PELAYANAN TERHADAP JEMAAT LANJUT USIA SEBAGAI ...

23
Missio Ecclesiae, 8(2), Oktober 2019, 93-115 93 PELAYANAN TERHADAP JEMAAT LANJUT USIA SEBAGAI PENGEMBANGGAN PELAYANAN KATEGORIAL Elvin Paende PENDAHULUAN Lanjut usia adalah orang yang sudah memasuki usia tahap akhir dalam rentang kehidupannya dimana ia meninggalkan masa yang penuh dengan manfaat dan masa yang menyenangkan. Kenyataan ini tidak dapat dihindari oleh siapapun dalam perjalanan hidupnya.Hasil sensus penduduk tahun 1990 menunjukkan bahwa pada tahun 1971, jumlah lanjut usia 5,3 juta atau 4,5% dari seluruh penduduk Indonesia. Pada tahun 1980 jumlah lanjut usia meningkat menjadi 11, 3 juta jiwa (6,4%). 1 Lebih lanjut dikatakan bahwa pada tahun 2005-2010 diperkirakan jumlah lanjut usia akan sama dengan jumlah anak balita yang mencapai sekitar 19 juta jiwa (8,5% dari jumlah seluruh penduduk). Namun, setelah tahun 2010 jumlah lanjut usia akan melebihi jumlah anak balita. 2 Juga dikatakan bahwa manusia lanjut usia dalam sepuluh tahun mendatang akan menduduki jumlah yang lebih banyak jika dibandingkan dengan anak-anak, remaja atau usia produktif. 3 Dengan meningkatnya harapan hidup, para lanjut usia juga diperhadapkan dengan permasalahan-permasalahan yang cukup rumit. Oleh karena itu makin lanjut usia seseorang, makin banyak kemunduran yang terjadi, terutama kemampuan fisik yang mengakibatkan berkurangnya peranan sosial. 4 Disamping itu, S.M. Lumbantobing mengemukakan bahwa: Pada manusia lanjut usia (manula, usia di atas 60 tahun) sering dijumpai berbagai gangguan kecerdasan (kognitif), gangguan fungsi gerak dan rasa serta gangguang keseimbangan dan koordinansi. Orang lanjut usia banyak menurun sifat kehangatannya serta berkurang spontanitasnya terhadap orang lain. 5 1 Peranan Pemerintah Dalam Pembinaan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia (Jakarta: Departemen Sosial RI, 1999), hlm. 1 2 Pelembagaan Lanjut Usia Dalam Kehidupan Bangsa, (Jakarta: Departemen Sosial RI, 1998), hlm. 6. 3 Edi Soetodjo, “Jangan Menjadikan Lanjut Usia Seperti Tong Sampah”, Suara Pembaharuan (Jakarta), 17 Juli 1994, hlm. 12. Kol. 7. 4 Pelembagaan Lanjut..., hlm. 12. 5 S. M. LumbanTobing, Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Manusia (Jakarta:Balai Penerbit FKUI, 1995), hlm. 1.

Transcript of PELAYANAN TERHADAP JEMAAT LANJUT USIA SEBAGAI ...

Missio Ecclesiae, 8(2), Oktober 2019, 93-115

93

PELAYANAN TERHADAP JEMAAT LANJUT USIA

SEBAGAI PENGEMBANGGAN PELAYANAN

KATEGORIAL

Elvin Paende

PENDAHULUAN

Lanjut usia adalah orang yang sudah memasuki usia tahap akhir dalam

rentang kehidupannya dimana ia meninggalkan masa yang penuh dengan

manfaat dan masa yang menyenangkan. Kenyataan ini tidak dapat dihindari

oleh siapapun dalam perjalanan hidupnya.Hasil sensus penduduk tahun 1990

menunjukkan bahwa pada tahun 1971, jumlah lanjut usia 5,3 juta atau 4,5%

dari seluruh penduduk Indonesia. Pada tahun 1980 jumlah lanjut usia

meningkat menjadi 11, 3 juta jiwa (6,4%).1Lebih lanjut dikatakan bahwa pada

tahun 2005-2010 diperkirakan jumlah lanjut usia akan sama dengan jumlah

anak balita yang mencapai sekitar 19 juta jiwa (8,5% dari jumlah seluruh

penduduk). Namun, setelah tahun 2010 jumlah lanjut usia akan melebihi

jumlah anak balita.2 Juga dikatakan bahwa manusia lanjut usia dalam sepuluh

tahun mendatang akan menduduki jumlah yang lebih banyak jika

dibandingkan dengan anak-anak, remaja atau usia produktif.3

Dengan meningkatnya harapan hidup, para lanjut usia juga

diperhadapkan dengan permasalahan-permasalahan yang cukup rumit. Oleh

karena itu makin lanjut usia seseorang, makin banyak kemunduran yang

terjadi, terutama kemampuan fisik yang mengakibatkan berkurangnya peranan

sosial.4 Disamping itu, S.M. Lumbantobing mengemukakan bahwa:

Pada manusia lanjut usia (manula, usia di atas 60 tahun) sering dijumpai

berbagai gangguan kecerdasan (kognitif), gangguan fungsi gerak dan

rasa serta gangguang keseimbangan dan koordinansi. Orang lanjut usia

banyak menurun sifat kehangatannya serta berkurang spontanitasnya

terhadap orang lain.5

1 Peranan Pemerintah Dalam Pembinaan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia (Jakarta:

Departemen Sosial RI, 1999), hlm. 1 2 Pelembagaan Lanjut Usia Dalam Kehidupan Bangsa, (Jakarta: Departemen Sosial

RI, 1998), hlm. 6. 3 Edi Soetodjo, “Jangan Menjadikan Lanjut Usia Seperti Tong Sampah”, Suara

Pembaharuan (Jakarta), 17 Juli 1994, hlm. 12. Kol. 7. 4 Pelembagaan Lanjut..., hlm. 12.

5 S. M. LumbanTobing, Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Manusia (Jakarta:Balai

Penerbit FKUI, 1995), hlm. 1.

Missio Ecclesiae, 8(2), Oktober 2019, 93-115

94

Dengan demikian kondisi di atas antara lain: pertama, kekerabatan

semakin bergeser sehingga lanjut usia kurang dihargai, dihormati dan

diperhatikan karena pola hidup keluarga mengarah pada bentuk keluarga

kecil.6Kedua, para lanjut usia menjadi bergantung pada orang lain secara fisik.

Ketiga, adanya kesenjangan antara generasi tua dan generasi muda.7Hal-hal

ini dapat menimbulkan masalah yang lebih serius terhadap para lanjut usia

seperti, depresi, stres, atau kecemasan (anxetas).8

PEMAHAMAN UMUM

TENTANG KEHIDUPAN LANJUT USIA

Pengertian Umum Tentang Lanjut Usia

1. Etimologi

Masa tua adalah suatu tahap yang merupakan tahap akhir dari akhir

siklus kehidupan dan perkembangan normal pada setiap orang. Sebutan

bagi mereka yang sudah memasuki masa tua umumnya ialah lanjut usia

mereka rata-rata telah memasuki usia (lansia), pada umumnya usia mereka

rata-rata telah memasuki usia 60 tahun ke atas.Walaupun demikian, batasan

“lanjut usia” sendiri memiliki kriteria yang berbeda bergantung pada sudut

pandang masing-masing orang, seperti yang dikatakan Sasanto Wibisono

sebagai berikut:

‘Usia Lanjut’ bukanlah satu pengertian ilmiah. Berbagai kalanga/ahli

menggunakan kriteria batas usia lanjut yang berbeda-beda, tergantung

dari segi life expectancy, dari segi fungsi sosial, ataukah dari segi

fungsi sosial, ataukah dari segi fungsi biologis, dan sebagainya.9

Dalam studi gerontologi, yaitu suatu cabang ilmu pengetahuan tentang

proses menjadi tua dan masalah yang dihadapi lanjut usia, batasan umur lanjut

usia dibagi dalam empat kelompok yaitu: usia 45-59 tahun, termasuk dalam

kategori wredo madya; usia 60-74 tahun, disebut sebagai wreda utama; usia

74-90 tahun, sebagai wreda prawana sedangkan 90 tahun keatas digolongkan

sebagai usia. Akan tetapi orang sering menyadari bahwa usia menurut urutan

waktu merupakan kriteria yang kurang baik dalam menandai permulaan lanjut

usia, karena terdapat perbedaan tertentu di antara indivi-individu dalam usia

6 Pelembagaan Lanjut..., hlm. 10-11.

7 Petunujuk Teknik Pelaksanaan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia Dalam

Panti (Jakarta: Departemen Sosial RI, 1997), hlm. 1. 8 “Masalah Kualita Hidup Manula”, Suara Pembaharuan, (Jakarta), 1989.

9 Sasanto Wibisono, “Pengaruh Perubahan Fisik Usia Lanjut Pada Aspek

Kejiwaan”, dalam Mardiono Marsetio, Arjatmo Tjokronegoro, ed., Kelanggengan Usia Lanjut

(Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991), hlm. 1

Missio Ecclesiae, 8(2), Oktober 2019, 93-115

95

saat mana lanjut usia mereka mulai.10

Dengan demikian memahami pengertian

umum tentang lanjut usia, akan sangat menolong dalam memulai suatu

pelayanan terhadap mereka.

2. Fase Perkembangan

Sebenarnya para lanjut usia telah melewati beberapa masa krisis dalam

hidup mereka. Karena setiap orang telah dikondisikan dalam beberapa

tahap/fase yang tidak mungkin dihindari. Beberapa fase/tahap perkembangan

tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, masa bayi yaitu masa di antara 2 minggu sampai 2 tahun.

pada masa ini semua orang belum mampu melakukan segala sesuatu untuk diri

sendiri, sehingga dikatakan bahwa masa bayi merupakan masa ketergantungan,

masa ketidakberdayaan yang membutuhkan pertolongan dari orang lain.11

Kedua, masa kanak-kanak yaitu antara usia 2 tahun sampai 10/11

tahun. pada masa ini setiap orang masih immature (belum matang). Selaku

anak-anak pada masa ini adalah masa menyesuikan diri dengan linkungan.

Setiap anak merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari linkungan yang ada.

Terkadang mereka mengidentifikasikan dirinya dengan linkungan sekitarnya.12

Ketiga, masa remaja yaitu masa transisi dari anak-anak ke masa

dewasa. Dalam masa remaja setiap orang diperhadapkan dengan masa krisis

terus-menerus, tetapi juga masa yang penuh dengan pengalaman yang

menegangkan, masa stres dan badai. Remaja juga mengalami perasaan yang

meragukan diri sendiri, rasa rendah diri dan tekanan sosial yang memuncak.

Bahkan dikatakan, harga diri seorang remaja ditentukan oleh teman-teman

sebaya.13

Keempat, Masa dewasa, yaitu masa yang merupakan kelanjutan dari

masa yang merupakan kelanjutan dari masa remaja.14

Masa dewasa ini terbagi

lagi atas beberapa tahap sebagai berikut:

1) Dewasa awal (21-40 tahun). dalam masa ini seseorang tidak lagi

memerlukan asuhan dan bergantung pada orang tua. Mereka sudah

dapat menerima dan memeberi dorongan kepada orang lain. Dalam

masa ini setiap orang telah memiliki sistem nilai sehingga tidak

memerlukan tuntunan orang tua lagi.

2) Masa dewasa menengah (40-60 tahun). Usia dewasa menengah adalah

suatu masa transisi dari tahap dewasa awal ke tahap dewasa lanjut.

Masa ini merupakan tahap yang ditakuti sebagian orang. Oleh karena

10

F. Hamma SJ, Krisis Tengah Umur (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1988), hlm. 10. 11

Janus Kenny, Mory Kenny, Dari Bayi Sampai Dewasa (Jakarta: BPK. Gunung

Mulia, 1991), hlm. 151 12

Saparinah Sadli, Di Atas 40 Tahun (Jakarta: Sinar Harapan, 1983), hlm. 66 13

H. Norman Wright, Konseling Krisis (Malang: Gandum Mas, 1993), hlm. 198 14

Andi Mappriare, Psikologi Orang Dewasa (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), hlm.

20

Missio Ecclesiae, 8(2), Oktober 2019, 93-115

96

pada usia ini terjadi perubahan fisik dan ketakutan mental mulai

menurun.15

3) Masa dewasa lanjut usia (60 tahun ke atas). Pada tahap ini setiap orang

mengalami kemunduran diri dari tahun-tahun kreatif dan mereka

diperhadapkan pada kemunduran-kemunduran fisik dan mental.16

Sebenarnya masa lanjut usia merupakan suatu tahap kematangan

pribadi dan kaya akan pengalaman yang didapat selamaperjalanan hidup

seseorang. Pengalaman tersebut dapat disumbangkan bagi masyarakat

disekitarnya. Hal ini juga dikemukakan oleh S. M. Herlambang dalam Forum

Komunikasi Lansia sebagai berikut:

Pada dasarnya lanjut usia adalah orang-orang yang sudah memang

dalam mengatasi krisis demi krisis yang dihadapi dalam kehidupannya.

Karena itu mereka dapat dijadikan mitra dalam memecahkan problem

nasional, karena ketrampilan dan pengalaman serta dedikasinya tidak

kalah dengan generasi muda.17

Pada sisi lain dikatakan bahwa dalam kehidupan keluarga, lanjut usia

merupakan figur tersendiri dalam kaitan dengan sosial budaya bangsa,

sedangkan dalam kehidupan nasional, mereka adalah sumber daya manusia

yang cukup berpotesi sesuai pengetahuan dan pengalaman hidupnya untuk

meningkatkan mutu kehidupan masyarakat.18

Pada umumnya para lanjut usia

sudah mengalami kemunduran secara fisik sehingga mereka tidak dapat

menyumbangkan kekuatan dan tenaganya dalam melakukan pekerjaan untuk

orang lain, tetapi mereka memiliki kekayaan pengalaman yang tidak sedikit di

mana dapat disumbangkan kepada orang lain dalam kapasitas pribadi maupun

kepentingan umum.

Perubahan-PerubahanYang Terjadi Pada Lanjut Usia

1. Perubahan Fisik

Secara biologis setiap manusia mencapai puncak perkembangan ketika

seseorang mencapai usia dewasa. Setelah itu, tumbuh manusia mengalami

perubahan yang mengarah pada penurunan.19

Creath Davis Mengatakan

bahwa:

15

Mapriare, Psikologi Orang ..., 71 16

Sadli, Di atas 40 ..,hlm. 71 17

S. M. Herlambang, “Forum Komunikasi Lansia/ Pergeri” Dimasa Depan, “Buletin

Gerontologi dan Geriatri XXXI XXXII” (1997), 28. 18

Suenarjo, “Usia Lanjut Usia Sehat Sejahtera dan Bermamfaat,” Buletin

Gerontologi dan Geriatri, XXXI-XXXII (1997), 43 19

Hamma, Krisis Tengah ..., 23

Missio Ecclesiae, 8(2), Oktober 2019, 93-115

97

Proses menua merupakan penurunan secara sedikit demi sedikit, di

mana sekitar umur tiga puluh kita tidaklah muda pada suatu hari dan

menjadi tua pada hari berikutnya.

Pada umumnya tanda-tanda ketuaan pada lanjut usia dapat dilihat melalui

penampilan seperti menurunnya fungsi tubuh, daya tolak penyakit menurun,

penglihatan berkurang, perubahan pada rambut yaitu mulai memutih dan

menipis, kulit pada wajah, tengkuk, lengan dan tangan menjadi kasar dan

berkerut. Kemudian perubahan fisik lain yang berubah ialah bagian dalam

tubuh.20

Jadi, perubahan fisik bukan hanya pada sebagian tubuh lanjut usia,

tetapi terjadi perubahan pada seluruh bagian tubuh baik yang dapat dilihat

maupun yang terdapat dalam tubuh itu sendiri.

2. Perubahan Psikologis

Setiap manusia pasarnya adalah mahkluk sosial yang menjadi manusia

karena ada orang lain. Karena itu dalam perkembangan dan pertumbuhannya,

sangat membutuhkan orang lain. Sikum Pribadi mengatakan bahwa:

Pengaruh di bidang kejiwaan umumnya merupakan ‘manifestasi’

ketidak keberhasilan adaptasi terhadap berbagai perubahan tersebut.

Dampak di bidang ke jiwaan dapat berupa berbagai bentuk gangguan

penyesuian, depresi, gangguan somatisasi, gangguan perubahan kulit,

raut muka, rambut dan perubahan penampilan lainnya secara

keseluruhan dapat menimbulkan berbagai pengaruh psikis, rasa rendah

diri, perasaan asing, kehilangan kepercayaan diri, depresi dan lain-

lain.21

Dengan demikian mau tidak mau akan terjadi perubahan psikologis

dalam kehidupan lanjut usia. Perubahan psikologis ini akan menjadi masalah

atau pergumulan para lanjut usia jika mereka tidak mampu atau gagal

menyesuikan diri dengan berbagai perubahan fisik yang harus dialaminya.

3. Perubahan Sosiologis

Setiap manusia pada dasarnya adalah mahkluk sosial yang menjadi

manusia karena ada orang lain. Karena itu dalam perkembangan dan

pertumbuhannya, sangat membutuhkan orang lain. Sikun pribadi mengatakan

bahwa:

Sebagai mahkluk sosial ia mempunyai hubungan dengan orang lain

baik langsung maupun tidak lansung, baik itu hubungan positif maupun

negatif ataupun permusuhan (konflik). Karena adanya orang lain maka

20

R. K. M. Suling dan S. S. Pelenkahu, Pedoman Praktis bagi Manusia Usia Lanjut

(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), hlm. 31-32 21

Wibisono, “Pengaruh Perubahan ...” 7

Missio Ecclesiae, 8(2), Oktober 2019, 93-115

98

manusia mempunyai kesadaran “aku”nya. dia menilai diri-sendiri tidak

lepas dari penilaian lingkungan terhadap dirinya.22

.

Disamping itu, banyak lanjut usia yang mengalami “post power

sindroma.” Mereka merasa masih menduduki keputusan, mengatur dan

memimpin. Hal ini terjadi karena tidak menyadari ada perubahan dalam

lingkungan.23

Oleh karena itu para lanjut usia mengalami masalah dalam

menempatkan diri (adaptasi) di lingkungan rumah tangga maupun

lingkungannya tanpa embel-embel yang ditonjolkan selama ini.

4. Perubahan Spiritualitas

Perubahan spiritualitas ini ditandai dengan adanya perubahan minat dan

sikap terhadap kegiatan keagamaan. Hal ini terjadi karena mereka melihat

banyak teman sebayanya yang sudah meninggal dunia. Hal ini mereka

termotivasi untuk tertarik dan menekuni kegiatan keagamaan. Pendeta Agus

Wijanto mengatakan:

Dalam pengamatan selama melayani jemaat lanjut usia, ternyata bahwa

semakin tua seseorang semakin serius dalam kerohanian. Hal ini

didukung oleh beberapa faktor, yaitu: pertama, dia mempunyai banyak

waktu karena ketergantungan beban hidup semakin ringan, anak-anak

sudah dewasa dan mempunyai penghasilan sendiri. Kedua, dalam usia

ini, mereka tidak lagi berpikir secara kontem platif.24

Pada sisi lain, R. F. M. Suling berpendapat bahwa perubahan pemikiran

ke arah kontemplatif dapat juga menjadi suatu masalah baru atau beban yang

menekan para lanjut usia itu sendiri.

Masa lanjut usia juga sering mendorong perkembangan sikap

keagamaan tersebut menjadi lebih dramatis, sikap dan pandangan ini dapat

menjadi tertekan dan depresi. Tetapi sebaliknya, dapat juga terjadi lanjut usia

dapat mengembangkan sikap lebih berani. Sering kurang mengambil

perhitungan duniawi, pada fase usia lanjut dapat dengan berani dikemukan.25

Jadi, ketika seseorang memasuki masa lanjut usia ada perubahan yang

menyolok dalam masalah rohani mereka. Sikap pasif dan terkesan tidak peduli

terhadap perkara perubahan pola pikir. Mereka seperti baru menyadari bahwa

hidup bukan hanya perkara fisik semata, ada hal yang terlupakan dan baru

terfikir ketika mereka tidak aktif lagi bekerja.

22

Ibid. 23

Hurlock, Psikologi ..., 401 24

Hasil Wawancara dengan Pendeta Agus Wijanto, Gembala Jemaat GKI Cinere. 25

Suling, Pedoman Praktis ..., hlm. 15

Missio Ecclesiae, 8(2), Oktober 2019, 93-115

99

Masalah-Masalah Yang Dihadapi Lanjut Usia

1. Rasa kesepian

Kesepian adalah kesadaran pedih bahwa seseorang kurang memiliki

hubungan dekat dan berarti dengan orang lain. Kekurangan tersebut

menyebabkan kekosongan, kesedihan, pengasingan diri bahkan

keputusasaan.26

Rasa Kesepian membawa dampak negatif pada diri

seseorang.Sebenarnya perasaan kesepian bukan hanya dirasakan oleh orang-

orang tertentu saja, tetapi kesepian dapat dialami setiap orang, kapan dan

dimana saja. W. S. Hulme mengatakan bahwa:

Kesepian adalah suatu derita yang menekan banyak orang bukan saja

mereka yang tinggal jauh dari pasar, jalan yang ramai atau kampung

yang berjubel-jubel. Korbannya bukan hanya mereka yang tidak

mempunyai keluarga atau teman pekerjaan atau suami dan isteri.

Kesepian dapat saja menyusup ke dalam lubuk hati kita semua yang

berada di tengah-tengah kesibukan dan keramaian sepanjang hari.

Dalam konteks lanjut usia, bagi kebanyakan orang, memasuki usia

lanjut itu berarti menghadapi kesepian.Hal-hal tersebut menjadi masalah bagi

lanjut usia karena mereka merasakan hidup sendiri. Kesepian juga disebabkan

karena keterpisahan dari orang lain khususnya dengan anak-anak yang telah

terpencar untuk membangun rumah tangga mereka sendiri atau karena

ditinggalkan oleh orang yang dikasihi.27

Jadi, kesepian yang dihadapi oleh lanjut usia sangat berbeda dan

kompleks. Mereka dirongrong kesepian bukan hanya karena faktor diri-sendiri

tetapi juga oleh karena kondisi lingkungan dan keluarganya.

2. Perasaan Tertolak

Perasaan tertolak atau ditolak dalam lingkungan dimana seseorang

berada merupakan sesuatu yang menyakitkan.28

Derek Prince

memberikan pengertian “perasaan tertolak,” sebagai berikut:

Yang dimaksud disini ialah suasana hati atau perasaan batiniah

seseorang yang bertolak yaitu adanya kesan seperti kurang disenangi

atau diusir/dikucilkan; atau perasaan kurang dihargai atau tidak masuk

hitungan, merasa diperlakukan bukan sebagai sesama warga, melainkan

26

Charles G. Ward, Buku Pegangan Pelayanan (Jakarta: Persekutuan Pembaca

Alkitab, 1984), hlm. 124. 27

Hasil Wawancara dengan Ibu Rorma Boru Sihombing, Jemaat Lanjut usia GPIN

“Bukit Asam” Tanjung Enim 28

Peter Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modern Englih Press,

1991), hlm. 1601

Missio Ecclesiae, 8(2), Oktober 2019, 93-115

100

seperti orang luar yang boleh melihat ke dalam, tetapi tidak boleh

masuk.29

Ternyata perasaan tertolak atau ditolak merupakan salah satu masalah

yang dihadapi lanjut usia. Perasaan tertolak yang dialami lanjut lanjut usia

tidak terlepas dari kondisi fisiknya yang menurun sehingga mereka tidak dapat

lagi melakukan suatu pekerjaan dengan baik.

3. Hilangnya Harga Diri

Masalah emosi yang umum bagi para lanjut usia adalah hilangnya

harga diri. Mereka tidak ingin dianggap orang lain sebagai orang yang tidak

berguna lagi. oleh karena itu mereka menjadi begitu sensitif dengan masalah

penghormatan dan penghargaan.Sue Burnham mengatakan:

Secara terperinci rasa harga diri anda terletak pada sejauh mana anda

merasa dihargai, berguna dan mampu. Perasaan ini pada dasarnya

berasal dari berbagai tanggapan yang anda terima dalam hubungan

yang akrab dengan orang lain, dimulai dari hubungan anda denga orang

tua, serta penerimaan mereka terhadap anda.30

Hal-hal yang disebut oleh Burnham dialami oleh para lanjut usia.

Karena menurunnya kemampuan untuk melakukan suatu pekerjaan yang

bermanfaat, membuat mereka harus tinggal di rumah, sehingga mereka merasa

tidak berguna lagi, baik untuk keluarga maupun untuk masyarakat.

4. Hilangnya Teman Hidup

Kehilangan salah satu pasangan hidup merupakan suatu peristiwa yang

sangat menyedihkan dan menakutkan bagi para lanjut usia. Dukacita ini adalah

satu derita emosional yang sangat menusuk disebabkan oleh kematian orang

yang dikasihi. Derita ini dapat berupa kesedihan yang amat memilukan,

penderitaan dan kesesakan yang mengakibatkan tangisan dan Jeritan yang pilu,

dan juga suasana yang sepi dan sedih.31

Mereka kehilangan tempat berbagi

suka dan duka sehingga akan dirasa sebagai kehilangan segala-galanya.

Sungguh satu perpisahan yang berat, merasa tidak mempunyai apa-apa lagi,

seperti kehilangan bagian dari dirinya sendiri.32

Garry Collins mengatakan

bahwa:

Dukacita merupakan beban perasaan yang sulit ditanggung, meskipun

itu merupakan kematian setelah menderita sakit lama, bahkan bagi

29

Derek Prince, Rasa Tertolak (Jakarta: YPI Imanuel, 1994), hlm. 5 30

Sue Burnham, Emosi Dalam Kehidupan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994), hlm.

13. 31

Wright, Konseling ..., hlm. 152 32

Hasil Wawancara dengan Lie Jin Fozk, Jemaat Lanjut Usia GMI “Nafiri Sion”

Muara Enim. 22 Januari 2000.

Missio Ecclesiae, 8(2), Oktober 2019, 93-115

101

orang-orang Kristen yang sudah memiliki jaminan kebangkitan yang

akan datang. Orang-orang yang berdukacita biasanya mengalami

beberapa macam pengalaman emosi seperti gelisah, takut, kesepian,

kemarahan, kebingungan, kecil hati, bahkan keputusasaan pada saat

orang yang dikasihinya meninggalkannya untuk selama-lamanya.33

Dengan demikian, kehilangan teman hidup pada masa tua merupakan

suatu pergumulan yang berat bagi manusia. Oleh karena itu banyak yang

menjadi stres dan akhirnya kehilangan semangat hidup.

5. Takut Menghadapi Maut

Perasaan takut menghadapi kematian bukan hanya dirasakan oleh lanjut

usia, tetapi juga dihadapi oleh semua orang. Ketakutan menghadapi kematian

merupakan hal yang wajar dan manusiawi. Richard L. Margon mengatakan:

Ketakutan akan kematian adalah dasar dari seluruh keprihatinan. Suatu

kebohongan kalau kita mengatakan bahwa kita tidak takut mati. Takut

mati adalah manusiawi. Mencintai hidup berarti berharap dan tidak

ingin meninggalkan kehidupan. Semua orang pada dasarnya takut

mati.34

Hal ini membuat para lanjut usia cenderung untuk lebih berkosentrasi

pada masalah kematian, walau para lanjut usia seringkali merasa takut

menghadapi kematian karena ketidak pastian.35

Kematian memisahkan mereka

dari segala sesuatu yang selama ini dekat dengan dirinya.36

Memang kematian dapat terjadi suatu pengalaman yang suram dan

menakutkan, terutama bagi mereka yang belum pernah benar-benar siap untuk

memasuki masa akhir dari kehidupan mereka atau belum memiliki iman yang

cukup untuk menghadapi kematian.

UPAYA DARI GEREJA

Pengembangan Pelayanan kategorial Lanjut Usia

a. Dasar Pelayanan

Pelayanan terhadap jemaat lanjut usia dilakukan atas dasar Firman

Allah. Firman yang adalah kekuatan Allah yang bermanfaat untuk mengajar,

33

Gary R. Collins, Konseling Kristen Yang Efektif (Malang: SAAT, 1989), hlm. 169 34

Richard L. Margon, Tetap Ceria Di Usia Senja (Jakarta: BPK. Gunung Mulia,

1998), hlm. 78 35

Hurlock, Psikologi ..., hlm. 402. 36

Ruth Kopp, Ketika Kekasih Mendekati Ajal (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1992),

hlm. 5

Missio Ecclesiae, 8(2), Oktober 2019, 93-115

102

untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk

mendidik orang dalam kebenaran (II Tim. 3:16).Oleh sebab itu para lanjut usia

dalam gereja perlu menerima dan memahami kebenaran-kebenaran ilahi yang

akan menguatkan iman mereka di hari tuanya. Sesungguhnya dalam saat lanjut

usia ini mereka membutuhkan bimbingan firman Allah melewati hari-hari

tuanya yang sarat dengan pergumulan (Maz. 119:105).

Dalam Matius 28:19-20 dikatakan, “Karena itu pergilah, jadikanlah,

jadikan semua bangsa murid-Ku...” Amanat agung merupakan keharusan

memuridkan.

Kemudian dasar selanjutnya ialah kasih Allah. Allah bukan hanya

mengasihi tetapi Allah juga kasih. Kasih Allah kepada orang yang di dalam

Kristus sama seperti kasihNya kepada Kristus sendiri (Yoh. 17:23). Allah

mengasihi manusia sebelum mereka mengasihi Kristus, yaitu sebelum orang

percaya ada dalam Kristus. Allah mengasihi segenap dunia dan setiap orang di

dalam dunia ini (Yoh. 3:16; I Tim. 2:4; II Pet. 3:9).37

Belaskasihan Allah kepada manusia bukan baru dimulai di hati Yesus

ketika Ia datang ke dalam dunia melainkan telah dimulai dari hati Allah

sendiri. Ketika manusia jatuh ke dalam dosa (Kej. 3), mengakibatkan hati

Allah digerakkan dengan penuh kasih kepada Adam dan Hawa, di mana Allah

datang mencari mereka, ketika manusia itu malu dan bersembunyi karena

keberdosaannya. Petrus Octavianus menjelaskan demikian:

Dalam Kejadian 3:15, kasih Allah dinyatakan sebagai satu janji, “...

dari benih perempuan akan datang Mesias yang akan membebaskan

manusia dari dosa. Benih perempuan yaitu Mesias akan melawan benih

ular yakni iblis. Maka sejak Kejadian 3 sampai di Golgota sejarah

dunia keselamatan terarah kepada salib Yesus Kristus. Kasih yang telah

menggerakkan hati Allah untuk Adam dan Hawa menuntut

pengorbanan. Kasih Allah adalah kasih yang mencapai seluruh dunia.38

Kasih Allah merupakan salah satu kenyataan yang besar yang terdapat

di alam semesta ini, suatu tiang yang merupakan sandaran harapan dunia.

b. Alasan Pelayanan

Dengan meningkatnya laju pertumbuhan dan perkembangan penduduk,

maka gerejapun ikut menunjukkan perkembangan, baik secara kualitas

maupun kuantitas. Oleh karena itu gereja membutuhkan bentuk-bentuk

pelayanan kategorial untuk menjawab dan memenuhi kebutuhan jemaat yang

semakin bervariasi.

37

J. Wesley Brill, Dasar Yang Teguh (Bandung: Kalam Hidup, 1994), hlm. 54 38

Petrus Octavianus, “Kasih Allah Sebagai Daya Penggerak Misi” dalam Misi Kasih

Yang Mencari (Batu-Malang: Dept. Literatur, 1985), hlm. 143.

Missio Ecclesiae, 8(2), Oktober 2019, 93-115

103

Permasalahn-permasalahan yang dihadapi warga gereja berbeda-beda.

Permasalahan anak-anak berbeda dengan permasalahan remaja, begitu juga

permasalahan jemaat dewasa berbeda dengan permasalahan jemaat lanjut usia.

Sejalan dengan itu, Wibisono mengatakan:

Setiap tahap dalam siklus kehidupan manusia nampak-nya memiliki

ciri yang agak khas, yaang permasalahan umum yang khas, yang

membawa permasalahan umum yang khas pula: masa bayi, masa

kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa muda, masa usia pertengahan

dan lanjut usia.39

Secara khusus lanjut usia mereka diperhadapkan dengan masalah-

masalah yang paling rumit, sehingga membutuhkan pelayanan

khusus/kategorial.Di samping itu, pelayanan khusus/kategorial perlu

dikembangkan oleh gereja untuk mengantisipasi laju perkembangan jumlah

lanjut usia yang terus meningkat.Karena itu pembinaan jemaat dimulai dari

sekolah minggu (3-11 thn.), remaja (12-17 thn.), pemuda (18-25 thn.), dewasa

(25-29 thn.) dan lanjut usia (60 thn. keatas).40

c. Tujuan Pelayanan

Gereja harus mempunyai tujuan yang jelas dalam pelayanannya.

Pengembangan pelayanan kategorial terhadap jemaat lanjut usia bertujuan

mempersiapkan dan meneguhkan iman mereka sampai akhirnya Tuhan

memanggil mereka.Di samping itu dengan pelayanan kategorial, jemaat lanjut

usia dapat dilibatkan dalam berbagai pelayanan gerejawi juga penginjilan,

khususnya sebagai pendoa syafaat. Mereka memiliki banyak waktu luang di

rumah, sehingga mereka dapat dimotivasi menjadi pendoa-pendoa syafaat

untuk para pemimpin atau Gembala Jemaat teristimewa untuk penginjilan

diseluruh muka bumi.41

Para lanjut usia sering merasa kurang dihargai ditengah kesibukan

jemaat. Mereka merasa tidak berharga oleh karena kenyataan bahwa pelayanan

di gereja telah ditengani oleh jemaat dewasa dan pemuda yang lebih gesit dan

berpotensi. Karena itu lewat pengembangan pelayanan kategorial bagi para

lanjut usia, akan sangat menolong.Sehubungan dengan hal itu, Ralp Rggs

mengatakan:

Pertemuan dan kebaktian untuk berbagai tingkat umur dan kelompok

serta departemen gereja harus diselenggarakan. Semua itu memerlukan

pemimpian dan menemukan orang-orang yang sanggup melayani

39

Ibid. 40

Hasil Wawancara dengan Pdt. Agus Wijanto, Gembala Jemaat GKI Cinere, Jakarta

Selatan. 41

C. Peter Wagner, Berdoa Dengan Penuh Kuasa (Jakarta: Nafiri Gabriel, 1997), hlm.

193.

Missio Ecclesiae, 8(2), Oktober 2019, 93-115

104

dalam berbagai fungsi dan memakai mereka untuk melaksanakan

pelayanan.42

Dengan demikian, pelayanan terhadap jemaat lanjut usia selain

bertujuan untuk menolong mereka bertumbuh dalam kerohanian tetapi juga

melibatkan mereka dalam pelayanan.

d. Hambatan Dalam Pelayanan

Dalam mengembangkan pelayanan terhadap jemaat lanjut usia tidak

terlepas dari tantangan dan pergumulan yang menjadi hambatan. Hambatan

tersebut dapat saja berasal dari hamba Tuhan sandiri dan atau dari jemaat

lanjut usia yang ada.

Oleh karena itu, pelayanan terhadap jemaat lanjut usia membutuhkan

pelayanan khusus.. Hambatan lainnya yaitu menyangkut jemaat yang lanjut

usia sendiri. Kondisi fisik mereka yang semakin melemah dapat menjadi

hambatan dalam pelayanan, daya tangkap/nalar dan daya ingat jemaat lanjut

usia yang semakin menurun, sehingga firman Tuhan yang disampaikan

seringkali sulit dimengerti atau mereka cepat sekali lupa pada firman Tuhan

yang pernah mereka dengar.43

Hambatan yang lainnya ialah jumlah jemaat yang masuk kategori lanjut

usia itu sangat sedikit dalam satu gereja. Hal tersebut membuat gereja kurang

memperhatikan pelayanan terhadap mereka.44

Jadi, dari segi jemaat lanjut usia

itu sendiri hambatannya ialah kondisi fisik mereka yang terus menerus lemah,

kondisi otak dan nalar mereka terus menurun juga jumlah yang sangat sedikit

dalam satu jemaat/gereja.

Metode Pelayanan

A. Pembinaan Rohani

Pembinaan rohani oleh gereja adalah pembinaan warga jemaat yang

berpusat Kristus. Hal tersebut didasarkan pada pengajaran Alkitab, dan

merupakan proses untuk menghubungkan kehidupan jemaat yang lanjut usia

dengan Firman Tuhan, membimbing dan mendewasakan dalam Kristus

melalui kuasa Roh Kudus (11 Ptr. 3 :18). Selain itu pembinaan rohani yang

dimaksud ialah suatu upaya untuk memperlengkapi anggota jemaat yang

sebagai anggota tubuh Kristus (Ef. 4:11-16).Dengan demikian, jemaat lanjut

usia juga memerlukan pembinaan rohani tersebut para lanjut usia dapat

dituntun kepada keyakinan akan keselamatan yang kokoh sehingga mereka

42

Ralp. M. Ringgs, Gembala Sidang Yang Berhasil (Malang: Penerbit Gandum Mas,

1984), hlm. 76 43

Hasil Wawancara dengan Pdt. J. Damanik, S. Th. 44

Ibid

Missio Ecclesiae, 8(2), Oktober 2019, 93-115

105

hidup dalam penyerahan diri.Dalam pembinaan rohani terhadap jemaat lanjut

usia ada beberapa metode selayaknya dikembangkan oleh gereja yaitu:

1) Perkunjungan

Istilah perkunjugan dalam bahasa Inggris yaitu “visitation” dari kata

kerja “to visit” yang artinya kunjungan/mengunjungi, datang untuk bertemu,

berkunjung. Dengan demikian perkunjungan berarti datang untuk bertemu

seseorang dengan maksud tertentu, atau juga perkunjungan karena tugas dan

tanggung jawab.45

Dalam kegiatan pelayanan gerejawi, istilah yang dipakai

yaitu “perkunjungan rumah tangga”. Bons Storm mengistilahkannya sebagai

“perkunjugan pastoral” yaitu meliputi perkunjungan orang sakit, orang dalam

penjara atau siapa saja yang hidup di luar suatu rumah tangga seperti orang-

orang terlantar atau tuna wisma.46

Hal ini berarti kegiatan perkunjugan sudah

tidak asing dalam pelayanan gerejawi, bahkan merupakan suatu kewajiban

hamba Tuhan termasuk para gembala jemaat.

Di samping itu, Tasdik mencatat ungkapan Richard Cobot tentang

pentingnya perkunjungan oleh pemimpin gereja sebagai berikut:

Pemimpin-pemimpin agama yang besar sepanjang masa adalah mereka

yang mendengarkan sabda Tuhan pada satu pihak dan mendengarkan

suara orang banyak pada pihak lain. Gereja protestan harus

memperbaharui hubungannya dan perhatiannya dalam memelihara

jiwa-jiwa. Pemimpin harus turun dari mimbar dan mencari mereka

yang membutuhkan, dan harus siap mendengar.47

Jadi, seorang hamba Tuhan atau Gembala Jemaat bukan hanya bertugas

untuk bertugas untuk menyampaikan firman Tuhan dari mimbar saja, tetapi

juga dituntut untuk mengatur waktu mengampuni jemaat, terlebih terhadap

mereka yang membutuhkan perhatian khusus dan pertolongan.Pelayanan

perkunjungan akan membangkitkan semangat para lanjut usia, karena mereka

akan merasa dihargai dan dihargai dan dikasihi.48

Di samping itu mereka

memang butuh perhatian dan perlu dirangkul.49

Bagaimanapun ketika

dikunjungi, secara tidak lansung dan tidak disadari adalah satu tindakan praktis

dari hamba-hamba Tuhan untuk mengusir rasa kesepian yang menjadi

pergumulan jemaat lanjut usia.Kehadiran orang lain memberi kesukaan

45

Abineno, Penggembalaan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1967). 37. 46

M. Bons Storm, Apakah Penggembalaan itu? (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1988),

hlm. 69. 47

R. Tasdik, Penginjilan dan Penggembalaan ( Yogyakarta: Duta Wacana, 1979),

hlm. 82. 48

Kenneth L. Gibble, “Mempersiapkan Jemaat Untuk Suatu Kunjungan Pastoral,”

Kepemimpinan, XV (Januari, 1989), 27-28. 49

Hasil Wawancara dengan A. R. Sri Sulastri, Jemaat Lanjut Usia GPIN “Bukit

Asam” Tanjung Enim. 22 Januari 2000.

Missio Ecclesiae, 8(2), Oktober 2019, 93-115

106

tersendiri buat mereka, karena mereka mendapat teman bicara dan bertukar

pikiran atau cerita. Bagaimanapun setiap orang ingin didengar, sebagai tanda

dihargai dan dihormati.

2) Konseling

Pelayanan konseling merupakan salah satu bentuk pelayanan yang

sangat penting dalam memenuhi tugas dan tanggung jawab gereja demi

pembinaan dan pendewasaan warga jemaatnya.Jika dilihat dari segi tanggung

jawab geraja dalam pelaksanaan tugas dan panggilannya, maka bentuk

pelayanan yang efektif dalam upaya menyelesaikan masalah dan pergumulan

pribadi lanjut usia.50

Istilah “konseling” berasal dari kata kerja “Counsel” yang berarti

menasihati, menyarankan, mendorong, menganjurkan, sedangkan “conselor”

berarti penasehat, pengacara, pengasuh anak-anak dalam kemah, sedangkan

konseling adalah hubungan timbal balik di antar dua individu, yaitu konselor

yang berusaha menolong dan konseling yang membutuhkan pengertian untuk

mengatasi persolan yang dihadapi.51

Jadi pelayanan konseling berarti

memberikan nasihat, saran dan dorongan kepada orang lain. Oleh karena itu

pelayanan konseling merupakan salah satu pelayanan yang sangat penting

dalam memenuhi tugas dan tanggung jawab gereja dalam pembinaan dan

pendewasaan rohani warga jemaat lanjut usia. Ada beberapa bentuk pelayanan

konseling yang harus dilakukan gereja yaitu: pertama, Konseling Evangelistis

dan Peneguhan. Dalam hubungan dengan para lanjut usia, konseling

evangelistis dan peneguhan adalah upaya pemeriksaan ulang keyakinan

keselamatan dan keteguhan iman. Kedua, konseling kelompok. Salah satu ciri

khas orang lanjut usia adalah cenderung untuk berteman dan hidup

berkelompok dengan sesama lanjut usia. Hal tersebut mungkin terjadi karena

adanya persamaan minat juga perasaan. Oleh sebab itu konseling kelompok

perlu dan cocok dilaksanakan dalam pelayanan terhadap jemaat lanjut

usia.Dengan demikian terlihat bahwa konseling kelompok memang sangat

bermanfaat bagi pembinaan jemaat termasuk lanjut usia, dimana jemaat lanjut

usia dapat membagikan permasalahan dan pengalaman mereka mengatasi

berbagai pergumulan sehubungan dengan usia tua, sehingga dapat mereka akan

saling menolong dan saling menguatkan satu dengan yang lainnya.

Ketiga, Konseling Didaktis. Konseling Didaktis merupakan bentuk

konseling yang bersifat mendidik atau mengajar. Dalam hal ini bentuk dalam

pelayanan terhadap jemaat lanjut usia difokuskan pada penyampaian firman

Tuhan berupa pengajaran yang bersifat mendidik, dalam kaitan dengan doktrin

juga pemahaman yang keliru bahkan bertentangan dengan kebenaran firman

50

Jesias Palandi, “Cristian Conseling Cross Cullturally dan Penerapannya Dalam

Pelayanan Konseling Terhadap Orang Toraja Di Surabaya ” Tesis (Malang: Institut Injil

Indonesia, 1991), hlm 420. 51

Gary R. Collins, Konseling Kristen Yang Efektif (Malang: SAAT, 1989), hlm. 59.

Missio Ecclesiae, 8(2), Oktober 2019, 93-115

107

Tuhan. Melalui konseling didaktis pemahaman yang salah ini dapat diluruskan

oleh hamba-hamba Tuhan melalui pengajaran-pengajaran yang sesuai dengan

Firman Tuhan.

3) Ibadah/Persekutuan Lanjut Usia

Ibadah/persekutuan merupakan ketetapan Tuhan Yesus yang harus

dilakukan. Karena setiap orang percaya dipanggil masuk dalam persekutuan

dengan Tuhan Yesus. Riedel mengatakan, “Di dalam surat Yahya yang

pertama kerap kali ditemui perkara persekutuan itu”. Barang siapa yang telah

menjadi orang Kristen, ia itu hidup di dalam persekutuan Allah. persekutuan

dengan Bapa dan dengan Yesus Kristus, anak-Nya itu (1 Yoh. 1:3,6).” Dengan

demikian pembentukan ibadah/persekutuan lanjut usia adalah merupakan satu

langkah tepat dalam upaya pembinaan rohani mereka. Dalam

ibadah/persekutuan khusus lanjut usia, mereka memperoleh kesempatan untuk

saling menguatkan, saling menasihati, saling membagi pengalaman dan

menghibur di antara mereka, agar semakin kuat di dalam Tuhan sampai akhir

hayatnya.52

Dalam ibadah atau persekutuan khusus untuk lanjut usia diadakan

beberapa kegiatan yang bervariasi dan sederhana disesuaikan dengan daya

serap lanjut usia dan kemampuan serta kondisi fisik mereka yang semakin

melemah, seperti khotbah/renungan, pemahaman Alkitab dengan topik yang

sesuai dengan kebutuhan mereka dan berikan kesempatan kesaksian.

4) Katekisasi Persiapan Kematian

Istilah “katekisasi” atau “katekese” berasal dari kata kerja Yunani

“katakhein” yang berarti memberitakan, mengajarkan dan memberitakan

pengajaran. Namun yang paling menonjol dari pengertian “katakhein” adalah

“mengajar” yakni mengajar atau membimbing agar orang melakukan apa yang

diajarkan kepadanya.53

Kata ini juga diterjemahkan dengan “mengajar” secara

lisan, memberitahukan.” Dalam tugas dan pelayanan, katekisasi dianggap

sebagai salah satu bagian dalam gereja yang penting.54

Jadi, katekisasi merupakan pelajaran atau pembinaan dasar untuk

membawa orang percaya kepada pengenalan akan Allah dan peneguhan

iman.Katekisasi lanjut usia bertujuan untuk mempersiapkan para lanjut usia

menghadapi kematiannya. oleh karena mereka mengetahui dengan pasti ke

mana mereka akan pergi setelah mereka mati, seperti kata Paulus, “Aku akan

52

Hasil Wawancara dengan Ibu Sumarmi, Staf Pembina STT, Ebenhaezer Tanjung

Enim.

53

J. L. Ch. Abineno, Buku Katekisasi Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia,

1987), hlm. 5-7 54

Hauken, Ensiklopedi Gereja II (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1992), hlm.

203

Missio Ecclesiae, 8(2), Oktober 2019, 93-115

108

pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus. Karena bagiku hidup adalah

Kristus dan mati adalah keuntungan” (Filipi 1:23, 21).

5) Melibatkan Lanjut Usia Dalam Pelayanan

Bagaimanapun juga sebagai orang percaya, para jemaat lanjut usia

harus hidup di dalam persekutuan. Oleh karena itu para lanjut usia juga harus

kesempatan untuk melibatkan diri dalam pelayanan. Hamba Tuhan dan

Gembala Jemaat pada sisi ini mempunyai tugas untuk melatih serta

mengembangkan bakat dan karunia yang diberikan Tuhan kepada setiap

jemaat termasuk para jemaat lanjut usia.55

Dengan demikian mereka tidak

hidup untuk diri sendiri melainkan untuk sesama dan untuk kemulian Tuhan

(Flp. 2:4). Hal tersebut juga merupakan suatu terapi yang baik untuk melawan

gejolak emosi yang menimbulkan sikap egois yang “dilumrahkan” untuk orang

pada tahap usia lanjut. Menurut Brubaker:

Gereja dapat memperoleh mamfaat karena kenyataannya bahwa orang-

orang lanjut usia sering mempunyai banyak waktu luang sehingga

dapat membantu dalam jabatan kepemimpinan, perkunjungan,

pengajaran dan penyuluhan (Maz. 71:18; Titus 2:1-5). Ia dapat

melaksanakan pelayanan khusus dengan berdoa dan menulis surat atau

menyediakan anak-anak. Lanjut usia dapat membantu dalam kebaktian

pertengahan minggu, pekan pendidikan rohani anak-anak, kamp

remaja.56

Keterlibatan mereka dalam pelayanan dapat dimulai dalam

persekutuan/ibadah lanjut usia sendiri, misalnya mereka diberi kesempatan

menjadi liturgos, pemimpin doa, ketua kelompok diskusi, kolekoten atau juga

pemain musik. Melalui keterlibatan dalam pelayanan seperti itu, mereka akan

menyadari bahwa mereka masih diperlukan dalam pekerjaan Tuhan.

6) Ibadah Perayaan Hari Lanjut Usia

Dalam perhatiannya terhadap penduduk lanjut usia sebagai warga

negara yang memiliki pengalaman luas dan berharga yang dapat diteladani

oleh generasi penerusnya, maka pemerintah telah memilih dan menetapkan

tanggal 29 Mei sebagai Hari Lanjut Usia Nasional.57

Dengan demikian gereja

selaku bagian dari komponen bangsa yang juga peduli terhadap kehadiran para

usia di tengah-tengah jemaat dapat memakai momentum ini. Ibadah perayaan

Hari Lanjut Usia dapat diadakan di gereja-gereja sebagai bukti kepedulian

gereja. Pada hari tersebut merupakan suatu kebahagian tersendiri bagi para

55

Larry Lea, Panggilan Tertinggi (Jakarta: YPI Imanuel, 1991), hlm. 75 56

Brubaker, Memahami Sesama ..., hlm. 123 57

Pelembagaan Lanjut Usia..., hlm. 15

Missio Ecclesiae, 8(2), Oktober 2019, 93-115

109

lanjut usia oleh karena pada hari itu semua jemaat akan memberi salam dan

perhatian khusus bagi mereka.

Kegiatan sepanjang hari itu dapat difokuskan disekitar topik lanjut usia,

seperti mengunjungi panti-panti penampungan jompo dan lanjut usia terdekat

pada pagi hari, sore harinya kegiatannya diadakan di gereja misalnya lomba

antar lanjut usia, jalan sore dan lain-lain. Akhirnya secara puncak pada hari itu

adalah ibadah Hari lanjut usia.

B. Pembinaan Fisik

1) Hasta Karya

Dalam kaitannya dengan tugas pelayan terhadap warga jemaat lanjut

usia, hamba Tuhan perlu memikirkan strategi pelayanan yang mendasar dan

efektif, menyangkut keberadaan mereka secara fisik. Salah satu kegiatan yang

dapat dilakukan oleh gereja sebagai wadah penyaluran hobby dan ketrampilan

lanjut usia, sekaligus untuk mengisi waktu luang mereka ialah melalui harta

karya.Hasta karya yang dapat dibuat oleh para lanjut usia sebagai kegiatan

bersama-sama, seperti membuat tikar, sulaman, kotak surat, sapu tangan,

sarung Alkitab, pembatas kitab, dan sebagainya. Dengan melihat hasil

karyanya, mereka akan terdorong dan kembali memiliki semangat hidup. Pada

waktu itu mereka akan sadar bahwa masih ada yang dapat diperbuat, dan itu

berguna bagi orang lain. Mereka akan kembali percaya diri, dan sangat

menolong mereka.

2) Rekreasi

Reakreasi adalah suatu bentuk kegiatan yang bertujuan mengembalikan

kesegaran yang menyelutuh terhadap eksistensi manusia. Jika demikian maka

reakreasi tidak hanya diadakan untuk golongan untuk umur tertentu saja tetapi

cocok untuk segala umur, termasuk didalamnya para lanjut usia. Vera

Indrasuwita mengatakan:

Manusia lanjut usia tentu saja membutuhkan rekreasi, ikut piknik untuk

menyegarkan mental dan fisiknya. Sebab tidak jarang mereka yang

sudah pensiun merasa kesepian. Meskipun mereka beranak cucuk,

namun perasaannya akan lain bila mereka bertemu dengan kawan-

kawan sebaya dan sama-sama gembira.58

Dengan demikian reakreasi sangat bermanfaat bagi para lanjut usia

sehingga harus dimasukkan dalam program pelayanan terhadap mereka.

Pelaksanaan kegiatan reakreasi untuk jemaat lanjut usia harus memiliki nilai-

nilai Kristiani (Kol. 3:14), sehingga aktifitas tersebut tidak hanya sekedar

menimbulkan atau memenuhi rasa gembira dan segar, tetapi mengantar mereka

58

Vera Indrasuwita, “Lansia Perlu Rekreasi Segarkan Mental” Suara Pembaharuan

(Jakarta) 4 juni 1996

Missio Ecclesiae, 8(2), Oktober 2019, 93-115

110

semakin menghargai dan menerima diri sendiri sebagaimana adanya, serta

menyadari bahwa mereka berharga di mata Tuhan.

3) Pelayanan Kesehatan

Penyakit dan ganguan kesehatan pada lanjut usia merupakan bukti

bahwa kondisi tubuhnya semakin merosot, sehingga kekuatan fisik semakin

menurun. Dengan mengacu pada program pemerintah mewujudkan masyarakat

adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang diselenggarakan

menurut GBHN dan misi pembangunan kesehatan di tas, maka dibentuk suatu

pelayanan bersama dari yayasan-yayasan Kristen yang diberi nama “Persatuan

pelayanan Kristen untuk kesehatan di Indonesia (PELKESI)”.59

Pelayanan ini

adalah pelayanan yang holistik yaitu pelayanan yang bertitik tolak pada pikir

dan memandang manusia secara utuh di dalam semua aspek: baik upaya-upaya

pendekatan, peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan.Hal lain

yang dapat diadakan oleh gereja dalam hubungan dengan peningkatan

kesehatan para lanjut usia, ialah dengan mengadakan olah raga bersama. Olah

raga juga berfungsi sebagai alat untuk memelihara dan meningkatkan

kesengsaran jasmani.60

4) Pelayanan Diakonia

Pelayanan Diakonia atau pelayanan sosial merupakan salah satu tugas

dan panggilan gereja yang mau tidak mau harus dikerjakan harus

dikerjakan.Istilah diakonos, yang berarti attendance (as a servant etc), aid

(official), service. Abineno menjelaskan kata “diakonia” demikian:

Kata Yunani “Diakonia” biasa dipakai untuk pelayanan meja makan,

pelayanan pribadi kepada orang lain. Pelayanan ini terutama dilakukan

oleh hamba-hamba atau wanita-wanita, dan dianggap sebagai suatu

pekerjaan yang hina. Orang-orang mereka atau terpelajar tidak

melayani di meja makan tetapi justru dilayani oleh pelayan-pelayan.61

Dalam Perkembangannya, secara khusus dalam PB penggunaannya

istilah “diakonia” menjadi lebih umum, misalnya untuk hamba-hamba raja

(Mat. 22:13), dalam surat Kol. 1:7, 23, 25, Epafras disebut Paulus sebagai

pelayan Kristus sedangkan Paulus sendiri adalah pelayan Injil, pelayanan

jemaat.Dengan demikian istilah “diakonia” dalam PB dikenakan khusus

kepada pekerjaan penginjilan dan kerja penggembalaan. Oleh karena itu

pelayanan Marta kepada Yesus beserta para murid (Luk. 10:40) dan pelayanan

59

Pasaribu, “Peranan RS/Unit ...”, hlm. 58 60

Arma Abdoelah, Olah Raga Untuk Perguruan Tinggi (Yogyakarta: Sustra Hadaya,

1981), hlm. 24 61

J. L. Ch. Abineno, Melayani Dan Beribadah Di Dalam Dunia (Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 1974), hlm. 44

Missio Ecclesiae, 8(2), Oktober 2019, 93-115

111

mertua Petrus (Mark. 1:31) dikategorikan ke dalam pelayanan diakonia.62

Dalam hubungan dengan jemaat lanjut usia, maka gereja tidak hanya

memperhatikan pemenuhan kebutuhan rohani saja tetapi juga perlu

memperhatikan pemenuhan kebutuhan jasmaninya, seperti makan dan pakaian,

pemeliharaan kesehatan dapat diberikan secara teratur. (band. Panti sosial

Tresna Werdha).63

Oleh karena itu, membutuhkan alokasi dana khusus, biaya

operasionalnya cukup besar karena harus memikirkan kehidupan mereka dan

transportasi untuk kegiatan-kegiatan rutinnya.

SIMPULAN

Lanjut usia adalah mereka yang rata-rata telah memasuki usia 60 tahun

ke atas. Dalam usia seperti ini setiap orang mengalami perubahan-perubahan

yang mengarah pada kemunduran-kemunduran, baik dari segi fisik maupun

rohani. Perubahan fisik akan mempengaruhi segi psikologis, sosiologis, dan

pneumatologis para lanjut usia, sehingga mereka akan mengalami perasaan

rendah diri karena merasa tidak mampu dan tidak berguna lagi.Hal tersebut

akan membuat mereka menutup diri, akibatnya mereka merasa kesepian.

Masalah ini akan terasa lebih berat lagi oleh karena memang para lanjut usia

akan ditinggalkan oleh anak-anak yang telah terpencar ke berbagai tempat

untuk membangun rumah tangga sendiri (sidron “sarang kosong”).

Dalam keadaan demikian para lanjut usia cenderung untuk berdiam diri

di rumah saja, suatu kondisi yang menjadi penyebab timbulnya masalah baru

bagi para lanjut usia. Mereka akan menjadi asing bagi linkungan dan dilupakan

orang, akibatnya mereka tertolak dan kehilangan harga diri.

Oleh karena itu pelayanan gereja terhadap para lanjut usia haruslah

ditempatkan sebagai satu pelayanan kategorial dan serius ditangani oleh

pekerja dan hamba Tuhan khusus yang sungguh memahami persoalan atau

permasalahan lanjut usia.Pelayanan kategorial tersebut akan membuat gereja

terikat secara moril pada penanganan yang serius dan bertanggung jawab

terhadap para lanjut usia yang menjadi anggota jemaat. Itu berarti pelayanan

kategorial akhirnya memberikan keseimbangan dalam perhatian dan aksi

penatalayanan dalam seluruh gerak pelayanan gereja.

62

J. D. Douglas (Peny.), “Diakon” Ensiklopedi Alkitab Masa Kini I, ( Jakarta:

Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1997), hlm. 245 63

Petunjuk Teknis Pelaksanan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia Dalam

Panti (Jakarta: Departemen Sosial RI, 1997), hlm. 5-23

Missio Ecclesiae, 8(2), Oktober 2019, 93-115

112

DAFTAR PUSTAKA

Soetodjo, Edi

1994 “Jangan Menjadikan Lanjut Usia Seperti Tong Sampah”, Suara

Pembaharuan Jakarta.

Tobing S. M. Lumban,

1995 Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Manusia Jakarta: Balai

Penerbit FKUI

1997 Petunujuk Teknik Pelaksanaan Pelayanan Kesejahteraan Sosial

Lanjut Usia Dalam Panti Jakarta: Departemen Sosial RI,

1989. “Masalah Kualitas Hidup Manula”, Suara Pembaharuan

Jakarta

Wibisono, Sasanto

1991 “Pengaruh Perubahan Fisik Usia Lanjut Pada Aspek Kejiwaan”,

dalam Mardiono Marsetio, Arjatmo Tjokronegoro, ed.,

Kelanggengan Usia Lanjut (Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia,

SJ, F. Hamma

1988 Krisis Tengah Umur Yogyakarta: Penerbit Kanisius,

Kenny, Janus dan Kenny, Mory

1991 Dari Bayi Sampai Dewasa Jakarta: BPK. Gunung Mulia,

Saparinah Sadli,

1983 Di Atas 40 Tahun Jakarta: Sinar Harapan,

Wright, H. Norman

1993 Konseling Krisis (Malang: Gandum Mas,

Mappriare, Andi

1983 Psikologi Orang Dewasa Surabaya: Usaha Nasional,

Herlambang, S. M.

1997 “Forum Komunikasi Lansia/ Pergeri” Dimasa Depan, “Buletin

Gerontologi dan Geriatri XXXI XXXII”

Suenarjo,

1997 “Usia Lanjut Usia Sehat Sejahtera dan Bermamfaat,” Buletin

Gerontologi dan Geriatri, XXXI-XXXII

Missio Ecclesiae, 8(2), Oktober 2019, 93-115

113

Suling, R. K. M. dan Pelenkahu, S. S.

1996 Pedoman Praktis bagi Manusia Usia Lanjut Jakarta: BPK

Gunung Mulia,

Ward, Charles G.

1984 Buku Pegangan Pelayanan Jakarta: Persekutuan Pembaca

Alkitab,

Peter Salim,

1991 Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modern

Englih Press,),

Derek Prince,

1994 Rasa Tertolak Jakarta: YPI Imanuel,

Sue Burnham,

1994 Emosi Dalam Kehidupan Jakarta: BPK Gunung Mulia,

Collins, Gary R.

1989 Konseling Kristen Yang Efektif Malang: SAAT,

Margon, Richard L.

1998 Tetap Ceria Di Usia Senja Jakarta: BPK. Gunung Mulia,

Kopp, Ruth

1992 Ketika Kekasih Mendekati Ajal Jakarta: BPK. Gunung Mulia,

Brill, J. Wesley

1994 Dasar Yang Teguh Bandung: Kalam Hidup,

Petrus Octavianus,

1985 “Kasih Allah Sebagai Daya Penggerak Misi” dalam Misi Kasih

Yang Mencari (Batu-Malang: Dept. Literatur,

Wagner, C. Peter

1997 Berdoa Dengan Penuh Kuasa Jakarta: Nafiri Gabriel,

Ralp. M. Ringgs,

1984 Gembala Sidang Yang Berhasil Malang: Penerbit Gandum Mas,

Abineno, J. L. Ch.

1967 Penggembalaan Jakarta: BPK Gunung Mulia,

Missio Ecclesiae, 8(2), Oktober 2019, 93-115

114

Storm, M. Bons

1988 Apakah Penggembalaan itu? Jakarta: BPK Gunung Mulia,

Tasdik, R.

1979 Penginjilan dan Penggembalaan Yogyakarta: Duta Wacana.

Gibble, Kenneth L.

1989 “Mempersiapkan Jemaat Untuk Suatu Kunjungan Pastoral, ”

Kepemimpinan, XV

Jesias Palandi,

1991 “Cristian Conseling Cross Cullturally dan Penerapannya Dalam

Pelayanan Konseling Terhadap Orang Toraja Di Surabaya ”

Tesis Malang: Institut Injil Indonesia.

Gary R. Collins,

1989 Konseling Kristen Yang Efektif Malang: SAAT.

Abineno, J. L. Ch.

1987 Buku Katekisasi Perjanjian Baru Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Hauken,

1992 Ensiklopedi Gereja II Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka.

Lea, Larry

1991 Panggilan Tertinggi Jakarta: YPI Imanuel.

Vera Indrasuwita,

1996 “Lansia Perlu Rekreasi Segarkan Mental” Suara Pembaharuan

Jakarta

Arma Abdoelah,

1981 Olah Raga Untuk Perguruan Tinggi Yogyakarta: Sustra Hadaya

Abineno, J. L. Ch.

1974 Melayani Dan Beribadah Di Dalam Dunia Jakarta: BPK

Gunung Mulia,

J. D. Douglas (Peny.),

1997 “Diakon” Ensiklopedi Alkitab Masa Kini I, ( Jakarta: Yayasan

Komunikasi Bina Kasih/OMF

1997 Petunjuk Teknis Pelaksanan Pelayanan Kesejahteraan Sosial

Lanjut Usia Dalam Panti Jakarta: Departemen Sosial RI,

Missio Ecclesiae, 8(2), Oktober 2019, 93-115

115

1999 Peranan Pemerintah Dalam Pembinaan Kesejahteraan Sosial

Lanjut Usia Jakarta: Departemen Sosial RI.

1998 Pelembagaan Lanjut Usia Dalam Kehidupan Bangsa, (Jakarta:

Departemen Sosial RI