IBADAH HAJI: PENGGALANGAN UMMATAN WAHIDAH Oleh: Abdul Syakur Mughni
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
2 -
download
0
Transcript of IBADAH HAJI: PENGGALANGAN UMMATAN WAHIDAH Oleh: Abdul Syakur Mughni
IBADAH HAJI: PENGGALANGAN UMMATANWAHIDAH
Oleh: Abdul Syakur Mughni
1. PENDAHULUAN
Al-Qur’an menyebut kata Ummat1 dalam bentuk
tunggalnya sebanyak lima puluh dua kali.2 Definisi kata
ini menurut Raghib Al-Isfahani3 dalam bukunya Al-Mufradat
fi Gharaib Al-Qur’an, “sebagai semua kelompok yang dihimpun
oleh sesuatu, seperti agama, waktu, atau tempat yang
1 Kata ummat terambil dari kata م ؤ� ي�� م – ,yang berarti menujur أ�menumpu, dan meneladani. Dari akar yang sama, lahir antara lainkata um yang berarti “ibu” dan imam yang maknanya “pemimpin”;karena keduanya menjadi teladan, tumpuan pandangan, dan harapananggota masyarakat. Lihat: M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an TafsirMaudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 1996), Cet. Ke-1,h. 325. Sedangkan menurut kamus Al-Munawwir offline : kata ummatjama’nya ummam yang berarti bangsa atau rakyat. Kalau menurutKBBI offline, kata umat berarti : para penganut (pemeluk,pengikut) suatu agama; penganut nabi; makhluk manusia.
Para pakar bahasa berbeda pendapat tentang jumlah anggotasatu ummat. Ada yang mengatakan minimal 100 orang, ada yangmengatakan 40 orang sudah termasuk satu umat. Lihat: M. QurasihShihab, op.cit., h. 326
2 Achmad Luthfi Fathullah, Software: Al-Qur’an Al-Hadi, (Jakarta:Baitul Mughni, 2011). Lihat pula: M. Quraish Shihab, op.cit., h. 327.Lihat pula: Muhammad Fuad Abd Al-Ba’qi, Mu’jam Al-Mufahras fi Alfadzi Al-Qur’an Al-Karim, …..
3 Nama aslinya adalah Abul-Qasim al-Hussein bin Mufaddal binMuhammad dikenal sebagai pakar bahasa Al-Qur’an meninggal pada 502H. (1108/1109) Lihat:http://en.wikipedia.org/wiki/Raghib_Isfahani#Biography.
2
sama, baik penghimpunannya secara terpaksa maupun atas
kehendak sendiri.”4
Dari penjelasan di atas, tampaknya kata ini tidak
dikhususkan hanya untuk orang Islam, tetapi mencakup
pula selainnya, bahkan bila dilihat berdasarkan Al-
Qur’an dan hadits, ternyata kata ini pun mencakup
makhluk selain manusia. Sebagaimana firman Allah SWT
dalam Surat Al-An’am: 38.5
Berkenaan dengan manusia, kata ummat digunakan
baik untuk manusia yang taat ataupun yang ingkar.6 Ad-
Damighani7 menyebutkan sembilan arti untuk kata ini,
yaitu: kelompok, agama (tauhid), waktu yang panjang,
kaum, pemimpin, generasi lalu, umat Islam, orang-orang
kafir, dan manusia seluruhnya.8 Al-Qur’an memilih kata
ini untuk menunjukkan antara lain “himpunan pengikut
Nabi Muhammad SAW (Umat Islam)”, sebagai isyarat bahwa
ummat dapat menampung perbedaan kelompok-kelompok,
4 Ar-Raghib Al-Isfahani, Al-Mufradat fi Gharaib Al-Qur’an, (Mesir:Al-Halabi, 1967) dalam M. Quraish Shihab, ibid.
5 QS. Al-An’am: 38: “dan tidaklah binatang-binatang yang ada di bumi,dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya kecuali umat-umat jugaseperti kamu.” Di samping ayat di atas, adapula hadits Nabi SAW
seperti: )لم م�م )روأه م�س ة� م�ن� ألأ� م ل أ� ؤ دأود atau أل�ن�م "� ي ا )روأه أ� له ت� ق� رت� ب�" م م�م لأ� ة� م�ن� ألأ� م ن� أل�كلأت" أ� ؤ لأ أ� � ل) ي� �.وألت�رم�ذ
6 Lihat Surat Ar-Ra’d: 30: “Demikianlah, Kami telah mengutus engkau(Muhammad) kepada suatu umat yang sungguh sebelumnya telah berlalu beberapa
1
3
betapapun kecil jumlah mereka, selama masih pada arah
yang sama, yaitu Allah SWT.9 Sesuai firman-Nya:
ن� ۦ أ89 ه8 8 �ذ م ه� ك ت� م� ة� أ� م ذه� أ� ح�8 ا و �Eن م وأ� ك "Eن 8 ر ذون� ت" ع� Jا �﴾٩٢﴿ ف�“Sungguh, (agama tauhid) inilah agama kamu, agama yang satu, danAku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.” (QS. Al-Anbiya:92).10
Dalam tafsir Jalalain, dikatakan bahwa seluruh
para Nabi, agama mereka adalah satu yakni Islam.11 Imam
Qurthubi12 menafsirkan bahwa, “mereka semua (para Nabi)
bersatu dalam ketauhidan. Yang dimaksud ummat di sini
umat, agar engkau bacakan kepada mereka (Al-Qur'an) yang Kami wahyukankepadamu, padahal mereka ingkar kepada Tuhan Yang Maha Pengasih. Katakanlah,"Dia Tuhanku, tidak ada tuhan selain Dia; hanya kepada-Nya aku bertawakal dan hanya
kepada-Nya aku bertobat." Dan Hadits Nabi: ا ى ن�� "Eب ا� ل وم�ن� ن�� ت� ى، ق�� "Eب لأ م�ن� أ� ةT أ9 Vن لون� أل�ج" �ذح� ى ن�� ك�ل أم�ت�) اري� �خ ى )روأه أل�ب" "Eب ذ أ� ق� ��ى ف� Eب ةT وم�ن� ع�صا Vن ل أل�ج" �ى دح� �ال: م�ن� أط�اع�ت .رس�ول أل�لة؟ ف��
7 Nama Aslinya adalah Abu Abdillah al-Husain ibnMuhammad ad-Damighani.
8 Ad-Damighani, Qamus al-Qur’an, (Beirut: Dar Al-‘Ilm lilMalayin, 1985) dalam M Quraish Shihab, op.cit., h. 327
9 M. Qurish Shihab, ibid.10 Departemen agama RI (terjemahan) dalam Achmad Luthfi
Fathullah, op.cit., Terdapat ayat lain yang senada dengan ayat di
atas yakni surat Al-Mu’minun: 54 yang berbunyi: ا �E ن ذه� وأ� � ة� وأح م كم أ� م�ت� ه أ� �ذ � ن� ه وأ9ون� ق� اب�� �كم ف� "Eرن.
11 Jalaluiddin As-Syuyuthi, Tafsir Jalalain, Dalam Achamd LuthfiFathullah, op.cit.
12 Nama lengkapnya adalah Abu 'Abdullah Muhammad ibn Ahmadibn Abu Bakr al-Ansari al-Qurtubi. Lahir di Cordoba pada tahun1214 dan meninggal pada 1273 H. Seorang ahli hadits dan tafsir Al-Qur’an. Lihat: http://en.wikipedia.org/wiki/Al-Qurtubi
4
adalah agama yaitu agama Islam.13 Berkata Sya’rawi,14
“Sungguh ini ummat kalian adalah umat yang satu. Tidak
ada perselisihan padanya. Semua rasul datang untuk
menyempurnakan satu bangunan. Sebagaimana sabda Nabi
SAW, “Sesungguhnya perumpamaanku dan para Nabi sebelumku,
seperti seseorang yang membangun rumah, maka dia membaguskan dan
memperindahnya. Kecuali satu tempat batu bata di pojokan. Maka
manusia mengelilingi rumah tersebut dan takjub atasnya sambil berkata,
“Kenapa tidak diletakkan itu satu batu bata?” Beliau bersabda, “sayalah
batu bata tersebut, dan saya penutup para nabi.”15
Dari penafsiran ayat di atas, jelaslah bahwa Islam
merupakan agama yang satu. Dalam sebuah riwayat yang
diriwayatkan dari Aisyah ra, bahwa Nabi SAW memanggil
ummatnya dengan sebutan ummat Muhammad, sebagaimana
sabdanya:
ذ م ح ة� م� م ا أ� ال ن�� ة ف�� �Eن لم أ� � ة وس � لى أل�ل ة ع�لن � ى�8 ص ت"8 �8 أل�ن ن� ا ، ع� ه �ن ع� ى� أهلل 8 �ة� ، رض 8ش| ائ�� ن� ع� ع�
لأ . ت� ل8 م ف�� ت� ك خ8 �ض رأ ول� ت� ث| م ك� ت� ن� ك ت" لم ل� ع� ا أ� علمون� م� ؤ ب�� 8 ل� وأهلل13 Tafsir Al-Qurthubi dalam Maktabah Syamilah.14 Nama lengkapnya adalah Syekh Muhammad Mutawalli Asy-
Sya’râwi dilahirkan pada tanggal 16 April tahun 1911 M. di desaDaqadus, distrik Mith Ghamr, provinsi Daqahlia, Republik ArabMesir. Dalam usia 11 tahun beliau sudah hafal Alquran. Meninggalpada : 17 Juni 1998 M. Lihat:http://irhamnirofiun.blogspot.com/2010/02/biografi-singkat-syekh-muhammad.html
15 Imam As-Sya’rawi, Tafsir As-Sya’rawi dalam Maktabah Syamilah.Hadits diriwayatkan oleh: HR. Imam Bukhari, Shahih Bukhari, No.Hadits: 3535 dalam Maktabah Syamilah.
5
Dari Aisyah ra. dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda, “Ya ummataMuhammadin, demi Allah, sekiranya kalian mengetahui apa yang akutahu, niscaya kalian banyak menangis dan sedikit tertawa.”16
Terlepas dari masalah ketaatan individu dalam
menjalankan perintah dan menjauhi larangan, yang jelas
semua manusia yang beragama Islam apapun, dimanapun,
dan kondisi bagaimanapun merupakan umat yang satu
(ummatan wahidah), yakni umat Nabi Muhammad SAW.
Dalam konsteks sosiologi, kata ummat, menurut Ali
Syariati17, “himpunan manusia yang seluruh anggotanya
bersama-sama menuju satu arah, bahu membahu, dan
bergerak secara dinamis di bawah kepemimpinan
bersama.”18 Berarti umat Islam sebagai ummatan wahidah
mesti menggalang kebersamaan, saling bahu membahu dan
bergerak secara dinamis untuk menuju satu arah yakni
keridhoan Allah SWT. Agar terealisasi, Allah SWT telah
menyediakan pedoman dan fasilitas syariat yang dapat
membawa umat Islam sebagai ummatan wahidah.19 Salah satu
ibadah yang mendorong dan menggalang umat Islam untuk16 H.R. Imam Bukhari, Shahih Bukhari, No. Hadits: 6631 dalam
Makbatah Syamilah.17 Dr. Ali Syariati lahir di Mazinan pinggiran kota Masyhad,
Iran. Pada 19 Juni 1977 ia dibunuh oleh para agen Savak danakhirnya mati syahid. Lebih lanjut lihat: Dr. Ali Syariati, Hajj,terjemah Makna Haji oleh Burhan Wirasubrata, (Jakarta: Zahra, 2006), Cet.Ke-6, h. 9
18 Ali Syariati, Al-Ummah wa Al-Imamah dalam M. Quraish Shihab,op.cit., h. 328
19 Dalam ayat lain, Allah menegaskan, “Kalau Allah mengehendaki,niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamuterhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalahberbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nyakepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan.” (QS. Al-Maidah: 48).
6
menyatu atau menjadi ummat wahidah secara internasional
adalah ibadah haji. Dalam hal ini Said Hawwa
mengatakan, “haji adalah simbol persatuan umat Islam,
tanpa memandang ras, warna kulit dan kebangsaan. Karena
dasar persatuan kaum Muslimin adalah aqidah, agama dan
syariat Islam.”20
Pada makalah inilah, penulis berusaha untuk
membahas tentang ibadah haji sebagai ibadah yang
menggalang umat Islam menuju ummatan wahidah. Di samping
itu pula akan menilik dan mencoba menghubungakan dengan
beberapa dimensi Islam yang akan memunculkan konsep
Islam yang konprehensif.
2. IBADAH HAJI: PENGGALANGAN UMMATAN WAHIDAH
Haji21 merupakan salah satu pilar dan salah satu
rukun Islam, wajib dilaksanakan oleh setiap muslim yang
mampu setidaknya satu kali dalam hidup mereka. Dalam
rukun Islam, haji ditempatkan sebagai rukun terakhir.
Haji merupakan puncak dari rangkaian ritual dalam Islam
sebagai lambang perwujudan akhir dari tahapan-tahapan
20 Said Hawwa, Al-Islam, terjemah oleh Abu Ridho dkk, (Jakarta: Al-I’tishom, 2001), Cet. Ke-1, h. 305
21 Secara bahasa, haji adalah maksud dan tujuan yangdimuliakan. Secara istilah, haji adalah berkunjung ke Baitullah(Ka’bah) untuk melakukan beberapa amalan antara lain: wukuf,thawat, sa’i dan amalan lainnya pada masa tertentu, demi memenuhipanggilan Allah SWT dan mengharap ridha-Nya. Lihat: Syekh HasanAyub, Fiqh Ibadat – Al-Hajj, terjemah oleh Prof. Dr. KH. Said Aqil Almunawar dkk,(Jakarta: PT Wahana Dinamika Karya, 2002), h. 1. Lihat pula:Departemen Agama RI, Bimbingan Manasik Haji, (Jakarta: Dirjen BimasIslam dan Haji, 2003), h. 10
7
ibadah dalam rukun Islam. Menurut Said Hawwa22, haji
adalah sejumlah simbol yang terbentuk dari berbagai
amalan. Simbol penyerahan manusia kepada Allah. Dalam
amalan-amalan haji, seperti thawaf, sa’i, wukuf, tahalul, 23 dan
lainnya terdapat simbol penyerahan diri tanpa syarat
kepada perintah Allah SWT.24
Masih menurut Said Hawwa, haji adalah manifestasi
prinsip-prinsip Islam. Manifestasi ukhuwah Islamiyah, di
mana manusia merasakan secara nyata bahwa ia adalah
saudara bagi setiap manusia di dunia. Manisfestasi
persamaan antar berbagai bangsa dan suku. Haji adalah
manifestasi dari firman Allah: وأ �ارف ع ت� ل ل�8 8 ائ�� ب" ا وق�� عون�" |� م س ك عل dan…) وج�"
22 Said Hawa dilahirkan di Hamah, Suriah, tahun 1935. Namasebenarnya ialah Said Hawa bin Muhammad Dib Hawwa. Pada masamudanya berkembang pemikiran sosialis, nasional, ba’ats danIkhwanul Muslimin. Allah memberikan kebaikan untuknya denganbergabung ke dalam Jama’ah Ikhwanul Muslimin, tahun 1952, saatbeliau masih pelajar SMU. Lihat:http://tamanulama.blogspot.com/2008/01/said-hawa-ulama-yang-gigih.html
23 Tawaf ialah mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 (tujuh) kali,di mana Ka’bah selalu berada di sebelah kirinya dimulai dandiakhiri pada arah sejajar dari Hajar Aswad. Sa’i ialah berjalandari bukit Safa ke bukit Marwa dan sebaliknya sebanyak 7 (tujuh)kali yang dimulai dari bukit Safa dan berakhir di bukit Marwa.Perjalanan dari bukit Safa ek bukit Marwa atau sebaliknya masing-masing dihitung 1 (satu) kali. Wukuf ialah keberadaan diriseseorang di Arafah walaupun sejenak dalam waktu antaratergelincir matahari tanggal 9 Zulhijjah (hari Arafah) sampaiterbit fajar hari Nahar tanggal 10 Zulhijjah. Tahalul ialahkeadaan seseorang yang telah dihalalkan (dibolehkan) melakukanperbuatan yang sebelumnya dilarang selama berihram. Lihat:Departemen Agama, op.cit., h. 12-13. Lihat pula: Syekh Hasan Ayyub,op.cit., h. 31
24 Said Hawwa, ibid.
8
kami jadian kamu berbangsa dan bersuku agar kamu saling
mengenal…).25 Di dalam haji terwujud ta’aruf akbar antar
bangsa-bangsa di dunia.26 Yusuf Qardhawi27 dalam
menjelaskan tentang tujuan disyariatkannya ibadah haji,
mengatakan, “tujuannya justru mengumpulkan umat Islam
pada waktu tertentu, tempat tertentu, dan pada
pekerjaan tertentu pula, dengan pakaian yang satu,
dengan tujuan yang satu, dan dengan seruan yang satu.28
Beliau menambahkan:
“Sesungguhnya ibadah yang agung inimengumpulkan umat manusia dari berbagai macambangsa, suku, bahasa, daerah, dan tingkatan,kemudian menyatukannya secara jelas dan terang-terangan dalam satu fenomena, sehingga semuamerasa bahwa mereka adalah umat yang satu,sebagaimana yang Allah inginkan dari mereka.Mereka bukanlah kaum yang terpecah belahsebagaimana yang diinginkan oleh musuh-musuh
25 QS. Al-Hujurat: 13. Terjemahan Departemen Agama dalam:Achmad Luthfi Fathullah, loc.cit.
26 Said Hawwa, ibid.27 Yusuf Qardhawi lahir pada 9 September 1926 di sebuah desa
kecil di Mesir bernama Shafth Turaab di tengah Delta Sungai Nil,pada usia 10 tahun, ia sudah hafal al-Qur'an. Menamatkanpendidikan di Ma'had Thantha dan Ma'had Tsanawi, Qardhawi terusmelanjutkan ke Universitas al-Azhar, Fakultas Ushuluddin. Danlulus tahun 1952. Tapi gelar doktornya baru ia peroleh pada tahun1972 dengan disertasi "Zakat dan Dampaknya Dalam PenanggulanganKemiskinan", yang kemudian disempurnakan menjadi Fiqh Zakat.Sebuah buku yang sangat komprehensif membahas persoalan zakatdengan nuansa modern. Sumber:http://id.wikipedia.org/wiki/Yusuf_al-Qaradawi
28 Yusuf Qardhawi, Miatu Sual’ani Al-Hajj wa Al-Umrah, (Jakarta: Embun
Publising, 2007), Cet. Ke-1, h. 347. Seruan yang satu yaitu: ك� � ت ل�ن�ئ��ك� ل�ك� ر عمة� ل�ك� وأل�ملك� لأش| �ن� أل�حمذ وأل�ت ك�، أ9 ت� ك� ل�ن� ئ�� ر ك� لأش| ت� ك�، ل�ن� ت� .أل�لهم ل�ن�
9
Islam. Suatu umat yang disatukan dengan aqidah,syariat, akhlak, sikap, dan pemahaman.”29
Jadi, dilihat secara sosial, haji merupakan simbol
dari kolaborasi yang tertinggi yaitu suatu pertemuan
pada skala tertinggi, di mana seluruh umat Islam
sedunia melaksanakan langkah yang sama, dengan landasan
prinsip yang sama. Inilah lambang sinergi yang
terdahsyat, yaitu kesamaan langkah dan gerak yang
dilandasi oleh kesamaan prinsip di dalam suatu
organisasi raksasa ini. Inilah contoh ketangguhan
sosial yang sesungguhnya. Bahkan kolaborasi ini, tidak
hanya sinergi antara manusia dengan manusia, atau
antara negara dengan negara, tetapi juga antara manusia
dengan manusia di mana Allah berdiri di tengahnya
sebagai pemimpin segenap suara hati manusia yang
fitrah.30 Bahkan Said Hawwa menyebutnya sebagai satu
kesatuan politik.31
Haji dilaksanakan setiap tahun, berarti akan
terjadi pertemuan umat Islam setiap tahunnya dari
berbagai penjuru dunia. Maka dapat dikatakan bawah,
“Haji, ibadah yang memanifestasikan muktamar alam
Islami setiap tahun. Ia merupakan penggalangan ummatan
wahidah, ke arah pembentukan persepsi yang sama tentang
29 Ibid.30 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi
dan Spiritual ESQ Emotional Spiritual Quotient Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 RukunIslam, (Jakarta: Penerbit Arga, 2001), Cet. Ke-1, h. 262-263
31 Said Hawwa, loc.cit.
10
berbagai masalah yang dihadapi umat Islam.”32 Berikut
ini gambaran tentang haji yang memenuhi unsur-unsur
sebuah kegiatan mu’tamar seperti adanya panggilan
(undangan), perbekalan, waktu, tempat dan tujuan dari
mu’tamar itu sendiri, dan sebagainya.
3. Panggilan Haji
Agar kaum muslimin yang tinggal di berbagai
penjuru bumi, berkumpul di satu tempat secara
bersamaan, maka Allah memerintahkan Nabi Ibrahim as.
untuk memanggil (mengundang) mereka sebagaimana dalam
firman-Nya:
ن� 8�د ى وأ� 8�اس8 ف �ل�ت J8 أ حج� ل� Jا ؤك�� ن�"8 ي�� ا� الأ ن�� ح�" لى ر8 ل8 وع� ر ك� ام8 �� ي ن� ص 8 ئ�� ا� ن� ن�� ل8 م�8 ك� ج� � ف� ق� � ي م8 ﴿ ع�٢٧﴾
Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akandatang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap untayang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh. (QS. Al-Hajj: 27).33
“Suaraku tidak akan dapat terdengar oleh mereka ya Allah.”
“Yang penting serukan panggilan itu, Kami akan
memperdengarkannya.”
32 M. Yunan Yusuf, Silabus Studi Islam Konprehensif/Sistem Ajaran Islam,(Jakarta: Universitas Islam As-Syafi’iyah), h. 3
33 Departemen Agama dalam Achmad Luthfi Fathullah, loc.cit.
11
Maka berserulah Nabi Ibrahim as., “Wahai manusia
diwajibkan atas kalian ibadah haji ke “al-bait al-atiq”34, maka berhajilah!.”
Demikian dialog antara Allah dan Nabi Ibrahim
as.35
Janji Allah masih terbukti sejak zaman Nabi
Ibrahim hingga saat ini dan masa yang akan datang.
Manusia masih saja berbondong-bondong per ke Baitullah
dan Baitul Haram. Manusia rindu melihatnya dan bertawaf
mengelilinginya. Orang-orang kaya datang dengan
berbagai macam kendaraan. Orang-orang miskin datang
walaupun dengan berjalan kaki. Beribu-ribu orang
tersebut berasal dari seluruh penjuru bumi yang jauh
sebagai sambutan atas seruan Ibrahim sejak beribu-ribu
tahun yang lalu.36
Jadi, semua manusia (muslim) mendengar dan
mengetahui kewajiban memenuhi panggilan tersebut tanpa
terkecuali. “Ibadah haji sudah demikian populer di
34 Al-Bait Al-Atiq merupakan salah satu nama Ka’bah. KataKa’bah sendiri disebut dua kali dalam Al-Qur’an (Al-Maidah: 95 dan97) yang selanjutnya disebut Bait, Baiti, Al-Bait Al-Haram. Lihat: AliAudah, Nama dan Kata Dalam Al-Qur’an, Pembahasan dan Perbandingan, (Bogor:Litera Antar Nusa, 2011), Cet. Ke-1, h. 490
35 M. Quraish Shihab, Lentera Al-Qur’an Kisah dan Hikmah Kehidupan,(Bandung: Mizan, 2008), Cet. Ke-1, h. 163. Lihat Pula: As-Sayyidbin Husain Al-Afani, Ar-Riyadhi An-Nadhirah fi Faqhaili Al-Hajj wa Al-Umrah,(Kairo: Maktabah Ibn Taimiyah, 1414), Cet. Ke-1, h. 51. LihatPula: Imam Abu Al-Fida Ismail Ibn Katsir, Tafsir Ibnu Katsir¸dalamMaktabah Syamilah. Lihat pula: Tafsir At-Thabari, dalam MaktabahSyamilah.
36 Sayyid Quthub, Tafsir Fi Dzhilalail Qur’an, terjemahan oleh As’ad Yasindkk, (Jakarta: Gema Insani, 2004), Cet. Ke-1, Jil. Ke-8, h. 115
12
kalangan umat sehinga ia termasuk dalam kategori apa
yang dinamai ma’lumun min ad-din bi al-dharurah (pengetahuan
pada tingkat aksioma) sehingga tidak ada alasan yang
dapat dikemukakan untuk berkata, “saya tidak tahu.”37
Pemenuhan panggilaan Allah tersebut merupakan
kerinduan iman umat Islam untuk kembali dan bersimpuh
kepada Allah sang Maha Pencipta. Keinginan tersebut
menggebu dan merasa tak sempurna sebagai seorang muslim
bila belum berkunjung dan bersimpuh di rumah-Nya yang
suci yang dijadikan simbol tempat bertemunya dengan
Allah SWT. Haji termasuk dalam kategori ruju’ ikhtiari.
Maksudnya kembali kepada Allah dengan cara sukarela dan
senang hati. Beda dengan kematian yang merupakan ruju’
idhthirari yang bermakna kembali dengan cara terpaksa.38
Dari itu, dapat dikatakan bahwa haji merupakan
cara berangkat menuju kepada Allah dengan sukarela.
Pemenuhan panggilan haji merupakan latihan memenuhi
panggilan kematian secara senang hati (ridho). Ketika
seorang muslim melaksanan ibadah haji, ia meninggalkan
orang-orang yang dicintai, keluarga, pekerjaan,
tetangga, dan tanah air, pergi menuju Rumah Allah
(Baitullah). Dia meninggalkan orang-orang yang dicintai
demi mendapatkan cinta Allah di tanah suci dan37 M. Quraish Shihab, ibid.38 Pembagian ruju’ (kembali kepada Allah) ini dilakukan oleh
Ibn ‘Arabi dalam bukunya Al-Futuhat Al-Makkiyah yang dikutip olehJalaluddin Rahmat, Renungan-Renungan Sufistik Membuka Tirai Kegaiban,(Bandung: Mizan, 1998), Cet. Ke-7, h. 56-57
13
mendapatkan nikmatnya rihlah ruhiyah wa jasadiah (perjalanan
ruh dan jasad) menuju rumah Allah. Karena “Paling
nikmat perjalanan adalah menuju Allah SWT.”39
Kerelaan manusia memenuhi panggilan Allah
tersebut, tampak pada seruan yang diucapkan saat
setelah mengucapkan niat haji yang disebut dengan
tabliyah40, yakni:
ك� ك� وأل�مل � ة� ل عم � ذ وأل�ت ن� أل�حم ك�، أ9 � ت ك� ل�ن� � ك� ل ئ�� ر | ك� لأ ش � ت ك�، ل�ن� � ت ك� أل�لهم ل�ن� � ت ل�ن�
ك� ل�ك�. ئ�� ر لأش|
39 As-Sayyid bin Husain Al-Afaani, op.cit., h. 5740 Kata At-Talbiyah berasal dari kata Labb yang artinya berdiam
di suatu tempat. Dalam pengertian haji dan umrah berartimengerjakan haji dan umrah. Menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad,menyambung talbiyah dengan (niat) ihram hukumnya sunnah. ImamMalik memandang sebagai wajib. Menurut Imam Hanafi talbiyahmerupakan syarat haji. Maka barang siapa yang tidak menyambungtalbiyah dengan ihram, menurut dua pendapat terakhir, ia wajibmembayar dam (denda). Kata Labbaik artinya saya memenuhi panggilan-Mu dengan sungguh-sungguh. Ibnu Abdul Barri berkata: menurut parailmuan arti kata talbiyah adalah memenuhi panggilan Nabi Ibrahimketika beliau mengajak manusia menunaikan ibadah haji. Lihat:Syekh Hasan Ayub, op.cit., h. 41-42 dan 43. Lihat pula: As-Sayyid binHusain Al-Afaani, op.cit., h. 60-61
14
“Aku datang memenuhni panggilan-Mu Ya Allah, aku datang memenuhipanggilan-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutubagi-Mu, Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segalapuji, nikmat dan segenap kekuasaan adalah milik-Mu. Tidak ada sekutubagi-Mu.”41
4. Perbekalan Ibadah Haji
Sebagaimana penjelasan di atas, bahwa haji
merupakan undangan (panggilan) Allah ke manusia melalui
rasul-Nya, Nabi Ibrahim as. Bagi muslim yang akan
menunaikannya, Allah memberi pesan untuk membawa bekal.
Sesuai dengan firman-Nya:
دو و Vز ن� أوت�� ا89 �ر ف� ت� �أد8 خ �ل�ز Jوي أ ق� ل�ت� J8 أ ون� ق� �Eب Jى وأ ل8 ا� ب"8 ون�� ب" ل� لأ� J١٩٧﴿ أ﴾Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akalsehat! (QS. Al-Baqarah: 197).42
Berdasar ayat di atas, dua bekal yang mesti
dipersiapkan oleh seorang yang ingin menunaikan ibadah
haji, yakni bekal fisik dan bekal ruh. Dengan bekal
fisik menghindari orang tersebut dari meminta-minta
kepada manusia lainnya. Seperti diriwayatkan bahwa ada
sejumlah orang dari Yaman meninggalkan kampung
halamannya untuk menunaikan ibadah haji dengan tidak
berbekal apa-apa, seraya berkata, “Kami menunaikan
ibadah haji ke Baitulllah dan Dia tidak menyuruh kami41 Departemen Agama RI, op.cit., h. 51. Lihat pula: Syekh .Hasan
Ayub, loc.cit.42 Terjemahan Departemen Agama RI dalam Achmad Luthfi
Fathullah, loc.cit.
15
membawa makanan.” Setelah mereka sampai di tanah suci,
mereka akhirnya meminta-minta.43 Hal ini menurut Sayyid
Quthub44 sangat bertentangan dengan tabiat Islam yang
menyuruh membawa persiapan pada waktu hati sedang
menuju Allah SWT.45 Menurut Ibnu Abbas saat menafsirkan
ayat di atas mengatakan, “Berbekallah dari sebagian
dunia (kebutuhan) yang akan menghalangi dirimu dari
masalah.”46
Namun, Allah menekankan bahwa bekal ruh (rohani)
merupakan bekal paling baik yakni bekal takwa. Takwa
adalah nama bagi kumpulan simpul keagamaan yang
mencakup antara lain pengetahuan, ketabahan,
keikhlasan, kesadaran akan jati diri, serta persamaan
manusia dan kelemahannya di hadapan Allah SWT.47
Betapa pentingnya bekal yang kedua ini, karena
tanpanya, akan kosong dan tak berarti apa-apa amalan-
amalan ibadah haji yang penuh dengan simbol-simbol.
Bila dilihat lewat kacamata akal belaka tanpa iman dan43 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Widya
Cahaya, 2011), Jil. 1, h. 295. Lihat pula: Sayyid Quthub, op.cit., h.234.
44 Sayyid Quthub lahir di desa Musya wilayah provinsi AsyuthMesir Atas pada tahun 1906. Nama lengkapnya adalah Sayyid QuthubIbrahim Husain Syadzilli. Quthub bergabung dengan IkhwanulMuslimin pada tahun 1951. Dan merupakan salah satu tokoh IkhwanulMuslimin terkemuka. Pernah menjadi anggota Dewan Penasehat danditunjuk sebagai Ketua Bidang Dakwah. Lihat: A. Ilyas Ismail,Paradigma Dakwah Sayyid Quthub Rekontruksi Pemikiran Dakwah Harakah, (Jakarta:Penamadani, 2006), h. 41
45 Sayyid Quthub, loc.cit.46 Ibnu Abbas, Tafsir Ibnu Abbas, dalam Maktabah Syamilah47 M. Quraish Shihab, Lentera Al-Qur’an, op.cit., h. 167
16
takwa, bisa jadi timbul tanda tanya atau bahkan mungkin
tawa. Betapa tidak? – menurut Qurasih Shihab – Para
tamu (jamaah haji) diminta mengelilingi rumah, mondar-
mandir antara dua bukit, melempar tiang dengan batu-
batu kecil, mencium batu hitam, pakaian yang dikenakan
pria tidak boleh berjahit, alas kaki jangan menutup
mata kaki. bersisir, menggunting kuku, dan mencabut
bulu pun bila dilakukan akan terkena denda, lebih-lebih
lagi bercumbu, membunuh binatang, maupun mencabut
tumbuhan.48
Dengan akal yang didasarkan takwalah yang dapat
memaknai simbol-simbol tersebut sehingga dengan
penghayatan yang dalam akan mengantarkannya masuk ke
dalam lingkungan Ilahi. Ayat di atas diakhiri dengan
perintah kepada orang-orang yang berakal untuk
senantiasa bertakwa. Tampaknya, bahwa ibadah haji
memadukan antara unsur harta, jasad, akal dan hati.
Tanpa keterpaduan unsur-unsur tersebut, akan sulit
mendapatkan makna dari simbol-simbol ibadah haji.
Sebelum memerintahkan berbekal takwa dalam ayat
197 di atas, Allah telah memerintahkan untuk
menyempurnakan haji dan umrah demi karena Allah semata
(lihat surat Al-Baqarah: 196).49 Bahkan perintah
kewajiban ibadah haji pun di awal dengan kata lillahi.
48 Ibid., h. 166موأ أل�حج� وأل�عمره� ل�لة 49 ت�� عالى: وأ� ال أل�لة ب�� ف��
17
Yakni firman-Nya: لأ ت� ن� � ة س � طاع أل�ن ت� � ب� م�ن� أس ب� ن� � اس ح�ج� أل � ة ع�لى أل�ت .ول�ل(Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yakni
(bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.”50
Artinya, bahwa langkah awal untuk memperoleh dan
memelihara bekal adalah niat karena Allah SWT. dan
adanya keyakinan yang kuat bahwa semuanya kepunyaan
Allah termasuk diri jamaah haji itu sendiri. Disinilah
terbentuknya kepasrahan diri kepada Allah SWT. Ibadah
haji merupakan ibadah yang penuh pengorbanan, tanpa
keikhlasan dan kepasrahan karena Allah akan berat untuk
dilaksanakan. Seperti pengorbanan harta yang tidak
sedikit baik untuk keluarga yang tinggal maupun untuk
bekal di tanah suci, meninggalkan keluarga yang
dicintai serta pekerjaan yang dibanggakan, melakukan
perjalanan yang jauh yang tentunya banyak tantangan dan
kesulitan, melaksanakan ibadah yang berat dan
memerlukan kesabaran dan ketabahan dalam menjalaninya.
Keikhlasan dan Kepasrahan dalam perjalanan ibadah
haji telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim as. Haji
merupakan napak tilas perjalanan Nabi Ibrahim ke
Bakkah.51 Pada saat itu Nabi Ibrahim diperintahkan50 QS. Ali Imran: 97.51 Bakkah merupakan salah satu nama Makkah. Nama lama yang
sudah sangat tua. Dari segi kosakata, berarti ramai, berdesakan,berjejal-jejal, orang ramai berjejal-jejal, dalam mengerjakanshalat berdesakan laki-laki dan perempuan, di depan atau dibelakang satu sama lain. Dan ini hanya berlaku di Makkah, seolahdiberin nama Bakkah karena ramai berdesakan. Lihat: Ali Audah,op.cit., h. 411
18
Allah untuk membawa istri dan anaknya, Hajar dan
Ismail, ke wadi yang tidak ada tumbuhan (padang pasir).
Setelah sampai, dia harus meninggalkan istri dan
anaknya di tempat tersebut. Ini sebuah ujian keimanan
yang sangat dahsyat bagi seorang ayah yang mesti
meninggalkan istri dan anaknya di suatu tempat yang
tidak ada makanan dan minuman. Tergambar dalam doa Nabi
Ibrahim:
ا �ت ب�" ى ر 8� ºب ب�ب� أ89 ك س� ن� أ� ى م�8 8Tت ب« ر8 �ؤأد د ر8 ي�"8 ت� �ي غ 8�رع د �ذ ر �ت ك� ع�8 ت�8 ن م8 ئ�� محر ل� Jا أ �ت ب�" مو ر ن� ق�8 ت� أل�8لوه� ل�ص Jعل أ ج�" Jا �ذه� ف� 8 ـ� �ف� ن� أ� 8 اس8 م� �ل�ت Jي أ هو8 م ت�� ه8 ن� ل� هم أ89 ق�� �رر Jن� وأ 8 8 م� ت� مر ل�ن| Jهم أ عل ل�زون� ك س| ﴾٣٧﴿ ئ��
Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunankudi lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumahEngkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agarmereka melaksanakan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusiacenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan,mudah-mudahan mereka bersyukur. (QS. Ibrahim: 37).52
Perkataan Nabi Ibrahim, ghairi dzi zar’in رع) �ي� ر �ر د ت� � ,(غartinya tidak ada kemungkinan bercocok tanam padanya
dengan usaha manusia, tidak akan ditemukan rizki di
tempat ini kecuali pemberian Tuhan. Pemilihan tempat
ini (Makkah) bukan hasil usaha Ibrahim as., tetapi
merupakan ketentuan (beban) Ilahiyyah. Maha Suci Allah
yang memerintahkan pendirian bangunan Al-Bait Al-Muharram.
52 Terjemahan Departemen Agama dalam Achmad LuthfiFathullah, loc.cit.
19
Tempat itu merupakan pilihan Allah, bukan pilihan
Ibrahim as.53
Dengan kondisi tempat yang seperti itu, Nabi
Ibrahim mesti meninggalkan Isteri dan anak. Hajar, sang
Isteri, tidak tahu bahwa Nabi Ibrahim akan pulang dan
meninggalkannya, karena ini adalah perintah Allah SWT.
Sesampainya mereka di tempat tujuan, Nabi Ibrahim
memberikan mereka makanan dan sekantong air, lalu Nabi
Ibrahim meletakkan mereka Hajar dan anaknya yang masih
menyusui itu pun turun dari unta. Kemudian Ibrahim
pulang ke Palestina. Hajar tidak percaya. Dia berlari
di belakang Ibrahim dan berkata, “Hai Ibrahim, kepada
siapa kamu tinggalkan kami?” Nabi Ibrahim tidak
menjawab. “Kenapa kamu tidak menjawab, Ibrahim?” dia
tidak bisa menjawab. “Hai Ibrahim, kepada siapa kamu
tinggalkan kami?” Ibnu Abbas menceritakan kisah ini
dari Rasulullah SAW. Dia berkata, “Hajar terus bertanya
kepada Nabi Ibrahim berkali-kali, tetapi Nabi Ibrahim
as. tidak menjawabnya. ‘Ibrahim kepada siapa kamu
tinggalkan kami?’ teriak Hajar. Nabi Ibrahim tetap
tidak menjawab. Lalu Hajar berkata, ‘Hai Ibrahim,
apakah Allah yang menyuruhmu meninggalkan kami di sini?
Dia menganggukkan kepala, tanda Ya. Hajar kemudian
53 As-Sya’rawi, loc.cit., dalam Maktabah Syamilah
20
berkata, ‘Kalau begitu, Allah tidak akan menyia-nyiakan
kami.’”54
Dari kisah di atas, dapat ditarik benang merah
bahwa Nabi Ibrahim dan Hajar melakukan perintah Allah
tanpa pengetahuan tempat dan hikmah di balik perintah
dan kenapa Allah menempatkan mereka di tempat seperti
itu. Terdapat kepasrahan, ketaatan, keyakinan
bersumberkan keimanan kepada Allah SWT. Mereka sangat
taat dan pasrah tanpa tanya kepada Allah serta yakin
bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan mereka. Selama
itu perintah Tuhan, mereka tidak akan membantah
sedikitpun. Kehendak Allah lebih diutamakan daripada
kehendak sendiri. Bila kita perhatikan dialog terakhir,
‘Hai Ibrahim, apakah Allah yang menyuruhmu meninggalkan
kami di sini? Dia menganggukkan kepala tanda Ya. Hajar
kemudian berkata, ‘Kalau begitu, Allah tidak akan
menyia-nyiakan kami.’ Subhanallah! Inilah gambaran
puncak kepasrahan dan keyakinan akan pemeliharaan Allah
kepada manusia. Yakin Allah tidak akan menyia-nyiakan,
yakin Allah yang mengatur dan menentukan, dan yakin
Allah Maha Pemberi rizki bagi hambanya.
Seorang muslim yang menunaikan haji mesti
meneladani Nabi Ibrahim dan istrinya Hajar, saat mereka54 Amru Khalid, Qira’ah Jadidah wa Ru’yah fi Qishashi Al-Anbiya, terjemah
oleh Tim Embun Publishing, (Jakarta: Embun Publishing, 2007), Cet. Ke-1,h. 227. Lihat pula: Afif Abdul Fattah Thabbarah, Ma’a Al-Anbiya fi Al-Qur’an Al-Karim, terjemah oleh: Tamyiez Dery, (Semarang: PT. Karya Toha, tt),h. 182.
21
meninggalkan harta, keluarga dan negerinya menuju
Makkah dalam rangka memenuhi panggilan Allah SWT penuh
ketaatan, kepasrahan dan keyakinan yang merupakan
bagian dari takwa. Inilah bekal yang utama dan paling
baik.
5. Waktu, Tempat dan Arah Yang Sama.
Sebagai ajang pertemuan umat Islam sedunia, maka
Allah menetapkan waktu pelaksanaan ibadah haji. Sesuai
dengan firman-Nya:
ب� ..... علوم� هر م� ش�| أ� حج� ل� Jأ(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, (QS. Al-Baqarah: 197).55
Pada ayat di atas, Allah tidak menjelaskan bulan
apa saja haji dilaksanakan. Berbeda dengan ibadah puasa
yang Allah jelaskan bulannya.56 Karena, “haji sudah
dikenal di kalangan orang Arab sebelum Islam. Mereka
mengetahui bulan-bulan dan segala hal tentang haji.
Maka perintah (di atas) tidak membutuhkan penyebutan
nama-nama bulan yang khsusus tersebut. Dan bulan-bulan
yang diketahui tersebut adalah: Syawal, Dzulqa’dah dan
sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah berakhir dengan
wukuf di Arafat dan hari-hari di Mina.”57
55 Terjemah Departemen Agama dalam Achmad Luthfi Fathullah,loc.cit.
56 Lihat QS. Al-Baqarah: 18557 As’Sya’rawi, loc.cit. Maktabah Syamilah.
22
Dari itu, semua ulama sepakat bahwa semua rukun
haji itu wajib dilaksanakan pada bulan-bulan haji
tersebut.58 Waktu pelaksanaan haji – dalam ilmu manasik
– disebut dengan Miqat Zamani. “Allah SWT mengkhususkan
waktu tertentu untuk menurunkan rahmat padanya atas
hamba-hamba-Nya yang beriman seperti pengkhususan hari
Jum’at, Lailat Al-Qadr, waktu-waktu lain yan padanya
diterima segala doa. Begitu pula waktu haji yang Allah
kehendaki padanya turun Rahmat, diwajibkanlah haji
padanya, agar pahala menyebar dan manfaatnya sempurna.
Allah tidak menjadi bagi orang muslim dalam agamanya
ada kesulitan.”59
Kemudian, tempat pelaksanaan ibadah haji pun
ditentukan oleh Allah SWT. yakni kota suci Makkah60
yang padanya terdapat Baitullah.61 Pemilihan kota Makkah
dan peletakkan Baitullah di wadi yang sempit dikelilingi
gunung-gunung, tentu ada hikmah di baliknya. Sangat
menarik apa yang diungkap oleh Amru Khalid dalam
bukunya Qira’at Jadidah wa Ru’yah fi Qishashi Al-Anbiya, dia
mengatakan:
58 Syekh Hasan Ayub, op.cit., h. 3059 As-Syekh Ali Ahmad Al-Jarjawi, op.cit., h. 26860 Dalam Al-Qur’an Makkah disebut juga dengan Bakkah (Ali
Imran: 96), Ummul Qura (Al-An’am: 92), Al-Balad Al-Amin (Tin: 3).Makkah terletak di pedalaman bagian Barat Hijaz, sekitar 80 kmdari pelabuhan Jeddah di Laut Merah, di dasar Wadi Ibrahim yanggersang. Di tempat ini ada beberapa saluran pendek anak sungai.Lihat: Ali Audah, op.cit., h. 560
61 Lihat: QS. Ali Imran: 97
23
“Sesungguhnya Allah menghendaki kita salingberdekatan satu dengan yang lain, supaya kitabergandengan satu dengan yang lainnya. Tempat inimemang sempit. Kita dari berbagai etnis, tetapikita tidak bisa sendirian. Mungkin semua manusiaantara dirinya dan orang lain berbeda 20 meter.Seakan-akan Allah berkata, “Tidak, Aku tidak inginkalian seperti itu. Aku ingin kalian salingberdekatan. Aku akan memiliih satu tempat yangsangat sempit sehingga kalian tidak bisamelapangkan lagi tempat itu. Walaupun Masjid Al-Haram telah diperluas, ia tetap tidak cukup.Perluasan Haram tidak bisa ditambah dengan ukurantertentu.” Ketahuilah, Allah menghendaki semua ituagar umat Islam bersatu, menumbuhkan kecintaanyang besar di antara mereka. Orang fakir berpadudengan orang kaya, pemuda dengan orang tua, danyang putih dengan yang hitam. Menjadikan umatmelebur antara satu dengan yang lain.”62
Senada dengannya, ungkapan salah satu hikmah yang
diutarakan oleh As-Syekh Ali Ahmad Al-Jarjawi,
mengatakan: “Sesungguhnya tempat-tempat yang suci itu
merupakan bagian dari Jazirah Arab yang bebas dari
orang-orang non Islam sebagai bukti dari hadits Nabi
SAW, ‘tidak akan berkumpul dua agama di Jazirah Arab’. Maka
orang-orang muslim dalam hajinya, perkumpulannya, pergi
dan pulangnya tidak berpapasan dan berdesakan dengan
orang-orang non Islam. Dari itu, sangat dimungkinkan
antar umat Islam menyatukan urusan-urusan mereka, baik
urusan dunia maupun urusan agama.”63
62 Amru Khalid, op.cit., h. 22663 As-Syekh Ali Ahmad Al-Jarjawi, op.cit., h. 267
24
Setelah tempat yang sama, Allah menjadi Ka’bah
sebagai kiblat. Ka’bah merupakan simbol yang terletak
di dalam Masjid Al-Haram. Yang sebenarnya menjadi arah
kiblat adalah Masjid Al-Haram keseluruhannya. Hanya
kalau orang berada dalam Masjid itu maka arah
dipusatkan ke satu titik, yakni Ka’bah, sehingga tidak
terjadi kesimpangansiuran.64 Perintah kiblat ke arah
Masjid Al-Haram ditegaskan dalam ayat berikut:
ذ زي ف�� �ب" ت� ل ق� ك� ب�� ه8 ى وج�" 8�ماء8 ف ل�س Jك� أ �ت ن� 8 ول� �لي �ة� ف� ل ب" نها ق�� �� زض ول8 ت�� �ك� ف ه ر وج�" ط |� ش
ذ8 مسخ"8 ل� Jحرأم8 أ ل� Jب| أ ب� ا وح� م م� ت� �ن ؤ ك� ول� �م أف ك وه� رهۦ وج�" ط |� ن� ش ن� وأ89 ي�� 8 �ذ ل� Jؤ أ وي�� ب�ب" أأ� ك8 ل� Jأ
علمون� ت� ة ل� �Eن ق� أ� ح ل� Jن� أ م م�8 ه8 8 "Eت ا ر وم� هلل Jل أ 8�ق �ع ا ب�"8 م عملون� ع� ﴾١٤٤﴿ ب��Kami melihat wajahmu (Muhammad) sering menengadah ke langit, makaakan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau senangi. Makahadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja engkauberada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi Kitab (Taurat dan Injil) tahu, bahwa (pemindahankiblat) itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Dan Allah tidak lengahterhadap apa yang mereka kerjakan. (QS. Al-Baqarah: 144).65
Ka’bah - sebagai pusat arah - terbuat dari batu-
batuan kasar berwarna hitam yang disusun dengan pola
yang sangat sederhana dan celah-celahnya diisi dengan
kapur berwarna putih. Ka’bah hanyalah sebuah bangunan64 Ali Audah, op.cit., h. 49165 Terjemah Departemen Agama dalam Achmd Luthfi Fathullah,
loc.cit.
25
berbentuk kubus yang kosong, namun engkau bisa bergetar
dan terhenyak dengan apa yang engkau saksikan. Denga
melihat Ka’bah seperti itu maka akan mengingatkanmu
bahwa kehadiranmu ini adalah untuk menunaikan ibadah
haji. Ka’bah bukan tujuanmu, tapi hanya sekadar pedoman
arah. Ka’bah hanyalah rambu petunjuk jalan. Demikian
gambaran yang diberikan oleh Dr.Ali Syariati.66
Dari penjelasan itu, Ka’bah bagi umat Islam
dijadikan Allah sebagai arah yang dituju dan pada saat
yang sama ia adalah lambang bagi Tuhan itu sendiri,
sehingga pada saat menghadapi berbagai alternatif, maka
arah itu jelas atau Allah-lah yang menjadi tolok
ukurnya.67 Ka’bah menjadi tempat bertemunya Allah SWT,
Ibrahim as., Muhammad SAW dan umat manusia. Tiap
manusia yang hadir harus menghilangkan sifat-sifat
egosentris dan menjadi bagian dari ummah.68 Ini tidak
berarti bahwa segala perbedaan harus dihapus dan semua
kepentingan muapun kecenderungan harus dilebur dalam
satu wadah. Ketika shalat dilaksanakan, ada yang
berdiri di utara, selatan, timur atau barat, masing-
masing bebas memilih tempat berpijaknya selama masing-
masing mengarah ke Ka’bah.69
66 Ali Syariati, op.cit., h. 49 – 5067 M. Quraish Shihab, op.cit., h. 17468 Ali Syariati, loc.cit69 M. Quraish Shihab, loc.cit.
26
Jadi, kelirulah mereka yang memaksakan pendapatnya
agar dianut. Keliru pula yang memaksakan persatuan
dengan melebur perbedaan.70 Disinilah (ibadah haji)
membuktikan secara gamblang bahwa perbedaan adalah
rahmat. M. Quraish Shihab berpesan, “Kita harus
berbhineka, tetapi juga bertunggal ika, baik sebagai
bangsa maupun sebagai umat. Karena itulah yang
dilambangkan oleh Ka’bah adalah arah yang kita tuju
itu.”71
6. Ibadah Haji Penggemblengan dan Pelatihan
Haji adalah madrasah, demikian menurut Sa’id
Hawwa.72 Dengan istilah yang lain, haji adalah sebuah
‘training’ yang diberikan oleh Allah buat manusia,
bahkan di dalam unsur haji terletak sebuah ‘maha
training’ yang luar biasa.73
Disebut sebagai mandrasah karena dalam ibadah haji
terdapat penggemblengan yang mengantarkan manusia
muslim ke peringkat yang lebih tinggi. Dengan haji, ia
dapat belajar, berusaha sambil bersabar, selalu hidup
dalam suasana ibadah. Bersikap ramah dan kasih sayang
kepada sesama manusia, mengendalian emosi dan nafsunya,
memahami arti kebisingan dan kekerasan, memahami
hakikat ubudiyah kepada Allah. Berinfak fi sabilillah tanpa70 Ibid.71 Ibid.72 Sa’id Hawwa, loc.cit.73 Ary Ginanjar Agustian, op.cit., h. 264
27
imbalan, dan mengagungkan sesuatu yang diagungkan Allah
dan merendahkan sesuatu yang direndahkan Allah.74
Sedangkan dikatakan sebagai ‘maha training’, di
dalamnya terdapat unsur pelatihan prinsip yang didasari
pada suara hati (Asmaul Husna), serta praktek itu
sendiri yaitu Akhlakul Karimah. Di sinilah puncak pelatihan
ketangguhan pribadi dan ketangguhan sosial yang
sesungguhnya, bagi orang yang beriman dan berpikir.
Hasilnya adalah generasi manusia yang sungguh-sungguh
memiliki kualitas luar biasa,75 yakni manusia yang
memahami Islam dan mengamalkannya secara konprehensif.
Adapun materi, metode dan praktek yang
diajarkan76, dididik dan dilatihkan oleh Allah bagi
jamaah haji adalah sebagai berikut:
Sebelum dijalankan ibadah haji, Allah SWT telah
menetapkan aturan yang harus dijalankan dan diindahkan
selama prosesi haji yakni Akhlak dalam pergaulan sesama
“tamu”. Sesuai firman-Nya:
74 Sa’id Hawwa, op.cit., h. 30675 Ary Ginanjar Agustian, loc.cit.76 Dalam pelaksanaan haji, ada syarat, rukun dan wajib haji
yang harus dipenuhi. Syarat haji: Islam, Baligh, Aqil, Merdeka,dan Istitha’ah. Rukun haji adalah: Ihram, wukuf, thawaf ifadah,sa’i, tahalul, dan tertib. Wajib haji adalah: ihram, yakni niatberhaji dari miqat, mabit di muzdalifah, mabit di Mina, Melontarjamroh Ula, Wustha dan Aqabah, dan Thawaf Wada’. Rukun haji tidakdapat ditinggalkan. Apabila tidak dipenuhi, maka hajinya batal.Sedangkan wajib haji apabila dilanggar maka hajinya tetap sah,tetapi wajib membayar dam. Lihat: Departemen Agama RI, op.cit., h.19. Lihat Pula: Syekh Hasah Ayub, op.cit., h. 31
28
زض� ف��من� � ن� ف� ه8 ن� � ق� حج� ل� Jلأ أ �ب| ف� �وق� ولأ رق� س �ذأل ولأ ق� ى ح�"8 8�8 ف حج� ل� Jا أ علو وم� �ق ن� أب�� ر م�8 ت� �خعلمة ب�� هلل Jأ
Barangsiapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, makajanganlah dia berkata jorok (rafas), berbuat maksiat dan bertengkardalam (melakukan ibadah) haji. Segala yang baik yang kamu kerjakan,Allah mengetahuinya. (QS. Al-Baqarah: 197)
Dari ayat itu ada tiga hal yang mesti ditinggalkan
yakni rafas, fusuk dan jidal.77 Tiap diri jamaah harus menjaga
diri secara hati-hati, karena tiga hal tersebut bisa
terjadi tanpa disadari karena situasi dan kondisi yang
tidak bisa dihindari. Karena itu, dilanjutkan dengan
ayat yang menekankan kepada diri untuk menyadari bahwa
perbuatan baiknya sekecil apapun, pasti diketahui oleh
Allah SWT., begitu pula perbuatan buruknya, agar tiap
diri selalu waspada akan pengawasan Allah yang
mengetahui segalanya.
77 Rafas menurut makna aslinya ialah persetubuhan dan masalahini ada tiga macam, persetubuhan dengan lisan (mengelurkan kata-kata jorok kepada istri atau pun orang lain), melakukan sesuatukepada istri dengan tangan yang dianggap tidak sopan oleh khalayakramai, yang ketika sentuhan badan yakni melakukan persetubuhan.Fusuk arti aslinya kurang akal, orang yang terkena sifat ini gemarsekali mengeluarkan kata-kata tanpa difikir baik buruknya sehinggakeluar dari ketaatan kepada Allah (maksiat). Sedangkan Jidalartinya berbantah-bantahan yang melampoi batas sehingga berselisihpaham dan memisahkan serta memporakporandakan semangan dan tujuanibadah. Lihat: Said Hawwa, Al-Mustakhlas fi Tazkiayatin-Nafsi, terjemahan: SyedAhmad Semait, dkk, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, 1999), Cet.Ke-3, h. 164
29
Dimulai dengan ihram78 yang diawali dengan bersuci
jasadiyah (fisik) yakni mandi dan wudhu, lalu
menanggalkan pakaian biasa dan menggantinya dengan
pakaian ihram, dilanjutkan dengan shalat sunnah ihram
dua rakaat dan dimulailah ibadah haji dengan niat haji,
“Aku penuhi panggilan-Mu Ya Allah untuk berhaji.”79 sebagai awal
pembersihan ruhaniyah dari unsur-unsur duniawi.
Niat haji adalah sebuah visi dan motivasi80 yang
dibarengi amal sebagai realisasi yang disimbolkan
dengan menggunakan pakaian Ihram. “Tak dapat disangkal
bahwa pakaian menurut kenyataanya dan juga menurut Al-
Qur’an berfungsi sebagai pembeda antara seseorang atau
sekolompok dengan lainnya yang membawa kepada perbedaan
status sosial, ekonomi atau profesi. Pakaian juga dapat
memberi pengaruh psikologis kepada pemakainya.”81
“Di Miqat82 inilah, tidak peduli dari rasa atau
suku apapun, engkau harus mengangkat semua penutup yang
engkau kenakan dalam kehidupanmu sehari-hari di mana
engkau bagaikan: serigala (lambang kekejaman dan
78 Ihram adalah niat memulai mengerjakan ibadah haji/umrah.79 Urutan ini berdasarkan Departemen Agama RI, op.cit., h. 57.
Niatnya dalam bahasa Arab: ا ك� أل�لهم ح�خ" � ت ؤي�Eب� :atau bentuk niat lainnya ل�ن� �� يعالى ة ل�لة ب�� أل�حج� وأح�رم�ب� ن�"
80 Ary Ginanjar Agustian, op.cit., h. 26581 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, op.cit., h. 33582 Miqat yang dimaksud ialah Miqat Makany yaitu batas tempat
untuk mulai ihram haji atau umrah. Lihat: Departemen Agama RI,op.cit., h. 12
30
penindasan), tikus (lambang kelicikan), rubah (lambang
tipu daya), atau domba (lambang penghambaan).
Tinggalkan semua tutup ini di Miqat dan tampakkanlah
bentuk aslimu sebagai manusia, sebagai seorang Adam
karena akan begitulah engkau nanti kelak. ”83
Jadi, “Pakaian Ihram memiliki arti dari sisi
mentalitas pribadi dan hubungan sosial. Dari sisi
mentalitas, pakaian Ihram adalah simbol dari fitrah.
Ihram melambangkan kemerdekaan dan pembebasan dari
belenggu-belenggu. Seperti belenggu prasangka negative,
belenggu prinsip hidup selain dari Allah, belenggu yang
terbentuk dari pengalaman-pengalaman, belenggu
kepentingan, belenggu dari sudut pandang yang
subjektif, dan belenggu pembanding yang tidak
subjektif.”84
Pakaian Ihram bagaikan kain kapan yang terdiri
dari kain putih polos. Pakaian yang dikenakan sama
antara seluruh manusia yang berhaji. Di sinilah terjadi
keseragaman. Seorang manusia menjadi partikel dan
mengikuti massa, dan laksana menjadi setetes air yang
larut ke dalam samudra.85
Larangan dalam Ihram pun harus diperhatikan oleh
dhuyuf Ar-Rahman. Seperti, dilarang menggunakan wangi-
83 Ali Syariati, 84 Ary Ginanjar Agustian, op.cit.,h. 26685 Lebih jauh dan dalam lihat: Ali Syariati, op.cit., h. 32
31
wangian, bercumbu atau kawin dan berhias supaya setiap
peserta haji menyadai bahwa manusia bukan materi
semata-mata, bukan pula birahi, dan bahwa hiasan yang
dinilai Allah adan hiasan ruhani. Larangan menggunting
rambut dan kuku supaya masing-masing menyadari jati
dirinya dan menhadap kepada Allah sebgaimana adanya.86
Setelah Ihram di Miqat, para hujjaj bergerak menuju
Arafah87 untuk melakukan wukuf88. “Wukuf artinya
berhenti. Berhenti di sini artinya berhenti secara
fisik, namun bergerak kea rah netral, atau bergerak ke
arah fitrah.”89 Agar kembai ke fitrah (kesucian),
disunnahkan memperbanyak zikir, istighfar dan doa
kepada Allah SWT, karena hari Arafah adalah hari yang
mustajabah doa dan merupakan hari berlimpahruahnya
segala kebaikan, kebajikan dan kemurahan Allah yang
86 M. Qurasih Shihab, op.cit., h. 335-33687 Arafah adalah lembah yang berada di antara Muzdalifah dan
Thaif, luasnya memanjang dari padang Arafah ke gunung Arafahdikelilingi oleh lembah ngarai dan gunung-gunung berbatu yangmembentuk busur dari bagian Timur. Di ujung bagian Selatanterdapat sebuah jalan yang menuju Thaif. Di bagian ujung sebelahUtara dibatasi Jabal Rahmah, dan di ujung bagian Barat terdapatbatu karang menjulang tinggi yang dijadikan sebagai tempatberdirinya seorang khatib. Sedangkan pada hamparan daratan rendahdijadikan sebagai tempat shalat yang dikenal dengan sebutan masjidShakhat. Adapun jarak dari padang Arafah sampai kaki gunung JabalRahmah luasnya mencapai 1.500 M. Lihat: Syekh Hasan Ayub, op.cit., h.128
88 Wukuf ialah keberadaan diri seseorang di Arafah walaupunsejenak dalam waktu antara tergelincir matahari tanggal 9Dzulhijjah (hari Arafah) sampai terbit fajar hari Nahar tanggal 10Dzulhijjah. Lihat: Departemen Agama RI, loc.cit.
89 Ary Ginanjar Agustian, op.cit., h. 273
32
Maha Mulia.90 Pada hari inilah, Allah membanggakan
tamu-tamu-Nya di hadapan para Malaikat dan Allah
menebarkan ampunan-Nya sesuai hadits Nabi SAW:
ادي� " لى ع�ت روأ أ9 ã ط �ول ل�هم: أن� � ق ت� � ماء، ق� ل أل�س � ه ات� أ� �� ل ع�رف � ه ا� اهى� ن�" " ت ة ب� ن� أل�ل أ9ت"رأ. �ا غ عت| �ى� س�| اءوب� لأء ح�" ه�و�
“Sesungguhnya Allah membanggakan ahli Arafat di hadapan penduduklangit, sambil berkata, ‘lihatlah kepada hamba-hamba-Ku, merekadatang kepadaku dengan kondisi dekil dan berdebu.”91
Pada saat inilah, saat yang sangat tepat untuk
melakukan evaluasi. “Evaluasi pada saat wukuf adalah
pikiran bergerak mundur ke belakang, untuk melakukan
perbandingan antara idealisme fitrah dengan pola pikir
pada masa lalu, untuk menemukan kesejangan-kesenjangan
yang telah terjadi. Yakni berupa rasa bersalah, malu,
keraguan atau sebuah penyesalan. Penyesalan berarti
tanda kembali kepada Allah yang Maha Mengetahui
(taubat).”92 Setelah evaluasi diri dan bertaubat kepada
Allah, dilanjutkan dengan melakukan visualisasi.
“Visualisasi adalah suatu pembentukan visi yang luar
biasa karena dilakukan di padang Arafah. Visualsisasi
90 Syekh Hasan Ayub, op.cit., h. 13091 Shahih: HR. Ibn Hibban dalam Shahihnya dan
dimenshahihkannya. Hakim pada Al-Mustadrak. Dishahihkan oleh Albanidalam Shahih Al-Jami No. 1763
92 Ary Ginanjar Agustian, op.cit., h. 274
33
ini dilakukan setelah melakukan evaluasi, sehingga visi
yang dibangun di atas landasan fitrah yang kokoh.”93
Setelah melakukan pertaubatan dan pemantapan hati
untuk melakukan perbaikan di masa depan (evaluasi dan
visualisasi), “Di sinilah tiap ahlu Arafah menemukan
ma’rifah pengetahuan sejati tentang jati dirinya, akhir
perjalanan hidupnya, serta ia menyadari langkah-
langkahnya selama ini. Di sana pula seharusnya ia
menyadari betapa besar dan agung Allah yang kepada-Nya
bersembah seluruh makhluk, sebagaimana diperagakan
secara miniatur di padang tersebut. Kesadaran-kesadaran
inilah yang mengantarkannya di padang Arafah untuk
menjadi ‘arif (sadar) dan mengetahui.”94
Dari Arafah, para jamaah bergerak ke Muzdalifah95
untuk untuk melakukan Mabit96. Disini jamaah,
mengumpulkan senjata dalam menghadapi musuh utama yaitu
93 Ibid.94 M. Quriash Shihab, op.cit., h. 33795 Muzdalifah adalah dataran rendah yang memanjang dari
daerah Mahasir di bagian Barat sampai ke Mu’ziman di bagian Timur.Panjangnya mencapai 4 Km. Daerah ini disebut Muzdalifah karenajamaah haji datang ke sini pada malam hari. Kadang-kadang tempatini disebut juga dengan nama Jam’un, karena sebagai tempatberkumpulnya jamaah haji. Muzdalifah adalah bagian dari tanahsuci. Lihat: Syekh Hasan Ayub, op.cit., h. 147
96 Mabit: ialah bermalam/istirahat. Mabit terbagi dua: (1)Mabit di Muzdalifah tanggal 10 Dzulhijjah ialah bermalam diMuzdalifah setelah wukuf di Arafah. Ketentuan mabit di Muzdalifahadalah keberadaan jamaah dianggap sah walaupun sesaat setelahlewat tengah malam. (2) Mabit di Mina ialah bermalam di Mina dimalam hari tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah dalam rangka melaksanakanamalan haji. Lihat: Departemen Agama RI., op.cit., h. 13
34
setan. Batu dikumpulkan di tengah malam sebagai lambang
bahwa musuh tidak boleh mengetahui siasat dan senjata
kita. 97 Ali Syariat menuturkan, “Engkau harus
mengumpulkan senjata dalam gelap malam, namun diterangi
oleh ‘intuisi’ dan ‘perasaan’ yang suci dan dengan
pengetahuan yang engkau peroleh di Arafah. Tungguhlah
sepanjang malam, tunggulah sang matahari terbit dan
saksikanlah sang pagi yang bertabur cahaya, kemenangan
dan cinta di Mina.”98
Di Mina, para jamaah haji melakukan mabit dan juga
melontar Jamrah,99 “melampiaskan kebencian dan
kemarahan mereka masing-masing terhadap musuh yang
selama ini menjadi penyebab segala kegetiran yang
dialaminya.”100 Tiga setan yang terletak di sepanjang
jalan itu jaraknya satu sama lain kurang lebih seratus
meter. Masing-masing melambangkan ‘monumen’, ‘patung’,
atau ‘berhala’.101 Setelah menembak (melontar jamrah)
berhala terakhir, segeralah berkorban karena ketiga
97 M. Quraish Shihab, loc.cit.98 Ali Syariati, op.cit., h. 11299 Secara etimologis, jamrah dalam bentuk jamaknya adalah
jimar, artinya batu kecil yang dibuang atau dilemparkan. Lihat:Syekh Hasan Ayub, op.cit., h. 151. Sedangkan secara istilah: LontarJamrah ialah melontar dengan batu kerikil yang mengenai marma(Jamrah Ula, Wustha, dan Aqabah) dan batu kerikil masuk ke dalamlubang marma pada hari Nahr dan hari Tasyrik. Lihat: DepartemenAgama RI., loc.cit.
100 M. Quraish Shihab, loc.cit.101 Ali Syariati, op.cit., h. 141
35
berhala ini merupakan patung-patung trinitas dan simbol
dari tiga fase setan. Ali Syariati mengingatkan:
“Senantiasalah sadar akan niatmu dan janganmelupakan maknanya. Ritus-ritus haji ini jangansampai menyesatkanmu sehingga melupakan tujuanmusemula. Semua ritus ini merupakan ‘isyarat’, makahati-hatilah dalam melihat apa yang engkau harussaksikan, yang harus engkau pahami adalah makna-makna ritus haji tersebut, bukan formalitasnya.”102
Jadi, tujuan dari ini adalah memelihara dan
melindungi keimanan yang telah kita miliki dari tipu
daya setan, musuh kita. Yang kita lindungi adalah
prinsip tunggal yang bersemayam dalam dada kita, Laa
Ilahaa Illallah.
Ketika masih di Mina103, pada tanggal 10
Dzulhijjah, masuklah jamaah haji dan seluruh umat Islam
di dunia pada Hari Nahar atau yang dikenal dengan
sebutan Hari Raya Idul Adha Disebut hari nahar karena
pada hari itu dilaksanakannya penyembelihan hewan
Qurban, maka dari itu, hari ini disebut juga Hari Raya
Qurban. Ibadah Qurban berasal dari perintah Allah
kepada Nabi Ibrahim untuk mengorbankan, menyembelih
putranya, Ismail. Lihat surat As-Shaffat: 100 – 111.
102 Ibid.103 Sebenarnya, jamaah haji, setelah melakukan jamroh Aqabah
dan tahalul awal, dapat kembali ke Makkah untuk melaksanakanThawaf Ifadah dan Sai, setelah itu baru kembali ke Mina untukmenuntaskan jamrah pada tanggal 11, 12 dan atau 13 Dzulhijjah. Disini penulis mengikuti prosedur yang dijalankan oleh PemerintahIndonesia.
36
Perintah Allah ini merupakan ujian yang berat bagi
Ibrahim. Karena Ismail baginya bukanlah sekedar seorang
putra tetapi idaman hati dan pelipur lara di tengah
perjuangan hidupnya yang berat melawan penindasan
Namrud untuk menegakkan tauhid. Tetapi inilah ujian
yang sebenarnya; dan inilah jihad akbar. Jihad melawan
kemauan dan egoism diri yang justru lebih sering
menguasai manusia, sehingga manusia melupakan Tuhan dan
ajaran-ajaran-Nya yang dimaksudkan untuk meninggikan
harkat kemanusiaan itu sendiri.104
Nabi Ibrahim berhasil memenangkan pertarungan
melawan dirinya, dan Islmail dengan ikhlas siap
melakukan qurban sebagaimana yang dikehendaki Allah.
Tetapi Allah Maha Rahman, menggantikannya dengan seekor
kambing qibas. Keberhasilan Nabi Ibrahim dibalas oleh
Allah SWT dalam firman-Nya:
م ل لى س� م ع� ت� ه�8 ز ت�" ك�﴾ ١٠٩﴿ أ89 ل�8 �ذ 8ي ك� �ر ح" �ي ن� ن� 8�ت س8 مج ل� Jةۦ﴾ ١١٠﴿ أ �ن� ن� أ89 م�8ا �Eن اد8 ت" ي ن� ع�8 8�ت م�8 مو� ل� J١١١﴿ أ﴾
104 Azyumardi Azra, Menuju Masyarakat Madani Gagasan Fakta danTantangan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), Cet. Ke-1, h. 19-20
37
Selamat sejahtera bagi Ibrahim. Demikianlah Kami memberi balasankepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh, dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. (QS. As-Shaffat: 109-111).105
Dari kisah di atas, terdapat ketaatan, kepasrahan
dan keyakinan terhadap perintah Allah SWT. “Dia (Nabi
Ibrahim) melaksanakan perintah itu tanpa ada rasa takut
atau ragu sedikitpun. Begitulah Ibrahim, begitu pula
anaknya Ismail, dan begitu juga istrinya Hajar. Hajar
lebih bersabar daripada Nabi Ibrahim dan anaknya
Ismail, karena Hajar adalah ibunya Ismail dan ini
adalah sesuatu yang menakjubkan. Hajar pada saat itu
tunduk dan patuh kepada Allah. Kepasrahan seorang
wanita kepada Allah di saat seperti itu, pahalanya
sangatlah berlipat dan besar sekali daripada kepasrahan
seorang laki-laki.”106
Ibadah haji dan qurban adalah jihad bagi kaum
Muslimin untuk kembali ke esistensinya, Allah SWT.
Kembali kepada kesuciannya sekaligus menemukan kembali
makna kemanusiaannya yang universal. Manusia (umat
Islam) adalah bersaudara. Penuh kasih sayang dan
kerelaan berkurban, sejajar di hadapan Allah, apa pun
perbedaan yang ada di antara mereka.107 Pengorbanan yang
dilakukan, semuanya harus didasari ketakwaan, karena
yang sampai kepada Allah adalah ketakwaan bukan daging-
105 Terjemah Departemen Agama RI., dalam Achmad LuthfiFathullah, loc.cit.
106 Amru Khalid, op.cit., h. 260107 Azyumardi Azra, loc.cit.
38
dagingnya atau sesuatu yang dikurbankan. Jadi,
mengasihi, menyayangi dan rela berkurban harus karena
Allah SWT. Hal ini sesuai dengan firman-Nya:
ال لن� �ت ب�� هلل Jها أ وم� ح ا ولأ ل� ه� او� م� ن� د8 ك8 الة ول� �ت وي ب�� ق� ل�ت� Jم أ ك �ت م�8Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampaikepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu.(QS. Al-Hajj: 37).108
Setelah jamaah haji menyelesaikan jamrah Ula, Wustha
dan Aqabah pada tanggal 11, 12 Dzulhijjah bagi yang
mengambil Nafar109 Awal, maka sebelum terbenam matahari
pada tanggal 12 Dzhuhijjah, mereka sudah harus
meninggalkan Mina, sedangkan bagi yang ingin mengambil
Nafar Tsani, maka mereka masih mabit di Mina dan melakukan
jamrah kembali pada tanggal 13 Dzulhijjah, setelah itu
mereka kembali ke Makkah.
Nafar Tsani lebih utama dari nafar awal, karena
bertambahnya ibadah dan mengikuti perbuatan Nabi
Muhammad ketika melakukan nafar pada hari ketiga dari
hari Tasyrik.110 Keutamaan ini sesuai dengan firman
Allah SWT:
108 Terjemahan Departemen Agama RI., dalam Achmad LuthfiFathullah, loc.cit.
109 Nafar menurut bahasa artinya rombongan. Menurtu istilahadalah keberangkatan jamaah haji meninggalkan Mina pada haritasyrik. Lihat: Departemen Agama RI, op.cit., h. 15. Lihat pula:Seykh Hasan Ayub, op.cit., h. 163
110 Syekh Hasan Ayub, ibid.. Lihat pula: Jalaluddin As-Suyuti,Tafsir Al-Jalalain, dalam Achmad Luthfi Fathullah, loc.cit.
39
زو ك� �د Jأوأ هلل Jى أ 8�ام ف �Eن ف��من� أ� ت� عذود ل م� عخ" ى ب�� 8�8 ف ن� ي� ؤم� لأ ي�� �م ف� ث�| ة8 أ89 لن� ن� ع� ر وم� �ح� ا� ن��لأ �م ف� ث�| ة8 أ89 لن� 8 ع� من� ى ل�8 ق� �Eب Jو أ ق� �Eب Jأوأ هلل Jلمو أ ع� Jم أوأ ك �ن� ة8 أ� ن� ل� رون� أ89 ش| ج ﴾٢٠٣﴿ ن��
Dan berzikirlah kepada Allah pada hari yang telah ditentukan jumlahnya.Barangsiapa mempercepat (meninggalkan Mina) setelah dua hari, makatidak ada dosa baginya. Dan barangsiapa mengakhirkannya tidak adadosa (pula) baginya, (yakni) bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalahkepada Allah, dan ketahuilah bahwa kamu akan dikumpulkan-Nya. (QS.Al-Baqarah:; 203).111
Para ahli tafsir sepakat bahwa ayyam ma’dudat di
sini adalah hari tasyrik. Yakni tanggal 11, 12 da 13
Dzhulhijjah.112 Zikir (mengingat) Allah disertai niat
yang ikhlas pada tiga hari tersebut merupakan sesuatu
yang penting dalam ibadah haji. As-Sya’rawi menjelaskan
dalam tafsirnya:
“Firman Allah: Ayyamin ma’dudatin ( ذودأت� ام م�ع �� ن (أ�kemudian firman-Nya faman ta’azzala fi yaumaini fala itsma
alaihi ة) م ع�لن� ث�| لأ أ9 �ن� ف� ؤم�ي� �� ى ي �ل ف " عخ menunjukkan bahwa kalimat (ف��من� ب��ayyam (ام ن�� bermakna Jama’ (banyak) yakni lebih dari (أ�dua hari (tiga hari). Tetapi Allah SWT menjadikanpelaksanaan dua hari senilai dengan pelaksanaantiga hari. Jika kamu mempercepat dua hari, tidakada dosa bagimu, dan siapa yang menunda sampaitiga juga tidak ada dosa pula baginya. Kenapa bisa
111 Terjemah Departemen Agama RI dalam Achmad LuthfiFathullah, loc.cit.
112 Lihat: Tafsir Ibn Katsir, Tafsir Jalalain, Tafsir As-Sya’rawi. Berkata IbnuAbbas: Ayyam Ma’dudat adalah hari-hari Tasyrik.
40
begitu? Karena permasalahan utamanya bukan pada“masa” akan tetapi pada penghadiran “niatpenghambaan” (niah ta’abbudiyyah). Dari itu Allah
menlanjutkan dengan ى ق� ,(limanittaqa) ل�من� أب�� makahendaknya kamu tidak menghubungkan perbuatandengan lama waktunya, tetapi dengan keikhlasanniat dan takwa di dalamnya.”113
Kemudian, bergeraklah “tentara-tentara” Allah yang
telah memerangi musuh-musuhnya di Jamarat dengan
diiringi zikir yang tiada henti selama dua atau tiga
hari di Mina menuju Makkah untuk melakukan Rukun Haji
yang tersisa yakni Thawaf 114 Ifadah dan Sa’i115 di Masjid
Al-Haram.
Tawaf dimulai dengan mencium hajar aswad, bila
tidak bisa dilakukan cukuplah dengan memiringkan badan
menghadapnya sambil melambaikan tangan dan mengecupnya,113 Syekh As-Sya’rawi, Tafsir As-Sya’rawi, dalam Maktabah Syamilah.114 Tawaf ialah mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 (tujuh) kali,
dimana Ka’bah selalu berada di sebelah kirinya dimulai dan diakhiri pada arah sejajar dari Hajar Aswad. Tawaf ada 4 (empat)macam yaitu: tawaf rukun, tawaf qudum, tawaf wada’ dan tawafsunah. Tawaf rukun terbagi dua: tawaf rukun haji disebut puladengan tawaf ifadah atau tawaf ziarah dan tawaf rukun umrah. Tawafqudum merupakan penghormatan kepada Baitullah. Tawaf Qudum tidaktermasuk rukun atau wajib haji. Tawaf Sunah adalah tawaf yangdapat dikerjakan pada setiap kesempatan dan tidak diikuti dengansa’i. dan Tawaf Wada’ merupakan penghormatan akhir kepadaBaitullah. Waktu pelaksanaanya ialah setelah ada ketentuan daripetugas untuk meninggalkan Makkah. Lebih lanjut lihat: DepartemenAgama RI., op.cit., h. 39 – 40. Perintah bertawaf dalam Al-Qur’an
terdapat pada Surat Al-Hajj: 29: ق� ي� ب� أل�عت� ب� ال�ن� وأ ن�" �طوف ول�ت�115 Sa’i ialah berjalan dari bukit Safa ke bukit Marwah dan
sebaliknya sebanyak 7 (tujuh) kali yang dimulai dari bukit Safadan berakhir di bukit Marwah. Perjalanan dari bukit Safa ke bukitMarwa atau sebaliknya masing-masing dihitung 1 (satu) kali. Lihat:Departemen Agama RI, op.cit., h. 12
41
bila tidak memungkinkan pula cukup dengan menolehkan
kepala kepadanya diikuti dengan lambaian tangan dan
kecupan sambil mengucap bismillahi Allahu Akbar.
“Melambangkan apakah batu ini? Kata Ali Syariati. Ia
melambangkan tangan (tangan kanan). Tangan siapa?
Tangan kanan Allah!”116 Ini berarti, tawaf dimulai
dengan perjanjian kesetiaan kepada Allah SWT. Syariat
mengatakan, “….engkau harus berjabat tangan dengan
Allah yang mengulurkan tangan kanan-Nya, dengan cara
demikian engkau bersumpah untuk menjadi sekutu Allah.
Engkau akan bebas dari seluruh perjanjian sebelumnya;
engkau tidak akan lagi menjadi sekutu dari kaum
penguasa, hipokrit (munafik), kepala suku, raja-raja di
bumi ini, kaum aristokrat Quraisy, para tuan tanah,
ataupun uang.”117
Setelah bersumpah setia kepada Allah, dimulailah
putaran tawaf, ketika itulah, “setiap orang bergerak
mengelilingi Ka’bah secara bersamaan dan gerakkannya
bagaikan satu kelompok manusia yang tidak ada
identifikasi individual yang membedakan laki-laki dan
perempuan ataupun kulit hitam dan kulit putih. Gerakan
116 Ali Syariati, op.cit., h. 63. Perlu penulis jelaskan bahwa
hal ini sesuai dengan hadits Nabi SAW: �صاج�ف رض� ن�� ى ألأ� �ل ف ن� أل�لة ع�ر� وح�" مي� س�ود ت�� أل�حح"ر ألأ�اه �� ح ل أ� "� ج أل�زح � اف� ص ا ن�� ة ك�م � لق � ا ح� ه ,Hajar Aswad itu adalah sumpahan Allah di atas muka bumi ini) ت�"Dia menjabat tangan dengannya semua makhluk-Nya sebagaimana seseorang laki-lakimenjabat tangan saudaranya.) HR. Al-Hakim.
117 Ibid.
42
ini merupakan proses transformasi seorang manusia
menjadi totalitas umat dengan tujuan mendekati Allah
SWT.”118
Dari itu, dapat dikatakan bahwa, “untuk mendekati
Allah engkau harus dulu mendekati manusia.”119 Lebih
jauh dijelaskan oleh Syariati:
“Untuk mencapai kesalehan engkau harus benar-benar terlibat dalam berbagai problem manusia,jangan seperti seorang rahib yang mengisolasi diridi dalam biara. Tetapi aktiflah terjun ke‘lapangan’ melakukan kedermawanan, ketaatan danmengorbankan kepentingan diri sendiri, menderitadalam tahanan dan pengasingan, menahan rasa sakitsiksaan dan menghadapi berbagai macam bahaya.Beginilah caranya engkau bersama umat manusiasebagai arena untuk engkau dapat mendekati Allah.Nabi Muhammad saw. bersabda: “setiap agamamempunyai jalan hidup kebiaraannya sendiri, dandalam Islam maka jalan hidup itu adalah jihad.”120
Patut ditekankan bahwa selama bertawaf dan berbaur
dengan manusia, maka harus tetap menjadikan Ka’bah
sebagi pusat putaran, tidak boleh melenceng sedikipun,
dan berputar tujuh kali dengan putaran ke arah kiri
diiringi dengan zikir, tasbih, tahmid, tahlil, dan
takbir serta untaian doa tiada putus selama putaran
masih bergerak pada porosnya. Ini berarti, bahwa selama
masuk dalam ‘problem’ manusia, seseorang harus tetap
118 Ibid., h. 58. Penulis melakukan ringkasan tanpa mengurangimakna.
119 Ibid.120 Ibid.
43
berpegang teguh kepada Allah SWT. dengan upaya tiada
henti selama tujuh hari yang diiringi dengan selalu
ingat kepada-Nya yang terungkap melalui pensucian,
pujian, pengakuan keesaan-Nya dan pengagungan-Nya serta
permohonan atas harapan masa depan. Ka’bah menjadi
pusat putaran, karena “Ka’bah adalah suatu visualisasi
prinsip. Prinsip hanya berpegang kepada Allah Yang Maha
Esa. Hal itu tidak hanya diwujudkan dalam perkataan,
atau disimpan dalam batin saja, tetapi harus
diaplikasikan secara total. Tawaf adalah perwujudan
dari langkah tersebut. Inilah pelatihan integritas yang
sesungguhnya.”121
Dengan mengelilingi pusat yang sama, yakni Ka’bah,
terkesan manusia melebur menjadi satu dan larut dalam
pusaran dan masuk dalam hadirat ilahi atau dalam
istilah kaum sufi, al-fana’ fi Allah, yang akan menimbulkan
kesadaran tujuan hidup manusia.122
Akhirnya berakhirlah putaran tersebut di sisi
hajar aswad, berakhir dimana anda memulai. Dilanjutkan
dengan berhenti di Multazam123 untuk melakukan doa
sepenuh hati karena ini adalah tempat yang mustajabah.
121 Ary Ginanjar Agustian, op.cit., h. 268122 M. Quraish Shihab, op.cit., h. 336-337. Paragraph ini
merupakan ringkasan dari beberapa paragraph tanpa mengurangimakna.
123 Multazam adalah bagian bangunan Ka’bah yang terletakantara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah. Lihat: Syekh Hasan Ayub,op.cit., h. 114
44
Setelah itu shalat sunah dua rakaat di belakang Maqam
Ibrahim124 dan berdoa setelahnya.125 Tentunya ada makna
dibalik perintah shalat di belakang maqam Ibrahim. Amru
Khalid mengatakan, “Tujuannya ialah supaya Anda merasa
bahwa Anda berhubungan dengan Nabi Ibrahim, supaya Anda
merasa bahwa Anda mempunyai hubungan erat dengan
peradaban ini. Inilah peradaban Anda dan inilah
keluhuran Islam. Peradaban Anda merujuk kepada para
nabi terdahulu. Peradaban kita adalah perbadaban para
Nabi.”126
Setelah menyadari tujuan hidup dengan berprinsip
hanya kepada Allah SWT dalam keadaan apapun dan
tumbuhnya perasaan satu peradaban dengan para Nabi,
dimulailah Sa’i yang merupakan napak tilas perjuangan
mencari air seorang hamba wanita yang hidup sendiri
tanpa didampingi suami di tanah yang gersang dan tandus
yakni Siti Hajar. Ia berjalan dan berlari-lari kecil
bolak-balik berkali-kali antara bukit Shafa dan bukit
Marwa. Jerih payah dan kepasrahan serta keyakinan bahwa
Allah tidak akan menyia-nyiakannya membuahkan hasil,
terpancarnya air zamzam127 di kaki anaknya, Ismail, yang124 Maqam Ibrahim: sebongkah batu yang di atasnya ada bekas
tapak kaki Ibrahim. Di atas batu itulah Ibrahim berdiri danmeletakkan batu pertama Ka’bah (Hajar Aswad). Ia berdiri di atasbatu tersebut untuk membangun Ka’bah. Lihat: Ali Syariati, op.cit.,h. 69. Lihat pula: Amru Khalid, op.cit., h. 236
125 Lihat: QS. Al-Baqarah: 125126 Amru Khalid, loc.cit.127 Air Zamzam merupakan buah pertama yang Allah berikan
kepada kekasih-Nya, Ibrahim as atas doanya dalam QS. Ibrahim: 37.
45
secara logika, adanya ketidakmungkinan air keluar di
padang pasar yang gersang dan tandus itu, kalau bukan
anugerah dan karunia Allah bagi hamba-Nya yang taat dan
patuh pada-Nya.
Sungguh dasyat kesulitan yang dialami Siti Hajar
dan sungguh nikmat tiada tara saat usaha dibalas
karunia yang tak terduga. Darinya tentu, sungguh besar
makna yang terkandung dalam ibadah Sa’i yang dilakukan
jamaah haji. “Inilah teladan yang harus diambil oleh
orang-orang yang melakukan Sa’i, sebuah contoh
konsistensi (upaya yang tiada kenal henti) dan
persistensi (ketetapan hati – upaya tiada kenal lelah)
dalam rangka menjalankan misi Tuhan sebagai rahmatan lil
‘alamin.”128
Di samping itu, sa’i menggambarkan pula bahwa
tugas manusia adalah berupaya semaksimal mungkin. Hasil
usaha pasti akan diperoleh, baik melalui usahanya
maupun melalui anugerah Allah, seperti yang dialami
oleh Hajar a.s. bersama putranya, Ismail, dengan
ditemukannya air zamzam. Demikian menurut Shihab.129
Dan merupakan tanda-tanda kekuasan Allah. Imam Qurthubi berkata:Di antara tanda-tanda kekuasan Allah yang nyata di Baitullahadalah Hajar Aswad, al-Hathim, serta memancarnya air zam-zamkarena hentakan tumit Jibril as dan bahwa meminumnya dapatmenyembuhkan penyakit dan menjadi makanan bagi tubuh sehinggamencukupi dari air dan makanan. Lihat: Muhyidin Abdul Hami, AlijNafsaka bi Ma’ Zamzam, terjemah: Abu Muhsin, (Jakarta: Pustaka Inner,1994), h. 10.
128 Ary Ginanjar Agustian, op.cit., h. 270129 M. Quraish Shihab, loc.cit.
46
Sa’i dilakukan tujuh kali berjalan bolak-balik,
dimulai dari Shafat dan berakhir di Marwa. Kata
Syariati, “Tujuh adalah angka simbolis yang
melambangkan bahwa seluruh kehidupanmu senantiasa
menuju Marwah.”130 Siapapun yang ingin menggapai hidup
harus dengan usaha yang dimulai dengan ‘kesucian dan
ketegaran’ (Shafa131) yang dilakukan dengan konsistensi
dan persistensi serta upaya secara maksimal dengan
tujuan mencapai tingkat ‘ideal manusia, sikap
menghargai, bermurah hati, dan memaafkan orang lain’
(Marwa132).
Diakhiri prosesi Sa’i di Marwa dengan memotong
rambut yang disebut dengan Tahalul. Dengan ini, seseorang
yang selama ihram harus mengindahkan larangan-larangan
ihram, maka setelah ini dia dihalalkan (dibolehkan)
melakukan perbuatan yang sebelumnya dilarang selama
berihram. Jadilah dia seorang manusia yang menyadari
diri, mengenali (ma’rifah) Tuhan-nya, kembali kepada
kesucian diri yang berorientasi pada Ilahi dalam
menjalani tugas khalifahnya di muka bumi yang dilakukan
dengan konsistensi dan persistensi secara maksimal
tiada henti sepanjang hari tanpa putus asa bahkan penuh130 Ali Syariati, op.cit., h. 85131 Shafat secara harfiah bermakna: kesucian dan ketegaran.
Lihat Al-Qurtubhi dalam Tafsirnya sebagaimana dikutip oleh M.Quraish Shihab, loc.cit.
132 Marwa berarti: ideal manusia, rasa hormat, kedermawanan,dan sikap memaafkan orang lain, ini menurut Ali Syairati, loc.cit.Lihat pula: M. Quraish Shihab, loc.cit.
47
ketegaran hati untuk menjadi manusia ideal yang
memberikan kontribusi kepada manusia dengan sikap
menghargai, bermurah hati dan mau memaafkan orang lain.
Semuanya itu merupakan cara mencari ridho Ilahi Rabbi agar
dapat memasuki surganya yang indah tak terbayangi
sebagai ganjaran atas ibadah haji.
7. Mu’tamar Yang Mengharmonikan Perbedaan
Manusia yang akan menunaikan ibadah haji, datang
dari penjuru dunia yang jauh.133 Mereka dari berbagai
kabilah dan suku bangsa yang beraneka ragam.134 Dengan
demikian, tentunya masing-masing membawa budaya, etika,
dan karakteristik yang berbeda antar satu dengan
lainnya. Di samping itu pun, terdapat perbedaan
pendapat dalam pemahaman ajaran agama. Karena,
“perbedaan pendapat dalam segala aspek kehidupan
merupakan satu fenomena yang telah lahir dan akan
berkelanjutan sepanjang sejarah kemanusiaan. Tidak
terkecuali pada umat Islam.”135
Perbedaan yang terjadi di kalangan umat Islam,
sudah terjadi sejak masa Rasulullah SAW walaupun tidak
meruncing, karena Rasulullah langsung memberikan
keputusan-keputusan yang diterima oleh para sahabatnya.
Namun, tidak jarang Rasulullah membenarkan pihak-pihak
133 Lihat: QS. Al-Hajj: 27134 Lihat: QS. Al-Hujurat: 13135 M. Quraish Shihab, “membumikan” Al-Qur’an, op.cit., h. 362
48
yang berbeda dalam masalah-masalah agama. Sepeninggalan
Rasulullah mulailah terjadi perbedaan dan mulai
menonjol pada abad kedua Hijri. Perbedaan-perbedaan itu
dan semacamnya, kemudian berkembang dan menjadikan umat
Islam berkelompok-kelompok. Lalu muncul Asy’ariyah,
Maturidiyah, Mu’tazilah, dan Mazhab-Mazhab Fiqhiyyah
seperti Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i,
Imam Ahmad bin Hambal, dan lain sebagainya.
Dengan kondisi umat Islam yang seperti itulah,
ibadah haji mempertemukan perbedaan-perbedaan itu
berkumpul menjadi satu dalam satu wadah (tempat) yakni
di Makkah yang terletak di wadi (lembah) yang sempit
yang memiliki nama kuno Bakkah yang berarti berjejal
atau berdesak-desakan dalam waktu bersamaan dengan satu
arah yakni Ka’bah yang memberi kebebasan untuk
menghadap dari arah manapun yang penting mengarah
kepada satu titik yakni Ka’bah yang merupakan Baitullah
yang bermakna Rumah Allah.
Sebuah harmoni yang begitu indah. Aneka perbedaan
suku bangsa dan pemahaman agama bertemu dalam satu
titik yang menghilangkan fanatisme kelompok dan bangsa.
Tidak ada perselisihan, pertentangan, perkelahian,
pembenaran pendapat, dan pemaksaan pemikiran, semuanya
hanya tertuju kepada pemilik rumah yakni Allah SWT. Si
miskin duduk bersimpuh di samping si kaya, pejabat
melepas baju jabatannya, penguasa berpakaian sama
49
dengan rakyatnya, tidak ada khushushiyah bagi siapapun
di hadapan Allah, seluruhnya pasrah dan tunduk kepada
tuan rumah yakni Allah SWT. Yusuf Qardhawi mengatakan:
Dari sini marilah kita belajar. Dari muktamarIslam antar bangsa yang tidak diundang oleh raja,presiden, ataupun gubernur. Ini seruan Allah.Allah mewajibkan ibadah ini sekali seumur hidup,untuk mengeluarkan manusia dari ruang lingkupnasional ke puncak internasional, untuk mengikatseluruh persaan dan pekerjaan umat Islam yangberasal dari Timur dan Barat. Dari perisitiwa inijuga diharapkan agar para ulama dan cendekiawanmampu memberi solusi dan mendapatkan manfaat untukmenyatukan kalimat umat Islam dalam petunjukilahi, menunjuk hati mereka ke dalam ketakwaan,dan membawa mereka menuju kebaikan seluruh kaummuslimin. Mengajak para ulama dan cendekiawanuntuk menghalangi segala bentuk fanatisme danpanggilan kaum sekuler yang bertujuan memecah-belah umat Islam yang satu, mengoyak-ngoyakkeberadaannya, dan mengubahnya menjadi umat yangterpecah-pecah, yang tidak peduli antara satukelompok dengan kelompok lain.136
Harmonisasi perbedaan yang bertemu dalam satu
tempat pertemuan, tentunya dapat dimanfaatkan untuk
penggalangan ummatan wahidah, ke arah pembentukan
pesepsi yang sama tentang berbagai masalah yang
dihadapi oleh ummat Islam, khususnya ke arah
penaggulangan keterbelakangan ummat. Hal ini telah
diisyaratkan Al-Qur’an tentang manfaat ibadah haji itu
sendiri, dalam firman Allah:
136 Yusuf Qardhawi, op.cit., h. 349-350
50
هذو ش| ي� 8 ع أل� 8�ق �ت هم م� ....ل�Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka….(QS. Al-Hajj: 28).137
Menurut Ibnu Abbas, “Manfaat (ع �اف� � itu meliputi (م�تdunia dan akhirat. Manfaat akhirat adalah doa dan
ibadah sedangkan manfaat dunia adalah keuntungan dan
perdagangan.”138 Mahmud Syaltut, menyebut dimensi-
dimensi ipoleksosbud sebagai kandungan makna ‘manfaat’.
Pada waktu hajilah, kata Syaltut, bertemu para pemikir
dan ilmuwan, ahli-ahli pendidikan dan kebudayaan, para
negarwan dan ahli pemerintahan, ahli-ahli ekonomi, para
ulama, dan juga para ahli militer kaum Muslim. Inilah
konferensi umat manusia yang terbesar.139
Dari itu, dapat dikatakan bahwa musim haji bukan
hanya untuk zikir dan doa saja, namun dibolehkan untuk
melakukan transaksi perdagangan dan mencari keuntungan
duniawi. Hal ini pernah dialami oleh masyarakat Islam
di zaman Nabi yang merasa berdosa bila melakukan
perdagangan saat musim haji. Sebagaimana diriwayatkan
oleh Ibnu Abbas, “orang-orang merasa takut melakukan jual beli
dan berdagang pada musim dan waktu haji, mereka mengatakan, ‘itu
137 Terjemahan Departemen Agama RI., dalam Achmad LuthfiFathullah, loc.cit.
138 Ibnu Abbas, Tafsir Ibnu Abbas, dalam Maktabah Syamilah. Lihatpula: Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, dalam Maktabah Syamilah.
139 Jalaluddin Rahmat, op.cit., h. 61
51
adalah hari-hari untuk berzikir.’ Lalu Allah menurunkan ayat, ‘Tidak ada
dosa bagimu untuk mencari karunia dari Tuhanmu.”140 Sudah
sepatunya, momen ibadah haji ini dapat dijadikan untuk
menjalin hubungan ekonomi dan bisnis antara negara-
negara muslim atau para pengusah-pengusaha muslim untuk
pengembangan ekonomi ummat Islam yang masih
terbelakang.
Di samping itu, masa musim haji pun dapat
dipertemukan unsur-unsur politik untuk menyatukan
persepsi kerbersamaan dan kesatuan umat Islam sedunia
serta untuk menunjukkan kekuatan serta kekompakan umat
Islam kepada dunia. Hal ini telah dicontohkan oleh
Rasulullah SWT saat melaksanakan haji untuk pertama
kali pada tahun keenam hijriyah. Di mana haji pertama
itu dihalangi oleh kaum kafir Quraisy yang akhirnya
lahirlah perjanjian Hudaybiyah. “Perjanjian Hudaybiyah
adalah suatu perjanjian yang dilakukan oleh Rasulullah
SAW dengan orang-orang Musyrik Mekkah. Hal itu terjadi
ketika Rasulullah SAW dan para sahabat beliau tidak
dibolehkan memasuki Mekkah untuk melaksanakan haji.
Mereka dicegah oleh pihak Musyrik Makkah dengan
menandatangani suatu perjanjian yang secara material
pasal-pasal perjanjian itu merugikan kaum Muslimin.”141 140 H.R. Imam Abi Dawud, Maktabah Syamilah. Ayat Qur’an :
Surat Al-Baqarah: 198.141 M. Yunan Yusuf, Sulhu Hudaibiyah dalam Perspektif Dakwah,
http://yunan yusuf.com/sulhu-hudaibiyah-dalam-perspektif-dakwah/#more-41, Jakarta, 14
52
Dari satu sisi, perjanjian tersebut mengangkat
posisi dan kesetaraan antara komunitas Qurasy dan
komunitas kaum Muslimin walaupun dari sisi lain
merugikan umat Islam. Sebagaimana dijelaskan oleh Prof.
Dr. M. Yunan Yusuf 142:
“Perjanjian Hudaybiyah memang peristiwa yangmemperlihatkan posisi Rasulullah dan para sahabatberada pada situasi yang terpojok. Posisi tersebutdidesak kepada suatu sudut yang harusmenandatangani perjanjian dengan penuihketerpaksaan. Dari situasi ini memang terlihatbahwa Islam sduah dikalahkan secara formal, karenaharus mengakui semua simbol-simbol kepercayaanmusytik Quraisy. Namun bila dilihat dari sudutsubstansial, justru dengan perjanjian Hudaybiyahtersebut berbagai posisi dan keseteraaan antarakomunitas Qurasy dan komunitas kaum Muslimin dibawah pimpinan Rasulullah SAW, menjadi sama.Melalui perjanjian itu pula pengakuan atasritual-ritual ibadah Islam diakui. Poin yangterpenting dari itu adalah dimunculkannnya suasana
Nop 2010 h. 1142 Nama Lengkapnya: Muhammad Yunan Yusuf. Lahir di Pasar
Sorkam Tapanuli Tengah Sumatera Utara pada 19 Januari 1949.Setelah menamatkan Sekolah Rakyat (Pagi) dan Madrasah Ibtidaiyah)sore pada tahun 1963 di Sibolga, ia meneruskan pendidikan kePendidikan Guru Agama Pertama (PGAP) Muhammadiyah di Sibolgasampai tamat tahun 1967. Kemudian ia hijrah ke PadangpanjangSumatera Barat meneruskan studi pada Kullliyatul MuballighinMuhammadiyah, yang ia selesaikan pada tahun 1969, sembarimengikuti ujian Pendidikan Guru Agama Atas (PGAA) Negeri BukitTinggi (Ijazah 1970). Sekarang ini sebagai Guru Besar FakultasIlmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UniversitasMuhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Universitas Muhammadiyah Jakarta,dan Universitas Islam As-Syafi’iyah. Sumber: M. Yunan Yusuf, TafsirJuz ‘Amma As-Sirajul Wahhaj, Terang Cahaya Juz Amma, (Jakarta: Penamadain danAzzahra, 2010), Cet. Ke-1
53
damai, dimana dakwah Islam dapat berjalan secarakondusif.”143
Posisi dan kesetaraan dalam komunitas Arab serta
pengakuan atas ritual-ritual ibadah Islam merupakan
suatu poin penting dalam perpolitikan umat Islam saat
itu. Maka satu tahun kemudian, sesuai dengan
perjanjian, dimana Rasulullah serta sahabatnya berhak
untuk melaksanakan ibadah haji, merupakan kesempatan
bagi Rasulullah untuk menunjukkan kekompakan dan
kekuatan semacam show of force umat Islam di hadapan kaum
kafir Quraisy. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas
bahwa, “Nabi berlari-lari kecil (pada tiga putaran
pertama dari tujuh putaran mengelilingi Ka’bah) karena,
ketika itu ada yang mengisukan bahwa Muhammad dan
pengikutnya dalam keadaan payah dan lemah (setelah
melakukan perjalan jauh dari Madinah ke Makkah). Maka
orang musyrik yang ada di Makkah mengintip untuk
menyaksikan kebenaran isu tersebut. Kemudian, Nabi dan
sahabat-sahabatnya berlari-lari kecil dalam rangka
menangkal itu.”144
Ternyata show of force yang ditunjukkan Rasulullah
pada haji qadha tersebut berdampak politik yang besar,
karena satu tahun kemudian, Rasulullah beserta
143 M. Yunan Yusuf, Sulhu Hudaibiyah dalam Perspektif Dakwah,op.cit., h.7
144 M. Quraish Shihab, Lentera Al-Qur’an Kisah dan Hikmah Kehidupan,op.cit., h. 171-172.
54
pengikutnya berhasil menaklukkan Makkah tanpa
perlawanan berarti. Pada tahun 10 Hijri, Rasulullah
melakukan ibadah haji akbar yang dikenal dengan Haji
Wada’ (Haji perpisahan). Saat di Arafah, Nabi pun
berkhutbah yang isinya sama sekali tidak berkenaan
dengan ibadah ritual, namun berisikan sosial
kemasyarakatan dan nilai-nilai kemanusian yang intinya
menekankan pada: persamaan, keharusan memelihara jiwa,
harta, dan kehormatan orang lain, serta larangan
melakukan penindasan atau pemerasan terhadap kaum lemah
baik di bidang ekonomi maupun bidang-bidang lain. Jadi,
khutbah Nabi berkenaan dengan persoalan politik,
ekonomi, dan sosial.145
Demikianlah terlihat ada saja tujuan-tujuan non
ibadah murni yang disampaikan dan diperagakan Nabi saw.
ketika melaksanakan ibadah haji dan yang dianjurkan
untuk diteladani oleh umatnya.146
8. Tujuan Akhir Ibadah Haji
Tujuan akhir dari ibadah haji adalah haji mabrur
yang bila dicapai oleh seorang jamaah haji, maka dia
patut menjadi ahli surga, sesuai dengan sabda Nabi
SAW.:
145 Jalaluddin Rahmat, op.cit., h. 59 – 60 dan M. Quraish Shihab,Membumikan Al-Qur’an, op.cit., h. 334. Disini penulis melakukan perpaduandengan penyesuaian redaksi dari dua buku terbut
146 M. Quraish Shihab, Lentera Al-Qur’an Kisah dan Hikmah Kehidupan,loc.cit.
55
Tة Vن لأ أل�ج" أء أ9 �ر س لة ح�" أل�حج� أل�مت"رور ل�ي�“Haji Mabrur tidak ada balasan baginya kecuali Surga.” (HR.Bukhari)147
Haji mabrur adalah haji yang berhasil mencampakkan
sifat-sifat hewaniah dan menyerap sifat-sifat rabbaniyah
(ketuhanan).148 Dengan kata lain, Haji mabrur ditandai
dengan berbekasnya makna simbol-simbol amalan yang
dilaksanakan di Tanah Suci, sehingga makna-makan
tersebut terwujud dalam bentuk sikap dan tingkah laku
sehari-hari.149
Untuk lebih memahami makna haji mabrur, cukup
menarik dialog Ali Zainal Abidin150 – seorang sufi besar
dari keluarga Nabi SAW. – ketika bertanya kepada Asy-
147 Shahih Bukhari No. Hadits: 1773 dalam Maktabah Syamilah148 Jalaluddin Rahmat, op.cit., h. 65149 M. Quraish Shihab, op.cit., h. 178150 Beliau adalah Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Hussein bin
Ali bin Abi Thalib (semoga Allah meridhoi mereka semua). Beliaudijuluki dengan julukan Abal Hasan atau Abal Husain. Beliau jugadijuluki dengan As-Sajjad (orang yang ahli sujud). Beliaudilahirkan di kota Madinah pada tahun 33 H, atau dalam riwayatlain ada yang mengatakan 38 H. Beliau adalah termasuk generasitabi'in. Lihat: http://darwisymutiara –sunnisufi dan ahlulbait. blogspot.com /2010/07/ biografi -al-imam -ali-zainal-abidin-ra.html. Dicopy pada: 12 Juli 2013
56
Syibli151 yang baru kembali dari menunaikan ibadah haji,
sebagaimana berikut ini:
“Ketika engkau sampai di miqat danmenanggalkan pakaian berjahit, apakah engkauberniat meninggalkan juga pakaian kemaksiatan danmulai menggunakan pakaian ketaatan? Apakah engkaujuga tanggalkan riya (suka pamer), kemunafikan, dansyubhat? Ketika engkau berihram, apakah engkaubertekad mengharamkan atas dirimu semua yangdiharamkan oleh Allah? Ketika engkau menujuMakkah, apakah engkau berniat untuk berjalanmenuju Allah? Ketika engkau memasuki masjidilharam, apakah engkau berniat untuk menghormatihak-hak orang lain dan tidak akan menggunjingkansesama umat Islam? Ketika engkau sa’i, apakahengkau merasa sedang lari menuju Tuhan di antaracemas dan harap? Ketika engkau wukuf di Arafah,apakah engkau merasakan bahwa Allah mengetahuisegala kejahatan yang kau sembunyikan dalamhatimu? Ketika engkau berangkat ke Mina, apakahengkau bertekad untuk tidak mengganggu orang laindengan lidahm, tangamu, dan hatimu? Dan ketikaengkau melempar jumrah, apakah engkau berniatmemerangi Iblis selama sisa hidupmu?
Ketika untuk semua pertanyaan itu, As-Syiblimenjawab “tidak”, Ali Zainal Abidin mengeluh,“ah…., engkau belum ke miqat, belum ihram, belum
151 Nama aslinya adalah Abu Bakar bin Dulaf ibnu Juhdar Asy-Syibly. Nama Asy-Syibli dinisbatkan kepadanya karena ia dibesarkandi Kota Syibli di wilayah Khurasan, Persia. Ia dilahirkan pada 247H di Baghdad atau Samarra dari keluarga yang cukup terhormat.Mendapat pendidikan di lingkungan yang taat beragama danberkecukupan harta, ia berkembang menjadi seorang yang cerdas.Asy-Syibli hidup hingga usia 87 tahun dan wafat pada tahun 334 Hdimakamkan di Baghdad. Lihat:http://rafystech.blogspot.com/2011/05/syekh-abu-bakar-asy-syibly.html. Dicopy: 12 Juli 2013
57
thawaf, belum sa’i , belum wukuf, dan belum kemina.”152
Ringkasnya, salah satu tanda seseorang itu
mendapatkan haji mabrur bahwa “amalnya sesudah ibadah
haji lebih baik dari amalnya sebelum ibadah haji.”153
Artinya, dari beberapa segi dimensi ajaran Islam,
seperti Aqidah, Ibadah, Akhlak dan Muamalah, dalam diri
seorang muslim yang telah menunaikan ibadah haji akan
mengalami perubahan yang lebih baik menuju kepada
pengamalan ajaran Islam secara konprehensif (kaafah).
9. HAJI MABRUR DALAM DIMENSI AJARAN ISLAM YANG
KONPREHENSIF
1. Dimensi Aqidah
Orang yang mendapatkan haji mabrur, ia menjadi
manusia yang penuh kepasrahan total kepada Allah. Dia
meyakini bahwa dirinya, keluarganya dan hartanya serta
jabatanya merupakan milik Allah yang diamanahkan pada
dirinya. Seperti saat ia pergi haji dengan mengeluarkan
hartanya sebagai bekal bagi dirinya dan keluarganya
yang ditinggal, lalu memasrahakn dirinya, keluarganya,
hartanya dan jabatannya yang ditinggal kepada Allah,
karena pergi haji merupakan pemenuhan panggilan Allah
152 Jalaluddin Rahmat, op.cit., h. 180. Lihat pula:http://tijaniyah lenteng agung. blogspot.com/2011/12/dialog-spiritual-haji-seorang- sufi.html dicopy pada: 12 Juli 2013
153 Muhammad Shalahuddin Al-Mastawi, Fi Riyadhi As-Sunnah: Al-Hajj Al-
Mabrur Yuhdimu Ma Qablahu, http://www.mestaoui.com/ -أل�حج� �اض �Eى-رن �lang=ar? ف
58
yang bisa jadi menemui ajalnya di tanah suci. Disinilah
proses yang menumbuhkan kepasrahan kepada Allah dan
bahwa segalanya adalah milik-Nya. Sebagaimana pasrahnya
Nabi Ibrahim as meninggalkan istrinya, Sarah di
Palestina, menuju suatu tempat bersama istri keduanya
Hajar dan anaknya Ismail. Di lembah yang gersang tak
ada tumbuhan, Istri dan anaknya harus dia tinggalkan,
dan Hajar pun pasrah atas perintah Allah. Semua mereka
jalani dengan kepasrahan dan keyakinan bahwa Allah-lah
yang memiliki segalanya dan yakin pula pasti Dia tidak
akan menyia-nyiakannya.
Seorang yang mencapai haji mabrur pun selalu
memulai kegiatannya dengan meniatkan karena Allah
(lillahi) dan diakhir kegiatannya pun selalu menyudahinya
dengan mengingat Allah dan mengembalikan segalanya
kepada Allah.
Di samping itu, hajj mabrur merupakan manusia yang
bertakwa karena takwa merupakan bekal yang mesti dibawa
di samping materi. Tingkatan takwa yang tersebut
dicapai pada saat melaksanakan ibadah puasa.154 Kalau
dirunut, tingkatan orang yang akan berpuasa adalah
orang yang beriman. Setelah ibadah puasa mencapai
tingkatan takwa. Dengan bekal takwa inilah, para jamaah
haji menjalani proses ibadah haji hingga mencapai
derajat ma’rifah. Sebagaimana telah dibahas terdahulu,154 LIhat surat Al-Baqarah ayat 183
59
salah satu rukun haji adalah wukuf di arafah. “Di
sinilah tiap ahlu Arafah menemukan ma’rifah pengetahuan
sejati tentang jati dirinya, akhir perjalanan hidupnya,
serta ia menyadari langkah-langkahnya selama ini. Di
sana pula seharusnya ia menyadari betapa besar dan
agung Allah yang kepada-Nya bersembah seluruh makhluk,
sebagaimana diperagakan secara miniatur di padang
tersebut. Kesadaran-kesadaran inilah yang
mengantarkannya di padang Arafah untuk menjadi ‘arif
(sadar) dan mengetahui.”155 Dr. Muhammad Said Ramadhan
Al-Buthi berkata, “seorang ‘arif adalah orang yang dengan
tauhid, keyakinan, tawakal, dan sikap pasrahnya kepada
Allah sampai kepada tingkatan ketika kehendaknya lenyap
dan terlipat dalam kehendak Allah, seluruh sebab di
hadapannya larut di bawah kekuasaan Allah, serta
seluruh alam indrawinya lenyap dalam kilau penyaksian
Allah.”156
2. Dimensi Ibadah
Ibadah orang yang telah menjalani proses ibadah
haji mengalami peningkatan karena keyakinan dan
kepasrahannya bertambah setelah ditempa dengan berbagai
ujian dan rintangan selama ibadah haji. Sehingga
pengenalan terhadap dirinya makin kuat yang berefek
155 M. Quriash Shihab, op.cit., h. 337156 Ibnu ‘Athaillah, Tajul Arus Al-Hawi li Tahdzib al-Nufus, Terjemah oleh:
Fauzi Faisal Bahresy, (Jakarta: Zaman, 2013), Cet. Ke-1, 386
60
kepada pengenalan kepada Tuhannya semakin benar sesuai
dengan hadits Nabi:
ة ذ ع�رف� رن�" ق� �شة ف� �ق �م�ن� ع�رف� ب�“Siapa yang mengenal dirinya, maka dia telah mengenal Tuhan-nya.”157
Ma’rifah kepada Allah yang tertanam dalam hatinya
menumbuhkan keikhlasan dalam ibadah kepada Allah karena
dia sangat yakin bahwa Allah benar-benar mengetahui
segala aktivitas dirinya di mana pun dia berada,
walaupun dia tidak dapat melihat Allah SWT. Keikhlasan
yang bersumberkan ma’rifah menyebabkan kebagusan dalam
pelaksanaan ibadah. Dan ini sesuai dengan konsep ihsan
sebagaimana jawaban Rasulullah saat ditanya oleh
Malaikat Jibril tentang Ihsan dalam haditsnya yang
cukup panjang :
زأك�� ة ت�� �ن� ا89 �زأه ف� ن� ت�� ك Tم ن� ن� ل� ا89 �زأه ف� ك� ت�� �ئ� ا� ك� ذ أهلل عت" ن� ب�� أ�
157 “Sesungguhnya hadits ini bukan hadits shahih. Imam Nawawiditanya dalam kitab Fatwanya bahwa hadits ini bukan termasuk yangtsabit. Sedangkan menurut Ibnu Taimiyah, ini termasuk haditsmaudhu’dan berkata Zarkasyi dalam Ahadits Musytahirah bahwa ibnuSam’an menyatakan bahwa ini merupakan perkataan Yahya bin Muaz Ar-Raazi.” Lihat:http://library.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?idfrom=565&idto=565&bk_no=130&ID=260
61
“Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, jika kamu tidakdapat melihatnya, maka (yakinlah) bahwa Dia melihatmu.”158
Berdasarkan hal itu, ketika seorang yang telah
menunaikan ibadah haji mendirikan shalat, dia
melaksanakannya dengan kekhusu’an. Dia shalat dengan
keyakinan Allah melihat dan menilai kualitas shalatnya
dan yakin bahwa saat dia shalat dia sedang menemui
(menghadap) Tuhan-nya yang pada akhirnya akan kembali
kepada-Nya untuk dipertanggungjawabkan. Sesuai dengan
firman Allah SWT:
و �ي ت� ع8 ت� � س Jر8 أوأ ت" ل�ص Jا لوه�8 ن�"8 ل�ص Jها وأ �ت� ره� وأ89 ت� ث�8 ك أ ل� ل لى أ89 ن� ع� ي� ع8 8| س �ج ل� J٤٥﴿ أ﴾
ن� ي�� 8 �ذ ل� Jون� أ �ي ãظ هم ن�� �ت� و أ� ق� ل م أم� ه8 8 "Eت هم ر �ت� ة8 وأ� ن� ل� عون� أ89 ج�"8 ﴾٤٦﴿ ر“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Dan(salat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (yaitu)mereka yang yakin, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwamereka akan kembali kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 45-46).159
Di samping kekhusu’an dalam ibadah shalat, dia pun
menginfakkan harta yang dimilikinya dengan keikhlasan
yang penuh keyakinan bahwa harta yang dimilikinya
merupakan pemberian dari Allah yang terdapat padanya
hak orang lain. Keikhlasannya timbul dari ma’rifah-nya
158 Shahih Bukhari No. 4777, Shahih Muslim No. 102, Sunan AbiDaud No. 4697, Sunan At-Tirmidzi No. 2610, Sunan Nasa’i No. 4990,Sunan Ibnu Majah No. 63, Maktabah Syamilah.
159 Terjemah Departemen Agama dalam Ahmad Luthfi Fathullah,loc.cit.
62
kepada Allah bahwa Allah Maha Pemberi dan Maha Memiliki
apa yang dimiliki oleh makhluknya sehingga dengan
kepasrahan dan kerelaan dia mau berbagi dan memberi
hartanya kepada orang lain yang berhak atasnya. Dengan
renungan pengenalan dirinya di Arafah, dia menyadari
sepenuhnya bahwa segala yang dia infakkan akan
mendapatkan balasan berlipat ganda dari Allah SWT
sesuai dengan janji-Nya dalam Al-Qur’an:
ل ت| ن� م� ي�� 8 �ذ ل� Jون� أ ق� 8�ق �ت هم ب�� ل� و م� ى أ� 8�ل8 ف ت� ن�8 8 س� هلل Jل8 أ مت| ةT ك� ن" ب� ح� ن� ب" ع ئ��أ� ت" ل س� ائ�"8 �ت ى س� 8�ل8 ف ك� لة� ب" ة� ب�س� ن�� 8 ةT ام� ن" ح� هلل Jوأ �ف ع8 �ض من� ن�� اء ل�8 س| ئ�� هلل Jع وأ س�8 م و ت� ل8 ﴾٢٦١﴿ ع�
Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah sepertisebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai adaseratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, danAllah Mahaluas, Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 261).
Saat melaksanakan ibadah puasapun, orang yang
berhaji mabrur mengalami peningkatan rasa keimanan dan
kesungguhan dalam beribadah puasa, karena ma’rfah-nya
kepada Allah semakin kuat sehingga saat berpuasa rasa
kedekatannya dengan-Nya semakin terasa. Dia berpuasa
tidak sekedar menahan rasa haus dan lapar belaka, namun
dia pun berpuasa secara jiwa dan raga. Dia sangat
merasa bahwa Allah benar-benar mengawasi dan mengetahui
kualitas puasanya. Sebagaimana diketahui bahwa Allah-
lah yang membalas secara langsung pahala puasa, karena
63
ibadah puasa adalah milik-Nya. Sesuai dengan hadits
qudsi:
ة8 8ي� ن�"8 �ر ح�" ا أ� �Eن ى� وأ� ة ل8 �ن� ا89 �ام ف� ت� ص8 لأ أل� 8 أدم لة أ89 ن� مل8 أي�" ل ع� ك�“Semua amal anak Adam adalah miliknya kecuali puasa makasesunggunya puasa adalah milikku dan akulah yang membalasnya.”(HR. Bukhari).160
3. Dimensi Akhlak
Dari segi akhlak, seorang yang telah menunaikan
ibadah haji pun mengalamai perubahan positif.
Sebagaimana secara akidah meningkat pada tingkat ma’rifat
maka itu pun berefek pada realita kehidupan keseharian
dengan masyarakat sekitarnya. Hidupnya lebih bersahaja,
lebih sering melalukan instropeksi diri sebagaimana dia
lakukan saat wukuf di Arafah, lebih banyak melihat
kekurangan dirinya dan menghitung-hitung dosanya
dibandingkan melihat dan mencari kekurangan orang lain,
dia menyakini bahwa keberuntungan hanya bagi orang yang
sibuk dengan aib-nya sendiri sesuai dengan hadits Nabi:
اس8 �وت"8 أل�ت ي� ن� ع� ة ع� ون�" ي� ة ع� لن� �ع من� س�| ى ل�8 "Eب و ط�“Sungguh beruntung bagi siapa yang disibukkan oleh dosa-dosanyasendiri dari dosa-dosa orang lain.”
Seorang penyair mengatakan:
160 Shahih Bukhari No. 1904 dalam Maktabah Syamilah
64
ى �ق ت� �ذ8 أح� ة8 ف�� ن� 8�ح� ى� أ� 8�ا ف ت" ت ز ع� ك� Vذ �Eن ة و "Eن و ي� سى ع� Vي ن� ئ�� 8 أ� سان� �ئ� ن� ألأ89 ج م�8 ي� ت�8 ***ف��
“Kejelekan dari seorang manusia adalah melupakan aib-aibnya *** tetapimengingat aib pada saudaranya yang tersembunyi.”161
Hal tersebut tumbuh karena kearifan (ma’rifah)
telah menghiasi dirinya. Seorang yang dirinya telah
dihiasi oleh kearifan menurut Ibnu Sina, “…maka Anda
akan menemukan orang itu selalu gembira, banyak senyum
karena hatinya telah gembira sejak ia mengenal-Nya. di
mana-mana ia melihat satu saja, melihat Yang Mahasuci
itu. Semua makhluk dipandangnya sama (karena memang
semua sama, sama membutuhkan-Nya). Ia tidak akan
mengintip-ngintip kelemahan atau mencari-cari kesalahan
orang. Ia tidak akan cepat tersinggung walau melihat
yang mungkar sekalipun. Karena jiwanya selalu diliputi
oleh rahmat dan kasih sayang.”162
4. Dimensi Muamalah
Pengertian muamalah pada mulanya memiliki cakupan
yang luas, seba-gaimana dirumuskan oleh Muhammad Yusuf
Musa , yaitu Peraturan-peraturan Allah yang harus
diikuti dan dita’ati dalam hidup bermasyarakat untuk
menjaga kepentingan manusia. Namun belakangan ini
pengertian muamalah lebih banyak dipahami sebagai
aturan-aturan Allah yang mengatur hubungan manusia
161 http://forum.hawaaworld.com/showthread.php?t=3716221162 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, op.cit., h. 337
65
dengan manusia dalam memperoleh dan mengembangkan harta
benda atau lebih tepatnya dapa dikaakan sebagai aturan
Islam tentang kegiatan ekonomi yang dilakukan
manusia.163 Sedangkan Fiqih Muamalah adalah pengetahuan
tentang kegiatan atau transaksi yang berdasarkan hukum-
hukum syariat, mengenai perilaku manusia dalam
kehidupannya yang diperoleh dari dalil-dalil Islam
secara rinci. Ruang lingkup fiqih muamalah adalh
seluruh kegiatan muamalah manusia berdasarkan hokum-
hukum Islam yang berupa peraturan-peraturan yang berisi
perintah atau larangan seperti wajib, sunnah, haram,
makruh dan mubah. Hukum-hukum fiqih terdiri dari hukum-
hukum yang menyangkut urusan ibadah dalam kaitannya
dengan hubungan vertical antara manusia dengan Allah
dan hubungan manusia dengan manusia lainnya.164 Dari
pengertian tersebut, ruang lingkup fiqh muamalah
mencakup segala aspek kehidupan manusia, seperti
sosial, ekonomi, politik hukum dan sebagainya.
Bila diperhatikan secara mendalam, ibadah haji
tampaknya lebih ditekankan pada dimensi muamalah,
karena dalam waktu bersamaan dalam satu tempat
dikumpulkan umat Islam dari berbagai penjuru dunia
menjadi satu agar saling mengenal dan menyatukan visi
dan misi perjuangan Islam. Sebagaimana telah dibahas di
163 M. Yatimin Abdullah, MA, Studi Islam Kontemporer, (Jakarta:Amzah, tt), Cet I, hal. 157
164 Ibid., hal. 160
66
atas, menurut Said Hawwa, haji adalah manifestasi
prinsip-prinsip Islam. Manifestasi ukhuwah Islamiyah, di
mana manusia merasakan secara nyata bahwa ia adalah
saudara bagi setiap manusia di dunia. Manisfestasi
persamaan antar berbagai bangsa dan suku. Haji adalah
manifestasi dari firman Allah: وأ �ارف ع ت� ل ل�8 8 ائ�� ب" ا وق�� عون�" |� م س ك عل dan…) وج�"
kami jadian kamu berbangsa dan bersuku agar kamu saling
mengenal…).165 Di dalam haji terwujud ta’aruf akbar antar
bangsa-bangsa di dunia.166 Yusuf Qardhawi167 dalam
menjelaskan tentang tujuan disyariatkannya ibadah haji,
mengatakan, “tujuannya justru mengumpulkan umat Islam
pada waktu tertentu, tempat tertentu, dan pada
pekerjaan tertentu pula, dengan pakaian yang satu,
dengan tujuan yang satu, dan dengan seruan yang satu.168
165 QS. Al-Hujurat: 13. Terjemahan Departemen Agama dalam:Achmad Luthfi Fathullah, loc.cit.
166 Said Hawwa, ibid.167 Yusuf Qardhawi lahir pada 9 September 1926 di sebuah desa
kecil di Mesir bernama Shafth Turaab di tengah Delta Sungai Nil,pada usia 10 tahun, ia sudah hafal al-Qur'an. Menamatkanpendidikan di Ma'had Thantha dan Ma'had Tsanawi, Qardhawi terusmelanjutkan ke Universitas al-Azhar, Fakultas Ushuluddin. Danlulus tahun 1952. Tapi gelar doktornya baru ia peroleh pada tahun1972 dengan disertasi "Zakat dan Dampaknya Dalam PenanggulanganKemiskinan", yang kemudian disempurnakan menjadi Fiqh Zakat.Sebuah buku yang sangat komprehensif membahas persoalan zakatdengan nuansa modern. Sumber:http://id.wikipedia.org/wiki/Yusuf_al-Qaradawi
168 Yusuf Qardhawi, Miatu Sual’ani Al-Hajj wa Al-Umrah, (Jakarta:Embun Publising, 2007), Cet. Ke-1, h. 347. Seruan yang satu yaitu:
ك� ل�ك� ئ�� ر عمة� ل�ك� وأل�ملك� لأش| �ن� أل�حمذ وأل�ت ك�، أ9 ت� ئ��ك� ل�ن� ر ك� لأش| ت� ك�، ل�ن� ت� ك� أل�لهم ل�ن� ت� .ل�ن�
67
Darinya dihasilkan manusia yang memiliki jalinan
yang kokoh dan persaudaraan yang kuat diantara umat
Islam yang menghadiri undangan Allah di tanah suci
Mekkah tersebut. Moment emas yang Allah skenariokan
khusus buat umat Islam tersebut dapat dimanfaatkan
untuk memjalin kerja sama ekonomi yang dengannya dapat
mengatasi permasalahan keterpurukan ekonomi umat Islam
di dunia.
Para delegasi haji dari berbagai negara yang telah
melaksanakan ibadah haji mempunyai jalinan yang seluas
bahkan mencakup seluruh penjuru dunia yang terus dibina
dan dikembangkan sehingga dapat saling memberi manfaat
dan berkomunikasi secara intens sehingga mempererat
Ukhuwah Islamiyah. Bila Ukhuwah Islamiyah terjalin
dengan erat, maka segala permasalahan umat dapat
teratasi, minimal dapat ditemukan solusi dan ada
kebersamaan dalam mengatasinya. Karena ukhuwah
islamiyah merupakan suatu ikatan keimanan yang menembus
sekat-sekat negara dan wilayah. Ada sebuah tesis
mengatakan “Secara doktriner ukhuwah islamiyah itu adalah ikatan
baja yang mempersatukan ummat Islam.”169 Artinya jamaah haji
dapat mempererat ikatan baja tersebut selama proses
pelaksanaan ibadah haji dan ditindaklanjuti setelah
pelaksanaan ibadah haji. Di samping mempererat ukhuwah
169 M. Yunan Yusuf, Silabus Mata Kuliah Sejarah Perkembangan Islamdan Problematika Dakwah, (Universitas Islam As-Syafi’iyah), h. 5
68
islamiyah, jamaah haji pun dapat membina silaturrahim
antar umat Islam sedunia. Sebagaimana diketahui,
silaturrahim ini akan menambahkan rezeki bagi yang
benar-benar membinanya sehingga memnyebabkan turunnya
Rahmat Allah SWT.
5. KESIMPULAN
Haji merupakan sebuah perjalanan jasadiyah dan
ruhiyah umat Islam dengan membawa bekal takwa yang
merupakan bekal terbaik yang diperoleh melalui proses
pelatihan ruhiyah selama bulan suci Ramadhan. Dengan
ketulusan dan kepasrahan dalam memenuhi panggilan Allah
merelakan harta untuk menempuh perjalanan jauh ke
tempat yang gersang, meninggalkan sanak keluarga dan
jabatan, dan menjalankan proses ibadah yang melelahkan,
semuanya hanya karena Allah semata. Pada saat ibadah
haji dimulai, dimulai dengan berhenti di Arafah untuk
melakukan renungan sejenak atas diri dan kekuasan Allah
SWT sehingga sampai pemahaman dan pengenal dirinya yang
pada akhirnya menambah pengenal dirinya terhadap Sang
Maha Pencipta. Disinilah terjadi perubahan total dari
seorang yang bertakwah meningkat kepada ma’rifatullah.
Ternyata, perjalanan tidak berhenti sampai pada
marifatullah saja, jamaah haji mesti menenuhi tawaf yang
merupakan manisfestasi dari pusat orientasi kehidupan
manusia selama hidupnya, bahwa hidupnya berpusat pada
69
Allah SWT. Dilanjutkan dengan Sa’i yang bermakna
berusaha yang mana selama bersa’i jamaah mesti selalu
berdoa kepada Allah. Denganya jamaah haji dilatih untuk
selalu berusaha dalam melalukan perjalanan dimulai
dengan kesucian diri (shafa) yang diisi dengan doa dan
konsistensi dan profesionalime dalam berusaha sehingga
tercapailah menjadi manusia seutuhnya (marwa).
Dalam berusaha menjalani kehidupan di dunia,
selalu saja ada musuh yang selalu menggoda dan siap
menjebak manusia sehingga menjauhkan mereka dari pusat
orientasi kehidupan yakni Allah SWT. Musuh-musuh itu
adalah setan dan setan manusia. Maka disimbolkan dalam
prosesi ibadah haji dengan melakukan lontar jamroh yang
melatih diri jamaah haji agar meyakinin dan berusaha
dengan maksimal untuk menjauhi musuh-musuh tersebut
menggunakan senjata doa dan senjata sebenarnya.
Proses ibadah haji yang sedemikian rupa,
menghasilkan manusia yang berma’rifah kepada Allah SWT
yang memiliki kaitan (ikatan) yang kuat dengan “tali”
Allah, yang mempunyai motivasi, konsistensi dan
profesionalisme dalam berusaha dengan menggunakan
strategi-strategi perjuangan terhadap musuh-musuh umat
Islam. Di samping itu, melahirkan pula sebuah persatuan
yang kokoh dan kuat di antara umat Islam sedunia
sehingga saat sebagian umat Islam disakiti oleh musuh-
musuh umat Islam, secara reflek umat Islam di belahan
70
bumi yang lain tergerak untuk membantu dan menolongnya.
Bahkan, persatuan tersebut dapat dimanfaatkan dalam
peningkatan ekonomi umat Islam. Sehingga dengannya
lahirlah ummatan wahidah.
71
DAFTAR PUSTAKA
Ayub, Syekh Hasan, Fiqh Ibadat – Al-Hajj, terjemah oleh Prof. Dr. KH.
Said Aqil Almunawar dkk, (Jakarta: PT Wahana Dinamika
Karya, 2002)
Agustian, Ary Ginanjar, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan
Emosi dan Spiritual ESQ Emotional Spiritual Quotient Berdasarkan
6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, (Jakarta: Penerbit Arga,
2001), Cet. Ke-1
Audah, Ali, Nama dan Kata Dalam Al-Qur’an, Pembahasan dan
Perbandingan, (Bogor: Litera Antar Nusa, 2011), Cet.
Ke-1
Afani, As-Sayyid bin Husain Al-, Ar-Riyadhi An-Nadhirah fi
Faqhaili Al-Hajj wa Al-Umrah, (Kairo: Maktabah Ibn
Taimiyah, 1414), Cet. Ke-1
Azra, Azyumardi, Menuju Masyarakat Madani Gagasan Fakta dan
Tantangan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999),
Cet. Ke-1
Athaillah, Ibnu, Tajul Arus Al-Hawi li Tahdzib al-Nufus, Terjemah
oleh: Fauzi Faisal Bahresy, (Jakarta: Zaman, 2013), Cet.
Ke-1
Abdullah, M. Yatimin, MA, Studi Islam Kontemporer,
(Jakarta: Amzah, tt)
72
Ba’qi, Muhammad Fuad Abd Al-, Mu’jam Al-Mufahras fi Alfadzi Al-
Qur’an Al-Karim, …..
Damighani, Ad-, Qamus al-Qur’an, (Beirut: Dar Al-‘Ilm lil
Malayin, 1985)
Departemen Agama RI, Bimbingan Manasik Haji, (Jakarta:
Dirjen Bimas Islam dan Haji, 2003)
Fathullah, Achmad Luthfi, Software: Al-Qur’an Al-Hadi,
(Jakarta: Baitul Mughni, 2011).
Hami, Muhyidin Abdul, Alij Nafsaka bi Ma’ Zamzam, terjemah: Abu
Muhsin, (Jakarta: Pustaka Inner, 1994)
Hawwa, Said, Al-Islam, terjemah oleh Abu Ridho dkk, (Jakarta: Al-
I’tishom, 2001)
-----------------, Al-Mustakhlas fi Tazkiayatin-Nafsi, terjemahan:
Syed Ahmad Semait, dkk, (Singapura: Pustaka Nasional
Pte Ltd, 1999), Cet. Ke-3
Isfahani, Ar-Raghib Al-, Al-Mufradat fi Gharaib Al-Qur’an,
(Mesir: Al-Halabi, 1967)
Ismail, A. Ilyas, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub Rekontruksi
Pemikiran Dakwah Harakah, (Jakarta: Penamadani, 2006)
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta:
Widya Cahaya, 2011), Jil. 1
Khalid, Amru, Qira’ah Jadidah wa Ru’yah fi Qishashi Al-Anbiya,
terjemah oleh Tim Embun Publishing, (Jakarta: Embun
Publishing, 2007), Cet. Ke-1
73
Katsir, Imam Abu Al-Fida Ismail Ibn, Tafsir Ibnu Katsir,
Maktabah Syamilah.
Mastawi, Muhammad Shalahuddin Al-, Fi Riyadhi As-Sunnah: Al-
Hajj Al-Mabrur Yuhdimu Ma Qablahu,
http://www.mestaoui.com/ -أل�حج� �اض �Eى-رن�lang=ar? فQardhawi, Yusuf, Miatu Sual’ani Al-Hajj wa Al-Umrah, (Jakarta:
Embun Publising, 2007), Cet. Ke-1
Quthub, Sayyid, Tafsir Fi Dzhilalail Qur’an, terjemahan oleh As’ad
Yasin dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2004), Cet. Ke-1
Rahmat, Jalaluddin, Renungan-Renungan Sufistik Membuka Tirai
Kegaiban, (Bandung: Mizan, 1998), Cet. Ke-7
Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudhu’i atas
Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 1996), Cet.
Ke-1, h. 325.
---------------------------, Lentera Al-Qur’an Kisah dan
Hikmah Kehidupan, (Bandung: Mizan, 2008), Cet. Ke-1
Syariati, Dr. Ali, Hajj, terjemah Makna Haji oleh Burhan
Wirasubrata, (Jakarta: Zahra, 2006)
Tafsir At-Thabari, dalam Maktabah Syamilah.
Thabbarah, Afif Abdul Fattah, Ma’a Al-Anbiya fi Al-Qur’an Al-
Karim, terjemah oleh: Tamyiez Dery, (Semarang: PT. Karya
Toha, tt)
74
Yusuf, M. Yunan, Silabus Studi Islam Konprehensif/Sistem Ajaran
Islam, (Jakarta: Universitas Islam As-Syafi’iyah)
------------------------, Sulhu Hudaibiyah dalam Perspektif
Dakwah, http://yunan yusuf.com /sulhu-hudaibiyah-
dalam-perspektif-dakwah/#more-41
------------------------, Tafsir Juz ‘Amma As-Sirajul Wahhaj,
Terang Cahaya Juz Amma, (Jakarta: Penamadain dan
Azzahra, 2010), Cet. Ke-1
------------------------, Silabus Mata Kuliah Sejarah
Perkembangan Islam dan Problematika Dakwah,
(Universitas Islam As-Syafi’iyah)
Internet:
http://en.wikipedia.org/wiki/Raghib_Isfahani#Biography.
http://en.wikipedia.org/wiki/Al-Qurtubi
http://irhamnirofiun.blogspot.com/2010/02/biografi-
singkat-syekh-muhammad.html
http://tamanulama.blogspot.com/2008/01/said-hawa-ulama-
yang-gigih.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Yusuf_al-Qaradawi
http://darwisymutiara –sunnisufi dan ahlul bait.
blogspot.com /2010/07/ biografi -al-imam -ali-
zainal-abidin-ra.html
75
http://rafystech.blogspot.com/2011/05/syekh-abu-bakar-
asy-syibly.html.
http://tijaniyah lenteng agung.
blogspot.com/2011/12/dialog- spiritual-haji-
seorang- sufi.html
http://library.islamweb.net/newlibrary/
display_book.php?
idfrom=565&idto=565&bk_no=130&ID=260
http://forum.hawaaworld.com/showthread.php?t=3716221