PANDUAN SEMANGAT DOKTER

23
PANDUAN SEMANGAT FAKULTAS KEDOKTERAN ANDI MUHAMMAD ARIANSYAH NAZARUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA 2014

Transcript of PANDUAN SEMANGAT DOKTER

PANDUANSEMANGAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

ANDI MUHAMMAD ARIANSYAH NAZARUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA2014

GAMBARAN UMUM KEDOKTERAN

Jurusan Pendidikan Dokter - Kali ini saya akan memberikan informasimengenai jurusan kuliah Pendidikan dokter. Sebelumnya, pendidikandokter itu prodi, kedokteran itu fakultas, dokter itu profesinya.Untuk menjadi seorang dokter, seseorang harus menyelesaikanpendidikan di pendidikan dokter selama beberapa tahun. Di Indonesiapendidikan dokter mengacu pd suatu Kurikulum Inti Pend DokterIndonesia (KIPDI). Saat ini digunakan KIPDI III (sistem KBK). KIPDIIII ini relatif baru, jadi mungkin beberapa kampus belum applysecara penuh kurikulum ini

Perkuliahan pendidikan dokter dibagi menjadi 3 tahap 1. Tahapgeneral education, 2. Tahap medical science, 3. Tahap clinicalpractice

1. Tahap 1 General Education (semester 1)

Pada tahap ini diajarkan pencapaian keterampilan dan sikap dasarpendidikan dokter #generaleducation. Programnya misalnya: ProgramDasar Pendidikan Tinggi, Pengantar Empati dan Bioetik, PertolonganPertama pada Kegawatan dan Kedaruratan, dll. Jadi pada semester 1(general education) diajarin dasar2 dan perkenalan di dunia medis.

2. Tahap 2 Medical Sciences (semester 2-7)

Pada tahap ini diajarkan ilmu kedokterannya. Tahap 1 dan 2 disebutmasa preklinik, lamanya 3,5 tahun (7 semester). Pada tahap preklinik ini dibagi menjadi sekitar 21 blok. Contoh: blok metabolism,blok kardiovaskular, blok respirasi, blok neurologi, dst Jadisekitar 21 blok dalam 3,5 tahun, atau pertahun ada sekitar 6 blok.Dari blok ada modul2 yang harus dipelajari Lamanya per blok sekitar4-5 minggu. Setiap blok ada evaluasi (ujian), yaitu OSCE (evaluasiskill labs) dan MCQ/MEQ (multiple choice/modified essay). Jadiujiannya tiap blok, ga tiap semester. Setelah 3,5 tahun lulusperkuliahan tahap pre-klinik maka akan mendapatkan gelar S.Ked(sarjana kedokteran). Setelah itu ada tahap 3 yaitu tahap klinik(clerkship/co ass/dokter muda) selama minimum 3 semester. Co-ass(asisten dokter) adalah sebutan buat mahasiswa sarjana kedokteranyang lagi menuntut ilmu (kayak magang) di rumah sakit. Selama tahapklinik (koass) bakalan menjalani stase2 atau bagian2 di RS yangberbeda. kayak stase IPD, bedah, kulit kelamin, THT, dll. Secarakeseluruhan untuk mencapai gelar dokter dibutuhkan minimum 10semester pendidikan. Setelah itu dokter harus mengikuti Uji

Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI) yg diselenggarakan oleh IDI bwtdapat Sertifikat Kompetensi Dokter. Setelah memperoleh SertifikatKompetensi Dokter, lalu mengikuti program internship (magang dokterbaru) selama 1 tahun.

Dokter yang telah selesai mengikuti program internship berhak untukmengajukan Surat Ijin Praktik secara mandiri. Baru deh bisapraktek.. Total semua sampai dengan praktek sekitar 6 tahun. 3,5 thpre klinik, 1,5 th klinik, 1 tahun internship. Kalo pengen jadidokter spesialis, harus ikut Program Pendidikan Dokter Spesialis(PPDS). Di Indonesia sekarang terdapat lebih dari 30 jenisspesialisasi yang dapat dipilih. Lamanya pendidikan bervariasitergantung spesialis yang dipilih. Bisa 6 atau 11 semester. Tapirata2 8 semester.

BERTAHAN DI FAKULTAS KEDOKTERANWeits. Bertahan hidup di fakultas kedokteran? Macam mau perangsaja ini. Hehe… tapi memang benar. Belajar di fakultaskedokteran itu butuh tips dan trik. Buat apa? Biar bisa lulus?Basi!! Lulus itu mudah. Tapi lulus dan sukses itu beda, bro.

Ingat ketika pertama kali kita menginjakkan kaki di fakultaskedokteran? Wow!!. Berjuta rasanya. Tapi pernah nggak kitamerasa tetiba sudah di semester 5.

“Ndak terasa ya…”

Atau macam saya ini. Ketika wisuda, “lha semacam baru kemarinsaya di-ospek.” Ah. Awet muda memang. Berasa muda selalu.Hehehe… begitulah. Kenapa? Karena hidup kita telah berubahsecara dramatis selama kita sekolah di kedokteran. Dan itutidak kita sadari. Kenapa? (Lagi!)

Karena hidup kita tertelan dalam rutinitas. Terutama saatkoass. Hidup normal saja sulit. 24 jam tidak lagi mampumengakomodasi kebutuhan kita menelan se-abreg data untuk ujian.Ingat modul histologi yang terbagi menjadi empat dan bahkanmasing-masing setebal batu bata (lebay) pun ukuran A4(nangis). Well, bagaimana kita bisa tidur dan makan ya…

Hehe… sekolah kedokteran itu tidak seburuk itu kok. Menurutsaya semua bergantung dari cara kita menjalaninya. Janganbiarkan sekolah kedokteran mengatur hidupmu. Sebaliknya, aturritme sekolah kedokteran dalam ritme nafasmu. It is your lifestyle.Bila tidak, kita akan terseret arus rutinitas, tenggelam dalamtarget-target modul. Pada akhirnya kita akan lupa, kenapa yakita sekolah kedokteran.

Lantas, bagaimana kita bisa bertahan hidup di FakultasKedokteran? Seperti yang saya telah sampaikan di tulisan sayasebelumnya. Poin pertama dan utama: manajemen waktu. Danbersyukurlah Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya telahmemahami ini dan saat pertama kali saya menginjak bumi FKUBnyaris tujuh tahun yang lalu, materi ini yang pertama kalimeresap.

Jika anda berhasil mengamalkan manajemen waktu, anda akandapat menikmati hidup anda di fakultas kedokteran. Anda yangmengatur hidup anda saat sekolah kedokteran. Bukan sekolahkedokteran yang mengatur anda. Karena sekolah kedokteran ituunik.

Saya membuktikan. Sekolah kedokteran sangat berbeda dibandingbidang ilmu lain. Kenapa? Karena kita diharuskan menelaninformasi demikian banyak. Menguasai begitu banyak halsekaligus. Dan kita harus mengeksplorasi cara belajar kita.Kita mencoba banyak cara dan tentukan mana yang palingberhasil dan sesuai dengan kita. Kita harus belajar cerdas,bukan lagi belajar keras.

Selain manajemen waktu, apalagi?

Menjaga Badan Dan Stamina.

Saat sekolah kedokteran, kita akan menghadapi kesibukanyang akan memeras stamina. Hal ini pasti akan berpengaruhterhadap tubuh kita dalam jangka panjang. Maka rawatlahdiri kita sendiri. Pilih makanan yang sehat danberolahraga (oke, saran ini adalah saran tersulit.Hehe…). Tetapi itulah faktanya. Otak kita membutuhkanasupan gizi yg baik. Badan kita wajib berisitirahat cukupdan berolahraga.

Jangan Bersaing Dengan Teman Kita Ataupun MembandingkanNilai Kita.

Ah ya. Ini sangat sulit sebenarnya untuk dilakukan.Kenapa? Kultur yang berkembang dalam kepala kita, adalahpersaingan. Sejak sekolah dasar kita dituntut lebih bagusnilai dibanding teman-teman kita.

Paradigma yang harus diubah total saat memasuki FakultasKedokteran. Karena tidak ada gunanya. Bersaing denganteman kita tidak akan membuat kita menjadi dokter yanglebih baik. Dan mendapat nilai 87 dalam ujian anatomitidak lantas berarti kita akan menjadi dokter yang hebat.Saya ingat begitu keluar dari ruang ujian dan kitaterobsesi tentang apa jawaban yang benar untuk soal nomor13. Atau mereka mememastikan bahwa kita menjawab “C”untuk soal nomor 23.

Salah? Tidak!! Tapi bersikaplah sewajarnya. Kita pastiingin tahu apa kira-kira jawaban yang tepat untuk soal-soal tertentu yang kita tidak yakin. Tapi gunakankesempatan itu untuk memperbaiki pemahaman kita akansoal.

Bukan masalah lebih pintar atau lebih bisa menjawab soal.Tetapi yang penting adalah kita tahu sepenuh hati kitaberproses. Kita bertambah ilmu. Kita memahami ilmu. Bilakita dapat nilai jelek ujian anatomi, apakah kita bodohanatomi? Belum tentu. Bila kita dapat nilai jelek dalamfisiologi, performa kita akan jelek pula saat koass?Belum tentu. Ujian hanyalah salah satu parameterkeberhasilan belajar kita, bukan?

Belajar Soal!! (Ha?!)

Wah. Beneran tho? “Belajar catatan, slide, textbook 5 kaliadalah cara terbaik mempersiapkan diri kita menghadapiujian.” Salah besar!! Ingat. Ujian hanyalah salah satucara kita mengukur keberhasilan belajar kita. Dan soalitu memiliki pola. Pola inilah yang menunjukkan padakita, mana yang must to know dan mana yang nice to know. Polaini yang harus kita kenali di masing-masing subjek.

Belajar soal juga mampu memantapkan pemahaman kita atassuatu subjek. Mempelajari sesuatu berulang-ulang tidakakan membuat kita semakin pandai. Namun bila kitamengerjakan soal dan kita salah, itu akan lebih berkesandan memacu pemahaman kita.

Dan soal itu didesain oleh dosen kita yang telah lamaberkiprah di dunia medis Indonesia. Beliau-beliau telahsangat paham kebutuhan dokter di Indonesia. Maka soaljuga dapat kita pergunakan untuk meneropong situasiaktual medis Indonesia.

Pahami Gambaran Besarnya.

Kita memulai kuliah kedokteran kita dengan ilmu dasarseperti biokimia, anatomi, fisiologi. Saya dulu sempatmempertanyakan, buat apa kita memicing-micingkan mata dimikroskop demi melihat sel kuppfer? Atau kenapa kitaharus tahu siklus krebs pun dengan segala enzimnya? Ataukenapa kita harus menghafal semua struktur penting dibasis cranii (dan semua penting!!)?

Begitu melimpah rezeki informasi yang harus disimpandalam hippocampus kita. Dan kuncinya hanya satu. Untukmenghafal semua itu, kita harus memahami gambaranbesarnya. Pelajari konsep utuh dari kepingan puzzleinformasi keilmuan kita. Ada sesuatu yang besar dibalikitu semua. Lantas bagaimana kita bisa tahu? Jawabannyaada di poin keempat.

Belajar Berkelompok.

Nah. Bagaimana? “Ah, aku lebih suka belajar sendiri.Lebih konsentrasi.” Salah? Ya dan tidak. Karena yangharus kita ingat tentang belajar berkelompok adalah: kitaharus belajar sendiri dulu untuk mempersiapkan diribelajar kelompok.

Buat apa? Yah. Akan sangat canggung bila masing-masingteman kita berkontribusi, “aku rasa ini adalah cavumorbita” kata Edi seraya menunjuk dua lubang besar padagambar tengkorak. “Sebentar. Aku kemarin sudah melihat diSobotta. Sepertinya memang ini. Kamu punya Spalteholz kan

di rumah. Menurutmu?” Tanya Ita. Anda bingung. “Hemm.Spalteholz itu aku punya ya? Kalau menurutku ini.” Sahutkita sambil menunjuk dataran di atas dua lubang tadi.Lantas hening. Dan tepok jidat berjamaah. Hehehe…

Belajar kelompok adalah sangat vital dalam membangunsebuah gambaran besar suatu subjek. Masukan dan kritikanakan menjadi sangat berarti. Dan dunia medis sendiribukan sebuah dunia solitair. Jadilah good team player.Bersikap baik dan berbagi informasi. Dimanapun dan dengansiapapun. Dan anda akan survive.

Sediakan Waktu Untuk Refresh Sejenak.

Kita, mahasiswa kedokteran, memiliki beban yang sama.Tekanan hidup yang sama. Beberapa bahkan lebih berat.Tetapi toh kita tetap harus tersenyum. Bahkan ketikamenjadi dokter, keahlian bersikap ramah kepada pasienseberat apapun masalah pribadi kita (jujur,superdupersulit.) adalah istimewa.

Lantas bagaimana tips-nya? Kembali lagi. Manajemen waktu.Dengan manajemen waktu yang baik, kita akan punya waktuluang. Dan kita akan dapat mengerjakan sesuatu yangmerilekskan badan dan pikiran. Beberapa shopping. Beberapaberolahraga. Yoga. Mendengarkan musik. Apapun. Temukanapa yang membantu kita refresh. Dan lakukan. Jangan biarkanstres mempengaruhi studi kita, hubungan interpersonalkita, dan kesehatan kita.

Pada akhirnya, belajar di sekolah kedokteran adalah sebuahproses panjang. Long Life Learner. Kondisi tersebut menuntutdisiplin dan pengorbanan. Ya. Jangan malas membuka jurnal danbuku diktat, bahkan setelah anda lulus menjadi seorang dokter.Ilmu kedokteran terus berkembang bahkan lebih cepat daripertumbuhan kuku kita. Pengorbanan? Ya. Anda harus berkorbanwaktu, tenaga, dan biaya. Itu jelas.

Tapi saya garis bawahi. Apa yang kita dapatkan tidak akandapat ditukar dengan apapun di dunia ini. Priceless. Karenainilah mengapa Allah menempatkan anda, sebagai dokter: andaakan mendapat keleluasaan menolong sesama manusia. Baca danresapi. Inilah tugas utama kita sebagai penyembuh. Menolong

sesama. Memperantarai Allah dalam proses manusia yang sakituntuk sembuh. Lihat. Kita telah mendapatkan definisi hakiki.Bila ada yang bertanya, buat apa saya hidup. Maka kita telahmendapatkan jawaban itu sejak pertama kaki kita menjejak bumiFakultas Kedokteran.

Kita tidak akan dapat menyangkalnya. Kita telah bergabungdalam sebuah profesi yang luhur. Bersemangatlah dalam belajarkarena dunia medis itu adalah seni.

“To me, the ideal doctor would be a man endowed with profound knowledge oflife and of the soul, intuitively divining any suffering or disorder of whateverkind, and restoring peace by his mere presence.” – Henri Amiel-

Diadaptasi dari sebuah blog Medscape.Editor’s note: This was adapted from a book manuscript in the publicationprocess, How to Prepare for the Medical Boards – Secrets for Success on USMLE Step1 & COMLEX Level 1, by Adeleke T. Adesina and Farook W. Taha

LIMA HAL TENTANG SEKOLAH KEDOKTERANNah. Kali ini saya akan membahas tentang sekolah kedokteran.Medical School.

Saya akan bercerita tentang lima hal yang merupakan poinpenting dalam kehidupan sekolah kedokteran. Di tiap poin akanada tiga lini masa. Tiga lini masa itu akan mewakili pemikirandan opini saya terkait poin yang kita bahas. Masa sebelumkuliah kedokteran. Masa ketika menyelesaikan kuliah preklinik.Dan masa ketika menyelesaikan pendidikan klinik.

Karena terlalu panjang bila kita langsung bahas kelimanya,mungkin akan saya buat serial. Selamat membaca.

Poin 1: Kuliah Kedokteran itu sulit, tetapi tidak sesulit yangdibayangkan

Saya mengawali kuliah kedokteran dengan mengecewakan. IP sayakurang dari 3,00 (berapanya, rahasiaa. Hehe…). Itu membuatsaya marah. Marah pada kemalasan saya. Marah pada mudahnyasaya mengantuk (serius. Textbook itu semacam memiliki efeksedasi yang luar biasa.) Dan saya marah pada kemampuanmenghapal saya yang pas-pasan.

Menghapal.Well. Ini adalah kemampuan yang bisa dan harus diasah. Di awalkuliah dimana mata kuliah lebih sering bersifat hapalan,kemampuan ini menjadi pembeda. Lebih bagus lagi kalau punyaingatan fotografis semacam Sherlock Holmes. Hehe… Saya punyateman yang ketika mengerjakan soal dia bisa bilang, “soal tadijawabannya ada di slide. Kanan bawah.” (Slide kuliah biasanyakami print 4 slide/halaman). Oke. Dia tidak memiliki masalahdengan menghapal.

Namun seiring dengan berjalannya perkuliahan, maka metodemenghapal ini akan semakin mudah bila diiringi prosesmemahami. Di awal kuliah materi memang sebagian besar ‘harusdihapal’ (anatomi, fisiologi, biokimia dkk). Namun itu hanyadi awal. Nanti, kuliah preklinik yang dibutuhkan pemahaman.Bila kita memahami maka kita lebih mudah menghapal.

Dan komponen penting dalam proses memahami ini adalah materi-materi yang kita dapat di awal kuliah. Jadi kalau kita hanyasekedar lewat di semester-semester awal karena kita merasatidak suka mata kuliah medis dasar, itu fatal. Dan percayalah,menjadi mahasiswa kedokteran membuat alam bawah sadar kitauntuk ingin segera mendapatkan pelajaran kedokteran yangsebenarnya. Kita cenderung tidak sabar untuk segera berkenalandengan materi Ilmu Penyakit Dalam, Ilmu kesehatan Anak, Bedah,Ilmu Kandungan dan Kebidanan dkk.

Nikmati prosesnya. Akan lebih mudah memahami patologi(kelainan) bila kita memahami yang fisiologi (normal).

Satu hal yang penting adalah menyeimbangkan dua kepentinganantara ‘mengetahui semuanya’ dengan ‘cukup mengetahui untukberkompeten’. Kalau dilihat, materi kuliah kedokteran itu…superduper banyak. (Jadi ingat slide fungsi luhur-nyafisiologi.) Dan kemampuan memilah mana yang ‘must to know’mana yang ‘nice to know’ menjadi sangat penting.

Terkadang memang dosen memberikan banyak kepada kita. Semuanyaditerangkan. (Zat A akan menjadi B melalui siklus Cdiperantarai enzim D yang akan menghasilkan zat E yang akanmasuk jalur F dan menghasilkan energi dengan produk sampinganzat G. Dst… dst… zzzz…). Dan tugas kita lah untuk memilah manayang akan bermanfaat bagi praktek kita nanti. Tidak semua

materi itu merupakan kompetensi dokter umum, kadang ada yangterlalu spesialistik.

Sedangkan di pendidikan klinis, terjadi perubahan carabelajar. Di pendidikan klinik inilah kita belajar pada gurukita yang sebenarnya. Ya. Belajar pada pasien. Di sinilahpengaplikasian teori yang kita dapat di pendidikan preklinik.Jadi bagaimana kalau preklinik kita sekedar lewat? Hemm…

Di pendidikan klinik, proses belajar lebih didominasi prosesrecall data yang kita save. Data yang terserak ini akan menjadibuah puzzle yang akan kita susun dalam tanda dan gejalapenyakit, rencana diagnosis, interpretasi hasil pemeriksaan,dan rencana terapi. Semuanya kita olah dengan cepat dan munculsebagai komunikasi informasi edukasi (KIE) ke pasien.

Melaksanakan kegiatan pelayanan medis, membutuhkan updatekeilmuan terus menerus. Itu adalah sesuatu yang pasti. Medicaldoctor is a long life learner.

Maka kesimpulan saya setelah melalui fase pendidikan preklinikdan klinik, akan selalu ada, selalu ada sesuatu untuk kitapelajari, sesuatu yang penting bagi kita dalam menangani danmerawat pasien, dan tidak dapat kita abaikan. Banyak hal yangbisa kita lakukan. Mencari jurnal dan paper baru.Menginterpretasi jurnal paper dan data statistik bukan hal yangmudah. Belum lagi menakar seberapa besar korelasi data yg kitadapat dengan kondisi lapangan yang kita hadapi (misal: datapenelitian dengan subjek manusia Eropa sedang pasien kitamanusia Asia. Atau dari iklim juga bisa berbeda). Hal tersebutdi atas berperan besar dalam kita sebagai ujung tombakpelayanan medis. Bila hari ini kita menemukan paper Cancer RiskRises in Patients With Chronic Urticaria, siapa yang tahu besok kita akanmenemukan apa?

Poin 2: Kuliah Kedokteran, kamu tidak akan punya waktu untukdirimu.

Setiap mahasiswa baru Fakultas Kedokteran, ketakutan utamanyaadalah kehilangan waktu. Ada yang hobi hiking, dia takut tidakbisa melakukan hobinya lagi. Ada yang ketakutan setengah matitidak bisa melanjutkan hobi les. (Ya. Hobi les. Andrew, 24 th,telah menjalani puluhan jenis les/kursus sejak balita).

Pendapat saya, tidak.

Semua bergantung pada manajemen waktu dan pilihan pribadi.Karena itu, di FKUB saya masih ingat materi pertama dalamospek adalah manajemen waktu. Karena FKUB tidak ingin mencetakdokter yang hanya pandai secara akademik, namun harus piawaidalam bersosialisasi, berkarakter kuat, memiliki visiperubahan (setidaknya itu yang saya tangkap dari maksud kakak-kakak kelas saya yang mendesain konsep ospek FKUB).

Dalam masa pendidikan terkait dengan alokasi waktu, saya rasasangat personal. Saya sendiri suka berorganisasi. Maka sudahmenjadi rutinitas berangkat pagi pulang malam. Selepas kuliahagenda rapat dan kegiatan kepanitiaan sudah menanti. Meskiaktifitas kemahasiswaan di FKUB dibatasi sebelum maghrib,sering konsolidasi tidak resmi dilakukan di warung kopi,warung lalapan, bahkan di kosan.

Saya merasa kepuasan saya di bidang ini. Ada teman yang merasapassion-nya di bidang penelitian. Dia bertekad setahun diaharus buat minimal dua makalah ilmiah. Dan dia bisa suksesdengan ketekunannya. Ada teman saya yang hobi menyanyi. Diatekuni karir di paduan suara kampus. Dan dia bisa kelilingdunia sebagai tim paduan suara kampus. Ada juga yang berkarirdi Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus seperti HMI, KAMMI dsb.Semua baik, asal manajemen waktu juga baik.

Kita punya 24 jam dalam sehari. Manfaatkan. Tetapi satu yangharus diingat. Tugas utama kita tetap belajar. Itulah amanahorang tua kita. Sisa waktunya? Fokus. Maka kita akanberprestasi. Jangan ingin semua dicoba, semua diraih. Justrukita tidak akan memiliki waktu. Stay focus. Dan saya yakin kitasemua bisa berprestasi di bidang lain selain kuliahkedokteran. Kita cukup punya waktu untuk itu.

Itu tadi untuk masa-masa pendidikan preklinik. Bagaimana diklinik?Selama pendidikan klinik adalah masa menyeimbangkan kehidupanpribadi dan profesional. Kita belajar profesi dengan segalaembel-embelnya. Maka semua (lagi-lagi), semua kembali padakita. Saat pendidikan klinik dan profesi pilihannya hanya adadua. Jika kita memilih memanjakan hobi dan kesenangan kita,maka waktu kita semakin sedikit di dunia klinis, semakin

sedikit pasien yang kita tangani. Jika pasien yang kitatangani sedikit, semakin sedikit pengalaman kita. Ingat,pasien adalah guru terbaik. Dan dokter itu learning by experience.Pilihan kedua adalah sebaliknya. Memaksimalkan masa belajarkita di klinik yang terbatas dengan sebaik-baiknya. Ambilpilihan, terima konsekuensinya.

Maka seimbangkan. Jangan tinggalkan salah satu, hanyaproporsinya yang diubah sesuai kondisi. Jika kita stase dilab. Mayor (IPD, IKA, OBG, Bedah) maka fokus untuk menanganipasien, belajar, akan lebih besar. Bila lab. Minor mungkinlebih banyak waktu yang bisa kita alokasikan untuk kepentinganlain.

Poin 3: Setiap orang punya pendapat sendiri-sendiri.

Mahasiswa kedokteran itu harus punya karakter. Pendirianteguh. Saat pendidikan maka sewajarnya kita berusaha mencaritahu, bagaimana kita bisa segera tahu, mengerti, danmengamalkan sistem belajar di Kedokteran.

Tapi itulah uniknya. Coba tanya sepuluh mahasiswa kedokteranbagaimana cara belajar, kita akan mendapat sepuluh respon yangberbeda. Dan kesepuluh cara itu: benar. Karena itu ngefek kemereka. Tapi kira-kira buat kita, gimana ya?

Maka penting bagi kita untuk memahami diri kita sendiri. Saya,tipe auditorik. Saya lebih mudah belajar dengan sistemmendengar. Maka cara saya belajar, saya meletakkan alatperekam di speaker. Dan masih saya tambah mencatat. Di rumahtinggal saya dengar ulang kuliah dosen sambil mencermaticatatan.

Ada teman yang lebih suka berbicara keras. Dia suka membacadengan suara keras agar masuk memori. Ada pula yang sukamenghabiskan waktu di kantin. Bila akan UTS atau UAS pinjamcatatan teman terpintar dan fotocopy. Tidak masalah. Toh IPnya selalu bagus. Semua punya cara sendiri-sendiri. Dan kitaharus tahu sistem apa yang cocok untuk kita.

Lantas apa hubungannya saat kita pendidikan klinik?Dalam kaitannya dengan dunia klinik. Kita sering mendengar“aku ingin jadi spesialis anak. Karena… bla bla bla…” begitu

juga dengan yang ingin spesialis neurologi. Atau supervisorkita yang menjagokan keahlian spesialisasinya sendiri-sendiri.Itu wajar. Masing-masing spesialis punya kelebihan. Tugas kitamemilih spesialis apa yang paling sesuai dengan kita.

Masih terkait dengan dunia klinik. Sering kita menemui pasienyang telah diobati dokter lain. Dan terkadang terapinyamembuat kita bertanya-tanya. Tapi sekali lagi, setiap orangberhak punya pendapat. Ada guideline secara umum. Tapi secarakhusus tetap milik masing-masing. Tidak ada terapi yang salah(dan jangan menyalahkan-terutama di depan pasien) selama kitapunya dasar terapi kita. Doctor is art.

Poin 4: Sekolah Kedokteran akan mengubah kita.

Dulu, saat saya akan memasuki fakultas kedokteran, sayabilang, saya akan tetap seperti ini. Tidak akan berubah.

Lantas ketika lulus pendidikan preklinik, saya sadar sayaberubah. Berubah dalam banyak hal. Tetapi saya merasa itubukan karena pendidikan kedokteran saya. Itu lebih karenaaktifitas saya di keorganisasian. Ya, saya memang berusahamenempa diri di bidang itu seperti yang telah saya jelaskan diedisi sebelumnya.

Dan sekarang, setelah pendidikan klinik saya selesaikan. Well.Saya akui saya berubah. Pendidikan klinik benar-benarmemberikan sebuah beban baru dan secara luar biasa membutuhkantanggung jawab. Secara kasat mata kita harus cukup berkompetenterhadap nyawa pasien. Berkompeten artinya kita harus terusmenerus meningkatkan kualitas diri.

Tanggung jawab yang lain adalah menemukan spesialisasi diriyang kita bahagia dengannya. Spesialisasi diri ini bukanmerujuk pada spesialis (seperti SpA, SpPD dsb) tetapikekhususan yang kita ingin munculkan dalam keilmuan kita. Adayang passion nya adalah mengajar. So spesialisasi yang akandikejarnya adalah mengajar, mungkin menjadi dosen. Ada yangsedari pendidikan preklinik dia suka dengan anatomi. Maka diaakan meneruskan sekolah untuk menggapai sesuatu di bidanganatomi.

Ada pula yang gairahnya adalah berjuang di daerah terpencil.Ada yang obsesinya menjadi bedah tulang. Silakan. Saat kitamenemukan spesialisasi diri maka tanggung jawab kita semakinbesar untuk meraihnya.

Maka tidak ada alasan tidak berubah. Perubahan diri kita ituadalah sesuatu yang pasti. Saya banyak belajar dari sahabatsaya yang punya rasa empati kepada pasien yang begitu besar.Bahkan seperti simpati (ini yang tidak boleh!!). Maka sayaberubah. Dan saya tetap menyukai diri saya seperti ini.

Profesi kita penuh tekanan. Dan kita harus bertransformasimenjadi lebih baik untuk menghadapi itu semua. Sekarang sayaseperti ini. Siapa yang tahu bagaimana saya setelah menjalanikehidupan residensi (dokter yang menjalani Program PendidikanDokter Spesialis a.k.a PPDS)? Kehidupan yang diwarnai jaga,stase, tugas ilmiah, tekanan dari senior, detensi, ujian.Tidak mungkin melewati itu semua tanpa perubahan. Semoga kitaakan menyukai diri kita nantinya. Begitu juga dengan orang-orang di sekitar kita.

Poin 5: Semuanya Penting.

Mungkin di antara teman-teman pembaca yang pernah sekolahkedokteran masih ingat. Hampir semua dosen di pendidikanpreklinik bilang, materi ini penting untuk lulus ujiannasional, atau untuk bekal kalian ko-ass (baca: ko.as, bukan:kowas. Artinya sebutan para sarjana kedokteran yang menjalanipendidikan klinik di Rumah Sakit).

Dan saya dulu tidak percaya. Buat apa kita belajar detiltentang teori EKG (rekam jantung, red) bila kita akanmengambil spesialisasi rehabilitasi medik?

Buat apa kita belajar mengidentifikasi gejala kanker buli,bila kita ingin menjadi seorang spesialis mata?

Itu benar. Namun setelah saya menyelesaikan pendidikanpreklinik saya, terutama setelah pendidikan klinik, ternyatauntuk menjalani profesi dokter, kita memang membutuhkansemuanya.

Ingat ndak di poin satu kita harus tahu mana yang must to knowmana yang nice to know. Itu benar. Tetapi sebagai dokter umum,dan bila kita ingin menjadi dokter yang baik, berkompeten,kita harus menguasai banyak hal. Mungkin kita tidak menguasaisemuanya (ada beberapa sahabat saya yang diberi anugerah jarasotak yang lebih clean dan lebih dahsyat baik dalam storing,updating, loading data. Kalau manusia yang seperti ini bolehlahberharap menguasai semuanya. Sekedar informasi, saya bukanmanusia yang seperti ini). Tapi karena kita di pendidikankedokteran dan ingin menjadi dokter yang baik, kita harusberikan usaha yang terbaik.

Sekarang. Karir seorang dokter umum jelas menjadi milik kita.Tidak semua memiliki keistimewaan (langsung sekolah tanpamemikirkan biaya). Maka prinsip “everything may be important,especially for someone in general medicine.” itu harus diakomodasi.Dengan segala keterbatasan kita. Maka saya punya tips.

Bagi yang masih pendidikan klinik. Sebelum stase, usahakanuntuk mengintip panduan kompetensi yang diterbitkan KBUKDI. Disana disebutkan penyakit apa yang masuk dalam kompetensi 4, 3Adan 3B. Pelajari itu. Khusus level kompetensi 4 kuasaisemuanya. Mulai dari tanda gejala sampai prognosis. Secaradetil.

Bagi yang telah menjadi dokter. Kita harus terus belajar.Internet memudahkan kita. Ada tips dari rekan sejawat kitadalam memilah informasi apa yang perlu dibaca. Tipsnya: jika1) terdengar metodologis, 2) penting, dan 3) sepertinyabermanfaat bagi populasi pasien kita, bacalah.

Demikian lima hal tentang sekolah kedokteran. Poin-poin diposting ini saya adaptasi dari sebuah blog medstudent. Namunpenjelasannya adalah opini saya pribadi berdasarkanpengalaman. Dan telah dikondisikan seperti kondisi sekolahkedokteran di Indonesia.

SELAMAT! MAHASISWA BARU FK!Dokter itu profesi yang kejam. Bayangkan kita harus menguasaibanyak hal terkait hidup dan sehat manusia. Salah kata, salahmakna, kita digugat. Masyarakat kini kian pragmatis. Dokter

tidak lagi sebagai Guardian Angel. Berkat jasa beberapa oknum,yang sayangnya, teman sejawat, kini profesi dokter menjadiprofesi penyedot uang, antek farmasi, angkuh nan sombong,tidak peduli pasien, hamba materialisme.

Dan kini teman-teman tetap ingin menjadi dokter? Rela tidaktidur semalaman demi menghafal muskuloskeletal? Rela bercucurpeluh demi menjelaskan kondisi pasien, rencana pemeriksaanlaboratorium, rencana terapi? Bila iya, ayo kita berjuang.Menjadi dokter terbaik yang kita bisa. Dan langkah besar itudiawali teman-teman dengan satu langkah kecil, mendaftarkandiri di FK, dan akhirnya diterima.

Maka, pertama, nikmati kebebasanmu sejenak. Saat ini. Sebelumbenar-benar masuk kuliah FK. Tidak perlu coba-coba membacatextbook kedokteran macam Ganong atau Sobotta. Nikmati waktumu.Waktu akan menjadi sangat berharga kelak. Jadi gunakan waktuluang saat ini sebaik-baiknya. Lakukan hobimu, apapun itu.Renang, baca buku, jalan-jalan, camping.

Dan ketika kuliah dimulai, total! Berikan usaha 110%. Tidak.Kalau bisa 200%. Ingat. Kuliah FK tidaklah ringan bila benar-benar ingin menjadi dokter. Dan setiap orang menghadapitekanan itu dengan caranya sendiri-sendiri. Setiap orang akandan harus menemukan cara yang paling cocok bagi dirinyamelahap lautan materi medis. Saat kuliah inilah kita harus all-out, karena memang akan lebih mudah untuk mengendurkan semangatdaripada mempertahankannya.

So, first things first. Istirahat dan rileks selagi kamu bisa. Lantasberjuang keras ketika waktunya berjuang.

“Work hard, play hard.”

Nah. Beberapa saat yang lalu kita sudah memulai tips untukteman-teman yang diterima kuliah di Fakultas Kedokteran (FK).Yaitu: menikmati hari-hari terakhir kita sebelum memulaikuliah kedokteran.

Maka ketika kita sudah melalui fase menikmati waktu bebas,kita memasuki dunia baru. Kuliah kedokteran. Wow! Bayangkanteman-teman yang dulu harus pakai seragam ke sekolah.Pelajarannya itu-itu saja. Kini kuliah! Kedokteran lagi.

Gairah itu akan muncul. Membayangkan belajar tubuh manusia,anatomi dan fungsi-fungsinya. Lantas apa tips berikutnya?

Satu hal lagi yang menjadi hasil dari evaluasi kuliahkedokteran yang saya jalani. Kita diterima di FK itu… salahsatu bukti IQ kita jempolan. Maka untuk menyeimbangkan itu,kita butuh SQ yang juga mumpuni. Spiritual quotient.

Ikuti kegiatan-kegiatan rohani di kampus kita. Itu adalahsalah satu cara untuk me-refresh qolbu kita. Kalau dalam konteksIslam ada Halqah dan sebagainya. Ada juga OMEK (organisasimahasiswa ekstra kampus) yang bisa dipilih seperti HMI, KAMMIdan sebagainya. Kalau yang nasrani mungkin kegiatan komunitasatau di unit kegiatan mahasiswa. Begitu juga dengan agamalain. Disana kita bisa menimba ilmu agama dan juga menjagasemangat untuk mengamalkan ilmu.

Bagi teman-teman yang mungkin tidak setuju, saya harap teman-teman dapat memahami pemikiran saya. Karena menurut pengalamansaya, dengan mengikuti kegiatan-kegiatan rohani, akan mampumenyeimbangkan dan melengkapi ilmu yang kita dapat. Apalagiprofesi kita nanti adalah dokter dimana menjadi perantarakesembuhan pasien kita. Sentuhan religius menjadi hal mutlakdibutuhkan pasien.

Memang saya rasa bagi sebagian orang kegiatan-kegiatan sepertiini tidak menarik. Tidak ada manfaatnya untuk kepandaian dankeahlian dokter kita. Tapi mari kita lihat dari sudut pandanglain. Kuliah kedokteran itu brutal. Seolah waktu 24 jam seharibelum cukup bagi kita untuk belajar. Maka kita butuh bantuanuntuk beradaptasi. Tentor maupun kakak kelas di masing-masingkegiatan rohani akan bisa menjadi pemberi dukungan. Dalambanyak bentuk. Pengalaman banyak teman sejawat sayamembuktikan. Banyak keuntungan yang bisa kita dapatkan denganmelaksanakan refreshing qolbu.

Inilah hal kedua yang saya sadari ternyata memiliki implikasibesar terhadap perjalanan kuliah kedokteran saya. Bagibeberapa orang mungkin mudah. Tapi bagi beberapa yang lain initidaklah mudah. Hanya yakinlah, belajar kedokteran itupenting. Amanah orang tua. Tetapi hati kita juga perlu nutrisibukan? Refreshing qolbu inilah jawabannya. Dan percayalah, apa

yang teman-teman tabur di masa kuliah, akan sangat bermanfaatsaat berprofesi dokter kelak. It’s worth it.

Yup.Datanglah posting ketiga alias terakhir dari serial postingselamat datang untuk mahasiswa FK. Kita telah bahas tentangapa yang harus kita lakukan sebelum benar-benar kuliah di FK.Selanjutnya langkah awal ketika kuliah di FK. Sekarang kitaakan membahas tentang bagaimana hidup di FK.

Kuliah di FK itu keras. Benar. Bagi mereka yang belummenjalani mungkin kesannya berlebihan. Tapi cobalah bayangkanapa saja yang harus ada di kepala kita sebagai dokter yangbaik. Jaringan, organ, sampai sel harus kita kenali. Baikbentuk, fungsi, maupun kelainannya. Jumlah kelainannya punribuan. Masing-masing kelainan memiliki tanda dan gejala.Tanda dan gejala ini tidak lantas langsung muncul sa’grenjenganpada satu pasien. Kadang hanya dua gejala yang arahnya ke satukelainan. Tiga yang lain “punya”nya kelainan yang lain. Sosemrawut, tho?

Jadi kuliah di FK itu rasanya waktu 24 jam itu mau kita tambah-tambahi jadi 26 jam sehari ya tetap tidak akan cukup. Kuliah diFK itu bagai hewan buas yang kerjaan-nya menghisap waktu. Kitajadi (seolah) tidak punya waktu senggang. Selalu merasa waktuyang ada kurang untuk belajar. Selalu merasa kita masih kurangmembaca. Apalagi kalau yang mengajar dosen cerdas yang hobinyaberceloteh banyak hal yang mengagumkan tentang ilmunya. Selaluberasa kurang. Saya yakin semua ‘mantan mahasiswa FK’ tidakpernah benar-benar 100% siap untuk ujian.

Lantas bagaimana, Dok?

Berjuang! Dokter itu sudah banyak bung! Apalagi anda yangberencana tinggal di kota besar. Penuh sesak berebut pasien.Akan jadi apa kalau kita hanya jadi ‘dokter biasa’? Maka sejakkuliah jangan mau menjadi mahasiswa FK yang ‘biasa-biasa’saja. Pantang!

Ayo berjuang! Seperti yang saya tulis di first thing first,kita kerahkan 200% usaha kita. Hasilnya? Serahkan pada Tuhan.Ingat, pasien akan menikmati dirinya sebagai pasien, bilaseorang dokter menempa dirinya sebagai dokter. Proses menempa,

adalah proses belajar kita. Itu yang akan melekat dalamidentitas profesi. Bukan Indeks Prestasi.

Pasien memang tidak akan bertanya kepada dokternya, “Dokterdulu IP-nya berapa?”. Tetapi siapkah diri kita menjawabpertanyaan, “Dokter, saya kok bisa hipertensi sekarang saathamil, padahal saya dulu tidak pernah hipertensi?” Siapkandiri kita menjawab, dengan baik, santun, dan menenangkan.

Maka siapkan diri kita. Tempa dan tempa. Bila kita berjuang,kerahkan 200% usaha, maka yang lain akan mengikuti, termasukIP.

Lantas, mahasiswa FK itu belajar terus dong, Dok?

Mahasiswa FK, belajar itu nafasnya. Tetapi kita juga tetapharus tahu batas kita. Rileks sejenak. Nikmati waktu yangberjalan lebih pelan dengan aktifitas lain. Dan disinilahjustru yang menjadi “penyeimbang” kita lakukan.

Apa itu? Seperti yang saya sampaikan, bagi mahasiswa FK,belajar itu nafasnya. Belajar semuanya. Dan tidak melulutentang medis. Lakukan hal yang lain yang tidak berbau medis,seperti bergabung di paduan suara, lembaga pers kampus,lembaga ilmiah. Yang mana pun yang kamu inginkan. Tidak perlusemua dilakukan. Pilih satu dan fokus.

Tadi di awal Dokter menjelaskan bahwa kuliah di FK begitu mengerikan tetapi kokmalah disuruh aktif di lembaga mahasiswa?

Hehe… karena kita tidak boleh menjadi dokter yang biasa-biasasaja. Dokter saja itu banyak. Tetapi dokter yang bisa menulis,dokter yang bisa menyanyi, dokter yang bisa berorganisasi?Masih sangat terbatas.

Satu lagi. Bila kita bergabung dengan lembaga kemahasiswaan,akan banyak program kerja yang berkaitan dengan sosial, halini terutama saya rasakan di FKUB. Pengobatan gratis, sunatanmassal, penyuluhan ke Panti Asuhan, sekolah binaan. Kita bisabersentuhan langsung dengan masyarakat entah itu sebagaimahasiswa, sebagai tentor, atau sebagai penyuluh.

Maka inilah saran saya yang ketiga. Carilah kesempatanmengembangkan dirimu sebagai pelengkap identitas dokter-mu.Sebagai mahasiswa FK, intelejensi (IQ) sudah tidak perludiragukan. Spiritual (SQ) tetap dijaga dengan mengikutikegiatan berbasis agama. Dan tingkatkan kemampuan manajemendiri dengan bergabung di lembaga kemahasiswaan. Interaksidengan banyak kalangan, baik birokrat kampus, kakak kelas,adik kelas, LSM, akan membuka wawasan, menempa diri, sekaligusmenambah jaringan kenalan yang akan bermanfaat di masa depan.Dan kegiatan ini akan mendidik dan meningkatkan kualitasmanajemen emosi (EQ) kita.

Kegiatan-kegiatan ini juga bermanfaat menempa attitude kita.Bagaimana bersikap dengan banyak orang dan banyak profesi.Beberapa kasus yang akhir-akhir ini sering terjadi adalahadanya oknum entah dia mahasiswa FK atau dokter muda yangmelecehkan profesi lain seperti perawat ataupun bidan.Chauvinisme profesi ini adalah bom waktu yang sewaktu-waktumeledak dan merugikan profesi kita di masa depan. Makakegiatan berlembaga akan mampu mendidik kita menjadi dokteryang tidak biasa-biasa saja.

Selain itu, carilah kegiatan sosial yang dapat memberikesempatan berinteraksi dengan masyarakat. Kita mungkin tidakmenyadari bahwa Tuhan telah memberikan banyak kepada kita.Maka inilah cara untuk mengembalikan sedikit yang Tuhan beri.Hal ini merupakan salah satu cara untuk rileks sejenak me-recharge dan memperbarui semangat kita bergaul dengan ilmumedis.

Kuliah FK itu keras, kejam, dan dapat merampok habis-habisanwaktu kita. Tetapi itu hanya bila kita mengijinkannya.Kuncinya adalah manajemen waktu. Berhenti sejenak. Bernapas.Keluar dari keruwetan dan berusaha menikmati waktu yangsejenak melambat.

Trust me, it works.

BELAJAR DI FK!Menunggu itu membosankan. Servis mobil itu menunggu. Dua premis itu kesimpulannya: servis mobil itu membosankan. Hehe…

maklum baru minggu kemarin menjalani tes potensi akademik. Soal-soalnya model seperti itu.

Nah sembari menunggu mobil diservis, saya ingin berbagi tentang teknik sederhana untuk memudahkan belajar. Sebagian saya lakukan, sebagian saya adopsi dari mengamati cara belajarteman-teman yang nilai-nilai ujiannya sering tidak terjangkau oleh nalar. Hehe…

Kita mulai yaa…

o Pertama. Mencatat. Buat catatan. Buat gambar, diagram, mindmap, apapun. Pokoknya jangan tidak menulis. Membaca materi dan menghapal itu memang penting, tapi gerakan tangan saat menulis dan menggambar juga punya porsi sendiri dalam akun memori otak kita. Mencatat saat kuliah, bagus. Asal kecepatan menulis kita juga bagus. Kalau tidak, tentu akan sering ketinggalan. Buat saya yang punya kecepatan menulis yang standar, biasanya saya print dulu materi kuliah (bisa dapat dari kakak kelas, misalkan), ketika kuliah, tinggal coret-coret deh.

o Pakai Pena warna. Lebih praktis satu pena dengan beberapa pilihan warna. Atau stabilo. Atau apapun yang akan menarik minat kita untuk membaca, atau membuka mata kita saat mengantuk (karena materi kuliah memang sudah dikutuk memiliki efek kantuk yang sifatnya berulang, persisten, dan kronis.) Percaya deh, bagi yang benar-benar mengenal gaya belajar diri sendiri, penggunaan warna-warna dalam catatan atau materi kuliah bisa sangat menyenangkan,dan membuat kita ingin belajar lagi, lagi, dan lagi.

o Rekam kuliah. Bagi mereka yang lebih suka belajar lewat suara (tipe auditorik), metode ini bisa sangatpraktis. Begitu kuliah dimulai, perekam suara (kalaumau lebih canggih pakai perekam video, asal ndak bosan lihat dosen aja. Hehe…) diletakkan di atas speaker dan kita mendengarkan kuliah. Sepulang kuliahdidengarkan lagi berulang-ulang di komputer di rumah. Mau sampai 10x juga boleh. Hehe… kalau saya tidak terlalu cocok dengan metode ini, karena entah

kenapa suara dosen yang memberi kuliah itu memiliki efek kantuk yang sama besar dengan membaca materi kuliah. Bahkan tidak peduli tempat. Dengarkan rekaman kuliah, dan zzztttt… dalam lima menit.

o Belajar bersama. Nah saya tipe auditorik tapi mungkin mengalami alergi terhadap suara dosen saat mengajar. Solusinya, mendengarkan teman yang hobinyabelajar atau membaca atau menghapal dengan bersuara keras. trust me, it works.

o Membaca textbook yang bagus. Oke, jelas ini bukan dari pengalaman saya. Tapi beberapa yang menggunakanteknik ini cukup berhasil. Karena kadang penjelasan textbook lebih bisa kita pahami (kadang lho ya). Sejujurnya, dibutuhkan kemampuan khusus untuk memahami textbook, tapi kalau strategi ini berhasil buat kamu, lakukan. Cara ini bisa dikombinasikan dengan…

o Bolos kuliah. Ha? Apa Dok? Serius? Hehe… saya tidak menyarankan untuk bolos. Tapi beberapa orang yang mungkin sering tidak nyamam dengan duduk berdempet-dempetan, gerah, juga kadang berisik, menghindari kuliah dan belajar sendiri mungkin cara yang tepat. Asal belajar lho ya. Jangan terus nongkrong di mall.

o Belajar di kafe. Saya merasa kadang belajar di rumahlebih sering menimbulkan kantuk. Hehe… dengan tersedianya camilan agar rahang tetap bergerak, jugabeberapa orang hilir mudik, membantu kita untuk tetap melek.

Yah, susah memang agar kita bisa sukses kuliah FK. Kita benar-benar harus mengenal gaya belajar kita. Kita tipe yang mudah belajar dengan suara, atau dengan gambar, atau dengan kombinasi keduanya.Teknik sederhana ini bisa juga saat ini sudah tidak berlaku. Atau ada beberapa teknik yang manjur di blok kuliah tertentu, tapi tidak bermanfaat saat kita aplikasikan di beberapa blok yang lain. Atau teknik yang berhasil di satu orang, belum tentu berhasil di orang lain. Mungkin beberapa rekan pembaca punya teknik lain? Jadi, temukan sendiri cara belajar yang paling sesuai, dan jangan

lupa selalu beradaptasi. Beda dosen, beda sistem, beda cara belajar. Tetap semangat !!!!

Sumber: http://ick0blogs.wordpress.com | dr. Dicky Faizal Irnandi