ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN-benar
Transcript of ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN-benar
MENGATUR DAFTAR PUSTAKA DARI ABJAT A KE Z. DAN JUGA MENGATUR
MARZIN BIASA, KERTAS A4, 1,5 SPASI.
ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN
A. Pendahuluan
Ketika pertama kali penulis mendengar istilah Islamisasi
llmu Pengetahuan, penulis merasakan kebingungan dengan maksud
istilah ini. Jika perlu dilakukan Islamisasi, itu berarti ilmu
pengetahuan saat ini tidak Islami. Topik Islamisasi ilmu
pengetahuan dan pendidikan dalam Islam sudah diperdebatkan
sejak Konferensi Dunia Pertama tentang Pendidikan Islam di
Makkah pada 1977. Tetapi sayangnya tidak ada usaha serius
untuk melacak sejarah gagasan dan mengkaji atau mengevaluasi
sejumlah persoalan pokok yang berkenaan dengan topik ini pada
tingkat praktis.
Adapun yang menjadi tokoh utama dalam ide Islamisasi ilmu
pengetahuan ini adalah Syed Muhammad Naquib Al-Attas dan
Ismail Raji Al-Faruqi, namun yang paling mengerikan dalam
menetapkan tokoh utamanya saja, sudah ada perdebatan, artinya
ada yang mengatakan bahwa ide Islamisasi ini datangnya dari
al-Attas akan tetapi al-Faruqi juga mengakui bahwa dia tidak
pernah meniru idenya al-Attas.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang pengertian, tujuan,
langkah-langkah, pro kontra terhadap ide Islamisasi ini serta
pengaruh gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan. Akan tetapi
penulis disini menyampaikan bahwa yang berkenaan dengan
1
pengaruh gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan tidak penulis
temukan.
B. Pengertian Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Islamisasai ilmu pengetahuan terdiri dari tiga kata yaitu,
kata Islamisasi, ilmu dan pengetahuan. Di sini penulis akan
menjelaskan satu persatu dari ketiga kata tersebut. Islamisasi;
artinya adalah pengIslaman, pengIslaman dunia, bisa juga usaha
mengIslamkan dunia.1 Sedangkan ilmu adalah merupakan cara
berfikir dalam menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa
pengetahuan yang dapat diandalkan. Ilmu merupakan produk dari
proses berfikir menurut langkah-langkah tertentu yang secara
umum dapat disebut sebagai berfikir ilmiah.2 Dan yang terakhir
adalah pengetahuan. Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), pengetahuan disamakan artinya dengan ilmu. Ilmu adalah
pengetahuan3. Akan tetapi dari berbagai referensi yang penulis
baca bahwa ilmu dan pengetahuan tidaklah sama persis, dimana
ilmu lebih luas cakupannya, karna pengetahuan belum pasti
dikatakan ilmu sedangkan pengetahuan sudah barang tentu
dikatakan ilmu. Dari pengertian di atas jadi yang dikatakan
Islamisasi pengetahuan adalah; berarti mengIslamkan segala
ilmu pengetahuan.
1 Peter Salim & Yenny Salim. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta:PT.Ichtiar Baru Van Hoeve, 1986), hlm. 971.
2 H. Ahmad Syadaly, dan Mudzakir, Filsafat Umum, ( Bandung: PustakaSetia, 1997), hlm. 34
3 Kamus Besar Bahasa Indonesia. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan &Pengembangan Bahasa, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002), hlm. 879.
2
Pengertian di atas merupakan pengertian kata perkata dari
Islamisasi ilmu pengetahuan, sedangkan pengertian dari
gabungan ketiga kata tersebut; sebagaimana menurut AI-Faruqi
dalam bukunya Budi Handrianto; menyebutkan bahwa Islamisasi
ilmu pengetahuan (Islamization of knowladge) merupakan usaha untuk
mengacukan kembali ilmu, yaitu untuk mendefenisikan kembali,
menyusun ulang data, memikir kembali argument dan
rasionalisasi, menilai kembali tujuan dan melakukannya secara
yang membolehkan disiplin itu memperkaya visi dan perjuangan
Islam. Islamisasi ilmu juga merupakan sebagai usaha yaitu
memberikan defenisi baru, mengatur data-data, memikirkan lagi
jalan pemikiran dan menghubungkan data-data, mengevaluasi
kembali kesimpulan-kesimpulan, memproyeksikan kembali tujuan-
tujuan dan melakukan semua itu sedemikian rupa sehingga
disiplin-disiplin itu memperkaya wawasan Islam dan bermanfaat
bagi cause (cita-cita) Islam. 4
Islamisasi pengetahuan kata al-Faruqi adalah solusi
terhadap dualism sistem pendidikan kaum Muslimin saat ini.
Baginyan dualisme sistem pendidikan harus dihapuskan dan
disatukan dengan paradigm Islam. Paradigma tersebut bukan
imitasi dari Barat, bukan juga untuk semata-mata memenuhi
kebutuhan ekonomis dan pragmatis pelajar untuk ilmu
pengetahuan profesional, kemajuan pribadi atau pencapaian
materi. Namun, paradigma tersebut bukan diisi dengan sebuah
4 Isma’il Raji al-Faruqi. Islamisasi Pengetahuan, Cet ke-3, (Bandung: PenerbitPustaka, 2003), hlm. 38-39.
3
misi, yang tidak lain adalah menanamkan, menancapkan serta
merealisasikan visi Islam dalam ruang dan waktu.
Dapat disimpulkan bahwa mengIslamkan ilmu pengetahuan
modren adalah dengan cara menyusun dan membangun ulang sains
sastra, dan sains-sains pasti dengan memberikan dasar dan
tujuan-tujuan yang konsisten dengan Islam. Setiap disiplin
harus dituangkan kembali sehingga mewujudkan prinsip-prinsip
Islam dalam metodologinya, dalam strateginya, dalam apa yang
dikatakan sebagai data-datanya, dan problem-problemnya.
Al-faruqi adalah orang yang pertama menggagas Islamisasi
ilmu pengetahuan. Ketajaman intelektual dan semangat kritik
ilmiyahnya, membawa ia sampai kepada kesimpulan bahwa ilmu-
ilmu sosial model barat menunjukkan kelemahan metodologi yang
cukup mendasar, terutama bila diterapkan untuk memahami
kenyataan kehidupan sosial umat Islam yang memiliki pandangan
hidup yang sangat berbeda dari masyarakat Barat. Untuk
mencapai tujuan al-Faruqi mendirikan Himpunan Ilmu Sosial
Muslim (The Asociation of Muslim Social Scientists-AMSS) pada tahun 1972
dan sekaligus menjadi presidennya yang pertama hingga 1918,
melalui lembaga ini ia berharap bahwa Islamisasi ilmu
pengetahuan terwujud.5
Setelah menyampaikan ide Islamisasinya pada tahun 1981,
al-Faruqi langsung mendirikan sebuah lembaga penelitian khusus
untuk mengembangkan gagasan-gagasannya tentang proyek
Islamisasi, yaitu International Institute of Islamic Though (IIIT),5 Harun Nasution. Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Dzambatan, 1992) ,
hlm. 243.4
merupakan lembaga internasional untuk pemikiran Islam, yang
penyelenggaranya adalah AMSS sendiri.
Sedangkan Syed M. Naquib al-Attas Secara teoritis dan
ideologis, mendefenisikan islamisasi ilmu pengetahuan sebagai:
pembebasan manusia dari tradisi magis, mitologis, animistis,
kultur-nasional (yang bertentangan dengan Islam) dan dari
belengu paham sekuler terhadap pemikiran dan bahasa. Juga
pembebasan dari kontrol dorongan fisiknya yang cenderung
sekuler dan tidak adil terhadap hakikat diri atau jiwanya,
sebab manusia dalam wujud fisiknya cenderung lupa terhadap
hakikat dirinya yang sebenarnya, dan berbuat tidak adil
terhadapnya.6
Menurut al-Attas ini, islamisasi ilmu pengetahuan terkait
erat dengan pembebasan manusia dari tujuan-tujuan hidup yang
bersifat dunyawi semata, dan mendorong manusia untuk melakukan
semua aktivitas yang tidak terlepas dari tujuan ukhrawi. Bagi
al-Attas, pemisahan dunia dan akhirat dalam semua aktivitas
manusia tidak bisa diterima. Karena semua yang kita lakukan di
dunia ini akan selalu terkait dengan kehidupan kita di
akhirat.
Setelah penulis membahas pengertian Islamisasi ilmu pengetahuan,
maka disini perlu juga disebutkan apa itu hakikat Islamisasi ilmu
pengetahuan, adapun hakikat Islamisasi ilmu pengetahuan adalah:
1. Similiarisasi
6 Budi Handrianto. Islamisasi Sains Sebuah Upaya MengIslamkan Sains Barat Modren, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010), hlm. 133.
5
Menyamaratakan konsep-konsep sains dengan konsep-konsep
dari agama.
2. Paraleliasi
Konsep al-Qu`an sejalan dengan konsep sains, karena
kemiripan konotasinya, tanpa mengidentikkan keduanya.
3. Komplementasi
Antara al-Qur`an dan sains saling mengisi dan
memperkuat satu sama lainnya, tetapi tetap
mempertahankan eksistensi masing-masing.
4. Komparasi
Membandingkan konsep atau teori sains dengan konsep
atau teori agama mengenai gejala yang sama.
5. Induktifikasi
Asumsi-asumsi dari teori ilmiah yang didukung dengan
penemuan empiris, dilanjutkan pemikirannya secara
teoritis-abstrak kearah metafisik (gaib), kemudian
dihubungkan dengan prinsip-prinsip al-Qur`an.
6. Verifikasi
Mengungkapkan hasil-hasil penelitian ilmiah yang
menopang dan membenarkan kebenaran al-Qur`an.7
Itulah yang disebut dengan hakikat Islamisasi ilmu
pengetahuan, dimana dijelaskan bahwa Islamisasi ilmu
pengetahuan itu tidak terlepas dari ilmu-ilmu yang
berkembang di Barat, sehingga banyak ilmuan kita yang
7 Ramayulis dan Syamsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Mengenal TokohPendidikan Islam di Dunia Islam dan di Indonesia, (Ciputat: Quantum Teaching, 2005), hlm.109.
6
mengatakan bahwa pekerjaan Islamisasi ilmu pengetahuan
itu adalah pekerjaan orang bodoh, artinya mereka
mengatakan bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan itu
menciblak karya orang lain dengan menyebutnya dengan
karya dia sendiri. Akan tetapi yang disebut Islamisasi
ilmu pengetahuan itu bukan semata-mata mengambil karya
mereka dengan tanpa adanya penyaringan, karena ilmu yang
diambil itu harus disesuaikan dulu dengan kaidah-kaidah
ajaran Islam.
C. Tujuan Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Tujuan adalah hal yang sangat perlu dalam merumuskan
sesuatu, karena tujuan merupakan titik yang akan kita tuju
dalam melakukan sesuatu, jadi tanpa adanya tujuan maka akan
sulit untuk melakukan perencanaan, langkah-langkah dan lain-
lain. Begitu juga dalam merumuskan Islamisasi ilmu
pengetahuan, dimana ada beberapa tujuan yang harus dicapai
dalam menjalakan ide Islamisasi ilmu pengetahuan ini. Dalam
menjalankan proses Islamisasi ilmu pengetahuan ini ada
beberapa tujuan yaitu:
1. Menguasai disiplin ilmu modern
2. Menguasai warisan Islam
3. Menetapkan relevansi khusus pada setiap bidang ilmu
pengetahuan modern.
4. Mencari jalan untuk sintesis kreatif antara warisan (Islam)
dan ilmu pengetahuan modern.
7
5. Membangun pemikiran Islam pada jalan yang mengarah pada
kepatuhan pada hukum Tuhan. Islamisasi juga membebaskan
manusia dari sikap tunduk kepada keperluan jasmaninya yang
cenderung menzhalimi dirinya sendiri, karena sifat jasmani
adalah cenderung lalai terhadap hakikat dan asal muasal
manusia. Dengan demikian, Islamisasi tidak lain adalah
proses pengembalian kepada fitrah.
6. Bahwa di dalam Islamisasi ilmu pengetahuan terdapat
pengakuan akan adanya hirarki atau tingkatan-tingkatan ilmu
pengetahuan
7. Meletakkan wahyu bukan saja sebagai salah satu sumber ilmu
pengetahuan tetapi juga standar tertinggi dalam menemukan
kebenaran8
Selanjutnya, Secara umum, Islamisasi ilmu tersebut
dimaksudkan untuk memberikan respon positif terhadap realitas
ilmu pengetahuan modern yang sekularistik dan Islam yang
"terlalu" religius, dalam model pengetahuan baru yang utuh dan
integral tanpa pemisahan di antaranya. Kegiatan al-Faruqi
dalam masalah Islamisasi didorong oleh pendapatnya bahwa ilmu
pengetahuan dewasa ini sudah sekuler, dan jauh dari kerangka
tauhid. Untuk itu dia menyusun kerangka teori, metode dan
langkah-langkah praktis menuju Islamisasi ilmu pengetahuan.
Sebagaimana dapat disimak dalam bukunya Islamization of knowledge
(Islamisasi ilmu pengetahuan). Sejalan dengan itu, dia juga
menyerukan adanya perombakan sistem pendidikan Islam yang8 Zainal Habib. Islamisasi Sains Mengembangkan Integrasi Mendialogkan Perspektif,
(Malang: UIN Malang Press, 2007), hlm. 54.8
mengarah kepada Islamisasi ilmu pengetahuan dan terciptanya
paradigma tauhid dalam pengetahuan dan pendidikan.9 Sebagai
panduan untuk usaha tersebut, al-Faruqi menggariskan satu
kerangka kerja dengan lima tujuan dalam rangka Islamisasi
ilmu, sebagai berikut :
1. Penguasaan disiplin ilmu modern
2. Penguasaan khasanah warisan Islam
3. Membangun relevansi Islam dengan masing-masing bidang ilmu
modern dan khazanah warisan Islam secara kreatif dengan
ilmu-ilmu modren.
4. Memadukan nilai-nilai dan khazanah warisan Islam secara
kreatif dengan ilmu-ilmu modern.
5. Pengarahan aliran pemikiran Islam ke jalan-jalan yang
mencapai pemenuhan pola rencana Allah Swt.10
Itulah tujuan-tujuan yang harus dicapai menurut al-
Faruqi, dimana tujuan itu sejalan dengan langkah-langkah yang
ia berikan. Al-Faruqi adalah orang yang benar-benar jelas
idenya dalam merumuskan Islamisasi ilmu pengetahuan ini.
Karena al-Faruqi, mulai dari langkah-langkah sampai ketujuan
ia merumuskannya dengan sangat jelas, dan bahkan bukan cuma
satu tujuan yang ia rumuskan tapi ada lima, begitu juga dengan
langkah-langkahnya ada dua belas langkah-langkah Islamisasi
ilmu pengetahuan yang dirumuskan al-Faruqi.
9 Nina M. Armando. Ensiklopedi Islam Jilid 2, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,2005), hlm. 144.
10 Budi Handrianto. Op.cit., hlm. 140-141.9
D. Langkah-langkah Islamisasi
Pandangan al-Faruqi berkenaan dengan langkah-langkah
dalam Islamisasi ilmu pengetahuan, dia mengemukakan ide
Islamisasi ilmunya berlandaskan pada esensi tauhid yang
memiliki makna bahwa ilmu pengetahuan harus mempunyai
kebenarannya. Al-Faruqi menggariskan beberapa prinsip dalam
pandangan Islam sebagai kerangka pemikiran metodologi dan cara
hidup Islam. Prinsip-prinsip tersebut ialah:
1. Keesaan Allah.
2. Kesatuan alam semesta.
3. Kesatuan kebenaran dan kesatuan pengetahuan.
Menurut al-Faruqi, kebenaran wahyu dan kebenaran akal itu
tidak bertentangan tetapi saling berhubungan dan keduanya
saling melengkapi. Karena bagaimanapun, kepercayaan terhadap
agama yang di topang oleh wahyu merupakan pemberian dari Allah
dan akal juga merupakan pemberian dari Allah yang diciptakan
untuk mencari kebenaran.11
Menurut al-Faruqi, sasaran atau tujuan yang dituliskan di
atas bisa dicapai atau untuk mempermudah proses Islamisasi
ilmu pengetahuan adalah melalui 12 langkah sistematis yaitu;
1. Penguasaan disiplin ilmu modren: penguraian kategoris.
Disiplin ilmu dalam tingkat kemajuannya sekarang di Barat
harus dipisah-pisahkan menjadi kategori-kategori, prinsip-
prinsip, metodologi-metodologi, problema-problema dan tema-
tema.
11 Zainal Habib. Op.Cit., hlm. 53.10
2. Survei disiplin ilmu. Semua disiplin ilmu harus disurvei dan
di esei-esei harus ditulis dalam bentuk bagan mengenai asal-
usul dan perkembangannya beserta pertumbuhan metodologisnya,
perluasan cakrawala wawasannya dan tak lupa membangun
pemikiran yang diberikan oleh para tokoh utamanya. Langkah
ini bertujuan menetapkan pemahaman muslim akan disiplin ilmu
yang dikembangkan di dunia Barat.
3. Penguasaan terhadap khazanah Islam. Khazanah Islam harus
dikuasai dengan cara yang sama. Tetapi disini, apa yang
diperlukan adalah antologi-antologi mengenai warisan pemikir
muslim yang berkaitan dengan disiplin ilmu.
4. Penguasaan terhadap khazanah Islam untuk tahap analisa. Jika
antologi-antologi telah disiapkan, khazanah pemikir Islam
harus dianalisa dari perspektif masalah- masalah masa kini.
5. Penentuan relevansi spesifik untuk setiap disiplin ilmu.
Relevensi dapat ditetapkan dengan mengajukan tiga persoalan.
Pertama, apa yang telah disumbangkan oleh Islam, mulai dari
al-Qur'an hingga pemikir-pemikir kaum modernis, dalam
keseluruhan masalah yang telah dicakup dalam disiplin-
disiplin moderen. Kedua, seberapa besar sumbangan itu jika
dibandingkan dengan hasil- hasil yang telah diperoleh oleh
disiplin modren tersebut. Ketiga, apabila ada bidang-bidang
masalah yang sedikit diperhatikan atau sama sekali tidak
diperhatikan oleh khazanah Islam, kearah mana kaum muslim
harus mengusahakan untuk mengisi kekurangan itu, juga
11
memformulasikan masalah- masalah, dan memperluas visi
disiplin tersebut.
6. Penilaian kritis terhadap disiplin moderen. Jika relevensi
Islam telah disusun, maka ia harus dinilai dan dianalisa
dari titik pijak Islam.
7. Penilaian krisis terhadap khazanah Islam. Sumbangan khazanah
Islam untuk setiap bidang kegiatan manusia harus dianalisa
dan relevansi kontemporernya harus dirumuskan.
8. Survei mengenai problem-problem terbesar umat Islam. Suatu
studi sistematis harus dibuat tentang masalah-masalah
politik, sosial, ekonomi, inteltektual, kultural, moral dan
spritual dari kaum muslim.
9. Survei mengenai problem-problem umat manusia. Suatu studi
yang sama, kali ini difokuskan pada seluruh umat manusia,
harus dilaksanakan.
10. Analisa kreatif dan sintesa. Pada tahap ini sarjana
muslim harus sudah siap melakukan sintesa antara khazanah-
khazanah Islam dan disiplin moderen, serta untuk
menjembatani jurang kemandekan berabad-abad. Dari sini
khazanah pemikir Islam harus disenambungkan dengan prestasi-
prestasi moderen, dan harus membuat batas ilmu pengetahuan
ke horison yang lebih luas dari pada yang sudah dicapai
disiplin-disiplin moderen.
11. Merumuskan kembali disiplin-disiplin ilmu dalam
kerangka kerja (framework) Islam. Keseimbangan antara
khazanah Islam dengan disiplin, ilmu moderen dan harus
12
ditulis untuk menuangkan kembali disiplin-disiplin moderen
dalam cetakan Islam.
12. Penyebarluasan ilmu pengetahuan yang sudah diIslamkan.
Selain langkah tersebut di atas, alat-alat bantu lain untuk
mempercepat Islamisasi pengetahuan adalah dengan mengadakan
konferensi-konferensi dan seminar untuk melibat berbagai
ahli di bidang-bidang ilmu yang sesuai dalam merancang
pemecahan masalah-masalah yang menguasai pengkotakan antar
disiplin.12
Dua langkah pertama merupakan untuk memastikan pemahaman
dan penguasaan umat muslim terhadap disiplin ilmu tersebut
sebagaimana yang berkembang di Barat. Dua langkah seterusnya
adalah untuk memastikan sarjana Islam yang tidak mengenali
warisan ilmu Islam karena masalah akses kepada ilmu tersebut
mungkin disebabkan masalah bahasa akan berpeluang untuk
mengenalinya dari antologi yang disediakan oleh sarjana Islam
tradisional.13
Demikian langkah sistematis yang ditawarkan oleh al-
Faruqi dalam rangka Islamisasi ilmu pengetahuan. Dari kesemua
langkah yang diajukan oleh al-Faruqi, tentunya dalam
aplikasinya, membutuhkan energi ekstra dan kerja sama
berbagai belah pihak. Karena, Islamisasi merupakan proyek
besar jangka panjang yang membutuhkan analisa tajam dan
akurat, maka dibutuhkan usaha besar pula dalam
12 Juhaya S.Praja. Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam Islam dan Penerapannya diIndonesia, (Jakarta: Teraju, 2002), hlm. 73-74.
13 Budi Handrianto. Op.cit., hlm. 142.13
mengintegrasikan setiap disiplin keilmuan yang digeluti oleh
seluruh cendekiawan muslim. Dari langkah-langkah dan rencana
sistematis seperti yang terlihat di atas, nampaknya bahwa
langkah Islamisasi ilmu pengetahuan pada akhirnya merupakan
usaha menuang kembali seluruh khazanah pengetahuan barat ke
dalam kerangka Islam.
Bagi al-Faruqi Islamisasi ilmu pengetahuan merupakan
suatu keharusan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi oleh para
ilmuan muslim. Karena menurutnya apa yang telah berkembang di
dunia Barat dan merasuki dunia Islam saat ini sangatlah tidak
cocok untuk umat Islam. Ia melihat bahwa ilmu sosial Barat
tidak sempurna dan karena itu tidak berguna sebagai model
untuk pengkaji dari kalangan muslim, yang ketiga menunjukan
ilmu sosial Barat melanggar salah satu syarat krusial dari
metodologi Islam yaitu kesatuan kebenaran. Dan menurutnya
ilmu sosial tidak boleh diintimidasi oleh ilmu-ilmu alam,
tepatnya dalam skema yang utuh pengetahuan manusia adalah
satu dan sama. Ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu alam bermakna
menemukan dan memahami sunnatullah. Islamisasi ilmu-ilmu
sosial harus berusaha keras menunjukkan hubungan realitas
yang ditelaah dengan aspek atau bagian dari sunnatullah.14
Al-Faruqi juga menjelaskan alat bantu lain untuk
mempercepat proses islamisai ilmu pengetahuan.
1. Melakukan kegiatan-kegiatan ilmiah semacam konfrensi,
seminar, lokakara, talkshow dan lain-lain.14 Abu Bakar A. Bagader, Islamisasi Ilmu-ilmu Sosial, (Yogyakarta: CV.Bayu
Grafika Offset, 1989), hlm. 16-17.14
2. Pelatihan dan pembinaan instruktur-instruktur dan staf-staf
pengajar.15
Sementara itu aturan-aturan implementasi dijelaskan oleh
al-Faruqi dalam tiga hal.
1. Menyediakan honorarium yang setimpal dengan pekerjaan para
ilmuwan.
2. Hanya ilmuwan yang kompeten yang ditugaskan untuk menulis
baha-bahan pengajaran yang direncanakan.
3. Memecah pekerjaan yang dianggap besar menjadi bagian-bagian
kecil yang diserahkan kepada imuwan lain.
4. Negara menangung pembiyaan islamisasi ini.16
Sedangkan menurut al-Attas Islamisasi ilmu pengetahuan
saat ini melibatkan dua proses yang saling terkait:
1. Mengisolir unsur-unsur dan konsep-konsep kunci yang
membentuk budaya dan peradaban Barat, dan setiap bidang ilmu
pengetahuan modern saat ini, khususnya dalam bidang ilmu
pengetahuan humaniora. Bagaimanapun ilmu-ilmu alam, fisika
dan aplikasi harus diIslamkan juga khususnya dalam
penafsiran-penafsiran akan fakta-fakta dan formulasi teori-
teori. Menurut al-Attas jika tidak sesuai dengan pandangan
hidup Islam, maka fakta menjadi tidak benar. Selain itu,
ilmu-ilmu modern harus diperiksa dengan teliti. Ini mencakup
metode, konsep, praduga, symbol dan ilmu modern beserta15 Isma`il Raji Al-Faruqi, Op.cit., hlm. 118-119.16 Ibid., hlm. 119-121.
15
aspek-aspek empiris dan rasional dan yang berdampak kepada
nilai dan etika.
2. Memasukkan unsur-unsur Islam beserta konsep-konsep kunci
dalam setiap bidang dan ilmu pengetahuan saat ini yang
relevan. Jika kedua proses tersebut selesai dilakukan, maka
Islamisasi akan membebaskan manusia` dan magic, mitologi,
animism, tradisi budaya nasional yang bertentangan dengan
Islam. Islamisasi akan membebaskan manusia dan keraguan
(syakk), dugaan (zann) dan argumentasi kosong (mira`) menuju
keyakinan akan kebenaran mengenai realitas spiritual,
intelligible dan materi. Islamisasi akan mengeluarkan
penafsiran-penafsiran ilmu pengetahuan kontemporer dan
ideology, makna dan ungkapan sekuler. 17
Menurut al-Attas ilmu pengetahuan dalam budaya dan
peradaban Barat justru menghasilkan krisis ilmu pengetahuan
yang berkepanjangan, ia berpendapat ilmu yang berkembang di
Barat tidak semestinya harus diterapkan di dunia Muslim.
Ilmu bisa dijadikan alat yang sangat halus dan tajam bagi
menyebarluaskan cara dan pandangan hidup sesuatu kebudayaan.
Karena menurut al-Attas ilmu bukan bebas nilai (value free),
tetapi sarat nilai (value laden). 18
Itulah pendapat al-Attas tentang langkah-langkah
Islamisasi ilmu pengetahuan, dimana menurut dia Islamisasi
itu harus mengisolir konsep-konsep kunci yang membentuk
17 Muhaimin & Abdul Mujib. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan KerangkaDasar Operasionalisasinya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm. 99.
18 Budi Handrianto. Op.cit., hlm. 131-136.16
budaya Barat serta harus memasukkan unsure-unsur Islam
kedalam konsep-konsep itu. Al-Attas mengatakan demikian
karena menurut beliau bahwa ilmu itu bukan bebas nilai, tapi
ilmu itu syarat nilai.
Selanjutnya penulis akan menjelaskan proses atau
pendekatan Islamisasi ilmu pengetahuan karena menurut
penulis bahwa langkah-langkah sulit dibedakan proses atau
pendekatan, untuk itu disini akan dijelaskan ada beberapa
proses Islamisasi ilmu pengetahuan yaitu:19
1. Menjadikan Islam sebagai landasan penggunaan ilmu
pengetahuan
Islamisasi ilmu pengetahuan dapat di lakukan dengan
cara menjadilan Islamisasi ilmu pengetahuanam sebagai
landasan penggunaan Ilmu pengetahuan, tanpa
mempersalahkan aspek antologis dan epistemology ilmu
pengetahuan tersebut. Dengan kata lain ilmu dan
teknologinya tidak di permasalahkan, yang
dipermasalahkannya adalah orang yang mempergunakannya.
Cara ini melihat bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan hanya
penerapan etika Islam dalam pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan kriteria pemilihan suatu jenis ilmu
pengetahuan yang akan dikembangkannya. Dengan kata lain,
Islam hanya berlaku sebagai kreteria etis di luar
struktur ilmu pengetahuan. Islamisasi ilmu pengetahuan
yang demikian itu didasarkan pada asumsi bahwa ilmu
19 Isma`il Razi AL-Faruqi. Op.Cit., hlm. 131-137.17
pengetahuan adalah bebas nilai. Konsekuensi logisnya
mereka menganggap mustahil muncul ilmu pengetahuan
Islami, sebagaiman mustahilnya kemunculan ilmu
pengetahuan Marxistis.
Islamisasi imu pengetahuan dengan cara ini memandang
bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi dalam arti produknya
adalah netral, pesawat terbang yang digunakan oleh jamaah
haji sama dengan pesawat yang digunakan oleh para pedagan
obat-obat terlarang atau digunakan oleh orang-orang yang
yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Demikian
pula alat suntik yang digunakan oleh dokter muslim dengan
alat suntik yang digunakan oleh dokter kafir juga sama,
alat suntik yang sama menimbulkan bahaya apabila
penggunaanya salah, dengan mempermasalahkan apakah muslim
atau kafir. Dokter muslim yang kurang ahli dapat
mencelakakan pasiennya, sebaliknya dokter yang kafir
dapat menyelamatkan pasiennya karena dengan teliti dan
keahliannya, jadi keselamatan pasien bukanlah terletak
pada di katakanya kafir atau muslim melainkan pada
keahlian dan ketelitain seorang dokter, begitu juga
contoh lain yang semisal dengan ini.
Pengaruh keagamaan seseorang yang menggunakan ilmu
pengetahuan dan teknologi jelas amat dibutuhkan jika
dipadukan dengan keahlian dan ketelitian masing-masing.
Yang baik adalah jika ilmu pengetahuan dan teknologi
tersebut berada di tangan seseorang muslim yang
18
mengamalkan agamanya serta dalam bekerjanya didukung
dengan keahlian dan kecermatan yang tinggi. Seorang
Dokter muslim yang baik misalnya, ia akan melihat bahwa
tugasnya itu adalah sebagai amanah, yakni perintah Tuhan
untuk mengatasi penderitaan orang lain, dengan pemikiran
demikian, maka ia tidak akan mempergunakan jabatannya
untuk tujuan yang tidak benar yang dapat merugikan orang
lain.
Dengan pendekatan Islamisasi yang bersifat
substansila ini, maka tugas utama Islamisasi ilmu
pengetahuan bertumpu pada dua hal. Pertama, pada manusia
yang akan mempergunakan ilmu pengetahuan dan teknologi
tersebut, yaitu manusia yang memiliki komitmen yang
tinggi untuk mengamalkan agamanya dengan teguh dan
istiqomah, serta menguasai bidang pekerjaannya yang
didukung dengan keahlian dan pengalaman. Kedua, pada ilmu
pengetahuan dan teknologi itu sendiri, apakah dalam
keadaan berfungsi dengan baik atau tidak. Jika ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam keadaan baik, maka
pengaruh kerjanya dapat dengan mudah diidentifikasi, ilmu
pengetahuan dan teknologi yang baik itulah yang netral
dan tidak dapat disalahkan, ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dalam keadaan baik itu tak ada yang salah,
yang salah adalah penggunanya. Masalahnya yang sekarang
adalah dunia modern dan berkembang melalui ilmu
pengetahuan telah dukuasai oleh orang-orang yang tidak
19
Islami. Manusia yang hidup di dunia modern ini telah
salah dalam menggunakan ilmu pengetahuan.
2. Memasukkan nilai-nilai Islam dalam konsep ilmu
pengetahuan
Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi dapat
dilakukan dengan cara memasukkan nilai-nilai Islami
kedalam konsep ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.
Asumsi dasarnya adalah ilmu pengetahuan tersebut tidak
netral, melainkan penuh dengan muatan-muatan nilai yang
dimasukkan oleh orang-orang yang merangcangnya. Dengan
demikian Islamisasi imu pengetahuan dan teknologi harus
di lakukan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi itu
sendiri.
3. Penerapannya dimulai dengan mengkaji dengan pendekatan
ontologi dan epistemology
Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi di lakukan
melalui penerapan konsep tauhid dalam arti seluas-
luasnya. Tauhid bukan hanya difahami secara teo-centris,
yaitu mempercayai dan meyakini adanya tuhan dengan segala
sifat kesempurnaan yang dimilikinya serta jauh dari
sifat-sifat yang tidak sempurna, melaikan tauhid yang
melihat bahwa antara manusia dengan manusia lain, manusia
dengan alam, dan manusia dengan segenap ciptaan tuhan
lainnya adalah merupakan suatu kesatuan yang saling
membutuhkan dan saling mempengaruhi, dan semuanya itu
merupakan wujud kekuasaan dan kebesaran Tuhan.
20
Dengan antologi dapat dijelaskan bahwa sumber-
sumber pengembangan ilmu berupa ayat-ayat tuhan yang
tertulis (al-Qur'an) dan ayat-ayat tuhan yang tidak
tertulis sebagaimana terdapat dijagat raya (ayat
kauniyah) dan ayat-ayat tuhan yang terdapat pada manusia
dan prilaku sosial, semuanya itu adalah ayat-ayat tuhan.
Oleh karena itu ilmu pengetahuan, baik ilmu agama Islam
yang dihasilkan melalui kajian terhadap ayat-ayat al-
Qur'an, ilmu-ilmu alam (sains) yang dihasilkan melalui
kajian terhadap jagat raya, dan ilmu-ilmu sosial yang
dihasilakan melalui kajian terhadap fenomena sosial.
Namun pada hekekatnya berasal dari Allah SWT, karena
semua ilmu tersebut sebagi hasil dari pengkajian terhadap
ayat-ayat Allah SWT.
Dengan epistemology dapat dijelaskan bahwa sebuah
ilmu pengetahuan tersebut disusun, ilmu agama Islam yang
bertumpu pada kajian ayat-ayat yang ada dalam al-Qur'an
menggunakan metode kajian ijtihadiyah dengan syarat dan
langkah-langkah yang telah teruji dalam sejarah, melalui
metode ijtihadiyah ini maka di hasilkan berbagai ilmu-
ilmu agama Islam seperti teologi, hukum Islam, tafsir,
filsafat, pendidikan dan sebagainya dengan berbagai
mazhab dan aliran yang ada didalamnya.
Karena ilmu-ilmu tersebut menggunakan ayat-ayat
Allah, maka seluruh ilmu tersebut pada hakekatnya dari
Allah, oleh karenanya, ia harus di abdikan untuk ibadah
21
kepada Allah melalui pengabdian terhadap kepentingan dan
kemaslahatan umat manusia.
Dengan demikian maka jelas bagi kita semua bahwa
segala sesuatu yang kita capai di dunia itu bukanlah
hasil dari kita sendiri akan tetapi kita harus sadar
bahwa disitu ada keikutsertaan Allah kepada kita atau
dengan kata lain Allah hanya menggunakan jasa kita
sebagai perantara, ilmu kedokteran dikembangakan misalnya
bukan ilmu kedokteran yang arogan yang melihat kesembuhan
pasien sebagai disebabkan oleh satu-satunya bantuan
medis, melainkan kesembuhan itu juga berkat anugrah
Tuhan.
4. Pemberian pendidikan secara berjenjang dan
berkesinambungan sejak kecil
Islamisasi imu pengetahuan, juga dapat diberikan
melalui inisiatif pribadi melalui proses pendidikan yang
diberikan secara berjenjang dan berkesinambungan, dalam
prakteknya tidak ada ilmu agama dan ilmu umum yang
disatukan. Yang terjadi sejak kecil kedalam diri
seseorang sudah ditanamkan jiwa agama yang kuat, praktek
pengalaman tradisi keagamaan dan sebagainya. Setelah itu
kepadanya diajarkan dasar-dasar ilmu agama yang kuat,
diajarkan al-Qur'an baik dari segi membaca maupun
pemahaman isinya. Selain itu juga diajarkan pula hubungan
antara satu ilmu dengan ilmu lainnya secara umum.
22
Selanjutnya ia mempelajari beberapa bidang ilmu dan
keahlian sesuai dengan bidang yang di minatinya.
Dengan demikian akan melahirkan manusia yang ahli
dalam bidang ekonomi, industri, pertanian dan sebagainya,
namun dalam waktu yang bersamaan ia dengan kemampuannya
sendiri mampu menghubungkan jiwa dan dasar-dasar keagaman
yang dimilikinya itu untuk mengarahkan keahlian yang
dimilikinya, ia boleh saja menjadi dokter misalnya tapi
dokter yang Islami dan sebagainya. Hal ini dapat
dilakukan dengan memetakan anak didik didalam memasuki
lembaga pendidikannya, tanpa harus mengubah bentuk
sekolah atau kurikulum atau lainnya, pendekatan ini pun
sukup efektif dan efesien.
5. Melakukan integrasi antara dua paradigma agama dan ilmu
yang seolah-olah memperlihatkan perbedaan.
Agama mengasumsikan atau melihat sesuatu persoalan
dari segi norma (bagaimana seharusnya) sedangkan sains
meneropongnya dari objektifnya (bagaimana adanya). Agama
melihat problematika dan solusinya melalui petunjuk
Tuhan, sedangkan sains melalui eksperimen dan rasio
manusia. Selain itu ajaran agama diyakini sebagai
petunjuk Tuhan, kebenarannya mutlak, sedangkan kebenaran
sains bersifat relatif. Agama banyak berbicara tentang
yang gaib, sementara sains hanya berbicara mengenai hal
empiris.
23
E. Pro-Kontra tentang Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Diskursus seputar Islamisasi ilmu pengetahuan ini telah
begitu lama menebarkan perdebatan penuh kontroversi di
kalangan umat Islam. Semenjak dicanangkannya sekitar 30 tahun
yang lalu, berbagai sikap baik yang pro maupun yang kontra
terus bermunculan. Satu pihak dengan penuh antusias dan
optimisme menyambut momentum ini sebagai awal revivalisme
(kebangkitan) Islam. Namun di pihak lain menganggap bahwa
gerakan "Islamisasi" hanya sebuah euphoria sesaat untuk
mengobati "sakit hati" dan inferiority complex karena
ketertinggalan mereka yang sangat jauh dari peradaban Barat,
sehingga gerakan ini hanya membuang-buang waktu dan tenaga dan
akan semakin melemah seiring perjalanan waktu dengan
sendirinya.
Pemikiran al-Faruqi dan al-Attas tentang Islamisasi ilmu
pengetahuan menimbulkan pro dan kontra dikalangan ilmuan
muslim. Meskipun demikian dalam hal ini mereka banyak
memperoleh pengikut di berbagai Negara. Untuk mempublikasikan
dan menyebarkan pemikirannya seperti al-Faruqi mendirikan the
association of muslim social.20 Sedangkan al-Attas dalam menggagas ide
islmisasinya dia mendirikan sebuah institutsi pendidikan yang
prestius yaitu International Instituse of Islamic Thogth and Civilization, yang
dikenal dengan singkatan ISTAC.
Dalam berbagai pergolakan keilmuan selalu ada penerimaan
dan penolakan (pro-kontra) dan hal inilah yang terjadi dalam
20 Nina M. Armando. Loc.Cit. 24
gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan, banyak alasan yang
dipaparkan oleh mereka yang kontra, begitu juga bagi yang pro
berbagai alasan di ketengahkannya untuk mendukung hal
pembenaran atas konsep mereka. Adapun alasan dari masing-
masing tersebut sebagai berikut :
Orang-orang yang kontra dan alasan-alasannya
Tokoh pemikir Islam yang menolak gagasan Islamisasi ilmu
pengetahuan salah satunya adalah Muhammad Arkoun, Guru besar
Universitas Sorbonne Prancis, mengatakan bahwa keinginan dari
para cendikiawan muslim untuk melakukan Islamisasi ilmu dan
teknologi merupakan kesalahan, sebab hal ini dapat menjebak
kita pada pendekatan yang menggap bahwa Islam hanya semata-
mata sebagai ideologi. Yang tidak bisa berbuat apa-apa selain
menciplak karya orang.
Sedangkan di Indonesia salah satu tokoh yang tidak
sejalan dengan gagasan ini yaitu Usep Fathuddin, yang
mengatakan bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan tidak perlu,
karena dengan Islamisasi bukanlah kerja ilmiah dan kreatif,
karena yang dibutuhkan sekarang adalah terlebih-lebih lagi
bagai para cendikiawannya adalah menguasai dan mengembangkan
ilmu. Islamisasi ilmu pengetahuan hanyalah kerja kreatif atas
karya orang lain saja, sampai tingkat tertentu, dan hal itu
tak ubahnya sebagai pekerja jalanan di pinggir jalan,
manakalah orang ilmuan berhasil menciptakan atau mengembangkan
ilmu, maka orang Islam (sebagian) akan mencoba menangkap dan
berusaha mengIslamkannya.
25
Lebih lanjut Usep Fathuddin memberi komentar, bahwa
seorang tukang yang sangat ahli, barangkali akan mampu
mengubah sesuatu sehingga berbeda dengan watak aslinya, atau
berbeda paradigmanya. Tapi kalau tukang yang kurang ahli,
barangkali hanya cukup dengan mengalungkan label. Islamisasi
ilmu pengetahuan tidak ubahnya seperti pembuat label, seperti
membuat kaligrafi pada suatu bangunan, supaya dikatakan
bangunan Islami, lebih lanjut dijelaskan bahwa semangat
Islamisasi ilmu pengetahuan itu didasari satu anggapan
tentang keilmuan dan Islam, klaim yang paling sering kita
dengar ialah adanya dua kebenaran di dunia ini, kebenaran ilmu
dan kebenaran agama. Ilmu dikatakan sebagai relatif,
spekulatif dan tak pasti, semantara agama dianggap absolute,
transcendental dan pasti. Tapi kalau kita lihat sejarah,
ternyata Islam tidak menganal permasalahan antara “keagamaan”
dan “ilmu”. Bahkan sebaliknya, sering dianggap puncaknya
sejarah dan perdaban Islam, justru terjadi ketika menyatukan
keagamaan dan ilmu itu.21
Selanjutnya yang kontra terhadap ide Islamsasi ilmu
pengetahuan ini adalah Fazlur Rahman, kritik Rahman diarahkan
kepada beberapa konsep Islamisasi sains yang kurang memahami
tradisi intelektual Islam masa lampau. Rahman juga mengkritik
rencangan sistematis al-Faruqi mengenai langkah-langkah
Islamisasi ilmu pengetahuan yang dianggapnya terlalu
mekanistis. Dalam sejarah Islam sendiri, para ilmuan muslim21 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm.
406-408.26
banyak menyerap unsur-unsur baru dari peradaban non-Islam.
Menurut Fazlur Rahman ilmu pengetahuan tidak perlu disilamkan,
karena tidak ada yang salah di dalam ilmu pengetahuan.
Masalahnya hanya dalam menyalahgunakan, ia menyatakan ilmu
pengetahuan akan tergantung kepada cara menggunaannya.22
Kritikan berikutnya datang dari Pervez Hoodbhoy,
kritiknya mirip dengan pandangan para instrumentalis bahwa
tujuan agama adalah meningkatkan moralitas, dan bukan
menyatakan fakta-fakta ilmiah secara spesifik. Ia juga
mengatakan bahwa usaha Islamisasi sains itu tidak mungkin dan
setiap upaya untuk membangunnya merupakan usaha mubazzir.
Selanjutnya dia juga mengajukan data-data historis bahwa;
ketika masalah keyakinan religius dibawa-bawa dalam praktek
ilmu pengetahuan, maka yang kerap terjadi adalah eksekusi
ilmuan oleh kaum agamawan ortodoks, yang dikhawatirkan justru
menghambat perkembangan ilmu pengetahuan, sebagaimana telah
terjadi dalam sejarah Kristen maupun dalam sejarah Islam yang
lebih awal.23
Selanjutnya adalah Abdus Salam yang merupakan orang yang
mengkritik Islamisasi sains, sebagaimana argumennya yang
menyatakan bahwa; hanya ada satu sains universal, problem-
problemnya dan bentuk-bentuknya adalah internasional dan tidak
ada sesuatu seperti sains Islam sebagaimana tidak ada sains
Hindu, sains Yahudi atau sains Kristen.24
22 Budi Handrianto. Op.cit., hlm.197-201.23 Ibid., hlm. 202-203.24 Ibid., hlm. 204.
27
Kritikan terhadap Islamisasi ilmu pengetahuan juga
diajukan oleh Abdul Karim Sorush. Ia menyimpulkan Islamisasi
ilmu pengetahuan adalah tidak mungkin atau tidak logis,
alasannya; realitas bukan Islami atau bukan pula tidak Islami.
Para filosof terdahulu tidak pernah menggunakan istilah
filsafat Islam. Mengelaborasi ringkas argumentasinya, Abdul
Karim Sorush menyatakan bahwa; jawaban-jawaban yang benar
tidak bisa diIslamkan, kebenaran adalah kebenaran, dan
kebenaran tidak bisa diIslamkan, pertanyaan-pertanyaan dan
masalah-masalah yang diajukan adalah mencari kebenaran
sekalipun diajukan oleh non muslim.25
Orang-orang yang pro dan alasan-alasannya :
Ilmuwan yang mendukung gagasan Islamisasi ilmu
pengetahuan ini salah satunya adalah Mulyanto dengan
argumennya bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan sering dipandang
sebagai proses penerapan etika Islam dalam memanfaatkan ilmu
pengetahuan kriteria pemilihan suatu jenis ilmu pengetahuan
yang akan dikembangkannya. Dengan kata lain, ilmu hanya
berlaku sebagai kriteria etis di luar struktur ilmu
pengetahuan. Asumsi dasarnya adalah bahwa ilmu pengatahan
adalah bebas nilai, konsekuensi logisnya mereka menggap
mustahil munculnya ilmu pengetahuan Islami, sebagaimana
mustahilnya pemunculan ilmu pengetahuan Marxisme. Dan Islam
berserta ideology lainnya, hanya mampu memasuki subjek ilmu
pengetahuan dan tidak pada ilmu itu sendiri. Islam hanya
25 Ibid., hlm. 205.28
berlaku sebelum dan sesudah ilmu pengetahuan beraksi, lalu
menyerahkan kedaulatan mutlak pada metodelogi ilmu
bersangkutan. Lebih lanjut ditegaskan bahwa Islamisasi ilmu
pengetahuan, tak lain dari proses yang hakiki, yakni tauhid,
kesatuan makna kebenaran dan kesatuan ilmu pengetahuan.26
Senada dengan hal tersebut di atas Haidar Bagir
menjelaskan bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan secara implisit
adalah penting, misalnya tentang perlunya di bentuk sains yang
Islami, hal ini didukung dengan dua argumentasi yang sangat
mendasar yaitu : pertama, Islam butuh sebuah sistem sains yang
memenuhi kebutuhan-kebutuhan material dan spiritual, sistem
sains yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan
tersebut, ini disebabkan sains modern mengandung nilai-nilai
khas Barat yang melakat padanya, nilai ini banyak bertentangan
dengan nlai-nilai Islam selain itu telah terbukti menimbulkan
ancaman bagi keberlangsungan hidup manusia di muka bumi. Kedua,
ummat Islam pernah memiliki peradaban Islami di mana sains
berkembang sesuai dengan nilai dan kebutuhan-kebutuhan umat
Islam. Jadi sebetulnya, jika syarat-syarat untuk itu mampu
dipenuhi, kita punya alasan untuk tetap menciptakan kembali
sebuah sains Islam dalam peradaban Islam pula.27
Ilmu pengetahuan perlu dibangun dengan dasar ajaran
Islam yaitu al-Qur'an , yaitu ilmu yang didasarkan atas ajaran
tauhid, yang melihat bahwa antara ilmu pengetahuan modern
dengan ajaran Islam harus bergandengtangan. Ilmu pengetahuan26 Abuddin Nata, Op.Cit., hlm. 409.27 Ibid.,
29
adalah hasil teorisasi terhadap gejala-gejala alam dengan
menggunakan metode dan pendekatan ilmiah. Sedangkan ajaran
Islam juga hasil ijtihad terhadap ayat-ayat Allah yang
terdapat didalam al-Qur`an, al-Sunnah. Ayat-ayat Allah yang
terdapat di jagat raya adalah berasal dari Allah. Demikian
pula ajaran agama juga berdasarkan pada ayat-ayat Allah.
Dengan demikian antara keduanya adalah ayat-ayat Allah. Satu
dan lainnya berasal dari satu kesatuan (tauhid). 28
Islam sebagai agama yang mendukung tentang ilmu tidak
menghendaki pola fikir yang sempit dan fanatik karena semua
itu hanya akan mengantarkan pada kekendoran dan kelemahan
manusia dan menjadikannya terisolir dari dunia kehidupam yang
sangat komleks, dan yang lebih tegasnya lagi bahwa Islam tidak
mau ummatnya berfikir dan bertindak dari hal-hal yang
siafatnya tradisional saja tetapi Islam membawa manusia supaya
maju, dinamis, dan peka terhadap perkembangan zaman, mampu
memahami kehidpan lingkungannya dan masyarakatnya.
Sebenaranya bagi mereka yang menolak gagasan Islamisasi
ilmu pengetahuan hanya terkesan ada sedikit rasa gengsi
mengambil ilmu pengetahuan dari barat kemudian
mengIslamkannya, bagi mereka bahwa Islam perlu memiliki
pengetahuan yang Islami sebagaimana dalam sejarah Islam. Namun
caranya bukan dengan mengambil ilmu dari barat dan
mengIslamkannya, melainkan langsung saja membentuk dan
mengembangakan ilmu pengetahuan yang didasarkan pada ciri dan
28 Ibid., hlm. 409.30
sifat ajaran Islam. semantar itu bagi meraka yang setuju
dengan gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan ini, bukan berari
tidak setuju dengan membentuk ilmu pengetahuan dengan corak
Islam dengan mandiri melainkan bersamaan dengan itu dipandang
tidak ada salahnya bila kita mengambil ilmu pengetahuan dari
barat lalu mengIslamkannya sebagaiman misalnya barat juga
pernah mengambil ilmu pengetahuan dari Islam di zaman klasik
lalu mensesuaikannya dalam ajaranya.29
Terlepas dari pro-kontra di atas, yang menjadi tantangan
besar bagi kelanjutan proses Islamisasi dan merupakan the real
challenge adalah komitmen sarjana dan institusi pendidikan
tinggi Islam sendiri. Tantangan globalisasi yang terus
berkembang seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi
dan informasi semakin membingungkan. Ilmu dianggap sebagai
komoditi yang bisa diperjualbelikan untuk meraih keuntungan.
Akibatnya, orientasinyapun ikut berubah, tidak lagi untuk
meraih “keridhaan Allah” tetapi untuk kepentingan diri
sendiri. Universitaspun hanya berorientasi untuk memenuhi
kebutuhan pragmatis, menjadi pabrik industri tenaga kerja dan
bukan lagi merupakan pusat pengembangan ide-ide ilmu
pengetahuan. Sehingga merupakan hal yang wajar jika al-Attas
mengungkapkan bahwa tantangan terbesar terhadap perkembangan
gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan muncul dari kalangan umat
Islam itu sendiri. Dan tantangan yang tak kalah besarnya
adalah akibat kedangkalan pengetahuan umat Islam terhadap
29 Ibid., hlm. 410.31
agamanya sendiri. Hal ini, menurutnya, bisa dilihat dari karya
tulis yang mereka hasilkan yang mencerminkan bahwa mereka
belum memahami Islam dengan baik.30
F. Pengaruh Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Adapun pengaruh gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan ada
yang merupakan pengaruh positif dan ada yang negatif, yaitu:
1. Adanya ilmuan muslim yang mengatakan bahwa gagasan
Islamisasi ilmu pengetahuan muncul sebagai reaksi adanya
konsep dikhotomi antara agama dan ilmu pengetahuan yang
dimasukkan masyarakat Barat dan budaya masyarakat modern.
2. Selanjutnya dengan munculnya ide islamisasi ilmu pengetahuan
maka mengakibatkan pertentangan diantara ilmuan kita.
3. Yang menjadi pengaruh positifnya adalah melalui islamisasi
ilmu pengetahuan munculnya ilmu-ilmu dan juga perekonomian
yang islami, seperti ilmu kedokteran yang islami, Bank
Syari`ah. Makanya mari menabung di Bank Syari`ah dan
berinvestasi agar instrumen ekonomi Islam membesar.
4. Dengan gagasan islamisasi sains tersebut maka sains dapat
memproduk teknologi yang ramah lingkungan. Teknologi bisa
serasi dengan maqasid syariah dan bukan dengan nafsu
manusia.31
5. Gagasan atau gerakan Islamisasi Ilmu Pengetahuan menggugah
hati kaum muslimin untuk sadar dengan keadannya, karena
islamisasi ssains merupakan salah satu upaya menjawab30 Budi Handrianto. Op.cit., hlm.97.31 Zainal Habib. Op.Cit., hlm. 55.
32
tantangan modernitas yang melanda umat Islam. Karena ada
semacam guncangan di kalangan umat Islam, menyaksikan
realitas yang menempatkan diri mereka pada sudut buram
sejarah. Di balik kemegahan peradaban Barat yang terus
melaju pasca Renaissance, sebagian besar dunia Islam secara
kontras justru termegap-megap dalam sesuatu yang dalam visi
modern disebut perangkap kemunduran dan keterbelakangan.
Terlebih, masih segar dalam ingatan kolektif umat Islam
bahwa beberapa abad lampau mereka pernah memegang supremasi
peradaban dengan dominasi yang kukuh pada ranah kebudayaan,
politik maupun ekonomi. Dengan simbol kekuasaan politik
Kekhalifahan Abbassiyah di Bagdad, Kekhalifahan Umayyah di
Cordova, mereka pernah berada pada posisi superior
dibandingkan masyarakat Eropa yang pada masa itu justru
terkungkungi masamasa sejarah yang gelap. Seiring dengan
gerakan “kembali ke Islam” yang marak di kampus-kampus
semenjak tahun 1980-an, gerakan Islamisasi Ilmu Pengetahuan
menjadi semacam cermin kerinduan para intelektual dan ilmuan
Muslim modern terhadap sesuatu yang “khas” milik mereka.
Gerakan ini juga menggambarkan tekad mereka untukmenerapkan
ajaran Islam yang diyakini kaafah, syaamil dan kaamil, sempurna
dan mencakup segalanya. Dan tentu saja, kesadaran akan
“kejayaan umat Islam di masa lalu” menjadi bagian inheren
dari gerakan ini.
6. Terwujudnya keadilan, tersebarnya kedamaian dan kasih sayang
kepada seluruh umat manusia, juga terciptanya kesetaraan,
33
kebersamaan, tolong menolong dan penghormatan hak asasi
antar umat manusia.32
G. Kesimpulan
Dari uraian diatas penulis berkesimpulan bahwa Islamisasi
Ilmu Pengetahuan perlu ditindaklanjuti karena sesuai dengan
konsep, prinsip metodologi yang jelas yaitu berlandaskan
ketauhidan dan keimanan serta memiliki rencana kerja mengingat
keterpurukan dunia Islam saat ini ditingkat yang paling parah.
Sehingga perlu adanya pembaharuan salah satunya adalah
dibidang pendidikan. Dimana pendidikan kita harus diarahkan
pada keimanan yang merupakan core dari gagasan tersebut yang
menyebutkan lima kesatuan yaitu kesatuan tuhan, kesatuan alam
32 Muhaimin & Abdul Mujib. Op.cit., hlm. 101.34
semesta, kesatuan kebenaran dan pengetahuan, kesatuan
kehidupan dan kesatuan kemanusiaan.
Gerakan Islamisasi ilmu ini perlu diimplementasikan oleh
para cendikia muslim sendiri yang memiliki keluasan ilmu dan
keahlian yang mantap terhadap ilmu -ilmu keIslaman dan ilmu
pengetahuan yang non Islam. Pada masa awal Islam sampai masa
keemasannya memang tidak ada labelisasi Islam pada setiap ilmu
pengetahuan, karena saat itu umat Islam mempunyai posisi yang
kuat dan penguasa ilmu pengetahuan, walaupun tidak menggunakan
label Islam, tapi framework yang mereka miliki berlandaskan
Islam sehingga kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan saat itu
semakna dengan Islamisasi. Ini berbeda dengan kondisi umat
Islam saat ini, Islam berada pada posisi yang kalah,
terhegemoni dan terdesak oleh keilmuan dan peradaban Barat
sehingga untuk membuatnya bebas dari hegemoni tersebut perlu
dimunculkan ciri keIslaman yang tegas dan jelas dalam bidang
keilmuwan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Faruqi. Isma’il Raji Al-Faruqi. Islamisasi Pengetahuan, Cet ke-3,
Bandung: Penerbit Pustaka, 2003
35
Armando. Nina M. Ensiklopedi Islam Jilid 2, Jakarta: Ichtiar Baru van
Hoeve, 2005.
Bagader. Abu Bakar A. Islamisasi Ilmu-ilmu Sosial, Yogyakarta: CV.Bayu
Grafika Offset, 1989.
Habib. Zainal. Islamisasi Sains Mengembangkan Integrasi Mendialogkan
Perspektif, Malang: UIN Malang Press, 2007.
Handrianto. Budi. Islamisasi Sains Sebuah Upaya MengIslamkan Sains Barat
Modren, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010.
http://drmiftahulhudauin.multiply.com/journal/item/13, diakses
pada hari kamis tanggal 29 September 2011.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 2002
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan &
Pengembangan Bahasa, Jakarta : Balai Pustaka, 2002
M.Ridwan, dkk, Kamus Ilmiah Populer, Jakarta: Pustaka Indonesia, tt.
Muhaimin & Abdul Mujib. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan
Kerangka Dasar Operasionalisasinya, Bandung: Trigenda Karya, 1993.
Nasution. Harun. Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Dzambatan,
1992.
Nata. Abuddin. Metodologi Studi Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Praja. Juhaya S. Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam Islam dan Penerapannya
di Indonesia, Jakarta: Teraju, 2002.
36
Ramayulis dan Syamsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Mengenal
Tokoh Pendidikan Islam di Dunia Islam dan di Indonesia, Ciputat: Quantum
Teaching, 2005.
Salim. Peter & Yenny Salim. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta:
PT.Ichtiar Baru Van Hoeve, 1986
Syadily. Ahmad, dan Mudzakir, Filsafat Umum, Bandung: Pustaka
Setia, 1997.
37