SETTING RUANG KOLEKSI FIKSI DAN BERKALA PERPUSDA JATENG

30
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Setiawan (1995), setting ruang diartikan sebagai rangkaian unsur-unsur fisik atau spasial yang mempunyai hubungan tertentu dan terkait sehingga dapat berfungsi sebagai tempat untuk suatu kegiatan tertentu. Perpustakaan merupakan suatu tempat yang berfungsi untuk menyimpan, mengumpulkan, memelihara, mengatur, mengawetkan, dan menyajikan bahan-bahan pustaka bagi masyarakat yang membutuhkannya. Perpustakaan dalam proses perancangannya membutuhkan suatu konsep yang sesuai dengan fungsi dan sifat aktivitas pengunjung yang akan terjadi. Yaitu sebagai wadah yang dapat mengamankan bahan-bahan pustaka dari kerusakan akibat pengaruh dari luar dan kehilangan akibat pencurian, sekaligus juga dapat memberikan ketenangan dan kenyamanan bagi pengunjungnya. Atas dasar inilah konsep dasar perancangan gedung perpustakaan cenderung tertutup dengan kontrol pintu masuk dan keluar yang ketat. Sedangkan ketertutupan ini selain menyulitkan untuk perencanaan system pencahayaan alami yang sepenuhnya memanfaatnkan sinar matahari melalui jendela- jendela kaca, juga mengindentufikasi ketidaknyamanan secara visual bagi pengunjung yang berada di dalamnya, karena pandanganyang menghubungkan ruang dalam bangunan dengan 1

Transcript of SETTING RUANG KOLEKSI FIKSI DAN BERKALA PERPUSDA JATENG

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Setiawan (1995), setting ruang diartikan

sebagai rangkaian unsur-unsur fisik atau spasial yang

mempunyai hubungan tertentu dan terkait sehingga dapat

berfungsi sebagai tempat untuk suatu kegiatan tertentu.

Perpustakaan merupakan suatu tempat yang berfungsi untuk

menyimpan, mengumpulkan, memelihara, mengatur, mengawetkan,

dan menyajikan bahan-bahan pustaka bagi masyarakat yang

membutuhkannya. Perpustakaan dalam proses perancangannya

membutuhkan suatu konsep yang sesuai dengan fungsi dan sifat

aktivitas pengunjung yang akan terjadi. Yaitu sebagai wadah

yang dapat mengamankan bahan-bahan pustaka dari kerusakan

akibat pengaruh dari luar dan kehilangan akibat pencurian,

sekaligus juga dapat memberikan ketenangan dan kenyamanan

bagi pengunjungnya.

Atas dasar inilah konsep dasar perancangan gedung

perpustakaan cenderung tertutup dengan kontrol pintu masuk

dan keluar yang ketat. Sedangkan ketertutupan ini selain

menyulitkan untuk perencanaan system pencahayaan alami yang

sepenuhnya memanfaatnkan sinar matahari melalui jendela-

jendela kaca, juga mengindentufikasi ketidaknyamanan secara

visual bagi pengunjung yang berada di dalamnya, karena

pandanganyang menghubungkan ruang dalam bangunan dengan

1

ruang luar sekitar bangunan terhalang oleh bidang pembatas

yang berupa dinding-dinding yang cukup tinggi.

Ruang koleksi merupakan representasi dari sebuah

perpustakaan secara keseluruhan dimana disitu tersaji

koleksi bahan-bahan pustaka dan lengkap dengan fasilitas

bagi pengunjung yang berupa meja dan kursi duduk untuk

aktivitas membaca dan menulis. Keberadaan jenis koleksi

bahan pustaka yang disajikan dalam ruangan ini, akan

menentukan karakteristik ruang tersebut, seperti siapa, apa,

motivasi, dan dari kalangan apa yang banyak masuk ke dalam

ruangan tersebut serta sifat dari aktivitas dalam ruang

tersebut.

Kualitas ruang yang baik dapat memberikan kenyamanan

bagi penggunanya. Akan tetapi hal ini banyak dilupakan oleh

para perancang, karena dianggap sebagai hal yang rumit dan

pelik yang biasanya banyak melibatkan berbagai disiplin

ilmu. Se;lain itu kenyamanan itu sendiri dinilai sebagai

sesuatu yang sangat subyektif, dimana berbagai aspek turut

berperan di dalamnya, seperti aspek pendidikan, budaya,

pengalaman masa lalu dan lain sebagainya.

Ruang koleksi berkala dan fiksi Perpustakaan Daerah

Jawa Tengah merupakan salah satu contoh setting ruang

perpustakaan yang menyajikan koleksi bahan-bahan pustaka

yang berisikan informasi ringan dan hiburan, seperti: Koran,

majalah, jurnal, novel, dan buku-buku fiksi dan terbitan

berkala lainnya. Sebagai tempat pelayanan umum, ruang

2

koleksi perpustakaan perlu memiliki citra positif dengan

memberikan pelayanan yang baik serta menciptakan ketenangan

dan kenyamanan bagi penggunanya. Hal ini sangat penting

dalam mengembang misinya, sebagai tempat menyimpan sekaligus

menyajikan koleksi bahan-bahan pustaka secara professional

guna meningkatkan minat baca bagi masyarakat di sekitarnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, muncul

pertanyaan sebagai rumusan masalah dalam penulisan ini.

Adapun pertanyaan tersebut adalah:

a. Bagaimanakah penampilan setting ruang koleksi fiksi dan

berkala Perpustakaan Daerah Jawa Tengah?

b. Bagaimanakah penampilan setting ruang koleksi berkala

Perpustakaan Daerah Jawa Tengah?

C. Tujuan Penelitian

Berawal dari permasalahan di atas, maka tujuan dari

penelitian ini adalah:

a. Mengidentifikasi penampilan setting ruang koleksi fiksi

Perpustakaan Daerah Jawa Tengah

b. Mengidentifikasi penampilan setting ruang koleksi berkala

Perpustakaan Daerah Jawa Tengah

c. Mengidentifikasi ke dua ruang tersebut apakah sudah

sesuai dengan standar ruang perpustakaan yang baik

3

BAB II

PROFIL PERPUSTAKAAN DAERAH JAWA TENGAH

A. Sejarah dan Profil Perpustakaan Daerah Jawa Tengah

Berdasarkan Surat Keputusan Mentri P & K Nomor :

18165/keb tanggal 23 Juli 1951 berdirilah Perpustakaan

Negara Semarang, tepatnya pada tanggal 1 Agustus 1951.

Perpustakaan ini merupakan perpustakaan negara yang kedua di

Indonesia setelah Perpustakaan Negara yang berada di

Yogyakarta. Pada awal berdirinya perpustakaan, lokasi yang

dipakai adalah bekas gedung Openbare Leeszaal Bibliothek di

Bojong (Jl. Pemuda No. 147 Semarang) Seiring dengan

meningkatnya peran perpustakaan sebagai salah satu sumber

belajar dan terkait dengan dunia pendidikan, pemerintah

melalui Menteri P & K menerbitkan SK nomor : 01990/1978

tanggal 23 Juni 1978 tentang perubahan dari Perpustakaan

Negara menjadi Perpustakaan Wilayah Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan. Kemudian ditindaklanjuti dengan SK

No.0950/0/1979 tanggal 29 Mei 1979 yang menetapkan

Perpustakaan Wilayah Departemen Pendidikan Dan kebudayaan

Provinsi Jawa Tengah sebagai Perpustakaan Wilayah tipe A.

Sejalan dengan pembangunan nasional, perkembangan IPTEK dan

semakin meningkatnya permintaan masyarakat Jawa Tengah,

gedung di Jl. Pemuda 147 Semarang tidak dapat menampung

semua kegiatan penyelenggaraan perpustakaan maka dibangunlah

gedung perpustakaan baru yang lebih representatif di Jl.

4

Sriwijaya No. 29A Semarang. Diresmikan penggunaanya pada

tanggal 20 Maret 1987 oleh Menteri Dalam Negeri Soepardjo

Roestam.

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah maka pada tanggal 21 Juni 2001

dikeluarkanlah Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2001 dimana

Perpustakaan Nasional Provinsi Jawa Tengah diubah menjadi

Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai kantor yang

mempunyai tugas pokok membantu Gubernur dalam

penyelenggaraan Pemerintah Daerah di bidang Perpustakaan.

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2008 tanggal

6 Juni 2008 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok,

Fungsi dan Susunan Organisasi Badan Arsip dan Perpustakaan

Daerah Provinsi Jawa Tengah maka Kantor Perpustakaan Daerah

Provinsi Jawa Tengah digabung dengan Badan Arsip Daerah

Provinsi Jawa Tengah menjadi Badan Arsip dan Perpustakaan

Provinsi Jawa Tengah. Disamping itu berdasarkan Peraturan

Gubernur Jawa Tengah Nomor 54 Tahun 2008 tanggal 20 Juni

2008 tentang Pembentukan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa

Tengah sebagai Unit Pelayanan Teknis Badan Arsip dan

Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah. Adapun Pimpinan

Perpustakaan dari Perpustakaan Negara sampai dengan

Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah yaitu:

1. Patah Tahun 1951

2. R. Rahmat Tahun 1951 s.d. 1972

3. Drs. Soeprapto Tahun 1972 s.d. 1977

5

4. R. Srikayadi Tahun 1977 s.d. 1986

5. Drs. Moedjono Tahun 1986 s.d. 1991

6. Drs. Supriyanto Tahun 1991 s.d. 1998

7. Drs.H.M. Wardi Setyabudi Tahun 1998 s.d. 18-03-2000

8. Goking Sukirno,SH Tanggal 10-03-2000 s.d. 13-08-2001

9. Dra. Dwi Hastuti Tanggal 13-08-2001 s.d. 23-12-2002

10. Ir. Santosa Rahajoe Tanggal 23-12-2002 s.d. 10-05-

2004

11. Dra. Titik Rahajoe, M.Si Tanggal 10-05-2004 s.d.

13-06-2008

12. Sudjatmo,S.Sos Tanggal 30-06-2008 s.d. sekarang

Visi dan Misi Perpustakaan Daerah Jawa Tengah

1.Visi

Terwujudnya masyarakat membaca dan belajar menuju

masyarakat madani yang sadar informasi

2. Misi

a. Menciptakan dan mengembangkan kebiasaan membaca

masyarakat

b. Pemerataan memperoleh informasi bagi seluruh

lapisan masyarakat

Jawa Tengah

c. Mengenbangkan kemitraan di bidang perpustakaan

dokumentasi dan informasi

d. Mengembangkan jaringan informasi ilmu

pengetahuan, teknologi dan kebudayaan

6

e. Tersimpan dan tersebarluaskannya terbitan hasil

karya masyarakat Jawa

Tengah dan tentang Jawa Tengah

Tugas Pokok dan Fungsi Perpustakaan Daerah Jawa Tengah

1. Tugas Pokok

Tugas pokok Perpustakaan Daerah Jawa Tengah adalah

membantu Gubernur dalam

penyelenggaraan Pemerintah Daerah dibidang perpustakaan

2. Fungsi Perpustakaan

a. Pelaksanaan perumusan kebijakan teknis di bidang

perpustakaan

b. Pelaksanaan pelayanan penunjang dalam

penyelenggaraan Pemerintah Daerah

di bidang perpustakaan

c. Pelaksanaan penyusunanan rencana dan program

monitoring, evalusi dan pelaporan di bidang

perpustakaan

d. Pelaksanaan perencanaan dan pengembangan bahan

pustaka

e. Pelaksanaan penyelenggaraan layanan perpustakaan dan

informasi

f. Pelaksanaan penyelenggaraan perawatan dan

pelestarian bahan pustaka

g. Pelaksaaan pengumpulan, penyimpanan, pelestarian dan

pendayagunaan karya cetak dan karya rekam

7

h. Pelaksanaan pengembangan perpustakaan

i. Pelaksanaan kerjasama dengan lembaga lain dalam

bidang perpustakaan

j. Pelaksanaan fasilitas pengembangan minat baca

masyarakat

k. Pelaksanaan fasilitas pembinaan jabatan fungsional

pustakawan

l. Pelaksanaan pengelolaan urusan kepegawaian,

keuangan, hukum, hubungan

masyarakat, organisasi dan tata laksana serta urusan

umum (rumah tangga) dan

perlengkap

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perpustakaan

Kata perpustakaan berasal dari bahasa sansekerta, yaitu

dari kata dasar “pustaka” yang berarti buku atau kitab. Kata

ini mendapat imbuhan per dan an sehingga berarti tempat atau

8

kumpulan bahan-bahan pustaka. Sedangkan bahan-bahan pustaka

tersebut merupakan wadah inforrmasi yang berupa buku atau

non buku. Bahan-bahan pustaka hasil rekaman informasi berupa

suara atau gambar pada pita, film, dan yang lainnya.

Adapun fungsi perpustakaan adalah tempat mengumpulkan,

memelihara, menyimpan, mengatur, an mengawetkan bahan-bahan

pustakauntuk kemudian disajikan kepada pengunjung yang

memrlukan. Dalam memberikan pelayanan kepada pengunjungnya,

perpustakaan memberikan fasilitas berupa ruang-ruang koleksi

yang berfungsi sebagai tempat menyimpan dan menyajikan bahan

pustaka menurut jenis koleksi yang ada.

Aktivitas utama pengunjung ruang koleksi ini pada

umumnya membaca, menulis, dan belajar. Sedangkan aktivitas

lainnya adalah aktivitas per-layanan peminjaman atau

pengembalian. Dalam keadaan tersebut. Menurut suptandar

(1995) dalam keadaan tersebut orang tidak berharap untuk

berhubungan dengan orang lain karena tidak saling kenal.

Lebih lanjut menurutnya bahwa aktivitas membaca membutuhkan

tempat yang sifatnya mengundang, dimana seorang akan duduk

atau merebahkan diri dengan nyaman, serta memerlukan

pencahayaan yang cukup baik secara alamiah atau buatan.

Penempatan rak buku, majalah diletakkan di tempat yang mudah

terjangkau.

Agar koleksi-koleksi yang ada tidak rusak atau hilang,

maka ruang koleksi perpustakaan ini bersifat tertutup. Hal

ini untuk mengantisipasi gangguan-gangguan dari luar,

9

terutama pengaruh sinar matahari yang langsung mengenai

koleksi-koleksi tersebut. Untuk menjaga keamanan koleksi,

ruang-ruang ini biasanya hanya memiliki satu pintu untuk

jalan masuk dan keluar dengan kontrol yang ketat. Hal ini

didominasi oleh dinding-dinding yang massif.

Menurut Poole (1981), kelenturan yang berarti pada

desain ruang koleksi di perpustakaan juga menuntut derajad

dan kualitas pencahayaan yang merata di seluruh ruang. Hal

ini dikarenakan perpustakaan merupakan tempat berbagai jenis

kegiatan, mulai dari melihat yang mudah hingga yang sulit.

Derajad dan kualitas pencahayaan harus cukup tinggi,

sehingga memudahkan orang membaca tulisan.sistem pencahayaan

harus mempunyai kekuatan (intensitas pencahayaan) 500 Lux,

merata dan tidak boleh menimbulkan silau, baik langsung dari

sumbernya maupun pantulan daripermukaan. Sedangkan menurut

Mangunwijaya (1981), jenis pekerjaan membaca dalam ruang

perpustakaan merupakan jenis pekerjaan halus yang menuntut

konsentrasi yang terus menerus. Pekerjaan ini menurutnya

mempunyai tuntutan derajad pencahayaan (intensitas cahaya)

minimum 150 Lux.

B. Setting Ruang dan Pengaruhnya

Bentuk

Bentuk dan ukuran rung tida dapat dipisahkan satu

sama lain, karena ukuran merupakan salah satu cirri

visual dari bentuk, di samping wujud, warna, tekstur,

10

posisi, orientasi, dan inersia visualnya. Secara

arsitektur, bentuk dan ukuran harus sesuai dengan fungi

yang akan diwadahi. Bentuk ruang yang dimaksud adalah

bentuk bidang laintai (dasar) atau denah bangunan,

sedangkan ukuran ruang yang dimaksud adalah panjang dan

lebarnya bidang lantai (denah) serta tinggi bidang

vertical (bidang dinding) hingga ke bidang atas

(plafon). Ukuran ruang yang terlalu besar dan tinggi

akan menimbulkan kesan kecil dan tidak berdaya bagi

seseorang yang berada di dalamnya. Begitu juga

sebaliknya dengan ukuran yang terlalu kecil, akan

menimbulkan kesan sempit, sesak dan tidak nyaman.

Selain itu dominasi/ketinggian dinding terhadap panjang

dan lebar denah, akan menyebabkan ruang terasa sempit.

Begitu juga sebaliknya dominasi luas denah terhadap

ketinggian dinding, akan menyebabkan rasa tertekan bagi

penghuni ruangan tersebut.

Menurut Setiawan (1995), perabot sebagai variable

bebas dari ruang, keberadaannya dapat mempengaruhi

persepsi dan penilaian terhadap ukuran ruang, semakin

banyak jumlah perabot, ruang semakin sempit. Semakin

tidak teratur penataannya, suasana semakin tidak

menyenangkan/tidak nyaman. Lebih lanjut menurutnya

penataan perabot yang simetris tersesan kaku, teratur,

disiplin dan formil (resmi). Sedangkan penataan perabot

11

yang asimetris, lebih terkesan kurang teratur, dinamis,

dan tidak formil (tidak resmi).

Warna

Dalam kontek arsitektur, warna menurut isaag dalam

bukunya Approach to Architectural Design (Hakim, 1987)

digunakan untuk menekankan atau memperjelas karakter

suatu obyek, memberikan aksen (penekanan) pada bentuk

dan bahannya. Sedangkan warna ruang yang dimaksud

disini adalah komposisi warna-warna dari bidang-bidang

pembatas ruangan seperti dinding-dinding dan plafon

(langit-langit) yang terlihat oleh mata dan secara

psikologis mempengaruhi persepsi seseorang terhadap

suasana/kualitas ruang.

Sebagaimana suatu ruangan yang mempunyai dmensi

panjang, lebar, dan tinggi, warna mempunyai nada,

nilai, dan intensitas. Nada warna adalah macam warna

yang langsung terkesan atau tertangkap oleh indera

mata, seperti warna hijau daun, merah tomat dan lain

sebagainya. Nada warna ini dalam bahasa inggris disebut

hue. Nilai warna adalah mengenai gelap terangnya warna,

atau value, ukuran ini seperti gradasi antara hitam dan

putih, yaitu dengan menambah warna putih nilai warna

semakin tinggi atau terang. Sebaliknya dengan menambah

warna hitam, nilai warna semakin rendah atau gelap.

Sedangkan intensitas warna adalah kekuatan atau

kelemahan warna, yaitu menyala dan redupnya warna.

12

Intensitas warna ini biasanya diukur dai mudah tidaknya

tertangkap oleh mata, baik dari warna kelabu yang suram

sampai warna yang paling menyala jelas.

Pencahayaan Ruang

Pencahayaan merupakan persyaratan untuk

berlangsungnya aktivitas penginderaan visual manusia

terhadap obyek-obyek di sekitarnya. Tanpa adanya cahaya

manusia tidak dapat melihat apa-apa. Namun sebaliknya

dalam terang pencahayaan yang berlebihan akan

menyebabkan mata tidak tahan akan kesilauannya.

Pencahayaan difungsikan untuk memenuhi kebutuhan ruang

akan cahaya dan untuk segi-segi estetika. Di sini

pencahayaan disesuaikan dengan fungsi dan aktivitas

yang akan berlangsung dalam ruang tersebut. Ruang yang

kurang mendapat pencahayaan akan menjadi gelap dan

dingin, begitu juga sebaliknya, pencahayaan yang

berlebihan akan menyebabkan silau dan kurang baik bagi

mata.

Menurut Oiswang (1985), bahwa perilaku cahaya banyak

ditentukan oleh sifat-sifat permukaan yang dijumpai,

apakah sinar akan dipantulkan, diserap atau disebarkan.

Cahaya yang jatuh di permukaan benda-benda yang ada

atau bidang-bidang pembatas ruang ada kemungkinan

diserap, dipantulkan, atau disebarkan. Persepsi warna

pada manusia ditentukan oleh pemantulan, absorbs dan

penyebaran yang selektif. Selain itu juga cahaya dapat

13

difokuskan, dibelokkan, dan disebarkan. Ini semua

tergantung karakteristik permukaan. Ada beberapa system

pencahayaan, yaitu:

1. Pencahayaan Alami

Pencahayaan alami adalah suatu system pencahayaan

ruang yang memanfaatkan sinar matahari pada siang

hari, baik secara langsung melalui atap/vide,

jendela-jendela, genting kaca dan lain sebagainya.

Atau secara tidak langsung melalui pantulan cahaya

matahari oleh awan-awan serta benda-benda di

sekeliling bangunan, melalui skylight atau permainan

bidang-bidang kaca dan lain sebagainya. Menurut

Suptandar (1999), bahwa terang cahaya matahari akan

senantiasa berubah oleh karena kedudukan matahari

yang terus bergeser dari posisi semula ataupun oleh

factor-faktor lain. Kelemahan system ini adalah

apabila udara berkabut atau cuaca mendung, dimana

terang cahaya alam dalam ruang akan mendadak

berkurang intensitasnya.

2. Pencahayaan Buatan

Pencahayaan buatan adalah pencahayaan dalam ruangan

yang sumber cahayanya berasal dari lampu-lampu

buatan manusia yang dipasang pada dinding dan

plafon. Pencahayaan buatan ini berfungsi sebagai

pendukung dalam memberikan pencahayaan untuk

kegiatan pada malam hari serta untuk menciptakan

14

suasana khusus bagi desain ruangan atau obyek-obyek

tertentu. Pencahayaan buatan sifatnya lebih dinamis

disbanding pencahayaan alami, karena letak, jenis,

warna, dan intensitas dari sumber cahaya dapat

diatur sesuai dengan kebutuhan/keinginan

siperancang/pengguna ruang tersebut. Secara

psikologis, dengan kondisi seperti tersebut di atas,

pencahayaan buatan lebih berpotensi untuk

mempengaruhi persepsi seseorang terhadap kualitas

pencahayaan dan suasana terbentuk di dalam ruangan

tersebut.

15

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Perpustakaan Daerah Jawa Tengah

Perpustakaan Daerah Jawa Tengah ini merupakan

perpustakaan nasional yang dikelola oleh pihak pemerintah

daerah jawa tengah. Perpustakaan ini menempati sebuah gedung

yang berlokasi di kawasan yang cukup strategis yaitu di

jalan sri wijaya No.29 A Semarang. Kota semarang ini secara

geografis berada di kawasan garis balik isotern lintang-

selatan dengan posisi azimuth terletak tepat pada 60

lintang-selatan. Kawasan ini berada di daerah tropis lembab.

Secara teori sepanjang tahun daerah ini dipengaruhi oleh

faktor-faktor alam seperti sinar matahari, hembusan angin

dan curah hujan. Potensi keberadaan sinar matahari sepanjang

16

tahun ini memungkinkan perencanaan system pencahayaan alami

untuk bangunan-bangunan yang berada di kawasan ini, termasuk

gedung Perpustakaan Daerah Jawa Tengah ini. a empat persegi

panjang dengan dinding-dinding pembatas berupa bidang-bidang

datar. Orientasi bangunan ini adalah menghadap kea rah Utara

atau sisi memanjang bangunan berorientasi arah Utara-

Selatan. Sedangkan sisi pendek bangunan berorientasi kea rah

Timur-Barat.

Desain system pencahayaan alami yang diterapkan dalam

perencanaan gedung Perpustakaan Daerah Jawa Tengah ini

menggunakan bidang-bidang bukaan di sepanjang sisi/dinding

luar bangunan yang berupa jendela-jendela kaca raybna warna

abu-abu dengan ketebalan 5 mm. untuk mengoptimalkan system

pencahayaan alami dengan gedung ini digunakan warna-warna

terang pada dinding-dinding ruang dalam dengan harapan dapat

memantulkan cahaya secara efektif. Selain system pencahayaan

alami, juga digunakan system penerangan buatan pada setiap

ruangnya dengan memakai lampu-lampu TL (Fluorescent) 2x60

watt pada setiap titiknya.

Layanan jasa Perpustakaan Daerah Jawa Tengah ini

berlangsung setiap hari senin hingga hari kamis mulai jam

07.30 sampai 16.30. sedangkan untuk hari jumat mulai jam

08.00 hingga jam 14.00 WIB. Sedangkan hari sabtu dan minggu

mulai jam 07.30 sampai jam 15.00 WIB.

17

B. Ruang Koleksi Berkala dan Fiksi

Ruang koleksi berkala dan fiksi ini merupakan salah satu

ruang koleksi Perpustakaan Daerah Jawa Tengah yang berada

diujung sebelah timur lantai II. Ruang ini berfungsi sebagai

tempat menyimpan dan menyajikan koleksi bahan-bahan pustaka

yang berupa bacaan terbitan berkala seperti Koran, majalah,

jurnal, dan lain-lainnya serta buku-buku fiksi, seperti

novel dan lain sebagainya. Koleksi bahan pustaka ini

termasuk jenis koleksi yang isinya berupa informasi ringan

dan hiburan. Sebagian besar pengunjung yang masuk ke ruang

koleksi berkla dan fiksi ini adalah untuk bersantai sambil

membaca koleksi yang tersedia untuk mengisi waktu senggang

atau jam-jam istirahat kantor.

Bentuk Ruang

Ruang koleksi berkala dan fiksi ini berbentuk

empat segi panjang dengan ukuran panjang 18,00 meter,

lebar 9,00 meter dan tinggi plafon lantai adalah 5,00

meter. Ruangan ini mempunyai perbandingan antara

dimensi panjang dengan lebarnya adalah 2 : 1. Proporsi

bentuk denah dengan perbandingan seperti ini, menurut

teori proporsi bentuk denahnya Andre Palladio (DK

Ching, 1995) termasuk dalam kategori 7 buah bentuk

denah dengan proporsi yang ideal dan indah. Dimensi

panjang dan lebar denah ini menciptakan jarak pandang

yang memungkinkan pandangan pengunjung untuk menjangkau

seluruh sudut ruangan baik secara normal maupun detail.

18

Ini berarti satu sudut ruang ke sudut ruang yang lain

seseorang dapat saling melihat dan mengenali satu sama

lain. Hal ini sesuai dengan klasifikasi jarak pandang

untuk mengenali seseorang (maksimum 24,5 meter). Dengan

jarak seperti ini, maka kesan keakraban dalam ruangan

lebih terasa oleh pengunjung.

Pada dinding pembatas ruang koleksi berkala dan

fiksi ini terdapat jendela kaca sebagai pembukaan untuk

pencahayaan alami. Jendela kaca ini tingginya 2 meter

di atas lantai dengan dengan panjang 2 meter.

Ketinggian dinding/jendela ini menghalangi pandangan

pengunjung dari dalam ke luar bangunan. Karena jendela

kaca memang diletakkan di bagian atas dan rak koleksi

diletakkan di pinggir-pinggir tembok yang memang tidak

ada jendela kacanya. Jadi koleksi tidak mendapatkan

sinar matahari.

19

Gambar 1. Bentuk ruang koleksi fiksi dan berkala

Perabot dan Penataannya

Perabot pengisi ruang koleksi berkala dan fiksi ini

terbuat dari bahan kayu jati dengan finishing politer

(pernis), kecuali tempat Koran yang terbuat dari

aluminium. Adapun rincian jenis dan jumlah perabot

adalah sebagai berikut:

Meja baca/tulis besar (120x90x75) = 11 unit

Meja baca/tulis kecil (80x60x75) = 11 unit

Kursi duduk (55x45x45) = 38 unit

Rak koleksi )50x200x200) = 7 unit

Tempat Koran (100x45x90) = 1 unit

Rak catalog (100x45x100) = 1 unit

Meja pelayanan (300x60x90) = 1 unit

Meja buku tamu (60x60x100) = 1 unit

20

Kondisi perabot yang ada dalam keadaan baik, tidak

ada tanda-tanda satu perabot satu pun yang mengalami

kerusakan konstruksi maupun finishingnya yang dapat

merusak pemandangan, begitu juga dengan desain

perabot cukup baik dan memadai. Akan tetapi dari

segi penataan masih belum tertaur dengan rapi.

Keberadaan perabot dan penataannya di ruang koleksi

fiksi dan berkala dari segi jumlahnya tidak

menyebabkan ruang menjadi sempit. Hal ini

berdasarkan perhitungan luas lantai yang tertutup

oleh perabot hanya 45% dari luas lantai keseluruhan.

Ini berarti sisa luas lantai untuk sirkulasi masih

cukup baik dan tidak terjadi kerusakan baik

konstruksi, bahan maupun finishingnya. Berdasarkan

koleksi ini termasuk dalam kategori tipe penataan

perabot ruang koleksi ini termasuk dalam kategori

tipe penataan yang asimetris atau menyebar. Tipe

penataan ini terkesan bahwa perabot yang ada tidak

teratur dengan rapid an sirkulasi ruang tidak jelas.

Selain kurang teratur/tidak rapi, penataan perabot

disini tidak efektif, karena ada meja/kursi baca

serta rak koleksi yang menempel ke dinding dan masih

banyak ruang-ruang kosong yang belum termanfaatkan.

Perabot-perabot yang menempel di dinding ini akan

sangat terganggu oleh pembayangan akibat efek

pencahayaan alami yang masuk ke dalam ruangan ini

21

sehingga sedikit agak gelap. Jadi bisa dikatakan

bahwa dari segi penataannya, keberadaan perabot di

dalam ruang koleksi fiksi dan berkala membentuk

kesan visual yang negative walaupun dari segi jumlah

dan kondisinya cukup baik.

Gambar 2. Beberapa perabot ruang koleksi berkala dan fiksi

Warna Ruang

Yang dimaksud dengan warna ruang disini adalah

warna-warna permukaan bidang-bidang pembatas ruang

tersebut, yaitu warna bahan lantai, warna cat dinding

dan warna cat plafon (langit-langit). Ruang koleksi

berkala dan fiksi Perpustakaan Daerah Jawa Tengah

dominan berwarna hijau muda dan putih. Lebih jelasnya

adalah warna dindingnya yang hijau dan warna lantai

serta plafon yang putih. Warna hijau ini memberikan

22

makna elegan, menyembuhkan, meninbulkan rasa empati

terhadap orang lain. Nuansa hijau ini dapat meredam

stress, member rasa aman dan perlindungan. Namun warna

hijau ini juga menimbulkan perasaan terperangkap.

Sedangkan warna putih memberikan arti perdamaian,

spiritualitas, kesucian, kesederhanaan, kesempurnaan,

kebersihan, keamanan, dan persatuan. Pilihan warna ini

sudah cocok untuk ruang koleksi berkala dan fiksi

Perpustakaan Daerah Jawa Tengah yang memang dibuat

sebagai ruang yang tidak terlalu ramai, butuh

ketenangan, dan keamanan. Karena koleksi-koleksinya

yang sangat cocok untuk bersantai.

Gambar 3. Warna dinding ruang yang member kesan sejuk dan nyaman

23

Pencahayaan Ruang

Pencahayaan di dalam ruang koleksi berkala dan

fiksi ini selain memanfaatkan secara optimal dari

pencahayaan alami yang masuk melalui bidang-bidang

bukaan yang beruoa jendela kaca, juga menggunakan

pencahayaan buatan yang berupa lampu TL )Fluorescent)

2x60 watt sebanyak 8 titik yang terletak pada plafon.

Pencahayaan dalam ruang koleksi berkala dan fiksi ini

lebih banyak memanfaatkan pencahayaan alami yang masuk

melalui lubang-lubang pembukaan yang berupa jendela

kaca yang berada pada tiga sisi dinding luar pembatas

ruang. Pemanfaatan pencahayaan alami ini menyebabkan

terjadinya efek pencahayaan serta silau akibat

pantulan-pantulan sinar pada permukaan yang rat/halus

dan mengkilat. Yang pada akhirnya menyebabkan

pencahayaan tidak merata keseluruh sudut ruang.

Sedangkan pencahayaan buatan baru digunakan apabila

cuaca mendung dan kecerahan matahari di bawah normal.

Pencahayaan ini hanya digunakan untuk memenuhi

kebutuhan akan cahaya dalam ruang, sedangkan

pemanfaatannya untuk segi-segi estetika tidak ada sama

sekali.

Berdasarkan uraian di atas tersirat bahwa pada

kondisi matahari cerah, ruang menjadi terlalu terang,

timbul silau dan ruang terasa lebih sempit dan berkesan

panas. Sedangkan dalam kondisi langit mendung,

24

intensitas pencahayaan dalam ruang koleksi ini menurun

secara drastic hingga menjadi agak gelap. Begitu pula

pemanfaatan pencahayaan buatan untuk segi-segi estetika

tidak ada sama sekali. Ini berarti penampilan

pencahayaan ruang koleksi berkala dan fiksi ini

mengindikasikan kesan negatif.

Gambar 4. Pencahayaan buatan (alami) dan buatan ruang koleksi

berkala dan fiksi

25

Gambar setting ruang koleksi fiksi Perpustakaan Daerah Jawa

Tengah

26

D

D

D

D

D

D

D

D D D

D D D

D

D

E

E

E

D

Keterangan :

A : pintu masuk dan keluar

B : meja absensi

C : meja petugas

D : rak koleksi

E : meja baca kelompok

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setting ruang koleksi berkala dan fiksi Perpustakaan

Daerah Jawa Tengah ini mempunyai proporsi denah yang ideal

serta ruang intim atau akrab. Tidak adanya hiasan-hiasan

pada dinding yang menghalangi pandangan keluar, sehingga

kebutuhan pengunjung akan adanya pandangan yang mengalir/

menyenangkan tidak terpenuhi terutama di saat-saat mata

jenuh melakukan aktivitas membaca. Penataan perabot yang

terpencar, berkesan tidak teratur dan tidak efisien karena

masih banyak ruang-ruang yang kosong, belum diisi dengan

27

A

BCC

D

DD

D

perabot serta sirkulasi pengunjung tidak jelas. Ini berarti

kebutuhan pengunjung akan kerapian, keteraturan serta

ketertibn belum terpenuhi. Warna tunggal pada dinding

pembatas ruang menimbulkan kesan monoton dan membosankan,

karena tidak tercipta komposisi warna ruang yang menarik.

Pencahayaan alami walaupun terlalu terang, tapi sudah

memnuhi kebutuhan akan cahaya dalam melakukan aktivitasnya,

walaupun banyak terjadi gangguan, seperti pembayangan akibat

efek pencahayaan alami dalam ruang, silau akibat pantulan

dari lantai yang mengkilat.sedangkan pencahayaan buatan

untuk efek-efek khusus serta untuk pembentukan karakter

suasana ruang tertentu tidak ada sama sekali. Ini

mengindikasikan bahwa kebutuhan pengunjung akan karakter

suasana yang sejuk dan khusus untuk bersantai tidak

terpenuhi.

B. Saran

Ada beberapa saran untuk ruang koleksi berkala dan fiksi,

yaitu:

Mengeliminir dominasi unsur dinding yang menghalangi

pandangan mata keluar ruangan dengan memasang hiasan-

hiasan dinding yang sesuai dengan aktivitas ruang

tersebut.

Merancang penataan perabot yang efektif dan efisien

serta sirkulasi ruang yang jelas. Sehingga berkesan

teratur dengan rapi.

28

Mengurangi dominasi pencahayaan alami yang masuk ke

dalam ruangan dengan meningkatkan pemanfaatan system

pencahayaan buatan agar pencahayaan bisa dikontrol dan

direkayasa untuk kebutuhan-kebutuhan estetika dan

kebutuhan khusus lainnya.

Menambah jumlah meja studi carel yang bernetuk miring

kira-kira 450 agar jarak pandang antara mata dan buku

bisa sesuai

29

DAFTAR PUSTAKA

Ching, DK . 1995. ARSITEKTUR: BENTUK, RUANG DAN SUSUNANNYA.

ERLANGGA: JAKARTA

Poole, FG. 1981. DASAR PERENCANAAN PERGURUAN TINGGI DI

INDONESIA. ITB: Bandung.

Suptandar , JP. 1999. DESAIN INTERIOR. Djambalan: Jakarta

30