Pemandu Panduan

87
Buku Panduan Untuk Pemandu Di Taman Nasional Tanjung Puting Dan Sekitarnya Edy Hendras Wahyono

Transcript of Pemandu Panduan

Buku Panduan Untuk Pemandu Di Taman Nasional Tanjung Puting Dan Sekitarnya

Edy Hendras Wahyono

Buku Panduan Untuk Pemandu

Di Taman Nasional Tanjung Puting Dan Sekitarnya

Oleh : Edy Hendras Wahyono

3

DAFTAR ISI

Kata Pengantar Selamat datang Bagian 1. 1. Sikap dan tip untuk pemandu alam 2. Melayani dengan baik dan benar. 3. Dengarlah 4. Lihatlah Bagian 2. 1. Ekowisata. 2. Wisata Ramah Lingkungan Bagian 3. 1. Tanjung Puting dari masa ke masa 2. Ikon Wisata di Tanjung Putting 3. Lebih dekat dengan orangutan Bagian 4. Potensi pariwisata di sekitar Tanjung Puting.

4

Bagian 5. 1. Keunikan Alam 2. Perilaku dan kehidupan satwa 3. Mengenal satwa tropika 4. Cara mengenal satwa di alam 5. Tehnik pengamatan langsung 6. Pengamatan tidak langsung 7. Aktifitas hidup satwa di alam 8. Sifat hidup berdasarkan makanan 9. Cara hidup binatang 10. Perilaku tidur Bagian 6. 1. Tumbuhan tropik (Botani) 2. Binatang dan tumbuhan endemik 3. Binatang dan tumbuhan eksotik 4. Persaingan kehidupan pada hutan tropik Bagian 7. 1. Panduan di jalur wisata pendidikan 2. Catatan dibuang sayang 3. Perlahan-lahan jalan di hutan 4. Catatan tambahan 5. Permainan Bagian 8. Penutup

5

Kata Pengantar

Hutan adalah tiang kehidupan, Hancurnya hutan, hancur pula kehidupan Banyak orang bilang, bahwa hutan tropik, termasuk yang ada di Indonesia, merupakan paru-parunya dunia. Paru-paru itu akan terus berdenyut setiap detik, setiap menit, setiap jam dan sepanjang kehidupan ini masih ada. Akan tetapi, bagaimana kalau paru-paru dunia itu sudah terserang berbagai penyakit, seperti kanker?. Tentu paru-paru itu tidak bekerja secara maksimal, nafas tersendat-sendat, dan dampaknya adalah badan sendiri tidak sehat, lemas dan loyo. Demikian juga kalau hutan kita sudah mulai rusak seperti penebangan yang tak terkendali, kebakaran hutan, perluasan perkebunan, perladangan dan sebagainya, yang terus

6

menggerogoti paru-paru dunia tersebut. Tentu dunia ini yang kita ibaratkan sebagai badan, akan terganggu juga. Seperti yang sudah nampak, yaitu pemanasan global yang mengakibatkan berubahnya iklim, cuaca tidak menentu, timbul berbagai penyakit, bencana di mana-mana. Itulah akibat dari terserangnya “kanker” di dalam “paru-paru” dunia tersebut. Bagaimana cara mengobati “kanker ” di dalam paru-paru dunia tersebut, agar badan menjadi sehat? Sudah banyak kegiatan yang dilakukan, untuk memperbaiki hutan. Tidak hanya aksi kegiatan dengan penanaman, tetapi juga kampanye di berbagai media cetak dan elektronik, pembuatan poster, dan pendidikan lingkungan. Banyak lembaga swadaya masyarakat bermunculan, banyak donatur memberikan bantuan. Namun sepanjang manusianya sendiri sulit disadarkan, tidak menyadari, tak mudah untuk merubah perilaku ataupun tidak peduli dengan dampak yang ditimbulkan akibat rusaknya “paru-paru” dunia itu, apalah artinya semua itu. Kadang manusia mulai menyadari ketika sudah tertimpa akibatnya, harta benda dan korban manusia berjatuhan. Barulah mau bertindak. Pada hal Allah SWT sudah memperingatkan dalam Al Quran, “ Telah nampak tanda-tanda kerusakan di permukaan bumi ini akibat ulah manusia, baik di darat, di laut dan udara..........”. Namun kita belum melakukan apa yang sudah diperingatkan kepada kita semua. Pariwisata, adalah salah satu solusi dalam pengembangan ekonomi ramah lingkungan dan berkelanjutan. Alam yang asri, lestari, tentu pariwisata akan terus berlanjut. Namun bila alam tidak dipertahankan kelestariannya, maka periwisata akan berhenti, karena alam yang menjadi andalan untuk periwisata sudah tidak ada lagi. Pangkalan Bun, 05 Juni 2014.

7

Bagian Pertama

1. Selamat Datang

(Illustrasi) Pertama  tama,  harus  kita  katakanlah  selamat  datang  kepada  pengunjung  yang   sudi   mengunjungi   Taman   Nasional   Tanjung   Puting,   (DTW   lain   di  sekitar  kawasan  tersebut)  pada  saat  anda  menjemput  dibandara,  atau  di  atas   klotok.   Apa   langkah-­‐langkah   yang   harus   anda   ceriterakan   sebelum  melanjutkan  perjalanan  ke   lokasi  dengan   jalur  yang  akan  dilalui,  baik  di  darat   ataupun   di   sungai,   dan   tentu   jalur   yang   biasa   digunakan   oleh  wisatawan  di  dalam  kawasan  Taman  nasional  Tanjung  Puting,  dan  daerah  tujuan  wisata  lain.  • Pertama   (bila   anda   bukan   petugas   taman   nasional   atau   kawasan  

konservasi   laian,   atau   petugas   pengelola   kawasan),   ajaklah   ke   Pos  Jaga   atau   ajaklah   petugas   taman   nasional   atau   petugas   jaga   atau  petugas  BWA  (Bina  Wisata  Alam)  untuk  memberikan  kata  sambutan,  yang   menyangkut   tentang   seluk   beluk   taman   nasional.   Seandainya  pengunjung   datang   mendadak   dan   tidak   ada   petugas,   anda   dapat  menjelaskan   sesuai  dengan  penjelasan  yang  biasanya  diberikan  oleh  petugas  taman  nasional  atau  pengelola  kawasan.  

• Kedua,   Dan   ada   yang   sangat   penting   dalam   pertemuan   itu,   adalah  memberikan   secara   singkat   tentang  perjalanan  yang  akan  ditempuh,  menggunakan  kendaraan  apa,  berapa   lama,  serta  ada  obyek  menarik  apa   yang   akan   dilalui.   Sangat   diharapkan   adalah,   memberika   peta  perjalanan,   agar   wisatawan   dapat   mengetahui   rute   perjalanan   dari  bandara  ke  lokasi  kunjungan.  

• Ketiga,  ceriterakan  mengenai  program-­‐program  yang  akan  dilakukan  dalam   kegiatan   di   Taman   nasional   Tanjung   Puting.   Termasuk   paket  program,  permainan  bila  ada  dn  dilakukan,  jalur  pendek  dan  panjang,  satwa   yang   ada.   Ingat   jangan  menjanjikan   bertemu   dengan   satwa   di  hutan.   Termasuk   di   dalamnya   adalah   fasilitas   yang   ada,   tiket  masuk  dsb   (bila   pengunjung   menanyakan).   Atau   serahkan   ke   koordinator  

8

lapangan   yang   telah   ditunjuk   untuk  menjelaskan   segala   sesuatunya.  Dalam   menceritakan   tentang   flora   dan   fauna   yang   ada,   anda   harus  menceritakan   dengan   informasi   yang   benar,   jujur   dan   tidak  “berbohong”  kepada  wisatawan.  Katakana   informasi   itu  berdasarkan  referensi  atau  publikasi  yang  ada.  

• Keempat,   bawalah   jalan-­‐jalan   ke   hutan,   bila   persiapan   dan  perlengkapan   anda   dan   pengunjung   telah   siap.   Ingat   barang-­‐barang  atau   alat-­‐alat   apa   yang   disiapkan,   tanyakan   kepada   koordinator  lapangan   pimpinan   perjalanan   yang   ditunjuk.   Artinya   travel   agent  yang   menugaskan   anda   untuk   membawa   wisatawan.   Misalnya  perlengkapan  P3K,  senter,  jas  hujan,  kompas,  pelampung  dsb.    

• Kelima,   Hal-­‐hal   yang   disebutkan   di   sini   hendaknya   diperhatikan  betul,   untuk   meningkatkan   pelayanan   untuk   wisatawan   yang  berkunjung  ke  taman  nasional  ata  daerah  tujuan  wisata  lain.  

• Keenam,   bersabar   dan   tunjukkan   bahwa   anda   mampu   selama  mendampingi.   Apalagi   bila   membawa   anak-­‐anak   dengan   polah   dan  perilaku  yang  beraneka.    

• Ketujuh,  tegurlah  bila  pengunjung  yang  anda  bawa  berlaku  tidak  baik  atau   melanggar   aturan   memasuki   kawasan   konservasi.   Dan   tentu  anda   harus   memberikan   contoh.   Misalnya   tidak   buang   sampah  sembarangan,   tidak   mengganggu   satwa   khususnya   orangutan,   atau  satwa  lain,  tidak  merokok  di  depan  wisatawan.  

• Kedelapan,  Selalu  tersenyum,  karena  menunjukkan  keramahan  anda  kepada  pengunjung.    

 Selamat  bertugas  

9

2. Sikap Dan Tip Untuk Pemandu Wisata Alam

(Illustrasi) Bagi seorang pemandu wisata yang sudah berpengalaman, sudah berkunjung ke berbagai lokasi atau membawa berbagai wisatawan dari berbagai negara, atau berbagai kalangan masyarakat atau pernah melakukan penelitian di hutan, maka dia memiliki kepekaan terhadap lingkungan. Kepekaan ini dengan sepontan timbul serta dengan terampil dapat menjelaskan sesuatu yang ia lihat dengan berbekal pengetahuannya, kepada tamu atau wisatawan yang dipandu . Seorang pemandu wisata adalah penyambung lidah, penyampai informasi masalah lingkungan di sekitarnya. Oleh karena itu dituntut untuk mengetahui dan paham betul keadaan di lingkungan serta permasalahan yang ada. Pemandu harus dapat menjelaskan hal-hal yang menyangkut masalah lingkungan di sekitarnya. Oleh karena di Taman Nasional Tanjung Puting yang lokasinya terbatas, serta sebagian bahan untuk bacaan sudah dibuat, diharapkan informasi itu dapat digunakan untuk bahan interpretasi atau menjelaskan informasi itu secara benar, jujur, bertanggung jawab, kepada wisatwan yang dipandu. Seorang wisata alam atau dapat juga disebut sebagai seorang interpreter (penterjemah alam), tak jauh beda dengan pemandu, namun interpreter lebih dari sekedar memandu. Dia harus dapat mejelaskan sesuatu yang berkaitan dengan alam, timbal balik, hubungan dan kaitannya antara mahluk yang satu dengan yang lain. Mengapa hal itu terjadi ?. Bagaimana prosesnya ? dan sebagainya. Ada beberapa sikap yang perlu diperhatikan antara lain : 1. Ikut menjaga keutuhan dan kelestarian lingkungan.

• Menjelaskan kepada wisatawan tentang peraturan yang berlaku dalam kawasan.

10

• Mengawasi dan mengoreksi perilaku wisatawan selama perjalanan.

• Memberikan contoh atau teladan pada masyarakat setempat sebagai seorang yang perduli terhadap lingkungan.

2. Meningkatkan apresiasi wisatawan terhadap keanekaragaman kehidupan, kekayaan hayati, dan budaya Indonesia. • Memberikan informasi tentang keanekaragaman kehidupan di

dalam kawasan, benar, jujur dan bertanggung jawab. • Memberikan kesempatan kepada peserta untuk mendiskusikan

tentang perjalanan serta obyek yang dilihat. • Menarik minat untuk dapat membantu atau menimbulkan emosi

dalam usaha pelestarian. 3. Mengatur perjalanan (rombongan atau perorangan).

• Mengenali keinginan peserta. • Memadukan keinginan dengan daya tarik di dalam kawasan. • Mampu mengatur waktu dan mendisiplinkan jadwal perjalanan. • Mengenali kemampuan fisik wisatawan dalam upaya

memberikan informasi secara merata. • Mengantisipasi dan mengatasi masalah yang timbul di

lapangan.

4. Memberikan penjelasan tentang rencana perjalanan dalam kawasan. • Memberikan gambaran situasi dan penjelasan tehnis

perjalanan • Mengecek perlengkapan dan bahan makanan. • Memberikan penjelasan kemungkinan terjadi perubahan jadwal

perjalanan

5. Menjelaskan tentang obyek-obyek yang akan dilalui. • Menceriterakan keadaan alam kawasan yang dikunjungi,

menceriterakan hal-hal yang menarik secara atraktif sepanjang perjalanan.

• Memberikan ceramah singkat tentang hal-hal yang menarik sepanjang perjalanan dengan cara melihat, menyentuh, mencium, mencicipi, mendengar, meraba dsb.

11

• Memberikan penjelasan tentang pengembangan dan pelestarian alam yang sedang dan akan dilakukan.

6. Memberikan pertolongan kepada yang sakit atau mendapat kecelakaan, kehilangan atau musibah lainnya. • Melakukan cara-cara P3K, baik secara tradisional maupun

medis. • Mengambil tindakan cepat dan tepat ke instansi yang terkait. • Mempelajari lokasi terdekat untuk pengobatan (Rumah Sakit,

Puskesmas dll), mengantisipasi bila terjadi kecelakaan.

7. Menjaga keselamatan, kenyamanan dan keamanan.. • Memberikan tentang petunjuk praktis tentang kesehatan

perjalanan untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan yang dapat membahayakan.

• Menjamin tingkat kenyamanan sesuai dengan kondisi setempat.

• Tentu anda dapat melakukan, karena anda ingin semua program dan tujuan yang dicita-citakan bersama dapat berjalan dengan baik, bukan!

Ingat ! Wisatawan yang datang, dan sedang anda pandu ke hutan atau ke alam atau ke masyarakat untuk melihat secara dekat tentang kehidupan sosial dan budaya, mereka bukan membeli “paket” wisata yang anda tawarkan, akan tetapi mereka membeli “pengalaman” yang anda sajikan.

12

3. Dengarlah

(illustrasi) Pemandu wisata alam diharapkan peka terhadap keadaan lingkungan. Indera pendengaran di hutan selayaknya benar-benar digunakan untuk mewaspadai, kemungkinan di sekitar kita ada sesuatu hal yang menarik atau suara yang dapat dijadikan bahan ceritera dalam membawa peserta berjalan dihutan. Di lingkungan Taman Nasional Tanjung Puting di mana jalurnya sudah dibuat serta sebagian sudah ada tanda-tanda untuk bahan interpretasi, atau daerah tujuan wisata lain, maka perlu diperhatikan hal tersebut. Ada beberapa hal yang menarik untuk dicatat selama berjalan di sepanjang jalur, dan keadaan lingkungan yaitu : Suara, misalnya suara burung, suara primata, suara sesuatu yang tidak tampak (seperti rusa, babi hutan, suara binatang pindah pohon, dahan jatuh, dsb). Maka seorang intrpreter secepat mungkin menterjemahkan suara itu kepada tamu yang dibawa. Suara apa itu, apa kaitannya dengan suara itu dengan lingkungan, seperti suara kijang (Barking deer), suara owa, burung, orangutan dsb. Anda dapat mencoba untuk menerapkan perkenalan satwa dengan menggunakan pendengaran. Di dalam hutan banyak aneka suara yang saling sahut menyahut. Coba peserta yang mengikuti anda suruh duduk diam sekitar lima menit dan mendengarkan suara-suara yang mirip tetapi berbeda. Tanyakan kepada mereka, ada beberapa jenis yang dikenal selama beberapa menit itu.

13

4. Lihatlah (Illustrasi). Indera penglihatan sangat penting di dalam perjalanan. Untuk itu dalam perjalanan pemandu wisata alam atau interpreter sedapat mungkin sering melihat dan memperhatikan lingkungan. Karena satwa di sekitar anda, mungkin sedang “bersembunyi” saat melihat rombongan. Selain itu ada beberapa satwa kecil seperti serangga (belalang, kupu-kupu), binatang melata (ular, kadal) atau jamur memiliki warna serupa dengan tempat hinggap atau lingkungan mereka berada. Selain satwa “jangan lupa” tanda-tanda dalam perjalanan, karena sepanjang jalur banyak ditemui tanda-tanda yang menarik untuk menjadi seorang interpreter. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perjalanan di daerah obyek wisata alam. 1. Binatang. Bila kebetulan bertatapan langsung dengan satwa

selama perjalanan, setidaknya interpreter mengetahui nama satwa tersebut. Karena lokasi di Taman nasional Tanjung Puting terbatas, serta informasi satwa yang ada sudah ada, diharapkan dapat membantu memberikan informasi yang ada.

2. Tumbuhan. Semua tumbuhan yang ada di sepanjang perjalanan

sebagian besar sudah diidentifikasi, sehingga memudahkan interpreter untuk memberikan penjelasan. Penjelasan tersebut, dapat diperoleh dari buku, pengalaman perjalanan, atau keterangan penduduk lokal yang mengetahui. Di bawah ini ada beberapa tambahan pengetahuan selama melakukan perjalana di dalam hutan.

3. Tanda-tanda lainnya. Selama dalam perjalanan, banyak sekali

tanda-tanda yang ditinggalkan oleh satwa. Tanda-tanda atau jejak ini, dapat menjadi sebuah ceritera menarik untuk diceriterakan kepada pengunjung, tanda-tanda yang sering ditemui adalah sebagai berikut :

14

• Kotoran musang, yang berceceran sepanjang jalur, yang masih ditemukan biji-bijian. Mengapa hal ini terjadi, dan sering ditemukan pada lokasi yang tidak jauh dengan kotoran sebelumnya, apa makna semuanya ini?. Banyak sekali jawabannya. Atau kotoran satwa lain, seperti kucing hutan dengan adanya rambut atau tulang yang hancur.

• Buah jatuh, sisa makanan. Hal ini juga menarik untuk

menceriterakan proses makan satwa, jenis makanan, cara makan, peranannya dalam penyebaran biji di hutan dsb.

• Bau kencing. Bila sudah terlatih dengan mencium bebauan

kotoran, khususnya kencing, maka akan cepat mengidentifikasi dari jenis binatang apa kotoran itu. Di Taman Nasional Tanjung Puting umumnya kotoran dari primata, khususnya monyet ekor panjang, orangutan dsb.

• Fenomena alam. Fenomena alam di lokasi atau route

pendidikan cukup menarik. Bentangan hutan dengan berbagai tipe ekosistem, misalnya hutan bakau, nipah, hutan rawa dsb. Di sinilah banyak sekali ceritera yang cukup menarik untuk digali sebagai bahan interpretasi. Misalnya di dalam hutan rawa banyak sekali mahluk hidup yang menghuni, karena rawa yang tergenag air sepanjang tahun, memungkinkan pohon selalu hijau dan di sanalah segala mahluk hidup ada baik pada musim penghujan maupun kemarau.

15

Bagian 2 Pariwisata Ramah Lingkungan 1. Ekowisata. Potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) yang dimiliki Indonesia merupakan anugerah yang tak ternilai. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, keunikan dan keaslian budaya tradisional, keindahan alam, dan peninggalan sejarah/budaya yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat. Kondisi ini memberikan arti positif, yaitu kegiatan kepariwisataan alam dapat berperan dalam meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat. Sebelum era tahun 1980-an, pariwisata sangat mengandalkan kunjungan wisatawan sebanyak mungkin (massal) hingga akhirnya menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan sekitarnya. Seiring kesadaran para pelaku wisata, saat ini kegiatan pariwisata telah mengarah ke bentuk baru, salah satunya wisata minat khusus yang berpedoman pada prinsip-prinsip pelestarian alam atau konservasi (lihat grafik di bawah). Apa itu Ekowisata? Ekowisata merupakan suatu kegiatan wisata yang bertanggung jawab di tempat-tempat alami dan atau daerah-daerah yang dibuat berdasarkan kaidah alam. Perjalanannya mendukung upaya pelestarian lingkungan (alam dan kebudayaan) dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Ekowisata terdiri dari komponen pelestarian lingkungan (alam dan budaya), peningkatan partisipasi masyarakat, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal, dan telah dikembangkan dengan sukses di banyak negara berkembang. Pengembangan ini selalu sejalan dengan dua prinsip dasar ekowisata, yaitu memberi keuntungan ekonomi langsung kepada masyarakat lokal serta turut andil dalam pelestarian alam.

16

Kebijakan apa saja yang terkait Ekowisata? Beberapa peraturan perundangan telah disusun untuk menunjang pengembangan kegiatan pariwisata alam dan upaya konservasi, antara lain:

a. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya;

b. UU No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan; c. PP No. 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di

Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam;

d. Keputusan Menhut No. 441/Kpts-II/1994 tentang Sarana Prasarana Pengusahaan Pariwisataan Alam;

e. Keputusan Menhut No. 441/Kpts-II/1990 tentang Pengenaan Iuran Pungutan Usaha di Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Laut;

f. Keputusan Menhut No. 446/Kpts-II/1996 tentang Tata Cara Permohonan, Pemberian dan Pencabutan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam;

g. Keputusan Menhut No. 878/Kpts-II/1992 tentang Tarif Pungutan Masuk ke Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Laut;

h. Keputusan Menhut No. 447/Kpts-II/1996 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pengusahaan Pariwisata Alam.

Apa saja tahap pengembangan Ekowisata? Tahap-tahap yang wajib dilakukan untuk membangun sebuah objek ekowisata meliputi : 1. identifikasi potensi atau kelayakan, 2. pengembangan atraksi wisata, 3. pengelolaan atraksi wisata, 4. pemeliharaan, 5. pemasaran objek atau atraksi ekowisata. Adapun untuk mempromosikan suatu objek ekowisata secara berkelanjutan tergantung pada beberapa hal, antara lain :

17

1. Kejelian mengidentifikasi aneka daya tarik sumber daya alam dan potensi yang akan dikembangkan. Hal ini mutlak dilakukan oleh tim ahli secara terpadu.

2. Mendidik sumberdaya manusia yang dibutuhkan secara terarah. Hanya sarana pendidikan yang menitik beratkan praktek lapangan dan bekal teori yang terkait (relevan) yang dapat menghasilkan sumberdaya manusia siap pakai.

3. Pengembangan secara fisik, wajib berdasarkan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL-Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan dikerjakan oleh konsultan yang benar-benar berpengalaman dan mengetahui seluk beluk analisis terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat sebuah kegiatan yang dilakukan.

Apa pendekatan Ekowisata? Ekowisata harus dapat menjamin kelestarian lingkungan. Maksud dari menjamin kelestarian ini adalah sesuai dengan tujuan konservasi (UNEP, 1980), yaitu: 1. Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang mendukung

sistem kehidupan. 2. Melindungi keanekaragaman hayati. 3. Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya. 2. PARIWISATA BERKELANJUTAN: Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dapat dikenali melalui prinsip-prinsipnya yang dielaborasi berikut ini. Prinsip-prinsip tersebut antara lain partisipasi, keikutsertaan para pelaku (stakeholder), kepemilikan lokal, penggunaan sumber daya secara berkelanjutan, mewadahi tujuan-tujuan masyarakat, perhatian terhadap daya dukung, monitor dan evaluasi, akuntabilitas, pelatihan serta promosi.

1. Partisipasi

Masyarakat setempat harus mengawasi atau mengontrol pembangunan pariwisata dengan ikut terlibat dalam menentukan visi pariwisata, mengidentifikasi sumber-sumber daya yang akan dipelihara dan ditingkatkan, serta mengembangkan tujuan-tujuan dan strategi-strategi untuk pengembangan dan pengelolaan daya tarik wisata.

18

Masyarakat juga harus berpartisipasi dalam mengimplementasikan strategi-strategi yang telah disusun sebelumnya.

2. Keikutsertaan Para Pemangku kepentingan.

Para pelaku yang ikut serta dalam pembangunan pariwisata meliputi kelompok dan institusi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), kelompok sukarelawan, pemerintah daerah, asosiasi wisata, asosiasi bisnis dan pihak-pihak lain yang berpengaruh dan berkepentingan serta yang akan menerima dampak dari kegiatan pariwisata.

3. Kepemilikan Lokal

Pembangunan pariwisata harus menawarkan lapangan pekerjaan yang berkualitas untuk masyarakat setempat. Fasilitas penunjang kepariwisataan seperti hotel, restoran, dsb. seharusnya dapat dikembangkan dan dipelihara oleh masyarakat setempat. Beberapa pengalaman menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan bagi penduduk setempat serta kemudahan akses untuk para pelaku bisnis/wirausahawan setempat benar-benar dibutuhkan dalam mewujudkan kepemilikan lokal. Lebih lanjut, keterkaitan (linkages) antara pelaku-pelaku bisnis dengan masyarakat lokal harus diupayakan dalam menunjang kepemilikan lokal tersebut.

4. Penggunaan Sumber Daya yang Berkelanjutan

Pembangunan pariwisata harus dapat menggunakan sumber daya dengan berkelanjutan yang artinya kegiatan-kegiatannya harus menghindari penggunaan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (irreversible) secara berlebihan. Hal ini juga didukung dengan keterkaitan lokal dalam tahap perencanaan, pembangunan dan pelaksanaan sehingga pembagian keuntungan yang adil dapat diwujudkan. Dalam pelaksanaannya, kegiatan pariwisata harus menjamin bahwa sumber daya alam dan buatan dapat dipelihara dan diperbaiki dengan menggunakan kriteria-kriteria dan standar-standar internasional.

19

5. Mewadahi Tujuan-tujuan Masyarakat

Tujuan-tujuan masyarakat hendaknya dapat diwadahi dalam kegiatan pariwisata agar kondisi yang harmonis antara pengunjung/wisatawan, tempat dan masyarakat setempat dapat terwujud. Misalnya, kerja sama dalam wisata budaya atau cultural tourism partnership dapat dilakukan mulai dari tahap perencanaan, manajemen, sampai pada pemasaran.

6. Daya Dukung

Daya dukung atau kapasitas lahan yang harus dipertimbangkan meliputi daya dukung fisik, alami, sosial dan budaya. Pembangunan dan pengembangan harus sesuai dan serasi dengan batas-batas lokal dan lingkungan. Rencana dan pengoperasiannya seharusnya dievaluasi secara reguler sehingga dapat ditentukan penyesuaian/perbaikan yang dibutuhkan. Skala dan tipe fasilitas wisata harus mencerminkan batas penggunaan yang dapat ditoleransi (limits of acceptable use).

7. Monitor dan Evaluasi

Kegiatan monitor dan evaluasi pembangunan pariwisata berkelanjutan mencakup penyusunan pedoman, evaluasi dampak kegiatan wisata serta pengembangan indikator-indikator dan batasan-batasan untuk mengukur dampak pariwisata. Pedoman atau alat-alat bantu yang dikembangkan tersebut harus meliputi skala nasional, regional dan lokal.

8. Akuntabilitas

Perencanaan pariwisata harus memberi perhatian yang besar pada kesempatan mendapatkan pekerjaan, pendapatan dan perbaikan kesehatan masyarakat lokal yang tercermin dalam kebijakan-kebijakan pembangunan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam seperti tanah, air, dan udara harus menjamin akuntabilitas serta memastikan bahwa sumber-sumber yang ada tidak dieksploitasi secara berlebihan.

20

9. Pelatihan

Pembangunan pariwisata berkelanjutan membutuhkan pelaksanaan program-program pendidikan dan pelatihan untuk membekali pengetahuan masyarakat dan meningkatkan keterampilan bisnis, vocational dan profesional. Pelatihan sebaiknya meliputi topik tentang pariwisata berkelanjutan, manajemen perhotelan, serta topik-topik lain yang relevan.

10. Promosi

Pembangunan pariwisata berkelanjutan juga meliputi promosi penggunaan lahan dan kegiatan yang memperkuat karakter lansekap, sense of place, dan identitas masyarakat setempat. Kegiatan-kegiatan dan penggunaan lahan tersebut seharusnya bertujuan untuk mewujudkan pengalaman wisata yang berkualitas yang memberikan kepuasan bagi pengunjung.

21

Bagian 3

Taman Nasional Tanjung Puting 1. Letak Geografis Taman Nasional Tanjung Puting secara geografis terletak antara 2035'-3020' Lintang Selatan dan 111050'-112015' Bujur Timur. Kawasan ini berada pada sebuah tanjung di pantai selatan Kalimantan, sebelah baratdaya Propinsi Kalimantan Tengah meliputi wilayah Kecamatan Kumai di Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kecamatan Pambuang Hulu, Kecamatan Sebuluh dan Kecamatan Seruyan

Hilir di Kabupaten Kotawaringin Timur. Kawasan ini dibatasi oleh beberapa areal hutan konversi (hak pengusahaan hutan/HPH), anak Sungai Kumai di sebelah utara, Sungai Seruyan di sebelah timur dan pantai Laut Jawa di sebelah selatan dan barat. 2. Luas Kawasan Luas Taman Nasional Tanjung Puting adalah 415.040 ha, yang sebagian besar kawasan terletak di semenanjung antara Teluk Kumai dan Sungai Seruyan. 3. Iklim dan Topografi Iklim di kawasan ini termasuk tipe iklim A dan B dengan nilai Q sebesar 8,6%, dan memiliki pola hujan yang umumnya tidak berdasarkan

22

musim. Kelembaban udara pada musim hujan berkisar antara 55%-98%, dan suhu udara 220-330 C. Curah hujan rata-rata sekitar 2.400 mm/tahun, dengan jumlah hari hujan sekitar 100 hari/tahun. Hujan paling deras terjadi antara bulan Februari-Maret dan bulan Nopember-Desember. Periode terkering adalah selama bulan Agustus-September, sebelum permulaan musim barat laut. Musim barat dengan gelombang laut yang cukup besar dan merupakan saat sulit untuk perhubungan laut terjadi pada bulan September-Februari. Topografi kawasan bervariasi mulai dari dataran rendah, berbukit-bukit hingga bergelombang ringan, dengan ketinggian 0-30 m dpl. Sebagian besar berupa rawa dan daerah pasang surut, khususnya yang terletak di Sungai Buluh Kecil hingga ke pantai di daerah selatan. Kawasan ini terdiri atas semenanjung yang terletak rendah, berawa dan tergenang pada musim-musim tertentu, dialiri oleh tiga sungai utama yaitu Sungai Sekonyer, Sungai Buluh Kecil dan Sungai Buluh Besar. Semua air yang mengalir ke dalam kawasan bersifat asam dan berwarna gelap dengan asam-asam humus terlarut, terutama dari substrat pasir putih podsolik dan gambut. Secara geologi, kawasan tersusun dari endapan aluvial tersier dan pra-tersier yang telah diendapkan pada sisa-sisa paparan Sunda selama periode optima iklim dan permukaan laut yang meningkat. 4. Sejarah Kawasan • Tahun 1939 pemerintah Belanda mengeluarkan Surat Ketetapan

No. 39 tentang pembentukan Suaka Margasatwa Kotawaringin-Sampit

• Nopember 1978 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 698/Kpts/Um/11/1978 kawasan ini ditetapkan kembali dengan nama Suaka Margasatwa Tanjung Puting dengan luas 300.040 ha

• Tahun 1981 kawasan seluas 205.000 ha dari kawasan dinyatakan sebagai Cagar Biosfer oleh UNESCO

• 14 Oktober 1982 berdasarkan Surat Pernyataan Menteri Pertanian No. 736/Mentan/X/1982 kawasan ini dinyatakan sebagai Taman Nasional. Taman Nasional Tanjung Puting dengan luas 300.040 ha

• 25 Oktober 1996 dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 687/Kpts-II/1996 untuk mengukuhkan status penetapan kawasan Taman Nasional Tanjung Puting, dengan luas 415.040 ha

23

• Taman Nasional Tanjung Puting telah ditetapkan sebagai Sister Parks (kerjasama Indonesia-Malaysia)

5. Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem Tipe ekosistem yang ada di kawasan ini adalah hutan tropika dataran rendah, hutan tanah kering (hutan kerangas), hutan rawa air tawar, hutan rawa gambut, hutan mangrove, hutan pantai dan hutan sekunder. Tipe vegetasi utama di utara kawasan adalah hutan kerangas, terdapat pada daerah-daerah pasir kwarsa putih podsolik yang telah luruh dan ditandai oleh pohon-pohon kecil dan sedang, serta lapisan bawah yang padat dengan belta, palem dan pandan. Sifat khas lain meliputi pertumbuhan vegetasi epifit tingkat rendah yang luas, kurangnya tumbuhan merambat berkayu yang besar, daun-daun mikrofil serta melimpahnya senyawa-senyawa fenol untuk pelindung dan insektivor seperti Nepenthes sp. Variasi tipe vegetasi ini terjadi saat gambut terbentuk dalam cekungan, dan bila komposisi flora yang berkaitan dengan rawa gambut berkembang. Namun, hutan rawa gambut sejati ditemukan di bagian tengah kawasan dan di tepi beberapa sungai, ditandai oleh tajuk yang terbuka lebar atau bersambung dan adaptasi terhadap penggenangan air, seperti akar lutut, pneumatofora dan akar udara. Di sepanjang tepi semua sungai di kawasan ini terdapat hutan rawa air tawar (aluvial) sejati, ditandai oleh tajuk yang tidak rata dan terbuka dengan lapisan bawah yang padat. Hutan ini mempunyai komposisi jenis yang kompleks dan memiliki vegetasi merambat berkayu yang besar dan kecil, epifit dan paku-pakuan menjalar dalam jumlah besar. Pembagian antara ketiga hutan tersebut mungkin tidak jelas dan membingungkan, karena sering muncul tanah gambut dangkal dan genangan air hitam yang mengandung gambut. Di daerah selatan kawasan terdapat padang api dan vegetasi belukar yang luas, hasil dari kerusakan hutan kerangas akibat penebangan

24

dan pembakaran. Umumnya terdapat dalam kantong-kantong di sepanjang Sungai Sekonyer dan anak-anak sungainya. Komposisi flora membentuk padang belukar yang terdiri atas belukar pendek di atas rumput dan alang-alang. Vegetasi di daerah hulu sungai utama terdiri atas rawa rumput yang didominasi oleh Pandanus sp. dan bentangan macrofita yang mengapung, seperti Crinum sp. Vegetasi daerah pantai meliputi hutan mangrove, yang berkembang baik dekat muara Sungai Kumai. Lebih jauh ke daratan yaitu di kawasan payau pada muara-muara sepanjang sungai utama, terdapat tegakan asli nipah (Nypa fruticans) tumbuh meluas ke pedalaman sejauh Sungai Arutebal, dan menandai kadar intrusi air payau ke darat. Vegetasi pesisir pada pantai-pantai berpasir meliputi marga Casuarina, Pandanus, Podocarpus, Scaevola dan Barringtonia. Jenis-jenis tumbuhannya antara lain meranti (Shorea sp.), ramin (Gonystylus bancanus), jelutung (Dyera costulata), gaharu, kayu lanan, keruing (Dipterocarpus sp.), ulin (Eusideroxylon zwageri), tengkawang (Dracontomelas sp.), Dacrydium, Lithocarpus, Castanopsis, Hopea, Schima, Melaleuca, Diospyros, Beckia, Jackia, Licuala, Vatica, Tetramerista, Palaquium, Campnosperma, Casuarina, Ganua, Mesua, Dactylocladus, Alstonia, Durio, Eugenia, Calophyllum, Pandanus, Imperata cylindrica, Crinum sp., Sonneratia, Rhizophora, Barringtonia, nipah (Nypa fruticans), Podocarpus dan Scaevola. Tumbuhan bawah terdiri dari jenis-jenis rotan dan permudaan/anakan pohon.

25

Bagian 4 Partiwisata dari masa ke masa 1. Perkembangan Pariwisata di Kotawaringin Barat. Sejak tahun 1984, Orangutan Foundation International, telah membantu mendatangkan wisatawan asing untuk berkunjung ke Taman Nasional Tanjung Putting, Kunjungan ini merupakan rombongan yang silih berganti dari tahun ke tahun. Rombongan “Earthwatch” ini merupakan titik awal sebuah perkembangan wisata di Kotawaringin Barat umumnya dan Tanjung Puting pada khususnya. Dengan berdatangnya rombongan demi rombongan tersebut, maka informasi tentang Tanjung Puting semakin mendunia. Promosi demi promosi dilakukan dengan berbagai cara. Penerbitan buku, liputan media cetak secara nasional ataupun internasional, pembuatan film dokumenter, sangat membantu untuk memperkenalkan wisatawan dunia, untuk mengenal Tanjung Puting. Sebut saja buku “Reflection of Eden” dan berbagai publikasi tentang orangutan di Tanjung Puting di media cetak terkemuka di Amerika Serikat dan belahan dunia yang lain seperti Eropa, dan juga film bersama Yulia Robert dan yang baru dirilis adalah “Born To Be Wild” yang diputar di lebih dari 20 negara di dunia, mempunyai dampak yang luar biasa dalam pengembangan pariwisata. Orangutan sudah menjadi ikon dalam kunjungan wisatawan yang datang ke Tanjung Puting. Tak satupun wisatawan yang datang untuk melihat yang lain, kecuali Orangutan dan Camp Leakey, yang namanya sudah mendunia di kalangan wisatawan mancanegara, dan tak kecuali wisatawan nusantara. Serta sebagian wisatawan minat khusus yang memiliki tujuan untuk melihat atau berkunjung ke lokasi tertentu atau melihat satwa yang menjadi minat, seperti wisatawan penggemar/pengamat burung di alam atau birdwatcher.

26

Semakin banyaknya kunjungan wisatawan yang datang, secara langsung sangat membantu perkembangan dan peningkatan perekonomian di Kotawaringin Barat. Wisatawan yang datang, tentunya tidak sedikit membelajakan uangnya untuk berwisata ke Tanjung Puting. Sehingga sangat diperlukan untuk kerjasama dalam melestarikan hutan dan isinya, seperti orangutan, yang menjadi ikon dalam pariwisata di Tanjung Puting. Rusaknya hutan dan musnahnya satwa liar, selain merusak lingkungan, juga akan berdampak dalam perekonomian.

2. Usaha Pelestarian Alam. Sejak tahun 1971, OFI atau sebelumnya sering disebut ORCP (Orangutan Research and Conservation Project), telah melakukan penelitian di Tanjung Puting. Saat itu status kawasan masih Suaka Marga Satwa Tanjung Puting. Tantangan saat pertama kali melakukan penelitian dan pelestarian orangutan cukup berat. Di dalam kawasan itu masih banyak para pekerja yang mengambil sumber daya alam di dalam kawasan konservasi tersebut. Perladangan, pencari kayu ulin, penyadap jelutung, perburuan, pencari kayu ramin dan kayu lain untuk bangunan, masih marak dilakukan, walupun masih menggunakan peralatan yang sederhana. Tantangan tersebut tak menjadi penghalang dalam melakukan penelitian orangutan. Melalui pendekatan secara kekeluargaan, dan pemberian pengetahuan dan informasi, akhirnya satu persatu para pekerja di dalam kawasan itu menyadari bahwa yang mereka lakukan adalah tidak benar. Banyak para pekerja yang akhirnya menjadi asisten peneliti di lapangan, dengan memanfaatkan keahliannya di dalam mengenal berbagai jenis tumbuhan di alam, terutama yang dimakan oleh orangutan.

27

Pekerjaan penelitian tersebut, tak hanya melakukan penelitian di hutan, namun diperlukan berbagai tenaga kerja untuk membantu berbagai kegiatan yang mendukung dalam usaha penelitian dan pelestarian orangutan. Tak di sangka dalam kegiatan penelitian tersebut, mendapat dukungan, baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah ataupun penduduk lokal seperti Kumai dan atau Pasir Panjang yang hingga kini membantu dalam usaha tersebut. Berbarengan dengan semakin rusaknya habitat orangutan yang berupa hutan tropis di Kalimantan pada umumnya dan Kalimantan Tengah khususnya untuk berbagai kepentingan, maka semakin banyak orangutan yang kehilangan rumah tinggal. Secara langsung ataupun tidak, masyarakat menyerahkan orangutan yang tersesat, menjadi hama di ladang, ditangkap dan diserahkan ke Orangutan research and Conservation Project (ORCP), yang merupakan program jangka panjang yang dibentuk oleh Prof. Birutè Marry Galdikas. Maka OFI bersama Kementrian Kehutanan dan Pemerintah Daerah, membangun kegiatan khusus untuk menangani orangutan sitaan, yaitu Pusat Rehabilitasi dan Karantina Orangutan (OCCQ – Orangutan Conservation Center and Quarantine). Pelepasan demi pelepasan telah dilakukan, namun sejak tahun 1995, OFI tidak lagi melepas orangutan ke dalam kawasan Taman Nasional Tanjung Puting, namun mencari lokasi lain, di luar kawasan taman nasional, yaitu di Suaka Marga Satwa Lamandau, dan bekerja sama dengan BKSDA. Suatu perjalan yang sangat panjang dalam usaha pelestarian orangutan, camp demi camp dibangun, untuk mengawasi orangutan yang dilepas hasil sitaan. Karena orangutan yang dilepas, dalam tahap awal masih perlu pengawasan, dan memberikan makanan tambahan, bila di dalam kawasan tidak lagi musim buah. Tenaga, waktu dan biaya yang dikorbankan untuk melestarikan orangutan ini, tak terhitung, suatu lembaga swadaya masyarakat yang cukup berat. Namun dengan pekerjaan yang mulia ini, memerlukan kesabaran dan bekerja dengan hati, keihklasan karena kera merah ini semakin terdesak dengan kehidupan manusia.

28

3. LEBIH DEKAT DENGAN ORANGUTAN Habitat, Perilaku, Makanan

(Foto dokumen OFI) 1. Orangutan Sumatera dan Kalimantan Orangutan merupakan salah satu kera besar yang masih tersisa di permukaan bumi ini, mereka hanya ditemukan di Kalimantan dan Sumatera. Di Sumatera, banyak orang menyebut orangutan ini dengan julukan “Mawas” atau Maweh, sedangkan di Kalimantan, berbagai nama digunakan seperti “Maias” atau “Kahiyu”. Nama orangutan berasal dari bahasa Melayu, yaitu “orang” dan “hutan”, yang dapat diartikan sebagai orang yang berasal dari hutan. Orangutan merupakan satu-satunya jenis kera besar yang keberadaannya hanya ditemui di Asia Tenggara atau tepatnya di Indonesia dan Malaysia. Sedangkan jenis kera besar lainnya, yaitu gorila (Pan gorilla), simpanse (Pan troglodytes), dan Bonobo (Pan paniscus) berada di benua Afrika. Dalam bahasa ilmiah, Orangutan Sumatera disebut dengan Pongo abelii, sedangkan orangutan Kalimantan adalah Pongo pygmaeus). Penyebaran sangat terbatas, Mawas hanya dijumpai di Sumatera hingga Aceh. Sedangkan orangutan; Pongo pygmaeus pygmaeus hanya dijumpai di Kalimantan Barat dan Serawak, Pongo pygmaeus warumbii dijumpai di barat laut Kalimantan antara Sungai Kapuas dan Barito, sedangkan Pongo pygmaeus morio di Kalimantan Timur hingga

29

Sabah (Lihat pete penyebaran) Orangutan Kalimantan dapat ditemukan di Taman Nasional Tanjung Puting di Kalimantan Tengah, Taman Nasional Kutai di Kalimantan Timur, serta Gunung Palung, Betung Karihun dan Bukit Baka di Kalimantan Barat. Orangutan pada umumnya hidup di hutan tropik dataran rendah, rawa-rawa, sampai hutan perbukitan di ketinggian sekitar 1.500 meter di atas permukaan laut (dpl). Namun sejalan dengan penebangan hutan yang terus menerus, kerusakan habitat dan perburuan yang terus berlangsung sangat berpengaruh terhadap penyebaran yang semakin menyempit dan populasinya yang terus menurun. Upaya-upaya konservasi terus dilakukan dengan berbagai cara dari mulai kampanye, pendidikan lingkungan penyelamatan habitat, restorasi kawasan habitat orangutan, mencegah perpuburuan dan perdagangan gelap, hingga pendirian pusat-pusat rehabilitasi di taman-taman nasional yang masih memiliki populasi dan habitatnya secara alamiah. Usaha ini telah dilakukan secara maksimal, namun dalam penegakan hukum belum dilakukan secara intensif. Oleh karena itu pembentukan unit-unit perlindungan orangutan yang melibatkan masyarakat sudah mulai dilakukan, dengan berbgai kegiatan.

30

1.1. MAWAS ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii ) Ciri-ciri : Warna rambut orangutan Sumatera atau Mawas lebih terang bila dibandingkan dengan orangutan Kalimantan. Warna rambut coklat kekuningan, dan umumnya rambut agak lebat atau panjang. Seperti halnya orangutan Kalimantan, anak yang baru lahir mempunyai kulit muka dan tubuh berwarna pucat, dan rambutnya coklat sangat muda. Menginjak dewasa warnanya akan berubah sesuai dengan perkembangan umur. Jantan dewasa, ukuran tubuhnya dua kali lebih besar daripada betina, yaitu sekitar 125-150 mm. Jantan berat tubuh di alam berkisar antara 50-90 kg, sedangkan orangutan peliharaan dapat berat 150-an kg. Berat tubuh betina pada orangutan liar berkisar antara 30-50 kg, dan dapat mencapai 70-an kg. Orangutan jantan dewasa,

31

mempunyai kantong suara yang berfungsi mengeluarkan seruan panjang (long call) 1.2. Penyebaran Mawas terbatas penyebarannya, mereka hanya dapat dijumpai di Sumatera bagian utara sampai ke Aceh. Hasil survei terbaru memperkirakan mawas hanya ada di Sumatera Barat dan Riau bagian utara hingga ke daerah hutan di Aceh Utara. 1.3. Ekologi 1.3.1. Habitat Mawas hidup pada hutan tropik dataran rendah, rawa-rawa, sampai hutan perbukitan dan mencapai ketinggian 1.500 meter dpl. 1.3.2. Makanan Pakan orangutan Sumatera sangat bervariasi. Mereka memakan berbagai bagian dari tumbuhan, seperti daun muda, bunga, buah, biji, bagian dalam kulit pohon (kambium) dan beberapa tumbuhan dihisap getahnya. Selain itu mawas juga mengkonsumsi berbagai jenis serangga atau telur burung. Kera ini memakan lebih dari 200 jenis tumbuhan yang berbeda. 1.4. Perilaku 1.4.1. Sosial Hidup soliter/semi soliter atau menyendiri, hanya pada saat tertentu hidup bersama dengan individu lain. Misalnya saat berpasangan antara jantan dan betina, atau induk betina yang diikuti oleh satu atau dua anak yang belum dapat mandiri. Pada saat berpasangan, umunya dilakukan selama 2-3 minggu, sebelum diakhiri kopulasi. Perkawinan dapat dilakukan pada sarang atau pun percabangan pohon dengan posisi berhadapan. Masa hamil lebih kurang selama 8-9 bulan, dan jarak kelahiran antara anak yang satu dengan yang lain sekitar 96 bulan. Di alam Orangutan Sumatera dapat bertahan hidup hingga 50 tahun. 1.4.2. Aktivitas Harian Orangutan bersifat arboreal (di pohon), pergerakannya dilakukan dengan bergantungan dari satu dahan ke dahan yang lain. Pada saat

32

di dahan mereka bergerak dengan menggunakan keempat anggota tubuhnya. Jarang sekali turun ke tanah, hanya pada saat memakan rayap, mereka sering turun ke lantai hutan. Daerah jelajah mawas antara 200-1000 ha, dan jelajah harian berkisar antara 800-1200 m. Setiap sore menjelang tidur, selalu membuat sarang untuk tidur. Bagi induk yang diikuti anaknya, anak biasanya belajar membuat sarang sendiri dalam satu pohon dengan induknya. Namun bila malam tiba, anak ikut bergabung dengan induknya dalam satu sarang. Jarang menggunakan sarang bekas, tetapi ada beberapa kasus penggunaan sarang bekas bila berdekatan dengan pohon pakan, terutama buah. 1.4.3. Suara Jantan dewasa dapat mengeluarkan seruan panjang (long call) yang cukup nyaring. Selain “long call” yang dikeluarkan jantan, ada suara lain yaitu mengecup (kiss- squeck), dan diakhiri dengan suara seperti ngorok. Suara ini dikeluarkan oleh jantan, betina ataupun individu muda. Biasanya suara ini dikeluarkan bila saat marah terhadap individu lain atau kehadiran manusia. 1.5. Satus Konservasi Permasalahan konservasi mawas adalah penyebarannya yang sangat terbatas dan populasinya yang menurun dengan cepat karena habitatnya banyak berkurang. Habitat yang hilang bagi mawas lebih dari 64 % atau dari 89.000 km2 menjadi 23.000 km2. Jumlah populasi saat ini diperkirakan antara 3.000-5.000 ekor saja dan kawasan Taman Nasional Gunung Leuser merupakan kawasan lindungan yang menjadi habitat utama mawas. Semenjak tahun 1931, orangutan sudah dilindungi undang-undang, berdasarkan Peraturan Perlindungan Binatang Liar 1931 No. 233 dan kemudian terbit SK Menteri Kehutanan 10 Juni 1991 No. 301/Kpts-II/1991 dan Undang-undang No. 5 tahun 1990. IUCN memasukkan status orangutan sebagai Endangered Species atau Jenis dalam keadaan Genting. 1.6. Dimana Anda Dapat Menemukannya Untuk dapat melihat primata ini tidak begitu sulit. Karena usaha untuk dapat meliarkan kembali primata ini telah lama dilakukan. Ada beberapa tempat yang mudah dikunjungi untuk menemukan

33

orangutan, baik yang masih liar atau pun semi-liar, antara lain: orangutan Sumatera mudah dijumpai di Bohorok, Kutacane, Bukit Lawang atau Tangkahan, semua masih dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Lokasi ini digunakan untuk kunjungan pariwisata. 2. ORANGUTAN KALIMANTAN (PONGO PYGMAEUS) 2.1. Ciri-ciri Warna rambut coklat tua sampai kehitaman. Anak yang baru lahir memiliki kulit muka dan tubuh berwarna pucat, sedangkan rambutnya berwarna coklat muda. Warna rambut akan berubah sesuai dengan perkembangan umur. Ukuran tubuh jantan dewasa dua kali lebih besar daripada betina, yaitu sekitar 125-150 mm, dengan berat tubuh di alam berkisar antara 50-90 kg. Di tempat pemeliharaan berat orangutan jantan bahkan dapat mencapai 150-an kg. Berat orangutan betina di alam berkisar antara 30-50 kg dan dapat mencapai 70-an kg di tempat pemeliharaan. Orangutan jantan mempunyai kantong suara yang berfungsi mengeluarkan seruan panjang. 2.2. Makanan Pakan orangutan sangat bervariasi, buah merupakan sumber pakan utama, yaitu 60 %, sedangkan sisanya berupa bunga, daun muda, kulit kayu (kambium), dan berbagai jenis serangga. Menurut beberapa peneliti orangutan memakan lebih dari 300 jenis tumbuhan. Orangutan juga sering turun ke tanah untuk mencari anai-anai (rayap) pada kayu lapuk atau gundukan tanah yang menjadi sarang serangga tersebut. Pada awal musim hujan, saat banyak ulat yang menetas, orangutan bertambah berat tubuhnya dengan banyak memakan larva atau kepompong. Tumbuhan rengas (Semecarpus heterophyllus) yang getahnya sangat berbahaya apabila tersentuh kulit manusia, merupakan salah satu pakan orangutan. 2.3. Perilaku Orangutan hidup soliter/semi soliter (menyendiri), tidak membentuk kelompok seperti jenis kera dan monyet lainnya. Kera besar ini hidup bersama dengan individu lain jika hanya saat kawin yang berlangsung selama 2-3 minggu, dan saat mengasuh 1-2 ekor anaknya. Orangutan

34

betina melahirkan hanya 1 anak setiap kelahiran, ada beberapa kasus induk orangutan melahirkan anak kembar. Di Camp Leakey selama ini hanya ada 1 kasus induk orangutan melahirkan anak kembar. Dalam suatu kasus orangutan betina dewasa dapat mengambil anak angkat dari anak orang tua lain. Hasil penelitian ini menunjukan, induk tidak membedakan cara mengasuhnya baik kepada anak kandung atau anak angkat. Orangutan Kalimantan dapat bertahan hidup hingga 60 tahun. 2.3.1. Aktivitas Harian Orangutan bergerak dengan bergantungan dari dahan ke dahan. Untuk mencapai dahan di depannya, mereka menarik ranting terlebih dahulu, kemudian baru pindah. Bila berjalan di dahan yang besar mereka menggunakan keempat anggota tubuhnya. Betina jarang sekali turun ke tanah, hanya jantan yang sering melakukan pergerakan di atas permukaan tanah, kera badan besar yang memungkinkan bergerak di tanah lebih cepat. Daerah jelajah orangutan betina lebih kurang 35 km2 sedangkan jantan dewasa mencapai 100 km2, dengan jelajah harian antara 100 – 4.000 m. Setiap menjelang petang mereka membuat sarang untuk tidur. Sarang biasanya dibangun pada percabangan pohon, dengan menyusun patahan ranting dan dedaunan. Biasanya sarang hanya dipakai sekali saja. Namun, kadang- kadang mereka juga menggunakan sarang bekas, baik sarang sendiri maupun sarang orangutan lain, bila sarang tersebut berdekatan dengan pohon buah atau sumber pakan lainnya. Sarang bekas tersebut hanya ditambahkan beberapa ranting baru sebelum dipakai kembali. Ada beberapa kasus orangutan jantan membuat sarang di dasar hutan, umumnya dilakukan oleh orangutan jantan yang telah lanjut usia, yang sudah tidak mampu bergerak di pohon. 2.3.2. Suara Jantan dewasa dapat mengeluarkan suara/seruan panjang (long call) yang cukup nyaring dan dapat didengar sampai sejauh 3 km2. Suara yang dikeluarkan berfungsi untuk mengundang betina yang telah memasuki masa berahi, atau menantang orangutan jantan lain yang berada di sekitarnya. Jika suara itu terdengar oleh orangutan jantan lain yang belum terkalahkan, jantan tersebut akan mendekat ke arah

35

suara, sehingga terjadi perkelahian. Orangutan yang memenangkan pertarungan tersebut akan menguasai wilayah itu. 2.4. Status Konservasi Karena orangutan mengkonsumsi berbagai jenis makanan yang bersumber dari pepohonan, mereka sangat peka terhadap perubahan kondisi hutan tropik yang menjadi habitatnya. Jelaslah pembukaan hutan sangat berpengaruh terhadap perkembangan populasinya. Orangutan telah kehilangan lebih dari separuh habitatnya, dari seluas 415.000 km2 menjadi tersisa hanya sekitar 165.000 km2. Selain itu, perburuan anak orangutan untuk dijadikan hewan peliharaan juga mengancam kelangsungan hidup orangutan. Cara yang dilakukan yaitu dengan membunuh induknya hanya untuk menangkap satu anak orangutan, hal ini mempercepat laju penurunan populasi orangutan di alam. Untuk mempertahankan keberadaannya di alam, kera besar ini telah dilindungi sejak tahun 1931 melalui Peraturan Perlindungan Binatang Liar No. 223. Pemerintah Indonesia memperkuat perlindungan orangutan dengan mengeluarkan SK Menteri Kehutanan 10 Juni 1991 No. 301/Kpts-II/1991 dan Undang- Undang No. 5 tahun 1990. Oleh IUCN status konservasi orangutan dimasukan sebagai terancam punah atau endangered. 2.5. Dimana Anda Dapat Menemukannya Tempat yang paling mudah untuk melihat orangutan adalah di tempat-tempat rehabilitasi yang berupaya meliarkan kembali satwa ini. Fasilitas tersebut dapat ditemukan di Taman Nasional Tanjung Puting di Kalimantan Tengah, Taman Nasional Kutai di Kalimantan Timur, serta Gunung Palung, Betung Kerihun, dan Bukit Baka di Kalimantan Barat.

36

Bagian 5 1. Keunikan Alam. Alam memiliki kerahasiaan yang belum terkuak semuanya tentang makna, arti dalam kehidupan, baik bagi alam itu sendiri, bagi mahluk hidup yang ada atau di dalamnya serta manusia sebagai kholik di muka bumi ini. Ada beberapa kerahasiaan alam dan keunikan yang perlu diketahui untuk bahan interpretasi, khususnya di Taman Nasional Tanjung Puting. Seperti halnya hutan tropik lainnya di Taman Nasional Tanjung Puting juga merupakan bagian hutan tropik pegunungan. Hutan tropik yang belum banyak dijamah oleh manusia, masih asli, masih utuh, maka di sanalah banyak keunikan, keanehan yang jarang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Di bawah ini ada beberapa keunikan yang sering dijumpai.

1. Suara Di tengah rimba, kadang-kadang terdengar suara-suara yang aneh dan membuat seseorang bertanya-tanya, atau ada yang mengkaitkan dengan suara gaib. Bagi yang percaya kadang membuat ketakutan. Suara-suara tersebut seringkali ditimbulkan oleh alam itu sendiri, seperti perilaku binatang ataupun tumbuhan, misalnya : • Ketokan. Suara seperti orang mengetuk pintu atau memukul

pohon. Suara ini bisa ditimbulkan oleh burung pelatuk yang mencari makan dari pohon mati atau burung yang sedang membuat lubang.

• Seperti pohon roboh. Suara yang gemuruh yang terjadi di hutan, memang disebabkan oleh robohnya sebuah pohon. Karena bergaungnya cukup nyaring, suara tersebut dapat di dengan dari kejauhan. Bagi daerah hutan yang banyak satwa arboreal (primata) khususnya yang berkelompok, pergerakan mereka dari pohon yang satu ke pohon yang lain, kadang-kadang juga menimbulkan suara berisik. Atau sering juga

37

ditimbulkan oleh orangutan jantan dewasa yang sengaja merobohkan pohon yang sudah mati, untuk menantang orangutan jantan lainnya, yang merasa berkuasa di daerah tersebut.

• Suara binatang lain. Suara binatang ada berbagai macam jenis tergantung dari daerah tertentu. Umumnya suara yang terdengar diakibatkan oleh rasa terkejut sehingga binatang tersebut memberikan tanda bahaya bagi anggotanya (kijang, lutung). Akibat terusik terganggu sehingga binatang tersebut seperti marah (orangutan), suara yang dikeluarkan karena daerahnya terganggu oleh binatang lain yang sejenis (lutung), suara yang memang dilakukan oleh binatang setiap pagi atau sore (owa, siamang, berbagai jenis burung), suara waspada (babi) khususnya yang sedang memomong anak.

2. Cahaya/sinar

Di tengah rimba, khususnya pada malam hari, sering terlihat cahaya yang bergerak atau berdiam diri. Cahaya ini dikeluarkan oleh binatang tertentu atau tumbuhan yang telah membusuk atau jamur. Cahaya tersebut berwarna kuning kehijauan, atau kadang-kadang ungu, cahaya tersebut antara antara lain : • Sepasang bulat bergerak atau diam di darat. Bila di bawah/

dasar hutan dapat disebabkan oleh binatang malam yang mencari mangsa seperti harimau, macan, kucing, musang. Cahaya ini akan keluar bila ada pantulan cahaya, misalnya senter, cahaya rembulan dsb. Bila di pohon, dapat disebabkan oleh adanya burung hantu, kelelawar, musang, macan dahan dsb.

• Tunggal, berkelap-kelip, bergerak atau diam. Cahaya ini dikeluarkan oleh bangsa serangga tertentu yaitu kunang-kunang (fire-fligh). Cahaya yang dikeluarkan, terjadi tanpa adanya pantulan cahaya. Kunang-kunang yang cahayanya berkelap-kelip, biasanya kunang-kunang jantan. Jenis kunang-kunang dapat diketahui dari panjang pendeknya waktu berkelap-kelip. Perilaku kunang-kunang ini sangat menarik. Kunang-kunang betina mempunyai sifat kanibal, memakan sesama jenis. Betina yang memiliki caya tanpa kedip, menempel pada dahan, ranting atau daun, untuk menarik perhatian kunang-kunang jantan. Jantan menghampiri. Setelah

38

melakukan perkawinan, betina langsung menyerang jantan dan memakannya.

• Cahaya tidak beraturan, besar dan kecil. Cahaya ini dikeluarkan oleh sejenis jamur yang tumbuh pada dedaunan atau kayu yang sedang membusuk. Selama proses pembusukan itulah mengeluarkan zat phosphor yang bercahaya (seperti pada arloji). Cahaya yang dikeluarkan tanpa adanya sinar pantulan. Pada hutan tropik biasanya ditemukan pada dasar hutan dan kadang kadang areal yang bercahaya cukup luas satu meter persegi atau kadang-kadang lebih tapi tidak beraturan. Jamur yang berlendir, biasanya warna yang dikeluarkan keunguan, dan jamur yang tidak berlendir warna yang dikeluarkan kehijauan. Tidak semua jamur mengeluarkan cahaya, terutama jamur yang keras.

• Cahaya tidak beraturan pada perairan yang keluar biasanya diakibatkan oleh plankton (mikro-organisme), dan cahaya ini keluar karena ada pantulan cahaya, seperti di laut atau di perairan payau.

• Perubahan warna pada bagian tumbuhan. Perubahan warna pada bagian tumbuhan, bukan hanya terjadi begitu saja, namun memiliki tujuan untuk mempertahankan diri atau untuk melangsungkan hidupnya sehingga terhindar dari pemangsa yang dapat memutuskan siklus hidupnya. Misalnya :

• Buah : Umumnya buah yang masak berwarna mencolok, merah, kuning, ungu dsb. Warna ini untuk menarik perhatian satwa yang pendeteksian makanan dengan penglihatan, agar mendekat, memakannya, dengan harapan satwa tersebut dapat membantu menyebarkan biji yang dikandungnya.

• Buah selain warna juga bau yang harum sehingga dapat menarik perhatian bagi satwa yang dapat mendeteksi penciumannya, seperti kelelawar.

39

2. Perilaku Satwa Perilaku dan kehidupan satwa, merupakan bahan yang menarik untuk bahan interpretasi. Seorang interpreter, paling tidak mengetahui tentang hal ini. Karena keunikan satwa ini merupakan sesuatu yang sering ditanyakan serta merupakan hal yang menarik untuk diceriterakan kepada pengunjung. Sebelum menginjak ke arah perilaku, di bawah ini akan dibahas beberapa hal yang menyangkut kehidupan satwa antara lain. 1. Mengenal satwa tropika. Indonesia, merupakan salah satu negara yang kaya akan jenis-jenis binatang, hal ini dimungkinkan karena indonesia mempunyai hutan tropika yang luas dan cukup untuk memberikan makanan serta tempat tinggal bagi kehidupan satwa-satwa yang ada. Untuk mengenal satwa yang hidup pada hutan tropik, di bawah ini akan diuraikan satu persatu kelompok satwa yang kita miliki. Sedangkan untuk mengetahui setiap jenisnya (sebagian yang dilindungi) lihat lampiran satwa yang dilindungi di indonesia.

Satwa-satwa di dalam klasifikasi dikelompokkan menjadi beberapa bagian, khususnya satwa bertulang belakang (vertebrata). Klasifikasi tersebut antara lain :

Binatang menyusui (mamalia). Binatang yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah semua satwa yang menyusui, baik yang hidup di darat maupun di perairan. Jenis binatang menyusui di Indonesia ada sekitar 500-an jenis atau lebih. Binatang menyusui dapat digolongkan menjadi beberapa golongan antara lain, jenis-jenis binatang mengerat (tupai, tikus dsb) ; binatang pemangsa (harimau, macan, musang, kucing dsb) ; primata/monyet atau kera (orangutan, lutung, owa, beruk dsb). Binatang menyusui yang hidup di perairan (lumba-lumba, duyung, paus dsb), yang bisa terbang (kalong, kubung dsb), berkuku genap (sapi, rusa, kijang dsb), sedangkan yang berkuku ganjil (kuda).

40

Untuk di Pulau Kalimantan mamalia diperkirakan ada 201 jenis dan yang endemik sekitar 18 % nya. Sedangkan di Tanjung Puting sedikitnya ada 47 jenis mamalia, termasuk 9 jenis primata. Beberapa satwa yang cukup dikenal dan dilindungi adalah Orangutan (Pongo pygmaeus), Bekantan (Nasalis larvatus), Owa-owa (Hylobates agilis), Beruang madu (Helarctos malayanus. Selain itu kawasan juga dihuni oleh sedikitnya 38 jenis mamalia termasuk 9 jenis primata Burung (aves). Burung, keragaman jenisnya sangat bervariasi. Di Indonesia, diperkirakan ada 2500-an jenis. Seperti halnya mammalia, burung-burung inipun dibagi menjadi beberapa kelompok. Misalnya jenis burung pemangsa (elang, rajawali, burung hantu dsb), burung pemakan biji (pipit, gelatik dsb). Ciri-ciri burung ini dapat dilihat dengan memperhatikan bentuk paruh, bentuk kaki, warna bulu dsb. Untuk lebih jelasnya lihat cara pengamatan burung, serta lampiran sebagian satwa yang dilindungi. Khusus di Kalimantan diperkirakan ada 420 jenis, dan 6 % bersifat endemik. Sedangkan di Tanjung Puting diperkirakan ada 200 jenis burung. Binatang melata (reptilia) Binatang melata, mudah dikenal, karena pergerakannya merayap. Ada yang memiliki kaki (kadal, biawak) adapula yang tidak memiliki kaki (ular). Semuanya mempunyai sisik. Namun sisiknya ada yang tersusun rapih, adapula yang menyatu hingga membentuk tempurung yang keras (penyu, kura-kura). Binatang melata, makanannya bervariasi, ada jenis yang memakan serangga (kadal), pemakan ikan, pemangsa satwa lain (ular), tapi ada pula yang memakan daun atau buah dan rumput (iguana, penyu). Di dalam lampiran dicantumkan beberapa satwa melata yang dilindungi. Di Kalimantan diperkirakan ada 254 jenis dan 24 % endemik, sedangkan di Tanjung Puting lebih kurang 16 jenis reptilia.

Dua alam (amphibi). Binatang ini mudah dan banyak ditemui di sekitar kita. Mereka hidup di dua alam, darat dan air. Saat kecil hidup di air setelah dewasa hidup di

41

darat (kodok dan katak). Makanannya serangga, ada yang dapat dimanfaatkan (dimakan) tapi ada pula yang beracun. Di Indonesia diperkirakan ada 1000-an jenis, sedangkan di Kalimantan ada sekitar 100 jenis

Ikan (pisces). Ikan adalah kelompok vertebrata (bertulang belakang) yang seluruh hidupnya berada di perairan baik tawar (sungai, rawa) ataupun asin (laut). Jenisnya cukup banyak dan semuanya belum diketahui jenisnya. Ada beberapa yang telah dilindungi karena kelangkaannya dan bila tidak dilindungi akan punah (arowana). Di Indonesia diperkirakan ada 8500 jenis, sedangkan di Kalimantan lebih kurang 394 jenis ikan air tawar 149 diantaranya adalah endemik.

Serangga Lima golongan besar yang disebutkan di atas adalah binatang yang memiliki tulang punggung atau disebut vertebrata. Binatang penghuni hutan tidak hanya itu, namun banyak sekali jenis-jenis yang sudah dketahui ataupun belum. Misalnya bangsa serangga, laba-laba, kaki seribu, bekicot, keong, nyamuk, pacet dsb. Sebagian, dapat ditemui sepanjang jalur. Untuk serangga di Indonesia lebih dari 250.000 jenis, sepertiga dari jenis serangga yang telah diketahui. Untuk di Kalimantan belum banyak diketahui jumlah jenis serangga yang ada, namun telah diketahui ada 40 jenis kupu-kupu diantaranya 4 jenis endemik. 2. Cara mengenal satwa di alam. Untuk mengenal satwa liar, sebagai seorang interpreter perlu informasi tentang satwa yang umum di temui pada daerah yang akan dikunjungi dari buku-buku ataupun informasi langsung dari masyarakat atau dari hasil penelitian yang pernah dilakukan. Kecuali apabila di daerah tersebut belum pernah diadakan penelitian dan belum ada tulisan tentang daerah yang akan dikunjungi. Namun adanya informasi dari masyarakat sekitar hutan akan mempermudah dalam pengenalan dan menjelaskan kepada wisatawan. Ringkasnya pengetahuan dan persiapan sebagai seorang interpreter yang perlu dilakukan untuk mengenali satwa di lapangan ada baiknya

42

dikaitkan dengan informasi dari masyarakat mengenai satwa liar yang ada. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sbb;

a. Jenis satwa liar, pengenalan jenis seperti tanda-tanda atau ciri-ciri satwa pada bagian luar tubuh (morfologi) yang dimiliki, sehingga dapat membedakan jenis binatang dalam kelompok satwa liar. Keperluan ini akan mudah jika ada buku identifikasi satwa liar.

b. Habitat, pengenalan tempat hidup atau kebiasaan hidup (habitat) yang disukai oleh satwa liar, seperti kondisi habitat pada daerah yang akan dikunjungi : hutan bakau, hutan rawa, hutan pegunungan, padang rumput dsb.

c. Perilaku, merupakan kebiasaan-kebiasaan satwa liar dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya pengelompokan, cara hidup, waktu aktif, daerah pergerakan, cara mencari makan, membuat sarang, kawin dan melahirkan anak, hubungan sosial, interaksi dengan species lain, dsb.

d. Jejak, bekas tapak kaki di tanah, kotoran, bagian-bagian yang ditinggalkan, suara, sarang, bau-bauan dan tanda-tanda lain perlu juga dipelajari dengan seksama. Bekas tapak kaki di tanah, penting untuk diketahui ukurannya, bentuk dan umurnya. Tempat-tempat yang mudah untuk mendapatkan jejak kaki antar di tepi-tepi sungai, tempat kubangan atau minum, pantai, tempat-tempat istirahat, lorong-lorong diantara tumbuhan bambu dan semak belukar.

e. Kotoran (feses), penemuan kotoran penting karena dapat mengetahui masih baru atau sudah lama. Untuk mengetahui berapa lama satwa liar tersebut berada di daerah yang ada kotorannya, dengan melihat tingkat kekeringan, banyak sedikitnya serangga yang merubung kotoran tersebut dsb. Dengan melihat kotoran secara sederhana dapat diketahui jenis makanan mereka, maka dapat pula diketahui jenis binatang yang meninggalkan kotoran.

f. Bagian-bagian anggota tubuh, ada beberapa jenis satwa yang mempunyai kebiasaan melepas atau meninggalkan bagian tubuhnya seperti, bulu (bangsa burung, ayam, merak), bulu duri (landak), telur dan sebagainya.

g. Suara dan bunyi. Suara yang dimaksud adalah sesuatu yang terdengar akibat dikeluarkan oleh mulut satwa liar seperti kijang,

43

harimau, burung, owa dsb. Sedangkan bunyi adalah sesuatu yang terdengar akibat dari tingkah laku satwa liar seperti buaya di air, ular menangkap mangsa dsb.

h. Tanda-tanda habitat. Tanda-tanda satwa liar dapat tertinggal setelah satwa tersebut melakukan aktivitas seperti tingkah laku pada saat mencari makan, waktu kawin, mandi, berkubang dsb. Tanda-tanda tersebut dapat berupa gigitan-gigitan pada sisa daun yang dimakan, kulit pohon, akar, pucuk-pucuk pohon yang patah, bekas cakaran, sisa buah dan jalur lintasan.

i. Sarang, adalah sesuatu yang dengan sengaja atau tidak dibangun oleh satwa yang dipergunakan untuk perkembang biakan, atau digunakan sebagai tempat istirahat. Letaknya bermacam-macam, di pohon, atau di tanah, di lubang pohon mati.

3. Tehnik pengamatan langsung. Teknik ini biasanya diterapkan untuk inventarisasi dan sensus. Pada inventarisasi pengamatan ditujukan untuk mengenal jenis-jenis satwa liar dari tanda-tanda yang dimilikinya, baik bentuk, ukuran, warna, bulu atau rambut, keadaan anggota badan, panjang dan tinggi badan, bentuk muka, kepala, tanduk dsb. Sedangkan untuk sensus merupakan perhitungan semua individu satwa liar yang terdapat di suatu areal pada suatu waktu tertentu, atau suatu interval waktu pada areal tertentu. Dalam kegiatan sensus diamati dan dicatat jumlah individu, struktur umur, kondisi fisik satwa dan jenis kelamin.

a. Pengamatan burung. Pengamatan burung, dapat lebih mudah dilakukan dan lebih mudah untuk diidentifikasikan dengan membuat sket gambar pada buku catatan, seperti tanda-tanda warna pada setiap bagian tubuhnya. Burung-burung umumnya mempunyai ciri-ciri yang sangat mencolok, baik dari warnanya, bentuk tubuhnya, bentuk paruh maupun suaranya. Untuk mengamati burung sebaiknya dilakukan pada saat burung-burung tersebut sedang aktif malaksanakan aktifitas kehidupannya, seperti mencari makan, biasanya kegiatan tersebut dilakukan pada pagi hari (jam 06:00-08:00) pada saat burung meninggalkan pohon sarangnya untuk mencari makan dan sore hari (jam 17:00-18:00) pada saat burung kembali untuk istirahat.

44

Ada beberapa buku paduan mengenal burung-burung di Indonesia, antara lain karangan John MacKinnon (burung-burung Jawa dan Bali), John MacKinnon dan Karen Phillipps (a field guide to The Birds Of Borneo, Sumatera, Java And Bali), Ben King (bird of south east asia) dan Bruce M Beehler dkk (Birds Of New Guinea). Buku-buku tersebut cukup untuk mengenal beberapa jenis burung yang tersebar luas di indonesia.

b. Mamalia darat. Mengenal mamalia darat, tentu berbeda dengan pengamatan burung yang jumlah jenisnya lebih banyak. Bila berjumpa satwa yang masih liar, catat ciri-ciri hewan yang khas, seperti tanduknya, warna, seperti bentuk tubuhnya, atau menyerupai binatang yang dikenal sehari-hari dsb. Buatlah sketsa gambar, kemudian bandingkan dengan buku-buku mengenai mamalia darat Indonesia untuk mengetahui keterangan lebih lanjut. Untuk mengamati jenis-jenis mamalia, harus diketahui jam berapa mereka mulai aktif mencari makan, merumput, minum, sumber air dan habitatnya. Umumnya jam aktif adalah pada pagi hari dan sore hari. Pada siang hari biasanya hewan-hewan tersebut beristirahat di dalam kerimbunan hutan. Mengamati jenis-jenis mamalia liar sebaiknya kita jangan menentang arah angin, maksudnya posisi di mana kita berada jangan sampai bau badan kita terbawa ke arah hewan yang sedang diamati. Biasanya jenis mamalia sangat sensitif pada pendatang baru, sehingga kemungkinan hewan liar tersebut dapat menghindar atau menyerang kita.

4. Pengamatan tidak langsung. Pengenalan satwa secara tidak langsung dapat dilakukan dengan menelusuri jejak satwa yang dimaksud. Salah satu cara diantaranya adalah dengan pengenalan tapak. Di bawah ini akan disebutkan beberapa jenis jejak yang dapat ditemui di dalam hutan, yang ditinggalkan oleh binatang.

a. Tapak. Tapak adalah jejak dari telapak kaki binatang yang ditinggalkan, yang membekas pada tanah atau pasir. Jejak binatang ini ada berbagai jenis

45

tergantung dari jenis binatangnya. Setiap binatang mempunyai cetakan tapak yang berbeda, dan mempunyai ciri-ciri khusus, ukuran. Cetakan tapak biasanya hanya untuk mengenal jenis saja, tidak biasa untuk mengenal kelamin. Kadang-kadang beberapa jenis tapak dapat menentukan umur (dewasa atau anak).

b. Bekas makan. Bekas makan, adalah sisa makanan yang ditinggalkan oleh binatang tertentu. Misalnya bekas gigitan buah, daun, biji atau bekas makanan lain atau sisa makanan binatang pemangsa. Sisa makanan pemangsa, biasanya akan tersisa, seperti tulang binatang, sisik, rambut atau bagian tubuh binatang yang dimangsa, kecuali ular, tidak pernah menyisakan hasil tangkapannya, karena semuanya ditelan.

c. Bau air kencing Bau yang menyengat di hutan (pesing) biasanya merupakan air kencing yang dikeluarkan oleh binatang tertentu. Setiap binatang mempunyai bau yang khas, sesuai dengan makananya. Bau air kencing ini dapat juga diartikan sebagai daerah teritorial (kekuasaan) suatu jenis binatang. Harimau jantan dan betina menandai daerah teritorinya dengan air kencing yang disebarkan dan kotorannya diletakkan secara menyolok. Bau yang ditimbulkannya sangat khas dan akan tercium dari jarak beberapa meter. Tanda untuk daerah teritori semacam ini lazim dibuat oleh bangsa kucing lainnya.

d. Kotoran. Setiap binatang akan membuang kotoran. Dari kotoran binatang yang ditinggalkan, seseorang dapat mengenal atau paling tidak memperkirakan binatang yang meninggalkan kotoran tersebut. Kotoran yang ada pada batu-batu besar, yang terdiri dari biji-bijian, umumnya musang untuk menandai teritorinya. Sedangkan kotoran yang terdapat tulang atau rambut, kotoran tersebut merupakan kotoran satwa karnivora.

e. Sarang. Ada beberapa jenis binatang, bila akan tidur memerlukan sarang. Sarang ini dibangun tidak hanya untuk tidur, akan tetapi juga dibuat untuk berkembang biak. Sarang dapat di pohon atau di tanah, yang

46

dibuat dari kumpulan daun kering, rumput kering atau ranting kecil serta ada beberapa yang menggunakan air liur, bulu burung dsb. Beberapa jenis binatang ada yang setiap harinya membangun sarang setiap akan tidur (orangutan). Orangutan selalu pindah tempat untuk membangun sarang setiap sore hari dengan daun yang masih segar. Beruang madu biasanya sering menggunakan sarang bekas, sedangkan babi membuat sarang (biasanya di tanah) hanya saat berbiak atau melahirkan hingga beberapa waktu sampai anak dapat berjalan. Beberapa jenis burung selalu membangun sarang setiap akan berbiak dan menempati hingga anaknya menetas dan dapat hidup mandiri.

f. Goresan dan galian. Goresan atau torehan pada pohon, atau pada tanah, juga dapat digunakan untuk mengetahui binatang yang meninggalkan tanda tersebut. Goresan cakar pada pohon, biasa dilakukan oleh bangsa kucing (macan atau harimau). Sedangkan galian pada tanah yang agak basah, biasa dilakukan oleh babi yang sedang mencari cacing.

5. Aktifitas hidup binatang di hutan. Semua kehidupan, mempunyai cara tersendiri di dalam hidupnya, khususnya dalam mencari makan. Di bawah ini ada beberapa istilah yang sering digunakan untuk menggolongkan waktu aktifitas binatang.

• Diurnal (aktif siang hari) Jenis satwa yang melakukan sebagian besar aktivitasnya, terutama untuk mencari makan pada siang hari. Kelompok satwa diurnal adalah rusa, banteng, gajah, monyet, burung. Kelompok ini memulai kegiatannya setelah matahari terbit sampai menjelang matahari terbenam.

• Nokturnal (aktif malam hari)

Jenis satwa yang melakukan sebagian besar aktivitasnya, terutama mencari makan pada malam hari. Jenis-jenis satwa yang termasuk nokturnal antara lain karnivora ; seperti harimau, anjing hutan, meskipun demikian terdapat juga satwa lain yang bukan karnivora yang termasuk nokturnal seperti tikus (yang mulai kegiatannya sekitar matahari terbenam.

47

• Crepascular (aktif pada pagi dan sore hari).

Jenis-jenis satwa ini aktif pada pagi dan sore hari, khususnya dalam mencari makanan. Contoh satwa yang masuk dalam dalam golongan ini adalah babi hutan. Satwa kelompok ini memulai kegiatannya mencari makan menjelang matahari terbenam sampai menjelang tengah malam dan dilanjutkan menjelang matahari terbit. Pada siang hari mereka istirahat, berkubang dsb.

Jejak binatang darat sangatlah bervariasi dan banyak ragamnya, kadang-kadang binatang yang hidup di pohon juga meninggalkan tapak di tanah. Di hutan banyak ditemui jejak babi, bajing tanah, monyet, luwak, ajak (di sumatera), kucing hutan, macan, gajah, banteng dll.

6. Sifat hidup berdasarkan makanan. Berdasarkan jenis makanannya, satwa digolongkan dalam beberapa kelompok antara lain ;

• Karnivora, yaitu satwa pemakan daging. Golongan ini di dalam

ekosistem bertindak sebagai predator/pemangsa terhadap golongan lain atau bahkan memangsa golongan karnivora dari jenis lain, contoh harimau memangsa rusa dan babi hutan, elang memangsa kelinci, tikus atau ular (karnivora), ular memangsa tikus.

• Herbivora, yaitu golongan satwa yang sebagian besar

makanannya berupa tanaman hijau, golongan ini terdiri dari; 1. Herbivora murni, mempunyai perut tunggal, disamping daun

yang banyak mengandung serat kasar sebagai makanannya memerlukan pula biji-bijian, misalnya kuda.

2. Ruminansia, berperut ganda, yang mampu mencerna serat kasar, sehingga seluruh makanannya berupa hijauan, misalnya banteng, rusa, dan gajah.

• Omnivora, yaitu golongan satwa pemakan segala jenis

makanan. Golongan ini memakan hampir semua jenis makanan, baik berupa rumput, daun-daunan, umbi, biji-bijian dan sumber

48

protein hewani lain misalnya memakan cacing, telur, tikus, serangga dsb. Contoh adalah babi, beruang dan termasuk manusia.

• Insektifora, yaitu golongan satwa pemangsa serangga, contohnya trenggiling (Manis javanicus), cecurut (Suncus spp.) Dan beberapa jenis burung.

• Gravifora, golongan burung-burung pemakan biji-bijian, contoh kakatua, parkit, gelatik dll.

• Frugifora, adalah golongan yang hampir seluruh hidupnya memakan buah-bahan.

7. Cara hidup binatang. Menurut cara hidup, satwa liar dapat digolongkan dalam; • Hidup berkelompok, umumnya golongan ini selalu ditemui

berkelompok, menurut musim, dan khas pada setiap jenis. Kecuali pada individu-individu yang telah tersingkir dari kelompoknya. Contoh: babi hutan, berkelompok sesuai jenis kelaminnya, dan bergabung pada musim kawin. Bekantan sering membentuk kelompok tersendiri yang semuanya jantan, karena terusir dari kelompoknya yang dipimpin oleh jantan dominan (yang berkuasa). Gajah umumnya selalu berkelompok, betina tertua sebagai pemimpin dan selalu berada di garis terdepan dan di belakangnya diikuti betina-betina muda dan anak-anaknya dan barisan paling belakang adalah gajah jantan. Individu jantan yang sudah tua dan telah kehilangan kekuatannya akan disingkirkan dari kelompok dan hidup terpisah secara soliter. Hidup berkelompoknya binatang ada yang dipimpin oleh seekor jantan dewasa (monyet, lutung, bekantan) tapi ada pula hidup berkelompok hanya berdasarkan sesama jenis.

• Hidup soliter, golongan ini melakukan seluruh aktivitas hidupnya

secara soliter atau menyendiri. Kecuali pada musim kawin, yang sering terlihat bersma-sama dengan pasangannya, atau individu betina dengan beberapa ekor anaknya. Misal harimau loreng, macan dahan, orangutan dsb.

49

8. Perilaku tidur

Perilaku tidur dan waktu tidur setiap binatang tidaklah sama, tergantung dari jenis binatangnya dan perilaku aktifitasnya (aktif pada malam hari atau siang hari). Bagi yang aktif pada siang hari, maka malam harinya dihabiskan untuk istirahat, demikian juga sebaliknya yang aktif pada malam hari, menjelah matahari terbit mereka istirahat dan tidur.

Cara tidur setiap hewan berlainan, ada yang memerlukan sarang (orangutan, burung, beruang dsb) tapi ada pula yang tidak, mereka hanya perlu pohon untuk berlindung (monyet, owa, burung, macan tutul). Ada pula yang masuk ke tempat yang permanen yang dijadikan untuk tinggal baik istirahat ataupun berbiak seperti goa (harimau), lobang pohon (tarsius), burung rangkong dsb.

50

3. Mengenal tumbuhan tropik (Botani) Tumbuh-tumbuhan yang menyusun hutan sangat beragam bentuknya, baik itu akar, batang, daun, buah maupun bunganya. Setiap tempat, mulai dari dataran rendah sampai pegunungan (dataran tinggi), keadaan jenis tanah dan iklim sangat menentukan keberadaan dan bentuk dari tumbuh-tumbuhan. Misalnya daerah hutan hujan tropis dapat dicirikan dengan banyaknya tumbuhan lumut, paku-pakuan dan liana. Kalau kita ingin mempelajari dan mengenal tumbuh-tumbuhan maka kita perlu mengenal seluruh bagian yang ada mulai dari akar sampai bunga, baik itu berupa penampakan bagian luar maupun sifat-sifat dalamnya. Setiap jenis tumbuhan yang ada mempunyai ciri tersendiri. Hal-hal dibawah ini perlu untuk dicatat jika kita kelapangan: 1. Akar : bentuk percabangan 2. Batang : berbentuk pohon tinggi, liana, perdu atau merambat;

berkayu atau herba; mempunyai banir atau tidak. 3. Daun : bentuk tepi daun (rata, bergerigi); bentuk daun (bulat,

lonjong, menjari); susunan daun (daun tunggal atau majemuk); tebal atau tipis; susunan urat daun; tangkai daun (berpelepah, mempunyai helai/tidak, bertangkai atau tidak); permukaan kasar atau mengkilat; warna daun dsb.

4. Buah : buah tunggal/majemuk; berdaging atau kering; warna; letak buah.

5. Bunga : bunga tunggal/majemuk; warna; bau, dsb. 6. Bagian-bagian lain : sulur, duri dan rambut-rambut halus yang

lembut atau tajam 7. Mahkota pohon: bentuknya bulat, lonjong, segitiga atau lebar

seperti payung 8. Pertajukannya: saling tumpang tindih atau terpisah-pisah. Selain mengenal bagian dari tumbuhan maka perlu kita mengetahui kondisi tanah dan tempat tumbuhan tersebut tumbuh. Juga perlu diketahui bagian-bagian mana dari tumbuhan tersebut yang mengandung racun. Masyarakat setempat lebih berpengalaman mengenal beberapa tumbuhan yang berpotensi sebagai obat atau keperluan lain dan pengetahuan tersebut sebaiknya dibuatkan catatannya. Musim berbuah atau berbunga perlu dicatat dan ini ada

51

hubungannya dengan keberadaan binatang di sekitarnya, sehingga memudahkan untuk mengetahui pula bagaimana keterkaitan antara tumbuhan dan binatang. Berberapa jenis dari tumbuhan lain seperti jamur, kantung semar dan bunga bangkai adalah jenis yang jarang dijumpai. Mereka pun mempunyai keunikan ciri tersendiri yang perlu dicatat dan diamati. Keunikan mereka terletak pada cara hidup, mendapatkan makanan, seperti bunga bangkai dengan bau busuknya banyak mengundang lalat yang akhirnya dimakan (setelah busuk) demikian juga kantung semar. Rupanya tumbuhan pun mempunyai pertahanan untuk menghadapi segala gangguan musuh, sehingga tumbuh-tumbuhan mempunyai racun. Racun ini ada pada akar, batang, daun dan buah, karena musuh (binatang) memakan bagian-bagian tersebut. Keberadaan racun pada bagian dari tumbuhan tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat secara tradisional untuk kepentingan berburu ataupun sebagai obat terhadap berbagai macam penyakit.

52

4. Flora di Tanjung Puting Jenis-jenis flora utama di daerah utara kawasan taman nasional adalah hutan kerangas dan tumbuhan pemakan serangga seperti kantong semar (Nepenthes sp). Hutan rawa gambut sejati ditemukan di bagian tengah kawasan dan di tepi beberapa sungai, dan terdapat tumbuhan yang memiliki akar lutut, dan akar udara. Di sepanjang tepi semua sungai di kawasan ini, terdapat hutan rawa air tawar (aluvial) sejati, memiliki jenis tumbuhan yang kompleks dan jenis tumbuhan merambat berkayu yang besar dan kecil, epifit dan paku-pakuan menjalar dalam jumlah besar. Di daerah selatan kawasan, terdapat padang dengan jenis tumbuhan belukar yang luas, hasil dari kerusakan hutan kerangas akibat penebangan dan pembakaran. Umumnya terdapat dalam kantong-kantong di sepanjang Sungai Sekonyer dan anak-anak sungainya. Tumbuhan di daerah hulu sungai utama terdiri atas rawa rumput yang didominasi oleh Pandanus sp. dan bentangan macrofita (bakung) yang mengapung, seperti Crinum sp. Di daerah pantai, meliputi hutan bakau (mangrove), dan lebih jauh ke daratan yaitu di kawasan payau pada muara-muara sepanjang sungai utama, terdapat tumbuhan asli nipah (Nypa fruticans) tumbuh meluas ke pedalaman sejauh sungai, dan menandai kadar intrusi air payau ke darat. Untuk daerah pesisir pada pantai-pantai berpasir banyak ditumbuhi tumbuhan marga Casuarina, Pandanus, Podocarpus, Scaevola dan Barringtonia. Jenis-jenis tumbuhan lain yang dapat ditemui di Taman Nasional Tanjung Puting adalah meranti (Shorea sp.), ramin (Gonystylus bancanus), jelutung (Dyera costulata), gaharu, kayu lanan, keruing (Dipterocarpus sp.), ulin (Eusideroxylon zwageri), tengkawang (Dracontomelas sp.), Dacrydium, Lithocarpus, Castanopsis, Hopea, Schima, Melaleuca, Diospyros, Beckia, Jackia, Licuala, Vatica, Tetramerista, Palaquium, Campnosperma, Casuarina, Ganua, Mesua, Dactylocladus, Alstonia, Durio, Eugenia, Calophyllum, Pandanus, Imperata cylindrica, Crinum sp., Sonneratia, Rhizophora, Barringtonia, nipah (Nypa fruticans), Podocarpus dan Scaevola. Sedangkan untuk

53

tumbuhan lapisan bawah hutan terdiri dari jenis-jenis rotan dan permudaan/anakan pohon.

54

5. Binatang dan Tumbuhan Endemik. Kata endemik mempunyai arti hanya terdapat atau tersebar pada daerah tertentu, dan di daerah lain tidak ditemukan. Binatang dan tumbuhan yang bersifat endemik, adalah mahluk hidup yang hanya terdapat atau hidup atau dijumpai terbatas pada suatu daerah, dan secara alami tidak terdapat di tempat lain, Misalnya: • Bekantan hanya di Kalimantan, • Wanga, Babirusa dan Anoa, di Sulawesi • Cendrawasih, di Irian Jaya • Siamang Kerdil, di Mentawai. • Badak Jawa di, Ujung Kulon, Jawa Barat. • Komodo di Pulau Komodo dan sekitarnya, • Surili, ada di Jawa Barat, dsb

Untuk jenis jenis tumbuhan, beberapa yang mempunyai sifat endemik, antara lain : • Suku Dipterocarpaceae yang kebanyakan marganya merupakan

tumbuhan endemik Kalimantan, • Tusam/Pinus (Pinus merkusii - Pinaceae) di Sumatera Utara. • Kayu Ebony, terdapat di Sulawesi. • Kayu Cedana di Nusa tenggara Timur, dsb

Mahluk yang penyebaranya jarang (secara alami) tidak mempunyai populasi dengan kerapatan tinggi. Kejarangan untuk berkembang biak, persaingan antar individu dan sebab-sebab alami lainnya lah yang menyebabkan terbentuknya pola kerapatan sedemikian rupa. Kelompok mahluk inilah yang layak disebut langka. (Bunga bangkai raksasa dan kembang padma tergolong langka). Mahluk dapat menjadi relik (tersisa) oleh adanya persaingan ketat antar jenis, terutama jenis yang sudah tua, mungkin terdesak kepinggiran suatu kawasan fisik, misalnya, biawak Komodo (Varanus komodoensis) dan Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus). Keterbatasan populasi dapat juga terjadi oleh ulah manusia, misalnya dalam kegiatan memanfaatkan suatu jenis secara berlebihan (tidak seimbang dengan laju pemulihannya) dan pengubahan habitat menjadi bentuk lain, populasi mahluk yang bersangkutan dapat menurun

55

mencapai berbagai taraf, yang secara kasar dapat digolongkan menjadi rawan dan terkikis. Bila pengikisan terjadi terus menerus dan tidak ada tindakan yang mencegah merosotnya populasi mahluk yang bersangkutan, akhirnya akan punah. Contoh yang rawan diantaranya adalah kayu ulin, orang utan, kakatua raja, kima raksasa (Tridacna gigas) dan mata lembu (Turbo marmoratus), sedangkan yang sudah mengalami pengikisan adalah kedawung, harimau, gajah, duyung (Dugong dugong) dan ikan terubuk (Hilsa toli). Tiap-tiap jenis mahluk mempunyai rentang kehidupan (life span) dan juga batas umur yang bermacam-macam, sehingga keberadaannya di alam ini ada batasnya. Karena pada suatu waktu secara alami jenis akan mengakhiri masa hidupnya. Seluruh populasi serta individu anggotanya akan mati atau punah dari muka bumi. Banyak jenis walaupun tidak mengalami tekanan oleh manusia tetap menjadi punah. Umumnya adalah jenis tumbuhan tua yang telah punah pada jaman-jaman purba, misalnya tumbuhan paku berbiji (Pteridospermae) dan reptil raksasa purba Dinosaurus. Namun ada pula mahluk yang masih dapat berumur panjang yang telah melewati berbagai perubahan keadaan geologi dunia dan masih hidup sampai kini, misalnya biawak komodo di Pulau Komodo, Nusa Tenggara, Penyu di kepulauan Galapagos.

56

6. Binatang Dan Tumbuhan Eksotik. Binatang dan tumbuhan exotik, adalah mahluk hidup yang jarang ditemui, mempunyai bentuk dan perilaku yang unik dan oleh sebagaian orang belum pernah menemui secara langsung atau biasanya mereka hanya pernah melihat melalui gambar atau mendengarkan ceritera orang. Pada hutan tropik, keunikan keunikan binatang dan tumbuhan seperti ini, banyak ditemui. Di bawah ini ada beberapa contoh binatang dan tumbuhan eksotik yang mempunyai daya tarik bagi pengunjung. 1. Binatang.

Pada umumnya semua binatang mempunyai musuh atau predator yang akan memangsa dirinya atau binatang pemangsa untuk memudahkan menangkap mangsanya mereka harus menyesuaikan diri dengan lingkungan. Sebaliknya binatang yang akan dimangsa, untuk menghindari diri dari pemangsa, mereka juga menyesuaikan diri dengan lingkungan agar terlepas dari sergapan pemangsa. Di bawah ini ada beberapa contoh binatang yang merubah bentuk agar sesuai dengan lingkungan : • Belalang : Belalang, yang masuk ke dalam keluarga serangga,

yang merupakan sumber makanan bagi beberapa jenis binatang (burung, reptil, amphibi). Ada beberapa jenis belalang yang sayapnya mirip/sama dengan daun kering, sehingga agak sulit untuk membedakan antara belalang dengan daun kering. Selain itu ada pula yang tubuhnya menyerupai patahan ranting.

• Ngengat. Bentuk tubuh seperti kupu-kupu, untuk menghindari musuh atau predator, serangga ini memiliki warna sayap mirip seperti muka satwa pemangsa, seperti burung hantu. Dengan cara ini, diharapkan terhindar dari predator.

• Trenggiling : adalah jenis mamalia yang bersisik. Untuk menghindari pemangsa, biasanya binatang ini melingkar dan sulit untuk dibuka.

• Kadal : Beberapa jenis reptil sering merubah warna kulitnya, seperti bunglon, untuk memudahkan menangkap mangsa. Namun bila diserang musuh, sering menanggalkan ekornya, sehingga binatang ini terlepas dari kejaran musuh.

57

• Beberapa jenis monyet : Beberapa jenis monyet, terutama yang bertubuh kecil, umumnya hidup berkelompok, untuk menghindari serbuan pemangsa. Mereka sering tidur berkelompok di tepian sungai. Ada teori yang mengatakan, dengan tidur di tepian sungai, selain mudah menemukan makanan dari tumbuhan yang selalu hijau, juga bila ada pemangsa cepat menceburkan diri. Bangsa monyet di Kalimanatan (Monyet ekor panjang dan Bekantan) yang sering menyeberangi sungai, bila hendak menyeberang sering menunggu perahu lewat. Dengan demikian mereka terhindar dari musuh perairan, seperti ikan toman dan buaya supit.

2. Tumbuhan.

Selain binatang, tumbuhan juga mempunyai cara untuk mencari makan, bernafas. Karena kondisi lingkunganlah, tumbuhan tersebut melakukan hal yang demikian, agar dalam persaingan merebutkan makanan di hutan dapat berhasil sehingga dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. • Kantong semar : Tumbuhan perdu ini biasanya tumbuh pada

daerah yang miskin unsur hara. Kantong kantong yang tumbuh pada ujung daun atau pada batang utama ini berfungsi untuk menangkap serangga. Serangga yang masuk, yang di dalamnya terdapat air, akan membusuk dan tumbuhan akan menyerap nitrogen dari hasil pembusukan serangga. Kantong mempunyai tutup yang berwarna mencolok yang menarik perhatian serangga, selanjutnya serangga terjebak dan masuk ke dalam kantong.

• Bunga Bangkai : Karena mempunyai bau busuk yang menyengat, maka banyak mengundang lalat untuk hinggap. Serangga-serangga yang hinggap inilah terjebak dan menjadi sumber nitrogen bagi bunga bangkai.

• Akar Papan : Akar papan, merupakan pelebaran akar yang berbentuk pipih, mempunyai fungsi untuk menahan batang yang menjulang tinggi. Selain itu mempunyai fungsi untuk bernafas, umumnya tumbuhan banyak ditemukan pada daerah hutan rawa. Tumbuhan yang memiliki baner, umumnya sekitar tumbuhan tersebut, jarang tumbuh pohon, karena daerah

58

tersebut sarat dengan perebutan sumber kehidupan, baik unsur hara maupun udara.

• Liana : merupakan kekhasan pada daerah hutan tropik. Tumbuhan ini merambat dan bertumpu pada tumbuhan lain, dan menjalar cukup panjang dapat mencapai 100 meter. Liana jenis tertentu dapat diambil airnya bila kita kekurangan air di dalam hutan. Taktik untuk merebutkan sumber kehidupan, seperti cahaya, liana yang merambat pada pohon merupakan beban yang cukup berat bagi tumbuhan yang ditumpangi. Semakin lama beban yang berat bagi pohon tumpuan, tak tertahankan, akhirnya patah. Untuk itulah pucuk liana dengan bebas dapat merebut cahaya pada ujung kanopi, sehingga semakin subur.

• Beringin Pencekik : Jenis beringin ini, mulanya tumbuh dan menempel pada batang, dan tidak merugikan batang yang ditempeli. Namun setelah besar, karena kekuatan akar yang tumbuh, lama kelamaan tumbuhan penumpu mati, karena seluruh permukaannya dililit oleh beringin tsb.

• Buah Bersayap : Buah yang mempunyai sayap, umumnya dari jenis dipterocarpaceae (meranti). Sayap ini mempunyai fungsi untuk menyebarkan biji sejauh mungkin bila tertiup angin. Selain jenis meranti juga dimiliki oleh tumbuhan mahoni.

• Tumbuhan berlubang : Beberapa jenis tumbuhan pada hutan tropik, sering ditemui tidak memiliki kayu, dan bagian tengahnya berlubang. Lubang ini ternyata mempunyai fungsi untuk menarik binatang tinggal di dalamnya. Tumbuhan mempunyai keuntungan yang besar, karena tumbuhan akan mendapatkan makanan/pupuk dari kotoran binatang yang tinggal.

7. Persaingan kehidupan pada hutan tropik.

Kehidupan pada hutan tropik, merupakan kehidupan yang sangat komplek, tak ubahnya seperti kehidupan manusia di alam ini yang penuh dengan persaingan untuk mendapatkan makanan. Kehidupan pada hutan demikian pula. Mereka satu sama lain, baik binatang ataupun tumbuhan saling merebutkan makanan, cahaya ataupun

59

pasangan. Dibawah ini ada beberapa keunikan kehidupan pada hutan tropik :

Merebutkan cahaya : Semua tumbuhan memerlukan cahaya untuk “memasak” makanannya. Sehingga tumbuhan pada hutan yang belum terganggu akan nampak menjulang tinggi, seolah-olah ingin menguasai cahaya yang ada. Sedangkan tumbuhan yang masih muda, akan selalu berusaha untuk tumbuh tegak lurus hingga mendapatkan cahaya yang cukup. Ada keunikan pada beberapa tumbuhan untuk merebutkan cahaya dengan cara yang yang menarik untuk dipelajari antara lain : a. Merebutkan cahaya : • Tumbuhan merambat pada hutan tropik tidak saja liana, namun

ada beberapa jenis seperti bambu, rotan dsb. Liana dan bambu memiliki cara yang unik. Mereka umumnya bertumpu pada pohon dan cabang hingga ranting-ranting. Dalam tumbuh kembangnya, liana tersebut seolah-olah menarik kebawah dengan lilitan dan beban yang cukup berat. Ranting atau dahan yang tidak kuat akan patah, dengan demikian pucuk liana akan mendapatkan cahaya matahari yang lebih leluasa.

• Pada bambu yang merambat, umumnya mereka menutupi seluruh permukaan tumbuhan yang menjadi inangnya. Tidak seperti liana yang memiliki pangkal yang besar, bambu hanya mengandalkan kecepatan bertunas bila mendapatkan cahaya yang cukup. Sedangkan tumbuhan penumpu masih hidup. Bambu dapat tumbuh lebih kurang 3 mm per jam.

• Rotan. Tumbuhan ini pada ujungnya memiliki duri kait yang tajam. Rotan tumbuhnya tidak melilit seperti liana. Pada saat tumbuh, ujung tangkai daun yang panjang dan berduri, berfungsi untuk mengait pada tumbuhan lain untuk bertahan agar dapat tegak dan hidup menjulang ke atas. Setelah sampai di atas dan mendapatkan cahaya yang cukup, biasanya rotan menjalar ke pohon lain hingga mencapai kehidupan yang maksimum. Biasanya tidak mematikan pohon tumpuan.

b. Merebutkan udara.

60

• Paling mudah untuk mendapatkan tumbuhan yang bersaing untuk mendapatkan udara adalah tumbuhnya akar nafas. Seperti pada pohon beringin (ficus) atau pohon-pohon yang tumbuh pada daerah perairan, rawa atau hutan bakau. Maka di sana akan nampak akar-akar yang bermunculan dari dahan ataupun dari dalam tanah.

• Pada tumbuhan yang tumbuh pada tanah kering, dapat diambil contoh tumbuhan yang memiliki akar baner atau akar papan. Akar yang melebar ini tidak hanya sekedar sebagai penunjang atau menahan batang yang tinggi, akan tetapi juga berfungsi untuk memperluas permukaan batang. Sehingga akan mendapatkan cukup udara. Dapat diamati pada tumbuhan yang berbaner, umumnya tumbuhan di sekitarnya sangat jarang.

• Selain itu ada pula tumbuhan yang selalu mengganti kulitnya, seperti pada jenis-jenis reptil, atau serangga. Tumbuhan ini untuk menyegarkan kulit serta agar dapat mendapatkan udara yang cukup, selalu mengelupas, sehingga kulit yang baru ada di permukaan dan dapat berfungsi untuk mendapatkan udara segar.

c. Merebutkan makanan.

Tak ubahnya seperti manusia, ada tumbuhan yang rakus, menghalalkan segala cara untuk mendapatkan makanan dan mematikan tumbuhan lain. Tumbuhan yang mempunyai perilaku ini antara lain : • Mengeluarkan racun : alang-alang, merupakan rumput yang

memiliki zat racun bagi tumbuhan (alelopati). Oleh karena itu di mana ada tumbuhan padang alang-alang, jarang ditemui tumbuhan lain. Namun ada jenis tanaman yang berbiji polong dapat membunuh alang-alang. Akasia, merupakan tumbuhan yang rakus akan air, sehingga tumbuhan di sekitarnya jarnag ada yang hidup karena kalah bersaing dalam merebutkan air.

Larangan apa yang harus disampaikan ? Selama membawa pengunjung, ada beberapa hal yang perlu disampaikan mengenai anjuran, himbauan atau larangan kepada wisatawan. Lebih baik disampaikan sebelum menuju ke lokasi. Larangan larangan tersebut diantaranya :

61

1. Jangan mengganggu kehidupan di dalam kawasan, dalam bentuk apapun sehingga dapat merubah kehidupan di alam.

2. Mengambil, membawa, atau memetik, tumbuhan atau binatang yang ada didalam kawasan.

3. Membuat coretan, atau membuat tulisan (vandalisme), pada bebatuan, pohon atau tempat lain yang mengganggu keindahan kawasan.

4. Membuang sampah di sembarang tempat, khususnya bahan-bahan dari plastik yang tak bisa membusuk.

5. Saat bertemu dengan satwa, dilarang membuat gaduh atau mengganggunya, sehingga dapat mempengaruhi perilakunya.

6. Membawa atau memasukan binatang atau tumbuhan yang bukan tanaman atau satwa asli yang ada dalam kawasan yang dilindungi.

larangan-larangan ini perlu sekali diterapkan kepada pengunjung. Namun pemandu “harus” memberikan contoh kepada pengunjung dan tidak berbuat sesuatu yang terdapat dalam daftar larangan. Misalnya pengunjung dilarang membuang sampah plastik, tetapi pemandu sendiri dengan enaknya membuang bungkus permen. Hal ini harus dihindari.

62

BAGIAN 5 OBYEK WISATA DI TANJUNG PUTING 1. Kumai – Muara Sekonyer Kumai merupakan kota kecamatan yang terletak di sebelah timur Pangkalan Bun. Pemandu/Interpreter dapat menjelaskan mengenai jumlah penduduk, mata pencaharian, bahasa dan potensi lain yang menarik. Misalnya di Kumai masih ditemui lokasi pembuat kapal baik ukuran kecil untuk angkutan sungai, maupun berukuran besar untuk mengarungi laut. Ceritera ini cukup menarik untuk bahan interpretasi. Selain itu Sungai Kumai yang mempunyai air asin atau payau, juga merupakan teluk, saat saat tertentu masih dijumpai lumba-lumba air tawar (pesut), umumnya pada sore hari yang diselingi hujan rintik-rintik. Ada peneliti yang pernah melakukan pengamatan di sepanjang sungai ini juga ditemukan pesut, lumba-lumba air tawar, sekitar awal tahun 1990-an. Adakah ceritetera yang menarik lagi?. 2. Muara Sekonyer – Tanjung Harapan Sungai Sekonyer memiliki sejarah panjang, pada saat terjadi perang melawan penjajahan, serta memiliki arti tersendiri. Sungai ini juga merupakan jalan untuk pelarian dalam melawan penjajah. Sebelum tahun 1990, sungai ini cukup jernih/bersih sehingga banyak dimanfaatkan pelaut sebelum menyeberangi laut Jawa. Umumnya mereka mengambil air untuk bekal di perjalanan. Memasuki muara, sepanjang tepi ditumbuhi oleh berbagai jenis bakau yang tumbuh dengan subur. Tumbuhan ini memiliki perakaran yang unik, setiap jenis mempunyai bentuk “akar nafas” yang berbeda. Di Kalimantan ada sekitar 26 jenis pohon yang bebrbeda yang tumbuh pada hutan mangrove. Nama-nama yang umum diantara jenis hutan bakau adalah :

1. Marga Bruguiera, yang memiliki akar lutut. 2. Marga Sonneratia dan Avicenia, yang memiliki akar nafas

seperti pasak terbalik yang muncul ke permukaan air.

63

3. Marga Rhixopora, yang memiliki akar nafas yang tumbuh dari batang pohon, atau tunjang.

Satwa yang ada pada hutan bakau sangat bervariasi, mulai dari berbagai jenis burung (burung air, burung pemakan serangga), primata (bekantan, lutung, monyet ekor panjang) dan berbagai jenis ikan dan krustacea seperti kepiting dan udang. Lebih ke dalam memasuki Sungai Sekonyaer, maka di sepanjang kanan dan kiri sungai, ditumbuhi oleh pohon Nipah. Pohon ini sangat bermanfaat bagi masyarakat, khususnya bagian daun untuk atap rumah. Sedangkan pelepah dari nipah juga dapat dimanfaatkan untuk gabus dan kulit pelepah dapat dijadikan anyaman. Selain itu beberapa masyarakat telah memulai membuat gula merah dengan nira buah nipah. Satwa yang ada pada hutan Nipah umumnya berbagai jenis satwa melata, misalnya ular air. Dan yang cukup membahayakan adalah buaya muara yang cukup ganas, beberapa kali pada hutan Nipah ini ditemukan buaya. Orangutan juga sering berkunjung ke hutan Nipah ini. Mereka memakan umbut nipah yang masih muda dan mempunyai rasa yang manis. Umbut ini dapat juga dikonsumsi oleh manusia selain buah yang enak, gurih seperti kelapa. Umumnya orangutan jantan yang memiliki tenaga yang kuat untuk mencabut, namun kadang-kadang juga dijumpai orangutan betina bersama anaknya. Lebih ke dalam lagi, formasi pinggir Nipah berubah, dan sudah bercampur dengan tumbuhan pandan, dan semakin ke dalam, nipah tidak ditemukan lagi, sehingga formasi tumbuhan hanya pandan dan bercampur dengan berbagai jenis pohon-pohon. Satwa pada sepanjang jalur ini sering dijumpai berbagai jenis burung yang berterbangan, seperti rangkong, betet, berbagai jenis burung peregam (dara), raja udang, dan berbagai jenis burung kecil lainnya. Primata yang sering dijumpai pada sepanjang jalur ini antara lain Bekantan, Monyet ekor panjang. Umumnya pada sore hari mudah dijumpai sepanjang sungai.

64

Tentu masih banyak hal yang menarik, bisakah anda menceriterakan? 3. Tanjung Harapan - Pondok Tanggui Kamp Tanjung Harapan, merupakan kamp yang dibangun oleh OFI bekerja sama dengan Balai Taman Nasional Tanjung Puting. Kamp ini dibangun, dengan tujuan untuk memperluas area penelitian orangutan dan pelepasan orangutan saat itu. Karena di Camp Leakey akan difokuskan untuk penelitian, sehingga pengunjung yang datang, bila tidak cukup waktu, dapat melihat usaha pelestarian orangutan yang dekat. Kini Kamp Tanjung Harapan, setiap hari dilakukan pemberian makanan kepada orangutan bekas sitaan, sehingga para pengunjung dapat melihat tentang pemberian makanan tambahan tersebut. Karena pada saat tertentu seperti musim buah, tak ada satupun orangutan yang datang. Pengunjung dapat diajak jalan-jalan memasuki kawasan hutan yang ada di Pos Tanjung Harapan. Sepanjang perjalanan antara Tanjung Harapan dan Pondok Tanggui, sungguh menarik. Sebelum terjadi pencemaran sungai oleh pertambangan emas, sungai ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk MCK. Sesekali dijumpai turis bermain dayung dari Hotel Rimba ke hulu sungai. Namun saat ini sudah tidak layak lagi, selain sungai yang sudah kotor, juga banyak ditemui buaya. Bila berangkat pagi hari dari Tanjung Harapan kemungkinan dijumpai satwa cukup banyak, selain primata juga berbagai jenis burung. Pengunjung umumnya selalu berada di atas klotok untuk dapat leluasa melihat pemandangan dan meneropong burung atau sekedar memotret. Ada sesuatu yang unik sepanjang perjalanan ini, yaitu melihat bekantan menyeberang sungai. Perhatikan serombongan bekantan yang berada di tepian sungai, khususnya saat mengambil posisi meloncat. Umumnya “monyet belanda” ini akan diam sejenak. Setelah kelotok atau speedboad lewat, maka mereka segera berloncatan “nyemplung” ke sungai dan berenang. Mengapa?.

65

Bekantan sering kali menjadi korban pemangsa sungai, seperti buaya dan ikan toman yang ganas. Memanfaatkan klotok yang lewat, dengan pemikiran, kedua pemangsa itu akan minggir atau menghindar dari suara atau gelombang klotok. Saat itulah mereka meloncat. Primata ini memang perenang ulung, karena memiliki “web” atau pelebaran kulit diantara jari-jarinya sehingga sangat membantu untuk berenang (seperti pada katak). Bukan hanya pada ruas sungai antara Tanjung Harapan – Pondok Tanggui, namun sepanjang sungai besar ini. 4. Camp Pesalat. Camp Pesalat, terfokus kepada usaha rehabilitasi lahan, dengan menanam berbagai tanaman lokal yang ada di dalam kawasan taman nasional. Di camp ini juga melakukan program adopsi pohon, dengan menanam tanaman. Kegiatan yang dilakukan merupakan sebuah kegiatan wisata pendidikan, yang memiliki nilai penyadartahuan untuk pengunjung. Para pemandu dapat membawa wisatawan ke lokasi tersebut, dan di sana sudah dikelola secara professional yaitu (FNPF) yang hingga saat ini masih melakukan kegiatan bekerjasama dengan Balai Taman Nasional Tanjung Puting. 5. Pondok Tanggui – Muara Sekonyer Simpang Kanan Pondok Tanggui adalah kamp baru untuk rehabilitasi orangutan, yang dibangun dan dikelola oleh OFI dan Balai Taman Nasional Tanjung Puting. Lokasi ini juga mendapatkan bantuan oleh “track force” dari Inggris dengan mengerahkan para siswa sekolah dari Inggris untuk membangun komplek tersebut, dan jembatan yang ada. Lokasi ini ada beberapa anak orangutan yang dalam proses pelepasan. Ruas sungai ini hampir sama dengan Tanjung Harapan – Pondok Tanggui, dan perhatihan berbagai jenis satwa yang ada. Umumnya primata yang dijumpai adalah bekantan, orangutan, monyet ekor panjang dan juga pernah dijumpai lutung hitam. Selain itu juga buaya dan ular air. 6. Muara Sekonyer Simpang Kanan. Memasuki Sungai Sekonyer Simpang Kanan, sedikit berbeda dengan Sekonyer Besar. Perhatikan pertemuan antara kedua sungai tersebut.

66

Campuran antara air yang berwarna putih coklat berlumpur dengan hitam, seperti kopi susu. Semakin ke dalam maka air berwarna hitam, namun jernih. Mengapa demikian? Inilah ciri khas sungai-sungai di hutan rawa gambut. Air ini memiliki keasaman yang tinggi (pH –kadar keasaman-dibawah 6). Bila kemarau tiba, maka akan bertambah tinggi pH 3-4. Sedangkan pH normal adalah 7. Suasana sangat berbeda, sejuk, tenang.

Ingatkan kepada pengemudi “klotok” untuk mengurangi kecepatan. Perhatikan di kanan dan kiri sungai. Maka akan

dijumpai berbagai jenis tumbuhan yang unik. Paku-pakuan jenis tanduk menjangan yang menggelantung indah. Kantong semar

yang tumbuh merambat dan menjulang. Pohon-pohon yang memiliki nilai ekonomi tinggi mudah dijumpai seperti ramin. Sedangkan tumbuhan yang getahnya sangat keras dan bisa membakar kulit seperti rengas juga banyak tumbuh di tepian ini. Satwanya sangat bervariasi. Sesekali burung air seperti jenis bangau, raja udang, burung butbut ataupun babat mayat (paradise fly-catcher). Buaya sering juga dijumpai, serta ular air. Perhatikan di air berbagai jenis ikan kecil akan nampak, apalagi bila kita berhenti sejenak. Satwa primata yang ada adalah bekantan, monyet ekor panjang dan kadang-kadang dijumpai orangutan, baik yang liar atau terkadang orangutan rehabilitan. Pernah juga dijumpai lutung hitam, namun primata ini sangat jarang muncul. Selain pepohonan, sepanjang sungai ini juga ditumbuhi tumbuhan bakung, yang kadang-kadang menutupi sungai sehingga menghambat perjalanan. Sebelum tahun 1990-an sungai ini masih dapat untuk berenang. Namun saat ini sangat berbahaya karena banyak buaya. Mengapa?. Kemungkinan besar adanya pencemaran Sungai Sekonyer Simpang Kiri dan Sekonyer Besar akibat penambangan emas. Sehingga banyak buaya yang pindah untuk mencari makan dan air yang bersih. Korban manusia sudah 2 orang yang meninggal.

67

Beri tahu kepada tamu anda untuk tidak mandi. Sebelah kanan ada Danau Panjang. Bila musim penghujan danau ini penuh dan klotok atau kendaraan air dapat mencapai tepian danau, namun bila musim kering dapat digunakan main bola. Perhatikan pula,

kadang-kadang dijumpai buaya yang sedang berjemur. Di danau ini juga sering digunakan pemandu untuk menginap, bersama tamunya. Apa bila menginap, perhatikan pada pagi hari. Bila musim buah “nenasi” sering kali monyet ekor panjang memakan. Sekali pernah dijumpai, seekor buaya menangkap anak monyet yang “kurang waspada” ada di sekitar ini. Umumnya buaya selalu diam di bawah pohon yang berbuah, dan memanfaatkan kelengahan primata yang memakan buah yang berdekatan dengan permukaan air. Saat itulah buaya menyergap dengan cepatnya. 7. Camp Pondok Ambung Semakin banyak data yang diperlukan untuk keperluan penelitian satwa liar, khususnya primata, seperti Bekantan, maka OFI membangun Camp Pondok Ambung. Camp ini semula khusus meneliti Bekantan yang ada di jalur sungai Sekonyer Simpang Kanan. Banyak mabahsiswa yang telah melakukan penelitiannya untuk mengambil gelas sarjana S1, S2 dan S3. Data-data ini sangat penting artinya untuk informasi bagi ilmu pengetahuan khsusnya dan tentu untuk informasi masyarakat luas, terutama bahan materi dalam pengembangan pariwisata. Banyak hal yang sebelumnya belum diketahui, setelah mahasiswa Universitas Nasional Jakarta juga mahasiswa asing melakukan penelitian, menemukan berbagai temuan tentang perilaku dan makanan mengenai bekantan. Point of interest atau daya tarik di dalam kawasan ini atau sepanjang jalur sungai ini, sangat menarik untuk menjadi bahan interpretasi, seperti pohon tidur, kelompok bekantan ataupun satwa liar lainnya. 8. Danau Panjang Point of interest di atas hanyalah sebagai yang dapat dijadikan bahan ceritera atau interpretsi. Namun diharapkan interpreter akan lebih sensitif terhadap lingkungan yang ada di sepanjang jalur sungai. Di

68

mana pun dapat berceritera tentang kehidupan pada hutan tropik, dan tidak harus selalu terpaku pada pedoman di atas. Misalnya bila menemui obyek menarik seperti beberapa gambaryang ada dalam buku ini. 9. Camp Leakey Camp Leakey, merupakan kamp pertama yang dibangun OFI atau ORCP saat itu, dimana kamp ini difokuskan pada penelitian orangutan liar yang ada di dalam kawasan konservasi tersebut.

69

Bagian 6 1. Catatan Dibuang Sayang Selain ceritera pada daerah atau pal meter yang sudah adyang sudah disebutkan di atas, saat melakukan perjalanan di dalam hutan, ada beberapa hal yang sangat menarik untuk menjadi bahan interpretasi antara lain : Ø Warna paku-pakuan : Perhatikan warna daun paku-pakuan yang

tumbuh di sepanjang jalur. Mereka mempunyai warna yang beraneka, seperti kebiruan, hijau atau kadang-kadang daun tua memiliki warna coklat keperakan. Warna ini disebabkan adanya perubahan zat hijau daun, namun tidak merata. Coba lihat dari jarak pandang yang berbeda, makan warna ini akan berubah menjadi hijau.

Ø Kotoran Musang (Civet).

Kotoran musang dapat ditemukan di sepanjang jalur perjalanan di dalam hutan. Kotoran ini umumnya selalu ditemukan pada lokasi yang hampir sama. Sifat ini dimaksudkan untuk menandai daerah kekuasaanya (teritorial). Umumnya mereka membuang kotorannya pada daerah yang mudah dilihat pada tempat terbuka, seperti pada bebatuan.

Ø Kotoran satwa pemangsa.

Kadang-kadang di sepanjang jalur, juga ditemui kotoran satwa pemangsa, seperti kucing hutan. Kotoran ini dapat diketahui dari kotoran yang ada bagian tubuh korban yang tidak hancur dicerna, seperti rambut atau tulang.

Ø Bekas makanan satwa.

Pada daerah tertentu, saat musim buah, ada sisa-sia makanan, buat yang jatuh. Makanan ini umumnya dilakukan oleh bangsa primata. Dapat dilihat dari bekas gigitannya, ada nampak bekas gigi yang membekas pada sisa buah yang digigt.

70

Ø Bau air kencing. Pada daerah tertentu sepanjang jalur perjalanan, sering dijumpai bau yang tidak sedap (air kencing), utamanya di pagi hari. Bau ini sering terjadi pada daerah yang tidak jauh berbeda. Kencing ini biasanya dibuang oleh primata yang sedang berlalu. Daerah tersebut umumnya dapat diperkirakan sebagai jalur jelajah, dan bukan tanda daerah teritorialnya.

Ø Adakah ceritera tentang perilaku yang unik. Misalnya orangutan, bekantan dan satwa lain ? Kalau ada merupakan ceritera yang menarik untuk disampaikan kepada pengunjung.

71

2. Perlahan-lahanlah jalan di hutan. Pada jalur yang anda lalui, ada beberapa tanda-tanda yang sudah dibuat. Tanda tanda ini bukan merupakan contoh atau lokasi yang baku. Namun hanya sebagai gambaran atau sampel bila anda akan membawa wisatawan ke lokasi yang anda rencanakan. Pengurai. Pada sebatang tonggak kayu yang telah mati, anda dapat mencari organisme pengurai, yang tugasnya untuk menghancurkan sampah hutan ataupun kayu yang telah mati atau lapuk. Organisme pengurai tidak hanya rayap, namun pada kayu tersebut juga tumbuh jamur-jamur kecil. Tak kalah pentingnya adalah organisme “mikroskopis” yang tak nampak dengan mata telanjang, perlu mikroskop. Jangan lupa pada saat membawa peserta anda membawa loop untuk membantu melihat benda yang kecil. Proses pertumbuhan lumut/paku-pakuan. Pada tebing sebelah kiri, yang relatif baru, terdapat lumut yang sedang tumbuh. Carilah lokasi yang memiliki proses pertumbuhan, artinya yang sedang memulai ditumbuhi lumut. Pada daerah yang sedikit terbuka (belum ditumbuhi lumut) maka akan terlihat banyak lendir. Lendir ini dikeluarkan oleh spora. Kemudian akan terlihat warna kehijauan, dan tumbuhan muda. Sedangkan lendir berubah warna menjadi kehijauan sampai hijau tua. Pada bagian lain telah tumbuh lumut atau paku-pakuan. Proses ini terjadi pada tumbuhan yang pertumbuhannya dengan spora. Proses kehidupan beringin pencekik Perhatikan batang muda beringin pencekik. Akar-akar yang melilit dan “mencekik” batang pohon yang jadi inangnya. Akar-akar lainnya menjulur ke bawah untuk mencapai tanah. Proses berjalan terus, akar bila sudah mencapai ke tanah, maka pertumbuhan beringin ini semakin cepat, karena banyak mendapatkan unsur hara. Perlahan tapi pasti, beringin tumbuh menjadi besar, pohon inang semakin tercekik dan selanjutnya anda dapat memberikan contoh pohon yang sudah besar.

72

3. Catatan Tambahan : Apa yang anda lakukan bila ! No Kejadian Sikap anda.

Suara Primata

q Primata yang ada umumnya mengeluarkan suara.

q Suara pagi hari (morning call), menandakan keberadaan mereka, pemberitahuan kepada kelompok lain, agar tidak memasuki daerah teritorialnya.

q Bila memasuki terjadi perkelahian. Bau air

kencing q Perhatikan dan cermati, dan pastikan bau air

kencing binatang apa ? q Macan tutul/kucing, biasanya bau

sengak/pesing/busuk seperti daging. q Kencing primata : berbau langu/pesing, perlu

belajar di lapangan. q Fungsinya adalah : untuk karnivora sebagai

daerah pertahanan Menemu

kan kotoran

q Perhatikan kotoran apa yang anda temui : Pemakan biji biasanya masih ada biji tersisa, karnivora ada sisa rambut atau tulang belulang yang tidak hancur.

q Ada yang membuang sembarangan, namun ada juga sebagai tanda daerah penyebaran satwa tersebut.

Menemukan tapak

q Umumnya tapak yang ditinggalkan, membekas pada tanah yang lembek (pinggir sungai, rawa atau bekas hujan.

q Perhatikan jejak satwa apa, lihat pada panduan mengenal satwa melalui jejak.

Menemukan bekas cakaran/galian

q Bekas cakaran ,biasanya dilakukan pada pohon atau tanah.

q Pada pohon umumnya satwa karnivora (kucing, harimau dsb).

q Pada tanah dilakuakn oleh satwa lain, seperti ayam hutan mencari serangga.

q Bekas galian dilakukan oleh babi hutan mencari

73

cacing. bekas

makanan - Buah, mungkin sisa makanan dari tupai,

kelelawar, primata. Dapat dilihat dari bekas gigitannya.

4. Permainan Ada berbagai jenis permainan yang berkaitan dengan pendidikan konservasi alam. Permainan ini merupakan salah satu cara untuk menarik perhatian bagi peserta, yang umumnya anak-anak, agar senang dan tidak membosankan. Sehingga permainan yang mengandung unsur pendidikan konservasi tersebut mudah diterima dan selalu diingat dan dikenang oleh anak-anak. Di bawah ini adalah permainan yang dikumpulkan dari berbagai sumber, dan diharapkan dapat dimodifikasi menurut kebutuhan atau disesuaikan dengan tema pendidikan konservasi alam yang dilakukan. Permainan ini dipisahkan menjadi beberapa bagian, menurut tujuannya antara lain : 1. Perkenalan dan pemecah suasana beku (ice-breaking).

Permainan ini digunakan untuk memecahkan suasana yang beku, akibat dari rasa bosan, rasa kantuk, sehingga materi yang diberikan kepada peserta tidak dapat diterima. Hal ini perlu diberikan suasan baru, sehingga peserta cerah kembali. Dapat juga digunakan atau ada permainan yang biasa dipakai untuk perkenanlan. Biasanya peserta yang baru bertemu pertama kali, akan merasa sungkan, malu untuk berkenalan. Sehingga perlu cara agar acara perkenalan tersebut dapat hidup.

2. Antusias. Adalah sebuah permainan yang dapat menimbulkan atau membangkitkan antusias peserta, timbul rasa semangat. Permainan ini perlu tempat yang luas, lebih baik di luar ruangan.

3. Isi Suatu permainan yang langsung berkaitan dengan materi yang diberikan, dan diharapkan dilakukan diluar lapangan yang dapat kontang langsung dengan obyeknya.

4. Kesimpulan

74

Adalah sebuah akhir pendidikan dengan berbagai metode yang sudah dilakukan. Akhir kegiatan ini dapat berupa permainan yang mengingatkan agar peserta mendapatkan kenangan selama dalam mengikuti pendidikan dilapangan.

Untuk permainan dalam memandu peserta pendidikan, lihat buku main-main di alam. Penentuan permainan tergantung dari :

1. Program yang diberikan, 2. Pokok bahasan yang sedang disajikan, 3. Umur peserta, 4. Kondisi alam.

Umumnya atau biasanya, sebelum rombongan peserta datang, sehari sebelumnya telah ditetapkan bersama materi pendidikan, jalur, permainan, pemandu dsb agar dalam pelaksanaan dapat berjalan dengan lancar.

75

Bagian 7 PENUTUP Buku ini baru merupakan informasi singkat yang tentunya masih perlu perbaikan dan penambahan dan perlu disempurnakan. Mudah-mudahan anda-anda semua dapat memanfaatkan dan berguna untuk menambah pengetahuan tentang kehidupan di alam, khususnya di Taman nasional Tanjung Puting. Wassallam.

76

LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 1 Jenis-jenis satwa yang ditemukan di Taman Nasional Tanjung Puting diantaranya 1. Mammalia :

1. Arctictis binturong (binturong) 2. Bos javanicus (banteng) 3. Callosciurus notatus (tupai) 4. Callosciurus prevostii (tupai) 5. Catopuma badia (kucing hutan)? 6. Cervus unicolor (rusa) 7. Cynocephalus variegatus (tando) 8. Dugong dugon (ikan duyung) 9. Echinosorex gymnura (tikus bulan) 10. Helarctos malayanus (beruang madu) 11. Hylobates agilis (ungko) 12. Hylobates muelleri (owa-owa) 13. Hystrix brachyura (landak) 14. Lutra sumatrana (berang-berang) 15. Macaca fascicularis (monyet ekor panjang) 16. Macaca nemestrina (beruk) 17. Manis javanica (trenggiling) 18. Martes flavigula (Yellow-throated marten) 19. Muntiacus atherodes (muncak Kalimantan) 20. Muntiacus muntjak (kijang) 21. Mydaus javanensis (sigung) 22. Nasalis larvatus (bekantan) 23. Neofelis nebulosa (macan dahan) 24. Nycticebus coucang (kukang) 25. Orcaella brevirostris (lumba-lumba Irawadi) 26. Paradoxurus hermaphroditus (musang) 27. Pongo pygmaeus pygmaeus (orangutan) 28. Presbytis rubicunda (kelasi merah) 29. Prionailurus bengalensis (kucing hutan) 30. Sus barbatus (babi janggut) 31. Tarsius bancanus (tarsius) 32. Trachypithecus auratus (lutung) 33. Tragulus javanicus (kancil) 34. Tragulus napu (napu)

77

35. Viverra tangalunga (luak) 2. Burung: 1. Accipiter gularis (elang-alap Nipon) 2. Accipiter trivirgatus (elang-alap) 3. Aceros corrugatus (rangkong) 4. Aceros undulatus (rangkong) 5. Aegithina tiphia (Common Iora) 6. Aegithina viridissima (Green Iora) 7. Aerodramus fuciphagus (walet) 8. Aerodramus maximus (walet sarang hitam) 9. Aethopyga siparaja (Crimson Sunbird) 10. Alcedo meninting (raja udang) 11. Alcippe brunneicauda (Brown Fulvetta) 12. Alophoixus phaeocephalus (Yellow Bulbul) 13. Amaurornis phoenicurus (White Waterhen) 14. Anhinga melanogaster (Oriental Darter) 15. Anorrhinus galeritus (rangkong) 16. Anthracoceros albirostris (rangkong) 17. Anthracoceros malayanus (rangkong hitam) 18. Anthreptes malacensis (Plain Sunbird) 19. Anthreptes rhodolaema (Red Sunbird) 20. Anthreptes simplex (Plain Sunbird) 21. Anthreptes singalensis (Ruby Sunbird) 22. Aplonis panayensis (Asian Glossy Starling) 23. Apus nipalensis (House Swift) 24. Arachnothera chrysogenys (Spiderhunter) 25. Arachnothera crassirostris (Spiderhunter) 26. Arachnothera flavigaster (Spiderhunter) 27. Arachnothera longirostra (Spiderhunter) 28. Arachnothera robusta (Long Spiderhunter) 29. Ardea alba (Great Egret) 30. Ardea purpurea (Purple Heron) 31. Ardea sumatrana (cangak laut) 32. Argusianus argus (kuau raja) 33. Artamus leucorynchus (White Woodswallow) 34. Batrachostomus affinis (Blyth's Frogmouth) 35. Batrachostomus auritus (Large Frogmouth) 36. Batrachostomus cornutus (Frogmouth) 37. Blythipicus rubiginosus (pelatuk) 38. Bubo sumatranus (Barred Eagle-Owl) 39. Bubulcus ibis (Cattle Egret)

78

40. Buceros rhinoceros (rangkong badak) 41. Butorides striatus (Striated Heron) 42. Cacomantis merulinus (Plaintive Cuckoo) 43. Calorhamphus fuliginosus (Brown Barbet) 44. Calyptomena viridis (Green Broadbill) 45. Caprimulgus macrurus (Large Nightjar) 46. Celeus brachyurus (pelatuk) 47. Centropus bengalensis (bubut Jawa) 48. Centropus sinensis (bubut besar) 49. Ceyx erithacus (raja udang) 50. Ceyx rufidorsa (raja udang) 51. Chalcophaps indica (Emerald Dove) 52. Chlidonias leucopterus (White-winged Tern) 53. Chloropsis cochinchinensis (Blue Leafbird) 54. Chloropsis cyanopogon (Green Leafbird) 55. Chloropsis sonnerati (Green Leafbird) 56. Chrysococcyx xanthorhynchus (Cuckoo) 57. Ciconia stormi (bangau storm) 58. Collocalia esculenta (Glossy Swiftlet) 59. Copsychus malabaricus (White Shama) 60. Copsychus saularis (Oriental Magpie-Robin) 61. Coracina fimbriata (Lesser Cuckooshrike) 62. Coracina striata (Bar-bellied Cuckooshrike) 63. Corvus enca (Slender-billed Crow) 64. Cuculus micropterus (Indian Cuckoo) 65. Cymbirhynchus macrorhynchos (Broadbill) 66. Cyornis rufigastra (Blue-Flycatcher) 67. Cyornis turcosus (Blue-Flycatcher) 68. Cypsiurus balasiensis (Asian Palm-Swift) 69. Dendrocopos moluccensis (pelatuk Jawa) 70. Dendrocygna arcuata (belibis jambul) 71. Dicaeum chrysorrheum (burung cabe) 72. Dicaeum concolor (burung cabe) 73. Dicaeum cruentatum (burung cabe) 74. Dicaeum trigonostigma (burung cabe) 75. Dicaeum trochileum (burung cabe) 76. Dicrurus aeneus (Bronzed Drongo) 77. Dicrurus paradiseus (Racket-tailed Drongo) 78. Dinopium javanense (Common Flameback) 79. Dinopium rafflesii (pelatuk) 80. Dryocopus javensis (pelatuk) 81. Ducula aenea (Green Imperial-Pigeon) 82. Ducula bicolor (Pied Imperial-Pigeon)

79

83. Egretta garzetta (Little Egret) 84. Eupetes macrocerus (Rail-babbler) 85. Eurostopodus temminckii (Eared-Nightjar) 86. Eurylaimus javanicus (Banded Broadbill) 87. Eurylaimus ochromalus (Broadbill) 88. Ficedula dumetoria (Rufous Flycatcher) 89. Ficedula zanthopygia (Yellow Flycatcher) 90. Gallicrex cinerea (Watercock) 91. Gerygone sulphurea (Golden Gerygone) 92. Glareola maldivarum (Oriental Pratincole) 93. Gracula religiosa (beo) 94. Haematortyx sanguiniceps (Patridge) 95. Halcyon coromanda (cekakak) 96. Halcyon pileata (cekakak) 97. Halcyon sancta (cekakak suci) 98. Haliaeetus leucogaster (elang laut) 99. Haliastur indus (elang bondol) 100. Harpactes diardii (Diard's Trogon) 101. Harpactes duvaucelii (Scarlet Trogon) 102. Harpactes kasumba (Red-naped Trogon) 103. Hemicircus concretus (pelatuk) 104. Hemiprocne comata (Whiskered Treeswift) 105. Hemiprocne longipennis (Grey Treeswift) 106. Hemipus hirundinaceus (Flycatcher-shrike) 107. Hirundapus giganteus (Brown Needletail) 108. Hirundo rustica (Barn Swallow) 109. Hirundo tahitica (Pacific Swallow) 110. Hypogramma hypogrammicum (Sunbird) 111. Hypothymis azurea (Blacknaped Monarch) 112. Ichthyophaga humilis (elang ikan) 113. Ichthyophaga ichthyaetus (elang ikan) 114. Ictinaetus malayensis (elang hitam) 115. Iole olivacea (Buff-vented Bulbul) 116. Irena puella (Asian Fairy-bluebird) 117. Ixobrychus flavicollis (Black Bittern) 118. Ketupa ketupu (Buffy Fish-Owl) 119. Lalage nigra (Pied Triller) 120. Lanius cristatus (Brown Shrike) 121. Lanius schach (Long-tailed Shrike) 122. Leptoptilos javanicus (bangau tongtong) 123. Lonchura atricapilla (Black-headed Munia) 124. Lonchura fuscans (Dusky Munia) 125. Lophura bulweri (Bulwer's Pheasant)

80

126. Lophura erythrophthalma (Fireback) 127. Lophura ignita (Crested Fireback) 128. Loriculus galgulus (Blue Hanging-arrot) 129. Macheiramphus alcinus (Bat Hawk) 130. Macronous gularis (Striped Tit-Babbler) 131. Macronous ptilosus (Fluffy Tit-Babbler) 132. Malacocincla abbotti (Abbott's Babbler) 133. M. malaccensis (Short Babbler) 134. M. sepiarium (Horsfield's Babbler) 135. Malacopteron affine (Sooty-Babbler) 136. Malacopteron albogulare (Grey Babbler) 137. Malacopteron cinereum (Scaly Babbler) 138. Malacopteron magnirostre (Babbler) 139. Malacopteron magnum (Rufous Babbler) 140. Megalaima australis (Blue-eared Barbet) 141. Megalaima mystacophanos (Red Barbet) 142. Megalaima rafflesii (Red-crowned Barbet) 143. Meiglyptes tristis (pelatuk) 144. Meiglyptes tukki (pelatuk) 145. Melanoperdix nigra (Black Patridge) 146. Merops viridis (burung madu) 147. Microhierax fringillarius (Black Falconet) 148. Mulleripicus pulverulentus (pelatuk) 149. Nectarinia calcostetha (Copper Sunbird) 150. Nectarinia jugularis (Backed Sunbird) 151. Nectarinia sperata (Purple Sunbird) 152. Ninox scutulata (Brown Hawk-Owl) 153. Nycticorax nycticorax (kowak malam) 154. Nyctyornis amictus (burung madu) 155. Oriolus xanthonotus (Dark-throated Oriole) 156. Orthotomus atrogularis (Dark Tailorbird) 157. Orthotomus ruficeps (Ashy Tailorbird) 158. Orthotomus sericeus (Rufous Tailorbird) 159. Otus lempiji (Sunda Scops-Owl) 160. Otus rufescens (Reddish Scops-Owl) 161. Pachycephala grisola (Mangrove Whistler) 162. Pelargopsis capensis (raja udang) 163. Pellorneum capistratum (Black Babbler) 164. Pericrocotus flammeus (Scarlet Minivet) 165. Pericrocotus igneus (Fiery Minivet) 166. Pernis ptilorhyncus (Honey-buzzard) 167. Phaenicophaeus chlorophaeus (Malkoha) 168. Phaenicophaeus curvirostris (Malkoha)

81

169. Phaenicophaeus javanicus (Red Malkoha) 170. Phaenicophaeus sumatranus (Malkoha) 171. Philentoma pyrhopterum (Philentoma) 172. Philentoma velatum (Maroon Philentoma) 173. Phodilus badius (Oriental Bay-Owl) 174. Picus mineaceus (pelatuk) 175. Picus puniceus (pelatuk) 176. Pitta baudii (Blue-headed Pitta) 177. Pitta granatina (Garnet Pitta) 178. Pitta moluccensis (Blue-winged Pitta) 179. Pityriasis gymnocephala (Bristlehead) 180. Platylophus galericulatus (Crested Jay) 181. Platysmurus leucopterus (Black Magpie) 182. Pluvialis fulva (Pacific Golden-Plover) 183. Polyplectron schleiermacheri (Pheasant) 184. Prinia flaviventris (Yellow-bellied Prinia) 185. Prinochilus maculatus (Flowerpecker) 186. Prinochilus percussus (Flowerpecker) 187. Prinochilus thoracicus (Flowerpecker) 188. Prinochilus xanthopygius (Flowerpecker) 189. Psittacula longicauda (parkit ekor panjang) 190. Psittinus cyanurus (Blue-rumped Parrot) 191. Ptilinopus jambu (Jambu Fruit-Dove) 192. Pycnonotus atriceps (Blackheaded Bulbul) 193. Pycnonotus brunneus (Red-eyed Bulbul) 194. Pycnonotus cyaniventris (Grey Bulbul) 195. Pycnonotus erythropthalmos (Bulbul) 196. Pycnonotus eutilotus (Puff-backed Bulbul) 197. Pycnonotus goiavier (Yellowvented Bulbul) 198. Pycnonotus melanoleucos (Bulbul) 199. Pycnonotus plumosus (OlivewingedBulbul) 200. Pycnonotus simplex (Cream-ventedBulbul) 201. Reinwardtipicus validus (pelatuk) 202. Rhaphidura leucopygialis (Silver Spinetail) 203. Rhinomyias umbratilis (Jungle-Flycatcher) 204. Rhipidura javanica (Pied Fantail) 205. Rhipidura perlata (Spotted Fantail) 206. Rollulus rouloul (Crested Partridge) 207. Sasia abnormis (Rufous Piculet) 208. Setornis criniger (Hook-billed Bulbul) 209. Sitta frontalis (Velvet-fronted Nuthatch) 210. Spilornis cheela (elang ular) 211. Spizaetus alboniger (elang)

82

212. Stachyris erythroptera (Chestnut Babbler) 213. Stachyris maculata (Chestnut Babbler) 214. Stachyris nigricollis (Black Babbler) 215. Sterna albifrons (Little Tern) 216. Sterna bergii (Great Crested-Tern) 217. Streptopelia chinensis (Spotted Dove) 218. Strix leptogrammica (Brown Wood-Owl) 219. Surniculus lugubris (Drongo Cuckoo) 220. Tephrodornis gularis (Large Woodshrike) 221. Terpsiphone paradisi (ParadiseFlycatcher) 222. Todirhamphus chloris (raja udang) 223. Todirhamphus sanctus (raja udang) 224. Treron capellei (Large Green-Pigeon) 225. Treron curvirostra (Thick Green-Pigeon) 226. Treron fulvicollis (Cinnamon GreenPigeon) 227. Treron olax (Little Green-Pigeon) 228. Treron vernans (Pinkecked GreenPigeon) 229. Trichastoma bicolor (Ferruginous Babbler) 230. Trichastoma rostratum (White Babbler) 231. Trichixos pyrropyga (Rufoustailed Shama) 232. Tricholestes criniger (Hairy-backed Bulbul) 233. Tringa glareola (Wood Sandpiper) 234. Tringa hypoleucos (Common Sandpiper) 235. Tringa totanus (Common Redshank) 236. Zosterops flavus (burung kacamata Jawa) 3. Reptil dan amfibi:

1. Ahaetulla prasina (ular hijau) 2. Boiga dendrophila (ular cincin emas) 3. Bungarus fasciatus (ular) 4. Chelonia mydas (penyu hijau) 5. Chrysopelea paradisi (ular pohon) 6. Crocodylus porosus (buaya muara) 7. Draco volans (kadal erbang) 8. Eretmochelys imbricata (penyu sisik) 9. Manouria emys (kura-kura) 10. Naja sumatrana (ular kobra) 11. Ophiophagus hannah (ular) 12. Orlitia borneensis (kura-kura Kalimantan) 13. Python reticulatus (ular sanca) 14. Tomistoma schlegelii (buaya senyulong) 15. Tropidolaemus wagleri (ular)

83

16. Varanus dumerilii (biawak) 17. Varanus salvator (biawak)

4. Ikan. Di kawasan ini terdapat ikan hias yang dilindungi yaitu ikan arowana (Scleropages formosus). 5. Satwa Endemik Satwa endemik yang terdapat di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting antara lain :

1. Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) 2. Bekantan (Nasalis larvatus) 3. Owa-owa (Hylobates muelleri) 4. Kelasi merah (Presbytis rubicunda) 5. Bubut besar (Centropus sinensis) 6. Patridge (Haematortyx sanguiniceps) 7. Dusky Munia (Lonchura fuscans) 8. Bulwer's Pheasant (Lophura bulweri) 9. Blue-headed Pitta (Pitta baudii) 10. Bristlehead (Pityriasis gymnocephala) 11. Flowerpecker (Prinochilus xanthopygius)

6. Tumbuhan endemik yang terdapat di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting antara lain : 1. Ulin (Eusideroxylon zwageri)

84

Lampiran 2: TAMAN NASIONAL DI INDONESIA

S

Sumber: www.dephut.go.id I SUMATERA : 1. TN Gunung Leuser (Aceh dan Sumatera Utara) 2. TNBatang Gadis (Sumatera Utara) 3. TN Kerinci Seblat (Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu dan Sumatera

Selatan) 4. Taman Nasional Siberut (Sumatera Barat) 5. TN Bukit Tigapuluh (Riau dan Jambi) 6. TN Bukit Duabelas (Jambi) 7. Taman Nasional Berbak (Jambi) 8. Taman Nasional Sembilang 9. TN Bukit Barisan Selatan (Lampung & Bengkulu) 10. Taman Nasional Tesso Nilo (Riau) 11. Taman Nasional Way Kambas (Lampung) II. JAWA dan BALI : 12. TN Laut Kepulauan Seribu (DKI Jakarta) 13. Taman Nasional Ujung Kulon (Banten) 14. TN Gunung Gede-Pangrango (Jawa Barat) 15. TN TN Gunung Halimun (Jawa Barat) 16. TN Laut Karimun Jawa (Jawa Tengah) 17. TN Bromo Tengger Semeru (Jawa Timur) 18. TN Alas Purwo (Jawa Timur) 19. TN Meru Betiri (Jawa Timur) 20. Taman Nasional Baluran (Jawa Timur) 21. Taman Nasional Bali Barat (Bali) 22. TN Gunung Merapi (Jawa Tengah dan DIY) 23. TN Gunung Merbabu (Jawa Tengah) 24. TN Gunung Ceremai (Jawa Barat)

85

III. NUSA TENGGARA : 25. TN Gunung Rinjani (Nusa Tenggara Barat) 26. TN Komodo (Nusa Tenggara Timur) 27. TN Kelimutu (Nusa Tenggara Timur) 28. TN Laiwangi-Wanggameti (NTT) 29. TN Manupeu-Tanah Daru (NTT) IV. KALIMANTAN : 30. TN Gunung Palung (Kalimantan Barat) 31. TN Betung Kerihun (Kalimantan Barat) 32. TN Danau Sentarum (Kalimantan Barat) 33. TN Bukit Baka - Bukit Raya (KalBar & Tengah) 34. TN Tanjung Puting (Kalimantan Tengah) 35. TN Sebangau (Kalimantan Tengah) 36. TN Kutai (Kalimantan Timur) 37. TN Kayan Mentarang (Kalimantan Timur) V. SULAWESI : 38. TN Laut Bunaken Manado Tua (Sulut) 39. Taman Nasional Bogani Nani Wartabone/Dumoga Bone (Sulawesi Utara) 40. TN Lore Lindu (Sulawesi Tengah) 41. TN Laut Taka Bone Rate (Sulawesi Selatan) 42. TN Rawa Aopa Watumohai (SulTra) 43. TN Laut Kep. Wakatobi (Sulawesi Tenggara) 44. Taman Nasional Laut Kep. Togean (Sulteng) 45. TN Batimurung–Bulusaraung (SulSel) VI. MALUKU : 46. Taman Nasional Manusela (Pulau Seram) 47. Taman Nasional Akatajawe - Lolobata VII. IRIAN JAYA : 48. Taman Nasional Laut Teluk Cendrawasih 49. Taman Nasional Lorentz 50. Taman Nasional Wasur

86

DAFTAR PUSTAKA BAHAN BACAAN

1. Edy Hendras W. Menjadu Pemandu Ekowisata. 2. Edy Hendras W. 1998. Tip Pemandu Wisata Alam.

Conservation International Indonesia. 3. Edy Hendras W. 2003. Buku Panduan Interpreter di Pusat

pendidikan Konservasi Alam, Bodogol, Taman Nasional Tanjung Gunung Gede Pangrango.

4. Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kretaif. 2012. Pariwisata Berkelanjutan dan Pekerjaan Layak Ramah Lingkungan untuk Indonesia.

5. Triatma Jaya, 2012. Pariwisata Berkelanjutan. University of Lincoln, Inggris.

87

Edy Hendras Wahyono.

Lahir di Boyolali Jawa Tengah, dan menyelesaikan sekolah terakhir di Fakultas Biologi Universitas Nasional. Kemudian sempat menjadi peneliti orangutan dan akhirnya menekuni menulis dan pelatihan. Aktif menulis sejak tahun 1980an banyak dimuat di Majalah Suara Alam, Mutiara dan beberapa koran seperti Prioritas, Sinar Harapan dan Intisari. Saat ini membantu melakukan beberapa pelatihan yang menyangkut tentang pelestarian alam, pendidikan lingkungan dan pengembangan amsyarakat. Tahun 1991, bersama Bapak Prof. Soemitro Djojohadikoesoemo, Bapak Willy A. Gara (Mantan Gubernur Kalteng) dan Bapak Bohap Bin Jalan, mendirikan Yayasan Orangutan Indonesia di Pangkalan Bun, Kalimantan Tenganh, dan kini Yayorin telah berkembang pesat dengan beberapa program untuk pendidikan dan penyadaran. Pernah bekerja di Orangutan Foundation International, Travel agent khusus ekowisata, Taman Safari Indonesia. Conservation International Indonesia, Coca Cola Foundation, CTRC dan bergabung dalam sebuah program dengan WCS di Sulawesi Utara untuk pengembangan masyarakat program PNPM LMP dan FFI di Aceh untuk pendidikan konservasi. Hingga sekarang sebagai Direktur Eksekutif Yayasan Pendidikan Konservasi Alam di Bogor, yang mempunyai beberapa kegiatan untuk masyarakat di sekitar kawasan konservasi terkait dengan ekonomi berkelanjutan, ekowisata dan