JAKARTA 2019 - Amani Library Management System | LSPR ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
15 -
download
0
Transcript of JAKARTA 2019 - Amani Library Management System | LSPR ...
FENOMENA KONSEP DIRI DI KALANGAN REMAJA DALAM PEMBUATAN SECOND ACCOUNT DI INSTAGRAM
TESIS
Diajukan oleh:
Nama : Lydia Oktavina Cobis NIM : 172.2012.0097 Konsentrasi : Social and Mass Media
Management
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Mencapai Gelar Master Ilmu Komunikasi
JAKARTA 2019
LSP
R
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia, rahmat, kekuatan dan dukungan yang diberikan-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis tidak mungkin dapat
menyelesaikan tesis ini tanpa adanya arahan, bantuan, dan dukungan dari
staff dan dosen, dosen pembimbing, keluarga dan teman. Oleh karena itu,
saya ingin mengucapkan terima kasih dan mengucap syukur kepada orang-
orang tersebut.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing Ibu
Rani Chandra Oktaviani, M. Si. Yang bersedia meluangkan waktu dan
kesabarannya untuk memberikan bimbingan yang sangat berarti sehingga
penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada orang-orang
terkasih orang tua, Jacob Cobis dan Lanny, kakak-kakak, Ronald, Mikhael,
Immanuel, Robin, tante dan om, Angelika dan Denny, untuk doa-doa, kasih
sayang, dorongan semangat, pengorbanan dan dukungan, baik secara
rohani maupun jasmani. Penulis sangat beruntung mempunyai mereka yang
tetap setia dikala suka dan duka.
Penulis sangat berterima kasih kepada teman-teman yang setia dan terus
mendukung: Tim Acara dan terkhususnya teman-teman 12A-CER-SMMM
yang terus setia untuk saling mendukung, setia dikala susah dan senang.
Penulis juga berterima kasih kepada semua orang yang telah mendukung
dalam menyelesaikan penelitian ini secara langsung maupun tidak langsung.
Terakhir, penulis mohon maaf dan pengertian sebesar-besarnya apabila
terdapat kekeliruan, kesalahan ataupun segala kekurangan dalam penulisan
tesis ini, baik yang disadari maupun yang tidak disadari.
Jakarta, 16 Agustus 2019
Lydia Oktavina Cobis
LSP
R
CURRICULUM VITAE
Lydia Oktavina Cobis
KOMP. BPP Blok F No. 3
Jl. Teluk Tomini, Sukapura,
Cilincing, Jakarta Utara
Mobile: 087868503557
E-mail: [email protected]
Personal Profile
Name: Lydia Oktavina Cobis
Place/DOB: Jakarta, July 31, 1996
Nationality: Indonesian Marital
Status: Single
Work Experience
TRANS CORP – TRANS TV Jan 2018 – March 2018
Creative (Intern)
Education Background
Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi
London School of Public Relations-Jakarta
Performing Arts Communication Major, Undergraduate Degree
2014-2018
92 Senior High School Jakarta, Majoring in Social
Organizational Experience
Putra Putri Kepulauan Seribu 2014 - Project Officer
Launching Album “The Answer” – Project Officer 2016
Drama Musikal “Holywin 5” – Show Director 2017
International Certification
City & Guilds – UK’s English for Business Communication International
Examination (Level 1 – First Class Pass), 2018
LSP
R
i
ABSTRAK SEKOLAH TINGGI ILMU KOMUNIKASI
THE LONDON SCHOOL OF PUBLIC RELATIONS – JAKARTA PROGRAM PASCASARJANA ILMU KOMUNIKASI
Nama : Lydia Oktavina Cobis NIM : 172.2012.0097 Judul : Fenomena Konsep Diri di Kalangan Remaja Dalam Pembuatan Second Account di Instagram Jumlah Halaman : 79 halaman, 31 lampiran Referensi : 16 buku, 1 internet website, 10 jurnal Thesis ini meneliti tentang konsep diri remaja menggunakan fitur second account pada media sosial Instagram. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui konsep diri remaja dalam pembuatan second account di Instagram dari pengetahuan, harapan, dan penilaian. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Looking-glass self sebagai teori utama, selain itu teori ini juga didukung oleh beberapa teori lainnya yaitu teori Remaja dan teori Identitas Diri Remaja. Teori Looking-glass self yang digunakan adalah teori Looking-glass self menurut Calhaoun & Acocella. Teori ini memiliki tiga dimensi yaitu, pengetahuan, harapan, dan penilaian yang digunakan untuk mencari konsep diri remaja SMA terhadap penggunaan second account di Instagram. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan menggunakan teknik wawancara in-dept interview dan analisis data kepada 8 narasumber dimana 1 narasumber merupakan ahli di bidang psikolog, 1 narasumber merupakan ahli di bidang akademisi dan praktisi millennials dan 6 narasumber yang merupakan siswa siswi SMAN 92 Jakarta. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa berdasarkan konsep diri pada remaja SMA dalam pembuatan second account di Instagram, dilihat dari dimensi pengetahuan, harapan, dan penilaian, adanya pengaruh dari lingkungan sosial yang dibangun dari hubungan teman yang dipercayai oleh pemilik second account, adanya konsep diri yang ingin diakui di lingkungannya, ingin dilihat pribadi diri dari pemilik second account tersebut yang berbeda dari akun resmi. Dengan kata lain, ketiga elemen yang digunakan dalam penelitian ini dikatakan sesuai dengan fenomena yang sedang terjadi di lingkungan remaja millennials yang aktif menggunakan media sosial terkhususnya pada pembuatan second account di Instagram. Kata Kunci: konsep diri, remaja, Instagram
LSP
R
ii
ABSTRACT
SEKOLAH TINGGI ILMU KOMUNIKASI THE LONDON SCHOOL OF PUBLIC RELATIONS – JAKARTA
MASTER DEGREE OF COMMUNICATION Name : Lydia Oktavina Cobis NIM : 172.2012.0097 Title : The Phenomenon of Self-concept among Teenagers in Making Second Account on Instagram Pages : 79 pages, 31 attachments Reference : 16 books, 1 internet website, 10 journals This Thesis examines the teenager’s self-concept using the second account on Instagram. This research is done with the aim to know the concept of teenage self in making second account on Instagram from knowledge, hope, and valuation. The theory used in this study was the theory of Looking-glass Self as the main theory, this theory is also supported by some other theories of Teenage theory, Teenage self-identity theory, Social Media, and Instagram. The theory of Looking-glass self used is the theory according to Calhaoun & Acocella. This theory has three dimensions; knowledge, hope, valuation which used to find a concept of teenage self on the use of second account on Instagram. The research method used in this study is a qualitative method. Data collection is conducted using in-dept interview techniques and data analysis to 8 sources which is 1 source is experts in the field of psychologists, 1 source is experts in the field of academics and practitioners also 6 sources are students of SMAN 92 Jakarta. From this research, it can be concluded that based on the concept of high school teenager in making second account on Instagram, from the dimensions of knowledge, hope, and valuation, influence of the social environment built from a friend’s relationship trusted by the second account owner, concept of self that wants to be recognized in his environment, want to be seen personally from the owner of the second account that is different from the official account. In other words, the three elements used in this study are said to be in accordance with the phenomenon that is happening in the environment of teenager active using social media especially in the creation of a second account on Instagram. Kata Kunci: self-concept, teenagers, Instagram
LSP
R
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL Halaman
KATA PENGANTAR
LETTER OF CONFIRMATION
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
CURRICULUM VITAE
ABSTRAK ........................................................................................................
ABSTRACT ......................................................................................................
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………... i
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………….... v
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………...…. vi
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………….………..… vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ………………….……………..………..….. 1
1.2. Rumusan Masalah …………………..…..........……………..……..… 7
1.3. Tujuan Penelitian ………………………...……..…………….……... 8
1.4. Manfaat Penelitian ……………………………..……………….….… 8
1.4.1. Manfaat Akademis ……………………………..……………….….… 8
1.4.2. Manfaat Praktis ……………...…………………..………………..…. 8
1.5. Sistematika Penulisan ……………………………..……………..…. 9
LSP
R
iv
BAB II KERANGKA TEORETIS
2.1. Literature Review …………………………..………………..…..…... 12
2.2. Looking – Glass Self (Konsep Diri) ………………………….……... 17
2.3. Remaja ………………………………………………………………... 22
2.4. Identitas Diri Remaja ……………………………………………….... 24
2.5. Media Sosial ………………………………………………………..… 27
2.6. Instagram ………………………………………………………...…… 27
2.7. Kerangka Konseptual Penelitian ………..……………….…………. 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian ……….…..…………………………….....……… 32
3.2. Narasumber atau Unit Analisis …………………..……................... 33
3.3. Fokus Penelitian ……..………………………………………….....… 34
3.4. Teknik Pengumpulan Data ……….……….…………….………….. 34
3.4.1. Teknik Wawancara ……………………………………………...…… 35
3.5. Teknik Analisis Data ……….……………………………………...… 38
3.6. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan ……………..………….....… 40
3.7. Waktu danTempat Penelitian ……………….……………………... 42
3.8. Keterbatasan Penelitian ………………………………………….…. 43
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian ……….…..……….....……….. 44
4.2. Analisis ……………………………………………..……................... 46
LSP
R
v
4.2.1. Pengetahuan …….…..………………………………………….....… 46
4.2.2. Harapan ……….……….…………….……………………………….. 60
4.2.3. Penilaian ………………………………………………….……...…… 67
4.3. Pembahasan ……….…………………………………….………...… 71
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan …………………………..……………..…………..…..…... 74
5.2. Saran ………………………….…………………………………..…... 75
5.2.1. Saran Akademis ……………………………………………………... 75
5.2.2. Saran Praktis ……………………………….……………………….... 75
DAFTAR PUSTAKA ………………….………………………………………… 76
LSP
R
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Berita Mengenai Pengguna Instagram ……............................ 5
Gambar 2 Kerangka Konseptual Penelitian ..…………………………….. 31
Gambar 3 Logo Media Sosial Instagram ………………………………….. 44
LSP
R
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel1 Fokus Penelitian……………………….……...………………… 34
Tabel2 Waktu Penelitian ………………….……………………………. 43
LSP
R
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sebagai mahluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa orang lain,
maka ada satu hal yang menjadi kebutuhan pokok setiap manusia, yaitu
komunikasi. Komunikasi yang dibutuhkan bisa dari segi keterampilan atau
pengetahuan. Komunikasi banyak mengalami kemajuan dari tahun ke tahun,
layaknya ilmu lain yang terus berkembang. Komunikasi dulu hanya bisa
dilakukan antar individu yang tinggal berdekatan, salah satu contohnya
seperti bertegur sapa dan berbincang sebatas lingkungan hidupnya saja.
Pada masa modern banyak sekali ditemukan alat teknologi
komunikasi yang ditemukan dan digunakan pada masanya. Sebagaimana
perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang berkembang pesat
di berbagai negara manapun, Indonesia juga mengalami hal yang sama
walaupun sedikit terlambat di banding dengan negara lain. Di sisi lain,
teknologi informasi juga mengalami kemajuan yang pesat bahkan sebelum
teknologi komunikasi berkembang di Indonesia. Teknologi ini adalah
teknologi internet. Teknologi internet mulai berkembang di Indonesia pada
tahun 1993 dimana Universitas Indonesia memberikan perubahan dan
kemajuan internet dengan FASILKOM (Fasilitas Ilmu Komputer). Indonesia
terkenal dengan negara yang berkembang secara pesat, dimana jumlah
penduduk yang semakin bertambah setiap tahunnya.
LSP
R
2
Sebagai salah satu bagian dari masyarakat Indonesia yang secara
langsung merasakan berkembangnya dari zaman ke zaman. Memasuki era
dimana teknologi mulai menguasai manusia, sehingga membuat manusia
tidak bisa hidup tanpa teknologi, ditambah dengan teknologi yang canggih
dan juga internet. Zaman semakin berubah, dimana pada zaman
sebelumnya manusia bergantung dengan individu lainnya namun sekarang
manusia bergantung dengan kecanggihan teknologi yang bergerak dengan
cepat. Bahkan, melalui teknologi tersebut, seseorang dapat membangun
sebuah hubungan dengan orang lain dan juga dapat berkomunikasi dengan
baik melalui teknologi yang disediakan, atau dengan kata lain adanya media
komunikasi yang dirancang untuk memudahkan masyarakat dapat
berkomunikasi dengan baik. Maka dapat dilihat bahwa media menjadi salah
satu kebutuhan primer bagi setiap orang, baik kebutuhan informasi, hiburan,
pendidikan, dan akses pengetahuan dari berbagai negara. Kemajuan
teknologi dan informasi serta semakin canggihnya perangkat-perangkat yang
diproduksi oleh industri seperti menghadirkan “dunia dalam genggaman”.
Istilah ini sejajar dengan apa yang diutarakan oleh Thomas L. Friedman
(2007),
Sebagai the world is flat bahwa dunia semakin rata dan setiap orang
bisa mengakses apa pun dari sumber mana pun. (p.1)
LSP
R
3
Juga, sebagaimana diulas Richard Hunter (2002),
dengan world without secrets bahwa kehadiran media baru (new
media/cybermedia) menjadikan informasi sebagai sesuatu yang mudah dicari
dan terbuka. (p.1)
Menurut Fuchs (dalam Nasrullah,2017, p.6) kolaborasi dan kerjasama
juga menjadi fokus perhatian ketika membahas definisi sosial dalam media
sosial. Secara teori, ketika membahas kata sosial, ada kesepahaman bahwa
individu-individu yang ada di dalam komunitas itu tidak hanya berada dalam
sebuah lingkungan. Anggota komunitas harus berkolaborasi hingga bekerja
sama karena inilah karakter dari sosial itu sendiri.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa media sosial dapat
memberikan informasi, hiburan bahkan sampai ilmu pengetahuan dari
berbagai negara. Maka dari situlah perkembangan seseorang dalam
bertumbuh juga dipengaruhi oleh media sosial sehingga pengetahuan dari
individu itu sendiri semakin luas. Namun itu semua tergantung bagaimana
individu tersebut dapat menggunakannya dengan baik. Karena banyaknya
informasi yang dapat kita temukan dari media sosial berikan kepada si
pengguna internet dan media sosial sebagai ‘si media pesan’.
Begitu juga di media sosial seseorang menggunakannya sebagai
“cermin” dari dirinya yang bertujuan untuk mengetahui dirinya sendiri dari
luasnya jaringan sosial yang dibangunnya di media sosial. Salah satunya
pengguna media sosial di kalangan usia remaja, dimana remaja sedang
mengalami proses pubertas yang memberikan perubahan baik secara
LSP
R
4
mental maupun biologisnya. Didukung dari faktor lingkungan fisik maupun
“lingkungan” di media sosial yang selama ini dibangun.
Salah satu media sosial yang menarik untuk diteliti adalah Instagram.
Sebuah aplikasi yang bertujuan untuk membagikan foto dan video momen-
momen yang berarti bagi si pengguna. Sejak berdirinya Instagram, aplikasi
inilah yang penggunanya melonjak tinggi dalam menggunakan media sosial
tersebut. Banyak kemungkinan seseorang berpindah untuk lebih aktif di
Instagram ketimbang di media sosial lainnya. Pengguna Instagram juga dari
berbagai kalangan usia baik dari usia remaja hingga dewasa.
Yang lebih menariknya lagi, semenjak fitur akun Instagram hanya
dapat digunakan pada satu alat elektronik/gadget saja sampai dengan dalam
satu gadget dapat memiliki akun lebih dari satu akun Instagram dari si
pengguna. Banyak alasan yang menjadi kemungkinan munculnya akibat
yaitu mengapa seseorang memutuskan untuk membuat dua akun dengan
satu pengguna. Sebelumnya peneliti menemukan beberapa alasan mengapa
seseorang memiliki akun lebih dari satu, salah satunya seperti, akun yang
asli digunakan untuk membagikan momen pribadinya sedangkan akun
keduanya untuk media si pengguna tersebut untuk berjualan di media sosial.
LSP
R
5
Gambar 1. Berita Mengenai Pengguna Instagram
Sumber:https://techno.okezone.com/read/2018/10/23/207/1967962/instagra
m-lebih-banyak-digunakan-remaja-dibandingkan-snapchat, 2018
Dapat diketahui dari gambar diatas bahwa Instagram mampu
mengalahkan berbagai media sosial salah satunya Snapchat yang fungsinya
tidak jauh dengan Instagram. Namun setelah Instagram meng-improve
sistem yang ditawarkan selama ini, maka Instagram memiliki fitur yang
dimiliki oleh Snapchat yang disebut dengan “Instastory/Instagram Story”.
Masih banyak lagi fitur-fitur terbaru yang ditawarkan oleh Instagram yang
membuat para pengguna media sosial lain berpindah untuk lebih sering
menggunakan aplikasi Instagram setiap waktunya.
Salah satu fitur yang paling menarik yang ditawarkan oleh Instagram
yaitu adanya fitur second account atau disebut dengan Multi Akun, dimana
pengguna dapat membuat dan menggunakan banyak akun Instagram
dengan beragamnya tujuan dalam satu perangkat dan satu aplikasi. Fitur ini
tidak hanya digunakan oleh pengguna yang memiliki tujuan seperti
LSP
R
6
menjadikannya akun tersebut untuk media promosi atau media untuk
berbisnis saja, namun beragamnya tujuan yang dimiliki pengguna untuk
memutuskan membuat second account.
Pengguna Instagram tidak hanya orang-orang dewasa yang sudah
memiliki pemahaman yang baik dalam menggunakan media sosial, namun
pada kalangan remaja juga menggunakan Instagram terkhususnya
menggunakan fitur-fitur tersebut dengan tujuan dan dasar yang ingin dicapai.
Melalui berbagai macam media sosial yang banyak digunakan oleh
para pengguna di berbagai kalangan, baru-baru ini Indonesia sedang
maraknya kasus bullying, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dan
akibatnya kecanggihannya teknologi, masyarakat dapat mengambil atau
merekam peristiwa tersebut dan dengan cepat membagikannya kepada
seluruh masyarakat ataupun secara langsung dibagikan kepada pihak yang
berwajib. Seperti yang kita ketahui, bullying dapat membuat seseorang
menjadi depresi dan kurang percaya diri dalam masa dewasa.
Peneliti menemukan kasus yang belum lama ini terjadi di SMAN 92
Jakarta. Salah satu siswi di sekolah tersebut mengalami kasus bullying oleh
beberapa kakak kelasnya melalui second account yang digunakan oleh
kakak kelasnya tersebut. Kasus ini didasari dari adanya rasa tidak suka
terhadap gaya atau penampilan dari siswi tersebut dalam berpakaian, serta
beberapa tindakan yang dilakukan siswi tersebut, sehingga dilakukannya
kegiatan seperti menyebar luaskan foto atau video dari siswi tersebut,
mengemukakan komentar-komentar negatif di akun resmi di Instagram dari
LSP
R
7
siswi tersebut. Tidak hanya itu, kakak kelas dari siswi tersebut sampai
melakukan kegiatan membeli follower agar terkesan banyak orang yang
setuju atau berada di pihak yang sama untuk mem-bully siswi tersebut. Di
sisi lain, siswi tersebut juga memiliki second account yang digunakan untuk
mencurahkan isi hatinya, meluapkan rasa amarahnya, dan sebagainya.
Namun, kasus ini juga sudah sampai diketahui oleh orang tua kedua belah
pihak yaitu orang tua dari siswi yang di bully dan siswa-siswa (kakak kelas)
yang mem-bully. Orang tua dari siswa-siswa (kakak kelas) menyuruh
anaknya untuk meminta maaf. Dirasa masalah sudah selesai, ternyata kasus
ini masih terus dilakukan oleh siswa-siswa (kakak kelas) tersebut. (Data
primer pra-riset, 2019)
Kemudian ditemukannya kasus yang melibatkan bully-an di media
sosial Instagram dengan memberikan komentar-komentar negatif di akun
milik salah satu siswa di SMAN 92 Jakarta. Beberapa siswi yang membentuk
kelompok dan melakukan bully secara langsung dan secara tidak langsung
melalui media sosialnya di Instagram pribadi siswi yang menjadi korban
bully. Kasusnya akibat siswi yang menjadi korban dinilai tidak baik bagi
beberapa siswa di sekolah tersebut yaitu suka pergi ke club malam dan
memposting foto dengan busana yang kurang pantas untuk dibagikan di
media sosial, namun citra diri yang ditampilkan oleh korban adalah seperti
siswi yang polos dan lugu sehingga membuat beberapa siswa di sekolah
tersebut geram melihat tingkah laku yang ditunjukan di realitanya. (Data
primer pra-riset, 2019)
LSP
R
8
Peneliti merasa tertarik untuk mengetahui lebih detil terkhususnya
pada pengguna anak remaja yang juga memiliki dua akun Instagram. Karena
peneliti ingin mengetahui perkembangan remaja “zaman now” atau dengan
kata lain anak-anak millennials dalam menggunakan media sosial. Begitu
juga peneliti juga ingin mengetahui konsep diri yang dibangun melalui media
sosial yang semakin canggih, terkhususnya pada second account yang
dimiliki oleh pengguna.
1.2. Rumusan Masalah
Dalam pembahasan penelitian, dirumuskan masalah sebagai
berikut: Bagaimana pembentukan konsep diri yang dibangun melalui
kegiatan yang dilakukan pada second account di Instagram dari para
remaja pengguna media sosial Instagram.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah Untuk mengetahui fenomena remaja yang memiliki second
account dan konsep diri yang terbentuk dari memiliki second account.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
wawasan bagi pembaca dalam bidang komunikasi. Selain itu hasil
LSP
R
9
penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam menggunakan media sosial
dengan baik untuk kedepannya.
1.4.2. Manfaat Praktis
Diharapkan hasil studi ini dapat berguna dan memberikan
saran juga masukan kepada kalangan remaja yang aktif
menggunakan Instagram, terkhususnya yang memiliki second account
dalam menggunakan media sosial dengan baik.
1.5. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan bertujuan untuk memudahkan pembahasan
sehingga lebih jelas dan terarah. Penelitian ini terdiri dari lima bab dimana
setiap bab terdiri dari sub bab dan antara bab satu dengan yang lainnya
memiliki hubungan yang erat sehingga secara keseluruhan merupakan
rangkuman yang sistematis.
Adapun sistematika penelitian hasil studi ini sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian yang terbagi
atas manfaat akademis dan manfaat praktis, serta sistematika
penulisan.
LSP
R
10
BAB II KERANGKA TEORETIS
Bab ini menggunakan konsep penelitian dari teori yang
telah ada sebagai kerangka acuan untuk melakukan penelitian.
Dijabarkan dengan teori dan konsep tentang komunikasi,
fenomena dan konsep diri.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menguraikan metode penelitian yang akan
digunakan yaitu kualitatif. Metode yang digunakan berdasarkan
sumber data yang dibagi menjadi dua yaitu:
a. Data primer, data asli yang diperoleh dengan teknik
wawancara. Kemudian data-data hasil penelitian
dipilah kembali agar sesuai dengan yang dibutuhkan.
b. Data sekunder, data pendukung yang diperoleh dari
internet, dokumentasi, artikel jurnal atau buku-buku
yang berkaitan dengan penelitian.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan menguraikan penjelasan mengenai
fenomena dalam membuat dan memiliki second account dan
LSP
R
11
hasil konsep diri pengguna melalui hasil wawancara. Data yang
telah diuraikan akan dianalisis.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi simpulan dan saran dari seluruh penelitian
berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan
sebelumnya. Dalam bab ini akan disimpulkan keseluruhan
penelitian yang telah dilakukan dan diketahui hasil akhir dari
penelitian yang akan menjawab seluruh tujuan permasalahan
yang ada dalam bab sebelumnya disertai saran akademis
maupun saran praktis.
LSP
R
12
BAB II
KERANGKA TEORETIS
2.1. Literature Review
Penelitian ini menggunakan informasi dari sepuluh penelitian
sebelumnya yang pernah dilakukan. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Yenni Yuniati, Ani Yuningsih, dan Nurahmawati (2015), yang berjudul
Konsep Diri Remaja Dalam Komunikasi Sosial Melalui “Smartphone”.
Penelitian tersebut merupakan penelitian kualitatif yang berupaya melihat,
mengamati, mengeksplorasi pengalaman dan kesadaran informan melalui
penggunaan smartphone sebagai suatu fenomena. Bertujuan memperoleh
pemahaman dan menggambarkan realitas proses konstruksi makna sebagai
konsep diri remaja. Pendekatan fenomenologi mengasumsikan, fenomena
adalah pengalaman yang diserap secara sadar, melibatkan motif yang
berupaya menelaah tentang kesadaran individu berdasarkan pengalaman
yang dimilikinya. Hasil penelitian mengungkapkan, penggunaan smartphone
dianggap selalu bisa mengekspresikan dirinya melalui fitur-fitur yang terdapat
dalam smartphone. Motif mereka menggunakan smartphone, antara lain,
untuk sosialisasi diri, bergaul, membuka wawasan, eksistensi diri dan dapat
mempermudah berkomunikasi dan dianggap sebagai orang yang mudah
bergaul. Dengan menggunakan pendekatan fenomenologi dan dengan
metode ilmiah kualitatif bersifat class procedure yaitu dengan metode ilmiah
LSP
R
13
yaitu dengan pengumpulan data focus group discussion, wawancara, dan
observasi. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa individu
mempunyai persepsi yang berbeda-beda tentang peran media lokal dalam
mitigasi bencana alam di Minangkabau, dan setiap orang akan menanggapi
isi media dengan sangat berbeda, berdasarkan kepentingan mereka dan
disesuaikan dengan kepercayaan serta nilai-nilai sosial mereka.
Kemudian kajian selanjutnya dilakukan oleh Elsa Puji Juwita, Dasim
Budimansyah, dan Siti Nurbayani (2014) mengenai Peran Media Sosial
Terhadap Gaya Hidup Siswa SMA Negeri 5 Bandung. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dan menggunakan metode studi kasus.
Simpulan penelitian ini intensitas pengguna media sosial saat ini semakin
meningkat. Media sosial digunakan sebagai alat komunikasi maupun hiburan
di kalangan remaja perkotaan. Berkembangnya media sosial memberikan
dampak baik positif maupun negatif bagi penggunanya. Pembelajaran
sosiologi dapat dimanfaatkan sebagai contoh gaya hidup remaja saat ini
sebagai upaya membina karakter remaja dalam menghadapi era globalisasi.
Selanjutnya kajian yang dilakukan oleh Wilga Secsio Ratsja Putri, R.
Nunung Nurwati, dan Meilanny Budiarti (2016) mengenai Pengaruh Media
Sosial Terhadap Perilaku Remaja. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif karena ingin mendalami suatu fakta, gejala dan peristiwa
pengaruh media sosial terhadap perilaku remaja di lapangan sebagaimana
adanya dalam konteks ruang dan waktu serta situasi lingkungan remaja
LSP
R
14
secara alami. Peneliti menginginkan hasil penelitian berupa rincian data yang
lebih kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode
kuantitatif dan tidak memerlukan pengolahan data secara statistika. Hasil
dari penelitian kualitatif yang dibutuhkan peneliti adalah berupa informasi
yang mendalam mengenai pengaruh media sosial bagi remaja itu sendiri.
Kajian selanjutnya dilakukan oleh Aguslianto (2017) mengenai
Pengaruh Sosial Media Terhadap Akhlak Remaja (Studi Kasus di Kec. Kluet
Timur Kab. Aceh Selatan). Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
kualitatif, dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa observasi
dan wawancara. Hasil penelitian yang di peroleh berupa Di dalam sosial
media semua apa yang kita butuhkan akan terpenuhi, apa yang kita cari
akan di permudah hanya dengan menggunakan sosial media. Oleh karena
itu, sosial media banyak diminati oleh para remaja, apalagi dengan
perkembangan zaman maka sosial media semakin berkembang dengan
pesat. pengaruh sosial media terhadap akhlak remaja hampir mencakup
semua aspek kehidupan seperti aspek sosial, aspek agama serta aspek
moral sehingga banyak para remaja yang sudah terpengaruh oleh sosial
media.
Berikutnya kajian yang dilakukan oleh Rania Devi Handojo dan Lidia
Sandra (2013) mengenai Dinamika Konsep Diri Dalam Identitas Online
Remaja yang Kecanduan Facebook. Penelitian ini diadakan dengan tujuan
untuk mendapatkan gambaran dinamika konsep diri dalam identitas online
remaja yang kecanduan Facebook dengan menggunakan metode penelitian
LSP
R
15
deskriptif kualitatif. Wawancara dengan pedoman umum dan observasi
dilakukan pada tiga orang remaja putri berusia antara 12-20 tahun yang
mengalami kecanduan Facebook. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
adanya ketidaksesuaian antara diri aktual dengan diri ideal subjek. Identitas
online mempersempit jarak antara diri aktual dengan diri ideal subjek
sehingga subjek merasa nyaman di dalam dunia Facebook dan menjadi
kecanduan dengan Facebook
Kajian berikutnya diambil dari penelitian Felicia Wonodihadrjo (2014)
mengenai Komunikasi Kelompok yang Mempengaruhi Konsep Diri Dalam
Komunitas Cosplay “COSURA” Surabaya. Penelitian ini menggunakan
metode Kuantitatif deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
Konsep diri remaja anggota komunitas cosplay ini mengarah kepada konsep
diri yang positif setelah mereka bergabung dalam komunitas ini.
Kemudian kajian berikutnya dilakukan oleh Anang Sugeng Cahyono
(2016) mengenai Pengaruh Media Sosial Terhadap Perubahan Sosial
Masyarakat di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif.
Penelitian deskriptif adalah salah satu jenis penelitian yang tujuannya untuk
menyajikan gambaran lengkap / eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu
fenomena atau kenyataan sosial.
Kajian selanjutnya yang digunakan yaitu dilakukan oleh Pamela Felita,
Christine Siahaja, Vania Wijaya, Gracia Melisa, Marcella Chandra, dan
Rayini Dahesihsari (2016) mengenai Pemakaian Media Sosial dan Self
Concept Pada Remaja. Penelitian ini menggunakan metodekuantitatif
LSP
R
16
dengan metode survei. Hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar
remaja yang aktif menggunakan sosial media ingin terlihat baik dan
menampilkan citra konsep diri idealnya di profil media sosial mereka,
walaupun hal itu tidak sesuai dengan konsep diri nyata yang mereka miliki.
Berdasarkan hasil tersebut lalu disusun disain kampanye yang memberikan
penekanan pada bagaimana mengangkat real self remaja yang positif
walaupun tanpa penggunaan media sosial. Dengan demikian penggunaan
media sosial bisa dikurangi dan lebih banyak hal produktif yang bisa
dilakukan oleh para remaja untuk meningkatkan konsep diri positifnya.
Kajian selanjutnya dilakukan oleh Ilham Prisgunanto (2015) mengenai
Pengaruh Sosial Media Terhadap Tingkat Kepercayaan Bergaul Siswa.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif berjenis pengaruh asosiatif
dengan metode survei dan diadakan di sebuah sekolah menengah atas di
Jakarta yang berjumlah 125 orang siswa-siswi kelas VIII. Hasil penelitian
menunjukkan, bahwa tidak ada pengaruh sosial media terhadap tingkat
kepercayaan siswa-siswi sekolah dalam bergaul. Para siswasiswi sekolah
menggunakan sosial media hanya untuk keperluan mengisi waktu luang
saja. Dengan demikian tidak perlu ada ketakutan berlebihan bagi semua
pihak ketika siswa-siswi menggunakan sosial media dalam pergaulan sehari-
hari.
Dan kajian yang terakhir menggunakan penelitian yang dilakukan oleh
Bulan Cahya Sakti dan Much. Yulianto (2018) mengenai PENGGUNAAN
Media Sosial Instagram Dalam Pembentukan Identitas Diri Remaja.
LSP
R
17
Penelitian ini menggunakan teori Interaksionalisme Simbolik. Penelitian
kualitatif ini adalah Diskriptif Kualitatif. Teknik pengumpulan data yang
dilakukan adalah Indepth Interview dan Studi Pustaka, jumlah informan yang
diambil adalah 5 orang remaja, memiliki akun Instagram dan merupakan
pengguna aktif Instagram. Remaja memanfaatkan Instagram sebagai sarana
dalam mencari jati diri. Remaja yang menggunakan media sosial Instagram,
memanfaatkan berbagai macam fasilitas yang dimiliki oleh Instagram untuk
mengkontruksi identitas dirinya, dan sebagai wadah untuk unjuk diri.
Pembentukan identitas diri dalam media sosial Instagram tersebut
dipengaruhi oleh pikiran, pengalaman, dan masyarakat.
2.2. Looking Glass Self (Konsep Diri)
Konsep diri diartikan sebagai gambaran seseorang mengenal diri
sendiri yang merupakan gabungan dari keyakinan fisik, psikologis, sosial,
emosional aspiratif, dan prestasi yang mereka capai. Konsep diri merupakan
salah satu aspek yang cukup penting bagi individu dalam berperilaku. (dalam
Gufron & Risnawita, 2012, p.13) Calhaoun & Acocella (1995) mendefinisikan
konsep diri sebagai gambaran mental diri seseorang. (p.13)
Perkembangan konsep diri menurut Calhoun & Acocella (1950), ketika
lahir manusia tidak memiliki konsep diri, pengetahuan tentang diri sendiri,
harapan terhadap diri sendiri, dan penilaian pada diri sendiri. Artinya, individu
tidak sadar dia adalah bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungan. (p.14)
LSP
R
18
“Pada saat itu, individu mulai menyadari apa yang dilakukan seiring
dengan menguatnya pancaindra. Individu dapat membedakan dan belajar
tentang dunia yang bukan aku. Berdasarkan hal ini individu membangun
konsep diri” (Gufron & Risnawita, 2012, p.15)
Calhoun dan Acocella (1995) (Gufron & Risnawita, 2012, p.17)
mengatakan konsep diri terdiri dari tiga dimensi atau aspek:
1. Pengetahuan, apa yang individu ketahui tentang dirinya. Individu di
dalam benaknya terdapat satu daftar yang menggambarkan
dirinya, kelengkapan atau kekurangan fisik, usia, jenis kelamin,
kebangsaan, suku, pekerjaan, agama, dan lain-lain. Pengetahuan
tentang diri juga berasal dari kelompok sosial yang
diidentifikasikan oleh individu tersebut. Julukan ini juga dapat
berganti setiap saat sepanjang individu mengidentifikasikan diri
terhadap suatu kelompok tertentu, maka kelompok tersebut
memberikan informasi lain yang dimasukkan ke dalam potret dari
mental individu.
2. Harapan, individu juga mempunyai satu aspek pandangan tentang
kemungkinan dirinya menjadi apa di masa depan. Pendeknya,
individu mempunyai harapan bagi dirinya sendiri untuk menjadi diri
yang ideal.
3. Penilaian, individu berkedudukan sebagai penilai tentang dirinya
sendiri. Apakah bertentangan dengan (1) “siapakah saya”,
LSP
R
19
pengharapan bagi individu; (2) “seharusnya saya menjadi apa”,
standar bagi individu. Hasil penilaian tersebut disebut harga diri.
Semakin tidak sesuai antara harapan dan standar diri, maka akan
semakin rendah harga diri seseorang.
Pengaruh konsep diri terhadap perilaku individu menurut Pujijogjanti
(2004) (dalam Gufron & Risnawita, 2012, p.18) mengatakan ada tiga
peranan penting dari konsep diri sebagai penentu perilaku.
1. Konsep diri berperan dalam mempertahankan keselarasan batin.
Bila timbul perasaan, pikiran, dan persepsi yang tidak seimbang
atau bahkan saling berlawanan, maka akan terjadi iklim psikologi
yang tidak menyenangkan sehingga akan mengubah perilaku.
2. Keseluruhan sikap dan pandangan individu terhadap diri
berpengaruh besar terhadap pengalamannya. Setiap individu akan
memberikan penafsiran yang berbeda terhadap sesuatu yang
dihadapi.
3. Konsep diri adalah penentu pengharapan individu. Jadi
pengharapan adalah inti dari konsep diri. Konsep diri merupakan
seperangkat harapan dan penilaian perilaku yang menunjuk pada
harapan tersebut. Sikap dan pandangan negatif terhadap
kemampuan diri menyebabkan individu menetapkan titik harapan
yang rendah. Titik tolak yang rendah menyebabkan individu tidak
mempunyai motivasi yang tinggi.
LSP
R
20
Berdasarkan ketiga peranan konsep diri tersebut dapat disimpulkan
bahwa konsep diri selain berperan sebagai pengharapan juga berperan
sebagai sikap terhadap diri sendiri dan penyeimbang batin bagi individu.
Menurut Calhoun dan Acocella (1995) (Gufron & Risnawita, 2012,
p.19) membagi konsep diri menjadi dua, yaitu konsep diri yang positif dan
negatif.ciri konsep diri yang positif adalah yakin terhadap kemampuan dirinya
sendiri dalam mengatasi masalah, merasa sejajar dengan orang lain,
menerima pujian tanpa rasa malu, sadar bahwa tiap orang mempunyai
keragaman perasaan, hasrat, dan perilaku yang tidak disetujui oleh
masyarakat serta mampu mengembangkan diri karena sanggup
mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang buruk dan berupaya untuk
mengubahnya. Sementara itu, ciri konsep diri yang negatif adalah peka
terhadap kritik, responsive terhadap pujian, punya sikap hiperkritis,
cenderung merasa tidak disukai orang lain, dan pesimistis terhadap
kompetisi. Konsep diri pada setiap orang sesungguhnya tidak mutlak dalam
kondisi biner antara positif dan negatif, tetapi karena konsep diri berperan
penting sebagai pengarah dan penentu perilaku, maka harus diupayakan
dengan keras agar individu mempunyai banyak ciri-ciri konsep diri yang
positif.
Dari teori yang sudah dipaparkan sebelumnya, peneliti menambahkan
penjelasan dari salah satu ahli teori yaitu Charles Horton Cooley mengenai
konsep diri. Menurut Charles Horton Cooley (dalam Umiarso &
Elbadiansyah, 2014, p.140) memiliki suatu pandangan, konsep diri (self
LSP
R
21
concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Diri
yang berkembang melalui interaksi dengan orang lain ini oleh Charles Horton
Cooley disebut sebagai the looking-glass self; yang mengacu pada konsepsi
diri yang berasal dari membayangkan bagaimana orang lain menilai diri
individu.
Charles Horton Cooley memaparkan (dalam Umiarso & Elbadiansyah,
2014, p.143) bahwa konsep the looking-glass self terdapat tiga elemen
pokok yang bersifat fundamental, antara lain:
1. We imagine how our personality and appearance will look to other
people. Pada elemen ini, diri (self) akan membayangkan atau
mengimajinasikan kepribadian dan penampilannya akan dilihat
oleh orang lain.
2. We imagine how other people judge judge the appearance and
personality that we think we present. Artinya, diri (self) akan
membayangkan penilaian orang lain terhadap penampilannya
tersebut.
3. We develop a self-concept. If we think the evaluation is
unfavorable, our self-concept is enchanced. Pada elemen ini, diri
(self) mempunyai perasaan untuk mengembangkan konsep diri
(self-concept) sebagai bentuk tanggapan orang lainnya
terhadapnya seperti perasaan bangga atau malu.
LSP
R
22
C.H. Cooley menyimpulkan (dalam Umiarso & Elbadiansyah, 2014,
p.144) dari tiga elemen tersebut muncul suatu varian yang menjadi titik tekan
pada proses pengembangan konsep diri (self-concept) yaitu imajinasi diri
(self). Akan tetapi, theory looking-glass self bukan berarti sebagai bentuk
fantasi murni yang ekstrimnya semua konsepsi merupakan imajinasi mental
yang akhirnya mengabsurdkan tatanan konsep. Pada konteks ini, gambaran
mental dalam diri (self) merupakan cerminan dari realitas sosial, dari
kerangka ini jelas bahwa imajinasi mental yang murni dari realitas bukan
merupakan fantasi. Oleh sebab itu, Charles Horton Cooley dalam salah satu
diktumnya menyatakan bahwa imajinasi yang dimiliki manusia merupakan
fakta masyarakat yang solid dan berfungsi sebagai suatu warisan realitas
dunia subjektif.
2.3. Remaja
Menurut W. Stern, pembawaan, pengalaman, dan lingkungan
mempunyai peranan yang penting di dalam perkembangan individu.
Perkembangan individu akan ditentukan baik oleh faktor yang dibawa sejak
lahir (faktor endogen) maupun faktor lingkungan (termasuk pengalaman dan
pendidikan) yang merupakan faktor eksogen.” (Fitriyah dan Jauhar, 2014,
p.57)
Fitriyah dan Jauhar mengatakan bahwa remaja adalah waktu manusia
berumur belasan tahun. Pada masa remaja, manusia tidak dapat disebut
sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut anak-anak. Masa remaja
LSP
R
23
adalah masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa. Remaja
merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang
berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun. (2014, p.76) Hal ini senada
yang diungkapkan oleh Santrock (Fitriyah dan Jauhar, 2014, p.77) bahwa
remaja (adolescence) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara
masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif,
dan sosial-emosional. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para
ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini
biasanya dibedakan atas tiga, yaitu:
1. 12-15 tahun.
2. Masa remaja awal, 15-18 tahun.
3. Masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun.
4. Masa remaja akhir.
Fitriyah dan Jauhar telah menyimpulkan dari beberapa tokoh psikologi
mengenai masa remaja dapat dibagi dalam 2 periode, yaitu:(2014, p.92)
1. Periode masa puber usia 12-18 tahun.
a) Masa pra-pubertas: peralihan dari akhir masa kanak-kanak ke
masa awal pubertas. Cirinya:
1) Anak tidak suka diperlakukan seperti anak kecil lagi.
2) Anak mulai bersikap kritis.
b) Masa pubertas usia 14-16 tahun: masa remaja awal. Cirinya:
1) Mulai cemas dan bingung tentang oerubahan fisiknya
2) Memperhatikan penampilan.
LSP
R
24
3) Sikapnya tidak menentu/plin-plan.
4) Suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib.
c) Masa akhir pubertas usia 17-18 tahun: peralihan dari masa
pubertas ke masa adolesen. Cirinya:
1) Pertumbuhan fisik sudah mulai matang tetapi kedewasaan
psikologisnya belum tercapai sepenuhnya.
2) Proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal
dari remaja pria.
2. Periode remaja adolesen usia 19-21 tahun merupakan masa akhir
remaja. Beberapa sifat penting pada masa ini adalah:
a) Perhatiannya tertutup pada hal-hal realistis.
b) Mulai menyadari akan realitas.
c) Sikapnya mulai jelas tentang hidup.
d) Mulai Nampak bakat dan minatnya.
2.4. Identitas Diri Remaja
Panuju dan Umami menjelaskan bahwa pada masa remaja tujuan
utama dari seluruh perkembangannya adalah pembentukan identitas diri.
Apa yang dimaksud dengan identitas diri, tidaklah mudah diterangkan
dengan singkat. Secara garis besar, mengutip dari penjelasan Gunarsa
(1979, p.99) mengenai identitas dapat diartikan sebagai berikut: (1999, p.84)
LSP
R
25
1. Identitas dapat diartikan sebagai suatu inti pribadi yang tetap ada
walaupun mengalami perubahan bertahap seiring pertumbuhan umur
dan perubahan lingkungannya.
2. Identitas juga dapat diartikan sebagai tata hidup tertentu yang sudah
dibentuk pada masa-masa sebelumnya dan menentukan peran sosial
yang harus dijalankan.
3. Identitas merupakan hasil yang diperolehnya pada masa remaja,
tetapi masih akan terus mengalami perubahan dan pembaharuan.
4. Identitas dialami sebagai suatu kelangsungan di dalam dirinya dan
dalam hubungannya ke luar dirinya.
5. Identitas merupakan suatu persesuaian peranan sosial yang pada
asasnya mengalami perubahan
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa identitas merupakan
suatu kesatuan.
Ada beberapa faktor penting dalam perkembangan identitas diri
remaja, yakni:
1. Rasa percaya diri yang telah diperoleh dan senantiasa dipupuk
dan dikembangkan.
2. Sikap berdiri sendiri.
3. Keadaan keluarga dengan faktor-faktor yang menunjang
terwujudnya identifikasi diri.
4. Kemampuan remaja itu sendiri, dan taraf kemampuan
intelektualnya.
LSP
R
26
Persatuan yang terbentuk dari asas, cara hidup, pandangan-
pandangan yang menentukan cara hidup selanjutnya. Persatuan ini
merupakan inti seseorang yang menentukan cara meninjau diri sendiri dalam
pergaulan dan tinjauan di keluar dirinya. Ciri-ciri remaja menurut Hurlock
(dalam Fitriyah & Jauhar, 2014, p.82), antara lain:
a. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan –
perubahan yang dialami masa remaja akan memberikan dampak
langsung pada individu yang bersangkutan dan akan
mempengaruhi perkembangan selanjutnya.
b. Masa remaja sebagai periode pelatihan. Keadaan ini memberi
waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan
menentukan pola perilaku, nilai, dan sifat yang paling sesuai
dengan dirinya.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada
emosi perubahan tubuh, minat, dan peran (menjadi dewasa yang
mandiri), perubahan pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan
akan kebebasan.
d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang dicari
remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa
peranannya dalam masyarakat.
e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan.
Dikatakan demikian karena sulit diatur, cenderung berperilaku
kurang baik.
LSP
R
27
Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan
atau kesulitan dalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia sebelumnya
dan dalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa,
yaitu dengan merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan
dan terlibat dalam perilaku seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini
akan memberikan citra yang mereka inginkan.
2.5. Media Sosial
Menurut Fuchs (dalam Nasrullah,2017, p.6) kolaborasi dan kerjasama
juga menjadi fokus perhatian ketika membahas definisi sosial dalam media
sosial. Secara teori, ketika membahas kata sosial, ada kesepahaman bahwa
individu-individu yang ada di dalam komunitas itu tidak hanya berada dalam
sebuah lingkungan. Anggota komunitas harus berkolaborasi hingga bekerja
sama karena inilah karakter dari sosial itu sendiri.
Seperti yang dijelaskan oleh Meyrowitz (1999) (dalam Nasrullah,
2017, p.4) bahwa ada tiga ungkapan untuk melihat medium, Pertama,
medium sebagai saluran (medium-as- vessel/conduit). Seperti sebuah pipa
air, pipa merupakan sarana yang membawa air sesuai dengan alur yang
disiapkan.
Kemudian pada ungkapan kedua Meyrowitz (1999) (dalam Nasrullah,
2017, p.5) menjelaskan bahwa medium adalah bahasa (medium-as-
languange). Medium adalah bahasa itu sendiri. Ini bermakna bahwa media
LSP
R
28
memiliki sesuatu yang unik yang bisa mewakili ekspresi atau mengandung
suatu pesan.
Dan ungkapan ketiga, Meyrowitz (1999) (dalam Nasrullah, 2017, p.5)
menjelaskan bahwa medium sebagai lingkungan (medium-as-environment).
Maksudnya adalah media tidak bisa dipandang pada teks semata, tetapi juga
harus dilihat dalam segi konteks itu sendiri.
Pengertian sosial adalah dalam kajian Marx (1867) (dalam Nasrullah,
2017, p.8) ada penekanan bahwa sosial berarti terdapatnya karakter kerja
sama atau saling mengisi di antara individu dalam rangka membentuk
kualitas baru dari masyarakat.
Maka pengertian dari Media sosial adalah Nasrullah (2017)
menjelaskan bahwa dari berbagai definisi media sosial adalah “medium di
internet yang memungkinkan pengguna merepresentasikan dirinya maupun
berinteraksi, bekerja sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain
dan membentuk ikatan sosial secara virtual”. (p.11)
2.6. Instagram
Bambang (2012) menceritakan awal terbentuknya Instagram yaitu
welcome to Instagram. Inilah kalimat pembuka yang diucapkan Kevin
Systrom dan Mike Krieger di blog resminya pada 6 Oktober 2010, menandai
lahirnya aplikasi photo sharing revolusioner Instagram. Di startup yang
didirikannya yaitu Burbn, dua orang anak muda tersebut bahu membahu
LSP
R
29
bekerja keras untuk mewujudkan layanan jejaring sosial berbasis fotografi
sesuai impiannya (p. 3)
Bambang (2012) menceritakan awal bertemu dengan partnernya yaitu
Mike Krieger. Dia adalah sesama alumni dari Stanford University yang
mempelajari Symbolic Systems dengan fokus pada Human-Computer
Interaction (p. 5). Bambang (2012) juga menambahkan bahwa setelah Mike
bergabung, keduanya mengambil langkah mundur dengan melihat seperti
apa sebuah produk jika sudah berdiri. Pada saat itu, mereka membangun
Burbn menjadi aplikasi mobile berbasis HTML5 yang memungkinkan untuk:
check-in lokasi, membuat rencana (check-in masa depan), mendapatkan
poin untuk hang-out dengan teman, posting foto, dan banyak lagi (p. 6).
Kevin Systrom (dalam Bambang, 2012, p. 7) menjelaskan bahwa,
“kami ingin sesuatu yang relatif unik. Kami memiliki beberapa nama alternatif, tetapi ada banyak aplikasi lain dengan nama yang terlalu mirip,”
Karakteristik lain yang dibutuhkan adalah nama tersebut harus dieja
dengan mudah oleh semua orang. Maka, ditemukanlah nama Instagram,
yang merupakan kependekan dari kata “instant-telegram”.
Bambang (2012) menceritakan bahwa selama delapan minggu,
mereka berjibaku siang dan malam tanpa kenal lelah melakukan
perombakan Burbn untuk bertransformasi menjadi Instagram (IG) yang
hanya fokus ke layanan berbagi foto. Semua “tetek bengek” benar-benar
dikerjakan berdua. Mulai dari mendesain logo Photoshop hingga menulis
LSP
R
30
bahasa pemograman. Mereka mempelajari semua layanan berbagi foto yang
ada dengan menganalisis kelebihan dan kekurangannya. (p. 8)
Bambang (2012) juga menambahkan bahwa dari analisis tersebut,
setidaknya ada tiga hal utama yang menjadi dasar mereka mengembangkan
aplikasi: (p. 8)
1. Foto mobile terlihat kurang memuaskan. Meskipun jumlah megapiksel
pada kamera ponsel terus naik, kebanyakan foto mobile tidak memiliki
mood dan tone. Instagram berupaya untuk mengubahnya dengan
cara sangat sederhana untuk menstransfer masukan foto
menggunakan beberapa preset filter hanya dengan satu klik. Salah
satu upaya yang dijadikan ciri khas adalah membuat resep efek filter.
Pembuatan filter ini merupakan kombinasi dari banyak metode yang
berbeda. Dalam beberapa kasus mereka menggambar diatas gambar,
terkadang juga menghitung piksel matematika. Sangat tergantung
pada efek yang dibuat.
2. Kesulitan untuk berbagi ke semua teman-teman. IG kemudian
merancang cara yang sangat sederhana untuk berbagi foto tidak
hanya dengan pengikutnya dalam komunitas Instagram, tetapi juga
dengan Facebook, Twitter, Flickr, dan Tumblr. Semua hanya dengan
satu ketukan.
3. Butuh waktu yang sangat lama untuk upload foto, dan melihatnya pun
sangat lamban. Instagram berupaya membuat pengalaman
LSP
R
31
mengunggah, berbagi, dan melihat foto sehalus dan secepat mungkin
dengan perangkat iPhone terbaru atau yang lama sekalipun. Mike
membuka rahasianya ini dalam suatu presentasi. Ide dasarnya adalah
“menggerakan setiap bit saat tidak ada yang melihat”. Penerapannya
adalah foto sebenarnya mulai diunggah segera setelah pengguna
memilih filter dan pindah ke tahap berikutnya dari proses upload
seperti memberi caption, geo-tagging, memilih jejaring sosial, dan
sebagainya.
Bambang (2012) juga menjelaskan bahwa Instagram disukai karena
kemudahan dan kecepatannya dalam berbagi foto ditambah beberapa filter
bergaya retro yang menarik. Penggunanya bisa memanfaatkan 17 filter foto
yang mengubah nuansa warna dan memberi kesan foto yang berbeda.
Instagram memberikan cara baru berkomunikasi di jejaring sosial melalui
foto. (p.21)
Bambang (2012) juga memaparkan langkah-langkah pengguna
Instagram dari nol, yaitu: (p.21)
1. Instalasi, proses yang pertama kali dilakukan ketika ingin memakai
Instagram adalah menginstalnya ke ponsel.
2. Registrasi, untuk menikmati seluruh layanan yang ada di Instagram,
diperlukan sebuah akun yang merupakan identitas resmi sebagai
warga Instagram.
LSP
R
32
3. Antarmuka, setelah sukses melakukan resgistrasi dan memiliki akun
Instagram, kini kita mulai bisa bereksplorasi dengan aplikasi ini.
Enaknya Instagram adalah tampilan antar muka-nya yang sangat
sederhana dan mudah dimengerti. Sehingga orang awam pun akan
mudah menelusuri tiap menunya.
a. Homepage, setelah login dan menjalankan aplikasi Instagram,
maka kita akan masuk ke halaman utama yang menampilkan
linimasa (timeline) foto-foto terbaru dari sesama pengguna
yang telah diikuti.
b. Komentar, sebagai layanan jejaring sosial, Instagram tak lupa
menyediakan fitur komentar. Setiap foto yang ada di Instagram
bisa dikomentari.
c. Explore, di Twitter terkenal istilah trending topic, yaitu topik atau
pembahasan yang paling banyak diperbincangkan oleh para
pengguna. Sedangkan jika berada di Instagram, istilahnya
adalah ‘Explore’. Sebelumnya, fitur ini lebih dikenal bernama
‘Popular’ yang mana perubahan nama terjadi semenjak IG rilis
versi 2.5.0 pada 25 Juni 2012. Fungsi dasarnya tetap sama
yakni menampilkan foto yang paling banyak disukai.
d. Profil, di halaman profil, kita bisa mengetahui secara detail
mengenai informasi pengguna, baik itu diri kita maupun orang
LSP
R
33
lain sesama pengguna. Fitur ini menampilkan jumlah foto yang
telah diupload, jumlah follower, dan jumlah following.
2.7. Kerangka Konseptual Penelitian
Gambar 2. Kerangka Konseptual Penelitian, dari Data Olahan
Penelitian,2019
Remaja
Pembuatan
Second Account
Fenomena
Konsep Diri
(Looking-Glass Self) LSP
R
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Leedy &
Ormrod (2015), Patton (2001), Saunders, Lewis, & Thornhill (2016),
Sekaran&Bougie (2013) (dalam Sarosa, 2017, p.8) adalah penelitian yang
mencoba memahami fenomena dalam seting dan konteks naturalnya (bukan
di dalam laboraturium), yakni peneliti tidak berusaha memanipulasi
fenomena yang diamati. Creswell (1998) (dalam Emzir, 2016, p.2)
menekankan suatugambaran yang “kompleks dan holistik”, suatu rujukan
pada naratif yang kompleks yang mengajak pembaca kedalam dimensi
jamak dari sebuah masalah atau isu dan menyajikannya dalam semua
kompleksitasnya.
Seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono (2016, p.210) bahwa “dalam
penelitian kualitatif seperti yang telah dikemukakan, rumusan masalah yang
merupakan fokus penelitian masih bersifat sementara dan akan berkembang
setelah peneliti masuk lapangan atau situasi sosial tertentu”. (dalam Pawito,
2007, p.84)
LSP
R
33
Metodologi dalam penelitian kualitatif pada dasarnya adalah prosedur-
prosedur penelitian yang digunakan untuk menghasilkan data deskriptif yang
ditulis atau yang diucapkan orang dan perilaku-perilaku yang diamati. Melalui
pendekatan ini, peneliti dapat menggambarkan objek penelitian secara aktual
dan komprehensif.
3.2. Narasumber atau Unit Analisis
Dalam memenuhi data primer pada penelitian ini, peneliti melakukan
wawancara ke SMAN 92 Jakarta, serta mewawancarai delapan narasumber
yang memiliki pemahaman yang berkaitan dengan masalah penelitian
mengenai fenomena second account di Instagram, kemudian peneliti
mewawancarai salah satu akademisi di STIKOM LSPR Jakarta yaitu Bapak
Taufan Teguh Akbari yang memiliki pemahaman yang berkaitan dengan
masalah penelitian ini juga dapat memberikan informasi dari sisi akademis
dan narasumber yang terakhir merupakan narasumber dari praktisi yang ahli
dalam bidang psikolog yang memahami tentang pemahaman konsep diri
remaja yaitu Ibu Veronika Trimardhani. Unit analisis yang dikaji dalam
penelitian ini adalah konsep diri remaja yang terbentuk dalam menggunakan
media sosial terkhususnya pada Instagram dalam hal pembuatan atau
memiliki second account.
LSP
R
34
3.3. Fokus Penelitian
Tabel 1. Fokus Penelitian
Fokus
Penelitian
Elemen Evidensi
Konsep Diri
Pengetahuan
Wawancara dan
Analisis Data Harapan
Penilaian
Sumber: Calhoun dan Acocella, 2019
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Siregar mengatakan bahwa “data primer adalah data yang
dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau tempat
objek penelitian dilakukan” (2014, p.16). Dalam penelitian tentang fenomena
di kalangan remaja dalam pembuatan second account di Instagram ini
menggunakan jenis data primer dan data sekunder dalam teknik
pengumpulan data. Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber data
pertama di lapangan, yaitu wawancara. Data sekunder adalah data yang
diperoleh dari sumber kedua yakni dokumentasi, baik cetak maupun
penelusuran data online.
LSP
R
35
3.4.1. Teknik Wawancara
Menurut Esterberg (2002) (dalam Sugiyono,2016, p.231)
mendefinisikan wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk
bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat
dikonstruksikan makna dalam suatu topik terntentu. Pada penelitian ini,
peneliti menggunakan metode wawancara semiterstruktur (Semistructure
Interview). Menurut Sugiyono (2016, p.233) jenis wawancara ini sudah
termasuk dalam kategori in-dept interview, dimana dalam pelaksanaanya
lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari
wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih
terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-
idenya. Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara
teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan. Metode wawancara
yang digunakan juga sifatnya terbuka dimana peneliti mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang tidak dibatasi jawabannya, juga peneliti
memberikan kebebasan dalam memberikan jawabannya. “wawancara jenis
ini lebih banyak dipergunakan dalam penelitian kualitatif yang menuntut lebih
banyak informasi apa adanya tanpa intervensi peneliti” (Emzir,2016, p.51).
Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai enam narasumber yang
memiliki pemahaman yang berkaitan dengan masalah penelitian mengenai
fenomena dalam pembuatan second account di Instagram. Dari delapan
narasumber tersebut, enam diantaranya merupakan siswa-siswi SMAN 92
Jakarta yang mewakili pria dan wanita dari kelas X, XI, dan XII. Narasumber
LSP
R
36
kedua merupakan perwakilan dari salah satu akademisi dengan tujuan untuk
melihat dari sisi akademis yang mempunyai pengaruh dalam mendukung
penelitian ini. Narasumber ketiga merupakan perwakilan dari salah satu
psikolog dalam pemerhati remaja yang mempunyai pengaruh dalam
mendukung penelitian ini. Berikut adalah data narasumber yang akan diteliti:
1. Rizky Saddam
Informan pertama peneliti akan mewawancarai salah satu siswa pria
kelas X. Alasan peneliti meneliti Rizky dikarenakan beliau merupakan salah
satu pengguna media sosial Instagram dan juga aktif dalam menggunakan
media sosial tersebut. Beliau juga menggunakan fitur-fitur yang diberikan dari
media sosial tersebut sehingga beliau juga memahami masalah yang ingin
ditemukan dari penelitian ini.
2. Shafa Safira Azzahra
Informan kedua peneliti akan mewawancarai salah satu siswa wanita
kelas X. Alasan peneliti meneliti Shafa dikarenakan beliau merupakan salah
satu pengguna media sosial Instagram dan juga aktif dalam menggunakan
media sosial tersebut. Beliau juga memiliki second account pada Instagram
sehingga informan dapat memahami masalah dalam penelitian ini.
3. Hiras Martua
Informan ketiga peneliti akan mewawancarai salah satu siswa pria kelas
XI. Alasan peneliti meneliti Hiras dikarenakan beliau merupakan salah satu
pengguna media sosial Instagram dan juga aktif dalam menggunakan media
LSP
R
37
sosial tersebut. Beliau juga menggunakan fitur-fitur yang diberikan dari media
sosial tersebut sehingga beliau juga memahami masalah yang ingin
ditemukan dari penelitian ini.
4. Zahra Afifa Indrajaya
Informan keempat peneliti akan mewawancarai salah satu siswa wanita
kelas XI. Alasan peneliti meneliti Zahra dikarenakan beliau merupakan salah
satu pengguna media sosial Instagram dan juga aktif dalam menggunakan
media sosial tersebut. Beliau memiliki second account di Instagram dan juga
menggunakan fitur-fitur yang diberikan dari media sosial tersebut sehingga
beliau juga memahami masalah yang ingin ditemukan dari penelitian ini.
5. Andhien Riza Handoko
Informan kelima peneliti akan mewawancarai salah satu siswa wanita
kelas XII. Alasan peneliti meneliti Andhien dikarenakan beliau merupakan
salah satu pengguna media sosial Instagram dan juga aktif dalam
menggunakan media sosial tersebut. Beliau juga menggunakan fitur-fitur
yang diberikan dari media sosial tersebut sehingga beliau juga memahami
masalah yang ingin ditemukan dari penelitian ini.
6. Haikal Aranda
Informan keenam peneliti akan mewawancarai salah satu siswa pria
kelas XII. Alasan peneliti meneliti Haikal dikarenakan beliau merupakan
salah satu pengguna media sosial Instagram dan juga aktif dalam
menggunakan media sosial tersebut. Beliau juga menggunakan fitur-fitur
LSP
R
38
yang diberikan dari media sosial tersebut sehingga beliau juga memahami
masalah yang ingin ditemukan dari penelitian ini.
7. Bapak Taufan Teguh Akbari
Informan ketujuh peneliti akan mewawancarai salah satu akademisi.
Alasan peneliti memilih Bapak Taufan dikarenakan beliau merupakan salah
satu akademisi yang ahli dan dapat memberikan jawaban atau informasi
berdasarkan ilmu atau pengalaman yang beliau miliki, juga di sisi lain beliau
merupakan salah satu pendiri komunitas yang fokus kepada remaja
millennials, sehingga informasi atau jawaban yang disampaikan dapat
mendukung dan sesuai dengan masalah dalam penelitian.
8. Ibu Veronika Trimardhani
Informan kedelapan, peneliti akan mewawancarai salah satu psikolog.
Alasan peneliti memilih Ibu Vero dikarenakan beliau merupakan salah satu
praktisi yang ahli dalam bidang psikolog, sehingga beliau dapat memaparkan
jawabannya dalam menjelaskan masalah yang terdapat dalam penelitian ini.
3.5. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data kualitatif, Nasution (1988) (dalam
Sugiyono,2016, p.245) menyatakan “Analisis telah mulai sejak merumuskan
dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung
terus sampai penulisan hasil penelitian. Analisis data menjadi pegangan bagi
penelitian selanjutnya sampai jika mungkin, teori yang “grounded”. Namun
LSP
R
39
dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di
lapangan bersamaan dengan pengumpulan data.
Seperti yang dikemukakan oleh Miles & Huberman (1984) (dalam
Sugiyono,2016, p.246) bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai
tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu
data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang memerlukan
kecerdasan dan keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi. Dalam
melakukan reduksi data dapat mendiskusikan pada teman atau orang lain
yang dipandang ahli. Melalui diskusi itu, maka wawasan peneliti akan
berkembang, sehingga dapat mereduksi data-data yang memiliki nilai
temuan dan pengembangan teori yang signifikan. Dalam penelitian ini, data
yang didapat dari hasil wawancara yang dilakukan kepada 8 narasumber
akan disesuaikan dengan konsep dari teori konsep diri.
2. Data Display (Penyajian Data)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan
data. Melalui penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun
dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami. Yang paling
sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah
dengan teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplaykan data, maka akan
memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja
LSP
R
40
selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. Terdapat tiga
dimensi yang akan menggambarakan konsep diri terhadap remaja yang
membuat dan memiliki second account di Instagram. Oleh karena itu, dalam
meneliti makna dari fenomena pembuatan second account di Instagram,
peneliti mengkaji dan mengelompokan data yang didapat terlebih dahulu
agar memudahkan proses penelitian.
3. Conclusion Drawing/Verification (Penarikan dan Pengujian Kesimpulan)
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan
Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal
yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak
ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan
data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap
awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali
ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan
merupakan kesimpulan yang kredibel. Sebagaimana yang dijelaskan oleh
Sugiyono (2016, p.252), peneliti masih harus mengkonfirmasi, mempertajam,
atau mungkin merevisi kesimpulan-kesimpulan yang telah dibuat untuk
sampai pada kesimpulan final berupa proposisi-proposisi ilmiah mengenai
gejala atau realitas yang diteliti.
3.6. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan
Teknik yang digunakan dalam pemeriksaan keabsahan data dalam
penelitian ini adalah dengan triangulasi data. “triangulasi dalam pengujian
LSP
R
41
kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagi sumber
dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dengan demikian, terdapat
triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu”
(Sugiyono, 2016, p.273). Seperti yang dijelaskan oleh Sugiyono (2016,
p.274), triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan
cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
Kemudian triangulasi waktu, waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas
data. Untuk itu dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan
dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau
teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Sehingga dari data-data
yang telah dikumpulkan, maka akan dilakukan triangulasi data atau
pemeriksaan kebenaran kepada ahli dan narasumber utama.
Dalam penelitian kualitatif, validitas data dapat diusahakan dengan
analisis kasus negatif dan mengadakan membercheck. Menurut Sugiyono
(2016, p.275), kasus negatif adalah kasus yang tidak sesuai atau berbeda
dengan hasil peneltian hingga pada saat tertentu. Melakukan analisis kasus
negatif berarti peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan
dengan data yang telah ditemukan. Bila tidak ada lagi data yang berbeda
atau bertentangan dengan temuan, berarti data yang ditemukan sudah dapat
dipercaya. Tetapi bila peneliti masih mendapatkan data-data yang
bertentangan dengan data yang ditemukan, maka peneliti mungkin akan
LSP
R
42
merubah temuannya. Hal ini sangat tergantung seberapa besar kasus negatif
yang mucul tersebut. Di sisi lain, Sugiyono (2016, p.276) menjelaskan
tentang membercheck, membercheck adalah, proses pengecekan data yang
diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan membercheck adalah untuk
mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang
diberikan oleh pemberi data. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh
para pemberi data berarti datanya data tersebut valid, sehingga semakin
kredibel/dipercaya, tetapi apabila data yang ditemukan peneliti dengan
berbagai penafsirannya tidak disepakati oleh pemberi data, maka peneliti
perlu melakukan diskusi dengan pemberi data, dan apabila perbedaannya
tajam, maka peneliti harus merubah temuannya, dan harus menyesuaikan
dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Jadi tujuan membercheck
adalah agar informasi yang diperoleh dan akan digunakan dalam penulisan
laporan sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data atau informan.
3.7. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juni dengan cara melakukan
wawancara secara langsung kepada responden di SMAN 92 Jakarta, Jl.
Komp. Pemadam Kebakaran, Cilincing, Jakarta Utara, dan di Sekolah Tinggi
Ilmu Komunikasi (STIKOM) LSPR Jakarta, Jl. K.H. Mas Mansyur, Kav. 35,
Jakarta Pusat.
LSP
R
43
Tabel 2. Waktu Penelitian
Kegiatan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agustus Sep
Pre
Penelitian √ √
Proposal √ √ √
Penelitian √ √
Pengolahan
Data
√ √
Sumber: Data Olahan Peneliti, 2019
3.8. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu hanya mengamati anak-anak
remaja SMA dalam ruang lingkup fenomena yang sifatnya lokal. Diambil
informan dari latar belakang pendidikan SMA dikarenakan usia pada saat
SMA mencakup pemahaman yang luas mengenai media sosial.
LSP
R
44
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini, peneliti akan menjabarkan hasil penelitian dengan
elemen yang digunakan yaitu Pengetahuan, Harapan dan Penilaian yang
dikemukakan oleh Calhoun dan Acocella (Gufron & Risnawita, 2012, p.17).
dari ketiga elemen tersebut, ditemukannya hasil dari masing-masing elemen
yang menggambarkan konsep diri yang terjadi di diri remaja millennials di
SMA 92 Jakarta.
4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian
Gambar 3. Logo Media Sosial Instagram, 2019, Agustus 2
Objek penelitian dalam penelitian ini adalah media sosial Instagram.
Dari media sosial Instagram menawarkan berbagai macam fasilitas yang
memudahkan masyarakat atau penggunanya dalam menemukan sebuah
informasi dan hiburan bahkan ilmu pengetahuan.
Sebuah aplikasi yang bertujuan untuk membagikan foto dan video momen-
momen yang berarti bagi si pengguna. Sejak berdirinya Instagram, aplikasi
LSP
R
45
inilah yang penggunanya melonjak tinggi dalam menggunakan media sosial
tersebut. Banyak kemungkinan seseorang berpindah untuk lebih aktif di
Instagram ketimbang di media sosial lainnya. Pengguna Instagram juga dari
berbagai kalangan usia baik dari usia remaja hingga dewasa.
Yang lebih menariknya lagi, semenjak fitur akun Instagram hanya
dapat digunakan pada satu alat elektronik/gadget saja sampai dengan dalam
satu gadget dapat memiliki akun lebih dari satu akun Instagram dari si
pengguna. Banyak alasan yang menjadi kemungkinan munculnya akibat
yaitu mengapa seseorang memutuskan untuk membuat dua akun dengan
satu pengguna. Sebelumnya peneliti menemukan beberapa alasan mengapa
seseorang memiliki akun lebih dari satu, salah satunya seperti, akun yang
asli digunakan untuk membagikan momen pribadinya sedangkan akun
keduanya untuk media si pengguna tersebut untuk berjualan di media sosial.
Melalui berbagai macam media sosial yang banyak digunakan oleh
para pengguna di berbagai kalangan, baru-baru ini Indonesia sedang
maraknya kasus bullying, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dan
akibatnya kecanggihannya teknologi, masyarakat dapat mengambil atau
merekam peristiwa tersebut dan dengan cepat membagikannya kepada
seluruh masyarakat ataupun secara langsung dibagikan kepada pihak yang
berwajib. Seperti yang kita ketahui, bullying dapat membuat seseorang
menjadi depresi dan kurang percaya diri dalam masa dewasa.
LSP
R
46
Tidak hanya kasus bullying saja yang tersebar luas di media sosial
Instagram, namun masih banyak yang dapat dilakukan di media sosial
tersebut, pesan yang seperti apa yang disampaikan dari kasus-kasus
tersebut, sampai dengan pesan atau makna yang diterima oleh pengguna
media sosial Instagram yang lain dan konsep diri pengguna juga terbentuk
dari hasil penggunaan media sosial terkhususnya penggunaan Instagram.
4.2. Analisis
4.2.1. Pengetahuan
Apa yang individu ketahui tentang dirinya. Individu di dalam benaknya
terdapat satu daftar yang menggambarkan dirinya, kelengkapan atau
kekurangan fisik, usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan, agama,
dan lain-lain. Pengetahuan tentang diri juga berasal dari kelompok sosial
yang diidentifikasikan oleh individu tersebut. Julukan ini juga dapat berganti
setiap saat sepanjang individu mengidentifikasikan diri terhadap suatu
kelompok tertentu, maka kelompok tersebut memberikan informasi lain yang
dimasukkan ke dalam potret dari mental individu.
Berdasarkan dari hasil penelitian mengenai pengetahuan terhadap
penggunaan second account di Instagram terdapat 6 pertanyaan yang
menggambarkan elemen pengetahuan mengenai second account di
Instagram yaitu, pertama mengenai Kegiatan yang dilakukan oleh remaja
pada penggunaan second account Instagram dan berikut kutipan penjelasan
dari narasumber juga beserta penjelasan dari para ahli yang menyatakan:
LSP
R
47
“Paling sih kaya aku nge-stalk, trus abis itu kaya cari-cari akun-akun Instagram yang pengen aku lihat, misalnya kaya aku suka make-up atau apa, nah aku suka lihat tutorial lah segala macem atau apapun yang pengen aku lihat, aku lihatnya di second account itu…”
Dari penjelasan Anhien, kegiatan yang biasa dilakukan pada second
account-nya yaitu mencari informasi mengenai apa yang Andhien gemari
atau apa saja yang ingin dilihat oleh Andhien. Dari pernyataan Andhien juga
sesuai dengan narasumber lainnya pada kutipan berikutnya.
“Kegiatan aku di second account tuh, aku ngeliat-liat postingan sama lihat video aja sih kak… kayak video-video lucu, hiburan, berita gitu, gitu-gitu aja kak”
Berdasarkan dari hasil penelitian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa
adanya berbagai kepentingan dari masing-masing diri remaja tersebut di
setiap kegiatannya dalam menggunakan media sosial yaitu dalam mencari
informasi dan hiburan dari berbagai akun yang memposting berita atau
foto/video lucu. Dari penjelasan narasumber diatas, peneliti mengutip
penjelasan dari ahli millennials yang menjelaskan mengenai kegiatan yang
dilakukan oleh remaja dalam menggunakan media sosial.
“…teori behavior sosial bilang bahwa sesuatu yang berulang itu membentuk karakter, kalo dia sesuatu, tiap hari dia melihat behavior yang negatif, ya kaya contoh Mobile Legend lah se-sederhana itu dia akan ada instinct membunuh, ada instinct ibaratnya berbuat kriminal atau gampang banget nyakitin orang tanpa merasa bersalah (seperti kayak PUBG gitu ya sir?) Iya, Mobile Legend atau PUBG ya karena dipikir gua nyakitin orang nanti dia juga ibaratnya maafin gw, atau kalo gw matiin ya kayak gitu-gitu, ya walaupun sebenernya gak bener tapi secara bawah sadar itu men-driving mereka untuk berbuat sesuatu yang tidak baik… Nah jadi, buat saya paparan informasi kedua adalah conversation dari teman-teman sehari-hari makanya penting banget memilih pergaulan yang positif dan yang tidak di lingkungan SMA itu harus secara sadar betul maupun SMA itu kan proses yang sangat proses orang tuh remaja berkembang ya, nah
LSP
R
48
proses tumbuh kembangnya ini harus didukung sama lingkungan yang baik dan benar kalo nggak juga ya akan rusak gitu…”
Menurut Bapak Taufan, dalam penggunaan media sosial akan
meresahkan behavior yang terbentuk yang didapatkan dari berbagai faktor
yaitu terutama dari faktor lingkungan dan faktor paparan informasi, dari
setiap rutinitas yang dijalankan oleh remaja tersebut dengan menghadapi
berbagai faktor, akan terbentuknya konsep diri yang terjadi dalam dirinya,
positif atau negatif itu tergantung bagaimana remaja tersebut menyikapinya.
Dari pernyataan mengenai kegiatan yang dilakukan oleh remaja
dalam menggunakan second account di Instagram peneliti menyimpulkan
bahwa kegiatan yang paling banyak dilakukan oleh remaja dalam
menggunakan second account di Instagram yaitu mencari informasi dan
hiburan sesuai dengan kegemarannya. Hal ini berkaitan dengan paparan
teori identitas diri remaja yang dijelaskan oleh Gunarsa Gunarsa (1979, p.99)
(dalam Panuju dan Umami, 1999, p. 84) salah satunya yang menjelaskan
dimana identitas remaja dapat diartikan sebagai tata hidup tertentu yang
sudah dibentuk pada masa-masa sebelumnya dan menentukan peran sosial
yang harus dijalankan, juga hasil yang diperolehnya pada masa remaja,
tetapi masih akan terus mengalami perubahan dan pembaharuan.
Kemudian analisis kedua pada elemen pengetahuan, peneliti ingin
mengetahui mengenai Alasan remaja membuat second account di Instagram
maka didapatkannya beberapa penjelasan dari narasumber sebagai berikut:
LSP
R
49
“Alasan aku sih biar akun resmi aku tuh nggak spam ya, aku kepengennya akun resmi aku, hal-hal formal aja gitu, bukan yang terlalu spam, trus nge-follow-follow hal-hal yang gak penting, makanya aku paling second account tuh ya untuk hiburan aku aja sih”
Alasan dari salah satu narasumber yaitu ingin akun resmi-nya tidak
dianggap spam, akun resminya ingin digunakan untuk hal-hal formal saja,
dan tidak inginnya me-follow akun-akun yang menurutnya tidak penting
sehingga beliau ingin membuat second account sebagai media untuk
hiburannya. Namun lain halnya dengan Andhien dalam menggunakan
second account, berikut penjelasannya yang dijelaskan kepada peneliti.
“Sakit hati sih awalnya hehe… Ngga, waktu itu kan aku punya boyfriend, bf aku, trus aku kaya, kaya apa ya, kan kalo cewe kalo udah putus tuh kaya nggak terima gitu kan (oh jadi tempat curhat kah?) he’eh… curhat disitu, kaya curhat-curhat-curhat cuman ngga aku private, ngga aku private dan kaya orang yaudah yang ngelihat yaudah ngelihat biar tau isi hati aku tuh kaya gimana, gitu” Penjelasan diatas menunjukan bahwa alasan mengapa Andhien
membuat second account yaitu ingin digunakan tidak hanya untuk mencari
informasi atau hiburan melainkan sebagai tempat untuk mencurahkan isi
hatinya. Second account-nya juga tidak diatur private karena tujuan si pemilik
akun ingin curhatannya dilihat oleh pengikutnya atau siapa saja.
Maka dari hasil penjelasan diatas dan dilihat dari seluruh penjelasan
siswa sebagai narasumber dalam penelitian ini dimana peneliti
menyimpulkan bahwa second account pada Instagram digunakan sebagai
tempat remaja mengisi waktu kosong atau gabut dengan cara mencari
informasi atau hiburan, menjadikan sebagai tempat curhat atau sebagai
pelampiasan isi hati, dan membagikan postingan yang dikiranya tidak
LSP
R
50
penting sehingga dapat dikatakan spamming di akun tersebut juga salah satu
dari narasumber akibat dari teman pergaulannya. Hal ini berkaitan dengan
teori yang disampaikan oleh Callhoun dan Acocella (1995) yang membagi
konsep diri menjadi dua, salah satunya yaitu konsep diri yang positif yaitu
yakin terhadap kemampuan dirinya sendiri dalam mengatasi masalah,
merasa sejajar dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, sadar
bahwa tiap orang mempunyai keragaman perasaan, hasrat, dan perilaku
yang tidak disetujui oleh masyarakat serta mampu mengembangkan diri
karena sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang buruk dan
berupaya untuk mengubahnya.
Kemudian analisis ketiga pada elemen pengetahuan mengenai
Keaktifan remaja dalam menggunakan second account (Jarang/ Sering/
Setiap hari) ditemukannya berbagai jawaban, yaitu salah satunya sebagai
berikut:
“Setiap menit… Kaya asik aja gitu, kaya ngeliat, kan karna akun asli saya ada yang megang gitu kan ya, dipegang sama temen, sahabat gitu kan, jadi kalo akun temen saya juga dipegang saya akun resminya, kalo saya jadi lebih mendominan kalo main Instagram tuh di akun second, kaya buat story-story, paling kalo story di akun resmi kaya yang umum aja lah kaya umum gitu nggak yang bermanfaat aja, misalnya kaya ada ulang tahun tuh saya ituin, saya lebih mendominan kalo bikin story tuh ke akun second sih”
Penjelasan diatas merupakan penjelasan seberapa aktifnya remaja
SMA dalam menggunakan media sosial terkhususnya dalam menggunakan
second account di Instagram-nya dimana remaja tersebut setiap menit selalu
membuka second account-nya untuk melakukan berbagai kegiatan yang
LSP
R
51
menurut si pengguna tidak penting akan di post di second account-nya
sedangkan di first account hanya memposting hal-hal yang layaknya penting
untuk dibagikan.
“Setiap hari pasti buka, tapi nggak setiap jam juga, paling kalau lagi kaya nggak lagi ngapa-ngapain, lagi gabut gitu baru aku buka”
Penjelasan diatas merupakan penjelasan aktifnya remaja dalam
membuka dan menggunakan media sosial terkhususnya dalam
menggunakan second account di Instagram-nya hingga setiap hari namun
tidak setiap jam, hanya disaat tidak melakukan kegiatan atau dengan kata
lain mengisi waktu kekosongan. Dilihat dari keaktifan para siswa dalam
menggunakan second account-nya, peneliti mengambil paparan informasi
dari salah satu ahli sebagai penjelasan dari sudut pandang ahli dalam remaja
menggunakan media sosialnya.
“berarti mereka ini sebenernya adalah generasi yang memang saya bilang 90% lahir bersama dengan perkembangan teknologi dan interaksi mereka sudah 100% dibantu oleh platform teknologi, sehingga banyak terjadi perubahan interaksi dengan pola komunikasi generasi-generasi sebelumnya, ini sangat berpengaruh ke karakter mereka apalagi medium itu sifatnya adalah smart device yang memang sifat smart device itu mempermudah hidup, hajat hidup orang dalam hal berinteraksi, dalam hal mencari informasi, mencari data dalam hal kepuasan diri, panggung digital untuk dilihat, nah jadi sifat-sifat teknologi ini kurang lebih juga akan mempengaruhi karakter dari generasi ini… mereka adalah generasi yang suka sekali dengan kecepatan, apapun itu yang berkaitan dengan cepat dan instan, karena mereka pikir bahwa segala sesuatu bisa dilakukan di waktu yang bersamaan karena dengan hadirnya teknologi ya dalam hal misalkan ngerjain tugas, dalam hal misalkan nggak mau antri nonton bioskop, nggak mau antri nonton konser, dalam hal misalkan mengerjakan tugas kuliah ya, dalam hal misalkan akses mencari makanan, akses mencari hiburan, akses kuliner, akses untuk pariwisata itu semuanya mereka maunya cepet dan mudah gitu ya, cepat dan mudah itu kan sifat teknologi,”
LSP
R
52
Berikut merupakan penjelasan dari ahli millennials yang memberikan
keterangan mengenai perkembangan remaja dengan zaman dimana remaja
berkembang dengan bersamaan zaman yang semakin canggih dan serba
cepat dan juga instan. Interaksi remaja sudah sepenuhnya dibantu oleh
platform teknologi, sehingga adanya perubahan interaksi dalam pola
komunikasi dan hal ini dapat berpengaruh pada karakter diri remaja tersebut
dimana medium itu sifatnya smart device dalam mencari dan mendapatkan
informasi, berinteraksi, mencari kepuasan diri dan lain sebagainya.
Maka kesimpulan dalam analisis keaktifan remaja dalam
menggunakan second account di Instagram adalah lebih aktif
menggunakannya ketimbang menggunakan first account-nya. Beragamnya
keaktifan dalam menggunakan yaitu ada yang di jam-jam tertentu bahkan
ada setiap menit menggunakannya pada saat mengisi kekosongan atau
sednag tidak melakukan kegiatan.
Kemudian pada analisis keempat mengenai pengetahuan yaitu
tentang Hubungan dengan akun-akun yang di follow dan menjadi follower di
second account Instagram. Dari berbagai tanggapan narasumber, secara
garis besar hampir menjawab sama maka peneliti mengutip penjelasan yang
menggambarkan semua jawaban yang disampaikan oleh para siswa, berikut
tanggapannya:
“Temen sih kebanyakan, temen deket, yang ngefollow, soalnya aku jarang juga mau ngasih tau second account ke orang yang kurang kenal…”
LSP
R
53
Salah satu pendapat narasumber yang menunjukan bahwa
following atau followers dari narasumber memiliki hubungan pertemanan
yang cukup dekat karena tidak inginnya banyak orang tahu tentang second
account-nya. Ada pula tanggapan yang hampir sama namun berbeda
kepentingan seperti yang dijelaskan pada kutipan berikutnya,
“Nyampur sih kak (dari yang kamu follow deh) yang aku follow yang paling terutama karena tujuan aku buat hiburan aja, yang terutama aku follow tuh lebih banyak kayak akun-akun jokes aja kak, kalau temen paling cuma beberapa doang, jadi emang cuma akun-akun berita, akun-akun yang nge-posting video lucu, emang akun jokes kak gitu yang aku follow, kaya gitu sih... (untuk followers sendiri?) untuk yang nge-follow aku ya nggak tau juga ya, random banget sih, karena mungkin aku nge-follow akun-akun kaya gitu kan followers nya akun itu entah ada yang nge-follow aku atau gimana, nah itu juga nggak kenal juga yang nge-follow aku, ya paling aku terima aja tapi kan karena aku private ya kalau aku terima mereka tetep gabisa liat postingan aku karena nggak aku followback gitu cuma aku accept aja”
Berdasarkan dari pernyataan narasumber, remaja menggunakan
second account untuk mencari informasi dan hiburan untuk kepentingan
dirinya, maka akun-akun yang di ikuti seperti akun-akun yang membagikan
seputar informasi atau hiburan. Tidak hanya itu, para remaja juga mengikuti
atau menerima akun lain sebagai pengikutnya yang memiliki hubungan
pertemanan yang cukup dikategorikan dekat dengan si pengguna akun.
Namun ada juga pengikutnya akun-akun yang tidak dikenal tetapi sengaja
diterima pertemanannya tetapi tidak saling follow.
Berdasarkan dari tujuan peneliti menanyakan hubungan antara
pemilik second account dengan akun-akun pengikutnya yaitu untuk
mengetahui bagaimana remaja mengekspresikan dirinya dan kepada siapa
LSP
R
54
citra dirinya ditunjukan agar penilaian seseorang terhadap dirinya dapat
menjadi informasi baik secara langsung maupun tidak langsung membentuk
konsep diri dari remaja tersebut. Secara garis besar peneliti menemukan
kesimpulan dari analisis ini yaitu remaja lebih memilih teman-teman
terdekatnya sebagai orang-orang yang sesuai dengan kriteria dengan tujuan
pengguna membuat second account, juga remaja hanya me-follow akun-
akun yang memberikan informasi dan hiburan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan teori yang dijelaskan oleh Charles Horton Cooley memaparkan
(dalam Umiarso & Elbadiansyah, 2014, p.143) yang menjelaskan tiga elemen
konsep diri yang fundamental yaitu diri (self) akan membayangkan atau
mengimajinasikan kepribadian dan penampilannya akan dilihat oleh orang
lain, kemudian diri (self) akan membayangkan penilaian orang lain terhadap
penampilannya tersebut, dan yang terakhir diri (self) mempunyai perasaan
untuk mengembangkan konsep diri (self-concept) sebagai bentuk tanggapan
orang lainnya terhadapnya seperti perasaan bangga atau malu.
Selanjutnya analisis kelima mengenai pengetahuan yaitu tentang
Alasan akun second account remaja di atur menjadi private dan close friend
agar peneliti dapat mengetahui bagaimana remaja menggunakan second
account yang dimilikinya, beberapa dari siswa memiliki cara atau penjelasan
yang berbeda seperti dibawah ini:
“Kalo close friend saya sih ngga, itu yang saya follow ya itu dia yang bisa ngeliat story akun second account saya, tapi saya private sih akun second saya”
LSP
R
55
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari hasil penelitian diatas
bahwa narasumber mengatur second account-nya menjadi lebih privasi yang
hanya pengikutnya saja yang dapat melihat kegiatan dan postingan yang
dilakukan oleh si pemilik akun. Sama seperti tanggapan sebelumnya dengan
narasumber dibawah ini, namun adanya perbedaan alasan mengapa
akunnya dibuat lebih privasi dan close friend.
“Kalo di private, di private kan suka ada orang yang kaya kepo gitu kan ya, kaya, ya gitulah, trus di jadiin bahan gibahan ya si ini gini, gitu, kalo close friend tuh kaya di sahabat deket banget gitu”
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari hasil penelitian diatas,
peneliti ingin mengetahui bagaimana remaja SMA dalam menjaga privasi
dirinya dan memang adanya kesengajaan untuk menunjukkan dirinya pada
orang-orang yang mengenal dan menjadi pengikutnya dari pemilik akun
second account tersebut agar postingannya tidak menjadi bahan
pembicaraan bagi banyak orang. Kesimpulan dalam analisis ini sesuai
dengan teori yang disampaikan oleh Charles Horton Cooley memaparkan
(dalam Umiarso & Elbadiansyah, 2014, p.143) yang menjelaskan tiga elemen
konsep diri yang fundamental yaitu diri (self) akan membayangkan atau
mengimajinasikan kepribadian dan penampilannya akan dilihat oleh orang
lain, kemudian diri (self) akan membayangkan penilaian orang lain terhadap
penampilannya tersebut, dan yang terakhir diri (self) mempunyai perasaan
untuk mengembangkan konsep diri (self-concept) sebagai bentuk tanggapan
orang lainnya terhadapnya seperti perasaan bangga atau malu.
LSP
R
56
Analisis terakhir mengenai pengetahuan peneliti ingin mengetahui
informasi tentang Alasan tujuan remaja memutuskan untuk membuat dan
memiliki second account di Instagram. Adanya beberapa tanggapan dari
narasumber yang terkait dengan masalah remaja yang memutuskan
membuat dan memiliki second account berikut penjelasannya:
“Itu tujuannya kayak, sebenarnya saya sih dulu pas saya kelas sepuluh, bulan Oktober tau nih liat temen-temen saya di kelas pada bikin story gitu kan, kaya spam gitu kan, gabut, kaya misalnya temen yang di ceng-cengin bisa di SG gitu, ya saya buat gitu kan, saya buat langsung”
Kutipan informasi diatas merupakan penjelasan Hiras yang
menjelaskan alasan memutuskan membuat second account yaitu karena
melihat teman-temannya melakukan kegiatan me-videokan teman-temannya
pada saat dikelas dan dibagikan di second account Instagram-nya maka
Hiras merasa ingin membuat second account juga. Berbeda dengan tujuan
Hiras, narasumber dibawah ini memiliki keputusan yang berbeda dalam
membuat second account.
“Yang awalnya tadi sakit hati kan, gara-garanya itu yaudah bikin, cuman lama-kelamaan kayak kok kelakuan gw kok gak penting banget gitu kan, cuman dari situ juga kaya belajar oya tapi ada hikmahnya juga sih kan kita jadi bisa keluarin isi hati kita kan gitu,”
Informasi diatas merupakan penjelasan Andhien yang menjelaskan
alasan memutuskan membuat second account yaitu karena berawal dari
rasa sakit hati maka Andhien memutuskan second account-nya dijadikan
sebagai tempat untuk membagikan postingan mengenai curahan isi hatinya
kepada pengikutnya atau siapa saja yang melihat postingannya. Namun
LSP
R
57
Andhien tersadar dengan perbuatannya memberikan pemahaman bagi
dirinya dengan Ia melakukan kegiatan tersebut Anghien merasa ada
hikmahnya dengan mengeluarkan isi hatinya di second account-nya.
Kepentingan Adhien juga berbeda dengan narasumber selanjutnya yaitu
Haikal, berikut penjelasannya.
“Nggak sih, aku bikin second account bukan karena temen punya, atau apa, karena emang aku memutuskan dari pada aku pakai akun real aku, aku kan kepengen nya akun real itu buat formal aja, yaudah makanya aku mutusin ‘yaudahlah bikin aja’ paling gitu doang kak”
Dilihat dari penjelasan Haikal yang memutuskan membuat second
account yaitu karena dorongan dari dirinya ingin membuat second account
karena first account-nya hanya untuk hal formal saja. Dari hasil penelitian
diatas, peneliti ingin mengetahui apa yang mendorong atau mendasari
remaja untuk mengambil keputusan untuk membuat second account. Maka
dari itu, peneliti mengambil penjelasan dari ahli yaitu bapak Taufan yang
berkaitan dengan penjelasan narasumber diatas, berikut penjelasannya.
“mereka ini sebenernya adalah generasi yang memang saya bilang 90% lahir bersama dengan perkembangan teknologi dan interaksi mereka sudah 100% dibantu oleh platform teknologi, sehingga banyak terjadi perubahan interaksi dengan pola komunikasi generasi-generasi sebelumnya, ini sangat berpengaruh ke karakter mereka apalagi medium itu sifatnya adalah smart device yang memang sifat smart device itu mempermudah hidup, hajat hidup orang dalam hal berinteraksi, dalam hal mencari informasi, mencari data dalam hal kepuasan diri, panggung digital untuk dilihat, nah jadi sifat-sifat teknologi ini kurang lebih juga akan mempengaruhi karakter dari generasi ini.. generasi sekarang mental mereka itu harus kuat gitu, harus kuat apa dalam artian bahwa dunia ini tidak seindah apa yang mereka lihat di layar handphone nya, dunia ini tidak bisa di kontrol sesuai dengan apa, sama hal nya mereka mengontrol handphone mereka, nggak semua nya seperti itu, karena ketika mereka menemukan hambatan di realitas sosial sering kali anak-anak muda
LSP
R
58
ini merasa gampang stress, gampang depressed, karena itu tadi mereka melihat realitas itu seperti apa yang mereka lihat didunia maya”
Informasi yang dijelaskan oleh bapak Taufan yaitu menjelaskan
bagaimana remaja berkembang bersamaan dengan zaman dimana teknologi
semakin canggih, cepat dan serba instan yang membuat interaksinya dibantu
dengan teknologi dan berpengaruh terhadap karakter diri dari remaja
tersebut ditambah juga medium itu sendiri sifatnya smart device yang
sifatnya mempermudah penggunanya dalam memenuhi kebutuhan dengan
mudah. Beliau juga menjelaskan bahwa remaja zaman sekarang harus
memiliki mental yang kuat dalam arti dunia tidak seindah apa yang remaja
lihat di media sosial, tidak dapat dikontrol sesuai dengan gadget-nya karena
ketika remaja menemukan hambatan di realitas sosialnya, remaja merasa
mudah stress dan depresi akibat apa yang remaja lihat di dunia maya dan
realita berbeda.
Berdasarkan dari paparan informasi yang disampaikan dari bapak
Taufan selaku pengamat anak-anak millennials bahwa peneliti juga
sependapat dengan apa yang dijelaskan, maka peneliti dapat menyimpulkan
bahwa remaja memutuskan untuk membuat dan memiliki second account
adalah untuk mengisi waktu kosong dengan kegiatan yang menurutnya
penting atau dapat menghibur diri, adanya juga sebagai tempat untuk
mengekspresikan perasaannya dengan cara mencurahkan isi hatinya, dan
juga adanya dorongan dari diri remaja tersebut karena tidak ingin spamming
di first account-nya, sehingga penjelasan dari ahli millennials adalah untuk
LSP
R
59
memiliki justifikasi yang jelas dengan tujuannya dalam membuat second
account agar tidak sampai terjadi pada hal-hal yang merugikan diri remaja itu
sendiri.
Maka ditemukannya kesimpulan dari keseluruhan hasil mengenai
pengetahuan dari konsep diri remaja terhadap second account yang dibuat
dan dimilikinya bahwa dilihat dari keaktifan remaja dalam menggunakan
second account lebih aktif ketimbang menggunakan first account dengan
beragamnya kegiatannya yang kebanyakan dari mereka adalah untuk
mencari informasi dan hiburan sesuai kegemarannya, maka dari itu remaja
tersebut memiliki kriteria siapa saja yang sesuai menjadi pengikut atau siapa
saja yang ingin diikuti yaitu ditemukannya adalah hanya teman-teman yang
memiliki hubungan dekat dengan si pemilik second account dan akun-akun
yang memberitakan informasi dan hiburan yang remaja tersebut ingin ikuti.
Namun di sisi lain, remaja juga ingin dilihat oleh orang-orang yang
mengikutinya di second account miliknya dan ingin dinilai dengan penilaian
yang positif sehingga tidak dijadikan bahan pembicaraan atau dengan kata
lain suatu penilaian yang negatif maka tujuan memutuskan untuk membuat
second account juga beragam karena beragamnya tujuan dan kegiatan yang
di lakukan di second account.
LSP
R
60
4.2.2. Harapan
Individu juga mempunyai satu aspek pandangan tentang
kemungkinan dirinya menjadi apa di masa depan. Pendeknya, individu
mempunyai harapan bagi dirinya sendiri untuk menjadi diri yang ideal.
Berdasarkan dari hasil penelitian mengenai harapan terhadap
penggunaan second account di Instagram peneliti ingin mencari tahu dua hal
mengenai identitas diri yang ditunjukan di akun tersebut, bagaimana identitas
diri yang ditunjukan apakah sama yang ditunjukan di first account atau
berbeda dan harapan dari remaja pembuatan dan memiliki second account.
Analisis pertama yang dilakukan dalam penelitian ini mengenai
harapan adalah tentang identitas diri yang ditunjukan di second account
Instagram yaitu Alasan mengapa jika Identitas diri yang ditunjukan adalah
sama di first account dengan di second account. Peneliti mengambil jawaban
dari salah satu narasumber yang sependapat dengan jawaban dari beberapa
siswa yang menjadi narasumber dalam penelitian ini, berikut penjelasannya,
“Nggak juga, nggak juga, sama aja…” “Ya sama aja kaya diri sendiri gitu, nggak yang jaim jaim, nggak…” “Nggak ada bedanya…”
Mengutip dari jawaban Shafa yang mewakilkan jawaban dari siswa
lainnya yang tidak mementingkan citra diri yang berbeda yang ditunjukkan di
kedua akun media sosialnya di Instagram. Maka jawaban diatas diperjelas
dengan paparan informasi dari ahli millennials, berikut penjelasannya,
“…ya jadi itu jelas justifikasinya, nah jadi orang tuh kalo punya dua akun harus jelas, yang satu untuk apa, yang satu untuk apa, kalo dua-duanya dia jawab kemiripannya sama kan berarti gak jelas dia maunya apa sebenernya, ya kan, nah jadi kalo menurut saya dampak
LSP
R
61
dari penerimaan sosial itu tadi, lalu adalah dampaknya ke orang itu sendiri gitu, kalo memang dia buat dua akun tujuannya gak jelas nanti dia akan depresi sendiri makanya ketika sekarang depresi di kalangan generasi Z millennials tuh tinggi banget, kenapa? Karena dia gak kenal siapa dirinya,”
Menurut penjelasan bapak Taufan diatas bahwa justifikasi dalam
memiliki dua akun harus jelas, kalau keduanya mirip atau sama saja berarti
tidak jelas maksud dan tujuannya. Menurut beliau, dampaknya memang
terjadi pada remaja itu sendiri kalau memang tujuannya tidak jelas
kedepannya remaja akan merasa depresi karena remaja tidak kenal siapa
dirinya.
Maka dapat disimpulkan bahwa sebagian remaja tidak mementingkan
citra diri yang diinginkan dari dirinya, namun hal tersebut menjadi hal yang
rancu karena identitas diri yang ditunjukan sama saja sehingga tujuan dari
pembuatan second account juga menjadi tidak jelas karena tidak adanya
justifikasi tujuan dari masing-masing akun dibuat. Dari hal tersebut, sesuai
dengan teori yang dijelaskan oleh Charles Horton Cooley memaparkan
(dalam Umiarso & Elbadiansyah, 2014, p.143) mengenai looking-glass self
salah satunya adalah diri (self) akan membayangkan penilaian orang lain
terhadap penampilannya tersebut. Teori yang berkesinambungan juga
sesuai dengan penjelasan Gunarsa (1979, p.99) mengenai identitas yaitu
salah satunya adalah sebagai suatu inti pribadi yang tetap ada walaupun
mengalami perubahan bertahap seiring pertumbuhan umur dan perubahan
lingkungannya, juga sebagai tata hidup tertentu yang sudah dibentuk pada
LSP
R
62
masa-masa sebelumnya dan menentukan peran sosial yang harus
dijalankan.
Kemudian analisis yang sama dengan sebelumnya mengenai
harapan, peneliti ingin mengetahui sisi lain Alasan mengapa jika Identitas diri
yang diri yang ditunjukan adalah berbeda di first account dengan di second
account, maka dari hasil penelitian ditemukan penjelasan dari beberapa
narasumber di bawah ini.
“Kalo identitas itu kan saya lebih menunjukan ke akun second saya, karna tuh ya kalo saya ke first, kaya biasa aja gitu, jarang banget bikin story, paling lebih tunjukin identitasnya tuh ke second saya ya… Kalo saya kan di akun resmi kan jarang gitu kan nunjukin identitas saya, saya tuh lebih dominan sih di akun second saya sih kalo buat diri saya sih postingan saya semua saya taruh semua di situ, foto-foto saya dari kecil semua dari postingan saya, paling di akun resmi tuh postingan tuh ya yang bagus-bagusnya aja sih ya yang bagus-bagus aja postingannya paling cuma dua paling tiga paling kalo mau post lagi di arsipkan gitu, jadi maksimal tiga postingan di taruh di akun resmi saya hehehe… gak boleh lebih”
Dari penjelasan mengenai identitas diri yang berbeda yang ditunjukan
oleh Hiras di kedua akunnya di sebabkan tidak ingin adanya spamming di
akun resminya sehingga menciptakan pribadi yang ‘biasa saja’ yang tidak
terlalu aktif menggunakan media sosial, namun di second account-nya Hiras
menunjukan diri yang asli yang aktif menggunakan media sosial. Sehingga
peneliti membuat kesimpulan bahwa adanya perbedaan citra diri yang
ditunjukkan oleh si pengguna media sosial yang memiliki dua akun.
“Kalau beda sih memang beda, kalo di second account aku nunjukinnya kebanyakan bukan diri aku, kaya kalo tadi isi hati kan ‘oh saya lagi galau bla bla bla’ gitu kan, cuman kaya aib-aib temen gini-gini, cuman kalo yang first account itu bener-bener kaya keseharian
LSP
R
63
aku trus aku pergi kemana selalu aku posting dan terus sampe kadang tuh suka kaya titik-titik di first account di SG aku gitu, cuman giliran aku ngga bikin SG yang banyak banget langsung pada komen ‘Andhien SG lu kemana?’ gitu kan ‘gw jadi nggak ada tontonan lagi nih di IG’ pada ngomong gitu, jadi kaya ah first account gw aja banyak yang lihat gitu kan, yaudalah kaya sehariannya di first account aja, trus second account nya kaya cuma sampingannya aja, gitu”
Berdasarkan dari hasil jawaban yang disampaikan Andhien, peneliti
meyimpulkan bahwa lebih terbukanya citra diri Andhien sesungguhnya yang
ditunjukan di second account-nya, namun citra diri yang sedikit berbeda yang
ditunjukan di akun resminya yaitu lebih menunjukan citra diri Andhien pribadi
yang kuat dari segi perasaan, lebih menunjukan bahwa dirinya happy seperti
tidak pernah merasa sedih/galau dan membuat akun resminya penuh
dengan spam yang menunjukan keresahan dirinya. Namun dari hasil
penjelasan narasumber diatas, dapat dijelaskan kembali oleh ahli psikolog
yang terkait dengan yang dialami oleh narasumber, berikut penjelasannya,
“…tapi kalo seandainya yang dia konsep dirinya rendah itu akan dia akan selalu defend mechanism, mempertahankan diri sehingga si orang ini si anak ini selalu ideal imagenya aja yang supaya orang tuh mengatakan bahwa saya adalah orang baik-baik, saya tuh adalah orang yang manis, keluarga yang bahagia, tapi kenyataannya di second account itu dia pengen mencurahkan isi hatinya, jadi ada dua muka, yang mana untuk mengantisipasi kegalauan dia adalah di second account itu, gituu… padahal di second accountnya dia mencurahkan seluruh isi hatinya sehingga plong gitu sehingga dia mampu menunjukan siapa dirinya... nah dia gak mau diketahui oleh orang lain... gituu... kalo sekarang dia punya pengakuan di media sosial dan dia merasa nyaman di media sosial itu gitu…”Ya… kalo kan tadi second account saya sudah sampaikan bahwa kalo orang itu memakai first account nya yang asli itu kan dia tidak menunjukan jati dirinya, supaya orang itu memuji dia, karena dia mengakui bahwa ‘oh saya anak baik-baik, sholat lima waktu atau gereja tiap minggu, saya menolong, ikut ini’ nah foto-fotonya ditunjukan di first account itu, padahal di second account itu berbeda sama sekali, keadaan yang sebenarnya bahwa dia cuek,”
LSP
R
64
Jika dikaitkan dengan empat kutipan penjelasan dari Ibu Veronika
yang dikaitkan dari hasil penjelasan remaja sebelumnya, maka penjelasan
dari ahli psikolog adalah jika konsep diri remaja rendah maka secara
otomatis remaja tersebut akan defend mechanism yaitu mempertahankan
dirinya sesuai dengan ideal image dirinya demi penilaian orang lain terhadap
dirinya tetapi kenyataannya di second account-nya remaja tersebut
mencurahkan isi hatinya atau menunjukan siapa dirinya, atau dengan kata
lain memiliki dua muka yang mana untuk mengantisipasi kegalauan
sedangkan di sisi lain remaja tersebut sudah memiliki pengakuan di media
sosialnya dan sudah nyaman dengan penilaian tersebut padahal di second
account-nya berbeda sama sekali.
Maka dapat disimpulkan bahwa remaja tersebut ingin terlihat berbeda
di kedua akun yang ingin menunjukan citra dirinya yang berbeda-beda. Hal
ini sesuai dengan pernyataan teori dari Charles Horton Cooley memaparkan
(dalam Umiarso & Elbadiansyah, 2014, p.143) bahwa konsep the looking-
glass self terdapat tiga elemen yang bersifat fundamental, antara lain, diri
(self) akan membayangkan atau mengimajinasikan kepribadian dan
penampilannya akan dilihat oleh orang lain, kemudian diri (self) akan
membayangkan penilaian orang lain terhadap penampilannya tersebut dan
yang terakhir diri (self) mempunyai perasaan untuk mengembangkan konsep
diri (self-concept) sebagai bentuk tanggapan orang lainnya terhadapnya
seperti perasaan bangga atau malu.
LSP
R
65
Analisis terakhir mengenai harapan adalah tentang Harapan remaja
dari membuat second account di Instagram. Sedikit beragam tanggapan
yang diberikan oleh narasumber yang intinya hampir sama yaitu untuk
menjadikan akun bisnis dan dijadikan sebagai akun yang memberikan
informasi atau hiburan, berikut berbagai penjelasannya,
“Sebenarnya aku punya, pengennya sih ada dua kak, aku ada dua keinginan, yang pertama tuh karna aku seneng banget liat postingan dan video-video lucu gitu, aku kaya kepengen bikin juga tuh akun official jokes gitu kak yang kaya di IG kan di Indonesia lah gitu, terkenal kan akun official-nya awreceh, dia kan nge-posting-posting video atau meme-meme begitu yang lucu-lucu gitu lho, kepengen aku yang pertama tuh kepengen, bikin akun official juga lah gitu, akun jokes juga gitu, kalo yang kedua rencanya sih kalo emang di ijinin atau ada jalannya pengen bikin olshop kak, aku kepengen bikin olshop kaya baju-baju ini sih, kaya baju-baju anak muda gitu, baju brand-brand sekarang gitu, (seperti distro online gitu ya?) kaya distro-distro gitu, iya”
Penjelasan diatas merupakan jawaban Haikal yang telah mewakili
sebagian anak yang berkeinginan atau memiliki harapan yang sama, yaitu
berharap second account-nya dapat digunakan dengan positif yaitu dengan
mencari hiburan dan informasi juga bertujuan ingin membuka bisnis yang
sesuai dengan kesukaan atau antusiasme yang tercipta dari diri pribadi anak
tersebut. Namun berbeda dengan harapan Haikal, Andhien juga memiliki
harapan tersendiri yang diinginkan, berikut penjelasannya.
“Harapannya sih, kita pengen kan dingertiin sama orang, kayak orang tuh bisa ngga sih ngertiin kita pada saat itu gitu, kayak kalo lu bisa ngertiin, siapa tau ada yang bales cerita kan, ada yang bales SG kita, trus kayak ada yang kasih motivasi atau apa gitu, karna di first account aku nggak mau keliatan lemah gitu lho, kayak yaudalah gitu”
Sedikit berbeda dengan jawaban Andhien bahwa peneliti menemukan
keinginan anak tersebut ingin dimengerti atau dengan kata lain ingin dilihat
LSP
R
66
oleh orang-orang yang menjadi pengikut di second account-nya. Namun, lain
halnya dengan konsep diri yang dibangun pada first account-nya yang ingin
tidak terlihat lemah pada pengikut di akun resminya.
“…tapi kalo seandainya yang dia konsep dirinya rendah itu akan dia akan selalu defend mechanism, mempertahankan diri sehingga si orang ini si anak ini selalu ideal imagenya aja yang supaya orang tuh mengatakan bahwa saya adalah orang baik-baik, saya tuh adalah orang yang manis, keluarga yang bahagia, tapi kenyataannya di second account itu dia pengen mencurahkan isi hatinya, jadi ada dua muka, yang mana untuk mengantisipasi kegalauan dia adalah di second account itu, gitu… jadi kan kebingungan pada masa remaja adalah orang mulai kebingungan siapa diri saya gitu… itu di masa remaja itu masa yang paling sulit,”
Berdasarkan dari informasi yang disampaikan Ibu Veronika, peneliti
menyimpulkan bahwa anak-anak muda atau remaja menjadikan second
account sebagai tempat untuk dijadikan sebagai pelarian atau mencurahkan
isi hatinya karena pada masa remaja merupakan masa yang paling sulit
dalam mereka menemukan jati dirinya “siapakah diri yang saya yang
sebenarnya, seperti apakah diri saya yang sebenarnya”.
Maka peneliti menyimpulkan bahwa adanya remaja yang berharap
bahwa second account-nya dapat digunakan untuk hal yang positif yaitu
berbisnis, adanya penilaian yang positif bagi dirinya dan bisa memotivasikan
bagi pengikutnya dari postingan-postingan yang dibagikan. Hal ini juga
berkaitan dengan teori dari Charles Horton Cooley memaparkan (dalam
Umiarso & Elbadiansyah, 2014, p.143) dimana salah satu elemen yang
bersifat fundamental mengatakan bahwa diri (self) mempunyai perasaan
untuk mengembangkan konsep diri (self-concept) sebagai bentuk tanggapan
LSP
R
67
orang lainnya terhadapnya seperti perasaan bangga atau malu, juga
didukung dengan teori identitas diri remaja yang dikatakan oleh Gunarsa
(1979, p.99) (dalam Panuju dan Umami, 1999, p.84) salah satunya
mengatakan bahwa Identitas merupakan hasil yang diperolehnya pada masa
remaja, tetapi masih akan terus mengalami perubahan dan pembaharuan
dan Identitas dialami sebagai suatu kelangsungan di dalam dirinya dan
dalam hubungannya ke luar dirinya.
Kesimpulan yang dihasilkan dari Harapan, yaitu bagi sebagian remaja,
identitas diri tidak penting untuk menunjukan citra diri yang berbeda sehingga
menimbulkan kerancuan akibat justifikasi tujuan pembuatan dua akun yang
tidak jelas, namun bagi sebagian remaja lainnya, citra diri yang berbeda
adalah penting untuk dirinya karena tujuan dari dirinya yang ingin memiliki
pengakuan atau penilaian tersendiri untuk dirinya. Maka harapan yang
diberikan juga beragam sesuai dengan tujuan dan keinginan diri remaja
tersebut.
4.2.3. Penilaian
Individu berkedudukan sebagai penilai tentang dirinya sendiri. Apakah
bertentangan dengan (1) “siapakah saya”, pengharapan bagi individu; (2)
“seharusnya saya menjadi apa”, standar bagi individu. Hasil penilaian
tersebut disebut harga diri. Semakin tidak sesuai antara harapan dan standar
diri, maka akan semakin rendah harga diri seseorang.
LSP
R
68
Berdasarkan dari hasil penelitian mengenai penilaian terhadap
penggunaan second account di Instagram yaitu peneliti ingin mengetahui
dampak atau kasus dari pembuatan second account di Instagram yang
mempengaruhi diri remaja tersebut.
Maka peneliti menganalisis mengenai penilaian tentang Dampak atau
kasus yang terjadi dalam menggunakan second account di Instagram dan
ditemukannya tanggapan dari remaja sebagai narasumber dalam penelitian
ini.
“Nggak, nggak pernah kak, nggak ada masalah, karna aku pake second account ini ya kalau bisa dibilang lebih bertanggung jawab ya, maksudnya bukan untuk yang hal-hal, kan banyak tuh netizen-netizen tuh punya second account tuh untuk nyerang-nyerang gitu kan, ngehujat-hujat artis, ngekomen-komen pedes begitu, kalau aku pake second account bukan buat hal itu sih, emang bukan mikirnya buat itu, (memang tujuannya untuk cari informasi dan hiburan aja ya?) iya, tujuannya emang buat cari informasi, kayak berita gitu doang sama hiburan, makanya nggak ada masalah apa-apa”
Dari penjelasan Haikal diatas telah mewakilkan inti dari pertanyaan
yang diajukan oleh peneliti, yaitu selama remaja tersebut menggunakan
second account dengan baik dan benar, tidak terjadi masalah yang serius
karena remaja itu sendiri masih bisa bertanggung jawab dengan apa yang
dilakukan di media sosial terkhususnya di Instagram.
“…Nah jadi perlu adanya kesadaran dari anak-anak SMA, anak-anak muda ini bahwa ‘be yourself and do not feared to expressed your thinks as long as itu jalan nya benar dan bertanggung jawab terhadap publik’ karena when it comes into social media itu jadi konsumsi publik, tanggung jawab dia bukan hanya teman-teman tapi sama Tuhan nya dia, dia berkata jelek ya efek nya itu panjang gitu…”
Pernyataan Haikal sebelumnya juga sesuai dengan pernyataan Bapak
Taufan yang menjelaskan bahwa anak-anak muda perlu adanya kesadaran
LSP
R
69
dalam menggunakan media sosial karena dalam menggunakan media sosial
jadi diri pribadinya dan tidak perlu takut atau cemas dalam mengekspresikan
atau menunjukan sesuatu dari diri anak tersebut selama itu di jalan yang
benar dan dapat bertanggung jawab terhadap publik sampai dengan
agamanya, karena apapun yang dilakukan di media sosial-nya akan menjadi
konsumsi publik sehingga adanya efek atau akibat yang panjang.
Namun, lain halnya yang dialami oleh 3 siswa mengalami kasus yang
dibuat oleh teman-temannya dan kakak kelasnya, baik menjadi korban yang
berdampak dari kasus tersebut atau menjadi pelaku yang membuat dampak
ke orang lain.
“…nah gank-gank-an cowo yang kelas dua ini tuh kaya ‘oh ini ada Andhien nih katanya Andhien mirip blablabla cantik ya’ segala macem gitu, nah si gank cewe ini dia selalu kaya kontra gitu, ga terima kan, jadi mereka ‘ah padahal mah biasa aja gini-gini-gini’ gitu kan, cuman setengah dari angkatan mereka emang banyak sih yang ngajakin aku jalan, pulang bareng, segala macem, cuman aku tuh nggak ngerespon smuanya, tapi, menurut mereka aku ngerespon smuanya, jadi kaya aku tuh negatif gitu dianggapan mereka, dan ditambah juga cara berpakaian aku, gitu, yang terlalu terbuka untuk anak-anak SMA katanya”
Dari jawaban Andhien menunjukan adanya ketidak sukaan seseorang
terhadap diri orang lain sehingga orang tersebut menciptakan image yang
negatif terhadap Andhien sehingga membuat citra diri Andhien menjadi
buruk/negatif.
“proses tumbuh kembangnya ini harus didukung sama lingkungan yang baik dan benar kalo nggak juga ya akan rusak gitu… anak muda kan FOMO-nya tinggi sekali, dia pegang handphone karena dia nggak mau ketinggalan sesuatu, ya kan… nah anak muda ini suka miss-leading mengenai konsep building an image gitu, mereka berpikir
LSP
R
70
bahwa image yang baik itu dibangun oleh serangkaian aktivitas-aktivitas positif, out looking yang juga positif, yang bagus, jadi mereka tuh dituntut untuk terlihat sempurna gitu, tanpa menerima kekurangan, nah ini yang salah gitu, mereka dituntut oleh tekanan sosial bahwa untuk punya followers banyak, untuk dibilang keren dan eksis lo itu harus bisa jadi siapapun termasuk ngga jadi diri lo, jadi ya memenuhi tuntutan tekanan sosial dibanding menjadi dirinya sendiri, nah itu yang membuat saya bahwa, kalau anak muda nggak punya self-concept yang kuat, nilai values hidup yang kuat, dia akan gampang banget terbawa arus termasuk ya bikin fake account, for the sake of apa ya kan, jadi social climber atau kan banyak lah kan contohnya sekarang ya kan,”
Dari paparan penjelasan yang dikatakan Bapak Taufan bahwa dimana
remaja zaman sekarang memiliki Fear of Missing Out (FOMO) yang tinggi
sekali, juga miss-leading mengenai konsep building an image yang dituntut
dari tekanan sosial sehingga demi keinginan atau pencapaian sesuatu,
seseorang harus bisa jadi siapapun yang bukan menjadi diri aslinya. Maka
dari itu, akibatnya orang-orang yang membuat masalah dalam kasus
Andhien merupakan anak muda yang tidak memiliki self-concept yang kuat,
values hidup yang kuat maka akibatnya diri orang tersebut menjadi pribadi
yang salah. Itu juga berlaku kepada anak-anak yang perannya menjadi
pembuat kasus yang berdampak pada temannya atau orang lain.
Maka kesimpulan dari analisis penilaian yaitu adanya dampak dari
kasus yang dialami oleh para remaja adalah menyelamatkan dirinya di
lingkungan sosialnya untuk menunjukan konsep dirinya yang baik, yang
positif sehingga dari berbagai dampak dari kasus yang dialaminya, remaja
terus belajar dan memahami dirinya pribadi unruk menciptakan dan
menunjukan citra diri yang baik di lingkungan realita maupun lingkungan
dunia maya.
LSP
R
71
4.3. Pembahasan
Berdasarkan dari hasil penelitian dan analisa, konsep diri yang dialami
oleh remaja SMA berdasarkan dari tiga aspek atau dimensi yang terjadi
yaitu;
Adanya pengetahuan yang didapatkan dari second account yang
dibuat. bahwa dilihat dari keaktifan remaja dalam menggunakan second
account lebih aktif ketimbang menggunakan first account dengan
beragamnya kegiatannya yang kebanyakan dari mereka adalah untuk
mencari informasi dan hiburan sesuai kegemarannya, maka dari itu remaja
tersebut memiliki kriteria siapa saja yang sesuai menjadi pengikut atau siapa
saja yang ingin diikuti yaitu ditemukannya adalah hanya teman-teman yang
memiliki hubungan dekat dengan si pemilik second account dan akun-akun
yang memberitakan informasi dan hiburan yang remaja tersebut ingin ikuti.
Namun di sisi lain, remaja juga ingin dilihat oleh orang-orang yang
mengikutinya di second account miliknya dan ingin dinilai dengan penilaian
yang positif sehingga tidak dijadikan bahan pembicaraan atau dengan kata
lain suatu penilaian yang negatif maka tujuan memutuskan untuk membuat
second account juga beragam karena beragamnya tujuan dan kegiatan yang
di lakukan di second account.
Kemudian ditemukannya hasil yaitu adanya harapan dari
pembuatannya second account tersebut yaitu bagi sebagian remaja,
identitas diri tidak penting untuk menunjukan citra diri yang berbeda sehingga
LSP
R
72
menimbulkan kerancuan akibat justifikasi tujuan pembuatan dua akun yang
tidak jelas, namun bagi sebagian remaja lainnya, citra diri yang berbeda
adalah penting untuk dirinya karena tujuan dari dirinya yang ingin memiliki
pengakuan atau penilaian tersendiri untuk dirinya. Maka harapan yang
diberikan juga beragam sesuai dengan tujuan dan keinginan diri remaja
tersebut.
Dan yang terakhir ditemukannya hasil yaitu adanya penilaian diri
terhadap dirinya sendiri dari pembuatan second account tersebut, yaitu
adanya adanya dampak dari kasus yang dialami oleh para remaja adalah
menyelamatkan dirinya di lingkungan sosialnya untuk menunjukan konsep
dirinya yang baik, yang positif sehingga dari berbagai dampak dari kasus
yang dialaminya, remaja terus belajar dan memahami dirinya pribadi unruk
menciptakan dan menunjukan citra diri yang baik di lingkungan realita
maupun lingkungan dunia maya.
Dari ketiga elemen tersebut, memberikan hasil dari masing-masing
aspek atau dimensi yang terbentuk pada remaja SMA dalam menggunakan
media sosial yaitu menggunakan second account di Instagram. Dari hasil
penelitian terhadap siswa dan siswi remaja SMA, adanya kesinambungan
dengan informasi dari masing-masing ahli yaitu dari sudut pandang psikolog
dan sudut pandang akademisi yang juga memiliki pengalaman sebagai
pemerhati anak-anak millenials yang menyimpulkan bahwa proses yang
sedang dialami oleh remaja pada zaman sekarang yang tumbuh
kembangnya bersamaan dengan teknologi, maka cukup besar pengaruh
LSP
R
73
media sosial bagi kehidupan remaja pada zaman sekarang, dimana media
dijadikan alat atau tempat sebagai panggung menunjukan diri di lingkungan
sosial baik di dunia realitasnya maupun di dunia maya, sehingga dari situlah
konsep diri remaja terbentuk. Begitu juga adanya keberagaman yang
dialami oleh masing-masing remaja dalam mencari jati diri dan membentuk
konsep diri sehingga dapat dikatakan bahwa remaja masih dalam tahap
pencarian jati diri dan belum mengenal dirinya secara dalam karena dapat
dilihat dari penelitian ini bahwa remaja masih belum tahu jati diri yang seperti
apa yang baik bagi dirinya.
LSP
R
74
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, maka akan
ditemukannya hasil yang berupa konsep diri yang terbentuk dari keaktifan
remaja di SMA 92 Jakarta dalam menggunakan second account yang
dimilikinya. Adanya pengaruh dari lingkungan sosial yang dibangun dari
hubungan teman yang dipercayai oleh pemilik second account. Disamping
itu, adanya konsep diri yang ingin diakui di lingkungannya, ingin dilihat
pribadi diri dari pemilik second account tersebut yang berbeda dari akun
resmi. Dengan kata lain, ketiga elemen yang digunakan dalam penelitian ini
dikatakan sesuai dengan fenomena yang sedang terjadi di lingkungan
remaja millennials yang aktif menggunakan media sosial terkhususnya pada
pembuatan dan kepemilikan second account di Instagram.
Adanya pula kasus atau dampak yang dialami dari diri remaja dalam
menggunakan second account baik dari segi positif maupun negatif. Namun
dari dampak tersebut, remaja millennials dapat mengatasi hasil dari dampak
tersebut dan membentuk konsep diri remaja tersebut.
LSP
R
75
5.2. Saran
5.2.1. Saran Akademis
Penelitian ini dilakukan untuk menambah kajian mengenai komunikasi
dalam mengkomunikasikan dirinya atau dengan kata lain konsep diri yang
disampaikan atau ditunjukan melalui second account pada media sosial
Instagram. Kemudian penelitian ini dilakukan observasi yang lebih mendalam
dan wawancara secara lebih mendalam untuk mendapatkan informasi yang
lebih mendalam pada penelitian selanjutnya.
5.2.2. Saran Praktis
Setelah melakukan pengamatan selama penelitian, peneliti akan
memberi saran praktis sesuai dengan hasil yang ditemukan yaitu; pertama
Orangtua, peran yang sangat bertanggung jawab dalam memberikan asupan
informasi yang baik dan benar, informasi yang dapat dipertanggung
jawabkan, akses dalam menemukan informasi dan mengarahkan kepada
pergaulan juga kegiatan yang positif.
Kemudian Institusi pendidikan, peran yang juga bertanggung jawab
dalam pembentukan konsep diri dari remaja yang sedang mengalami proses
mencari jati diri. Dan yang terakhir Remaja, agar lebih bijak dalam
menentukan pilihan dalam menjalani proses pendewasaan diri, bijak dalam
memilih dan menggunakan teknologi, juga bijak dalam menentukan
pergaulan yang baik dan benar.
LSP
R
76
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, R. (2016). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Aguslianto. (2017). Pengaruh Sosial Media Terhadap Akhlak Remaja (Studi Kasus di Kec. KluetTimurKab. Aceh Selatan). UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Retrieved from https://repository.ar raniry.ac.id/2802/1/PDF%20DIGABUNG%20KESELURUHAN%20ISI pdf
Bambang. (2012). Instagram Handbook. Jakarta: Mediakita
Cahyono, A. S. (2016). Pengaruh Media Sosial Terhadap Perubahan Sosial Masyarakat di Indonesia. Publiciana,9(1),140-157. Retrieved from http://www.jurnalunita.org/index.php/publiciana/article/view/79
Emzir. (2016). Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Fitriyah, L., & Jauhar, M. (2014). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Prestasi Pustaka Jakarta
Felita, P., Siahaja, C., Wijaya, V., Melisa, G., Chandra, M., & Dahesihsari, R. (2016). Pemakaian Media Sosialdan Self Concept Pada Remaja. Jurnal Ilmiah Psikologi MANASA, 5(1), 30-41. Retrieved from http://ojs.atmajaya.ac.id/index.php/manasa/article/view/585
Ghufron, M. N, &Risnawita, R. S. (2012). Teori-teori Psikologi. Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA
Handojo, R. D., & Sandra, L. (2013). Dinamika Konsep Diri Dalam Identitas Online Remaja Yang Kecanduan Facebook. Jurnal Online Universitas Ukrida, 17(1), 1-14. Retrieved from http://ejournal.ukrida.ac.id/ojs/index.php/Psi/article/view/1413/1540
Hanurawan, F. (2016). Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu Psikologi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Juwita, E. P., Budimansyah. D., &Nurbayani, S. (2014). Peran Media Sosial Terhadap Gaya Hidup Siswa SMA NEGERI 5 Bandung. Repository Indonesia University of Education, 5(1),1-8. Retrieved
from http://ejournal.upi.edu/index.php/sosietas/article/download/1513/1039
LSP
R
78
Moleong, L. J. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset
Nasrullah, R. (2017). Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Panuju, P. (1999). Psikologi Remaja. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya
Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara
Prisgunanto, I. (2015). Pengaruh Sosial Media Terhadap Tingkat Kepercayaan Bergaul Siswa. Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik,19(2), 101-112.Retrieved from https://jurnal.kominfo.go.id/index.php/jpkop/article/view/340
Putri, W. S. R., Nurwati, R. N., &Budiarti, M. (2016). Pengaruh Media Sosial Terhadap Perilaku Remaja. Prosiding Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat 3(1),1-154. Retrieved from http://jurnal.unpad.ac.id/prosiding/article/view/13625/6455
Sakti, B. C., & Yulianto, M. (2018). Penggunaan Media Sosial Instagram Dalam Pembentukan Identitas Diri Remaja. Interaksi Online, 24(4), 1- 12. Retrieved fromhttps://ejournal3.undip.ac.id/index.php/interaksi online/article/view/21950/20197
Sarosa, S. (2017). Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar. Jakarta: Penerbit Indeks Jakarta.
Siregar, S. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Tohirin. (2016). METODE PENELITIAN DALAM PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN KONSELING: Pendekatan Praktis untuk Peneliti Pemula dan Dilengkapi Dengan Contoh Transkrip Hasil Wawancara Serta Model Penyajian Data. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Wonodihadrjo, F. (2014). Komunikasi Kelompok Yang Mempengaruhi Konsep Diri Dalam Komunitas Cosplay “COSURA” Surabaya. Jurnal E-Komunikasi Universitas Kristen Petra, Surabaya,2(3),1-10. Retrieved from https://media.neliti.com/media/publications/79506 ID-komunikasikelompok-yang-mempengaruhi-ko.pdf
Yuniati, Y., Yuningsih, A., & Nurahmawati. (2015). Konsep Diri Remaja Dalam Komunikasi Sosial Melalui “Smartphone”. Mimbar Jurnal Sosial
LSP
R
79
dan Pembangunan, 31(2), 439-450. Retrieved from https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/mimbar/article/view/1552/pdf
LSP
R
LAMPIRAN 1
Transkrip Wawancara Narasumber 1 Nama: Veronika Trimardhani Jabatan: Lecturer and Head of Student Guidance Office Centre Durasi: 11 menit 25 detik
Wawancara ini dilakukan di LSPR - Jakarta Sudirman Park, pada 30 Juli 2019
Selamat siang Ma’am Vero, saya mau memulai untuk wawancaranya…
Iyaa…
Jadi yang pertama, penelitian vina menggambarkan mengenai fenomena second account yang dimiliki oleh remaja SMA zaman sekarang, anak-anak millennials yang dimana mereka memiliki akun resmi, yang mungkin mereka membuat itu untuk sebagai personality dia di luar lingkungan, tetapi di akun yang kedua ini dia lebih menunjukan keaslian dirinya mungkin lebih menunjukan seperti aib atau apa yang seperti itu fenomenanya…
Nah, menurut ma’am Vero bagaimana perkembangan psikologis remaja zaman sekarang anak-anak millennials?
Iya, gini… kan anak-anak ini semua sama sebetulnya, jadi gini, perkembangan anak remaja itu adalah untuk mencari jati diri, untuk membangun konsep diri yang dibangun oleh awal mula adalah oleh lingkungannya yaitu orang tua dan orang-orang disekitarnya, sehingga konsep dirinya itu terbentuk… kalo konsep dirinya itu kuat, kukuh, itu tidak akan dia akan menunjukan second account sama first account itu sama
LSP
R
karena konsep dirinya sudah kuat, tetapi kalo konsep dirinya itu tidak kuat maka akan mencari apa, menceritakan dirinya itu dengan bohong, dengan idealnya dia bukan realnya dia bukan real yang bener-bener yang dia itu siapa.. tapi kalo yang konsep dirinya teguh ya kuat, itu dia akan selalu mengatakan ya ya ngga ngga gitu... misalnya saya dari keluarga broken home, saya adalah keluarga papa mama saya, itu memang konsep dirinya dia, dan itu real history gitu... tapi kalo seandainya yang dia konsep dirinya rendah itu akan dia akan selalu defend mechanism, mempertahankan diri sehingga si orang ini si anak ini selalu ideal imagenya aja yang supaya orang tuh mengatakan bahwa saya adalah orang baik-baik, saya tuh adalah orang yang manis, keluarga yang bahagia, tapi kenyataannya di second account itu dia pengen mencurahkan isi hatinya, jadi ada dua muka, yang mana untuk mengantisipasi kegalauan dia adalah di second account itu, gituu…
Oke... itu apa mengaruh gak sih ma’am maksudnya dari segi psikisnya, atau pola pikirnya, atau emosinya dia?
Yaa... akan berpengaruh juga, karena kalo seandainya dia real account nya dia tunjukan kepada masyarakat itu adalah dia akan selalu dipuji, selalu kan merasa bahwa ada kebanggaan tersendiri gitu, tapi kalo dia justru yang second account nya kan yang real ya, tapi kan yang one account, first accountnya itu adalah yang selalu di tutup-tutupi, itu akan mempengaruhi citra dirinya dia bahwa dia dianggapnya oke aja, dia adalah orang yang keluarganya bahagia, lalu dia ga pernah narkoba, padahal di second accountnya dia mencurahkan seluruh isi hatinya sehingga plong gitu sehingga dia mampu menunjukan siapa dirinya.. nah dia gak mau diketahui oleh orang lain... gituu...
Baik… secara perkembangan remaja pada umumnya tuh seperti apa sih ma’am?
Perkembangan remaja pada umumnya itu adalah semua ingin diakui, semua ingin menjadi orang yang diperhatikan, diakuin, dan selalu ingin menjadi orang yang di perhatikan, di akuin, dan selalu, kalo disitu dia ngga mendapatkan pengakuan, ngga mendapatkan pujian, ngga dapat, bisa interaksi dengan teman-temannya, itu dia akan rendah diri gitu… nah, remaja semua itu kan karena dari anak kecil menjadi akan dewasa, jadi remaja itu, jadi kan kebingungan pada masa remaja adalah orang mulai kebingungan siapa diri saya gitu… itu di masa remaja itu masa yang paling sulit, bisa jadi narkoba, bisa hamil diluar nikah, ini saat-saat sekarang karena dia belum tahu hukum yang mendasari gitu, dia asal aja bergaul dengan teman-temannya yang membuat dia happy gitu, sedangkan dia dirumah dia di- strength sama orang tuanya aturannya banyak, sehingga dia begitu keluar dari ini, mendapatkan dunia baru, sehingga dia merasa bahwa ‘oh ini adalah dunia saya dan saya harus berontak sama orang tua saya’ gitu, dan berontak terhadap aturan-aturan gitu…
LSP
R
Kalau menurut ma’am, maksudnya dari remaja yang mungkin pada umumnya, seperti biasanya, dengan remaja yang zaman sekarang gitu ma’am ada perbedaannya gak sih ma’am?
Nah, beda, kalo zaman dulu zaman belum ada media sosial itu orang gak perlu denger tentang media sosial sekarang itu orang buka media sosial itu udah statusnya udah ketahuan, nah kalo dulu kan gak ada, pada saat media sosial booming di tahun 2016 sampai 2000 sekarang ini kan 2015 udah mulai kan, nah itu udah mulai anak-anak tuh udah mulai larinya ke media sosial jadi bisa ngumpet, bisa bikin status baru, bikin status yang seperti apa itu di media sosial lebih gampang kalo dulu kan orang mesti keluar rumah dulu, bergaul sama siapapun gitu, kalo sekarang dia punya pengakuan di media sosial dan dia merasa nyaman di media sosial itu gitu…
Okee… kemudian bagaimana cara atau proses seperti apa remaja SMA dalam mencari identitas diri ma’am?
Ya itu, mencari identitas diri adalah mendapat masukan dari teman-temannya, dapat masukan dari orang tuanya, ketika dia berprestasi dia diakui oleh sekitarnya itu adalah mencari identitas diri, tapi pada saat remaja itu selalu di kata-katain sama orang tuanya, selalu tidak dipuji, malah di, apa istilahnya, bukan dilecehkan, tapi kata-katanya menusuk dia menjadi mengubah kepribadiannya dia nah dia diluaran dia mencari jati diri untuk mendapatkan pengakuan seperti apa, misalnya naik motor kenceng-kenceng, gila ini orang ini banget, kuat banget, nah lalu dia bisa misalnya diluaran dia bisa nyanyi sekenceng-kencengnya atau bergaul dengan siapapun, punya pacar banyak, nah ini supaya mendapat pengakuan dari orang lain gitu… kan konsep diri itu dibangun oleh orang lain sama dibangun dengan diri sendiri gitu…
Oya, sebelumnya ma’am sudah tau fenomena anak-anak remaja zaman sekarang, anak-anak millennials punya second account gitu…
Iyaa…
Dari fenomena tersebut, bagaimana menurut ma’am tumbuh kembangnya, kan tadi ma’am bilang dia butuh pengakuan jati dirinya dia, nah menurut ma’am bagaimana nanti kalau misalnya psikis atau perkembangan apapun yang ada di dalam dirinya itu seperti apa gitu ma’am?
Ya… kalo kan tadi second account saya sudah sampaikan bahwa kalo orang itu memakai first account nya yang asli itu kan dia tidak menunjukan jati dirinya, supaya orang itu memuji dia, karena dia mengakui bahwa ‘oh saya anak baik-baik, sholat lima waktu atau gereja tiap minggu, saya menolong, ikut ini’ nah foto-fotonya ditunjukan di first account itu, padahal di second account itu berbeda sama sekali, keadaan yang sebenarnya bahwa dia cuek,
LSP
R
dia sama orang tua gak bisa mengerti, lalu orang tuanya berantakan, nah kalo orang melihat second account nya, itu orang itu akan melihat bahwa ‘ah, ini siapa sih’, akhirnya kan orang tidak mau kenal dia, sedangkan ini pengen banyak orang yang mengenal dia memuji dia, ingin mendekati dia gitu, nah inilah yang menjadi anak-anak millennials itu berkembang dengan cara second account gitu, padahal itu hanya palsu aja, yang bener kan yang apa adanya sebelumnya..
Terakhir sih ma’am, menurut ma’am apakah ada dampak baik positif atau negatif dari remaja yang membuat second account?
Pasti kalo dampak negatif tergantung, kalo second accountnya itu second accountnya sama dengan first account itu dampaknya akan sama tetapi kalo second accountnya itu real account dan first account nya adalah hanya mencari citra diri, ya itu untuk menumbuhkan dia pergaulannya dia, menambah konsep dirinya dia sehingga dia menjadi orang yang seperti yang diinginkan dia, ideal self namanya gitu ya…
Oke, baik, terima kasih banyak ma’am…
Sama-sama…
LSP
R
LAMPIRAN 2
Transkrip Wawancara Narasumber 2 Nama: Rizky Saddam Jabatan: Siswa SMA 92 Jakarta Kelas: X MIPA I Usia: 16 tahun Durasi: 3 menit 38 detik
Wawancara ini dilakukan di SMA 92, Jakarta pada 2 Agustus 2019
Oke, Rizky Saddam kita mulai ya untuk wawancaranya…
Jadi pertama yang mau aku tanyakan, kegiatan apa aja sih yang kamu lakukan di second account Instagram kamu?
Ya, ingin melihat video-video lucu gitu, trus ya gimana gitu saya juga baru bikin…
Itu baru bikin tahun berapa?
Tahun ini baru banget…
Terus alasan kamu kenapa buat second account itu buat apa sih?
Biar itulah… (isenga-iseng aja?) iyaa…
LSP
R
Ukuran kamu aktif menggunakan second account tuh maksudnya jarang kah, atau kadang-kadang kah, atau setiap hari kamu ngecek second account kamu?
Jarang, ya jarang… kalau lagi gabut doang…
Dari orang-orang yang kamu follow nih, pasti di second account kamu tuh follow seseorang juga kan, dan juga pasti kamu ada followers yang tentunya pasti temen-temen dekat kamu, nah itu hubungannya seperti apa sih, apa Cuma temen dekat aja, yang tau diri kamu aja atau cuna diri kamu doang misalnya, atau cuma sama pacar atau gimana?
Ya temen deket doang yang sering deket…
Kemudian di second account kamu nih di private dan di close friend gak?
Nggak…
Jadi nggak kamu private gitu?
Iyaa…
Itu kenapa ya nggak kamu private?
Ya karena belum ada postingan
Kegiatannya lebih kaya gimana sih yang kamu lakukan di second account?
Melihat-lihat beranda orang, ibarat kepoin, stalking aja…
Oya, kan kamu punya dua akun nih, akun resmi kamu trus yang kedua second account kamu gitu, nah, kamu menunjukan diri kamu itu seperti yang di akun resmi kamu ke temen-temen atau ke followers kamu itu kaya gimana sih?
Ya jadi diri sendiri aja…
Bukan yang jaim-jaim, nutupin, yang misalnya nih ‘kamu orang yang perokok tapi kamu nunjukin bukan anak perokok’ yang kaya gitu misalnya?
Gak…
Memang diri kamu apa adanya?
Iya…
LSP
R
Dan di second account kamu itu cuma hanya stalking aja?
Iya…
Sejauh ini, dari kamu punya second account, kamu ada gak sih kasus di diri kamu sendiri gitu?
Gak ada…
Ohh oke, itu aja terima kasih ya Rizky…
LSP
R
LAMPIRAN 3
Transkrip Wawancara Narasumber 3 Nama: Shafa Safira Azzahra Jabatan: Siswi SMA 92 Jakarta Kelas: X MIPA 3 Usia: 16 tahun Durasi: 3 menit 45 detik
Wawancara ini dilakukan di SMA 92, Jakarta pada 2 Agustus 2019
Oke, Shafa, kita mulai aja ya wawancaranya…
Pertanyaan yang pertama, kegiatan apa sih yang kamu lakukan di second account kamu?
Kaya sehari-hari aja gitu, gabut di video-in, atau video-in adik, kan punya adik kecil tuh, lucu kan, video-video-in gitu aja sih…
Trus alasan kamu membuat second account tuh kenapa?
Buat senang-senang aja
Untuk mengisi kegabutan tadi itu?
He’eh (iya)…
Ukuran kamu aktif di second account tuh seperti apa? Apakah jarang buka, setiap hari buka?
Tiap hari,
LSP
R
Itu itungannya setiap hari tuh setiap menit kah?
Stiap menit…
Trus dari orang-orang yang kamu follow atau followers kamu tuh hubungannya apa sama kamu?
Temen,
Temennya tuh temen seperti apa? Apa sahabat deket banget kah atau yang….?
Ya ada yang temen cuma kenal doang trus ada yang sahabat juga tapi yang dominan ke sahabat sih…
Oke, di second account kamu nih, kamu private dan close friend kah?
Iyah…
Itu alasannya kenapa kamu lakuin kaya gitu?
Ya karena menurut aku sih kaya second account itu lebih… sama sih privacy sama kaya yang akun resmi… kadang kan banyak yang kepo gitu
Tujuan kamu untuk memutuskan ‘ah bikin ah punya second account’ misalnya ‘oh karena si A punya juga nih, ah gua iseng ah bikin juga’ gitu, itu kenapa?
Nggak sih, karena ya pengen aja gitu kalo di akun resmi kan kalo spam kayanya lebih gaenak gitu
Trus identitas diri yang seperti apa yang kamu tunjukan di second account kamu ini? Maksudnya yang tadi, misalnya kamu yang kalo di akun resmi kamu yang anaknya pemalu, jaim gimana gitu, tapi…?
Nggak juga, nggak juga, sama aja…
Kamu lebih menunjukan yang seperti apa?
Ya sama aja kaya diri sendiri gitu, nggak yang jaim jaim, nggak…
Berarti dari yang akun second account nih gak ada bedanya?
Nggak ada bedanya…
LSP
R
Oh iya… kalo misalnya kamu buat, maksudnya kan sama nih diri kamu pribadi yang kamu tunjukan di akun resmi dan di second account tuh sama, nah maksudnya alasannya kamu, kalo misalnya sama, kenapa kamu punya second account?
Kalo di second account kan lebih terbuka terus sering posting juga dibandingkan akun satunya lagi gitu…
Lebih jatuhnya seperti spamming gitu ya?
Iya…
Kemudian, sejauh ini kamu ada gak sih kasus misalnya sama teman-teman kamu sendiri gitu di second account kamu?
Gak ada…
Terus yang terakhir, sejauh ini kamu ada gak sih harapan kamu punya second account tuh apa gitu?
Pengen bisnis sih, lebih kayanya, lebih pengen yang berguna gitu…
Okee, terima kasih Shafa untuk wawancaranya…
LSP
R
LAMPIRAN 4
Transkrip Wawancara Narasumber 4 Nama: Hiras Martua Jabatan: Siswa SMA 92 Jakarta Kelas: XI IPS 3 Usia: 17 tahun Durasi: 8 menit 12 detik
Wawancara ini dilakukan di SMA 92, Jakarta pada 2 Agustus 2019
Oke Hiras, kita mulai wawancaranya ya…
Jadi yang pertama, aku mau nanya nih, kegiatan kamu apa aja sih yang kamu lakukan di second account?
Itu sih kaya buat gabut-gabut aja kalo misalnya kaya mau kemana misalnya kaya di sekolah, pergi-pergian di SG gitu kan, kalo misalnya di akun asli itu kan kaya terlalu spam gitu kan kaya dilihat sama followers itu kaya ‘nih apa banget sih orang’ kaya nge-SG mulu, lebih baik saya kalo nge-SG di akun second itu juga temen-temen saya juga sih yang saya follow…
Terus alasan kamu buat second account tuh kenapa?
Ya satu sih kaya di temen-temen juga kan temen-temen kelas kaya pada punya gitu kan, kaya pada SG SG gitu, pada SG SG in kan, kaya dia kaya nge-story-in di akun second accountnya gitu, kaya enak gitu kan misalnya lagi gabut kan gak ada kerjaan kaya SG SG temen gitu kan, apa aibnya di SG SG in
LSP
R
SG kalo boleh tau apa sih?
Snapgram…
Oh oke, aku taunya InstaStory sih, hehehe okeoke… Terus?
Udah sih itu aja, kalo misalnya gabut apa kaya udah males SG tuh buka-buka history-in temen-temen gitu lah pokonya…
Terus ukuran kamu aktif menggunakan second account tuh seperti apa?
Setiap menit…
Yang membuat kamu buka setiap menit tuh kenapa?
Kaya asik aja gitu, kaya ngeliat, kan karna akun asli saya ada yang megang gitu kan ya, dipegang sama temen, sahabat gitu kan, jadi kalo akun temen saya juga dipegang saya akun resminya, kalo saya jadi lebih mendominan kalo main Instagram tuh di akun second, kaya buat story-story, paling kalo story di akun resmi kaya yang umum aja lah kaya umum gitu nggak yang bermanfaat aja, misalnya kaya ada ulang tahun tuh saya ituin, saya lebih mendominan kalo bikin story tuh ke akun second sih
Nah, dari orang-orang yang kamu follow atau followers kamu di second account ini tuh seperti apa?
Saya lebih nge-follow tuh ke temen-temen kelas doang sih yang deket sama saya kak, jadi tuh temen-temen saya, ngefollow kaya video lucu-lucu, video creepy gitu ke akun second saya ya musik-musik, ya follow artis gitu, artis luar negri, Indonesia…
Di second account kamu nih, kamu private dan close friend gak?
Kalo close friend saya sih ngga, itu yang saya follow ya itu dia yang bisa ngeliat story akun second account saya, tapi saya private sih akun second saya…
Di postingan itu apakah kamu close friend lagi kah atau gimana?
Postingan ya saya nge-post ya itu yang bisa ngeliat, ya pokonya yang saya follow aja lah, yang bisa liat story sama postingan akun second saya
LSP
R
Nah, kamu katanya sering banget nih buka second account kamu gitu, kegiatan yang paling banyak kamu lakukan itu apa sih di second account?
Nge-story, bikin SG, sama liat-liat video-video gitu, kaya video-video lucu karna kalo akun asli saya itu kan saya jarang banget sih aktif banget, ngga terlalu aktif di akun asli, karena kalo akun asli ada yang megang, kaya lebih ke akun second saya
Itu alasan kamu pegang akun resmi kamu ke temen kamu kenapa?
Ya kaya deket gitu, di kakak juga ada sih, ada di kakak saya, ya dua orang yang megang, temen sahabat saya sama kakak saya, sahabat SMP saya, (sama orang-orang yang kamu percayakan aja?) iyaa…
Tujuan kamu memutuskan untuk ‘ah bikin lah second account’ gitu, itu kenapa?
Itu tujuannya kaya, sebenarnya saya sih dulu pas saya kelas sepuluh, bulan Oktober tau nih liat temen-temen saya di kelas pada bikin story gitu kan, kaya spam gitu kan, gabut, kaya misalnya temen yang di ceng-cengin bisa di SG gitu, ya saya buat gitu kan, saya buat langsung
Terus identitas diri yang seperti apa sih yang kamu tunjukin di second account kamu? Apa bedanya gitu yang di akun resmi?
Kalo saya kan di akun resmi kan jarang gitu kan nunjukin identitas saya, saya tuh lebih dominan sih di akun second saya sih kalo buat diri saya sih postingan saya semua saya taruh semua di situ, foto-foto saya dari kecil semua dari postingan saya, paling di akun resmi tuh postingan tuh ya yang bagus-bagusnya aja sih ya yang bagus-bagus aja postingannya paling cuma dua paling tiga paling kalo mau post lagi di arsipkan gitu, jadi maksimal tiga postingan di taruh di akun resmi saya hehehe… gak boleh lebih…
Kan kamu punya akun resmi trus kamu juga punya second account, nah maksudnya dari kedua akun tersebut tuh, identitas diri yang seperti apa yang kamu tunjukan di masing-masing itu? Maksudnya kalo memang sama tuh kenapa kamu buat? Trus kalo misalkan beda tuh kenapa, kenapa kamu berbeda-beda?
Kalo identitas itu kan saya lebih menunjukan ke akun second saya, karna tuh ya kalo saya ke first, kaya biasa aja gitu, jarang banget bikin story, paling lebih tunjukin identitasnya tuh ke second saya ya…
LSP
R
Sejauh ini ada nggak sih kaya kamu ada kasus di, sanking kamu sering banget nih update tentang aib-aib temen kamu gitu, itu sempet ada kasus gak sama temen-temen kamu itu?
Nggak, paling sih, saya kan nge-story-in misal aib temen saya nih di kelas, nah dia juga nge-story-in balik gitu kan, lama-lama saya reply ‘apaansih’ kaya apa tuh, paling cuma kaya ceng-cengan di DM-an doang, kaya saya nge-story-in nih, saya tag juga tuh, dia juga nge-tag sama kaya dia, ke second account-nya dia, trus dia bilang ‘apaan sih ras,kaya bikinin gini’ nah saya juga kadang kalo saya ada aib apa lagi tidur di kelas di foto gitu di edit-edit ya saya juga gitu doang sih masalahnya kalo di akun second, membuka, ngasih aib-aib temen doang…
Terus seberapa aktif sih, maksudnya kan kamu aktif banget nih kayaknya di second account kamu, maksudnya dari kaya komen, atau likesnya, atau ada DM atau gimana tuh aktif banget gak tuh yang masuk ke second account kamu?
Kalau postingan jarang komen paling kalo saya posting ya ngelihat paling mentok kan lebih banyak saya ngefollow orang sampe tiga ratusan, tapi pengikut saya cuma paling cuman lima puluhan, itu cuma posting yang nge-like cuman dua puluh tiga puluh doang gitu…buat kaya saya seneng aja kaya, mau nge-posting-posting, masuk-masukin di akun second saya, sampe serratus postingan gitu…
Oke, yang terakhir, kamu ada nggak harapan dari hasil kamu membuat second account kamu ini?
Kalo harapannya sih, ya biar lebih seneng aja sih kak buat, biar bisa seneng diri saya, kaya lebih asik di sosmed karna saya kan kalo akun lebih ke akun resmi itu kan karna akun saya ada yang megang juga kalo misalnya saya kaya buka – buka apa ginian ketahuan tuh kan dari history-nya, jadi saya paling kalo akun resmi itu kaya cuma yang penting-penting aja lah saya bukain, misalnya apa misalnya ada chat-an dari temen, temen yang, biasanya saya balas, karena kan kalo akun resmi itu kan yang nge-follow kan banyak dari temen SD, SMP, SMA sampai, kakak-kakak saya semua ada kan ya, kalo di akun resmi itu kaya kakak-kakak saya, saudara saya gitu, paling kalo akun second itu kan saudara-saudara saya itu gak ada yang follow, cuma temen-temen deket saya doang yang dikelas yang saya follow gitu…
Oke, terima kasih banyak Hiras untuk informasinya…
LSP
R
LAMPIRAN 5
Transkrip Wawancara Narasumber 5 Nama: Zahra Afifa Indrajaya Jabatan: Siswi SMA 92 Jakarta Kelas: XI MIPA 2 Usia: 16 tahun Durasi: 4 menit 45 detik
Wawancara ini dilakukan di SMA 92, Jakarta pada 2 Agustus 2019
Okey kita mulai ya Zahra untuk wawancaranya…
Pertama aku mau nanya nih, kegiatan kamu apa sih yang kamu lakukan di second account Instagram kamu?
Ya sama sih, nge-gabut- nge-gabut doang trus nge-spam, banyak banget di second account dibanding yang di first account-nya
Banyak kegiatannya tuh adalah kaya spamming gitu?
Iya kaya temen-temen aku…
Terus alasan kamu buat second account tuh kenapa?
Buat seneng-seneng doang… (buat seneng-seneng aja?) iyaa…
Ukuran kamu aktif menggunakan itu seberapa banyak? Maksudnya jarang, jarang buka, atau ah lagi inget, atau sering, atau setiap hari, atau setiap menit kamu buka itu gimana?
LSP
R
Sama sih kaya setiap menit buka, bahkan kalo misalkan kaya punya, eh hampir lupa kalo punya yang first account-nya, he’eh, sering main yang second account…
Oke, dari orang-orang yang kamu follow atau followers kamu tuh rata-rata hubungan sama kamu tuh apa?
Temen sih kebanyakan, temen deket, yang ngefollow, soalnya aku jarang juga mau ngasih tau second account ke orang yang kurang kenal…
Kalau di akun resmi kamu, itu lebih yang kaya gimana sih?
Kalo akun resmi sih, aku lebih jarang banget nge-post sih,
Maksudnya yang tadi hubungannya sama orang-orang yang kamu follow dan di followers kamu tuh seperti apa?
Yang di first account? (iya yang di first account…) dari orang jauh juga ada, (maksudnya lebih kaya ada keluarga juga kah?) iya, keluarga banyak juga, jadi lebih hati-hati hehehe…
Terus, di second account kamu ini, kamu private dan close friend gak sih?
Iya, di private sama di close friend juga…
Itu kenapa, maksudnya alasan pertama kamu private itu kenapa?
Kalo di private, di private kan suka ada orang yang kaya kepo gitu kan ya, kaya, ya gitulah, trus di jadiin bahan gibahan ya si ini gini, gitu, kalo close friend tuh kaya di sahabat deket banget gitu…
Oh jadi dari orang yang kamu follow nih, udah deket trus kamu close friend lagi yang berarti lebih deket lagi nih?
Iya, gitu… iya… hehe…
Trus yang paling banyak kegiatan kamu yang kamu lakukan apa aja tuh di second account?
Sehari-hari di sekolahan gitu kalo lagi nge-gabut suka nge-SG-in temen, kalo dirumah gitu, sehari-hari gitu (kaya nge-upload foto atau video gitu?) upload, (upload juga?) he’eh…
Tujuan kamu memutuskan untuk punya second account tuh apa?
Ya itu buat seneng-seneng doang (bukan kaya ikut-ikutan temen atau?) nggak sih, udah lama juga bikin…
LSP
R
Terus identitas diri yang seperti apa yang kamu tunjukan di akun resmi kamu dan juga di second account kamu?
Sama aja sih, cuman bedanya tuh kaya cuman lebih sering di akun spam (maksudnya indentitas diri yang atau misalnya di akun resmi kaya jaim nya kamu?) enggak sih sama aja…
Nah sejauh ini kamu ada gak terjadi kasus gitu di second account kamu?
Engga ada… (maksudnya dari ada yang comment lah atau apa gitu kaya misalnya nih kaya ada kejadian yang tadi kamu aja bisa melakukan close friend gitu kan nah maksudnya ditanya gitu Shafa kemarin lu update apaan? Katanya si ini lu ada update ini ya tapi gw kok ga ada sih disini gitu’, itu ada gak kaya kejadian-kejadian gitu?)
ada sih yang kaya nanya “kok gw ga di close friend sih za” gitu, kaya gitu-gitu doang sih (trus kamu gimana tanggapan nya ke mereka?) kaya ya “emang kenapa gitu, terserah gw” gitu…
Okey, terus yang terakhir harapan kamu punya second account tuh apa?
Harapan nya ya cuman buat seneng-seneng (gak ada tujuan buat buka bisnis atau apa gitu?) belum ada sih...
Okey terima kasih Zahra…
LSP
R
LAMPIRAN 6
Transkrip Wawancara Narasumber 6 Nama: Andhien Riza Handoko Jabatan: Siswi SMA 92 Jakarta Kelas: XII Bahasa Usia: 17 tahun Durasi: 9 menit 26 detik
Wawancara ini dilakukan di SMA 92, Jakarta pada 2 Agustus 2019
Okey Andhien kita mulai interviewnya…
Iya…
Yang pertama, kegiatan apa sih yang kamu lakukan di second account kamu?
Paling sih kaya aku nge-stalk, trus abis itu kaya cari-cari akun-akun Instagram yang pengen aku lihat, misalnya kaya aku suka make-up atau apa, nah aku suka lihat tutorial lah segala macem atau apapun yang pengen aku lihat, aku lihatnya di second account itu, cuman sekarang second account itu udah ngga ada, gitu…
Terus waktu itu alasan kamu buat second account tuh kenapa?
Sakit hati sih awalnya hehe…
Kalau boleh tau tuh maksudnya sakit hatinya seperti apa ya, sama temen kah atau gimana?
Ngga, waktu itu kan aku punya boyfriend, bf aku, trus aku kaya, kaya apa ya, kan kalo cewe kalo udah putus tuh kaya nggak terima gitu kan (oh jadi
LSP
R
tempat curhat kah?) he’eh… curhat disitu, kaya curhat-curhat-curhat cuman ngga aku private, ngga aku private dan kaya orang yaudah yang ngelihat yaudah ngelihat biar tau isi hati aku tuh kaya gimana, gitu…
Trus ukuran kamu tuh aktif menggunakan second account pada saat itu tuh gimana?
Kalo pada saat itu sih aktif, lebih aktif dari yang first account, cuman kalo kaya lebih ngebuka diri sih ngebuka diri yang di first account, cuman untuk kaya galau-galauan atau apa gitu untuk tau dia ngapain atau apa itu di second account, gitu…
Oke, dari orang-orang yang kamu follow dan followers kamu tuh hubungannya seperti apa, maksudnya yang di akun resmi tuh seperti apa yang di second account tuh seperti apa?
Kalo yang di akun resmi sih, kaya yang mereka follow, kan aku private nih, jadi kalo misalnya aku nge-acc yang orang follow aku harus kaya ada diikuti ama ini ini ini, jadi aku tau oh dia tau IG aku dari si ini, gitu kan, walaupun aku gak kenal sama dia tapi bakalan aku acc, gitu…
Kalo yang di second account?
Kalo yang di second account, aku kan gak di private jadi kalo ada yang nge-follow yaudah kaya semua orang biar tau sih isi hati aku kaya gimana, bila perlu seluruh dunia tau gitu hehehe…
Ohh hehe… oke, berarti kamu lebih open di second account ya ketimbang di first account?
Kalo untuk urusan hati, iya, cuman untuk pribadi dan diri aku kaya gimana lebih ke first account, gitu…
Menyangkut yang tadi, maksudnya di second account tuh kan memang kamu nggak, kamu private gitu, alasannya tuh kenapa sih maksudnya nggak kamu private gitu? Apalagi misalnya pastinya ada, emm gak tau juga sih, ada lah disaat kamu update, kamu close friend juga atau gimana gitu?
Kalo yang di first account emang ada yang beberapa aku close friend dan itu bener-bener kaya ‘oh aku deket sama dia’ gitu kan, kadang ada beberapa postingan yang di second account aku posting lagi di first account aku biar kaya temen deket aja yang tau, cuman kalo misalnya untuk yang di second account itu aku ngga ada close friend apa-apa, kaya ‘lu tau IG kedua gw yaudah biar lu tau aja semua’, gitu…
LSP
R
Berarti bener-bener konsepnya terbuka banget lah ya?
Iya, kalo yang di second account…
Kegiatan yang paling sering, atau yang paling banyak kamu lakukan tuh apa? maksudnya yang tadi, SG kah, atau upload foto atau video?
Kalo yang di second account, aku lebih ke SG sih, SG sama posting foto-foto yang gak penting, tapi emang di posting buat lucu-lucuan aja, dan beberapa temenku juga ada yang tau second account aku, cuman kalo untuk yang first account aku kadang juga suka posting aib, misalnya kaya temenku ‘Andhien apaansih’ gitu kan ‘gw malu muka gw jelek banget’ gitu kan, tapi kataku ‘gakpapa lucu’ gitu kan, ‘gak semua orang harus cantik terus di sosial media’ kan, terkadang kita juga harus kaya ‘ah udah nih ada jeleknya’ ku sebar - ku sebar, cuman kalo misalnya emang kaya marah dia marah beneran baru aku hapus, cuman kan aku tau, mereka cuma bercanda doang kan, karna akunya cuman bercanda sama mereka, gitu…
Terus, tujuan kamu akhirnya memutuskan ‘ah bikin lah second account’ gitu ‘kayaknya nggak enak juga sih di akun resmi’ gitu, itu kenapa?
Yang awalnya tadi sakit hati kan, gara-garanya itu yaudah bikin, cuman lama-kelamaan kayak kok kelakuan gw kok gak penting banget gitu kan, cuman dari situ juga kaya belajar oya tapi ada hikmahnya juga sih kan kita jadi bisa keluarin isi hati kita kan gitu, cuman kan untuk sekarang udah nggak lagi sih, gitu…
Terus identitas diri yang seperti apa tuh yang kamu tunjukan di second account? Ya sebenarnya sih di akun resmi yang seperti apa dan yang di second account tuh seperti apa? Apakah ada perbedaannya kah atau apa?
Kalau beda sih memang beda, kalo di second account aku nunjukinnya kebanyakan bukan diri aku, kaya kalo tadi isi hati kan ‘oh saya lagi galau bla bla bla’ gitu kan, cuman kaya aib-aib temen gini-gini, cuman kalo yang first account itu bener-bener kaya keseharian aku trus aku pergi kemana selalu aku posting dan terus sampe kadang tuh suka kaya titik-titik di first account di SG aku gitu, cuman giliran aku ngga bikin SG yang banyak banget langsung pada komen ‘Andhien SG lu kemana?’ gitu kan ‘gw jadi nggak ada tontonan lagi nih di IG’ pada ngomong gitu, jadi kaya ah first account gw aja banyak yang lihat gitu kan, yaudalah kaya sehariannya di first account aja, trus second account nya kaya cuma sampingannya aja, gitu…
LSP
R
Ada nggak sih kayak misalnya kamu, mungkin ya, kamu mungkin secara tidak sadar gitu, ‘ah gw aktif ah di second account supaya temen-temen tuh lihat kalo gw tuh orangnya seperti ini lho’ kayak gitu, ada nggak sih kamu tujuan kamu buat second account tuh seperti itu ada nggak sih?
Sebenernya nggak ada sih setelah dari yang sakit hati itu aku bikin second account lagi untuk aku jualan gitu kan, kan aku kan kaya suka make-up atau apa, nah aku tuh rencananya selesai UN ini bikin Youtube segala macam sekalian kaya jadi reseller, terus, kan aku juga ngerti tentang gimana skin care, terus muka yang bagus itu misalnya kaya dia oily atau apa, harusnya pake apa apa, jadi di jualan second account aku ini gak cuma ngejualin doang, tapi boleh konsultasi, gitu… jadi ada lebihnya dari pada akun-akun jualan lainnya, gitu…
Sejauh ini kamu ada nggak sih kaya kasus gitu, kasus di second account kamu itu?
Di second account gak ada, cuman di first account ada…
Oh, di first account… Itu kasusnya tuh seperti apa?
Kalo first account itu malah yang second account itu yang hampirin first account aku, jadi second account yang cari masalah sama first account aku, gitu…
Itu dari keaktifan mereka pakai second account untuk menyerang kamu tuh baik dari segi apa aja?
Physically sih sebenarnya sih, kaya, kan aku kan kalo ke sekolahan kan no hijab kan, aku biasanya gak pakai hijab, rambut aku panjang lurus, nah mereka bilang katanya kan beberapa waktu aku kelas sepuluh lalu, ada kaya, kalo disini kan suka ada gank-gank-an, nah gank-gank-an cowo yang kelas dua ini tuh kaya ‘oh ini ada Andhien nih katanya Andhien mirip blablabla cantik ya’ segala macem gitu, nah si gank cewe ini dia selalu kaya kontra gitu, ga terima kan, jadi mereka ‘ah padahal mah biasa aja gini-gini-gini’ gitu kan, cuman setengah dari angkatan mereka emang banyak sih yang ngajakin aku jalan, pulang bareng, segala macem, cuman aku tuh nggak ngerespon smuanya, tapi, menurut mereka aku ngerespon smuanya, jadi kaya aku tuh negatif gitu dianggapan mereka, dan ditambah jug acara berpakaian aku, gitu, yang terlalu terbuka untuk anak-anak SMA katanya…
LSP
R
Itu menyerangnya itu, baik dari segi, kayak misal komen di first account kamu kah, atau seperti apa, DM kah, atau apa?
Berawal dari DM sih karena aku orangnya aktif SG banget kan, jadi ada saat apa aku nge-SG nge-SG gitu, nah sampai akhirnya dimana salah satu SG aku itu dikomenin sama mereka kayak ‘oh sok cantik’ blablabla segala macem gitu, trus awalnya kayak yaudalah biarin, eh lama-lama aku ngeliat kok kayaknya dia-dia mulu nih yang komen nih kan, awalnya kayak beda-beda tapi ada satu fase dimana dia terus yang komen, nah abis dia terus yang komen, aku liat oh ternyata disitu second account orang gitu kan, aku liat, oh jangan-jangan ini-ini-ini soalnya diikutin sama mereka yang waktu itu pernah komen, nah gitu sih…
Nah, waktu itu kamu ada gak sih harapan dari second account kamu itu? Hasil dari kamu membuat second account?
Harapannya sih, kita pengen kan dingertiin sama orang, kayak orang tuh bisa ngga sih ngertiin kita pada saat itu gitu, kayak kalo lu bisa ngertiin, siapa tau ada yang bales cerita kan, ada yang bales SG kita, trus kayak ada yang kasih motivasi atau apa gitu, karna di first account aku nggak mau keliatan lemah gitu lho, kayak yaudalah gitu…
Ohh oke Andhien terima kasih banyak untuk interviewnya…
LSP
R
LAMPIRAN 7
Transkrip Wawancara Narasumber 7 Nama: Haikal Aranda N. Jabatan: Siswa SMA 92 Jakarta Kelas: XII MIPA 2 Usia: 17 tahun Durasi: 9 menit 8 detik
Wawancara ini dilakukan di SMA 92, Jakarta pada 2 Agustus 2019
Oke Haikal kita mulai interviewnya…
Pertama, kegiatan apa aja sih yang kamu lakukan di second account kamu?
Kegiatan aku di second account tuh, aku ngeliat-liat postingan sama lihat video aja sih kak… kayak video-video lucu, hiburan, berita gitu, gitu-gitu aja kak…
Okey, trus alasan kamu membuat second account tuh kenapa?
Alasan aku sih biar akun resmi aku tuh nggak spam ya, aku kepengennya akun resmi aku, hal-hal formal aja gitu, bukan yang terlalu spam, trus nge-follow-follow hal-hal yang gak penting, makanya aku paling second account tuh ya untuk hiburan aku aja sih…
Kalau boleh tau, contoh aja deh satu, formal tuh seperti apa sih?
LSP
R
Kaya formal tuh kayak yang aku follow ya kerabat, saudara, teman, gitu, aku nggak ngefollow kayak akun-akun olshop atau apa, kaya gitu sih, trus postingan-postingan aku nggak yang spam gitu, ya paling gitu aja kak…
Okey, untuk ukuran kamu aktif di second account tuh seperti apa? maksudnya jarang kah, sering kah, atau setiap hari setiap jam kamu buka atau gimana?
Setiap hari pasti buka, tapi nggak setiap jam juga, paling kalau lagi kaya nggak lagi ngapa-ngapain, lagi gabut gitu baru aku buka
Terus, dari orang-orang yang kamu follow nih atau followers kamu itu rata-rata hubungan nya apasih sama kamu? Temen deket banget kah? Atau keluarga kah? Atau seperti apa?
Nyampur sih kak (dari yang kamu follow deh) yang aku follow yang paling terutama karena tujuan aku buat hiburan aja, yang terutama aku follow tuh lebih banyak kayak akun-akun jokes aja kak, kalau temen paling cuma beberapa doang, jadi emang cuma akun-akun berita, akun-akun yang nge-posting video lucu, emang akun jokes kak gitu yang aku follow, kaya gitu sih... (untuk followers sendiri?) untuk yang nge-follow aku ya nggak tau juga ya, random banget sih, karena mungkin aku nge-follow akun-akun kaya gitu kan followers nya akun itu entah ada yang nge-follow aku atau gimana, nah itu juga nggak kenal juga yang nge-follow aku, ya paling aku terima aja tapi kan karena aku private ya kalau aku terima mereka tetep gabisa liat postingan aku karena nggak aku followback gitu cuma aku accept aja..
Oh gitu, berarti di second account kamu tuh kamu private ya?
Iya, itu aku private…
Setelah kamu private gitu, ada kamu close friend lagi gak sih kalau setiap kamu nge-post gitu?
Aku sih nge-post masih sedikit yah, masih itungan dua tiga empat foto sih yang aku post yah di itu aku (itu kamu close friend nggak?) nggak aku close friend karena, ya buat apa? Postingan Cuma sedikit juga dan itupun postingan yang nggak apa yah nggak mesti takut orang liat sih gitu…
Untuk kegiatan yang sering kamu lakukan nih di second account kamu tuh paling sering atau paling banyak tuh apa? Selain kamu cari-cari hiburan ya atau informasi? Maksudnya kayak upload foto kah atau nge-post snapgram, nge-post foto atau video gitu?
Nggak ada sih kak, paling cuma gitu aja, kegiatan aku pakai second account ini, ya palingan selain aku ngeliat video-video postingan yang lucu, paling aku nge-stalking –in aja sih kalau ada yang pengen aku ini-in kak (berarti
LSP
R
kamu nggak pernah upload sesuatu gitu atau?) aku udah, aku nge-post sih ada foto tapi cuma kaya foto bareng teman-teman aja gitu, bukan fto yang bagaimana-bagaimana…
Kemudian, tujuan kamu akhirnya memutuskan ‘ah gw bikin deh second account karena si A juga punya, gua juga bikin deh’ gitu, walaupun memang Cuma tujuan nya ternyata jadi buat cari hiburan aja, itu gimana?
Nggak sih, aku bikin second account bukan karena temen punya, atau apa, karena emang aku memutuskan dari pada aku pakai akun real aku, aku kan kepengen nya akun real itu buat formal aja, yaudah makanya aku mutusin ‘yaudahlah bikin aja’ paling gitu doang kak…
Terus, identitas diri yang seperti apa sih yang kamu tunjukan di second account kamu ini? Apakah berbeda kah dengan akun resmi kamu atau sama aja atau?
Nggak beda, sama aja (sama aja?) iya…
Sejauh ini ada nggak sih kamu aktif dari kamu pakai second account itu, ada nggak sih kasus yang terjadi di second account kamu? Baik kamu punya sendiri atau orang lain misalnya menyerang kamu atau apa, lewat second account nya mereka gitu atau gimana?
Nggak, nggak pernah kak, nggak ada masalah, karna aku pake second account ini ya kalau bisa dibilang lebih bertanggung jawab ya, maksudnya bukan untuk yang hal-hal, kan banyak tuh netizen-netizen tuh punya second account tuh untuk nyerang-nyerang gitu kan, ngehujat-hujat artis, ngekomen-komen pedes begitu, kalau aku pake second account bukan buat hal itu sih, emang bukan mikirnya buat itu, (memang tujuannya untuk cari informasi dan hiburan aja ya?) iya, tujuannya emang buat cari informasi, kayak berita gitu doang sama hiburan, makanya nggak ada masalah apa-apa…
Begitu juga ada nggak sih, dilihat dari kamu punya second account ada nggak sih orang lain yang nge-DM atau nge-comment di postingan kamu gitu? Baik positif atau negatif?
Kalo kayak mereka nggak seneng sama second account aku ini, nggak ada sih kak, kaya nyerang aku, nge-DM aku di second account bagaiman-bagaimana, nggak ada sih…
Yang terakhir nih, harapan kamu dari kamu punya second account itu apa nanti kedepannya? Mau bikin olshop kah atau apa? Mau kamu gunain yang seperti apa?
LSP
R
Sebenarnya aku punya, pengennya sih ada dua kak, aku ada dua keinginan, yang pertama tuh karna aku seneng banget liat postingan dan video-video lucu gitu, aku kaya kepengen bikin juga tuh akun official jokes gitu kak yang kaya di IG kan di Indonesia lah gitu, terkenal kan akun official-nya awreceh, dia kan nge-posting-posting video atau meme-meme begitu yang lucu-lucu gitu lho, kepengen aku yang pertama tuh kepengen, bikin akun official juga lah gitu, akun jokes juga gitu, kalo yang kedua rencanya sih kalo emang di ijinin atau ada jalannya pengen bikin olshop kak, aku kepengen bikin olshop kaya baju-baju ini sih, kaya baju-baju anak muda gitu, baju brand-brand sekarang gitu, (seperti distro online gitu ya?) kaya distro-distro gitu, iya…
Oke deh Haikal trima kasih banyak ya untuk informasinya…
LSP
R
LAMPIRAN 8
Transkrip Wawancara Narasumber 8 Nama: Taufan Teguh Akbari Jabatan: Deputy Director III Durasi: 22 menit 18 detik
Wawancara ini dilakukan di LSPR - Jakarta Sudirman Park, pada 12 Agustus 2019
Okey kita mulai ya sir untuk wawancaranya…
Pertama, saya ingin menanyakan, menurut sir bagaimana sih tumbuh kembangnya remaja khususnya SMA, anak zaman sekarang, baik dari segi psikolognya, atau pola pikir, atau pergaulannya dan lain-lain?
Okey, yang pasti, generasi yang ada di SMA sekarang kan berarti itu mereka rentang usianya antara 15 sampai 17 tahun ya, ya kurang lebih 15-17 tahun, berarti mereka ini sebenernya adalah generasi yang memang saya bilang 90% lahir bersama dengan perkembangan teknologi dan interaksi mereka sudah 100% dibantu oleh platform teknologi, sehingga banyak terjadi perubahan interaksi dengan pola komunikasi generasi-generasi sebelumnya, ini sangat berpengaruh ke karakter mereka apalagi medium itu sifatnya adalah smart device yang memang sifat smart device itu mempermudah hidup, hajat hidup orang dalam hal berinteraksi, dalam hal mencari informasi, mencari data dalam hal kepuasan diri, panggung digital untuk dilihat, nah jadi sifat-sifat teknologi ini kurang lebih juga akan mempengaruhi karakter dari generasi ini nah yang saya sebut dengan generasi Z, mereka yang lahir diatas tahun 2000, ya kan, nah seperti yang mungkin kamu juga kalau untuk liat detailnya bisa nanti browsing karakteristik generasi Z itu apa, tapi yang
LSP
R
saya lihat selama ini adalah mereka adalah generasi yang suka sekali dengan kecepatan, apapun itu yang berkaitan dengan cepat dan instan, karena mereka pikir bahwa segala sesuatu bisa dilakukan di waktu yang bersamaan karena dengan hadirnya teknologi ya dalam hal misalkan ngerjain tugas, dalam hal misalkan nggak mau antri nonton bioskop, nggak mau antri nonton konser, dalam hal misalkan mengerjakan tugas kuliah ya, dalam hal misalkan akses mencari makanan, akses mencari hiburan, akses kuliner, akses untuk pariwisata itu semuanya mereka maunya cepet dan mudah gitu ya, cepat dan mudah itu kan sifat teknologi, tapi cepat dan mudah itu tidak selalu berbanding lurus dengan fenomena realitas sosial manusia gitu, dimana ngga segala sesuatu itu bisa didapatkan dengan cepat dan mudah, nah sehingga sering kali kalau saya bilang, generasi ini harus belajar menghargai proses, ya menghargai proses, saya konteks nya ngomongnya makro ya kalo di jauh katakan mikro tuh ya proses dalam meraih prestasi, proses untuk dewasa, proses untuk menjadi seseorang yang pengen dia pengen, public figure, selebgram, atau apa segala macem, semuanya itu butuh proses dan ada yang namanya fase gagal, nah ini yang perlu digaris bawahi sama generasi sekarang mental mereka itu harus kuat gitu, harus kuat apa dalam artian bahwa dunia ini tidak seindah apa yang mereka lihat di layar handphone nya, dunia ini tidak bisa di kontrol sesuai dengan apa, sama hal nya mereka mengontrol handphone mereka, nggak semua nya seperti itu, karena ketika mereka menemukan hambatan di realitas sosial sering kali anak-anak muda ini merasa gampang stress, gampang depressed, karena itu tadi mereka melihat realitas itu seperti apa yang mereka lihat didunia maya, nah ini adalah peran dari institusi pendidikan, peran untuk siapapun yang bertanggung jawab untuk mengajak bahwa ‘hey, kita hidup ini di dua dunia, dunia maya dan dunia realita’ dan kita anak muda ini harus bisa memposisikan diri ketika dia ada di realita ya dia harus bisa memposisikan diri ‘oh saya itu bagian dari ekosistem sosial, saya itu adalah individu yang saya harus berkompetisi dengan orang lain, nggak semuanya harus dengerin saya, bahwa untuk menjadi sukses itu butuh proses, sehingga saya harus kerja keras, bahwa saya harus paham bahwa saya itu juga ada fase gagal, at the end of the day ngga semua orang bisa jadi temen saya, nah realitas-realitas yang kaya gitu ya ugly truth lah ya harus dipahami sama generasi sekarang, nah jadi, termasuk bahwa fear of missing out, ya kan, anak muda kan FOMO-nya tinggi sekali, dia pegang handphone karena dia nggak mau ketinggalan sesuatu, ya kan. Nah balik lagi ke yang tadi kalau kita bahas yang second account itu tadi, nah anak muda ini suka miss-leading mengenai konsep building an image gitu, mereka berpikir bahwa image yang baik itu dibangun oleh serangkaian aktivitas-aktivitas positif, out looking yang juga positif, yang bagus, jadi mereka tuh dituntut untuk terlihat sempurna gitu, tanpa menerima kekurangan, nah ini yang salah gitu, mereka dituntut oleh tekanan sosial bahwa untuk punya followers banyak, untuk dibilang keren dan eksis lo itu harus bisa jadi siapapun termasuk ngga jadi diri lo, jadi ya memenuhi tuntutan tekanan sosial dibanding menjadi dirinya sendiri, nah itu yang membuat saya bahwa,
LSP
R
kalau anak muda nggak punya self-concept yang kuat, nilai values hidup yang kuat, dia akan gampang banget terbawa arus termasuk ya bikin fake account, for the sake of apa ya kan, jadi social climber atau kan banyak lah kan contohnya sekarang ya kan, nah ini yang menurut saya harus menjadi perhatian para guru atau para dosen atau siapapun, menanamkan nilai percaya diri di konteks yang benar untuk anak-anak zaman sekarang, mengajarkan sebuah proses, menghargai perbedaan, menerima kekurangan, belajar menerima kegagalan, pantang menyerah, nah nilai-nilai kaya gitu yang sebenarnya harus terinternalisasi di anak-anak SMA zaman sekarang, makanya OSIS, MPK itu membuat saya medium yang kalau zaman saya dulu itu medium yang sangat baik, efektif membentuk karakter, tapi saya juga nggak tau kualitas OSIS sama MPK sekarang gimana di sekolah, I don’t know what happen gitu..
Oke, kalau menurut sir nih, kan tadi sir bilang, maksudnya ada tekanan sosial dari luar gitu kan sir, jadi menurut sir bagaimana sih prosesnya para remaja tuh dalam mencari atau membentuk identitas dirinya, akhirnya jadi seperti apa gitu sir?
Yang pasti melalui paparan informasi mereka lihat sehari-hari, kalau kita bicara, Uses and Gratification Theory dimana setiap manusia itu punya kebebasan untuk memilih media mana yang di akses untuk memenuhi kepuasan dirinya, ya kan, jadi sebenernya yang pertama itu bimbingan orangtua dalam membimbing anak, mendapatkan akses informasi yang baik dan benar, ya kan, jadi di feeding gitu ibaratnya kalo ibaratnya orang tua zaman dulu kan they have to feed them, their child itu makanan yang sehat yang bener, nah sekarang peran orangtua itu zaman sekarang feeding itu bukan hanya feeding makanan tapi feeding a right information, feeding right access, feeding right role model, supaya anak-anak itu tidak hanya sehat jasmani tapi sehat rohaninya juga, karna dia dapet informasi juga memang baik dan benar dari sumber yang juga bisa di tanggung jawabkan, di arahkan untuk ketemu dengan mentor sosok-sosok yang baik dan benar gitu, nah jadi kalo menurut saya, nah kalo salah ya udah kan salah gitu, karena sekarang faktor karna ada faktor orangtua, faktor lingkungan, faktor paparan informasi ya kan, juga teori behavior sosial bilang bahwa sesuatu yang berulang itu membentuk karakter, kalo dia sesuatu, tiap hari dia melihat behavior yang negatif, ya kaya contoh Mobile Legend lah se-sederhana itu dia akan ada instinct membunuh, ada instinct ibaratnya berbuat kriminal atau gampang banget nyakitin orang tanpa merasa bersalah (seperti kayak PUBG gitu ya sir?) Iya, Mobile Legend atau PUBG ya karena dipikir gua nyakitin orang nanti dia juga ibaratnya maafin gw, atau kalo gw matiin ya kayak gitu-gitu, ya walaupun sebenernya gak bener tapi secara bawah sadar itu men-driving mereka untuk berbuat sesuatu yang tidak baik… Nah jadi, buat saya paparan informasi kedua adalah conversation dari teman-teman sehari-hari makanya penting banget memilih pergaulan yang positif dan yang tidak di lingkungan SMA itu harus secara sadar betul maupun SMA itu kan proses yang sangat
LSP
R
proses orang tuh remaja berkembang ya, nah proses tumbuh kembangnya ini harus didukung sama lingkungan yang baik dan benar kalo nggak juga ya akan rusak gitu… Dia OSIS tapi dia, ‘ah gw pengen tau temen-temen gw yang bandel’ yaudah bergaul ya hanya sekedar pengen tau tapi tidak berarti menjadi seperti mereka, nah kadang-kadang untuk beberapa individu yang merasa bahwa ‘oh gua harus gimana supaya gw keren, supaya gw eksis, gw harus bergaul dengan mereka, dan bertindak seperti mereka supaya gw bisa dilihat seperti mereka’ itu kan salah sebenernya… Untuk menjadi seperti mereka tidak harus menjadi, untuk bisa dilihat atau eksis tidak harus menjadi seperti mereka toh, ada jalan yang lain gitu, nah hal-hal seperti harus dibukain nih bahwa dunia itu tidak sesempit apa yang kamu lihat, ya kan, ya itu yang saya lihat, paparan-paparan informasi, akses informasi yang mereka lihat itu berpengaruh, role model di sekitar mereka bisa guru bisa orang tua bisa adik bisa kakak, lalu selanjutnya teman-teman di sekolah ya, pergaulannya seperti apa, itu juga mempengaruhi, itu kalo menurut saya…
Oke, kalau menurut sir nih, sejauh ini sir pernah melihat gak sih kayak salah satu mungkin anak remaja yang dia yang pasti dia punya dua akun, nah maksudnya sir ada follow akun resminya dia juga trus follow akun second account nya dia gitu, nah menurut sir, bagaimana imagenya atau identitas dirinya dia yang ditunjukkin di first account sama di second account tuh menurut sir kayak gimana sih?
Yang pasti kalo ini kan asumsi saya ya, itu untuk pembenaran dirinya bahwa satu sisi dia ingin mengamankan, gini, tiap orang tuh kan punya peran sosial beda-beda, ada yang namanya professional role, ada social role, ada family role, ada individual macam-macam, nah buat orang-orang diusia muda yang sadar pentingnya menjaga image dia pasti punya dua akun itu tujuan nya sebenarnya baik, yang pertama, dia ingin menjadi diri nya sendiri di akun itu, dalam artian ya dia backstage nya di akun yang itu akun real-nya, tapi when it comes into public, when it comes into professional life, ya dia memposting segala sesuatu yang itu disitu, nah jadi buat saya itu sebenarnya normal aja gitu, that something normal, yang tidak normal adalah ketika dia tidak menjadi dirinya di sosmed itu ya kan, tidak menjadi dirinya yang kayak misalkan kita lihat Cinta Laura dulu sampe sekarang bertransformasi, dulu dia seperti apa, sekarang dia bertransformasi menjadi anak muda berprestasi, internasional, dan peduli sosial, makanya saya claim dia salah satu kemarin millennials Intelectual Millennial Public Figure, public figure muda yang dia juga intelek, ya kaya dia, Tasya Kamila, Maudy Ayunda, Prilly Latuconsina, itu kan jadi duta-duta kementrian, jadi public figure untuk menyuarakan sesuatu yang positif, ya itu bagus gitu, karena orang bertranformasi, dan dia sadar betul bahwa dia sebagai seorang public figure, apa yang dia makan, dia konsumsi, dia pakai, dia katakan itu dilihat sama publik, sehingga dia merasa ‘okay, I found myself dan saya pikir gua nggak harus bikin dua akun biarin aja let them judge me the way I am’ beda sama Agnes Monica, Agnes Monica tuh udah bukan seperti orang Indonesia,
LSP
R
berfoto kemarin saya lihat pakai bikini sama puff daddy apa segala macem, I don’t know what happen with her, dan saya juga nggak mau nge-judge dia gitu ya, tapi ya itu pilihan hidup dia dengan menjadi seperti itu, mungkin dia menjadi seperti itu dia menjadi nyaman, menjadi dirinya, I don’t know gitu, dan Agnes Monica pun nggak punya dua akun kan, dia cuma punya satu akun, Rich Brian satu sisi dia di judge sebagai, sama pak Dino Patti Djalal sempat bilang bahwa ‘oh Rich Brian itu tidak punya, bukan contoh yang baik buat anak muda karena kasar lalala lilili’ tapi di satu sisi dibela? nggak juga gitu, itu adalah salah satu cara anak muda mengekspresikan dirinya dengan caranya, dan nggak semuanya negatif kok, mungkin satu dua situasi aja yang memang kebetulan ke capture sama yang comment “ini jelek”, tapi the rest of karya-karya nya tuh positif gitu, dan Rich Brian nggak punya dua akun kan? (sejauh ini aku kurang tau) nah it’s okay, nah jadi maksud saya apa? Nah jadi perlu adanya kesadaran dari anak-anak SMA, anak-anak muda ini bahwa ‘be yourself and do not feared to expressed your thinks as long as itu jalan nya benar dan bertanggung jawab terhadap publik’ karena when it comes into social media itu jadi konsumsi publik, tanggung jawab dia bukan hanya teman-teman tapi sama Tuhan nya dia, dia berkata jelek ya efek nya itu panjang gitu, makanya sekarang Syukur Alhamdullilah, kaya model Awkarin dia taubat ya kan, ada juga Rachel Vennya kan dulu sempat agak negatif citra nya, tapi sekarang sudah menjadi baik gitu, ‘cause they realized’ bahwa menjadi public figure dengan menggunakan sosmed itu adalah beban sosial, beban akhirat, beban dunia yang sangat tinggi dan berat, so they have to responsible with that, nah jadi buat temen-temen SMA sekarang mereka harus sadar dulu, bahwa mereka pakai sosmed itu buat apa sih, harus tau tujuan kita ber-sosmed itu apa, kalau saya ditanya ‘Sir Taufan pakai sosmed tujuan nya apa?’ ‘for me is to share happiness and to share inspiration’ bahwa didunia ini banyak anak muda Indonesia punya potensi dan itu harus diketahui sama banyak anak muda yang lain, jadi when it comes talking about millennials ngga cuma satu sisi aja tapi ada banyak itu konsep-konsepnya, itu tujuan saya pakai sosmed, kedua, untuk branding diri saya, karena sekarang saya pikir bahwa sekarang itu banyak orang yang naif juga lah gitu ‘oh gua gausah pakai sosmed lah nanti dibilang pencitraan segala macem’ hey come on, jangan pakai konsep agama di konteks sosial karena itu salah kaprah gitu ya, ketika kalau kata agama kan ‘ketika tangan kanan ngasih, tangan kiri itu ngga boleh tau supaya tidak riya, atau apalah pahala nya ngga dapet’ tapi nggak bisa begitu sekarang ketika, tangan kanan ngasih tangan kiri harus tau untuk apa? Supaya lebih banyak orang mengetahui bahwa kebaikan itu menular, kebaikan itu adalah energi yang menular, jadi ketika seseorang, selama ini disamakan dengan baik dan benar, jujur ya, emang sekarang kan semua kalo di Muslim dakwah sekarang semua pakai sosmed, ustadz-ustadz semua pakai sosmed, karena ya itu salah satu cara untuk berdakwah, pendeta atau apa kan sekarang begitu semuanya kan sama, gitu, jadi ujung-ujungnya tergantung dengan tujuan apa kita pakai sosmed gitu, maunya apa, kalo tujuannya populer, tujuannya apa, tanpa punya karya yang bener ya mau gimana kan gak bisa seperti itu, ada
LSP
R
berapa milyar orang di dunia ini yang punya akses yang sama, kebutuhan sebagai manusia juga yang sama, kan manusia apapun itu kan sama, Maslow kan, ingin dilihat, ingin dihargai, butuh aktualisasi ya kan itu sama kan, tapi kan ada orang yang melakukan itu dengan benar, dengan jalur yang baik, yang memang elok, ada yang juga nggak, nah yang nggak ini ya sociopath itu yang di cyber bullying, itu kan sociopath namanya, netizen yang psychopath…
Oke yang terakhir sih sir, sejauh ini apakah sir, pastikan dari kita pakai sosial media itu terutama yang punya second account atau first account itu sejauh ini sir pernah melihat gak sih ada dampak dari mereka buat itu, baik positif atau negatif nya gitu sir?
Dampak negatifnya adalah orang jadi nggak tau siapa dia sebenernya, orang menganggap dia menjadi pribadi yang susah ditebak, dan ini susah ketika dia sudah masuk ke lingkungan dewasa, orang akan menerka-nerka gitu, akan banyak judgement di masyarakat karna ini orang berperilaku yang mana sih sebenarnya, dirinya dia yang seperti apa, kalo saya punya dua akun itu, yang satu pribadi khusus untuk keluarga, jelas justifikasi saya adalah postingan yang menyangkut istri, keluarga, ibu, bapak, nenek apa segala macem, kejadian yang sifatnya personal saya postingnya di saya, punya personal account, dimana itu khusus untuk teman terdekat sama keluarga, nah kalo public account ya diluar itu, ya jadi itu jelas justifikasinya, nah jadi orang tuh kalo punya dua akun harus jelas, yang satu untuk apa, yang satu untuk apa, kalo dua-duanya dia jawab kemiripannya sama kan berarti gak jelas dia maunya apa sebenernya, ya kan, nah jadi kalo menurut saya dampak dari penerimaan sosial itu tadi, lalu adalah dampaknya ke orang itu sendiri gitu, kalo memang dia buat dua akun tujuannya gak jelas nanti dia akan depresi sendiri makanya ketika sekarang depresi di kalangan generasi Z millennials tuh tinggi banget, kenapa? Karena dia gak kenal siapa dirinya, ini beneran lho saya serius banget, karena banyak kawan-kawan saya di universitas lain bahwa tingkat konseling mahasiswa ke biro psikolog di kampus nya itu meningkat 35% sampai 40%, brarti banyak anak muda dari ini stress, stressnya bukan hanya masalah keluarga atau dia ditinggal cerai Ibu-Bapak, tapi memang krisis kepribadian, dia merasa tidak puas tidak sukses sebagai anak muda karena merasa bahwa “teman-teman gw liburan terus kenapa gw ngga, temen-temen gw punya barang-barang yang bagus yang branded kenapa gw ngga, temen-temen gw kayanya happy semua tapi kenapa gw ngga”, “apa ya? what’s wrong with me?” jadi menyalahkan diri sendiri yang berlebihan, jadi dia itu stress gitu lho, ya kan, orangtua nya gak bisa bantu, karena anaknya itu sendiri yang sudah tenggelam di realitas
LSP
R
maya itu tadi, dia udah tenggelam disitu, jadi dia tidak bisa bedain bahwa ‘gw ada dimana ya sekarang’ gitu… Bener kan kata saya? Jadi antara dia ada di realitas maya atau ya memang ‘hey wake up, hidup lo tuh gak seperti yang lu liat disana, tapi ya begini ya aslinya” begitu…
Tapi sejauh ini aku ketemu nih sama satu kasus dari salah satu siswa itu dia bilang dia ada bikin second account itu hanya ada yang bikin untuk buat tempat curhatnya dia,
Nah ini tujuannya apa…
Atau ya hanya cari hiburan aja gitu sir?
Nah itu, cari hiburan kan gak harus bikin dua akun sebenernya…
Maksudnya ikut-ikutan temennya gitu sir?
Ohh iya, tapi kan ikut-ikutan temennya tujuannya apa? Again, balik lagi ke tujuannya apa... objektif nya itu apa?
Oke, dapat jawabannya sir hehe, terima kasih banyak sir untuk informasinya…
LSP
R
Thesis/Non-thesis Assessment Form
(To be completed by PGP Thesis Coordinators)
General Instruction:
- This assessment is for general assessment and does not reflect the possible
outcome of the defense.
- The results of this assessment are for consideration only. Students and their
advisors need to decide whether or not to incorporate them in the final thesis
submission.
Student’s Name: Lydia Oktavina Cobis
Assessment results:
No Description ACC* SR**
1. Notes from the proposal revision form are incorporated in Chapter 1-3
2. Chapter IV has substantially answered the research question
3. Chapter IV has incorporated theories discussed in Chapter II
4. Chapter IV shown a mastery of the methodology.
5. All research questions have been addressed in Chapter V
6 Typing follows thesis manual instructions (e.g. all double-space, left aligned,
not justified, correct margins, etc.)
7 Quotation and source citation uses APA format
8 References use APA format
Notes:
Bab 1 tambahkan lagi tentang fenomena second account
Bab 2 tambahkan tentang social media dan instagram
Bab 4 penulisan hasil wawancara dinarasikan jangan mentah-mentah ditaruh di bab 4.
Kaitkan dengan teori di bab 2
LSP
R