Kompilasi hukum islam

29
BAB I PENDAHULUAN 1.2 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara yang mayoritas warga negaranya memeluk agama Islam, salah satu ajaran dari agama Islam yang lebih terkenal karena hak milik atas tanah yaitu Wakaf. Wakaf merupakan suatu perbuatan hukum dalam lapangan hukum kebendaan yang sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat Islam Indonesia, umat Islam Indonesia yang memiliki kepedulian social keagamaan sudah banyak melaksanakan ajaran wakaf. Kemanfaatan wakaf banyak dirasakan oleh masyarakat karena pemerintah berkepentingan untuk mengatur pengantura wakaf tanah milik. Wakaf di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Dalam undang-undang tersebut terdapat syarat-syarat yang sah untuk seseorang melakukan wakaf. Pada awal mulanya secara historis harta benda wakaf itu berupa tanah atau segala sesuatu yang berhubungan dengan tanah, baik tanah pertanian maupun tanah daratan, sehingga wajar apabila dalam rumusan pengertian wakaf yang juga tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1997 hanya menunjuk pada wakaf tanah milik, akan tetapi dalam perkembangannya wakaf tidak terbatas pada tanah, wakaf juga dapat berupa harta benda tidak bergerak seperti tanah dan lainnya, juga dapat berupa hewan ternak seperti

Transcript of Kompilasi hukum islam

BAB I

PENDAHULUAN

1.2 LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan Negara yang mayoritas warga negaranya

memeluk agama Islam, salah satu ajaran dari agama Islam yang

lebih terkenal karena hak milik atas tanah yaitu Wakaf. Wakaf

merupakan suatu perbuatan hukum dalam lapangan hukum kebendaan

yang sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat Islam Indonesia,

umat Islam Indonesia yang memiliki kepedulian social keagamaan

sudah banyak melaksanakan ajaran wakaf. Kemanfaatan wakaf banyak

dirasakan oleh masyarakat karena pemerintah berkepentingan untuk

mengatur pengantura wakaf tanah milik.

Wakaf di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 41

Tahun 2004 tentang Wakaf. Dalam undang-undang tersebut terdapat

syarat-syarat yang sah untuk seseorang melakukan wakaf. Pada awal

mulanya secara historis harta benda wakaf itu berupa tanah atau

segala sesuatu yang berhubungan dengan tanah, baik tanah

pertanian maupun tanah daratan, sehingga wajar apabila dalam

rumusan pengertian wakaf yang juga tertuang dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 28 Tahun 1997 hanya menunjuk pada wakaf tanah

milik, akan tetapi dalam perkembangannya wakaf tidak terbatas

pada tanah, wakaf juga dapat berupa harta benda tidak bergerak

seperti tanah dan lainnya, juga dapat berupa hewan ternak seperti

kuda, sapi, kerbau maupun harta benda bergerak lainnya seperti

uang.

Wakaf juga sangat banyak diatur dalam berbagai peraturan

maupun tradisi dari masing-masing daerah dalam melakukan wakaf.

Dalam melakukan wakaf kita juga tidak sepenuhnya dapat

menggunakan seluruh harta kekayaan yang kita miliki, hak dari

ahli waris juga harus diperhitungkan dalam melakukan wakaf serta

wakaf tidak boleh merugikan seorang ahli waris, maka dari itu

seluruh hal-hal yang menyangkut tentang wakaf telah diatur dalam

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dari pemaparan latar belakang di atas, kami mendapatkan

beberapa rumusan masalah yang akan di bahas dalam paper kali

ini, yaitu sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan wakaf ?

2. Apa saja syarat-syarat untuk mewakafkan hak milik atas

tanah ?

3. Bagaimana jika wakaf yang dilakukan itu sampai merugikan

ahli waris ?

4. Seperti apakah wakaf itu diatur ?

1.3 TUJUAN

Dari beberapa rumusan masalah yang kami peroleh, maka

didapatkan beberapa tujuan dalam pembahasan paper ini, yaitu

sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengertian wakaf

2. Untuk mengetahui syarat-syarat sah nya saat akan

mewakafkan hak milik atas tanah

3. Untuk mengetahui apa yang akan ditimbulkan jika wakaf

yang dilakukan sampai merugikan ahli waris

4. Untuk mengetahui pengaturan wakaf itu sendiri

1.4 MANFAAT

Dari beberapa tujuan yang dapat saya paparkan di atas,

kemudian saya mendapatkan manfaat dari tujuan yang hendak dicapai

tersebut, yaitu sebagai berikut :

1. Kita dapat mengetahui pengertian wakaf

2. Mengerti serta paham dengan syarat-syarat yang terdapat

dalam melakukan wakaf

3. Mengetahui akibat yang timbul jika wakaf sampai

merugikan ahli waris

4. Mengetahui pengaturan dari ajaran wakaf dalam hukum islam

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN WAKAF

Ditinjau dari segi bahasa wakaf berarti menahan. Sedangkan

menurut istilah syarak, ialah menahan sesuatu benda yang kekal

zatnya, untuk diambil manfaatnya untuk kebaikan dan kemajuan

Islam. Menahan suatu benda yang kekal zatnya, artinya tidak

dijual dan tidak diberikan serta tidak pula diwariskan, tetapi

hanya disedekahkan untuk diambil manfaatnya saja.

Ada beberapa pengertian tentang wakaf antara lain:

Pengertian wakaf menurut mazhab syafi’i dan hambali adalah

seseorang menahan hartanya untuk bisa dimanfaatkan di segala

bidang kemaslahatan dengan tetap melanggengkan harta tersebut

sebagai taqarrub kepada Allah ta’alaa

Pengertian wakaf menurut mazhab hanafi adalah menahan harta-

benda sehingga menjadi hukum milik Allah ta’alaa, maka seseorang

yang mewakafkan sesuatu berarti ia melepaskan kepemilikan harta

tersebut dan memberikannya kepada Allah untuk bisa memberikan

manfaatnya kepada manusia secara tetap dan kontinyu, tidak boleh

dijual, dihibahkan, ataupun diwariskan

Pengertian wakaf menurut imam Abu Hanafi adalah menahan

harta-benda atas kepemilikan orang yang berwakaf dan bershadaqah

dari hasilnya atau menyalurkan manfaat dari harta tersebut kepada

orang-orang yang dicintainya. Berdasarkan definisi dari Abu

Hanifah ini, maka harta tersebut ada dalam pengawasan orang yang

berwakaf (wakif) selama ia masih hidup, dan bisa diwariskan

kepada ahli warisnya jika ia sudah meninggal baik untuk dijual

ayau dihibahkan. Definisi ini berbeda dengan definisi yang

dikeluarkan oleh Abu Yusuf dan Muhammad, sahabat Imam Abu Hanifah

itu sendiri

Pengertian wakaf menurut mazhab maliki adalah memberikan

sesuatu hasil manfaat dari harta, dimana harta pokoknya

tetap/lestari atas kepemilikan pemberi manfaat tersebut walaupun

sesaat

Pengertian wakaf menurut peraturan pemerintah no. 28 tahun

1977 adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang

memisahkan sebagian harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan

melembagakannya untuk selama-lamanya. Bagi kepentingan

peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran

agama Islam1.

Pengertian wakaf menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004

adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau

menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan

selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan

kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum

menurut syariah2.

1 https://hbis.wordpress.com/2008/12/15/hukum-islam-tentang-wakafinfaq-dan-haji/ 2 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf

Dapat dilihat diatas pengertian wakaf sebagaimana yang

dirumuskan didalam pasal 1 ayat (1) Undang-undang nomor 41 tahun

2004 tentang “wakaf” lebih luas apabila dibandingkan dengan

pengertian wakaf yang dirumuskan dalam pasal 1 ayat (1) Peraturan

Pemerintah Nomor : 28 Tahun 1997. Perbedaan luas cakupan

pengertian wakaf dari ketentuan aturan wakaf tersebut disebabkan

karena ketentuan wakaf yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah

Nomor : 28 Tahun 1997 diperuntukan terbatas pada pengaturan wakaf

tanah milik, rumusan pengertian wakaf yang tertuang dalam

Undang-undang Nomor : 41 Tahun 2004 cakupannya sangat luas, tidak

sekedar wakaf tanah milik, tetapi wakaf dalam bentuk harta benda

baik harta benda bergerak maupun harta benda yang tidak

bergerak3.

Dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 pasal 1 juga

tertuang tentang istilah-istilah yang terdapat dalam ajaran

wakaf, yaitu sebagai berikut :

Pasal 1

1. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan

dan/atau menyerahkan sebagian harta benda

miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk

jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya

guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum

menurut syariah.

2. Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta

benda miliknya.

3 http://download.portalgaruda.org/article.php?article=104866&val=1322

3. Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang

diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada

Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya.

4. Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf

dari Wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai

dengan peruntukannya.

5. Harta Benda Wakaf adalah harta benda yang memiliki

daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang

serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang

diwakafkan oleh Wakif.

6. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, selanjutnya

disingkat PPAIW, adalah pejabat berwenang yang

ditetapkan oleh Menteri untuk membuat akta ikrar

wakaf.

7. Badan Wakaf Indonesia adalah lembaga independen

untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia.

8. Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden

beserta para menteri.

9. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab

di bidang agama.

Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa wakaf

itu termasuk salah satu diantara macam pemberian, akan tetapi

hanya boleh diambil manfaatnya, dan bendanya harus tetap utuh.

Oleh karena itu, harta yang layak untuk diwakafkan adalah harta

yang tidak habis dipakai dan umumnya tidak dapat dipindahkan,

mislanya tanah, bangunan dan sejenisnya. Utamanya untuk

kepentingan umum, misalnya untuk masjid, mushala, pondok

pesantren, panti asuhan, jalan umum, dan sebagainya.

2.2 SYARAT-SYARAT MEWAKAFKAN HAK MILIK ATAS TANAH

Dalam ajaran wakaf, seseorang yang hendak melakukan wakaf

disebut dengan wakif. Dalam pasal 7 Undang-undang no 41 tahun

2004 wakif meliputi perseorangan, organisasi, dan badan hukum.

Wakif harus memenuhi syarat-syarat dalam wakaf. Syarat-syarat

tersebut tertuang dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 yang

lebih menitikberatkan pada syarat-syarat umum untuk melakukan

wakaf. Adapun syarat-syarat tersebut tertuang dalam pasal 8 ayat

(1), (2), (3) yaitu sebagai berikut :

Pasal 8

(1). Wakif perseorangan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 7 huruf a hanya dapat melakukan wakaf apabila

memenuhi persyaratan :

a. dewasa

b. berakal sehat

c. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum, dan

d. pemilik sah harta benda wakaf

(2). Wakif organisasi sebagaimana dimaksud dalam pasal

7 huruf b hanya dapat melakukan wakaf apabila

memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan

harta benda wakaf milik organisasi sesuai dengan

anggaran dasar organisasi yang bersangkutan.

(3). Wakif badan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal

7 huruf c hanya dapat melakukan wakaf apabila

memenuhi ketentuan badan hukum untuk mewakafkan

harta benda wakaf milik badan hukum sesuai dengan

anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan4

Dalam praktik yang terjadi di Indonesia, pada umunya kalau

berbicara mengenai wakaf, maka akan dikaitkan dengan tanah. Dari

syarat-syarat seorang wakif dalam melakukan wakaf yang tertuang

dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 yang mengatur wakaf

secara umum, artinya Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tidak

mengatur secara khusus mengenai wakaf tanah hak milik yang

cenderung banyak terjadi di Indonesia tetap didasarkan pada

4 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1997 tentang Perwakafan Tanah

Milik.

Maka disini dapat kita lihat letak kekurangan dari Undang-

undang Nomor 41 Tahun 2004, walaupun tujuan diterbitkannya

Undang- undang Nomor 41 Tahun 2004 untuk memberikan pengaturan

tentang pelaksanaan wakaf, namun Undang-undang Nomor 41 Tahun

2004 sendiri tidak mengatur secara khusus tentang wakaf tanah hak

milik yang lebih banyak terjadi di Indonesia dibandingkan wakaf

benda bergerak.

Adanya perkembanagn lembaga perwakafan tanah milik

berkembang di Indonesia mengilhami pembuat/perancang UUPA

memasukkan salah satu pasal dalam UUPA yang mengatur khusus

mengenai Perwakafan Tanah Milik ini, yaitu Pasal 49 yang berbunyi

sebagai berikut :

(1). Hak milik benda-benda keagamaan dan social

sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang

keagamaan dan social diakui dan dilindungi.

(2). Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh

tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam

bidang keagamaan dan soisal. Untuk keperluan

peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagai

dimaksud dalam Pasal 14 dapat diberikatan tanah

yang dikuasai langsung oleh negera dengan hak

pakai.

(3). Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur

dengan Peraturan Pemerintah.5

Selanjutnya jika dilihat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28

Tahun 1997 pada Pasal 5 ayat (1), menyebutkan bahwa :

“ pihak yang mewakafkan tanahnya harus

mengikrarkan kehendaknya secara jelas dan tegas

kepada Nadzir di hadapan Pejabat Pembuat Akta

Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud pasal 9 ayat

(2) yang kemudian menuangkan dalam bentuk Akta

Ikrar Wakaf, dengan disaksikan oleh sekurang-

kurangnya 2 (dua) orang saksi”

Secara tepatnya syarat-syarat untuk mewakafkan hak milik

atas tanah tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun

1997 pada Pasal 6 ayat (1), (2), (3), dan (4), yaitu sebagai

berikut :

Pasal 6

(1). Nadzir sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) pasal 1

yang terdiri dari perorangan harus memenuhi syarat-

syarat berikut :

a. warganegara Republik Indonesia

b. Beragama Islam

c. Sudah dewasa

5 UUPA

d. Sehat jasmaniah dan rohaniah

e. Tidak berada di bawah pengampuan

f. Bertempat tinggal di Kecamatan tempat letaknya

tanah yang diwakafkan

(2). Jika berbentuk badan hukum, maka Nadzir harus

memenuhi persyaratan berikut :

a. Badan hukum Indonesia dan berkedudukan di

Indonesia

b. Mempunyai perwakilan di Kecamatan tempat letaknya

tanah yang diwakafkan

(3). Nadzir dimaksud dalam ayat (1) dan (2) harus

didaftar pada Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat

untuk mendapatkan pengesahan

(4). Jumlah Nadzir yang diperbolehkan untuk sesuatu

daerha seperti dimaksud dalam ayat (3), ditetapkan

oleh Menteri Agama berdasarkan kebutuhan

Dalam hal ini dapat kita lihat bahwa dalam mewakafkan hak

milik atas tanah harus melengkapi dengan surat-surat yang

berkaitan dengan tanah tersebut. Surat-surat yang akan dilengkapi

inilah yang selanjutnya juga termasuk ke dalam syarat-syarat

untuk mewakafkan hak milik atas tanah. Hal tersebut diatur dalam

Pasal 9 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1997, yaitu

sebagai berikut :

“ Dalam melaksanakan ikrar seperti yang dimaksud

ayat (1) pihak yang mewakafkan tanah diharuskan

membawa serta dan menyerahkan kepada Pejabat

tersebut dalam ayat (2) surat-surat berikut :

a. Sertifikat hak milik atau tanda bukti

pemilikan tanah lainnya

b. Surat keterangan dari Kepala Desa yang

diperkuat oleh Kepala Kecamatan setempat yang

menerangkan kebenaran pemilikan tanah dan

tidak tersangkut seusatu sengketa

c. Surat keterangan Pendaftaran tanah

d. Izin dari Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah

cq. Kepala Sub Direktorat Agraria Setempat”6

Syarat-syarat harta yang diwakafkan sebagai berikut:

1) Diwakafkan untuk selama-lamanya, tidak terbatas waktu

tertentu (disebut takbid).

2) Tunai tanpa menggantungkan pada suatu peristiwa di masa

yang akan datang. Misalnya, “Saya wakafkan bila dapat

keuntungan yang lebih besar dari usaha yang akan datang”.

Hal ini disebut tanjiz

3) Jelas mauquf alaih nya (orang yang diberi wakaf) dan bisa

dimiliki barang yang diwakafkan (mauquf) itu

3. Harta yang Diwakafkan

Wakaf meskipun tergolong pemberian sunah, namun tidak bisa

dikatakan sebagai sedekah biasa. Sebab harta yang diserahkan

haruslah harta yang tidak habis dipakai, tapi bermanfaat secara

6 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1997

terus menerus dan tidak boleh pula dimiliki secara perseorangan

sebagai hak milik penuh. Oleh karena itu, harta yang diwakafkan

harus berwujud barang yang tahan lama dan bermanfaat untuk orang

banyak, misalnya:

a. sebidang tanah

b. pepohonan untuk diambil manfaat atau hasilnya

c. bangunan masjid, madrasah, atau jembatan

Dalam Islam, pemberian semacam ini termasuk sedekah jariyah atau

amal jariyah, yaitu sedekah yang pahalanya akan terus menerus

mengalir kepada orang yang bersedekah. Bahkan setelah meninggal

sekalipun, selama harta yang diwakafkan itu tetap bermanfaat.

Hadits nabi SAW:

ا ات� اذ� ن� م �ع اذم اب ط ق� �مله ان ن� الا ع لات م : ث ه� دق� ص ه� 'اري �لم او ج ع ع ف� ت� ن2 'ه ي �د او ي ح ول ال دعوله ص '(مسلم رواه )ثArtinya: “Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah

semua amalnya, kecuali tiga (macam), yaitu sedekah jariyah (yang

mengalir terus), ilmu yang dimanfaatkan, atu anak shaleh yang

mendoakannya.” (HR Muslim)

Adapun unsur-unsur atau rukun wakaf menurut sebagain besar ulama

dan figh Islam, telah dikenal ada 6 (enam) rukun atau unsur

wakaf adalah seperti diuraikan di bawah ini.

a. Benda harus memiliki nilai guna

Tidak sah hukumya sesuatu yang bukan benda, misalnya hak-hak

yang bersangkut paut dengan benda, seperti hak irigasi, hak

lewat, hak pakai dan lain sebagainya. Tidak sah pula mewakafkan

benda yang tidak berharga menurut syara, yaitu benda yang tidak

boleh diambil manfaatnya, seperti benda memabukkan dan benda-

benda haram lainnya.

b. Benda tetap atau benda bergerak

Secara garis umum yang dijadikan sandaran golongan syafiyyah

dalam mewakafkan hartanya dilihat dari kekekalan fungsi atau

manfaat dari harta tersebut, baik berupa barang tak bergerak,

barang bergerak maupun barang kongsi (milik bersama).

c. Benda yang diwakafkan harus tertentu (diketahui) ketika

terjadi akad wakaf

Penentuan benda tersebut bisa ditetapkam dengan jumlah seperti

seratus juta rupiah, atau bisa juga menyebutkan dengan nishab

terhadap benda tertentu, misalnya separuh tanah yang dimiliki

dan lain sebagainya. Wakaf yang tidak menyebutkan secara jelas

terhadap harta yang akan diwakafkan tidak sah hukumnya seperti

mewakafkan sebagian tanah yang dimiliki, sejumlah buku, dan

sebagainya.

d. Benda yang diwakafkan benar-benar telah menjadi milik tetap

(al-milk at-tamm) si wakif(orang yang mewakafkan) ketika terjadi

akad wakaf

Dengan demikian, jika seseorang mewakafkan benda yang bukan atau

belum menjadi miliknya, walaupun nantinya akan menjadi miliknya

maka hukumnya tidak sah, seperti mewakafkan tanah yang masih

dalam sengketa atau jaminan jual beli dan lain sebagainya.

e. Dalam hal Wakif tidak dapat menyatakan ikrar wakaf secara

lisan atau tidak dapat hadir dalam pelaksanaan ikrar wakif,

karena alasan yang dibenarkan oleh hukum, wakif dapat menunjuk

kuasanya dengan surat kuasa yang diperkuat oleh 2 (dua) orang

saksi.

2.3 AKIBAT DARI WAKAF YANG MERUGIKAN AHLI WARIS

Wakaf merupakan perbuatan yang sangat dianjurkan untuk

dilaksanakan oleh umat Islam, karena wakaf sangat bermanfaat bagi

kepentingan pengembangan da pembinaan agam Islam serta sangat

bermanfaat bagi kemaslahatan umat Islam. Meskipun demikian

pelaksanaan wakaf tidak boleh berlebihan, dalam arti bahwa wakif

tidak boleh memberi wakaf yang dapat merugikan ahli waris wakif

itu sendiri, misalnya wakif mewakafkan seluruh harta bendanya

untuk anak laki-laki, sedangkan untkuk anak yang perempuan tidak

diberi wakaf.

Dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 dinyatakan tidak ada

pembatasan jumlah harta yang diwakafkan. Namun terkait dengan

hukum wasiat, maka sangat relevan bahwa pembatasan wakaf adalah

1/3 dari jumlah harta yang dimiliki. Tujuannya adalah untuk

kesejahteraan anggota keluarga pewakaf. Sebagaimana hadis nabi

Muhammad saw :

“ketika Saad bin Abi Waqqas bertanya kepada Nabi

Muhammad saw tentang memberikan 2/3 (dua pertiga)

uangnya untuk sedekah. Saad memiliki putrid. Nabi

saw menolak jumlah tersebut. Kemudian Saad meminta

menyedekahkan ½ (setengah). Nabi saw juga

menolaknya. Akhirnya, Saad meminta menyedekahkan

1/3. Nabi saw sebenarnya enggan. Kemudian beliau

SAW bersabda “Kalau begitu sepertiga dan sepertiga itu sudah

cukup banyak”. Sesungguhnya jika engkau meninggalkan ahli

warismu dalam keadaan kaya, itu lebih baik daripada engkau

meninggalkan mereka dalam keadaan miskin, meminta-minta

kepada orang lain. (Shahih Bukhori dan Muslim)”7

“Tidak ada yan dirugikan dan tidak ada yang merugikan di dalam

Islam”

Dengan demikian, Wakaf yang merugikan kepentingan ahli

waris, menurut Sayyid Sabiq berdasarkan hadits tersebut diatas,

maka wakafnya batal. Wakaf yang merugikan ahli waris, menurut

Sayyid Sabiq orang yang berwakaf (wakif) seperti ini berarti

tidak ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT, bahkan dia ingin

menentang hukum Allah SWT. Karena wakaf yang merugikan ahli waris

7 http, books.google.co.id

atau yang serupa itu, dilaksanakan mendasarkan nafsu atau wakaf

thogut (setan)8. Mendasarkan pada hadits tersebut diatas,

jelaslah bahwa wakaf atau sedekah meskipun perbuatan ibadah

maliyah yang sangat dianjurkan oleh Allah SWT dan Rasulnya,

tetapi tidak boleh berlebihan, jangan sampai wakaf ataupun

sedekah menjadi sebab terlantarnya ahli waris atau keluarga,

karenanya dalam hal ini hukum Islam membatasi jumlah harta yang

diwakafkan oleh wakif sebesar 1/3 (sepertiga) dari keseluruhan

harta wakif, dan yang demikian ini merupakan suatu yang diajarkan

Rasulullah saw pada para sahabatnya.

2.4 PENGATURAN WAKAF DALAM HUKUM ISLAM

Tujuan wakaf dapat tercapai dengan baik, apabila faktor-

faktor pendukungnya ada dan berjalan. Misalnya nadir atau

pemelihara barang wakaf. Wakaf yang diserahkan kepada badan hukum

biasanya tidak mengalami kesulitan. Karena mekanisme kerja,

susunan personalia, dan program kerja telah disiapkan secara

matang oleh yayasan penanggung jawabnya.

Pengaturan wakaf ini sudah barang tentu berbeda-beda antara

masing-masing orang yang mewakafkannya meskipun tujuan utamanya

sama, yaitu demi kemaslahatan umum. Penyerahan wakaf secara

tertulis diatas materai atau dengan akta notaris adalah cara yang

terbaik pengaturan wakaf. Dengan cara demikian, kemungkinan

8 http://download.portalgaruda.org/article.php?article=104866&val=1322

penyimpangan dan penyelewengan dari tujuan wakaf semula mudah

dikontrol dan diselesaikan. Apalagi jika wakaf itu diterima dan

dikelola oleh yayasan-yayasan yang telah bonafide dan

profesional, kemungkinan penyelewengan akan lebih kecil.

Tetapi jika dilihat melalui kaca mata hukum, ajaran wakaf

mempunyai landasan hukum yang selanjutnya akan dapat membantu

pelaksanaan wakaf itu sendiri sebelum terbitnya pengaturan dalam

ajaran wakaf itu sendiri, landasan yang dimaksud yaitu sebagai

berikut :

1. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang

Perwakafan Tanah Milik

2. Peraturan Menteri dalam Negeri No. 6 Tahun 1977

tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah mengenai

Perwakafan Tanah Milik

3. Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1978 Tentang

Peraturan Pelasanaan Peraturan Pemerintah No. 28

Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik

4. Peraturan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat

Islam No. Kep/P/75/1978 tentang Formulir dan Pedoman

Peraturan-Peraturan tentang Perwakafan Tanah Milik9

9 https://hbis.wordpress.com/2008/12/15/hukum-islam-tentang-wakafinfaq-dan-haji/

Di Indonesia ajaran wakaf dalam hukum Islam diatur dalam

Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004, perkataan wakaf berasal dari

bahasa Arab yaitu waaf yang berarti menahan, berhenti, atau tetap

berdiri. Untuk menciptakan hukum dan administrasi wakaf guna

melindungi harta benda wakaf, Undang-undang ini menegaskan bahwa

perbuatan hukum wakaf wajib dicatat dan dituangkan dalam akta

ikrar wakaf dan didaftarkan serta diumumkan yang pelaksanaannya

dilakukan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan yang mengatur mengenai wakaf dan harus

dilaksanakan. Undang-undang ini memisahkan wakaf-ahli yang

pengelolaan dan pemanfaatan harta benda wakaf terbatas untuk

kerabat (ahli waris). Lembaga keuangan syariah adalah badan hukum

Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku yang bergerak dibidang keuangan syariah,

misalnya badan hukum dibidang perbankan syariah. Dimungkinkannya

agar memudahkan wakif untuk mewakafkan uang miliknya.

Diatur pula bahwa salah satu langkah strategis untuk

meningkatkan kesejahteraan umum, perlu meningkatkan peran wakaf

sebagai pranata keagamaan yang tidak hanya bertujuan menyediakan

berbagai sarana ibadah dan social tetapi juga memiliki kekuatan

ekonomi yang berpotensi. Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004

tentang wakaf telah mengakomodir segala hal yang berhubungan

tentang wakaf menuju kepada wakaf produktif. PERPU ini telah

mempersiapkan seluruh potensi wakaf yang ada di tanah air, semua

harta wakaf yang mempunyai nilai komersial yang tinggi harus

ditata kembali dan hasilnya disalurkan untuk kesejahteraan

masyarakat.

Adapun tata cara perwakafan adalah :

1. Pihak yang hendak mewakafkan dapat menyatakan ikrar

wakaf dihadapan Pejabat Pembuat akta ikrar (PPAIW)

wakaf untuk melaksanakan ikrar wakaf

2. Isi dan bentuk ikrar wakaf ditetapkan oleh Menteri

Agama

3. Pelaksanaan ikrar, demikian pula pembuatan ikrar wakaf,

dianggap sah jika dihadiri dan disaksikan oleh

sekurang-kurangnya dua orang saksi

4. Dalam melaksanakan ikrar seperti dimaksud ayat 1 pihak

yang mewakafkan diharuskan menyerahkan kepada pejabat

yang tersebut dalam pasal 25 ayat 6 surat-surat sebagai

berikut :

a. tanda bukti pemilikan harta benda

b. jika benda yang diwakafkan berupa benda tidak

bergerak, maka harus disertai surat keterangan dari

kepala desa, yang diperkuat oleh camat setempat yang

menerangkan pemilikan benda tidak bergerak dimaksud

c. surat atau dokumen tertulis yang merupakan

kelengkapan dari benda tidak bergerak yang

bersangkutan10

III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari Pembahasan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa

wakaf itu termasuk salah satu diantara macam pemberian, akan

tetapi hanya boleh diambil manfaatnya, dan bendanya harus tetap

utuh. Oleh karena itu, harta yang layak untuk diwakafkan adalah

10 Umar Said Sugiarto, S.H,MKN. 2013. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika.

harta yang tidak habis dipakai dan umumnya tidak dapat

dipindahkan, mislanya tanah, bangunan dan sejenisnya. Utamanya

untuk kepentingan umum, misalnya untuk masjid, mushala, pondok

pesantren, panti asuhan, jalan umum, dan sebagainya. Hukum wakaf

sama dengan amal jariyah. Sesuai dengan jenis amalnya maka

berwakaf bukan sekedar berderma (sedekah) biasa, tetapi lebih

besar pahala dan manfaatnya terhadap orang yang berwakaf. Pahala

yang diterima mengalir terus menerus selama barang atau benda

yang diwakafkan itu masih berguna dan bermanfaat. Hukum wakaf

adalah sunah.

Ditegaskan dalam hadits: Harta yang diwakafkan tidak boleh

dijual, dihibahkan atau diwariskan. Akan tetapi, harta wakaf

tersebut harus secara terus menerus dapat dimanfaatkan untuk

kepentingan umum sebagaimana maksud orang yang mewakafkan. Hadits

Nabi yang artinya: “Sesungguhnya Umar telah mendapatkan sebidang

tanah di Khaibar. Umar bertanya kepada Rasulullah SAW; Wahai

Rasulullah apakah perintahmu kepadaku sehubungan dengan tanah

tersebut? Beliau menjawab: Jika engkau suka tahanlah tanah itu

dan sedekahkan manfaatnya! Maka dengan petunjuk beliau itu, Umar

menyedekahkan tanahnya dengan perjanjian tidak akan dijual

tanahnya, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan.”

Daftar Pustaka

1. Umar Said Sugiarto, S.H,MKN. 2013. Pengantar Hukum

Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika.

2. https://hbis.wordpress.com/2008/12/15/hukum-islam-tentang-

wakafinfaq-dan-haji/

3. http, books.google.co.id

4. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1997 tentang Wakaf

5. http://download.portalgaruda.org/article.php?

article=104866&val=1322

6. Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf

7. https://hbis.wordpress.com/2008/12/15/hukum-islam-tentang-

wakafinfaq-dan-haji/

8. Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf

9. Undang – Undang Pokok Agraria

10. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1997 tentang

pewakafan tanah.

KATA PENGANTAR

“OM SWASTIYASTU”

Puji syukur kami sampaikan kehadapan Tuhan Hyang Masa Esa,

Karena atas berkat beliaulah kami dapat menyusun dan

menyelesaikan tugas paper ini. Makalah ini berjudul tentang

WAKAF. Makalah ini kami susun antara lain untuk menyelesaikan

tugas paper sekaligus untuk memperdalam mata kuliah Hukum Islam

semester 3. Kami menyadari, dalam makalah ini masih banyak

kesalahan dan kekurangan, hal ini disebabkan terbatasnya

kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki. Oleh

karena itu kami mengharapkan kritik dan saran. Demi perbaikan dan

kesempurnaan Makalah ini di waktu yang akan datang. Semoga

Makalah ini dapat bermanfaat bagi kami pada khusunya dan pembaca

pada umumnya.

“OM SHANTI…SHANTI…SHANTI…OM”

ii

DAFTAR ISI

Kata

Pengantar .......................................................

.......................................................... ii

Daftar

Isi .............................................................

.............................................................

iii

I.

PENDAHULUAN .....................................................

........................................... 1

1.1 Latar

Belakang ........................................................

....................................... 1

1.2 Rumusan

Masalah .........................................................

................................. 2

1.3

Tujuan ..........................................................

................................................... 2

1.4 Manfaat

………..............................................................

................................. 2

II.

PEMBAHASAN ......................................................

............................................. 3

2.1 Pengertian

Wakaf............................................................

................................. 3

2.2 Syarat-syarat Wakaf.....................................

……………………..................... 6

2.3 Wakaf yang merugikan ahli

waris............................................................

....... 9

2.4 Pengaturan dalam

Wakaf............................................................

.....................10

III.

Penutup .........................................................

.......................................................... 15

3.1

Kesimpulan ......................................................

................................................. 15

Daftar

Pustaka .........................................................

......................................................... 16

iii