Resume Buku Sosiolinguisti Abdul Chair

33
Judul : Sosiolinguistik Perkenalan Awal Pengarang : Abdul Chair Penerbit : Rineka Cipta ISBN : 978-079-518-647-2 Cetakam ke : Edisi Revisi Tahun Terbit : 2010 Bahasa : Indonesia Jumlah Hlm : ix+268 Kertas Isi : HVS Cover : Soft Ukuran : 15,5x23,5 CM Berat : 400 Gram 1 | Irpan Ilmi

Transcript of Resume Buku Sosiolinguisti Abdul Chair

Judul : Sosiolinguistik Perkenalan Awal

Pengarang : Abdul Chair

Penerbit : Rineka Cipta

ISBN : 978-079-518-647-2

Cetakam ke : Edisi Revisi

Tahun Terbit : 2010

Bahasa : Indonesia

Jumlah Hlm : ix+268

Kertas Isi : HVS

Cover : Soft

Ukuran : 15,5x23,5 CM

Berat : 400 Gram

1 | I r p a n I l m i

BAB 1 PENDAHULUAN

Sosiolinguistik merupakan gabungan dari dua disiplinkeilmuan; sosiologi dan lingustik. Tujuan darisosiolinguistik sendiri untuk memecahkan dan mengatasimasalah-masalah dalam masyarakat, khususnya dalamkebahasaan. Baik secara mikrolinguistik maupunmakrolinguistik. De saussure (1916) menyatakan, bahasaadalah satu lembaga kemsyarakatan, yang sama dengankemasyarakatan lain, seperti perkawinan, pewarisan hartapeninggalan, dan sebagainya. Oleh karena itu, masyarakatsendiri sebagai pelaku dalam bahasa memberikan warnatersendiri, bahkan memunculkan ragam bahasa pada bahasa itusendiri.

Dapat kita tarik kesimpulan bahwa sosiolinguistik dapatdidefinisikan;

1. Sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan pelbagai bahasa,serta hubungan antara para bahasawan dengan ciri danfungsi variasi bahasa itu di dalam suatu masyarakatbahasa ( Kridalaksana 1978: 94)

2. Pengkajian bahasa dengan dimensi kemasyarakatan(Nababan 1984:2)

Tahun 1964 diadakan konferensi pertama sosiolinguistik yangdiadakan di University of california, Los Angeles. Daripertemuan itu di temukan 7 dimensi masalah dalamsosiolinguistik.

1. Identitas sosial dari penutur

2 | I r p a n I l m i

2. Identitas sosial dari pendengar yang terlibat dalamproses komunikasi.

3. Lingkungan sosial tempat peristiea tutur tejadi4. Analisis sinkronik dan diakronik dari dialek-dialek

sosial5. Penilaian sosial yang berbeda oleh penutur akan

perilaku bentuk ujaran6. Tingkat variasi dan ragam linguistik7. Penerapan praktis dari penelitian sosiolinguistik.

Ketujuh bagian di atas sangat urgen untuk di ketahui sebelummemasaki bagian-bagian lain dalam linguistik.

Pengetahuan akan sosiolinguistik dapat kita manfaatkan dalamberkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain(masyarakat); ragam bahasa, bahasa apa yang harus kitagunakan jika kita berbicara dengan orang tertentu, dengananak-anak, ayah, kakek dan dengan teman sepergaualan, manabahasa yang di pakai buat ujaran komunikasi, dan mana bahasayang digunakan dalam sebuah punulisan buku. Tentu antarasemua itu mempunyai penggunaan bahasa yang berbeda. Termasukpula kita akan mengetahui etika dalam berbahasa, kapanmenggunaan kata saya, aku, kamu, anda dalam skrup internal.

BAB 2 KOMUNIKASI BAHASA

Setelah kita mengetahui fungsi dari sebuah bahasa. Tidaklahkita berhenti sampai disitu saja, pada hakikatnya bahasaadalah sebuah sistem lambang, berupa bunyi, bersifatarbiter, produktif, dinamis, beragam, dan manusiawi.

3 | I r p a n I l m i

Bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa itu di bentukoleh komponen-kompenen yang berpola secara tetap dan dapatdi kaidahkan. Namun, sebagai sebuah sistem, bahasa selainbersifat sistematis juga bersifat sistemis. Dengansistematis maksudnya, bahasa itu tersusun menurut polatertentu, tidak secara tersusun secara acak atausembarangan. Sedangkan sistemis artinya sistem bahasa itubukan meruapakan sebuah sistem tunggal, melainkan terdiridari sejumlah subsistem mprfologi, subsistem sintaksis, dansubsistem leksikon.

Sistem bahasa yang dibicarakn di atas adalah berupa lambang-lambang dalam bentuk bunyi; makna dan konsep. Sepertilambang basaha yang berbunyi “Kuda” melambangkan konsep ataumakna ‘sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai.’Lambang bunyi bahasa bersifat arbiter. Artinya, hubunganantara lambang dengan yang dilambangkannnya tidak bersifatwajib, bisa berubah, dan tidak dapat dijelaskan mengapalambang lambang tersebut mengonsepi makna tertentu. Namun,meskipun lambang itu bersifat arbiter, pun bersifatkonvensional. Artinya setiap penutur bahasa akan mematuhihubungan antara lambang dengan dangan yang limabngkan,seperti kasus kuda yang telah kita bicarakan.

Selain itu, bahasa juga bersifat produktif. Dengan sejumlahunsur yang terbatas, namun dapat di buat satuan-sautan danujaran-ujaran yang hampir tidak terbatas. Kasus seperti inibisa kita jumpai dalam kamus bahasa Indonesia. 23.000 katadalam kamus tersebut dalam di buat beratus-ratus juta lagi.Bahasa juga bersifat dinamis, maksudnya, selalu berubah-berubah sesuai kurun waktu dan kejadian-kejadian pada waktuitu. Selian itu, jumlah penutur dan pengguna yang berbedajuga bersifat heterogen dan mempunyai latar belakang yangberbeda, maka pada akhirnya bahasa itu sendirimempunyaibanyak ragam; Surabaya, Jogja, Banyumas, Pekalongan, walau

4 | I r p a n I l m i

secara keseluruhan daerah tersebut menggunakan bahasa jawa,namun bahasa jawa yang di gunakan mempunyai perbadaan. Danbahasa bersifat manusiawai, alat komunikasi yang verbalhanya dimiliki manusia.

Dalam konsep sisolinguistik, bahasa adalah alat, berfungsiuntuk menyampaikan pikiran, lebih luasnya (Fishman: 1973)fungsi bahasa dapat dilihat dari sudut penutur, pendengar,topik, kode, dan amanat pembicaraan.

1. Dari sudut penutur bahasa bersifat pribadi, si penuturmenyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya.

2. Dari sudut pendengar, bahasa bersifat rediktif (mengaturtingkah laku pendengar) yaitu si pendengar melakukankegiatan sesuai dengan yang dimaui si pembicara.

3. Dilihat dari sudut topik ujaran, bahasa sebagairefsensial maksudnya untuk membicarakan objek peristiwayang terjadi di sekeliling penutur.

4. Sedangkan bahasa dari kode yang digunakan berfungsimetalinguistik, yakni bahasa digunakan untukmembicarakan bahasa itu sendiri., seperti masalahekonomi, politik, dsb.

5. Dan yang terakhir bahasa dari segi amanat, untukmenyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan; baik yangsebenarnya atau yang sekedar imajinasi.

Sebagai mana yang kita ketahui, bahasa merupakan alatuntuk berkomunikasi. Komunikasi adalah proses pertukaraninformasi anatara individual melalui simbol, tanda, atautingkah laku yang umum.

Ada tiga komponen yang harus ada dalam berkomunikasi. 1.Pihak yang berkomunikasi. 2. Informasi yangdikomunikasikan. 3. Alat yang digunakan dalam komunikasi.

5 | I r p a n I l m i

Pihak yang berkomunkiasi minimal terdiri dari dua orang1. Sender (pengirim informasi) 2. Receiver (penerimainformasi). Sedangkan inrofmasi bisa berupa ide, gagasan,keterangan, dsb. Alat yang digunakan dapat berupa gambar,petunjuk, juga bisa gerak tubuh (kinesik).

Dalam komunikasi bahasa, terdapat dua macam komunikasi;searah, dan komunikasi dua arah. Dalam komunikasi searah,si pengirim tetap sebagai pengirim dan si penerima tetapmenjadi penerima. Sifat dari komunikasi searah lebih padapemberitahuan, cotohnya sepeti Khutbah di mesjid gerejatanpa melakukan tanya jawab. Sedangkan komunikasi duaarah, si pengirim bisa menjadi penerima, pun si penerimabisa jadi pengirim. Contohnya dalam rapat, diskusi,perundingan, dsb.

Sebagai alat komunikasi, bahasa itu sendiri terdiri daridua aspek, yaitu aspek lingustik, dan aspek nonlinguistik. Aspeklinguistik mencakup tataran fonologis, morfologis, dansintaksis. Ketiga tataran ini mendukung terbentuknya yangakan di sampaikan, yaitu semantik (makna, gagasan, ide,konsep). Adapun nonlinguistik mencakup. 1. Kualitasujaran, seperti falseto (suara tinggi), stacatto (suaraterputus-putus) dsb. 2. Unusr supra segmental yaitutekanan (stres), nada (pitch) dan intonasi. 3. Jarak dangerak-gerik tubuh. 4. Rabaan, yang berkenaan dengan indraperasa.

Sebagai manusia, tentu kita berbeda dari hewan dariberbagai aspek, walau mempunyai kesamaan yaitumengeluarkan bunyi. Disini manusia mempunyai banyakkeistimewaan, diataranya:

1. Bahsa itu mengunakan jalur vokal auditif.2. Partisipan dalam komunikasi bahasa dapat saling

berkomunikasi.

6 | I r p a n I l m i

3. Lambang bahasa itu menjadi umpan balik yang lengkap.4. Lambang-lambang bunyi dalam komunikasi bahasa adalah

bermakna atau merujuk pada hal-hal tertentu.5. Hubungan antara lambang bahasa dengan maknanya bukan di

tentukan oleh adanya suatu ikatan antara keduanya;tetapi ditentukan oleh suatu persetujuan atau konvensidi antara penutur suatu bahasa.

6. Bahasa sebagai alat komunikasi manusia dapat dipisahkanmenjadi unit satuan-satuan, yakni kalimat, kata,morferm, dan fonem.

7. Kepandai dan kemahiran untuk menguasai aturan-aturandan kebiasaan-kebiasaan berbahasa manusia diperolehdari belajar, bukan melalui gen-gen yang di bawa sejaklahir.

8. Basaha dapat digunakan untuk menyatak yang benar dantidak benar, atau jug ayang tidak bermakna secaralogika.

9. Dll.

BAB 3 BAHSA DAN MASYARAKAT

Bahasa hidup dalam lingkungan masyarakat sebagai alatkomunikasi. Demikikan pula bahasa yang hidup dalammasyarakat mempunyia ragam yang berbeda, dan tentunya bahasamanusia mempunyia keistimewaan-keistimewaan yang telah kitakaji.

Bahasa dalam masyakat itu sendiri sebagai tutur. Namundisini harus kita kaji bahasa dan tutur. Menurut Ferdinandde Saussure (1916) membedakan antara yang disebut langage,langue, dan parole. Langage dapat di padankan dengan istilahbahasa, digunakan untuk menyebut bahasa sebagai sistem

7 | I r p a n I l m i

lambang bunyi yang digunakan manusia untuk berkomunikasi danberinteraksi secara verbal. Langage bersifat abstrak.Langue. Langue merupakan sebuah sistem lambang bunyi yangdigunakan oleh sekelompok anggota masyarakat tertentu untukberkomunikasi dan berinteraksi sesamanaya. Jadi languemengacu pada sebuah sistem lambang bunyi tertentu yangdigunakan oleh sekelompok anggota tertentu. Langue jugabersifat abstrak, sebab langage maupun langue adalah sistempola, keturunan, atau kaidah yang ada atau dimiliki manusiatetapi tidak nyata-nyata digunakan. Sedangkan parole bersifatkonkret, karena parole merupakan pelaksanaan dari langue dalambentuk ujaran atau tuturan yang dilakukan oleh para anggotamasyarakat di dalam berinteraksi dan berkomuniasi sesamanya.

Sebagai langage bahasa itu bersifat universal, sebab diaadalah satu sistem lambang bunyi yang digunakan manusia padaumumnya, bukan pada tempat tertentu. Tetapi sebagai languemeskipun bahasa itu memiliki ciri ke unversalan, tapiterbatas pada masyarakat tertentu. Suatu masyarakat tertentumemang agak sukar rumusannya; namun adanya ciri, salingmengerti (mutual intelligible)

Kemampuan seseorang dalam berkomunikasi tentunya hasil dariinterpretasi dan pengaruh lingkungan. Paling tidak ia mampumenguasai bahasa ibu sebagai bahawa warisan dari keluarga.Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam berbahasa,hingga akhirnya seorang dalam berbahasa dengan lebih darisatu bahasa di sebut dengan istilah verbal reportoir.

Verbal reporteir memiliki dua macam yaitu yang dimilikisetiap penutur secara individual, dan yang merupakan milikmasyarakat tutur secara keseluruhan. Pertama mengacu padaalat-alat verbal yang dikuasai oleh seorang penutur,termasuk kemampuan untuk memilih norma-norma sosial bahasasesuai dengan situasi dan fungsinya. Kedua mengacu padakeseluruhan alat-alat verbal yang dalam suatu masyarakat8 | I r p a n I l m i

beserta norma-norma untuk memilih variasi yang sesua dengankonteks sosialnya.

Kajian bahasa yang mempelajari penggunaan bahasa sebagaisistem interaksi verbal diantara penuturnya dalam masyarakatdisebut sosiolinguistik mikri . sedangkan kajian mengenaipenggunaan bahasa dalam hubungannya dengan ciri-cirilinguistik dalam masyarakat di sebut sosiolinguistik makro (Appel1976: 22). Verbal repertoir setiap penutur ditentukan olehmasyarakat dimana ia berada; sedangkan verbal repertoirsuatu masyarakat tutur terjadi dari himpunan tutur terjadidari himpunan verbal repertoir semua penutur di dalammasyarakat.

Kalau suatu masyarakat mempunyai verbal reporteir yangrelatif sama serta mereka mempunyi penilaian yang samaterhadap norma-norma pemakaian bahasa yang digunakan didalam masyarakat itu, maka dapat dikatakan masyarakat ituadalah masyarakat tutur. Kata masyarakat itu kiranyadigunakan sama dalam penggunaan “masyarakatdesa,””masyarakat kota, “”masyarakat Jawa Barat,””masyarakatEropa,”dan hanya menyangkut sejumlah kecil seperti“masyarakat pendidikan”, atau “masyarakat linguistikIndonesia.”

Dilihat dari sempit dan luas verbal repertoirnya, dapatdibedakan adanya dua macam masyarakat tutur:

1. Masyarakat tutur yang repertoirnya pemakaiannya lebihluas, danmenunjukan verbal repertoirnya setiap penuturlebih luas pula.

2. Masyarakat tutur yang sebagian anggotanya mempunyaipengalaman sehari-hari dan aspirasi yang sama, danmenunjukan pemakaian wilayah linguistik yang lebihsempit, termasuk juga perbedaan pariasinya.

9 | I r p a n I l m i

Oleh karena itu lahirlah tingkatan bahasa dalam tatanansosial. Seperti kita analisis dalam kasus kebangsawananmasyarakat tutur bahasa jawa. Kuntjaraningrat (1967:245)membagi masyaratk jawa atas empat tingkat:

1. Wong cilik2. Wong sudagar3. Priyayi4. Ndara

Tentu penggunaan bahasa dari keempat kelas itu berbeda.Perbedaan tingkatan bahasa di Jawa di bedakan menjadi dua:1. Krama (tingkat tinggi) 2. Ngoko (tingkat rendah). Contohkromo, “sampean ajeng teng pundi”. Contoh ngoko “kowe arepmenyang endi.”

BAB 4 PERISTIWA TUTUR DAN TIDAK TUTUR

Dalam setiap proses komunikasi terjailah peristiwa tutur dantindak tutur dalam satu situasi tutur. Yang dimaksud denganperistiwa tutur adalah berlangsungnya interaksi linguistikdalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan duapihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokoktuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu.Seperti yang terjadi dalam keadaan sehari-hari; proses tawarmenawar dipasar, rapat di gedung dewan, dsb. Dell Hymes(1972) suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapankomponen, kedelapan komponen itu adalah:

1. Setting and scene. Setting Berkenaan dengan waktu dan tempattutur berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasitempat dan waktu, atau psikologis pembicaraan. Waktu,

10 | I r p a n I l m i

tempat, situasu tutur yang berbeda dapat menyebankanpenggunaan variasi bahasa yang berbeda.

2. Participants. Pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan,bisa pembicara, dan pendengar, penyapa, pesapa, ataupengirim, dan penerima (pesan).

3. Ends,merujuk pada maksud dan tujuan.4. Act sequence. Mengacu pada bentuk dan ujaran.5. Key. Mengacu pada nada, cara, semangat dimana suatu

pesan disampaikan: dengan senang hati, serius, singkat,dsb.

6. Instrumentalities. Mengacu pada jalur bahasa yang digunaka,seperti jalur lisan dan tulisan.

7. Norm of Interaciton and interpretation, mengacu pada norma atauaturan dalam berinteraksi. Seperti cara beriterupsi,bertanya.

8. Genre, mengacu pada jenis bentuk dan penyampaian.Seperti narasi, puisi, pepatah, dsb.

Peristiwa tutur merupakan gejala sosial, sedangkan tindaktutur merupakan gejala individu., bersifat psikologis, dankeberlangsungannya di tentukan oleh kemampuan bahasa sipenutur dalam menghadapi situasi tertentu. Tindak tuturterfokus pada makna atau arti tindakan dalam tuturnya.Tindak tutur dan peristiwa tutur merupakan suatu gelaja yangdi timbulkan dari proses komunikasi.

Sebelum kita membicarakan teori tindak tutur alangkahbaiknya kita bicarakn dulu pembagian jenis kalimat yangdilakukan oleh para ahli tata bahasa tradisional. Tatabahasa tradisional terbagi tiga. 1. Kalimat deklaratif 2.Kalimat interogatif 3. Kalimat inperatif. Kalimat deklaratifadalah kalimat yang isinya hanya meminta pendengar atau yangmendengar kalimat itu menaruh perhatian saja, tanpamemerlukan komentar. Kalimat interogatif adalah kalimat yang11 | I r p a n I l m i

isinya meminta pendengar atau yang mendengar kalimat ituuntuk memberi jawaban secara lisan. Sedangkan kalimatimperatif adalah kalimat yang isinya meminta agar sipendengar atau yang mendengar kalimat itu memberi tanggapanberupa tindakan atau perbuatan yang diminta.

Austin (1962) membedakan kalimat deklaratif berdasarkanmakananya menjadi kalimat konstantif atau kalimatperformatif. Yang di maksud kalimat performatif adalahkalimat yang berisi pernyataan belaka seperti, “ ibu dosenkami cantik sekali.”sedangkan kalimat performatif adalahkalimat yang berisi perlakuan. Artinya apa yang di ucapkanoleh si pengujar berisi apa yang dilakukannya. Misalnyaucapan rektor dalam pembukaan acara, “Dengan ucapanbismillah acara rektor cup ini saya buka.”

Tindak tutur yang dilangsungkan dengan kalimat performatifoleh Austin (1962: 100-102) dirumuskan sebagai tigaperistiwa tidakan yang berlangsung sekaligus, yaitu 1.Tindak tutur lokusi 2. Tindak tutur ilokusi 3. Tindak tuturperlokusi. Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yangmenyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tuturdalam bentuk kalimat bermakna dan dapat dipahami. Misalnya,“Ibu guru berkata kepada saya agar saya membantunya.”Tindakan tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasanyadidefinisikan dengan kalimat performatif yang eksplisit.Misalnya, “Ibu guru menyuruh saya agar segera berangkat.”Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaandengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap danperilaku non linguistik dari orang lain. Misalnya, “mungkinibu menderita penyakit jantung korones”. Maka si pasien akanmerasa panik dan sedih.

Tindak tutur sebenarnya merupakan selah satu fenomena dalammasalah yang lebih luas, yang dikenal dengan istilahpragmatik. Fenomena lainnya dalam kajian pragmatik adalah12 | I r p a n I l m i

dieksis, presuposisi dan implikatur percakapan. Sebagai topikyang melengkapi deiksis, presuposisi dan implikaturpercakapan, pragmatik lazim diberi definisi sebagai “telaahmengenai hubungan antara lambang dengan penafsiran.” (Purwo1990: 15) yang di maksudkan dengan lambang disini adalahujaran.

Yang dimaksud dieksis adalah hubungan antar kata yangdigunakan di dalam tindak tutur dengan referen kata itu yangtidak tetap atau dapat berubah dan berpindah. Kata-kata yangrefennya bis ajadi tidak tetap ini disebut kata-katadeiktis. Kata-kata yang referensnya dieksis ini, antaralain, adalah kata-kata yang berkemaa dengan pesona (dalamtindak tutur berupa kata-kata yang menyatakan tempat,seperti di sini, si sana, di situ), dan waktu (dalam tindak tuturberupa kata-kata yang menyatakan waktu, seperti tadi, besok,nanti dan kemarin). Perhatikan contoh berikut!

A dan B sedang bercakap-cakap, dengan akhir daripercakapan itu berupa:

A: Saya belum bayar SPP: belum punya uang.

B: Sama, saya juga.

Jelas kata saya pada percakapan itu, pertama mengacu pada A;lalu, mengacu pada D maka, kata saya itu bersifat deiktis.

Sedangkan yang dimaksud dalam tindak tutur adalah makna atauinformasi “tambahan” yang terdapat dalam ujaran yangdigunakan secara tersirat. Jadi dalam ujaran tersebeutselain mendapat makna “asal” yang tersirat dalam ujaran itu,terdapat pula makna lain yang hanya bisa di pahami secaratersirat. Misalnya, “Tolong panggilkan nama saya di PadangArafah nanti.” Mempunyia presuposisi bahwa yang dimintatolong akan berangkat menuanikan ibadah haji, dan meminta

13 | I r p a n I l m i

tolong sudah mengetahui hal itu, dan juga dia mempunyaikeinginan untuk menunaikan ibadah haji itu juga.

BAB 5 PELBAGAI VARIASI DAN JENIS BAHASA

Kridalaksana (1972) mendefenisikan sosiolinguistik sebgaicabang linguistik yang berusaha menjelaskan ciri-ciri danvariasi bahasa dan menetapkan korelasi ciri-ciri variasibahasa tersebut dengan ciri-ciri sosial masyarakat.

Sebagai bahasa langue sebuah bahasa mempunyai sostem dansubsistem yang dipahami sama olej semua penutur bahasa itu.Namun karena karena penutur bahasa tersebut, meski beradadalam bahasa tutur, tidak merupakan kumpulan manusia yanghomogen, maka wujud bahasa yang konkret, yang disebutparole, menjadi tidak seragam. Bahasa itu menjadi beragamdab bervariasi. Selain karena penutur yang tidak homogen,juga disebabkan karena kegiatan interaksi sosial yang merekalakukan sangat beragam.

Terdapat dua pandangan dalam ragam bahasa:

1. Ragam bahasa itu dilihat sebagai akibat adanyakeragaman sosial pebutur bahasa itu dan keragamanfungsi bahasa itu.

2. Ragam bashasa sudah ada untuk memenuhi fungsinyasebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yangberaneka ragam.

Kedua ragam bahasa ini dapat diaflikasikan berdasarkanadanya keragaman sosial dan fungsi kegiatan berdasarkanadanya keragaman dan fungsi kegiatan dalam masyarakatsosial.

14 | I r p a n I l m i

Hartman dan stork (1972) membedakan variasi berdasarkankriteria:

a. Latar belakang geografi dan soisal penutur.b. Medium yang digunakanc. Pokok pembicaraan.

Mudahnya untuk memahami ragam bahasa pertama kita bedakanberdasarkan penutur dan penggunaannya.

Yang dapat kita analisi dari penutur bahasa adalahberdasarkan idiolek, yaitu variasi bahasa yang berdifatperseorangan. Dalam hal ini penutur bahasa mempunyaibahasanya masing-masing; warna, pilihan kata, gaya bahasa,susunan kalimat, dsb.dan yang paling dominan adalah warnasuara. Kita akan dengan mudah mengenali seseorang hanyadengan suaranya saja, jika suara itu adalah suara temenakrab.

Selanjutnya berdasarkan dialek, yakni variasi bahasa darisekelompok penutur yang jumlahnya relatif, didasarkan padawilayah atau daerah penutur tertentu. Makan dialek dapatdikelompokan berdasarkan dialek areal, regional, dangeografi. Contohnya adalah berbedanya bahasa jawa purwakertodan trenggalek, antara kata “Batire dan Batur.”

Penggunaan isttilah dialek dan bahasa dalam masyarakat umummemang seringkali bersifat ambigu. Secara linguistik jikamasyarakat tutur masih saling mengerti, maka alatkomunikasinya adalah dua dialek dari bahsa yang sama. Namun,secara polistik, meskipun dua masyarakat tutur bisa salingmengerti karena kedua lat komunikasi verbalnya mempunyaikesamaan sistem dan subsistem, tetapi keduanya dianggapsebagai dua bahasa yang berbeda. Contohnya, bahasa Indonesiadan bahsa malayasia, yang secaralinguistik adalah sebuah

15 | I r p a n I l m i

bahasa, tetapi secara politis dianggap sebagai dua bahasayang berbeda.

Variasi ketiga berdasarkan penutur adalah yang disebutkronolek atau dialek temporal, yakni variasi bahasa yangdigunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu umpamanya,variasi bahasa Indoneia pada masa tahun 30 an, varasi yangdigunakan tahun 50 an, dan tahun masa kini.

Variasi bahas ayang keempat berdasarkan penuturnya adalahapa yang disebut sosiolek atau dialek sosial, yakni variasibahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelassisal para penuturnya. Dalam sosiolingistik biasanya variasiinilah yang paling banyak dibicarakan dan paling banyakmenyita waktu untuk membicarakannya, karena variasi inimenyangkut semua masalah pribadi para penuturnya, sepertiusia, penididkan, seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan,keadaan sosial ekonomi, dan sebagainya berdasarkan usia,kita bisa meilihat perbedaan varia bahasa yang digunakanoleh kanak-kanak, para remaja, dewasa, dan orang yangtergolong lansia.

Pun demikian kita akan menjuampai ragam bahasa dari segikeformalan. Berdasarkan tingkat keforamalannya, Martin Jose(1967) dalam bukunya the fife clock membagi variasi bahasaatas lima macam gaya. Yaitu gaya atau ragam beku (frozen),gaya atau ragam resmi (formal), gaya atau ragam usaha(konsultatif), gaya atau ragam santai (casual), dan gayaatau ragam akrab (intimator). Dari semua itu dengan mudahnyakita sebut dengan kata “Ragam”.

Varia bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana, atau jalurang digunakan. Dalam hal ini dapat disebut adanya ragam;lisan dan ragam tulis, atau juga ragam dalam berbahasadengan menggunakan sarana atau ragam tertentu, yakni,misalnya, dalam bertelefon dan bertelegraf. Adanya ragam

16 | I r p a n I l m i

bahasa lisan dan ragam basaha tulis didasarkan padakenyataan bahwa bahasa lisan dan bahasa tulis memiliki wujudstruktur yang tidak sama. Adanya ketidak samaan wujussetruktur ini adalah karena dalam berbahasa lisan atau dalammenyampaikan informasi secara lisan, kita dibantu olehunsur-unsur non segmental atau unsur non linguistik yangberupa nada suara, gerak gerik tangan, gelengan kepala, dansejumlah gejala-gejala fisik lainnya.

Penjenisan bahasa secara sosiolinguistik tidak sama denganpenjenisan (klasifikasi) bahasa secara geneoliogis (genetis)maupun tipologis. Penjenisan atau klasifikasi secarageneologisa dan tipologis berkenaan dengan ciri-ciriinternal bahasa-bahasa itu, sedangkan penjenisan secarasosiolinguistik berkenaan dengan faktor-faktor ekternalbahasa atau bahasa-bahasa itu yakni, faktor sosiologis,politis, dan kultural.

Stewart (dalam fishman (ed.) 1968) menggunakan 4 dasar untukmenjeniskan bahasa-bahasa secara sosiologis, yaitu:

1. Standarisasi2. Otonomi3. Historisitas4. Dan fitalitas.

Keempat faktor itu oleh fishman (1972): 18 disebut sebgaijenis sikap dan prilaku terhadap bahasa. Secara singkatkeempat dasar itu dapat dijelaskan sebagai berikut.

Standarisasi atau pembakuan adalah adanya kodepikasi danpenerimaan terhadap sebuah bahasa oleh masyarakat pemakaibahasa itu akan seperangkat kaidah atau norma yang menetukanpemakaian “bahasa yang benar”.

17 | I r p a n I l m i

Otonomi atau keotomian sebuah sistem linguistik disebutmempunyai keotonomian kalau sistem linguistik itu memilikkemandirian sistem yang tisak berkaitan dengan bahasa lain.

Faktor historisitas atau kesejarahan. Sebauh sistemlinguistik dianggap mempunyai historisitas jalu diketahuiatau dipercaya sebagai hasil perkembangan yang normal padamasa yang lalu.

Faktor vitalitas atau keterpakaian. Pemakai sistemlinguistik oleh satu masyarakat penutur asli yang tidakterisolasi.

Bahasa juga mempunyai peran dalam politik. Tepatnya kitasebut dengan sikap politik atau sosial politik. Ya kitadapat membedakan adanaya bahasa nasional, bahasa resmi, danbahasa negara, dan bahkan bahasa persatuan.

BAB 6. BILINGUALISME DAN DIGLOSIA

Istilah bilingualisme atau kedwibahasaan secara

sosiolinguistik diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh

seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

bergantian (Mackey 1962: 12, Fishman 1975: 73). Orang yang

dapat menggunakan kedua bahasa disebut orang bilingual

(dwibahasaan), kemampuan untuk menggunakan dua bahasa

disebut bilingualitas. Selain itu ada istilah multilingualisme

(keanekabahasaan) yaitu keadaan digunakannya lebih dari dua

bahasa oleh seseorang dalam pergaulannya dengan orang lain

secara bergantian. Menurut Bloomfield dalam bukunya Language

18 | I r p a n I l m i

(1933:56) bilingual adalah kemampuan seorang penutur untuk

menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya. Pendapat

Bloomfield banyak mendapat kritikan, karena pertama:

bagaimana mengukur kemampuan yang sama dari seorang penutur

terhadap dua buah bahasa yang digunakannya, kedua: mungkinkah

ada seorang penutur yang dapat menggunakan B2nya sama baik

dengan B1nya. Batasan Bloomfield ini banyak dimodifikasi

orang. Lobert Lado (1964: 214) mengatakan bahwa

bilingualisme adalah kemampuan menggunakan bahasa oleh

seseorang dengan sama baik atau hamper sama baiknya, yang

secara teknis mengacu pada pengetahuan dua buah bahasa

bagaimana pun tingkatnya. Haugen (1961) “tahu akan dua

bahasa atau lebih berarti bilingual. Seorang bilingual tidak

perlu secara aktif menggunakan kedua bahasa itu, tetapi

cukup kalau bisa memahaminya saja dan mempelajari bahasa

kedua, apalagi bahasa asing, tidak dengan sendirinya akan

memberi pengaruh terhadap bahasa aslinya.” Diebold (1968:

10) menyebutkan adanya bilingualisme pada tingkat awal

(incipient bilingualism) yaitu bilingualisme yang dialami oleh

orang-orang, terutama anak-anak yang sedang mempelajari

bahasa kedua pada tahap permulaan. Pada tahap ini

bilingualisme itu masih sangat sederhana dan dalam tingkat

rendah. Namun, tidak dapat diabaikan karena pada tahap

inilah terletak dasar bilingualisme.

Dari uraian di atas, bilingualisme merupakan satu rentangan

berjenjang mulai menguasai B1 ditambah tahu sedikit akan B2,

19 | I r p a n I l m i

dilanjutkan dengan penguasaan B2 yang meningkat, hingga

menguasainya dengan baik. Halliday (Fishman 1968: 141)

menyebutnya ambilingual, Oksaar (Sebeok 1972: 481) ekuilingual,

oleh Diebold (Hymes 1964: 496) koordinat bilingual.

Selanjutnya Bloomfield (1933) mengatakan bahwa menguasai dua

bahasa berarti menguasai dua buah system kode, maka berarti

bahasa itu bukan langue, melainkan parole, yang berupa

berbagai dialek dan ragam. Mackey (1962: 12) dengan tegas

mengatakan bahwa bilingualisme adalah praktik penggunaan

bahasa secara bergantian, dari bahasa yang satu ke bahasa

yang lain oleh seorang penutur. Untuk penggunaan dua bahasa

diperlukan penguasaan kedua bahasa itu dengan tingkat yang

sama. Berarti bahasa menurut Mackey adalah langue. Sementara

Weinrich (1968: 1) memberi pengertian bahasa dalam arti

luas, yakni tanpa membedakan tingkat-tingkat yang ada di

dalamnya. Baginya, menguasai dua bahasa dapat berarti

menguasai dua system kode, dua dialek atau ragam dari bahasa

yang sama. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Haugen

(1968: 10), juga Rene Appel (1976: 176)

Berarti yang dimaksud dengan bahasa dalam bilingualisme itusangat luas, mulai dari pengertian langue, seperti bahasaSunda dan Madura, sampai berupa dialek seperti bahasa Jawadialek Banyumas dan bahasa Jawa dialek Surabaya.

Dalam bab ini, selain bilingualisme, kita juga akanmembahasa sama-sama tentang Diglosia. Asal kata diglosiadari bahasa Prancis diglossie yang pernha digunakan Marcais,seorang linguis Prancis. Menurut Ferguson diglosia adalah

20 | I r p a n I l m i

suatu situasi yang relatif stabil, di mana selain terdapatsejumlah dialek dialek utama (ragam-ragam utama) dari suatubahasa, Dialek-dialek utama itu bisa sebuah dialek standar,atau sebuah standar regional, Ragam lain dengan ciri: Sudahsangat terkodifikasi, gramatikalnya lebih kompleks,merupakan wahana kesusastraan tertulis yang sangat luas dandihormati, dipelajari melalui pendidikan formal, digunakanterutama dalam bahasa tulis dan bahasa lisan formal, tidakdigunakan oleh lapisan masyarakat manapun dalam kehidupansehari-hari.

Merupakan fungsi dari diglosia adalah menjadikan bahasa itusendiri sebagai bahasa dalam percakapan sehari-hari, dilihardari segi ke non-formalan. Seperti bahasa arab fushah danbahasa arab amiyah. Sebagai manapun orang arab, mereka lebihmenggunakan bahasa arab amiyah dalam percakapan sehari-hariketimbang bahasa arab amiyah.

Gengsi yang dibawa dalam diglosia biasanya memberikan kesanlebih bergengsi, lebih superior, terpandang, dan merupakanbahasa yang logis. Selain itu diglosia dalam bahasa yangsering di pake merupakan warisan kesusastraan lanjutan danperkembangan dari sebelumnya yang lebih banyak menggunakanbahasa yang superior.

Walaupun ragam bahasa dalam komunikasi seringkali dianggapnon-forma, tapi, justru dari sering dan banyaknya orang yangmenggunakan seringkali dilakukan standarisasi bahasa. Hinggayang tadinya non-formal menjadi formal. Ditinjau darikestabilan masyarakat diglosia, biasanya masyarakat diglosiatelah berlangsung lama dengan bahasa itu, makan disanalahada kestabilan pada sebuah variasi bahasa yang dipertahankaneksistensinya dalam masyarakat. Ragam yang digunakanpunragam sama.

21 | I r p a n I l m i

Fishman (1972: 92) diglosia tidak hanya berlaku pada adanyaperbedaan ragam formal atau non-formal pada bahasa yangsama, melainkan juga berlaku pada bahasa yang samasekalitidak serumpun.

Bagaimana hubungan antara diglosia dan nilingualisme?Merujup pada pengertian yang sudah kita bicarakan, diglosiadiartikan sebagai adanya perbedaan fungsi atas penggunaanbahasa dan bilingualisme adalah keadaan penggunaan duabahasa secara bergantian dalam masyarakat, maka fihsman(1977) menggambarkan hubungan diglosia dan billingualismeitu seperti tampak dalam ragam berikut.

BAB 7 ALIH KOD DAN CAMPUR KODE

Appel (1976:79) mendifinisikan alih kode sebagai, “gejalaperalihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi.Conoto, ketika Amin dan Udin berbicara dengan basaha Sunda(Sebagai bahasa ibu) ketika datang Monti yang asalnya orangSurabaya secara otomatis bahasa yang digunakan merekaberubah kedalam bahsa Indonesia.

Berbeda dengan Appel yang mengatakan alih kode itu terjadiantar bahasa, maka Hymes (1875:103) menyatakan alih kode itubukan hanya terjadi antar bahasa, tetapi dapat juga terjadiantara ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam satubahasa. Seperti ketika Amin dan Udin beralih bahasa kebahasa Indonesia santai ketika datang Monti. Kemudian merekamenggunakan bahasa Indonesia resmi ketika mengikuti Kuliah.Penyebab-penyebab alih kode secara umum adalah:

1. Penutur

22 | I r p a n I l m i

Diglosia

+ -

Bilingu + 1.Bilingualisme dan 3.Bilingualisme

Diglosia tanpa diglosia

2. Pendengar3. Perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga4. Perubahan dari formal ke nonformal5. Perubahan topik pembicaraan

Selain alih kode, pembahasan selanjutnya adalah Campur code.Pembicaraan alih kode biasanya diikuti dengan pembicaraanmengenai campur kode. Kedua peristiwa yang laim terjadidalam masyarakat yang bilinggual ini mempunyai kesamaan yangbesar, sehingga seringkalo sukar dibedakan. Kesamaa yang adaantara alih kode dan campur kode adalah digunakannya duabahasa atau lebih, atau dua varian dari sebuah bahasa dalamsatu masyarakat tutur.

Thelander (1976; 103) mencoba menjelaskan perbedaan alihkode dan campur kode. Katanya, bila di dalam suatu peristiwatutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa keklausa bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah laihkode. Tetapi apabila didalam suatu peristiwa tutur, klausa-kalusa campuran dan masing-masing klausa atau frase itutidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwayang selanjutnya, memang ada kemungkinan terjadinyaperkembangan dari campur kode ke alih kode.

Fasold (1984) menawarkan kriteria gramatika untuk membedakancapur kode dan alih kode. Kalau seseorang menggunakan satukata atau frase dari satu bahasa, dia telah melakukan campurkode. Tetpai apabila satu kalusa disusun menurut strukturgramatika bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalahalih kode.

BAB 8 INTERFERENSI DAN INTEGRASI

23 | I r p a n I l m i

Interferensi pertama kali digunakan oleh Weinreich (1953)untuk menyebut adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungdengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsurbahasa lain yang dilakukan pleh penutur yang billinggual.

Integrasi (1968) menjelaskan bahwa integrasi adalah unsur-unsur bahasa lain yang digunakan dalam bahasa tertentu dandianggap sudah menjadi warga bahasa tersebut. Penerimaanunusr bahasa lain dalam bahasa tertentu sampain menjadiberprestatus integrasi memerlukan waktu dan tahap yangrelatip panjang. Dalam bahasa Indonesia pada awalnya tampakbanyak dilakukan secara audial, artinya mula-mula penuturIndonesia mendengar butir-butir leksikal itu dituturkan olehpenutur aslinya. Lalu mencoba nenggunakannya. Apa yangdidengar oleh telinga itu yang diujarkan dan apa yangdituliskan. Pada tahap berikutnya, terutama setelahpemerintah mengeluarkan Pedoman Umum pembentukan Istilah.Umpama kata System menjadi Sistem, Phonem menjadi fonem,dsb.

Penyerapan unsur asign itu sendiri dalam rangka pengembanganbahasa Indonesia bukan hanya melalui penyerapan kata asingitu yang isertai degan penyesuaian lafal dan ejaan. Pundemikian banyak pula yang penggunakan dua dara. 1.Penerjemahan Langsung. 2. Penerjemahan konsep.

BAB 9 PERUBAHAN, PERGESERAN, DAN PEMERTAHANAN BAHASA

(Wardhaught 1990:189) terjadinya perubahan bahasa itu tidakdapat diamati, sebab perubahan itu, yang sudah menjadi sifathakiki bahasa, berlangsung dalam waktu yang relatif lama,sehingga tidak mungkin diobservasi oleh seseorang yangmempunyai waktu relatif terbatas. Namun yang dapt ita

24 | I r p a n I l m i

ketahui adalah bukti adanya perubahan itu sendiri, walauhanya terbatas pada bahasa yang tertulis. Di Indonesiasendiri kita menjumpai perubahan bahasa Melayu kedalambahasa Indonesia.

Perubahan bahasa lazim diartikan sebagai adanya perubahankaidah , entah kaidahnya itu di revisi, kaidahnyamenghilang, atau munculnya kaidah baru;

1. fonologi, bidang dl linguistik yg menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya

2. morfologi, cabang linguistik tt morfem dan kombinasinya3. sintaksis, cabang linguistik tt susunan kalimat dan

bagiannya; ilmu tata kalimat4. semantik, ilmu tt makna kata dan kalimat; pengetahuan

mengenai seluk-beluk dan pergeseran arti kata5. maupun leksikon, komponen bahasa yg memuat semua

informasi tt makna dan pemakaian kata dl bahasa.

Adapun pergeseran bahasa menyangkut masalah penggunaanbahasa oleh seorang penutur atau sekelompok penutur yangbisa terjadi sebagai akibat perpindahan dari suatumasyarakat tutur ke masyarkat tutur yang lainnya. Sepertidua orang mahasiswa berasal dari Sumatera Utara yang kulaihdi Malang. Ketika mereka berbicara mereka menggunaan bahasaibu (Mandailing) namun karena mereka berada di lingkunganbahasa jawa, akhirnya mereka berusaha untuk berusahaberinteraksi dengan lingkungan dengan bahasa Indonesia danbahasa jawa. Lama kelamaan akhirnya mereka berbicara denganbahasa Indonesia dan menggunaan basaha jawa, hingga merekameinggalkan bahasa Sumateranya. Inilah yang dinamakanpergeseran bahasa.

Dari dua pembahasan diatas, maka ada pula yang dinamakandengan pemertahanan bahasa. Seperti kasus yang dilaporkanDanie (1987) kita lihat menurunnya pemakaian beberapa bahasa

25 | I r p a n I l m i

daerah Minahasa di Timur adalah karena pengaruh penggunaanbasaha daerah Melayu Menado yang mempunyai prastise yanglebih tinggi dan penggunaan bahasa Indonesia yangjangkauannya bersifat nasioanl.

BAB 10 SIKAP BAHASA DAN PEMILIHAN BAHASA

Untuk dapat memahami apa yang dinamakan sikap bahasaterlebih haruslah dijelaskan apa itu sikap. Dalam bahasaIndonesia cenderung pada bentuk tubuh, posisi berdiri tegap,dll. Namun sesungguhnya sikap itu adalah reaksi kejiwaan,yang biasanya termanifestasi dalam bentuk tindakan prilaku.Anderson (1974:37) membagi sikap atas dua macam, yaitu;sikap kebahasaan dan nonkebahasaan, seperti sikap politik,sikap sosial, sikap skeptis dan sikap keagamaan. Sikapbahasa adalah tata keyakinan atau kognisi yang relatifberjangka panjang, sebagian mengenai bahasa, mengenani objekbahasa, yang memberikan kecenderungan kepada seseorang untukbereaksi dengan cara tertentu yang disenanginya. Namun perludiperhatikan karena sikap itu bisa positif juga negatif.Umpamanya, sampai akhir tahun lima puluhan masih banyakgolongan intelektual di Indonesia yang masih bersikafnegatif pada bahasa Indonesia di samping mereka yang sangatbersikap posotif.

Pembahasan pemilihan bahasa dapat kita mulai dengan pendapatFasold (1984) hal pertama yang terbayang ketika memikirkanbahasa adalah “bahasa keseluruhan” dimana kita membayangkanseseorang dalam masyarakat bilinggual dan multilingualberbicara dua jenis bahasa atau lebih harus memilih yangmana yang harus digunakan. Dalam hal ini ada tiga pilihanyang dapat dilakukan, yaitu, pertama dengan alih kode. Kedua

26 | I r p a n I l m i

dengan melakukan campur kode, dan ketiga dengan memilih satuvariasi bahasa yang sama.

Penilitian terhadap pemilihan bahasa menurut Fasold dapatdilakukan berdasarkan tiga pendekatan disiplin ilmu, yaituberdesarkan pendekatan sosiologi, psikologi sosial, danantropologi. Pendekatan sosiologi dapat dilakukan denganmelihat adanya konteks institusional tertentu yang disebutdengan domain, dimana satu variasi bahasa cenderung lebihtepat untuk digunakan dari pada variasi lain. Pendekatanpsikologi sosial tidak meneliti strutur sosial, sepertidomain-domain, melainkan meneliti proses manusia sepertimotivasi dalam pemilihan suatu bahasa atau ragam dari suatubahasa untuk digunakan pada keadaan tertentu. Sedangkanantropologi bisa dilihat dari perluasan penggunaan bahasaIndonesia dari hanya untuk komunikasi antarsuku menjadidigunakan juga sebagai alat komunikasi intrasuku, selainkaren sifat-sifat inheren bahasa Indonesia itu sendiri jugakarena dorongan motivasi dan tujuan-tujuan sosial tertentu.

BAB 11 BAHASA DAN KEBUDAYAAN

Kalau kita perhatikan buku-buku antropologi atau tentangkebudayaan, maka kita akan mendapati berbagai definisimengenai kebudayaan yang sang berbeda, dan kesimpulannyadianggap benar. Berdasarkan sifat definisi defini kebudayaandikelompokan pada enam:

1. definisi yang deskdriptif, yaitu defini yang menekankanpada unsur-unsur kebudayaan.

2. Defini yang historis, defini yang menekankan bahwakebudayaan itu diwarisi secara kemasyarakatan.

27 | I r p a n I l m i

3. Definisi normatif. Definisi yang menekankan hakikatkebudayaan sebagai atauran hidup dan tingkah laku.

4. Defini yang psikologis, uaitu definisi yang menekankanpada kegunaan kebudayaan dalam penyusuaian diri kepadalingukangan, pemecahan persoalan, dan belajar hidup

5. Defini yang strutural, yakni definisi yang menekankansifat kebudayaan sebagai suatu sistem yang berpola danteratur

6. Definisi yang genetik, yakni definisi yang menekankanpada terjadinya kebudayaan sebagai hasil karya manusia.

Simpulnya kebudayaan melingkupi semua aspek dari segikehidupan manusia. Sedangkan hubungan antara kebudayaan danbahasa adalah hubungan yang subordinatif, dimana bahasaberada dibawah lingkup kebudayaan. Pendapat lain menyatakankebudayaan dan bahasa mempuyai hubungan koordinatif, yaknihubungan yang sederajat, yang kedudukannya sama tinggi.Masinambous (1985) menyebutkan bahwa bahasa dan kebudayaanmerupakan dua sistem yang mengatur interaksi manusia dalammasyarakat, maka kebahasaan adalah suatu sistem yangberfungsi sebagai sarana berlangsungnya interaksi itu.

Demikian pula bahasa memiliki etika. Etika berbahasa inierat berkaitan dengan pemilihan kode bahasa, norma-normasosial dan sistem budaya yang berlaku dalam masyarakat. Olehkarena itu, etika berbahasa ini antara lain akan mengatur:

a. Apa yang harus kita katakan pada waktu tertentu kepadaseseorang partisipan tertentu berkenaan dengan situasisosial dan kebudayaan.

b. Ragam bahasa yang paling wajar kita gunakan dalamsituasi sosiolinguistik dan budaya tertentu.

c. Kapan dan bagaimana kita menggunakan giliran berbicarakita, dan menyela pemicaraan orang lain.

d. Kapan kita harus diam

28 | I r p a n I l m i

e. Bagaimana kualitas suara dan sikap fisik kita didalamberbicara.

Kajian mengenai etika bahasa ini lazim disebut denganetnografi berbahasa.

BAB 12 PERENCANAAN BAHASA

Dinegara-negara multilingual, multirasial dan multikultural,untuk menjamin kelangsungan komunikasi kebangsaan perludilakukan suatu perencanaan bahasa yang tentunya harusdimulai dengan kebijaksanaan bahasa. Kebijaksaan bahasadapat diartikan sebagai suatu pertimbangan kenseptual danpolitis yang dimaksudkan untuk dapat memberikan perencanaa,pengarahan, dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakaisebagai dasar bagi pengolahan keseluruhan masalah kebahasaanyang dihadapi oleh suatu kebangsaan secara nasional ( Halim1976). Tujuan kenijaksanaa bahasa adalah dapatberlangsungnya komunikasi kenegaraan dan komunikasi denganbaik, tanpa menimbulkan gejolak sosial dan emosional yangdapat menggangu stabilitas bangsa. Kebijaksanaan untukmengangkat satu bahasa tertentu sebagai bahasa nasianal dansekaligus sebagai bahasa negara; atau mengangkat satu bahasanasional dan mengangkat satu bahasa lain sebagai bahasanegara boleh saja dilakukan asalkan tidak membuat bahasa-bahasa lain yang ada didalam negri merasa tersisih, ataumembuat penuturnya merasa resah, yang pada gilirannyamenjadikan gejolak politik dan sosial.

Dari pembicaraan diatas bisa dilihat bahwa kebijaksanaanbahasa merupakan usaha kenegaraan suatu bangsa untukmenentukan dan menetapkan dengan tepat funsi dan statusbahasa atau bahasa-bahasa yang ada di negara tersebut, agar

29 | I r p a n I l m i

komunikasi kenegaraan dan kebangsaan dapat berlangsungdengan baik.

Melihat urutan dalam penanganan dan pengolahan masalah-masalah kebahasaan dalam negara multilingual, multirasi, danmultikultural, maka perencanaan bahasa merupakan kegiatanyang harus dilakukan sesudah melakukan kebijaksanaan bahasa.

Haugen (1959) mengemukakan perencanaan bahasa adalahpengertian usaha untuk membimbing perkembangan bahasa kearahyang diinginkan oleh perencana. Perencanaan bahasa tidamsemata-mata meramalkan masa depan berdasarkan apa yangdiketahui dimasa lampau, tetapi perncanaan bahasa itumerupakan usaha terarah untuk memengaruhi masa depan. Dalamhal ini siapapun dapat menjadi pelaku perencanaan bahasa itudalam arti perseorangan maupun lembaga pemerintah ataulembaga swasta.

Di Indonesia lembaga dala perencaan dan pengembangan bahasadimulai dengan berdirinya commisie voor de volksletuur yangdidirikan pemerintah kolonial belanda pada tahun 1908 dankemudian pada tahun 1917 menjadi balai pustaka. Sasaranperencanaan bahasa yaitu: 1. Pembinaan dam pengembanganbahasa yang direncanakan. 2. Khalayak di dalam masyarakatyang diharapkan akan menerima dan menggunakan saran yangdiusulkan dan ditetapkan.

Kalau sasarannya adalah bahasa, atau korpus bahasa makasasaran itu menjadi bermacam-maca, antara lain: pengembangansandi bahasa dibidang pengaksaraan, peristilahan, pemekaranragam wacana, dsb. Kalau sasaran perencanaan itu adalahkhalayak masyarakat, maka perencanaan itu, antara lain,dapat diarahkan kepada golongan penutur asli atau bukanpenutur asli, kepada yang masih sekolah, guru, dsb.

30 | I r p a n I l m i

Langkah yang dapat diambil, terkai dengan korpus bahasaadalh penyusunan sistem ejaan yang ideal (baku), yangdigunakan oleh penutur yang benar, sebab adanya sistem ejaanyang disepakati akan memudahkan dan melancarkan jalannyakomunikasi. Kemudian diikuti dengan penyusunan ataupengkodifikasian sistem tata bahasa yang dibakukan sertapenyusunan kamus lengkap.

BAB 13 PEMBAKUAN BAHASA

Tentu kita mengetahui bahasa baku dan non baku. Yang disebutbahasa baku adalah salah satu variasi bahasa (dari sekianbanyak variasi) yang diangkat dan disepakati sebagai ragambahasa yang akan dijadikan tolak ukur sebagai bahasa yangbaik dan benar dalam komunikasi resmi, baik secara lisanmaupun tulisan. Bahasa baku sama halnya dengan bahsa resmikenegaraan yang digunakan dalam situasi resmi kenegaraan,termasuk pendidikan, dalam buku peljaran, undang-undang,dsb. Simpunya bahasa baku (Halim: 1980) mengatakan bahwabahasa baku adalah ragam bahasa yang dilembagakan dan diakuioleh sebagian warga masyarakat pemakainya sebagai ragamresmi dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa danpenggunaannya. Sedangkan ragam bahasa tidak baku adalahragam bahasa yang tidak dilembagakan dan tidak ditandai olehciri-ciri yang menyimpang dari norma-norma bahasa baku.

Fungsi bahasa baku (Gravin dan Mathiot (1956: 785-787)mempunyai fungsi lain yang bersifat sosial politik, yaitu:1. Fungsi pemersatu 2. Fungsi pemisah 3. Funsi harga diri 4.Fungsi kerangka acuan.

(Moeliono (1975:2) mengatakan, bahwa oada umumnya yang layakdianggap baku ialah ujaran dan tulisan yang dipakai oleh

31 | I r p a n I l m i

golongan masyarakat yang paling luas pengaruhnya dan palingbesar kewibawaannya. Ada pula dasar dan kriteria lainnyasepert: 1. Otoriras 2. Bahasa penulis-penulis terkenal 3.Demokrasi 4. Logika 5. Bahasa orang-orang yang dianggapterkemuka dalam masyarakat. Maka untuk mewujudkan semua ituharus ada pemeran yang berkontribusi; pendidikan, industribuku, perpustakaan, administrasi negara, media massa,tenaga, penelitian.

Bahasa baku Indonesia secara resmi telah ditetapkankeberadaannya.

Contoh dalam bentuk kata

Bentuk baku Bentuk Tidak Baku

Administratif Administratip

Ahli akhli

Doa do’a

Maaf maap

Contoh dalam bentuk kalimat

Bentuk baku Bentu tidak baku

Rektor meninjau perumahan IKIP Rektor tinjauperumahan karyawan IKIP

Surat itu sudah saya baca surat itu sudahdibaca oleh saya

Harganya cukup mahal Dia punya hargacukup mahal.

32 | I r p a n I l m i

Seringkali bahasa baku harus meminjam unsur leksikal darikosakata tidak baku karena memang diperlukan. Sepanjangmemang diperlukan karena tidak ada padanannya dalam kosakatabaku, maka hal itu tidak menjadi soal, unsur leksikal itubisa saja diperlukan sebagai unsur pinjaman atau serapan,artinya aturan mengenai unsur pinajaman dapat dikenakankepada tidak baku.

33 | I r p a n I l m i