Makalah S2 - Telaah Integritas dan Otentisitas Al-Qur’an dalam Tradisi Sunni dan Syi‘ah

12
TELAAH INTEGRITAS DAN OTENTISITAS AL-QUR’A> N DALAM TRADISI SUNNI DAN SYI> AH Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah: KAJIAN AL-QUR’A> N ORIENTALIS Dosen Pengampu: Dr. Phil. Al Makin, M.A. Oleh: Ahmadi Fathurrohman Dardiri (1220510030) PROGRAM STUDI AGAMA DAN FILSAFAT KONSENTRASI STUDI QUR‟AN DAN HADIS PROGRAM PASCASARJANA UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2013

Transcript of Makalah S2 - Telaah Integritas dan Otentisitas Al-Qur’an dalam Tradisi Sunni dan Syi‘ah

0

TELAAH INTEGRITAS DAN OTENTISITAS AL-QUR’A >N

DALAM TRADISI SUNNI DAN SYI >„AH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:

KAJIAN AL-QUR’A>N ORIENTALIS

Dosen Pengampu: Dr. Phil. Al Makin, M.A.

Oleh:

Ahmadi Fathurrohman Dardiri (1220510030)

PROGRAM STUDI AGAMA DAN FILSAFAT

KONSENTRASI STUDI QUR‟AN DAN HADIS

PROGRAM PASCASARJANA

UIN SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2013

1

PENDAHULUAN

Perdebatan teologis dalam Isla >m menarik untuk dikaji, salah satunya faksi

Sunni dan Syi >„ah. Yang disayangkan justru kemunculannya bukan berlatar-

belakang teologi murni melainkan lahir karena pandangan politik perihal siapa

yang berhak mewarisi kepimpinan umat Islam sepeninggal Nabi Muh }ammad.1

Perdebatan tersebut menjadi menarik ketika membahas pandangan kedua

faksi tersebut tentang otentisitas al-Qur‟a>n. Di satu sisi pandangan Sunni-awal

menyodorkan fakta ketidak-sempurnaan al-Qur‟a>n dalam pengumpulannya, di sisi

lain Syi >„ah-awal, dengan merujuk sumber Sunni-awal, turut serta mempersoalkan

kecacatan al-Qur‟a>n tersebut. Meski Sunni dan Syi >„ah belakangan “sepakat”

untuk tidak lagi mempersoalkan otentisitas al-Qur‟a>n, kalangan Syi >„ah ekstrimis

bersikukuh akan ketidak-sempurnaan al-Qur‟a>n sehingga dirasa perlu merujuk

kepada al-Qur‟a>n “versi” „Ali.2

Makalah ini berisi sub-bab yang disusun secara kronologis. Artinya, telaah

atas tulisan ini hendaknya dilakukan secara runtut, dengan harapan pertanyaan

“mengapa terjadi perdebatan sengit perihal otentisitas al-Qur‟a>n di kalangan

Islam” dapat dengan jelas dan lugas terjawab.

Makalah ini terdiri atas: 1) pendahuluan: yang menjadi pengantar secara

khusus kepada perdebatan Sunni-Syi >„ah mengenai intergritas dan otentisitas al-

Qur‟a>n, 2) pandangan Sunni-Syi >„ah awal perihal otentisitas al-Qur‟a>n, dengan

menyuguhkan data-data mengenai ayat-ayat al-Qur‟a>n yang luput dari pencatatan

tim pengumpul al-Qur‟a>n versi „Us |ma>n, 3) faksi Syi >„ah ekstrimis yang

berseberangan sikap Sunni-Syi >„ah moderat sehingga memperuncing perdebatan

otentisitas al-Qur‟a>n, adapun usaha-usaha Sunni-Syi >„ah moderat menyongosong

kajian “baru” al-Qur‟a>n tanpa perselisihan juga dipaparkan, dan 4) kesimpulan

yang menggambarkan di balik perdebatan otentisitas al-Qur‟a>n yang pelik.

1 Slamet Untung, Melacak Historisitas Syi >„ah: Kontrovesi Seputar Ahl al-Bait Nabi

(Semarang: Pustaka Rizki Putra Semarang, 2009), hlm. 3. 2 Hossein Modarressi, “Early Debates on The Integrity of The Qur‟an: A Brief Survey”

dalam Jurnal Islamica, no.77, 1993, hlm. 5-39.

2

PANDANGAN SUNNI-SYI>‘AH AWAL PERIHAL OTENTISITAS AL-

QUR’A>N

Pandangan umum Sunni perihal historisitas al-Qur‟a>n adalah sebagai

berikut. Pertama. Bahwa penulisan al-Qur‟a>n tuntas ketika Nabi masih hidup.3

Hal ini menjadi mungkin karena Nabi memiliki kutta >b al-wahy yang senantiasa

siap diminta Nabi untuk menulis ayat-ayat al-Qur‟a>n setiap kali diturunkan.4

Kedua. Bahwa kegiatan penghimpunan al-Qur‟a>n dilakukan selama 3 kali.

Satu kali pada saat Nabi masih hidup, sebagaimana pengakuan Zaid bin S|a>bit,

“Kunna > „inda Rasu>lilla>h nuallif al-Qur‟a>n min al-riqa >„…”.5 Kedua kalinya

dihimpun pada kekhalifahan Abu > Bakr atas insiatif „Umar. Ketika itu terjadi

Perang Yama >mah dan para huffa >d} al-Qur‟a>n berguguran. „Umar berinisiatif

dengan mengusulkan kepada Abu > Bakr perihal pengumpulan naksah yang ada

pada sahabat. Abu > Bakr setuju dan menunjuk Zaid bersama timnya sebagai pihak

yang diberi wewenang penuh pengumpulan al-Qur‟a>n. Metode yang ditempuh

Zaid dalam menyeleksi naskah yang diterima mensyaratkan minimal dikuatkan

oleh dua saksi,6 sehingga yang tidak memenuhi unsur ini tertolak. Salah satu di

antara tertolak adalah ayat yang disampaikan „Umar (tentang hukuman rajam),

karena tidak dapat menunjukkan bentuk fisik naskahnya.7 Sekumpulan naskah

tersebut lalu disimpan Abu > Bakr hingga wafatnya, lalu berada di tangan „Umar

ketika menjadi ami>r al-mu‟mini >n hingga wafatnya, dan disimpan Hafs}ah (puteri

„Umar) pasca „Umar wafat.8

3 Jala >l al-Di>n al-S}ayu >t}i>, al-Itqa >n fi> „Ulum al-Qur‟a>n (Saudi Arabia: Markaz al-Dira >sa >t al-

Qur‟a >niyyah: tt.), juz II, hlm. 377. 4 Rasu>lulla >h memiliki sekretaris (kutta>b al-wahy) yang mencatat al-Qur‟a >n setiap kali

diturunkan, antara lain Ubay ibn Ka‟b dan Zaid ibn S |a >bit. Nur Faizin, 10 Tema Kontroversial

Ulumul Qur‟an (Kediri: CV. Azhar Risalah, 2011), hlm. 8. 5 Jala>l al-Di>n al-S}ayu>t}i >, al-Itqa>n fi > „Ulum al-Qur‟a>n…, juz II, hlm. 378.

6 Tidak diketahui pasti sumber hadis mengenai keharusan dua saksi dalam penyeleksian

naskah al-Qur‟an. Namun demikian, hal ini tidak bertentangan dengan spirit ajaran al-Qur‟an

mengenai “persaksian”, yaitu minimal dua saksi, sebagaimana salam QS 2:282. Namun demikian

ada seseorang kesaksiannya dinilai sebagai 2 saksi oleh Nabi, yaitu Khuzaymah z |u> al-Syaha >datain.

Hossein Modarressi, “Early Debates on The Integrity…, hlm. 15. 7 Jala>l al-Di>n al-S}ayu>t}i>, al-Itqa>n fi > „Ulum al-Qur‟a>n…, juz II, hlm. 385. Namun demikian,

tidak diketahui apa bunyi ayat yang dimaksud. 8 Jala >l al-Di>n al-S}ayu>t}i>, al-Itqa>n fi > „Ulum al-Qur‟a>n…, juz II, hlm. 379. Jumlah huffa >z} al-

qur‟a>n yang wafat tidak bisa dipastikan. Pada suatu sumber dikatakan 360 orang, sementara

sumber lain hingga mencapai 500 orang. Hossein Modarressi, “Early Debates on The Integrity…,

hlm. 8.

3

Adapun penghimpunan ketiga terjadi pada tahun 25 H atau (menurut

informasi lain akhir 30 H) dengan alasan kekhawatiran akan perbedaan “versi” al-

Qur‟a>n di kalangan umat Islam, serta menghindarikan dari kesimpangsiuran

mengenai dialek al-Qur‟a>n yang beragam. Dipilihlah dialek Quraysh sebagai

dialek resmi al-Qur‟a>n versi Us |ma>n. Kekhawatiran ini pertama kali diutarakan

oleh Huz |aifah dan ditanggapi dengan persetujuan oleh „Us |ma>n. Teks yang ada di

tangan Hafs }ah diminta „Us |ma>n dan disalin ulang. Sementara teks selain yang

dimiliki „Us|ma>n “diperintahkan” untuk dimusnahkan.9 Salinan mushaf yang

berjumlah tujuh dikirimkan ke beberapa daerah, antara lain Makkah, Sya >m,

Yaman, Bahrain, Bas }rah, Ku>fah, dan salinan utama berada di Madinah bersama

„Us |ma>n. Naskah-naskah ini dikenal dengan Mus }h}af „Us|ma >n10

Dari penjelasan di atas, lalu muncul pertanyaan besar. 1) Apakah

pengumpulan al-Qur‟a>n oleh Abu > bakr telah mencakup keseluruhan teks yang ada

pada saat itu? Lalu, 2) bukankah insiatif „Us |ma>n atas saran Huz |aifah dengan cara

menulis ulang al-Qur‟a>n “hanya” dalam dialek Quraysh justru meninggalkan

kesan bahwa al-Qur‟a>n yang ada sekarang ini adalah al-Qur‟a>n ala „Us }ma>n dan

bukan al-Qur‟a>n yang sesungguhnya, yang hadir dalam begaram dialek? Beragam

kerancuan ini ternyata berkait-kelindan dengan fakta di lapangan bahwa pada

proses pengumpulan al-Qur‟a>n hingga penulisannya memang masih menyimpan

beberapa tanda tanya besar.

Berikut ini beberapa fakta yang patut dicermati dan ditelaah secara kritis.

Pertama, soal hilangnya naskah. Diceritakan bahwa „Umar menghafal suatu ayat

tentang rajam. Dirinya teringat bahwa yang memiliki rekaman dalam bentuk

naskah tertulis adalah seseorang yang gugur di Perang Yama>mah. „Umar lantas

bersaksi di hadapan tim pengumpul naskah, namun tetap ditolak lantaran tidak

mencapai syarat minimal 2 saksi dan naskah tertulisnya.11

„A>isyah mengalami

kehilangan naskah tatkala ada seekor hewan gembalaan masuk ke kamarnya dan

memakan kertas yang berisi rekaman tulisan ayat al-Qur‟a>n. Ketika itu „A>isyah

sedang sibuk menghadiri pemakaman Nabi.12

Dalam informasi lain, beberapa

9 Jala >l al-Di>n al-S}ayu>t}i>, al-Itqa >n fi > „Ulum al-Qur‟a >n…, juz II, hlm. 388. Lihat teks aslinya

dalam lampiran 1. 10

Jala>l al-Di>n al-S}ayu>t}i >, al-Itqa>n fi > „Ulum al-Qur‟a>n…, juz II, hlm. 393. 11

Hossein Modarressi, “Early Debates on The Integrity…, hlm. 10. 12

Hossein Modarressi, “Early Debates on The Integrity…, hlm. 10-11.

4

naskah al-Qur‟a>n pernah tercecer dalam penjagaan para sahabat Nabi, beberapa di

antaranya adalah ayat-ayat terkait kewajiabn terhadap orang tua dan tentang

peperangan. Hal ini sebagaimana dituturkan „Umar dan beberapa sahabat yang

otoritatif di bidang pengumpulan al-Qur‟a>n (Zaid bin S |a>bit, „Abdulla>h bin „Abba>s,

dan Ubay bin Ka„b).

„Umar also remembered other verses he thought dropped out (saqat}a) from

the Qur‟a>n or were lost, including one being dutiful to parents and another

on jiha>d. His claim regarding the first of the two was supported by three

early authorities on the Qur‟a>n: Zaid bin S|a >bit, „Abdulla>h bin „Abba >s, dan

Ubay bin Ka„b.13

Kedua, beberapa ayat dan surat yang bersumber dari naskah-naskah para

sahabat tidak termuat dalam Mus }h}af „Us |ma>ni. Contoh pertama adalah tidak

dimuatnya surat al-Khul„ dan al-H}afd dalam naskah Ubay.

Meskipun kedua surat tersebut telah ditelaah secara cermat dan disimpulkan

sebagai bukan bagian dari al-Qur‟a>n karena beberapa sebab,14

hal ini tetap

menjadi sebuah pertanyaan yang belum final terjawab secara ontologis. Contoh

lain, masih dalam naskah Ubay, adalah adanya suatu ayat yang seharusnya

disisipkan di antara ayat 24 dan 25 pada QS 10.

13

Hossein Modarressi, “Early Debates on The Integrity…, hlm. 11. 14

Lihat ulasannya dalam Theodor Nöldeke, dkk., History of The Qur‟an, terj. Wolfgang

H. Behn (Leiden: Brill, 2013) hlm. 240-242. Lihat juga Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah

Al-Qur‟an, Edisi Digital (Jakarta: Yayasan Abad Demokrasi, 2011), hlm. 267-268.

5

Sekali lagi, analisa linguistik menyatakan ayat yang dimaksud bukan ayat al-

Qur‟a>n. Namun demikian, hal-hal tersebut tetap menjadi misteri yang belum final

terjawab secara ontologis.15

Menurut informasi lainnya, terdapat beberapa surat yang dilaporkan

menyusut dan berkurang secara kuantitas. Yang semula utuh, kini (dalam Mus }h }af

„Us |ma>ni) hanya tersisa sepertiga atau seperempatnya saja (misalnya, QS al-

Taubah). Hal ini sebagaimana penuturan Huz |aifah bin al-Yaman. Beberapa surat

lain yang terjadi perbedaan kuantitas adalah QS al-Hijr dan QS al-Nu>r.16

Ketiga, fakta bahwa „Ali memiliki al-Qur‟a>n versi tersendiri. Kejadian ini

dapat dirujuk tatkala „Ali absen secara publik selama beberapa hari termasuk saat

pembaiatan Abu > Bakr ditunjuk menjadi khalifah pengganti Nabi.17

Ketika „Ali

menyerahkan naskah yang dimilikinya kepada panitia pengumpulan al-Qur‟a>n di

masa „Us |ma>n, naskah „Ali “tidak diterima” lantaran „Us |ma >n memprioritaskan

naskah-naskah yang berasal dari para sahabat lainnya. Karenanya, „Ali membawa

pulang naskah yang dimilikinya. Selain naskah „Ali, naskah Ibnu Mas„u >d juga

mengalami penolakan serupa.18

Meskipun diyakini kebenarannya oleh sebagian besar kalangan Syi >„ah

bahwa „Ali memiliki naskah, menurut Nöldeke, hal ini perlu ditinjau ulang.

Asalan Nöldeke adalah karena „Ali tidak pernah menyinggung perihal naskah

yang dimilikinya pada periode pra-pengumpulan naskah oleh „Us |ma>n dilakukan.

Berikut pernyataan Nöldeke:19

15

Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur‟an…, hlm. 261. Masih ada beberapa

contoh lain, Rujuk ibid., hlm. 262-270. 16

Hossein Modarressi, “Early Debates on The Integrity…, hlm. 12. 17

Sumber lain juga menyebutkan ketidak-hadiran „Ali adalah karena kekecewaannya

tidak ditunjuk menjadi khalifah pengganti Nabi. Namun, hal ini tampak sebagai isu belaka.

Lantaran „Ali telah menyatakan bersumpah untuk menyetujui kemufakatan umat Islam kala itu

dalam menunjuk Abu > Bakr sebagai pengganti Nabi. Hossein Modarressi, “Early Debates on The

Integrity…, hlm. 17-19. 18

Hossein Modarressi, “Early Debates on The Integrity…, hlm. 14. 19

Theodor Nöldeke, dkk., History of The Qur‟an..., hlm. 219-220.

6

“Neither the tradition regarding Zayd b. S |a>bit‟s collection of the Koran

nor those about other pre-„Us|ma>nic collections know anything of an

analogous work by „Ali. He („Ali) himself never refers to his own

collection, neither during his caliphate nor before, and it is certain that

the Shi>„ites were never in possession of such a document.”

Nöldeke juga menganggap para pengikut yang meyakini “kesucian” „Ali telah

mengada-ada soal naskah „Ali. Selain keberadaannya diragukan, kalangan Syiah

kemunculan naskah tersebut bersamaan dengan kemunculan Imam Keduabelas

“yang dijanjikan”. Sambil menunggu kedatangan Imam Keduabelas dan al-Qur‟a>n

versi „Ali yang dibawanya, sebagai solusi temporalnya, kalangan Syi >„ah tetap

menggunakan Mus }h}af „Us |ma>ni sebagai kitab suci.20

Bersandar pada fakta bahwa „Ali absen dari publik untuk menyusun

naskah al-Qur‟a>n, kalangan Syi >„ah memandang dan meyakini naskah „Ali

memang benar-benar ada. Wajar jika muncul klaim bahwa Ali, “was the one who

established the official and standard Qur‟a >n”.21

Namun demikian, ini patut

dipertanyakan mengingat ada himbauan dari „Us |ma>n untuk membumihanguskan

teks selain milik „Us |ma>n yang dianggap paling otoritatif saat itu. „Ali, hemat

kami, bukan sosok yang tidak bijaksana dalam berinteraksi dengan koleganya.

Wajar jika dikatakan „Ali turut serta membumihanguskan naskah yang ada

padanya. Terlebih, „Ali secara tegas tidak menolak integritas Mus }h}af „Us |ma>ni.

Karenanya, wajar jika teks Ali diragukan masih ada saat itu, apalagi saat ini.

Dari ketiga fakta di atas, dapat disimpulkan bahwa tradisi Sunni-awal

mengkonfirmasi adanya kecacatan al-Qur‟an dari sisi data. Selain faktor “alami”,

misalnya naskah yang hilang, faktor “non-alami” berupa otoritas „Us |ma>n dalam

menyeleksi al-Qur‟a>n berperan penting dalam “kecacatan” al-Qur‟a>n tersebut.22

Sementara itu dalam tradisi Syi >„ah-awal, secara khusus sebelum abad

3H/9M, golongan Syi >„ah banyak merujuk sumber Sunni di atas. Hanya setelah

abad 3H/9M kalangan Syiah mengutip tradisi mereka sendiri. Tradisi Syi >„ah yang

dimaksud tak lain adalah representasi pandangan para Imam mereka, yang

sekalipun pandangan tersebut patut dikritisi karena memunculan polemik dan

20

Theodor Nöldeke, dkk., History of The Qur‟an..., hlm. 289. 21

Hossein Modarressi, “Early Debates on The Integrity…, hlm. 19. 22

Hossein Modarressi, “Early Debates on The Integrity…, hlm. 14 dan 22.

7

menghadirkan “data aneh” (alien material), tetap dijadikan rujukan di kalangan

Syi >„ah.23

SYI‘AH EKSTRIMIS, SUNNI MODERAT, DAN SYI >‘AH MODERAT

Setidaknya ada tiga sikap kelompok yang muncul dalam menanggapi

persoalan otentisitas al-Qur‟a>n, yang sebagian faktanya telah dipaparkan di atas.

Kelompok yang dimaksud antara lain: Syi >„ah ekstirims, Sunni moderat, dan

Syi >„ah moderat. Kelompok pertama cenderung serampangan dan lebih mendekati

kepada menyimpang daripada benar, sementara dua kelompok lainnya

menampakkan sikap apologetik dalam berteologi.

A. Syi >‘ah Ektrimis

Kelompok ini menuduh bahwa telah terjadi penyimpangan (tahri >f)

dan perubahan (tabdi >l) dalam al-Qur‟a>n yang dilakukan oleh „Us |ma>n secara

sengaja. Al-Qur‟a>n, menurut mereka, semula memuat kisah-kisah keluarga

„Ali dan di dalam kisah-kisah tersebut terdapat kisaran 70 ayat yang secara

khusus membicarakan tentang „Al. Pemuka syiah abad 4H, Abu > al-H}asan

„Ali Ibn Ibra>him al-Qummi, menyatakan bahwa ada sekitar 500 tempat di

dalam al-Quran yang telah diubah. Dan masih banyak kasus penyimpangan

dan perubahan redaksi teks lain dalam al-Qur‟a>n.24

Penyimpangan yang dianggap paling menarik sekaigus mengejutkan

adalah adanya sikap tendensius Syi >‟ah ektrimis ini yang seolah ingin

mengubah al-Qur‟an secara maknawi menurut pemikiran mereka. Mereka

menilai ada usaha yang sengaja dilakukan dalam menghilangkan redaksi-

redaksi kata tertentu di dalam al-Qur‟a>n. Misalnya, sisipan kata „Aliy dan A>l

yang “hilang” pada beberapa ayat. Belum lagi frasa Shira >t „Aliy yang diuba

menjadi Shirat} Mustaqi >m. Selain itu, pada beberapa ayat berlatar dialog,

kelompok ektrimis ini juga membubuhi kata panggil ya> „Aliy. Selain itu,

23

Hossein Modarressi, “Early Debates on The Integrity…, hlm. 6. 24

Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur‟an…, hlm. 271.

8

kata ummah di dalam al-Qur‟a>n yang dianggap seharusnya menjadi

aimmah, yang merujuk pada konsep Ima>mah dalam tradisi Syi >„ah.25

Pada sumber lain, dalam manuskrip Bankipur, ditemukan pula “ayat

Syi >„ah” yang isinya adalah pengagungan „Ali dan keluarganya yang sengaja

ditolak keberadaannya di Mus }h}af „Us |ma>ni. Ayat-ayat ini, setelah diteliti

secara mendalam, tak lain adalah rekayasa semata di era belakangan.26

Selain itu, Syi >„ah ekstrimis juga menganggap adanya unsur

kesengajaan para pengumpul al-Qur‟a>n dengan tidak memasukkan empat

surat dari naskah Ubay: surat al-Khal‟, al-H}afd, al-Nu>rayn, dan al-

Wala >yah.27

B. Sunni Moderat

Adanya beberapa bukti kecacatan al-Qur‟a>n membuat siapa saja

tidak nyaman. Kalangan Sunni, dalam tataran teologis, menanggapi hal

tersebut dengan menunjukkan sikap apologetik. Dari sinilah konsep naskh

dalam al-Qur‟a>n muncul;28

bahwa ayat-ayat dan surat yang tidak dimuat

dalam Mus }h}af „Us |ma>ni boleh jadi ternaskh. Konsep ini akan membuat

semua kecacatan al-Qur‟a>n masuk akal (logical) dan bisa diterima dengan

baik oleh semua kalangan. Konsep ini dianggap telah “berhasil”

membalikkan fakta al-Qur‟a>n yang cacat menjadi anti-cacat.29

Yang hendak dibidik dari konsep ini adalah ayat-ayat yang para

periwayatnya masih mengingat ayat yang diriwayatkannya namun tidak

didukung bukti fisik naskah. Sebagai misalnya adalah kisah „Umar tatkala

teringat ayat rajm. Ketika berhadapan dengan tim pengumpul al-Qur‟a>n,

„Umar tak memiliki bukti naskahnya lantaran pemiliknya telah gugur di

perang Yama>mah. Karenanya, ayat rajm tersebut tertolak.30

Secara eksplisit,

sunni menilai ayat yang “luput” tercatat dalam Mus }haf „Us |ma>ni dihukumi

25

Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur‟an…, hlm. 273-274. 26

Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur‟an…, hlm. 285. 27

Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur‟an…, hlm. 277. Penjelasan keempat

surat tersebut dapat dilihat pada ibid., hlm. 277-285 dan 266-268. 28

Penjelasan tentang konsep naskh yang dimaksud dalam Taufik Adnan Amal,

Rekonstruksi Sejarah Al-Qur‟an…, hlm. 260-261. 29

Hossein Modarressi, “Early Debates on The Integrity…, hlm. 23. 30

Hossein Modarressi, “Early Debates on The Integrity…, hlm. 10.

9

sebagai naskh. Yang menarik, sampai saat ini konsep ini masih berlaku di

kalangan sebagian Sunni.31

C. Syi >‘ah Moderat

Sikap moderat ini ditunjukkan dengan sikap “menerima” mushaf

„Us |ma>ni sebagai kitab suci mereka.32

Bahkan, seorang ahli h }ad>is | kalangan

Syi >„ah Muh }ammad Ibn Babawayh mengatakan bahwa penerimaan tersebut

dihitung sebagai keimanan; sikap yang menyatakan tidak adanya “kecacatan”

(non-alteration) dalam al-Qur‟a>n.33

Tentu hal ini menjadi angin segar akan

pemahaman ontologis al-Qur‟a>n.

Namun begitu, sikap moderat ini menyisakan catatan lain, yaitu adanya

pandangan yang baku mengenai Mus }h}af „Us |ma>ni. Pandangan baku yang

tampak teologis ini mencakup dual hal: pandangan Ima>mah dan pandangan

terhadap status beberapa surat dalam Mus }h}af „Us |ma>ni.

Ima>mah, dalam pandangan Syiah, adalah konsep kepemimpinan dalam

Islam yang merupakan warisan dari kepemimpinan Nabi dan dimulai dari „Ali.

Sumber yang secara eksplisit menyatakan hal ini adalah hadi >s | Nabi yang

disampaikan di Ghadi >r Khumm. Hadi >s | ini masih debatable. Lebih jauh,

kalaupun asumsi ini benar adanya, Hossein Modarressi menyatakan tidak

adanya satu ayatpun dalam al-Qur‟an yang menyinggung „Ali berikut Ima >mah

yang dimaksud. Ayat-ayat yang diduga sebagai “korban” eksploitasi kalangan

Syi >„ah antara lain: QS 5:67, QS 3:33, QS 56:10-12, QS 25:1, dan QS 24:35.34

Syi >„ah menerima Mus }h}af „Us |m >ani dengan beberapa opsi yang tidak

disepakati, yaitu bahwa QS 105-106 dan QS 93-94 adalah satu kesatuan surat.

Sumber rujukan Syi >„ah adalah mushaf Ubay. Pendapat tentang kesatuan QS

93-94 diperkuat dengan pernyataan „Umar Ibn „Abd al-„Aziz dan seorang

tabi >„i >n T}a>wu>s al-Kaysa>n.35

31

Hossein Modarressi, “Early Debates on The Integrity…, hlm. 23. 32

Theodor Nöldeke, dkk., History of The Qur‟an..., hlm. 289. 33

Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur‟an…, hlm. 286. 34

Penjelasan mengenai ulasan kelima ayat tersebut dapat dirujuk pada Hossein

Modarressi, “Early Debates on The Integrity…, hlm. 24-26. 35

Hossein Modarressi, “Early Debates on The Integrity…, hlm. 30.

10

Dari ketiga sikap kelompok di atas, secara implisit dapat dikatakan bahwa

memang ada celah untuk mengatakan al-Qur‟a>n memiliki kecacatan. Ada seorang

ulama Syi >„ah belakangan yang berusaha membuktikan asumsi kecacatan al-

Qur‟a>n. Melalui tafsirnya Baya>n fi > Tafsi >r al-Qur‟a>n (The Prolegomena to The

Qur‟an, terj. Abdul Aziz A. Sachedina), secara khusus dalam pengantar, al-Sayyid

Abu> al-Qa>sim al-Musa>wi al-Khu>„i membantai semua gagasan yang menyatakan

ada tahri >f (penyimpangan) dalam al-Qur‟an, baik dari kalangan Sunni maupun

Syi >„ah. Cara yang ditempuh adalah dengan menganalisa semua sumber-sumber

yang dijadikan rujukan untuk menyatakan ketersimpangan al-Qur‟a >n, untuk lalu

dipatahkan semua argumentasi-argumentasinya.36

Kesimpulan

Secara umum, perihal meragukan validitas Mus }h}af „Us |ma>ni yang terjadi

di dunia Islam (dalam hal ini sekte-sekte dalam Islam) bertumpu pada faktor

dogmatis sinis dan bukan kritik historis murni. Hal ini sebagaimana tampak pada

ketiga faksi di atas. Contoh lainnya adalah aliran Mu„tazilah. Mereka

berpandangan bahwa al-Qur‟a>n yang suci mustahil memuat hal-hal yang tidak

suci, semisal hujatan kepada musuh-musuh nabi pada QS 111. Sementara itu sekte

Maimu >niyah dari aliran Khawa>rij menolak keberadaan QS 12 yang berisi cerita

kisah cinta Nabi Yusuf. Kisah ini dianggap tidak layak menjadi bagian dari

kesucian al-Qur‟a>n.37

Beberapa argumen kecacatan al-Qur‟a>n, bagaimanapun, tidak lantas dapat

dikonfirmasi kebenarannya. Pembuktian melalui analisa kebahasaan, sedikit

banyak menolak afirmasi argumen kecacatan al-Qur‟a>n. Barangkali memang perlu

dikedepankan studi kritis historis daripada dogmatis. Barangkali juga perlu

dikedepankan “kesamaan” pandangan bahwa al-Qur‟a>n tidak cacat dan darinya

umat Islam mendapatkan h}ikmah bagi kehidupan, daripada terpaku pada aspek

problematis yang mengundang perdebatan tanpa akhir. Walla >hu a„lam.

36

Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur‟an…, hlm. 286. 37

Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur‟an…, hlm. 270-271.

11

DAFTAR PUSTAKA

Amal, Taufik Adnan. 2011. Rekonstruksi Sejarah Al-Qur‟an, Edisi Digital.

Jakarta: Yayasan Abad Demokrasi.

Modarressi, Hossein. “Early Debates on The Integrity of The Qur‟an: A Brief

Survey” dalam Jurnal Islamica, no.77, 1993, hlm. 5-39.

Nöldeke, Theodor, dkk. 2013. History of The Qur‟an, terj. Wolfgang H. Behn.

Leiden: Brill.

al-S }ayu >t }i >, Jala >l al-Di >n. tt. al-Itqa>n fi > „Ulum al-Qur‟a>n. Saudi Arabia: Markaz al-

Dira>sa>t al-Qur‟a>niyyah.

Untung, Slamet. 2009. Melacak Historisitas Syi >„ah: Kontrovesi Seputar Ahl al-

Bait Nabi. Semarang: Pustaka Rizki Putra Semarang.

Lampiran 1