Konservasi Koleksi Keris Museum Pusaka Taman Mini Indonesia Indah

23
Priyanto-Konservasi Koleksi Keris Pusaka | 1 KONSERVASI KOLEKSI KERIS MUSEUM PUSAKA TAMAN MINI INDONESIA INDAH Abstrak Keris sebagai salah satu benda pusaka karya seni bernilai tinggi, menjadi salah satu benda budaya saksi sejarah perkem- bangan budaya bangsa indonesia. Untuk melestarikan benda-benda tersebut, pada tanggal 20 April 1993 telah didirikan Museum Pusaka TMII, yang mengumpulkan, merawat dan menginformasikan serta media studi penelitian tentang beraneka ragam pusaka bangsa Indonesia. Seperti benda seni yang lain, keris pun memerlukan perawatan dan pemeliharaan secara berkala. Keris yang kurang terawat, selain berkurang keindahannya juga akan lebih cepat berkarat dan rusak. Tujuan utama perawatan adalah mencegah kemungkinan timbulnya karat yang dapat merusak bagian ricikan keris dan tubuh keris, pola pamor atau bahkan bentuk dhapur secara keseluruhan. Penanganan perawatan koleksi keris seyogyanya dilakukan dengan perawatan tradisional. Perawatan tradisional adalah perawatan dengan cara-cara sederhana dengan menggunakan bahan tradisional. Dalam hal ini perawatan yang dilakukan adalah mengacu kepada metode dan tehnik serta bahan yang telah digunakan oleh nenek moyang dan dilakukan secara turun-temurun. Abstract The “keris” as one of the heirlooms, a product of art with high value, has become one of the cultural objects, a historical evidence of the development of the culture of Indonesian people. To preserve the above-mentioned objects an heirloom Museum was built on april 20, 1993 in TMII, to collect, take care, provide information and become a research study media about the variety heirlooms of Ondonesia people. Like other art thing, keris even also need treatment and maintenance according to periodically. Keris less awat, besides will decrease also rusty quicker the beauty and broken. Treatment principal aim prevent possibility incidence rust that can botch part

Transcript of Konservasi Koleksi Keris Museum Pusaka Taman Mini Indonesia Indah

Priyanto-Konservasi Koleksi Keris Pusaka | 1

KONSERVASI KOLEKSI KERIS MUSEUM PUSAKA

TAMAN MINI INDONESIA INDAH

Abstrak

Keris sebagai salah satu benda pusaka karya seni bernilai tinggi, menjadi salah satu benda budaya saksi sejarah perkem-bangan budaya bangsa indonesia. Untuk melestarikan benda-benda tersebut, pada tanggal 20 April 1993 telah didirikan Museum Pusaka TMII, yang mengumpulkan, merawat dan menginformasikan serta media studi penelitian tentang beraneka ragam pusaka bangsa Indonesia. Seperti benda seni yang lain, keris pun memerlukan perawatan dan pemeliharaan secara berkala. Keris yang kurang terawat, selain berkurang keindahannya juga akan lebih cepat berkarat dan rusak. Tujuan utama perawatan adalah mencegah kemungkinan timbulnya karat yang dapat merusak bagian ricikan keris dan tubuh keris, pola pamor atau bahkan bentuk dhapur secara keseluruhan. Penanganan perawatan koleksi keris seyogyanya dilakukan dengan perawatan tradisional. Perawatan tradisional adalah perawatan dengan cara-cara sederhana dengan menggunakan bahan tradisional. Dalam hal ini perawatan yang dilakukan adalah mengacu kepada metode dan tehnik serta bahan yang telah digunakan oleh nenek moyang dan dilakukan secara turun-temurun.

Abstract

The “keris” as one of the heirlooms, a product of art with high value, has become one of the cultural objects, a historical evidence of the development of the culture of Indonesian people. To preserve the above-mentioned objects an heirloom Museum was built on april 20, 1993 in TMII, to collect, take care, provide information and become a research study media about the variety heirlooms of Ondonesia people. Like other art thing, keris even also need treatment and maintenance according to periodically. Keris less awat, besides will decrease also rusty quicker the beauty and broken. Treatment principal aim prevent possibility incidence rust that can botch part

Priyanto-Konservasi Koleksi Keris Pusaka | 2

ricikan keris and keris body, prestige pattern or even form dhapur as a whole.

Keris collection treatment handling properly done with tradisional treatment. Tradisional treatment is treatment in the way of simple by using tradisional ingredient. In this case treatment that threaten to method and technics with ingredient that used by ancestor and done according to by generations.

1. Latar Belakang Masalah

Museum merupakan tempat yang menyimpan benda-benda

hasil kebudayaan manusia baik dari masa lampau maupun masa

sekarang. Berdasarkan The 18th General Assembly of ICOM

Stavanger, Norway, 7 July 1995, museum didefinisikan sebagai :

‘a non-profit making, permanent institution in the service of

society and of its development, and open to the public, which

acquires, conserves, reaserches, communicates, and exhibits for the

purpose of study, education and enjoyment, material evidence of

man, and his environment.’

Berdasarkan definisi tersebut, museum memiliki tugas yang

mendasar, yaitu melakukan pengumpulan, pemeliharaan, penelitian,

sosialisasi dan pameran. Penelitian ini akan menyoroti salah satu

tugas museum, yaitu pemeliharaan. Benda-benda koleksi museum

sudah mengalami proses musealisasi, sehingga tidak lagi

menempati konteks aslinya, melainkan menempati konteksnya yang

baru, yaitu museum. Koleksi secara alami akan berinteraksi dengan

lingkungannya, sehingga dapat menimbulkan dampak bagi koleksi

tersebut, seperti kerusakan, pelapukan, hilang, dan lainnya.

Untuk mencegah ataupun mengatasi kerusakan perlu

dilakukan upaya pelestarian. Upaya ini dilakukan untuk menjamin

Priyanto-Konservasi Koleksi Keris Pusaka | 3

keberadaan benda pada masa yang akan datang. Menurut Burra

Charter (1981), konservasi didefinisikan sebagai:

‘all the processes of looking after a place so as to retain its

cultural significance. It includes maintenance and may according to

circumstances include preservation, restoration, reconstruction and

adaptation and will be commonly a combination of more than one of

these.’

Koleksi yang terdapat di museum secara umum dapat

dikelompokkan antara lain etnografi, prehistori, arkeologi, histori,

numismatik dan heraldika, naskah, keramik, buku atau majalah,

karya seni, benda grafika (foto dan peta), benda alam (flora dan

fauna). Koleksi yang beragam ini juga terbuat dari bahan organik

dan anorganik. Bahan organik mencakup kayu, tulang, gading,

tanduk, tekstil, dan lainnya, sedangkan bahan anorganik mencakup

batu, porselen, tembikar, dan lainnya.

Benda-benda koleksi museum akan mengalami proses

penuaan alamiah (natural ageing) dan menimbulkan proses

degradasi yang mengakibatkan menurunnya kualitas bahan

penyusun, sampai pada proses pelapukan. Terdapat banyak faktor

yang dapat menyebabkan proses degradasi ini yang dapat

dikelompokkan menjadi faktor biotik dan nonbiotik. Faktor biotik

dapat disebabkan oleh ganggang, lumut, bakteri, jamur, binatang,

dan lainnya. Faktor abiotik dapat ditimbulkan oleh air, api, bencana

alam, cahaya ultrafiolet, temperatur yang tidak sesuai, kelembaban

yang tidak sesuai, human error, dan lainnya.

Koleksi museum berfungsi sebagai sarana penyampaian

informasi kepada masyarakat melalui sebuah pameran. Koleksi ini

diturunkan dari generasi ke generasi, sehingga perlu dipertahankan

Priyanto-Konservasi Koleksi Keris Pusaka | 4

untuk masa mendatang, tidak hanya bentuk fisik, tetapi nilai yang

terkandung di dalamnya. Nilai dari koleksi museum, antara lain nilai

kesejarahan, otentisitas, kelangkaan, dan pendidikan.

Salah satu koleksi museum yang mempunyai nilai tinggi

adalah keris. Keris merupakan salah satu pusaka unggulan bangsa

Indonesia yang telah dinobatkan sebagai masterpiece of the oral an

intangible heritage of humanity oleh UNESCO, lembaga PBB yang

menangani masalah kebudayaan pada tahun 2005.

Koleksi keris antara lain terdapat di museum Pusaka TMII,

salah satu jenis museum khusus yang didalamnya menyimpan maha

karya agung Bangsa Indoenesia. Museum seluas 1.535 m2

dibangun berbentuk limas segi lima terpancung. Tata penyajian

dalamnya didasarkan pada ciri-ciri khusus kebendaan serta daerah

asal dan jaman pembuatan dan pemakaiannya. Pada saat ini, selain

memamerkan tombak dan pedang, tata saji museum didominasi oleh

koleksi keris dari berbagai jenis, bentuk, daerah asal dan jaman.

Memang, keris dan beberapa senjata tradisional lainnya merupakan

salah satu benda yang lazim digunakan atau dijadikan sebagai

pusaka.

Keris adalah senjata tradisional yang terdapat hampir di

seluruh wilayah Indonesia. Selain sebagai benda budaya yang

bernilai seni, kebanyakan keris memiliki nilai magis-religius. Pamor

gambaran ragam hias atau motif sebilah keris atau yang lebih

dikenal dengan tosan aji dipercaya memiliki tuah dan khasiat

tertentu.

Koleksi keris di Museum Pusaka dipamerkan dalam

beberapa ruang. Pada Ruang Pusaka Tradisional Nusantara

disajikan koleksi jenis pusaka tradisional dari seluruh Indonesia.

Priyanto-Konservasi Koleksi Keris Pusaka | 5

Ruangan lainnnya adalah Ruang Bagian Dalam Keris yang terbagi

lagi menjadi Ruang Warangka, Ruang Tangguh Keris, Ruang Dapur

Keris dan Ruang Pamor Keris

Selain kegiatan peragaan dan pengelolaan sekitar 5.000

koleksi pusaka, yang kemungkinan besar akan terus bertambah,

kegiatan lain yang berlangsung di dalam Museum Pusaka meliputi

kegiatan perawatan (jamasan), bursa dan sarasehan yang dapat

diikuti oleh masyarakat luas.

Tentunya koleksi keris yang terbuat dari unsur logam

membutuhkan perawatan yang sangat khusus untuk mencegah atau

mengatasi kerusakan. Namun sangat disayangkan, berdasarkan

pengamatan sekilas dari penulis museum Pusaka TMII belum

maksimal dalam perawatan koleksi-koleksinya. Menariknya kegiatan

“jamasan’ justru diramaikan oleh keris-keris di luar koleksi museum.

2. Permasalahan

Merujuk latar belakang masalah tersebut, dapat disusun

pertanyaan mengenai konservasi koleksi museum, yaitu:

1. Bagaimana konservasi koleksi keris yang dilakukan

museum Pusaka TMII selama ini?

2. Apa yang harus diperhatikan untuk mencegah

timbulnya kerusakan pada koleksi museum?

3. Bagaimana ‘jamasan’ dilakukan sebagai salah satu cara

perawatan koleksi?

3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui bagaimana konservasi keris dilakukan di

museum Pusaka TMII

Priyanto-Konservasi Koleksi Keris Pusaka | 6

2. Mengetahui apa yang harus diperhatikan untuk

mencegah timbulnya kerusakan.

3. Mengetahui ‘jamasan’ sebagai salah satu metode

konservasi.

4. Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan kepada museum tentang metode

konservasi yang dilakukan.

2. Memberikan alternatif metode konservasi yang efektif

dan efisien

5. Landasan Teori

Dalam rangka perawatan, pemeliharaan dan penelitian

koleksi yang berhubungan dangan pelestarian, di setiap instansi

cagar budaya terdapat laboratorium konservasi yang bertanggung

jawab menangani keberadaan koleksi.

Konservasi dapat didevinisikan secara luas sebagai suatu

tindakan untuk melindungi dari bahaya atau kerusakan, memelihara

atau merawat sesuatu dari gangguan, kemusnahan atau keausan

( Herman, 1977:7 ).

Pada saat ini terjadi pergeseran pandangan (paradigma

shift) mengenai konservasi, bahwa konservasi harus dipandang

sebagai satu kesatuan untuh yang tidak dapat dipisahkan dengan

lingkungannya. Pada awalnya konservasi merupakan tindakan yang

langsung mengenai koleksi, karena menganggap pada koleksi telah

terjadi sesuatu yang salah (koleksi mengalami sakit) sehingga harus

diobati. Kegiatan konservasi ini dikenal dengan nama konservasi

kuratif (interventif) seperti menghilangkan korosi dengan bahan kimia

Priyanto-Konservasi Koleksi Keris Pusaka | 7

tertentu. Pada perkembangan selanjutnya pemikiran berubah

dengan menganggap pencegahan lebih baik daripada mengobati.

Tindakan ini menjaga faktor-faktor lingkungan agar tidak mengenai

koleksi sehingga kerusakan tidak terjadi, dikenal dengan nama

konservasi preventif. Konservasi preventif dilakukan terlebih dahulu,

kemudian baru dilakukan konservasi kuratif pada koleksi yang ‘sakit’.

Pada pendekatan preventif-kuratif ini, masing-masing faktor

kerusakan ditangani secara tersendiri, tindakan diambil berdasarkan

pendekatan proses yang terjadi yaitu kerusakan akibat faktor kimia,

fisika, mekanika dan biologi pada koleksi.

Kekhawatiran akan adanya pengurangan nilai pada koleksi

akibat perlakuan yang salah pada koleksi menyebabkan munsulnya

paradigma baru dalam konservasi, yaitu konservasi preventif dengan

pendekatan manajemen resiko (risk manajemen) berdasarkan

faktor-faktor kerusakan yang mengakibatkan perubahan nilai pada

setiap koleksi. Faktor penyebab kerusakan koleksi lebih

disederhanakan. Karena setiap faktor kerusakan akan mengalami

proses yang bersamaan.

Ketika melakukan tindakan konservasi sebaiknya lebih

diterapkan pendekatan penyelesaian masalah (problem solving

approach) daripada pendekatan resep (recipe approach) karena

setiap koleksi unik dan tidak ada satu penyelesaian untuk mengatasi

semuanya (no one right solution). Pendekatan penyelesaian

masalah dalam melakukan kegiatan konservasi koleksi di museum

dilakukan dengan di dasari pengetahuan mengenai :

1. Mengetahui faktor penyebab kerusakan pada koleksi dan

bagaimanamencegah agar tidak terjadi kerusakan.

2. Mengetahui jenis materi/bahan dari setiap koleksi

Priyanto-Konservasi Koleksi Keris Pusaka | 8

3. Kemampuan setiap bahan dalam menghadapi faktor

penyebab kerusakan (vulnerability)

4. Mengetahui lingkungan sekitar koleksi itu berada

a. Faktor Penyebab Kerusakan

Kerusakan pada koleksi akan mengakibatkan hilangnya nilai

(value) pada koleksi. Hal ini disebabkan dengan adanya perubahan

materi pada koleksi akibat kerusakan, akan mengakibatkan

perubahan arti (meaning) pada koleksi.

Menurut Michalski 1990 dan Waller 1994, 2003 terdapat 10

faktor penyebab kerusakan pada koleksi, yaitu gaya fisik (pysical

force), kriminal (criminals), api(fire), air (water), binatang perusak

(pest), kontaminan (pollutant), cahaya dan UV (light), temperatur

tidak sesuai (incorect T), RH tidak sesuai (incorect RH) dan

dissosiasi (dissosiation).

b. Jenis Koleksi

Berdasarkan bahan penyusun, koleksi museum dapat

dikelompokkan menjadi koleksi organik dan koleksi anorganik.

Koleksi organik merupakan materi yang mengandung senyawa

karbon (C) dan hidrogen (H), dapat berasal dari alam atau pun

sintesis. Sebagian koleksi organik di museum terbuat dari

makromolekul yang disebut polimer, dapat berupa polisakarida

(selulosa), protein, lignin, resin dan pigment. (Cronyn 1990:238).

Contoh koleksi organik di museum seperti : koleksi kayu, kulit,

tulang, tanduk, gading, gigi, cula, kulit penyu, bulu, koleksi berbahan

dasar serat, koleksi yang berasal dari fosil.

Priyanto-Konservasi Koleksi Keris Pusaka | 9

Koleksi anorganik berasal dari senyawa yang tidak mengandung

karbon dan hidrogen. Terbagi atas senyawa yang mengandung

logam dan non logam (mengandung silika). Koleksi museum banyak

yang mengandung logam diantaranya:

- besi (Fe) dan juga campurannya (alloy) seperti baja. Contohnya

koleksi meriam

- tembaga (Cu), contohnya adalah koleksi mata uang.

- perak (Ag), contohnya adalah koleksi patung.

- emas (Au), contohnya adalah koleksi perhiasan.

- kuningan, contohnya adalah koleksi hiasan dinding, piring, dan

lampu.

- perunggu, contonya adalah koleksi nekara, patung dan genta.

Koleksi museum yang mengandung silika (SiO2 ) antara lain

keramik, batuan, kaca atau gelas.

Selain itu ada juga beberapa koleksi museum yang

merupakan koleksi campuran yaitu yang mengandung unsur organik

dan anorganik, seperti koleksi lukisan, dimana kanvas pada koleksi

lukisan terbuat dari bahan organik sedangkan cat pada lukisan

terbuat dari bahan anorganik.

Kemampuan bahan dalam menghadapi faktor kerusakan

berbeda-beda. Keadaan ini disebut vulnerabilitas bahan

(vulnerability) yaitu ketidakmampuan bahan / sensitivitas dalam

menghadapi faktor kerusakan.

Koleksi berbahan dasar organik sangat sensitif terhadap faktor

penyebab kerusakan yaitu cahaya, polutan, temperatur tidak sesuai

dan RH (kelembabam relatif) yang tidak sesuai.

Priyanto-Konservasi Koleksi Keris Pusaka | 10

Sedangkan koleksi berbahan dasar anorganik sangat sensitif

terhadap faktor kerusakan, terutama polutan dan kelembaban relatif

yang tidak sesuai.

c. Lingkungan Koleksi

Lingkungan koleksi merupakan tempat dimana koleksi berada.

Lingkungan dimulai dari yang paling dekat hingga terluar,

mengikuti konsep box di dalam box (box within box) yaitu :

1. Penyangga / mounting

2. Showcase / vitrim

3. Ruangan museum

4. Gedung

5. Kota

6. Negara

7. Regional

6. Sajian Data Hasil Survei

Berikut ini disajikan data hasil survei konservasi koleksi di

Museum Pusaka TMII Jakarta.

a. Sejarah Museum Pusaka

Pada mulanya adalah barang-barang pusaka hibah dari Dra. Hj. Sri

Lestari Masagung kepada Ibu Hj. Siti Martinah Soeharto selaku

ketua Yayasan Harapan Kita/Badan Pelaksanaan Pengelolaan dan

Pengembangan Taman Mini Indonesia Indah (BP3 TMII) sesuai

dangan Akta Hibah Nomor 7 tanggal 4 Pebruari 1993 dihadapan

Notaris Koesbiono Sarmanhadi SH.

Priyanto-Konservasi Koleksi Keris Pusaka | 11

b. Bangunan Museum Pusaka

Bangunan berbentuk limas segi lima yang membentuk

keharmonisan dengan Museum Keprajuritan TMII. Bangunan terbagi

atas 2 lantai (lantai I seluas 935 m2, lantai II seluas 600 m2) di atas

tanah seluas 3800 m2.

c. Peresmian Museum Pusaka

Diresmikan pada tanggal 20 April 1993 oleh Bapak Presiden

Soeharto bertepatan dengan HUT TMII ke 18.

d. Koleksi Museum Pusaka

Asal usul koleksi

Hibah

Pembelian

Titipan

Jumlah koleksi

- Hibah dari Dra. Hj. Sri Lestari Masagung = 4.712 ( 77 % )

- Hibah perorangan = 346 ( 6 % )

- Titip untuk dipamerkan = 405 ( 7 % )

- Titip untuk dibursakan = 648 ( 10 % )

______________

Jumlah total = 6111 (100 %)

Untuk lebih memfokuskan penelitian, dalam tulisan ini hanya

akan membahas satu koleksi museum saja yaitu koleksi keris

dengan keterangan :

Priyanto-Konservasi Koleksi Keris Pusaka | 12

Nomor : YBS – 1080/B

Dhapur : Singo Barong

Tangguh : Mataram

Pamor : Beras Wutah

Warangka : Ladrang Solo Kayu Jati Gempol

Survei terhadap koleksi

1. Deskripsi historiografis-arkeologis koleksi

Koleksi keris dengan Nomor Inventaris YBS – 1080/B pada mulanya

adalah barang pusaka hibah dari Dra. Hj. Sri Lestari Masagung

kepada Ibu Hj. Siti Martinah Soeharto selaku ketua Yayasan

Harapan Kita/Badan Pelaksanaan Pengelolaan dan Pengembangan

Taman Mini Indonesia Indah (BP3 TMII) sesuai dangan Akta Hibah

Nomor 7 tanggal 4 Pebruari 1993 dihadapan Notaris Koesbiono

Sarmanhadi SH.

2. Komponen bahan penyusun beserta jenis dan kualitasnya

Berdasarkan bahan penyusunnya koleksi keris termasuk jenis

koleksi anorganik yaitu berasal dari senyawa yang tidak

mengandung karbon dan hidrogen tetapi senyawa yang

mengandung logam. Bahan penyusun koleksi keris terdiri dari besi

(Fe), baja, dan pamor, dan kayu.

3. Riwayat pelestarian

Tidak ada data tertulis mengenai riwayat pelestarin koleksi, akan

tetapi sebagai informasi, beberapa kali pernah dilakukan pelestarian.

Priyanto-Konservasi Koleksi Keris Pusaka | 13

4. Jenis dan distribusi kerusakan/pelapukan koleksi (gambar

terlampir)

a. Akumulasi debu

b. Noda lemak

c. Korosi pada bagian bilah keris.

d. Pemudaran warna, terutama pada bagian warangka.

Survei terhadap lingkungan

1. Suhu udara lingkungan

Pada umumnya, kondisi udara di Indonesia rata-rata mencapai suhu

udara 26˚C-35˚C. Kenyataannya, di ruangan suhu udara sangat

fluktuatif, siang hari AC dihidupkan dengan suhu 16˚C - 20˚C,

sementara jika malam hari AC dimatikan. Akibat fluktuasi suhu udara

atau suhu udara yang tinggi, hal ini menimbulkan efek yang tidak

baik terhadap koleksi keris.

2. Kelembaban udara lingkungan

Kelembaban udara di MP TMII sangat fluktuatif. Sangat

dimungkinkan kerusakan koleksi disebabkan oleh kelembaban udara

yang tinggi. Koleksi keris terkena korosi.

Kapilaritas air pada dinding tempat menyimpan koleksi Sudut

ruangan MP TMII terawat dengan baik sehingga tidak terjadi

kapilaritas air pada dinding tempat menyimpan koleksi.

3. Intensitas penyinaran

Intensitas penyinaran juga fluktiatif. Jika siang hari ruangan selain

terkena cahaya matahari juga disinari oleh lampu Tl. Lampu

bohlamp digunakan untuk pencahayaan koleksi. Radiasi dari

Priyanto-Konservasi Koleksi Keris Pusaka | 14

gelombang cahaya akan menyebabkan pudarnya warna koleksi.

Lamanya waktu paparan penyinaran yang bersifat kumulatif pada

koleksi, yang akan mempercepat terjadinya kerusakan. Semakin

sering koleksi terkena penyinaran, berarti semakin banyak intensitas

cahaya yang mengenai koleksi, maka koleksi akan semakin cepat

rusak.

4. Polusi debu dan kotoran

Polusi debu dan kotoran di ruangan lumayan tinggi.

7. Analisis dan Sintesis

Tradisi perlakuan keris erat kaitannya dengan etiket dalam

masyarakat, daerah, atau situasi di tempat keris itu berada.

Perbedaan tradisi di satu daerah dengan yang lain, antara masa

yang lalu dan kini, ditentukan juga oleh tingkat sosial, kemampuan

intelektual, sikap mental, keadaan finansial, dan pengaruh luar yang

lain, serta latar belakang budaya masing-masing. Secara ringkas,

tradisi yang dibahas di sini mencakup : cara perawatan,

pewarangan, pemugaran, dan penyimpanan bilah keris.

a. Perawatan

Seperti benda seni yang lain, bilah keris pun memerlukan

perawatan dan pemeliharaan secara berkala. Keris yang kurang

terawat, selain berkurang keindahannya juga akan lebih cepat

berkarat dan rusak. Tujuan utama perawatan adalah mencegah

kemungkinan timbulnya karat yang dapat merusak bagian ricikan

keris dan tubuh bilah, pola pamor atau bahkan bentuk dhapur secara

keseluruhan.

Priyanto-Konservasi Koleksi Keris Pusaka | 15

Perlakuan dan perawatan yang keliru terhadap bilah keris

diantaranya adalah mengolesi dengan minyak misik (amber oil).

Minyak misik tidak baik untuk bilah karena terlalu kental dan gelap

warnanya. Bilah keris yang berpamor cemerlang akan tampak

kusam bila diolesi minyak misik. Lagi pula dalam beberapa minggu

minyak misik tersebut akan kering dan membentuk lapisan semacam

kerak yang sangat sulit dibersihkan. Cara lain yang keliru adalah

ketika keris habis diwarangi, pembilasannya tidak dilakukan dengan

bersih dan tuntas, sehingga masih ada unsur asam yang tertinggal

dan mengkorosi besi keris.

Satu hal lagi yang harus dihindari adalah kebiasaan men-

cacap. Mencacap adalah merendam bilah keris di dalam larutan

beracun, karena si pemilik mengira bahwa keris yang ampuh adalah

keris yang kuat daya racunnya. Bilah keris tersebut direndam selama

sehari semalam dalam air perasan batang pisang yang dibubuhi bisa

ular dan bangkai kalajengking. Kebiasaan keliru seperti itu hingga

pertengahan abad ke-20 masih dilakukan sebagian orang di daerah

Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Pulau Madura. Keris yang dicacap

jelas akan cepat aus dan rusak.

Salah satu cara yang cukup aman dan lazim untuk

menghindari serangan karat adalah dengan mengolesi seluruh

permukaan bilah dengan minyak khusus yang kemudian lazim

disebut minyak keris (minyak pusaka). Minyak ini dibuat dari minyak

kelapa yang diramu dengan minyak cendana, minyak kenanga atau

melati serta dhedhes. Dhedhes adalah cairan sekresi yang berasal

dari musang (Viverra Zibetha) betina. Bahan-bahan tersebut diramu

dengan perbandingan tertentu, sehingga diperoleh aroma wangi

yang khas. Komposisi unsur dalam membuat ramuan minyak keris

Priyanto-Konservasi Koleksi Keris Pusaka | 16

ini bagi tiap berbeda, menurut selera masing-masing. Itulah yang

menyebabkan seorang pemilik keris kadang-kadang dapat

mengenali keris milik orang lain hanya dengan mencium bau bilah

kerisnya. Cara pengolesannya dilakukan dengan kuas atau sikat

yang lembut hingga rata, tetapi tidak berlebihan. Apabila terlanjur

berlebih maka sebelum dimasukkan ke dalam warangka yang

sebenarnya, bilah yang basah itu disarungkan lebih dahulu ke dalam

warangka pasatan (warangka pengering) yang berfungsi sebagai

penyerap minyak yang membasahi bilah itu. Warangka pasatan

biasanya terbuat dari kayu yang pori dan seratnya agak besar,

seperti kayu pule (Alstonia scholaris). Bentuknya juga tidak perlu

sebagus warangka yang sebenarnya. Keris yang dirawat dengan

baik dan benar akan tetap indah tanpa berkarat.

b. Pewarangan

Perawatan bilah keris dalam arti mengambil tindakan teknis

dengan pewarangan adalah karena keadaan keris itu kotor, berkarat,

atau kurang baik tampilan warnanya. Tetapi pekerjaan itu harus

dilakukan dengan hati-hati agar tidak malah merusak bilah keris

tersebut. Pada hakekatnya pewarangan adalah pelumuran bilah

keris yang sudah bersih dengan larutan warangan yang terbuat dari

arsenikum trisulfida (As2S3) yang dicampur dengan air perasan jeruk

nipis. Warangan merupakan hasil tambang alam (geologi)

sebagaimana halnya dengan belerang. Negara penghasil utama

warangan adalah Republik Rakyat Cina. Di Indonesia diperkirakan

terdapat di Gunung Papandayan, Jawa Barat, tetapi hingga kini

belum ditambang. Membilas keris setelah di warangi juga sangat

penting karena dua alasan. Pertama, membersihkan sisa warangan,

Priyanto-Konservasi Koleksi Keris Pusaka | 17

agar racunnya tidak membahayakan kesehatan pemilik keris atau

orang lain. Kedua, membersihkan sisa air jeruk nipis yang

mengandung asam agar bilah tersebut tidak mudah berkarat

kembali.

Pekerjaan me-warangi memiliki tujuan teknis, estetis, dan

tradisional, sebagai berikut :

c. Tujuan Teknis

1) Menghilangkan karat dari seluruh permukaan bilah keris.

Sebelum di-warangi, keris harus bebas dari karat dan kotoran lain.

Pembersihan dilakukan dengan cara menyikatnya dengan abu

sekam yang dicampur dengan air jeruk nipis. Pekerjaan ini disebut

mutih, karena setelah bersih, bilah keris tersebut akan nampak

keputih-putihan, dengan proses kimia yang disederhanakan sebagai

berikut :

Fe-Fe3C-Ni + kotoran + C3H4OH(COOH)3

( keris berkarat ) (air jeruk nipis)

Fe-Fe3C-Ni + cairan kotor

(keris bersih) + cairan kotor.

2). Mencegah timbulnya karat baru, karena setelah di-warangi

permukaan bilah keris tertutup oleh lapisan senyawa besi dan

arsenikum melalui proses kimia sebagai berikut :

Fe-Fe3C-Ni + As2S3

(keris bersih) (larutan warangan)

Priyanto-Konservasi Koleksi Keris Pusaka | 18

Melewati reaksi kimia kompleks menjadi

Fe AsS + Fe3C + NiAs2

(besi dan baja

Berwarna hitam

(arsenopyrit) + nikel berwarna putih keperak-

perakan

( choanthit)

Setelah pewarangan selesai bagian bilah yang terbuat dari

besi dan baja akan berwarna hitam dan kelabu, sedangkan bagian

yang berunsur nikel yaitu pamor akan tetap berwarna putih.

d. Tujuan Estetis

Karena muncul perbedaan warna besi dan nikel tersebut,

dengan sendirinya gambar pola pamor-nya akan menjadi lebih jelas

(gebyar), dengan tingkat warna dari putih cemerlang hingga kelabu,

sehingga penampilan keris tersebut tampak lebih indah, cantik, dan

memancarkan guwaya. Karena kesan inilah, maka bila seorang

remaja putri sudah mulai tampak kecantikannya, dalam bahasa

Jawa diumpamakan : wis pecah pamore, berarti sudah

memancarkan kecantikannya.

e. Tujuan Tradisional

Dalam konsep tradisional pewarangan keris dan tosan aji

lainnya disebut jamasan atau siraman. Bagi mereka yang

pengetahuannya banyak berdasarkan pada wawasan mistik, me-

warangi merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan setiap

Priyanto-Konservasi Koleksi Keris Pusaka | 19

tahun. Di daerah Jawa Tengan dan Jawa Timur hal itu dilakukan

setiap bulan Sura/Muharam, sedangkan di daerah Cirebon, Banten,

dan sekitarnya pada umumnya dilakukan pada bulan Mulud/Rabiul

Awal.Tradisi ini terutama didorong oleh rasa hormat untuk

melaksanakan pesan dari orang yang telah mempercayakan atau

meninggalkan keris tersebut seperti orang tua dan guru, tanpa

disadari manfaat yang sebenarnya bagi keris itu. Sbagian orang lain

bahkan percaya bahwa dengan di-warangi-nya keris tersebut, maka

akan tetap terjaga keampuhannya. Oleh karena telah menjadi tradisi,

mereka akan berhutang secara moral apabila tidak melakukannya.

Ketenteraman batinnya akan terusik, apabila pada kemudian hari

terjadi hal yang tidak diinginkan dalam hidupnya, maka sangat

mungkin ia akan selalu mengkaitkannya dengan “utang” tersebut.

Kepercayaan bahwa keris harus di-warangi setiap tahun sebenarnya

kontroversial. Disatu sisi merupakan upaya yang positif demi

penghormatan dan ketentraman batin, sedangkan ditinjau dari segi

tekbnis tanpa disadari justru akan merusak secara perlahan keris

tersebut. Hal tersebut disebabkan oleh larutan warangan yang

sebenarnya juga bersifat korosif terhadap besi keris. Meskipun

tingkat penggerogotannya, apabila dilakukan setiap tahun hingga

puluhan atau ratusan kali, maka akan jelas sekali akibatnya. Bilah

keris makin mengecil. Hanya pamornya yang relatif sedikit terkikis

hingga makin tampak menonjol.

f. Cara Pewarangan

Mula-mula bilah keris direndam dalam air kelapa (asam

lemah) selama beberapa hari, tergantung pda kotoran dan karatnya.

Sesudah itu, barulah menggosoknya dengan air jeruk nipis sehingga

Priyanto-Konservasi Koleksi Keris Pusaka | 20

menjadi putih keperakan. Pada saat itu bilah keris tersebut telah

bebas dari karat dan sisa warangan lama. Proses selanjutnya adalah

mengolesi bilah keris yang telah bersih tersebut dengan larutan

warangan baru, yakni cairan jeruk nipis yang dicampur dengan

bubuk warangan. Pekerjaan ini bisa dilakukan dengan tiga cara,

yaitu :

1). Koloh atau Cencem (direndam). Proses koloh ini dilakukan

dengan mrendam bilah keris dalam cairan warangan yang wayu

(basi) yang telah dibuat beberapa hari sebelumnya, selama kurang

lebih 30 menit, kemudian di angkat dan dibalik permukaannya dan

direndam lagi selama itu. Dalam masa prendaman itu bilah keris

yang tadinya putih akan berubah menjadi hitam unsur besinya,

sehingga gambar pamornya yang putih akan tampak jelas. Setelah

hasilnya dianggap cukup kemudian diangkat, dicuci hingga bersih

dan dikeringkan dengan lap kain. Cara seperti ini banyak dilakukan

di daerah Surakarta.

2). Nyek. ( Dioleskan dan dipijit-pijit ).

Tehnik nyek dilakukan dengan mengoleskan adonan

warangan yang pekat dan belum lama dibuat, kemudian dijemur di

bawah sinar matahari sambil dipijit-pijit dengan ibu jari dan telunjuk.

Hal tersebut dilakukan secara berulang hingga mendapat hasil yang

diharapkan. Cara ini banyak dilakukan di Yogyakarta dan sekitarnya.

3). Kombinsi Koloh dan Nyek.

Hal-hal yang menentukan mutu hasil me-warangi antara lain :

a.Jenis bahan besi dan pamor keris, b. Mutu bahan warangan, c.

Kadar asam dalam larutan warangan. d. Suhu udara sekitar (yang

Priyanto-Konservasi Koleksi Keris Pusaka | 21

baik yakni pada pukul 10 – 14 siang, e. Durasi perendaman, dan f.

Tingkat ketrampilan dan pengalaman pelakunya.

8. Penutup

Dalam melaksanakan tindakan perawatan terhadap koleksi

keris perlu dilakukan secara cermat dan tuntas, mulai dari survei

terhadap koleksi, survei terhadap lingkungannya, penanganan

konservasi. Pengontrolan secara berkala baik mengenai sirkulasi

udara, kelembaban udara, temperatur, maupun cahaya. Harus

disadari bahwa konservasi hanya berfungsi untuk menghambat

proses kerusakan dan tidak dapat menghentikan kerusakan secara

total. Oleh karena itu pemeliharaan intensif harus dilakukan secara

terpadu dan berkesinambungan agar kondisi koleksi tetap terjaga

dan dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang.

Priyanto-Konservasi Koleksi Keris Pusaka | 22

Daftar Pustaka

Sadirin, Hubertus Drs. 2008. Konservasi Koleksi Museum : Sifat-

Sifat Alami Bahan.

Sadirin, Hubertus Drs. 2008. Konservasi Koleksi Museum : Peranan

Faktor Lingkungan Dalam Proses Degradasi Bahan.

Sadirin, Hubertus Drs. 2008. Konservasi Koleksi Museum : Prosedur

Diagnostik Konservasi.

Sadirin, Hubertus Drs. 2008. Konservasi Koleksi Museum : Metode

dan Tehnik Konservasi Koleksi Logam.

Yulita, Ita Drs. Msi. 2004. Permasalahan-permasalahan pada Koleksi

Museum dan Penanganan Konservasi dan Preservasinya di

Indonesia. Museum Nasional Jakarta.

Daftar Pendukung

_____________. Himpunan Peraturan Perundang-Undangan

Republik Indonesia Tentang Benda Cagar Budaya. Jakarta :

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Dean, David, et al. The Handbook For Museum. Routledge : London

and New York.1996.

Haryo Guritno, Haryono. Keris Jawa Antara Mistik dan Nalar. Jakarta

: 2006..

Museum Pusaka Taman Mini Indonesia Indah. Keris Sebagai Karya

Seni. Jakarta: CV. Agung Lestari. 2004.

Pearce, M. Susan.Museum Studies in Material Cultural. Washington

: Smithsonian Institution Press.1991.

Priyanto-Konservasi Koleksi Keris Pusaka | 23

Sumadio, Bambang. Bunga Rampai Permuseuman. Jakarta :

Dirjenbud Proyek Pembinaan Permuseuman Jakarta, Dirjen

Kebudayaan Depdikbud. 1996/1997.

Sutaarga, M.A. Pedoman Penyelenggaraan Dan Pengelolaan

Museum. Jakarta : Dirjenbud Proyek Pembinaan

Permuseuman Jakarta, Dirjen Kebudayaan Depdikbud.

1997.

Sutaarga, M.A. Studi Musiologia. Jakarta : Dirjenbud Proyek

Pembinaan Permuseuman Jakarta, Dirjen Kebudayaan

Depdikbud. 1990/1991.

Suyati HS, Tatik Dra. Metode Pengadaan dan Pengelolaan Koleksi.

Jakarta : Depdiknas, Dirjen Kebudayaan, Direktorat Sejarah

dan Museum. 2000.

V.J. Herman, Drs. Pedoman Konservasi Koleksi Museum. Jakarta :

Proyek Pembinaan Permuseuman Jakarta, Dirjen

Kebudayaan Depdikbud. 1989/1990.

V.J. Herman, Drs. Pedoman Konservasi Koleksi Museum. Jakarta :

Proyek Pembinaan Permuseuman Jakarta, Dirjen

Kebudayaan Depdikbud. 1989/1990.

Van Mensch, Peter. Towards a methodology of museology.

University of Zagreb. 1992.