partisipasi masyarakat dalam menanggulangi - Universitas ...

162
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENANGGULANGI KEJAHATAN KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DI KOTA SURAKARTA SKRIPSI Oleh : RIZKY TRI KURNIASARI K6407044 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Transcript of partisipasi masyarakat dalam menanggulangi - Universitas ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENANGGULANGI

KEJAHATAN KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK

DI KOTA SURAKARTA

SKRIPSI Oleh :

RIZKY TRI KURNIASARI

K6407044

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Rizky Tri Kurniasari

NIM : K6407044

Jurusan/ Program Studi : P. IPS/ PPKn

Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul

MASYARAKAT DALAM MENANGGULANGI KEJAHATAN

ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi

yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

daftar pustaka.

Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil

jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.

Surakarta, Oktober 2012

Yang membuat pernyataan

Rizky Tri Kurniasari

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENANGGULANGI

KEJAHATAN KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DI KOTA

SURAKARTA

Oleh

RIZKY TRI KURNIASARI

K6407044

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana

Pendidikan Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji

Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Surakarta, Oktober 2012

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I

Dra. Ch. Baroroh, M. Si. NIP. 19520706 198004 2 001

Pembimbing II

Drs. H. Utomo, M. Pd. NIP. 19491108 197903 1 001

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima

untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari :

Tanggal :

Tim Penguji Skripsi :

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Dr. Triyanto, S. H., M. Hum

Sekretaris : Triana Rejekinigsih, S. H., KN, M. Pd

Pembimbing I : Dra. Ch. Baroroh, M. Si ......................

Pembimbing II : Drs. H. Utomo, M. Pd .....................

Disahkan oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

Dekan

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP. 19600727 198702 1 001

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

ABSTRAK

Rizky Tri Kurniasari. K6407044. PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENANGGULANGI KEJAHATAN KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DI KOTA SURAKARTA. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Oktober 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) Mengetahui partisipasi masyarakat dalam menanggulangi kejahatan kekerasan seksual pada anak di Kota Surakarta, (2) Mengetahui kecenderungan kejahatan kekerasan seksual dan partisipasi masyarakat di Kota Surakarta mengalami peningkatan ataukah penurunan dan solusinya. Sejalan dengan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dan strategi penelitian tunggal terpancang. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah informan, peristiwa/aktivitas, dokumen dan arsip. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dan snowball sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan analisis dokumen. Validitas data dalam penelitian ini diperoleh dengan teknik trianggulasi data. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) Partisipasi masyarakat dalam menanggulangi kejahatan kekerasan seksual pada anak di Kota Surakarta, meliputi kegiatan pencegahan yang dilakukan oleh LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan masyarakat perorangan dengan memberikan sosialisasi kepada orang tua dan pemberian pendidikan seksual pada anak-anak, menfasilitasi anak untuk mengkampanyekan hak-hak anak, memberi kegiatan positif bagi anak seperti: membentuk forum anak, mendirikan dan sekolah minggu bagi anak yang beragama kristen sebagai bekal agama agar tidak mudah terjerumus pada pergaulan yang negatif. Selain pencegahan masyarakat juga berpartisipasi dalam upaya penanganan yaitu dengan melaporkan kasus pada pihak kepolisian, menjangkau dan melakukan pendampingan serta memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan korban, memberikan kesaksian saat persidangan serta mendukung keberhasilan PPT PA (Program Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak), serta melakukan upaya rehabilitasi korban sesuai dengan keadaan korban. (2) Kecenderungan kasus kejahatan kekerasan seksual pada anak dan partisipasi masyarakat di Kota Surakarta mengalami peningkatan ataukah penurunan dan solusinya. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kasus kejahatan kekerasan seksual meningkat, dan partisipasi masyarakat naik terutama pada wilayah yang rentan dan yang pernah terjadi kasus kekerasan seksual pada anak. Akan tetapi partisipasi masyarakat saat ini belum memberikan makna yang berarti hal tersebut ditunjukkan dengan jumlah kasus kejahatan kekerasan seksual yang semakin meningkat. Hal tersebut disebabkan faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan kekerasan seksual pada anak saat ini semakin berkembang. Solusinya yaitu perlu banyak dilakukan sosialisasi pada masyarakat agar mereka sadar bahwa semua permasalahan dan kejahatan yang membahayakan anak merupakan tanggungjawab bersama sehingga partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

ABSTRACT

Rizky Tri Kurniasari. K6407044. SOCIETY PARTICIPATION IN OVERCOMING WITH CHILD SEXUAL ABUSE CRIME IN SURAKARTA. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty, Sebelas Maret University, October 2012. The objectives of research were to: (1) Find out society participation in overcoming with child sexual abuse crime in Surakarta, (2) Find out whether the tendency of sexual abuse crime and society participation in Surakarta increases or decreases and the solution. In line with the problem and objective of research, this research was conducted using a descriptive qualitative method with a single embedded research strategy. The data sources used in this research were informants, events or activities, documents and archives. The sampling techniques used purposive sampling and snowball sampling. Techniques of collecting data used interview, observation and documents analysis. The data validity in this research was obtained using data triangulation. Considering the result of research, it could be concluded that: (1) the society participation in overcoming the child sexual abuse crime. Such as the activity of preventing was done by NGO (Non Government Organization) and individual society by socializing to others and by sexual education to child, facilitating the children to campaign their rights, It was also done by administering positive activity to the children such as: establishing the children forum and establishing Al Quran Studying Center and Sunday School for the Christian children to prevent them from being entrapped into negative activities. Then, the society participation as the attempt in cope with included to report the case to the police officer and NGO, reaching, assisting and service the victim corresponding to the need and giving testimony during the trial and supporting the successful PPT PA (Women and Children Integrated Service Program) that is expected to cope with the sexual crime case early, and rehabilitation the victim condition corresponding to the need. (2) Whether the tendency of child sexual abuse crime and society participation in Surakarta increases or decreases and the solution. The result of research showed that tendency of child sexual abuse crime increases,and society

vulnerability, as well as in the area in which the sexual abuse case had ever occurred. However, the society participation currently also has significant meaning, it could be seen from the increased number of child sexual abuse crime cases. It was because of many factors leading to sexual abuse crime against the children. The solution was that there should be a socialization to the society in order to have knowledge that all problems and crimes endangering the child are the our responsibility, and society participation very needed.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

MOTTO

Katakanlah kepada orang-

pandangannya, dan memelihara kemaluannya yang demikian itu adalah lebih

suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui

-

(QS. Al Maidah, 5:32).

f dan mencegah dari kemungkaran; mereka

itulah orang-

Anak belajar dari kehidupannya

Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki

Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi

Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri

Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri

Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri

Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri

Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai

Jika anak dibesarkan dengan perlakuan baik, ia belajar keadilan

Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar mempercayai

Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyukai diri

Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar

menemukan cinta dalam kehidupann

(Dorothy Law Nolte dalam Abu Huraerah)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

PERSEMBAHAN

Bapak dan Ibu yang tidak henti-hentinya

mendoakan dan memberikan dukungan pada

penulis

Kakak-kakakku Wal Asri Isnaeni dan Nurul

Fajrin atas motivasinya

Anak-anak kuala koster lantai dua (Tata, Kikis,

Ilmi, Rosi, Mba Intan, Tiara) atas tawa dan

dukungannya selama ini

Sahabat terbaik disaat kuliah (Indriyani

Cahyaningrum, Nur Aprilia, dan Rosiana

Rahayu)

Pembaca yang budiman

Almamater

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul :

jahatan Kekerasan Seksual pada

Anak di Kota Surakarta

Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari prasyarat guna memperoleh

gelar Sarjana Pendidikan pada Program Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan

skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan

yang timbul dapat teratasi. Maka dalam kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah

memberikan ijin penelitian guna menyusun skripsi ini.

2. Drs. Saiful Bachri, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Sosial FKIP UNS Surakarta, yang telah menyetujui penyusunan skripsi

ini.

3. Dr. Sri Haryati, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan

Kewarganegaraan FKIP UNS Surakarta yang telah memberikan ijin untuk

menyusun skripsi.

4. Dra. Ch. Baroroh, M. Si., selaku Pembimbing I yang dengan sabar telah

memberikan pengarahan, bimbingan dan motivasi sehingga skripsi ini

dapat terselesaikan dengan baik.

5. Drs. H. Utomo, M.Pd., selaku Pembimbing II yang dengan sabar telah

memberikan bimbingan, pengarahan dan dorongan selama penulis

menyelesaikan skripsi ini.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

6. Dr. Triyanto, S. H., M. Hum., selaku Ketua Penguji skripsi yang telah

memberikan kritik dan masukan demi kebaikan skripsi ini.

7. Ibu Triana Rejekiningsing, S. H., K.N., M. Pd., selaku Sekretaris Penguji

skripsi yang telah memberikan kritik dan masukan demi kebaikan skripsi

ini.

8. Drs. H. Utomo, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan motivasi, bimbingan, dan pengarahan dengan baik selama

penulis menjalani masa studi sampai menyelesaikan skripsi ini.

9. Bapak/Ibu dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Teman-teman PPKn Angkatan 2007 yang telah membantu menyelesaikan

skripsi ini dan juga yang telah mewarnai hari-hari penulis selama menjadi

mahasiswa.

11. Pihak-pihak terkait yang dengan kerelaannya membantu penulis dalam

pengumpulan data yang penulis butuhkan dalam penyusunan skripsi ini.

12. Semua pihak yang telah membantu penulis demi kelancaran penulisan

skripsi ini. Penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan atas

jasa-jasa yang telah diberikan.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin, namun

penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan karena

keterbatasan penulis. Dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik

dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan skripsi ini.

Penulis berharap skripsi ini bisa bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi

pembaca pada umumnya.

Surakarta, Oktober 2012

Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ......................... ii

HALAMAN PENGAJUAN .................................................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................ iv

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. v

ABSTRAK .............................................................................................. vi

ABSTRACT .............................................................................................. vii

HALAMAN MOTTO ............................................................................. viii

HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................. ix

KATA PENGANTAR ............................................................................ x

DAFTAR ISI ........................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ................................................................................... xvi

DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xvii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1

B. Perumusan Masalah .............................................................. 7

C. Tujuan Penelitian .................................................................. 7

D. Manfaat Penelitian ................................................................ 8

BAB II LANDASAN TEORI ................................................................ 9

A. Tinjauan Pustaka ................................................................... 9

1. Tinjauan tentang Partisipasi ............................................ 9

a. Pengertian Partisipasi ................................................ 9

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi ......... 10

c. Syarat Tumbuhnya Partisipasi .................................. 11

d. Macam dan Bentuk Partisipasi .................................. 13

2. Tinjauan tentang Masyarakat .......................................... 16

a. Pengertian dan Ciri-ciri Masyarakat ......................... 16

b. Lapisan Masyarakat (Stratifikasi Sosial) .................. 17

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

3. Tinjauan tentang Partisipasi Masyarakat dan Pentingnya

Partisipasi Masyarakat dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara 19

4. Tinjauan tentang Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak

a. Pengertian Anak ........................................................ 21

b. Pengertian Kejahatan dan Kekerasan ........................ 22

c. Pengertian Kejahatan Kekerasan seksual pada Anak 24

d. Bentuk-bentuk Kejahatan Kekerasan Seksual

pada Anak................................................................................................ 26

e. Tanda-tanda Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak 26

f. Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan

Kekerasan Seksual .................................................................................. 28

g. Anak-anak yang Rentan Mengalami Kejahatan

Kekerasan Seksual .................................................................................. 30

h. Dampak Kejahatan Kekerasan Seksual bagi Anak ... 31

i. Peraturan tentang Kejahatan Kekerasan Seksual

pada Anak Menurut Hukum Positif ........................................................ 32

5. Tinjauan tentang Menanggulangi Kejahatan

Kekerasan Seksual pada Anak ............................................................... 37

a. Pengertian Menanggulangi dan Konsepsi

dalam Menanggulangi Kriminalitas ........................................................ 37

b. Upaya Menanggulangi Kejahatan Kekerasan Seksual 38

pada Anak................................................................................................

c. Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam Menanggulangi

Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak .............. 42

B. Kerangka Berfikir.................................................................. 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..............................................

A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................... 46

1. Tempat Penelitian ........................................................... 46

2. Waktu Penelitian ............................................................. 46

B. Bentuk dan Strategi Penelitian .............................................. 47

1. Bentuk Penelitian ............................................................ 47

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

2. Strategi Penelitian ........................................................... 47

C. Sumber Data .......................................................................... 48

D. Teknik Sampling (Cuplikan) ................................................. 51

E. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 52

F. Validitas Data ........................................................................ 56

G. Analisis Data ......................................................................... 57

H. Prosedur Penelitian ............................................................... 60

BAB IV HASIL PENELITIAN .............................................................. 62

A. Deskripsi Lokasi Penelitian......................................................... 62

1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Kota Surakarta ....... 62

2. Gambaran Terjadinya Kejahatan Kekerasan Seksual

pada Anak di Kota Surakarta ................................................................. 65

a. Pelaku dan Korban Kejahatan Kekerasan Seksual

pada Anak di Kota Surakarta .................................................................. 66

b. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan

Kekerasan Seksual pada Anak di Kota Surakarta ................................... 68

3. Upaya Pihak Kepolisian Unit PPA dalam Menanggulangi

Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak ............................................... 75

a. Upaya Preventif (Pencegahan) ........................................ 75

b. Upaya Represif (Penanganan) Secara Penal ................... 76

B. Deskripsi Permasalahan Penelitian .............................................

1. Partisipasi Masyarakat dalam Menanggulangi Kejahatan

Kekerasan Seksual pada Anak di Kota Surakarta ................................... 81

a. Partisipasi Yayasan KAKAK .......................................... 81

b. Partisipasi Tokoh Masyarakat ......................................... 97

c. Partisipasi Tokoh Agama ................................................ 108

d. Partisipasi Masyarakat Biasa .......................................... 111

2. Kecenderungan Kasus Kejahatan Kekerasan Seksual

pada Anak dan Partisipasi Masyarakat di Kota Surakarta

Mengalami Peningkatan ataukah Penurunan dan Solusinya ................... 118

a. Kecenderungan Kasus Kejahatan Kekerasan Seksual

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

pada Anak di Kota Surakarta Mengalami

Peningkatan atau penurunan ................................................................... 118

b. Kecenderungan Partisipasi Masyarakat mengalami

Peningkatan atau Penurunan ................................................................... 119

c. Solusi ............................................................................... 126

C. Temuan Studi .............................................................................. 129

1. Partisipasi Masyarakat dalam Menanggulangi Kejahatan

Kekerasan Seksual pada Anak di Kota Surakarta .................................. 129

2. Kecenderungan Kasus Kejahatan Kekerasan Seksual

pada Anak dan Partisipasi Masyarakat Mengalami Peningkatan ataukah

Penurunan di Kota Surakarta dan solusinya............................................ 133

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ........................... 136

A. Kesimpulan ................................................................................. 136

B. Implikasi ...................................................................................... 140

C. Saran ............................................................................................ 141

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 144

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Jadwal Kegiatan penelitian 46

Tabel 2. Luas Wilayah Kota Surakarta Per Kecamatan 62

Tabel 3. Jumlah Penduduk, Rasio Jenis Kelamin dan Tingkat

Kepadatan Tiap Kecamatan di Kota Surakarta Tahun 2009 63

Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Agama yang Dianut

di Kota Surakarta Tahun 2009 64

Tabel 5. Jumlah Penduduk Lima Tahun Ke Atas Menurut

Tingkat Pendidikan Di Kota Surakarta Tahun 2009 64

Tabel 6. Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian

di Kota Surakarta Tahun 2009 65

Tabel 7. Data Jumlah Kasus Kekerasan Seksual pada Anak dan Wilayah

Terjadinya Kasus pada Tahun 2009-Juni 2011 yang Berhasil

Dipantau oleh Yayasan KAKAK Surakarta 71

Tabel 8. Bentuk-bentuk Kekerasan Seksual (Laki-laki: 7, Perempuan 70)

yang Berhasil Dipantau oleh Yayasan KAKAK Surakarta 72

Tabel 9. Data Kasus Kekerasan Seksual dengan Korban Anak

Selama Tahun 2010 (Bulan Januari-Desember) 73

Tabel 10. Data Kasus Kekerasan Seksual dengan Korban Anak

Selama Tahun 2011 (Bulan Januari-Desember) 74

Tabel 11. Ketentuan Umum PPT PA (Program Pelayanan Terpadu Bagi

Perempuan dan Anak) Kelurahan Jebres 105

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran. ................................................. 45

Gambar 2. Analisis Data Model Interaktif .............................................. 59

Gambar 3. Alur Pelaporan Kasus Kejahatan Kekerasan Seksual

pada Pihak Kepolisian ........................................................... 77

Gambar 4. Proses Penyidikan (Pemeriksaan) Perkara Kejahatan

Kekerasan Seksual pada Anak .............................................. 79

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Daftar Informan. ................................................................. 147

Lampiran 2. Pedoman Wawancara ......................................................... 154

Lampiran 3. Pedoman Observasi ............................................................ 158

Lampiran 4. Catatan Lapangan Wawancara dengan Anggota Kepolisian

Unit PPA Sat Reskrim Polresta Surakarta .......................... 159

Lampiran 5. Catatan Lapangan Wawancara dengan Pengurus

Yayasan KAKAK Surakarta ............................................... 168

Lampiran 6. Catatan Lapangan Wawancara dengan Masyarakat ........... 186

Lampiran 7. Trianggulasi Data .............................................................. 257

Lampiran 8. Materi Sosialisasi tentang Kekerasan pada Anak

dari Yayayasan pada Masyarakat ............................................................ 260

Lampiran 9. Materi Sosialisasi tentang Kekerasan pada Anak

dari Yayasan KAKAK pada Sekolah ................................... 262

Lampiran 10. Materi Kegiatan Capacity Building dari Yayasan KAKAK

kepada Pengurus PPT PA Kelurahan Jebres .................... 265

Lampiran 11. Foto Kegiatan Penelitian .................................................. 280

Lampiran 12. Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi

kepada Dekan FKIP UNS ................................................ 289

Lampiran 13. Surat Keputusan Dekan FKIP UNS tentang Ijin

Penyusunan Skripsi ................................................................................. 290

Lampiran 14. Surat Permohonan Ijin Research/Try Out

kepada Rektor UNS ......................................................... 291

Lampiran 15. Surat Permohonan Ijin Research/Try Out kepada Pimpinan

Yayasan KAKAK Surakarta .................................................................. 292

Lampiran 16. Surat Permohonan Pengantar Ijin Penelitian kepada

Walikota Surakarta .................................................................................. 293

Lampiran 17. Surat Permohonan Ijin Penelitian kepada Kapolres

Polresta Surakarta.................................................................................... 294

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xix

Lampiran 18. Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian dari

Polresta Surakarta ............................................................. 295

Lampiran 19. Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian dari

Yayasan KAKAK Surakarta ............................................. 296

Lampiran 20. Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian dari

Kantor Kecamatan Jebres .................................................. 297

Lampiran 21. Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian dari

Kantor Kecamatan Pasar Kliwon ...................................... 298

Lampiran 22. Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian dari

Kantor Kelurahan Joyotakan Kecamatan Serengan .......... 299

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia merupakan negara hukum (rechstaat), yang memiliki

beberapa ciri diantaranya menjunjung tinggi hukum dan HAM (Hak Asasi

Manusia). Semua hak dan kewajiban warga negara dijamin dalam UUD 1945

(Undang-Undang Dasar 1945) sebagai dasar negara. Salah satu hak dan kewajiban

warga negara yang dijamin oleh UUD 1945 yaitu hak dan kewajiban untuk ikut

berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Diantaranya ikut berpartisipasi membela negara dari berbagai ancaman dari luar

maupun dari dalam bangsa itu sendiri. Dalam hal ini yaitu partisipasi dalam

menanggulangi permasalahan yang timbul di dalam masyarakat, misalnya

kejahatan kekerasan seksual pada anak. Kekerasan seksual pada anak merupakan

suatu ancaman yang datang dari dalam bangsa dan sangat berbahaya bagi mental

dan moral generasi penerus bangsa.

Indonesia merupakan negara yang berpedoman pada ideologi Pancasila

yang di dalam kelima sila Pancasila tersebut terdapat nilai-nilai ketuhanan,

kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan yang seharusnya digunakan

sebagai dasar untuk menjalin hubungan dengan sesama manusia. Namun pada

kenyataannya tidak sedikit dari kita yang hidup tidak sejalan dan bertentangan

dengan pedoman hidup tersebut, misalnya hidup dengan cara liar, amoral, bebas

dan bertentangan dengan ajaran agama seperti halnya orang yang tidak mengakui

dan menggap adanya Tuhan. Kekerasan seksual pada anak merupakan salah satu

perbuatan yang bertentangan dengan ideologi bangsa dan merupakan perbuatan

yang asusila, amoral, biadab, tidak berperikemanusiaan, tidak berperikeadilan dan

merupakan kejahatan yang merugikan serta mendatangkan penderitaan bagi

korban dan keluarganya. Oleh sebab itu, perbuatan ini dapat merusak ketentraman

masyarakat karena sangat bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di

masyarakat.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Kekerasan seksual pada anak merupakan tindak kejahatan karena

perbuatan tersebut bertentangan dengan hukum dan melanggar pasal 287, 289,

290, 291, 292 293, 294 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana selanjutnya

disingkat KUHP dan pasal 81 dan 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak. Kartini, Kartono (2005: 152) mengatakan bahwa

ekerasan seksual pada anak termasuk dalam k .

Selanjutnya menurut Irwanto, dkk (2008 : 5) mengatakan bahwa :

Anak-anak adalah masa depan. Bukan hanya masa depan bagi dirinya dan keluarganya, tetapi juga masa depan bagi komunitas, bangsa dan negaranya. Mereka adalah masa depan bagi kemanusiaan, tanpa anak tidak ada masa depan bagi siapapun. Tidak memperhatikan kualitas hidup anak sama artinya dengan tidak memperhatikan kelangsungan hidup keluarga, komunitas, bangsa dan negara di masa yang akan datang.

Anak mempunyai hak yang bersifat asasi, sebagaimana yang dimiliki

oleh orang dewasa. Berdasarkan Konvensi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)

tentang Konvensi Hak Anak (KHA) tahun 1989 dinyatakan bahwa anak berhak

atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, partisipasi, serta berhak

mendapatkan perlindungan dari segala tindak kekerasan dan diskriminasi. Namun

ironisnya, meskipun pemerintah telah meratifikasi KHA international tersebut,

pada hakekatnya negara belum mampu mencegah dan melindungi anak dari

segala bentuk pelanggaran hak anak, tindak kekerasan dan diskriminasi. Irwanto,

tindakan yang melanggar hak-hak anak melalui penyalahgunaan kekerasan atas

diri anak yang dimanipulasi sedemikian rupa sehingga anak dijadikan korban dan

diperlakukan sebagai ob

Dunia anak yang seharusnya diwarnai dengan kegiatan yang

menyenangkan seperti bermain, berekreasi, belajar, dan berkreasi untuk

mengembangkan minat dan bakat demi pengembangan diri mereka demi masa

depan dirinya dan bangsanya. Namun pada kenyataanya, dunia anak justru banyak

diwarnai oleh peristiwa kelam dan menyedihkan (Abu Huraerah, 2007: 21).

Banyak anak-anak yang mengalami berbagai macam tindak kekerasan

dari orang-orang yang ada disekitar mereka, bukan hanya kekerasan fisik,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

psikologis namun juga kekerasan seksual. Kekerasan seksual pada anak

merupakan salah satu peristiwa kelam yang sering mengiringi kehidupan anak,

padahal kekerasan ini merupakan kekerasan yang paling berbahaya karena sangat

kompleks dampak yang ditimbulkan, selain dampak fisik kekerasan ini juga

menimbulkan dampak psikologis seperti traumatis yang sulit dihilangkan dan

dampak sosial pada kehidupan di masa yang akan datang.

Tim Yayasan KAKAK (2011 : 3) dalam salah satu bukunya yang

berjudul Aku Ingin Jadi Matahari, mengatakan bahwa:

Kekerasan seksual adalah hubungan/interaksi antara seorang anak dengan seseorang yang lebih tua (dewasa) atau anak yang lebih banyak nalar seperti saudara kandung atau orang tua, orang asing dimana anak tersebut dipergunakan sebagai objek pemuas bagi kebutuhan seksual si pelaku. Perbuatan-perbuatan ini dilakukakn dengan menggunakan paksaan, ancaman, suap, tipuan atau tekanan. Kegiatan-kegiatan yang mengandung kekerasan seksual tidak harus melibatkan kontak badan antara pelaku dan anak tersebut.

Definisi kekerasan seksual lebih dari perkosaan, bahkan kekerasan

seksual tidak hanya mencakup pada hubungan seksual dengan kontak fisik tetapi

juga non kontak fisik misalnya yaitu berkomentar kotor, mempertontonkan alat

kelaminnya pada orang lain, dan menonton seorang anak sedang telanjang atau

menyuruh atau memaksa anak-anak untuk menonton gambar dan video porno

juga merupakan kekerasan seksual.

Pangkahila dalam Tim Yayasan KAKAK (2011: 4) mengatakan bahwa

fantasi, dan dorongan seksual

yang menimbulkan ketegangan seksual, dan membutuhkan pelepasan seksual

Kekerasan seksual pada anak merupakan cerminan dari mentalitas pelaku

yang tidak terbentuk secara matang. Dorongan nafsu seks yang dibarengi dengan

emosi yang tidak mapan membuat orang tidak dapat menempatkan dan menekan

hasrat seksual dengan baik. Anak-anak yang seharusnya dilindungi, dijaga dan

diberi kasih sayang justru dijadikan sebagai objek pemuas seksual mereka. Selain

mentalitas rendahnya moral dan kesadaran tentang nilai-nilai religi yang dimiliki

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

pelaku juga ikut mendorong pelaku cenderung tega untuk berbuat jahat tanpa

mempertimbangkan dampak dari perbuatannya yang dilakukan.

Kekerasan seksual pada anak merupakan praktik seksual yang menyimpang karena pelakunya sering menggunakan cara-cara yang jahat dan melanggar ajaran dan nilai-nilai agama yang disertai tipuan, ancaman, kekerasan dan paksaan hal tersebut dilakukan oleh pelaku untuk menunjukkan kekuatan yang digunakan sebagai alat untuk melancarkan niat jahatnya (Wahid dan Irfan, 2001 : 32).

Astri Purwakasari mengemukakan bahwa salah satu faktor pendorong

anak menjadi korban kekerasan seksual yaitu:

Anak-anak kerap menjadi korban perkosaan karena mereka innocent (polos) dan tidak berdaya, apalagi jika harus berhadapan dengan orang yang lebih dewasa terutama orang tua. Dalam perkosaan anak, pelakunya menggunakan kekerasan sebagai unsur unjuk kekuatan (show of force) dari pelaku pada korban. Biasanya pelaku adalah pengecut yang ingin menunjukkan kekuatannya pada si lemah (Astri Purwakasari, 2009: 4 diakses dalam http://kakak.org/home).

Kota Surakarta merupakan sebuah kota yang memiliki tingkat kepadatan

penduduk 11.370 jiwa/km2, angka tersebut menyebabkan Kota Surakarta menjadi

kota terpadat di Provinsi Jawa Tengah. Dengan kepadatan penduduk tersebut

menyebabkan Kota Surakarta memiliki potensi problem sosial yang cukup rawan

seperti perumahan, kesehatan termasuk kriminalitas. Pada Tahun 2006 Kota

Surakarta ditetapkan sebagai salah satu kota percontohan Kota Layak Anak di

Indonesia. Kota yang seharusnya layak bagi anak, dapat menjamin hak-hak anak,

serta mampu melindungi dan memberikan rasa aman bagi anak. Namun pada

kenyataannya masih banyak permasalahan yang berkaitan dengan dunia anak,

salah satunya adalah masih adanya anak yang menjadi korban kejahatan

kekerasan seksual yang dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung meningkat. Hal

tersebut menunjukkan bahwa kejahatan kekerasan seksual pada anak di Kota

Surakarta belum bisa ditanggulangi secara tuntas.

Berdasarkan data yang peneliti dapat dari RPK (Ruang Pelayanan

Khusus) Unit PPA (Unit Pelayanan Perempuan dan Anak) Sat Reskrim Polresta

Surakarta, dari bulan Januari 2010 sampai bulan Desember 2011 terdapat 19 kasus

kejahatan kekerasan seksual dengan korban anak (0-18 tahun) yang dilaporkan ke

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

Unit PPA. Semua kasus yang dilaporkan, 100% korbannya adalah anak

perempuan dan rata-rata berusia 14-17 tahun yaitu anak-anak yang duduk

dibangku sekolah SMP-SMA. Sedangkan pelaku kebanyakan adalah orang-orang

yang sudah dikenal oleh korban sebelumnya seperti teman sebaya/teman bermain,

pacar, tetangga, dan kenalan baru lewat HP (handphone) atau facebook kemudian

kopi darat dan menjalin hubungan pertemanan.

Selain data yang peneliti dapat dari Unit PPA Sat Reskrim Polresta

Surakarta, peneliti juga mendapatkan data dari Yayasan KAKAK Surakarta yang

menyebutkan bahwa dari bulan Januari 2009 hingga bulan Juni 2011 terdapat 19

korban kekerasan seksual yang berhasil dipantau oleh Yayasan KAKAK.

Kebayakan korban yang berhasil dipantau yaitu anak yang berusia 15-16 tahun.

Kemudian untuk pelaku 90% orang yang sudah lama mereka kenal dan 10%

orang yang baru kenal. Tempat kejadian sendiri sebagian besar terjadi di rumah

korban, di rumah pelaku dan hotel atau tempat penginapan. Data tersebut tentu

hanya data yang nampak di permukaan karena data yang sesungguhnya bisa lebih

banyak lagi. Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh salah satu staf Yayasan

KAKAK yaitu Kak Atur

kekerasan seksual pada anak merupakan fenomena gunung es artinya kasus yang

terlihat di permukaan hanyalah sebagian kecil saja dari kejadian yang sebenarnya

(Catatan Lapangan No. 4 selanjutnya disingkat CL. 4).

Secara legislatif negara Indonesia memang menunjukkan kemajuan yang

bermakna dalam komitmennya untuk memberikan sanksi lebih tegas bagi para

pelaku kekerasan seksual, hal ini terwujud dengan adanya UU Nomor 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak, yang memberikan sanksi khusus pada pasal 81

dan 82 bagi pelaku kekerasan seksual. Sanksi tersebut tentu menunjukkan adanya

kemajuan karena sebelumnya penjatuhan sanksi bagi pelaku kejahatan kekerasan

seksual pada anak mengacu pada KUHP yang hukumannya hanya berupa pidana

penjara paling lama sembilan tahun sedangkan dalam pasal 81 dan 82 UU Nomor

23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pidana penjara paling singkat tiga

tahun dan paling lama yaitu 15 tahun serta denda uang paling banyak Rp

300.000.000 dan paling sedikit Rp 60.000.000. Meskipun demikian persoalan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

kejahatan kekerasan seksual pada anak belum mendapatkan penanganan secara

memadai.

Sesuai dengan bunyi pasal 64 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan

dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi anak yang

berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana, merupakan kewajiban

dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat .

Pasal 69 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak, yang dimaksud perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan meliputi :

(1) Perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi kekerasan fisik, psikis, dan seksual dilakukan melalui upaya : a. Penyebarluasan dan sosialisasi peraturan perundang-undangan yang

melindungi anak korban tindak kekerasan; dan b. Pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi.

(2) Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Masyarakat adalah kelompok yang memiliki kewajiban dan tanggung

jawab untuk melindungi anak, apalagi masyarakat sangat dekat dengan kehidupan

anak-anak, sehingga masyarakat harus berpartisipasi aktif dalam berbagai bentuk

upaya perlindungan anak termasuk memecahkan berbagai permasalahan yang

menyangkut keselamatan anak. Dalam pasal 72 ayat (1) Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa Masyarakat

berhak memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam

Pasal (2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga

sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan,

lembaga keagamaan, badan usaha, dan media massa. Kemudian pada Pasal 73

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak diterangkan

Peran masyarakat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku .

Menanggulangi kejahatan kekerasan seksual pada anak meliputi upaya

pencegahan, penanganan dan rehabilitasi korban. Menanggulangi kejahatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

kekerasan seksual pada anak bukan hanya tugas pemerintah, aparat penegak

hukum, namun juga dibutuhkan partisipasi dari masyarakat yang ada di dalamnya.

Kejahatan kekerasan seksual pada anak merupakan salah satu permasalahan yang

membahayakan mental generasi bangsa oleh sebab itu harus ditangani dan

ditanggulangi secara serius, agar tidak ada lagi korban lain yang berjatuhan.

Salah satu komponen yang dikembangkan oleh Pendidikan

Kewarganegaraan yaitu ketrampilan kewarganegaraan (civic skills) yang salah

satunya adalah ketrampilan partisipasi (participation skills). Dalam konteks ini

warga negara yang dimaksud adalah masyarakat. Mengacu pada Pasal 72 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak partisipasi

masyarakat yang dimaksud adalah Lembaga Swadaya Masyarakat dan masyarakat

perorangan.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka penulis tertarik

untuk mengambil judul penelitian tentang

Menanggulangi Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak di Kota

Surakarta

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat

dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam menanggulangi kejahatan kekerasan

seksual pada anak di Kota Surakarta ?

2. Bagaimana kecenderungan kejahatan kekerasan seksual pada anak dan

partisipasi masyarakat di Kota Surakarta mengalami peningkatan ataukah

penurunan, dan solusinya ?

C. Tujuan Penelitian

Sebuah penelitian pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai melalui

penelitian tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui partisipasi masyarakat dalam menanggulangi kejahatan kekerasan

seksual pada anak di Kota Surakarta.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

2. Mengetahui kecenderungan kejahatan kekerasan seksual pada anak dan

partisipasi masyarakat di Kota Surakarta, mengalami peningkatan ataukah

penurunan dan solusinya.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan

pembaca pada umumnya baik secara teoritis maupun secara praktis, antara lain :

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini memberikan sumbangan bagi bidang studi PPKn

(Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan) dalam mengimplementasikan

mata kuliah Korupsi dan Patologi Sosial yang berkaitan dengan penyakit

masyarakat yaitu kejahatan kekerasan seksual pada anak, dan IKn (Ilmu

Kewarganegaraan) yang berkaitan dengan keterampilan warga negara untuk

berpartisipasi (civic skill participatoris).

b. Sebagai referensi penelitian selanjutnya terutama yang berkaitan dengan

partisipasi masyarakat dalam menanggulangi kejahatan kekerasan seksual

pada anak.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan masukan yang

bermanfaat bagi seluruh elemen masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam

membantu tugas lembaga penegak hukum, LSM (Lembaga Swadaya

Masyarakat) dan instansi-instansi terkait, dalam memecahkan permasalahan

yang timbul di masyarakat terutama yang menyangkut keselamatan dan

eksistensi generasi penerus bangsa khususnya kejahatan kekerasan seksual

pada anak.

b. Memberikan motivasi dan menumbuhkan tanggungjawab serta kesadaran bagi

masyarakat akan pentingnya melakukan penanggulangan kejahatan kekerasan

seksual pada anak.

c. Menambah kepustakaan dalam bidang Ilmu Sosial di Program Studi

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan tentang Partisipasi

a. Pengertian Partisipasi

P to take part apabila

diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yang berarti ambil bagian .

Sedangkan partisipasi dalam pengertian umum diartikan dengan peran serta,

keikutsertaan seseorang atau sekumpulan orang dalam suatu kegiatan

bersama. Hal tersebut seperti yang tercantum dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia erilahal turut berperan serta

dalam suatu kegiatan; keikutsertaan; peran serta Untuk

mengetahui lebih lanjut tentang pengertian partisipasi akan disajikan beberapa

pendapat tentang pengertian partisipasi yaitu, sebagai berikut :

Bornby dalam Totok Mardikanto (1988: 101) mendefinisikan

partisipasi sebagai indakan mengambil bagian yaitu kegiatan atau

pernyataan untuk mengambil bagian dari suatu kegiatan dengan maksud untuk

memperoleh manfaat

Hal senada diungkapkan oleh Teodorson dalam Totok Mardikanto

asi merupakan keikut-sertaan

seseorang di dalam kelompok sosial untuk mengambil bagian dari kegiatan

masyarakatnya, di luar pekerjaan atau profesinya sendiri

Murbyarto dalam Taliziduhu Ndraha (1990: 102) mengartikan

artisipasi sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program

sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri

sendiri

pemberdayaan masyarakat sehingga mampu menyelesaikan sendiri masalah

yang di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa partisipasi

merupakan peran serta, keikutsertaan, pengambilan bagian dalam suatu

kegiatan, untuk membantu mewujudkan keberhasilan program tersebut sesuai

dengan kemampuan yang dimiliki di luar profesinya tanpa mengorbankan

kepentingan pribadi, dengan tujuan memperoleh manfaat dari keikutsertaanya

tersebut.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi

Angell dalam Sacafirmansyah mengatakan bahwa :

Partisipasi yang tumbuh dalam masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, yaitu: 1) Usia, 2) jenis kelamin, 3) pendidikan, 4) pekerjaan dan penghasilan, serta 5) lamanya tinggal (Sacafirmansyah, 2009: 7-8 diakses dalam www.sacafirmansyah.wordpress.com).

Di bawah ini adalah penjabaran dari kelima faktor tersebut :

1) Usia

Faktor usia merupakan faktor yang mempengaruhi sikap seseorang

terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari

kelompok usia menengah ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai

dan norma masyarakat yang lebih mantap, cenderung lebih banyak yang

berpartisipasi daripada mereka yang dari kelompok usia lainnya.

2) Jenis kelamin

Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan

bahwa dalam banyak masyarakat peranan perempuan yang terutama

adalah mengurus rumah tangga, akan tetapi semakin lama nilai peran

perempuan tersebut telah bergeser dengan adanya gerakan emansipasi dan

pendidikan perempuan yang semakin baik.

3) Pendidikan

Dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi.

Pendidikan dianggap dapat mempengaruhi sikap hidup seseorang terhadap

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

lingkungannya, suatu sikap yang diperlukan bagi peningkatan

kesejahteraan seluruh masyarakat.

4) Pekerjaan dan penghasilan

Hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan seseorang

akan menentukan berapa penghasilan yang akan diperolehnya. Pekerjaan

dan penghasilan yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari-hari dapat

mendorong seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan

masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk berpartisipasi dalam suatu

kegiatan, harus didukung oleh suasana yang mapan perekonomian.

5) Lamanya tinggal

Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan pengalamannya

berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh pada partisipasi

seseorang. Semakin lama ia tinggal dalam lingkungan tertentu, maka rasa

memiliki terhadap lingkungan cenderung lebih terlihat dalam

partisipasinya yang besar dalam setiap kegiatan lingkungan tersebut.

c. Syarat Tumbuhnya Partisipasi

Margono Slamet dalam Totok Mardikanto (1988: 109) mengatakan

bahwa: ntuk menumbuhkan partisipasi itu sendiri sebagai kegiatan nyata

diperlukan syarat-syarat sebagai berikut: 1) Adanya kesempatan; 2)

kemampuan; dan 3) kemauan warga masyarakat untuk berpartisipasi

Hal tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :

1) Adanya kesempatan untuk berpartisipasi

Dalam kenyataan, banyak program pembangunan kurang

memperoleh partisipasi masyarakat karena kurangnya kesempatan yang

diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi. Di lain pihak, juga

sering dirasakan t

masyarakat mengenai kapan dan dalam bentuk apa mereka dapat atau

dituntut untuk berpartisipasi. Beberapa kesempatan yang dimaksud di sini

adalah :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

a) Kemampuan politik dari penguasa untuk melibatkan masyarakat dalam

pembangunan, baik dalam pengambilan keputusan sejak perencanaan,

pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, pemeliharaan, dan pemanfaatan

hasil pembangunan; sejak dari tingkat pusat sampai dijajaran yang

paling bawah.

b) Kesempatan untuk memperoleh informasi pembangunan.

c) Kesempatan memanfaatkan dan memobilisasi sumber daya (alam, dan

manusia) untuk pelaksanaan pembangunan.

d) Kesempatan untuk memperoleh dan menggunakan teknologi yang

tepat (termasuk peralatan pelengkap penunjangnya).

e) Kesempatan ikut berorganisasi, termasuk untuk memperoleh dan

menggunakan peraturan, perijinan, dan prosedur kegiatan yang harus

dilaksanakan, dan

f) Kesempatan mengembangkan kepemimpinan yang mampu

menumbuhkan, menggerakkan, dan mengembangkan, serta

memelihara partisipasi masyarakat.

2) Kemampuan untuk berpartisipasi

Perlu disadari bahwa adanya kesempatan-kesempatan yang

disediakan/ditumbuhkan untuk menggerakkan partisipasi masyarakat akan

tidak banyak berarti, jika masyarakatnya memiliki kemampuan untuk

berpartisipasi, yang dimaksud dengan kemampuan di sini adalah :

a) Kemampuan untuk menemukan dan memahami kesempatan-

kesempatan untuk membangun, atau pengetahuan tentang peluang

untuk membangun (memperbaiki mutu hidupnya).

b) Kemampuan untuk melaksanakan pembangunan, yang dipengaruhi

oleh tingkat pendidikan dan ketrampilan yang dimiliki.

c) Kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan

menggunakan sumberdaya dan kesempatan (peluang) lain yang

tersedia secara optimal.

3) Kemauan untuk berpartisipasi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

Kesempatan dan kemampuan yang cukup, juga belum merupakan

jaminan bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat, jika

mereka sendiri tidak memiliki kemampuan untuk membangun.

Kemampuan untuk membangun ini, ditentukan oleh sikap mental yang

mereka miliki, yang menyangkut :

a) Sikap untuk meninggalkan nilai-nilai yang menghambat

pembangunan.

b) Sikap terhadap penguasa atau pelaksana pembangunan pada umumnya.

c) Sikap untuk selalu ingin memperbaiki mutu hidup dan tidak cepat puas

diri.

d) Sikap kebersamaan untuk dapat memecahkan masalah dan tercapainya

tujuan pembangunan.

e) Sikap kemandirian atau percaya diri atas kemampuannya untuk

memperbaiki mutu hidupnya.

d. Macam-Macam dan Bentuk-Bentuk Partisipasi

1) Macam-macam Partisipasi

Berdasarkan derajat kesukarelaan partisipasi, Dusseldorp dalam

Totok Mardikanto (1988: 105) embedakan macam-macam partisipasi

dalam: a) Partisiasi bebas, b) partisipasi paksaan atau partisipasi tertekan,

dan c) partisipasi karena kebiasaan

Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

a) Partisipasi bebas, yaitu partisipasi yang dilandasi oleh rasa

kesukarelaan yang bersangkutan untuk mengambil bagian dalam suatu

kegiatan. Partisipasi bebas ini dibedakan dalam :

(1) Partisipasi spontan, yaitu partisipasi yang tumbuh secara spontan

dari keyakinan atau pemahamannya sendiri, tanpa adanya

pengaruh yang diterimanya dari penyuluhan atau bujukan yang

dilakukan oleh pihak lain (baik individu maupun lembaga

masyarakat)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

(2) Partisipasi terinduksi, jika partisipasi sukarela itu tumbuh karena

terpengaruh oleh bujukan atau penyuluhan agar ia secara sukarela

berpartisipasi dalam kegiatan tertentu yang dilaksanakan

dalam/oleh masyarakatnya. Partisipasi terinduksi ini, dapat

dibedakan lagi berdasarkan pihak-pihak yang mempengaruhinya,

yaitu :

(a) Pemerintah, atau kelompok/organisasi sosial yang diikutinya.

(b) Lembaga sukarela di luar masyarakatnya sendiri.

(c) Seseorang individu atau lembaga-lembaga sosial setempat.

b) Partisipasi paksaan atau partisipasi tertekan yang pada dasarnya

dibedakan dalam dua macam yaitu:

(1) Partisipasi tertekan oleh hukum atau peraturan, yaitu keikutsertaan

dalam suatu kegiatan yang diatur oleh hukum/peraturan yang

berlaku yang bertentangan dengan keyakinan atau pendiriannya

sendiri, tanpa harus memerlukan persetujuannya terlebih dahulu.

(2) Partisipasi paksaan karena keadaan sosial-ekonomi. Partisipasi

seperti ini seolah-olah dapat disamakan dengan partisipasi bebas,

karena partisipasi sama sekali tidak memperoleh tekanan atau

paksaan secara langsung dari siapapun juga untuk berpartisipasi.

Tetapi, jika ia tidak berpartisipasi dalam kegiatan tertentu, ia akan

menghadapi tekanan, ancaman atau bahkan bahaya yang akan

menekan kehidupannya sendiri dan kelurganya, misalnya

keikutsertaan seseorang dalam partai politik, keikutsertaan petani

kecil dalam kelompok patron-client tertentu, ataupun keanggotaan

petani dalam kelompok tani.

c) Partisipasi karena kebiasaan, yaitu suatu bentuk partisipasi yang

dilakukan karena kebiasaan setempat, seperti kebiasaan-kebiasaan

karena jenis kelamin, ras, agama/aliran kepercayaan, dan sebagainya.

2) Bentuk-bentuk Partisipasi

Menurut Sacafirmansyah dalam artikelnya yang berjudul

Partisipasi Masyarakat dengan menggabungkan pemikiran dari Holil

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Solaeman, Capin, Hamijoyo, Pasaribu dan Simanjuntak, menyebutkan

bahwa:

Bentuk-bentuk partisipasi yaitu: partisipasi uang, partisipasi harta benda, partisipasi tenaga, partisipasi ketrampilan, partisipasi buah pikiran, partisipasi sosial, partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, dan partisipasi representatif (Sacafirmansyah, 2009: 4-5 diakses dalam www.sacafirmansyah.wordpress.com).

Di bawah ini merupakan penjelasan dari delapan bentuk-bentuk

partisipasi diatas, adalah sebagai berikut :

a) Partisipasi uang adalah bentuk partisipasi untuk memperlancar usaha-

usaha bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan

bantuan.

b) Partisipasi harta benda adalah partisipasi dalam bentuk menyumbang

harta benda, biasanya berupa alat-alat kerja atau perkakas.

c) Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang diberikan dalam bentuk

tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang

keberhasilan suatu program.

d) Partisipasi ketrampilan, yaitu memberikan dorongan melalui

ketrampilan yang dimilikinya kepada anggota masyarakat lain yang

membutuhkannya, dengan maksud agar orang tersebut dapat

melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan sosialnya.

e) Partisipasi buah pikiran adalah partisipasi berupa sumbangan berupa

ide, pendapat atau buah pikiran konstruktif, baik untuk menyusun

program maupun untuk memperlancar pelaksanaan program dan juga

untuk mewujudkannya dengan memberikan pengalaman dan

pengetahuan guna mengembangkan kegiatan yang diikutinya.

f) Partisipasi sosial, partisipasi jenis ini diberikan oleh partisipan sebagai

tanda paguyuban, misalnya arisan, menghadiri kematian, dan lainnya

dan dapat juga sumbangan perhatian atau tanda kedekatan dalam

rangka memotivasi orang lain untuk berpartisipasi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

g) Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Masyarakat terlibat

dalam setiap diskusi/forum dalam rangka untuk mengambil keputusan

yang terkait dengan kepentingan bersama.

h) Partisipasi representatif. Partisipasi yang dilakukan dengan cara

memberikan kepercayaan/mandat kepada wakilnya yang duduk dalam

organisasi atau panitia.

2. Tinjauan tentang Masyarakat

a. Pengertian Masyarakat dan Ciri-ciri Masyarakat

1) Pengertian Masyarakat

Masyarakat secara etimologis berasal dari bahasa A syarak

musyarak aling

bergaul. Di dalam bahasa Inggris dipakai , yang

sebelumnya berasal dari kata L societa

,

yang berarti kawan, teman. Sehingga arti society berhubungan erat dengan

kata sosial. Maka masyarakat dapat diartikan sebagai orang-orang yang

hidup bersama.

Koentjaraningrat dalam Basrowi (2005: 39) menyatakan bahwa

asyarakat ialah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut

suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan yang terikat

oleh suatu rasa identitas bersama

Kemudian menurut Auguste Comte dalam Basrowi (2005: 39)

-kelompok

makhluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut

pola perkembangan yang tersendiri

Sedangkan dalam Pasal 1 ayat (13) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa

adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan organisasi sosial dan/atau

organisasi kemasyarakatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

masyarakat adalah perseorangan atau sekelompok manusia termasuk

organisasi-organisasi sosial yang hidup bersama dalam arti seluas-luasnya

dan terikat oleh adat istiadat dan rasa identitas bersama, berkembang

menurut pola-pola perkembangannya sendiri.

2) Ciri-ciri Masyarakat

Soerjono Soekanto dalam Basrowi (2005: 40) mengatakan bahwa

ciri-ciri masyarakat meliputi :

a) Manusia yang hidup bersama, b) Bercampur untuk waktu yang lama, c) Mereka sadar bahwa mereka suatu kesatuan, d) Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama.

Pendapat lain dikemukakan oleh Abdul Syani yang menyebutkan

bahwa masyarakat ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut :

a) Adanya interaksi; b) Ikatan pola tingkah laku yang khas di dalam semua aspek

kehidupan yang bersifat mantap dan kontinu; c) Adanya rasa identitas terhadap kelompok, dimana individu yang

bersangkutan menjadi anggota kelompoknya. (Basrowi, 2005: 41) Jadi dapat dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri

dari suatu masyarakat yaitu manusia yang hidup bersama dalam waktu

yang lama yang menyadari sebagai suatu kesatuan yang memiliki sistem

hidup bersama, saling berinteraksi memiliki ikatan dan pola tingkah laku

yang khas sebagai identitas kelompok.

b. Lapisan Masyarakat (Stratifikasi Sosial)

Bentuk-bentuk lapisan masyarakat berbeda-beda dan banyak sekali.

Lapisan masyarakat tetap ada sekalipun dalam masyarakat kapitalistis,

demokratis, komunistis dan sebagainya. Lapisan masyarakat ada sejak

manusia mengenal adanya kehidupan bersama di dalam suatu organisasi

sosial, misalnya pada masyarakat dengan kebudayaan yang masih sederhana.

Lapisan masyarakat mula-mula didasarkan pada perbedaan seks (jenis

kelamin), perbedaan antar pemimpin dan yang dipimpin, golongan budak atau

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

bukan budak, pembagian kerja, dan berdasarkan pada kekayaan. Semakin

rumit dan semakin maju teknologi suatu masyarakat semakin kompleks pula

sistem lapisan masyarakat (Soerjono Soekanto, 2002: 228).

Soerjono Soekanto, (2002: 237-238) menyebutkan bahwa

kuran/kriteria yang bisa dipakai untuk menggolong-golongkan masyarakat

ke dalam suatu lapisan yaitu meliputi: 1) Ukuran kekayaan, 2) ukuran

kekuasaan, 3) ukuran kehormatan dan 4) ukuran ilmu pengetahuan

Di bawah ini adalah penjabaran dari keempat ukuran/kriteria tersebut:

1) Ukuran kekayaan.

Barangsiapa yang memiliki kekayaan paling banyak, termasuk dalam

lapisan atas. Kekayaan tersebut, misalnya dapat dilihat dari bentuk rumah

yang bersangkutan, mobil pribadinya, cara-cara menggunakan pakaiain

dan bahan pakaian yang dikenakan, kemudian kebiasaan berbelanja

barang-barang mahal dan seterusnya.

2) Ukuran kekuasaan.

Barangsiapa yang memiliki kekuasaan atau yang memiliki wewenang,

menempati lapisan atas.

3) Ukuran kehormatan.

Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari ukuran-ukuran

kekayaan dan/atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati,

mendapat tempat teratas. Ukuran semacam ini, banyak dijumpai pada

masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah golongan tua atau mereka

yang pernah berjasa.

4) Ukuran ilmu pengetahuan.

Ilmu pengetahuan sebagai ukuran, dipakai oleh masyarakat yang

menghargai ilmu pengetahuan. Akan tetapi ukuran tersebut ukuran

tersebut kadang-kadang menyebabkan akibat-akibat yang negatif, karena

ternyata bukan mutu ilmu pengetahuaanya yang dijadikan ukuran tetapi

gelar kesarjanaannya meskipun segala usaha yang digunakan mendapatkan

gelar itu tidak halal.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

3. Tinjauan Tentang Partisipasi Masyarakat dan Pentingnya Partisipasi

dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Untuk mengetahui pengertian partisipasi masyarakat dapat dirujuk dari

pendapat Isbandi Rukminto Adi (2007: 27) dalam bukunya yang berjudul

Perencanaan Partisipatoris Berbasis Aset Komunitas: dari Pemikiran Menuju

Penerapan mengatakan bahwa partisipasi masyarakat adalah :

Keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi. (Sacafirmansyah, 2009: 1 diakses dalam www.sacafirmansyah.wordpress.com).

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangat diperlukan partisipasi

dan dukungan dari masyarakat yang ada di dalamnya. Kemampuan masyarakat

untuk berpartisipasi merupakan suatu ketrampilan yang harus dimiliki oleh setiap

masyarakat sebagai warga negara. Ketrampilan partisipasi (participation skill) itu

sendiri merupakan salah satu ketrampilan kewarganegaraan (civic skill).

Ketrampilan kewarganegaraan merupakan salah satu komponen pokok yang ingin

dikembangkan dalam Pendidikan Kewarganegaraan selain civic knowledge

(pengetahuan kewarganegaraan) dan civic values/dispositions (karakter

kewarganegaraan).

Winarno, Wijianto (2010: 60) mengatakan bahwa Civic Skill sendiri

berkenaan dengan apa yang seharusnya dapat dilakukan oleh warga negara bagi

Udin S. Winataputra dan Dasim Budimansyah (2007: 33) mengatakan

Participation skills such as: communicate, negotiate, cooperate, manage

conflict, peacefully and fairly, reach consensus .

Artinya ketrampilan partisipasi meliputi ketrampilan melakukan

komunikasi, negosiasi, kooperasi atau mengadakan kerjasama dengan pihak lain,

mampu menghadapi dan mengelola suatu konflik, memiliki sikap keterbukaan dan

mampu menciptakan perdamaian, dan mampu mencapai suatu

konsesus/kesepakatan bersama.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Hal senada juga dikemukanan oleh Diknas (Departemen Pendidikan

Nasional) yang menyebutkan bahwa :

Ketrampilan berpartisipasi meliputi ketrampilan berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, berperan serta aktif mewujudkan masyarakat madani (civil society), ketrampilan mempengaruhi dan memonitoring jalannya pemerintahan dan proses pengambilan keputusan politik, ketrampilan memecahkan masalah sosial, ketrampilan mengadakan koalisi, kerjasama dan mengelola konflik (Winarno dan Wijianto, 2010 : 55).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ketrampilan

berpartisipasi warga negara meliputi berperan serta aktif mewujudkan masyarakat

madani ketrampilan mempengaruhi dan memonitoring jalannya pemerintahan dan

proses pengambilan keputusan politik, ketrampilan memecahkan masalah sosial,

ketrampilan mengadakan koalisi, kerjasama dan mengelola konflik. Dan

ketrampilan-ketrampilan tersebut sangat dibutuhkan dalam kehidupan bernegara

dan bernegara. Partisipasi masyarakat sendiri tidak harus selalu diartikan

mendukung pembangunan tetapi juga menciptakan pembangunan. Sehingga

partisipasi masyarakat merupakan hal yang penting di segala aspek kehidupan,

termasuk proses pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat itu

sendiri. Begitu pula dengan menjaga stabilitas, ketertiban dan keamanan

masyarakat seperti menanggulangi kejahatan sebagai masalah sosial juga

membutuhkan perhatian dan keterlibatan masyarakat. Tanpa kepedulian dan

keikutsertaan masyarakat maka segala program dan kebijakan yang dibuat oleh

pemerintah tidak akan tercapai.

Sesuai dengan konsepsi dalam menaggulangi kriminalitas menurut

Walter C. Reckless dalam Abdulsyani (1987: 28-29) yang menyebutkan bahwa:

dalam menanggulangi kejahatan yaitu dengan cara memadukan unsur-

unsur yang berhubungan dengan pemantapan penegak hukum serta peradilan

pidana dan juga partisipasi masyarakat untuk membantu kelancaran pelaksanaan

penanggulangan kriminalitas yang terjadi di masyarakat itu sendiri .

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa partisipasi

masyarakat sangat dibutuhkan dalam berbagai bidang, termasuk masalah

kejahatan kekerasan seksual pada anak, tidak dapat ditanggulangi secara

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

maksimal tanpa dukungan dan keikutsertaan dari masyarakat yang ada

didalamnya apalagi masyarakat adalah kelompok yang sangat dekat dengan

kehidupan anak-anak di lingkungannya.

4. Tinjauan tentang Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak

a. Pengertian Anak

1) Anak Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia

Menurut bunyi Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun

engertian anak

adalah manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum

Dalam hal ini anak juga mempunyai hak asasi yang melekat pada dirinya

yang harus diakui, dilindungi dan dihormati seperti halnya orang dewasa.

2) Anak Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak

Menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak, Anak adalah seseorang

yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih

dalam kandungan . Jadi apabila usianya 18 lebih 1 haripun sudah tidak

dapat digolongkan sebagai anak-anak lagi melainkan sudah tergolong

dewasa.

3) Anak Menurut Konvensi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) tentang Hak

Anak (Convention on the Rights of the Child) yang disahkan oleh Majelis

Umum PBB pada tanggal 20 November tahun 1989

Menurut pasal 1 Konversi PBB tentang Hak Anak mendefinisikan

anak sebagai n, kecuali

berdasarkan Undang-Undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa

(Sthepanie Delaney, 2006: 10).

Berdasarkan beberapa pengertian anak dari berbagai sumber di atas

dapat disimpulkan bahwa anak merupakan seseorang yang belum dewasa serta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

belum menikah dan masih berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun termasuk

anak yang belum lahir atau masih dalam kandungan.

a. Pengertian Kejahatan dan Kekerasan

1) Pengertian Kejahatan

Kejahatan adalah perbuatan-perbuatan tertentu, sebagai perbuatan

jahat. Sedangkan orang yang melakukan perbuatan tersebut disebut

dengan penjahat. Kriminalitas berasal dari kata crime yang artinya

kejahatan. Bisa disebut kriminalitas karena ia menunjukkan suatu

perbuatan atau tingkah laku kejahatan. Seperti yang diartikan oleh S.

Wojowasiton dan WJS. Poerwadarminto dalam Wahid dan Irfan (2001: 2),

Crime adalah kejahatan dan criminal dapat

diartikan jahat atau penjahat, maka kriminalitas dapat diartikan sebuah

perbuatan kejahatan

Untuk lebih jelasnya, di bawah ini dapat kita lihat beberapa batasan

yang telah dikemukakan oleh para sarjana kriminalitas, yaitu antara lain:

Kartini Kartono, (2005: 143-145) efinisi

kejahatan terbagi menjadi dua yaitu: a) definisi secara yuridis formal dan

b) secara sosiologis

Berikut ini adalah penjabaran dari definisi tersebut :

a) Secara yuridis formal, kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang

bertentangan dengan moral kemanusiaan (amoral), merugikan

masyarakat, sifatnya antisosial dan melanggar hukum serta Undang-

Undang Pidana.

b) Secara sosiologis, kejahatan adalah semua bentuk ucapan, perbuatan,

dan tingkah laku yang secara ekonomis, politis dan sosial-psikologis

sangat merugikan masyarakat, melanggar norma-norma susila, dan

menyerang keselamatan warga masyarakat (baik yang telah tercakup

dalam Undang-Undang maupun yang belum tercantum dalam

Undang-Undang Pidana).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

W. A Bonger, (1982: 25) mengemukakan

adalah perbuatan yang sangat anti-sosial yang memperoleh tantangan

dengan sadar dari negara berupa pemberian penderitaan (hukuman atau

tindakan

Pendapat lain juga dikemukakan oleh J. E Sahetapy dan B.

Mardjono Reksodipuro dalam Abdulsyani (1987: 13-14) yang menyatakan

bahwa:

Kejahatan adalah setiap perbuatan (termasuk kelalaian), dilarang oleh hukum publik untuk melindungi masyarakat dan diberi sangsi berupa pidana oleh negara. Perbuatan tersebut diberi hukuman pidana karena melanggar norma-norma sosial masyarakat, yaitu harapan masyarakat mengenai tingkah laku yang patut dari seorang warga negaranya.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kejahatan

merupakan perbuatan yang bersifat anti-sosial bertentangan dengan moral

kemanusiaan dan dilarang oleh hukum karena melanggar norma-norma

sosial masyarakat dan juga Undang-Undang Hukum Pidana, selain itu

perbuatan tersebut merugikan masyarakat sehingga dapat dikenai sanksi

pidana oleh negara.

2) Pengertian Kekerasan

, dan dari

yang berarti memakai kekuatan. Sehingga

kekerasan dapat diartikan sebagai pemakaian kekuatan untuk menyerang,

melukai, membahayakan, merusak harta benda atau orang secara fisik

maupun psikis. Dalam definisi ini yang perlu digarisbawahi dalam

pengertian kekerasan yaitu pemakaian kekuatan yang membahayakan

pihak lain.

Barker dalam Abu Huraerah (2007: 47) mengemukakan bahwa

ekerasan adalah perilaku tidak layak yang mangakibatkan kerugian atau

bahaya secara fisik, psikologi atau finansial baik yang dialami individu

atau kelompok

Pendapat lain dikemukakan oleh Arif Gosita (2007: 225) yang

mengatakan bahwa ekerasan adalah tindakan yang melawan hukum,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

yang dilakukan dengan sengaja oleh seseorang terhadap orang lain, baik

untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain, dan yang menimbulkan

penderitaan mental, fisik dan sosial

Menurut Arif Gosita (2007: 227) Perwujudan tindak kekerasan

meliputi perbuatan-perbuatan penganiayaan ringan/berat, memaksa orang

melakukan sesuatu yang melanggar hukum, membuat orang pingsan,

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kekerasan

adalah tidakan melawan hukum, yang dilakukan oleh satu orang atau

sekelompok orang kepada individu maupun kelompok dengan

menggunakan kekuatan dan bertujuan untuk menekan, menyakiti, melukai,

menciderai bahkan membuat korban menderita secara fisik maupun secara

mental dan sosial untuk kepentingan pribadi, orang lain maupun

kelompoknya.

b. Pengertian tentang Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak

Kekerasan seksual

dapat juga disebut dengan istilah sexual violance, sex dalam bahasa Inggris

diartikan sebagai jenis kelamin dan jenis kelamin disini lebih dipahami

sebagai persoalan hubungan persetubuhan antara laki-laki .

Dalam jurnal nasional tentang HAM oleh Ifdhal Kasim, (2004: 60)

berdasarkan Statuta International Criminal Tribunal for the former Rwanda

atau disingkat ICTR mendefinisikan:

Kekerasan seksual sebagai setiap tindakan yang bersifat seksual yang dilakukan terhadap orang dalam kondisi yang bersifat paksa, dan tidak terbatas pada serangan fisik terhadap tubuh manusia (namun) bisa mencakup tindakan-tindakan yang tidak melibatkan penetrasi penis atau bahkan kontak fisik sekalipun.

Sthepanie Delaney (2006: 9-10) mendefinisikan kekerasan seksual

pada anak sebagai :

Serangkaian hubungan atau interaksi antara seseorang anak dengan seseorang yang lebih tua atau anak yang lebih berpengetahuan atau orang dewasa (orang asing, saudara kandung atau orang yang memiliki tanggung

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

jawab untuk memelihara anak tersebut seperti orang tua atau pengasuh) dimana anak tersebut dipergunakan sebagai objek pemuas bagi kebutuhan seksual mereka.

Pendapat lain dikemukakan oleh Tim Yayasan KAKAK (2011: 3)

yang mengatakan bahwa :

Kekerasan seksual adalah hubungan/interaksi antara seorang anak dengan seseorang yang lebih tua (dewasa) atau anak yang lebih banyak nalar seperti saudara kandung atau orang tua, orang asing dimana anak tersebut dipergunakan sebagai objek pemuas bagi kebutuhan seksual si pelaku. Perbuatan-perbuatan ini dilakukakan dengan menggunakan paksaan, ancaman, suap, tipuan atau tekanan. Kegiatan-kegiatan yang mengandung kekerasan seksual tidak harus melibatkan kontak badan antara pelaku dan anak tersebut.

Sedangkan menurut Suharto dalam Abu Huraerah (2007: 48)

mengemukakan bahwa Kekerasan terhadap anak secara seksual dapat berupa

pra kontak seksual antara anak dan orang yang lebih besar (melalui kata,

sentuhan, gambar visual, exbihitionism), maupun perlakuan kontak seksual

secara langsung antara anak dengan orang dewasa (incest, perkosaan dan

eksploitasi seksual) .

Di bawah ini yang juga termasuk tindakan-tindakan kekerasan seksual

antara lain :

Mempertontonkan alat kelaminnya pada orang lain. Voeyorisme seperti orang dewasa yang menonton seorang anak sedang telanjang atau menyuruh atau memaksa anak untuk melakukan kegiatan-kegiatan seksual dengan orang lain sedangkan pelaku tersebut menonton atau merekam kegiatan seksual tersebut. Para pelaku sering kali orang yang memiliki tanggung jawab atas keselamatan dan kesejahteraan anak tersebut sehingga sudah ada hubungan kepercayaan diantara mereka. (Tim Yayasan KAKAK, 2011: 3)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

kekerasan seksual pada anak merupakan hubungan atau interaksi seksual

yang dilakukan oleh orang yang lebih dewasa atau lebih nalar terhadap anak,

baik perlakuan secara non kontak fisik maupun kontak fisik secara langsung,

dengan menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, tipuan, dan paksaan

untuk memaksakan kehendak seksual dengan tujuan untuk memuaskan nafsu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

seksualnya, yang dapat dilakukan oleh orang asing, maupun keluarga dan

orang terdekat atau juga figure yang dianggap orang tua sehingga sudah ada

hubungan kepercayaan antara mereka anak, terlepas dari apakah anak tersebut

sadar atau tidak dengan apa yang sedang terjadi.

c. Bentuk-bentuk Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak

-bentuk kekerasan

seksual yang terjadi terhadap anak meliputi: pelecehan seksual, pencabulan,

Berikut ini adalah penjabaran dari keempat bentuk kekerasan seksual

di atas :

1) Pelecehan seksual. Adalah tindakan yang menjerumuskan kepada sesuatu

yang berkonotasi seksual, misalnya komentar jorok, menowel/mencolek

pantat atau anggota tubuh yang lain dan mengakibatkan respon yang

negatif seperti rasa malu, takut dan sebagainya.

2) Pencabulan. Adalah tindakan meraba, mencium, memasukkan alat kelamin

pria ke dalam alat kelamin wanita tetapi tidak terjadi penetrasi (sperma

masuk ke dalam vagina).

3) Perkosaan. Adalah memasukkan alat kelamin pria ke dalam alat kelamin

wanita dan sudah ada pentrasi dengan disetai ancaman dan kekerasan.

4) Sodomi. Adalah memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam anus atau

dubur.

d. Tanda-tanda Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak

Menurut Abu Huraerah (2007: 73-74) iri-ciri umum anak yang

mengalami Sexual Abuse meliputi empat tanda-tanda antara lain tanda- tanda

perilaku, kognisi, sosial-emosional, dan tanda-tanda fisik

Berikut ini adalah penjabaran dari tanda-tanda di atas :

1) Tanda-tanda perilaku

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

a) Perubahan-perubahan mendadak pada perilaku: dari bahagia menjadi

depresi atau permusuhan, dari bersahabat ke isolasi, atau dari

komunikatif ke rahasia.

b) Perilaku ekstrim: perilaku secara komparatif lebih agresif atau pasif

dari teman sebayanya atau dari perilaku dia sebelumnya.

c) Gangguan tidur: takut pergi ketempat tidur, sulit tidur tau terjaga

dalam waktu yang lama, mimpi buruk.

d) Perilaku regresif: kembali pada perilaku perkembangan anak tersebut

seperti ngompol, mengisap jempol dsb.

e) Perilaku anti-sosial atau nakal: bermain api, menggangu anak lain atau

binatang, tindakan-tindakan merusak.

f) Perilaku menghindar: takut akan, atau menghindar dari, orang tertentu

(orang tua, kakak, saudara lain, tetangga, pengasuh), lari dari rumah,

nakal atau membolos sekolah.

g) Perilaku seksual yang tidak pantas: masturbasi berlebihan, berbahasa

dan bertingkah porno melebihi usianya, perilaku seduktif terhadap

anak yang lebih muda, menggambar porno.

h) Penyalahgunaan NAPZA: alkohol atau obat terlarang khususnya pada

anak remaja.

i) Bentuk-bentuk perlakuan salah terhadap diri sendiri (self-abuse):

merusak diri sendiri, gangguan makan, berpartisipasi dalam kegiatan-

kegiatan berisiko tinggi, percobaan atau melakukan bunuh diri.

2) Tanda-tanda kognisi

a) Tidak dapat berkonsentrasi: sering melamun dan menghayal, fokus

perhatian singkat/terpecah.

b) Minat sekolah memudar: menurunnya perhatian terhadap pekerjaan

sekolah dibandingkan dengan sebelumnya.

c) Respons/reaksi berlebihan: khususnya terhadap gerakan tiba-tiba dan

orang lain dalam jarak dekat.

3) Tanda-tanda sosial emosional

a) Rendahnya kepercayaan diri: perasaan tidak berharga.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

b) Menarik diri: mengisolasi diri dari teman, lari ke dalam khayalan atau

bentuk-bentuk lain yang tidak berhubungan.

c) Depresi tanpa penyebab jelas: perasaan tanpa harapan dan

ketidakberdayaan, pikiran dan pernyataan-pernyataan ingin bunuh diri.

d) Ketakutan berlebihan: kecemasan, hilang kepercayaan terhadap orang

lain.

e) Keterbatasan perasaan: tidak dapat mencintai, tidak riang seperti

sebelumnya atau sebagaimana dialami teman sebayanya.

4) Tanda-tanda fisik

a) Perasaan sakit yang tidak jelas: mengeluh sakit kepala, sakit perut,

tenggorokan tanpa penyebab jelas, menurunnya berat badan secara

drastis, tidak ada kenaikan berat badan secara memadai, muntah-

muntah.

b) Luka-luka pada alat kelamin atau mengidap penyakit kelamin: pada

vagina, penis, atau anus yang ditandai dengan pendarahan, lecet, nyeri

atau gatal-gatal di seputar alat kelamin.

c) Hamil.

e. Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan Kekerasan Seksual

Abdul Wahid dan Irfan (2001: 72) menyebutkan bahwa:

Faktor penyebab kekerasan seksual (perkosaan) setidak-tidaknya adalah sebagai berikut: pengaruh perkembangan budaya, gaya hidup dan pergaulan yang bebas, rendahnya pengalaman dan penghayatan norma, tingkat control masyarakat, putusan hakim yang terasa tidak adil, ketidakmampuan pelaku untuk menahan emosi dan nafsu, keinginan pelaku untuk melampiaskan dendam, dan pengaruh lain yaitu rangsangan lingkungan seperti tayangan porno.

Di bawah ini adalah penjabaran dari faktor-faktor tersebut:

1) Pengaruh perkembangan budaya yang semakin tidak menghargai etika

berpakaian yang baik seperti pakaian yang menutup aurat, sehingga

dapat merangsang pihak lain untuk berbuat senonoh dan jahat.

2) Gaya hidup atau mode pergaulan diantara laki-laki dengan perempuan

yang semakin bebas, tidak atau kurang bisa membedakan antara yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

seharusnya boleh dikerjakan dengan yang dilarang dalam hubungannya

dengan kaedah akhlak mengenai batas-batas hubungan laki-laki dan

perempuan.

3) Rendahnya pengalaman dan penghayatan terhadap norma-norma

keagamaan yang terjadi di masyarakat. Nilai-nilai keagamaan yang

semakin terkikis di masyarakat atau pola relasi horizontal yang

cenderung makin meniadakan peran agama adalah sangat berpotensi

untuk mendorong seseorang berbuat jahat dan merugikan orang lain.

4) Tingkat control masyarakat (social control) yang rendah, artinya

berbagai perilaku yang diduga sebagai penyimpangan, melanggar

hukum dan norma keagamaan kurang mendapat responsi dan

pengawasan dari unsur-unsur masyarakat.

5) Putusan hakim yang terasa tidak adil, seperti putusan/vonis hakim yang

dijatukan pada pelaku terlalu ringan dan tidak setimpal dengan

perbuatan. yang dijatuhkan pada pelaku. Hal ini dimungkinkan dapat

mendorong anggota-anggota masyarakat lainnya untuk berbuat keji

dan jahat. Artinya mereka yang hendak berbuat jahat atau yang

memiliki niat berbuat jahat tidak merasa takut lagi dengan sanksi

hukum yang diterimanya.

6) Ketidakmampuan pelaku untuk mengendalikan emosi dan nafsu

seksualnya. Dorongan kuat nafsu seks yang dibarengi emosi yang tidak

mapan membuat pelaku tidak dapat mengontrol perilakunya, sehingga

nafsu seksualnya dibiarkan mengembara dan menuntutnya untuk

dicarikan kompensasi pemuasnya.

7) Keinginan pelaku untuk melakukan (melampiaskan) balas dendam

terhadap sikap, ucapan (keputusan), dan perilaku korban atau wanita

lain bukan korban yang dianggap menyakiti dan merugikannya.

Sehingga korban menjadi sasaran kemarahan pelaku yang stress dan

tertekan akibat masalah yang dihadapinya.

8) Pengaruh lain yang juga berpengaruh yaitu rangsangan lingkungan

seperti film atau gambar-gambar porno, dan karena pengaruh tayangan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

yang dilihatnya pelaku cenderung ingin meniru adegan yang dilihatnya

karena dorongan seksualnya yang kuat serta didukung oleh situasi dan

kondisi yang memungkinkan dilakukan tindakan tidak senonoh

tersebut turut menjadi faktor pendukung.

f. Anak-anak yang Rentan Mengalami Kejahatan Kekerasan Seksual

Semua anak-anak rentan terhadap kekerasan dan eksploitasi seksual,

tetapi sebagian anak memang jauh lebih rentan dibandingkan dengan anak

yang lain. Menurut Stephanie Delaney (2006: 21), berikut ini adalah anak-

anak yang sangat rentan menjadi korban kekerasan antara lain: -anak

tanpa pengasuhan orang tua, anak-anak cacat, dan anak-anak dari kelompok

Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Anak-anak tanpa pengasuhan orang tua seperti anak yatim-piatu dan anak-

anak yang terpisah dengan orang tua mereka: anak-anak yang tinggal

sendiri, anak-anak yang tinggal dengan keluarga angkat atau anak-anak

yang tinggal dalam institusi menghadapi bahaya yang besar karena

kurangnya dukungan dan perlindungan orang tua dan masyarakat.

2) Anak-anak cacat fisik dan anak-anak cacat mental serta anak-anak dengan

anak-anak ini pada umumnya tidak memiliki

kemampuan untuk menghindar dari kekerasan atau untuk memahami apa

yang akan terjadi kepada mereka dan menceritakan kekerasan tersebut.

Hal ini sering diperburuk oleh kurangnya penghargaan masyarakat

terhadap kehidupan anak-anak penyandang cacat dan oleh sebab itu bisa

berdampak pada kurangnya pengasuhan, perhatian dan perlindungan

terhadap mereka.

3) Anak-anak dari kelompok yang termarjinalkan seperti anak-anak dari

etnis, suku dan komunitas agama minoritas: anak-anak seperti ini sering

mengalami dampak ekonomi yang merugikan karena diskriminasi yang

membuat mereka rentan terhadap ekslpoitasi dan kekerasan seksual atau

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

mungkin tidak mendapatkan perlindungan karena kerangka hukum dan

kebijakan yang lemah.

Walaupun sebagian anak-anak menghadapi resiko yang lebih kecil

karena mereka tinggal bersama dengan orang tua mereka atau orang dewasa

lain, tetapi mungkin tingkat resiko yang mereka hadapi sebenarnya jauh

lebih tinggi dari yang kita bayangkan karena tekanan-tekanan situasi gawat

darurat. Sehingga anak-anak tanpa pengasuhan orang tua, anak-anak cacat,

dan anak-anak dari kelompok yang termajinalkan memang jauh lebih rentan

menjadi korban kejahatan kekerasan seksual karena memang posisi mereka

yang lemah serta kurangnya perlindungan dari keluarga maupun

masyarakat, sehingga mereka merupakan kelompok yang sangat rentan

terhadap kejahatan kekerasan seksual dan perlu mendapatkan perhatian yang

lebih.

g. Dampak yang Ditimbulkan dari Kejahatan Kekerasan Seksual bagi Anak

Dampak buruk yang dialami oleh anak-anak yang diakibatkan oleh

kekerasan dan eksploitasi seksual sangat banyak dan berbeda-beda dan sulit

untuk disembuhkan serta memiliki dampak yang dramatis bagi anak tersebut.

Dampak yang dialami anak akibat

kekerasan dan ekslpoitasi seksual ada tiga yaitu meliputi: dampak fisik,

dampak emosional, dan dampak sosial

Berikut ini adalah penjelasan dari ketiga dampak tersebut:

1) Dampak fisik: luka fisik, kematian, kehamilan, aborsi yang tidak aman,

angka kematian ibu dan anak yang tinggi, penyakit dan infeksi menular

seksual (PMS dan IMS) dan infeksi HIV/AIDS.

2) Dampak emosional: depresi, rasa malu karena menjadi korban kekerasan,

penyakit stress pasca trauma, hilangnya rasa percaya diri dan harga diri,

melukai diri sendiri serta pemikiran dan tindakan bunuh diri.

3) Dampak sosial: pengasingan dan penolakan oleh keluarga dan masyarakat,

stigma sosial serta dampak jangka panjang seperti hilangnya kesempatan

untuk mendapatkan pendidikan/hilang kesempatan untuk melanjutkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

sekolah karena dikeluarkan dari sekolah, hilangnya kesempatan mendapat

pelatihan keterampilan dan lapangan pekerjaan, kecilnya kesempatan

untuk menikah.

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa kekerasan seksual membawa

dampak paling kompleks dan sangat membahayakan bagi anak karena tidak

hanya dampak fisik saja tetapi juga dampak emosional atau psikologis dan

dampak kehidupan sosial anak itu sendiri terhadap lingkungan pergaulan.

Kekerasan seksual pada anak adalah perbuatan yang sangat membahayakan

dan merupakan perbuatan yang merampas hak-hak anak untuk dapat

menikmati masa kanak-kanak dengan penuh keceriaan untuk bermain, belajar

dan mengembangkan minat dan bakat untuk mencapai cita-cita di masa yang

akan datang. Anak merupakan harapan bangsa untuk menjadi generasi penerus

bangsa, akan tetapi hal tersebut tidak akan tercapai apabila generasinya sudah

dirusak mentalnya.

h. Peraturan tentang Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak Menurut

Hukum Positif

1) Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak dalam KUHP (Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana)

asal 287 yang menyebutkan bahwa :

(1) Barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar pernikahan,

padahal atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima

belas tahun, atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu

dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umurnya

wanita belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal

tersebut pasal 291 dan pasal 294.

Kemudian pada pasal 289 menyatakan bahwa:

dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk

melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan

pidana penjara paling lama sembilan tahun

Dalam pasal 289 tindak pidananya adalah dengan kekerasan atau

ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan

dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, yang dimaksud dengan perbuatan

cabul ialah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan, atau perbuatan

lain yang keji dan semuanya dalam lingkungan nafsu birahi kelamin.

Sebagai tindak pidana menurut pasal ini tidaklah hanya memaksa

seseorang melakukan perbuatan cabul, tetapi juga memaksa seseorang

dengan kekerasan atau ancaman kekerasan membiarkan dilakukan pada

dirinya perbuatan cabul, dikarenakan untuk menunjukkan sifat berat dari

tindak pidana sebagai perbuatan yang sangat tercela, sehingga diadakan

minimum khusus dalam ancaman pidananya, yaitu sembilan tahun (Leden

Marpaung, 1996: 64-65).

Dari kedua pasal di atas terdapat kesamaan dalam pemberian

ancaman hukuman maksimal yaitu sembilan tahun, disitu dituliskan

maksimal sembilan tahun atau paling lama sembilan tahun dan tidak

disebutkan hukuman paling sedikit atau minimal. Namun jika kita

perhatikan hukuman maksimal yang diberikan terlalu ringan karena tidak

sebanding dengan apa yang dialami korban, apalagi korbannya adalah

anak yang masa depannya masih panjang tetapi karena perbuatan biadab

pelakunya mereka harus mengalami dampak yang sangat beragam dan

juga trauma yang sangat sulit disembuhkan karena peristiwa tersebut

sangat sulit dilupakan.

Selain pada pasal 287 dan 289, aturan hukum mengenai kejahatan

seksual pada anak terdapat pada pasal 290 yang berbunyi :

Pasal 290. Diancam dengan pidana penjara paling lam tujuh tahun :

Ke-1 Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal

diketahui, bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Ke-2 Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal

diketahui atau sepatutnya diduga bahwa umurnya belum 15 tahun

atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu kawin;

Ke-3 Barangsiapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya

harus diduga, bahwa umurnya belum 15 tahun atau kalau umurnya

tidak ternyata, bahwa belum mampu kawin, untuk melakukan atau

membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di luar

pernikahan dengan orang lain.

Pasal 292. Orang yang cukup umur, yang melakukan perbuatan cabul

dengan orang lain sama kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus

diduga, bahwa belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling

lama lima tahun.

Jika kita perhatikan isi dari pasal 292 ini adalah kejahatan seksual

yang dilakukan dengan satu atau sama jenis kelamin seperti sodomi.

Namun yang disayangkan hukuman paling lama hanya lima tahun penjara.

Pasal 293 yang menyebutkan bahwa :

(1) Barangsiapa dengan memberi dan menjanjikan uang atau barang,

menyalahgunakan perbawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau

dengan penyesatan dengan sengaja menggerakkan seorang belum

cukup umur dan baik tingkah lakunya, untuk melakukan atau

membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang

dengan belum cukup umurnya itu diketahui atau selayaknya diduga,

diancam dengan pidana paling lama lima tahun.

(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap

dirinya dilakukan kejahatan itu.

(3) Tenggang tersebut dalam pasal 74, bagi pengaduan ini adalah masing

masing sembilan bulan dan dua belas bulan.

Pasal 294

(1) Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya,

anak angkatnya, anak di bawah pengawasannya, yang belum cukup

umur, atau dengan orang yang belum cukup umur yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

pemeliharaannya, pendidikan dan penjagaannya diserahkan kepadanya

ataupun dengan bujangnya atau bawahannya yang belum cukup umur,

diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(2) Diancam dengan pidana yang sama :

Ke-1 Pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang

karena jabatan adalah bawahannya, atau dengan orang yang

penjagaannya dipercayakan atau diserahkan kepadanya.

Ke-2 Seorang pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau

pesuruh dalam penjara, tempat pekerjaan negara, tempat

pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit ingatan atau

lembaga sosial, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang

yang dimasukkan ke dalamnya.

2) Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak dalam Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA)

Pemerintah dalam rangka menjamin kesejahteraan kehidupan

warga negaranya, termasuk memberi perlindungan terhadap hak anak yang

merupakan bagian dari HAM termasuk menjamin hak mereka

mendapatkan perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi baik

ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan,

penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan yang salah lainnya, yang diatur

dalam Pasal 13 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002. Hal tersebut

ditujukan agar anak-anak dapat hidup, tumbuh, berkembang dan

berpartisipasi optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan

sehingga terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia,

dan sejahtera menyongsong masa depan dan menjamin eksistensi dan

kelangsungan bangsa.

Dalam pasal 81 ayat (1) dan (2) dan pasal 82 mengatur tentang

kekerasan seksual yang menyatakan bahwa :

Pasal 81

(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman

kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15

tahun dan paling singkat tiga tahun dan denda paling banyak Rp

300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp

60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula

bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat,

serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan

persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Pasal 82

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman

kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian

kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan

dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling

lama 15 tahun dan paling singkat tiga tahun dan denda paling banyak

Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp

60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

Salah satu alasan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak harus lahir dan harus dilaksanakan adalah karena undang-undang ini memberikan perlindungan yang lebih baik dibandingkan peraturan hukum yang ada dalam KUHP. Misalnya, ada sanksi cukup tinggi berupa hukuman pidana penjara 15 tahun dan minimal tiga tahun dengan denda maksimal Rp 300 juta dan minimal Rp 60 juta terhadap tindakan yang berhubungan dengan perkosaan dan pencabulan terhadap anak (Ratna Batara Munti dalam Sukanta, 2007: 98).

Jadi dapat disimpulkan bahwa adanya Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ini memberikan perlindungan yang

lebih baik dari peraturan hukum dan sanksi hukuman yang tercantum dalam

KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Jika dalam KUHP hukuman

penjara paling lama adalah Sembilan tahun sedangkan dalam Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak hukuman penjara paling

lama adalah 15 tahun.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

5. Tinjauan tentang Menanggulangan Kejahatan

Kekerasan Seksual pada Anak

a. Pengertian Menanggulangan dan Konsepsi dalam Menanggulangi

Kriminalitas

1) Pengertian Menanggulangi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1138)

(seperti banjir, narkoba, kenakalan remaja dan sebagainya), dan ganguan

(

Jadi dapat disimpulkan bahwa menanggulangi adalah tindakan

atau perbuatan yang dilakukan untuk mengatasi, mengahadapi suatu

gangguan, permasalahan dan keadaan bahaya. Dalam hal ini yaitu

menanggulangi kejahatan kekerasan seksual pada anak.

2) Konsepsi dalam Menanggulangi Kriminalitas

Secara konsepsional, usaha pembinaan terhadap pelaku kejahatan

yaitu memadukan unsur-unsur yang berhubungan dengan mekanisme

peradilan pidana serta partisipasi masyarakat. Adapun konsepsi dalam

menanggulangi kriminalitas antara lain sebagai berikut :

1) Peningkatan dan pemantapan aparat penengak hukum, yaitu meliputi pemantapan organisasinya, personel, sarana dan prasarana untuk mempertuntaskan perkara-perkara pidana.

2) Perundang-undangan berfungsi untuk menganalisis dan menekan kejahatan dengan mempertimbangkan masa depan bangsa.

3) Mekanisme peradilan pidana yang efektif dan efisien (cepat, tepat, mudah,dan sederhana).

4) Koordinasi antara penegak hukum dan aparatur pemerintahan lainnya yang saling berhubungan (saling mengisi) dan saling bekerjasama untuk meningkatkan daya guna penanggulangan kriminalitas.

5) Partisipasi masyarakat untuk membantu kelancaran pelaksanaan penanggulangan kriminalitas yang terjadi di masyarakat itu sendiri (Walter C. Reckless dalam Abdulsyani, 1987: 28-29).

Dari uraian tentang konsepsi dalam menanggulangi kriminalitas di

atas dapat disimpulkan bahwa penanggulangan kejahatan tidak hanya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

melalui peningkatan dan pemantapan aparat penegak hukum, perundang-

undangan dan upaya hukum lainnnya saja akan tetapi juga diperlukan

dukungan dan partisipasi dari masyarakat untuk membantu kelancaran

penaggulangan kriminalitas yang terjadi di masyarakat itu sendiri, tanpa

dukungan, kerjasama dan partisipasi aktif dari masyarakat penanggulangan

itu sendiri tidak akan berjalan dengan lancar.

b. Upaya Menanggulangi Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak

Kejahatan merupakan salah satu bentuk dari perilaku menyimpang

yang selalu ada dan melekat pada tiap bentuk masyarakat. Perilaku

menyimpang itu merupakan suatu ancaman yang nyata atau ancaman terhadap

norma-norma sosial dan merupakan ancaman real atau potensial bagi

berlangsungnya ketertiban sosial, dan merupakan masalah kemanusiaan.

(Muladi dan Nawawi dalam Lukman Hakim, 2008: 79).

Oleh sebab itu para praktisi hukum maupun pemerintah setiap negara

selalu melakukan berbagai usaha untuk menanggulangi kejahatan dalam arti

mencegah sebelum terjadi dan menindak pelaku kejahatan yang telah

melakukan perbuatan atau pelanggaran atau melawan hukum. Usaha-usaha

yang rasional untuk mengendalikan atau menanggulangi kejahatan (politik

kriminal) sudah barang tentu tidak hanya dengan menggunakan sarana penal

(hukum pidana), tetapi dapat juga menggunakan sarana yang non penal.

1) Upaya Represif dengan Menggunakan Sarana Penal/Sanksi Pidana

Menurut Lukman Hakim Nainggolan dalam Jurnal Equality yang

berjudul Bentuk-Bentuk Kekerasan Seksual Pada Anak di Bawah Umur

(2008: 79) mengemukakan bahwa :

Penanggulangan secara penal yaitu penanggulangan setelah terjadinya kejahatan atau menjelang terjadinya kejahatan, dengan tujuan agar kejahatan itu tidak terulang kembali. Penanggulangan secara penal dalam suatu kebijakan kriminal merupakan penanggulangan kejahatan dengan memberikan sanksi pidana bagi para pelakunya sehingga menjadi contoh agar orang lain tidak melakukan kejahatan. Dengan diberikannya sanksi hukum pada pelaku, maka memberikan perlindungan secara tidak langsung kepada korban perkosaan anak di bawah umur ataupun perlindungan terhadap calon korban. Ini berarti

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

memberikan hukuman yang setimpal dengan kesalahannya atau dengan kata lain para pelaku diminta pertanggungjawabannya.

Menanggulangi kejahatan kekerasan seksual pada anak melalui

upaya penal dilakukan secara represif yaitu dengan memberikan tekanan

dan tindakan tegas bagi pelaku kejahatan. Upaya penal ini dimulai dengan

adanya delik aduan kemudian dilanjutkan dengan usaha penangkapan,

pengusutan di peradilan, dan penghukuman bagi pelaku. Penanggulangan

yang bersifat represif ini yaitu berupa tindakan penanggulangan yang

dilakukan setelah terjadi kejahatan dengan memberikan sanksi hukum

yang setimpal dengan perbuatan/kesalahan yang dilakukan oleh pelaku

untuk mempertanggungjawabankan perbuatannya, hal tersebut untuk

menimbulkan efek jera bagi pelaku dan mencegah orang yang memiliki

mental jahat yang memiliki niat melakukan perbuatan yang sama. Dengan

pemberian sanksi pidana ini diharapkan kejahatan serupa tidak akan terjadi

lagi di kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu dalam tindakan

penanggulangan kejahatan secara penal ini peranan aparat penegak hukum

polisi, jaksa, dan hakim sangatlah penting (Lukman Hakim, 2008: 79).

Pihak kepolisian perlu mengembangkan sistem responnya yang

cepat dan tepat apabila mendapat laporan tentang terjadinya peristiwa

kejahatan. Setelah itu mengadakan penyelidikan dan juga penyidikan,

tentunya dengan bantuan dan kerjasama dari anggota masyarakat sekitar

tempat kejadian sehingga dapat mengajukan ke pengadilan untuk

mendapatkan pembuktian, yang obyektif demi terciptanya keadilan bagi

masyarakat. Masyarakat yang mengetahui langsung kejadian tersebut juga

diharapkan mau memberikan keterangan melalui kesaksian demi

kelancaran pengusutan kasus. Upaya penanggulangan secara penal ini

dalam kejahatan kekerasan seksual anak diharapkan kepada pelaku

dihukum semaksimal mungkin agar pelaku akan jera dan menyesali

perbuatannya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

2) Upaya Non-Penal/Tanpa Menggunakan Sanksi Pidana

Menurut Berda Nawawi Arief (2010: 34) menyatakan bahwa :

Konsepsi penanggulangan kejahatan yang integral mengandung konsekuensi bahwa segala usaha yang rasional untuk menanggulangi kejahatan harus merupakan satu kesatuan terpadu. Ini berarti kebijakan untuk menanggulangi kejahatan dengan menggunakan sanksi pidana, harus pula dipadukan dengan usaha-usaha yang bersifat non-penal.

-usaha

non-penal ini dapat meliputi bidang yang sangat luas sekali di seluruh

Kemudian menurut Lukman Hakim (2008: 80) menyebutkan

bahwa:

Usaha-usaha non penal bisa berupa penyantunan dan pendidikan sosial dalam rangka mengembangkan tanggung jawab sosial warga masyarakat, penggarapan kesehatan jiwa masyarakat melalui pendidikan moral, agama, dan sebagainya, peningkatan usaha dan kesejahteraan anak remaja, kegiatan patroli dan pengawasan lainnya secara kontinyu oleh polisi dan aparat keamanan lainnya dan sebagainya.

Berda Nawawi j -

usaha non penal ini adalah memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu

keseluruhan kegiatan preventif yang non penal itu sebenarnya mempunyai

kedudukan yang sangat strategis. Ia memegang posisi kunci yang harus

3) Upaya Preventif

Penanggulangan kejahatan kejahatan kekerasan seksual pada anak

dapat dilakukan dengan cara yang bersifat preventif maksudnya adalah

upaya penanggulangan yang lebih dititikberatkan pada pencegahan

kejahatan yang bertujuan agar kejahatan itu tidak sampai terjadi (Lukman

Hakim Nainggolan, 2008: 80).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Menurut Arif Gosita, (2007: 189- Tindakan pencegahan

adalah lebih baik daripada tindakan represif (penanganan) atau

Usaha pencegahan tidak selalu memerlukan suatu organisasi dan birokrasi, yang dapat menjurus kearah birokratisme yang merugikan penyalahgunaan kekuasaan/wewenang. Usaha pencegahan akan lebih ekonomis dan tidak terlalu banyak memakan tenaga bila dibandingkan dengan usaha represif dan rehabilitasi. Usaha pencegahan juga dapat dilakukan oleh perorangan dan tidak selalu memerlukan keahlian seperti pada usaha represif dan rehabilitasi. Usaha pencegahan tidak perlu menimbulkan akibat yang negatif seperti stigmatisasi (pemberian cap pada yang dihukum/dibina), pengasingan, penderitaan bagi pelaku dan korban. Selain itu upaya pencegahan dapat pula mempererat persatuan, kerukunan dan meningkatkan rasa tanggungjawab terhadap sesama anggota masyarakat.

Dalam usaha pencegahan kriminalitas, kata pencegahan dapat

berarti antara lain mengadakan usaha perubahan yang positif, dalam hal

kejahatan khususnya yaitu pencegahan terjadinya kejahatan kekerasan

seksual pada anak. Misalnya seperti memberikan perlindungan terhadap

anak karena anak paling mudah dibujuk dan belum dapat memberontak

seperti yang dilakukan oleh orang-orang dewasa. Penanggulangan secara

non penal kejahatan kekerasan seksual pada anak di bawah umur adalah

dengan meningkatkan kesadaran hukum bagi anggota keluarga untuk lebih

memahami kepentingan anak di masa depan. (Lukman Hakim Nainggolan,

2008: 80).

Jadi dapat disimpulkan bahwa upaya pencegahan sangat penting

dilakukan untuk menanggulangi bentuk kejahatan apapun, termasuk

kejahatan kekerasan seksual pada anak, selain lebih ekonomis daripada

upaya represif, upaya pencegahan juga dapat meningkatkan rasa

tanggungjawab terhadap sesama anggota masyarakat untuk ikut menjaga

keamanaan demi kepentingan bersama. Apalagi kejahatan kekerasan

seksual yang menimpa anak tentu akan sangat berpengaruh bagi masa

depan anak sehingga sebelum terjadi perlu adanya pencegahan agar

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

kehidupan anak terlindungi dari berbagai tindak kekerasan yang dapat

mengancam dan sangat membahayakan bagi kehidupan mereka.

Dalam hal ini upaya menanggulangi kejahatan kekerasan seksual

pada anak yang dilakukan oleh masyarakat yaitu upaya preventif dan

upaya represif dengan kegiatan/usaha yang bersifat non penal/tidak

menggunakan sanksi pidana.

c. Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam Menaggulangi Kejahatan

Kekerasan Seksual pada Anak

Pasal 69 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak, yang dimaksud perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan

meliputi :

(3) Perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi kekerasan fisik, psikis, dan seksual dilakukan melalui upaya : c. Penyebarluasan dan sosialisasi peraturan perundang-undangan

yang melindungi anak korban tindak kekerasan; dan d. Pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi.

(4) Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Selain bentuk perlindungan khusus di atas ada juga bantuk-bentuk

partisipasi masyarakat dalam menanggulangi kejahatan kekerasan seksual

pada anak yang meliputi tindakan-tindakan di bawah ini :

a) Pertama yang harus dilakukan jika terjadi kekerasan seksual seperti perkosaan dan lainnya adalah membantu korban. Keselamatan anak merupakan prioritas utama, berikan layanan dan bantuan medis secara layak. Segala bentuk bantuan dilakukan harus didasarkan pada kepentingan terbaik anak dan harus mempertimbangkan keinginan dan perasaan anak tersebut.

b) Setelah terjadi kekerasan seksual seperti perkosaan dan lainnya umumnya korban mengalami guncangan jiwa yang hebat dan korban membutuhkan dukungan serta rasa simpati dari masyarakat. Jangan sampai korban justru dicemooh dan disisihkan. Rangkul mereka dan beri pengertian bahwa semua kejadian yang mereka alami bukan kesalahan mereka tetapi kesalahan pelaku.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

c) Lapor kepada pihak yang berwajib supaya dapat dilakukan visum, jika si anak takut maka hubungi keluarga untuk mendampingi anak ke kantor polisi.

d) Kalau perlu, korban dibantu untuk menghubungi salah satu LSM yang biasanya menaungi dan mendampingi korban kekerasan seksual seperti perkosaan dan lainnya. Karena LSM merupakan lembaga terlatih dan sudah tahu hal-hal apa yang harus dilakukan dan sudah biasa menangani masalah serupa bahkan sampai tahap proses peradilan jika memang korban menghendaki.

e) Berikan keterangan sebagai saksi kejadian apabila mengetahui langsung peristiwa tersebut kepada polisi apabila memang diminta/diperlukan. (Anonim, 2010: 1 diakses dalam http://www.smallcrab.com).

B. Kerangka Berfikir

Kejahatan kekerasan seksual pada anak, merupakan kejahatan yang sangat

mengancam dan membahayakan generasi penerus bangsa. Sebagai warga negara

yang baik kita harus sadar bahwa partisipasi dalam menghadapi dan memecahkan

permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat merupakan hak dan kewajiban

setiap warga negara. Maka dalam hal ini dukungan dan partisipasi masyarakat

dalam upaya untuk menanggulangi kejahatan sangat dibutuhkan, karena

menanggulangi dan menumpas kejahatan bukan hanya tanggung jawab lembaga

pemerintah dan lembaga penegak hukum dan instansi terkait saja tetapi juga

merupakan kewajiban dan tanggung jawab masyarakat. Sehingga perlu adanya

kerjasama dari semua pihak. Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat tersebut

diantaranya yaitu bagi tokoh masyarakat dan juga masyarakat biasa memberikan

sosialisasi dan kegiatan positif bagi anak seperti membentuk forum anak, dan

sebagainya sebagai upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak. Untuk

penanganan melaporkan pada pihak yang berwajib apabila diketahui kekerasan

seksual anak terjadi, memberikan pertolongan kepada korban, melapor kejadian

kepada perangkat lingkungan atau pihak yang berwajib, dan menghubungi LSM

untuk membantu melakukan penanganan lebih lanjut bagi korban, memberikan

kesaksian saat persidangan, dan memberikan kontribusi pada kegiatan-kegiatan

yang berkaitan dengan perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan seksual

dan lain sebagainya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Berbicara tentang kecenderungan terjadi peningkatan dan penurunan

angka kasus kejahatan kekerasan seksual pada anak di Kota Surakarta ini tidak

sesederhana yang kita bayangkan. Pada dasarnya kasus kejahatan kekerasan

seksual adalah fenomena gunung es yang belum mendapat perhatian apalagi

kejahatan ini sulit untuk diungkap dan dibuktikan karena biasanya dilakukan di

tempat yang terselubung sehingga sangat sulit untuk orang mengetahuinya. Jika

berbicara masalah kuantitas dan kualitas kejahatan selalu bertambah dan

berkembang mengikuti perkembangan jaman bagitu pula dengan kasus kejahatan

kekerasan seksual pada anak yang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.

Apalagi kekerasan seksual pada anak merupakan fenomena gunung es sehingga

data yang ada dan tercatat hanya sebagian kecil dari kejadian sebenarnya.

Sedangkan untuk partisipasi masyarakat sendiri saat ini mengalami peningkatan

dengan mulai bermunculannya tokoh-tokoh dan masyarakat-masyarakat yang

peduli terhadap kehidupan dan nasib anak. Meskipun demikian kejahatan

kekerasan seksual cenderung meningkat hal tersebut menunjukkan bahwa

partisipasi masyarakat belum memberikan makna yang berarti bagi

penanggulangan kejahatan kekerasan seksual pada anak. Solusinya masyarakat

harus banyak diberikan sosialisasi dan penyuluhan agar lebih sadar bahwa apapun

bentuk kekerasan terhadap anak merupakan suatu kejahatan dan dapat dikenai

sanksi pidana. Selain itu dengan sosialisasi tersebut diharapkan kepedulian

masyarakat untuk menanggulangi kejahatan kekerasan seksuak pada anak akan

timbul. Masyarakat diharapkan harus lebih meningkatkan komitmen mereka

dalam rangka memberikan perlindungan anak, lebih peka dan tidak menutup mata

terhadap keadaan sekitar sehingga apabila terjadi kekerasan terhadap anak di

lingkungan sekitar penanganannya dapat lebih cepat guna menghindari

kemungkinan yang lebih buruk pada anak yang bersangkutan. Sehingga kejahatan

kekerasan seksual tidak terus meningkat.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

Secara sistematis hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Keterangan :

(Garis putus) : Menunjukkan kerjasama dalam melakukan upaya

penanggulangan kejahatan kekerasan seksual pada

anak

(Garis tebal) : Menekankan pada aspek tersebut

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Menanggulangi Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak

Kepolisian Lembaga Swadaya

Masyarakat

Partisipasi Masyarakat

Naik Turun

Solusi

Kasus Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian merupakan sumber diperolehnya data yang

dipergunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini penulis memilih lokasi

penelitian di Kota Surakarta. Hal ini diambil dengan pertimbangan:

a. Terjadi peningkatan jumlah kasus kejahatan kekerasan seksual pada anak

di Kota Surakarta pada tahun 2010-2011.

b. Peneliti merasa tertarik untuk mengetahui partisipasi masyarakat Kota

Surakarta yang juga sebagai salah satu Kota Layak Anak dalam

menanggulangi kejahatan kekerasan seksual pada anak.

c. Tersedianya data tentang kejahatan kekerasan seksual pada anak yang

menunjang penelitian ini. Adanya keterbukaan dari pihak-pihak yang

berkaitan dengan penelitian ini sehingga memudahkan peneliti dalam

melakukan penelitian yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian direncanakan yang dimulai pada bulan Agustus 2011

sampai dengan bulan September 2012. Kegiatan tersebut dapat digambarkan

dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian

No Kegiatan Tahun 2011-2012

Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar April-September

1. Pengajuan Judul

2. Penyusunan Proposal

3. Ijin Penelitian

4. Pengumpulan Data

5. Analisis Data

6. Penyusunan Laporan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

B. Bentuk dan Strategi Penelitian

1. Bentuk Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian dan jenis data yang diperlukan maka

penelitian ini menggunakan bentuk penelitian kualitatif, yaitu dengan berusaha

menggambarkan keadaan atau fenomena sosial. Menurut Bogdan dan Taylor

adalah prosedur yang menghasilkan data diskriptif berupa kata tertulis atau lisan

dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati

Bentuk penelitian ini yang bersifat deskriptif karena mengarah pada

pendeskripsian atau pemaparan secara rinci dan mendalam mengenai potret

kondisi apa yang sebenarnya terjadi pada lapangan studinya atau pada suatu

obyek yang diteliti (orang, lembaga dan lainnya) berdasarkan fakta aktual.

2. Strategi Penelitian

Dalam setiap penelitian diperlukan sebuah strategi agar tujuan yang telah

direncanakan dapat dicapai. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

model tunggal terpancang. H.B. Sutopo (2002: 42) menjelaskan bahwa:

penelitian tunggal terpancang (embedded research) yaitu penelitian kualitatif yang

sudah menentukan fokus penelitian berupa variabel utamanya yang akan dikaji

berdasarkan pada tujuan dan minat penelitinya sebelum peneliti ke lapangan

studinya

Dalam penelitian ini, peneliti sudah menentukan terlebih dahulu fokus

pada variabel tertentu. Akan tetapi dalam hal ini peneliti tetap tidak melepaskan

variabel fokusnya (pilihannya) dari sifatnya yang holistik sehingga bagian-bagian

yang diteliti tetap diusahakan pada posisi saling berkaitan dengan bagian-bagian

dari konteks secara keseluruhan guna menemukan makna yang lengkap. Sehingga

dalam penelitian ini menggunakan strategi penelitian tunggal terpancang

(embedded research) karena objek penelitiannya adalah tunggal yaitu pada Kota

Surakarta serta pembahasan masalahanya terpancang pada perumusan masalah

yang telah diuraikan pada bab pendahuluan yaitu tentang partisipasi masyarakat

dalam menanggulangi kejahatan kekerasan seksual pada anak di Kota Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

dan kecenderungan kejahatan kekerasan seksual pada anak mengalami

peningkatan ataukah penurunan, serta bagaimana solusinya setelah adanya

partisipasi masyarakat.

C. Sumber Data

Sumber data merupakan bagian yang sangat penting bagi peneliti karena

ketepatan memilih dan menetukan jenis sumber data akan menentukan informan

yang akan diperoleh. Data atau informan yang paling penting untuk dikumpulkan

dan dikaji dalam penelitian ini sebagian besar berupa data kualitatif.

Menurut H.B. Sutopo (2002: 50) menyatakan bahwa

penelitian kualitatif dapat berupa manusia, peristiwa atau aktifitas, tempat atau

lokasi, benda, beragam gambar .

Pendapat lain tentang sumber data dalam penelitian kualitatif menurut

Lofland dalam Lexy J. Moleong (2009: 157) m Sumber data

utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah

data tambahan seperti dokumen dan lain- .

Adapun sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data

yang berupa informan, aktivitas/peristiwa, serta dokumen dan arsip, lebih lanjut

dijelaskan sebagai berikut:

1. Informan

data yang berupa manusia di dalam penelitian kualitatif lebih tepat disebut sebagai

informan Informan diharapkan dapat memberikan informasi mengenai sesuatu

yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

Informan adalah orang yang dipandang mengetahui permasalahan secara

mendalam dan dapat dipercaya, sehingga dapat dijadikan sumber yang mantap.

Adapun informan yang diperlukan antara lain:

a. Masyarakat Kota Surakarta :

1) Perwakilan Kecamatan Jebres yaitu masyarakat dari Kelurahan Jebres

antara lain:

a) Bapak Sumarmo,

b) Ibu Sri Utami, S. E. ,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

c) Ibu Prapti Sukantoro,

d) Bapak Kun Prastowo,

e) Bapak Drs. Sunardi, M. M.

f) Ibu Sri Rentjasih,

g) Ibu Prapti

h) Bapak M. Kasir

i) Ibu Niken Sunasih,

j) Ibu Titrin Muragustin.

k) Ibu Theressia Murtiniwati,

l) Ibu Suparti,

m) Bapak Drs. H. Bangun Sugito, M. M. ,

n) Ibu Flora,

o) Bapak Agustinus Dwi Budi Kristianto.

p) Bapak Agung Setyobudi

2) Perwakilan dari Kecamatan Pasar Kliwon yaitu dari masyarakat Kelurahan

Semanggi dan Sangkrah antara lain :

a) Ibu Sumiyatun,

b) Bapak Joko Leo Purwanto,

c) Bapak Syahrir Rozie, S. H,

d) Bapak Sugeng Pono Sumitro,

e) Bapak Mahendra Nugrahandi.

3) Perwakilan dari Kecamatan Serengan yaitu dari masyarakat Kelurahan

Joyotakan antara lain :

a) Bapak Purwadi,

b) Ibu Sri Rahayu.

4) Perwakilan dari Kecamatan Banjarsari yaitu dari masyarakat Kelurahan

Mangkubumen :

a) Ibu Dra. Retno Asmoro Moerti.

Pada informan masyarakat peneliti menanyakan bagaimana partisipasi

masyarakat dalam menanggulangi kejahatan kekerasan seksual pada anak di

Kota Surakarta.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

b. Anggota Kepolisian Unit PPA (Unit Pelayanan Perempuan dan Anak) Sat

Reskrim Polresta Surakarta.

1) Kanit PPA AKP. Sri Rahayu

2) Penyidik Unit PPA BRIGADIR. Sarwono, S. E

Pada informan ini peneliti menanyakan tentang gambaran kejahatan kekerasan

seksual pada anak di Kota Surakarta dan bagaimana partisipasi Unit PPA

dalam penanggulangan kejahatan kekerasan seksual pada anak di Kota

Surakarta.

c. Pengurus Yayasan KAKAK Surakarta (Salah satu Lembaga Swadaya

Masyarakat di Kota Surakarta)

1) Kak Rita Hastuti, S. P.

2) Kak Athur Fitri Adiati, S. Sos.

3) Kak Noor Hidayah, S. E.

Pada informan ini peneliti menanyakan gambaran kejahatan kekerasan seksual

pada anak di Kota Surakarta dan bagaimana upaya serta partisipasi Yayasan

KAKAK sendiri dalam menaggulangi kejahatan kekerasan seksual pada anak

di Kota Surakarta.

2. Peristiwa atau Aktivitas

peristiwa atau aktivitas, peneliti bisa mengetahui proses bagaimana sesuatu terjadi

peneliti amati adalah mengamati kegiatan capacity building/peningkatan

ketrampilan pengurus PPT PA (Program Pelayanan Terpadu Perempuan dan

Anak) Kelurahan Jebres sebagai salah satu bentuk partisipasi masyarakat untuk

meningkatkan kemampuan dan ketrampilan untuk melakukan upaya pencegahan,

penanganan dan rehabilitasi anak korban kejahatan kekerasan seksual.

3. Dokumen dan Arsip

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

mengkaji dokumen tidak hanya mencatat apa yang tertulis, tetapi juga berusaha

menggali dan menangkap makna yang tersirat dari dokumen tersebut.

Adapun dokumen dan arsip yang digunakan peneliti sebagai sumber data

dalam penelitian ini adalah :

a. Data Luas wilayah Kota Surakarta dari BPS (Badan Pusat Statistik) Kota

Surakarta

b. Data jumlah penduduk Kota Surakarta tahun 2009 dari Badan Pusat Statistik

Kota Surakarta

1) Jumlah Penduduk, Rasio Jenis Kelamin dan Tingkat Kepadatan Tiap

Kecamatan di Kota Surakarta Tahun 2009

2) Banyaknya Penduduk Menurut Agama yang Dianut di Kota Surakarta

2009

3) Banyaknya Penduduk 5 Tahun Ke atas Menurut Tingkat Pendidikan di

Kota Surakarta 2009

4) Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kota Surakarta 2009

c. Data situasi dan jumlah kasus kekerasan seksual pada anak di wilayah Eks

Karisidenan Surakarta yang berhasil dipantau oleh Yayasan KAKAK

Surakarta dari Januari 2009 sampai Juni 2011.

d. Data jumlah kasus kekerasan seksual pada anak di Kota Surakarta tahun 2010-

2011 dari RPK Unit PPA Sat Reskrim Polresta Surakarta.

D. Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel. Sampel dalam

suatu penelitian merupakan hal yang penting dalam memperoleh data dan bahan

pengolahan data.

Menurut Bogdan dan Biklen dalam H.B. Sutopo (2002: 63) menyatakan

bahwa :

Cuplikan dalam penelitian kualitatif sering juga dinyatakan sebagai internal sampling yaitu sampling diambil untuk mewakili informasinya bukan populasinya, dengan kelengkapan dan kedalamannya yang tidak perlu ditentukan oleh jumlah sumber datanya, karena jumlah informan yang kecil bisa saja menjelaskan informasi tertentu secara lebih lengkap dan benar daripada informasi yang diperoleh dari jumlah narasumber yang lebih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

banyak, yang mungkin kurang mengetahui dan memahami informasi yang sebenarnya.

Sugiyono (

teknik sampling yang sering digunakan adalah purposive sampling dan snowball

sampling . Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data

dengan pertimbangan tertentu. Sedangkan Snowball sampling adalah teknik

pengambilan sampel sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-

lama menjadi besar, seperti bola salju jika menggelinding semakin lama semakin

membesar. Hal ini dilakukan karena dari jumlah sumber data yang sedikit tersebut

belum mampu memberikan data yang lengkap, sehingga mencari orang lain lagi

yang dapat digunakan sebagai sumber data.

Menurut Patton dalam H.B. Sutopo (2002: 185) berpendapat bahwa:

Purposive sampling merupakan teknik mendapatkan sampel dengan memilih

informan yang dipandang paling tahu, sehingga kemungkinan pilihan informan

dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam

memperoleh data

Snowball sampling yaitu penggunaan sampling tanpa persiapan tetapi mengambil orang pertama yang dijumpai, dan selanjutnya dengan mengikuti petunjuknya untuk mendapatkan sampling berikutnya sehingga mendapatkan data lengkap dan mendalam, ibarat bola salju yang menggelinding, semakin jauh semakin besar. (Yin dalam H.B Sutopo, 2002 : 37).

Jadi teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

purposive sampling dan snowball sampling.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara operasional yang ditempuh

oleh penulis untuk memperoleh data yang diperlukan. Berhasil tidaknya suatu

penelitian tergantung pada data yang obyektif. Oleh karena itu sangat perlu

diperhatikan teknik pengumpulan data yang dipergunakan sebagai alat pengambil

data. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang diperlukan adalah :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

1. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Menurut Lexy J.

Moleong (2009: 186) mengatakan bahwa

pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan

terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan

Menurut Esterberg dalam Sugiyono (2010: 317) wawancara adalah

Pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab,

sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu

Peneliti dalam hal ini menggunakan teknik wawancara mendalam (in-

depth interviewing) secara terbuka dengan para informan yang terkait dengan

permasalahan. Sehingga dengan wawancara mendalam ini akan mendapatkan data

dari para informan dengan lebih tepat, akurat dan tajam, dan dapat

mengungkapkan permasalahan yang diteliti.

Menurut Sugiyono (2010: 194-199) mengatakan bahwa

penelitian kualitatif terdapat dua teknik pengumpulan data melalui wawancara

yaitu wawancara terstuktur dan wawancara tidak terstuktur

Berikut ini penjelasan mengenai wawancara terstuktur dan wawancara

tidak terstuktur.

a. Wawancara terstruktur adalah teknik pengumpulan data, bila peneliti telah

mengetahui pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Dalam melakukan

wawancara, pewawancara menggunakan pedoman wawancara.

b. Wawancara tidak terstuktur merupakan wawancara yang bebas dimana peneliti

hanya menggunakan pedoman wawancara yang tidak tersusun secara sistematis

dan lengkap namun hanya berupa garis-garis besarnya permasalahan yang akan

ditanyakan. Teknik wawancara ini sering digunakan dalam penelitian

pendahuluan atau malahan untuk penelitian yang lebih mendalam. Peneliti

lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan responden. Berdasarkan

analisis terhadap setiap jawaban dari responden tersebut, maka peneliti dapat

mengajukan pertanyaan berikutnya yang lebih terarah pada suatu tujuan.

Wawancara dalam penelitian ini menggunakan cara antara lain:

1) Menggunakan metode diskusi yaitu antara informan dengan peneliti.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

2) Peneliti memberikan pertanyaan kepada informan mengenai pokok

permasalahan.

3) Informan menjawab pertanyaan yang diberikan oleh peneliti

4) Peneliti memberikan feedback atas jawaban dari informan mengenai

permasalahan yang belum jelas.

5) Informan kembali menjelaskan feedback dari peneliti.

6) Sebelum mengakhiri wawancara, peneliti kembali menegaskan jawaban

yang diberikan oleh informan serta peneliti menanyakan kembali jawaban

yang peneliti belum pahami.

7) Wawancara diakhiri setelah peneliti benar-benar mendapatkan data yang

dianggap peneliti dapat mendukung penelitiannya.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam

(in depth interviewing) karena peneliti ingin menggali informasi lebih dalam dan

mendapatkan data yang diperlukan secara lengkap. Selain wawancara mendalam

peneliti juga menggunakan teknik wawancara terstruktur dan wawancara tidak

terstruktur. Wawancara terstruktur dilakukan kepada anggota Kepolisian Unit

PPA Sat Reskrim Polresta Surakarta, pengurus Yayasan KAKAK Surakarta,

tokoh agama, tokoh masyarakat dan juga masyarakat (orang/perorangan) Kota

Surakarta yang diambil beberapa sampel dari beberapa kecamatan yang ada di

Kota Surakarta. Peneliti telah membuat pedoman wawancara sebelum

melaksanakan wawancara. Hal ini dilakukan untuk mengetahui informasi terkait

dengan rumusan masalah yang sudah dibahas di bab pendahuluan.

Selain wawancara terstruktur peneliti juga melakukan wawancara tidak

terstruktur. Teknik wawancara tidak terstruktur dilakukan kepada masyarakat

Kota Surakarta untuk menggali informan lebih dalam, peneliti biasanya harus

memancing informan dengan pertanyaan yang sedikit ringan terkesan santai, serta

tidak terpancang pada pedoman wawancara. Dengan teknik wawancara ini

diharapkan peneliti dapat medapatkan informasi tambahan yang lebih mendalam

dan lebih lengkap dari jawaban yang didapat selain dari wawancara terstruktur.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

2. Observasi

Menurut Susan Sainback dalam Sugiyono (2010: 310) membagi

observasi berpartisipasi menjadi empat yang meliputi, Passive participation,

moderate participation, active participation, dan complete participation

Hal tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut:

a. Partisipasi pasif (passive participation), peneliti datang sendiri di tempat

kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat.

b. Partisipasi moderat (moderate participation), peneliti dalam mengumpulkan

data ikut observasi partisipasif dalam beberapa kegiatan, tetapi tidak semuanya.

c. Partisipasi aktif (active participation), peneliti ikut melakukan apa yang

dilakukan oleh narasumber, tetapi belum sepenuhnya lengkap.

d. Partisipasi lengkap (complete participation), peneliti sudah terlibat sepenuhnya

terhadap apa yang dilakukan narasumber data.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi partisipasi moderat

(moderate participation) yaitu peneliti dalam mengumpulkan data melakukan

pengamatan dan juga ikut dalam beberapa kegiatan partisipasi kader Yayasan

KAKAK yang terdiri dari masyarakat dalam mengikuti kegiatan capacity

building/peningkatan ketrampilan pengurus PPT PA (Program Pelayanan

Terpadu Perempuan dan Anak) Kelurahan Jebres dengan mencatat berbagai hal

yang dianggap perlu mendukung penelitian ini, tetapi tidak semuanya. Observasi

yang dilakukan peneliti dengan cara mengamati antusiasme serta komitmen

masyarakat dalam mengikuti kegiatan tersebut untuk meningkatkan ketrampilan

mereka dalam menangani kasus kejahatan kekerasan seksual pada perempuan dan

anak. Mengenai hasil observasi, peneliti melampirkan foto dan juga materi yang

diberikan oleh Yayasan KAKAK dalam kegiatan capcity building tersebut.

3. Analisis Dokumen

yang sangat penting artinya dalam penelitian kualitatif terutama bila sasaran

kajian mengarah pada latar belakang atau berbagai peristiwa yang terjadi di masa

lampau yang sangat berkaitan dengan kondisi atau peristiwa masa kini Data-data

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

dalam dokumen harus relevan dengan obyek penelitian. Dapat berupa laporan-

laporan, artikel-artikel dan gambar di media masa, dokumen, dan lainnya yang

mampu mendukung data yang diperlukan.

Dalam teknik dokumentasi peneliti melakukan telaah kepustakaan dan

content analysis

dokumen disebut juga content analysis dan yang dimaksud bahwa peneliti bukan

hanya sekedar mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen atau arsip tetapi

juga t

Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah data situasi dan

jumlah kasus kekerasan seksual pada anak dari bulan Januari 2009-Juni 2011

yang terjangkau oleh Yayasan KAKAK Surakarta yang meliputi kasus yang

terjadi di Eks Karisidenan Surakarta dan data kasus kekerasan seksual yang terjadi

pada anak di kota Surakarta selama tahun 2010-2011 dari Unit PPA (Unit

Pelayanan Perempuan dan Anak) Sat Reskrim Polresta Surakarta.

F. Validitas Data

Sugiyono (2010: 363) m Validitas merupakan derajad

ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan data yang dapat

dilaporkan oleh peneliti

Validitas data adalah keabsahan data yang diperoleh di dalam penelitian

atau suatu data yang diakui keabsahannya. Pengujian data dilakukan dengan

triangulasi data untuk menjamin kemantapan dari data penelitian ini. Data

Pengujian data dilakukan dengan triangulasi data untuk menjamin kemantapan

dari data penelitian ini.

1. Trianggulasi Data

data adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang

diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap

data itu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

yang paling umum digunakan bagi peningkatan validitas dalam penelitian

kualitatif

Menurut Patton yang dikutip oleh H.B. Sutopo (2002: 78-82) triangulasi

.

Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Trianggulasi data, artinya data yang sama atau sejenis akan lebih mantap

kebenarannya bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda.

b. Trianggulasi metode, jenis trianggulasi ini bias dilakukan oleh seseorang

peneliti dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang

berbeda.

c. Trianggulasi peneliti, hasil peneliti baik data atau kesimpulan mengenai

bagaian atau keseluruhannya busa di uji validitasnya dari beberapa peneliti.

d. Trianggulasi teori, trianggulasi ini dilakukan peneliti dengan menggunakan

prespektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji.

Validitas data pada penelitian ini peneliti menggunakan trianggulasi data.

Trianggulasi data yaitu penelitian diambil dari berbagai sumber untuk

menghasilkan data yang sejenis. Sebab cara ini mengarahkan peneliti agar dalam

pengumpulan data harus menggunakan beragam data yang tersedia, artinya data

yang sama atau sejenis akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa

sumber yang berbeda. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan cara mencari

data dari informan.

G. Analisis Data

Lexy J. Moleong (2009: 280) menyatakan bahwa

proses mengorganisasikan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar,

sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti

disarankan oleh data

Bogdan dalam Sugiyono (2010: 334) menyatakan bahwa Analisis data

adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah

dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lai .

Adapun komponen utama dalam proses analisis ini meliputi

pengumpulan data, reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan.

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan kegiatan yang digunakan untuk

memperoleh informasi yang berupa kalimat-kalimat yang dikumpulkan melalui

kegiatan observasi, wawancara, dan dokumen. Data yang diperoleh masih berupa

data mentah yang tidak teratur, sehingga diperlukan analisis agar data menjadi

teratur.

2. Reduksi Data

proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, abstraksi data dari fieldnote yang

berlangsungsepanjang pelaksanaan penelitian

Sedangkan Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (2007: 16)

perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang

muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan

3. Penyajian Data

Menurut Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (2007: 17),

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan

Sajian data merupakan rakitan dari organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian data selain dalam bentuk narasi kalimat, juga dapat meliputi berbagai jenis matriks, gambar/skema, jaringan kerja kaitan kegiatan, dan juga tabel sebagai pendukung narasinyan (H. B. Sutopo, 2002 : 93).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

4. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi

akan terjadi sampai pada proses pengumpulan data berakhir, simpulan perlu

diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan

Sedangkan Menurut Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (2007:

kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Singkatnya, makna-makna yang muncul dari

data harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya, yakni yang

merupakan validitasnya

Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (2007: 19) menyatakan

sebagai sesuatu yang jalin-menjalin pada saat sebelum, selama, dan sesudah

pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar untuk membangun wawasan umum

yang disebut analisis

Keempat komponen utama tersebut, merupakan suatu rangkaian dalam

proses analisis data yang satu dengan yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan,

dimana komponen yang satu merupakan langkah menuju komponen yang lainnya,

sehingga dapat dikatakan bahwa dalam penelitian kualitatif tidak bisa mengambil

salah satu komponen saja. Penarikan kesimpulan merupakan hasil dari suatu

proses penelitian yang tidak dapat terpisahkan dari proses sebelumnya, karena

merupakan satu kesatuan.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bagan berikut ini:

(Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, 2007: 20)

Gambar 2. Analisis Data Model Interaktif

Pengumpulan data Penyajian

data

Reduksi data

Kesimpulan-kesimpulan: Penarikan/ verifikasi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

H. Prosedur Penelitian

Menurut H.B Sutopo (2002: 187-190), kegiatan penelitian ini

direncanakan melalui beberapa tahapan, yaitu: 1. Tahap Persiapan, 2. Tahap

Pengumpulan Data, 3. Tahap Analisis Data, dan 4. Tahap Penyusunan Laporan

Penelitian

Berikut ini penjabaran dari keempat prosedur penelitian tersebut :

1. Tahap Persiapan

Tahap ini terbagi menjadi empat kegiatan meliputi :

a. Menentukan tempat/lokasi penelitian dan meninjau lokasi penelitian yang

telah dipilih

b. Mengajukan judul penelitian kepada tim skripsi dan menyusun proposal

penelitian

c. Mengurus perijinan untuk melaksanakan penelitian di lapangan.

d. Meninjau kembali lokasi penelitian untuk mempelajari keadaan serta memilih

informan yang tepat, menyususun protokol penelitiandan pengembangan

pedoman pengumpulan data dan menyusun jadwal kegiatan penelitian.

2. Tahap Pengumpulan Data

Tahap ini terbagi menjadi tiga kegiatan meliputi :

a. Mengumpulkan data di lokasi studi dengan melakukan wawancara

mendalam, dan mencatat serta menyimpan dokumenyang didapat.

b. Melakukan review dan pembahasan beragam data yang telah terkumpul.

c. Memilah dan mengatur data sesuai kebutuhan untuk keperluan analisis.

3. Tahap Analisis Data

Tahap ini terbagi menjadi empat kegiatan meliputi :

a. Menentukan teknik analisa data yang tepat sesuai proposal penelitian.

b. Mengembangkan sajian data dengan analisis lanjut kemudian di cross check

dengan temuan di lapangan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

c. Setelah dapat data yang sesuai intensitas kebutuhan maka dilakukan proses

verifikasi dan pengayaan dengan mengkonsultasikan dengan orang yang

dianggap lebih ahli.

d. Setelah selesai, baru dibuat simpulan akhir sebagai temuan penelitian.

4. Tahap Penyusunan Laporan Penelitian

Tahap ini terbagi menjadi dua kegiatan meliputi :

a. Penyusunan laporan awal

b. Review laporan: dengan melakukan pengecekan ulang laporan yang telah

tersusun bilamana terdapat kekeliruan atau kesalahan untuk kemudian

dilakukan perbaikan laporan.

c. Penyusunan laporan akhir.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

BAB IV

LAPORAN HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Kota Surakarta

a. Keadaan Geografis Kota Surakarta

Kota Surakarta merupakan daerah otonom yang berada di Provinsi

Jawa Tengah yang terletak di sebelah timur laut DIY (Daerah Istimewa

Yogyakarta) dan sebelah tenggara Kota Semarang. Kota Surakarta yang lebih

merupakan salah satu kota yang

mulai mengalami kemajuan cukup pesat, hal ini ditandai dengan maraknya

pembangunan tempat-tempat publik seperti mall dan pusat-pusat perbelanjaan

lainnya, serta ditunjang oleh sarana transportasi yang memadai. Keraton, batik

dan Pasar Klewer adalah tiga hal yang menjadi simbol identitas kota ini.

Wilayah Kota Surakarta ini terletak antara 1100 0 0 0

Surakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian + 92 m dari

permukaan laut. Kota Surakarta berbatasan dengan :

Di sebelah utara : Berbatasan dengan Kabupaten Boyolali,

Di sebelah timur : Berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar,

Di sebelah selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo, dan

Di sebelah barat : Berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo.

Luas wilayah Kota Surakarta mencapai 44, 041 km2 (0,14 % dari luas

wilayah Provinsi Jawa Tengah) yang terbagi menjadi lima kecamatan, yaitu :

Tabel 2. Luas Wilayah Kota Surakarta Per Kecamatan

No. Kecamatan Luas wilayah km2

1. 2. 3. 4. 5.

Laweyan Serengan

Pasar Kliwon Jebres

Banjarsari

8, 64 3, 19 4, 82 12, 58 14, 04

Jumlah 44, 041

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Surakarta (Surakarta dalam Angka 2009)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari lima kecamatan

yang ada di Kota Surakarta Kecamatan Banjarsari adalah kecamatan yang

memiliki wilayah paling luas yaitu 14, 04 km2, luas tersebut hampir 30% lebih

dari luas Kota Surakarta. Wilayah terbesar kedua di wilayah Kota Surakarta

yaitu Kecamatan Jebres, kemudian disusul oleh daerah Kecamatan Laweyan

dan Pasar Kliwon. Sedangkan kecamatan dengan wilayah paling sempit di

Kota Surakarta adalah Kecamatan Serengan yaitu 3, 19 km2, luas tersebut

hanya sekitar 7 % dari luas wilayah Kota Surakarta secara keseluruhan.

b. Kependudukan Kota Surakarta

Berdasarkan Hasil Estimasi Survei Penduduk Antar Sensus (2005)

tahun 2009 yang terdapat pada buku Surakarta dalam angka 2009 penduduk

Kota Surakarta mencapai 528. 202 jiwa dengan rasio jenis kelamin (sex ratio)

sebesar 89. 38; yang artinya bahwa setiap 100 penduduk perempuan terdapat

sebanyak 89 penduduk laki-laki. Tingkat kepadatan penduduk Kota Surakarta

pada tahun 2009 mencapai 11. 988 jiwa/km2. Tahun 2008 tingkat kepadatan

penduduk tertinggi terdapat di kecamatan Serengan yang mencapai 19. 959

jiwa.

Tabel 3. Jumlah Penduduk, Rasio Jenis Kelamin dan Tingkat Kepadatan Tiap

Kecamatan di Kota Surakarta Tahun 2009

Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah Total

Rasio Jenis Kelamin/ Sex Ratio

Tingkat Kepadatan Penduduk

Laweyan 54. 132 56. 423 110. 555 95, 94 12. 796

Serengan 31. 378 32. 281 63. 659 97, 20 19. 956

Pasar Kliwon 43. 276 44. 768 88. 044 96. 67 18. 266

Jebres 71. 001 72. 318 143. 319 98, 18 11. 393

Banjarsari 86. 894 88. 378 175. 272 98, 32 11. 835

Jumlah 286. 681 294. 168 580. 849 97, 45 13. 189

Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kota Surakarta (Surakarta Dalam Angka

2009).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

Tabel 4. Banyaknya Penduduk Menurut Agama yang Dianut di Kota Surakarta

Tahun 2009

Kecamatan Islam Kristen Katolik

Kristen Protestan

Budha Hindu Jumlah

Laweyan 89. 652 10. 980 9. 313 399 210 110. 555

Serengan 49. 444 6. 609 7. 397 118 91 63. 659

Pasar Kliwon 69. 571 8. 996 8. 662 667 148 88. 044

Jebres 98. 764 20. 984 21. 282 1. 420 869 143. 319

Banjarsari 130. 892 20. 059 22. 843 1. 158 320 175. 272

Kota 438. 323 67. 628 69. 497 3. 762 1. 638 580. 849

Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kota Surakarta (Surakarta Dalam Angka

2009).

Tabel 5. Jumlah Penduduk lima Tahun Ke atas Menurut Tingkat Pendidikan di

Kota Surakarta Tahun 2009

Kecamatan Tamat Akademi/PT

Tamat SLTA Tamat SLTP Tamat SD

Laweyan 9. 808 25. 845 20. 582 20. 110

Serengan 5. 611 13. 427 13. 582 15. 420

Pasar Kliwon 7. 997 22. 947 19. 056 16. 561

Jebres 6. 107 18. 690 23. 176 22. 685

Banjarsari 14. 820 36. 740 33. 346 32. 885

Jumlah 44. 343 117. 649 109. 742 107. 661

Kecamatan Tidak Tamat SD

Belum Tamat SD

Tidak Sekolah

Jumlah Total

Laweyan 5.952 9.009 6.568 97.874

Serengan 2.795 5.367 1.244 57.446

Pasar Kliwon 6.330 6.261 982 80.134

Jebres 17.005 16.297 13.547 117.507

Banjarsari 8.667 20.598 10.757 157.813

Jumlah 40.749 57.532 33.098 510.774

Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kota Surakarta (Surakarta Dalam Angka

2009).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

Tabel 6. Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kota Surakarta

Tahun 2009

Kecamatan Petani Sendiri

Buruh Tani

Pengusaha Baruh Industri

Buruh Bangunan

Laweyan 50 40 966 14.980 12.486

Serengan 0 0 1.089 5.258 3.135

Pasar Kliwon 0 0 2.506 10.433 7.134

Jebres 84 0 1.721 16.519 16.012

Banjarsari 344 412 3.087 21.366 19.579

Kota 478 452 9.399 68.556 58.346

Kecamatan Pedagang Angkutan PNS/TNI/ POLRI

Pensiunan Lain-lain Jumlah

Laweyan 5.700 2.744 5.056 3.705 42.263 88.020

Serengan 4.259 1.928 1.614 907 32.150 50.340

Pasar Kliwon

8.029 4.909 2.848 4.376 32.602 72.837

Jebres 5.047 2.748 8.025 3.680 49.061 102.897

Banjarsari 10.491 6.315 9.392 6.934 37.935 116.336

Kota 33.526 18.644 26.935 19.602 194.011 430.430

Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kota Surakarta (Surakarta Dalam Angka

2009).

2. Gambaran Terjadinya Kekerasan Seksual pada Anak di Kota Surakarta

Fenomena kejahatan kekerasan seksual pada anak di Kota Surakarta kian

berkembang, secara kuantitas jumlahnyapun dari tahun ke tahun mengalami

peningkatan. Hal tersebut terjadi mengikuti perkembangan jaman serta teknologi

dan gaya hidup masyarakat yang kian berkembang. Dari data yang dilaporkan dan

tercatat di RPK (Ruang Pelayanan Khusus) Unit PPA (Unit Pelayanan Perempuan

dan Anak) Sat Reskrim Polresta Surakarta dari Januari 2010 sampai Desember

2011 terdapat 19 kasus kekerasan seksual dengan korban anak (usia 0-18 tahun)

yang terjadi di Kota Surakarta.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kanit PPA (Kepala Unit Pelayanan

Perempuan dan Anak) Sat Reskrim Polresta Surakarta Ibu AKP. Sri Rahayu

beliau mengatakan bahwa kekerasan seksual pada anak

yang ada di Unit PPA Sat Reskrim Polresta Surakarta ini, merupakan data yang

Jadi berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa 19 kasus yang

terjadi dari Januari 2010 sampai Desember 2011 merupakan data berdasarkan

fakta yang dilaporkan dan tercatat di Unit PPA Sat Reskrim Polresta Surakarta

saja.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kak Athur Fitri Adiati, S. Sos. Salah

satu staff di Yayasan KAKAK Surakarta mengatakan bahwa:

fenomena gunung es artinya kasus yang terlihat di permukaan hanyalah sebagian kecil saja dari kejadian yang sebenarnya. Hal tersebut disebabkan banyak kasus yang tidak dilaporkan karena korban merasa malu dan takut belum lagi tentang pandangan masyarakat masih negatif terhadap korban kasus seksual terkadang anak dianggap kecentilan sehingga mereka menjadi korban kekerasan seksual. (CL. 4).

Jadi kasus kejahatan kekerasan seksual yang sebenarnya bisa lebih banyak

lagi dari kejadian yang dilaporkan kepada pihak berwajib, karena banyak juga

kasus kekerasan seksual yang tidak dilaporkan karena korban atau keluarga

korban masih menutupi adanya kejadian karena malu, takut dengan stigma negatif

dari masyarakat tentang peristiwa tersebut.

a. Pelaku dan Korban

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kanit PPA Ibu AKP. Sri Rahayu

pada hari Senin tanggal 05 Januari 2012, beliau mengatakan bahwa :

Dari kasus-kasus yang kami tangani selama saya bertugas disini, kebanyakan korbannya adalah anak perempuan. Untuk jenis kekerasan seksual yang sering terjadi berdasarkan data yang ada di Unit PPA yaitu perkosaan, pencabulan dan pelecehan seksual. Kemudian yang sering menjadi korban adalah anak-anak usia SMP (Sekolah Menengah Pertama) sampai SMA (Sekolah Menengah Atas) namun pada kasus yang sekarang sedang ditangani korbannya masih kelas empat SD (Sekolah Dasar) dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

pelakunya adalah anak usia 13 tahun yang masih duduk di bangku kelas satu SMP (CL. 1).

Hal tersebut juga dikuatkan oleh Kak Athur Fitri Adiati S. Sos. Staf

program Yayasan KAKAK yang juga mengatakan bahwa :

Dari kasus yang pernah Yayasan KAKAK dampingi yang paling sering menjadi korban adalah anak usia SMP sampai awal-awal SMA karena disitu mereka mulai mengenal suka/ketertarikan pada lawan jenis, didukung masa puber kemudian mereka mulai mengenal tentang pacar-pacaran, mulai memiliki rasa penasaran mencoba menonton video porno (CL. 4).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kak Rita Hastuti, S. P.

Koordinator Program di Yayasan KAKAK pada hari Rabu, tanggal 01

Februari 2012

KAKAK yang sering menjadi korban kekerasan seksual yaitu anak usia 15-16

tahun, 90% anak perempuan sisanya 10% adalah anak laki-

Berdasarkan hasil dari beberapa wawancara di atas dapat peneliti

simpulkan bahwa seluruh kasus yang dilaporkan dan tercatat di Unit PPA

100% korbannya adalah anak perempuan sedangkan korban yang pernah

didampingi oleh Yayasan KAKAK 90% lebih berjenis kelamin perempuan

dan sisanya adalah anak laki-laki. Untuk rata-rata usia anak yang menjadi

korban kekerasan seksual yaitu usia SMP-SMA (14-17 tahun) dimana disaat

itulah anak-anak mengalami masa pubertas yang menyebabkan anak-anak

diusia tersebut memiliki kerentanan yang cukup tinggi menjadi korban

kejahatan kekerasan seksual.

Sedangkan untuk pelaku sendiri semuanya berjenis kelamin laki-laki

dan kebanyakan yang melakukan tindakan tersebut adalah orang dekat atau

orang yang sudah mereka kenal. Hal tersebut seperti keterangan yang

diberikan oleh Kanit PPA Ibu AKP. Sri Rahayu yang mengatakan bahwa :

Kebanyakan pelaku adalah orang yang mereka sudah kenal sudah ada relasi antara mereka (bukan orang asing) paling sering menjadi pelaku adalah teman bermain, pacar, kenalan dari HP (handphone/telpon genggam) karena sms nyasar kenalan kemudian kopi darat, teman kenal melalui dunia maya (teman chatting atau facebook), dan tetangga (CL. 1).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

Hal tersebut juga seperti yang dikatakan oleh Kak Rita Hastuti, S. P.

dari Yayasan KAKAK pada hari Rabu, tanggal 01 Februari 2012 bahwa

Untuk pelaku kekerasan seksual yang paling banyak adalah pacar, teman,

tetangga, keluarga. Jadi dapat dikatakan bahwa 90 % pelaku kekerasan seksual

pada anak adalah orang yang sudah dikenal dan 10 % lagi adalah orang yang

baru kenal

Jadi dapat disimpulkan dari banyaknya kasus kejahatan kekerasan

seksual pada anak, yang sering menjadi pelaku adalah orang yang lebih

dewasa atau lebih nalar dari korban, namun ada juga beberapa pelaku yang

sama-sama masih tergolong usia anak. Dari banyaknya kasus pelaku

kekerasan seksual pada ana yaitu orang yang sudah mereka kenal sebelumnya,

dan biasanya ini dilakukan oleh teman/pacar yang usianya sebaya atau lebih

dewasa.

b. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Seksual pada Anak di

Kota Surakarta

Faktor penyebab kejadian kasus kekerasan seksual pada anak di Kota

Surakarta yaitu :

1) Faktor keluarga

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kanit PPA Ibu AKP. Sri

Rahayu pada hari Senin tanggal 05 Januari 2012, beliau mengatakan

bahwa Dari banyaknya kasus kekerasan seksual pada anak yang menjadi

pendorong pelaku melakukan perbuatan senonoh tersebut adalah

kurangnya perhatian dan pengawasan dari orang tua sehingga banyak

orang tua yang tidak tahu kegiatan anaknya (CL. 1).

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu tim penyidik Unit

PPA Bapak BRIGADIR. Sarwono, S. E. pada hari Selasa tanggal 24

Januari 2012, beliau mengatakan bahwa:

Jika kasusnya yang melakukan kekerasan seksual itu ayahnya sendiri (kandung maupun tiri), biasanya dipengaruhi oleh faktor istri/ibu korban sering meninggalkan rumah untuk bekerja, bahkan dalam waktu lama misalnya saja menjadi TKW (Tenaga Kerja Wanita) di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

luar negeri, maka anak menjadi sasaran pemuas kebutuhan seksualnya (CL. 2).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kekerasan seksual pada anak

biasanya terjadi karena kurangnya perhatian dan pengawasan dari orang

tua kepada anak mereka masing-masing, hal tersebut biasanya disebabkan

oleh orang tua lebih sibuk bekerja sehingga tidak begitu tahu kegiatan

anaknya. Desakan ekonomi dan kebutuhan sehari-hari orang tua menjadi

sibuk mencari uang untuk mencukupi kebutuhan keluarga sehingga anak

kurang pengawasan sering dirumah sendiri, bahkan anak cenderung

mencari kesenangan di luar dan biasanya identik dengan hal-hal yang

negatif.

2) Faktor lingkungan tempat tinggal

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak BRIGADIR.

Sarwono, S. E. pada hari Selasa tanggal 24 Januari 2012 beliau

mengatakan bahwa aktor lingkungan tempat tinggal juga sangat

berpengaruh misalnya maaf seperti rumah korban di daerah kumuh, kotor,

rumahnya dempet-dempet karena lahan sempit dihuni banyak

penduduk (CL. 2).

Hal tersebut dapat diartikan lingkungan tempat tinggal yang kurang

kondusif dapat memicu kekerasan seksual, seperti lingkungan kumuh,

padat penduduk, rumah yang sempit hanya ada satu ruangan tanpa sekat,

sehingga satu keluarga melakuakan aktivitas seperti tidur, makan, nonton

TV (Television) di ruangan tersebut bersama semua anggota keluarga

mereka, sehingga kadang tanpa sengaja anak mengetahui orang tua mereka

melakukan hubungan suami-istri dan dapat mempengaruhi pola pikir dan

juga tingkah laku anak.

3) Faktor media massa

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kanit PPA Ibu AKP. Sri

Rahayu pada hari Senin tanggal 05 Januari 2012, beliau mengatakan

bahwa elaku kekerasan seksual sering menonton video porno yang saat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

ini bisa diakses dan dilihat melalui internet bahkan melalui HP

(Handphone) dan membuat mereka ingin meniru adegan tersebut (CL. 1).

Hal tersebut juga peneliti peroleh dari wawancara dengan Kak Rita

Hastuti, S. P. Koordinator Program Yayasan KAKAK yang mengatakan

kegemaran pelaku (CL. 3).

Kegemaran menonton tayangan porno turut menjadi faktor

pendorong terjadinya kekerasan seksual pada anak, hal tersebut biasanya

dilakukan oleh seseorang yang mental dan emosinya belum terbentuk

secara matang dan cenderung ingin meniru adegan yang dilihatanya tanpa

memikirkan akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya tersebut.

4) Faktor pergaulan

Berdasarkan wawancara dengan Kak Rita Hastuti, S. P.

Koordinator program Yayasan KAKAK, mengatakan bahwa:

Penyebab kekerasan seksual pada anak yaitu diantaranya karena hubungan pacaran yang terlalu bebas, atau sang pacar memaksa untuk melakukan hubungan intim dan korban tidak tahu bahwa melakukan hubungan seksual merupakan suatu tindak kejahatan. Kemudian karena bujuk rayu oleh pacar atau juga bisa yang lainnya bahkan diancam untuk melakukan hubungan intim, apabila anak tersebut tidak mau akan di sebarkan foto-foto seronok tersebut. Ada juga kasus yang korbannya ditipu diajak ke suatu tempat misalnya bilangnya kemana namun dibawa ke hotel atau ke tempat yang sepi. Selain itu kegemaran pelaku meminum minuman keras juga dapat mempengaruhi seseorang menjadi pelaku kejahatan seksual (CL. 3).

Faktor pergaulan yang salah akan sangat berpengaruh terhadap

pola pikir anak. Selain itu faktor lain juga bisa menyebabkan terjadinya

kekerasan seksual diantaranya perilaku pacaran yang kurang sehat,

misalnya dengan menggunakan kedok pacaran pelaku membujuk, merayu,

dan menjanjikan korban hal yang indah-indah misalnya janji untuk

menjadikan korban adalah orang terakhir dalam hidup pelaku.

Selain itu biasanya korban dipenuhi kebutuhannya kemudian tidak

boleh berhubungan dengan orang lain, dengan imbalan mereka harus mau

melakukan hubungan seksual untuk menunjukan rasa sayangnya kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

pelaku (pacar). Hal ini diperparah dengan keadaan ekonomi sulit yang

dimiliki oleh keluarga korban, dan dengan keadaan ekonomi mereka orang

tua tidak bisa membahagiakan anak mereka, kemudian karena korban

biasanya akan senang karena dibeli-belikan barang oleh pelaku.

Apalagi jika korban berasal dari keluarga broken home karena

merasa tidak diperdulikan dan diperhatikan oleh orang tuanya maka pacar

biasanya dengan mudah merebut hati anak (korban). (Ditulis oleh Rita

Hastuti, dalam Buletin Sahabat Yayasan KAKAK Edisi 7, 2011: 3).

Sesuai data yang masuk dan berhasil dipantau oleh Yayasan KAKAK

dari Januari 2009 sampai Juni 2011 ada 72 anak korban kekerasan seksual di

wilayah Eks Karesidenan Surakarta. Adapun jumlah korban kekerasan seksual di

wilayah eks karesidenan Surakarta dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 7. Data jumlah kasus kekerasan seksual pada anak dan wilayah

terjadinya kasus pada tahun 2009-Juni 2011

Wilayah Terjadinya Kasus

Tahun 2009 Tahun 2010 Januari-Juni 2011

Jumlah

Klaten 0 6 5 11

Sragen 10 9 2 21

Surakarta 8 8 3 19

Sukoharjo 4 3 0 7

Karanganyar 1 0 1 2

Boyolali 3 1 0 4

Wonogiri 2 3 1 6

Total 28 30 14 72

Sumber Data : Yayasan KAKAK Surakarta

Dari data di atas diketahui hanya beberapa saja korban yang dapat

didampingi oleh Yayasan KAKAK. Data tersebut tidak mewakili seluruhnya

karena kemungkinan masih banyak yang tidak terjangkau.

Hal yang pertama kali dilakukan Yayasan KAKAK untuk mengetahui

adanya kasus kekerasan seksual tersebut mereka menggunakan beberapa metode

ketika menjangkau yaitu melalui informasi dari orang kunci, yaitu orang-orang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

yang memang mengetahui dimana tempat tinggal atau alamat rumah korban, atau

bisa juga informasi didapat dari jaringan, instansi pemerintah, kepolisian, LSM

(Lembaga Swadaya Masyarakat) maupun masyarakat. Dari informasi tersebut

kemudian dikroscekkan apakah benar anak tersebut korban kekerasan seksual,

kemudian melakukan pendekatan ke keluarganya dan ke anaknya. Apabila

informasi tersebut benar maka Yayasan KAKAK akan melakukan pendampingan

dan memberikan pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh korban.

Dari kasus-kasus yang berhasil dipantau oleh Yayasan KAKAK, ada

beberapa bentuk-bentuk kekerasan seksual yang terjadi di wilayah eks

karesidenan Surakarta. Adapun bentuk-bentuk kekerasan seksual tersebut dapat

dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 8. Bentuk-bentuk kekerasan seksual (Laki-laki: 7, Perempuan 70)

Bentuk Kekerasan Seksual

Tahun 2009 Tahun 2010

Januari-April 2011

Jumlah

Perkosaan 8 4 3 15

Persetubuhan 12 23 5 38

Pencabulan 7 1 1 9

Sodomi 0 2 5 7

Persetubuhan dan Pencabulan

1 0 0 1

Trafficking 0 7 0 7

Total 77

Sumber Data : Yayasan KAKAK Surakarta

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa jumlah kekerasan seksual yang

paling banyak terjadi pada anak yaitu persetubuhan dan perkosaan, kemudian

disusul oleh pencabulan dan seterusnya. Selain dilakukan oleh lawan jenis (laki-

laki kepada perempuan), kekerasan seksual juga terjadi pada anak laki-laki yang

dilakukan oleh sesama jenis (homo seksual maupun heteroseksual) yaitu dengan

melakukan tindakan sodomi pada anus korban, hal tersebut menunjukkan bahwa

kekerasan seksual tidak hanya rentan terjadi pada anak perempuan saja namun

anak laki-laki juga memiliki resiko yang sama, meskipun jumlahnya relatif kecil.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

Adapun kasus kekerasan seksual yang terjadi di wilayah hukum Polresta

Surakarta (meliputi lima kecamatan), dan yang dilaporkan pada Unit PPA Sat

Reskrim Polresta Surakarta dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 9. Data Kasus Kekerasan Seksual dengan Korban Anak Selama Tahun 2010

No. Bulan Kejadian Usia korban

Usia pelaku

Pasal yang dilanggar

Kecamatan TKP (Tempat Kejadian Perkara)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

Januari

Februari

Maret

April

Mei

Juni

Juli

Agustus

September

Oktober

November

Desember

1

-

1

-

1

1

1

-

1

2

1

-

11

-

14

-

16

8

14

-

9

17

17

15

-

60

-

21

-

41

14

19

-

20

17

17

18

-

82 UUPA

-

81 UUPA

-

81 jo 82

82 UUPA

81 jo 82

-

82 UUPA

82 UUPA

82 UUPA

82 UUPA

-

Jebres

-

Jebres

-

Jebres

Banjarsari

Banjarsari

-

Jebres

Banjarsari

Jebres

Banjarsari

-

Jumlah 9

Sumber Data : RPK Unit PPA Sat Reskrim Polresta Surakarta

Berdasarkan tabel data kekerasan seksual pada anak di atas selama tahun

2010 telah terjadi sembilan kasus yang dilaporkan pada Unit PPA Sat Reskrim

Polresta Surakarta. Dari tabel di atas juga dapat diketahui bahwa hanya ada dua

kecamatan saja ditahun ini yang menjadi TKP (Tempat Kejadian Perkara) kasus

kejahatan kekerasan seksual dengan korban anak, yaitu Kecamatan Jebres dan

Kecamatan Banjarsari. Dari sembilan kasus yang tercatat lima kasus terjadi di

Kecamatan Jebres dan empat kasus di Kecamatan Banjarsari. Hal tersebut

menunjukkan bahwa pada tahun 2010 dua kecamatan tersebut memiliki

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

kerentanan dan kerawanan paling tinggi dibandingkan tiga kecamatan lain yang

ada di wilayah hukum Polresta Surakarta.

Tabel 8. Data Kasus Kekerasan Seksual dengan Korban Anak Selama Tahun 2011

(Bulan Januari-Desember)

No. Bulan Kejadian Usia korban

Usia pelaku

Pasal yang

dilanggar

Kecamatan TKP (Tempat Kejadian

Perkara) 1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

Januari

Februari

Maret

April

Mei

Juni

Juli

Agustus

September

Oktober

November

Desember

1

2

-

1

1

-

1

-

-

3

-

1

16

15

15

-

13

15

-

16

-

-

14

16

16

-

10

18

32

32

-

16

16

-

16

-

-

21

23

50

-

13

81 UUPA

81 jo 82

81 jo 82

-

81 jo 82

82 UUPA

-

-

-

81 jo 82

82 UUPA

81 UUPA

-

81 UUPA

Jebres

Laweyan

Laweyan

-

Laweyan

Banjarsari

-

Laweyan

-

-

Banjarsari

Laweyan

Banjarsari

-

Serengan

Jumlah 10

Sumber Data : RPK Unit PPA Sat Reskrim Polresta Surakarta

Berdasakan tabel data kasus kekerasan seksual pada anak selama tahun

2011 di atas, dapat diketahui bahwa terdapat sepuluh kasus yang tercatat di Unit

PPA Sat Reskrim Polresta Surakarta. Data tersebut menunjukkan terjadinya

peningkatan satu kasus dari tahun 2010, yang semula sembilan kasus meningkat

menjadi sepuluh kasus. Kemudian jika pada tahun 2010 TKP didominasi

Kecamatan Jebres dan Banjarsari, pada tahun 2011 TKP pindah ke kecamatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

lain, dan yang menduduki peringkat pertama menjadi daerah terbanyak menjadi

TKP yaitu Kecamatan Laweyan, dari sepuluh kasus yang tercatat lima kasus

kekerasan seksual dengan korban anak terjadi di kecamatan ini. Kemudian disusul

oleh Kecamatan Banjarsari dimana selama tahun 2011 terjadi tiga kasus di daerah

ini. Selama dua Tahun (2010-2011) Kecamatan Banjarsari masih menjadi daerah

yang rentan terjadi kasus kejahatan kekerasan seksual dengan korban anak.

3. Upaya Pihak Kepolisian Unit PPA (Unit Pelayanan Perempuan dan Anak) Sat Reskrim Polresta Surakarta dalam Menanggulangi Kejahatan

Kekerasan Seksual pada Anak

Kepolisian merupakan salah satu aparat penegak hukum yang bertugas

untuk mengayomi dan melindungi masyarakat termasuk menumpas semua

kejahatan yang terjadi di masyarakat sebagai upaya menciptakan Kamtibmas

(Keamanan dan ketertiban dalam masyarakat). Jenis dan bentuk kejahatan yang

terjadi di dalam kehidupan masyarakat sangat beragam dan bukan hal mudah

untuk ditumpas, bahkan hukuman yang sudah diberikan terkadang tidak membuat

jera pelaku dan juga orang lain yang ingin melakukan kejahatan serupa. Salah satu

contoh dari kejahatan yang sekarang marak terjadi yaitu kekerasan seksual pada

anak.

Anak merupakan calon generasi penerus bangsa di masa depan, oleh sebab

itu semua bentuk kejahatan yang menimpa anak harus ditanggulangi secara serius

agar kehidupan anak terlindungi sehingga mereka dapat menikmati masa kanak-

kanak mereka untuk belajar dan mengembangkan bakat demi masa depan mereka

dan masa depan mereka dan bangsanya. Sebagai aparat penegak hukum, Unit

PPA Sat Reskrim Polresta Surakarta melakukan beberapa upaya untuk

menaggulangi kejahatan kekerasan seksual pada anak baik secara preventif

maupun represif. Adapun upaya-upaya tersebut diantaranya :

a. Upaya Preventif (Pencegahan)

Penanggulangan kekerasan seksual pada anak secara preventif yang

dilakukan oleh Unit PPA Sat Reskrim Polresta Surakarta yaitu dengan

mengadakan penyuluhan hukum kepada masyarakat Kota Surakarta. Selain

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

Unit PPA penyuluhan hukum juga dilakukan oleh Unit BINMAS (Unit

Pembinaan Masyarakat) dengan memberikan sosialisasi pada anak-anak usia

sekolah dan juga pada orang tua atau orang dewasa.

Kegiatan penyuluhan dan sosialisasi yang dilakukan oleh Unit PPA

juga dilakukan dengan bekerjasama dengan Pemerintah Kota Surakarta dan

instansi terkait misalnya PT PAS (Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak

Kota Surakarta), LSM yang sama-sama memiliki program menanggulangi

kejahatan kekerasan seksual dan ESKA (Eksploitasi Seksual Komersial) pada

anak. Penyuluhan Hukum biasanya dilakukan di setiap kelurahan maupun

sekolah-sekolah yang berada di wilayah hukum Polresta Surakarta. Hal

tersebut sesuai dengan penuturan Kanit PPA Ibu AKP. Sri Rahayu pada hari

Senin tanggal 05 Januari 2012, yang mengatakan bahwa:

Pihak kepolisian juga banyak mengadakan sosialisasi memberikan ceramah-ceramah di sekolah, di masyarakat yang disitu tidak hanya dihadiri oleh anak-anak namun juga orang tua dengan tujuan untuk memberikan informasi dan pengetahuan sekaligus memberikan motivasi dan kesadaran bagi orang tua untuk menjaga anak-anak mereka, dan lebih memperhatikan kegiatan anak, agar anak-anak mereka tidak menjadi korban kekerasan seksual (CL. 1).

Penyuluhan Hukum adalah kegiatan untuk meningkatkan kesadaran

hukum masyarakat berupa pengenalan, penyampaian dan penjelasan peraturan

hukum kepada masyarakat dalam suasana informal sehingga tercipta sikap dan

perilaku masyarakat yang sadar hukum. Disamping mengetahui dan

memahami hukum, masyarakat juga diharapkan dapat mematuhi atau mentaati

hukum tersebut. Eksistensi penyuluhan sangat diperlukan karena saat ini,

meski sudah banyak anggota masyarakat yang sudah mengetahui dan

memahami apa yang menjadi hak dan kewajibannya menurut hukum, namun

masih ada yang belum dapat bersikap dan berperilaku sesuai dengan hukum

yang berlaku.

b. Upaya Represif (Penanganan) Secara Penal

Upaya penanggulangan kejahatan kekerasan seksual pada anak secara

represif yang dilakukan oleh Unit PPA Sat Reskrim Polresta Surakarta yaitu

dengan melakukan penindakan secara hukum terhadap pelaku kejahatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

kekerasan seksual pada anak. Penindakan secara hukum yang dimaksud

adalah dengan melakukan penanganan dan pengusutan lebih lanjut terkait

laporan dari masyarakat maupun keluarga korban bahwa telah terjadi kasus

kejahatan kekerasan seksual pada anak. Upaya ini juga disebut sebagai upaya

penal dimana pelaku kejahatan ditindak secara tegas oleh aparat penegak

hukum dengan menggunakan hukum yang berlaku.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kanit PPA Ibu AKP. Sri Rahayu

hari Senin tanggal 05 Januari 2012 beliau mengatakan bahwa :

Selain upaya preventif pihak kepolisian juga melakukan upaya represif untuk menanggulangi kejahatan kekerasan seksual pada anak. Untuk Unit PPA khususnya kami akan segera mengusut dan menindak lanjuti apabila ada laporan bahwa telah terjadi kasus kejahatan kekerasan seksual serta melindungi dan mengamankan korban serta pelaku (yang umumnya adalah anak-anak dan masih sekolah) (CL. 1).

Hal tersebut juga dikatakan oleh salah satu anggota tim penyidik Unit

ntuk upaya represif yang kita

lakukan yaitu apabila terjadi kasus dan dilaporkan ke Unit PPA maka kami

langsung menangani dan memproses kasus tersebut

Selain menindak lanjuti kasus yang dilaporkan ke Unit PPA, untuk

melakukan penanganan korban kejahatan kekerasan seksual pada anak Unit

PPA juga melakukan kerjasama dan terjaring dalam jaringan PT PAS.

Adapun alur dan prosedur pelaporan kasus kejahatan kekerasan

seksual pada anak kepada pihak kepolisian :

Gambar 3. Alur Pelaporan Kasus Kejahatan Kekerasan Seksual

pada pihak Kepolisian

Lapor Polisi

1. Pelapor datang

2. Dibuatkan

Laporan Polisi 4. JPU 3. Dibuat

Berkas Perkara

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

Keterangan :

1) Pelapor bisa keluarga/kerabat korban sendiri atau bersama dengan korban

datang ke kantor polisi, pertama yaitu mendatangi ke ruang SPK (Sentra

Pelayanan Kepolisian) untuk lapor polisi. Dari laporan tersebut polisi SPK

biasanya tidak begitu saja percaya, sehingga biasanya pelapor akan diberi

pertanyaan-pertanyaan terkait laporan tersebut untuk meyakinkan polisi

tentang kebenaran telah terjadinya kejahatan seperti yang dilaporkan.

Apabila korban mentalnya kuat maka akan langsung ditanya-tanya di SPK

apakah benar adanya kejadian seperti yang dilaporkan, akan tetapi apabila

korban keadaan mentalnya lemah maka biasanya pihak SPK meminta

bantuan kepada petugas Unit PPA yang kebanyakan terdiri dari polisi

wanita, sehingga diharapkan agar korban tidak takut dan lebih terbuka

untuk bercerita kepada Ibu Polwan. Kemudian untuk mendapatkan bukti

yang lebih kuat baik polisi SPK maupun polisi yang ada di Unit PPA

meminta dan mengantar korban untuk dilakukan VeR (Visum et Repertum)

di klinik bayangkari untuk mendapatkan keterangan medis yang digunakan

guna melengkapi keterangan pada surat pelaporan tersebut.

2) Baru setelah mendapat keterangan dan bukti visum yang cukup maka SPK

membuatkan surat tanda bukti bahwa sudah melakukan pelaporan polisi.

Surat tersebut untuk dilaporkan kepada Kasat Reskrim (Kepala Satuan

Reserse Kriminal) untuk diarahkan pada Unit yang ada dalam Sat Reskrim

(Satuan Reserse Kriminal) Polresta Surakarta. Penunjukan Unit yaitu

berdasarkan kasus yang dilaporkan, dalam hal ini Unit yang menangani

kejahatan kekerasan seksual pada anak yaitu Unit PPA.

3) Jika sudah berada di Unit PPA baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut

untuk membuat berkas perkara atau BAP (Berita Acara Pemeriksaan).

4) Apabila Berkas Perkara atau BAP sudah lengkap maka pihak penyidik

akan meyerahkan pada pihak kejaksaan/JPU (Jaksa Penuntut Umum)

untuk dilakukan penuntutan kepada pelaku di persidangan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

Adapun proses penyidikan (pemeriksaan) yang dilakukan oleh tim

penyidik di RPK (Ruang Pelayanan Khusus) Unit PPA (Unit Pelayanan

Perempuan dan Anak) meliputi kegiatan berikut ini :

Gambar 4. Proses Penyidikan (Pemeriksaan) Perkara Kajahatan

Kekerasan Seksual pada Anak

Keterangan :

1) Pelapor datang ke kantor polisi ke ruang SPK (Sentra Pelayanan

Kepolisian) untuk melaporkan suatu kejadian, setelah laporan tersebut

dapat dibuktikan pelapor akan mendapatkan surat laporan polisi dari

SPK yang sudah didisposisikan oleh Sat Reskrim untuk ditangani oleh

Unit PPA. Maka pelapor datang ke RPK Unit PPA yang ruangnya

berada di dekat gerbang barat Polresta Surakarta yang letaknya

berhadapan dengan gerbang SMKN 4 Surakarta.

2) Setelah pelapor berada di RPK Unit PPA, tim penyidik RPK akan

melakukan pemeriksaan lebih mendalam terkait delik aduan yang

dilaporkan oleh pelapor. Untuk membuat Berkas Perkara secara

lengkap. Akan tetapi pada tahap ini kami biasanya akan melakukan

3. Dibuatkan BAP 2.Pemeriksaan

di RPK/PPA

1.Lapor Polisi

Mediasi secara kekeluargaan

Pelapor

Visum

Saksi Proses Hukum selesai/ bisa diberhentikan

Pelaku

4. JPU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

upaya mediasi antara kedua belah pihak antara pelapor/keluarga

pelapor dengan pihak yang dilaporkan, kami biasanya meminta

keluarga korban untuk memikirkan lagi dampak apabila masih bisa

diselesaikan secara kekeluargaan, apabila kedua belah pihak bisa

didamaikan maka kasus selesai atau bisa diberhentikan tidak perlu

sampai JPU, namun apabila kedua belah pihak tidak dapat didamaikan

dan pihak pelapor tetap ingin melanjutkan kasus ke meja hijau maka

kami akan tetap akan melanjutkan proses hukum.

3) Penyususnan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dilakukan oleh tim

penyidik RPK Unit PPA dengan tahap-tahap sebagai berikut :

a) Memanggil pelapor (korban atau orang tua korban). Namun dalam

hal ini jika korbannya anak, maka tidak dapat bertindak sebagai

pelapor karena dianggap belum cakap hukum. Sehingga pada

perkara anak korban harus didampingi orang tua maupun keluarga

korban. Setelah pelapor di periksa apakah benar adanya kejadian

yang dilaporkan tersebut.

b) Untuk menguatkan laporan dan memperoleh bukti maka penyidik

meminta korban untuk melakukan VeR (Visum et Repertum) di

klinik Bayangkari guna untuk mendapatkan keterangan dokter

terkait keadaan fisik korban. Setelah VeR itu menunjukkan benar

adanya bekas fisik yang terdapat ditubuh korban maka

pemeriksaan akan terus berlanjut.

c) Pemeriksaan saksi (saksi dapat orang yang mengalami, melihat dan

mendengar secara langsung suatu kejadian), akan tetapi pada

proses penyidikan kasus seksual apabila tidak ada yang melihat

kejadian selain korban dan pelaku maka yang menjadi saksi hanya

korban sendiri (saksi korban) karena korban adalah pihak yang

mengalami. Sehingga keterangan saksi korban dianggap sudah

cukup untuk dicantumkan dalam BAP terkait peristiwa yang

dialami korban.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

d) Setelah adanya keterangan lengkap dan bukti kuat yang didapat

dari Visum dan keterangan saksi korban maka Unit PPA akan

melakukan penangkapan kepada pelaku (tersangka) untuk dimintai

keterangan terkait perbuatan yang dilakukan kepada korban.

4) Apabila keterangan dari pelapor, korban, saksi dan tersangka yang

didapat sudah lengkap barulah keterangan tersebut disusun menjadi

BAP, jika BAP sudah selesai disusun barulah pihak penyidik RPK

Unit PPA meyerahkan berkas perkara tersebut pada pihak kejaksaan/

JPU untuk dilakukan penuntutan dipersidangan.

B. Deskripsi Permasalahan Penelitian

1. Partisipasi Masyarakat dalam Menaggulangi Kejahatan

Kekerasan Seksual pada Anak di Kota Surakarta

a. Partisipasi Yayasan KAKAK Surakarta

Yayasan KAKAK adalah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)

yang fokus utamanya adalah pada perlindungan konsumen. Nama KAKAK

sendiri merupakan singkatan dari Kepedulian Untuk Konsumen Anak.

Sehubungan dengan banyaknya kasus kekerasan seksual pada anak di Kota

Surakarta, Yayasan KAKAK juga ikut serta dalam upaya penanggulangan

kejahatan tersebut. Tidak hanya pada anak-anak di Kota Surakarta namun juga

anak-anak di wilayah Eks-karisidenan Surakarta (Wonogiri, Sukoharjo,

Boyolali, Klaten, Karanganyar, dan Sragen). Berbicara tentang

penanggulangan maka kita berbicara tentang semua upaya yang dilakukan

terhadap permasalahan tersebut mulai dari pencegahan, penanganan sampai

dengan rehabilitasi korban. Dibawah ini merupakan penjabaran tentang

partisipasi Yayasan KAKAK terkait dengan 3 upaya penaggulangan kejahatan

kekerasan seksual pada anak tersebut. Upaya-upaya tersebut meliputi :

1) Upaya Pencegahan/Preventif Secara Non Penal Program pencegahan terjadinya kekerasan seksual pada anak sangatlah

penting untuk dilakukan, karena dengan pencegahan diharapkan bahaya

kekerasan seksual dapat ditekan dan dicegah agar jangan sampai terjadi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

a) Mengembangkan sistem perlindungan anak di sekolah dan di wilayah/

masyarakat

(1) Di wilayah/masyarakat

Dalam melakukan sosialisasi pencegahan kekerasan seksual

pada anak di wilayah Yayasan KAKAK baru memfokuskan pada dua

wilayah saja yaitu Kelurahan Jebres dan Semanggi. Meskipun di

daerah lain juga pernah melakukan sosialisasi pencegahan kekerasan

seksual namun belum dilaksanakan secara berkesinambungan seperti

pada dua wilayah tersebut.

(a) Memberikan sosialisasi di wilayah

Sosialisasi dilakukan di wilayah karena wilayah merupakan

lingkungan tempat tinggal dari sekumpulan masyarakat yang

terdiri dari orang tua dan juga anak-anak. Lingkungan sangat

mempengaruhi perkembangan anak sekaligus dapat menjadi faktor

pendorong terjadinya kekerasan seksual pada anak. Sosialisasi

pencegahan ini biasanya dilakukan dengan mengundang

perwakilan dari tiap RT/RW (anak-anak maupun dewasa)

dikumpulkan disuatu tempat kemudian diberi penyuluhan tentang

beberapa materi diantaranya tentang Undang-Undang Perlindungan

Anak, hak-hak anak, apa itu kekerasan, apa saja bentuk-bentuk

kekerasan dan kemana mereka harus melapor apabila terjadi

kekerasan.

Sosialisasi di wilayah dilakukan dengan pendidikan

komunitas/community education yang biasa disingkat comet

sehingga sosialisasi antara orang tua dan anak-anak tidak dilakukan

secara bersamaan, anak-anak sendiri, untuk dewasa/orang tua

sendiri. Sosialisasi pada anak dilakukan dengan cara peer

education yaitu tentang bagaimana cara melakukan sosialisasi pada

teman sebaya dengan cara ini diharapkan anak dapat memberikan

sosialisasi atau informasi yang mereka dapat dari Yayasan

KAKAK kepada teman-teman mereka lainya yang tidak/belum

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

mengikuti sosialisasi. Untuk yang dewasa atau orang tua itu

dilakukan dengan membentuk kader-kader, dan memberi pelatihan

pada kader-kader tersebut, mereka yang telah ditunjuk menjadi

kader inilah yang akan melakukan sosialisasi di lingkungan mereka

masing-masing sebagai penyambung informasi dari Yayasan

KAKAK.

(b) Mendorong terbentuknya PPT PA (Program Pelayanan Terpadu

Perempuan dan Anak) di tingkat kelurahan sebagai salah satu

pengembangan sistem perlindungan anak di wilayah

Selain memberikan sosialisasi, sebagai upaya

memgembangkan sistem perlindungan anak di tingkat kota

Yayasan KAKAK juga membentuk PPT PA di dua wilayah yaitu

Kelurahan Jebres dan Semanggi. Dasar pemilihan kedua wilayah

tersebut yaitu kerena kedua wilayah tersebut dinilai rentan dan

sering terjadi kasus kekerasan baik fisik, seksual, ESKA dan

masalah lain seperti kenakalan remaja, miras, anak putus sekolah

dan pengangguran.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kak. Rita Hastuti, S.

P. pada hari Rabu, 01 februari 2012 beliau mengatakan bahwa :

Selama tiga tahun ini KAKAK mengembangkan sistem perlindungan anak dan sebagai upaya menciptakan sistem tersebut KAKAK membentuk PPT PA di dua Kelurahan yang ada di Kota Surakarta yaitu Kelurahan Jebres dan Semanggi walaupun sebenarnya di tingkat kota sudah ada PT PAS. Dengan dibentuknya PPT PA ini diharapkan bisa menjadi tangan panjang dari PT PAS yang akan menangani ketika terjadi kasus kekerasan pada perempuan dan anak di wilayah mereka. Anggota PPT PA sendiri terdiri dari lembaga-lembaga yang ada ditingkat kelurahan seperti LKMD, Pokja Kelurahan Layak Anak, PKK, Karang Taruna dan masyarakat yang memiliki kepedulian kepada masalah perempuan dan anak (CL. 3).

PPT PA ini dibentuk untuk meningkatkan ketrampilan

masyarakat dalam menangani kasus kekerasan yang sering terjadi

pada perempuan dan anak di lingkungan tempat tinggal mereka.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

Yayasan KAKAK juga mengadakan kegiatan capacity building

bagi pengurus PPT PA di Kelurahan Jebres yang diadakan pada

tanggal 23-25 April 2012 dan di Kelurahan Semanggi pada

tanggal 4-6 Mei 2012 kegiatan ini sebagai upaya untuk

meningkatkan ketrampilan dari para pengurus dalam penanganan

kasus kekerasan seksual, ESKA, korban KDRT, penculikan dan

perdagangan anak. Pelatihan tersebut ditujukan agar mereka dapat

terjun langsung melakukan penanganan kasus ketika di

lingkungan mereka terjadi kasus kekerasan baik pada perempuan

maupun anak.

(2) Di sekolah

(a) Mengadakan sosialisasi dan roadshow di beberapa sekolah untuk

memberikan pendidikan seksual pada anak sebagai upaya

pencegahan kekerasan seksual pada anak usia remaja

Untuk Sosialisasi difokuskan pada SMP N 26 dan SMP N

17 Surakarta, kedua sekolah ini merupakan sekolah yang

didampingi oleh Yayasan KAKAK karena dianggap rentan terjadi

kasus kekerasan seksual pada beberapa anak didik mereka.

Sosialisasi di sekolah dilakukan oleh guru kepada murid-murid,

yang mana sebelumnya guru ini sudah mendapatkan trainning dari

Yayasan KAKAK, kemudian disosialisasikan kepada seluruh

siswa. Sosialisasi juga biasanya dilakukan oleh staff Yayasan

KAKAK yang diundang oleh pihak sekolah untuk melakukan

sosialisasi misalnya saat MOS (Masa Orientasi Siswa) pada siswa-

siswi yang baru masuk. Selain pada siswa baru sosialisasi juga

diberikan bagi siswa lain di kelas VIII (delapan) dan IX (sembilan)

sesuai kebutuhan dan sesuai perkembangan kondisi yang ada.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kak Athur Fitri

Ad udian kita juga

mendukung siswa-siswi di SMP N 26 dan SMP N 17 Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

untuk membuat mading di sekolah sebagai media sosialisasi untuk

penc 4).

Jadi selain sosialisasi dengan memberikan penyuluhan pada

siswa di dua sekolah tersebut Yayasan KAKAK juga mendukung

anak-anak untuk melakukan sosialisasi di sekolah yaitu dengan

media lain yaitu menggunakan mading, didalam isi mading

tersebut ditampilkan tulisan tentang artikel, tips dan informasi-

informasi tentang apa itu kekerasan, apa saja bentuk kekerasan, apa

itu kekerasan seksual dan ESKA, apa saja dampak dan bagaimana

memeranginya.

Selain program sosialisasi pada dua sekolah tadi Yayasan

KAKAK juga memiliki program lain dalam upaya pencegahan

kekerasan seksual pada anak. Berdasarkan hasil wawancara dengan

Kak Noor Hidayah, S. E beliau mengatakan bahwa :

Yayasan KAKAK pernah mengadakan roadshow ke beberapa sekolah-sekolah seperti SMK, SMA, dan SMP yang ada di Kota Surakarta. Tujuan dari acara roadshow tersebut yaitu memerikan sosialisasi pada siswa-siswi dengan tema kekerasan dalam pacaran yang termasuk didalamnya yaitu kekerasan seksual (CL. 5).

Kegiatan roadshow ini yaitu untuk memberikan

pemahaman dan pengetahuan bagi remaja khususnya siswa SMP

dan SMA yang sedang mengalami masa pubertas yang mulai

memiliki rasa ketertarikan pada lawan jenis mereka. Oleh sebab itu

anak-anak usia remaja perlu diberikan bekal pengetahuan agar

mereka dapat mengidentifikasikan hal-hal mana yang boleh

dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan, termasuk

memberi arahan bagi mereka tentang mana gaya berpacaran yang

sehat dan mana gaya berpacaran yang tidak sehat. Selain itu

KAKAK juga memberikan pendidikan seksual bagi anak dan

sosialisasi tentang kesehatan reproduksi (kespro) dengan tujuan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

untuk memberikan pengetahuan kepada siswa tentang kesehatan

reproduksi.

(b) Mendorong dimasukkannya kurikulum tentang pendidikan seksual

dan kesehatan reproduksi di sekolah

Upaya lain yang dilakukan oleh KAKAK untuk mencegah

terjadinya kekerasan seksual dan ESKA yaitu dengan mendorong

dan mengusulkan dimasukkannya kurikulum tentang kesehatan

reproduksi di sekolah. Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh

Kak Rita Hastuti, S. P bahwa

dimasukkannya kurikulum tentang kesehatan reproduksi di

sekolah- (CL. 3).

Upaya tersebut dilakukan dengan harapan pihak sekolah

mau memasukkan pelajaran tentang kesehatan reproduksi dalam

kurikulum sekolah, agar anak-anak lebih mengerti tentang alat

reproduksi mereka dan apa saja fungsinya, apa saja dampak yang

ditimbulkan jika melakukan hubungan seksual dini, dan apa saja

penyakit berbahaya yang dapat ditularkan melalui hubungan

seksual yang tidak sehat. Selain pengetahuan tersebut guru juga

dapat menyisipkan pemahaman tentang ajaran agama, moral dan

kesusilaan agar mereka dapat membedakan hal yang baik dan

buruk. Dengan adanya pemahaman tersebut diharapkan anak-anak

jangan sampai terjerumus dan menjadi korban.

(c) Memberikan beasiswa untuk anak-anak korban kekerasan seksual

Memberikan beasiswa bagi anak-anak korban kekerasan

merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Yayasan

KAKAK untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak kekerasan

seksual dan juga mencegah korban terjerumus pada situasi ESKA

(Eksploitasi Seksual Komersial). Hal tersebut seperti yang

juga bekerjasama dengan pihak sekolah untuk memberikan

beasiswa untuk anak-anak korban kekerasan sek (CL. 3).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

Tujuan dari pemberian beasiswa bagi anak-anak korban

kekerasan seksual itu sendiri yaitu agar korban kekerasan seksual

yang berasal dari keluarga tidak mampu, jangan sampai putus

sekolah dan tetap bisa melanjutkan pendidikannya. Jangan sampai

karena putus sekolah dan kurangnya ketrampilan yang dimiliki

korban untuk memasuki dunia kerja dan pengalaman seksual dini

membuat mereka rentan terjerumus pada situasi ESKA dan dunia

prostitusi.

2) Upaya Penanganan/Represif Secara Non Penal

a) Melakukan penjangkauan (outreach), pendekatan dan pendampingan

rumah korban

Langkah awal yang dilakukan Yayasan KAKAK dalam menangani

anak korban kekerasan seksual yaitu mencari informasi tentang alamat

rumah korban apabila alamat sudah didapat maka KAKAK akan mengirim

satu orang pendamping untuk mendatangi rumah korban (home visit)

sebagai upaya penjangkauan (outreach) korban. Metode outreach ini

bertujuan untuk membuka jalan, bagi pendamping dari KAKAK agar

dapat melakukan pendekatan dengan korban dan keluarganya.

Hal tersebut dikatakan oleh Kak Rita Hastuti, S. P. selaku

Koordinator Program Pengembangan Sistem Perlindungan Anak Yayasan

KAKAK hari Rabu, tanggal 01 Februari 2012, bahwa :

Upaya Yayasan KAKAK dalam penangan kasus korban kekerasan seksual yaitu melakukan pendampingan kepada korban dengan cara penjangkauan ke rumah korban. KAKAK biasanya mengirimkan satu pendamping untuk melakukan home visit ke rumah korban dan menjelaskan kepada keluarga siapa itu KAKAK dan apa tujuannya, baru setelah itu kita mengadakan negosiasi dengan keluarga korban keberatan atau tidak apabila KAKAK melakukan pendampingan pada korban. Setelah adanya persetujuan keluarga pendamping akan melakukan pendekatan kepada korban untuk melakukan observasi dan assessment guna mencari tahu tentang kondisi korban, misalnya bagaimana keadaan psikologisnya, kesehatannya, pendidikannya hal tersebut bertujuan untuk mengetahui apa yang dibutuhkan oleh korban. Selain itu pendamping juga akan melakukan observasi terkait keadaan rumahnya, sekolahnya, teman-temannya/pergaulannya. Selain itu pendampibg juga harus mencari tahu dimana tempat korban

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

biasanya main/nongkrong, dan lingkungan kesehariannya misal bagaimana saudaranya dan tetangganya agar pendamping dapat lebih dekat dan lebih memahami anak (CL. 3).

Dari hasil wawancara diatas peneliti dapat meyimpulkan bahwa

kegiatan penjangkauan, pendekatan dan pendampingan korban bertujuan

untuk melakukan observasi tentang bagaimana keadaan korban dan apa

yang dibutuhkan oleh korban sehingga pendamping bisa mengupayakan

kebutuhan korban. Dengan adanya penjangkauan ini diharapan agar anak

(korban) dapat segera mendapatkan pertolongan agar mampu bangkit dari

keterpurukan dan bisa menata kembali kehidupannya demi masa depan

mereka.

b) Memberikan pelayanan bagi korban kekerasan seksual

Dalam kegiatannya Yayasan KAKAK juga berupaya memberikan

pelayanan/pendampingan bagi anak korban kekerasan seksual maupun

ESKA (Eksploitasi Seksual Komersial). Kegiatan-kegiatan tersebut

anatara lain, meliputi :

(1) Pelayanan medis

Kegiatan ini memiliki tujuan untuk menyediakan pengobatan

medis dan penanganan secara medis bagi korban. Hal tersebut sesuai

dengan hasil wawancara dengan Kak Rita Hastuti, S.P. :

Biasanya setelah pendamping mengetahui betul keadaan korban baru kemudian pendamping akan melakukan tindak lanjut. Apabila memang ada ganguan kesehatan/gangguan pada alat reproduksi anak maka kita (tim pendamping) akan merujuk korban ke puskesmas atau rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan dan penanganan secara medis (CL. 3).

Kegiatan ini dilakukan untuk mengantisipasi jika anak ternyata

tertular penyakit seksual berbahaya dan memerlukan penanganan

medis, maka Yayasan KAKAK berusaha untuk memfasilitasi anak

dengan membantu melakukan koordinasi dan mengadakan kerjasama

dengan puskesmas dan rumah sakit yang tergabung dalam jaringan dan

sudah melakukan MoU (Memorandum of Understanding) dengan PT

PAS (Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Surakarta) yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

ditunjuk untuk melakukan penanganan secara medis bagi korban

kekerasan seksual dan ESKA (Eksploitasi Seksual Komersial).

Puskesmas tersebut terdiri dari lima puskesmas induk dan tiga rumah

sakit besar di Kota Surakarta yang diantaranya yaitu puskesmas di

Manahan, Pajang, Sangkrah, Ngoresan, Kratonan, Rumah Sakit Panti

Waluyo, Kasih Ibu dan Brayat Minulya yang memang menyediakan

layanan bagi kasus IMS (Infeks Menular Seksual). Dengan adanya

kerjasama ini diharapkan anak-anak korban kekerasan seksual dan

ESKA dapat memperoleh keringanan biaya saat membutuhkan

pelayanan medis.

(2) Pelayanan/pendampingan proses hukum

Pendampingan hukum tentu sangat diperlukan sekali,

mengingat kasus kekerasan seksual pada anak merupakan tindak

kejahatan yang melanggar hukum, sehingga harus diproses secara

hukum. Akan tetapi bagi sebagian orang tua korban tidak tahu banyak

tentang proses hukum, maka pendamping dari Yayasan KAKAK juga

membantu untuk melakukan pendampingan secara hukum bagi anak

korban agar korban dan keluarga tidak kesulitan. Adapun kegiatan

pendampingan hukum yang dilakukan oleh Yayasan KAKAK.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kak Rita Hastuti, S. P.

Koordinator Program Pengembangan Sistem Perlindungan Anak pada

hari Rabu, tanggal 01 Februari 2012 beliau mengatakan bahwa:

Apabila kasusnya memang belum masuk keranah hukum maka kita akan melakukan pendampingan hukum kepada korban untuk mendampingi saat datang ke pihak yang berwajib untuk melaporkan kasus yang dialaminya biasanya dalam pembuatan BAP mereka cenderung takut dan malu jadi pendampingan oleh KAKAK ini ditujukan agar anak berani untuk berbicara, setelah pembuatan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) selesai pendamping juga ikut mendampingi dalam persidangan, tugas pendamping hukum lainnya yaitu mencatat hasil dari persidangan serta memperhatikan tuntutan dan vonis yang diberikan. Apabila terjadi ketidakadilan maka tugas pendamping yaitu mengadakan loby dengan jaksa dan membuat surat untuk diberikan kepada lembaga yang lebih tinggi untuk membela korban secara hukum. (CL. 3).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

Pelayanan hukum yang dilakukan oleh KAKAK ini mencakup

seluruh proses yang dijalani melalui jalur hukum dari pelaporan pada

pihak kepolisian sampai melakukan pendampingan vonis akhir

persidangan. Selain itu pendamping juga melakukan kerjasama dengan

lembaga lain untuk mendesak aparat penegak hukum agar pelaku

dihukum secara maksimal untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku

dan memberikan pelajaran bagi masyarakat luas agar tahu bahwa

melakukan kekerasan seksual merupakan tindak kejahatan dan dapat

pelakunya dapat dihukum. Sehingga diharapkan tidak ada lagi orang

lain yang melakukan hal serupa.

(3) Pelayanan psikologis

Anak yang menjadi korban kekerasan seksual biasanya sering

mengalami permasalahan dengan kondisi psikis/kejiwaannya, seperti

depresi dan trauma yang mendalam terkait dengan hal yang telah

dialaminya. Sehingga banyak korban yang kemudian menjadi

pendiam, tidak mau keluar rumah dan merasa minder dan merasa kotor

karena telah ternoda. Dengan keadaan itu tentu anak sangat

membutuhkan pendampingan secara psikologis.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kak Rita Hastuti, S. P

pada hari Rabu, tanggal 01 Februari 2012 beliau mengatakan bahwa:

Apabila si anak (korban) memiliki ganguan pada keadaan psikologisnya maka pendamping akan mencarikan praktisi psikologis atau bekerjasama dengan lembaga lain seperti SPEK-HAM atau PT PAS (Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Surakarta) yang memiliki praktisi psikologis (Pendampingan Psikologis) (CL. 3).

Pendamping yang ditugaskan oleh Yayasan KAKAK biasanya

akan melakuakan pendekatan kepada anak, dengan tujuan untuk

memberikan dukungan secara moral maupun spiritual agar anak tidak

merasa sendiri, dengan seperti itu harapannya anak dapat bercerita

kepada pendamping tentang permasalahan yang dihadapinya. Sehingga

dengan keterbukaan tersebut diharapkan pendamping dapat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

mengarahkan anak agar bangkit dan meneruskan kehidupannya yang

masih sangat panjang. Pendampingan ini sangatlah penting agar anak

tidak terjerumus pada hal-hal negatif seperti narkoba, miras, pergaulan

bebas bahkan ESKA (Eksploitasi Seksual Komersial) dan prostitusi.

Akan tetapi apabila anak mengalami gangguan psikologis berat dan

tidak dapat diatasi oleh pendamping maka KAKAK akan membantu

korban dengan mencarikan praktisi psikologi (psikolog) atau

bekerjasama dengan lembaga lain yang memiliki praktisi psikologi.

(4) Pelayanan pendidikan

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kak Noor Hidayah, S. E.

dari Yayasan KAKAK mengatakan bahwa :

Selain memberikan pelayanan medis, psikologis dan hukum Yayasan KAKAK juga berupaya memberikan pelayanan pendidikan, misalnya apabila korban kekerasan seksual dikeluarkan dari sekolah maka pihak pendamping berusaha untuk melakukan lobby kepada pihak sekolah untuk menerima kembali korban kekerasan seksual, dan tidak mengeluarkan korban (CL. 5).

Tidak sedikit anak korban kekerasan seksual yang dikeluarkan

dari sekolah karena kasus yang menimpa dirinya, apalagi jika anak

tersebut hamil dan kasusnya sudah masuk keranah hukum, maka

pendamping dari KAKAK akan memberikan bantuan pada korban

untuk mendapatkan lagi hak pendidikannya dengan melakukan

koordinasi dengan pihak sekolah untuk menerima korban untuk

bersekolah lagi.

3) Upaya Rehabilitasi Korban

Upaya rehabilitasi ini merupakan bentuk usaha untuk memulihkan

kondisi korban kekerasan seksual dan ESKA (Eksploitasi Seksual Komersial)

seperti sebelum adanya kejadian yang dialami. Rehabilitasi ini dilakukan

dengan menggali informasi tentang apa saja yang dibutuhkan oleh korban

setelah ada penanganan dan pemberian pelayanan awal. Adapun upaya

rehabilitasi yang dilakuakan oleh Yayasan KAKAK bagi korban kekerasan

seksual meliputi :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

a) Rehabilitasi medis

Rehabilitasi medis diberikan oleh Yayasan KAKAK ketika anak

korban kekerasan seksual dan ESKA yang masih memiliki ganguan

kesehatan pada alat reproduksinya. Korban kekerasan seksual biasanya

rentan terkena dan tertular penyakit kelamin misalnya IMS (Infeksi

Menular Seksual) ataupun ganguan kesehatan reproduksi lain seperti

keputihan, kencing nanah dan sebagainya. Oleh sebab itu pendamping

harus mampu memberikan bantuan agar korban mendapatkan pengobatan

sampai mereka benar-benar pulih dan sembuh dari penyakitnya secara

gratis.

Rehabilitasi medis ini juga membutuhkan support dari Negara,

sehingga pendamping mengusahakan korban bisa mendapatkan pelayanan

medis secara lengkap secara gratis di rumah sakit milik negara atau rumah

sakit yang merupakan jaringan dan telah melakukan MoU dengan PT

PAS. Dengan MoU tersebut maka rumah sakit tersebut harus tunduk pada

MoU tersebut dan tidak boleh menolak untuk memberikan pelayanan bagi

pasien korban kekerasan seksual dan ESKA. Rehabilitasi medis ini

meliputi medical cek up, pengobatan, pemulihan kesehatan sampai korban

dinyatakan sudah sehat dan sudah sembuh dan bersih dari penyakit yang

diderita.

b) Rehabilitasi psikologis

Korban kekerasan seksual biasanya mengalami trauma bahkan

depresi berat, dan keadaan tersebut tidak mudah untuk dihilangkan apalagi

jika korban mengalami kekerasan seksual secara berulang-ulang bahkan

sampai disetubuhi maka korban jelas akan tergangu kejiwaannya maka

pendamping juga mengupayakan agar anak mendapatkan pelayanan

psikologis lebih lanjut agar mereka dapat pulih dari trauma, depresi dan

gangguan psikologis lainnya.

Sebagaimana rehabilitasi lain rehabilitasi psikologi juga

membutuhkan support dari Negara agar bisa memberikan keringanan

biaya bagi korban. Pendamping dari Yayasan KAKAK biasanya akan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

membantu korban untuk sembuh dari trauma dengan mencarikan psikolog

yang lebih ahli dan profesional dalam melakukan pengobatan pasien/client

yang memiliki masalah dan ganguan pada kejiwaannya, karena Yayasan

KAKAK tidak memiliki psikolog maka pendamping biasanya akan

meminta bantuan dari lembaga lain yang memiliki psikolog yang

tergabung dalam jaringan PT PAS (Pelayanan Terpadu Perempuan dan

Anak Surakarta) seperti RSJ (Rumah Sakit Jiwa), LSM lain maupun

instansi lain yang terkait.

c) Rehabilitasi pendidikan

Rehabilitasi pendidikan diberikan oleh Yayasan KAKAK dengan

membantu korban mendapatkan haknya untuk bersekolah seperti sebelum

adanya kejadian. Ada korban kekerasan seksual yang dikeluarkan dari

sekolah karena jarang masuk sekolah karena depresi dan merasa malu

dengan peristiwa kelam yang menimpanya. Bahkan tidak sedikit korban

kekerasan seksual yang hamil dan dikeluarkan dari sekolah dengan alasan

melanggar tata tertib sekolah. Tugas pendamping yaitu mendatangi

sekolah korban untuk melakukan koordinasi dengan pihak sekolah, agar

sekolah mau menerima kembali korban menjadi siswa sekolah tersebut.

Akan tetapi apabila pihak sekolah tetap tidak bersedia menerima korban,

maka tugas pendamping selanjutnya yaitu melakukan koordinasi ke

lembaga yang lebih tinggi dari sekolah misalnya Dikpora (Dinas

pendidikan dan olahraga) untuk memberikan rekomendasi kepada pihak

sekolah untuk menerima kembali siswa tersebut. Namun apabila korban

tidak mau lagi bersekolah di sekolah sebelumnya maka pendamping harus

mencarikan sekolah baru bagi korban.

Terlebih lagi jika kasusnya terjadi pada korban yang akan

mengikuti UAS (Ujian Akhir Sekolah) namun pihak sekolah tidak

mengijinkan korban mengikuti UAS maka tugas pendamping yaitu

mengusahakan segala upaya agar korban bisa tetap ikut UAS. Tetapi

apabila korban tidak mau mengikuti UAS di sekolah, maka pendamping

harus mendorong korban untuk ikut ujian kejar paket agar korban tetap

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

bisa mendapatkan ijazah untuk bekal mereka mencari pekerjaan dimasa

depan. Kemudian jika korban berasal dari keluarga tidak mampu maka

tugas pendamping yaitu melakukan lobby dengan pemerintah agar

memberikan support agar korban bisa mendapatkan beasiswa baik dalam

pendidikan formal maupun non formal. Namun jika korban tidak berminat

lagi dengan pendidikan formal maka pendamping mengusahakan agar

korban dapat mengikuti kegiatan pelatihan ketrampilan/life skill secara

gratis, untuk bekal mereka dimasa depan.

d) Rehabilitasi ekonomi dengan pemberdayaan ekonomi bagi anak korban

kekerasan seksual dan ESKA

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kak Noor Hidayah, S. E.

beliau menyebutkan :

Dalam upaya rehabilitasi salah satu upaya yang dilakukan yaitu rehabilitasi ekonomi. Rehabilitasi ini dilakukan dengan bekerjasama dengan dinas atau lembaga lain yang memiliki program seperti pelatihan, dan pemberdayaan ekonomi. Lembaga yang dimaksud disini bisa dinas milik negara maupun pihak swasta yang memiliki visi dan misi yang sama dengan Yayasan KAKAK. Kerjasama akan tetap terjalin jika lembaga-lembaga tersebut tidak melanggar kesepakatan besama (CL. 5)

Salah satu upaya yang dilakukan oleh Yayasan KAKAK dalam

melakukan pemberdayaan ekonomi adalah bekerjasama dengan ECPAT

dan The Body Shop untuk melakukan upaya pemberdayaan ekonomi

dengan memberikan pelatihan/kursus ketrampilan life skill bagi anak-anak

korban kekerasan seksual dan ESKA dengan tujuan anak mendapatkan

skill khusus sesuai kebutuhan agar dapat mengimplementasikan life skill

yang didapat dan bisa menjadi alternatif dan pilihan pekerjaan untuk

bekal kehidupannya di masa yang akan datang. Salah satu bentuk

pelatihan keterampilan life skill tersebut adalah pelatihan membuat

kerajinan dari kain flannel. Pelatihan pembuatan kerajinan flannel itu

sendiri sesekali diadakan di kantor Yayasan KAKAK jadi anak-anak

korban yang juga pernah didampingi oleh KAKAK biasanya diundang

untuk mengikuti pelatihan bersama teman-teman yang lain. Tetapi ada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

juga yang dilakukan secara privat misalnya dengan mendatangkan guru

les kerumah anak (korban), biasanya diadakan kursus singkat dua kali

pertemuan, dalam kursus itu anak tidak hanya diberi materi tentang

pengenalan alat dan jenis kerajinan flannel saja, namun juga praktek

membuat kerajinan flannel itu sendiri, cara mengemas, membuat merek

atau label, serta yang terpenting juga mendapat pelatihan bagaimana

melakukan pemasaran dan juga pembukuan keuangan.

4) Advokasi (Melakukan Koordinasi dengan Lembaga Lain dan

Berpartisipasi Aktif dalam Rencana Aksi Kota Membentuk Sistem

Perlindungan Anak)

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kak Rita Hastuti, S. P. pada

hari Rabu, tanggal 01 februari 2012, beliau mengatakan bahwa :

Selain itu KAKAK juga berkoordinasi dengan lembaga lain yang memiliki program yang berkaitan dengan penanggulangan kekerasan seksual dan ESKA (Eksploitasi Seksual Komersial) pada anak, hal tersebut ditujukan untuk membuat kesepakatan bersama tentang bagaimana penanganan apabila ada korban kekerasan seksual. (CL. 3).

Melihat begitu banyak penyebab dan dampak dari kekerasan

seksual dan ESKA, tentu saja penanganannya tidak dapat dilakukan hanya

satu pihak saja akan tetapi membutuhkan bantuan dari instansi lainnya.

Masalah kekerasan seksual dan ESKA merupakan masalah yang sangat

kompleks dan saling terkait sehingga penanggulangannyapun merupakan

tanggung jawab dari banyak pihak. Oleh sebab itu Yayasan KAKAK

berinisiatif untuk berkoordinasi dengan lembaga-lembaga lain yang

tentunya juga memiliki program yang sama yaitu menangani masalah

kekerasan seksual dan ESKA.

Harapan dari kegiatan tersebut yaitu tercapainya suatu integrasi

dalam penanganan korban kekerasan seksual dan ESKA, khususnya

institusi pemerintah yang merupakan pemangku kewajiban. Beberapa

institusi baik pemerintah maupun masyarakat yang terlibat membentuk

sistem ini adalah SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah) di Kota

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

Surakarta diantaranya Bapermas PP PA dan KB, Bapeda, Diskominfo,

Dinsosnakertrans, Kemeneg, Dinas Kesehatan, 5 Puskesmas Induk

(Sangkrah, Kratonan, Pajang, Ngoresan dan Manahan), RSJD, RS

Moewardi, Dispora, Perwakilan Sekolah (SMPN 26 dan 17 Surakarta),

Pariwisata, Kepolisian, Kejaksaan, Satpol PP, Dispendukcapil,

Perwakilan Masyarakat (Warga Kelurahan Semanggi dan Jebres).

Kegiatan ini biasanya bertujuan untuk menyamakan persepsi

tentang anak yang mengalami kekerasan seksual dan juga berada pada

situasi ESKA adalah korban. Hal tersebut berdasarkan pada kebijakan

yang berupa UUPA (Undang-Undang Perlindungan Anak) No. 23 tahun

2002, UUPTPPO (Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang) No. 23 tahun 2007, dan Perda ESKA No. 3 tahun

2006. Setelah adanya persamaan persepsi tersebut, kita biasanya

melanjutkan dengan koordinasi yang membahas tentang program-

program kegiatan yang dimiliki oleh setiap lembaga dikaitkan dengan

penanggulangan kekerasan seksual dan ESKA. Kegiatan penanggulangan

tersebut kemudian dikelompokkan dalam program pencegahan,

peanganan dan rehabilitasi.

Setiap lembaga harus mempresentasikan program kerja yang

dimiliki oleh lembaga-lembaga tersebut dan menjelaskan bagaimana cara

mengakses program tersebut apabila lembaga lain ingin mengakses dan

kapan biasanya kegiatan/program tersebut dilakukan. Dengan

terpetakannya pesan dari setiap lembaga ini, diharapkan semua program

yang ada dapat diakses oleh lembaga manapun yang melakukan

penanggulangan kekerasan seksual dan ESKA.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa upaya yang dilakukan oleh

Yayasan KAKAK dalam melakukan penanggulangan kekerasan seksual

pada anak yaitu meliputi upaya pencegahan di wilayah dan di sekolah,

dan fokusnya di 2 wilayah yaitu Kelurahan Semanggi dan Jebres

sedangkan untuk sekolah yaitu SMP N 26 dan SMP N 17 Surakarta.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

Untuk penanganan dan rehabilitasi korban Yayasan KAKAK bekerjasama

dengan dinas dan instansi terkait yang ada dalam jaringan PT PAS.

b. Partisipasi Masyarakat Perorangan (Tokoh Masyarakat)

1) Upaya Pencegahan Secara Non Penal

a) Melakukan sosialisasi

Sosialisasi adalah suatu kegiatan yang sangat dibutuhkan

sebagai upaya pencegahan kejahatan kekerasan seksual pada anak.

Sosialisasi dapat diartikan sebagai kegiatan mengajak, menghimbau,

memberikan pengetahuan, dan menyebarluaskan informasi kepada

orang lain. Tujuan dari kegiatan tersebut yaitu seseorang dapat

mengetahui sesuatu hal yang belum mereka ketahui sebelumnya

kemudian diharapkan setelah adanya kegiatan sosialisasi mereka dapat

melakukan hal-hal yang dianjurkan dalam sosialisasi tersebut. Pemberi

sosialisasi sendiri tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang,

sosialisasi juga membutuhkan skill (keterampilan) oleh sebab itu

pemberi sosialisasi diarapkan memang benar-benar orang yang

berkompeten untuk melakukan hal tersebut. Dalam kaitannya dengan

pencegahan kekerasan seksual pada anak Yayasan KAKAK

memberikan training (pelatihan) bagi kader-kader yang ada di wilayah

(Kelurahan Jebres dan Semanggi) yang terdiri dari tokoh-tokoh

masyarakat.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Joko Leo

Purwanto ketua FKPAS (Forum Komunitas Peduli Anak Semanggi),

mengatakan bahwa :

Saya sering terlibat dalam acara yang diadakan Yayasan KAKAK seperti sosialisasi, pelatihan, workshop dan pernah juga saya ikut acara pertemuan di tingkat kota yang membahas tetang sistem perlindungan anak kemudian saya mensosialisasikan informasi yang saya dapatkan pada warga lain misalnya saat pertemuan RT, RW, dan PKK (CL. 22).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

Berdasarkan hasil wawancara dengan Eyang Prapti Sukantoro,

beliau mengatakan bahwa :

Saya selaku tim penggerak PKK Kota Surakarta dan mengurusi Pokja (Program kerja) 1 yang didalamnya termasuk menangani masalah P4, gotong royong, Undang-Undang, Hukum, dan juga Kota Layak Anak maka partisipasi saya yaitu memberikan sosialisasi terkait permasalahan anak, perlindungan anak termasuk sosialisasi Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak untuk mencegah terjadinya permasalahan anak diantaranya masalah kekerasan anak termasuk kekerasan seksual. Sosialisasi saya berikan saat ada pertemuan RT, RW dan Kelurahan (CL. 8).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Sumarmo, pada

hari sabtu 14 Januari 2012. Beliau mengatakan bahwa :

Sebagai Ketua Pokja Keluarahan Layak Anak Kelurahan Jebres saya harus sering terlibat dalam forum sosialisasi ditingkat RT, RW dan lingkungan kelurahan Jebres yang menyangkut masalah anak dan perlindungan bagi mereka. Sosialisasi ini ditujukan untuk memberikan kesadaran pada masyarakat dan orang tua bahwa anak merupakan embrio masa depan sehingga perlu dijaga dan dilindungi, karena anak berhak untuk tumbuh kembang, dan berhak untuk dipenuhi kebutuhannya sejak dari dalam kandungan. Selain anggota masyarakat, kami juga mengikutsertakan anak-anak untuk mengikuti sosialisasi dengan tujuan anak-anak akan cerita kepada temannya tentang pengetahuan yang baru saja dapat dalam acara sosialisasi (pendidikan sebaya) karena biasanya anak-anak akan lebih bisa menerima masukan dari teman mereka yang berusia sebaya (CL. 6).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Drs. Sunardi, M.

M. selaku Koordinator PPT PA Kelurahan Jebres yang mengatakan

bahwa :

Sosialisasi pencegahan berbagai macam permasalahan anak, yang diantaranya kekerasan fisik, termasuk kekerasan seksual dan ESKA saya berikan kepada masyarakat di RT dan RW 33 sini, bahkan pada tahun 2010-2011 kita rutin mengadakan pertemuan di tiap RT satu bulan tiga kali sosialisasi yang diikuti 20 orang, kemudian kalau pertemuan RW diminggu keempat yang diikuti perwakilan per RT 6 atau 7 orang biasanya diadakan dirumah saya (CL. 10).

Jadi dapat disimpulkan dari beberapa hasil wawancara di atas

kegiatan yang dilakukan oleh tokoh masyarakat dalam menanggulangi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

kejahatan kekerasan seksual pada anak yang muncul yaitu dengan

mengadakan sosialisasi kepada warga masyarakat lain yang diberikan

pada setiap pertemuan RT, RW, PKK maupun pertemuan di kantor

kelurahan. Sosialisasi tersebut ditujukan agar masyarakat sadar dan

mengetahui bahwa anak harus dilindungi dan segala bentuk kekerasan

pada anak merupakan perbuatan melanggar hukum sehingga dapat

dikenai sanksi bagi pelakunya karena anak dilindungi oleh Undang-

Undang.

b) Mengkampanyekan kasus-kasus anak dengan tujuan untuk mencegah

terjadinya kasus serupa

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Kun Prastowo

Kader Lingkungan Kelurahan Jebres yang aktif menjadi kader

Yayasan KAKAK, beliau mengatakan bahwa :

Partisipasi saya menggencarkan dan mengkampanyekan kasus-kasus anak tujuan agar tidak terjadi lagi masalah-masalah tersebut di Kelurahan Jebres, selain itu saya juga mengsinergikan seluruh elemen masyarakat agar tahu dan sadar bahwa anak juga memiliki hak. Kampanye tersebut saya lakukan saat adanya peringatan HAN (Hari Anak Nasional) (CL. 9).

Kampanye ini dilakukan saat peringatan Hari Anak Nasional,

kampanye ini biasanya dilakukan oleh anak-anak yang membawa

atribut seperti orang yang akan melakukan demonstrasi membawa

tulisan-tulisan yang berisikan tentang permasalahan anak, hak-hak

anak

c) Membentuk forum anak dan memfasilitasi anak untuk

mengembangkan minat dan bakat

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua FKPAS (Forum

Komunitas Peduli Anak Semanggi) Bapak Joko Leo Purwanto, beliau

mengatakan bahwa:

Upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak di lingkungan sini, saya lakukan dengan mendirikan sanggar untuk anak-anak Losari agar anak-anak memiliki wadah untuk mengembangkan kreatifitas dan bakat mereka. Disanggar ini mereka dapat berlatih tari, musik bambu, teater dan juga bimbel kebetulan ada dua

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

pengajar satu anak saya yang satu ada masyarakat sini yang juga biasanya mengajar anak-anak sini. Semoga ditahun ini saya bisa menambahkan sanggar ini dengan perpustakaan bagi anak-anak dan juga warga disini. Dengan adanya sanggar ini saya berharap anak-anak di sini lebih banyak melakukan hal yang positif dan dapat menyalurkan bakat dipanggung daripada hal-hal lain yang negatif yang dapat membahayakan mereka sendiri (CL. 22).

Hal tersebut juga dilakukan oleh aktivis anak Semanggi Bapak

Sugeng Pono Sumitro yang mengatakan bahwa :

Sebagai upaya pencegahan terjadinya kekerasan seksual saya memberikan pelatihan dibidang seni pada anak-anak dilingkungan sini agar mereka dapat menanamkan rasa indah dalam diri, dalam jiwa, melalui art (seni). Seperti seni pahat, membuat patung, melukis, teater. Dengan pelatihan itu diharapkan anak-anak dapat menyibukkan diri kepada hal-hal yang positif dan mencegah hal-hal negatif seperti seksual liar (CL. 24).

Hal serupa juga dilakukan oleh warga Jebres yaitu Bapak Kun

Prastowo, yang mangatakan bahwa :

Sebagai kader Yayasan KAKAK, pembina forum anak di RW 33, 34, dan 35 yaitu gubug mimpi (kelompok teater) saya juga membuka diri untuk memberikan tempat untuk mereka mengadakan latihan, kadang-kadang kalau aka nada pementasan anak-anak latihan dirumah saya ini mereka berlatih teater dan menari. Saya juga terlibat dalam memberikan bekal anak-anak remaja khususnya yang putus sekolah karena saya bisa menyablon maka saya mengadakan pelatihan desain sablon yang tadinya nganggur dengan bekal tersebut sekarang sudah bekerja. Hal tersebut saya tujukan agar anak-anak yang nganggur tidak hanya nongkrong dan mabuk-mabukan dengan adanya program ini diharapkan anak-anak lebih disibukkan dengan kegiatan positif dan bisa terhindar dari kekerasan seksual baik sebagai korban maupun pelaku (CL. 9).

Upaya tersebut merupakan tindakan yang sangat positif dan

patut dicontoh oleh daerah lain karena dengan kegiatan-kagiatan seni,

anak-anak akan lebih menyibukkan diri kepada hal-hal yang sifatnya

positif dan penting dilakukan untuk mengembangkan bakat dan

kreatifitas yang mereka miliki, selain itu mereka dapat tumbuh menjadi

manusia yang mencintai keindahan dan tidak akan melakukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

kerusakan dan juga tindakan-tindakan yang negatif seperti pergaulan

bebas yang dapat memicu terjadinya seksual liar yang seharusnya

belum boleh dilakukannya sebelum adanya pernikahan.

Melalui kesenian anak-anak juga dapat mengkampanyekan dan

menyuarakan hak-hak mereka lewat kesenian-kesenian tersebut seperti

teater bertemakan hak anak, atau fenomena yang sering dialami anak,

selain itu mereka juga bisa berlatih bekerjasama dengan orang lain dan

juga bisa mencintai persahabatan dan tidak banyak memikirkan hal-hal

yang menyebabkan mereka dapat terjerumus pada hal yang negatif.

Selain kesenian memberikan pelatihan untuk anak-anak putus sekolah

juga dapat mencegah anak tersebut berbuat hal-hal yang tidak baik

seperti berbuat jahat, terjerumus pada minuman keras dan hal-hal

negatif lainnya.

d) Mendirikan sekolah PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), TPA

memeluk agama kristen

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Purwadi salah

satu ketua RW di daerah Kelurahan Joyotakan (Kecamatan Serengan)

mengatakan bahwa :

Untuk mencegah kekerasan seksual bagi anak-anak yang tinggal di RW ini, saya bekerjasama dengan pengurus RW lain untuk mendirikan sekolah PAUD tujuannya agar anak-anak usia balita juga sudah dapat diberi pendidikan dan dibekali kegiatan yang positif. Selain PAUD kami juga mendirikan TPA bagi anak-anak yang beragama islam agar dapat belajar mengaji sebagai bekal bagi kehidupan mereka. Untuk menghindari sikap diskriminasi maka kami juga mendirikan sekolah minggu bagi anak yang beragama kristen, biasanya dilakukan di gereja yang tujuannya juga sama agar anak-anak di RW ini mendapatkan bekal pemahaman agama sehingga tidak gampang terjerumus pada perbuatan yang tidak baik (CL. 22).

Mendirikan PAUD, TPA dan sekolah minggu ini merupakan

kegiatan yang sangat positif dan perlu dicontoh bagi daerah-daerah

lain. Mendirikan TPA dan sekolah minggu ini merupakan salah satu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

kegiatan yang seharusnya dilaksanakan oleh setiap daerah dimana

pemberian bekal agama dapat dijadikan pedoman dan pegangan bagi

generasi penerus bangsa untuk melangkah dan menapaki

kehidupannya dimasa yang akan datang. Apalagi di era globalisasi ini

pemahamana agama yang kuat dapat mencegah generasi penerus

bangsa terpengaruh pada budaya luar yang salah dan tidak sesuai

dengan nilai-nilai yang berlaku di negara kita.

2) Upaya Penanganan Secara Non Penal

a) Menerima laporan dan mendampingi korban dan keluarga untuk

melaporkan kejadian kepada pihak berwajib atau menghubungi LSM

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Joko Leo

Purwanto, selaku Ketua RW sekaligus Ketua FKPAS (Forum

Kepedulian Peduli Anak Semanggi) beliau mengatakan bahwa :

Kalau ada kejadian keluarga biasanya melapor kepada saya kemudian apabila keluarga ingin kasus tersebut dilaporkan maka saya biasanya melaporkan kejadian ke Polsek kalau di Polsek bisa diselesaikan artinya baru pelecehan seksual belum sampai melakukan persetubuhan atau bisa juga anak yang membuat-buat/anaknya bilang apa orang tua langsung ingin lapor polisi biasanya hanya sampai Polsek saja. Akan tetapi jika memang kasusnya berat sampai persetubuhan maka dibawa ke Polres ke Unit PPA. Dari Polsek saya biasanya kemudian saya menghubungi KAKAK atau PT PAS yang lebih professional untuk melakukan pendampingan hukum bagi korban (CL. 22).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Eyang Prapti Sukantoro,

selaku Tim Penggerak PKK Kota Surakarta dan Kelurahan Jebres,

beliau mengatakan bahwa :

Jika terjadi kasus kekerasan sekual yang saya lakukan adalah melihat dulu siapa pelaku dan siapa korban, siapa keluarga kedua belah pihak dan apa latar belakang dari kedua belah pihak. Saya biasanya menggali informasi dari warga sekitar mengenai bagaimana keseharian korban dan sebagainya. Selain itu sebagai orang PKK saya akan menghubungi LSM yang bergerak dibidang perlindungan anak korban kekerasan seksual misalnya PT PAS, Yayasan KAKAK, Spek-HAM agar mereka dapat segera memberikan pendampingan bagi korban baik pendampingan medis, psikologis dan juga hukum (CL. 8).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

b) Menjangkau korban, memberikan pendampingan dan membantu

proses rehabilitasi korban

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Suparti pengurus

PPT PA Kelurahan Jebres, beliau mengatakan bahwa :

Partisipasi yang saya berikan saat melakukan penanganan kasus kekerasan seksual pada anak yaitu saya ikut menjangkau korban dengan mendatangi rumah korban untuk menggali informasi tentang permasalahan anak temasuk bertanya/mengumpulkan informasi dari tetangga dan keluarga korban. Untuk mengetahui kejadian yang sebenarnya sehingga dari situ kita dapat mengetahui apa yang dibutuhkan oleh korban. Termasuk mengetahui apakah perlu dibantu/didampingi atau tidak. Apabila korban ternyata tidak mau didampingi maka kami juga tidak boleh memaksa anak ataupun keluarga untuk mau didampingi (CL. 17).

Hal tersebut juga dilakukan oleh Bapak Sugeng Pono Sumitro,

sebagai pengurus FKPAS dan penasehat FKPM Keluarahan Semanggi,

beliau mengatakan bahwa :

Ketika saya dihubungi oleh Ketua RW TKP, saya langsung mendatangi rumah keluarga kedua belah pihak dan mengarahkan jangan sampai pelaku di sel karena pelaku masih anak-anak, jangan sampai hukum memonopoli anak dengan ketegasan hukum melalui vonis tidak akan membuat anak menjadi lebih baik apalagi tidak sesuai dengan perkembangan jiwa anak apalagi kalau dipenjara hak anak juga akan terampas dan belum menjamin setelah keluar dari penjara dia akan menjadi baik. Maka lebih baik anak direhabilitasi dirumah agar anak bisa kembali kepada masyarakat karena hidupnya kedepan tetap ditengah masyarakat (CL. 24).

c) Memberikan pendampingan dan rehabilitasi secara psikologis

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Sugeng Pono

Sumitro, sebagai aktivis pemerhati anak Kelurahan Semanggi

Kecamatan Pasar Kliwon beliau yang mengatakan bahwa :

Waktu saya menangani kasus sodomi yang pernah terjadi di Kelurahan Semanggi sebetulnya saya ingin mengundang trauma center (pusat pengembalian trauma) tetapi karena tidak ada, maka saya menyarankan keluarga kedua belah pihak sekalian korban dan pelaku untuk refresing selama beberapa hari ke kampung masing-masing dengan tujuan untuk menghilangkan dendam diantara mereka. Sayapun tidak langsung lepas tangan setiap dua hari sekali saya mengunjungi rumah korban dan pelaku untuk mengetahui

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

perkembangan mereka, dan mulai mempertemukan mereka berdua dengan tujuan menghilangkan dendam dan ganjalan diantara mereka sehingga mereka harus melupakan semuanya, saya juga berusaha mengajak mereka untuk bercanda bersama supaya korban tidak lagi dendam dan pelakupun tidak merasakan kerinduannya untuk melakukan hal yang pernah dia lakukan. Hal tersebut saya lakukan karena korban dan pelaku adalah anak-anak yang masih panjang masa depannya, berbeda lagi kalau pelakunya sudah dewasa maka harus dihukum. Namun tetap orang tua juga saya himbau untuk terus melakukan pengawasan pada anak-anak mereka (CL. 24).

d) Memberikan pendampingan dan rehabilitasi pendidikan

Selain pendampingan psikologis Bapak Sugeng juga

melakukan pendampingan agar anak tetap mendapatkan pendidikan,

hal tersebut seperti yang dikatakan oleh beliau :

Dari kasus yang pernah saya tangani karena kasus sudah sampai dilaporkan ke polisi, dan pihak sekolah mengeluarkan pelaku dari sekolahnya, kemudian saya sebagai pendamping korban sekaligus pendamping bagi pelaku saya mendatangi kepala sekolah untuk meminta ijin agar pihak sekolah mau menerima pelaku lagi menjadi siswa sekolah tersebut, karena guru adalah pendidik dan seharusnya bisa memperbaiki sikap dan mengembalikan keadaan si anak didiknya bukan malah mebuang anak tersebut. Akan tetapi saat pihak sekolah mengijinkan pelaku untuk sekolah lagi pelaku justru tidak mau lagi sekolah disitu dan ingin pindah (CL. 24).

Jadi dapat peneliti simpulkan masyarakat sebetulnya juga dapat

melakukan pendampingan bagi korban kekerasan seksual, dengan

pengetahuan dan ketrampilan yang cukup maka seseorang dapat

melakuakan banyak hal. Pendampingan yang dilakukan oleh Bapak

Sugeng Pono Sumitro sebagai salah satu tokoh pemerhati dan aktivis

anak di Kelurahan Semanggi merupakan hal yang positif, dimana

beliau mampu menangani bahkan mengembalikan keadaan seperti

semula tanpa harus mengedepankan emosi. Hal tersebut beliau lakukan

karena pelaku juga masih anak-anak maka harapanya ketika dia tidak

dimasukkan dalam penjara dia tidak akan kehilangan masa depannya.

Namun hal tersebut tidak boleh dilakukan pada pelaku yang usiannya

sudah dewasa, karena orang dewasa adalah pelaindung bagi anak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

105

bukan justru menjadikan anak sebagai objek pemuas seksual. Hal

tersebut merupakan ketrampilan salah satu anggota masyarakat yang

dapat menjadi masukan dan contoh bagi masyarakat lain untuk

bertindak ketika mereka menghadapi situasi serupa.

e) Membentuk PPT PA (Program Pelayanan Terpadu Perempuan dan

Anak) Di Tingkat Kelurahan

PPT PA merupakan perpanjangan tangan dari PTPAS

(Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Surakarta) di tingkat Kota.

PPT PA adalah suatu program di kelurahan yang dibentuk Yayasan

KAKAK bersama pemerintah kelurahan dan masyarakat yang ada di

kelurahan tersebut terutama masyarakat yang memiliki kepedulian

tinggi pada permasalahan anak. Untuk saat ini PPT PA baru

dikembangkan di dua kelurahan yang didampingi oleh Yayasan

KAKAK yaitu Kelurahan Jebres dan Semanggi.

Dibentuknya PPT PA ini diharapkan dapat memberikan

pertolongan awal apabila ada anak atau perempuan yang mengalami

kasus kekerasan seksual atau kekerasan fisik seperti KDRT (Kekerasan

Dalam Rumah Tangga), maka pengurus PPT PA dapat menangani

kasus tersebut dan memberikan pendampingan sesuai yang dibutuhkan

oleh korban dan keluarganya.

Adapun ketentuan umum PPT PA (Program Pelayanan

Terpadu Perempuan dan Anak) yaitu sebagai berikut :

Tabel 9. KETENTUAN UMUM PROGRAM PELAYANAN

TERPADU BAGI PEREMPUAN DAN ANAK (PPT PA)

KELURAHAN JEBRES

Nama Tim Pelayanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak Kelurahan Jebres.

Visi Terwujudnya kesadaran masyarakat untuk berpihak terhadap perempuan dan anak korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), korban Eksploitasi Seksual Komersial (ESKA), korban penculikan, anak terlantar, dan anak yang berkonflik dengan hukum (ABH).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

106

Misi 1. Mengupayakan agar perempuan dan anak tidak menjadi korban KDRT, penculikan, dan pelecehan seksual

2. Memberikan perlidungan pada perempuan dan anak yang menjadi korban

3. Memberikan pelayanan sesuai yang dibutuhkan (medis, psikologis)

4. Memberikan rumah aman 5. Reintegrasi (pengembalian, korban kepada tempat

asal

Program 1. Melindungi korban : a. Mendatangi korban b. Memberikan penguatan c. Motivasi kepada korban d. Memberikan penanganan awal sesuai

kebutuhan 2. Mengakses layanan yang ada di PTPAS 3. Memberikan sosialisasi tentang pencegahan

tindakan kekerasan dan pentingnya PPT di tingkat kelurahan

4. Pendataan kasus kekerasan 5. Pengembangan kepengurusan PPT sampai di

tingkat RT dan RW 6. Melakukan lobby untuk memperlancar layanan

terhadap korban 7. Fokus pelayanan pada kasus perempuan dan anak 8. Melakukan rehabilitasi terhadap korban dan

keluarganya a. Bidang ekonomi b. Sosial c. Agama dan Moral

Anggota 1. Organisasi/ Lembaga Masyarakat

2. Individu

Struktur 1. Penanggungjawab : Kepala Kelurahan 2. Penasehat : Ketua LPMK dan Ketua Pokja Layak

Anak Kelurahan Jebres 3. Koordinator Umum : KLA Bidang Perlindungan 4. Bidang- Bidang :

a. Bidang Pelayanan b. Bidang Pencegahan dan Pengembangan c. Bidang Rehabilitasi dan Reintegrasi d. Bidang Pencatatan dan pelaporan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

107

Fungsi/ Peran

Penanggungjawab :

Bertanggungjawab terhadap terlaksananya PPT Mengarahakan pada masing- masing bidang Menggalang sumber dana, sumber daya dan

mitra kerja

Penasehat :

Memberikan nasihat pada masing- masing bidang

Menggalang sumber dana, sumber daya dan mitra kerja

Koordinator Umum :

Mengkoordinasikan program kegiatan Mengadakan monitoring dan evaluasi antar

bidang Mengadakan koordinasi secara berkala dengan

PTPAS

Bidang Pelayanan :

Mendatangi korban Menggali informasi berkaitan dengan kasus

yang dialami Memberikan dukungan (membesarkan hati,

motivasi pada korban) Memberikan penanganan awal pada korban

sesuai dengan kebutuhan Mengakses layanan yang ada pada PTPAS

Bidang Pencegahan dan Pengembangan :

Mengadakan sosialisasi, informasi, publikasi tentang permasalahan perempuan dan anak

Pencegahan tidak kekerasan berbasis gender (KDRT, perlindungan anak) dengan sosialisasi pentingnya ketahanan keluarga, menginventarisasi jumlah RT dan RW

Memberikan sosialisasi tentang adanya PPT Membentuk perwakilan di tingkat RW Mengadakan diskusi pengurus PPT di tingkat

RW

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

108

Bidang Rehabilitasi dan Reintegrasi :

Melakukan pencatatan jumlah korban Melakukan pencatatan kebutuhan korban Mengadakan pendampingan korban Memberikan pengertian kepada masyarakat

bahwa korban berhak untuk dilindungi Mengadakan koordinasi dengan PTPAS Kota

Surakarta

Bidang Pencatatan dan Pelaporan :

Mengadakan pendataan kasus dengan menyediakan form-form sesuai kasus yang dialami (KDRT, kekerasan fisik/psikis/ekonomi/ seksual, penelantaran, anak jalanan, penculikan, ESKA, prostistusi, pornografi, trafficking, narkoba, minuman keras)

Menganalisa data (mengklasifikasi data) Menginformasikan data ke masyarakat Melaporkan kepada pihak terkait

c. Partisipasi Masyarakat Perorangan (Tokoh Agama)

1) Upaya Pencegahan Secara Non Penal

a) Merintis dan mempertahankan TPA (Taman Pendidikan Al Qur an)

Berdasarkan hasil wawancara dengan Tokoh Agama Islam di

Kelurahan Jebres sekaligus Ketua Lembaga Pendidikan dan

Pengembangan Agama (LP2A) Bapak Drs. H. Bangun Sugito, M. M. ,

beliau mengatakan bahwa :

Saya melakukan pencegahan terjadinya kekerasan seksual dengan merintis dan mempertahankan TPA di Kelurahan Jebres, saya juga sebagai ketua LP2A saya sering mengunjungi beberapa SD di sekitar sini untuk bertemu Kepala Sekolah dengan tujuan agar Kepala Sekolah dari masing-masing SD tersebut memberitahukan kepada siswa siswi mereka, sekaligus memberikan motivasi bagi anak-anak terutama yang beragama islam untuk mengikuti sekolah TPA di masjid dan musola di sekitar tempat tinggal mereka, harapannya anak-anak mendapatkan banyak pendidikan agama sebagai bekal untuk kehidupannya (CL. 18).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

109

b) Melakukan sosialisasi melalui ceramah agama

Selain itu sebagai upaya pencegahan Bapak Drs. Bangun

Sugito, M. M. juga mengatakan bahwa :

Saya sering memberikan ceramah-ceramah keagamaan sekaligus memberi penyuluhan/sosialisasi lewat pengajian keliling dari masjid ke masjid yang ada di Kelurahan Jebres rutin satu bulan sekali setiap tanggal 17, biasanya kalau ada isu-isu terjadi di masyarakat saya biasanya mengundang perwakilan dari Depag, MUI, Dinsos untuk mendampingi pengurus LP2A memberikan penyuluhan tentang berbagai masalah yang terjadi di lingkungan. Saya juga sering menghimbau para pengajar TPA agar yang diajarkan jangan hanajaran moral dan akhlak agar anak-anak bisa berperilaku baik dan tidak mudah menjadi korban maupun pelaku kekerasan seksual dan bentuk tindakan menyimpang lainnya (CL. 18).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Drs. Sunardi, M.

M selaku majelis gereja dan tokoh agama kristen mengatakan bahwa :

Sebagai upaya untuk mengurangi terjadinya kekerasan seksual pada anak maka kami selaku majelis melakukan sosialisasi, remaja sendiri, pemuda sendiri biasanya sosialisasi atau ceramah ini dilakukan setiap hari sabtu sore pukul 18.00-20.00 malam biasanya kegiatannya remaja sendiri pemuda sendiri dalam satu ruangan gereja dibagi kelompok sesuai usia untuk berdiskusi membahas masalah yang sering terjadi pada anak-anak remaja dan juga pemuda (CL. 10).

Jadi dari hasil wawancara dengan kedua tokoh agama yang

berbeda di atas dapat disimpulkan bahwa partisipasi tokoh agama

dalam melakukan pencegahan yaitu melalui kegiatan keagamaan

seperti ceramah keagamaan untuk umat muslim dan siraman rohani

bagi umat kristiani untuk melakukan pencegahan terjadinya perbuatan

yang melanggar agama dan dilarang oleh Allah SWT, seperti kejahatan

kekerasan seksual pada anak.

2) Upaya Penanganan Secara Non Penal

a) Mendatangi rumah korban untuk menggali informasi dan memberikan

pendampingan psikologis pada korban maupun pelaku

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

110

Berdasarkan hasil wawancara dengan Tokoh Agama Islam di

Kelurahan Jebres sekaligus Ketua LP2A Bapak Drs. H. Bangun

Sugito, M. M., beliau mengatakan bahwa :

Apabila terjadi kasus kekerasan seksual pada anak maka kita lihat dulu kasusnya jika serius maka laporkan ke pihak yang berwajib yaitu polisi, dan upaya yang saya lakukan yaitu mendekati anak dan orang tua agar tabah, sabar dan mendalami agama dan meningkatkan ibadah mereka (CL. 18).

Dari hasil wawancara di atas dalam upaya penanganan kasus

kejahatan kekerasan seksual dengan melakukan pendekatan korban dan

keluarga korban memberikan dukungan, motivasi, dan juga dorongan

rohani agar mereka tabah dan sabar dalam menghadapi masalah dan

cobaan, serta tidak lupa untuk membimbing korban dan keluarga untuk

lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT agar senantiasa diberi jalan

dan kekuatan untuk menghadapi cobaan yang dihadapi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Drs. Sunardi, M.

M. Tokoh Agama Kristen di Kelurahan Jebres sekaligus Koordinator

terjadi kasus kekerasan seksual saya bersama pendeta atau majelis lain

akan mendatangi rumah korban dan pelaku untuk menggali informasi

dan memb

(CL. 10). Hal tersebut ditujukan agar korban mendapatkan bimbingan

secara spiritual, agar mereka bisa lebih mendekatkan diri kepada

Tuhan, banyak berdoa dan meminta pada Tuhan agar diberi

pertolongan untuk melanjutkan kehidupan selanjutnya. Selain itu

Bapak Sunardi juga melakukan pendampingan psiklogis dan berusaha

menanyakan apakah betul telah melakukan perbuatan tidak senonoh

tersebut tanpa ikatan pernikahan apabila bisa diselesaikan maka lebih

baik pelaku diminta bertanggungjawab untuk menikahi anak

perempuan yang disetubuhi, apabila masih sekolah maka diminta

untuk melakukan perjanjian agar pelaku mau menikah ketika mereka

sudah sama-sama lulus sekolah.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

111

b) Menerima laporan dan mendampingi korban dan keluarga untuk

melapor ke pihak yang berwajib dan menghubungi pengurus PPT PA

untuk memberikan layanan dan melakukan pendampingan sesuai

kebutuhan korban

Berdasarkan hasil wawncara dengan Bapak Drs. Sunardi, M.

M. , beliau mengatakan bahwa :

Apabila ada yang melapor ke saya maka saya akan melakukan tindakan, misalnya kasus yang terbaru baru saja saya terima ketika orang tua korban datang ke rumah saya maka yang saya lakukan adalah mengantar orang tua korban yang anaknya dilarikan oleh laki-laki untuk melaporkan kasusnya ke Polsek, saya juga ikut mendampingi keluarga korban, kemudian saya juga menghubungi bidang-bidang yang ada di PPT PA misalnya bidang kesehatan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan dan kondisi korban, ketika korban pulang (CL. 10). Jadi berdasarkan hasil wawancara dengan kedua tokoh agama

tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagai tokoh agama mereka juga ikut

melakukan pencegahan dan juga penanganan ketika terjadi kasus

kejahatan kekerasan seksual pada anak dilingkungan mereka.

d. Partisipasi Masyarakat Perorangan (Masyarakat Biasa)

1) Upaya Pencegahan Secara Non Penal

a) Melakukan sosialisasi

Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh Ibu Sumiyatun warga

Kelurahan Semanggi Kentheng :

Berawal dari tahun 2008 saya ikut acara sosialisasi yang diadakan oleh Yayasan KAKAK di aula pertemuan Kelurahan Semanggi kemudian dari pertemuan itu saya menjadi tahu tentang masalah perlindungan anak, tindak kekerasan dan ESKA. Dari situ saya banyak memberikan sosialisasi tentang pencegahan agar jangan sampai terjadi berbagai tindak kekerasan termasuk kekerasan seksual pada anak kepada ibu-ibu lain di RT saya misal di pertemuan-pertemuan PKK. Saya senang memberikan informasi tentang pengetahuan yang sudah saya dapatkan dari Yayasan KAKAK istilahnya sebagai gethok tularmulut/penyambung informasi) (CL. 21).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

112

Materi sosialisasi yang diberikan oleh Ibu Sumiyatun di

pertemuan PKK diantaranya tentang masalah yang menyangkut

kesejahteraan keluarga, baru setelah masuk permasalahan keluarga

diantaranya tentang masalah anak, ibu-ibu dihimbau untuk mengawasi

anak, dan dapat mengarahkan anak ke hal-hal yang positif.

Menerangkan tentang bagaimana solusi dan cara menyelesaikan jika

ada kejadian, hal pertama yang dilakukan adalah visum untuk

dijadikan alat bukti ke kepolisian apalagi sekarang visum itu bisa

dilakukan di puskesmas dan gratis. Kemudian menerangkan tentang

upaya hukum dan menghimbau warga jika ada kejadian harus segera di

lapor ke pihak yang berwajib dengan tujuan agar pelaku bisa segera di

tindak dan dihukum untuk menimbulkan efek jera karena kasus seperti

itu kalau tidak dilaporkan maka pelaku akan merasa senang karena

merasa korban takut dan korban akan rentan menjadi korban secara

berulang-ulang. Selain itu masyarakat kelurahan juga diberi informasi

apabila di Kelurahan Semanggi sudah ada PPT PA kalau ada kejadian

dan membutuhkan bantuan diharapkan melapor ke PPT PA atau ke

pihak kelurahan maupun pejabat lingkungan setempat.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Theressia

Murtiniwari pengurus PPT PA Kelurahan Jebres yang dipilih karena

keaktifan beliau menjadi kader lingkungan dan masyarakat yang peduli

Sosialisasi saya

lakukan lewat pertemuan dari RT satu ke RT lain dan lewat pertemuan

PKK, kalau kita kesulitan maka kita dari pengurus PKK akan

mengundang perwakilan dari Yayasan KAKAK untuk menjadi

fasilitator

Selain Ibu Theressia, Ibu Suparti warga Kelurahan Jebres juga

melakukan hal sama, berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Suparti,

aya sebagai kader lingkungan dan

pengurus PKK ikut terlibat dalam memberikan sosialisasi pada ibu-ibu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

113

PKK lainnya tentang hak-hak dan permasalahan anak dan bagaimana

L. 17).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Sri Rahayu yang

merupakan tetangga korban dan pelaku pencabulan anak dibawah

umur di salah satu kelurahan di Kecamatan Serengan, beliau

mengatakan bahwa :

Sebagai kader PKK RT sini, saya selalu menghimbau masyarakat sini khususnya ibu-ibu saat ada pertemuan dengan mereka bisa lewat arisan atau kegiatan lain, untuk selalu mengawasi anak-anak mereka, misalnya mengawasi saat bermain, mengawasi tontonan mereka di televisi, dan memperhatikan dan menanyakan dengan siapa dia berteman, kemana biasanya saat mereka main ketika pulang sekolah dan tidak langsung pulang, atau main kerumah siapa biasanya (CL. 27).

Selain tokoh masyarakat dan tokoh agama masyarakat biasa

juga bisa melakukan sosialisasi karena masyarakat hal tersebut

dipengaruhi oleh keaktifan mereka sebagai kader lingkungan untuk

mencari informasi dengan mengikuti sosialisasi, training dari lembaga

lain maupun pihak lain sehingga pada akhirnya mereka mampu untuk

melakukan sosialisasi kepada masyarakat lain tentang apa yang mereka

dapatkan dari penyuluhan dan training yang diberikan oleh pihak lain

tersebut.

b) Meningkatkan sistem ketahanan keluarga dengan memberikan kasih

sayang, pengawasan dan contoh keteladanan yang baik bagi anak

Keluarga adalah lingkungan yang paling dekat dengan

kehidupan anak, anak tumbuh dan berkembang didalam lingkungan

keluarga oleh sebab keluarga memiliki peran yang sangat penting

terhadap pembentukan sistem perlindungan anak. Pola asuh orang tua

akan sangat berpengaruh bagi perkembangan dan pembentukan

perilaku anak.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Syahrir Rozie, S.

H. Ketua FKPM (Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat) yang juga

sekaligus pengurus FKPAS dan PPT PA Keluarahan Semanggi ini,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

114

beliau mengatakan cara menjaga anak-anak dari bahaya kekerasan

seksual yaitu dengan :

Meningkatkan ketahanan keluarga dengan memberikan kasih sayang serta perlindungan bagi anak di rumah. Selain itu anak-anak dibekali dengan pendidikan agama, tata kramanya dan memberi contoh kepada anak hal-hal yang baik diantaranya orang tua tidak pernah bertengkar, berkata-kata sopan dan halus pada istri, tidak pernah berbuat maupun berkata kasar, masuk dan keluar rumah mengucapkan salam, kalau keluar pamit apabila pulang telat harus mengirim kabar, apalagi sekarang mayoritas semua memiliki HP sehingga dengan contoh itu anak secara sendirinya juga akan melakukan hal yang biasa mereka lihat. Sehingga keteladanan akan sangat mempengaruhi pembentukan sikap anak. Orang tua yang harmonis dan tidak pernah menampilkan kekerasan maka anak-anak juga akan berusaha mencontoh dan tumbuh menjadi anak yang baik dan tidak akan melakukan kekerasan (CL. 23).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Sri Utami, S. E.

beliau mengungkapkan bahwa :

Sebagai orang tua yang pertama yang harus saya lakukan adalah menjaga anak-anak saya, mengawasi dan mengetahui pergaulan mereka. Selain itu saya juga memberi bekal kepada anak untuk tahu bagaimana membela diri, bagaimana cara melawan musuh yang tujuannya untuk mengantisipasi saat ada orang jahat. Saya biarpun tidak pernah ikut kegiatan bela diri tetapi saya suka membaca buku tentang teknik-teknik bela diri supaya saya tahu bagaimana cara kita membela diri, karena seharusnya orang tua harus bisa menjadi tauladan yang baik bagi anak sekaligus menjadi teman agar si anak tidak sungkan untuk bercerita kepada orang tuanya. Sehingga yang terpenting adalah pola didik orang tua di rumah, jika pola didik baik anak-anak akan bisa lebih mawas diri dan lebih bisa hati-hati dalam bergaul. Karena yang biasa menjadi korban adalah anak-anak dengan keluarga yang kurang perhatian, kurang mengawasi kegiatan anak mungkin karena ekonomi (sibuk bekerja dan melalikan tugas sebagai orang tua)atau orang tua yang pendidikannya kurang sehingga kurang bisa mendidik anak, atau bisa juga karena keluarga berantakan (broken home) (CL. 7).

Jadi dapat peneliti simpulkan bahwa salah satu upaya yang

perlu dilakukan oleh orang tua untuk mencegah terjadinya kekerasan

seksual pada buah hati mereka yaitu dengan

meningkatkan/menguatkan kembali sistem ketahanan keluarga dengan

memberikan perlindungan, pengawasan dan kasih sayang bagi mereka

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

115

hal tersebut harus dilakukan agar anak-anak tidak merasa diabaikan

dan mencari kesenangan lain di luar rumah yang biasanya idenik

dengan hal-hal negatif. Selain itu pola asuh dan keteladanan yang

diberikan oleh orang tua dirumah juga dapat mempengaruhi

pembentukan sikap anak. Keadaan keluarga yang kondusif dan hangat

akan menjadi security bagi anak untuk terhindar dari kekerasan

seksual.

2) Upaya Penanganan Secara Non Penal

a) Melaporkan kasus kejahatan kekerasan seksual pada anak kepada

pihak yang berwajib (Kelurahan/Pejabat Lingkungan setempat,

petugas keamanan lingkungan, ketua RT, RW, polisi maupun LSM)

Kejahatan kekerasan seksual pada anak merupakan perbuatan

melanggar hukum karena selain merampas hak anak juga merupakan

kejahatan yang dapat merusak mental generasi penerus bangsa

sehingga harus segera ditumpas dan ditanggulangi secara serius.

Salah satu upaya untuk melakukan penanggulangan yaitu

dengan melaporkan kejadian tersebut kepada pihak yang berwajib,

dengan pelaporan ini diharapkan pelaku untuk segera ditindak dan

korban akan terlindungi dan terhindar dari kejahatan yang dilakukan

berulang-ulang. Pelaporan ini sangat penting untuk dilakukan untuk

menimbulkan efek jera bagi pelaku, jangan sampai ada kasus malah

justru membiarkan dan tidak dilaporkan.

Hal tersebut juga diungkapkan oleh Ibu Flora (nama samaran)

sebagai pelapor kasus kekerasan seksual pada tahun 2010 di wilayah

Kelurahan Jebres, yang mengatakan bahwa:

Waktu itu saya curiga mbak saat korban masuk kerumah pelaku yang memang sering kosong, kecurigaan ini mendorong saya untuk mengintip kedalam rumah pelaku apa sebetulnya yang dilakukan oleh mereka berdua didalam rumah, setelah mereka lama tidak terlihat dan tidak kunjung keluar dari rumah pelaku, maka saya segera bergegas untuk melaporkan pada pihak keamanan kampung (hansip) dan kepada ketua RT setempat untuk menggrebeg rumah pelaku untuk mengetahui apa yang sedang dilakukan oleh pelaku pada korban (CL. 19).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

116

Hal tersebut juga dilakukan oleh Ibu Niken Sunasih warga

Kelurahan Jebres yang juga merupakan pengurus PPT PA.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Niken beliau mengatakan

bahwa :

Apabila saya mengetahui dan mendengar adanya kasus kekerasan seksual pada anak maka saya akan melaporkan kasus tersebut pada forum pertemuan pengurus PPT PA yang juga dihadiri oleh Yayasan KAKAK, seperti kemarin tetangga saya anak remaja dilecehkan secara seksual oleh tetangganya, maka saya sebagai kader lingkungan RW sini saya sampaikan pada forum saat ada acara pemantapan kepengurusan PPT PA dengan didampigi Yayasan KAKAK. Tujuannya yaitu agar korban bisa mendapatkan pertolongan dari Yayasan KAKAK (CL. 14).

Jadi dapat peneliti simpulkan kejahatan kekerasan seksual

dalam bentuk apapun pada anak harus segera dilaporkan apabila

belum tahu tentang cara pelaporan pada polisi maka yang mengetahui

ada kasus dapat menghubungi pejabat lingkungan atau tokoh

masyarakat setempat yang dianggap mampu membantu mencarikan

jalan tengah bagi kejadian tersebut, sehingga anak yang menjadi

korban tidak akan mengalami kekerasan seksual secara berulang-

ulang, dan pelaku bisa segaera ditindak agar mereka jera dan anak-

anak lain terlindungi dari orang tersebut.

b) Memberikan kesaksian saat pemeriksaan di persidangan

Saksi adalah orang yang mengalami (korban), yang melihat

atau mendengar secara langsung suatu kejadian dalam hal ini adalah

kejahatan kekerasan seksual pada anak. Tetapi apabila memang dalam

kejadian tersebut tidak ada satu orangpun yang melihat dan mendengar

langsung kejadian tersebut kecuali korban dan pelaku maka korban

juga dapat menjadi saksi dalam persidangan dan disebut saksi korban.

Akan tetapi ada juga suatu tindak kejahatan yang sebetulnya tidak

sengaja dilihat oleh seseorang, atau bisa juga seseorang melihat gerak-

gerik pelaku dan korban yang mencurigakan atau melihat pelaku

membawa korban ke suatu tempat atau bahkan melihat langsung

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

117

kejadian tersebut. Selain melihat/menyaksiakan dengan indra

penglihatan seseorang juga mendengar suara pelaku dan korban atau

suara-suara lain yang mencurigakan yang menunjukkan adanya suatu

peristiwa kejahatan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Flora beliau

mengatakan bahwa :

Dulu saya pernah dipanggil menjadi saksi di persidangan kasus yang terjadi di lingkungan sini karena kebetulan saya waktu itu yang melapor kepada Ketua RT dan pihak keamanan saat saya curiga bahwa pelaku berbuat senonoh pada anak yang merupakan tetangganya, waktu itu saya dipanggil dengan pihak keamanan lingkungan sini tetapi sekarang orangnya sudah meninggal. Saat dipersidangan saya memberikan keterangan sesuai apa yang saya tahu saja mbak, misalnya saya melihat korban masuk kerumah pelaku dan lama tidak keluar-keluar dari rumah pelaku (CL. 19).

Sehingga dapat peneliti simpulkan bahwa memberikan

keterangan tentang sesuatu yang mereka alami, lihat dan dengar secara

langsung maka orang tersebut sangat dibutuhkan bagi kasus kejahatan

apapaun. Untuk itu bagi anggota masyarakat yang tahu harus ikut serta

membantu menjadi saksi di saat persidangan guna untuk menguatkan

bukti bahwa memang benar adanya kasus tersebut terjadi. Tujuannya

dengan bantuan saksi tersebut dapat sedikit meringankan beban korban

dan keluarganya dan mendorong tercapainya keadilan bagi korban.

Kemudian pelakunya bisa dituntut sesuai dengan apa yang telah dia

lakukan secara tegas.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

118

2. Kecenderungan Kasus Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak

Mengalami Peningkatan ataukah Penurunan Setelah Adanya Partisipasi

Masyarakat dan Solusinya

a. Kecenderungan Kasus Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak di Kota

Surakarta Mengalami Peningkatan ataukah Penurunan

Berdasarkan data yang peneliti dapatkan dari Unit PPA Sat Reskrim

Polresta Surakarta, kasus kejahatan kekerasan seksual pada anak yang terjadi

di wilayah hukum Polresta Surakarta dari bulan Januari tahun 2010 sampai

bulan Desember 2011 mengalami peningkatan dari sembilan pada tahun 2010

kasus menjadi sepuluh kasus pada tahun 2011. Jika tahun 2010 TKP hanya

terjadi di Kecamatan Jebres dan Kecamatan Banjarsari, maka pada tahun

2011 hanya satu kasus saja yang terjadi di Kecamatan Jebres, lima kasus di

Kecamatan Laweyan, tiga kasus terjadi di Kecamatan Banjarsari dan satu

kasus di Kecamatan Serengan.

Sedangkan yang lebih mendominasi menjadi TKP kasus kejahatan

kekerasan seksual dengan korban anak pada tahun 2011 yaitu Kecamatan

Laweyan dan Banjarsari. Dari tahun 2010-2011 Kecamatan Banjarsari masih

menjadi daerah yang sering menjadi TKP kasus kejahatan kekerasan seksual

pada anak, hal tersebut menunjukkan bahwa Kecamatan Banjarsari

menduduki peringkat pertama sebagai wilayah yang paling rentan dan rawan

terjadi kasus kejahatan kekerasan seksual dengan korban anak. Jika pada tahun

2010 wilayah Kecamatan Jebres menjadi daerah rentan terjadi kasus kejahatan

kekerasan seksual dengan korban anak, maka pada tahun 2011 wilayah

Kecamatan Jebres mengalami penurunan kasus dari lima kasus pada tahun

2010 menjadi satu kasus pada tahun 2011. Hal tersebut menunjukkan bahwa

wilayah Kecamatan Jebres tidak lagi menjadi daerah yang rawan terjadi kasus

kejahatan kekerasan seksual dengan korban anak.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

119

b. Kecenderungan Partisipasi Masyarakat Mengalami Peningkatan ataukah

Penurunan

Berdasarkan hasil wawancara dengan sebagian masyarakat RW 33, 34,

dan 35 Kelurahan Jebres mengatakan bahwa setelah masuknya Yayasan

KAKAK ke wilayah mereka saat ini banyak muncul kader dan tokoh-tokoh

yang peduli pada kehidupan anak di wilayah kami, sehingga kader-kader tadi

bersama-sama memberikan informasi yang didapat kepada masyarakat sekitar,

sehingga mereka yang tadinya tidak tahu menjadi tahu mengenai berbagai

permasalahan anak, hak-hak anak, Undang-Undang tentang Perlindungan

Anak, macam-macam kekerasan, dan bagaimana harus bertindak ketika terjadi

suatu permasalahan dan kepada siapa mereka harus melaporkan kejadian

tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Purwadi Ketua RW TKP

salah satu kasus di wilayah Kecamatan Serengan menyebutkan bahwa :

Kalau menurut saya partisipasi masyarakat disini tentunya naik, dengan adanya kejadian tersebut. Para orang tua yang masih memiliki anak kecil dimasukkan ke TPA, sekolah minggu dan anak-anak yang masih balita juga dimasukkan ke PAUD agar anak-anak mereka memiliki banyak kegiatan yang positif sehingga mereka tidak terlalu banyak bermain (CL. 26).

Hal tersebut juga diungkapkan oleh tetangganya Ibu Sri Rahayu yang

mengatakan bahwa :

Menurut saya setelah ada kejadian seperti itu di lingkungan kami, partisipasi masyarakat/warga sini mengalami peningkatan cotohnya orang tua yang memiliki anak usia sekolah (terutama anak kecil) lebih waspada, kalau magrib anak mereka belum pulang segera dicari karena tidak mau anak mereka jadi korban kejahatan serupa. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat sudah sadar untuk lebih mengawasi anak-anak mereka karena tidak ingin anaknya menjadi korban kejahatan yang sangat merusak mental anak itu (CL. 27).

Jadi dapat peneliti simpulkan dari dua hasil wawancara dengan

masyarakat di sekitar lingkungnya yang pernah terjadi kasus kekerasan

seksual pada anak maka partisipasi masyarakat cenderung naik mereka akan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

120

lebih gencar melakukan sosialisasi, begitu juga dengan para orang tua mereka

akan lebih mengawasi buah hati mereka.

Kesimpulanya partisipasi masyarakat akan naik jika terjadi kasus di

daerah tempat tinggal mereka namun ada juga yang tidak melakukan apa-apa

ketika tau adanya kejadian namun ada juga yang ikut berpartisipasi namun

tidak semua orang mau ikut serta apalagi masalah kejahatan. Partisipasi

masyarakat dilakukan oleh orang-orang tertentu saja seperti masyarakat yang

memiliki kepedulian tinggi terhadap kehidupan anak dan tokoh masyarakat

yang memiliki pengetahuan yang cukup untuk melakukan upaya tepat bagi

pencegahan dan penanganan kasus. Dari hasil wawancara dengan beberapa

masyarakat Kota Surakarta dapat diketahui bahwa partisipasi masyarakat

terhadap penanggulangan kejahatan kekerasan seksual mengalami

peningkatan.

Namun pendapat lain justru diungkapkan oleh Bapak Kun Prastowo

tokoh pemerhati anak Kelurahan Jebres, yang mengatakan bahwa :

Partisipasi masyarakat belum seluruhnya nampak, Yayasan KAKAK juga hanya mendampigi RW 33, 34, dan 35 saja sedangkan wilayah Kelurahan Jebrespun luas. Sehingga masih tentatif atau belum merata, partisipasi masyarakat belum terbentuk masih parsial hanya sebagian saja yang ikut serta. Menurut saya partisipasi belum mengalami peningkatan (CL. 9).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Syahrir Rozie, S. H.

syarakat

saat ini menurun, apabila orang disuruh untuk ikut pada kegiatan sosial maka

Retno Asmoro Moerti warga Kelurahan Mangkubumen yang mengatakan

masyarakat menurun karena masyarakat yang

kota masyarakatnya akan sangat nampak sikap-sikap egoisnya dan sering

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

121

Jadi dapat disimpulkan dari beberapa hasil wawancara di atas

partisipasi masyarakat dinilai turun karena hanya orang-orang tertentu saja

yang ikut berpartisipasi, tidak semua orang peduli dengan kehidupan anak.

Hal di atas menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat mengalami

naik turun, akan tetapi pada lapangan dapat peneliti simpulkan bahwa

partisipasi masyarakat mengalami peningkatan seiring dengan banyaknya

penyuluhan yang dilakukan oleh LSM, Pemkot dan Kepolisian.

Namun ketika partisipasi masyarakat Kota Surakarta mengalami

peningkatan ini jumlah kejahatan kekerasan seksual juga dari tahun ke tahun

mengalami peningkatan hal tersebut menunjukkan bahwa partisiapasi yang

diberikan oleh masyarakat dalam menanggulangi kejahatan kekerasan seksual

belum dapat dikatakan belum berfungsi dengan maksimal dan belum

memberikan makna yang berarti bagi penanggulangan kekerasan seksual pada

anak di Kota Surakarta.

Hal tersebut terjadi karena adanya ketimpangan yang banyak

disebabkan melemahnya system ketahanan keluarga, banyak saat ini

fenomena ibu bekerja ikut mecari nafkah atau justru ayah tidak bekerja.

Keadaan tersebut sering membuat tugas ibu yang seharusnya merawat,

menjaga dan memberikan pengawasan kepada anak justru banyak

menghabiskan sebagian besar waktunya di luar untuk bekerja. Selain keadaan

tersebut, saat ini faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan kekerasan

seksual semakin berkembang mengikuti perkembangan dan kemajuan jaman

saat ini.

Faktor-faktor tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Pengaruh perkembangan budaya yang semakin tidak menghargai etika

berpakaian yang baik seperti pakaian yang menutup aurat, sehingga dapat

merangsang pihak lain untuk berbuat senonoh dan jahat.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agustinus Dwi B.

kekerasan seksual sekarang ini dipicu oleh banyaknya perempuan yang

menggunakan pakaian yang minim dan seksi yang tidak sesuai dengan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

122

adat ketimuran yang kita anut sehingga mengundang orang untuk berbuat

Hal tersebut juga dikatakan oleh Ibu Prapti Sukamtoro

yang juga mengatakan hal serupa yaitu :

Sebenarnya kejahatan kekerasan seksual saat ini banyak terjadi juga dipengaruhi oleh banyaknya saat ini perempuan yang suka berpakaian mini-mini apalagi sekarang banyak perempuan yang menggunakan kemben dan celana pendek, sehingga mengundang orang yang memiliki mental jahat untuk berbuat jahat (CL. 8).

Hal tersebut juga d

ini tayangan di televisi juga banyak yang menampilkan dan menyuguhkan

mode berpakaian yang tidak sopan apalagi sekarang banyak Girlband yang

kebanyakan pakaiannya minim, sehingga anak-anak remaja banyak yang

m

2) Gaya hidup atau mode pergaulan diantara laki-laki dan perempuan yang

semakin bebas, tidak atau kurang bisa membedakan antara yang

seharusnya boleh dikerjakan dengan yang dilarang dalam hubungannya

dengan kaedah akhlak mengenai batas-batas hubungan laki-laki dan

perempuan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Prapti Sukamtoro yang

mengatakan bahwa :

terjadi banyak dipengaruhi oleh bebasnya pergaulan antara laki-laki dan

perempuan, apalagi orang tua tidak memperhatikan dan tidak mengawasi

pergaulan anak- 8).

Berdasarkan wawancara dengan Kak Rita Hastuti, S. P. selaku

Koordinator program Yayasan KAKAK, beliau menyebutkan :

Penyebab kekerasan seksual pada anak yaitu diantaranya karena hubungan pacaran yang terlalu bebas, atau misalnya sang pacar memaksa untuk melakukan hubungan intim dan korban tidak tahu bahwa melakukan hubungan seksual merupakan suatu tindak kejahatan. Kemudian karena bujuk rayu oleh pacar atau juga bisa yang lainnya bahkan diancam untuk melakukan hubungan intim, apabila anak tersebut tidak mau akan di sebarkan foto-foto seronok tersebut. Ada juga kasus yang korbannya ditipu diajak ke suatu tempat misalnya bilangnya kemana namun dibawa ke hotel atau ke tempat yang sepi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

123

Selain itu kegemaran pelaku meminum minuman keras juga dapat mempengaruhi seseorang menjadi pelaku kejahatan seksual. (CL. 3).

Faktor pergaulan yang salah akan sangat berpengaruh terhadap

pola pikir anak. Selain itu faktor lain juga bisa menyebabkan terjadinya

kekerasan seksual diantaranya perilaku pacaran yang kurang sehat,

misalnya dengan menggunakan kedok pacaran pelaku membujuk, merayu,

dan menjanjikan korban hal yang indah-indah misalnya janji untuk

menjadikan korban adalah orang terakhir dalam hidup pelaku.

Selain itu biasanya korban dipenuhi kebutuhannya kemudian tidak

boleh berhubungan dengan orang lain, dengan imbalan mereka harus mau

melakukan hubungan seksual untuk menunjukan rasa sayangnya kepada

pelaku (pacar). Hal ini diperparah dengan keadaan ekonomi sulit yang

dimiliki oleh keluarga korban, dan dengan keadaan ekonomi mereka orang

tua tidak bisa membahagiakan anak mereka, kemudian karena korban

biasanya akan senang karena dibeli-belikan barang oleh pelaku.

Apalagi jika korban berasal dari keluarga broken home karena

merasa tidak diperdulikan dan diperhatikan oleh orang tuanya maka pacar

biasanya dengan mudah merebut hati anak (korban). (Ditulis oleh Rita

Hastuti Yayasan KAKAK, dalam Buletin Sahabat Edisi 7, 2011 : 3).

3) Rendahnya pengalaman dan penghayatan terhadap norma-norma

keagamaan yang terjadi di masyarakat. Nilai-nilai keagamaan yang

semakin terkikis di masyarakat atau pola relasi horizontal yang cenderung

makin meniadakan peran agama adalah sangat berpotensi untuk

mendorong seseorang berbuat jahat dan merugikan orang lain.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Prapti Sukamtoro yang

(CL. 8). Hal tersebut juga diungkapkan oleh Bapak Kun Prastowo tokoh

disebabkan oleh kerosotan moral, sangat naïf peristiwa tersebut terjadi

dimana hal tersebut sebetulnya sangat melanggar ajaran agama dan adat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

124

4) Tingkat kontrol masyarakat (social control) yang rendah, artinya berbagai

perilaku yang diduga sebagai penyimpangan, melanggar hukum dan norma

keagamaan kurang mendapat responsi dan pengawasan dari unsur-unsur

masyarakat.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Sri Utami, S. E. , beliau

masyarakatnya akan sangat nampak sikap-sikap egoisnya mereka

cenderung acuh dan tidak mau tahu terhadap permasalahan disekitar

).

Kehidupan masyarakat saat ini sangat memprihatinkan apalagi

kehidupan di kota yang sebagian penduduknya adalah pencari nafkah

mereka cenderung banyak menghabiskan waktu mereka di tempat mereka

bekerja daripada dirumah, dengan hal ini banyak berakibat kurang

memperhatikan perkembangan anak-anak mereka bahkan kurang peduli

terhadap lingkungan sekitar mereka. Melemahnya rasa persaudaraan

menyebabkan kontrol masyarakat terhadap lingkungan mereka semakin

melemah hal tersebut tentu keadaan yang sangat bahaya dimana saat ini

banyak orang yang membiarkan terjadinya pergaulan bebas remaja, yang

bisa mendorong terjadinya kekerasan seksual dan keadaan tersebut

diperparah dengan sikap acuh terhadap keadaan tersebut.

5) Ketidakmampuan pelaku untuk mengendalikan emosi dan nafsu

seksualnya. Dorongan kuat nafsu seks yang dibarengi emosi yang tidak

mapan membuat pelaku tidak dapat mengontrol perilakunya, sehingga

nafsu seksualnya dibiarkan mengembara dan menuntutnya untuk dicarikan

kompensasi pemuasnya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Moh. Kasir

kekerasan seksual sebetulnya merupakan perbuatan yang disadari oleh

13).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

125

6) Keinginan pelaku untuk melakukan (melampiaskan) balas dendam

terhadap sikap, ucapan (keputusan), dan perilaku korban atau wanita lain

bukan korban yang dianggap menyakiti dan merugikannya. Sehingga

korban menjadi sasaran kemarahan pelaku yang stress dan tertekan akibat

masalah yang dihadapinya. Pengaruh lain yang juga berpengaruh yaitu

rangsangan lingkungan seperti film atau gambar-gambar porno, dan karena

pengaruh tayangan yang dilihatnya pelaku cenderung ingin meniru adegan

yang dilihatnya karena dorongan seksualnya yang kuat serta didukung oleh

situasi dan kondisi yang memungkinkan dilakukan tindakan tidak senonoh

tersebut turut menjadi faktor pendukung.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Kanit PPA (Kepala Unit

Pelayanan Perempuan dan Anak) Sat Reskrim Polresta Surakarta AKP. Sri

Rahayu pada hari Senin tanggal 05 Januari 2012 beliau mengatakan bahwa

elaku kekerasan seksual sering menonton video porno yang saat ini bisa

diakses dan dilihat melalui internet bahkan melalui HP (Handphone) dan

membuat mereka ingin meniru adegan tersebut (CL. 1). Hal tersebut juga

peneliti peroleh dari wawancara dengan Kak Rita Hastuti, S. P. selaku

satu faktor penyebab kekerasan seksual pada anak yaitu kegemaran pelaku

menonton film dan video po (CL. 3).

Selain Hasil wawancara dengan Ibu Kanit PPA dan Kak Rita

Hastuti S. P. tadi, Kak Athur Fitri Adiati, S. Sos. selaku staf program

yang sangat mempengaruhi terjadinya kekerasan seksual pada anak yaitu

faktor media yang semakin canggih sehingga sangat memudahkan siapa

saja mengakses informasi yang mereka inginkan, termasuk tayangan-

(CL. 4). Pendapat itu juga dikuatkan oleh hasil

wawancara dengan BRIGADIR. Sarwono, S. E. pada hari Selasa tanggal

aktor media juga ikut

mempengaruhi misalnya pergaulan pelaku yang negatif misalnya suka

browsing film-film dan video porno di internet atau bahkan di HP

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

126

(Handphone Kemajuan teknologi yang terjadi saat ini tidak

dapat pungkiri sangat membawa dampak bagi kehidupan manusia, baik

dampak positif maupun dampak negatif. Kemudahan mengakses informasi

juga membuat sebagian orang menyalahgunakan teknologi yang ada

misalnya dengan kemudahan dan lengkapnya fasilitas yang ditawarkan

oleh internet dan juga handphone, menyebabkan orang yang memang

sedang turun moralnya gemar menonton video, film dan gambar-gambar

porno juga menjadi salah satu faktor pendorong pelaku melakukan

tindakan yang sangat tidak bermoral.

Banyaknya faktor-faktor tersebut semakin berkembang mengikuti

perkembangan jaman yang sekarang ini semakin pesat, dimana norma-

norma sudah banyak diabaikan. Faktor-faktor tadi sangat memepengaruhi

terjadinya kejahatan kekerasan seksual pada anak baik secara kualitas

maupun secara kuantitas. Hal tersebut menyebabkan partisipasi

masyarakat belum memberikan makna yang berarti hal tersebut karena

masih banyak ketimpangan dan faktor-faktor penyebab kejahatan

kekerasan seksual yang justru semakin berkembang dan sulit untuk

dikendalikan

.

c. Solusi

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu Ketua RW di Salah

satu kelurahan yang ada di Kecamatan Serengan Bapak Purwadi, beliau

menyebutkan bahwa :

Sebagai pelajaran yang berharga untuk bekal kemudian hari, partisipasi orang tua sangat dibutuhkan, mereka diharapkan untuk lebih meningkatkan pengawasan dan kewasapadaan pada anak-anak mereka. Seandainya anak-anak main dan tidak pulang-pulang sebaiknya dicari jangan dibiarkan. Selain itu berikan perhatian yang lebih pada anak agar mereka tidak merasa tidak diperdulikan dan lebih suka berada diluar rumah (CL. 26).

Solusinya yaitu kalau

orang tua yang punya anak kecil harus hati-hati jangan sampai karena

bekerja anak menjadi kurang perhatian dan pengawasan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

127

Perhatian orang tua adalah segala-galanya, anak lahir dan tumbuh

kembang dalam kehidupan keluarga. Pola asuh orang tua anak sangat

berpengaruh bagi kehidupan anak, apabila anak selalu mendapatkan hak-

hak mereka dirumah maka mereka tidak akan merasa. Anak yang diasuh

dengan kasih sayang dan perhatian maka dia akan tumbuh menjadi

manusia yang baik dan tidak akan melakukan hal-hal buruk kepada orang

lain. Orang tua adalah tauladan bagi anak-anak mereka jika anak diberikan

kasih sayang yang cukup maka mereka akan tumbuh menjadi anak yang

bisa mengasihi orang lain dan tidak akan berbuat negatif diluar rumah.

Jangan sampai adanya pengalihan fungsi misalnya ayah yang memhariliki

kewajiban untuk mencari nafkah justru tidak dapat mencukupi kebutuhan

keluarga sehingga memaksa ibu harus ikut bekerja. Atau bahkan seorang

ibu yang memilih bekerja namun justru mengabaikan tugas utama mereka

yaitu mengasuh, merawat dan mengawasi anak-anak mereka.

Solusi lain juga dikatakan oleh Ibu Theressian Murtiniwati yang

menyebutkan bahwa :

Kalau ada kasus kejahatan kekerasan seksual masyarakat yang mengetahui diharapkan dapat segera melapor ke RT/ RW agar segera ditindak lanjuti dan tidak dibiarkan. Selain itu orang tua harus lebih meningkatkan pengawasan pada anak-anak mereka, lebih memperhatikan anak dan dapat memenuhi hak-hak mereka agar anak senang dapat tumbuh berkembang dengan baik dan tidak lari ke hal-hal negatif (CL. 16 ).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Suparti, beliau

mengatakan bahwa :

Solusi kami pengurus PPT akan segera mensosialisasikan bahwa PPT PA di Kelurahan Jebres sudah terbentuk dan memang sudah adanya pelatihan bagi pengurus untuk melakukan penanganan kasus, sehingga apabila ada kasus masyarakat diharapkan bisa ikut berpartisipasi untuk melapor ke RT masing-masing lalu lapor ke PPT PA baru lapor ke polisi. Kemudian apabila ada kasus masyarakat dihimbau untuk tidak ditutup-tutupi karena kasian yang menjadi korban apabila tidak segera mendapat pertolongan (CL. 17).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

128

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Syahrir Rozie, S. H. ,

beliau mengatakan bahwa:

Solusinya banyak diadakan penyuluhan diberbagai lembaga dan dikalangan masyarakat seperti di OASE (Organinsasi Anak Semanggi), PKK (Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga), KTI (Karang Taruna Indonesia), Rapat RT RW dengan tujuan supaya masyarakat mengerti tentang masalah perlindungan anak, KDRT dan mengerti tentang perundang-undangan yang berlaku (CL. 23).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Purwadi Ketua RW

TKP salah satu kasus di wilayah Kecamatan Serengan menyebutkan

Solusinya ya kita perlu banyak memberikan penyuluhan dan

himbauan kepada masyarakat untuk memacu masyarakat untuk lebih sadar

untuk mengawasi anak-anak (anak mereka sendiri pada khususnya dan

anak-anak di lingkungan tempat tinggal pada umumnya)

Berbeda dengan solusi yang dikatakan oleh Bapak Joko Leo Purwanto,

Solusi intinya kembali kepada individu

masyarakat sendiri, kembali pada pola asuh orang tua kepada anak

mereka. Selain itu lebih ditingkatkan lagi pendidikan agama, misalnya

anak dimasukkan dalam TPA apabila anak-anak kristen ya disuruh untuk

sering ke gereja

Jadi dapat disimpulkan solusi dari permasalahan yaitu dengan

meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang perlindungan anak, selain

itu peningkatan kesadaran masyarakat juga sangat dibutuhkan agar mereka

semakin peduli dengan kehidupan anak. Selain itu masyarakat juga perlu

banyak mendapatkan sosialisasi agar mereka mengetahui apa saja yang

menjadi hak-hak anak, permasalahan anak dan kemana harus melapor jika

bersinggungan dengan permasalahan tersebut. Memotivasi anak untuk

mengikuti kegiatan positif seperti ikut dalam forum anak, TPA, sekolah

minggu untuk mendapatkan pendidikan agama sangat perlu untuk

mencegah anak-anak terjerumus pada hal-hal yang negatif, dengan begitu

kasus-kasus serupa diharapkan jangan sampai terulang kembali. Selain itu

yang tidak kalah penting adalah dengan meningkatkan kembali system

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

129

ketahanan keluarga sehingga anak-anak mereka tidak akan kehilangan

perhatian dan bisa mendapatkan pengawasan dari orang tua mereka.

Sehingga anak-anak tidak menjadi korban kejahatan kekerasan seksual dan

kejahatan lainnya yang juga membahayakan mereka.

D. Temuan Studi

Dalam subbab ini peneliti menganalisis informasi yang berhasil

dikumpulkan di lapangan sesuai dengan perumusan masalah dan selanjutnya

dikaitkan dengan teori yang ada. Berdasarkan hasil penelitian yang dihubungkan

dengan kajian teori maka peneliti menemukan hal-hal yang penting yaitu sebagai

berikut:

1. Partisipasi Masyarakat dalam Menanggulangi Kejahatan Kekerasan

Seksual Pada Anak di Kota Surakarta

b. Partisipasi Yayasan KAKAK

1) Pencegahan

a) Mengembangkan Sistem Perlindungan Anak di sekolah dan di wilayah

(1) Di wilayah

Wilayah yang dimaksud adalah Kelurahan Semanggi dan

Jebres, dan alasan dari pemilihan wilayah tersebut yaitu karena

kedua wilayah tersebut dianggap rentan terjadi kasus kekerasan

seksual pada anak. Kemudian untuk kegiatan yang dilakukan oleh

Yayasan KAKAK untuk mencegah kekerasan seksual di wilayah

yaitu meliputi :

(a) Memberikan sosialisasi di wilayah

(b) Mendorong terbentuknya PPT PA (Program Pelayanan Terpadu

Perempuan dan Anak) di tingkat kelurahan sebagai salah satu

pengembangan sistem perlindungan anak di kelurahan

(2) Di sekolah

Upaya pencegahan kekerasan seksual di sekolah yang

dilakukan oleh Yayasan KAKAK dibeberapa sekolah di Kota

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

130

Surakarta namun yang lebih fokus adalah SMP N 26 dan SMP N 17

Surakarta.

(a) Mengadakan sosialisasi dan roadshow di beberapa sekolah untuk

memberikan pendidikan seksual pada anak sebagai upaya

pencegahan kekerasan seksual pada anak usia remaja.

(b) Mendorong dimasukkannya kurikulum tentang pendidilan seksual

dan kesehatan reproduksi di sekolah

(c) Memberikan beasiswa untuk anak-anak korban kekerasan seksual

2) Penanganan

a) Melakukan penjangkauan (outreach), pendekatan dan pendampingan

korban

b) Memberikan pelayanan bagi korban kekerasan seksual (medis, psikologis,

hukum dan pendidikan)

3) Rehabilitasi

Rehabilitasi merupakan upaya pemulihan korban kekerasan seksual

oleh sebab itu Yayasan KAKAK membantu korban dengan mencarikan

dukungan dari lembaga dan dinas yang dapat ikut memberikan pelayanan

secara gratis bagi korban, karena rehabilitaasi juga merupakan tanggung jawab

Negara sehingga Yayasan KAKAK ikut melakukan advokasi kebijakan pada

dinas-dinas terkait dan juga advokasi agar dinas mau ikut mendukung

penyembuhan korban.

a) Rehabilitasi Medis

b) Rehabilitasi Psikologis

c) Rehabilitasi Pendidikan

d) Rehabilitasi Ekonomi dengan pemberdayaan ekonomi dan mengusahakan

anak korban kekerasan seksual dapat meningkatkan ketrampilan life skill

4) Advokasi

Advokasi yang dilakukan oleh Yayasan KAKAK disini yaitu untuk

mempengaruhi kebijakan dan juga pelayanan bagi korban, kegiatan advokasi

ini dilakukan dengan berkoordinasi dengan dinas atau lembaga lain untuk

membantu korban kekerasan seksual. Selain itu Yayasan KAKAK juga ikut

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

131

dalam jaringan PT PAS dan bersinergin dengan instansi lain yang memiliki

program sama yaitu melakukan penanggulangan kekerasan seksual.

a. Partisipasi Masyarakat Perorangan (Tokoh Masyarakat)

1) Pencegahan

a) Melakukan sosialisasi,

b) Mengkampanyekan hak-hak dan permasalahan yang menimpa anak,

c) Membentuk forum anak dan memfasilitasi anak untuk

mengembangkan minat dan bakat, dan

d) Mendirikan sekolah PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini),TPA (Taman

agam Kristen

2) Penanganan Secara Non Penal

a) Menerima laporan dan mendampingi korban dan keluarga untuk

melaporkan kejadian kepada pihak berwajib atau menghubungi LSM,

b) Menjangkau korban, memberikan pendampingan dan membantu

proses rehabilitasi korban, dan

c) Membentuk PPT PA (Program Pelayanan Terpadu Perempuan dan

Anak) di tingkat kelurahan.

b. Partisipasi Masyarakat Perorangan (Tokoh Agama)

1) Pencegahan

a)

dan

b) Melakukan sosialisasi melalui ceramah agama.

2) Penanganan Secara Non Penal

a) Memberikan pendampingan secara psikologis/spiritual, dan

b) Menerima laporan dan mendampingi korban dan keluarga melaporkan

kejadian kepada polisi dan membantu menghubungi LSM yang

bergerak dibidang perlindungan korban kekerasan seksual.

d. Partisipasi Masyarakat Perorangan (Masyarakat Biasa)

1) Pencegahan

a) Melakukan sosialisasi, dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

132

b) Meningkatkan sistem ketahanan keluarga dengan memberikan kasih

sayang, pengawasan dan contoh keteladanan yang baik bagi anak.

2) Penanganan Secara Non Penal

a) Melaporkan kejadian kepada pihak yang berwajib (pejabat lingkungan

setempat, polisi dan LSM), dan

b) Memberikan kesaksian saat persidangan.

Diknas (Departemen Pendidikan Nasional) menyebutkan bahwa :

Ketrampilan berpartisipasi meliputi ketrampilan berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, berperan serta aktif mewujudkan masyarakat madani (civil society), ketrampilan mempengaruhi dan memonitoring jalannya pemerintahan dan proses pengambilan keputusan politik, ketrampilan memecahkan masalah sosial, ketrampilan mengadakan koalisi, kerjasama dan mengelola konflik (Winarno dan Wijianto, 2010 : 55). Pasal 69 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak, yang dimaksud perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan meliputi :

(5) Perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi kekerasan fisik, psikis, dan seksual dilakukan melalui upaya : e. Penyebarluasan dan sosialisasi peraturan perundang-undangan yang

melindungi anak korban tindak kekerasan; dan f. Pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi.

(6) Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Selain bentuk perlindungan khusus di atas ada juga bantuk-bentuk

partisipasi masyarakat dalam menanggulangi kejahatan kekerasan seksual pada

anak yang meliputi tindakan-tindakan di bawah ini :

f) Pertama yang harus dilakukan jika terjadi kekerasan seksual seperti perkosaan dan lainnya adalah membantu korban. Keselamatan anak merupakan prioritas utama, berikan layanan dan bantuan medis secara layak. Segala bentuk bantuan dilakukan harus didasarkan pada kepentingan terbaik anak dan harus mempertimbangkan keinginan dan perasaan anak tersebut.

g) Setelah terjadi kekerasan seksual seperti perkosaan dan lainnya umumnya korban mengalami guncangan jiwa yang hebat dan korban membutuhkan dukungan serta rasa simpati dari masyarakat. Jangan sampai korban justru dicemooh dan disisihkan. Rangkul mereka dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

133

beri pengertian bahwa semua kejadian yang mereka alami bukan kesalahan mereka tetapi kesalahan pelaku.

h) Lapor kepada pihak yang berwajib supaya dapat dilakukan visum, jika si anak takut maka hubungi keluarga untuk mendampingi anak ke kantor polisi.

i) Kalau perlu, korban dibantu untuk menghubungi salah satu LSM yang biasanya menaungi dan mendampingi korban kekerasan seksual seperti perkosaan dan lainnya. Karena LSM merupakan lembaga terlatih dan sudah tahu hal-hal apa yang harus dilakukan dan sudah biasa menangani masalah serupa bahkan sampai tahap proses peradilan jika memang korban menghendaki.

j) Berikan keterangan sebagai saksi kejadian apabila mengetahui langsung peristiwa tersebut kepada polisi apabila memang diminta/diperlukan (Anonim, 2010: 1 diakses dalam http://www.smallcrab.com).

Apabila dikaitkan dengan teori tentang ketrampilan partisipasi dan

bentuk-bentuk partisipasi masyarakat di atas hal tersebut relevan dari hasil

penelitian ini hampir dari semua ketrampilan dan bentuk-bentuk partisipasi

masyarakat yang ada diberikan dan dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat

dan beberapa masyarakat Kota Surakarta yang dijadikan informan dalam

penelitian ini.

2. Kecenderungan Kasus Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak

Mengalami Peningkatan ataukah Penurunan dengan Adanya

Partisipasi Masyarakat dan Solusinya.

Kecenderungan partisipasi masyarakat meningkat ketika lingkungan

tempat tinggal mereka rentan dan pernah terjadi kasus kekerasan seksual pada

anak. Biasanya masyarakat sekitar TKP akan lebih sadar dan peduli untuk

menjaga anak-anak mereka agar jangan sampai menjadi korban. Kemudian untuk

kasus kekerasan seksual pada anak di Kota Surakarta berdasarkan data yang

didapat oleh peneliti yaitu meningkat. Hal tersebut menunjukkan bahwa

partisipasi masyarakat belum memberikan makna yang berarti hal tersebut

disebabkan oleh faktor-faktor kekerasan seksual yang semakin berkembang

mengikuti perkembangan dan kemajuan jaman saat ini. Faktor-faktor tersebut

diantaranya karena pesatnya arus globalisasi, gaya berpakaian masyarakat yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

134

semakin kurang menjaga norma kesopanan, control masyarakat yang semakin

melemah, kurangnya penghayatan nilai-nilai agama, gaya pergaulan laki-laki dan

perempuan yang semakin bebas dan juga faktor media yang semakin canggih.

Abdul Wahid dan Irfan (2001: 72) menyebutkan bahwa:

Faktor penyebab kekerasan seksual (perkosaan) setidak-tidaknya adalah sebagai berikut: pengaruh perkembangan budaya, gaya hidup dan pergaulan yang bebas, rendahnya pengalaman dan penghayatan norma, tingkat control masyarakat, putusan hakim yang terasa tidak adil, ketidakmampuan pelaku untuk menahan emosi dan nafsu, keinginan pelaku untuk melampiaskan dendam, dan pengaruh lain yaitu rangsangan lingkungan seperti tayangan porno.

Apabila dikaitkan dengan faktor-faktor pendorong terjadinya kejahatan

kekerasan seksual di atas hal tersebut relevan dari hasil penelitian ini hampir dari

semua faktor-faktor pendorong terjadinya kejahatan kekerasan seksual didapat

dari hasil wawancara dengan sebagian informan dalam penelitian ini. Sehingga

dengan faktor-faktor yang semakin berkembang tersebut kejahatan kekerasan

seksual mengalami peningkatan, meskipun partisipasi masyarakat mengalami

peningkatan.

Selain faktor-faktor tadi partisipasi masyarakat belum bisa dikatakan

berfungsi secara baik karena adanya ketimpangan yang terjadi, hal tersebut

ditunjukkan dengan banyaknya saat ini ibu yang bekerja dan kurang bisa

memberikan perhatian dan kasih sayang lebih pada anak-anak mereka.

Solusinya yaitu perlu banyaknya sosialisasi kepada masyarakat agar

mereka memiliki pengetahuan bahwa anak-anak perlu dilindungi dan

penanggulangan semua bentuk kejahatan yang menimpa anak merupakan

tanggungjawab bersama yang membutuhkan partisipasi masyarakat. Sehingga

harapannya kesadaran akan tumbuh untuk bersama-sama menanggulangi

kejahatan kekerasan seksual pada anak dan lebih meningkatkan kesadaran bagi

orang tua agar lebih waspada dan memperhatikan anak-anak mereka jangan

sampai buah hati mereka menjadi korban. Sehingga perlu adanya pemantapan dan

peningkatan sistem ketahanan keluarga dan mengembalikan fungsi-fungsi anggota

keluarga agar anak-anak bisa mendapatkan keadaan keluarga yang kondusif dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

135

mendapatkan perlindungan dengan baik. Selain itu memberikan kegiatan positif

bagi anak juga merupakan langkah yang tepat untuk mengurangi resiko bahaya

anak terjerumus menjadi korban kejahatan kekerasan seksual.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

136

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan peneliti di lapangan dan

analisis yang telah dilakuakan oleh peneliti maka dapat ditarik kesimpulan untuk

menjawab perumusan masalah yang ada. Adapun kesimpulan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam menaggulangi kejahatan kekerasan

seksual pada anak di Kota Surakarta

a. Partisipasi Yayasan KAKAK

1) Pencegahan

b) Mengembangkan Sistem Perlindungan Anak di sekolah dan di

wilayah

(3) Di wilayah

Wilayah yang dimaksud adalah Kelurahan Semanggi dan

Jebres, dan alasan dari pemilihan wilayah tersebut yaitu karena

kedua wilayah tersebut dianggap rentan terjadi kasus kekerasan

seksual pada anak. Kemudian untuk kegiatan yang dilakukan oleh

Yayasan KAKAK untuk mencegah kekerasan seksual di wilayah

yaitu meliputi :

(c) Memberikan sosialisasi di wilayah

(d) Mendorong terbentuknya PPT PA (Program Pelayanan

Terpadu Perempuan dan Anak) di tingkat kelurahan sebagai

salah satu pengembangan sistem perlindungan anak di

kelurahan

(4) Di sekolah

Upaya pencegahan kekerasan seksual di sekolah yang

dilakukan oleh Yayasan KAKAK dibeberapa sekolah di Kota

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

137

Surakarta namun yang lebih fokus adalah SMP N 26 dan SMP N

17 Surakarta.

(d) Mengadakan sosialisasi dan roadshow di beberapa sekolah

untuk memberikan pendidikan seksual pada anak sebagai

upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak usia remaja.

(e) Mendorong dimasukkannya kurikulum tentang pendidilan

seksual dan kesehatan reproduksi di sekolah

(f) Memberikan beasiswa untuk anak-anak korban kekerasan

seksual

2) Penanganan

c) Melakukan penjangkauan (outreach), pendekatan dan pendampingan

korban

d) Memberikan pelayanan bagi korban kekerasan seksual (medis,

psikologis, hukum dan pendidikan)

5) Rehabilitasi

Rehabilitasi merupakan upaya pemulihan korban kekerasan seksual

oleh sebab itu Yayasan KAKAK membantu korban dengan mencarikan

dukungan dari lembaga dan dinas yang dapat ikut memberikan pelayanan

secara gratis bagi korban, karena rehabilitaasi juga merupakan tanggung

jawab Negara sehingga Yayasan KAKAK ikut melakukan advokasi

kebijakan pada dinas-dinas terkait dan juga advokasi agar dinas mau ikut

mendukung penyembuhan korban.

e) Rehabilitasi Medis

f) Rehabilitasi Psikologis

g) Rehabilitasi Pendidikan

h) Rehabilitasi Ekonomi dengan pemberdayaan ekonomi dan

mengusahakan anak korban kekerasan seksual dapat meningkatkan

ketrampilan life skill

6) Advokasi

Advokasi yang dilakukan oleh Yayasan KAKAK disini yaitu untuk

mempengaruhi kebijakan dan juga pelayanan bagi korban, kegiatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

138

advokasi ini dilakukan dengan berkoordinasi dengan dinas atau lembaga

lain untuk membantu korban kekerasan seksual. Selain itu Yayasan

KAKAK juga ikut dalam jaringan PT PAS dan bersinergin dengan instansi

lain yang memiliki program sama yaitu melakukan penanggulangan

kekerasan seksual.

b. Partisipasi Masyarakat Perorangan (Tokoh Masyarakat)

1) Pencegahan

a) Melakukan sosialisasi.

b) Mengkampanyekan hak-hak dan permasalahan yang menimpa anak,

c) Membentuk forum anak dan memfasilitasi anak untuk

mengembangkan minat dan bakat, dan

d) Mendirikan sekolah PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), TPA

memeluk agama Kristen.

2) Penanganan Secara Non Penal

a) Menerima laporan dan melaporkan kasus kepada pihak yang

berwajib dan menghubungi LSM,

b) Melakukan penjangkauan rumah korban dan memberikan

pendampingan dan membantu proses rehabilitasi korban, dan

c) Membentuk PPT PA (Program Pelayanan Terpadu Perempuan dan

Anak) di tingkat kelurahan.

c. Partisipasi Masyarakat Perorangan (Tokoh Agama)

1) Pencegahan

a)

b) Melakukan sosialisasi melalui ceramah agama

2) Penanganan Secara Non Penal

a) Memberikan pendampingan secara spiritual/psikologis

b) Menerima laporan dan mendampingi korban beserta keluarga

melaporkan kepada pihak yang berwajib/polisi dan membantu

korban menghubungi LSM.

d. Partisipasi Masyarakat Perorangan (Masyarakat Biasa)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

139

1) Pencegahan

a) Melakukan sosialisasi, dan

b) Meningkatkan sistem ketahanan keluarga dengan memberikan kasih

sayang, pengawasan dan contoh keteladanan yang baik bagi anak.

2) Penanganan Secara Non Penal

a) Melaporkan kejadian kepada pejabat lingkungan (Ketua RT, RW

dan Petugas Keamanan Kampung)

b) Memberikan kesaksian saat persidangan

2. Kecenderungan kasus kejahatan kekerasan seksual sesuai data yang peneliti

dapatkan dari kepolisian Unit PPA Sat Reskrim Polresta Surakarta mengalami

peningkatan dari sembilan kasus yang terjadi pada tahun 2010 menjadi

sepuluh kasus pada tahun 2011. Disisi lain partisipasi masyarakat saat ini juga

cenderung naik/meningkat, namun ada juga pandangan masyarakat yang

menilai partisipasi masyarakat dibeberapa titik ada yang mengalami

penurunan, sehingga partisipasi masyarakat belum dilakukan oleh semua

orang hanya orang-orang tertentu saja seperti tokoh masyarakat dan

masyarakat tertentu yang perduli pada kehidupan anak. Namun ketika

partisipasi masyarakat sebagian besar mengalami peningkatan ternyata kasus

kekerasan seksual justru mengalami peningkatan, hal tersebut menunjukkan

bahwa partisipasi masyarakat belum berfungsi dengan baik dan belum

memberikan makna yang berarti bagi penanggulangan kejahatan kekerasan

seksual pada anak. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor penyebab

kejahatan kekerasan seksual pada anak yang saat ini semakin berkembang

mengikuti perkembangan dan kemajuan jaman. Selain hal tersebut kejahatan

kekerasan seksual semakin meningkat disebabkan lemahnya sistim ketahanan

keluarga yang terjadi saat ini dimana banyak pengalihan fungsi ibu sebagai

orang yang berperan mengasuh dan menjaga anak menjadi wanita karir yang

sibuk bekerja sehingga anak-anak mereka menjadi kurang pengawasan dan

juga perhatian. Solusinya yaitu perlu banyaknya sosialisasi kepada masyarakat

agar mereka memiliki pengetahuan bahwa anak-anak perlu dilindungi dan

penanggulangan semua bentuk kejahatan yang menimpa anak merupakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

140

tanggungjawab bersama yang membutuhkan partisipasi masyarakat. Sehingga

harapannya kesadaran dan kepedulian masyarakat akan tumbuh untuk

bersama-sama menanggulangi kejahatan kekerasan seksual pada anak. Selain

itu perlu adanya peningkatan system ketahanan keluarga dengan membenahi

lagi peran dari masing-masing anggota keluarga, misalnya dengan

menekankan kembali fungsi ayah sebagai pencari nafkah dan ibu sebagai

anggota keluarga yang memiliki kewajiban merawat, menjaga dan mengasuh

anak.

B. IMPLIKASI

Berdasarkan kesimpulan atas jawaban yang telah dirumuskan di atas

yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam menanggulangi kejahatan

kekerasan seksual pada anak di kota Surakarta, dapat menimbulkan implikasi

sebagai berikut :

1. Partisipasi masyarakat sebagai warga negara sangatlah dibutuhkan bagi

penanggulangan kejahatan kekerasan seksual pada anak, karena

penanggulangan kekerasan seksual merupakan tanggung jawab bersama yang

membutuhkan kerjasama dan sinergitas dari berbagai pihak. Bentuk partisipasi

masyarakat yaitu dengan ikut berpartisipasi aktif dalam upaya pencegahan

sekaligus penanganan kejahatan itu sendiri. Memberikan sosialisasi dan

mengkampanyekan hak-hak dan permasalahan anak saat peringatan Hari Anak

Nasional adalah langkah yang tepat dalam meningkatkan kewasapadaan

masyarakat luas agar lebih menjaga anak-anak mereka dan anak-anak

dilingkungannya. Selain pencegahan, melakukan pendampingan korban secara

psikologis dan lainnya untuk memberikan motivasi dan juga dorongan agar

bisa menata hidupnya kembali demi masa depan yang lebih baik juga perlu

dilakukan sebagai upaya penanganan. Melaporkan kejadian kepada pihak

berwajib dan bersedia memberikan kesaksian pada saat persidangan

merupakan upaya yang harus dilakukan agar pelaku jera.

2. Kasus kejahatan kekerasan seksual dari tahun ke tahun cenderung menigalami

peningkatan. Bahkan partisipasi masyarakat juga belum dilakukan oleh semua

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

141

orang, oleh sebab itu perlu adanya kerjasama antar berbagai pihak untuk

meningkatkan kesadaran masyarakat agar lebih peduli terhadap kehidupan

anak dan mau ikut berpartisipasi dalam penanggulangan kejahatan kekerasan

seksual sehingga anak-anak akan lebih terlindungi dan jumlah kasus

kekerasan seksual tidak terus meningkat dan bisa ditanggulangi secara efektif.

C. SARAN

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini, maka penelitian

ini dapat memberikan saran-saran sebagai berikut :

1. Bagi Aparat Penengak Hukum

a. Perlu peningkatan komitmen bagi aparat penegak hukum untuk

menerapkan sistem perlindungan bagi Anak Berhadapan Hukum (ABH)

baik sebagai korban maupun sebagai pelaku kejahatan, mengingat sudah

adanya Undang-Undang khusus bagi Perlindungan Anak, sehingga jangan

sampai penanganan kasus anak disamakan dengan orang yang sudah

dewasa.

b. Kepolisian harus lebih responsif jika mendengar terjadinya kasus

kejahatan kekerasan seksual dengan korban anak, jangan hanya menunggu

adanya laporan (menunggu bola) tetapi jemput bola.

c. Sebagai aparat penegak hukum polisi dan pihak pengadilan perlu

memberikan punnisment (hukuman) yang tegas dan zero toleran bagi

pelaku tindak kejahatan kekerasan seksual dengan korban anak, hal

tersebut ditujukan untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku. Dengan

pemberian sanksi yang tegas maka secara tidak langsung dapat mencegah

terjadinya pengulangan kejahatan serupa oleh orang-orang yang

mempunyai mental jahat dan memiliki niat untuk melakukan kejahatan

tersebut. Hal ini ditujukan agar tidak ada lagi korban-korban lain yang

berjatuhan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

142

2. Bagi LSM

a. Sebagai LSM yang memiliki pengetahuan, diharapkan mampu

memberikan banyak sosialisasi sebagai upaya untuk memberikan

pengetahuan dan meningkatkan ketrampilan masyarakat (capacity

building), agar masyarakat memiliki pengetahuan yang memadai, dengan

seperti itu masyarakat diharapkan dapat ikut serta dalam menanggulangi

kejahatan kekerasan seksual pada anak.

b. Perlu adanya perhatian bagi daerah lain di Kota Surakarta jangan hanya

dua daerah saja yang didampingi karena pada dasarnya semua daerah

memiliki kerawanan dan resiko yang sama terjadinya kasus serupa.

3. Bagi Orang Tua

a. Perlu lebih meningkatkan sistem ketahanan keluarga sebagai upaya

pertama dan utama untuk mencegah anak menjadi korban kekerasan

seksual pada anak, misalnya dengan penguatan peran dan fungsi keluarga

melalui peran orang tua dalam mengasuh, mendidik, melindungi anak.

Ayah sebagai pencari nafkah dan ibu sebagai anggota keluarga yang

memiliki kewajiban dan tugas mengasuh anak dirumah. Meskipun ayah

harus bekerja tetap harus meluangkan waktu untuk menanyakan

perkembangan dan memberikan kasih sayang serta perhatian kepada anak.

Bagi para ibu yang memiliki tanggungjawab mengasuh dan mendidik anak

diharapkan tidak bekerja yang terlalu menyita waktu dan lebih sering

meninggalkan anak-anak mereka. Jangan sampai ibu sibuk bekerja dan

kurang mengawasi serta meperhatikan kegiatan anak baik di rumah,

sekolah dan di lingkungan pergaulanya.

b. Orang tua juga harus menanamkan keterbukaan pada anak sehingga dapat

dijadikan teman. Selain itu orang tua juga harus mampu menjadi guru

yang baik sehingga ketika anak bertanya berbagai hal tentang kehidupan

dan pergaulan orang tua bisa menjawab, karena pengetahuan yang

diberikan orang tua bisa dijadikan tameng bagi anak untuk menjalani

hidup di luar rumah. Termasuk pemberian pendidikan seksual dini di

rumah, orang tua harus mampu memberikan pengetahuan dan pemahaman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

143

bagi anak mereka jangan sampai mereka karena mereka mencari tahu di

luar dengan cara yang salah. Dengan pemahaman yang cukup dari orang

tua tersebut diharapkan anak-anak tidak terjerumus pada pergaulan bebas

dan bisa membedakan sesuatu yang baik dan buruk untuk dirinya.

4. Bagi Masyarakat

a. Perlu peningkatan kesadaran bagi masyarakat, menanggulangi berbagai

bentuk kejahatan termasuk kekerasan seksual pada anak bukan hanya

tanggung jawab pemerintah, aparat penegak hukum saja, tetapi juga

merupakan tanggung jawab bersama termasuk masyarakat itu sendiri.

b. Perlu adanya kesadaran masyarakat untuk mau melapor kepada pihak yang

berwajib bila mengetahui adanya kasus kekerasan seksual pada anak,

jangan sampai anak menjadi korban kekerasan seksual berulang-ulang

karena tidak ada yang melaporkan kasus kejahatan kekerasan seksual itu

sendiri.

5. Bagi Anak

a. Perlunya membangun kesadaran anak melalui pendidikan seksual dini

pada anak agar mereka dapat mengetahui apa saja organ-organ seksual

mereka, fungsi-fungsi dari organ seksual tersebut sekaligus memberikan

pemahaman bagi mereka agar jangan mau jika organ-organ seksual/intim

mereka disentuh dan sebagainya. Selain pendidikan seksual dini tersebut

anak juga perlu diberikan pendidikan agama dan moral agar mereka dapat

membedakan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan buruk yang

tidak boleh dilakukan karena dilarang oleh agama.

b. Selain itu perlu dibentuknya forum sebagai wadah mereka untuk

mengembangkan bakat dan potensi agar mereka banyak disibukkan pada

hal-hal positif dan tidak gampang terjerumus kepada hal yang negatif.

Serta memberikan ruang partisipasi bagi anak untuk mengkampanyekan

masalah dan hak-hak mereka, termasuk kampanye pencegahan kekerasan

seksual pada anak.