajiban perempuan, mereka juga harus menunjukkan prestasi kerja yang

baik di tempat kerja. Timbullah istilah ”beban ganda / Double Burden” bagi

perempuan pekerja. Sebaliknya, bagi laki-laki pekerja, tidak ada istilah ”beban

85

Eva Meizara Puspita Dewi, “Pengasuhan Ibu Berkarir dan Internalisasi Nilai Karir Pada

Remaja”Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, Vol. 03, No. 01 Januari 2015, hlm. 169. Diakses pada 4

April 2017 pukul 14.00 WIB dari http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jipt 86

Siti Ermawati, “Peran Ganda Wanita Karier (Konflik Peran Ganda Wanita Karier

ditinjau dalam Prespektif Islam)”, Jurnal Edutama, Vol. 2 No. 2 Januari 2016.hlm. 60, diakses pada

tanggal 7 April pukul 10.09 dari ejurnal.ikippgribojonegoro.ac.id/index.php 87

M. Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar) 1999,

hlm. 21

60

ganda” karena mereka pada umumnya, memang tidak bekerja ganda karena mereka

tidak dituntut untuk menyelesaikan tugas-tugas rumah tangga, sebagaimana halnya

perempuan.88

Namun dapat dilihat pada keluarga yang istrinya bekerja, maka peran

suami juga bertambah karena pembagian tugas dan peran dalam keluarga terjadi

perubahan.Namun demikian, banyak juga terjadi meskipun para istri sudah berperan

ganda, tetapi suami tidak bersedia membantu istrinya di ranah domestik.Para suami

masih tetap menjalankan perannya sesuai dengan harapan masyarakat, yaitu sebagai

laki-laki pencari nafkah.89

Perubahan peran seringkali menimbulkan ketegangan antara suami dan istri

dalam keluarga.Meskipun demikian, perempuan lebih sering mengalami ketegangan

dalam dinamika antara tugas pekerjaan di dunia domestik dan dunia publik

dibandingkan dengan laki-laki, terutama dalam pembagian waktu dan tanggung

jawab.90

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, berikut wawancara penulis dengan

beberapa informan hakim wanita mengenai dampak aturan mutasi terhadap rumah

tangga dan pemenuhan hak serta kewajibannya.Menurut Baiq Halkiyah, S.Ag,

M.Hyaitu “Peran sebagai istri tentunya menjadi kurang maksimal, hak dan

kewajibannya pun menjadi tidak bisa dijalankan sebagaimana mestinya jika

88

Anita Rahmawaty, “Harmoni dalam Keluarga Perempuan karir”, Jurnal PALASTREN, Vol.

8, No. 1, Juni 2015, hlm. 11. Diakses pada tanggal 4 April 2017, pukul 14.20 dari

journal.stainkudus.ac.id/index.php/Palastren/article/viewFile/ 89

Anita Rahmawaty, “Harmoni dalam Keluarga Perempuan karir”, Jurnal PALASTREN. hlm.

17 90

Dien Sumiyatiningsih, ”Pergeseran Peran Laki-Laki dan Perempuan dalam Kajian

Feminis”, WASKITA Jurnal Studi Agama dan Masyarakat Vol4, No 2 (2013), hlm. 146. Diakses pada

7 April 2017 pukul 11.51 dari ejournal.uksw.edu/waskita/article/download/

61

kondisinya berjauhan seperti ini.kalau untuk anak-anak sih dampaknya tidak begitu

terasa, karena anak-anak sudah pada besar dan bersekolah di pesantren.”91

Sedangkan

menurut Ema Fatma Nuris S.H.I adalah “Peran sebagai istri menjadi kurang

maksimal jika jauh dari suami dan juga menjadi tidak bisa mendampingi suami, kalau

terhadap anak-anak tidak terlalu berdampak banyak karena situasinya anak-anak saya

ikut dengan saya pindah.”92

Pendapat serupa dikemukakan oleh Hapsah S.H.Iyaitu

Kalau peran sebagai istri sih jadi kurang maksimal ke suami saya, karena jadi

tidak bisa melayani dan menyiapkan kebutuhan suami setiap hari, apalagi ketika saya

ditempatkan di PA. Selayar kebetulan disana sinyal agak susah, komunikasi ke suami

juga terbatas, ketika itu anak saya baru satu dan itu juga ikut dengan saya disana jadi

kalau untuk peran sebagai ibu saya rasa tidak banyak berubah, hanya saja harus bisa

menjadi sosok ayah juga buat dia karena ayahnya kan waktu itu tidak tinggal bersama

kami.93

MenurutHj. Mahmudah Hayati, S.Ag., M.H.I“Hubungan antara suami istri

jadi kurang optimal karena terpisahnya jarak, jadi susah komunikasi paling hanya

lewat telefon, terhadap anak-anak Tidak banyak yang berubah, karena anak-anak saya

ikut pindah bersama saya”.94

Sedangkan Hj. Maryani, S.Hberpendapat “Kalau untuk

suami istri jadi kurang optimal karena jarak yang jauh, perasaan sepi sedih juga pasti

ada, jauh dari anak-anak, jauh dari keluarga juga. Tapi karena tugas tetap harus

dijalankan”.95

Menurut Dra. Hj. Andi Bungawali, M.H “Ya pastinya sangat

91

Baiq Halkiyah, Wakil Ketua PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 11 Januari 2017

pukul 09.30 WITA 92

Ema Fatma Nuris, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 11 Januari

2017 pukul 14.00 WITA 93

Hapsah, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 12 Januari 2017, pukul

10.40 WITA 94

Mahmudah Hayati, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 12 Januari

2017, pukul 13.30 WITA 95

Maryani, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 13 Januari 2017, pukul

09.50 WITA

62

menyulitkan jadi tidak bisa terus-terusanlah untuk melayani suami, tidak bisa

mendampingi secara fisik juga, kalau dampak terhadap anak-anak “terpaksa saya juga

jadi tidak bisa secara fisik menemani mereka belajar, tidak bisa memantau anak

secara leluasa, dan pastinya peran sebagai orang tua pun tidak dapat terealisasikan

dengan baik”96

sedangkan menurut Dra. Siti Nursalmi Muhammad“Yang jelas

kondisinya sudah tidak seperti biasanya, ibu tidak bisa lagi menyiapkan makanan

untuk suami dan anak-anak, terutama sudah jarang untuk melayani suami. Sudah

tidak bisa lagi memberikan kasih sayang dengan baik, Kalau secara fisik susah untuk

memenuhi apa yang harus di lakukan seorang istri”.97

Hasil wawancara penulis dengan ketujuh informan yang terdiri dari hakim-

hakim wanita di Pengadilan Agama, dapat ditarik kesimpulan bahwa dampak yang

dirasakan terhadap rumah tangganya pasca pengesahan aturan Mutasi oleh

Mahkamah Agung adalah peran sebagai istri menjadi kurang maksimal, dalam hal ini

hubungan antara suami dan istri menjadi kurang optimal karena harus tinggal

berjauhan. Sementara itu dampaknya terhadap anak-anak ada beberapa hakim yang

berkaitan dengan hal ini tidak terlalu berdampak banyak, dikarenakan anak masih

ikut pindah mengikuti tempat dinas hakim wanita tersebut. Selain itu terdapat salah

satu hakim yang anaknya bersekolah di pesantren sehingga tidak berimbas dengan

harus berpindah-pindah sekolah mengikuti tempat dinas ibunya.

96

Andi Bungawali, Hakim Wanita PA. Denpasar, Wawancara pribadi, Denpasar, 9 Januari

2017 pukul 10.00 WITA 97

Siti Nursalmi Muhammad, Hakim Wanita PA. Denpasar, Wawancara pribadi, Denpasar, 9

Januari 2017, pukul 13.00 WITA

.

63

Al-Hatimi menyatakan bahwa wanita boleh bekerja, bahkan diperbolehkan

menduduki jabatan strategis/peranan penting masyarakat dengan catatan tetap tunduk

pada ajaran syariat yang menghidupi kesuciannya serta tidak menelantarkan peran

utamanya sebagai ibu rumah tangga. Pendapat ini bertolak dari fakta historis tentang

partisipasi para wanita di zaman Nabi SAW, dalam peperangan, misalnya:

“mengangkat/menyediakan air minum para prajurit yang sakit, menjaga dan

memelihara kendaraan, memata-matai musuh, menjahit pakaian dan sebagainya”98

Sementara itu apabila dikaitkan dengansalah satu kewajiban istri yang

disebutkan dalam penggalan surat Al-Ahzab ayat 33 yaitu berdiam diri di rumah, Al-

Maududi menulis bahwa tempat wanita di rumah bukan berarti dilarang bekerja di

luar rumah, pembebasan dari pekerjaan luar rumah dimaksudkan agar mereka dapat

berkonsentrasi dan terhormat dalam menunaikan kewajiban rumah tangga. Karena itu

jika emamng dibutuhkan, boleh saja ia bekerja di luar rumah asal menjaga kesucian

diri dan menjaga rasa malu.Muhammad Qutub memaparkan bahwa wanita bekerja

tidak menjadi masalah namun Islam cenderung tidak mendorong wanita bekerja di

luar rumah kecuali untuk pekerjaan yang sangat perlu, atau karena tidak ada yang

membiayai kehidupannya, atau karena yang menanggung kebutuhannya tidak mampu

mencukupi kebutuhannya.99

98

Moenawar khalil, nilai wanita, (Solo: Ramadhani, 1989, Cet. IV) hlm. 81 99

M. Qurais Shihab, “Kodrat perempuan versus norma kultural” dalam Siti Muri‟ah, Ed.

Wanita Karir dalam Bingkai Islam, hlm. 201

64

C. Pemenuhan Hak Dan Kewajiban Hakim Wanita Sebagai Istri Pasca

Aturan Mutasi

Pasangan wanita karir biasanya akan mempekerjakan pembantu rumah tangga

(pramuwisma) untuk mengatasi menumpuknya pekerjaan rumah tangga. Namun

dengan cara ini bukan berarti bahwa masalah tugas-tugas rumah tangga dapat

terselesaikan begitu saja. Pembantu rumah tangga hanya dapat mengerjakan

pekerjaan rutin harian yang cukup banyak menyita waktu, seperti membersihkan

rumah, mencuci pakaian, menyetrika, memasak, membersihkan kebun, dan

sebagainya. Sementara, banyak pekerjaan rumah tangga lain yang berhubungan

dengan mengurus suami serta pengasuhan dan pendidikan anak tidak bisa diserahkan

kepada pembantu rumah tangga.100

Pertanyaannya adalah bagaimanakah mengenai pasangan suami istri yang

karena profesinya maka diharuskan untuk tinggal berjauh-jauhan, seperti hakim

wanita yang di mutasi sehingga tidak tinggal serumah dengan keluarganya. Berikut

ulasan wawancara penulis dengan tujuhorang informan hakim wanita tentang

bagaimana cara pemenuhan hak dan kewajibannya pascadisahkan aturan mutasi

Hakim Pengadilan Agama oleh Mahkamah Agung.

Baiq Halkiyah, S.Ag, M.Hmenuturkan tentang cara untuk memenuhi

kewajibannya dalam rumah tangga yaitu

“Kewajiban sebagai istri tetap dipenuhi sesuai kesepakatan dan sesuai

kondisinya, setidaknya dalam satu bulan saya menyempatkan diri beberapa kali

100

Anita Rahmawaty, Harmoni dalam Keluarga Perempuan karir, jurnal PALASTREN: hlm.

13.

65

pulang untuk bertemu keluarga.Selain itu kewajiban istri untuk menjaga kehormatan

diri di tempat kerja juga tetap di laksanakan sebaik mungkin.Berkaitan dengan anak-

anak “tetap diusahakan untuk dipenuhi terutama curahan kasih sayang dan perhatian

kepada mereka dengan selalu menghubungi via telfon dan menjenguk mereka.”101

Sedangkan pola pemenuhan hak dan kewajiban menurut Ema Fatma Nuris

S.H.I yaitu “ketika berpisah jauh dari suami yang paling penting sih menjaga

komunikasi, jangan sampai putus komunikasi.Kalau untuk anak-anak berhubung

mereka ikut dengan saya pindah jadi caranya berusaha menjadi sosok ibu dan ayah

sekaligus”.102

Pola pemenuhan hak dan kewajiban menurut Hapsah, S.Hi

“Caranya ya pasti komunikasi yang terpenting, jangan putus komunikasi

walaupun keadaanya susah sinyal atau sesibuk-sibuknya harus selalu di sempatkan

untuk berkomunikasi dengan suami atau keluarga. Selain menjaga rumah tangga tetap

harmonis dengan selalu ngasih kabar kita juga jadi merasa terjaga, jadi komunikasi

itu menurut saya yang paling penting sih.Kalau sekarang ini kebetulan suami saya

ikut pindah ke Bali jadi bisa sekalian jagain anak-anak.”.103

Sedangkan menurut Hj. Mahmudah Hayati S.Ag, M.Hiyaitu

Harus sering berkomunikasi memberi kabar baik itu via telfon atau media

sosial, karena bagaimanapun juga tetap merupakan suami istri jadi masih punya

tanggungjawab satu sama lain, jadi tidak bisa lepas begitu saja walaupun tidak sering

bertemu, kalau terhadap anak-anakSaya berperan ganda sebagai ibu dan ayah agar

anak-anak tidak kehilangan figur ayahnya yang berpisah tempat tinggal, dengan cara

mendidik dan mengajar apa yang seharusnya diajari dan dilakukan seorang ayah

terhadap anaknya”.104

Pendapat serupa disampaikan oleh Hj. Maryani, S.H “Kalau lagi jauh ya

mengandalkan telefon saja, liburan baru bisa ketemu atau sabtu minggu pulang buat

101

Baiq Halkiyah, Wakil Ketua PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 11 Januari 2017

pukul 09.30 WITA 102

Ema Fatma Nuris, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 11 Januari

2017 pukul 14.00 WITA 103

Hapsah, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 12 Januari 2017, pukul

10.40 WITA 104

Mahmudah Hayati, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 12 Januari

2017, pukul 13.30 WITA

66

kumpul-kumpul sama keluarga”.105

Sedangkan menurut Dra. Hj. Andi Bungawali,

M.H yaitu

Caranya tetap menyediakan kebutuhan materilnya setiap ada hari libur tiap

bulan, Peran elektronik juga sangat besar seperti yang tadi diatas, bahwa dengan

adanya handphone sekarang setiap saat bisa berkomunikasi. selain itu setiap ada

liburan atau minimal ketika weekend saya usahakan pulang untuk bertemu mereka.

Bahkan jika diperlukan cuti untuk kumpul bareng sama anak-anak ketika mereka

liburan misalnya janjian rekreasi dimana yang kita inginkan, anak-anak juga sudah

pada dewasa jadinya mereka sudah pada paham.106

Pendapat terakhir mengenai pola relasi pemenuhan Hak dan Kewajban dalam

rumah tangga menurut Dra. St. Nursalmi Muhammadyaitu

Ya caranya seperti tadi yang dijelaskan Setiap bulan segala kebutuhan suami

dan anak-anak harus diperhatikan seperti makanan dan minuman dll. Dan setiap

waktu tetap menyempatkan komunikasi atau sekedar tanya kabar, karena dengan

kondisi begini komunikasi merupakan hal yang sangat terasa sekali urgensinya.

Komunikasi lewat telefon itu penting sekali, karena kalau sudah jauh kemudian

jarang komunikasi itu bagaimana, anak-anak bisa saja kehilangan sosok ibunya,

seolah ibunya sudah tidak memperhatikan lagi.Kan naudzubillah jangan sampai

seperti itu.Jadi intinya tetap menjaga komunikasi.107

Pada intinya ketujuh informan yang sudah penulis wawancarai berkaitan

dengan bagaimana pola Relasi Pemenuhan Hak Dan Kewajiban Dalam Rumah

Tangganya Pasca Pembaruan Aturan Mutasi menuturkanhal yang serupa yaitu bahwa

menjaga komunikasi merupakan sesuatu yang sangat penting, mengingat jauhnya

jarak maka dengan komunikasi akan menjadikan hubungan rumah tangga tetap utuh.

Selain itucara lainnya ialah dengan mengusahakan waktu luang untuk berkumpul

105

Maryani, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 13 Januari 2017, pukul

09.50 WITA 106

Andi Bungawali, Hakim Wanita PA. Denpasar, Wawancara pribadi, Denpasar, 9 Januari

2017 pukul 10.00 WITA 107

Siti Nursalmi Muhammad, Hakim Wanita PA. Denpasar, Wawancara pribadi, Denpasar, 9

Januari 2017, pukul 13.00 WITA

67

bersama keluarga. Bagi beberapa hakim yang membawa serta anaknya turut pindah

domisili mengaku harus berperan ganda sebagai ibu dan ayah dengan cara mendidik

dan mengajarkan apa yang seharusnya diajarkan dan dilakukan seorang ayah,

sehingga anak-anaknya tidak kehilangan figur ayahnya yang berpisah tempat tinggal.

Berkarier bukanlah sesuatu yang diharamkan bagi wanita dalam Islam, namun

ada beberapa ketentuan syar‟i yang harus dipenuhi agar kariernya tidak menyimpang

dari syariat Islam.Pertama, mendapatkan izin dari suami atau walinya.Kedua,

pekerjaannya tidak campur baur (iktilath) dengan laki-laki yang bukan

muhrim.Ketiga, menutup aurat. Wanita karier harus menutup auratnya di depan laki-

laki yang bukan mahramnya dan menjauhi hal-hal yang dapat memunculkan fitnah,

baik dalam hal berpakaian, berhias maupun dalam memakai wangi-wangian (parfum).

Keempat, komitmen dengan akhlaq Islami dan hendaknya menampakkan keseriusan

dan bersungguh-sungguh dalam berbicara.Kelima, wanita karier hendaknya memilih

pekerjaan yang sesuai dengan tabiat dan kodratnya sebagai wanita.108

Menurut Al-Hatimi yang dikutip oleh Farida Husain pada tulisannya yang

berjudul “Wanita Karir Dalam Islam” dinyatakan bahwa wanita boleh bekerja,

bahkan dibolehkan menduduki jabatan strategis/peranan penting di masyarakat

dengan catatan tetap tunduk pada ajaran syariat dan tidak menelantarkan peran

utamanya sebagai ibu rumah tangga.109

Jika perannya sebagai ibu rumah tangga

108

Siti Ermawati, Peran Ganda Wanita Karir (Konflik Petan Ganda Wanita Karir Ditinjau

Dalam perspektif Islam). Hlm.66 109

Farida Husin, “Wanita Karir Dalam Islam”, Ilmiah, Vol.VIII No 1, 2015. hlm. 29 .

Diakses pada 22 April 2017 pukul 12.30 dari http://eprints.polsri.ac.id/2991/

68

bertumbukan dengan pekerjaan-pekerjaan lainnya, maka yang wajib dia lakukan

adalah mendahulukan pekerjaan di rumahnya diatas pekerjaan lainnya.Semua ini,

yakni bekerja diluar rumah harus dengan persetujuan suami dan tidak boleh

menentangnya.Sedangkan bila suami menyuruh istrinya tetap tinggal di rumah, maka

yang wajib dia lakukan adalah mematuhi suaminya berdasarkan bimbingan kenabian

yang diriwayatkan dalam masalah tersebut.110

Berkaitan dengan perannya untuk memelihara dan mendidik anak seperti yang

secara implisit disebutkan dalam QS At-Taghabun ayat 15, maka hakim wanita dalam

hal ini telah berusaha menjadi ibu yang bertanggungjawab terhadap anak-anaknya,

yaitu dengan membawa anaknya ikut serta pindah ke wilayah dinasnya yang baru,

dan setidaknya mengurusi kebutuhannya via telefon jika tinggal berjauhan.

D. Pola Pergeseran Tanggung Jawab Hakim Wanita Sebagai Istri Pasca

Pembaruan Aturan Mutasi

Ketujuh informan yang peneliti wawancara ketika ditanya mengenai adakah

pergeseran tanggungjawab urusan domestik rumah tangganya, mereka memiliki

jawaban yang serupa, bahwa tidak ada pergeseran tanggungjawab mengenai urusan

domestik rumah tangga seorang wanita karir.

Seperti yang diutarakan oleh Baiq Halkiyah, S.Ag, M.H

Tidak ada pergeseran tanggungjawab seperti itu, walaupun saya jauh tetap

saja saya usahakan untuk bertanggungjawab melakukan tugas sebagai istri atau ibu

110

Syaikhul Islam Ibn Taimiyah, dkk, Setiap Problem Suami Istri Ada Solusinya,

(Yogyakarta, MItra Pustaka, 2008) hlm. 586

69

semampu saya, tidak saya limpahkan kepada suami saya apa yang seharusnya

menjadi tanggungjawab saya. Ya terkadang yang masih bisa suami saya lakukan

sendiri tanpa saya ya dikerjakan. Tapi itu kan bukan berarti pergeseran

tanggungjawab, urusan domestik rumah tangga kan sama-sama, jadi berkaitan dengan

urusan rumah tangga juga dikerjakan bersama-sama tidak bergantung kepada salah

satunya saja.111

Selain itu terdapat pendapat menarik yang diutarakan oleh Ema Fatma Nuris,

S.H.I yaitu bahwa “istilahnya tidak pergeseran tanggungjawab tapi pembagian

tanggungjawab”112

.Jadi dalam hal ini suami juga dengan sukarela turut berkontribusi

untuk melaksanakan urusan yang berkaitan dengan rumah tangga.

Menurut pandangan hakim wanita karir, keluarga dan karir bukanlah dua hal

yang diametral, tetapi komplementer. Dengan kata lain karir mereka tidak semata-

mata untuk aktualisasi atau kepuasan diri, namun juga didedikasikan untuk

keluarga.113

Adapun model pembagian kerja yang digunakan oleh hakim wanita ialah

model Cross Over, yang menyatakan bahwa antara ayah dan ibu/suami dan istri

berbagi kerja sesuai dengan jenis kelamin namun tidak mutlak. Demikian pula

pertukaran peran antara suami dan istri boleh dilakukan tetapi tidak secara mutlak

baik dalam seluruh siklus kehidupan maupun dalam waktu-waktu tertentu.Semuanya

bergantung pada situasi dan kondisi yang ada.114

Dalam pasal 79 KHI disebutkan pula bahwa “hak dan kedudukan istri adalah

seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan

111

Baiq Halkiyah, Wakil Ketua PA. Badung,Wawancara pribadi, Badung, 11 Januari 2017

pukul 09.30 WITA 112

Ema Fatma Nuris, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 11 Januari

2017 pukul 14.00 WITA 113

Siti Muri‟ah, Wanita Karir dalam Bingkai Islam, hlm. 231. 114

Siti Muri‟ah, Wanita Karir dalam Bingkai Islam, hlm. 234.

70

pergaulan hidup bersama dalam masyarakat”.115

Jadi Pasal ini dapat dijadikan rujukan

mengenai persamaan mengenai tanggungjawab dalam urusan rumah tangga.

Bila seorang istri tergerak untuk turut meringankan beban keluarga dengan

bekerja di luar rumah, seharusnya suami tidak merasa rendah untuk turut membantu

pekerjaan rumah tangga.Karena, bila suami bersikap enggan maka tujuan untuk

membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah sulit untuk dicapai,

karena salah satu fungsinya tidak berjalan secara maksimal.116

Jadi selama ada komitmen diantara suami dan istri yang menjadi hakim

wanita mengenai urusan domestik rumah tangganya, walaupun terdapat pengurangan

hak suami oleh istri karena harus tinggal berjauhan, akan menghindari terjadinya

ketegangan atau bahkan konflik dalam rumah tangganya.

115

Departemen Agama R.I Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Islam, Kompilasi

Hukum Islam di Indonesia.hlm. 42 116

Farida Husin, “Wanita Karir Dalam Islam”, Ilmiah, Vol.VIII No 1, 2015. hlm. 29

71

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan kajian dan pembahasan yang penyusun lakukan pada bab

terdahulu maka kesimpulan yang didapat adalah sebagai berikut:

1. Dampak yang dirasakan Hakim wanita mengenai regulasi Mahkamah Agung

RI No. 192/KMA/SK/XI/2014 tentang Pembaruan Pola Promosi dan Mutasi

Hakim yang mengharuskan hakim Pengadilan Agama untuk berpindah-

pindah dinas ialah bahwa peran selaku istri menjadi kurang optimal,

hubungan antara suami dan istri menjadi kurang maksimal. Karena istri tidak

dapat melayani dan mendampingi suaminya dengan baik, berkaitan dengan

hubungannya terhadap anak-anak ada beberapa hakim yang mengaku bahwa

tidak terlalu berdampak banyak karena anak-anaknya ikut pindah, hanya saja

tetap harus menjadi sosok ayah bagi anaknya, agar sang anak tidak

kehilangan sosok seorang ayah.

2. Pola Relasi Pemenuhan Hak Dan Kewajiban Dalam Rumah Tangga hakim

wanita setiap hakim memiliki cara yang serupa, yaitu menjaga komunikasi

dan juga menyempatkan diri minimal ketika akhir pekan atau paling tidak

sebulan sekali untuk berkumpul bersama suami dan anak-anak nya.

3. Hakim wanita memiliki jawaban yang serupa mengenai tidak adanya

pergeseran tanggungjawab urusan domestik dalam rumah tangganya. Selain

72

itu antara suami dan istri yang berprofesi sebagai hakim sudah memiliki

komitmen bersama, jadi walaupun tinggal berjauh-jauhan namun tetap dapat

menjaga keharmonisan rumah tangganya, sehingga tidak terjadi hal-hal yang

tidak diinginkan.

B. Saran – Saran

1. Kepada pemerintah diharapkan agar pelaksanaan aturan mutasi pada

prakteknya lebih adil dan memperhatikan kesejahteraan hakim yang

bersangkutan, agar pasca promosi dan mutasi hakim tidak terjadi penurunan

kualitas hidup karena tidak adanya fasilitas perumahan dan perlengkapannya

serta harus berpisah dengan isteri/suami dan anak-anak

2. Kepada istri agar lebih mengedepankan urusan keluarga dibanding urusan

pekerjaan, karena sesungguhnya kodrat istri adalah untuk mengurus rumah

tangga dan mendidik anak-anaknya.

73

DAFTAR PUSTAKA

Albar, Muhammad. Wanita Karir dalam Timbangan Islam, Jakarta: Daar Al-Muslim,

Beirut

Al-Thabari.Tafsir al-Quran Al-„Azhim, jilid IV.Beirut: Dar Al-Quran Al-Karim, 1990

Asmawi, Mohammad. Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan.Yogyakarta:

Darussalam, 2004

Assabagh, Mahmud. KeluargaBahagiaDalam Islam, Cet. 5.Solo: CV. Pustaka

Mantiq,1993

As-Subki, Ali Yusuf.FikihKeluargaPedomanBerkeluargaDalam Islam.Jakarta:

Amzah, 2010

__________, FiqhKeluarga, Cet. 2. Jakarta, AMZAH, 2012

Az-Zuhaili, Wahbah.Fiqh Islam WaAdillatuhu, ,Jilid. 9, Cet. 10.Depok: GemaInsani,

2007

BadanLitbangdanDiklatKemenag.TafsirAlquranTematik, Jakarta: KamilPustaka,

2014

Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Perkawinan Islam, Cet. 11. Yogyakarta: UII Press,

2007

Bisri, CikHasan, Peradilan Islam DalamTatananMasyarakat Indonesia. Bandung:

RosdaKarya , 1997

Bungin, Burhan. MetodologiPenelitianKualitatif. Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada,

2001

DewiPuspita, Eva Meizara.

“PengasuhanIbuBerkarirdanInternalisasiNilaiKarirPadaRemaja”.JurnalIlmiah

PsikologiTerapan, Vol 03, No. 01 Januari 2015. Diaksespada 4 April 2017

pukul 14.00 WIB dari http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jipt

DienSumiyatiningsih, ”PergeseranPeranLaki-

LakidanPerempuandalamKajianFeminis”, dalamWASKITA JurnalStudi

Agama danMasyarakatVol4, No 2 (2013), hlm. 146. Diaksespada 7 April

2017 pukul 11.51 dariejournal.uksw.edu/waskita/article/download/

DirektoratJendralPembinaanKelembagaan Islam, Departemen Agama R.I.

KompilasiHukum Islam Di Indonesia, (1997/1998)

74

Fachruddin, Irfan. “Model Ideal PromosidanMutasiAparaturPeradilan Indonesia”,

JurnalHukum Dan Peradilan, Vol 1, No 1 (2012), Diaksespadatanggal 3 April

2017, pukul 17.50

Fakih, M. Analisis Gender danTransformasiSosial.Yogyakarta: PustakaPelajar, 1999.

Farida Husain, WanitaKarirDalam Islam, Ilmiah, Vol.VIII No 1, 2015. Diaksespada

22 April 2017 pukul 12.30 dari http://eprints.polsri.ac.id/2991/

Ghazaly, AbdRahmat. FiqhMunakahat. Jakarta: Prenada Media, 2003

Hamami, Taufiq. Peradilam Agama DalamReformasiKekuasaanKehakiman di

Indonesia. Jakarta: Tatanusa, 2013

Hasan, Ali. BerumahTanggaDalam Islam, Jakarta: Prenada Media, 2003

Husein Muhammad, FiqihPerempuanRefleksiKiyaiatasWacana Agama dan Gender.

Yogyakarta: LkiS, 2001

Ikrom, Mohammad. “HakdanKewajibanSuamiistriPerspektif Al-Quran”, Qolamuna

1. No. 1 (Juli 2015) diaksespada 26 Desember 2016 pukul 21.30 dari

http://ejournal.stismu.ac.id/ojs/index.php/qolamuna

Ismail.Halimah.“Kedudukan Hakim WanitaDalam Islam”.AHKAM No. 01/1/1998,

IAIN SyarifHidayatullah, Jakarta: 1998

Jaelani, H. Abdul Qadir. KeluargaSakinah. Surabaya: PT. BinaIlmu Offset, 1995

Khalil. Moenawar. Nilai Wanita. Solo: Ramadhani, 1989

KeputusanBersamaKetuaMahkamahAgung RI danKetuaKomisiYudisial RI Nomor

047/KMA/SKB/IV/2009 dan 02/SKB/P.KY/IV/2009

TentangKodeEtikdanPedomanPerilaku Hakim

KeputusanKetuamahkamahAgung RI No. 192/ KMA/SK/XI/2014

TentangPembaruanPolaPromosidanMutasi Hakim Di LingkunganPeradilan

Agama.

Kisyik, Abdul Hamid. Bimbingan Islam UntukMencapaiKeluargaSakinah.Bandung:

Al-Bayan, 1997

LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahan (LAKIP) Pengadilan Agama

BadungTahun 2014

75

Manshur, Abd. Al-Qadir.BukuPintarFikihWanita. Jakarta: Zaman, 2009

Moleong, Lexy.J, MetodologiPenelitianKualitatif, Cet. Ke-31.Bandung: PT.

RemajaRosdakarya, 2013.

Mukhtar, Kamal.Asas-AsasHukum Islam TentangPerkawinan, Cet. 2. Jakarta: PT

BulanBintang, 1987

Muri‟ah, Siti. WanitaKarirdalamBingkai Islam, Bandung:PenerbitAngkasa.

Nafisah, Durrotun. “PositivisasiHukumKeluarga Islam di Indonesia DalamPerspektif

Gender”.Al-manahij vol. VII No 1, Januari 2013.diaksespadatanggal 11

Oktober 2016 pukul 11.00 WIB Dari

http://ejournal.iainpurwokerto.ac.id/index.php

PenjelasanAtasPeraturanPemerintahRepublik Indonesia Nomor 67 Tahun 2009

TentangPemindahanIbu Kota KabupatenBadung Dari Wilayah Kota Denpasar

Ke Wilayah KecamatanMengwiKabupatenBadungProvinsi Bali

ProfilPengadilan, diaksespadatanggal 30 Januari 2017 pukul 20.40 WITA dari pa-

badung.go.id/index.php/profile-pa-badung

Rahmawaty, Anita. “HarmonidalamKeluargaPerempuanKarir”, PALASTREN, Vol. 8,

No. 1, Juni 2015.Diaksespadatanggal 4 April 2017, pukul 14.20

darijournal.stainkudus.ac.id/index.php/Palastren/article/viewFile/

Rusyd, Ibnu. BidayatulMujtahid, jilid 2. Jakarta: PustakaAzzam, 2007

Sa‟ida, Najmah. Dkk. RevisiPolitikPerempuan.Bogor: CV.IdeaPustakaUtama, 2003

Sabiq, As-sayyid.fiqh Al-Sunnah, Jilid 2. Kairo: Dar Al-Fath Li Al- A‟lam Al-Araby,

1997

Sanusi, NurTaufiq. FikihRumahTanggaPerspektif Al-Qur‟an

dalamMengelolaKonflikMenjadiHarmoni.Tangerang: ElSas, 2011

SejarahPengadilan, diaksespadatanggal 9 Januari 2017 pukul 13.30 WITA

darihttp://www.pa-denpasar.go.id/index.php/sejarah-pengadilan

Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah, Jakarta: LenteraHati, 2004

_________, Tafsir al-Misbah, Vol 11, Jakarta: LenteraHati, 2002

76

Siti Ermawati, “Peran Ganda Wanita Karier (Konflik Peran Ganda Wanita Karier

ditinjau dalam Prespektif Islam)”, Jurnal Edutama, Vol. 2 No. 2 Januari 2016. Hlm. 60,

diakses pada tanggal 7 April pukul 10.09 dari ejurnal.ikippgribojonegoro.ac.id/index.php

Soekanto, Soerjono. PengantarPenelitianHukum. Jakarta: UI Press, 1986

Sopyan, Yayan. Islam Negara, cet. 2. Jakarta: PT. Semesta Rakyat Merdeka, 2012

Taimiyah, Syaikhul Islam Ibn, dkk.Setiap Problem SuamiIstri Ada Solusinya,

Yogyakarta, MitraPustaka, 2008

Undang-UndangNomor 1 Tahun 1974 TentangPerkawinan

Undang-undangNomor 4 Tahun 2004 TentangKekuasaanKehakiman, Pasal 16 Ayat

(1) danlihat Undang-undangNomor 7 Tahun 1989 TentangPengadilan

Agama Pasal 56 ayat (1)

WawancarapribadidenganMaryani, (Hakim Wanita PA. Badung).Badung, 12 Januari

2017.

WawancarapribadidenganAndiBungawali (Hakim Wanita PA.Denpasar). Denpasar, 9

Januari 2017.

WawancarapribadidenganBaiqHalkiyah (Hakim Wanita PA.Denpasar).Denpasar, 11

Januari 2017.

WawancarapribadidenganEmaFatmaNuris, (Hakim Wanita PA.Badung).Badung, 12

Januari 2017.

WawancarapribadidenganHapsah, (Hakim Wanita PA.Badung).Badung, 12 Januari

2017.

WawancarapribadidenganMahmudahHayati (Hakim Wanita PA.Badung).Badung, 12

Januari 2017.

WawancarapribadidenganSitiNursalmi Muhammad (Hakim Wanita PA. Denpasar)

Denpasar, 9 Januari 2017.

Wilayah hukum, diaksespadatanggal 9 Januari 2017 pukul 13.30 WITA

darihttp://www.pa-denpasar.go.id/index.php/wilayah-hukum

Wilayah KabupatenBadung, diaksespadatanggal 30 Januari 2017 pukul 20.40 WITA

darihttp://badungkab.go.id/menu/2/wilayah.html

77

Yanggo, HuzaemahTahido. FikihPerempuanKontemporer. Bogor: PenerbitGhalia,

2010

Zuhrah, Fatimah. “RelasisuamidanistridalamKeluarga Muslim”.Analytica Islamica

Vol. 2, No. 1, 2013.diaksespada 21 Desember 2016 pukul 13.00 Dari

http//jurnal.uinsu.ac.id

Daftar Pertanyaan Wawancara

A. Identitas Informan :

1. Nama Lengkap :

2. Riwayat Pendidikan :

3. Jumlah anak

4. Usia anak

5. Alasan Berkarir :

6. Apakah suami ibu mengizinkan untuk berkarir?

7. Apakah saat ini ibu sedang tinggal bersama keluarga?

B. Pemenuhan hak dan kewajiban informan

1. Apakah yang ibu ketahui mengenai hak dan kewajiban istri, baik

menurut hukum Islam maupun hukum positif?

2. Bagaimana cara ibu untuk menyeimbangkan antara menjadi seorang

wanita karir sekaligus sebagai istri dan seorang ibu didalam rumah?

3. Bagaimana cara membagi waktu dengan keluarga?

4. Mana yang ibu prioritaskan antara keluarga atau karir?

5. Kemudian menurut ibu, adakah perbedaan hak dan kewajiban dalam

rumah tangga antara seorang ibu rumah tangga dengan istri wanita

karir?

6. Apakah suami ibu turut membantu dalam menyelesaikan urusan

rumah tangga?

7. Salah satu hak istri merupakan mendapatkan nafkah dari suami, lantas

bagaimana pendapat ibu terkait hak mendapatkan nafkah bagi istri

seorang wanita karir, apakah dengan kebebasan yang diberikan oleh

suami untuk berkarir diluar rumah akan menyebabkan gugurnya suami

untuk menafkahi?

8. Apakah terdapat pergeseran tanggung jawab mengenai urusan

domestik rumah tangga berkaitan dengan peran ibu yang juga seorang

wanita karir diluar rumah?

C. Dampak keputusan Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang

Mutasi Hakim terhadap rumah Tangga Hakim Wanita

1. Bagaimana menurut ibu mengenai Regulasi Mahkamah Agung

No.192/KMA/SK/XI/2014 Tentang Mutasi Hakim? Disertakan alasan.

2. Berkaitan dengan hal tersebut sudah berapa kalikah ibu berpindah-

pindah kantor mengikuti aturan mutasi?

3. Ketika ditempatkan didaerah yang terpencil dan/atau jauh dari

keluarga, maka bagaimanakah dampak yang dirasakan ibu, baik peran

ibu sebagai ibu maupun istri?

4. Berkaitan dengan aturan mutasi yang mengharuskan untuk berpindah-

pindah domisili, bagaimanaah cara ibu memenuhi apa yang

seharusnya menjadi tanggungjawab seorang ibu dan istri?

A. Identitas Informan :

1. Nama Lengkap :Dra. Hj. Andi Bungawali, MH

2. Riwayat Pendidikan :

SD : SD Tauladan Negeri I Bone Sulsel

SMP / Mts : PGAN ujung pandang Sulsel

SMA/ MA : PGAN ujung pandang Sulsel

S1 : IAIN Alauddin Ujung pandang Sulsel

S2 :UMI (Universitas Muslim Indonesia) Ujung Pandang-

Sulsel

3. Jumlah anak :4 orang anak, 3 putri dan 1 putra

4. Usia anak :

Anak pertama 28 tahun, kedua 26 tahun, ketiga 23 tahun dan yang terakhir

17 tahun

5. Alasan Berkarir :

Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang sudah didapat, ya disamping

itu dengan kerja maka saya dapat membantu suami mensejahterakan

keluarga dan juga sebagai ibadah serta untuk berbakti kepada nusa dan

bangsa.

6. Apakah suami ibu mengizinkan untuk berkarir?

Ya, mengizinkan Lillahi Ta‟ala

7. Apakah saat ini ibu sedang tinggal bersama keluarga?

Saat ini saya tidak tinggal bersama keluarga, bahkan kami tinggal pada 5

provinsi yang berbeda-beda, suami saya dinas di Mataram, NTB, saya di

Bali, anak saya yang pertama di Jakarta, yang kedua di Jogjakarta, dan yang

ketiga dan keempat kebetulan di satu daerah sama-sama di Makasar

B. Pemenuhan Hak Dan Kewajiban Informan

1. Apakah yang ibu ketahui mengenai hak dan kewajiban istri, baik

menurut hukum islam maupun hukum positif?

Kalau untuk hal ini karena setiap hari pembahasan hakim tidak jauh-jauh

dari seputar masalah itu, Jadi ya lama-lama hapal juga di luar kepala.

Dalam Undang-undang dan hukum Islam sudah diatur hal yang berkaitan

dengan hak dan kewajiban istri yang saya rasa intinya adalah sama,

bahwasanya seorang istri berkewajiban untuk berbakti baik lahir maupun

bathin kepada suaminya dan juga istri wajib mengatur urusan rumah tangga

dan anak-anaknya dengan baik. Selain kewajiban hak istripun juga sudah

diatur, yaitu istri berhak untuk mendapatkan nafkah dan juga kasih sayang

dari suaminya sebagai kompensasi dari kewajibannya, kecuali jika si istri

belakangan melakukan pembangkangan atau nusyuz maka kewajiban suami

untuk menafkahi menjadi hapus.

2. Bagaimana cara ibu untuk menyeimbangkan antara menjadi seorang

wanita karir sekaligus sebagai istri dan seorang ibu didalam rumah?

Sewaktu anak masih umur Balita saya dan suami masih kumpul tinggal

bersama, jelas rutinitas pekerjaan rumah dan urusan anak sebelum

berangkat ke kantor saya yang selesaikan. Jadi waktu di luar kantor diatur

sedemikian rupa untuk kepentingan keluarga baik sebagai ibu maupun istri,

jadi kalau sekarang ketika tinggal berjauhan bagaimana cara ibu

bertanggungjawab terhadap urusan rumah tangga? Kalau sekarang

mereka karena sudah pada besar dan ada yang sudah menikah jadi sudah

bisa mengurus diri sendiri, tapi tetep saya memantau lewat telfon. Kan

sekarang sudah canggih, jadi mantaunya sudah mudah, ada keluarga juga

yang membantu disana.

3. Bagaimana cara membagi waktu dengan keluarga?

Pada saat tidak di kantor kita mengurus keluarga dengan menyempatkan

diri untuk menelfon membangunkan atau mengingatkan untuk belajar,

makan dan lainnya. Ya sebisa mungkin saya berikan perhatian walaupun

tidak dalam satu rumah dengan keluarga, ya itu tadi sekarang zaman sudah

canggih, tinggal telefon saja. Insya Allah tidak sulit.

4. Mana yang ibu prioritaskan antara keluarga atau karir?

Dua-duanya saya prioritaskan, waktu libur dan di luar jam kantor tetap

keluarga yang diprioritaskan

5. Kemudian menurut ibu, adakah perbedaan hak dan kewajiban dalam

rumah tangga antara seorang ibu rumah tangga dengan istri wanita

karir?

Tidak ada, tidak ada itu perbedaan hak dan kewajiban dalam rumah tangga

baik selaku ibu rumah tangga maupun sebagai wanita karir, keduanya

sama-sama memiliki kewajiban selaku istri seperti yang telah diatur dalam

islam, kewajiban istri ya tetap kewajiban istri, begitupun haknya. Tapi ya

suami juga harus pengertian sama istri yang wanita karir, kan juga sudah

lelah seharian di kantor jadi tidak boleh memaksakan, jadi saling pengertian

itu penting

6. Apakah suami ibu turut membantu dalam menyelesaikan urusan

rumah tangga?

Iya pasti, suami juga turut membantu saya menyelesaikan tugas rumah

tangga.

7. Salah satu hak istri merupakan mendapatkan nafkah dari suami, lantas

bagaimana pendapat ibu terkait hak mendapatkan nafkah bagi istri

seorang wanita karir, apakah dengan kebebasan yang diberikan oleh

suami untuk berkarir diluar rumah akan menyebabkan gugurnya

suami untuk menafkahi?

Ya tidak ada bedanya, ibu berkarir dan ibu rumah tangga tidak

menyebabkan gugurnya suami untuk menafkahi dari uang nafkah yang ada,

tapi kelebihan bagi istri yang bekerja bahwa dia kan bisa menambahkan

serta membantu ekonomi rumah tangga jadi bisa membantu kesejahteraan

keluarga juga pada akhirnya. Juga tidak memberatkan suami jika ingin

membeli sesuatu, karenna sudah punya penghasilan sendiri.

8. Apakah terdapat pergeseran tanggung jawab mengenai urusan

domestik rumah tangga berkaitan dengan peran ibu yang juga seorang

wanita karir diluar rumah?

Tidak juga, seorang ibu tetap saja bertanggungjawab atas urusan domestik

rumah tangga, apakah itu dengan cara memanggil pembantu untuk

membantunya ya itu urusan lain, yang terpenting istri atau ibu tetap harus

bertanggung jawab, kan memang peran ibu itu tidak bisa digantikan, paling

suami yang membantu tapi tugas utama tangga tetap ditangan istri

C. Dampak keputusan Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang

Mutasi Hakim terhadap rumah Tangga Hakim Wanita

1. Bagaimana menurut ibu mengenai Regulasi Mahkamah Agung

No.192/KMA/SK/XI/2014 Tentang Mutasi Hakim? Disertakan alasan.

Sudah bagus sih, Ada sisi baiknya dengan ada aturan mutasi ini maka ada

penyegaran dalam lingkungan kerja hakim khususnya, tapi ya buruknya

juga sudah pasti ada, ya itu jadi jauh dengan keluarga, apalagi kalo harus

ditempatkan didaerah yang terpencil kan susah juga kalau mau kemana-

mana tanpa suami, ya jadi harus mandiri, tapi namanya sudah konsekuensi

tetap harus dijalankan bagaimanapun keadaanya.

2. Berkaitan dengan hal tersebut sudah berapa kali kah ibu berpindah-

pindah kantor mengikuti aturan mutasi?

Setelah aturan MA tentang Mutasi ini sudah dua kali saya di pindah

tugaskan

3. Ketika ditempatkan didaerah yang terpencil dan/atau jauh dari

keluarga, maka bagaimanakah dampak yang dirasakan ibu, baik peran

ibu sebagai ibu maupun istri?

Ya pastinya sangat menyulitkan jadi tidak bisa berkesinambungan apa ya

bahasanya, terus-terusanlah untuk melayani suami, tidak bisa mendampingi

secara fisik juga, ya mau bagaimana lagi ya suami saya juga pegawai

negeri jadi tidak bisa ikut pindah-pindah mengikuti tempat dinas saya,

kalau peran sebagai ibunya anak-anak kendalanya bagaimana bu?

terpaksa saya juga jadi tidak bisa secara fisik menemani mereka belajar,

tidak bisa memantau anak secara leluasa, dan pastinya peran sebagai orang

tua pun tidak dapat terealisasikan dengan baik tapi tetap saya pantau

melalui telfon, ya pokoknya sebisa mungkin mereka jangan sampai

kehilangan figure ibunya.. Tapi Alhamdulillah anak-anak saya tidak ada

yang bandel-bandel karena kurang kasih sayang seperti itu. Naudzubillah.

4. Berkaitan dengan aturan mutasi yang mengharuskan untuk berpindah-

pindah domisili, bagaimanaah cara ibu memenuhi apa yang seharusnya

menjadi tanggungjawab seorang:

Caranya tetap menyediakan untuk kebutuhan materilnya, Peran elektronik

juga sangat besar seperti yang tadi diatas, bahwa dengan adanya

handphone sekarang setiap saat bisa berkomunikasi. selain itu setiap ada

liburan atau minimal ketika weekend saya usahakan pulang untuk bertemu

mereka. Bahkan jika diperlukan cuti untuk kumpul bareng sama anak-anak

ketika mereka liburan misal janjian rekreasi dimana yang kita inginkan,

anak-anak juga sudah pada dewasa jadinya mereka sudah pada paham

A. Identitas Informan :

1. Nama Lengkap : Dra. St. Nursalmi Muhammad

2. Riwayat Pendidikan :

SD : SDN Kota Bima, Nusa Tenggara Barat

SMP/Mts : MTSn Kota Bima, Nusa Tenggara Barat

SMA/MA : PGAN Kota Bima, Nusa Tenggara Barat

SI : IAIN Alauddin Ujung Pandang, Sulawesi Selatan

3. Jumlah anak : 3 Orang

4. Usia anak : pertama 23 tahun, kedua 20 Tahun, dan ketiga 17

Tahun

5. Alasan Berkarir :

Untuk menerapkam ilmu yang sudah diperoleh, selain itu untuk membantu

ekonomi keluarga/ mensejahterakan keluarga.

6. Apakah suami ibu mengizinkan untuk berkarir?

Iya, beliau mengizinkan saya untuk berkarir. suamipun sangat berkontribusi

dalam menunjang karir saya

7. Apakah saat ini ibu sedang tinggal bersama keluarga?

Tidak, selama bertugas di luar wilayah kota Bima, saya hanya sendiri,

karena suami tidak bisa ikut saya pindah-pindah selain itu dalam aturan

kepegawaian pun diatur suami tidak bisa ikut pindah mengikuti tempat kerja

istri.

B. Pemenuhan hak dan kewajiban informan

1. Apakah yang ibu ketahui mengenai hak dan kewajiban istri, baik

menurut hukum islam maupun hukum positif?

Mengenai hak dan kewajiban sebagai seorang istri saya sebagai istri sangat

tahu sekali hak dan kewajiban tersebut, dan saya sebagai seorang istri akan

tetep melaksanakan dan menjalankannya sesuai dengan kemampuan dan

keadaanya.

2. Bagaimana cara ibu untuk menyeimbangkan antara menjadi seorang

wanita karir sekaligus sebagai istri dan seorang ibu didalam rumah?

Cara menyeimbangkannya sebagai seorang wanita karir kita harus pandai-

pandai membagi waktu. Waktu untuk suami, waktu untuk anak-anak dan

waktu untuk karir itu sendiri, harus seimbang semuanya. Yang lebih

utamanya dan harus selalu diingat bahwa kita sebagai wanita setinggi

apapun karir/ jabatan kita, tetap utamakan suami dan anak-anak, suami

wajib kita hargai dan layani demikian pula anak-anak wajib kita perhatikan

dan diberikan kasih sayang, dan jangan lupa yang terpenting kita sebagai

wanita tetap menyandang predikat sebagai ibu rumah tangga yang ujung-

ujungnya tidak akan bisa jauh-jauh dari dapur, karena kita terikat dengan

tanggungjawab seorang istri.

3. Bagaimana cara membagi waktu dengan keluarga?

Sebagai seorang wanita karir, kita harus pandai-pandai untuk membagi

waktu, terutama waktu untuk memperhatikan perkembangan pendidikan

anak-anak. Walaupun jauh dengan anak-anak, usahakan berkomunikasi

dengan anak-anak lewat handphone. Demikian juga dengan suami usahakan

untuk lancar berkomunikasi. Karena dengan komunikasi hubungan keluarga

walaupun jarak jauh akan tetap terjaga. Sebulan sekali juga saya usahakan

pasti pulang ke Bima, setidaknya menjenguk anak-anak, mengurus

keperluan-keperluan yang dibutuhkan.

4. Mana yang ibu prioritaskan antara keluarga atau karir?

yang jelas keluarga harus diutamakan, karena kalau keluarga tidak

diutamakan, karirpun tidak akan bisa dilaksanakan dengan baik.

5. Kemudian menurut ibu, adakah perbedaan hak dan kewajiban dalam

rumah tangga antara seorang ibu rumah tangga dengan istri wanita

karir?

Menurut saya tidak ada perbedaan antara ibu rumah tangga dengan wanita

karir, alasannya karena saya sebagai wanita karir tetap melasksanakan

tugas dan kewajiban saya sebagai ibu rumah tangga. Walaupun tidak se-

intens ibu-ibu rumah tangga, tapi tetap saja saya masih mampu

melaksanakannya. Semuanya tergantung dari kepribadian seseorang. ada

juga ibu rumah tangga yang nyatanya walaupun tidak punya pekerjaan di

luar rumah, pekerjaan rumah pun masih terbengkalai malah asik nonton tv

atau ngobrol-ngobrol sama tetangga.

6. Apakah suami ibu turut membantu dalam menyelesaikan urusan

rumah tangga?

Suami sangat-sangat membantu dalam menyelesaikan urusan umah tangga,

karena tanpa bantuan suami semua urusan rumah tangga akan terbengkalai

7. Salah satu hak istri merupakan mendapatkan nafkah dari suami, lantas

bagaimana pendapat ibu terkait hak mendapatkan nafkah bagi istri

seorang wanita karir, apakah dengan kebebasan yang diberikan oleh

suami untuk berkarir diluar rumah akan menyebabkan gugurnya

suami untuk menafkahi?

Suami tetap berkewajiban untuk menafkahi anak-anak dan istrinya, tidak

ada istilah gugur kewajiban suami terhadap anak dan istrinya, walaupun

ada penghasilan seorang istri sebagai seorang wanita karir, itu hanyalah

untuk membantu suami dan merupakan sedekah dari seorang istri, bukan

merupakan suatu kewajiban. Jadi ya tetap pada intinya istri berhak

mendapatkan nafkah tanpa memperhatikan faktor penghasilan yang dimiliki

istri. kelebihannya istri yang mempunyai penghasilan kan jadi tidak

merepotkan suami kalau pengen beli-beli sesuatu karena kita juga punya

uang sendiri.

8. Apakah terdapat pergeseran tanggung jawab mengenai urusan

domestik rumah tangga berkaitan dengan peran ibu yang juga seorang

wanita karir diluar rumah?

Kalau mengenai pergeseran tanggungjawab dari seorang suami kepada istri

yang wanita karir sama sekali tidak ada ya, kita sebagai wanita karir hanya

sekedar membantu dan menopang ekonomi keluarga. Urusan rumah tangga

pun saya tetap laksanakan walaupun tidak optimal, tapi kalau pergeseran

itu saya rasa tidak ada ya. Walaupun anak-anak sama bapaknya di rumah

tapi ya saya tetap menjadi figur ibunya mereka, bapaknya hanya

melaksanakan tugas-tugas seorang bapak, saya tetap mantau kegiatan anak-

anak walaupun dari jarak jauh. Kan sosok ibu tetap akan menjadi ibu

bagaimanapun kondisinya.

C. Dampak keputusan Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang

Mutasi Hakim terhadap rumah Tangga Hakim Wanita

1. Bagaimana menurut ibu mengenai Regulasi Mahkamah Agung

No.192/KMA/SK/XI/2014 Tentang Mutasi Hakim? Disertakan alasan.

Dampaknya jelas ada, memisahkan seorang suami dengan istrinya, ibu

dengan anaknya. Dampak positifnya untuk penyegaran dan untuk banyak

bersilaturrahmi dengan teman-teman lama. Tapi itu tujuannya kan baik, ya

jadi diikuti saja.

2. Berkaitan dengan hal tersebut sudah berapa kalikah ibu berpindah-

pindah kantor mengikuti aturan mutasi?

Ibu sendiri mutasi sudah 3 kali, pertama dari kota Bima, kemudian ke

Sumbawa baru ke PA. Denpasar sampai dengan saat ini

3. Ketika ditempatkan didaerah yang terpencil dan/atau jauh dari

keluarga, maka bagaimanakah dampak yang dirasakan ibu, baik peran

ibu sebagai ibu maupun istri?

Yang jelas kondisinya sudah tidak seperti biasanya, ibu tidak bisa lagi

menyiapkan makanan untuk suami dan anak-anak, terutama sudah jarang

untuk melayani suami. Sudah tidak bisa lagi memberikan kasih sayang

dengan baik, Kalau secara fisik susah untuk memenuhi apa yang harus di

lakukan istri ya, tapi tetap saya gak lepas tanggungjawab, tetap saya

sempatkan pulang setiap bulannya, menyiapkan kebutuhan untuk sebulan,

kadang suka saya masakin masakan yang awet juga buat stok lauknya kalau

saya lagi di Bali. Saya selalu sempatkan juga untuk menelfon tanya kabar

atau tanya kesibukan suami atau kesibukan anak-anak, ya di bawa enjoy aja

santai, ini kan sudah resiko jadi santai saja dijalankan. Kalau dipikirkan

nanti bagaimana-bagaimana nya malah jadi beban mau ninggalin anak-

anak juga mau ninggalin suami juga gimana. Suami saya juga pengertian

jadi tidak ambil pusing istrinya dinas dimana-mana. Kan sudah konsekuensi

menjadi hakim ya begini dengan adanya aturan mutasi itu. Anak-anak juga

Alhamdulillah sudah mengerti dengan tugas ibunya jadi tidak masalah.

4. Berkaitan dengan aturan mutasi yang mengharuskan untuk berpindah-

pindah domisili, bagaimanaah cara ibu memenuhi apa yang seharusnya

menjadi tanggungjawab seorang ibu maupun istri?

Ya caranya seperti tadi yang dijelaskan Setiap bulan segala kebutuhan

suami dan anak-anak harus diperhatikan seperti makanan dan minuman dll.

Dan setiap waktu tetap menyempatkan komunikasi atau sekedar tanya

kabar, karena dengan kondisi begini komunikasi merupakan hal yang sangat

kerasa sekali urgensinya. Komunikasi lewat telefon itu penting sekali,

karena kalau sudah jauh kemudian jarang komunikasi itu bagaimana, anak-

anak bisa saja kehilangan sosok ibunya, seolah ibunya sudah tidak

memperhatikan lagi. Kan naudzubillah jangan sampai seperti itu. Jadi

intinya tetap menjaga komunikasi.

A. Identitas Informan :

1. Nama Lengkap : Ema Fatma Nuris, S.HI

2. Riwayat Pendidikan

SD : SDN I Purwogondo

SMP/ Mts : SMPN I Pecangaan

SMA/MA : MA. Darul Ulum, Purwogondo

S1 : IAIN, Sunan Kalijaga Yogyakarta

3. Jumlah anak : 3 orang

4. Usia anak : pertama 12 Tahun, kedua 2,5 tahun dan ketiga 6 bulan

5. Alasan Berkarir :

saya dari semenjak lulus kuliah sudah bekerja jadi sudah biasa bekerja, kalau

tidak bekerja malah aneh rasanya. selain itu untuk pengembangan diri.

6. Apakah suami ibu mengizinkan untuk berkarir?

Iya mengizinkan

7. Apakah saat ini ibu sedang tinggal bersama keluarga?

Ya sedang tinggal bersama keluarga

B. Pemenuhan hak dan kewajiban informan

1. Apakah yang ibu ketahui mengenai hak dan kewajiban istri, baik

menurut hukum islam maupun hukum positif?

Kewajiban istri adalah untuk berbakti kepada suaminya, melayani segala

kebutuhannya. Sedangkan haknya adalah untuk dicintai, disayangi, dan

diberikan nafkah, kurang lebih seperti itu.

2. Bagaimana cara ibu untuk menyeimbangkan antara menjadi seorang

wanita karir sekaligus sebagai istri dan seorang ibu didalam rumah?

Ketika di kantor harus fokus urusan kanator, dan ketika dirumah berusaha

untuk menjadi seorang ibu rumah tangga yang baik, melayani suami dan

mengurus anak-anak, sepulangnya dari kantor diusahakan membantu anak-

anak mengerjakan PR, mengajarkan anak-anak mengaji, memasak.

Pokoknya sebisa mungkin saya melakukan tugas sebagai ibu rumah tangga

layaknya ibu-ibu pada umumnya. Ya walaupun pasti kurang maksimal

mengingat waktu dari pagi sampai sore dihabiskan di kantor, tapi kan tidak

menutup kemungkinan juga untuk tetap mengurus urusan rumah.

3. Bagaimana cara membagi waktu dengan keluarga?

Dimanfaatkan sebaik-baiknya ketika liburan atau weekend, urusan rumah

seperti mencuci, menyetrika, biasanya saya jama‟ dikerjakan ketika sabtu

minggu. Selain itu ketika weekend atau libur juga pasti akan dimanfaatkan

untuk quality time bersama keluarga.

4. Mana yang ibu prioritaskan antara keluarga atau karir?

Sama-sama menjadi prioritas keduanya. Tidak ada yang lebih diutamakan,

semua menyesuaikan kondisinya, tergantung kondisinya yang mana yang

harus didahulukan terlebih dahulu maka akan didahulukan. Kalaupun

urusan pekerjaan ada yang membutuhkan prioritas lebih ya diutamakan

pekerjaan, insya Allah keluarga juga akan mengerti.

5. Kemudian menurut ibu, adakah perbedaan hak dan kewajiban dalam

rumah tangga antara seorang ibu rumah tangga dengan istri wanita

karir?

Tidak ada, hak dan kewajiban istri sebagai ibu rumah tangga ataupun

wanita karir itu sama saja. Dalam islam pun tidak ada dibeda-bedakan

tentang hak dan kewajiban istri. semua tergantung pada bagaimana istri

tersebut bertanggungjawab melaksanakan kewajibannya, walaupun istri

wanita karir tetap saja harus memenuhi apa yang sudah menjadi

tanggungjawabnya dirumah, tidak ada urusan ketika dia dikantor, pada

intinya kalau sudah dirumah ya perannya sebagai istri dan ibu mau tidak

mau harus dilaksanakan. Tapi biasanya suami dan anak-anak juga akan tau

dan mengerti kalau ibunya adalah pegawai sehingga ketika pulang kantor

sudah dalam kondisi lelah jadi tidak terlalu menuntut macam-macam ketika

dirumah. berebeda kondisinya dengan ibu rumah tangga pada umunya yang

waktunya dihabiskan di rumah saja,

6. Apakah suami ibu turut membantu dalam menyelesaikan urusan

rumah tangga?

Iya, ikut membantu.

7. Salah satu hak istri merupakan mendapatkan nafkah dari suami, lantas

bagaimana pendapat ibu terkait hak mendapatkan nafkah bagi istri

seorang wanita karir, apakah dengan kebebasan yang diberikan oleh

suami untuk berkarir diluar rumah akan menyebabkan gugurnya

suami untuk menafkahi?

Tidak, suami masih memiliki kewajiban untuk menafkahi walaupun istrinya

bekerja ataupun berpenghasilan lebih. Istri yang berkarir sifatnya hanya

untuk membantu keuangan keluarga, bukan sebagai tulang punggung

keluarga.

8. Apakah terdapat pergeseran tanggung jawab mengenai urusan

domestik rumah tangga berkaitan dengan peran ibu yang juga seorang

wanita karir diluar rumah?

Tidak ada, sama saja semua dilaksanakan semampu saya, yang bisa suami

saya bantu ya dibantu, istilahnya tidak pergeseran tanggungjawab tapi

pembagian tanggungjawab. Suami juga kan tidak ada salahnya membantu

istri, rumah tangga itu dibangun selain atas dasar cinta kan juga atas dasar

kerjasama saling bantu membantu, jadi pekerjaan rumah tanggapun

walaupun tanggungjawab seorang istri, suamipun tidak ada salahnya untuk

membantu mengerjakan.

C. Dampak keputusan Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang

Mutasi Hakim terhadap rumah Tangga Hakim Wanita

1. Bagaimana menurut ibu mengenai Regulasi Mahkamah Agung

No.192/KMA/SK/XI/2014 Tentang Mutasi Hakim? Disertakan alasan.

Saya rasa ini baik, dengan aturan ini MA berusaha mengakomodir

keinginan hakim untuk menjaga rumah tangga hakim, dengan cara

memberikan ruang bagi hakim mengajukan mutasi setelah dua tahun agar

bisa berdekatan dengan keluarga.

2. Berkaitan dengan hal tersebut sudah berapa kalikah ibu berpindah-

pindah kantor mengikuti aturan mutasi?

Sudah 2 kali

3. Ketika ditempatkan didaerah yang terpencil dan/atau jauh dari

keluarga, maka bagaimanakah dampak yang dirasakan ibu, baik peran

ibu sebagai ibu maupun istri?

Peran sebagai istri menjadi kurang maksimal jika jauh dari suami dan juga

menjadi tidak bisa mendampingi suami, kalau terhadap anak-anak tidak

terlalu berdampak banyak karena situasinya anak-anak saya ikut dengan

saya pindah.

4. Berkaitan dengan aturan mutasi yang mengharuskan untuk berpindah-

pindah domisili, bagaimanaah cara ibu memenuhi apa yang seharusnya

menjadi tanggungjawab seorang istri dan ibu?

Awalnya memang saya sudah memberikan penjelasan kepada suami tentang

konsekuensi menjadi hakim dengan resiko berpindah-pindah, jadi ketika

saya dimutasi suami sudah paham dan memaklumi, ketika berpisah jauh

dari suami yang paling penting sih menjaga komunikasi, jangan sampai

putus komunikasi. Kalau untuk anak-anak berhubung mereka ikut dengan

saya pindah jadi caranya berusaha menjadi sosok ibu dan ayah sekaligus.

A. Identitas Informan :

1. Nama Lengkap :Hj. Mahmudah Hayati, S.Ag., M.H.I.

2. Riwayat Pendidikan

SD : SDN 1 Kediri, Lombok Barat, NTB

SMP/ Mts : Mts Nurul Hakim, Kediri, Lombok Barat, NTB

SMA / MA : MA Nurul Hakim, Kediri, Lombok Barat, NTB

S1 : S1 Fak. Syariah Unmuh Surakarta, Jateng

S2 : S2 HK. Bisnis, IAIN Antasari Banjarmasin

3. Jumlah anak :3 orang anak

4. Usia anak :

Anak pertama 19 tahun, kedua 15 tahun, dan yang terakhir 11 tahun

5. Alasan Berkarir :

Alasan saya berkarir pada dasarnya untuk mengembangkan ilmu

pengetahuan, selain itu sebagai sarana mengabdi kepada masyarakat atas

ilmu-ilmu yang sudah saya dapatkan selama ini, aktualisasi ilmu lah, juga

untuk menambah pengalaman dalam hidup saya

6. Apakah suami ibu mengizinkan untuk berkarir?

Iya suami saya mengizinkan sepanjang dapat melaksanakan hak dan

kewajiban sebagai seorang istri.

7. Apakah saat ini ibu sedang tinggal bersama keluarga?

Saya sedang tinggal bersama keluarga saya sejak tahun 2015, tapi sebelum

itu kami berpisah rumah karena saya tugas di kabupaten lain di Bali

B. Pemenuhan hak dan kewajiban informan

1. Apakah yang ibu ketahui mengenai hak dan kewajiban istri, baik

menurut hukum islam maupun hukum positif?

yang saya tahu bahwa hak dan kewajiban sebagai seorang istri adalah

seimbang dengan hak dan kewajiban suami, yaitu untuk saling mencintai,

menghormati, menghargai dan saling menyayangi satu sama lainnya

2. Bagaimana cara ibu untuk menyeimbangkan antara menjadi seorang

wanita karir sekaligus sebagai istri dan seorang ibu didalam rumah?

Untung menyeimbangkan begitu kalau saya diupayakan untuk

memanajemen waktu agar bisa seimbang antara mengurus pekerjaan rumah

dan juga mengurus pekerjaan di kantor karena keduanya merupakan

sesuatu yang tidak bisa dipisahkan, harus balance antara keduanya. Tidak

boleh juga berat sebelah. Memang sih kadang anak-anak juga kasihan

karena setiap harinya saya jarang dirumah, paling weekend sabtu minggu

baru bisa kumpul dirumah, Selain itu biasanya saya memanfaatkan kalau

ada libur kantor tanggal merah untuk menghabiskan waktu dirumah tapi.

Tapi walaupun begitu tetap diusahakan untuk memenuhi tugas saya sebagai

ibu atau istri.

3. Bagaimana cara membagi waktu dengan keluarga?

Urusan kantor diusahakan untuk dikesampingkan terlebih dahulu. biasanya

saya bagi tugas dengan suami saya mengenai urusan pekerjaan dirumah,

anak-anak juga sudah bisa membantu untuk menyelesaikan pekerjaan

rumah, ya sesuai porsi masing-masing saja lah. Kalau pagi saya usahakan

masak sebelum berangkat ke kantor, buat makan malam juga saya masak.

Maghrib juga diusahakan sholat dilanjutkan mengaji bersama anak-anak.

4. Mana yang ibu prioritaskan antara keluarga atau karir?

Keluarga ya, karena keluarga itu faktor yang menunjang karir saya

5. Kemudian menurut ibu, adakah perbedaan hak dan kewajiban dalam

rumah tangga antara seorang ibu rumah tangga dengan istri wanita

karir?

Tidak ada, semua sama saja, istri tetap istri. walaupun dia diluar rumah

bekerja menjadi apapun tapi kalau sudah dirumah ya tetap menjadi seorang

ibu rumah tangga, melakukan pekerjaan yang biasa ibu rumah tangga

lakukan, ya masak, ya mencuci, ya ngurus keperluan-keperluan rumah. tetap

semua menjadi tanggungjawab istri, kalau ada yang bantu-bantu itu juga

paling hanya meringankan, yang mengatur tetap saya, tapi sekarang anak-

anak sudah pada sekolah jadi saya sudah ngga pake jasa pembantu, pagi-

pagi saya yang siapkan keperluan, setelah itu pada berangkat sekolah, saya

dan suami juga ke kantor terus rumah dikunci kan aman.

6. Apakah suami ibu turut membantu dalam menyelesaikan urusan

rumah tangga?

Iya, suami juga ikut membantu apa-apa yang bisa di selesaikan, kadang

tanpa dimintai tolong juga sudah tau apa aja yang bisa suami saya lakukan

ya di kerjakan

7. Salah satu hak istri merupakan mendapatkan nafkah dari suami, lantas

bagaimana pendapat ibu terkait hak mendapatkan nafkah bagi istri

seorang wanita karir, apakah dengan kebebasan yang diberikan oleh

suami untuk berkarir diluar rumah akan menyebabkan gugurnya

suami untuk menafkahi?

Tidak menyebabkan gugurnya hak nafkah, tetap ada hak nafkah bagi istri,

tetapi tetap ada prinsip kerjasama dalam keluarga, istri bekerja kan sifatnya

hanya membantu ekonomi rumah tangga, jadi tetap ada kewajiban suami

untuk menafkahi, tidak serta merta gugur hanya karena istri punya

penghasilan sendiri.

8. Apakah terdapat pergeseran tanggung jawab mengenai urusan

domestik rumah tangga berkaitan dengan peran ibu yang juga seorang

wanita karir diluar rumah?

Tidak ada, sama saja, ya seperti yang tadi dijelaskan, istri melakukan

kewajibannya selayaknya ibu rumah tangga tapi suami juga ikut membantu

melaksanakan yang bisa dilakukan, saling membantu lah, toh dalam sebuah

rumah tangga harus ada rasa saling pengertian diantara keduanya, tidak

bisa suami sendiri istri juga sendiri, pasti ya ada kerjasama.

C. Dampak keputusan Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang

Mutasi Hakim terhadap rumah Tangga Hakim Wanita

1. Bagaimana menurut ibu mengenai Regulasi Mahkamah Agung

No.192/KMA/SK/XI/2014 Tentang Mutasi Hakim? Disertakan alasan.

Peraturan ini sudah bagus sebenarnya, tujuannya untuk memotivasi hakim

agar lebih baik kinerjanya selain itu untuk menyegarkan hakim agar tidak

bosan disatu tempat saja, hanya pelaksanaannya dilapangan yang belum

maksimal, ada saja kendalanya. Kalau dikaitkan dengan kewajiban ibu

yang harus berpindah-pindah tempat dinas bagaimana? Kalau itu

sebenarnya berat juga disatu sisi susah tinggal jauh dari keluarga, disisi

lainnya juga terikat dengan sumpah jabatan, jadi mau tidak mau harus

mematuhi keputusan yang dikeluarkan oleh MA, tapi diambil positifnya saja,

dengan begini kan kita jadi punya lebih banyak pengalaman dan lebih

banyak kawan

2. Berkaitan dengan hal tersebut sudah berapa kalikah ibu berpindah-

pindah kantor mengikuti aturan mutasi?

Sudah 3 kali, pertama kali diangkat jadi hakim tahun 2009 waktu itu saya

dinas di PA. Rantau, Kalimantan Selatan sedangkan suami saya di sini

(Bali) dinasnya, jadi berjauhan, komunikasi ya via telfon saja tapi kalau

anak-anak kebetulan ikut saya sekolah disana biar mudah mantaunya.

Kalau sekarang pas lagi kumpul di Bali jadi enak.

3. Ketika ditempatkan didaerah yang terpencil dan/atau jauh dari

keluarga, maka bagaimanakah dampak yang dirasakan ibu, baik peran

ibu sebagai istri?

Hubungan antara suami istri jadi kurang optimal karena terpisahnya jarak,

jadi susah komunikasi paling hanya lewat telefon. Namun kita komitmen

untuk saling percaya sehingga rumah tangga tetap utuh meskipun jarak

memisahkan. . Kelebihan berprofesi menjadi hakim selain bisa mengambil

hikmah dari setiap kasus perceraian, juga bisa menjadi pelajaran terhadap

rumah tangga kita sendiri agar jangan sampai terjadi perceraian,

na‟udzubillah. Kalau terhadap anak-anak bagaimana dampaknya bu?

Tidak banyak yang berubah, karena anak-anak saya ikut pindah bersama

saya. Kalau ada waktu liburan anak-anak, saya cuti untuk bisa berkumpul

dengan suami, atau suami yang datang ke tempat tugas saya

4. Berkaitan dengan aturan mutasi yang mengharuskan untuk berpindah-

pindah domisili, bagaimanaah cara ibu memenuhi apa yang seharusnya

menjadi tanggungjawab seorang istri?

Harus sering berkomunikasi memberi kabar baik itu via telfon atau media

sosial, karena bagaimanapun juga tetap merupakan suami istri jadi masih

punya tanggungjawab satu sama lain, jadi tidak bisa lepas begtu saja

walaupun tidak sering bertemu, kalau terhadap anak-anak bagaimana?

Saya berperan ganda sebagai ibu dan ayah agar anak-anak tidak

kehilangan figur ayahnya yang berpisah tempat tinggal, dengan cara

mendidik dan mengajar apa yang seharusnya diajari dan dilakukan seorang

ayah terhadap anaknya

A. Identitas Informan :

1. Nama Lengkap : Baiq Halkiyah, S.Ag, M.H

2. Riwayat Pendidikan

SD : Sekolah Dasar (SDN 03 Penujak Lombok Tengah)

SMP/Mts : SMPN 1 Praya Barat, Lombok Tengah

SMA/ MA : Madrasah Aliyah (Darunnajah, Jakarta)

S1 : Fak. Syariah IAIN Sunan Ampel Mataram

S2 : Fak. Hukum Universitas Mataram, NTB

3. Jumlah anak : 3 orang

4. Usia anak : pertama 26 Tahun, kedua 25 Tahun, Ketiga 15 Tahun

5. Alasan Berkarir : untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, mengabdi

pada nusa dan bangsa, membantu suami untuk menambah penghasilan

keluarga, dan menguji kemampuan diri.

6. Apakah suami ibu mengizinkan untuk berkarir?

Ya, suami mengizinkan

7. Apakah saat ini ibu sedang tinggal bersama keluarga?

Tidak, keluarga di Lombok dan saya ngekost disini

B. Pemenuhan hak dan kewajiban informan

1. Apakah yang ibu ketahui mengenai hak dan kewajiban istri, baik

menurut hukum islam maupun hukum positif?

Baik hukum positif atau hukum Islam pada intinya adalah sama, ialah

haknya seorang istri memperoleh perlindungan dari suami baik materil

maupun yang immateril. Sedangkan kewajibannya ialah melayani suami

dengan sebaik-baiknya serta saling tolong menolong dalam rumah tangga

selama itu berkaitan dengan kebaikan.

2. Bagaimana cara ibu untuk menyeimbangkan antara menjadi seorang

wanita karir sekaligus sebagai istri dan seorang ibu didalam rumah?

Pembagian waktu dengan sebaik-baiknya secara profesional, kapan

waktunya untuk keluarga, dan kapan waktunya untuk fokus ke pekerjaan.

anak-anak juga tetap diberikan pengertian bahwa ibunya adalah seorang

Pegawai yang sewaktu-waktu mungkin dapat berpindah-pindah seperti saat

ini berjauhan, jadi ketika memang dipindahkan ya anak-anak tidak kaget,

hanya tempat tinggal saja yang berjauhan tapi perhatian dan kasih sayang

akan tetap lancar. saya mulai berkarir itu sekitar tahun 1997-1998, dari

mulai kantor pulang jam 13.00, kemudin pernah jam 15.00 sampai sekarang

jam pulang kantor menjadi jam 17.00 Alhamdulillah anak-anak mengerti

dan tidak mempermasalahkan, selama perhatian untuk mereka juga

terpenuhi. Kalau berjauhan kan sekarang ada Handphone jadi saya kira

tidak sulit juga untuk berkomunikasi.

3. Bagaimana cara membagi waktu dengan keluarga?

Ya seperti tadi yang saya bilang tau kapan waktunya untuk keluarga dan

kapan pula waktunya untuk mengurusi pekerjaan. Tinggal dilihat saja mana

yang pada saatnya lebih butuh untuk diprioritaskan, ya didahulukan. Kalau

berjauhan begini ya otomatis waktu untuk berkumpul jadi terbatas, hanya

ketika akhir pekan kalau saya pulang ke Lombok, ya pada waktu-waktu

itulah yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin.

4. Mana yang ibu prioritaskan antara keluarga atau karir?

sama-sama di prioritaskan, karir wajib dilaksanakan dengan tidak

mengabaikan keluarga. Mana yang sekiranya sifatnya lebih urgent maka

akan di dahulukan.

5. Kemudian menurut ibu, adakah perbedaan hak dan kewajiban dalam

rumah tangga antara seorang ibu rumah tangga dengan istri wanita

karir?

Tidak ada perbedaan, hak dan kewajiban sebagai wanita karir dan sebagai

ibu rumah tangga harus dilaksanakan sejalan, bukan berarti dengan

menjadi wanita karir menjadikan kita lepas tanggung jawab pada urusan

rumah, tidak seperti itu. Dengan menjadi wanita karir kita juga harus siap

untuk melakoni peran ganda atau dua tanggungjawab. Urusan rumah

tangga tidak boleh juga dikesampingkan. Memang dengan memilih menjadi

wanita karir konsekuensi yang harus dirasakan ialah waktu untuk keluarga

jadi sangat berkurang ya wajar kalau pelaksanaan tanggungjawab terhadap

keluarga jadi berkuang tidak sesempurna ibu rumah tangga yang lainnya,

namun dibalik itu ada kebanggaan tersendiri loh, kita dapat membantu

ekonomi keluarga namun kita juga masih memiliki kesempatan untuk

bertanggungjawab mengurusi keluarga, disitulah kelebihan wanita karir.

6. Apakah suami ibu turut membantu dalam menyelesaikan urusan

rumah tangga?

Ya suami saya juga turut membantu.

7. Salah satu hak istri merupakan mendapatkan nafkah dari suami, lantas

bagaimana pendapat ibu terkait hak mendapatkan nafkah bagi istri

seorang wanita karir, apakah dengan kebebasan yang diberikan oleh

suami untuk berkarir diluar rumah akan menyebabkan gugurnya

suami untuk menafkahi?

Tidak begitu, suami tetap mempunyai kewajiban memenuhi nafkah keluarga,

dalam Al-Qur‟an juga sudah diterangkan bahwa suami wajib memberikan

hak nafkah kepada istri, berupa makanan dan kiswah (pakaian) dengan

cara-cara yang ma‟ruf. Kewajiban menfkahi oleh suami ini akan gugur

apabila istrinya melakukan nusyuz atau pembangkangan, jadi selama istri

tidak melakukan pembangkangan ya suami tetap wajib memenuhi hak

nafkah istrinya, termasuk bagi istri-istri yang menjadi wanita karir atas

persetujuan suaminya maka hak nafkahnya pun tidak gugur.

8. Apakah terdapat pergeseran tanggung jawab mengenai urusan

domestik rumah tangga berkaitan dengan peran ibu yang juga seorang

wanita karir diluar rumah?

Tidak ada pergeseran tanggungjawab seperti itu, walaupun saya jauh tetap

saja saya usahakan untuk bertanggungjawab melakukan tugas sebagai istri

atau ibu semampu saya, tidak saya limpahkan kepada suami saya apa yang

seharusnya menjadi tanggungjawab saya. Ya terkadang yang masih bisa

suami saya lakukan sendiri tanpa saya ya dikerjakan. Tapi itu kan bukan

berarti pergeseran tanggungjawab, urusan domestik rumah tangga kan

sama-sama, jadi berkaitan dengan urusan rumah tangga juga dikerjakan

bersama-sama tidak bergantung kepada salah satunya saja. Misalkan

mencuci baju, memang kenapa kalau laki-laki mencuci, apakah hal yang

salah? Apakah harus istri yang mencucikan? Kan tidak begitu juga. Jadi ya

urusan rumah tangga tidak melulu bergantung pada perempuan, lagian

sudah ada pembantu yang meringankan tugas rumah tangga, sehingga itu

bukan lagi merupakan sebuah beban.

C. Dampak keputusan Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang

Mutasi Hakim terhadap rumah Tangga Hakim Wanita

1. Bagaimana menurut ibu mengenai Regulasi Mahkamah Agung

No.192/KMA/SK/XI/2014 Tentang Mutasi Hakim? Disertakan alasan.

Saya rasa aturan tersebut harus dilaksanakan karena sudah menjadi

kesepakatan para pimpinan Mahkamah Agung RI, namun saya berharap

agar regulasi tersebut dapat mengakomodir agar hakim perempuan

ditempatkan tidak di daerah yang terlalu terpencil, dan jika suami PNS

maka istri mengikuti tempat tugas suami yang PNS tersebut. Selain itu untuk

menghindari mudharat antara suami dan istri juga apabila tinggal berjauh-

jauhan.

2. Berkaitan dengan hal tersebut sudah berapa kalikah ibu berpindah-

pindah kantor mengikuti aturan mutasi?

Sudah sekitar 9 kali mutasi saya. Sejak mulai masih menjabat sebagai staff,

Panmud Hukum, Kaur keuangan, kemudian menjadi Panitera Pengganti,

Hakim, hingga menjadi wakil ketua sekarang ini, dan pada saat inipun saya

sudah mendapatkan SK lagi untuk kembali mutasi ke Lombok

3. Ketika ditempatkan didaerah yang terpencil dan/atau jauh dari

keluarga, maka bagaimanakah dampak yang dirasakan ibu, baik peran

ibu sebagai ibu maupun istri?

Peran sebagai istri tentunya menjadi kurang maksimal, hak dan

kewajibannya pun menjadi tidak bisa dijalankan sebagaimana mestinya jika

kondisinya berjauhan seperti ini. kalau untuk anak-anak sih dampaknya

tidak begitu terasa, karena anak-anak sudah pada besar dan bersekolah di

pesantren, jadi walaupun saya berpindah-pindah anak saya tidak terlalu

merasakan dampaknya karena tidak juga ikut berpindah-pindah sekolah.

4. Berkaitan dengan aturan mutasi yang mengharuskan untuk berpindah-

pindah domisili, bagaimanaah cara ibu memenuhi apa yang seharusnya

menjadi tanggungjawab seorang istri?

Kewajiban sebagai istri tetap dipenuhi sesuai kesepakatan dan sesuai

kondisinya, setidaknya dalam satu bulan saya menyempatkan diri beberapa

kali pulang untuk bertemu keluarga. Selain itu kewajiban istri untuk

menjaga kehormatan diri di tempat kerja juga tetap di laksanakan sebaik

mungkin. Berkaitan dengan anak-anak bagaimana? Kalau kewajiban

sebagai ibu tetap diusahakan untuk dipenuhi terutama curahan kasih sayang

dan perhatian kepada mereka dengan selalu menghubungi via telfon dan

menjenguk mereka.

A. Identitas Informan :

1. Nama Lengkap : Hj. Maryani. S.H

2. Riwayat Pendidikan :

SD : SDN No. 6 Denpasar

SMP / Mts : SMP XVI Udayana Denpasar

SMA/ MA : SMEA Negeri Denpasar

S1 : Universitas Warmadewa Denpasar

3. Jumlah anak : 3 orang

4. Usia anak :

Anak pertama 33 tahun, kedua 30 tahun, dan yang terakhir 20 tahun

5. Alasan Berkarir?

Pertama pasti tujuannya untuk ibadah, mengamalkan ilmu yang sudah

didapat, selain itu untuk membantu ekonomi keluarga

6. Apakah suami ibu mengizinkan untuk berkarir?

Iya, suami saya mengizinkan

7. Apakah saat ini ibu sedang tinggal bersama keluarga?

Iya saya sedang tinggal bersama keluarga saat ini

B. Pemenuhan hak dan kewajiban informan

1. Apakah yang ibu ketahui mengenai hak dan kewajiban istri, baik

menurut hukum islam maupun hukum positif?

Menurut hukum positif kalau tidak salah ada di pasal 34 UU No. 1 Tahun

1974, ada disitu dijelaskan tentang kewajiban suami yang menjadi haknya

istri yaitu wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu yang

berkaitan dengan rumah tangga tapi tentu dilihat dari kemampuan suami

yang bersangkutan, selain itu ada pula diatur mengenai kewajiban istri juga

disitu dijelaskan istri hendaknya mengatur urusan rumah tangga dengan

sebaik-baiknya. Kalau untuk hukum islam ada di pasal 38 KHI kalau ngga

salah coba nanti dilihat, itu mengenai istri untuk berbakti lahir dan bathin

kepada suaminya di dalam batas yang dibenarkan oleh hukum Islam.

2. Bagaimana cara ibu untuk menyeimbangkan antara menjadi seorang

wanita karir sekaligus sebagai istri dan seorang ibu didalam rumah?

Ya harus pintar-pintar bagi waktu ya, punya strategi agar tetap bisa adil

antara kerjaan dan keluarga. Di sesuaikan dengan keadaanya, kalau

dirumah lagi ada urusan atau misal anak sakit ya saya izin dulu tidak masuk

kantor, tapi kalau di kantor seumpama ada yang harus lebih di prioritaskan

ya akan saya dahulukan dulu urusan kantor, pintar-pintar manajemen waktu

lah, kan konsekuensi dari kita menajdi wanita karir itu ya harus begitu,

tidak boleh di jadikan beban juga dibawa santai saja, alhamdulillah anak-

anak saya juga sudah mengerti, sejak dulu sejak mereka kecil saya sudah

bekerja sampai sekarang mereka sudah pada besar tidak ada masalah yang

berarti, santai saja dijalankan. Malah salah satu anak saya kerja di

Pengadilan sekarang ini.

3. Bagaimana cara membagi waktu dengan keluarga?

Ya itu tadi pintar-pintar cari celah kalo hari libur biasanya habisin waktu

ngurus rumah atau main sama cucu, atau kalau ada keperluan keluarga

yang mendesak saya ambil cuti, sempatkan jalan-jalan refreshing kalo ngga

begitu kan capek juga disibukkan urusan kantor ga ada habisnya.

4. Mana yang ibu prioritaskan antara keluarga atau karir?

Sama saja. Dua-duanya harus sejalan, tapi ya tetap harus lebih

memprioritaskan keluarga, kan keluarga yang memback up dan menunjang

karir saya. Tanpa keluarga mungkin juga karir saya gak sampai begini.

5. Kemudian menurut ibu, adakah perbedaan hak dan kewajiban dalam

rumah tangga antara seorang ibu rumah tangga dengan istri wanita

karir?

Tidak ada, sama saja. Istri wanita karir juga harus menjalankan

kewajibannya selaku istri, tidak boleh mentang-mentang sudah bekerja,

berkarir, kemudian malah melalaikan kewajiban dirumah. Dari awal kan

sudah ada komitmen boleh bekerja diluar rumah tapi tetap tidak boleh

melupakan kewajibannya di rumah. malah ada hadist yang menerangkan

bahwa istri tidak boleh keluar dari rumahnya kecuali dengan izin suaminya.

Kan sudah jelas bahwa dalam hal ini suami sudah memperbolehkannya

untuk bekerja, maka dari itu istri juga tidak boleh melupakan kewajibannya

dirumah. Kebetulan bapak kan juga hakim ya sudah paham lah bagaimana

pekerjan saya.

6. Apakah suami ibu turut membantu dalam menyelesaikan urusan

rumah tangga?

Iya ikut serta, karena profesi kami sama jadi ya waktunya sama-sama

banyak dikantor, sudah sama-sama tau pekerjaan seorang hakim, jadi sudah

tidak banyak menuntut.

7. Salah satu hak istri merupakan mendapatkan nafkah dari suami, lantas

bagaimana pendapat ibu terkait hak mendapatkan nafkah bagi istri

seorang wanita karir, apakah dengan kebebasan yang diberikan oleh

suami untuk berkarir diluar rumah akan menyebabkan gugurnya

suami untuk menafkahi?

Disamping istri punya kewajiban kan juga punya hak. Setelah melakukan

kewajibannya, istri juga berhak mendapatkan haknya, termasuk hak untuk

mendapatkan nafkah juga tidak boleh gugur. Walaupun istrinya seorang

wanita karir yang berpenghasilan tetap saja suami wajib menafkahi, untuk

besar kecilnya ya itu harus di musyawarahkan, yang terpenting

tanggungjawab suami untuk tetap menafkahi istrinya.

8. Apakah terdapat pergeseran tanggung jawab mengenai urusan

domestik rumah tangga berkaitan dengan peran ibu yang juga seorang

wanita karir diluar rumah?

Tidak ada, pergeseran yang saklek bergeser pekerjaan rumah tangga pindah

ke suami itu tidak ada, paling yang terjadi suami mengerjakan apa yang

bisa dibantu, membantu meringankan tugas-tugas rumah tangga. Anak-anak

saya juga sudah pada berumah tangga, sudah pada tinggal dirumah sendiri-

sendiri, tinggal yang paling kecil itu juga sudah dewasa, jadi ngga susah

juga ngaturnya.

C. Dampak keputusan Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang

Mutasi Hakim terhadap rumah Tangga Hakim Wanita

1. Bagaimana menurut ibu mengenai Regulasi Mahkamah Agung

No.192/KMA/SK/XI/2014 Tentang Mutasi Hakim? Disertakan alasan.

Itu bagus program itu, karena kalau hakim kelamaan disuatu tempat

dikhawatirkan akan menimbulkan rasa seolah-olah memiliki kantor, dengan

ada rasa itu maka dikhawatirkan juga adanya KKN (korupsi, Kolusi, dan

Nepotisme), menurut ibu negatifnya apa? Kalau negatifnya ya gitu.

Dengan dimutasinya hakim itu ya mau tidak mau hakim harus kenal dengan

tempat baru, suasana baru, dengan dimutasi begitu ya berrti kehidupan juga

dimulai dari nol lagi, harus ngontrak rumah lagi, terutama untuk anak-anak

juga harus pindah sekolah menyeseuaikan dengan teman- teman dan

lingkungan baru dan itu tidak mudah dan perlu waktu.

2. Berkaitan dengan hal tersebut sudah berapa kalikah ibu berpindah-

pindah kantor mengikuti aturan mutasi?

dengan sekarang ini di PA.Badung jadi 4 kali. Yang paling jauh saya pindah

ke PA. Bulukumba, Sulawesi Selatan, sedangkan suami saya di PA. Sinjai.

Meskipun masih 1 wilayah PTA tetapi tidak bisa dijangkau dengan Pulamg

pergi, sehingga ya rumah juga berpisah.

3. Ketika ditempatkan didaerah yang terpencil dan/atau jauh dari

keluarga, maka bagaimanakah dampak yang dirasakan ibu, baik peran

ibu sebagai ibu maupun istri?

Kalau untuk suami istri jadi kurang optimal karena jarak yang jauh,

perasaan sepi sedih juga pasti ada, jauh dari anak-anak, jauh dari keluarga

juga. Tapi karena tugas tetap harus dijalanin. Untungnya saya dinas

kebetulan sering masih di daerah bali jadi masih tidak jauh dari keluarga,

malah waktu itu pernah saya sekantor dengan bapak padahal sebenarnya

aturannya tidak boleh, tapi entah kenapa itu waktu itu saya bisa sekantor,

bersyukur sih kan jadinya enak walaupun anak-anak tinggal di Denpasar,

saya dan bapak di Kab. Negara, masih di Bali jadi masih enak kalau

bertemu.

4. Berkaitan dengan aturan mutasi yang mengharuskan untuk berpindah-

pindah domisili, bagaimanaah cara ibu memenuhi apa yang seharusnya

menjadi tanggungjawab ibu

Kalau lagi jauh ya mengandalkan telefon saja, liburan baru bisa ketemu

atau sabtu minggu pulang buat kumpul-kumpul sama keluarga.

A. Identitas Informan :

1. Nama Lengkap : Hapsah, S.HI

2. Riwayat Pendidikan :

SD : SDN I Neroh, Bangkalan

SMP / MTs : Mts. Darul Rahman, Jakarta

SMA / MA : MA. Darul Rahman, Jakarta

S1 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Jumlah anak : 2 orang

4. Usia anak : 9 tahun dan 1 tahun

5. Alasan Berkarir :

membantu suami memenuhi kebutuhan rumah tangga

6. Apakah suami ibu mengizinkan untuk berkarir?

Iya suami mengizinkan

7. Apakah saat ini ibu sedang tinggal bersama keluarga?

Iya sekarang kumpul sama keluarga

B. Pemenuhan hak dan kewajiban informan

1. Apakah yang ibu ketahui mengenai hak dan kewajiban istri, baik

menurut hukum islam maupun hukum positif?

Dalam agama Islam sering dibahas bahwa kewajiban seorang istri terhadap

suaminya itu ada dua, yaitu kewajiban melayani suami secara biologis dan

juga kewajiban taat pada suaminya dalam segala hal selain maksiat. Tapi

kewajibannya juga ngga berhenti disitu saja, masih banyak kewajiban-

kewajiban dari istri yang tidak disebutkan secara detail. Selain kewajiban

istri juga mempunyai hak untuk dicintai, disayangi, di berikan perhatian,

dan lain-lain.

2. Bagaimana cara ibu untuk menyeimbangkan antara menjadi seorang

wanita karir sekaligus sebagai istri dan seorang ibu didalam rumah?

Saya usahakan untuk tidak membawa pekerjaan dari kantor ke rumah, biar

dirumah bisa fokus ngurus suami dan anak-anak, kecuali memang untuk

pekerjaan yang butuh untuk diselesaikan cepat dan di kantor belum selesai

ya terpaksa saya bawa pulang selama itu tidak mengganggu waktu saya

dengan anak-anak, kan kasian juga sudah waktu dirumah sedikit, harus

dipotong baca berita acara misalnya, jadi ya itu diusahakan tidak membawa

pekerjaan kantor kerumah. Selain itu sebagai ibu-ibu kan juga ga bisa jauh

dari urusan dapur, jadi urusan masak memasak masih saya yang pegang,

tetap saya masakin sebelum berangkat ke kantor atau buat makan malem.

3. Bagaimana cara membagi waktu dengan keluarga?

Memanfaatkan waktu setelah jam kantor atau hari-hari libur bersama suami

dan anak-anak, puas-puasin itu ketika libur sama mereka, sekalian beberes

rumah. kadang kalau ngga gitu hari-hari sudah lelah di kantor pulang-

pulang jam 5 sedangkan jam 8 atau jam 9an anak-anak sudah tidur, apalagi

yang kecil. Jadi ya di maksimalkan moment ketika sabtu minggu. Tapi

alhamdulillah saya bisa tinggal serumah jadi walaupun sibuk di kantor

masih bisa berkumpul selepas jam kantor selesai.

4. Mana yang ibu prioritaskan antara keluarga atau karir?

Keluarga, tapi dengan memprioritaskan keluarga bukan berarti

mengesampingkan pekerjaan, keduanya sama-sama berjalan beriringan.

5. Kemudian menurut ibu, adakah perbedaan hak dan kewajiban dalam

rumah tangga antara seorang ibu rumah tangga dengan istri wanita

karir?

Menurut saya sih tidak ada, karena pada dasarnya tugas wanita adalah

mengurusi rumah tangganya, selain itu dalam Islam juga diajarkan

bahwasanya istri harus tetap didalam rumahnya kecuali jika ada sebuah

keperluan untuk keluar dan atas izin suaminya. Jadi seorang istri yang

wanita karir juga seharusnya tidak melupakan tugas utamanya walaupun

dengan kerja diluar rumah maka konsekuensinya akan ada banyak

kewajibannya yang harus ditinggalkan atau mungkin akan tidak optimal.

Misalnya melayani keperluan suami, mengurus dan mendidik anak serta

hal lainnya yang menjadi tugas dan kewajiban seorang istri dan ibu, tetapi

tetap saja wanita itu harus mengupayakan yang terbaik untuk melaksanakan

kewajibannya selaku istri atau ibu bagaimanapun itu caranya.

6. Apakah suami ibu turut membantu dalam menyelesaikan urusan

rumah tangga?

Iya, suami saya turut membantu, bahkan yang mengurus anak-anak ketika

saya di kantor adalah suami saya.

7. Salah satu hak istri merupakan mendapatkan nafkah dari suami, lantas

bagaimana pendapat ibu terkait hak mendapatkan nafkah bagi istri

seorang wanita karir, apakah dengan kebebasan yang diberikan oleh

suami untuk berkarir diluar rumah akan menyebabkan gugurnya

suami untuk menafkahi?

Tidak, suami masih harus memberikan hak nafkah kepada istri, walaupun

misalnya penghasilan suami lebih kecil dan istrinya lebih besar tetap harus

ada nafkah untuk istri. Seberapapun suami mampu menafkahi itu tidak

dipermasalahkan, yang diutamakan ialah pemenuhan hak istri yang berupa

nafkah itu. Istri kan bekerja pada dasarnya hanya untuk membantu

perekonomian keluarga, namun apabila istri penghasilannya lebih besar ya

itu suatu kesyukuran dan kebanggaan buat istri itu sendiri, tapi dengan

begitu istri juga tidak boleh besar kepala pada suaminya, bagaimanapun

suami kan tetap kepala rumah tangga, istri tidak boleh meremehkan walau

dengan alasan apapun.

8. Apakah terdapat pergeseran tanggung jawab mengenai urusan

domestik rumah tangga berkaitan dengan peran ibu yang juga seorang

wanita karir diluar rumah?

Sejauh ini sih tidak ada ya, suami mengerjakan apa yang dapat dikerjakan,

saya pun begitu. kebetulan suami saya termasuk orang yang telaten kalau

mengerjakan sesuatu. Lagipula dalam berumah tangga kan prinsipnya itu

tolong menolong, jadi pekerjaan rumah juga menjadi pekerjaan bersama,

kecuali kalo menyusui itu baru kan tidak bisa ditukar-tukar, masa suami

yang ambil alih menyusui, kan tidak. Suami juga sangat memaklumi

konsekuensi saya menjadi PNS yaitu harus sering mutasi kemana-mana jadi

suami memutuskan untuk ikut pindah ke Bali.

C. Dampak keputusan Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang

Mutasi Hakim terhadap rumah Tangga Hakim Wanita

1. Bagaimana menurut ibu mengenai Regulasi Mahkamah Agung

No.192/KMA/SK/XI/2014 Tentang Mutasi Hakim? Disertakan alasan.

Bagus, itu salah satu upaya Mahkamah Agung untuk membenahi sistem

mutasi yang selama ini dikeluhkan oleh para hakim, namun saya kira

realisasi dari Surat Keputusan itu belum berlaku secara merata terhadap

para hakim itu sendiri. Banyak yang mengeluhkan harus di mutasi ke tempat

yang terpencil jauh dari keluarga.

2. Berkaitan dengan hal tersebut sudah berapa kalikah ibu berpindah-

pindah kantor mengikuti aturan mutasi?

Saya sudah 3 kali pindah, sewaktu jadi cakim (calon hakim) sebelum PNS

saya ditempatkan di PA. Tanjung Karang, kemudian jadi Cakim PNS di PA.

Cianjur, jadi Hakim pertama kalinya di PA. Selayar, baru di PA. Badung ini

sampai sekarang.

3. Ketika ditempatkan didaerah yang terpencil dan/atau jauh dari

keluarga, maka bagaimanakah dampak yang dirasakan ibu, baik peran

ibu sebagai ibu maupun istri?

Kalau peran sebagai istri sih jadi kurang maksimal ke suami saya, karena

jadi tidak bisa melayani dan menyiapkan kebutuhan suami setiap hari,

apalagi ketika saya ditempatkan di PA. Selayar kebetulan disana sinyal agak

susah, jadilah komunikasi ke suami juga terbatas. Untung saya disana tidak

terlalu lama kurang lebih 2 tahunan, dan ketika itu anak saya baru satu dan

itu juga ikut dengan saya disana jadi kalau untuk peran sebagai ibu saya

rasa tidak banyak berubah, hanya saja harus bisa menjadi sosok ayah juga

buat dia karena ayahnya kan waktu itu tidak tinggal bersama kami. Itu

semua sudah merupakan konsekuensi dari menjadi hakim yang memang

sudah ada kesepakatan di awal akan dipindah-pindah tugaskan, jadi tidak

ada pilihan lain.

4. Berkaitan dengan aturan mutasi yang mengharuskan untuk berpindah-

pindah domisili, bagaimanaah cara ibu memenuhi apa yang seharusnya

menjadi tanggungjawab istri dan ibu?

Caranya ya pasti komunikasi yang terpenting, jangan putus komunikasi

walaupun keadaanya susah sinyal atau sesibuk-sibuknya harus selalu di

sempatkan untuk berkomunikasi dengan suami atau keluarga. Selain

menjaga rumah tangga tetap harmonis dengan selalu ngasih kabar kita juga

jadi merasa terjaga, bayangkan saja di daerah yang jauh dari keluarga jauh

dari suami kalau ada apa-apa kan susah kalau tidak ada yang tau, jadi

komunikasi itu menurut saya yang paling penting sih. Kalau sekarang ini

kebetulan suami saya ikut pindah ke Bali jadi bisa sekalian jagain anak-

anak.

Foto bersama dengan ibu Ema Fatma Nuris dan Ibu Mahmudah Hayati pasca

wawancara