BAB I
PENDAHULUAN
1.2 LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan Negara yang mayoritas warga negaranya
memeluk agama Islam, salah satu ajaran dari agama Islam yang
lebih terkenal karena hak milik atas tanah yaitu Wakaf. Wakaf
merupakan suatu perbuatan hukum dalam lapangan hukum kebendaan
yang sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat Islam Indonesia,
umat Islam Indonesia yang memiliki kepedulian social keagamaan
sudah banyak melaksanakan ajaran wakaf. Kemanfaatan wakaf banyak
dirasakan oleh masyarakat karena pemerintah berkepentingan untuk
mengatur pengantura wakaf tanah milik.
Wakaf di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004 tentang Wakaf. Dalam undang-undang tersebut terdapat
syarat-syarat yang sah untuk seseorang melakukan wakaf. Pada awal
mulanya secara historis harta benda wakaf itu berupa tanah atau
segala sesuatu yang berhubungan dengan tanah, baik tanah
pertanian maupun tanah daratan, sehingga wajar apabila dalam
rumusan pengertian wakaf yang juga tertuang dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1997 hanya menunjuk pada wakaf tanah
milik, akan tetapi dalam perkembangannya wakaf tidak terbatas
pada tanah, wakaf juga dapat berupa harta benda tidak bergerak
seperti tanah dan lainnya, juga dapat berupa hewan ternak seperti
kuda, sapi, kerbau maupun harta benda bergerak lainnya seperti
uang.
Wakaf juga sangat banyak diatur dalam berbagai peraturan
maupun tradisi dari masing-masing daerah dalam melakukan wakaf.
Dalam melakukan wakaf kita juga tidak sepenuhnya dapat
menggunakan seluruh harta kekayaan yang kita miliki, hak dari
ahli waris juga harus diperhitungkan dalam melakukan wakaf serta
wakaf tidak boleh merugikan seorang ahli waris, maka dari itu
seluruh hal-hal yang menyangkut tentang wakaf telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari pemaparan latar belakang di atas, kami mendapatkan
beberapa rumusan masalah yang akan di bahas dalam paper kali
ini, yaitu sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan wakaf ?
2. Apa saja syarat-syarat untuk mewakafkan hak milik atas
tanah ?
3. Bagaimana jika wakaf yang dilakukan itu sampai merugikan
ahli waris ?
4. Seperti apakah wakaf itu diatur ?
1.3 TUJUAN
Dari beberapa rumusan masalah yang kami peroleh, maka
didapatkan beberapa tujuan dalam pembahasan paper ini, yaitu
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian wakaf
2. Untuk mengetahui syarat-syarat sah nya saat akan
mewakafkan hak milik atas tanah
3. Untuk mengetahui apa yang akan ditimbulkan jika wakaf
yang dilakukan sampai merugikan ahli waris
4. Untuk mengetahui pengaturan wakaf itu sendiri
1.4 MANFAAT
Dari beberapa tujuan yang dapat saya paparkan di atas,
kemudian saya mendapatkan manfaat dari tujuan yang hendak dicapai
tersebut, yaitu sebagai berikut :
1. Kita dapat mengetahui pengertian wakaf
2. Mengerti serta paham dengan syarat-syarat yang terdapat
dalam melakukan wakaf
3. Mengetahui akibat yang timbul jika wakaf sampai
merugikan ahli waris
4. Mengetahui pengaturan dari ajaran wakaf dalam hukum islam
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN WAKAF
Ditinjau dari segi bahasa wakaf berarti menahan. Sedangkan
menurut istilah syarak, ialah menahan sesuatu benda yang kekal
zatnya, untuk diambil manfaatnya untuk kebaikan dan kemajuan
Islam. Menahan suatu benda yang kekal zatnya, artinya tidak
dijual dan tidak diberikan serta tidak pula diwariskan, tetapi
hanya disedekahkan untuk diambil manfaatnya saja.
Ada beberapa pengertian tentang wakaf antara lain:
Pengertian wakaf menurut mazhab syafi’i dan hambali adalah
seseorang menahan hartanya untuk bisa dimanfaatkan di segala
bidang kemaslahatan dengan tetap melanggengkan harta tersebut
sebagai taqarrub kepada Allah ta’alaa
Pengertian wakaf menurut mazhab hanafi adalah menahan harta-
benda sehingga menjadi hukum milik Allah ta’alaa, maka seseorang
yang mewakafkan sesuatu berarti ia melepaskan kepemilikan harta
tersebut dan memberikannya kepada Allah untuk bisa memberikan
manfaatnya kepada manusia secara tetap dan kontinyu, tidak boleh
dijual, dihibahkan, ataupun diwariskan
Pengertian wakaf menurut imam Abu Hanafi adalah menahan
harta-benda atas kepemilikan orang yang berwakaf dan bershadaqah
dari hasilnya atau menyalurkan manfaat dari harta tersebut kepada
orang-orang yang dicintainya. Berdasarkan definisi dari Abu
Hanifah ini, maka harta tersebut ada dalam pengawasan orang yang
berwakaf (wakif) selama ia masih hidup, dan bisa diwariskan
kepada ahli warisnya jika ia sudah meninggal baik untuk dijual
ayau dihibahkan. Definisi ini berbeda dengan definisi yang
dikeluarkan oleh Abu Yusuf dan Muhammad, sahabat Imam Abu Hanifah
itu sendiri
Pengertian wakaf menurut mazhab maliki adalah memberikan
sesuatu hasil manfaat dari harta, dimana harta pokoknya
tetap/lestari atas kepemilikan pemberi manfaat tersebut walaupun
sesaat
Pengertian wakaf menurut peraturan pemerintah no. 28 tahun
1977 adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang
memisahkan sebagian harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan
melembagakannya untuk selama-lamanya. Bagi kepentingan
peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran
agama Islam1.
Pengertian wakaf menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan
selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum
menurut syariah2.
1 https://hbis.wordpress.com/2008/12/15/hukum-islam-tentang-wakafinfaq-dan-haji/ 2 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Dapat dilihat diatas pengertian wakaf sebagaimana yang
dirumuskan didalam pasal 1 ayat (1) Undang-undang nomor 41 tahun
2004 tentang “wakaf” lebih luas apabila dibandingkan dengan
pengertian wakaf yang dirumuskan dalam pasal 1 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor : 28 Tahun 1997. Perbedaan luas cakupan
pengertian wakaf dari ketentuan aturan wakaf tersebut disebabkan
karena ketentuan wakaf yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah
Nomor : 28 Tahun 1997 diperuntukan terbatas pada pengaturan wakaf
tanah milik, rumusan pengertian wakaf yang tertuang dalam
Undang-undang Nomor : 41 Tahun 2004 cakupannya sangat luas, tidak
sekedar wakaf tanah milik, tetapi wakaf dalam bentuk harta benda
baik harta benda bergerak maupun harta benda yang tidak
bergerak3.
Dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 pasal 1 juga
tertuang tentang istilah-istilah yang terdapat dalam ajaran
wakaf, yaitu sebagai berikut :
Pasal 1
1. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan
dan/atau menyerahkan sebagian harta benda
miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk
jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya
guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum
menurut syariah.
2. Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta
benda miliknya.
3 http://download.portalgaruda.org/article.php?article=104866&val=1322
3. Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang
diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada
Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya.
4. Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf
dari Wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai
dengan peruntukannya.
5. Harta Benda Wakaf adalah harta benda yang memiliki
daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang
serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang
diwakafkan oleh Wakif.
6. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, selanjutnya
disingkat PPAIW, adalah pejabat berwenang yang
ditetapkan oleh Menteri untuk membuat akta ikrar
wakaf.
7. Badan Wakaf Indonesia adalah lembaga independen
untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia.
8. Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden
beserta para menteri.
9. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab
di bidang agama.
Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa wakaf
itu termasuk salah satu diantara macam pemberian, akan tetapi
hanya boleh diambil manfaatnya, dan bendanya harus tetap utuh.
Oleh karena itu, harta yang layak untuk diwakafkan adalah harta
yang tidak habis dipakai dan umumnya tidak dapat dipindahkan,
mislanya tanah, bangunan dan sejenisnya. Utamanya untuk
kepentingan umum, misalnya untuk masjid, mushala, pondok
pesantren, panti asuhan, jalan umum, dan sebagainya.
2.2 SYARAT-SYARAT MEWAKAFKAN HAK MILIK ATAS TANAH
Dalam ajaran wakaf, seseorang yang hendak melakukan wakaf
disebut dengan wakif. Dalam pasal 7 Undang-undang no 41 tahun
2004 wakif meliputi perseorangan, organisasi, dan badan hukum.
Wakif harus memenuhi syarat-syarat dalam wakaf. Syarat-syarat
tersebut tertuang dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 yang
lebih menitikberatkan pada syarat-syarat umum untuk melakukan
wakaf. Adapun syarat-syarat tersebut tertuang dalam pasal 8 ayat
(1), (2), (3) yaitu sebagai berikut :
Pasal 8
(1). Wakif perseorangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 huruf a hanya dapat melakukan wakaf apabila
memenuhi persyaratan :
a. dewasa
b. berakal sehat
c. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum, dan
d. pemilik sah harta benda wakaf
(2). Wakif organisasi sebagaimana dimaksud dalam pasal
7 huruf b hanya dapat melakukan wakaf apabila
memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan
harta benda wakaf milik organisasi sesuai dengan
anggaran dasar organisasi yang bersangkutan.
(3). Wakif badan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal
7 huruf c hanya dapat melakukan wakaf apabila
memenuhi ketentuan badan hukum untuk mewakafkan
harta benda wakaf milik badan hukum sesuai dengan
anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan4
Dalam praktik yang terjadi di Indonesia, pada umunya kalau
berbicara mengenai wakaf, maka akan dikaitkan dengan tanah. Dari
syarat-syarat seorang wakif dalam melakukan wakaf yang tertuang
dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 yang mengatur wakaf
secara umum, artinya Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tidak
mengatur secara khusus mengenai wakaf tanah hak milik yang
cenderung banyak terjadi di Indonesia tetap didasarkan pada
4 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1997 tentang Perwakafan Tanah
Milik.
Maka disini dapat kita lihat letak kekurangan dari Undang-
undang Nomor 41 Tahun 2004, walaupun tujuan diterbitkannya
Undang- undang Nomor 41 Tahun 2004 untuk memberikan pengaturan
tentang pelaksanaan wakaf, namun Undang-undang Nomor 41 Tahun
2004 sendiri tidak mengatur secara khusus tentang wakaf tanah hak
milik yang lebih banyak terjadi di Indonesia dibandingkan wakaf
benda bergerak.
Adanya perkembanagn lembaga perwakafan tanah milik
berkembang di Indonesia mengilhami pembuat/perancang UUPA
memasukkan salah satu pasal dalam UUPA yang mengatur khusus
mengenai Perwakafan Tanah Milik ini, yaitu Pasal 49 yang berbunyi
sebagai berikut :
(1). Hak milik benda-benda keagamaan dan social
sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang
keagamaan dan social diakui dan dilindungi.
(2). Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh
tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam
bidang keagamaan dan soisal. Untuk keperluan
peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagai
dimaksud dalam Pasal 14 dapat diberikatan tanah
yang dikuasai langsung oleh negera dengan hak
pakai.
(3). Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.5
Selanjutnya jika dilihat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28
Tahun 1997 pada Pasal 5 ayat (1), menyebutkan bahwa :
“ pihak yang mewakafkan tanahnya harus
mengikrarkan kehendaknya secara jelas dan tegas
kepada Nadzir di hadapan Pejabat Pembuat Akta
Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud pasal 9 ayat
(2) yang kemudian menuangkan dalam bentuk Akta
Ikrar Wakaf, dengan disaksikan oleh sekurang-
kurangnya 2 (dua) orang saksi”
Secara tepatnya syarat-syarat untuk mewakafkan hak milik
atas tanah tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun
1997 pada Pasal 6 ayat (1), (2), (3), dan (4), yaitu sebagai
berikut :
Pasal 6
(1). Nadzir sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) pasal 1
yang terdiri dari perorangan harus memenuhi syarat-
syarat berikut :
a. warganegara Republik Indonesia
b. Beragama Islam
c. Sudah dewasa
5 UUPA
d. Sehat jasmaniah dan rohaniah
e. Tidak berada di bawah pengampuan
f. Bertempat tinggal di Kecamatan tempat letaknya
tanah yang diwakafkan
(2). Jika berbentuk badan hukum, maka Nadzir harus
memenuhi persyaratan berikut :
a. Badan hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia
b. Mempunyai perwakilan di Kecamatan tempat letaknya
tanah yang diwakafkan
(3). Nadzir dimaksud dalam ayat (1) dan (2) harus
didaftar pada Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat
untuk mendapatkan pengesahan
(4). Jumlah Nadzir yang diperbolehkan untuk sesuatu
daerha seperti dimaksud dalam ayat (3), ditetapkan
oleh Menteri Agama berdasarkan kebutuhan
Dalam hal ini dapat kita lihat bahwa dalam mewakafkan hak
milik atas tanah harus melengkapi dengan surat-surat yang
berkaitan dengan tanah tersebut. Surat-surat yang akan dilengkapi
inilah yang selanjutnya juga termasuk ke dalam syarat-syarat
untuk mewakafkan hak milik atas tanah. Hal tersebut diatur dalam
Pasal 9 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1997, yaitu
sebagai berikut :
“ Dalam melaksanakan ikrar seperti yang dimaksud
ayat (1) pihak yang mewakafkan tanah diharuskan
membawa serta dan menyerahkan kepada Pejabat
tersebut dalam ayat (2) surat-surat berikut :
a. Sertifikat hak milik atau tanda bukti
pemilikan tanah lainnya
b. Surat keterangan dari Kepala Desa yang
diperkuat oleh Kepala Kecamatan setempat yang
menerangkan kebenaran pemilikan tanah dan
tidak tersangkut seusatu sengketa
c. Surat keterangan Pendaftaran tanah
d. Izin dari Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah
cq. Kepala Sub Direktorat Agraria Setempat”6
Syarat-syarat harta yang diwakafkan sebagai berikut:
1) Diwakafkan untuk selama-lamanya, tidak terbatas waktu
tertentu (disebut takbid).
2) Tunai tanpa menggantungkan pada suatu peristiwa di masa
yang akan datang. Misalnya, “Saya wakafkan bila dapat
keuntungan yang lebih besar dari usaha yang akan datang”.
Hal ini disebut tanjiz
3) Jelas mauquf alaih nya (orang yang diberi wakaf) dan bisa
dimiliki barang yang diwakafkan (mauquf) itu
3. Harta yang Diwakafkan
Wakaf meskipun tergolong pemberian sunah, namun tidak bisa
dikatakan sebagai sedekah biasa. Sebab harta yang diserahkan
haruslah harta yang tidak habis dipakai, tapi bermanfaat secara
6 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1997
terus menerus dan tidak boleh pula dimiliki secara perseorangan
sebagai hak milik penuh. Oleh karena itu, harta yang diwakafkan
harus berwujud barang yang tahan lama dan bermanfaat untuk orang
banyak, misalnya:
a. sebidang tanah
b. pepohonan untuk diambil manfaat atau hasilnya
c. bangunan masjid, madrasah, atau jembatan
Dalam Islam, pemberian semacam ini termasuk sedekah jariyah atau
amal jariyah, yaitu sedekah yang pahalanya akan terus menerus
mengalir kepada orang yang bersedekah. Bahkan setelah meninggal
sekalipun, selama harta yang diwakafkan itu tetap bermanfaat.
Hadits nabi SAW:
ا ات� اذ� ن� م �ع اذم اب ط ق� �مله ان ن� الا ع لات م : ث ه� دق� ص ه� 'اري �لم او ج ع ع ف� ت� ن2 'ه ي �د او ي ح ول ال دعوله ص '(مسلم رواه )ثArtinya: “Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah
semua amalnya, kecuali tiga (macam), yaitu sedekah jariyah (yang
mengalir terus), ilmu yang dimanfaatkan, atu anak shaleh yang
mendoakannya.” (HR Muslim)
Adapun unsur-unsur atau rukun wakaf menurut sebagain besar ulama
dan figh Islam, telah dikenal ada 6 (enam) rukun atau unsur
wakaf adalah seperti diuraikan di bawah ini.
a. Benda harus memiliki nilai guna
Tidak sah hukumya sesuatu yang bukan benda, misalnya hak-hak
yang bersangkut paut dengan benda, seperti hak irigasi, hak
lewat, hak pakai dan lain sebagainya. Tidak sah pula mewakafkan
benda yang tidak berharga menurut syara, yaitu benda yang tidak
boleh diambil manfaatnya, seperti benda memabukkan dan benda-
benda haram lainnya.
b. Benda tetap atau benda bergerak
Secara garis umum yang dijadikan sandaran golongan syafiyyah
dalam mewakafkan hartanya dilihat dari kekekalan fungsi atau
manfaat dari harta tersebut, baik berupa barang tak bergerak,
barang bergerak maupun barang kongsi (milik bersama).
c. Benda yang diwakafkan harus tertentu (diketahui) ketika
terjadi akad wakaf
Penentuan benda tersebut bisa ditetapkam dengan jumlah seperti
seratus juta rupiah, atau bisa juga menyebutkan dengan nishab
terhadap benda tertentu, misalnya separuh tanah yang dimiliki
dan lain sebagainya. Wakaf yang tidak menyebutkan secara jelas
terhadap harta yang akan diwakafkan tidak sah hukumnya seperti
mewakafkan sebagian tanah yang dimiliki, sejumlah buku, dan
sebagainya.
d. Benda yang diwakafkan benar-benar telah menjadi milik tetap
(al-milk at-tamm) si wakif(orang yang mewakafkan) ketika terjadi
akad wakaf
Dengan demikian, jika seseorang mewakafkan benda yang bukan atau
belum menjadi miliknya, walaupun nantinya akan menjadi miliknya
maka hukumnya tidak sah, seperti mewakafkan tanah yang masih
dalam sengketa atau jaminan jual beli dan lain sebagainya.
e. Dalam hal Wakif tidak dapat menyatakan ikrar wakaf secara
lisan atau tidak dapat hadir dalam pelaksanaan ikrar wakif,
karena alasan yang dibenarkan oleh hukum, wakif dapat menunjuk
kuasanya dengan surat kuasa yang diperkuat oleh 2 (dua) orang
saksi.
2.3 AKIBAT DARI WAKAF YANG MERUGIKAN AHLI WARIS
Wakaf merupakan perbuatan yang sangat dianjurkan untuk
dilaksanakan oleh umat Islam, karena wakaf sangat bermanfaat bagi
kepentingan pengembangan da pembinaan agam Islam serta sangat
bermanfaat bagi kemaslahatan umat Islam. Meskipun demikian
pelaksanaan wakaf tidak boleh berlebihan, dalam arti bahwa wakif
tidak boleh memberi wakaf yang dapat merugikan ahli waris wakif
itu sendiri, misalnya wakif mewakafkan seluruh harta bendanya
untuk anak laki-laki, sedangkan untkuk anak yang perempuan tidak
diberi wakaf.
Dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 dinyatakan tidak ada
pembatasan jumlah harta yang diwakafkan. Namun terkait dengan
hukum wasiat, maka sangat relevan bahwa pembatasan wakaf adalah
1/3 dari jumlah harta yang dimiliki. Tujuannya adalah untuk
kesejahteraan anggota keluarga pewakaf. Sebagaimana hadis nabi
Muhammad saw :
“ketika Saad bin Abi Waqqas bertanya kepada Nabi
Muhammad saw tentang memberikan 2/3 (dua pertiga)
uangnya untuk sedekah. Saad memiliki putrid. Nabi
saw menolak jumlah tersebut. Kemudian Saad meminta
menyedekahkan ½ (setengah). Nabi saw juga
menolaknya. Akhirnya, Saad meminta menyedekahkan
1/3. Nabi saw sebenarnya enggan. Kemudian beliau
SAW bersabda “Kalau begitu sepertiga dan sepertiga itu sudah
cukup banyak”. Sesungguhnya jika engkau meninggalkan ahli
warismu dalam keadaan kaya, itu lebih baik daripada engkau
meninggalkan mereka dalam keadaan miskin, meminta-minta
kepada orang lain. (Shahih Bukhori dan Muslim)”7
“Tidak ada yan dirugikan dan tidak ada yang merugikan di dalam
Islam”
Dengan demikian, Wakaf yang merugikan kepentingan ahli
waris, menurut Sayyid Sabiq berdasarkan hadits tersebut diatas,
maka wakafnya batal. Wakaf yang merugikan ahli waris, menurut
Sayyid Sabiq orang yang berwakaf (wakif) seperti ini berarti
tidak ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT, bahkan dia ingin
menentang hukum Allah SWT. Karena wakaf yang merugikan ahli waris
7 http, books.google.co.id
atau yang serupa itu, dilaksanakan mendasarkan nafsu atau wakaf
thogut (setan)8. Mendasarkan pada hadits tersebut diatas,
jelaslah bahwa wakaf atau sedekah meskipun perbuatan ibadah
maliyah yang sangat dianjurkan oleh Allah SWT dan Rasulnya,
tetapi tidak boleh berlebihan, jangan sampai wakaf ataupun
sedekah menjadi sebab terlantarnya ahli waris atau keluarga,
karenanya dalam hal ini hukum Islam membatasi jumlah harta yang
diwakafkan oleh wakif sebesar 1/3 (sepertiga) dari keseluruhan
harta wakif, dan yang demikian ini merupakan suatu yang diajarkan
Rasulullah saw pada para sahabatnya.
2.4 PENGATURAN WAKAF DALAM HUKUM ISLAM
Tujuan wakaf dapat tercapai dengan baik, apabila faktor-
faktor pendukungnya ada dan berjalan. Misalnya nadir atau
pemelihara barang wakaf. Wakaf yang diserahkan kepada badan hukum
biasanya tidak mengalami kesulitan. Karena mekanisme kerja,
susunan personalia, dan program kerja telah disiapkan secara
matang oleh yayasan penanggung jawabnya.
Pengaturan wakaf ini sudah barang tentu berbeda-beda antara
masing-masing orang yang mewakafkannya meskipun tujuan utamanya
sama, yaitu demi kemaslahatan umum. Penyerahan wakaf secara
tertulis diatas materai atau dengan akta notaris adalah cara yang
terbaik pengaturan wakaf. Dengan cara demikian, kemungkinan
8 http://download.portalgaruda.org/article.php?article=104866&val=1322
penyimpangan dan penyelewengan dari tujuan wakaf semula mudah
dikontrol dan diselesaikan. Apalagi jika wakaf itu diterima dan
dikelola oleh yayasan-yayasan yang telah bonafide dan
profesional, kemungkinan penyelewengan akan lebih kecil.
Tetapi jika dilihat melalui kaca mata hukum, ajaran wakaf
mempunyai landasan hukum yang selanjutnya akan dapat membantu
pelaksanaan wakaf itu sendiri sebelum terbitnya pengaturan dalam
ajaran wakaf itu sendiri, landasan yang dimaksud yaitu sebagai
berikut :
1. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang
Perwakafan Tanah Milik
2. Peraturan Menteri dalam Negeri No. 6 Tahun 1977
tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah mengenai
Perwakafan Tanah Milik
3. Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1978 Tentang
Peraturan Pelasanaan Peraturan Pemerintah No. 28
Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik
4. Peraturan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat
Islam No. Kep/P/75/1978 tentang Formulir dan Pedoman
Peraturan-Peraturan tentang Perwakafan Tanah Milik9
9 https://hbis.wordpress.com/2008/12/15/hukum-islam-tentang-wakafinfaq-dan-haji/
Di Indonesia ajaran wakaf dalam hukum Islam diatur dalam
Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004, perkataan wakaf berasal dari
bahasa Arab yaitu waaf yang berarti menahan, berhenti, atau tetap
berdiri. Untuk menciptakan hukum dan administrasi wakaf guna
melindungi harta benda wakaf, Undang-undang ini menegaskan bahwa
perbuatan hukum wakaf wajib dicatat dan dituangkan dalam akta
ikrar wakaf dan didaftarkan serta diumumkan yang pelaksanaannya
dilakukan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai wakaf dan harus
dilaksanakan. Undang-undang ini memisahkan wakaf-ahli yang
pengelolaan dan pemanfaatan harta benda wakaf terbatas untuk
kerabat (ahli waris). Lembaga keuangan syariah adalah badan hukum
Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku yang bergerak dibidang keuangan syariah,
misalnya badan hukum dibidang perbankan syariah. Dimungkinkannya
agar memudahkan wakif untuk mewakafkan uang miliknya.
Diatur pula bahwa salah satu langkah strategis untuk
meningkatkan kesejahteraan umum, perlu meningkatkan peran wakaf
sebagai pranata keagamaan yang tidak hanya bertujuan menyediakan
berbagai sarana ibadah dan social tetapi juga memiliki kekuatan
ekonomi yang berpotensi. Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004
tentang wakaf telah mengakomodir segala hal yang berhubungan
tentang wakaf menuju kepada wakaf produktif. PERPU ini telah
mempersiapkan seluruh potensi wakaf yang ada di tanah air, semua
harta wakaf yang mempunyai nilai komersial yang tinggi harus
ditata kembali dan hasilnya disalurkan untuk kesejahteraan
masyarakat.
Adapun tata cara perwakafan adalah :
1. Pihak yang hendak mewakafkan dapat menyatakan ikrar
wakaf dihadapan Pejabat Pembuat akta ikrar (PPAIW)
wakaf untuk melaksanakan ikrar wakaf
2. Isi dan bentuk ikrar wakaf ditetapkan oleh Menteri
Agama
3. Pelaksanaan ikrar, demikian pula pembuatan ikrar wakaf,
dianggap sah jika dihadiri dan disaksikan oleh
sekurang-kurangnya dua orang saksi
4. Dalam melaksanakan ikrar seperti dimaksud ayat 1 pihak
yang mewakafkan diharuskan menyerahkan kepada pejabat
yang tersebut dalam pasal 25 ayat 6 surat-surat sebagai
berikut :
a. tanda bukti pemilikan harta benda
b. jika benda yang diwakafkan berupa benda tidak
bergerak, maka harus disertai surat keterangan dari
kepala desa, yang diperkuat oleh camat setempat yang
menerangkan pemilikan benda tidak bergerak dimaksud
c. surat atau dokumen tertulis yang merupakan
kelengkapan dari benda tidak bergerak yang
bersangkutan10
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari Pembahasan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
wakaf itu termasuk salah satu diantara macam pemberian, akan
tetapi hanya boleh diambil manfaatnya, dan bendanya harus tetap
utuh. Oleh karena itu, harta yang layak untuk diwakafkan adalah
10 Umar Said Sugiarto, S.H,MKN. 2013. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika.
harta yang tidak habis dipakai dan umumnya tidak dapat
dipindahkan, mislanya tanah, bangunan dan sejenisnya. Utamanya
untuk kepentingan umum, misalnya untuk masjid, mushala, pondok
pesantren, panti asuhan, jalan umum, dan sebagainya. Hukum wakaf
sama dengan amal jariyah. Sesuai dengan jenis amalnya maka
berwakaf bukan sekedar berderma (sedekah) biasa, tetapi lebih
besar pahala dan manfaatnya terhadap orang yang berwakaf. Pahala
yang diterima mengalir terus menerus selama barang atau benda
yang diwakafkan itu masih berguna dan bermanfaat. Hukum wakaf
adalah sunah.
Ditegaskan dalam hadits: Harta yang diwakafkan tidak boleh
dijual, dihibahkan atau diwariskan. Akan tetapi, harta wakaf
tersebut harus secara terus menerus dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan umum sebagaimana maksud orang yang mewakafkan. Hadits
Nabi yang artinya: “Sesungguhnya Umar telah mendapatkan sebidang
tanah di Khaibar. Umar bertanya kepada Rasulullah SAW; Wahai
Rasulullah apakah perintahmu kepadaku sehubungan dengan tanah
tersebut? Beliau menjawab: Jika engkau suka tahanlah tanah itu
dan sedekahkan manfaatnya! Maka dengan petunjuk beliau itu, Umar
menyedekahkan tanahnya dengan perjanjian tidak akan dijual
tanahnya, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan.”
Daftar Pustaka
1. Umar Said Sugiarto, S.H,MKN. 2013. Pengantar Hukum
Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika.
2. https://hbis.wordpress.com/2008/12/15/hukum-islam-tentang-
wakafinfaq-dan-haji/
3. http, books.google.co.id
4. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1997 tentang Wakaf
5. http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=104866&val=1322
6. Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
7. https://hbis.wordpress.com/2008/12/15/hukum-islam-tentang-
wakafinfaq-dan-haji/
8. Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
9. Undang – Undang Pokok Agraria
10. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1997 tentang
pewakafan tanah.
KATA PENGANTAR
“OM SWASTIYASTU”
Puji syukur kami sampaikan kehadapan Tuhan Hyang Masa Esa,
Karena atas berkat beliaulah kami dapat menyusun dan
menyelesaikan tugas paper ini. Makalah ini berjudul tentang
WAKAF. Makalah ini kami susun antara lain untuk menyelesaikan
tugas paper sekaligus untuk memperdalam mata kuliah Hukum Islam
semester 3. Kami menyadari, dalam makalah ini masih banyak
kesalahan dan kekurangan, hal ini disebabkan terbatasnya
kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki. Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran. Demi perbaikan dan
kesempurnaan Makalah ini di waktu yang akan datang. Semoga
Makalah ini dapat bermanfaat bagi kami pada khusunya dan pembaca
pada umumnya.
“OM SHANTI…SHANTI…SHANTI…OM”
ii
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar .......................................................
.......................................................... ii
Daftar
Isi .............................................................
.............................................................
iii
I.
PENDAHULUAN .....................................................
........................................... 1
1.1 Latar
Belakang ........................................................
....................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah .........................................................
................................. 2
1.3
Tujuan ..........................................................
................................................... 2
1.4 Manfaat
………..............................................................
................................. 2
II.
PEMBAHASAN ......................................................
............................................. 3
2.1 Pengertian
Wakaf............................................................
................................. 3
2.2 Syarat-syarat Wakaf.....................................
……………………..................... 6
2.3 Wakaf yang merugikan ahli
waris............................................................
....... 9
2.4 Pengaturan dalam
Wakaf............................................................
.....................10
III.
Penutup .........................................................
.......................................................... 15
3.1
Kesimpulan ......................................................
................................................. 15
Daftar
Pustaka .........................................................
......................................................... 16
Top Related