GEREJA DI INDONESIA (DKG – PGI) 2014 – 2019 - Jemaat ...

25
1 PANDUAN SOSIALISASI : DOKUMEN KEESAAN GEREJA PERSEKUTUAN GEREJA – GEREJA DI INDONESIA (DKG – PGI) 2014 – 2019 -------------------------------------------------------------------------------------- Pengantar Sosialisasi Tentang Dokumen Keesaan Gereja kepada umat dan pelayan di lingkup Gereja Protestan Maluku, bukanlah suatu hal yang baru, sebab telah menjadi program yang rutin mulai dari tingkat Sinode, Klasis dan Jemaat setiap tahun. Tetapi, mengapa sosialisasi DKG masih harus dilakukan ? Ada beberapa alasan mendasar, yakni : Pertama, DKG sebagai produk Sidang Raya PGI setiap lima tahun sehingga selalu mengalami perubahan – perubahan yang disesuaikan dengan berbagai perkembangan pemikiran – pemikiran baru, pengalaman dan pergumulan Gereja Anggota PGI. Karena itu DKG yang akan disosialisasikan adalah DKG – PGI 2014 – 2019. Kedua, tidak semua pelayan dan warga gereja memahami secara baik DKG. Sangat dirasakan pentingnya dokumen ini dimiliki, dibaca, dipahami dan dilaksanakan oleh seluruh warga gereja, terutama oleh para pelayan gereja disemua aras. Supaya membentuk perspektif dan perilaku oikumene semesta Tentu, untuk mendapatkan perspektif dan perilaku oikumene semesta dari umat dan pelayan “tidak sekali jadi tapi butuh waktu yang lama”. Karenanya, kami berharap sebaiknya sosialisasi DKG dilakukan secara bertahap dan rutin selama 5 tahun. Misalnya, tahun pertama tentang PTPB , tahun kedua tentang PBIK, tahun ketiga tentang Oikumene Gerejawi dan tahun keempat tentang Tata Dasar Dan Tata Rumah Tangga Persekutuan Gereja – Gereja di Indonesia. Evaluasi terhadap setiap tahap juga perlu dilakukan supaya pada satu sisi, para pelayan dan umat memahami secara baik dan detail Dokumen Keesaan Gereja PGI tahun 2014 - 2019 dan pada sisi yang lain setiap pelayan di jemaat/klasis dapat secara cermat melengkapi berbagai kekurangan terkait dengan implementasi DKG dari setiap tahap.

Transcript of GEREJA DI INDONESIA (DKG – PGI) 2014 – 2019 - Jemaat ...

1

PANDUAN SOSIALISASI :

DOKUMEN KEESAAN GEREJA

PERSEKUTUAN GEREJA – GEREJA DI INDONESIA (DKG – PGI)

2014 – 2019

--------------------------------------------------------------------------------------

Pengantar

Sosialisasi Tentang Dokumen Keesaan Gereja kepada umat dan

pelayan di lingkup Gereja Protestan Maluku, bukanlah suatu hal yang

baru, sebab telah menjadi program yang rutin mulai dari tingkat

Sinode, Klasis dan Jemaat setiap tahun. Tetapi, mengapa sosialisasi

DKG masih harus dilakukan ? Ada beberapa alasan mendasar, yakni :

Pertama, DKG sebagai produk Sidang Raya PGI setiap lima tahun

sehingga selalu mengalami perubahan – perubahan yang disesuaikan

dengan berbagai perkembangan pemikiran – pemikiran baru,

pengalaman dan pergumulan Gereja Anggota PGI. Karena itu DKG

yang akan disosialisasikan adalah DKG – PGI 2014 – 2019.

Kedua, tidak semua pelayan dan warga gereja memahami secara

baik DKG. Sangat dirasakan pentingnya dokumen ini dimiliki, dibaca,

dipahami dan dilaksanakan oleh seluruh warga gereja, terutama oleh

para pelayan gereja disemua aras. Supaya membentuk perspektif dan

perilaku oikumene semesta

Tentu, untuk mendapatkan perspektif dan perilaku oikumene

semesta dari umat dan pelayan “tidak sekali jadi tapi butuh waktu

yang lama”. Karenanya, kami berharap sebaiknya sosialisasi DKG

dilakukan secara bertahap dan rutin selama 5 tahun. Misalnya, tahun

pertama tentang PTPB , tahun kedua tentang PBIK, tahun ketiga

tentang Oikumene Gerejawi dan tahun keempat tentang Tata Dasar

Dan Tata Rumah Tangga Persekutuan Gereja – Gereja di Indonesia.

Evaluasi terhadap setiap tahap juga perlu dilakukan supaya pada

satu sisi, para pelayan dan umat memahami secara baik dan detail

Dokumen Keesaan Gereja PGI tahun 2014 - 2019 dan pada sisi yang

lain setiap pelayan di jemaat/klasis dapat secara cermat melengkapi

berbagai kekurangan terkait dengan implementasi DKG dari setiap

tahap.

2

DOKUMEN KEESAAN GEREJA

PERSEKUTUAN GEREJA – GEREJA DI INDONESIA (DKG – PGI)

2014 – 2019

oleh : Biro Pembinaan Kerjasama Antar Agama/Denominasi Gereja --------------------------------------------------------------------------------------------------

I. Latar Belakang : “Mengapa Perlu Ada Dokumen Keesaan Gereja? ”

Pertama, gereja-gereja kita di Indonesia sadar bahwa gereja ikut memikul

tanggungjawab agar cita-cita dan harapan Bangsa dan Negara dalam Pembangunan

Nasional sebagai Pengamalan Pancasila itu dapat tercapai. Pembentukan DGI di thn

1950 bertujuan “pembentukan Gereja Kristen yang Esa”. Wujud keesaan gereja tidak

hanya pada keesaan structural-organisatoris tetapi juga pada fungsional-organisme

(keesaan in action). Dalam arti bahwa, justru dalam melaksanakan tindakan/aksi

bersama maka keesaan gereja makin lama makin nyata. Aksi bersama itu perlu

ditempatkan dalam kerangka (frame) visi – misi bersama, yang setiap lima tahu

sekali diperbaharui dengan diinspirasikan oleh tema dan sub tema Sidang Raya.

Kedua, Dewan Gereja-gereja se-Dunia dengan pola pendekatannya melalui tiga

komisi yaitu : Komisi Faith and Order (Iman dan Tata Gereja), Komisi Life and Work

(Hidup dan Karya Gereja), Komisi Mission and Evagelism (Missi dan Pekabaran Injil

Ketiga, untuk menopang proses kebersamaan dan keesaan gereja di Indonesia

sangat mutlak gereja-gereja di Indonesia itu mandiri di bidang teologi, daya dan

dana. Terutama mengingat bahwa gereja-gereja berada ditengah-tengah dan adalah

bagian integral dari bangsa Indonesia yang tengah mempersiapkan diri menuju

tinggal landas, yang berarti menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa

dan bernegara serta melaksanakan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan

Pancasila atas kemampuan sendiri.

Secara resmi, DKG berawal dari LDKG (Lima Dokumen Keesaan Gereja) lahir

sebagai Keputusan Sidang Raya X DGI di Ambon tahun 1984. Selanjutnya,

disempurnakan dalam Sidang Raya XI PGI di Surabaya tahun 1989 dan dalam Sidang

Raya XII PGI di Jaya Pura tahun 1994. Demikianlah, kita menyadari bahwa DKG

adalah hasil pergumulan yang lama dan luas, yang mencerminkan pandangan

historis-teologis gereja-gereja kita di Indonesia. DGK merupakan jawaban gereja

atas persoalan-persoalan yang dihadapi dan akan terus dihadapi oleh gereja.

II. Fungsi Dokumen Keesaan Gereja :

Pertama, sebagai dasar tumpuan yang strategis dan konseptual yang dapat

menjawab segala tantangan pokok yang actual, yang biasanya menjadi kerikil-kerkil

dan factor penghambat bagi proses keesaan selama ini.

Kedua, sebagai upaya untuk mencapai “tujuan DGI” yaitu dari segi misi bersama.

3

Ketiga, sebagai dokumen Keesaan dengan nilai teologis dan eklesiologis dalam

upaya keesaan : membarui, membangun dan mempersatukan gereja-gereja kita.

Keempat, sebagai bentuk konkrit partisipasi gereja-gereja kita dalam

Pembangunan Nasional Sebagai Pengamalan Pancasia menuju akhir abad ke-20 dan

menjelang awal abad 21.

III. Dokumen Keesaan Gereja Berbicara Tentang Apa Saja ?

A. Pokok-pokok Tugas Panggilan Bersama (PTPB)

1. Dasar Pemikiran

a. Pokok – pokok Tugas Panggilan Bersama adalah landasan teologis dan

misiologis gereja – gereja di Indonesia guna memahami Kehendak

Allah kehidupan ditengah – tengah perubahan zaman dan pergumulan

masyarakat, sekaligus memberi arah bagi gereja - gereja baik secara

bersama – sama maupun sendiri – sendiri dalam rangka perwujudan

keesaan gereja sekaligus mewujudkan masyarakat Indonesia yang

berkeadaban diseluruh bidang.

PTPB disusun dengan memperhatikan konteks perkembangan

kehidupan bangsa Indonesia pada masa kini (setelah reformasi 1998),

pengalaman beroikumene yang telah dijalani gereja – gereja secara

bersama – sama, serta pertimbangan teologis : gereja ada karena

dipanggil oleh Allah daan diutus menjadi berkat bagi segala bangsa

(Kej. 12 : 1-3), sebagai kelanjutan dari misi Kristus yakni gereja

membritakan Injil dan diberi kuasa untuk mengusir setan sekalipun

mereka berbeda latarbelakang (Mrk.3 : 13-19, gereja dipanggil untuk

menghasilkan buah (Mat.7:15-23), keesaan gereja adalah juga misi

supaya dunia percaya (Yohanes 17 : 21). Untuk melaksanakan

panggilannya, gereja – gereja diperlengkapi dengan Roh Kudus yang

dijanjikan Tuhan Yesus (Yohanes 16 : 7-11) dan telah dicurahkan saat

Pentakosta (Kisah Para Rasul 2 : 1-13). Roh Kudus bekerja memberi

kekuatan bagi gereja, sekaligus membangun satu Tubuh Kristus

dimana kita semua telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua

diberi minum dari satu Roh ( 1Korintus 12 : 13), eklesiologis dan

misiologis yang kontekstual

b. Pelaksanaan PTPB menekankan pendekatan misiologis – pastoral

yakni berangkat dari pemahaman tentang panggilan bersama (misi)

gereja – gereja dalam konteks pergulatan bangsa Indonesia untuk

mencapai cita – cita Proklamasi Kemerdekaan 1945tanpa mengabikan

pendekatan dogmatis

c. Gereja – gereja di Indonesia percaya bahwa negara – masyarakat

Indonesia yang merdeka 17 Agustus 1945 adalah karunia Allah dan

selalu dipelihara Allah. Allah didalam Yesus adalah Tuhan atas sejarah

4

bangsa – bangsa dan seluruh dunia sekaligus merupakan sasaran kasih

Allah (Yoh.3:16).

d. Gereja – gereja di Indonesia lahir ditengah – tengah pergumulan

bangsa Indonesia sebagai buah Roh Kudus, sehingga merupakan

bagian yang tak terpisahkan dari seluruh masyarakat Indonesia. Maka

gereja – gereja di Indonesia sepenuhnya ikut memikul tanggungjawab

bersama semua kalangan yang berkehenda baik untuk keluar dari

berbagai krisis multidimensi dan membangun masyarakat

berkeadaban yang mandiri, menghormati hak – hak asasi manusia

dan menegakkan hukum yang berkeadilan. Bahkan bertekad berperan

secara penuh dan memelopori terwujudnya cita – cita reformasi.

e. Problematika kehidupan gereja – gereja di Indonesia sering

mengalami kemerosotan tingkat solidaritas satu terhadap yang lain,

yang ikut melemahkan didalam memenuhi panggilan dan pengutusan

ditengah masyarakat – bangsa Indonesia. Gereja sering terjebak dalam

pemahaman tentang spiritualitas yang sempit dan gejala formalisme.

Artinya, secara formal gereja itu ada tapi tidak menonjolkan perannya

ditengah masyarakat

f. Beberapa pengalaman gereja dalam menjalankan tugas panggilannya

di era pembangunan maupun reformasi menghadapi tiga

kemungkinan yaitu :

- Gereja mejadi tersingkir dan semakin terdesak serta tidak

mempunyai pengaruh terhadap kehidupan masyarakat – bangsa –

negara, jika gereja ketinggalan berbagai informasi yang dinamis

- Gereja ikut – ikutan dengan arus reformasi sehingga mengaburkan

misi gereja (gereja menjadi serupa dengan dunia)

- Gereja mengikuti pekerjaan Roh Kudus yang membaharui,

membangun, mempersatukan gereja, supaya gereja menjadi

semakin mampu menghadapi tantangan – tantangan dan

kesempatan – kesempatan dalam masyarakat – bangsa – negara

demi terwujudnya masyarakat berkeadaban

g. Dalam melaksanakan tugas panggilan – Nya di tengah zaman yang

terus berubah, gereja – gereja di Indonesia harus terus bergumul

untuk memahami kehendak Tuhan dari waktu ke waktu

h. PTPB ini akan menjadi kerangka dasar teologis dan misiologis bersama

gereja – gereja anggota PGI, baik secara sendiri – sendiri maupun

secara bersama – sama dalam ragka melaksanakan panggilan bersama

: mewujudkan masyarakat berkeadaban disegala bidang.

5

2. Pemahaman Tentang Panggilan Bersama Gereja – Gereja di Indonesia

Gereja – gereja di Indonesia memahami bahwa :

a. Tiap gereja adalah ungkapan dari satu gereja yang esa, kudus, am dan

rasuli (1Korintus 12 : 13), disemua zaman dan tempat terpanggil

untuk : pertama, menampakkan keesaan seperti Keesaan Tubuh

kristus dengan rupa – rupa karunia, tetapi satu Roh yang selalu

membaharui (bdg. Roma 12 : 1- 8; 1Kor.12 : 4); kedua, membritakan

Injil kepada segala makhluk (bdg.Markus 16 : 15); ketiga, menjalankan

pelayanan kasih dan usaha menegakan keadilan dan HAM,

perdamaian dan keutuhan ciptaan (bdg. Mrk.10 : 45; Lukas 4 : 18; 10 :

25 – 37; Yohanes 15 : 16)

b. Panggilan atau misi gereja adalah kelanjutan dari misi Yesus Kristus

(menyelamatkan dunia dan mendamaikan segala sesuatu dengan

Allah), yang tidak pernah berubah di segala tempat dan zaman

c. Hakikat panggilan serta pengutusan gereja adalah : keesaan (yakni

gereja – gereja sebagai Tubuh Kristus di dunia harus sehati, sepikir,

saling memahami, memperhatikan, dan melayani demi kepentingan

bersama), kesaksian (yakni gereja membritakan Injil tentang Allah

didalam Kristus yang memberlakukan keadilan dan kebenaran yang

menyelamatkan dan menuntut pertobatan, mengaruniakan

pengampunan – Roma 1 : 16 -17, Lukas 4 18 – 19), dan pelayanan

dalam kasih (yakni memerangi segala jenis penyakit, pelanggaran

HAM, berbagai ketidakadilan dalam masyarakat) . Semuanya

dijalankan dengan cara yang sebaik – bainya dalam bentuk yang

paling tepat disetiap zaman

3. Dasar – Dasar Penyusunan PTPB, antara lain :

a. Situasi kedaerahan yang didalamnya gereja lahir dan melayani

b. Pengalaman panjang beroikumene gereja – gereja di Indonesia telah

“memasuki masa depan bersama” melalui momentum SR X DGI yang

tertuang dalam Lima Dokumen Keesaan Gereja

c. Perkembangan gerakan oikumene di Asia dan kawasan lain membuat

gereja – gereja sedunia makin menyadari bhw seluruh dunia

merupakan satu wilayah kesaksian dan pelayanan bersama, yakni

“jaring – jaring kehidupan

d. Sejak SR X di Ambon tahun 1984 – SR XVI di Nias tahun 2014, sudah

waktunya dokumen PTPB dibaharui dengan mempertimbangkan

beberapa hal :

- Tahun 2014 sebagai tahun transisi kepemimpinan nasional untuk

menuntaskan janji – janji reformasi Mei 1998

6

- Pengalaman beroikumene selama 65 tahun terakhir sebagai proses

belajar untuk makin menampakan dan mewujudkan keesaan gereja-

Gereja di Indonesia sekalipun ada juga tantangan yang bisa

memecah belah gereja – gereja di Indonesia.

e. Selanjutnya, hal – hal yang telah diuraikan ini menjadi acuan untuk

disusunnya :

- a). Pokok – Pokok Panggilan Bersama (PPPB) :

I. Keesaan : Panggilan Membarui, Membangun dan Mempersatukan

Gereja

1. Arti Panggilan Membarui, Membangun dan Mempersatukan

Gereja

^arti panggilan membarui gereja, artinya gereja sebagai tubuh

yang hidup dari Kristus yang hidup harus selalu berusaha

menempatkan dirinya dibawah sorotan Firman Allh supaya

selalu mengalami pembaharuan dibawah budi dibawah terang

Firman Allah

^arti panggilan membangun gereja, artinya membangun gereja

sebagai tubuh Kristus untuk memenuhi apa tertulis dalam Efesus

4 : 12 – 16. Untuk mencapai maksud tersebut maka segala nilai

budaya, pegetahuan, ketrampilan dan pengalaman modern yang

positif harus digunakan untuk peningkatan kualitas keimanan

warga gereja sebagai orang percaya yang dewasa

^arti panggilan memperatukan gereja, artinya memenuhi apa

yang tertulis dalam Yohanes 17 : 21 yaitu menampakan keesaan

yang telah ada dalam Tuhan yang satu sebagai suatu kesaksian

yang hidup bagi dunia. Untuk mencapai maksud tersebut maka

seluruh pelayan dan warga jemaat harus secara bersama dan

tertanggungjawab mempraktekan hidup yang menurut

kehendak Tuhan

2. Perlunya Membarui, Membangun dan Mempersatukan Gereja

Sebab, pertama sejak 25 Mei 1950, gereja – gereja di Indonesia

tidak lagi merupakan gereja – gereja yang terpisah – pisah dan

tersendiri – sendiri tetapi sebagai Gereja Kristen Yang Esa di

Indonesia sambil menjalankan tugas panggilan bersama dengan

melihat seluruh Indonesia sebagai satu wilayah kesaksian dan

pelayanan bersama . Kedua, gereja – gereja yakin bahwa mereka

dipanggil oleh Allah untuk menjadi umat-Nya yangterpilih

(Yohanes 15 : 16), gereja ada dalam dunia tapi bukan dari dunia

(Yohanes 15 : 17 – 18) untuk menyampaikan kebaikan Tuhan

kepada semua orang dan dunia

7

3. Gerak Bersama Menuju Keesaan Gereja

Gerak bersama menuju keesaan gereja selalu memperhitungkan

berbagai pendekatan yang lahir dari pergumulan situasi

Indonesia yakni : menghormati dan menghargai identitas tiap –

tiap gereja, menghormati dan menghargai sejarah tiap – tiap

gereja sebagai sejarah bersama, menghormati dan menghargai

tugas panggilan tiap – tiap gereja sebagai tugas panggilan

bersama, menghormati dan menghargai kewenangan tiap – tiap

gereja untuk mengatur kehidupan di dalam gerejanya masing –

masing, menghormati dan menghargai pengembangan teologi,

daya, dan dana tiap – tiap gereja

Gerak bersama menuju keesaan gereja mencakup : pertama,

Panggilan Oikumenis Semesta yakni : didalam mengemban

panggilan oikumenis semesta maka hubungan dan kerjasama

perlu terus di bina. Dalam hal ini, hubungan dengan gereja –

gereja dan lembaga – lembaga kristen di Indonesia yang tidak

atau belum menjadi anggota PGI, gereja – gereja dan lembaga –

lembaga kristen di luar Indonesia maupun dengan Gereja Katolik

patut dilanjutkan, ditingkatkan, diperluas dan diperdalam

melalui berbagai bentuk dialog dan kerjasama. Sedangkan,

untuk hubungan – hubungan dengan gereja – gereja dan

lembaga – lembaga Kristen di luar negri termasuk

lembaga/persekutuan warga kristen di luar negri patut

dilanjutkan, ditingkatkan, diperluas, dan diperdalam dalam

bentuk bilateral maupun multilaterl sebagai ungkapan dari

keuniversalan gereja. Diusahakan agar bentuk – bentuk, cara

dan isi hubungan oiumenis ini merupakan faktor yang

mendukung pelaksanaan PTPB dan menunjang pembinaan dan

persatuan gereja – gereja serta memberi sumbangsih kepada

gerakan oikumene global. Kedua, Kemandirian di Bidang

Teologi, Daya dan Dana. Untuk mencpai kemandirian teologi,

daya dan dana diperlukan usaha pembaharuan gereja yang

meliputi : pengembangan teologi kontekstual berbasis realitas

kemajemukan agama, kepercayaan, kemiskinan, ketidakadilan,

perusakan ekologis, dan pelanggaran HAM; pemahaman yang

benar tentang keberadaan dan peranan perempuan – laki2

secara funsional dalam gereja dan masyarakat sesuai Firman

Allah; peningkatan peran keluarga sebagai basis peningkatan

kualitas SDM dan pengembangan hubungan perempuan – laki2

yang sejajar; pembinaan warga gereja berbasis anak – anak dan

pemuda, kaum profeional, masyarakat perguruan tinggi

8

(mahasiswa dan kaum intelektual); secara khusus untuk warga

gereja yang mempunyai kedudukan dan tnggungjawab dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara di berbagai bidang, perlu

mengambil bagian secara aktif dan bertanggungjawab dalam

pemikiran dan kegiatan – kegiatan untuk membarui,

membangun dan mempersatukan gereja.

II. Kesaksian : Panggilan untuk Bersaksi dan Membritakan Injil

kepada Segala Makhluk

1. Arti Injil Dibritakan kepada Segala Makhluk

Membritakan Injil kepada Segala Makhluk mengandung makna :

pertama, sebagai tanggungjawab terhadap keutuhan seluruh

ciptaan Tuhan yang “sungguh amat baik” (bdg. Kejadian 2 : 31),

kedua, sebagai gereja (individu maupun persekutuan) maka

harus terus – menerus menempatkan diri dibawah terang Injil

agar kehidupannya berpadanan dengan Injil Kristus (bdg. Filipi 1

: 27)

2. Keharusan Gereja Membritakan Injil kepada Segala Makhluk

Sebab : pertama, gereja – gereja di Indonesia adalah bagian

(ikutserta) dari tugas panggilan gereja disegala tempat dan

segala zaman untuk membritakan Injil kepada segala makhluk

sampai ke ujung bumi dan sampai akhir zaman (bdg. Kisah Para

Rasul 1 : 8). Kedua, gereja – gereja di Indonesia membritakan

Injil yang utuh (menyangkut jasmani – rohani), menjumpai

manusia dalam segala keadaannya, bahkan Injil yang dibritakan

adalah untuk seluruh dunia . Ketiga, Pekabaran Injil yang

dilaksanakan oleh gereja melalui seluruh aspek kehidupannya

dijiwai oleh Roh Kudus (bdg. Markus 1 : 17; 3 : 14; 16 : 15 – 16;

Matius 28 : 16 – 20; Kisah Para Rasul 1 : 8; 1Korintus 1 : 17, 23),

berpijak pada kenyataan penyaliban Kristus, tindakan

pengosongan diri, penjelmaan – Nya dan ketaatan – Nya (bdg.

Filipi 2 : 7 – 8), dengan pendekatan yang lemah lembut dan

hormat, dengan hati nurani yang murni (bdg. 1Petrus 3 : 15 – 16)

serta mengembangkan dialog yang konstruktif dengan semua

pihak. Keempat, Injil dibritakan dalam konteks masyarakat

Indonesia yang sedang dalam proses reformasi menuju

masyarakat yang berkeadaban sehingga mewajibkan gereja

berempati dengan korban – korban ketidakadilan, pelecehan

terhadap HAM, kerusakan ekologi, juga orang – orang miskin

dan tertindas. Kelima, gereja – gereja di Indonesia menghadapi

bahaya pendangkalan kehidupan kerohanian (spiritual), bahaya

9

kekosongan jiwa dalam usaha mengejar kepuasan material serta

bahaya keterasingan dan kesepian sebagai akibat meningkatnya

sikap individualis. Keenam, gereja – gereja di Indonesia

menganggap bahwa semua agama di Indonesia harus secara

bersama membangun masyarakat Indonesia menuju masyarakat

berkeadaban.

3. Hubungan Kerjasama

Yang dimaksud dengan hubungan kerjasama ialah gereja –

gereja di Indonsia mengajak berbagai kelompok agama dan

kepercayaan lain, serta semua orang yang berkehendak baik,

untuk bekerjasama sesuai kesaksian Alkitab : Kejadian 1 : 26;

Mazmur 47 : 9 – 10; Matius 22 : 39. Fakta kemajemukan

masyarakat Indonesia mendorong gereja untuk terus

mempelajari dan melakukan kesaksian dan pelayanan yang

sesuai dengan konteks kemajemukan

Untuk mewujudkannya, maka gereja – gereja di Indonesia

mengembangkan sikap dasar pluralisme yakni toleransi,

menghormati perbedaan keyakinan dan pandangan hidup,

mengusahakan dialog dan percakapan serta kerjasama antar-

umat beragama dan mereka yang berkepercayaan kepada Tuhan

Yang Maha Esa untuk menanggulangi masalah – masalah yang

dihadapi bersama seperti : kemiskinan, keadilan, perdamaian,

sekularisme, konsumerisme, disiplin, kelestarian lingkungan,

HAM, korupsi, disiplin, keadilan, perdamaian, kolusi, nepotisme,

dll. Dialog dilakukan dengan mengedepankan nilai – nilai

persamaan, kesediaan membangun komunikasi dan kerjasama.

Supaya bumi (Indonesia) ini menjadi “rumah” (oikos), yakni

tempat yang layak untuk hidup bersama di dalamnya.

4. Cara Injil Diberitakan kepada Segala Makhluk

Semua upaya pekabaran Injil dengan cara dan penekanan yang

beranekaragam bentuknya, haruslah ditempatkan dalam rangka

pemahaman mengenai tugas panggilan bersama dan tidak

bertentangan satu sama lain tetapi tetap mengungkapkan

ketaatan bersama kepada satu Tuhan yang memberi tugas

panggilan bersama yang dilaksanakan di wilayah kesaksian dan

pelayanan bersama, yaitu Indonesia.

Upaya ini dilakukan melalui keteladan (pelayan dan umat) yang

prima diberbagai aspek kehidupan sebagai wujud integralitas

antara perkataan dan perbuatan (Yohanes 13 : 15; 1Timotius 4 :

12), dan melalui pemanfaatan media komunikasi.

10

III. Pelayanan : Panggilan untuk Berperan – serta dan Melayani

1. Perlunya Gereja Berperan-serta dan Melayani

Sebab :

Pertama, gereja – gereja di Indonesia sebagai bagian dari gereja

– gereja di dunia merasa memiliki keprihatinan dan harapan,

sukacita dan penderitaan bangsa Indonesia. Karna itu, gereja

berusaha berperan dan melayani masyarakat Inonesia yang

sedang melakukan reformasi untuk mewujudkan cita – cita

proklamasi. Hal ini sesuai dengan tanggungjawab gereja untuk

mengelola, memelihara, melestarikan ciptaan alam (bdg.

Kejadian 1 : 26 – 28; Mzm 8), menghadirkan tanda – tanda

kerajaan Allah yang telah datang, berada diantara kita dan

sedang dinantikan kegenapannya (bdg. 2Petrus 3 : 13), dan

mengusahakan keadilan dan kesejahteraan kepada semua

orang (bdg. Yeremia 22 : 3; Amsal 5 : 15 – 24). Kedua,

mengikuti teladan Tuhan Yesus yang sudah menjdi manusia bagi

sesama (bdg. Kejadian 12 : 1 – 9; Lukas 10 : 25 – 37). Karna itu,

gereja harus berusaha mewujudkan transformasi masyarakat –

bangsa Indonesia di bawah pimpinan Roh Kudus.

2. Tujuan Gereja Berperan-serta dan Melayani

Yakni : membangun negara Pancasila yang sesungguhnya,

mengupayakan persatuan dan melawan segala bentuk

pengkotak – kotakan berdasarkan SARA, menegakkan demokrasi

yang substansial dan menentang segala bentuk otoritarianisme

dan materialisme serta memperjuangkan keadilan sosial bagi

seluruh masyarakat Indonesia.

3. Gereja dan Pelayanan Keadilan, Penegakan Martabat

Kemanusiaan, serta Keutuhan Ciptaan

Untuk mewujudkan peran – serta dan pelayanannya, gereja –

gereja di Indonesia memberi perhatian khusus pada : pertama,

Politik : yakni bersama – sama mengusahkan kesejahteraan

bersama polis (kota/negara) dimana mereka berada, tanpa

harus menjadi alat perebutan kekuasaan dan pertarungan

kepentingan sesaat dari satu golongan. Hal ini dilakukan melalui

warga jemaat yang terpanggil, terdidik dan dipersiapkan. Gereja

bertanggungjawab mendorong seluruh warga gereja bersama –

sama dengan semua orang yang berkhendak baik untuk

melawan berbagai upaya yang mendiskreditkan Pancasila atau

upaya menggeser Pancasila dengan ideologi lain seperti yang

tampak pada berbagai produk hukum dan perundang –

undangan yang tidak lagi berdasar Pancasila. Hubungan gereja

11

dan negara adalah hubungan yang positif dan kritis demi

membangun peri kehidupan bersama yang lebih baik bagi semua

orang. Kedua, Tuntutan Keadilan Sosial : gereja – gereja di

Indonesia bersama semua kelompok agama dan semua orang

yang berkehendak baik terpanggil untuk menjawab tuntutan

keadilan sosial dengan menaruh perhatian khusus pada hak –

hak dan kebutuhan dasar masyarakat banyak yakni sndang,

pangan, papan, pendidikan dan kesehaatan. Juga mendorong

terciptanya ekonomi yang pro – rakyat untuk melawan

globalisasi keserakahan yang telah menimbulkan berbagai krisis

dunia. Perjungan ini sesuai dengan usaha gereja – gereja

sedunia yang mengajukan alternatif dalam dokumen AGAPE (

alternative globalization addressing people on earth yakni suatu

sistem ekonomi global yang di jalankan atas prinsip cinta kasih

yang berorientasi pada Allah, manusia dan alam semesta dimana

etos dominannya bukanlah pencarian untung semata melainkan

cinta kasih. Di sini pembangunan ekonomi mengutamakan

keadilan, damai – sejahtera dan sukacita bersama demi

economy of life, justice and peace for all – pesan SR ke – X DGD

di Busan, November 2013). Ketiga, Perjuangan HAM : gereja –

gereja di Indonesia menghadapi berbagai tindakan yang

melecehkan harkat dan martabat manusia baik dalam skala

masif maupun praktik hidup sehari – hari, seperti perilaku

diskriminatif (SARA, dll) yang berpotensi konflik. gereja harus

berempati dengan kelompok – kelompok rentan seperti : anak,

perempuan, kaum miskin, masyarakat adat yang kehilangan hak

ulayat, bahkan gereja harus mendesak pemerintah untuk

melakukan kewajibannya sesuai UUD 1945 psl 281 ayat 4.

Keempat, Pelestarian Lingkungan dan Pemanfaatan Sumber

Daya Alam : gereja – gereja di Indonesia harus bersikap

terhadap eksploitasi dan perusakan sumber daya alam saat ini

yang sudah mencapai tahap mengkhawatirkan dan berakibat

kiamat ekologis bagi segala makhluk. Gereja harus menyadarkan

warga gereja sejak dini tentang pentingnya memelihara

kelestarian alam, mengembangkan pola hidup yang ramah

lingkungan dan menopang usaha – usaha advokasi ekologi

bersama kelompok agama dan kepercayaan lain serta semua

pihak yang berkehendak baik.

12

4. Cara Gereja Berperan-serta dan Melayani

Tugas panggilan gereja selalu disesuaikan dengan konteks

perkembangan sosial – politik yang menandai semangat zaman

itu sambil diterangi oleh Firman Allah dan megandalkan

bimbingan kuat dan kuasa Roh Kudus. Saat ini, gereja terpanggil

untuk menjadi sksi Kristus dan berperan serta dalam cita – cita

mewujudkan masyarakat berkeadaban yang demokratis

berkeadilan, menjunjung tinggi HAM, dan memelihara keutuhan

ciptaan yang telah dimandatkan Tuhan. Supaya bangsa

Indonesia dapat keluar dari berbagai krisis (bdg. Mazmur 71 :

20b).

- b). Pokok – Pokok Tugas Bersama (PPTB) :

Mengacu pada berbagai rumusan panggilan dan pergumulan

teologis (yang telah diuraikan diatas), maka gereja – gereja di

Indonesia memutuskan Pokok – Pokok Tugas Bersama (PTPB)

pada masa bakti 2014 – 2019 sebagai berikut :

1. Mengupayakan Formasi Oikumenis Yang Berwawasan

Kebangsaan

Formasi oikumenis merupakan panggilan bagi gereja untuk

secara sungguh – sungguh menghadirkan proses pembelajaran,

pemuridan dan pendewasaan umat dalam rangka penyiapan

kader – kader oikumenis yang handal untuk membangun

keesaan dalam konteks gerejawi maupun dalam melakukan

transformasi dalam masyarakat bersama dengan kelompok lain.

Sehingga terjadi perjumpaan yang hidup ditingkat lokal,

pertobatan dari egoisme dalam gereja dan mengembangkan

titik – titik simpul jejaring kerja dengan semua kalangangan.

Antara lain : pertukaran pengalaman antar gereja, antar agama

di wilayah ibadah, teologi, liturgi, sosial dan budaya dalam

rangka misi bersama.

2. Mendorong Dialog dan Aksi Bersama Gereja – Gereja di

Indonesia pada Lingkup Lokal dan Nasional

Persoalan perbedaan teologi (ajaran gereja) telah

menimbulkan kesulitan tersendiri dilapangan yakni melemahnya

upaya saling mengakui dan menerima antar gereja, termasuk

kecurigaan dan kompetisi dalam aktivitas Pekabaran Injil dan

tidak berekembangnya wadah – wadah oikumenis dilingkup

lokal. Sehingga diperlukan antara lain :

13

a). mendorong gereja – gereja untuk menjalankan program

dilingkup lokal/jemaat yang terhubung dengan pergumulan dan

program bersama di dalam jejaring oikumenis yang ada, b).

jemaat, klasis dan sinode dapat menjadi bagian dari jejaring

oikumenis yang lebih luas ditingkat lokal dan nasional, c).

berbagai wadah oikumenis dilingkup lokal maupun nasional,

forum – forum diskusi dan sekolah – sekolah teologi perlu duduk

bersama untuk menghidupkan jejaring oikumenis yang akan

menerobos kebuntuan dialog teologi (ajaran), liturgi dan misi

antar gereja.

3. Mengembangkan Kesadaran dan Jejaring Politik

Kewarganegaraan

Di era demokratisasi politik di Indonesia, banyak warga

gereja tersebar di banyak intitusi politik dan secara praktis

bekerja dilingkup partai, tapi ada juga yang mengupayakan

kesejateraan sosial berbasis masyarakat, maka yang perlu

dilakukan oleh gereja antara lain :

a). menjalin komunikasi dan membangun jejaring antar

warga gereja yang melintasi berbagai bentuk institusi politik

tersebut guna memperjuangkan kepentingan kesejahteraan

masyrakat , b). menaruh perhatian pada pendidikan berkualitas,

baik formal, informal maupun nonformal guna memupuk sikap

dialogis, memperjuangkan kesetaraan warga, keadilan gender

dan nilai – nilai HAM.

4. Mengupayakan Keadilan Sosial dan Kemandirian Gereja dan

Masyarakat

Dalam mencari alernatif ekonomi yang berkeadilan sosial,

maka gerakan oikumene dilingkup global maupun nasional telah

menyadari adanya etos struktur keserakahan yang kini

beroperasi dalam ruang sosial dan budaya masyarakat

indonesia. Sementara gereja menegaskan bahwa rumah

bersama (oikos) yakni Indonesia, haruslah layak didiami dan

berkeadilan, dipenuhi oleh damai sejahtera bagi seluruh

warganya demi terciptanya masyarakat berkeadaban. Maka

yang harus dilakukan oleh gereja antara lain :

a). secara terus – menerus membangun ethos hidup

berkecukupan, memupuk spiritualitas keugaharian yang dapat

menahan arus konsumerisme dan ethos keserakahan, serta gaya

hidup yang ramah lingkungan. Spiritualitas keugaharian lahir dari

penghayatan dan rasa syukur bahwa setiap hari Tuhan telah

menyeddiakan “makanan secukupnya” (Matius 6 : 11 bdg Amsal

14

30 : 8) bagi kita. Spiritualitas keugaharian dapat dikembangkan

bersama agama – agama, juga komunita adat lainnya selaku

rekan seperjalanan gereja. Juga, kehidupan kerohanian dan

kesalehan perlu dikembangkan dan diperluas dalam rangka

kesaksian dan keterlibatan sosial warga gereja. b). Dalam

kehidupan sosial yang semakin berorientasi pasar dan

individualistis sekarang ini, maka aktivitas gereja – gereja

bersama komunitas lainnya perlu mendorong lahirnya

kepemilikan publik (the commons) disetiap wilayah

kehadirannya, mulai dari air minum milik umum, energi listrik

milik bersama sampai pada infrastruktur pendidikan. c).

Ketersediaan uang dalam masyarakat sangat menentukan dalam

proses ini. Bahwa, uang dikelola supaya terutama

menghidupkan proses – proses produktif pada masing – masing

tempat bertumbuhnya komunitas gerejawi tersebut. Lembaga

keuangan mandiri yang dikelola gereja – gereja dan masyarakat

lua dapat menjadi “praktek – praktek cerdas” yang perlu trus

dikembangkan sehingga tersedia lembaga – lembaga keuangan

alternatif yang akan mendorong kebangkitan dan ketahanan

ekonomi lokal. d). Gereja perlu memperhatikan secara khusus

pelayanan dibidang pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat

sebagai hak dasar warga negara demi terwujudnya sumber daya

manusia yang berkarakter dan profesionl sehingga mampu

bersaing di era globalisasi sekarang.

5. Membentuk Komisi Hukum dan HAM Gereja

Bertolak dari keyakinan gereja akan keluhuran martabat

manusia sebagai citra/gambar Allah, maka tugas gereja di ruang

HAM adalah mengupayakan, sambil menagih tanggungjawab

pemerintah bagi perlindungan, pemajuan, penegakan dan

pemenuhan HAM. Maka, gereja – gereja bersama umat

beragama dan kepercayaan lain melakukan antara lai :

a). Gereja perlu menjalinkan diri dengan lembaga – lembaga

studi HAM yang telah mengembangkan analisi, pelaporan dan

proses advokasi terhadap berbagai benturan dimasyarakat yang

terkait dengan harkat dan martabat manusia, hak – hak dan

kebebasan berkeyakinan dan beribadah, b). Gereja perlu

menemukan ruang advokasi bersama dengan masyarakat lokal

untuk mengembangkan pola dan gaya hidup yang ramah

lingkungan dan kerjasama untuk merawat dan melestarikan

lingkungan hidup, c). Di masing - masing Sinode Gereja perlu

dibentuk Lembaga Hukum yang secara khusus bekerja dengan

15

mekanisme HAM. Lembaga Hukum ini harus membekali warga

untuk terlibat dalam proses legislasi ditingkat nasional maupun

lokal, serta memberikan penyuluhan hukum kepada jemaat. Hal

ini bisa dilakukan bersama kelompok agama lain, d). Gereja –

gereja harus berempati dan membuka ruang partisipatif dengan

kaum perempuan, buruh migran, anak – anak, kelompok

berkebutuhan khusus, SATHI (Saudara yang Terinveksi HIV),

maupun SOGI (Sexual Orientation and Gender Identities), agar

suara dan kesaksian mereka dapat didengar, serta mendampingi

perjuangan mereka didalam menuntut hak – hak hidup yang

layak sebagai warga negara.

6. Mendata, Mengkaji dan Mengembangkan Potensi yang Dimiliki

Gereja – Gereja

Secara khusus, MPH – PGI bersama gereja - gereja : a).

melakukan pendataan dan pengkajian potensi yang dimiliki agar

program – program perencanaan gereja dapat dilakukan secara

akurat, aktual, dan berkelanjutan, b). mengembangkan sumber –

sumber daya pembiayaan alternatif maupun kewirausahaan

yang profesional guna menjaga kelangsungan institusionalnya

(institusional sustain-ability), melalui usaha – usaha produktif

maupun jejaring kerja yang telah dimiliki di dalam maupun di

luar negeri.

B. Pemahaman Bersama Iman Kristen (PBIK)

1. Dasar Pemikiran

Pemahaman Bersama Iman Kristen dirumuskan dengan dasar

pemikiran bahwa :

a). Sejak 25 Mei 1950 di Jakarta, gereja – gereja anggota PGI telah

bersepakat dan bertekad untuk mewujudkn tugas dan panggilan sebagai

gereja Tuhan Yang Esa di segala zaman dan tempat, b). Sebagai Gereja Kristen

Yang Esa di Indonesia, sedang berjalan bersama dan bertumbuh menuju

kesempurnaan sebagai Gereja Kristen Yang Esa, c). Pengakuan Iman Rasuli

dn Pengakuan Iman Nicea Konstantinopel yang lahir dari pergumulan iman

pada zaman gereja purba, adalah sesuai kesaksian Alkitab dan lambang

keesaan Gereja Tuhan di segala tempat dan disepanjang zaman. Sementara

berbagai pengakuan Iman sebagai hasil pergumulan gereja – gereja anggota

PGI di masa lampau, kini dn di masa mendatang, merupakan bagian dari

kesaksian kami bersama yang didasarkan pada Alkitab, d). Sidang Raya XIV

PGI di Wisma Kinasih, Caringin, Bogor, 29 November – 5 Desember 2004,

bersepakat untuk meningkatkan dan mengembangkan PEMAHAMAN

BERSAMA IMAN KRISTEN DI INDONESIA (yang ditetapkan di Sidang Raya X di

16

Ambon 1984). Peningkatan dan pengembangan ini dimaksudkan untuk lebih

mencerminkan lagi pergumulan – pergumulan gereja – gereja di Indnesia

dalam menghayati iman Kristen di tengah masyarakat – bangsa Indonesia

yang majemuk, e). Pemahaman Bersama Iman Kristen merupakan landasan

dan sumber motivasi teologi untuk berjalan bersama sebagai gereja.

2. Pokok – Pokok Pemahaman Bersama Iman Kristen di Indonesia, yakni :

Bab 1 : Tuhan Allah. Kami percaya bahwa “Tuhan itu Alllah kita”,

Tuhan itu Esa (Ulangan.6:4)menyatakan diri dalam karya penciptaan-Nya dan

sejarah manusia (Mazmur.19:2-3), Ia telah menciptakan langit dan bumi serta

seluruh isinya, dan memeliharanya hingga kesudahan zaman (kejadian 1 : 2;

Mazmur 24 : 1 – 2; 89 : 12; 104 : 1 dst; Kolose 1 : 16). Oleh pimpinan Roh

Kudus, kami mengenal dan menyembah Dia sebagai bapa dalam Yesus Kristus

sebab semua orang yang dipimpin oleh Roh Allah adalah anak – anak Allah

(Roma 8 : 14 – 15). Allah berbicara kepada manusia berulangkali melalui para

Nabi, dan pada zaman akhir ini dengan perantaraan Yesus Kristus, Anak-Nya

yang Tunggal (Ibrani.1:1-2), Allah hadir dan bekerja didalam dunia dan dalam

gereja melalui Roh Kudus yang memerdekakan manusia dari dosa dan hukum

maut (Roma.8:2), juga menghidupkan, membarui, membangun,

mempersatukan, menguatkan, menertibkan dan meneguhkan serta

memberi kuasa bagi gereja untuk menjadi saksi menginsyafkan dunia akan

dosa, kebenaran, penghakiman, memimpin orang percaya pada seluruh

kebenaran Allah (Yehezkiel .37)

Bab 2 :Peniptaan dan Pemeliharaan. Kami percaya bahwa, alam

semesta, bumi, serta segenap isi baik yang kelihatan maupun yang tidak

kelihatan adalah milik dan ciptaan Allah (Kejadian.1-2). Segenap ciptaan itu

sungguh amat baik (Kejadian 1 – 31, tetapi semua ciptaan Tuhan tidak boleh

diperilah/disembah (Keluaran 20 : 3 – 5; Roma 1 : 18 – 25). Seluruh ciptaan

Allah harus saling menghidupkan sejalan dengan kasih karunia pemeliharaan-

Nya atas ciptaan-Nya (Kejadian 1 : 20 – 30; 2 : 15; 19; Mazmur 104:10-18;

Yesaya 45 : 7 - 8). Dari permulaan hingga akhir, Allah memerintah,

memelhara dan menuntun seluruh ciptaan (Yesaya.51:9-11), dan Allah

menentng segala kuasa yang hendak merusak ciptaan-Nya (Yesaya 1 : 10; 51 :

9-11; 2Petrus 3:13; wahyu 21 : 1-5).

Bab III : Manusia. Kami percaya bahwa, manusia diciptakan Allah

menurut gambar-Nya (Kejadian 1:26) sebagai laki-laki dan perempuan

dengan martabat yang sama, dikaruniai tugas beranak cucu dan penuhi serta

berkuasa atas bumi (Kejadian.1:26-28). Manusia diciptakan dalam kesatuan

tubuh, jiwa dan roh untuk bertanggungjawab kepada Allah. Manusia

mempunyai martabat kemanusiaan yaitu hak dan kewajiban asasi yang tidak

17

boleh diambil oleh siapapun dan kuasa apapun. Manusia telah

menyalahgunakan kebebasannya dengan menolak untuk menerima

kedudukannya sebagai ciptaan dan ingin menjadi seperti dengan Allah

(Kejadian 3 : 5-6, 22). Kejatuhan manusia ke dalam dosa, telah menyeret

seluruh ciptaan ke dalam kebinasaan, dan kehidupan diatas bumi menjadi

rusak. Tetapi Allah tetap mengasihi manusia yang adalah gambar-Nya, Allah

tidak menghendaki kebinasaan manusia melainkan keselamatannya (Yohanes

3 : 16 bdg Kejadian 6 : 8). Kasih Allah yang menyelamatkan manusia dari

kuasa dosa dan kebinasaan dan pemulihannya ke dalam hubungan yang

benar dengan Allah, menjadi nyata dengan sempurna dalam Yesus Kristus

(Yohanes 3 : 16; Roma 3 : 22 – 26; 5 : 15,17,21).

Bab IV : Penyelamatan. Kami percaya bahwa, Allah tetap mengasihi

manusia walaupun telah jatuh dalam dosa, dan bumi telah rusak dan penuh

kekerasan. Didalam Kristus yang lahir, menderita, mati dan bangkit, Allah

mewujudkan rencana penyelamatan-Nya (Yohanes 3 : 16), serta menggenapi

janji-Nya akan langit baru dan bumi baru didalam kerajaan-Nya (Wahyu 21:5).

Dalam menanti penggenapan janji Allah gereja wajib mendoakan dan

membantu pemerintah dalam menjalan tugasnya sebagai hamba Allah demi

kebaikan semua orang (1Timotius 2 : 1-2 bdg Yeremia 29 : 7). Juga, dalam

penantian penggenapan rencana penyelamatan Allah, orang – orang percaya

berkewajiban mendoakan segala bentuk kekuasaan lainnya seperti : kuasa

keagamaan, kebangsaan, ideologi, politik, sosial, ekonomi, militer, adat dan

kebudayaan, ilmu dan tekhnologi, dll yang turut mempengaruhi masyarakat,

supaya dikembangkan dan digunakan untuk kebaikan semua orang dan

dipertanggungjawabkan kepada Allah sumber segala kuasa.

Bab. V : Kerajaan Allah dan Hidup Baru. Kami percaya bahwa,

Kerajaan Allah yang mewujud dalam diri Yesus Kristus (Markus 1 : 15) adalah

kuasa dan pemerintahan Allah yang menyelamatkan, yang tampak didalam

lingkungan dan suasana hidup yang didalamnya terdapat kasih, kebenaran,

keadilan, damai sejahtera, kesukacitaan, pemulihan dan pembaharuan hidup

(Mazmur 145 : 11-13; Dalam rangka penggenapan Kerajaan Allah itu, gereja

sebagai persekutuan orang percaya dan setiap warganya dipanggil untuk

menjalankan suatu kehidupan baru sesuai dengan tuntutan Kerajaan Allah

(Mrk.1:15; 2Ptrs.1:10-11) yakni hidup yang dipimpin oleh Roh Kudus sehingga

membuahkan kasih, sukacita, damai sejahtera, keadilan, dan kebenaran

(Efesus 5 : 3dst; Galatia 5 : 23), juga terpanggil untuk bersaksi dan

membritakan kedatangan Kerajaan Allah dengan cara tekun melayani dalam

kasih, kebenaran, keadilan, dan damai sejahtera kepada semua orang

Bab VI : Gereja. Kami percaya bahwa, Roh Kudus menghimpun orang

percaya (dari berbagai suku bangsa) dalam satu persekutuan (gereja) dimana

Yesus Kristus adalah Kepala Gereja (Efesus 4 : 3 – 16; Wahyu 7 : 9), dan Roh

18

Kudus memberi kuasa bagi gereja untuk bersaksi tentang Injil Krajaan Allah

kepada segala makhluk di segala zaman (Kisah Para Rasul 1:8; Markus 16 :

15; Matius 28 : 19-20. Sebagai satu persekutuan, gereja itu esa. Keesaan

gereja gereja adalah seperti keesaan Bapa, Anak, dan Roh Kudus (Yohanes 17

: 21-22). Sehingga keesaan itu tidak berdasar kekuasaan duniawi melainkan

pada persekutuan dan kasih. Artinya, gereja hidup dalam kasih, sehati,

sepikir, dalam satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan diri sendiri dan

selalu menganggap orang lain lebih utama daripada dirinya sendiri (Filipi 2 :

1-4). Semua orang terpanggil untuk mewujudkan keesaan itu. Gereja itu

rasuli sehingga terpanggil untuk memelihara ajaran para rasul (2Tesalonika 3

: 6; 1Timotius 1 : 3). Gereja itu kudus sebab gereja bukan dari dunia sekalipun

ada dalam dunia (Yohanes 17 : 14 – 18). Keberadaan dan kekudusan gereja

dalam dunia ditandai dengan baptisan kudus, perjamuan kudus yang

dilayankan secara bersama dengan pemberitaan Firman Tuhan yang harus

dihayati maknanya oleh warga gereja. Sehingga gereja tidak hidup untuk

dirinya sendiri, tetapi terbuka untuk dunia maka dunia pun terbuka untuk

undangan Allah, yakni terlibat dalam arak –arakan orang percaya menuju

pemenuhan janji Allah akan kerajaan-Nya (1Petrus 2 : 9-10; 3 : 15 -16).

Kehadiran gereja – gereja di Indonesia ditengah masyarakat – bangsa

Indonesia yang merdeka, berdaulat, berdasar Pancasila dan UUD 1945,

adalah wujud anugrah Tuhan dan tanda pengutusan Tuhan sendiri agar

gereja – gereja secara aktif mewujudkan perdamaian, keadilan dan keutuhan

ciptaan di Indonesia. Bahkan secara aktif dan kreatif mencegah berbagai

upaya yang merongrong dan merendahkan harkat dan martabat manusia

Indonesia, serta segala hal yang merusak lingkungan alam Indonesia. Untuk

kepentingan tersebut, gereja mengakui negara sebagai alat dalam tangan

Tuhan sehingga gereja dan negara harus bahu – membahu. Tetapi sebagai

lembaga yang otonom, gereja tidak berhak untuk mengatur kehidupan

negara. Dengan demikian, hubungan gereja dan negara bersifat koordinatif

(bukan subordinatif). Artinya, gereja berkewajiban menaati hukum negara,

sebaliknya negara berkewajiban mengayomi dan melindungi seluruh

rakyatnya (gereja) agar leluasa dalam menjalankan fungsi dan panggilannya

masing – masing (1Petrus 2 : 16)

Bab VII : Alkitab. Kami percaya bahwa, Alkitab terdiri dari Kitab

Perjanjian Lama dan Kitab Perjanjian Baru merupakan kesaksian yang

menyeluruh mengenai Allah yang menyatakan diri, kehendak dan karya

penciptaan, pemeliharaan dan penyelamatan-Nya kepada manusia, dan juga

mengenai jawaban manusia terhadap-Nya. Kesaksian yang menyeluruh ini

berpusat pada Yesus Kristus “Firman Yang menjadi manusia (Yoh.1:14).

Kesaksian itu telahterjadi dengan kuasa dan bimbingan Allah sendiri melalui

Roh Kudus yang menyertai dan mengilhami para penulis Alkitab (2Petrus 1 :

19

21; 2Timotius 3:16), dengan menggunakan berbagai bentuk dan unsur

kemanusiaan dan kebudayaan pada lingkup sejarah tertentu sehingga juga

menampakkan adanya keterbatasan – keterbatasan tertentu. Tetapi,

kebenaran kesaksian Alkitab melampaui batas ruang dan waktu. Karenanya,

Alkitab adalah Firman Allah yang menjadi “pelita pada kaki dan terang pada

jalan”, orang – orang percaya (Mazmur 119 : 105) serta menjadi dasar dan

pedoman bgi perbuatan dan kkehidupan orang beriman (2Timotius 3 : 16 –

17). Betapa pentingnya Alkitab dalam kehidupan manusia, sehingga setiap

orang baik pribadi maupun bersama harus membaca, merenungkannya siang

– malam (Mazmur 1), berusaha dengan sungguh – sungguh untuk

memahami, menghayati dan melaksanakannya dengan benar dalam iman

dan ketaatan kepada Allah dalam Kristus dan dengan tuntunan Roh Kudus

(1Korintus 12 : 3; Yohanes 16 : 15; 2Petrus 1 : 20 – 21).

C. Oikumene Gerejawi

1. Konsep Dasar Keesaan Gerejawi

Oikumene Gerejawi disusun dalam beberapa pemikiran dasar, antara

lain : Pertama, perpecahan dan kesendiri – sendirian gereja – gereja telah

menjadi kendala mendasar bagi keberadaan gereja sebagai gereja dan

mengabur, melemahkan, melemahkan, serta menumpulkan kesaksian dan

pelayanan gereja bahkan untuk mewujudkan Gereja Kristen Yang Esa. Kedua,

Keesaan gereja bersumber pada hakikat Allah dalam Kristus. Karna itu,

keesaan gereja adalah anugrah Tuhan untuk diwujudnyatakan dan panggilan

Tuhan untuk dilaksanakan oleh gereja Tuhan, agar gereja menjadi satu dan

agar dunia tahu dan percaya (Yohanes 17 : 1 – 23). Ketiga, Tuhan Yesus

menjadi pengesa dari suatu keesaan yang sangat majemuk merangkum

semua manusia dengan segala kekayaan budayanya. Karenanya, keesaan ini

dinamai Oikumene Gerejawi (OG) yang adalah Gereja Kristen Yang Esa.

Secara hakiki, Gereja Kristen Yang Esa adalah tubuh Kristus dalam setiap

budaya dan lintas. Karena itu diupayakan agar keesaan gereja akan semakin

menyata di Indonesia dan mencakup seluruh gereja termasuk gereja – gereja

di luar PGI. Keempat, perwujudan oikumene gerejawi dalam Gereja Kristen

Yang Esa, ditentukan oleh derajat konektivitas antar-anggota tubuh dan

seluruh tubuh dengan Sang Kepala (1Korintus 12), dan asas akuntabilitas

gerejawi (kebertanggungjawaban kita satu terhadap yang lain dan bersama –

sama kepada Tuhan. Untuk mewujudkan Gereja Kristen Yang Esa di

Indonesia, maka gereja – gereja di Indonesia mengikrarkan kembali

kesediaan saling mengakui dan menerima satu terhadap yang lain dengan

segala perbedaan yang ada dan menyatakan komitmen untuk saling

menopang dalam bidang teologi, daya dan dana sebagai berkat Tuhan, yang

harus dijadikan sebagai berkat bagi dunia.

20

2. Piagam Saling Mengakui dan Saling Menerima (PSMSM) tentang :

a. Keanggotaan gereja dan perpindahan/penerimaan keanggotaan, yakni :

pertama, kami mengakui dan menerima kenggotaan gereja setiap orang

yang telah menyambut panggilan Tuhan untuk hidup didalam Yesus

kristus, melalui baptisan kudus dan pengakuan percaya di hadapan

Jemaat dan Tuhan didalam kebaktian yang diselenggarakan menurut

peraturan Gereja Anggota PGI. Kedua, perpindahan anggota gereja ke

daerah yang sudah ada Gereja Anggota PGI disitu, kami menghormatinya

dengan mengintegrasikan diri ke dalam hidup dan pelayanannya. Ketiga,

kami menerima dan melaksanakan perpindahan keanggotaan gereja dari

warga gereja dengan dukungan surat keterangan dari gereja/jemaat

asalnya yang menerangkan keadaan warga yang pindah itu. Cara

pelaksanaan penerimaan keanggotaan baru disesuaikan dengan

peraturan gereja penerima.

b. Diakonia yakni, kami mengakui dan menerima pelayanan diakonia yang

diadakan oleh gereja-gereja dalam lingkungan PGI, dengan berpijak pada

semangat yang kuat menanggung yang lemah, yang kaya mencukupkan

yang miskin sehingga terciptalah keseimbangan dan pemerataan

pelayanan (2Kor.8:9). Yang dimaksud dengan pelayanan diakonia adalah

pelayanan dan keterlibatan gereja yang ditimbulkan dari panggilan dan

tugasnya untuk memperhatikan, membantu, memerdekakan dan

melepaskan seetiap orang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar

hidup mereka dan keluarga mereka masing – masing pada masa kini dan

masa depan dengan selayaknya (lih. Keluaran 21 : 23-33; Yesaya 58 : 6-7;

Zakaria 7 : 9-10; Matius 9 : 35-38; 25 : 31-46; Lukas 4 : 16-21; Kisah Para

Rasul 6 : 1-7; Yakobus 1 : 26-27; 1Timotius 5 : 3-16), tentu dengan

berpola pada Yesus sebagai pelayan yang memberi nyawanya (bdg.

2Korintus 8 : 9; Galatia 2 : 9-10).

c. Pemberitaan Firman yakni, kami mengakui dan menerima pelayanan

pembritaan Firman Allah berdasarkan Alkitab yang dilakukan dengan

teratur dan tertib oleh Gereja AnggotaPGI. Pelayanan pembritaan Firman

Allah adalah tugas hakiki dari kehidupan gereja sebagai persekutuan

kenabian, keimanan, kerasulan untuk memanggil ke dalam pertobatan

dan iman kepada Yesus (bdg. Markus 3 : 14; 16 : 15; Matius 28 : 16 – 20;

2Timotius 3 : 15 – 17; 4 : 2). Pelayanan pembritaan Firman Allah

dilakukan dalam bentuk kegiatan pertukaran Pelayan Firman, kebaktian

bersama, dan memajukan kegiatan – kegiatan untuk melakukan

Pemahaman Alkitab secara bersama dan teratur, serta menerbitkan

bahan – bahannya dan membaginya.

d. Pekabaran Injil yakni, kami mengakui dan menerima Pekabaran Injil yang

dilakukan oleh setiap Gereja Anggota PGI menurut perturan gereja

21

tersebut dengan memperhatikan pemahaman – pemahaman bersama

mengenai Injil dan Pekabaran Injil yang sudah dihasilkan dalam

perjalanan memasuki sejarah bersama selama ini (Matius 28 : 19-20;

Markus 16 : 15; Yohanes 1 : 8). Sebagaimana hakekat Injil adalah berita

kesukaan mengenai pertobatan dan pembaharuan yang tersedia bagi

manusia (Markus 1 : 15; Matius 28 : 19-20; Kisah Para Rasul 1 : 8),

sebagai kekuatan Allah yang menyelamatkan manusia (Roma 1 : 16).

Maka kami sepakat untuk lebih meningkatkan kepekaan kami di dalam

menjawab panggilan Tuhan untuk mengabarkan Injil dengan

memperhatikan tanda – tanda zaman yang ada dengan mengembangkan

kebersamaan dan semangat topang – menopang dalam pelaksanaan

Pekabaran Injil yang menyangkut tugas penelitian dan pengembangan

teologi, daya, dana, pola hidup dan pendekatan missioner kegembalaan.

e. Baptisan Kudus yakni : kami mengakui dan menerima pelayanan

baptisan kudus berdasar kesaksian Alkitab (lih. Matius 28 : 18-20; Markus

16 : 15 – 16; Kisah Para Rasul 8 : 36-38; 16 : 33, 18 : 8; 22 : 16; 1Korintus 1

: 16, dll) yang diselenggarakan oleh gereja anggota PGI kepada

seseorang, sehingga didalam menerima perpindahan keanggotaan gereja

dari warga gereja di lingkungan PGI, kami tidak melakukan pembaptisan

ulang, melainkan hanya mengumumkannya didalam kebaktian jemaat.

f. Perjamuan Kudus yakni, kami mengakui dan menerima pelayanan

perjamuan kudus berdasar kesaksian Alkitab (lih. Lukas 22 : 14 – 20;

1Korintus 11 : 23 – 26), 2Korintus 10 : 17; 11 : 23 – 26, dll) yang

diselenggarakan oleh setiap gereja anggota PGI menurut pemahaman

dan peraturan gereja tersebut. Karenanya, kami mengadakan

seseringmungkin pelayanan Perjamuan Kudus secara bersama ditempat

kami berada.

g. Penggembalaan yakni, kami mengakui dan menerima pelaksanaan

pelayanan penggembalaan dalam kehidupan gereja – gereja dalam

lingkungan PGI. Penggembalaan adalah pelayanan gereja untuk

memelihara, menuntun, membimbing, memberi pengertian,

mengarahkan dan menyadarkan warga bagi keutuhan hidupnya, agar ia

hidup di dalam kasih pengampunan dan keselamatan Allah di dalam

Kristus. Pelayanan penggembalaan yang dimaksud disini adalah

pelayanan penggembalaan atas warga jemaat yang karena alasan-alasan

dan pertimbangan tertentu tidak dapat dilayani oleh gerejanya, sehingga

dengan persetujuan bersama diserahkan kepada gereja lain dalam

lingkugan PGI. Hal ini berdasar pada pemahaman dan keyakinan bersama

bahwa pada dasarnya semua warga gereja adalah satu kawanan dengan

satu Gembala Agung yaitu Yesus Kristus yang telah mengorbankan hidup-

Nya untuk manusia.

22

h. Disiplina Gerejawi yakni, kami mengakui dan menerima tindakan disiplin

gerejawi seperti yang dinyatakan dalam Alkitab (matius 18 : 15 – 18;

Galatia 6 : 1-2; bdg Filipi 2 : 1 -4). Tindakan disiplin gerejawi adalah

menurut peraturan gereja anggota PGI, sehingga harus dihormati dan

diakui oleh gereja anggota PGI.

i. Pengajaran Pokok-Pokok Iman Kristen yakni, kami mengakui dan

menerima penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran pokok – pokok

iman kristen (kepada mereka yang akan dibaptis), serta pemahaman

peraturan gereja anggota PGI. Tujuannya supaya warga jemaat

bertumbuh menjadi dewasa penuh sesuai dengan kepenuhan Kristus dan

mereka siap senantiasa mempertanggungjawabkan pengharapan mereka

dalam Kristus (Efesus 4 : 11 – 16; 1Petrus 3 : 15). Karenanya, gereja

anggota PGI harus saling mendukung dan mengembangkan segala upaya

untuk hal tersebut.

j. Pemberkatan Pernikahan Gerejawi yakni : kami mengakui dan menerima

peraturan gereja anggota PGI. Bahkan bersedia bekerjasama didalam

proses penyelenggaraan kebaktian pemberkatan nikah. Sebab,

pemberkatan nikah mengingatkan suami – istri mengenai rahasia

hubungan antara Kristus dengan jemaat.

k. Pelayan/Pejabat Gerejawi yakni : kami mengakui dan menerima

pengadaan, pengangkatan dan peneguhan/pelantikan Pejabat Gerejai

yang dilakukan oleh setiap gereja anggota PGI menurut petunjuk Alkitab

(1Timotius 3 : 1-5; Titus 1 : 5-16) dan sesuai dengan peraturan gereja

tersebut. Para Pelayan/Pejabat Gerejawi tersebut harus melayani, dan

menuntun jemaat dalam persekutuan, peribadahan, kesaksian,

pembinaan, dann pelayanan ditengah dunia. Karena itu, kami

mengadakan pertukaran Pelayan/Pejabat Gerejawi, baik untuk saat-saat

tertentu maupun jangka waktu yang lama, dengan didukung oleh surat-

surat keterangan dari gereja pengutus dan menyatakan kesediaannya

untuk memenuhi peraturan gereja penerima demi keberhasilan

pelayanannya (1Kor.9:19-23).

l. Penguburan/Pengabuan yakni : kami mengakui dan menerima

pelayanan upacara penguburan dan atau pengabuan menurut

pemahaman dan peraturan Gereja Anggota PGI, untuk membritakan

kebangkitan Kristus, bahwa Ia telah mengalahkan maut untuk memberi

penghiburan (1Tesalonika 4 : 18) dan harapan bagi keluarga yang

ditinggalkan. Pelayanan penguburan dan atau pengabuan seorang warga

gereja lain, yang karena keadaan pada waktu dan tempat tertentu tidak

dapat dilakukan oleh gereja asalnya, dapat dilaksanakan oleh Gereja

Anggota PGI.

23

3. Saling Menopang Di Bidang Daya dan Dana

a). Arti saling menopang

Saling topang-menopang gereja adalah suatu upaya bersama untuk

terus menerus memperkembangkan semua kemampuan (potensi) dan

pemberian Tuhan secara bebas dan bertaggungjawab bagi persekutuan,

pelayanan dan kesaksian. Melalui proses kebersamaan itu gereja menuju

kemandirian (keberdayaan), yaitu kedewasaan penuh dan tingkat

pertumbuhan sesuai dengan kepenuhan Kristus (Efesus 4 : 13). Saling

menopang mencakup tiga unsur yaitu : teologi, daya dan dana. Ketiganya

merupakan satu mata rantai yang saling berkaitan erat, dimana yang satu

dapat menghambat yang lain bila tidak diperhatikan, tapi akan sangat

mendorong bilamana dikaitkan dengan yang lainnya. Dalam kenyataannya,

saling menopang dalam bidang daya merupakan unsur yang sangat

strategis .

b). Dasar Pelaksanaan Saling Menopang

Saling menopang didasarkan pada pemahaman dan pengakuan

bahwa dalam diri Yesus Kristus, Allah berkenan mengawali misi-Nya untuk

menyelamatkan-mensejahterakan dunia dengan membebaskan manusia

dari dosa, maut, dan segala bentuk penderitaan dalam rahmat

pengampunan-Nya. Gereja diutus Tuhan untuk meneruskan misi-Nya itu,

dalam bentuk : pertama, senantiasa menerima pertumbuhan, membangun

dan membarui diri dalam kasih menuju kedewasaan penuh didalam Kristus

(Efesus 4 : 12 – 16); kedua, menyatakan kesediaan saling menopang

sebagai salah satu wujud kedewasaan.

c). Kemampuan Gereja Untuk Saling Menopang

Alkitab mengungkapkan berbagai cara dari kemampuan gereja yakni :

besarnya kemampun umat Tuhan (Ulangan 15 : 6; Yosua 23 : 10),

mengembangkan diri dalam segala keadaan dan melipatgandakan talenta

(Filipi 4 : 11-13; Matius 25 : 16), harga diri warga gereja (1Tesalonika 4 : 11

– 12; Kisah Para Rasul 20 : 35), kepercayaan (Yohanes 4 : 42).

d). Bentuk – Bentuk Saling Menopang

Saling menopang harus dilakukan dalam bentuk pada diri perorangan

sampai disemua satuan persekutuan gereja seperti : disatuan keluarga,

disemua satuan jemaat setempat, disatuan sinodal dan disatuan

oikumenis, oleh sebab itu diantara gereja – gereja harus saling menopang

seperti diang

e). Upaya Kemandirian Gereja Turut Menyumbang Bagi Upaya Kemandirian

Bangsa, terkait dengan beberapa hal : pertama, sifat majemuk masyarakat

Indonesia menuntut diadakannya secara terus – menerus dialog dan

kerjasama, yang dijiwai oleh motivasi yang tulus diantara para pemeluk

semua agama yang ada. Kedua, perkembangan yang cepat dari masyarakat

24

Indonesia menuju masyarakat tekhnologi dan industri yang menuntut

kesiapan semua pihak untuk menghadapi baik dampak positif maupun

negatif dari perkembangan itu. Ketiga, peningkatan kualitas manusia dan

masyarakat Indonesia dalam rangka Pembangunan Nasional sebagai

Pengamalan Pancasila

4. Tata Dasar – Persekutuan Gereja Indonesia (TD – PGI) terdiri dari : Bab I :

Nama, Waktu dan Tempat Kedudukan. Bab II : Pengakuan dan Tujuan. Bab III

: Asas Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara. Bab IV : Usaha-Usaha. Bab V

: Keanggotaan. Bab VI : Alat Kelengkapan. Bab VII : Sidang-Sidang. Bab VIII :

Kuasa Perwakilan. Bab IX : Perbendaharaan dan Pengawasan. Bab X :

Perubahan dan Tambahan. Bab XI : Pembubaran. Bab XII : Ketentuan dan

Penutup.

5. Tata Rumah Tangga Persekutuan Gereja – Gereja Di Indonesia terdiri dari :

Bab I : Ketentuan Umum. Bab II : Tempat Dan Kedudukan Sekretariat Umum.

Bab III : Program Kerja. Bab IV : Keanggotaan. Bab V Sidang Raya PGI. Bab VI :

Majelis Pekerja Lengkap. Bab VII : Majelis Pekerja Harian. Bab VIII : Badan

Pengawas Perbendaharaan PGI Dan Majelis Pertimbangan PGI. Bab IX :

Persekutuan Gereja – Gereja Di Indonesia Wilayah/Sinode Am Gereja (SAG).

Bab X : Badan – Badan Lain. Bab XI : Hubungan – Hubungan PGI. Bab XII :

Sidang – Sidang PGI. Bab XIII : Keuangan Dan Anggaran PGI. Bab XIV :

Pembubaran PGI. Bab XV : Perubahan Dan Tambahan Tata Rumah Tangga.

Bab XVI : Ketentuan Penutup Tata Rumah Tangga PGI.

..........................selamat mengembangkan oikumene semesta.......................

25