pola relasi rumah tangga hakim wanita di pengadilan
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of pola relasi rumah tangga hakim wanita di pengadilan
i
POLA RELASI RUMAH TANGGA HAKIM WANITA DI PENGADILAN
AGAMA (Studi Pada Regulasi Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014
Tentang Pembaruan Pola Promosi Dan Mutasi Hakim
Di Lingkungan Peradilan Agama)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu
persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh :
NUR INDAH FARADHIYAH
NIM : 1113044000027
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1438 H / 2017 M
iv
ABSTRAK
Nur Indah Faradhiyah. NIM 1113044000027. POLA RELASI RUMAH
TANGGA HAKIM WANITA DI PENGADILAN AGAMA (Studi Pada Regulasi
Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang Pembaruan Pola Promosi
Dan Mutasi Hakim Di Lingkungan Peradilan Agama). Konsentrasi Peradilan Agama,
Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah jakarta, 1438 H/ 2017 M.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari Regulasi Mahkamah
Agung tentang Mutasi Hakim Pengadilan Agama terhadap Hakim Wanita, selain itu
untuk mengetahui bagaimana Pola Relasi Pemenuhan Hak Dan Kewajiban serta Pola
Pergeseran tanggungjawab dalam urusan Rumah Tangga hakim wanita pasca
disahkannya regulasi ini.
Penelitian ini berjenis penelitian kualitatif dengan pendekatan yang dilakukan
berupa pendekatan hukum sosiologi atau penelitian hukum empirik. Sumber data
terdiri dari sumber data primer dari wawancara langsung kepada tujuh orang
informan hakim wanita di Pengadilan Agama Badung dan Denpasar, serta sumber
data sekunder yang didapat dari Undang-Undang dan Ketentuan Mahkamah Agung
terkait. Teknik pengumpulan data digunakan melalui sumber lisan berupa wawancara
dan studi pustaka Adapun analisis data menggunakan metode induktif sehingga
menghasilkan kesimpulan dari data-data yang telah terkumpul.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aturan mutasi menyebabkan pemisahan
hakim tersebut dengan keluarganya yang berdampak hubungan antara suami dan istri
menjadi kurang maksimal, karena istri tidak dapat melayani dan mendampingi suami
dan anak-anaknya dengan baik. Adapun Pola Relasi Pemenuhan Hak Dan Kewajiban
Dalam Rumah Tangga hakim wanita yaitu dengan menjaga komunikasi dan juga
menyempatkan waktu untuk berkumpul bersama suami dan anak-anak. Berkaitan
dengan pergeseran tanggungjawab urusan domestik rumah tangga, hakim wanita
mengaku tidak terjadi pergeseran tanggungjawab istri kepada suaminya.
Kata kunci : Mutasi, Pengadilan Agama, hakim wanita
Dosen Pembimbing : Hj. Hotnidah Nasution, MA
Bahan Pustaka : 1987 sampai dengan 2016
iv
v
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, Shalawat dan Salam tak lupa
dipanjatkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan
umatnya hingga akhir zaman.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini penulis menyadari bahwa banyak
rintangan dan hambatan yang datang silih berganti, namun berkat bantuan baik moril
maupun materil serta bimbingan dan dorongan yang tak henti-hentinya dari berbagai
pihak, dan atas izin Allah SWT akhirnya penulis dapat merampungkan skripsi ini.
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan tak mengurangi rasa
hormat, penulis menghaturkan terimakasih yang tak terhingga kepada semua pihak
yang telah sangat berjasa dalam proses pengerjaan skripsi ini, tentunya kepada:
1. Bapak Asep Saepudin Jahar, MA., selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta serta para
jajarannya
2. Bapak Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. selaku ketua Program Studi Hukum
Keluarga dan juga kepada Bapak Arip Purqon, M.Ag., selaku sekretaris
Program Studi Hukum Keluarga yang telah bekerja dengan maksimal.
v
vi
3. Ibu Hotnidah Nasution MA., sebagai pembimbing skripsi yang telah
banyak membimbing, memberikan pencerahan, ilmu, serta dukungan
kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.
4. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah mencurahkan
segala kemampuannya guna memberikan ilmu-ilmu yang tak ternilai
harganya. Serta kepada civitas academika UIN Syarif Hidayatullah yang
telah memberikan pelayanan terbaiknya.
5. Teristimewa kepada kedua orang tua penulis yaitu ayahanda Drs. H.
Zaenal Musthofa, S.H, M.H dan Dra Hj. Hulailah M.H, yang telah
mencurahkan segenap kasih sayangnya, serta tak putus-putusnya
memberikan dukungan dan doa kepada penulis dalam menempuh
pendidikan. Juga kepada kakak-kakak penulis Aulia Selviana S.Sy dan
juga Abduloh S.Hi. M.H atas segala motivasinya sehingga penulis dapat
sampai pada jenjang terakhir sebagai mahasiswa.
6. Teruntuk pengisi hari-hari penulis Dhanar Zulfikar Ali, Azriyani, Utami
Zurraidah, Faraidhika Muadhina, Vicky Fauziah, Hikmah, Irma Zhafira,
Indah Ayu, Putri Azizah Helena, Melia Rosdiana, dan teman-teman
sepermainan lain yang tidak bisa di sebutkan satu persatu, atas segala
dukungann, masukan, saran, dan motivasi kepada penulis
7. Teman-teman Program Studi Hukum Keluarga angkatan 2013 yang
telah memberikan saran dan dukungan pada penulis.
vi
vii
Akhirnya, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak baik yang tertulis
maupun tidak, penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Karena itu, penulis memohon saran dan kritik yang sifatnya
membnagun demi kesempurnaannya. Besar harapan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca. Bagi para
pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini semoga segala amal dan
kebaikannya mendapat balasan berlimbah dari Allah SWT. Amin
Wassalamualaikum. Wr. Wb
Ciputat, 26 April, 2017
Penulis
vii
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................................ ii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................................ iii
ABSTRAK .................................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ................................................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................................. viii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B.Identifikasi Masalah ................................................................................. 5
C.Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ........................................ 6
D.Tujuan dan manfaat penelitian................................................................. 7
E.Review studi Terdahulu ........................................................................... 8
F.Metodologi penelitian ............................................................................ 10
G.Sistematika Penulisan ............................................................................ 13
BAB II HAK DAN KEWAJIBAN ISTRI MENURUT HUKUM ISLAM DAN
HUKUM POSITIF INDONESIA
A.Wanita Karir Dalam Bingkai Islam ....................................................... 15
B.Hak dan Kewajiban Istri Menurut Hukum Islam ................................... 18
1.Hak-hak istri ...................................................................................... 20
viii
ix
2.Kewajiban-kewajiban istri ................................................................. 30
C.Hak dan Kewajiban Istri Menurut Hukum Positif Indonesia................. 37
1.Undang - Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ............... 37
2.Kompilasi Hukum Islam .................................................................... 38
BAB III OBJEK PENELITIAN DAN KETENTUAN MUTASI
A.Profil Pengadilan Agama Denpasar ....................................................... 41
B.Profil Pengadilan Agama Badung .......................................................... 43
C.Profil Informan ...................................................................................... 46
1.Hakim Wanita di Pengadilan Agama Denpasar ................................ 46
2.Hakim Wanita di Pengadilan Agama Badung ................................... 47
D.Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim .............................................. 49
E.Pandangan hakim wanita terkait hak dan kewajiban istri bagi wanita karir
.............................................................................................................. 50
F.Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang
Pembaruan Pola Promosi Dan Mutasi Hakim Di Lingkungan Peradilan
Agama ................................................................................................... 52
BAB IV ANALISIS PEMENUHAN HAK DAN KEWAJIBAN SEBAGAI ISTRI
BAGI HAKIM WANITA PASCA PEMBARUAN POLA MUTASI DI
PENGADILAN AGAMA
A. Pandangan Hakim Wanita Berkaitan Dengan Aturan Mutasi Di
Pengadilan Agama................................................................................... 56
B. Dampak Aturan Mutasi Terhadap Peranan Hakim Wanita Sebagai Istri 59
C. Pemenuhan Hak Dan Kewajiban Hakim Wanita Sebagai Istri Pasca
Aturan Mutasi .......................................................................................... 65
D. Pola Pergeseran Tanggung Jawab Hakim Wanita Sebagai Istri Pasca
Pembaruan Aturan Mutasi ....................................................................... 69
BAB V PENUTUP
ix
x
A. Kesimpulan.............................................................................................. 72
B. Saran ........................................................................................................ 73
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….74
LAMPIRAN
x
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan menimbulkan akibat hukum keperdataan di antara suami dan
istri.Karena tujuan perkawinan yang begitu mulia, yakni membina keluarga bahagia,
kekal, dan abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perlu diatur hak dan
kewajiban suami dan istri masing-masing. Apabila hak dan kewajiban suami dan istri
terpenuhi, maka dambaan suami istri dalam bahtera rumah tangganya akan dapat
terwujud dengan didasari rasa cinta dan kasih sayang.
Ketenangan dan ketentraman yang panjang serta kebahagiaan yang langgeng
antara suami-istri akan didapat dalam sebuah keluarga jika masing-masing pihak
melaksanakan hak dan kewajibannya dengan benar dan penuh tanggungjawab.1Salah
satu hak yang wajib dipenuhi oleh seorang suami terhadap istrinya adalah
bertanggung jawab sepenuhnya untuk memberikan nafkahnya. Hal ini telah
ditetapkan oleh Alquran, hadist dan ijma‟ kecuali sang istri nusyuz (membangkang)
dan tidak taat pada suaminya.
Perempuan sebagai pemimpin rumah tangga suami dan anak-anaknya
mengandung pengertian, bahwa peran kepemimpinan yang utama bagi perempuan
adalah merawat, mengasuh, mendidik, dan memelihara anak-anaknya agar kelak
menjadi orang yang mulia di hadapan Allah. Disamping itu, ia pun berperan
1 Abdul Hamid Kisyik, Bimbingan Islam Untuk Mencapai Keluarga Sakinah (Bandung: Al-
Bayan, 1997) hlm. 120-122.
2
membina, mengatur, dan menyelesaikan urusan rumah tangga agar memberikan
ketentraman dan kenyamanan bagi anggota keluarga yang lain.2
Berkaitan dengan hak, Islam telah memberikan keleluasaan bagi laki-laki dan
perempuan untuk melaksanakan aktifitas perdagangan, perindustrian, pertanian,
melakukan transkasi, serta memiliki setiap jenis harta dan mengembangkannya.Oleh
karena itu Islam tidak melarang perempuan bekerja, asalkan tidak melalaikan
kewajiban utamanya sebagai ibu dan pengelola rumah tangga serta tidak menyalahi
aturan Allah dan Rasul-Nya; seperti tidak berkhalwat, bukan pekerjaan yang
mengeksploitasi sisi keperempuanannya, serta memenuhi kewajiban-kewajiban yang
berkaitan dengan aktifitas perempuan diluar rumah.3
Kewajiban istri mengatur seluruh keperluan rumah tangga sejatinya sangat
berat apalagi bagi istri yang juga mencari nafkah.Berdasarkan sejumlah penelitian,
urusan rumah tangga yang biasanya dikerjakan oleh istri terdiri dari (house keeping,
child care, dan child socialization).The housekeeper role yaitu peran yang terkait
dengan tanggungjawab untuk menjaga kebersihan rumah, mencuci pakaian dan
perabot rumah tangga, berbelanja dan menyiapakan makanan serta mengatur
keuangan rumah tangga.The child care adalah peran merawat anak secara fisik
seperti memberi makan, mengenakan pakaian, memandikan dan menjaga anak,
sedangkan the child socialization role adalah peran untuk mengajarakan nilai-nilai
2Najmah Sa‟ida dan Husnul Khatimah, Revisi Politik Perempuan, (Bogor: CV. Idea Pustaka
Utama, 2003) hlm. 126. 3Najmah Sa‟ida dan Husnul Khatimah, Revisi Politik Perempuan hlm. 130-131.
3
moral pada anak, sikap-sikap, keterampilan-keterampilan, dan perilaku yang sejalan
dengan norma masyarakat.4
Di Indonesia lembaga yang melaksanakan tugas pergerakan hukum dan
keadilan demi terciptanya suatu ketertiban dan kedamaian di negara hukum Republik
Indonesia adalah kekuasaan kehakiman, dengan salah satu institusi pelaksanaannya
adalah Peradilan Agama.Kewenangannya ialah untuk menerima, memeriksa dan
mengadili serta menyelesaikan perkara-perkara tertentu yang diajukan kepadanya
dari golongan rakyat yang beragama Islam atau dari golongan yang menundukkan
dirinya kepada hukum Islam.Dengan Hakim yang merupakan pejabat pelaku
kekuasaan kehakiman tesebut.5
Tidak ada nash yang secara tegas melarang wanita menjadi hakim. Pada
dasarnya yang terpenting ialah kemampuan seseorang menguasai alat-alat untuk
memutuskan perkara, baik pria maupun wanita. Imam Abu Hanifah membolehkan
wanita menjadi hakim kecuali mengenai perkara-perkara yang ancaman hukumannya
had atau qishas, karena pada umumnya wanita tidak tega menjatuhkan hukuman
yang berat.6
Berkaitan dengan adanya Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI No. 192/
KMA/SK/XI/2014 Tentang Pembaruan Pola Promosi Dan Mutasi Hakim Di
4Durrotun Nafisah, “Positivisasi Hukum Keluarga Islam di Indonesia Dalam Perspektif
Gender”,Al-Manahij Vol. VII No 1,(Januari 2013) hlm.43. diakses pada tanggal 11 Oktober 2017
pukul 11.00 WIB dari http://ejournal.iainpurwokerto.ac.id/index.php 5 Taufiq Hamami, Peradilan Agama Dalam Reformasi Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia,(
Jakarta: Tatanusa, 2013) hlm. 23. 6 Halimah Ismail, “Kedudukan Hakim Wanita Dalam Islam”, Ahkam, No. 01 (Januari 1998):
hlm. 48
4
Lingkungan Peradilan Agama yang mengatur tentang pengalih tempatan tugas
seorang hakim atau pimpinan Pengadilan dari satu tempat ke tempat tugas baru,
dalam posisi jabatan yang tetap sebagai hakim, wakil ketua atau ketua Pengadilan.
Hal ini dilakukan salah satunya untuk penyegaran bagi hakim yang bersangkutan
agar proses pelaksaan tugas pokok dalam memberikan pelayanan hukum dan
keadilan kepada masyarakat dapat berjalan optimal.
Berkaitan dengan pemenuhan hak dan kewajiban seorang ibu yang memiliki
kewajiban utama sebagai pengelola rumah tangga seperti yang telah disinggung pada
pemaparan diatas, timbul pertanyaan mengenai bagaimanakah hakim wanita
menyikapi aturan mutasi yang secara tidak langsung mengharuskannya untuk hidup
berpindah-pindah daerah mengikuti Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh
Mahkamah Agung ini.
Dilihat dari paparan latar belakang diatas yang menjelaskan secara singkat mengenai
hak dan kewajiban istri dalam keluarga dan pembahasan seputar hakim wanita beserta
kebijakan terkait mutasi yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian hukum yang berjudul “Pola Relasi Rumah
Tangga Hakim Wanita Di Pengadilan Agama (Studi Pada Regulasi Mahkamah
Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang Pembaruan Pola Promosi Dan
Mutasi Hakim Di Lingkungan Peradilan Agama)”
5
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dipetik beberapa persoalan
yang berhubungan dengan pola relasi dalam rumah tangga keluarga hakim wanita.
1. Bagaimana pola relasi hubungan rumah tangga istri wanita karir
terhadap suaminya?
2. Apakah pengaruh adanya Peraturan Mahkamah Agung Tentang
Mutasi Jabatan Hakim terhadap rumah tangga keluarga hakim?
3. Bagaimana pandangan hakim wanita terhadap hubungan hak dan
kewajiban suami istri?
4. Bagaimana sikap istri selaku hakim wanita yang paham akan hukum
terhadap keluarganya?
5. Apakah ada peralihan tanggung jawab untuk mengurusi kebutuhan
rumah tangga antara suami dan istri wanita karir?
6. Adakah peralihan fungsi mencari nafkah antara suami dan istri wanita
karir?
7. Bagaimana perihal peran ganda wanita karir dalam keluarganya?
8. Adakah kelalaian istri menunaikan kewajiban karena profesinya?
9. Apakah hak dan kewajiban dalam rumah tangga bagi wanita karir dan
ibu rumah tangga adalahsama?
10. Apakah terdapat Hak lebih bagi istri yang menjadi tulang punggung
keluarga?
6
C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Mengingat begitu banyaknya permasalahan yang penulis singgung
dalam identifikasi masalah diatas, maka dalam pembatasan masalah ini
penulis perlu membatasi pada pembahasan terkait dengan wilayah tempat
kerja hakim wanita, yang terletak pada Pengadilan Agama di wilayah Bali
yaitu di Pengadilan Agama Denpasar dan Pengadilan Agama Badung
2. Perumusan Masalah
Agar penulisan ini berjalan secara sistematis, maka perlu dibuat
perumusan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana dampak dari keputusan Ketua Mahkamah Agung RI
tentang Pembaruan Pola Promosi Dan Mutasi Hakim Di
Lingkungan Peradilan Agama terhadap rumah tangga hakim
wanita di Pengadilan Agama Denpasar dan Badung?
b. Bagaimana pola relasi pemenuhan hak dan kewajiban dalam
rumah tangga keluarga hakim wanita di Pengadilan Agama
Denpasar dan Badung pasca disahkannya aturan mutasi?
c. Bagaimana pola pergeseran tanggung jawab dalam urusan Rumah
tangga keluarga hakim wanita di Pengadilan Agama Denpasar dan
Badung pasca disahkannya aturan mutasi?
7
D. Tujuan dan manfaat penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok penelitian diatas, maka tujuan penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui dampak dari keputusan Ketua Mahkamah
Agung RI tentang Pembaruan Pola Promosi Dan Mutasi Hakim di
Lingkungan Peradilan Agama terhadap rumah tangga hakim
wanita di Pengadilan Agama Denpasar dan Badung
b. Untuk mengetahui pola relasi pemenuhan hak dan kewajiban
dalam rumah tangga keluarga hakim wanita di Pengadilan Agama
Denpasar dan Badung pasca disahkannya aturan mutasi
c. Untuk mengetahui pola pergeseran tanggung jawab dalam urusan
Rumah tangga keluarga hakim wanita di Pengadilan Agama
Denpasar dan Badung pasca disahkannya aturan mutasi
2. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih
positif dan manfaat dari segi akademik maupun praktik, yaitu:
a. Secara Akademis
Dapat menjadi aspek pendukung dalam pengembangan ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan Hukum Keluarga, serta agar
penelitian ini dapat menjadi bahan pendukung kepada seluruh
kalangan akademisi, mahasiswa, maupun dosen.
8
b. Secara Praktis
Memberikan informasi yang berharga dalam menambah
pengetahuan tentang pemenuhan hak dan kewajiban istri selaku
wanita karir yang berperan ganda dalam urusan pekerjaan dan
rumah tangga.
E. Review Studi Terdahulu
Review atau kajian terdahulu ini akan memaparkan beberapa penelitian yang
sudah dilakukan, baik berupa skripsi, tesis, ataupun penelitian-penelitian lainnya
yang pernah membahas atau berkaitan dengan pola relasi hak dan kewajiban wanita
karir terhadap keluarganya, yaitu:
1. Artikel dengan judul “Kedudukan Hakim Wanita Dalam Islam” ditulis
oleh Dra. Hj. Halimah Ismail yang dimuat dalam Jurnal ”AHKAM” No.
01/1/1998, berisi tentang wanita dalam aktifitas di masyarakat, dasar
hukum dan macam-macam aktifitas tersebut, serta mengenai hakim
wanita menurut hukum islam. Pada artikel ini pembahasan hanya di
fokuskan kepada bagaimana pendapat ulama mengenai boleh tidaknya
wanita menjadi hakim, tidak disinggung bagaimana pola relasi rumah
tangganya bersama suami.
2. Skripsi dengan judul “Hak dan Kewajiban istri Bagi wanita Karir di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta (perspektif Hukum Islam dan Hukum
Positif)” oleh Nabila Alhalabi (11110441000200/ Hukum Keluarga/
9
Syariah dan Hukum) Pada skripsi ini membahas mengenai bagaimana hak
dan kewajiban istri yang berprofesi sebagai wanita karir khususnya yang
bekerja di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam pandangan
Hukum Islam dan hukum Positif. Dan kesimpulan yang dapat ditarik dari
skripsi ini adalah bahwasanya menurut hukum islam dan hukum positif
istri yang menjadi wanita karir maupun yang tidak sama saja dalam segi
pemenuhan hak dan kewajibannya
3. Skripsi yang berjudul “Hak dan Kewajiban Istri Sebagai Tenaga Kerja
Wanita Dalam Pandangan Islam (Studi Pada PT Bakhtir Ihkwan Condet
Jakarta )”oleh Faris Jamal Trianto (1111044100055/ Hukum Keluarga/
Syariah dan Hukum). Pada skripsi ini pembahasan di fokuskan mengenai
hak dan kewajiban seorang istri yang bekerja sebagai TKW di luar negeri
guna memenuhi kebutuhan keluarganya, sehingga memiliki kewajiban
yang tidak jauh berbeda dengan kewajiban seorang suami untuk
memberikan nafkah dalam keluarga, begitu pula dengan hak-haknya,
sehingga secara tidak langsung hak dan kewajiban suami istri pada
keluarga TKW tidak sesuai dengan hak dan kewajiban suami istri yang
terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam dan UU. No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan
10
F. Metodologi penelitian
Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk
memperkuat, membina serta mengembangkan ilmu pengetahuan yang tersusun
secara sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran dan pengetahuan yang
mana senantiasa dapat diperiksa dan di telaah secara kritis, dan akan berkembang
terus menerus.7
Apabila seorang peneliti akan melakukan kegiatan-kegiatan penelitian, maka
sebelumnya dia perlu memahami metode dan sistematika penelitian. Maka tanpa
metode atau metodologi, seorang peneliti tak akan mampu untuk menemukan,
merumuskan, menganalisa, maupun memecahkan masalah-masalah tertentu, untuk
mengungkapkan kebenaran. Metodologi timbul dari karakteristik-karakteristik
tertentu dari masalah-masalah yang khusus.8
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian kualitatif
yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan,
dan lain-lain. Yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.9Penelitian kualitatif berpijak
dari realita atas peristiwa yang berlangsung di lapangan.Apa yang dihadapi
7 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1986, cet. Ke-3, Ed.
Revisi) hlm. 3 8Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum hlm. 13
9 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2013, Cet. Ke-31, Ed. Revisi), hlm. 4
11
dalam penelitian adalah sosial kehidupan sehari-hari. Penelitian seperti
memandang apa yang sedang terjadi dalam dunia tersebut dan meletakkan
temuan-temuan yang diperoleh di dalamnya. Oleh karena itu, apa yang
dilakukan oleh peneliti selama di lapangan termasuk dalam suatu posisiyang
berdasarkan kasus10
2. Pendekatan penelitian
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini berupa pendekatan
hukum sosiologi atau penelitian hukum empirik, yaitu penelitian yang
berdasarkan bukti kenyataan di lapangan atau realita sosial.Dalam skripsi ini
metode penelitian yang digunakan adalah melalui pendekatan analisis
kualitatif, yaitu pendekatan yang ditunjukkan untuk meneliti hasil wawancara
mendalam (deep interview) untuk Kemudian menganalisis hasil data yang
diperoleh guna mendapatkan kesimpulan penelitian.Pendekatan ini
dimaksudkan untuk mengetahui pandangan hakim wanita yang bekerja di
Pengadilan Agama Denpasar dan Pengadilan Agama Badung.
3. Sumber data
Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian terbagi menjadi dua
sumber, yaitu:
a. Data primer, yaitu: hasil wawancara penulis dengan hakim wanita
di Pengadilan Agama Denpasar dan Badung.
10
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2001, Cet. 3) hlm. 82.
12
b. Data sekunder, yaitu: Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam (KHI), Putusan
Ketua Mahkamah Agung RI, Al-Quran, As-Sunnah, buku, jurnal,
koran, artikel, ensiklopedia, dan situs-situs internet yang dapat
dipertanggungjawabkan dan tentunya memiliki keterkaitan dengan
masalah skripsi
4. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:
a. Sumber Lisan (Wawancara)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud
tertentu.Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan, dan
terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang
diberikan.11
Semua keterangan yang dituturkan adalah pengalaman
berumah tangga informan (hakim-hakim wanita dalam lingkungan
Pengadilan Agama Denpasar dan Pengadilan Agama Badung)
yang berkaitan dengan masalah dalam skripsi ini yang dilakukan
untuk mendapatkan data mengenai pola relasi dalam rumah
tangganya.
11
Lexy J. Moleong , Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm. 186.
13
b. Studi Pustaka
Dilakukan untuk mendapatkan data tentang teori-teori yang
berkaitan dengan hak dan kewajiban istri baik hukum Islam
maupun hukum positif di Indonesia
5. Teknik penulisan
Teknik penulisan skripsi ini telah berdasarkan pada buku “Pedoman
Penulisan Skripsi” yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Syraif Hidayatullah Jakarta, 2012.
6. Metode Analisis Data
Tahap terakhir dalam penelitian adalah analisis data. Tahapan tersebut
dilakukan dengan cara menganalisis data yang telah terkumpul dengan tujuan
memperoleh suatu kesimpulan dalam penelitian. Sedangkan kesimpulan
ditarik dari metode induktif, yaitu menghimpun data dari Al-Qur‟an, Hadist,
serta ditunjang dalam perundang-undangan, Keputusan Mahkamah Agung
tentang Aturan Mutasi Hakim dan hasil wawancara terhadap hakim wanita di
Pengadilan Agama Denpasar dan Badung. Data yang terkumpul tersebut
dianalisis dan ditarik kesimpulan sehingga dapat menjawab rumusan masalah
penelitian.
14
G. Sistematika penulisan
Untuk mempermudah penulisan skripsi ini, penulis membagi pembahasan
menjadi beberapa bab yang diuraikan dalam sistematika sebagai berikut:
BAB I merupakan bab pendahuluan yang memuat tentang latar belakang
masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan
Manfaat Penulisan, Review Studi Terdahulu, Metode Penelitian, dan Sistematika
Penulisan
BAB II Merupakan landasan teori yang mencakup hak dan kewajiban suami
istri dalam rumah tangga menurut hukum Islam dan juga menurut hukum positif
Indonesia
BAB III Berisi Tentang Objek Penelitian Berupa Profil Pengadilan Agama
Denpasar Dan Pengadilan Agama Badung, Kemudian Profil Informan Yang
Merupakan Hakim Wanita Di Pengadilan Agama Denpasar Dan Badung, Kode Etik
Dan Pedoman Perilaku Hakim. Selain Itu Berkaitan Dengan Keputusan Ketua
Mahkamah Agung Tentang Pembaruan Pola Promosi Dan Mutasi Hakim Di
Lingkungan Peradilan Agama.
BAB IV Pandangan Hakim Wanita Berkaitan Dengan Aturan Mutasi Di
Pengadilan Agama.Dampak Aturan Mutasi Terhadap Peranan Hakim Wanita Sebagai
Istri.Pemenuhan Hak Dan Kewajiban Hakim Wanita Sebagai Istri Pasca Aturan
Mutasi.Pola Pergeseran Tanggung Jawab Hakim Wanita Sebagai Istri Pasca
Pembaruan Aturan Mutasi
BAB V berisi tentang penutup yang meliputi Kesimpulan dan Saran
15
BAB II
HAK DANKEWAJIBAN ISTRI MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM
POSITIF INDONESIA
A. Wanita Karir Dalam Bingkai Islam
Cukup banyak ayat Al-Qur‟an maupun hadist Nabi yang memberikan
pemahaman esensial bahwa Islam mendorong wanita maupun pria untuk berkarir,
dalam surat An-Nisa ayat 32, Allah SWT berfirman:
Artinya:
...
Artinya:
“Bagi kaum pria ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita
pun ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah
sebagian dari karunia-Nya, sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu”
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa dalam hal beribadah maupun berkarya,
wanita memperoleh imbalan dan pahala yang tidak berbeda dengan pria.Islam tidak
membedakan pengakuan dan apresiasi terhadap kinerja atas dasar jenis kelamin.
Dengan demikian, jelaslah kiranya bahwa wanita bisa berkarier dan dapat mencapai
16
prestasi sama dengan pria atau bahkan melebihinya, bergantung pada usaha dan
doanya.12
Penegasan Allah SWT bahwa wanita dan pria diberi hak dan peluang yang
sama baik dalam hal beramal, bekerja maupun berprestasi dapat disimak pula dalam
QS. An-Nisa ayat 124 yang berbunyi:
Artinya:
“Barangsiapa mengerjakan amal-amal saleh baik pria atau wanita, sedang ia
beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya
sedikitpun”
Ayat ini menjamin (memotivasi) wanita maupun pria yang ingin berkarir
dalam bidang apa saja yang tergolong pekerjaan baik (halal) akan mendapatkan
keberhasilan dan kebahagiaan (masuk surga), dan tidak pula akan dirugikan.13
12
Siti Muri‟ah, Wanita Karir dalam Bingkai Islam, (Bandung, Penerbit Angkasa). hlm. 191 13
Siti Muri‟ah, Wanita Karir dalam Bingkai Islam, hlm. 192.
17
Selain itu dalam QS. An-Nahl ayat 97 yang berbunyi:
Artinya:
“barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik pria maupun wanita dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
Dalam ayat ini Allah SWT menjanjikan bahwa kepada pria dan wanita yang
beriman yang perbuatannya sesuai dengan kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya akan
dikaruniakan kebahagiaan, rezeki yang halal dan melimpah, dan kebaikan lainnya,
dalam hal ini tidak ada perbedaan sedikitpun antara pria dan wanita.14
Tidak ada nash yang secara tegas melarang wanita menjadi hakim. Pada
dasarnya yang terpenting ialah kemampuan seseorang menguasai alat-alat untuk
memutuskan perkara, baik pria maupun wanita. Imam Abu Hanifah membolehkan
wanita menjadi hakim kecuali mengenai perkara-perkara yang ancaman hukumannya
had atau qishas, karena pada umumnya wanita tidak tega menjatuhkan hukuman
yang berat.15
14
Siti Muri‟ah, Wanita Karir dalam Bingkai Islam, hlm. 202. 15
Halimah Ismail, “Kedudukan Hakim Wanita Dalam Islam”, Ahkam, No. 01 (Januari 1998):
hlm. 48
18
Dari ayat Al-Quran dan penjelasan di atas cukup menjadi bukti bahwa ajaran
Islam menjunjung tinggi hak-hak wanita.Islam memberikan motivasi yang kuat agar
para muslimah mampu berkarir di segala bidang sesuai dengan kodrat dan
martabatnya. Masalah yang timbul kini berkaitan dengan keterlibatan wanita dalam
kegiatan profesi yang ruang geraknya di sektor publik, sedangkan disisi lain wanita
juga sebagai ra‟iyah fi baiti zaujiha (penanggungjawab dalam masalah-masalah
intern rumah tangga).16
B. Hak dan Kewajiban Istri Menurut Hukum Islam
Apabila akad nikah telah berlangsung dan sah memenuhi syarat dan rukunnya,
maka akan menimbulkan akibat hukum. Dengan demikian akan menimbulkan pula
hak dan kewajibannya selaku suami istri dalam keluarga,17
sebagai pelaksanaan bagi
prinsip keseimbangan, kesetaraan dan persamaan berbagai pihak yang melaksanakan
akad. Jika suami istri sama-sama menjalankan tanggungjawabnya masing-masing,
maka akan terwujudlah ketentraman dan ketenangan hati, sehingga sempurnalah
kebahagiaan hidup berumah tangga. Dengan demikian tujuan hidup berkeluarga akan
terwujud sesuai dengan tuntutan agama, yaitu sakinah, mawaddah wa rahmah.
Al-Quran yang mulia telah mengisyaratkan prinsip ini, dengan tetapnya hak-
haknya serta kewajiban. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur‟an Surah An-nisa ayat 4
yang berbunyi:
16
Siti Muri‟ah, Wanita Karir dalam Bingkai Islam, hlm. 194 17
Abd. Rahmat Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, 2003) hlm. 155
19
Artinya:
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikah) sebagai pemberian
dengan penuh kerelaan, kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian
dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu
(sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”(An-Nisa‟: 4)
Maksudnya, istri memiliki berbagai hak yang harus dipenuhi oleh laki-laki,
sebagaimana halnya istri juga memiliki berbagai kewajiban yang harus dia penuhi
untuk si suami.Landasan pembagian hak-hak dan kewajiban tersebut adalah tradisi
dan fitrah, serta prinsip setiap hak dibalas dengan kewajiban.18
Ajaran islam tentang kehidupan rumah tangga terbentuk dalam keterpaduan
antara ketentraman dan kasih sayang yang terdiri atas istri yang patuh dan setia,
suami yang jujur dan tulus, ayah yang penuh kasih dan ramah, ibu yang lemah lembut
dan berperasaan halus, putra putri yang patuh dan taat, serta kerabat yang saling
membina silaturrahim dan tolong-menolong. Hal demikian dapat tercapai apabila
masing-masing anggota keluarga tersebut mengetahui hak-haknya dan melaksanakan
18
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, (Depok: Gema Insani, 2007, Jilid. 9, Cet.
10) hlm. 294
20
kewajibannya.Karena itu, Islam mengatur hak dan kewajiban suami istri dengan jelas
dan tegas agar kehidupan rumah tangga dapat berjalan dengan harmonis.19
Masing-masing suami istri mempunyai hak atas yang lainnya.Hal ini berarti
bila istri mempunyai hak dari suaminya, maka suaminya mempunyai kewajiban atas
istrinya.Demikian juga sebaliknya suami mempunyai hak dari istrinya, dan istrinya
mempunyai kewajiban atas suaminya.Hak tidak dapat dipenuhi, apabila tidak ada
yang menunaikan kewajiban.20
Adapun hak-hak isteri yang menjadi kewajiban suami dapat dibagi menjadi
dua, yaitu: Hak-hak kebendaan atau materil, yaitu mahar (maskawin) dan nafkah, dan
hak-hak yang bersifat bukan kebendaan atau non-materil, misalnya berbuat adil di
antara para isteri (dalam perkawinan poligami), tidak berbuat yang merugikan isteri
dan sebagainya.21
1. Hak-Hak Istri
a. Hak-hak Kebendaan (Materil)
1) Mahar (Maskawin)
Mahar adalah sesuatu yang diberikan kepada seorang wanita berupa
harta atau yang serupa dengannya ketika dilaksanakan akad.Seolah-olah ini
adalah pengibaratan dari kebaikan niat seorang laki-laki kepada perempuan,
dan permulaan keterikatan yang baik antara keduanya, yang berasaskan
19
Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, (Bogor: Penerbit Ghalia, 2010)
hlm. 69 20
Ali Hasan, Berumah Tangga Dalam Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2003) hlm. 152 21
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2007, Cet. 11)
hlm. 223-225
21
kecintaan dan kerelaan serta hubungan baik.Secara kebahasaan, kata al-
mahr berarti sesuatu yang diberikan suami kepada istrinya ketika
melangsungkan akad pernikahan.Adapun secara istilah, al-mahr adalah
pemberian yang berhak diterima oleh seorang perempuan karena telah
dinikahi atau disetubuhi.22
Allah SWT berfirman dalam penggalan Al-
Qur‟an surat An-Nisa‟ ayat 4 yang berbunyi:
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)
sebagai pemberian dengan penuh kerelaan (QS. An-Nisa‟ (4): 4)
Syariat Islam tidak mengikat jumlah mahar dengan batas terendah
dan tertinggi bahkan mengesampingkannya.Hal ini sesuai dengan
kesepakatan antara kedua belah pihak dan kerelaan wanita yang diberikan
mahar dan memudahkan dalam pelaksanaanya serta memperhatikan
keadaan suami.Ia merupakan hak wanita, tidak sah menghilangkannya,
berapapun nilainya.23
Islam hanya menganjurkan kepada perempuan agar
tidak berlebih-lebihan dalam meminta jumlah mahar kepada
suami.Anjuran ini merupakan perwujudan dari menghindari kesukaran
dan kesusahan (raf‟ al- haraj) dan mengutamakan kemudahan (al-taisîr).
22
Abd. Al-Qadir Manshur, Buku Pintar Fikih Wanita, (Jakarta: Zaman, 2009) hlm. 237 23
Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga, (Jakarta, AMZAH, 2012, cet. 2) hlm. 174
22
Dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama (Al-
Hajj [22]: 78)24
.
Artinya: “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang
sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak
menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.(Ikutilah) agama
orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-
orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini,
supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua
menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang,
tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah
Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik
Penolong”
Mahar bukan merupakan harga bagi wanita, tetapi itu adalah
ketentuan dan isyarat untuk memuliakan dan membahagiakannya. Mazhab
Hanafi berpendapat mengenai standar mahar yang paling rendah adalah
sepuluh dirham, sedangkan mazhab Maliki berpendapat bahwa standar
mahar yang paling rendah adalah seperempat dinar atau tiga dirham perak
24
Abd. Al-Qadir Manshur, Buku Pintar Fikih Wanita. hlm. 240
23
murni yang sama sekali tidak mengandung kepalsuan, atau dengan barang-
barang yang suci dan terbebas dari najis yang sebanding dengan harganya.
Sedangkan mazhab Syafi‟i dan Hambali berpendapat bahwa tidak ada
batasan terendah bagi mahar.Sahnya mahar tidak ditentukan dengan
sesuatu.Oleh karena itu sah jika mahar adalah harta yang sedikit atau
banyak.Batasannya adalah semua yang sah untuk dijual atau yang memiliki
nilai sah untuk menjadi mahar.25
2) Nafkah
Nafakah berarti “belanja”, “kebutuhan pokok”.Maksudnya ialah
kebutuhan pokok yang diperlukan oleh orang-orang yang
membutuhkannya.Pengertian nafkah dalam perkawinan ialah
tanggungjawab utama seorang suami dan hak utama istrinya.26
Nafkah
menjadi hak dari berbagai hak istri atas suaminya sejak mendirikan
kehidupan rumah tangga.akad nikah yang sah yang telah dilakukan oleh
suami istri menyebabkan istri terikat dengan hak suaminya dan haram
dinikahi oleh orang lain. Ikatan tersebut menyebabkan istri tidak dapat
mencari nafkah untuk dirinya sendiri, karena itu ia berhak mendapat
nafakah dari orang yang mengikatnya, yaitu suaminya. Hak istri terhadap
25
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, hlm. 235-236 26
Ali yusuf As-Subki, Fikih Keluarga Pedoman Brkeluarga Dalam Islam, (Jakarta: Amzah,
2010) hlm.183
24
nafakah itu tetap dimilikinya, apakah ia kaya atau miskin, selama ia masih
terikat dengan kewajiban-kewajiban terhadap suaminya.27
Para Ulama sepakat mengenai kewajiban nafkah, namun terdapat
perbedaan pendapat mengenai waktu kewajibannya.Malikmengatakan
bahwa suami tidak wajib memberikan nafkah hingga dia menggauli istrinya
atau diajak untuk menggaulinya dan istrinya termasuk orang yang dapat
digauli dan suaminya juga sudah dewasa, Abu Hanifahdan
Syafi‟iberpendapat bahwa suami yang belum dewasa wajib memberikan
nafkah jika istri sudah dewasa, adapun jika suami sudah dewasa sedangkan
istri belum dewasa, dalam hal ini Syafi‟imemiliki dua pendapat; pertama,
seperti pendapat Malik dan kedua, bahwa dia berhak mendapatkan nafkah
secara mutlak.28
Firman Allah SWT dalam QS. Ath-Thalaq ayat 7:
Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah
memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak
memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah
berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah
kesempitan.”
27
Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: PT Bulan
Bintang, 1987. Cet.2) hlm.131 28
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007, jilid 2) hlm. 107
25
Sesuai dengan gambaran Al-Quran dan hadist itu, maka para
pengikut Imam Syafi‟i dan sebagian pengikut Imam Hanafi sepakat
bahwa kadar nafkah itu didasarkan kepada kemampuan dan keadaan
suami. Apabila suami miskin ia memberi nafakah sesuai dengan
kemiskinannya, apabila suami kaya ia memberi nafakah sesuai dengan
kemampuannya sebagai seorang kaya. Sekalipun demikian Imam Syafi‟I
menetapkan pula batas minimum dari nafkah yang diwajibkan suami
untuk dibayarkan kepada istrinya. Dasar yang beliau gunakan ialah
dengan meng-qiyas-kan nafkah kepada kafarat (ialah semacam denda
yang dikenakan kepada orang-orang yang melanggar sumpahnya atau
mengerjakan larangan-larangan Allah)29
b. Hak-hak Bukan Kebendaan (Non-Materi)
1) Suami menggauli istrinya dengan baik.
Firman Allah Q.S. An-Nisa: 19
29
Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, hlm.133
26
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai
wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka
karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu
berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji
yang nyata.Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila
kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu
tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan
yang banyak”
Kalimat وعاشروهه بالمعروف dalam ayat diatas merupakan titik tekan
dalam pembahasan hak dan kewajiban suami istri. Menurut Al-Thabari
kata عاشرsama dengan العشرة yang merupakan sinonim dari kata المصاحبت
yang berarti pergaulan.30
Ayat diatas memerintahkan kepada suami untuk meperlakukan dan
bergaul dengan istri dengan cara yang baik. Ada sebagian ulama yang
memahaminya dalam arti perintah untuk berbuat baik kepada istri yang
dicintai maupun tidak.Kata معروف mereka pahami mencakup tidak
mengganggu tidak memaksa, dan juga lebih dari itu, yakni berbuat ihsan
dan berbaik-baik kepadanya. Al-Sya‟rawi, sebagaimana dikutip oleh
30
Al-Thabari, Tafsir al-Quran Al-„Azhim, (Beirut: Dar Al-Quran Al-Karim, 1990)jilid IV.hlm.
207
27
Quraish Sihab mempunyai pandangan lain. Dia menjadikan perintah di atas
tertuju kepada para suami yang tidak lagi mencintai istrinya.31
Suami tetap memberikan hak istri, meski suami tidak menyenangi
sesuatu yang dilakukan oleh istri, sebagaimana ayat diatas telah
menjelaskan di antara hak istri adalah bahwa suami harus instrospeksi,
mungkin saja ia khilaf dalam melihat faktor-faktor yang mendorongnya
menjadi benci, disamping itu, mungkin saja si istri melakukan banyak
kebaikan, tetapi suami tidak mampu memperhatikan karena keterbatasan
dirinya.32
Masing-masing setiap pasangan suami-istri harus memperlakukan
yang lain dengan penuh kebaikan. Dengan cara menemaninya dengan baik,
dan tidak menganiayanya. Jangan sampai dia tahan haknya yang sesuai
dengan kemampuannya. Dan menampakkan ketidak senangannya terhadap
apa yang dia berikan. Suami diwajibkan mengeluarkan apa yang menjadi
hak istrinya yang harus dia penuhi dengan tanpa penangguhan, diantaranya
menggauli dengan baik.33
Menurut Azhar Basyir, menggauli istri dengan baik ini mencakup:
31
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2004) hlm. 364 32
Mahmud Assabagh, Keluarga Bahagia Dalam Islam, (Solo: CV. Pustaka Mantiq,1993. Cet.
5) hlm. 149 33
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, hlm. 9
28
1) Sikap menghargai, menghormati, dan perlakuan-perlakuan yang baik
serta meningkatkan taraf hidupnya dalam bidang agama, akhlak, dan
ilmu pengetahuan yang diperlukan.
2) Melindungi dan menjaga nama baik istri. hal ini tidak berarti suami
harus menutup-nutupi kesalahan istri. namun menjadi kewajiban
untuk tidak membeberkan kesalahan atau keburukan istri kepada
orang lain.
3) Memenuhi kebutuhan biologis yang merupakan kodrat pembawa
hidup. Oleh karena itu, suami wajib memperhatikan hak istri, dalam
hal ini ketentraman dan keserasian perkawinan antara lain ditentukan
oleh hajat biologis ini.34
2) Persamaan hak dan kewajiban
Al-Quran Al-karim telah menentukan hak istri dari suaminya.Hak
pertama untuk si istri adalah persamaan dalam hak dan kewajiban di antara
keduanya.Hal ini sesuai dengan penggalan firman Allah dalam QS. Al-
Baqarah ayat 228 yang berbunyi:
34
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, jogjakarta: UII Press, 1999. hlm. 58-60
29
Artinya; “…Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang ma'ruf”.
Nash Alquran ini menegaskan persamaan antara hak dan kewajiban
istri terhadap suaminya, sebab hak suami dan istri adalah sama dengan hak
istri dari suaminya, tanpa dibedakan atas pertimbangan jenis
kelamin.35
Adapun suami dipilih sebagai pemegang kepemimpinan dalam
keluarga sebab watak pekerja suami mengharuskan mencari rezeki di luar
rumah.Sekaligus mengatur secara tidak berlebihan nafkah keluarga demi
merealisir cita-cita hidup bahagia.Sebaliknya sifat pekerjaan wanita
mengharuskannya mendidik anak-anaknya di dalam rumah.Tidak di
ragukan lagi bahwa usaha untuk mendapatan rezeki, memberikan
keistimewaan khusus kepada suami dalam memahami kondisi eksternal
yang mempengaruhi keluarga yang tidak mungkin dihadapi oleh wanita
yang berada di dalam rumah.36
Tafsir Abu al-Su‟ad yang dikutip oleh Dr. „Abd al-Qadir Manshur
dalam bukunya disebutkan bahwa: ada suatu alasan kenapa kaum laki-laki
menjadi pemimpin bagi kaum perempuan, yaitu wahbî (yang terberikan
oleh dan berasal dari Allah) dan kasbî (yang berasal dari faktor eksternal).
Kepemimpinan tersebut disebabkan oleh keutamaan dan kelebihan yang
diberikan Allah kepada kaum laki-laki, mereka memiliki akal yang
sempurna, pendapat yang kuat, mampu mengatur segala urusan dengan
35
Mahmud assabagh.Keluarga Bahagia Dalam Islam, hlm. 139 36
Mahmud assabagh.Keluarga Bahagia Dalam Islam, hlm. 141
30
baik, bisa bekerja dengan keras, dan bisa memegang prinsip dengan teguh.
Oleh karena itu, mereka diistimewakan Allah SWT untuk menjadi
pemimpin.37
Tugas-tugas perempuan tidaklah ringan dan mudah, yaitu
diantaranya mengandung, menyusui, dan merawat hasil hubungan cinta
kasihnya dengan laki-laki, oleh sebab itu kemudian sangat adil jika tugas
laki-laki dengan segala keistimewaan yang telah diberikan Allah adalah
untuk memenuhi kebutuhan pokok dan memberi rasa aman kepada istri
sehingga mereka bisa melaksanakan tugas beratnya itu dengan tenang.
3) Diajak berdiskusi bersama
Diantara hak istri lainnya adalah suami mengajaknya berdiskusi
tentang berbagai persoalan hidup yang sedang mereka hadapi, baik
menyangkut keluarga, politik, maupun selainnya. Allah SWT. Telah
berfirman, dan ajaklah mereka bermusyawarah dalam (membahas) suatu
masalah.Orang pertama yang mesti diajak suami untuk berdiskusi adalah
pasangan hidupnya yaitu istri.ini dikarenakan istri adalah orang yang tahu
betul akan pertimbangan-pertimbangan khusus dan umum yang dimiliki
suaminya, hal yang tidak banyak diketahui orang. Rasulullah SAW sendiri
sering mengajak istri-istrinya mendiskusikan persoalan politik yang
terbilang penting.38
37
„Abd al-Qadir Manshur.Buku Pintar Fikih Wanita, hlm. 308 38
„Abd al-Qadir Manshur.Buku Pintar Fikih Wanita. hlm. 333
31
4) Suami wajib berlaku adil terhadap semua istri bagi suami yang
mempunyai istri lebih dari satu39
Termasuk hak istri jika mempunyai satu madu atau lebih, untuk
mendapatkan perlakuan adil dari suaminya di hadapan madu-
madunya.Sang suami wajib berlaku adil terhdap semua istrinya, tanpa
membedakan antara satu dengan yang lainnya.Dalam buku karangan
„Abd al-Qadir Manshur yang mengutip kitab Ihya‟ Ulumu al-Din karya
Al-Ghazali menegaskan bahwa “keadilan yang dimaksud adalah dalam
hal kebutuhan hidup dan tempat tinggal.Adapun cinta dan hubungan
suami istri (al-wiqa) tidak termasuk didalamnya.Karena suami tidak akan
pernah bisa berlaku adil dalam membagi ketertarikan hati dan cinta
kasih”.40
2. Kewajiban-Kewajiban Istri
Hak suami yang wajib dipenuhi oleh istri hanya merupakan hak-hak yang
bukan kebendaan, sebab menurut hukum Islam istri tidak dibebani hak kebendaan
yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga.Hak-hak suami yang
39
As-sayyid sabiq, fiqh Al-Sunnah, (Kairo: Dar Al-Fath Li Al- A‟lam Al-Araby, 1997, Jilid
2).hlm. 293 40
„Abd al-Qadir Manshur, Buku Pintar Fikih Wanita, hlm. 344
32
menjadi kewajiban istri pada pokoknya ialah hak ditaati mengenai hal-hal yang
menyangkut hidup perkawinan.41
Kewajiban seorang istri dalam sebuah bangunan rumah tangga, memegang
peranan penting yang tidak kalah dibandingkan dengan peranan seorang suami untuk
mewujudkan sebuah keluarga yang surgawi dan penuh taburan rahmat dari Allah
SWT. Menurut Imam Syafi‟I dan Hambali, seorang istri tidak wajib melakukan
pekerjaan yang berkaitan dengan kebutuhan rumah tangga sehari-hari, juga tidak
perlu mengurusinya, karena yang benar-benar menjadi kewajiban bagi seorang istri
adalah memberikan pelayanan yang baik kepada “kebutuhan” suaminya. Menurut
Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Abu Ishak Al-Juzjani, bahwa seorang istri harus
punya peran dan bertanggungjawab terhadap pekerjaan yang berkaitan dengan
keperluan sehari-hari rumah tangganya.42
Sebagai bentuk kesejajaran suami dan istri dalam konsep keluarga muslim
adalah adanya kewajiban bagi istri yang menjadi hak bagi suaminya. Kewajiban
tersebut termuat dalam Al-Qur‟an surat al-Nisa ayat 34:
41
Mohammad Ikrom, “Hak dan Kewajiban Suami istri Perspektif Al-Quran”, Qolamuna 1.
No. 1 (Juli 2015) diakses pada 26 Desember 2016 pukul 21.30 dari
http://ejournal.stismu.ac.id/ojs/index.php/qolamuna 42
Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan, (Yogyakarta:
Darussalam, 2004) hlm. 210
33
Artinya: “laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan
karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu
maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).Wanita-wanita
yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah
mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka
mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya.Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar."
Menurut Ibn Abbas yang dimaksud dengan qanitaat ialah taat kepada
suaminya. Artinya seorang istri wajib mentaati suaminya dalam hal-hal yang tidak
bertentangan dengan agama, serta tidak bertentangan dengan hak pribadi sang istri
secara mutlak. Seorang istri wajib mentaati suaminya selama yang dilakukan ataupun
yang diperintah oleh suami berada dalam kerangka pemenuhan kewajibannya sebagai
istri.43
Ayat tersebut sebenarnya tidak merinci apa yang harus dijaga oleh seorang istri,
ayat itu hanya menyampaikan bahwa seorang istri wajib untuk menjaga diri ketika
suaminya sedang tidak hadir atau bepergian.44
Adapun diantara kewajiban istri adalah sebagai berikut:
a. Berdiam di rumah dan tidaklah keluar kecuali dengan izin suami
Allah Ta‟ala berfirman,
43
Nur Taufiq Sanusi, Fikih Rumah Tangga Perspektif Al-Qur‟an dalam Mengelola Konflik
Menjadi Harmoni, (Tangerang: ElSas, 2011). hlm. 67 44
Fatimah Zuhrah, “Relasi suami dan istri dalam Keluarga Muslim”. Analytica Islamica Vol.
2, No. 1, 2013.hlm. 187, diakses pada 21 Desember 2016 pukul 13.00 dari http//:jurnal.uinsu.ac.id
34
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu…..” (QS. Al
Ahzab: 33).
Banyak ulama membaca ayat diatas dengan kasrah pada huruf qȃf yakni
qirna.Ini terambil dari kata (قرار)qarȃryakni berada di tempat.Dengan
demikian ayat ini memerintahkan istri-istri Nabi SAW untuk berada di tempat
yang dalam hal ini adalah rumah-rumah mereka.Ibn „Athiyyah membuka
kemungkinan memahami kata qirna terambil dari kata (وقار) waqȃr yakni
wibawa dan hormat. Ini berarti perintah untuk berada di rumah karena itu
mengundang wibawa dan kehormatan untuk istri.45
Seorang istri tidak boleh keluar dari rumahnya kecuali dengan izin
suaminya. Baik si istri keluar untuk mengunjungi kedua orangtuanya ataupun
untuk kebutuhan yang lain, sampai untuk keperluan shalat di masjid.
b. Taat kepada perintah-perintah suami, kecuali apabila melanggar
larangan Allah.
كنج آمرا أحدا ان يسجد لحد لمرث المرأة ان حسجد لزوجها لى
“Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka
aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya. (HR. Abu
Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)
45
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002. Vol. 11) hlm. 263
35
Kewajiban taat kepada suami hanyalah dalam hal-hal yang dibenarkan
agama, bukan dalam hal kemaksiatan kepada Allah SWT.Jika suami
menyuruh istri untuk berbuat maksiat, maka si istri harus
menolaknya.Diantara ketaatan istri kepada suaminya adalah tidak keluar
rumah, kecuali dengan seizinnya.46
Wanita shalihah senantiasa mentaati
keputusan yang diambil suaminya, bertaqwa kepada Tuhan, dan menjaga
rahasia suami, yang oleh Allah memang tidak boleh dibicarakan.47
c. Memelihara dan mendidik anak sebagai amanah Allah
Syariat Islam telah menjelaskan mengenai fungsi anak dan
pengaruhnya terhadap kehidupan keluarga, Allah SWT berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan
(bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (Q.S. At-Tagabun: 15)
Ayat diatas dapat diketahui bahwa fungsi anak di dalam kehidupan
keluarga adalah sebagai cobaan dan ujian bagi kehidupan suami-istri, sejauh
mana keduanya mampu memanfaatkan nikmat anak itu untuk taat dan patuh
kepada Allah atau sebaliknya anak itu laknat dan maksiat kepada-Nya.48
46
Abd Rahman Ghazaly, Fiqh Munakhat, (Jakarta: Prenada Media, 2003) hlm. 159 47
Mahmud ash-shabbagh, Keluarga Bahagia dalam Islam, hlm. 142 48
Abdul Qadir Jaelani, Keluarga Sakinah. (Surabaya: PT. Bina Ilmu Offset, 1995) hlm. 207
36
Wanita mempunyai peranan penting dalam melahirkan umat terbaik,
wanita harus menjadi istri yang baik, ibu yang baik dan sekolah yang baik.
Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Ibrahim Rahimahullah: “ibu
adalah sekolah, jika engkau mempersiapkannya maka ia akan mempersiapkan
generasi bermoral baik”49
d. Taat pada suami ketika diajak ke ranjang
Syariat islam telah mewajibkan kepada setiap istri dalam kondisi
objektif, baik biologis maupun psikologis untuk melayani suaminya dengan
baik, apabila diajak bersenggama. Istri dilarang menolak ajakan itu, kecuali
ketika haid, nifas, dan shaum (puasa).50
Hal ini sesuai dengan hadist Nabi Dari
Abu Hurairah RA, Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:
جل امرأحه الى فراشه فأبج ان حجىء لعنخها الملئكت حخى اذا دعا الر
حصبح
“Jika seorang pria mengajak istrinya ke ranjang, lantas si istri enggan
memenuhinya, maka malaikat akan melaknatnya hingga waktu Shubuh”
(HR. Bukhari dan Muslim)
49
Muhammad Albar, Wanita Karir dalam Timbangan Islam, (Jakarta: Daar Al-Muslim,
Beirut) hlm. 61 50
Abdul Qadir Djaelani.Keluarga Sakinah.hlm. 155
37
C. Hak dan Kewajiban Istri menurut hukum positif di Indonesia
1. Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Dalam UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan terdapat beberapa pasal
yang mengatur tentang hak dan kewajiban suami istri.Yaitu diantaranya dalam
Pasal 30, 31, 32, 33, 34. Dalam Pasal 30disebutkan mengenai dasar rumah tangga
antara suami dan istri yang berbunyi “Suami isteri memikul kewajiban yang luhur
untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan
masyarakat.” Dalam Pasal 31lebih ditekankan mengenai kedudukan baik suami
maupun kedudukan istri, yang diantaranya berbunyi “ (1) Hak dan kedudukan isteri
adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga
dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. (2) Masing-masing pihak berhak
untuk melakukan perbuatan hukum. (3) Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu
rumah tangga.”
Pasal 32 diatur mengenai tempat kediaman suami dan istri, yang berbunyi
sebagai berikut ”(1)Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap. (2)
Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan oleh
suami isteri bersama.”Dalam Pasal 33 berbunyi “Suami isteri wajib saling cinta-
mencintai hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu
kepada yang lain.”Selain itu pada Pasal 34 disebutkan mengenai kewajiban baik
suami maupun istri, serta konsekuensi yang dapat dijalankan apabila melalaikan
kewajibannya, yang berbunyi “(1) Suami wajib melindungi isterinya dan
memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan
38
kemampuannya. (2) Isteri wajib mengatur urusan rumah-tangga sebaik-baiknya. (3)
Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan
gugutan kepada Pengadilan.”
2. Kompilasi Hukum Islam
Berkaitan dengan kewajiban isteri, dalam Kompilasi Hukum Islam terdapat
dua pasal yang mengaturnya, yaitu diantaranya pada Pasal 83 yang berbunyi
“Kewajiban utama bagi seoarang isteri ialah berbakti lahir dan batin kepada suami
di dalam yang dibenarkan oleh hukum Islam. Isteri menyelenggarakan dan
mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya.”Dalam Pasal
84 lebih ditekankan mengenai konsekuensi yang diterima istri apabila tidak
menjalankan kewajibannya, yang berbunyi “(1) Isteri dapat dianggap nusyuz jika ia
tidak mau melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal
83 ayat (1) kecuali dengan alasan yang sah. (2) Selama isteri dalam nusyuz,
kewajiban suami terhadap isterinya tersebut pada pasal 80 ayat (4) huruf a dan b
tidak berlaku kecuali hal-hal untuk kepentingan anaknya. (3) Kewajiban suami
tersebut pada ayat (2) di atas berlaku kembali sesuadah isteri nusyuz. (4) Ketentuan
tentang ada atau tidak adanya nusyuz dari isteri harus didasarkan atas bukti yang
sah51
51
Departemen Agama R.I, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Islam, Kompilasi
Hukum Islam Di Indonesia, (1997/1998). hlm. 43-44
39
Baik Undang-undang Perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam telah
merumuskan secara jelas mengenai tujuan sebuah perkawinan, yaitu untuk
membentuk keluarga atau rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah
berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena suatu perkawinan merupakan
perbuatan hukum, maka tentu saja ia akan menimbulkan akibat hukum, yaitu
timbulnya hak-hak dan kewajiban-kewajiban.52
Dari pasal-pasal yang membahas mengenai hak dan kewajiban seorang istri
diatas, dapat diambil kesimpulan bahwasanya tidak terdapat aturan yang secara jelas
mengatur tentang bagaimana hak dan kewajiban seorang istri selaku wanita
karir.Dimana aturan tersebut seharusnya dianggap perlu untuk dicantumkan,
mengingat zaman sekarang dengan realitas yang ada, banyak sekali istri yang bekerja
diluar rumah karena tuntutan ekonomi. Apalagi bagi wanita karir yang terpaksa
untuk berpisah rumah baik dengan suami maupun dengan anak-anaknya, yang secara
tidak langsung akan menyebabkan sulitnya istri untuk mengatur urusan rumah
tangganya seperti yang termuat dalam pasal 34 ayat 2 Undang-Undang Perkawinan.
52
Yayan Sopyan, Islam Negara, (Jakarta: PT. Semesta Rakyat Merdeka, 2012, cet. 2)
hlm.127
40
BAB III
OBJEK PENELITIAN DAN KETENTUAN MUTASI
A. Profil Pengadilan Agama Denpasar
1. Sekilas tentang Pengadilan Agama Denpasar
Pengadilan Agama Denpasar berdiri sejak tahun 1972 yang pada awalnya
bertempat di jalan Imam Bonjol kota Denpasar, namun kemudian berpindah ke
Jln. Cokroaminoto Gg. Katalia I No. 2 Ubung, Denpasar, Provinsi Bali. Dengan
menempati gedung seluas 392,90 m² dan berlantai 2 (dua) bernuansa sentuhan
arsitektur khas Bali dengan tanah seluas 10.068 m² yang diperoleh dari proyek
APBN Departemen Agama. Adapun pembangunan gedung tersebut melalui
proyek bertahap yaitu sejak tahun 2000 dan selesai pada tahun 2004. Dan
digunakan sebagai kantor hingga saat ini.53
Kota Denpasar merupakan salah satu tujuan wisata dunia dengan
keeksotisan tempat-tempat wisatanya yang menarik minat turis lokal maupun
mancanegara untuk berkunjung maupun berinvenstasi di Bali. Interaksi antara
warga pendatang dengan masyarakat asli Bali, khususnya yang beragama Islam
menyebabkan terjadi perkawinan, sehingga segala hal yang timbul akibat adanya
hubungan keperdataan tersebut merupakan kewenangan Pengadilan Agama
Denpasar.54
53
Sejarah Pengadilan, diakses pada tanggal 9 Januari 2017 pukul 13.30 WITA dari
http://www.pa-denpasar.go.id/index.php/sejarah-pengadilan 54
Sejarah Pengadilan, diakses pada tanggal 9 Januari 2017 pukul 13.30 WITA dari
http://www.pa-denpasar.go.id/index.php/sejarah-pengadilan
41
Berdasarkan hasil laporan perkara, warga pendatang maupun warga negara
asing yang berperkara di Pengadilan Agama Denpasar setiap tahunnya mengalami
kenaikan yang signifikan.Karakteristik perkara yang masuk di Pengadilan Agama
Denpasar cukup variatif bahkan cenderung dinamis, hal ini disebabkan kondisi
masyarakat di Kota Denpasar yang heterogen. Dimaksudkan dengan variatif
dinamis karena perkara pada umumnya kumulatif yang terdiri dari perkara cerai
yang digabung dengan hadlonah dan harta bersama55
2. Wilayah Hukum Pengadilan Agama Denpasar
Luas wilayah hukum Pengadilan Agama Denpasar saat ini meliputi seluruh
kecamatan di kota Denpasar yang meliputi 4 Kecamatan dan 43 Desa. Adapun 4
kecamatan yang dimaksud diantaranya yaitu Denpasar Barat, Denpasar Timur,
Denpasar Selatan, dan Denpasar Utara.Dengan batas wilayah di Sebelah Utara
yaitu Kabupaten Badung, di Sebelah TimurKabupaten Gianyar, Sebelah
SelatanKabupaten Badung, dan Sebelah BaratKabupaten Tabanan.56
55
Sejarah Pengadilan, diakses pada tanggal 9 Januari 2017 pukul 13.30 WITA dari
http://www.pa-denpasar.go.id/index.php/sejarah-pengadilan 56
Wilayah hukum, diakses pada tanggal 9 Januari 2017 pukul 13.30 WITA dari
http://www.pa-denpasar.go.id/index.php/wilayah-hukum
42
3. Struktur Kepegawaian Pengadilan Agama Denpasar kelas IA
Struktur diatas menunjukkan bahwa jumlah hakim wanita di Pengadilan
Agama Denpasar ialah sebanyak 2 orang dari total keseluruhan Hakim yang
berjumlah 11 orang.
B. Profil Pengadilan Agama Badung
1. Sekilas tentang Pengadilan Agama Badung
Pada tahun 1992 dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1992
tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Denpasar maka IbuKota
43
Kabupaten Badung perlu dipindahkan dari wilayah Denpasar ke wilayah Kabupaten
Badung.57
Pengadilan Agama Badung termasuk Pengadilan Agama dalam wilayah
Pengadilan Tinggi Agama Mataram (yang pada saat ini selaku Ketua diijabat oleh Dr.
H. Bahruddin Muhammad, S.H., M.H.) Pengadilan Agama Badung diresmikan pada
bulan April 1999 sebagai konsekuensi dari pemekaran wilayah di Propinsi Bali pada
tahun 1992, yang sebelumnya Pengadilan Agama Denpasar mewilayahi yuridiksi
Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Dengan adanya pemekaran tersebut, maka
Pengadilan Agama Denpasar mewilayahi Kota Denpasar sedangkan Pengadilan
Agama Badung mewilayahi Kabupaten Badung yang terdiri dan 6 Kecamatan (16
Kelurahan dan 46 Desa).58
Saat ini personil Pengadilan Agama Badung berjumlah 22 orangtanpa tenaga
honorer.Yaitu terdiri dari 9 orang Hakim (Termasuk Ketua dan Wakil Ketua), dan 13
Pegawai.Yang pertama kali menjabat Ketua Pengadilan Agama Badung adalah Bapak
Drs. Asep Imaduddin, akan tetapi tidak lama kemudian beliau memilih pindah dan
menjadi Hakim di Pengadilan Agama Cianjur, kemudian pimpinan Pengadilan
Agama Badung dipimpin oleh Wakil Ketua ketika itu yaitu Bapak Drs. H. Ahmad
Shiddiq yang kemudian digantikan oleh Bapak Drs. H. Cecep Habibullah, SH. dan
selanjutnya digantikan oleh Drs. H. KT. Madhuddin Djamal, SH MM. Adapun saat
57
Penjelasan Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2009 Tentang
Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Badung Dari Wilayah Kota Denpasar Ke Wilayah Kecamatan
Mengwi Kabupaten Badung Provinsi Bali 58
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (LAKIP) Pengadilan Agama Badung
Tahun 2014, hlm. 1
44
ini jabatan Ketua Pengadilan Agama Badung dipegang oleh Bapak Drs. Moh. Hifni,
MA yang merupakan Ketua Kelima sejak Pengadilan Agama Badung berdiri, sebagai
wakilnya dijabat oleh Ibu Baiq Halkiyah, S.Ag., sedangkan Panitera/Sekretaris
dijabat oleh Mursal, SH.59
2. Wilayah Hukum Pengadilan Agama Badung
Kabupaten Badung terletak pada posisi 08°14'17" - 08
°50'57" Lintang Selatan
dan 115°05'02" - 115
°15' 09" Bujur Timur membentang di tengah-tengah Pulau
Bali. Secara administratif Kabupaten Badung terbagi menjadi 6 ( enam ) wilayah
Kecamatan yang menjadi wewenang yurisdiksi Pengadilan Agama Badung yaitu
terbentang dari bagian Utara ke Selatan yang terdiri dari 16 Kelurahan, 46 Desa, 369
Banjar Dinas, 164 Lingkungan 8 Banjar Dinas Persiapan dan 8 Lingkungan
Persiapan. Adapun 6 kecamatan yang dimaksud adalah sebagai berikut: a) Petang, b)
Abiansemal, c) Mengwi, d) Kuta, e) Kuta Utara, f) Kuta Selatan. Kabupaten Badung
berbatasan dengan Kabupaten Buleleng di sebelah utara, Kabupaten Tabanan di barat
dan di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bangli, Gianyar serta kota
Denpasar.60
59
Profil Pengadilan, diakses pada tanggal 30 Januari 2017 pukul 20.40 WITA dari pa-
badung.go.id/index.php/profile-pa-badung 60
Profil Wilayah Kabupaten Badung, diakses pada tanggal 30 Januari 2017 pukul 20.40
WITA dari http://badungkab.go.id/menu/2/wilayah.html
45
3. Struktur organisasi Pengadilan Agama Badung Kelas II61
Struktur diatas menunjukkan bahwa hakim wanita di Pengadilan Agama Badung
berjumlah 5 orang, yang terdiri dari 4 orang hakim dan 1 orang wakil ketua.
C. Profil Informan
1. Hakim Wanita di Pengadilan Agama Denpasar
a) Dra. Hj. Andi Bungawali, M.H. dengan golongan Pembina (IV/c). studi
pendidikan Menengah Tingkat Pertama di PGAN Ujung Pandang
Sulawesi Selatan, Pendidikan Menengah tingkat atas di PGAN Ujung
Pandang Sulawesi Selatan, Studi kesarjanaan S1 di peroleh dari IAIN
Alauddin Ujung Pandang Sulawesi Selatan, pendidikan S2 di peroleh dari
61
Struktur organisasi, diakses pada tanggal 30 Januari 2017 pukul 20.40 WITA dari pa-
badung.go.id/index.php/strukur-organisasi
46
Universitas Muslim Indonesia (UMI) Ujung Pandang Sulawesi Selatan.
Jumlah anak 4 orang, yang pertama berusia 28 tahun, kedua 26 tahun,
ketiga 23 tahun dan yang terakhir 17 tahun.62
b) Dra. Siti Nursalmi Muhammad. dengan golongan Pembina (IV/c). Studi
pendidikan Menengah Tingkat Pertama di MTsN kota Bima, Pendidikan
Menengah tingkat atas di PGAN Kota Bima, Studi kesarjanaan S1 di
peroleh dari IAIN Alauddin Ujung Pandang. Jumlah anak 4 orang, yang
pertama berusia 22 tahun, kedua telah meninggal dunia, ketiga 20 Tahun,
dan yang terakhir 16 tahun63
2. Hakim Wanita di Pengadilan Agama Badung
a) Baiq Halkiyah S.Ag., M.H., Jabatan wakil ketua Pengadilan Agama
Badung dengan golongan Pembina (IV/a). Studi pendidikan Menengah
Tingkat Pertama di SMPN 1 Praya Barat, Lombok Tengah Nusa
Tenggara Barat, Pendidikan Menengah tingkat atas di Madrasah Aliyah
Darunnajah Jakarta, Studi kesarjanaan S1 di peroleh dari Fak. Syariah
IAIN Sunan Ampel Mataram, dan pendidikanS2 di peroleh dari
Universitas Mataram. Memilki 3 orang anak yang pertama berusia 26
tahun, kedua 25 Tahun dan yang terakhir 15 tahun.64
62
Andi Bungawali, Hakim Wanita PA. Denpasar, Wawancara pribadi, Denpasar, 9 Januari
2017 pukul 10.00 WITA 63
Siti Nursalmi Muhammad, Hakim Wanita PA. Denpasar, Wawancara pribadi, Denpasar, 9
Januari 2017, pukul 13.00 WITA 64
Baiq Halkiyah, Wakil Ketua PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 11 Januari 2017
pukul 09.30 WITA
47
b) Hj. Mahmudah Hayati, S.Ag., M.H.I. Jabatan Hakim Madya Pratama
dengan golongan Pembina (IV/a). Studi pendidikan Menengah Tingkat
Pertama di Mts Nurul Hakim Kediri Lombok Barat Nusa Tenggara Barat,
Pendidikan Menengah tingkat atas di MA Nurul Hakim Kediri Lombok
Barat Nusa Tenggara Barat, Studi kesarjanaan S1 di peroleh dari Fak.
Syariah Universitas muhammadiyah Surakarta Jawa Tengah, dan
pendidikanS2 di peroleh dari Hk. Bisnis, IAIN Antasari Banjarmasin.
Memilki 3 orang anak yang pertama berusia 19 tahun, kedua 15 Tahun
dan yang terakhir 11 tahun.65
c) Hj. Maryani, S.H., Jabatan Hakim Madya Muda dengan golongan
Pembina (IV/b), Studi pendidikan Menengah Tingkat Pertama di SMP
XVI Udayana Denpasar, Pendidikan Menengah tingkat atas di SMEA
Negeri Denpasar, Studi kesarjanaan S1 di peroleh dari Univ.
Warmadewa. Memilki 3 orang anak yang pertama berusia 33 tahun,
kedua 30 Tahun dan yang terakhir 20 tahun66
d) Ema Fatma Nuris, S.H.I, Jabatan Hakim Madya Pratama dengan
golongan Penata Muda Tk.I (III/c), Studi pendidikan Menengah Tingkat
Pertama di SMPN I Pecangaan, Pendidikan Menengah tingkat atas di
MA. Darul Ulum, Purwogondo, Studi kesarjanaan S1 di peroleh dari
65
Mahmudah Hayati, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 12 Januari
2017, pukul 13.30 WITA 66
Maryani, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 13 Januari 2017, pukul
09.50 WITA
48
IAIN, Sunan Kalijaga Yogyakarta. Memilki 3 orang anak yang pertama
berusia 12 tahun, kedua 2,5 Tahun dan yang terakhir 6 bulan.67
e) Hapsah, S.H.I Jabatan Hakim Pratama Muda dengan golongan Penata
Muda Tk.I (III/b), Studi pendidikan Menengah Tingkat Pertama di Mts.
Darul Rahman, Jakarta, Pendidikan Menengah tingkat atas di MA. Darul
Rahman, Jakarta, Studi kesarjanaan S1 di peroleh dari UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Memilki 2 orang anak yang pertama berusia 9
tahun, dan yang kedua berusia 1 Tahun.68
D. Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama telah
menyebutkan bahwa tugas Pengadilan ialah tidak boleh menolak untuk memeriksa,
mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum
tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.69
Hakim dalam menjalankan tugasnya, memiliki kebebasan untuk membuat
keputusan terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh lainnya.70
Artinya hakim
67
Ema Fatma Nuris, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 11 Januari
2017 pukul 14.00 WITA 68
Hapsah, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 12 Januari 2017, pukul
10.40 WITA 69
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 16 Ayat (1)
dan lihat Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama Pasal 56 ayat (1) 70
Cik Hasan Bisri, Peradilan Islam Dalam Tatanan Masyarakat Indonesia, (Bandung :
Rosda Karya , 1997), hlm. 104.
49
sebagai unsur pengadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai
hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.71
Prinsip-prinsip dasar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim
diimplementasikan dalam 10 (sepuluh) aturan perilaku yaitu:Berperilaku Adil,
Berperilaku Jujur, Berperilaku Arif Dan Bijaksana, Bersikap Mandiri, Berintegritas
Tinggi, Bertanggungjawab, Menjunjung Tinggi Harga Diri, Berdisiplin Tinggi,
Berprilaku Rendah Hati, Bersikap Profesional.72
E. Pandangan Hakim Wanita Terkait Hak Dan Kewajiban Istri Bagi Wanita
Karir
Penulis telah melakukan wawancara dengan 7 (tujuh) orang hakim wanita di
Pengadilan Agama Denpasar dan Badung terkait pandangan mereka terhadap hak dan
kewajiban seorang istri selaku wanita karir, dandari wawancara tersebut dapat
disimpulkan bahwasanya terdapat kesamaan persepsi mengenai tanggungjawabnya
selaku istri yang juga wanita karir, walaupun dengan bahasa yang berbeda namun
secara tegas dinyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan pandangan mengenai hak
dan kewajiban dalam rumah tangga antara seorang ibu rumah tangga dengan istri
wanita karir, sekalipun pada praktiknya diakui bahwa wanita karir tidak dapat
melaksanakan kewajibannya secara maksimal. Akan tetapi menurut mereka urusan
rumah tangga tetap menjadi tanggungjawab seorang istri.
71
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 28 Ayat (1) 72
Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor
047/KMA/SKB/IV/2009 dan 02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim
50
Argumen menarik dapat dipetik dari wawancara penulis dengan para hakim
wanita mengenai hal diatas, salah satunya ialah yang dituturkan oleh Baiq Halkiyah,
S.Ag, M.H yaitu
Tidak ada perbedaan, hak dan kewajiban sebagai wanita karir dan sebagai ibu
rumah tangga harus dilaksanakan sejalan, bukan berarti dengan menjadi wanita karir
menjadikan kita lepas tanggung jawab pada urusan rumah, tidak seperti itu.Dengan
menjadi wanita karir kita juga harus siap untuk melakoni peran ganda atau dua
tanggungjawab.Urusan rumah tangga tidak boleh juga dikesampingkan.Memang
dengan memilih menjadi wanita karir konsekuensi yang harus dirasakan ialah waktu
untuk keluarga jadi sangat berkurang ya wajar kalau pelaksanaan tanggungjawab
terhadap keluarga jadi berkuang tidak sesempurna ibu rumah tangga yang lainnya,
namun dibalik itu ada kebanggaan tersendiri loh, kita dapat membantu ekonomi
keluarga namun kita juga masih memiliki kesempatan untuk bertanggungjawab
mengurusi keluarga, disitulah kelebihan wanita karir.73
Selain itu ketujuh informan yang peneliti wawancarai ketika ditanya mengenai
gugurnya hak nafkah dari suami, mereka memiliki jawaban yang serupa.Diantaranya
Seperti yang diungkapkan oleh Hj. Maryani, S.H. yaitu “setelah melakukan
kewajibannya, istri juga berhak mendapatkan haknya, termasuk juga hak untuk
mendapatkan nafkah” adapun mengenai besar kecilnya nafkah tersebut beliau
berpendapat bahwa “untuk besar kecilnya ya itu harus di musyawarahkan, yang
terpenting adalah tanggungjawab suami untuk tetap menafkahi istrinya”.74
Selain itu
Hapsah S.Hi juga menyatakan bahwa “suami masih harus memberikan hak nafkah
kepada istri, walaupun misalnya penghasilan suami lebih kecil dan istrinya lebih
besar tetap harus ada nafkah untuk istri, seberapapun suami mampu menafkahi itu
73
Baiq Halkiyah, Wakil Ketua PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 11 Januari 2017
pukul 09.30 WITA 74
Maryani, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 13 Januari 2017, pukul
09.50 WITA
51
tidak dipermasalahkan yang diutamakan ialah pemenuhan hak istri yang berupa
nafkah itu.”75
Kesimpulan penulis dari wawancara yang telah dilakukan, bahwasanya
tidaklah gugur hak nafkahistri bagi wanita karir, karena istri yang berkarir sifatnya
hanya untuk membantu ekonomi keluarga, jadi hak nafkah tetap tidak boleh gugur
hanya karena istri memiliki penghasilan sendiri.
F. Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang
Pembaruan Pola Promosi Dan Mutasi Hakim Di Lingkungan Peradilan
Agama
Pola promosi dan mutasi hakim Peradilan Agama yang berlaku dan
dilaksankan selama ini berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989
Tentang Peradilan Agama (yang sudah mengalami dua kali perubahan melalui
Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 dan Undang-undang Nomor 50 tahun 2009),
dan juga keputusan Dirjen Badan Peradilan Agama Nomor
2246/DJA/OT.01.3/SK/XI/2013 Tentang Pedoman Pola Karir Tenaga Teknis
Peradilan Agama. Oleh karena itu perlu adanya penetapan Keputusan Ketua
Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang Pembaruan Pola Promosi dan Mutasi
Hakim di Lingkungan Peradilan Agama, untuk memperbarui pedoman yang sudah
75
Hapsah, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 12 Januari 2017, pukul
10.40 WITA
52
berjalan selama ini agar selaras dengan perubahan dan perkembangan yang sudah
terjadi di lingkungan Peradilan Agama.76
Promosi diartikan sebagai perpindahan tugas seorang hakim atau pimpinan
pengadilan ke jabatan yang lebih tinggi atau perpindahan tugas ke Pengadilan dengan
kelas yang lebih tinggi.Sedangkan mutasi (alih tempat) adalah perpindahan tugas
seorang hakim atau pimpinan Pengadilan dari satu tempat ke tempat tugas baru,
dalam posisi jabatan yang tetap sebagai hakim, wakil ketua atau ketua Pengadilan.
Adapun tujuannya antara lain untuk mengisi kekosongan formasi suatu Pengadilan,
sebagai penyegaran bagi hakim yang bersangkutan agar proses pelaksanaan tugas
pokok dalam memberikan pelayanan hukum dan keadilan kepada masyarakat dapat
berjalan optimal, untuk mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di
lingkungan Peradilan Agama, untuk memberikan pengalama regional dan nasional
bagi hakim yang bersangkutan, untuk proses pembinaan karir hakim yang
berimplikasi terhadap peningkatan motivasi dan kinerja hakim, dan sebagai bentuk
pelaksanaan prinsip reward dan punishment.77
Promosi dan Mutasi dilaksanakan sesuai dengan pengalaman tugas serta
mempertimbangkan kemampuan yang dimiliki oleh hakim yang
bersangkutan.Kemampuan teknis, integritas, kinerja/prestasi kerja, kualifikasi
pendidikan serta pengalaman pendidikan dan pelatihan juga merupakan faktor yang
76
Lampiran I Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang
Pembaruan Pola Promosi dan Mutasi Hakim di Lingkungan Peradilan Agama. 77
Lampiran I Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang
Pembaruan Pola Promosi dan Mutasi Hakim di Lingkungan Peradilan Agama.
53
harus dipertimbangkan. Setiap hakim mempunyai kesempatan yang sama dalam hal
pelaksanaan mutasi dan promosi jabatan.78
Adapun sifat Mutasi dan Promosi dibagi menjadi beberapa aturan yang di
kelompokkan sebagai berikut:
Mutasi untuk kepentingan dinas
Mutasi untuk kebutuhan pribadi
Pelaksanaan tugas, sejak hasil rapat mutasi diumumkan secara resmi,
maka hakim yang dimutasikan tidak diberikan perkara baru. Dan
pelaksanaan tugas di tempat baru dilakukan paling lambat 1 (satu)
bulan sejak hakim tersebut menerima SK Promosi / mutasi79
Adapun jenis Promosi dan Mutasi diantaranya: Penempatan calon hakim
sebagai hakim, Mutasi Hakim pada Pengadilan Agama / Mahkamah Syar‟iyah kelas
II, Mutasi Hakim pada Pengadilan Agama / Mahkamah Syar‟iyah kelas IB, Mutasi
Hakim pada Pengadilan Agama / Mahkamah Syar‟iyah kelas IA, Mutasi Hakim pada
Pengadilan Agama / Mahkamah Syar‟iyah kelas IA Tertentu, Hakim Pengadilan
Tinggi Agama / Mahkamah Syar‟iyah Aceh, Persyaratan untuk menduduki jabatan
Pimpinan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar‟iyah kelas II, Persyaratan untuk
menduduki jabatan Pimpinan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar‟iyah kelas IB,
Persyaratan untuk menduduki jabatan Pimpinan Pengadilan Agama / Mahkamah
78
Lampiran I Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang
Pembaruan Pola Promosi dan Mutasi Hakim di Lingkungan Peradilan Agama. 79
Lampiran I Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang
Pembaruan Pola Promosi dan Mutasi Hakim di Lingkungan Peradilan Agama.
54
Syar‟iyah kelas IA Tertentu dan Kelas IA, Persyaratan untuk menduduki jabatan
Pimpinan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar‟iyah Aceh, Persyaratan hakim yang
akan ditempatkan sebagai hakim yang dipekerjakan pada Mahkamah Agung untuk
tugas-tugas Peradilan/ Yustisial.80
80
Lampiran I Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang
Pembaruan Pola Promosi dan Mutasi Hakim di Lingkungan Peradilan Agama.
55
BAB IV
ANALISIS PEMENUHAN HAK DAN KEWAJIBAN SEBAGAI ISTRI BAGI
HAKIM WANITA PASCA PEMBARUAN POLA MUTASI DI PENGADILAN
AGAMA
A. Pandangan Hakim Wanita Berkaitan Dengan Aturan Mutasi Di Pengadilan
Agama
Menurut salah seorang hakim agung yaitu Irfan Fachruddin dalam tulisannya
yang berjudul Model Ideal Promosi dan Mutasi Aparatur Peradilan Agamapada
Jurnal Hukum Dan Peradilan, mengatakan bahwaterdapat kekurangan prinsip tour of
duty dan tour of areaini, diantaranya :
1. Menyedot anggaran negara yang tidak sedikit guna merealisasikan
perpindahan.
2. Tour of duty dan tour of area adalah membuka peluang praktek kolusi antara
hakim dengan pihak yang memiliki kewenangan untuk memutuskan mutasi.
3. Tidak mendorong hakim untuk berprilaku positif, karena tidak khawatir nama
baiknya tercoreng di masyarakat setempat karena selalu punya kesempatan
pindah ke daerah lain dan memulai hidup baru.
4. Berdampak yang kurang baik bagi keluarga hakim yang telah berkeluarga.
5. Prinsip tour of duty dan tour of area menyebabkan tidak tertariknya
mahasiswa Fakultas Hukum yang berkualitas menonjol untuk menjadi calon
hakim. Karena ia sudah membayangkan bahwa akan hidup berpindah-pindah
56
dari suatu tempat ketempat lain tanpa dapat merencanakannya sendiri. Kecuali
harus berkolusi dan membina kedekatan dengan otoritas dan menyingkirkan
jauh-jauh suara hati.
6. Prinsip tour of area adalah berpotensi untuk mengekang independensi
peradilan. Karena itu di beberapa negara bahkan di negara civil law, tidak
merekomendasaikan perpindahan hakim dari suatu wilayah ke wilayah lain.
Kelemahan ini bukan tidak beralasan, hal ini dirasakan oleh hakim kita pada
masa pembinaan dua atap. Putusan pengadilan yang tidak sesuai dengan
kehendakpemegang otoritas akan berakibat mutasi ke daerah terpencil.
7. Prinsip tour of area tidak mendorong munculnya hakim-hakim yang berasal
dari putra daerah yang berkeinginan untuk hanya bertugas di wilayah tempat
asal mereka atau di wilayah sekitarnya.
8. Prinsip tour of area membuat komposisi hakim pada pengadilan kelas II
(kecil) senioritasnya tidak bertingkat. Terputus generasi antara pimpinan dan
hakim-hakim yunior. Bukankah pada pengadilan harus ada pimpinan, hakim
senior dan hakim yunior. Supaya tetap ada pembinaan pimpinan dan hakim
senior terhadap hakim yang lebih yunior.81
Irfan Fakhruddin pada intinya menyatakan bahwa pelaksanaan promosi dan
mutasi sudah berjalan dengan relatif baik, namun demikian masih perlu adanya
perbaikan karena kadang kala dirasakan tidak adil,Tidak jarang pula terjadi hakim
81
Irfan Fachruddin, “Model Ideal Promosi dan Mutasi Aparatur Peradilan Indonesia”, Jurnal
Hukum Dan Peradilan, Vol 1, No 1 (2012), Diakses pada tanggal 3 April 2017, pukul 17.50 dari
http://www.jurnalhukumdanperadilan.org/index.php/jurnalhukumperadilan/article/view/147
57
yang dipandang sangat layak oleh rekan-rekannya tidak mendapat promosi dan
mutasi yang patut sedangkan sebaliknya hakim yang dinilai kurang baik dan
bermasalah mendapat promosi yang sangat baik, Tidak konsistennya antara pola yang
berlaku atau janji yang disampaikan secara lisan berbeda dengan pelaksnaan di
lapangan, Banyak terjadi pasca promosi dan mutasi hakim penurunan kualitas hidup
karena tidak adanya fasilitas perumahan dan perlengkapannya, serta berpisah dengan
isteri/suami dan anak-anak, selain itu adanya perbedaan perlakuan yang dirasakan
para hakim berdasarkan kepada hubungan kenal dan tidak kenal.82
Berkaitan dengan hal diatas Hakim wanita di Pengadilan Agama Denpasar dan
Badung memiliki berbagai pandangan terkait KMA No. 192/KMA/SK/XI/2014
Tentang Pembaruan Pola Promosi dan Mutasi Hakim di Lingkungan Peradilan
Agama, berdasarkan wawancara yang telah penulis lakukan dapat ditarik 2 argumen
pokok, yaitu disatu sisi regulasi ini berdampak baik bagi kinerja para hakim
dikarenakan akan memotivasi hakim agar semakin meningkatkan kinerjanya dan
menghindari adanya KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dengan adanya
penyegaran lingkungan kerja. Namun di sisi lainnya regulasi ini memisahkan antara
suami dengan istri, ibu dengan anaknya, dan anak-anak yang masih bersekolahpun
turut dipaksa berpisah dengan teman-temannya dan harus beradaptasi dengan teman-
teman dan lingkungan yang baru.Seperti yang diungkapkan oleh Dra. Hj. Andi
Bungawali, M.H,
82
Irfan Fachruddin, Model Ideal Promosi dan Mutasi Aparatur Peradilan Indonesia, Jurnal
Hukum Dan Peradilan Vol 1, No 1 (2012), hlm. 119-120.
58
“Sudah bagus sih, Ada sisi baiknya dengan ada aturan mutasi ini maka ada
penyegaran dalam lingkungan kerja hakim khususnya, tapi ya buruknya juga sudah
pasti ada, ya itu jadi jauh dengan keluarga, apalagi kalo harus ditempatkan didaerah
yang terpencil kan susah juga kalau mau kemana-mana tanpa suami, ya jadi harus
mandiri, tapi namanya sudah konsekuensi tetap harus dijalankan bagaimanapun
keadaanya”.83
Dengan aturan mutasi terbaru yang dikeluarkan oleh MA yaitu KMA No.
192/KMA/SK/XI/2014 ini oleh sebagian hakim yang penulis wawancarai dianggap
telah cukup mengakomodir keinginan para hakim untuk menjaga keutuhan rumah
tangganya dengan memberikan ruang bagi hakim tersebut untuk mengajukan mutasi,
namun pada praktiknya realisasi dari Surat Keputusan tersebut belum berlaku secara
merata dan maksimal. Seperti yang di ungkapkan oleh Hapsah S.Hi “Bagus, itu salah
satu upaya Mahkamah Agung untuk membenahi sistem mutasi yang selama ini
dikeluhkan oleh para hakim, namun saya kira realisasi dari Surat Keputusan itu belum
berlaku secara merata terhadap para hakim itu sendiri.”84
B. Dampak Aturan Mutasi Terhadap Peranan Hakim Wanita Sebagai Istri
Ibu rumah tangga pada dasarnya memiliki 2 tipe peranan, pertama, peranan
ibu rumah tangga seutuhnya yakni dalam hal pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan
pemeliharaan hidup seperti pemenuhan kebutuhan semua anggota keluarga seperti
memasak, mendidik anak-anak dan melayani suami, kedua peranan ibu rumah tangga
yang mempunyai peran ganda, yaitu perubahan dalam hal mencari nafkah,
83
Andi Bungawali, Hakim Wanita PA. Denpasar, Wawancara pribadi, Denpasar, 9 Januari
2017 pukul 10.00 WITA 84
Hapsah, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 12 Januari 2017, pukul
10.40 WITA
59
samahalnya berprofesi menjadi hakim wanita seperti bahasan pada tulisan ini. Dalam
hal ini jelas terlihat bahwa ibu-ibu rumah tangga yang notabene-nyaharus
menjalankan fungsi-fungsi keluarga harus berperan sebagai pekerja di sektor publik
seperti halnya laki-laki.85
Peran ganda bagi wanita karier bukanlah situasi yang mudah untuk
diselesaikan. Kedua peran tersebut menuntut kinerja yang sama baiknya. Apabila
wanita karier lebih memprioritaskan pekerjaan, maka ia dapat mengorbankan banyak
hal untuk keluarganya. Sebaliknya apabila wanita karier lebih memprioritaskan
keluarga, maka ia cenderung akan menurunkan kinerjanya di dalam pekerjaan. inilah
yang disebut konflik keluarga dan pekerjaan.86
Pekerjaan domestik rumah tangga dianggap menjadi tanggungjawab kaum
perempuan, yang mengakibatkan kaum perempuan harus menanggung semua beban
pekerjaan domestik.Pemberian beban kerja ini dirasakan sangat berat bagi kaum
perempuan, terutama bagi perempuan pekerja,87
sebab mereka selain dituntut mampu
menyelesaikan tugas-tugas rumah tangga yang di masyarakat selalu dipersepsikan
sebagai kewajiban perempuan, mereka juga harus menunjukkan prestasi kerja yang
baik di tempat kerja. Timbullah istilah ”beban ganda / Double Burden” bagi
perempuan pekerja. Sebaliknya, bagi laki-laki pekerja, tidak ada istilah ”beban
85
Eva Meizara Puspita Dewi, “Pengasuhan Ibu Berkarir dan Internalisasi Nilai Karir Pada
Remaja”Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, Vol. 03, No. 01 Januari 2015, hlm. 169. Diakses pada 4
April 2017 pukul 14.00 WIB dari http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jipt 86
Siti Ermawati, “Peran Ganda Wanita Karier (Konflik Peran Ganda Wanita Karier
ditinjau dalam Prespektif Islam)”, Jurnal Edutama, Vol. 2 No. 2 Januari 2016.hlm. 60, diakses pada
tanggal 7 April pukul 10.09 dari ejurnal.ikippgribojonegoro.ac.id/index.php 87
M. Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar) 1999,
hlm. 21
60
ganda” karena mereka pada umumnya, memang tidak bekerja ganda karena mereka
tidak dituntut untuk menyelesaikan tugas-tugas rumah tangga, sebagaimana halnya
perempuan.88
Namun dapat dilihat pada keluarga yang istrinya bekerja, maka peran
suami juga bertambah karena pembagian tugas dan peran dalam keluarga terjadi
perubahan.Namun demikian, banyak juga terjadi meskipun para istri sudah berperan
ganda, tetapi suami tidak bersedia membantu istrinya di ranah domestik.Para suami
masih tetap menjalankan perannya sesuai dengan harapan masyarakat, yaitu sebagai
laki-laki pencari nafkah.89
Perubahan peran seringkali menimbulkan ketegangan antara suami dan istri
dalam keluarga.Meskipun demikian, perempuan lebih sering mengalami ketegangan
dalam dinamika antara tugas pekerjaan di dunia domestik dan dunia publik
dibandingkan dengan laki-laki, terutama dalam pembagian waktu dan tanggung
jawab.90
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, berikut wawancara penulis dengan
beberapa informan hakim wanita mengenai dampak aturan mutasi terhadap rumah
tangga dan pemenuhan hak serta kewajibannya.Menurut Baiq Halkiyah, S.Ag,
M.Hyaitu “Peran sebagai istri tentunya menjadi kurang maksimal, hak dan
kewajibannya pun menjadi tidak bisa dijalankan sebagaimana mestinya jika
88
Anita Rahmawaty, “Harmoni dalam Keluarga Perempuan karir”, Jurnal PALASTREN, Vol.
8, No. 1, Juni 2015, hlm. 11. Diakses pada tanggal 4 April 2017, pukul 14.20 dari
journal.stainkudus.ac.id/index.php/Palastren/article/viewFile/ 89
Anita Rahmawaty, “Harmoni dalam Keluarga Perempuan karir”, Jurnal PALASTREN. hlm.
17 90
Dien Sumiyatiningsih, ”Pergeseran Peran Laki-Laki dan Perempuan dalam Kajian
Feminis”, WASKITA Jurnal Studi Agama dan Masyarakat Vol4, No 2 (2013), hlm. 146. Diakses pada
7 April 2017 pukul 11.51 dari ejournal.uksw.edu/waskita/article/download/
61
kondisinya berjauhan seperti ini.kalau untuk anak-anak sih dampaknya tidak begitu
terasa, karena anak-anak sudah pada besar dan bersekolah di pesantren.”91
Sedangkan
menurut Ema Fatma Nuris S.H.I adalah “Peran sebagai istri menjadi kurang
maksimal jika jauh dari suami dan juga menjadi tidak bisa mendampingi suami, kalau
terhadap anak-anak tidak terlalu berdampak banyak karena situasinya anak-anak saya
ikut dengan saya pindah.”92
Pendapat serupa dikemukakan oleh Hapsah S.H.Iyaitu
Kalau peran sebagai istri sih jadi kurang maksimal ke suami saya, karena jadi
tidak bisa melayani dan menyiapkan kebutuhan suami setiap hari, apalagi ketika saya
ditempatkan di PA. Selayar kebetulan disana sinyal agak susah, komunikasi ke suami
juga terbatas, ketika itu anak saya baru satu dan itu juga ikut dengan saya disana jadi
kalau untuk peran sebagai ibu saya rasa tidak banyak berubah, hanya saja harus bisa
menjadi sosok ayah juga buat dia karena ayahnya kan waktu itu tidak tinggal bersama
kami.93
MenurutHj. Mahmudah Hayati, S.Ag., M.H.I“Hubungan antara suami istri
jadi kurang optimal karena terpisahnya jarak, jadi susah komunikasi paling hanya
lewat telefon, terhadap anak-anak Tidak banyak yang berubah, karena anak-anak saya
ikut pindah bersama saya”.94
Sedangkan Hj. Maryani, S.Hberpendapat “Kalau untuk
suami istri jadi kurang optimal karena jarak yang jauh, perasaan sepi sedih juga pasti
ada, jauh dari anak-anak, jauh dari keluarga juga. Tapi karena tugas tetap harus
dijalankan”.95
Menurut Dra. Hj. Andi Bungawali, M.H “Ya pastinya sangat
91
Baiq Halkiyah, Wakil Ketua PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 11 Januari 2017
pukul 09.30 WITA 92
Ema Fatma Nuris, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 11 Januari
2017 pukul 14.00 WITA 93
Hapsah, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 12 Januari 2017, pukul
10.40 WITA 94
Mahmudah Hayati, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 12 Januari
2017, pukul 13.30 WITA 95
Maryani, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 13 Januari 2017, pukul
09.50 WITA
62
menyulitkan jadi tidak bisa terus-terusanlah untuk melayani suami, tidak bisa
mendampingi secara fisik juga, kalau dampak terhadap anak-anak “terpaksa saya juga
jadi tidak bisa secara fisik menemani mereka belajar, tidak bisa memantau anak
secara leluasa, dan pastinya peran sebagai orang tua pun tidak dapat terealisasikan
dengan baik”96
sedangkan menurut Dra. Siti Nursalmi Muhammad“Yang jelas
kondisinya sudah tidak seperti biasanya, ibu tidak bisa lagi menyiapkan makanan
untuk suami dan anak-anak, terutama sudah jarang untuk melayani suami. Sudah
tidak bisa lagi memberikan kasih sayang dengan baik, Kalau secara fisik susah untuk
memenuhi apa yang harus di lakukan seorang istri”.97
Hasil wawancara penulis dengan ketujuh informan yang terdiri dari hakim-
hakim wanita di Pengadilan Agama, dapat ditarik kesimpulan bahwa dampak yang
dirasakan terhadap rumah tangganya pasca pengesahan aturan Mutasi oleh
Mahkamah Agung adalah peran sebagai istri menjadi kurang maksimal, dalam hal ini
hubungan antara suami dan istri menjadi kurang optimal karena harus tinggal
berjauhan. Sementara itu dampaknya terhadap anak-anak ada beberapa hakim yang
berkaitan dengan hal ini tidak terlalu berdampak banyak, dikarenakan anak masih
ikut pindah mengikuti tempat dinas hakim wanita tersebut. Selain itu terdapat salah
satu hakim yang anaknya bersekolah di pesantren sehingga tidak berimbas dengan
harus berpindah-pindah sekolah mengikuti tempat dinas ibunya.
96
Andi Bungawali, Hakim Wanita PA. Denpasar, Wawancara pribadi, Denpasar, 9 Januari
2017 pukul 10.00 WITA 97
Siti Nursalmi Muhammad, Hakim Wanita PA. Denpasar, Wawancara pribadi, Denpasar, 9
Januari 2017, pukul 13.00 WITA
.
63
Al-Hatimi menyatakan bahwa wanita boleh bekerja, bahkan diperbolehkan
menduduki jabatan strategis/peranan penting masyarakat dengan catatan tetap tunduk
pada ajaran syariat yang menghidupi kesuciannya serta tidak menelantarkan peran
utamanya sebagai ibu rumah tangga. Pendapat ini bertolak dari fakta historis tentang
partisipasi para wanita di zaman Nabi SAW, dalam peperangan, misalnya:
“mengangkat/menyediakan air minum para prajurit yang sakit, menjaga dan
memelihara kendaraan, memata-matai musuh, menjahit pakaian dan sebagainya”98
Sementara itu apabila dikaitkan dengansalah satu kewajiban istri yang
disebutkan dalam penggalan surat Al-Ahzab ayat 33 yaitu berdiam diri di rumah, Al-
Maududi menulis bahwa tempat wanita di rumah bukan berarti dilarang bekerja di
luar rumah, pembebasan dari pekerjaan luar rumah dimaksudkan agar mereka dapat
berkonsentrasi dan terhormat dalam menunaikan kewajiban rumah tangga. Karena itu
jika emamng dibutuhkan, boleh saja ia bekerja di luar rumah asal menjaga kesucian
diri dan menjaga rasa malu.Muhammad Qutub memaparkan bahwa wanita bekerja
tidak menjadi masalah namun Islam cenderung tidak mendorong wanita bekerja di
luar rumah kecuali untuk pekerjaan yang sangat perlu, atau karena tidak ada yang
membiayai kehidupannya, atau karena yang menanggung kebutuhannya tidak mampu
mencukupi kebutuhannya.99
98
Moenawar khalil, nilai wanita, (Solo: Ramadhani, 1989, Cet. IV) hlm. 81 99
M. Qurais Shihab, “Kodrat perempuan versus norma kultural” dalam Siti Muri‟ah, Ed.
Wanita Karir dalam Bingkai Islam, hlm. 201
64
C. Pemenuhan Hak Dan Kewajiban Hakim Wanita Sebagai Istri Pasca
Aturan Mutasi
Pasangan wanita karir biasanya akan mempekerjakan pembantu rumah tangga
(pramuwisma) untuk mengatasi menumpuknya pekerjaan rumah tangga. Namun
dengan cara ini bukan berarti bahwa masalah tugas-tugas rumah tangga dapat
terselesaikan begitu saja. Pembantu rumah tangga hanya dapat mengerjakan
pekerjaan rutin harian yang cukup banyak menyita waktu, seperti membersihkan
rumah, mencuci pakaian, menyetrika, memasak, membersihkan kebun, dan
sebagainya. Sementara, banyak pekerjaan rumah tangga lain yang berhubungan
dengan mengurus suami serta pengasuhan dan pendidikan anak tidak bisa diserahkan
kepada pembantu rumah tangga.100
Pertanyaannya adalah bagaimanakah mengenai pasangan suami istri yang
karena profesinya maka diharuskan untuk tinggal berjauh-jauhan, seperti hakim
wanita yang di mutasi sehingga tidak tinggal serumah dengan keluarganya. Berikut
ulasan wawancara penulis dengan tujuhorang informan hakim wanita tentang
bagaimana cara pemenuhan hak dan kewajibannya pascadisahkan aturan mutasi
Hakim Pengadilan Agama oleh Mahkamah Agung.
Baiq Halkiyah, S.Ag, M.Hmenuturkan tentang cara untuk memenuhi
kewajibannya dalam rumah tangga yaitu
“Kewajiban sebagai istri tetap dipenuhi sesuai kesepakatan dan sesuai
kondisinya, setidaknya dalam satu bulan saya menyempatkan diri beberapa kali
100
Anita Rahmawaty, Harmoni dalam Keluarga Perempuan karir, jurnal PALASTREN: hlm.
13.
65
pulang untuk bertemu keluarga.Selain itu kewajiban istri untuk menjaga kehormatan
diri di tempat kerja juga tetap di laksanakan sebaik mungkin.Berkaitan dengan anak-
anak “tetap diusahakan untuk dipenuhi terutama curahan kasih sayang dan perhatian
kepada mereka dengan selalu menghubungi via telfon dan menjenguk mereka.”101
Sedangkan pola pemenuhan hak dan kewajiban menurut Ema Fatma Nuris
S.H.I yaitu “ketika berpisah jauh dari suami yang paling penting sih menjaga
komunikasi, jangan sampai putus komunikasi.Kalau untuk anak-anak berhubung
mereka ikut dengan saya pindah jadi caranya berusaha menjadi sosok ibu dan ayah
sekaligus”.102
Pola pemenuhan hak dan kewajiban menurut Hapsah, S.Hi
“Caranya ya pasti komunikasi yang terpenting, jangan putus komunikasi
walaupun keadaanya susah sinyal atau sesibuk-sibuknya harus selalu di sempatkan
untuk berkomunikasi dengan suami atau keluarga. Selain menjaga rumah tangga tetap
harmonis dengan selalu ngasih kabar kita juga jadi merasa terjaga, jadi komunikasi
itu menurut saya yang paling penting sih.Kalau sekarang ini kebetulan suami saya
ikut pindah ke Bali jadi bisa sekalian jagain anak-anak.”.103
Sedangkan menurut Hj. Mahmudah Hayati S.Ag, M.Hiyaitu
Harus sering berkomunikasi memberi kabar baik itu via telfon atau media
sosial, karena bagaimanapun juga tetap merupakan suami istri jadi masih punya
tanggungjawab satu sama lain, jadi tidak bisa lepas begitu saja walaupun tidak sering
bertemu, kalau terhadap anak-anakSaya berperan ganda sebagai ibu dan ayah agar
anak-anak tidak kehilangan figur ayahnya yang berpisah tempat tinggal, dengan cara
mendidik dan mengajar apa yang seharusnya diajari dan dilakukan seorang ayah
terhadap anaknya”.104
Pendapat serupa disampaikan oleh Hj. Maryani, S.H “Kalau lagi jauh ya
mengandalkan telefon saja, liburan baru bisa ketemu atau sabtu minggu pulang buat
101
Baiq Halkiyah, Wakil Ketua PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 11 Januari 2017
pukul 09.30 WITA 102
Ema Fatma Nuris, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 11 Januari
2017 pukul 14.00 WITA 103
Hapsah, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 12 Januari 2017, pukul
10.40 WITA 104
Mahmudah Hayati, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 12 Januari
2017, pukul 13.30 WITA
66
kumpul-kumpul sama keluarga”.105
Sedangkan menurut Dra. Hj. Andi Bungawali,
M.H yaitu
Caranya tetap menyediakan kebutuhan materilnya setiap ada hari libur tiap
bulan, Peran elektronik juga sangat besar seperti yang tadi diatas, bahwa dengan
adanya handphone sekarang setiap saat bisa berkomunikasi. selain itu setiap ada
liburan atau minimal ketika weekend saya usahakan pulang untuk bertemu mereka.
Bahkan jika diperlukan cuti untuk kumpul bareng sama anak-anak ketika mereka
liburan misalnya janjian rekreasi dimana yang kita inginkan, anak-anak juga sudah
pada dewasa jadinya mereka sudah pada paham.106
Pendapat terakhir mengenai pola relasi pemenuhan Hak dan Kewajban dalam
rumah tangga menurut Dra. St. Nursalmi Muhammadyaitu
Ya caranya seperti tadi yang dijelaskan Setiap bulan segala kebutuhan suami
dan anak-anak harus diperhatikan seperti makanan dan minuman dll. Dan setiap
waktu tetap menyempatkan komunikasi atau sekedar tanya kabar, karena dengan
kondisi begini komunikasi merupakan hal yang sangat terasa sekali urgensinya.
Komunikasi lewat telefon itu penting sekali, karena kalau sudah jauh kemudian
jarang komunikasi itu bagaimana, anak-anak bisa saja kehilangan sosok ibunya,
seolah ibunya sudah tidak memperhatikan lagi.Kan naudzubillah jangan sampai
seperti itu.Jadi intinya tetap menjaga komunikasi.107
Pada intinya ketujuh informan yang sudah penulis wawancarai berkaitan
dengan bagaimana pola Relasi Pemenuhan Hak Dan Kewajiban Dalam Rumah
Tangganya Pasca Pembaruan Aturan Mutasi menuturkanhal yang serupa yaitu bahwa
menjaga komunikasi merupakan sesuatu yang sangat penting, mengingat jauhnya
jarak maka dengan komunikasi akan menjadikan hubungan rumah tangga tetap utuh.
Selain itucara lainnya ialah dengan mengusahakan waktu luang untuk berkumpul
105
Maryani, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 13 Januari 2017, pukul
09.50 WITA 106
Andi Bungawali, Hakim Wanita PA. Denpasar, Wawancara pribadi, Denpasar, 9 Januari
2017 pukul 10.00 WITA 107
Siti Nursalmi Muhammad, Hakim Wanita PA. Denpasar, Wawancara pribadi, Denpasar, 9
Januari 2017, pukul 13.00 WITA
67
bersama keluarga. Bagi beberapa hakim yang membawa serta anaknya turut pindah
domisili mengaku harus berperan ganda sebagai ibu dan ayah dengan cara mendidik
dan mengajarkan apa yang seharusnya diajarkan dan dilakukan seorang ayah,
sehingga anak-anaknya tidak kehilangan figur ayahnya yang berpisah tempat tinggal.
Berkarier bukanlah sesuatu yang diharamkan bagi wanita dalam Islam, namun
ada beberapa ketentuan syar‟i yang harus dipenuhi agar kariernya tidak menyimpang
dari syariat Islam.Pertama, mendapatkan izin dari suami atau walinya.Kedua,
pekerjaannya tidak campur baur (iktilath) dengan laki-laki yang bukan
muhrim.Ketiga, menutup aurat. Wanita karier harus menutup auratnya di depan laki-
laki yang bukan mahramnya dan menjauhi hal-hal yang dapat memunculkan fitnah,
baik dalam hal berpakaian, berhias maupun dalam memakai wangi-wangian (parfum).
Keempat, komitmen dengan akhlaq Islami dan hendaknya menampakkan keseriusan
dan bersungguh-sungguh dalam berbicara.Kelima, wanita karier hendaknya memilih
pekerjaan yang sesuai dengan tabiat dan kodratnya sebagai wanita.108
Menurut Al-Hatimi yang dikutip oleh Farida Husain pada tulisannya yang
berjudul “Wanita Karir Dalam Islam” dinyatakan bahwa wanita boleh bekerja,
bahkan dibolehkan menduduki jabatan strategis/peranan penting di masyarakat
dengan catatan tetap tunduk pada ajaran syariat dan tidak menelantarkan peran
utamanya sebagai ibu rumah tangga.109
Jika perannya sebagai ibu rumah tangga
108
Siti Ermawati, Peran Ganda Wanita Karir (Konflik Petan Ganda Wanita Karir Ditinjau
Dalam perspektif Islam). Hlm.66 109
Farida Husin, “Wanita Karir Dalam Islam”, Ilmiah, Vol.VIII No 1, 2015. hlm. 29 .
Diakses pada 22 April 2017 pukul 12.30 dari http://eprints.polsri.ac.id/2991/
68
bertumbukan dengan pekerjaan-pekerjaan lainnya, maka yang wajib dia lakukan
adalah mendahulukan pekerjaan di rumahnya diatas pekerjaan lainnya.Semua ini,
yakni bekerja diluar rumah harus dengan persetujuan suami dan tidak boleh
menentangnya.Sedangkan bila suami menyuruh istrinya tetap tinggal di rumah, maka
yang wajib dia lakukan adalah mematuhi suaminya berdasarkan bimbingan kenabian
yang diriwayatkan dalam masalah tersebut.110
Berkaitan dengan perannya untuk memelihara dan mendidik anak seperti yang
secara implisit disebutkan dalam QS At-Taghabun ayat 15, maka hakim wanita dalam
hal ini telah berusaha menjadi ibu yang bertanggungjawab terhadap anak-anaknya,
yaitu dengan membawa anaknya ikut serta pindah ke wilayah dinasnya yang baru,
dan setidaknya mengurusi kebutuhannya via telefon jika tinggal berjauhan.
D. Pola Pergeseran Tanggung Jawab Hakim Wanita Sebagai Istri Pasca
Pembaruan Aturan Mutasi
Ketujuh informan yang peneliti wawancara ketika ditanya mengenai adakah
pergeseran tanggungjawab urusan domestik rumah tangganya, mereka memiliki
jawaban yang serupa, bahwa tidak ada pergeseran tanggungjawab mengenai urusan
domestik rumah tangga seorang wanita karir.
Seperti yang diutarakan oleh Baiq Halkiyah, S.Ag, M.H
Tidak ada pergeseran tanggungjawab seperti itu, walaupun saya jauh tetap
saja saya usahakan untuk bertanggungjawab melakukan tugas sebagai istri atau ibu
110
Syaikhul Islam Ibn Taimiyah, dkk, Setiap Problem Suami Istri Ada Solusinya,
(Yogyakarta, MItra Pustaka, 2008) hlm. 586
69
semampu saya, tidak saya limpahkan kepada suami saya apa yang seharusnya
menjadi tanggungjawab saya. Ya terkadang yang masih bisa suami saya lakukan
sendiri tanpa saya ya dikerjakan. Tapi itu kan bukan berarti pergeseran
tanggungjawab, urusan domestik rumah tangga kan sama-sama, jadi berkaitan dengan
urusan rumah tangga juga dikerjakan bersama-sama tidak bergantung kepada salah
satunya saja.111
Selain itu terdapat pendapat menarik yang diutarakan oleh Ema Fatma Nuris,
S.H.I yaitu bahwa “istilahnya tidak pergeseran tanggungjawab tapi pembagian
tanggungjawab”112
.Jadi dalam hal ini suami juga dengan sukarela turut berkontribusi
untuk melaksanakan urusan yang berkaitan dengan rumah tangga.
Menurut pandangan hakim wanita karir, keluarga dan karir bukanlah dua hal
yang diametral, tetapi komplementer. Dengan kata lain karir mereka tidak semata-
mata untuk aktualisasi atau kepuasan diri, namun juga didedikasikan untuk
keluarga.113
Adapun model pembagian kerja yang digunakan oleh hakim wanita ialah
model Cross Over, yang menyatakan bahwa antara ayah dan ibu/suami dan istri
berbagi kerja sesuai dengan jenis kelamin namun tidak mutlak. Demikian pula
pertukaran peran antara suami dan istri boleh dilakukan tetapi tidak secara mutlak
baik dalam seluruh siklus kehidupan maupun dalam waktu-waktu tertentu.Semuanya
bergantung pada situasi dan kondisi yang ada.114
Dalam pasal 79 KHI disebutkan pula bahwa “hak dan kedudukan istri adalah
seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan
111
Baiq Halkiyah, Wakil Ketua PA. Badung,Wawancara pribadi, Badung, 11 Januari 2017
pukul 09.30 WITA 112
Ema Fatma Nuris, Hakim Wanita PA. Badung, Wawancara pribadi, Badung, 11 Januari
2017 pukul 14.00 WITA 113
Siti Muri‟ah, Wanita Karir dalam Bingkai Islam, hlm. 231. 114
Siti Muri‟ah, Wanita Karir dalam Bingkai Islam, hlm. 234.
70
pergaulan hidup bersama dalam masyarakat”.115
Jadi Pasal ini dapat dijadikan rujukan
mengenai persamaan mengenai tanggungjawab dalam urusan rumah tangga.
Bila seorang istri tergerak untuk turut meringankan beban keluarga dengan
bekerja di luar rumah, seharusnya suami tidak merasa rendah untuk turut membantu
pekerjaan rumah tangga.Karena, bila suami bersikap enggan maka tujuan untuk
membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah sulit untuk dicapai,
karena salah satu fungsinya tidak berjalan secara maksimal.116
Jadi selama ada komitmen diantara suami dan istri yang menjadi hakim
wanita mengenai urusan domestik rumah tangganya, walaupun terdapat pengurangan
hak suami oleh istri karena harus tinggal berjauhan, akan menghindari terjadinya
ketegangan atau bahkan konflik dalam rumah tangganya.
115
Departemen Agama R.I Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Islam, Kompilasi
Hukum Islam di Indonesia.hlm. 42 116
Farida Husin, “Wanita Karir Dalam Islam”, Ilmiah, Vol.VIII No 1, 2015. hlm. 29
71
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan kajian dan pembahasan yang penyusun lakukan pada bab
terdahulu maka kesimpulan yang didapat adalah sebagai berikut:
1. Dampak yang dirasakan Hakim wanita mengenai regulasi Mahkamah Agung
RI No. 192/KMA/SK/XI/2014 tentang Pembaruan Pola Promosi dan Mutasi
Hakim yang mengharuskan hakim Pengadilan Agama untuk berpindah-
pindah dinas ialah bahwa peran selaku istri menjadi kurang optimal,
hubungan antara suami dan istri menjadi kurang maksimal. Karena istri tidak
dapat melayani dan mendampingi suaminya dengan baik, berkaitan dengan
hubungannya terhadap anak-anak ada beberapa hakim yang mengaku bahwa
tidak terlalu berdampak banyak karena anak-anaknya ikut pindah, hanya saja
tetap harus menjadi sosok ayah bagi anaknya, agar sang anak tidak
kehilangan sosok seorang ayah.
2. Pola Relasi Pemenuhan Hak Dan Kewajiban Dalam Rumah Tangga hakim
wanita setiap hakim memiliki cara yang serupa, yaitu menjaga komunikasi
dan juga menyempatkan diri minimal ketika akhir pekan atau paling tidak
sebulan sekali untuk berkumpul bersama suami dan anak-anak nya.
3. Hakim wanita memiliki jawaban yang serupa mengenai tidak adanya
pergeseran tanggungjawab urusan domestik dalam rumah tangganya. Selain
72
itu antara suami dan istri yang berprofesi sebagai hakim sudah memiliki
komitmen bersama, jadi walaupun tinggal berjauh-jauhan namun tetap dapat
menjaga keharmonisan rumah tangganya, sehingga tidak terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan.
B. Saran – Saran
1. Kepada pemerintah diharapkan agar pelaksanaan aturan mutasi pada
prakteknya lebih adil dan memperhatikan kesejahteraan hakim yang
bersangkutan, agar pasca promosi dan mutasi hakim tidak terjadi penurunan
kualitas hidup karena tidak adanya fasilitas perumahan dan perlengkapannya
serta harus berpisah dengan isteri/suami dan anak-anak
2. Kepada istri agar lebih mengedepankan urusan keluarga dibanding urusan
pekerjaan, karena sesungguhnya kodrat istri adalah untuk mengurus rumah
tangga dan mendidik anak-anaknya.
73
DAFTAR PUSTAKA
Albar, Muhammad. Wanita Karir dalam Timbangan Islam, Jakarta: Daar Al-Muslim,
Beirut
Al-Thabari.Tafsir al-Quran Al-„Azhim, jilid IV.Beirut: Dar Al-Quran Al-Karim, 1990
Asmawi, Mohammad. Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan.Yogyakarta:
Darussalam, 2004
Assabagh, Mahmud. KeluargaBahagiaDalam Islam, Cet. 5.Solo: CV. Pustaka
Mantiq,1993
As-Subki, Ali Yusuf.FikihKeluargaPedomanBerkeluargaDalam Islam.Jakarta:
Amzah, 2010
__________, FiqhKeluarga, Cet. 2. Jakarta, AMZAH, 2012
Az-Zuhaili, Wahbah.Fiqh Islam WaAdillatuhu, ,Jilid. 9, Cet. 10.Depok: GemaInsani,
2007
BadanLitbangdanDiklatKemenag.TafsirAlquranTematik, Jakarta: KamilPustaka,
2014
Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Perkawinan Islam, Cet. 11. Yogyakarta: UII Press,
2007
Bisri, CikHasan, Peradilan Islam DalamTatananMasyarakat Indonesia. Bandung:
RosdaKarya , 1997
Bungin, Burhan. MetodologiPenelitianKualitatif. Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada,
2001
DewiPuspita, Eva Meizara.
“PengasuhanIbuBerkarirdanInternalisasiNilaiKarirPadaRemaja”.JurnalIlmiah
PsikologiTerapan, Vol 03, No. 01 Januari 2015. Diaksespada 4 April 2017
pukul 14.00 WIB dari http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jipt
DienSumiyatiningsih, ”PergeseranPeranLaki-
LakidanPerempuandalamKajianFeminis”, dalamWASKITA JurnalStudi
Agama danMasyarakatVol4, No 2 (2013), hlm. 146. Diaksespada 7 April
2017 pukul 11.51 dariejournal.uksw.edu/waskita/article/download/
DirektoratJendralPembinaanKelembagaan Islam, Departemen Agama R.I.
KompilasiHukum Islam Di Indonesia, (1997/1998)
74
Fachruddin, Irfan. “Model Ideal PromosidanMutasiAparaturPeradilan Indonesia”,
JurnalHukum Dan Peradilan, Vol 1, No 1 (2012), Diaksespadatanggal 3 April
2017, pukul 17.50
Fakih, M. Analisis Gender danTransformasiSosial.Yogyakarta: PustakaPelajar, 1999.
Farida Husain, WanitaKarirDalam Islam, Ilmiah, Vol.VIII No 1, 2015. Diaksespada
22 April 2017 pukul 12.30 dari http://eprints.polsri.ac.id/2991/
Ghazaly, AbdRahmat. FiqhMunakahat. Jakarta: Prenada Media, 2003
Hamami, Taufiq. Peradilam Agama DalamReformasiKekuasaanKehakiman di
Indonesia. Jakarta: Tatanusa, 2013
Hasan, Ali. BerumahTanggaDalam Islam, Jakarta: Prenada Media, 2003
Husein Muhammad, FiqihPerempuanRefleksiKiyaiatasWacana Agama dan Gender.
Yogyakarta: LkiS, 2001
Ikrom, Mohammad. “HakdanKewajibanSuamiistriPerspektif Al-Quran”, Qolamuna
1. No. 1 (Juli 2015) diaksespada 26 Desember 2016 pukul 21.30 dari
http://ejournal.stismu.ac.id/ojs/index.php/qolamuna
Ismail.Halimah.“Kedudukan Hakim WanitaDalam Islam”.AHKAM No. 01/1/1998,
IAIN SyarifHidayatullah, Jakarta: 1998
Jaelani, H. Abdul Qadir. KeluargaSakinah. Surabaya: PT. BinaIlmu Offset, 1995
Khalil. Moenawar. Nilai Wanita. Solo: Ramadhani, 1989
KeputusanBersamaKetuaMahkamahAgung RI danKetuaKomisiYudisial RI Nomor
047/KMA/SKB/IV/2009 dan 02/SKB/P.KY/IV/2009
TentangKodeEtikdanPedomanPerilaku Hakim
KeputusanKetuamahkamahAgung RI No. 192/ KMA/SK/XI/2014
TentangPembaruanPolaPromosidanMutasi Hakim Di LingkunganPeradilan
Agama.
Kisyik, Abdul Hamid. Bimbingan Islam UntukMencapaiKeluargaSakinah.Bandung:
Al-Bayan, 1997
LaporanAkuntabilitasKinerjaInstansiPemerintahan (LAKIP) Pengadilan Agama
BadungTahun 2014
75
Manshur, Abd. Al-Qadir.BukuPintarFikihWanita. Jakarta: Zaman, 2009
Moleong, Lexy.J, MetodologiPenelitianKualitatif, Cet. Ke-31.Bandung: PT.
RemajaRosdakarya, 2013.
Mukhtar, Kamal.Asas-AsasHukum Islam TentangPerkawinan, Cet. 2. Jakarta: PT
BulanBintang, 1987
Muri‟ah, Siti. WanitaKarirdalamBingkai Islam, Bandung:PenerbitAngkasa.
Nafisah, Durrotun. “PositivisasiHukumKeluarga Islam di Indonesia DalamPerspektif
Gender”.Al-manahij vol. VII No 1, Januari 2013.diaksespadatanggal 11
Oktober 2016 pukul 11.00 WIB Dari
http://ejournal.iainpurwokerto.ac.id/index.php
PenjelasanAtasPeraturanPemerintahRepublik Indonesia Nomor 67 Tahun 2009
TentangPemindahanIbu Kota KabupatenBadung Dari Wilayah Kota Denpasar
Ke Wilayah KecamatanMengwiKabupatenBadungProvinsi Bali
ProfilPengadilan, diaksespadatanggal 30 Januari 2017 pukul 20.40 WITA dari pa-
badung.go.id/index.php/profile-pa-badung
Rahmawaty, Anita. “HarmonidalamKeluargaPerempuanKarir”, PALASTREN, Vol. 8,
No. 1, Juni 2015.Diaksespadatanggal 4 April 2017, pukul 14.20
darijournal.stainkudus.ac.id/index.php/Palastren/article/viewFile/
Rusyd, Ibnu. BidayatulMujtahid, jilid 2. Jakarta: PustakaAzzam, 2007
Sa‟ida, Najmah. Dkk. RevisiPolitikPerempuan.Bogor: CV.IdeaPustakaUtama, 2003
Sabiq, As-sayyid.fiqh Al-Sunnah, Jilid 2. Kairo: Dar Al-Fath Li Al- A‟lam Al-Araby,
1997
Sanusi, NurTaufiq. FikihRumahTanggaPerspektif Al-Qur‟an
dalamMengelolaKonflikMenjadiHarmoni.Tangerang: ElSas, 2011
SejarahPengadilan, diaksespadatanggal 9 Januari 2017 pukul 13.30 WITA
darihttp://www.pa-denpasar.go.id/index.php/sejarah-pengadilan
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah, Jakarta: LenteraHati, 2004
_________, Tafsir al-Misbah, Vol 11, Jakarta: LenteraHati, 2002
76
Siti Ermawati, “Peran Ganda Wanita Karier (Konflik Peran Ganda Wanita Karier
ditinjau dalam Prespektif Islam)”, Jurnal Edutama, Vol. 2 No. 2 Januari 2016. Hlm. 60,
diakses pada tanggal 7 April pukul 10.09 dari ejurnal.ikippgribojonegoro.ac.id/index.php
Soekanto, Soerjono. PengantarPenelitianHukum. Jakarta: UI Press, 1986
Sopyan, Yayan. Islam Negara, cet. 2. Jakarta: PT. Semesta Rakyat Merdeka, 2012
Taimiyah, Syaikhul Islam Ibn, dkk.Setiap Problem SuamiIstri Ada Solusinya,
Yogyakarta, MitraPustaka, 2008
Undang-UndangNomor 1 Tahun 1974 TentangPerkawinan
Undang-undangNomor 4 Tahun 2004 TentangKekuasaanKehakiman, Pasal 16 Ayat
(1) danlihat Undang-undangNomor 7 Tahun 1989 TentangPengadilan
Agama Pasal 56 ayat (1)
WawancarapribadidenganMaryani, (Hakim Wanita PA. Badung).Badung, 12 Januari
2017.
WawancarapribadidenganAndiBungawali (Hakim Wanita PA.Denpasar). Denpasar, 9
Januari 2017.
WawancarapribadidenganBaiqHalkiyah (Hakim Wanita PA.Denpasar).Denpasar, 11
Januari 2017.
WawancarapribadidenganEmaFatmaNuris, (Hakim Wanita PA.Badung).Badung, 12
Januari 2017.
WawancarapribadidenganHapsah, (Hakim Wanita PA.Badung).Badung, 12 Januari
2017.
WawancarapribadidenganMahmudahHayati (Hakim Wanita PA.Badung).Badung, 12
Januari 2017.
WawancarapribadidenganSitiNursalmi Muhammad (Hakim Wanita PA. Denpasar)
Denpasar, 9 Januari 2017.
Wilayah hukum, diaksespadatanggal 9 Januari 2017 pukul 13.30 WITA
darihttp://www.pa-denpasar.go.id/index.php/wilayah-hukum
Wilayah KabupatenBadung, diaksespadatanggal 30 Januari 2017 pukul 20.40 WITA
darihttp://badungkab.go.id/menu/2/wilayah.html
77
Yanggo, HuzaemahTahido. FikihPerempuanKontemporer. Bogor: PenerbitGhalia,
2010
Zuhrah, Fatimah. “RelasisuamidanistridalamKeluarga Muslim”.Analytica Islamica
Vol. 2, No. 1, 2013.diaksespada 21 Desember 2016 pukul 13.00 Dari
http//jurnal.uinsu.ac.id
Daftar Pertanyaan Wawancara
A. Identitas Informan :
1. Nama Lengkap :
2. Riwayat Pendidikan :
3. Jumlah anak
4. Usia anak
5. Alasan Berkarir :
6. Apakah suami ibu mengizinkan untuk berkarir?
7. Apakah saat ini ibu sedang tinggal bersama keluarga?
B. Pemenuhan hak dan kewajiban informan
1. Apakah yang ibu ketahui mengenai hak dan kewajiban istri, baik
menurut hukum Islam maupun hukum positif?
2. Bagaimana cara ibu untuk menyeimbangkan antara menjadi seorang
wanita karir sekaligus sebagai istri dan seorang ibu didalam rumah?
3. Bagaimana cara membagi waktu dengan keluarga?
4. Mana yang ibu prioritaskan antara keluarga atau karir?
5. Kemudian menurut ibu, adakah perbedaan hak dan kewajiban dalam
rumah tangga antara seorang ibu rumah tangga dengan istri wanita
karir?
6. Apakah suami ibu turut membantu dalam menyelesaikan urusan
rumah tangga?
7. Salah satu hak istri merupakan mendapatkan nafkah dari suami, lantas
bagaimana pendapat ibu terkait hak mendapatkan nafkah bagi istri
seorang wanita karir, apakah dengan kebebasan yang diberikan oleh
suami untuk berkarir diluar rumah akan menyebabkan gugurnya suami
untuk menafkahi?
8. Apakah terdapat pergeseran tanggung jawab mengenai urusan
domestik rumah tangga berkaitan dengan peran ibu yang juga seorang
wanita karir diluar rumah?
C. Dampak keputusan Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang
Mutasi Hakim terhadap rumah Tangga Hakim Wanita
1. Bagaimana menurut ibu mengenai Regulasi Mahkamah Agung
No.192/KMA/SK/XI/2014 Tentang Mutasi Hakim? Disertakan alasan.
2. Berkaitan dengan hal tersebut sudah berapa kalikah ibu berpindah-
pindah kantor mengikuti aturan mutasi?
3. Ketika ditempatkan didaerah yang terpencil dan/atau jauh dari
keluarga, maka bagaimanakah dampak yang dirasakan ibu, baik peran
ibu sebagai ibu maupun istri?
4. Berkaitan dengan aturan mutasi yang mengharuskan untuk berpindah-
pindah domisili, bagaimanaah cara ibu memenuhi apa yang
seharusnya menjadi tanggungjawab seorang ibu dan istri?
A. Identitas Informan :
1. Nama Lengkap :Dra. Hj. Andi Bungawali, MH
2. Riwayat Pendidikan :
SD : SD Tauladan Negeri I Bone Sulsel
SMP / Mts : PGAN ujung pandang Sulsel
SMA/ MA : PGAN ujung pandang Sulsel
S1 : IAIN Alauddin Ujung pandang Sulsel
S2 :UMI (Universitas Muslim Indonesia) Ujung Pandang-
Sulsel
3. Jumlah anak :4 orang anak, 3 putri dan 1 putra
4. Usia anak :
Anak pertama 28 tahun, kedua 26 tahun, ketiga 23 tahun dan yang terakhir
17 tahun
5. Alasan Berkarir :
Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang sudah didapat, ya disamping
itu dengan kerja maka saya dapat membantu suami mensejahterakan
keluarga dan juga sebagai ibadah serta untuk berbakti kepada nusa dan
bangsa.
6. Apakah suami ibu mengizinkan untuk berkarir?
Ya, mengizinkan Lillahi Ta‟ala
7. Apakah saat ini ibu sedang tinggal bersama keluarga?
Saat ini saya tidak tinggal bersama keluarga, bahkan kami tinggal pada 5
provinsi yang berbeda-beda, suami saya dinas di Mataram, NTB, saya di
Bali, anak saya yang pertama di Jakarta, yang kedua di Jogjakarta, dan yang
ketiga dan keempat kebetulan di satu daerah sama-sama di Makasar
B. Pemenuhan Hak Dan Kewajiban Informan
1. Apakah yang ibu ketahui mengenai hak dan kewajiban istri, baik
menurut hukum islam maupun hukum positif?
Kalau untuk hal ini karena setiap hari pembahasan hakim tidak jauh-jauh
dari seputar masalah itu, Jadi ya lama-lama hapal juga di luar kepala.
Dalam Undang-undang dan hukum Islam sudah diatur hal yang berkaitan
dengan hak dan kewajiban istri yang saya rasa intinya adalah sama,
bahwasanya seorang istri berkewajiban untuk berbakti baik lahir maupun
bathin kepada suaminya dan juga istri wajib mengatur urusan rumah tangga
dan anak-anaknya dengan baik. Selain kewajiban hak istripun juga sudah
diatur, yaitu istri berhak untuk mendapatkan nafkah dan juga kasih sayang
dari suaminya sebagai kompensasi dari kewajibannya, kecuali jika si istri
belakangan melakukan pembangkangan atau nusyuz maka kewajiban suami
untuk menafkahi menjadi hapus.
2. Bagaimana cara ibu untuk menyeimbangkan antara menjadi seorang
wanita karir sekaligus sebagai istri dan seorang ibu didalam rumah?
Sewaktu anak masih umur Balita saya dan suami masih kumpul tinggal
bersama, jelas rutinitas pekerjaan rumah dan urusan anak sebelum
berangkat ke kantor saya yang selesaikan. Jadi waktu di luar kantor diatur
sedemikian rupa untuk kepentingan keluarga baik sebagai ibu maupun istri,
jadi kalau sekarang ketika tinggal berjauhan bagaimana cara ibu
bertanggungjawab terhadap urusan rumah tangga? Kalau sekarang
mereka karena sudah pada besar dan ada yang sudah menikah jadi sudah
bisa mengurus diri sendiri, tapi tetep saya memantau lewat telfon. Kan
sekarang sudah canggih, jadi mantaunya sudah mudah, ada keluarga juga
yang membantu disana.
3. Bagaimana cara membagi waktu dengan keluarga?
Pada saat tidak di kantor kita mengurus keluarga dengan menyempatkan
diri untuk menelfon membangunkan atau mengingatkan untuk belajar,
makan dan lainnya. Ya sebisa mungkin saya berikan perhatian walaupun
tidak dalam satu rumah dengan keluarga, ya itu tadi sekarang zaman sudah
canggih, tinggal telefon saja. Insya Allah tidak sulit.
4. Mana yang ibu prioritaskan antara keluarga atau karir?
Dua-duanya saya prioritaskan, waktu libur dan di luar jam kantor tetap
keluarga yang diprioritaskan
5. Kemudian menurut ibu, adakah perbedaan hak dan kewajiban dalam
rumah tangga antara seorang ibu rumah tangga dengan istri wanita
karir?
Tidak ada, tidak ada itu perbedaan hak dan kewajiban dalam rumah tangga
baik selaku ibu rumah tangga maupun sebagai wanita karir, keduanya
sama-sama memiliki kewajiban selaku istri seperti yang telah diatur dalam
islam, kewajiban istri ya tetap kewajiban istri, begitupun haknya. Tapi ya
suami juga harus pengertian sama istri yang wanita karir, kan juga sudah
lelah seharian di kantor jadi tidak boleh memaksakan, jadi saling pengertian
itu penting
6. Apakah suami ibu turut membantu dalam menyelesaikan urusan
rumah tangga?
Iya pasti, suami juga turut membantu saya menyelesaikan tugas rumah
tangga.
7. Salah satu hak istri merupakan mendapatkan nafkah dari suami, lantas
bagaimana pendapat ibu terkait hak mendapatkan nafkah bagi istri
seorang wanita karir, apakah dengan kebebasan yang diberikan oleh
suami untuk berkarir diluar rumah akan menyebabkan gugurnya
suami untuk menafkahi?
Ya tidak ada bedanya, ibu berkarir dan ibu rumah tangga tidak
menyebabkan gugurnya suami untuk menafkahi dari uang nafkah yang ada,
tapi kelebihan bagi istri yang bekerja bahwa dia kan bisa menambahkan
serta membantu ekonomi rumah tangga jadi bisa membantu kesejahteraan
keluarga juga pada akhirnya. Juga tidak memberatkan suami jika ingin
membeli sesuatu, karenna sudah punya penghasilan sendiri.
8. Apakah terdapat pergeseran tanggung jawab mengenai urusan
domestik rumah tangga berkaitan dengan peran ibu yang juga seorang
wanita karir diluar rumah?
Tidak juga, seorang ibu tetap saja bertanggungjawab atas urusan domestik
rumah tangga, apakah itu dengan cara memanggil pembantu untuk
membantunya ya itu urusan lain, yang terpenting istri atau ibu tetap harus
bertanggung jawab, kan memang peran ibu itu tidak bisa digantikan, paling
suami yang membantu tapi tugas utama tangga tetap ditangan istri
C. Dampak keputusan Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang
Mutasi Hakim terhadap rumah Tangga Hakim Wanita
1. Bagaimana menurut ibu mengenai Regulasi Mahkamah Agung
No.192/KMA/SK/XI/2014 Tentang Mutasi Hakim? Disertakan alasan.
Sudah bagus sih, Ada sisi baiknya dengan ada aturan mutasi ini maka ada
penyegaran dalam lingkungan kerja hakim khususnya, tapi ya buruknya
juga sudah pasti ada, ya itu jadi jauh dengan keluarga, apalagi kalo harus
ditempatkan didaerah yang terpencil kan susah juga kalau mau kemana-
mana tanpa suami, ya jadi harus mandiri, tapi namanya sudah konsekuensi
tetap harus dijalankan bagaimanapun keadaanya.
2. Berkaitan dengan hal tersebut sudah berapa kali kah ibu berpindah-
pindah kantor mengikuti aturan mutasi?
Setelah aturan MA tentang Mutasi ini sudah dua kali saya di pindah
tugaskan
3. Ketika ditempatkan didaerah yang terpencil dan/atau jauh dari
keluarga, maka bagaimanakah dampak yang dirasakan ibu, baik peran
ibu sebagai ibu maupun istri?
Ya pastinya sangat menyulitkan jadi tidak bisa berkesinambungan apa ya
bahasanya, terus-terusanlah untuk melayani suami, tidak bisa mendampingi
secara fisik juga, ya mau bagaimana lagi ya suami saya juga pegawai
negeri jadi tidak bisa ikut pindah-pindah mengikuti tempat dinas saya,
kalau peran sebagai ibunya anak-anak kendalanya bagaimana bu?
terpaksa saya juga jadi tidak bisa secara fisik menemani mereka belajar,
tidak bisa memantau anak secara leluasa, dan pastinya peran sebagai orang
tua pun tidak dapat terealisasikan dengan baik tapi tetap saya pantau
melalui telfon, ya pokoknya sebisa mungkin mereka jangan sampai
kehilangan figure ibunya.. Tapi Alhamdulillah anak-anak saya tidak ada
yang bandel-bandel karena kurang kasih sayang seperti itu. Naudzubillah.
4. Berkaitan dengan aturan mutasi yang mengharuskan untuk berpindah-
pindah domisili, bagaimanaah cara ibu memenuhi apa yang seharusnya
menjadi tanggungjawab seorang:
Caranya tetap menyediakan untuk kebutuhan materilnya, Peran elektronik
juga sangat besar seperti yang tadi diatas, bahwa dengan adanya
handphone sekarang setiap saat bisa berkomunikasi. selain itu setiap ada
liburan atau minimal ketika weekend saya usahakan pulang untuk bertemu
mereka. Bahkan jika diperlukan cuti untuk kumpul bareng sama anak-anak
ketika mereka liburan misal janjian rekreasi dimana yang kita inginkan,
anak-anak juga sudah pada dewasa jadinya mereka sudah pada paham
A. Identitas Informan :
1. Nama Lengkap : Dra. St. Nursalmi Muhammad
2. Riwayat Pendidikan :
SD : SDN Kota Bima, Nusa Tenggara Barat
SMP/Mts : MTSn Kota Bima, Nusa Tenggara Barat
SMA/MA : PGAN Kota Bima, Nusa Tenggara Barat
SI : IAIN Alauddin Ujung Pandang, Sulawesi Selatan
3. Jumlah anak : 3 Orang
4. Usia anak : pertama 23 tahun, kedua 20 Tahun, dan ketiga 17
Tahun
5. Alasan Berkarir :
Untuk menerapkam ilmu yang sudah diperoleh, selain itu untuk membantu
ekonomi keluarga/ mensejahterakan keluarga.
6. Apakah suami ibu mengizinkan untuk berkarir?
Iya, beliau mengizinkan saya untuk berkarir. suamipun sangat berkontribusi
dalam menunjang karir saya
7. Apakah saat ini ibu sedang tinggal bersama keluarga?
Tidak, selama bertugas di luar wilayah kota Bima, saya hanya sendiri,
karena suami tidak bisa ikut saya pindah-pindah selain itu dalam aturan
kepegawaian pun diatur suami tidak bisa ikut pindah mengikuti tempat kerja
istri.
B. Pemenuhan hak dan kewajiban informan
1. Apakah yang ibu ketahui mengenai hak dan kewajiban istri, baik
menurut hukum islam maupun hukum positif?
Mengenai hak dan kewajiban sebagai seorang istri saya sebagai istri sangat
tahu sekali hak dan kewajiban tersebut, dan saya sebagai seorang istri akan
tetep melaksanakan dan menjalankannya sesuai dengan kemampuan dan
keadaanya.
2. Bagaimana cara ibu untuk menyeimbangkan antara menjadi seorang
wanita karir sekaligus sebagai istri dan seorang ibu didalam rumah?
Cara menyeimbangkannya sebagai seorang wanita karir kita harus pandai-
pandai membagi waktu. Waktu untuk suami, waktu untuk anak-anak dan
waktu untuk karir itu sendiri, harus seimbang semuanya. Yang lebih
utamanya dan harus selalu diingat bahwa kita sebagai wanita setinggi
apapun karir/ jabatan kita, tetap utamakan suami dan anak-anak, suami
wajib kita hargai dan layani demikian pula anak-anak wajib kita perhatikan
dan diberikan kasih sayang, dan jangan lupa yang terpenting kita sebagai
wanita tetap menyandang predikat sebagai ibu rumah tangga yang ujung-
ujungnya tidak akan bisa jauh-jauh dari dapur, karena kita terikat dengan
tanggungjawab seorang istri.
3. Bagaimana cara membagi waktu dengan keluarga?
Sebagai seorang wanita karir, kita harus pandai-pandai untuk membagi
waktu, terutama waktu untuk memperhatikan perkembangan pendidikan
anak-anak. Walaupun jauh dengan anak-anak, usahakan berkomunikasi
dengan anak-anak lewat handphone. Demikian juga dengan suami usahakan
untuk lancar berkomunikasi. Karena dengan komunikasi hubungan keluarga
walaupun jarak jauh akan tetap terjaga. Sebulan sekali juga saya usahakan
pasti pulang ke Bima, setidaknya menjenguk anak-anak, mengurus
keperluan-keperluan yang dibutuhkan.
4. Mana yang ibu prioritaskan antara keluarga atau karir?
yang jelas keluarga harus diutamakan, karena kalau keluarga tidak
diutamakan, karirpun tidak akan bisa dilaksanakan dengan baik.
5. Kemudian menurut ibu, adakah perbedaan hak dan kewajiban dalam
rumah tangga antara seorang ibu rumah tangga dengan istri wanita
karir?
Menurut saya tidak ada perbedaan antara ibu rumah tangga dengan wanita
karir, alasannya karena saya sebagai wanita karir tetap melasksanakan
tugas dan kewajiban saya sebagai ibu rumah tangga. Walaupun tidak se-
intens ibu-ibu rumah tangga, tapi tetap saja saya masih mampu
melaksanakannya. Semuanya tergantung dari kepribadian seseorang. ada
juga ibu rumah tangga yang nyatanya walaupun tidak punya pekerjaan di
luar rumah, pekerjaan rumah pun masih terbengkalai malah asik nonton tv
atau ngobrol-ngobrol sama tetangga.
6. Apakah suami ibu turut membantu dalam menyelesaikan urusan
rumah tangga?
Suami sangat-sangat membantu dalam menyelesaikan urusan umah tangga,
karena tanpa bantuan suami semua urusan rumah tangga akan terbengkalai
7. Salah satu hak istri merupakan mendapatkan nafkah dari suami, lantas
bagaimana pendapat ibu terkait hak mendapatkan nafkah bagi istri
seorang wanita karir, apakah dengan kebebasan yang diberikan oleh
suami untuk berkarir diluar rumah akan menyebabkan gugurnya
suami untuk menafkahi?
Suami tetap berkewajiban untuk menafkahi anak-anak dan istrinya, tidak
ada istilah gugur kewajiban suami terhadap anak dan istrinya, walaupun
ada penghasilan seorang istri sebagai seorang wanita karir, itu hanyalah
untuk membantu suami dan merupakan sedekah dari seorang istri, bukan
merupakan suatu kewajiban. Jadi ya tetap pada intinya istri berhak
mendapatkan nafkah tanpa memperhatikan faktor penghasilan yang dimiliki
istri. kelebihannya istri yang mempunyai penghasilan kan jadi tidak
merepotkan suami kalau pengen beli-beli sesuatu karena kita juga punya
uang sendiri.
8. Apakah terdapat pergeseran tanggung jawab mengenai urusan
domestik rumah tangga berkaitan dengan peran ibu yang juga seorang
wanita karir diluar rumah?
Kalau mengenai pergeseran tanggungjawab dari seorang suami kepada istri
yang wanita karir sama sekali tidak ada ya, kita sebagai wanita karir hanya
sekedar membantu dan menopang ekonomi keluarga. Urusan rumah tangga
pun saya tetap laksanakan walaupun tidak optimal, tapi kalau pergeseran
itu saya rasa tidak ada ya. Walaupun anak-anak sama bapaknya di rumah
tapi ya saya tetap menjadi figur ibunya mereka, bapaknya hanya
melaksanakan tugas-tugas seorang bapak, saya tetap mantau kegiatan anak-
anak walaupun dari jarak jauh. Kan sosok ibu tetap akan menjadi ibu
bagaimanapun kondisinya.
C. Dampak keputusan Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang
Mutasi Hakim terhadap rumah Tangga Hakim Wanita
1. Bagaimana menurut ibu mengenai Regulasi Mahkamah Agung
No.192/KMA/SK/XI/2014 Tentang Mutasi Hakim? Disertakan alasan.
Dampaknya jelas ada, memisahkan seorang suami dengan istrinya, ibu
dengan anaknya. Dampak positifnya untuk penyegaran dan untuk banyak
bersilaturrahmi dengan teman-teman lama. Tapi itu tujuannya kan baik, ya
jadi diikuti saja.
2. Berkaitan dengan hal tersebut sudah berapa kalikah ibu berpindah-
pindah kantor mengikuti aturan mutasi?
Ibu sendiri mutasi sudah 3 kali, pertama dari kota Bima, kemudian ke
Sumbawa baru ke PA. Denpasar sampai dengan saat ini
3. Ketika ditempatkan didaerah yang terpencil dan/atau jauh dari
keluarga, maka bagaimanakah dampak yang dirasakan ibu, baik peran
ibu sebagai ibu maupun istri?
Yang jelas kondisinya sudah tidak seperti biasanya, ibu tidak bisa lagi
menyiapkan makanan untuk suami dan anak-anak, terutama sudah jarang
untuk melayani suami. Sudah tidak bisa lagi memberikan kasih sayang
dengan baik, Kalau secara fisik susah untuk memenuhi apa yang harus di
lakukan istri ya, tapi tetap saya gak lepas tanggungjawab, tetap saya
sempatkan pulang setiap bulannya, menyiapkan kebutuhan untuk sebulan,
kadang suka saya masakin masakan yang awet juga buat stok lauknya kalau
saya lagi di Bali. Saya selalu sempatkan juga untuk menelfon tanya kabar
atau tanya kesibukan suami atau kesibukan anak-anak, ya di bawa enjoy aja
santai, ini kan sudah resiko jadi santai saja dijalankan. Kalau dipikirkan
nanti bagaimana-bagaimana nya malah jadi beban mau ninggalin anak-
anak juga mau ninggalin suami juga gimana. Suami saya juga pengertian
jadi tidak ambil pusing istrinya dinas dimana-mana. Kan sudah konsekuensi
menjadi hakim ya begini dengan adanya aturan mutasi itu. Anak-anak juga
Alhamdulillah sudah mengerti dengan tugas ibunya jadi tidak masalah.
4. Berkaitan dengan aturan mutasi yang mengharuskan untuk berpindah-
pindah domisili, bagaimanaah cara ibu memenuhi apa yang seharusnya
menjadi tanggungjawab seorang ibu maupun istri?
Ya caranya seperti tadi yang dijelaskan Setiap bulan segala kebutuhan
suami dan anak-anak harus diperhatikan seperti makanan dan minuman dll.
Dan setiap waktu tetap menyempatkan komunikasi atau sekedar tanya
kabar, karena dengan kondisi begini komunikasi merupakan hal yang sangat
kerasa sekali urgensinya. Komunikasi lewat telefon itu penting sekali,
karena kalau sudah jauh kemudian jarang komunikasi itu bagaimana, anak-
anak bisa saja kehilangan sosok ibunya, seolah ibunya sudah tidak
memperhatikan lagi. Kan naudzubillah jangan sampai seperti itu. Jadi
intinya tetap menjaga komunikasi.
A. Identitas Informan :
1. Nama Lengkap : Ema Fatma Nuris, S.HI
2. Riwayat Pendidikan
SD : SDN I Purwogondo
SMP/ Mts : SMPN I Pecangaan
SMA/MA : MA. Darul Ulum, Purwogondo
S1 : IAIN, Sunan Kalijaga Yogyakarta
3. Jumlah anak : 3 orang
4. Usia anak : pertama 12 Tahun, kedua 2,5 tahun dan ketiga 6 bulan
5. Alasan Berkarir :
saya dari semenjak lulus kuliah sudah bekerja jadi sudah biasa bekerja, kalau
tidak bekerja malah aneh rasanya. selain itu untuk pengembangan diri.
6. Apakah suami ibu mengizinkan untuk berkarir?
Iya mengizinkan
7. Apakah saat ini ibu sedang tinggal bersama keluarga?
Ya sedang tinggal bersama keluarga
B. Pemenuhan hak dan kewajiban informan
1. Apakah yang ibu ketahui mengenai hak dan kewajiban istri, baik
menurut hukum islam maupun hukum positif?
Kewajiban istri adalah untuk berbakti kepada suaminya, melayani segala
kebutuhannya. Sedangkan haknya adalah untuk dicintai, disayangi, dan
diberikan nafkah, kurang lebih seperti itu.
2. Bagaimana cara ibu untuk menyeimbangkan antara menjadi seorang
wanita karir sekaligus sebagai istri dan seorang ibu didalam rumah?
Ketika di kantor harus fokus urusan kanator, dan ketika dirumah berusaha
untuk menjadi seorang ibu rumah tangga yang baik, melayani suami dan
mengurus anak-anak, sepulangnya dari kantor diusahakan membantu anak-
anak mengerjakan PR, mengajarkan anak-anak mengaji, memasak.
Pokoknya sebisa mungkin saya melakukan tugas sebagai ibu rumah tangga
layaknya ibu-ibu pada umumnya. Ya walaupun pasti kurang maksimal
mengingat waktu dari pagi sampai sore dihabiskan di kantor, tapi kan tidak
menutup kemungkinan juga untuk tetap mengurus urusan rumah.
3. Bagaimana cara membagi waktu dengan keluarga?
Dimanfaatkan sebaik-baiknya ketika liburan atau weekend, urusan rumah
seperti mencuci, menyetrika, biasanya saya jama‟ dikerjakan ketika sabtu
minggu. Selain itu ketika weekend atau libur juga pasti akan dimanfaatkan
untuk quality time bersama keluarga.
4. Mana yang ibu prioritaskan antara keluarga atau karir?
Sama-sama menjadi prioritas keduanya. Tidak ada yang lebih diutamakan,
semua menyesuaikan kondisinya, tergantung kondisinya yang mana yang
harus didahulukan terlebih dahulu maka akan didahulukan. Kalaupun
urusan pekerjaan ada yang membutuhkan prioritas lebih ya diutamakan
pekerjaan, insya Allah keluarga juga akan mengerti.
5. Kemudian menurut ibu, adakah perbedaan hak dan kewajiban dalam
rumah tangga antara seorang ibu rumah tangga dengan istri wanita
karir?
Tidak ada, hak dan kewajiban istri sebagai ibu rumah tangga ataupun
wanita karir itu sama saja. Dalam islam pun tidak ada dibeda-bedakan
tentang hak dan kewajiban istri. semua tergantung pada bagaimana istri
tersebut bertanggungjawab melaksanakan kewajibannya, walaupun istri
wanita karir tetap saja harus memenuhi apa yang sudah menjadi
tanggungjawabnya dirumah, tidak ada urusan ketika dia dikantor, pada
intinya kalau sudah dirumah ya perannya sebagai istri dan ibu mau tidak
mau harus dilaksanakan. Tapi biasanya suami dan anak-anak juga akan tau
dan mengerti kalau ibunya adalah pegawai sehingga ketika pulang kantor
sudah dalam kondisi lelah jadi tidak terlalu menuntut macam-macam ketika
dirumah. berebeda kondisinya dengan ibu rumah tangga pada umunya yang
waktunya dihabiskan di rumah saja,
6. Apakah suami ibu turut membantu dalam menyelesaikan urusan
rumah tangga?
Iya, ikut membantu.
7. Salah satu hak istri merupakan mendapatkan nafkah dari suami, lantas
bagaimana pendapat ibu terkait hak mendapatkan nafkah bagi istri
seorang wanita karir, apakah dengan kebebasan yang diberikan oleh
suami untuk berkarir diluar rumah akan menyebabkan gugurnya
suami untuk menafkahi?
Tidak, suami masih memiliki kewajiban untuk menafkahi walaupun istrinya
bekerja ataupun berpenghasilan lebih. Istri yang berkarir sifatnya hanya
untuk membantu keuangan keluarga, bukan sebagai tulang punggung
keluarga.
8. Apakah terdapat pergeseran tanggung jawab mengenai urusan
domestik rumah tangga berkaitan dengan peran ibu yang juga seorang
wanita karir diluar rumah?
Tidak ada, sama saja semua dilaksanakan semampu saya, yang bisa suami
saya bantu ya dibantu, istilahnya tidak pergeseran tanggungjawab tapi
pembagian tanggungjawab. Suami juga kan tidak ada salahnya membantu
istri, rumah tangga itu dibangun selain atas dasar cinta kan juga atas dasar
kerjasama saling bantu membantu, jadi pekerjaan rumah tanggapun
walaupun tanggungjawab seorang istri, suamipun tidak ada salahnya untuk
membantu mengerjakan.
C. Dampak keputusan Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang
Mutasi Hakim terhadap rumah Tangga Hakim Wanita
1. Bagaimana menurut ibu mengenai Regulasi Mahkamah Agung
No.192/KMA/SK/XI/2014 Tentang Mutasi Hakim? Disertakan alasan.
Saya rasa ini baik, dengan aturan ini MA berusaha mengakomodir
keinginan hakim untuk menjaga rumah tangga hakim, dengan cara
memberikan ruang bagi hakim mengajukan mutasi setelah dua tahun agar
bisa berdekatan dengan keluarga.
2. Berkaitan dengan hal tersebut sudah berapa kalikah ibu berpindah-
pindah kantor mengikuti aturan mutasi?
Sudah 2 kali
3. Ketika ditempatkan didaerah yang terpencil dan/atau jauh dari
keluarga, maka bagaimanakah dampak yang dirasakan ibu, baik peran
ibu sebagai ibu maupun istri?
Peran sebagai istri menjadi kurang maksimal jika jauh dari suami dan juga
menjadi tidak bisa mendampingi suami, kalau terhadap anak-anak tidak
terlalu berdampak banyak karena situasinya anak-anak saya ikut dengan
saya pindah.
4. Berkaitan dengan aturan mutasi yang mengharuskan untuk berpindah-
pindah domisili, bagaimanaah cara ibu memenuhi apa yang seharusnya
menjadi tanggungjawab seorang istri dan ibu?
Awalnya memang saya sudah memberikan penjelasan kepada suami tentang
konsekuensi menjadi hakim dengan resiko berpindah-pindah, jadi ketika
saya dimutasi suami sudah paham dan memaklumi, ketika berpisah jauh
dari suami yang paling penting sih menjaga komunikasi, jangan sampai
putus komunikasi. Kalau untuk anak-anak berhubung mereka ikut dengan
saya pindah jadi caranya berusaha menjadi sosok ibu dan ayah sekaligus.
A. Identitas Informan :
1. Nama Lengkap :Hj. Mahmudah Hayati, S.Ag., M.H.I.
2. Riwayat Pendidikan
SD : SDN 1 Kediri, Lombok Barat, NTB
SMP/ Mts : Mts Nurul Hakim, Kediri, Lombok Barat, NTB
SMA / MA : MA Nurul Hakim, Kediri, Lombok Barat, NTB
S1 : S1 Fak. Syariah Unmuh Surakarta, Jateng
S2 : S2 HK. Bisnis, IAIN Antasari Banjarmasin
3. Jumlah anak :3 orang anak
4. Usia anak :
Anak pertama 19 tahun, kedua 15 tahun, dan yang terakhir 11 tahun
5. Alasan Berkarir :
Alasan saya berkarir pada dasarnya untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan, selain itu sebagai sarana mengabdi kepada masyarakat atas
ilmu-ilmu yang sudah saya dapatkan selama ini, aktualisasi ilmu lah, juga
untuk menambah pengalaman dalam hidup saya
6. Apakah suami ibu mengizinkan untuk berkarir?
Iya suami saya mengizinkan sepanjang dapat melaksanakan hak dan
kewajiban sebagai seorang istri.
7. Apakah saat ini ibu sedang tinggal bersama keluarga?
Saya sedang tinggal bersama keluarga saya sejak tahun 2015, tapi sebelum
itu kami berpisah rumah karena saya tugas di kabupaten lain di Bali
B. Pemenuhan hak dan kewajiban informan
1. Apakah yang ibu ketahui mengenai hak dan kewajiban istri, baik
menurut hukum islam maupun hukum positif?
yang saya tahu bahwa hak dan kewajiban sebagai seorang istri adalah
seimbang dengan hak dan kewajiban suami, yaitu untuk saling mencintai,
menghormati, menghargai dan saling menyayangi satu sama lainnya
2. Bagaimana cara ibu untuk menyeimbangkan antara menjadi seorang
wanita karir sekaligus sebagai istri dan seorang ibu didalam rumah?
Untung menyeimbangkan begitu kalau saya diupayakan untuk
memanajemen waktu agar bisa seimbang antara mengurus pekerjaan rumah
dan juga mengurus pekerjaan di kantor karena keduanya merupakan
sesuatu yang tidak bisa dipisahkan, harus balance antara keduanya. Tidak
boleh juga berat sebelah. Memang sih kadang anak-anak juga kasihan
karena setiap harinya saya jarang dirumah, paling weekend sabtu minggu
baru bisa kumpul dirumah, Selain itu biasanya saya memanfaatkan kalau
ada libur kantor tanggal merah untuk menghabiskan waktu dirumah tapi.
Tapi walaupun begitu tetap diusahakan untuk memenuhi tugas saya sebagai
ibu atau istri.
3. Bagaimana cara membagi waktu dengan keluarga?
Urusan kantor diusahakan untuk dikesampingkan terlebih dahulu. biasanya
saya bagi tugas dengan suami saya mengenai urusan pekerjaan dirumah,
anak-anak juga sudah bisa membantu untuk menyelesaikan pekerjaan
rumah, ya sesuai porsi masing-masing saja lah. Kalau pagi saya usahakan
masak sebelum berangkat ke kantor, buat makan malam juga saya masak.
Maghrib juga diusahakan sholat dilanjutkan mengaji bersama anak-anak.
4. Mana yang ibu prioritaskan antara keluarga atau karir?
Keluarga ya, karena keluarga itu faktor yang menunjang karir saya
5. Kemudian menurut ibu, adakah perbedaan hak dan kewajiban dalam
rumah tangga antara seorang ibu rumah tangga dengan istri wanita
karir?
Tidak ada, semua sama saja, istri tetap istri. walaupun dia diluar rumah
bekerja menjadi apapun tapi kalau sudah dirumah ya tetap menjadi seorang
ibu rumah tangga, melakukan pekerjaan yang biasa ibu rumah tangga
lakukan, ya masak, ya mencuci, ya ngurus keperluan-keperluan rumah. tetap
semua menjadi tanggungjawab istri, kalau ada yang bantu-bantu itu juga
paling hanya meringankan, yang mengatur tetap saya, tapi sekarang anak-
anak sudah pada sekolah jadi saya sudah ngga pake jasa pembantu, pagi-
pagi saya yang siapkan keperluan, setelah itu pada berangkat sekolah, saya
dan suami juga ke kantor terus rumah dikunci kan aman.
6. Apakah suami ibu turut membantu dalam menyelesaikan urusan
rumah tangga?
Iya, suami juga ikut membantu apa-apa yang bisa di selesaikan, kadang
tanpa dimintai tolong juga sudah tau apa aja yang bisa suami saya lakukan
ya di kerjakan
7. Salah satu hak istri merupakan mendapatkan nafkah dari suami, lantas
bagaimana pendapat ibu terkait hak mendapatkan nafkah bagi istri
seorang wanita karir, apakah dengan kebebasan yang diberikan oleh
suami untuk berkarir diluar rumah akan menyebabkan gugurnya
suami untuk menafkahi?
Tidak menyebabkan gugurnya hak nafkah, tetap ada hak nafkah bagi istri,
tetapi tetap ada prinsip kerjasama dalam keluarga, istri bekerja kan sifatnya
hanya membantu ekonomi rumah tangga, jadi tetap ada kewajiban suami
untuk menafkahi, tidak serta merta gugur hanya karena istri punya
penghasilan sendiri.
8. Apakah terdapat pergeseran tanggung jawab mengenai urusan
domestik rumah tangga berkaitan dengan peran ibu yang juga seorang
wanita karir diluar rumah?
Tidak ada, sama saja, ya seperti yang tadi dijelaskan, istri melakukan
kewajibannya selayaknya ibu rumah tangga tapi suami juga ikut membantu
melaksanakan yang bisa dilakukan, saling membantu lah, toh dalam sebuah
rumah tangga harus ada rasa saling pengertian diantara keduanya, tidak
bisa suami sendiri istri juga sendiri, pasti ya ada kerjasama.
C. Dampak keputusan Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang
Mutasi Hakim terhadap rumah Tangga Hakim Wanita
1. Bagaimana menurut ibu mengenai Regulasi Mahkamah Agung
No.192/KMA/SK/XI/2014 Tentang Mutasi Hakim? Disertakan alasan.
Peraturan ini sudah bagus sebenarnya, tujuannya untuk memotivasi hakim
agar lebih baik kinerjanya selain itu untuk menyegarkan hakim agar tidak
bosan disatu tempat saja, hanya pelaksanaannya dilapangan yang belum
maksimal, ada saja kendalanya. Kalau dikaitkan dengan kewajiban ibu
yang harus berpindah-pindah tempat dinas bagaimana? Kalau itu
sebenarnya berat juga disatu sisi susah tinggal jauh dari keluarga, disisi
lainnya juga terikat dengan sumpah jabatan, jadi mau tidak mau harus
mematuhi keputusan yang dikeluarkan oleh MA, tapi diambil positifnya saja,
dengan begini kan kita jadi punya lebih banyak pengalaman dan lebih
banyak kawan
2. Berkaitan dengan hal tersebut sudah berapa kalikah ibu berpindah-
pindah kantor mengikuti aturan mutasi?
Sudah 3 kali, pertama kali diangkat jadi hakim tahun 2009 waktu itu saya
dinas di PA. Rantau, Kalimantan Selatan sedangkan suami saya di sini
(Bali) dinasnya, jadi berjauhan, komunikasi ya via telfon saja tapi kalau
anak-anak kebetulan ikut saya sekolah disana biar mudah mantaunya.
Kalau sekarang pas lagi kumpul di Bali jadi enak.
3. Ketika ditempatkan didaerah yang terpencil dan/atau jauh dari
keluarga, maka bagaimanakah dampak yang dirasakan ibu, baik peran
ibu sebagai istri?
Hubungan antara suami istri jadi kurang optimal karena terpisahnya jarak,
jadi susah komunikasi paling hanya lewat telefon. Namun kita komitmen
untuk saling percaya sehingga rumah tangga tetap utuh meskipun jarak
memisahkan. . Kelebihan berprofesi menjadi hakim selain bisa mengambil
hikmah dari setiap kasus perceraian, juga bisa menjadi pelajaran terhadap
rumah tangga kita sendiri agar jangan sampai terjadi perceraian,
na‟udzubillah. Kalau terhadap anak-anak bagaimana dampaknya bu?
Tidak banyak yang berubah, karena anak-anak saya ikut pindah bersama
saya. Kalau ada waktu liburan anak-anak, saya cuti untuk bisa berkumpul
dengan suami, atau suami yang datang ke tempat tugas saya
4. Berkaitan dengan aturan mutasi yang mengharuskan untuk berpindah-
pindah domisili, bagaimanaah cara ibu memenuhi apa yang seharusnya
menjadi tanggungjawab seorang istri?
Harus sering berkomunikasi memberi kabar baik itu via telfon atau media
sosial, karena bagaimanapun juga tetap merupakan suami istri jadi masih
punya tanggungjawab satu sama lain, jadi tidak bisa lepas begtu saja
walaupun tidak sering bertemu, kalau terhadap anak-anak bagaimana?
Saya berperan ganda sebagai ibu dan ayah agar anak-anak tidak
kehilangan figur ayahnya yang berpisah tempat tinggal, dengan cara
mendidik dan mengajar apa yang seharusnya diajari dan dilakukan seorang
ayah terhadap anaknya
A. Identitas Informan :
1. Nama Lengkap : Baiq Halkiyah, S.Ag, M.H
2. Riwayat Pendidikan
SD : Sekolah Dasar (SDN 03 Penujak Lombok Tengah)
SMP/Mts : SMPN 1 Praya Barat, Lombok Tengah
SMA/ MA : Madrasah Aliyah (Darunnajah, Jakarta)
S1 : Fak. Syariah IAIN Sunan Ampel Mataram
S2 : Fak. Hukum Universitas Mataram, NTB
3. Jumlah anak : 3 orang
4. Usia anak : pertama 26 Tahun, kedua 25 Tahun, Ketiga 15 Tahun
5. Alasan Berkarir : untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, mengabdi
pada nusa dan bangsa, membantu suami untuk menambah penghasilan
keluarga, dan menguji kemampuan diri.
6. Apakah suami ibu mengizinkan untuk berkarir?
Ya, suami mengizinkan
7. Apakah saat ini ibu sedang tinggal bersama keluarga?
Tidak, keluarga di Lombok dan saya ngekost disini
B. Pemenuhan hak dan kewajiban informan
1. Apakah yang ibu ketahui mengenai hak dan kewajiban istri, baik
menurut hukum islam maupun hukum positif?
Baik hukum positif atau hukum Islam pada intinya adalah sama, ialah
haknya seorang istri memperoleh perlindungan dari suami baik materil
maupun yang immateril. Sedangkan kewajibannya ialah melayani suami
dengan sebaik-baiknya serta saling tolong menolong dalam rumah tangga
selama itu berkaitan dengan kebaikan.
2. Bagaimana cara ibu untuk menyeimbangkan antara menjadi seorang
wanita karir sekaligus sebagai istri dan seorang ibu didalam rumah?
Pembagian waktu dengan sebaik-baiknya secara profesional, kapan
waktunya untuk keluarga, dan kapan waktunya untuk fokus ke pekerjaan.
anak-anak juga tetap diberikan pengertian bahwa ibunya adalah seorang
Pegawai yang sewaktu-waktu mungkin dapat berpindah-pindah seperti saat
ini berjauhan, jadi ketika memang dipindahkan ya anak-anak tidak kaget,
hanya tempat tinggal saja yang berjauhan tapi perhatian dan kasih sayang
akan tetap lancar. saya mulai berkarir itu sekitar tahun 1997-1998, dari
mulai kantor pulang jam 13.00, kemudin pernah jam 15.00 sampai sekarang
jam pulang kantor menjadi jam 17.00 Alhamdulillah anak-anak mengerti
dan tidak mempermasalahkan, selama perhatian untuk mereka juga
terpenuhi. Kalau berjauhan kan sekarang ada Handphone jadi saya kira
tidak sulit juga untuk berkomunikasi.
3. Bagaimana cara membagi waktu dengan keluarga?
Ya seperti tadi yang saya bilang tau kapan waktunya untuk keluarga dan
kapan pula waktunya untuk mengurusi pekerjaan. Tinggal dilihat saja mana
yang pada saatnya lebih butuh untuk diprioritaskan, ya didahulukan. Kalau
berjauhan begini ya otomatis waktu untuk berkumpul jadi terbatas, hanya
ketika akhir pekan kalau saya pulang ke Lombok, ya pada waktu-waktu
itulah yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin.
4. Mana yang ibu prioritaskan antara keluarga atau karir?
sama-sama di prioritaskan, karir wajib dilaksanakan dengan tidak
mengabaikan keluarga. Mana yang sekiranya sifatnya lebih urgent maka
akan di dahulukan.
5. Kemudian menurut ibu, adakah perbedaan hak dan kewajiban dalam
rumah tangga antara seorang ibu rumah tangga dengan istri wanita
karir?
Tidak ada perbedaan, hak dan kewajiban sebagai wanita karir dan sebagai
ibu rumah tangga harus dilaksanakan sejalan, bukan berarti dengan
menjadi wanita karir menjadikan kita lepas tanggung jawab pada urusan
rumah, tidak seperti itu. Dengan menjadi wanita karir kita juga harus siap
untuk melakoni peran ganda atau dua tanggungjawab. Urusan rumah
tangga tidak boleh juga dikesampingkan. Memang dengan memilih menjadi
wanita karir konsekuensi yang harus dirasakan ialah waktu untuk keluarga
jadi sangat berkurang ya wajar kalau pelaksanaan tanggungjawab terhadap
keluarga jadi berkuang tidak sesempurna ibu rumah tangga yang lainnya,
namun dibalik itu ada kebanggaan tersendiri loh, kita dapat membantu
ekonomi keluarga namun kita juga masih memiliki kesempatan untuk
bertanggungjawab mengurusi keluarga, disitulah kelebihan wanita karir.
6. Apakah suami ibu turut membantu dalam menyelesaikan urusan
rumah tangga?
Ya suami saya juga turut membantu.
7. Salah satu hak istri merupakan mendapatkan nafkah dari suami, lantas
bagaimana pendapat ibu terkait hak mendapatkan nafkah bagi istri
seorang wanita karir, apakah dengan kebebasan yang diberikan oleh
suami untuk berkarir diluar rumah akan menyebabkan gugurnya
suami untuk menafkahi?
Tidak begitu, suami tetap mempunyai kewajiban memenuhi nafkah keluarga,
dalam Al-Qur‟an juga sudah diterangkan bahwa suami wajib memberikan
hak nafkah kepada istri, berupa makanan dan kiswah (pakaian) dengan
cara-cara yang ma‟ruf. Kewajiban menfkahi oleh suami ini akan gugur
apabila istrinya melakukan nusyuz atau pembangkangan, jadi selama istri
tidak melakukan pembangkangan ya suami tetap wajib memenuhi hak
nafkah istrinya, termasuk bagi istri-istri yang menjadi wanita karir atas
persetujuan suaminya maka hak nafkahnya pun tidak gugur.
8. Apakah terdapat pergeseran tanggung jawab mengenai urusan
domestik rumah tangga berkaitan dengan peran ibu yang juga seorang
wanita karir diluar rumah?
Tidak ada pergeseran tanggungjawab seperti itu, walaupun saya jauh tetap
saja saya usahakan untuk bertanggungjawab melakukan tugas sebagai istri
atau ibu semampu saya, tidak saya limpahkan kepada suami saya apa yang
seharusnya menjadi tanggungjawab saya. Ya terkadang yang masih bisa
suami saya lakukan sendiri tanpa saya ya dikerjakan. Tapi itu kan bukan
berarti pergeseran tanggungjawab, urusan domestik rumah tangga kan
sama-sama, jadi berkaitan dengan urusan rumah tangga juga dikerjakan
bersama-sama tidak bergantung kepada salah satunya saja. Misalkan
mencuci baju, memang kenapa kalau laki-laki mencuci, apakah hal yang
salah? Apakah harus istri yang mencucikan? Kan tidak begitu juga. Jadi ya
urusan rumah tangga tidak melulu bergantung pada perempuan, lagian
sudah ada pembantu yang meringankan tugas rumah tangga, sehingga itu
bukan lagi merupakan sebuah beban.
C. Dampak keputusan Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang
Mutasi Hakim terhadap rumah Tangga Hakim Wanita
1. Bagaimana menurut ibu mengenai Regulasi Mahkamah Agung
No.192/KMA/SK/XI/2014 Tentang Mutasi Hakim? Disertakan alasan.
Saya rasa aturan tersebut harus dilaksanakan karena sudah menjadi
kesepakatan para pimpinan Mahkamah Agung RI, namun saya berharap
agar regulasi tersebut dapat mengakomodir agar hakim perempuan
ditempatkan tidak di daerah yang terlalu terpencil, dan jika suami PNS
maka istri mengikuti tempat tugas suami yang PNS tersebut. Selain itu untuk
menghindari mudharat antara suami dan istri juga apabila tinggal berjauh-
jauhan.
2. Berkaitan dengan hal tersebut sudah berapa kalikah ibu berpindah-
pindah kantor mengikuti aturan mutasi?
Sudah sekitar 9 kali mutasi saya. Sejak mulai masih menjabat sebagai staff,
Panmud Hukum, Kaur keuangan, kemudian menjadi Panitera Pengganti,
Hakim, hingga menjadi wakil ketua sekarang ini, dan pada saat inipun saya
sudah mendapatkan SK lagi untuk kembali mutasi ke Lombok
3. Ketika ditempatkan didaerah yang terpencil dan/atau jauh dari
keluarga, maka bagaimanakah dampak yang dirasakan ibu, baik peran
ibu sebagai ibu maupun istri?
Peran sebagai istri tentunya menjadi kurang maksimal, hak dan
kewajibannya pun menjadi tidak bisa dijalankan sebagaimana mestinya jika
kondisinya berjauhan seperti ini. kalau untuk anak-anak sih dampaknya
tidak begitu terasa, karena anak-anak sudah pada besar dan bersekolah di
pesantren, jadi walaupun saya berpindah-pindah anak saya tidak terlalu
merasakan dampaknya karena tidak juga ikut berpindah-pindah sekolah.
4. Berkaitan dengan aturan mutasi yang mengharuskan untuk berpindah-
pindah domisili, bagaimanaah cara ibu memenuhi apa yang seharusnya
menjadi tanggungjawab seorang istri?
Kewajiban sebagai istri tetap dipenuhi sesuai kesepakatan dan sesuai
kondisinya, setidaknya dalam satu bulan saya menyempatkan diri beberapa
kali pulang untuk bertemu keluarga. Selain itu kewajiban istri untuk
menjaga kehormatan diri di tempat kerja juga tetap di laksanakan sebaik
mungkin. Berkaitan dengan anak-anak bagaimana? Kalau kewajiban
sebagai ibu tetap diusahakan untuk dipenuhi terutama curahan kasih sayang
dan perhatian kepada mereka dengan selalu menghubungi via telfon dan
menjenguk mereka.
A. Identitas Informan :
1. Nama Lengkap : Hj. Maryani. S.H
2. Riwayat Pendidikan :
SD : SDN No. 6 Denpasar
SMP / Mts : SMP XVI Udayana Denpasar
SMA/ MA : SMEA Negeri Denpasar
S1 : Universitas Warmadewa Denpasar
3. Jumlah anak : 3 orang
4. Usia anak :
Anak pertama 33 tahun, kedua 30 tahun, dan yang terakhir 20 tahun
5. Alasan Berkarir?
Pertama pasti tujuannya untuk ibadah, mengamalkan ilmu yang sudah
didapat, selain itu untuk membantu ekonomi keluarga
6. Apakah suami ibu mengizinkan untuk berkarir?
Iya, suami saya mengizinkan
7. Apakah saat ini ibu sedang tinggal bersama keluarga?
Iya saya sedang tinggal bersama keluarga saat ini
B. Pemenuhan hak dan kewajiban informan
1. Apakah yang ibu ketahui mengenai hak dan kewajiban istri, baik
menurut hukum islam maupun hukum positif?
Menurut hukum positif kalau tidak salah ada di pasal 34 UU No. 1 Tahun
1974, ada disitu dijelaskan tentang kewajiban suami yang menjadi haknya
istri yaitu wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu yang
berkaitan dengan rumah tangga tapi tentu dilihat dari kemampuan suami
yang bersangkutan, selain itu ada pula diatur mengenai kewajiban istri juga
disitu dijelaskan istri hendaknya mengatur urusan rumah tangga dengan
sebaik-baiknya. Kalau untuk hukum islam ada di pasal 38 KHI kalau ngga
salah coba nanti dilihat, itu mengenai istri untuk berbakti lahir dan bathin
kepada suaminya di dalam batas yang dibenarkan oleh hukum Islam.
2. Bagaimana cara ibu untuk menyeimbangkan antara menjadi seorang
wanita karir sekaligus sebagai istri dan seorang ibu didalam rumah?
Ya harus pintar-pintar bagi waktu ya, punya strategi agar tetap bisa adil
antara kerjaan dan keluarga. Di sesuaikan dengan keadaanya, kalau
dirumah lagi ada urusan atau misal anak sakit ya saya izin dulu tidak masuk
kantor, tapi kalau di kantor seumpama ada yang harus lebih di prioritaskan
ya akan saya dahulukan dulu urusan kantor, pintar-pintar manajemen waktu
lah, kan konsekuensi dari kita menajdi wanita karir itu ya harus begitu,
tidak boleh di jadikan beban juga dibawa santai saja, alhamdulillah anak-
anak saya juga sudah mengerti, sejak dulu sejak mereka kecil saya sudah
bekerja sampai sekarang mereka sudah pada besar tidak ada masalah yang
berarti, santai saja dijalankan. Malah salah satu anak saya kerja di
Pengadilan sekarang ini.
3. Bagaimana cara membagi waktu dengan keluarga?
Ya itu tadi pintar-pintar cari celah kalo hari libur biasanya habisin waktu
ngurus rumah atau main sama cucu, atau kalau ada keperluan keluarga
yang mendesak saya ambil cuti, sempatkan jalan-jalan refreshing kalo ngga
begitu kan capek juga disibukkan urusan kantor ga ada habisnya.
4. Mana yang ibu prioritaskan antara keluarga atau karir?
Sama saja. Dua-duanya harus sejalan, tapi ya tetap harus lebih
memprioritaskan keluarga, kan keluarga yang memback up dan menunjang
karir saya. Tanpa keluarga mungkin juga karir saya gak sampai begini.
5. Kemudian menurut ibu, adakah perbedaan hak dan kewajiban dalam
rumah tangga antara seorang ibu rumah tangga dengan istri wanita
karir?
Tidak ada, sama saja. Istri wanita karir juga harus menjalankan
kewajibannya selaku istri, tidak boleh mentang-mentang sudah bekerja,
berkarir, kemudian malah melalaikan kewajiban dirumah. Dari awal kan
sudah ada komitmen boleh bekerja diluar rumah tapi tetap tidak boleh
melupakan kewajibannya di rumah. malah ada hadist yang menerangkan
bahwa istri tidak boleh keluar dari rumahnya kecuali dengan izin suaminya.
Kan sudah jelas bahwa dalam hal ini suami sudah memperbolehkannya
untuk bekerja, maka dari itu istri juga tidak boleh melupakan kewajibannya
dirumah. Kebetulan bapak kan juga hakim ya sudah paham lah bagaimana
pekerjan saya.
6. Apakah suami ibu turut membantu dalam menyelesaikan urusan
rumah tangga?
Iya ikut serta, karena profesi kami sama jadi ya waktunya sama-sama
banyak dikantor, sudah sama-sama tau pekerjaan seorang hakim, jadi sudah
tidak banyak menuntut.
7. Salah satu hak istri merupakan mendapatkan nafkah dari suami, lantas
bagaimana pendapat ibu terkait hak mendapatkan nafkah bagi istri
seorang wanita karir, apakah dengan kebebasan yang diberikan oleh
suami untuk berkarir diluar rumah akan menyebabkan gugurnya
suami untuk menafkahi?
Disamping istri punya kewajiban kan juga punya hak. Setelah melakukan
kewajibannya, istri juga berhak mendapatkan haknya, termasuk hak untuk
mendapatkan nafkah juga tidak boleh gugur. Walaupun istrinya seorang
wanita karir yang berpenghasilan tetap saja suami wajib menafkahi, untuk
besar kecilnya ya itu harus di musyawarahkan, yang terpenting
tanggungjawab suami untuk tetap menafkahi istrinya.
8. Apakah terdapat pergeseran tanggung jawab mengenai urusan
domestik rumah tangga berkaitan dengan peran ibu yang juga seorang
wanita karir diluar rumah?
Tidak ada, pergeseran yang saklek bergeser pekerjaan rumah tangga pindah
ke suami itu tidak ada, paling yang terjadi suami mengerjakan apa yang
bisa dibantu, membantu meringankan tugas-tugas rumah tangga. Anak-anak
saya juga sudah pada berumah tangga, sudah pada tinggal dirumah sendiri-
sendiri, tinggal yang paling kecil itu juga sudah dewasa, jadi ngga susah
juga ngaturnya.
C. Dampak keputusan Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang
Mutasi Hakim terhadap rumah Tangga Hakim Wanita
1. Bagaimana menurut ibu mengenai Regulasi Mahkamah Agung
No.192/KMA/SK/XI/2014 Tentang Mutasi Hakim? Disertakan alasan.
Itu bagus program itu, karena kalau hakim kelamaan disuatu tempat
dikhawatirkan akan menimbulkan rasa seolah-olah memiliki kantor, dengan
ada rasa itu maka dikhawatirkan juga adanya KKN (korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme), menurut ibu negatifnya apa? Kalau negatifnya ya gitu.
Dengan dimutasinya hakim itu ya mau tidak mau hakim harus kenal dengan
tempat baru, suasana baru, dengan dimutasi begitu ya berrti kehidupan juga
dimulai dari nol lagi, harus ngontrak rumah lagi, terutama untuk anak-anak
juga harus pindah sekolah menyeseuaikan dengan teman- teman dan
lingkungan baru dan itu tidak mudah dan perlu waktu.
2. Berkaitan dengan hal tersebut sudah berapa kalikah ibu berpindah-
pindah kantor mengikuti aturan mutasi?
dengan sekarang ini di PA.Badung jadi 4 kali. Yang paling jauh saya pindah
ke PA. Bulukumba, Sulawesi Selatan, sedangkan suami saya di PA. Sinjai.
Meskipun masih 1 wilayah PTA tetapi tidak bisa dijangkau dengan Pulamg
pergi, sehingga ya rumah juga berpisah.
3. Ketika ditempatkan didaerah yang terpencil dan/atau jauh dari
keluarga, maka bagaimanakah dampak yang dirasakan ibu, baik peran
ibu sebagai ibu maupun istri?
Kalau untuk suami istri jadi kurang optimal karena jarak yang jauh,
perasaan sepi sedih juga pasti ada, jauh dari anak-anak, jauh dari keluarga
juga. Tapi karena tugas tetap harus dijalanin. Untungnya saya dinas
kebetulan sering masih di daerah bali jadi masih tidak jauh dari keluarga,
malah waktu itu pernah saya sekantor dengan bapak padahal sebenarnya
aturannya tidak boleh, tapi entah kenapa itu waktu itu saya bisa sekantor,
bersyukur sih kan jadinya enak walaupun anak-anak tinggal di Denpasar,
saya dan bapak di Kab. Negara, masih di Bali jadi masih enak kalau
bertemu.
4. Berkaitan dengan aturan mutasi yang mengharuskan untuk berpindah-
pindah domisili, bagaimanaah cara ibu memenuhi apa yang seharusnya
menjadi tanggungjawab ibu
Kalau lagi jauh ya mengandalkan telefon saja, liburan baru bisa ketemu
atau sabtu minggu pulang buat kumpul-kumpul sama keluarga.
A. Identitas Informan :
1. Nama Lengkap : Hapsah, S.HI
2. Riwayat Pendidikan :
SD : SDN I Neroh, Bangkalan
SMP / MTs : Mts. Darul Rahman, Jakarta
SMA / MA : MA. Darul Rahman, Jakarta
S1 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Jumlah anak : 2 orang
4. Usia anak : 9 tahun dan 1 tahun
5. Alasan Berkarir :
membantu suami memenuhi kebutuhan rumah tangga
6. Apakah suami ibu mengizinkan untuk berkarir?
Iya suami mengizinkan
7. Apakah saat ini ibu sedang tinggal bersama keluarga?
Iya sekarang kumpul sama keluarga
B. Pemenuhan hak dan kewajiban informan
1. Apakah yang ibu ketahui mengenai hak dan kewajiban istri, baik
menurut hukum islam maupun hukum positif?
Dalam agama Islam sering dibahas bahwa kewajiban seorang istri terhadap
suaminya itu ada dua, yaitu kewajiban melayani suami secara biologis dan
juga kewajiban taat pada suaminya dalam segala hal selain maksiat. Tapi
kewajibannya juga ngga berhenti disitu saja, masih banyak kewajiban-
kewajiban dari istri yang tidak disebutkan secara detail. Selain kewajiban
istri juga mempunyai hak untuk dicintai, disayangi, di berikan perhatian,
dan lain-lain.
2. Bagaimana cara ibu untuk menyeimbangkan antara menjadi seorang
wanita karir sekaligus sebagai istri dan seorang ibu didalam rumah?
Saya usahakan untuk tidak membawa pekerjaan dari kantor ke rumah, biar
dirumah bisa fokus ngurus suami dan anak-anak, kecuali memang untuk
pekerjaan yang butuh untuk diselesaikan cepat dan di kantor belum selesai
ya terpaksa saya bawa pulang selama itu tidak mengganggu waktu saya
dengan anak-anak, kan kasian juga sudah waktu dirumah sedikit, harus
dipotong baca berita acara misalnya, jadi ya itu diusahakan tidak membawa
pekerjaan kantor kerumah. Selain itu sebagai ibu-ibu kan juga ga bisa jauh
dari urusan dapur, jadi urusan masak memasak masih saya yang pegang,
tetap saya masakin sebelum berangkat ke kantor atau buat makan malem.
3. Bagaimana cara membagi waktu dengan keluarga?
Memanfaatkan waktu setelah jam kantor atau hari-hari libur bersama suami
dan anak-anak, puas-puasin itu ketika libur sama mereka, sekalian beberes
rumah. kadang kalau ngga gitu hari-hari sudah lelah di kantor pulang-
pulang jam 5 sedangkan jam 8 atau jam 9an anak-anak sudah tidur, apalagi
yang kecil. Jadi ya di maksimalkan moment ketika sabtu minggu. Tapi
alhamdulillah saya bisa tinggal serumah jadi walaupun sibuk di kantor
masih bisa berkumpul selepas jam kantor selesai.
4. Mana yang ibu prioritaskan antara keluarga atau karir?
Keluarga, tapi dengan memprioritaskan keluarga bukan berarti
mengesampingkan pekerjaan, keduanya sama-sama berjalan beriringan.
5. Kemudian menurut ibu, adakah perbedaan hak dan kewajiban dalam
rumah tangga antara seorang ibu rumah tangga dengan istri wanita
karir?
Menurut saya sih tidak ada, karena pada dasarnya tugas wanita adalah
mengurusi rumah tangganya, selain itu dalam Islam juga diajarkan
bahwasanya istri harus tetap didalam rumahnya kecuali jika ada sebuah
keperluan untuk keluar dan atas izin suaminya. Jadi seorang istri yang
wanita karir juga seharusnya tidak melupakan tugas utamanya walaupun
dengan kerja diluar rumah maka konsekuensinya akan ada banyak
kewajibannya yang harus ditinggalkan atau mungkin akan tidak optimal.
Misalnya melayani keperluan suami, mengurus dan mendidik anak serta
hal lainnya yang menjadi tugas dan kewajiban seorang istri dan ibu, tetapi
tetap saja wanita itu harus mengupayakan yang terbaik untuk melaksanakan
kewajibannya selaku istri atau ibu bagaimanapun itu caranya.
6. Apakah suami ibu turut membantu dalam menyelesaikan urusan
rumah tangga?
Iya, suami saya turut membantu, bahkan yang mengurus anak-anak ketika
saya di kantor adalah suami saya.
7. Salah satu hak istri merupakan mendapatkan nafkah dari suami, lantas
bagaimana pendapat ibu terkait hak mendapatkan nafkah bagi istri
seorang wanita karir, apakah dengan kebebasan yang diberikan oleh
suami untuk berkarir diluar rumah akan menyebabkan gugurnya
suami untuk menafkahi?
Tidak, suami masih harus memberikan hak nafkah kepada istri, walaupun
misalnya penghasilan suami lebih kecil dan istrinya lebih besar tetap harus
ada nafkah untuk istri. Seberapapun suami mampu menafkahi itu tidak
dipermasalahkan, yang diutamakan ialah pemenuhan hak istri yang berupa
nafkah itu. Istri kan bekerja pada dasarnya hanya untuk membantu
perekonomian keluarga, namun apabila istri penghasilannya lebih besar ya
itu suatu kesyukuran dan kebanggaan buat istri itu sendiri, tapi dengan
begitu istri juga tidak boleh besar kepala pada suaminya, bagaimanapun
suami kan tetap kepala rumah tangga, istri tidak boleh meremehkan walau
dengan alasan apapun.
8. Apakah terdapat pergeseran tanggung jawab mengenai urusan
domestik rumah tangga berkaitan dengan peran ibu yang juga seorang
wanita karir diluar rumah?
Sejauh ini sih tidak ada ya, suami mengerjakan apa yang dapat dikerjakan,
saya pun begitu. kebetulan suami saya termasuk orang yang telaten kalau
mengerjakan sesuatu. Lagipula dalam berumah tangga kan prinsipnya itu
tolong menolong, jadi pekerjaan rumah juga menjadi pekerjaan bersama,
kecuali kalo menyusui itu baru kan tidak bisa ditukar-tukar, masa suami
yang ambil alih menyusui, kan tidak. Suami juga sangat memaklumi
konsekuensi saya menjadi PNS yaitu harus sering mutasi kemana-mana jadi
suami memutuskan untuk ikut pindah ke Bali.
C. Dampak keputusan Mahkamah Agung No. 192/KMA/SK/XI/2014 Tentang
Mutasi Hakim terhadap rumah Tangga Hakim Wanita
1. Bagaimana menurut ibu mengenai Regulasi Mahkamah Agung
No.192/KMA/SK/XI/2014 Tentang Mutasi Hakim? Disertakan alasan.
Bagus, itu salah satu upaya Mahkamah Agung untuk membenahi sistem
mutasi yang selama ini dikeluhkan oleh para hakim, namun saya kira
realisasi dari Surat Keputusan itu belum berlaku secara merata terhadap
para hakim itu sendiri. Banyak yang mengeluhkan harus di mutasi ke tempat
yang terpencil jauh dari keluarga.
2. Berkaitan dengan hal tersebut sudah berapa kalikah ibu berpindah-
pindah kantor mengikuti aturan mutasi?
Saya sudah 3 kali pindah, sewaktu jadi cakim (calon hakim) sebelum PNS
saya ditempatkan di PA. Tanjung Karang, kemudian jadi Cakim PNS di PA.
Cianjur, jadi Hakim pertama kalinya di PA. Selayar, baru di PA. Badung ini
sampai sekarang.
3. Ketika ditempatkan didaerah yang terpencil dan/atau jauh dari
keluarga, maka bagaimanakah dampak yang dirasakan ibu, baik peran
ibu sebagai ibu maupun istri?
Kalau peran sebagai istri sih jadi kurang maksimal ke suami saya, karena
jadi tidak bisa melayani dan menyiapkan kebutuhan suami setiap hari,
apalagi ketika saya ditempatkan di PA. Selayar kebetulan disana sinyal agak
susah, jadilah komunikasi ke suami juga terbatas. Untung saya disana tidak
terlalu lama kurang lebih 2 tahunan, dan ketika itu anak saya baru satu dan
itu juga ikut dengan saya disana jadi kalau untuk peran sebagai ibu saya
rasa tidak banyak berubah, hanya saja harus bisa menjadi sosok ayah juga
buat dia karena ayahnya kan waktu itu tidak tinggal bersama kami. Itu
semua sudah merupakan konsekuensi dari menjadi hakim yang memang
sudah ada kesepakatan di awal akan dipindah-pindah tugaskan, jadi tidak
ada pilihan lain.
4. Berkaitan dengan aturan mutasi yang mengharuskan untuk berpindah-
pindah domisili, bagaimanaah cara ibu memenuhi apa yang seharusnya
menjadi tanggungjawab istri dan ibu?
Caranya ya pasti komunikasi yang terpenting, jangan putus komunikasi
walaupun keadaanya susah sinyal atau sesibuk-sibuknya harus selalu di
sempatkan untuk berkomunikasi dengan suami atau keluarga. Selain
menjaga rumah tangga tetap harmonis dengan selalu ngasih kabar kita juga
jadi merasa terjaga, bayangkan saja di daerah yang jauh dari keluarga jauh
dari suami kalau ada apa-apa kan susah kalau tidak ada yang tau, jadi
komunikasi itu menurut saya yang paling penting sih. Kalau sekarang ini
kebetulan suami saya ikut pindah ke Bali jadi bisa sekalian jagain anak-
anak.