partisipasi masyarakat dalam menanggulangi - Universitas ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of partisipasi masyarakat dalam menanggulangi - Universitas ...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENANGGULANGI
KEJAHATAN KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK
DI KOTA SURAKARTA
SKRIPSI Oleh :
RIZKY TRI KURNIASARI
K6407044
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Rizky Tri Kurniasari
NIM : K6407044
Jurusan/ Program Studi : P. IPS/ PPKn
Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul
MASYARAKAT DALAM MENANGGULANGI KEJAHATAN
ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi
yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, Oktober 2012
Yang membuat pernyataan
Rizky Tri Kurniasari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENANGGULANGI
KEJAHATAN KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DI KOTA
SURAKARTA
Oleh
RIZKY TRI KURNIASARI
K6407044
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Surakarta, Oktober 2012
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Dra. Ch. Baroroh, M. Si. NIP. 19520706 198004 2 001
Pembimbing II
Drs. H. Utomo, M. Pd. NIP. 19491108 197903 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari :
Tanggal :
Tim Penguji Skripsi :
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Dr. Triyanto, S. H., M. Hum
Sekretaris : Triana Rejekinigsih, S. H., KN, M. Pd
Pembimbing I : Dra. Ch. Baroroh, M. Si ......................
Pembimbing II : Drs. H. Utomo, M. Pd .....................
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP. 19600727 198702 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRAK
Rizky Tri Kurniasari. K6407044. PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENANGGULANGI KEJAHATAN KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DI KOTA SURAKARTA. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Oktober 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) Mengetahui partisipasi masyarakat dalam menanggulangi kejahatan kekerasan seksual pada anak di Kota Surakarta, (2) Mengetahui kecenderungan kejahatan kekerasan seksual dan partisipasi masyarakat di Kota Surakarta mengalami peningkatan ataukah penurunan dan solusinya. Sejalan dengan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dan strategi penelitian tunggal terpancang. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah informan, peristiwa/aktivitas, dokumen dan arsip. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dan snowball sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan analisis dokumen. Validitas data dalam penelitian ini diperoleh dengan teknik trianggulasi data. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) Partisipasi masyarakat dalam menanggulangi kejahatan kekerasan seksual pada anak di Kota Surakarta, meliputi kegiatan pencegahan yang dilakukan oleh LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan masyarakat perorangan dengan memberikan sosialisasi kepada orang tua dan pemberian pendidikan seksual pada anak-anak, menfasilitasi anak untuk mengkampanyekan hak-hak anak, memberi kegiatan positif bagi anak seperti: membentuk forum anak, mendirikan dan sekolah minggu bagi anak yang beragama kristen sebagai bekal agama agar tidak mudah terjerumus pada pergaulan yang negatif. Selain pencegahan masyarakat juga berpartisipasi dalam upaya penanganan yaitu dengan melaporkan kasus pada pihak kepolisian, menjangkau dan melakukan pendampingan serta memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan korban, memberikan kesaksian saat persidangan serta mendukung keberhasilan PPT PA (Program Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak), serta melakukan upaya rehabilitasi korban sesuai dengan keadaan korban. (2) Kecenderungan kasus kejahatan kekerasan seksual pada anak dan partisipasi masyarakat di Kota Surakarta mengalami peningkatan ataukah penurunan dan solusinya. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kasus kejahatan kekerasan seksual meningkat, dan partisipasi masyarakat naik terutama pada wilayah yang rentan dan yang pernah terjadi kasus kekerasan seksual pada anak. Akan tetapi partisipasi masyarakat saat ini belum memberikan makna yang berarti hal tersebut ditunjukkan dengan jumlah kasus kejahatan kekerasan seksual yang semakin meningkat. Hal tersebut disebabkan faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan kekerasan seksual pada anak saat ini semakin berkembang. Solusinya yaitu perlu banyak dilakukan sosialisasi pada masyarakat agar mereka sadar bahwa semua permasalahan dan kejahatan yang membahayakan anak merupakan tanggungjawab bersama sehingga partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRACT
Rizky Tri Kurniasari. K6407044. SOCIETY PARTICIPATION IN OVERCOMING WITH CHILD SEXUAL ABUSE CRIME IN SURAKARTA. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty, Sebelas Maret University, October 2012. The objectives of research were to: (1) Find out society participation in overcoming with child sexual abuse crime in Surakarta, (2) Find out whether the tendency of sexual abuse crime and society participation in Surakarta increases or decreases and the solution. In line with the problem and objective of research, this research was conducted using a descriptive qualitative method with a single embedded research strategy. The data sources used in this research were informants, events or activities, documents and archives. The sampling techniques used purposive sampling and snowball sampling. Techniques of collecting data used interview, observation and documents analysis. The data validity in this research was obtained using data triangulation. Considering the result of research, it could be concluded that: (1) the society participation in overcoming the child sexual abuse crime. Such as the activity of preventing was done by NGO (Non Government Organization) and individual society by socializing to others and by sexual education to child, facilitating the children to campaign their rights, It was also done by administering positive activity to the children such as: establishing the children forum and establishing Al Quran Studying Center and Sunday School for the Christian children to prevent them from being entrapped into negative activities. Then, the society participation as the attempt in cope with included to report the case to the police officer and NGO, reaching, assisting and service the victim corresponding to the need and giving testimony during the trial and supporting the successful PPT PA (Women and Children Integrated Service Program) that is expected to cope with the sexual crime case early, and rehabilitation the victim condition corresponding to the need. (2) Whether the tendency of child sexual abuse crime and society participation in Surakarta increases or decreases and the solution. The result of research showed that tendency of child sexual abuse crime increases,and society
vulnerability, as well as in the area in which the sexual abuse case had ever occurred. However, the society participation currently also has significant meaning, it could be seen from the increased number of child sexual abuse crime cases. It was because of many factors leading to sexual abuse crime against the children. The solution was that there should be a socialization to the society in order to have knowledge that all problems and crimes endangering the child are the our responsibility, and society participation very needed.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
MOTTO
Katakanlah kepada orang-
pandangannya, dan memelihara kemaluannya yang demikian itu adalah lebih
suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
-
(QS. Al Maidah, 5:32).
f dan mencegah dari kemungkaran; mereka
itulah orang-
Anak belajar dari kehidupannya
Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan perlakuan baik, ia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar mempercayai
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyukai diri
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar
menemukan cinta dalam kehidupann
(Dorothy Law Nolte dalam Abu Huraerah)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
PERSEMBAHAN
Bapak dan Ibu yang tidak henti-hentinya
mendoakan dan memberikan dukungan pada
penulis
Kakak-kakakku Wal Asri Isnaeni dan Nurul
Fajrin atas motivasinya
Anak-anak kuala koster lantai dua (Tata, Kikis,
Ilmi, Rosi, Mba Intan, Tiara) atas tawa dan
dukungannya selama ini
Sahabat terbaik disaat kuliah (Indriyani
Cahyaningrum, Nur Aprilia, dan Rosiana
Rahayu)
Pembaca yang budiman
Almamater
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul :
jahatan Kekerasan Seksual pada
Anak di Kota Surakarta
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari prasyarat guna memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan pada Program Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan
skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan
yang timbul dapat teratasi. Maka dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah
memberikan ijin penelitian guna menyusun skripsi ini.
2. Drs. Saiful Bachri, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial FKIP UNS Surakarta, yang telah menyetujui penyusunan skripsi
ini.
3. Dr. Sri Haryati, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan
Kewarganegaraan FKIP UNS Surakarta yang telah memberikan ijin untuk
menyusun skripsi.
4. Dra. Ch. Baroroh, M. Si., selaku Pembimbing I yang dengan sabar telah
memberikan pengarahan, bimbingan dan motivasi sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan dengan baik.
5. Drs. H. Utomo, M.Pd., selaku Pembimbing II yang dengan sabar telah
memberikan bimbingan, pengarahan dan dorongan selama penulis
menyelesaikan skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
6. Dr. Triyanto, S. H., M. Hum., selaku Ketua Penguji skripsi yang telah
memberikan kritik dan masukan demi kebaikan skripsi ini.
7. Ibu Triana Rejekiningsing, S. H., K.N., M. Pd., selaku Sekretaris Penguji
skripsi yang telah memberikan kritik dan masukan demi kebaikan skripsi
ini.
8. Drs. H. Utomo, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan motivasi, bimbingan, dan pengarahan dengan baik selama
penulis menjalani masa studi sampai menyelesaikan skripsi ini.
9. Bapak/Ibu dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman PPKn Angkatan 2007 yang telah membantu menyelesaikan
skripsi ini dan juga yang telah mewarnai hari-hari penulis selama menjadi
mahasiswa.
11. Pihak-pihak terkait yang dengan kerelaannya membantu penulis dalam
pengumpulan data yang penulis butuhkan dalam penyusunan skripsi ini.
12. Semua pihak yang telah membantu penulis demi kelancaran penulisan
skripsi ini. Penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan atas
jasa-jasa yang telah diberikan.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin, namun
penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan karena
keterbatasan penulis. Dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini bisa bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.
Surakarta, Oktober 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ......................... ii
HALAMAN PENGAJUAN .................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. v
ABSTRAK .............................................................................................. vi
ABSTRACT .............................................................................................. vii
HALAMAN MOTTO ............................................................................. viii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................. ix
KATA PENGANTAR ............................................................................ x
DAFTAR ISI ........................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xvii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Perumusan Masalah .............................................................. 7
C. Tujuan Penelitian .................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian ................................................................ 8
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................ 9
A. Tinjauan Pustaka ................................................................... 9
1. Tinjauan tentang Partisipasi ............................................ 9
a. Pengertian Partisipasi ................................................ 9
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi ......... 10
c. Syarat Tumbuhnya Partisipasi .................................. 11
d. Macam dan Bentuk Partisipasi .................................. 13
2. Tinjauan tentang Masyarakat .......................................... 16
a. Pengertian dan Ciri-ciri Masyarakat ......................... 16
b. Lapisan Masyarakat (Stratifikasi Sosial) .................. 17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
3. Tinjauan tentang Partisipasi Masyarakat dan Pentingnya
Partisipasi Masyarakat dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara 19
4. Tinjauan tentang Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak
a. Pengertian Anak ........................................................ 21
b. Pengertian Kejahatan dan Kekerasan ........................ 22
c. Pengertian Kejahatan Kekerasan seksual pada Anak 24
d. Bentuk-bentuk Kejahatan Kekerasan Seksual
pada Anak................................................................................................ 26
e. Tanda-tanda Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak 26
f. Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan
Kekerasan Seksual .................................................................................. 28
g. Anak-anak yang Rentan Mengalami Kejahatan
Kekerasan Seksual .................................................................................. 30
h. Dampak Kejahatan Kekerasan Seksual bagi Anak ... 31
i. Peraturan tentang Kejahatan Kekerasan Seksual
pada Anak Menurut Hukum Positif ........................................................ 32
5. Tinjauan tentang Menanggulangi Kejahatan
Kekerasan Seksual pada Anak ............................................................... 37
a. Pengertian Menanggulangi dan Konsepsi
dalam Menanggulangi Kriminalitas ........................................................ 37
b. Upaya Menanggulangi Kejahatan Kekerasan Seksual 38
pada Anak................................................................................................
c. Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam Menanggulangi
Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak .............. 42
B. Kerangka Berfikir.................................................................. 43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..............................................
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................... 46
1. Tempat Penelitian ........................................................... 46
2. Waktu Penelitian ............................................................. 46
B. Bentuk dan Strategi Penelitian .............................................. 47
1. Bentuk Penelitian ............................................................ 47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
2. Strategi Penelitian ........................................................... 47
C. Sumber Data .......................................................................... 48
D. Teknik Sampling (Cuplikan) ................................................. 51
E. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 52
F. Validitas Data ........................................................................ 56
G. Analisis Data ......................................................................... 57
H. Prosedur Penelitian ............................................................... 60
BAB IV HASIL PENELITIAN .............................................................. 62
A. Deskripsi Lokasi Penelitian......................................................... 62
1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Kota Surakarta ....... 62
2. Gambaran Terjadinya Kejahatan Kekerasan Seksual
pada Anak di Kota Surakarta ................................................................. 65
a. Pelaku dan Korban Kejahatan Kekerasan Seksual
pada Anak di Kota Surakarta .................................................................. 66
b. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan
Kekerasan Seksual pada Anak di Kota Surakarta ................................... 68
3. Upaya Pihak Kepolisian Unit PPA dalam Menanggulangi
Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak ............................................... 75
a. Upaya Preventif (Pencegahan) ........................................ 75
b. Upaya Represif (Penanganan) Secara Penal ................... 76
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian .............................................
1. Partisipasi Masyarakat dalam Menanggulangi Kejahatan
Kekerasan Seksual pada Anak di Kota Surakarta ................................... 81
a. Partisipasi Yayasan KAKAK .......................................... 81
b. Partisipasi Tokoh Masyarakat ......................................... 97
c. Partisipasi Tokoh Agama ................................................ 108
d. Partisipasi Masyarakat Biasa .......................................... 111
2. Kecenderungan Kasus Kejahatan Kekerasan Seksual
pada Anak dan Partisipasi Masyarakat di Kota Surakarta
Mengalami Peningkatan ataukah Penurunan dan Solusinya ................... 118
a. Kecenderungan Kasus Kejahatan Kekerasan Seksual
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
pada Anak di Kota Surakarta Mengalami
Peningkatan atau penurunan ................................................................... 118
b. Kecenderungan Partisipasi Masyarakat mengalami
Peningkatan atau Penurunan ................................................................... 119
c. Solusi ............................................................................... 126
C. Temuan Studi .............................................................................. 129
1. Partisipasi Masyarakat dalam Menanggulangi Kejahatan
Kekerasan Seksual pada Anak di Kota Surakarta .................................. 129
2. Kecenderungan Kasus Kejahatan Kekerasan Seksual
pada Anak dan Partisipasi Masyarakat Mengalami Peningkatan ataukah
Penurunan di Kota Surakarta dan solusinya............................................ 133
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ........................... 136
A. Kesimpulan ................................................................................. 136
B. Implikasi ...................................................................................... 140
C. Saran ............................................................................................ 141
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 144
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Jadwal Kegiatan penelitian 46
Tabel 2. Luas Wilayah Kota Surakarta Per Kecamatan 62
Tabel 3. Jumlah Penduduk, Rasio Jenis Kelamin dan Tingkat
Kepadatan Tiap Kecamatan di Kota Surakarta Tahun 2009 63
Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Agama yang Dianut
di Kota Surakarta Tahun 2009 64
Tabel 5. Jumlah Penduduk Lima Tahun Ke Atas Menurut
Tingkat Pendidikan Di Kota Surakarta Tahun 2009 64
Tabel 6. Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian
di Kota Surakarta Tahun 2009 65
Tabel 7. Data Jumlah Kasus Kekerasan Seksual pada Anak dan Wilayah
Terjadinya Kasus pada Tahun 2009-Juni 2011 yang Berhasil
Dipantau oleh Yayasan KAKAK Surakarta 71
Tabel 8. Bentuk-bentuk Kekerasan Seksual (Laki-laki: 7, Perempuan 70)
yang Berhasil Dipantau oleh Yayasan KAKAK Surakarta 72
Tabel 9. Data Kasus Kekerasan Seksual dengan Korban Anak
Selama Tahun 2010 (Bulan Januari-Desember) 73
Tabel 10. Data Kasus Kekerasan Seksual dengan Korban Anak
Selama Tahun 2011 (Bulan Januari-Desember) 74
Tabel 11. Ketentuan Umum PPT PA (Program Pelayanan Terpadu Bagi
Perempuan dan Anak) Kelurahan Jebres 105
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran. ................................................. 45
Gambar 2. Analisis Data Model Interaktif .............................................. 59
Gambar 3. Alur Pelaporan Kasus Kejahatan Kekerasan Seksual
pada Pihak Kepolisian ........................................................... 77
Gambar 4. Proses Penyidikan (Pemeriksaan) Perkara Kejahatan
Kekerasan Seksual pada Anak .............................................. 79
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Daftar Informan. ................................................................. 147
Lampiran 2. Pedoman Wawancara ......................................................... 154
Lampiran 3. Pedoman Observasi ............................................................ 158
Lampiran 4. Catatan Lapangan Wawancara dengan Anggota Kepolisian
Unit PPA Sat Reskrim Polresta Surakarta .......................... 159
Lampiran 5. Catatan Lapangan Wawancara dengan Pengurus
Yayasan KAKAK Surakarta ............................................... 168
Lampiran 6. Catatan Lapangan Wawancara dengan Masyarakat ........... 186
Lampiran 7. Trianggulasi Data .............................................................. 257
Lampiran 8. Materi Sosialisasi tentang Kekerasan pada Anak
dari Yayayasan pada Masyarakat ............................................................ 260
Lampiran 9. Materi Sosialisasi tentang Kekerasan pada Anak
dari Yayasan KAKAK pada Sekolah ................................... 262
Lampiran 10. Materi Kegiatan Capacity Building dari Yayasan KAKAK
kepada Pengurus PPT PA Kelurahan Jebres .................... 265
Lampiran 11. Foto Kegiatan Penelitian .................................................. 280
Lampiran 12. Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi
kepada Dekan FKIP UNS ................................................ 289
Lampiran 13. Surat Keputusan Dekan FKIP UNS tentang Ijin
Penyusunan Skripsi ................................................................................. 290
Lampiran 14. Surat Permohonan Ijin Research/Try Out
kepada Rektor UNS ......................................................... 291
Lampiran 15. Surat Permohonan Ijin Research/Try Out kepada Pimpinan
Yayasan KAKAK Surakarta .................................................................. 292
Lampiran 16. Surat Permohonan Pengantar Ijin Penelitian kepada
Walikota Surakarta .................................................................................. 293
Lampiran 17. Surat Permohonan Ijin Penelitian kepada Kapolres
Polresta Surakarta.................................................................................... 294
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xix
Lampiran 18. Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian dari
Polresta Surakarta ............................................................. 295
Lampiran 19. Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian dari
Yayasan KAKAK Surakarta ............................................. 296
Lampiran 20. Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian dari
Kantor Kecamatan Jebres .................................................. 297
Lampiran 21. Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian dari
Kantor Kecamatan Pasar Kliwon ...................................... 298
Lampiran 22. Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian dari
Kantor Kelurahan Joyotakan Kecamatan Serengan .......... 299
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia merupakan negara hukum (rechstaat), yang memiliki
beberapa ciri diantaranya menjunjung tinggi hukum dan HAM (Hak Asasi
Manusia). Semua hak dan kewajiban warga negara dijamin dalam UUD 1945
(Undang-Undang Dasar 1945) sebagai dasar negara. Salah satu hak dan kewajiban
warga negara yang dijamin oleh UUD 1945 yaitu hak dan kewajiban untuk ikut
berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Diantaranya ikut berpartisipasi membela negara dari berbagai ancaman dari luar
maupun dari dalam bangsa itu sendiri. Dalam hal ini yaitu partisipasi dalam
menanggulangi permasalahan yang timbul di dalam masyarakat, misalnya
kejahatan kekerasan seksual pada anak. Kekerasan seksual pada anak merupakan
suatu ancaman yang datang dari dalam bangsa dan sangat berbahaya bagi mental
dan moral generasi penerus bangsa.
Indonesia merupakan negara yang berpedoman pada ideologi Pancasila
yang di dalam kelima sila Pancasila tersebut terdapat nilai-nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan yang seharusnya digunakan
sebagai dasar untuk menjalin hubungan dengan sesama manusia. Namun pada
kenyataannya tidak sedikit dari kita yang hidup tidak sejalan dan bertentangan
dengan pedoman hidup tersebut, misalnya hidup dengan cara liar, amoral, bebas
dan bertentangan dengan ajaran agama seperti halnya orang yang tidak mengakui
dan menggap adanya Tuhan. Kekerasan seksual pada anak merupakan salah satu
perbuatan yang bertentangan dengan ideologi bangsa dan merupakan perbuatan
yang asusila, amoral, biadab, tidak berperikemanusiaan, tidak berperikeadilan dan
merupakan kejahatan yang merugikan serta mendatangkan penderitaan bagi
korban dan keluarganya. Oleh sebab itu, perbuatan ini dapat merusak ketentraman
masyarakat karena sangat bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di
masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Kekerasan seksual pada anak merupakan tindak kejahatan karena
perbuatan tersebut bertentangan dengan hukum dan melanggar pasal 287, 289,
290, 291, 292 293, 294 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana selanjutnya
disingkat KUHP dan pasal 81 dan 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak. Kartini, Kartono (2005: 152) mengatakan bahwa
ekerasan seksual pada anak termasuk dalam k .
Selanjutnya menurut Irwanto, dkk (2008 : 5) mengatakan bahwa :
Anak-anak adalah masa depan. Bukan hanya masa depan bagi dirinya dan keluarganya, tetapi juga masa depan bagi komunitas, bangsa dan negaranya. Mereka adalah masa depan bagi kemanusiaan, tanpa anak tidak ada masa depan bagi siapapun. Tidak memperhatikan kualitas hidup anak sama artinya dengan tidak memperhatikan kelangsungan hidup keluarga, komunitas, bangsa dan negara di masa yang akan datang.
Anak mempunyai hak yang bersifat asasi, sebagaimana yang dimiliki
oleh orang dewasa. Berdasarkan Konvensi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)
tentang Konvensi Hak Anak (KHA) tahun 1989 dinyatakan bahwa anak berhak
atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, partisipasi, serta berhak
mendapatkan perlindungan dari segala tindak kekerasan dan diskriminasi. Namun
ironisnya, meskipun pemerintah telah meratifikasi KHA international tersebut,
pada hakekatnya negara belum mampu mencegah dan melindungi anak dari
segala bentuk pelanggaran hak anak, tindak kekerasan dan diskriminasi. Irwanto,
tindakan yang melanggar hak-hak anak melalui penyalahgunaan kekerasan atas
diri anak yang dimanipulasi sedemikian rupa sehingga anak dijadikan korban dan
diperlakukan sebagai ob
Dunia anak yang seharusnya diwarnai dengan kegiatan yang
menyenangkan seperti bermain, berekreasi, belajar, dan berkreasi untuk
mengembangkan minat dan bakat demi pengembangan diri mereka demi masa
depan dirinya dan bangsanya. Namun pada kenyataanya, dunia anak justru banyak
diwarnai oleh peristiwa kelam dan menyedihkan (Abu Huraerah, 2007: 21).
Banyak anak-anak yang mengalami berbagai macam tindak kekerasan
dari orang-orang yang ada disekitar mereka, bukan hanya kekerasan fisik,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
psikologis namun juga kekerasan seksual. Kekerasan seksual pada anak
merupakan salah satu peristiwa kelam yang sering mengiringi kehidupan anak,
padahal kekerasan ini merupakan kekerasan yang paling berbahaya karena sangat
kompleks dampak yang ditimbulkan, selain dampak fisik kekerasan ini juga
menimbulkan dampak psikologis seperti traumatis yang sulit dihilangkan dan
dampak sosial pada kehidupan di masa yang akan datang.
Tim Yayasan KAKAK (2011 : 3) dalam salah satu bukunya yang
berjudul Aku Ingin Jadi Matahari, mengatakan bahwa:
Kekerasan seksual adalah hubungan/interaksi antara seorang anak dengan seseorang yang lebih tua (dewasa) atau anak yang lebih banyak nalar seperti saudara kandung atau orang tua, orang asing dimana anak tersebut dipergunakan sebagai objek pemuas bagi kebutuhan seksual si pelaku. Perbuatan-perbuatan ini dilakukakn dengan menggunakan paksaan, ancaman, suap, tipuan atau tekanan. Kegiatan-kegiatan yang mengandung kekerasan seksual tidak harus melibatkan kontak badan antara pelaku dan anak tersebut.
Definisi kekerasan seksual lebih dari perkosaan, bahkan kekerasan
seksual tidak hanya mencakup pada hubungan seksual dengan kontak fisik tetapi
juga non kontak fisik misalnya yaitu berkomentar kotor, mempertontonkan alat
kelaminnya pada orang lain, dan menonton seorang anak sedang telanjang atau
menyuruh atau memaksa anak-anak untuk menonton gambar dan video porno
juga merupakan kekerasan seksual.
Pangkahila dalam Tim Yayasan KAKAK (2011: 4) mengatakan bahwa
fantasi, dan dorongan seksual
yang menimbulkan ketegangan seksual, dan membutuhkan pelepasan seksual
Kekerasan seksual pada anak merupakan cerminan dari mentalitas pelaku
yang tidak terbentuk secara matang. Dorongan nafsu seks yang dibarengi dengan
emosi yang tidak mapan membuat orang tidak dapat menempatkan dan menekan
hasrat seksual dengan baik. Anak-anak yang seharusnya dilindungi, dijaga dan
diberi kasih sayang justru dijadikan sebagai objek pemuas seksual mereka. Selain
mentalitas rendahnya moral dan kesadaran tentang nilai-nilai religi yang dimiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
pelaku juga ikut mendorong pelaku cenderung tega untuk berbuat jahat tanpa
mempertimbangkan dampak dari perbuatannya yang dilakukan.
Kekerasan seksual pada anak merupakan praktik seksual yang menyimpang karena pelakunya sering menggunakan cara-cara yang jahat dan melanggar ajaran dan nilai-nilai agama yang disertai tipuan, ancaman, kekerasan dan paksaan hal tersebut dilakukan oleh pelaku untuk menunjukkan kekuatan yang digunakan sebagai alat untuk melancarkan niat jahatnya (Wahid dan Irfan, 2001 : 32).
Astri Purwakasari mengemukakan bahwa salah satu faktor pendorong
anak menjadi korban kekerasan seksual yaitu:
Anak-anak kerap menjadi korban perkosaan karena mereka innocent (polos) dan tidak berdaya, apalagi jika harus berhadapan dengan orang yang lebih dewasa terutama orang tua. Dalam perkosaan anak, pelakunya menggunakan kekerasan sebagai unsur unjuk kekuatan (show of force) dari pelaku pada korban. Biasanya pelaku adalah pengecut yang ingin menunjukkan kekuatannya pada si lemah (Astri Purwakasari, 2009: 4 diakses dalam http://kakak.org/home).
Kota Surakarta merupakan sebuah kota yang memiliki tingkat kepadatan
penduduk 11.370 jiwa/km2, angka tersebut menyebabkan Kota Surakarta menjadi
kota terpadat di Provinsi Jawa Tengah. Dengan kepadatan penduduk tersebut
menyebabkan Kota Surakarta memiliki potensi problem sosial yang cukup rawan
seperti perumahan, kesehatan termasuk kriminalitas. Pada Tahun 2006 Kota
Surakarta ditetapkan sebagai salah satu kota percontohan Kota Layak Anak di
Indonesia. Kota yang seharusnya layak bagi anak, dapat menjamin hak-hak anak,
serta mampu melindungi dan memberikan rasa aman bagi anak. Namun pada
kenyataannya masih banyak permasalahan yang berkaitan dengan dunia anak,
salah satunya adalah masih adanya anak yang menjadi korban kejahatan
kekerasan seksual yang dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung meningkat. Hal
tersebut menunjukkan bahwa kejahatan kekerasan seksual pada anak di Kota
Surakarta belum bisa ditanggulangi secara tuntas.
Berdasarkan data yang peneliti dapat dari RPK (Ruang Pelayanan
Khusus) Unit PPA (Unit Pelayanan Perempuan dan Anak) Sat Reskrim Polresta
Surakarta, dari bulan Januari 2010 sampai bulan Desember 2011 terdapat 19 kasus
kejahatan kekerasan seksual dengan korban anak (0-18 tahun) yang dilaporkan ke
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Unit PPA. Semua kasus yang dilaporkan, 100% korbannya adalah anak
perempuan dan rata-rata berusia 14-17 tahun yaitu anak-anak yang duduk
dibangku sekolah SMP-SMA. Sedangkan pelaku kebanyakan adalah orang-orang
yang sudah dikenal oleh korban sebelumnya seperti teman sebaya/teman bermain,
pacar, tetangga, dan kenalan baru lewat HP (handphone) atau facebook kemudian
kopi darat dan menjalin hubungan pertemanan.
Selain data yang peneliti dapat dari Unit PPA Sat Reskrim Polresta
Surakarta, peneliti juga mendapatkan data dari Yayasan KAKAK Surakarta yang
menyebutkan bahwa dari bulan Januari 2009 hingga bulan Juni 2011 terdapat 19
korban kekerasan seksual yang berhasil dipantau oleh Yayasan KAKAK.
Kebayakan korban yang berhasil dipantau yaitu anak yang berusia 15-16 tahun.
Kemudian untuk pelaku 90% orang yang sudah lama mereka kenal dan 10%
orang yang baru kenal. Tempat kejadian sendiri sebagian besar terjadi di rumah
korban, di rumah pelaku dan hotel atau tempat penginapan. Data tersebut tentu
hanya data yang nampak di permukaan karena data yang sesungguhnya bisa lebih
banyak lagi. Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh salah satu staf Yayasan
KAKAK yaitu Kak Atur
kekerasan seksual pada anak merupakan fenomena gunung es artinya kasus yang
terlihat di permukaan hanyalah sebagian kecil saja dari kejadian yang sebenarnya
(Catatan Lapangan No. 4 selanjutnya disingkat CL. 4).
Secara legislatif negara Indonesia memang menunjukkan kemajuan yang
bermakna dalam komitmennya untuk memberikan sanksi lebih tegas bagi para
pelaku kekerasan seksual, hal ini terwujud dengan adanya UU Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak, yang memberikan sanksi khusus pada pasal 81
dan 82 bagi pelaku kekerasan seksual. Sanksi tersebut tentu menunjukkan adanya
kemajuan karena sebelumnya penjatuhan sanksi bagi pelaku kejahatan kekerasan
seksual pada anak mengacu pada KUHP yang hukumannya hanya berupa pidana
penjara paling lama sembilan tahun sedangkan dalam pasal 81 dan 82 UU Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pidana penjara paling singkat tiga
tahun dan paling lama yaitu 15 tahun serta denda uang paling banyak Rp
300.000.000 dan paling sedikit Rp 60.000.000. Meskipun demikian persoalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
kejahatan kekerasan seksual pada anak belum mendapatkan penanganan secara
memadai.
Sesuai dengan bunyi pasal 64 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan
dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi anak yang
berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana, merupakan kewajiban
dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat .
Pasal 69 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak, yang dimaksud perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan meliputi :
(1) Perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi kekerasan fisik, psikis, dan seksual dilakukan melalui upaya : a. Penyebarluasan dan sosialisasi peraturan perundang-undangan yang
melindungi anak korban tindak kekerasan; dan b. Pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi.
(2) Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Masyarakat adalah kelompok yang memiliki kewajiban dan tanggung
jawab untuk melindungi anak, apalagi masyarakat sangat dekat dengan kehidupan
anak-anak, sehingga masyarakat harus berpartisipasi aktif dalam berbagai bentuk
upaya perlindungan anak termasuk memecahkan berbagai permasalahan yang
menyangkut keselamatan anak. Dalam pasal 72 ayat (1) Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa Masyarakat
berhak memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam
Pasal (2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga
sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan,
lembaga keagamaan, badan usaha, dan media massa. Kemudian pada Pasal 73
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak diterangkan
Peran masyarakat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku .
Menanggulangi kejahatan kekerasan seksual pada anak meliputi upaya
pencegahan, penanganan dan rehabilitasi korban. Menanggulangi kejahatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
kekerasan seksual pada anak bukan hanya tugas pemerintah, aparat penegak
hukum, namun juga dibutuhkan partisipasi dari masyarakat yang ada di dalamnya.
Kejahatan kekerasan seksual pada anak merupakan salah satu permasalahan yang
membahayakan mental generasi bangsa oleh sebab itu harus ditangani dan
ditanggulangi secara serius, agar tidak ada lagi korban lain yang berjatuhan.
Salah satu komponen yang dikembangkan oleh Pendidikan
Kewarganegaraan yaitu ketrampilan kewarganegaraan (civic skills) yang salah
satunya adalah ketrampilan partisipasi (participation skills). Dalam konteks ini
warga negara yang dimaksud adalah masyarakat. Mengacu pada Pasal 72 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak partisipasi
masyarakat yang dimaksud adalah Lembaga Swadaya Masyarakat dan masyarakat
perorangan.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka penulis tertarik
untuk mengambil judul penelitian tentang
Menanggulangi Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak di Kota
Surakarta
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam menanggulangi kejahatan kekerasan
seksual pada anak di Kota Surakarta ?
2. Bagaimana kecenderungan kejahatan kekerasan seksual pada anak dan
partisipasi masyarakat di Kota Surakarta mengalami peningkatan ataukah
penurunan, dan solusinya ?
C. Tujuan Penelitian
Sebuah penelitian pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai melalui
penelitian tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui partisipasi masyarakat dalam menanggulangi kejahatan kekerasan
seksual pada anak di Kota Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
2. Mengetahui kecenderungan kejahatan kekerasan seksual pada anak dan
partisipasi masyarakat di Kota Surakarta, mengalami peningkatan ataukah
penurunan dan solusinya.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan
pembaca pada umumnya baik secara teoritis maupun secara praktis, antara lain :
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini memberikan sumbangan bagi bidang studi PPKn
(Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan) dalam mengimplementasikan
mata kuliah Korupsi dan Patologi Sosial yang berkaitan dengan penyakit
masyarakat yaitu kejahatan kekerasan seksual pada anak, dan IKn (Ilmu
Kewarganegaraan) yang berkaitan dengan keterampilan warga negara untuk
berpartisipasi (civic skill participatoris).
b. Sebagai referensi penelitian selanjutnya terutama yang berkaitan dengan
partisipasi masyarakat dalam menanggulangi kejahatan kekerasan seksual
pada anak.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan masukan yang
bermanfaat bagi seluruh elemen masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam
membantu tugas lembaga penegak hukum, LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat) dan instansi-instansi terkait, dalam memecahkan permasalahan
yang timbul di masyarakat terutama yang menyangkut keselamatan dan
eksistensi generasi penerus bangsa khususnya kejahatan kekerasan seksual
pada anak.
b. Memberikan motivasi dan menumbuhkan tanggungjawab serta kesadaran bagi
masyarakat akan pentingnya melakukan penanggulangan kejahatan kekerasan
seksual pada anak.
c. Menambah kepustakaan dalam bidang Ilmu Sosial di Program Studi
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan tentang Partisipasi
a. Pengertian Partisipasi
P to take part apabila
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yang berarti ambil bagian .
Sedangkan partisipasi dalam pengertian umum diartikan dengan peran serta,
keikutsertaan seseorang atau sekumpulan orang dalam suatu kegiatan
bersama. Hal tersebut seperti yang tercantum dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia erilahal turut berperan serta
dalam suatu kegiatan; keikutsertaan; peran serta Untuk
mengetahui lebih lanjut tentang pengertian partisipasi akan disajikan beberapa
pendapat tentang pengertian partisipasi yaitu, sebagai berikut :
Bornby dalam Totok Mardikanto (1988: 101) mendefinisikan
partisipasi sebagai indakan mengambil bagian yaitu kegiatan atau
pernyataan untuk mengambil bagian dari suatu kegiatan dengan maksud untuk
memperoleh manfaat
Hal senada diungkapkan oleh Teodorson dalam Totok Mardikanto
asi merupakan keikut-sertaan
seseorang di dalam kelompok sosial untuk mengambil bagian dari kegiatan
masyarakatnya, di luar pekerjaan atau profesinya sendiri
Murbyarto dalam Taliziduhu Ndraha (1990: 102) mengartikan
artisipasi sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program
sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri
sendiri
pemberdayaan masyarakat sehingga mampu menyelesaikan sendiri masalah
yang di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa partisipasi
merupakan peran serta, keikutsertaan, pengambilan bagian dalam suatu
kegiatan, untuk membantu mewujudkan keberhasilan program tersebut sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki di luar profesinya tanpa mengorbankan
kepentingan pribadi, dengan tujuan memperoleh manfaat dari keikutsertaanya
tersebut.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi
Angell dalam Sacafirmansyah mengatakan bahwa :
Partisipasi yang tumbuh dalam masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, yaitu: 1) Usia, 2) jenis kelamin, 3) pendidikan, 4) pekerjaan dan penghasilan, serta 5) lamanya tinggal (Sacafirmansyah, 2009: 7-8 diakses dalam www.sacafirmansyah.wordpress.com).
Di bawah ini adalah penjabaran dari kelima faktor tersebut :
1) Usia
Faktor usia merupakan faktor yang mempengaruhi sikap seseorang
terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari
kelompok usia menengah ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai
dan norma masyarakat yang lebih mantap, cenderung lebih banyak yang
berpartisipasi daripada mereka yang dari kelompok usia lainnya.
2) Jenis kelamin
Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan
bahwa dalam banyak masyarakat peranan perempuan yang terutama
adalah mengurus rumah tangga, akan tetapi semakin lama nilai peran
perempuan tersebut telah bergeser dengan adanya gerakan emansipasi dan
pendidikan perempuan yang semakin baik.
3) Pendidikan
Dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi.
Pendidikan dianggap dapat mempengaruhi sikap hidup seseorang terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
lingkungannya, suatu sikap yang diperlukan bagi peningkatan
kesejahteraan seluruh masyarakat.
4) Pekerjaan dan penghasilan
Hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan seseorang
akan menentukan berapa penghasilan yang akan diperolehnya. Pekerjaan
dan penghasilan yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari-hari dapat
mendorong seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan
masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk berpartisipasi dalam suatu
kegiatan, harus didukung oleh suasana yang mapan perekonomian.
5) Lamanya tinggal
Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan pengalamannya
berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh pada partisipasi
seseorang. Semakin lama ia tinggal dalam lingkungan tertentu, maka rasa
memiliki terhadap lingkungan cenderung lebih terlihat dalam
partisipasinya yang besar dalam setiap kegiatan lingkungan tersebut.
c. Syarat Tumbuhnya Partisipasi
Margono Slamet dalam Totok Mardikanto (1988: 109) mengatakan
bahwa: ntuk menumbuhkan partisipasi itu sendiri sebagai kegiatan nyata
diperlukan syarat-syarat sebagai berikut: 1) Adanya kesempatan; 2)
kemampuan; dan 3) kemauan warga masyarakat untuk berpartisipasi
Hal tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1) Adanya kesempatan untuk berpartisipasi
Dalam kenyataan, banyak program pembangunan kurang
memperoleh partisipasi masyarakat karena kurangnya kesempatan yang
diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi. Di lain pihak, juga
sering dirasakan t
masyarakat mengenai kapan dan dalam bentuk apa mereka dapat atau
dituntut untuk berpartisipasi. Beberapa kesempatan yang dimaksud di sini
adalah :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
a) Kemampuan politik dari penguasa untuk melibatkan masyarakat dalam
pembangunan, baik dalam pengambilan keputusan sejak perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, pemeliharaan, dan pemanfaatan
hasil pembangunan; sejak dari tingkat pusat sampai dijajaran yang
paling bawah.
b) Kesempatan untuk memperoleh informasi pembangunan.
c) Kesempatan memanfaatkan dan memobilisasi sumber daya (alam, dan
manusia) untuk pelaksanaan pembangunan.
d) Kesempatan untuk memperoleh dan menggunakan teknologi yang
tepat (termasuk peralatan pelengkap penunjangnya).
e) Kesempatan ikut berorganisasi, termasuk untuk memperoleh dan
menggunakan peraturan, perijinan, dan prosedur kegiatan yang harus
dilaksanakan, dan
f) Kesempatan mengembangkan kepemimpinan yang mampu
menumbuhkan, menggerakkan, dan mengembangkan, serta
memelihara partisipasi masyarakat.
2) Kemampuan untuk berpartisipasi
Perlu disadari bahwa adanya kesempatan-kesempatan yang
disediakan/ditumbuhkan untuk menggerakkan partisipasi masyarakat akan
tidak banyak berarti, jika masyarakatnya memiliki kemampuan untuk
berpartisipasi, yang dimaksud dengan kemampuan di sini adalah :
a) Kemampuan untuk menemukan dan memahami kesempatan-
kesempatan untuk membangun, atau pengetahuan tentang peluang
untuk membangun (memperbaiki mutu hidupnya).
b) Kemampuan untuk melaksanakan pembangunan, yang dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan dan ketrampilan yang dimiliki.
c) Kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan
menggunakan sumberdaya dan kesempatan (peluang) lain yang
tersedia secara optimal.
3) Kemauan untuk berpartisipasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Kesempatan dan kemampuan yang cukup, juga belum merupakan
jaminan bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat, jika
mereka sendiri tidak memiliki kemampuan untuk membangun.
Kemampuan untuk membangun ini, ditentukan oleh sikap mental yang
mereka miliki, yang menyangkut :
a) Sikap untuk meninggalkan nilai-nilai yang menghambat
pembangunan.
b) Sikap terhadap penguasa atau pelaksana pembangunan pada umumnya.
c) Sikap untuk selalu ingin memperbaiki mutu hidup dan tidak cepat puas
diri.
d) Sikap kebersamaan untuk dapat memecahkan masalah dan tercapainya
tujuan pembangunan.
e) Sikap kemandirian atau percaya diri atas kemampuannya untuk
memperbaiki mutu hidupnya.
d. Macam-Macam dan Bentuk-Bentuk Partisipasi
1) Macam-macam Partisipasi
Berdasarkan derajat kesukarelaan partisipasi, Dusseldorp dalam
Totok Mardikanto (1988: 105) embedakan macam-macam partisipasi
dalam: a) Partisiasi bebas, b) partisipasi paksaan atau partisipasi tertekan,
dan c) partisipasi karena kebiasaan
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a) Partisipasi bebas, yaitu partisipasi yang dilandasi oleh rasa
kesukarelaan yang bersangkutan untuk mengambil bagian dalam suatu
kegiatan. Partisipasi bebas ini dibedakan dalam :
(1) Partisipasi spontan, yaitu partisipasi yang tumbuh secara spontan
dari keyakinan atau pemahamannya sendiri, tanpa adanya
pengaruh yang diterimanya dari penyuluhan atau bujukan yang
dilakukan oleh pihak lain (baik individu maupun lembaga
masyarakat)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
(2) Partisipasi terinduksi, jika partisipasi sukarela itu tumbuh karena
terpengaruh oleh bujukan atau penyuluhan agar ia secara sukarela
berpartisipasi dalam kegiatan tertentu yang dilaksanakan
dalam/oleh masyarakatnya. Partisipasi terinduksi ini, dapat
dibedakan lagi berdasarkan pihak-pihak yang mempengaruhinya,
yaitu :
(a) Pemerintah, atau kelompok/organisasi sosial yang diikutinya.
(b) Lembaga sukarela di luar masyarakatnya sendiri.
(c) Seseorang individu atau lembaga-lembaga sosial setempat.
b) Partisipasi paksaan atau partisipasi tertekan yang pada dasarnya
dibedakan dalam dua macam yaitu:
(1) Partisipasi tertekan oleh hukum atau peraturan, yaitu keikutsertaan
dalam suatu kegiatan yang diatur oleh hukum/peraturan yang
berlaku yang bertentangan dengan keyakinan atau pendiriannya
sendiri, tanpa harus memerlukan persetujuannya terlebih dahulu.
(2) Partisipasi paksaan karena keadaan sosial-ekonomi. Partisipasi
seperti ini seolah-olah dapat disamakan dengan partisipasi bebas,
karena partisipasi sama sekali tidak memperoleh tekanan atau
paksaan secara langsung dari siapapun juga untuk berpartisipasi.
Tetapi, jika ia tidak berpartisipasi dalam kegiatan tertentu, ia akan
menghadapi tekanan, ancaman atau bahkan bahaya yang akan
menekan kehidupannya sendiri dan kelurganya, misalnya
keikutsertaan seseorang dalam partai politik, keikutsertaan petani
kecil dalam kelompok patron-client tertentu, ataupun keanggotaan
petani dalam kelompok tani.
c) Partisipasi karena kebiasaan, yaitu suatu bentuk partisipasi yang
dilakukan karena kebiasaan setempat, seperti kebiasaan-kebiasaan
karena jenis kelamin, ras, agama/aliran kepercayaan, dan sebagainya.
2) Bentuk-bentuk Partisipasi
Menurut Sacafirmansyah dalam artikelnya yang berjudul
Partisipasi Masyarakat dengan menggabungkan pemikiran dari Holil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Solaeman, Capin, Hamijoyo, Pasaribu dan Simanjuntak, menyebutkan
bahwa:
Bentuk-bentuk partisipasi yaitu: partisipasi uang, partisipasi harta benda, partisipasi tenaga, partisipasi ketrampilan, partisipasi buah pikiran, partisipasi sosial, partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, dan partisipasi representatif (Sacafirmansyah, 2009: 4-5 diakses dalam www.sacafirmansyah.wordpress.com).
Di bawah ini merupakan penjelasan dari delapan bentuk-bentuk
partisipasi diatas, adalah sebagai berikut :
a) Partisipasi uang adalah bentuk partisipasi untuk memperlancar usaha-
usaha bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan
bantuan.
b) Partisipasi harta benda adalah partisipasi dalam bentuk menyumbang
harta benda, biasanya berupa alat-alat kerja atau perkakas.
c) Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang diberikan dalam bentuk
tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang
keberhasilan suatu program.
d) Partisipasi ketrampilan, yaitu memberikan dorongan melalui
ketrampilan yang dimilikinya kepada anggota masyarakat lain yang
membutuhkannya, dengan maksud agar orang tersebut dapat
melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan sosialnya.
e) Partisipasi buah pikiran adalah partisipasi berupa sumbangan berupa
ide, pendapat atau buah pikiran konstruktif, baik untuk menyusun
program maupun untuk memperlancar pelaksanaan program dan juga
untuk mewujudkannya dengan memberikan pengalaman dan
pengetahuan guna mengembangkan kegiatan yang diikutinya.
f) Partisipasi sosial, partisipasi jenis ini diberikan oleh partisipan sebagai
tanda paguyuban, misalnya arisan, menghadiri kematian, dan lainnya
dan dapat juga sumbangan perhatian atau tanda kedekatan dalam
rangka memotivasi orang lain untuk berpartisipasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
g) Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Masyarakat terlibat
dalam setiap diskusi/forum dalam rangka untuk mengambil keputusan
yang terkait dengan kepentingan bersama.
h) Partisipasi representatif. Partisipasi yang dilakukan dengan cara
memberikan kepercayaan/mandat kepada wakilnya yang duduk dalam
organisasi atau panitia.
2. Tinjauan tentang Masyarakat
a. Pengertian Masyarakat dan Ciri-ciri Masyarakat
1) Pengertian Masyarakat
Masyarakat secara etimologis berasal dari bahasa A syarak
musyarak aling
bergaul. Di dalam bahasa Inggris dipakai , yang
sebelumnya berasal dari kata L societa
,
yang berarti kawan, teman. Sehingga arti society berhubungan erat dengan
kata sosial. Maka masyarakat dapat diartikan sebagai orang-orang yang
hidup bersama.
Koentjaraningrat dalam Basrowi (2005: 39) menyatakan bahwa
asyarakat ialah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut
suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan yang terikat
oleh suatu rasa identitas bersama
Kemudian menurut Auguste Comte dalam Basrowi (2005: 39)
-kelompok
makhluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut
pola perkembangan yang tersendiri
Sedangkan dalam Pasal 1 ayat (13) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa
adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan organisasi sosial dan/atau
organisasi kemasyarakatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
masyarakat adalah perseorangan atau sekelompok manusia termasuk
organisasi-organisasi sosial yang hidup bersama dalam arti seluas-luasnya
dan terikat oleh adat istiadat dan rasa identitas bersama, berkembang
menurut pola-pola perkembangannya sendiri.
2) Ciri-ciri Masyarakat
Soerjono Soekanto dalam Basrowi (2005: 40) mengatakan bahwa
ciri-ciri masyarakat meliputi :
a) Manusia yang hidup bersama, b) Bercampur untuk waktu yang lama, c) Mereka sadar bahwa mereka suatu kesatuan, d) Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama.
Pendapat lain dikemukakan oleh Abdul Syani yang menyebutkan
bahwa masyarakat ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a) Adanya interaksi; b) Ikatan pola tingkah laku yang khas di dalam semua aspek
kehidupan yang bersifat mantap dan kontinu; c) Adanya rasa identitas terhadap kelompok, dimana individu yang
bersangkutan menjadi anggota kelompoknya. (Basrowi, 2005: 41) Jadi dapat dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri
dari suatu masyarakat yaitu manusia yang hidup bersama dalam waktu
yang lama yang menyadari sebagai suatu kesatuan yang memiliki sistem
hidup bersama, saling berinteraksi memiliki ikatan dan pola tingkah laku
yang khas sebagai identitas kelompok.
b. Lapisan Masyarakat (Stratifikasi Sosial)
Bentuk-bentuk lapisan masyarakat berbeda-beda dan banyak sekali.
Lapisan masyarakat tetap ada sekalipun dalam masyarakat kapitalistis,
demokratis, komunistis dan sebagainya. Lapisan masyarakat ada sejak
manusia mengenal adanya kehidupan bersama di dalam suatu organisasi
sosial, misalnya pada masyarakat dengan kebudayaan yang masih sederhana.
Lapisan masyarakat mula-mula didasarkan pada perbedaan seks (jenis
kelamin), perbedaan antar pemimpin dan yang dipimpin, golongan budak atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
bukan budak, pembagian kerja, dan berdasarkan pada kekayaan. Semakin
rumit dan semakin maju teknologi suatu masyarakat semakin kompleks pula
sistem lapisan masyarakat (Soerjono Soekanto, 2002: 228).
Soerjono Soekanto, (2002: 237-238) menyebutkan bahwa
kuran/kriteria yang bisa dipakai untuk menggolong-golongkan masyarakat
ke dalam suatu lapisan yaitu meliputi: 1) Ukuran kekayaan, 2) ukuran
kekuasaan, 3) ukuran kehormatan dan 4) ukuran ilmu pengetahuan
Di bawah ini adalah penjabaran dari keempat ukuran/kriteria tersebut:
1) Ukuran kekayaan.
Barangsiapa yang memiliki kekayaan paling banyak, termasuk dalam
lapisan atas. Kekayaan tersebut, misalnya dapat dilihat dari bentuk rumah
yang bersangkutan, mobil pribadinya, cara-cara menggunakan pakaiain
dan bahan pakaian yang dikenakan, kemudian kebiasaan berbelanja
barang-barang mahal dan seterusnya.
2) Ukuran kekuasaan.
Barangsiapa yang memiliki kekuasaan atau yang memiliki wewenang,
menempati lapisan atas.
3) Ukuran kehormatan.
Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari ukuran-ukuran
kekayaan dan/atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati,
mendapat tempat teratas. Ukuran semacam ini, banyak dijumpai pada
masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah golongan tua atau mereka
yang pernah berjasa.
4) Ukuran ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan sebagai ukuran, dipakai oleh masyarakat yang
menghargai ilmu pengetahuan. Akan tetapi ukuran tersebut ukuran
tersebut kadang-kadang menyebabkan akibat-akibat yang negatif, karena
ternyata bukan mutu ilmu pengetahuaanya yang dijadikan ukuran tetapi
gelar kesarjanaannya meskipun segala usaha yang digunakan mendapatkan
gelar itu tidak halal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
3. Tinjauan Tentang Partisipasi Masyarakat dan Pentingnya Partisipasi
dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Untuk mengetahui pengertian partisipasi masyarakat dapat dirujuk dari
pendapat Isbandi Rukminto Adi (2007: 27) dalam bukunya yang berjudul
Perencanaan Partisipatoris Berbasis Aset Komunitas: dari Pemikiran Menuju
Penerapan mengatakan bahwa partisipasi masyarakat adalah :
Keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi. (Sacafirmansyah, 2009: 1 diakses dalam www.sacafirmansyah.wordpress.com).
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangat diperlukan partisipasi
dan dukungan dari masyarakat yang ada di dalamnya. Kemampuan masyarakat
untuk berpartisipasi merupakan suatu ketrampilan yang harus dimiliki oleh setiap
masyarakat sebagai warga negara. Ketrampilan partisipasi (participation skill) itu
sendiri merupakan salah satu ketrampilan kewarganegaraan (civic skill).
Ketrampilan kewarganegaraan merupakan salah satu komponen pokok yang ingin
dikembangkan dalam Pendidikan Kewarganegaraan selain civic knowledge
(pengetahuan kewarganegaraan) dan civic values/dispositions (karakter
kewarganegaraan).
Winarno, Wijianto (2010: 60) mengatakan bahwa Civic Skill sendiri
berkenaan dengan apa yang seharusnya dapat dilakukan oleh warga negara bagi
Udin S. Winataputra dan Dasim Budimansyah (2007: 33) mengatakan
Participation skills such as: communicate, negotiate, cooperate, manage
conflict, peacefully and fairly, reach consensus .
Artinya ketrampilan partisipasi meliputi ketrampilan melakukan
komunikasi, negosiasi, kooperasi atau mengadakan kerjasama dengan pihak lain,
mampu menghadapi dan mengelola suatu konflik, memiliki sikap keterbukaan dan
mampu menciptakan perdamaian, dan mampu mencapai suatu
konsesus/kesepakatan bersama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Hal senada juga dikemukanan oleh Diknas (Departemen Pendidikan
Nasional) yang menyebutkan bahwa :
Ketrampilan berpartisipasi meliputi ketrampilan berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, berperan serta aktif mewujudkan masyarakat madani (civil society), ketrampilan mempengaruhi dan memonitoring jalannya pemerintahan dan proses pengambilan keputusan politik, ketrampilan memecahkan masalah sosial, ketrampilan mengadakan koalisi, kerjasama dan mengelola konflik (Winarno dan Wijianto, 2010 : 55).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ketrampilan
berpartisipasi warga negara meliputi berperan serta aktif mewujudkan masyarakat
madani ketrampilan mempengaruhi dan memonitoring jalannya pemerintahan dan
proses pengambilan keputusan politik, ketrampilan memecahkan masalah sosial,
ketrampilan mengadakan koalisi, kerjasama dan mengelola konflik. Dan
ketrampilan-ketrampilan tersebut sangat dibutuhkan dalam kehidupan bernegara
dan bernegara. Partisipasi masyarakat sendiri tidak harus selalu diartikan
mendukung pembangunan tetapi juga menciptakan pembangunan. Sehingga
partisipasi masyarakat merupakan hal yang penting di segala aspek kehidupan,
termasuk proses pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat itu
sendiri. Begitu pula dengan menjaga stabilitas, ketertiban dan keamanan
masyarakat seperti menanggulangi kejahatan sebagai masalah sosial juga
membutuhkan perhatian dan keterlibatan masyarakat. Tanpa kepedulian dan
keikutsertaan masyarakat maka segala program dan kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah tidak akan tercapai.
Sesuai dengan konsepsi dalam menaggulangi kriminalitas menurut
Walter C. Reckless dalam Abdulsyani (1987: 28-29) yang menyebutkan bahwa:
dalam menanggulangi kejahatan yaitu dengan cara memadukan unsur-
unsur yang berhubungan dengan pemantapan penegak hukum serta peradilan
pidana dan juga partisipasi masyarakat untuk membantu kelancaran pelaksanaan
penanggulangan kriminalitas yang terjadi di masyarakat itu sendiri .
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa partisipasi
masyarakat sangat dibutuhkan dalam berbagai bidang, termasuk masalah
kejahatan kekerasan seksual pada anak, tidak dapat ditanggulangi secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
maksimal tanpa dukungan dan keikutsertaan dari masyarakat yang ada
didalamnya apalagi masyarakat adalah kelompok yang sangat dekat dengan
kehidupan anak-anak di lingkungannya.
4. Tinjauan tentang Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak
a. Pengertian Anak
1) Anak Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia
Menurut bunyi Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun
engertian anak
adalah manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum
Dalam hal ini anak juga mempunyai hak asasi yang melekat pada dirinya
yang harus diakui, dilindungi dan dihormati seperti halnya orang dewasa.
2) Anak Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak
Menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, Anak adalah seseorang
yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan . Jadi apabila usianya 18 lebih 1 haripun sudah tidak
dapat digolongkan sebagai anak-anak lagi melainkan sudah tergolong
dewasa.
3) Anak Menurut Konvensi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) tentang Hak
Anak (Convention on the Rights of the Child) yang disahkan oleh Majelis
Umum PBB pada tanggal 20 November tahun 1989
Menurut pasal 1 Konversi PBB tentang Hak Anak mendefinisikan
anak sebagai n, kecuali
berdasarkan Undang-Undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa
(Sthepanie Delaney, 2006: 10).
Berdasarkan beberapa pengertian anak dari berbagai sumber di atas
dapat disimpulkan bahwa anak merupakan seseorang yang belum dewasa serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
belum menikah dan masih berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun termasuk
anak yang belum lahir atau masih dalam kandungan.
a. Pengertian Kejahatan dan Kekerasan
1) Pengertian Kejahatan
Kejahatan adalah perbuatan-perbuatan tertentu, sebagai perbuatan
jahat. Sedangkan orang yang melakukan perbuatan tersebut disebut
dengan penjahat. Kriminalitas berasal dari kata crime yang artinya
kejahatan. Bisa disebut kriminalitas karena ia menunjukkan suatu
perbuatan atau tingkah laku kejahatan. Seperti yang diartikan oleh S.
Wojowasiton dan WJS. Poerwadarminto dalam Wahid dan Irfan (2001: 2),
Crime adalah kejahatan dan criminal dapat
diartikan jahat atau penjahat, maka kriminalitas dapat diartikan sebuah
perbuatan kejahatan
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini dapat kita lihat beberapa batasan
yang telah dikemukakan oleh para sarjana kriminalitas, yaitu antara lain:
Kartini Kartono, (2005: 143-145) efinisi
kejahatan terbagi menjadi dua yaitu: a) definisi secara yuridis formal dan
b) secara sosiologis
Berikut ini adalah penjabaran dari definisi tersebut :
a) Secara yuridis formal, kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang
bertentangan dengan moral kemanusiaan (amoral), merugikan
masyarakat, sifatnya antisosial dan melanggar hukum serta Undang-
Undang Pidana.
b) Secara sosiologis, kejahatan adalah semua bentuk ucapan, perbuatan,
dan tingkah laku yang secara ekonomis, politis dan sosial-psikologis
sangat merugikan masyarakat, melanggar norma-norma susila, dan
menyerang keselamatan warga masyarakat (baik yang telah tercakup
dalam Undang-Undang maupun yang belum tercantum dalam
Undang-Undang Pidana).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
W. A Bonger, (1982: 25) mengemukakan
adalah perbuatan yang sangat anti-sosial yang memperoleh tantangan
dengan sadar dari negara berupa pemberian penderitaan (hukuman atau
tindakan
Pendapat lain juga dikemukakan oleh J. E Sahetapy dan B.
Mardjono Reksodipuro dalam Abdulsyani (1987: 13-14) yang menyatakan
bahwa:
Kejahatan adalah setiap perbuatan (termasuk kelalaian), dilarang oleh hukum publik untuk melindungi masyarakat dan diberi sangsi berupa pidana oleh negara. Perbuatan tersebut diberi hukuman pidana karena melanggar norma-norma sosial masyarakat, yaitu harapan masyarakat mengenai tingkah laku yang patut dari seorang warga negaranya.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kejahatan
merupakan perbuatan yang bersifat anti-sosial bertentangan dengan moral
kemanusiaan dan dilarang oleh hukum karena melanggar norma-norma
sosial masyarakat dan juga Undang-Undang Hukum Pidana, selain itu
perbuatan tersebut merugikan masyarakat sehingga dapat dikenai sanksi
pidana oleh negara.
2) Pengertian Kekerasan
, dan dari
yang berarti memakai kekuatan. Sehingga
kekerasan dapat diartikan sebagai pemakaian kekuatan untuk menyerang,
melukai, membahayakan, merusak harta benda atau orang secara fisik
maupun psikis. Dalam definisi ini yang perlu digarisbawahi dalam
pengertian kekerasan yaitu pemakaian kekuatan yang membahayakan
pihak lain.
Barker dalam Abu Huraerah (2007: 47) mengemukakan bahwa
ekerasan adalah perilaku tidak layak yang mangakibatkan kerugian atau
bahaya secara fisik, psikologi atau finansial baik yang dialami individu
atau kelompok
Pendapat lain dikemukakan oleh Arif Gosita (2007: 225) yang
mengatakan bahwa ekerasan adalah tindakan yang melawan hukum,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
yang dilakukan dengan sengaja oleh seseorang terhadap orang lain, baik
untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain, dan yang menimbulkan
penderitaan mental, fisik dan sosial
Menurut Arif Gosita (2007: 227) Perwujudan tindak kekerasan
meliputi perbuatan-perbuatan penganiayaan ringan/berat, memaksa orang
melakukan sesuatu yang melanggar hukum, membuat orang pingsan,
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kekerasan
adalah tidakan melawan hukum, yang dilakukan oleh satu orang atau
sekelompok orang kepada individu maupun kelompok dengan
menggunakan kekuatan dan bertujuan untuk menekan, menyakiti, melukai,
menciderai bahkan membuat korban menderita secara fisik maupun secara
mental dan sosial untuk kepentingan pribadi, orang lain maupun
kelompoknya.
b. Pengertian tentang Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak
Kekerasan seksual
dapat juga disebut dengan istilah sexual violance, sex dalam bahasa Inggris
diartikan sebagai jenis kelamin dan jenis kelamin disini lebih dipahami
sebagai persoalan hubungan persetubuhan antara laki-laki .
Dalam jurnal nasional tentang HAM oleh Ifdhal Kasim, (2004: 60)
berdasarkan Statuta International Criminal Tribunal for the former Rwanda
atau disingkat ICTR mendefinisikan:
Kekerasan seksual sebagai setiap tindakan yang bersifat seksual yang dilakukan terhadap orang dalam kondisi yang bersifat paksa, dan tidak terbatas pada serangan fisik terhadap tubuh manusia (namun) bisa mencakup tindakan-tindakan yang tidak melibatkan penetrasi penis atau bahkan kontak fisik sekalipun.
Sthepanie Delaney (2006: 9-10) mendefinisikan kekerasan seksual
pada anak sebagai :
Serangkaian hubungan atau interaksi antara seseorang anak dengan seseorang yang lebih tua atau anak yang lebih berpengetahuan atau orang dewasa (orang asing, saudara kandung atau orang yang memiliki tanggung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
jawab untuk memelihara anak tersebut seperti orang tua atau pengasuh) dimana anak tersebut dipergunakan sebagai objek pemuas bagi kebutuhan seksual mereka.
Pendapat lain dikemukakan oleh Tim Yayasan KAKAK (2011: 3)
yang mengatakan bahwa :
Kekerasan seksual adalah hubungan/interaksi antara seorang anak dengan seseorang yang lebih tua (dewasa) atau anak yang lebih banyak nalar seperti saudara kandung atau orang tua, orang asing dimana anak tersebut dipergunakan sebagai objek pemuas bagi kebutuhan seksual si pelaku. Perbuatan-perbuatan ini dilakukakan dengan menggunakan paksaan, ancaman, suap, tipuan atau tekanan. Kegiatan-kegiatan yang mengandung kekerasan seksual tidak harus melibatkan kontak badan antara pelaku dan anak tersebut.
Sedangkan menurut Suharto dalam Abu Huraerah (2007: 48)
mengemukakan bahwa Kekerasan terhadap anak secara seksual dapat berupa
pra kontak seksual antara anak dan orang yang lebih besar (melalui kata,
sentuhan, gambar visual, exbihitionism), maupun perlakuan kontak seksual
secara langsung antara anak dengan orang dewasa (incest, perkosaan dan
eksploitasi seksual) .
Di bawah ini yang juga termasuk tindakan-tindakan kekerasan seksual
antara lain :
Mempertontonkan alat kelaminnya pada orang lain. Voeyorisme seperti orang dewasa yang menonton seorang anak sedang telanjang atau menyuruh atau memaksa anak untuk melakukan kegiatan-kegiatan seksual dengan orang lain sedangkan pelaku tersebut menonton atau merekam kegiatan seksual tersebut. Para pelaku sering kali orang yang memiliki tanggung jawab atas keselamatan dan kesejahteraan anak tersebut sehingga sudah ada hubungan kepercayaan diantara mereka. (Tim Yayasan KAKAK, 2011: 3)
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
kekerasan seksual pada anak merupakan hubungan atau interaksi seksual
yang dilakukan oleh orang yang lebih dewasa atau lebih nalar terhadap anak,
baik perlakuan secara non kontak fisik maupun kontak fisik secara langsung,
dengan menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, tipuan, dan paksaan
untuk memaksakan kehendak seksual dengan tujuan untuk memuaskan nafsu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
seksualnya, yang dapat dilakukan oleh orang asing, maupun keluarga dan
orang terdekat atau juga figure yang dianggap orang tua sehingga sudah ada
hubungan kepercayaan antara mereka anak, terlepas dari apakah anak tersebut
sadar atau tidak dengan apa yang sedang terjadi.
c. Bentuk-bentuk Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak
-bentuk kekerasan
seksual yang terjadi terhadap anak meliputi: pelecehan seksual, pencabulan,
Berikut ini adalah penjabaran dari keempat bentuk kekerasan seksual
di atas :
1) Pelecehan seksual. Adalah tindakan yang menjerumuskan kepada sesuatu
yang berkonotasi seksual, misalnya komentar jorok, menowel/mencolek
pantat atau anggota tubuh yang lain dan mengakibatkan respon yang
negatif seperti rasa malu, takut dan sebagainya.
2) Pencabulan. Adalah tindakan meraba, mencium, memasukkan alat kelamin
pria ke dalam alat kelamin wanita tetapi tidak terjadi penetrasi (sperma
masuk ke dalam vagina).
3) Perkosaan. Adalah memasukkan alat kelamin pria ke dalam alat kelamin
wanita dan sudah ada pentrasi dengan disetai ancaman dan kekerasan.
4) Sodomi. Adalah memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam anus atau
dubur.
d. Tanda-tanda Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak
Menurut Abu Huraerah (2007: 73-74) iri-ciri umum anak yang
mengalami Sexual Abuse meliputi empat tanda-tanda antara lain tanda- tanda
perilaku, kognisi, sosial-emosional, dan tanda-tanda fisik
Berikut ini adalah penjabaran dari tanda-tanda di atas :
1) Tanda-tanda perilaku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
a) Perubahan-perubahan mendadak pada perilaku: dari bahagia menjadi
depresi atau permusuhan, dari bersahabat ke isolasi, atau dari
komunikatif ke rahasia.
b) Perilaku ekstrim: perilaku secara komparatif lebih agresif atau pasif
dari teman sebayanya atau dari perilaku dia sebelumnya.
c) Gangguan tidur: takut pergi ketempat tidur, sulit tidur tau terjaga
dalam waktu yang lama, mimpi buruk.
d) Perilaku regresif: kembali pada perilaku perkembangan anak tersebut
seperti ngompol, mengisap jempol dsb.
e) Perilaku anti-sosial atau nakal: bermain api, menggangu anak lain atau
binatang, tindakan-tindakan merusak.
f) Perilaku menghindar: takut akan, atau menghindar dari, orang tertentu
(orang tua, kakak, saudara lain, tetangga, pengasuh), lari dari rumah,
nakal atau membolos sekolah.
g) Perilaku seksual yang tidak pantas: masturbasi berlebihan, berbahasa
dan bertingkah porno melebihi usianya, perilaku seduktif terhadap
anak yang lebih muda, menggambar porno.
h) Penyalahgunaan NAPZA: alkohol atau obat terlarang khususnya pada
anak remaja.
i) Bentuk-bentuk perlakuan salah terhadap diri sendiri (self-abuse):
merusak diri sendiri, gangguan makan, berpartisipasi dalam kegiatan-
kegiatan berisiko tinggi, percobaan atau melakukan bunuh diri.
2) Tanda-tanda kognisi
a) Tidak dapat berkonsentrasi: sering melamun dan menghayal, fokus
perhatian singkat/terpecah.
b) Minat sekolah memudar: menurunnya perhatian terhadap pekerjaan
sekolah dibandingkan dengan sebelumnya.
c) Respons/reaksi berlebihan: khususnya terhadap gerakan tiba-tiba dan
orang lain dalam jarak dekat.
3) Tanda-tanda sosial emosional
a) Rendahnya kepercayaan diri: perasaan tidak berharga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
b) Menarik diri: mengisolasi diri dari teman, lari ke dalam khayalan atau
bentuk-bentuk lain yang tidak berhubungan.
c) Depresi tanpa penyebab jelas: perasaan tanpa harapan dan
ketidakberdayaan, pikiran dan pernyataan-pernyataan ingin bunuh diri.
d) Ketakutan berlebihan: kecemasan, hilang kepercayaan terhadap orang
lain.
e) Keterbatasan perasaan: tidak dapat mencintai, tidak riang seperti
sebelumnya atau sebagaimana dialami teman sebayanya.
4) Tanda-tanda fisik
a) Perasaan sakit yang tidak jelas: mengeluh sakit kepala, sakit perut,
tenggorokan tanpa penyebab jelas, menurunnya berat badan secara
drastis, tidak ada kenaikan berat badan secara memadai, muntah-
muntah.
b) Luka-luka pada alat kelamin atau mengidap penyakit kelamin: pada
vagina, penis, atau anus yang ditandai dengan pendarahan, lecet, nyeri
atau gatal-gatal di seputar alat kelamin.
c) Hamil.
e. Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan Kekerasan Seksual
Abdul Wahid dan Irfan (2001: 72) menyebutkan bahwa:
Faktor penyebab kekerasan seksual (perkosaan) setidak-tidaknya adalah sebagai berikut: pengaruh perkembangan budaya, gaya hidup dan pergaulan yang bebas, rendahnya pengalaman dan penghayatan norma, tingkat control masyarakat, putusan hakim yang terasa tidak adil, ketidakmampuan pelaku untuk menahan emosi dan nafsu, keinginan pelaku untuk melampiaskan dendam, dan pengaruh lain yaitu rangsangan lingkungan seperti tayangan porno.
Di bawah ini adalah penjabaran dari faktor-faktor tersebut:
1) Pengaruh perkembangan budaya yang semakin tidak menghargai etika
berpakaian yang baik seperti pakaian yang menutup aurat, sehingga
dapat merangsang pihak lain untuk berbuat senonoh dan jahat.
2) Gaya hidup atau mode pergaulan diantara laki-laki dengan perempuan
yang semakin bebas, tidak atau kurang bisa membedakan antara yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
seharusnya boleh dikerjakan dengan yang dilarang dalam hubungannya
dengan kaedah akhlak mengenai batas-batas hubungan laki-laki dan
perempuan.
3) Rendahnya pengalaman dan penghayatan terhadap norma-norma
keagamaan yang terjadi di masyarakat. Nilai-nilai keagamaan yang
semakin terkikis di masyarakat atau pola relasi horizontal yang
cenderung makin meniadakan peran agama adalah sangat berpotensi
untuk mendorong seseorang berbuat jahat dan merugikan orang lain.
4) Tingkat control masyarakat (social control) yang rendah, artinya
berbagai perilaku yang diduga sebagai penyimpangan, melanggar
hukum dan norma keagamaan kurang mendapat responsi dan
pengawasan dari unsur-unsur masyarakat.
5) Putusan hakim yang terasa tidak adil, seperti putusan/vonis hakim yang
dijatukan pada pelaku terlalu ringan dan tidak setimpal dengan
perbuatan. yang dijatuhkan pada pelaku. Hal ini dimungkinkan dapat
mendorong anggota-anggota masyarakat lainnya untuk berbuat keji
dan jahat. Artinya mereka yang hendak berbuat jahat atau yang
memiliki niat berbuat jahat tidak merasa takut lagi dengan sanksi
hukum yang diterimanya.
6) Ketidakmampuan pelaku untuk mengendalikan emosi dan nafsu
seksualnya. Dorongan kuat nafsu seks yang dibarengi emosi yang tidak
mapan membuat pelaku tidak dapat mengontrol perilakunya, sehingga
nafsu seksualnya dibiarkan mengembara dan menuntutnya untuk
dicarikan kompensasi pemuasnya.
7) Keinginan pelaku untuk melakukan (melampiaskan) balas dendam
terhadap sikap, ucapan (keputusan), dan perilaku korban atau wanita
lain bukan korban yang dianggap menyakiti dan merugikannya.
Sehingga korban menjadi sasaran kemarahan pelaku yang stress dan
tertekan akibat masalah yang dihadapinya.
8) Pengaruh lain yang juga berpengaruh yaitu rangsangan lingkungan
seperti film atau gambar-gambar porno, dan karena pengaruh tayangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
yang dilihatnya pelaku cenderung ingin meniru adegan yang dilihatnya
karena dorongan seksualnya yang kuat serta didukung oleh situasi dan
kondisi yang memungkinkan dilakukan tindakan tidak senonoh
tersebut turut menjadi faktor pendukung.
f. Anak-anak yang Rentan Mengalami Kejahatan Kekerasan Seksual
Semua anak-anak rentan terhadap kekerasan dan eksploitasi seksual,
tetapi sebagian anak memang jauh lebih rentan dibandingkan dengan anak
yang lain. Menurut Stephanie Delaney (2006: 21), berikut ini adalah anak-
anak yang sangat rentan menjadi korban kekerasan antara lain: -anak
tanpa pengasuhan orang tua, anak-anak cacat, dan anak-anak dari kelompok
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Anak-anak tanpa pengasuhan orang tua seperti anak yatim-piatu dan anak-
anak yang terpisah dengan orang tua mereka: anak-anak yang tinggal
sendiri, anak-anak yang tinggal dengan keluarga angkat atau anak-anak
yang tinggal dalam institusi menghadapi bahaya yang besar karena
kurangnya dukungan dan perlindungan orang tua dan masyarakat.
2) Anak-anak cacat fisik dan anak-anak cacat mental serta anak-anak dengan
anak-anak ini pada umumnya tidak memiliki
kemampuan untuk menghindar dari kekerasan atau untuk memahami apa
yang akan terjadi kepada mereka dan menceritakan kekerasan tersebut.
Hal ini sering diperburuk oleh kurangnya penghargaan masyarakat
terhadap kehidupan anak-anak penyandang cacat dan oleh sebab itu bisa
berdampak pada kurangnya pengasuhan, perhatian dan perlindungan
terhadap mereka.
3) Anak-anak dari kelompok yang termarjinalkan seperti anak-anak dari
etnis, suku dan komunitas agama minoritas: anak-anak seperti ini sering
mengalami dampak ekonomi yang merugikan karena diskriminasi yang
membuat mereka rentan terhadap ekslpoitasi dan kekerasan seksual atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
mungkin tidak mendapatkan perlindungan karena kerangka hukum dan
kebijakan yang lemah.
Walaupun sebagian anak-anak menghadapi resiko yang lebih kecil
karena mereka tinggal bersama dengan orang tua mereka atau orang dewasa
lain, tetapi mungkin tingkat resiko yang mereka hadapi sebenarnya jauh
lebih tinggi dari yang kita bayangkan karena tekanan-tekanan situasi gawat
darurat. Sehingga anak-anak tanpa pengasuhan orang tua, anak-anak cacat,
dan anak-anak dari kelompok yang termajinalkan memang jauh lebih rentan
menjadi korban kejahatan kekerasan seksual karena memang posisi mereka
yang lemah serta kurangnya perlindungan dari keluarga maupun
masyarakat, sehingga mereka merupakan kelompok yang sangat rentan
terhadap kejahatan kekerasan seksual dan perlu mendapatkan perhatian yang
lebih.
g. Dampak yang Ditimbulkan dari Kejahatan Kekerasan Seksual bagi Anak
Dampak buruk yang dialami oleh anak-anak yang diakibatkan oleh
kekerasan dan eksploitasi seksual sangat banyak dan berbeda-beda dan sulit
untuk disembuhkan serta memiliki dampak yang dramatis bagi anak tersebut.
Dampak yang dialami anak akibat
kekerasan dan ekslpoitasi seksual ada tiga yaitu meliputi: dampak fisik,
dampak emosional, dan dampak sosial
Berikut ini adalah penjelasan dari ketiga dampak tersebut:
1) Dampak fisik: luka fisik, kematian, kehamilan, aborsi yang tidak aman,
angka kematian ibu dan anak yang tinggi, penyakit dan infeksi menular
seksual (PMS dan IMS) dan infeksi HIV/AIDS.
2) Dampak emosional: depresi, rasa malu karena menjadi korban kekerasan,
penyakit stress pasca trauma, hilangnya rasa percaya diri dan harga diri,
melukai diri sendiri serta pemikiran dan tindakan bunuh diri.
3) Dampak sosial: pengasingan dan penolakan oleh keluarga dan masyarakat,
stigma sosial serta dampak jangka panjang seperti hilangnya kesempatan
untuk mendapatkan pendidikan/hilang kesempatan untuk melanjutkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
sekolah karena dikeluarkan dari sekolah, hilangnya kesempatan mendapat
pelatihan keterampilan dan lapangan pekerjaan, kecilnya kesempatan
untuk menikah.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa kekerasan seksual membawa
dampak paling kompleks dan sangat membahayakan bagi anak karena tidak
hanya dampak fisik saja tetapi juga dampak emosional atau psikologis dan
dampak kehidupan sosial anak itu sendiri terhadap lingkungan pergaulan.
Kekerasan seksual pada anak adalah perbuatan yang sangat membahayakan
dan merupakan perbuatan yang merampas hak-hak anak untuk dapat
menikmati masa kanak-kanak dengan penuh keceriaan untuk bermain, belajar
dan mengembangkan minat dan bakat untuk mencapai cita-cita di masa yang
akan datang. Anak merupakan harapan bangsa untuk menjadi generasi penerus
bangsa, akan tetapi hal tersebut tidak akan tercapai apabila generasinya sudah
dirusak mentalnya.
h. Peraturan tentang Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak Menurut
Hukum Positif
1) Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak dalam KUHP (Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana)
asal 287 yang menyebutkan bahwa :
(1) Barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar pernikahan,
padahal atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima
belas tahun, atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu
dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umurnya
wanita belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal
tersebut pasal 291 dan pasal 294.
Kemudian pada pasal 289 menyatakan bahwa:
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan
pidana penjara paling lama sembilan tahun
Dalam pasal 289 tindak pidananya adalah dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan
dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, yang dimaksud dengan perbuatan
cabul ialah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan, atau perbuatan
lain yang keji dan semuanya dalam lingkungan nafsu birahi kelamin.
Sebagai tindak pidana menurut pasal ini tidaklah hanya memaksa
seseorang melakukan perbuatan cabul, tetapi juga memaksa seseorang
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan membiarkan dilakukan pada
dirinya perbuatan cabul, dikarenakan untuk menunjukkan sifat berat dari
tindak pidana sebagai perbuatan yang sangat tercela, sehingga diadakan
minimum khusus dalam ancaman pidananya, yaitu sembilan tahun (Leden
Marpaung, 1996: 64-65).
Dari kedua pasal di atas terdapat kesamaan dalam pemberian
ancaman hukuman maksimal yaitu sembilan tahun, disitu dituliskan
maksimal sembilan tahun atau paling lama sembilan tahun dan tidak
disebutkan hukuman paling sedikit atau minimal. Namun jika kita
perhatikan hukuman maksimal yang diberikan terlalu ringan karena tidak
sebanding dengan apa yang dialami korban, apalagi korbannya adalah
anak yang masa depannya masih panjang tetapi karena perbuatan biadab
pelakunya mereka harus mengalami dampak yang sangat beragam dan
juga trauma yang sangat sulit disembuhkan karena peristiwa tersebut
sangat sulit dilupakan.
Selain pada pasal 287 dan 289, aturan hukum mengenai kejahatan
seksual pada anak terdapat pada pasal 290 yang berbunyi :
Pasal 290. Diancam dengan pidana penjara paling lam tujuh tahun :
Ke-1 Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal
diketahui, bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Ke-2 Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal
diketahui atau sepatutnya diduga bahwa umurnya belum 15 tahun
atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu kawin;
Ke-3 Barangsiapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya
harus diduga, bahwa umurnya belum 15 tahun atau kalau umurnya
tidak ternyata, bahwa belum mampu kawin, untuk melakukan atau
membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di luar
pernikahan dengan orang lain.
Pasal 292. Orang yang cukup umur, yang melakukan perbuatan cabul
dengan orang lain sama kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus
diduga, bahwa belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun.
Jika kita perhatikan isi dari pasal 292 ini adalah kejahatan seksual
yang dilakukan dengan satu atau sama jenis kelamin seperti sodomi.
Namun yang disayangkan hukuman paling lama hanya lima tahun penjara.
Pasal 293 yang menyebutkan bahwa :
(1) Barangsiapa dengan memberi dan menjanjikan uang atau barang,
menyalahgunakan perbawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau
dengan penyesatan dengan sengaja menggerakkan seorang belum
cukup umur dan baik tingkah lakunya, untuk melakukan atau
membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang
dengan belum cukup umurnya itu diketahui atau selayaknya diduga,
diancam dengan pidana paling lama lima tahun.
(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap
dirinya dilakukan kejahatan itu.
(3) Tenggang tersebut dalam pasal 74, bagi pengaduan ini adalah masing
masing sembilan bulan dan dua belas bulan.
Pasal 294
(1) Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya,
anak angkatnya, anak di bawah pengawasannya, yang belum cukup
umur, atau dengan orang yang belum cukup umur yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
pemeliharaannya, pendidikan dan penjagaannya diserahkan kepadanya
ataupun dengan bujangnya atau bawahannya yang belum cukup umur,
diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama :
Ke-1 Pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang
karena jabatan adalah bawahannya, atau dengan orang yang
penjagaannya dipercayakan atau diserahkan kepadanya.
Ke-2 Seorang pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau
pesuruh dalam penjara, tempat pekerjaan negara, tempat
pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit ingatan atau
lembaga sosial, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang
yang dimasukkan ke dalamnya.
2) Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak dalam Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA)
Pemerintah dalam rangka menjamin kesejahteraan kehidupan
warga negaranya, termasuk memberi perlindungan terhadap hak anak yang
merupakan bagian dari HAM termasuk menjamin hak mereka
mendapatkan perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi baik
ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan,
penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan yang salah lainnya, yang diatur
dalam Pasal 13 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002. Hal tersebut
ditujukan agar anak-anak dapat hidup, tumbuh, berkembang dan
berpartisipasi optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan
sehingga terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia,
dan sejahtera menyongsong masa depan dan menjamin eksistensi dan
kelangsungan bangsa.
Dalam pasal 81 ayat (1) dan (2) dan pasal 82 mengatur tentang
kekerasan seksual yang menyatakan bahwa :
Pasal 81
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman
kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
tahun dan paling singkat tiga tahun dan denda paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula
bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat,
serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Pasal 82
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman
kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian
kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan
dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 tahun dan paling singkat tiga tahun dan denda paling banyak
Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
Salah satu alasan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak harus lahir dan harus dilaksanakan adalah karena undang-undang ini memberikan perlindungan yang lebih baik dibandingkan peraturan hukum yang ada dalam KUHP. Misalnya, ada sanksi cukup tinggi berupa hukuman pidana penjara 15 tahun dan minimal tiga tahun dengan denda maksimal Rp 300 juta dan minimal Rp 60 juta terhadap tindakan yang berhubungan dengan perkosaan dan pencabulan terhadap anak (Ratna Batara Munti dalam Sukanta, 2007: 98).
Jadi dapat disimpulkan bahwa adanya Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ini memberikan perlindungan yang
lebih baik dari peraturan hukum dan sanksi hukuman yang tercantum dalam
KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Jika dalam KUHP hukuman
penjara paling lama adalah Sembilan tahun sedangkan dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak hukuman penjara paling
lama adalah 15 tahun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
5. Tinjauan tentang Menanggulangan Kejahatan
Kekerasan Seksual pada Anak
a. Pengertian Menanggulangan dan Konsepsi dalam Menanggulangi
Kriminalitas
1) Pengertian Menanggulangi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1138)
(seperti banjir, narkoba, kenakalan remaja dan sebagainya), dan ganguan
(
Jadi dapat disimpulkan bahwa menanggulangi adalah tindakan
atau perbuatan yang dilakukan untuk mengatasi, mengahadapi suatu
gangguan, permasalahan dan keadaan bahaya. Dalam hal ini yaitu
menanggulangi kejahatan kekerasan seksual pada anak.
2) Konsepsi dalam Menanggulangi Kriminalitas
Secara konsepsional, usaha pembinaan terhadap pelaku kejahatan
yaitu memadukan unsur-unsur yang berhubungan dengan mekanisme
peradilan pidana serta partisipasi masyarakat. Adapun konsepsi dalam
menanggulangi kriminalitas antara lain sebagai berikut :
1) Peningkatan dan pemantapan aparat penengak hukum, yaitu meliputi pemantapan organisasinya, personel, sarana dan prasarana untuk mempertuntaskan perkara-perkara pidana.
2) Perundang-undangan berfungsi untuk menganalisis dan menekan kejahatan dengan mempertimbangkan masa depan bangsa.
3) Mekanisme peradilan pidana yang efektif dan efisien (cepat, tepat, mudah,dan sederhana).
4) Koordinasi antara penegak hukum dan aparatur pemerintahan lainnya yang saling berhubungan (saling mengisi) dan saling bekerjasama untuk meningkatkan daya guna penanggulangan kriminalitas.
5) Partisipasi masyarakat untuk membantu kelancaran pelaksanaan penanggulangan kriminalitas yang terjadi di masyarakat itu sendiri (Walter C. Reckless dalam Abdulsyani, 1987: 28-29).
Dari uraian tentang konsepsi dalam menanggulangi kriminalitas di
atas dapat disimpulkan bahwa penanggulangan kejahatan tidak hanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
melalui peningkatan dan pemantapan aparat penegak hukum, perundang-
undangan dan upaya hukum lainnnya saja akan tetapi juga diperlukan
dukungan dan partisipasi dari masyarakat untuk membantu kelancaran
penaggulangan kriminalitas yang terjadi di masyarakat itu sendiri, tanpa
dukungan, kerjasama dan partisipasi aktif dari masyarakat penanggulangan
itu sendiri tidak akan berjalan dengan lancar.
b. Upaya Menanggulangi Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak
Kejahatan merupakan salah satu bentuk dari perilaku menyimpang
yang selalu ada dan melekat pada tiap bentuk masyarakat. Perilaku
menyimpang itu merupakan suatu ancaman yang nyata atau ancaman terhadap
norma-norma sosial dan merupakan ancaman real atau potensial bagi
berlangsungnya ketertiban sosial, dan merupakan masalah kemanusiaan.
(Muladi dan Nawawi dalam Lukman Hakim, 2008: 79).
Oleh sebab itu para praktisi hukum maupun pemerintah setiap negara
selalu melakukan berbagai usaha untuk menanggulangi kejahatan dalam arti
mencegah sebelum terjadi dan menindak pelaku kejahatan yang telah
melakukan perbuatan atau pelanggaran atau melawan hukum. Usaha-usaha
yang rasional untuk mengendalikan atau menanggulangi kejahatan (politik
kriminal) sudah barang tentu tidak hanya dengan menggunakan sarana penal
(hukum pidana), tetapi dapat juga menggunakan sarana yang non penal.
1) Upaya Represif dengan Menggunakan Sarana Penal/Sanksi Pidana
Menurut Lukman Hakim Nainggolan dalam Jurnal Equality yang
berjudul Bentuk-Bentuk Kekerasan Seksual Pada Anak di Bawah Umur
(2008: 79) mengemukakan bahwa :
Penanggulangan secara penal yaitu penanggulangan setelah terjadinya kejahatan atau menjelang terjadinya kejahatan, dengan tujuan agar kejahatan itu tidak terulang kembali. Penanggulangan secara penal dalam suatu kebijakan kriminal merupakan penanggulangan kejahatan dengan memberikan sanksi pidana bagi para pelakunya sehingga menjadi contoh agar orang lain tidak melakukan kejahatan. Dengan diberikannya sanksi hukum pada pelaku, maka memberikan perlindungan secara tidak langsung kepada korban perkosaan anak di bawah umur ataupun perlindungan terhadap calon korban. Ini berarti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
memberikan hukuman yang setimpal dengan kesalahannya atau dengan kata lain para pelaku diminta pertanggungjawabannya.
Menanggulangi kejahatan kekerasan seksual pada anak melalui
upaya penal dilakukan secara represif yaitu dengan memberikan tekanan
dan tindakan tegas bagi pelaku kejahatan. Upaya penal ini dimulai dengan
adanya delik aduan kemudian dilanjutkan dengan usaha penangkapan,
pengusutan di peradilan, dan penghukuman bagi pelaku. Penanggulangan
yang bersifat represif ini yaitu berupa tindakan penanggulangan yang
dilakukan setelah terjadi kejahatan dengan memberikan sanksi hukum
yang setimpal dengan perbuatan/kesalahan yang dilakukan oleh pelaku
untuk mempertanggungjawabankan perbuatannya, hal tersebut untuk
menimbulkan efek jera bagi pelaku dan mencegah orang yang memiliki
mental jahat yang memiliki niat melakukan perbuatan yang sama. Dengan
pemberian sanksi pidana ini diharapkan kejahatan serupa tidak akan terjadi
lagi di kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu dalam tindakan
penanggulangan kejahatan secara penal ini peranan aparat penegak hukum
polisi, jaksa, dan hakim sangatlah penting (Lukman Hakim, 2008: 79).
Pihak kepolisian perlu mengembangkan sistem responnya yang
cepat dan tepat apabila mendapat laporan tentang terjadinya peristiwa
kejahatan. Setelah itu mengadakan penyelidikan dan juga penyidikan,
tentunya dengan bantuan dan kerjasama dari anggota masyarakat sekitar
tempat kejadian sehingga dapat mengajukan ke pengadilan untuk
mendapatkan pembuktian, yang obyektif demi terciptanya keadilan bagi
masyarakat. Masyarakat yang mengetahui langsung kejadian tersebut juga
diharapkan mau memberikan keterangan melalui kesaksian demi
kelancaran pengusutan kasus. Upaya penanggulangan secara penal ini
dalam kejahatan kekerasan seksual anak diharapkan kepada pelaku
dihukum semaksimal mungkin agar pelaku akan jera dan menyesali
perbuatannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
2) Upaya Non-Penal/Tanpa Menggunakan Sanksi Pidana
Menurut Berda Nawawi Arief (2010: 34) menyatakan bahwa :
Konsepsi penanggulangan kejahatan yang integral mengandung konsekuensi bahwa segala usaha yang rasional untuk menanggulangi kejahatan harus merupakan satu kesatuan terpadu. Ini berarti kebijakan untuk menanggulangi kejahatan dengan menggunakan sanksi pidana, harus pula dipadukan dengan usaha-usaha yang bersifat non-penal.
-usaha
non-penal ini dapat meliputi bidang yang sangat luas sekali di seluruh
Kemudian menurut Lukman Hakim (2008: 80) menyebutkan
bahwa:
Usaha-usaha non penal bisa berupa penyantunan dan pendidikan sosial dalam rangka mengembangkan tanggung jawab sosial warga masyarakat, penggarapan kesehatan jiwa masyarakat melalui pendidikan moral, agama, dan sebagainya, peningkatan usaha dan kesejahteraan anak remaja, kegiatan patroli dan pengawasan lainnya secara kontinyu oleh polisi dan aparat keamanan lainnya dan sebagainya.
Berda Nawawi j -
usaha non penal ini adalah memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu
keseluruhan kegiatan preventif yang non penal itu sebenarnya mempunyai
kedudukan yang sangat strategis. Ia memegang posisi kunci yang harus
3) Upaya Preventif
Penanggulangan kejahatan kejahatan kekerasan seksual pada anak
dapat dilakukan dengan cara yang bersifat preventif maksudnya adalah
upaya penanggulangan yang lebih dititikberatkan pada pencegahan
kejahatan yang bertujuan agar kejahatan itu tidak sampai terjadi (Lukman
Hakim Nainggolan, 2008: 80).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Menurut Arif Gosita, (2007: 189- Tindakan pencegahan
adalah lebih baik daripada tindakan represif (penanganan) atau
Usaha pencegahan tidak selalu memerlukan suatu organisasi dan birokrasi, yang dapat menjurus kearah birokratisme yang merugikan penyalahgunaan kekuasaan/wewenang. Usaha pencegahan akan lebih ekonomis dan tidak terlalu banyak memakan tenaga bila dibandingkan dengan usaha represif dan rehabilitasi. Usaha pencegahan juga dapat dilakukan oleh perorangan dan tidak selalu memerlukan keahlian seperti pada usaha represif dan rehabilitasi. Usaha pencegahan tidak perlu menimbulkan akibat yang negatif seperti stigmatisasi (pemberian cap pada yang dihukum/dibina), pengasingan, penderitaan bagi pelaku dan korban. Selain itu upaya pencegahan dapat pula mempererat persatuan, kerukunan dan meningkatkan rasa tanggungjawab terhadap sesama anggota masyarakat.
Dalam usaha pencegahan kriminalitas, kata pencegahan dapat
berarti antara lain mengadakan usaha perubahan yang positif, dalam hal
kejahatan khususnya yaitu pencegahan terjadinya kejahatan kekerasan
seksual pada anak. Misalnya seperti memberikan perlindungan terhadap
anak karena anak paling mudah dibujuk dan belum dapat memberontak
seperti yang dilakukan oleh orang-orang dewasa. Penanggulangan secara
non penal kejahatan kekerasan seksual pada anak di bawah umur adalah
dengan meningkatkan kesadaran hukum bagi anggota keluarga untuk lebih
memahami kepentingan anak di masa depan. (Lukman Hakim Nainggolan,
2008: 80).
Jadi dapat disimpulkan bahwa upaya pencegahan sangat penting
dilakukan untuk menanggulangi bentuk kejahatan apapun, termasuk
kejahatan kekerasan seksual pada anak, selain lebih ekonomis daripada
upaya represif, upaya pencegahan juga dapat meningkatkan rasa
tanggungjawab terhadap sesama anggota masyarakat untuk ikut menjaga
keamanaan demi kepentingan bersama. Apalagi kejahatan kekerasan
seksual yang menimpa anak tentu akan sangat berpengaruh bagi masa
depan anak sehingga sebelum terjadi perlu adanya pencegahan agar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
kehidupan anak terlindungi dari berbagai tindak kekerasan yang dapat
mengancam dan sangat membahayakan bagi kehidupan mereka.
Dalam hal ini upaya menanggulangi kejahatan kekerasan seksual
pada anak yang dilakukan oleh masyarakat yaitu upaya preventif dan
upaya represif dengan kegiatan/usaha yang bersifat non penal/tidak
menggunakan sanksi pidana.
c. Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam Menaggulangi Kejahatan
Kekerasan Seksual pada Anak
Pasal 69 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak, yang dimaksud perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan
meliputi :
(3) Perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi kekerasan fisik, psikis, dan seksual dilakukan melalui upaya : c. Penyebarluasan dan sosialisasi peraturan perundang-undangan
yang melindungi anak korban tindak kekerasan; dan d. Pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi.
(4) Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Selain bentuk perlindungan khusus di atas ada juga bantuk-bentuk
partisipasi masyarakat dalam menanggulangi kejahatan kekerasan seksual
pada anak yang meliputi tindakan-tindakan di bawah ini :
a) Pertama yang harus dilakukan jika terjadi kekerasan seksual seperti perkosaan dan lainnya adalah membantu korban. Keselamatan anak merupakan prioritas utama, berikan layanan dan bantuan medis secara layak. Segala bentuk bantuan dilakukan harus didasarkan pada kepentingan terbaik anak dan harus mempertimbangkan keinginan dan perasaan anak tersebut.
b) Setelah terjadi kekerasan seksual seperti perkosaan dan lainnya umumnya korban mengalami guncangan jiwa yang hebat dan korban membutuhkan dukungan serta rasa simpati dari masyarakat. Jangan sampai korban justru dicemooh dan disisihkan. Rangkul mereka dan beri pengertian bahwa semua kejadian yang mereka alami bukan kesalahan mereka tetapi kesalahan pelaku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
c) Lapor kepada pihak yang berwajib supaya dapat dilakukan visum, jika si anak takut maka hubungi keluarga untuk mendampingi anak ke kantor polisi.
d) Kalau perlu, korban dibantu untuk menghubungi salah satu LSM yang biasanya menaungi dan mendampingi korban kekerasan seksual seperti perkosaan dan lainnya. Karena LSM merupakan lembaga terlatih dan sudah tahu hal-hal apa yang harus dilakukan dan sudah biasa menangani masalah serupa bahkan sampai tahap proses peradilan jika memang korban menghendaki.
e) Berikan keterangan sebagai saksi kejadian apabila mengetahui langsung peristiwa tersebut kepada polisi apabila memang diminta/diperlukan. (Anonim, 2010: 1 diakses dalam http://www.smallcrab.com).
B. Kerangka Berfikir
Kejahatan kekerasan seksual pada anak, merupakan kejahatan yang sangat
mengancam dan membahayakan generasi penerus bangsa. Sebagai warga negara
yang baik kita harus sadar bahwa partisipasi dalam menghadapi dan memecahkan
permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat merupakan hak dan kewajiban
setiap warga negara. Maka dalam hal ini dukungan dan partisipasi masyarakat
dalam upaya untuk menanggulangi kejahatan sangat dibutuhkan, karena
menanggulangi dan menumpas kejahatan bukan hanya tanggung jawab lembaga
pemerintah dan lembaga penegak hukum dan instansi terkait saja tetapi juga
merupakan kewajiban dan tanggung jawab masyarakat. Sehingga perlu adanya
kerjasama dari semua pihak. Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat tersebut
diantaranya yaitu bagi tokoh masyarakat dan juga masyarakat biasa memberikan
sosialisasi dan kegiatan positif bagi anak seperti membentuk forum anak, dan
sebagainya sebagai upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak. Untuk
penanganan melaporkan pada pihak yang berwajib apabila diketahui kekerasan
seksual anak terjadi, memberikan pertolongan kepada korban, melapor kejadian
kepada perangkat lingkungan atau pihak yang berwajib, dan menghubungi LSM
untuk membantu melakukan penanganan lebih lanjut bagi korban, memberikan
kesaksian saat persidangan, dan memberikan kontribusi pada kegiatan-kegiatan
yang berkaitan dengan perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan seksual
dan lain sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Berbicara tentang kecenderungan terjadi peningkatan dan penurunan
angka kasus kejahatan kekerasan seksual pada anak di Kota Surakarta ini tidak
sesederhana yang kita bayangkan. Pada dasarnya kasus kejahatan kekerasan
seksual adalah fenomena gunung es yang belum mendapat perhatian apalagi
kejahatan ini sulit untuk diungkap dan dibuktikan karena biasanya dilakukan di
tempat yang terselubung sehingga sangat sulit untuk orang mengetahuinya. Jika
berbicara masalah kuantitas dan kualitas kejahatan selalu bertambah dan
berkembang mengikuti perkembangan jaman bagitu pula dengan kasus kejahatan
kekerasan seksual pada anak yang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.
Apalagi kekerasan seksual pada anak merupakan fenomena gunung es sehingga
data yang ada dan tercatat hanya sebagian kecil dari kejadian sebenarnya.
Sedangkan untuk partisipasi masyarakat sendiri saat ini mengalami peningkatan
dengan mulai bermunculannya tokoh-tokoh dan masyarakat-masyarakat yang
peduli terhadap kehidupan dan nasib anak. Meskipun demikian kejahatan
kekerasan seksual cenderung meningkat hal tersebut menunjukkan bahwa
partisipasi masyarakat belum memberikan makna yang berarti bagi
penanggulangan kejahatan kekerasan seksual pada anak. Solusinya masyarakat
harus banyak diberikan sosialisasi dan penyuluhan agar lebih sadar bahwa apapun
bentuk kekerasan terhadap anak merupakan suatu kejahatan dan dapat dikenai
sanksi pidana. Selain itu dengan sosialisasi tersebut diharapkan kepedulian
masyarakat untuk menanggulangi kejahatan kekerasan seksuak pada anak akan
timbul. Masyarakat diharapkan harus lebih meningkatkan komitmen mereka
dalam rangka memberikan perlindungan anak, lebih peka dan tidak menutup mata
terhadap keadaan sekitar sehingga apabila terjadi kekerasan terhadap anak di
lingkungan sekitar penanganannya dapat lebih cepat guna menghindari
kemungkinan yang lebih buruk pada anak yang bersangkutan. Sehingga kejahatan
kekerasan seksual tidak terus meningkat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Secara sistematis hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Keterangan :
(Garis putus) : Menunjukkan kerjasama dalam melakukan upaya
penanggulangan kejahatan kekerasan seksual pada
anak
(Garis tebal) : Menekankan pada aspek tersebut
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Menanggulangi Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak
Kepolisian Lembaga Swadaya
Masyarakat
Partisipasi Masyarakat
Naik Turun
Solusi
Kasus Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian merupakan sumber diperolehnya data yang
dipergunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini penulis memilih lokasi
penelitian di Kota Surakarta. Hal ini diambil dengan pertimbangan:
a. Terjadi peningkatan jumlah kasus kejahatan kekerasan seksual pada anak
di Kota Surakarta pada tahun 2010-2011.
b. Peneliti merasa tertarik untuk mengetahui partisipasi masyarakat Kota
Surakarta yang juga sebagai salah satu Kota Layak Anak dalam
menanggulangi kejahatan kekerasan seksual pada anak.
c. Tersedianya data tentang kejahatan kekerasan seksual pada anak yang
menunjang penelitian ini. Adanya keterbukaan dari pihak-pihak yang
berkaitan dengan penelitian ini sehingga memudahkan peneliti dalam
melakukan penelitian yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian direncanakan yang dimulai pada bulan Agustus 2011
sampai dengan bulan September 2012. Kegiatan tersebut dapat digambarkan
dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian
No Kegiatan Tahun 2011-2012
Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar April-September
1. Pengajuan Judul
2. Penyusunan Proposal
3. Ijin Penelitian
4. Pengumpulan Data
5. Analisis Data
6. Penyusunan Laporan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian dan jenis data yang diperlukan maka
penelitian ini menggunakan bentuk penelitian kualitatif, yaitu dengan berusaha
menggambarkan keadaan atau fenomena sosial. Menurut Bogdan dan Taylor
adalah prosedur yang menghasilkan data diskriptif berupa kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati
Bentuk penelitian ini yang bersifat deskriptif karena mengarah pada
pendeskripsian atau pemaparan secara rinci dan mendalam mengenai potret
kondisi apa yang sebenarnya terjadi pada lapangan studinya atau pada suatu
obyek yang diteliti (orang, lembaga dan lainnya) berdasarkan fakta aktual.
2. Strategi Penelitian
Dalam setiap penelitian diperlukan sebuah strategi agar tujuan yang telah
direncanakan dapat dicapai. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
model tunggal terpancang. H.B. Sutopo (2002: 42) menjelaskan bahwa:
penelitian tunggal terpancang (embedded research) yaitu penelitian kualitatif yang
sudah menentukan fokus penelitian berupa variabel utamanya yang akan dikaji
berdasarkan pada tujuan dan minat penelitinya sebelum peneliti ke lapangan
studinya
Dalam penelitian ini, peneliti sudah menentukan terlebih dahulu fokus
pada variabel tertentu. Akan tetapi dalam hal ini peneliti tetap tidak melepaskan
variabel fokusnya (pilihannya) dari sifatnya yang holistik sehingga bagian-bagian
yang diteliti tetap diusahakan pada posisi saling berkaitan dengan bagian-bagian
dari konteks secara keseluruhan guna menemukan makna yang lengkap. Sehingga
dalam penelitian ini menggunakan strategi penelitian tunggal terpancang
(embedded research) karena objek penelitiannya adalah tunggal yaitu pada Kota
Surakarta serta pembahasan masalahanya terpancang pada perumusan masalah
yang telah diuraikan pada bab pendahuluan yaitu tentang partisipasi masyarakat
dalam menanggulangi kejahatan kekerasan seksual pada anak di Kota Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
dan kecenderungan kejahatan kekerasan seksual pada anak mengalami
peningkatan ataukah penurunan, serta bagaimana solusinya setelah adanya
partisipasi masyarakat.
C. Sumber Data
Sumber data merupakan bagian yang sangat penting bagi peneliti karena
ketepatan memilih dan menetukan jenis sumber data akan menentukan informan
yang akan diperoleh. Data atau informan yang paling penting untuk dikumpulkan
dan dikaji dalam penelitian ini sebagian besar berupa data kualitatif.
Menurut H.B. Sutopo (2002: 50) menyatakan bahwa
penelitian kualitatif dapat berupa manusia, peristiwa atau aktifitas, tempat atau
lokasi, benda, beragam gambar .
Pendapat lain tentang sumber data dalam penelitian kualitatif menurut
Lofland dalam Lexy J. Moleong (2009: 157) m Sumber data
utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah
data tambahan seperti dokumen dan lain- .
Adapun sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data
yang berupa informan, aktivitas/peristiwa, serta dokumen dan arsip, lebih lanjut
dijelaskan sebagai berikut:
1. Informan
data yang berupa manusia di dalam penelitian kualitatif lebih tepat disebut sebagai
informan Informan diharapkan dapat memberikan informasi mengenai sesuatu
yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
Informan adalah orang yang dipandang mengetahui permasalahan secara
mendalam dan dapat dipercaya, sehingga dapat dijadikan sumber yang mantap.
Adapun informan yang diperlukan antara lain:
a. Masyarakat Kota Surakarta :
1) Perwakilan Kecamatan Jebres yaitu masyarakat dari Kelurahan Jebres
antara lain:
a) Bapak Sumarmo,
b) Ibu Sri Utami, S. E. ,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
c) Ibu Prapti Sukantoro,
d) Bapak Kun Prastowo,
e) Bapak Drs. Sunardi, M. M.
f) Ibu Sri Rentjasih,
g) Ibu Prapti
h) Bapak M. Kasir
i) Ibu Niken Sunasih,
j) Ibu Titrin Muragustin.
k) Ibu Theressia Murtiniwati,
l) Ibu Suparti,
m) Bapak Drs. H. Bangun Sugito, M. M. ,
n) Ibu Flora,
o) Bapak Agustinus Dwi Budi Kristianto.
p) Bapak Agung Setyobudi
2) Perwakilan dari Kecamatan Pasar Kliwon yaitu dari masyarakat Kelurahan
Semanggi dan Sangkrah antara lain :
a) Ibu Sumiyatun,
b) Bapak Joko Leo Purwanto,
c) Bapak Syahrir Rozie, S. H,
d) Bapak Sugeng Pono Sumitro,
e) Bapak Mahendra Nugrahandi.
3) Perwakilan dari Kecamatan Serengan yaitu dari masyarakat Kelurahan
Joyotakan antara lain :
a) Bapak Purwadi,
b) Ibu Sri Rahayu.
4) Perwakilan dari Kecamatan Banjarsari yaitu dari masyarakat Kelurahan
Mangkubumen :
a) Ibu Dra. Retno Asmoro Moerti.
Pada informan masyarakat peneliti menanyakan bagaimana partisipasi
masyarakat dalam menanggulangi kejahatan kekerasan seksual pada anak di
Kota Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
b. Anggota Kepolisian Unit PPA (Unit Pelayanan Perempuan dan Anak) Sat
Reskrim Polresta Surakarta.
1) Kanit PPA AKP. Sri Rahayu
2) Penyidik Unit PPA BRIGADIR. Sarwono, S. E
Pada informan ini peneliti menanyakan tentang gambaran kejahatan kekerasan
seksual pada anak di Kota Surakarta dan bagaimana partisipasi Unit PPA
dalam penanggulangan kejahatan kekerasan seksual pada anak di Kota
Surakarta.
c. Pengurus Yayasan KAKAK Surakarta (Salah satu Lembaga Swadaya
Masyarakat di Kota Surakarta)
1) Kak Rita Hastuti, S. P.
2) Kak Athur Fitri Adiati, S. Sos.
3) Kak Noor Hidayah, S. E.
Pada informan ini peneliti menanyakan gambaran kejahatan kekerasan seksual
pada anak di Kota Surakarta dan bagaimana upaya serta partisipasi Yayasan
KAKAK sendiri dalam menaggulangi kejahatan kekerasan seksual pada anak
di Kota Surakarta.
2. Peristiwa atau Aktivitas
peristiwa atau aktivitas, peneliti bisa mengetahui proses bagaimana sesuatu terjadi
peneliti amati adalah mengamati kegiatan capacity building/peningkatan
ketrampilan pengurus PPT PA (Program Pelayanan Terpadu Perempuan dan
Anak) Kelurahan Jebres sebagai salah satu bentuk partisipasi masyarakat untuk
meningkatkan kemampuan dan ketrampilan untuk melakukan upaya pencegahan,
penanganan dan rehabilitasi anak korban kejahatan kekerasan seksual.
3. Dokumen dan Arsip
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
mengkaji dokumen tidak hanya mencatat apa yang tertulis, tetapi juga berusaha
menggali dan menangkap makna yang tersirat dari dokumen tersebut.
Adapun dokumen dan arsip yang digunakan peneliti sebagai sumber data
dalam penelitian ini adalah :
a. Data Luas wilayah Kota Surakarta dari BPS (Badan Pusat Statistik) Kota
Surakarta
b. Data jumlah penduduk Kota Surakarta tahun 2009 dari Badan Pusat Statistik
Kota Surakarta
1) Jumlah Penduduk, Rasio Jenis Kelamin dan Tingkat Kepadatan Tiap
Kecamatan di Kota Surakarta Tahun 2009
2) Banyaknya Penduduk Menurut Agama yang Dianut di Kota Surakarta
2009
3) Banyaknya Penduduk 5 Tahun Ke atas Menurut Tingkat Pendidikan di
Kota Surakarta 2009
4) Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kota Surakarta 2009
c. Data situasi dan jumlah kasus kekerasan seksual pada anak di wilayah Eks
Karisidenan Surakarta yang berhasil dipantau oleh Yayasan KAKAK
Surakarta dari Januari 2009 sampai Juni 2011.
d. Data jumlah kasus kekerasan seksual pada anak di Kota Surakarta tahun 2010-
2011 dari RPK Unit PPA Sat Reskrim Polresta Surakarta.
D. Teknik Sampling
Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel. Sampel dalam
suatu penelitian merupakan hal yang penting dalam memperoleh data dan bahan
pengolahan data.
Menurut Bogdan dan Biklen dalam H.B. Sutopo (2002: 63) menyatakan
bahwa :
Cuplikan dalam penelitian kualitatif sering juga dinyatakan sebagai internal sampling yaitu sampling diambil untuk mewakili informasinya bukan populasinya, dengan kelengkapan dan kedalamannya yang tidak perlu ditentukan oleh jumlah sumber datanya, karena jumlah informan yang kecil bisa saja menjelaskan informasi tertentu secara lebih lengkap dan benar daripada informasi yang diperoleh dari jumlah narasumber yang lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
banyak, yang mungkin kurang mengetahui dan memahami informasi yang sebenarnya.
Sugiyono (
teknik sampling yang sering digunakan adalah purposive sampling dan snowball
sampling . Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data
dengan pertimbangan tertentu. Sedangkan Snowball sampling adalah teknik
pengambilan sampel sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-
lama menjadi besar, seperti bola salju jika menggelinding semakin lama semakin
membesar. Hal ini dilakukan karena dari jumlah sumber data yang sedikit tersebut
belum mampu memberikan data yang lengkap, sehingga mencari orang lain lagi
yang dapat digunakan sebagai sumber data.
Menurut Patton dalam H.B. Sutopo (2002: 185) berpendapat bahwa:
Purposive sampling merupakan teknik mendapatkan sampel dengan memilih
informan yang dipandang paling tahu, sehingga kemungkinan pilihan informan
dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam
memperoleh data
Snowball sampling yaitu penggunaan sampling tanpa persiapan tetapi mengambil orang pertama yang dijumpai, dan selanjutnya dengan mengikuti petunjuknya untuk mendapatkan sampling berikutnya sehingga mendapatkan data lengkap dan mendalam, ibarat bola salju yang menggelinding, semakin jauh semakin besar. (Yin dalam H.B Sutopo, 2002 : 37).
Jadi teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling dan snowball sampling.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara-cara operasional yang ditempuh
oleh penulis untuk memperoleh data yang diperlukan. Berhasil tidaknya suatu
penelitian tergantung pada data yang obyektif. Oleh karena itu sangat perlu
diperhatikan teknik pengumpulan data yang dipergunakan sebagai alat pengambil
data. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang diperlukan adalah :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Menurut Lexy J.
Moleong (2009: 186) mengatakan bahwa
pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan
Menurut Esterberg dalam Sugiyono (2010: 317) wawancara adalah
Pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab,
sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu
Peneliti dalam hal ini menggunakan teknik wawancara mendalam (in-
depth interviewing) secara terbuka dengan para informan yang terkait dengan
permasalahan. Sehingga dengan wawancara mendalam ini akan mendapatkan data
dari para informan dengan lebih tepat, akurat dan tajam, dan dapat
mengungkapkan permasalahan yang diteliti.
Menurut Sugiyono (2010: 194-199) mengatakan bahwa
penelitian kualitatif terdapat dua teknik pengumpulan data melalui wawancara
yaitu wawancara terstuktur dan wawancara tidak terstuktur
Berikut ini penjelasan mengenai wawancara terstuktur dan wawancara
tidak terstuktur.
a. Wawancara terstruktur adalah teknik pengumpulan data, bila peneliti telah
mengetahui pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Dalam melakukan
wawancara, pewawancara menggunakan pedoman wawancara.
b. Wawancara tidak terstuktur merupakan wawancara yang bebas dimana peneliti
hanya menggunakan pedoman wawancara yang tidak tersusun secara sistematis
dan lengkap namun hanya berupa garis-garis besarnya permasalahan yang akan
ditanyakan. Teknik wawancara ini sering digunakan dalam penelitian
pendahuluan atau malahan untuk penelitian yang lebih mendalam. Peneliti
lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan responden. Berdasarkan
analisis terhadap setiap jawaban dari responden tersebut, maka peneliti dapat
mengajukan pertanyaan berikutnya yang lebih terarah pada suatu tujuan.
Wawancara dalam penelitian ini menggunakan cara antara lain:
1) Menggunakan metode diskusi yaitu antara informan dengan peneliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
2) Peneliti memberikan pertanyaan kepada informan mengenai pokok
permasalahan.
3) Informan menjawab pertanyaan yang diberikan oleh peneliti
4) Peneliti memberikan feedback atas jawaban dari informan mengenai
permasalahan yang belum jelas.
5) Informan kembali menjelaskan feedback dari peneliti.
6) Sebelum mengakhiri wawancara, peneliti kembali menegaskan jawaban
yang diberikan oleh informan serta peneliti menanyakan kembali jawaban
yang peneliti belum pahami.
7) Wawancara diakhiri setelah peneliti benar-benar mendapatkan data yang
dianggap peneliti dapat mendukung penelitiannya.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam
(in depth interviewing) karena peneliti ingin menggali informasi lebih dalam dan
mendapatkan data yang diperlukan secara lengkap. Selain wawancara mendalam
peneliti juga menggunakan teknik wawancara terstruktur dan wawancara tidak
terstruktur. Wawancara terstruktur dilakukan kepada anggota Kepolisian Unit
PPA Sat Reskrim Polresta Surakarta, pengurus Yayasan KAKAK Surakarta,
tokoh agama, tokoh masyarakat dan juga masyarakat (orang/perorangan) Kota
Surakarta yang diambil beberapa sampel dari beberapa kecamatan yang ada di
Kota Surakarta. Peneliti telah membuat pedoman wawancara sebelum
melaksanakan wawancara. Hal ini dilakukan untuk mengetahui informasi terkait
dengan rumusan masalah yang sudah dibahas di bab pendahuluan.
Selain wawancara terstruktur peneliti juga melakukan wawancara tidak
terstruktur. Teknik wawancara tidak terstruktur dilakukan kepada masyarakat
Kota Surakarta untuk menggali informan lebih dalam, peneliti biasanya harus
memancing informan dengan pertanyaan yang sedikit ringan terkesan santai, serta
tidak terpancang pada pedoman wawancara. Dengan teknik wawancara ini
diharapkan peneliti dapat medapatkan informasi tambahan yang lebih mendalam
dan lebih lengkap dari jawaban yang didapat selain dari wawancara terstruktur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
2. Observasi
Menurut Susan Sainback dalam Sugiyono (2010: 310) membagi
observasi berpartisipasi menjadi empat yang meliputi, Passive participation,
moderate participation, active participation, dan complete participation
Hal tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut:
a. Partisipasi pasif (passive participation), peneliti datang sendiri di tempat
kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat.
b. Partisipasi moderat (moderate participation), peneliti dalam mengumpulkan
data ikut observasi partisipasif dalam beberapa kegiatan, tetapi tidak semuanya.
c. Partisipasi aktif (active participation), peneliti ikut melakukan apa yang
dilakukan oleh narasumber, tetapi belum sepenuhnya lengkap.
d. Partisipasi lengkap (complete participation), peneliti sudah terlibat sepenuhnya
terhadap apa yang dilakukan narasumber data.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi partisipasi moderat
(moderate participation) yaitu peneliti dalam mengumpulkan data melakukan
pengamatan dan juga ikut dalam beberapa kegiatan partisipasi kader Yayasan
KAKAK yang terdiri dari masyarakat dalam mengikuti kegiatan capacity
building/peningkatan ketrampilan pengurus PPT PA (Program Pelayanan
Terpadu Perempuan dan Anak) Kelurahan Jebres dengan mencatat berbagai hal
yang dianggap perlu mendukung penelitian ini, tetapi tidak semuanya. Observasi
yang dilakukan peneliti dengan cara mengamati antusiasme serta komitmen
masyarakat dalam mengikuti kegiatan tersebut untuk meningkatkan ketrampilan
mereka dalam menangani kasus kejahatan kekerasan seksual pada perempuan dan
anak. Mengenai hasil observasi, peneliti melampirkan foto dan juga materi yang
diberikan oleh Yayasan KAKAK dalam kegiatan capcity building tersebut.
3. Analisis Dokumen
yang sangat penting artinya dalam penelitian kualitatif terutama bila sasaran
kajian mengarah pada latar belakang atau berbagai peristiwa yang terjadi di masa
lampau yang sangat berkaitan dengan kondisi atau peristiwa masa kini Data-data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
dalam dokumen harus relevan dengan obyek penelitian. Dapat berupa laporan-
laporan, artikel-artikel dan gambar di media masa, dokumen, dan lainnya yang
mampu mendukung data yang diperlukan.
Dalam teknik dokumentasi peneliti melakukan telaah kepustakaan dan
content analysis
dokumen disebut juga content analysis dan yang dimaksud bahwa peneliti bukan
hanya sekedar mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen atau arsip tetapi
juga t
Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah data situasi dan
jumlah kasus kekerasan seksual pada anak dari bulan Januari 2009-Juni 2011
yang terjangkau oleh Yayasan KAKAK Surakarta yang meliputi kasus yang
terjadi di Eks Karisidenan Surakarta dan data kasus kekerasan seksual yang terjadi
pada anak di kota Surakarta selama tahun 2010-2011 dari Unit PPA (Unit
Pelayanan Perempuan dan Anak) Sat Reskrim Polresta Surakarta.
F. Validitas Data
Sugiyono (2010: 363) m Validitas merupakan derajad
ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan data yang dapat
dilaporkan oleh peneliti
Validitas data adalah keabsahan data yang diperoleh di dalam penelitian
atau suatu data yang diakui keabsahannya. Pengujian data dilakukan dengan
triangulasi data untuk menjamin kemantapan dari data penelitian ini. Data
Pengujian data dilakukan dengan triangulasi data untuk menjamin kemantapan
dari data penelitian ini.
1. Trianggulasi Data
data adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang
diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap
data itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
yang paling umum digunakan bagi peningkatan validitas dalam penelitian
kualitatif
Menurut Patton yang dikutip oleh H.B. Sutopo (2002: 78-82) triangulasi
.
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Trianggulasi data, artinya data yang sama atau sejenis akan lebih mantap
kebenarannya bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda.
b. Trianggulasi metode, jenis trianggulasi ini bias dilakukan oleh seseorang
peneliti dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang
berbeda.
c. Trianggulasi peneliti, hasil peneliti baik data atau kesimpulan mengenai
bagaian atau keseluruhannya busa di uji validitasnya dari beberapa peneliti.
d. Trianggulasi teori, trianggulasi ini dilakukan peneliti dengan menggunakan
prespektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji.
Validitas data pada penelitian ini peneliti menggunakan trianggulasi data.
Trianggulasi data yaitu penelitian diambil dari berbagai sumber untuk
menghasilkan data yang sejenis. Sebab cara ini mengarahkan peneliti agar dalam
pengumpulan data harus menggunakan beragam data yang tersedia, artinya data
yang sama atau sejenis akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa
sumber yang berbeda. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan cara mencari
data dari informan.
G. Analisis Data
Lexy J. Moleong (2009: 280) menyatakan bahwa
proses mengorganisasikan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar,
sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti
disarankan oleh data
Bogdan dalam Sugiyono (2010: 334) menyatakan bahwa Analisis data
adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah
dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lai .
Adapun komponen utama dalam proses analisis ini meliputi
pengumpulan data, reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan.
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan kegiatan yang digunakan untuk
memperoleh informasi yang berupa kalimat-kalimat yang dikumpulkan melalui
kegiatan observasi, wawancara, dan dokumen. Data yang diperoleh masih berupa
data mentah yang tidak teratur, sehingga diperlukan analisis agar data menjadi
teratur.
2. Reduksi Data
proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, abstraksi data dari fieldnote yang
berlangsungsepanjang pelaksanaan penelitian
Sedangkan Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (2007: 16)
perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan
3. Penyajian Data
Menurut Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (2007: 17),
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan
Sajian data merupakan rakitan dari organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian data selain dalam bentuk narasi kalimat, juga dapat meliputi berbagai jenis matriks, gambar/skema, jaringan kerja kaitan kegiatan, dan juga tabel sebagai pendukung narasinyan (H. B. Sutopo, 2002 : 93).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
4. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi
akan terjadi sampai pada proses pengumpulan data berakhir, simpulan perlu
diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan
Sedangkan Menurut Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (2007:
kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Singkatnya, makna-makna yang muncul dari
data harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya, yakni yang
merupakan validitasnya
Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (2007: 19) menyatakan
sebagai sesuatu yang jalin-menjalin pada saat sebelum, selama, dan sesudah
pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar untuk membangun wawasan umum
yang disebut analisis
Keempat komponen utama tersebut, merupakan suatu rangkaian dalam
proses analisis data yang satu dengan yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan,
dimana komponen yang satu merupakan langkah menuju komponen yang lainnya,
sehingga dapat dikatakan bahwa dalam penelitian kualitatif tidak bisa mengambil
salah satu komponen saja. Penarikan kesimpulan merupakan hasil dari suatu
proses penelitian yang tidak dapat terpisahkan dari proses sebelumnya, karena
merupakan satu kesatuan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bagan berikut ini:
(Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, 2007: 20)
Gambar 2. Analisis Data Model Interaktif
Pengumpulan data Penyajian
data
Reduksi data
Kesimpulan-kesimpulan: Penarikan/ verifikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
H. Prosedur Penelitian
Menurut H.B Sutopo (2002: 187-190), kegiatan penelitian ini
direncanakan melalui beberapa tahapan, yaitu: 1. Tahap Persiapan, 2. Tahap
Pengumpulan Data, 3. Tahap Analisis Data, dan 4. Tahap Penyusunan Laporan
Penelitian
Berikut ini penjabaran dari keempat prosedur penelitian tersebut :
1. Tahap Persiapan
Tahap ini terbagi menjadi empat kegiatan meliputi :
a. Menentukan tempat/lokasi penelitian dan meninjau lokasi penelitian yang
telah dipilih
b. Mengajukan judul penelitian kepada tim skripsi dan menyusun proposal
penelitian
c. Mengurus perijinan untuk melaksanakan penelitian di lapangan.
d. Meninjau kembali lokasi penelitian untuk mempelajari keadaan serta memilih
informan yang tepat, menyususun protokol penelitiandan pengembangan
pedoman pengumpulan data dan menyusun jadwal kegiatan penelitian.
2. Tahap Pengumpulan Data
Tahap ini terbagi menjadi tiga kegiatan meliputi :
a. Mengumpulkan data di lokasi studi dengan melakukan wawancara
mendalam, dan mencatat serta menyimpan dokumenyang didapat.
b. Melakukan review dan pembahasan beragam data yang telah terkumpul.
c. Memilah dan mengatur data sesuai kebutuhan untuk keperluan analisis.
3. Tahap Analisis Data
Tahap ini terbagi menjadi empat kegiatan meliputi :
a. Menentukan teknik analisa data yang tepat sesuai proposal penelitian.
b. Mengembangkan sajian data dengan analisis lanjut kemudian di cross check
dengan temuan di lapangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
c. Setelah dapat data yang sesuai intensitas kebutuhan maka dilakukan proses
verifikasi dan pengayaan dengan mengkonsultasikan dengan orang yang
dianggap lebih ahli.
d. Setelah selesai, baru dibuat simpulan akhir sebagai temuan penelitian.
4. Tahap Penyusunan Laporan Penelitian
Tahap ini terbagi menjadi dua kegiatan meliputi :
a. Penyusunan laporan awal
b. Review laporan: dengan melakukan pengecekan ulang laporan yang telah
tersusun bilamana terdapat kekeliruan atau kesalahan untuk kemudian
dilakukan perbaikan laporan.
c. Penyusunan laporan akhir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
BAB IV
LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Kota Surakarta
a. Keadaan Geografis Kota Surakarta
Kota Surakarta merupakan daerah otonom yang berada di Provinsi
Jawa Tengah yang terletak di sebelah timur laut DIY (Daerah Istimewa
Yogyakarta) dan sebelah tenggara Kota Semarang. Kota Surakarta yang lebih
merupakan salah satu kota yang
mulai mengalami kemajuan cukup pesat, hal ini ditandai dengan maraknya
pembangunan tempat-tempat publik seperti mall dan pusat-pusat perbelanjaan
lainnya, serta ditunjang oleh sarana transportasi yang memadai. Keraton, batik
dan Pasar Klewer adalah tiga hal yang menjadi simbol identitas kota ini.
Wilayah Kota Surakarta ini terletak antara 1100 0 0 0
Surakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian + 92 m dari
permukaan laut. Kota Surakarta berbatasan dengan :
Di sebelah utara : Berbatasan dengan Kabupaten Boyolali,
Di sebelah timur : Berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar,
Di sebelah selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo, dan
Di sebelah barat : Berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo.
Luas wilayah Kota Surakarta mencapai 44, 041 km2 (0,14 % dari luas
wilayah Provinsi Jawa Tengah) yang terbagi menjadi lima kecamatan, yaitu :
Tabel 2. Luas Wilayah Kota Surakarta Per Kecamatan
No. Kecamatan Luas wilayah km2
1. 2. 3. 4. 5.
Laweyan Serengan
Pasar Kliwon Jebres
Banjarsari
8, 64 3, 19 4, 82 12, 58 14, 04
Jumlah 44, 041
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Surakarta (Surakarta dalam Angka 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari lima kecamatan
yang ada di Kota Surakarta Kecamatan Banjarsari adalah kecamatan yang
memiliki wilayah paling luas yaitu 14, 04 km2, luas tersebut hampir 30% lebih
dari luas Kota Surakarta. Wilayah terbesar kedua di wilayah Kota Surakarta
yaitu Kecamatan Jebres, kemudian disusul oleh daerah Kecamatan Laweyan
dan Pasar Kliwon. Sedangkan kecamatan dengan wilayah paling sempit di
Kota Surakarta adalah Kecamatan Serengan yaitu 3, 19 km2, luas tersebut
hanya sekitar 7 % dari luas wilayah Kota Surakarta secara keseluruhan.
b. Kependudukan Kota Surakarta
Berdasarkan Hasil Estimasi Survei Penduduk Antar Sensus (2005)
tahun 2009 yang terdapat pada buku Surakarta dalam angka 2009 penduduk
Kota Surakarta mencapai 528. 202 jiwa dengan rasio jenis kelamin (sex ratio)
sebesar 89. 38; yang artinya bahwa setiap 100 penduduk perempuan terdapat
sebanyak 89 penduduk laki-laki. Tingkat kepadatan penduduk Kota Surakarta
pada tahun 2009 mencapai 11. 988 jiwa/km2. Tahun 2008 tingkat kepadatan
penduduk tertinggi terdapat di kecamatan Serengan yang mencapai 19. 959
jiwa.
Tabel 3. Jumlah Penduduk, Rasio Jenis Kelamin dan Tingkat Kepadatan Tiap
Kecamatan di Kota Surakarta Tahun 2009
Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah Total
Rasio Jenis Kelamin/ Sex Ratio
Tingkat Kepadatan Penduduk
Laweyan 54. 132 56. 423 110. 555 95, 94 12. 796
Serengan 31. 378 32. 281 63. 659 97, 20 19. 956
Pasar Kliwon 43. 276 44. 768 88. 044 96. 67 18. 266
Jebres 71. 001 72. 318 143. 319 98, 18 11. 393
Banjarsari 86. 894 88. 378 175. 272 98, 32 11. 835
Jumlah 286. 681 294. 168 580. 849 97, 45 13. 189
Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kota Surakarta (Surakarta Dalam Angka
2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Tabel 4. Banyaknya Penduduk Menurut Agama yang Dianut di Kota Surakarta
Tahun 2009
Kecamatan Islam Kristen Katolik
Kristen Protestan
Budha Hindu Jumlah
Laweyan 89. 652 10. 980 9. 313 399 210 110. 555
Serengan 49. 444 6. 609 7. 397 118 91 63. 659
Pasar Kliwon 69. 571 8. 996 8. 662 667 148 88. 044
Jebres 98. 764 20. 984 21. 282 1. 420 869 143. 319
Banjarsari 130. 892 20. 059 22. 843 1. 158 320 175. 272
Kota 438. 323 67. 628 69. 497 3. 762 1. 638 580. 849
Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kota Surakarta (Surakarta Dalam Angka
2009).
Tabel 5. Jumlah Penduduk lima Tahun Ke atas Menurut Tingkat Pendidikan di
Kota Surakarta Tahun 2009
Kecamatan Tamat Akademi/PT
Tamat SLTA Tamat SLTP Tamat SD
Laweyan 9. 808 25. 845 20. 582 20. 110
Serengan 5. 611 13. 427 13. 582 15. 420
Pasar Kliwon 7. 997 22. 947 19. 056 16. 561
Jebres 6. 107 18. 690 23. 176 22. 685
Banjarsari 14. 820 36. 740 33. 346 32. 885
Jumlah 44. 343 117. 649 109. 742 107. 661
Kecamatan Tidak Tamat SD
Belum Tamat SD
Tidak Sekolah
Jumlah Total
Laweyan 5.952 9.009 6.568 97.874
Serengan 2.795 5.367 1.244 57.446
Pasar Kliwon 6.330 6.261 982 80.134
Jebres 17.005 16.297 13.547 117.507
Banjarsari 8.667 20.598 10.757 157.813
Jumlah 40.749 57.532 33.098 510.774
Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kota Surakarta (Surakarta Dalam Angka
2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Tabel 6. Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kota Surakarta
Tahun 2009
Kecamatan Petani Sendiri
Buruh Tani
Pengusaha Baruh Industri
Buruh Bangunan
Laweyan 50 40 966 14.980 12.486
Serengan 0 0 1.089 5.258 3.135
Pasar Kliwon 0 0 2.506 10.433 7.134
Jebres 84 0 1.721 16.519 16.012
Banjarsari 344 412 3.087 21.366 19.579
Kota 478 452 9.399 68.556 58.346
Kecamatan Pedagang Angkutan PNS/TNI/ POLRI
Pensiunan Lain-lain Jumlah
Laweyan 5.700 2.744 5.056 3.705 42.263 88.020
Serengan 4.259 1.928 1.614 907 32.150 50.340
Pasar Kliwon
8.029 4.909 2.848 4.376 32.602 72.837
Jebres 5.047 2.748 8.025 3.680 49.061 102.897
Banjarsari 10.491 6.315 9.392 6.934 37.935 116.336
Kota 33.526 18.644 26.935 19.602 194.011 430.430
Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kota Surakarta (Surakarta Dalam Angka
2009).
2. Gambaran Terjadinya Kekerasan Seksual pada Anak di Kota Surakarta
Fenomena kejahatan kekerasan seksual pada anak di Kota Surakarta kian
berkembang, secara kuantitas jumlahnyapun dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan. Hal tersebut terjadi mengikuti perkembangan jaman serta teknologi
dan gaya hidup masyarakat yang kian berkembang. Dari data yang dilaporkan dan
tercatat di RPK (Ruang Pelayanan Khusus) Unit PPA (Unit Pelayanan Perempuan
dan Anak) Sat Reskrim Polresta Surakarta dari Januari 2010 sampai Desember
2011 terdapat 19 kasus kekerasan seksual dengan korban anak (usia 0-18 tahun)
yang terjadi di Kota Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kanit PPA (Kepala Unit Pelayanan
Perempuan dan Anak) Sat Reskrim Polresta Surakarta Ibu AKP. Sri Rahayu
beliau mengatakan bahwa kekerasan seksual pada anak
yang ada di Unit PPA Sat Reskrim Polresta Surakarta ini, merupakan data yang
Jadi berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa 19 kasus yang
terjadi dari Januari 2010 sampai Desember 2011 merupakan data berdasarkan
fakta yang dilaporkan dan tercatat di Unit PPA Sat Reskrim Polresta Surakarta
saja.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kak Athur Fitri Adiati, S. Sos. Salah
satu staff di Yayasan KAKAK Surakarta mengatakan bahwa:
fenomena gunung es artinya kasus yang terlihat di permukaan hanyalah sebagian kecil saja dari kejadian yang sebenarnya. Hal tersebut disebabkan banyak kasus yang tidak dilaporkan karena korban merasa malu dan takut belum lagi tentang pandangan masyarakat masih negatif terhadap korban kasus seksual terkadang anak dianggap kecentilan sehingga mereka menjadi korban kekerasan seksual. (CL. 4).
Jadi kasus kejahatan kekerasan seksual yang sebenarnya bisa lebih banyak
lagi dari kejadian yang dilaporkan kepada pihak berwajib, karena banyak juga
kasus kekerasan seksual yang tidak dilaporkan karena korban atau keluarga
korban masih menutupi adanya kejadian karena malu, takut dengan stigma negatif
dari masyarakat tentang peristiwa tersebut.
a. Pelaku dan Korban
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kanit PPA Ibu AKP. Sri Rahayu
pada hari Senin tanggal 05 Januari 2012, beliau mengatakan bahwa :
Dari kasus-kasus yang kami tangani selama saya bertugas disini, kebanyakan korbannya adalah anak perempuan. Untuk jenis kekerasan seksual yang sering terjadi berdasarkan data yang ada di Unit PPA yaitu perkosaan, pencabulan dan pelecehan seksual. Kemudian yang sering menjadi korban adalah anak-anak usia SMP (Sekolah Menengah Pertama) sampai SMA (Sekolah Menengah Atas) namun pada kasus yang sekarang sedang ditangani korbannya masih kelas empat SD (Sekolah Dasar) dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
pelakunya adalah anak usia 13 tahun yang masih duduk di bangku kelas satu SMP (CL. 1).
Hal tersebut juga dikuatkan oleh Kak Athur Fitri Adiati S. Sos. Staf
program Yayasan KAKAK yang juga mengatakan bahwa :
Dari kasus yang pernah Yayasan KAKAK dampingi yang paling sering menjadi korban adalah anak usia SMP sampai awal-awal SMA karena disitu mereka mulai mengenal suka/ketertarikan pada lawan jenis, didukung masa puber kemudian mereka mulai mengenal tentang pacar-pacaran, mulai memiliki rasa penasaran mencoba menonton video porno (CL. 4).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kak Rita Hastuti, S. P.
Koordinator Program di Yayasan KAKAK pada hari Rabu, tanggal 01
Februari 2012
KAKAK yang sering menjadi korban kekerasan seksual yaitu anak usia 15-16
tahun, 90% anak perempuan sisanya 10% adalah anak laki-
Berdasarkan hasil dari beberapa wawancara di atas dapat peneliti
simpulkan bahwa seluruh kasus yang dilaporkan dan tercatat di Unit PPA
100% korbannya adalah anak perempuan sedangkan korban yang pernah
didampingi oleh Yayasan KAKAK 90% lebih berjenis kelamin perempuan
dan sisanya adalah anak laki-laki. Untuk rata-rata usia anak yang menjadi
korban kekerasan seksual yaitu usia SMP-SMA (14-17 tahun) dimana disaat
itulah anak-anak mengalami masa pubertas yang menyebabkan anak-anak
diusia tersebut memiliki kerentanan yang cukup tinggi menjadi korban
kejahatan kekerasan seksual.
Sedangkan untuk pelaku sendiri semuanya berjenis kelamin laki-laki
dan kebanyakan yang melakukan tindakan tersebut adalah orang dekat atau
orang yang sudah mereka kenal. Hal tersebut seperti keterangan yang
diberikan oleh Kanit PPA Ibu AKP. Sri Rahayu yang mengatakan bahwa :
Kebanyakan pelaku adalah orang yang mereka sudah kenal sudah ada relasi antara mereka (bukan orang asing) paling sering menjadi pelaku adalah teman bermain, pacar, kenalan dari HP (handphone/telpon genggam) karena sms nyasar kenalan kemudian kopi darat, teman kenal melalui dunia maya (teman chatting atau facebook), dan tetangga (CL. 1).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Hal tersebut juga seperti yang dikatakan oleh Kak Rita Hastuti, S. P.
dari Yayasan KAKAK pada hari Rabu, tanggal 01 Februari 2012 bahwa
Untuk pelaku kekerasan seksual yang paling banyak adalah pacar, teman,
tetangga, keluarga. Jadi dapat dikatakan bahwa 90 % pelaku kekerasan seksual
pada anak adalah orang yang sudah dikenal dan 10 % lagi adalah orang yang
baru kenal
Jadi dapat disimpulkan dari banyaknya kasus kejahatan kekerasan
seksual pada anak, yang sering menjadi pelaku adalah orang yang lebih
dewasa atau lebih nalar dari korban, namun ada juga beberapa pelaku yang
sama-sama masih tergolong usia anak. Dari banyaknya kasus pelaku
kekerasan seksual pada ana yaitu orang yang sudah mereka kenal sebelumnya,
dan biasanya ini dilakukan oleh teman/pacar yang usianya sebaya atau lebih
dewasa.
b. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Seksual pada Anak di
Kota Surakarta
Faktor penyebab kejadian kasus kekerasan seksual pada anak di Kota
Surakarta yaitu :
1) Faktor keluarga
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kanit PPA Ibu AKP. Sri
Rahayu pada hari Senin tanggal 05 Januari 2012, beliau mengatakan
bahwa Dari banyaknya kasus kekerasan seksual pada anak yang menjadi
pendorong pelaku melakukan perbuatan senonoh tersebut adalah
kurangnya perhatian dan pengawasan dari orang tua sehingga banyak
orang tua yang tidak tahu kegiatan anaknya (CL. 1).
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu tim penyidik Unit
PPA Bapak BRIGADIR. Sarwono, S. E. pada hari Selasa tanggal 24
Januari 2012, beliau mengatakan bahwa:
Jika kasusnya yang melakukan kekerasan seksual itu ayahnya sendiri (kandung maupun tiri), biasanya dipengaruhi oleh faktor istri/ibu korban sering meninggalkan rumah untuk bekerja, bahkan dalam waktu lama misalnya saja menjadi TKW (Tenaga Kerja Wanita) di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
luar negeri, maka anak menjadi sasaran pemuas kebutuhan seksualnya (CL. 2).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kekerasan seksual pada anak
biasanya terjadi karena kurangnya perhatian dan pengawasan dari orang
tua kepada anak mereka masing-masing, hal tersebut biasanya disebabkan
oleh orang tua lebih sibuk bekerja sehingga tidak begitu tahu kegiatan
anaknya. Desakan ekonomi dan kebutuhan sehari-hari orang tua menjadi
sibuk mencari uang untuk mencukupi kebutuhan keluarga sehingga anak
kurang pengawasan sering dirumah sendiri, bahkan anak cenderung
mencari kesenangan di luar dan biasanya identik dengan hal-hal yang
negatif.
2) Faktor lingkungan tempat tinggal
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak BRIGADIR.
Sarwono, S. E. pada hari Selasa tanggal 24 Januari 2012 beliau
mengatakan bahwa aktor lingkungan tempat tinggal juga sangat
berpengaruh misalnya maaf seperti rumah korban di daerah kumuh, kotor,
rumahnya dempet-dempet karena lahan sempit dihuni banyak
penduduk (CL. 2).
Hal tersebut dapat diartikan lingkungan tempat tinggal yang kurang
kondusif dapat memicu kekerasan seksual, seperti lingkungan kumuh,
padat penduduk, rumah yang sempit hanya ada satu ruangan tanpa sekat,
sehingga satu keluarga melakuakan aktivitas seperti tidur, makan, nonton
TV (Television) di ruangan tersebut bersama semua anggota keluarga
mereka, sehingga kadang tanpa sengaja anak mengetahui orang tua mereka
melakukan hubungan suami-istri dan dapat mempengaruhi pola pikir dan
juga tingkah laku anak.
3) Faktor media massa
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kanit PPA Ibu AKP. Sri
Rahayu pada hari Senin tanggal 05 Januari 2012, beliau mengatakan
bahwa elaku kekerasan seksual sering menonton video porno yang saat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
ini bisa diakses dan dilihat melalui internet bahkan melalui HP
(Handphone) dan membuat mereka ingin meniru adegan tersebut (CL. 1).
Hal tersebut juga peneliti peroleh dari wawancara dengan Kak Rita
Hastuti, S. P. Koordinator Program Yayasan KAKAK yang mengatakan
kegemaran pelaku (CL. 3).
Kegemaran menonton tayangan porno turut menjadi faktor
pendorong terjadinya kekerasan seksual pada anak, hal tersebut biasanya
dilakukan oleh seseorang yang mental dan emosinya belum terbentuk
secara matang dan cenderung ingin meniru adegan yang dilihatanya tanpa
memikirkan akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya tersebut.
4) Faktor pergaulan
Berdasarkan wawancara dengan Kak Rita Hastuti, S. P.
Koordinator program Yayasan KAKAK, mengatakan bahwa:
Penyebab kekerasan seksual pada anak yaitu diantaranya karena hubungan pacaran yang terlalu bebas, atau sang pacar memaksa untuk melakukan hubungan intim dan korban tidak tahu bahwa melakukan hubungan seksual merupakan suatu tindak kejahatan. Kemudian karena bujuk rayu oleh pacar atau juga bisa yang lainnya bahkan diancam untuk melakukan hubungan intim, apabila anak tersebut tidak mau akan di sebarkan foto-foto seronok tersebut. Ada juga kasus yang korbannya ditipu diajak ke suatu tempat misalnya bilangnya kemana namun dibawa ke hotel atau ke tempat yang sepi. Selain itu kegemaran pelaku meminum minuman keras juga dapat mempengaruhi seseorang menjadi pelaku kejahatan seksual (CL. 3).
Faktor pergaulan yang salah akan sangat berpengaruh terhadap
pola pikir anak. Selain itu faktor lain juga bisa menyebabkan terjadinya
kekerasan seksual diantaranya perilaku pacaran yang kurang sehat,
misalnya dengan menggunakan kedok pacaran pelaku membujuk, merayu,
dan menjanjikan korban hal yang indah-indah misalnya janji untuk
menjadikan korban adalah orang terakhir dalam hidup pelaku.
Selain itu biasanya korban dipenuhi kebutuhannya kemudian tidak
boleh berhubungan dengan orang lain, dengan imbalan mereka harus mau
melakukan hubungan seksual untuk menunjukan rasa sayangnya kepada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
pelaku (pacar). Hal ini diperparah dengan keadaan ekonomi sulit yang
dimiliki oleh keluarga korban, dan dengan keadaan ekonomi mereka orang
tua tidak bisa membahagiakan anak mereka, kemudian karena korban
biasanya akan senang karena dibeli-belikan barang oleh pelaku.
Apalagi jika korban berasal dari keluarga broken home karena
merasa tidak diperdulikan dan diperhatikan oleh orang tuanya maka pacar
biasanya dengan mudah merebut hati anak (korban). (Ditulis oleh Rita
Hastuti, dalam Buletin Sahabat Yayasan KAKAK Edisi 7, 2011: 3).
Sesuai data yang masuk dan berhasil dipantau oleh Yayasan KAKAK
dari Januari 2009 sampai Juni 2011 ada 72 anak korban kekerasan seksual di
wilayah Eks Karesidenan Surakarta. Adapun jumlah korban kekerasan seksual di
wilayah eks karesidenan Surakarta dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 7. Data jumlah kasus kekerasan seksual pada anak dan wilayah
terjadinya kasus pada tahun 2009-Juni 2011
Wilayah Terjadinya Kasus
Tahun 2009 Tahun 2010 Januari-Juni 2011
Jumlah
Klaten 0 6 5 11
Sragen 10 9 2 21
Surakarta 8 8 3 19
Sukoharjo 4 3 0 7
Karanganyar 1 0 1 2
Boyolali 3 1 0 4
Wonogiri 2 3 1 6
Total 28 30 14 72
Sumber Data : Yayasan KAKAK Surakarta
Dari data di atas diketahui hanya beberapa saja korban yang dapat
didampingi oleh Yayasan KAKAK. Data tersebut tidak mewakili seluruhnya
karena kemungkinan masih banyak yang tidak terjangkau.
Hal yang pertama kali dilakukan Yayasan KAKAK untuk mengetahui
adanya kasus kekerasan seksual tersebut mereka menggunakan beberapa metode
ketika menjangkau yaitu melalui informasi dari orang kunci, yaitu orang-orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
yang memang mengetahui dimana tempat tinggal atau alamat rumah korban, atau
bisa juga informasi didapat dari jaringan, instansi pemerintah, kepolisian, LSM
(Lembaga Swadaya Masyarakat) maupun masyarakat. Dari informasi tersebut
kemudian dikroscekkan apakah benar anak tersebut korban kekerasan seksual,
kemudian melakukan pendekatan ke keluarganya dan ke anaknya. Apabila
informasi tersebut benar maka Yayasan KAKAK akan melakukan pendampingan
dan memberikan pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh korban.
Dari kasus-kasus yang berhasil dipantau oleh Yayasan KAKAK, ada
beberapa bentuk-bentuk kekerasan seksual yang terjadi di wilayah eks
karesidenan Surakarta. Adapun bentuk-bentuk kekerasan seksual tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 8. Bentuk-bentuk kekerasan seksual (Laki-laki: 7, Perempuan 70)
Bentuk Kekerasan Seksual
Tahun 2009 Tahun 2010
Januari-April 2011
Jumlah
Perkosaan 8 4 3 15
Persetubuhan 12 23 5 38
Pencabulan 7 1 1 9
Sodomi 0 2 5 7
Persetubuhan dan Pencabulan
1 0 0 1
Trafficking 0 7 0 7
Total 77
Sumber Data : Yayasan KAKAK Surakarta
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa jumlah kekerasan seksual yang
paling banyak terjadi pada anak yaitu persetubuhan dan perkosaan, kemudian
disusul oleh pencabulan dan seterusnya. Selain dilakukan oleh lawan jenis (laki-
laki kepada perempuan), kekerasan seksual juga terjadi pada anak laki-laki yang
dilakukan oleh sesama jenis (homo seksual maupun heteroseksual) yaitu dengan
melakukan tindakan sodomi pada anus korban, hal tersebut menunjukkan bahwa
kekerasan seksual tidak hanya rentan terjadi pada anak perempuan saja namun
anak laki-laki juga memiliki resiko yang sama, meskipun jumlahnya relatif kecil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Adapun kasus kekerasan seksual yang terjadi di wilayah hukum Polresta
Surakarta (meliputi lima kecamatan), dan yang dilaporkan pada Unit PPA Sat
Reskrim Polresta Surakarta dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 9. Data Kasus Kekerasan Seksual dengan Korban Anak Selama Tahun 2010
No. Bulan Kejadian Usia korban
Usia pelaku
Pasal yang dilanggar
Kecamatan TKP (Tempat Kejadian Perkara)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
1
-
1
-
1
1
1
-
1
2
1
-
11
-
14
-
16
8
14
-
9
17
17
15
-
60
-
21
-
41
14
19
-
20
17
17
18
-
82 UUPA
-
81 UUPA
-
81 jo 82
82 UUPA
81 jo 82
-
82 UUPA
82 UUPA
82 UUPA
82 UUPA
-
Jebres
-
Jebres
-
Jebres
Banjarsari
Banjarsari
-
Jebres
Banjarsari
Jebres
Banjarsari
-
Jumlah 9
Sumber Data : RPK Unit PPA Sat Reskrim Polresta Surakarta
Berdasarkan tabel data kekerasan seksual pada anak di atas selama tahun
2010 telah terjadi sembilan kasus yang dilaporkan pada Unit PPA Sat Reskrim
Polresta Surakarta. Dari tabel di atas juga dapat diketahui bahwa hanya ada dua
kecamatan saja ditahun ini yang menjadi TKP (Tempat Kejadian Perkara) kasus
kejahatan kekerasan seksual dengan korban anak, yaitu Kecamatan Jebres dan
Kecamatan Banjarsari. Dari sembilan kasus yang tercatat lima kasus terjadi di
Kecamatan Jebres dan empat kasus di Kecamatan Banjarsari. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pada tahun 2010 dua kecamatan tersebut memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
kerentanan dan kerawanan paling tinggi dibandingkan tiga kecamatan lain yang
ada di wilayah hukum Polresta Surakarta.
Tabel 8. Data Kasus Kekerasan Seksual dengan Korban Anak Selama Tahun 2011
(Bulan Januari-Desember)
No. Bulan Kejadian Usia korban
Usia pelaku
Pasal yang
dilanggar
Kecamatan TKP (Tempat Kejadian
Perkara) 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
1
2
-
1
1
-
1
-
-
3
-
1
16
15
15
-
13
15
-
16
-
-
14
16
16
-
10
18
32
32
-
16
16
-
16
-
-
21
23
50
-
13
81 UUPA
81 jo 82
81 jo 82
-
81 jo 82
82 UUPA
-
-
-
81 jo 82
82 UUPA
81 UUPA
-
81 UUPA
Jebres
Laweyan
Laweyan
-
Laweyan
Banjarsari
-
Laweyan
-
-
Banjarsari
Laweyan
Banjarsari
-
Serengan
Jumlah 10
Sumber Data : RPK Unit PPA Sat Reskrim Polresta Surakarta
Berdasakan tabel data kasus kekerasan seksual pada anak selama tahun
2011 di atas, dapat diketahui bahwa terdapat sepuluh kasus yang tercatat di Unit
PPA Sat Reskrim Polresta Surakarta. Data tersebut menunjukkan terjadinya
peningkatan satu kasus dari tahun 2010, yang semula sembilan kasus meningkat
menjadi sepuluh kasus. Kemudian jika pada tahun 2010 TKP didominasi
Kecamatan Jebres dan Banjarsari, pada tahun 2011 TKP pindah ke kecamatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
lain, dan yang menduduki peringkat pertama menjadi daerah terbanyak menjadi
TKP yaitu Kecamatan Laweyan, dari sepuluh kasus yang tercatat lima kasus
kekerasan seksual dengan korban anak terjadi di kecamatan ini. Kemudian disusul
oleh Kecamatan Banjarsari dimana selama tahun 2011 terjadi tiga kasus di daerah
ini. Selama dua Tahun (2010-2011) Kecamatan Banjarsari masih menjadi daerah
yang rentan terjadi kasus kejahatan kekerasan seksual dengan korban anak.
3. Upaya Pihak Kepolisian Unit PPA (Unit Pelayanan Perempuan dan Anak) Sat Reskrim Polresta Surakarta dalam Menanggulangi Kejahatan
Kekerasan Seksual pada Anak
Kepolisian merupakan salah satu aparat penegak hukum yang bertugas
untuk mengayomi dan melindungi masyarakat termasuk menumpas semua
kejahatan yang terjadi di masyarakat sebagai upaya menciptakan Kamtibmas
(Keamanan dan ketertiban dalam masyarakat). Jenis dan bentuk kejahatan yang
terjadi di dalam kehidupan masyarakat sangat beragam dan bukan hal mudah
untuk ditumpas, bahkan hukuman yang sudah diberikan terkadang tidak membuat
jera pelaku dan juga orang lain yang ingin melakukan kejahatan serupa. Salah satu
contoh dari kejahatan yang sekarang marak terjadi yaitu kekerasan seksual pada
anak.
Anak merupakan calon generasi penerus bangsa di masa depan, oleh sebab
itu semua bentuk kejahatan yang menimpa anak harus ditanggulangi secara serius
agar kehidupan anak terlindungi sehingga mereka dapat menikmati masa kanak-
kanak mereka untuk belajar dan mengembangkan bakat demi masa depan mereka
dan masa depan mereka dan bangsanya. Sebagai aparat penegak hukum, Unit
PPA Sat Reskrim Polresta Surakarta melakukan beberapa upaya untuk
menaggulangi kejahatan kekerasan seksual pada anak baik secara preventif
maupun represif. Adapun upaya-upaya tersebut diantaranya :
a. Upaya Preventif (Pencegahan)
Penanggulangan kekerasan seksual pada anak secara preventif yang
dilakukan oleh Unit PPA Sat Reskrim Polresta Surakarta yaitu dengan
mengadakan penyuluhan hukum kepada masyarakat Kota Surakarta. Selain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Unit PPA penyuluhan hukum juga dilakukan oleh Unit BINMAS (Unit
Pembinaan Masyarakat) dengan memberikan sosialisasi pada anak-anak usia
sekolah dan juga pada orang tua atau orang dewasa.
Kegiatan penyuluhan dan sosialisasi yang dilakukan oleh Unit PPA
juga dilakukan dengan bekerjasama dengan Pemerintah Kota Surakarta dan
instansi terkait misalnya PT PAS (Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak
Kota Surakarta), LSM yang sama-sama memiliki program menanggulangi
kejahatan kekerasan seksual dan ESKA (Eksploitasi Seksual Komersial) pada
anak. Penyuluhan Hukum biasanya dilakukan di setiap kelurahan maupun
sekolah-sekolah yang berada di wilayah hukum Polresta Surakarta. Hal
tersebut sesuai dengan penuturan Kanit PPA Ibu AKP. Sri Rahayu pada hari
Senin tanggal 05 Januari 2012, yang mengatakan bahwa:
Pihak kepolisian juga banyak mengadakan sosialisasi memberikan ceramah-ceramah di sekolah, di masyarakat yang disitu tidak hanya dihadiri oleh anak-anak namun juga orang tua dengan tujuan untuk memberikan informasi dan pengetahuan sekaligus memberikan motivasi dan kesadaran bagi orang tua untuk menjaga anak-anak mereka, dan lebih memperhatikan kegiatan anak, agar anak-anak mereka tidak menjadi korban kekerasan seksual (CL. 1).
Penyuluhan Hukum adalah kegiatan untuk meningkatkan kesadaran
hukum masyarakat berupa pengenalan, penyampaian dan penjelasan peraturan
hukum kepada masyarakat dalam suasana informal sehingga tercipta sikap dan
perilaku masyarakat yang sadar hukum. Disamping mengetahui dan
memahami hukum, masyarakat juga diharapkan dapat mematuhi atau mentaati
hukum tersebut. Eksistensi penyuluhan sangat diperlukan karena saat ini,
meski sudah banyak anggota masyarakat yang sudah mengetahui dan
memahami apa yang menjadi hak dan kewajibannya menurut hukum, namun
masih ada yang belum dapat bersikap dan berperilaku sesuai dengan hukum
yang berlaku.
b. Upaya Represif (Penanganan) Secara Penal
Upaya penanggulangan kejahatan kekerasan seksual pada anak secara
represif yang dilakukan oleh Unit PPA Sat Reskrim Polresta Surakarta yaitu
dengan melakukan penindakan secara hukum terhadap pelaku kejahatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
kekerasan seksual pada anak. Penindakan secara hukum yang dimaksud
adalah dengan melakukan penanganan dan pengusutan lebih lanjut terkait
laporan dari masyarakat maupun keluarga korban bahwa telah terjadi kasus
kejahatan kekerasan seksual pada anak. Upaya ini juga disebut sebagai upaya
penal dimana pelaku kejahatan ditindak secara tegas oleh aparat penegak
hukum dengan menggunakan hukum yang berlaku.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kanit PPA Ibu AKP. Sri Rahayu
hari Senin tanggal 05 Januari 2012 beliau mengatakan bahwa :
Selain upaya preventif pihak kepolisian juga melakukan upaya represif untuk menanggulangi kejahatan kekerasan seksual pada anak. Untuk Unit PPA khususnya kami akan segera mengusut dan menindak lanjuti apabila ada laporan bahwa telah terjadi kasus kejahatan kekerasan seksual serta melindungi dan mengamankan korban serta pelaku (yang umumnya adalah anak-anak dan masih sekolah) (CL. 1).
Hal tersebut juga dikatakan oleh salah satu anggota tim penyidik Unit
ntuk upaya represif yang kita
lakukan yaitu apabila terjadi kasus dan dilaporkan ke Unit PPA maka kami
langsung menangani dan memproses kasus tersebut
Selain menindak lanjuti kasus yang dilaporkan ke Unit PPA, untuk
melakukan penanganan korban kejahatan kekerasan seksual pada anak Unit
PPA juga melakukan kerjasama dan terjaring dalam jaringan PT PAS.
Adapun alur dan prosedur pelaporan kasus kejahatan kekerasan
seksual pada anak kepada pihak kepolisian :
Gambar 3. Alur Pelaporan Kasus Kejahatan Kekerasan Seksual
pada pihak Kepolisian
Lapor Polisi
1. Pelapor datang
2. Dibuatkan
Laporan Polisi 4. JPU 3. Dibuat
Berkas Perkara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Keterangan :
1) Pelapor bisa keluarga/kerabat korban sendiri atau bersama dengan korban
datang ke kantor polisi, pertama yaitu mendatangi ke ruang SPK (Sentra
Pelayanan Kepolisian) untuk lapor polisi. Dari laporan tersebut polisi SPK
biasanya tidak begitu saja percaya, sehingga biasanya pelapor akan diberi
pertanyaan-pertanyaan terkait laporan tersebut untuk meyakinkan polisi
tentang kebenaran telah terjadinya kejahatan seperti yang dilaporkan.
Apabila korban mentalnya kuat maka akan langsung ditanya-tanya di SPK
apakah benar adanya kejadian seperti yang dilaporkan, akan tetapi apabila
korban keadaan mentalnya lemah maka biasanya pihak SPK meminta
bantuan kepada petugas Unit PPA yang kebanyakan terdiri dari polisi
wanita, sehingga diharapkan agar korban tidak takut dan lebih terbuka
untuk bercerita kepada Ibu Polwan. Kemudian untuk mendapatkan bukti
yang lebih kuat baik polisi SPK maupun polisi yang ada di Unit PPA
meminta dan mengantar korban untuk dilakukan VeR (Visum et Repertum)
di klinik bayangkari untuk mendapatkan keterangan medis yang digunakan
guna melengkapi keterangan pada surat pelaporan tersebut.
2) Baru setelah mendapat keterangan dan bukti visum yang cukup maka SPK
membuatkan surat tanda bukti bahwa sudah melakukan pelaporan polisi.
Surat tersebut untuk dilaporkan kepada Kasat Reskrim (Kepala Satuan
Reserse Kriminal) untuk diarahkan pada Unit yang ada dalam Sat Reskrim
(Satuan Reserse Kriminal) Polresta Surakarta. Penunjukan Unit yaitu
berdasarkan kasus yang dilaporkan, dalam hal ini Unit yang menangani
kejahatan kekerasan seksual pada anak yaitu Unit PPA.
3) Jika sudah berada di Unit PPA baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
untuk membuat berkas perkara atau BAP (Berita Acara Pemeriksaan).
4) Apabila Berkas Perkara atau BAP sudah lengkap maka pihak penyidik
akan meyerahkan pada pihak kejaksaan/JPU (Jaksa Penuntut Umum)
untuk dilakukan penuntutan kepada pelaku di persidangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Adapun proses penyidikan (pemeriksaan) yang dilakukan oleh tim
penyidik di RPK (Ruang Pelayanan Khusus) Unit PPA (Unit Pelayanan
Perempuan dan Anak) meliputi kegiatan berikut ini :
Gambar 4. Proses Penyidikan (Pemeriksaan) Perkara Kajahatan
Kekerasan Seksual pada Anak
Keterangan :
1) Pelapor datang ke kantor polisi ke ruang SPK (Sentra Pelayanan
Kepolisian) untuk melaporkan suatu kejadian, setelah laporan tersebut
dapat dibuktikan pelapor akan mendapatkan surat laporan polisi dari
SPK yang sudah didisposisikan oleh Sat Reskrim untuk ditangani oleh
Unit PPA. Maka pelapor datang ke RPK Unit PPA yang ruangnya
berada di dekat gerbang barat Polresta Surakarta yang letaknya
berhadapan dengan gerbang SMKN 4 Surakarta.
2) Setelah pelapor berada di RPK Unit PPA, tim penyidik RPK akan
melakukan pemeriksaan lebih mendalam terkait delik aduan yang
dilaporkan oleh pelapor. Untuk membuat Berkas Perkara secara
lengkap. Akan tetapi pada tahap ini kami biasanya akan melakukan
3. Dibuatkan BAP 2.Pemeriksaan
di RPK/PPA
1.Lapor Polisi
Mediasi secara kekeluargaan
Pelapor
Visum
Saksi Proses Hukum selesai/ bisa diberhentikan
Pelaku
4. JPU
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
upaya mediasi antara kedua belah pihak antara pelapor/keluarga
pelapor dengan pihak yang dilaporkan, kami biasanya meminta
keluarga korban untuk memikirkan lagi dampak apabila masih bisa
diselesaikan secara kekeluargaan, apabila kedua belah pihak bisa
didamaikan maka kasus selesai atau bisa diberhentikan tidak perlu
sampai JPU, namun apabila kedua belah pihak tidak dapat didamaikan
dan pihak pelapor tetap ingin melanjutkan kasus ke meja hijau maka
kami akan tetap akan melanjutkan proses hukum.
3) Penyususnan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dilakukan oleh tim
penyidik RPK Unit PPA dengan tahap-tahap sebagai berikut :
a) Memanggil pelapor (korban atau orang tua korban). Namun dalam
hal ini jika korbannya anak, maka tidak dapat bertindak sebagai
pelapor karena dianggap belum cakap hukum. Sehingga pada
perkara anak korban harus didampingi orang tua maupun keluarga
korban. Setelah pelapor di periksa apakah benar adanya kejadian
yang dilaporkan tersebut.
b) Untuk menguatkan laporan dan memperoleh bukti maka penyidik
meminta korban untuk melakukan VeR (Visum et Repertum) di
klinik Bayangkari guna untuk mendapatkan keterangan dokter
terkait keadaan fisik korban. Setelah VeR itu menunjukkan benar
adanya bekas fisik yang terdapat ditubuh korban maka
pemeriksaan akan terus berlanjut.
c) Pemeriksaan saksi (saksi dapat orang yang mengalami, melihat dan
mendengar secara langsung suatu kejadian), akan tetapi pada
proses penyidikan kasus seksual apabila tidak ada yang melihat
kejadian selain korban dan pelaku maka yang menjadi saksi hanya
korban sendiri (saksi korban) karena korban adalah pihak yang
mengalami. Sehingga keterangan saksi korban dianggap sudah
cukup untuk dicantumkan dalam BAP terkait peristiwa yang
dialami korban.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
d) Setelah adanya keterangan lengkap dan bukti kuat yang didapat
dari Visum dan keterangan saksi korban maka Unit PPA akan
melakukan penangkapan kepada pelaku (tersangka) untuk dimintai
keterangan terkait perbuatan yang dilakukan kepada korban.
4) Apabila keterangan dari pelapor, korban, saksi dan tersangka yang
didapat sudah lengkap barulah keterangan tersebut disusun menjadi
BAP, jika BAP sudah selesai disusun barulah pihak penyidik RPK
Unit PPA meyerahkan berkas perkara tersebut pada pihak kejaksaan/
JPU untuk dilakukan penuntutan dipersidangan.
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian
1. Partisipasi Masyarakat dalam Menaggulangi Kejahatan
Kekerasan Seksual pada Anak di Kota Surakarta
a. Partisipasi Yayasan KAKAK Surakarta
Yayasan KAKAK adalah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)
yang fokus utamanya adalah pada perlindungan konsumen. Nama KAKAK
sendiri merupakan singkatan dari Kepedulian Untuk Konsumen Anak.
Sehubungan dengan banyaknya kasus kekerasan seksual pada anak di Kota
Surakarta, Yayasan KAKAK juga ikut serta dalam upaya penanggulangan
kejahatan tersebut. Tidak hanya pada anak-anak di Kota Surakarta namun juga
anak-anak di wilayah Eks-karisidenan Surakarta (Wonogiri, Sukoharjo,
Boyolali, Klaten, Karanganyar, dan Sragen). Berbicara tentang
penanggulangan maka kita berbicara tentang semua upaya yang dilakukan
terhadap permasalahan tersebut mulai dari pencegahan, penanganan sampai
dengan rehabilitasi korban. Dibawah ini merupakan penjabaran tentang
partisipasi Yayasan KAKAK terkait dengan 3 upaya penaggulangan kejahatan
kekerasan seksual pada anak tersebut. Upaya-upaya tersebut meliputi :
1) Upaya Pencegahan/Preventif Secara Non Penal Program pencegahan terjadinya kekerasan seksual pada anak sangatlah
penting untuk dilakukan, karena dengan pencegahan diharapkan bahaya
kekerasan seksual dapat ditekan dan dicegah agar jangan sampai terjadi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
a) Mengembangkan sistem perlindungan anak di sekolah dan di wilayah/
masyarakat
(1) Di wilayah/masyarakat
Dalam melakukan sosialisasi pencegahan kekerasan seksual
pada anak di wilayah Yayasan KAKAK baru memfokuskan pada dua
wilayah saja yaitu Kelurahan Jebres dan Semanggi. Meskipun di
daerah lain juga pernah melakukan sosialisasi pencegahan kekerasan
seksual namun belum dilaksanakan secara berkesinambungan seperti
pada dua wilayah tersebut.
(a) Memberikan sosialisasi di wilayah
Sosialisasi dilakukan di wilayah karena wilayah merupakan
lingkungan tempat tinggal dari sekumpulan masyarakat yang
terdiri dari orang tua dan juga anak-anak. Lingkungan sangat
mempengaruhi perkembangan anak sekaligus dapat menjadi faktor
pendorong terjadinya kekerasan seksual pada anak. Sosialisasi
pencegahan ini biasanya dilakukan dengan mengundang
perwakilan dari tiap RT/RW (anak-anak maupun dewasa)
dikumpulkan disuatu tempat kemudian diberi penyuluhan tentang
beberapa materi diantaranya tentang Undang-Undang Perlindungan
Anak, hak-hak anak, apa itu kekerasan, apa saja bentuk-bentuk
kekerasan dan kemana mereka harus melapor apabila terjadi
kekerasan.
Sosialisasi di wilayah dilakukan dengan pendidikan
komunitas/community education yang biasa disingkat comet
sehingga sosialisasi antara orang tua dan anak-anak tidak dilakukan
secara bersamaan, anak-anak sendiri, untuk dewasa/orang tua
sendiri. Sosialisasi pada anak dilakukan dengan cara peer
education yaitu tentang bagaimana cara melakukan sosialisasi pada
teman sebaya dengan cara ini diharapkan anak dapat memberikan
sosialisasi atau informasi yang mereka dapat dari Yayasan
KAKAK kepada teman-teman mereka lainya yang tidak/belum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
mengikuti sosialisasi. Untuk yang dewasa atau orang tua itu
dilakukan dengan membentuk kader-kader, dan memberi pelatihan
pada kader-kader tersebut, mereka yang telah ditunjuk menjadi
kader inilah yang akan melakukan sosialisasi di lingkungan mereka
masing-masing sebagai penyambung informasi dari Yayasan
KAKAK.
(b) Mendorong terbentuknya PPT PA (Program Pelayanan Terpadu
Perempuan dan Anak) di tingkat kelurahan sebagai salah satu
pengembangan sistem perlindungan anak di wilayah
Selain memberikan sosialisasi, sebagai upaya
memgembangkan sistem perlindungan anak di tingkat kota
Yayasan KAKAK juga membentuk PPT PA di dua wilayah yaitu
Kelurahan Jebres dan Semanggi. Dasar pemilihan kedua wilayah
tersebut yaitu kerena kedua wilayah tersebut dinilai rentan dan
sering terjadi kasus kekerasan baik fisik, seksual, ESKA dan
masalah lain seperti kenakalan remaja, miras, anak putus sekolah
dan pengangguran.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kak. Rita Hastuti, S.
P. pada hari Rabu, 01 februari 2012 beliau mengatakan bahwa :
Selama tiga tahun ini KAKAK mengembangkan sistem perlindungan anak dan sebagai upaya menciptakan sistem tersebut KAKAK membentuk PPT PA di dua Kelurahan yang ada di Kota Surakarta yaitu Kelurahan Jebres dan Semanggi walaupun sebenarnya di tingkat kota sudah ada PT PAS. Dengan dibentuknya PPT PA ini diharapkan bisa menjadi tangan panjang dari PT PAS yang akan menangani ketika terjadi kasus kekerasan pada perempuan dan anak di wilayah mereka. Anggota PPT PA sendiri terdiri dari lembaga-lembaga yang ada ditingkat kelurahan seperti LKMD, Pokja Kelurahan Layak Anak, PKK, Karang Taruna dan masyarakat yang memiliki kepedulian kepada masalah perempuan dan anak (CL. 3).
PPT PA ini dibentuk untuk meningkatkan ketrampilan
masyarakat dalam menangani kasus kekerasan yang sering terjadi
pada perempuan dan anak di lingkungan tempat tinggal mereka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Yayasan KAKAK juga mengadakan kegiatan capacity building
bagi pengurus PPT PA di Kelurahan Jebres yang diadakan pada
tanggal 23-25 April 2012 dan di Kelurahan Semanggi pada
tanggal 4-6 Mei 2012 kegiatan ini sebagai upaya untuk
meningkatkan ketrampilan dari para pengurus dalam penanganan
kasus kekerasan seksual, ESKA, korban KDRT, penculikan dan
perdagangan anak. Pelatihan tersebut ditujukan agar mereka dapat
terjun langsung melakukan penanganan kasus ketika di
lingkungan mereka terjadi kasus kekerasan baik pada perempuan
maupun anak.
(2) Di sekolah
(a) Mengadakan sosialisasi dan roadshow di beberapa sekolah untuk
memberikan pendidikan seksual pada anak sebagai upaya
pencegahan kekerasan seksual pada anak usia remaja
Untuk Sosialisasi difokuskan pada SMP N 26 dan SMP N
17 Surakarta, kedua sekolah ini merupakan sekolah yang
didampingi oleh Yayasan KAKAK karena dianggap rentan terjadi
kasus kekerasan seksual pada beberapa anak didik mereka.
Sosialisasi di sekolah dilakukan oleh guru kepada murid-murid,
yang mana sebelumnya guru ini sudah mendapatkan trainning dari
Yayasan KAKAK, kemudian disosialisasikan kepada seluruh
siswa. Sosialisasi juga biasanya dilakukan oleh staff Yayasan
KAKAK yang diundang oleh pihak sekolah untuk melakukan
sosialisasi misalnya saat MOS (Masa Orientasi Siswa) pada siswa-
siswi yang baru masuk. Selain pada siswa baru sosialisasi juga
diberikan bagi siswa lain di kelas VIII (delapan) dan IX (sembilan)
sesuai kebutuhan dan sesuai perkembangan kondisi yang ada.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kak Athur Fitri
Ad udian kita juga
mendukung siswa-siswi di SMP N 26 dan SMP N 17 Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
untuk membuat mading di sekolah sebagai media sosialisasi untuk
penc 4).
Jadi selain sosialisasi dengan memberikan penyuluhan pada
siswa di dua sekolah tersebut Yayasan KAKAK juga mendukung
anak-anak untuk melakukan sosialisasi di sekolah yaitu dengan
media lain yaitu menggunakan mading, didalam isi mading
tersebut ditampilkan tulisan tentang artikel, tips dan informasi-
informasi tentang apa itu kekerasan, apa saja bentuk kekerasan, apa
itu kekerasan seksual dan ESKA, apa saja dampak dan bagaimana
memeranginya.
Selain program sosialisasi pada dua sekolah tadi Yayasan
KAKAK juga memiliki program lain dalam upaya pencegahan
kekerasan seksual pada anak. Berdasarkan hasil wawancara dengan
Kak Noor Hidayah, S. E beliau mengatakan bahwa :
Yayasan KAKAK pernah mengadakan roadshow ke beberapa sekolah-sekolah seperti SMK, SMA, dan SMP yang ada di Kota Surakarta. Tujuan dari acara roadshow tersebut yaitu memerikan sosialisasi pada siswa-siswi dengan tema kekerasan dalam pacaran yang termasuk didalamnya yaitu kekerasan seksual (CL. 5).
Kegiatan roadshow ini yaitu untuk memberikan
pemahaman dan pengetahuan bagi remaja khususnya siswa SMP
dan SMA yang sedang mengalami masa pubertas yang mulai
memiliki rasa ketertarikan pada lawan jenis mereka. Oleh sebab itu
anak-anak usia remaja perlu diberikan bekal pengetahuan agar
mereka dapat mengidentifikasikan hal-hal mana yang boleh
dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan, termasuk
memberi arahan bagi mereka tentang mana gaya berpacaran yang
sehat dan mana gaya berpacaran yang tidak sehat. Selain itu
KAKAK juga memberikan pendidikan seksual bagi anak dan
sosialisasi tentang kesehatan reproduksi (kespro) dengan tujuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
untuk memberikan pengetahuan kepada siswa tentang kesehatan
reproduksi.
(b) Mendorong dimasukkannya kurikulum tentang pendidikan seksual
dan kesehatan reproduksi di sekolah
Upaya lain yang dilakukan oleh KAKAK untuk mencegah
terjadinya kekerasan seksual dan ESKA yaitu dengan mendorong
dan mengusulkan dimasukkannya kurikulum tentang kesehatan
reproduksi di sekolah. Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh
Kak Rita Hastuti, S. P bahwa
dimasukkannya kurikulum tentang kesehatan reproduksi di
sekolah- (CL. 3).
Upaya tersebut dilakukan dengan harapan pihak sekolah
mau memasukkan pelajaran tentang kesehatan reproduksi dalam
kurikulum sekolah, agar anak-anak lebih mengerti tentang alat
reproduksi mereka dan apa saja fungsinya, apa saja dampak yang
ditimbulkan jika melakukan hubungan seksual dini, dan apa saja
penyakit berbahaya yang dapat ditularkan melalui hubungan
seksual yang tidak sehat. Selain pengetahuan tersebut guru juga
dapat menyisipkan pemahaman tentang ajaran agama, moral dan
kesusilaan agar mereka dapat membedakan hal yang baik dan
buruk. Dengan adanya pemahaman tersebut diharapkan anak-anak
jangan sampai terjerumus dan menjadi korban.
(c) Memberikan beasiswa untuk anak-anak korban kekerasan seksual
Memberikan beasiswa bagi anak-anak korban kekerasan
merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Yayasan
KAKAK untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak kekerasan
seksual dan juga mencegah korban terjerumus pada situasi ESKA
(Eksploitasi Seksual Komersial). Hal tersebut seperti yang
juga bekerjasama dengan pihak sekolah untuk memberikan
beasiswa untuk anak-anak korban kekerasan sek (CL. 3).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Tujuan dari pemberian beasiswa bagi anak-anak korban
kekerasan seksual itu sendiri yaitu agar korban kekerasan seksual
yang berasal dari keluarga tidak mampu, jangan sampai putus
sekolah dan tetap bisa melanjutkan pendidikannya. Jangan sampai
karena putus sekolah dan kurangnya ketrampilan yang dimiliki
korban untuk memasuki dunia kerja dan pengalaman seksual dini
membuat mereka rentan terjerumus pada situasi ESKA dan dunia
prostitusi.
2) Upaya Penanganan/Represif Secara Non Penal
a) Melakukan penjangkauan (outreach), pendekatan dan pendampingan
rumah korban
Langkah awal yang dilakukan Yayasan KAKAK dalam menangani
anak korban kekerasan seksual yaitu mencari informasi tentang alamat
rumah korban apabila alamat sudah didapat maka KAKAK akan mengirim
satu orang pendamping untuk mendatangi rumah korban (home visit)
sebagai upaya penjangkauan (outreach) korban. Metode outreach ini
bertujuan untuk membuka jalan, bagi pendamping dari KAKAK agar
dapat melakukan pendekatan dengan korban dan keluarganya.
Hal tersebut dikatakan oleh Kak Rita Hastuti, S. P. selaku
Koordinator Program Pengembangan Sistem Perlindungan Anak Yayasan
KAKAK hari Rabu, tanggal 01 Februari 2012, bahwa :
Upaya Yayasan KAKAK dalam penangan kasus korban kekerasan seksual yaitu melakukan pendampingan kepada korban dengan cara penjangkauan ke rumah korban. KAKAK biasanya mengirimkan satu pendamping untuk melakukan home visit ke rumah korban dan menjelaskan kepada keluarga siapa itu KAKAK dan apa tujuannya, baru setelah itu kita mengadakan negosiasi dengan keluarga korban keberatan atau tidak apabila KAKAK melakukan pendampingan pada korban. Setelah adanya persetujuan keluarga pendamping akan melakukan pendekatan kepada korban untuk melakukan observasi dan assessment guna mencari tahu tentang kondisi korban, misalnya bagaimana keadaan psikologisnya, kesehatannya, pendidikannya hal tersebut bertujuan untuk mengetahui apa yang dibutuhkan oleh korban. Selain itu pendamping juga akan melakukan observasi terkait keadaan rumahnya, sekolahnya, teman-temannya/pergaulannya. Selain itu pendampibg juga harus mencari tahu dimana tempat korban
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
biasanya main/nongkrong, dan lingkungan kesehariannya misal bagaimana saudaranya dan tetangganya agar pendamping dapat lebih dekat dan lebih memahami anak (CL. 3).
Dari hasil wawancara diatas peneliti dapat meyimpulkan bahwa
kegiatan penjangkauan, pendekatan dan pendampingan korban bertujuan
untuk melakukan observasi tentang bagaimana keadaan korban dan apa
yang dibutuhkan oleh korban sehingga pendamping bisa mengupayakan
kebutuhan korban. Dengan adanya penjangkauan ini diharapan agar anak
(korban) dapat segera mendapatkan pertolongan agar mampu bangkit dari
keterpurukan dan bisa menata kembali kehidupannya demi masa depan
mereka.
b) Memberikan pelayanan bagi korban kekerasan seksual
Dalam kegiatannya Yayasan KAKAK juga berupaya memberikan
pelayanan/pendampingan bagi anak korban kekerasan seksual maupun
ESKA (Eksploitasi Seksual Komersial). Kegiatan-kegiatan tersebut
anatara lain, meliputi :
(1) Pelayanan medis
Kegiatan ini memiliki tujuan untuk menyediakan pengobatan
medis dan penanganan secara medis bagi korban. Hal tersebut sesuai
dengan hasil wawancara dengan Kak Rita Hastuti, S.P. :
Biasanya setelah pendamping mengetahui betul keadaan korban baru kemudian pendamping akan melakukan tindak lanjut. Apabila memang ada ganguan kesehatan/gangguan pada alat reproduksi anak maka kita (tim pendamping) akan merujuk korban ke puskesmas atau rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan dan penanganan secara medis (CL. 3).
Kegiatan ini dilakukan untuk mengantisipasi jika anak ternyata
tertular penyakit seksual berbahaya dan memerlukan penanganan
medis, maka Yayasan KAKAK berusaha untuk memfasilitasi anak
dengan membantu melakukan koordinasi dan mengadakan kerjasama
dengan puskesmas dan rumah sakit yang tergabung dalam jaringan dan
sudah melakukan MoU (Memorandum of Understanding) dengan PT
PAS (Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Surakarta) yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
ditunjuk untuk melakukan penanganan secara medis bagi korban
kekerasan seksual dan ESKA (Eksploitasi Seksual Komersial).
Puskesmas tersebut terdiri dari lima puskesmas induk dan tiga rumah
sakit besar di Kota Surakarta yang diantaranya yaitu puskesmas di
Manahan, Pajang, Sangkrah, Ngoresan, Kratonan, Rumah Sakit Panti
Waluyo, Kasih Ibu dan Brayat Minulya yang memang menyediakan
layanan bagi kasus IMS (Infeks Menular Seksual). Dengan adanya
kerjasama ini diharapkan anak-anak korban kekerasan seksual dan
ESKA dapat memperoleh keringanan biaya saat membutuhkan
pelayanan medis.
(2) Pelayanan/pendampingan proses hukum
Pendampingan hukum tentu sangat diperlukan sekali,
mengingat kasus kekerasan seksual pada anak merupakan tindak
kejahatan yang melanggar hukum, sehingga harus diproses secara
hukum. Akan tetapi bagi sebagian orang tua korban tidak tahu banyak
tentang proses hukum, maka pendamping dari Yayasan KAKAK juga
membantu untuk melakukan pendampingan secara hukum bagi anak
korban agar korban dan keluarga tidak kesulitan. Adapun kegiatan
pendampingan hukum yang dilakukan oleh Yayasan KAKAK.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kak Rita Hastuti, S. P.
Koordinator Program Pengembangan Sistem Perlindungan Anak pada
hari Rabu, tanggal 01 Februari 2012 beliau mengatakan bahwa:
Apabila kasusnya memang belum masuk keranah hukum maka kita akan melakukan pendampingan hukum kepada korban untuk mendampingi saat datang ke pihak yang berwajib untuk melaporkan kasus yang dialaminya biasanya dalam pembuatan BAP mereka cenderung takut dan malu jadi pendampingan oleh KAKAK ini ditujukan agar anak berani untuk berbicara, setelah pembuatan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) selesai pendamping juga ikut mendampingi dalam persidangan, tugas pendamping hukum lainnya yaitu mencatat hasil dari persidangan serta memperhatikan tuntutan dan vonis yang diberikan. Apabila terjadi ketidakadilan maka tugas pendamping yaitu mengadakan loby dengan jaksa dan membuat surat untuk diberikan kepada lembaga yang lebih tinggi untuk membela korban secara hukum. (CL. 3).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Pelayanan hukum yang dilakukan oleh KAKAK ini mencakup
seluruh proses yang dijalani melalui jalur hukum dari pelaporan pada
pihak kepolisian sampai melakukan pendampingan vonis akhir
persidangan. Selain itu pendamping juga melakukan kerjasama dengan
lembaga lain untuk mendesak aparat penegak hukum agar pelaku
dihukum secara maksimal untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku
dan memberikan pelajaran bagi masyarakat luas agar tahu bahwa
melakukan kekerasan seksual merupakan tindak kejahatan dan dapat
pelakunya dapat dihukum. Sehingga diharapkan tidak ada lagi orang
lain yang melakukan hal serupa.
(3) Pelayanan psikologis
Anak yang menjadi korban kekerasan seksual biasanya sering
mengalami permasalahan dengan kondisi psikis/kejiwaannya, seperti
depresi dan trauma yang mendalam terkait dengan hal yang telah
dialaminya. Sehingga banyak korban yang kemudian menjadi
pendiam, tidak mau keluar rumah dan merasa minder dan merasa kotor
karena telah ternoda. Dengan keadaan itu tentu anak sangat
membutuhkan pendampingan secara psikologis.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kak Rita Hastuti, S. P
pada hari Rabu, tanggal 01 Februari 2012 beliau mengatakan bahwa:
Apabila si anak (korban) memiliki ganguan pada keadaan psikologisnya maka pendamping akan mencarikan praktisi psikologis atau bekerjasama dengan lembaga lain seperti SPEK-HAM atau PT PAS (Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Surakarta) yang memiliki praktisi psikologis (Pendampingan Psikologis) (CL. 3).
Pendamping yang ditugaskan oleh Yayasan KAKAK biasanya
akan melakuakan pendekatan kepada anak, dengan tujuan untuk
memberikan dukungan secara moral maupun spiritual agar anak tidak
merasa sendiri, dengan seperti itu harapannya anak dapat bercerita
kepada pendamping tentang permasalahan yang dihadapinya. Sehingga
dengan keterbukaan tersebut diharapkan pendamping dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
mengarahkan anak agar bangkit dan meneruskan kehidupannya yang
masih sangat panjang. Pendampingan ini sangatlah penting agar anak
tidak terjerumus pada hal-hal negatif seperti narkoba, miras, pergaulan
bebas bahkan ESKA (Eksploitasi Seksual Komersial) dan prostitusi.
Akan tetapi apabila anak mengalami gangguan psikologis berat dan
tidak dapat diatasi oleh pendamping maka KAKAK akan membantu
korban dengan mencarikan praktisi psikologi (psikolog) atau
bekerjasama dengan lembaga lain yang memiliki praktisi psikologi.
(4) Pelayanan pendidikan
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kak Noor Hidayah, S. E.
dari Yayasan KAKAK mengatakan bahwa :
Selain memberikan pelayanan medis, psikologis dan hukum Yayasan KAKAK juga berupaya memberikan pelayanan pendidikan, misalnya apabila korban kekerasan seksual dikeluarkan dari sekolah maka pihak pendamping berusaha untuk melakukan lobby kepada pihak sekolah untuk menerima kembali korban kekerasan seksual, dan tidak mengeluarkan korban (CL. 5).
Tidak sedikit anak korban kekerasan seksual yang dikeluarkan
dari sekolah karena kasus yang menimpa dirinya, apalagi jika anak
tersebut hamil dan kasusnya sudah masuk keranah hukum, maka
pendamping dari KAKAK akan memberikan bantuan pada korban
untuk mendapatkan lagi hak pendidikannya dengan melakukan
koordinasi dengan pihak sekolah untuk menerima korban untuk
bersekolah lagi.
3) Upaya Rehabilitasi Korban
Upaya rehabilitasi ini merupakan bentuk usaha untuk memulihkan
kondisi korban kekerasan seksual dan ESKA (Eksploitasi Seksual Komersial)
seperti sebelum adanya kejadian yang dialami. Rehabilitasi ini dilakukan
dengan menggali informasi tentang apa saja yang dibutuhkan oleh korban
setelah ada penanganan dan pemberian pelayanan awal. Adapun upaya
rehabilitasi yang dilakuakan oleh Yayasan KAKAK bagi korban kekerasan
seksual meliputi :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
a) Rehabilitasi medis
Rehabilitasi medis diberikan oleh Yayasan KAKAK ketika anak
korban kekerasan seksual dan ESKA yang masih memiliki ganguan
kesehatan pada alat reproduksinya. Korban kekerasan seksual biasanya
rentan terkena dan tertular penyakit kelamin misalnya IMS (Infeksi
Menular Seksual) ataupun ganguan kesehatan reproduksi lain seperti
keputihan, kencing nanah dan sebagainya. Oleh sebab itu pendamping
harus mampu memberikan bantuan agar korban mendapatkan pengobatan
sampai mereka benar-benar pulih dan sembuh dari penyakitnya secara
gratis.
Rehabilitasi medis ini juga membutuhkan support dari Negara,
sehingga pendamping mengusahakan korban bisa mendapatkan pelayanan
medis secara lengkap secara gratis di rumah sakit milik negara atau rumah
sakit yang merupakan jaringan dan telah melakukan MoU dengan PT
PAS. Dengan MoU tersebut maka rumah sakit tersebut harus tunduk pada
MoU tersebut dan tidak boleh menolak untuk memberikan pelayanan bagi
pasien korban kekerasan seksual dan ESKA. Rehabilitasi medis ini
meliputi medical cek up, pengobatan, pemulihan kesehatan sampai korban
dinyatakan sudah sehat dan sudah sembuh dan bersih dari penyakit yang
diderita.
b) Rehabilitasi psikologis
Korban kekerasan seksual biasanya mengalami trauma bahkan
depresi berat, dan keadaan tersebut tidak mudah untuk dihilangkan apalagi
jika korban mengalami kekerasan seksual secara berulang-ulang bahkan
sampai disetubuhi maka korban jelas akan tergangu kejiwaannya maka
pendamping juga mengupayakan agar anak mendapatkan pelayanan
psikologis lebih lanjut agar mereka dapat pulih dari trauma, depresi dan
gangguan psikologis lainnya.
Sebagaimana rehabilitasi lain rehabilitasi psikologi juga
membutuhkan support dari Negara agar bisa memberikan keringanan
biaya bagi korban. Pendamping dari Yayasan KAKAK biasanya akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
membantu korban untuk sembuh dari trauma dengan mencarikan psikolog
yang lebih ahli dan profesional dalam melakukan pengobatan pasien/client
yang memiliki masalah dan ganguan pada kejiwaannya, karena Yayasan
KAKAK tidak memiliki psikolog maka pendamping biasanya akan
meminta bantuan dari lembaga lain yang memiliki psikolog yang
tergabung dalam jaringan PT PAS (Pelayanan Terpadu Perempuan dan
Anak Surakarta) seperti RSJ (Rumah Sakit Jiwa), LSM lain maupun
instansi lain yang terkait.
c) Rehabilitasi pendidikan
Rehabilitasi pendidikan diberikan oleh Yayasan KAKAK dengan
membantu korban mendapatkan haknya untuk bersekolah seperti sebelum
adanya kejadian. Ada korban kekerasan seksual yang dikeluarkan dari
sekolah karena jarang masuk sekolah karena depresi dan merasa malu
dengan peristiwa kelam yang menimpanya. Bahkan tidak sedikit korban
kekerasan seksual yang hamil dan dikeluarkan dari sekolah dengan alasan
melanggar tata tertib sekolah. Tugas pendamping yaitu mendatangi
sekolah korban untuk melakukan koordinasi dengan pihak sekolah, agar
sekolah mau menerima kembali korban menjadi siswa sekolah tersebut.
Akan tetapi apabila pihak sekolah tetap tidak bersedia menerima korban,
maka tugas pendamping selanjutnya yaitu melakukan koordinasi ke
lembaga yang lebih tinggi dari sekolah misalnya Dikpora (Dinas
pendidikan dan olahraga) untuk memberikan rekomendasi kepada pihak
sekolah untuk menerima kembali siswa tersebut. Namun apabila korban
tidak mau lagi bersekolah di sekolah sebelumnya maka pendamping harus
mencarikan sekolah baru bagi korban.
Terlebih lagi jika kasusnya terjadi pada korban yang akan
mengikuti UAS (Ujian Akhir Sekolah) namun pihak sekolah tidak
mengijinkan korban mengikuti UAS maka tugas pendamping yaitu
mengusahakan segala upaya agar korban bisa tetap ikut UAS. Tetapi
apabila korban tidak mau mengikuti UAS di sekolah, maka pendamping
harus mendorong korban untuk ikut ujian kejar paket agar korban tetap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
bisa mendapatkan ijazah untuk bekal mereka mencari pekerjaan dimasa
depan. Kemudian jika korban berasal dari keluarga tidak mampu maka
tugas pendamping yaitu melakukan lobby dengan pemerintah agar
memberikan support agar korban bisa mendapatkan beasiswa baik dalam
pendidikan formal maupun non formal. Namun jika korban tidak berminat
lagi dengan pendidikan formal maka pendamping mengusahakan agar
korban dapat mengikuti kegiatan pelatihan ketrampilan/life skill secara
gratis, untuk bekal mereka dimasa depan.
d) Rehabilitasi ekonomi dengan pemberdayaan ekonomi bagi anak korban
kekerasan seksual dan ESKA
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kak Noor Hidayah, S. E.
beliau menyebutkan :
Dalam upaya rehabilitasi salah satu upaya yang dilakukan yaitu rehabilitasi ekonomi. Rehabilitasi ini dilakukan dengan bekerjasama dengan dinas atau lembaga lain yang memiliki program seperti pelatihan, dan pemberdayaan ekonomi. Lembaga yang dimaksud disini bisa dinas milik negara maupun pihak swasta yang memiliki visi dan misi yang sama dengan Yayasan KAKAK. Kerjasama akan tetap terjalin jika lembaga-lembaga tersebut tidak melanggar kesepakatan besama (CL. 5)
Salah satu upaya yang dilakukan oleh Yayasan KAKAK dalam
melakukan pemberdayaan ekonomi adalah bekerjasama dengan ECPAT
dan The Body Shop untuk melakukan upaya pemberdayaan ekonomi
dengan memberikan pelatihan/kursus ketrampilan life skill bagi anak-anak
korban kekerasan seksual dan ESKA dengan tujuan anak mendapatkan
skill khusus sesuai kebutuhan agar dapat mengimplementasikan life skill
yang didapat dan bisa menjadi alternatif dan pilihan pekerjaan untuk
bekal kehidupannya di masa yang akan datang. Salah satu bentuk
pelatihan keterampilan life skill tersebut adalah pelatihan membuat
kerajinan dari kain flannel. Pelatihan pembuatan kerajinan flannel itu
sendiri sesekali diadakan di kantor Yayasan KAKAK jadi anak-anak
korban yang juga pernah didampingi oleh KAKAK biasanya diundang
untuk mengikuti pelatihan bersama teman-teman yang lain. Tetapi ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
juga yang dilakukan secara privat misalnya dengan mendatangkan guru
les kerumah anak (korban), biasanya diadakan kursus singkat dua kali
pertemuan, dalam kursus itu anak tidak hanya diberi materi tentang
pengenalan alat dan jenis kerajinan flannel saja, namun juga praktek
membuat kerajinan flannel itu sendiri, cara mengemas, membuat merek
atau label, serta yang terpenting juga mendapat pelatihan bagaimana
melakukan pemasaran dan juga pembukuan keuangan.
4) Advokasi (Melakukan Koordinasi dengan Lembaga Lain dan
Berpartisipasi Aktif dalam Rencana Aksi Kota Membentuk Sistem
Perlindungan Anak)
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kak Rita Hastuti, S. P. pada
hari Rabu, tanggal 01 februari 2012, beliau mengatakan bahwa :
Selain itu KAKAK juga berkoordinasi dengan lembaga lain yang memiliki program yang berkaitan dengan penanggulangan kekerasan seksual dan ESKA (Eksploitasi Seksual Komersial) pada anak, hal tersebut ditujukan untuk membuat kesepakatan bersama tentang bagaimana penanganan apabila ada korban kekerasan seksual. (CL. 3).
Melihat begitu banyak penyebab dan dampak dari kekerasan
seksual dan ESKA, tentu saja penanganannya tidak dapat dilakukan hanya
satu pihak saja akan tetapi membutuhkan bantuan dari instansi lainnya.
Masalah kekerasan seksual dan ESKA merupakan masalah yang sangat
kompleks dan saling terkait sehingga penanggulangannyapun merupakan
tanggung jawab dari banyak pihak. Oleh sebab itu Yayasan KAKAK
berinisiatif untuk berkoordinasi dengan lembaga-lembaga lain yang
tentunya juga memiliki program yang sama yaitu menangani masalah
kekerasan seksual dan ESKA.
Harapan dari kegiatan tersebut yaitu tercapainya suatu integrasi
dalam penanganan korban kekerasan seksual dan ESKA, khususnya
institusi pemerintah yang merupakan pemangku kewajiban. Beberapa
institusi baik pemerintah maupun masyarakat yang terlibat membentuk
sistem ini adalah SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah) di Kota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
Surakarta diantaranya Bapermas PP PA dan KB, Bapeda, Diskominfo,
Dinsosnakertrans, Kemeneg, Dinas Kesehatan, 5 Puskesmas Induk
(Sangkrah, Kratonan, Pajang, Ngoresan dan Manahan), RSJD, RS
Moewardi, Dispora, Perwakilan Sekolah (SMPN 26 dan 17 Surakarta),
Pariwisata, Kepolisian, Kejaksaan, Satpol PP, Dispendukcapil,
Perwakilan Masyarakat (Warga Kelurahan Semanggi dan Jebres).
Kegiatan ini biasanya bertujuan untuk menyamakan persepsi
tentang anak yang mengalami kekerasan seksual dan juga berada pada
situasi ESKA adalah korban. Hal tersebut berdasarkan pada kebijakan
yang berupa UUPA (Undang-Undang Perlindungan Anak) No. 23 tahun
2002, UUPTPPO (Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang) No. 23 tahun 2007, dan Perda ESKA No. 3 tahun
2006. Setelah adanya persamaan persepsi tersebut, kita biasanya
melanjutkan dengan koordinasi yang membahas tentang program-
program kegiatan yang dimiliki oleh setiap lembaga dikaitkan dengan
penanggulangan kekerasan seksual dan ESKA. Kegiatan penanggulangan
tersebut kemudian dikelompokkan dalam program pencegahan,
peanganan dan rehabilitasi.
Setiap lembaga harus mempresentasikan program kerja yang
dimiliki oleh lembaga-lembaga tersebut dan menjelaskan bagaimana cara
mengakses program tersebut apabila lembaga lain ingin mengakses dan
kapan biasanya kegiatan/program tersebut dilakukan. Dengan
terpetakannya pesan dari setiap lembaga ini, diharapkan semua program
yang ada dapat diakses oleh lembaga manapun yang melakukan
penanggulangan kekerasan seksual dan ESKA.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa upaya yang dilakukan oleh
Yayasan KAKAK dalam melakukan penanggulangan kekerasan seksual
pada anak yaitu meliputi upaya pencegahan di wilayah dan di sekolah,
dan fokusnya di 2 wilayah yaitu Kelurahan Semanggi dan Jebres
sedangkan untuk sekolah yaitu SMP N 26 dan SMP N 17 Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
Untuk penanganan dan rehabilitasi korban Yayasan KAKAK bekerjasama
dengan dinas dan instansi terkait yang ada dalam jaringan PT PAS.
b. Partisipasi Masyarakat Perorangan (Tokoh Masyarakat)
1) Upaya Pencegahan Secara Non Penal
a) Melakukan sosialisasi
Sosialisasi adalah suatu kegiatan yang sangat dibutuhkan
sebagai upaya pencegahan kejahatan kekerasan seksual pada anak.
Sosialisasi dapat diartikan sebagai kegiatan mengajak, menghimbau,
memberikan pengetahuan, dan menyebarluaskan informasi kepada
orang lain. Tujuan dari kegiatan tersebut yaitu seseorang dapat
mengetahui sesuatu hal yang belum mereka ketahui sebelumnya
kemudian diharapkan setelah adanya kegiatan sosialisasi mereka dapat
melakukan hal-hal yang dianjurkan dalam sosialisasi tersebut. Pemberi
sosialisasi sendiri tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang,
sosialisasi juga membutuhkan skill (keterampilan) oleh sebab itu
pemberi sosialisasi diarapkan memang benar-benar orang yang
berkompeten untuk melakukan hal tersebut. Dalam kaitannya dengan
pencegahan kekerasan seksual pada anak Yayasan KAKAK
memberikan training (pelatihan) bagi kader-kader yang ada di wilayah
(Kelurahan Jebres dan Semanggi) yang terdiri dari tokoh-tokoh
masyarakat.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Joko Leo
Purwanto ketua FKPAS (Forum Komunitas Peduli Anak Semanggi),
mengatakan bahwa :
Saya sering terlibat dalam acara yang diadakan Yayasan KAKAK seperti sosialisasi, pelatihan, workshop dan pernah juga saya ikut acara pertemuan di tingkat kota yang membahas tetang sistem perlindungan anak kemudian saya mensosialisasikan informasi yang saya dapatkan pada warga lain misalnya saat pertemuan RT, RW, dan PKK (CL. 22).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
Berdasarkan hasil wawancara dengan Eyang Prapti Sukantoro,
beliau mengatakan bahwa :
Saya selaku tim penggerak PKK Kota Surakarta dan mengurusi Pokja (Program kerja) 1 yang didalamnya termasuk menangani masalah P4, gotong royong, Undang-Undang, Hukum, dan juga Kota Layak Anak maka partisipasi saya yaitu memberikan sosialisasi terkait permasalahan anak, perlindungan anak termasuk sosialisasi Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak untuk mencegah terjadinya permasalahan anak diantaranya masalah kekerasan anak termasuk kekerasan seksual. Sosialisasi saya berikan saat ada pertemuan RT, RW dan Kelurahan (CL. 8).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Sumarmo, pada
hari sabtu 14 Januari 2012. Beliau mengatakan bahwa :
Sebagai Ketua Pokja Keluarahan Layak Anak Kelurahan Jebres saya harus sering terlibat dalam forum sosialisasi ditingkat RT, RW dan lingkungan kelurahan Jebres yang menyangkut masalah anak dan perlindungan bagi mereka. Sosialisasi ini ditujukan untuk memberikan kesadaran pada masyarakat dan orang tua bahwa anak merupakan embrio masa depan sehingga perlu dijaga dan dilindungi, karena anak berhak untuk tumbuh kembang, dan berhak untuk dipenuhi kebutuhannya sejak dari dalam kandungan. Selain anggota masyarakat, kami juga mengikutsertakan anak-anak untuk mengikuti sosialisasi dengan tujuan anak-anak akan cerita kepada temannya tentang pengetahuan yang baru saja dapat dalam acara sosialisasi (pendidikan sebaya) karena biasanya anak-anak akan lebih bisa menerima masukan dari teman mereka yang berusia sebaya (CL. 6).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Drs. Sunardi, M.
M. selaku Koordinator PPT PA Kelurahan Jebres yang mengatakan
bahwa :
Sosialisasi pencegahan berbagai macam permasalahan anak, yang diantaranya kekerasan fisik, termasuk kekerasan seksual dan ESKA saya berikan kepada masyarakat di RT dan RW 33 sini, bahkan pada tahun 2010-2011 kita rutin mengadakan pertemuan di tiap RT satu bulan tiga kali sosialisasi yang diikuti 20 orang, kemudian kalau pertemuan RW diminggu keempat yang diikuti perwakilan per RT 6 atau 7 orang biasanya diadakan dirumah saya (CL. 10).
Jadi dapat disimpulkan dari beberapa hasil wawancara di atas
kegiatan yang dilakukan oleh tokoh masyarakat dalam menanggulangi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
kejahatan kekerasan seksual pada anak yang muncul yaitu dengan
mengadakan sosialisasi kepada warga masyarakat lain yang diberikan
pada setiap pertemuan RT, RW, PKK maupun pertemuan di kantor
kelurahan. Sosialisasi tersebut ditujukan agar masyarakat sadar dan
mengetahui bahwa anak harus dilindungi dan segala bentuk kekerasan
pada anak merupakan perbuatan melanggar hukum sehingga dapat
dikenai sanksi bagi pelakunya karena anak dilindungi oleh Undang-
Undang.
b) Mengkampanyekan kasus-kasus anak dengan tujuan untuk mencegah
terjadinya kasus serupa
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Kun Prastowo
Kader Lingkungan Kelurahan Jebres yang aktif menjadi kader
Yayasan KAKAK, beliau mengatakan bahwa :
Partisipasi saya menggencarkan dan mengkampanyekan kasus-kasus anak tujuan agar tidak terjadi lagi masalah-masalah tersebut di Kelurahan Jebres, selain itu saya juga mengsinergikan seluruh elemen masyarakat agar tahu dan sadar bahwa anak juga memiliki hak. Kampanye tersebut saya lakukan saat adanya peringatan HAN (Hari Anak Nasional) (CL. 9).
Kampanye ini dilakukan saat peringatan Hari Anak Nasional,
kampanye ini biasanya dilakukan oleh anak-anak yang membawa
atribut seperti orang yang akan melakukan demonstrasi membawa
tulisan-tulisan yang berisikan tentang permasalahan anak, hak-hak
anak
c) Membentuk forum anak dan memfasilitasi anak untuk
mengembangkan minat dan bakat
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua FKPAS (Forum
Komunitas Peduli Anak Semanggi) Bapak Joko Leo Purwanto, beliau
mengatakan bahwa:
Upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak di lingkungan sini, saya lakukan dengan mendirikan sanggar untuk anak-anak Losari agar anak-anak memiliki wadah untuk mengembangkan kreatifitas dan bakat mereka. Disanggar ini mereka dapat berlatih tari, musik bambu, teater dan juga bimbel kebetulan ada dua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
pengajar satu anak saya yang satu ada masyarakat sini yang juga biasanya mengajar anak-anak sini. Semoga ditahun ini saya bisa menambahkan sanggar ini dengan perpustakaan bagi anak-anak dan juga warga disini. Dengan adanya sanggar ini saya berharap anak-anak di sini lebih banyak melakukan hal yang positif dan dapat menyalurkan bakat dipanggung daripada hal-hal lain yang negatif yang dapat membahayakan mereka sendiri (CL. 22).
Hal tersebut juga dilakukan oleh aktivis anak Semanggi Bapak
Sugeng Pono Sumitro yang mengatakan bahwa :
Sebagai upaya pencegahan terjadinya kekerasan seksual saya memberikan pelatihan dibidang seni pada anak-anak dilingkungan sini agar mereka dapat menanamkan rasa indah dalam diri, dalam jiwa, melalui art (seni). Seperti seni pahat, membuat patung, melukis, teater. Dengan pelatihan itu diharapkan anak-anak dapat menyibukkan diri kepada hal-hal yang positif dan mencegah hal-hal negatif seperti seksual liar (CL. 24).
Hal serupa juga dilakukan oleh warga Jebres yaitu Bapak Kun
Prastowo, yang mangatakan bahwa :
Sebagai kader Yayasan KAKAK, pembina forum anak di RW 33, 34, dan 35 yaitu gubug mimpi (kelompok teater) saya juga membuka diri untuk memberikan tempat untuk mereka mengadakan latihan, kadang-kadang kalau aka nada pementasan anak-anak latihan dirumah saya ini mereka berlatih teater dan menari. Saya juga terlibat dalam memberikan bekal anak-anak remaja khususnya yang putus sekolah karena saya bisa menyablon maka saya mengadakan pelatihan desain sablon yang tadinya nganggur dengan bekal tersebut sekarang sudah bekerja. Hal tersebut saya tujukan agar anak-anak yang nganggur tidak hanya nongkrong dan mabuk-mabukan dengan adanya program ini diharapkan anak-anak lebih disibukkan dengan kegiatan positif dan bisa terhindar dari kekerasan seksual baik sebagai korban maupun pelaku (CL. 9).
Upaya tersebut merupakan tindakan yang sangat positif dan
patut dicontoh oleh daerah lain karena dengan kegiatan-kagiatan seni,
anak-anak akan lebih menyibukkan diri kepada hal-hal yang sifatnya
positif dan penting dilakukan untuk mengembangkan bakat dan
kreatifitas yang mereka miliki, selain itu mereka dapat tumbuh menjadi
manusia yang mencintai keindahan dan tidak akan melakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
kerusakan dan juga tindakan-tindakan yang negatif seperti pergaulan
bebas yang dapat memicu terjadinya seksual liar yang seharusnya
belum boleh dilakukannya sebelum adanya pernikahan.
Melalui kesenian anak-anak juga dapat mengkampanyekan dan
menyuarakan hak-hak mereka lewat kesenian-kesenian tersebut seperti
teater bertemakan hak anak, atau fenomena yang sering dialami anak,
selain itu mereka juga bisa berlatih bekerjasama dengan orang lain dan
juga bisa mencintai persahabatan dan tidak banyak memikirkan hal-hal
yang menyebabkan mereka dapat terjerumus pada hal yang negatif.
Selain kesenian memberikan pelatihan untuk anak-anak putus sekolah
juga dapat mencegah anak tersebut berbuat hal-hal yang tidak baik
seperti berbuat jahat, terjerumus pada minuman keras dan hal-hal
negatif lainnya.
d) Mendirikan sekolah PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), TPA
memeluk agama kristen
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Purwadi salah
satu ketua RW di daerah Kelurahan Joyotakan (Kecamatan Serengan)
mengatakan bahwa :
Untuk mencegah kekerasan seksual bagi anak-anak yang tinggal di RW ini, saya bekerjasama dengan pengurus RW lain untuk mendirikan sekolah PAUD tujuannya agar anak-anak usia balita juga sudah dapat diberi pendidikan dan dibekali kegiatan yang positif. Selain PAUD kami juga mendirikan TPA bagi anak-anak yang beragama islam agar dapat belajar mengaji sebagai bekal bagi kehidupan mereka. Untuk menghindari sikap diskriminasi maka kami juga mendirikan sekolah minggu bagi anak yang beragama kristen, biasanya dilakukan di gereja yang tujuannya juga sama agar anak-anak di RW ini mendapatkan bekal pemahaman agama sehingga tidak gampang terjerumus pada perbuatan yang tidak baik (CL. 22).
Mendirikan PAUD, TPA dan sekolah minggu ini merupakan
kegiatan yang sangat positif dan perlu dicontoh bagi daerah-daerah
lain. Mendirikan TPA dan sekolah minggu ini merupakan salah satu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
kegiatan yang seharusnya dilaksanakan oleh setiap daerah dimana
pemberian bekal agama dapat dijadikan pedoman dan pegangan bagi
generasi penerus bangsa untuk melangkah dan menapaki
kehidupannya dimasa yang akan datang. Apalagi di era globalisasi ini
pemahamana agama yang kuat dapat mencegah generasi penerus
bangsa terpengaruh pada budaya luar yang salah dan tidak sesuai
dengan nilai-nilai yang berlaku di negara kita.
2) Upaya Penanganan Secara Non Penal
a) Menerima laporan dan mendampingi korban dan keluarga untuk
melaporkan kejadian kepada pihak berwajib atau menghubungi LSM
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Joko Leo
Purwanto, selaku Ketua RW sekaligus Ketua FKPAS (Forum
Kepedulian Peduli Anak Semanggi) beliau mengatakan bahwa :
Kalau ada kejadian keluarga biasanya melapor kepada saya kemudian apabila keluarga ingin kasus tersebut dilaporkan maka saya biasanya melaporkan kejadian ke Polsek kalau di Polsek bisa diselesaikan artinya baru pelecehan seksual belum sampai melakukan persetubuhan atau bisa juga anak yang membuat-buat/anaknya bilang apa orang tua langsung ingin lapor polisi biasanya hanya sampai Polsek saja. Akan tetapi jika memang kasusnya berat sampai persetubuhan maka dibawa ke Polres ke Unit PPA. Dari Polsek saya biasanya kemudian saya menghubungi KAKAK atau PT PAS yang lebih professional untuk melakukan pendampingan hukum bagi korban (CL. 22).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Eyang Prapti Sukantoro,
selaku Tim Penggerak PKK Kota Surakarta dan Kelurahan Jebres,
beliau mengatakan bahwa :
Jika terjadi kasus kekerasan sekual yang saya lakukan adalah melihat dulu siapa pelaku dan siapa korban, siapa keluarga kedua belah pihak dan apa latar belakang dari kedua belah pihak. Saya biasanya menggali informasi dari warga sekitar mengenai bagaimana keseharian korban dan sebagainya. Selain itu sebagai orang PKK saya akan menghubungi LSM yang bergerak dibidang perlindungan anak korban kekerasan seksual misalnya PT PAS, Yayasan KAKAK, Spek-HAM agar mereka dapat segera memberikan pendampingan bagi korban baik pendampingan medis, psikologis dan juga hukum (CL. 8).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
b) Menjangkau korban, memberikan pendampingan dan membantu
proses rehabilitasi korban
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Suparti pengurus
PPT PA Kelurahan Jebres, beliau mengatakan bahwa :
Partisipasi yang saya berikan saat melakukan penanganan kasus kekerasan seksual pada anak yaitu saya ikut menjangkau korban dengan mendatangi rumah korban untuk menggali informasi tentang permasalahan anak temasuk bertanya/mengumpulkan informasi dari tetangga dan keluarga korban. Untuk mengetahui kejadian yang sebenarnya sehingga dari situ kita dapat mengetahui apa yang dibutuhkan oleh korban. Termasuk mengetahui apakah perlu dibantu/didampingi atau tidak. Apabila korban ternyata tidak mau didampingi maka kami juga tidak boleh memaksa anak ataupun keluarga untuk mau didampingi (CL. 17).
Hal tersebut juga dilakukan oleh Bapak Sugeng Pono Sumitro,
sebagai pengurus FKPAS dan penasehat FKPM Keluarahan Semanggi,
beliau mengatakan bahwa :
Ketika saya dihubungi oleh Ketua RW TKP, saya langsung mendatangi rumah keluarga kedua belah pihak dan mengarahkan jangan sampai pelaku di sel karena pelaku masih anak-anak, jangan sampai hukum memonopoli anak dengan ketegasan hukum melalui vonis tidak akan membuat anak menjadi lebih baik apalagi tidak sesuai dengan perkembangan jiwa anak apalagi kalau dipenjara hak anak juga akan terampas dan belum menjamin setelah keluar dari penjara dia akan menjadi baik. Maka lebih baik anak direhabilitasi dirumah agar anak bisa kembali kepada masyarakat karena hidupnya kedepan tetap ditengah masyarakat (CL. 24).
c) Memberikan pendampingan dan rehabilitasi secara psikologis
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Sugeng Pono
Sumitro, sebagai aktivis pemerhati anak Kelurahan Semanggi
Kecamatan Pasar Kliwon beliau yang mengatakan bahwa :
Waktu saya menangani kasus sodomi yang pernah terjadi di Kelurahan Semanggi sebetulnya saya ingin mengundang trauma center (pusat pengembalian trauma) tetapi karena tidak ada, maka saya menyarankan keluarga kedua belah pihak sekalian korban dan pelaku untuk refresing selama beberapa hari ke kampung masing-masing dengan tujuan untuk menghilangkan dendam diantara mereka. Sayapun tidak langsung lepas tangan setiap dua hari sekali saya mengunjungi rumah korban dan pelaku untuk mengetahui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
perkembangan mereka, dan mulai mempertemukan mereka berdua dengan tujuan menghilangkan dendam dan ganjalan diantara mereka sehingga mereka harus melupakan semuanya, saya juga berusaha mengajak mereka untuk bercanda bersama supaya korban tidak lagi dendam dan pelakupun tidak merasakan kerinduannya untuk melakukan hal yang pernah dia lakukan. Hal tersebut saya lakukan karena korban dan pelaku adalah anak-anak yang masih panjang masa depannya, berbeda lagi kalau pelakunya sudah dewasa maka harus dihukum. Namun tetap orang tua juga saya himbau untuk terus melakukan pengawasan pada anak-anak mereka (CL. 24).
d) Memberikan pendampingan dan rehabilitasi pendidikan
Selain pendampingan psikologis Bapak Sugeng juga
melakukan pendampingan agar anak tetap mendapatkan pendidikan,
hal tersebut seperti yang dikatakan oleh beliau :
Dari kasus yang pernah saya tangani karena kasus sudah sampai dilaporkan ke polisi, dan pihak sekolah mengeluarkan pelaku dari sekolahnya, kemudian saya sebagai pendamping korban sekaligus pendamping bagi pelaku saya mendatangi kepala sekolah untuk meminta ijin agar pihak sekolah mau menerima pelaku lagi menjadi siswa sekolah tersebut, karena guru adalah pendidik dan seharusnya bisa memperbaiki sikap dan mengembalikan keadaan si anak didiknya bukan malah mebuang anak tersebut. Akan tetapi saat pihak sekolah mengijinkan pelaku untuk sekolah lagi pelaku justru tidak mau lagi sekolah disitu dan ingin pindah (CL. 24).
Jadi dapat peneliti simpulkan masyarakat sebetulnya juga dapat
melakukan pendampingan bagi korban kekerasan seksual, dengan
pengetahuan dan ketrampilan yang cukup maka seseorang dapat
melakuakan banyak hal. Pendampingan yang dilakukan oleh Bapak
Sugeng Pono Sumitro sebagai salah satu tokoh pemerhati dan aktivis
anak di Kelurahan Semanggi merupakan hal yang positif, dimana
beliau mampu menangani bahkan mengembalikan keadaan seperti
semula tanpa harus mengedepankan emosi. Hal tersebut beliau lakukan
karena pelaku juga masih anak-anak maka harapanya ketika dia tidak
dimasukkan dalam penjara dia tidak akan kehilangan masa depannya.
Namun hal tersebut tidak boleh dilakukan pada pelaku yang usiannya
sudah dewasa, karena orang dewasa adalah pelaindung bagi anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
bukan justru menjadikan anak sebagai objek pemuas seksual. Hal
tersebut merupakan ketrampilan salah satu anggota masyarakat yang
dapat menjadi masukan dan contoh bagi masyarakat lain untuk
bertindak ketika mereka menghadapi situasi serupa.
e) Membentuk PPT PA (Program Pelayanan Terpadu Perempuan dan
Anak) Di Tingkat Kelurahan
PPT PA merupakan perpanjangan tangan dari PTPAS
(Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Surakarta) di tingkat Kota.
PPT PA adalah suatu program di kelurahan yang dibentuk Yayasan
KAKAK bersama pemerintah kelurahan dan masyarakat yang ada di
kelurahan tersebut terutama masyarakat yang memiliki kepedulian
tinggi pada permasalahan anak. Untuk saat ini PPT PA baru
dikembangkan di dua kelurahan yang didampingi oleh Yayasan
KAKAK yaitu Kelurahan Jebres dan Semanggi.
Dibentuknya PPT PA ini diharapkan dapat memberikan
pertolongan awal apabila ada anak atau perempuan yang mengalami
kasus kekerasan seksual atau kekerasan fisik seperti KDRT (Kekerasan
Dalam Rumah Tangga), maka pengurus PPT PA dapat menangani
kasus tersebut dan memberikan pendampingan sesuai yang dibutuhkan
oleh korban dan keluarganya.
Adapun ketentuan umum PPT PA (Program Pelayanan
Terpadu Perempuan dan Anak) yaitu sebagai berikut :
Tabel 9. KETENTUAN UMUM PROGRAM PELAYANAN
TERPADU BAGI PEREMPUAN DAN ANAK (PPT PA)
KELURAHAN JEBRES
Nama Tim Pelayanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak Kelurahan Jebres.
Visi Terwujudnya kesadaran masyarakat untuk berpihak terhadap perempuan dan anak korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), korban Eksploitasi Seksual Komersial (ESKA), korban penculikan, anak terlantar, dan anak yang berkonflik dengan hukum (ABH).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
Misi 1. Mengupayakan agar perempuan dan anak tidak menjadi korban KDRT, penculikan, dan pelecehan seksual
2. Memberikan perlidungan pada perempuan dan anak yang menjadi korban
3. Memberikan pelayanan sesuai yang dibutuhkan (medis, psikologis)
4. Memberikan rumah aman 5. Reintegrasi (pengembalian, korban kepada tempat
asal
Program 1. Melindungi korban : a. Mendatangi korban b. Memberikan penguatan c. Motivasi kepada korban d. Memberikan penanganan awal sesuai
kebutuhan 2. Mengakses layanan yang ada di PTPAS 3. Memberikan sosialisasi tentang pencegahan
tindakan kekerasan dan pentingnya PPT di tingkat kelurahan
4. Pendataan kasus kekerasan 5. Pengembangan kepengurusan PPT sampai di
tingkat RT dan RW 6. Melakukan lobby untuk memperlancar layanan
terhadap korban 7. Fokus pelayanan pada kasus perempuan dan anak 8. Melakukan rehabilitasi terhadap korban dan
keluarganya a. Bidang ekonomi b. Sosial c. Agama dan Moral
Anggota 1. Organisasi/ Lembaga Masyarakat
2. Individu
Struktur 1. Penanggungjawab : Kepala Kelurahan 2. Penasehat : Ketua LPMK dan Ketua Pokja Layak
Anak Kelurahan Jebres 3. Koordinator Umum : KLA Bidang Perlindungan 4. Bidang- Bidang :
a. Bidang Pelayanan b. Bidang Pencegahan dan Pengembangan c. Bidang Rehabilitasi dan Reintegrasi d. Bidang Pencatatan dan pelaporan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
Fungsi/ Peran
Penanggungjawab :
Bertanggungjawab terhadap terlaksananya PPT Mengarahakan pada masing- masing bidang Menggalang sumber dana, sumber daya dan
mitra kerja
Penasehat :
Memberikan nasihat pada masing- masing bidang
Menggalang sumber dana, sumber daya dan mitra kerja
Koordinator Umum :
Mengkoordinasikan program kegiatan Mengadakan monitoring dan evaluasi antar
bidang Mengadakan koordinasi secara berkala dengan
PTPAS
Bidang Pelayanan :
Mendatangi korban Menggali informasi berkaitan dengan kasus
yang dialami Memberikan dukungan (membesarkan hati,
motivasi pada korban) Memberikan penanganan awal pada korban
sesuai dengan kebutuhan Mengakses layanan yang ada pada PTPAS
Bidang Pencegahan dan Pengembangan :
Mengadakan sosialisasi, informasi, publikasi tentang permasalahan perempuan dan anak
Pencegahan tidak kekerasan berbasis gender (KDRT, perlindungan anak) dengan sosialisasi pentingnya ketahanan keluarga, menginventarisasi jumlah RT dan RW
Memberikan sosialisasi tentang adanya PPT Membentuk perwakilan di tingkat RW Mengadakan diskusi pengurus PPT di tingkat
RW
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
Bidang Rehabilitasi dan Reintegrasi :
Melakukan pencatatan jumlah korban Melakukan pencatatan kebutuhan korban Mengadakan pendampingan korban Memberikan pengertian kepada masyarakat
bahwa korban berhak untuk dilindungi Mengadakan koordinasi dengan PTPAS Kota
Surakarta
Bidang Pencatatan dan Pelaporan :
Mengadakan pendataan kasus dengan menyediakan form-form sesuai kasus yang dialami (KDRT, kekerasan fisik/psikis/ekonomi/ seksual, penelantaran, anak jalanan, penculikan, ESKA, prostistusi, pornografi, trafficking, narkoba, minuman keras)
Menganalisa data (mengklasifikasi data) Menginformasikan data ke masyarakat Melaporkan kepada pihak terkait
c. Partisipasi Masyarakat Perorangan (Tokoh Agama)
1) Upaya Pencegahan Secara Non Penal
a) Merintis dan mempertahankan TPA (Taman Pendidikan Al Qur an)
Berdasarkan hasil wawancara dengan Tokoh Agama Islam di
Kelurahan Jebres sekaligus Ketua Lembaga Pendidikan dan
Pengembangan Agama (LP2A) Bapak Drs. H. Bangun Sugito, M. M. ,
beliau mengatakan bahwa :
Saya melakukan pencegahan terjadinya kekerasan seksual dengan merintis dan mempertahankan TPA di Kelurahan Jebres, saya juga sebagai ketua LP2A saya sering mengunjungi beberapa SD di sekitar sini untuk bertemu Kepala Sekolah dengan tujuan agar Kepala Sekolah dari masing-masing SD tersebut memberitahukan kepada siswa siswi mereka, sekaligus memberikan motivasi bagi anak-anak terutama yang beragama islam untuk mengikuti sekolah TPA di masjid dan musola di sekitar tempat tinggal mereka, harapannya anak-anak mendapatkan banyak pendidikan agama sebagai bekal untuk kehidupannya (CL. 18).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
b) Melakukan sosialisasi melalui ceramah agama
Selain itu sebagai upaya pencegahan Bapak Drs. Bangun
Sugito, M. M. juga mengatakan bahwa :
Saya sering memberikan ceramah-ceramah keagamaan sekaligus memberi penyuluhan/sosialisasi lewat pengajian keliling dari masjid ke masjid yang ada di Kelurahan Jebres rutin satu bulan sekali setiap tanggal 17, biasanya kalau ada isu-isu terjadi di masyarakat saya biasanya mengundang perwakilan dari Depag, MUI, Dinsos untuk mendampingi pengurus LP2A memberikan penyuluhan tentang berbagai masalah yang terjadi di lingkungan. Saya juga sering menghimbau para pengajar TPA agar yang diajarkan jangan hanajaran moral dan akhlak agar anak-anak bisa berperilaku baik dan tidak mudah menjadi korban maupun pelaku kekerasan seksual dan bentuk tindakan menyimpang lainnya (CL. 18).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Drs. Sunardi, M.
M selaku majelis gereja dan tokoh agama kristen mengatakan bahwa :
Sebagai upaya untuk mengurangi terjadinya kekerasan seksual pada anak maka kami selaku majelis melakukan sosialisasi, remaja sendiri, pemuda sendiri biasanya sosialisasi atau ceramah ini dilakukan setiap hari sabtu sore pukul 18.00-20.00 malam biasanya kegiatannya remaja sendiri pemuda sendiri dalam satu ruangan gereja dibagi kelompok sesuai usia untuk berdiskusi membahas masalah yang sering terjadi pada anak-anak remaja dan juga pemuda (CL. 10).
Jadi dari hasil wawancara dengan kedua tokoh agama yang
berbeda di atas dapat disimpulkan bahwa partisipasi tokoh agama
dalam melakukan pencegahan yaitu melalui kegiatan keagamaan
seperti ceramah keagamaan untuk umat muslim dan siraman rohani
bagi umat kristiani untuk melakukan pencegahan terjadinya perbuatan
yang melanggar agama dan dilarang oleh Allah SWT, seperti kejahatan
kekerasan seksual pada anak.
2) Upaya Penanganan Secara Non Penal
a) Mendatangi rumah korban untuk menggali informasi dan memberikan
pendampingan psikologis pada korban maupun pelaku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
Berdasarkan hasil wawancara dengan Tokoh Agama Islam di
Kelurahan Jebres sekaligus Ketua LP2A Bapak Drs. H. Bangun
Sugito, M. M., beliau mengatakan bahwa :
Apabila terjadi kasus kekerasan seksual pada anak maka kita lihat dulu kasusnya jika serius maka laporkan ke pihak yang berwajib yaitu polisi, dan upaya yang saya lakukan yaitu mendekati anak dan orang tua agar tabah, sabar dan mendalami agama dan meningkatkan ibadah mereka (CL. 18).
Dari hasil wawancara di atas dalam upaya penanganan kasus
kejahatan kekerasan seksual dengan melakukan pendekatan korban dan
keluarga korban memberikan dukungan, motivasi, dan juga dorongan
rohani agar mereka tabah dan sabar dalam menghadapi masalah dan
cobaan, serta tidak lupa untuk membimbing korban dan keluarga untuk
lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT agar senantiasa diberi jalan
dan kekuatan untuk menghadapi cobaan yang dihadapi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Drs. Sunardi, M.
M. Tokoh Agama Kristen di Kelurahan Jebres sekaligus Koordinator
terjadi kasus kekerasan seksual saya bersama pendeta atau majelis lain
akan mendatangi rumah korban dan pelaku untuk menggali informasi
dan memb
(CL. 10). Hal tersebut ditujukan agar korban mendapatkan bimbingan
secara spiritual, agar mereka bisa lebih mendekatkan diri kepada
Tuhan, banyak berdoa dan meminta pada Tuhan agar diberi
pertolongan untuk melanjutkan kehidupan selanjutnya. Selain itu
Bapak Sunardi juga melakukan pendampingan psiklogis dan berusaha
menanyakan apakah betul telah melakukan perbuatan tidak senonoh
tersebut tanpa ikatan pernikahan apabila bisa diselesaikan maka lebih
baik pelaku diminta bertanggungjawab untuk menikahi anak
perempuan yang disetubuhi, apabila masih sekolah maka diminta
untuk melakukan perjanjian agar pelaku mau menikah ketika mereka
sudah sama-sama lulus sekolah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
b) Menerima laporan dan mendampingi korban dan keluarga untuk
melapor ke pihak yang berwajib dan menghubungi pengurus PPT PA
untuk memberikan layanan dan melakukan pendampingan sesuai
kebutuhan korban
Berdasarkan hasil wawncara dengan Bapak Drs. Sunardi, M.
M. , beliau mengatakan bahwa :
Apabila ada yang melapor ke saya maka saya akan melakukan tindakan, misalnya kasus yang terbaru baru saja saya terima ketika orang tua korban datang ke rumah saya maka yang saya lakukan adalah mengantar orang tua korban yang anaknya dilarikan oleh laki-laki untuk melaporkan kasusnya ke Polsek, saya juga ikut mendampingi keluarga korban, kemudian saya juga menghubungi bidang-bidang yang ada di PPT PA misalnya bidang kesehatan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan dan kondisi korban, ketika korban pulang (CL. 10). Jadi berdasarkan hasil wawancara dengan kedua tokoh agama
tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagai tokoh agama mereka juga ikut
melakukan pencegahan dan juga penanganan ketika terjadi kasus
kejahatan kekerasan seksual pada anak dilingkungan mereka.
d. Partisipasi Masyarakat Perorangan (Masyarakat Biasa)
1) Upaya Pencegahan Secara Non Penal
a) Melakukan sosialisasi
Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh Ibu Sumiyatun warga
Kelurahan Semanggi Kentheng :
Berawal dari tahun 2008 saya ikut acara sosialisasi yang diadakan oleh Yayasan KAKAK di aula pertemuan Kelurahan Semanggi kemudian dari pertemuan itu saya menjadi tahu tentang masalah perlindungan anak, tindak kekerasan dan ESKA. Dari situ saya banyak memberikan sosialisasi tentang pencegahan agar jangan sampai terjadi berbagai tindak kekerasan termasuk kekerasan seksual pada anak kepada ibu-ibu lain di RT saya misal di pertemuan-pertemuan PKK. Saya senang memberikan informasi tentang pengetahuan yang sudah saya dapatkan dari Yayasan KAKAK istilahnya sebagai gethok tularmulut/penyambung informasi) (CL. 21).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
Materi sosialisasi yang diberikan oleh Ibu Sumiyatun di
pertemuan PKK diantaranya tentang masalah yang menyangkut
kesejahteraan keluarga, baru setelah masuk permasalahan keluarga
diantaranya tentang masalah anak, ibu-ibu dihimbau untuk mengawasi
anak, dan dapat mengarahkan anak ke hal-hal yang positif.
Menerangkan tentang bagaimana solusi dan cara menyelesaikan jika
ada kejadian, hal pertama yang dilakukan adalah visum untuk
dijadikan alat bukti ke kepolisian apalagi sekarang visum itu bisa
dilakukan di puskesmas dan gratis. Kemudian menerangkan tentang
upaya hukum dan menghimbau warga jika ada kejadian harus segera di
lapor ke pihak yang berwajib dengan tujuan agar pelaku bisa segera di
tindak dan dihukum untuk menimbulkan efek jera karena kasus seperti
itu kalau tidak dilaporkan maka pelaku akan merasa senang karena
merasa korban takut dan korban akan rentan menjadi korban secara
berulang-ulang. Selain itu masyarakat kelurahan juga diberi informasi
apabila di Kelurahan Semanggi sudah ada PPT PA kalau ada kejadian
dan membutuhkan bantuan diharapkan melapor ke PPT PA atau ke
pihak kelurahan maupun pejabat lingkungan setempat.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Theressia
Murtiniwari pengurus PPT PA Kelurahan Jebres yang dipilih karena
keaktifan beliau menjadi kader lingkungan dan masyarakat yang peduli
Sosialisasi saya
lakukan lewat pertemuan dari RT satu ke RT lain dan lewat pertemuan
PKK, kalau kita kesulitan maka kita dari pengurus PKK akan
mengundang perwakilan dari Yayasan KAKAK untuk menjadi
fasilitator
Selain Ibu Theressia, Ibu Suparti warga Kelurahan Jebres juga
melakukan hal sama, berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Suparti,
aya sebagai kader lingkungan dan
pengurus PKK ikut terlibat dalam memberikan sosialisasi pada ibu-ibu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
PKK lainnya tentang hak-hak dan permasalahan anak dan bagaimana
L. 17).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Sri Rahayu yang
merupakan tetangga korban dan pelaku pencabulan anak dibawah
umur di salah satu kelurahan di Kecamatan Serengan, beliau
mengatakan bahwa :
Sebagai kader PKK RT sini, saya selalu menghimbau masyarakat sini khususnya ibu-ibu saat ada pertemuan dengan mereka bisa lewat arisan atau kegiatan lain, untuk selalu mengawasi anak-anak mereka, misalnya mengawasi saat bermain, mengawasi tontonan mereka di televisi, dan memperhatikan dan menanyakan dengan siapa dia berteman, kemana biasanya saat mereka main ketika pulang sekolah dan tidak langsung pulang, atau main kerumah siapa biasanya (CL. 27).
Selain tokoh masyarakat dan tokoh agama masyarakat biasa
juga bisa melakukan sosialisasi karena masyarakat hal tersebut
dipengaruhi oleh keaktifan mereka sebagai kader lingkungan untuk
mencari informasi dengan mengikuti sosialisasi, training dari lembaga
lain maupun pihak lain sehingga pada akhirnya mereka mampu untuk
melakukan sosialisasi kepada masyarakat lain tentang apa yang mereka
dapatkan dari penyuluhan dan training yang diberikan oleh pihak lain
tersebut.
b) Meningkatkan sistem ketahanan keluarga dengan memberikan kasih
sayang, pengawasan dan contoh keteladanan yang baik bagi anak
Keluarga adalah lingkungan yang paling dekat dengan
kehidupan anak, anak tumbuh dan berkembang didalam lingkungan
keluarga oleh sebab keluarga memiliki peran yang sangat penting
terhadap pembentukan sistem perlindungan anak. Pola asuh orang tua
akan sangat berpengaruh bagi perkembangan dan pembentukan
perilaku anak.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Syahrir Rozie, S.
H. Ketua FKPM (Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat) yang juga
sekaligus pengurus FKPAS dan PPT PA Keluarahan Semanggi ini,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
beliau mengatakan cara menjaga anak-anak dari bahaya kekerasan
seksual yaitu dengan :
Meningkatkan ketahanan keluarga dengan memberikan kasih sayang serta perlindungan bagi anak di rumah. Selain itu anak-anak dibekali dengan pendidikan agama, tata kramanya dan memberi contoh kepada anak hal-hal yang baik diantaranya orang tua tidak pernah bertengkar, berkata-kata sopan dan halus pada istri, tidak pernah berbuat maupun berkata kasar, masuk dan keluar rumah mengucapkan salam, kalau keluar pamit apabila pulang telat harus mengirim kabar, apalagi sekarang mayoritas semua memiliki HP sehingga dengan contoh itu anak secara sendirinya juga akan melakukan hal yang biasa mereka lihat. Sehingga keteladanan akan sangat mempengaruhi pembentukan sikap anak. Orang tua yang harmonis dan tidak pernah menampilkan kekerasan maka anak-anak juga akan berusaha mencontoh dan tumbuh menjadi anak yang baik dan tidak akan melakukan kekerasan (CL. 23).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Sri Utami, S. E.
beliau mengungkapkan bahwa :
Sebagai orang tua yang pertama yang harus saya lakukan adalah menjaga anak-anak saya, mengawasi dan mengetahui pergaulan mereka. Selain itu saya juga memberi bekal kepada anak untuk tahu bagaimana membela diri, bagaimana cara melawan musuh yang tujuannya untuk mengantisipasi saat ada orang jahat. Saya biarpun tidak pernah ikut kegiatan bela diri tetapi saya suka membaca buku tentang teknik-teknik bela diri supaya saya tahu bagaimana cara kita membela diri, karena seharusnya orang tua harus bisa menjadi tauladan yang baik bagi anak sekaligus menjadi teman agar si anak tidak sungkan untuk bercerita kepada orang tuanya. Sehingga yang terpenting adalah pola didik orang tua di rumah, jika pola didik baik anak-anak akan bisa lebih mawas diri dan lebih bisa hati-hati dalam bergaul. Karena yang biasa menjadi korban adalah anak-anak dengan keluarga yang kurang perhatian, kurang mengawasi kegiatan anak mungkin karena ekonomi (sibuk bekerja dan melalikan tugas sebagai orang tua)atau orang tua yang pendidikannya kurang sehingga kurang bisa mendidik anak, atau bisa juga karena keluarga berantakan (broken home) (CL. 7).
Jadi dapat peneliti simpulkan bahwa salah satu upaya yang
perlu dilakukan oleh orang tua untuk mencegah terjadinya kekerasan
seksual pada buah hati mereka yaitu dengan
meningkatkan/menguatkan kembali sistem ketahanan keluarga dengan
memberikan perlindungan, pengawasan dan kasih sayang bagi mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
hal tersebut harus dilakukan agar anak-anak tidak merasa diabaikan
dan mencari kesenangan lain di luar rumah yang biasanya idenik
dengan hal-hal negatif. Selain itu pola asuh dan keteladanan yang
diberikan oleh orang tua dirumah juga dapat mempengaruhi
pembentukan sikap anak. Keadaan keluarga yang kondusif dan hangat
akan menjadi security bagi anak untuk terhindar dari kekerasan
seksual.
2) Upaya Penanganan Secara Non Penal
a) Melaporkan kasus kejahatan kekerasan seksual pada anak kepada
pihak yang berwajib (Kelurahan/Pejabat Lingkungan setempat,
petugas keamanan lingkungan, ketua RT, RW, polisi maupun LSM)
Kejahatan kekerasan seksual pada anak merupakan perbuatan
melanggar hukum karena selain merampas hak anak juga merupakan
kejahatan yang dapat merusak mental generasi penerus bangsa
sehingga harus segera ditumpas dan ditanggulangi secara serius.
Salah satu upaya untuk melakukan penanggulangan yaitu
dengan melaporkan kejadian tersebut kepada pihak yang berwajib,
dengan pelaporan ini diharapkan pelaku untuk segera ditindak dan
korban akan terlindungi dan terhindar dari kejahatan yang dilakukan
berulang-ulang. Pelaporan ini sangat penting untuk dilakukan untuk
menimbulkan efek jera bagi pelaku, jangan sampai ada kasus malah
justru membiarkan dan tidak dilaporkan.
Hal tersebut juga diungkapkan oleh Ibu Flora (nama samaran)
sebagai pelapor kasus kekerasan seksual pada tahun 2010 di wilayah
Kelurahan Jebres, yang mengatakan bahwa:
Waktu itu saya curiga mbak saat korban masuk kerumah pelaku yang memang sering kosong, kecurigaan ini mendorong saya untuk mengintip kedalam rumah pelaku apa sebetulnya yang dilakukan oleh mereka berdua didalam rumah, setelah mereka lama tidak terlihat dan tidak kunjung keluar dari rumah pelaku, maka saya segera bergegas untuk melaporkan pada pihak keamanan kampung (hansip) dan kepada ketua RT setempat untuk menggrebeg rumah pelaku untuk mengetahui apa yang sedang dilakukan oleh pelaku pada korban (CL. 19).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
Hal tersebut juga dilakukan oleh Ibu Niken Sunasih warga
Kelurahan Jebres yang juga merupakan pengurus PPT PA.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Niken beliau mengatakan
bahwa :
Apabila saya mengetahui dan mendengar adanya kasus kekerasan seksual pada anak maka saya akan melaporkan kasus tersebut pada forum pertemuan pengurus PPT PA yang juga dihadiri oleh Yayasan KAKAK, seperti kemarin tetangga saya anak remaja dilecehkan secara seksual oleh tetangganya, maka saya sebagai kader lingkungan RW sini saya sampaikan pada forum saat ada acara pemantapan kepengurusan PPT PA dengan didampigi Yayasan KAKAK. Tujuannya yaitu agar korban bisa mendapatkan pertolongan dari Yayasan KAKAK (CL. 14).
Jadi dapat peneliti simpulkan kejahatan kekerasan seksual
dalam bentuk apapun pada anak harus segera dilaporkan apabila
belum tahu tentang cara pelaporan pada polisi maka yang mengetahui
ada kasus dapat menghubungi pejabat lingkungan atau tokoh
masyarakat setempat yang dianggap mampu membantu mencarikan
jalan tengah bagi kejadian tersebut, sehingga anak yang menjadi
korban tidak akan mengalami kekerasan seksual secara berulang-
ulang, dan pelaku bisa segaera ditindak agar mereka jera dan anak-
anak lain terlindungi dari orang tersebut.
b) Memberikan kesaksian saat pemeriksaan di persidangan
Saksi adalah orang yang mengalami (korban), yang melihat
atau mendengar secara langsung suatu kejadian dalam hal ini adalah
kejahatan kekerasan seksual pada anak. Tetapi apabila memang dalam
kejadian tersebut tidak ada satu orangpun yang melihat dan mendengar
langsung kejadian tersebut kecuali korban dan pelaku maka korban
juga dapat menjadi saksi dalam persidangan dan disebut saksi korban.
Akan tetapi ada juga suatu tindak kejahatan yang sebetulnya tidak
sengaja dilihat oleh seseorang, atau bisa juga seseorang melihat gerak-
gerik pelaku dan korban yang mencurigakan atau melihat pelaku
membawa korban ke suatu tempat atau bahkan melihat langsung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
kejadian tersebut. Selain melihat/menyaksiakan dengan indra
penglihatan seseorang juga mendengar suara pelaku dan korban atau
suara-suara lain yang mencurigakan yang menunjukkan adanya suatu
peristiwa kejahatan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Flora beliau
mengatakan bahwa :
Dulu saya pernah dipanggil menjadi saksi di persidangan kasus yang terjadi di lingkungan sini karena kebetulan saya waktu itu yang melapor kepada Ketua RT dan pihak keamanan saat saya curiga bahwa pelaku berbuat senonoh pada anak yang merupakan tetangganya, waktu itu saya dipanggil dengan pihak keamanan lingkungan sini tetapi sekarang orangnya sudah meninggal. Saat dipersidangan saya memberikan keterangan sesuai apa yang saya tahu saja mbak, misalnya saya melihat korban masuk kerumah pelaku dan lama tidak keluar-keluar dari rumah pelaku (CL. 19).
Sehingga dapat peneliti simpulkan bahwa memberikan
keterangan tentang sesuatu yang mereka alami, lihat dan dengar secara
langsung maka orang tersebut sangat dibutuhkan bagi kasus kejahatan
apapaun. Untuk itu bagi anggota masyarakat yang tahu harus ikut serta
membantu menjadi saksi di saat persidangan guna untuk menguatkan
bukti bahwa memang benar adanya kasus tersebut terjadi. Tujuannya
dengan bantuan saksi tersebut dapat sedikit meringankan beban korban
dan keluarganya dan mendorong tercapainya keadilan bagi korban.
Kemudian pelakunya bisa dituntut sesuai dengan apa yang telah dia
lakukan secara tegas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
2. Kecenderungan Kasus Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak
Mengalami Peningkatan ataukah Penurunan Setelah Adanya Partisipasi
Masyarakat dan Solusinya
a. Kecenderungan Kasus Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak di Kota
Surakarta Mengalami Peningkatan ataukah Penurunan
Berdasarkan data yang peneliti dapatkan dari Unit PPA Sat Reskrim
Polresta Surakarta, kasus kejahatan kekerasan seksual pada anak yang terjadi
di wilayah hukum Polresta Surakarta dari bulan Januari tahun 2010 sampai
bulan Desember 2011 mengalami peningkatan dari sembilan pada tahun 2010
kasus menjadi sepuluh kasus pada tahun 2011. Jika tahun 2010 TKP hanya
terjadi di Kecamatan Jebres dan Kecamatan Banjarsari, maka pada tahun
2011 hanya satu kasus saja yang terjadi di Kecamatan Jebres, lima kasus di
Kecamatan Laweyan, tiga kasus terjadi di Kecamatan Banjarsari dan satu
kasus di Kecamatan Serengan.
Sedangkan yang lebih mendominasi menjadi TKP kasus kejahatan
kekerasan seksual dengan korban anak pada tahun 2011 yaitu Kecamatan
Laweyan dan Banjarsari. Dari tahun 2010-2011 Kecamatan Banjarsari masih
menjadi daerah yang sering menjadi TKP kasus kejahatan kekerasan seksual
pada anak, hal tersebut menunjukkan bahwa Kecamatan Banjarsari
menduduki peringkat pertama sebagai wilayah yang paling rentan dan rawan
terjadi kasus kejahatan kekerasan seksual dengan korban anak. Jika pada tahun
2010 wilayah Kecamatan Jebres menjadi daerah rentan terjadi kasus kejahatan
kekerasan seksual dengan korban anak, maka pada tahun 2011 wilayah
Kecamatan Jebres mengalami penurunan kasus dari lima kasus pada tahun
2010 menjadi satu kasus pada tahun 2011. Hal tersebut menunjukkan bahwa
wilayah Kecamatan Jebres tidak lagi menjadi daerah yang rawan terjadi kasus
kejahatan kekerasan seksual dengan korban anak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
b. Kecenderungan Partisipasi Masyarakat Mengalami Peningkatan ataukah
Penurunan
Berdasarkan hasil wawancara dengan sebagian masyarakat RW 33, 34,
dan 35 Kelurahan Jebres mengatakan bahwa setelah masuknya Yayasan
KAKAK ke wilayah mereka saat ini banyak muncul kader dan tokoh-tokoh
yang peduli pada kehidupan anak di wilayah kami, sehingga kader-kader tadi
bersama-sama memberikan informasi yang didapat kepada masyarakat sekitar,
sehingga mereka yang tadinya tidak tahu menjadi tahu mengenai berbagai
permasalahan anak, hak-hak anak, Undang-Undang tentang Perlindungan
Anak, macam-macam kekerasan, dan bagaimana harus bertindak ketika terjadi
suatu permasalahan dan kepada siapa mereka harus melaporkan kejadian
tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Purwadi Ketua RW TKP
salah satu kasus di wilayah Kecamatan Serengan menyebutkan bahwa :
Kalau menurut saya partisipasi masyarakat disini tentunya naik, dengan adanya kejadian tersebut. Para orang tua yang masih memiliki anak kecil dimasukkan ke TPA, sekolah minggu dan anak-anak yang masih balita juga dimasukkan ke PAUD agar anak-anak mereka memiliki banyak kegiatan yang positif sehingga mereka tidak terlalu banyak bermain (CL. 26).
Hal tersebut juga diungkapkan oleh tetangganya Ibu Sri Rahayu yang
mengatakan bahwa :
Menurut saya setelah ada kejadian seperti itu di lingkungan kami, partisipasi masyarakat/warga sini mengalami peningkatan cotohnya orang tua yang memiliki anak usia sekolah (terutama anak kecil) lebih waspada, kalau magrib anak mereka belum pulang segera dicari karena tidak mau anak mereka jadi korban kejahatan serupa. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat sudah sadar untuk lebih mengawasi anak-anak mereka karena tidak ingin anaknya menjadi korban kejahatan yang sangat merusak mental anak itu (CL. 27).
Jadi dapat peneliti simpulkan dari dua hasil wawancara dengan
masyarakat di sekitar lingkungnya yang pernah terjadi kasus kekerasan
seksual pada anak maka partisipasi masyarakat cenderung naik mereka akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
lebih gencar melakukan sosialisasi, begitu juga dengan para orang tua mereka
akan lebih mengawasi buah hati mereka.
Kesimpulanya partisipasi masyarakat akan naik jika terjadi kasus di
daerah tempat tinggal mereka namun ada juga yang tidak melakukan apa-apa
ketika tau adanya kejadian namun ada juga yang ikut berpartisipasi namun
tidak semua orang mau ikut serta apalagi masalah kejahatan. Partisipasi
masyarakat dilakukan oleh orang-orang tertentu saja seperti masyarakat yang
memiliki kepedulian tinggi terhadap kehidupan anak dan tokoh masyarakat
yang memiliki pengetahuan yang cukup untuk melakukan upaya tepat bagi
pencegahan dan penanganan kasus. Dari hasil wawancara dengan beberapa
masyarakat Kota Surakarta dapat diketahui bahwa partisipasi masyarakat
terhadap penanggulangan kejahatan kekerasan seksual mengalami
peningkatan.
Namun pendapat lain justru diungkapkan oleh Bapak Kun Prastowo
tokoh pemerhati anak Kelurahan Jebres, yang mengatakan bahwa :
Partisipasi masyarakat belum seluruhnya nampak, Yayasan KAKAK juga hanya mendampigi RW 33, 34, dan 35 saja sedangkan wilayah Kelurahan Jebrespun luas. Sehingga masih tentatif atau belum merata, partisipasi masyarakat belum terbentuk masih parsial hanya sebagian saja yang ikut serta. Menurut saya partisipasi belum mengalami peningkatan (CL. 9).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Syahrir Rozie, S. H.
syarakat
saat ini menurun, apabila orang disuruh untuk ikut pada kegiatan sosial maka
Retno Asmoro Moerti warga Kelurahan Mangkubumen yang mengatakan
masyarakat menurun karena masyarakat yang
kota masyarakatnya akan sangat nampak sikap-sikap egoisnya dan sering
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
Jadi dapat disimpulkan dari beberapa hasil wawancara di atas
partisipasi masyarakat dinilai turun karena hanya orang-orang tertentu saja
yang ikut berpartisipasi, tidak semua orang peduli dengan kehidupan anak.
Hal di atas menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat mengalami
naik turun, akan tetapi pada lapangan dapat peneliti simpulkan bahwa
partisipasi masyarakat mengalami peningkatan seiring dengan banyaknya
penyuluhan yang dilakukan oleh LSM, Pemkot dan Kepolisian.
Namun ketika partisipasi masyarakat Kota Surakarta mengalami
peningkatan ini jumlah kejahatan kekerasan seksual juga dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan hal tersebut menunjukkan bahwa partisiapasi yang
diberikan oleh masyarakat dalam menanggulangi kejahatan kekerasan seksual
belum dapat dikatakan belum berfungsi dengan maksimal dan belum
memberikan makna yang berarti bagi penanggulangan kekerasan seksual pada
anak di Kota Surakarta.
Hal tersebut terjadi karena adanya ketimpangan yang banyak
disebabkan melemahnya system ketahanan keluarga, banyak saat ini
fenomena ibu bekerja ikut mecari nafkah atau justru ayah tidak bekerja.
Keadaan tersebut sering membuat tugas ibu yang seharusnya merawat,
menjaga dan memberikan pengawasan kepada anak justru banyak
menghabiskan sebagian besar waktunya di luar untuk bekerja. Selain keadaan
tersebut, saat ini faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan kekerasan
seksual semakin berkembang mengikuti perkembangan dan kemajuan jaman
saat ini.
Faktor-faktor tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Pengaruh perkembangan budaya yang semakin tidak menghargai etika
berpakaian yang baik seperti pakaian yang menutup aurat, sehingga dapat
merangsang pihak lain untuk berbuat senonoh dan jahat.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agustinus Dwi B.
kekerasan seksual sekarang ini dipicu oleh banyaknya perempuan yang
menggunakan pakaian yang minim dan seksi yang tidak sesuai dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
adat ketimuran yang kita anut sehingga mengundang orang untuk berbuat
Hal tersebut juga dikatakan oleh Ibu Prapti Sukamtoro
yang juga mengatakan hal serupa yaitu :
Sebenarnya kejahatan kekerasan seksual saat ini banyak terjadi juga dipengaruhi oleh banyaknya saat ini perempuan yang suka berpakaian mini-mini apalagi sekarang banyak perempuan yang menggunakan kemben dan celana pendek, sehingga mengundang orang yang memiliki mental jahat untuk berbuat jahat (CL. 8).
Hal tersebut juga d
ini tayangan di televisi juga banyak yang menampilkan dan menyuguhkan
mode berpakaian yang tidak sopan apalagi sekarang banyak Girlband yang
kebanyakan pakaiannya minim, sehingga anak-anak remaja banyak yang
m
2) Gaya hidup atau mode pergaulan diantara laki-laki dan perempuan yang
semakin bebas, tidak atau kurang bisa membedakan antara yang
seharusnya boleh dikerjakan dengan yang dilarang dalam hubungannya
dengan kaedah akhlak mengenai batas-batas hubungan laki-laki dan
perempuan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Prapti Sukamtoro yang
mengatakan bahwa :
terjadi banyak dipengaruhi oleh bebasnya pergaulan antara laki-laki dan
perempuan, apalagi orang tua tidak memperhatikan dan tidak mengawasi
pergaulan anak- 8).
Berdasarkan wawancara dengan Kak Rita Hastuti, S. P. selaku
Koordinator program Yayasan KAKAK, beliau menyebutkan :
Penyebab kekerasan seksual pada anak yaitu diantaranya karena hubungan pacaran yang terlalu bebas, atau misalnya sang pacar memaksa untuk melakukan hubungan intim dan korban tidak tahu bahwa melakukan hubungan seksual merupakan suatu tindak kejahatan. Kemudian karena bujuk rayu oleh pacar atau juga bisa yang lainnya bahkan diancam untuk melakukan hubungan intim, apabila anak tersebut tidak mau akan di sebarkan foto-foto seronok tersebut. Ada juga kasus yang korbannya ditipu diajak ke suatu tempat misalnya bilangnya kemana namun dibawa ke hotel atau ke tempat yang sepi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
Selain itu kegemaran pelaku meminum minuman keras juga dapat mempengaruhi seseorang menjadi pelaku kejahatan seksual. (CL. 3).
Faktor pergaulan yang salah akan sangat berpengaruh terhadap
pola pikir anak. Selain itu faktor lain juga bisa menyebabkan terjadinya
kekerasan seksual diantaranya perilaku pacaran yang kurang sehat,
misalnya dengan menggunakan kedok pacaran pelaku membujuk, merayu,
dan menjanjikan korban hal yang indah-indah misalnya janji untuk
menjadikan korban adalah orang terakhir dalam hidup pelaku.
Selain itu biasanya korban dipenuhi kebutuhannya kemudian tidak
boleh berhubungan dengan orang lain, dengan imbalan mereka harus mau
melakukan hubungan seksual untuk menunjukan rasa sayangnya kepada
pelaku (pacar). Hal ini diperparah dengan keadaan ekonomi sulit yang
dimiliki oleh keluarga korban, dan dengan keadaan ekonomi mereka orang
tua tidak bisa membahagiakan anak mereka, kemudian karena korban
biasanya akan senang karena dibeli-belikan barang oleh pelaku.
Apalagi jika korban berasal dari keluarga broken home karena
merasa tidak diperdulikan dan diperhatikan oleh orang tuanya maka pacar
biasanya dengan mudah merebut hati anak (korban). (Ditulis oleh Rita
Hastuti Yayasan KAKAK, dalam Buletin Sahabat Edisi 7, 2011 : 3).
3) Rendahnya pengalaman dan penghayatan terhadap norma-norma
keagamaan yang terjadi di masyarakat. Nilai-nilai keagamaan yang
semakin terkikis di masyarakat atau pola relasi horizontal yang cenderung
makin meniadakan peran agama adalah sangat berpotensi untuk
mendorong seseorang berbuat jahat dan merugikan orang lain.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Prapti Sukamtoro yang
(CL. 8). Hal tersebut juga diungkapkan oleh Bapak Kun Prastowo tokoh
disebabkan oleh kerosotan moral, sangat naïf peristiwa tersebut terjadi
dimana hal tersebut sebetulnya sangat melanggar ajaran agama dan adat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
4) Tingkat kontrol masyarakat (social control) yang rendah, artinya berbagai
perilaku yang diduga sebagai penyimpangan, melanggar hukum dan norma
keagamaan kurang mendapat responsi dan pengawasan dari unsur-unsur
masyarakat.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Sri Utami, S. E. , beliau
masyarakatnya akan sangat nampak sikap-sikap egoisnya mereka
cenderung acuh dan tidak mau tahu terhadap permasalahan disekitar
).
Kehidupan masyarakat saat ini sangat memprihatinkan apalagi
kehidupan di kota yang sebagian penduduknya adalah pencari nafkah
mereka cenderung banyak menghabiskan waktu mereka di tempat mereka
bekerja daripada dirumah, dengan hal ini banyak berakibat kurang
memperhatikan perkembangan anak-anak mereka bahkan kurang peduli
terhadap lingkungan sekitar mereka. Melemahnya rasa persaudaraan
menyebabkan kontrol masyarakat terhadap lingkungan mereka semakin
melemah hal tersebut tentu keadaan yang sangat bahaya dimana saat ini
banyak orang yang membiarkan terjadinya pergaulan bebas remaja, yang
bisa mendorong terjadinya kekerasan seksual dan keadaan tersebut
diperparah dengan sikap acuh terhadap keadaan tersebut.
5) Ketidakmampuan pelaku untuk mengendalikan emosi dan nafsu
seksualnya. Dorongan kuat nafsu seks yang dibarengi emosi yang tidak
mapan membuat pelaku tidak dapat mengontrol perilakunya, sehingga
nafsu seksualnya dibiarkan mengembara dan menuntutnya untuk dicarikan
kompensasi pemuasnya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Moh. Kasir
kekerasan seksual sebetulnya merupakan perbuatan yang disadari oleh
13).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
6) Keinginan pelaku untuk melakukan (melampiaskan) balas dendam
terhadap sikap, ucapan (keputusan), dan perilaku korban atau wanita lain
bukan korban yang dianggap menyakiti dan merugikannya. Sehingga
korban menjadi sasaran kemarahan pelaku yang stress dan tertekan akibat
masalah yang dihadapinya. Pengaruh lain yang juga berpengaruh yaitu
rangsangan lingkungan seperti film atau gambar-gambar porno, dan karena
pengaruh tayangan yang dilihatnya pelaku cenderung ingin meniru adegan
yang dilihatnya karena dorongan seksualnya yang kuat serta didukung oleh
situasi dan kondisi yang memungkinkan dilakukan tindakan tidak senonoh
tersebut turut menjadi faktor pendukung.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Kanit PPA (Kepala Unit
Pelayanan Perempuan dan Anak) Sat Reskrim Polresta Surakarta AKP. Sri
Rahayu pada hari Senin tanggal 05 Januari 2012 beliau mengatakan bahwa
elaku kekerasan seksual sering menonton video porno yang saat ini bisa
diakses dan dilihat melalui internet bahkan melalui HP (Handphone) dan
membuat mereka ingin meniru adegan tersebut (CL. 1). Hal tersebut juga
peneliti peroleh dari wawancara dengan Kak Rita Hastuti, S. P. selaku
satu faktor penyebab kekerasan seksual pada anak yaitu kegemaran pelaku
menonton film dan video po (CL. 3).
Selain Hasil wawancara dengan Ibu Kanit PPA dan Kak Rita
Hastuti S. P. tadi, Kak Athur Fitri Adiati, S. Sos. selaku staf program
yang sangat mempengaruhi terjadinya kekerasan seksual pada anak yaitu
faktor media yang semakin canggih sehingga sangat memudahkan siapa
saja mengakses informasi yang mereka inginkan, termasuk tayangan-
(CL. 4). Pendapat itu juga dikuatkan oleh hasil
wawancara dengan BRIGADIR. Sarwono, S. E. pada hari Selasa tanggal
aktor media juga ikut
mempengaruhi misalnya pergaulan pelaku yang negatif misalnya suka
browsing film-film dan video porno di internet atau bahkan di HP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
(Handphone Kemajuan teknologi yang terjadi saat ini tidak
dapat pungkiri sangat membawa dampak bagi kehidupan manusia, baik
dampak positif maupun dampak negatif. Kemudahan mengakses informasi
juga membuat sebagian orang menyalahgunakan teknologi yang ada
misalnya dengan kemudahan dan lengkapnya fasilitas yang ditawarkan
oleh internet dan juga handphone, menyebabkan orang yang memang
sedang turun moralnya gemar menonton video, film dan gambar-gambar
porno juga menjadi salah satu faktor pendorong pelaku melakukan
tindakan yang sangat tidak bermoral.
Banyaknya faktor-faktor tersebut semakin berkembang mengikuti
perkembangan jaman yang sekarang ini semakin pesat, dimana norma-
norma sudah banyak diabaikan. Faktor-faktor tadi sangat memepengaruhi
terjadinya kejahatan kekerasan seksual pada anak baik secara kualitas
maupun secara kuantitas. Hal tersebut menyebabkan partisipasi
masyarakat belum memberikan makna yang berarti hal tersebut karena
masih banyak ketimpangan dan faktor-faktor penyebab kejahatan
kekerasan seksual yang justru semakin berkembang dan sulit untuk
dikendalikan
.
c. Solusi
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu Ketua RW di Salah
satu kelurahan yang ada di Kecamatan Serengan Bapak Purwadi, beliau
menyebutkan bahwa :
Sebagai pelajaran yang berharga untuk bekal kemudian hari, partisipasi orang tua sangat dibutuhkan, mereka diharapkan untuk lebih meningkatkan pengawasan dan kewasapadaan pada anak-anak mereka. Seandainya anak-anak main dan tidak pulang-pulang sebaiknya dicari jangan dibiarkan. Selain itu berikan perhatian yang lebih pada anak agar mereka tidak merasa tidak diperdulikan dan lebih suka berada diluar rumah (CL. 26).
Solusinya yaitu kalau
orang tua yang punya anak kecil harus hati-hati jangan sampai karena
bekerja anak menjadi kurang perhatian dan pengawasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
Perhatian orang tua adalah segala-galanya, anak lahir dan tumbuh
kembang dalam kehidupan keluarga. Pola asuh orang tua anak sangat
berpengaruh bagi kehidupan anak, apabila anak selalu mendapatkan hak-
hak mereka dirumah maka mereka tidak akan merasa. Anak yang diasuh
dengan kasih sayang dan perhatian maka dia akan tumbuh menjadi
manusia yang baik dan tidak akan melakukan hal-hal buruk kepada orang
lain. Orang tua adalah tauladan bagi anak-anak mereka jika anak diberikan
kasih sayang yang cukup maka mereka akan tumbuh menjadi anak yang
bisa mengasihi orang lain dan tidak akan berbuat negatif diluar rumah.
Jangan sampai adanya pengalihan fungsi misalnya ayah yang memhariliki
kewajiban untuk mencari nafkah justru tidak dapat mencukupi kebutuhan
keluarga sehingga memaksa ibu harus ikut bekerja. Atau bahkan seorang
ibu yang memilih bekerja namun justru mengabaikan tugas utama mereka
yaitu mengasuh, merawat dan mengawasi anak-anak mereka.
Solusi lain juga dikatakan oleh Ibu Theressian Murtiniwati yang
menyebutkan bahwa :
Kalau ada kasus kejahatan kekerasan seksual masyarakat yang mengetahui diharapkan dapat segera melapor ke RT/ RW agar segera ditindak lanjuti dan tidak dibiarkan. Selain itu orang tua harus lebih meningkatkan pengawasan pada anak-anak mereka, lebih memperhatikan anak dan dapat memenuhi hak-hak mereka agar anak senang dapat tumbuh berkembang dengan baik dan tidak lari ke hal-hal negatif (CL. 16 ).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Suparti, beliau
mengatakan bahwa :
Solusi kami pengurus PPT akan segera mensosialisasikan bahwa PPT PA di Kelurahan Jebres sudah terbentuk dan memang sudah adanya pelatihan bagi pengurus untuk melakukan penanganan kasus, sehingga apabila ada kasus masyarakat diharapkan bisa ikut berpartisipasi untuk melapor ke RT masing-masing lalu lapor ke PPT PA baru lapor ke polisi. Kemudian apabila ada kasus masyarakat dihimbau untuk tidak ditutup-tutupi karena kasian yang menjadi korban apabila tidak segera mendapat pertolongan (CL. 17).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Syahrir Rozie, S. H. ,
beliau mengatakan bahwa:
Solusinya banyak diadakan penyuluhan diberbagai lembaga dan dikalangan masyarakat seperti di OASE (Organinsasi Anak Semanggi), PKK (Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga), KTI (Karang Taruna Indonesia), Rapat RT RW dengan tujuan supaya masyarakat mengerti tentang masalah perlindungan anak, KDRT dan mengerti tentang perundang-undangan yang berlaku (CL. 23).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Purwadi Ketua RW
TKP salah satu kasus di wilayah Kecamatan Serengan menyebutkan
Solusinya ya kita perlu banyak memberikan penyuluhan dan
himbauan kepada masyarakat untuk memacu masyarakat untuk lebih sadar
untuk mengawasi anak-anak (anak mereka sendiri pada khususnya dan
anak-anak di lingkungan tempat tinggal pada umumnya)
Berbeda dengan solusi yang dikatakan oleh Bapak Joko Leo Purwanto,
Solusi intinya kembali kepada individu
masyarakat sendiri, kembali pada pola asuh orang tua kepada anak
mereka. Selain itu lebih ditingkatkan lagi pendidikan agama, misalnya
anak dimasukkan dalam TPA apabila anak-anak kristen ya disuruh untuk
sering ke gereja
Jadi dapat disimpulkan solusi dari permasalahan yaitu dengan
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang perlindungan anak, selain
itu peningkatan kesadaran masyarakat juga sangat dibutuhkan agar mereka
semakin peduli dengan kehidupan anak. Selain itu masyarakat juga perlu
banyak mendapatkan sosialisasi agar mereka mengetahui apa saja yang
menjadi hak-hak anak, permasalahan anak dan kemana harus melapor jika
bersinggungan dengan permasalahan tersebut. Memotivasi anak untuk
mengikuti kegiatan positif seperti ikut dalam forum anak, TPA, sekolah
minggu untuk mendapatkan pendidikan agama sangat perlu untuk
mencegah anak-anak terjerumus pada hal-hal yang negatif, dengan begitu
kasus-kasus serupa diharapkan jangan sampai terulang kembali. Selain itu
yang tidak kalah penting adalah dengan meningkatkan kembali system
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
ketahanan keluarga sehingga anak-anak mereka tidak akan kehilangan
perhatian dan bisa mendapatkan pengawasan dari orang tua mereka.
Sehingga anak-anak tidak menjadi korban kejahatan kekerasan seksual dan
kejahatan lainnya yang juga membahayakan mereka.
D. Temuan Studi
Dalam subbab ini peneliti menganalisis informasi yang berhasil
dikumpulkan di lapangan sesuai dengan perumusan masalah dan selanjutnya
dikaitkan dengan teori yang ada. Berdasarkan hasil penelitian yang dihubungkan
dengan kajian teori maka peneliti menemukan hal-hal yang penting yaitu sebagai
berikut:
1. Partisipasi Masyarakat dalam Menanggulangi Kejahatan Kekerasan
Seksual Pada Anak di Kota Surakarta
b. Partisipasi Yayasan KAKAK
1) Pencegahan
a) Mengembangkan Sistem Perlindungan Anak di sekolah dan di wilayah
(1) Di wilayah
Wilayah yang dimaksud adalah Kelurahan Semanggi dan
Jebres, dan alasan dari pemilihan wilayah tersebut yaitu karena
kedua wilayah tersebut dianggap rentan terjadi kasus kekerasan
seksual pada anak. Kemudian untuk kegiatan yang dilakukan oleh
Yayasan KAKAK untuk mencegah kekerasan seksual di wilayah
yaitu meliputi :
(a) Memberikan sosialisasi di wilayah
(b) Mendorong terbentuknya PPT PA (Program Pelayanan Terpadu
Perempuan dan Anak) di tingkat kelurahan sebagai salah satu
pengembangan sistem perlindungan anak di kelurahan
(2) Di sekolah
Upaya pencegahan kekerasan seksual di sekolah yang
dilakukan oleh Yayasan KAKAK dibeberapa sekolah di Kota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
Surakarta namun yang lebih fokus adalah SMP N 26 dan SMP N 17
Surakarta.
(a) Mengadakan sosialisasi dan roadshow di beberapa sekolah untuk
memberikan pendidikan seksual pada anak sebagai upaya
pencegahan kekerasan seksual pada anak usia remaja.
(b) Mendorong dimasukkannya kurikulum tentang pendidilan seksual
dan kesehatan reproduksi di sekolah
(c) Memberikan beasiswa untuk anak-anak korban kekerasan seksual
2) Penanganan
a) Melakukan penjangkauan (outreach), pendekatan dan pendampingan
korban
b) Memberikan pelayanan bagi korban kekerasan seksual (medis, psikologis,
hukum dan pendidikan)
3) Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan upaya pemulihan korban kekerasan seksual
oleh sebab itu Yayasan KAKAK membantu korban dengan mencarikan
dukungan dari lembaga dan dinas yang dapat ikut memberikan pelayanan
secara gratis bagi korban, karena rehabilitaasi juga merupakan tanggung jawab
Negara sehingga Yayasan KAKAK ikut melakukan advokasi kebijakan pada
dinas-dinas terkait dan juga advokasi agar dinas mau ikut mendukung
penyembuhan korban.
a) Rehabilitasi Medis
b) Rehabilitasi Psikologis
c) Rehabilitasi Pendidikan
d) Rehabilitasi Ekonomi dengan pemberdayaan ekonomi dan mengusahakan
anak korban kekerasan seksual dapat meningkatkan ketrampilan life skill
4) Advokasi
Advokasi yang dilakukan oleh Yayasan KAKAK disini yaitu untuk
mempengaruhi kebijakan dan juga pelayanan bagi korban, kegiatan advokasi
ini dilakukan dengan berkoordinasi dengan dinas atau lembaga lain untuk
membantu korban kekerasan seksual. Selain itu Yayasan KAKAK juga ikut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
dalam jaringan PT PAS dan bersinergin dengan instansi lain yang memiliki
program sama yaitu melakukan penanggulangan kekerasan seksual.
a. Partisipasi Masyarakat Perorangan (Tokoh Masyarakat)
1) Pencegahan
a) Melakukan sosialisasi,
b) Mengkampanyekan hak-hak dan permasalahan yang menimpa anak,
c) Membentuk forum anak dan memfasilitasi anak untuk
mengembangkan minat dan bakat, dan
d) Mendirikan sekolah PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini),TPA (Taman
agam Kristen
2) Penanganan Secara Non Penal
a) Menerima laporan dan mendampingi korban dan keluarga untuk
melaporkan kejadian kepada pihak berwajib atau menghubungi LSM,
b) Menjangkau korban, memberikan pendampingan dan membantu
proses rehabilitasi korban, dan
c) Membentuk PPT PA (Program Pelayanan Terpadu Perempuan dan
Anak) di tingkat kelurahan.
b. Partisipasi Masyarakat Perorangan (Tokoh Agama)
1) Pencegahan
a)
dan
b) Melakukan sosialisasi melalui ceramah agama.
2) Penanganan Secara Non Penal
a) Memberikan pendampingan secara psikologis/spiritual, dan
b) Menerima laporan dan mendampingi korban dan keluarga melaporkan
kejadian kepada polisi dan membantu menghubungi LSM yang
bergerak dibidang perlindungan korban kekerasan seksual.
d. Partisipasi Masyarakat Perorangan (Masyarakat Biasa)
1) Pencegahan
a) Melakukan sosialisasi, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
b) Meningkatkan sistem ketahanan keluarga dengan memberikan kasih
sayang, pengawasan dan contoh keteladanan yang baik bagi anak.
2) Penanganan Secara Non Penal
a) Melaporkan kejadian kepada pihak yang berwajib (pejabat lingkungan
setempat, polisi dan LSM), dan
b) Memberikan kesaksian saat persidangan.
Diknas (Departemen Pendidikan Nasional) menyebutkan bahwa :
Ketrampilan berpartisipasi meliputi ketrampilan berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, berperan serta aktif mewujudkan masyarakat madani (civil society), ketrampilan mempengaruhi dan memonitoring jalannya pemerintahan dan proses pengambilan keputusan politik, ketrampilan memecahkan masalah sosial, ketrampilan mengadakan koalisi, kerjasama dan mengelola konflik (Winarno dan Wijianto, 2010 : 55). Pasal 69 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak, yang dimaksud perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan meliputi :
(5) Perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi kekerasan fisik, psikis, dan seksual dilakukan melalui upaya : e. Penyebarluasan dan sosialisasi peraturan perundang-undangan yang
melindungi anak korban tindak kekerasan; dan f. Pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi.
(6) Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Selain bentuk perlindungan khusus di atas ada juga bantuk-bentuk
partisipasi masyarakat dalam menanggulangi kejahatan kekerasan seksual pada
anak yang meliputi tindakan-tindakan di bawah ini :
f) Pertama yang harus dilakukan jika terjadi kekerasan seksual seperti perkosaan dan lainnya adalah membantu korban. Keselamatan anak merupakan prioritas utama, berikan layanan dan bantuan medis secara layak. Segala bentuk bantuan dilakukan harus didasarkan pada kepentingan terbaik anak dan harus mempertimbangkan keinginan dan perasaan anak tersebut.
g) Setelah terjadi kekerasan seksual seperti perkosaan dan lainnya umumnya korban mengalami guncangan jiwa yang hebat dan korban membutuhkan dukungan serta rasa simpati dari masyarakat. Jangan sampai korban justru dicemooh dan disisihkan. Rangkul mereka dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
beri pengertian bahwa semua kejadian yang mereka alami bukan kesalahan mereka tetapi kesalahan pelaku.
h) Lapor kepada pihak yang berwajib supaya dapat dilakukan visum, jika si anak takut maka hubungi keluarga untuk mendampingi anak ke kantor polisi.
i) Kalau perlu, korban dibantu untuk menghubungi salah satu LSM yang biasanya menaungi dan mendampingi korban kekerasan seksual seperti perkosaan dan lainnya. Karena LSM merupakan lembaga terlatih dan sudah tahu hal-hal apa yang harus dilakukan dan sudah biasa menangani masalah serupa bahkan sampai tahap proses peradilan jika memang korban menghendaki.
j) Berikan keterangan sebagai saksi kejadian apabila mengetahui langsung peristiwa tersebut kepada polisi apabila memang diminta/diperlukan (Anonim, 2010: 1 diakses dalam http://www.smallcrab.com).
Apabila dikaitkan dengan teori tentang ketrampilan partisipasi dan
bentuk-bentuk partisipasi masyarakat di atas hal tersebut relevan dari hasil
penelitian ini hampir dari semua ketrampilan dan bentuk-bentuk partisipasi
masyarakat yang ada diberikan dan dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat
dan beberapa masyarakat Kota Surakarta yang dijadikan informan dalam
penelitian ini.
2. Kecenderungan Kasus Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak
Mengalami Peningkatan ataukah Penurunan dengan Adanya
Partisipasi Masyarakat dan Solusinya.
Kecenderungan partisipasi masyarakat meningkat ketika lingkungan
tempat tinggal mereka rentan dan pernah terjadi kasus kekerasan seksual pada
anak. Biasanya masyarakat sekitar TKP akan lebih sadar dan peduli untuk
menjaga anak-anak mereka agar jangan sampai menjadi korban. Kemudian untuk
kasus kekerasan seksual pada anak di Kota Surakarta berdasarkan data yang
didapat oleh peneliti yaitu meningkat. Hal tersebut menunjukkan bahwa
partisipasi masyarakat belum memberikan makna yang berarti hal tersebut
disebabkan oleh faktor-faktor kekerasan seksual yang semakin berkembang
mengikuti perkembangan dan kemajuan jaman saat ini. Faktor-faktor tersebut
diantaranya karena pesatnya arus globalisasi, gaya berpakaian masyarakat yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
semakin kurang menjaga norma kesopanan, control masyarakat yang semakin
melemah, kurangnya penghayatan nilai-nilai agama, gaya pergaulan laki-laki dan
perempuan yang semakin bebas dan juga faktor media yang semakin canggih.
Abdul Wahid dan Irfan (2001: 72) menyebutkan bahwa:
Faktor penyebab kekerasan seksual (perkosaan) setidak-tidaknya adalah sebagai berikut: pengaruh perkembangan budaya, gaya hidup dan pergaulan yang bebas, rendahnya pengalaman dan penghayatan norma, tingkat control masyarakat, putusan hakim yang terasa tidak adil, ketidakmampuan pelaku untuk menahan emosi dan nafsu, keinginan pelaku untuk melampiaskan dendam, dan pengaruh lain yaitu rangsangan lingkungan seperti tayangan porno.
Apabila dikaitkan dengan faktor-faktor pendorong terjadinya kejahatan
kekerasan seksual di atas hal tersebut relevan dari hasil penelitian ini hampir dari
semua faktor-faktor pendorong terjadinya kejahatan kekerasan seksual didapat
dari hasil wawancara dengan sebagian informan dalam penelitian ini. Sehingga
dengan faktor-faktor yang semakin berkembang tersebut kejahatan kekerasan
seksual mengalami peningkatan, meskipun partisipasi masyarakat mengalami
peningkatan.
Selain faktor-faktor tadi partisipasi masyarakat belum bisa dikatakan
berfungsi secara baik karena adanya ketimpangan yang terjadi, hal tersebut
ditunjukkan dengan banyaknya saat ini ibu yang bekerja dan kurang bisa
memberikan perhatian dan kasih sayang lebih pada anak-anak mereka.
Solusinya yaitu perlu banyaknya sosialisasi kepada masyarakat agar
mereka memiliki pengetahuan bahwa anak-anak perlu dilindungi dan
penanggulangan semua bentuk kejahatan yang menimpa anak merupakan
tanggungjawab bersama yang membutuhkan partisipasi masyarakat. Sehingga
harapannya kesadaran akan tumbuh untuk bersama-sama menanggulangi
kejahatan kekerasan seksual pada anak dan lebih meningkatkan kesadaran bagi
orang tua agar lebih waspada dan memperhatikan anak-anak mereka jangan
sampai buah hati mereka menjadi korban. Sehingga perlu adanya pemantapan dan
peningkatan sistem ketahanan keluarga dan mengembalikan fungsi-fungsi anggota
keluarga agar anak-anak bisa mendapatkan keadaan keluarga yang kondusif dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
mendapatkan perlindungan dengan baik. Selain itu memberikan kegiatan positif
bagi anak juga merupakan langkah yang tepat untuk mengurangi resiko bahaya
anak terjerumus menjadi korban kejahatan kekerasan seksual.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan peneliti di lapangan dan
analisis yang telah dilakuakan oleh peneliti maka dapat ditarik kesimpulan untuk
menjawab perumusan masalah yang ada. Adapun kesimpulan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam menaggulangi kejahatan kekerasan
seksual pada anak di Kota Surakarta
a. Partisipasi Yayasan KAKAK
1) Pencegahan
b) Mengembangkan Sistem Perlindungan Anak di sekolah dan di
wilayah
(3) Di wilayah
Wilayah yang dimaksud adalah Kelurahan Semanggi dan
Jebres, dan alasan dari pemilihan wilayah tersebut yaitu karena
kedua wilayah tersebut dianggap rentan terjadi kasus kekerasan
seksual pada anak. Kemudian untuk kegiatan yang dilakukan oleh
Yayasan KAKAK untuk mencegah kekerasan seksual di wilayah
yaitu meliputi :
(c) Memberikan sosialisasi di wilayah
(d) Mendorong terbentuknya PPT PA (Program Pelayanan
Terpadu Perempuan dan Anak) di tingkat kelurahan sebagai
salah satu pengembangan sistem perlindungan anak di
kelurahan
(4) Di sekolah
Upaya pencegahan kekerasan seksual di sekolah yang
dilakukan oleh Yayasan KAKAK dibeberapa sekolah di Kota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
Surakarta namun yang lebih fokus adalah SMP N 26 dan SMP N
17 Surakarta.
(d) Mengadakan sosialisasi dan roadshow di beberapa sekolah
untuk memberikan pendidikan seksual pada anak sebagai
upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak usia remaja.
(e) Mendorong dimasukkannya kurikulum tentang pendidilan
seksual dan kesehatan reproduksi di sekolah
(f) Memberikan beasiswa untuk anak-anak korban kekerasan
seksual
2) Penanganan
c) Melakukan penjangkauan (outreach), pendekatan dan pendampingan
korban
d) Memberikan pelayanan bagi korban kekerasan seksual (medis,
psikologis, hukum dan pendidikan)
5) Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan upaya pemulihan korban kekerasan seksual
oleh sebab itu Yayasan KAKAK membantu korban dengan mencarikan
dukungan dari lembaga dan dinas yang dapat ikut memberikan pelayanan
secara gratis bagi korban, karena rehabilitaasi juga merupakan tanggung
jawab Negara sehingga Yayasan KAKAK ikut melakukan advokasi
kebijakan pada dinas-dinas terkait dan juga advokasi agar dinas mau ikut
mendukung penyembuhan korban.
e) Rehabilitasi Medis
f) Rehabilitasi Psikologis
g) Rehabilitasi Pendidikan
h) Rehabilitasi Ekonomi dengan pemberdayaan ekonomi dan
mengusahakan anak korban kekerasan seksual dapat meningkatkan
ketrampilan life skill
6) Advokasi
Advokasi yang dilakukan oleh Yayasan KAKAK disini yaitu untuk
mempengaruhi kebijakan dan juga pelayanan bagi korban, kegiatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
advokasi ini dilakukan dengan berkoordinasi dengan dinas atau lembaga
lain untuk membantu korban kekerasan seksual. Selain itu Yayasan
KAKAK juga ikut dalam jaringan PT PAS dan bersinergin dengan instansi
lain yang memiliki program sama yaitu melakukan penanggulangan
kekerasan seksual.
b. Partisipasi Masyarakat Perorangan (Tokoh Masyarakat)
1) Pencegahan
a) Melakukan sosialisasi.
b) Mengkampanyekan hak-hak dan permasalahan yang menimpa anak,
c) Membentuk forum anak dan memfasilitasi anak untuk
mengembangkan minat dan bakat, dan
d) Mendirikan sekolah PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), TPA
memeluk agama Kristen.
2) Penanganan Secara Non Penal
a) Menerima laporan dan melaporkan kasus kepada pihak yang
berwajib dan menghubungi LSM,
b) Melakukan penjangkauan rumah korban dan memberikan
pendampingan dan membantu proses rehabilitasi korban, dan
c) Membentuk PPT PA (Program Pelayanan Terpadu Perempuan dan
Anak) di tingkat kelurahan.
c. Partisipasi Masyarakat Perorangan (Tokoh Agama)
1) Pencegahan
a)
b) Melakukan sosialisasi melalui ceramah agama
2) Penanganan Secara Non Penal
a) Memberikan pendampingan secara spiritual/psikologis
b) Menerima laporan dan mendampingi korban beserta keluarga
melaporkan kepada pihak yang berwajib/polisi dan membantu
korban menghubungi LSM.
d. Partisipasi Masyarakat Perorangan (Masyarakat Biasa)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
1) Pencegahan
a) Melakukan sosialisasi, dan
b) Meningkatkan sistem ketahanan keluarga dengan memberikan kasih
sayang, pengawasan dan contoh keteladanan yang baik bagi anak.
2) Penanganan Secara Non Penal
a) Melaporkan kejadian kepada pejabat lingkungan (Ketua RT, RW
dan Petugas Keamanan Kampung)
b) Memberikan kesaksian saat persidangan
2. Kecenderungan kasus kejahatan kekerasan seksual sesuai data yang peneliti
dapatkan dari kepolisian Unit PPA Sat Reskrim Polresta Surakarta mengalami
peningkatan dari sembilan kasus yang terjadi pada tahun 2010 menjadi
sepuluh kasus pada tahun 2011. Disisi lain partisipasi masyarakat saat ini juga
cenderung naik/meningkat, namun ada juga pandangan masyarakat yang
menilai partisipasi masyarakat dibeberapa titik ada yang mengalami
penurunan, sehingga partisipasi masyarakat belum dilakukan oleh semua
orang hanya orang-orang tertentu saja seperti tokoh masyarakat dan
masyarakat tertentu yang perduli pada kehidupan anak. Namun ketika
partisipasi masyarakat sebagian besar mengalami peningkatan ternyata kasus
kekerasan seksual justru mengalami peningkatan, hal tersebut menunjukkan
bahwa partisipasi masyarakat belum berfungsi dengan baik dan belum
memberikan makna yang berarti bagi penanggulangan kejahatan kekerasan
seksual pada anak. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor penyebab
kejahatan kekerasan seksual pada anak yang saat ini semakin berkembang
mengikuti perkembangan dan kemajuan jaman. Selain hal tersebut kejahatan
kekerasan seksual semakin meningkat disebabkan lemahnya sistim ketahanan
keluarga yang terjadi saat ini dimana banyak pengalihan fungsi ibu sebagai
orang yang berperan mengasuh dan menjaga anak menjadi wanita karir yang
sibuk bekerja sehingga anak-anak mereka menjadi kurang pengawasan dan
juga perhatian. Solusinya yaitu perlu banyaknya sosialisasi kepada masyarakat
agar mereka memiliki pengetahuan bahwa anak-anak perlu dilindungi dan
penanggulangan semua bentuk kejahatan yang menimpa anak merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
tanggungjawab bersama yang membutuhkan partisipasi masyarakat. Sehingga
harapannya kesadaran dan kepedulian masyarakat akan tumbuh untuk
bersama-sama menanggulangi kejahatan kekerasan seksual pada anak. Selain
itu perlu adanya peningkatan system ketahanan keluarga dengan membenahi
lagi peran dari masing-masing anggota keluarga, misalnya dengan
menekankan kembali fungsi ayah sebagai pencari nafkah dan ibu sebagai
anggota keluarga yang memiliki kewajiban merawat, menjaga dan mengasuh
anak.
B. IMPLIKASI
Berdasarkan kesimpulan atas jawaban yang telah dirumuskan di atas
yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam menanggulangi kejahatan
kekerasan seksual pada anak di kota Surakarta, dapat menimbulkan implikasi
sebagai berikut :
1. Partisipasi masyarakat sebagai warga negara sangatlah dibutuhkan bagi
penanggulangan kejahatan kekerasan seksual pada anak, karena
penanggulangan kekerasan seksual merupakan tanggung jawab bersama yang
membutuhkan kerjasama dan sinergitas dari berbagai pihak. Bentuk partisipasi
masyarakat yaitu dengan ikut berpartisipasi aktif dalam upaya pencegahan
sekaligus penanganan kejahatan itu sendiri. Memberikan sosialisasi dan
mengkampanyekan hak-hak dan permasalahan anak saat peringatan Hari Anak
Nasional adalah langkah yang tepat dalam meningkatkan kewasapadaan
masyarakat luas agar lebih menjaga anak-anak mereka dan anak-anak
dilingkungannya. Selain pencegahan, melakukan pendampingan korban secara
psikologis dan lainnya untuk memberikan motivasi dan juga dorongan agar
bisa menata hidupnya kembali demi masa depan yang lebih baik juga perlu
dilakukan sebagai upaya penanganan. Melaporkan kejadian kepada pihak
berwajib dan bersedia memberikan kesaksian pada saat persidangan
merupakan upaya yang harus dilakukan agar pelaku jera.
2. Kasus kejahatan kekerasan seksual dari tahun ke tahun cenderung menigalami
peningkatan. Bahkan partisipasi masyarakat juga belum dilakukan oleh semua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
141
orang, oleh sebab itu perlu adanya kerjasama antar berbagai pihak untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat agar lebih peduli terhadap kehidupan
anak dan mau ikut berpartisipasi dalam penanggulangan kejahatan kekerasan
seksual sehingga anak-anak akan lebih terlindungi dan jumlah kasus
kekerasan seksual tidak terus meningkat dan bisa ditanggulangi secara efektif.
C. SARAN
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini, maka penelitian
ini dapat memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Bagi Aparat Penengak Hukum
a. Perlu peningkatan komitmen bagi aparat penegak hukum untuk
menerapkan sistem perlindungan bagi Anak Berhadapan Hukum (ABH)
baik sebagai korban maupun sebagai pelaku kejahatan, mengingat sudah
adanya Undang-Undang khusus bagi Perlindungan Anak, sehingga jangan
sampai penanganan kasus anak disamakan dengan orang yang sudah
dewasa.
b. Kepolisian harus lebih responsif jika mendengar terjadinya kasus
kejahatan kekerasan seksual dengan korban anak, jangan hanya menunggu
adanya laporan (menunggu bola) tetapi jemput bola.
c. Sebagai aparat penegak hukum polisi dan pihak pengadilan perlu
memberikan punnisment (hukuman) yang tegas dan zero toleran bagi
pelaku tindak kejahatan kekerasan seksual dengan korban anak, hal
tersebut ditujukan untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku. Dengan
pemberian sanksi yang tegas maka secara tidak langsung dapat mencegah
terjadinya pengulangan kejahatan serupa oleh orang-orang yang
mempunyai mental jahat dan memiliki niat untuk melakukan kejahatan
tersebut. Hal ini ditujukan agar tidak ada lagi korban-korban lain yang
berjatuhan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
142
2. Bagi LSM
a. Sebagai LSM yang memiliki pengetahuan, diharapkan mampu
memberikan banyak sosialisasi sebagai upaya untuk memberikan
pengetahuan dan meningkatkan ketrampilan masyarakat (capacity
building), agar masyarakat memiliki pengetahuan yang memadai, dengan
seperti itu masyarakat diharapkan dapat ikut serta dalam menanggulangi
kejahatan kekerasan seksual pada anak.
b. Perlu adanya perhatian bagi daerah lain di Kota Surakarta jangan hanya
dua daerah saja yang didampingi karena pada dasarnya semua daerah
memiliki kerawanan dan resiko yang sama terjadinya kasus serupa.
3. Bagi Orang Tua
a. Perlu lebih meningkatkan sistem ketahanan keluarga sebagai upaya
pertama dan utama untuk mencegah anak menjadi korban kekerasan
seksual pada anak, misalnya dengan penguatan peran dan fungsi keluarga
melalui peran orang tua dalam mengasuh, mendidik, melindungi anak.
Ayah sebagai pencari nafkah dan ibu sebagai anggota keluarga yang
memiliki kewajiban dan tugas mengasuh anak dirumah. Meskipun ayah
harus bekerja tetap harus meluangkan waktu untuk menanyakan
perkembangan dan memberikan kasih sayang serta perhatian kepada anak.
Bagi para ibu yang memiliki tanggungjawab mengasuh dan mendidik anak
diharapkan tidak bekerja yang terlalu menyita waktu dan lebih sering
meninggalkan anak-anak mereka. Jangan sampai ibu sibuk bekerja dan
kurang mengawasi serta meperhatikan kegiatan anak baik di rumah,
sekolah dan di lingkungan pergaulanya.
b. Orang tua juga harus menanamkan keterbukaan pada anak sehingga dapat
dijadikan teman. Selain itu orang tua juga harus mampu menjadi guru
yang baik sehingga ketika anak bertanya berbagai hal tentang kehidupan
dan pergaulan orang tua bisa menjawab, karena pengetahuan yang
diberikan orang tua bisa dijadikan tameng bagi anak untuk menjalani
hidup di luar rumah. Termasuk pemberian pendidikan seksual dini di
rumah, orang tua harus mampu memberikan pengetahuan dan pemahaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
143
bagi anak mereka jangan sampai mereka karena mereka mencari tahu di
luar dengan cara yang salah. Dengan pemahaman yang cukup dari orang
tua tersebut diharapkan anak-anak tidak terjerumus pada pergaulan bebas
dan bisa membedakan sesuatu yang baik dan buruk untuk dirinya.
4. Bagi Masyarakat
a. Perlu peningkatan kesadaran bagi masyarakat, menanggulangi berbagai
bentuk kejahatan termasuk kekerasan seksual pada anak bukan hanya
tanggung jawab pemerintah, aparat penegak hukum saja, tetapi juga
merupakan tanggung jawab bersama termasuk masyarakat itu sendiri.
b. Perlu adanya kesadaran masyarakat untuk mau melapor kepada pihak yang
berwajib bila mengetahui adanya kasus kekerasan seksual pada anak,
jangan sampai anak menjadi korban kekerasan seksual berulang-ulang
karena tidak ada yang melaporkan kasus kejahatan kekerasan seksual itu
sendiri.
5. Bagi Anak
a. Perlunya membangun kesadaran anak melalui pendidikan seksual dini
pada anak agar mereka dapat mengetahui apa saja organ-organ seksual
mereka, fungsi-fungsi dari organ seksual tersebut sekaligus memberikan
pemahaman bagi mereka agar jangan mau jika organ-organ seksual/intim
mereka disentuh dan sebagainya. Selain pendidikan seksual dini tersebut
anak juga perlu diberikan pendidikan agama dan moral agar mereka dapat
membedakan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan buruk yang
tidak boleh dilakukan karena dilarang oleh agama.
b. Selain itu perlu dibentuknya forum sebagai wadah mereka untuk
mengembangkan bakat dan potensi agar mereka banyak disibukkan pada
hal-hal positif dan tidak gampang terjerumus kepada hal yang negatif.
Serta memberikan ruang partisipasi bagi anak untuk mengkampanyekan
masalah dan hak-hak mereka, termasuk kampanye pencegahan kekerasan
seksual pada anak.