Pimpinan Redaksi - jurnal untad - Universitas Tadulako

110

Transcript of Pimpinan Redaksi - jurnal untad - Universitas Tadulako

Editorial

Pimpinan Redaksi Dr. Muhammad Khairil, S.Ag., M.Si, Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tadulako,

Indonesia

Editor

Dr. Ani Susanti, S.I.Kom, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tadulako, Indonesia

Dr.Hj. Andi Mascunra Amir, M.Si, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tadulako, Indonesia

Dr. Sitti Chaeriah Ahsan, M.Si, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tadulako, Indonesia

Dr. Christian Ttndjabante, M.Si, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tadulako, Indonesia

Dr. Intan Kurnia, M.Si, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tadulako, Indonesia

Section Editor Gemilang Bayu Ragil Saputra, Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Tadulako

Bohari Bohari, Department of Nutrition, Faculty of Public Health, Tadulako University, Indonesia

TABLE OF CONTENTS

INFLUENCE OF ADDITIONAL EMPLOYMENT INCOME (TPP) ON IMPROVING

COMPETENCY, PERFORMANCE AND DISCIPLINE OF PUBLIC SERVANT

PENGARUH PEMBERIAN TAMBAHAN PENGHASILAN PEGAWAI (TPP)

TERHADAP PENINGKATAN KOMPETENSI, KINERJA DAN DISIPLIN PNS

PROVINSI SULTENG

DERRY B. DJANGGOLA .............................................................................................................. 1

POLICY OF TERITORIAL AND REGIONAL REGULATION OPPORTUNITIES IN

CENTRAL SULAWESI

KEBIJAKAN REFORMASI TERITORIAL DAN PELUANG PEMEKARAN DAERAH DI

SULAWESI TENGAH

RIZALI DJAELANGKARA ........................................................................................................ 10

THE OPINION OF COMMUNICATION SCIENCE STUDENTS ON CYBERSTALKING

PHENOMENON IN SOCIAL MEDIA

OPINI MAHASISWA ILMU KOMUNIKASI TERHADAP FENOMENA

CYBERSTALKING DI MEDIA SOSIAL

MUHAMAD ISA YUSAPUTRA, DYAH FITRIA KARTIKA SARI, ROMAN R. UTAMA,

ALDINA HUSNUZAN ............................................................................................................... 24

THE ROLE OF THE PALU CITY PUBLIC RELATION OFFICERS IN THE FESTIVAL PALU

NOMONI IN MAINTAINING IMAGE OF PALU CITY

PERANAN HUMAS PEMDA KOTA PALU PADA EVENT FESTIVAL PESONA PALU

NOMONI DALAM MENJAGA CITRA KOTA PALU

ALDIMAS D. SAMPOERNO ...................................................................................................... 34

COMMUNICATION CLIMATE ON PALU TRASHBAG COMMUNITY

IKLIM KOMUNIKASI PADA KOMUNITAS TRASHBAG PALU

DWI DESRIANITA ...................................................................................................................... 56

THERAPEUTIC COMMUNICATION OF DOCTORS AND PATIENTS IN THE DISEASE IN

ANUTAPURA GENERAL HOSPITAL

KOMUNIKASI TERAPEUTIK DOKTER DAN PASIEN PADA BAGIAN PENYAKIT

DALAM DI RUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA PALU

RENALDO MARTIN KRISTANTO TORILE ........................................................................... 81

SELF-CONCEPT OF CAREER WOMEN IN FAMILY (Case Study of Working Full-Time

Housewives in Palu City)

KONSEP DIRI WANITA KARIR DALAM KELUARGA (Studi Kasus pada Ibu Rumah

Tangga yang Bekerja Penuh di Kota Palu)

SITI MUNIPA KARIONO ........................................................................................................... 95

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 1

INFLUENCE OF ADDITIONAL EMPLOYMENT INCOME (TPP) ON IMPROVING COMPETENCY, PERFORMANCE AND DISCIPLINE OF PUBLIC SERVANT

PENGARUH PEMBERIAN TAMBAHAN PENGHASILAN PEGAWAI (TPP) TERHADAP PENINGKATAN KOMPETENSI, KINERJA DAN DISIPLIN PNS

PROVINSI SULTENG

DERRY B. DJANGGOLA1

1 Widyaiswara Utama BPSDM Provinsi Sulawesi Tengah E-mail:

Naskah diterima : 4 Juni 2018 Naskah diterbitkan: 29 Juni 2018

ABSTRACT

It is generally known, that in improving working ethic effectively, one organization includes local government

has to focus to the basic needs of public servant. In providing the needs and the improvement of public

servants’ welfare, it is needed a reward and compensation for their service which is given to organizations as a

form of motivation given to public servant. As a consequence, Central Sulawesi Governance, compensation is

given besides salary and allowance that has been attached for public servant as well as incentive form namely

Additional Employee Income (TPP). The scheme has been run since 2015. As it is written in the Government

Rules Number 1 Year 2017 about Additional Income for Public Servant. Providing TPP aims as effort in

improving working ethics, discipline, service quality and public servant welfare. As a policy that has run for 3

year, and it has been planned in 2018, it certainly appears in mind about the influence from the implementation

of this policy. This research aims to know and analyze the influence of providing TPP toward public servant

competence improvement in Central Sulawesi, the influence of providing TPP in improvement of working

ethic of public servant, and the influence providing TPP in improvement of public servant discipline. This

research is conducted by using survey method to public servant as TPP recipients by spreading questionnaire

to 98 respondents. The research result shows that providing TPP has influence toward improvement of Central

Sulawesi public servants’ competence, working ethics, and discipline, and the discipline of Public Servant is a

variable, which is influenced strongly by the existent of providing TPP policy..

Keywords : compensation, competence, performance, discipline

Umum diketahui, bahwa untuk meningkatkan kinerja yang efektif, sebuah organisasi termasuk pemerintah

daerah harus memperhatikan hal yang mendasar yakni pemenuhan kebutuhan PNS. Untuk memenuhi

kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan PNS, maka diperlukan adanya imbalan atau kompensasi atas

jasanya yang diberikan kepada organisasi sebagai bentuk motivasi yang diberikan kepada PNS. Menyadari hal

tersebut, di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, kompensasi diberikan selain dalam bentuk gaji

dan tunjangan yang sudah melekat pada PNS juga dalam format insentif bernama Tambahan Penghasilan

Pegawai (TPP). Skema ini berjalan sejak tahun 2015. Sebagaimana tertera pada Peraturan Gubernur Nomor 1

Tahun 2017 tentang Tambahan Penghasilan bagi Pegawai Negeri Sipil, pemberian TPP dimaksudkan sebagai

upaya meningkatkan kinerja, disiplin, kualitas pelayanan dan meningkatkan kesejahteraan PNS. Sebagai

kebijakan yang sudah berjalan tiga tahun, dan rencananya berlanjut pada tahun 2018, tentu muncul

keingintahuan akan pengaruh dari penerapan kebijakan tersebut. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui

dan menganalisis pengaruh pemberian TPP terhadap peningkatan kompetensi PNS Provinsi Sulawesi Tengah,

pengaruh pemberian TPP terhadap peningkatan kinerja PNS Provinsi Sulawesi Tengah, dan pengaruh

pemberian TPP terhadap peningkatan disiplin PNS Provinsi Sulawesi Tengah. Penelitian dilakukan dengan

metode survey terhadap PNS penerima TPP melalui penyebaran kuesioner kepada 98 responden. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa pemberian TPP berpengaruh terhadap peningkatan kompetensi, kinerja dan

disiplin PNS Provinsi Sulawesi Tengah, dan disiplin PNS adalah variabel yang terpengaruh paling kuat atas

adanya kebijakan pemberian TPP.

Kata Kunci : kompensasi, kompetensi, kinerja, disiplin

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 2

A. PENDAHULUAN

Permasalahan klasik utama yang dihadapi

oleh alam birokrasi Indonesia adalah terkait

dengan kompetensi, kinerja, dan disiplin.

Kelemahan atas ketiga hal tersebut masih

merupakan penyakit birokrasi yang sulit

untuk dihilangkan. Banyak faktor yang

mempengaruhi rendahnya tingkat

kompetensi, kinerja, dan disiplin aparatur.

Salah satu yang mengemuka dan paling

banyak diperbincangkan adalah kompensasi

berbentuk finansial yang diberikan oleh

pemerintah sebagai pemberi kerja.

Umum diketahui, bahwa untuk

meningkatkan kinerja yang efektif, maka

sebuah organisasi termasuk pemerintah

daerah harus memperhatikan hal yang paling

utama yakni pemenuhan kebutuhan PNS.

Untuk memenuhi kebutuhan dan

meningkatkan kesejahteraan PNS, maka

diperlukan adanya imbalan atau kompensasi

atas jasanya yang diberikan kepada organisasi

sebagai bentuk motivasi kepada PNS.

Kebijakan kompensasi penting diperlukan

untuk meningkatkan motivasi PNS dalam

mencapai prestasi kerja yang terbaik. Prinsip

penting dalam sistem manajemen kompensasi

adalah prestasi yang tinggi harus diberi

penghargaan (reward) yang layak dan apabila

melanggar aturan dalam organisasi atau tidak

mencapai target kinerja yang diharapkan

harus pula diberikan sangsi yang adil.

Kekeliruan dalam menerapkan sistem

kompensasi, khususnya sistem penghargaan,

berakibat akan timbulnya demotivasi dan

akan menurunkan kinerja organisasi.

Demotivasi salah satunya berawal dari

ketidakpuasan dikalangan pegawai.

Pemerintah Daerah wajib menerapkan sistem

manajemen kompensasi yang sesuai dengan

kondisi dan karakteristik daerah masing-

masing.

Berdasarkan penelitian, diperoleh fakta

yang menunjukkan bahwa rendahnya

kompensasi pada sejumlah organisasi bisnis

terkemuka di dunia berpengaruh secara

signifikan terhadap pertumbuhan dan daya

kompetitif. Pertumbuhan dan daya kompetitif

organisasi dihasilkan melalui kompetensi

khusus yang diciptakan melalui

pengembangan keterampilan, kekhasan kultur

organisasi, serta pemberian kompensasi yang

adil dan layak yang merupakan bagian dari

sistem proses manajemen. Weatherly (2003)

menemukan sekitar 85 persen dari nilai pasar

perusahaan (kinerjanya) ditentukan oleh SDM.

Artinya, kompensasi mempengaruhi prilaku

kerja pegawai dan berujung pada kinerja

organisasi.

Secara teoritis, dikenal banyak sistem

kompensasi yang diarahkan untuk

memajukan dan meningkatkan kinerja

organisasi. Adanya kompensasi selain akan

meningkatkan kinerja, secara tidak langsung

akan menarik orang di luar organisasi yang

memiliki kemampuan untuk bergabung dalam

organisasi. Diharapkan dengan adanya

kompensasi, kinerja pegawai dapat

ditingkatkan dan organisasi dapat mencapai

tujuannya secara keseluruhan. Atau dengan

kata lain, pemberian kompensasi yang

sepadan, baik secara finansial atau non

finansial akan mempengaruhi kinerja

organisasi.

Menyadari hal tersebut, di lingkungan

Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah,

kompensasi finansial diberikan selain dalam

bentuk gaji dan tunjangan yang sudah melekat

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 3

pada seorang PNS juga dalam format insentif

bernama Tambahan Penghasilan Pegawai

(TPP). Skema ini sudah dijalankan sejak tahun

2015. Sebagaimana tertera pada Peraturan

Gubernur Nomor 1 Tahun 2017 tentang

Tambahan Penghasilan bagi Pegawai Negeri

Sipil, pemberian TPP dimaksudkan sebagai

upaya meningkatkan kinerja, disiplin, kualitas

pelayanan dan meningkatkan kesejahteraan

PNS.

Sebagai kebijakan yang sudah berjalan

efektif tiga tahun, dan akan dilanjutkan pada

tahun 2018, tentu muncul keingintahuan akan

pengaruh dari kebijakan tersebut. Apakah

telah sampai pada tataran yang diharapkan

dari pemberian TPP tersebut. Atau baru

sekedar mempengaruhi cara berpikir dan cara

kerja pegawai agar lebih berkinerja,

berdisiplin, memberi pelayanan berkualitas

dan mau meningkatkan kompetensi.

Pengalaman birokrasi penulis, yang aktif

bekerja sejak 1981 atau sudah bergelut dengan

birokrasi pemerintahan daerah selama 38

tahun dengan karier jabatan puncak sebagai

Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Provinsi

Sulawesi Tengah, membiasakan penulis untuk

selalu memantau dan mengevaluasi setiap

kebijakan yang diterapkan. Terlebih kebijakan

yang berkaitan dengan kepegawaian. Penulis

sangat menyadari bahwa aparatur adalah

penggerak birokrasi. Kualitas birokrasi

pemerintahan sangat ditentukan oleh kinerja

aparaturnya sendiri. Olehnya kebijakan

terhadap aparatur menjadi hal yang mutlak

diperhatikan. Termasuk pemberian TPP ini.

Tentunya dalam kerangka untuk perbaikan

dan penyempurnaan kebijakan.

Pemantauan terhadap pengaruh dari

adanya kebijakan pemberian TPP terhadap

perilaku kerja penerima TPP (PNS) semakin

diperlukan, dilihat dari sisi bahwa kebijakan

pemberian TPP yang sudah berjalan 3 Tahun

belakangan, menggunakan dana (APBD) yang

tidak sedikit. Apabila pemberian TPP tidak

mempengaruhi kinerja dan disiplin pegawai,

tentu akan lebih bijak apabila dana tersebut

dimanfaatkan dan dipergunakan pada sektor

publik (belanja langsung) karena dapat

dirasakan langsung oleh masyarakat luas.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka

penulis berinisiatif melaksanakan suatu riset

sederhana dengan judul “Pengaruh Pemberian

Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP)

Terhadap Peningkatan Kompetensi, Kinerja

dan Disiplin Pegawai Negeri Sipil Provinsi

Sulawesi Tengah”.

B. METODE

Riset tetap menggunakan metode penelitian

yang umum digunakan sehingga hasilnya bisa

menunjukkan realitas yang terjadi. Penelitian yang

dilakukan pada akhir 2017 lalu, menggunakan

metode survey sebagai cara pengumpulan

informasi secara sistematik yang dilakukan

terhadap responden dengan maksud untuk

memahami dan atau meramal beberapa aspek yang

diamati dari responden. Metode survey lebih

memperhatikan pada sampling, desain

kuisioner/interview, administrasi kuesioner dan

analisis data (Malhotra, 2009).

Objek riset atau sebagai populasi penelitian

adalah para PNS penerima TPP yang ribuan

jumlahnya (4.897). Dengan pendekatan (rumus)

Slovin, sampel sebanyak 98 sesuai komposisi

jabatan yang ada, cukup mewakili populasi

tersebut. Terperinci, sampel terdiri atas 1 JPT, 76

pejabat administrasi dan 21 pejabat fungsional.

Sampel inilah yang menjadi sumber data (primer)

melalui pengisian kuesioner yang dirancang

sedemikian rupa mampu menunjukkan pengaruh

adanya TPP terhadap perilaku kerja PNS.

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 4

Pengumpulan data lainnya dilakukan melalui

observasi, wawancara, dan telaah dokumentasi

yang tersedia.

Isian kuesioner (36 butir pertanyaan) dengan

format skala likert (1 – 5 / sangat tidak setuju –

sangat setuju) dari para responden selanjutnya

dilakukan tabulasi sesuai distribusi frekwensi

masing-masing variabel. Ini untuk

mengkuantitatifkan persepsi para responden atau

PNS yang menjadi sampel. Hasil tabulasi

selanjutnya menjadi bahan analisis data dengan

menginterpretasi nilai rata-rata (mean) setiap item

atau butir pertanyaan/pernyataan. Melalui

pemaknaan ini akan memperjelas arah atau

kecenderungan tanggapan responden. Interpretasi

mengikuti pendekatan Sugiyono (2004), 0 ≤ NM <

1,25 Sangat Kecil/Sangat Rendah/Sangat Lemah,

1,25 ≤ NM < 2,50 Kecil/Rendah/Lemah, 2,50 ≤

NM < 3,75 Besar/Tinggi/Kuat, dan 3,75 ≤ NM < 5

Sangat Besar/Sangat Tinggi/Sangat Kuat.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Riset sederhana, yang dalam prosesnya

ternyata tidak semudah dibayangkan ini,

secara ringkas memperlihatkan hasil

sebagaimana tabel berikut ini :

Tabel 1.

Rekapitulasi Nilai Mean Variabel Hasil Penelitian

No. NAMA

VARIABEL NAMA INDIKATOR

VARIABEL

NILAI MEAN

INDIKATOR

NILAI MEAN

VARIABEL KETERANGAN

1 KOMPETENSI

Pendidikan 4.222

4.341 SANGAT

TERPENGARUH Keterampilan 4.342

Perilaku 4.459

2 KINERJA

Kebenaran Proses Dan Hasil Kerja

4.352

4.327 SANGAT

TERPENGARUH Ketepatan Waktu Pelaksanaan Pekerjaan

4.383

Ketepatan Penggunaan Bahan Kerja

4.245

3 DISIPLIN

Kepatuhan Terhadap Waktu Kerja

4.429

4.373 SANGAT

TERPENGARUH

Kepatuhan Terhadap Aturan Disiplin Kepegawaian

4.446

Kepatuhan Terhadap Aturan Internal

4.245

Melalui tabel data di atas, ditunjukkan bahwa

Kompetensi, Kinerja dan Disiplin terpengaruh

secara positif dengan adanya TPP. Dari

ketiganya, disiplin menjadi variabel yang

secara kuat terpengaruh. Merujuk pada

Pergub No. 1 Tahun 2017 tentang TPP yang

memang memberi porsi sebesar 70% nominal

TPP yang akan diterima seorang PNS berasal

dari kepatuhannya terhadap jam kerja

(disiplin waktu), maka ini menjadi temuan

yang lumrah. Adapun nilai mean variabel

kinerja sebagai nilai terkecil diantara nilai

mean variabel lainnya, menandakan masih

diperlukan upaya pembenahan dan perbaikan

terhadap pola pembinaan kepada pegawai

agar lebih berkinerja.

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 5

Pengaruh Pemberian TPP Terhadap Kompetensi

Penelusuran dan keterbatasan penulis,

belum mendapat informasi yang utuh terkait

dampak pemberian kompensasi terhadap

peningkatan kompetensi. Temuan justru

didominasi oleh kondisi yang menunjukkan

bahwa kompensasi dan kompetensi (secara

bersamaan) sebagai faktor yang

mempengaruhi kinerja aparatur.

Dimasukkannya variabel ini dalam riset

dengan maksud untuk melihat pemahaman

pegawai akan arti pentingnya kompetensi bagi

keberhasilan pelaksanaan tugas dan

jabatannya. Juga pengetahuan pegawai akan

faktor pembentuk kompetensi yaitu

pendidikan, keterampilan dan sikap perilaku.

Sekiranya menjadi hal yang diperlukan,

dikaitkan dengan adanya TPP, akankah

menjadi sarana untuk meningkatkan

kompetensi.

TPP adalah wujud dari kompensasi

langsung dalam nominal rupiah yang

terjadwal bulanan. Dengan demikian secara

langsung menambah penerimaan bulanan

pegawai. Penambahan ini berarti

meningkatkan daya beli termasuk

memunculkan hasrat belanja atau konsumsi

baru. Bagi pegawai yang menyadari

pentingnya kompetensi dan mengetahui

faktor pembentuk kompetensi (pendidikan,

keterampilan dan sikap perilaku) maka

pembelanjaan penghasilannya boleh jadi

sebagian akan diarahkan pada peningkatan

kompetensi.

Penelitian ini menemukan jika dikalangan

pegawai telah terbentuk pemahaman yang

kuat akan pentingnya kompetensi. Dan

adanya TPP (antara lain) akan digunakan

untuk meningkatkan kompetensi. Baik dengan

melanjutkan pendidikan atau menambah

keterampilan tertentu. Nilai mean 4.341,

menunjukkan kuatnya hal tersebut.

Temuan ini tentunya merupakan hal yang

positif. Dialokasikannya sebagian penghasilan

pegawai, yang didalamnya termasuk TPP,

untuk melanjutkan pendidikan atau

mengikuti kursus keterampilan tertentu, maka

dimasa datang akan semakin banyak aparatur

Provinsi Sulawesi Tengah yang berkompeten.

Hal positif lain yang diperoleh dari

penelitian ini adalah sikap aparatur yang

secara tegas menolak korupsi. TPP menjadi

salah satu pemicunya. Dengan demikian,

harapan untuk mencapai pemerintahan yang

bersih dari tindakan korupsi bukanlah hal

yang mustahil.

Pun begitu, pada riset ini terdapat 40

responden (40.8%) yang ragu-ragu (20) bahkan

tidak setuju (20) menggunakan TPP untuk

melanjutkan pendidikan. Ini berkesan anomali

dengan sangat kuatnya pemahaman terhadap

pentingnya pendidikan. Untuk ini, penjelasan

yang bisa diberikan ialah boleh jadi mereka

adalah pegawai penerima TPP yang

menganggap jenjang pendidikannya saat ini

sudah cukup memadai. Memang karakteristik

pendidikan responden didominasi pegawai

berpendidikan S1 dan S2.

Penjelasan lainnya adalah, boleh jadi,

mereka merupakan pegawai yang walau

secara kuat memahami pentingnya

pendidikan tapi masih memiliki kebutuhan

atau kepentingan lain dan lebih prioritas yang

ditutupi menggunakan TPPnya. Pemakluman

akan situasi ini sangat beralasan dengan

melihat mayoritas responden (89.80%) adalah

pegawai yang sudah berkeluarga.

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 6

Keunikan temuan juga terjadi pada

indikator kedua dari variabel kompetensi.

Yakni munculnya keraguan dan

ketidaksetujuan TPP digunakan untuk

meningkatkan keterampilan. Adanya temuan

ini boleh jadi karena ketidakpahaman pegawai

bersangkutan akan jenis keterampilan yang

perlu baginya. Berbeda dengan pendidikan

yang jelas klasifikasinya (diploma, sarjana

atau pascasarjana) dan melalui lembaga

formal, maka keterampilan memang masih

bersifat umum dan terkadang bisa dipelajari

secara otodidak. Kalaupun melalui pelatihan,

lembaga pelatihan pun begitu beragam dan

berstatus non formal.

Ketidakpahaman pegawai akan jenis

keterampilan yang perlu baginya selanjutnya

memunculkan kesan masih adanya pegawai

yang tidak atau belum diberikan tugas atau

pekerjaan yang jelas dan terukur dari

pimpinan atau pembina kepegawaian dalam

instansinya. Jika benar adanya maka

diperlukan terobosan kebijakan bidang

manajemen kepegawaian agar semua pegawai

memiliki kejelasan tugas dan pekerjaan yang

harus dilaksanakan dan

dipertanggungjawabkan.

Pengaruh Pemberian TPP Terhadap Kinerja

Mathis dan Jackson (2002) menyatakan

bahwa salah satu cara untuk meningkatkan

prestasi kerja, memotivasi dan meningkatkan

kinerja para karyawan adalah melalui

kompensasi. Penelitian ini ternyata seirama

dengan pernyataan tersebut. Aparatur

Provinsi Sulawesi Tengah terpengaruh untuk

berkinerja atas adanya kompensasi berupa

TPP. Deteksi melalui nilai mean menunjukkan

angka 4.327.

Variabel kinerja diukur melalui item

kebenaran proses hasil kerja, ketepatan waktu

pelaksanaan pekerjaan dan ketepatan

penggunaan bahan kerja. Tanggapan

responden sampai pada NM 4.327

menunjukkan bahwa pemberian TPP

memberikan pengaruh yang sangat baik

kepada kinerja. Pegawai termotivasi dan

semakin bergairah dalam bekerja. Tentunya

ini adalah hal yang harus dipelihara dan terus

ditingkatkan.

Merujuk pada berbagai penghargaan yang

diterima oleh pemerintah Provinsi Sulawesi

Tengah pada 2015 sampai 2017 semakin

memperkuat tesis tersebut. Akan sangat

panjang jika raihan itu disampaikan pada

artikel yang terbatas ini. Yang pasti prestasi

tersebut adalah buah kerja dari personal

aparatur.

Perlu diperhatikan, walau masih dalam

rentang nilai mean yang tinggi, tapi NM

variabel ini adalah terkecil dibanding NM

variabel lainnya. Ini menunjukkan masih ada

unsur lain yang bisa mempengaruhi pegawai

untuk lebih berprestasi. Peneliti lain

diharapkan bisa mengungkap hal ini dimasa

datang.

Pengaruh Pemberian TPP Terhadap Disiplin

Pemberian TPP sangat mempengaruhi

disiplin pegawai. Ini dibuktikan dengan NM

yang mencapai 4.373. NM terbesar diantara

NM variabel lainnya. Pergub No. 1 Tahun

2017 tentang TPP memang mengisyaratkan

bahwa 70% nominal TPP yang akan diterima

seorang PNS berasal dari kedisiplinannya

mematuhi jam kerja. Setidaknya salah satu

maksud dari adanya TPP, yakni

meningkatkan disiplin aparatur, telah

tercapai.

Hasil demikian sudah disinyalir

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 7

sebelumnya oleh Malayu Hasibuan (2008),

yang mengemukakan delapan tujuan

pemberian kompensasi, satu diantaranya

adalah untuk meningkatkan disiplin.

Menurutnya, dengan pemberian balas jasa

yang cukup besar maka disiplin karyawan

semakin baik. Mereka akan menyadari dan

menaati peraturan-peraturan yang berlaku.

Temuan empiris terkait disiplin PNS

lingkup Prov. Sulteng rentang 2015 – 2017

atau saat kebijakan TPP diterapkan juga

mendukung. Izin cerai PNS yang diterbitkan

BKD Prov. Sulteng mengalami degradasi. Dari

23 perceraian pada 2015 menjadi 19 di 2017.

Penjatuhan hukuman disiplin PNS juga turun

sepertiga. 12 di 2016 menjadi 8 di 2017.

Menarik untuk ditelusuri lebih lanjut

adalah sekiranya pada masa akan datang

komposisi pembentuk nilai TPP mengalami

perubahan. Saat ini komposisinya adalah 70%

dari perilaku kerja (disiplin waktu kerja) dan

30% dari prestasi kerja (kinerja). Dengan

komposisi demikian, lumrah jika pegawai

mengejar atau termotivasi untuk mematuhi

waktu kerja. Olehnya ketika perbandingan ini

mengalami perubahan perlu dilakukan

penelitian kembali.

Walhasil, dapat ditetapkan bahwa

kebijakan pemberian TPP oleh Provinsi

Sulawesi Tengah berpengaruh secara kuat

terhadap pola pikir, pola tindak dan pola kerja

pegawai. Dalam hal ini berupa atau

ditunjukkan dengan kuatnya keinginan untuk

meningkatkan kompetensi, termotivasinya

pegawai secara kuat untuk bertindak disiplin

dalam dimensi yang lebih luas tidak saja pada

disiplin waktu, serta terdorongnya pegawai

secara kuat pula untuk bekerja lebih

berkualitas bahkan dalam area yang lebih

spesifik seperti bersemangat untuk melayani.

D. KESIMPULAN

Riset yang penulis yakini masih jauh dari

kesempurnaan ini, menemukan bahwa

kebijakan pemberian TPP ternyata mampu

mempengaruhi kompetensi, kinerja dan

disiplin PNS Provinsi Sulawesi Tengah.

Disiplin PNS menjadi area yang terpengaruh

paling kuat atas adanya kebijakan pemberian

TPP. Riset ini menunjukkan bahwa sebagian

dari harapan filosofis kebijakan pemberian

TPP, yakni pemberian TPP dimaksudkan

sebagai upaya meningkatkan kinerja, disiplin,

kualitas pelayanan dan meningkatkan

kesejahteraan PNS, telah tercapai.

Saran yang dapat disampaikan antara lain

adalah :

1. Kebijakan pemberian Tambahan

Penghasilan Pegawai (TPP) seyogyanya

dilanjutkan. Kebijakan ini ternyata

berdampak positif bagi pola pikir dan pola

kerja pegawai. Tentunya dengan tetap

melakukan evaluasi, perbaikan dan

penyempurnaan.

2. Sekiranya komposisi pembentuk nominal

TPP yang diterima seorang PNS akan

berubah, saat ini 70% perilaku kerja

(kehadiran) dan 30% prestasi kerja

(kinerja), maka perubahannya sebaiknya

secara bertahap untuk mencapai komposisi

ideal (berimbang atau lebih didominasi

unsur kinerja). Di 2018, penulis

merekomendasikan 60% dari kehadiran

dan 40% dari kinerja.

3. Perlunya pemetaan atau penelusuran

minat dan bakat aparatur yang ada di

lingkup Provinsi Sulawesi Tengah. Ini

sebagai informasi dan bahan untuk proses

penempatan/distribusi pegawai. Adanya

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 8

data ini, pegawai bisa ditempatkan sesuai

minat bakatnya. Organisasi akan terisi oleh

pegawai yang kompetensinya seirama

dengan tugas dan fungsi organisasi. Dan

aparatur juga bisa nyaman bekerja atau

bisa memastikan jenis pendidikan atau

keterampilan apa yang akan

dikembangkannya. Keberadaan TPP

tentunya akan semakin bermakna. UPT

Penilaian Kompetensi Pegawai BKD

Provinsi Sulawesi Tengah sudah

memenuhi syarat untuk melakukan itu.

4. Terkait nilai mean dari variabel kinerja

menjadi yang terkecil diantara variabel

lainnya memunculkan dugaan masih

adanya faktor lain yang bisa

mempengaruhi kinerja pegawai Provinsi

Sulawesi Tengah. Olehnya peneliti lain

diharapkan dapat menindaklanjutinya

dimasa datang.

E. DAFTAR PUSTAKA

Augusty, Ferdinand. (2010). Metode Penelitian

Manajemen: Pedoman Pendidikan

Penelitian untuk Ilmu Skripsi, Tesis dan

Disertasi Ilmu Manajemen.Semarang:

Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur

Penelitian suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: PT Rineka Cipta.

Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi

Tengah. (2017). Statistik Kepegawaian

Oktober 2017.

Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi

Tengah. (2017). Sulawesi Tengah Dalam

Angka Tahun 2017.

Dessler, Gary. (2003). Manajemen Sumber

Daya Manusia. Jakarta: PT Prehalindo.

Dharma, Surya. (2004). Manajemen Kinerja :

Falsafah, Teori, dan Penerapannya.

Jakarta: Progam Pascasarjana FISIP.

Djati, S., Pantja. Dan Khusnaini, M., (2003).

“Kajian Terhadap Kepuasan Kompensasi,

Komitmen Organisasional Dan Prestasi

Kerja.” Jurnal Manajemen dan

Kewirausahaan, Vol.5, No 1, Maret, ha; 25-

41

Handoko, T., Hani. (2008). Manajemen

Personalia dan Sumber Daya Manusia,

Yogyakarta: Penerbit BPFE.

Hartono. (2002). “Pengaruh Kepuasan

Komunikasi Dalam Kegiatan Perusahaan

Terhadap Komitmen Kerja Karyawan

Pada Kantor Inspeksi PT Bank RI (Persero)

Denpasar”. Thesis Tidak Diterbitkan.

Magister Manajemen Universitas Gadjah

Mada.

Hariandja, Marihot Tua Efendi. (2002).

Manajemen Sumber Daya Manusia:

Pengadaan, Pengembangan,

Pengkompensasian dan Peningkatan

roduktivitas Pegawai. Jakarta:Grasindo.

Hasibuan, SP. Malayu. (2005). Manajemen

Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi

Askara.

Hasibuan, SP. Malayu. (2008). Manajemen

Sumber Daya Manusia.Jakarta: Bumi

Askara,

Malhotra, Naresh K, 2009. Riset Pemasaran :

Pendekatan dan Terapan, Edisi Bahasa

Indonesia. Jakarta: PT. Indeks Kelompok

Gramedia.

Malthis dan Jackson. (2002). Manajemen

Sumber Daya Manusia, Edisi Pertama.

Cetakan Pertama. Yogyakarta : Salemba

Empat

Milkovich, George and Jerry Newman.

(2008). Compensation. USA: Ninth

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 9

Edition.

Mulyadi. (2008). Akuntansi Manajemen, Edisi

Ketiga. Cetakan Ketiga. Jakarta : Salemba

Empat

Prawirosentono, Suyadi. (1999). Kebijakan

Kinerja Karyawan. Yogyakarta: BPFE.

Rivai, Veithzal. (2004). Manajemen Sumber

Daya Manusia untuk Perusahaan Teori

Praktek. Jakarta: Raja Grafindo.

Rivai Veithzal & Jauvani Ella. (2009).

Manajemen Sumber Daya Manusia untuk

Perusahaan. Jakarta: Raja Grafindo.

Sekaran, U. (2006). Research Method For

Business. Jakarta: Salemba Empat.

Simamora, Henry. (2004). Manajemen

Sumber Daya Manusia, Edisi

Tiga.Yogyakarta: STIE YKPN.

Sugiyono dan Wibowo. (2002). Statistik

Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.

Sugiyono. (2004). Statistika Untuk Penelitian.

Bandung: CV Alfabeta.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian

Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R & D. Bandung: CV

Alfabeta.

Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian

Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta.

Universitas Negeri Yogyakarta. (2009).

Pedoman Penulisan Tugas Akhir.

Yogyakarta: Universitas Negeri

Yogyakarta

Umar, Husein. (2002). Riset Sumber Daya

Manusia Dalam Organisasi, Edisi Revisi

dan Perluasan. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.

Weatherly, L.A. (2003). The Value of People:

The Challenges and Opportunities of

Human Capital Measurement and

Reporting. Society for Human Resource

Management Research Quarterly.

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 10

POLICY OF TERITORIAL AND REGIONAL REGULATION OPPORTUNITIES IN CENTRAL SULAWESI

KEBIJAKAN REFORMASI TERITORIAL DAN PELUANG PEMEKARAN DAERAH DI SULAWESI TENGAH

RIZALI DJAELANGKARA1

1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Sulawesi Tengah E-mail:

Naskah diterima : 3 Mei 2018 Naskah diterbitkan: 29 Juni 2018

ABSTRACT

In the development of government and territorial growth of a region in a country there are three things that are likely to occur related to territorial / regional structuring reform policies, first, the area is broader because the second centripetal policy has merged or annexed due to fragmentation. territorial (centrifugal policy), third, with the same territorial area (static / constants policy). in post-reform Indonesia in 1998 there have been an increase of 223 new autonomous regions (DOB) from a total of 319 pre-reform autonomous regions to 542 autonomous regions at the provincial / district / city level after the reformation. For Central Sulawesi, there are 23 proposals / plans for the establishment of DOBs. For projections and strategies to address the issue of regional expansion in Central Sulawesi based on current conditions and dynamics (2018), appropriate policy choices are needed in the face of the growing phenomenon of demand for expansion / formation of DOBs and regional structuring strategies based on centripetal policy, centrifugal policy or Constants policy . Judging from the strength of the Centripetal policy (integrated direction) there are a number of choices in the form of Annexation, Consolidation, Amalgamition. While the Centrifugal policy in the form of policies of Detachment, Fragmentation, Proliferation, Regional Government Splitting, Partition and Political Sub Division. For Constants / static policy choices in which the government carries out a pemekaran moratorium on an ongoing basis with proactive policy instruments. To project opportunities for DOB formation in Central Sulawesi, (1) Proposal for the establishment of Moutong and Tomini Raya Districts is more likely to be realized, as seen from the process, the two DOB candidates have been approved as DOBs as proposed by the DPR-RI initiative. East has the opportunity, because the proposal of the area at the regional level has been completed. (3) Areas that are actually and factually truly for reasons of distance of service and / or because of consideration of having national strategic values and security can have opportunities for form. Keywords : territorial reform, centripetal policy, centripetal policy, constants policy Dalam perkembangan pertumbuhan pemerintahan dan teritorial suatu daerah dalam suatu negara ada tiga hal kemungkinan terjadi yang berkaitan dengan kebijakan reformasi teritorial/penataan daerah, pertama, daerah semakin luas karena terjadi penggabungan atau aneksasi wilayah sekitarnya (centripetal Policy) kedua, semakin mengecil wilayahnya karena terjadi fragmentasi teritorial (centrifugal Policy), ketiga, dengan kondisi luasan teritorial yang sama (static/constants Policy). di Indonesia pasca reformasi tahun 1998 telah terjadi penambahan sebanyak 223 daerah otonom baru (DOB) dari total 319 daerah otonom pra-reformasi menjadi 542 daerah otonom setingkat provinsi/kabupaten/kota pasca reformasi. Untuk Sulawesi Tengah, wacana/rencana untuk pembentukan DOB sebanyak 23 usulan DOB. Untuk proyeksi dan strategi menghadapai isu pemekaran daerah di Sulawesi Tengah berdasarkan kondisi eksiting dan dinamika sekarang ini (2018), diperlukan pilihan kebijakan yang tepat dalam menghadapi berkembangnya fenomena permintaan untuk dimekarkan/pembentukan DOB serta strategi penataan daerah berbasis centripetal policy, centrifugal policy atau Constants policy. Dilihat dari kekuatan Centripetal policy (arah menyatu/memusat) terdapat sejumlah pilihan dalam bentuk Annexation, Consolidation, Amalgamition. Sedangkan Centrifugal policy dalam bentuk kebijakan Detachment, Fragmentation, Proliferation, Regional Government Splitting, Partition dan Political Sub Division. Untuk pilihan kebijakan Constants/static di mana pemerintah melakukan moratorium pemekaran secara berkelanjutan dengan policy instrument yang proaktif. Untuk Proyeksi peluang pembentukan DOB di Sulawesi Tengah, (1) Usulan Pembentukan Kabupaten Moutong dan Tomini Raya lebih berpeluang untuk diwujudkan, karena dilihat dari prosesnya, kedua calon DOB tersebut sudah disahkan menjadi DOB sebagai usul inisiatif DPR-RI, (2) Usulan Pembentukan Sulawesi Timur berpeluang, karena usulan daerah tersebut pada tingkat daerah sudah selesai. (3) Daerah-daerah yang secara nyata dan faktual benar-benar karena alasan jarak pelayanan dan atau karena pertimbangan punyai nilai strategis nasional dan keamanan dapat memiliki peluang untuk bentuk. Kata Kunci: reformasi teritorial, centripetal policy, centrifetal policy, constants policy

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 11

A. PENDAHULUAN

Dalam perkembangan pertumbuhan

pemerintahan dan teritorial suatu daerah

dalam suatu negara atau pemerintahan ada

tiga hal kemungkinan terjadi, pertama, daerah

semakin luas karena terjadi penggabungan

atau aneksasi wilayah sekitarnya (centripetal

policy) kedua, semakin mengecil wilayahnya

karena terjadi fragmentasi teritorial

(centrifugal policy), ketiga, dengan kondisi

luasan teritorial yang sama (static/constants

policy).

Khusus di Indonesia sejak bergulirnya

reformasi tahun 1998 yang disusul pula

adanya ephoria reformasi teritorial, sejak

tahun 1999 telah terjadi penambahan

sebanyak 223 daerah otonom baru dari total

319 daerah otonom pra-reformasi menjadi 542

daerah otonom setingkat

provinsi/kabupaten/kota pasca reformasi.

(Kemendgari 2017).

Sumber Kemendagri 2017, diolah validasi

kembali oleh Penulis

Khusus Provinsi Sulawesi tengah,

berdasarkan data/informasikan yang

disampaikan oleh Gubernur Sulteng pada

acara sosialisasi tentang Kebijakan Penataan

Daerah pada bulan November 2016, diperoleh

gambaran sebagai berikut.

Tabel di atas menunjukan bahwa dari 14

Daerah Otonom (DO) yang ada di Sulawesi

Tengah sekarang, telah diwacanakan kembali

Tabel 1 Wacana Pembentukan Daerah Otonom Baru Kabupaten/Kota/Provinsi Di Rpovinsi Sulawesi

Tengah Periode 2012-Sekarang

Sumber: Sambutan Gkdh Pada Acara Sosialisasi Tentang Kebijakan Penataan Daerah Tanggal 24

November 2016 Di Palu, Diolah Kembali

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 12

untuk pembentukan 13 Daerah Otonom Baru

(DOB), baik sebagai pemekaran daerah

provinsi, Kabupaten, maupun perubahan

stutus kota. Sementara pada Tahun 2011, di

masa Kepempinan Gubernur HB Paliudju,

Pemerintah Sulawesi Tengah telah melakukan

kajian desain penataan daerah Sulawesi

Tengah 2011-2025, yang didasarkan pada

kebutuhan wilayah, kondisi geografis,

kependudukan dan potensi wilayah serta

SDA. Dalam grand desain yang sudah

digodok pemerintah Provinsi Sulawesi

Tengah hingga 2025 mendatang, akan

dibentuk sedikitnya 20-an kabupaten

termasuk 10 wilayah otonom kabupaten/kota

yang sudah ada selama ini, Grand Design

pemekaran tersebut bahkan sudah dikirimkan

ke Mendagri.

Mengenai perbandingan jumlah daerah

otonom dengan luas wilayah/jumlah

penduduk pada 6 provinsi di Pulau Sulawesi

seperti ada tabel di bawah.

Berdasarkan Luas Wilayah masing-masing

provinsi yang ada di pulau Sulawesi

berdasaskan data pada Provinsi Dalam

Angka tahun 2017, dari kelima provinsi

memiliki luas 188.747,7 Km2, dari luas

tersebut luas Provinsi Sulawesi Tengah

sebesar 32,7% dari total luas pulau Sulawesi

dengan jumlah daerah otonom yang dibawahi

otonomi provinsi ini sebanyak 12 Kabupaten

dan satu Kota. Dari perbandingan luas

wilayah tersebut secara kasat mata dapat

dikatakan Provinsi Sulawesi Tengah masih

memungkinkan untuk dimekarkan.

B. PERMASALAHAN

Berangkat dari tema tulisan ini yang

berjudul Kebijakan Penataan Daerah dan

Peluang Pemekaran Daerah di Provinsi

Sulawesi Tengah, secara prospektif

berdasarkan kondisi perkembangan

pemerintahan/pembangunan, ekonomi,

politik serta sosial budaya dan teknologi

sesuai dinamika kondisi eksiting tahun 2017,

maka penulis memfokuskan pada Tiga (3)

masalah yang menjadi dasar pembahasan

dalam menjawab makna denotatif dari tema

tersebut, yaitu:

Tabel 2: Perbandingan Luas Wilayah/Jumlah penduduk dengan Jumlah Daerah Otonom/Baru

Provinsi yang ada di Pulau Sulawesi

Sumber: BPS, Provinsi-provinsi di Pulau Sulawesi Dalam Angka, 2017

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 13

1. Apa pilihan Kebijakan penataan

daerah oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah

berkaitan dengan berkembangnya fenomena

permintaan untuk dimekarkan/pembentukan

DOB.

2. Strategi Apa yang harus ditempuh

oleh pemerintah daerah, jika pilihan kebijakan

harus bermuara pada strategi penataan

daerah yang berbasis centripetal policy,

centrifugal policy ataupun constants/Static

policy.

3. Berdasarkan Kondisi yang ada dan

pilihan kebijakan yang ditempuh, usulan

pembentukan DOB mana yang plausible dan

berpeluang untuk difasilitasi

pembentukannya.

C. TINJAUAN SINGKAT TEORI TENTANG

PENATAAN DAERAH

1. Konsep Teoritik tentang Pemekaran

sebagai bagian dari reformasi teritorial

Pendapat yang komprehensif dan

aplikatif relevan dengan Kebijakan Pemekaran

di Indoensia adalah pendapat dari Ferrazzi,

yang mengatakan:

reformasi administrasi teritorial adalah

pengelolaan atas ukuran, bentuk dan hirakhi

dari unit daerah yang bertujuan untuk

mencapai sasaran-saran politik dan

administratif. Struktur teritorial atau

pembagian teritorial mengacu pada

pengaturan tingkatan dan jumlah/ukuran

unit. Administrasi teritorial dianggap sebagai

aplikasi tambahan dari alat dan kebijakan

yang untuk penyesuaian unit teritorial,

sedangkan reformasi teritorial dianggap

sebagai reorganisasi yang lebih mendasar

(dari jumlah unit atau tingkatan pemerintah)

atau perbaikan dari alat-alat dan kebijakan

yang dipergunakan untuk mengatasi

struktur/pembagian teritorial.

2. Bentuk-bentuk Kebijakan Penataan Daerah

Dilihat dari kekuatan Centripetal policy

(arah menyatu/memusat) terdapat sejumlah

istilah yng berkembang yaitu:

a) Annexation (Aneksasi), Sebuah

masyarakat atau daerah memperluas

batas-batasnya dengan memasukan

wilayah tertentu di sekitarnya menjadi

bagian dari wilayahnya (True Blood,

1994).

b) Consolidation, Penggabungan dua

atau lebih komunitas/daerah yang

ada membentuk satu daerah baru

yang ukurannya lebih besar (Pawel

Swianiwicz, 2010).

c) Amalgamition Penggabungan dari

dua atau lebih daerah yang ukuran

kecil yang setingkat menjadi daerah

otonom yang lebih luas (Mabuchi,

2001)

Dilihat dari kekuatan Centrifugal (mekar

dan memencar) terdapat sejumlah istilah yng

berkembang yaitu:

a) Detachment, Pemisahan dari dari

bagian suatu daerah/komunitas

menjadi daerah/komunitas

tersendiri.(True Blood, 1994)

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 14

b) Fragmentation (Pawel Swianiwicz,

2010), Perluasan atau penyebaran

Pemerintahan di tingkat bawah dalam

bentuk daerah otonom baru yang

dimekarkan dari sebuah daerah

otonom induk.

c) Proliferation (Bappenas, 2008),

Perluasan atau penyebaran

Pemerintahan di tingkat bawah dalam

bentuk daerah otonom baru yang

dimekarkan dari sebuah daerah

otonom induk.

d) Regional Government Splitting

(Ferrazzi, 2007), sama dengan konsep

proliferasi di atas.

e) Partition, Pemilah-milahan suatu

bagian dari suatu negara menjadi

beberapa negara atau menjadi

beberapa bagian/tingkatan daerah

dalam suatu negara. (Brendan O,

Leary, 2007)

f) Political Sub Division, penataan dan

pembentukan sususan wilayah dalam

suatu negara ke dalam beberapa

bentuk tingkatan dan jenis baik

vertikal maupun horizontal

(Maximilian Auffhammer, 2003)

Antara dua kekuatan pertumbuhan dan

perkembangan pemerintahan daerah tersebut

dikenal pula model jalan tengah atau disebut

oleh Robert Hertzog sebagai Intermunicipal

Cooperation (IMC) , model yang dianggap

cukup berhasil dikembangkan di Perancis,

yakni suatu kondisi yang terdiri dari ragam

pihak (pemerintah daerah) yang bersepakat

untuk melakukan kerjasama yang menghasil

barang dan jasa tertentu yang dapat

dimanfaatkan oleh kedua belah, dengan biaya

yang diperlukan telah disepakati sebelumnya.

Penyediaan barang dana jasa atau urusan

pemerintahan tersebut dilakukan dengan

pertimbangan akan lebih memadai jika

dilakukan melibatkan raga pihak dengan

tidak berpengaruh kepada otoritas wilayah

dan pemerintah masing-masing pihak.

4. Alasan Argumentatif Teoritik Pro

Pemekaran dan Pro Penggabungan

Menurut Reiljan, terdapat empat alasan

argumentatif mengapa relevan pilihan

kebijakan reformasi teritorial

memprioritaskan pembentukan wilayah yang

lebih besar (penggabungan/Amalgamation

/Consolidation/Centripetal),

1) Suatu daerah yang memiliki ukuran

yang lebih besar lebih efisien secara

ekonomi.

2) Di dalam daerah yang berukuran

besar, proses politik lebih demokratis

lebih mudah diwujudkan;

3) Pada daerah yang besar potensi

keragaman budaya yang ada apabila

dikelola dengan baik maka menjadi

modal sosial yang besar dalam

pembangunan.

4) Pada daerah yang berukuran besar

lebih memungkinkan peluang untuk

mempromosikan pembangunan

ekonomi.

5) Daerah yang besar akan lebih mampu

menyediakan secara berkualitas dan

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 15

adil pemberian layanan, tugas dan

beban pajak .

Berlawanan dengan pandangan di atas

para pendukung konsep Territorial

Fragmentation [Jones, Stewart, 1983] dan para

penganut public choice, walapun mereka

berangka dari beragam asumsi namun para

ahli tersebut bersepakat pada kesimpulan

bersama bahwa “kecil itu Indah” (small is

beautiful), adapun argumen mereka bahwa

fragmentasi (pemekaran daerah) lebih

mentguntungkan dari pada penggabungan

(Consolidation) adalah sebagai berikut.

1. Pada daerah yang lebih kecil,

komunikasi dan akses terhadap

layanan pemerintahan dan

pembangunan yang berkualitas lebih

mudah dilakukan;

2. Program/Kebijakan pembangunan

akan lebih bersifat menjurus sesuai

dengan kondisi lokal karena sifat

kelolkalannya cenderung semakin

homogen.

3. Makna suara pemilih akan lebih

dihargai dan kontrol pemilih terhadap

wakil/orang yang dipilihnya lebih

mudah dilakukan;

4. Dengan fragmentasi akan mendorong

kompetisi antara intitusi

pemerintahan lokal karena jumlahnya

semakin bertambah.

5. Kreasi, kearifan dna inovasi akan

lebih mudah terjadi

D. PEMBAHASAN

1. Tinjauan Fakta dan Alasan Usul Pemekaran

Pembentukan DOB

Untuk Indonesia beberapa alasan faktual

urgensi perlunya pemekaran/pembentukan

DOB baik oleh Pemerintah maupun para

pengusul, di antaranya:

1. Kebutuhan untuk pemerataan

ekonomi daerah. Menurut data IRDA,

kebutuhan untuk pemerataan

ekonomi menjadi alasan paling

populer digunakan untuk

memekarkan sebuah daerah.

2. Kondisi geografis yang terlalu luas.

Banyak kasus di Indonesia, proses

delivery pelayanan publik tidak

pernah terlaksana dengan optimal

karena infrastruktur yang tidak

memadai. Akibatnya luas wilayah

yang sangat luas membuat

pengelolaan pemerintahan dan

pelayanan publik tidak efektif.

3. Perbedaan Basis Identitas. Alasan

perbedaan identitas (etnis, asal muasal

keturunan) juga muncul menjadi salah

satu alasan pemekaran. Tuntutan

pemekaran muncul karena biasanya

masyarakat yang berdomisili di

daerah pemekaran merasa sebagai

komunitas budaya tersendiri yang

berbeda dengan komunitas budaya

daerah induk.

4. Kegagalan pengelolaan konflik

komunal. Kekacauan politik yang

tidak bisa diselesaikan seringkali

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 16

menimbulkan tuntutan adanya

pemisahan daerah.

Sedangkan berdasarkan penelitian

desktop yang dilakukan oleh Syarifuddin

terhadap kajian dari 36 Studi tentang

pemekaran daerah yang dilakukan oleh

beragam pihak diseluruh wilayah Indonesia

periode 1999-2009, secara empiris, pemekaran

daerah yang terjadi di Indonesia selama ini

dari aspek politik baik di level pusat maupun

daerah menurut Syarifudin terlihat ada 4

makna subtantif politik di level pusat

mengenai pemekaran daerah, yakni: (1) Politik

memecah belah konsentrasi separatis; ( 2)

Politik percepatan pembangunan; (3) Politik

desentralisasi; dan (4) Politik menjaga

integrasi NKRI. Ada 7 makna subtantif politik

di level daerah mengenai pemekaran daerah,

yakni: (1) Politik peningkatan kesejahteraan;

(2) Politik peningkatan layanan publik; (3)

Politik desentralisasi; (4) Politik mengatasi

rentang kendali; (5) Politik pembangunan

wilayah; (6) Politik percepatan pembangunan;

dan (7) Politik kelembagaan (aspirasi forum

desa). Ada 7 makna bias/dissubtantif politik

di level daerah mengenai pemekaran daerah,

yakni: (1) Politik identitas etnis; (2) Politik

identitas agama; (3) Politik kontestasi elite

lokal; (4) Politik pengembalian kejayaan

sejarah; (5) Politik involusi administrasi; (6)

Politik free rider (ditunggangi); dan (7) Politik

uang. Dan ada 4 makna bias/dissubtantif

politik di level pusat mengenai pemekaran

daerah, yakni; (1) Politik penghisapan sumber

daya lokal; (2) Politik mencari popularitas; (3)

Politik partai memenangkan pemilu; dan (4)

Politik uang

2. Pilihan Strategi Penataan Daerah di

Sulawesi Tengah

a. Pilihan Kebijakan Centrilfugal/Fragmentasi

(Memfasilitasi Pemekaran)

Jika Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah

memiliki kepedulian dan goodwill dan

political will untuk memfasilitasi pemekaran

daerah, maka pemerintah daerah harus

memiliki langkah/tahapan strategis yang

mencakup:

1) Harus bersifat eklektik, artinya

memilih prioritas dari sejumlah

daerah usulan baru yang berpeluang

lebih besar untuk dapat

diperjuangkan, baik dilihat dari

proses tahapan yang telah ditempuh

dalam proses pengusulan rencana

DOB bersangkutan maupun fakta

alasan pemekaran berasarkan demand

dan suplay.

2) Konsolidasi dalam bentuk enabling

setting dan polycentris facilitative,

artinya dari sejumlah wacana daerah

yang hendak dimekarkan, pemerintah

di daerah harus melakukan

konsolidasi, baik membangun

komunikasi dan kesamaan persepsi

tentang urgensi, relevansi, kajian dan

pemenuhan persyaratan dan sediaan

sumber daya dan jaringan perjuangan

untuk itu. Konsolidasi yang dimaksud

melibatkan pemerintah provinsi,

pemerintah kabupaten Induk/Asal,

masyarakat setempat, Partai

Politik/anggota DPRD Daerah,

DPR/DPD utusan Sulawesi Tengah

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 17

dan ragam pihak pemangku

kepentingan lainnya, termasuk

pembentukan/penguatan desk-work

khusus bagi kebijakan pemekaran di

daerah.

3) Proaktif antisipasi dalam

meminimalisasi konflik akibat rencana

pemekaran serta segala hambatan

internal maupun eksternal, termasuk

upaya persiapan sosial, infrastruktur

pemerintahan dll.

4) Secara denotatif menegaskan

komitmen tentang penataan daerah

melalui kebijakan nyata dan eksplisit

dalam perencanaan program dan

pembiayaan pembangunan daera.

5) Selalu memperhatikan politic signal,

policy streaming dan policy windows

dari pemerintah pusat terhadap

kebijakan pemekaran daerah.

b. Pilihan Kebijakan Centripetal/Amalgamasi

/Penggabungan Daerah

Dalam ketentuan undang-undang Nomor

23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Dalam UU Nomor 23 Tahun 2014, Pemekaran

Daerah dibahas dalam Bab-VI mulai dari Pasal

31 sampai pasal 56 dengan nomenklatur

“Penataan Daerah”, berdasarkan ketentuan

dalam undang-undang tersebut, berbicara

penataan daerah tidak saja hanya fokus pada

upaya pemekaran, tetapi juga berbicara

penggabungan daerah (Proses/Tahapan

Pemekaran sesuai UU No.23 Tahun 2014

terlampir). Sayangnya selama ini baik para

politisi, pemerintah, akademisi, msyarakat

luas bahkan kebijakan operasional tenteng

penataan daerah tidak ada yang mengatur

khusus dan mendorong peluang terjadinya

penggabungan daerah.

Jika kita membandingkan dengan

kecenderungan dan pola reformasi teritorial

di beberapa negara, seperti laporan hasil

kajian yang dilakukan oleh Masaru Mabuchi

di Jepang dan hasil kajian yang dilakukan

oleh Pawel Swianiewicz pada sejumlah

negara di Eropa, serta hasil kajian yang

dilakukan oleh Gabriele Ferrazzi pada

sejumlah negara di dunia , justru yang

dominan adalah pilihan penggabungan

dalam bentuk Amalgamasi/Konsolidasi

(centripetal policy) dari pada fragmentasi

(Centrifugal policy). Menjadi pertanyaan

apakah memungkinkankah dalam situasi

mainstream uphoria semua ingin mekar saai

ini yang sangat kuat, kebijakan tentang

penggabungan dapat dilakukan ?.

Jawabannya ya, melalui policy instrument

yang merangsang atau paling tidak orang

lebih berpikir “lebih baik untuk tidak mekar

dari pada mekar”. Misalnya kebijakan berupa:

1) Memberikan insentif fiskal khusus

bagi daerah-daerah induk yang solid

dan agar tetap intake/solid.

2) Mendesian perencanaan

pembangunan yang masif pada

daerah solid/induk yang

mensyaratkan bahwa alokasi

anggaran/program pusat hanya

digulirkan pada daerah yang sifat

terotorialnya memiliki soliditas yang

baik atau berdasarkan syarat luas

wilayah tertentu dan fungsional

kawasan.

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 18

3) Membuat efek jera untuk mekar

dengan negative policy.

4) Memberikan isentif fiskal yang lebih

besar melebihi APBD masing-masing

daerah secara parsial jika kedua

daerah tersebut digabung, dengan

logika jika daerah A=3, daerah B=2,

A+B=5, tapi jika A gabung B=10,

termasuk insentif pejabat/PNS dan

insentif nyata dan bermakna bagi

warganya.

c. Pilihan Kebijakan Konstanta yang Pro Aktif

(Cosntants/Static Policy)

Pilihan kebijakan Statis/Konstanta

plus kata aktif dimaksudkan bahwa

pemerintah melakukan moratorium

pemekaran secara berkelanjutan dan

superketat dengan policy instrument dalam

bentuk:

1) Redesain Sistem Pemilu di daerah dan

perluasan sistem kerja anggota DPRD yang

terpilih. Redesain Sistem pemilu mencakup

menambah jmlah anggota DPRD secara

rasional, penambahan dapil dalam wilayah

yang lebih kecil dengan jumlah daftar calon

sementara (DCS) yang ditingkatkan. Perluasan

Sistem kerja DPRD, adalah adanya kantor

perwakilan masing-masing DPRD di

Kabupaten/Kecamatan yang mana

mewajibkan anggota DPRD bersangkutan

berkantor dan melayani masyarakatnya tanpa

menunggu jadwal reses dalam periode waktu

tertentu.

2) Rekruiment politik dan birokrasi

yang berbasis representative local people yang

bersifat afirmatif, adil dan memberdayakan.

3) Penataan kembali organisasi

pemerintahan daerah yang memungkinkan

adanya kembali kantor perwakilan

Gubernur/Bupati/Camat yang tugas dan

fungsinya lebih diperluas.

4) Defracted Government Facilties,

penyebarluasan fasiltas perkantoran utama

pemerintah dalam bentuk penempatan kantor

dinas yang disebar sesuai dengan kondisi dan

fungsi wilayahnya, sehingga kantor dinas

tidak harus semuanya menyatu di Ibukota

Pemerintahan, apalagi dengan zaman mobile

government sekarang soal jarak tidak lagi

menjadi hambatan dalam melakukan

komunikasi antara pejabat.

5) Kebijakan pembangunan yang harus

berkeadilan dan merata.

6) Pejabat publik yang harus lebih sering

turun ke bawah/blusukan secara terprogram

dan cepat saat darurat tetapi bukan sekedar

pencitraan.

7) Membangun nilai-nilai yang

memperkuat ikatan kebersamaan, kesamaan

dan kebanggan teritorial dalam bingkai

NKRI.

8) Mengatur secara ketat agar Isu

Pemekaran tidak menjadi amunisi dan

kanalisasi suara saat pemilu.

9) Mengembangkan kebijakan

Intermunicipal Cooperation (IMC), sebuah

kawasan pembangunannya dikeroyok

bersama oleh sesama pemerintah daerah, yang

apada gilirannya membantu meringankan

pembiayaan pembangunan dan sekaligus

melakukan pemerataan pembangunan.

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 19

10) Dapat membetuk kembali badan

otoritas khusus kawasan yang pimpinan

otoritasnya ditunjuk langsung oleh

pemerintah tingkat atas.

D. Relevansi Desain Penataan Daerah dan

Proyeksi Peluang Pembentuk DOB Baru

di Sulawesi Tengah.

1. Relevansi Penataan Daerah

Walapun keberadaan Desain penataan

daerah diperintahkan oleh peraturan

perundang-undang, namun relevansinya

menjadi dipertanyakan dengan alasan sebagai

berikut.

a. Dalam teori sangat jarang mendesain

sebuah daerah yang didasarkan pada

perkiraan delianasi otonomi juridis

administratif yang ada adalah desai

fungsional kawasan, karena tidak pernah kita

dapat memperkirakan dan mengarahkan

evolusi sebuah daerah termasuk negara harus

terdiri dari beberapa provinsi atau terdiri dari

beberapa kabupaten/kota. Yang seharusnya

diatur dalam desain penataan daerah adalah

syarat-syarat atau indikator yang

meneunjukan bahwa sebuah daerah untuk

alasan tertentu lebih baik ditetapkan sebagai

wilayah adminsitratif pemerintahan tersendiri.

b. Pada sisi lain dalam sebuah desain

penataan daerah yang telah mematok bahwa

Indonesia atau sebuah provinsi akan terdiri

dari sejumlah Provinsi atau Kabupaten, justru

memicu dan memacu mindset dan keinginan

untuk mekar dan kontraproduktif untuk

menciptakan kebijakan penggabungan

(centripetal territorial policy).

c. Dalam situasi tertentu pemekaran

daerah tidak harus berdasarkan perhitungan

rasionalitas teknokratis belaka, tetapi dalam

sistuasi tertentu tidak bisa dihindari lebih

berkaitan dengan variabel politik, psikologi

politik dan budaya.

2. Policy Plausible dan Peluang Pemekaran

Daerah di Sulawesi Tengah

Berdasarkan ulasan pada bagian (1) di

atas, menunjukan sulit memproyeksikan di

Sulawesi Tengah ini idealnya atau dalam

perkembangannya akan jadi berapa provinsi

atau Kabupaten/Kota. Yang dapat dilakukan

adalah melakukan prakiraan berdasarkan

data/fakta dan political dan policy streaming

yang ada, terlebih pemerintah pada tanggal 28

Agustus 2017 yang lalu melalui Dirjen Otda

mengatakan bahwa pemerintah dalam

menghadapi pemekaran daerah, memiliki 3

skenari yaitu: (1) Skenario Longgar, (2)

Skenario Sedang dan (3) Skenario Ketat.

Dalam skenario longgar ada 264 daerah

pemekaran meliputi, 23 provinsi, 192

kabupaten, dan 49 kota. Skenario sedang ada

202 daerah pemekaran meliputi, 12 provinsi,

113 kabupaten, dan 77 kota. Kemudian,

skenario ketat ada 101 daerah pemekaran,

meliputi 11 provinsi, 78 kabupaten, dan 12

kota. Dengan demikian secara umum dapat

dikatakan bahwa:

a. Usulan Pembentukan Kabupaten

Moutong dan Tomini Raya lebih berpeluang

untuk diwujudkan, karena dilihat dari

prosesnya kedua calon DOB tersebut sudah

disahkan menjadi DOB sebagai usul inisiatif

DPR-RI.

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 20

b. Usulan Pembentukan Sulawesi Timur

akan mendapatkan peluang untuk diproses

lebih lanjut, karena usulan daerah tersebut

pada tingkat daerah sudah selesai. Yang

menjadi kendala adalah transisi regulasi yang

mengatur pemekaran.

c. Daerah-daerah yang secara nyata dan

faktual benar-benar karena alasan jarak

pelayanan dan atau karena pertimbangan

letak geografis berada pada posisi enclave

dengan bagian lainnya dalam satu wilayah

administrasi daerah otonom atau mempunyai

nilai strategis nasional dan keamanan dapat

memiliki peluang dipertimbangkan untuk

diproses/difasilitasi.

E. PENUTUP

Berbicara tentang penataan daerah

seyogya kita memandang pada dua sisi, yakni

sisi urgensi dan relevansi centripetal

territorial policy yang berkosekuensi untuk

melakukan upaya penggabungan sejumlah

daerah otonom, pada sisi lain berupa

centrifugal territorial policy yang berimplikasi

pada kebijakan pemekaraan daerah.

Berkaitan dengan upaya

pensejateraan rakyat, peningkatan kualitas

pelayanan publik dan memperkjokoh NKRI,

pemekeran maupun penggabungan sejatinya

hanya menjadi intrumen untuk itu, bukan

sebagai tujuan akhir. Olehnya itu salah satu

hal yang perlu kita lakukan adalah merubah

mindset kita tentang konsep dan orientasi

penataan daerah dan pemekaran daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Alesina, Alberto & Enrico Spolaore, The Size

Of Nations, MIT Press, 2003

Argama, Rizky, Pemberlakuan Otonomi

Daerah dan Fenomena Pemekaran

Wilayah di Indonesia, Makalah,

Fakultas Hukum Universitas Indonesia,

2005.

B.C.Smith.,Decentralization, The Territorial

Dimension of state, George Allen &

Urwin Ltd, London 1985

BPS Provinsi Gorontalo Dalam Angka 2017

BPS Provinsi Sulawesi Barat Dalam Angka

2017

BPS Provinsi Sulawesi Selatan dalam Angka

2017

BPS Provinsi Sulawesi Tengah Dalam Angka

2017

BPS Provinsi Sulawesi Tenggara Dalam Angka

2017

BPS Provinsi Sulawesi Utara Dalam Angka

2017

Bryant, Coralie & G.White, Louise.,

Managemen Pembangunan Untuk

Negara berkembang,

Terjemahan:Rusyanto L.Simatupang,

LP3ES, Jakarta, 1989

Carson, Richard, T, How many Subdivisions ?,

University of California, 2003

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 21

Cheema, G.Sabhir, Institutional Dimensions of

Regional Development, Maruzen Asia,

Nagoya, Japan, 1980

Djaelangkara, Rizali, Strategi dan Proyeksi

Pemekaran Daerah di Sulawesi Tengah,

Makalah, Pemda Sulawesi Tengah,

2017.

Effendi, Sofian, Alternatif Kebijkansanaan

Perencanaan Administrasi, Suatu

Analisis Retrospektif dan Prospektif,

Seri Monograf, Edisi September 1989,

FISIPOL UGM, Yogyakarta, 1989

Ferrazzi,Gabriele, Internal Experiences in

Territorial Reform- Implication for

Indonesia, DRSP, Agustus 2007

Harmantyo, Djoko, Pemekaran Daerah dan

Konflik Keruangan, kebijakan Otonomi

Daerah dan Implementasinya di

Indonesia, Makara Sains, Vol. 11, No.1,

April 2007: 16-22

Keban, Yeremias T. Pembahasan Pemekaran

dan Penggabungan Daerah, USAID-

DRSP, 2007

Keban, Yeremias T, Indikator Kinerja

Pemerintah Daerah: Pendekatan

Manajemen dan Kebijakan, makalah,

Jurusan Administrasi Negara Fisipol

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,

1995

Mulyawan, Rahman, Masyarakat, Wilayah

dan Pembangunan, Unpad Press,

Bandung, 2016

Nazara, Suahasil & Nurkholis, Ukuran

Optimal Pemerintahan di Indoensia:

Studi Kasus Pemekaran Wilayah

Kabupaten/Kota dalam Era

Desentralisasi, Jurnal Ekonomi dan

Pembangunan Indoensia, Vo. VII, No.2,

2007,

O’Leary, Brendan, Analysing Partition:

Definition, Classification and

Explanation, Political Gegraphy, xx

(2007) 1-23

Perfecto L.Padilla, (ed)., Strengthening Local

Government Administration and

accelerating Local Development, The

Asia Foundation Philippines, Manila,

1992

Pratikno, Usulan Perubahan Kebijakan

Penataan Daerah, Policy Paper, USAID-

DRSP, February, 2008

Ratnawati, Tri, Pemekaran Daerah, Politik

Lokal dan Beberapa Isu Terseleksi,

Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009

Retnaningsih, Ning dkk (ed), Dinamika Politik

Lokal di indonesia, Penataan Daerah

(Territorial Reform) dan Dinamikanya,

Percik, Salatiga, 2008.

Rondinelli, Dennis A., Applied Methods of

RegionalAnalysis, The Spatial

Dimensions of Development Policy,

Westview Special Study,Boulder and

London, 1985

Syarifuddin, Pelitian tentang Pemetaan Makna

Politik Pemekaran Daerah di Indoensia

Pasca Orde Baru, Jurusan Ilmu

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 22

Pemerintahan Universitas Lampung,

2009.

Swianiewicz, Pawel, Teritorial Fragmentation

As a problem, Consolidation As a

Solution ?, dalam Territorial

Consolidation Reform in Europe, First

published in 2010, by the Local

Government and Public Service Reform

Initiative, Open Society Institute–

Budapest, OSI/LGI, 2010

Swianiewicz, Pawel (ed) Consolidation or

Fragmentation? The Size of Local

Governmentsin Central and Eastern

Europe , First published in 2002 by

Local Government and Public Service

Reform Initiative, Open Society Institute

Budapest.

Tarigan, Ritonga, Perencanaan pembangunan

Wilayah, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta,

2005

Tarigan, Antonius, Dampak Pemekaran

Wilayah, Jurnal Perencanaan

Pembangunan, Edisi 01/Tahun

XVI/2010

Tiebout, C M (1956) “A Pure Theory of Local

Expenditure”, Journal of Political

Economy.

Trueblood and Beth Walter Honadle, An

Overview of Factors Affecting the Size

of Local Government, Staff Pape P94-7,

Departemen of Agricultural and

Applied Economics College of

Agriculture University Of Minosota,

April 1994.

Zhijian, Zhang & Raul P.De Gusman.,

Administrative Reform Toward

Promoting Productivity in Bureaucratic

Performance, Eropa, Manila, 1992

Bappenas dan UNDP, Studi Evaluasi

Pemekaran Daerah, July 2007,

Lembaga Administrasi Negara, Evaluasi

Kinerja Penyelenggaraan Otonomi

Daerah untuk periode 1999-2003,

(laporan penelitian) Jakarta, 2005

Mabuchi, Masaru. Municipal Amalgamation

in Japan, World Bank, Washington, 2001

Pusat Penelitian dan Pengembangan Otonomi

Daerah Departemen Dalam Negeri,

Efektifitas Pemekaran Wilayah Di Era

Otonomi Daerah,(laporan penelitian)

Jakarta 2005.

Reiljan, Janno & Aivo Ulper, The Necessity of

an Administrative-Territorial Reform in

a Country: The Case of Estonia, The

University of Tartu Faculty of Economic

and Bussiness Administration, 2010.

Syarifuddin, Pelitian tentang Pemetaan Makna

Politik Pemekaran Daerah di Indoensia

Pasca Orde Baru, Jurusan Ilmu

Pemerintahan Universitas Lampung,

2009.

Swianiewicz, Pawel, Teritorial Fragmentation

As a problem, Consolidation As a

Solution ?, dalam Territorial

Consolidation Reform in Europe, First

published in 2010, by the Local

Government and Public Service Reform

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 23

Initiative, Open Society Institute–

Budapest, OSI/LGI, 2010

USAID-DRSP-PERCIK, Proses dan Implikasi

Sosial Politik Pemekaran, Studi Kasus

Sambas dan Buton,

Usaid, Policy Implemntation Barriers

Analysis: Conceptual Framework and

Pilot Test in Three Countries, Healt

Policy Initiative, Oktober, Washington

DC, 2009

Wirabhumi, Edy, S. Pemberdayaan Hukum

Otonomi Daerah dan Potensi Wilayah:

Studi Tentang kemungkinan

Terbentuknya Provinsi Surakarta,

Disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum

Pascasarjana Universitas Diponegoro,

Tahun 2007

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

Tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5587) sebagaimana telah diubah

terakhir dengan Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 2015 tentang

Perubahan Kedua Atas Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2015

Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5679);

Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007

tentang Tata Cara Pembentukan,

Penghapusan dan Penggabungan

Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahyun 2008

Pedoman Evaluasi penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah.

Perarturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23

tahun 2010 Tata Cara Pelaksanaan

Evaluasi Daerah Otonom Baru.

Desain Besar Penataan Daerah di Indonesia,

2010-2025, Kemendagri, Juni 2010

Kontan.co.id, Dana Terbatas, pemerintah

tunda pemekaran daerah, Rabu, 19 Juli

2017.

Liputan6.com, JK: Moratorium Pemekaran

Daerah Masih Berlaku, Rabu, 19 Juli

2017.

http://www.beritapalu.com/index.php?optio

n=com_content&view=article&id=1097:

sulteng-dikembangan-jadi-13-

kabupaten&catid=34:palu&Itemid=126

http://news.liputan6.com/read/3074809/pe

merintah-siapkan-3-skenario-

pemekaran-daerah

http://www.mediaindonesia.com/index.php

/news/read/119897/pemerintah-

tunda-pemekaran-314-daerah/2017-08-

29, Pemerintah Tunda Pemekaran 314

Daerah

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 24

THE OPINION OF COMMUNICATION SCIENCE STUDENTS ON CYBERSTALKING PHENOMENON IN SOCIAL MEDIA

OPINI MAHASISWA ILMU KOMUNIKASI TERHADAP FENOMENA CYBERSTALKING DI MEDIA SOSIAL

MUHAMAD ISA YUSAPUTRA1*, DYAH FITRIA KARTIKA SARI2, ROMAN R. UTAMA3,

ALDINA HUSNUZAN4

1Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tadulako, Sulawesi Tengah *E-mail: [email protected]

Naskah diterima : 6 Mei 2018 Naskah diterbitkan: 29 Juni 2018

ABSTRACT

Cyberstalking behavior that leads to the attack of one's privacy area has not happened much in Indonesia but

does not rule out the possibility of seeing the percentage of Indonesian people as internet users constantly

increasing. This behavior can be compared to cyberbulliying but has more indications where the perpetrator

continues to follow victims in cyberspace to sometimes in the real world. Seeing this problem, this study

describes the opinions of students of communication science on cyberstalking behavior. By using uncertainty

reduction theory through three approaches strategies, namely passive strategies, active strategies and

interactive strategies associated with cyberstalking phenomena. Retrieval of data in this study uses a

questionnaire with the presentation of quantitative data, where the results of data processing are described.

Cyberstalking is an inevitable phenomenon of technological development, in a passive strategy in some cases

recognizing the nature and behavior of someone from social media, is not an easy thing to do. Active strategies

that involve communication with people around the target, can be done by searching for information through

social media, although to recognize the nature and behavior of a person is not easy, but finding information

about others on social media in the phenomenon of cyberstlaking is one of the steps interfere with the lives of

others. The process that has involved direct interaction with victims is an interactive strategy that has been

very disturbing to others. Cyberstalking which happens also lies behind many factors, it can be from yourself,

others, even the surrounding environment.

Keywords : Student Opinion, Cyberstalking, Social Media

Perilaku CyberStalking yang menjurus pada penyerangan wilayah privasi seseorang belum banyak terjadi di

Indonesia namun tidak menutup kemungkinan bisa terjadi dengan melihat persentase masyarakat Indonesia

sebagai pengguna internet terus menerus bertambah. Perilaku ini bisa disetarakan dengan cyberbulliying

tetapi berindikasi lebih dimana pelaku terus menerus membuntuti korban di dunia maya hingga terkadang di

dunia nyata. Melihat permasalahn tersebut maka penelitian ini, menggambarkan opini mahasiswa ilmu

komunikasi terhadap perilaku cyberstalking. Dengan menggunakan teori pengurangan ketidakpastian melalui

tiga strategi pendekatan, yaitu strategi pasif, strategi aktif dan strategi interaktif yang dikaitkan dengan

fenomena cyberstalking. Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan angket dengan penyajian data

kuantitatif, dimana hasil pengolahan data dideskripsikan. Cyberstalking merupakan fenomena yang tidak bisa

dielakkan dari perkembangan teknologi, pada strategi pasif dibeberapa kejadian mengenali sifat dan prilaku

seseorang dari sosial media, bukanlah hal yang mudah dilakukan. Strategi aktif yang melibatkan komunikasi

dengan orang-orang disekitar target sasaran, dapat dilakukan dengan cara mencari informasi melalui sosial

media, walaupun untuk mengenali sifat dan perilaku seseorang tidak mudah, namun mencari informasi

tentang orang lain di sosial media dalam fenomena cyberstlaking menjadi salah satu untuk langkah

menginterfensi kehidupan orang lain. Proses yang sudah melibatkan interaksi langsung dengan korban,

merupakan strategi interaktif yang sudah sangat mengganggu orang lain. Cyberstalking yang tejadi juga

dilatara belakangi oleh banyak faktor, bisa dari diri sendiri, orang lain bahkan lingkungan disekitarnya.

Kata Kunci : opini mahasiswa, cyberstalking, media sosial

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 25

A. PENDAHULUAN

Internet menjadi kata yang telah lekat

dibenak hampir semua masyarakat dunia.

Penggunanya dari tahun ketahun yang terus

mengalami peningkatan yang cukup drastis.

Data pengguna internet dunia menunjukkan

bahwa asia memiliki pengguna terbanyak di

bandingkan benua lain di dunia seperti

terlihat pada gambar grafik di bawah ini.

Indonesia menjadi pengguna terbanyak ke

enam di dunia (https://kominfo.go.id/)

Media sosial menjadi bagian yang tidak bisa di

pisahkan dari kehidupan masyarakat

Indonesia. Keberadaan media baru, menjadi

barometer dari berkembangnya teknologi

komunikasi. Media baru dan media lama

menjadi satu bahasan yang sering

diperbincangkan, bukan lagi mengenai media

cetak dan elektronik, lebih dari itu media baru

menjadi implementasi media dengan jaringan

internet. Rianto Puji (2016:91) menjelaskan

para penyedia content media baru, dalam

beberapa hal, tidak terikat pada sistem kerja

semacam itu. Ketika seseorang dapat

berperan sebagai produsen pesan dan

penerima pesan dalam waktu yang hampir

bersamaan, standart profesional dengan

sendirinya ‘lenyap’. Khayak bisa terjerat

dalam informasi-informasi yang tidak akurat

sebagaimana standart yang biasa menjadi

acuan media konvensional.

Fenomena-fenomena yang kemudian hadir

dari lahirnya media baru dan juga media

sosial sebagai media komunikasi yang banyak

disalahgunakan oleh pengguna internet

khususnya media sosial adalah merugikan

dan mengganggu kenyamanan orang lain.

Aktivitas pengguna remaja berselancar di

dunia maya seiiring dengan semakin

beragamnya media baru yang dapat memuat

seluruh aktivitas keseharian mereka.

Kedekatan remaja dengan dunia maya

menjadi bagian yang tidak terpisahkan .

Perilaku penyimpangan pun mulai

bermunculan seiring Hal tersebut paling

rentan dialami oleh remaja yang

memanfaatkan media sosial sebagai bentuk

mengeksistensikan diri di media sosial. Bocij

(2002). Perilaku CyberStalking yang menjurus

pada penyerangan wilayah privasi seseorang

belum banyak terjadi di Indonesia namun

tidak bisa dipungkiri melihat jumlah

pengguna internet di Indonesia yang terus

menerus bertambah. Perilaku ini bisa

disetarakan dengan cyberbulliying namun

berindikasi lebih dimana pelaku terus

menerus membuntuti korban di dunia maya

hingga terkadang di dunia nyata. Remaja lebih

retan terhadap perilaku ini berdasarkan

prilaku mereka yang begitu mudah

membagikan hal privasi ke dalam media baru.

Mahasiswa ilmu komunikasi yang berada

pada kisaran umur usia remaja. Sebagai

remaja dengan pengetahuan bidang ilmu

komunikasi tentunya memiliki opini terhadap

perilaku cyberstalking yang dikelompokkan

sebagai kejahatan cyber. Berdasarkan hal

tersebut maka penelitian ini hendak

menggambarkan mengenai opini mahasiswa

ilmu komunikasi terhadap prilaku

cyberstalking.

B. LANDASAN TEORI

Konsep Komunikasi Antar Pribadi

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 26

Pendekatan dengan komunikasi antar

pribadi dinilai mampu dalam menjalin

hubungan yang lebih intens dan

berkelanjutan, namun untuk mencapai level

dimana hubungan atntar pribadi akan menjadi

lebih intens, tergantung dari kebutuhan.

William Schutz (1966) seorang psikolog yang

mengembangkan teori kebutuhan antar

pribadi seperti yang dikutip Wood (2013:12-

13) menegaskan bahwasanya hubungan antar

pribadi akan berkelanjutan tergantung dari

tiga kebutuhan dasar. Kebutuhan yang

pertama adalah kebutuhan afeksi kebutuhan

ini adalah kebutuhan dimana adanya

keinginan untuk memberi serta mendapatkan

kasih sayang. Kedua adalah inklusi, dimana

adanya keinginan untuk menjadi bagian dari

kelompok sosial tertentu. Dan ketiga adalah

control, kebutuhan dimana seseorang ingin

mempengaruhi orang lain atau peristiwa

dalam kehidupan orang lain tersebut.

Perkembangan hubungan dalam

komunikasi antarpibadi, memberikan

gambaran tentang keakraban dalam

hubungan. Dalam komunikasi diadik

keakraban dalam hubungan menjadi bagian

penilaian kualitas hubungan. Waring dan

rekan-rekannya (1980) menemukan lima

kategori respons, dimana orang-orang

mengaitkan keakraban dengan berbagai

pikiran, keyakinan, fantasi, minat, cita-cita dan

latar belakang. Selain itu, seksualitas tidak

menjadi bagian dari definisi keakraban,

menurutnya, hubungan keakraban tidak

memerlukan seksualitas (Zakiah, 2002:299).

Hubungan yang semakin akrab merupakan

indikato dalam perkembangan hubungan.

Pada tahap hubungan yang semakin akrab,

ada keyakinan yang hadir antara masing-

masing anggota ynag terblibat dalam

hubungan akan keberlangsungan dan harapan

atas hubungan yang dijalani. Hubungan yang

terjadi dalam komunikasi antar pribadi sangat

dipengaruhi oleh persepsi yang dibangun dari

masing-masing individu.

Liliweri (2011:157) menjelaskan bahwa

persepsi sendiri merupakan suatu proses

dimana individu lebih menyadari tentang

objek ataupun peristiwa yang terjadi dalam

dunia. Lebih lanjut Liliweri mengemukakan

lima tahapan utama dalam proses ini yaitu

stimulation, organization, interpretation-

evaluation, memory dan recall. Komunikasi

antarpribadi yang dilakukan haruslah efektif,

agar dapat menegetahui secara langsung

tanggapan yang diberikan oleh orang lain

terkait dengan informasi yang kita berikan

tentang diri kita dan masalah yang dihadapi.

Menurut De Vito (dalam Liliweri, 2003: 55)

menjelaskan tentang pengertian komunikasi

antar pribadi yang berbeda dengan bentuk

komunikasi lainnya, dalam komunikasi antar

pribadi anggota yang terlibat baik secara

jumlah dan orang-orang yang terlibat

(interectants). Dalam komunikasi antar

pribadi kedekatan fisik dan jaringan antara

anggota yang terlibat dalam komunikasi

sangat dekat dan tanggapan baliknya sangat

cepat.

Menjalin komunikasi dan hubungan

dengan orang lain dalam ranah komunikasi

antar pribadi, melahirkan teori-teori yang

mengupas tentang komunikasi antar pribadi.

banyak hal yang bisa kita lakukan dalam

upaya mengurangi ketidakpastian dalam

penerimaan dan pemaknaan informasi, sala

satu cara untuk melakukannya adalah dengan

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 27

mengurangi kesenjangan ketidakpastian yang

terjadi antara orang-orang yang terlibatsuatu

percakapan. Salah satu teori yang dibahas

konteks komunikasi antar pribadi adalah teori

pengurangan ketidakpastian dimana masing-

masing individu yang terlibat dalam

komunikasi berusaha untuk mengetahui hal-

hal berupa informasi tentang lawan bicara

mereka.

Uncertainty Reduction Theory (Teori

Pengurangan Ketidakpastian)

Teori pengurangan ketidakpastian

(Uncertainty Reduction Theory) merupakan

teori yang menjelaskan proses awal

bagaimana mengenal dan menjalani

hubungan dengan orang lain (LittleJohn,

2009:256). Saat ini, ketika kita akan memulai

hubungan atau perkenalan dengan orang lain,

seringkali kita mencari tahu tentang

karakteristik ataupun apa saja yang

berhubungan dengan orang tersebut. Berger

(LittleJohn, 2009:257) menyatakan bahwa

manusia seringkali kesulitan dengan

ketidakpastian, mereka ingin dapat menebak

prilaku, sehingga mereka terdorong untuk

mencari informasi tentang orang lain.

Sebenarnya pada teori pengurangan

ketidakpastian ini, adalah dimensi dasar

dalam pengembangan suatu hubungan.

Komunikasi sekarang ini, tidak lagi hanya

berada dalam ranah dan dimensi yang sama.

Teori ini adalah bagian dari komunikasi

interpersonal yang terjadi pada dua orang

yang bertemu untuk pertama kali. Mereka

yang bertemu untuk pertama kalinya dan

akan memulai suatu hubungan melalui

sebuah percakapan akan menghadirkan

penilaian yang subjektif terhadap lawan

bicaranya.

Adanya ketidak pastian dan juga

timbulnya hal-hal yang menjadi pertanyaan

serta melahirkan dugaan-dugaan baik yang

positif maupun yang negatif. Atas dasar

tersebut tercetusnya Teori Pengurangan

Ketidakpastian ( Uncertainty Reduction

Theory) karya Charles Berger dan Richard

Calabrese. Komunikasi merupakan perantara

yang dipakai untuk meminimalisir

ketidakpastian yang muncul. Dimana

komunikasi dijadikan ukuran untuk

meminimalisir adanya ketidakpastian yang

hadir dalam percakapan. Teori reduksi

ketidakpastian atau Uncertainty Reduction

Theory disingkat URT mencari penjelasan

bagaimana berkomunikasi apabila tidak

memperoleh kepastian tentang lingkungan-

lingkungan sekitar. (Budyatna, Muhammad

2015). Teori ini menyoroti ketidakpastian

sebagai kekuatan kausal membentuk perilaku

komunikasi dan meningkatkan prediksi-

prediksinya yang dapat diukur tentang

bagaimana orang berperilaku apabila mereka

merasa tidak pasti. URT memulai dengan

dasar pikiran bahwa orang termotivasi untuk

mengurangi ketidakpastian tentang

lingkungan sosial, teori ini berpendapat

bahwasanya individu-individu berusaha

untuk memprediksi dan menjalankan

lingkungan-lingkungan mereka. URT

menggunakan teori informasi untuk

mendefinisikan ketidakpastian sebagai fungsi

tentang jumlah dan kemungkinan mengenai

alternatif yang mungkin terjadi. Berger

(LittleJohn, 2009:257-259) mengidentifikasi tiga

strategi yang orang gunakan untuk

menanggulangi ketidakpastian untuk

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 28

mendapatkan informasi mengenai diri sendiri

dan orang lain, yaitu :

a. Strategi pasif Strategi pasif meliputi

mengamati orang yang menjadi target

dari kejauhan. strategi pasif meliputi

reactivity searching dan disinhibition

searching. Reactivity searching berupa

mengamati seseorang ketika dia sedang

melakukan sesuatu atau mengamati

bagaimana reaksinya pada situasi

tertentu. Disinhibition searching berupa

mengamati seseorang dalam situasi

informal dimana dia dalam keadaan

santai tidak terlalu menjaga penampilan

dan berperilaku apa adanya.

b. Strategi akif Strategi aktif terjadi

apabila individu-individu mengambil

tindakan untuk memperoleh informasi

dan tidak benar-benar berinteraksi

dengan orang yang menjadi target,

yaitu dengan menanyakan orang lain

tentang orang yang menjadi target.

c. Strategi Interaktif Strategi interaktif

memerlukan berkomunikasi dengan

orang yang menjadi target. Strategi ini

awalnya dari tanya jawab sehinga

memperoleh wawasan atau pengertian

dan menemukan kesamaan-kesamaan,

tetapi norma-norma kesopanan

membatasi jumlah dan ketegasan

pertanyaan-pertanyaan yang pantas.

Kedua adalah mencari pengungkapan

secara timbal balik. Ketiga adalah

membuat target rileks dengan suasana

santai yang memungkinkan besar

individu dalam keadaan

mengungkapkan informasi tentang diri

mereka.

C. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode

penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif

adalah penelitian yang berlandasan pada

filsafat positivisme, yang digunakan untuk

meneliti yang berfokus pada populasi dan

sampel tertentu, untuk teknik pengambilan

sampel biasanya dilaksanakan secara random

(Sugiyono, 2013:13). Penelitian ini

menggunakan pendekatan deskriptif dalam

mengemukakan fenomena-fenomena yang

ada di masyarakat. Fenomena yang terjadi

bisa dalam bentuk, aktivitas, karakteristik,

perubahan, hubungan, dan kesamaan, serta

perbedaan antara fenomena yang hadir

dengan fenomena lainnya (Sukmadinata,

2006:72). Tradisi kuantitatif sebagai instrumen

yang digunakan telah ditentukan sebelumnya

dan tertata dengan baik sehingga tidak banyak

memberi peluang bagi fleksibilitas, masukan

imajinatif dan refleksitas. Dalam penelitian ini,

Instrumen yang biasa digunakan adalah

angket (kuesioner) (Mulyadi, 2011:131).

Penelitian ini dilakukan di program studi

ilmu komunikasi kampus Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Tadulako,

Kampus Bumi Tadulako Jalan. Soekarno Hatta

Kelurahan Tondo Kota Palu, Sulawesi Tengah.

Populasi adalah keseluruhan objek yang

berupa manusia, hewan, tumbuh- tumbuhan,

udara, gejala-gejala, nilai test, peristiwa-

peristiwa dan sebagainya sebagai sumber data

yang memiliki karakteristik tertentu dalam

suatu penelitian (Bungin, 2001:99). Populasi

pada penelitian ini adalah mahasiswa ilmu

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 29

komunikasi Universitas Tadulako Angkatan

2015 yakni sejumlah 136 orang. Sampel adalah

sebagian dari keseluruhan berupa objek atau

fenomena yang akan menjadi fokus

pengamatan (Kriyantono , 2010:153).

Sampel dalam penelitian ini ditetapkan

berdasarkan area yakni mengambil

mahasiswa angkatan 2015 yang masih aktif

berkuliah di program studi ilmu komunikasi

Universitas Tadulako. Disebabkan populasi

yang banyak dan tidak mungkin untuk

diambil semua maka jumlah penentuan

sampel dalam penelitian ini didasarkan

kepada pendapat Suharsini Arikunto yang

mengatakan “Untuk mengetahui sekedar

ancar-ancar maka apabila populasi kurang

dari 100 orang maka lebih baik diambil semua,

sehingga penelitian itu merupakan penelitian

populasi. Jika jumlah subjeknya lebih dari 100

orang, maka dapat diambil 5 persen atau 20

sampai dengan 25 persen atau lebih”

(Arikunto, 1998:120). Berdasarkan ketentuan

tersebut di atas maka peneliti menetapkan

sampel sebesar 25 persen dari jumlah 138

populasi, maka sampel dari penelitian ini

adalah berjumlah 35 responden.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Strategi Pasif

Opini mahasiswa terkait strategi pasif

yang biasanya dilakukan oleh pelaku

cyberstalking dalam mempengaruhi target

sasarannya. Pada strategi pasif ada lima

pertanyaan yang diajukan kepada responden.

Secara umum terkait dengan strategi pasif

yang mungkin dilakukan oleh pelaku

cyberstalking. 71,4% mahasisiwa mengatakan

setuju sering melihat orang-orang mencari

tahu informasi melalui sosial media melalui

interaksinya kepada orang lain. Pencarian

informasi secara terus-menerus tentang suatau

objek yang menjadi sasaran dan sudah

mengganggu privasi orang lain sudah

termasuk kepada tindakan cyberstalking.

Berkaitan dengan teori pengurangan

ketidakpastian yang menyoroti ketidakpastian

sebagai kekuatan kausal membentuk perilaku

komunikasi dan meningkatkan prediksi-

prediksinya yang dapat diukur tentang

bagaimana orang berperilaku apabila mereka

merasa tidak pasti. URT memulai dengan

dasar pikiran bahwa orang termotivasi untuk

mengurangi ketidakpastian tentang

lingkungan sosial, teori ini berpendapat

bahwa individu-individu berusaha untuk

memprediksi dan menjalankan lingkungan-

lingkungan mereka.

URT menggunakan teori informasi

untuk mendefinisikan ketidakpastian sebagai

fungsi tentang jumlah dan kemungkinan

mengenai alternatif yang mungkin terjadi

(Budyatna, Muhammad 2015). Sosial media

menjadi bagian dari medium untuk

memperoleh banyak informasi tanpa harus

melibatkan objek informasi secara langsung.

Melalui sosial media banyak informasi yang

akan diperoleh mengenai seseorang yang akan

membuat seseorang mengenali orang lain

tanpa harus berinteraksi langsung. Lebih

mudah mencari informasi mengenai sifat dan

prilaku seseorang di sosial media melalui

komentar dan postingan-postingan, merupaan

pernyataan yang tenyata 34,3% mahasisiwa

menilai kurang setuju terhadap pernyataan

tersebut. dapat disimpulkan bagi responden

yang juga dipengaruhi oleh berbagai faktor,

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 30

tempat tinggal dan interaksi sosial dalam

masyarakatpun mempengaruhi opini

mahasiswa yang menyatakan kurang setuju

mencari informasi tentang sifat dan prilaku

seseorang lewat sosial media lebih mudah.

Jawaban yang berbanding terbalik dengan

pernyataan yang menyatakan Cyberstalking

menjadi suatu hal yang biasa di dunia maya

saat ini, 51,4% menjawab setuju dengan

pernyataan tersebut dan 42,9% menjawab

sangat setuju. Sering memperlihatkan aktifitas

melalui sosial media merupakan salah satu

cara pelaku cyberstalking mengetahui sifat

dan karakteristik korbannya. Responden

ternyata kurang setuju dengan

memperlihatkan aktifitas mereka di sosial

media sebesar 48,6% responden menjawab

kurang setuju untuk memperlihatkan aktifitas-

aktifitas keseharian meeka di sosial media.

2. Strategi Aktif

Strategi aktif dalam kaitanya dengan

fenomena cyberstalking merupakan langkah

yang dilakukan oleh cyberstalker dengan

melakukan pengamatan dan juga komunikasi

untuk memperoleh informasi-informasi

mengenai target sasaran melalui orang lain,

mengenali sifat dan prilaku target sasaran

melalui sosial media.

Dalam strategi ini, cyberstalker tidak

hanya mengamati target sasaran tetapi juga

mengganggu pribadi target melalui informasi-

informasi yang diperoleh dari orang lain. Pada

teori pengurangan ketidakpastian, komunikan

dan komunikator yang terlibat dalam

hubungan, akan berusaha untuk mencari tahu

lebih detail tentang informasi-informasi

mengenai orang lain tersebut. Strategi aktif

dalam cyberstalking dimana pelaku berusaha

untuk mencari informasi mengenai korban

melalui hal-hal disekitarnya, misalnya dari

interaksinya dengan orang lain dan juga

responnya terhadap suatu hal. Pada

pernyataan tentang menanyakan informasi

melalui orang lain dapat dibenarkan,

responden membenarkan hal tersebut dengan

persentase 48,6% setuju terhadap pernyataan

tersebut. dapat disimpulkan bahwa opini

responden membenarkan jika ingin

mengetahui informasi tentang seseorang bisa

melalui orang lain.

Sering mencari informasi tentang

seseorang melalui sosial media adalah hal

yang biasa terjadi, pernyataan tersebut

dijawab dengan 62,9% responden yang

menjawab setuju mencari informasi dari sosial

media merupakan hal yang biasa terjadi saat

ini. Sosial media membantu orang untuk

mencari tau informasi tentang orang lain

tanpa berinteraksi secara langsung.memahami

bahwa teknologi bisa dimanfaatkan dengan

baik dan bijak dan 68,6 persen responden

menjawab setuju bahwa kemudahan yang

dihasilkan oleh sosial media adalah dapat

dimanfaatkan untuk mencarai dan

memperoleh informasi tentang seseorang

tanpa harus melakukan komunikasi dan

interaksi dengan orang yang bersangkutan.

Pemahaman responden mengenai pelaku

cyberstalking dinilai baik dengang jumlah

persentase yang mnejawab pernyataan,

Cyberstalking bisa dilakukan oleh siapa saja di

sosial media sebesar 45,7% responden

menjawab sangat setuju dnegan pernyataan

tersebut dan 45,7% lainnya responden

menjawab setuju. Dari jawaban responden

dapat diketahui bahwa responden sudah

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 31

memahami cyberstalking bisa dilakukan oleh

siapa saja dan korbannya bisa siapa saja.

Mengingat hal tersebut bisa saja terjadi pada

siapa saja, membatasi diri untuk tidak

memperlihatkan dan membagi hal- hal pribadi

ke sosial media menjadi salah satu langkah

penangnan untuk mengurangi resiko menjadi

korban dari pelaku cyberstalking.

3. Strategi Interaktif

Cyberstalking menjadi fenomena yang

merugikan masyarakat saat ini. 42,9%

responden menyatakan kurang setuju

terhadap pernytaan tersebut. Bagi responden,

cyberstalking bukanlah hal yang dapat

merugikan masyarakat. Dalam sebuah

penelitian mengenai Cyberbullying and Self

Esteem dijelaskan bahwa para remaja yang

melakukan cyberbullying merupakan remaja

yang memiliki kepribadian otoriter dan

kebutuhan yang kuat untuk menguasai dan

mengendalikan orang lain (Patchin & Hinduja,

2010). Fenomena cyberstalking yang menjadi

marak saat ini, memberikan peluang bagi

pelaku untuk melakukan kejahatan pada siapa

saja. Fenomena ini juga bisa saja terjadi di

sekitar kita, sehingga tidak menutup

kemungkinan orang- orang disekitar kita

pernah menjadi korban cyberstalking. Hal ini

juga dikemukakan oleh responden yang

menjawab pernah melihat orang-orang yang

menjadi korban Cyberstalking 57,1% dengan

jawaban setuju atas pernyataan tersebut. Hal

tersebut berbanding terbalik dengan

pernyataan yang menyatakan “ menurut saya

cyberstalking sudah sangat mengganggu jika

sudah terjalin interaksi ” , sebesar 40,0%

responden menjawab kurang setuju dengan

pernyataan tersebut. Hal tersebut

menggambarkan bahwa menurut responden

cyberstalking tidak begitu membahayakan

dan dinilai belum sampai mengganggu jika

sudah terjadi komunikasi antara pelaku dan

korban.

Pernyataan yang menyatakan bahwa

cyberstalking merupakan sikap yang negatif

yang dilakukan karena sudah menganggu

privasi seseorang, sebesar 34,3% responden

menjawab setuju dengan pernyataan tersebut

dan 31,1% menjawab kurang setuju atas

pernyataan tersebut. hal ini menggambarkan

bahwa bagi responden cyberstalking yang

sudah mengganggu privasi orang bukanlah

hal yang perlu dikhawatirkan. Beberapa

negara fenomena cyberstalking menjadi

bentuk kejahatan yang juga ditakuiti dan

selalu diwaspadai. Beberapa kasus

cyberstalking yang sudah mengancam

keselamatan orang lain menjadi perhatian

tersendiri. Cyberstalking, yang melibatkan

perilaku yang berulang-ulang dan tidak

diinginkan menyebabkan ketakutan pada

target atau korban dari cyberstalker, kejahatan

ini sudah terjadi dan diakui di lebih dari 50

negara sebagai kejahatan yang merugikan

orang lain (https://programs

.online.utica.edu/) Banyak faktor yang

melatar belakangi seseorang untuk melakukan

cyberstalking terhadap orang lain. Fakor

dendam, iri hati dan sakit hati menjadi

beberapa fakto diantaranya selian faktor

eksistensi dan juga main-main. Dalam

pernyataan “Menurut saya melakukan

cyberstalking karena adanya dendam dan iri

hati dimana adanya semangat ingin

menguasai korban dengan kekuatan fisik dan

meningkatkan popularitas pelaku dikalangan

teman sepermainan” sebanyak 37,1%

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 32

resonden menjawab kurang setuju atas

pernayataan tersebut. hal ini dapat

menyimpulkan bahwa sebagian pandangan

responden menilai melakukan cyberstalking

untuk kepentingan popularitas dan

pengakuan bukan hal yang mutlak harus

dilakuakn ketika ada rasa dendam.

E. KESIMPULAN

Penelitian yang dilakukan dikalangan

mahasisiwa Ilmu Komunikasi FISIP Untad,

memperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Cyberstalking merupakan fenomena

yang menjadi bagian dari perkembangan

teknologi, pada strategi pasif dibeberapa

kejadian bahwa mengenali sifat dan

prilaku seseorang dari sosial media,

bukanlah hal yang mudah. Hal tersebut

yang tergambar dari opini mahasiswa ilmu

komunikasi Fisip Untad.

2. Strategi aktif yang melibatkan

komunikasi dengan orang-orang disekitar

target sasaran, dapat dilakukan dengan

cara mencari informasi melalui sosial

media, walaupun untuk mengenali sifat

dan perilaku seseorang tidak mudah,

namun mencari informasi tentang orang

lain di sosial media dalam fenomena

cyberstlaking merupakan salah satu

langkah menginterfensi kehidupan orang

lain.

3. Proses yang sudah melibatkan interaksi

langsung dengan korban, merupakan

strategi interaktif yang sudah sangat

mengganggu orang lain. Cyberstalking

yang tejadi juga dilatara belakangi oleh

banyak faktor, bisa dari diri sendiri, orang

lain bahkan lingkungan disekitarnya.

Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur

Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: PT. Rineka Cipta

Bagdakian, Ben H. 2004. The New Media

Monopoly. Boston:Beacon Press

Budyatna, Muhammad.2015. Teori-Teori

Komunikasi Antar Pribadi. Jakarta:

Kencana

Bungin, Burhan.2001.Metodologi Penelitian

Kualitatif Dan Kuantitatif.

Yogyakarta:Gajah Mada Press.

DeVito. 2001. The Interpersonal

Communication Book. New York:

Addison Wesley Longman.

DeVito.2003. Human Communication. 9th ed.

USA:Pearson education inc.

Effendy, Onong Uchjana. 2009. Ilmu

Komunikasi Teori dan Praktek.

Bandung:Remaja Rosdakarya

http://abduljalil.web.ugm.ac.id/2015/02/12/

cyberbullying/

http://ilkom.fisip.untad.ac.id/profil/sejarah/

https://fantasynight69.wordpress.com/2013/

04/29/kasus-cyberstalking-2/

https://id.wikipedia.org/wiki/Media_baru.

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 33

https://kominfo.go.id/content/detail/4286/p

engguna-internet-indonesia-nomor-

enam-dunia/0/sorotan_media

https://programs.online.utica.edu/articles/cy

berstalking Cyberstalking 101 oleh Gal

Shpantzer (diakses pada tanggal 03 juni

2018)

https://www.hidayatullah.com/berita/nasio

nal/read/2013/02/18/65860/kemenko

minfo-waspadai-sisi-negatif-teknologi-

informasi.html

INTERNET Abdul Rosid, ST PROGRAM

STUDI S1 MANAJEMEN STIE ADHY

NIAGA – BEKASI

Kerlinger, Alfred N. 2006. Asas-Asas

Penelitian Behavioral (Terjemahan).

Yogyakarta : Gadjah Mada University

Press.

Kriyantono, Rachmat. 2008. Teknik Praktis

Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana.

Prenada Media Group

Kriyantono, Rachmat. 2010. Teknik Praktis

Riset Komunikasi: Disertai Contoh

Praktis Riset Media, Public Relation,

Advertising, Komunikasi Organisaso,

Komunikasi Pemasaran. Jakarta:

Kencana

Liliweri. 2011. Komunikasi Serba Ada Serba

Makna. Jakarta: Prenada media grup.

Littlejohn, Stephen dan Karen A Foss. 2009.

Teori Komunikasi. Penerjemah:

Mohammad Yusuf Hamdan. Jakarta:

Salemba Humanika

Margono. 2004. Metodologi Penelitian

Pendidikan.Jakarta: RinekaCipta

Mondry.2008. Pemahaman Teori Dan Praktek

Jurnalistik. Bogor:Ghalia Indonesia

Muyadi, Mohammad. 2011. Penelitian

Kuantitatif Dan Kualitatif Serta

Pemikiran Dasar Menggabungkannya.

Jurnal Study Komunikasi dan media.

Vol 15. No1.

Nasrullah. 2012. Komunikasi Antar Budaya Di

Era Budaya Cyber. Jakarta:Kencana

Media

Ruben, Brent, D dan Lea P. Stewart. 1998.

Communication and Human Behavior.

USA: Allyn & Bacon

Soedarsono, Dewi.2009.System Manajemen

Komunikasi, Teori,Model, Dan Aplikasi.

Bandung: simbiosa rekatama media

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan

Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D. Bandung: Alfabeta.

Syaibani, Yunus Ahmad.2011. New Media,

Teori Dan Aplikasi. Surakarta:Lindu

Pustaka

West, Richard dan Lynn Turner. 2010.

Introducing Communication Theory

(analysis and aplication). Fourth

Edition. New York:MCGraw-Hill.

Wood.2000. Communication theory in action.

2nd ed. Printed in United States of

America.

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 34

THE ROLE OF THE PALU CITY PUBLIC RELATION OFFICERS IN THE FESTIVAL PALU NOMONI IN MAINTAINING IMAGE OF PALU CITY

PERANAN HUMAS PEMDA KOTA PALU PADA EVENT FESTIVAL PESONA PALU NOMONI DALAM MENJAGA CITRA KOTA PALU

ALDIMAS D. SAMPOERNO1

1 Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tadulako E-mail: [email protected]

Naskah diterima : 25 Mei 2018 Naskah diterbitkan: 29 Juni 2018

ABSTRACT

Palu City at the Palu Nomoni Festival event in maintaining the image of Palu City.The Palu Nomoni Festival

Event has been held in two editions in 2016 and 2017 in Palu City. In those two editions things were still found

which were feared to damage the image of Palu City as the host of the event. How does government public

relations play a role in maintaining the image of Palu City at the event. The type of research that will be used in

this research is qualitative descriptive research, namely research that aims to make a systematic, factual and

accurate description that describes the events that occur in the field, related to the role of the local government

of Palu City at the Palu Nomoni Festival event. The subjects of this study were 4 (four) informants with the

consideration that the appointed informants were representatives who could provide accurate information in

accordance with the needs and objects of the study. There are 4 (Four) roles of public relations according to

Dozier and Broom which are key research theories The results of the study show that out of the 4 (Four)

theories of public relations roles only 2 (two) are run quite well so that it can be said that public relations

efforts in maintaining the image of Palu City regarding the image of the Palu Nomoni Festival have not been

optimal.

Keywords : PR role, Palu Nomoni, image

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang peranan humas pemda Kota Palu pada event

Festival Pesona Palu Nomoni dalam menjaga citra Kota Palu. Event Festival Pesona Palu Nomoni telah

diselenggarakan sebanyak dua edisi pada 2016 dan 2017 di Kota Palu. Dalam dua edisi tersebut masih

ditemukan hal-hal yang ditakutkan merusak citra Kota Palu selaku tuan rumah acara. Bagaimana humas

pemerintah berperan dalam menjaga citra Kota Palu pada event tersebut. Tipe penelitian yang akan digunakan

dalam penelitan ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, yakni penelitian yang bertujuan untuk membuat

deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat yang menggambarkan kejadian yang terjadi di lapangan, terkait

dengan peranan humas pemda Kota Palu pada event Festival Pesona Palu Nomoni dalam menjaga citra Kota

Palu. Subjek penelitian ini ialah 4 (Empat) orang informan dengan pertimbangan bahwa informan yang

ditunjuk adalah representatif yang dapat memberikan informasi akurat sesuai dengan kebutuhan dan objek

penelitian. Terdapat 4 (Empat) peranan humas menurut Dozier dan Broom yang menjadi teori kunci

penelitian. Adapun hasil penelitian ditunjukkan bahwa dari 4 (Empat) teori peranan humas hanya 2 (dua)

yang dijalankan dengan cukup baik sehingga dapat dikatakan bahwa upaya humas dalam menjaga citra Kota

Palu terkait event Festival Pesona Palu Nomoni belum maksimal.

Kata Kunci : Peran Humas, Palu Nomoni, Citra

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 35

A. PENDAHULUAN

Indonesia adalah salah satu negara

dengan berbagai macam ragam budaya yang

unik, khas dan dinilai memiliki daya tarik

tersendiri yang membuat banyak orang

kagum serta takjub dengan banyaknya varian

budaya tersebut. Indonesia memiliki kekayaan

alam yang berlimpah, begitupun dengan adat

istiadatnya. Kebhinekaan yang dimiliki

Indonesia menciptaakan keragaman suku,

budaya, dan bahasa. Setiap daerah memiliki

kekayaannya masing-masing. Sampai dengan

November 2017, Indonesia tercatat memiliki

35 provinsi yang secara resmi berada dalam

naungan pemerintaan Republik Indonesia.

Masing-masing provinsi tersebut memiliki ciri

khas kebiasaan dan budaya yang berbeda-

beda, dari hal paling mendasar seperti bahasa

misalnya, Indonesia adalah negara yang

memiliki bahasa daerah yang cukup banyak,

di tiap provinsi memiliki bahasa daerahnya

masing-masing.

Sebagai contoh, di Pulau Jawa terdapat

beberapa provinsi seperti Jawa Barat, Jawa

Tengah dan Jawa Timur, uniknya meskipun

ke tiga Provinsi tersebut sama-sama terletak di

Pulau Jawa, namun ketiganya memiliki bahasa

daerahnya masing-masing. Itu jika kita hanya

membahas masalah bahasa, di Indonesia

masih ada sangat banyak budaya-budaya

yang menarik untuk dibicarakan. Budaya adat

istiadat, perilaku-perilaku, bahasa verbal dan

nonverbal, kuliner atau masakan hingga

karya-karya seni; seperti tarian, nyanyian,

peninggalan-peninggalan sejarah seperti

rumah adat dan lain-lain yang sangat banyak

jumlahnya. Hal inilah yang menjadi salah satu

bukti akan kekayaan negeri Republik

Indonesia.

Kota Palu adalah Ibukota Provinsi

Sulawesi Tengah yang memiliki varian

budaya dan pariwisata yang beraneka ragam,

khas dan menarik untuk diketahui. Mulai dari

suku, bahasa, pakaian adat tradisional, rumah

adat, tarian-tarian, senjata tradisional, lagu-

lagu daerah dan hal lainnya yang memiliki

nilai sentimental yang kuat. Ada berbagai

macam cara yang bisa dilakukan untuk

meningkatkan citra suatu daerah. Misalnya,

pemerintah membuat kegiatan yang

bertemakan budaya dan kearifan lokal.

Dengan mengadakan kegiatan-kegiatan

seperti ini, tentu secara otomatis seluruh pihak

yang terlibat turut mendeklarasikan budaya

kepada dunia. Kegiatan-kegiatan tersebut juga

bisa menjadi sarana promosi kepada

masyarakat luas terkait ragam budaya dan

keunikan serta ciri khas daerah masing-

masing. Hal ini semakin didukung dengan era

digital di mana semua hal bisa diliput,

diberitakan dan disebar luaskan sehingga

infomasinya bisa sampai kepada siapa saja

dan di mana saja.

Festival Pesona Palu Nomoni adalah salah

satu event bertaraf internasional yang telah

diselenggarakan dalam dua tahun terakhir.

Antusias masyarakat Palu dari kegiatan

sebelumnya, yaitu Festival Teluk Palu yang

melatarbelakanginya. Festival Teluk Palu

sendiri rutin digelar sejak 2008 dalam rangka

menyambut ulang tahun Kota Palu. Festival

tersebut berganti nama dengan menambahkan

bahasa lokal yakni “nomoni” diambil dari

bahasa etnis kaili yang berarti bergema atau

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 36

berbunyi. Salah satu tujuan praktis Festival

Pesona Palu Nomoni ini adalah untuk

meningkatkan citra Kota Palu.

Festival Pesona Palu Nomoni merupakan

terbitan pemerintah Kota Palu. Ditemui secara

khusus, Pak Gunawan selaku Kabid Destinasi

Dinas Pariwisata Kota Palu menjelaskan

bahwa dalam riwayatnya, Festival Pesona

Palu Nomoni adalah event yang

diselenggarakan pada bulan September di

pesisir teluk Kota Palu dengan durasi kurang

lebih 5 hari. “Dengan memperkenalkan serta

melestarikan adat dan budaya, melalui event

ini pemerintah berupaya menanamkan citra

terbaik untuk wisatawan nusantara maupun

mancanegara” tutur Walikota Palu, Hidayat

(www.palunomoni.com).

Namun sekali lagi tujuan sering tak sesuai

realita. Sebab dari dua edisi terakhir masih

banyak kekurangan yang juga merusak citra

Kota Palu sebagai penyelenggara sekaligus

tuan rumah. Pada Festival Pesona Palu

Nomoni edisi pertama misalnya; pembukaan

acara yang lamban, peniup lalove (seruling)

dan penabuh gimbah (gendang) yang tak jadi

tampil, hingga penyerahan hadiah jawara lari

marathon yang tertunda.

Festival Pesona Palu Nomoni edisi dua

pun tak luput dari masalah, penyerahan

hadiah untuk vocal grup juga tertunda.

Terdapat pula masalah klasik seperti biaya

pengamanan kendaraan (parkir) yang

melonjak.

Adapun temuan peneliti terkait hal yang

ditakutkan dapat merusak citra Kota Palu

sebagai berikut: Berita online yang diangkat

MetroSulawesi.com pada 26 September 2016,

dengan judul “Memaluklan, Pemenang

Lomba Marathon FPPN Tidak Langsung

Terima Hadiah”, MetroSulawesi.com pada 1

November 2016, judul berita “Setengah Total

Hadiah Palu Nomoni International Marathon

Bakal Diterima Pelari Lokal”,

SultengRaya.com pada 4 November 2016,

dengan judul “Hadiah Pemenang Marathon

Dibatalkan” & “Cita Palu Nomoni Tercemar”.

Pada 2 November 2017

RadarSultengOnline.com juga mengangkat

berita dengan judul “Sudah Sebulan, Hadiah

Palu Nomoni Belum Cair”.

Menanggapi hal tersebut, Bapak Hidayat

selaku Walikota Palu, ketika dimintai

keterangan sejumlah pers: “Ke depan panitia

bisa lebih siap dan lebih matang dalam

mempersiapkan seluruh rangkaian acara

sehingga FPPN menjadi agenda tahunan yang

bisa dibanggakan, dan semoga saja FPPN

menjadi agenda nasional, ini yang harus kita

gemakan” tutur Walikota Palu, Hidayat

(www.sultengraya.com).

Humas merupakan bagian dari struktur

kerja dalam organisasi yang memiliki tugas

membangun hubungan komunikasi yang baik

antara organisasi tersebut dengan berbagai

pihak di luar organisasi. Kegiatan humas di

pemerintah daerah Kota Palu meskipun tidak

dielu-elukan namun dalam realitanya sangat

penting peranannya, terutama dalam

membangun hubungan dan membentuk citra

positif bagi Kota Palu. Sebagai pemberi

informasi kepada publik, humas pemerintah

Kota Palu tersebut mempunyai tugas penting

yaitu memberikan informasi kepada

masyarakat luas terkait program-program

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 37

maupun kralifikasi terhadap krisis. Untuk

melakukan hal tersebut bukanlah hal mudah,

karena setiap informasi harus secara rutin

diinformasikan dan secara merata dapat

disebar luaskan kepada seluruh masyarakat

yang ada di wilayah Provinsi Sulawesi

Tengah.

Event merupakan salah satu instrumen

komunikasi yang banyak dimanfaatkan oleh

perusahaan untuk memperkenalkan diri

kepada khalayaknya. Penyelenggaraan event

oleh instansi atau perusahaan biasanya

dilakukan dalam bentuk sponsorship. Oleh

karena itu, pelaksanaan event sebaiknya

dilakukan dengan perencanaan matang agar

tujuan perusahaan dalam menyelenggarakan

event tersebut dapat tercapai. Sedangkan

festival adalah hari atau pekan gembira dalam

rangka peringatan peristiwa penting dan

bersejarah misalnya pesta rakyat.

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Peran Komunikasi Dalam Membangun

Citra

Komunikasi merupakan kegiatan yang

dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari

manusia. Komunikasi memainkan peran

penting bagi manusia untuk dapat

berinteraksi dan berhubungan satu sama lain.

Kata komunikasi atau communication dalam

bahasa inggris berasal dari bahasa latin

communis yang berarti “sama”, communico,

communication atau comunicare yang berarti

“membuat sama” (to make common). Istilah

pertama (comunis) adalah istilah yang paling

sering sebagai asal usul komunikasi, yang

merupakan akar dari kata-kata latin lainnya

(Mulyana, 2005:4).

Menurut Abdurachman (1995: 30)

“komunikasi merupakan pesan yang

disampaikan oleh komunikator agar dapat

dimengerti komunikan, sehingga komunikator

akan mengetahui bagaimana reaksi dan

respon dari komunikan terhadap pesan yang

disampaikan”. Lebih lanjut Rachmadi (1992:

62) menyatakan bahwa, “komunikasi

merupakan proses di mana penyampaian atau

pengiriman pesan dari sumber kepada satu

atau lebih penerima dengan maksud untuk

mengubah perilaku dan sikap penerima

pesan.”

Sependapat dengan pengertian di atas,

Onong Uchjana Effendy secara paradigmatis

berpendapat bahwa, komunikasi adalah

proses penyampaian suatu pesan oleh

seseorang kepada orang lain untuk memberi

tahu atau mengubah sikap, pendapat, atau

perilaku, baik langsung secara lisan maupun

tak langsung; lewat media (Effendy, 2006: 5).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,

pengertian citra adalah (1) kata benda:

gambar, rupa, gambaran; (2) gambaran yang

dimiliki orang banyak mengenai pribadi,

perusahaan, organisasi atau produk; (3) kesan

mental atau bayangan visual yang

ditimbulkan oleh sebuah kata, frase atau

kalimat dan merupakan unsur dasar yang

khas dalam karya prosa atau puisi; (4) data

atau informasi di lapangan untuk bahan

evaluasi.

Berdasarkan pengertian di atas,

kepiawaian berbahasa menjadi salah satu

modal utama dalam berkomunikasi. Jadi, pada

dasarnya komunikasi berperan dalam

membangun citra.

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 38

2. Pengertian Humas

Humas adalah suatu rangkaian kegiatan

yang diorganisasi sedemikian rupa sebagai

suatu rangkaian program terpadu dan semua

itu berlangsung berkesinambungan dan

teratur. Hal tersebut dilakukan dalam rangka

menciptakan dan memelihara niat baik (good-

will) dan saling pengertian antara suatu

organisasi dengan segenap khalayaknya.

Humas disebut juga public relations

(Anggoro, 2005: 9).

Secara etimologis humas atau public

relations terdiri dari dua kata; public dan

relations. Public berarti publik atau

masyarakat; dan relations adalah hubungan-

hubungan. Maka, public relations adalah

hubungan-hubungan dengan publik atau

masyarakat (Suhandang, 2004: 9).

Humas atau public relations adalah fungsi

manajemen yang khas dan mendukung

pembinaan bersama antara organisasi dengan

publiknya- menyangkut aktivitas komunikasi,

pengertian, penerimaan dan kerjasama;

melibatkan manajemen dalam menghadapi

persoalan atau permasalahan, membantu

manajemen untuk mampu menanggapi opini

publik; mendukung manajemen dalam

mengikuti dan memanfaatkan perubahan

secara efektif; bertindak sebagai sistem

peringatan dini dalam mengantisipasi miss

communication dengan teknis komunikasi

yang sehat dan etis sebagai sarana utama

(Ruslan, 2008: 16).

Adapun pendapat lain bahwa hubungan

masyarakat adalah fungsi manajemen yang

membangun dan mempertahankan hubungan

baik yang bermanfaat antara perusahaan

dengan publik dan mempengaruhi kesuksesan

atau kegagalan (Broom, 2005: 6).

Istilah Public Relation sebenarnya baru

dikenal pada abad ke 20, namun gejalanya

sudah tampak sejak abad-abad sebelumnya,

bahkan sejak manusia masih primitif. Unsur-

unsur dasarnya memberikan informasi,

membujuk dan mengintegrasikan khalayak

selalu tampak dalam kehidupan masyarakat

sejak zaman dahulu. Di zaman purbakala

orang berhubungan dengan orang lain yang

berjauhan tempatnya melalui tanda-tanda

berupa asap api di atas gunung atau tabuh-

tabuhan, tiada lain untuk menarik perhatian

dari orang lain atas dasar memelihara

hubungan baik dengan sesama. Prinsip public

relation telah pula dilakukan oleh orang-orang

Yunani dan Romawi dengan dasar-dasar vox

populi (suara rakyat) dan republika

(kepentingan umum) (Suhandang, 2004: 16).

Istilah public relation pertama kali

diperkenalkan oleh Ivy Ledbetterly pada

tahun 1906. Gagasan Lee yang ditampilkan

saat itu adalah apa yang dinamakan olehnya

declarations of participles yang membuat asas

khalayak tidak dapat diabaikan oleh

manajemen industri dan dianggap bodoh oleh

pers (Effendy, 2003: 106). Menurut Jeffkins

yang dikutip oleh Rachmadi (1994: 18), dalam

bukunya Public relation dalam teori dan

praktek menyatakan bahwa humas adalah

sesuatu yang menerangkan keseluruhan

komunikasi yang terencana, baik itu yang

keluar maupun yang ke dalam, antara suatu

organisasi dan semua khalyaknya dalam

rangka mencapai tujuan spesifikasi yang

berdasarkan pada saling pengertian.

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 39

Soemirat dan Ardianto (2004: 13),

berpendat bahwa public relation merupakan

fungsi manajemen yang membantu

menciptakan dan saling memelihara alur

komunikasi, pengertian, dukungan, serta kerja

sama suatu organisasi atau perusahaan

dengan publiknya dan ikut terlibat dalam

menangani masalah-masalah atau isu-isu

manajemen. Public relation membantu

manajemen dalam penyampaian informasi

dan tanggap terhadap opini publik. Public

relation secara efektif membantu manajemen

memantau berbagai perubahan.

IPRA/ International Public Relation

Assosiation mendefinisikan public relation

adalah fungsi manajemen dari ciri-ciri yang

terencana dan berkelanjutan melalui

organisasi dan lembaga swasta atau negara

untuk memperoleh pengertian, simpati dan

dukungan dari mereka yang terkait atau

mungkin ada hubungannya dengan penelitian

opini publik di antara mereka. Untuk

mengaitkannya, sedapat mungkin

kebijaksanaan dan prosedur yang mereka

pakai untuk melakukan hal itu direncanakan

dan disebarkanlah informasi yang lebih

produktif dan pemenuhan keinginan bersama

yang lebih efisien (Ardianto, 2009: 10).

Dari definisi di atas, peneliti mengambil

kesimpulan bahwa pengertian public relation

adalah manajemen yang membangun suatu

hubungan dan ikatan antara organisasi

dengan publiknya dalam jangka panjang

maupun pendek sehingga tercapai suatu

tujuan yang diinginkan bersama. Tugas public

relation tidaklah hanya sekedar

berkomunikasi dengan publiknya, tetapi juga

turut mencapai tujuan dari organisasi tersebut.

Public relation itu sendiri berperan besar

dalam mengubah perilaku publik juga

menciptakan opini publik yang positif tentang

perusahaan tersebut.

Publik relation merupakan fungi

manajemen dan dalam struktur organisasi

public relation merupakan salah satu bagian

atau divisi dari organisasi. Karena itu, tujuan

public relation sebagai bagian atau divisi dari

organisasi tentu saja tidak dapat lepas dari

tujuan organisasi sendiri (Iriantara, 2005: 56-

57).

3. Peranan Humas

Pada posisi pemerintah, humas harus

memahami apa yang telah, sedang, dan akan

dilakukan oleh pemerintah termasuk di

dalamnya kebijakan program, tingkat capaian

serta persoalan yang dihadapi. Sedangkan di

posisi masyarakat humas harus mampu

memahami karakteristik dan dinamika

masyarakat (Ruslan, 2008: 21).

Peranan umum humas atau public

relations di dalam manajemen suatu

organisasi atau perusahaan yaitu

mengevaluasi sikap dan opini publik,

mengidentifikasi kebijakan dan prosedur

organisasi perusahaan dengan kepentingan

publiknya, merencanakan dan melaksanakan

kegiatan aktivitas public relations (Ruslan,

2008: 22).

Menurut Lattimore (2010) ada empat

model humas yang selalu diterapkan, yaitu:

1. Model press agentry (agen

pemberitaan) yaitu menggambarkan

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 40

bagaimana informasi bergerak satu arah

dari organisasi menuju publik.

2. Model informasi publik; yaitu model

yang menggambarkan bagaimana humas

bertugas memberitahu publik. Model ini

selalu dipraktekan oleh humas

pemerintah, lembaga pendidikan dan

organisasi nirlaba.

3. Model asimetris dua arah; yaitu

memandang humas sebagai kerja persuasi

ilmiah yang menggunakan hasil riset

untuk mengukur dan menilai publik.

4. Model simetris dua arah; yaitu sebuah

model yang menggambarkan sebuah

orientasi humas di mana organisasi dan

publik saling menyesuaikan diri.

Peranan humas pemerintah adalah untuk

memberikan sanggahan mengenai

pemberitaan yang salah dan merugikan

pemerintah, dan mengkomunikasikan atau

menginformasikan berbagai kebijakan

pemerintah kepada masyarakat. Hal ini

bertujuan untuk membentuk citra positif

pemerintah daerah tersebut di mata

publiknya. Pentingnya peran humas instansi

dan lembaga perintah dalam masyarakat

modern yaitu dalam melakukan kegiatan-

kegiatan dan operasinya di berbagai tempat,

berbagai bidang. Teknik yang digunakan

dalam humas pemerintahan tidak ada

bedanya dengan teknik yang digunakan

humas di bidang lain, yaitu penyampaian

informasi dan komunikasi (Moore, 2004: 25).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

peranan humas pemerintah yaitu memberikan

informasi dan penjelasan kepada khalayak

atau publik mengenai kebijakan dan langkah-

langkah maupun tindakan yang diambil oleh

pemerintah, serta mengusahakan tumbuhnya

hubungan yang harmonis antara lembaga

organisasi dengan publiknya dan memberikan

pengertian kepada publik tentang apa yang

dikerjakan oleh pemerintah di mana humas

itu berada atau berperan. Menurut Dozier dan

Broom (Kusumastuti, 2002: 24) bahwa peranan

humas dibagi menjadi empat katagori yaitu:

1. Penasehat ahli (Expert Prescriber

Communication)

Seorang public relation atau humas

sudah dianggap ahli dan juga sangat

berpengalaman serta memiliki

kemampuan yang tinggi. Seorang

humas dapat menasehati seorang

pimpinan perusahaan atau top

manajemen, yang mana hubungan

mereka diibaratkan seperti hubungan

dokter dengan pasiennya. Sehingga

seorang humas dapat membantu

memecahkan permasalahan yang

tengah dihadapi perusahaan.

2. Fasilitator komunikasi

(Communication Fasilitator)

Peranan petugas humas sebagai

fasilitator komunikasi antara

perusahaan atau organisasi dengan

publik baik itu dengan publik internal

maupun dengan publik eksternal.

Istilah yang paling umum adalah

sebagai jembatan komunikasi antar

publik dengan perusahaan atau

organisasinya.

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 41

3. Fasilitator proses pemecahan masalah

(Problem Solving Process Fasilitator)

Seorang humas bertindak sebagai

fasilitator dalam proses pemecahan

masalah. Pada peranan ini tugas

humas melibatkan diri atau dilibatkan

dalam setiap manajemen (krisis).

Seorang humas menjadi anggota tim,

bahkan bila memungkinkan menjadi

leader dalam penanganan krisis

manajemen.

4. Teknisi komunikasi (Communication

Technical)

Petugas humas dianggap sebagai

pelaksana teknis komunikasi. Ia

menyediakan layanan di bidang

teknis, sementara kebijakan dan

keputusan teknik komunikasi yang

akan digunakan bukan merupakan

keputusan petugas humas melainkan

keputusan manajemen dan praktisi

humas yang melaksanakannya.

Seorang humas atau public relation harus

memiliki kemampuan bergaul atau membina

hubungan dan bekerjasama dengan publik

yang berbeda-beda termasuk publik dari

berbagai tingkatan agar saling mengenal antar

publik dengan organisasi, lembaga maupun

perusahaan. Hanya dengan dukungan dan

bantuan publik-publik di sekitarnya, suatu

perusahaan ataupun organisasi dapat

mencapai tujuannya. Dukungan dan bantuan

dapat diperoleh kalau dapat diciptakan

kerjasama dan saling membantu di antara

publik-publik di sekitar perusahaan atau di

luar dari perusahaan. Dengan adanya saling

percaya satu sama lain, maka terciptalah

dukungan yang baik dan harmonis.

C. METODE PENELITIAN

Tipe penelitian ini adalah penelitian

deskriptif, yaitu teknik analisa yang

memberikan informasi hanya mengenai data

yang diamati dan tidak bertujuan menguji

hipotesis serta menarik kesimpulan yang

digeneralisasikan terhadap populasi. Tujuan

deskriptif hanya menyajikan dan menganalisa

data agar bermakna dan komunikatif.

Penelitian deskriptif yaitu data-data yang

dikumpulkan adalah berupa kata-kata,

gambar, dan bukan angka-angka sehingga

laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan

data untuk memberikan gambaran penyajian

laporan tersebut. Dasar penelitian yang

digunakan dalam penelitian dalam ini adalah

analisis sumber. Penelitian ini akan dilakukan

berdasarkan metode studi komunikator yaitu

studi mengenai komunikator sebagai individu

maupun institusi (Kriyantono 2006:12).

Komunikator yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah empat orang pejabat

humas pemda Kota Palu. Keempatnya dipilih

karena dapat memberikan informasi yang

dibutuhkan oleh peneliti terkait dengan

peranan humas pemda Kota Palu pada event

Festival Pesona Palu Nomoni dalam menjaga

citra Kota Palu.

D. HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Arti kata peranan adalah tindakan yang

dilakukan oleh seseorang, organisasi atau

kelompok dalam suatu peristiwa. Dalam hal

ini, jika ditujukan pada hal yang bersifat

kolektif, peranan memiliki makna sesuatu

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 42

yang memiliki arti positif dan diharapkan

akan mempengaruhi sesuatu yang lain.

Menurut KBBI, peranan bersinonim dengan

pengaruh. Pengaruh berarti daya yang ada

atau timbul dari sesuatu yang ikut

membentuk watak, kepercayaan atau

perbuatan seseorang.

Jika kembali dikaitkan dengan sesuatu

yang bersifat kolektif di dalam masyarakat,

maka pengaruh adalah daya yang ada atau

timbul dari organisasi yang ikut membentuk

watak, kepercayaan atau perbuatan

masyarakat. Makna peranan secara implisit

menunjukan kekuatan. Kekuatan tersebut

berlaku secara internal maupun eksternal

terhadap individu atau kelompok yang

menjalankan peranan tersebut.

Pada dasarnya yang memegang peranan

dalam tatanan kenegaraan adalah pemimpin.

Dalam hal ini untuk wilayah Sulawesi Tengah,

ada Gubernur lalu kemudian Walikota dan

Bupati. Tak sampai di situ, untuk menunjang

kinerja dan stabilitas sangat dimaklumi bahwa

pemimpin memiliki perangkat bantu dalam

bentuk satuan kerja yang terkoordinir dengan

baik. Akan mudah bagi pemimpin mencapai

tujuan bersama apabila ditunjang seperangkat

alat bantu yang professional.

Adapun pandangan lain tentang peranan,

bahwa pengertian peranan adalah kehadiran

di dalam menentukan suatu proses

keberlangsungan. Peranan yang peneliti

maksudkan dalam penelitian ini, adalah

bagaimana peranan suatu kelompok kerja

terkait suatu hal, yang dirasa menyinggung

kinerja mereka. Apakah peranan dilakukan

secara maksimal atau isapan jempol belaka.

Untuk itu, peneliti mencoba merangkum hasil

penelitian sedemikian rupa agar hal tersebut

terjawab, sebagaimana adanya.

Menurut peneliti, humas – secara umum

memiliki beberapa pengertian praktis yang

wajib diketahui. Pertama, humas dibedakan

menjadi 2 hal; jika dipandang dari sudut

pemerintahan, humas adalah satuan

kelompok kerja. Kelompok kerja yang terdiri

dari beberapa orang yang mengemban tugas

satu sama lain menjadi satu keutuhan.

Sebaliknya, jika humas bergerak di sektor

tenaga professional/ perusahaan swasta,

maka sebutan yang lebih umum adalah public

relation. Public relation adalah seorang yang

diberi kekuasaan penuh untuk bertanggung

jawab atas wajah perusahaan. Di era sekarang,

tak jarang praktisi public relation memiliki

asisten untuk membantu pekerjaanya. Namun

tetap dapat dibedakan dari humas

pemerintahan yang punya dimensi berbeda.

Perbandingan humas dan public relation

jika dilihat dari persamaannya mempunyai

kesamaan yaitu sama-sama berusaha

membangun komunikasi dua arah antara

lembaga dengan masyarakat. Adapun

beberapa pengertian praktis tentang humas

menurut peneliti, sebagai berikut:

1. Strategi komunikasi publik

Sebagai wajah dari sebuah organisasi,

humas memiliki tugas penting dalam

menyampaikan informasi organisasi

kepada stakeholder yang terkait dan

kepada publik. Setiap bagian humas

akan dilengkapi dengan narahubung

yang memungkinkan untuk menerima

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 43

keluhan dan merupakan tempat di

mana publik dapat memperoleh

informasi lengkap mengenai

organisasi. Bagian humas akan selalu

berhubungan dengan media, baik

media cetak atau elektronik. Bahkan

dewasa ini, tiap humas hampir

dipastikan memiliki online channel.

2. Mengelola keadaan darurat

Ketika sebuah kondisi menghampiri

yang terkadang dapat merusak

bahkan meruntuhkan citra sebuah

organisasi, maka di sinilah peran

penting humas dibutuhkan. Kondisi

demikan tentu tidak diharapkan,

namun isu-isu negatif selalu lebih

cepat merebak baik di dalam atau di

luar organisasi. Jika dibiarkan hal ini

akan merusak citra organisasi di mata

publik. Oleh karenanya peran humas

dalam organisasi, salah satunya untuk

meredam dan mengatasi keadaan

darurat agar tidak semakin

berkembang ke arah perpecahan.

Sehingga citra positif bisa

dipertahankan.

3. Menjangkau kegiatan

Humas terkadang senantiasa

melibatkan diri dalam sebuah

kegiatan dengan membawa brand

organisasi. Hal semacam ini tentu

akan semakin memberikan pengaruh

positif pada citra organisasi.

4. Hubungan media

Humas dan media akan selalu

bersinggungan. Apalagi jika ada

perkembangan terbaru mengenai

jalannya organisasi. Sudah tentu awak

media akan terlibat. Untuk itu humas

harus bekerja sama dengan media

untuk bisa menyiarkan perkembangan

organisasi seluas-luasnya.

5. Mengetahui dan mengevaluasi opini

publik

Seringkali opini miring akan

membawa dampak buruk bagi citra

suatu organisasi. Oleh karena itu

bagian humas harus memiliki peran

penting sebagai pihak yang harus

mengetahui isu yang sedang

berkembang dan hangat menjadi

perbincangan terutama yang

berkaitan dengan organisasi yang

dikelola. Humas harus secara sigap,

cepat tanggap dalam menganalisis

dan mengevaluasi isu yang

berkembang.

Peranan humas dalam organisasi

pemerintahan sangatlah penting. Fungsi

paling dasar humas pemerintah adalah

membantu menjabarkan dan mencapai tujuan

program pemerintahan, meningkatkan sikap

responsif pemerintah serta memberi publik

informasi yang cukup baik mengenai isu, citra

kota, dan lain sebagainya. Humas daerah

harus piawai mengedukasi masyarakat untuk

meningkatkan atau setidak-tidaknya menjaga

citra lingkungan atau daerah di mana

kelompok atau satuan humas itu bertugas.

Agar terbentuk jembatan sosial yang baik,

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 44

menguntungkan antar stakeholder dan

membangun kepercayaan.

Selain itu humas juga harus berupaya

bagaimana untuk menjalin hubungan baik

dengan media. Sebab media merupakan

publik eksternal yang menjadi sasaran

komunikasi antara humas dengan publik.

Akan ada hubungan timbal balik yang

menyenangkan untuk kedua pihak jika hal itu

terlaksana dengan baik. Melalui media massa,

humas dapat menginformasikan kepada

publik kebijakan-kebijakan yang ada,

sebaliknya media massa mendapatkan bahan

pemberitaan untuk menunjang eksistensinya.

Sesuai dengan pencapaian yang harus

dimiliki humas pada instansi pemerintah atau

kedaerahan yakni bertanggung jawab menjaga

citra positif instansi dan mencitrakan daerah

atau tempat di mana instansi tersebut

bertugas, wajib bagi perangkat humas

menginformasikan semua tindakan-tindakan

dan kebijaksanaan yang telah dilaksanakan.

Dalam hal ini, humas pemda Kota Palu harus

transparan terkait keikutsertaan mereka pada

event Festival Pesona Palu Nomoni.

Citra Kota Palu yang peneliti maksud

dalam penelitian ini, yakni bagaimana

pandangan masyarakat umum tentang Kota

Palu, yang mana dalam terselenggaranya

Festival Pesona Palu Nomoni masih banyak

hal-hal yang justru berdampak tidak baik

untuk pencitraan Kota Palu. Bagaimana

peranan humas dalam mengatasi isu yang

masih akan selalu hangat untuk dibahas ini –

bagaimana tidak, menurut peneliti event

sekelas Palu Nomoni bukanlah event biasa-

biasa saja.

Berikut penuturan tegas Pak Firman,

selaku kepala sub bagian informasi dan

dokumentasi humas pemda Kota Palu: “Ya,

kami ikut serta dalam kegiatan Palu Nomoni.

Pra kegiatan, saat kegiatan maupun pasca

kegiatan.” Hal tersebut menjadi jawaban

pembuka untuk peneliti bahwasanya peranan

humas pemda Kota Palu pada event Festival

Pesona Palu Nomoni akan mudah dijabarkan

sesuai kerangka pikir yang ada.

Citra mencerminkan apa yang dipikirkan,

emosi dan persepsi individu. Walaupun orang

melihat hal yang sama, tapi pandangan

mereka bisa berbeda. Persepsi inilah yang

membentuk citra dari sebuah organisasi, baik

itu satuan kelompok kecil sampai yang

terbesar. Festival Pesona Palu Nomoni telah

diselenggarakan di Kota Palu dua periode

dalam rentan waktu 2016 – april 2018.

Perhelatan tersebut dapat dikatakan sukses

sebab pihak terkait tentu telah

memaksimalkan daya dan upaya mereka.

Seiring dengan kesuksesan

penyelenggaraan Festival Pesona Palu

Nomoni yang dalam artian lain adalah

capaian positif, tentu tak lepas juga dari

capaian negatif. Menurut peneliti, pihak

panitia masih belum cepat tanggap dengan

situasi dan kondisi di lapangan. Hal-hal kecil

tentu dapat merusak citra kota. Sebab

penilaian pada dasarnya bersifat relatif.

Katakanlah pengetahuan setiap individu

berbeda-beda, penilaian terhadap sikap atau

kejadian antar kelompok penyelenggara dan

pengunjung pasti lah berbeda.

“Citra Kota Palu adalah dunia

sekeliling kita memandang kita. Saya

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 45

pikir terlepas dari hal positif yang ada,

hal negatif selalu mengikuti. Kalau

mencari kesalahan sesuatu, suatu

kesalahan pasti dengan mudah

ditemukan. Sedangkan hal yang benar

jarang bernilai karena faktor

kepentingan.” (Hasil wawancara

tanggal 10 april 2018)

Ibu Farida selaku kepala sub bagian

humas menjawab pertanyaan peneliti dengan

kalimat bias; seolah-olah dalam penyelesaian

masalah, humas Kota Palu tentu

menyesuaikan dengan konteks persoalan. Jika

pada Festival Pesona Palu Nomoni terjadi hal-

hal yang tidak diharapkan tentu itu bagian

dari ketidaksempurnaan suatu hajatan.

Seringkali suatu festival digelar untuk

mendapatkan keuntungan dari sektor

ekonomi. Berangkat dari pandangan itu,

peneliti mengajukan pertanyaan pada kasubag

humas perihal keberhasilan kegiatan Festival

Pesona Palu Nomoni menurut humas Kota

Palu.

“Menurut kami, asalkan masyarakat

senang, nyaman dan betah maka

kegiatan tersebut dapat dikatakan

berhasil. Data dari peserta umkm

yang kami kantongi, semua yang ikut

dan turut membuka lapak di kawasan

festival mendapatkan keuntungan

finansial. Semoga ke depan kegiatan

ini bisa rutin di gelar.” (Hasil

wawancara tanggal 10 april 2018)

Jawaban berbeda peneliti temukan ketika

bertanya tentang keuntungan ekonomi dari

sudut pandang kepala sub bagian protokol,

Bapak Muhammad Nizam:

“Anggapan masyarakat umum,

mungkin FPPN sukses dilihat dari

faktor ekonomi. Tapi dilihat dari

anggaran di balik semua itu,

pendapatan daerah (dari kegiatan

tersebut) terlihat kecil.” (Hasil

wawancara tanggal 13 desember 2017)

Penting mengetahui keberhasilan kegiatan

dari sektor ekonomi setidaknya agar alasan

keberlanjutan kegiatan ini bisa diukur dan

lebih terasa manfaatnya bagi masyarakat.

Sedikit temuan di atas adalah pembuka dari

temuan-temuan yang mengejutkan terkait

peranan humas pemda Kota Palu pada event

Festival Pesona Palu Nomoni dalam menjaga

citra Kota Palu.

1. Humas Berperan Sebagai Penasehat Ahli

Pada dasarnya humas merupakan bidang

atau fungsi tertentu yang diperlukan oleh

setiap organisasi baik yang bersifat komersil

atau non komersil. Keberadaan seorang

praktisi humas di suatu lembaga atau instansi

sangatlah penting untuk membantu dalam

mencapai tujuan-tujuan instansi.

Seorang praktisi atau pakar humas yang

dianggap berpengalaman dan memiliki

kemampuan tinggi dapat membantu

mencarikan solusi dalam penyelesaian

masalah hubungan dengan publiknya.

Hubungan praktisi atau pakar humas dengan

manajemen organisasi seperti hubungan

antara dokter dan pasiennya. Artinya, pihak

manajemen bertindak pasif untuk menerima

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 46

atau mempercayai apa yang telah disarankan

atau diusulkan humas selaku penasehat ahli.

Dalam dua edisi, kegiatan Festival Pesona

Palu Nomoni meninggalkan masalah klasik

seperti; biaya parkir, hadiah yang telat

diberikan, dan hal lainnya – perihal ini telah

peneliti sebutkan dalam latar belakang

penelitan. Berangkat dari hal tersebut, peneliti

akan menjabarkan peranan humas apakah

mereka dianggap sebagai penasehat ahli

terkait temuan tersebut.

Dalam wawancara singkat, kepala bagian

humas Pak Nathan menjelaskan bahwa:

“Pada kegiatan ini, humas Kota Palu

belum diberi kesempatan untuk

menjalankan peran sebagai penasehat

ahli, hal ini dibuktikan ketika masalah

perparkiran hangat dibahas,

begitupun masalah Palu Nomoni

lainnya. Adapun pihak panitia

Festival Pesona Palu Nomoni selaku

leader sector punya humas Dinas

Pariwisata yang siap memback-up

dalam hal ini menyusun strategi

terkait pemberitaan yang meresahkan

itu. Adapun dalam rapat yang

diselenggarkan dalam rangka

persiapan acara, humas maupun

atasan (walikota) tidak dimintai

tanggapannya secara langsung

bilamana kelak terjadi hal yang tidak

diinginkan.” (Wawancara tanggal 10

april 2018)

Humas merupakan bidang atau fungsi

tertentu yang diperlukan oleh setiap

organisasi, perusahaan bahkan pemerintahan.

Peran sentralnya mengatur kendaraan

komunikasi ke dalam dan ke luar. Kebutuhan

dan kehadirannya tidak bisa dicegah sebab

humas merupakan salah satu elemen yang

menentukan kelangsungan suatu organisasi

secara positif. Sebagai sebuah unit yang

mempunyai tugas untuk membangun kerja

sama, saling pengertian, saling menghargai

dengan komunikasi dua arah. Humas

merupakan fungsi manajemen yang

membentuk dan mengelola hubungan saling

menguntungkan antara organisasi dan

masyarakat (publik). Keberhasilan atau

kegagalan hubungan ini tergantung pada

fungsinya sehingga wajar humas selalu

diletakan sebagai penasehat ahli.

Namun tidak demikian pada humas Kota

Palu, di mana berada pada posisi tidak

dilibatkan pada peran ini sehingga upaya

untuk menjaga citra kota Palu pasca kegiatan

Festival Pesona Palu Nomoni bisa dikatakan

kurang maksimal.

Secara garis besar, citra adalah

seperangkat keyakinan, ide dan kesan

seseorang terhadap suatu objek tertentu. Sikap

dan tindakan seseorang terhadap suatu objek

akan ditentukan oleh citra objek tersebut yang

menampilkan kondisi terbaiknya. Bagi suatu

perusahaan atau instansi, citra diartikan

sebagai persepsi masyarakat terhadap jati diri

instansi tersebut. Persepsi masyarakat

terhadap perusahaan atau instansi didasari

pada apa yang mereka ketahui atau mereka

kira tentang perusahaan atau instansi yang

bersangkutan. Citra perusahaan atau instansi

yang baik dimaksudkan agar perusahaan atau

instansi dapat tetap hidup dan meningkatkan

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 47

kreativitasnya bahkan memberikan manfaat

lebih bagi orang lain.

Citra merupakan tujuan dan sekaligus

merupakan reputasi dan prestasi yang hendak

dicapai. Walaupun citra merupakan sesuatu

yang abstrak dan tidak dapat diukur secara

sistematis, namun wujudnya dapat dirasakan

dari hasil penelitian baik dan buruk yang

datang dari khalayak atau masyarakat luas.

Penilaian atau tanggapan tersebut dapat

berkaitan dengan timbulnya rasa hormat

(respect), kesan-kesan yang baik yang berakar

dari nilai-nilai kepercayaan. Keberhasilan

perusahaan membangun citra dipengaruhi

oleh berbagai macam faktor.

Saat berhadapan dengan situasi yang

pelik, praktisi humas yang berpengalaman

akan bertindak sebagaimana mestinya. Sesuai

prosedural dan meminimalisir kesalahan.

Maksudnya sesuai prosedural adalah

bagaimana strategi yang dipilih. Sebagaimana

pengertian strategi yakni cara untuk

mendapatkan kemenangan atau pencapaian

tujuan. Strategi humas yaitu alternatif optimal

yang dipilih untuk ditempuh guna mencapai

tujuan humas dalam kerangka suatu rencana

humas.

Ditanyai lebih lanjut mengenai isu yang

sudah terlanjur merebak dan mengancam citra

Kota Palu, Pak Nathan bertutur santai

“Menanggapi isu itu jangan terlalu diseriusi.

Walaupun fakta di lapangan kayaknya berkata

demikian. Sebab faktor yang

mempengaruhinya itu luas.” Dimintai

tanggapan bahwa peran humas tidak sejalan

dengan teori yaitu baiknya humas dianggap

sebagai penasehat ahli (Expert Prescriber

Communication) Pak Nathan bertutur:

“Di Kota Palu sendiri, carut-marut

perparkiran sebenarnya cukup

mempengaruhi citra. Saat ada

kegiatan daerah berskala besar, biaya

parkir sering jadi keluhan masyarakat

yang berkunjung ke lokasi. Alasan

tukang parkir juga sering mengada-

ada; kegiatan yang tidak setiap hari

lah, menjaga ataupun mengawasi dan

menata kendaraan tidak gampang,

dan lain sebagainya. Belum lagi tidak

transparannya pendapatan daerah

dari retribusi parkir. Tapi memang

terkait biaya retribusi parkir, itu

murni perbuatan oknum yang tidak

bertanggung jawab. Kami percaya

Dinas Perhubungan sudah

memperhatikan hal ini. Masyarakat

pun harus bijak menyikapi, toh

petugas perparkiran bisa diajak bicara.

Jujur saja, mau kasih uang berapa

tidak masalah. Haha.” (Hasil

wawancara 10 april 2018)

Pak Nathan memberi tanggapan

mengenai itu dengan sangat santai. Bahkan

beliau bercerita bahwa pernah tidak bayar

parkir lantaran petugas parkir sibuk menata

kendaraan pengunjung di Festival Pesona

Palu Nomoni.

Dari hasil penelitian di atas dapat

dikatakan bahwa pada bagian ini humas

pemda Kota Palu tidak dilibatkan sebagai

penasihat ahli. Seharusnya humas dilibatkan

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 48

aktif untuk menyuarakan pandangannya

terkait membantu mencarikan solusi dalam

penyelesaian masalah dengan publiknya.

Termasuk masalah yang sudah diperkirakan

sebelumnya (antisipasi).

2. Humas Berperan Sebagai Fasilitator

Komunikasi

Secara struktural humas merupakan

bagian integral dalam suatu organisasi, sebab

humas sebagai pilar terdepan atau ujung

tombak lembaga atau instansi. Kegiatannya

bermuara pada tujuan memperoleh goodwill,

kepercayaan, saling pengertian dan citra yang

baik dari masyarakat.

Humas merupakan suatu bagian dalam

organisasi atau instansi yang berperan sebagai

sarana komunikasi internal maupun eksternal

dalam suatu organisasi atau instansi. Mereka

berupaya untuk memberikan informasi

tentang segala kegiatan, kebijakan, prosedur

dan sekaligus untuk membangun

mempertahankan citra positif organisasi atau

instansi tersebut.

Humas sebagai fasilitator komunikasi

berperan sebagai komunikator atau mediator

untuk membantu pihak manajemen dalam hal

untuk mendengarkan apa yang diinginkan

dan diharapkan oleh publiknya. Di pihak lain,

ia juga dituntut mampu menjelaskan kembali

keinginan, kebijakan, dan harapan organisasi

kepada pihak publiknya. Sehingga dengan

komunikasi timbal balik tersebut dapat

tercipta saling pengertian, mempercayai,

menghargai mendukung dan toleransi yang

baik dari kedua belah pihak.

Dimintai tangapan tentang hal itu, Pak

Nathan berkata:

“Humas Kota Palu sebagai fasiltator

komunikasi, sudah menjalankan

perannya dalam penanganan isu yang

merebak terkait Palu Nomoni.

Misalnya pada penyerahan hadiah

yang tidak tepat waktu. Pada tahun

2016 kami tahu ada penyerahan

hadiah utama jawara marathon yang

dipersoalkan, dan di 2017 paduan

suara. Pemenang sudah menunggu

sampai batas yang sudah diulur,

namun tetap saja hadiah belum

dicairkan. Keterlambatan hadiah

semacam ini tentu dapat merusak citra

Kota Palu selaku tuan rumah acara

internasional tersebut. Hadiah-hadiah

lomba itu setahu kami sudah selesai.

Dalam rapat internal, kami turut

membantu dengan

mengkoordinasikan kepada atasan

(walikota) mengenai hal ini. Setiap

ada pertanyaan mengenai ini, untuk

lebih jelasnya kami menganjurkan

untuk bertanya langsung pada leader

sector masing-masing (Dinas terkait).

Hal ini adalah tanggung jawab

mereka. Namun kami siap

memfasilitasi jika menemui jalan

buntu.” (Hasil wawancara 10 april

2018)

Beliau menambahkan bahwa masalah

hadiah atau reward telah rampung urusannya

sebelum kegiatan dimulai.

“Kegiatan lomba tak mungkin

dilakukan tanpa persetujuan

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 49

sebelumnya. Begitu pula mengenai

jumlah hadiah, dan kapan hadiah

diberikan. Itu sudah dibicarakan

sebelumnya sebelum hari h.” (Hasil

wawancara 10 april 2018)

Hal senada diungkapkan Pak Firman,

kepala sub bagian informasi dan dokumentasi

humas Kota Palu:

“Kalau ada pertanyaan mengenai

hadiah yang telat diberikan, tanyakan

langsung ke dinas terkait. Humas

Kota Palu tidak bertanggung jawab

langsung soal itu. Tapi juga

mengambil peranan jika ditanyai

seperti ini.” (Hasil wawancara 13

desember 2017)

Ibu Farida, selaku kepala sub bagian

humas menambahkan:

“Wartawan sering bertanya demikian

ke sini. Ada baiknya tanyakan

langsung ke dinas pariwisata. Humas

di sana yang bantu jawab. Adapun

proses pemecahan masalah, biasanya

dilakukan tertutup (internal). Saat

sudah selesai baru disiarkan lewat

media (ke publik eksternal).” (Hasil

wawancara 10 april 2018)

Dari hasil penelitian di atas dapat

dikatakan bahwa pada bagian ini humas

pemda Kota Palu sudah dilibatkan sebagai

fasilitator komunikasi. Dilihat dari reaksi

mereka ketika dimintai tanggapan tentang

bagaimana mereka membantu pihak

manajemen dalam hal untuk mendengarkan

apa yang diinginkan dan diharapkan oleh

publiknya.

3. Humas Berperan Sebagai Fasilitator

Pemecahan Masalah

Humas dianggap sebagai fasilitator dalam

proses pemecahan masalah. Pada peranan ini

tugas humas melibatkan diri atau dilibatkan

dalam setiap manajemen (krisis). Seorang

humas menjadi anggota tim, bahkan bila

memungkinkan menjadi leader dalam

penanganan krisis manajemen.

Humas sebagai fasilitator proses

pemecahan masalah memiliki peranan dalam

membantu pimpinan organisasi baik sebagai

penasehat (adviser) hingga mengambil

tindakan eksekusi (keputusan) dalam

mengatasi persoalan atau krisis yang tengah

dihadapi secara rasional dan professional.

Biasanya dalam menghadapi suatu krisis yang

terjadi, maka dibentuk suatu tim posko yang

dikoordinir praktisi ahli public relations

dengan melibatkan berbagai departemen dan

keahlian dalam satu tim khusus untuk

membantu organisasi, dalam hal ini atasan

(walikota) atau panitia pelaksana Festival

Pesona Palu Nomoni dalam menghadapi kriris

yang terjadi.

Untuk mengetahui peran humas sebagai

fasilitator proses pemecahan masalah, Pak

Firman bantu menjawab “Humas kota palu

kurang diandalkan sebagai fasilitator proses

pemecahan masalah. Padahal jika dibutuhkan

pasti kami siap membantu.” Jadi, masalah

yang ada pasca kegiatan palu nomoni seolah

dibiarkan reda dengan sendirinya.

Terlepas dari prokontra tanggapan publik

mengenai keberhasilan kegiatan Festival

Pesona Palu Nomoni pasca kegiatan, reaksi

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 50

humas Kota Palu selaku corong pemerintah

selalu dinantikan. Melalui humasnya

pemerintah dapat menyampaikan informasi

atau menjelaskan hal-hal yang berhubungan

dengan kebijaksanaan dan tindakan-tindakan

tertentu serta menjelaskan aktifitas dalam

melaksanakan tugas-tugas dan kewajiban

pemerintahannya.

Dalam penyelesaian masalah yang

ditakutkan dapat merusak citra Kota Palu

selaku tuan rumah. Temuan peneliti adalah

humas dilibatkan secara pasif. Hal ini

dikuatkan oleh Ibu Farida, selaku kabag

humas:

“Kami selalu membuka pintu dan

bersedia untuk menfasilitasi jika

diperlukan. Namun realitanya, kami

tidak dilibatkan. Misalnya pada

masalah berita online yang beredar.

Tak ada pihak mempersoalkan itu.

Dalam klarifikasi kebenaran berita,

humas bekerja dengan teratur agar

citra tetap dapat dijaga. Citra lembaga,

citra atasan, citra Kota Palu, citra

negeri ini.” (Hasil wawancara 10 april

2018)

Dimintai tanggapan mengenai mengapa

humas tidak dilibatkan, Pak Firman

menyebutkan:

“Peran humas dalam mensukseskan

Festival Pesona Palu Nomoni kurang

melibatkan hal-hal yang berbau

strategi. Lebih pada persoalan teknis

saja.” (Hasil wawancara 10 april)

Ditanyai secara terpisah, penanggung

jawab gelaran Festival Palu Nomoni dari

Dinas Pariwisata, Pak Gunawan menuturkan

sebagai berikut:

“Pada dasarnya humas pemda Kota

Palu termasuk dalam panitian inti

bidang kehumasan dalam gelaran

palu nomoni. Panitia inti ini kan

banyak, terdiri dari dua puluh satu

bidang. Nah, di antara bidang itu,

humas setda juga termasuk. Jika dari

sana mengaku tidak dilibatkan maka

itu karena mereka yang kurang

berperan.”

Maka dari hasil penelitian di atas, pada

bagian ini humas berperan minim dalam

upayanya menjaga citra Kota Palu. Sebab

bilamana peranan strategi dilakukan dengan

maksimal tentu saja keberhasilan menjaga

citra Kota Palu sebagai goal humas

kemungkinan dapat diraih.

4. Humas Berperan Sebagai Teknisi

Komunikasi

Petugas humas dianggap sebagai

pelaksana teknis komunikasi yang

menyediakan layanan di bidang teknis.

Sedangkan kebijakan dan keputusan teknik

komunikasi yang akan digunakan merupakan

keputusan manajemen dan praktisi humas

yang melaksanakannya. Peneliti akan

menjabarkan bagaimana hal teknis yang

dilakukan petugas humas terkait Festival

Pesona Palu Nomoni. Ditanyai mengenai hal

itu, kepala sub bagian informasi dan

dokumentasi Bapak Firman menjelaskan

santai, bahwa:

“Sebenarnya peranan humas pemda

Kota Palu pada event Festival Pesona

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 51

Palu Nomoni dalam menjaga citra

Kota Palu hanya sebatas dokumentasi

saja. Inilah hal teknis nyata yang kami

lakukan. Kami mengikuti jalannya

kegiatan dari awal – sebelum kegiatan

dimulai sampai penutupan. Ketika

ada hal yang berkaitan dengan

jeleknya citra, yang kami lakukan

dengan segera adalah berkoordinasi

pada pimpinan untuk memberikan

pemberitaan tandingan yang intinya

memberi solusi. Menyelesaikan

masalah dengan memberi bukti

dokumentasi adalah cara terbaik

menurut kami.” (Hasil wawancara 13

desember 2017)

Setelah melihat wawancara di atas peneliti

merasa bahwa peranan humas Kota Palu pada

event Festival Pesona Palu Nomoni dalam

menjaga citra Kota Palu sangat minim.

Dokumentasi yang dimaksud adalah

peliputan rangkaian acara dalam bentuk

audiovisual, bekerjasama dengan media lokal

TVRI Sulteng.

Bentuk kerjasama yang peneliti

maksudkan antara humas dan TVRI ternyata

cuma mengambil gambar yang direkam pihak

TVRI. Semacam kliping digital. Hal ini peneliti

simpulkan sebagai peranan nyata humas

sebagai teknisi komunikasi.

Hingga akhirnya timbul rasa penasaran

lanjutan tentang peranan humas Kota Palu

terkait mempromosikan kegiatan Palu

Nomoni.

“Tidak ada. Humas Kota Palu juga

tidak mempromosikan apapun

sebelum kegiatan Palu Nomoni

digelar. Ucapan sukseskan kegiatan

pesona Palu Nomoni itu yang ada di

mobil-mobil Dinas, bukan kinerja

kami. Itu Dinas masing-masing punya

kepentingan untuk

mempromosikannya. Sudah ada

anggaran untuk itu di panitia inti

bidang publikasi. Kami ya hanya

dokumentasi. Itu saja.” (Hasil

wawancara 13 desember 2017)

Ibu Farida menambahkan:

“Mengawal kegiatan pimpinan sudah

menjadi tupoksi kami. Jadi kalau

pemimpin ada di mana, ya kami ke

sana, pun jika kepemerintahannya

dikritik, kami back-up.” (Hasil

wawancara 10 april 2018)

Melihat jawaban wawancara di atas,

peneliti sadar bahwa kinerja suatu humas,

tidak selalu sesuai harapan. Dokumentasi

bentuk audiovisual sudah cukup untuk

menjawab peranan humas Kota Palu dalam

menjaga citra Kota Palu.

Dalam riwayatnya, tanggung jawab teknis

komunikasi diemban oleh seluruh staff

kepegawaian di bagian humas pemerintah

daerah Kota Palu. Hal ini dikuatkan oleh

pernyataan Ibu Farida sebagai berikut:

“Seluruh pegawai di bagian humas

Kota Palu berperan aktif dalam

pelayanan teknis komunikasi.

Katakanlah ada masyarakat yang

datang ke kantor dan meminta

penjelasan, atau misalnya temuan

tentang isu, pasti segera

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 52

mengkoordinasikan bersama

pimpinan yang ada.” (Hasil

wawancara 10 april 2018)

Penjelasan kasubag humas

menggambarkan aksi cepat tanggap yang

sudah dilakukan dengan baik. Selain itu

menjelaskan bahwa teori Dozier dan Broom

tentang Teknisi Komunikasi (Communication

Technical) adalah elemen tak terpisahkan dari

tiga peranan humas sebelumnya. Pak Nizam,

selaku kasubag protokol humas

menambahkan:

“Pada waktu peliputan dokumentasi

kegiatan FPPN, kami, seluruh

pegawai dan staff turut menghadiri

kegiatan sambil melakukan

dokumentasi. Dokumentasinya dalam

bentuk foto dan video recorder. Sudah

ada tim yang dibentuk untuk kegiatan

itu. Adapun jika diperlukan, pasca

kegiatan kami bisa saja membuat

press release. Kami menyediakan

ruang konfrensi pers untuk rekan-

rekan media bisa bertanya apa saja.”

Dilihat dari wawancara di atas, peneliti

menemukan penjelasan bahwa seluruh staff di

bagian humas Kota Palu yang berjumlah 25

orang terlibat dalam proses dokumentasi

kegiatan Festival Pesona Palu Nomoni.

Secara keseluruhan, peneliti menemukan

fakta bahwa humas Kota Palu juga memiliki

media partner yang mana hubungan mereka

dengan media tersebut selalu mencoba untuk

membangun hubungan baik dengan

memberikan pelayanan yang berkualitas.

Disediakan pula fasilitas-fasilitas pendukung

yang dapat membantu awak media untuk

melaksanakan tugasnya.

Humas Kota Palu juga senantiasa

menyediakan atau memasok materi-materi

yang akurat terkait kegiatan-kegiatan yang

dilakukan humas pemda Kota Palu. Sehingga

dengan sikap seperti ini, humas dinilai punya

sumber informasi yang akurat dan dapat

dipercaya sebagai corong pemerintahan

Hidayat-Pasha, sehingga dengan begitu secara

otomatis juga akan berdampak baik terhadap

reputasi instansi dan citra kota pada

umumnya.

E. KESIMPULAN

Berdasarkan dari seluruh hasil

pembahasan yang terdapat pada uraian di

atas, maka pada bab ini penulis dapat menarik

kesimpulan dari permasalahan yang diajukan

sebelumnya yaitu bagaimana peranan humas

pemda Kota Palu pada event Festival Pesona

Palu Nomoni dalam menjaga citra Kota Palu.

Setelah melihat hasil penelitian yang telah

diuraikan pada bab sebelumnya, maka pada

bagian ini peneliti menarik kesimpulan

bahwa: Peranan humas pemda Kota Palu pada

event Festival Pesona Palu Nomoni dalam

menjaga Citra Kota Palu sudah dimulai sejak

tahap perencanaan kegiatan. Humas pemda

Kota Palu hanya terlibat aktif dalam

dokumentasi/ liputan acara selama hari h

hingga penutupan. Dokumentasi yang

dimaksud adalah peliputan rangkaian acara.

Segala bentuk promosi atau publikasi yang

ada di dalam kegiatan Festival Pesona Palu

Nomoni tidak melibatkan humas pemda Kota

Palu. Sebab di dinas pariwisata sudah ada

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 53

kasubag promosi yang memprogramkan itu.

Menurut humas pemda Kota Palu, event

Festival Pesona Palu Nomoni berjalan sukses.

Terlepas dari ada pemberitaan yang tidak

menyenangkan. Humas pemda Kota Palu

turut andil dalam mensuksekan kegiatan

Festival Pesona Palu Nomoni dengan ikut

serta dalam rangkaian acara, dalam hal ini

meliput kegiatan dan meminimalisir isu yang

berkaitan dengan citra Kota Palu. Humas

pemda Kota Palu menyediakan ruang khusus

untuk kegiatan peliputan yang disebut dengan

ruang konfrensi pers. Dalam ruang konfrensi

pers tersebut, terdapat fasilitas-fasilitas yang

sesuai dengan kebutuhan dasar para awak

media, yaitu perangkat komputer, jaringan

internet, makanan ringan atau snack dan air

minum yang disediakan oleh pihak humas

pemda Kota Palu. Pihak humas pemda Kota

Palu senantiasa menyediakan atau memasok

materi-materi yang akurat terkait kegiatan-

kegiatan kinerja humas pemda , sehingga

dengan sikap seperti ini humas dinilai sebagai

suatu sumber informasi yang akurat dan

dapat dipercayai oleh pihak media. Peran

strategis yang tidak maksimal hanya akan

membuat peran teknis tidak begitu bernilai.

Harusnya humas pemda Kota Palu dapat

memaksimalkan seluruh sumber daya yang

ada agar teori bisa sejalan dengan praktek.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman. 1995. Dasar-Dasar Public

Relation. Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti

Anggoro, Linggar. 2005. Teori dan Profesi

Kehumasan Serta Aplikasinya di

Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara

Ardianto, Elvinaro 2009. Publik Relation

Paktis. Edisi Pertama. Bandung:

Simbiosa Rekatama Media

Ardianto, Elvinaro. 2007. Komunikasi Massa

Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa

Rekatama Media

Ardianto, Elvinaro. 2011. Handbook of Public

Relation. Bandung: Simbiosa Rekatama

Media

Arikunto. 2001. Prosedur Penelitian. Jakarta:

Bina Aksara

Arikunto. 2005. Manajemen Penelitian.

Jakarta: Rineka Cipta

Aziz, Alimul. 2003. Riset Keperawatan &

Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta:

Salemba Medika

Broom, Glen. 2005. Effective Public Relation.

Edisi Kesembilan. Terjemahan. Jakarta:

Kencana

Bugin. 2009. Analisis Penelitian Data

Kualatatif. Jakarta: Raja Grafindo

Danandjaya. 2011. Peranan Humas Dalam

Perusahaan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Effendy, Onong Uchjana. 2002. Suatu Studi

Hubungan Masyarakat. Bandung: PT.

Remaja Rosda Karya

Effendy, Onong Uchjana. 2006. Ilmu

Komunikasi Teori dan Praktek.

Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

https://web.facebook.com/groups/InfoKotaP

ALU/

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 54

Iriantara, Yosel. 2004. Manajemen Strategis

Publik Relation. Jakarta: Ghalia

Indonesia

Iriantara, Yosel. 2005. Media Relation Konsep,

Pendekatan dan Praktik. Cetakan

Pertama. Bandung: Simbiosa Rekatama

Media

Kriyantono. 2006. Teknis Praktis Riset

Komunikasi. Jakarta: PT. Kencana

Perdana

Kusumastuti. 2002. Dasar-Dasar Humas, Edisi

Pertama. Jakarta Selatan: PT. Ghalia

Indonesia

Lattimore. 2010. Public Relation Profesi dan

Praktek. Jakarta: Salemba Medika

Lubis, Evawani Elysa. 2012. Jurnal Penelitian:

Peran Humas Dalam Membentuk Citra

Pemerintah. FISIP Universitas Riau

Moleong. 2000. Metode Penelitian Kualitatif.

Bandung: Remaja Rosda Karya

Moleong. 2008. Metode Penelitian Kualitatif.

Bandung: Remaja Rosda Karya

Moore, Frazier. 2004. Humas Membangun

Citra dan Komunikasi. Bandung:

Remaja Rosda Karya

Mulyana, Deddy. 2004. Metodelogi Penelitian

Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda

Karya

Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi

Suatu Pengantar. Bandung: Remaja

Rosdakarya

Mulyana, Deddy. 2006. Ilmu Komunikasi

Sebagai Pengantar. Bandung: PT.

Remaja Rosda Karya

Rachmadi. 1992. Public Relation dalam Teori

dan Praktek. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama.

Rachmadi. 1994. Public Relation dalam Teori

dan Praktek. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama.

Ridwan, Muhammad. 2004. Manajemen BMT.

Yogyakarta: UII Press

Ruslan, Rosady. 2008. Manajemen Publik

Relation dan Media. Jakarta: PT.

Rajagrafindo Persada

Soemirat & Ardianto. 2007. Dasar-dasar Public

Relation. Bandung: PT. Remaja Rosda

Karya

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan

Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan

R&D. Bandung: Alfabeta

Suhandang, Kustadi. 2004. Pengantar

Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk

dan Kode Etik. Bandung: Nuansa.

Sukatendel, Arko. 1990. Public Relation

Perusahaan. Bandung; FIKOM UNPAD

Umar. 2005. Metode Penelitian. Jakarta:

Salemba Empat

Walgito, Bimo. 2010. Psikologi Pendidikan.

Yogyakarta: Ar-Ruz Media

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 55

Widjaja, Amin. 2008. Dasar-Dasar Customer

Relation Menagement. Jakarta:

Harvindo

www.metrosulteng.com

www.palunomoni.com

www.radarsultengonline.com

www.sultengraya.com

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 56

COMMUNICATION CLIMATE ON PALU TRASHBAG COMMUNITIES

IKLIM KOMUNIKASI PADA KOMUNITAS TRASHBAG PALU

DWI DESRIANITA1

1Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tadulako, Sulawesi Tengah E-mail: [email protected]

Naskah diterima : 7 Juni 2018 Naskah diterbitkan: 29 Juni 2018

ABSTRACT

This research is a qualitative descriptive study. The purpose of this study was to find out how the

communication climate took place in the Trashbag community activities. To see how the communication

climate in the Trashbag community researchers see using five dimensions of communication climate according

to Redding and Goldhaber. Namely Supportiveness or mutual support, participation, trust, openness, and high

performance goals. From these five points the researchers also analyzed how the communication process was

of two types, namely horizontal communication and vertical communication. In this study, researchers

approached participant observation which required researchers to take part in the Sapu Jagad 2017 activity,

which is a routine activity held by Trashbag every year. The results of this thesis are Trashbag members who

always provide support in terms of decision making and when members will carry out their respective duties.

Palu Trashbag members and Jagad Sweep committee also participate voluntarily. Members / volunteers

Trashbag put so far have had a sense of trust in each other member but not yet comprehensive. Trashbag is a

community that implements a non-binding flexible system so that members can be more open. When all

members feel open to each other to achieve the community's vision and mission according to researchers, it can

be more maximal.

Keywords : climate, communication, Trashbag Community

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari tahu

bagaimana iklim komunikasi yang berlangsung dalam aktivitas komunitas Trashbag. Untuk melihat

bagaimana iklim komunikasi dalam komunitas Trashbag peneliti melihat dengan menggunakan lima dimensi

dari iklim komunikasi menurut Redding dan Goldhaber. Yaitu Supportiveness atau saling mendukung,

partisipasi, kepercayaan, keterbukaan, dan tujuan kinerja yang tinggi. Dari lima poin tersebut peneliti juga

menganalisa bagaimana proses komunikasi dengan dua jenis yaitu komunikasi horizontal dan komunikasi

vertikal. Pada penelitian ini, peneliti melakukan pendekatan dengan cara observasi partisipan yang

mengharuskan peneliti ikut dalam kegiatan Sapu Jagad 2017 yang mana kegiatan tersebut adalah kegiatan

rutin yang diadakan Trashbag setiap tahunnya. Hasil penelitian dari skripsi ini adalah anggota Trashbag

selalu memberi dukungan dalam hal pengambilan keputusan dan ketika anggota akan melakukan tugasnya

masing-masing. Anggota Trashbag Palu dan panitia Sapu Jagad juga berpartisipasi secara sukarela.

Anggota/sukarelawan Trashbag menaruh sejauh ini sudah memiliki rasa percaya akan masing-masing

anggota lain tetapi belum menyeluruh. Trashbag adalah komunitas yang memberlakukan sistem fleksibel

tidak mengikat sehingga membuat para anggota bisa lebih terbuka. Ketika semua anggota merasa terbuka satu

sama lain untuk mencapai visi dan misi komunitas menurut peneliti bisa lebih maksimal.

Kata Kunci : iklim, komunikasi, komunitas Trashbag

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 57

A. PENDAHULUAN

Dewasa ini, keadaan lingkungan hidup

semakin tidak terawat. Terlihat dari

banyaknya permasalahan-permasalahan

tentang lingkungan. Mulai dari kurang

sadarnya manusia tentang bahaya sampah,

penggundulan hutan yang menyebabkan

banjir dan bencana alam lainnya. Semua itu

disebabkan oleh manusia-manusia yang tidak

merawat lingkungan tempat hidup mereka.

Sehingga semakin lama semakin banyak

masalah yang ditimbulkan karena lingkungan

yang kurang terawat.

Melihat masalah ini terbentuklah satu

komunitas peduli lingkungan yaitu Trashbag.

Arti dari Trashbag adalah kantung yang

digunakan untuk membuang sampah.

Disinilah trashbag (kantung sampah)

berfungsi untuk mengangkut sampah-

sampah, dari trashbag itulah beberapa

volunteer yang memiliki jiwa sosial dan

peduli terhadap kelestarian lingkungan

terutama hutan dan gunung terinspirasi untuk

membentuk sebuah perkumpulan dengan

nama Trashbag Community. Trashbag

Community itu sendiri merupakan sebuah

gerakan moral, kampanye idealis berbentuk

komunitas (nonprofit) yang anggotanya

berasal dari berbagai organisasi, kalangan

bebas ataupun independent di seluruh

Indonesia. Trashbag Community adalah

sekelompok pendaki multi disiplin ilmu yang

berdedikasi menjaga kelestarian dan keasrian

alam dengan cara mengurangi masalah

sampah digunung serta menjunjung tinggi

penerapan konservasi alam.

Trashbag Palu memiliki sejumlah kegiatan

yang sudah pernah dilakukan untuk

memerangi sampah yang ada di objek wisata

khususnya di gunung dan hutan. Pada

awalnya Trashbag dibentuk di Jakarta tetapi

sekarang sudah banyak Komunitas Trashbag

dibentuk di kota-kota besar Indonesia salah

satunya di Kota Palu. Hal ini dilakukan karena

berdasarkan dari Visi Trashbag community

yaitu ”Menjadikan Hutan Gunung di

Indonesia terbebas dari sampah”.

Trashbag memiliki banyak anggota

didalamnya, dengan berbagai macam latar

belakang. Mulai dari individu ataupun yang

tergabung dalam Komunitas Pencinta Alam

(KPA) dan Mahasiswa Pencinta Alam

(MAPALA). Beragamnya latar belakang

anggota Trashbag Palu dikarenakan proses

pengrekrutan anggota yang dibuka secara

sukarela, tidak melalui ritual-ritual khusus

yang dilakukan organisasi lain pada

umumnya. Seperti penerimaan anggota baru

yang mengharuskan mereka mengikuti

beberapa kegiatan wajib yaitu pendidikan

latihan dasar, pengabdian pada lembaga,

setelah itu lalu mereka akan naik jenjang. Hal

ini menyebabkan komunikasi yang kurang

lancar. Dikarenakan anggota Trashbag Palu

yang mempunyai organisasi masing-masing

mereka cenderung berkomunikasi sesama

anggota organisasi itu sendiri. Dan hal itu juga

terjadi kepada anggota-anggota lainnya.

Ketika anggota Trashbag itu tidak mempunyai

latar belakang organisasi, mereka akan

menjauh dengan sendirinya. Mereka hanya

akan aktif kembali ketika ada kegiatan yang di

buat oleh Trashbag Palu. Begitu pula dengan

proses komunikasinya, mereka hanya akan

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 58

aktif berkomunikasi ketika ada kegiatan yang

akan dilaksanakan Trashbag Palu. Mulai dari

persiapan kegiatan, pembentukan panitia,

selama kegiatan dan pasca kegiatan.

Dalam kelompok, organisasi, dan

masyarakat, komunikasi adalah sarana yang

dapat mempertemukan kebutuhan dan tujuan

kita sendiri dengan kebutuhan dan tujuan

pihak lain (Hamad, 2013:17). Beragamnya latar

belakang yang dimiliki anggota-anggota

Trashbag Palumemicu perbedaan, mulai dari

perbedaan pendapat, perbedaan pemikiran

sampai perbedaan aksi. Tidak sedikit pula

komunitas peduli lingkungan yang akhirnya

“ngambang” tidak ada kejelasan apa

sebenarnya tujuan yang ingin dicapai. Melalui

komunikasilah kita membangun hubungan

dengan berbagai macam jenis hubungan,

seperti didalam organisasi terdapat masalah,

penyelesaian pasti dengan berkomunikasi.

Yang menjadi penyebab lain kurang baiknya

komunikasi antar anggota Trashbag adalah

selain latar belakang organisasi yang berbeda-

beda, jarak tempat tinggal para anggota juga

yang berjauhan. Camp komunitas Trashbag

yang bertempat di Jalan Otista menyebabkan

para anggota kesulitan untuk selalu datang

dan berkumpul bersama anggota lainnya.

Terlebih lagi ketua Trashbag sedang berada di

luar kota untuk menyelesaikan studinya.

Kurang koordinasi antar anggota Trashbag

juga menyebabkan kurangnya item kegiatan

yang dilakukan dalam beberapa waktu.

Dalam hal ini koordinasi yang dimaksud

adalah pengurus yang kurang

memberitahukan terkait perkembangan

Trashbag. Karena untuk mengumpulkan

anggota bukanlah hal yang mudah. Karena

banyaknya perbedaan latar belakang dan

kurang komunikasi semakin lama para

anggota sudah mulai sibuk dengan kegiatan

pribadi mereka masing-masing.

Melihat hal ini, peneliti tertarik untuk

melihat bagaimana iklim komunikasi dalam

Komunitas Trashbag Palu. Karena yang

membuat masing-masing anggota memiliki

rasa termarginal adalah kurang lancarnya

komunikasi. Faktor utama yang membuat

iklim komunikasi suatu kelompok menjadi

baik adalah dengan menjaga agar proses

komunikasi tidak putus. Dengan seringnya

berkomunikasi maka akan membuat masing-

masing anggota tersebut memiliki ikatan yang

kuat. Iklim komunikasi ditentukan oleh

bermacam-macam faktor di antaranya tingkah

laku pemimpin, tingkah laku teman sekerja,

dan tingkah laku dari organisasi (Muhammad,

1995:86)

Tetapi menurut praobservasi yang peneliti

lakukan, bahwa status keanggotaan Trashbag

Palu yang belum tetap. Bahkan mereka yang

menjadi perintis terbentuknya Trashbag Palu

memiliki status keanggotaan yang tetap tetapi

bersifat sementara. Mereka hanya sebagai

anggota tetap sementara sampai pada waktu

yang tidak ditentukan. Hal ini membuat

munculnya kesenjangan sosial antar anggota,

karena mereka yang sudah pernah bergabung

sebagai sukarelawan tidak mendapat

kesempatan yang sama menjadi pengurus di

Trashbag walaupun statusnya sebagai anggota

tidak tetap. Tidak meratanya pembagian

kesempatan untuk menjadi pengurus dalam

Trashbag Palu banyak membuat sebagian

orang yang pernah bergabung sebagai

sukarelawan merasa bosan. Akibatnya mereka

mulai merasa kurang tertarik untuk mengikuti

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 59

dan menjalankan apa yang menjadi visi misi

Trashbag Palu.

Selain karena belum adanya status

keanggotaan yang tetap, masalah lain juga

muncul dari segi program kerja. Trashbag

untuk sekarang ini hanya memiliki 4 orang

anggota tetap. Yaitu ketua, wakil ketua,

sekretaris, dan bendahara. Hal ini membuat

Trashbag Palu terhambat untuk membuat

program kerja karena kesulitan dengan

anggota yang akan menjalankan program

tersebut. Lamanya proses pengajuan program

kerja juga membuat anggota tetap

kebingungan bagaimana agar bisa terus

menjalankan aktivitas kelompok.

Dalam hal item program kerja, Trashbag

Palu biasanya menunggu program kerja rutin

dari pusat. Ketika Trashbag Palu sudah

memiliki program kerja, maka mereka harus

mengajukan ke Trashbag yang ada di Jakarta

terlebih dahulu untuk disetujui lalu kemudian

dirundingkan apakah layak untuk disetujui

atau tidak.Inilah mengapa peneliti tertarik

untuk mengamati masalah yang ada di

Trashbag Palu. Karena kurangnya komunikasi

antar anggota baik sesama anggota Trashbag

Palu ataupun anggota Trashbag yang ada di

Jakarta, dan lamanya proses pengajuan

program kerja membuat anggota Trashbag

Palu semakin lama semakin malas dalam

melakukan aktivitas komunitas.

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Komunikasi Organisasi

Istilah “organisasi” dalam bahasa

Indonesia atau Organization dalam bahasa

Inggris bersumber pada perkataan Latin pula,

Organizare, yang berarti to form as or into a

whole consisting of interdependent or

coordinated parts (membentuk sebagai atau

menjadi keseluruhan dari bagian-bagian yang

saling bergantung atau terkoordinasi). Jadi,

secara harfiah organisasi itu berarti paduan

dari bagian-bagian yang satu sama lainnya

saling bergantung. (Uchjana, 2013:114). Karl

Weick dalam Littlejohn and Foss (2008:364-

365) mengatakan bahwa dalam berorganisasi

komunikasi sangat penting karena komunikasi

sebagai sebuah dasar bagi pengorganisasian

manusia dan memberikan sebuah dasar

pemikiran untuk memahami bagaimana

manusia berorganisasi. Karl Weick juga

mengatakan organisasi bukanlah susunan

yang terbentuk oleh posisi dan peranan, tetapi

oleh aktivitas komunikasi.

Evert M. Rogers dan Rekha Agarwala

Rogers dalam bukunya, Communication in

Organization,dalam Uchjana (2013:114)

menyebut paduan tadi suatu sistem. Secara

lengkap organisasi didefinisikannya sebagai

“a stable system of individuals who work

together to achieve, through a hierarchy of

ranks and division of labour, common

goals.”(suatu sistem yang mapan dari mereka

yang bekerja sama untuk mencapai tujuan

bersama, melalui suatu jenjang kepangkatan

dan pembagian tugas). Rogers memandang

organisasi suatu struktur yang

melangsungkan proses pencapaian tujuan

yang telah ditetapkan dimana operasi dan

interaksi di antara bagian yang satu dengan

yang lainnya dan manusia satu dengan

lainnya berjalan secara harmonis, dinamis,

dan pasti.

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 60

Menurut Robert Bonnington dan Berverd

E. Needles, Jr dalam bukunya yang ditulis

bersama berjudul Modern Business: A

Systems Approach dalam Uchjana (2013:115)

Mereka mendefinisikan organisasi sebagai

“Organization is the means management

coordinates material and human resources

through the design of a formal structure of

tasks and authority.”(Organisasi adalah sarana

di mana manajemen mengoordinasikan

sumber bahan dan sumber daya manusia

melalui pola struktur formal dari tugas-tugas

dan wewenang.) Organisasi dan manajemen

sama pentingnya sebab secara bersama-sama

berusaha mencapai tujuan yang sama.

Manajemen sebagai kegiatan mengelola

sumber daya manusia, sumber dana, dan

sumber-sumber lainnya tidak akan mencapai

tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan

efisien tanpa organisasi yang mapan. Untuk

membedakan komunikasi organisasi dengan

komunikasi yang ada di luar organisasi adalah

struktur hierarki yang merupakan

karakteristik dari setiap organisasi (Thoha,

2010:186).

Redding dan Sanborn mengatakan bahwa

komunikasi organisasi adalah pengiriman dan

penerimaan informasi dalam organisasi yang

kompleks. (Muhammad, 1995:65). Hubungan

organisasi dengan komunikasi, William V.

Hanney dalam bukunya, Communication and

Organizational Behavior, menyatakan,

Organization consists of a number of people; it

involves interdependence; interdependence

alls for coordination; and coordination

requires communication.” Organisasi terdiri

atas sejumlah orang; ia melibatkan keadaan

saling bergantung; kebergantungan

memerlukan koordinasi; koordinasi

mensyaratkan komunikasi.) (Uchjana,

2013:116). Organisasi merupakan satuan yang

luas, memiliki banyak pola pikir didalamnya.

Jika semua hal itu tidak disatukan dengan

komunikasi maka organisasi tersebut akan

hancur dan tidak akan bertahan. Menurut

Harold D. Lassswell dalam Cangara (2011:2-3),

ada tiga fungsi dasar mengapa manusia perlu

berkomunikasi :

Pertama, adalah hasrat manusia untuk

mengontrol lingkungannya. Melalui

komunikasi manusia yang tergabung dalam

satu wadah atau organisasi bisa

memanfaatkan peluang yang ada, bisa

mengetahui apa halangan yang ada di dalam

organisasi, dan dapat menghindari hal-hal

yang berpotensi mengancam keberlangsungan

organisasi. Kedua, adalah upaya manusia

untuk dapat beradaptasi dengan

lingkungannya. Pada poin ini, dengan

berkomunikasi manusia dapat beradaptasi

dengan lingkungan yang baru. Jika dalam

berorganisasi, berkomunikasi dapat

mempermudah proses belajar dan

menyesuaikan dengan kebiasaan yang ada di

dalam organisasi. Ketiga, adalah upaya untuk

melakukan transformasi warisan sosialisasi.

Suatu masyarakat yang ingin

mempertahankan keberadaannya, maka

anggota masyarakatnya dituntut untuk

melakukan pertukaran nilai, perilaku, dan

peranan. Jika dilihat dalam ruang lingkup

organisasi, komunikasi dilakukan untuk

saling berbagi ilmu, pengalaman, dan

memperlihatkan siapa mereka sebenarnya.

Hal itu dapat dilihat dari bagaimana caranya

bertindak dan mengambil keputusan.

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 61

Untuk mengarahkan perilaku individu ke

arah perilaku organisasi dapat dilakukan

dengan berbagai cara (Wursanto, 2005:277-

278) antara lain : (1) Memberikan pengertian

bahwa kegagalan mencapai tujuan organisasi

juga merupakan kegagalan bagi setiap

individu dalam usaha memenuhi kebutuhan

pribadinya. Sebaiknya, apabila tujuan

organisasi dapat tercapai secara efisien maka

organisasi dapat diharapkan akan dapat

memenuhi berbagai kebutuhan para

anggotanya. Dengan demikian kegagalan

dalam mencapai tujuan organisasi tidak hanya

merugikan para pemimpin, tetapi juga

merugikan para anggota organisasi, baik

secara individu maupun secara kelompok. (2)

Dengan menjalankan teknik-teknik

kepemimpinan yang cocok, misalnya dengan

teknik persuasif, teknik penerangan, teknik

propaganda dan teknik komunikasi. (3)

Menetapkan berbagai ketentuan dan

peraturan yang harus ditaati setiap anggota,

yang diikuti dengan pemberian sangsi bagi

mereka yang melanggar ketentuan tersebut.

(4) Meningkatkat hubungan dalam organisasi

khususnya hubungan personal yang serasi di

kalangan para anggota, sehingga tercipta

loyalitas yang tinggi, baik loyalitas antara

pemimpin dengan bawahan dan sebaiknya

maupun loyalitas antara sesama

anggota/bawahan. (5) Memberikan

kesempatan kepada para anggota untuk

memberikan saran-saran yang berhubungan

dengan kepentingan organisasi, jadi pimpinan

lebih bersifat terbuka.

2. Komunikasi Kelompok

Menurut Arifin (1984:30) komunikasi

kelompok adalah komunikasi yang

berlangsung antara beberapa orang dalam

suatu kelompok kecil, seperti dalam rapat,

pertemuan, konfrensi dan sebagainya.

Menurut Michael Burgoon dalam Wiryanto

(2005:63), komunikasi kelompok sebagai

interaksi tatap muka antara tiga orang atau

lebih, dengan tujuan yang telah diketahui,

seperti berbagi informasi, menjaga diri, dan

pemecahan masalah, dimana seluruh

anggotanya dapat mengingat karakteristik

pribadi anggota-anggota yang lain secara

tepat.

Curtis et.al, (2005:149) menyatakan

komunikasi kelompok terjadi ketika tiga orang

atau lebih bertatap muka, biasanya dibawah

pengarahan seorang pemimpin untuk

mencapai tujuan atau sasaran bersama dan

mempengaruhi satu sama lain. Ada empat

elemen yang tercakup dalam definisi di atas,

yaitu : (1) Interaksi tatap muka, jumlah

partisipan yang terlibat dalam interaksi,

maksud atau tujuan yang dikehendaki dan

kemampuan anggota untuk dapat

menumbuhkan karakteristik pribadi anggota

lainnya. (2) Terminologi tatap muka (face-to-

face) mengandung makna bahwa setiap

anggota kelompok harus dapat melihat dan

mendengar anggota lainnya dan juga harus

dapat mengatur umpan balik secara verbal

maupun nonverbal dari setiap anggotanya.

Dengan demikian, makna tatap muka tersebut

berkaitan erat dengan adanya interaksi

diantara semua anggota kelompok. (3)

Maksud atau tujuan yang dikehendaki sebagai

elemen ketiga dari definisi diatas, bermakna

bahwa maksud dan tujuan tersebut akan

memberikan beberapa tipe identitas

kelompok. Jika tujuan kelompok tersebut

adalah berbagi informasi, maka komunikasi

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 62

yang dilakukan dimaksudkan untuk

menanamkan pengetahuan (to impart

knowledge). Sementara kelompok yang

memiliki tujuan pemeliharaan diri (self-

maintenance), biasanya memusatkan

perhatiannya pada anggota kelompok atau

struktur dari kelompok itu sendiri. Tindak

komunikasi yang dihasilkan adalah kepuasan

kebutuhan pribadi, kepuasan kebutuhan

kolektif/kelompok bahkan kelangsungan

hidup dari kelompok itu sendiri. Dan jika

tujuan kelompok adalah upaya pemecahan

masalah, maka kelompok tersebut biasanya

melibatkan beberapa tipe pembuatan

keputusan untuk mengurangi kesulitan-

kesulitan yang dihadapi. (4) Kemampuan

anggota kelompok untuk menunjukkan

karakteristik personal anggota lainnya secara

akurat. Dalam hal ini, mengandung arti bahwa

setiap anggota kelompok secara tidak

langsung berhubungan dengan satu sama lain

dan maksud/tujuan kelompok telah

terdefinisikan dengan jelas, di samping itu

identifikasi setiap anggota dengan

kelompoknya relatif stabil dan permanen.

Fungsi komunikasi kelompok terbagi

menjadi 4, yaitu : (1) Menjalin hubungan sosial

antar anggota dan kelompok. Bagaimana

individu dalam suatu kelompok bisa

berhubungan sosial tanpa komunikasi atau

sejauh mana suatu kelompok dapat

memelihara hubungan sosial diantara anggota

dengan anggota atau pun anggota dengan

kelompok. (2) Fungsi pendidikan atau

edukasi. Hal ini berkaitan dengan pertukaran

informasi antar anggota akan informasi baru

dapat terpenuhi. Dan secara tidak langsung

kemampuan para anggota dibidangnya

masing-masing dapat membawa pengetahuan

baru atau justru membawa keuntungan untuk

para anggota lainnya ataupun bagi kelompok.

Latar belakang pendidikan yang berbeda

memungkinkan pemasukan jalan alternatif

dari banyak sudut pandang, sehingga akan

lebih bijaksana dalam pengambilan suatu

keputusan. (3) Kemampuan persuasi. Yaitu

bagaimana anggota kelompok berusaha mem-

persuasi anggota kelompok lainnya untuk

tidak atau melakukan sesuatu. Jika ia mem-

persuasi suatu yang sejalan dengan kelompok,

maka ia akan diterima dan menciptakan iklim

yang positif di dalam kelompok, tapi

sebaliknya jika ia mem-persuasi suatu yang

bertentangan dengan kelompok, maka akan

berpotensi menciptakan konflik dan

perpecahan di dalam kelompok. (4) Sebagai

terapi. Fungsi lebih berfokus pada membantu

diri sendiri, bukan membantu kelompok.

Disini para individu yang memiliki masalah

yang sama dikumpulkan, dan mereka diminta

untuk saling terbuka dalam mengungkapkan

diri mereka ataupun masalah mereka. Dalam

kelompok ini juga tetap membutuhkan

pemimpin sebagai pengatur dan penengah

jika terjadi konflik atau perbedaan pendapat.

(http://kuliah.dagdigdug.com)

3. Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik

Komunikasinya

Di dalam klasifikasi kelompok

komunikasi, para ahli psikologi telah

mengembangkan berbagai cara, ada tiga cara

untuk mengklasifikasikan kelompok

(Rakhmat, 1994:42). (1) Kelompok Primer dan

Sekunder, Cooley dalam Rakhmat (1994:42)

mengatakan bahwa kelompok primer adalah

suatu kelompok yang anggota-anggotanya

berhubungan akrab, personal, dan menyentuh

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 63

hati dalam sosialisasi dan kerja sama;

sedangkan kelompok sekunder adalah

kelompok yang anggota-anggotanya

berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan

tidak menyentuh hati. (2) Kelompok

Keanggotaan dan Kelompok Rujukan,

Menurut Newcomb dalam Rakhmat (1994:43),

kelompok keanggotaan adalah kelompok yang

anggota-anggotanya secara administratif dan

fisik menjadi anggota kelompok itu;

sedangkan kelompok rujukan adalah

kelompok yang digunakan sebagai alat ukur

(standar) untuk menilai diri sendiri atau untuk

membentuk sikap. (3) Kelompok Deskriptif

dan Kelompok Preskriptif, Cragan et.al, dalam

Rakhmat (1994:44) membagi kelompok

menjadi dua, yaitu kelompok deskriptif dan

preskriptif. Kelompok deskriptif menunjukkan

klasifikasi kelompok dengan melihat proses

pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan

tujuan, ukuran, dan pola komunikasi,

kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga,

yakni kelompok tugas, kelompok pertemuan,

dan kelompok penyadar.Sedangkan kelompok

preskriptif mengacu pada langkah-langkah

yang harus ditempuh anggota kelompok

dalam mencapai tujuan kelompok.

Komunikasi kelompok dibedakan atas

dua karakteristik (Effendy, 2003:76).

Komunikasi kelompok kecil dan komunikasi

kelompok besar. Komunikasi kelompok kecil

ditujukan kepada kognisi komunikan, dan

proses berlangsungnya secara dialogis. Dalam

komunikasi kelompok kecil komunikator

menunjukkan pesannya kepada benak atau

pikiran komunikan, misalnya kuliah, ceramah,

diskusi seminar, rapat dan lain-lain. Dalam

situasi komunikasi seperti ini logika berperan

penting. Komunikan akan dapat menilai logis

tidaknya uraian komunikator. Sementara

komunikasi kelompok besar yang juga disebut

komunikasi publik yang melibatkan banyak

khalayak yang relatif besar, dan karenanya

sulit saling mengenal secara dalam satu

persatu. Para komunikan biasanya berkumpul

diwaktu dan tempat yang sama, misalnya di

auditorium, aula, mesjid, lapangan terbuka

dan lain-lain. Contohnya komunikasi publik

adalah kampanye, rapat akbar, tabligh akbar,

kuliah umum dan sejenisnya.

4. Pengaruh Kelompok pada Perilaku

Komunikasi

Menurut Rakhmat (1994:50), pengaruh

kelompok terhadap perilaku komunikasi

anggotanya, terdiridari : (1) Komformitas,

adalah perubahan perilaku atau kepercayaan

menuju (norma) kelompok, sebagai akibat

tekanan kelompok yang real atau

dibayangkan. Bila sejumlah orang dalam

kelompok mengatakan atau melakukan

sesuatu, ada kecenderungan para anggota

untuk mengatakan dan melakukan hal yang

sama. (2) Fasilitasi Sosial, adalah kelancaran

atau peningkatan kualitas kerja karena

ditonton kelompok.Kelompok mempengaruhi

pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah.

Dalam hal ini, kehadiran orang lain dianggap

menimbulkan efek pembangkit energy pada

perilaku individu. (3) Polarisasi, adalah

kecenderungan ke arah posisi yang ekstrim.

Bila sebelum diskusi kelompok para anggota

mempunyai sikap agak mendukung tindakan

tertentu, setalah diskusi mereka akan lebih

kuat lagi mendukung tindakan itu.

Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota

kelompok agak menentang tindakan tertentu,

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 64

setelah diskusi mereka akan menentang lebih

keras.

5. Pengertian Iklim Komunikasi

Menurut Muhammad (2004:85) bahwa ada

hubungan yang sirkuler antara iklim

kelompok dan iklim komunikasi. Tingkah

laku komunikasi mengarahkan pada

perkembangan iklim, diantaranya iklim

komunikasi. Iklim komunikasi dipengaruhi

oleh bermacam-macam cara anggota

kelompok bertingkah laku dan

berkomunikasi. Iklim komunikasi yang penuh

persaudaraan mendorong para anggota

kelompok berkomunikasi, secara terbuka,

rileks, ramah tamah dengan anggota yang

lain. Sedangkan, iklim yang negatif

menjadikan anggota tidak berani

berkomunikasi secara terbuka dan tidak

penuh rasa persaudaraan.

Menurut Redding dan Goldhaber (1986)

dalam Muhammad (1995:85) terdapat lima

dimensi penting dalam iklim komunikasi,

yaitu : (1) “Supportiveness”, atau bawahan

mengamati bahwa hubungan komunikasi

mereka dengan atasan membantu mereka

membangun dan menjaga perasaan diri

berharga dan penting. (2) Partisipasi membuat

keputusan. (3) Kepercayaan, dapat dipercaya

dan dapat menyimpan rahasia. (4)

Keterbukaan dan keterusterangan. (5) Tujuan

kinerja yang tinggi, pada tingkat mana tujuan

kinerja dikomunikasikan dengan jelas kepada

anggota organisasi.

Gibb dalam Muhammad (1995:85) juga

menegaskan bahwa tingkah laku komunikasi

tertentu dari anggota kelompok mengarahkan

kepada iklim supportiveness. Di antara

tingkah laku tersebut adalah sebagai berikut :

(1) Deskripsi, anggota organisasi

memfokuskan pesan mereka kepada kejadian

yang dapat diamati daripada evaluasi secara

subjektif atau emosional. (2) Orientasi

masalah, anggota organisasi memfokuskan

komunikasi mereka kepada pemecahan

kesulitan mereka secara bersama. (3)

Spontanitas, anggota organisasi

berkomunikasi dengan sopan dalam berespon

terhadap situasi yang terjadi. (4) “Empathi”,

anggota organisasi memperlihatkan perhatian

dan pengertian terhadap anggota lainnya. (5)

Kesamaan, anggota organisasi

memperlakukan anggota yang lain sebagai

teman dan tidak menekankan kepada

kedudukan dan kekuasaan. (6)

“Provisionalism”, anggota organisasi bersifat

fleksibel dan menyesuaikan diri pada situasi

komunikasi yang berbeda-beda.

Pace et.al, dalam Kriyantono (2006:122)

mengemukakan bahwa iklim komunikasi

adalah persepsi mengenai seberapa jauh

anggota kelompok merasa bahwa kelompok

dapat dipercaya, mendukung, terbuka

terhadap, menaruh perhatian kepada, dan

secara aktif meminta pendapat mereka, serta

memberi penghargaan atas standar kinerja

yang baik. Pace et.al, juga mengatakan bahwa

iklim komunikasi organisasi terdiri dari

persepsi-persepsi atas unsur-unsur organisasi

dan pengaruh unsur-unsur tersebut terhadap

komunikasi.Adanya iklim komunikasi, juga

dapat menunjukkan kepada anggota

kelompok, bahwa kelompok tersebut

mempercayai mereka dan memberi kebebasan

untuk mengambil keputusan.

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 65

Dennis dalam Muhammad (2004:85)

mengemukakan bahwa “iklim komunikasi

sebagai kualitas pengalaman yang bersifat

objektif mengenai lingkungan internal

kelompok, yang mencakup persepsi anggota

kelompok terhadap pesan dan hubungan

pesan dengan kejadian yang terjadi di dalam

kelompok, yang terdiri dari supportiveness,

partisipasi pembuatan keputusan,

keterbukaan dan keterusterangan, dan tujuan

penampilan yang tinggi.

Muhammad (2004:86) juga menjelaskan

bahwa yang menjadi pokok persoalan utama

dari iklim komunikasi, adalah : (1) Persepsi

mengenai hubungan komunikasi dalam

kelompok, (2) Persepsi mengenai tersedianya

informasi bagi anggota, (3) Persepsi mengenai

kelompok itu sendiri.

Ukuran iklim komunikasi dalam suatu

organisasi dapat diperoleh melalui persepsi

anggota organisasi mengenai pengaruh

komunikasi itu sendiri. Peterson dan pace

dalam (Hastasari, 2007:65) mengemukakan 6

pengaruh komunikasi yang dapat digunakan

untuk mengukur iklim komunikasi tersebut,

yaitu : (1) Kepercayaan, Personel di semua

tingkat harus bekerja keras untuk

mengembangkan dan mempertahankan

hubungan yang didalamnya kepercayaan,

keyakinan dan kualitas didukung oleh

pernyataan dan tindakan. (2) Pembuatan

Keputusan Bersama, Para pegawai disemua

tingkat dalam organisasi harus diajak

berkomunikasi dan berkonsultasi mengenal

semua masalah dalam semua wilayah

organisasi yang relevan dengan kedudukan

mereka. Para pegawai di semua tingkat harus

diberi kesempatan untuk berkomunikasi dan

berkonsultasi dengan manajemen di atas

mereka agar berperan serta dalam proses

pembuatan keputusan dan penentuan tujuan.

(3) Kejujuran, Suasana umum yang diliputi

kejujuran dan keterusterangan harus

mewarnai hubungan-hubungan dalam

organisasi, dan para pegawai mampu

mengatakan “apa yang ada di dalam pikiran

mereka” tanpa mengindahkan apakah mereka

berbicara kepada teman sejawat, bawahan dan

atasan. (4) Keterbukaan dalam komunikasi

kebawah, Kecuali untuk keperluan rahasia,

anggota organisasi harus relatif mudah

memperoleh informasi yang berhubungan

langsung dengan tugas mereka saat itu, yang

mempengaruhi kemampuan mereka untuk

mengkoordinasikan pekerjaan mereka dengan

orang-orang dan bagian lainnya yang

berhubungan luas dengan perusahaan,

organisasi para pemimpin dan rencana-

rencana. (5) Mendengarkan dalam komunikasi

ke atas, Personel di setiap tingkat dalam

organisasi harus mendengarkan saran-saran

atau laporan-laporan masalah yang

ditemukan personel di setiap tingkat bawahan

dalam organisasi, secara berkesinambungan

dan dengan pikiran terbuka. Informasi dari

bawahan harus dipandang cukup penting

untuk dilaksanakan kecuali ada petunjuk yang

berlawanan. (6) Perhatian pada tujuan-tujuan

kinerja tinggi, Personel di semua tingkat

dalam organisasi harus menunjukkan suatu

komitmen terhadap tujuan-tujuan berkinerja

tinggi, biaya rendah kemudian menunjukkan

perhatian besar pada anggota organisasi

lainnya.

C. METODE PENELITIAN

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 66

Tipe penelitian ini merupakan penelitian

deskriptif kualitatif. Tujuan penelitian ini

adalah untuk membuat pecandraan secara

sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-

fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah

tertentu (Suryabrata, 2011:75). Penelitian

kualitatif adalah penelitian yang bermaksud

untuk memahami fenomena tentang apa yang

dialami oleh subjek penelitian, misalnya

perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan

lain-lain (Kriyantono, 2006:69).

Dalam penelitian ini, peneliti melihat

bagaimana penyampaian nilai-nilai kesadaran

diri dalam melakukan aktivitas komunitas

untuk para anggota dan bagaimana

mempertahankan nilai-nilai tersebut.

Penelitian deskriptif juga bertujuan untuk

mendeskripsikan apa-apa yang saat ini

berlaku. Di dalamnya terdapat upaya

mendeskripsikan, mencatat, analisis dan

menginterpretasikan kondisi-kondisi yang

sekarang ini yang terjadi atau ada (Mardalis,

2010:26)

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah melakukan penelitian di

komunitas Trashbag Palu selama 3 bulan,

peneliti telah mengumpulkan data melalui

observasi partisipan yaitu dengan ikut serta

mulai dari rapat pembentukan panitia, rapat

persiapan, pada saar aksi di kegiatan Sapu

Jagad 2017, sampai pada saat penyusunan

laporan pertanggungg jawaban, wawancara

dengan informan yang sudah di tentukan

kategorinya, dan mengkaji literatur-literatur

yang ada kaitannya dengan objek atau

permasalahan yang diteliti. Data yang

diperoleh tersebut, meliputi iklim komunikasi

yang terjadi pada komunitas Trashbag Palu.

Untuk memudahkan dalam interpretasi data,

peneliti menguraikan data tersebut secara

sistematis, memilah hasil wawancara sesuai

dengan lima dimensi yang di pakai sebagai

teori dasar dalam penelitian ini, peneliti juga

menganalisa jenis komunikasi yang

berlangsung dalam komunitas Trashbag, jenis

komunikasi tersebut adalah komunikasi

vertikal dan komunikasi horizontal.

Pada penelitian ini, peneliti melakukan

penelitian pada Trashbag Palu ketika mereka

sedang mempersiapkan kegiatan Sapu Jagad

2017 mulai dari rapat persiapan pada bulan

Mei sampai pada hari kegiatan tanggal 16

Agustus dan pasca kegiatan untuk membuat

laporan pertanggung jawaban. Sapu Jagad

adalah agenda rutin tahunan yang di lakukan

Trashbag Pusat dan bekerja sama dengan

Pengurus Trashbag di beberapa daerah yang

gunungnya di pilih sebagai gunung yang

akandibersihkan. Agenda kegiatan Sapu Jagad

berupa membersihkan gunung di jalur

pendakian, melakukan upacara bendera di

puncak pendakian, membawa turun sampah

yang sudah dikumpulkan, lalu mensortir

jenis-jenis sampah, dan membuang sampah di

tempat pembuangan akhir.

Pada proses komunikasi yang terjadi di

saat perkenalan diri satu persatu termasuk

komunikasi atasan ke bawahan (downward

communication), komunikasi bawahan ke

atasan (upward communication), komunikasi

horizontal (horizontal communication),dan

komunikasi lintas saluran (inuterline

communication). Karena pada saat proses

perkenalan diri semua semua elemen

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 67

melakukan komunikasi dan mendapat

tanggapan atau feedback.

Adapun hasil yang dikumpulkan oleh

peneliti melalui wawancara dan observsi

partisipan adalah sebagai berikut :

(a) Supportiveness atau saling mendukung

Hubungan komunikasi merupakan hal

yang penting dalam kelompok, karena tanpa

adanya komunikasi dapat mengakibatkan

suatu kelompok tidak berjalan seperti

seharusnya, maksudnya adalah tidak

mengikuti peraturan kelompok, pengambilan

keputusan dilakukan secara sepihak tanpa

mendiskusikannya terlebih dahulu, anggota

kelompok cenderung bergerak sendiri tanpa

adanya koordinasi sesama anggota,

sebagaimana yang dikatakan oleh Pater

(Ketua Trashbag) yaitu :

“Sebagai seorang yang dipercaya

menjadi ketua Trashbag community

DDP Sulteng saya menempatkan diri

sesuai porsi dan tugas saya sebagai

ketua untuk merangkul dan

menyatukan pemahaman masing-

masing anggota yang berbeda-beda

pemikiran dan karakter”(Wawancara

Secara Online Tanggal 30 Oktober

2017)

Saling mendukung dapat di tunjukkan

dengan cara perilaku dan kata-kata, salah satu

contoh saling mendukung yang di tunjukkan

oleh ketua Pater sebagai Ketua Trashbag yaitu

:

“Saya mendukung anggota Trashbag

untuk melakukan aksi apapun, selama

itu terkait dengan pembersihan

sampah. Saya membantu mereka

berkoordinasi dengan Trashbag pusat

dan membantu penyaluran

perlengkapan aksi pembersihan

sampah”.

Ketika pada saat berlangsungnya kegiatan

atau pada saat akan melakukan aksi, biasanya

terdapat beberapa masalah. Disinilah tugas

seorang ketua di butuhkan sebagai penengah

untuk mencari jalan keluar. Menurut hasil

wawancara dengan Pater (Ketua Trashbag),

bahwa :

“Cara saya dalam mengambil

keputusan adalah dengan melakukan

kesepakatan bersama dengan

pengurus dan seluruh anggota baik

itu dalam rapat ataupun dilapangan.

Dalam musyawarah saya sendiri

menerapkan untuk seluruh anggota

agar dapat meyuarakan pendapat atau

idenya sendiri” ”(Wawancara Secara

Online Tanggal 30 Oktober 2017)

Ketika keputusan sudah di sepakati

bersama untuk menjalankan keputusan itu

perlu adanya dukungan dari Ketua dan

Pengurus. Dalam hal ini, dukungan di

butuhkan untuk memaksimalkan kinerja

anggota dalam menjalankan tugas masing-

masing sesuai keputusan yang telah di

sepakati bersama. Seperti yang di katakan oleh

Sham selaku Ketua Panitia Sapu Jagad 2017,

bahwa :

“Setelah menyepakati keputusan

bersama-sama, saya selalu

memberikan dukungan pada setiap

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 68

panitia agar tugas mereka bisa

maksimal sesuai dengan porsi masing-

masing, saya memberikan dukungan

kepada mereka dengan selalu

mengingatkan apa tugas mereka dan

selalu mengawasi agar tugas mereka

optimal” (Wawancara 23 Oktober

2017)

Saling mendukung tidak hanya

ditunjukkan oleh Ketua Trashbag dan Ketua

Panitia Sapu Jagad, anggota juga

menunjukkan saling mendukungnya melalui

kata-kata. Seperti yang dikatakan oleh Faisal

sebagai Koordidantor Bidang Logistik :

Saya mendukung anggota-anggota

Trashbag untuk melakukan aksi, saya

biasanya bertanya apakah mereka sudah

menyelesaikan tugas yang diberikan, ketika

ada hambatan saya memberikan solusi kepada

mereka, jika yang mereka butuhkan adalah

peralatan untuk tugas mereka saya langsung

mengkomunikasikan kepada Ketua Trashbag

agar Trashbag Pusat dapat menyiapkan

peralatan yang dibutuhkan. (Wawancara 24

Oktober 2017)

(b) Partisipasi

Partisipasi atau keikutsertaan yang

dilakukan oleh anggota Trashbag murni

karena kerelaan dan tidak ada paksaan dari

pihak manapun. Mereka ikut bergabung di

Trashbag karena tertarik untuk membersihkan

sampah yang ada pada gunung dan hutan di

Sulawesi Tengah. Partisipasi yang dilakukan

oleh anggota terlihat pada saat rapat.

Dengan partisipasi yang penuh dan

komunikasi yang lancar, maka ketika

menghadapi masalah akan terasa lebih

mudah. Seperti pendapat Faisal (Koordinator

Bidang Logistik) yaitu :

“Karena komunikasi menjadi

penggerak suatu komunitas, jadi saya

rasa sangat penting untuk menjaga

agar tetap mempunyai hubungan

yang baik satu sama lain, supaya

kalau ada masalah penyelesaiannya

tidak memakan waktu yang lama, yah

karena semua satu pikiran”

(Wawancara 24 Oktober 2017)

Komunikasi yang terjalin memiliki

peranan penting dalam kelompok, karena

setiap opini, masukan, dan kritikan oleh

anggota merupakan sumber untuk bagaimana

terus memperbarui kelompok tersebut.

Dengan komunikasi yang terjalin dengan baik,

maka para anggota akan berpartisipasi dengan

sukarela tanpa harus ada paksaan. Ketika para

anggota berpartsipasi dalam tekanan atau ada

paksaan maka hasil kerja mereka tidak akan

maksimal. Berpartisipasi dalam sebuah

kelompok haruslah bersungguh-sungguh,

agar apa yang menjadi tujuan kelompok

tersebut bisa tercapai.

Peneliti juga melihat bahwa semua

anggota bergabung dengan sukarela tanpa

adanya paksaan atau tekanan.Walaupun ada

sebagian anggota bergabung bukan karena

kemauan sendiri, mereka bergabung atas

ajakan dari teman. Hal ini dibenarkan oleh

Eka (Sekretaris Trashbag) yaitu :

“Saya bersyukur mereka bergabung di

Trashbag secara sukarela dan

mempunyai visi yang sama, yaitu

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 69

sama-sama ingin menjaga kebersihan

gunung dari sampah-sampah yang

dihasilkan oleh penggiat alam yang

tidak bertanggung jawab”(Wawancara

24 Oktober 2017)

Hal tersebut juga di benarkan oleh

Ramadhan (Sukarelawan Sapu Jagad 2017),

yaitu :

“Saya mengikuti kegiatan di Trashbag

dengan sukarela, karena tertarik

dengan tujuan Trashbag walaupun

saya mengetahui Trashbag hanya dari

teman”(Wawancara 24 Oktober 2017)

(c) Kepercayaan

Setelah hubungan komunikasi dibangun

dan dijaga, pastilah akan menumbuhkan rasa

percaya pada masing-masing orang yang

melakukan komunikasi tersebut. Rasa percaya

akan terbangun seiring dengan seringnya

komunikasi dilakukan oleh setiap anggota.

Mariana (Sukarelawan Sapu Jagad 2017)

berpendapat bahwa :

“Saya memang bergabung di

Trashbag karena ajakan dari teman

saya, tapi setelah bergabung dan

masih menjalin komunikasi pasca

kegiatan, saya sudah menaruh rasa

percaya dengan mereka

(anggota/sukarelawan Trashbag)

karena sudah sering berkomunikasi

bahkan sering bertemu”(Wawancara

30 Oktober 2017)

Selama penelitian berlangsung peneliti

menemukan bahwa, ada beberapa anggota

Trashbag yang kurang aktif menjalin

komunikasi yang berbeda latar belakang

organisasi. Hal ini juga membuat mereka

kurang membuka diri kepada anggota lain

yang berbeda latar belakang. Hal ini

dibenarkan oleh Ramadhan (Sukarelawan

Sapu Jagad 2015) bahwa :

“Saya tidak menutup diri dari semua

jenis komunikasi yang ada, tapi saya

lebih nyaman berkomunikasi dengan

anggota Trashbag yang sama latar

belakangnya dengan saya (satu

jurusan di kampus) karena kami

sering bertemu dikampus jadi topik

pembicaraan tidak akan melenceng

jauh”(Wawancara 30 Oktober 2017)

Komunikasi yang bersifat terbuka

sangatlah penting, karena dapat membantu

para anggota menyampaikanapa yang ada

dipikiran mereka berupa ide, gagasan, kritik

dan saran. Ketika terjadi konflik akan mudah

mengetahui bagaimana cara mengatasinya.

Menurut hasil wawancara dengan Eka

(Sekretaris Trashbag) yaitu :

“Setiap orang jika ingin bergabung di

sebuah komunitas harus siap untuk

terbuka, tapi yang bersangkutan

dengan komunitas. Jika saya

mempunyai masalah di dalam

komunitas, saya akan

menyelesaikannya dengan

menanyakan langsung pada orang

yang bersinggungan dengan saya,

supaya tidak merembet”(Wawancara

24 Oktober 2017)

Lalu Eka juga menambahkan bahwa :

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 70

“Saya rasa semua orang yang ada di

Trashbag sudah mengetahui

bagaimana seharusnya menyelesaikan

masalah dalam komunitas, karena

mereka semua rata-rata bergabung di

sebuah organisasi sebelum Trashbag,

sampai sekarang saya merasa mereka

terbuka dalam segala hal menyangkut

komunitas (kecuali urusan

pribadi)”(Wawancara 24 Oktober

2017)

(d) Keterbukaan

Dengan komunikasi terbuka yang terus

berlangsung maka semakin lama anggota

akan merasa mempunyai kedekatan

emosional dengan anggota lainnya. Seperti

yang dikatakan oleh Faisal (Koordinator

Bidang Logistik) bahwa :

“Ketika saya menjalankan tugas saya,

pastinya saya harus mengenal semua

anggota karena sayalah yang

mengurus dan menyiapkan

kebutuhan mereka pada saat di

lapangan. Saya akan merasa dekat

dengan anggota yang sering

berkomunikasi dengan saya bahkan

saking seringnya kadang tanpa

mereka memberi tahu saya sudah bisa

memperkirakan apa kebutuhan

mereka”(Wawancara 24 Oktober 2017)

Dari penjelasan di atas dapat di ketahui

bahwa komunikasi yang bersifat terbuka akan

sangat membantu dalam menjalankan

aktivitas komunitas. Apalagi mengingat

Trashbag adalah komunitas yang hampir

semua kegiatannya merupakan kegiatan luar

ruangan. Setiap kelompok atau komunitas

pasti mempunyai tujuan masing-masing,

untuk mencapai tujuan itu dibutuhkan kerja

sama seluruh anggota guna tercapainya tujuan

tersebut. Kerja sama yang dibutuhkan mulai

dari komunikasi yang harus selalu terjaga,

tingginya partisipasi dalam setiap kegiatan,

ketika ada konflik harus bisa menyamakan

pikiran agar mendapat solusi yang tepat,

sampai dengan loyalitas terhadap komunitas

walaupun sedang dalam masalah.

(e) Tujuan Kinerja yang Tinggi

Adanya tujuan dalam komunitas menjadi

penggerak agar seluruh anggota tetap

semangat untuk mencapainya. Jika seluruh

anggota sadar dengan hak dan kewajibannya,

tujuan komunitas akan tercapai. Tetapi, dalam

sebuah komunitas pastilah menemukan

halangan.Apalagi Trashbag merupakan

komunitas peduli lingkungan dan

beranggotakan orang-orang yang memiliki

latar belakang berbeda-beda. Seperti yang di

katakan oleh Eka (Sekretaris Trashbag) yaitu :

“Trashbag ini adalah komunitas

nonprofit, jadi pasti orang yang

bergabung sudah bisa

mengesampingkan keuntungan.Tapi

namanya saja manusia pasti

mempunyai pikiran dan pendapat

yang berbeda-beda. Saya sebagai

sekretaris sejauh ini bersyukur karena

semua anggota Trashbag adalah

orang-orang yang mempunyai

kesadaran diri yang

tinggi”(Wawancara 24 Oktober 2017)

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 71

Menurut data yang peneliti dapatkan,

bahwa di Trashbag tidak memberlakukan

sistem NRA (Nomor Registrasi) seperti yang

biasa di terapkan pada komunitas peduli

lingkungan lainnya.Jadi, hal ini membuat para

anggota leluasa mengeluarkan pendapat

mereka tanpa harus takut dimarahi senior

mereka. Hal ini dibenarkan oleh Faisal

(Koordinator Bidang Logistik), bahwa :“Di

Trashbag saya merasa lebih fleksibel, karena

tidak memandang umur, titel atau jabatan,

semuanya sama. Jadi saya merasa lebih santai

karena ketika saya ingin menyampaikan

pikiran saya tidak harus menunggu diberikan

kesempatan dan tidak takut dimarahi

senior”(Wawancara 24 Oktober 2017)

Sistem yang fleksibel membuat anggota

Trashbag menjadi lebih mudah dalam

beraksi.Karena mengingat Trashbag adalah

komunitas peduli lingkungan non-profit, jadi

semua anggota secara sukarela meluangkan

waktu, pikiran, tenaga dan materi.Dengan

sistem yang fleksibel juga membuat para

anggota jadi lebih terbuka dan tidak menutup

diri.Menurut hasil wawancara, semua

informan mengatakan bahwa karena Trashbag

fleksibel mereka membuka semua peluang

komunikasi mulai dari komunikasi langsung

ataupun melalui media. Hal ini juga

dibenarkan oleh Pater (Ketua Trashbag)

bahwa :

“Syukurnya, mereka semua aktif

berkomunikasi dengan saya selaku

ketua. Karena saya sering di luar kota

jadi saya sangat membuka peluang

untuk berkomunikasi via medsos.

Walaupun saya jauh saya tetap

mengingatkan mereka melakukan

aksi, tetap memberi pembinaan, dan

selalu mengawasi perkembangan

yang ada”(Wawancara secara Online

tanggal 30 Oktober 2017)

Berkomunikasi merupakan kebutuhan

dasar manusia. Dengan berkomunikasi

manusia dapat saling berhubungan satu sama

lain, mulai dari kehidupan sehari-hari,

kehidupan rumah tangga, di tempat kerja, dan

dimana saja manusia itu berada. Dengan

adanya komunikasi yang baik dalam suatu

kelompok, segala aktivitas kelompok dapat

dilaksanakan dengan mudah dan lancar.

Begitu pula sebaliknya, jika komunikasi dalam

suatu kelompok kurang baik maka

pelaksanaan aktivitas kelompok akan

terhambat. Menurut John Oetzel dalam

Littlejohn and Foss (2008:335) bahwa

kemampuan untuk berkomunikasi secara

efektif dengan orang dari latar belakang yang

berbeda di tempat kerja dalam dunia

globalisasi. Akan tetapi, apa yang dimaksud

dengan berkomunikasi secara efektif harus

diputuskan dalam standar adil dan tepat bagi

semua kebudayaan, tidak hanya budaya

mayoritas. Keefektifan organisasi bergantung

pada tingkatan yang memberikan manajemen

kekuasaan resmi (legitimate power) oleh

organisasi.

Idealnya suatu organisasi adalah memiliki

hubungan yang baik antar sesama anggota.

Terciptanya hubungan yang baik antar sesama

anggota adalah hasil dari proses komunikasi

berjalan lancar. Hubungan yang baik meliputi

saling menghargai, saling memberikan

kesempatan dan saling percaya. Baiknya

komunikasi dalam organisasi tidaklah bisa

hanya dilakukan oleh seorang ketua saja,

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 72

melainkan seluruh elemen yang ada di dalam

kelompok tersebut. Oleh karena itu seluruh

anggota di tuntut agar dapat menjaga

komunikasi kelompok dengan baik, mulai dari

komunikasi antara ketua pada anggota,

anggota pada ketua, sampai komunikasi

sesama anggota. Menurut Karl Weick dalam

Littlejohn and Foss (2008:365) bahwa Kegiatan

berorganisasi berfungsi untuk mengurangi

ketidakpastian informasi.

Kelompok memiliki banyak bidang

didalamnya, semuanya sudah menempati

posisi dan dengan tugasnya masing-

masing.Hal ini merupakan struktur yang

kompleks, maka untuk mengatur dan

mempersatukannya diperlukan komunikasi

dan ditunjang oleh iklim komunikasi yang

baik.Jika komunikasi berjalan dengan baik

maka iklim komunikasi dalam suatu

kelompok pastilah berjalan dengan lancar. Hal

tersebut akan membuat tujuan suatu

kelompok bisa tercapai dengan dukungan

komunikasi dan iklim komunikasi yang baik.

Menurut Bales dalam Littlejohn and Foss

(2008:327) bahwa posisi individu dalam

sebuah kelompok adalah sebuah fungsi dari

tiga dimensi: (1) dominan lawan pasif; (2)

ramah lawan tidak ramah; (3) aktif lawan

emosional. Dalam sebuah kelompok tertentu,

perilaku anggota dapat ditempatkan pada

ketiga dimensi ini. Posisi individu juga

bergantung bagaimana sifat dan perilakunya

ketika beraktivitas dalam kelompok.

Iklim komunikasi sering dikaitkan dengan

konteks kelompok yang menggerakkan

banyak individu didalamnya.Tingkah laku

komunikasi para anggota mengarah pada

perkembangan iklim, diantaranya iklim

kelompok. Iklim komunikasi dipengaruhi oleh

banyak faktor, salah satunya adalah tingkah

laku anggota dalam kelompok dan bagaimana

mereka berkomunikasi serta keinginan dan

kesempatan bagi perkembangan kelompok

tersebut.Iklim bukanlah sifat yang individual,

tetapi sifat yang dibentuk, dimiliki bersama

dan dipelihara oleh semua anggota

kelompok.Berbicara masalah iklim

komunikasi, tentu saja melibatkan kepuasan

dalam berkelompok. Kepuasan berkelompok

dalam hal ini adalah terpenuhinya kebutuhan

anggota, seperti informasi mengenai apa-apa

saja yang akan dilakukan, berita terbaru

tentang kelompok, terutama informasi yang

berkaitan dengan tugas mereka. Dengan

tersebarnya arus informasi yang mengalir

secara merata, maka seluruh anggota

kelompok dapat mengetahui perkembangan

yang ada.

Iklim komunikasi dibentuk melalui

interaksi antaranggota kelompok. Pandangan

seseorang yang subjektif menyatakan bahwa

interaksi-interaksi dan proses-proses yang

menciptakan kembali, mengubah, dan

memelihara iklim adalah hal-hal yang

seharusnya menjadi pusat perhatian bukannya

respon setiap individu atau respon total di

dalam suatu kelompok. Contohnya menjaga

proses komunikasi antar anggota berjalan

dengan lancar. Menurut perspektif subjektif,

interaksi adalah hal yang paling penting

untuk perkembangan iklim.

Iklim komunikasi merupakan gabungan

dari persepsi-persepsi, suatu evaluasi, dan

mengenai peristiwa komunikasi, perilaku dan

respon, harapan-harapan, konflik-konflik

antarpersonal, dan kesempatan bagi

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 73

pertumbuhan dalam kelompok tersebut.Iklim

komunikasi kelompok terdiri dari persepsi-

persepsi atas unsure-unsur organisasi dan

pengaruh unsur-unsur terhadap

komunikasi.Pengaruh ini didefinisikan,

disepakati, dikembangkan, dan dikokohkan

secara berlanjut, melalui interaksi dengan

anggota kelompok.Pengaruh ini menghasilkan

pedoman bagi keputusan-keputusan dan

tindakan-tindakan individu, dan

mempengaruhi pesan-pesan mengenai

kelompok.

Selain itu, ikim komunikasi juga berfungsi

untuk menunjukkan kepada anggota

kelompok bahwa kelompok tersebut

mempercayai mereka dan memberi kebebasan

dalam mengambil resiko (keputusan),

mendorong anggota kelompok dan memberi

mereka tanggung jawab dalam mengerjakan

tugas-tugas mereka; menyediakan informasi

yang terbuka dan cukup tentang kelompok;

mendengarkan dengan penuh perhatian serta

memperoleh informasi yang dapat dipercayai

dan terus terang dari anggota kelompok;

secara aktif memberi penyuluhan kepada para

anggota kelompok; sehingga mereka dapat

melihat bahwa keterlibatan mereka penting

bagi keputusan-keputusan dalam kelompok;

dan menaruh perhatian pada pekerjaan yang

bermutu tinggi dan memberi tantangan.

Komunikasi akan dapat dilaksanakan

dengan lebih baik, apabila seluruh anggota

kelompok dan ketua, dapat melaksanakan

komunikasi dengan efektif, maka banyak

manfaat yang dapat diambil, misalnya

kelancaran tugas dapat lebih terjamin. Salah

satu upaya untuk mengatasi hambatan-

hambatan komunikasi kelompok, selain

menjalankan komunikasi formal yang

dijalankan oleh seorang anggota kelompok,

komunikasi informalpun wajib dilakukan

untuk mendapat umpan balik dari para

anggota.Agar komunikasi dalam kelompok

berfungsi dengan baik, maka penyampaian

pesan itu harus sebagaimana mestinya dan

tidak direkayasa. Apabila isi pesan tersebut,

disampaikan tidak sebagaimana mestinya dan

ternyata terdapat kekeliruan atau kesalahan,

maka harus segera diketahui, dan selanjutnya

diperbaiki bersama untuk kemajuan

kelompok. Sebaliknya, apabila suatu pesan

disampaikan tidak sebagaimana mestinya,

maka akan menimbulkan hambatan

komunikasi dalam kelompok, dan hal ini tentu

saja akan mempengaruhi iklim komunikasi.

Iklim komunikasi yang terjadi pada

komunitas Trashbag Palu merupakan sebuah

proses komunikasi yang terjadi antara ketua

Trashbag Palu dengan sukarelawannya,

sesama anggota Trashbag Palu, ketua panitia

Sapu Jagad dengan susunan

kepanitiaannya,dan panitia dengan anggota

Trashbag Palu. Pola komunikasi yang ada

pada Trashbag Palu berupa penyampaian ide,

gagasan, informasi, opini, serta hal-hal yang

muncul dari anggota Trashbag Palu.

Selanjutnya anggota Trashbag Palu dan

panitia Sapu Jagad akan mendapatkan respon

atau tanggapan dari para ketua untuk

dijadikan bahan pertimbangan dan masukan

bagi kelompok dan panitia. Respon yang

diberikan merupakan tanggapan yang positif

dari ketua Trashbag Palu dan ketua Panitia

Sapu Jagad, dan juga adanya keterbukaan

untuk mau menerima masukan dan kritikan

dari setiap anggotanya merupakan faktor

yang terpenting dalam membangun sebuah

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 74

komunikasi. Di dalam kelompok terdapat lima

dimensi yang dapat mengukur bagaimana

perkembangan iklim komunikasi kelompok

tersebut, yaitu :

Dengan berdasarkan hasil penelitian

tersebut, peneliti melihat iklim komunikasi di

komunitas Trashbag Palu. Bahwa dari semua

lima dimensi yang dipakai untuk melihat

bagaimana pola komunikasi yang terbangun

didalam komunitas, peneliti menemunkan

bahwa disetiap kegiatan Trashbag mulai

sekedar kumpul, rapat formal, rapat informal,

sosialisasi, dan sampai aksi bahwa iklim

komunikasi di Trashbag Palu dapat dilihat

dengan 4 jenis komunikasi organisasi menurut

Pace and Fules: (1) komunikasi atasan ke

bawahan (downward communication); (2)

.komunikasi bawahan ke atasan (upward

communication); (3) komunikasi horizontal

(horizontal communication); dan (4)

komunikasi lintas saluran (interline

communication).

Selanjutnya peneliti akan membahas

bagaimana iklim komunikasi yang terjadi

pada Trashbag Palu.

(a) Supportiveness atau saling mendukung

Adalah proses komunikasi yang membuat

anggota kelompok merasa penting dan

mengapresiasi dalam bentuk apapun. Dalam

komunikasi horisontal yang terjalin di

Trashbag terdapat dimensi supportiveness,

menurut data yang di temukan oleh peneliti

adalah dengan datang mengikuti rapat adalah

bentuk saling mendukung terhadap sesama

anggota, saling mengingatkan untuk datang

rapat, ketika pada saat rapat menghormati

orang yang sedang berbicara mengatakan ide,

saran dan kritik.

Berdasarkan observasi partisipan yang

peneliti lakukan pada saat rapat pertama yang

membahas tentang perkenalan sesama

anggota, dalam rapat itu beberapa anggota

sudah mulai mengeluarkan

pendapatnya.Seperti pada saat Sham selaku

ketua panitia Sapu Jagad 2017 memberikan

kesempatan pada peneliti untuk

memperkenalkan diri kepada anggota-

anggota lainnya dan mereka merespon

dengan baik. Setelah melakukan perkenalan,

kemudian Sham menyusun nama-nama

anggota dan membagi tugas sesuai

kemampuan dan pengalaman masing-masing.

Ketika pembagian tugas, pada setiap bidang

Sham bertanya kesiapan para anggota dalam

menjalankan tugas. Sham juga memberikan

dukungan dan motivasi terkait aksi yang akan

dilakukan pada bulan Agustus. Sham juga

memberikan penguatan bahwa aksi yang akan

dilakukan murni sukarela. Jadi, yang ingin

terlibat harus memiliki loyalitas yang tinggi.

Rasa saling mendukung kemudian muncul

dari para anggota yang sudah terlebih dahulu

memiliki pengalaman di bidang peduli

lingkungan. Mereka memberikan motivasi

bahwa jika tidak peduli sekarang lalu kapan ?

Berdasarkan hal itulah peneliti menilai bahwa

di Trashbag para anggotanya saling memberi

dukungan agar para anggota tidak ragu untuk

melakukan aksi.

Proses komunikasi terjadi dalam berbagai

cara dan berbagai fungsi, sebelum melakukan

komunikasi orang-orang biasanya

memikirkan untuk apa dia berkomunikasi. Di

dalam organisasi hal-hal yang

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 75

dikomunikasikan biasanya berupa ide atau

gagagasan, masukan dan kritikan, ungkapan

perasaan, atau sekedar basa-basi. Didalam

organisasi saling mendukung adalah hal yang

penting, karena setiap anggota organisasiakan

merasa dihargai ketika keputusan yang dia

ambil didukung sepenuhnya oleh anggota

kelompok lainnya. Bentuk dukungan juga

bermacam-macam, mulai dari dukungan

mental sampai dukungan materi. Dukungan

mental biasanya dilakukan pada saat

pengambilan keputusan sedangkan dukungan

materi dilakukan ketika keputusan sudah

dibuat dan akan merealisasikan keputusan

tersebut.

Dalam berorganisasi rasa saling

mendukung dibutuhkan semua anggota,

khususnya pada ketua terhadap anggotanya.

Karena jika seluruh anggota mendapat

dukungan penuh dari ketua maka ketika

mereka bertindak atau melakukan aktivitas

organisasi mereka akan merasa bahwa mereka

juga mendapat perhatian dari ketua, dan itu

sudah seharusnya terjadi. Apabila anggota

kelompok tidak mendapat dukungan dari

ketua atau dari anggota lainnya mereka akan

merasa bahwa yang mereka lakukan sia-sia

dan tidak berguna. Mengingat status

keanggotaan Trashbag Palu yang banyak

mengandalkan bantuan sukarelawan maka

peran ketua dalam hal mengkoordinir dan

bagaimana ketua mampu meyakinkan pada

seluruh anggota termasuk sukarelawan untuk

tetap perduli terhadap lingkungan. Rasa

saling mendukung juga harus

dikomunikasikan dengan cara yang baik,

karena dengan cara berkomunikasi yang baik

dapat membantu anggota organisasi untuk

mencapai tujuan organisasi tersebut.

Dalam konteks mengenai terpenuhinya

rasa saling mendukung pada Trashbag Palu

tergantung bagaimana cara penyampaian

yang dilakukan oleh sesama anggota. Dalam

dunia pekerjaan, kita mengenal komunikasi

vertikal dan komunikasi horizontal.

Komunikasi vertikal yang terjadi pada atasan

ke bawahan, komunikasi yang berlangsung

dapat berbentuk penyampaian informasi,

pesan ataupun instruksi kerja yang diberikan.

Sedangkan komunikasi horizontal yang terjadi

pada bawahan ke atasan, komunikasi yang

berlangsung dapat berbentuk tanggapan, ide,

saran ataupun kritik. Secara otomatis, jika 2

jenis komunikasi tersebut berjalan dengan

lancar maka hubungan antara atasan-bawahan

dan bawahan-atasan dapat berlangsung

dengan baik. Jika komunikasi sudah berjalan

dengan baik, maka akan terbentuk kedekatan

secara emosional yang menciptakan rasa

saling mendukung untuk melakukan aktivitas

komunitas.

Melihat perilaku para anggota Trashbag

yang memilki rasa saling mendukung yang

cukup tinggi, bisa dikatakan dimensi

supportiveness di Trashbag dapat dikatakan

sangat baik.

(b) Partisipasi

Adalah tindakan anggota kelompok untuk

ikut serta dalam aktifitas kelompok tersebut.

Menurut data yang peneliti dapatkan, dimensi

partisipasi pada iklim komunikasi yang terjadi

di Trashbag Palu berupa tindakan pengurus

dan sukarelawan yang mau datang untuk

rapat, mulai dari rapat persiapan ke-1 sampai

dengan rapat final check bersama Balai Besar

Taman Nasional Lore Lindu selaku pihak

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 76

yang bekerja sama untuk melaksanakan

kegiatan Sapu Jagad. Selain datang pada saat

rapat, bentuk partisipasi yang dilakukan oleh

pengurus inti dan sukarelawan juga di

tunjukkan berupa, datang pada saat sosialisasi

dan Kopi Darat di Café Om Dokter Talise

pada tanggal 22 Juni 2017. Jumlah orang yang

datang pada kegiatan tersebut adalah 18

orang.

Tingkat partisipasi anggota pada kegiatan

Sapu Jagad bisa di bilang cukup tinggi karena

setiap di adakan rapat anggota banyak yang

hadir seperti pada tabel 4.1. tingkat partisipasi

anggota semakin lama semakin bertambah

seiring dengan semakin dekatnya hari

kegiatan Sapu Jagad 2017.Mereka juga

menunjukkan partisipasi mereka bukan hanya

sekedar hadir pada saat rapat saja, tetapi

mereka menjalankan tugas-tugas mereka

dengan sungguh-sungguh agar kegiatan yang

persiapakan berjalan dengan lancar.Dalam

berorganisasi setiap individu dapat

berinteraksi dengan semua struktur yang

terkait baik itu secara langsung maupun

secara tidak langsung kepada organisasi yang

mereka pilih. Agar dapat berinteraksi secara

efektif setiap individu bisa berpartisipasi pada

organisasi yang bersangkutan. Dengan

berpartisipasi setiap individu dapat lebih

mengetahui hal-hal apa saja yang harus

dilakukan.

Pada dasarnya partisipasi didefinisikan

sebagai keterlibatan mental atau pikiran dan

emosi atau perasaan seseorang di dalam

situasi kelompok yang mendorongnya untuk

memberikan sumbangan kepada kelompok

dalam usaha mencapai tujuan.Keterlibatan

aktif dalam berpartisipasi, bukan hanya

berarti keterlibatan jasmaniah semata.

Partisipasi dapat diartikan sebagai

keterlibatan mental, pikiran, dan emosi atau

perasaan seseorang dalam situasi kelompok

yang mendorongnya untuk memberikan

sumbangan kepada kelompok dalam usaha

mencapai tujuan serta turut bertanggung

jawab terhadap usaha yang bersangkutan.

Menuruth Keith Davis ada tiga unsur

penting partisipasi : (1) Unsur pertama, bahwa

partisipasi atau keikutsertaan sesungguhnya

merupakan suatu keterlibatan mental dan

perasaan, lebih daripada semata-mata atau

hanya keterlibatan secara jasmaniah. Hal ini

berarti keterlibatan di dalam sebuah

organisasi bukan sekedar bantuan tenaga,

tetapi keterlibatan dalam hal mental dan

perasaan. Ketika ada seorang anggota

mendapat masalah anggota lainnya turut

membantu untuk menyelesaikannya. (2)

Unsur kedua adalah kesediaan memberi

sesuatu sumbangan kepada usaha mencapai

tujuan kelompok. Ini berarti, bahwa terdapat

rasa senang, kesukarelaan untuk membantu

kelompok. (3) Unsur ketiga adalah unsur

tanggung jawab. Unsur tersebut merupakan

segi yang menonjol dari rasa menjadi anggota.

Hal ini diakui sebagai anggota artinya ada

rasa “sense of belongingness”.

(c) Kepercayaan

Adalah para anggota harus menjaga

semua hal yang ada didalam komunitas, baik

hal buruk maupun hal baik.Kepercayaan

disini maksudnya, semua anggota harus

percaya pada diri masing-masing dan pada

anggota lainnya bahwa mereka mampu

melaksanakan tugas yang sudah diberikan.

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 77

Robert Galford dan Anna Seibold dalam

bukunya The Trusted Leader(2011),

mengatakan terdapat beberapa kategori trust

dalam organisasi: (1) Strategic trust.

Merupakan kepercayaan yang harus dibangun

dan dimiliki organisasi terhadap misi, strategi

dan kemampuan sukses organisasinya.

Ketidakjelasan terhadap hal tersebut akan

memunculkan ketidakjelasan langkah strategis

yang dilakukan organisasi. (2) Organizational

trust. Yakni kepercayaan bahwa kebijakan

organisasi dijalankan dengan adil.

Memberikan ruang bagi person di dalamnya

untuk berkembang secara optimal dan

sistemis. (3) Personal Trust. Yakni

kepercayaan bahwa semua person yang ada

dalam organisasi di drive oleh pemimpin yang

berlaku adil dan peduli terhadap kepentingan

mereka. Para pemimpin harus memiliki

kredibilitas (Credibility) dan pengetahuan

tentang apa yang menjadi tugas

kepemimpinannya. Bisa diandalkan

(Reliability)dan memiliki kedekatan bersama

(Intimacy).

Peneliti melihat bahwa di Trashbag rasa

saling percaya yang terbangun di dalamnya

sudah cukup baik. Karena selama penelitian

berlangsung peneliti melihat semua anggota

Trashbag mendapatkan tugas masing-masing

dan menyelesaikan tugas tersebut mulai dari

rapat pertama sampai dengan penyusunan

laporan setelah kegiatan berakhir.

(d) Keterbukaan

Adalah sifat terbuka yang dimiliki oleh

para anggota yang berguna untuk tetap

konsisten dalam menjalani komitmen yang

disepakati dari awal ketika akan bergabung

didalam kelompok.Keterbukaan juga berarti

bagaimana seseorang menunjukkan kualitas

pribadinya kepada orang lain. Keterbukaan

juga bermakna lebih dari pada sekedar

kualitas pribadi (personal quality), tetapi

merupakan dimensi dari interaksi sosial,

hubungan antar individu dalam kelompok

atau organisasi. Karenanya, keterbukaan

(openness) merupakan kualitas hubungan

antar individu (a character of relationships).

Keterbukaan juga dapat terus

dikembangkan melalui diskusi aktif yang

efektif sehingga dapat terjadi pertukaran

pendapat dan bisa saling mendengar,

memahami dan menerima pemikiran orang

lain dalam kelompok. Bila seseorang dapat

terbuka dalam sebuah kelompok kecil seperti

keluarga, maka pengalaman tersebut bisa

dijadikan sebagai landasan terbangunnya

keterbukaan dalam berorganisasi. Tentunya

bukan hanya satu orang saja yang harus

terbuka ketika berorganisasi, seluruh anggota

juga harus melakukan hal yang sama agar

orang-orang yang ada di dalam organisasi dan

memiliki visi dan misi bersama dapat

mencapai tujuan organisasi tersebut.

Menurut hasil penelitian, keterbukaan

dapat dilihat ketika para anggota mampu

mengeluarkan pendapatnya pada saat rapat

persiapan kegiatan Sapu Jagad 2017. Tetapi

karena di dalam Trashbag beranggotakan

orang-orang dari latar belakang yang berbeda

pula, peneliti melihat beberapa anggota hanya

akan terbuka ketika mereka berbicara dengan

anggota yang latar belakangnya sama. Seperti

mereka yang sama-sama tergabung dalam

sebuah kelompok pencinta alam, cara mereka

berkomunikasi terlihat berbeda. Terlihat

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 78

ketika mereka sedang berbicara mereka

terkadang memakai bahasa yang sedikit kaku

dan tidak sedang dalam keadaan bercanda.

Jadi, peneliti merasa bahwa tingkat

keterbukaan di Trashbag cukup rendah.

(e) Tujuan Kinerja yang Tinggi

Adalah hal yang menggerakkan para

anggota untuk mewujudkannya.Yaitu berupa

visi dan misi yang telah disepakati dan semua

anggota harus berusaha agar tujuan organisasi

tersebut dapat terwujud. Agar tujuan

organisasi dapat terwujud diperlukan kinerja

yang sungguh-sungguh, mulai dari ikut

terlibat di setiap kegiatan organisasi, saling

mendukung satu sama lain, jika sudah saling

mendukung maka akan timbul rasa saling

percaya dan pada akhirnya para anggota

organisasi tersebut bisa mencapai tujuan yang

sudah disepakati Bersama. Hal inilah yang

menjaga konsistensi para anggota untuk terus

melakukan apa yang menjadi tujuan di

bentuknya komunitas Trashbag. Seperti yang

peneliti lihat antusias para anggota begitu

besar mulai dari rapat persiapan, hari

kegiatan, sampai dengan penyusunan laporan

pertanggungjawaban setelah kegiatan

berakhir. Mereka menunjukkan kinerjanya

berupa selalu aktif dan bertanya apakah ada

kekurangan untuk mempersiapkan kegiatan,

mereka juga saling mengingatkan kepada

anggota yang lain ketika ada rapat,

melaksanakan tugas masing-masing dengan

bertanggung jawab, dan ketika ada masalah

yang dihadapi mereka berdiskusi dan mencari

jalan keluarnya.

Pengertian Kinerja menurut beberapa ahli

adalah sebagai berikut: (Veithzal Rivai dan

Ahmad Fawzi, 2005) : (1) Kinerja merupakan

seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk

pada tindakan pencapaian serta pelaksanaan

sesuatu pekerjaan yang diminta (Stolovitch

and Keeps, 1992). (2) Kinerja merupakan salah

satu kumpulan total dari kerja yang ada pada

diri pekerja (Griffin, 1987), (3) Kinerja

merupakan suatu fungsi dari motivasi dan

kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau

pekerjaan seseorang harus memiliki derajat

kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu.

Kesediaan dan ketrampilan seseorang tidaklah

cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu

tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang

akan dikerjakan dan bagaimana

mengerjakannya (Hersey and Blanchard,

1993), (4) Kinerja merujuk kepada tingkat

keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta

kemampuan untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan

sukses jika tujuan yang diinginkan dapat

tercapai dengan baik (Donelly, Gibson and

Ivancevich, 1994), (5) Kinerja sebagai kualitas

dan kuantitas pencapaian tugas-tugas, baik

yang dilakukan oleh individu, kelompok

maupun perusahaan (Schermerhorn, Hunt

and Osborn, 1991), (5) Kinerja sebagai fungsi

interaksi antara kemampuan(Ability =A),

motivasi (motivation=M) dan kesempatan

(opportunity=O) atau Kinerja = ƒ(A x M x O);

artinya: kinerja merupakan fungsi dari

kemampuan, motivasi dan kesempatan

(Robbins,1996).

E. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian iklim

komunikasi yang terjadi pada Trashbag Palu,

maka dapat di tarik beberapa kesimpulan

sebagai berikut. Berdasarkan pada poin

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 79

supportiveness, dapat disimpulkan bahwa

Pater dan Sham selaku ketua Trashbag dan

Ketua Panitia selalu memberi dukungan

dalam hal pengambilan keputusan dan ketika

anggota akan melakukan tugasnya masing-

masing. Berdasarkan pada poin partisipasi,

dapat disimpulkan bahwa semua anggota

Trashbag Palu dan panitia Sapu Jagad

berpartisipasi secara sukarela meskipun motif

mereka untuk bergabung berbeda-beda.

Berdasarkan poin kepercayaan, dapat

disimpulkan bahwa anggota/sukarelawan

Trashbag menaruh rasa percaya berdasarkan

kenyamanan masing-masing. Kenyamanan

yang dimaksud adalah karena bermacam

alasan, salah satunya nyaman karena berada

di lingkungan studi yang sama sehingga

menimbulkan rasa percaya karena sering

bertemu. Berdasarkan poin keterbukaan,

dapat disimpulkan bahwa keterbukaan akan

sangat membantu untuk memenuhi

kebutuhan yang di perlukan oleh anggota

komunitas. Berdasarkan poin tujuan kinerja

yang tinggi, dapat di simpulkan bahwa

Trashbag adalah komunitas yang

memberlakukan sistem fleksibel tidak

mengikat sehingga membuat para anggota

bisa lebih terbuka. Ketika semua anggota

merasa terbuka satu sama lain untuk

mencapai visi dan misi komunitas menurut

peneliti bisa lebih maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Anwar. 1984. Strategi Komunikasi

Sebuah Pengantar Ringkas. Bandung :

ARMICO

Bungin, Burhan. 2011. Penelitian Kualitatif.

Jakarta : Kencana Predana Media Group

Cangara, Hafied. 2011. Pengantar Ilmu

Komunikasi. Jakarta : PT Raja Grafindo

Persada

Chatia Hastasari. 2007. Menggagas Pencitraan

Berbasis Kearifan Lokal

Curtis, Dan B., Floyd, James J., Winsor, Jerry

L., 2005. Komunikasi Bisnis dan

Profesional. Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya

Effendi, Onong Uchjana. 2013. Ilmu

Komunikasi Teori dan Praktek.

Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Emzir. 2010. Metodologi Penelitian

Pendidikan : Kuantitatif dan Kualitatif.

Jakarta : Rajawali Pers

Jalaludin, Rakhmat. 1994. Psikologi

Komunikasi. Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya

Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis

Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana

Littlejohn, Stephen W & Karen A. Foss, 2009.

Teori Komunikasi, edisi 9. Jakarta :

Salemba Humanika

Mardalis. 2010. Metode Penelitian (suatu

pendekatan proposal). Jakarta : Bumi

Aksara

Miftah, Thoha, 2010. Kepemimpinan dan

Manajemen. Devisi Buku Perguruan

Tinggi. Jakarta : PT. Raja Grafindo

Persada

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 80

Moleong, J, Lexy. Metodologi Penelitian

Kualitatif. Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya

Muhammad, Arni, 1995, Komunikasi

Organisasi, Jakarta : Bumi Aksara

Muhammad, Arni. 2003. Ilmu, Teori dan

Filsafat Komunikasi. Bandung : Citra

Aditya Bakti

Muhammad, Arni. 2004. Komunikasi

Organisasi. Jakarta : Bumi Aksara

Pace, R. Wayne dan Faules, Don F. 2000.

Komunikasi Organisasi Strategi

Meningkatkan Kinerja Perusahaan.

Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Ruslan, Rosady. 2008. Manajemen Public

Relations & Media Komunikasi. Jakarta

: PT. Rajagrafindo Persada

Suryabrata, Sumadi. 2011. Metodologi

Penelitian. Jakarta : PT. Raja Grafindo

Persada

Wiryanto, 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi.

Jakarta : PT. Grasindo

Wursanto. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Organisasi.

Yogyakarta : Andi

www.menlhk.go.id di akses tanggal 20 April

2017 Pukul 19:35

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 81

THERAPEUTIC COMMUNICATION OF DOCTORS AND PATIENTS IN THE DISEASE IN ANUTAPURA HOSPITAL

KOMUNIKASI TERAPEUTIK DOKTER DAN PASIEN PADA BAGIAN PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA PALU

RENALDO MARTIN KRISTANTO TORILE 1

1Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tadulako, Sulawesi Tengah E-mail:

Naskah diterima : 9 April 2018 Naskah diterbitkan: 29 Juni 2018

ABSTRACT

This study was conducted aimed at finding out the therapeutic communication (interpersonal) of doctors in

approaching patients on examination activities. The research method used is qualitative research with

descriptive methods. Location is located at Anutapura Palu General Hospital Jl. Kangkung No. 1. The number

of informants in this study were 6 (six) people with accidental sampling withdrawal techniques by

determining the criteria determined by the researcher. Data collection techniques are carried out by

observation and interviews. The data analysis technique uses qualitative data analysis. The results showed that

the doctor's therapeutic communication and internal medicine patients can be seen based on direct

interpersonal communication, namely the first reaction, lack of reaction indicated by the doctor at the

introductory stage or the beginning of the examination. good by giving the right advice for healing patients.

Both relationships, doctors build good relationships by approaching patients and providing fair services to

patients they handle. The third message flow, communication is established where the doctor as the leader and

director in communication so that the patient gets a medical consultation and good understanding.

Keywords : communication, interpersonal, terapeuthic

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui komunikasi terapeutik (interpersonal) dokter dalam

melakukan pendekatan kepada pasien pada kegiatan pemeriksaan. Metode penelitian yang digunakan adalah

penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Lokasi bertempat di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu Jl.

Kangkung No. 1. Jumlah informan dalam penelitian ini adalah 6 (enam) orang dengan teknik penarikan

accidental sampling dengan menentukan kriteria-kriteria yang telah ditentukan peneliti. Teknik pengumpulan

data dilakukan dengan observasi dan wawancara. Teknik analisis data menggunakan analisis data kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi terapeutik dokter dan pasien penyakit dalam dapat dilihat

berdasarkan komunikasi interpersonal secara langsung yaitu yang pertama reaksi, kurangnya reaksi yang

ditunjukkan dokter pada tahap perkenalan atau awal pemeriksaan, proses pemeriksaan menunjukan reaksi

yang positif ketika pemeriksaan tengah berlangsung dimana dokter mampu membangun komunikasi yang

baik dengan pemberian saran yang tepat untuk kesembuhan pasien. Kedua hubungan, dokter membina

hubungan yang baik dengan dengan melakukan pendekatan kepada pasien dan memberikan pelayanan yang

adil kepada pasien-pasien yang ditanganinya. Ketiga arus pesan, komunikasi terjalin dimana dokter sebagai

pemimpin dan pengarah dalam komunikasi sehingga pasien mendapat konsultasi pengobatan dan

pemahaman yang baik.

Kata Kunci : komunikasi, interpersonal, terapeutik

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 82

A. PENDAHULUAN

Komunikasi pada dasarnya sangat

diperlukan oleh makhluk hidup. Berhasilnya

segala kegiatan yang dilakukan baik secara

langsung maupun tidak langsung sangat

bergantung pada lancarnya komunikasi yang

dilakukan oleh individu masing-masing.

Tanpa komunikasi segala kegiatan ataupun

pekerjaan tidak akan pernah terlaksana

dengan baik, oleh karena itu baik secara

langsung maupun tidak komunikasi sangat

diperlukan, terutama di zaman sekarang yang

semakin hari semakin maju.

Kegiatan komunikasi yang paling sering

dilakukan adalah komunikasi interpersonal.

Komunikasi interpersonal merupakan

komunikasi yang dilakukan oleh orang-orang

secara tatap muka, dan saling memberi respon

atau umpan balik terhadap apa yang

disampaikan. Dapat dikatakan komunikasi

interpersonal apabila komunikasi terjadi

antara satu orang pembawa pesan kepada

penerima pesan, bisa satu orang ataupun satu

kelompok kecil dan penerima pesan bisa

menangkap pesan yang diberikan dan segera

memberikan umpan balik atas apa yang

disampaikan oleh pembawa pesan.

Kegiatan komunikasi berperan sangat

penting dalam kehidupan sehari-hari, oleh

karena itu komunikasi bisa juga dijadikan alat

terapi atau suatu metode pada profesi-profesi

tertentu, yang dalam menjalankan tugasnya

sangat sering berhubungan dengan orang lain.

Kegiatan tersebut biasanya berhubungan

dengan profesi psikologi, konseling kesehatan

medis atau kedokteran, dan klinik alternatif,

sehingga komunikasi dapat berfungsi sebagai

alat terapi. Komunkasi dalam bidang

kesehatan sangatlah penting sebab tanpa

komunikasi pelayanan kesehatan sulit

diaplikasikan. Pada pelayanan kesehatan,

komunikasi ditujukan untuk mengubah

perilaku klien guna mencapai tingkat

kesehatan yang optimal. komunikasi dalam

bidang kesehatan disebut komunikasi

terapeutik.

Proses penyembuhan yang dialami pasien

tidak lepas dari peran dokter yang menangani

permasalahan pasien. Metode pengobatan

serta pendekatan komunikasi terapeutik yang

dilakukan oleh dokter sangat menentukan

bagaimana tingkat kesembuhan pasien.

Apabila komunikasi yang dilakukan baik

maka dokter akan lebih mudah mendapatkan

solusi atas apa yang menjadi permasalahan

pasien karena dokter dapat menggali

permasalahan pasien melalui komunikasi dan

dokter dapat mengambil keputusan yang

tepat dalam memberikan solusi untuk

kesembuhan pasien, baik dalam segi

pemberian obat-obatan dan juga saran untuk

membantu penyembuhan. Jika komunikasi

yang dilakukan dokter mengalami hambatan,

dokter sendiri akan mengalami masalah

dalam pengambilan keputusan nantinya.

Rumah Sakit Umum Anutapura Palu,

salah satu rumah sakit yang terletak di pusat

kota dan yang telah lama berdiri di kota Palu

sehingga memiliki pasien yang cukup banyak

setiap harinya, termasuk pasien untuk

penyakit dalam. Berdasarkan data dari rekam

medis RSU Anutapura Palu dalam tiga tahun

terakhir, pada tahun 2015 kunjungan pasien

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 83

untuk penyakit dalam berjumlah 15.749,

kemudian pada tahun 2016 kunjungan pasien

untuk penyakit dalam berjumlah 11.469. Pada

tahun 2017 kunjungan pasien untuk penyakit

dalam sampai pada bulan September sudah

sebanyak 6.676 pasien, sedangkan di tahun

2015 kunjungan pasien sampai bulan

September sebanyak 12.490 pasien, dan di

tahun 2016 kunjungan pasien sampai bulan

September sebanyak 8.615 pasien.

Berdasarkan data diatas, terjadi penurunan

terhadap jumlah kunjungan pasien pada

bagian penyakit dalam.

Pada observasi awal, peneliti mendapati

pasien dari penyakit dalam di RSU Anutapura

yang menyatakan ketidakpuasan mengenai

pemeriksaannya karena kurang diberikan

informasi tentang penyakit yang diderita oleh

pasien. Pasien ingin diberikan informasi

secara terperinci baik hal-hal apa saja yang

menjadi pantangan untuk dilakukan atau hal-

hal yang tidak boleh dikonsumsi oleh pasien

agar membantu proses penyembuhannya.

Peneliti juga melakukan pengamatan pada

lokasi spesialis penyakit dalam dimana tempat

antrian pasien cukup padat dan bersebelahan

dengan ruangan spesialis penyakit-penyakit

lainnya, dan didalam ruangan proses

komunikasi hanya terjadi ketika pemeriksaan

antara dokter dan pasiennya.

Kunjungan pasien penyakit dalam

terhitung banyak, oleh karena itu sangat

penting bagi tenaga medis di rumah sakit

dalam melakukan penanganan terhadap

pasiennya, terutama dalam menangani pasien

yang banyak, sehingga keterampilan dokter

baik dalam segi teknik dan pelaksanaan

komunikasi sangat dibutuhkan. Terutama

dalam menangani pasien yang memiliki

penyakit parah seperti penyakit dalam,

komunikasi dokter kepada pasien yang

bersangkutan harus lebih hati-hati agar

membuat pasien tidak trauma, serta pasien

dapat memperoleh pengetahuan dalam

mengatasi segala permasalahan mengenai

kesehatan bagi dirinya sendiri.

Peneliti menentukan judul berdasarkan

latar belakang diatas, karena ingin mengetahui

bagaimana komunikasi interpersonal yang

dilakukan dokter sebagai salah satu metode

terapi guna membantu kesembuhan pasien,

secara khusus pasien penyakit dalam.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti mengangkat

judul penelitian tentang Komunikasi

Terapeutik Dokter dan Pasien Pada Bagian

Penyakit Dalam Di Rumah Sakit Umum

Anutapura Palu.

B. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi dalam psikologi mempunyai

makna yang luas, meliputi segala

penyampaian energi, gelombang suara, tanda

diantara tempat, sistem atau organisme. Kata

komunikasi sendiri dipergunakan sebagai

proses, sebagai pesan, sebagai pengaruh, atau

secara khusus sebagai pesan pasien dala

psikoterapi. Psikologi menyebut komunikasi

pada penyampaian energi dari alat-alat indera

ke otak, pada peristiwa penerimaan dan

pengolahan informasi, pada proses saling

pengaruh diantara berbagai sistem dalam diri

organisme dan diantara organisme.

Psikologi juga tertarik pada pada

komunikasi di antara individu (komunikasi

interpersonal) : bagaimana pesan dari seorang

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 84

individu menjadi stimulus yang menimbulkan

respon pada individu yang lain. Pada saat

pesan sampai kepada komunikator, psikologi

melihat ke dalam proses penerimaan pesan,

menganalisa faktor-faktor personal dan

situasional yang mempengaruhinya, dan

menjelaskan bebagai corak komunikan ketika

sendiri atau dalam kelompok (Rakhmat

2011:5).

Komunikasi interpersonal, disebut juga

komunikasi antarpribadi, inter artinya antara,

personal berarti pribadi. Komunikasi

interpersonal adalah komunikasi antar orang-

orang secara tatap muka, yang

memungkinkan setiap peserta menangkap

reaksi yang lain secara langsung, baik secara

verbal maupun nonverbal. Komunikasi yang

efektif ditandai dengan hubungan

interpersonal yang baik. Setiap kali kita

melakukan komunikasi, kita bukan hanya

sekedar menyampaikan isi pesan; kita jugan

menentukan kadar hubungan interpersonal,

bukan hanya menentukan "content" tetapi juga

"relationship" (Makarao 2010:66). Komunikasi

yang dilakukan secara verbal dilakukan secara

lisan maupun dengan cara tertulis, sedangkan

nonverbal dilakukan dengan menggunakan

gerakan atau bahasa isyarat.

DeVito (Suranto 2011:4), menjelaskan

bahwa komunikasi interpersonal adalah

penyampaian pesan oleh satu orang dan

penerimaan pesan oleh orang lain atau

sekelompok kecil orang, dengan berbagai

dampaknya dan dengan peluang untuk

memberikan umpan balik segera. Komunikasi

ini juga terjadi diantara kelompok kecil orang,

dibedakan dari publik atau komunikasi massa;

komunikasi sifat pribadi, dibedakan dari

komunikasi yang bersifat umum; komunikasi

diantara orang-orang terhubung atau mereka

yang terlibat dalam hubungan yang erat

(DeVito 2007:334).

John Stewart dan Gary D'Angelo (1980)

(Harapan dan Ahmad 2014:4) memandang

komunikasi berpusat pada kualitas

komunikasi yang terjalin masing-masing

pribadi. Partisipan berhubungan satu sama

lain sebagai seorang pribadi yang memiliki

keunikan, mampu memilih, berperasaan,

bermanfaat, dan merefleksikan dirinya sendiri

daripada sebagai objek atau benda. Dalam

berkomunikasi, seseorang dapat bertindak

atau memilih peran sebagai komunikator

maupun sebagai komunikan.

Gerald R. Miller (1976) (Rakhmat

2011:118), menulis kata pengantar untuk buku

Explorations in interpersonal Communication

menyatakan bahwa :

"Memahami proses komunikasi

interpersonal menuntut pemahaman

hubungan simbiotis antara

komunikasi dengan perkembangan

relasional: Komunikasi

mempengaruhi perkembangan

relasional, dan pada gilirannya (secara

serentak), perkembangan relasionall

mempengaruhi sifat komunikasi

antara pihak-pihak yang terlibat

dalam hubungan tersebut."

Bungin (2008:32) juga menjelaskan tentang

komunikasi interpersonal bahwa :

"Komunikasi interpersonal adalah

komunikasi antar-perorangan yang

bersifat pribadi baik yang terjadi

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 85

secara langsung maupun tidak

langsung. Contohnya kegiatan

percakapan tatap muka, percakapan

melalui telepon, surat menyurat

pribadi. Fokus pengamatannya adalah

bentuk-bentuk dan sifat hubungan

(relationship), percakapan (discourse),

interaksi dan karakteristik

komunikator".

Dengan demikian, komunikasi

interpersonal akan mencakup seperti

komunikasi antara anak dengan ayahnya,

majikan dengan karyawan, kakak beradik,

guru dengan murid, orang berpacaran, dua

teman dan sebagainya. Komunikasi

interpersonal merupakan komunikasi yang

frekuensi terjadinya cukup tinggi dalam

kehidupan sehari-hari.

DeVito (2011:285-291) menjelaskan bahwa

dalam pendekatan humanistis dalam

komunikasi interpersonal memiliki lima

efektivitas yang diperlukan, yaitu:

keterbukaan (openess), empati (empathy),

sikap mendukung (supportiveness), sikap

positif (positiveness), dan kesetaraan

(equality).

1. Keterbukaan (Openness)

Kualitas keterbukaan mengacu pada

sedikitnya tiga aspek dari komunikasi

interpersonal. Pertama, komunikator

interpersonal yang efektif harus

terbuka kepada orang yang diajaknya

berinteraksi. Aspek kedua mengacu

pada kesediaan komunikator untuk

bereaksi secara jujur terhadap

stimulus yang datang. Aspek ketiga

menyangkut "kepemilikan" perasaan

dan pikiran (Bochner dan kelly, 1974).

2. Empati (Empathy)

Berempati adalah merasakan sesuatu

seperti orang yang mengalaminya,

berada dikapal yang sama dan

merasakan perasaan yang sama

dengan cara yang sama. Orang yang

empati mampu memahami motivasi

dan pengalaman orang lain, perasaan

dan sikap mereka, serta harapan dan

keinginan mereka untuk masa

mendatang.

3. Sikap Mendukung (Suportiveness)

Hubungan antarpribadi yang efektif

adalah hubungan dimana terdapat

sikap mendukung. Komunikasi yang

terbuka dan empatik tidak dapat

berlangsung dalam suasana yang

tidak mendukung.

4. Sikap Positif (Positiveness)

Sikap positif mengacu pada sedikitnya

dua aspek dari komunikasi

antarpribadi. Pertama komunikasi

antarpribadi akan terbina jika orang

memiliki sikap positif terhadap diri

mereka sendiri. orang yang merasa

negatif terhadap diri sendiri selalu

mengkomunikasikan perasaan ini

kepada orang lain, yang selanjutnya

barangkali akan mengembangkan

perasaan negatif yang sama.

Sebaliknya, orang yang merasa positif

dengan diri sendiri mengisyaratkan

perasaan ini kepada orang lain, yang

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 86

selanjutnya juga akan merefleksikan

perasaan positif ini.

5. Kesetaraan (Equality)

Dalam suatu hubungan antarpribadi

yang ditandai oleh kesetaraan,

ketidaksependapatan dan konflik

lebih dilihat sebagai upaya untuk

memahami perbedaan yang pasti ada

daripada sebagai kesempatan untuk

menjatuhkan pihak lain.

Komunikasi interpersonal merupakan

jenis komunikasi yang paling efektif karena

melakukan adanya tatap muka sehingga

menyebabkan tingkat emosi dan keakraban

yang lebih baik dan nyata, dan hal ini yang

membedakan jenis komunikasi interpersonal

dengan jenis komunikasi massa melalui media

cetak atau elektronik. Komunikasi

interpersonal dapat terjadi secara langsung

(tatap muka) atau tidak secara langsung

melalui perantara media. Adanya perantara

ini yaitu memberikan pengaruh yang lebih

luas mengenai informasi yang diberikan,

dapat melalui media cetak, media elektronik

ataupun online.

C. Komunikasi Terapeutik

Komunikasi interpersonal yang terjadi

cenderung tertutup atau bersifat pribadi

karena komunikasi yang dilakukan hanya

antara pengirim dan penerima pesan, atau

orang-orang dalam kelompok kecil. Oleh

karena itu untuk melakukan pendekatan

kepada pasien dalam melakukan

penyembuhan, ahli-ahli kesehatan

menggunakan metode lain dari komunikasi

interpersonal, yaitu komunikasi terapeutik.

Komunikasi terapeutik merupakan metode

yang dipakai untuk membantu ahli-hli

kesehatan, dokter maupun perawat.

Komunikasi terapeutik tergolong komunikasi

interpersonal dengan titik landasan dasar

saling memberi pengertian antara tenaga

kesehatan dengan pasien/klien (Lalongkoe

dan Edison 2014:117).

D. Metodologi Penelitian

Penelitian yang digunakan adalah

penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif

berarti proses eksplorasi dan memahami

makna perilaku individu dan kelompok,

menggambarkan masalah sosial atau masalah

kemanusiaan. Hal ini bertujuan

menggambarkan realitas yang sedang terjadi

dengan membuat deskripsi secara sistematis,

faktual dan akurat yang menggambarkan

kejadian yang terjadi dilapangan (Kriyantono

2007:69).

Dasar penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah ilmu komunikasi pada

konteks komunikasi interpersonal, dengan

metode deskriptif. Metode deskriptif berarti

penelitian yang berusaha mendeskripsi dan

mengiterpretasi kondisi atau hubungan yang

ada, pendapat yang sedang tumbuh, proses

yang sedang berlangsung, akibat yang sedang

terjadi atau kecenderungan yang tengah

berkembang (Sumanto 1990:47). Penggunaan

metode deskriptif untuk mengumpulkan

suatu kenyataan yang ada atau yang terjadi

dilapangan agar dapat dipahami secara

mendalam, dan akhirnya diperoleh temuan

data yang diperlukan sesuai tujuan penelitian

terkait dengan komunikasi terapeutik

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 87

(interpersonal) dokter dan pasien pada bagian

penyakit dalam di RSU Anutapura Palu.

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah

Sakit Umum Anutapura, Jl. Kangkung No. 1

Palu, Sulawesi Tengah. Objek penelitian yaitu

apa yang menjadi sasaran penelitian secara

konkret tergambarkan dalam rumusan

masalah penelitian, yaitu bagaimana

komunikasi dalam komunikasi interpersonal

dokter dan pasien secara langsung dalam

melakukan pendekatan kepada pasien

penyakit dalam di RSU Anutapura. Dalam

pencarian sampel untuk subjek penelitian

menggunakan teknik nonprobability

sampling, dengan metode accidental

sampling. Accidental sampling adalah teknik

penentuan sampel berdasarkan kebetulan,

yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu

dengan peneliti dapat digunakan sebagai

sampel, bila dipandang orang yang kebetulan

ditemui itu cocok sebagai sumber data

(Sugiyono, 2014: 156). Kriteria sebagai

prasyarat dalam penentuan informan yaitu

pasien yang sering berkunjung ke bagian

penyakit dalam, usia informan minimal 28

tahun keatas mengingat diusia tersebut sudah

rentan terkena penyakit, mampu memberikan

informasi yang jelas, serta merupakan pasien

yang diperiksa oleh dokter yang menjadi

sumber dalam penelitian.

Reduksi data dilakukan ketika data telah

dikumpulkan. Reduksi data dilakukan dengan

cara menganalisis hasil wawancara,

merangkum, memilih dan memfokuskan

kepada hal yang penting yang diperlukan

dalam penelitian terutama dalam

pengumpulan data. Terkait bagaimana data

yang diperoleh dapat dikaitkan dengan teori-

teori yang digunakan dalam penelitian ini.

Selanjutnya hasil reduksi disajikan dalam

bentuk skrip wawancara. Penyajian tersebut

kembali direduksi, dengan memilah-milah

data yang penting serta menentukan data

yang masih kurang lengkap sehingga dapat

ditarik kesimpulan-kesimpulan sehubungan

dengan penelitian. Untuk data yang masih

kurang lengkap, maka peneliti kembali

melakukan pengumpulan data, dilanjutkan

dengan reduksi penyajian dan penarikan

kesimpulan.

E. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil dan pembahasan ini bertujuan

untuk memberikan gambaran mengenai

bagaimana komunikasi interpersonal dokter

dalam kunjungan pasien di bagian pennyakit

dalam. Keberhasilan dalam proses

pemeriksaan juga tergantung dari

kemampuan dokter sendiri dalam melakukan

komunikasi yang baik dengan semua pasien

yang ditangani. Peneliti telah memperoleh

gambaran tentang komunikasi terapeutik

(interpersonal) dokter dan pasien pada bagian

penyakit dalam di RSU Anutapura Palu.

Komunikasi interpersonal juga dipakai

para ahli-ahli kesehatan dalam membantu

kesembuhan klien yang dihadapinya. Tenaga

kesehatan dalam hal ini dokter, selain

memberikan obat-obatan terkait kesembuhan

pasien juga diharuskan melakukan interaksi

dengan pasien agar mendapatkan informasi

yang lebih dan bisa membaca situasi yang

terjadi pada saat proses pemeriksaan di dalam

ruangan, sehingga dokter mendapatkan

informasi tambahan serta memberi informasi

tambahan mengenai permasalahan yang

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 88

dihadapi pasiennya. Salah satu hal yang

biasanya dokter lupakan pada saat

pemeriksaan yaitu membangun interaksi

terhadap pasiennya sendiri, sehingga kadang

dokter kebanyakan keliru dalam pemberian

obat-obatan dan kurang dalam pemberian

saran-saran dan akhirnya pasien menjadi tidak

puas dengan pemeriksaannya. Oleh karena itu

komunikasi dalam tenaga kesehatan sangat

penting.

Untuk mengetahui bagaimana komunikasi

interpersonal dokter yang terjadi, maka

dipakai komunikasi interpersonal secara

langsung untuk menggali informasi dari

pasien pada saat pemeriksaannya.

Komunikasi terapeutik tergolong komunikasi

interpersonal dengan titik landasan dasar

saling memberi pengertian antara tenaga

kesehatan dengan pasien/klien (Lalongkoe

dan Edison 2014:117). DeVito (Suranto 2011:4)

menjelaskan bahwa komunikasi interpersonal

adalah penyampaian pesan oleh satu orang

dan penerimaan pesan oleh orang lain atau

sekelompok kecil orang, dengan berbagai

dampaknya dan dengan peluang untuk

memberikan umpan balik segera. Dari hasil

penelitian yang telah dilakukan, peneliti

mendapatkan gambaran komunikasi

terapeutik dokter terhadap pasien bagian

penyakit dalam melalui komunikasi

interpersonal secara langsung dengan

memperhatikan pada reaksi, hubungan, dan

arus pesan.

Komunikasi yang diberikan pengirim

pesan akan menimbulkan reaksi kepada

penerima pesan, sehingga dapat membangun

sikap empati. Empati ada ketika terjadi

hubungan yang baik dan saling percaya antara

satu dengan yang lainnya, dan sebagai

kemampuan seseorang untuk mengetahui apa

yang sedang dialami orang lain pada suatu

saat tertentu, dari sudut pandang orang itu,

dan melalui kacamata orang itu. Dengan

empati kita mampu merasakan kondisi

emosional orang lain, sehingga bisa

menciptakan suatu hubungan dengan baik

dengan orang lain.

Orang yang memiliki rasa empati akan

mampu memahami motivasi dan pengalaman

orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta

harapan dan keinginan mereka untuk masa

mendatang. Sikap ini sangat dokter butuhkan

dalam melakukan pemeriksaan di rumah

sakit, dengan empati akan membuat dokter

bisa terbiasa melihat sesuatu dari sisi yang

lain. Dengan pendekatan emosional pasien

akan menunjukkan reaksi dan membantu

dokter dalam memisahkan masalah yang

dialami pasien dengan hal yang tidak perlu

dibahas, dan akan mendorong dokter untuk

lebih melihat bagaimana menyelesaikan

masalah yang dialami pasien dengan baik.

Dokter bagian penyakit dalam RSU

Anutapura telah memberikan reaksi yang

positif dalam proses pemeriksaan, dengan

menunjukkan sikap dan reaksi yang peka

dengan situasi dokter mampu membangun

komunikasi dan pasien tidak ragu dalam

mengemukakan permasalahannya sehingga

dokter bisa memberi saran-saran terbaik demi

kesembuhan pasien, sesuai dengan yang

disampaikan DeVito (2011) bahwa orang yang

empati mampu memahami motivasi dan

pengalaman orang lain, perasaan dan sikap

mereka, serta harapan dan keinginan mereka

untuk masa mendatang. Berarti dokter

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 89

mampu menganalisa situasi sehingga dokter

dapat membangun komunikasi yang baik.

Dokter berbagi kepada pasien mengenai

pengalamannya atau pengalaman pasien lain

yang memiliki permasalahan yang serupa

yang dialami oleh pasien saat melakukan

pemeriksaan, meskipun tidak terlalu detail

karena keterbatasan waktu, namun bisa

membantu dalam melakukan pemeriksaan.

Namun untuk terjalinnya komunikasi yang

baik dalam memberikan penjelasan mengenai

permasalahan pasien, perlu keterlibatan dari

pasien itu sendiri. Apabila pasien bersikap

pasif dalam komunikasi maka proses

pemeriksaan akan berjalan datar.

Selanjutnya, komunikasi yang efektif

apabila adanya sikap saling mendukung

antara satu sama lain. Artinya masing-masing

dari dari pihak yang melakukan komunikasi

memiliki komitmen untuk saling mendukung

terselenggaranya komunikasi secara terbuka.

Dukungan merupakan pemberian dorongan

atau pengobaran semangat kepada orang lain

dalam suasana hubungan komunikasi.

Sehingga dengan adanya dukungan dalam

situasi apapun, komunikasi interpersonal akan

bertahan lama karena tercipta suasana yang

mendukung.

Dokter di bagian penyakit dalam di RSU

Anutapura menunjukkan sikap positif dalam

mendukung pasien yang dia tangani, melalui

saran-saran dan pantangan-pantangan yang

diberitahukan dokter sesuai dengan

permasalahan dari masing-masing pasien. Hal

ini cocok dengan pernyataan Northouse

(Suryani 2006) yang menyatakan komunikasi

terapeutik merupakan kemampuan atau

keterampilan perawat untuk membantu klien

beradaptasi terhadap stres mengatasi

gangguan psikologis dan belajar bagaimana

berhubungan dengan orang lain. Dengan

pemberian saran-saran yang tepat kepada

pasien dan apa-apa saja yang menjadi

pantangan pasien, serta dengan pemberian

obat yang tepat maka dokter sudah bersikap

mendukung pasiennya.

Namun yang menjadi kendala dari

penanganan di ruangan adalah kesan pertama

atau perkenalan pada saat bertemu dengan

dokter dikarenakan dokter yang terkesan cuek

dan ketika berada diruangan juga meskipun

ramai pasien tapi suasananya hening sehingga

pasien merasa gugup pada awal pemeriksaan.

Oleh karena itu sikap mendukung yang

ditunjukan dokter itu muncul ketika

melakukan komunikasi dan direspon baik

oleh pasien itu sendiri dengan memberikan

reaksi baik atas apa yang disampaikan oleh

dokter. Sikap yang mendukung dari dokter

baik dari kesan awal pemeriksaan dan

pemeriksaan lebih lanjut sangat dibutuhkan

pasien agar pasien mendapatkan perhatian

lebih serta mendapatkan solusi penyembuhan

yang baik agar sesuai seperti yang dikatakan

DeVito (2011) yang menyatakan komunikasi

yang terbuka dan empati tidak dapat

berlangsung dalam suasana yang tidak

mendukung.

Selanjutnya, sikap positif dalam

membangun hubungan komunikasi dapat

ditunjukan dalam bentuk sikap dan perilaku,

dalam bentuk sikap berarti orang-orang yang

terlibat komunikasi harus mempunyai pikiran

dan perasaan positif tanpa harus saling

menaruh curiga satu sama lain, dan bentuk

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 90

perilaku berarti tindakan yang dilakukan

berdasarkan komunikasi interpersonal yaitu

melakukan aktivitas untuk menjalin

kerjasama. Dengan bersikap positif maka kita

dapat menghasilkan pemikiran-pemikiran dan

sikap-sikap yang baik yang dapat membuat

orang menjadi bersemangat, melakukan hal-

hal yang benar dan menjadi bahagia. Oleh

karena itu dengan membangun hubungan

dalam sebuah pembicaraan kita akan

mendapatkan kesan yang positif, terutama

untuk proses pemeriksaan yang dilakukan di

rumah sakit agar baik itu dokter dan pasien

dapat menjalin hubungan melalui komunikasi

yang baik sehingga terjalin kerjasama dalam

mengatasi permasalahan oleh pasien.

Dokter di bagian penyakit dalam RSU

Anutapura pada awal pemeriksaan terkesan

cuek, sikap positif ditunjukkan ketika proses

komunikasi berlangsung sehingga pasien

yang ditangani dalam melakukan

pemeriksaan merasa nyaman di dalam

ruangan tersebut agar sesuai dengan yang

dikatakan DeVito (2011) bahwa komunikasi

antarpribadi akan terbina jika orang memiliki

sikap positif terhadap diri mereka sendiri.

Dokter dalam berkomunikasinya yang baik

dan santai sehingga membangun komunikasi

yang baik kepada pasien. Purwanto (1994:25)

menyatakan salah satu manfaat dari

komunikasi terapeutik yaitu Mendorong dan

menganjurkan kerjasama antara perawat

dengan klien melalui hubungan perawat

dengan klien, oleh karena itu dokter perlu

memperhatikan dalam melihat kondisi atau

peluang yang tepat dalam membangun

komunikasi, dan membuat pasien yang

ditanganinya juga ikut berpikiran positif, lebih

terbuka dalam menyampaikan

permasalahannya.

Kesetaraan dalam membangun hubungan

merupakan pengakuan bahwa kedua pihak

sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa

masing-masing pihak saling memerlukan satu

sama lain. Secara alamiah ketika dua orang

berkomunikasi secara interpersonal, tidak

pernah mencapai situasi yang menunjukkan

kesetaraan atau kesamaan secara utuh

diantara keduanya. Pasti ada yang lebih kaya,

lebih pintar, lebih muda, atau pun lebih

berpengalaman dalam bidangnya masing-

masing. Namun kesetaraan yang

dimaksudkan disini adalah berupa pengakuan

atau kesadaraan seseorang dan juga kerelaan

untuk menempatkan diri setara dengan siapa

saja yang diajak berkomunikasi.

Dokter di bagian penyakit dalam di RSU

Anutapura bersikap adil ketika melakukan

pemeriksaan, maka pasien yang berada di

ruangan pemeriksaan tidak tegang karena

pasien melihat dokter memberikan pelayanan

yang baik dengan pasien-pasien sebelumnya.

Dokter dalam melakukan pemeriksaan

menjelaskan dengan kata-kata yang mudah

dipahami, dengan lebih menyederhanakan

bahasanya agar dapat di mengerti pasien dari

berbagai golongan.

Dengan bersikap setara dengan orang lain

maka pelayanan yang dilakukan dokter dapat

terlaksana dengan baik karena dengan

menunjukkan kesetaraan maka pasien tidak

lagi membatasi dirinya dan tidak ragu dalam

berkomunikasi dengan dokter, sehingga

permasalahan yang dialami pasien dapat

menemukan solusi yang tepat dan tidak

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 91

terjadi salah paham yang tidak perlu diantara

keduanya ketika pemeriksaan berlangsung,

agar sesuai dengan yang dikatakan DeVito

(2011) yang menyatakan bahwa dalam suatu

hubungan antarpribadi yang ditandai oleh

kesetaraan, ketidaksependapatan dan konflik

lebih dilihat sebagai upaya untuk memahami

perbedaan yang pasti ada daripada sebagai

kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain.

Dengan adanya kesetaraan dalam melakukan

komunikasi maka segala hal yang dibahas

dalam pembicaraan baik itu antara kedua

belah pihak dapat saling mengerti dan

permasalahan yang ada dalam pembicaraan.

Komunikasi yang dilakukan secara

langsung sangat diperlukan apabila kita ingin

mengetahui arus pesan dan umpan balik dari

orang yang kita ajak berkomunikasi.

Aguserele (Makarao 2010:75) menyatakan

pemberian sentuhan kepada pasien

membuktikan peningkatan komunikasi verbal

dan mendorong pasien untuk mengadakan

pendekatan kepada orang lain secara lebih

sering. Maka dalam melakukan pemeriksaan

kesehatan pun sangat efektif apabila

dilakukan secara langsung, karena diperlukan

pemeriksaan secara langsung demi

mendapatkan hasil yang baik bagi pasien

pada saat melakukan pemeriksaan bersama

dokter di ruangan pemeriksaan.

Dokter di bagian penyakit dalam di RSU

Anutapura bersikap baik pada saat proses

pemeriksaan dengan mendengarkan keluhan

pasien kemudian memberikan informasi yang

cukup bagi pasien yang ditangani, pada saat

pemeriksaan ditempat tidur dokter

melakukan komunikasi dengan pasien untuk

menambahkan informasi mengenai penyakit

pasien. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan

DeVito (Suranto 2011:4) yang menjelaskan

bahwa komunikasi interpersonal adalah

penyampaian pesan oleh satu orang dan

penerimaan pesan oleh orang lain atau

sekelompok kecil orang, dengan berbagai

dampaknya dan dengan peluang untuk

memberikan umpan balik segera. Namun

ketika melakukan pemeriksaan di awal

komunikasi yang terjalin kurang lancar

dikarenakan dokter terkesan cuek.

Komunikasi lancar ketika dalam proses

pemeriksaan, dimana ketika pasien telah

memberitahu permasalahannya kepada dokter

dan dokter melakukan pemeriksaan sehingga

dokter memberikan informasi yang cukup

terkait apa yang perlu diketahui pasien. Pada

saat pemeriksaan dokter bersedia menanggapi

apabila ada hal yang ingin pasien tanyakan.

Keterbukaan merupakan suatu cara untuk

menyingkap perasaan seseorang, dimana

komunikasi yang dilakukan komunikator

dapat dipahami dengan baik oleh komunikan

(penerima pesan). Dalam realita yang ada

dokter akan kesulitan memberikan informasi

apabila pasien tidak mengutarakan dengan

jelas mengenai apa yang menjadi

permasalahannya. Begitu pun dengan pasien,

dokter tidak bisa membaca pikiran pasien

begitu saja apabila komunikasi tidak berjalan

sesuai dengan kenyataan. Oleh karena itu hal

ini hanya dapat dilakukan dengan melakukan

kegiatan komunikasi interpersonal.

Dokter di bagian penyakit dalam RSU

Anutapura bersikap terbuka terhadap pasien

yang ditanganinya, dengan mempersilahkan

pasien untuk mengutarakan permasalahannya

dan kemudian direspon lebih lanjut oleh

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 92

dokter dengan menjelaskan dengan detail

sehingga komunikasi yang dilakukan berjalan

seimbang, dan pasien yang ditangani bisa

mendapat pengobatan dan pemahaman yang

baik. Dengan sikap dokter yang terbuka,

pasien merasa nyaman dan bisa terbuka juga

kepada dokter yang menanganinya.

Untuk melakukan pemeriksaan yang

efektif, peran keduanya baik dokter dan

pasien harus seimbang, karena akan sangat

sulit apabila pasien yang ditangani bersikap

pasif dalam pemeriksaan, dan ini sesuai

dengan pernyataan dari Bochner dan kelly

dalam DeVito (2011:285-291) yang

menyatakan Kualitas keterbukaan mengacu

pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi

interpersonal. Pertama, komunikator

interpersonal yang efektif harus terbuka

kepada orang yang diajak berinteraksi. Aspek

kedua mengacu pada kesediaan komunikator

untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus

yang datang. Aspek ketiga menyangkut

"kepemilikan" perasaan dan pikiran. Berarti

disini keseimbangan antara dokter dan pasien

dalam berinteraksi menentukan keberhasilann

dalam komunikasi.

F. KESIMPULAN

Dokter Kurang menunjukkan reaksi atau

respon pada tahap perkenalan atau awal

pemeriksaan. Proses pemeriksaan

menunjukan reaksi yang positif ketika

pemeriksaan tengah berlangsung dimana

dokter mampu membangun komunikasi yang

baik dengan pemberian saran yang tepat

untuk kesembuhan pasien. Dokter membina

hubungan yang baik dengan dengan

melakukan pendekatan kepada pasien dan

memberikan pelayanan yang adil kepada

pasien-pasien yang ditanganinya. Komunikasi

terjalin dimana dokter sebagai pemimpin dan

pengarah komunikasi sehingga pasien

mendapat konsultasi pengobatan dan

pemahaman yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

"Palu Tertinggi Kedua Penderita Jantung se

Sulteng". Metrosulawesi. Diakses pada

6 November 2017 <

http://www.metrosulawesi.com/articl

e/palu- tertinggi-kedua-penderita-

jantung-se-sulteng

"Penyakit Jantung di Indonesia Dalam

Angka". Tanyadok. Diakses pada 6

November 2017 <

https://www.tanyadok.com/artikel-

kesehatan/penyakit- jantung-di-

indonesia-dalam-angka

Agus, Salim 2006. Teori & Paradigma

Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara

Wacana

Aw, Suranto. 2011. Komunikasi Interpersonal.

Yogyakarta : Graha Ilmu.

Bungin, Burhan. 2008. Sosiologi Komunikasi

(Teori, Paradigma, dan Discourse

Teknologi Komunikasi di Masyarakat).

Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Cangara, Hafied. 2013. Perencanaan dan

strategi komunikasi. Jakarta: PT.

Rajagrafindo Persada.

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 93

DeVito, Joseph A. 2007. The Interpersonal

CommunicationBook, 11th ed. Boston:

Pearson Education, Inc

DeVito, Joseph A. 2011. Komunikasi

antarmanusia. Tangerang: KARISMA

Publishing Group

Effendy, Onong. 2006. Ilmu Komunikasi; Teori

Dan Praktek. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Fajar, Marhaeni. 2009. Ilmu Komunikasi Teori

& Praktek Edisi Pertama. Yogyakarta:

Graha Ilmu

Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis

Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana

Kriyantono, Rachmat. 2007. Teknik Praktis:

Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana

Lalongkoe, Maksimus R., dan Edison, Thomas

A. 2014. Komunikasi Terapeutik

Pendekatan Praktisi Dan Kesehatan.

Yogyakarta: Graha Ilmu

Makarao, Nurul Ramadhani. 2010. Neuro

Linguistic Programming; Komunikasi

Konseling; Aplikasi Dalam Pelayanan

Kesehatan. Bandung: Alfabeta

Mas'uda, Emma Fitrotul. 2014. "Hubungan

Komunikasi Terapeutik Perawat

Dengan Kepuasan Pasien Di Unit

Rawat Inap Rumah Sakit Umum (RSU)

Anutapura Palu. Palu: Fakultas

Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan

Universitas Tadulako

Moleong. 1998. Metodologi Penelitian

Kualitatif. Bandung: CV. Remaja

Rosdakarya

Muhammad, Arni. 2009. Komunikasi

Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara

Nasution. 2001, Metode Penelitian Naturalistik

Kualitatif, Bandung: Tarsito.

Rakhmat, Jalaluddin. 2011. Psikologi

Komunikasi. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya

Rekam Medis. Rumah Sakit Umum

Anutapura Palu. Pada 23 Desember

2017. "Penyakit Jantung di

Indonesia Dalam Angka". Tanyadok.

Diakses pada 6 November 2017

< https://www.tanyadok.com/artikel-

kesehatan/penyakit- jantung-di-

indonesia-dalam-angka

Rekam Medis. Rumah Sakit Umum

Anutapura Palu. Pada 23 Desember

2017.

Sugiyono. 2010. Metode penelitian kuantitatif

kualitatif R&D. Bandung :

Alfabeta

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian

Manajemen, Bandung: Alfabeta.

Sumanto. 1990. Metodologi Penelitian Sosial

dan Pendidikan. Yogyakarta: Andi

Offset.

Suryani, 2006. Komunikasi Terapeutik Teori

Dan Praktik. Buku Kedokteran. Jakarta :

EGC

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 94

Widjaja. 2000. Ilmu Komunikasi “Pengantar

Studi”. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Windasari, Yuditha Apriliana. 2015.

Hubungan Komunikasi Dokter Dengan

Kepuasan Pasien Di Ruang Rawat

Inap Rumah Sakit Umum (RSU)

Anutapura Palu. Palu: Fakultas

Ilmu Kedoteran Dan Ilmu Kesehatan

Universitas Tadulako

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 95

SELF-CONCEPT OF CAREER WOMEN IN FAMILY (Case Study of Working Full-time Housewives in Palu City)

KONSEP DIRI WANITA KARIR DALAM KELUARGA (Studi Kasus pada Ibu Rumah Tangga yang Bekerja Penuh di Kota Palu)

SITI MUNIPA KARIONO1

1Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tadulako, Sulawesi Tengah E-mail:

Naskah diterima : 4 Juni 2018 Naskah diterbitkan: 29 Juni 2018

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the self-concept of career women and career women's activities in

Palu City. Data collection techniques are carried out by observation, in-depth interviews and documentation.

Informants in this study were 5 (five) housewives who also worked professionally and researched in Palu City.

The results showed that the career concept of female career was seen in 3 (three) concepts of George Herbert

Mead, namely mind, self, and society. Mind career women are formed from thoughts about the ideal concept

of career women, they consider the ideal career woman is the synergy between career and the main task of

being a mother and wife and from what they experience that being a career woman is not a mistake as long as

she understands her goal for a career and can position himself when becoming a housewife and when working

professionally. Then self is formed because the family background is also a career so that the impulse appears

to be a career woman, besides that because of the encouragement of herself who likes to work and society is

that the closest environment that is family is fully supportive and motivated, the social environment looking

negative does not really affect the decisions of career women in carrying out their dual roles.

Keywords : self-concept, activity, family

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui konsep diri wanita karir dan aktivitas wanita karir di Kota Palu.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi.

Informan dalam penelitian ini sebanyak 5 (lima) ibu rumah tangga yang juga bekerja secara profesional dan

tempat penelitian di Kota Palu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep diri wanita karir dilihat dalam 3

(tiga) konsep George Herbert Mead yakni mind, self, dan society. Mind wanita karir dibentuk dari pikiran

mengenai konsep wanita karir yang ideal, mereka menganggap wanita karir yang ideal ialah adanya sinergitas

antara karir dan tugas utama yakni sebagai ibu dan istri dan dari apa yang mereka alami bahwa menjadi

wanita karir bukanlah kesalahan selama paham tujuannya untuk berkarir dan bisa memposisikan dirinya

ketika menjadi ibu rumah tangga dan ketika bekerja secara profesional. Kemudian self terbentuk karena latar

belakang keluarga yang juga berkarir sehingga muncul dorongan untuk menjadi wanita karir, selain itu juga

karena adanya dorongan dari dirinya sendiri yang senang bekerja dan society ialah bahwa lingkungan

terdekat yakni keluarga sangat mendukung penuh dan dijadikan sebagai motivasi, adapun lingkungan sosial

yang memandang negatif tidak begitu berpengaruh pada keputusan wanita karir dalam menjalani peran

gandanya.

Kata Kunci : konsep diri, aktivitas, keluarga

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 96

A. PENDAHULUAN

Konsep wanita karir di Indonesia hari ini

bukan lagi menjadi hal tabu dan sudah

menjadi hal yang wajar dimasyarakat

sekarang ini. Tentunya tidak terlepas dari

dukungan sistem demokrasi dan persamaan

hak asasi manusia. Namun begitu, konsep

wanita karir selalu saja mendapatkan

rintangan, tidak dapat dipungkiri masih

banyak masyarakat di Indonesia terutama di

wilayah-wilayah pedesaan bahkan juga di

wilayah perkotaan masih menganggap wanita

tidak perlu berpendidikan tinggi dan memilki

pekerjaan di bidang profesioanal dan atau

berkarir.

Kota Palu yang merupakan Ibu Kota

Provinsi Sulawesi Tengah, konsep wanita

karir mendapatkan rintangan yang tidak

terhitung mudah. Mulai dari pandangan

keluarga, budaya patriarki, hingga warisan

pemikiran mengenai wanita adalah sosok

yang lemah. Pada akhirnya, pendidikan yang

ditempuh sekian tahun di universitas menjadi

tumpul karena gesekan konflik pemikiran ini.

Tetapi, beberapa wanita di kota ini juga

mampu memperlihatkan potensinya bahkan

menjadi pioneer di bidangnya. Hal ini

membuktikan bahwa wanita dapat

memaksimalkan potensi dan kemampuannya

bahkan melebihi pria yang ada di

lingkungannya. Asumsi pemikiran inilah yang

kemudian dilihat sebagai fokus pada

penelitian ini.

Dalam perspektif komunikasi, wanita-

wanita karir yang hari ini berani mendobrak

kemapanan patriarki memiliki pekerjaan

rumah yang besar terutama pandangan-

pandangan yang memposisikan wanita (ibu)

dalam posisi “Tersangka” utama apabila

seorang anak tidak terurus dengan baik

karena sang ibu sibuk bekerja.

Kontradiksi pandangan tradisional

masyarakat dengan pemikiran pembaharu

menjadikan wanita yang berkarir berada

dalam posisi dilematis. Terutama bagi wanita

yang berkarir bukan semata-mata hanya

persoalan ekonomi, melainkan motif psikologi

sebagai workaholic atau perempuan yang

berkakarir karena mengikuti lingkungan

sosialnya. Di Kota Palu, sebagai Ibu Kota

Provinsi yang terus berkembang, wanita

memiliki peranan penting dalam

pembangunan kota. Wanita yang berkakrir

sebagai workaholic secara tidak sadar juga

ikut memberikan sumbangsih bagi

masyarakat. Motif psikologi yang berdampak

sosial.

Dalam perspektif komunikasi, perbedaan

motif berperilaku dapat dilihat melalui

interkasionisme simbolik. Kajian

Interaksionisme Simbolik, wanita karir sebagai

pelaku komunikasi berperilaku berdasarkan

interaksi dengan lingkungannya oleh Goerge

Herbert Mead, disebut sebagai konsep diri.

Dua asumsi konsep diri yang penting dalam

penelitian ini dan digunakan untuk

memahami fenomena perilaku dan motif

wanita karir adalah bahwa individu

mengembangkan konsep diri melalui interaksi

dengan orang lain dan konsep diri

memberikan motif yang penting untuk

berperilaku.

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 97

Konsep diri mempunyai tiga hal utama

yaitu Mind, Self, dan Society. Mind bagaimana

individu melihat dan memahami dirinya

dalam penelitian ini bagaimana wanita karir

melihat dirinya, kemudian Self bagaimana

individu atau wanita karir berperilaku

melihat dirinya seperti orang lain yang

dianggap dekat. Selanjutnya Society,

bagaimana individu atau wanita karir

berperilaku dipengaruhi oleh lingkungan

sekitarnya. Mind, Self, dan Society inilah

sedikit banyaknya merubah fokus penelitian

yang tadinya wanita karir menjadi konsep diri

wanita karir.

Pandangan mind, self, dan society sebagai

unsur dari konsep diri wanita karir mesti

dilihat dalam satu kesatuan. Tidak

terpisahnya tiga unsur tersebut dalam

individu berarti membawa perspektif penting

dalam kehidupan atau interaksi sosial

terutama dalam keluarga. Maka keluarga

tidak bisa lepas dari konstruksi konsep diri

wanita karir. Konteks ini akan

memperlihatkan bagaimana seorang wanita

yang berkarir menyeimbangkan

kehidupannya di ranah profesionalitas dengan

kehidupan berkeluarga. Untuk itu keluarga

menjadi sangat penting untuk mendukung

ataupun tidak mendukung dalam proses

seorang wanita dalam berkarir.

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Wanita Karir dalam Perspektif

Komunikasi

Penelitian ini berfokus pada bagaimana

wanita karir berperilaku dalam keluarga dan

konsep diri wanita karir. Untuk itu, penting

memberikan satu pandangan dalam penelitian

mengenai wanita karir sebagai pelaku

komunikasi. Sebagai pelaku komunikasi,

wanita karir tidak terlepas dari interaksi sosial

dalam keluarga dan cara pandang wanita

karir pada dirinya sendiri. Menurut kamus

besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008

dalam Paputungan, 2011), wanita adalah

seorang perempuan atau kaum putri. Pada

penelitian ini, peneliti menggunakan kata

wanita karir bukan perempuan karir karena

mengikuti istilah umum yang lazim

dingunakan di Indonesia dan juga kata wanita

menduduki posisi dan konotasi terhormat.

Karir dalam arti umum ialah pekerjaan yang

memberikan harapan untuk maju. Selain itu,

kata karir selalu dihubungkan dengan tingkat

atau jenis pekerjaan seseorang. Wanita karir

berarti wanita yang bergerak dalam kegiatan

profesi baik usaha sendiri maupun ikut dalam

suatu perusahaan.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya,

dalam perspektif komunikasi wanita karir bisa

diidentifikasi sebagai pelaku komunikasi yaitu

pemahaman komunikasi dengan segala

praksisnya merupakan proses keseharian

manusia. Komunikasi tidak bisa dipisahkan

dari seluruh proses kehidupan konkret

manusia, aktivitas komunikasi merupakan

aktivitas manusiawi. Posisi manusia dalam

komunikasi, dapat dilihat pada rumusan

komunikasi dari Laswell dan Aristoteles. Pola

komunikasi menurut Laswell mengikuti

rumusan ”Who say what to whom in what

channel with what effect” bahwa cara yang

tepat untuk menerangkan suatu tindakan

komunikasi ialah menjawab pertanyaan

“Siapa yang menyampaikan, Apa yang

disampaikan, melalui saluran apa, kepada

siapa, dan apa pengaruhnya”. Sedangkan

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 98

dalam model komunikasi Aristoteles,

kedudukan manusia sebagai pelaku

komunikasi meliputi pandangan. Rumusan

komunikasi menurut Aristoteles sendiri terdiri

dari tiga unsur yakni, pembicara, argumen

dan pendengar (Cangara, 2014:21).

2. Analisis Interaksionisme Simbolik

Interaksionisme simbolik didasarkan pada

ide-ide mengenai diri dan hubungannya

dengan masayarakat. Karena ide ini dapat

diinterpretasikan secara luas. Ralph LaRossa

dan Donald C.Reitzes (West dan Turner,

2009:98) Telah mempelajari teori

interaksionisme simbolik yang berhubungan

dengan kajian mengenai keluarga. Mereka

mengatakan bahwa tujuh asumsi mendasari

interaksi simbolik dan bahwa asumsi-asumsi

memperlihatkan tiga tema besar.

Tema ketiga pada Interaksionisme

simbolik berfokus pada pentingnya konsep

diri (self-concept), interaksionisme simbolik

sangat tertarik dengan cara orang

mengembangkan konsep diri. Interaksionisme

simbolik menggambarkan individu dengan

diri yang aktif, didasarkan pada interaksi

sosial dengan orang lainnya. Pada tema

konsep diri memiliki dua asumsi tambahan

oleh LaRossan dan Reitzes yaitu, Individu-

individu mengembangkan konsep diri melalui

interaksi dengan orang lain. Asumsi tersebut

menyatakan bahwa kita membangun perasaan

akan diri (sense of self) tidak selamanya

melalui kontak dengan orang lain. Orang-

orang tidak lahir dengan konsep diri; mereka

belajar tentang diri mereka melalui interaksi.

Buku yang menjabarkan pemiikiran Mead

berjudul Mind, Self dan Society. Judul buku

tersebut merefleksikan tiga konsep penting

dari Interaksionisme Simbolik. Tiap konsep

akan dijabarkan dengan menekankan

bagaimana konsep penting lainnya

berhubungan dengan tiga konsep dasar

sebelumnya (West dan Turner, 2009:103).

3. Mind, Self, dan Society

Mead (West dan Turner 2009:104)

mendefinisikan pikiran (mind) sebagai

kemampuan untuk menggunakan simbol

yang mempunyai makna sosial yang sama dan

Mead percaya bahwa manusia harus

mengembangkan pemikiran melalui interaksi

dengan orang lain. Dengan menggunakan

bahasa dan berinteraksi dengan orang lain,

kita mengembangkan apa yang dikatakan

Mead sebagai pikiran, dan ini membuat kita

mampu menciptakan setting interior bagi

masyarakat yang kita lihat berprofesi di luar

diri kita. Jadi, pikiran dapat digambarkan

sebagai cara orang menginternalisasi

masyarakat. Akan tetapi, pikiran tidak hanya

tergantung pada masyarakat. Mead

menyatakan bahwa kedua mempunyai

hubungan timbal balik.

Mead (West dan Turner 2009:105) juga

menyatakan bahwa pengambilan peran

adalah sebuah tindakan simbolis yang dapat

membantu menjelaskan perasaan kita

mengenai diri dan juga memungkinkan kita

untuk mengembangkan kapasitas untuk

berempati dengan orang lain. Dengan kata

lain, secara sederhana Mind dalam konteks

penelitian ini adalah wanita karir di kota Palu

berperilaku sesuai pemikirannya sendiri.

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 99

Mead (West dan Turner 2009:106)

mendefinisikan diri (self) sebagai kemampuan

untuk merefleksikan diri kita sendiri dari

perspektif orang lain. Ketika Mead berteori

mengenai diri, Ia mengamati bahwa melalui

bahasa orang mempunyai kemampuan untuk

menjadi subjek dan objek bagi dirinya sendiri.

Sebagai subjek, kita bertindak, dan sebagai

objek, kita mengamati diri kita sendiri

bertindak. Mead menyebut subjek, atau diri

yang bertindak, sebagai I dan objek, atau diri

yang mengamati, adalah Me. I bersifat

spontan, implusif, dan kreatif, sedangkan Me

lebih reflektif dan peka secara sosial. I

mungkin berkeinginan untuk pergi keluar dan

berpesta setiap malam, sementara Me

mungkin lebih berhati-hati dan menyadari

adanya pekerjaan rumah yang harus

diselesaikan ketimbang berpesta. Mead

melihat diri sebagai sebuah proses yang

mengintegrasikan antara I dan Me (West dan

Turner 2009:108). Pada konteks wanita karir di

Kota Palu self yaitu wanita karir berperilaku

melihat dirinya seperti orang lain yang

dianggapnya dekat.

Mead mendefinisikan masyarakat

(society) sebagai jejaring hubungan sosial yang

diciptakan manusia. Individu-individu terlibat

di dalam masyarakat melalui perilaku yang

mereka pilih secara aktif dan sukarela.

Masyarakat, karenanya terdiri atas individu-

individu, dan Mead berbicara mengenai dua

bagian penting masyarakat yang

mempengaruhi pikiran dan diri. Pemikiran

Mead mengenai orang lain secara khusus

(particular others) merujuk pada individu-

individu dalam masyarakat yang signifikan

bagi kita. Orang-orang ini biasanya adalah

anggota keluarga, teman dan kolega di tempat

kerja serta supervisor. Identitas dari orang lain

secara khusus dan konteksnya mempengaruhi

peerasaan akan penerimaan sosial kita dan

rasa mengenai diri kita. Sering kali

pengaharapan dari beberapa particular others

mengalami konflik dengan orang lainnya.

Pada konteks wanita karir di kota Palu,

masyarakat (society) dapat mempengaruhi

wanita karir dalam berperilaku.

4. Konsep Diri

Konsep diri menurut William D. Brooks

(dalam Rakhmat, 2012:98) adalah pandangan

dan perasaan kita tetntang diri kita. Ia

mengemukakan dua komponen dari konsep

diri yaitu komponen kognitif (self image) dan

komponen afektif (self esteem). Komponen

kognitif (self image) merupakan pengetahuan

individu tentang dirinya yang mencakup

pengetahuan “who am I”, dimana hal ini akan

memberikan gambaran sebagai pencitraan

diri. Adapun komponen afektif merupakan

penilaian individu terhadap dirinya yang akan

membentuk bagaimana penerimaan diri dan

harga diri individu yang bersangkutan.

5. Dimensi Konsep Diri

Calhoun dan Acocella (Istamala, 2012:17)

Konsep diri memiliki tiga dimensi yaitu

pengetahuan tentang diri sendiri,

pengharapan tentang diri sendiri dan

penilaian tentang diri sendiri.

a. Pengetahuan

Dimensi pertama dari konsep diri

adalah mengenai apa yang individu

ketahui mengenai dirinya. Individu di

dalam benaknya terdapat satu daftar

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 100

yang menggambarkan dirinya,

kelengkapan atau kekurangan fisik,

usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku,

pekerjaan, agama dan lain-lain.

b. Pengharapan

Pengharapan tentang diri kita tidak

terlepas dari kemungkinan kita

menjadi apa dimasa yang akan

datang. Individu mempunyai harapan

bagi dirinya sendiri untuk menjadi

ideal. Beberapa faktor yang

mempengaruhi ideal diri, adalah :

1) Kecenderungan individu untuk

menetapkan ideal diri pada batas

kemampuannya.

2) Faktor budaya akan mempengaruhi

individu dalam menetapkan ideal diri,

yang kemudian standar ini

dibandingkan dengan standar

kelompok teman.

3) Ambisi dan keinginan untuk melebihi

dan berhasil, kebutuhan yang

realistis, keinginan untuk

menghindari kegagalan, perasaan

cemas dan rendah diri.

c. Penilaian

Individu berkedudukan sebagai

penilai tentang dirinya sendiri.

Apakah bertentangan dengan

pengharapan individu dan standar

bagi individu Nur Ghufron, dkk

(Istamala, 2012:17).

6. Komunikasi dan Interaksi dalam Keluarga

Keluarga adalah dua atau lebih dari dua

individu yang bergabung karena hubungan

darah, hubungan perkawinan atau

pengangkatan dan mereka hidup dalam satu

rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan

di dalam perannya masing-masing

menciptakan serta mempertahankan

kebudayaan. Berkomunikasi itu tidak mudah,

terkadang seseorang dapat berkomunikasi

dengan baik kepada orang lain. Di lain waktu

seseorang mengeluh tidak dapat

berkomunikasi dengan baik kepada orang

lain. Ketika dalam keluarga dua orang

berkomunikasi, sebetulnya mereka berada

dalam perbedaan untuk mencapai kesamaan

pengertian dengan cara mengungkapkan

dunia sendiri yang khas, mengungkapkan

dirinya yang tidak sama dengan siapapun.

Sekalipun yang berkomunikasi ibu adalah

antara suami dan istri antara ayah dan anak

antara ibu dan anak, dan antara anak dan

anak. Hanya sebagian kecil mereka itu sama-

sama tahu, sama-sama mengalami, sama

pendapat dan sama pandangan (Syaiful,

2004:11).

C. Konseptualisasi Penelitian

Sesuai fokus masalah penelitian, maka

penelitian ini menggunakan tipe penelitian

deskriptif kualitatif. Konsep dalam penelitian

ini adalah konsep yang langsung menjelaskan

tentang Konsep Diri Wanita Karir dalam

Keluarga. Subjek penelitian ini adalah ibu

rumah tangga yang juga bekerja secara

profesional yaitu Ibu Ika Pamounda yang

berprofesi sebagai Custumer Service di Bank

Danamon cabang Palu, Ibu Nurfadilah yang

berprofesi sebagai Sales Manager di Carrefour,

Ibu Farida Batjo yang berprofesi sebagai

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 101

Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Palu, Ibu Ni

Made Puspayanti yang berprofesi sebagai

Manager di Hypermart dan Ibu Cherly Trisna

Ilyas yang berprofesi sebagai Kepala Sub

Bagian Hukum KPU Sulawesi Tengah. Objek

dari penelitian yang akan dikaji adalah

Konsep Diri Wanita Karir dalam Keluarga.

Reduksi data dilakukan pertama kali

dengan menyusun data hasil wawancara

dalam bentuk deskripsi dan memilah

informasi yang telah didapat, selanjutnya

dikemas dalam penyajian data. Melalui

penyajian data tersebut, maka data yang

terorganisasi dan terkategori kemudian

disimpulkan yang berupa data temuan

sehingga mampu menjawab pertanyaan dari

penelitian ini. Hasil yang diperoleh dari data

yang telah direduksi dan disajikan dalam

penyajian data adalah keseluruhan informan

memberikan jawaban yang memiliki

permasalahan yang berbeda-beda mengenai

konsep diri wanita karir dalam keluarga.

D. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang

diperoleh dari lapangan, maka akan dibahas

secara deskriptif mengenai konsep diri dan

aktivitas wanita karir dalam keluarga, temuan

peneliti tersebut sekaligus akan menjadi fokus

penelitian ini. untuk memberikan pemaparan

secara deskriptif maka telah dilakukan

wawancara mendalam kepada informan

terkait, untuk menjadi tolok ukur dalam

menganalisis seperti apa konsep diri wanita

karir dalam keluarga dengan menggunakan

teori interaksionisme simbolik.

Pada konteks penelitian ini wanita karir di

kota Palu memiliki pandangan mengenai

sosok wanita karir yang ideal, mereka menilai

diri mereka yang tentunya tidak terlepas dari

rangsangan sosial dan interaksi dengan orang

lain, mereka memaknai menjadi wanita karir

harus dapat menjalankan peran sebagai ibu

rumah tangga dan juga sebagai wanita karir,

walaupun bekerja wanita karir tetap mampu

melaksanakan tangggungjawab utamanya

sebagai seorang ibu rumah tangga. Kemudian,

dari kelima informan memaknai profesi

mereka bukanlah suatu kesalahan apabila Ia

tahu apa tujuannya dalam berkarir,

memegang komitmen, bisa memposisikan diri

ketika berada di rumah maupun di kantor

serta mendapat dukungan keluarga.

Beberapa diantara mereka menafsirkan

diri mereka sebagai sosok yang lebih telaten

dalam mengurus rumah tangga walaupun

disibukkan dengan pekerjaan. Menurut

mereka walaupun dirinya bukan ibu rumah

tangga seutuhnya, namun mereka punya

kemampuan dalam mengurus rumah tangga.

Informan juga mengaku kehidupan sehari-hari

mereka harus pandai mengatur waktu agar

semua tugas dapat dilaksanakan dengan baik.

Hal ini didukung dengan pernyataan Mead

(dikutip dari West dan Turner, 2009:104)

mendefinisikan mind sebagai kemampuan

individu dalam menggunakan simbol yang

memiliki makna sosial dan kemampuan

tersebut berkembang dengan adanya interaksi

yang dilakukan.

Menurut mereka, seperti pada umumnya

orang yang telah selesai kuliah yang

dilakukan selanjutnya ialah mencari pekerjaan

sehingga informan pun melakukan hal yang

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 102

sama. Keinginan untuk mendapatkan

pekerjaan sebagai bentuk memanfaatkan

kemampuan diri, selain itu juga bisa

memenuhi kebutuhan ekonomi. Empat dari

lima informan punya keinginan untuk

berkarir karena melihat ibunya sendiri yang

juga berkarir. Mereka lahir dan dibesarkan

dari keluarga yang juga berkarir, sehingga

mereka telah terbiasa dengan lingkungan

seperti itu dan memotivasi informan untuk

menjadi wanita karir.

Mereka menjadikan sosok “ibunya”

sebagai panutan dalam menjalankan peran

sebagai ibu rumah tangga dan wanita karir.

lingkungan terdekat yaitu lingkungan

keluarga yang mempengaruhi diri informan

untuk berkarir karena informan lahir dari

keluarga yang berlatar belakang berkarir,

sehingga dirinya terdorong untuk menjalani

kehidupannya sebagai ibu rumah tangga dan

juga wanita karir. Sehingga self pada konteks

penelitian ini yakni wanita karir berperilaku

melihat dirinya seperti orang lain yang

dianggapnya dekat dan didukung pernyataan

Mead (West dan Turner, 2009:106) yang

menjelaskan diri (self) sebagai kemampuan

untuk merefleksikan diri kita sendiri dari

perspektif orang lain.

Berdasarakan hasil temuan dilapangan

beberapa diantara informan memiliki konsep

diri berbeda ketika sebagai wanita karir dan

ketika sebagai ibu rumah tangga. Konsep

“Me” adalah ketika informan berprofesi

sebagai wanita karir mereka menjalankannya

secara professional, berpenampilan menarik

dan memiliki kekuasaan karena adanya

jabatan. Namun, ketika informan tidak lagi

berperan sebagai wanita karir yaitu konsep “I”

mereka memiliki konsep diri yang sama.

Informan kembali kerumah mereka kembali

menjadi seorang istri yang tunduk dan patuh

kepada suami. Mereka kembali menjalani

kodratnya sebagai ibu rumah tangga

Memasak makanan buat keluarga serta

mengurus suami dan anaknya. Sehingga

konsep Self pada penelitian ini juga adanya

kemampuan untuk menjadi subjek dan objek

bagi dirinya sendiri.

Dari hasil temuan data yang telah

diuraikan dapat dilihat bahwa kelima

informan memiliki pandangan positif

terhadap dirinya. Informan senang dan

nyaman menjadi wanita karir sehingga

memiliki keyakinan terhadap pilihannya

menjalani peran ganda yang didasarkan oleh

komitmen dan kesadaran akan

tanggungjawab utamanya sebagai ibu rumah

tangga. Mendapat dukungan penuh dari

keluarga informan jadikan motivasi dalam

menjalani peran gandanya, kekurangan yang

dimiliki saat menjalani kedua peran tersebut

dijadikan pembelajaran dan tidak lupa selalu

berkomunikasi dengan pasangan jujur dan

terbuka terhadap setiap permasalahan yang

dihadapi.

Konsep diri yang positif berperan

terhadap interaksi informan dengan orang

lain. Informan yang dapat dipercaya oleh

lingkungan kerjanya dan juga selalu

mendapat dukungan dari keluarga. Hal

tersebut membuat informan lebih mudah

berinteraksi dengan orang-orang lain

disekitarnya dan menumbuhkan rasa percaya

diri sehingga dapat berbaur dengan

lingkungan sekitarnya. Sebagian dari mereka

merasa senang dan nyaman menjalani

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 103

perannya sebagai ibu rumah tangga maupun

sebagai wanita karir. Konsep diri seseorang

terbentuk karena adanya interaksi yang

dilakukan dengan orang disekitarnya.

Semakin sering terjadinya interaksi yang

dilakukan semakin banyak pengalaman-

pengalaman yang didapat oleh individu.

Dalam teori interaksionisme simbolik George

Herbert Mead (dikutip dari West dan Turner,

2009:104) menyatakan faktor society

merupakan salah satu yang mempengaruhi

konsep diri seseorang.

Kelima informan memiliki harapan-

harapan yang berbeda-beda dalam berkarir,

Ibu Yanti yang memiliki harapan besar

kedepannya bisa berkarir sesuai bidang

ilmunya. Kemudian Ibu Ika dan Ibu Cherly

memiliki harapan untuk bisa menduduki

jabatan tertinggi di tempatnya bekerja, ibu

Farida ingin terus berkarir dan bisa

bermanfaat bagi orang banyak. Hal tersebut

dilakukan dengan cara menikmati setiap

proses yang ada dan menggapai apa yang

mereka harapkan, sehingga pada akhirnya

mereka akan melakukan penilaian terhadap

dirinya apakah dengan adanya pengetahuan

dan harapan yang mereka miliki saling

mendukung atau tidak.

Seperti yang telah diketahui bahwa setiap

individu akan bertingkah laku sesuai konsep

diri yang dimilikinya. Dalam konteks

penelitian ini, wanita karir adalah pelaku

komunikasi terhadap dirinya maupun

lingkungan sosialnya. Menjalankan peran

sebagai ibu rumah tangga dan sebagai wanita

karir merupkan keseharian dari aktivitas

informan. Aktivitas dalam konteks ini ialah

aktivitas wanita karir ketika berada di ranah

keluarga dan berada di luar rumah.

Peran ganda yang dijalani oleh informan

setiap harinya, membuat informan harus

pandai dalam mengatur waktu. Peran

informans ebagai istri dan ibu tidaklah

mudah. Meskipun pekerjaan mengurus rumah

tangga, melayani suami dan merawat serta

mendidik anak bukanlah kegiatan produktif

secara ekonomi, namun pekerjaan tersebut

sangatlah penting artinya bagi kehidupan

anggota keluarga. Semua informan

menjalankan rutinitas setiap harinya dengan

merencanakan dan menyusun apa-apa yang

mesti Ia lakukan ketika pagi hari sampai Ia

menjalankan tugasnya di kantor.

Pada hasil penelitian yang telah

dijabarkan di atas, informan melakukan hal

tersebut agar mereka bisa mengerjakan

aktivitasnya di rumah. Mengurus anak dan

suami, menyiapkan kebutuhan suami dalam

bekerja misalnya baju, sepatu dan lain-lain

dan juga menyiapkan makanan buat anak dan

suaminya. Sehingga ketika mereka pergi

bekerja segala urusan mengenai rumah tangga

telah terselesaikan dan mereka tidak terlambat

untuk masuk kantor. Manajemen waktu

adalah strategi penting yang perlu diterapkan

oleh para pekerja perempuan yang sudah

berkeluarga untuk dapat mengoptimalkan

perannya sebagai ibu rumah tangga, istri dan

sekaligus pekerja (Rini, 2002).

Menjalani kehidupan sehari-hari dengan

banyaknya aktivitas di luar rumah berdampak

pada kurangnya waktu yang dihabiskan

bersama keluarga. Terlebih ketika sang ibu

juga memutuskan untuk bekerja, sehingga

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 104

timbulnya kebutuhan akan perlunya quality

time pada keluarga dan hal itu benar terasa

ketika di hari weekend dan libur kerja.

Meluangkan waktu bersama suami dan anak

merupakan momen yang berharga bagi

informan, karena dimomen itu informan

mempunyai kesempatan untuk saling berbagi,

belajar dan memahami satu sama lain antar

anggota keluarga dengan lebih santai. Di

momen itu juga informan bisa merasakan

menjadi seorang ibu seutuhnya bagi anak dan

suaminya dan juga quality time bersama

keluarga merupakan momen untunk

merefreshkan kembali pikiran-pikiran serta

semakin mengeratkan hubungan informan

bersama keluarga.

E. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan tentang “Konsep Diri Wanita

Karir dalam Keluarga (Studi Kasus pada Ibu

Rumah Tangga yang Bekerja Penuh di Kota

Palu)” maka peneliti dapat mengambil

kesimpulan sebagai berikut. Aktivitas wanita

karir dalam kmenjalani perannya ialah ketika

wanita karir berada di rumah sebagian besar

dari wanita karir memberi batasan-batasan

terhadap urursan kantor. Ketika berada di

rumah wanita karir hanyalah seorang ibu

rumah tangga seperti biasanya mengurus

anak, melayani suami dan mengerjakan

pekerjaan rumah tangga. Para wanita karir

selalu menjadwalkan apa saja saja yang mesti

mereka lakukan agar tugas sebagai ibu rumah

tangga dan pekerjaan bisa berjalan dengan

baik. Berbagi peran dalam keluarga juga

mereka lakukan bersama pasangan seperti

mengerjakan pekerjaan rumah ataupun dalam

hal mengurus anak. Sebagian diantara mereka

juga memberi batasan ketika berada di luar

rumah atau ketika bekerja. Ketika sedang

bekerja, mereka fokus pada pekerjaan sampai

waktu pulang tibaa, sebagian kecil dari

mereka bisa menjalankan peran sebagai ibu

rumah tangga ketika masih pada waktu

bekerja. Pilihan untuk menjadi seorang wanita

karir tidak serta merta begitu saja dilakukan

dan dijalani oleh informan, dukungan

maupun penolakkan yang diperolehnya

sudah sering didapatkan dilingkungan

sosialnya. Dorongan informan dalam berkarir

ialah karena adanya kebutuhan, mereka

bekerja untuk menambah pemasukan suami

selain itu mereka senang dan nyaman

menjalani peran gandanya selama ini. Konsep

diri wanita karir dalam keluarga terbentuk

atas interaksi dengan lingkungan sosialnya

yang pertama adanya pandangan dari diri

sendiri mengenai wanita karir yang ideal,

walaupun merasa belum ideal karena

terkadang belum maksimal dalam

menjalankan perannya sebagai ibu rumah

tangga namun wanita karir tetap berusaha

untuk menjalankan peran ganda tersebut.

Selalu terbuka dan jujur terhadap pasangan,

membuat wanita karir selalu mendapat

dukungan dari keluarga. Sebagian besar

wanita karir merasa nyaman dan dan senang

menjalankan peran gandanya dan tidak ingin

untuk berhenti bekerja, wanita karir melihat

sosok ibunya dalam menjalankan peran

gandanya karena sebagian besar diantara

mereka lahir dan sibesarkan oleh ibu yang

juga berkarir. Dalam menjalankan peran

gandanya, wanita karir sangat didukung oleh

keluarganya hal tersebut dijadikan motivasi

bagi wanita karir dalam menjalankan peran-

perannya. Sebagian dari wanita karir masih

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 105

mendapatkan pandangan negatif dari

lingkungannya terhadap keputusannya

menjadi ibu rumah tangga dan juga wanita

karir dan sebagian lainnya mendapat

dukungan dan kepercayaan dari lingkungan

sosial sekitarnya.

Daftar Pustaka

Calhoun, F. & Acocella. 1990. Psikologi

Tentang Penyesuaian dan Hubungan

Kemanusiaan (edisi ketiga). Semarang:

Penerbit IKIP Semarang

Cangara, Hafied. 2014. Pengantar Ilmu

Komunikasi Edisi Kedua. Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada

Rakhmat, Jalaludin. 2012. Psikologi

Komunikasi. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya

Rini, Agatha. 2002. Konflik Kerja Karyawan

BPR Studi Kasus Perbarido Komda

Semarang. Dian Ekonomi Vol.VII No.1,

Semarang.

Syaiful, B Djamarah. 2004. Pola Komunikasi

Orang Tua dan Anak dalam Keluarga.

Jakarta: Bineka Cipta

West, Richard dan Tumer, Lynn. 2009.

Pengantar teori Komunikasi: Analisis

dan Aplikasi. Jakarta: Salemba

Humanika

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JH/index 106