SETTING RUANG KOLEKSI FIKSI DAN BERKALA PERPUSDA JATENG
-
Upload
uin-sukaac -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of SETTING RUANG KOLEKSI FIKSI DAN BERKALA PERPUSDA JATENG
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Setiawan (1995), setting ruang diartikan
sebagai rangkaian unsur-unsur fisik atau spasial yang
mempunyai hubungan tertentu dan terkait sehingga dapat
berfungsi sebagai tempat untuk suatu kegiatan tertentu.
Perpustakaan merupakan suatu tempat yang berfungsi untuk
menyimpan, mengumpulkan, memelihara, mengatur, mengawetkan,
dan menyajikan bahan-bahan pustaka bagi masyarakat yang
membutuhkannya. Perpustakaan dalam proses perancangannya
membutuhkan suatu konsep yang sesuai dengan fungsi dan sifat
aktivitas pengunjung yang akan terjadi. Yaitu sebagai wadah
yang dapat mengamankan bahan-bahan pustaka dari kerusakan
akibat pengaruh dari luar dan kehilangan akibat pencurian,
sekaligus juga dapat memberikan ketenangan dan kenyamanan
bagi pengunjungnya.
Atas dasar inilah konsep dasar perancangan gedung
perpustakaan cenderung tertutup dengan kontrol pintu masuk
dan keluar yang ketat. Sedangkan ketertutupan ini selain
menyulitkan untuk perencanaan system pencahayaan alami yang
sepenuhnya memanfaatnkan sinar matahari melalui jendela-
jendela kaca, juga mengindentufikasi ketidaknyamanan secara
visual bagi pengunjung yang berada di dalamnya, karena
pandanganyang menghubungkan ruang dalam bangunan dengan
1
ruang luar sekitar bangunan terhalang oleh bidang pembatas
yang berupa dinding-dinding yang cukup tinggi.
Ruang koleksi merupakan representasi dari sebuah
perpustakaan secara keseluruhan dimana disitu tersaji
koleksi bahan-bahan pustaka dan lengkap dengan fasilitas
bagi pengunjung yang berupa meja dan kursi duduk untuk
aktivitas membaca dan menulis. Keberadaan jenis koleksi
bahan pustaka yang disajikan dalam ruangan ini, akan
menentukan karakteristik ruang tersebut, seperti siapa, apa,
motivasi, dan dari kalangan apa yang banyak masuk ke dalam
ruangan tersebut serta sifat dari aktivitas dalam ruang
tersebut.
Kualitas ruang yang baik dapat memberikan kenyamanan
bagi penggunanya. Akan tetapi hal ini banyak dilupakan oleh
para perancang, karena dianggap sebagai hal yang rumit dan
pelik yang biasanya banyak melibatkan berbagai disiplin
ilmu. Se;lain itu kenyamanan itu sendiri dinilai sebagai
sesuatu yang sangat subyektif, dimana berbagai aspek turut
berperan di dalamnya, seperti aspek pendidikan, budaya,
pengalaman masa lalu dan lain sebagainya.
Ruang koleksi berkala dan fiksi Perpustakaan Daerah
Jawa Tengah merupakan salah satu contoh setting ruang
perpustakaan yang menyajikan koleksi bahan-bahan pustaka
yang berisikan informasi ringan dan hiburan, seperti: Koran,
majalah, jurnal, novel, dan buku-buku fiksi dan terbitan
berkala lainnya. Sebagai tempat pelayanan umum, ruang
2
koleksi perpustakaan perlu memiliki citra positif dengan
memberikan pelayanan yang baik serta menciptakan ketenangan
dan kenyamanan bagi penggunanya. Hal ini sangat penting
dalam mengembang misinya, sebagai tempat menyimpan sekaligus
menyajikan koleksi bahan-bahan pustaka secara professional
guna meningkatkan minat baca bagi masyarakat di sekitarnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, muncul
pertanyaan sebagai rumusan masalah dalam penulisan ini.
Adapun pertanyaan tersebut adalah:
a. Bagaimanakah penampilan setting ruang koleksi fiksi dan
berkala Perpustakaan Daerah Jawa Tengah?
b. Bagaimanakah penampilan setting ruang koleksi berkala
Perpustakaan Daerah Jawa Tengah?
C. Tujuan Penelitian
Berawal dari permasalahan di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
a. Mengidentifikasi penampilan setting ruang koleksi fiksi
Perpustakaan Daerah Jawa Tengah
b. Mengidentifikasi penampilan setting ruang koleksi berkala
Perpustakaan Daerah Jawa Tengah
c. Mengidentifikasi ke dua ruang tersebut apakah sudah
sesuai dengan standar ruang perpustakaan yang baik
3
BAB II
PROFIL PERPUSTAKAAN DAERAH JAWA TENGAH
A. Sejarah dan Profil Perpustakaan Daerah Jawa Tengah
Berdasarkan Surat Keputusan Mentri P & K Nomor :
18165/keb tanggal 23 Juli 1951 berdirilah Perpustakaan
Negara Semarang, tepatnya pada tanggal 1 Agustus 1951.
Perpustakaan ini merupakan perpustakaan negara yang kedua di
Indonesia setelah Perpustakaan Negara yang berada di
Yogyakarta. Pada awal berdirinya perpustakaan, lokasi yang
dipakai adalah bekas gedung Openbare Leeszaal Bibliothek di
Bojong (Jl. Pemuda No. 147 Semarang) Seiring dengan
meningkatnya peran perpustakaan sebagai salah satu sumber
belajar dan terkait dengan dunia pendidikan, pemerintah
melalui Menteri P & K menerbitkan SK nomor : 01990/1978
tanggal 23 Juni 1978 tentang perubahan dari Perpustakaan
Negara menjadi Perpustakaan Wilayah Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Kemudian ditindaklanjuti dengan SK
No.0950/0/1979 tanggal 29 Mei 1979 yang menetapkan
Perpustakaan Wilayah Departemen Pendidikan Dan kebudayaan
Provinsi Jawa Tengah sebagai Perpustakaan Wilayah tipe A.
Sejalan dengan pembangunan nasional, perkembangan IPTEK dan
semakin meningkatnya permintaan masyarakat Jawa Tengah,
gedung di Jl. Pemuda 147 Semarang tidak dapat menampung
semua kegiatan penyelenggaraan perpustakaan maka dibangunlah
gedung perpustakaan baru yang lebih representatif di Jl.
4
Sriwijaya No. 29A Semarang. Diresmikan penggunaanya pada
tanggal 20 Maret 1987 oleh Menteri Dalam Negeri Soepardjo
Roestam.
Dengan adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah maka pada tanggal 21 Juni 2001
dikeluarkanlah Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2001 dimana
Perpustakaan Nasional Provinsi Jawa Tengah diubah menjadi
Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai kantor yang
mempunyai tugas pokok membantu Gubernur dalam
penyelenggaraan Pemerintah Daerah di bidang Perpustakaan.
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2008 tanggal
6 Juni 2008 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok,
Fungsi dan Susunan Organisasi Badan Arsip dan Perpustakaan
Daerah Provinsi Jawa Tengah maka Kantor Perpustakaan Daerah
Provinsi Jawa Tengah digabung dengan Badan Arsip Daerah
Provinsi Jawa Tengah menjadi Badan Arsip dan Perpustakaan
Provinsi Jawa Tengah. Disamping itu berdasarkan Peraturan
Gubernur Jawa Tengah Nomor 54 Tahun 2008 tanggal 20 Juni
2008 tentang Pembentukan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa
Tengah sebagai Unit Pelayanan Teknis Badan Arsip dan
Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah. Adapun Pimpinan
Perpustakaan dari Perpustakaan Negara sampai dengan
Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah yaitu:
1. Patah Tahun 1951
2. R. Rahmat Tahun 1951 s.d. 1972
3. Drs. Soeprapto Tahun 1972 s.d. 1977
5
4. R. Srikayadi Tahun 1977 s.d. 1986
5. Drs. Moedjono Tahun 1986 s.d. 1991
6. Drs. Supriyanto Tahun 1991 s.d. 1998
7. Drs.H.M. Wardi Setyabudi Tahun 1998 s.d. 18-03-2000
8. Goking Sukirno,SH Tanggal 10-03-2000 s.d. 13-08-2001
9. Dra. Dwi Hastuti Tanggal 13-08-2001 s.d. 23-12-2002
10. Ir. Santosa Rahajoe Tanggal 23-12-2002 s.d. 10-05-
2004
11. Dra. Titik Rahajoe, M.Si Tanggal 10-05-2004 s.d.
13-06-2008
12. Sudjatmo,S.Sos Tanggal 30-06-2008 s.d. sekarang
Visi dan Misi Perpustakaan Daerah Jawa Tengah
1.Visi
Terwujudnya masyarakat membaca dan belajar menuju
masyarakat madani yang sadar informasi
2. Misi
a. Menciptakan dan mengembangkan kebiasaan membaca
masyarakat
b. Pemerataan memperoleh informasi bagi seluruh
lapisan masyarakat
Jawa Tengah
c. Mengenbangkan kemitraan di bidang perpustakaan
dokumentasi dan informasi
d. Mengembangkan jaringan informasi ilmu
pengetahuan, teknologi dan kebudayaan
6
e. Tersimpan dan tersebarluaskannya terbitan hasil
karya masyarakat Jawa
Tengah dan tentang Jawa Tengah
Tugas Pokok dan Fungsi Perpustakaan Daerah Jawa Tengah
1. Tugas Pokok
Tugas pokok Perpustakaan Daerah Jawa Tengah adalah
membantu Gubernur dalam
penyelenggaraan Pemerintah Daerah dibidang perpustakaan
2. Fungsi Perpustakaan
a. Pelaksanaan perumusan kebijakan teknis di bidang
perpustakaan
b. Pelaksanaan pelayanan penunjang dalam
penyelenggaraan Pemerintah Daerah
di bidang perpustakaan
c. Pelaksanaan penyusunanan rencana dan program
monitoring, evalusi dan pelaporan di bidang
perpustakaan
d. Pelaksanaan perencanaan dan pengembangan bahan
pustaka
e. Pelaksanaan penyelenggaraan layanan perpustakaan dan
informasi
f. Pelaksanaan penyelenggaraan perawatan dan
pelestarian bahan pustaka
g. Pelaksaaan pengumpulan, penyimpanan, pelestarian dan
pendayagunaan karya cetak dan karya rekam
7
h. Pelaksanaan pengembangan perpustakaan
i. Pelaksanaan kerjasama dengan lembaga lain dalam
bidang perpustakaan
j. Pelaksanaan fasilitas pengembangan minat baca
masyarakat
k. Pelaksanaan fasilitas pembinaan jabatan fungsional
pustakawan
l. Pelaksanaan pengelolaan urusan kepegawaian,
keuangan, hukum, hubungan
masyarakat, organisasi dan tata laksana serta urusan
umum (rumah tangga) dan
perlengkap
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perpustakaan
Kata perpustakaan berasal dari bahasa sansekerta, yaitu
dari kata dasar “pustaka” yang berarti buku atau kitab. Kata
ini mendapat imbuhan per dan an sehingga berarti tempat atau
8
kumpulan bahan-bahan pustaka. Sedangkan bahan-bahan pustaka
tersebut merupakan wadah inforrmasi yang berupa buku atau
non buku. Bahan-bahan pustaka hasil rekaman informasi berupa
suara atau gambar pada pita, film, dan yang lainnya.
Adapun fungsi perpustakaan adalah tempat mengumpulkan,
memelihara, menyimpan, mengatur, an mengawetkan bahan-bahan
pustakauntuk kemudian disajikan kepada pengunjung yang
memrlukan. Dalam memberikan pelayanan kepada pengunjungnya,
perpustakaan memberikan fasilitas berupa ruang-ruang koleksi
yang berfungsi sebagai tempat menyimpan dan menyajikan bahan
pustaka menurut jenis koleksi yang ada.
Aktivitas utama pengunjung ruang koleksi ini pada
umumnya membaca, menulis, dan belajar. Sedangkan aktivitas
lainnya adalah aktivitas per-layanan peminjaman atau
pengembalian. Dalam keadaan tersebut. Menurut suptandar
(1995) dalam keadaan tersebut orang tidak berharap untuk
berhubungan dengan orang lain karena tidak saling kenal.
Lebih lanjut menurutnya bahwa aktivitas membaca membutuhkan
tempat yang sifatnya mengundang, dimana seorang akan duduk
atau merebahkan diri dengan nyaman, serta memerlukan
pencahayaan yang cukup baik secara alamiah atau buatan.
Penempatan rak buku, majalah diletakkan di tempat yang mudah
terjangkau.
Agar koleksi-koleksi yang ada tidak rusak atau hilang,
maka ruang koleksi perpustakaan ini bersifat tertutup. Hal
ini untuk mengantisipasi gangguan-gangguan dari luar,
9
terutama pengaruh sinar matahari yang langsung mengenai
koleksi-koleksi tersebut. Untuk menjaga keamanan koleksi,
ruang-ruang ini biasanya hanya memiliki satu pintu untuk
jalan masuk dan keluar dengan kontrol yang ketat. Hal ini
didominasi oleh dinding-dinding yang massif.
Menurut Poole (1981), kelenturan yang berarti pada
desain ruang koleksi di perpustakaan juga menuntut derajad
dan kualitas pencahayaan yang merata di seluruh ruang. Hal
ini dikarenakan perpustakaan merupakan tempat berbagai jenis
kegiatan, mulai dari melihat yang mudah hingga yang sulit.
Derajad dan kualitas pencahayaan harus cukup tinggi,
sehingga memudahkan orang membaca tulisan.sistem pencahayaan
harus mempunyai kekuatan (intensitas pencahayaan) 500 Lux,
merata dan tidak boleh menimbulkan silau, baik langsung dari
sumbernya maupun pantulan daripermukaan. Sedangkan menurut
Mangunwijaya (1981), jenis pekerjaan membaca dalam ruang
perpustakaan merupakan jenis pekerjaan halus yang menuntut
konsentrasi yang terus menerus. Pekerjaan ini menurutnya
mempunyai tuntutan derajad pencahayaan (intensitas cahaya)
minimum 150 Lux.
B. Setting Ruang dan Pengaruhnya
Bentuk
Bentuk dan ukuran rung tida dapat dipisahkan satu
sama lain, karena ukuran merupakan salah satu cirri
visual dari bentuk, di samping wujud, warna, tekstur,
10
posisi, orientasi, dan inersia visualnya. Secara
arsitektur, bentuk dan ukuran harus sesuai dengan fungi
yang akan diwadahi. Bentuk ruang yang dimaksud adalah
bentuk bidang laintai (dasar) atau denah bangunan,
sedangkan ukuran ruang yang dimaksud adalah panjang dan
lebarnya bidang lantai (denah) serta tinggi bidang
vertical (bidang dinding) hingga ke bidang atas
(plafon). Ukuran ruang yang terlalu besar dan tinggi
akan menimbulkan kesan kecil dan tidak berdaya bagi
seseorang yang berada di dalamnya. Begitu juga
sebaliknya dengan ukuran yang terlalu kecil, akan
menimbulkan kesan sempit, sesak dan tidak nyaman.
Selain itu dominasi/ketinggian dinding terhadap panjang
dan lebar denah, akan menyebabkan ruang terasa sempit.
Begitu juga sebaliknya dominasi luas denah terhadap
ketinggian dinding, akan menyebabkan rasa tertekan bagi
penghuni ruangan tersebut.
Menurut Setiawan (1995), perabot sebagai variable
bebas dari ruang, keberadaannya dapat mempengaruhi
persepsi dan penilaian terhadap ukuran ruang, semakin
banyak jumlah perabot, ruang semakin sempit. Semakin
tidak teratur penataannya, suasana semakin tidak
menyenangkan/tidak nyaman. Lebih lanjut menurutnya
penataan perabot yang simetris tersesan kaku, teratur,
disiplin dan formil (resmi). Sedangkan penataan perabot
11
yang asimetris, lebih terkesan kurang teratur, dinamis,
dan tidak formil (tidak resmi).
Warna
Dalam kontek arsitektur, warna menurut isaag dalam
bukunya Approach to Architectural Design (Hakim, 1987)
digunakan untuk menekankan atau memperjelas karakter
suatu obyek, memberikan aksen (penekanan) pada bentuk
dan bahannya. Sedangkan warna ruang yang dimaksud
disini adalah komposisi warna-warna dari bidang-bidang
pembatas ruangan seperti dinding-dinding dan plafon
(langit-langit) yang terlihat oleh mata dan secara
psikologis mempengaruhi persepsi seseorang terhadap
suasana/kualitas ruang.
Sebagaimana suatu ruangan yang mempunyai dmensi
panjang, lebar, dan tinggi, warna mempunyai nada,
nilai, dan intensitas. Nada warna adalah macam warna
yang langsung terkesan atau tertangkap oleh indera
mata, seperti warna hijau daun, merah tomat dan lain
sebagainya. Nada warna ini dalam bahasa inggris disebut
hue. Nilai warna adalah mengenai gelap terangnya warna,
atau value, ukuran ini seperti gradasi antara hitam dan
putih, yaitu dengan menambah warna putih nilai warna
semakin tinggi atau terang. Sebaliknya dengan menambah
warna hitam, nilai warna semakin rendah atau gelap.
Sedangkan intensitas warna adalah kekuatan atau
kelemahan warna, yaitu menyala dan redupnya warna.
12
Intensitas warna ini biasanya diukur dai mudah tidaknya
tertangkap oleh mata, baik dari warna kelabu yang suram
sampai warna yang paling menyala jelas.
Pencahayaan Ruang
Pencahayaan merupakan persyaratan untuk
berlangsungnya aktivitas penginderaan visual manusia
terhadap obyek-obyek di sekitarnya. Tanpa adanya cahaya
manusia tidak dapat melihat apa-apa. Namun sebaliknya
dalam terang pencahayaan yang berlebihan akan
menyebabkan mata tidak tahan akan kesilauannya.
Pencahayaan difungsikan untuk memenuhi kebutuhan ruang
akan cahaya dan untuk segi-segi estetika. Di sini
pencahayaan disesuaikan dengan fungsi dan aktivitas
yang akan berlangsung dalam ruang tersebut. Ruang yang
kurang mendapat pencahayaan akan menjadi gelap dan
dingin, begitu juga sebaliknya, pencahayaan yang
berlebihan akan menyebabkan silau dan kurang baik bagi
mata.
Menurut Oiswang (1985), bahwa perilaku cahaya banyak
ditentukan oleh sifat-sifat permukaan yang dijumpai,
apakah sinar akan dipantulkan, diserap atau disebarkan.
Cahaya yang jatuh di permukaan benda-benda yang ada
atau bidang-bidang pembatas ruang ada kemungkinan
diserap, dipantulkan, atau disebarkan. Persepsi warna
pada manusia ditentukan oleh pemantulan, absorbs dan
penyebaran yang selektif. Selain itu juga cahaya dapat
13
difokuskan, dibelokkan, dan disebarkan. Ini semua
tergantung karakteristik permukaan. Ada beberapa system
pencahayaan, yaitu:
1. Pencahayaan Alami
Pencahayaan alami adalah suatu system pencahayaan
ruang yang memanfaatkan sinar matahari pada siang
hari, baik secara langsung melalui atap/vide,
jendela-jendela, genting kaca dan lain sebagainya.
Atau secara tidak langsung melalui pantulan cahaya
matahari oleh awan-awan serta benda-benda di
sekeliling bangunan, melalui skylight atau permainan
bidang-bidang kaca dan lain sebagainya. Menurut
Suptandar (1999), bahwa terang cahaya matahari akan
senantiasa berubah oleh karena kedudukan matahari
yang terus bergeser dari posisi semula ataupun oleh
factor-faktor lain. Kelemahan system ini adalah
apabila udara berkabut atau cuaca mendung, dimana
terang cahaya alam dalam ruang akan mendadak
berkurang intensitasnya.
2. Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan dalam ruangan
yang sumber cahayanya berasal dari lampu-lampu
buatan manusia yang dipasang pada dinding dan
plafon. Pencahayaan buatan ini berfungsi sebagai
pendukung dalam memberikan pencahayaan untuk
kegiatan pada malam hari serta untuk menciptakan
14
suasana khusus bagi desain ruangan atau obyek-obyek
tertentu. Pencahayaan buatan sifatnya lebih dinamis
disbanding pencahayaan alami, karena letak, jenis,
warna, dan intensitas dari sumber cahaya dapat
diatur sesuai dengan kebutuhan/keinginan
siperancang/pengguna ruang tersebut. Secara
psikologis, dengan kondisi seperti tersebut di atas,
pencahayaan buatan lebih berpotensi untuk
mempengaruhi persepsi seseorang terhadap kualitas
pencahayaan dan suasana terbentuk di dalam ruangan
tersebut.
15
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Perpustakaan Daerah Jawa Tengah
Perpustakaan Daerah Jawa Tengah ini merupakan
perpustakaan nasional yang dikelola oleh pihak pemerintah
daerah jawa tengah. Perpustakaan ini menempati sebuah gedung
yang berlokasi di kawasan yang cukup strategis yaitu di
jalan sri wijaya No.29 A Semarang. Kota semarang ini secara
geografis berada di kawasan garis balik isotern lintang-
selatan dengan posisi azimuth terletak tepat pada 60
lintang-selatan. Kawasan ini berada di daerah tropis lembab.
Secara teori sepanjang tahun daerah ini dipengaruhi oleh
faktor-faktor alam seperti sinar matahari, hembusan angin
dan curah hujan. Potensi keberadaan sinar matahari sepanjang
16
tahun ini memungkinkan perencanaan system pencahayaan alami
untuk bangunan-bangunan yang berada di kawasan ini, termasuk
gedung Perpustakaan Daerah Jawa Tengah ini. a empat persegi
panjang dengan dinding-dinding pembatas berupa bidang-bidang
datar. Orientasi bangunan ini adalah menghadap kea rah Utara
atau sisi memanjang bangunan berorientasi arah Utara-
Selatan. Sedangkan sisi pendek bangunan berorientasi kea rah
Timur-Barat.
Desain system pencahayaan alami yang diterapkan dalam
perencanaan gedung Perpustakaan Daerah Jawa Tengah ini
menggunakan bidang-bidang bukaan di sepanjang sisi/dinding
luar bangunan yang berupa jendela-jendela kaca raybna warna
abu-abu dengan ketebalan 5 mm. untuk mengoptimalkan system
pencahayaan alami dengan gedung ini digunakan warna-warna
terang pada dinding-dinding ruang dalam dengan harapan dapat
memantulkan cahaya secara efektif. Selain system pencahayaan
alami, juga digunakan system penerangan buatan pada setiap
ruangnya dengan memakai lampu-lampu TL (Fluorescent) 2x60
watt pada setiap titiknya.
Layanan jasa Perpustakaan Daerah Jawa Tengah ini
berlangsung setiap hari senin hingga hari kamis mulai jam
07.30 sampai 16.30. sedangkan untuk hari jumat mulai jam
08.00 hingga jam 14.00 WIB. Sedangkan hari sabtu dan minggu
mulai jam 07.30 sampai jam 15.00 WIB.
17
B. Ruang Koleksi Berkala dan Fiksi
Ruang koleksi berkala dan fiksi ini merupakan salah satu
ruang koleksi Perpustakaan Daerah Jawa Tengah yang berada
diujung sebelah timur lantai II. Ruang ini berfungsi sebagai
tempat menyimpan dan menyajikan koleksi bahan-bahan pustaka
yang berupa bacaan terbitan berkala seperti Koran, majalah,
jurnal, dan lain-lainnya serta buku-buku fiksi, seperti
novel dan lain sebagainya. Koleksi bahan pustaka ini
termasuk jenis koleksi yang isinya berupa informasi ringan
dan hiburan. Sebagian besar pengunjung yang masuk ke ruang
koleksi berkla dan fiksi ini adalah untuk bersantai sambil
membaca koleksi yang tersedia untuk mengisi waktu senggang
atau jam-jam istirahat kantor.
Bentuk Ruang
Ruang koleksi berkala dan fiksi ini berbentuk
empat segi panjang dengan ukuran panjang 18,00 meter,
lebar 9,00 meter dan tinggi plafon lantai adalah 5,00
meter. Ruangan ini mempunyai perbandingan antara
dimensi panjang dengan lebarnya adalah 2 : 1. Proporsi
bentuk denah dengan perbandingan seperti ini, menurut
teori proporsi bentuk denahnya Andre Palladio (DK
Ching, 1995) termasuk dalam kategori 7 buah bentuk
denah dengan proporsi yang ideal dan indah. Dimensi
panjang dan lebar denah ini menciptakan jarak pandang
yang memungkinkan pandangan pengunjung untuk menjangkau
seluruh sudut ruangan baik secara normal maupun detail.
18
Ini berarti satu sudut ruang ke sudut ruang yang lain
seseorang dapat saling melihat dan mengenali satu sama
lain. Hal ini sesuai dengan klasifikasi jarak pandang
untuk mengenali seseorang (maksimum 24,5 meter). Dengan
jarak seperti ini, maka kesan keakraban dalam ruangan
lebih terasa oleh pengunjung.
Pada dinding pembatas ruang koleksi berkala dan
fiksi ini terdapat jendela kaca sebagai pembukaan untuk
pencahayaan alami. Jendela kaca ini tingginya 2 meter
di atas lantai dengan dengan panjang 2 meter.
Ketinggian dinding/jendela ini menghalangi pandangan
pengunjung dari dalam ke luar bangunan. Karena jendela
kaca memang diletakkan di bagian atas dan rak koleksi
diletakkan di pinggir-pinggir tembok yang memang tidak
ada jendela kacanya. Jadi koleksi tidak mendapatkan
sinar matahari.
19
Gambar 1. Bentuk ruang koleksi fiksi dan berkala
Perabot dan Penataannya
Perabot pengisi ruang koleksi berkala dan fiksi ini
terbuat dari bahan kayu jati dengan finishing politer
(pernis), kecuali tempat Koran yang terbuat dari
aluminium. Adapun rincian jenis dan jumlah perabot
adalah sebagai berikut:
Meja baca/tulis besar (120x90x75) = 11 unit
Meja baca/tulis kecil (80x60x75) = 11 unit
Kursi duduk (55x45x45) = 38 unit
Rak koleksi )50x200x200) = 7 unit
Tempat Koran (100x45x90) = 1 unit
Rak catalog (100x45x100) = 1 unit
Meja pelayanan (300x60x90) = 1 unit
Meja buku tamu (60x60x100) = 1 unit
20
Kondisi perabot yang ada dalam keadaan baik, tidak
ada tanda-tanda satu perabot satu pun yang mengalami
kerusakan konstruksi maupun finishingnya yang dapat
merusak pemandangan, begitu juga dengan desain
perabot cukup baik dan memadai. Akan tetapi dari
segi penataan masih belum tertaur dengan rapi.
Keberadaan perabot dan penataannya di ruang koleksi
fiksi dan berkala dari segi jumlahnya tidak
menyebabkan ruang menjadi sempit. Hal ini
berdasarkan perhitungan luas lantai yang tertutup
oleh perabot hanya 45% dari luas lantai keseluruhan.
Ini berarti sisa luas lantai untuk sirkulasi masih
cukup baik dan tidak terjadi kerusakan baik
konstruksi, bahan maupun finishingnya. Berdasarkan
koleksi ini termasuk dalam kategori tipe penataan
perabot ruang koleksi ini termasuk dalam kategori
tipe penataan yang asimetris atau menyebar. Tipe
penataan ini terkesan bahwa perabot yang ada tidak
teratur dengan rapid an sirkulasi ruang tidak jelas.
Selain kurang teratur/tidak rapi, penataan perabot
disini tidak efektif, karena ada meja/kursi baca
serta rak koleksi yang menempel ke dinding dan masih
banyak ruang-ruang kosong yang belum termanfaatkan.
Perabot-perabot yang menempel di dinding ini akan
sangat terganggu oleh pembayangan akibat efek
pencahayaan alami yang masuk ke dalam ruangan ini
21
sehingga sedikit agak gelap. Jadi bisa dikatakan
bahwa dari segi penataannya, keberadaan perabot di
dalam ruang koleksi fiksi dan berkala membentuk
kesan visual yang negative walaupun dari segi jumlah
dan kondisinya cukup baik.
Gambar 2. Beberapa perabot ruang koleksi berkala dan fiksi
Warna Ruang
Yang dimaksud dengan warna ruang disini adalah
warna-warna permukaan bidang-bidang pembatas ruang
tersebut, yaitu warna bahan lantai, warna cat dinding
dan warna cat plafon (langit-langit). Ruang koleksi
berkala dan fiksi Perpustakaan Daerah Jawa Tengah
dominan berwarna hijau muda dan putih. Lebih jelasnya
adalah warna dindingnya yang hijau dan warna lantai
serta plafon yang putih. Warna hijau ini memberikan
22
makna elegan, menyembuhkan, meninbulkan rasa empati
terhadap orang lain. Nuansa hijau ini dapat meredam
stress, member rasa aman dan perlindungan. Namun warna
hijau ini juga menimbulkan perasaan terperangkap.
Sedangkan warna putih memberikan arti perdamaian,
spiritualitas, kesucian, kesederhanaan, kesempurnaan,
kebersihan, keamanan, dan persatuan. Pilihan warna ini
sudah cocok untuk ruang koleksi berkala dan fiksi
Perpustakaan Daerah Jawa Tengah yang memang dibuat
sebagai ruang yang tidak terlalu ramai, butuh
ketenangan, dan keamanan. Karena koleksi-koleksinya
yang sangat cocok untuk bersantai.
Gambar 3. Warna dinding ruang yang member kesan sejuk dan nyaman
23
Pencahayaan Ruang
Pencahayaan di dalam ruang koleksi berkala dan
fiksi ini selain memanfaatkan secara optimal dari
pencahayaan alami yang masuk melalui bidang-bidang
bukaan yang beruoa jendela kaca, juga menggunakan
pencahayaan buatan yang berupa lampu TL )Fluorescent)
2x60 watt sebanyak 8 titik yang terletak pada plafon.
Pencahayaan dalam ruang koleksi berkala dan fiksi ini
lebih banyak memanfaatkan pencahayaan alami yang masuk
melalui lubang-lubang pembukaan yang berupa jendela
kaca yang berada pada tiga sisi dinding luar pembatas
ruang. Pemanfaatan pencahayaan alami ini menyebabkan
terjadinya efek pencahayaan serta silau akibat
pantulan-pantulan sinar pada permukaan yang rat/halus
dan mengkilat. Yang pada akhirnya menyebabkan
pencahayaan tidak merata keseluruh sudut ruang.
Sedangkan pencahayaan buatan baru digunakan apabila
cuaca mendung dan kecerahan matahari di bawah normal.
Pencahayaan ini hanya digunakan untuk memenuhi
kebutuhan akan cahaya dalam ruang, sedangkan
pemanfaatannya untuk segi-segi estetika tidak ada sama
sekali.
Berdasarkan uraian di atas tersirat bahwa pada
kondisi matahari cerah, ruang menjadi terlalu terang,
timbul silau dan ruang terasa lebih sempit dan berkesan
panas. Sedangkan dalam kondisi langit mendung,
24
intensitas pencahayaan dalam ruang koleksi ini menurun
secara drastic hingga menjadi agak gelap. Begitu pula
pemanfaatan pencahayaan buatan untuk segi-segi estetika
tidak ada sama sekali. Ini berarti penampilan
pencahayaan ruang koleksi berkala dan fiksi ini
mengindikasikan kesan negatif.
Gambar 4. Pencahayaan buatan (alami) dan buatan ruang koleksi
berkala dan fiksi
25
Gambar setting ruang koleksi fiksi Perpustakaan Daerah Jawa
Tengah
26
D
D
D
D
D
D
D
D D D
D D D
D
D
E
E
E
D
Keterangan :
A : pintu masuk dan keluar
B : meja absensi
C : meja petugas
D : rak koleksi
E : meja baca kelompok
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setting ruang koleksi berkala dan fiksi Perpustakaan
Daerah Jawa Tengah ini mempunyai proporsi denah yang ideal
serta ruang intim atau akrab. Tidak adanya hiasan-hiasan
pada dinding yang menghalangi pandangan keluar, sehingga
kebutuhan pengunjung akan adanya pandangan yang mengalir/
menyenangkan tidak terpenuhi terutama di saat-saat mata
jenuh melakukan aktivitas membaca. Penataan perabot yang
terpencar, berkesan tidak teratur dan tidak efisien karena
masih banyak ruang-ruang yang kosong, belum diisi dengan
27
A
BCC
D
DD
D
perabot serta sirkulasi pengunjung tidak jelas. Ini berarti
kebutuhan pengunjung akan kerapian, keteraturan serta
ketertibn belum terpenuhi. Warna tunggal pada dinding
pembatas ruang menimbulkan kesan monoton dan membosankan,
karena tidak tercipta komposisi warna ruang yang menarik.
Pencahayaan alami walaupun terlalu terang, tapi sudah
memnuhi kebutuhan akan cahaya dalam melakukan aktivitasnya,
walaupun banyak terjadi gangguan, seperti pembayangan akibat
efek pencahayaan alami dalam ruang, silau akibat pantulan
dari lantai yang mengkilat.sedangkan pencahayaan buatan
untuk efek-efek khusus serta untuk pembentukan karakter
suasana ruang tertentu tidak ada sama sekali. Ini
mengindikasikan bahwa kebutuhan pengunjung akan karakter
suasana yang sejuk dan khusus untuk bersantai tidak
terpenuhi.
B. Saran
Ada beberapa saran untuk ruang koleksi berkala dan fiksi,
yaitu:
Mengeliminir dominasi unsur dinding yang menghalangi
pandangan mata keluar ruangan dengan memasang hiasan-
hiasan dinding yang sesuai dengan aktivitas ruang
tersebut.
Merancang penataan perabot yang efektif dan efisien
serta sirkulasi ruang yang jelas. Sehingga berkesan
teratur dengan rapi.
28
Mengurangi dominasi pencahayaan alami yang masuk ke
dalam ruangan dengan meningkatkan pemanfaatan system
pencahayaan buatan agar pencahayaan bisa dikontrol dan
direkayasa untuk kebutuhan-kebutuhan estetika dan
kebutuhan khusus lainnya.
Menambah jumlah meja studi carel yang bernetuk miring
kira-kira 450 agar jarak pandang antara mata dan buku
bisa sesuai
29