Penampilan Perempuan Dalam Ibadah Jemaat Menurut I ...

10
99 Penampilan Perempuan Dalam Ibadah Jemaat Menurut I Timotius 2:9-10 dan Implementasinya Bagi Jemaat KGPM Syalom Tandengan Tondano” Leonardo C. Dendeng Dosen Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri Manado email [email protected], Putri Kapoh Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri Manado email:[email protected] Abstrak Tujuan dari artikel penelitian ini adalah untuk mengkaji sikap perempuan dalam ibadah menurut 1 Timotius 2:9-10 dan implementasinya bagi jemaat Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM) Syalom Tandengan Tondano. Metode penelitianyang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan eksegese kritis historis. Dengan teknik pengumpulan data melalui pengamatan, wawancara dan studi kepustakaan diperoleh hasil bahwa sikap perempuan dalam berpenampilan haruslah sederhana seperti dalam beribadah bukan sebaliknya justru penampilan yang penuh dengan kemewahan dinampakkan di ibadah. Kata Kunci : Penampilan, Perempuan, Ibadah LATAR BELAKANG Perempuan di Minahasa merupakan sosok yang dianggap penting. Dalam cerita rakyat Minahasa, perempuan memegang peran penting. Mulai dari Lumimuut dipercaya sebagai ibu dari semua orang Minahasa. Karina sebagai perempuan bijaksana yang menjadi penasehat. Maria Walanda Maramis menjadi tokoh emansipasi perempuan di Minahasa dan diberikan gelar pahlawan Nasional. Perempuan bukanlah sosok yang disisihkan di Minahasa. Perempuan Minahasa adalah perempuan yang berusaha untuk me- nampilkan yang terbaik, jiwa petarung dan keberanian melekat dalam diri perempuan Minahasa. Namun hal itu sepertinya mulai terkikis dengan semakin berkembangnya zaman. Ada pun jargon yang dekat dengan perempuan Minahasa, yaitu “biar kalah nasi, yang penting nda kalah aksi”, yang artinya bahwa sekali pun tidak ada nasi (makanan) yang penting tidak kalah penampilan. Dalam kehidupan bermasyarakat dan berjemaat yang tentunya membawa penilaian buruk pada perempuan-perempuan ini dan keluarga mereka. Fenomena ini pun ada dalam gereja, khususnya Kerapatan Gereja Protestan Minahasa Sidang Syalom Tandengan. Hasil observasi menunjukkan ada sebagian perempuan yang tidak sadar terhadap tanggungjawab mereka dalam membangun dan membentuk sikap hidup yang benar, baik secara peribadi maupun dalam keluarga. Gaya berbusana sebagian perempuan di jemaat ini tidak pantas lagi dan tidak cocok untuk di- kenakan dalam ibadah di gereja. Berdasarkan hasil observasi dan percakapan yang di- lakukan peneliti dengan sebagian anggota jemaat laki-lakidi KGPM Syalom Tandengan, maka peneliti mengetahui bahwa dengan cara berbusana yang tak pantas oleh sebagian perempuan ini, membuat konsentrasi para lelaki yang hadir dalam ibadah tersebut jadi terganggu, mengingat perhatian para laki-laki terfokus pada penampilan mereka, bahkan penampilan mereka sering menjadi bahan cerita sebagian perempuan di jemaat ini. Selain itu, perhiasan pun seakan menjadi barang yang harus dikenakan saat ibadah, gereja seakan-akan menjadi tempat untuk

Transcript of Penampilan Perempuan Dalam Ibadah Jemaat Menurut I ...

99

Penampilan Perempuan Dalam Ibadah Jemaat Menurut I Timotius 2:9-10 dan Implementasinya Bagi Jemaat KGPM Syalom Tandengan Tondano”

Leonardo C. Dendeng

Dosen Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri Manado email [email protected],

Putri Kapoh

Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri Manado email:[email protected]

Abstrak

Tujuan dari artikel penelitian ini adalah untuk mengkaji sikap perempuan dalam ibadah menurut 1 Timotius 2:9-10 dan implementasinya bagi jemaat Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM) Syalom Tandengan Tondano. Metode penelitianyang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan eksegese kritis historis. Dengan teknik pengumpulan data melalui pengamatan, wawancara dan studi kepustakaan diperoleh hasil bahwa sikap perempuan dalam berpenampilan haruslah sederhana seperti dalam beribadah bukan sebaliknya justru penampilan yang penuh dengan kemewahan dinampakkan di ibadah.

Kata Kunci : Penampilan, Perempuan, Ibadah

LATAR BELAKANG

Perempuan di Minahasa merupakan sosok yang dianggap penting. Dalam cerita rakyat Minahasa, perempuan memegang peran penting. Mulai dari Lumimuut dipercaya sebagai ibu dari semua orang Minahasa. Karina sebagai perempuan bijaksana yang menjadi penasehat. Maria Walanda Maramis menjadi tokoh emansipasi perempuan di Minahasa dan diberikan gelar pahlawan Nasional. Perempuan bukanlah sosok yang disisihkan di Minahasa.

Perempuan Minahasa adalah perempuan yang berusaha untuk me- nampilkan yang terbaik, jiwa petarung dan keberanian melekat dalam diri perempuan Minahasa. Namun hal itu sepertinya mulai terkikis dengan semakin berkembangnya zaman. Ada pun jargon yang dekat dengan perempuan Minahasa, yaitu “biar kalah nasi, yang penting nda kalah aksi”, yang artinya bahwa sekali pun tidak ada nasi (makanan) yang penting tidak kalah penampilan. Dalam kehidupan bermasyarakat dan berjemaat yang tentunya membawa penilaian buruk pada perempuan-perempuan ini dan keluarga mereka.

Fenomena ini pun ada dalam gereja, khususnya Kerapatan Gereja Protestan Minahasa Sidang Syalom Tandengan. Hasil observasi menunjukkan ada sebagian perempuan yang tidak sadar terhadap tanggungjawab mereka dalam membangun dan membentuk sikap hidup yang benar, baik secara peribadi maupun dalam keluarga. Gaya berbusana sebagian perempuan di jemaat ini tidak pantas lagi dan tidak cocok untuk di- kenakan dalam ibadah di gereja. Berdasarkan hasil observasi dan percakapan yang di- lakukan peneliti dengan sebagian anggota jemaat laki-lakidi KGPM Syalom Tandengan, maka peneliti mengetahui bahwa dengan cara berbusana yang tak pantas oleh sebagian perempuan ini, membuat konsentrasi para lelaki yang hadir dalam ibadah tersebut jadi terganggu, mengingat perhatian para laki-laki terfokus pada penampilan mereka, bahkan penampilan mereka sering menjadi bahan cerita sebagian perempuan di jemaat ini. Selain itu, perhiasan pun seakan menjadi barang yang harus dikenakan saat ibadah, gereja seakan-akan menjadi tempat untuk

100

memamerkan perhiasan dan juga tas ataupun dompet mereka yang bermerek.

Memang tidak semua perempuan di jemaat ini seperti itu, banyak perempuan yang terpilih sebagi pelayan khusus karena berperilaku baik, ada pula perempuan lainnya yang patut dicontohi karena ketaatan mereka beribadah, namun sebagian perempuan masih merasa nyaman dan baik-baik saja dengan sikap yang tidak terpuji yang mereka praktikan dalam hidup sehari-hari khususnya dalam ibadah jemaat. Pertanyaannya, mengapa image perempuan Minahasa sebagai perempuan ideal lalu muncul fenomena ini? Apakah ini tidak bias gender?

Dalam Surat 1 Timotius 2:8-15 Rasul Paulus yang adalah pemimpin jemaat di Efesus menyampaikan keinginannya agar supaya perempuan-perempuan bersikap se- pantasnya dalam kehidupan sehari-hari yakni sikap yang ditunjukkan seperti ketika akan beribadah. Permasalahan yang terjadi adalah bagi perempuan Minahasa yang ada KGPM Tandengan Tondano, pada saat ibadah justru merupakan tempat mereka untuk bersikap, bedandan dan memamerkan aksi mereka. Karena itu dalam penelitian ini akan mengkaji bagaimana seharusnya sikap perempuan dalam Surat I Timotius 2:8-15 dalam ke- hidupan sehari-hari secara khusus dalam ibadah dan implementasinya bagi jemaat di KGPM Tandengan Tondano.

METODE

Pendekatan penelitian ini meng- gunakan kualitatif serta dengan metode pendekatan eksegese kritik historis dalam meneliti bagian Alkitab. Peneliti memulai penelitian ini dengan Observasi awal di jemaat KGPM Syalom Tandengan dilaksanakan pada. Sesudah melakukan observasi awal peneliti melanjutkannya dengan studi kepustakaan menyangkut teori-teori yang berhubungan

melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, serta membuat dokumentasi. Bagaimana teknis wawancaranya? Siapa yang diwawancarai?

Selanjutnya, untuk memahami isi dari teks yang menjadi bahan penelitian yaitu 1 Timotius 2:8-15, peneliti menggunakan metode penafsiran kritis historis. Kritik historis terhadap dokumen-dokumen di- dasarkan pada anggapan bahwa sebuah teks itu bersifat historis dan minimal dalam dua pengertian: teks itu berkaitan dengan sejarah dan juga memiliki sejarahnya sendiri. Atas dasar demikian dapat dibedakan antara sejarah dari teks dan sejarah dalam teks. Sebab kerja penelitian ini berkaitan dengan kerja tafsir untuk memahami maksud penulis teks sesuai dengan situasi dan kondisi pada zaman itu.

HASIL DAN PEMBAHASAN I Timotius 2:9-10

“Demikian juga hendaknya perempuan. Hendaklah ia berdandan dengan pantas, dengan sopan dan sederhana, rambutnya jangan berkepang-kepang, jangan memakai emas atau mutiara ataupun pakaian yang mahal-mahal, tetapi hendaklah ia berdandan dengan perbuatan baik, seperti yang layak bagi perempuan yang beribadah”. (LAI-TB)

Kalimat pembuka ayat ini menandakan keterkaitan dengan ayat sebelumnya, yang menekankan tentang kesucian hidup para lelaki yang hendak beribadah yang tercermin melalui perilaku/sikap mereka sehari-hari, khususnya yang berkaitan dengan aktivitas tangan mereka. Kesucian hidup ini pun hendaknya dimiliki oleh para perempuan namun ditunjukan melalui penampilan mereka yang nantinya akan menggambarkan sikap/perilaku hidup mereka sehari-hari.1

Secara tersirat, ayat ini memberikesan sebuah perlawanan terhadap latar belakang

dengan masalah yang peneliti temui pada observasi awal. Selajutnya peneliti akan melakukan penelitian di lapangan dengan

1R. Budiman, Tafsiran Alkitab: Surat 1&2 Timotius dan Titus Surat-surat pastoral, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), h. 22.

101

Yahudi, dimana secara resmi kedudukan wanita atau perempuan sangat rendah. Dalam hukum Yahudi, perempuan dianggap bukan seorang pribadi, melainkan sebuah barang. Ia sepenuhnya siap melayani ayah atau suaminya. Ia dilarang mempelajari hukum Taurat, sebab mengajarkan hukum Taurat kepada perempuan sama seperti menaruh mutiara pada moncong babi. Perempuan tidak memiliki tempat di sinagoge; mereka di- tempatkan di ruang tertutup dalam sinagoge atau serambi agar tidak terlihat. Tidak ada kewajiban bagi para perempuan untuk menghadiri perjamuan dan perayaan- perayaan kudus. Dalam kebiasaan Yahudi, perempuan, budak dan anak-anak dikelompokkan dalam kelas sosial yang sama.2

Berbeda dengan kebiasaan ini, orang Kristen pada saat itu sudah memberikan tempat bagi para perempuan untuk datang belajar dan beribadah. Orang Kristen saat itu bersikap revolusioner. Faktanya Yesus mengajar perempuan misalnya dalam kisah Maria dan Marta. Selain itu ada juga sekelompok wanita yang dizinkan Yesus untuk mengiringi perjalanannya sambil menerima ajaran dari-Nya.3 Selain itu dalam Lukas juga memberi contoh tentang seorang wanita bungkuk yang tidak dapat menegakkan punggungnya dan secara tidak terduga ia mendapat berkat ketika pada suatu hari Sabat ia datang ke Sinagoge dan Yesus me- nyembuhkan dia (Luk.13:10-13).4 Hal inilah yang dicontohi Paulus dalam pelayanannya, ia melawan kebiasaan Yahudi saat itu dan memberi ruang terbuka dan kebebasan bagi perempuan untuk menghadiri dan turut mengambil bagian dalam ibadah jemaat. Namun kebebasan itu tetap ada dalam bingkai aturan.

2William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Surat 1 dan 2 Timotius, Titus, Filemon, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), h. 106.

3 Leon Morris, Teologi Perjanjian Baru, (Malang: Gandum Mas, 2014), h. 283.

4Ibid.,hh. 284-285.

Aturan yang dimaksudakan bagi perempuan adalah yang pertama menghiasi diri mereka di dalam pakaian terhormat dengan kesederhanaan dan tidak berlebihan. Perempuan adalah sosok yang diciptakan Allah yang umumnya dikenal gemar meng- hiasi diri dengan berbagai macam dandanan, baik itu di wajah maupun dalam berpakaian. Kata kosmei/n yang oleh LAI-TB diartikan dengan berdandan dan terjemahan peneliti, NKJV serta LAI-BIS diartikan dengan menghiasi, berarti membuat atau mem- permolek dengan barang-barang yang indah, mengatur sedemikian rupa sehingga kelihatan lebih baik. Seorang perempuan yang beribadah sebaiknya menghiasi dirinya dengan menggunakan kata stolh/| kosmi,w yang artinya pakaian terhormat.

Pakaian yang terhormat melambangkan kewibawaan seseorang. Perempuan-perempuan yang biasa menghiasi diri mereka dengan terhormat adalah para wanita Yunani kalangan atas, dimana mereka hidup dengan sangat membatasi diri. Mereka biasanya tinggal disuatu tempat yang tidak dapat dikunjungi oleh siapa pun kecuali suaminya. Para perempuan terhormat ini bahkan tidak pernah sendirian di jalan dan tidak pernah hadir dalam pertemuan umum.5

Melihat kenyataan di sekitar orang Kristen saat itu, maka menurut peneliti ada harapan besar dari Paulus di balik anjurannya bagi para perempuan untuk menghias dirinya layaknya perempuan yang terhormat, yaitu agar mereka tidak didekati oleh sembarangan orang khususnya mereka yang membawa aliran sesat, dan dengan demikian hanya nasihat dan pengajaran dari suami merekalah yang patut mereka dengar. Dengan demikian, tentunya akan terjalin hubungan yang baik antara suami dan isteri dan tidak meng- akibatkan pertengkaran yang berujung pada

5William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Surat 1 dan 2 Timotius, Titus, Filemon, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), hh. 107-108.

102

kemarahan yang membuat para suami sulit untuk mengampuni istri mereka.

Bukan hanya sekadar menghiasi diri dengan terhormat, Paulus mengingatkan agar tetap dalam tahap kewajaran yaitu berdandan dengan aivdou/j yang artinya sopan. Hal ini diperkirakan disampaikan oleh Paulus untuk melawan kebiasaan atau pun untuk mencegah pengaruh dari cara berpakaian perempuan- perempuan Yunani yang sebagian perempuan saat itu bekerja sebagai pelacur. Dapat dibayangkan bagaimana penampilan para pelacur. Apalagi jemaat ini masih dalam tahap pertumbuhan, sangat mudah digoncangkan karena pada saat itu gereja ibaratnya ada di tengah-tengah samudera kekafiran. Orang- orang Kristen saat itu bisa dikatakan hanya bergeser setapak dari kekafiran, sehingga bisa dengan mudahnya mereka kembali pada nilai- nilai kekafiran yang menjadi asal-usul mereka, apalagi didukung oleh suasana di sekitar mereka.

Dengan demikian Paulus meng- ingatkan agar para perempuan berpakaian dengan sopan, sebab penampilan seorang Kristen seharusnya berbeda dengan perempuan-peremuan yang hidup dalam kekafiran saat itu. Sikap yang di tunjukan oleh para perempuan melalui busana atau pakaian sopan memberi tanda bahwa mereka benar- benar layak untuk beribadah.

Selanjutnya para perempuan diharapkan menghias diri mereka dengan swfrosu,nh atau tidak berlebihan, dengan kata lain sederhana. Sederhana menunjukkan penampilan yang apa adanya atau tidak mencolok. Penampilan yang diperuntukan bagi wanita ini bersifat pasif halus. Sifat yang demikian sama dengan kedudukan perempuan pada zaman itu. Dengan anjuran ini Paulus tidak bermaksud mengatakan, bahwa wanita tidak boleh berbusana baik dan menghias diri, melainkan keindahan utama yang harus ia kejar adalah keindahan batin. Setiap penampilan lahiriah mencerminkan

keadaan batin orang itu. Keindahan batiniah itu harus tercermin dalam perbuatan baik.6

Selain itu, Paulus menekankan agar para perempuan menjaga kesopanan dan kesederhanaan penampilan mereka agar penampilan mereka dapat menjadi teladan dan kesaksian yang baik bagi orang-orang di sekitar mereka yang belum percaya. Kata swfrosu,nh juga menggambarkan penahanan diri yang seimbang dan bijaksana.7

Kesederhanaan yang di makuskan antara lain dengan rambut yang tidak berkepang-kepang. Kebiasaan laki-laki dan perempuan di Israel membiarkan rambut tumbuh panjang sekali, sebab adalah lambang pengabdian seseorang untuk Allah apabila ia tidak memotong rambutnya. Bagi jemaat mula-mual kepala gundul adalah sebuah penghinaan. Sebaliknya, rambut yang panjang dan terurai adalah sebuah perhiasan yang berharga bagi perempuana namun sebuah penghinaan bagi seorang laki-laki demikian kata Paulus kepada jemaat Yunani. Paulus menyarankan para perempuan untuk tidak mengepang-ngepang rambut mereka melainkan membiarkannya terurai, dan dengan demikian rambut itu menjadi penudung bagi kepalanya, tetapi juga untuk mencegah agar tidak terpengaruh oleh kebiasaan sebagian perempuan Yunani yang hanya sibuk memikirkan, memelihara dan mengurus rambut mereka.8

Bukan hanya penampilan rambut saja, perempuan juga di anjurkan untuk tidak memakai crusi,w (emas) ataupun margari,thj

(mutiara-mutiara), ataupun i`matismw polutelei

(pakaian yang mahal-mahal). Crusi,w yang berarti emas adalah logam mulia yang ditemukan di berbagai tempat di Palestina

6R. Budiman, Tafsiran Alkitab: Surat 1&2

Timotius dan Titus Surat-surat Pastoral, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), h. 22.

7Soedarmo, Tafsiran Alkitab Masa Kini 3 Matius-Wahyu, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1994), h.692.

8William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Surat 1 dan 2 Timotius, Titus, Filemon (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), h. 108.

103

(Mesir dan Ofir, sekarang mungkin Oman di Arab Tenggara) dan di eksport ke Yehuda.9

Emas merupakan lambang hal-hal rohani yang bernilai tinggi dan abadi seperti iman atau Firman Allah. Namun emas juga adalah tanda atau lambang kemewahan duniawi, yakni hal-hal yang memikat orang yang tidak percaya sehingga mereka bernafsu me- nginginkannya dan memberhalakannya.10

Margari,thj yang dalam terjemahan Indonesia berarti mutiara adalah salah satu batu berharga dan mahal yang diperjualbelikan yang biasa dipakai oleh para perempuan untuk menghias diri mereka. Kerajaan sorga juga diumpamakan sebuah mutiara yang indah, yang membuat seseorang berusaha mati- matian untuk memilikinya karena itu adalah segala-galanya (Mat. 13:45). Mutiara dipakai sebagai perhiasan dalam Perjanjian Baru, walaupun diolok sebagai kesukaan pamer di antara kaum perempuan.11

I`matismw polutelei yang artinya pakaian yang mahal-mahal, juga tidak diperbolehkan oleh Paulus untuk dikenakan para perempuan saat akan beribadah. Larangan ini adalah untuk melawan kebiasaan perempuan dalam masyarakat Yunani yang hidupnya hanya mengejar pakaian-pakian yang bagus dan mahal. Bahkan orang Yunani dan orang Romawi sendiri heran terhadap kecintaan pada pakaian dan pujian yang menjadi ciri-ciri kaum wanita mereka.12 Di balik pakaian mahal yang mereka kenakan maka tujuan mereka adalah untuk mencarai kepujian dari sesama anggota jemaat.

9 W.R.F Browning, Kamus Alkitab:

Panduan Dasar ke Dalam Kitab-Kitab, Tema, Tempat, Tokoh dan Istilah Alkitab, (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2015), h. 94.

10 W. Stuart Owen, P.A. Grist, R. Dowling, Kamus Lambang dan Kiasan Dalam Alkitab, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2015), hh. 63-64.

11W.R.F Browning, Kamus Alkitab: Panduan Dasar ke Dalam Kitab-Kitab, Tema, Tempat, Tokoh dan Istilah Alkitab, (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2015), h. 279.

12William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Surat 1 dan 2 Timotius, Titus, Filemon, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), h. 108.

Keseluruhan tata karma berpakaian ini di tujukan bagi para perempuan di Efesus yang memiliki keadaan sosial yang bisa dikatakan kelas menengah ke atas dan segelintir orang kaya yang sering menjadi penyebab beberapa persoalan yang dihadapi Paulus.13 Dari larangan ini, maka sangat kelihatan bahwa sebisa mungin Paulus menginginkan agar para perempuan Kristen menjadi berbeda dari perempuan-perempuan umumnya pada saat itu, sebab rincian perhiasan dalam ayat ini biasanya menjadi ciri khas para pelacur di Efesus.14 Selain itu, Paulus ingin mencegah agar pengalamannya bersama dengan Barnabas saat mengunjungi Antiokhia di Pisidia terulang kembali. Pada waktu jemaat berkembang, ada tantangan dari beberapa wanita saleh (Kisah Para Rasul 13:50). Mereka adalah perempuan-perempuan atau isteri-isteri terkemuka yang takut akan Allah yang secara bebas datang ke siangoge namun dengan mudahnya terbujuk oleh orang-orang Yahudi, yang mungkin karena mereka jugalah yang menghasut suami-suami mereka sehingga Paulus dan Barnabas dianiaya dan diusir dari daerah tersebut.

Perempuan-perempuan Kristen di Efesus pun mulai menunjukkan perilaku yang sama. Jemaat di Efesus itu sendri, sedang di perhadapkan dengan aliran-aliran sesat lebih tepatnya genostik. Aliran ini mengutamakan kemampuan intelektual, dongen-dongen, me- nolak pemahaman tentang kebangkitan tubuh,15 mengabaikan tingkah laku yang pantas dalam jemaat, dan juga penolakan ter- hadap lembaga perkawinan.16

Ajaran sesat ini mencari keuntungan haram dengan mengatakan bahwa

13 Craig L. Blomberg, Tidak Miskin, Tetapi Juga Tidak Kaya: Teologi Alkitab Tentang Kepemilikan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), h. 243.

14Alkitab.sabda.org. 15William Barclay, Pemahaman Alkitab

Setiap Hari: Surat 1 dan 2 Timotius, Titus, Filemon, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), h.18.

16 Manfred T. Brauch, Ucapan Paulus yang Sulit: Hard Saying’s of Paul, (Malang: Literatur SAAT, 2012), h. 270.

104

pengetahuan yang mereka ajarakan adalah mahal. Mereka berusaha mendapat upah dari pengajaran yang telah mereka berikan. Di samping itu, para guru sesat juga mem- peraktikkan cara hidup yang asketis, menghindari makanan tertentu (1 Tim. 4:3), dan mengkalim bahwa mereka telah mengalami kebangkitan serta memiliki ilmu sihir atau guna-guna. Mereka juga melepaskan pemberitaan Paulus mengenai eskatologi dan mengaku bahwa merekalah yang memiliki pengetahuan (gnosis). Guru-guru sesat ini adalah para pengikut aliran gnostik yang berlatarbelakang Yahudi.17 Mereka tidak mau mengakui pernikahan. Meskipun Paulus sendiri tidak menikah, dan menganggap hal tidak menikah itu adalah karunia dari Tuhan dan tidak semua laki-laki memiliki itu, namun Pulus tetap menganjurkan agar mereka menikah dan jangan memandang rendah akan pernikahan sebagaimana yang di ajarkan dalam aliran genostik.18

Strategi penyebaran ajaran mereka adalah menyeludup masuk ke dalam rumah- rumah jemaat dan berusaha meyakinkan para perempuan tentang ajaran mereka, terutama para perempuan kaya, (2 Tim. 3:6-10), karena mereka suka membual dan memamerkan kekayaan mereka (1 Tim. 2:9).19 Dari rumah ke rumah mereka menyebarluaskan ajaran mereka ini, dan sebagaimana kebiasaan pada waktu itu, para perempuanlah yang tinggal di rumah sedang para lelaki bekerja dan menerima pendidikan.

Dandanan atau cara berpakaian para perempuan saat itu sangat berpengaruh. Perhiasan dan pakaian yang mahal yang mereka kenakan akan sangat menarik per- hatian para pengajar sesat saat itu bahkan

17 Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru:

Sejarah, Pengantar dan Pokok-Pokok Teologisnya, (Bandung: Bina Media Informasi, 2010), h. 247.

18George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru Jilid 2, (Makassar: Kalam Hidup, 2014), h. 315.

19Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru: Sejarah, Pengantar dan Pokok-Pokok Teologisnya, (Bandung: Bina Media Informasi, 2010), h. 247.

menjadi sasaran utama mereka. Mereka akan memperoleh upah yang besar dari para perempuan-perempuan kaya itu dan dengan mudahnya mereka dapat menyebarluaskan ajaran ini. Kenyataan ini memperlihatkan bahwa sikap seorang perempuan lewat penampilan atau cara berpakaian akan mebawah pengaruh pada situasi atau keadaan tertentu, termasuk saat akan beribadah. Para perempuan-perempuan kaya inilah yang memfasilitasi para pengajar sesat itu untuk mengajar para anggota-anggota jemaat saat itu, dan yang memicuh terjadinya kehancuran dalam jemaat tetapi juga dalam rumah tangga mereka masing-masing.20

Semua berawal dari sikap perempuan. Sikap yang mencakup komponen kognitif yaitu melalui ide mereka yang ingin mem- percantik diri dan memamerkan kekayaa. Idenya Ini mempengaruhi komponen sikap lainnya yaitu komponen afeksi, yaitu perasaan atau emosi menyangkut rasa senang atau tidak senang pada suatu objek. Kesenangannya terhadap idenya itu, yang membuat para perempuan ingin menyatakannya melalui penampilan mereka. Sikap yang ditunjukkan peremuan ini membuat mereka diincar oleh para pengajar ajaran sesat. Tidak hanya berhenti di situ saja, perempuan juga menampakkan komponen sikap selanjutnya, yaitu melalui perilaku atau kognitif yang ditunjukkan lewat penerimaan mereka terhadap ajaran sesat itu. Sikap ini tentunya berdampak sangat buruk, yang berimbas pada kelangsungan hidup perempuan itu di tengah- tengah keluarganya tetapi juga di tengah- tengah jemaat. Jika saja perempuan tidak bersikap demikian, pastilah ia tidak akan berselisih dengan suaminya, dan suaminya tidak akan mengotori tangannya dengan perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji yaitu dengan memukili isterinya. Jika hal itu terjadi,

20 Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian

Baru: Sejarah, Pengantar dan Pokok-Pokok Teologisnya, (Bandung: Bina Media Informasi, 2010), h. 253.

105

maka sang suami akan berdoa dengan mengangkat tangan yang suci. Betapa besar pengaruh yang di timbulkan dari sikap perempuan saat itu.

Dampak lain dari sikap perempuan ini, yaitu jika perempuan-perempuan yang memiliki status sosial di atas rata-rata mengenakan perhiasan yang mahal dalam hal ini emas, mutiara dan pakaian mahal, maka akan menimbulkan rasa minder atau iri hati, tetapi juga akan mengurangi niat para perempuan lain yang memiliki status sosial di bawah rata-rata untuk datang beribadah.21

Situasi ini tentu akan memperburuk keadaan jemaat saat itu. Itulah sebabnya Paulus menganjurkan para perempuan untuk tidak menghias diri mereka dengan berlebihan.

Selanjutnya Paulus menegaskan bahwa yang harus diutamakan oleh para perempuan adalah sikap hidup mereka yang ditunjukkan melalui pekerjaan-pekerjaan baik. Mereka harus sangat sederhana dalam berpakaian, jangan ingin tampil mencolok, gemerlap, atau mewah, karena mereka memiliki perhiasan yang lebih baik yang harus mereka kenakan sendiri, yaitu pekerjaan atau perbuatan baik. Perhatikanlah, pekerjaan-pekerjaan baik adalah perhiasan terbaik.22Perbuatan baik ini, di mata Allah, mahal harganya.Mereka yang mengaku saleh haruslah, dalam berpakaian, dan juga hal-hal lain, bertindak sesuai dengan pengakuan iman mereka. Daripada mem- belanjakan uang untuk pakaian-pakaian bagus, mereka harus menggunakannya untuk kepentingan ibadah dan amal, yang pantas disebut perbuatan baik.23

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti ketika terlibat aktif dalam kegiatan jemaat yaitu ibadah yang di dalamnya ada diskusi antara peneliti dan

21Anna Marsiana, Membaca Alkitab dengan

Mata Baru: Tafsir Feminis Kritis untuk Pembebasan dan Transformasi, (Yogyakarta: Asian Women’s Resource Centre for Culture and Theology, 2013), h. 87.

22Alkitab.sabda.org. 23Ibid.

anggota jemaat, maka peneliti menemukan bahwa sebagian jemaat perempuan masih belum memiliki kesadaran tentangbagaimana seharusnya seorang perempuan bersikap dalam ibadah. Hal ini terlihat ketika kehadiran dari sebagian perempuan yang masih sering terlambat, cara berpakaian yang sudah tidak cocok dikenakan saat ibadah, cara bertutur ucap yang tidak sopan, sibuk dengan telepon genggam, menawarkan bahan dagangan saat beribadah, dan lain-lain. Sikap-sikap yang di tunjukan oleh para perempuan ini membuat suatu peribadatan tidak lagi khusuk.

Pada dasarnya para anggota jemaat khususnya perempuan sadar betul bahwa mereka seringkali memperaktekkan sikap- sikap yang sudah tidak pantas saat beribadah. Itulah sebabnya sikap perempuan dalam ibadah perlu diperhatikan, karena jemaat tahu bahwa sikap perempuan itu membawa pengaruh pada peribadatan itu sendiri. Dari unsur pimpinan pun terlihat memperhatikan sikap-sikap perempuan ini namun kurang berani untuk menegur. Itulah sebabnya mengapa sebagian perempuan di jemaat ini kurang memperhatikan sikap mereka saat beribadah.

Selain dari pada itu, hal ini juga di- picuoleh oleh tidak adanya aturan tertiulis dalam tata gereja yang mengatur tentang sikap perempuan dalam ibadah jemaat, sehingga membuat pimpinan jemaat dalam hal ini gembala yang adalah seorang perempuan sepertinya kurang memperhatikan keadaan sikap para perempuan di jemaat ini. Dengan demikian jemaat merasa tidak ada masalah dengan sikap perempuan dalam ibadah jemaat selama ini.

Sadar akan perubahan sikap dalam beribadah, membuat para perempuan di Jemaat KGPM Syalom Tandengan meng- anggap penting untuk memperhatika sikap perempuan dalam ibadah jemaat. Banyak hal yang membuat sikap perempuan dalam ibadah jemaat berubah. Sekalipun tidak di

106

perhadapakan dengan situasi yang sama dalam hal ini ajaran sesat yang dengan nyata- nyata membawa pengajaran di dalam jemaat, namun jemaat ini ada dalam tantangan untuk

melawan modernisasai tetapi juga kebiasaan para perempuan di KGPM Syalom Tandengan.

Kemajuan teknologi dan informasi yang semakin pesat mebawah perubahan serta dampak besar dalam setiap aspek kehidupan manusia. Ditengah-tengah tengah situasi ini, jemaat KGPM Syalom Tandengan khususnya para perempuan di tuntut untuk menyatakan sikap mereka sebagai respon atas situasi ini. Sikap yang di tunjukkan berbeda-beda, ada yang suka ada yang tidak suka. Sebagaimana jemaat di Efesus, sebagaian perempuan di jemaat KGPM Syalom Tandengan bersikap terbuka atas perubahan-perubahan yang terjadi dewasa ini. Sikap penerimaan ini berjalan beriringan dengan perubahan sikap saat akan beribadah.

Kemajuan di era post modern ini membuat banyak perubahan bagi para perempuan, mulai dari ide-ide dan gagasan yang di sampaikan, gaya hidup, bahkan perilaku sehari-hari. Dalam beribadah di akui oleh sebagian perempuan di Jemaat KGPM Syalom Tandegan bahwa, ada sebagian perempuan yang datang tidak tepat waktu, menggunakan pakaian yang tidak pantas, berdandan dengan segala perhiasan dan pakain mahal, hanya memperhatikan orang lain saat ibadah, mencari-cari kesalahan, berdagang, sibuk dengan dunia maya, dll. Jemaat sadar betul akan hal ini, dan ternyata mereka menyadari bahwa hal ini sangat berpengaruh bagi kehidupan berjemaat. Banyak konflik yang terjadi hanya karena sikap perempuan entah itu karena cara berpakaian, tingkah laku, cara bertutur ucap, salah mengambil keputusan, angkuhan, tinggi hati, suka pamer dan lain-lain. Itu semua terjadi dalam ibadah jemaat dan sangat mempengaruhi jalannya suatu peribadatan

dan kelangsungan hidup anggota jemaat di tengah-tengah gereja.

Perikop ini membuat sebagian perempuan di jemaat ini sadar bahwa seharusnyalah mereka memperhatikan dan memperbaiki kesalahan mereka dalam hal ini sikap mereka saat akan beribadah. Sekalipun pemahaman jemaat mengenai perikop ini hanya sebatas bahwa ini adalah aturan yang harus diberlakukan karena sudah tercatat dalam Alkitab dan tidak memahami latar belakangnya, tetapi ada kemauan untuk merubah sikap hidup mereka dengan menjadikan perikop ini sebagai acuan yang mengharuskan mereka untuk bersikap baik selayaknya seorang perempuan yang akan beribadah kepada Tuhan.

KESIMPULAN

Jemaat Efesus yang dilayani oleh Timotius, pada saat itu tumbuh dan berkembang di tengah-tengah budaya dan kebiasaan masyarakat Yunani-Romawi dengan segala pengaruh yang ada, tetapi juga bertumbuh bersama-sama dengan berbagai aliran yang menyesatkan, salah satunya gnostik. Di tengah-tengah keadaan ini, para perempuan terjebak dengan kebiasaan- kebiasaan perempuan saat itu, berdandan dengan tidak sopan, mendandani diri dengan berlebihan, dan bersikap menyimpang dari ajaran iman Kristen karena sudah tersesat dengan rupa-rupa pengajaran yang hanya mendatangkan persoalan dalam ibadah jemaat. Menanggapi situas ini, Paulus membuat aturan mengenai sikap laki-laki dan perempuan dalam ibadah jemaat, dan perikop ini lebih menyoroti sikap perempuan yang memang menjadi incaran para pengajar- pengajar sesat saat itu. Maka dibuatlah oleh Paulus aturan yang hendak memperbaiki sikap perempuan dalam ibadah jemaat yang sudah tersesat saat itu melalui suratnya.

Jemaat KGPM Syalom Tandengan berdiri, bertumbuh dan berkembang di tengah-tengah sebuah komunitas yang

107

berbudaya tetapi juga di tengah-tengah perkembagan dan perubahan yang semakin kentara. Sikap para anggota jemaat di bentuk dari kebiasaan-kebiasaan masyarakat setempat. Cara berpakaian, cara bertutur kata, cara bergaul, cara bertindak, dll, semuanya di pengaruhi oleh kebiasaan lingkungan setempat namun semuanya semakin berubah seiring dengan perubahan zaman yang semakin hari semakain canggih. Para perempuan dalam jemaat ini telah me- nyatakan sikap mereka terhadap situasi yang dihadapi. Ada yang terbawa dengan perubahan zaman tetapi ada juga yang masih berpegang pada kebiasaan lama. Banyak perempuan yang mempertahankan sikap baik dan terus berusaha menjadikan diri mereka teladan dalam beribadah sekalipun situasi dan kondisi terus berubah-ubah. Namun, sebagian perempuan yang tergiur dengan tawaran dunia postmodern ini mengalami perubahan sikap yang signifkan saat dalam ibadah jemaat, yang terlihat dari penampilan dan pembawaan diri mereka yang angkuh dan sombong dengan segala perhiasan yang mereka kenakan. Datang ibadah terlambat, cara berpakaian yang tidak sopan, berdagang saat ibadah, dan sikap-sikap lainnya yang tak semetinya di lakukan saat ibadah, di lakukan oleh sebagian perempuan di jemaat ini.

DAFTAR PUSTAKA Barclay, William, Pemahaman Alkitab Setiap

Hari: Surat 1 dan 2 Timotius, Titus, Filemon. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015.

Bergant, Dianne & Robert J. Karris, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama.Yogyakarta: Kanisius, 2002.

Blomberg Craig L., Tidak Miskin, Tetapi Juga Tidak Kaya: Teologi Alkitab Tentang Kepemilikan.Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011.

Budiman, R., Tafsiran Alkitab: Surat 1&2 Timotius dan Titus Surat-surat pastoral, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016.

Daintona, Martin B., Gereja dan Bergereja Apa dan Bagaimana?. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2002.

Dunnet, Walter M., Pengantar Perjanjian Baru.Malang: Gandum Mas, 2013.

Guthrie Donald, Teologi Perjanjian Baru 1: Allah, Manusia, Kristus.Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993.

Hakh, Samuel Benyamin, Perjanjian Baru: Sejarah, Pengantar dan Pokok-Pokok Teologisnya.Bandung: Bina Media Informasi, 2010.

Hayes Jhon H., Holladay Carl. R., Pedoman Penafsiran Alkitab.Jakarta BPK Gunung Mulia, 2016.

Ismail Andar, Selamat Berbakti, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.

King Philip J., Stager Lawrence E., Kehidupan Orang Israel Alkitabiah.Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010.

Klapwijk Jasper, Kabar Baik dari Perjanjian Baru: Penggenapan Nubuat, Pemulihan Relasi dan Ciptaan Baru.Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2015.

Ladd George Eldon, Teologi Perjanjian Baru Jilid 2, Makassar: Kalam Hidup, 2014

Marxen, Willi, Pengantar Perjanjian Baru: Pendekatan Kritis Terhadap Masalah- Malasahnya. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2014.

Morris Leon, Teologi Perjanjian Baru.Malang: Gandum Mas, 2014

Rowley, H.H., IbadatIsrael Kuno.Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015.

Soedarmo, Tafsiran Alkitab Masa Kini 3 Matius-Wahyu.Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1994.

Subagyo, Andreas, Pengantar Riset Kuantitatif dan Kualitatif: Termasuk Riset Teologi dan Keagamaan. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2004.

Tenney, Merrill C., Survei Perjanjian Baru, Malang: Gandum Mas, 1993.

REFERENSI

Alkitab Edisi Studi.Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2015

Alkitab.Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2011

Bromiley Geoffrey W., Theological Dictionary of New Testament.USA: Wiliam B. Erdmans Publishing Company, 1985.

Browning W.R.F., Kamus Alkitab: Panduan Dasar ke Dalam Kitab-Kitab, Tema, Tempat, Tokoh, dan Istilah

108

Alkitabiah.Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015.

Douglas, J. D., Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II M-Z. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2003.

Ensiklopedi Alkitab Masa Kini.Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2004.

Kamus Besar Bahasa Indonesia.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Owen W. Stuart, dkk., Kamus Lambang dan Kiasan dalam Alkitab.Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2015.

Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka, 2007.

Waltke Bruce K., Gleason R. Laird, Archer L., Theologycal Wordbook of the Old Testament.Chicago, Moody Publisher, 1980

Website

Alkitab.Sabda.org.

https://id.m.wikipedia.org>Wiki>Perempuan, (diakses pada 15 Mei 2017).

Kusuma, Surya Adhy, Makna Sebuah Gereja, Ibadah dan Iman Kristiani, e- journal.uajy.ac.id. (diakses pada 17 Mei 2017).

“Pengertian Sikap”, dijilib.unimus.ac.id>files > disK1. (diakses pada 12 Mei 2017).

Rahmadani, N., “Teori-teori Mengenai Sikap- UGM”, neila.staff.ugm.ac.id>bab2- attitude. (diakses pada 11 Mei 2017).

SarapanPagiBiblika, Ibadah/Ibadat dan Kebaktian,www.sarapanpagi.org>...> Study Kata. (diakses pada 17 Mey 2017).

Suharyat, Yayat., “Hubungan Antara Sikap, Minat, dan Perilaku Manusia”, Ejournal-unisma.net > article > download. (diakses pada 11 Mei 2017).

Saksono, Herman, Pusat Studi Wanita, http/www.yoho.com. (diakses pada 14 mei 2017).

Tompodung, Arifin, “Sekilas Tentang Arti Ibadah Dalam Alkitab”. Vol. No. tahun- journal.uajy.ac.id, (diakses pada 17 Mei 2017)