larutan
Transcript of larutan
RESUME LARUTAN
KIMIA DASAR
DISUSUN OLEH :
NAMA : RIRIN (E1M013044)
ROSITA MARTINI (E1M013046)
PRODI : PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2014LARUTAN
1. Sifat Dasar Larutan Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara
molekul, atom ataupun ion dari dua zat atau lebih. Disebut
campuran karena susunannya atau komposisinya dapat berubah.
Disebut homogen karena susunanya begitu seragam sehingga tidak
dapat diamati bagian-bagiannya, bahkan dengan mikroskop optis
sekalipun.
Fase larutan dapat berwujud gas, padat ataupun cair. Larutan
gas misalnya udara. Larutan padat misalnya perunggu, dan paduan
logam yang lain. Larutan cair
misalnya air laut, larutan gula dalam air, dan lain-lain.
Komponen larutan terdiri dari pelarut(solvent) dan zat terlarut
(solute). Pelarut cair umumnya adalah air. Pelarut cair yang lain
misalnya bensena, kloroform, eter, dan alkohol.
2. Jenis-jenis larutanAda beberapa jenis larutan,yang dibedakan berdasarkan
1. Kelarutan
Sebutir kristal gula pasir merupakan gabungan dari beberapa
molekul gula. Jika kristal gula itu dimasukkan ke dalam air, maka
molekul-molekul gula akan memisah dari permukaan kristal gula
menuju ke dalam air (disebut melarut). Molekul gula itu bergerak
secara acak seperti gerakan molekul air, sehingga pada suatu saat
dapat menumbuk permukaan kristal gula atau molekul gula yang
lain. Sebagian molekul gula akan terikat kembali dengan
kristalnya atau saling bergabung dengan molekul gula yang lain
sehingga kembali membentuk kristal (mengkristal ulang). Jika laju
pelarutan gula sama dengan laju pengkristalan ulang, maka proses
itu berada dalam kesetimbangan dan larutannya disebut jenuh.
Kristal gula + air ↔larutan gula
Larutan jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut
dalam jumlah yang diperlukan untuk adanya kesetimbangan antara
solute yang terlarut dan yang tak terlarut. Banyaknya solute yang
melarut dalam pelarut yang banyaknya tertentu untuk menghasilkan
suatu larutan jenuh disebut kelarutan (solubility) zat itu. Kelarutan
umumnya dinyatakan dalam gram zat terlarut per 100 mL pelarut,
atau per 100 gram pelarut pada temperatur yang tertentu. Jika
kelarutan zat kurang dari 0,01 gram per 100 gram pelarut, maka
zat itudikatakan tak larut (insoluble). Jika jumlah solute yang
terlarut kurang dari kelarutannya,maka larutannya disebut tak
jenuh (unsaturated). Larutan tak jenuh lebih encer (kurang pekat)
dibandingkan dengan larutan jenuh. Jika jumlah solute yang terlarut
lebih banyak dari kelarutannya, maka larutannya disebut lewat
jenuh (supersaturated). Larutan lewat jenuh lebih pekat daripada
larutan jenuh.
2. Berdasarkan wujud pelarutTabel beberapa jenis larutan berdasarkan wujud pelarut
Zat
terlarut
Pelarut Sifat
larutan
Contoh
Gas Gas Gas Udara (oksigen dan
gas gas lain dalam
nitrogen)Gas Cairan Cairan Oksigen dalam air.
Air soda (CO2 dalam
air)Gas Padatan Padatan Hidrogen larut dalam
logam platinaCairan Cairan Cairan Alkohol dalam airPadatan Cairan Cairan Uap air dalam kayuGas Cairan Cairan Uap air di udara
(kelembaban)Padatan Padatan Padatan Kuningan ( tembaga +
seng)Gas Padatan Padatan Batu apungCairan Padatan Padatan Garam dapur (NaCl)
dalam air
3. Berdasarkan daya hantar listrik
Berdasarkan daya hantar listriknya, larutan dibedakan
menjadi larutan elektrolit dan non elektrolit.
a. Larutan Elektrolit
Larutan elektrolit merupakan larutan yang dibentuk dari zat
elektrolit. Sedangkan zat elektrolit itu sendiri merupakan zat-
zat yang di dalam air terurai membentuk ion-ionnya. Zat
elektrolit yang terurai sempurna di dalam air disebut Elektrolit
Kuat dan larutan yang dibentuknya disebut Larutan Elektrolit
Kuat. Zat elektrolit yang hanya terurai sebagian membentuk ion-
ionnya di dalam air disebut Elektrolit Lemah dan larutan yang
dibentuknya disebut Larutan Elektrolit Lemah. Larutan elektrolit
mengandung partikel-partikel yang bermuatan (kation dan anion).
Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Michael Faraday,
diketahui bahwa jika arus listrik dialirkan ke dalam larutan
elektrolit akan terjadi proses elektrolisis yang menghasilkan
gas. Gelembung gas ini terbentuk karena ion positif mengalami
reaksi reduksi dan ion negatif mengalami oksidasi. Contoh, pada
larutan HCl terjadi reaksi elektrolisis yang menghasilkan gas
hydrogen. Senyawa yang termasuk senyawa elektrolit kuat adalah:
a. Asam kuat, contohnya: HCl, HBr, HI, H2SO4, HNO3
b. Basa kuat, contohnya: NaOH, KOH, Ba(OH)2, Sr(OH)2
c. Garam, contohnya: NaCl, KCl, MgCl2, KNO3, MgSO4
b. Larutan Non-Elektrolit
Larutan non elektrolit merupakan larutan yang dibentuk dari zat
non elektrolit. Sedangkan zat non elektrolit itu sendiri
merupakan zat-zat yang di dalam air tidak terurai dalam bentuk
ion-ionnya, tetapi terurai dalam bentuk molekuler. Senyawa yang
termasuk senyawa elektrolit lemah adalah:
a. Asam lemah, contohnya: HF, H2S, HCN, H2CO3, HCOOH, CH3COOH
b. Basa lemah, contohnya: Fe(OH)3 , Cu(OH)2 , NH3, N2H4, CH3NH2,
(CH3)2NH
3. Proses pelarutanAda beberapa proses melarut (prinsip kelarutan), yaitu:
a) Cairan- cairan
Kelarutan zat cair dalam zat cair sering dinyatakan “Like
dissolver like” maknanya zat- zat cair yang memiliki struktur
serupa akan saling melarutkan satu sama lain dalam segala
perbandingan. Contohnya: heksana dan pentana, air dan alkohol.
Perbedaan kepolaran antara zat terlarut dan zat pelarut
pengaruhnya tidak besar terhadap kelarutan. Contohnya: CH3Cl
(polar) dengan CCl4 (non- polar).Larutan ini terjadi karena
terjadinya gaya antar aksi, melalui gaya dispersi (peristiwa
menyebarnya zat terlarut di dalam zat pelarut) yang kuat. Di sini
terjadi peristiwa soluasi, yaitu peristiwa partikel- partikel
pelarut menyelimuti (mengurung) partikel terlarut. Untuk
kelarutan cairan- cairan dipengaruhi juga oleh ikatan Hydrogen.
b) Padat- cair
Padatan umumnya memiliki kelarutan terbatas di cairan hal ini
disebabkan gaya tarik antar molekul zat padat dengan zat padat >
zat padat dengan zat cair. Zat padat non- polar (sedikit polar)
besar kelarutannya dalam zat cair yang kepolarannya rendah.
Contohnya: minyak kelapa, tidak mudah larut dalam air (polar).
c) Gas- cairan
Ada 2 prinsip yang mempengaruhi kelarutan gas dalam cairan,
yaitu:
Ø Makin tinggi titik cair suatu gas, makin mendekati zat cair
gaya tarik antar molekulnya. Gas dengan titik cair lebih tinggi,
kelarutannya lebih besar.
Ø Pelarut terbaik untuk suatu gas ialah pelarut yang gaya tarik
antar molekulnya sangat mirip dengan yang dimiliki oleh suatu
gas.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutanFaktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan antara lain jenis
zat terlarut, jenis pelarut,temperatur, dan tekanan.
a. Pengaruh Jenis Zat pada Kelarutan
Zat-zat dengan struktur kimia yang mirip umumnya dapat
saling bercampur dengan baik, sedangkan zat-zat yang struktur
kimianya berbeda umumnya kurang dapat saling bercampur (like dissolves
like). Senyawa yang bersifat polar akan mudah larut dalam pelarut
polar, sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam pelarut
nonpolar. Contohnya alkohol dan air bercampur sempurna (completely
miscible), air dan eter bercampur sebagian (partially miscible), sedangkan
minyak dan air tidak bercampur (completely immiscible).
b. Pengaruh Temperatur pada Kelarutan
Kelarutan gas umumnya berkurang pada temperatur yang lebih
tinggi. Misalnya jika air dipanaskan, maka timbul gelembung-
gelembung gas yang keluar dari dalam air, sehingga gas yang
terlarut dalam air tersebut menjadi berkurang. Kebanyakan zat
padat kelarutannya lebih besar pada temperatur yang lebih tinggi.
Ada beberapa zat padat yang kelarutannya berkurang pada
temperatur yang lebih tinggi, misalnya natrium sulfat dan serium
sulfat. Pada larutan jenuh terdapat kesetimbangan antara proses
pelarutan dan proses pengkristalan kembali. Jika salah satu
proses bersifat endoterm, maka proses sebaliknya bersifat
eksoterm.
Jika temperatur dinaikkan, maka sesuai dengan azas Le Chatelier (Henri
Louis Le Chatelier:1850-1936) kesetimbangan itu bergeser ke arah proses
endoterm. Jadi jika proses pelarutan bersifat endoterm, maka
kelarutannya bertambah pada temperatur yang lebih tinggi.
Sebaliknya jika proses pelarutan bersifat eksoterm, maka
kelarutannya berkurang pada suhu yang lebih tinggi.
c. Pengaruh tekanan pada kelarutan
Perubahan tekanan pengaruhnya kecil terhadap kelarutan zat
cair atau padat. Menurut hukum Henry (William Henry: 1774-1836) massa
gas yang melarut dalam sejumlah tertentu cairan (pelarutnya)
berbanding lurus dengan tekanan yang dilakukan oleh gas itu
(tekanan partial), yang berada dalam kesetimbangan dengan larutan
itu. Contohnya kelarutan oksigen dalam air bertambah menjadi 5
kali jika tekanan partial-nya dinaikkan 5 kali. Hukum ini tidak
berlaku untuk gas yang bereaksi dengan pelarut, misalnya HCl atau
NH3 dalam air.
5. Konsentrasi LarutanKonsentrasi larutan menyatakan banyaknya zat terlarut dalam
sejumlah tertentu larutan. Dalam kimia, konsentrasi larutan
dinyatakan dalam molar (M), molal (m) atau normal (N).
a. Fraksi mol (x)
Konsentrasi larutan dapat diungkapkan dalam bentuk fraksi mol.
Fraksi mol suatu komponen zat A (XA) menyatakan perbandingan
jumlah mol komponen zat A terhadap total mol semua komponen yang
terdapat dalam larutan.
Jika larutan hanya terdiri dari dua komponen, yaitu zat A
(terlarut) dan zat B (larutan) maka berlaku
b. Molaritas (M)
Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam setiap
liter larutan.
c. Molalitas (m)
Molalitas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam setiap
kilo gram (1 000 gram) pelarut.
d. Normalitas (N)
XA = jumlahmolzatA
jumlahtotalmolsemuakomponen =
molAmolA+molB+..…+moln
XB = 1 – X’A
M = molzatterlarutvolumelarutan =
m = molzatterlarutmasapelarut(kg)
Normalitas menyatakan jumlah ekuivalen zat terlarut dalam
setiap liter larutan.
Massa ekuivalen adalah massa zat yang diperlukan untuk menangkap
atau melepaskan 1
mol elektron dalam reaksi (reaksi redoks).
6. Sifat koligatif larutanSifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang
tidak tergantung pada macamnya zat terlarut tetapi semata-mata
hanya ditentukan oleh banyaknya zat terlarut (konsentrasi zat
terlarut).
Sifat koligatif larutan non elektrolit
Sifat koligatif larutan non elektrolit merupakan sifat
koligatif yang dimilki oleh larutan yang zat terlarutnya tidak
terurai menjadi ion-ionnya. Apabila suatu pelarut ditambah dengan
sedikit zat terlarut akan menghasilkan titik didih larutan lebih
tinggi dari pada titik didih pelarut, tekanan uap dan titik
bekunya lebih rendah dari pada pelarutnya. Hal ini berlaku untuk
zat terlarut tidak mudah menguap (non volatile). Menurut hukum
Raoult dapat dihitung melalui empat rumus:
a. Tekanan Uap jenuh
Penurunan tekanan uap jenuh terjadi akibat gaya tarik
menarik antara molekul zat terlarut dengan pelarut cair. Tekanan
uap jenuh (P) merupakan tekanan uap tertinggi suatu zat pada suhu
N = ekuivalensoluteLlarutan
tertentu. Semakin mudah zat menguap (volatile), semakin tinggi
tekanan uap jenuhnya. Sebaliknya sukar zat menguap(nonvolatile)
semakin rendah tekanan uap jenuhnya.
∆P = P° - P
∆P = penurunan tekanan uap jenuh (cmHg)
P° = tekanan uap jenuh pelarut murni (cmHg)
P = tekanan uap jenuh larutan (cmHg)
Pada tahun 1880, Roult mengemukakan suatu hokum yang
menjelaskan hubungan antara P dengan P0 yang berbunyi “ Tekanan
uap jenuh larutan (P) besarnya sama dengan hasil kali tekanan uap
jenuh pelarut murni (P0) dengan fraksi mol pelarut tersebut di
dalam pelarut (XA) “.
Dimana ∆P = penurunan tekanan uap jenuh pelarut
XA = fraksi mol zat pelarut
Xx XB =
fraksi mol zat terlarut
po = tekanan uap pelarut murni
nA = mol zat pelarut
nB = mol zat terlarut
a. Kenaikan Titik Didih
P = XA . P0 ∆P= XB . P0
P = nAnA+nB P
0
P=nB
nB+nA P0
Kenaikan titik didih disebabkan oleh adanya penambahan zat
terlarut non volatile ke dalam suatu zat pelarut. Zat tersebut
menghalangi gerakan molekul-molekul air atau molekul-molekkul
pelarut sehingga mempersulit lepasnya molekul dari dari fase cair
ke fase gas. Selisih antara titik larutan dengan titik didih
pelarutnya disebut kenaikan titik didih (∆Tb).
d dimana Tb lar = Titik didih larutan
Tb pel = titik
didih pelarut
∆Tb = kenaikan titik didih
b. Penurunan Titik Beku
Penurunan titik beku disebabkan oleh adanya penambahan zat
terlarut nonvolatile ke dalam suatu zat pelarut. Zat-zat ini
menghalangi proses pengaturan molekul-molekul pembentuk Kristal
padat. Sehingga diperlukan suhu yang lebih rendah untuk
memperoleh kristal padat. Sedangkan selisih antara titik beku
larutan dengan titik beku dengan titik beku pelarutnya dinamakan
penurunan titik beku (∆Tf).
dimana Tf lar = Titik beku larutan
Tf pel = titik
bekupelarut
∆Tf = penurunan titik beku
c. Hubungan kemolaran dengan ∆Tb dan ∆Tf
Untuk kelarutan encer,kenaikan titik didih (∆Tb) maupun penurunan
titik beku (∆Tf) sebanding dengan molaritas larutan
∆Tb=Tblar−Tbpel
Tf = Tf pel – Tf lar∆
Dimana; m =
molalitas larutan (m)
∆Tb = kenaikan titik didih (oC)
∆Tf = penurunan titik beku (oC) Kb = tetapan kenaikan titik didih(oC)
Kf = tetapan penurunan titik beku (oC)
d. Tekanan osmosis
Peristiwa osmosis adalah proses merembesnya pelarut dari
larutan yang lebih encer ke larutan yang lebih pekat atau pelarut
murni ke suatu larutan melalui membrane semipermiabel. Jika kedua
larutan mencapai konsentrasi sama, osmosis akan berhenti atau
dapat dihentikan dengan memberi tekanan pada larutan pekat.
Tekanan ini disebut tekanan osmotic.
Tekanan osmotik adalah tekanan yang diberikan pada larutan yang
dapat menghentikan perpindahan molekul-molekul pelarut ke dalam
larutan melalui membran semi permeabel (proses osmosis). Menurut
Van’t Hoff tekanan osmotik mengikuti hukum gas ideal:
Karena tekanan
osmotik = , maka : ∏
dimana : = tekanan osmotik (atmosfir)∏
M = konsentrasi larutan (mol/liter= M)
∆Tb = m .kb
∆Tf = m .kf
PV = nRT =∏ nVRT= M R T
R = tetapan gas universal = 0.082 liter.atm/moloK
T = suhu mutlak (oK)
7. Sistem Koloid Koloid adalah suatu campuran zat heterogen (dua fase) antara
dua zat atau lebih di mana partikel-partikel zat yang berukuran
koloid (fase terdispersi/yang dipecah) tersebar secara merata di
dalam zat lain (medium pendispersi/ pemecah). Dimana di antara
campuran homogen dan heterogen terdapat sistem pencampuran yaitu
koloid, atau bisa juga disebut bentuk (fase) peralihan homogen
menjadi heterogen. Campuran homogen adalah campuran yang memiliki
sifat sama pada setiap bagian campuran tersebut, contohnya
larutan gula dan hujan. Sedangkan campuran heterogen sendiri
adalah campuran yeng memiliki sifat tidak sama pada setiap bagian
campuran, contohnya air dan minyak, kemudian pasir dan semen.
Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran (sistem
dispersi) dua atau lebih zat yang bersifat homogen namun memiliki
ukuran partikel terdispersi yang cukup besar (1 - 100 nm),
sehingga terkena efek Tyndall. Bersifat homogen berarti partikel
terdispersi tidak terpengaruh oleh gaya gravitasi atau gaya lain
yang dikenakan kepadanya; sehingga tidak terjadi pengendapan,
misalnya. Sifat homogen ini juga dimiliki oleh larutan, namun
tidak dimiliki oleh campuran biasa (suspensi). Koloid mudah
dijumpai di mana-mana: susu, agar-agar, tinta, sampo, serta
awan merupakan contoh-contoh koloid yang dapat dijumpai sehari-
hari. Sitoplasma dalam sel juga merupakan sistem koloid.
a. Penggolongan Koloid
Koloid merupakan suatu sistem campuran “metastabil” (seolah-
olah stabil, tapi akan memisah setelah waktu tertentu). Koloid
berbeda dengan larutan; larutan bersifat stabil. Di dalam larutan
koloid secara umum, ada 2 zat sebagai berikut :
· Zat terdispersi, yakni zat yang terlarut di dalam larutan
koloid
· Zat pendispersi, yakni zat pelarut di dalam larutan koloid
Berdasarkan fase terdispersinya, sistem koloid dapat
dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
1. Sol (fase terdispersi padat)
a. Sol padat adalah sol dalam medium pendispersi padat.
Contoh: paduan logam, gelas warna, intan hitam
b. Sol cair adalah sol dalam medium pendispersi cair. Contoh:
cat, tinta, tepung dalam air, tanah liat
c. Sol gas adalah sol dalam medium pendispersi gas. Contoh:
debu di udara, asap pembakaran
2. Emulsi (fase terdispersi cair)
a. Emulsi padat adalah emulsi dalam medium pendispersi
padat.Contoh: Jelly, keju, mentega, nasi
b. Emulsi cair adalah emulsi dalam medium pendispersi cair.
Contoh: susu, mayones, krim tangan
c. Emulsi gas adalah emulsi dalam medium pendispersi gas.
Contoh: hairspray dan obat nyamuk
3. Buih (fase terdispersi gas)
a. Buih padat adalah buih dalam medium pendispersi padat.
Contoh: Batu apung, marshmallow, karet busa, Styrofoam
b. Buih cair adalah buih dalam medium pendispersi cair.
Contoh: putih telur yang dikocok, busa sabun
Untuk pengelompokan buih, jika fase terdispersi dan medium
pendispersi sama-sama berupa gas, campurannya tergolong larutan.
b. Sifat-sifat Koloid Sol
1. Gerak Brown
Gerak Brown ialah gerakan partikel-partikel koloid yang
senantiasa bergerak lurus tapi tidak menentu (gerak acak/tidak
beraturan). Jika kita amati koloid dibawah mikroskop ultra, maka
kita akan melihat bahwa partikel-partikel tersebut akan bergerak
membentuk zigzag. Pergerakan zigzag ini dinamakan gerak Brown.
Partikel-partikel suatu zat senantiasa bergerak. Gerakan tersebut
dapat bersifat acak seperti pada zat cair dan gas( dinamakan
gerak brown), sedangkan pada zat padat hanya beroszillasi di
tempat ( tidak termasuk gerak brown ). Untuk koloid dengan medium
pendispersi zat cair atau gas, pergerakan partikel-partikel akan
menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu
sendiri. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh
karena ukuran partikel cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi
cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan
tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga
terjadi gerak zigzag atau gerak Brown.
Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak Brown
yang terjadi. Demikian pula, semakin besar ukuran partikel
koloid, semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Hal ini
menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan
tidak ditemukan dalam campuran heterogen zat cair dengan zat
padat (suspensi). Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin
tinggi suhu sistem koloid, maka semakin besar energi kinetik yang
dimiliki partikel-partikel medium pendispersinya. Akibatnya,
gerak Brown dari partikel-partikel fase terdispersinya semakin
cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah suhu sistem
koloid, maka gerak Brown semakin lambat.
2. Efek Tyndall
Efek Tyndall ialah gejala penghamburan berkas sinar (cahaya)
oleh partikel-partikel koloid. Hal ini disebabkan karena ukuran
molekul koloid yang cukup besar. Efek tyndall ini ditemukan oleh
John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh
karena itu sifat itu disebut efek tyndall.
Efek tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan
terkena sinar. Pada saat larutan sejati disinari dengan cahaya,
maka larutan tersebut tidak akan menghamburkan cahaya, sedangkan
pada sistem koloid, cahaya akan dihamburkan. hal itu terjadi
karena partikel-partikel koloid mempunyai partikel-partikel yang
relatif besar untuk dapat menghamburkan sinar tersebut.
Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-partikelnya relatif
kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit dan sangat
sulit diamati.
3. Adsorpsi koloid
Adsorpsi ialah peristiwa penyerapan partikel atau ion atau
senyawa lain pada permukaan partikel koloid yang disebabkan oleh
luasnya permukaan partikel. Dimana partikel-partikel sol padat
ditempatkan dalam zat cair atau gas, maka pertikel-partikel zat
cair atau gas tersebut akan terakumulasi pada permukaan zat padat
tersebut. Beda halnya dengan absorpsi. Absorpsi adalah fenomena
menyerap semua partikel ke dalam sol padat bukan di atas
permukaannya, melainkan di dalam sol padat tersebut.
Partikel koloid sol memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi
partikel-partikel pada permukaannya, baik partikel netral atau
bermuatan (kation atau anion) karena mempunyai permukaan yang
sangat luas. Contoh : (i) Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena
permukaannya menyerap ion H+. (ii) Koloid As2S3 bermuatan negatif
karena permukaannya menyerap ion S2.
4. Muatan koloid sol
Sifat koloid terpenting adalah muatan partikel koloid. Semua
partikel koloid memiliki muatan sejenis (positif dan negatif).
Maka terdapat gaya tolak menolak antar partikel koloid. Partikel
koloid tidak dapat bergabung sehingga memberikan kestabilan pada
sistem koloid. Sistem koloid secara keseluruhan bersifat netral.
Berikut penjelasan tentang sumber muatan koloid, kestabilan,
lapisan bermuatan ganda, elektroforesis koloid sol, dan proses –
proses lainnya pada koloid sol.
c. Jenis Koloid
Berdasarkan kesetbilannya, koloid digolongkan menjadi dua
macam, yaitu koloid liofob yang kesetabilannya sangat rendah, dan
koloid liofil yang kesetabilannaya tinggi. Liofob berasal dari
bahsa latinyang artinya menolak pelaru, sedangkal liofil berarti
menyukai pelarut. Apabila medium pendispersi dalam koloid adalah
air, maka digunakan istilah hidrofob dan hidrofil sebagai
pengganti liofob dan liofil.
Contoh koloid hidrofil meliputi gelatin, albumin telur, dll.
Koloid hidrofilmudah terbentuk misalnya dengan cara pelarutan.
Gel terbentuk dari proses dehidrasi (penghilangan air) dari
koloid hidrofil. Melalui penambahan medium pendispersi, gel dapat
terbentuk kembali menjadi koloid karna prosesnya dapat balik.
Koloid hidrofob pada umumnya kurang stabil dan cenderung
mudah mengendap. Waktu yang diperlukan untuk mengendap beragam
bergantung pada kemampuan beragregat dari sol tersebut. Lumpur
merupakan koloid jenis ini dan dalam waktu yang tidak lama akan
memisah. Koloid hidrofob bersifat tidak dapat balik
(irreversible). Jika koloid hidrofob mengalami dehidrasi maka
tidak dapt kembali ke keadaan semula walaupun dengan menambah
medium pendispersinya.
Koloid hidrofil yang dapat menstabilkan koloid hidrofob
disebut koloid pelindung. Koloid pelindung bertindak melindungi
muatan fase disperse oleh semacam lapisan agar terhindar dari
koagulasi. Contohnya protein kasein bertindak sebagai koloid
pelindung dalam air susu dengan cara menstabilkan emulsi minyak
dalam air.
d. Deterjen
Deterjen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan
untuk membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan
minyak bumi. Dibandingkan dengan sabun, deterjen mempunyai
keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta
tidak terpengaruh oleh kesadahan air.Pada umumnya, deterjen
mengandung bahan-bahan berikut:
1. Surfaktan
Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan
yang mempunyai ujung berbeda yaitu hidrofil (suka air) dan
hidrofob (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan
tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang
menempel pada permukaan bahan.
2. Builder
Builder (pembentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari
surfaktan dengan cara menon-aktifkan mineral penyebab kesadahan
air.
3. Filler
Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak
mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah
kuantitas. Contoh Sodium sulfat.
4. Aditif
Aditif adalah bahan suplemen / tambahan untuk membuat produk
lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dst,
tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen.
Daya pembersih deterjen
Pembuatan deterjen melibatkan pembentukan bagian ekor yang
larut dalam lemak (hidrofob) dan pembentukan bagian kepala yang
larut dalam air (hidrofil). Dua jenis bagian ekor yang telah
dikembangkan adalah natrium alkil sulfat dan dari alkilbenzena
sulfonat.
Rantai alkil sufat mngandung 10 sampai 18 atom karbon untuk
setiap molekulnya. Rantai ini berasal dari rantai alkohol,
misalnya lauril alkohol. Rantai alkil benzene sulfonat berasal
drai alena rantai lurus (10-12 atom karbon dalam satu molekulnya)
dengan cincin benzena. Alkilbenzena yang dihasilkan kemudian
direaksikan dengan asam sulfat pekat untuk membentuk asam
alkilbenzena sulfonat. Selanjutnya asam ini dinetralkan oleh
natrium hidroksida membentuk deterjen.
Deterjen merupakan sediaan pembersih yang terdiri dari zat
aktif permukaan (surfaktan), bahan pengisi, pemutih, pewangi
(bahan pembantu), bahan penimbul busa, dan optical brightener
(bahan tambahan yang membuat pakaian lebih cemerlang).
Surfaktan merupakan bahan utama deterjen. Pada deterjen ini,
jenis muatan yang dibawa surfaktan adalah anionik. Kadang
ditambahkan surfaktan kationik sebagai bakterisida (pembunuh
bakteri). Fungsi surfaktan anionik adalah sebagai zat pembasah
yang akan menyusup ke dalam ikatan antara kotoran dan serat kain.
Hal ini akan membuat kotoran menggulung, lama kelamaan menjadi
besar, kemudian lepas ke dalam air cucian dalam bentuk butiran.
Agar butiran ini tidak pecah kembali dan menempel di kain, perlu
ditambahkan jenis surfaktan lain yang akan membungkus butiran
tersebut dan membuatnya tolak menolak dengan air, sehingga
posisinya mengambang. Ini untuk memudahkannya terbuang bersama
air cucian. Pada umumnya kotoran yang dapat dihilangkan surfaktan
adalah yang berasal dari debu atau tanah. Bila kotoran lebih
berat seperti noda makanan dan noda darah, perlu ditambahkan
enzim tertentu seperti enzim pengurai protein atau lemak. Namun,
jika nodanya sudah lama, akan sukar sekali dihilangkan karena
antara noda dan serat kain dapat terjadi reaksi polimerisasi yang
menyatukan noda dengan kain.
Selain itu, daya pembersih deterjen juga tergantung pada
bahan pengisi. Bahan pengisi ini berfungsi menetralisir kesadahan
air atau melunakkan air, mencegah menempelnya kembali kotoran
pada bahan yang dicuci dan mencegah terbentuknya gumpalan dalam
air cucian. Tetapi jika air terlalu sadah, maka daya pembersih
deterjen apa pun tidak akan optimal. Kemampuan daya pembersih
deterjen ini dapat ditingkatkan jika cucian dipanaskan karena
daya kerja enzim dan pemutih akan efektif. Tetapi, mencuci dengan
air panas akan menyebabkan warna pakaian memudar. Sedangkan
hubungan antara daya pembersih deterjen dengan bahan penimbul
busa sama sekali tidak signifikan. Busa dengan luas permukaannya
yang besar memang bisa menyerap kotoran debu, tetapi dengan
adanya surfaktan, pembersihan sudah dapat dilakukan tanpa perlu
adanya busa.
Tahap pencucian
Pakaian yang akan dicuci biasanya mengandung kotoran yang
terdiri dari minyak atau lemak yang berasal dari badan kita. Jika
deterjen dicampurkan maka ujung hidrofobik akan melarut dalam
lemak ,sedangkan ujung hidrofilik akan berada dalam medium air.
Selama pencucian, pergerakan molekul-molekul air akan menarik
bagian kepala molekul deterjen. Bagian kepala molekul deterjen
akan menarik bagian ekornya, lalu bagian ekor akan menarik lemak
hingga terpisah dari permukaan pakaian. Lemak akan lepas dibawa
bersama-sama aliran air. Kotoran yang melekat pada lemak juga
akan turut lepas dalam proses ini. Lemak bersama-sama deterjen
dalam air akan membentuk emulsi. Pakaian akan bersih jika
emulsinya dibuang.
9. Larutan Asam-Basa
a. Teori Asam-Basa
1. Teori Arrhenius : (Svante Arhenius)
Asam adalah senyawa yang melepaskan H+ dalam air.
Contoh : HCl → H+ + Cl-
HNO3 → H+ + NO3-
Basa adalah senyawa yang melepaskan OH- dalam air
Contoh :NaOH → Na+ + OH-
NH4OH → NH4+ + OH-
Kelemahan : hanya berlaku untuk larutan dalam air saja.
2. Teori Bronsted – Lowry ( Johannes Nicolaus Brosted-Thomas
Martin Lowry)
Asam : senyawa yg dapat memberikan proton ( H+ ) / donor proton.
Basa: senyawa yg dapat menerima proton (H+) / akseptor proton.
Reaksi tanpa Pelarut Air
HCl(g) + NH3(g) ↔ NH4+ + Cl- à NH4Cl(s)
Asam Basa
Reaksi dengan Pelarut Air
HCl(g) + H2O(aq) ↔ H3O+(aq) + Cl-
(aq)
Asam Basa
NH4OH(g) + H2O(aq) ↔ NH4OH2+(aq) + OH-
(aq)
Basa Asam
Pasangan Asam Basa Konjugasi
HCl + H2O ↔ H3O+ + Cl-
Asam 1 Basa 1 Asam 2 Basa 2
Pasangan asam basa konjugasi :
pasangan asam 1 – basa 2 dan basa 1 – asam 2 à HCl – Cl- dan H2O
– H3O+
Asam konjugasi : Asam yg terbentuk dari basa yang menerima
Proton à H3O+
Basa konjugasi : Basa yg terbentuk dari asam yang melepaskan
Proton à Cl-
3. Teori Lewis (Gilbert N Lewis)
Teori berdasarkan ikatan kimia. Asam adalah penerima
(akseptor) pasangan electron bebas. Basa adalah pemberi (donor)
pasangan electron bebas. Contoh asam lewis : H+ , B2H6 , BF3 , AlF3
, Fe2+ , Cu2+ , dan Zn2+. Contoh basa lewis : ion halide ( Cl- ,
F- , Br- , dan I- ), NH3 , OH- , H2O, senyawa yang mengandung
unsure N, O atau S, senyawa golongan eter, keton dan CO2. Berikut
contoh reaksi asam basa lewis
Keunggulan dan kelemahan Teori asam basa Lewis
a) Keungulan dari teori asam basa Lewis adalah dapat
menggembarkan asam basa yang tidak dapat digambarkan oleh
Arrhenius damn Bronsted-Lowry. Teori asam basa Lewis memeperluas
pengertian asam basa. Menurut Lewis, asam basa bukan hanya
merupakan pelepasan ion H+ atau OH- atau transfer proton (ion
H+), melainkan senyawa yang melibatkan pasangan electron.
b) Adapun kelemahannya, teori Teori asam basa Lewis agak sukar
menggambarkan rekasi asam basa, seperi antara ion Fe3+ dan ion
CN- karena keduanya tidak melibatkan ion H+ atau ion OH- Selain
itu, teori ini juga agak sukar menentukan kekuatan asam atau
basa dari reaksi yang terjadi.
b. Sifat Larutan Asam-Basa
a. Sifat larutan asam : berasa asam, korosif, terurai menjadi ion
positif hydrogen dan ion negative sisa asam, mengubah lakmus biru
menjadi merah, bereaksi dengan logam, basa, dan karbonat
b. Sifat larutan basa : pahit, mengenai kulit licin, mengubah
lakmus merah menjadi biru, terionisasi menjadi ion posotif logam
dan ion negative hidroksil, bereaksi dengan aasam, bereaksi
dengan garam.
c. Reaksi Asam-Basa
1. Asam kuat + Basa kuat → Garam + Air
Contoh reaksi : HCl + NaOH → NaCl + H2O
2. Asam kuat + Basa lemah → Garam + Air PH ¿ 7Contoh reaksi : HNO3 + NH4OH → NH4NO3 + H2O
3. Asam lemah + Basa kuat → Garam + Air PH ¿7 Contoh reaksi : CH3COOH + NaOH → CH3COONa +H2O
4. Asam lemah + Basa lemah → Garam + AirContoh reaksi : CH3COOH + NH4OH → NH4CH3OO +H2O
d. Oksida Asam-Basa
Asam dan basa bereaksi membentuk senyawa ion yang disebut
garam. Garam yang terbentuk terdiri dari kation basa dan anion
sisa asam. Dalam arti luas ,asam dan basa juga mencakup oksida
asam dan oksida basa. Jadi reaksi asam basa oksida dapat berupa
reaksi oksida asam dengan basa dan oksida basa dengan asam.
a. Reaksi oksida asam dengan basa
Oksida basa adalah oksida logam yang dapat bereaksi dengan
asam membentuk garam dan air. Secara umum, reaksi oksida basa
dan asam adalah sebagai berikut
Oksida Basa + Asam → Garam + Air
Reaksi terjadi karena ion H+ asam bereaksi dengan ion O2-
dari oksiida basa membentuk air. Misalnya, reaksi antara
kalsium oksida dan asam klorida menghasilkan kalsium klorida
dan air.
CaO + 2HCl → CaCl2 + H2O
b. Reaksi oksida basa dengan asam
Oksida asam adalah oksida nonlogam yang dapat bereaksi dengan
basa membentuk garam dan air. Oksida asam dan basa bereaksi
menurut persamaan berikut:
Reaksi tersebut terjadi karena ion OH- bereaksi dengan oksida
asam membentuk anion sisa asam dan air. Misalnya, reaksi
antara gas karbondioksida dengan basa berikut ini
CO2 + 2OH- → CO32- + H2O
e. Kegunaan Asam-Basa Dalam Kehidupan Sehari-hari
a. Asam
Asam asetat (CH3COOH) terdapat dalam larutan cuka
Asam askorbat (C6H8O6) terdapat dalam jeruk, tomat,dan
sayuran
Asam sitrat (C6H8O7) terdapat dalam jeruk
Asam karbonat (H2CO3) terdapat dalam minuman berkarbonasi
Asam klorida (HCl) terdapat dalam lambung
Asam nitrat (HNO3) terdapat dalam pupuk,dan peledak (TNT)
Asam laktat (C3H6O3) terdapat dalam susu yang difermentasi dan
keju
Oksida Asam + Basa → Garam + Air
Asam sulfat (H2SO4) terdapat dalam batrei dan pupuk
Asam benzoat ( C6H5COOH) digunakan sebagai bahan pengawet
makanan
Asam borat (H3BO3) terdapat dalam larutan pencuci mata
Asam fosfat (H3PO4) terdapat dalam deterjen dan pupuk
Asam tartrat (C4H6O6) terdapat dalam anggur
Asam malat (C4H6O5) terdapat dalam apel
b. Basa
Aluminium hidroksida (Al(OH)3) terdapat dalam deodorant dan
antasida
Kalsium hidroksida (Ca(OH)2) terdapat dalam plester
Magnesium hidroksida (Mg(OH)2) terdapat dalam antasida
Natrium hidroksida (NaOH) terdapat dalam sabun dan deterjen
f. pH
pH (potensial of hydrogen) digunakan untuk menyatakan keasaman
atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Menurut Soren
peter Laurith, pH dinyatakan sebagai ukuran konsentrasi ion
hydrogen dirumuskan :
pH = - log [ H+ ]
Kw = [ H+ ] [ OH- ]
Berdasarkan eksperimen nilai Kw = 10-14 pada suhu 25 °C ,
Maka [ H+ ] = 10-7 mol/L,
[ OH- ] =10-7 mol/L
dan 14 = pH + pOH
Jadi pH = 14 - pOH
Nilai pH air murni = 7
disebut netral
Nilai pH larutan asam dalam
air < 7