PENGALIHAN FUNGSI LAHAN PERTANIAN DI KOTA MALANG

21
PENGALIHAN FUNGSI LAHAN PERTANIAN DI KOTA MALANG Dian Lisna Wati [email protected] ABSTRAK: Jumlah penduduk yang meningkat dan pertumbuhan kegiatan ekonomi yang pesat berdampak pada kebutuhan lahan, seperti permukiman, industry, jasa sehingga terjadi alih fungsi lahan pertanian karena lahan terbatas. Tidak terkecuali di Kota Malang. Di kota ini sudah banyak daerah-daerah yang dulunya digunakan sebagai lahan pertanian kini telah berubah menjadi bangunan-bangunan seperti pertokoan, bank, sekolah, kantor dan lain sebagainya. Hal ini berakibat pada berkurangnya produksi pertanian di Kota Malang bahkan dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerugian sosial. Selain itu, tempat peresapan air di Kota Malang ini menjadi berkurang dan tergantikan oeleh bangunan- bangunan yang menutupi tanah sebagai tempat resapan air. Oleh sebab itu, perlu adanya pemberlakuan peraturan untuk mencegah semakin sedikitnya lahan pertanian di Kota Malang sehingga produksi pertanian dan daerah peresapan air di Kota Malang tidak akan berkurang. Kata kunci: penggunaan lahan, alih fungsi lahan. PENDAHULUAN Pertumbuhan suatu kota akan berimplikasi terhadap peningkatan kebutuhan lahan yang digunakan untuk mewadahi kegiatan penduduk. Sejak manusia pertama kali menempati bumi, lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan. Di atas lahan ini penduduk melakukan kegiatannya baik secara individu maupun kelompok. Karena semua aktivitas dilakukan di atas lahan, maka akan terjadi persaingan penggunaan lahan. Kecenderungan dari persaingan ini

Transcript of PENGALIHAN FUNGSI LAHAN PERTANIAN DI KOTA MALANG

PENGALIHAN FUNGSI LAHAN PERTANIAN DI KOTA

MALANG

Dian Lisna Wati

[email protected]

ABSTRAK:

Jumlah penduduk yang meningkat dan pertumbuhankegiatan ekonomi yang pesat berdampak pada kebutuhanlahan, seperti permukiman, industry, jasa sehinggaterjadi alih fungsi lahan pertanian karena lahanterbatas. Tidak terkecuali di Kota Malang. Di kota inisudah banyak daerah-daerah yang dulunya digunakansebagai lahan pertanian kini telah berubah menjadibangunan-bangunan seperti pertokoan, bank, sekolah,kantor dan lain sebagainya. Hal ini berakibat padaberkurangnya produksi pertanian di Kota Malang bahkandalam jangka panjang dapat menimbulkan kerugian sosial.Selain itu, tempat peresapan air di Kota Malang inimenjadi berkurang dan tergantikan oeleh bangunan-bangunan yang menutupi tanah sebagai tempat resapan air.Oleh sebab itu, perlu adanya pemberlakuan peraturanuntuk mencegah semakin sedikitnya lahan pertanian diKota Malang sehingga produksi pertanian dan daerahperesapan air di Kota Malang tidak akan berkurang.Kata kunci: penggunaan lahan, alih fungsi lahan.

PENDAHULUAN

Pertumbuhan suatu kota akan berimplikasi terhadap

peningkatan kebutuhan lahan yang digunakan untuk

mewadahi kegiatan penduduk. Sejak manusia pertama kali

menempati bumi, lahan sudah menjadi salah satu unsur

utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan. Di atas

lahan ini penduduk melakukan kegiatannya baik secara

individu maupun kelompok. Karena semua aktivitas

dilakukan di atas lahan, maka akan terjadi persaingan

penggunaan lahan. Kecenderungan dari persaingan ini

menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan, terutama di

daerah hinterland di mana lahan persawahan masih

tersedia cukup luas.

Selain itu, seiring pertumbuhan populasi dan

perkembangan peradaban manusia, penguasaan dan

penggunaan lahan mulai terusik. Keterusikan ini akhirnya

menimbulkan kompleksitas permasalahan akibat pertambahan

jumlah penduduk, penemuan dan pemanfaatan teknologi,

serta dinamika pembangunan. Lahan yang semula berfungsi

sebagai media bercocok tanam (pertanian), berangsur-

angsur berubah menjadi multifungsi pemanfaatan.

Di Kota Malang sendiri tidak luput dari adanya

perubahan fungsi lahan-lahan pertanian. Sebenarnya

Kota Malang sebagian besar penduduk memiliki mata

pencaharian disektor pertanian. Sampai saat ini, sektor

pertanian merupakan sektor yang strategis dan berperan

penting dalam perekonomian sebagai penyedia lapangan

kerja, dan penyediaan pangan. Namun akhir-akhir ini

banyak yang lahan pertanian mulai berubah fungsi. Alih

fungsi lahan banyak terjadi di daerah Klojen. Namun

daerah-daerah lain seperti Kedungkandang, Lowokwaru,

Sukun, dan Blimbing juga sudah menunjukan alih fungsi

lahan yang pesat. Berkembangnya perumahan, sektor

industri dan pariwisata yang tidak dapat dibendung

menjadi penyebab utama alih fungsi lahan di daerah ini.

Perubahan spesifik dari penggunaan untuk

pertanian ke pemanfaatan bagi nonpertanian yang

kemudian dikenal dengan istilah alih fungsi (konversi)

lahan (Iqbal dan Sumaryanto, 2007), kian waktu kian

meningkat. Khusus untuk di Kota Malang, fenomena ini

tentunya dapat mendatangkan permasalahan yang serius di

kemudian hari, jika tidak diantisipasi secara serius

dari sekarang. Implikasinya, alih fungsi lahan

pertanian yang tidak terkendali dapat mengancam

kapasitas penyediaan pangan, dan bahkan dalam jangka

panjang dapat menimbulkan kerugian sosial.

Dampak alih fungsi lahan sawah ke penggunaan

nonpertanian menyangkut dimensi yang sangat luas. Hal

itu terkait dengan aspek-aspek perubahan orientasi

ekonomi, sosial, budaya, dan politik masyarakat. Arah

perubahan ini secara langsung atau tidak langsung akan

berdampak terhadap pergeseran kondisi ekonomi, tata

ruang pertanian, serta prioritas-prioritas pembangunan

pertanian wilayah dan nasional (Winoto, 2005).

Masalah alih fungsi lahan dapat diatasi bila

pemerintah daerah sangat ketat dalam hal penataan

ruang. Pemerintah harus tegas dalam melarang

pembangunan perumahan dan industri yang hendak

menggunakan lahan di kawasan pertanian. Alih fungsi

lahan dapat dicegah dengan menjadikan sektor pertanian

sebagai lapangan usaha yang menarik dan bergengsi

secara alami. Alih fungsi lahan yang terjadi tanpa

kendali dapat menimbulkan persoalan ketahanan pangan,

lingkungan dan ketenagakerjaan (Syahyuti dkk, 2007).

Oleh karena itu, selain untuk melihat laju alih

fungsi lahan penelitian ini juga bertujuan untuk

mengetahui daerah pertanian mana saja yang mengalami

alih fungsi dan dampaknya terhadap kecukupan pangan

serta apa saja yang menjadi motivasi atau faktor yang

mendorong masyarakat mengalihfungsikan lahan serta

strategi apa saja yang dapat diterapkan untuk mencegah

terjadinya pengalihan fungsi lahan pertanian.

Faktor yang Mempengaruhi Pengalihfungsian Lahan di Kota

Malang

Permasalahan lingkungan tidak pernah terlepas

dari tindakan para agen atau manusia yang melakukan

pembangunan tanpa memperhatikan tata ruang terbuka

hijau yang sebenarnya sangat berpengaruh terhadap

keseimbangan lingkungan. Padahal sawah itu sangat

membantu produksi pangan yang sangat dibutuhkan oleh

para manusia.

Angka alih fungsi tanah pertanian ke non

pertanian dari tahun ke tahun semakin meningkat tajam.

Sensus pertanian 2003 menyebutkan selama periode 2000-

2002 total luas tanah sawah di Indonesia yang

dikonversi ke penggunaan lain mencapai 563.000 hektar

atau rata-rata 187,7 ribu hektar per tahun. Dengan luas

sawah 7,75 juta hektar pada tahun 2002, pengurangan

luas sawah akibat konversi lahan mencapai 7,27% selama

3 tahun atau rata-rata 2, 42% per tahun (Badan Pusat

Statistik (BPS), 2004).

Di Kota Malang, Jawa Timur yang luas wilayah

sebesar 110,06 km² dari tahun ke tahun terus menyusut

karena beralihfungsi lahan pertanian menjadi kawasan

perumahan (permukiman) maupun sebagai kawasan yang

digunakan untuk perekonomian. Kepala Dinas Pertanian

Kota Malang Ninik Suryantini, Selasa, mengakui, tahun

2007 luas lahan pertanian di daerah itu mencapai 1.550

hektar, tahun 2009 menyusut menjadi 1.400 hektar dan

tahun ini tinggal 1.300 hektare (Sukarelawati, 2012).

Di Kecamatan Klojen yang merupakan pusat kota sudah

tidak ada lagi persawahan yang diakibatkan oleh

pembangunan sarana umum yang terus bertambah. Sedangkan

di daerah Lowokwaru memiliki lahan pertanian dengan

rincian jenis sawah yang dominan adalah sawah irigasi

tehnis seluas 1.523,343 ha dan sederhana non tehnis

seluas 6.918,156 ha. Sawah dapat difungsikan sebagai

lahan pertanian dengan hasil utama padi. Lokasi

persawahan terdapat di wilayah Merjosari,

Tunggulwulung, Tasikmadu. (Website Kecamatan Lowokwaru,

2014)

Kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian

cenderung terus meningkat seiring dengan peningkatan

jumlah penduduk dan perkembangan struktur perekonomian.

Alih fungsi lahan pertanian sulit dihindari akibat

kecenderungan tersebut. Beberapa kasus menunjukkan jika

di suatu lokasi terjadi alih fungsi lahan, maka dalam

waktu yang tidak lama lahan di sekitarnya juga beralih

fungsi secara progresif. Menurut Irawan (2005), hal

tersebut disebabkan oleh dua faktor. Pertama, sejalan

dengan pembangunan kawasan perumahan atau industri di

suatu lokasi alih fungsi lahan, maka aksesibilitas di

lokasi tersebut menjadi semakin kondusif untuk

pengembangan industri dan pemukiman yang akhirnya

mendorong meningkatnya permintaan lahan oleh investor

lain atau spekulan tanah sehingga harga lahan di

sekitarnya meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan

selanjutnya dapat merangsang petani lain di sekitarnya

untuk menjual lahan. Wibowo (1996) menambahkan bahwa

pelaku pembelian tanah biasanya bukan penduduk

setempat, sehingga mengakibatkan terbentuknya lahan-

lahan guntai yang secara umum rentan terhadap proses

alih fungsi lahan.

Winoto (2005) mengemukakan bahwa lahan pertanian

yang paling rentan terhadap alih fungsi adalah sawah.

Hal tersebut disebabkan oleh :

1. Kepadatan penduduk di kota yang mempunyai

agroekosistem dominan sawah pada umumnya jauh lebih

tinggi dibandingkan agroekosistem lahan kering,

sehingga tekanan penduduk atas lahan juga lebih

inggi.

2. Daerah persawahan banyak yang lokasinya berdekatan

dengan daerah yang memungkinkan untuk membangun

sektor industri.

3. Akibat pola pembangunan di masa sebelumnya.

Infrastruktur wilayah persawahan pada umumnya lebih

baik dari pada wilayah lahan kering

4. Pembangunan prasarana dan sarana pemukiman, kawasan

industri, dan sebagainya cenderung berlangsung cepat

di wilayah bertopografi datar, dimana pada wilayah

dengan topografi seperti itu (terutama di Pulau Jawa)

ekosistem pertaniannya dominan areal persawahan.

Sedangkan menurut Lestari (2009) proses alih

fungsi lahan pertanian ke penggunaan nonpertanian yang

terjadi disebabkan oleh beberapa faktor. Ada tiga

faktor penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi

lahan sawah yaitu:

1. Faktor Eksternal.

Merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya

dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun

ekonomi.

2. Faktor Internal.

Faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan

oleh kondisi sosial-ekonomi rumah tangga pertanian

pengguna lahan.

3. Faktor Kebijakan.

Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh

pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan

perubahan fungsi lahan pertanian. Kelemahan pada

aspekregulasi atau peraturan itu sendiri terutama

terkait dengan masalah kekuatan hukum, sanksi

pelanggaran, dan akurasi objek lahan yang dilarang

dikonversi.

Menurut penelitian yang dilakukan, faktor yang

paling mempengaruhi pengalihan fungsi lahan pertanian

yang ada di Kota Malang adalah pertumbuhan pada sektor

perekonoman dan industri yang membutuhkan banyak lahan

untuk melakukan kegiatannya. Banyak sekali bangunan

yang dibangun untuk pabrik-pabrik dan pertokoan.

Disetiap daerah sudah banyak toko-toko mulai dari yang

sederhana sampai yang sudah modern seperti mall yang

semakin banyak di bangun di Kota Malang.

Selain faktor di dari sektor industri dan

perdagangan faktor yang paling mempengaruhi adalah

bertambahnya penduduk yang menjadikan penduduk

memerlukan lahan untuk perumahan. Salah satu contoh

kongkritnya seperti di daerah Sumbersari dan daerah

Candi dulunya adalah lahan persawahan namun sekarang

ini telah berubah menjadi daerah pemukiman warga yang

sangat padat. Hal ini disebabkan oleh daerah ini

berdekatan dengan tempat-tempat pendidikan sehingga

warganya melihat potensi untuk dijadikan tempat kos dan

usaha di bidang kebutuhan bahan makan.

Faktor terpenting penyebab maraknya alih fungsi

tanah pertanian ke nonpertanian lainya adalah lemahnya

Law Enforcement (penegakan hukum) dalam pengendalian alih

fungsi tanah pertanian ke non pertanian. Sebetulnya

pemerintah telah banyak membuat kebijakan untuk

pengendalian alih fungsi tanah pertanian, khususnya

tanah sawah sebagai tanah produksi padi. Akan tetapi

hingga kini implementasinya belum berhasil diwujudkan

secara optimal, selain itu ditambah dengan lemahnya

koordinasi antara Departemen Pertanian, Dewan

Perencanaan Wilayah dengan pembuat kebijakan. Terkait

dengan itu, Nasoetion (2003) mengemukakan bahwa

setidaknya terdapat tiga kendala mendasar yang menjadi

alasan mengapa peraturan pengendalian alih fungsi lahan

sulit terlaksana, yaitu :

1. Kendala Koordinasi Kebijakan. Di satu sisi

pemerintah berupaya melarang terjadinya alih fungsi

lahan, tetapi di sisi lain justru mendorong

terjadinya alih fungsi lahan tersebut melalui

kebijakan pertumbuhan industri/manufaktur dan sektor

nonpertanian lainnya yang dalam kenyataannya

menggunakan tanah pertanian.

2. Kendala Pelaksanaan Kebijakan. Peraturan-peraturan

pengendaliah alih fungsi lahan baru menyebutkan

ketentuan yang dikenakan terhadap perusahaan-

perusahaan atau badan hukum yang akan menggunakan

lahan dan atau akan merubah lahan pertanian ke

nonpertanian. Oleh karena itu, perubahan penggunaan

lahan sawah ke nonpertanian yang dilakukan secara

individual/perorangan belum tersentuh oleh peraturan-

peraturan tersebut, dimana perubahan lahan yang

dilakukan secara individual diperkirakan sangat luas.

3. Kendala Konsistensi Perencanaan. RTRW yang kemudian

dilanjutkan dengan mekanisme pemberian izin lokasi,

merupakan instrumen utama dalam pengendalian untuk

mencegah terjadinya alih fungsi lahan sawah

beririgasi teknis. Namun dalam kenyataannya, banyak

RTRW yang justru merencanakan untuk mengalih

fungsikan lahan sawah beririgasi teknis menjadi

nonpertanian.

Sehubungan dengan tiga kendala di atas, tidak

efektifnya peraturan yang telah ada, juga dipengaruhi

oleh : (1) lemahnya sistem administrasi tanah; (2)

kurang kuatnya koordinasi antar lembaga terkait; dan

(3) belum memasyarakatnya mekanisme implementasi tata

ruang wilayah.

Dampak dari Perubahan Fungsi Lahan Pertanian di Kota

Malang

Alih fungsi lahan merupakan beralihnya fungsi

penggunaan lahan dari sektor pertanian ke sektor non

pertanian. Alih fungsi lahan tersebut secara langsung

mengurangi jumlah lahan pertanian yang ada di Kota

Malang. Dampak alih fungsi lahan pertanian antara lain

sistem ketahan pangan yang akan menjadi terganggu.

Secara umum di Kota Malang masih memiliki ketahanan

pangan yang baik. Dengan adanya alih fungsi lahan yang

sekarang ini banyak terjadi di daerah-daerah bukan

tidak mungkin Kota Malang yang tadinya surplus beras

menjadi kekurangan beras. Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Widjanarko(2006) terkonsentrasinya

pembangunan perumahan dan industri di Pulau Jawa, di

satu sisi menambah terbukanya lapangan kerja di sektor

nonpertanian seperti jasa konstruksi, dan industri,

akan tetapi juga menimbulkan dampak negatif yang kurang

menguntungkan. Dampak negatif tersebut antara lain:

a. Berkurangnya luas sawah yang mengakibatkan turunnya

produksi padi, yang mengganggu tercapainya swasembada

pangan dan timbulnya kerawanan pangan serta

mengakibatkan bergesernya lapangan kerja dari sektor

pertanian ke nonpertanian. Apabila tenaga kerja tidak

terserap seluruhnya akan meningkatkan angka

pengangguran.

b. Investasi pemerintah dalam pengadaan prasarana dan

sarana pengairan menjadi tidak optimal

pemanfaatannya.

c. Berkurangnya ekosistem sawah di Jawa khususnya di

Kota Malang sedangkan pencetakan sawah baru yang

sangat besar biayanya di luar Pulau Jawa seperti di

Kalimantan Tengah, tidak menunjukkan dampak positif.

d. Bahwa alih fungsi lahan dapat menyebabkan

pengangguran-pengangguran baru di sektor pertanian,

hal ini dikarenakan pada waktu terjadi alih fungsi

lahan ke sektor non pertanian maka sebagian orang

akan kehilangan mata pencaharian baru. Sementara

sektor lain belum tentu dapat menerimanya karena

kurangnya keahlian yang ada.

d. Jumlah angka kemiskinan penduduk yang bekerja di

sektor pertanian mungkin dapat bertambah karena

adanya alih fungsi lahan. Ini terjadi karena sebagian

dari mereka akan kehilangan mata pencahariaanya

sehingga pendapatan mereka secara otomatis juga akan

hilang

Selain dampak tersebut dengan adanya alih fungsi

lahan dari sektor pertanian ke non pertanian juga bisa

menyebabkan timbulnya berbagai bencana seperti banjir,

tanah longsor, kekeringan. Ini dikarenakan kurangnya

daerah resapan air karena banyak berdirinya bangunan-

bangunan yang tadinya merupakan lahan pertanian.

Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Di

Kota Malang

Agar pengendalian terhadap upaya alih fungsi

lahan pertanian dapat efektif dan efisien di suatu

wilayah, Priyono(2011) memberikan strategi sebagai

berikut:

a. Kebijakan Pemerintah

Kebijakan pemerintah yang dibuat harus pro

rakyat, artinya kebijakan tersebut benar-benar

memperhatikan kepentingan rakyat, sehingga rakyat

merasa nyaman hidup dengan keluarganya maupun selalu

mau/memperhatikan ajakan pemerintah untuk menyukseskan

pembangunan, tidak mudah tergoda adanya hasrat untuk

mengkonversi tanah pertanian.

Kebijakan yang tidak berat sebelah contohnya yang

menyangkut perimbangan perolehan anggaran dari pusat

harus proporsional dapat ditinjau dari aspek potensi

sumberdaya (alam, energy, manusia), potensi rawan

keamanan, potensi kwalitas SDMnya, potensi geografis

wilayah, potensi rawan bencana, potensi pengembangan

IPTEKSnya, potensi pengembangan infrastruktur ekonomi

(pasar, sarana/prasarana transportasi, komunikasi dll).

Kebijakan disini benar-benar untuk rakyat, artinya

bukan hanya untuk kalangan pengusaha atau pegawai saja.

b. Instrumen Hukum

Perlu diupayakan secara kongkrit dalam hal :

(1) .Mencabut sekaligus mengganti Peraturan perrundang-

undangan yang tidak sesuai kondisi kebutuhan petani

serta dengan mencantumkan sangsi yang tegas dan berat

bagi pelanggarnya; (2). Penerapan pengendalian secara

ketat khususnya tentang perijinan perubahan alih fungsi

lahan pertanian dan pengelolaannya harus sesuai RTRW;

(3). Menerapkan sangsi yang tegas dan berat bagi

pelanggarnya misal pelanggaran RTRW dll; (4).

Memberikan sangsi yang jauh lebih berat bagi

pelanggarnya dari kalangan aparat pemerintah/penegak

hukum antara lain yang menyangkut perijinan, perubahan

status tanah, dll; (5). Membuat Undang-Undang yang

memberikan jaminan kekuatan yang memadai dan sederajat

bagi organisasi petani dalam hubungannya

(memperjuangkan haknya) dengan fihak pemerintah dan

organisasi lain yang menyangkut setiap pengambilan

keputusan, khususnya yang menyangkut kebutuhan petani.

c. Instrumen Ekonomi

Perlu diupayakan secara kongkrit dalam hal

pembuatan : (1). Kebijakan yang menyangkut jaminan

kestabilan harga dan keberadaan stok barang kebutuhan

petani; (2). Kebijakan yang menyangkut jaminan

kestabilan system distribusi (penyaluran) barang

kebutuhan petani; (3). Kebijakan yang menyangkut

jaminan social tenaga kerja (asuransi kerugian hasil

pertanian sepertti gagal panen atau anjloknya harga,

asuransi kecelakaan kerja pertanian, asuransi

pendidikan keluarga petani, asuransi kesehatan keluarga

petani dll); (4). Kebijakan yang menyangkut: pemberian

insentif setiap panen hasil pertanian bagi petani

penggarap atau buruh tani; dan pemberian desinsentif

bagi fiihak yang berminat dalam alih fungsi lahan

pertanian; (5). Kebijakan yang menyangkut pemberian

keringanan pajak khususnya sarana produksi pertanian

dan penjualan hasil pertanian dalam negeri.

d. Instrumen Sosial dan Politik

Perlu diupayakan secara kongkrit dalam hal

pembuatan : (1) Kebijakan pemasyarakatan dan upayanya

pemakaian kembali produk alam Indonesia , khususnya

produk pertanian ke semua lapisan (seluruh) masyarakat;

(2) Kebijakan pemasyarakaran bahaya dan pencegahannya

dalam pembuatan dan pemakaian produk yang merugikan

kehidupan petani beserta keluarganya bahkan dapat

merusak lingkungan; (4) Pemeloporan secara pro aktif

gerakan penghijauan setiap jengkal tanah oleh

pemerintah dan tokoh/lembaga swadaya masyarakat;

(5).Pemeloporan gerakan secara pro aktif dan

pembentukan satgas sadar lingkungan dimulai dari RT

hingga ke pusat.

e. Instrumen Pendidikan dan IPTEKS

Perlu diupayakan secara kongkrit dalam hal

penerapan : (1). Pemberian pen-didikan bermoral bangsa

Indonesia, ilmu, ketrampilan dan seni yang me-madai dan

efektif tentang pengelolaan usaha pertanian yang

prospektif yang dapat dimanfaatkan dan dinikmati bagi

konsumen; dan (2) .Pemberian ilmu pengetahuan dan

teknologi tepat guna yang sesuai dan terjangkau oleh

kemampuan petani seperti budidaya tanaman hias,

sayuran, dan sebagainya di lahan sempit.

Dengan adanya strategi-strategi ini diharapkan

Kota Malang dapat mempertahankan lahan pertanian

sehingga tidak berubah fungsinya. Selain itu,

swasembada pangan juga terus terjamin baik untuk

memenuhi kebutuhan di Kota Malang sendiri maupun daerah

lain dan tanaman-tanaman pertanian tidak akan punah.

Berkaitan dengan infiltrasi, diharapkan semakin banyak

daerah peresapan air sehingga banjir yang biasanya

menjadi masalah serius di Kota Malang akan teratasi.

Kesimpulan

Dari Hasil penelitian, dapat dapat diketahui

bahwa lahan pertanian adalah lahan yang ditunjukan atau

cacok untuk di jadikan lahan usaha tani untuk

memproduksi tanaman pertanian. Sedangkan Alih fungsi

lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan

adalah diartikan sebagai perubahan untuk penggunaan

lain disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis

besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan

penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan

meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih

baik.

Di Kota Malang sendiri tidak luput dari adanya

perubahan fungsi lahan lahan pertanian. Alih fungsi

lahan banyak terjadi di daerah Klojen. Namun daerah-

daerah lain seperti Kedungkandang, Lowokwaru, Sukun,

dan Blimbing juga sudah menunjukan alih fungsi lahan

yang pesat. tahun 2007 luas lahan pertanian di daerah

itu mencapai 1.550 hektar, tahun 2009 menyusut menjadi

1.400 hektar dan tahun ini tinggal 1.300 hektare

Berkembangnya perumahan, sektor industri dan pariwisata

yang tidak dapat dibendung menjadi penyebab utama alih

fungsi lahan di daerah ini.

Faktor yang paling mempengaruhi pengalihan fungsi

lahan pertanian di Kota Malang antara lain pertumbuhan

pada sektor perekonoman dan industri yang membutuhkan

banyak lahan untuk melakukan kegiatannya. Banyak sekali

bangunan yang dibangun untuk pabrik-pabrik dan

pertokoan. Selain itu bertambahnya penduduk yang

menjadikan penduduk memerlukan lahan untuk perumahan

semakin banyak . Salah satu contoh kongkritnya seperti

di daerah Sumbersari dan daerah Candi dulunya adalah

lahan persawahan namun sekarang ini telah berubah

menjadi daerah pemukiman warga yang sangat padat.

Faktor terpenting penyebab maraknya alih fungsi tanah

pertanian ke nonpertanian lainya adalah lemahnya Law

Enforcement (penegakan hukum) dalam pengendalian alih fungsi

tanah pertanian ke non pertanian. Sebetulnya pemerintah

telah banyak membuat kebijakan untuk pengendalian alih

fungsi tanah pertanian untuk implementasinya belum

berhasil diwujudkan secara optimal sebab lemahnya

koordinasi dari pemerintah sendiri.

Dampak dari adanya perubahan fungsi lahan ini

adalah Berkurangnya luas sawah yang mengakibatkan

turunnya produksi padi, yang lambat lau akan mengganggu

tercapainya swasembada pangan dan timbulnya kerawanan

pangan serta mengakibatkan bergesernya lapangan kerja

dari sektor pertanian ke nonpertanian; Investasi

pemerintah dalam pengadaan prasarana dan sarana

pengairan menjadi tidak optimal pemanfaatannya;

Berkurangnya ekosistem sawah di Jawa; pengangguran-

pengangguran baru di sektor pertanian dan Jumlah angka

kemiskinan penduduk yang bekerja di sektor pertanian

mungkin dapat bertambah karena adanya alih fungsi lahan

ini. Hal ini terjadi karena sebagian dari mereka akan

kehilangan mata pencahariaanya sehingga pendapatan

mereka secara otomatis juga akan hilang. Selain itu,

alih fungsi lahan dari sektor pertanian ke non

pertanian juga bisa menyebabkan timbulnya berbagai

bencana seperti banjir, tanah longsor, kekeringan. Ini

dikarenakan kurangnya daerah resapan air karena banyak

berdirinya bangunan-bangunan yang tadinya merupakan

lahan pertanian.

Strategi yang diterapkan untuk mencegah

terjadinya pengalihan fungsi lahan pertanian di Kota

Malang antara lain pemerintah harus menetapkan

Kebijakan yang pro rakyat dan tidak berat, Penerapan

pengendalian secara ketat khususnya tentang perijinan

perubahan alih fungsi lahan pertanian dan

pengelolaannya, Kebijakan yang menyangkut jaminan

kestabilan harga dan keberadaan stok barang kebutuhan

petani, memeloporan secara pro aktif gerakan

penghijauan setiap jengkal tanah oleh pemerintah dan

tokoh/lembaga swadaya masyarakat dan Pemberian ilmu

pengetahuan dan teknologi tepat guna yang sesuai dan

terjangkau oleh kemampuan petani. Dengan adanya

strategi-strategi ini diharapkan Kota Malang dapat

mempertahankan lahan pertanian sehingga tidak berubah

fungsinya

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang

ada maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan pencatatan secara sistematis

mengenai kegiatan alih fungsi lahan pertanian yang

terjadi melalui perangkat perangkat desa dan dapat

secara jelas diketahui seberapa besar kegiatan

tersebut telah terjadi sehingga dapat dilakukan

penanggulangan secara tepat terhadap kegiatan alih

fungsi lahan yang marak terjadi.

2) Melakukan upaya intensifikasi pertanian agar lahan

dapat berproduksi secara optimal sehingga

keberlangsungan usaha pertanian dapat terus

berlangsung sehingga kebutuhanakan pangan (beras) dan

kesejahteraan petani dapat terjamin.

3) Perlu adanya sosialisasi mengenai perundang-undangan

tentang alih fungsi lahan pertanian dan penindakan

secara tegas terhadap pelanggaran, mengingat hal

tersebut dapat berdampak pada stabilitas nasional

mengenai pengadaan pangan yang sifatnya sangat vital.

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistika. 2004. Statistik Indonesia. Jakarta:Badan Pusat Statistik Indonesia.

Iqbal, Muhammad dan Sumaryanto. 2007. StrategiPengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian BertumpuPada Partisipan Masyarakat. Pusat Analisis SosialEkonomi dan Kebikjakan Pertanian. Bogor.

Irawan, B. 2005. Konversi Lahan Sawah : Potensi Dampak dan PolaPemanfaatannya. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomidan Kebijakan Pertanian.

Kecamatan Lowokwaru. 2014. Profil Kec. Lowokwaru.(Online)(http://keclowokwaru.malangkota.go.id/gambaran-umum/) diakses 10 Oktober 2014.

Lestari, T. 2009. Dampak Konversi Lahan Pertanian BagiTaraf Hidup Petani. Skripsi. Bogor. InstitutPertanian Bogor. (Online)(http://kolokiumkpmipb.wordpress.com) diakses 10 Oktober 2014.

Nasoetion, L.I. 2003. Konversi Lahan Pertanian : AspekHukum dan Implementasinya. Dalam Kurnia dkk.(eds). Makalah Seminar Nasional “MultifungsiLahan Sawah dan Konversi Lahan Pertanian”.Pusat Penelitian dan Pengembangan TanahdanAgroklimat, Badan Penelitian danPengembangan Pertanian. Bogor.

Priyono. 2011. Alih Fungsi Lahan Pertanian Merupakan SuatuKebutuhan Atau Tantangan. Bengkulu: ProsidingSeminar Nasional Budidaya Pertanian.

Sukarelawati, Endang. 2012. Lahan Pertanian di KotaMalang Terus Menyusut. (Online)(https://www.google.com/search?q=%2FLahan+Pertanian+di+Kota+Malang+Terus+Menyusut+++ANTARA+JATIM++

+Portal+Berita+Daerah+Jawa+Timur.htm&ie=utf-8&oe=utf-) diakses 10 oktober 2014.

Sumaryanto, Syahyuti, Saptana dan B. Irawan. 2007. Masalah Pertanahan di Indonesia dan Implikasinya terhadap Tindak Lanjut Pembaruan Agraria. Forum Penelitian AgroEkonomi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Wibowo, S.C. 1996. Analisis Pola Konversi Sawah SertaDampaknya Terhadap Produksi Beras : Studi Kasus di JawaTimur. Bogor: Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor.

Winoto, J. 2005. Kebijakan Pengendalian Alih Fungsi TanahPertanian dan Implementasinya. Makalah Seminar“Penanganan Konversi Lahan danPencapaian LahanPertanian Abadi”, Kerjasama Kantor KementerianKoordinator Bidang Perekonomian dengan PusatStudi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan(Institut Pertanian Bogor). Jakarta.

Witjaksono, 2006. Alih Fungsi Lahan : Suatu Tinjauan

Sosiologis. Prosiding Lokakarya Persaingan dalamPemanfaatan Sumber Daya Lahan dan Air. PusatPenelitian dan Pengembangan Sosial EkonomiPertanian dan Ford Foundation.