ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN-benar

37
MENGATUR DAFTAR PUSTAKA DARI ABJAT A KE Z. DAN JUGA MENGATUR MARZIN BIASA, KERTAS A4, 1,5 SPASI. ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN A. Pendahuluan Ketika pertama kali penulis mendengar istilah Islamisasi llmu Pengetahuan, penulis merasakan kebingungan dengan maksud istilah ini. Jika perlu dilakukan Islamisasi, itu berarti ilmu pengetahuan saat ini tidak Islami. Topik Islamisasi ilmu pengetahuan dan pendidikan dalam Islam sudah diperdebatkan sejak Konferensi Dunia Pertama tentang Pendidikan Islam di Makkah pada 1977. Tetapi sayangnya tidak ada usaha serius untuk melacak sejarah gagasan dan mengkaji atau mengevaluasi sejumlah persoalan pokok yang berkenaan dengan topik ini pada tingkat praktis. Adapun yang menjadi tokoh utama dalam ide Islamisasi ilmu pengetahuan ini adalah Syed Muhammad Naquib Al-Attas dan Ismail Raji Al-Faruqi, namun yang paling mengerikan dalam menetapkan tokoh utamanya saja, sudah ada perdebatan, artinya ada yang mengatakan bahwa ide Islamisasi ini datangnya dari al-Attas akan tetapi al-Faruqi juga mengakui bahwa dia tidak pernah meniru idenya al-Attas. Dalam makalah ini akan dibahas tentang pengertian, tujuan, langkah-langkah, pro kontra terhadap ide Islamisasi ini serta pengaruh gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan. Akan tetapi penulis disini menyampaikan bahwa yang berkenaan dengan 1

Transcript of ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN-benar

MENGATUR DAFTAR PUSTAKA DARI ABJAT A KE Z. DAN JUGA MENGATUR

MARZIN BIASA, KERTAS A4, 1,5 SPASI.

ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN

A. Pendahuluan

Ketika pertama kali penulis mendengar istilah Islamisasi

llmu Pengetahuan, penulis merasakan kebingungan dengan maksud

istilah ini. Jika perlu dilakukan Islamisasi, itu berarti ilmu

pengetahuan saat ini tidak Islami. Topik Islamisasi ilmu

pengetahuan dan pendidikan dalam Islam sudah diperdebatkan

sejak Konferensi Dunia Pertama tentang Pendidikan Islam di

Makkah pada 1977. Tetapi sayangnya tidak ada usaha serius

untuk melacak sejarah gagasan dan mengkaji atau mengevaluasi

sejumlah persoalan pokok yang berkenaan dengan topik ini pada

tingkat praktis.

Adapun yang menjadi tokoh utama dalam ide Islamisasi ilmu

pengetahuan ini adalah Syed Muhammad Naquib Al-Attas dan

Ismail Raji Al-Faruqi, namun yang paling mengerikan dalam

menetapkan tokoh utamanya saja, sudah ada perdebatan, artinya

ada yang mengatakan bahwa ide Islamisasi ini datangnya dari

al-Attas akan tetapi al-Faruqi juga mengakui bahwa dia tidak

pernah meniru idenya al-Attas.

Dalam makalah ini akan dibahas tentang pengertian, tujuan,

langkah-langkah, pro kontra terhadap ide Islamisasi ini serta

pengaruh gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan. Akan tetapi

penulis disini menyampaikan bahwa yang berkenaan dengan

1

pengaruh gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan tidak penulis

temukan.

B. Pengertian Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Islamisasai ilmu pengetahuan terdiri dari tiga kata yaitu,

kata Islamisasi, ilmu dan pengetahuan. Di sini penulis akan

menjelaskan satu persatu dari ketiga kata tersebut. Islamisasi;

artinya adalah pengIslaman, pengIslaman dunia, bisa juga usaha

mengIslamkan dunia.1 Sedangkan ilmu adalah merupakan cara

berfikir dalam menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa

pengetahuan yang dapat diandalkan. Ilmu merupakan produk dari

proses berfikir menurut langkah-langkah tertentu yang secara

umum dapat disebut sebagai berfikir ilmiah.2 Dan yang terakhir

adalah pengetahuan. Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI), pengetahuan disamakan artinya dengan ilmu. Ilmu adalah

pengetahuan3. Akan tetapi dari berbagai referensi yang penulis

baca bahwa ilmu dan pengetahuan tidaklah sama persis, dimana

ilmu lebih luas cakupannya, karna pengetahuan belum pasti

dikatakan ilmu sedangkan pengetahuan sudah barang tentu

dikatakan ilmu. Dari pengertian di atas jadi yang dikatakan

Islamisasi pengetahuan adalah; berarti mengIslamkan segala

ilmu pengetahuan.

1 Peter Salim & Yenny Salim. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta:PT.Ichtiar Baru Van Hoeve, 1986), hlm. 971.

2 H. Ahmad Syadaly, dan Mudzakir, Filsafat Umum, ( Bandung: PustakaSetia, 1997), hlm. 34

3 Kamus Besar Bahasa Indonesia. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan &Pengembangan Bahasa, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002), hlm. 879.

2

Pengertian di atas merupakan pengertian kata perkata dari

Islamisasi ilmu pengetahuan, sedangkan pengertian dari

gabungan ketiga kata tersebut; sebagaimana menurut AI-Faruqi

dalam bukunya Budi Handrianto; menyebutkan bahwa Islamisasi

ilmu pengetahuan (Islamization of knowladge) merupakan usaha untuk

mengacukan kembali ilmu, yaitu untuk mendefenisikan kembali,

menyusun ulang data, memikir kembali argument dan

rasionalisasi, menilai kembali tujuan dan melakukannya secara

yang membolehkan disiplin itu memperkaya visi dan perjuangan

Islam. Islamisasi ilmu juga merupakan sebagai usaha yaitu

memberikan defenisi baru, mengatur data-data, memikirkan lagi

jalan pemikiran dan menghubungkan data-data, mengevaluasi

kembali kesimpulan-kesimpulan, memproyeksikan kembali tujuan-

tujuan dan melakukan semua itu sedemikian rupa sehingga

disiplin-disiplin itu memperkaya wawasan Islam dan bermanfaat

bagi cause (cita-cita) Islam. 4

Islamisasi pengetahuan kata al-Faruqi adalah solusi

terhadap dualism sistem pendidikan kaum Muslimin saat ini.

Baginyan dualisme sistem pendidikan harus dihapuskan dan

disatukan dengan paradigm Islam. Paradigma tersebut bukan

imitasi dari Barat, bukan juga untuk semata-mata memenuhi

kebutuhan ekonomis dan pragmatis pelajar untuk ilmu

pengetahuan profesional, kemajuan pribadi atau pencapaian

materi. Namun, paradigma tersebut bukan diisi dengan sebuah

4 Isma’il Raji al-Faruqi. Islamisasi Pengetahuan, Cet ke-3, (Bandung: PenerbitPustaka, 2003), hlm. 38-39.

3

misi, yang tidak lain adalah menanamkan, menancapkan serta

merealisasikan visi Islam dalam ruang dan waktu.

Dapat disimpulkan bahwa mengIslamkan ilmu pengetahuan

modren adalah dengan cara menyusun dan membangun ulang sains

sastra, dan sains-sains pasti dengan memberikan dasar dan

tujuan-tujuan yang konsisten dengan Islam. Setiap disiplin

harus dituangkan kembali sehingga mewujudkan prinsip-prinsip

Islam dalam metodologinya, dalam strateginya, dalam apa yang

dikatakan sebagai data-datanya, dan problem-problemnya.

Al-faruqi adalah orang yang pertama menggagas Islamisasi

ilmu pengetahuan. Ketajaman intelektual dan semangat kritik

ilmiyahnya, membawa ia sampai kepada kesimpulan bahwa ilmu-

ilmu sosial model barat menunjukkan kelemahan metodologi yang

cukup mendasar, terutama bila diterapkan untuk memahami

kenyataan kehidupan sosial umat Islam yang memiliki pandangan

hidup yang sangat berbeda dari masyarakat Barat. Untuk

mencapai tujuan al-Faruqi mendirikan Himpunan Ilmu Sosial

Muslim (The Asociation of Muslim Social Scientists-AMSS) pada tahun 1972

dan sekaligus menjadi presidennya yang pertama hingga 1918,

melalui lembaga ini ia berharap bahwa Islamisasi ilmu

pengetahuan terwujud.5

Setelah menyampaikan ide Islamisasinya pada tahun 1981,

al-Faruqi langsung mendirikan sebuah lembaga penelitian khusus

untuk mengembangkan gagasan-gagasannya tentang proyek

Islamisasi, yaitu International Institute of Islamic Though (IIIT),5 Harun Nasution. Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Dzambatan, 1992) ,

hlm. 243.4

merupakan lembaga internasional untuk pemikiran Islam, yang

penyelenggaranya adalah AMSS sendiri.

Sedangkan Syed M. Naquib al-Attas Secara teoritis dan

ideologis, mendefenisikan islamisasi ilmu pengetahuan sebagai:

pembebasan manusia dari tradisi magis, mitologis, animistis,

kultur-nasional (yang bertentangan dengan Islam) dan dari

belengu paham sekuler terhadap pemikiran dan bahasa. Juga

pembebasan dari kontrol dorongan fisiknya yang cenderung

sekuler dan tidak adil terhadap hakikat diri atau jiwanya,

sebab manusia dalam wujud fisiknya cenderung lupa terhadap

hakikat dirinya yang sebenarnya, dan berbuat tidak adil

terhadapnya.6

Menurut al-Attas ini, islamisasi ilmu pengetahuan terkait

erat dengan pembebasan manusia dari tujuan-tujuan hidup yang

bersifat dunyawi semata, dan mendorong manusia untuk melakukan

semua aktivitas yang tidak terlepas dari tujuan ukhrawi. Bagi

al-Attas, pemisahan dunia dan akhirat dalam semua aktivitas

manusia tidak bisa diterima. Karena semua yang kita lakukan di

dunia ini akan selalu terkait dengan kehidupan kita di

akhirat.

Setelah penulis membahas pengertian Islamisasi ilmu pengetahuan,

maka disini perlu juga disebutkan apa itu hakikat Islamisasi ilmu

pengetahuan, adapun hakikat Islamisasi ilmu pengetahuan adalah:

1. Similiarisasi

6 Budi Handrianto. Islamisasi Sains Sebuah Upaya MengIslamkan Sains Barat Modren, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010), hlm. 133.

5

Menyamaratakan konsep-konsep sains dengan konsep-konsep

dari agama.

2. Paraleliasi

Konsep al-Qu`an sejalan dengan konsep sains, karena

kemiripan konotasinya, tanpa mengidentikkan keduanya.

3. Komplementasi

Antara al-Qur`an dan sains saling mengisi dan

memperkuat satu sama lainnya, tetapi tetap

mempertahankan eksistensi masing-masing.

4. Komparasi

Membandingkan konsep atau teori sains dengan konsep

atau teori agama mengenai gejala yang sama.

5. Induktifikasi

Asumsi-asumsi dari teori ilmiah yang didukung dengan

penemuan empiris, dilanjutkan pemikirannya secara

teoritis-abstrak kearah metafisik (gaib), kemudian

dihubungkan dengan prinsip-prinsip al-Qur`an.

6. Verifikasi

Mengungkapkan hasil-hasil penelitian ilmiah yang

menopang dan membenarkan kebenaran al-Qur`an.7

Itulah yang disebut dengan hakikat Islamisasi ilmu

pengetahuan, dimana dijelaskan bahwa Islamisasi ilmu

pengetahuan itu tidak terlepas dari ilmu-ilmu yang

berkembang di Barat, sehingga banyak ilmuan kita yang

7 Ramayulis dan Syamsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Mengenal TokohPendidikan Islam di Dunia Islam dan di Indonesia, (Ciputat: Quantum Teaching, 2005), hlm.109.

6

mengatakan bahwa pekerjaan Islamisasi ilmu pengetahuan

itu adalah pekerjaan orang bodoh, artinya mereka

mengatakan bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan itu

menciblak karya orang lain dengan menyebutnya dengan

karya dia sendiri. Akan tetapi yang disebut Islamisasi

ilmu pengetahuan itu bukan semata-mata mengambil karya

mereka dengan tanpa adanya penyaringan, karena ilmu yang

diambil itu harus disesuaikan dulu dengan kaidah-kaidah

ajaran Islam.

C. Tujuan Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Tujuan adalah hal yang sangat perlu dalam merumuskan

sesuatu, karena tujuan merupakan titik yang akan kita tuju

dalam melakukan sesuatu, jadi tanpa adanya tujuan maka akan

sulit untuk melakukan perencanaan, langkah-langkah dan lain-

lain. Begitu juga dalam merumuskan Islamisasi ilmu

pengetahuan, dimana ada beberapa tujuan yang harus dicapai

dalam menjalakan ide Islamisasi ilmu pengetahuan ini. Dalam

menjalankan proses Islamisasi ilmu pengetahuan ini ada

beberapa tujuan yaitu:

1. Menguasai disiplin ilmu modern

2. Menguasai warisan Islam

3. Menetapkan relevansi khusus pada setiap bidang ilmu

pengetahuan modern.

4. Mencari jalan untuk sintesis kreatif antara warisan (Islam)

dan ilmu pengetahuan modern.

7

5. Membangun pemikiran Islam pada jalan yang mengarah pada

kepatuhan pada hukum Tuhan. Islamisasi juga membebaskan

manusia dari sikap tunduk kepada keperluan jasmaninya yang

cenderung menzhalimi dirinya sendiri, karena sifat jasmani

adalah cenderung lalai terhadap hakikat dan asal muasal

manusia. Dengan demikian, Islamisasi tidak lain adalah

proses pengembalian kepada fitrah.

6. Bahwa di dalam Islamisasi ilmu pengetahuan terdapat

pengakuan akan adanya hirarki atau tingkatan-tingkatan ilmu

pengetahuan

7. Meletakkan wahyu bukan saja sebagai salah satu sumber ilmu

pengetahuan tetapi juga standar tertinggi dalam menemukan

kebenaran8

Selanjutnya, Secara umum, Islamisasi ilmu tersebut

dimaksudkan untuk memberikan respon positif terhadap realitas

ilmu pengetahuan modern yang sekularistik dan Islam yang

"terlalu" religius, dalam model pengetahuan baru yang utuh dan

integral tanpa pemisahan di antaranya. Kegiatan al-Faruqi

dalam masalah Islamisasi didorong oleh pendapatnya bahwa ilmu

pengetahuan dewasa ini sudah sekuler, dan jauh dari kerangka

tauhid. Untuk itu dia menyusun kerangka teori, metode dan

langkah-langkah praktis menuju Islamisasi ilmu pengetahuan.

Sebagaimana dapat disimak dalam bukunya Islamization of knowledge

(Islamisasi ilmu pengetahuan). Sejalan dengan itu, dia juga

menyerukan adanya perombakan sistem pendidikan Islam yang8 Zainal Habib. Islamisasi Sains Mengembangkan Integrasi Mendialogkan Perspektif,

(Malang: UIN Malang Press, 2007), hlm. 54.8

mengarah kepada Islamisasi ilmu pengetahuan dan terciptanya

paradigma tauhid dalam pengetahuan dan pendidikan.9 Sebagai

panduan untuk usaha tersebut, al-Faruqi menggariskan satu

kerangka kerja dengan lima tujuan dalam rangka Islamisasi

ilmu, sebagai berikut :

1. Penguasaan disiplin ilmu modern

2. Penguasaan khasanah warisan Islam

3. Membangun relevansi Islam dengan masing-masing bidang ilmu

modern dan khazanah warisan Islam secara kreatif dengan

ilmu-ilmu modren.

4. Memadukan nilai-nilai dan khazanah warisan Islam secara

kreatif dengan ilmu-ilmu modern.

5. Pengarahan aliran pemikiran Islam ke jalan-jalan yang

mencapai pemenuhan pola rencana Allah Swt.10

Itulah tujuan-tujuan yang harus dicapai menurut al-

Faruqi, dimana tujuan itu sejalan dengan langkah-langkah yang

ia berikan. Al-Faruqi adalah orang yang benar-benar jelas

idenya dalam merumuskan Islamisasi ilmu pengetahuan ini.

Karena al-Faruqi, mulai dari langkah-langkah sampai ketujuan

ia merumuskannya dengan sangat jelas, dan bahkan bukan cuma

satu tujuan yang ia rumuskan tapi ada lima, begitu juga dengan

langkah-langkahnya ada dua belas langkah-langkah Islamisasi

ilmu pengetahuan yang dirumuskan al-Faruqi.

9 Nina M. Armando. Ensiklopedi Islam Jilid 2, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,2005), hlm. 144.

10 Budi Handrianto. Op.cit., hlm. 140-141.9

D. Langkah-langkah Islamisasi

Pandangan al-Faruqi berkenaan dengan langkah-langkah

dalam Islamisasi ilmu pengetahuan, dia mengemukakan ide

Islamisasi ilmunya berlandaskan pada esensi tauhid yang

memiliki makna bahwa ilmu pengetahuan harus mempunyai

kebenarannya. Al-Faruqi menggariskan beberapa prinsip dalam

pandangan Islam sebagai kerangka pemikiran metodologi dan cara

hidup Islam. Prinsip-prinsip tersebut ialah:

1. Keesaan Allah.

2. Kesatuan alam semesta.

3. Kesatuan kebenaran dan kesatuan pengetahuan.

Menurut al-Faruqi, kebenaran wahyu dan kebenaran akal itu

tidak bertentangan tetapi saling berhubungan dan keduanya

saling melengkapi. Karena bagaimanapun, kepercayaan terhadap

agama yang di topang oleh wahyu merupakan pemberian dari Allah

dan akal juga merupakan pemberian dari Allah yang diciptakan

untuk mencari kebenaran.11

Menurut al-Faruqi, sasaran atau tujuan yang dituliskan di

atas bisa dicapai atau untuk mempermudah proses Islamisasi

ilmu pengetahuan adalah melalui 12 langkah sistematis yaitu;

1. Penguasaan disiplin ilmu modren: penguraian kategoris.

Disiplin ilmu dalam tingkat kemajuannya sekarang di Barat

harus dipisah-pisahkan menjadi kategori-kategori, prinsip-

prinsip, metodologi-metodologi, problema-problema dan tema-

tema.

11 Zainal Habib. Op.Cit., hlm. 53.10

2. Survei disiplin ilmu. Semua disiplin ilmu harus disurvei dan

di esei-esei harus ditulis dalam bentuk bagan mengenai asal-

usul dan perkembangannya beserta pertumbuhan metodologisnya,

perluasan cakrawala wawasannya dan tak lupa membangun

pemikiran yang diberikan oleh para tokoh utamanya. Langkah

ini bertujuan menetapkan pemahaman muslim akan disiplin ilmu

yang dikembangkan di dunia Barat.

3. Penguasaan terhadap khazanah Islam. Khazanah Islam harus

dikuasai dengan cara yang sama. Tetapi disini, apa yang

diperlukan adalah antologi-antologi mengenai warisan pemikir

muslim yang berkaitan dengan disiplin ilmu.

4. Penguasaan terhadap khazanah Islam untuk tahap analisa. Jika

antologi-antologi telah disiapkan, khazanah pemikir Islam

harus dianalisa dari perspektif masalah- masalah masa kini.

5. Penentuan relevansi spesifik untuk setiap disiplin ilmu.

Relevensi dapat ditetapkan dengan mengajukan tiga persoalan.

Pertama, apa yang telah disumbangkan oleh Islam, mulai dari

al-Qur'an hingga pemikir-pemikir kaum modernis, dalam

keseluruhan masalah yang telah dicakup dalam disiplin-

disiplin moderen. Kedua, seberapa besar sumbangan itu jika

dibandingkan dengan hasil- hasil yang telah diperoleh oleh

disiplin modren tersebut. Ketiga, apabila ada bidang-bidang

masalah yang sedikit diperhatikan atau sama sekali tidak

diperhatikan oleh khazanah Islam, kearah mana kaum muslim

harus mengusahakan untuk mengisi kekurangan itu, juga

11

memformulasikan masalah- masalah, dan memperluas visi

disiplin tersebut.

6. Penilaian kritis terhadap disiplin moderen. Jika relevensi

Islam telah disusun, maka ia harus dinilai dan dianalisa

dari titik pijak Islam.

7. Penilaian krisis terhadap khazanah Islam. Sumbangan khazanah

Islam untuk setiap bidang kegiatan manusia harus dianalisa

dan relevansi kontemporernya harus dirumuskan.

8. Survei mengenai problem-problem terbesar umat Islam. Suatu

studi sistematis harus dibuat tentang masalah-masalah

politik, sosial, ekonomi, inteltektual, kultural, moral dan

spritual dari kaum muslim.

9. Survei mengenai problem-problem umat manusia. Suatu studi

yang sama, kali ini difokuskan pada seluruh umat manusia,

harus dilaksanakan.

10. Analisa kreatif dan sintesa. Pada tahap ini sarjana

muslim harus sudah siap melakukan sintesa antara khazanah-

khazanah Islam dan disiplin moderen, serta untuk

menjembatani jurang kemandekan berabad-abad. Dari sini

khazanah pemikir Islam harus disenambungkan dengan prestasi-

prestasi moderen, dan harus membuat batas ilmu pengetahuan

ke horison yang lebih luas dari pada yang sudah dicapai

disiplin-disiplin moderen.

11. Merumuskan kembali disiplin-disiplin ilmu dalam

kerangka kerja (framework) Islam. Keseimbangan antara

khazanah Islam dengan disiplin, ilmu moderen dan harus

12

ditulis untuk menuangkan kembali disiplin-disiplin moderen

dalam cetakan Islam.

12. Penyebarluasan ilmu pengetahuan yang sudah diIslamkan.

Selain langkah tersebut di atas, alat-alat bantu lain untuk

mempercepat Islamisasi pengetahuan adalah dengan mengadakan

konferensi-konferensi dan seminar untuk melibat berbagai

ahli di bidang-bidang ilmu yang sesuai dalam merancang

pemecahan masalah-masalah yang menguasai pengkotakan antar

disiplin.12

Dua langkah pertama merupakan untuk memastikan pemahaman

dan penguasaan umat muslim terhadap disiplin ilmu tersebut

sebagaimana yang berkembang di Barat. Dua langkah seterusnya

adalah untuk memastikan sarjana Islam yang tidak mengenali

warisan ilmu Islam karena masalah akses kepada ilmu tersebut

mungkin disebabkan masalah bahasa akan berpeluang untuk

mengenalinya dari antologi yang disediakan oleh sarjana Islam

tradisional.13

Demikian langkah sistematis yang ditawarkan oleh al-

Faruqi dalam rangka Islamisasi ilmu pengetahuan. Dari kesemua

langkah yang diajukan oleh al-Faruqi, tentunya dalam

aplikasinya, membutuhkan energi ekstra dan kerja sama

berbagai belah pihak. Karena, Islamisasi merupakan proyek

besar jangka panjang yang membutuhkan analisa tajam dan

akurat, maka dibutuhkan usaha besar pula dalam

12 Juhaya S.Praja. Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam Islam dan Penerapannya diIndonesia, (Jakarta: Teraju, 2002), hlm. 73-74.

13 Budi Handrianto. Op.cit., hlm. 142.13

mengintegrasikan setiap disiplin keilmuan yang digeluti oleh

seluruh cendekiawan muslim. Dari langkah-langkah dan rencana

sistematis seperti yang terlihat di atas, nampaknya bahwa

langkah Islamisasi ilmu pengetahuan pada akhirnya merupakan

usaha menuang kembali seluruh khazanah pengetahuan barat ke

dalam kerangka Islam.

Bagi al-Faruqi Islamisasi ilmu pengetahuan merupakan

suatu keharusan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi oleh para

ilmuan muslim. Karena menurutnya apa yang telah berkembang di

dunia Barat dan merasuki dunia Islam saat ini sangatlah tidak

cocok untuk umat Islam. Ia melihat bahwa ilmu sosial Barat

tidak sempurna dan karena itu tidak berguna sebagai model

untuk pengkaji dari kalangan muslim, yang ketiga menunjukan

ilmu sosial Barat melanggar salah satu syarat krusial dari

metodologi Islam yaitu kesatuan kebenaran. Dan menurutnya

ilmu sosial tidak boleh diintimidasi oleh ilmu-ilmu alam,

tepatnya dalam skema yang utuh pengetahuan manusia adalah

satu dan sama. Ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu alam bermakna

menemukan dan memahami sunnatullah. Islamisasi ilmu-ilmu

sosial harus berusaha keras menunjukkan hubungan realitas

yang ditelaah dengan aspek atau bagian dari sunnatullah.14

Al-Faruqi juga menjelaskan alat bantu lain untuk

mempercepat proses islamisai ilmu pengetahuan.

1. Melakukan kegiatan-kegiatan ilmiah semacam konfrensi,

seminar, lokakara, talkshow dan lain-lain.14 Abu Bakar A. Bagader, Islamisasi Ilmu-ilmu Sosial, (Yogyakarta: CV.Bayu

Grafika Offset, 1989), hlm. 16-17.14

2. Pelatihan dan pembinaan instruktur-instruktur dan staf-staf

pengajar.15

Sementara itu aturan-aturan implementasi dijelaskan oleh

al-Faruqi dalam tiga hal.

1. Menyediakan honorarium yang setimpal dengan pekerjaan para

ilmuwan.

2. Hanya ilmuwan yang kompeten yang ditugaskan untuk menulis

baha-bahan pengajaran yang direncanakan.

3. Memecah pekerjaan yang dianggap besar menjadi bagian-bagian

kecil yang diserahkan kepada imuwan lain.

4. Negara menangung pembiyaan islamisasi ini.16

Sedangkan menurut al-Attas Islamisasi ilmu pengetahuan

saat ini melibatkan dua proses yang saling terkait:

1. Mengisolir unsur-unsur dan konsep-konsep kunci yang

membentuk budaya dan peradaban Barat, dan setiap bidang ilmu

pengetahuan modern saat ini, khususnya dalam bidang ilmu

pengetahuan humaniora. Bagaimanapun ilmu-ilmu alam, fisika

dan aplikasi harus diIslamkan juga khususnya dalam

penafsiran-penafsiran akan fakta-fakta dan formulasi teori-

teori. Menurut al-Attas jika tidak sesuai dengan pandangan

hidup Islam, maka fakta menjadi tidak benar. Selain itu,

ilmu-ilmu modern harus diperiksa dengan teliti. Ini mencakup

metode, konsep, praduga, symbol dan ilmu modern beserta15 Isma`il Raji Al-Faruqi, Op.cit., hlm. 118-119.16 Ibid., hlm. 119-121.

15

aspek-aspek empiris dan rasional dan yang berdampak kepada

nilai dan etika.

2. Memasukkan unsur-unsur Islam beserta konsep-konsep kunci

dalam setiap bidang dan ilmu pengetahuan saat ini yang

relevan. Jika kedua proses tersebut selesai dilakukan, maka

Islamisasi akan membebaskan manusia` dan magic, mitologi,

animism, tradisi budaya nasional yang bertentangan dengan

Islam. Islamisasi akan membebaskan manusia dan keraguan

(syakk), dugaan (zann) dan argumentasi kosong (mira`) menuju

keyakinan akan kebenaran mengenai realitas spiritual,

intelligible dan materi. Islamisasi akan mengeluarkan

penafsiran-penafsiran ilmu pengetahuan kontemporer dan

ideology, makna dan ungkapan sekuler. 17

Menurut al-Attas ilmu pengetahuan dalam budaya dan

peradaban Barat justru menghasilkan krisis ilmu pengetahuan

yang berkepanjangan, ia berpendapat ilmu yang berkembang di

Barat tidak semestinya harus diterapkan di dunia Muslim.

Ilmu bisa dijadikan alat yang sangat halus dan tajam bagi

menyebarluaskan cara dan pandangan hidup sesuatu kebudayaan.

Karena menurut al-Attas ilmu bukan bebas nilai (value free),

tetapi sarat nilai (value laden). 18

Itulah pendapat al-Attas tentang langkah-langkah

Islamisasi ilmu pengetahuan, dimana menurut dia Islamisasi

itu harus mengisolir konsep-konsep kunci yang membentuk

17 Muhaimin & Abdul Mujib. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan KerangkaDasar Operasionalisasinya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm. 99.

18 Budi Handrianto. Op.cit., hlm. 131-136.16

budaya Barat serta harus memasukkan unsure-unsur Islam

kedalam konsep-konsep itu. Al-Attas mengatakan demikian

karena menurut beliau bahwa ilmu itu bukan bebas nilai, tapi

ilmu itu syarat nilai.

Selanjutnya penulis akan menjelaskan proses atau

pendekatan Islamisasi ilmu pengetahuan karena menurut

penulis bahwa langkah-langkah sulit dibedakan proses atau

pendekatan, untuk itu disini akan dijelaskan ada beberapa

proses Islamisasi ilmu pengetahuan yaitu:19

1. Menjadikan Islam sebagai landasan penggunaan ilmu

pengetahuan

Islamisasi ilmu pengetahuan dapat di lakukan  dengan

cara menjadilan Islamisasi ilmu pengetahuanam sebagai

landasan penggunaan Ilmu pengetahuan, tanpa

mempersalahkan aspek antologis dan epistemology ilmu

pengetahuan tersebut. Dengan kata lain ilmu dan

teknologinya tidak di permasalahkan, yang

dipermasalahkannya adalah orang yang mempergunakannya.

Cara ini melihat bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan hanya

penerapan etika Islam  dalam pemanfaatan ilmu

pengetahuan  dan kriteria pemilihan suatu jenis ilmu

pengetahuan yang akan dikembangkannya. Dengan kata lain,

Islam hanya berlaku sebagai kreteria etis di luar

struktur ilmu pengetahuan. Islamisasi ilmu pengetahuan

yang demikian itu didasarkan pada asumsi bahwa ilmu

19 Isma`il Razi AL-Faruqi. Op.Cit., hlm. 131-137.17

pengetahuan adalah bebas nilai. Konsekuensi logisnya

mereka menganggap mustahil muncul ilmu pengetahuan

Islami, sebagaiman mustahilnya kemunculan ilmu

pengetahuan Marxistis.

Islamisasi imu pengetahuan dengan cara ini memandang

bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi dalam arti produknya

adalah netral, pesawat terbang yang digunakan oleh jamaah

haji sama dengan pesawat yang digunakan oleh para pedagan

obat-obat terlarang atau digunakan oleh orang-orang yang

yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Demikian

pula alat suntik yang digunakan oleh dokter muslim dengan

alat suntik yang digunakan oleh dokter kafir juga sama,

alat suntik yang sama menimbulkan bahaya apabila

penggunaanya salah, dengan mempermasalahkan apakah muslim

atau kafir. Dokter muslim yang kurang ahli dapat

mencelakakan pasiennya, sebaliknya dokter yang kafir

dapat menyelamatkan pasiennya karena dengan teliti dan

keahliannya, jadi keselamatan pasien bukanlah terletak

pada di katakanya kafir atau muslim melainkan pada

keahlian dan ketelitain seorang dokter, begitu juga

contoh lain yang semisal dengan ini.

Pengaruh keagamaan seseorang yang menggunakan ilmu

pengetahuan dan teknologi jelas amat dibutuhkan jika

dipadukan  dengan keahlian  dan ketelitian masing-masing.

Yang baik adalah jika ilmu pengetahuan dan teknologi

tersebut berada di tangan seseorang muslim yang

18

mengamalkan agamanya serta dalam bekerjanya didukung

dengan keahlian dan kecermatan yang tinggi. Seorang

Dokter muslim yang baik misalnya, ia akan melihat bahwa

tugasnya itu adalah sebagai amanah, yakni perintah Tuhan

untuk mengatasi penderitaan orang lain, dengan pemikiran

demikian, maka ia tidak akan mempergunakan jabatannya

untuk tujuan yang tidak benar yang dapat merugikan orang

lain.

Dengan pendekatan Islamisasi yang bersifat

substansila ini, maka tugas utama Islamisasi ilmu

pengetahuan bertumpu pada dua hal. Pertama, pada manusia

yang akan mempergunakan ilmu pengetahuan dan teknologi

tersebut, yaitu manusia yang memiliki komitmen yang

tinggi untuk mengamalkan agamanya dengan teguh dan

istiqomah, serta menguasai bidang pekerjaannya yang

didukung dengan keahlian dan pengalaman. Kedua, pada ilmu

pengetahuan dan teknologi itu sendiri, apakah dalam

keadaan berfungsi dengan baik atau tidak. Jika ilmu

pengetahuan dan teknologi dalam keadaan baik, maka

pengaruh kerjanya dapat dengan mudah diidentifikasi, ilmu

pengetahuan dan teknologi yang baik itulah yang netral

dan tidak dapat disalahkan, ilmu pengetahuan dan

teknologi yang dalam keadaan baik itu tak ada yang salah,

yang salah adalah penggunanya. Masalahnya yang sekarang

adalah dunia modern dan berkembang melalui ilmu

pengetahuan telah dukuasai oleh orang-orang yang tidak

19

Islami. Manusia yang hidup di dunia modern ini telah

salah dalam menggunakan ilmu pengetahuan.

2. Memasukkan nilai-nilai Islam dalam konsep ilmu

pengetahuan

Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi dapat

dilakukan dengan cara memasukkan nilai-nilai Islami

kedalam konsep ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.

Asumsi dasarnya adalah ilmu pengetahuan tersebut tidak

netral, melainkan penuh dengan muatan-muatan nilai yang

dimasukkan oleh orang-orang yang merangcangnya. Dengan

demikian Islamisasi imu pengetahuan dan teknologi harus

di lakukan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi itu

sendiri.

3. Penerapannya dimulai dengan mengkaji dengan pendekatan

ontologi dan epistemology

Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi di lakukan

melalui penerapan konsep tauhid dalam arti seluas-

luasnya. Tauhid bukan hanya difahami secara teo-centris,

yaitu mempercayai dan meyakini adanya tuhan dengan segala

sifat kesempurnaan yang dimilikinya serta jauh dari

sifat-sifat yang tidak sempurna, melaikan tauhid yang

melihat bahwa antara manusia dengan manusia lain, manusia

dengan alam, dan manusia dengan segenap ciptaan tuhan

lainnya adalah merupakan suatu kesatuan yang saling

membutuhkan dan saling mempengaruhi, dan semuanya itu

merupakan wujud  kekuasaan dan  kebesaran Tuhan.

20

Dengan antologi dapat dijelaskan  bahwa  sumber-

sumber pengembangan ilmu berupa ayat-ayat tuhan yang

tertulis (al-Qur'an) dan ayat-ayat tuhan yang tidak

tertulis sebagaimana terdapat dijagat raya (ayat

kauniyah) dan ayat-ayat tuhan yang terdapat pada manusia

dan prilaku sosial, semuanya itu adalah ayat-ayat tuhan.

Oleh karena itu ilmu pengetahuan, baik ilmu agama Islam

yang dihasilkan melalui kajian terhadap ayat-ayat al-

Qur'an, ilmu-ilmu alam (sains) yang dihasilkan melalui

kajian terhadap jagat raya, dan ilmu-ilmu sosial yang

dihasilakan melalui kajian terhadap fenomena sosial.

Namun pada hekekatnya berasal dari Allah SWT, karena

semua ilmu tersebut sebagi hasil dari pengkajian terhadap

ayat-ayat Allah SWT.

Dengan epistemology dapat dijelaskan bahwa sebuah

ilmu pengetahuan tersebut disusun, ilmu agama Islam yang

bertumpu pada kajian ayat-ayat yang ada dalam al-Qur'an

menggunakan metode kajian ijtihadiyah dengan syarat dan

langkah-langkah yang telah teruji dalam sejarah, melalui

metode ijtihadiyah ini maka di hasilkan berbagai ilmu-

ilmu agama Islam seperti teologi, hukum Islam, tafsir,

filsafat, pendidikan dan sebagainya dengan berbagai

mazhab dan aliran yang ada didalamnya.

Karena ilmu-ilmu tersebut menggunakan ayat-ayat

Allah, maka seluruh ilmu tersebut pada hakekatnya dari

Allah, oleh karenanya, ia harus di abdikan untuk ibadah

21

kepada Allah melalui pengabdian terhadap kepentingan dan

kemaslahatan umat manusia.

Dengan demikian maka jelas bagi kita semua bahwa

segala sesuatu yang kita capai di dunia itu bukanlah

hasil dari kita sendiri akan tetapi kita harus sadar

bahwa disitu ada keikutsertaan Allah kepada kita atau

dengan kata lain Allah hanya menggunakan jasa kita

sebagai perantara, ilmu kedokteran dikembangakan misalnya

bukan ilmu kedokteran yang arogan yang melihat kesembuhan

pasien sebagai disebabkan oleh satu-satunya bantuan

medis, melainkan kesembuhan itu juga berkat anugrah

Tuhan.

4. Pemberian pendidikan secara berjenjang dan

berkesinambungan sejak kecil

Islamisasi imu pengetahuan, juga dapat diberikan

melalui inisiatif pribadi melalui proses pendidikan yang

diberikan secara berjenjang dan berkesinambungan, dalam

prakteknya tidak ada ilmu agama dan ilmu umum yang

disatukan. Yang terjadi sejak kecil kedalam diri

seseorang sudah ditanamkan jiwa agama yang kuat, praktek

pengalaman tradisi keagamaan dan sebagainya. Setelah itu 

kepadanya diajarkan dasar-dasar ilmu agama yang kuat,

diajarkan al-Qur'an baik dari segi membaca maupun

pemahaman isinya. Selain itu juga diajarkan pula hubungan

antara satu ilmu dengan ilmu lainnya secara umum.

22

Selanjutnya ia mempelajari beberapa bidang ilmu dan

keahlian sesuai dengan bidang yang di minatinya.

Dengan demikian akan melahirkan manusia yang ahli

dalam bidang ekonomi, industri, pertanian dan sebagainya,

namun dalam waktu yang bersamaan ia dengan kemampuannya

sendiri mampu menghubungkan jiwa dan dasar-dasar keagaman

yang dimilikinya  itu untuk mengarahkan keahlian yang 

dimilikinya, ia boleh saja menjadi dokter misalnya tapi

dokter yang Islami dan sebagainya. Hal ini dapat

dilakukan dengan memetakan anak didik didalam memasuki

lembaga pendidikannya, tanpa harus mengubah bentuk

sekolah atau kurikulum atau lainnya, pendekatan ini pun

sukup efektif dan efesien.

5. Melakukan integrasi antara dua paradigma agama dan ilmu

yang seolah-olah memperlihatkan perbedaan.

Agama mengasumsikan atau melihat sesuatu persoalan

dari segi norma (bagaimana seharusnya) sedangkan sains

meneropongnya dari objektifnya (bagaimana adanya). Agama

melihat problematika dan solusinya melalui petunjuk

Tuhan, sedangkan sains melalui eksperimen dan rasio

manusia. Selain itu ajaran agama diyakini sebagai

petunjuk Tuhan, kebenarannya mutlak, sedangkan kebenaran

sains bersifat relatif. Agama banyak berbicara tentang

yang gaib, sementara sains hanya berbicara mengenai hal

empiris.

23

E. Pro-Kontra tentang Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Diskursus seputar Islamisasi ilmu pengetahuan ini telah

begitu lama menebarkan perdebatan penuh kontroversi di

kalangan umat Islam. Semenjak dicanangkannya sekitar 30 tahun

yang lalu, berbagai sikap baik yang pro maupun yang kontra

terus bermunculan. Satu pihak dengan penuh antusias dan

optimisme menyambut momentum ini sebagai awal revivalisme

(kebangkitan) Islam. Namun di pihak lain menganggap bahwa

gerakan "Islamisasi" hanya sebuah euphoria sesaat untuk

mengobati "sakit hati" dan inferiority complex karena

ketertinggalan mereka yang sangat jauh dari peradaban Barat,

sehingga gerakan ini hanya membuang-buang waktu dan tenaga dan

akan semakin melemah seiring perjalanan waktu dengan

sendirinya.

Pemikiran al-Faruqi dan al-Attas tentang Islamisasi ilmu

pengetahuan menimbulkan pro dan kontra dikalangan ilmuan

muslim. Meskipun demikian dalam hal ini mereka banyak

memperoleh pengikut di berbagai Negara. Untuk mempublikasikan

dan menyebarkan pemikirannya seperti al-Faruqi mendirikan the

association of muslim social.20 Sedangkan al-Attas dalam menggagas ide

islmisasinya dia mendirikan sebuah institutsi pendidikan yang

prestius yaitu International Instituse of Islamic Thogth and Civilization, yang

dikenal dengan singkatan ISTAC.

Dalam berbagai pergolakan  keilmuan selalu ada penerimaan

dan penolakan (pro-kontra) dan hal inilah yang terjadi dalam

20 Nina M. Armando. Loc.Cit. 24

gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan, banyak alasan yang

dipaparkan oleh mereka yang kontra, begitu juga bagi yang pro

berbagai alasan di ketengahkannya untuk mendukung hal

pembenaran atas konsep mereka. Adapun alasan dari masing-

masing tersebut sebagai berikut :

Orang-orang yang kontra dan alasan-alasannya

Tokoh pemikir Islam yang menolak gagasan Islamisasi ilmu

pengetahuan salah satunya adalah Muhammad Arkoun, Guru besar

Universitas Sorbonne Prancis, mengatakan bahwa keinginan dari

para cendikiawan muslim untuk  melakukan Islamisasi ilmu dan

teknologi merupakan kesalahan, sebab hal ini dapat menjebak

kita pada pendekatan yang menggap bahwa Islam hanya semata-

mata sebagai ideologi. Yang tidak bisa berbuat apa-apa selain

menciplak karya orang.

Sedangkan di Indonesia salah satu tokoh yang tidak

sejalan dengan gagasan ini yaitu Usep Fathuddin, yang

mengatakan bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan tidak perlu,

karena dengan Islamisasi bukanlah kerja ilmiah dan kreatif,

karena yang dibutuhkan sekarang adalah terlebih-lebih lagi

bagai para cendikiawannya adalah menguasai dan mengembangkan

ilmu. Islamisasi ilmu pengetahuan hanyalah kerja kreatif atas

karya orang lain saja, sampai tingkat tertentu, dan hal itu

tak ubahnya sebagai pekerja jalanan di pinggir jalan,

manakalah orang ilmuan berhasil menciptakan atau mengembangkan

ilmu, maka orang Islam (sebagian) akan mencoba menangkap dan

berusaha mengIslamkannya.

25

Lebih lanjut Usep Fathuddin memberi komentar, bahwa

seorang tukang yang sangat ahli, barangkali akan mampu

mengubah sesuatu sehingga berbeda dengan watak aslinya, atau

berbeda paradigmanya. Tapi kalau tukang yang kurang ahli,

barangkali hanya cukup dengan mengalungkan label. Islamisasi

ilmu pengetahuan tidak ubahnya seperti pembuat label, seperti 

membuat kaligrafi pada suatu bangunan, supaya dikatakan

bangunan Islami, lebih lanjut dijelaskan bahwa semangat

Islamisasi ilmu pengetahuan itu didasari  satu anggapan

tentang keilmuan dan Islam, klaim yang paling sering kita 

dengar ialah adanya dua kebenaran di dunia ini, kebenaran ilmu

dan kebenaran agama. Ilmu dikatakan sebagai relatif,

spekulatif dan tak pasti, semantara agama dianggap absolute,

transcendental dan pasti. Tapi kalau kita lihat sejarah,

ternyata Islam tidak menganal permasalahan antara “keagamaan”

dan “ilmu”. Bahkan sebaliknya, sering dianggap puncaknya

sejarah dan perdaban Islam, justru terjadi ketika menyatukan

keagamaan dan ilmu itu.21

Selanjutnya yang kontra terhadap ide Islamsasi ilmu

pengetahuan ini adalah Fazlur Rahman, kritik Rahman diarahkan

kepada beberapa konsep Islamisasi sains yang kurang memahami

tradisi intelektual Islam masa lampau. Rahman juga mengkritik

rencangan sistematis al-Faruqi mengenai langkah-langkah

Islamisasi ilmu pengetahuan yang dianggapnya terlalu

mekanistis. Dalam sejarah Islam sendiri, para ilmuan muslim21 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm.

406-408.26

banyak menyerap unsur-unsur baru dari peradaban non-Islam.

Menurut Fazlur Rahman ilmu pengetahuan tidak perlu disilamkan,

karena tidak ada yang salah di dalam ilmu pengetahuan.

Masalahnya hanya dalam menyalahgunakan, ia menyatakan ilmu

pengetahuan akan tergantung kepada cara menggunaannya.22

Kritikan berikutnya datang dari Pervez Hoodbhoy,

kritiknya mirip dengan pandangan para instrumentalis bahwa

tujuan agama adalah meningkatkan moralitas, dan bukan

menyatakan fakta-fakta ilmiah secara spesifik. Ia juga

mengatakan bahwa usaha Islamisasi sains itu tidak mungkin dan

setiap upaya untuk membangunnya merupakan usaha mubazzir.

Selanjutnya dia juga mengajukan data-data historis bahwa;

ketika masalah keyakinan religius dibawa-bawa dalam praktek

ilmu pengetahuan, maka yang kerap terjadi adalah eksekusi

ilmuan oleh kaum agamawan ortodoks, yang dikhawatirkan justru

menghambat perkembangan ilmu pengetahuan, sebagaimana telah

terjadi dalam sejarah Kristen maupun dalam sejarah Islam yang

lebih awal.23

Selanjutnya adalah Abdus Salam yang merupakan orang yang

mengkritik Islamisasi sains, sebagaimana argumennya yang

menyatakan bahwa; hanya ada satu sains universal, problem-

problemnya dan bentuk-bentuknya adalah internasional dan tidak

ada sesuatu seperti sains Islam sebagaimana tidak ada sains

Hindu, sains Yahudi atau sains Kristen.24

22 Budi Handrianto. Op.cit., hlm.197-201.23 Ibid., hlm. 202-203.24 Ibid., hlm. 204.

27

Kritikan terhadap Islamisasi ilmu pengetahuan juga

diajukan oleh Abdul Karim Sorush. Ia menyimpulkan Islamisasi

ilmu pengetahuan adalah tidak mungkin atau tidak logis,

alasannya; realitas bukan Islami atau bukan pula tidak Islami.

Para filosof terdahulu tidak pernah menggunakan istilah

filsafat Islam. Mengelaborasi ringkas argumentasinya, Abdul

Karim Sorush menyatakan bahwa; jawaban-jawaban yang benar

tidak bisa diIslamkan, kebenaran adalah kebenaran, dan

kebenaran tidak bisa diIslamkan, pertanyaan-pertanyaan dan

masalah-masalah yang diajukan adalah mencari kebenaran

sekalipun diajukan oleh non muslim.25

Orang-orang yang pro dan alasan-alasannya :

Ilmuwan yang mendukung gagasan Islamisasi ilmu

pengetahuan ini salah satunya adalah Mulyanto dengan

argumennya bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan sering dipandang

sebagai proses penerapan etika Islam dalam memanfaatkan ilmu

pengetahuan kriteria pemilihan suatu jenis ilmu pengetahuan

yang akan dikembangkannya. Dengan kata lain, ilmu hanya

berlaku sebagai kriteria etis di luar struktur ilmu

pengetahuan. Asumsi dasarnya adalah bahwa ilmu pengatahan

adalah bebas nilai, konsekuensi logisnya mereka menggap

mustahil munculnya ilmu pengetahuan Islami, sebagaimana

mustahilnya pemunculan ilmu pengetahuan Marxisme. Dan Islam

berserta ideology lainnya, hanya mampu memasuki subjek ilmu

pengetahuan dan tidak pada ilmu itu sendiri. Islam hanya

25 Ibid., hlm. 205.28

berlaku sebelum dan sesudah ilmu pengetahuan beraksi, lalu

menyerahkan kedaulatan mutlak pada metodelogi ilmu

bersangkutan. Lebih lanjut ditegaskan bahwa Islamisasi ilmu

pengetahuan, tak lain dari proses yang hakiki, yakni tauhid,

kesatuan makna kebenaran dan kesatuan ilmu pengetahuan.26

Senada dengan hal tersebut di atas Haidar Bagir

menjelaskan bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan secara implisit

adalah penting, misalnya tentang perlunya di bentuk sains yang

Islami, hal ini didukung dengan dua argumentasi yang sangat

mendasar yaitu : pertama, Islam butuh sebuah sistem sains yang

memenuhi kebutuhan-kebutuhan material dan spiritual, sistem

sains yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan

tersebut, ini disebabkan sains modern mengandung nilai-nilai

khas Barat yang melakat padanya, nilai ini banyak bertentangan

dengan nlai-nilai Islam selain itu telah terbukti menimbulkan

ancaman bagi keberlangsungan hidup manusia di muka bumi. Kedua,

ummat Islam pernah memiliki peradaban Islami di mana sains

berkembang sesuai dengan nilai dan kebutuhan-kebutuhan umat

Islam. Jadi sebetulnya, jika syarat-syarat untuk itu mampu

dipenuhi, kita punya alasan untuk tetap menciptakan kembali

sebuah sains Islam dalam peradaban Islam pula.27

Ilmu pengetahuan perlu dibangun dengan dasar ajaran

Islam yaitu al-Qur'an , yaitu ilmu yang didasarkan atas ajaran

tauhid, yang melihat bahwa antara ilmu pengetahuan modern

dengan ajaran Islam harus bergandengtangan. Ilmu pengetahuan26 Abuddin Nata, Op.Cit., hlm. 409.27 Ibid.,

29

adalah hasil teorisasi terhadap gejala-gejala alam dengan

menggunakan metode dan pendekatan ilmiah. Sedangkan ajaran

Islam juga hasil ijtihad terhadap ayat-ayat Allah yang

terdapat didalam al-Qur`an, al-Sunnah. Ayat-ayat Allah yang

terdapat di jagat raya adalah berasal dari Allah. Demikian

pula ajaran agama juga berdasarkan pada ayat-ayat Allah.

Dengan demikian antara keduanya adalah ayat-ayat Allah. Satu

dan lainnya berasal dari satu kesatuan (tauhid). 28

Islam sebagai agama yang mendukung tentang ilmu tidak

menghendaki pola fikir yang sempit dan fanatik karena semua

itu hanya akan mengantarkan pada kekendoran dan kelemahan

manusia dan menjadikannya terisolir dari dunia kehidupam yang

sangat komleks, dan yang lebih tegasnya lagi bahwa Islam tidak

mau ummatnya berfikir dan bertindak dari hal-hal yang

siafatnya tradisional saja tetapi Islam membawa manusia supaya

maju, dinamis, dan peka terhadap perkembangan  zaman, mampu

memahami kehidpan lingkungannya dan masyarakatnya.

Sebenaranya bagi mereka yang menolak gagasan Islamisasi

ilmu pengetahuan hanya terkesan ada sedikit rasa gengsi

mengambil ilmu pengetahuan dari barat kemudian

mengIslamkannya, bagi mereka bahwa Islam perlu memiliki

pengetahuan yang Islami sebagaimana dalam sejarah Islam. Namun

caranya bukan dengan mengambil ilmu dari barat dan

mengIslamkannya, melainkan langsung saja membentuk dan

mengembangakan ilmu pengetahuan yang didasarkan pada ciri dan

28 Ibid., hlm. 409.30

sifat ajaran Islam. semantar itu bagi meraka yang setuju

dengan gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan ini, bukan berari

tidak setuju dengan membentuk ilmu pengetahuan dengan corak

Islam dengan mandiri melainkan bersamaan dengan itu dipandang

tidak ada salahnya bila kita mengambil ilmu pengetahuan dari

barat lalu mengIslamkannya sebagaiman misalnya barat juga

pernah mengambil ilmu pengetahuan dari Islam di zaman klasik

lalu mensesuaikannya dalam ajaranya.29

Terlepas dari pro-kontra di atas, yang menjadi tantangan

besar bagi kelanjutan proses Islamisasi dan merupakan the real

challenge adalah komitmen sarjana dan institusi pendidikan

tinggi Islam sendiri. Tantangan globalisasi yang terus

berkembang seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi

dan informasi semakin membingungkan. Ilmu dianggap sebagai

komoditi yang bisa diperjualbelikan untuk meraih keuntungan.

Akibatnya, orientasinyapun ikut berubah, tidak lagi untuk

meraih “keridhaan Allah” tetapi untuk kepentingan diri

sendiri. Universitaspun hanya berorientasi untuk memenuhi

kebutuhan pragmatis, menjadi pabrik industri tenaga kerja dan

bukan lagi merupakan pusat pengembangan ide-ide ilmu

pengetahuan. Sehingga merupakan hal yang wajar jika al-Attas

mengungkapkan bahwa tantangan terbesar terhadap perkembangan

gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan muncul dari kalangan umat

Islam itu sendiri. Dan tantangan yang tak kalah besarnya

adalah akibat kedangkalan pengetahuan umat Islam terhadap

29 Ibid., hlm. 410.31

agamanya sendiri. Hal ini, menurutnya, bisa dilihat dari karya

tulis yang mereka hasilkan yang mencerminkan bahwa mereka

belum memahami Islam dengan baik.30

F. Pengaruh Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Adapun pengaruh gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan ada

yang merupakan pengaruh positif dan ada yang negatif, yaitu:

1. Adanya ilmuan muslim yang mengatakan bahwa gagasan

Islamisasi ilmu pengetahuan muncul sebagai reaksi adanya

konsep dikhotomi antara agama dan ilmu pengetahuan yang

dimasukkan masyarakat Barat dan budaya masyarakat modern.

2. Selanjutnya dengan munculnya ide islamisasi ilmu pengetahuan

maka mengakibatkan pertentangan diantara ilmuan kita.

3. Yang menjadi pengaruh positifnya adalah melalui islamisasi

ilmu pengetahuan munculnya ilmu-ilmu dan juga perekonomian

yang islami, seperti ilmu kedokteran yang islami, Bank

Syari`ah. Makanya mari menabung di Bank Syari`ah dan

berinvestasi agar instrumen ekonomi Islam membesar.

4. Dengan gagasan islamisasi sains tersebut maka sains dapat

memproduk teknologi yang ramah lingkungan. Teknologi bisa

serasi dengan maqasid syariah dan bukan dengan nafsu

manusia.31

5. Gagasan atau gerakan Islamisasi Ilmu Pengetahuan menggugah

hati kaum muslimin untuk sadar dengan keadannya, karena

islamisasi ssains merupakan salah satu upaya menjawab30 Budi Handrianto. Op.cit., hlm.97.31 Zainal Habib. Op.Cit., hlm. 55.

32

tantangan modernitas yang melanda umat Islam. Karena ada

semacam guncangan di kalangan umat Islam, menyaksikan

realitas yang menempatkan diri mereka pada sudut buram

sejarah. Di balik kemegahan peradaban Barat yang terus

melaju pasca Renaissance, sebagian besar dunia Islam secara

kontras justru termegap-megap dalam sesuatu yang dalam visi

modern disebut perangkap kemunduran dan keterbelakangan.

Terlebih, masih segar dalam ingatan kolektif umat Islam

bahwa beberapa abad lampau mereka pernah memegang supremasi

peradaban dengan dominasi yang kukuh pada ranah kebudayaan,

politik maupun ekonomi. Dengan simbol kekuasaan politik

Kekhalifahan Abbassiyah di Bagdad, Kekhalifahan Umayyah di

Cordova, mereka pernah berada pada posisi superior

dibandingkan masyarakat Eropa yang pada masa itu justru

terkungkungi masamasa sejarah yang gelap. Seiring dengan

gerakan “kembali ke Islam” yang marak di kampus-kampus

semenjak tahun 1980-an, gerakan Islamisasi Ilmu Pengetahuan

menjadi semacam cermin kerinduan para intelektual dan ilmuan

Muslim modern terhadap sesuatu yang “khas” milik mereka.

Gerakan ini juga menggambarkan tekad mereka untukmenerapkan

ajaran Islam yang diyakini kaafah, syaamil dan kaamil, sempurna

dan mencakup segalanya. Dan tentu saja, kesadaran akan

“kejayaan umat Islam di masa lalu” menjadi bagian inheren

dari gerakan ini.

6. Terwujudnya keadilan, tersebarnya kedamaian dan kasih sayang

kepada seluruh umat manusia, juga terciptanya kesetaraan,

33

kebersamaan, tolong menolong dan penghormatan hak asasi

antar umat manusia.32

G. Kesimpulan

Dari uraian diatas penulis berkesimpulan bahwa Islamisasi

Ilmu Pengetahuan perlu ditindaklanjuti karena sesuai dengan

konsep, prinsip metodologi yang jelas yaitu berlandaskan

ketauhidan dan keimanan serta memiliki rencana kerja mengingat

keterpurukan dunia Islam saat ini ditingkat yang paling parah.

Sehingga perlu adanya pembaharuan salah satunya adalah

dibidang pendidikan. Dimana pendidikan kita harus diarahkan

pada keimanan yang merupakan core dari gagasan tersebut yang

menyebutkan lima kesatuan yaitu kesatuan tuhan, kesatuan alam

32 Muhaimin & Abdul Mujib. Op.cit., hlm. 101.34

semesta, kesatuan kebenaran dan pengetahuan, kesatuan

kehidupan dan kesatuan kemanusiaan.

Gerakan Islamisasi ilmu ini perlu diimplementasikan oleh

para cendikia muslim sendiri yang memiliki keluasan ilmu dan

keahlian yang mantap terhadap ilmu -ilmu keIslaman dan ilmu

pengetahuan yang non Islam. Pada masa awal Islam sampai masa

keemasannya memang tidak ada labelisasi Islam pada setiap ilmu

pengetahuan, karena saat itu umat Islam mempunyai posisi yang

kuat dan penguasa ilmu pengetahuan, walaupun tidak menggunakan

label Islam, tapi framework yang mereka miliki berlandaskan

Islam sehingga kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan saat itu

semakna dengan Islamisasi. Ini berbeda dengan kondisi umat

Islam saat ini, Islam berada pada posisi yang kalah,

terhegemoni dan terdesak oleh keilmuan dan peradaban Barat

sehingga untuk membuatnya bebas dari hegemoni tersebut perlu

dimunculkan ciri keIslaman yang tegas dan jelas dalam bidang

keilmuwan.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Faruqi. Isma’il Raji Al-Faruqi. Islamisasi Pengetahuan, Cet ke-3,

Bandung: Penerbit Pustaka, 2003

35

Armando. Nina M. Ensiklopedi Islam Jilid 2, Jakarta: Ichtiar Baru van

Hoeve, 2005.

Bagader. Abu Bakar A. Islamisasi Ilmu-ilmu Sosial, Yogyakarta: CV.Bayu

Grafika Offset, 1989.

Habib. Zainal. Islamisasi Sains Mengembangkan Integrasi Mendialogkan

Perspektif, Malang: UIN Malang Press, 2007.

Handrianto. Budi. Islamisasi Sains Sebuah Upaya MengIslamkan Sains Barat

Modren, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010.

http://drmiftahulhudauin.multiply.com/journal/item/13, diakses

pada hari kamis tanggal 29 September 2011.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 2002

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan &

Pengembangan Bahasa, Jakarta : Balai Pustaka, 2002

M.Ridwan, dkk, Kamus Ilmiah Populer, Jakarta: Pustaka Indonesia, tt.

Muhaimin & Abdul Mujib. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan

Kerangka Dasar Operasionalisasinya, Bandung: Trigenda Karya, 1993.

Nasution. Harun. Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Dzambatan,

1992.

Nata. Abuddin. Metodologi Studi Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

Praja. Juhaya S. Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam Islam dan Penerapannya

di Indonesia, Jakarta: Teraju, 2002.

36

Ramayulis dan Syamsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Mengenal

Tokoh Pendidikan Islam di Dunia Islam dan di Indonesia, Ciputat: Quantum

Teaching, 2005.

Salim. Peter & Yenny Salim. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta:

PT.Ichtiar Baru Van Hoeve, 1986

Syadily. Ahmad, dan Mudzakir, Filsafat Umum, Bandung: Pustaka

Setia, 1997.

37