larutan

28
RESUME LARUTAN KIMIA DASAR DISUSUN OLEH : NAMA : RIRIN (E1M013044) ROSITA MARTINI (E1M013046) PRODI : PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Transcript of larutan

RESUME LARUTAN

KIMIA DASAR

DISUSUN OLEH :

NAMA : RIRIN (E1M013044)

ROSITA MARTINI (E1M013046)

PRODI : PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2014LARUTAN

1. Sifat Dasar Larutan Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara

molekul, atom ataupun ion dari dua zat atau lebih. Disebut

campuran karena susunannya atau komposisinya dapat berubah.

Disebut homogen karena susunanya begitu seragam sehingga tidak

dapat diamati bagian-bagiannya, bahkan dengan mikroskop optis

sekalipun.

Fase larutan dapat berwujud gas, padat ataupun cair. Larutan

gas misalnya udara. Larutan padat misalnya perunggu, dan paduan

logam yang lain. Larutan cair

misalnya air laut, larutan gula dalam air, dan lain-lain.

Komponen larutan terdiri dari pelarut(solvent) dan zat terlarut

(solute). Pelarut cair umumnya adalah air. Pelarut cair yang lain

misalnya bensena, kloroform, eter, dan alkohol.

2. Jenis-jenis larutanAda beberapa jenis larutan,yang dibedakan berdasarkan

1. Kelarutan

Sebutir kristal gula pasir merupakan gabungan dari beberapa

molekul gula. Jika kristal gula itu dimasukkan ke dalam air, maka

molekul-molekul gula akan memisah dari permukaan kristal gula

menuju ke dalam air (disebut melarut). Molekul gula itu bergerak

secara acak seperti gerakan molekul air, sehingga pada suatu saat

dapat menumbuk permukaan kristal gula atau molekul gula yang

lain. Sebagian molekul gula akan terikat kembali dengan

kristalnya atau saling bergabung dengan molekul gula yang lain

sehingga kembali membentuk kristal (mengkristal ulang). Jika laju

pelarutan gula sama dengan laju pengkristalan ulang, maka proses

itu berada dalam kesetimbangan dan larutannya disebut jenuh.

Kristal gula + air ↔larutan gula

Larutan jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut

dalam jumlah yang diperlukan untuk adanya kesetimbangan antara

solute yang terlarut dan yang tak terlarut. Banyaknya solute yang

melarut dalam pelarut yang banyaknya tertentu untuk menghasilkan

suatu larutan jenuh disebut kelarutan (solubility) zat itu. Kelarutan

umumnya dinyatakan dalam gram zat terlarut per 100 mL pelarut,

atau per 100 gram pelarut pada temperatur yang tertentu. Jika

kelarutan zat kurang dari 0,01 gram per 100 gram pelarut, maka

zat itudikatakan tak larut (insoluble). Jika jumlah solute yang

terlarut kurang dari kelarutannya,maka larutannya disebut tak

jenuh (unsaturated). Larutan tak jenuh lebih encer (kurang pekat)

dibandingkan dengan larutan jenuh. Jika jumlah solute yang terlarut

lebih banyak dari kelarutannya, maka larutannya disebut lewat

jenuh (supersaturated). Larutan lewat jenuh lebih pekat daripada

larutan jenuh.

2. Berdasarkan wujud pelarutTabel beberapa jenis larutan berdasarkan wujud pelarut

Zat

terlarut

Pelarut Sifat

larutan

Contoh

Gas Gas Gas Udara (oksigen dan

gas gas lain dalam

nitrogen)Gas Cairan Cairan Oksigen dalam air.

Air soda (CO2 dalam

air)Gas Padatan Padatan Hidrogen larut dalam

logam platinaCairan Cairan Cairan Alkohol dalam airPadatan Cairan Cairan Uap air dalam kayuGas Cairan Cairan Uap air di udara

(kelembaban)Padatan Padatan Padatan Kuningan ( tembaga +

seng)Gas Padatan Padatan Batu apungCairan Padatan Padatan Garam dapur (NaCl)

dalam air

3. Berdasarkan daya hantar listrik

Berdasarkan daya hantar listriknya, larutan dibedakan

menjadi larutan elektrolit dan non elektrolit.

a. Larutan Elektrolit

Larutan elektrolit merupakan larutan yang dibentuk dari zat

elektrolit. Sedangkan zat elektrolit itu sendiri merupakan zat-

zat yang di dalam air terurai membentuk ion-ionnya. Zat

elektrolit yang terurai sempurna di dalam air disebut Elektrolit

Kuat dan larutan yang dibentuknya disebut Larutan Elektrolit

Kuat. Zat elektrolit yang hanya terurai sebagian membentuk ion-

ionnya di dalam air disebut Elektrolit Lemah dan larutan yang

dibentuknya disebut Larutan Elektrolit Lemah. Larutan elektrolit

mengandung partikel-partikel yang bermuatan (kation dan anion).

Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Michael Faraday,

diketahui bahwa jika arus listrik dialirkan ke dalam larutan

elektrolit akan terjadi proses elektrolisis yang menghasilkan

gas. Gelembung gas ini terbentuk karena ion positif mengalami

reaksi reduksi dan ion negatif mengalami oksidasi. Contoh, pada

larutan HCl terjadi reaksi elektrolisis yang menghasilkan gas

hydrogen. Senyawa yang termasuk senyawa elektrolit kuat adalah:

a. Asam kuat, contohnya: HCl, HBr, HI, H2SO4, HNO3

b. Basa kuat, contohnya: NaOH, KOH, Ba(OH)2, Sr(OH)2

c. Garam, contohnya: NaCl, KCl, MgCl2, KNO3, MgSO4

b. Larutan Non-Elektrolit

Larutan non elektrolit merupakan larutan yang dibentuk dari zat

non elektrolit. Sedangkan zat non elektrolit itu sendiri

merupakan zat-zat yang di dalam air tidak terurai dalam bentuk

ion-ionnya, tetapi terurai dalam bentuk molekuler. Senyawa yang

termasuk senyawa elektrolit lemah adalah:

a. Asam lemah, contohnya: HF, H2S, HCN, H2CO3, HCOOH, CH3COOH

b. Basa lemah, contohnya: Fe(OH)3 , Cu(OH)2 , NH3, N2H4, CH3NH2,

(CH3)2NH

3. Proses pelarutanAda beberapa proses melarut (prinsip kelarutan), yaitu:

a) Cairan- cairan

Kelarutan zat cair dalam zat cair sering dinyatakan “Like

dissolver like” maknanya zat- zat cair yang memiliki struktur

serupa akan saling melarutkan satu sama lain dalam segala

perbandingan. Contohnya: heksana dan pentana, air dan alkohol.

Perbedaan kepolaran antara zat terlarut dan zat pelarut

pengaruhnya tidak besar terhadap kelarutan. Contohnya: CH3Cl

(polar) dengan CCl4 (non- polar).Larutan ini terjadi karena

terjadinya gaya antar aksi, melalui gaya dispersi (peristiwa

menyebarnya zat terlarut di dalam zat pelarut) yang kuat. Di sini

terjadi peristiwa soluasi, yaitu peristiwa partikel- partikel

pelarut menyelimuti (mengurung) partikel terlarut. Untuk

kelarutan cairan- cairan dipengaruhi juga oleh ikatan Hydrogen.

b) Padat- cair

Padatan umumnya memiliki kelarutan terbatas di cairan hal ini

disebabkan gaya tarik antar molekul zat padat dengan zat padat >

zat padat dengan zat cair. Zat padat non- polar (sedikit polar)

besar kelarutannya dalam zat cair yang kepolarannya rendah.

Contohnya: minyak kelapa, tidak mudah larut dalam air (polar).

c) Gas- cairan

Ada 2 prinsip yang mempengaruhi kelarutan gas dalam cairan,

yaitu:

Ø Makin tinggi titik cair suatu gas, makin mendekati zat cair

gaya tarik antar molekulnya. Gas dengan titik cair lebih tinggi,

kelarutannya lebih besar.

Ø Pelarut terbaik untuk suatu gas ialah pelarut yang gaya tarik

antar molekulnya sangat mirip dengan yang dimiliki oleh suatu

gas.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutanFaktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan antara lain jenis

zat terlarut, jenis pelarut,temperatur, dan tekanan.

a. Pengaruh Jenis Zat pada Kelarutan

Zat-zat dengan struktur kimia yang mirip umumnya dapat

saling bercampur dengan baik, sedangkan zat-zat yang struktur

kimianya berbeda umumnya kurang dapat saling bercampur (like dissolves

like). Senyawa yang bersifat polar akan mudah larut dalam pelarut

polar, sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam pelarut

nonpolar. Contohnya alkohol dan air bercampur sempurna (completely

miscible), air dan eter bercampur sebagian (partially miscible), sedangkan

minyak dan air tidak bercampur (completely immiscible).

b. Pengaruh Temperatur pada Kelarutan

Kelarutan gas umumnya berkurang pada temperatur yang lebih

tinggi. Misalnya jika air dipanaskan, maka timbul gelembung-

gelembung gas yang keluar dari dalam air, sehingga gas yang

terlarut dalam air tersebut menjadi berkurang. Kebanyakan zat

padat kelarutannya lebih besar pada temperatur yang lebih tinggi.

Ada beberapa zat padat yang kelarutannya berkurang pada

temperatur yang lebih tinggi, misalnya natrium sulfat dan serium

sulfat. Pada larutan jenuh terdapat kesetimbangan antara proses

pelarutan dan proses pengkristalan kembali. Jika salah satu

proses bersifat endoterm, maka proses sebaliknya bersifat

eksoterm.

Jika temperatur dinaikkan, maka sesuai dengan azas Le Chatelier (Henri

Louis Le Chatelier:1850-1936) kesetimbangan itu bergeser ke arah proses

endoterm. Jadi jika proses pelarutan bersifat endoterm, maka

kelarutannya bertambah pada temperatur yang lebih tinggi.

Sebaliknya jika proses pelarutan bersifat eksoterm, maka

kelarutannya berkurang pada suhu yang lebih tinggi.

c. Pengaruh tekanan pada kelarutan

Perubahan tekanan pengaruhnya kecil terhadap kelarutan zat

cair atau padat. Menurut hukum Henry (William Henry: 1774-1836) massa

gas yang melarut dalam sejumlah tertentu cairan (pelarutnya)

berbanding lurus dengan tekanan yang dilakukan oleh gas itu

(tekanan partial), yang berada dalam kesetimbangan dengan larutan

itu. Contohnya kelarutan oksigen dalam air bertambah menjadi 5

kali jika tekanan partial-nya dinaikkan 5 kali. Hukum ini tidak

berlaku untuk gas yang bereaksi dengan pelarut, misalnya HCl atau

NH3 dalam air.

5. Konsentrasi LarutanKonsentrasi larutan menyatakan banyaknya zat terlarut dalam

sejumlah tertentu larutan. Dalam kimia, konsentrasi larutan

dinyatakan dalam molar (M), molal (m) atau normal (N).

a. Fraksi mol (x)

Konsentrasi larutan dapat diungkapkan dalam bentuk fraksi mol.

Fraksi mol suatu komponen zat A (XA) menyatakan perbandingan

jumlah mol komponen zat A terhadap total mol semua komponen yang

terdapat dalam larutan.

Jika larutan hanya terdiri dari dua komponen, yaitu zat A

(terlarut) dan zat B (larutan) maka berlaku

b. Molaritas (M)

Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam setiap

liter larutan.

c. Molalitas (m)

Molalitas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam setiap

kilo gram (1 000 gram) pelarut.

d. Normalitas (N)

XA = jumlahmolzatA

jumlahtotalmolsemuakomponen =

molAmolA+molB+..…+moln

XB = 1 – X’A

M = molzatterlarutvolumelarutan =

m = molzatterlarutmasapelarut(kg)

Normalitas menyatakan jumlah ekuivalen zat terlarut dalam

setiap liter larutan.

Massa ekuivalen adalah massa zat yang diperlukan untuk menangkap

atau melepaskan 1

mol elektron dalam reaksi (reaksi redoks).

6. Sifat koligatif larutanSifat  koligatif  larutan  adalah  sifat  larutan  yang

tidak tergantung pada macamnya zat terlarut tetapi semata-mata

hanya ditentukan oleh banyaknya zat terlarut (konsentrasi zat

terlarut).

Sifat koligatif larutan non elektrolit

Sifat koligatif larutan non elektrolit merupakan sifat

koligatif yang dimilki oleh larutan yang zat terlarutnya tidak

terurai menjadi ion-ionnya. Apabila suatu pelarut ditambah dengan

sedikit zat terlarut akan menghasilkan titik didih larutan lebih

tinggi dari pada titik didih pelarut, tekanan uap dan titik

bekunya lebih rendah dari pada pelarutnya. Hal ini berlaku untuk

zat terlarut tidak mudah menguap (non volatile). Menurut hukum

Raoult dapat dihitung melalui empat rumus:

a. Tekanan Uap jenuh

Penurunan tekanan uap jenuh terjadi akibat gaya tarik

menarik antara molekul zat terlarut dengan pelarut cair. Tekanan

uap jenuh (P) merupakan tekanan uap tertinggi suatu zat pada suhu

N = ekuivalensoluteLlarutan

tertentu. Semakin mudah zat menguap (volatile), semakin tinggi

tekanan uap jenuhnya. Sebaliknya sukar zat menguap(nonvolatile)

semakin rendah tekanan uap jenuhnya.

∆P = P° - P

∆P = penurunan tekanan uap jenuh (cmHg)

P° = tekanan uap jenuh pelarut murni (cmHg)

P  = tekanan uap jenuh larutan (cmHg)

Pada tahun 1880, Roult mengemukakan suatu hokum yang

menjelaskan hubungan antara P dengan P0 yang berbunyi “ Tekanan

uap jenuh larutan (P) besarnya sama dengan hasil kali tekanan uap

jenuh pelarut murni (P0) dengan fraksi mol pelarut tersebut di

dalam pelarut (XA) “.

Dimana ∆P = penurunan tekanan uap jenuh pelarut

XA = fraksi mol zat pelarut

Xx XB =

fraksi mol zat terlarut

po = tekanan uap pelarut murni

nA = mol zat pelarut

nB = mol zat terlarut

a. Kenaikan Titik Didih

P = XA . P0 ∆P= XB . P0

P = nAnA+nB P

0

P=nB

nB+nA P0

Kenaikan titik didih disebabkan oleh adanya penambahan zat

terlarut non volatile ke dalam suatu zat pelarut. Zat tersebut

menghalangi gerakan molekul-molekul air atau molekul-molekkul

pelarut sehingga mempersulit lepasnya molekul dari dari fase cair

ke fase gas. Selisih antara titik larutan dengan titik didih

pelarutnya disebut kenaikan titik didih (∆Tb).

d dimana Tb lar = Titik didih larutan

Tb pel = titik

didih pelarut

∆Tb = kenaikan titik didih

b. Penurunan Titik Beku

Penurunan titik beku disebabkan oleh adanya penambahan zat

terlarut nonvolatile ke dalam suatu zat pelarut. Zat-zat ini

menghalangi proses pengaturan molekul-molekul pembentuk Kristal

padat. Sehingga diperlukan suhu yang lebih rendah untuk

memperoleh kristal padat. Sedangkan selisih antara titik beku

larutan dengan titik beku dengan titik beku pelarutnya dinamakan

penurunan titik beku (∆Tf).

dimana Tf lar = Titik beku larutan

Tf pel = titik

bekupelarut

∆Tf = penurunan titik beku

c. Hubungan kemolaran dengan ∆Tb dan ∆Tf

Untuk kelarutan encer,kenaikan titik didih (∆Tb) maupun penurunan

titik beku (∆Tf) sebanding dengan molaritas larutan

∆Tb=Tblar−Tbpel

Tf = Tf pel – Tf lar∆

Dimana; m =

molalitas larutan (m)

∆Tb = kenaikan titik didih (oC)

∆Tf = penurunan titik beku (oC) Kb = tetapan kenaikan titik didih(oC)

Kf = tetapan penurunan titik beku (oC)

d. Tekanan osmosis

Peristiwa osmosis adalah proses merembesnya pelarut dari

larutan yang lebih encer ke larutan yang lebih pekat atau pelarut

murni ke suatu larutan melalui membrane semipermiabel. Jika kedua

larutan mencapai konsentrasi sama, osmosis akan berhenti atau

dapat dihentikan dengan memberi tekanan pada larutan pekat.

Tekanan ini disebut tekanan osmotic.

Tekanan osmotik adalah tekanan yang diberikan pada larutan yang

dapat menghentikan perpindahan molekul-molekul pelarut ke dalam

larutan melalui membran semi permeabel (proses osmosis). Menurut

Van’t Hoff tekanan osmotik mengikuti hukum gas ideal:

Karena tekanan

osmotik = , maka : ∏

dimana : = tekanan osmotik (atmosfir)∏

M = konsentrasi larutan (mol/liter= M)

∆Tb = m .kb

∆Tf = m .kf

PV = nRT =∏ nVRT= M R T

R = tetapan gas universal = 0.082 liter.atm/moloK

T = suhu mutlak (oK)

7. Sistem Koloid Koloid adalah suatu campuran zat heterogen (dua fase) antara

dua zat atau lebih di mana partikel-partikel zat yang berukuran

koloid (fase terdispersi/yang dipecah) tersebar secara merata di

dalam zat lain (medium pendispersi/ pemecah). Dimana di antara

campuran homogen dan heterogen terdapat sistem pencampuran yaitu

koloid, atau bisa juga disebut bentuk (fase) peralihan homogen

menjadi heterogen. Campuran homogen adalah campuran yang memiliki

sifat sama pada setiap bagian campuran tersebut, contohnya

larutan gula dan hujan. Sedangkan campuran heterogen sendiri

adalah campuran yeng memiliki sifat tidak sama pada setiap bagian

campuran, contohnya air dan minyak, kemudian pasir dan semen.

Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran (sistem

dispersi) dua atau lebih zat yang bersifat homogen namun memiliki

ukuran partikel terdispersi yang cukup besar (1 - 100 nm),

sehingga terkena efek Tyndall. Bersifat homogen berarti partikel

terdispersi tidak terpengaruh oleh gaya gravitasi atau gaya lain

yang dikenakan kepadanya; sehingga tidak terjadi pengendapan,

misalnya. Sifat homogen ini juga dimiliki oleh larutan, namun

tidak dimiliki oleh campuran biasa (suspensi). Koloid mudah

dijumpai di mana-mana: susu, agar-agar, tinta, sampo, serta 

awan  merupakan contoh-contoh koloid yang dapat dijumpai sehari-

hari. Sitoplasma dalam sel juga merupakan sistem koloid. 

a. Penggolongan Koloid

Koloid merupakan suatu sistem campuran “metastabil” (seolah-

olah stabil, tapi akan memisah setelah waktu tertentu). Koloid

berbeda dengan larutan; larutan bersifat stabil. Di dalam larutan

koloid secara umum, ada 2 zat sebagai berikut :

·         Zat terdispersi, yakni zat yang terlarut di dalam larutan

koloid

·         Zat pendispersi, yakni zat pelarut di dalam larutan koloid

Berdasarkan fase terdispersinya, sistem koloid dapat

dikelompokkan menjadi 3, yaitu:

1. Sol (fase terdispersi padat)

a. Sol padat adalah sol dalam medium pendispersi padat.

Contoh: paduan logam, gelas warna, intan hitam

b. Sol cair adalah sol dalam medium pendispersi cair. Contoh:

cat, tinta, tepung dalam air, tanah liat

c. Sol gas adalah sol dalam medium pendispersi gas. Contoh:

debu di udara, asap pembakaran

2. Emulsi (fase terdispersi cair)

a. Emulsi padat adalah emulsi dalam medium pendispersi

padat.Contoh: Jelly, keju, mentega, nasi

b. Emulsi cair adalah emulsi dalam medium pendispersi cair.

Contoh: susu, mayones, krim tangan

c. Emulsi gas adalah emulsi dalam medium pendispersi gas.

Contoh: hairspray dan obat nyamuk

3. Buih (fase terdispersi gas)

a. Buih padat adalah buih dalam medium pendispersi padat.

Contoh: Batu apung, marshmallow, karet busa, Styrofoam

b. Buih cair adalah buih dalam medium pendispersi cair.

Contoh: putih telur yang dikocok, busa sabun

Untuk pengelompokan buih, jika fase terdispersi dan medium

pendispersi sama-sama berupa gas, campurannya tergolong larutan.

b. Sifat-sifat Koloid Sol

1.      Gerak Brown

Gerak Brown ialah gerakan partikel-partikel koloid yang

senantiasa bergerak lurus tapi tidak menentu (gerak acak/tidak

beraturan). Jika kita amati koloid dibawah mikroskop ultra, maka

kita akan melihat bahwa partikel-partikel tersebut akan bergerak

membentuk zigzag. Pergerakan zigzag ini dinamakan gerak Brown.

Partikel-partikel suatu zat senantiasa bergerak. Gerakan tersebut

dapat bersifat acak seperti pada zat cair dan gas( dinamakan

gerak brown), sedangkan pada zat padat hanya beroszillasi di

tempat ( tidak termasuk gerak brown ). Untuk koloid dengan medium

pendispersi zat cair atau gas, pergerakan partikel-partikel akan

menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu

sendiri. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh

karena ukuran partikel cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi

cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan

tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga

terjadi gerak zigzag atau gerak Brown.

Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak Brown

yang terjadi. Demikian pula, semakin besar ukuran partikel

koloid, semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Hal ini

menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan

tidak ditemukan dalam campuran heterogen zat cair dengan zat

padat (suspensi). Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin

tinggi suhu sistem koloid, maka semakin besar energi kinetik yang

dimiliki partikel-partikel medium pendispersinya. Akibatnya,

gerak Brown dari partikel-partikel fase terdispersinya semakin

cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah suhu sistem

koloid, maka gerak Brown semakin lambat.

2.  Efek Tyndall

Efek Tyndall ialah gejala penghamburan berkas sinar (cahaya)

oleh partikel-partikel koloid. Hal ini disebabkan karena ukuran

molekul koloid yang cukup besar. Efek tyndall ini ditemukan oleh

John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh

karena itu sifat itu disebut efek tyndall.

Efek tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan

terkena sinar. Pada saat larutan sejati disinari dengan cahaya,

maka larutan tersebut tidak akan menghamburkan cahaya, sedangkan

pada sistem koloid, cahaya akan dihamburkan. hal itu terjadi

karena partikel-partikel koloid mempunyai partikel-partikel yang

relatif besar untuk dapat menghamburkan sinar tersebut.

Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-partikelnya relatif

kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit dan sangat

sulit diamati.

3.      Adsorpsi koloid

Adsorpsi ialah peristiwa penyerapan partikel atau ion atau

senyawa lain pada permukaan partikel koloid yang disebabkan oleh

luasnya permukaan partikel. Dimana partikel-partikel sol padat

ditempatkan dalam zat cair atau gas, maka pertikel-partikel zat

cair atau gas tersebut akan terakumulasi pada permukaan zat padat

tersebut. Beda halnya dengan absorpsi. Absorpsi adalah fenomena

menyerap semua partikel ke dalam sol padat bukan di atas

permukaannya, melainkan di dalam sol padat tersebut.

Partikel koloid sol memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi

partikel-partikel pada permukaannya, baik partikel netral atau

bermuatan (kation atau anion) karena mempunyai permukaan yang

sangat luas. Contoh : (i) Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena

permukaannya menyerap ion H+. (ii) Koloid As2S3 bermuatan negatif

karena permukaannya menyerap ion S2.

4.      Muatan koloid sol

Sifat koloid terpenting adalah muatan partikel koloid. Semua

partikel koloid memiliki muatan sejenis (positif dan negatif).

Maka terdapat gaya tolak menolak antar partikel koloid. Partikel

koloid tidak dapat bergabung sehingga memberikan kestabilan pada

sistem koloid. Sistem koloid secara keseluruhan bersifat netral.

Berikut penjelasan tentang sumber muatan koloid, kestabilan,

lapisan bermuatan ganda, elektroforesis koloid sol, dan proses –

proses lainnya pada koloid sol.

c. Jenis Koloid

Berdasarkan kesetbilannya, koloid digolongkan menjadi dua

macam, yaitu koloid liofob yang kesetabilannya sangat rendah, dan

koloid liofil yang kesetabilannaya tinggi. Liofob berasal dari

bahsa latinyang artinya menolak pelaru, sedangkal liofil berarti

menyukai pelarut. Apabila medium pendispersi dalam koloid adalah

air, maka digunakan istilah hidrofob dan hidrofil sebagai

pengganti liofob dan liofil.

Contoh koloid hidrofil meliputi gelatin, albumin telur, dll.

Koloid hidrofilmudah terbentuk misalnya dengan cara pelarutan.

Gel terbentuk dari proses dehidrasi (penghilangan air) dari

koloid hidrofil. Melalui penambahan medium pendispersi, gel dapat

terbentuk kembali menjadi koloid karna prosesnya dapat balik.

Koloid hidrofob pada umumnya kurang stabil dan cenderung

mudah mengendap. Waktu yang diperlukan untuk mengendap beragam

bergantung pada kemampuan beragregat dari sol tersebut. Lumpur

merupakan koloid jenis ini dan dalam waktu yang tidak lama akan

memisah. Koloid hidrofob bersifat tidak dapat balik

(irreversible). Jika koloid hidrofob mengalami dehidrasi maka

tidak dapt kembali ke keadaan semula walaupun dengan menambah

medium pendispersinya.

Koloid hidrofil yang dapat menstabilkan koloid hidrofob

disebut koloid pelindung. Koloid pelindung bertindak melindungi

muatan fase disperse oleh semacam lapisan agar terhindar dari

koagulasi. Contohnya protein kasein bertindak sebagai koloid

pelindung dalam air susu dengan cara menstabilkan emulsi minyak

dalam air.

d. Deterjen

Deterjen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan

untuk membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan

minyak bumi. Dibandingkan dengan sabun, deterjen mempunyai

keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta

tidak terpengaruh oleh kesadahan air.Pada umumnya, deterjen

mengandung bahan-bahan berikut:

1. Surfaktan

Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan

yang mempunyai ujung berbeda yaitu hidrofil (suka air) dan

hidrofob (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan

tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang

menempel pada permukaan bahan.

2. Builder

Builder (pembentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari

surfaktan dengan cara menon-aktifkan mineral penyebab kesadahan

air.

3. Filler

Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak

mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah

kuantitas. Contoh Sodium sulfat.

4. Aditif

Aditif adalah bahan suplemen / tambahan untuk membuat produk

lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dst,

tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen.

Daya pembersih deterjen

Pembuatan deterjen melibatkan pembentukan bagian ekor yang

larut dalam lemak (hidrofob) dan pembentukan bagian kepala yang

larut dalam air (hidrofil). Dua jenis bagian ekor yang telah

dikembangkan adalah natrium alkil sulfat dan dari alkilbenzena

sulfonat.

Rantai alkil sufat mngandung 10 sampai 18 atom karbon untuk

setiap molekulnya. Rantai ini berasal dari rantai alkohol,

misalnya lauril alkohol. Rantai alkil benzene sulfonat berasal

drai alena rantai lurus (10-12 atom karbon dalam satu molekulnya)

dengan cincin benzena. Alkilbenzena yang dihasilkan kemudian

direaksikan dengan asam sulfat pekat untuk membentuk asam

alkilbenzena sulfonat. Selanjutnya asam ini dinetralkan oleh

natrium hidroksida membentuk deterjen.

Deterjen merupakan sediaan pembersih yang terdiri dari zat

aktif permukaan (surfaktan), bahan pengisi, pemutih, pewangi

(bahan pembantu), bahan penimbul busa, dan optical brightener

(bahan tambahan yang membuat pakaian lebih cemerlang).

Surfaktan merupakan bahan utama deterjen. Pada deterjen ini,

jenis muatan yang dibawa surfaktan adalah anionik. Kadang

ditambahkan surfaktan kationik sebagai bakterisida (pembunuh

bakteri). Fungsi surfaktan anionik adalah sebagai zat pembasah

yang akan menyusup ke dalam ikatan antara kotoran dan serat kain.

Hal ini akan membuat kotoran menggulung, lama kelamaan menjadi

besar, kemudian lepas ke dalam air cucian dalam bentuk butiran.

Agar butiran ini tidak pecah kembali dan menempel di kain, perlu

ditambahkan jenis surfaktan lain yang akan membungkus butiran

tersebut dan membuatnya tolak menolak dengan air, sehingga

posisinya mengambang. Ini untuk memudahkannya terbuang bersama

air cucian. Pada umumnya kotoran yang dapat dihilangkan surfaktan

adalah yang berasal dari debu atau tanah. Bila kotoran lebih

berat seperti noda makanan dan noda darah, perlu ditambahkan

enzim tertentu seperti enzim pengurai protein atau lemak. Namun,

jika nodanya sudah lama, akan sukar sekali dihilangkan karena

antara noda dan serat kain dapat terjadi reaksi polimerisasi yang

menyatukan noda dengan kain.

Selain itu, daya pembersih deterjen juga tergantung pada

bahan pengisi. Bahan pengisi ini berfungsi menetralisir kesadahan

air atau melunakkan air, mencegah menempelnya kembali kotoran

pada bahan yang dicuci dan mencegah terbentuknya gumpalan dalam

air cucian. Tetapi jika air terlalu sadah, maka daya pembersih

deterjen apa pun tidak akan optimal. Kemampuan daya pembersih

deterjen ini dapat ditingkatkan jika cucian dipanaskan karena

daya kerja enzim dan pemutih akan efektif. Tetapi, mencuci dengan

air panas akan menyebabkan warna pakaian memudar. Sedangkan

hubungan antara daya pembersih deterjen dengan bahan penimbul

busa sama sekali tidak signifikan. Busa dengan luas permukaannya

yang besar memang bisa menyerap kotoran debu, tetapi dengan

adanya surfaktan, pembersihan sudah dapat dilakukan tanpa perlu

adanya busa.

Tahap pencucian

Pakaian yang akan dicuci biasanya mengandung kotoran yang

terdiri dari minyak atau lemak yang berasal dari badan kita. Jika

deterjen dicampurkan maka ujung hidrofobik akan melarut dalam

lemak ,sedangkan ujung hidrofilik akan berada dalam medium air.

Selama pencucian, pergerakan molekul-molekul air akan menarik

bagian kepala molekul deterjen. Bagian kepala molekul deterjen

akan menarik bagian ekornya, lalu bagian ekor akan menarik lemak

hingga terpisah dari permukaan pakaian. Lemak akan lepas dibawa

bersama-sama aliran air. Kotoran yang melekat pada lemak juga

akan turut lepas dalam proses ini. Lemak bersama-sama deterjen

dalam air akan membentuk emulsi. Pakaian akan bersih jika

emulsinya dibuang.

9. Larutan Asam-Basa

a. Teori Asam-Basa

1. Teori Arrhenius :  (Svante Arhenius)

Asam adalah senyawa yang melepaskan H+ dalam air.

Contoh : HCl → H+ + Cl-

          HNO3 → H+ + NO3-

Basa  adalah senyawa yang melepaskan OH- dalam air

Contoh :NaOH    → Na+ + OH-

NH4OH   → NH4+ + OH-

Kelemahan : hanya berlaku untuk larutan dalam air saja.

2.  Teori Bronsted – Lowry ( Johannes Nicolaus Brosted-Thomas

Martin Lowry)

Asam : senyawa yg dapat memberikan proton ( H+ ) / donor proton.

Basa: senyawa yg dapat menerima proton (H+) / akseptor proton.   

Reaksi tanpa Pelarut Air

HCl(g) +  NH3(g)  ↔ NH4+ + Cl-  à NH4Cl(s)

Asam     Basa

Reaksi dengan Pelarut Air

HCl(g) + H2O(aq)  ↔  H3O+(aq)  + Cl-

(aq)

Asam       Basa

NH4OH(g) + H2O(aq)  ↔ NH4OH2+(aq) + OH-

(aq)

Basa            Asam

Pasangan Asam Basa Konjugasi

     HCl     +   H2O  ↔    H3O+   +     Cl-

     Asam 1      Basa 1               Asam 2      Basa 2

Pasangan asam basa konjugasi :

pasangan asam 1 – basa 2 dan basa 1 – asam 2 à HCl – Cl-  dan H2O

– H3O+

Asam konjugasi  : Asam yg terbentuk dari basa yang menerima

Proton à H3O+

Basa konjugasi   : Basa yg terbentuk dari asam yang melepaskan

Proton à Cl-

3.   Teori Lewis (Gilbert N Lewis)

Teori berdasarkan ikatan kimia. Asam adalah penerima

(akseptor) pasangan electron bebas. Basa adalah pemberi (donor)

pasangan electron bebas. Contoh asam lewis : H+ , B2H6 , BF3 , AlF3

, Fe2+ , Cu2+ , dan Zn2+. Contoh basa lewis : ion halide ( Cl- ,

F- , Br- , dan I- ), NH3 , OH- , H2O, senyawa yang mengandung

unsure N, O atau S, senyawa golongan eter, keton dan CO2. Berikut

contoh reaksi asam basa lewis

Keunggulan dan kelemahan Teori asam basa Lewis

 a) Keungulan dari teori asam basa Lewis adalah dapat

menggembarkan asam basa yang tidak dapat   digambarkan oleh

Arrhenius damn Bronsted-Lowry. Teori asam basa Lewis memeperluas

pengertian  asam basa.  Menurut  Lewis, asam basa bukan hanya

merupakan pelepasan ion H+ atau   OH- atau transfer proton (ion

H+), melainkan senyawa yang melibatkan pasangan electron.

 b) Adapun kelemahannya, teori Teori asam basa Lewis agak sukar

menggambarkan rekasi asam   basa,  seperi antara ion Fe3+ dan ion

CN- karena keduanya tidak melibatkan ion H+ atau ion OH-   Selain

itu, teori ini juga agak sukar menentukan kekuatan asam atau

basa dari reaksi yang   terjadi.

         b. Sifat Larutan Asam-Basa

a. Sifat larutan asam : berasa asam, korosif, terurai menjadi ion

positif hydrogen dan ion negative sisa asam, mengubah lakmus biru

menjadi merah, bereaksi dengan logam, basa, dan karbonat

b. Sifat larutan basa : pahit, mengenai kulit licin, mengubah

lakmus merah menjadi biru, terionisasi menjadi ion posotif logam

dan ion negative hidroksil, bereaksi dengan aasam, bereaksi

dengan garam.

c. Reaksi Asam-Basa

1. Asam kuat + Basa kuat → Garam + Air

Contoh reaksi : HCl + NaOH → NaCl + H2O

2. Asam kuat + Basa lemah → Garam + Air PH ¿ 7Contoh reaksi : HNO3 + NH4OH → NH4NO3 + H2O

3. Asam lemah + Basa kuat → Garam + Air PH ¿7 Contoh reaksi : CH3COOH + NaOH → CH3COONa +H2O

4. Asam lemah + Basa lemah → Garam + AirContoh reaksi : CH3COOH + NH4OH → NH4CH3OO +H2O

d. Oksida Asam-Basa

Asam dan basa bereaksi membentuk senyawa ion yang disebut

garam. Garam yang terbentuk terdiri dari kation basa dan anion

sisa asam. Dalam arti luas ,asam dan basa juga mencakup oksida

asam dan oksida basa. Jadi reaksi asam basa oksida dapat berupa

reaksi oksida asam dengan basa dan oksida basa dengan asam.

a. Reaksi oksida asam dengan basa

Oksida basa adalah oksida logam yang dapat bereaksi dengan

asam membentuk garam dan air. Secara umum, reaksi oksida basa

dan asam adalah sebagai berikut

Oksida Basa + Asam → Garam + Air

Reaksi terjadi karena ion H+ asam bereaksi dengan ion O2-

dari oksiida basa membentuk air. Misalnya, reaksi antara

kalsium oksida dan asam klorida menghasilkan kalsium klorida

dan air.

CaO + 2HCl → CaCl2 + H2O

b. Reaksi oksida basa dengan asam

Oksida asam adalah oksida nonlogam yang dapat bereaksi dengan

basa membentuk garam dan air. Oksida asam dan basa bereaksi

menurut persamaan berikut:

Reaksi tersebut terjadi karena ion OH- bereaksi dengan oksida

asam membentuk anion sisa asam dan air. Misalnya, reaksi

antara gas karbondioksida dengan basa berikut ini

CO2 + 2OH- → CO32- + H2O

e. Kegunaan Asam-Basa Dalam Kehidupan Sehari-hari

a. Asam

Asam asetat (CH3COOH) terdapat dalam larutan cuka

Asam askorbat (C6H8O6) terdapat dalam jeruk, tomat,dan

sayuran

Asam sitrat (C6H8O7) terdapat dalam jeruk

Asam karbonat (H2CO3) terdapat dalam minuman berkarbonasi

Asam klorida (HCl) terdapat dalam lambung

Asam nitrat (HNO3) terdapat dalam pupuk,dan peledak (TNT)

Asam laktat (C3H6O3) terdapat dalam susu yang difermentasi dan

keju

Oksida Asam + Basa → Garam + Air

Asam sulfat (H2SO4) terdapat dalam batrei dan pupuk

Asam benzoat ( C6H5COOH) digunakan sebagai bahan pengawet

makanan

Asam borat (H3BO3) terdapat dalam larutan pencuci mata

Asam fosfat (H3PO4) terdapat dalam deterjen dan pupuk

Asam tartrat (C4H6O6) terdapat dalam anggur

Asam malat (C4H6O5) terdapat dalam apel

b. Basa

Aluminium hidroksida (Al(OH)3) terdapat dalam deodorant dan

antasida

Kalsium hidroksida (Ca(OH)2) terdapat dalam plester

Magnesium hidroksida (Mg(OH)2) terdapat dalam antasida

Natrium hidroksida (NaOH) terdapat dalam sabun dan deterjen

f. pH

pH (potensial of hydrogen) digunakan untuk menyatakan keasaman

atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Menurut Soren

peter Laurith, pH dinyatakan sebagai ukuran konsentrasi ion

hydrogen dirumuskan :

pH = - log [ H+ ]

Kw = [ H+ ] [ OH- ]     

Berdasarkan eksperimen nilai Kw = 10-14 pada suhu 25 °C ,

Maka   [ H+ ] = 10-7 mol/L,

[ OH- ] =10-7 mol/L

dan 14 = pH + pOH

Jadi pH = 14 - pOH

Nilai pH air murni = 7 

disebut netral

Nilai pH larutan asam dalam

air < 7