PLENO MODUL 2

65
LO. 1 ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERNAFASAN

Transcript of PLENO MODUL 2

LO. 1ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERNAFASAN

• Fungsi utama sistem respirasi adalah memenuhi kebutuhan oksigen jaringan tubuh dan membuang karbondioksida sebagai sisa metabolisme serta berperan dalam menjaga keseimbangan asam dan basa.

Sistem respirasi bekerja melalui 3 tahapan

1.Ventilasi2.Difusi3.Transportasi

Ventilasi• Ventilasi merupakan proses pertukaran udara antara atmosfer dengan alveoli.

• Proses ini terdiri dari inspirasi (masuknya udara ke paru-paru) dan ekspirasi (keluarnya udara dari paru-paru).

• Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal,

• Ventilasi dipengaruhi oleh :– Kadar oksigen pada atmosfer– Kebersihan jalan nafas– Daya recoil & complience (kembang kempis) dari paru-paru

– Pusat pernafasan

DIFUSI• Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah pada kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan tinggi ke tekanan rendah.

TransportasiSetelah difusi maka selanjutnya terjadi proses transportasi oksigen ke sel-sel yang membutuhkan melalui darah dan pengangkutan karbondioksida sebagai sisa metabolisme ke kapiler paru.

• Setelah transportasi maka terjadilah difusi gas pada sel/jaringan. Difusi gas pada sel/jaringan terjadi karena tekanan parsial oksigen (PO2) intrasel selalu lebih rendah dari PO2 kapiler karena O2 dalam sel selalu digunakan oleh sel. Sebaliknya tekanan parsial karbondioksida (PCO2) intrasel selalu lebih tinggi karena CO2 selalu diproduksi oleh sel sebagai sisa metabolisme.

FUNGSI RESPIRASI DAN NON RESPIRASI DARI PARU

1.       Respirasi : pertukaran gas O² dan CO²

2.       Keseimbangan asam basa3.       Keseimbangan cairan4.       Keseimbangan suhu  tubuh5.       Endokrin : keseimbangan bahan vaso

aktif, histamine, serotonin,dan angiotensin

6.       Perlindungan terhadap infeksi

REGULASI VENTILASI• Kontrol dari pengaturan ventilasi dilakukan oleh sistem saraf dan kadar/konsentrasi gas-gas yang ada di dalam darah.

• Pusat respirasi di medulla oblongata mengatur:

-Rate impuls                           Respirasi rate

-Amplitudo impuls                 Tidal volume• Rangsang ventilasi terjadi atas : PaCo2, pH darah, PaO2

Mekanisme PernafasanAgar terjadi pertukaran sejumlah gas untuk metabolisme tubuh diperlukan usaha keras pernafasan yang tergantung pada:

1.      Tekanan intra-pleuralDinding dada merupakan suatu kompartemen tertutup melingkupi paru. Dalam keadaan normal paru seakan melekat pada dinding dada, hal ini disebabkan karena ada perbedaan tekanan atau selisih tekanan atmosfir ( 760 mmHg) dan tekanan intra pleural (755 mmHg). Sewaktu inspirasi diafrgama berkontraksi, volume rongga dada meningkat, tekanan intra pleural dan intra alveolar turun dibawah tekanan atmosfir sehingga udara masuk Sedangkan waktu ekspirasi volum rongga dada mengecil mengakibatkan tekanan intra pleural dan tekanan intra alveolar meningkat diatas atmosfir sehingga udara mengalir keluar.

2. Compliance• Hubungan antara perubahan tekanan dengan perubahan volume dan aliran dikenal sebagai compliance.

• Ada dua bentuk compliance:- Static compliance, perubahan volum paru persatuan perubahan tekanan saluran nafas ( airway pressure) sewaktu paru tidak bergerak. Pada orang dewasa muda normal : 100 ml/cm H2O- Effective Compliance : (tidal volume/peak pressure) selama fase pernafasan. Normal: ±50 ml/cm H2O

• Compliance dapat menurun karena:-  Pulmonary stiffes : atelektasis, pneumonia, edema paru, fibrosis paru-  Space occupying prosess: effuse pleura, pneumothorak-  Chestwall undistensibility: kifoskoliosis, obesitas, distensi abdomen

Asma Bronkial

LO. 2OBSTRUKSI SALURAN NAFAS

BAWAH(NON INFEKSI, NON

NEOPLASMA)

DefenisiPenyakit ggn inflamasi kronik saluran napas yang berhubungan dgn hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yg reversibel yg menimbulkan gejala episodik berulang

Faktor Resiko 1.Genetik : memberikan bakat atau kecendrungan utk terjadinya asma

2.Lingkungan : mempengaruhi individu dgn kecendrungan asma utk berkembang menjadi asma

Patofisiologi

DiagnosisAnamnesis Riwayat keluarga Riwayat gejala : batuk,

sesak napas, rasa berat did ada dan berdahak

Faktor2 yg mencetuskan, faktor2 yg memperberat

Pemeriksaan FisikInspeksi : Gelisah,

sesak napas, napas cuping hidung, retraksi sela iga, penggunaan otot bantu napas

Palpasi : jika serangan berat (pulsus paradoksus)

Perkusi : jarang ada kelainan

Auskultasi : wheezing, ekspirasi memanjang

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan faal

paru dgn Spirometri dan APE meter

Uji provokasi bronkus

Uji alerrgi Foto toraks

Diagnosis Banding- PPOK- Bronkitis kronik- Gagal jantung

kongestif- Disfungsi laring

Eksaserbasi Akut-Pada seseorang yang telah didiagnosa penderita PPOK ,dalamkeadaan normal penderita ini telah berada dalam keadaan dispnea, berdahak,dan batuk.-Pada keadaan eksaserbasi, ketiga gejala ini bertambah.

-Etiologi : infeksi sistem pernapasan, polusi lingkungan, gagal jantung, infeksi sistemik

Klasifikasi• 1. tipe 1 (eksaserbasi berat) terdiri atas 3 gejala diatas

• 2.tipe 2 (eksaserbasi sedang) memiliki 2 gejala diatas

• 3. tipe 3(eksaserbasi berat) terdiri atas 1 gejala diatas + infeksi sal napas > 5 hari, demam, peningkatan batuk dan mengi

TERAPI PPOK EKSASERBASI AKUT di RS (1)DP, FP ( FEV1, PEFR, Sat

O2 ), AGD

Serangan Ringan

Serangan Sedang / Berat

Serangan Mengancam JIwa

O2 Nasal Canulaß2 Agonis MDI / SC / 20 mt

s/d 1 jamAminophyllin 5 mg / Kg BB

Bolus IVHydrocortison 200 – 250 mg IVEvaluasi Ulang Setelah 1 Jam

Terapi.DP, FP ( FEV1, PEFR, Sat O2 ),

AGD.

Respon Baik Respon Tak Sempurna Respon Buruk

Pulang Ke Rumah MRS Di

RuanganMRS Di ICU

Inhalasi benda asingInhalasi benda asing dapat menyebabkan obstruksi saluran napas

atas (upper respiratory tract). Berdasarkan obstruksi yang terjadi dapat dibagi 3 :

1.   Obstruksi totalGambaran obstruksi total adalah sama dengan tenggelam maupun oleh obstruksi oleh bekuan darah pada hemoptisis yang menunjukkan gambaran asfiksia. Dalam hal ini terjadi perubahan yang akut berupa hipoksemia yang menyebabkan terjadi kegagalan pernapasan secara cepat. Sementara kegagalan pernapasan sendiri menyebabkan kegagalan fungsi kardiovaskuler, dan menyebabkan pula terjadinya kegagalan susunan saraf pusat dimana penderita kahilangan kesadaran secara cepat diikuti dengan kelemahan motorik bahkan mungkin pula terdapat renjatan. Kegagalan fungsi ginjal mengikuti kegagalan fungsi darah  dimana terdapat hipoksemia, hiperkapnia, dan lambat laun terjadi asidosis respiratorik dan metabolik. 

2.   Fenomena Check Valve Yang dimaksud dengan fenomena check valve yaitu udara dapat masuk, tetapi tidak dapat keluar. Keadaan ini menyebabkan terjadinya emfisema paru, bahkan dapat terjadi emfisema mediastinum atau emfisema subkutan.3.   Udara dapat keluar masuk walaupun terjadi penyempitan saluran nafas.Dari 3 bentuk keadaan ini, obstruksi total adalah keadaan terberat dan memerlukan tindakan yang cepat. Dalam keadaan PCO2 tinggi dengan pernafasan 30/menit adalah usaha kompensasi maksimal. Di atas keadaan ini, pasien tidak dapat mentoleransi. Bila terjadi hipoksemia, menandakan fase permulaan terjadinya kegagalan pernafasan.

KlinisTerjadinya obstruksi saluran napas oleh benda asing terjadi 3 stadium :

• 1.      Stadium pertama, gejala permulaan berupa batuk-batuk hebat secara tiba-tiba, rasa tercekik, rasa tersumbat di tenggorok, bicara gagap, dan obstruksi jalan napas segera.

• 2.      Stadium kedua, interval asimtomatik karena refleks-refleks melemah dan gejala rangsangan akut menghilang. Berbahaya karena sering menyebabkan diagnosis aspirasi diabaikan atau terlambat.

• 3.      Stadium ketiga, telah terjadi gejala komplikasi dengan obstruksi, erosi, atau infeksi, sehingga timbul batuk-batuk, hemoptisis, pneumonia, dan abses paru.

• Kelainan klinis yang terjadi ditentukan oleh 3 faktor :

·         Lokasi dari obstruksi yang terjadi   Bila obstuksi terjadi sebelum karina, maka obstruksi

tersebut lebih berbahaya dibandingkan bila terjadi di bagian distal dari bronkus. Hal ini disebabkan oleh karena obstruksi ini bersifat total. Selain itu, mekanisme kompensasi pada obstruksi di distal lebih baik daripada obstruksi di proksimal.

·         Tingkat dari obstruksi yang terjadi   Makin total suatu tingkat obstruksi, maka makin

berbahaya. Tetapi suatu obstruksi parsial dapat pula menimbulkan check valve phenomen, sehingga menimbulkan emfisema yang disebabkan oleh karena udara yang terperangkap.

·         Fase obstruksi yang terjadi    Pada obstruksi yang akut , kelainan perubahan

faal paru, maupun hemodinamik lebih cepat timbul tanpa sempat dikompensasi oleh mekanisme tubuh.

Benda- benda asing tersebut dapat tersangkut pada :

1. Laring, terjadinya obstruksi pada laring dapat diketahui melalui tanda-tanda sebagai berikut, yakni secara progresif terjadi stridor, dispnea, apnea, disfagia, hemoptisis, pernafasan dengan otot-otot napas tambahan atau dapat pula terjadi sianosis.

2.   Saluran napasBerdasarkan lokasi benda-benda yang tersangkut dalam saluran napas maka dapat dibagi atas :

a.  Pada trakea. Benda asing pada trakea jauh lebih berbahaya daripada di dalam  bronkus, karena dapat menimbulkan asfiksia. Benda asing di dalam trakea tidak dapat dikeluarkan, karena tersangkut di dalam rimaglotis dan akhirnya tersangkut di laring, dan menimbulkan gejala obstruksi laring. Benda asing di trakea memberikan gejala batuk tiba-tiba yang berulang-ulang dengan rasa tercekik, serak, dispnea, sianosis, rasa tersumbat di tenggorok, gejala patognomonik yaitu audible snap, palpatory thud, dan asthmatoid wheeze.

b. Pada bronkus. Biasanya tersangkut pada bronkus kanan, oleh karena diameternya lebih besar dan formasinya lebih lurus. Benda-benda asing ini kemudian dilapisi oleh sekresi bronkus sehingga menjadi besar. Pada pemeriksaan auskultasi terdengar ekspirasi memanjang dengan mengi.

-    Berdasarkan tingkat obstruksi yang terjadi pada saluran napas, maka dapat dibagi 3 bagian :

a. Dimana obstruksi yang terjadi dapat mengganggu ventilasi, maka hanya ditemukan wheezing tanpa ditemukan gangguan pada parenkim paru.

b.  Bila terjadi obstruksi parsial, maka dapat terjadi check valve phenomenatau emfisema paru.

c.  Bila terjadi obstruksi total, maka akan terjadi atelektasis.

• Pemeriksaan : Anamnesis, Pemeriksaan fisik & Penunjang

PenatalaksanaanPerasat HeimlichPerasat Heimlich adalah suatu cara mengeluarkan benda asing yang menyumbat laring secara total atau benda asing ukuran besar yang terletak di hipofaring. Prinsipnya adalah memberi tekanan ke dalam dan atas rongga perut sehingga diafragma terdorong ke atas, kemudian udara dalam paru terdesak mendorong sumbatan laring ke luar. Komplikasi yang dapat terjadi adalah ruptur lambung, ruptur hati, dan fraktur iga

Teknik Perasat Heimlich▪     Penolong berdiri di belakang pasien sambil memeluk badannya.

Tangan kanan dikepalkan dan dengan bantuan tangan kiri, kedua tangan diletakkan pada perut bagian atas. Rongga perut ditekan kearah dalam dan atas dengan hentakan beberapa kali. Diharapkan dengan hentakan 4-5 kali benda asing akan terlempar keluar.

▪   Pada bayi penekanan cukup dilakukan dengan jari telunjuk dan jari tengah kedua tangan.

▪    Pada pasien tidak sadar atau berbaring, penolong berlutut dengan kaki pada kedua sisi pasien. Sebelumnya posisi muka pasien dan leher harus lurus. Kepalan tangan kanan diletakkan di bawah tangan kiri di daerah epigastrium. Dengan hentakan tangan kiri ke bawah dan ke atas beberapa kali udara dalam paru akan mendorong benda asing keluar. Posisi muka pasien harus lurus, leher jangan ditekuk ke samping agar jalan napas merupakan garis lurus.

Pilihan yang utama adalah dengan menggunakan bronkoskop kaku di bawah anestesi lokal. Akan tetapi bila benda yang masuk ke trakeobronkial kecil, maka dapat digunakan bronkoskop fiberoptic. Apabila benda asing tidak dapat diangkat dengan bronkoskop, maka perlu dipertimbangkan untuk melakukan ekstraksi melalui torakotomi, terutama bila benda asing ini besar dan telah menempel akibat infeksi yang mempunyai resiko perdarahan dan penyebaran dari infeksi, yang dapat terjadi oleh karena tindakan bronkoskopi tersebut.

EMFISEMAEmfisema adalah suatu kelainan anatomik paru yang ditandai oleh pelebaran secara abnormal saluran napas bagian distal bronkus terminalis, disertai dengan kerusakan dinding alveolus yang ireversibel. Kerusakan pada parenkim paru tanpa menimbulkan kerusakan pada asinus.

Epidemologi EmfisemaDari angka mortalitas, WHO memperkirakan pada tahun 2020 pasien PPOK termasuk emfisema akan meningkat dan menjadi terbesar dan menyebabkan 8,4 juta jiwa kematian setiap tahun. Di Indonesia emfisema paru menjadi penyakit utama yang disebabkan oleh rokok dan mencapai 70 % kematian karena rokok. Data WHO menunjukan di dunia pada tahun 1990, PPOK termasuk empfisema menempati urutan ke 6 sebagai penyebab utama kematian penyakit tidak menuular

Etiologi Emfisema

Rokok• Rokok adalah penyebab utama timbulnya bronkitits

kronik dan emfisema paru. Secara patologis rokok berhubungan dengan hyperplasia kelenjar mucus bronkus dan metaplasia epitel skuamus saluran pernapasan.

Faktor Genetik• Factor genetic mempunyai peran pada penyakit

emfisema. Factor genetic diataranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi protein alfa – 1 anti tripsin.

Hipotesis Elastase-Anti Elastase• Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim

proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema.

Infeksi• Infeksi menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejalanya lebih berat. Infeksi pernapasan bagian atas pasien bronchitis kronik selalu menyebabkan infeksiparu bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Bakteri yang di isolasi paling banyak adalah haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae.

Polusi• Sebagai factor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi1.

Pembagian EmfisemaEmfisema dibagi menurut pola asinus yang terserang. Ada dua bentuk pola morfologik dari emfisema yaitu:

CLE (Emfisema Sentrilobular)• CLE ini secara selektif hanya menyerang bagian bronkhiolus respiratorius. Dinding-dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang. Mula-mula duktus  alveolaris yang lebih distal dapat dipertahankan penyakit ini sering kali lebih berat menyerang bagian atas paru-paru, tapi cenderung menyebar tidak merata. CLE lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan dengan bronchitis kronik, dan jarang ditemukan pada mereka yang tidak merokok.

PLE (Emfisema Panlobular)• Merupakan bentuk morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus yang terletak distal dari bronkhiolus terminalis mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata. PLE ini mempunyai gambaran khas yaitu tersebar merata diseluruhparu-paru . PLE juga ditemukan pada sekelompok kecil penderita emfisema primer, Tetapi dapat juga dikaitkan dengan emfisema akibat usia tua dan bronchitis kronik. Penyebab emfisema primer ini tidak diketahui, tetapi telah diketahui adanya devisiensi enzim alfa 1-antitripsin. Alfa-antitripsin adalah anti protease. Diperkirakan alfa-antitripsin sangat penting untuk perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara alami( Cherniack dan cherniack, 1983).

Tanda dan gejala Emfisema / Manifestasi Klinis Empisema

• Pada awal penyakit emfisema tidak memberi gejala sampai 1/3 parenkim paru tidak mampu berfungsi. Pada penyakit selanjutnya, pada awalnya ditandai oleh sesak napas.

• Gejala lain adalah batuk, wheziing, berat badan menurun. Tanda klasik dari emfisema adalah dada seperti tong ( barrel chested) dan ditandai dengan sesak napas disertai ekspirasi memanjang karena  terjadi pelebaran rongga alveoli lebih banyak dan kapasitas difus gas rendah.

PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik

Penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara disaluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.-Faktor Resiko

-Perokok-Usia tua ( > 45 tahun )-Pajanan polutan-Defisiensi Þ1 antitripsin ( Bayi dg BBLR )-Infeksi sal.napas berulang ( saat balita )-Diit rendah ikan laut, buah & antioksidan

Patogenesa - PPOKPartikel / Gas

Beracun

Inflamasi Paru

PPOK

Stress Oksidatif

Protease

Antioksidan Antiprotease

Perbaikan

Pajanan

Gambaran Klinis - Batuk produktif, terutama pada pagi hari- Sesak napas ( tergantung derajat keparahan )

- Nyeri dada ( intercostal muscle ischemia )

- Edema tungkai (cor pulmonale/decomp kanan)

- Gejala sistemik ( Kalori unt. Bernapas Kurus)

- Depresi ( akibat aktifitas / sosialisasi terbatas )

- Riwayat merokok lama / perokok berat- Riwayat terpapar polutan terus – menerus

Inspeksi Bentuk dada : Barrel Chest Penggunaan otot bantu napas Pelebaran sela iga ( ICS ) Hypertropi alat bantu napasPalpasi Fremitus suara melemahPerkusi HypersonorAuskultasi Suara napas vesikuler lemah Ekspirasi memanjang Mengi / ngik - ngik

Pemeriksaaan Fisik

Emphisema /Pink Puffer & Bronkhitis Kronis / Blue

Bloater

Kriteria Pink puffer ( Emphisema )

Blue bloater( Bronkhitis Kronis )

UsiaProfil fisikSesakWajahBatukSputum

60 tahun – anKurusPurse lip breathingKemerahanSetelah sesakSedikit, mukoid

50 tahun – anGemukRinganKebiruanSebelum sesakBanyak, purulen

Infeksi bronkhusEpisodeFoto dada

JarangSering terminalhiperinflasi

SeringBerulangBronkhovascular ptrn

Emphisema /Pink Puffer & Bronkhitis Kronis / Blue Bloater

Kriteria Pink puffer( Emphisema )

Blue bloater( Bronkhitis Kronis )

Cor pulmonaleElastic recoilResistensiKapasitas paru

JarangSangat turunNormal s/d ringanMenurun

SeringNormalMeningkatNormal s/d turun

Pa CO2 kronisPa O2 kronisHematokrit

35 – 40 mmHg65 – 75 mmHg35 – 45 %

50 – 60 mmHg45 – 60 mmHg50 – 55 %

Thoraks Foto PPOK

Diagnose Banding PPOK

• Asma Bronkhiale• TuberkulosisTuberkulosis• SOPT ( Sindroma Obstruksi Pasca TB )SOPT ( Sindroma Obstruksi Pasca TB )• BronkhiektasisBronkhiektasis• Gagal Jantung KongestifGagal Jantung Kongestif• ( Decomp cordis kiri)( Decomp cordis kiri)• Bronkhiolitis Obliterans• Diffuse Panbronkhiolitis

Penanganan PPOK berdasar kan derajat keparahan

Derajat Karakteristik PengobatanSemua Derajat

Hindari Pencetus & Vaksinasi flue

Derajat 0 Gejala kronis, FP Normal

Derajat 1( PPOK Ringan )

FEV1 / VC < 75%FEV1 > 80%

Bronkhodil kerja cepat / SABAAntikholinergik kerja lambat

Derajat 2( PPOK Sedang )

FEV1 / VC < 75% 50% < FEV1 < 80% atau 30% < FEV1 < 50%

•Bronkhodil Reguler / LABA•Rehabilitasi

Derajat 3( PPOK Berat )

FEV1 / VC < 75%, FEV1 < 30% Gagal napasGagal jantung kanan

•Bronkhodil Reguler / LABA•Kortikoster MDI, Terapi O2•Rehabilitasi, Terapi Pembedahan

Terapi - PPOK StabilEmphisema Stabil

Edukasi Farmako Terapi Non Farmako terapi

Stop RokokPengetahuan dasar PPOKObat-obatanPencegahan perburukanMenghindari pencetus

Penyesuaian aktivitas

Bronkhodilator :Antikholinergik

ß2 AgonisXantineSABA &

AntikholinergikLABA & Steroid

Mukoitik

Rehabilasi :Terapi OksigenVaksinasiNutrisi

VentilasiBedah

TERIMAKASIH